Ratu Cadar Jenazah 2
Pendekar Romantis 09 Ratu Cadar Jenazah Bagian 2
dipakai untuk menutup wajahnya bukan cadar
melainkan serbet makan yang ada di meja samping ranjang, dekat bokor tempat
buah-buahan. "Sial! Pantas gelap sekali, nggak tahunya serbet makan yang kupakai menutupi
wajahkul" pikirnya penuh gerutu kejengkelan.
Pandu bangkit dengan menggeliat nyengir, pinggangnya
sakit akibat jatuh terhempas tadi. Sang Ratu masih kebingungan mencari cadarnya
dalam waktu sesingkat-singkatnya. Pandu Puber tahu apa yang dicari sang Ratu.
Kain cadar hitam itu ada di
dekatnya. Pandu segera menyambar kain cadar hitam itu, wuttt.. !
Sang Ratu sadar kalau cadarnya sudah diambil, ia menjadi
tegang dan tambah bingung lagi. Nggak setiap orang boleh
memandang kecantikannya, sebab itu ia selalu memakai cadar. Tapi sekarang, orang
asing yang ada di kamarnya itu sudah berhasil menahan cadarnya. Cadar yang lain
ada di dalam almari. Almari itu jauh dari jangkauannya, dan orang asing itu ada
di depan almari, sang Ratu jadi tak berani mendekat ke sana. Saking bingungnya
ia mengambil bantai dan menutupi wajahnya dengan bantal. Pandu
tertawa dalam nada menggumam. Sang Ratu makin salah tingkah.
Naik ke atas ranjang dan mojok dalam keadaan berdiri. Pandu Puber berkata dengan
nada tawa, "Bagian atasmu kau tutup rapat, tapi bagaimana dengan
bagian bawahmu.. "!"
"Setan kau! Keluar! Cepat keluar!" bentaknya dalam keadaan mulut terbungkam
bantal. Kakinya segera merapat. Bahkan saling lilit. Saking kuatnya kaki saling
lilit akhirnya ia terpelanting jatuh.
Buhkk. .! Makin menyingkap semuanya, makin kelabakan
sang Ratu. "Hiaaahh.. !" teriaknya jengkel sendiri. Wuutt.. ! Dalam sekejap tubuhnya yang
mampu melenting ke udara itu sudah berdiri di depan Pandu Puber. Jlegg. .!
Itulah pelampiasan kejengkelan sang Ratu terhadap tingkahnya sendiri.
Bantal masih menutup wajah, mata ditongolkan sedikit.
Pandu memandangi dengan tenang, badannya malah sedikit
bersandar di tepi almari. Kain cadar hitam ada di tangannya. Kain itu segera
diulurkan dengan pandangan mata dan senyum yang sering bikin para gadis
melayang-layang bagaikan mabuk gadung.
"Astaga.. ! Ternyata dia yang ada dalam almariku"l" pikir Ratu Cadar Jenazah
setelah muiai tenang dan bisa memandang
dengan terang. "Ambillah cadarmu. . tapi perlu kau ketahui, semuanya
sudah telanjur kulihat dengan jelas," kata Pandu dengan suara lembutnya yang
sering bikin hati para gadis dag-dig-dug-deg-dog itu. Sang Ratu diam terpaku
sesaat. Tangan Pandu dibiarkan terulur menyodorkan cadar.
Sang Ratu membatin, "Setan alas! Dia menggodaku dengan
senyuman! Benci aku! Benci!"
Ratu Cadar Jenazah gemas sendiri. Dadanya gundah, tentu
saja begitu. Sebab Pandu diam-diam lepaskan jurus 'Mata Dewata'
yang mampu tundukkan hati orang marah, sombong, benci dan
yang bersikap permusuhan menjadi perdamaian. Itulah sebabnya sang Ratu jengkel
pada dirinya sendiri, mengapa ia nggak mau serang sang buronan yang sedang
disayembarakan itu.
Karena jengkeinya, bantal pun dibuang sembarangan.
Wuttt...! Buhkk.. !
Dalam hatinya membatin, "Percuma kututup-tutupi wajahku. Biarlah dipandanginya wajahku. Biar dia sendiri
merasakan getaran menjengkelkan seperti yang kurasakan saat ini.
Monyet burik benar orang ini!"
Sirr, sirrr, sirr.. ! Begitu kira-kira rasa hati Pandu Puber begitu wajah itu
lepas tanpa penutup apa pun. Mata yang
digunakan untuk memandang sepertinya tak berkelopak lagi
sehingga tak bisa dipakai untuk berkedip. Terpukau wajah itu memandang seraut
wajah cantik berhidung mancung indah, berbibir sedikit lebar tapi penuh daya
sensual, bermata lebar tapi sayu menantang, berbulu mata lentik seindah alis
lebatnya, berkulit kuning mulus tanpa jerawat sebutir pun, woww...! Belum lagi
ditambah bagian tubuhnya yang lain, terutama bagian dadanya
yang super wow itu, pinggulnya yang ramping dan berpaha sekal seindah betisnya.
Sungguh merupakan tontonan mahal yang baru kali ini dijumpai Pandu. Semuanya
terasa serba mendebarkan.
Rambutnya yang belum sempat ditata itu meriap ke sana-sini
menampakkan kesan menantang.
Pendekar Romantis guncang. Pikirannya serba nakal. Ini
akibat pancaran gelombang gaib yang ada pada wajah dan tubuh Ratu Cadar Jenazah.
Pancaran gelombang gaib itu membuat jantung Pandu Puber berdetak kuat sekali,
menyentak-nyentak seakan ingin pecah, karena gejoiak darah mudanya ditentang
mati-matian, ditahan kuat-kuat agar nggak bikin ulah ugal-ugalan di atas tubuh dan wajah itu.
Rupanya kekuatan inilah yang ditakutkan Payung Cendana. Memang dahsyat. Pandu
seperti tersedot magnit kutub utara. Sukar sekali dipertahankan, walau nyatanya
memang masih berhasil dikekang
kuat-kuat. Tapi Pandu cemas sendiri,
keimanannya bisa hancur jika terus-terusan memandangi Ratu
Cadar Jenazah yang punya kecantikan super imajiner itu.
Perempuan itu mendekat dengan mata nggak mau lepas
memandang ke wajah Pandu Puber. Kain cadar diraihnya dengan
gerakan cepat. Wuttt...! Wajah cantik itu menampakkan keketusan yang dibuat-buat
karena rasa siiir dalam dadanya bergolak terus.
Sebentuk keindahan, sebentuk kebahagiaan, sebentuk kegembiraan, bercampur baur
dalam hati Ratu Cadar Jenazah, sampai-sampai
lidahnya kelu sesaat kala ia sadari, betapa gagah dan kekarnya pria muda itu.
Dadanya bidang, kokoh, bertato bunga mawar, lengannya berotot menandakan
keperkasaan dirinya, hidungnya mancung
kecil, matanya sedikit kebiru-biruan. Rambutnya berpotongan antik, mengenakan
anting sebelah kiri. Bibirnya ranum, sebagai bibir bebas nikotin. Menggemaskan
sekali bagi sang Ratu.
"Luar biasa menariknya," gumam Ratu Cadar Jenazah dalam hati. Sang mata masih
belum lepas dari pandangan wajah Pandu.
Jaraknya hanya dua langkah. Bahkan sekarang sang Ratu sedikit maju lagi,
ternyata tingginya sedikit rendah dibanding tinggi tubuh Pandu Puber.
Suara sang Ratu yang agak serak itu terdengar bagai
membisik, "Pantas kalau setiap wanita mengatakan kau adalah
pangeran hati, karena kau punya kelebihan tersendiri."
Pandu Puber sengaja lebarkan senyum. Suaranya begitu
lembut didengar, merasuk dalam jiwa dan sanubari setiap wanita saat berkata,
"Buronanmu sudah ada di depan mata. Tidakkah kau ingin
menangkapnya, Ratu?"
Sang Ratu jadi kikuk mau menjawab. Ia menelan ludah satu
kali, kemudian berkata dengan suara lirih, seakan ragu-ragu untuk diucapkannya,
"Kamu nggak pantas jadi buronan."
"Bukankah kamu sudah sebarkan pengumuman dan
membuka sayembara" Siapa bisa menangkapku dan menyerahkan
diriku, dia boleh menjadi suamimu. Sekarang bagaimana jika aku menyerahkan diri"
Apakah itu berarti aku boleh menjadi suamimu?"
Wulandita tarik napas, kini ia tersenyum manis, nggak
kentara karakter premannya. Dengan mata tetap tertuju ke bola mata Pandu yang
jernih dan meneduhkan hati itu, sang Ratu berkata lirih,
"Aku nggak tahu harus bilang apa. Karena aku nggak
sangka kalau buronanku setampan ini."
"Kalau kamu nggak jadi menangkapku, aku harus segera
keluar dari sini! Permisi!"
Pandu pura-pura bergegas pergi, mau membuka pintu dan
keluar dari kamar. Tapi sampai di depan pintu langkahnya terhenti oleh seruan
sang Ratu. "Tunggu.. !" sang Ratu pun bergegas mendekatinya. Sengaja mengambil jarak sangat
dekat supaya suara lirihnya bisa didengar.
"Jangan keluar dari kamar ini."
"Kenapa?"
"Aku malu ketahuan para bawahanku!"
"Mengapa malu?"
"Mereka akan mengecamku, mengapa aku nggak mau
tangkap buronan sementara kubuka sayembara untuk menangkap
buronan itu. Nanti aku dikecam sebagai ratu yang plin-plan."
Pendekar Romantis tertawa tanpa suara.
"Kumohon, jangan keluar dari kamar ini," pinta sang Ratu,
"Ada beberapa hal yang perlu kita bicarakan."
"Tentang apa?" Pandu Puber bergerak mengikuti langkah kaki sang Ratu yang menuju
ke ranjang. Sampai di sana sang Ratu duduk di tepi ranjang. Tentu saja ranjang
itu empuk sekali, kasurnya bagaikan kasur berisi air. Sang Ratu menepukkan
tangan ke kasur sampingnya, itu sebuah isyarat agar Pandu duduk di sampingnya.
Pandu Puber pun menuruti perintah itu, bagai terhipnotis dari kekuatan gaib yang
terpancar dari mata sang Ratu.
"Apa maksudmu masuk ke kamar pribadiku ini, Pandu?"
"Untuk melawanmu!" jawab Pandu dengan tegas tapi
berkesan enak didengar. Sang Ratu hanya melebarkan senyum.
"Haruskah kita bermusuhan, Pandu?"
"Sayembaramu telah membuat suatu tantangan tersendiri
bagiku!" "Kubatalkan syembara itu!"
"Tetap saja kau menantangku!"
"Demi dewa apa saja, aku nggak berani menantangmu
sekarang."
"Buktinya kau biarkan jubahmu terbuka begitu?"
Sang Ratu tersipu malu sambil merapikan jubah. Pandu
Puber melengos sambil tertawa dengan suara gumam.
"Rasa-rasanya kita perlu berdamai, Pandu."
"Kalau kau mau menjadi baik, aku mau berdamai
denganmu."
"Menjadi baik" Kau pikir aku sakit?"
"Ya. Jiwamu sakit sehingga kau berada di jalur sesat selama ini. Kau harus
kembali ke jalur yang putih, jangan melintasi jalur hitam terus, Wulandita!"
"Oh, kau tahu nama asliku juga?"
"Aku pun tahu lebih banyak dari nama aslimu!"
"Kau benar-benar mengagumkan, Pendekar Romantis,"
ucapnya dalam nada membisik. "Dari mana kau masuk ke kamar ini?"
"Dari. . yah, anggap saja dari genteng!" jawab Pandu bercanda. Sang Ratu suka,
karena itu ia tak segan-segan tertawa dalam gaya manja. Tangannya malah berani
mencubit lengan Pandu Puber. "Baiklah. Agaknya aku nggak perlu tahu dari mana
masukmu dan sejak kapan. Yang jelas aku hanya ingin berdamai denganmu, mungkin
dengan cara memenuhi syaratmu tadi. Tapi
kau pun harus memenuhi permintaanku."
"Apa permintaanmu?" tanyanya dalam senyum makin
menggoda. "Hmmm.. apa ya" Hmmm. . ah, aku malu jadinya!"
"Sebutkan saja, aku nggak akan menertawakan permintaanmu."
"Hmmm.. cuma anu.. cuma... O, ya, apakah kau bisa
memijat?" "Kau yakin kalau aku punya potongan jadi tukang pijat?"
Sang Ratu ketawa geii sambil menepak lengan Pandu.
Bahkan ia makin berani merapat dan menyandarkan kepalanya di pundak Pandu. Lalu,
dengan mata menutup ia berkata iagi,
"Aku capek. Aku butuh dipijat. Kalau kau mau menuruti
permintaanku, aku mau menuruti permintaanmu."
Pandu tertawa pendek. "Bagian mana yang perlu dipijat?"
"Hmmm.. yah, semuanyalah!" jawabnya penuh harap.
"Berbaringlah, akan kuurut punggungmu biar capekmu
hilang." "Oh, kauromantis sekali, Pandu.. !"
Ratu Cadar Jenazah tertawa dengan suara seraknya. Jelas
sekali dia kegirangan dan merasa malam itu adalah malam yang penuh kebahagiaan.
Ia segera membaringkan tubuh ketika Pandu menggosok-gosokkan telapak tangannya
sendiri sebagai tanda siap-siap akan mengurut badan sang Ratu. Tetapi ketika
perempuan itu berbaring, Pandu jadi geleng-geleng kepala sambil tersenyum
sendiri. "Tengkurap dong! Masa' mau dipijat kok gitu?"
"O, maksudmu punggungnya dulu" Baiklah!" kata sang Ratu. "Perlu kulepaskan
jubahku, ya" Biar nggak mengganggu gerakan mengurutmu!"
Pandu ingin bilang, 'jangan' tapi sang Ratu sudah lebih dulu berbuat apa yang
dikatakan tadi. Punggungnya terbuka polos. Halus dan kuning langsat. Bulu-bulu
romanya agak lebat, tapi nggak sampai mengurangi kehalusan kulit tubuhnya. Pandu
sempat gemetar, dan ia terpaksa diam untuk redakan getaran tangan dan kakinya."Kalau
perlu balsem pengurut ambillah di almari obat itu!"
kata sang Ratu.
Almari obat merupakan sebuah kotak jati berpintu satu
memakai kaca bagian depannya. Di sana tersimpan ramuan rempah-rempah. Saat
dibuka, aroma rempah-rempah menyebar ruangan.
Pandu segera mengambil mangkok keramik hitam berisi cream
pengurut badan. Dengan kream itu Pandu mulai mengurut
punggung sang Ratu. Debar-debar jantung Pandu semakin kuat dan cepat. Pandu
hanya berdoa semoga debaran jantungnya nggak sampai putus dari tempatnya.
Pikiran Pandu dialihkan sejenak ke cincin 'Daki Dewa'.
Hatinya berkata, "Barangkali dengan cara begini aku bisa mencuri cincin 'Daki
Dewa', supaya sewaktu-waktu aku harus melawannya, ia nggak akan sempat memakai
cincin itu. Tapi, bagaimana cara mengambil cincin itu dari dalam almari, ya"
Tunggu dia tertidur, atau tunggu dia keluar dari kamar" Kayaknya kalau keluar
dari kamar nggak mungkin deh. Sebab biasanya perempuan kalau sudah berada dalam
satu kamar denganku, ia enggan keluar dari kamar walau sampai esok siang. Hmm..
kalau begitu harus tunggu dia tertidur dong. Sebaiknya kusalurkan kekuatanku
secara perlahan-lahan, dan kutotok beberapa urat yang membuatnya lekas
tertidur."
Perlahan tapi mantap, Pandu mengurut punggung itu. Sang
Ratu mendesis-desis bagai merasakan kenikmatan pada urat-urat tubuhnya. Tapi
hawa hangat terasa meresap di kulit tubuh itu. Sang Ratu bertanya dalam posisi
wajah terbaring miring,
"Hangat sekali. Kau ambil obat pengurut yang mana,
Pandu?""Nih, yangada tutupnya!"
"Astaga! Itu balsem pengawet jenazah!" kata sang Ratu sambil tersentak bangun,
dan Pandu Puber pun terperanjat bengong.
LIMA REPOT juga kalau udah begini. Perempuan itu nggak mau
tidur. Wah, kacau! Pandu Puber akhirnya nggak kuat lagi menahan iman yang imut-
imut itu. Semakin Pandu memberi, semakin sang Ratu meminta. Itulah hukum yang
berlangsung di dalam kamar
tersebut. Padahal maksud Pandu merelakan memberi kemesraan
supaya sang Ratu cepat tidur dan ia bisa cepat mencuri 'Cincin Daki Dewa' dari
dalam almari. Nyatanya si cantik bergairah tinggi itu nggak mau tidur-tidur
sampai pagi. "Aku sudah biasa melek tujuh hari tujuh maiam! Kalau
cuma begadang sampai pagi sih, keciiil. .!" kata sang Ratu ketika Pandu membujuk
agar sang Ratu segera tidur. Bisa dibayangkan, apa jadinya jika dua manusia
Pendekar Romantis 09 Ratu Cadar Jenazah di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
berlainan jenis berada dalam satu ranjang tanpa tidur sedikit pun. Tentu saja
nggak perlu diceritakan deh, ya" Daripada kena sensor. Rugi.
