Pencarian

Ratu Cadar Jenazah 1

Pendekar Romantis 09 Ratu Cadar Jenazah Bagian 1


Episode I : BURONAN DARAH DEWA
Episode II : RATU CADAR JENAZAH
RATU CADAR JENAZAH
Hak cipta dan copy right pada penerbit
dibawah lindungan undang-undang
Dilarang mengcopy atau memperbanyak
sebagian atau seluruh isi buku ini
tanpa izin tertulis dari penerbit
Pembuat Ebook :
Scan buku ke djvu : Abu Keisel
Convert : Abu Keisel
Editor : Fujidenkikagawa
Ebook pdf oleh : Dewi KZ
http://kangzusi.com/ http://dewi-kz.info/
http://kangzusi.info/ http://cerita_silat.cc/
SATU MASIH ingat almari" Maksudnya almari yang ada di kamar
Ratu Cadar Jenazah. Itu tuh, yang di dalamnya ada makhluk antik suka
menggelitik. Ingat nggak" Kalau nggak ingat, oke deh kita kilas balik sebentar
soal si makhluk antik yang gemar menggoda
perempuan cantik.
Ceritanya begini.. Ratu Cadar Jenazah keqi berat sama yang
namanya Pandu Puber alias Pendekar Romantis. Masalahnya,
banyak program kerja sang Ratu yang dikacaukan oleh tingkah laku Pendekar
Romantis; termasuk program mempelajari jurus maut
dalam Kitab Panca Longok, menyiasati Dalang Setan untuk
dapatkan pusaka 'Cemeti Mayat', dan sebagainya. Ulah Pandu Puber itu dianggap
merusak AD-ART Istana Bukit Gulana, tempat sang Ratu bercokol.
Kejengkelan sang Ratu membuahkan ide untuk bikin
sayembara; barangnya siapa, eh..
salah. Barang siapa bisa
menangkap Pendekar Romantis dan menyerahkan ke Istana Bukit
Gulana, maka jika orang itu perempuan akan mendapat kedudukan di istana dan
dianggap saudara kandung sang Ratu, jika lelaki boleh menjadi suami sang Ratu.
Tentu saja banyak lelaki yang berlomba-lomba ingin tangkap Pandu Puber, sebab
hadiahnya sangat besar, lebih besar dari dapat hadiah TV 350 inch! Alias layar
tancep. Siapa orangnya yang nggak ngiler jadi suaminya Ratu Cadar Jenazah sih"
Soalnya sang Ratu itu dikenal perempuan cantlk, menarik, sexy dan menggairahkan
setiap lelaki. Belum lagi terhitung kekayaannya yang cukup wah jika dibandingkan
pengemis kolong jembatan.
Nah, sayembara itu yang membuat Pandu Puber diburu
oleh orang banyak, termasuk si Malaikat Bisu yang usianya sudah enam puluh tahun
itu. Tapi orang yang pantasnya sudah dipanggll sebagai 'mbah' itu terpaksa mati
di ujung pedang Bunga Taring Liar.
Terpaksa lho, bukan sengaja mematikan diri.
Bunga Taring Liar itu muridnya Nyai Guru Payung
Cendana. Nyai Guru ini ternyata punya obat awet muda dan
kecantikan abadi, karena pernah makan Kembang Ayu Abadi,
rebutan dengan si Janda Keramat. Pada dasarnya, sekalipun si Payung Cendana ini
cantik dan wow sekali, tapi ia tokoh sakti dari golongan putih yang nggak rela
kalau Pendekar Romantis dibuat bahan buruan kayak babi hutan. Padahal wajah
Pandu dan babi hutan jauh berbeda. Sumpah deh, jauh berbeda sekali kok.
Payung Cendana akhirnya menyelamatkan Pandu Puber.
Bukan lantaran dia muda dan naksir dengan ketampanan Pandu
Puber, tapi karena ada misi tertentu. Selain melindungi
kelangsungan hidup si Pendekar Romantis, juga karena Payung
Cendana ingin merebut Bukit Gulana yang dulu kepunyaan
kakaknya; Ki Parma Tumpeng alias Parma Pratikta. Ditambah lagi, Payung Cendana
dapat wangsit dari Dewata, bahwa Ratu Cadar
Jenazah hanya bisa dibunuh jika menggunakan senjata Pedang
Siluman tepat pada bagian kelemahannya.
Di mana letak kelemahan sang Ratu yang punya 'Aji Baja
Geni' itu" Letak kelemahan sang Ratu ada di bagian pusarnya. Idih, kok pusarnya
sih" Ya memang maunya Dewata begitu kok. Nggak usah ngotot
deh. Pokoknya sekali pusar tetap pusar! Asyik nggak asyik, pusar yang harus
dituju. Karena itu Payung Cendana memanfaatkan
kesaktian Pendekar Romantis untuk mengalahkan Ratu Cadar
Jenazah. Kenapa yang dipilih Pandu" Sebab Pandu punya Pedang Siluman dan
kebetulan sedang ada kasus dengan sang Ratu.
Untuk mempercepat cara kerja Pandu, guru cantik yang
pernah patah hati itu memanggil kakaknya; Ki Parma Pratikta untuk meminta
penjelasan mengenai lorong bawah tanah yang merupakan jalan rahasia tembus ke
kamar pribadi Ratu Cadar Jenazah. Soalnya dulu ketika Bukit Gulana dikuasai Ki
Parma Tumpeng, ia
membangun jalan bawah tanah di tempat pesanggrahannya berdiri.
Pesanggrahannya itu kini dipugar dijadikan Istana. Jadi Ki Parma Tumpeng tahu
dong jalan rahasia itu" Apalagi kabar-kabarnya jalan rahasia itu tembus di kamar
pribadi sang Ratu.
Dengan bekal doa restu sang guru cantik dan penjelasan
dari Ki Parma Tumpeng tentang lorong rahasia itu, Pandu Puber berangkat menuju
Bukit Gulana, langsung masuk ke kamar pribadi Ratu Cadar Jenazah. Ternyata jalan
itu tembusannya di kamar
pelayan sang Ratu. Tapi dari kamar itu ada pintu tembus ke kamar sebelah, dan
kamar sebelah itulah kamarnya sang Ratu yang punya nama asli Wulandita.
Saat Pandu Puber 'ngamar', tahu-tahu ada suara langkah
kaki menuju kamar itu. Pandu bingung tiga keliling, bukan tujuh keliling, tapi
tiga keliling saja biar nggak kelamaan. Bingungnya Pandu itu karena ia merasa
belum siap, belum mempelajari situasi medan tapi sudah harus terjebak. Maka
Pandu segera bersembunyi.
Kebetulan di situ ada almari tinggi, Pandu masuk ke dalam almari yang digunakan
menggantung baju itu.
Eh, yang datang ke kamar itu ternyata pelayan sang Ratu.
Pandu agak kesal. Sudah capek-capek mengintip, nggak tahunya si pelayan yang
datang. Hati Pandu tambah kesal lagi setelah si pelayan menutup pintu almari
yang terbuka sedikit itu.
Disangkanya sang Ratu teledor, belum mengunci almari, padahai isinya pakaian-
pakaian bagus mode mutakhir. Takut ada
kehilangan, si pelayan mengunci almari itu. Klik. .!
Apes deh! Pandu Puber terkunci di dalam almari. Mau
gedor-gedor takut ketahuan, nggak gedor-gedor kelabakan. Tapi terperangkapnya
makhluk ganteng di dalam almari itu merupakan peristiwa malang yang punya hikmah
sendiri. Pandu jadi bisa
dengerin omongan sang Ratu dengan pelayannya tentang alasan
sang Ratu membuka sayembara memburu Pandu Puber. Dan lagi. ., (Ah, baca sendiri
aja deh di serial Pendekar Romantis episode:
"Buronan Darah Dewa" capek nyeritain terus).
Pokoknya di dalam almari itu Pandu penuh gerutu dan
kejengkelan. Perlu dicatat pula, salah satu gerutuannya berbunyi demikian:
"Dasar pelayan nggak tahu diri, seenaknya aja ngunci
almari! Apa nggak tahu ada orang di sini" Kalau begini kan bisa bikin aku mati
kehabisan udara inti"! Sial! Kudoakan biar nggak laku kawin seumur hidup!" Pandu
nggak tahu kalau pelayan itu sudah punya suami dan punya dua anak.
Suasana di dalam kamar sudah sepi. Itu artinya kamar
dalam keadaan kosong. Sang Ratu nggak ada, sang pelayan pun
nggak ada, Pandu Puber segera nekat menjebol almari dengan
menyentakkan kedua tangan ke depan dalam tiga hitungan.
"Satu... dua... tigaaa...!"
Blukk. .! Yang terjadi cuma timbulnya suara kayak gitu. Pintu almari
nggak jebol juga tuh. Padahal Pandu sudah pakai tenaga cukup kuat dalam sentakan
tadi. Kayaknya nggak masuk akal deh; lengan kekar berotot mirip Arnold
Schwarzenegger kok nggak bisa menjebol
pintu almari, kan aneh tuh. Ya, nggak" Otomatis sang pemuda
bermata biru kayak bule itu jadi penasaran dong. Maka diulangnya lagi
menyentakkan kedua tangan ke depan untuk menjebol pintu almari. Kali ini
dibumbul tenaga dalam sedikit.
"Satu, dua... tiga!"
Blukk. .! "Busyet! Pintu almari ini dari kayu apa dari batu sih"
Jangan-jangan si pelayan tadi mengganjal pintu pakai gunung"!"
pikir Pandu dengan terheran-heran sebab pintu itu masih utuh.
Bahkan almari itu nggak bergerak sedikit pun. Aneh kan"
Wajar saja kalau Pandu Puber tambah penasaran lagi. Maka
dikerahkan tenaga dalamnya untuk mendobrak pintu almari itu.
Kali ini nggak pakai hitungan lagi. Begitu tenaga dalam terkumpul di telapak
tangan, langsung saja kedua telapak tangan itu
dihantamkan ke depan menghentak pintu almari tersebut.
Wutt...! Blukk. .! "Edan! Masih saja nggak bisa jebol" Wah, kayaknya pintu ini punya penyakit
saraf! Sudah dihantam dengan tenaga dalam
berkualitas impor kok masih ngotot nggak mau jebol"! Kalau gini caranya aku
harus pakai jurus bertenaga tinggi nih. Hmmm. . o, ya..
pakai jurus 'Salam Sayang' saja. Jurus itu kan bisa bikin lawan terpental
jungkir balik dan biru memar. Masa' iya nggak bisa menjebol pintu almari ini"!"
Jurus 'Salam Sayang' dipergunakan dengan sungguh-
sungguh. Pandu nggak main-main menggunakannya. Tapi hasilnya toh masih nihil.
