Pencarian

Ratu Penggoda Siluman Ayu 2

Pedang Siluman Darah 2 Ratu Penggoda Siluman Muka Ayu Bagian 2


sembari menyembah dan berkata: "Guru!
Ah, mengapa guru menyamar?"
"Ha.... ha.... ha....! Rupanya
ingatanmu masih tajam. Nah, sekarang pergilah kau ke arah utara. Di sana
kau akan menemui korban-korban Dewi
Kalandasan, yang terlalu sadis dan
telengas. Jangan kau terpengaruh oleh rayuan nya, yang akan menjadikan lemah
imanmu. Pusatkan segala pikiranmu pada Tuhan Yang Maha Esa, sebab hanya
Dialah yang dapat melindungimu. Ingat!
Kalau musuhmu telah tak berdaya,
jangan kau lalu menurunkan tangan
jahatmu. Biarkanlah ia sadar sendiri."
"Baiklah, guru. Hamba akan selalu mengingat petuah dan pesan yang guru berikan.
Kini hamba mohon pamit."
Bersamaan dengan lenyapnya suara
Ki Paksi Anom, maka Eka Bilawa segera meneruskan langkahnya menuju ke arah yang
diberikan gurunya untuk menemui Dewi Kalandasan yang makin telengas
dan membawa banyak korban.
"Kalau tidak segera dicegah. Aku khawatir korban makin bertambah
banyak. Aku harus segera mencegahnya."
Maka dengan menggunakan ajian angin
puyuh Eka Bilawa segera berlari menuju ke arah utara. Karena menggunakan
ajian angin puyuh hingga Eka Bilawa
seperti angin saja berlari.
* * * * Di dalam sebuah gubuk
tampak seorang lelaki tengah menggeluti
seorang wanita. Keduanya tampak telanjang tanpa sehelai benang pun,
manakala sebuah sinar berkelebat masuk ke dalam dan mengejutkan mereka. Kedua
orang yang tengah dipengaruhi setan, segera tersentak dan melepaskan
pelukan masing-masing. Sementara
bayangan yang tadi berkelebat, tampak seorang pemuda yang kini berdiri
mematung di sudut ruangan dengan wajah menghadap ke bilik.
"Siapa kau?" tanya Dewi
Kalandasan, yang segera bangkit dari terlentang nya dengan terlebih dahulu
mengibaskan tubuh pemuda yang sedari tadi menggeluti nya. Kibasan tangan Dewi
Kalandasan, menjadikan pemuda itu menjerit dan meregang mati.
"Gunakan pakaianmu dulu, nanti
aku akan memberitahukan mu siapa aku
sebenarnya."
Dewi Kalandasan segera menyadari
keadaan tubuhnya, dengan segera
dikenakan pakaiannya sebelum akhirnya ia kembali bertanya lagi setelah
pakaiannya melekat di tubuhnya.
"Siapakah kau, Ki sanak" Apakah kau juga ingin merasakan kehangatan
tubuhku?" Perlahan lelaki itu membalikkan
tubuhnya menghadap ke Dewi Kalandasan yang terkejut setelah tahu siapa
adanya lelaki itu. Yang dengan
senyumnya berkata: "Ternyata
tindakanmu makin menjadi-jadi, Dewi
Kalandasan?"
"Bilawa! Untuk apa kau datang ke mari?"
"Hem... kalaupun aku tak datang ke mari, pasti suatu saat kau pun akan datang
menemuiku, untuk menuntut
dendam cinta mu bukan?"
"Benar, Bilawa memang aku hendak menagih janjimu. Aku akan mengambil
nyawamu, yang telah tega membuatku
menderita batin."
"Kalau itu yang engkau mau,
lakukanlah bila mampu."
Menggeretak gigi Dewi Kalandasan,
mendengar ucapan Eka Bilawa. Maka
dengan terlebih dahulu
menggeram marah, Dewi Kalandasan segera
menyerang. "Eka Bilawa
keparat! Jangan
sesalkan tindakanku! Hiat...!"
Eka Bilawa yang telah waspada,
dengan segera mengelak dan balik
menyerang. "Hiat...!"
Perkelahian kedua orang yang
pernah terjerat cinta di hati masing-masing, tak dapat dicegah lagi.
Keduanya berkelebat-kelebat dengan
cepatnya, saling serang dan elak.
Jurus demi jurus terlampaui.
Manakala jurus yang kedua puluh
lima hendak berjalan, seketika tubuh Dewi Kalandasan tampak melompat
mundur. Lalu dengan disertai pekikan, Dewi Kalandasan pun kembali menyerang
dengan ilmunya.
"Terimalah kematianmu, Bilawa!
Ajian Lebur Raga! Hiat...!"
Dari tangan Dewi Kalandasan,
tampak selarik sinar merah membara
berkelebat di samping kiri Eka Bilawa yang segera mengelak. Sedetik saja Eka
Bilawa terlambat, maka nyawanya akan melayang.
Mendengus Eka Bilawa seketika,
manakala melihat kehebatan ajian yang baru saja dilancarkan oleh Dewi
Kalandasan. Maka dengan mendengus, Eka Bilawa segera mengimbanginya dengan
jurus Ajian Tapak Bahana.
"Tapak Bahana! Hiat...!"
Keduanya segera melompat ke
udara, dan berbareng keduanya meng-
hantamkan ajian masing-masing.
Seketika dua ajian pamungkas itu
berada di udara, menjadikan sebuah
ledakan dahsyat.
"Duar...!"
Tubuh keduanya terdorong ke
belakang. Eka Bilawa tergetar
tubuhnya, dan menyurut kakinya tiga
langkah. Sementara Dewi Kalandasan
tampak terdorong lima tombak, dengan mulut mengeluarkan darah segar.
Tanpa menghiraukan Eka Bilawa,
Dewi Kalandasan yang terluka dalam itu berkelebat pergi. Eka Bilawa hanya
terbengong-bengong tanpa bermaksud
mengejarnya. "Sejak kejadian itu, Dewi
Kalandasan tak terdengar lagi kabar
beritanya hilang bagaikan tertelan
bumi." Mengakhiri Ki Perwana berkata, yang membuat Jaka termangu diam.
Setelah sesaat terdiam, Jaka bertanya kembali.
"Lalu apa yang menjadikan
perhatian paman saat ini?"
Seketika Ki Perwana tersentak,
manakala mendengar pertanyaan Jaka.
Setelah menguap sesaat, Ki Perwana
segera menerangkan apa yang menjadikan perhatiannya hingga mengundang Jaka
datang ke tempatnya.
"Setelah sekian lama menghilang!
Dewi Kalandasan tiba-tiba muncul dan membuat keonaran lagi. Maka sebagai
orang yang bertumpu pada kebenaran dan ketentraman, aku tak bisa berdiam diri
begitu saja. Namun untuk mencegah
tindakannya, hanya kaulah yang mampu untuk mengatasinya."
Mengerut alis mata Jaka mendengar
ucapan Ki Perwana. Dengan masih tak
mengerti, Jaka bertanya:
"Hai! Mengapa mesti aku" Apakah tak ada pendekar lain yang berusaha
mencegahnya?"
"Sudah, Jaka. Berpuluh-puluh
pendekar telah berusaha mencegahnya.
Namun kesemuanya hanya mengalami
kegagalan dan menemui kematian yang
mengerikan, yaitu barang miliknya
hilang terbetot."
"Hah! Sungguh mengerikan, paman!"
Terbelalak mata Jaka mendengar penuturan Ki Perwana. Hatinya tersengat
juga, bila membayangkan tindakan yang dilakukan Dewi Kalandasan.
"Itulah, Jaka. Mengapa aku
mengundangmu ke mari. Sebab hanya
pewaris ilmu Empat Pendekar Sakti yang mampu menghadapinya, Karena kau satu-
satunya pewaris ilmu Empat Pendekar
Sakti, aku minta tolong padamu. Kau
sanggup bukan?"
Setelah mendengar ucapan Ki
Perwana dan sesaat terdiam berpikir, Jaka akhirnya berkata juga:
"Aku akan berusaha membantu.
Namun aku tak dapat menjanjikannya,
karena aku pun belum yakin pada
kemampuanku. Di samping itu pula, aku harus mencari orang yang bernama Kala
Peningasan yang telah mencuri Kitab
dan pusaka-pusaka milik beberapa
perguruan."
"Tak mengapa, yang penting bagi kami, kau mau membantu. Kini hari
sebentar lagi pagi. Tidakkah kau
bermaksud istirahat barang sekejap
untuk memulihkan tenagamu?"
Dengan segera kedua orang itu pun
berlalu menuju ke dipan masing-masing yang ada di rumah itu, untuk tidur.
Mungkin karena telah mengantuk,
keduanya pun segera terlelap tidur.
Rumah itu pun kini tampak sunyi,
dan hanya suara dengkuran Ki Perwana saja yang mengumandang memecahkan
kesunyian malam itu. Walau Jaka merasa bising oleh dengkuran Ki Perwana,
namun karena rasa kantuk telah
menggayut di kedua matanya Jaka
akhirnya tertidur pulas.
7 Di kaki gunung Slamet tampak
sebuah padepokan berdiri dengan
megahnya. Di sekelilingnya terpagar
betonan dari batu bata merah, makin
menambah kemegahan bangunan itu.
Di pintu depan untuk masuk ke
dalam, dua orang penjaga tampak selalu siaga dan seksama. Mata kedua orang
itu, selalu liar memandang orang yang lalu lalang jalan di situ.
Tengah kedua penjaga pintu
gerbang itu memandang ke orang-orang yang berjalan di muka tempat itu,
seorang pemuda tiba-tiba memberi
salam: "Sampurasun...!"
Dengan agak terkejut, kedua
penjaga pintu gerbang segera menjawab dengan mata penuh selidik: "Rampes...!
Siapakah Ki Sanak ini" Dan ada
keperluan apakah Ki Sanak datang ke
mari?" Pemuda yang baru datang dengan
menggunakan caping lebar dengan segera berkata: "Namaku, Loh Gamyar. Aku sengaja
datang ke mari, dengan maksud ingin mengabdi pada Ratu mu. Sampaikan lah salam
hormatku pada Ratu kalian."
Kedua penjaga pintu gerbang itu,
tidak segera menuruti ucapannya. Malah dengan mata tajam, keduanya memandang
penuh selidik Setelah sesaat
memandang, salah seorang penjaga
itupun berkata: "Baiklah, tunggu sebentar." Pengawal itupun segera masuk ke
dalam, untuk menemui
pimpinannya Ratu Siluman Muka Ayu.