"Ada tiga orang yang kena racun 'Pemikat Surga'. Pertama si Ratu Geladak Hitam;
Dardanila. Tapi dia kini sudah tiada, kembali ke alam sana. Dibunuh oleh Ratu
Cadar Jenazah. Perempuan kedua yang jadi korban racun 'Pemikat Surga'-nya Pandu
Puber adalah Hapsari, atau si Janda Keramat yang matinya gara-gara sang Ratu
kelamaan buka kitab 'Pawang Racun'. Yang ketiga adalah
perempuan di dalam gua yang dulunya bekas pelacur tapi sekarang sudah menjadi
pelayan Bidadari Dian Ayu Dayen, tugasnya
menjaga kolam keringat bidadari. Dia adalah Dewi Selimut Maiam.
Cuma, karena Dewi Selimut Malam nggak boleh ka mana-mana,
maka ia nggak bisa keluar mencari Pandu untuk lampiaskan
kerinduan cintanya. Sekarang yang keempat adalah Ratu Cadar
Jenazah sendiri. Dia nggak tahu kalau dalam darah kemesraan
Pandu terdapat racun 'Pemikat Surga' yang akan membuat dirinya tergila-giia
dengan kemesraan Pandu. Kalau bukan Pandu orangnya, nggak bakalan mau. Itu nanti
jadi prinsip sang Ratu.
Makanya nggak heran kalau sang Ratu nggak mau tidur.
Nggak heran juga kalau sang pendekar tampan itu kebingungan dan akhirnya jengkel
sendiri, karena kesempatan mencuri cincin itu nggak pernah ada. Hanya saja,
ketika matahari muiai merayap lebih tinggi lagi, Pandu Puber punya keberuntungan
lain yang di luar dugaan.
Wulandita mau keluar kamar, maklum kamar mandi waktu
itu nggak ada yang di dalam ruang tidur. Jadi harus keluar ruangan kalau mau ke
kamar mandi. Pada saat sang Ratu buka pintu dan menutupnya kembali, tiba-tiba
Rembulan Pantai menghampirinya dengan sedikit tegang. Pandu Puber sengaja
mencuri dengar di dekat pintu, untuk meyakinkan apakah sang Ratu sudah melangkah
ke kamar mandi atau belum. Ternyata yang ia dengar adalah
percakapan antara sang Ratu dengan Rembulan Pantai.
"Ki Parma Tumpeng dan Payung Cendana datang, Gusti
Ratu!" Yang kaget bukan sang Ratu, tapi malah Pandu sendiri. Ia
baru ingat bahwa keberadaannya di dalam almari itu telah membuat kedua tokoh
golongan putih itu mencemaskan dirinya. Itu wajar saja terjadi, karena Payung
Cendana punya kesan indah sendiri sebelum Pandu berangkat ke Bukit Gulana.
Tentunya perempuan tua yang masih tampak muda dan cantik itu mencemaskan keadaan
Pandu dan perlu menyelidik dengan datang ke istana Ratu Cadar Jenazah.
"Apa maksud kedatangan mereka?"
"Ada yang ingin mereka bicarakan dengan Gusti Ratu. Tapi mereka datang dengan
baik-baik dan tidak bikin keonaran."
"Bilang saja pada mereka, aku sedang slbuk!"
"Mereka minta waktu sebentar saja, Gusti! Saya rasa kalau Gusti tidak mau
menemuinya, mereka bisa penasaran dan bikin
masalah di sini!"
"Apakah mereka singgung-singgung soal Pandu Puber?"
"Tidak, Gusti. Mereka cuma ingin bicara tentang sesuatu yang katanya sih amat
penting diketahui oleh Gusti Ratu!"
"Hmmm.. kalau begitu, suruh mereka menunggu di bangsal
paseban!" "Baik, Gusti!"
Rembulan Pantai bergegas pergi ke gerbang depan.
Wulandita bergegas pergi ke kamar mandi. Pandu Puber berpikir,
"Kalau kulakukan sekarang, waktunya pendek. Sebaiknya tunggu sang Ratu menemui
Payung Cendana dulu. Pasti waktunya agak
lama dan aku bisa bebas menggeledah almari itu untuk mencari cincin tersebut.
Sudah diduga oleh Pandu sebelumnya, bahwa Wulandita
nggak akan mau bilang apa adanya. Bahkan Pandu juga menduga
bahwa ia nggak bakalan diizinkan keluar dari kamar. Ternyata dugaan itu benar.
"Ada sesuatu yang harus kukerjakan," kata sang Ratu sambil mengenakan pakaian
kebesarannya lengkap dengan cadarnya.
"Ada apa sebenarnya?"
"Nggak ada apa-apa. Cuma ada tamu yang ingin bicara
padaku. Tamu baik-baik kok."
"Cowok, ya?"
"Idih, cemburu amat sih kamu!" sambil sang Ratu mencubit pipi Pandu. Pandu
sendiri sengaja berpura-pura cemburu supaya rencananya tidak mencurigakan hati
kecil sang Ratu.
"Tamunya sudah tua, lagian mereka sepasang lelaki-
perempuan. Jangan cemburu dulu, Yang."
"Aku ikut menemuinya, ya?"
"Nggak usah. Nanti skandal kita ketahuan orang banyak!
Yayang di sini aja, ya" Aku cuma sebentar kok."
"Benar lho, jangan lama-lama!"
"Nggak deh, nggak. .! Yayang bobo'an aja dulu, ya" Istirahat biar tenaganya
pulih kembaii. Hi, hi, hi.. !"
Pandu Puber tersenyum geli, padahal di hatlnya tertawa
ngakak. Kepura-puraannya membuat dirinya merasa lucu sendiri.
Sebelum keluar, Ratu Cadar Jenazah rapatkan badan kepada
Pandu, melingkarkan kedua tangannya di pinggang si pemuda
kekar Itu. Wajahnya sedikit mendongak pertanda minta dicium.
Pandu menyingkapkan cadar hitam, dan bibir sensual yang
menggairahkan itu pun dikecupnya lagi. Pelan dan agak lama,
sampai sang Ratu ngos-ngosan, wajahnya jadi merah karena
menahan gejolak yang nggak boleh dilepaskan saat itu. Kalau ia belum rapi sih
mungkin cuek aja, pelayaran dimulai lagi. Tapi karena dia sudah rapi, maka yang
perlu dipaksakan untuk dicuekin adalah gairahnya itu.
"Jangan keluar ke mana-mana lho!" pesan sang Ratu dengan langkah berat. Pandu
mengangguk dengan senyum menawan. Sang
Ratu berkata lagi begitu mau buka pintu,
"Yayang nggak marah kan kalau kutinggal sebentar?"
Pandu menggeleng. "Asal jangan lama-lama, aku nggak
marah!" ujarnya dengan nada lembut yang menyentuh kalbu, membuat suasana lebih
romantis lagi. Setelah sang Ratu keluar, Pandu Puber tertawa cekikikan,
geli dan hampir terpingkal-pingkal.
"Hi, hi, hi. . dia memanggilku Yayang, wow... keren!
Romantis juga tuh orang. Baru sekarang ada cewek yang panggil aku Yayang.
Jangan-jangan dia lupa kalau namaku Pandu Puber, ya?"
Pandu segera ingat rencananya. Ia nggak mau buang-buang
waktu. Maka 'Cincin Daki Dewa' pun segera dicarinya. Untuk
mendapatkan kepastian bentuk cincin itu, Pandu terpaksa
memanggil kakeknya kembali. Pedang siluman dicabut sedikit dari kakinya.
"Kek, cincin itu bentuknya kayak apa?"
"Bulat, tengahnya bolong," jawab suara kakeknya.
"Iya, aku tahu kalau cincin itu bulat tengahnya bolong.
Maksudku, yang dinamakan cincin 'Daki Dewa' itu yang kayak apa"
Batunya warna apa" Aku lupa!"
"Warnanya hitam, seperti buah duwet atau jamblang, agak bening sedikit."
"Letaknya di mana, Kek?"
"Di dalam 'cempuk', Cucuku!"
"Cempuk itu apa, Kek" Kaleng kerupuk?"
"Husy! Cempuk itu wadah perhiasan. Carilah di ruang
almari samping. Cempuk itu ada di sana! Cari cincin yang berbatu hitam agak
bening, dililit emas kusam. Itulah cincin 'Daki Dewa'."
Untung Pendekar Romantis punya kakek yang amat sayang
kepadanya, sampai-sampai walau sang Kakek sudah nggak bisa
menjelma dalam sosok aslinya, tapi masih mau dampingi sang cucu tersayang. Coba
kalau nggak ada pedang yang bisa ngomong, wah..
kacau sekali. Pandu belum tentu tahu ada cincin berkhasiat sesakti itu.
Sebenarnya sang Ratu Cadar Jenazah sendiri sudah mulai
punya perasaan nggak enak. Cuma dia nggak mau mengikuti
perasaan nggak enaknya itu. Dia juga sibuk menghadapi dua
tamunya yang sudah dikenal dan perlu diwaspadai. Sebab Ki Parma Tumpeng adalah
orang yang pernah dikalahkan saat merebut Bukit Gulana itu. Wajar kalau sang
Ratu penuh curiga atas kedatangan kakak-beradik itu.
"Kalau maksudmu kemari untuk merampas tempat ini lagi,
jelas itu suatu hal yang mustahil, Parma Tumpeng!" kata sang Ratu dengan
seenaknya, karena ia menganggap usianya sebenarnya sama dengan Ki Parma Tumpeng.
"Aku kemari bukan untuk membicarakan tempat ini!" ujar Ki Parma Tumpeng. "Ada
masalah yang lebih penting lagi dari itu.
Perlu kau ketahui, muridku Balak Lima ada di luar menunggu
kemunculanku, dan muridnya Payung Cendana yang bernama Bu-
nga Taring Liar juga menunggu di luar gerbang. Dalam waktu
seratus hitungan aku nggak muncul, mereka akan menyerang
masuk dan mengobrak-abrik tempat ini!"
Ratu Cadar Jenazah sunggingkan senyum sinis. "Kamu pikir aku takut dengar
ancamanmu" Nggak usah pakai mengancam
segala deh! Jelaskan dulu persoalannya!"
Payung Cendana yang menjawab dengan tegas, "Pandu
Puber ada di sini! Sekarang kuminta kau keluarkan dia! Pasti dia sudah
tertangkap olehmu!"
"Eh, jangan menuduh sembarangan, ya"!" sang Ratu mulai berang, sebab di situ ada
Rembulan Pantai, Widyarukmi, dan Cawan Serumpi. Tiga pengawal kuatnya terkesiap
mendengar ucapan Payung Cendana. Hal itu bikin sang Ratu jadi nggak enak hati
terhadap mereka, karena itu sang Ratu ngotot keras. Sengaja
dikeraskan ngototnya supaya ketiga pengawalnya nggak curiga.
"Kalian boleh tanyakan kepada semua orang di sini, bahwa belum ada seorang pun
yang datang dengan membawa Pandu
Puber! Kamu kalau ngomong jangan sembarangan, Payung
Cendana! Bisa kurobek mulutmu sekarang juga!"
"Memang nggak ada orang yang menangkap Pandu Puber.
Tapi Pendekar Romantis datang sendiri kemari dan pasti sudah tertangkap olehmu.
Lepaskan sekarang juga!"
"Waaahh. ,. kamu ini datang cari penyakit, Payung Cendana!
Apa alasanmu menyangka begitu" Apakah kau tahu Pandu Puber
datang kemari?"
"Teropong batinku mengatakan demikian!"
"Teropongmu rusak kali!", ujar sang Ratu dengan tertawa sinis.
Ki Parma Tumpeng berkata, "Kami meminta dengan baik-
baik. Jangan sampai di antara kita terjadi pertikaian lagi,
Wulandita!"
"Apa yang kalian minta memang nggak ada padaku! Jangan
mengada-ada, ya"!"
"Kami akan menggeledah istanamu!" ujar Payung Cendana dengan berani.
"Enak saja menggeledah! Emangnya situ pihak yang
berwajib mau cari barang bukti"!" sang Ratu bersungut-sungut.
"Istanaku nggak boleh diacak-acak oleh siapa pun, tahu"! Barang siapa berani
mengacak-acak Istanaku, berarti dia berani pulang tanpa nyawa!"
"Pulang tanpa nyawa sudah merupakan rencanaku!" ujar Payung Cendana dengan tegas
sekali. Kini ketiga pengawal sang Ratu muiai bergerak ke tiga arah, sikapnya
mengepung kedua tokoh kakak-beradik itu.
Ratu Cadar Jenazah nggak mau duduk di kursi
kebesarannya. Ia berdiri dengan menahan emosi. Matanya
memandang tajam dari balik cadar hitamnya.
"Payung Cendana, sekarang apa maumu sebenarnya, hah"!
Kalau kau memang maunya duel sama aku, baik! Kuturuti
kemauanmu!"
"Kalau kau berani mengusik adikku, aku terpaksa turun
tangan lagi, Wulandita!" kata Ki Parma Tumpeng, tenang tapi agak konyol juga
orang ini. Kepalanya yang berbentuk lancip atas itu memang mirip tumpeng
kekurangan telur. Rambutnya tipis, botak tengah. Jenggotnya putih, panjang
sedada. Tapi sikapnya masih seperti anak muda, gemar tawuran juga kelihatannya.
"Kalian mau mengeroyokku" Hmm.. ! Kalian baru dua
orang. Mestinya dua puluh orang dong, baru aku akan keteter!"
"Kurobek mulut besarmu, Wulandita! Hilh.,.!" Payung Cendana mau lepaskan pukulan
tenaga dalamnya, tapi tangannya ditahan oleh Ki Parma Tumpeng.
Tebb.. ! "Biar aku dulu yang maju deh! Aku kan lebih tua darimu!"
kemudian Ki Parma Tumpeng berkata kepada sang Ratu,
"Wulandita, apakah kau punya tempat yang enak buat adu
kesaktian?"
"O, kau benar-benar nggak jera melawanku, ya" Boleh aja kalau memang itu maumu!
Kita ke halaman depan saja. Kita
buktikan, berapa jurus aku bisa mencabut nyawa tuamu itu, Parma Tumpeng!"
"Baik, kita keluar dari bangsai ini!"
Zlappp.. ! "Lho... hllang" Ke mana si orang tua tadi"!" pikir Rembulan Pantai yang
kebingungan me;ihat Ki Parma Tumpeng lenyap. Heran lagi melihat Payung Cendana
ikut lenyap Juga. Ternyata kedua orang itu sudah berada di halaman depan bangsal
pertemuan itu. Mereka menunggu sang Ratu di sana, berdiri bersebelahan di bawah pohon beringin
tinggi yang ada di tengah halaman, yang membuat tempat itu menjadi teduh.
Blarrr.. ! Belum-belum sudah terdengar ledakan kuat di luar gerbang.
Kedua tokoh kakak-beradik itu merasa heran, saling berkerut dahi.
Sang Ratu dan tiga pengawalnya juga ikut heran.
"Ada apa di luar itu" Coba periksa, Widyalukmi!" perintah sang Ratu sambil
berjalan ke halaman. Yang bernama Widyalukmi segera memeriksa. Saat ia kembaii
lagi, Ratu Cadar Jenazah sedang berhadapan dengan kedua tamunya. Jarak mereka
sekitar enam langkah.Widyalukmi melapor, "Gusti, di luar terrjadi pertarungan antara Balak
Lima dengan Panji Gosip!"
Ki Parma Tumpeng dan Payung Cendana saling pandang.
Ki Parma Tumpeng berbisik, "Muridku itu memang sok berani. Tapi kurasa ia berani
begitu karena ada muridmu, Bunga Taring Liar!"
"Biar si Bunga yang bereskan sisa pengikut Dalang Setan itu!" ujar Payung
Cendana dengan pelan juga.
Sang Ratu bertanya kepada Widyalukmi, "Apa sejak
kemarin malam Panji Gosip belum pulang juga?"
"Belum, Gusti! Dia masih tunjukkan kesetiaannya kepada
Gusti dengan ikut berjaga-jaga di luar sana."
"Biar mampus tuh anak! Dia pikir aku masih sudi
menemuinya. Hmm.. !" Lalu batin sang Ratu berkata, "Dia nggak tahu kalau aku
punya sesuatu yang baru, yang lebih hebat dan lebih mewah dari dirinya! Mudah-
mudahan Pandu Puber nggak keluar
dari kamar, jadi aku nggak malu sama anak buahku!"
