Hancurnya Samurai Cabul 3
Pendekar Romantis 02 Hancurnya Samurai Cabul Bagian 3
memainkan jurus baru, berilah nama sendiri jurus itu. Dan ..... sebelum Ayah dan
Ibu naik ke kayangan Ayah ingin kau mendapat gelar pendekar."
"Bagaimana caranya?"
"Gelar pendekar saat ini ada di tangan Shoguwara yang bergelar Pendekar Samurai
Cabul. Dia adalah tokoh muda tersakti untuk saat ini. namanya ada ddalam deretan
teratas dari daftar tokoh-tokoh sakti di trimba persilatan.
Kau harus bisa mengalahkan Pendekar Samurai Cabul, sehingga dunia persilatan
akan mengakuimu sebagai pendekar baru."
"Di mana aku bisa menemuinya, Ayah?"
"Di Tanah Sakura. Dia membuka perguruan di sana.
Sebenarnya dia tokoh aliran hitam. Tapi kelicikannya membuat orang selalu
beranggapan bahsa dia adalah tokoh aliran putih. Dan pengakuannya sebagai
pendekar beraliran putih itu tidka ada yang berani membantahnya, karena barang
siapa membantah pengakuannya ia akan mati di ujung samurainya."
"Kalau begitu aku harus pergi ke Tanah Sakura untuk merebut gelar
kependekaranya, Ayah!"
"Kurasa memang harus begitu. Tapi katakan kepada
ibumu hal yang baik-baik saja. Jangan bilang kalau kau mau bertarung dengan
Pendekar Samurai Cabul. Sebab ibumu juga tahu ketenaran nama itu. Nama yang
ngetop di kalangan para tokoh tingkat tinggi itu jika disebutkan menimbulkan
bayangan ngeri bagi setiap wanita, seperti ibumu. Sebab Shoguwara satu-satunya
tokoh berilmu pedang tinggi yang mampu menelanjangi wanita dengan sabetan
samurainya tanpa melukai kulit wanita itu sedikitpun."
"Di mana kelemahan Pendekar Samurai Cabul itu,
Ayah!" Batara Kama yang bernama Yuda Lelana itu diam
sebentar. Pandangannya terlempar jauh bagaikan
menerawang. Sejenak kemudian barulah terdengar
suaranya tanpa menoleh ke arah Pandu Puber.
"Kelemahannya....ada di 'pusat kejantanannya'. Jangan mengincar bagian tubuh yang
lainnya. Incarlah di tempat
'jimat lelaki'-nya disembunyikan. Hantam dulu bagian itu, baru bagian lainnya."
"Akan kubayangkan terus bagian kelemahannya itu."
"Jangan! Jangan kau bayangkan terus-terusan, nanti kau jadi lelaki yang gemar
lelaki. Istilah 'homo des guario des eryana kuzodes anoma'."
"Apa itu artinya, Ayah?"
"Itu bahasa dewa, artinya lelaki cinta dengan lelaki.
Disingkat homo!" lalu dia bergidik sendiri membayangkan seandainya dirinya
dipeluk dan dicium seorang lelaki.
Bayangan itu segera dihilangkah dan bayangan
pertarungan merebut gelar kependekaran yang selalu muncul dalam ingatannya.
Kepada ibunya, Pandu Puber pamit mau ke kotaraja, menengok Lila Anggraeni.
Memang ia mau ke sana untuk memberitahukan Lila Anggraeni tentang rencananya
menantang Pendekar Samurai Cabul. Tapi sang ibu
mempunyai pengertian lain.
"Apakah kau sudah benar-benar jatuh cinta sama gadis itu?"
"Aku... aku hanya berteman saja saja kok, Bu."
"Jangan bohonglah," goda ibunya dengan tersenyum-
senyum. "Betul, Bu. Aku hanya bersahabat saja. Nggak pakai perasaan apa-apa."
"Benar, nggak pakai perasaan apa-apa?"
"Benar! Nggak pakai!"
"Ah, jangan gitulah, Ngai juga pakai!" ujar ibunya menggoda terus. "Dulu waktu
Ibu memandang Ayahmu. Ibu memakai perasaan juga kok. Kau nggak perlu malu lagi
sama Ibu. Kau boleh jujur, sebab kau sudah dewasa, Pandu. Dan kalau gadis itu
jatuh cinta padamu, Ibu nggak marah. Itu wajar saja terjadi, sebab kau pemuda
gagah yang tampan dan menawan hati wanita."
"Sama Ayah dulu tampan mana. Bu?"
"Waah... kalau ayahmu sih nggak ada tampan-
tampannya sedikitpun!" sang Ibu membesarkan hati
anaknya. "Dulu karena gelap saja jadi Ibu sangka ayahmu tampan. Karena waktu Ibu
raba wajahnya, Ibu sangka hidungnya mancung, eeh...nggak tahunya giginya yang
mancung!" Pandu tertawa sambil geleng-gelengkan kepala. "Ibu terlalu jujur....!" Katanya
dengan tampak bangga sekali dikatakan lebih tampan dari ayahnya.
Pamit ke kotaraja memang ke kotaraja. Tapi sang ayah sempat membisikkan kata
yang didengar oleh sang Ibu dan membuat sang Ibu curiga.
"Jangan kaget kalau nanti kau berubah menjadi kupu-kupu perak. Itulah naluri
dewamu yang bergerak
mempercepat gerak."
"Aku paham, Ayah! Mohon doa restu darimu, Ayah!"
"Ya. Doa restuku menyertaimu, Nak."
"Ya, ya...kurestui kalian berdua. Semoga rukun dan
bahagia selalu."
"Jangan berdua, Bu. Aku saja yang direstui!" protes Pandu.
"O, ya. Kau saja yang kurestui," katanya ibunya
menurut. Tapi setelah sang anak pergi, sang Ibu bertanya kepada sang Ayah.
"Mau kemana dia itu sebenarnya" Kok pakai mohon
doa restu segala?"
"Mau ke kotaraja," jawab ayahnya membela sang anak.
"Mau melamar gadis itu?"
"Ah, nggak gitu kok. Cuma sekadar mau pacaran sja."
Sang Ibu masih sangsi dalam keterbengongan. "Mau
pacaran kok minta doa restu"! Aneh sekali anak itu"!"
Yuda Lelana menuntun istrinya, dibawa masuk ke
dalam rumah batu yang menyerupai bangunan candi itu, sambil berkata
"Sudahlah, kita doakan saja supaya dia selamat dan pulang dalam keadaan sehat,
tak kurang satu apapun."
"Kamu lagi....bikin aku pernadaran aja"! Sebenarnya ada apa sih?"
"Nggak ada apa-apa! Aku cuma minta kau mendoakan
anakmu supaya selamat dan bisa pulang tanpa penyakit apapun."
"Ah, nggak tahulah....! Kamu sama anak selalu
kongkalikong!" gerutunya dambil bersungut-sungut.
*** ------------------------------------------------------------------------------
ENAM ------------------------------------------------------------------------------
ERJALANAN ke kotaraja sendiri terhalang oleh ke-
munculan Sikat Neraka yang kala itu bersama kakak P seperguruannya, Hantu
Congkak. Tujuan mereka sebenarnya tidak menghadang Pandu Puber. Mereka punya
tujuan tersendiri, tapi begitu melihat sekelebatan anak muda yang ganteng
berpakain ungu muda berbintik-bintik putih bagai tetesan embun itu, Sikat Neraka
ingat akan kekalahannya dua tahun yang lalu. Maka iapun mengajak Hantu Congkak
untuk menghadang anak muda bertato
mawar. Hantu Congkak berpakaian abu-abu, jubahnya
berlengan panjang. Memegang tongkat berukir kepala monyet pada bagian ataSikat
Nerakaya. Tubuh Hantu Congkak juga kurus seperti Sikat Neraka. Matanya cekung ke
dalam, tulang pipinya bertonjolan. Kulitnya keriput, rambutnya putih dan tumbuh
di bagian tepian saja, bagian tengahnya botak polos. Tanpa tato. Alisnya yang
lebat juga berwarna putih. Ia sedikit bungkuk, menandakan usianya lebih tua dari
Sikat Neraka. Kesepuluh jarinya juga berkuku panjang dan runcing, seperti
kukunya Sikat Neraka. Giginya sudah banyak yang ompong, sehingga sulit menyebut
hurup 'P'. biasanya hurup 'P' diucapkan dengan nada seperti mengucapkan hurup
'F'. "Rufanya anak ini yang kau ceritakan fadaku dulu itu, Sikat Neraka?"
"Betul, Hantu Congkak! Anak inilah yang pernah
mencabik-cabik tubuhku dengan ilmu gilanya itu. aku masih sakit hati sampai
sekarang."
Pandu Puber diam memandang wajah Sikat Neraka
yang cacat bergaris-garis akibat bekas luka pertarungannya dulu. Lengannya pun
cacat bergaris-garis. Hati pemuda ganteng berambut sepanjang puncak tapi
depannya pendek modal punk-rock itu merasa geli dan bangga bisa membuat tokoh sesat yang
ganas mengalami luka seperti itu. Diharapkan dapat membuatnya jera, ternyata
sekarang malah menantangnya lagi.
"Kau masih ingat padaku, Bocah Tikus"!" hardik Sikat Neraka.
"Tentu saja, Pak Tua!"
"Bagus. Aku juga masih ingat padamu. Tato mawar
merah di dadamu itu sangat membekas dalam ingatanku.
Dulu kau secara kebetulan saja bisa mengalahkan. Tapi sekarang aku punya
perhitungan lebih matang! Kau tak akan bisa mengalahkanku, Bocah Tikus!"
"Tentu saja, karena kau sekarang membawa pawang
hujan!" sambil menunjuk Hantu Congkak berpipi kempot.
Yang ditunjuk menggeram menahan murka.
"Aku bukan fawang hujan! Jagung busuk! Seenaknya
aja kalau ngomong! Huhh... gue tiban tamyas lu!" sambil Hantu Congkak menggeram
ingin menggebukkan
tongkatnya, tapi Pandu Puber sudah siaga menangkis, sayang gertakan atas
kejengkelannya saja.
"Hajarlah ia, Hantu Congkak. Biar dia tahu adat
bagaimaan menghargai prang yang lebih tua, seperti kita ini!" "Soal menghajar
dia itu mudah!" katanya dengan congkak. "Sekali gebuk fasti nyawanya bablas!
Cuma masalahnya, afa kau nggak bisa hajar dia sendiri?"
"Jangan meremehkan aku. Aku hanya memberi
kesempatan kepada yang tua lebih dulu. Kalau aku
langsung menghajarnya, nanti disangka aku tidak hormat kepada kakak seperguruan"
Jadi kutawarkan padamu
dulu. Kalau kau sudah mengizinkan aku lebih dulu bertindak, ya aku akan
bertindak. Cuma.... kalau kira-kira aku kepepet kau cepat-cepat bergerak, ya?"
"Huh... lama-lama yang kugebuk kefalamu sendiri!"
geram Hantu Congkak kepada Sikat Neraka, gemas mau memukulkan tongkatnya. "Sudah
sana, maju dan sikat dia!
Fercuma funya nama Sikat Neraka kalau tak becus
menyikat bocah sekutu beras gitu!"
Sikat Neraka maju, Hantu Congkak menepi. Jalannya tertatih-tatih dan punggung
bagian dekat tengkuk membungkuk bukan karena terkantuk-kantuk. Pemuda berbaju
ungu tanpa lengan dan mengenakan anting di telinga kirinya itu segera melangkah
ke samping dengan gagah mencari posisi yang enak untuk menyerang lawan.
"Kutebus kekalahanku tempo hari, Bocah Tikus!
heeaah...!" Sikat Neraka melompat bagaikan gerakan terbang mengelilingi Pandu
Puber. Ia membuat pemuda tampan itu sedikit kebingungan dengan jurus terbang
memutar itu. Mau tak mau Pandu Puber juga ikut-ikutan bergerak memutar. Dan
tiba-tiba dari tangan kanan Sikat Neraka keluarkan kilatan cahaya petir yang
menyambar tubuh Pandu Puber. Crelaaap...!
"Hiaaah...!" Pandu Puber sentakkan kaki dan melenting ke atas, bersalto satu
kali tepat jatuh ke atah tubuh Sikat Neraka. kakinya segera menjejak punggung
itu. Buug... Tapi dentuman terdengar lebih dulu akibat sinar petir menghantam pohon.
Jlegaar...! Wwwrrr... bruuk! Pohon itu roboh, tapi keadaannya sudah hangus dan berasap.
Sedangkan Sikat Neraka juga roboh tersungkur menyusuri tanah dengan wajahnya dan
berhenti di depan kaki Hantu Congkak. Srruukk...! Deb!
Kepalanya ditahan oleh kaki Hantu Congkak seupaya tidak menabraknya. Pandu
tersenyum menahan geli melihat Hantu Congkak bagai menangkap bola menggelinding
dengan kakinya.
"Goblok! jangan serang fakai jurus 'Kelelawar Sawah'.
Serang dengan jurus 'Cakar Garuk Gatal'! Dia tak akan bisa menghindarinya!"
"Iya. Tapi kakimu jangan langsung injak kepalaku dong!
Malu dilihat anak muda itu!" gerutu Sikat Neraka yang wajahnya menjadi kotor
karena nyerosot di tanah. Untung bibirnya hanya somplak sedikit. Perih juga sih,
tapi masih bisa dicuekin oleh Sikat Neraka.
Wuuttt...! Jleg...! Sikat Neraka yang berbaju warna meah itu tahu-tahu berdiri
dalam jarak tiga langkah dari Pandu Puber. Matanya memandang ganas. Tubuhnya
merendah, kakinya merenggang ke belakang, tangannya diangkat dua-duanya
membentuk cakar maut. Itulah sistem kuda-kuda dari jurus 'Cakar Garuk Gatal'
yang dikatakan Hantu Congkak tadi.
"Heeaaat...!" Sikat Neraka segera bergerak melompat sambil kedua tangannya
mencakar-cakar dengan amat cepat. Nyaris tak bisa dilihat lagi oleh mata manusia
biasa. Pandu Puber sempat bingung menangkis dan meng-
hidarinya. Gerakan mencakar itu hampir saja kenai wajah Pandu kalau wajah itu
tak segera ditarik muncur secara refleks.
Wuuttt, wuutt...!
"Kukunya pasti beracun ganas. Aku harus meng-
hindarinya!" pikir Pandu, sambil segera menjatuhkan diri, lalu kakinya menyambar
kaki lawan dengan kerasnya.
Wuuttt...! Prookk...! terdengar mata kaki itu berada dengan tulang kakinya Pandu
Puber. "Aaaooww...!" teriak Sikat Neraka sambil hentikan serangan dan melompat mundur.
Tapi lompatannya terlalu keras sehingga menabrak Hantu Congkak.
Bruss...! "Heengk...!" Hantu Congkak mendelik karena perutnya ketiban tubuh Sikat Neraka
dalam keadaan dirinya
terkapar di tanah.