Sang Ratu yang tengah duduk-duduk
dengan didampingi abdi setianya yang rata-rata pemuda, menyipitkan mata
demi melihat penjaga pintu gerbang
datang menghadapnya dengan senyuman.
"Ada apa, Warma" Seperti mendapat rejeki saja kau tersenyum-senyum."
"Ampun, Sri Ratu. Ada seorang
pemuda gagah yang hendak mengabdikan diri pada Sri Ratu," menjawab Warma setelah
menjura hormat.
Sri Ratu tersenyum, lalu dengan
penuh wibawa Sri Ratu pun kembali
berkata menyuruh pada Warma.
"Warma, siapakah nama pemuda
itu?" "Dia bernama Loh Gamyar, Sri
Ratu." "Suruh dia masuk untuk menghadap ku."
"Daulat, Sri Ratu," berkata Warma seraya menyembah, lalu dengan segera berlalu
meninggalkan Sri Ratu yang
kembali bermesraan dengan abdi-
abdinya. "Tuan Loh Gamyar. Tuan
diperkenankan masuk untuk menemui Sri Ratu," berkata Warma setelah sampai
kembali ke pintu gerbang.
"Ke mana aku harus menemui Ratu mu?"
"Aku akan mengantarmu, ayo!"
Dengan diantar Warma, Loh Gamyar
pun segera menuju ke tempat Sri Ratu berada. Tak berapa lama mereka
melangkah masuk, keduanyapun segera
tiba di tempat Sri Ratu berada.
Warma segera masuk mendahului,
sementara Loh Gamyar menunggu di luar.
Warma dengan segera menghadap Sri Ratu dan menyampaikan berita bahwa pemuda itu
ada di luar. "Ampun, Sri Ratu. Pemuda itu kini menunggu di luar."
Sri Ratu yang tengah bercumbu
rayu dengan abdi-abdinya, seketika
menghentikan cumbuan nya dan langsung menghadap ke Warma sembari berkata:
"Suruh dia masuk!"
"Daulat, Sri Ratu!"
Bergegas Warma kembali ke luar
menemui Loh Gamyar.
"Tuan diperkenankan masuk!"
Kedua orang itupun akhirnya masuk
ke dalam ruangan yang besar. Tampak
oleh Loh Gamyar seorang wanita cantik dengan pakaian yang minim sekali duduk
dengan posisi merangsang. Senyumnya
menghias bibir yang makin menambah
anggun dan cantiknya.
Setelah Loh Gamyar menyembah,


Pedang Siluman Darah 2 Ratu Penggoda Siluman Muka Ayu di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

terdengar suara Ratu Siluman Muka Ayu berkata: "Loh Gamyar. Benarkah kau hendak
mengabdi padaku?"
"Benar, Sri Ratu."
"Baiklah, Loh Gamyar. Kau aku
terima sebagai abdi ku. Kau tahu apa yang harus kau kerjakan?"
Sesaat Loh Gamyar terdiam
memandang wajah Sri Ratu dengan
pandangan kurang ajar. Semestinya Sri Ratu marah, namun demi melihat wajah
Loh Gamyar yang tampan, Sri Ratu
bukannya marah tapi tersenyum.
Dengan perlahan Sri Ratu beranjak
dari tempat duduknya, menuju ke Loh
Gamyar yang tampaknya terdiam saja.
Diajaknya Loh Gamyar menuju ke sebuah ruangan yang bertirai putih bersih.
"Loh Gamyar. Sudahkah kau
pikirkan semuanya?" tanya Sri Ratu kala keduanya telah masuk ke dalam
peraduan pada Loh Gamyar yang masih
terdiam memandang wajah Sri Ratu.
"Sungguh benar-benar cantik,"
bergumam hati Loh Gamyar. "Pantas kalau tokoh-tokoh persilatan akan
mudah ditaklukannya." Loh Gamyar bagaikan orang bodoh saja mengangguk, lalu
dengan penuh nafsu Loh Gamyar
merengkuh tubuh Sri Ratu.
Mendesah-desah Sri Ratu Siluman
Muka Ayu manakala tangan Loh Gamyar
bergerayangan menuju ke seluruh tubuh.
"Jangan kau hentikan, Loh!"
rengek Sri Ratu yang telah dilanda
nafsu, menjadikan Loh Gamyar makin
bertambah semangat.
Kedua orang itupun terus memburu
emosi, yang bersamaan dengan nafsu di hati mereka. Napas keduanya memburu, bak
kuda-kuda yang tengah berpacu. Tak lama antaranya, keduanya terlelap
dalam heningnya alunan rasa yang
menderu di setiap sentuhan-sentuhan birahi.
* * * Mendengar desah-desah di dalam
kamar Sri Ratu, menjadikan emosi abdi-abdi yang lainnya. Wajah-wajah mereka
seketika membara, penuh nafsu dan
kebencian pada Loh Gamyar yang
dianggapnya telah merebut hati Sri
Ratu. Salah seorang dari keenam abdi
Sri Ratu nekad menerobos masuk ke
dalam, membuat Loh Gamyar dan Sri Ratu terperanjat.
"Mau apa kau masuk ke sini,
Londang!" membentak Sri Ratu marah, melihat Londang dengan napas memburu hendak
mencengkeram pundak Loh Gamyar yang segera mengelak.
"Heh... Kenapa kau tiba-tiba hendak menyerangku, Ki Sanak?" bertanya Loh Gamyar
tak mengerti, setelah
dirinya dapat mengelakkan cengkeraman Londang.
Namun Londang yang dipengaruhi
oleh rasa cemburu tak mau menjawab.
Bahkan dengan mendengus da mata
menyorot penuh kebencian pada Loh
Gamyar, Londang kembali menyerang.
Murka Sri Ratu melihat tingkah
laku Londang. Matanya yang tadi redup dan jeli, berubah memerah penuh bara
kematian. Tak dapat terelakkan lagi oleh Londang, manakala tangan Sri Ratu yang
dialiri tenaga dalam menghantam
tubuhnya. Seketika tubuh Londang
hancur menjadi tepung, berserakan
memenuhi lantai. Loh Gamyar yang
menyaksikan hal itu, tak terasa
bergumam lirih penuh kekagetan. "Ajian Tapak Bahana!"
Terbelalak mata Sri Ratu,
manakala mendengar ucapan Loh Gamyar.
Maka dengan masih kaget, Sri Ratu
Siluman Muka Ayu bertanya: "Apa yang tadi kau katakan, Loh?"
"Tidak!! Hamba tidak berkata apa-apa," menjawab Loh Gamyar terbata-bata.
"Sungguh bahaya mulutku ini.
Kalau saja Sri Ratu mendengar jelas, ah...." menggumam hati Loh Gamyar.
Sri Ratu Siluman Muka Ayu
mengangguk-anggukkan kepalanya, memandang tajam pada Loh Gamyar, sepertinya tak
percaya pada apa yang dikatakan oleh Loh Gamyar. Maka seketika,
terdengar Sri Ratu kembali bertanya pada Loh Gamyar: "Loh, kau berdusta padaku.
Aku dengar kau tadi mengatakan Bahana, apa itu?"
"Ampun, Sri Ratu. Hamba tadi
saking kagumnya melihat ajian yang
dilontarkan oleh Sri Ratu, hingga tak sengaja hamba bergumam bahaya.
Sedangkan apa yang menjadi nama ajian Sri Ratu, hamba sendiri tidak mengerti
apa-apa." Sri Ratu kini tersenyum melebar
dan dengan penuh gejolak di hatinya,
didekatinya kembali Loh Gamyar.
Direngkuhnya leher Loh Gamyar yang hanya diam menurut. Keduanyapun kembali
terlelap dalam alunan kasih berbaur
nafsu. Hari begitu panasnya, kala sese-
orang pemuda tampak berjalan dengan
lambat menuju ke sebuah kedai yang tak jauh dari tempatnya berjalan.
"Wah... perut ini telah minta
jatah. Sudah seminggu aku mencari Kala Peningasan. Namun sejauh aku
melangkah, belum juga aku temui. Ke
mana aku harus mencarinya" Apakah aku menemui Loh saja?" berkata Jaka dalam
hati. Dirogohnya kantong yang ada di
balik sabuknya, lalu dikeluarkan uang yang masih tersisa. "Waah... duitku hampir
habis." Ditimang-timang duit itu hingga berbunyi,
"Kalau sampai dalam dua tiga hari ini aku belum dapat menemukan Kala
Peningasan, sungguh bodoh nya aku ini.
Huh... pusing!" sambil menggumam dalam hati, Jaka Ndableg segera masuk ke
dalam kedai. Setelah mengambil tempat duduk,
Jaka Ndableg segera memesan makanan
pada pelayan kedai. Tak berapa lama
antaranya, pesanannya pun telah
datang. Maka dengan segera disantap
nya seluruh makanan yang ter
hidangkan. Sekejap saja makanan di
piring itu tuntas tak tersisa.
"Hem. Perutku sekarang kenyang.
Ah. Lebih baik aku istirahat dulu
sambil mengademkan badan yang sedari tadi disengat matahari," gumamnya dalam
hati, lalu dengan menyenderkan tubuh pada tiang penyangga atap, Jaka duduk
beristirahat. Tengah Jaka beristirahat melepas
lelah, seseorang lelaki masuk ke dalam kedai. Lelaki yang tak lain adalah
Kala Peningasan, tampak memandang ke sekeliling ruangan kedai itu.
Setelah dirasakannya aman, Kala
Peningasan dengan segera mengambil
duduk tiga bangku dari
kelana beristirahat. "Pelayan, beri aku nasi satu piring dengan lauk-pauknya.
Jangan lupa sekendi tuak," pintanya pada pelayan kedai, yang dengan segera
mengangguk dan berlalu pergi meninggalkannya untuk mengambil pesanannya.
"Hem... rupanya di sini kau
kutemui, Kunyuk! Kau telah membuatku pusing," bergumam Jaka dalam hati.
Dibiarkannya Kala Peningasan menyantap makanannya lebih dulu, sementara ia
tampak masih pura-pura tidur sambil
menunggu Kala Peningasan makan.
Mata Kala Peningasan tampak liar,
memandang ke sekeliling ruangan kedai.