Ki Parma Tumpeng maju dua tindak. Tongkatnya masih
digenggam dengan tangan kiri. Bukan karena dia tokoh tua yang kidal, tapi karena
dia punya rencana melepaskan pukulannya
menggunakan tangan kanan.
"Bersiaplah untuk merangkak ke alam kubur, Parma
Tumpeng! Heeah. .!"
Clapp...! Sinar biru sejengkal keluar dari ujung telunjuk Ratu Cadar
Jenazah. Sinar itu kecil dan gerakannya cepat. Tapi agaknya Ki Parma Tumpeng
nggak kalah siap. Dari tangan kanannya yang
bertelapak membuka keluar sinar agak besar warna merah lebar.
Clapp...! Tangan itu tak digerakkan ke depan, hanya membuka di
samping, tapi gerakan sinarnya tergolong cepat dan menghantam sinar birunya
Wulandita. Blarrr.. ! Asap mengepul tebai akibat ledakan di pertengahan jarak
itu. Tebalnya asap mengganggu pandangan Ki Parma Tumpeng,
sehingga ia nggak bisa lihat apa yang dilakukan oleh lawannya.
Tahu-tahu seberkas cahaya biru mirip bola berduri itu melesat menerobos
ketebalan asap, mengarah kepada Ki Parma Tumpeng.
Wusss ... "Eit.. ! Gawat!" Ki Parma Tumpeng sentakkan tongkat ke tanah. Dug. .!Wuttt.. !
Pendekar Romantis 09 Ratu Cadar Jenazah di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Tubuhnya melesat ke atas dalam keadaan masih tegak
berdiri tegak lurus. Dari atas sana barulah dia melihat Wulandita sedang
rapatkan kedua telapak tangannya di dada.
Ki Parma Tumpeng sentakkan tangan yang memegang
tongkat ke depan. Sentakan itu pendek saja, bahkan nyaris seperti nggak bergerak
karena c-patnya sentakan. Tapi dari kepala
tongkatnya keluar sinar merah lurus mirip sinar laser.
Class...! Suttt...!
Sinar birunya Wulandita tadi menghantam pohon beringin
di belakang Ki Parma Tumpeng.
Blegarrr. .! Daun pohon rontok seketika, namun tidak semua. Hanya
saja bagian batang pohon menjadi hitam sampai di pertengahan ketinggian pohon
itu. Sedangkan sinar merahnya Ki Parma
Tumpeng segera dihadapi dengan hembusan asap kuning dari
telapak tangan Ratu Cadar Jenazah.
Wusss...! Drubbb. .! Bunyi ledakan bagai diredam oleh asap kuning itu. Ki
Parma Tumpeng sedang bergerak turun dengan gerakan lamban
dan tetap tegak seperti orang berdiri. Ini menandakan ilmu Ki Parma Tumpeng
cukup tinggi dan layak melawan Ratu Cadar
Jenazah.Karena setalah Ratu Cadar Jenazah meredam sinar
merahnya Ki Parma Tumpeng, tiba-tiba tubuhnya melesat dalam
keadaan berdiri tegak.
Wuttt...! Tinggi kaki dengan tanah sekitar satu lutut. Gerakannya
begitu cepat, sehingga Ki Parma Tumpeng sedikit kaget, lalu segera hadangkan
tongkatnya ke depan. Tubuh tegak itu pun melayang
maju menyambut gerakan terbang sang Ratu.
Plak, plak, blarr. .! Duhgg...!
"Uhg.. !" terdengar suara pekik sang Ratu. Rupanya setelah berhasil menangkis
kibasan tongkat yang bergerak di luar dugaan itu, ujung tongkat berhasil
menyodok pertengahan dadanya. Tentu saja kekuatan yang tersalur di dalam tongkat
itu adalah kekuatan tenaga dalam cukup tinggi. Nyatanya sang Ratu bisa tersentak
mundur dalam keadaan masih berdiri tegak tak menginjak tanah. Ia bagaikan
membentur sesuatu yang punya daya pantul balik, sehingga ketika tiba di tempat
semula sikap berdirinya sempat
limbung sebentar.
"Gusti.. !" Rembulan Pantai terkejut meiihat sang Ratu limbung, dengan gerakan
cepat segera menopang tubuh sang Ratu.
"Nggak apa-apa.. nggak apa-apa!" kata sang Ratu sambil tarik napas. "Kayaknya
aku perlu hadapi orang ini dengan 'Aji Baja Geni'-ku"
"Ya, itu lebih baik, Gusti Ratu! Habisi saja dia! Kalau perlu adiknya biar saya
yang habisi!"
"Jangan. Adiknya juga biar berurusan denganku! Aku tahu perempuan itu cemburu
dan naksir Pandu Puber."
"Kalau benar begitu, kenapa Gusti Ratu agaknya dendam
sekali kepadanya" Bukankah.. ."
"Sudah, diam! Aku sedang tarung, jangan diajak ngobrol!"
potong sang Ratu yang segera sadar bahwa ia tak boleh tampakkan sikap
mempertahankan Pandu Puber.
"Minggirlah, biar kuhadapi dia. Agaknya dia mau gunakan
'Aji Baja Geni'," bisik Payung Cendana kepada kakaknya. Tapi sang Kakak masih
ngotot ingin hadapi sendiri kekuatan sang Ratu.
"Nanti dulu! Aku belum selesai melawan dia, kamu sudah
mau main geser aja. Mundur sana! Biar kubuat babak belur dulu dia, baru kau
kerjain deh sana!"
Payung Cendana sempat berseru, "Wulandita! Serahkan saja pemuda itu pada kami!
Jika kau masih ngotot, kau akan celaka.
Karena kami tahu kelemahanmu ada di mana. Walau kau
pergunakan 'Aji Baja Geni', aku tahu persis bagian mana dalam tubuhmu yang harus
kuserang! Hati-hati dengan perutmu,
Wulandita!"
Seruan itu semacam gertakan juga dari Payung Cendana.
Ternyata gertakan itu mampu membuat Ratu Cadar Jenazah berpikir beberapa kali
saat sebelum lakukan penyerangan.
"Gila! Rupanya dia berani melabrak kemari karena dia
sudah tahu di mana letak kelemahanku"! Wah, gawat nihi Aku
harus lebih melindungi pusarku nih! Kalau kecolongan bisa
mampus aku! Sebaiknya kugunakan cara kalem aja, jangan asal
serang dulu!" pikir Wulandita sambil mencari posisi enak untuk menyerang
kembaii. Matanya tertuju pada Payung Cendana, karena ia tahu mata payung itu
dapat melesat sendiri dan salah-salah bisa menembus bagian pusarnya. Sekalipun
nggak terlalu berbahaya jika tergores atau tertusuk senjata itu, namun bisa
menjadikan borok yang menyebalkan pada bagian pusar. Itulah sebabnya Wulandita
selalu mewaspadai ujung payung perak itu.
"Memang nggak semua senjata bisa mempan menembus
pusarku, tapi siapa tahu senjatanya si Payung Cendana atau
tongkatnya si Parma Tumpeng adalah pusaka yang cocok untuk
menembus pusarku"!" pikirsang Ratu iagi. "Bagaimanapun juga aku harus berusaha
menghindari serangan di bagian perutku. Kalau begitu, aku harus menyerang mereka
dengan jurus 'Kilat
Menyambar Petir", artinya bergerak cepat sambil main pelintir!"
Di luar gerbang pun terjadi pertarungan antara Panji Gosip
melawan Balak Lima. Tapi Balak Lima dibuat nungging oleh Panji Gosip, sehingga
ia mengerang-erang kesakitan. Wajahnya memar karena pukulan beruntun yang
diiancarkan oleh Panji Gosip. Mau tak mau Bunga Taring Liar mengambii alih
posisi Balak Lima. Gadis yang mengenakan pakaian biru dengan rambut disanggul
agak tinggi, sisanya jatuh seperti ekor kuda setengkuk itu mempunyai pedang yang
berbahaya, karena pedang dipunggungnya itu
mengandung racun ganas juga. Ia mencabut pedang itu ketika Panji Gosip nggak mau
hentikan serangannya. Pada prinsipnya, Panji Gosip tetap melarang mereka berdua
masuk ke benteng istana.
"Kalau kau masih nekat ingin masuk menemui sang Ratu,
kau harus melangkahi mayatku tujuh kali! Perlu kau ketahui, siapa pun tak
kuinginkan bertemu dengan Wulandita, karena dia calon istriku!?"Mulut besarmu
itu memang perlu dirobek pakai ujung pedangku, Panji Gosip! Dari dulu tak pernah
ada jeranya menyebar gosip dan membual di sana-sini" geram Bunga Taring Liar.
Gadis ini belum keluar taringnya. Kalau sudah keluar taringnya, naah..
bahaya sekali tuh. Malaikat Bisu yang jadi guru dan ketua dari Perguruan Tanduk
Singa saja mati di ujung pedangnya, apalagi cuma Panji Gosip yang belum banyak
pengalamannya di rimba
persiiatan. Tapi agaknya Panji Gosip nggak takut sedikit pun
menghadapi Bunga Taring Liar, ia menerjang maju dengan pisau kembarnya yang
masing-masing panjangnya dua jengkal itu.
Wut, wut, wut.. !
Panji Gosip kibaskan pisaunya dengan cepat. Kedua tangan
yang masing-masing memegang pisau itu bergerak terus tiada
hentinya. Sepertinya gerakan itu serabutan, asal gerak saja. Tapi sebenarnya
mempunyai jurus tertentu yang dapat mengecoh
gerakan menghindar dari lawannya.
Bunga Taring Liar nggak mau langsung serang. Ia malah
melompat mundur dua kali. Panji Gosip maju terus seraya gerakkan kedua tangannya
simpang siur ke mana-mana sambil keluarkan
suara hentakan-hentakan yang menipu konsentrasi lawan.
"Heeah. .! Huaah. .! Hillat. . haaah. .! Huaaah, heaah. .!"
Ada prajurit penjaga gerbang berbisik kepada temannya,
"Panji Gosip itu sedang berantem apa sedang kepedasan cabe sin"!
Kok jurusnya aneh. Berisik amat"!"
Temannya menyahut, "Itu namanya jurus 'Cabe Tanpa
Tahu', ya begitu itu gerakan dan suaranya!"
Terdengar seruan Balak Lima yang merasakan lemas sekujur
tubuhnya karena pukulan Panji Gosip tadi, "Sikat dia, Bunga! Tebas lehernya!
Belah kepalanya!"
Si penjaga gerbang berseru, "Memangnya semangka! Main
tebas aja!"
Balak Lima mau lepaskan pukulan kepada penjaga gerbang,
tapi ia terkesima melihat tubuh Bunga Taring Liar memutar dalam keadaan berdiri
tegak bagaikan gangsing di atas tanah. Jempol kakinya yang dipakai berdiri tegak
dan tubuhnya memutar begitu cepat, sampai akhirnya pedangnya berkelebat me
nyabet punggung Panji Gosip yang masih menggunakan jurus awut-awutan itu.
Wuuut! Crass..!
"Aauh. .!" Panji Gosip memekik dengan tubuh berhenti dan mengejang. Punggungnya
berdarah. Sabetan itu memang nggak
banyak, artinya nggak sepanjang tulang punggung. Hanya sekitar satu jengkal dan
letaknya di belakang pundak. Tapi darah yang keluar adalah darah merah kehitam-
hitaman. Tandanya darah itu sudah bercampur dengan racun dari mata pedang
lawannya. "Penggal kepalanya! Cepat penggali" seru Balak Lima nggak sabar. Ia dendam
sekali kepada Panji Gosip. Namun agaknya Bunga Taring Liar yang cantik dan
membuat para penjaga gerbang senang memperhatikannya itu nggak mau sekejam Balak
Lima. Bunga Taring Liar justru menjauhi lawannya yang sedang menggeliat
sempoyongan itu, laiu jatuh berlutut dan membungkuk.
"Heaaat...!" tiba-tiba Panji Gosip berteriak panjang dan keras.
Suaranya sampai pecah. Sambil berteriak begitu ia bangkit dan menyentakkan kedua
tangannya ke kanan-kiri. Tubuhnya segera
mengejang, gerakan tangannya lamban saat menuju ke depan dada.
Semua ototnya mengencang dan saiing bertonjolan. Rupanya ia
kerahkan kekuatan intinya untuk atasi luka di punggung.
"Hati-hati, Bunga! Dia mau serang kamu dengan jurus
andalannya!" seru Balak Lima.
Dugaan itu ternyata meleset. Panji Gosip bukan menyerang,
namun justru pergunakan sisa tenaganya untuk melesat melarikan diri dengan
kecepatan tinggi.
Wuttt...! "Kejar dia! Ayo, kejar dia, Bunga! Dia nggak akan bisa lari jauh, tenaganya akan
habis! Kejar terus. .!"
Bunga Taring Liar mendekati Balak Lima yang berpakaian
serba merah itu. Dengan mata memandang tajam dalam kecantikan yang memukau itu,
Bunga Taring Liar berkata ketus,
"Aku bukan babumu! Kalau kau mau, kejarlah sana!"
"Dia akan datang lagi di suatu saat dan membalas
kekalahannya. Makanya harus dihabisi sekalian!"
"Kau pikir dia kacang rebus yang mudah dihabisi"!" gerutu Bunga Taring Liar
sambil memasukkan pedangnya ke sarung
pedang. "Tanpa kukejar dia juga akan kehabisan tenaga sendiri, lama-lama akan
kehabisan napas dan nyawa. Racun yang kutitipkan dalam darahnya nggak mudah
dicarikan obat penawarnya!"
"Siapa tahu dia ditolong seorang tabib yang pandai
mengobati luka racun!"
"Itu urusan nanti! Yang penting sekarang aku mau tengok Nyai Guru, bagaimana
keadaannya."
"Tapi para penjaga gerbang itu sudah membentuk barisan
pagar betis. Kita pasti nggak diizinkan untuk masuk."
"Pagar betis apaan"! Persetan dengan mereka. Kalau mereka masih menghalangi
kita, kutebas sekalian dengan pedangku!" geram Bunga Taring Liar dengan mata
memandang angker. Biar angker, kata orang, masih tetap cantik.
Langkah kedua murid tokoh tua kakak-beradik itu terhenti
ketika mendengar suara ledakan dan kegaduhan yang mengejutkan.
Blarrrr.. ! Gubrakkk. .!
Pintu gerbang setebal itu jebol dari dalam. Dua sosok
melayang menerobos pintu gerbang tersebut. Salah satu prajurit penjaga pintu
gerbang jatuh tengkurap dan tertindih jebolan pintu.
Ia hanya bisa mendelik, tak bisa berteriak, karena di atasnya ada dua sosok yang
terkapar sulit bangun. Mereka adalah Ki Parma
Tumpeng dan Payung Cendana. Rupanya mereka terpental oleh
jurus maut Ratu Cadar Jenazah yang dilepaskan dan diadu dengan dua jurus mereka.
Apakah kedua tokoh kakak-beradik itu mati" Oh, belum.
Masih awet. Mereka hanya mengalami luka memar dan sekujur
tubuh mereka bagaikan dilolosi tulangnya. Namun Payung Cendana segera kuasai
diri dan dapat berdiri dengan sempoyongan. Ia
bahkan sempat membantu kakaknya yang merangkak kebingungan
mau turun dari jebolan pintu tebal itu. Sedangkan prajurit yang jatuh ketindih
pintu hanya bisa cengap-cengap nggak ada yang menolongnya.
Seru juga pertarungan mereka. Tapi apakah Pandu Puber di
dalam kamar masih belum menemukan 'Cincin Daki Dewa' yang
sakti itu" Mengapa ia nggak keluar-keluar dari kamar" Mestinya ia keluar dan
segera menolong Payung Cendana dong. Biar suasana lebih romantis Iagi. Tapi
kayaknya kemauan sang nasib nggak
begitu sih. Nggak tahu ngapain aja Pandu di kamar sang Ratu. Kita tengok aja ke
sana. ENAM MERASA waktunya pendek, Pendekar Romantis terpaksa
harus bisa menemukan cincin itu dengan cepat, jangan sampai saat ia menggeledah
almari ketahuan Ratu Cadar Jenazah. Udah nggak asyik aja deh kalau sampai
ketahuan begitu. Malunya nggak
ketulungan. Tapi rupanya mencari 'Cincin Daki Dewa' itu bukan semudah mencari
meja di antara para kursi,
Cempuk, tempat menyimpan perhiasan dari logam
kuningan memang sudah ditemukan Pandu. Tapi isinya bermacam-
macam perhiasan. Repotnya lagi Pandu harus bisa memilih cincin yang tepat.