"Babi ganjen kau! Huuh...!" Hantu Congkak sentakkan tubuh Sikat Neraka dengan
kedua tangannya. Tubuh itu melayang tinggi karena disentakkan dengan tenaga
dalam. Wuuutt...! "Waaaooo...!" teriak Sikat Neraka saat melayang naik dan melayang turun tanpa
bisa menjaga keseimbangan badan. Hampir saja ia menjatuhi tubuh Hantu Congkak
lagi kalau sang Hantu Congkak tidak segera berguling-guling ke kiri tiga kali.
Dan tubuh Sikat Neraka pun jatuh terhempas dengan kuat. Buaakk...!
"Mati akuuu...!" rintih Sikat Neraka secara spontan saat terhempas. Tulang
tubuhnya bagaikan remuk. Sedangkan kakinya yang kiri menjadi bengkak karena mata
kakinya pecah akibat sapuan kaki Pandu Puber tadi. Sikat Neraka mengerang-erang
bagaikan anak manja supaya ditolong kakak seperguruannya. Tapi sang kakak
perguruan malah membentak.
"Bangun, Tolol!"
Buuhg...! Tongkatnya digebukkan asal-asalan. Tepat kenai lambung. Sikat Neraka
makin mengerang kesakitan.
"Kamu itu tokoh sakti afa babi dikebiri" Tarung kok ngeringkuk begitu"!" omel
Hantu Congkak dengan mata congkaknya. "Fercuma funya nama menakutkan orang
kalau cuma musuh anak kencur saja keok begitu. Malu-maluin! Ayo, keluarkan jurus
mautmu. Jangan merasa sayang. Fakai senjata jurus maut, kalau habis bisa beli
lagi!" "Kakiku...uuuhh...! Kakiku...!"
"Kenafa dengan kakimu" Minta tolong"!" sang kakak perguruan agaknya tak mau
memanjakan sang adik
perguruan. "Bangun! Ayo, bangun...!" punggung sang adik perguruan disodok-sodok
dengan tongkat. "Salurkan hawa murni ke kakimu biar sakitnya berkurang.
Uuh...fayah kau ini!" Sikat Neraka tiba-tiba Mayat Melambaiengejang, lalu
sekujur tubuhnya gemetar. Pandu Puber memperhatikan dengan kedua tangan
bersidekap di dada. Dia tetap tenang dan mempelajari tiap gerakan serta ucapan
lawan. "Terus...! Terus...! Salurkan hawa murni ke betis dulu.
Terus, terus...Kiri, kiri dikit. Ya cukuf!" seru Hantu Congkak mirip tukang
parkir. Sikat Neraka segera bangkit kembali. Masih terasa linu kakinya, tapi ia langsung
melompat dengan ganas dengan kedua tangan terjulur ke depan.
"Heaaah...!"
Dari kedua tangan keluar sinar kuning yang menyatu dan membentuk seperti tombak
memanjang menghantam tubuh Pandu Puber. Pemuda ganteng itu hanya melompat
menghidar sinar tersebut. tetapi telapak kakinya mengeras dan menukik ke bawah.
Dari ujung jempol kaki kanan keluar sinar putih perak sebesar lidi. Claaap...!
sinar itu tepat mengenai sinar kuning mirip tombakitu. Craas...!
Blegaarrr...! Tubuh Sikat Neraka yang sedang melayang gaya
Superman itu terpental balik. Melayang-layang di udara dan menghantam pohon yang
Pendekar Romantis 02 Hancurnya Samurai Cabul di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
sedang bergetar skibat
ledakan dahsyat itu. Braak...! Kkrrrekk... bruukk! Pohon itu tumbang seketika.
Tubuh Sikat Neraka terkapar dalam keadaan memar membiru dari kepala sampai kaki.
Rupanya gelombang ledakan tadi memancarkan hawa
panas yang cukup tinggi, sehingga membuat tubuh si baju merah itu matang
mendadak. Sementara tubuh Pandu
Puber sendiri terpental ke atas dan nyangsang di dahan pohon. Tapi keadaannya
tak parah. Hanya kulitnya menjadi merah sedikit karena hawa panas tadi.
Sedangkan Hantu Congkak tetap berdiri di tempat dengan tangan kiri tegak di
dada, tongkat tergenggam dan mata terpejam. Kejap berikutnya ia membuka mata dan
menghembuskan napas pelan-pelan.
Rupanya Hantu Congkak tadi segera salurkan kekuatan hawa dinginnya merembes
keluar melalui tiap lubang pori-pori. Hawa dinginnya itu yang digunakan melawan
gelombang hawa panas, sehingga ia tidak terbakar sedikitpun. Rasa panaspun tidak
dirasakannya sedikitpun. Hanya dia yang masih tetap segar dan tidak bergeming
dari tempatnya. Tentunya hal itu dikarenakan ia berilmu tinggi, lebih tinggi
dari Sikat Neraka.
"Wow...! Jurus apa yang tadi keluar dari ujung jempol kakiku" Hmm... sebaiknya
kunamakan jurus 'Jempol
Syahdu' saja. Biar mudah kuingat!" pikir Pandu Puber sambil berusaha bangkit dan
melompat turun dari pohon.
Wuutt...! Tahu-tahu ia sudah berdiri di depanHantu Congkak
dalam jarak lima langkah ke depan. Si Hantu Congkak menatap dengan angkuh. Tapi
kemudian melirik adik perguruannya yang tak berkutik, hanya terdengar erangannya
yang samar-samar. Hantu Congkak kembali me-mandang Pandu Puber sambil berkata
menggeram, "Siafa gurumu sebenarnya, Jadah Goreng"!"
"Aku tak punya guru. Mau apa?" tantang Pandu Puber rada tengil.
"Usiamu cukuf muda, tapi ilmumu tinggi juga! Kau bisa buat adik ferguruanku
tumbang, itu berarti kau funya ilmu tidak sembarangan, Anak Singkong!"
"Yang jelas aku tidak membuka perkara! Dia yang
memulai!" "Ya, ya....!" Hantu Congkak manggut-manggut. "Tapi kau jangan bangga dulu. Aku
kakak ferguruannya akan membalas kekalahannya. Hati-hati melawanku, Nak. Hantu
Congkak tak fernah kalah dalam fertarungan dengan siafa fun."
"Aku tidak funya fersoalan fadamu. jangan fancing kekurang ajranku, Kek!"
"Jangan ikut-ikutan ngomong begitu!" bentak Hantu Congkak yang merasa
tersinggung gaya bicaranya ditirukan Pandu Puber. Anak muda itu hanya senyum-
senyum kecil saja. Ia membiarkan Hantu Congkak maju dua langkah, lalu diam
berdiri dengan tongkat disentakkan ke tanah.
Jluug...! Ternyata sentakan tongkat ke tanah menghadirkan
sinar merah melesat dari dalam tanah ke tubuh Pandu Puber. Claapp...! Sinar itu
seperti panah. Cepat sekali. tapi Pandu Puber punya jurus 'Angin Jantan' dari
ayahnya. Ia mampu bergerak melebihi kecepatan biasan sinar merah itu. Zlaap...!
Dan sinar merah dari tanah akhirnya menghantam dahan pohon.
Blaarr....! Dahan pohon itu hancur seketika. Serpihannya
menyebar kemana-mana. Hantu Congkak terbengong
batinnya. "Gila! Dia bisa menghindari jurus 'Lintah Bumi'-
ku" Padahal selama ini jurus itu tak pernah ada yang bisa menghindarinya. kalau
yang pernah menangkisnya
memang ada, tapi biasanya jebol pula pertahanannya.
Cuma, yang bisa menghindari sinar itu baru bocah songong ini! Hebat sekali dia"!
Coba dengan jurus lainnya yang tak penah gagal kugunakan melumpuhkan lawan, apa
dia juga bisa menghadapinya?"
Hantu Congkak semakin penasaran. Tongkatnya segear berkelebat, berdiri tegak
tanpa bungkuk sedikitpun.
Tongkat itu berkelebat memutari kepala. Lalu tiba-tiba kakinya ditarik ke
belakang merendah, tongkatnya
dihantamkan ke depan, sejajar dengan lehernya. Wuutt...!
Slaapp...! Sinar hijau menyembur dari ujung kepala tongkat berbentuk kepala
monyet itu. sinar hijau itu menyebar bagaikan ratusan jarum kecil-kecil.
Sifatnya menyergap lawan.
Tetapi Pandu Puber tiba-tiba bergerak sendiri tanpa kehendak pikirannya. Ia
rendahkan kaki, rapatkan telapak tangan, dan telapak tangan itu menyodok ke
depan dalam keadaan terbuka ujungnya. Woosss...! Ujung telapak tangan seperti
mulut naga yang menyemburkan api berkobar besar. Api itu membakar sinar hijau
berbentuk seperti ratusan jarum.
Zrrraaakkk...! Suara aneh terdengar saat kobaran api membakar sinar itu. Kejap
kemudian terdengar lagi bunyi ledakan menggelegar lebih dahsyat dari yang tadi.
Bleggaarr...! Bumi bagaika dilanda gempa dari kedalaman dasarnya.
Pohon-pohon tumbang ke sana-sini berserakan. Hempasan gelombang dari daya ledak
dahsyat itu membuat alam sekelilingnya menjadi porak poranda dalam waktu
sekejap. Tubuh Pandu Puber terpental dan terguling-guling masuk ke semak belukar.
Srook...! Tapi tubuh Hantu Congkak terlempar terbang ke belakang, kepalanya
sempat membentur dahan pohon yang mau tumbang. Duuhg...!
Dahan itu patah seketika. Tubuh Hantu Congkak jatuh dalam keadaan mata
terbeliak-beliak bagai orang sedang sekarat. Bruukk...!
"Setan alas! Badanku dibuat remuk olehnya!" geram hati Hantu Congkak. Mulutnya
melelehkan darah, demikian pula hidungnya. Darah itu kental warna hitam, itu
pertanda ludahnya sudah dicampuri luka dalam yang berbahaya.
menyadari hal itu, Hantu Congkak yang masih bisa berdiri walau tertatih-tatih
itu segear memungut tongkatnya kembali.
Pandu Puber keluar dari semak belukar. Kepalanya
dikibaskan karena merasa sedikit pusing. Tapi tak ada luka luar maupun luka
dalam pada dirinya. Ia hanya tertegun sejenak membayangkan gerakan yang
dilakukan tanpa kesadarannya itu. Hatinya segera membatin,
"Jurus edan apa lagi itu tadi" Aku tak tahu namanya!
Hmm... tapi supaya mudah kuingat, sebaiknya kunamakan jurus 'Naga Bangkis'. Ya,
itu lebih cocok!"
Hantu Congkak masih penasaran. Dia ingin membalas lukanya. Maka jurus maut dan
aneh berikutnya digunakan menyerang Pandu Puber. Tongkatnya kali ini
dilemparkan. Wuuttt...! Tongkat itu melayang cepat dalam keadaan berdiri. Dari mulut kepala
monyet di ujung tongkat keluar sinar warna warni mengarah kepada Pandu Puber.
Sinar itu berkelok-kelok dan gerakannya sangat liar, bagaikan tak tentu arah.
Tapi pada dasarnya tertuju ke arah Pandu.
Pemuda tampan itu sempat bergerak bingung
menghindarinya. Dam diluar dugaan, tiba-tiba segumpal asap turun dari atas
pohon. Suuut...! Wuusss...! Asap putih itu bagaikan membentengi Pandu Puber dari
jarak dua langkah di depannya. Sinar warna-warni dari mulut ukiran monyet itu
masuk ke dalam asap tebal setinggi manusia, bahkan lebih. Tongkat tersebut juga
ikut tertelan ke dalam gumpalan asap putih tebal.
Beberapa saat kemudian terdengar suara gaduh di
dalam gumpalan asap. Suara letupan bercampur dengan suara derak kayu patah.
Tar, krak, tuus, krak, prak, taar....turr....krak, prak, dor, der, dur!
Lalu hening. Kurang dari sekedipan mata, tiba-tiba sinarwarna-warni itu
bergabung dengan patahan kayu yang membentuk bulatan bola, dan terlempar dari
daalm gumpalan asap tersebut ke arah Hantu Congkak.
Wuuukk...! Pandu Puber yang merasa heran tujuh turunan itu
segera melompat ke samping asap. Ia mencoba pandangi asap itu untuk menembus
kedalamannya tapi tidak
berhasil melihat apa-apa. Sedangkan Hantu Congkak segera lompat ke atas.
Wuuutt...! Dan bola yang terbuat dari gumpalan sinar warna-warni serta patahan
tongkat hitamnya itu menghantam sebuah pohon besar yang tadi tak jadi tumbang.
Blaapp...! Suara letusan sangat pelan. cahaya warna-warni
terpancar lebar dan cepat hilang saat menyentuh pohon.
Tubuh Hantu Congkak turun dari udara. Kaget melihat pohon yang terhantam bola
aneh itu lenyap tak berbekas.
Sisa akarnya pun tak ada. Yang tertinggal hanya bentuk tanah acak-acakan
bagaikan pohon tadi tercabut dengan raksasa.
"Edan lagi ilmunya"!" gumam Hantu Congkak. "Ilmu
asap apa yang dipakai anak setan itu"! Waah...tongkatku"!
Celaka! Tongkatku menjadi serpihan kecil-kecil begini..."!"
Hantu Congkak memperhatikan serpihan kayu hitam yang ada disekitar bekas pohon
berdiri. Bulu kuduknya jadi merinding, tubuh tuanya pun bergidik.
"Kalau kulayani, bisa-bisa aku lenyap tak berbekas seperti pohon itu! Sebaiknya
aku kabur saja, mumpung tak ada orang yang melihat kekalahanku."
Hantu Congkak segera hempiri tubuh Sikat Neraka. Ia bermaksud membawa lari tubuh
adik perguruannya itu.
Tapi setelah diperiksanya sejenak, ternyata Sikat Neraka sudah malas bernapas
alias mati. Hantu Congkak makin panik, akhirnya cepat-cepat pergi dengan
gerakannya yang mirip menghilang dari pandangan mata itu. Slaap...! Bras, bras,
bras....! Suara tubuh Hantu Congkak berlari cepat menerjang semak belukan.
Pandu Puber ingin mengejarnya, namun tiba-tiba
terdengar suara berseru,
"Biarkan ia lari! Ia pasti kapok berhadapan denganmu!"
Pemuda tampan berpaling ke belakang untuk
memandang si pemilik suara merdu itu. Dan mata pemuda itu terpana beberapa saat,
karena yang dilihatnya adalah seorang wanita muda cantik jelita. Pakaiannya
serba putih, namun mempunyai hiasan bunga mawar kecil terselip di sela gundukan
dadanya. Bunga itu bunga sungguhan.
Masih segar dan menyebarkan bau harum mawar yang
agak berbeda dengan mawar biasanya. Aromanya lebih lembut dan melenakankalbu,
seakan menciptakan sejuta keindahan di dalam hati.
Wanita muda itu rambutnya disanggul rapi, tapi
sebagian rambut meriap ke samping. Tak banyak, tapi kelihatan indah sekali.