Pintu almari tetap kokoh tak bergeming. Rasa penasaran bertambah lagi sampai ke
ubun-ubun, maka jurus lain pun digunakan. Jurus 'Duda Gundul' yang ditemukan
Pandu pada saat membodohi tokoh separo baya bernama Duda Dadu itu
sekarang digunakan untuk menjebol pintu almari.
Wutt...! Bluk, bluk, bluk.. !
Eh, nggak retak sedikit pun! Kebangetan kan itu namanya"
Makin panas hati Pandu, makin tinggi ilmu yang dipakainya.
Sampai ilmu yang dinamakan jurus 'Pukulan Salju Kaget' pun
digunakan. Tapi hentakannya malah memantul balik dan membuat Pandu Puber gubrak-
gubrak sendiri di dalam almari. Hampir saja ia jadi korban pukulan sendiri
karena pintu almari itu nggak bisa jebol tapi malah memantulkan pukulan
tersebut. Beberapa pakaian yang digantungkan di situ jatuh dan lusuh semua,
bahkan ada yang
rusak. Uap salju dari hasil pukulannya tadi ada yang membungkus pakaian mewah
itu dengan busa saljunya. Pandu malah sibuk
membersihkan badan di dalam almari konyol itu. Kasihan.
"Agaknya almari ini bukan almari sembarangan. Nggak
main-main nih, pasti ada isinya! Lho, isinya kan aku dan pakaian ini"! Eh, tapi
maksudku, ada kekuatan tenaga dalam yang paten dan membuat almari ini nggak bisa
dijebol. Kekuatan daya pantulnya tadi menandakan adanya gelombang pelapis yang
berkekuatan tenaga dalam tinggi. Kalau kugunakan jurus yang lebih tinggi lagi, misalnya
seperti jurus 'Surya Pamungkas' atau jurus 'Pukulan Inti Dewa', bisa-bisa akan
mengenai diriku sendiri. Nggak lucu dong, masa' Pendekar Romantis yang terkenal
gagah kok matinya dalam almari perempuan. Nanti apa kata masyarakat tentang
moralku?" Pada saat Pandu Puber kepanasan di dalam almari yang tak
ber-AC itu, rupanya Ratu Cadar Jenazah kedatangan seorang tamu yang sedang
sekarat. Tamu itu adalah Hapsari alias Janda Keramat.
Wajahnya pucat pasi, badannya lemas lunglai, napasnya
tersendat-sendat, sepertinya saat ia bernapas paru-parunya
digantungi kereta dorong. Beraaat. . sekali! Bisa sampai di situ pun sudah
untung. Dan itu pun ditemukan oleh pengawal pintu gerbang Istana Bukit Gulana,
ia ditemukan dalam keadaan nungging, karena jatuh tersungkur nggak kuat jalan
lagi. Kenapa begitu sih" Oh, ternyata Janda Keramat terluka pada
betisnya. Lukanya nggak seberapa sih, yahh.. kira-kira seukuran tutup botol bir.
Tapi racunnya yang beredar ke seluruh tubuh lewat aliran darahnya itu yang amat
berbahaya. Racun itu ada di pucuk logam berbentuk mata tombak. Logam itu ada di
pucuk payungnya Nyai Guru Payung Cendana. Dan payungnya itu ada di pucuk
tangan saat disentakkan ke atas, lalu si logam melesat menancap betis Janda
Keramat, (Baca juga serial Pendekar Romantis episode:
"Buronan Darah Dewa" pucuknya ada di sana kok).
Rembulan Pantai, pengawal pribadi sang Ratu, adalah orang
yang membawa Janda Keramat dari halaman istana sampai ke
bangsal paseban atau ruang pertemuan. Dia yang membaringkan
Janda Keramat di depan kursi singgasana sang Ratu. Dan bagi
Wulandita yang memang tahu seluk-beluk racun, dari racun tikus sampai racun
ketombe, ia dapat menduga racun apa yang
menyerang tubuh Janda Keramat.
"Racun Tengkuk Setan'!" ucapnya menggumam, seolah-olah bicara sendiri. Tapi
karena di situ ada Rembulan Pantai, maka gadis berpotongan tomboy itu ajukan
tanya kepada ratunya,
"Dari mana Gusti Ratu tahu kalau dia kena racun 'Tengkuk Setan'?" "Lihat saja
sayatan-sayatan halus pada kulit tubuhnya, juga bercak-bercak merah pada bola
matanya yang terbeliak-beliak itu.
Hanya racun Tengkuk Setan yang bisa bikin orang sekarat kayak gini!" jawab Ratu
Cadar Jenazah. Gadis tomboy berwajah cantik manggut-manggut.
"Mungkinkah Pendekar Romantis punya racun 'Tengkuk
Setan'" Sebab bukankah tempo hari Janda Keramat bertekad ingin tangkap si
Pendekar Romantis?"
"Hmm.. mungkin juga!" gumam Ratu Cadar Jenazah sambil merenung. "Gawat juga tuh
anak kalau memang punya racun
'Tengkuk Setan'. Soalnya racun itu termasuk jenis racun langka."
"Apakah dengan begitu Gusti Ratu tidak bisa membuat
tawar racun tersebut?"
Ratu Cadar Jenazah yang memakai cadar dari kain sutera
transparan warna hitam itu tampak memandang Rembulan Pantai
dengan mata tak berkedip. Ia agak tersinggung dengan ucapan
Rembulan Pantai, sampai-sampai sang pengawal cantik itu
menundukkan kepaia dengan rasa takut dan menyesal atas
ucapannya tadi!
"Jangan meremehkan kemampuanku di bidang racun-
meracun, ya" Racun apa yang nggak bisa ku-tawarkan kekuatannya"
Semuanya nggak bisa! Maksudku. . semuanya nggak bisa
diremehkan. Sedangkan racun yang sangat berbahaya yang kuderita akibat serangan
temannya Pandu yang gembrot itu saja akhirnya bisa kulawan, apalagi hanya racun
'Tengkuk Setan'! Racun
tengkukmu pun bisa kule-yapkan dalam sekejap, tahu"!"
"Maaf, Gusti Ratu!"
"Lain kali kalau bicara hati-hati, ya?"
"Baik Gusti!"
"Ambil Kitab Pawang Racun!"
"Untuk apa, Gusti"!"
"Aku mau cari di kitab itu, apakah ada ramuan atau cara untuk sembuhkan racun
'Tengkuk Setan' itu, Tolol!"
"O, iya.. baik! Baik, Gusti!" kata Rembulan Pantai dengan tergopoh-gopoh saking
takutnya. Setelah jauh dari sang Ratu, gadis berusia dua puluh satu tahun itu
menggerutu sendiri,
"Katanya semua racun bisa ditangkal, kok masih mau coba-coba cari penangkalnya
dalam kitab aneka resep racun"l Uuh.. dasar egois!" Kitab Pawang Racun
diserahkan oleh Rembulan Pantai.
Kitab itu agak tebal, di depannya tertulis kalimat: Sedia Payung Sebelum
Keracunan, disusun oleh: Empu Gambreng. Lalu di
bawahnya ada tulisan semacam cap yang berbunyi: Tidak Untuk
Dijual. Ratu Cadar Jenazah sibuk membuka-buka kitab itu mencari
penangkal racun 'Tengkuk Setan'. Hatinya sempat cemas, karena menyangka peml ik
racun itu adalah Pendekar Romantis. Soainya si Janda Keramat nggak bisa diajak


Pendekar Romantis 09 Ratu Cadar Jenazah di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

ngomong iagi, jadi nggak bisa kasih jawaban saat Rembulan Pantai tadi bertanya,
"Siapa yang menyerangmu dengan racun 'Tengkuk Setan'
ini" Siapa" Pandu Puber, ya?"
Hanya mulut Janda Keramat yang bisa menjawab dengan
bergerak-gerak tidak jelas. Padahal gerakan itu adalah gerakan menghirup udara.
Rembulan Pantai sempat menempelkan
telinganya, tapi yang didengar hanya suara,
"Haaghh. . haaghh. . haaghh. .!"
"Ngomong apa sih ini orang?" gumam Rembulan Pantai sambil menarik kepala dan
tegak kembali. Ia berkata kepada
ratunya, "Dia nggak mau bicara siapa penyerangnya, Gusti!
Mungkin ia bermaksud merahasiakan sebuah nama."
"Bukan merahasiakan, tapi memang dia nggak mau bicara
lagi. Soalnya racun 'Tengkuk Setan', katanya, selain menyerang peredaran darah
juga mengeringkan tenggorokan. Pantas kalau dia nggak bisa bicara dan susah
bernapas."
"Ooo... gitu!" Rembulan Pantai manggut-manggut.
"Ambil air putih!"
"Apakah cukup dengan air putih racun itu bisa tawar dari dalam tubuhnya,
Gusti"!"
"Air putih buat kuminum sendiri, Tolol!" sentak sang Ratu dengan jengkel.
Rembulan Pantai nyaris tertawa geli, lalu cepat-cepat pergi, menyuruh pelayan
membawakan air putih buat sang Ratu.
Sibuknya sang Ratu mencari resep penangkal racun
'Tengkuk Setan' membuat Rembulan Pantai jadi jenuh sendiri berdiri di samping
sang Ratu. Ia ingin menyuruh temannya yang seprofesi dengannya untuk
menggantikan dirinya mendampingi sang Ratu.
Tapi niatnya tertunda karena sesuatu hal yang baru saja disadarinya.
Ia memeriksa sebentar, lalu berkata,
"Gusti Ratu, saya rasa lebih baik kitab itu dikembalikan di ruang pustaka saja."
"Nanti dulu. Aku masih penasaran. Sebab seingatku, resep penangkal racun
'Tengkuk Setan' itu adanya di kitab ini! Cuma di halaman berapa, aku lupa.
Mungkin di halaman belakang?" sang Ratu membalik kitab, membuka dari belakang ke
depan. "Tidak mungkin, Gusti. Di halaman belakang malah penuh
jemuran." "Maksudku halaman belakang kitab ini, Goblok!" sentak Ratu sambil nekat mencari.
Rembulan Pantai mendekat dan berkata lebih pelan lagi,
"Maksud saya, Gusti tidak perlu repot-repot lagi mencari resep penangkal racun
'Tengkuk Setan'."
"Jangan mengecilkan kemampuanku, ya"! Memangnya aku
nggak mampu menemukan resep itu dalam buku ini"! Apa
dikiranya aku sudah pikun, hah"!"
"Bu.. bukan begitu maksud saya, Gusti," ujarya dengan takut.
"Lalu apa maksudmu kasih saran begitu"!"
"Andai kata resep itu ketemu pun percuma, Gusti. Sebab..
Janda Keramat sudah tak bernyawa lagi, Gusti."
"Hahh.. "!" Ratu Cadar Jenazah terbengong kaget. Ia segera memeriksa keadaan
Janda Keramat, lalu berkata dalam gumam
panjang, "Hmmm.. jadi orang kok nggak sabaran! Sedang dicarikan
obatnya sudah keburu minggat nyawanya! Bikin capek orang aja!