Repotnya lagi di dalam cempuk itu ternyata Ratu Cadar Jenazah mempunyai tiga
puluh empat cincin. Busyet! Bisa
dibayangkan bagaimana repotnya memilih satu cincin di antara tiga puluh empat
cincin" "Batunya berwarna hitam bening!" ingat Pandu. "Ya, memang sih, cirinya dari
'Cincin Daki Dewa' adalah berbatu hitam.
Tapi sang Ratu ternyata mempunyai delapan beias cincin berbatu hitam. Mau nggak
mau Pandu Puber agak gugup juga saat
mengobrak-abrik kedelapan belas cincin itu.
Saking gugupnya dan ingin cepat selesai, cempuk itu malah
jatuh ke lantai.
Prangng.. ! Zrrakkk.. !
Perhiasan itu mawut semua di lantai. Ada yang
menggelinding ke kolong ranjang, ada yang sampai di depan pintu keluar, ada yang
mental ke bawah meja, wah... kacau banget deh pokoknya. Pandu sempat bingung
sendiri dan makin panik.
"Sial! Kenapa aku jadi gugup begini sih" Wah, kalau sampai sang Ratu saat ini
muncul, habis deh riwayatku. Setidaknya
malunya bukan main. Pasti dia tahu kalau aku mau curi
perhiasannya. Uuuh.. dasar tangan suka nyari keusilan di tubuh perempuan ya
begini ini! Pegang apa-apa jadi grogi!" Pandu mengecam dirinya sendiri sambil
menggeragap memunguti
perhiasan itu. Pada saat memunguti perhiasan yang kocar-kacir itulah,
Pandu Puber menemukan sebuah cincin emas kusam dan hampir
berjamur hijau pada lekuk ukirannya. Cincin itu berbatu hitam bening seperti
agar-agar buat campuran es cendol. Wajah Pandu jadi ceria karena yakin cincin
itulah yang dinamakan 'Cincin Daki Dewa', sesuai keterangan dari suara kakeknya.
Cincin itu segera diselipkan pada ikat pinggangnya. Sisa
perhiasan buru-buru dimasukkan dalam cempuk, dan cempuk itu
segera ditaruh pada tempat semula.
Namun baru saja Pandu berdiri dari jongkoknya, matanya
terbelalak kaget melihat seorang perempuan ternyata sudah berdiri di depan pintu
masuk dalam keadaan pintu terbuka.
"Yaah. ."!" Pandu mengeluh kecewa dalam hatinya. Tapi ia buru-buru berlagak
Pendekar Romantis 09 Ratu Cadar Jenazah di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
cengar-cengir setelah tahu perempuan itu bukan Ratu Cadar Jenazah melainkan
seorang perempuan pendek,
berkebaya longgar warna abu-abu, memakai pinjung dan kain
warna hitam. Dilihat dari bentuk jidatnya yang jenong,
rambutnyayang dikonde asal jadi, jelas sosok penampilan itu adalah sosok seorang
pembantu. Hidungnya pesek, matanya belok, giginya maju mirip bemper mobil.
Perempuan pendek itu segera masuk dan menutup pintu
dengan mata masih memandang curiga kepada Pandu. Pandangan
matanya itu jelas menampakkan perasaan heran, aneh, curiga, dan bingung.
"Siapa kamu" Mau apa di kamar Gusti Ratu" Apa yang
kamu kerjakan di sini" Mengapa bisa ada di sini" Sejak kapan ada di sini" Dari
mana bisa masuk ke sini" Berapa.. ."
"Ssstt...!" potong Pandu sambil masih pegangi cempuk itu dengan satu tangan, dan
tangan yang satu menempeikan jari di mulut. "Akubertanya padamu!" hardik
perempuanitu. "Tanya ya tanya, tapi satu persatu dong. Jangan
memberondong kayak ayam bertelur kembar tujuh gitu!" kata Pandu Puber sambil
berpikir cari alasan.
Mata perempuan itu memandang pada benda yang
dipegang Pandu. Mata lebar itu melebar lagi mirip mata sapi. Itu tandanya si
perempuan pendek sedang terkejut melihat benda yang dipegang Pandu.
"Kau pencuri, ya?"
"Belum. Eh, tadi.. eh, anu.. bukan!" jawab Pandu agak gugup. Laiu ia pergunakan
senyuman yang mengandung kekuatan
gaib dari Jurus 'Mata Dewata', agar perempuan itu nggak securiga sekarang.
Ternyata ada hasilnya juga. Dahi jenong itu nggak begitu berkerut iagi. Sikap
memandangnya pun lebih bertitik berat pada rasa heran dan kagum.
"Siapa kamu, Kang" Seingatku, Gusti Ratu nggak bilang
kalau di sini ada tamu pribadinya. Aku nggak disuruh bikin
minuman buat tamu. Jadi.. sekali lagi kutanya, siapa dirimu, Kang?"
"Namaku Pandu Puber, dan.. ."
"Ooh.. "!" perempuan itu terpekik, segera menutup
mulutnya karena takut terlalu keras suara pekiknya tadi. Ja.. jadi, kau yang
ditulis dalam sayembara itu?"
"Betul. Tapi nyatanya kehendak sang Ratu berbeda. Dia
bukan mau bunuh aku. Dia nggak jahat sama aku kok. Malahan dari semalam aku
sudah diajak bercanda sama sang Ratu. Lalu sekarang sang Ratu sedang terima tamu
dan aku nggak boleh keluar ke mana-mana."
"Oooh..." Ternyata benar apa kata mereka."
"Apanya yang benar?"
"Mereka biiang, yang namanya Pandu Puber alias Pendekar Romantis itu orangnya
tampan, gagah, dan perkasa. Mulut mereka nggak salah ucap rupanya!"
Pandu Puber kikuk, malu hati sendiri menerima pujian
secara nggak langsung. Tambah nggak enak hati lagi setelah
perempuan pendek berbadan agak kurus itu berkata dalam senyum kemanjaannya.
"Cuma sayang sekali, ya..." Ganteng-ganteng kok kerjanya jadi maling"!"
"Ah, kamu bisa aja!"
"Iya. Nyatanya sekarang kau masih memegang tempat
perhiasan sang Ratu! Pasti mau kau bawa kabur kan?"
"Oh, nggak gitu.. ! Hmm. . ceritanya begini," Pandu segera mengarang
cerita. "Tadi malam sang
Ratu memamerkan
perhiasannya ini padaku. Lalu tempat perhiasan ini ditaruh di meja kecil dekat
ranjang itu. Begitu kudengar sang Ratu terima tamu, aku ingin merapikan tempat
ini. Cempuk ini akan kukembaiikan ke
dalam almari. Tapi jatuh, mawut semua. Dan.. dan sekarang
kukembalikan ke dalam almari. Nih, lihat.. nih.. !" cempuk dikembalikan ke pada
tempatnya. "Tuh, kutaruh di tempat semula, kan?" sambil Pandu tersenyum kaku.
Perempuan itu manggut-manggut. Wajahnya menjadi agak
sinis. Pandu manaruh curiga dalam hatinya.
"Kenapa kau memandangku dengan begitu?"
"Karena kau pemuda tampan tapi curang dan licik."
"Maksudmu bagaimana?"
Tangan si perempuan terulur dalam posisi telapak tangan
tengadah, tanda meminta sesuatu. Pandu berkerut dahi, berlagak bingung melihat
sikap si peiayan pendek itu.
"Apa maksudmu sih?"
"Cempuk itu memang kau pulangkan pada tempatnya, tapi
yang kau selipkan di ikat pinggangmu itu mana" Harus
dipulangkan juga!"
"Ah, nggak ada kok!"
"Jangan bohong! Kalau aku keluar dan teriak maling, kau pasti dikepung prajurit
dan digebuki sambil diarak keliling alun-alun!" "Ah, kamu ini apa-apaan sih" Aku
kan sudah bilang, bahwa.. ."
"Serahkan kembali yang kau selipkan di ikat pinggangmu
itu, Pandu ganteng!" tangannya masih tengadah meminta.
"Berani sumpah serapah deh, aku nggak sembunyi n apa-
apa di ikat pinggangku."
"Aku keluar nih.. ! Aku teriak maling, ya"!" Pelayan itu mau keluar, tapi buru-
buru ditarik Pandu,
"Eeeh. . jangan dong!"
Pelayan itu segera ditarik menjauhi pintu. Rupanya pelayan
itu tadi sempat melihat saat cincin diseliipkan ke dalam ikat pinggang. Pandu
berpikir begitu. Mau tak mau dia mesti cari cara untuk bisa pertahankan cincin
itu. "Begini, hmmm. . o, ya... kamu pelayan untuk kamar ini?"
"Ya. Kamarku ada di samping."
"Namamu siapa?"
"Dewi Punggawa Nagari."
"Wah, kebagusan! Pelayan kok namanya kayak gitu. Ganti
aja deh!?"Bagaimanakalau.......... GendukSaliyem?"
"Nah, pakai nama itu saja deh, lebih cocok."
"Memang itu nama asliku. Yang tadi nama samaran aja, biar keren di mata lelaki!"
ujarnya sambil melirik ganjen
"Begini, Saliyem.. terus terang aja, aku memang mencuri salah satu cincin milik
sang Ratu, karena aku sangat membutuhkan untuk menolong orang banyak. Bukan
untuk kepentingan
pribadiku. Sebagai pendekar. Aku harus menyelamatkan orang banyak dan menjaga
perdamaian di bumi. Cincin yang kucuri ini
adalah cincin pusaka yahg dapat membahayakan masyarakat. Jadi kumobon bantuanmu,
jangan halangi niatku mencuri cincin ini!
Jangan biliang sama sang Ratu, biar nggak terjadi keributan. Tolong, diam-diam
saja, ya" Mau kan bantu aku?" sambil dagu Saliyem dicubit pelan oleh Pandi
maksudnya kasih 'bonus' pada pelayan itu biar hatinya girang dan nggak mendesak
minta cincin itu.
' Perlu kau ketahui, aku orang yang bertanggung jawab di
dalam kamar pribadi Gusti Ratu. Kalau ada apa-apa yang hilang, pasti akulah yang
jadi korban tuduhan pertama kali. Aku bisa digantung, Pandu."
"Aaah... totonglah. Ini penting sekali."
' Lalu siapa yang akan menolongku jika sampai aku
digantung karena ada barang yang hilang?"
"Yah, bagaimana caramulah supaya kau pun jangan
digantung. Yang jelas cincin ini kuperlukan bukan untuk
kepentingan pribadi! "
' Apa yang kuperoleh kalau aku mau menolongmu?"
' Hmmm... kau mau minta apa" Sebutkan permintaanmu,
nanti akan kuberikan sepagai upah pertolonganmu.'
' Hmmm... hmmm... bagaimana kalau aku minta dicium"'
"Ah itu terlalu berlebihan. Lagi pula, aku kan parac ratumu.
Masa' aku cium-cium pelayannya. Itu sama saja kau merendahkan ratumu!" Pandu
berkilah untuk hindari tuntutan itu.
Saliyem memandang dengan mata berbinar-binar. "Aku
nggak akan bilang-bilang sama Gusti Ratu. Ciumlah aku tiga kali saja. Bibir,
pipi, dan kening. Nih...!" Saliyem sodorkan bibirnya yang bergigi mancung.
Pandu malah geli sendiri dan membatin. "Wah, ini gigi apa kapal keruk?"
"Ayo, dong...!" desis Saliyem sambil masih menyodorkan bibirnya yang setebal kue
cucur. Mekar bak kembang matahari.
Pandu makin geli. Hatinya berkata,
"Wah, nggak tega benar aku! Bisa muntah dua minggu kalau aku harus cium bibir
kayak gitu. Mana merahnya karena merah sirih lagi. Bau sisik tembakau. Ya,
ampuun.. nasib apa yang kualami ini sebenarnya" Masa' mau dapatkan 'Cincin Daki
Dewa' saja harus nyium kuda nil dulu sih?" gerutu Pandu dalam hatinya, sambil
berpikir cari cara menghindari desakan itu.
"Ayo.. !" desak Saliyem. "Kalau nggak mau, aku teriak maling nih!"
"Eh, jangan dong! Kamu ini ngancamnya kok teriak maling melulu!" pundak Saliyem
digebuk. Perempuan pendek itu tergucang kasar. Hampir saja jatuh tersungkur
karena gebukan basa-basi itu.
"Atau, kecup dulu keningku deh! Yang mesra, ya" Nih...!"
Saliyem sodorkan jldatnya yang mancung juga. Jidat itu mengkilap karena
berminyak. Rambutnya memakai minyak kelapa yang
mungkin sudah tiga hari, sehingga baunya tengik. "Ayo, dong. .!"
Saliyem nekat maju, memeluk Pandu. Tapi karena tingginya hanya sebatas dada
Pandu, maka ia hanya bisa melingkarkan kedua
tangannya ke pinggang. Tubuhnya dirapatkan sekali, hingga Pandu rasakan sesuatu
yang mengganjal di bagian ulu hatinya. Sesuatu yang mengganjal itu ternyata gigi
Saliyem. Bulu kuduk Pandu langsung merinding. Pandu berusaha
melepaskan diri, tapi Saliyem minta dikecup dulu. Pandu beralasan macam-macam-
macam sampai akhirnya ia berhasil lepas dari
pelukan Saliyem.
"Aku teriak maling nih!" ancam Saliyem.
"Masa bodohlah!" sentak Pandu dengan dongkol. Dan saat itu terdengarlah ledakan
dahsyat mengguntur, membuat lantai
kamar berguncang. Ledakan dahsyat itu adalah ledakan yang
membuat pintu gerbang Jebol. Pandu Jadi tegang dan pikirannya segera terarah
pada kehadiran Ki Parma Tumpeng serta Payung
Cendana. "Pasti ada yang nggak beres di depan sana!" pikir Pandu.
"Pandu, mau ke mana kau"!"
Pandu nggak mau peduli lagi dengan seruan itu. Dia nekat
keluar dari kamar ifu untuk melihat kekhawatiran tentang Payung Cendana dan Ki
Parma Tumpeng. Saliyem sempat berseru,
"Kau sial, Pandu! Sial!"
Wuttt...! Pandu keluar dari kamar. Beberapa prajurit yang
sibuk dalam rangka pertarungan sang Ratu dengan tamunya itu
terkejut melihat Pandu keluar dari kamar Ratu. Salah seorang berteriak,
"Tangkap orang itu! Tangkap. .!"
Pandu Puber segera berlari menyusuri serambi. Dari arah
depan muncul dua orang bersenjatakan tombak. Keduanya
menyerang Pandu secara berbarengan. Pandu menghindar dengan
satu lompatan bersalto hingga tangannya menyentuh langit-langit serambi.
Plak, plak, plak, plak.. !
Semua orang terbengong kagum melihat Pandu berjalan
pakai telapak tangan yang menempel di langit-langit serambi.
Rupanya tangannya punya daya hisap seperti cecak hingga dapat berjalan di
langit-langit serambi. Pandu sendiri heran mengapa tiba-tiba tangannya bisa
bergerak begitu" Mungkin karena ia dilahirkan sebagai bayi yang nggak punya
garis tangan sedikit pun, sehingga telapak tangannya mempunyai daya hisap cukup
kuat. Atau, mungkin ayahnya mempunyai ilmu rayap seperti itu, tapi Pandu nggak sempat dapat
penjelasan, sehingga tahu-tahu ia bisa berjalan dengan tangan menyerap di
plafon! Pada saat itu batin Pandu
sampai berkata,
"Kayak tokek panik kalau gini?" Maka ia pun menamakan ilmu itu sebagai jurus
'Tokek Panik'. Memang begitulah Pandu, kasih nama jurus milik ayahnya yang
menitis dalam dirinya dengan seenaknya saja.
Lolos dari kepungan para prajurit, Pandu segera melesat ke
atas tembok benteng. Dari sana ia seperti seekor harimau kumbang yang melompat
dan bersalto beberapa kali di udara. Dalam sekejap sudah berada di stamping
Payung Cendana.
Jlegg. .! "Pandu..."!" Payung Cendana terkejut dengan suara pelan, karena ia sedang menahan
sakit di bagian dadanya yang ingin
memuntahkan darah untuk yang kedua kalinya. Ki Parma Tumpeng pun terbatuk-batuk
walau ia sadar bahwa Pandu sudah ada di situ.
Bunga Taring Liar menarik napas begitu melihat Pandu, merasa lega. Tapi matanya
segera mengarah kepada Ratu Cadar Jenazah penuh waspada. Pedangnya masih di
tangan dan siap serang jika sang Ratu Membahayakan keselamatan gurunya.
Kecurigaan mulai membakar murka sang Ratu. Suaranya terlepas lantang kepada
Pandu Puber. "Pandu, kembali ke kamar."
"Untuk apa?" ujar Pandu dengan seenaknya. Ia berplkir,
'Cincin Daki Dewa' sudah ada padanya. Berarti dia tak perlu takut kepada segala
macam jurusnya Wulandita. Toh jurus-jurus itu nggak bakalan mampu melukainya
karena ia dalam pengaruh gaib 'Cincin Daki Dewa' itu. Penampilan Pandu semakin
tenang, semakin cuek dengan kemurkaan Ratu Cadar Jenazah.