Bagaikan seni rias rambut yang biasa dipakai oleh para putri raja. Wajah wanita
cantik itu tiada duanya. Baru sekarang Pandu Puber melihat
kecantikan yang begitu agung dan berkharisma tinggi.
Hidungnya langsing mancung, bibirnya berbentuk indah sekali, tampak basah
seperti habis berenang. Tapi segar dan menggairahkan.
Wanita itu sunggingkan senyum kecil. Ada lesung
pipitnya yang menambah keindahan raut wajah berkulit putih mulus itu. Pandu
Puber sempat gemetar ketika wanita itu melangkah pelan meninggalkan tempatnya
berdiri yang tadi dipakai berdiam oleh gumpalan asap putih. Rupanya gadis itulah
yang tadi berbentuk gumpalan asap putih itu.
Dalam jarak empat langkah dari Pandu, gadis itu
hentikan langkah. Pandu Puber masih belum bisa bicara karena gadis itulah yang
beberapa hari ini ditemuinya di alam mimpi. Wajahnya, pakaiannya, bunga
mawarnya, persis semua dengan yang muncul di alam mimpi Pandu.
"Sekarang kita bertemu bukan di dalam mimpi," ucap gadis itu bersuara lembut dan
merdu. "Dian...Ayu... Dayen...?" ucap Pandu Puber terpatah-patah karena deg-degan.
Lidahnya sukar sekali digerakkan.
Ia segera menelan ludah, lalu segala yang di mulut menjadi lemas, kecuali
giginya. Detak jantungnya tak sekeas sebelum menelan ludah. Tapi mtanya masih
memandang penuh rasa kagum dan amat terpesona.
"Kaukah.....Bidadari Dian Ayu Dayen"!" tanya Pandu Puber.
"Tak salah dugaanmu, Pandu. Akulah sang penguasa
kecantikan itu! Aku hanya ingin sampaikan pesan padamu, jangan nakal seperti
bapakmu! Kalau kau nakal kau tak bisa tinggal di kayangan bersamaku."
"Aku tak akan seperti Ayah. Aku bukan pemuda mata keranjang. Memang hidupku
ingin kucurahkan untuk
mengabdi kepada hati seorang wanita, tapi wanita itu tak lain adalah dirimu,
Dian Ayu!" sambil Pandu Puber mendekat pelan-pelan. matanya memandang dalam
kelembutan. Suaranya sedikit mendesah bernada
romantis. "Tak kubiarkan kau pergi meninggalkan sukmaku, Dian Ayu! Aku tak mau mati dalam
bayangan pelukanmu."
Dian Ayu Dayen mundur dengan senyum. "Rayuanmu
romantis sekali, Kasih. Tapi belum saatnya kita bertemu dalam satu genggaman.
Carilah aku dalam kecantikan-kecantikan yang menyebar di sekelilingmu. Aku ada
di antara mereka. Cabutlah bunga mawar ini dari dadaku, dan kau akan kurengut
dalam pelukanku selama-lamanya."
Setelah berkata demikian, Dian Ayu Dayen mengangkat tangan kanannya dalam
keadaan telapak tangan terbuka.
Tangan terangkat lurus, dan seberkas sinar melesat dari tengah telapak tangan.
Sinar merah itu melesat ke langit, lalu menyebar menjadi percikan bunga api yang
membentuk setangkai bunga mawar indah. Syaarrpp...!
Pandu Puber terpesona melihat keindahan bentuk
bunga mawar di langit dalam susunan tata cahaya merah.
Matanya tak berkedip memandang ke sana. Namun ketika cahaya berbentuk bunga
mawar itu lenyap, Pandu Puber kehilangan seraut wajah cantik. Dian Ayu Dayen
lenyap bagai ditelan bumi. Sang bidadari pergi tinggalkan dirinya.
Hanya semerbak aroma mawar lembut yang tercium dan membekas di lubang hidung
Pandu Puber. "Dian..."! Dian Ayuuu...!" panggilnya sambil
memandang ke sana-sini. Yang dicari tak ada, bahkan menjawabpun tidak. Pandu
Puber mengeluh kecewa. Ia duduk melemas di atas sebatang kayu pohon yang tadi
tumbang itu. "Kemana perginya?" pikir Pandu Puber. "Ke mana aku harus mencarinya" Oh, bunga
mawar itu...ya, aku harus bisa mencabut bunga mawar di dadanya, agar aku jatuh
ke dalam pelukannya. Oh, Dian Ayu.... ke mana aku harus mencarimu, Sayang...."!"
*** ------------------------------------------------------------------------------
TUJUH ------------------------------------------------------------------------------
UCUK dicinta ulampun tiba. begitulah pepatah yang serasi untuk nasib Pandu Puber
yang datang ke P koraja untuk temui Lila Anggraeni. Gadis cantik itu ada di depan rumahnya yang
mewah bagai istana kecil.
Maklum rumah saudagar kaya, bisnisnya ke mana-mana, kalau nggak mewah sih
kebangetan. Rumah itu mempunyai pintu gerbang sendiri dari terali besi anti
karat warna putih mengkilap. Waktu itu sang gadis sdang berada di luar gerbang.
Bukan semata-mata ingin mejeng, tapi agaknya ia punya alasan tersendiri. Seperti
ada yang ditunggu. Pandu-kah yang ditunggu"
Oh, bukan. Ternyata yang ditunggu seekor kuda. Kuda putih berjambul lebat dan
halus, dituntun oleh seorang pelayan pengurus kuda. Pelayan dan kuda muncul dari
samping halaman rumah mewah itu. Ada bungkusan yang diikut sertakan di samping
pelana kuda. Wah, kayaknya cewek itu mau kabur dari rumah. Wajahnya sendu,
bicara dengan palayannya pelan sekali. Bahkan sempat salaman dengan pelayannya
sebelum naik ke punggung kuda.
Pandu Puber memperhatikan dari sisi tersembunyi. Ia merasa heran melihat suasana
yang tak beres itu. Maka ia segera muncul dari balik warung nasi yang mirip
gardu listrik itu. Pandu Puber datang dari arah depan kuda. Sang kuda mulai
berjalan pelan, sang gadis lambaikan tangan kepada pelayannya. Sang pelayan
buru-buru masuk ke dalam pagar tembok tinggi itu. Sang gadis bermaksud memacu
kudanya agar cepat tinggalkan tempat.
Tentu saja Lila Anggraeni kaget melihat Pandu Puber sedang berjalan di depannya
menuju ke arahnya. Kaget itu membuat senyum ceria Lila Anggraeni mekar bak jamur
di musim hujan. Sinar matanya berbinar-binar seperti petromak penuh minyak.
Jantungnya berdetak-detak bagai irama beduk menjelang lebaran.
"Ikutlah aku...! Cepat, ikutlah aku...!" katanya tergesa-gesa. Pandu Puber agak
gugup. Kuda melangkah cepat, Pandu Puber terpaksa berlari-lari mengikuti dari
samping. "Ada apa" Kenapa kau tampak gugup?"
"Ikutlah aku! Kita bicara di tempat sepi. Ayo..."
"Iya, tapi...tapi masak aku lari terus sih?"
"Lompatlah!"
"Lompat ke mana" Ke jurang?" sentak Pandu agak
keki.
Pendekar Romantis 02 Hancurnya Samurai Cabul di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Kudapun segera dihentikan setelah Lila Anggraeni
sadar bahwa larinya sang kuda terlalu cepat. Pandu segera naik di belakang Lila
Anggraeni, lalu mereka melesat pergi bersama dalam iringan musik sepatu kuda.
Tuk, tik, tak, tik, tuk, tik, tak, tik, tuk...! Suara sepatu kuda.
"Aku harus pergi! Harus minggat dari rumah!" kata Lila Anggraeni dengan wajah
duka dan hampir menangis.
Mereka ada di lembah yang teduh. Pandu cepat-cepat mengingatkan gadis itu.
"Awas, jangan menangis. Aku tak mau kalau kau
menangis. Aku akan lemas seperti dulu lagi."
"Tapi hatiku sedih!"
"Sedih boleh, tapi jangan menangis!" kata Pandu Puber tegas-tegas.
Kuda ditambatkan di bawah pohon tak jauh dari
mereka. Lila Anggraeni bersandar di pohon, satu kakinya ditekuk, menempel pohon.
Ia menunduk dalam duka.
Pandu Puber ada di sampingnya. Satu tangannya
disanggakan ke pohon itu juga. Lalu dengan nada romantis pemuda tampan itu
berkata "Kau boleh sedih, tapi harus punya alasan. Kau boleh pergi dari rumah, tapi juga
harus punya alasan. Sama halnya kau mninggalkan hati seseorang, harus punya
alasan yang kuat. Jangan pergi begitu saja, nanti sekeping hati yang kau
tinggalkan akan hancur selembut tepung terigu."
"Aku memang punya alasan kuat. Dan...ah, untunglah kau datang. Hatiku sedikit
terhibur oleh kedatanganmu, Pandu."
"Tak ada penghibur hati wanita secantik kau kecuali kehadiranku."
Pandu Puber mulai 'menggombal' di samping telinga Lila Anggraeni. sang gadis
terbuai, cuping hidungnya kembang kempis menikmati bunga indah di hati. Ia diam
saja ketika dagunya dicubit Pandu. Ia mau tersenyum ketika Pandu pamerkan
senyumannya yang menjerat hati itu. "Ada persoalan apa, Sayang?" tanya Pandu kia
romantis. "Ada seseorang ingin datang untuk melamarku!"
"Oh...!" Pandu Puber berlagak kaget.
"Ayahku akan menerimanya. Aku sudah menolak, tapi ayahku tetap mengharuskan aku
kawin dengan orang itu.
Aku benci! Benci... sakali!"
Buk, buk, buk...! Dada Pandu dipukul-pukul gadis itu.
Pemuda itu diam saja. Tapi akhirnya terbatuk-batuk karena pukulan tadi. dalam
hatinya berkata "Benci sama ayahnya kok yang remuk dadaku?"
Lila Anggraeni berkata sambil mulutnya bergerak-gerak lancip, mirip pinsil alis.
Pandu memperhatikan dengan gemas. Ingin meremas mesra bibir itu.
"Sekarang ayahku sedang menjemput tamu itu di
pantai. Kupikir, daripada aku nantinya menderita tekanan batin dapat suami yang
tidak kucintai, lebih baik aku pergi dari rumah. Minggat ke mana saja."
"Kau tinggalkan alamat nggak untuk ayahmu nanti?"
"Minggat kok pakai ninggalin alamat"! Itu namanya ngungsi! Bukan minggat!"
Pandu Puber tertawa, sengaja memancing suasana
agar tak terlalu tegang.
"Kau pernah bertemu dengan lelaki itu?"
"Pernah, ketika aku ikut Ayah berlayar membawa
rempah-rempah."
"Ganteng?"
"Ahh...ya gitu deh!" Lila Anggraeni cemberut.
"Sama aku ganteng mana?"
"Mana ada lelaki yang lebih ganteng darimu?" Lila Anggraeni berlagak bersungut-
sungut. "Aku bertemu dengan pria itu ketika ia disewa Ayah untuk menjadi
pengawal perjalanan. Karena Ayah takut dibajak oleh orang-orangnya Sikat Neraka.
Rupanya disitulah pria itu jatuh hati padaku. Ia mengirimkan utusan untuk
mengantarkan surat lamaran. Lalu ayahku menerimanya tanpa persetujuan denganku
lebih dulu."
"Dia anak orang kaya?"
"Ah, nggak seberapa kaya!" jawab gadis itu
meremehkan sang pria yang mau dikawinkan dengannya itu. "Buatku kaya atau miskin
sama saja, yang penting hati saling mencinta dan mau sehidup-semati. Itu sudah
cukup bagiku."
"Kau memang gadis yang mulia, Lila. Kebeningan
hatimu, serasi dengan kecantikan wajahmu. Tak ada gadis semulia hatimu di dunia
ini." "Betulkah?" Lila Anggraeni menatap lembut.
"Aku berani bertaruh potong telinga panci, tak ada gadis semulia hatimu, yang
bisa memandang cinta sebagai keagunngan hidup, bukan sarana pemburu harta."
"Pandu, kenapa baru sekarang kudengar kata-katamu itu?" bisik Lila Anggraeni
pelan. Tangan gadis itu merapikan baju Pandu. Jemari lentiknya menyentuh-nyentuh
permukaan dada bertato mawar. Ia berkata lirih lagi, penuh ungkapan jiwa.
"Kalau saja orang yang akan melemarku sepertimu,
aku tak akan kabur dari rumah. Aku akan diam menunggu dan menyiapkan gaun
secantik mungkin."
Mata Pandu Puber begitu bening menembus kelopak
cinta yang diharapkan Lila Anggraeni. Sang gadis sendiri tak mau berhenti
menikmati keteduhan di mata si tampan beranting satu itu. Lalu, ia memberi
isyarat dengan redupkan mata. Pandu mengerti maknanya. Bibir yang merekah itu
segera dikecupnya pelan-pelan.
Ceess...! Sekujur tubuh Lila Anggraeni terasa dialiri setrum yang menerbangkan khayalannya
jauh di awang-awang. Ia
biarkan bibirnya dilumat dengan sentuhan pelan sekali.
Bahkan Lila Anggraeni semakin merapatkan badan dan memeluk pemuda tampan itu
erat-erat. Seakan ia ingin menenggelamkan seluruh tubuhnya ke badan Pandu
Puber. Sayang sekali Pandu Puber segera melepas
kecupannya dengan gerakan pelan. Meski bibir itu telah terpisah, Lila Anggraeni
masih merasa bagai dilumat dengan lembut. Matanya masih terpejam mesra. Ketika
napas hangat Pandu terasa menjauh, barulah Lila
Anggraeni membuka matanya pelan-pelan. Bibir itu bergerak-gerak mengucapkan kata
berbisik, "Pandu, bawalah aku lari. Kemana pun kau pergi,
bawalah aku serta....."
"Itu bukan cara terbaik."
"Lalu apa menurutmu cara yang terbaik untuk kita?"
"Aku akan menemui ayahmu."
"Jangan!" Lila Anggraeni tersentak tegang. Pelukanpun terlepaskan.
"Mengapa takut?"
"Ayahku akan marah besar padamu. Selain itu, kalau kau bertemu dengan orang yang
melamarku, kau bisa dibunuhnya. Aku tak mau kau mati, Pandu."
"Aku juga tak mau," balas Pandu. "Tapi barangkali, ayahmu perlu kuajak bicara
empat mata agar terbuka pikirannya tentang cinta."
Lila Anggraeni menghempaskan mapas lemas. "Kurasa itu jalan yang terburuk Pandu.
Ayahku sudah telanjur silau oleh nama besar calon suamiku itu."
Mulut sang gadis terbungkam sejenak. Ia termenung, namun sebentar kemudian
terdengar suaranya lagi,
"Atau...mungkin ayahku takut menolak lamaran orang itu. Aku sendiri juga takut
kalau menolaknya secara langsung, bisa-bisa aku ditelanjangi di depan umum.