Uuh.. dasar Janda Keramat kurang jimat!"
"Terus bagaimana ini, Gusti Ratu?"
"Ya dikubur dong! Masa' mau direbus"!" jawab sang Ratu sambil bergegas pergi.
Cantik sih memang cantik, sexy memang sexy, tapi
karakternya masih suka slebor. Maklum, sebenarnya ia sudah
berusia lebih dari tujuh puluh tahun, hanya saja masih awet muda, tapi karakter
ketuaannya ternyata nggak bisa hilang. Tokoh sesat ini masih belum bisa bawa
diri sebagai seorang ratu yang mestinya bersikap kalem dan bertutur kata lebih
halus lagi. Yah, namanya bekas preman cewek, diapa-apain juga tetap aja konyol.
"Gusti.. ! Gusti Ratu.. !" seru seorang penjaga gerbang yang datang dengan
tergopoh-gopoh. Ratu Cadar Jenazah tak jadi
tinggalkan paseban dan memandang kaget pada penjaga gerbang
yang wajahnya berlumur darah. Sang Ratu berseru,
"Kenapa, Jim"! Kamu ketumpahan sirup apa mandi saus"!"
"Saya berdarah, Gusti! Di luar ada tamu yang ngamuk dan membunuh dua penjaga
gerbang!" "Hah.. "! Siapa orang itu"! Mana dia orangnya"!" sang Ratu berang dan segera
naik pitam, nggak mau naik kuda. Ia hampiri pintu gerbang dengan langkah macho
dan suaranya yang cablak.
DUA PEREMPUAN berpakaian hijau muda dengan jubah merah
jambu sedang dikepung beberapa prajurit Istana Bukit Gulana.
Perempuan itu menggenggam sebatang kayu kering yang
diambilnya dari jalanan. Tapi rupanya kayu kering yang kira-kira sedepa itu
punya kekuatan tenaga dalam, sehingga bisa bikin mati orang dengan sekali pukul
saja. Terbukti sudah tiga orang yang mati di situ dan lima orang luka-luka.
Padahai waktu Sujimin masuk dan melapor pada sang Ratu, yang mati baru dua
orang, yang luka baru dua orang juga termasuk dirinya.
"Kalau ngomong jangan plin-plan, ya"!" hardik sang Ratu kepada Sujimin yang
akrab dipanggil; Jimi itu. "Tadi katanya yang mati dua orang, nyatanya lebih!"
"Tadi memang cuma dua, Gusti. Saya nggak sangka kalau
ditinggal lapor saja sudah tambah satu korban lagi."
Ratu Cadar Jenazah mendenguskan napas kesalnya. Ia maju
dalam kepungan dan berseru,
"Ada apa ini"! Minggir, minggir, minggir...!"
Para pengepung melebarkan jarak membuka jalan, Ratu
Cadar Jenazah masuk ke tengah lingkaran mereka, berhadapan
dengan perempuan sebayanya yang tampak sedikit bungkuk.
"Oh, kamu rupanya yang berani bikin onar di si-ni,
Dardanila"!"
"Ya, aku sengaja bikin onar di sini karena nggak boleh
ketemu kamu, Wulandita!"
Wah, seru nih. Ratu Cadar Jenazah ketemu dengan Ratu
Geladak Hitam. Sama-sama ratu tapi kesaktiannya berbeda. Entah unggul mana. Yang
jelas Ratu Geladak Hitam yang bernama asli Dardanila itu menampakkan sikap
keberaniannya di depan Ratu
Cadar Jenazah. Masih ingat Dardanila"
Dardanila itu dulunya juga tokoh sesat yang diam di Pulau
iblis, lalu pulau itu dikuasai kakeknya Pandu, si raja jin, ia pindah ke sekitar
Bukit Bara. Perempuan cantik dan jalang ini menjadi orang baik-baik setelah
bertemu dengan ayahnya Pandu Puber, yaitu dewa yang menjelma menjadi manusia
bernama Yuda Lelana, nama
aslinya sih Batara Kama. Karena menjelma jadi manusia maka nama dewanya nggak
dipakai. Dardanila salah satu korban 'Racun Pemikat Surga' yang
dimiliki Pandu Puber. Soalnya dia pernah merasakan bercumbu
dengan Pendekar Romantis itu, dan dia nggak tahu kalau dalam darah kemesraan
Pandu itu mengandung racun yang bikin orang
'celeng' seumur hidup. Harapan ingin bercumbu dengan Pandu
muncul sepanjang masa, yah.. pokoknya modelnya kayak si Janda Keramat itulah.
Nggak mau sama lelaki lain, maunya sama Pandu dan Pandu saja. Racun itu memang
membuat perempuan jadi picik dan fanatik, (Baca aja deh dalam serial Pendekar
Romantis episode:
"Geger Di Kayangan" dan "Hancurnya Samurai Cabul" cukup menggeiitik lho).
Lamanya nggak ketemu Pandu, bikin Dardanila mudah
tersinggung dan gampang marah. Sebab hawa cintanya nggak bisa tersalurkan. Semua
orangkan gitu. Cuma perempuan ini sudah
kelewat parah menahan rindunya sampai badannya kurus kering.
Dulu badannya bahenol, montok, dan sexy sekali. Sekarang ia
terserang TBC, sering batuk-batuk, napas Senin-Kemis, artinya Senin disedot,
Kamis sudah kempot.
Karena itu Ratu Cadar Jenazah yang sudah lama kenal
Dardanila jadi sempat 'pangling' dulu tadi. Soalnya raut wajah Dardanila tampak
kurus, tulangnya bertonjolan, agak bungkuk, kerempeng, dadanya melorot sampai ke
perut (ibaratnya), sebentar-sebentar terdengar batuknya yang mirip kereta direm
mendadak. Sekalipun demikian, Dardanila toh masih menampakkan keberaniannya. Sama-sama bekas preman, kenapa harus takut"
Pikirnya. "Apa maksudmu bikin onar seenak busungmu, Dardanila"!"
sentak Ratu Cadar Jenazah sambil maju dua langkah.
"Sudah kukatakan tadi, mereka melarangku masuk
istanamu. Padahal dulu kalau kau masuk ke istanaku di Benteng Bara, kau bebas
keluar-masuk mirip jarum jahit! Aku tersinggung sekali dengan sikap bawahanmu
ini, Wulandita!"
"Apakah matamu buta, tak bisa baca aturan yang kami tulis di papan depan gerbang
itu" Di situ kan ada tulisan berbunyi 'Tamu Harap Lapor Selama Dua Puluh Empat
Hari'. Artinya selama dua puluh empat hari kamu hams lapor terus, baru bisa
bertemu diriku!
Buta huruf sih lu!" ujar sang Ratu cantik tapi bermulut cablak itu.
"Buatku aturan itu nggak perlu!"
"Lalu, mau apa kau"! Mau apa ketemu aku, hah"!" sambil sang Ratu tolak pinggang,
maju lebih dekat lagi.
"Batalkan sayembaramu!"
"Enak aja! Nulisnya tujuh hari tujuh malam kok suruh
dibataikanl" sang Ratu bersungut-sungut di balik cadar hitamnya.
"Apa maksudmu menyuruhku begitu"!"
"Kalau kau ingin menangkap Pandu Puber, berarti kau ingin menangkapku juga.
Karena antara aku dan Pandu Puber ibarat
sepasang merpati yang tak bisa dipisahkan lagi!"
"Cuih! Enak aja kalau ngomong! Kalian sih bukan sepasang merpati, tapi sepasang
selop butut buat pergi ke kamar mandi!"
sentak sang Ratu dengan sinisnya.
"Wulandita!" suara Dardanila ganti menyentak, tapi ia segera terbatuk-batuk
karena penyakit TBC-nya. "Uhuk, uhuk, uhuk, ngik, ngiiik, ngik, ngii ik.. !"
"Sudahlah, pulang saja daripada penyakitmu parah di sini!"
"Tidak bisa! Kau harus batalkan sayembara memburu
Pendekar Romantis itu, atau kalau memang Pendekar Romantis
sudah ada di tanganmu, serahkan padaku demi keselamatanmu,
Wulandita!"
Rembulan Pantai yang berdiri di samping Wulandita, sedikit
ke belakang, segera dipandangi oleh Wulandita yang berkata,
"Wah, ini orang sudah penyakitan masih cari penyakit lagi!
Rembulan Pantai. .!"
"Siap, Gusti!" jawab gadis itu dengan tegas.
"Mana si Kumis Ranting"! Suruh Kumis Ranting usir
perempuan ini dengan cara sekasar apa pun!"
"Baik!" Rembulan Pantai berseru, "Kumis Ranting.. ! Kumis Ranting. . usir orang
gila ini"! Hoi, Kumis Rantiiing.. !"
Salah seorang prajurit menjawab sambil acungkan tangan ke
atas, "Kumis Ranting tidak masuk, Bu! Dia izin, istrinya melahirkan!
Bayinya kembar empat. Yang dua lelaki, yang.. ."
"Cukup!" bentak Ratu Cadar Jenazah dengan keqi banget.
"Kalau begitu kau saja yang hadapi orang itu, Rembulan Pantai!"
"Dengan senang hati, Gusti!" jawab Rembulan Pantai dengan tegas.
Tetapi sebelum ia bergerak, tiba-tiba Dardanila lepaskan
satu pukulan jarak jauh bercahaya merah seperti telur bebek belum didadar.
Wuttt...! Cahaya merah bulat telur itu menghantam dada Rembulan
Pantai karena tak sempat ditangkis dan dihindari.
Bubbb.. ! Wusss. .!
"Aaagh.. !" Rembulan Pantai tersentak mundur dan
membungkuk. Dadanya berasap bagai terbakar tanpa api. Ia segera limbung dan
jatuh dengan tubuh terkapar. Wajahnya pucat dan
mulai membiru. Mulutnya tercengap-cengap bagaikan sukar
memperoleh oksigen.
"Jahanam kau, Dardanila!" geram Ratu Cadar Jenazah muiai memuncak amarahnya
melihat Rembulan Pantai terkapar kejang-kejang. Tangan Ratu Cadar Jenazah segera
disentakkan ke tubuh pengawalnya yang terkapar itu, lalu dari telapak tangan
keluar seberkas sinar hijau muda yang langsung membungkus tubuh
Rembulan Pantai. Hanya tiga hitungan saja sinar itu menyorotkan kesaktiannya,
lalu wajah pucat itu berangsur-angsur segar kembali.
Tapi sang Ratu Cadar Jenazah sudah telanjur Lerang kepada
Dardanila. Menyerang dan melumpuhkan pengawal pribadinya
sama saja menantang dirinya terang-terangan. Maka Wulandita pun tak jadi menepi,
melainkan justru mau dekati Dardanila. Dalam jarak lima langkah ia berhenti dan
menatap tajam lawannya dari baiik cadar transparan itu.