Seketika matanya tertuju pada seorang pemuda yang tengah tertidur dengan
menyenderkan tubuhnya ke tiang
penyangga. Hatinya seketika gelisah
manakala mengetahui bahwa pemuda itu tak lain Jaka adanya.
Bagaikan tak mengetahui adanya
Kala Peningasan, Jaka dengan segera
bangun dari tidurnya dan membayar
makanan yang telah dimakannya. Lalu
dengan tak memandang selirikpun pada Kala Peningasan. Jaka Ndableg segera
berlalu pergi meninggalkan kedai itu.
Tersenyum Kala Peningasan yang
merasa telah aman dari incaran Jaka, yang dianggapnya tak mengetahui
keberadaan dirinya. Dengan hati tenang Kala Peningasan segera menyantap
makanannya. "Rupanya ia tak mengetahuiku.
Ah... kalau dia sampai mengetahuiku, niscaya dia telah menangkapku. Semoga saja
ia benar-benar tak tahu," bergumam hati Kala Peningasan senang.
Setelah habis menyantap makanan
bergegas Kala Peningasan membayar.
Kemudian segera Kala Peningasan
berlalu meninggalkan kedai itu dengan bernyanyi-nyanyi bagaikan seorang yang
mendapat hadiah dari Raja.
Kala Peningasan melangkah sudah
agak jauh dari kedai, terdengar
seseorang memanggil namanya yang
dikenalnya suara itu milik Jaka.
"Selamat bertemu, Kala Peni-
ngasan! Bagaimana keadaanmu sekarang"
Bagaimana pula usahamu yang telah
mampu mengelabui orang-orang persilat-an" aku berharap kau akan mampu
menerima hukuman dari orang-orang
persilatan, khususnya perguruan-
perguruan yang kau curi pusaka atau
kitabnya."
Tersentak Kala Peningasan seraya
memandang sekelilingnya, mencari orang yang telah berbicara. Mendapatkan
bahwa orang yang telah berbicara tak ada tongkrongannya, Kala Peningasan
segera berseru: "Hai! Kalau kau memang manusia adanya, tunjukkan mukamu!"
Habis ucapan Kala Peningasan,
seketika berkelebat sesosok tubuh dari atas pohon yang telah berdiri di
hadapannya. Tubuh itu yang tak lain
Jaka adanya, tampak tersenyum
sepertinya ramah dan kembali berkata:
"Aku, Kala Peningasan! Masih
mengenalku, bukan?"
Melihat Jaka Ndableg. yang telah
menyapanya, dengan seketika Kala
Peningasan hendak berlari pergi. Namun dengan segera, Jaka memburunya. Dengan
ajian Angin Puyuh, Jaka dengan segera mencegat di muka Kala Peningasan.
"Mau lari ke mana kau, Kala
Peningasan" Aku ingin kau mau
mengembalikan Kitab dan pusaka yang telah kau curi dari pemiliknya."
"Jangan harap kau akan mampu
mendapatkan Kitab dan pusaka yang
telah aku curi. Kau terlalu lancang
mencampuri urusanku. Maka janganlah
kau menyesal bila kelak kau akan
menderita."
"Hem... jangan kau mengancamku, Kala Peningasan! Kalau kelak aku
menderita, itu adalah suratan Yang
Kuasa. Sekarang aku meminta
pertanggungan jawabmu atas tinda-
kanmu." Mendengus marah Kala Peningasan
mendengar ucapan Jaka. Maka dengan
mata memerah marah, Kala Peningasan
mengeretakkan gigi-giginya dan dengan seketika menyerang.
Jaka yang telah waspada dari
semula, dengan segera mengegoskan
tubuhnya mengelakan serangan Kala
Peningasan sembari membentak marah.
"Rupanya kau memang iblis, Kala Peningasan! Dengan berkedok sebagai
pendekar lurus, kau mencuri pusaka dan Kitab
milik beberapa perguruan!
Sungguh perbuatanmu tak dapat
dimaafkan."
"Jangan banyak omong! Kalau kau memang pendekar yang kesohor,
lakukanlah apa yang kau bisa. Tapi
jangan harap kalau aku mau memberikan apa yang telah aku peroleh."
Maka tak dapat dicegah lagi,
kedua orang itupun dengan seketika
saling serang dan elak. Jurus demi
jurus tingkat tinggi, dikeluarkannya untuk dapat menjatuhkan lawan.
Kala Peningasan bukanlah tokoh
persilatan sembarangan, hingga ilmu-
ilmunya juga bukanlah ilmu ringan. Tak ayal lagi, Jaka harus waspada dan
hati-hati. Setiap sambaran Kala
Peningasan selalu mengeluarkan hawa
panas dan deru angin.
Begitu juga halnya dengan Jaka
yang telah kondang di dunia
persilatan, bukanlah lawan yang enteng bagi Kala Peningasan. Nama besarnya
sebagai Pendekar Pedang Siluman, telah menggetarkan dunia persilatan waktu
itu. Maka sudah dapat dipastikan bila
dua tokoh persilatan bertemu, akan
menjadikan sebuah pertarungan yang
sayat dan seru.
"Matilah kau!" bentak Kala Peningasan dibarengi dengan lompatan tubuhnya ke
belakang. Lalu dengan
cepat dari tangan Kala Peningasan
melarik seberkas sinar putih kekuning-kuningan.
Jaka tersentak manakala menge-
tahui apa yang menderu-deru, yang ke luar dari tangan Kala Peningasan.
Ribuan jarum-jarum beracun, beter-
bangan ke arahnya.
"Licik!" Dengan segera tangannya yang telah disaluri tenaga dalam serta didasari
Ajian Bayu Sakti. Bunyi angin kibasan Bayu Sakti telah meruntuhkan puluhan jarum
berbisa itu. Manakala Jaka tengah sibuk
menghalau jarum beracun yang ia
taburkan, tidak disia-siakan oleh Kala Peningasan yang segera pergi
meninggalkan Jaka secara diam-diam.
Betapa gusarnya Jaka seketika itu


Pedang Siluman Darah 2 Ratu Penggoda Siluman Muka Ayu di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

manakala melihat musuhnya telah
berlalu entah ke mana. "Bedebah! Licik benar dia. Jangan harap bisa lolos
dariku!" menggeretak Jaka marah, lalu dengan segera berkelebat mengejar Kala
Peningasan yang telah pergi.
8 Malam telah tiba ketika tampak
sebuah bayangan berkelebat dari satu atap ke atap lainnya yang ada di
kawasan wilayah Ratu Siluman Muka Ayu.
Bayangan itu milik seorang lelaki,
nampaknya tengah bermaksud menyelidiki sesuatu yang ada di dalam kawasan itu.
"Untung Sri Ratu sangat
mencintaiku, kalau tidak. Mungkin aku sudah dijadikan bregedel semacam
gacoan-gacoannya yang lima orang itu.
Aku jadi tertarik untuk mengetahui di mana Sri Ratu mengeksekusi gacoannya"
Mengapa mereka hilang begitu saja?"
Setelah tercenung sesaat, kembali
bayangan lelaki itu berkelebat menuju ke satu rumah ke rumah yang lainnya
tanpa mengeluarkan suara sedikitpun.
Ketika telah sampai pada tempat
yang dituju, yaitu sebuah bangunan
yang terletak paling belakang. Lelaki itu segera melompat turun dan segera
mengendap-endap.
"Mungkin di sini tempat Sri Ratu mengeksekusi gacoannya. Akan ku coba
menyelidiki tempat ini, hup!" Lelaki itu segera melompat lagi ke semak-semak
manakala tampak olehnya seorang peronda keliling.
Peronda itu tampak berhenti lama
di tempat itu, di mana lelaki tadi
bersembunyi. Sepertinya peronda itu
melihat sebuah bayangan berkelebat
menyusup dalam semak-semak.
"Sepertinya tadi aku melihat
seseorang di sini, ke manakah" Atau
jangan-jangan hanya mataku saja yang sudah rabun?"
Peronda itu membatin, mengingat-
ingat dan mengucak-ucak mata, seperti tak yakin pada penglihatannya. Lalu
setelah mengucak-ucak mata, kembali
peronda itu melotot ke arah semak-
semak membuat orang yang bersembunyi merasa was-was juga.
"Kalau tidak aku lumpuhkan bisa-bisa orang ini akan membuat kesusahan, hup!"
Seketika sebuah serangan datang tiba-tiba menyerang si peronda yang
tersentak dan berusaha melawan. Namun dengan segera si penyerang menotok
urat darahnya, hingga si peronda
terkulai lemas seketika.
Tanpa membuang waktu lagi, orang
yang menyerang si peronda dengan
segera berkelebat menuju ke pintu
bangunan itu. Dengan hati-hati sekali dibukanya pintu bangunan itu. Namun
tak urung, pintu itu berderit juga
dimakan usia. Sesaat orang itu berhenti membuka
pintu. Memandang celingukan ke
belakang, takut-takut ada orang yang mendengar dan datang ke arahnya.
Setelah dirasa aman, orang itupun
kembali membuka pintu perlahan-lahan.
Namun kembali pintu berderit
menjadikan rasa was-was pada orang
yang membukanya. Setelah pintu terbuka agak lebar, lelaki itu dengan segera
menyelinap masuk ke dalam.
Betapa tersentaknya lelaki itu
manakala melihat tulang belulang
berserakan di sana-sini. "Jagad Dewa Batara! Apa gerangan yang telah
memakan orang-orang ini" Padahal baru dua hari yang lalu orang-orang ini
menghilang," membatin lelaki yang tak lain Loh Gamyar menyaksikan kengerian yang
terpampang di depan matanya.
"Hem... Aku rasa ada sesuatu di balik kamar yang tertutup itu.
Kudengar suara dengkur yang sangat
keras. Coba aku intip dari lobang
angin itu."
Dengan melangkah perlahan
menggunakan ilmu meringankan tubuhnya, Loh Gamyar segera mendekati lobang
angin. Seketika wajahnya tampak pucat
pasi, manakala melihat apa yang
sebenarnya tengah mendengkur di balik pintu besi itu. Sesosok tubuh binatang
besar yang menyerupai ular tengah
tertidur pulas karena kekenyangan.
"Jagat Dewa Batara! Ternyata
bukan dibunuh seperti biasanya. Namun dimakankan pada binatang ini. Oh...
mungkinkah aku juga bakal seperti
orang-orang itu?" mengeluh pendek Loh Gamyar dalam hati.
Dengan hati-hati sekali, Loh
Gamyar segera berlalu pergi mening-
galkan lobang angin. Ia takut kalau-
kalau mahluk yang tengah tertidur itu mendengar suara langkahnya.