Dia...licik dan jahat menurut pandanganku."
"Bangsawankah dia?"
"Ngakunya sih bangsawan. Entah kenyataannya,
mungkin saja bangkotan! yang jelas ia orang kesohor dari Tanah Sakura."
Pandu mulai terperanjat. "Siapa namanya"!" sergahnya bersemangat.
"Gelarnya saja Pendekar Samurai Cabul. Nama aslinya Shoguwara!"
"Gila!" sentak Pandu dengan mata melotot.
"Bukan. Dia bukan orang gila. Tapi entah juga kalau Shoguwara itu artinya gila.
Aku tak tahu bahasa tempatnya sih."
"Maksudku, peristiwa ini peristiwa yang gila bagi diriku."
"Jadi... kau sekarang punya penyakit gila?" kata Lila Anggraeni dengan polosnya.
Pandu Puber sempat jengkel mendengar kebodohan gadis itu.
"Aku datang menemuimu hari ini sengaja untuk pamit padamu."
"Pamit?"
"Aku akan pergi ke Tahan Sakura mencari Pendekar
Samurai Cabul. Tak tahunya justru orang itulah yang akan datang melamarmu.
Itukan gila namanya" Gila sekali, kan?"
"Iy...iya sih! Samurai itu memang gila. Tapi..."
"Aku sengaja mau menemuinya di Tanah Sakura untuk menantangnya bertarung. Gelar
pendekarnya akan kurebut, karena tidak sesuai dengan tingkah lakunya sebagai
seorang pendekar yang gemar menelanjangi wanita memakai samurainya!"
Lila Anggraeni menjadi tegang. Ia mulai sadar apa sebenarnya yang dimaksudkan
dalam kata-kata Pandu Puber itu. Rasa takut mencekam jiwa, tercermin lewat sorot
mata dan ekspresi wajahnya.
"Kau...kau akan melawannya" Maksudmu tarung pakai senjata, gitu?"
"Kau ini kok masih bego aja sih" Sekarang begini saja deh....kita pulang ke
rumahmu! Aku akan berpura-pura menjadi kekasihmu."
"Maksudmu.....maksudmu berpura-pura menjadi
kekasihmu."
"Ya. Kau keberatan?"
"Aku ......hmm.....maksudku, kenapa hanya berpura-pura?"
"Kita boleh jatuh cinta tapi jodoh bukan kita
penentunya!"
Lila Anggraeni menunduk lesu. Pandu Puber segera
berkata, "Sudahlah, itu bisa dibicarakan nanti. Yang jelas aku akan berpura-pura
jatuh cinta padamu dan memancing Pendekar Samurai Cabul untuk masuk ke arena
pertarungan! Kau harus membantuku, karena aku akan mem-bantumu meleaskan dirimu
dari perjodohan itu, Lila!"
"Apakah...apakah....apakah kau sanggup mengalahkan dia?"
"Kita lihat saja nanti!"
Lila Anggraeni tak punya pilihan lain. Ia segera pulang bersama Pandu Puber.
Ternyata di rumahnya sedang
heboh. Semua orang ribut mencari kemana perginya Lila Anggraeni. Rupanya saat
itu sang Ayah sudah pulang dari menjemput ramu agungnya. Sang Ayah malu
mengetahui anak gadisnya tidak ada di rumah dan dicari-cari sampai ke kolong
ranjangpun tetap tak ada.
Namun ketika Lila Anggraeni tampak datang
menunggang kuda berboncengan dengan seorang pemuda tampan berbaju ungu bintik-
bintik seperti embun itu, semua orang dalam rumah keluar ke depan pintu gerbang.
Sang tamupun ikut keluar dan segea menggeletuk giginya melihat Lila Anggraeni
naik kuda dan dipeluk dari belakang oleh pemuda beranting satu.
Pandu Puber segera lompat dari punggung kuda
sebelum mereka berjarak dekat dengan rombongan tamu dan ayah Lila Anggraeni.
Mata sang tamu tetap memandang tajam ke arah Pandu, dan Pandupun menatapnya
dengan tak berkedip, namun lebih tampak tenang dari sang tamu.
"Lila...!" seru sang Ayah. "Apa maksudmu membawa
pulang pemuda itu, hah"!"
Pandu Puber yang menyahut, "Kami saling mencintai dan tak rela jika Lila dikawinkan dengan Pendekar Samurai Cabul itu!" tuding Pandu. Sang ayah ingin
bergerak maju, tapi tangan sang tamu merentang, menahan gerakan
tersebut. Lalu, ia sendiri bergeark maju menemui Pandu.
Sang ayah menjadi cemas dan sangat malu, karena saat itu banyak orang berkumpul
di depan rumahnya karena ingin melihat seorang pendekar yang namanya kesohor dan
terkenal sakti itu.
Shoguwara, si pendekar cabul itu, berdiri tegak dengan kaki sedikit merenggang.
Orang-orang menyingkir jauh, tak berani dekat-dekat dengan sang pendekar yang
sedang marah dan terkenal kecepatan bermain samurai. Pandu Puber pandangi orang
itu dengan dada terbusung.
Tepat seperti gambaran yang pernah diceritakan ayah Pandu, bahwa Pendekar
Samurai Cabul itu berwajah kaku, bengis, matanya menandakan kelicikan yang
tersembunyi di balik kesaktiannya. Jidatnya lebar, karena rambutnya dikuncir ke
belakang agak tinggi. Sebilah samurai disandang di punggungnya. Baju putihnya
yang berlengan panjang itu dirangkapi pakaian semacam rompi panjang warna hitam,
sesuai dengan kain penutup kedua kakinya yang juga hitam. Pendekar Samurai Cabul
memang masih kelihatan muda dan sedikit punya kegantengan. Usianya berkisar
antara tiga puluh tahun, mungkin lebih sedikit. Ia mempunyai mata kecil dan alis
naik, berkesan jelas kelicikannya.
"Jauh-jauh aku datang untuk melamar Lila Anggraeni, tahu-tahu kau sudah lebih
dulu membawanya lari. Tak tahukah kau siapa diriku ini?"
"Aku tahu siapa kamu, Sobat. Dan inilah yang
dikatakan 'pucuk dicinta ulam tiba'. Niatku untuk datang menemuimu di Tanah
Sakura tak perlu harus kutempuh dengan perjalanan melelahkan. Ternyata kita
dipertemukan di sini!"
"Jangan banyak mulut! Pergi tinggalkan Lila, atau mati di ujung samuraiku?"
"Aku memilih mati di ujung hati Lila!" jawab Pandu Puber seenaknya. Jawaban itu
membuat Pendekar
Samurai Cabul menggeram penuh luapan amarah.
Matanya meirik sebentar ke sekeliling. Ternyata kabar kedatangannya mau melamar
Lila Anggraeni sempat juga didengar para tokoh dunia persilatan, sehingga banyak
juga dari para tokoh yang datang dan diam mengelilinginya, seakan menyaksikan
pertarungannya dengan Pandu
Puber. Sang pendekar semakin bernafsu ingin menampak-kan kehebatan ilmunya.
"Sebutkan namamu supaya bisa kucatat dalam buku
daftar para korban samuraiku!" kata Pendekar Samurai Cabul.
"Namaku Pandu Puber! Akan kukalahkan kau, dan
kurebut gelar kependakaranmu hari ini juga!" kata Pandu tak gentar sedikitpun.
"Keparat! Heeeaah...!" Pendekar Samurai Cabul me-
lompat dalam gerakan cepat dan lomptan pendek. Pandu Puber pun menyambut
lompatan pendek itu dan kedua tangannya mengadu telapak dengan sang pendekar.
Plak...! Mereka berdiri di tempat, saling melepaskan kekuatan teanga dalam melalui
telapak tangan yang diadu-kan. Tapi keduanya sama-sama tak ada ang terdorong
mundur. Bahkan kedua telapak tangan yang saling beradu itu mengepulkan asap
putih samar-samar. Tubuh mereka sama-sama mengears hingga bergetar dari kaki
sampai kepala. Tiba-tiba, gerakan Pendekar Samurai Cabul sangat tak diduga-duga. Kakinya
berkelebat menendang lutut Pandu Puber. Wuuttt...! Dees...!
"Uuhg...!" Pandu mengaduh tertahan, ia jatuh berlutut, kekuatannya berkurang, dan
tubuhnya terpental karena dorongan tenaga dalam lawan. Wuuss...!
Bruusss...! Pandu jatuh terpelanting dengan
menyeringai. Jauhnya enam langkah dari tempatnya berdiri semula. Pendekar
Samurai Cabul melangkah cepat
menghampirinya. Tapi Pandu cepat bangkitkan badan dan siap menghadapi lawan. Di
sisi lain, Lila Anggraeni baru saja membuka kedua tangannya yang tadi menutup
wajah pada saat Pandu jatuh terpental.
"Pandu Puber! Kuberi kesempatan sekali lagi padamu untuk segera pergi dan
tinggalkan Lila Anggraeni! Kalau kesempatan ini kau sia-siakan, kau akan mati
penuh penyesalan!"
"Yang ingin kurebut darimu adalah gelar
kependekaranmu! Sudah tak pantas tersandang di
namamu, Shoguwara!"
"Biadab!" geramnya dengan gigi menggeletuk dan
tulang-tulang mengeras. "Hiaaat...!" Samurai di punggung tahu-tahu sudah tercabut.
Gerakan mencabutnya tak sempat dilihat orang. Kini samurai itu digenggam dengan
dua tangan. Teracung ke depan. Ia melangkah ke kiri, memutari Pandu.
"Hiaaahhh...!" teriaknya sambil berkelebat cepat sekali.
Samurainya ditebaskan ke sana-sini dan tak bisa dilihat gerakannya. Tapi Pandu
Puber cepat-cepat jatuhkan diri dengan menggunakan gereakan jurus 'Angin
Jantan'. Dalam sekejap saja ia sudah berada di tanah, sementara Shoguwara menebaskan
semurainya ke tempat berdirinya Pandu tadi.
Kaki Pandu bergerak melebihi kecepatan angin. Ketika tubuhnya berguling masuk ke
sela-sela kedua kaki lawan.
Pandupun segera menendang ke atas. Buuhg...!
Tendangan itu tepat mengenai 'jimat lelaki' lawannya.
"Oohg...!" Pendekar Samurai Cabul mendelik seketika, diam dalam gerakan ingin
menebaskan samurai dari atas ke bawah. Ketika lawan terpaku karena kesakitan
itulah, Pandu Puber segera mengulangi tendangannya yang
mengenai tempat semula lagi. Buueehg...!
"Uuhgg...!" suara pekikan tertahan terdengar dari mulut Shoguwara. Ia terlempar ke
belakang, jatuh terjungkal.
Pandu Puber segera bangkit dan bergerak memutar dalam keadaan jongkok. Kakinya
Pendekar Romantis 02 Hancurnya Samurai Cabul di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
membabat pergelangan tangan lawan. Plaakk...! Tendangan kuat bertenaga dalam
tinggi membuat senjata samurai itu terlempar lepas dari tangan lawan.
Pandu mengeraskan dua jari di masing-masing
tangannya. Lalu masing-masing jari ditempelkan ke pelipis kanan-kiri. Kejap
berikutnya kedua tangan itu menyentak ke depan bagai melempar pisau secara
bersamaan. Wuuutt...! Ternyata yang keluar dua sinar merah lurus yang menghantam samurai di
tanah. Satu sinar kenai mata samurai, satu lagi kenai gagang samurai. Claaapp...!
Daarr...! Ledakannya tak seberapa keras, tapi akibatnya senjata samurai panjang
itu hancur menjadi kepingan-kepingan kecil. Pada saat itu, Shoguwara sudah
bangkit dan mau menerkam samurainya. Tapi gerakan tersebut tak jadi karena
samurai sudah hancur lebih dulu. Semakin murka wajah sang pendekar berkucir
panjang itu. Tapi Pandu Puber sempat terbengong sebentar menyadari jurus yang
baru saja digunakan itu. Lalu dalam hatinya ia menamakan jurus itu jurus
'Sepasang Sayap Cinta'. Entah bagaimana penjabarannya, Pandu tak perduli.
Pendekar Samurai Cabul segera menyerang Pandu
kembali dengan lebih ganas. Kali ini ia menggunakan jurus tangan kosongnya,
namun punya kekuatan tenaga dalam.
Dalam satu lompatan tangannya bergerak ke sana-sini dengan cepat sekali,
membingungkan lawannya. Pandu sengaja mundur menjauh untuk hindari jurus itu.
"Haaaiitt...!" Shoguwara bentangkan kedua tangan
bagai seekor bangau hendak menggibas mangsa.
Kesempatan itu dipergunakan oleh Pandu Puber untuk bergerak cepat menggunakan
jurus 'Angin Jantan' lagi.
Tapi kali ini telapak tangannya mengembang rapat, jari-jarinya mengeras,
jempolnya terlipat. Dan tangan itu dihantamkan ke arah ulu hati lawan. Wuuutt...!
Plaakkk...! Lawan bisa menangkisnya walau pergelangan tangan
menjadi ngilu semua.
Plak, plak, plak bleesss...!
"Uuhg...!" Shoguwara tersentak mendelik. Keempat jari Pandu Puber menembus masuk
ke dada kanannya yang
atas, dekat dengan pundak. Hampir saja kena jantung.
Tapi itupun sudah cukup berbahaya. Empat jari tangan menancap hampir seluruh
bagian. Mirip sebilah pisau dihunjamkan ke tubuh itu. Ketika dicabut keluar,
darahpun menyembur dengan kentalnya.
"Jurus 'Jantung Hati'," kata Pandu dalam benaknya menamai jurus itu.
Shoguwara mulai limbung. Darah yang keluar semakin menghitam. Ia terkejut dan
berucap tak sadar, "Racun..."!"
Rupanya tangan Pandu yang mampu menembus dada
lawan itu dapat menyebarkan racun melalui ujung-ujung jarinya. Shoguwara tegang
sekali. Wajahnya pucat pasi.
Tanpa berpikir panjang lagi, ia segera melesat melarikan diri sambil tinggalkan
ancaman, "Aku akan kembali menuntut balas padamu! Akan kurebut kembali gelar
kependekaranku, Bangsat!"
Para tokoh silat yang ada di situ tertegun bengong.
Mereka terheran-heran melihat seorang pendekar tampan mampu kalahkan Shoguwara
tanpa senjata. Maka berita itupun cepat menyebar ke mana-mana. Gelar pendekar
telah berhasil direbut Pandu Puber. Pemuda tampan itu segera berkelebat dan
berniat memberitahukan kepada ayahnya bahwa ia telah berhasil menumbangkan
Pendekar Samurai Cabul, dan kini ia yang akan menggunakan gelar itu sebagai:
Pendekar Romantis.
Rasa girangnya membuat Pandu lupa pada Lila
Anggraeni yang tertegun bengong memandangi
kepergiannya dengan air mata keharuan berlinang di pipi.