Pandu berkata kepada Payung Cendana dan Ki Parma
Tumpeng, "Mundurlah kalian, biar kuhadapi sendiri orang itu!"
"Hati-hati, dia Sudah pergunakan 'Aji Baja Geni'. Jangan Sampai tersentuh
olehnya" bisik Payung Cendana.
"Ah, kecil itu.. ," ujar Pandu sambil melangkah lebih mendekati sang Ratu.
"Kuperintahkan sekali lagi padamu, Pandu.. masuklah ke
kamar dan jangan ikut campur urusan ini!"
"Nggak mau!" jawabnya tegas-tegas.
"Kau makin membuatku murka, Pandu! Minggirlah agar,
kau tak jadi korban tambahan! Mereka harus kubunuh karena sudah membuat emosiku
meluap tak terbendung!"
"Aku akan melindungi mereka!"
"Jadi kau ada di pihak mereka"!"
"Benar!" jawab Pandu kalem tapi merupakan pernyataan yang tegas sekali.
"Kalau begitu aku terpaksa beri pelajaran padamu agar tahu siapa orang yang
layak kau pihak! Hiaaat. .!"
Ratu Cadar Jenazah melesat dalam satu lompatan maju
bagaikan terbang. Pandu Puber menyambutnya dengan lompatan
yang sama, sehingga mereka segara beradu pukulan telapak tangan begitu sampai di
pertengahan jarak.
Plak, plak, plak. .! Duhgg!
"Aaaow...!" Pandu memekik, ia segera bersalto ke belakang tiga kali begitu kaki
mendarat ke bumi. Kedua tangan Pandu
melepuh dan hangus bagaikan habis memegang bara api. Ia
menyeringai kesakitan sambil mengibas-ngibaskan tangannya.
Lengannya pun ikut hangus karena terkena sentakan kaki sang Ratu.
"Itu pelajaran pertamaku,
Pandu!" seru Wulandita.
"Minggirlah dan jangan ikut campur supaya kau tak celaka!"
"Pandu.. !" sergah Payung Cendana dengan nada cemas. Ia menghampiri dan memapah
Pendekar Romantis penuh perhatian.
"Sudah kubilang jangan sampai menyentuhnya, mengapa
kau masih menyentuh tangannya! Semua tubuhnya mengandung
panas api yang tinggi, Pandu!"
Pandu diam saja hanya menarlk napas panjang dan
menahannya. Kedua tangan itu segera bergetar karena mendapat penyaluran hawa
dingin dari dalam tubuhnya sendiri. Hawa murni pun segera disalurkan agar
lukanya lekas pulih dan tak terasa sakit.
Hati Pandu Puber sempat membatin,
"Sial! Kenapa aku masih bisa tertuka" Padahal, kata Kakek, siapa yang membawa
atau memakai cincin 'Daki Dewa' maka ia
akan berada dalam gelombang gaib cincin tersebut, tak akan mampu digores atau
dilukai dengan senjata apa pun. Tapi kenapa tanganku masih bisa melepuh?"
Pendekar Romantis 09 Ratu Cadar Jenazah di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Di lain pihak, Ratu Cadar Jenazah sendiri punya kecemasan.
Melihat gelagatnya sang Pendekar Romantis nggak mau mundur,
Ratu Cadar Jenazah membatin sendiri,
"Kalau lawan dia, agak berat juga jika hanya mengandalkan'
Aji Baja Geni', soalnya dia punya Pedang Siluman. Tentunya ia juga sudah diberi
tahu oleh Payung Cendana tentang kelemahanku.
Hmmm.. rupanya dia dan Payung Cendana sudah sekongkol untuk
menyerangku. Buktinya Payung Cendana yakin betul kalau pemuda itu ada bersamaku.
Sebaiknya aku harus memakal cincin 'Daki
Dewa' untuk menghadapi Pedang Sllumannya itu."
Lalu sang Ratu berseru keras kepada Rembulan Pantai yang
ada di dekat gerbang.
"Rembulan! Ambil cincin 'Daki Dewa' di almariku! Suruh
Saliyem mengambilkannya!"
Terhitung ceroboh juga ratu yang satu ini, menurut
penilaian batin Pandu. Pusaka seperti itu dipercayakan kepada pelayan atau
pengawalnya untuk mengambil. Kalau dibawa kabur nggak salah yang disuruh.
Ternyata sang Ratu memang perempuan yang pintar-pintar bodoh. Buktinya ia tidak
lanjutkan serangannya, padahal saat itu Pandu sedang kehilangan konsentrasi ke
arah lawan. Konsentrasinya ada pada kedua tangannya yang melepuh
dan sekarang sedang membaik berkat hawa murninya. Kalau saja ia segera
menyerang, pasti Pandu bisa keteter. Rupanya ia menunggu cincin itu diambil oleh
Rembulan Pantai. Pandu hanya tersenyum membayangkan sang Ratu akan kelabakan
mendengar cincin sudah tidak ada di tempatnya.
"Lho..."!" Pandu sendiri malah jadi bingung setelah meraba ikat pinggangnya,
ternyata cincin itu nggak ada di tempat
penyimpanannya. Pandu Puber meraba-raba sekeliling ikat
pinggang, namun tak dirasakan ada benda yang mengganjal kecuali uang lembaran
beberapa sikal, (sikal: jenis mata uang).
"Rembulaaan. .! Cepaaat.. !" teriaknya liar sekali, antara dongkol dan cemas.
"Harus segera kudului pakai Pedang Siluman!" pikir Pandu, maka dengan satu
sentakan khusus pedang itu pun segera dicabut dari tempat penyimpanannya yang
fantastis sekali itu.
Zlubb.. ! Kini Pandu menggenggam sebilah pedang yang memancarkan sinar pijar warna ungu. Ratu Cadar Jenazah menjadi gusar sendiri.
Sebelum bergerak, Pandu sempat memandang munculnya
Saliyem dari atas tembok benteng. Perempuan pendek itu segera bersalto beberapa
kali turun dari atas benteng.
Jlegg.. ! Dan hal itu membuat sang Ratu maupun Pandu
sama-sama terkejut, ternyata Saliyem punya ilmu yang boleh juga untuk
diandalkan. Mereka menjadi lebih terkejut ketika Saliyem mengembangkan kelima
jari tangan kirinya di depan dagu dan
berkata,"Cincin inikahyangGustiRatu inginkan"!"
"Celaka! Cincin itu sudah ada di tangan Saliyem"!" pikir Pandu penuh keheranan.
"Kapan ia mengambilnya dariku" Oh, mungkin..
mungkin pada saat ia berlagak memelukku, ia
sempatkan diri untuk mencopet cincin itu dari pinggangku"! Kurang ajar babu satu
itu! Pantas dia tadi bilang aku akan sial. Rupanya ia sudah berhasil mencopet
cincin itu dari pinggangku! Benar-benar sialan pelayan bergigi mancung itu."
"Saliyem, serahkan cincin itu! Lekas serahkan!"
Wuttt...! Saliyem melompat dalam gerakan salto mundur. Lincah
sekali babu bergigi keriting duren itu. Dengan senyum yang nggak pernah bisa
dibilang manis itu, Saliyem berkata keras,
"Kalahkan Pendekar Romantis itu, baru saya serahkan cincin ini!"
"Kau jangan main-main, Saliyem!" bentak sang Ratu.
Rembulan Pantai muncul langsung berseru, "Gusti,
cincinnya sedang dicari oleh Saliyem dan. . dan.. lho, kok dia sudah ada di
sini"!" Rembulan Pantai menatap Saliyem dengan heran dan terperanjat bingung.
"Gusti Ratu!" seru Saliyem. "Kalau memang Gusti Ratu berilmu tinggi dan berani
menobatkan diri sebagai penguasa dunia hitam, lawanlah Pendekar Romantis tanpa
pergunakan 'Cincin Daki Dewa' ini! Kalau memang bisa unggul, saya salut dan
menaruh hormat tinggi-tinggi pada Gusti Ratu. Kalau memang Gusti Ratu menang melawan
Pandu, saya nggak bakalan ngomong-ngomong
sama siapa-siapa-siapa tentang skandal Gusti Ratu dengan pemuda itu tadi malam!"
"Kurang ajar! Kupecahkan gigi centongmu itu, Saiiyem!
Hiaaat...!"
Sang Ratu melesat ke arah Saliyem. Tapi Pandu Puber
segera melesat pula ke depan Saiiyem.
Wuttt...! Ia menghadang gerakan sang Ratu. Melihat Pandu
menghadang, sang Ratu segera lepaskan pukulan sinar birunya.
Slappp...! Pandu menghadang sinar itu dengan pedang ditegakkan di
depan wajah. Trangng.. ! Wusss. .!
Sinar itu memantul balik ke arah Ratu Cadar Jenazah.
Keadaan yang nggak disangka-sangka itu membuat sang Ratu
terkejut. Ia buru-buru menghindar, tapi terlambat. Sinar itu menghantam
pundaknya. Jrabb. .!
"Oohg. .!" Ratu Cadar Jenazah terhuyung-huyung saat kakinya mendarat di tanah.
Tubuhnya melengkung ke depan,
membungkuk karena sinar biru mengenai dada bawah pundak.
"Habis riwayatmu, Sayangl" ujar Pandu menggeram, lalu pedang menyala ungu itu
disentakkan lurus ke depan. Dari ujung pedang keluar sinar ungu lurus sebesar
lidi. Clappp.. ! Sinar itu tepat menembus bagian pusar sang Ratu yang kelihatan
dari balik pakaian transparannya itu.
Jrabbb.. ! "Aaahg.. !" sang Ratu berteriak keras, namun tak bisa memanjang. Ia mendongak
dan diam tak bergerak. Tubuhnya
berasap. Makin lama makin tebal. Semua orang memandang dengan tegang. Ketika
asap itu lenyap, semua orang memandang dengan terbengong melompong. Sang Ratu
hilang. Tapi di tempatnya
berdiri terdapat setumpuk abu putih lembut seperti tepung. Namun pakaian sang
Ratu nggak ikut menjadi debu. Masih kelihatan utuh di atas tumpukan debu itu.
"Gusti.. ! Gusti Ratuuu.. !" Rembulan Pantai berlari menghamburkan tangis sambil
meraup debu itu. Pandu Puber tak berani melihat perempuan menangis, ia langsung
buang muka dan menjauh.Pendekar Romantis melangkah dengan gagahnya. Langkah itu
adalah langkah kemenangan atas keberhasilannya mengalahkan sang Ratu. Namun
sayang, kematian sang Ratu dalam keadaan
tanpa jenazah karena menjadi debu, sehingga nggak bisa
dimakamkan seperti layaknya jenazah para ratu.
"Kau berhasil, Pandu. .," ujar Payung Cendana dengan berseri dalam memar
lukanya. Pandu nggak peduli karena ia melihat Saliyem sedang
melarikan diri. Sedangkan dari arah gerbang juga muncul sosok perempuan pendek
yang bergigi tonggos dan berjidat jenong.
"Lho, itu Saliyem" Yang lari itu juga Saliyem" Kok ada
dua"!" pikir Pandu.
Kemudian ia mengejar Saliyem yang melarikan diri seperti
anak kijang itu. Karena di tangan Saliyem yang itulah 'Cincin Dakl Dewa'
dikenakan di jari tangan kiri. Pandu ingin merebut cincin itu karena takut
disalahgunakan. Namun langkahnya terhenti ketika Saliyem tahu-tahu melompat dan
berdiri di atas kerimbunan daun dari pohon yang menjulang tinggi. Ia mampu
berdiri di sana tanpa membuat daun itu berjatuhan atau rusak, berarti ia berilmu
cukup tinggi. "Kuingatkan sekali lagi padamu, Pandu. . Bersihkan jiwamu, sucikan
hatimu dari gairah kencanmu, baru kau bisa
menangkapku!"
"Apa maksudmu berkata begitu, Saliyem!"
Saliyem nggak mau menjawab, namun tiba-tiba tangannya
menyentak ke atas. Seberkas sinar merah melesat ke langit. Di angkasa sinar itu
pecah membentuk hiasan sinar bunga api dalam bentuk sekuntum mawar merah. Pandu
terperanjat kaget, sebab ia tahu itulah tanda yang dimiliki oleh Bidadari
Penguasa Kecantikan yang bernama Dian Ayu Dayen, calon istrinya yang harus
dikejar dan dikalahkan. Hanya dian Ayu Dayen yang punya sinar mampu
membentuk bunga mawar di angkasa.
"Diaan. .!" teriak Pandu dengan jengkel kepada Saliyem.
Wuttt...! Pandu melompat naik ke atas pohon menyusul
Saliyem palsu. Tapi perempuan itu lenyap seketika. Muncul lagi di pohon yang
jauh dalam wujud putri cantik yang berpakaian serba putih dengan belahan dadanya
menyembulkan sekuntum bunga
mawar asli. Itulah sosok bidadari Dian Ayu Dayen yang
kecantikannya nggak ada yang menyamai.
Dari kejauhan sana Pandu bisa mendengar suara batin Dian
Ayu Dayen, "Cincin ini akan kuselamatkan, Pandu. Kalau jatuh ke
tanganmu juga berbahaya, karena kau masih mata keranjang, nggak bisa menahan
emosi cinta. Luruskan dulu hatimu, sucikan dulu cintamu, baru kejarlah daku dan
kau kutangkap dalam pelukan sepanjang masa!"
"Brengsek! Kalau tahu begitu kau kucium saat di kamar sang Ratu! Dasar bidadari
brengsek!" serunya dengan jengkel sendiri.
Kejengkelannya itu membuat keseimbangan dan konsentrasinya
terganggu, sehingga ia kehilangan ilmu peringan tubuhnya sesaat.
Akibatnya ia jatuh dari ketinggian pohon dan pinggangnya
menghantam batu sebesar kepalanya sendiri.
Guzrakkk. .! Bruss! Blugg. .!
"Aooowww...!" pekiknya sambil menyeringai lucu.
SELESAI Pembuat Ebook :
Scan buku ke djvu : Abu Keisel
Convert : Abu Keisel
Editor : Fujidenkikagawa
Ebook pdf oleh : Dewi KZ
http://kangzusi.com/ http://dewi-kz.info/
http://kangzusi.info/ http://cerita_silat.cc/
Misteri Surat Setan 2 Misteri Bayangan Setan Karya Khu Lung Pisau Terbang Li 1
dipakai untuk menutup wajahnya bukan cadar
melainkan serbet makan yang ada di meja samping ranjang, dekat bokor tempat
buah-buahan. "Sial! Pantas gelap sekali, nggak tahunya serbet makan yang kupakai menutupi
wajahkul" pikirnya penuh gerutu kejengkelan.
Pandu bangkit dengan menggeliat nyengir, pinggangnya
sakit akibat jatuh terhempas tadi. Sang Ratu masih kebingungan mencari cadarnya
dalam waktu sesingkat-singkatnya. Pandu Puber tahu apa yang dicari sang Ratu.
Kain cadar hitam itu ada di
dekatnya. Pandu segera menyambar kain cadar hitam itu, wuttt.. !
Sang Ratu sadar kalau cadarnya sudah diambil, ia menjadi
tegang dan tambah bingung lagi. Nggak setiap orang boleh
memandang kecantikannya, sebab itu ia selalu memakai cadar. Tapi sekarang, orang
asing yang ada di kamarnya itu sudah berhasil menahan cadarnya. Cadar yang lain
ada di dalam almari. Almari itu jauh dari jangkauannya, dan orang asing itu ada
di depan almari, sang Ratu jadi tak berani mendekat ke sana. Saking bingungnya
ia mengambil bantai dan menutupi wajahnya dengan bantal. Pandu
tertawa dalam nada menggumam. Sang Ratu makin salah tingkah.
Naik ke atas ranjang dan mojok dalam keadaan berdiri. Pandu Puber berkata dengan
nada tawa, "Bagian atasmu kau tutup rapat, tapi bagaimana dengan
bagian bawahmu.. "!"
"Setan kau! Keluar! Cepat keluar!" bentaknya dalam keadaan mulut terbungkam
bantal. Kakinya segera merapat. Bahkan saling lilit. Saking kuatnya kaki saling
lilit akhirnya ia terpelanting jatuh.
Buhkk. .! Makin menyingkap semuanya, makin kelabakan
sang Ratu. "Hiaaahh.. !" teriaknya jengkel sendiri. Wuutt.. ! Dalam sekejap tubuhnya yang
mampu melenting ke udara itu sudah berdiri di depan Pandu Puber. Jlegg. .!
Itulah pelampiasan kejengkelan sang Ratu terhadap tingkahnya sendiri.
Bantal masih menutup wajah, mata ditongolkan sedikit.