"Hem... Aku tahu sekarang.
Ternyata Sri Ratu Siluman Muka Ayu
memelihara binatang ini. Atau...
jangan-jangan binatang inilah yang
menjadikan Sri Ratu awet muda dan
sakti," bergumam hati Loh Gamyar, sebelum akhirnya pergi meninggalkan
kembali ruangan itu.
Dengan berkelebat cepat laksana
seekor kera, Loh Gamyar kembali
menyusuri atap demi atap bangunan yang ada di situ. Hatinya kini bertanya-tanya,
gerangan apa yang menjadikan Sri Ratu memelihara mahluk seperti
ular namun besar itu"
Tengah Loh Gamyar berkelebat dari
atap yang satu ke atap yang lain, tiga orang peronda keliling melihat. Ketiga
orang itu hendak berseru manakala Loh Gamyar dengan segera mengibaskan
tangan. Seketika ketiga orang yang
hendak berteriak itu terdiam,
mengejoprak ke tanah. Rupanya Loh Gamyar telah menyerang mereka dengan
totokan mautnya, hingga mereka
seketika terkulai lemas.
"Bahaya kalau aku terus-terusan begini. Bisa-bisa aku kepergok oleh
yang lainnya dan hal itu akan
menjadikan kegagalan usahaku. Kalau
Jaka ada di sini, mungkin aku tak
perlu khawatir. Aku merasa yakin,
kalau Jaka yang mampu menghadapi Sri Ratu. Kedua-duanya memiliki ajian yang sama
yaitu Tapak Bahana. Hem... dari mana Sri Ratu mendapatkan ajian itu?"
Setelah sesaat Loh Gamyar tercenung, dengan segera iapun berkelebat turun dan
menyelinap masuk ke dalam
kamarnya. Selang tak berapa lama antaranya,
Sri Ratu datang menemuinya dan
menanyakan apakah ia tak mendengar
keributan di luar"
"Ampun, Sri Ratu. Hamba tidak
mendengar sama sekali. Mungkin hamba terlelap tidur karena terlalu lelah,"
menjawab Loh Gamyar, yang pura-pura
menggeliat bangun dari tidurnya.
"Memang gerangan apakah yang telah terjadi?"
Rupanya Sri Ratu mempercayainya.
Sri Ratu pun tampak tersenyum manis
sembari merapatkan tubuhnya pada tubuh Loh Gamyar. Dengan lembut Sri Ratu
berbisik manja: "Sudahlah... Tak perlu kau risaukan. Jangan kau khawatir! Aku
akan segera dapat menangkap orang yang telah membuat keonaran itu. Marilah
kita bersenang-senang, Loh?"
Sri Ratu segera merengkuh tubuh
Loh yang hanya diam menurut, masuk ke dalam peraduan di mana Loh Gamyar
tidur. Dalam hati Loh Gamyar terbersit pertanyaan, tentang ucapan Sri Ratu
yang tampaknya tak mengandung apa-apa.
Namun bila dianalisa, jelas ucapannya merupakan sindiran bagi dirinya.
"Apakah Sri Ratu mengetahui bahwa aku yang telah berbuat" Ah... moga-moga tidak
benar firasat ku. Kalaupun memang benar, maka aku harus pura-pura tak mengerti."
Loh Gamyar menuruti Sri Ratu
Siluman Muka Ayu, diboyongnya tubuh Sri Ratu yang tersenyum senang
memandang padanya.
"Kau sungguh tampan, Loh. Maka
aku sangat sayang padamu," berbisik Ratu
Siluman Muka Ayu manakala
keduanya masuk ke dalam peraduan dan langsung menutup tirai putih.
Keduanya pun akhirnya hening
tanpa kata. Hanya keluh panjang Sri
Ratu yang terdengar, memecah
keheningan. * * * Terkejut penjaga pintu gerbang
melihat beberapa tokoh persilatan
datang. Mata kedua penjaga pintu masuk terbelalak dengan mulut ternganga
lebar. "Kang Warma, sepertinya mereka
dari golongan kaum persilatan. Ada apa gerangan, ya?" bergumam teman Warma.
"Ayo, kang Warma beri tahukan pada Sri Ratu!"
Dengan tanpa protes atau menolak,
Warma segera bergegas masuk ke dalam untuk menemui Sri Ratu. Langkah Warma
nampak tergopoh-gopoh menjadikan Sri Ratu yang melihatnya tampak
mengernyitkan alis.
"Ada apa, Warma" Sepertinya ada sesuatu yang penting. Hingga mukamu
pucat pasi seperti itu?"
"Ampun, Sri Ratu. Orang-orang
persilatan berdatangan menuju ke mari"
"Apa" Orang-orang persilatan
datang ke mari?" bertanya Sri Ratu Siluman Muka Ayu tampak terkejut, demi
mendengar laporan Warman. Matanya yang jeli dan indah, seketika berubah
menjadi beringas. Lalu dengan tanpa
bicara lagi, Sri Ratu segera
meninggalkan Loh Gamyar yang masih
terbengong tak mengerti.
"Kebetulan! Dengan adanya orang-orang persilatan datang ke mari, aku ada
kesempatan untuk menyelidiki
keadaan di sini. Aku harap Jaka
Ndableg akan segera datang," bergumam hati Loh Gamyar. Bibirnya mengurai
senyum setelah kepergian Sri Ratu.
Dengan berkelebat cepat, Loh
Gamyar segera keluar dari pondoknya.
Pondok di mana Loh Gamyar berada, tak jauh dengan bangunan di mana Sri Ratu
beristirahat. Dengan segera, Loh
Gamyar menuju ke bangunan utama di
mana tempat Sri Ratu melakukan upacara keagamaan.
"Semoga semuanya tengah tertuju pada kedatangan para tokoh
persilatan."
Memang benar apa yang diharapkan
Loh Gamyar. Saat itu semua penghuni
padepokan Ratu Siluman Muka Ayu tengah tertuju perhatiannya pada kedatangan para
tokoh persilatan yang kini tengah berkumpul di halaman padepokan.
"Aku harap Sri Ratu kalian segera keluar menemui kami!" berseru salah seorang
tokoh persilatan dari perguruan Walang Keket.
Mendengar temannya berseru, dari
pihak lainpun segera turut berseru
menyuruh Sri Ratu Siluman Muka Ayu
segera keluar. "Benar! Katakan pada Ratu kalian, kami orang-orang
persilatan ingin meminta tanggung
jawabnya atas kematian beberapa pemuda murid-murid perguruan!"
Tengah di halaman padepokan
terjadi keributan. Di dalam padepokan dengan leluasa Loh Gamyar berkelebat-
kelebat menuju ke bangunan yang satu ke bangunan yang lain.
"Coba aku selidiki bangunan yang menjadi tempat pemujaan Sri Ratu. Aku merasa
curiga, jangan-jangan ada apa-apanya."
Loh Gamyar segera menuju ke
bangunan besar itu, di mana Sri Ratu mengadakan upacara keagamaan. Dengan hati-
hati sekali, Loh Gamyar segera
melompat ke atas genting bangunan itu.
Perlahan Loh Gamyar membuka genting.
Mata Loh Gamyar terbelalak,
melihat apa yang ia saksikan di bawah.
Pemandangan yang sangat mengerikan
terpampang di mata Loh Gamyar. Loh
Gamyar hampir jatuh karena saking
kagetnya. "Jagad Dewa Batara! Sungguh aku tak menyangka kalau Sri Ratu yang
cantik jelita, ternyata seorang yang mempunyai penyakit gila. Betapa sadis nya
perbuatan Sri Ratu."
Loh Gamyar mengeretakkan gigi-
giginya manakala menyaksikan pemandangan di bawah. Tampak pemuda-pemuda
tampan, dengan tangan dan kaki diikat serta anggota tubuh yang hilang dari
tempatnya. "Alat kelamin pemuda-pemuda itu telah hilang entah ke mana. Mungkin
dibetot oleh Sri Ratu, atau memang
telah putus sendiri."
Setelah untuk beberapa lama Loh
Gamyar memandang bergidik pada keadaan di bawah. Segera Loh Gamyar melompat ke
ruangan lain yang tak jauh dari
kamar itu. Kembali Loh Gamyar membuka salah
satu genting dan menyaksikan keadaan di bawahnya. Tampak dalam keremangan sebuah
lampu lentera yang terbuat dari bambu, sebuah dupa mengepul menyengat-kan bau
kemenyan. Di samping kiri
dupa, terpampang sebuah meja dan
kursi. Di depan meja dan kursi, tampak sebuah kaca yang dibawahnya tergeletak
sebuah baskom. Dan untuk kedua kalinya Loh
Gamyar terperanjat hampir memekik
manakala menyaksikan apa yang terdapat dalam baskom itu yang tak lain dari
kemaluan lelaki yang diawetkan.
"Jagad Dewa Batara! Hal ini tak boleh dibiarkan."
* * * * Dari kejauhan Loh Gamyar dapat
menyaksikan keributan dan pertempuran
antara Sri Ratu yang tengah dikeroyok oleh tokoh-tokoh persilatan.
Sri Ratu Siluman Muka Ayu nampak
berkelebat-kelebat dengan cepatnya.
Setiap kelebatan tangan dan kakinya
menjadikan pekik-pekik kematian yang terkena.
Seperti yang Loh Gamyar lihat
kala Sri Ratu menghantam tubuh


Pedang Siluman Darah 2 Ratu Penggoda Siluman Muka Ayu di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Londang. Saat itu juga Sri Ratu tengah mengamuk dengan ajian Tapak Bahan.
Akibat dari hantaman ajian itu luluh lantak lah semua pengeroyoknya.
Korban demi korban berjatuhan
dari pihak para tokoh persilatan. Loh Gamyar seketika hatinya menjerit
menyaksikan kejadian itu. Tapi untuk segera membantu ia merasa belum
waktunya. Loh Gamyar merasa belum
mampu untuk menghadapi Sri Ratu yang berkepandaian tinggi. Namun bila
dibiarkan terus menerus, niscaya akan habislah para tokoh persilatan itu.
"Apa yang harus aku lakukan?"
bertanya Loh Gamyar dengan mata
berlinang manakala menyaksikan korban-korban tak berdosa di tangan Sri Ratu
Siluman Muka Ayu. "Kalau aku membantunya secara terang-terangan, maka gagallah
rencanaku untuk mengetahui kelemahan-kelemahan Sri Ratu. Namun
kalau aku tak membantu mereka,
bagaimana mereka" Bisa-bisa akan
habis." Karena bingungnya, Loh Gamyar
hanya dapat menangis dan menangis tak tahu barus bagaimana.