SELESAI Rahasia Kunci Wasiat 1 Dewa Arak 24 Pertarungan Raja-raja Arak Petualangan Di Alam Roh 1
memainkan jurus baru, berilah nama sendiri jurus itu. Dan ..... sebelum Ayah dan
Ibu naik ke kayangan Ayah ingin kau mendapat gelar pendekar."
"Bagaimana caranya?"
"Gelar pendekar saat ini ada di tangan Shoguwara yang bergelar Pendekar Samurai
Cabul. Dia adalah tokoh muda tersakti untuk saat ini. namanya ada ddalam deretan
teratas dari daftar tokoh-tokoh sakti di trimba persilatan.
Kau harus bisa mengalahkan Pendekar Samurai Cabul, sehingga dunia persilatan
akan mengakuimu sebagai pendekar baru."
"Di mana aku bisa menemuinya, Ayah?"
"Di Tanah Sakura. Dia membuka perguruan di sana.
Sebenarnya dia tokoh aliran hitam. Tapi kelicikannya membuat orang selalu
beranggapan bahsa dia adalah tokoh aliran putih. Dan pengakuannya sebagai
pendekar beraliran putih itu tidka ada yang berani membantahnya, karena barang
siapa membantah pengakuannya ia akan mati di ujung samurainya."
"Kalau begitu aku harus pergi ke Tanah Sakura untuk merebut gelar
kependekaranya, Ayah!"
"Kurasa memang harus begitu. Tapi katakan kepada
ibumu hal yang baik-baik saja. Jangan bilang kalau kau mau bertarung dengan
Pendekar Samurai Cabul. Sebab ibumu juga tahu ketenaran nama itu. Nama yang
ngetop di kalangan para tokoh tingkat tinggi itu jika disebutkan menimbulkan
bayangan ngeri bagi setiap wanita, seperti ibumu. Sebab Shoguwara satu-satunya
tokoh berilmu pedang tinggi yang mampu menelanjangi wanita dengan sabetan
samurainya tanpa melukai kulit wanita itu sedikitpun."
"Di mana kelemahan Pendekar Samurai Cabul itu,
Ayah!" Batara Kama yang bernama Yuda Lelana itu diam
sebentar. Pandangannya terlempar jauh bagaikan
menerawang. Sejenak kemudian barulah terdengar
suaranya tanpa menoleh ke arah Pandu Puber.
"Kelemahannya....ada di 'pusat kejantanannya'. Jangan mengincar bagian tubuh yang
lainnya. Incarlah di tempat
'jimat lelaki'-nya disembunyikan. Hantam dulu bagian itu, baru bagian lainnya."
"Akan kubayangkan terus bagian kelemahannya itu."
"Jangan! Jangan kau bayangkan terus-terusan, nanti kau jadi lelaki yang gemar
lelaki. Istilah 'homo des guario des eryana kuzodes anoma'."
"Apa itu artinya, Ayah?"
"Itu bahasa dewa, artinya lelaki cinta dengan lelaki.
Disingkat homo!" lalu dia bergidik sendiri membayangkan seandainya dirinya
dipeluk dan dicium seorang lelaki.
Bayangan itu segera dihilangkah dan bayangan
pertarungan merebut gelar kependekaran yang selalu muncul dalam ingatannya.
Kepada ibunya, Pandu Puber pamit mau ke kotaraja, menengok Lila Anggraeni.
Memang ia mau ke sana untuk memberitahukan Lila Anggraeni tentang rencananya
menantang Pendekar Samurai Cabul. Tapi sang ibu
mempunyai pengertian lain.
"Apakah kau sudah benar-benar jatuh cinta sama gadis itu?"
"Aku... aku hanya berteman saja saja kok, Bu."
"Jangan bohonglah," goda ibunya dengan tersenyum-
senyum. "Betul, Bu. Aku hanya bersahabat saja. Nggak pakai perasaan apa-apa."
"Benar, nggak pakai perasaan apa-apa?"
"Benar! Nggak pakai!"
"Ah, jangan gitulah, Ngai juga pakai!" ujar ibunya menggoda terus. "Dulu waktu
Ibu memandang Ayahmu. Ibu memakai perasaan juga kok. Kau nggak perlu malu lagi
sama Ibu. Kau boleh jujur, sebab kau sudah dewasa, Pandu. Dan kalau gadis itu
jatuh cinta padamu, Ibu nggak marah. Itu wajar saja terjadi, sebab kau pemuda
gagah yang tampan dan menawan hati wanita."
"Sama Ayah dulu tampan mana. Bu?"
"Waah... kalau ayahmu sih nggak ada tampan-
tampannya sedikitpun!" sang Ibu membesarkan hati
anaknya. "Dulu karena gelap saja jadi Ibu sangka ayahmu tampan. Karena waktu Ibu
raba wajahnya, Ibu sangka hidungnya mancung, eeh...nggak tahunya giginya yang
mancung!" Pandu tertawa sambil geleng-gelengkan kepala. "Ibu terlalu jujur....!" Katanya
dengan tampak bangga sekali dikatakan lebih tampan dari ayahnya.
Pamit ke kotaraja memang ke kotaraja. Tapi sang ayah sempat membisikkan kata
yang didengar oleh sang Ibu dan membuat sang Ibu curiga.
"Jangan kaget kalau nanti kau berubah menjadi kupu-kupu perak. Itulah naluri
dewamu yang bergerak
mempercepat gerak."
"Aku paham, Ayah! Mohon doa restu darimu, Ayah!"
"Ya. Doa restuku menyertaimu, Nak."
"Ya, ya...kurestui kalian berdua. Semoga rukun dan
bahagia selalu."
"Jangan berdua, Bu. Aku saja yang direstui!" protes Pandu.
"O, ya. Kau saja yang kurestui," katanya ibunya
menurut. Tapi setelah sang anak pergi, sang Ibu bertanya kepada sang Ayah.
"Mau kemana dia itu sebenarnya" Kok pakai mohon
doa restu segala?"
"Mau ke kotaraja," jawab ayahnya membela sang anak.
"Mau melamar gadis itu?"
"Ah, nggak gitu kok. Cuma sekadar mau pacaran sja."
Sang Ibu masih sangsi dalam keterbengongan. "Mau
pacaran kok minta doa restu"! Aneh sekali anak itu"!"
Yuda Lelana menuntun istrinya, dibawa masuk ke
dalam rumah batu yang menyerupai bangunan candi itu, sambil berkata
"Sudahlah, kita doakan saja supaya dia selamat dan pulang dalam keadaan sehat,
tak kurang satu apapun."
"Kamu lagi....bikin aku pernadaran aja"! Sebenarnya ada apa sih?"
"Nggak ada apa-apa! Aku cuma minta kau mendoakan
anakmu supaya selamat dan bisa pulang tanpa penyakit apapun."
"Ah, nggak tahulah....! Kamu sama anak selalu
kongkalikong!" gerutunya dambil bersungut-sungut.
*** ------------------------------------------------------------------------------
ENAM ------------------------------------------------------------------------------
ERJALANAN ke kotaraja sendiri terhalang oleh ke-
munculan Sikat Neraka yang kala itu bersama kakak P seperguruannya, Hantu
Congkak. Tujuan mereka sebenarnya tidak menghadang Pandu Puber. Mereka punya
tujuan tersendiri, tapi begitu melihat sekelebatan anak muda yang ganteng
berpakain ungu muda berbintik-bintik putih bagai tetesan embun itu, Sikat Neraka
ingat akan kekalahannya dua tahun yang lalu. Maka iapun mengajak Hantu Congkak
untuk menghadang anak muda bertato
mawar. Hantu Congkak berpakaian abu-abu, jubahnya
berlengan panjang. Memegang tongkat berukir kepala monyet pada bagian ataSikat
Nerakaya. Tubuh Hantu Congkak juga kurus seperti Sikat Neraka. Matanya cekung ke
dalam, tulang pipinya bertonjolan. Kulitnya keriput, rambutnya putih dan tumbuh
di bagian tepian saja, bagian tengahnya botak polos. Tanpa tato. Alisnya yang
lebat juga berwarna putih. Ia sedikit bungkuk, menandakan usianya lebih tua dari
Sikat Neraka. Kesepuluh jarinya juga berkuku panjang dan runcing, seperti
kukunya Sikat Neraka. Giginya sudah banyak yang ompong, sehingga sulit menyebut
hurup 'P'. biasanya hurup 'P' diucapkan dengan nada seperti mengucapkan hurup
'F'. "Rufanya anak ini yang kau ceritakan fadaku dulu itu, Sikat Neraka?"
"Betul, Hantu Congkak! Anak inilah yang pernah
mencabik-cabik tubuhku dengan ilmu gilanya itu. aku masih sakit hati sampai
sekarang."
Pandu Puber diam memandang wajah Sikat Neraka
yang cacat bergaris-garis akibat bekas luka pertarungannya dulu. Lengannya pun
cacat bergaris-garis. Hati pemuda ganteng berambut sepanjang puncak tapi
depannya pendek modal punk-rock itu merasa geli dan bangga bisa membuat tokoh sesat yang
ganas mengalami luka seperti itu. Diharapkan dapat membuatnya jera, ternyata
sekarang malah menantangnya lagi.
"Kau masih ingat padaku, Bocah Tikus"!" hardik Sikat Neraka.
"Tentu saja, Pak Tua!"
"Bagus. Aku juga masih ingat padamu. Tato mawar
merah di dadamu itu sangat membekas dalam ingatanku.
Dulu kau secara kebetulan saja bisa mengalahkan. Tapi sekarang aku punya
perhitungan lebih matang! Kau tak akan bisa mengalahkanku, Bocah Tikus!"
"Tentu saja, karena kau sekarang membawa pawang
hujan!" sambil menunjuk Hantu Congkak berpipi kempot.
Yang ditunjuk menggeram menahan murka.
"Aku bukan fawang hujan! Jagung busuk! Seenaknya
aja kalau ngomong! Huhh... gue tiban tamyas lu!" sambil Hantu Congkak menggeram
ingin menggebukkan
tongkatnya, tapi Pandu Puber sudah siaga menangkis, sayang gertakan atas
kejengkelannya saja.
"Hajarlah ia, Hantu Congkak. Biar dia tahu adat
bagaimaan menghargai prang yang lebih tua, seperti kita ini!" "Soal menghajar
dia itu mudah!" katanya dengan congkak. "Sekali gebuk fasti nyawanya bablas!
Cuma masalahnya, afa kau nggak bisa hajar dia sendiri?"
"Jangan meremehkan aku. Aku hanya memberi
kesempatan kepada yang tua lebih dulu. Kalau aku
langsung menghajarnya, nanti disangka aku tidak hormat kepada kakak seperguruan"
Jadi kutawarkan padamu
dulu. Kalau kau sudah mengizinkan aku lebih dulu bertindak, ya aku akan
bertindak. Cuma.... kalau kira-kira aku kepepet kau cepat-cepat bergerak, ya?"
"Huh... lama-lama yang kugebuk kefalamu sendiri!"
geram Hantu Congkak kepada Sikat Neraka, gemas mau memukulkan tongkatnya. "Sudah
sana, maju dan sikat dia!
Fercuma funya nama Sikat Neraka kalau tak becus
menyikat bocah sekutu beras gitu!"
Sikat Neraka maju, Hantu Congkak menepi. Jalannya tertatih-tatih dan punggung
bagian dekat tengkuk membungkuk bukan karena terkantuk-kantuk. Pemuda berbaju
ungu tanpa lengan dan mengenakan anting di telinga kirinya itu segera melangkah
ke samping dengan gagah mencari posisi yang enak untuk menyerang lawan.
"Kutebus kekalahanku tempo hari, Bocah Tikus!
heeaah...!" Sikat Neraka melompat bagaikan gerakan terbang mengelilingi Pandu
Puber. Ia membuat pemuda tampan itu sedikit kebingungan dengan jurus terbang
memutar itu. Mau tak mau Pandu Puber juga ikut-ikutan bergerak memutar. Dan
tiba-tiba dari tangan kanan Sikat Neraka keluarkan kilatan cahaya petir yang
menyambar tubuh Pandu Puber. Crelaaap...!
"Hiaaah...!" Pandu Puber sentakkan kaki dan melenting ke atas, bersalto satu
kali tepat jatuh ke atah tubuh Sikat Neraka. kakinya segera menjejak punggung
itu. Buug... Tapi dentuman terdengar lebih dulu akibat sinar petir menghantam pohon.
Jlegaar...! Wwwrrr... bruuk! Pohon itu roboh, tapi keadaannya sudah hangus dan berasap.
Sedangkan Sikat Neraka juga roboh tersungkur menyusuri tanah dengan wajahnya dan
berhenti di depan kaki Hantu Congkak. Srruukk...! Deb!
Kepalanya ditahan oleh kaki Hantu Congkak seupaya tidak menabraknya. Pandu
tersenyum menahan geli melihat Hantu Congkak bagai menangkap bola menggelinding
dengan kakinya.
"Goblok! jangan serang fakai jurus 'Kelelawar Sawah'.
Serang dengan jurus 'Cakar Garuk Gatal'! Dia tak akan bisa menghindarinya!"
"Iya. Tapi kakimu jangan langsung injak kepalaku dong!
Malu dilihat anak muda itu!" gerutu Sikat Neraka yang wajahnya menjadi kotor
karena nyerosot di tanah. Untung bibirnya hanya somplak sedikit. Perih juga sih,
tapi masih bisa dicuekin oleh Sikat Neraka.
Wuuttt...! Jleg...! Sikat Neraka yang berbaju warna meah itu tahu-tahu berdiri
dalam jarak tiga langkah dari Pandu Puber. Matanya memandang ganas. Tubuhnya
merendah, kakinya merenggang ke belakang, tangannya diangkat dua-duanya
membentuk cakar maut. Itulah sistem kuda-kuda dari jurus 'Cakar Garuk Gatal'
yang dikatakan Hantu Congkak tadi.
"Heeaaat...!" Sikat Neraka segera bergerak melompat sambil kedua tangannya
mencakar-cakar dengan amat cepat. Nyaris tak bisa dilihat lagi oleh mata manusia
biasa. Pandu Puber sempat bingung menangkis dan meng-
hidarinya. Gerakan mencakar itu hampir saja kenai wajah Pandu kalau wajah itu
tak segera ditarik muncur secara refleks.
Wuuttt, wuutt...!
"Kukunya pasti beracun ganas. Aku harus meng-
hindarinya!" pikir Pandu, sambil segera menjatuhkan diri, lalu kakinya menyambar
kaki lawan dengan kerasnya.
Wuuttt...! Prookk...! terdengar mata kaki itu berada dengan tulang kakinya Pandu
Puber. "Aaaooww...!" teriak Sikat Neraka sambil hentikan serangan dan melompat mundur.
Tapi lompatannya terlalu keras sehingga menabrak Hantu Congkak.
Bruss...! "Heengk...!" Hantu Congkak mendelik karena perutnya ketiban tubuh Sikat Neraka
dalam keadaan dirinya
terkapar di tanah.