"Rupanya kau benar-benar cari mampus, Dardanila! Kubalas serangan licikmu tadi,
hiaah.. !"
Wulandita menyodokkan dua jarinya ke depan dengan kakl
merendah dan tangan lurus ke depan. Dari ujung jari keluar dua sinar merah
seperti besi lurus tak bisa dibelokkan.
Clappp...! "Heaah.. !" Dardanila lompat dan bersaito di udara satu kali.
Sepasang sinar merah itu luput dari sasaran, lewat di bawah kakl Dardanila.
Wuttt..! Duarr.. ! Terdengar suara ledakan di belakang Dardanila yang sudah
berdiri tegak kembali itu. Rupanya sinar merah itu mengenai dua prajurit yang
mengepung di belakang Dardanila. Kedua prajurit itu tubuhnya entah ke mana. Yang
jelas tangannya ke selatan, kakinya ke utara, kepalanya ada di timur dan yang
lainnya menyebar tak tentu arah tanpa tinggalin alamat segala. Kedua prajurit
itu pecah dihantam sinar merah dari ratunya.
"Sadis!" gumam prajurit yang lain, lalu menepi pelan-pelan, takut jadi korban
salah sasaran. Jarak Dardanila dan Wulandita menjadi lebih dekat lagi,
sehingga dengan satu lompatan cepat Dardanila menyerang
Wulandita. Wuttt...! Kakinya berkelebat menendang kepala bercadar hitam itu.
Tapi tangan Wulandita cukup trampil. Kaki itu dihantam dengan kepalan tangan
bertenaga dalam sambil tubuhnya geser
sedikit ke kiri dan agak miring.
Prakk. .! "Aauh. .!" Dardanila memekik, tulang keringnya remuk dihantam tangan lembut itu.
Ia tak bisa berdiri tegak lagi. Wajahnya menyeringai.
"Tulang keropos mau dipakai menendang! Kurang ajar
banget kakimu itu, iblis! Hiaaat...!" Ratu Cadar Jenazah ganti menyerang dengan
gerakan berputar bagaikan klpas. Wuttt. .! Angin tendangannya saja bisa membuat
Rembulan Pantai yang berdiri tak jauh dari situ tersentak mundur dua langkah.
Apalagi hasil tendangannya. Tetapi Dardanila masih malas menjadi korban tendangan
lawannya. Dengan cepat ia hantamkan kayu yang sejak tadi
digenggamnya itu.
Wuttt...! Prakkk!
"Aoow...!" Ratu Cadar Jenazah terpekik kesakit-an. Lututnya dihantam dengan kayu
itu dan remuk seketika. Ia jatuh beriutut dengan satu kaki.
Dalam keadaan tubuh rendah begitu, ia segera bentangkan
dua tangannya dan kerahkan tenaga dalam untuk saiurkan hawa
murni yang mampu sembuhkan luka remuk dalam seperti itu.
Kedua tangan itu merapat di dada setelah ditarik dengan kekuatan penuh hingga
tubuh bergetar.
Dardanila tahu lawannya mau lakukan penyembuhan.


Pendekar Romantis 09 Ratu Cadar Jenazah di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Maka ia segera menerjang iagi dengan serangan pukulan bersinar sebelum sang
lawan berhasil sembuhkan luka.
Slaabbb.. ! Sinar merah sebesar tongkat gembala melesat ke arahnya,
cuma dalam jarak empat langkah. Tapi seketika itu kedua tangan Wulandita yang
merapat di dada segera disodokkan ke depan dalam keadaan tetap saling merapat.
Suttt...! Clapp.. ! Melesatlah sinar hijau lurus sama besarnya dengan sinarnya
Dardanila. Kedua sinar itu bertemu dan cahaya merah terang menyebar lebar ke
berbagai penjuru.Blegarrr. .!
Dardanila terpental dalam keadaan terbang terbuang.
Rembulan Pantai pun terpelanting jatuh ke belakang dalam jarak empat langkah.
Beberapa prajurit lainnya ada yang saiing
bertabrakan karena terhempas angin ledakan dahsyat yang
menyesakkan pernapasan itu.
Tapi Ratu Cadar Jenazah tetap berada di tempat semula, tak
bergeming sedikit pun. Ia masih menggerak-gerakkan kedua
tangannya dengan tarikan tenaga lebih kuat iagi. Lalu berdiri tegak dengan kaki
sedikit merenggang. Matanya memandang Dardanila
yang terjungkal tujuh langkah dari tempatnya semula.
"Keparat kau, Wulandita! Rupanya kau benar-benar
inginkan kita beradu nyawa! Terimalah jurus "Rengginang Iblis' ini!
Heaaah.. !"
Kayu dilepaskan, kedua tangan disentakkan ke depan, dan
dari masing-masing telapak tangan keluar sinar merah bundar-
bundar seperti gerigi sepeda. Jumlah sinar merah itu lebih dari delapan buah.
Sinar itu menyerang Ratu Cadar Jenazah secara
rombongan, menyebar bagai mengepung gerak lawan.
Crap, crap, crap, crap. .!
Busss...! Ratu Cadar Jenazah berasap tebal. Asap itu membungkus
tubuh sang Ratu. Ketika sinar-sinar merah dari jurus 'Rengginang Iblis' itu
masuk dalam gumpalan asap, terdengar suara letupan kecil seperti kayu terbakar:
pluk, pletok, plok, pletuk, plok, pluk.. !
"Jurus apa yang digunakannya" Aneh sekali" Jurus
'Rengginang Ibiis'-ku masa' seperti berondong jagung digoreng sih?"
pikir Dardanila terheran-heran. "Mestinya meledak lebih dahsyat dari ledakan
yang tadi."
Ketika asap itu lenyap, ternyata sosok Ratu Cadar Jenazah
tidak ada di tempat, ia lenyap, dan itu membuat Dardanila semakin tegang karena
bingung. Dardanila yang sudah kempot itu clingak-clinguk, malah sempat batuk
karena hembusan asap masuk
hidungnya. "Uhuk, uhuk, ngiik.. . Uhuk, uhuk, ngiiik.. . Ngik, ngik, uhuk!"
"Kau mencariku, Dardanila"!"
Dardanila kaget, ternyata Ratu Cadar Jenazah sudah ada di
belakangnya. Jaraknya sangat dekat. Begitu ia berpaling ke
belakang, telapak tangan Ratu Cadar Jenazah menghantam cepat di bagian rusuk.
Blamm.. ! "Uhkk. .!" Tubuh Dardanila tersodok naik ke atas, matanya mendelik, mulutnya
memuntahkan darah. Pukulan telapak tangan tadi menghasilkan kilatan cahaya biru
yang memecah sebagai tanda terlepasnya jurus sakti sang Ratu.
Pukulan telapak tangan yang memancarkan cahaya biru itu
tidak bisa dikuasai lagi oleh Dardanila. Sekujur tubuhnya terasa panas. Darahnya
bagaikan berubah menjadi cairan lahar yang
bergolak. Akhirnya, Dardanila pun tumbang.
Brrukk...! "Uuhgg. .!" suara erangannya masih terdengar tipis.
Matanya mulai memutih. Tubuh itu berasap, kulitnya melepuh
seperti gelembung-gelembung kapur terkena air. Kejap berikutnya, Dardanila
hembuskan napas terakhir tanpa sempat pamitan kepada siapa pun. Matinya
mengerikan. Iih. . nggak perlu diceritain deh.
Nanti pada jijik.
Yang jelas, ada sepasang mata yang memperhatikan
pertarungan itu dari jarak jauh. Sepasang mata itu diam saja ketika Dardanila
mati tanpa ngotot. Bahkan ia masih tetap ada di
tempatnya, memperhatikan Ratu Cadar Jenazah yang segera
memerintahkan para prajuritnya yang dari tadi terbengong-bengong mengagumi
kesaktian ratunya. "Buang mayat itu jauh-jauh!"
"Ke mana, Gusti"!"
"Ke mulutmu juga boleh!" sentaknya dengan hati dongkol.
"Kasar amat" Cantik-cantik kok mulutnya kasar, ya?" bisik prajurit itu kepada
temannya. Temannya tak berani menjawab atau bereaksi mengangguk, karena saat itu
sang Ratu menatapnya dan memandang tajam di balik cadar penutup wajahnya, Ia
bergegas pergi menuju gerbang. Langkahnya terhenti ketika meiihat
Rembulan Pantai bicara dengan Sujimin yang lukanya sedang
diobati dengan param kocok.
"Rembulan Pantai, siapkan kuda!"
"Yang jantan atau yang betina, Gusti?"
"Apakah kita punya kuda betina?"
"Tidak, Gusti!"
"Nah, kenapa masih tanya juga"!" ketus sang Ratu, dan Rembulan Pantai diam
menunduk, tapi hatinya membatin,
"Memang kita nggak punya kuda betina, habis elu takut
bersaing sih!"
Rembulan Pantai segera perintahkan salah seorang prajurit
untuk siapkan kuda tunggangannya sang Ratu. Langkah sang Ratu pun segera
diikuti, karena memang begitulah tugas Rembulan
Pantai; selalu siap mendampingi sang Ratu ke mana pun perginya, kecuali ke kamar
pribadi dan ke kamar mandi.
Tapi langkah mereka tertahan oleh sapaan lelaki yang
datang dari kejauhan.
"Wulandita.. !"
Lelaki itu berlari cepat bagaikan daun dihembus angin.
Tahu-tahu sudah ada di depan pintu gerbang dalam jarak sekitar iima tombak dari
sang Ratu. "Lagi-lagi kau yang datang, Panji Gosip!" ujar sang Ratu dengan nada muak.
"Apakah kau sudah berhasil menangkap Pandu Puber?" "Belum, tapi.. ."
"Pulanglah!" sahut sang Ratu. "Sudah kukatakan, kau boleh datang menemuiku kalau
kau sudah membawa buronan itu! Jika
kau belum, jangan sekali-kali temui aku! Ngerti"!"
"Aku mengerti, Wulandita. Tapi.. ."
"Urus dia, Rembulan Pantai!" perintahnya dengan kaku, lalu ia pergi masuk ke
benteng istana. Rembulan Pantai tinggal di tempat, menahan gerakan Panji Gosip
yang ingin ikut masuk
mengikuti sang Ratu.
"Jangan halangi aku, Rembulan Pantai!"
"Ini tugasku!" jawab Rembulan Pantai dengan tegas.
"Kusarankan jangan ngotot kalau mau tundukkan hati ratuku. Dia nggak suka pria
yang ngotot, kecuali dalam hal-hal tertentu."
"Maksudmu dalam hal apa?"
"Misalnya disuruh angkat meja marmer atau memindahkan
almari, itu kan perlu ngotot?" Rembulan Pantai tersenyum dipaksakan. "Sabarlah.