Tengah ia menangis bingung, sayup-sayup ia
mendengar suara seseorang yang jelas terdengar di telinganya.
"Jangan kau menangis, Loh! Kau
adalah laki-laki. Pantang kau cengeng seperti itu. Bila mereka memang
menjadi korban, maka mereka adalah
korban kesatria. Memang mereka terlalu gegabah, menghadapi Sri Ratu Siluman.
Kalau kau hendak bertindak, tunggulah olehmu anak muda yang bernama Jaka...
Jaka Ndableg!"
"Guru! Di mana kau?" berseru Loh Gamyar lirih memanggil suara yang dikenalnya,
suara gurunya. Namun sang guru hanya terdiam tanpa menjawab
panggilan Loh Gamyar.
Dengan perasaan perih menyaksikan
keadaan di luar padepokan, Loh Gamyar segera melompat turun dari wuwungan dan
kembali masuk ke dalam
Pertarungan antara Ratu Siluman
Muka Ayu dan para tokoh persilatan
masih berlangsung. Dari arah Utara
seseorang berkelebat menuju ke tempat itu.
Orang yang baru datang nampak
bingung melihat hal itu.
Hatinya gundah penuh keraguan. Gundah harus
berbuat apa dalam hal itu.
Bagi orang-orang persilatan
golongan lurus, namanya merupakan
sahabat karena mereka belum mengetahui siapa sebenarnya Kala Peningasan. Kalau
Kala Peningasan ikut membantu Ratu Siluman. Tak ayal lagi, semua tokoh
persilatan akan mengetahui siapa dia sebenarnya. Dan secara tak langsung, Kala
Peningasan akan membuka kedoknya sendiri.
Namun untuk membantu para tokoh
persilatan, ia tak berani menghadapi Sri Ratu yang sudah ia ketahui
kehebatan ilmunya.
"Huh...! Mengapa hal ini sampai terjadi?" bergumam hati Kala
Peningasan mengeluh. Dengan penuh
keragu-raguan, Kala Peningasan segera memutar tubuhnya balik ke samping
tembok padepokan.
"Aku harap kalian segera pergi dari sini sebelum kesabaranku hilang!"
membentak Ratu Siluman Muka Ayu.
"Ratu Iblis Cabul! Jangan harap kami mau menuruti kata-katamu sebelum nyawa kami
lepas dari raga!" tak kalah seorang dari tokoh dari perguruan
Samudra Putih membentak, dibarengi
dengan kelebatan tubuhnya menyerang
Sri Ratu. "Hem... kalau itu yang kalian
mau. Jangan salahkan kalau aku
bertindak terlalu telengas! Ber-
siaplah. Hiat...!"
Dengan segera Sri Ratu pun
memapaki serangan tokoh persilatan
dari Samudra Putih itu yang dibantu
oleh tokoh-tokoh persilatan lainnya.
Mereka kembali terlibat pertem-
puran seru, tanpa ada yang dapat
mencegah atau pun melerai. Semuanya
telah dibelenggu dengan hawa nafsu dan amarah, hingga serangan-serangan
mereka pun menjurus pada arah kema-
tian. "Hari ini juga kau harus lenyap dari muka bumi ini, Ratu Cabul!"
Habis berkata begitu, segera
seorang tokoh persilatan dari
perguruan Teratai Putih mengibaskan
tangannya. Dari tangan itu, seketika berdesing puluhan bunga teratai
meluncur deras menuju ke tubuh Sri
Ratu yang dengan segera mengkiblatkan tangannya ke arah desingan itu.
Seketika bunga-bunga teratai
putih itu, hancur berantakan jatuh ke tanah. Terkesiap tokoh wanita dari
Teratai Putih menyaksikan senjata
andalannya dapat dengan mudah diluluh-lantahkan. Matanya melotot memandang tak
percaya. Maka dengan penuh amarah, Teratai Putih kembali menyerang dengan
didahului makian: "Iblis laknat!
Jangan bersenang dulu, terimalah ini lagi. Hiat...!" Kembali tokoh Teratai Putih
mengibaskan tangannya. Dan
kembali dari tangannya beterbangan
puluhan bunga teratai mendesing ke
arah Ratu Siluman yang tengah repot menghadapi serangan tokoh persilatan
lainnya. Mata Ratu Siluman
Muka Ayu membelalak liar memandang pada
desingan yang menderu ke arahnya. Dan dengan memaki marah, Ratu Siluman Muka Ayu
kembali kiblatkan tangan kirinya.
Sementara tangan kanannya tertuju pada pengeroyok yang lain.
"Pembokong pengecut! Jangan harap kau akan
mampu melukai dan
membokongku, hiat...!"
Untuk kedua kalinya, bunga-bunga
teratai itupun hancur terhantam
pukulan Ratu Siluman Muka Ayu. Bahkan angin pukulannya terus meluncur menyerang
ke Anggrek Putih yang hampir saja terkena kalau tidak cepat-cepat
mengelak. "Hem... hampir saja aku terkena pukulannya," menggumam Anggrek Putih sambil
jatuhkan diri ke tanah,
menghindari angin pukulan Ratu Siluman yang mendesing sekuku jari di atas
kepalanya. Sementara itu, Kala Peningasan
yang bimbang hatinya segera melompat masuk ke dalam padepokan melalui
tembok yang mengelilingi padepokan
itu. Hatinya tersentak manakala meli-
hat tulang belulang berserakan di
sana-sini. Walaupun ia telah lama
mengabdi pada Ratu Siluman Muka Ayu, namun baru kali ini ia melihat tulang
belulang berserakan di tempat pem-buangan sampah. Manakala ia teliti dan
pandangi dengan seksama, betapa
terkesiapnya Kala Peningasan, ketika tahu ternyata tulang belulang itu
adalah tulang manusia.
"Hem... kenapa banyak tulang
belulang di sini" Siapakah yang suka makan tubuh manusia" Jangan-jangan Sri
Ratu," bergidik tengkuk Kala Peningasan mengingat hal itu.
Belum sempat hilang rasa
ngerinya, terdengar suara yang makin mendirikan bulu kuduknya hingga Kala
Peningasan melompat saking kagetnya.
"Haaarrr...! Ssttt...!
Sssstrt...!"
Belum hilang rasa kaget Kala
Peningasan mendengar suara itu. Tiba-tiba ia melihat sosok tubuh hitam
besar dan panjang, menjalar ke luar
dari tempat yang tak jauh dari
dirinya. Sosok tubuh yang ternyata ular
besar dan panjang, terus menjalar ke luar menuju ke muka padepokan. Hampir copot
jantung Kala Peningasan menyaksikan hal itu.
Tak kalah kagetnya Loh Gamyar
yang tengah merenung manakala men-
dengar suara desisan keras. Dengan
penuh rasa ingin tahu, Loh Gamyar
segera menengok ke arah suara itu.
Betapa terbelalak mata Loh Gamyar
melihat ular besar dan panjang yang ia tahu suka makan orang itu, berjalan
menyusuri jalan setapak menuju ke arah di mana Ratu Siluman dan tokoh-tokoh
persilatan tengah bertempur.
"Apa yang hendak dilakukan ular setan itu" Kenapa ular itu tiba-tiba keluar"
Siapa yang telah berani
mengeluarkannya?" bertanya-tanya hati Loh Gamyar mengira-ngira apa yang
bakal terjadi. Ular itu terus berjalan menuju ke
muka padepokan, di mana Ratu Siluman tengah bertempur melawan tokoh-tokoh
persilatan. Tersentak tokoh-tokoh persilatan
ketika melihat kedatangan ular raksasa ke arah mereka. Maka seketika itu
terpecahlah perhatian mereka. Hal itu tidak disia-siakan oleh Ratu Siluman Muka
Ayu yang dengan bengisnya
mengumbar hantaman ajian Lebur Nya-
wanya. Tak kalah hebatnya ular besar
itu. Bagaikan orang layaknya menyerang para tokoh persilatan.
"Jangan takut saudara-saudara!
Kita bagi dua! Sebagian menyerang ular keparat ini, sebagian lagi menyerang Ratu
Siluman Cabul!" berseru tokoh persilatan Rajawali Emas, yang dengan segera
dilaksanakan oleh teman-
temannya dari tokoh persilatan lain.
"Lebih baik kalian menyerah dan menjadi abdiku. Daripada kalian mati sia-sia
dimangsa oleh sekutuku ini!"
"Cuih! Pantang bagi kami menyerah kalau nyawa kami masih tersisa di
tubuh!" menggeretak tokoh dari
perguruan Randu Sanga yang dengan
segera berkelebat mendahului rekan-
rekannya menyerang Ratu Siluman Muka Ayu.
Pertarungan pun
kembali ber- langsung. Kini tampak makin seru
dengan datangnya ular iblis membantu Ratu Siluman menghadapi para tokoh
persilatan. Setiap hantaman ekor ular raksasa itu menjadikan bunyi ledakan
dahsyat. "Duar...!"
Mau tak mau, tokoh-tokoh per-
silatan yang menyerangnya harus gesit berkelebat mengelak. Kalau tidak
Hancurlah tubuh mereka terhantam
kibasan ekor ular raksasa itu.
"Percuma kita teruskan! Kita akan sia-sia menghadapi iblis-iblis ini.
Lebih baik kita mundur dulu sambil
menyusun rencana lagi," berbisik Ki Randu Sanga pada Nyi Mayang Jingga
yang mengangguk mengiyakan.
"Benar, Ki. Aku melihat ilmu Ratu Iblis itu seperti ilmu yang dimiliki oleh
pendekar Pedang Siluman Darah."
"Maksudmu pendekar Jaka Ndableg?"
"Benar, Ki! Aku rasa, hanya
pendekar muda itulah yang dapat
menghadapi Ratu Siluman ini."
Ki Randu Sanga tampak manggut-
manggut mengerti. Lalu dengan berseru Ki Randu Sanga pun memerintahkan pada
tokoh persilatan lain untuk mundur
"Saudara-saudara, kita mundur
dulu!" "Kenapa, Ki?" bertanya tokoh-tokoh persilatan lain.
"Yang penting mundur!"