Pandu memandangi dengan tenang, badannya malah sedikit
bersandar di tepi almari. Kain cadar hitam ada di tangannya. Kain itu segera
diulurkan dengan pandangan mata dan senyum yang sering bikin para gadis
melayang-layang bagaikan mabuk gadung.
"Astaga.. ! Ternyata dia yang ada dalam almariku"l" pikir Ratu Cadar Jenazah
setelah muiai tenang dan bisa memandang
dengan terang. "Ambillah cadarmu. . tapi perlu kau ketahui, semuanya
sudah telanjur kulihat dengan jelas," kata Pandu dengan suara lembutnya yang
sering bikin hati para gadis dag-dig-dug-deg-dog itu. Sang Ratu diam terpaku
sesaat. Tangan Pandu dibiarkan terulur menyodorkan cadar.
Sang Ratu membatin, "Setan alas! Dia menggodaku dengan
senyuman! Benci aku! Benci!"
Ratu Cadar Jenazah gemas sendiri. Dadanya gundah, tentu
saja begitu. Sebab Pandu diam-diam lepaskan jurus 'Mata Dewata'
yang mampu tundukkan hati orang marah, sombong, benci dan
yang bersikap permusuhan menjadi perdamaian. Itulah sebabnya sang Ratu jengkel
pada dirinya sendiri, mengapa ia nggak mau serang sang buronan yang sedang
disayembarakan itu.
Karena jengkeinya, bantal pun dibuang sembarangan.
Wuttt...! Buhkk.. !
Dalam hatinya membatin, "Percuma kututup-tutupi wajahku. Biarlah dipandanginya wajahku. Biar dia sendiri
merasakan getaran menjengkelkan seperti yang kurasakan saat ini.
Monyet burik benar orang ini!"
Sirr, sirrr, sirr.. ! Begitu kira-kira rasa hati Pandu Puber begitu wajah itu
lepas tanpa penutup apa pun. Mata yang
digunakan untuk memandang sepertinya tak berkelopak lagi
sehingga tak bisa dipakai untuk berkedip. Terpukau wajah itu memandang seraut
wajah cantik berhidung mancung indah, berbibir sedikit lebar tapi penuh daya
sensual, bermata lebar tapi sayu menantang, berbulu mata lentik seindah alis
lebatnya, berkulit kuning mulus tanpa jerawat sebutir pun, woww...! Belum lagi
ditambah bagian tubuhnya yang lain, terutama bagian dadanya
yang super wow itu, pinggulnya yang ramping dan berpaha sekal seindah betisnya.
Sungguh merupakan tontonan mahal yang baru kali ini dijumpai Pandu. Semuanya
terasa serba mendebarkan.
Rambutnya yang belum sempat ditata itu meriap ke sana-sini
menampakkan kesan menantang.
Pendekar Romantis guncang. Pikirannya serba nakal. Ini
akibat pancaran gelombang gaib yang ada pada wajah dan tubuh Ratu Cadar Jenazah.
Pancaran gelombang gaib itu membuat jantung Pandu Puber berdetak kuat sekali,
menyentak-nyentak seakan ingin pecah, karena gejoiak darah mudanya ditentang
mati-matian, ditahan kuat-kuat agar nggak bikin ulah ugal-ugalan di atas tubuh dan wajah itu.
Rupanya kekuatan inilah yang ditakutkan Payung Cendana. Memang dahsyat. Pandu
seperti tersedot magnit kutub utara. Sukar sekali dipertahankan, walau nyatanya
memang masih berhasil dikekang
kuat-kuat. Tapi Pandu cemas sendiri,
keimanannya bisa hancur jika terus-terusan memandangi Ratu
Cadar Jenazah yang punya kecantikan super imajiner itu.
Perempuan itu mendekat dengan mata nggak mau lepas
memandang ke wajah Pandu Puber. Kain cadar diraihnya dengan
gerakan cepat. Wuttt...! Wajah cantik itu menampakkan keketusan yang dibuat-buat
karena rasa siiir dalam dadanya bergolak terus.
Sebentuk keindahan, sebentuk kebahagiaan, sebentuk kegembiraan, bercampur baur
dalam hati Ratu Cadar Jenazah, sampai-sampai
lidahnya kelu sesaat kala ia sadari, betapa gagah dan kekarnya pria muda itu.
Dadanya bidang, kokoh, bertato bunga mawar, lengannya berotot menandakan
keperkasaan dirinya, hidungnya mancung
kecil, matanya sedikit kebiru-biruan. Rambutnya berpotongan antik, mengenakan
anting sebelah kiri. Bibirnya ranum, sebagai bibir bebas nikotin. Menggemaskan
sekali bagi sang Ratu.
"Luar biasa menariknya," gumam Ratu Cadar Jenazah dalam hati. Sang mata masih
belum lepas dari pandangan wajah Pandu.
Jaraknya hanya dua langkah. Bahkan sekarang sang Ratu sedikit maju lagi,
ternyata tingginya sedikit rendah dibanding tinggi tubuh Pandu Puber.
Suara sang Ratu yang agak serak itu terdengar bagai
membisik, "Pantas kalau setiap wanita mengatakan kau adalah
pangeran hati, karena kau punya kelebihan tersendiri."
Pandu Puber sengaja lebarkan senyum. Suaranya begitu
lembut didengar, merasuk dalam jiwa dan sanubari setiap wanita saat berkata,
"Buronanmu sudah ada di depan mata. Tidakkah kau ingin
menangkapnya, Ratu?"
Sang Ratu jadi kikuk mau menjawab. Ia menelan ludah satu
kali, kemudian berkata dengan suara lirih, seakan ragu-ragu untuk diucapkannya,
"Kamu nggak pantas jadi buronan."
"Bukankah kamu sudah sebarkan pengumuman dan
membuka sayembara" Siapa bisa menangkapku dan menyerahkan
diriku, dia boleh menjadi suamimu. Sekarang bagaimana jika aku menyerahkan diri"
Apakah itu berarti aku boleh menjadi suamimu?"
Wulandita tarik napas, kini ia tersenyum manis, nggak
kentara karakter premannya. Dengan mata tetap tertuju ke bola mata Pandu yang
jernih dan meneduhkan hati itu, sang Ratu berkata lirih,
"Aku nggak tahu harus bilang apa. Karena aku nggak
sangka kalau buronanku setampan ini."
"Kalau kamu nggak jadi menangkapku, aku harus segera
keluar dari sini! Permisi!"
Pandu pura-pura bergegas pergi, mau membuka pintu dan
keluar dari kamar. Tapi sampai di depan pintu langkahnya terhenti oleh seruan
sang Ratu. "Tunggu.. !" sang Ratu pun bergegas mendekatinya. Sengaja mengambil jarak sangat
dekat supaya suara lirihnya bisa didengar.
"Jangan keluar dari kamar ini."
"Kenapa?"
"Aku malu ketahuan para bawahanku!"
"Mengapa malu?"
"Mereka akan mengecamku, mengapa aku nggak mau
tangkap buronan sementara kubuka sayembara untuk menangkap
buronan itu. Nanti aku dikecam sebagai ratu yang plin-plan."
Pendekar Romantis tertawa tanpa suara.
"Kumohon, jangan keluar dari kamar ini," pinta sang Ratu,
"Ada beberapa hal yang perlu kita bicarakan."
"Tentang apa?" Pandu Puber bergerak mengikuti langkah kaki sang Ratu yang menuju
ke ranjang. Sampai di sana sang Ratu duduk di tepi ranjang. Tentu saja ranjang
itu empuk sekali, kasurnya bagaikan kasur berisi air. Sang Ratu menepukkan
tangan ke kasur sampingnya, itu sebuah isyarat agar Pandu duduk di sampingnya.
Pandu Puber pun menuruti perintah itu, bagai terhipnotis dari kekuatan gaib yang
terpancar dari mata sang Ratu.
"Apa maksudmu masuk ke kamar pribadiku ini, Pandu?"
"Untuk melawanmu!" jawab Pandu dengan tegas tapi
berkesan enak didengar. Sang Ratu hanya melebarkan senyum.
"Haruskah kita bermusuhan, Pandu?"
"Sayembaramu telah membuat suatu tantangan tersendiri
bagiku!" "Kubatalkan syembara itu!"
"Tetap saja kau menantangku!"
"Demi dewa apa saja, aku nggak berani menantangmu
sekarang."
"Buktinya kau biarkan jubahmu terbuka begitu?"
Sang Ratu tersipu malu sambil merapikan jubah. Pandu
Puber melengos sambil tertawa dengan suara gumam.
"Rasa-rasanya kita perlu berdamai, Pandu."
"Kalau kau mau menjadi baik, aku mau berdamai
denganmu."
"Menjadi baik" Kau pikir aku sakit?"
"Ya. Jiwamu sakit sehingga kau berada di jalur sesat selama ini. Kau harus
kembali ke jalur yang putih, jangan melintasi jalur hitam terus, Wulandita!"
"Oh, kau tahu nama asliku juga?"
"Aku pun tahu lebih banyak dari nama aslimu!"
"Kau benar-benar mengagumkan, Pendekar Romantis,"
ucapnya dalam nada membisik. "Dari mana kau masuk ke kamar ini?"
"Dari. . yah, anggap saja dari genteng!" jawab Pandu bercanda. Sang Ratu suka,
karena itu ia tak segan-segan tertawa dalam gaya manja. Tangannya malah berani
mencubit lengan Pandu Puber. "Baiklah. Agaknya aku nggak perlu tahu dari mana
masukmu dan sejak kapan. Yang jelas aku hanya ingin berdamai denganmu, mungkin
dengan cara memenuhi syaratmu tadi. Tapi
kau pun harus memenuhi permintaanku."
"Apa permintaanmu?" tanyanya dalam senyum makin
menggoda. "Hmmm.. apa ya" Hmmm. . ah, aku malu jadinya!"
"Sebutkan saja, aku nggak akan menertawakan permintaanmu."
"Hmmm.. cuma anu.. cuma... O, ya, apakah kau bisa
memijat?" "Kau yakin kalau aku punya potongan jadi tukang pijat?"
Sang Ratu ketawa geii sambil menepak lengan Pandu.
Bahkan ia makin berani merapat dan menyandarkan kepalanya di pundak Pandu. Lalu,
dengan mata menutup ia berkata iagi,
"Aku capek. Aku butuh dipijat. Kalau kau mau menuruti
permintaanku, aku mau menuruti permintaanmu."
Pandu tertawa pendek. "Bagian mana yang perlu dipijat?"
"Hmmm.. yah, semuanyalah!" jawabnya penuh harap.
"Berbaringlah, akan kuurut punggungmu biar capekmu
hilang." "Oh, kauromantis sekali, Pandu.. !"
Ratu Cadar Jenazah tertawa dengan suara seraknya. Jelas
sekali dia kegirangan dan merasa malam itu adalah malam yang penuh kebahagiaan.
Ia segera membaringkan tubuh ketika Pandu menggosok-gosokkan telapak tangannya
sendiri sebagai tanda siap-siap akan mengurut badan sang Ratu. Tetapi ketika
perempuan itu berbaring, Pandu jadi geleng-geleng kepala sambil tersenyum
sendiri. "Tengkurap dong! Masa' mau dipijat kok gitu?"
"O, maksudmu punggungnya dulu" Baiklah!" kata sang Ratu. "Perlu kulepaskan
jubahku, ya" Biar nggak mengganggu gerakan mengurutmu!"
Pandu ingin bilang, 'jangan' tapi sang Ratu sudah lebih dulu berbuat apa yang
dikatakan tadi. Punggungnya terbuka polos. Halus dan kuning langsat. Bulu-bulu
romanya agak lebat, tapi nggak sampai mengurangi kehalusan kulit tubuhnya. Pandu
sempat gemetar, dan ia terpaksa diam untuk redakan getaran tangan dan kakinya."Kalau
perlu balsem pengurut ambillah di almari obat itu!"
kata sang Ratu.
Almari obat merupakan sebuah kotak jati berpintu satu
memakai kaca bagian depannya. Di sana tersimpan ramuan rempah-rempah. Saat
dibuka, aroma rempah-rempah menyebar ruangan.
Pandu segera mengambil mangkok keramik hitam berisi cream
pengurut badan. Dengan kream itu Pandu mulai mengurut
punggung sang Ratu. Debar-debar jantung Pandu semakin kuat dan cepat. Pandu
hanya berdoa semoga debaran jantungnya nggak sampai putus dari tempatnya.
Pikiran Pandu dialihkan sejenak ke cincin 'Daki Dewa'.
Hatinya berkata, "Barangkali dengan cara begini aku bisa mencuri cincin 'Daki
Dewa', supaya sewaktu-waktu aku harus melawannya, ia nggak akan sempat memakai
cincin itu. Tapi, bagaimana cara mengambil cincin itu dari dalam almari, ya"
Tunggu dia tertidur, atau tunggu dia keluar dari kamar" Kayaknya kalau keluar
dari kamar nggak mungkin deh. Sebab biasanya perempuan kalau sudah berada dalam
satu kamar denganku, ia enggan keluar dari kamar walau sampai esok siang. Hmm..
kalau begitu harus tunggu dia tertidur dong. Sebaiknya kusalurkan kekuatanku
secara perlahan-lahan, dan kutotok beberapa urat yang membuatnya lekas
tertidur."
Perlahan tapi mantap, Pandu mengurut punggung itu. Sang
Ratu mendesis-desis bagai merasakan kenikmatan pada urat-urat tubuhnya. Tapi
hawa hangat terasa meresap di kulit tubuh itu. Sang Ratu bertanya dalam posisi
wajah terbaring miring,
"Hangat sekali. Kau ambil obat pengurut yang mana,
Pandu?""Nih, yangada tutupnya!"
"Astaga! Itu balsem pengawet jenazah!" kata sang Ratu sambil tersentak bangun,
dan Pandu Puber pun terperanjat bengong.
LIMA REPOT juga kalau udah begini. Perempuan itu nggak mau
tidur. Wah, kacau! Pandu Puber akhirnya nggak kuat lagi menahan iman yang imut-
imut itu. Semakin Pandu memberi, semakin sang Ratu meminta. Itulah hukum yang
berlangsung di dalam kamar
tersebut. Padahal maksud Pandu merelakan memberi kemesraan
supaya sang Ratu cepat tidur dan ia bisa cepat mencuri 'Cincin Daki Dewa' dari
dalam almari. Nyatanya si cantik bergairah tinggi itu nggak mau tidur-tidur
sampai pagi. "Aku sudah biasa melek tujuh hari tujuh maiam! Kalau
cuma begadang sampai pagi sih, keciiil. .!" kata sang Ratu ketika Pandu membujuk
agar sang Ratu segera tidur. Bisa dibayangkan, apa jadinya jika dua manusia
Pendekar Romantis 09 Ratu Cadar Jenazah di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
berlainan jenis berada dalam satu ranjang tanpa tidur sedikit pun. Tentu saja
nggak perlu diceritakan deh, ya" Daripada kena sensor. Rugi.
"Ada tiga orang yang kena racun 'Pemikat Surga'. Pertama si Ratu Geladak Hitam;
Dardanila. Tapi dia kini sudah tiada, kembali ke alam sana. Dibunuh oleh Ratu
Cadar Jenazah. Perempuan kedua yang jadi korban racun 'Pemikat Surga'-nya Pandu
Puber adalah Hapsari, atau si Janda Keramat yang matinya gara-gara sang Ratu
kelamaan buka kitab 'Pawang Racun'. Yang ketiga adalah
perempuan di dalam gua yang dulunya bekas pelacur tapi sekarang sudah menjadi
pelayan Bidadari Dian Ayu Dayen, tugasnya
menjaga kolam keringat bidadari. Dia adalah Dewi Selimut Maiam.
Cuma, karena Dewi Selimut Malam nggak boleh ka mana-mana,
maka ia nggak bisa keluar mencari Pandu untuk lampiaskan
kerinduan cintanya. Sekarang yang keempat adalah Ratu Cadar
Jenazah sendiri. Dia nggak tahu kalau dalam darah kemesraan
Pandu terdapat racun 'Pemikat Surga' yang akan membuat dirinya tergila-giia
dengan kemesraan Pandu. Kalau bukan Pandu orangnya, nggak bakalan mau. Itu nanti
jadi prinsip sang Ratu.
Makanya nggak heran kalau sang Ratu nggak mau tidur.
Nggak heran juga kalau sang pendekar tampan itu kebingungan dan akhirnya jengkel
sendiri, karena kesempatan mencuri cincin itu nggak pernah ada. Hanya saja,
ketika matahari muiai merayap lebih tinggi lagi, Pandu Puber punya keberuntungan
lain yang di luar dugaan.
Wulandita mau keluar kamar, maklum kamar mandi waktu
itu nggak ada yang di dalam ruang tidur. Jadi harus keluar ruangan kalau mau ke
kamar mandi. Pada saat sang Ratu buka pintu dan menutupnya kembali, tiba-tiba
Rembulan Pantai menghampirinya dengan sedikit tegang. Pandu Puber sengaja
mencuri dengar di dekat pintu, untuk meyakinkan apakah sang Ratu sudah melangkah
ke kamar mandi atau belum. Ternyata yang ia dengar adalah
percakapan antara sang Ratu dengan Rembulan Pantai.