"Babi ganjen kau! Huuh...!" Hantu Congkak sentakkan tubuh Sikat Neraka dengan
kedua tangannya. Tubuh itu melayang tinggi karena disentakkan dengan tenaga
dalam. Wuuutt...! "Waaaooo...!" teriak Sikat Neraka saat melayang naik dan melayang turun tanpa
bisa menjaga keseimbangan badan. Hampir saja ia menjatuhi tubuh Hantu Congkak
lagi kalau sang Hantu Congkak tidak segera berguling-guling ke kiri tiga kali.
Dan tubuh Sikat Neraka pun jatuh terhempas dengan kuat. Buaakk...!
"Mati akuuu...!" rintih Sikat Neraka secara spontan saat terhempas. Tulang
tubuhnya bagaikan remuk. Sedangkan kakinya yang kiri menjadi bengkak karena mata
kakinya pecah akibat sapuan kaki Pandu Puber tadi. Sikat Neraka mengerang-erang
bagaikan anak manja supaya ditolong kakak seperguruannya. Tapi sang kakak
perguruan malah membentak.
"Bangun, Tolol!"
Buuhg...! Tongkatnya digebukkan asal-asalan. Tepat kenai lambung. Sikat Neraka
makin mengerang kesakitan.
"Kamu itu tokoh sakti afa babi dikebiri" Tarung kok ngeringkuk begitu"!" omel
Hantu Congkak dengan mata congkaknya. "Fercuma funya nama menakutkan orang
kalau cuma musuh anak kencur saja keok begitu. Malu-maluin! Ayo, keluarkan jurus
mautmu. Jangan merasa sayang. Fakai senjata jurus maut, kalau habis bisa beli
lagi!" "Kakiku...uuuhh...! Kakiku...!"
"Kenafa dengan kakimu" Minta tolong"!" sang kakak perguruan agaknya tak mau
memanjakan sang adik
perguruan. "Bangun! Ayo, bangun...!" punggung sang adik perguruan disodok-sodok
dengan tongkat. "Salurkan hawa murni ke kakimu biar sakitnya berkurang.
Uuh...fayah kau ini!" Sikat Neraka tiba-tiba Mayat Melambaiengejang, lalu
sekujur tubuhnya gemetar. Pandu Puber memperhatikan dengan kedua tangan
bersidekap di dada. Dia tetap tenang dan mempelajari tiap gerakan serta ucapan
lawan. "Terus...! Terus...! Salurkan hawa murni ke betis dulu.
Terus, terus...Kiri, kiri dikit. Ya cukuf!" seru Hantu Congkak mirip tukang
parkir. Sikat Neraka segera bangkit kembali. Masih terasa linu kakinya, tapi ia langsung
melompat dengan ganas dengan kedua tangan terjulur ke depan.
"Heaaah...!"
Dari kedua tangan keluar sinar kuning yang menyatu dan membentuk seperti tombak
memanjang menghantam tubuh Pandu Puber. Pemuda ganteng itu hanya melompat
menghidar sinar tersebut. tetapi telapak kakinya mengeras dan menukik ke bawah.
Dari ujung jempol kaki kanan keluar sinar putih perak sebesar lidi. Claaap...!
sinar itu tepat mengenai sinar kuning mirip tombakitu. Craas...!
Blegaarrr...! Tubuh Sikat Neraka yang sedang melayang gaya
Superman itu terpental balik. Melayang-layang di udara dan menghantam pohon yang
Pendekar Romantis 02 Hancurnya Samurai Cabul di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
sedang bergetar skibat
ledakan dahsyat itu. Braak...! Kkrrrekk... bruukk! Pohon itu tumbang seketika.
Tubuh Sikat Neraka terkapar dalam keadaan memar membiru dari kepala sampai kaki.
Rupanya gelombang ledakan tadi memancarkan hawa
panas yang cukup tinggi, sehingga membuat tubuh si baju merah itu matang
mendadak. Sementara tubuh Pandu
Puber sendiri terpental ke atas dan nyangsang di dahan pohon. Tapi keadaannya
tak parah. Hanya kulitnya menjadi merah sedikit karena hawa panas tadi.
Sedangkan Hantu Congkak tetap berdiri di tempat dengan tangan kiri tegak di
dada, tongkat tergenggam dan mata terpejam. Kejap berikutnya ia membuka mata dan
menghembuskan napas pelan-pelan.
Rupanya Hantu Congkak tadi segera salurkan kekuatan hawa dinginnya merembes
keluar melalui tiap lubang pori-pori. Hawa dinginnya itu yang digunakan melawan
gelombang hawa panas, sehingga ia tidak terbakar sedikitpun. Rasa panaspun tidak
dirasakannya sedikitpun. Hanya dia yang masih tetap segar dan tidak bergeming
dari tempatnya. Tentunya hal itu dikarenakan ia berilmu tinggi, lebih tinggi
dari Sikat Neraka.
"Wow...! Jurus apa yang tadi keluar dari ujung jempol kakiku" Hmm... sebaiknya
kunamakan jurus 'Jempol
Syahdu' saja. Biar mudah kuingat!" pikir Pandu Puber sambil berusaha bangkit dan
melompat turun dari pohon.
Wuutt...! Tahu-tahu ia sudah berdiri di depanHantu Congkak
dalam jarak lima langkah ke depan. Si Hantu Congkak menatap dengan angkuh. Tapi
kemudian melirik adik perguruannya yang tak berkutik, hanya terdengar erangannya
yang samar-samar. Hantu Congkak kembali me-mandang Pandu Puber sambil berkata
menggeram, "Siafa gurumu sebenarnya, Jadah Goreng"!"
"Aku tak punya guru. Mau apa?" tantang Pandu Puber rada tengil.
"Usiamu cukuf muda, tapi ilmumu tinggi juga! Kau bisa buat adik ferguruanku
tumbang, itu berarti kau funya ilmu tidak sembarangan, Anak Singkong!"
"Yang jelas aku tidak membuka perkara! Dia yang
memulai!" "Ya, ya....!" Hantu Congkak manggut-manggut. "Tapi kau jangan bangga dulu. Aku
kakak ferguruannya akan membalas kekalahannya. Hati-hati melawanku, Nak. Hantu
Congkak tak fernah kalah dalam fertarungan dengan siafa fun."
"Aku tidak funya fersoalan fadamu. jangan fancing kekurang ajranku, Kek!"
"Jangan ikut-ikutan ngomong begitu!" bentak Hantu Congkak yang merasa
tersinggung gaya bicaranya ditirukan Pandu Puber. Anak muda itu hanya senyum-
senyum kecil saja. Ia membiarkan Hantu Congkak maju dua langkah, lalu diam
berdiri dengan tongkat disentakkan ke tanah.
Jluug...! Ternyata sentakan tongkat ke tanah menghadirkan
sinar merah melesat dari dalam tanah ke tubuh Pandu Puber. Claapp...! Sinar itu
seperti panah. Cepat sekali. tapi Pandu Puber punya jurus 'Angin Jantan' dari
ayahnya. Ia mampu bergerak melebihi kecepatan biasan sinar merah itu. Zlaap...!
Dan sinar merah dari tanah akhirnya menghantam dahan pohon.
Blaarr....! Dahan pohon itu hancur seketika. Serpihannya
menyebar kemana-mana. Hantu Congkak terbengong
batinnya. "Gila! Dia bisa menghindari jurus 'Lintah Bumi'-
ku" Padahal selama ini jurus itu tak pernah ada yang bisa menghindarinya. kalau
yang pernah menangkisnya
memang ada, tapi biasanya jebol pula pertahanannya.
Cuma, yang bisa menghindari sinar itu baru bocah songong ini! Hebat sekali dia"!
Coba dengan jurus lainnya yang tak penah gagal kugunakan melumpuhkan lawan, apa
dia juga bisa menghadapinya?"
Hantu Congkak semakin penasaran. Tongkatnya segear berkelebat, berdiri tegak
tanpa bungkuk sedikitpun.
Tongkat itu berkelebat memutari kepala. Lalu tiba-tiba kakinya ditarik ke
belakang merendah, tongkatnya
dihantamkan ke depan, sejajar dengan lehernya. Wuutt...!
Slaapp...! Sinar hijau menyembur dari ujung kepala tongkat berbentuk kepala
monyet itu. sinar hijau itu menyebar bagaikan ratusan jarum kecil-kecil.
Sifatnya menyergap lawan.
Tetapi Pandu Puber tiba-tiba bergerak sendiri tanpa kehendak pikirannya. Ia
rendahkan kaki, rapatkan telapak tangan, dan telapak tangan itu menyodok ke
depan dalam keadaan terbuka ujungnya. Woosss...! Ujung telapak tangan seperti
mulut naga yang menyemburkan api berkobar besar. Api itu membakar sinar hijau
berbentuk seperti ratusan jarum.
Zrrraaakkk...! Suara aneh terdengar saat kobaran api membakar sinar itu. Kejap
kemudian terdengar lagi bunyi ledakan menggelegar lebih dahsyat dari yang tadi.
Bleggaarr...! Bumi bagaika dilanda gempa dari kedalaman dasarnya.
Pohon-pohon tumbang ke sana-sini berserakan. Hempasan gelombang dari daya ledak
dahsyat itu membuat alam sekelilingnya menjadi porak poranda dalam waktu
sekejap. Tubuh Pandu Puber terpental dan terguling-guling masuk ke semak belukar.
Srook...! Tapi tubuh Hantu Congkak terlempar terbang ke belakang, kepalanya
sempat membentur dahan pohon yang mau tumbang. Duuhg...!
Dahan itu patah seketika. Tubuh Hantu Congkak jatuh dalam keadaan mata
terbeliak-beliak bagai orang sedang sekarat. Bruukk...!
"Setan alas! Badanku dibuat remuk olehnya!" geram hati Hantu Congkak. Mulutnya
melelehkan darah, demikian pula hidungnya. Darah itu kental warna hitam, itu
pertanda ludahnya sudah dicampuri luka dalam yang berbahaya.
menyadari hal itu, Hantu Congkak yang masih bisa berdiri walau tertatih-tatih
itu segear memungut tongkatnya kembali.
Pandu Puber keluar dari semak belukar. Kepalanya
dikibaskan karena merasa sedikit pusing. Tapi tak ada luka luar maupun luka
dalam pada dirinya. Ia hanya tertegun sejenak membayangkan gerakan yang
dilakukan tanpa kesadarannya itu. Hatinya segera membatin,
"Jurus edan apa lagi itu tadi" Aku tak tahu namanya!
Hmm... tapi supaya mudah kuingat, sebaiknya kunamakan jurus 'Naga Bangkis'. Ya,
itu lebih cocok!"
Hantu Congkak masih penasaran. Dia ingin membalas lukanya. Maka jurus maut dan
aneh berikutnya digunakan menyerang Pandu Puber. Tongkatnya kali ini
dilemparkan. Wuuttt...! Tongkat itu melayang cepat dalam keadaan berdiri. Dari mulut kepala
monyet di ujung tongkat keluar sinar warna warni mengarah kepada Pandu Puber.
Sinar itu berkelok-kelok dan gerakannya sangat liar, bagaikan tak tentu arah.
Tapi pada dasarnya tertuju ke arah Pandu.
Pemuda tampan itu sempat bergerak bingung
menghindarinya. Dam diluar dugaan, tiba-tiba segumpal asap turun dari atas
pohon. Suuut...! Wuusss...! Asap putih itu bagaikan membentengi Pandu Puber dari
jarak dua langkah di depannya. Sinar warna-warni dari mulut ukiran monyet itu
masuk ke dalam asap tebal setinggi manusia, bahkan lebih. Tongkat tersebut juga
ikut tertelan ke dalam gumpalan asap putih tebal.
Beberapa saat kemudian terdengar suara gaduh di
dalam gumpalan asap. Suara letupan bercampur dengan suara derak kayu patah.
Tar, krak, tuus, krak, prak, taar....turr....krak, prak, dor, der, dur!
Lalu hening. Kurang dari sekedipan mata, tiba-tiba sinarwarna-warni itu
bergabung dengan patahan kayu yang membentuk bulatan bola, dan terlempar dari
daalm gumpalan asap tersebut ke arah Hantu Congkak.
Wuuukk...! Pandu Puber yang merasa heran tujuh turunan itu
segera melompat ke samping asap. Ia mencoba pandangi asap itu untuk menembus
kedalamannya tapi tidak
berhasil melihat apa-apa. Sedangkan Hantu Congkak segera lompat ke atas.
Wuuutt...! Dan bola yang terbuat dari gumpalan sinar warna-warni serta patahan
tongkat hitamnya itu menghantam sebuah pohon besar yang tadi tak jadi tumbang.
Blaapp...! Suara letusan sangat pelan. cahaya warna-warni
terpancar lebar dan cepat hilang saat menyentuh pohon.
Tubuh Hantu Congkak turun dari udara. Kaget melihat pohon yang terhantam bola
aneh itu lenyap tak berbekas.
Sisa akarnya pun tak ada. Yang tertinggal hanya bentuk tanah acak-acakan
bagaikan pohon tadi tercabut dengan raksasa.
"Edan lagi ilmunya"!" gumam Hantu Congkak. "Ilmu
asap apa yang dipakai anak setan itu"! Waah...tongkatku"!
Celaka! Tongkatku menjadi serpihan kecil-kecil begini..."!"
Hantu Congkak memperhatikan serpihan kayu hitam yang ada disekitar bekas pohon
berdiri. Bulu kuduknya jadi merinding, tubuh tuanya pun bergidik.
"Kalau kulayani, bisa-bisa aku lenyap tak berbekas seperti pohon itu! Sebaiknya
aku kabur saja, mumpung tak ada orang yang melihat kekalahanku."
Hantu Congkak segera hempiri tubuh Sikat Neraka. Ia bermaksud membawa lari tubuh
adik perguruannya itu.
Tapi setelah diperiksanya sejenak, ternyata Sikat Neraka sudah malas bernapas
alias mati. Hantu Congkak makin panik, akhirnya cepat-cepat pergi dengan
gerakannya yang mirip menghilang dari pandangan mata itu. Slaap...! Bras, bras,
bras....! Suara tubuh Hantu Congkak berlari cepat menerjang semak belukan.
Pandu Puber ingin mengejarnya, namun tiba-tiba
terdengar suara berseru,
"Biarkan ia lari! Ia pasti kapok berhadapan denganmu!"
Pemuda tampan berpaling ke belakang untuk
memandang si pemilik suara merdu itu. Dan mata pemuda itu terpana beberapa saat,
karena yang dilihatnya adalah seorang wanita muda cantik jelita. Pakaiannya
serba putih, namun mempunyai hiasan bunga mawar kecil terselip di sela gundukan
dadanya. Bunga itu bunga sungguhan.
Masih segar dan menyebarkan bau harum mawar yang
agak berbeda dengan mawar biasanya. Aromanya lebih lembut dan melenakankalbu,
seakan menciptakan sejuta keindahan di dalam hati.
Wanita muda itu rambutnya disanggul rapi, tapi
sebagian rambut meriap ke samping. Tak banyak, tapi kelihatan indah sekali.