Tanpa banyak omong lagi, semuanya
segera berkelebat pergi meninggalkan Ratu Siluman dan ular raksasa nya yang
tertawa-tawa melihat musuh-musuhnya
lari serabutan.
"Ayo, kakang kita kembali masuk!"
ajak Ratu Siluman Muka Ayu pada ular raksasa itu, yang segera mengikuti
langkah Ratu Siluman Muka Ayu masuk ke lingkungan padepokan.
9 Jaka tampak berjalan dengan lesu,
setelah seharian berlari-lari dalam
usahanya mengejar Kala Peningasan yang berhasil lolos darinya setelah berbuat
curang. Hatinya mangkel dan marah serta
penuh kekecewaan atas lolosnya buro-
nannya yang kini menjadikan maksudkan
untuk menemui Loh yang sekaligus
menghentikan sepak terjang Ratu
Siluman Muka Ayu tersendat.
"Sialan! Kalau begini terus
menerus, mana mungkin aku akan segera menemui Loh. Aku takut kalau-kalau
nanti Loh telah menjadi korban Ratu
Siluman itu," membatin Jaka Ndableg.
Tengah dirinya tercenung melamun
sembari berjalan, tiba-tiba dirasakan olehnya tiupan angin janggal menerpa
gendang telinganya dan mendengungkan
sebuah kalimat.
"Pendekar! Janganlah kau memen-
tingkan urusanmu saja, tapi kaupun
harus turut prihatin pada kejadian
yang lebih penting yang sekarang
tengah menimpa para tokoh persilatan."
"Siapa kau, Ki Sanak" Kau mampu menembus lapisan dimensi udara.
Siapakah dirimu, Ki Sanak?"
"Aku hanyalah orang biasa. Aku
bermukim di kaki gunung Semeru,"
terdengar jawaban dari orang yang
berkata, mengejutkan Jaka yang
mendengarnya. "Hmm... kalau begitu, cukup jauh kau mengirim suara padaku. Aku yakin, kau bukan


Pedang Siluman Darah 2 Ratu Penggoda Siluman Muka Ayu di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

orang sembarangan. Siapakah dirimu kalau boleh aku mengetahui?"
"Aku adalah Jagalaya adanya."
Terkesiap darah Jaka saat itu,
mendengar orang yang mengirim suaranya menyebutkan namanya. Tanpa terkendali,
Jaka kembali mendesah: "Ah, Ki
Jagalaya. Mengapa kau tak segera turun tangan melihat istrimu terlalu
melengas" Apakah kau tak mempunyai
rasa kemanusiaan?"
"Oh, memang benar katamu, Anak
muda. Aku memang tak punya perasaan, hingga membiarkan korban berjatuhan di
tangan istriku. Sungguh aku adalah
orang yang tak tahu diri."
Terdengar isak tangis Ki Jagalaya
menjadikan Jaka seketika turut iba.
Hampir saja Jaka ikut meneteskan air mata kalau tak segera Ki Jagalaya
kembali berkata:
"Anak muda, sebenarnya akupun
ingin menghentikan sepak terjang
istriku yang kelewat melengas. Namun karena aku telah bersumpah, tak akan dapat
melakukannya. Namun aku juga
merasa takut."
"Kenapa" Apakah ilmu istrimu jauh lebih tinggi dari ilmumu?"
"Bukan itu yang aku takuti, anak muda. Tapi ketahuilah, bahwa istriku tak akan
mati sempurna! Maka janganlah kaget, bila nanti istriku akan berubah ujud
menjadi binatang yang
menjijikkan. Sebab dia telah bersumpah dan mengikat janji dengan Siluman Ular
Hitam. Aku menyesal mengapa istriku
sampai se nekad itu?"
"Kenapa kau menyesal, Ki
Jagalaya" Bukankah kau yang kala itu
meninggalkannya, ketika istrimu
diketahui telah diperkosa oleh
Tumenggung Tambak Yasa?"
"Hai! Kau mengetahui semua
riwayatku. Dari manakah kau menge-
tahuinya, Anak muda?"
Ada rasa kaget terdengar dari
ucapan Ki Jagalaya manakala mendengar Jaka membeberkan rahasia pribadinya.
Hingga Ki Jagalaya sepertinya terjaga dari lamunannya dan terkenang kembali
kejadian lima puluh tahun yang silam.
"Bukankah kejadian itu sudah lima puluh tahun yang silam" Kala umurku
baru tiga puluh lima tahun?"
"Benar! Kejadian itu sekitar lima puluh tahun yang silam. Aku
mengetahuinya dari Ki Perwana, yang
memintaku untuk mencegah tindakan
istrimu." Sesaat terdengar desah panjang Ki
Jagalaya manakala mendengar ucapan
Jaka. Tak berapa lama
antaranya kembali terdengar suara Ki Jagalaya
berkata: "Perwana... Jadi kau telah bertemu dengan murid tunggalku?"
Tak kalah kagetnya Jaka saat itu
kala mengetahui bahwa Ki Perwana
adalah murid tunggal Ki Jagalaya.
Hingga saking kagetnya, Jaka Ndableg kembali mendesah. "Ah. Tak kusangka, kalau
Ki Jagalaya adalah guru Paman
Perwana." "Kalau begitu, bukankah kau cucu
Ki Paksi Anon?" bertanya Ki Jagalaya, seraya menekankan nada suaranya kala
mengucapkan nama kakek Jaka Ndableg.
"Kebetulan, kebetulan!"
"Hai! Apanya yang kau maksud
kebetulan, Ki?" bertanya Jaka tak mengerti, mengerutkan keningnya dalam-dalam
membuat Ki Jagalaya tertawa
bergelak-gelak bagaikan seorang anak mendapatkan telur.
"Anak muda. Kalau memang kau
benar cucu Ki Paksi Anom, maka aku
meminta tolong padamu untuk segera
menghentikan sepak terjang istriku
yang kelewat telengas. Sebab bila
tidak segera kau hentikan, maka korban akan banyak berjatuhan. Dengar anak
muda, tak ada orang yang mampu
mengalahkan istriku, kalau orang itu bukan anak dari Eka Bilawa."
"Mengapa kau begitu pasti, Ki"
Apakah kau tak mengetahui bahwa di
atas langit masih ada langit?"
"Kau benar, anak muda. Di atas
langit masih ada langit, di seberang laut masih ada lautan yang lebih luas.
Namun bila ilmu setinggi apapun, kalau digunakan dalam hal kejahatan maka
akan lemahlah kasiatnya."
Jaka terdiam hening mendengarkan
petuah Ki Jagalaya yang ternyata guru Ki Perwana adanya. Kemudian terdengar lagi
ucapan Ki Jagalaya meneruskan
setelah sesaat terdiam.
"Mantapkanlah langkahmu, Anak
muda. Segalanya kembalikanlah pada
Yang Wenang."
"Apakah Ki Jagalaya dapat meno-
longku?" "Ah... rupanya kau seperti
ayahmu, suka merendahkan diri."
"Bukan begitu. Ki! Aku adalah
orang biasa yang ada kekurangannya dan kelebihannya. Maka tak jarang bila aku
akan berbuat salah. Untuk itulah, Ki.
Aku meminta petunjuk darimu, di mana kelemahan istrimu?"
"Ah! Sayang sekali, Anak muda.
Aku sendiri tak tahu. Tapi janganlah kau khawatir, aku akan membantumu dari
jauh. Nah, berangkatlah menuju ke arah Utara. Di sana kau akan menemukan
padepokan yang besar, itulah tempat kediaman istriku. Hati-hatilah dengan
pasangan istriku, yaitu Siluman Ular."
"Baiklah, Ki. Aku minta pamit!"
Dengan terlebih dahulu menjura ke arah Tenggara, Jaka segera berlalu pergi
meninggalkan tempat itu ke arah Utara Barat di mana Gunung Slamet tampak
menjulang tinggi. '
* * * * "Bagaimana usahamu,
Kala Peningasan?" terdengar suara Ratu Siluman Muka Ayu bertanya pada Kala
Peningasan yang duduk di bawah
menghadap padanya.
Sesaat Kala Peningasan menunduk-
kan wajah, mengatur pernapasan sebelum akhirnya berkata: "Hamba telah
menjalankan tugas hamba dengan baik, Tuan Putri yang mulia. Namun hamba
hampir saja celaka,"
"Kenapa" Apakah ada orang yang
bermaksud menghalangimu?"
"Benar, Tuan Putri yang mulia.
Hamba memang hampir saja celaka oleh seseorang yang memang telah mengetahui
tindakan hamba."
Sri Ratu Siluman Muka Ayu
memandang sesaat pada Loh Gamyar yang terduduk di sampingnya. Lalu setelah Loh
Gamyar mengangguk, Ratu Siluman
itu pun kembali bertanya pada Kala
Peningasan. "Siapakah orang itu adanya,
Kala?" "Dia adalah seorang pendekar
muda, bernama Jaka Ndableg!"
Terkesiap darah Loh Gamyar
mendengar nama Jaka disebut Kala
Peningasan. Hatinya seketika gembira, sebab Jaka akhirnya akan datang juga ke
situ. Yang dengan begitu, makin
besarlah harapan Loh Gamyar untuk
dapat dengan segera membekuk Ratu
Siluman ini. "Semoga Jaka Ndableg secepatnya datang ke mari," berkata hati Loh Gamyar senang
membayangkan Jaka akan
membantunya untuk menghentikan sepak terjang Sri Ratu yang kelewat
telengas. "Aku telah mengetahui semuanya di sini. Kalau nanti ia tiba, maka aku
harus mampu membunuh ular
Siluman itu. Sebab kekuatan Ratu,
berada pada ular itu." Loh Gamyar bergumam dalam hati.
"Kau kenal orang yang disebut
Kala Peningasan, Loh?" bertanya Ratu Siluman
Muka Ayu, yang seketika
mengejutkan Loh Gamyar dari
lamunannya. "Ti... tidak, Sri Ratu!"
"Bagaimana rupanya, Kala?" Kini Sri Ratu bertanya pada Kala
Peningasan, yang dengan menyembah
terlebih dahulu segera menceritakan
sembari melukis raut wajah Jaka pada lantai.
Tergetar hati Ratu Siluman Muka
Ayu manakala menyaksikan lukisan yang dibuat Kala Peningasan. Hatinya
seketika bergumam, tertarik melihat
wajah Jaka: "Sungguh tampan! Ah...
kalau saja dia mau bersamaku, maka Loh Gamyar harus aku buang. Biarpun aku
harus mati hancur, aku rela. Asalkan aku dapat memilikinya."