"Ki Parma Tumpeng dan Payung Cendana datang, Gusti
Ratu!" Yang kaget bukan sang Ratu, tapi malah Pandu sendiri. Ia
baru ingat bahwa keberadaannya di dalam almari itu telah membuat kedua tokoh
golongan putih itu mencemaskan dirinya. Itu wajar saja terjadi, karena Payung
Cendana punya kesan indah sendiri sebelum Pandu berangkat ke Bukit Gulana.
Tentunya perempuan tua yang masih tampak muda dan cantik itu mencemaskan keadaan
Pandu dan perlu menyelidik dengan datang ke istana Ratu Cadar Jenazah.
"Apa maksud kedatangan mereka?"
"Ada yang ingin mereka bicarakan dengan Gusti Ratu. Tapi mereka datang dengan
baik-baik dan tidak bikin keonaran."
"Bilang saja pada mereka, aku sedang slbuk!"
"Mereka minta waktu sebentar saja, Gusti! Saya rasa kalau Gusti tidak mau
menemuinya, mereka bisa penasaran dan bikin
masalah di sini!"
"Apakah mereka singgung-singgung soal Pandu Puber?"
"Tidak, Gusti. Mereka cuma ingin bicara tentang sesuatu yang katanya sih amat
penting diketahui oleh Gusti Ratu!"
"Hmmm.. kalau begitu, suruh mereka menunggu di bangsal
paseban!" "Baik, Gusti!"
Rembulan Pantai bergegas pergi ke gerbang depan.
Wulandita bergegas pergi ke kamar mandi. Pandu Puber berpikir,
"Kalau kulakukan sekarang, waktunya pendek. Sebaiknya tunggu sang Ratu menemui
Payung Cendana dulu. Pasti waktunya agak
lama dan aku bisa bebas menggeledah almari itu untuk mencari cincin tersebut.
Sudah diduga oleh Pandu sebelumnya, bahwa Wulandita
nggak akan mau bilang apa adanya. Bahkan Pandu juga menduga
bahwa ia nggak bakalan diizinkan keluar dari kamar. Ternyata dugaan itu benar.
"Ada sesuatu yang harus kukerjakan," kata sang Ratu sambil mengenakan pakaian
kebesarannya lengkap dengan cadarnya.
"Ada apa sebenarnya?"
"Nggak ada apa-apa. Cuma ada tamu yang ingin bicara
padaku. Tamu baik-baik kok."
"Cowok, ya?"
"Idih, cemburu amat sih kamu!" sambil sang Ratu mencubit pipi Pandu. Pandu
sendiri sengaja berpura-pura cemburu supaya rencananya tidak mencurigakan hati
kecil sang Ratu.
"Tamunya sudah tua, lagian mereka sepasang lelaki-
perempuan. Jangan cemburu dulu, Yang."
"Aku ikut menemuinya, ya?"
"Nggak usah. Nanti skandal kita ketahuan orang banyak!
Yayang di sini aja, ya" Aku cuma sebentar kok."
"Benar lho, jangan lama-lama!"
"Nggak deh, nggak. .! Yayang bobo'an aja dulu, ya" Istirahat biar tenaganya
pulih kembaii. Hi, hi, hi.. !"
Pandu Puber tersenyum geli, padahal di hatlnya tertawa
ngakak. Kepura-puraannya membuat dirinya merasa lucu sendiri.
Sebelum keluar, Ratu Cadar Jenazah rapatkan badan kepada
Pandu, melingkarkan kedua tangannya di pinggang si pemuda
kekar Itu. Wajahnya sedikit mendongak pertanda minta dicium.
Pandu menyingkapkan cadar hitam, dan bibir sensual yang
menggairahkan itu pun dikecupnya lagi. Pelan dan agak lama,
sampai sang Ratu ngos-ngosan, wajahnya jadi merah karena
menahan gejolak yang nggak boleh dilepaskan saat itu. Kalau ia belum rapi sih
mungkin cuek aja, pelayaran dimulai lagi. Tapi karena dia sudah rapi, maka yang
perlu dipaksakan untuk dicuekin adalah gairahnya itu.
"Jangan keluar ke mana-mana lho!" pesan sang Ratu dengan langkah berat. Pandu
mengangguk dengan senyum menawan. Sang
Ratu berkata lagi begitu mau buka pintu,
"Yayang nggak marah kan kalau kutinggal sebentar?"
Pandu menggeleng. "Asal jangan lama-lama, aku nggak
marah!" ujarnya dengan nada lembut yang menyentuh kalbu, membuat suasana lebih
romantis lagi. Setelah sang Ratu keluar, Pandu Puber tertawa cekikikan,
geli dan hampir terpingkal-pingkal.
"Hi, hi, hi. . dia memanggilku Yayang, wow... keren!
Romantis juga tuh orang. Baru sekarang ada cewek yang panggil aku Yayang.
Jangan-jangan dia lupa kalau namaku Pandu Puber, ya?"
Pandu segera ingat rencananya. Ia nggak mau buang-buang
waktu. Maka 'Cincin Daki Dewa' pun segera dicarinya. Untuk
mendapatkan kepastian bentuk cincin itu, Pandu terpaksa
memanggil kakeknya kembali. Pedang siluman dicabut sedikit dari kakinya.
"Kek, cincin itu bentuknya kayak apa?"
"Bulat, tengahnya bolong," jawab suara kakeknya.
"Iya, aku tahu kalau cincin itu bulat tengahnya bolong.
Maksudku, yang dinamakan cincin 'Daki Dewa' itu yang kayak apa"
Batunya warna apa" Aku lupa!"
"Warnanya hitam, seperti buah duwet atau jamblang, agak bening sedikit."
"Letaknya di mana, Kek?"
"Di dalam 'cempuk', Cucuku!"
"Cempuk itu apa, Kek" Kaleng kerupuk?"
"Husy! Cempuk itu wadah perhiasan. Carilah di ruang
almari samping. Cempuk itu ada di sana! Cari cincin yang berbatu hitam agak
bening, dililit emas kusam. Itulah cincin 'Daki Dewa'."
Untung Pendekar Romantis punya kakek yang amat sayang
kepadanya, sampai-sampai walau sang Kakek sudah nggak bisa
menjelma dalam sosok aslinya, tapi masih mau dampingi sang cucu tersayang. Coba
kalau nggak ada pedang yang bisa ngomong, wah..
kacau sekali. Pandu belum tentu tahu ada cincin berkhasiat sesakti itu.
Sebenarnya sang Ratu Cadar Jenazah sendiri sudah mulai
punya perasaan nggak enak. Cuma dia nggak mau mengikuti
perasaan nggak enaknya itu. Dia juga sibuk menghadapi dua
tamunya yang sudah dikenal dan perlu diwaspadai. Sebab Ki Parma Tumpeng adalah
orang yang pernah dikalahkan saat merebut Bukit Gulana itu. Wajar kalau sang
Ratu penuh curiga atas kedatangan kakak-beradik itu.
"Kalau maksudmu kemari untuk merampas tempat ini lagi,
jelas itu suatu hal yang mustahil, Parma Tumpeng!" kata sang Ratu dengan
seenaknya, karena ia menganggap usianya sebenarnya sama dengan Ki Parma Tumpeng.
"Aku kemari bukan untuk membicarakan tempat ini!" ujar Ki Parma Tumpeng. "Ada
masalah yang lebih penting lagi dari itu.
Perlu kau ketahui, muridku Balak Lima ada di luar menunggu
kemunculanku, dan muridnya Payung Cendana yang bernama Bu-
nga Taring Liar juga menunggu di luar gerbang. Dalam waktu
seratus hitungan aku nggak muncul, mereka akan menyerang
masuk dan mengobrak-abrik tempat ini!"
Ratu Cadar Jenazah sunggingkan senyum sinis. "Kamu pikir aku takut dengar
ancamanmu" Nggak usah pakai mengancam
segala deh! Jelaskan dulu persoalannya!"
Payung Cendana yang menjawab dengan tegas, "Pandu
Puber ada di sini! Sekarang kuminta kau keluarkan dia! Pasti dia sudah
tertangkap olehmu!"
"Eh, jangan menuduh sembarangan, ya"!" sang Ratu mulai berang, sebab di situ ada
Rembulan Pantai, Widyarukmi, dan Cawan Serumpi. Tiga pengawal kuatnya terkesiap
mendengar ucapan Payung Cendana. Hal itu bikin sang Ratu jadi nggak enak hati
terhadap mereka, karena itu sang Ratu ngotot keras. Sengaja
dikeraskan ngototnya supaya ketiga pengawalnya nggak curiga.
"Kalian boleh tanyakan kepada semua orang di sini, bahwa belum ada seorang pun
yang datang dengan membawa Pandu
Puber! Kamu kalau ngomong jangan sembarangan, Payung
Cendana! Bisa kurobek mulutmu sekarang juga!"
"Memang nggak ada orang yang menangkap Pandu Puber.
Tapi Pendekar Romantis datang sendiri kemari dan pasti sudah tertangkap olehmu.
Lepaskan sekarang juga!"
"Waaahh. ,. kamu ini datang cari penyakit, Payung Cendana!
Apa alasanmu menyangka begitu" Apakah kau tahu Pandu Puber
datang kemari?"
"Teropong batinku mengatakan demikian!"
"Teropongmu rusak kali!", ujar sang Ratu dengan tertawa sinis.
Ki Parma Tumpeng berkata, "Kami meminta dengan baik-
baik. Jangan sampai di antara kita terjadi pertikaian lagi,
Wulandita!"
"Apa yang kalian minta memang nggak ada padaku! Jangan
mengada-ada, ya"!"
"Kami akan menggeledah istanamu!" ujar Payung Cendana dengan berani.
"Enak saja menggeledah! Emangnya situ pihak yang
berwajib mau cari barang bukti"!" sang Ratu bersungut-sungut.
"Istanaku nggak boleh diacak-acak oleh siapa pun, tahu"! Barang siapa berani
mengacak-acak Istanaku, berarti dia berani pulang tanpa nyawa!"
"Pulang tanpa nyawa sudah merupakan rencanaku!" ujar Payung Cendana dengan tegas
sekali. Kini ketiga pengawal sang Ratu muiai bergerak ke tiga arah, sikapnya
mengepung kedua tokoh kakak-beradik itu.
Ratu Cadar Jenazah nggak mau duduk di kursi
kebesarannya. Ia berdiri dengan menahan emosi. Matanya
memandang tajam dari balik cadar hitamnya.
"Payung Cendana, sekarang apa maumu sebenarnya, hah"!
Kalau kau memang maunya duel sama aku, baik! Kuturuti
kemauanmu!"
"Kalau kau berani mengusik adikku, aku terpaksa turun
tangan lagi, Wulandita!" kata Ki Parma Tumpeng, tenang tapi agak konyol juga
orang ini. Kepalanya yang berbentuk lancip atas itu memang mirip tumpeng
kekurangan telur. Rambutnya tipis, botak tengah. Jenggotnya putih, panjang
sedada. Tapi sikapnya masih seperti anak muda, gemar tawuran juga kelihatannya.
"Kalian mau mengeroyokku" Hmm.. ! Kalian baru dua
orang. Mestinya dua puluh orang dong, baru aku akan keteter!"
"Kurobek mulut besarmu, Wulandita! Hilh.,.!" Payung Cendana mau lepaskan pukulan
tenaga dalamnya, tapi tangannya ditahan oleh Ki Parma Tumpeng.
Tebb.. ! "Biar aku dulu yang maju deh! Aku kan lebih tua darimu!"
kemudian Ki Parma Tumpeng berkata kepada sang Ratu,
"Wulandita, apakah kau punya tempat yang enak buat adu
kesaktian?"
"O, kau benar-benar nggak jera melawanku, ya" Boleh aja kalau memang itu maumu!
Kita ke halaman depan saja. Kita
buktikan, berapa jurus aku bisa mencabut nyawa tuamu itu, Parma Tumpeng!"
"Baik, kita keluar dari bangsai ini!"
Zlappp.. ! "Lho... hllang" Ke mana si orang tua tadi"!" pikir Rembulan Pantai yang
kebingungan me;ihat Ki Parma Tumpeng lenyap. Heran lagi melihat Payung Cendana
ikut lenyap Juga. Ternyata kedua orang itu sudah berada di halaman depan bangsal
pertemuan itu. Mereka menunggu sang Ratu di sana, berdiri bersebelahan di bawah pohon beringin
tinggi yang ada di tengah halaman, yang membuat tempat itu menjadi teduh.
Blarrr.. ! Belum-belum sudah terdengar ledakan kuat di luar gerbang.
Kedua tokoh kakak-beradik itu merasa heran, saling berkerut dahi.
Sang Ratu dan tiga pengawalnya juga ikut heran.
"Ada apa di luar itu" Coba periksa, Widyalukmi!" perintah sang Ratu sambil
berjalan ke halaman. Yang bernama Widyalukmi segera memeriksa. Saat ia kembaii
lagi, Ratu Cadar Jenazah sedang berhadapan dengan kedua tamunya. Jarak mereka
sekitar enam langkah.Widyalukmi melapor, "Gusti, di luar terrjadi pertarungan antara Balak
Lima dengan Panji Gosip!"
Ki Parma Tumpeng dan Payung Cendana saling pandang.
Ki Parma Tumpeng berbisik, "Muridku itu memang sok berani. Tapi kurasa ia berani
begitu karena ada muridmu, Bunga Taring Liar!"
"Biar si Bunga yang bereskan sisa pengikut Dalang Setan itu!" ujar Payung
Cendana dengan pelan juga.
Sang Ratu bertanya kepada Widyalukmi, "Apa sejak
kemarin malam Panji Gosip belum pulang juga?"
"Belum, Gusti! Dia masih tunjukkan kesetiaannya kepada
Gusti dengan ikut berjaga-jaga di luar sana."
"Biar mampus tuh anak! Dia pikir aku masih sudi
menemuinya. Hmm.. !" Lalu batin sang Ratu berkata, "Dia nggak tahu kalau aku
punya sesuatu yang baru, yang lebih hebat dan lebih mewah dari dirinya! Mudah-
mudahan Pandu Puber nggak keluar
dari kamar, jadi aku nggak malu sama anak buahku!"
Ki Parma Tumpeng maju dua tindak. Tongkatnya masih
digenggam dengan tangan kiri. Bukan karena dia tokoh tua yang kidal, tapi karena
dia punya rencana melepaskan pukulannya
menggunakan tangan kanan.
"Bersiaplah untuk merangkak ke alam kubur, Parma
Tumpeng! Heeah. .!"
Clapp...! Sinar biru sejengkal keluar dari ujung telunjuk Ratu Cadar
Jenazah. Sinar itu kecil dan gerakannya cepat. Tapi agaknya Ki Parma Tumpeng
nggak kalah siap. Dari tangan kanannya yang
bertelapak membuka keluar sinar agak besar warna merah lebar.
Clapp...! Tangan itu tak digerakkan ke depan, hanya membuka di
samping, tapi gerakan sinarnya tergolong cepat dan menghantam sinar birunya
Wulandita. Blarrr.. ! Asap mengepul tebai akibat ledakan di pertengahan jarak
itu. Tebalnya asap mengganggu pandangan Ki Parma Tumpeng,
sehingga ia nggak bisa lihat apa yang dilakukan oleh lawannya.
Tahu-tahu seberkas cahaya biru mirip bola berduri itu melesat menerobos
ketebalan asap, mengarah kepada Ki Parma Tumpeng.
Wusss ... "Eit.. ! Gawat!" Ki Parma Tumpeng sentakkan tongkat ke tanah. Dug. .!Wuttt.. !
Pendekar Romantis 09 Ratu Cadar Jenazah di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Tubuhnya melesat ke atas dalam keadaan masih tegak
berdiri tegak lurus. Dari atas sana barulah dia melihat Wulandita sedang
rapatkan kedua telapak tangannya di dada.
Ki Parma Tumpeng sentakkan tangan yang memegang
tongkat ke depan. Sentakan itu pendek saja, bahkan nyaris seperti nggak bergerak
karena c-patnya sentakan. Tapi dari kepala
tongkatnya keluar sinar merah lurus mirip sinar laser.
Class...! Suttt...!
Sinar birunya Wulandita tadi menghantam pohon beringin
di belakang Ki Parma Tumpeng.
Blegarrr. .! Daun pohon rontok seketika, namun tidak semua. Hanya
saja bagian batang pohon menjadi hitam sampai di pertengahan ketinggian pohon
itu. Sedangkan sinar merahnya Ki Parma
Tumpeng segera dihadapi dengan hembusan asap kuning dari
telapak tangan Ratu Cadar Jenazah.