Bagaikan seni rias rambut yang biasa dipakai oleh para putri raja. Wajah wanita
cantik itu tiada duanya. Baru sekarang Pandu Puber melihat
kecantikan yang begitu agung dan berkharisma tinggi.
Hidungnya langsing mancung, bibirnya berbentuk indah sekali, tampak basah
seperti habis berenang. Tapi segar dan menggairahkan.
Wanita itu sunggingkan senyum kecil. Ada lesung
pipitnya yang menambah keindahan raut wajah berkulit putih mulus itu. Pandu
Puber sempat gemetar ketika wanita itu melangkah pelan meninggalkan tempatnya
berdiri yang tadi dipakai berdiam oleh gumpalan asap putih. Rupanya gadis itulah
yang tadi berbentuk gumpalan asap putih itu.
Dalam jarak empat langkah dari Pandu, gadis itu
hentikan langkah. Pandu Puber masih belum bisa bicara karena gadis itulah yang
beberapa hari ini ditemuinya di alam mimpi. Wajahnya, pakaiannya, bunga
mawarnya, persis semua dengan yang muncul di alam mimpi Pandu.
"Sekarang kita bertemu bukan di dalam mimpi," ucap gadis itu bersuara lembut dan
merdu. "Dian...Ayu... Dayen...?" ucap Pandu Puber terpatah-patah karena deg-degan.
Lidahnya sukar sekali digerakkan.
Ia segera menelan ludah, lalu segala yang di mulut menjadi lemas, kecuali
giginya. Detak jantungnya tak sekeas sebelum menelan ludah. Tapi mtanya masih
memandang penuh rasa kagum dan amat terpesona.
"Kaukah.....Bidadari Dian Ayu Dayen"!" tanya Pandu Puber.
"Tak salah dugaanmu, Pandu. Akulah sang penguasa
kecantikan itu! Aku hanya ingin sampaikan pesan padamu, jangan nakal seperti
bapakmu! Kalau kau nakal kau tak bisa tinggal di kayangan bersamaku."
"Aku tak akan seperti Ayah. Aku bukan pemuda mata keranjang. Memang hidupku
ingin kucurahkan untuk
mengabdi kepada hati seorang wanita, tapi wanita itu tak lain adalah dirimu,
Dian Ayu!" sambil Pandu Puber mendekat pelan-pelan. matanya memandang dalam
kelembutan. Suaranya sedikit mendesah bernada
romantis. "Tak kubiarkan kau pergi meninggalkan sukmaku, Dian Ayu! Aku tak mau mati dalam
bayangan pelukanmu."
Dian Ayu Dayen mundur dengan senyum. "Rayuanmu
romantis sekali, Kasih. Tapi belum saatnya kita bertemu dalam satu genggaman.
Carilah aku dalam kecantikan-kecantikan yang menyebar di sekelilingmu. Aku ada
di antara mereka. Cabutlah bunga mawar ini dari dadaku, dan kau akan kurengut
dalam pelukanku selama-lamanya."
Setelah berkata demikian, Dian Ayu Dayen mengangkat tangan kanannya dalam
keadaan telapak tangan terbuka.
Tangan terangkat lurus, dan seberkas sinar melesat dari tengah telapak tangan.
Sinar merah itu melesat ke langit, lalu menyebar menjadi percikan bunga api yang
membentuk setangkai bunga mawar indah. Syaarrpp...!
Pandu Puber terpesona melihat keindahan bentuk
bunga mawar di langit dalam susunan tata cahaya merah.
Matanya tak berkedip memandang ke sana. Namun ketika cahaya berbentuk bunga
mawar itu lenyap, Pandu Puber kehilangan seraut wajah cantik. Dian Ayu Dayen
lenyap bagai ditelan bumi. Sang bidadari pergi tinggalkan dirinya.
Hanya semerbak aroma mawar lembut yang tercium dan membekas di lubang hidung
Pandu Puber. "Dian..."! Dian Ayuuu...!" panggilnya sambil
memandang ke sana-sini. Yang dicari tak ada, bahkan menjawabpun tidak. Pandu
Puber mengeluh kecewa. Ia duduk melemas di atas sebatang kayu pohon yang tadi
tumbang itu. "Kemana perginya?" pikir Pandu Puber. "Ke mana aku harus mencarinya" Oh, bunga
mawar itu...ya, aku harus bisa mencabut bunga mawar di dadanya, agar aku jatuh
ke dalam pelukannya. Oh, Dian Ayu.... ke mana aku harus mencarimu, Sayang...."!"
*** ------------------------------------------------------------------------------
TUJUH ------------------------------------------------------------------------------
UCUK dicinta ulampun tiba. begitulah pepatah yang serasi untuk nasib Pandu Puber
yang datang ke P koraja untuk temui Lila Anggraeni. Gadis cantik itu ada di depan rumahnya yang
mewah bagai istana kecil.
Maklum rumah saudagar kaya, bisnisnya ke mana-mana, kalau nggak mewah sih
kebangetan. Rumah itu mempunyai pintu gerbang sendiri dari terali besi anti
karat warna putih mengkilap. Waktu itu sang gadis sdang berada di luar gerbang.
Bukan semata-mata ingin mejeng, tapi agaknya ia punya alasan tersendiri. Seperti
ada yang ditunggu. Pandu-kah yang ditunggu"
Oh, bukan. Ternyata yang ditunggu seekor kuda. Kuda putih berjambul lebat dan
halus, dituntun oleh seorang pelayan pengurus kuda. Pelayan dan kuda muncul dari
samping halaman rumah mewah itu. Ada bungkusan yang diikut sertakan di samping
pelana kuda. Wah, kayaknya cewek itu mau kabur dari rumah. Wajahnya sendu,
bicara dengan palayannya pelan sekali. Bahkan sempat salaman dengan pelayannya
sebelum naik ke punggung kuda.
Pandu Puber memperhatikan dari sisi tersembunyi. Ia merasa heran melihat suasana
yang tak beres itu. Maka ia segera muncul dari balik warung nasi yang mirip
gardu listrik itu. Pandu Puber datang dari arah depan kuda. Sang kuda mulai
berjalan pelan, sang gadis lambaikan tangan kepada pelayannya. Sang pelayan
buru-buru masuk ke dalam pagar tembok tinggi itu. Sang gadis bermaksud memacu
kudanya agar cepat tinggalkan tempat.
Tentu saja Lila Anggraeni kaget melihat Pandu Puber sedang berjalan di depannya
menuju ke arahnya. Kaget itu membuat senyum ceria Lila Anggraeni mekar bak jamur
di musim hujan. Sinar matanya berbinar-binar seperti petromak penuh minyak.
Jantungnya berdetak-detak bagai irama beduk menjelang lebaran.
"Ikutlah aku...! Cepat, ikutlah aku...!" katanya tergesa-gesa. Pandu Puber agak
gugup. Kuda melangkah cepat, Pandu Puber terpaksa berlari-lari mengikuti dari
samping. "Ada apa" Kenapa kau tampak gugup?"
"Ikutlah aku! Kita bicara di tempat sepi. Ayo..."
"Iya, tapi...tapi masak aku lari terus sih?"
"Lompatlah!"
"Lompat ke mana" Ke jurang?" sentak Pandu agak
keki.
Pendekar Romantis 02 Hancurnya Samurai Cabul di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Kudapun segera dihentikan setelah Lila Anggraeni
sadar bahwa larinya sang kuda terlalu cepat. Pandu segera naik di belakang Lila
Anggraeni, lalu mereka melesat pergi bersama dalam iringan musik sepatu kuda.
Tuk, tik, tak, tik, tuk, tik, tak, tik, tuk...! Suara sepatu kuda.
"Aku harus pergi! Harus minggat dari rumah!" kata Lila Anggraeni dengan wajah
duka dan hampir menangis.
Mereka ada di lembah yang teduh. Pandu cepat-cepat mengingatkan gadis itu.
"Awas, jangan menangis. Aku tak mau kalau kau
menangis. Aku akan lemas seperti dulu lagi."
"Tapi hatiku sedih!"
"Sedih boleh, tapi jangan menangis!" kata Pandu Puber tegas-tegas.
Kuda ditambatkan di bawah pohon tak jauh dari
mereka. Lila Anggraeni bersandar di pohon, satu kakinya ditekuk, menempel pohon.
Ia menunduk dalam duka.
Pandu Puber ada di sampingnya. Satu tangannya
disanggakan ke pohon itu juga. Lalu dengan nada romantis pemuda tampan itu
berkata "Kau boleh sedih, tapi harus punya alasan. Kau boleh pergi dari rumah, tapi juga
harus punya alasan. Sama halnya kau mninggalkan hati seseorang, harus punya
alasan yang kuat. Jangan pergi begitu saja, nanti sekeping hati yang kau
tinggalkan akan hancur selembut tepung terigu."
"Aku memang punya alasan kuat. Dan...ah, untunglah kau datang. Hatiku sedikit
terhibur oleh kedatanganmu, Pandu."
"Tak ada penghibur hati wanita secantik kau kecuali kehadiranku."
Pandu Puber mulai 'menggombal' di samping telinga Lila Anggraeni. sang gadis
terbuai, cuping hidungnya kembang kempis menikmati bunga indah di hati. Ia diam
saja ketika dagunya dicubit Pandu. Ia mau tersenyum ketika Pandu pamerkan
senyumannya yang menjerat hati itu. "Ada persoalan apa, Sayang?" tanya Pandu kia
romantis. "Ada seseorang ingin datang untuk melamarku!"
"Oh...!" Pandu Puber berlagak kaget.
"Ayahku akan menerimanya. Aku sudah menolak, tapi ayahku tetap mengharuskan aku
kawin dengan orang itu.
Aku benci! Benci... sakali!"
Buk, buk, buk...! Dada Pandu dipukul-pukul gadis itu.
Pemuda itu diam saja. Tapi akhirnya terbatuk-batuk karena pukulan tadi. dalam
hatinya berkata "Benci sama ayahnya kok yang remuk dadaku?"
Lila Anggraeni berkata sambil mulutnya bergerak-gerak lancip, mirip pinsil alis.
Pandu memperhatikan dengan gemas. Ingin meremas mesra bibir itu.
"Sekarang ayahku sedang menjemput tamu itu di
pantai. Kupikir, daripada aku nantinya menderita tekanan batin dapat suami yang
tidak kucintai, lebih baik aku pergi dari rumah. Minggat ke mana saja."
"Kau tinggalkan alamat nggak untuk ayahmu nanti?"
"Minggat kok pakai ninggalin alamat"! Itu namanya ngungsi! Bukan minggat!"
Pandu Puber tertawa, sengaja memancing suasana
agar tak terlalu tegang.
"Kau pernah bertemu dengan lelaki itu?"
"Pernah, ketika aku ikut Ayah berlayar membawa
rempah-rempah."
"Ganteng?"
"Ahh...ya gitu deh!" Lila Anggraeni cemberut.
"Sama aku ganteng mana?"
"Mana ada lelaki yang lebih ganteng darimu?" Lila Anggraeni berlagak bersungut-
sungut. "Aku bertemu dengan pria itu ketika ia disewa Ayah untuk menjadi
pengawal perjalanan. Karena Ayah takut dibajak oleh orang-orangnya Sikat Neraka.
Rupanya disitulah pria itu jatuh hati padaku. Ia mengirimkan utusan untuk
mengantarkan surat lamaran. Lalu ayahku menerimanya tanpa persetujuan denganku
lebih dulu."
"Dia anak orang kaya?"
"Ah, nggak seberapa kaya!" jawab gadis itu
meremehkan sang pria yang mau dikawinkan dengannya itu. "Buatku kaya atau miskin
sama saja, yang penting hati saling mencinta dan mau sehidup-semati. Itu sudah
cukup bagiku."
"Kau memang gadis yang mulia, Lila. Kebeningan
hatimu, serasi dengan kecantikan wajahmu. Tak ada gadis semulia hatimu di dunia
ini." "Betulkah?" Lila Anggraeni menatap lembut.
"Aku berani bertaruh potong telinga panci, tak ada gadis semulia hatimu, yang
bisa memandang cinta sebagai keagunngan hidup, bukan sarana pemburu harta."
"Pandu, kenapa baru sekarang kudengar kata-katamu itu?" bisik Lila Anggraeni
pelan. Tangan gadis itu merapikan baju Pandu. Jemari lentiknya menyentuh-nyentuh
permukaan dada bertato mawar. Ia berkata lirih lagi, penuh ungkapan jiwa.
"Kalau saja orang yang akan melemarku sepertimu,
aku tak akan kabur dari rumah. Aku akan diam menunggu dan menyiapkan gaun
secantik mungkin."
Mata Pandu Puber begitu bening menembus kelopak
cinta yang diharapkan Lila Anggraeni. Sang gadis sendiri tak mau berhenti
menikmati keteduhan di mata si tampan beranting satu itu. Lalu, ia memberi
isyarat dengan redupkan mata. Pandu mengerti maknanya. Bibir yang merekah itu
segera dikecupnya pelan-pelan.
Ceess...! Sekujur tubuh Lila Anggraeni terasa dialiri setrum yang menerbangkan khayalannya
jauh di awang-awang. Ia
biarkan bibirnya dilumat dengan sentuhan pelan sekali.
Bahkan Lila Anggraeni semakin merapatkan badan dan memeluk pemuda tampan itu
erat-erat. Seakan ia ingin menenggelamkan seluruh tubuhnya ke badan Pandu
Puber. Sayang sekali Pandu Puber segera melepas
kecupannya dengan gerakan pelan. Meski bibir itu telah terpisah, Lila Anggraeni
masih merasa bagai dilumat dengan lembut. Matanya masih terpejam mesra. Ketika
napas hangat Pandu terasa menjauh, barulah Lila
Anggraeni membuka matanya pelan-pelan. Bibir itu bergerak-gerak mengucapkan kata
berbisik, "Pandu, bawalah aku lari. Kemana pun kau pergi,
bawalah aku serta....."
"Itu bukan cara terbaik."
"Lalu apa menurutmu cara yang terbaik untuk kita?"
"Aku akan menemui ayahmu."
"Jangan!" Lila Anggraeni tersentak tegang. Pelukanpun terlepaskan.
"Mengapa takut?"
"Ayahku akan marah besar padamu. Selain itu, kalau kau bertemu dengan orang yang
melamarku, kau bisa dibunuhnya. Aku tak mau kau mati, Pandu."
"Aku juga tak mau," balas Pandu. "Tapi barangkali, ayahmu perlu kuajak bicara
empat mata agar terbuka pikirannya tentang cinta."
Lila Anggraeni menghempaskan mapas lemas. "Kurasa itu jalan yang terburuk Pandu.
Ayahku sudah telanjur silau oleh nama besar calon suamiku itu."
Mulut sang gadis terbungkam sejenak. Ia termenung, namun sebentar kemudian
terdengar suaranya lagi,
"Atau...mungkin ayahku takut menolak lamaran orang itu. Aku sendiri juga takut
kalau menolaknya secara langsung, bisa-bisa aku ditelanjangi di depan umum.
Dia...licik dan jahat menurut pandanganku."