Saking tertariknya memandang
wajah Jaka, sampai-sampai Sri Ratu
terdiam untuk beberapa lamanya. Hingga membuat Loh Gamyar dan Kala Peningasan
hanya mengerutkan alis matanya. Loh
Gamyar yang telah mengerti apa yang
saat itu tersirap di hati Sri Ratu,
hanya tersenyum seraya berkata dalam hati.
"Rupanya Ratu Siluman ini telah jatuh cinta pada Jaka. Kalau sampai
Kelana dapat dipengaruhinya, maka
akulah yang akan dikorbankan pada
mahluk itu."
Tengah Sri Ratu termenung
memandangi lukisan di lantai, seketika seorang penjaga pintu gerbang
tergopoh-gopoh masuk. Hingga membuat Sri Ratu tersentak dan memandang heran
melihat penjaga pintu gerbangnya
tampak pucat. "Ada apa, Warma" Seperti kau
ketakutan?"
"Ampun, Sri Ratu yang mulia.
Seorang pemuda tampan telah datang ke mari dan bermaksud menemui Sri Ratu."
Sri Ratu tampak tersenyum
mendengar ucapan
penjaga pintu gerbang, seraya menggeleng-gelengkan kepala dan berkata: "Warma, Warma!
Kenapa kau begitu takutnya" Adakah
pemuda itu mengamuk?"
"Tidak, Sri Ratu?"
"Apakah rupa pemuda itu seperti gambar ini?" kembali Sri Ratu bertanya sembari
menunjukkan gambar yang
tertera di atas lantai. Hingga
seketika ia membelalakkan mata Warma yang mendesah panjang.
"Ah! Benar Sri Ratu. Memang
dialah orangnya,"
"Suruh dia masuk, Warma!"
Dengan segera tanpa menunggu
perintah yang kedua kalinya, Warma
berlalu pergi dengan terlebih dahulu menyembah pada ratunya.
Bersorak hati Loh Gamyar senang,
sebab rencananya akan dapat berjalan lancar. "Hem. Sungguh tepat
kedatangannya ke mari."
Seperti halnya Loh Gamyar, Sri
Ratu pun dalam hati bersorak senang
menyangka kalau Jaka akan mampu
ditundukannya. Dia berharap Kelana
akan mau menerima cintanya dan akan
mau menjadi suaminya.
Lain Sri Ratu dengan Loh Gamyar,
yang hatinya saat itu senang walau
tujuannya berbeda. Kala Peningasan
sebaliknya, rasa takut dan was-was
beraduk menjadi satu. Hingga membuat wajahnya pucat dan keringat dinginpun
mengucur deras dari kedua pelipisnya, mengundang tanya Sri Ratu yang
melihatnya. "Kenapa kau, Kala" Sepertinya kau begitu takutnya pada pemuda itu?" Kala
Peningasan menganggukkan kepalanya
membuat Sri Ratu tersenyum mengembang di bibirnya. Hingga wajahnya yang
cantik, tampak makin bertambah cantik.
Lalu dengan senyum melebar, Sri Ratu kembali berkata:
"Tak perlu kau takut, Kala. Bila dia telah aku kuasai, maka dia akan tunduk
padaku. Aku rasa, kecantikanku mampu mengatasinya."
Ketika Sri Ratu hendak berbicara
lagi, terdengar seruan seorang pemuda lantang dengan sopannya berteriak
memanggil nama asli Sri Ratu.
"Nyi Dewi Kalandasan, apakah kau masih akan terus membuat onar dunia
dengan sepak terjangmu yang kelewat
telengas?"
Terbelalak mata Sri Ratu Siluman
Muka Ayu manakala
mendengar nama aslinya disebut oleh pemuda yang tiba-tiba telah berdiri di hadapannya. Maka
dengan masih diliputi rasa kaget, Dewi Kalandasan atau Sri Ratu Siluman Muka Ayu
balik membentak bertanya:
"Siapa kau! Dari mana kau tahu
namaku"!"
Tertawa bergelak-gelak Jaka
mendengar bentakan Dewi Kalandasan,
yang seketika itu menyipitkan matanya melihat Jaka tertawa bergelak-gelak.
Jarang ada orang yang berani tertawa begitu di hadapannya, namun pemuda
tampan dan agak kurang ajar ini berani melakukannya. Maka membatin Dewi
Kalandasan, penuh rasa heran. "Hem...
berani benar anak muda ini. Jarang ada orang yang berani demikian padaku dan
baru kali ini ada orang muda yang
sembrono. Kalau saja hatiku tak
terpikat olehnya, tak akan aku ampuni kesembronoan dan kekurangajarannya
ini." "Dewi Kalandasan! Apakah kau tak pernah ada rasa kasihan, hingga kau
begitu telengas pada kaum laki-laki"


Pedang Siluman Darah 2 Ratu Penggoda Siluman Muka Ayu di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Sudah berapa korban di tanganmu. Dari Tumenggung Tambak Yasa, hingga
sekarang. Sungguh perbuatanmu seperti perbuatan Iblis!"
Mendengar kata-kara Jaka yang
pedas, seketika wajah Sri Ratu Siluman Muka Ayu yang tadinya tersenyum
berubah menjadi beringas. Lalu dengan mendengus marah, Ratu Siluman itu
kembali membentak.
"Anak muda! Tadinya aku bermaksud baik padamu. Tadinya aku hendak
menjadikanmu suamiku, tapi kau telah terlalu lancang dan kurang ajar. Maka
jangan salahkan kalau aku terlalu
telengas padamu!"
Napas Dewi Kalandasan memburu
karena marah. Matanya seketika memerah penuh bara emosi. Sementara gigi-giginya
terdengar beradu menjadikan
bunyi bergemeretukkan. Maka dengan
penuh amarah, Ratu Siluman Muka Ayu atau Dewi Kalandasan segera berseru
menyuruh pada Loh Gamyar untuk
menyerang Jaka Ndableg. "Loh Gamyar, serang dia!"
Loh Gamyar bukannya menjalankan
perintah Dewi Kalandasan, malah dengan
tersenyum berkata: "Jangan harap aku akan menuruti perintahmu, Dewi. Jaka, hati-
hatilah. Aku akan membunuh ular peliharaannya sebab di situlah letak
kekuatannya. Jangan sekali-kali kau
terpengaruh pada sorot matanya."
berbisik Loh Gamyar yang membuat marah Dewi Kalandasan mengetahui bahwa
ternyata Loh Gamyar tak lebih adalah musuh dalam selimut.
"Loh Gamyar! Ternyata kau adalah mata-mata. Jangan harap kau dapat
lolos dengan pemuda ini! Hiat...!"
Dewi Kalandasan yang telah kecewa
manakala tahu siapa sebenarnya Loh
Gamyar adanya, segera bermaksud
menyerangnya. Namun dengan segera,
Jaka memapakinya.
"Jangan kau serang dia. Akulah
musuhmu! Hiat...!"
Tak ayal lagi keduanya seketika
terlibat pertarungan. Sementara Wayan Suba atau Loh Gamyar dengan segera
berkelebat menuju ke tempat di mana
ular raksasa itu berada dengan
terlebih dulu memberitahukan pada
Jaka. "Jaka! Jangan sampai kau
terpedaya oleh sorot matanya!"
"Bedebah! Rupanya kau mau mampus, penipu!" Habis berkata begitu Ratu Siluman
Muka Ayu segera mengkiblatkan tangannya yang telah dialiri ajian
Lebur Raga ke arah Loh Gamyar yang
berkelebat menuju ke luar.
Melihat hal itu, Jaka dengan
segera memapakinya dengan membabatkan Pedang Siluman yang telah berada di
tangannya, hingga buyarlah ajian Lebur Raga seketika itu.
Terkesiap Ratu Siluman Muka Ayu
menyaksikan keampuhan pedang di tangan Jaka yang telah mampu membuyarkan
serangannya. Seketika hatinya bimbang untuk terus menyerang. Namun karena
telah dirasupi nafsu dan amarah, Ratu Siluman Muka Ayu pun terus berusaha
mencerca Jaka. Keduanya segera saling serang dan
elak dengan jurus-jurus tingkat
tinggi. Tak jarang ajian-ajian yang
mereka miliki mereka keluarkan. Betapa tersentaknya Jaka, kala melihat ajian
yang dikeluarkan oleh Ratu Siluman
Muka Ayu. Karena ajian-ajian itu telah ia kenal betul siapa pemiliknya.
Seperti Ajian Raja Brahma milik
perguruan Rajawali Sakti. Serat Gampar milik Perguruan Teratai Putih dan
banyak lagi. Melihat Jaka terkejut, seketika
Ratu Siluman Muka Ayu tertawa
terkekeh-kekeh sembari berseru: "Anak muda! Rupanya kau takut menghadapiku
dengan segudang ajian yang sepertinya kau kenal! Itu belum seberapa!
Lihatlah ini!"
Makin tersentak kaget Jaka
manakala melihat sebuah benda yang
berada di genggaman Ratu Siluman Muka Ayu. Benda itu adalah Pusaka Pedang
Rajawali, milik perguruan Rajawali
Sakti pula. "Kebetulan! Ternyata kau telah
bersekongkol pula dengan maling dungu!
Jadi aku tak sia-sia datang ke mari."
"Jangan bangga dulu, Anak muda!
Orang lain boleh takut mendengar nama besarmu. Namun aku Ratu Siluman Muka Ayu,
tak akan gentar sedikit pun.
Hiat...!" Dengan secepat kilat, Sri Ratu
Siluman Muka Ayu kembali menyerang
Kelana yang segera berkelebat
menghindar. Pedang pusaka Rajawali
berkelebat cepat di tangan Ratu
Siluman menjadikan Jaka agak repot
dibuatnya. Sepertinya Dewi Kalandasan atau
Ratu Siluman Muka Ayu tak memberi
kesempatan sedetikpun pada Kelana
untuk bernapas. Ia terus memburu
dengan pedang Pusaka Rajawali di
tangannya. Mau tak mau Jaka harus
mengimbanginya dengan menggunakan ilmu meringankan tubuhnya. Sesekali Jaka
mencoba membalik menyerang, dengan
tipuan agar mampu memancing Ratu
Siluman untuk melonggarkan
serangannya. "Brettt...!"