Cara meluluhkan hati sang Ratu nggak bisa dengan cara bandel begini. Salah-salah
nyawamu dicabut nggak diizinkan beredar kalau masih membandel."
Panji Gosip tarik napas panjang-panjang
dan menghembuskannya lepas-lepas dengan tubuh mengendur. Pemuda
berpakaian serba hijau itu dikenal pihak Ratu Cadar Jenazah sebagai penjaga
makam Nyai Titah Bumi, neneknya Dalang Setan. Tapi sejak Dalang Setan mati,
Panji Gosip nggak lagi menjadi penjaga makam, sebab nggak ada yang menggajinya.
Lagi pula Dalang Setan sudah mati, berarti sudah nggak ada ilmu lagi yang akan
diperolehnya dari Dalang Setan atas jasanya menjaga makam Nyai Titah Bumi.
Selama ini, pemuda yang berusia sekitar dua puluh empat
tahun dan berambut panjang, tinggi, tegap, agak tampan, menjadi pengikut setia
Dalang Setan yang dikhususkan merawat makam
Nyai Titah Buml. Sebagian besar ilmu yang ada padanya diperoleh dari Dalang
Setan. Tapi agaknya ia memperoleh ilmu tambahan dari seseorang yang tak pernah
mau diceritakan siapa orangnya. Ilmu itulah yang membuat ia lebih tinggi
daripada murid Dalang Setan lainnya. Ilmu itu tak lain berasal dari Nyai Titah
Buml, yang sering hadir dalam mimpinya selama menjadi penjaga makam tokoh tua
tersebut. Sejak kematian Dalang Setan, Panji Gosip tak pernah bermimpi lagi
tentang Nyai Titah Bumi, jadi ia tambah bosan dan akhirnya cuek dengan makam
tersebut. Panji Gosip pernah terlibat kencan dengan Ratu Cadar
Jenazah. Kencan itu terjadi lebih dari tiga kali, yaitu manakala Ratu Cadar
Jenazah berziarah ke makam gurunya; Eyang Sumpah Sapi.
Makam itu nggak jauh dari makamnya Nyai Titah Bumi, sebab
kabarnya dua tokoh tua itu semasa mudanya pernah pacaran. Dan mereka pernah
sepakat agar kelak dimakamkan dalam jarak yang berdekatan.
Kehadiran Ratu Cadar Jenazah ke makam gurunya
menimbulkan kesan sendiri di hati Panji Gosip. Pemuda itu terpikat, dan sang
Ratu tergoda oleh kekarnya tubuh dan lumayannya wajah Panji Gosip. Maka secara
diam-diam, sedikit berisik, mereka sering ber-haha-hihi di balik semak-semak
nggak jauh dari makam itu.
Pada dasarnya Ratu Cadar Jenazah hanya sekadar iseng saja.
Nggak serius sih. Yaah. . sekadar cari hiburan segar sama bocah berotot kekar
itu. Tapi penerimaan Panji Gosip nggak begitu.
Disangkanya sang Ratu jatuh cinta padanya. Ia langsung
menyatakan cinta kepada sang Ratu dengan harapan sang Ratu akan membalasnya.
Tapi ternyata sang Ratu nggak mau jatuh cinta sama dia. Panji Gosip sudah
telanjur ketagihan cinta sang Ratu, maka ia pun mengejar sang Ratu, merayu-rayu
dengan berbagai cara. Salah satu cara dilakukan ialah dengan sering berkunjung
menemui Ratu Cadar Jenazah, kadang bawa oleh-oleh segala, kadang bawa
masalah yang dibuat-buat supaya ada bahan bicara.
Akhirnya sang Ratu muak. "Kencanmu membosankan.
Monoton!" kata sang Ratu. "Kau boleh datang lagi kemari menemuiku, bahkan boleh
memperistri aku selama-lamanya kalau kau bisa menangkap dan menyerahkan Pendekar
Romantis kepadaku."
"Kau jatuh cinta padanya, Wulandita?"
"Aku justru ingin membunuhnya dengan tanganku sendiri!"
jawab sang Ratu dengan tegas sekali, giginya sedikit menggeletuk.
Tak heran jika Panji Gosip pun mencari-cari pemuda yang
bergelar Pendekar Romantis, tapi sampai saat itu ternyata ia belum berhasil
menemukan Pendekar Romantis. Rindunya ingin bertemu Wulandita bikin hatinya
gundah gulana. Panji Gosip nggak kuat menahan rindu, lalu datang ke istana, tapi
yaah.. begitulah. Seperti yang dikisahkan tadi, ia ditolak, Ratu Cadar Jenazah
nggak mau temui dia. Sang Ratu malah masuk ke kamar pribadinya untuk ganti
pakaian. Sebab hari itu ia punya rencana untuk pergi berburu Pandu Puber.
"Kalau pemuda itu kutemukan sendiri, berarti tak seorang pun pria yang harus
kuterima menjadi suamiku. Aku masih punya kebebasan untuk memilih lelaki,"
begitu pikirnya. Doi nggak tahu kalau buronan yang akan diburunya itu sudah ada
di dalam kamarnya. Sangat dekat dengannya, yaitu di dalam almari.
Pandu Puber yang sejak tadi gagal mendobrak almari itu,
kini menjadi tegang sendiri sebab ia tahu sang Ratu masuk ke kamar. Pandu yang
berkeringat karena udara panas di dalam almari menjadi tambah berkeringat ketika
mendengar suara sang Ratu bicara sendiri nggak jauh dari almari.
"Aku harus ganti pakaian perang. Sasaran utamaku adalah ke kaki Gunung Ismaya.
Karena kudengar Pandu Puber itu berasal dari puncak Gunung Ismaya. Dan. . o,
ya.. sebaiknya aku pakai pakaian yang belahan dadanya agak lebar, ah! Siapa tahu
pemuda itu benar-benar tampan dan menawan seperti omongan orang-orang dan
pengaduan si Janda Keramat beberapa waktu yang lalu. Ah, tapi... dia tertarik
dengan tubuhku nggak, ya" Kalau dilihat di kaca seperti saat ini sih, tubuhku
sangat indah tanpa selembar kain begini."
Di dalam almari Pandu Puber panas dingin. Ia ingin
mengintip tapi nggak ada lubang yang bisa dipakai ngintip. Padahal ia punya
bayangan yang menggugah kenakalan otaknya.
"Sialan! Dia pasti nggak pakai selembar benang pun nih.
Aduh, padahal ini kesempatan baik untuk membuktikan kata-kata Payung Cendana
bahwa sang Ratu itu cantik dan sexy. Kayak apa sih sexynya?"
Pandu diam tak bergerak, karena suara sang Ratu semakin
dekat, tepat di depan almari.
"Jubah kuningnya udah dimasukkan ke lemari belum, ya"
Coba kuperiksa dulu!"
Pandu tegang. Almari mau dibuka.
Klik.. ! TIGA SUARA ketukan pintu kamar lebih dulu terdengar sebelum
Ratu Cadar Jenazah membuka pintu almari. Ketukan pintu itu
tampak memburu. Berarti ada sesuatu yang penting. Suara Rem-
bulan Pantai pun terdengar lantang. Biasanya gadis itu nggak berani bersuara
seseru itu. "Ada apa, ya?" gumam sang Ratu, kemudian kunci almari dikunci kembali. Klik. .!
Ia buru-buru mengenakan pakaian dan menyambut tamunya yang gugup itu.
Di dalam almari Pandu Puber mengeluh jengkel sekali, "Sial betul sih aku ini"!
Sudah mau lepas, eeh... terkunci lagi! Kalau tahu begitu, tadi waktu pintu
diputar membuka, aku langsung
mendobraknya kuat-kuat. Ah, pakai ada yang menggedor-gedor
pintu kamar segala sih, jadi batal keluar deh! Kupret benar!"
gerutunya penuh makian kedongkolan. Tapi batinnya segera diam dari gerutuan
karena ia perlu menyimak suara percakapan di luar almari. Pandu Puber cuma bisa
membayangkan bahwa suara itu
adalah suara berwajah cantik galak milik Rembulan Pantai. Ia juga bisa
membayangkan wajah itu sekarang sedang tegang. Karena kata-kata yang meluncur
dari mulut Rembulan Pantai menandakan
ketegangan wajahnya sih. Mau nggak mau Pandu pun berkerut
dahi. "Ada apa sampai kau berani gedor-gedor pintu kamarku,
Rembulan Pantai"!"
"Gusti Ratu, orang-orang kesultanan Sangir datang di bawah pimpinan Rani
Adinda!" "Aku nggak punya urusan sama Sultan Danuwija ! Mau apa
mereka datang" Berapa jumlahnya?"
"Yang Jelas lebih dari dua puluh pasukan berkuda, Gusti.
Mereka menuntut agar sayembara menangkap Pandu Puber
dibatalkan! Mereka siap perang dengan pihak kita, Gusti! Rani Adinda telah
mengumumkan tekadnya dan sebagian dari prajurit kita sudah ada yang dilumpuhkan,
Gusti!" "Kurang ajar! Rani Adinda itu kan muridnya Resi Pancal
Sukma dari Perguruan Naga Jilu"! Berani-beraninya dia bertingkah di depanku,
hah"! Kurajang habis tubuhnya! Kalau perlu seluruh orang kesultanan Sangir dan
orang Perguruan Naga Jilu suruh
bersatu melawanku! Kubabat habis mereka!"
"Ya, babat saja, Gustil"
"Ambil pedang 'Tangan Maut' di ruang pusaka!"
"Baik, Gusti!"
Brakkk.. ! Pintu kamar dibanting. Pasti sang Ratu yang membantingnya sambil bergegas keluar. Nggak mungkin Rembulan Pantai yang


Pendekar Romantis 09 Ratu Cadar Jenazah di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

membanting pintu. Bisa ditampar tujuh puluh empat kali oleh sang Guru yang
menjadi berang itu.
Makhluk di dalam almari Itu juga ikut-ikutan tegang. Si
tampan berbaju ungu bintik-bintik putih bening kayak tetesan embun itu menjadi
cemas kebingungan.
"Rani Adinda.. "! Gadis bodoh dia itu! Apa dia nggak tahu kalau Ratu Cadar
Jenazah itu ilmunya tinggi" Nggak bakalan ia menang melawan sang Ratu. Ah, bodoh
benar! Bapaknya sendiri
gimana sih" Masa' anaknya diizinkan bawa pasukan berkuda
sampai berjumlah dua puluh orang lebih" Apa Sultan Danuwija
nggak tahu kalau Ratu Cadar Jenazah itu punya 'Aji Baja Geni' yang terkenal
ampuh itu"! Uuuh.. konyol! Konyol semua! Gadis itu
konyol, bapaknya juga konyol, sang Ratu pun konyol, dan almari ini.. ah, almari
ini sebenarnya yang layak mendapat julukan si 'Raja Konyoi'. Masa' didobrak
nggak bisa sih?"