"Bangsawankah dia?"
"Ngakunya sih bangsawan. Entah kenyataannya,
mungkin saja bangkotan! yang jelas ia orang kesohor dari Tanah Sakura."
Pandu mulai terperanjat. "Siapa namanya"!" sergahnya bersemangat.
"Gelarnya saja Pendekar Samurai Cabul. Nama aslinya Shoguwara!"
"Gila!" sentak Pandu dengan mata melotot.
"Bukan. Dia bukan orang gila. Tapi entah juga kalau Shoguwara itu artinya gila.
Aku tak tahu bahasa tempatnya sih."
"Maksudku, peristiwa ini peristiwa yang gila bagi diriku."
"Jadi... kau sekarang punya penyakit gila?" kata Lila Anggraeni dengan polosnya.
Pandu Puber sempat jengkel mendengar kebodohan gadis itu.
"Aku datang menemuimu hari ini sengaja untuk pamit padamu."
"Pamit?"
"Aku akan pergi ke Tahan Sakura mencari Pendekar
Samurai Cabul. Tak tahunya justru orang itulah yang akan datang melamarmu.
Itukan gila namanya" Gila sekali, kan?"
"Iy...iya sih! Samurai itu memang gila. Tapi..."
"Aku sengaja mau menemuinya di Tanah Sakura untuk menantangnya bertarung. Gelar
pendekarnya akan kurebut, karena tidak sesuai dengan tingkah lakunya sebagai
seorang pendekar yang gemar menelanjangi wanita memakai samurainya!"
Lila Anggraeni menjadi tegang. Ia mulai sadar apa sebenarnya yang dimaksudkan
dalam kata-kata Pandu Puber itu. Rasa takut mencekam jiwa, tercermin lewat sorot
mata dan ekspresi wajahnya.
"Kau...kau akan melawannya" Maksudmu tarung pakai senjata, gitu?"
"Kau ini kok masih bego aja sih" Sekarang begini saja deh....kita pulang ke
rumahmu! Aku akan berpura-pura menjadi kekasihmu."
"Maksudmu.....maksudmu berpura-pura menjadi
kekasihmu."
"Ya. Kau keberatan?"
"Aku ......hmm.....maksudku, kenapa hanya berpura-pura?"
"Kita boleh jatuh cinta tapi jodoh bukan kita
penentunya!"
Lila Anggraeni menunduk lesu. Pandu Puber segera
berkata, "Sudahlah, itu bisa dibicarakan nanti. Yang jelas aku akan berpura-pura
jatuh cinta padamu dan memancing Pendekar Samurai Cabul untuk masuk ke arena
pertarungan! Kau harus membantuku, karena aku akan mem-bantumu meleaskan dirimu
dari perjodohan itu, Lila!"
"Apakah...apakah....apakah kau sanggup mengalahkan dia?"
"Kita lihat saja nanti!"
Lila Anggraeni tak punya pilihan lain. Ia segera pulang bersama Pandu Puber.
Ternyata di rumahnya sedang
heboh. Semua orang ribut mencari kemana perginya Lila Anggraeni. Rupanya saat
itu sang Ayah sudah pulang dari menjemput ramu agungnya. Sang Ayah malu
mengetahui anak gadisnya tidak ada di rumah dan dicari-cari sampai ke kolong
ranjangpun tetap tak ada.
Namun ketika Lila Anggraeni tampak datang
menunggang kuda berboncengan dengan seorang pemuda tampan berbaju ungu bintik-
bintik seperti embun itu, semua orang dalam rumah keluar ke depan pintu gerbang.
Sang tamupun ikut keluar dan segea menggeletuk giginya melihat Lila Anggraeni
naik kuda dan dipeluk dari belakang oleh pemuda beranting satu.
Pandu Puber segera lompat dari punggung kuda
sebelum mereka berjarak dekat dengan rombongan tamu dan ayah Lila Anggraeni.
Mata sang tamu tetap memandang tajam ke arah Pandu, dan Pandupun menatapnya
dengan tak berkedip, namun lebih tampak tenang dari sang tamu.
"Lila...!" seru sang Ayah. "Apa maksudmu membawa
pulang pemuda itu, hah"!"
Pandu Puber yang menyahut, "Kami saling mencintai dan tak rela jika Lila dikawinkan dengan Pendekar Samurai Cabul itu!" tuding Pandu. Sang ayah ingin
bergerak maju, tapi tangan sang tamu merentang, menahan gerakan
tersebut. Lalu, ia sendiri bergeark maju menemui Pandu.
Sang ayah menjadi cemas dan sangat malu, karena saat itu banyak orang berkumpul
di depan rumahnya karena ingin melihat seorang pendekar yang namanya kesohor dan
terkenal sakti itu.
Shoguwara, si pendekar cabul itu, berdiri tegak dengan kaki sedikit merenggang.
Orang-orang menyingkir jauh, tak berani dekat-dekat dengan sang pendekar yang
sedang marah dan terkenal kecepatan bermain samurai. Pandu Puber pandangi orang
itu dengan dada terbusung.
Tepat seperti gambaran yang pernah diceritakan ayah Pandu, bahwa Pendekar
Samurai Cabul itu berwajah kaku, bengis, matanya menandakan kelicikan yang
tersembunyi di balik kesaktiannya. Jidatnya lebar, karena rambutnya dikuncir ke
belakang agak tinggi. Sebilah samurai disandang di punggungnya. Baju putihnya
yang berlengan panjang itu dirangkapi pakaian semacam rompi panjang warna hitam,
sesuai dengan kain penutup kedua kakinya yang juga hitam. Pendekar Samurai Cabul
memang masih kelihatan muda dan sedikit punya kegantengan. Usianya berkisar
antara tiga puluh tahun, mungkin lebih sedikit. Ia mempunyai mata kecil dan alis
naik, berkesan jelas kelicikannya.
"Jauh-jauh aku datang untuk melamar Lila Anggraeni, tahu-tahu kau sudah lebih
dulu membawanya lari. Tak tahukah kau siapa diriku ini?"
"Aku tahu siapa kamu, Sobat. Dan inilah yang
dikatakan 'pucuk dicinta ulam tiba'. Niatku untuk datang menemuimu di Tanah
Sakura tak perlu harus kutempuh dengan perjalanan melelahkan. Ternyata kita
dipertemukan di sini!"
"Jangan banyak mulut! Pergi tinggalkan Lila, atau mati di ujung samuraiku?"
"Aku memilih mati di ujung hati Lila!" jawab Pandu Puber seenaknya. Jawaban itu
membuat Pendekar
Samurai Cabul menggeram penuh luapan amarah.
Matanya meirik sebentar ke sekeliling. Ternyata kabar kedatangannya mau melamar
Lila Anggraeni sempat juga didengar para tokoh dunia persilatan, sehingga banyak
juga dari para tokoh yang datang dan diam mengelilinginya, seakan menyaksikan
pertarungannya dengan Pandu
Puber. Sang pendekar semakin bernafsu ingin menampak-kan kehebatan ilmunya.
"Sebutkan namamu supaya bisa kucatat dalam buku
daftar para korban samuraiku!" kata Pendekar Samurai Cabul.
"Namaku Pandu Puber! Akan kukalahkan kau, dan
kurebut gelar kependakaranmu hari ini juga!" kata Pandu tak gentar sedikitpun.
"Keparat! Heeeaah...!" Pendekar Samurai Cabul me-
lompat dalam gerakan cepat dan lomptan pendek. Pandu Puber pun menyambut
lompatan pendek itu dan kedua tangannya mengadu telapak dengan sang pendekar.
Plak...! Mereka berdiri di tempat, saling melepaskan kekuatan teanga dalam melalui
telapak tangan yang diadu-kan. Tapi keduanya sama-sama tak ada ang terdorong
mundur. Bahkan kedua telapak tangan yang saling beradu itu mengepulkan asap
putih samar-samar. Tubuh mereka sama-sama mengears hingga bergetar dari kaki
sampai kepala. Tiba-tiba, gerakan Pendekar Samurai Cabul sangat tak diduga-duga. Kakinya
berkelebat menendang lutut Pandu Puber. Wuuttt...! Dees...!
"Uuhg...!" Pandu mengaduh tertahan, ia jatuh berlutut, kekuatannya berkurang, dan
tubuhnya terpental karena dorongan tenaga dalam lawan. Wuuss...!
Bruusss...! Pandu jatuh terpelanting dengan
menyeringai. Jauhnya enam langkah dari tempatnya berdiri semula. Pendekar
Samurai Cabul melangkah cepat
menghampirinya. Tapi Pandu cepat bangkitkan badan dan siap menghadapi lawan. Di
sisi lain, Lila Anggraeni baru saja membuka kedua tangannya yang tadi menutup
wajah pada saat Pandu jatuh terpental.
"Pandu Puber! Kuberi kesempatan sekali lagi padamu untuk segera pergi dan
tinggalkan Lila Anggraeni! Kalau kesempatan ini kau sia-siakan, kau akan mati
penuh penyesalan!"
"Yang ingin kurebut darimu adalah gelar
kependekaranmu! Sudah tak pantas tersandang di
namamu, Shoguwara!"
"Biadab!" geramnya dengan gigi menggeletuk dan
tulang-tulang mengeras. "Hiaaat...!" Samurai di punggung tahu-tahu sudah tercabut.
Gerakan mencabutnya tak sempat dilihat orang. Kini samurai itu digenggam dengan
dua tangan. Teracung ke depan. Ia melangkah ke kiri, memutari Pandu.
"Hiaaahhh...!" teriaknya sambil berkelebat cepat sekali.
Samurainya ditebaskan ke sana-sini dan tak bisa dilihat gerakannya. Tapi Pandu
Puber cepat-cepat jatuhkan diri dengan menggunakan gereakan jurus 'Angin
Jantan'. Dalam sekejap saja ia sudah berada di tanah, sementara Shoguwara menebaskan
semurainya ke tempat berdirinya Pandu tadi.
Kaki Pandu bergerak melebihi kecepatan angin. Ketika tubuhnya berguling masuk ke
sela-sela kedua kaki lawan.
Pandupun segera menendang ke atas. Buuhg...!
Tendangan itu tepat mengenai 'jimat lelaki' lawannya.
"Oohg...!" Pendekar Samurai Cabul mendelik seketika, diam dalam gerakan ingin
menebaskan samurai dari atas ke bawah. Ketika lawan terpaku karena kesakitan
itulah, Pandu Puber segera mengulangi tendangannya yang
mengenai tempat semula lagi. Buueehg...!
"Uuhgg...!" suara pekikan tertahan terdengar dari mulut Shoguwara. Ia terlempar ke
belakang, jatuh terjungkal.
Pandu Puber segera bangkit dan bergerak memutar dalam keadaan jongkok. Kakinya
Pendekar Romantis 02 Hancurnya Samurai Cabul di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
membabat pergelangan tangan lawan. Plaakk...! Tendangan kuat bertenaga dalam
tinggi membuat senjata samurai itu terlempar lepas dari tangan lawan.
Pandu mengeraskan dua jari di masing-masing
tangannya. Lalu masing-masing jari ditempelkan ke pelipis kanan-kiri. Kejap
berikutnya kedua tangan itu menyentak ke depan bagai melempar pisau secara
bersamaan. Wuuutt...! Ternyata yang keluar dua sinar merah lurus yang menghantam samurai di
tanah. Satu sinar kenai mata samurai, satu lagi kenai gagang samurai. Claaapp...!
Daarr...! Ledakannya tak seberapa keras, tapi akibatnya senjata samurai panjang
itu hancur menjadi kepingan-kepingan kecil. Pada saat itu, Shoguwara sudah
bangkit dan mau menerkam samurainya. Tapi gerakan tersebut tak jadi karena
samurai sudah hancur lebih dulu. Semakin murka wajah sang pendekar berkucir
panjang itu. Tapi Pandu Puber sempat terbengong sebentar menyadari jurus yang
baru saja digunakan itu. Lalu dalam hatinya ia menamakan jurus itu jurus
'Sepasang Sayap Cinta'. Entah bagaimana penjabarannya, Pandu tak perduli.
Pendekar Samurai Cabul segera menyerang Pandu
kembali dengan lebih ganas. Kali ini ia menggunakan jurus tangan kosongnya,
namun punya kekuatan tenaga dalam.
Dalam satu lompatan tangannya bergerak ke sana-sini dengan cepat sekali,
membingungkan lawannya. Pandu sengaja mundur menjauh untuk hindari jurus itu.
"Haaaiitt...!" Shoguwara bentangkan kedua tangan
bagai seekor bangau hendak menggibas mangsa.
Kesempatan itu dipergunakan oleh Pandu Puber untuk bergerak cepat menggunakan
jurus 'Angin Jantan' lagi.
Tapi kali ini telapak tangannya mengembang rapat, jari-jarinya mengeras,
jempolnya terlipat. Dan tangan itu dihantamkan ke arah ulu hati lawan. Wuuutt...!
Plaakkk...! Lawan bisa menangkisnya walau pergelangan tangan
menjadi ngilu semua.
Plak, plak, plak bleesss...!
"Uuhg...!" Shoguwara tersentak mendelik. Keempat jari Pandu Puber menembus masuk
ke dada kanannya yang
atas, dekat dengan pundak. Hampir saja kena jantung.
Tapi itupun sudah cukup berbahaya. Empat jari tangan menancap hampir seluruh
bagian. Mirip sebilah pisau dihunjamkan ke tubuh itu. Ketika dicabut keluar,
darahpun menyembur dengan kentalnya.
"Jurus 'Jantung Hati'," kata Pandu dalam benaknya menamai jurus itu.
Shoguwara mulai limbung. Darah yang keluar semakin menghitam. Ia terkejut dan
berucap tak sadar, "Racun..."!"
Rupanya tangan Pandu yang mampu menembus dada
lawan itu dapat menyebarkan racun melalui ujung-ujung jarinya. Shoguwara tegang
sekali. Wajahnya pucat pasi.
Tanpa berpikir panjang lagi, ia segera melesat melarikan diri sambil tinggalkan
ancaman, "Aku akan kembali menuntut balas padamu! Akan kurebut kembali gelar
kependekaranku, Bangsat!"
Para tokoh silat yang ada di situ tertegun bengong.
Mereka terheran-heran melihat seorang pendekar tampan mampu kalahkan Shoguwara
tanpa senjata. Maka berita itupun cepat menyebar ke mana-mana. Gelar pendekar
telah berhasil direbut Pandu Puber. Pemuda tampan itu segera berkelebat dan
berniat memberitahukan kepada ayahnya bahwa ia telah berhasil menumbangkan
Pendekar Samurai Cabul, dan kini ia yang akan menggunakan gelar itu sebagai:
Pendekar Romantis.
Rasa girangnya membuat Pandu lupa pada Lila
Anggraeni yang tertegun bengong memandangi
kepergiannya dengan air mata keharuan berlinang di pipi.
SELESAI Rahasia Kunci Wasiat 1 Dewa Arak 24 Pertarungan Raja-raja Arak Petualangan Di Alam Roh 1