Baju yang dipakainya sobek
manakala pedang di tangan Ratu Siluman Muka Ayu membeset tubuhnya. Marahlah Jaka
saat itu juga, demi melihat
pakaiannya telah terkoyak oleh pedang di tangan Ratu Siluman Muka Ayu. Tak dapat
dibayangkan betapa gusar dan
marahnya Jaka. Pedang Siluman Darah di tangannya seketika meneteskan darah
dari ujungnya. "Bedebah! Kau telah mendahului.
Jangan salahkan kalau aku bertindak
kejam! Hati-hatilah, hiat...!" Secepat angin Jaka berkelebat melompat, menyerang
Ratu Siluman Muka Ayu yang segera memapakinya.
Trang...! Terkesiap Ratu Siluman Muka Ayu
menyaksikan apa yang terjadi. Pedang pusaka di tangannya jatuh menjadi dua kala
berbenturan dengan Pedang Siluman Darah di tangan Jaka. Melotot mata
Dewi Ratu Siluman kaget.
"Hebat juga senjatamu, Anak muda.
Tapi jangan berbangga dulu. Sebab aku belum kalah dan mungkin tak akan
pernah kalah olehmu,"
"Sombong!"
"Hati-hatilah, Anak muda!
Terimalah ini! Hiat...!" Dari tangan Dewi Kalandasan seketika memancar
sinar merah membara yang mengejutkan Jaka hingga seketika dari mulutnya
keluar gumaman:
"Hem... Ajian Tapak Bahana! Baik!
Aku pun memilikinya. Hiat...!"
Kelana segera mengeluarkan Ajian
Tapak Prahara hingga seketika
tangannya berubah membara merah. Hal itu menjadikan Ratu Siluman Muka Ayu
terbelalak menyaksikan pemuda musuhnya pun mempunyai ilmu seperti orang yang
dicintainya sekaligus dibenci yaitu
Eka Bilawa. Maka dengan seketika, Dewi Kalandasan atau Ratu Siluman Muka Ayu
membentak bertanya. "Ada hubungan apa kau dengan Eka Bilawa, Anak muda?"
"Aku adalah anaknya," menjawab Jaka makin membuat Ratu Siluman Muka Ayu
membelalakkan matanya lebar-lebar.
Seketika membatin Ratu Siluman Muka Ayu manakala tahu siapa sebenarnya
pemuda di hadapannya.
"Pantas, kalau ia memiliki ilmu tersebut!"
Namun Dewi Kalandasan yang sudah
dikuasai Iblis, tak segera menyadari.
Bahkan dengan nekadnya ia kembali
menyerang Jaka dengan ajian Segara
Brahma. Dengan segera Jaka memapakinya
dengan ajian Jamus Kalimusada,
menjadikan dua kekuatan dahsyat beradu saat itu juga.
"Duar...!"
Jaka terdorong ke belakang lima
tombak, sementara Ratu Siluman Muka Ayu terdorong tujuh tombak dengan muka
memucat dan darah meleleh dari sela-
sela bibirnya. Bersamaan dengan itu Loh Gamyar
dapat membunuh ular siluman yang
seketika berubah menjadi ujud manusia laki-laki setelah bertarung beberapa waktu
lamanya. Lelaki yang berubah dari ular
raksasa itu berwajah sangat menakutkan dengan gigi-giginya yang runcing ke
luar. Lelaki iblis itu seketika
kembali menyerang Loh Gamyar. Namun
kala lelaki itu hendak merenggut nyawa Loh Gamyar, seketika sebuah bayangan
berkelebat menghantam tubuh laki-laki menakutkan itu yang seketika
sempoyongan. Belum hilang rasa ngeri Loh
Gamyar, terdengar seorang tua berkata memerintah: "Tinggalkan tempat ini!
Biar aku yang menghadapi mahluk
siluman ini!"
Tanpa membuang waktu lagi, Loh
Gamyar segera berkelebat meninggalkan tempat itu. Lelaki tua itu kini tengah
berhadap-hadapan dengan mahluk siluman yang telah tegak kembali dengan mata
beringas memandang ke arah orang itu.
"Kenapa kau ikut campur, Ki
Jagalaya" Apakah kau tak kasihan
melihat istrimu?" berkata laki-laki siluman itu.
"Lebih kasihan kalau istriku
selalu dipengaruhi olehmu. Maka untuk itulah aku turun ke dunia ramai lagi."
"Hem... kau memang lelaki tak
tahu diri!" Habis berkata begitu, lelaki siluman itupun kembali menyerang.
Hingga dengan segera Jagalaya
pun berkelit dan balik menyerang.
Pertarungan pun
terjadi dengan serunya, membuat goncangan bangunan di situ apabila keduanya mengadu
kesaktian. Sementara itu Jaka tengah terus
mendesak Ratu Siluman Muka Ayu. Dengan Pedang Siluman Darah di tangannya,
membuat Jaka makin tampak di atas.
Sementara Ratu Siluman Muka Ayu, kini makin terdesak oleh tebasan-tebasan
Pedang Siluman Darah yang dilakukan Jaka.
Hingga pada suatu kesempatan,
Jaka dengan segera menebaskan Pedang Siluman Darah ke tubuh Ratu Siluman
Muka Ayu. Melengkinglah suara Ratu
Siluman Muka Ayu seketika dengan tubuh terpotong jadi dua.
Dengan menahan sakit yang tak
terkira, Ratu Siluman Muka Ayu
berguling-guling di tanah. Tubuhnya
yang terpotong kembali menyatu dan
berubah. Mulutnya memanjang, kupingnya menghilang, kaki dan tangannya pun
menghilang dan memanjang. Tubuh Ratu Siluman Muka Ayu berubah menjadi sosok
tubuh yang melata, yang dengan segera berlalu pergi meninggalkan Jaka yang hanya
terbengong-bengong heran.
Di pihak lain Ki Jagalaya masih
bertempur melawan Siluman Ular yang tampak masih memiliki tenaga walau
telah beberapa kali dihantam dengan
pukulan sakti Jagalaya.
Tengah keduanya bertarung, tampak
seekor ular besar menjalar menuju ke arah mereka. Dari mulut ular itu
mendesis dan terdengar suara seorang wanita berkata: "Kakang Jagalaya.
Maafkanlah aku. Aku tak dapat kembali padamu. Kakang Welang, ayo kita
pergi!" "Kenapa kita harus pergi,
istriku?" bertanya mahluk Siluman Ular itu pada ular yang menjalar.
Sepertinya Welang tak ingin segera
pergi dari tempat itu.
"Ayolah, Kakang! Di sini ada
seorang pendekar keturunan Eka Bilawa.
Kau tak akan mampu menghadapinya.
Apabila sampai ia mengetahuinya,
sungguh petaka bagimu."
Walaupun sudah diperingatkan oleh
Ratu Siluman Muka Ayu, namun Welang nampaknya tak mau percaya begitu saja.
Hingga apa yang dikatakan Ratu Siluman Muka Ayu menjadi kebenaran. Jaka yang
sedari tadi mengikuti langkah ular
jejadian itu sampai pula ke tempat
itu. "Cilaka, Kakang! Pemuda itu telah datang!"
"Hem... mau lari ke mana,
kalian?" bertanya Jaka yang segera membabatkan Pedang Silumannya ke tubuh
Siluman Ular yang tengah bertempur
dengan Ki Jagalaya. Saking cepatnya
tebasan itu tak dapat Siluman Ular
mengelakkannya. Maka...!
"Aaahhh...!" menjeritlah Siluman Ular itu manakala Pedang Siluman Darah menebas
tubuhnya. Seketika itu pula
tubuhnya berubah pada ujud semula
berbentuk ular. Mendesis-desis dan
berlalu pergi dengan seketika.
Bersamaan dengan perginya kedua
ular Siluman itu, lenyap pula lelaki tua di hadapan Jaka. Pedang Siluman
Darah di tangan Jaka turut lenyap.
"Hei! Ke mana gerangan lelaki tua itu?"
"Anak muda! Aku mengucapkan
terima kasih padamu karena kau telah membebaskan istriku. Kini aku tenang
bertapa. Selamat tinggal, Anak muda!"
Jaka hanya diam mamatung sesaat.
Setelah ingat akan Loh Gamyar dan Kala Peningasan, Jaka segera berkelebat
mencari mereka. Tak begitu lama
terdengar olehnya dua orang tengah
bertempur. Maka dengan segera Jaka
menemui mereka yang ternyata Wayan
Saba dengan Kala Peningasan.


Pedang Siluman Darah 2 Ratu Penggoda Siluman Muka Ayu di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Melihat Jaka datang, dengan se-
gera Kala Peningasan bersujud meminta ampun. "Aku meminta ampun, Jaka.
Sebenarnya bukan maksudku mencuri
Kitab dan pusaka milik beberapa
perguruan. Aku hanya diperintah oleh Sri Ratu Siluman Muka Ayu dengan
imbalan aku mendapat pelayanannya
setiap seminggu sekali."
Jaka hanya mampu menggelengkan
kepalanya, sementara Loh Gamyar yang merasakan pelayanan Sri Ratu Siluman Muka
Ayu atau Dewi Kalandasan bergidik setelah mengetahui siapa sebenarnya
sang Ratu itu. "Jadi aku telah tidur dengan
ular" Pantas setiap kali main, selalu mendesis-desis. Oh ya, Jaka. Aku
melihat sesuatu yang aneh di tempat
itu." Dengan diikuti Jaka dan Kala
Peningasan, Loh Gamyar segera menuju ke suatu tempat di mana ia melihat
sesuatu keganjilan.
Terbelalak Jaka dan Kala
Peningasan manakala melihat beberapa pemuda telanjang dengan kelamin hilang
entah ke mana dan tubuh telah mati.
"Apakah kau juga tahu di mana
Ratu Siluman itu menyimpan kitab-kitab yang kau curi, Kala?" bertanya Jaka, yang
segera diangguki oleh Kala
Peningasan. Setelah mengambil kitab-kitab dan
pusaka yang telah dicuri milik
beberapa persilatan, Jaka segera
berlalu meninggalkan Wayan Saba dan
Kala Peningasan yang hanya terbengong-
bengong keheranan. Demi menyaksikan
betapa cepatnya Jaka hilang dari
pandangannya, hingga keduanya hanya
mampu saling pandang.
TAMAT Scan/E-Book: Abu Keisel
Juru Edit: fujidenkikagawa
http://duniaabukeisel.blogspot.com/
Pukulan Naga Sakti 25 Dewi Ular Misteri Dewi Pembalasan Kelelawar Hijau 9
^