Pada dasarnya Pendekar Romantis nggak ingin ada korban
atas tersebarnya sayembara berburu dirinya. Ia sangat khawatir akan keselamatan
Rani Adinda, gadis putri sultan yang punya dada pabrik susu itu. Kalau saja
Pandu bisa keluar dari almari itu, maka ia tak begitu mengkhawatirkan
keselamatan Rani Adinda. Soalnya dia bisa ikut campur dalam bentrokan tersebut,
dan dapat selamatkan Rani Adinda. Tapi sekarang dalam keadaan seperti ini ia
nggak bisa apa-apa. Ini sangat menjengkelkan hati Pandu Puber yang
membuatnya mencoba mendobrak almari iagi sampai tangan dan
kakinya sakit sendiri.
Kejap berikutnya Pandu Puber ingat dengan pusaka
andalannya; Pedang Siluman. Pedang itu menjadi satu dengan kulit dan daging kaki
kanannya. Pedang itu adalah jelmaan dari
kakeknya yang bernama Kala Bopak, raja jin yang ngetop karena kawin dengan
manusia dan melahirkan seorang gadis bernama
Murti Kumala. Perempuan cantik anak jin inilah yang akhirnya menjadi ibunya
Pandu Puber, (Sejarah pedang ada dalam serlai Pendekar Romantis episode: "Pedang
Siluman" baca deh, asal jangan robek aja).
Pedang itu selain bisa masuk ke dalam kaki kanan Pandu,
bisa memancarkan cahaya ungu, juga bisa diajak ngomong.
Maklum, namanya saja pedang jelmaan raja Jin, tentu saja bisa diajak ngomong
asal nggak pakai bahasa inggris aja.
Tetapi maksud Pandu Puber bukan mau mengajaknya
ngomong, tapi mau gunakan pedang itu untuk membelah pintu
almari. Dengan cara khusus yang sudah dijelaskan dalam cerita
"Pedang Siluman", Pandu pun segera keluarkan pedang tersebut.
Tapi baru ditarik separoh bagian, malah belum sampai separohnya, tiba-tiba
terdengar suara raja jin bicara dengan tenangnya,
"Mau ngapain, Cucuku?"
Pandu agak kaget, karena baru pertama kaii ini ia bicara
dengan pedangnya. Ia sangat kenal dengan suara kakeknya, karena ia cucu
kesayangan sang kakek. Maka Pandu Puber pun menjawab,
"Kek, apa kau bisa dengar suaraku?"
"Emangnya gue tuli! He, he, he. .!" jawab suara kakeknya.
Dari dulu memang sang Kakek ini suka bercanda dengan cucunya, nggak heran kalau
meski sudah jadi pedang pun masih suka
bercanda dengan sang cucu.
"Kek, aku terkurung di dalam almari nih!"
"Lha kok bisa?"
"Ceritanya panjang deh, Kek. Tolongin dong, aku mau
keluar nih!"
"Ini almarinya siapa?"
"Ratu Cadar Jenazah!"
"Lagian kamu pendekar kok macam-macam aja tingkahnya.
Masuk almari cewek segala. Kamu jangan playboy banget kayak
bapakmu, ah! Itu nggak baik."
"Idilih.. Kakek! Dimintai tolong sama cucunya kok malah kasih nasihat! Aku
kegerahan nih, Kek. Aku mau pakai Kakek buat mecahin pintu almari ini, ya?"
"Kamu ini anak dewa kok kerjanya ngerusak barang orang"
Jadi anak dewa itu yang anteng, kalem, tenang, jangan setiap perempuan naksir
dilayani. Huuh... kecil-kecil sudah playboy, gedenya mau jadi playgroup kali lu,
ya?" "Kakek ini kok melantur sih"! Kalau Kakek nggak mau
tolong aku, Kakek mau kubuang ke tong sampah, biar digondol
anjing iho!"
"Jangan, jangan. .!" terdengar nada cemas dari suara sang Kakek yang tampak
dalam wujud pedang bercahaya ungu itu. Kata sang Kakek lagi,
"Kalau aku dibuang ke tong sampah, ya kalau digondol
anjing, kalau diambil orang, repot sendiri lu! Nggak akan menang melawan
kekuatanku di tangan orang lain!"
"Habis Kakek jengkelin banget sih. Dimintai tolong malah ceramah!'
"Sudah, sudah.. jangan marah. Nanti nggak Kakek kasih
permen karet lho!"
"Bodo, ah!" Pandu sewot. Dia memang manja kalau sama kakeknya. Habis sang Kakek
memang senang memanjakan sang
cucu sih, jadinya ya kolokan gitu.
"Sebenarnya aku sudah tahu semuanya, Pandu. Kau dalam
rangka ingin mengalahkan Ratu Cadar Jenazah, bukan?"
"Udah tahu kok tanya?" ucap Pandu bernada ketus.
Terdengar tawa sang Kakek samar-samar dan ucapan yang
menggoda dalam kemanjaan kasih sayang,
"Jangan marah dulu, Cah Bagus! Dengar penjelasan Kakek
ini. Ratu Cadar Jenazah itu pernah jadi istri panglimaku. Panglima negeri jin di
alam gaib sana, namanya Gadrawowo Silobahutang."
"Panjang amat namanya?"
"Silobahutang itu cuma nama marga saja. Aslinya ia
bernama Gadrawowo," tutur suara sang Kakek dengan nada sabar.
"Nah, Gadrawowo ini pernah menemukan batu gaib yang bernama batu 'Daki Dewa',
yaitu kumpulan dakinya Sang Hyang Guru Dewa yang jatuh di alam jin. Batu lalu
dibentuk sedemikian rupa dan dijadikan cincin pusaka yang bernama 'Cincin Daki
Dewa'." "Apa hubungannya dengan keadaanku yang terperangkap
di dalam almari ini, Kek?"
"Dengar dulu dong, jangan main potong seenaknya!" sergah suara sang Kakek.
"Perlu kau ketahui, Wulandita itu pernah mati tujuh kali. Tapi selalu bisa hidup
kembali karena dibantu oleh kekuatan gaib panglimaku; si Gadrawowo itu!"
"Mengapa panglima Kakek mau membantunya?"
"Karena Gadrawowo naksir sama Wulandita. Akhirnya
pada kematian yang ketujuh itulah, Gadrawowo kukawinkan
dengan Wulandita. Jadilah si Wulandita istri Jin Gadrawowo itu.
Beberapa saat kemudian, Gadrawowo mati."
"Lho, jin kok bisa mati, Kek?"
"Hmmm.. penjelasannya terlalu panjang sih ya" Pokoknya
kau anggap mati sajalah, walau sebenarnya ia hanya tak berfungsi sebagai jin
yang punya kekuatan gaib. Itu menurut istilah kami dinamakan mati."
"Ooo... terus?"
"Wulandita hidup kembali dari kematiannya yang ketujuh
dan bergelar Ratu Cadar Jenazah, sebab ia sudah langganan menjadi jenazah. Cadar
yang dipakainya berguna menutupi pancaran gaib yang bisa bikin tiap lelaki
tergila-gila padanya. Jadi cadar itu semacam filter yang. . "
"Filter itu apa, Kek?"
"Wah, kamu itu jadi manusia kok goblok sih" Filter aja
nggak tahu. Filter itu artinya penyaring, Peradaban manusia yang akan datang
pasti akan mengenal istilah filter. Tapi kami para jin sudah tahu lebih dulu
istilah itu."
"Ya, sudah. Teruskan aja ceritamu itu, Kek."
"Nah, pada waktu Wulandita ingin pergi, Gadrawowo yang
sudah nggak berfungsi sebagai jin maupun sebagai seorang suami karena sudah mati
itu memberi Wulandita satu cindera mata, yaitu
'Cincin Daki Dewa'. Sampai sekarang 'Cincin Daki Dewa' masih ada pada Wulandita
dan disimpan di almari sebelah ruangan kita ini."
"Lho, memangnya kehebatan 'Cincin Daki Dewa' itu apa,
kok Kakek ceritakan padaku" Apa hubungannya dengan keadaanku yang terkurung di
sini?" "Begini.. ," kata sang Kakek dengan sabar lagi. 'Cincin Daki Dewa' mempunyai
kekuatan sakti. Ia memancarkan gelombang gaib yang mengandung lapisan inti baja
delapan lapis. Di mana cincin itu berada, maka tempat itu tak bisa dirusak atau
ditembus dengan benda apa pun, tak bisa dihancurkan dengan kekuatan tenaga dalam
apa pun. Siapa saja yang memakai cincin itu, maka ia akan menjadi manusia inti
baja delapan lapis. Jangankan dihujam pakai tombak, dicubit saja nggak bakalan
terasa!" "Ooo...," Pandu manggut-manggut dengan masygul.
"Ruang sebelah ini adalah almari penyimpan pakaian lipat.
Nah, di dalam ruangan sebelah inilah cincin itu disimpan oleh Wulandita. Memang
semua pusaka disimpan di ruang pusaka. Tapi untuk pusaka yang satu ini sengaja
nggak ditaruh di sana, karena
'Cincin Daki Dewa' adalah pusaka yang terampuh dari semua
pusaka milik Ratu Cadar Jenazah. Nah, karena cincin itu ada di dalam almari ini,
maka almari ini nggak bisa dirusak dengan cara apa pun dan dengan senjata apa
pun. Aku sendiri nggak bakal
mampu merusak almari ini. Kalau aku kau hujamkan ke pintu, maka aku hanya bisa
menembus pintu saja, tapi keadaan pintu nggak bisa rusak, karena aku sudah
berbentuk Pedang Siluman. Bisa menembus almari ini, tapi nggak bisa merusaknya."
"Apakah cincin itu yang dinamakan 'Aji Baja Geni' Kek?"
"O, bukan! 'Aji Baja Geni' lain lagi, itu kekuatan tenaga dalam yang mengalir
dalam darah Wulandita dan melapisi seluruh tubuhnya. Sebenarnya 'Aji Baja Geni'
itu tercipta berkat
percampuran darah Gadrawowo dengan darahnya Wulandita."
"Memangnya darah mereka sudah dicampur, Kek?"
"Sudah dong. Kan mereka sudah pernah kawin. Kalau
kawin kan pasti saling bertukar cinta, bertukar rasa, bertukar kemesraan, dan
saat itulah darah mereka tercampur, membentuk satu kekuatan tenaga dalam pelapis
yang punya hawa sakti
tersendiri. Tetapi punya cara pengendalian tersendiri. Kalau kekuatan itu nggak
dikendalikan oleh Wulandita, kekuatan 'Aji Baja Geni' nggak berfungsi. Dan
suaminya sudah mengajarkan
bagaimana cara mengendalikan 'Aji Baja Geni'. Makanya kalau
Wulandita sedang menggunakan ajian itu, tubuhnya nggak boleh disentuh apa pun.
Tangannya memegang pohon saja, pohon itu bisa langsung terbakar dan kering
menjadi arang."
"Katanya ada kelemahannya ya, Kek?"
"Ada. Kelemahannya di pusar, karena darah campuran itu
nggak bisa sampai di pusar. Sebab di pusar ada ruang kosong yang hanya terisi
cairan pada saat manusia belum lahir dari rahim sang Ibu. Kalau sudah lahir,
cairan itu habis dan ruang itu jadi kosong, tak bisa ditembus cairan apa pun."
"Lalu, bagaimana dengan kelemahan 'Cincin Daki Dewa' itu, Kek?" tanya Pandu
semakin asyik, semakin ingin tahu.
"Nah, bisa kamu bayangkan, tanpa cincin itu saja Wulandita sudah kebal, apalagi
kalau cincin itu dipakainya. Dalam keadaan nggak pakai cincin aku masih bisa
menembus pusarnya, tapi kalau dia udah pakai cincin itu, wah, aku nggak bisa
menembusnya. Bisa sih bisa, tapi nggak ada artinya, seperti bayangan saja. Jadi
kalau kau mau melawan dia, usahakan pada saat dia belum memakai
cincin itu. Kalau sudah memakai cincin itu, kurasa kau nggak bisa
mengalahkannya!"
"Seandainya sudah telanjur mengenakan cincin itu, lalu
bagaimana caraku mengalahkannya, Kek?"
"Hmmm.. hm. .," suara Jin Kala Bopak tampak menggumam memikirkan jawaban atas
pertanyaan sang cucu tersayang itu.
Beberapa saat kemudian, terdengar lagi suaranya yang mirip orang berbisik itu,
"Kayaknya nggak bisa! Nggak ada jalan untuk kalahkan dia kalau dia sudah pakai
cincin itu. Satu-satunya jalan ialah dengan cara membujuk dia, entah bagaimana
caranya, supaya ia lepaskan cincin itu, lalu kau tusuk pusarnya dengan
kekuatanku ini!"
"Repotnya kalau dia nggak mau lepaskan cincin itu ya,
Kek?" "Iya sih! Tapi begini, Cucuku.. kau bisa tanyakan kepada eyangmu, ayah
dari bapakmu itu."
"Siapa ayah dari bapakku itu, Kek?"
"Begawan Dewa Gesang! Dulu waktu Ibumu dilamar, beliau
sempat turun ke bumi dan menemuiku! Kurasa Begawan Dewa
Gesang tahu rahasia melawan 'Cincin Daki Dewa', sebab dia punya hubungan dekat
dengan Sang Hyang Dewa Guru!"
"Lha, cara memanggil Eyang Begawan Dewa Gesang
bagaimana, Kek?"
"Itu dia yang repot. Soalnya aku bukan dewa sih. Aku raja Jin. Kalau cara
memanggil jin, aku tahu. Tapi kalau cara memanggll dewa, aku nggak tahu."
Pandu diam sebentar, mengingat sesuatu yang sulit
didapatkan. "Kayaknya dulu aku pernah diajari Ayah cara memanggil mereka, gimana
ya?" "Begini saja," suara sang Kakek masih terdengar kalem,
"Kalau kau mau kalahkan dia, kau harus bisa curi cincin itu lebih dulu. Jangan
bertarung dengannya sebelum kau berhasil mencuri cincin itu!"
"Kakek ini kok malah ngajarin cucunya untuk mencuri sih?"
"Lhooo... semua ini kan demi kebaikan toh" Kalau cincin itu ada di tangan
Wulandita, siapa pun nggak bakalan bisa
mengalahkannya."
"Tapi kok dia masih ingin pelajari isi Kitab Panca Longok, dan bahkan bernafsu
ingin dapatkan pusaka 'Cemeti Mayat', Kek?"
"Itulah keserakahan manusia. Sudah punya satu ingin dua, sudah punya dua ingin
tiga, begitulah seterusnya! Atau.. tunggu, tunggu!" suara sang Kakek lebih
bersemangat lagi. "Jangan-jangan Wulandita nggak tahu kalau 'Cincin Daki Dewa'
itu punya kekuatan dahsyat"! Soalnya, waktu ia diberi cincin itu oleh Gadrawowo,
aku sempat dengar si Gadrawowo berkata: 'Pakailah cincin ini sebagai tanda
kenang-kenangan dariku, bekas suamimu yang sudah mati
ini'. Nah, berarti Wulandita menganggap cincin itu hanya cincin kenang-kenangan
saja, makanya nggak diletakkan di tempat pusaka, tapi di dalam almari ini."
"Kalau gitu, aku bisa membujuk Wulandita untuk nggak
memakal cincin itu sebelum harus bertarung denganku, Kek?"
"Bisa! Bisa saja begitu. Tapi coba selidiki dulu lebih seksama.
Jangan sampai kau terkecoh dengan anggapanmu sendiri."
"Gimana mau menyelidiki kalau aku sendiri masih
terkurung di sini"! Makanya, tolongin dong, Kek, biar aku bisa keluar dari
almari ini. Kaslhan Rani Adinda tuh. Bisa mati seribu potong dia kalau lawan
Ratu Cadar Jenazah."
"Gimana caranya, Kakek sendiri merasa nggak mampu
merusak almari ini, tapi kalau menolong Rani Adinda, mungkin Kakek bisa."
"Caranya bagaimana, Kek?" Pandu bersemangat.
"Lepaskan Kakek, biar Kakek terbang sendiri dan
melindungi Rani Adinda."
"Baiklah kalau begitu, itu ide yang bagus sekali!"
"Kakekmu ini kan orang jenius, makanya jadi raja jin. Asal kata dari 'jinius'!"
ujar sang kakek lalu segera terkekeh saat dicabut dari kaki Pandu Puber.
Pedang yang memancarkan cahaya ungu itu segera
ditusukkan ke pintu almari. Ternyata pedang itu mampu menembus pintu almari
seperti menembus bayangan. Bahkan satu sentakan terjadi yang membuat pedang itu
lepas dari tangan Pandu Puber, kemudian melesat keluar dari dalam almari dengan
menembus pintu tersebut, tapi tanpa merusak pintu sedikit pun.
Jlusss...! Zlabbb.. !
Pedang pun terbang dengan cepat, melesat kuat keluar dari
kamar pribadi sang Ratu. Tinggal Pandu sendirian lagi di dalam almari itu.
Hatinya sempat berkecamuk,
"Iya, ya...! Kayaknya Ratu Cadar Jenazah belum tahu kalau cincin itu punya
kekuatan gaib delapan lapisan inti baja. Buktinya sudah tahu kedatangan lawan
yang jumlahnya banyak, tapi dia
nggak mau pakai cincin itu! Pasti dia mengandalkan ilmu 'Aji Baja Geni'-nya!
Tapi ngomong-ngomong, sampai kapan aku terkurung di sini nih"!"


Pendekar Romantis 09 Ratu Cadar Jenazah di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Sesaat setelah bengong dengan bermandi keringat, Pandu
menemukan gagasan baru.
"O, iya.. aku kan punya jurus 'Mata Dewata'" Kekuatannya bisa meluluhkan
kekerasan hati orang yang sedang marah. Mungkin dengan menggunakan jurus itu
kekuatan yang ada di sini pun bisa kulumpuhkan! Coba, ah! Siapa tahu bisa" Kan
ada pepatah yang mengatakan 'lebih baik mencoba daripada mencopet'!"
EMPAT USAHA meloloskan diri dari almari merupakan usaha yang
amat melelahkan, juga sangat menjengkelkan. Karena kecapekan, Pandu Puber
tertidur di dalam almari. Mudah-mudahan kisah ini nggak akan terulang dan nggak
akan menyebar ke mana-mana.
Sangat memalukan seorang pendekar tampan dan perkasa kok
tertidur dalam almari gara-gara nggak bisa keluar dari dalam almari itu. Ini kan
memalukan rimba persilatan. Mana tidurnya sampai mendengkur, lagi! Amit-amit
deh. Orang yang lagi sial aja nggak gitu-gitu amat sialnya.
Kayaknya ada dosa yang dilakukan Pandu tanpa sadar
menghadirkan kesialan seperti itu. Apakah mungkin karena
sebelum berangkat ke situ Pandu sempat mencium bibir Nyai Guru Payung Cendana"
Mungkin yang bikin sial karena ia hanya mencium bibir saja. Coba kalau ia ikut
mencium tangan si guru yang cantik itu, mungkin nggak sebegitu apesnya nasib
seorang pendekar dalam almari pakaian.
Ketika Pandu terbangun dari tidurnya, hari sudah malam,
gelap sudah datang sejak tadi. Pandu memang nggak bisa lihat apakah di luar
sudah gelap atau belum, tapi suasana sepi dan suara derik jangkrik yang samar-
samar membuatnya yakin bahwa saat itu hari sudah malam
"Celaka! Pingin buang air kecil, lagi! Ke mana buangnya, ya?" gumam Pandu dalam
hatinya. "Ampun deh! Nggak lagi-lagi aku ngumpet dalam almari, ah! Menderita
sekali. Mana di almari ini nggak ada toiletnya" Kalau mau buang air repot
sekali"!"
Segala macam cara sudah dicoba, tapi Pandu Puber belum
bisa keluar dari kurungan gelombang gaib 'Cincin Daki Dewa'. Hal yang bisa
berhasil dicoba adalah mengusir rasa ingin buang air.
Hawa murninya diolah dan disalurkan ke seluruh tubuh membuat ia kehilangan minat
buang air. Memang cukup melegakan, tapi
masih terbelenggu oleh kejengkelan sang nasib.
Pandu segera menyadari bahwa 'kakek'-nya sudah pulang
dari tugas. Pedang Siluman ternyata sudah ada di sampingnya.
Pandu mengambil pedang itu lalu diajak bicara lagi,
"Sudah lama pulangnya, Kek?".
Suara sang Kakek terdengar, "Sudah dari tadi."
"Kok nggak bangunkan aku?"
"Kulihat kau sangat kecapekan. Jadi kubiarkan dulu kau
tidur sampai puas."
"Puas nggak puas sih. O, ya..
bagaimana dengan
pertempuran itu, Kek?"
"Berkat doa restumu, Rani Adinda terluka."
"Lho..."! Kok bisa sampai terluka"!"
"Waktu aku sampai sana, dia sudah terluka oleh Wulandita!
Kena racun 'Pendek Umur'."
"Aduh. . kasihan amat"! Terus bagaimana nasibnya?"
"Aku hanya membayang-bayanginya saja.
Membuat Wulandita nggak bisa menghabisi rlwayat Rani Adinda. Lalu,
kugerakkan hati salah satu orangnya agar segera membawanya lari.
Rani Adinda berhasil dilarikan oleh orang tersebut, sementara yang lain
meneruskan pertarungan."
"Hasilnya bagaimana?"
"Berkat doa restumu, delapan belas orang kesultanan Sangir terbunuh habis oleh
Ratu Cadar Jenazah. Sisanya kusuruh melarikan diri dengan menggerakkan batinnya
dari jauh."
"Kenapa nggak dari tadi mereka kau suruh mundur, Kek?"
"Habis, aku keasyikan nonton tawuran itu sih."
"Uuh. . Kakek!" Pandu kecewa. "Kalau begitu nanti kalau aku lolos dari almari
ini, akan kubalas kekejaman Ratu Cadar Jenazah itu."
"Yang melakukan pembantalan itu sebenarnya bukan Ratu
Cadar Jenazah sendiri. Ia hanya sebagai komandannya saja."
"Lalu siapa yang membunuh delapan belas orang
kesultanan Sangir itu?"
"Panji Gosip dan Rembulan Pantai."
"Panji Gosip"! Siapa Itu Panji Gosip?"
"Orangnya Dalang Setan yang menjadi penjaga makam Nyai
Titah Bumi. Dia kepingin dapat pujian, kepingin dapat perhatian dari Wulandita,
karena dia kepingin dapat cumbuan lagi dari
Wulandita, makanya beraksi habis-habisan. Tapi setelah itu, Wulandita ternyata
nggak mau menggubrisnya. Malah sekarang Panji
Gosip tetap nggak boleh masuk Istana."
"Kok gitu, Kek?"
"Soalnya Ratu Cadar Jenazah bosan sama kemesraan Panji
Gosip yang gitu-gitu aja. Pada dasarnya memang Ratu nggak suka sama anak muda
itu. Cuma iseng-iseng aja menjalin cinta murahan, tapi ditanggapi Panji Gosip
dengan serius. Memang bocah goblok sih si Panji Gosip itu!"
"Terus bagaimana dengan sang Ratu sendiri?"
"Sekarang sedang mengobati orang-orangnya yang terluka.
Mungkin sebentar lagi dia akan masuk kemari."
"Terus bagaimana dengan diriku, Kek?"
"Pasrah aja deh!"
"Pasrah gimana"! Aku kan seorang pendekar, masa' harus
pasrah aja melawan perempuan sekejam dia?"
"Maksudku, biar kau ditemukan dia dulu. Kalau kau sudah ditemukan dia, baru kau
bisa berbuat sesuatu. Entah dengan cara menyerangnya atau dengan cara
membujuknya, kau sendiri nanti yang tahu. Sekarang kau nggak perlu banyak
tingkah lagi. Diam saja, menunggu dia buka almari ini."
"Kalau nggak dibuka-buka gimana?"
"Pasti dibuka. Sebab ini sudah malam, dia butuh pakaian untuk tidur. Dan pakaian
itu kulihat ada di sini!"
Semakin yakin Pandu bahwa hari sudah malam. Ia tidur
cukup lama. Soal tidurnya nggak dipikirkan. Tapi soal menghadapi sang Ratu nanti
yang kini jadi bahan renungan Pandu. Pedang
Siluman segera dikembalikan pada tempatnya, ke dalam kaki
kanannya. Ia masih duduk dengan mata berkedip-kedip bagai
tawanan menunggu ransum datang.
Ratu Cadar Jenazah sempatkan diri bersih-bersih badan. Ia
mandi di kolam keputrian. Selesai mandi, ia baru kembali ke kamar pribadinya.
Rembulan Pantai mengikuti atas perintahnya, karena gadis itu masih dibutuhkan
untuk teman bicara. Sebenarnya ia punya tiga pengawal pribadi, tapi hanya
Rembulan Pantai yang paling akrab dan menurutnya enak diajak bicara.
Di dalam kamar, Ratu Cadar Jenazah sempat bicara kepada
Rembulan Pantai yang membawakan jubahnya,
"Malam ini suruh si Ranting Kumis siagakan semua prajurit.
Penjagaan diperketat, terutama di perbatasan. Suruh si Ranting Kumis menambahkan
kekuatan di sana dengan enam atau delapan
orang tiap pos!"
"Baik, Gusti Ratu," jawab Rembulan Pantai dengan sikap patuhnya. "Tapi. .
menurut Gusti Ratu, apakah pihak kesultanan Sangir akan menyerang kembali pada
malam ini juga?"
"Aku kenal betul dengan Sultan Danuwija! Secara prinsip, dia nggak akan berani
menyerang kemari karena dia tahu
kesaktianku. Tapi barangkali saja ada gosokan dari pihak lain yang membuat
Sultan Danuwija keluarkan perlntah serang kepada para prajuritnya. Terutama jika
Rani Adinda sampai mati karena racunku itu, jelas Danuwija akan balas dendam
padaku!" "Kalau begitu, bagaimana kalau Gusti keluarkan larangan tidur bagi para prajurit
untuk malam ini" Supaya mereka senantiasa berjaga-jaga dan nggak lengah?"
"Itu gagasan yang bagus! Cuma yang kuherankan, kenapa
pedangnya Pendekar Romantis tadi ikut berkeliaran sendirian"
Terbang ke sana-sini menangkis seranganku terhadap Rani Adinda"
Mestinya Rani Adinda sudah mati bersama delapan belas orangnya itu. Cuma karena
ada pedang bercahaya ungu itu jadi dia bisa dilarikan oleh pengawalnya!"
"Apakah Gusti Ratu yakin kalau itu pedangnya Pendekar
Romantis?"
"Lho, bukannya kau dan beberapa orang yang melihat
pertarungan Pandu Puber dengan Dalang Setah pernah bercerita tentang ciri-ciri
pedangnya Pendekar Romantis" Bukankah menurut kalian ciri-cirinya kayak gitu?"
"Memang sih, cuma saya masih sangsi, apa benar itu
pedangnya Pendekar Romantis, sebab orangnya sendiri nggak
kelihatan!"
"Nah, itu yang perlu dipelajari! Berarti Pandu Puber itu bisa menghilang.
Buktinya ia bisa muncul dengan hanya tampak
pedangnya saja!"
"Oo... begitu, ya" Wah, kalau gitu Pandu Puber itu sakti sekali ya, Gusti?"
"Kayaknya sih begitu. Cuma, ah. . ngapain aku harus ngeper sama dia"! Aku malah
jadi penasaran sekali, ingin cepat berhadapan dengan orang itu!"
Diam-diam Pandu Puber mengikik sendiri di dalam hatinya
mendengar percakapan itu. "Hi, hi, hi. . aku disangka bisa menghilang, keluar
dari almari saja nggak bisa! Tapi biarlah ia beranggapan begitu. Setidaknya
mengurangi keberaniannya jika berhadapan denganku."
Lalu, Pandu Puber mendengar sang Ratu memerintahkan
Rembulan Pantai untuk keluar dari kamar. Salah satu kalimat yang jelas didengar
adalah, "Aku mau istirahat. Capek sekali. Kuharap jangan ada yang menggangguku,
jangan ada yang mengetuk pintu kamarku kalau nggak ada sesuatu yang amat
penting! Kuberi
wewenang padamu untuk mengatasi semua masalah yang terjadi
malam ini. Kalau kau merasa nggak mampu lagi, baru kau
menghubungiku. Paham?"
"Paham sekali, Gusti!"
Rembulan Pantai pergi. Tentunya sang Ratu sendirian.
Pandu Puber mendengar suara sang Ratu mendendangkan sebuah
tembang. Arahnya ada di seberang sana. Menurut dugaan Pandu
sang Ratu berdendang sambil menghadap cermin rias. Pasti
cadarnya dibuka. Pandu makin penasaran ingin segera melihat
wajah tanpa cadar. Namun apalah daya jika badan terkurung,
khayalan melayang tanpa tujuan yang pasti.
Klik.. tiba-tiba Pandu mendengar kunci almari diputar.
Dengar juga sih, tapi Pandu berusaha untuk tetap tenang. Ia
menunggu pintu almari dibuka dengan keadaan berdiri di depan pintu itu. Almari
itu cukup tinggi, walau kepala Pandu sudah hampir menyentuh bagian atas almari.
Ternyata yang dibuka almari samping. Pandu agak kecewa.
Rasanya ingin cepat menjebol pintu di depannya saja. Tapi
kegeraman hatinya menjadi reda ketika ia mendengar sang Ratu bicara sendiri,
"Malam ini sebenarnya aku butuh hiburan sebagai pelepas lelah. Apa enaknya Panji
Gosip kusuruh masuk saja, buat menghiburku malam ini" Hmmm.. ah, jangan! Nanti
dia tambah ngelunjak. Tidur sajalah! O, ya.. tapi aku harus pakai baju tidur dulu, biar
tubuh terasa santai tanpa ikatan apa pun yang
menghalang peredaran darah. Sebenarnya sih. . lebih enak tidur dalam keadaan
begini, bebas tanpa kain penutup sedikit pun.
Peredaran darah bisa lebih lancar lagi. Tapi kalau tahu-tahu ada maling masuk,
gimana" Malu sama maling kan" Beruntung sekali maling itu kalau lihat aku dalam
keadaan seperti ini. Hi, hi, hi. . elok sekali tubuhku ini sebenarnya" Apalagi
ditambah wewangian yang harum begini, hmmm.. pria mana yang nggak nyungsep lihat
aku dalam keadaan begini" Hi, hi, hi. .!"
Saat itu Pandu sedang membayangkan keadaan sang Ratu.
Ucapan yang didengar bagaikan menggoda alam pikirannya, seakan menuntun benaknya
untuk berkhayal nakal.
Dan tiba-tiba Pandu terkejut, kunci pintu almari itu diputar.
Klik.. ! Pasti Ratu Cadar Jenazah ingin mengambil baju tidurnya.
Pandu malah kebingungan. Panik juga sih. Dan ketika pintu almari dibuka,
wuut...! Pandu terpekik kaget melihat sang Ratu dalam keadaan polos, sang Ratu
juga kaget melihat ada orang di dalam almari. Maka keduanya sama-sama berteriak
bersamaan. "Haaah.. "!"
"Setaaan.. !" sang Ratu berbalik arah dan berlari ke ranjang secara spontan,
Pandu Puber pun jadi ikut-ikutan berbalik arah dan berlari. Tapi ia lupa bahwa
ia ada di dalam almari, sehingga baru satu langkah sudah menabrak dinding
belakang almari itu.
Gubrakkk.. ! "Aaoow...!" Pandu memekik kesakitan, tubuhnya terpental balik, jatuh di luar
almari yang terbuka lebar.
Ratu Cadar Jenazah buru-buru kenakan jubah kuningnya
asal-asalan, sampai makainya saja terbalik. Ia menjadi panik setelah menyadari
apa yang dilihat bukan hantu atau setan tapi manusia muda yang tampan dan
rupawan. Sang Ratu buru-buru
mengenakan cadar penutup muka secara asal-asalan juga. Saking gugupnya, yang
Iblis Sungai Telaga 21 Pendekar Bloon 12 Perjalanan Ke Alam Baka Raden Banyak Sumba 5
^