Wusss...! Drubbb. .! Bunyi ledakan bagai diredam oleh asap kuning itu. Ki
Parma Tumpeng sedang bergerak turun dengan gerakan lamban
dan tetap tegak seperti orang berdiri. Ini menandakan ilmu Ki Parma Tumpeng
cukup tinggi dan layak melawan Ratu Cadar
Jenazah.Karena setalah Ratu Cadar Jenazah meredam sinar
merahnya Ki Parma Tumpeng, tiba-tiba tubuhnya melesat dalam
keadaan berdiri tegak.
Wuttt...! Tinggi kaki dengan tanah sekitar satu lutut. Gerakannya
begitu cepat, sehingga Ki Parma Tumpeng sedikit kaget, lalu segera hadangkan
tongkatnya ke depan. Tubuh tegak itu pun melayang
maju menyambut gerakan terbang sang Ratu.
Plak, plak, blarr. .! Duhgg...!
"Uhg.. !" terdengar suara pekik sang Ratu. Rupanya setelah berhasil menangkis
kibasan tongkat yang bergerak di luar dugaan itu, ujung tongkat berhasil
menyodok pertengahan dadanya. Tentu saja kekuatan yang tersalur di dalam tongkat
itu adalah kekuatan tenaga dalam cukup tinggi. Nyatanya sang Ratu bisa tersentak
mundur dalam keadaan masih berdiri tegak tak menginjak tanah. Ia bagaikan
membentur sesuatu yang punya daya pantul balik, sehingga ketika tiba di tempat
semula sikap berdirinya sempat
limbung sebentar.
"Gusti.. !" Rembulan Pantai terkejut meiihat sang Ratu limbung, dengan gerakan
cepat segera menopang tubuh sang Ratu.
"Nggak apa-apa.. nggak apa-apa!" kata sang Ratu sambil tarik napas. "Kayaknya
aku perlu hadapi orang ini dengan 'Aji Baja Geni'-ku"
"Ya, itu lebih baik, Gusti Ratu! Habisi saja dia! Kalau perlu adiknya biar saya
yang habisi!"
"Jangan. Adiknya juga biar berurusan denganku! Aku tahu perempuan itu cemburu
dan naksir Pandu Puber."
"Kalau benar begitu, kenapa Gusti Ratu agaknya dendam
sekali kepadanya" Bukankah.. ."
"Sudah, diam! Aku sedang tarung, jangan diajak ngobrol!"
potong sang Ratu yang segera sadar bahwa ia tak boleh tampakkan sikap
mempertahankan Pandu Puber.
"Minggirlah, biar kuhadapi dia. Agaknya dia mau gunakan
'Aji Baja Geni'," bisik Payung Cendana kepada kakaknya. Tapi sang Kakak masih
ngotot ingin hadapi sendiri kekuatan sang Ratu.
"Nanti dulu! Aku belum selesai melawan dia, kamu sudah
mau main geser aja. Mundur sana! Biar kubuat babak belur dulu dia, baru kau
kerjain deh sana!"
Payung Cendana sempat berseru, "Wulandita! Serahkan saja pemuda itu pada kami!
Jika kau masih ngotot, kau akan celaka.
Karena kami tahu kelemahanmu ada di mana. Walau kau
pergunakan 'Aji Baja Geni', aku tahu persis bagian mana dalam tubuhmu yang harus
kuserang! Hati-hati dengan perutmu,
Wulandita!"
Seruan itu semacam gertakan juga dari Payung Cendana.
Ternyata gertakan itu mampu membuat Ratu Cadar Jenazah berpikir beberapa kali
saat sebelum lakukan penyerangan.
"Gila! Rupanya dia berani melabrak kemari karena dia
sudah tahu di mana letak kelemahanku"! Wah, gawat nihi Aku
harus lebih melindungi pusarku nih! Kalau kecolongan bisa
mampus aku! Sebaiknya kugunakan cara kalem aja, jangan asal
serang dulu!" pikir Wulandita sambil mencari posisi enak untuk menyerang
kembaii. Matanya tertuju pada Payung Cendana, karena ia tahu mata payung itu
dapat melesat sendiri dan salah-salah bisa menembus bagian pusarnya. Sekalipun
nggak terlalu berbahaya jika tergores atau tertusuk senjata itu, namun bisa
menjadikan borok yang menyebalkan pada bagian pusar. Itulah sebabnya Wulandita
selalu mewaspadai ujung payung perak itu.
"Memang nggak semua senjata bisa mempan menembus
pusarku, tapi siapa tahu senjatanya si Payung Cendana atau
tongkatnya si Parma Tumpeng adalah pusaka yang cocok untuk
menembus pusarku"!" pikirsang Ratu iagi. "Bagaimanapun juga aku harus berusaha
menghindari serangan di bagian perutku. Kalau begitu, aku harus menyerang mereka
dengan jurus 'Kilat
Menyambar Petir", artinya bergerak cepat sambil main pelintir!"
Di luar gerbang pun terjadi pertarungan antara Panji Gosip
melawan Balak Lima. Tapi Balak Lima dibuat nungging oleh Panji Gosip, sehingga
ia mengerang-erang kesakitan. Wajahnya memar karena pukulan beruntun yang
diiancarkan oleh Panji Gosip. Mau tak mau Bunga Taring Liar mengambii alih
posisi Balak Lima. Gadis yang mengenakan pakaian biru dengan rambut disanggul
agak tinggi, sisanya jatuh seperti ekor kuda setengkuk itu mempunyai pedang yang
berbahaya, karena pedang dipunggungnya itu
mengandung racun ganas juga. Ia mencabut pedang itu ketika Panji Gosip nggak mau
hentikan serangannya. Pada prinsipnya, Panji Gosip tetap melarang mereka berdua
masuk ke benteng istana.
"Kalau kau masih nekat ingin masuk menemui sang Ratu,
kau harus melangkahi mayatku tujuh kali! Perlu kau ketahui, siapa pun tak
kuinginkan bertemu dengan Wulandita, karena dia calon istriku!?"Mulut besarmu
itu memang perlu dirobek pakai ujung pedangku, Panji Gosip! Dari dulu tak pernah
ada jeranya menyebar gosip dan membual di sana-sini" geram Bunga Taring Liar.
Gadis ini belum keluar taringnya. Kalau sudah keluar taringnya, naah..
bahaya sekali tuh. Malaikat Bisu yang jadi guru dan ketua dari Perguruan Tanduk
Singa saja mati di ujung pedangnya, apalagi cuma Panji Gosip yang belum banyak
pengalamannya di rimba
persiiatan. Tapi agaknya Panji Gosip nggak takut sedikit pun
menghadapi Bunga Taring Liar, ia menerjang maju dengan pisau kembarnya yang
masing-masing panjangnya dua jengkal itu.
Wut, wut, wut.. !
Panji Gosip kibaskan pisaunya dengan cepat. Kedua tangan
yang masing-masing memegang pisau itu bergerak terus tiada
hentinya. Sepertinya gerakan itu serabutan, asal gerak saja. Tapi sebenarnya
mempunyai jurus tertentu yang dapat mengecoh
gerakan menghindar dari lawannya.
Bunga Taring Liar nggak mau langsung serang. Ia malah
melompat mundur dua kali. Panji Gosip maju terus seraya gerakkan kedua tangannya
simpang siur ke mana-mana sambil keluarkan
suara hentakan-hentakan yang menipu konsentrasi lawan.
"Heeah. .! Huaah. .! Hillat. . haaah. .! Huaaah, heaah. .!"
Ada prajurit penjaga gerbang berbisik kepada temannya,
"Panji Gosip itu sedang berantem apa sedang kepedasan cabe sin"!
Kok jurusnya aneh. Berisik amat"!"
Temannya menyahut, "Itu namanya jurus 'Cabe Tanpa
Tahu', ya begitu itu gerakan dan suaranya!"
Terdengar seruan Balak Lima yang merasakan lemas sekujur
tubuhnya karena pukulan Panji Gosip tadi, "Sikat dia, Bunga! Tebas lehernya!
Belah kepalanya!"
Si penjaga gerbang berseru, "Memangnya semangka! Main
tebas aja!"
Balak Lima mau lepaskan pukulan kepada penjaga gerbang,
tapi ia terkesima melihat tubuh Bunga Taring Liar memutar dalam keadaan berdiri
tegak bagaikan gangsing di atas tanah. Jempol kakinya yang dipakai berdiri tegak
dan tubuhnya memutar begitu cepat, sampai akhirnya pedangnya berkelebat me
nyabet punggung Panji Gosip yang masih menggunakan jurus awut-awutan itu.
Wuuut! Crass..!
"Aauh. .!" Panji Gosip memekik dengan tubuh berhenti dan mengejang. Punggungnya
berdarah. Sabetan itu memang nggak
banyak, artinya nggak sepanjang tulang punggung. Hanya sekitar satu jengkal dan
letaknya di belakang pundak. Tapi darah yang keluar adalah darah merah kehitam-
hitaman. Tandanya darah itu sudah bercampur dengan racun dari mata pedang
lawannya. "Penggal kepalanya! Cepat penggali" seru Balak Lima nggak sabar. Ia dendam
sekali kepada Panji Gosip. Namun agaknya Bunga Taring Liar yang cantik dan
membuat para penjaga gerbang senang memperhatikannya itu nggak mau sekejam Balak
Lima. Bunga Taring Liar justru menjauhi lawannya yang sedang menggeliat
sempoyongan itu, laiu jatuh berlutut dan membungkuk.
"Heaaat...!" tiba-tiba Panji Gosip berteriak panjang dan keras.
Suaranya sampai pecah. Sambil berteriak begitu ia bangkit dan menyentakkan kedua
tangannya ke kanan-kiri. Tubuhnya segera
mengejang, gerakan tangannya lamban saat menuju ke depan dada.
Semua ototnya mengencang dan saiing bertonjolan. Rupanya ia
kerahkan kekuatan intinya untuk atasi luka di punggung.
"Hati-hati, Bunga! Dia mau serang kamu dengan jurus
andalannya!" seru Balak Lima.
Dugaan itu ternyata meleset. Panji Gosip bukan menyerang,
namun justru pergunakan sisa tenaganya untuk melesat melarikan diri dengan
kecepatan tinggi.
Wuttt...! "Kejar dia! Ayo, kejar dia, Bunga! Dia nggak akan bisa lari jauh, tenaganya akan
habis! Kejar terus. .!"
Bunga Taring Liar mendekati Balak Lima yang berpakaian
serba merah itu. Dengan mata memandang tajam dalam kecantikan yang memukau itu,
Bunga Taring Liar berkata ketus,
"Aku bukan babumu! Kalau kau mau, kejarlah sana!"
"Dia akan datang lagi di suatu saat dan membalas
kekalahannya. Makanya harus dihabisi sekalian!"
"Kau pikir dia kacang rebus yang mudah dihabisi"!" gerutu Bunga Taring Liar
sambil memasukkan pedangnya ke sarung
pedang. "Tanpa kukejar dia juga akan kehabisan tenaga sendiri, lama-lama akan
kehabisan napas dan nyawa. Racun yang kutitipkan dalam darahnya nggak mudah
dicarikan obat penawarnya!"
"Siapa tahu dia ditolong seorang tabib yang pandai
mengobati luka racun!"
"Itu urusan nanti! Yang penting sekarang aku mau tengok Nyai Guru, bagaimana
keadaannya."
"Tapi para penjaga gerbang itu sudah membentuk barisan
pagar betis. Kita pasti nggak diizinkan untuk masuk."
"Pagar betis apaan"! Persetan dengan mereka. Kalau mereka masih menghalangi
kita, kutebas sekalian dengan pedangku!" geram Bunga Taring Liar dengan mata
memandang angker. Biar angker, kata orang, masih tetap cantik.
Langkah kedua murid tokoh tua kakak-beradik itu terhenti
ketika mendengar suara ledakan dan kegaduhan yang mengejutkan.
Blarrrr.. ! Gubrakkk. .!
Pintu gerbang setebal itu jebol dari dalam. Dua sosok
melayang menerobos pintu gerbang tersebut. Salah satu prajurit penjaga pintu
gerbang jatuh tengkurap dan tertindih jebolan pintu.
Ia hanya bisa mendelik, tak bisa berteriak, karena di atasnya ada dua sosok yang
terkapar sulit bangun. Mereka adalah Ki Parma
Tumpeng dan Payung Cendana. Rupanya mereka terpental oleh
jurus maut Ratu Cadar Jenazah yang dilepaskan dan diadu dengan dua jurus mereka.
Apakah kedua tokoh kakak-beradik itu mati" Oh, belum.
Masih awet. Mereka hanya mengalami luka memar dan sekujur
tubuh mereka bagaikan dilolosi tulangnya. Namun Payung Cendana segera kuasai
diri dan dapat berdiri dengan sempoyongan. Ia
bahkan sempat membantu kakaknya yang merangkak kebingungan
mau turun dari jebolan pintu tebal itu. Sedangkan prajurit yang jatuh ketindih
pintu hanya bisa cengap-cengap nggak ada yang menolongnya.
Seru juga pertarungan mereka. Tapi apakah Pandu Puber di
dalam kamar masih belum menemukan 'Cincin Daki Dewa' yang
sakti itu" Mengapa ia nggak keluar-keluar dari kamar" Mestinya ia keluar dan
segera menolong Payung Cendana dong. Biar suasana lebih romantis Iagi. Tapi
kayaknya kemauan sang nasib nggak
begitu sih. Nggak tahu ngapain aja Pandu di kamar sang Ratu. Kita tengok aja ke
sana. ENAM MERASA waktunya pendek, Pendekar Romantis terpaksa
harus bisa menemukan cincin itu dengan cepat, jangan sampai saat ia menggeledah
almari ketahuan Ratu Cadar Jenazah. Udah nggak asyik aja deh kalau sampai
ketahuan begitu. Malunya nggak
ketulungan. Tapi rupanya mencari 'Cincin Daki Dewa' itu bukan semudah mencari
meja di antara para kursi,
Cempuk, tempat menyimpan perhiasan dari logam
kuningan memang sudah ditemukan Pandu. Tapi isinya bermacam-
macam perhiasan. Repotnya lagi Pandu harus bisa memilih cincin yang tepat.
Repotnya lagi di dalam cempuk itu ternyata Ratu Cadar Jenazah mempunyai tiga
puluh empat cincin. Busyet! Bisa
dibayangkan bagaimana repotnya memilih satu cincin di antara tiga puluh empat
cincin" "Batunya berwarna hitam bening!" ingat Pandu. "Ya, memang sih, cirinya dari
'Cincin Daki Dewa' adalah berbatu hitam.
Tapi sang Ratu ternyata mempunyai delapan beias cincin berbatu hitam. Mau nggak
mau Pandu Puber agak gugup juga saat
mengobrak-abrik kedelapan belas cincin itu.
Saking gugupnya dan ingin cepat selesai, cempuk itu malah
jatuh ke lantai.
Prangng.. ! Zrrakkk.. !
Perhiasan itu mawut semua di lantai. Ada yang
menggelinding ke kolong ranjang, ada yang sampai di depan pintu keluar, ada yang
mental ke bawah meja, wah... kacau banget deh pokoknya. Pandu sempat bingung
sendiri dan makin panik.
"Sial! Kenapa aku jadi gugup begini sih" Wah, kalau sampai sang Ratu saat ini
muncul, habis deh riwayatku. Setidaknya
malunya bukan main. Pasti dia tahu kalau aku mau curi
perhiasannya. Uuuh.. dasar tangan suka nyari keusilan di tubuh perempuan ya
begini ini! Pegang apa-apa jadi grogi!" Pandu mengecam dirinya sendiri sambil
menggeragap memunguti
perhiasan itu. Pada saat memunguti perhiasan yang kocar-kacir itulah,
Pandu Puber menemukan sebuah cincin emas kusam dan hampir
berjamur hijau pada lekuk ukirannya. Cincin itu berbatu hitam bening seperti
agar-agar buat campuran es cendol. Wajah Pandu jadi ceria karena yakin cincin
itulah yang dinamakan 'Cincin Daki Dewa', sesuai keterangan dari suara kakeknya.
Cincin itu segera diselipkan pada ikat pinggangnya. Sisa
perhiasan buru-buru dimasukkan dalam cempuk, dan cempuk itu
segera ditaruh pada tempat semula.
Namun baru saja Pandu berdiri dari jongkoknya, matanya
terbelalak kaget melihat seorang perempuan ternyata sudah berdiri di depan pintu
masuk dalam keadaan pintu terbuka.
"Yaah. ."!" Pandu mengeluh kecewa dalam hatinya. Tapi ia buru-buru berlagak
Pendekar Romantis 09 Ratu Cadar Jenazah di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
cengar-cengir setelah tahu perempuan itu bukan Ratu Cadar Jenazah melainkan
seorang perempuan pendek,
berkebaya longgar warna abu-abu, memakai pinjung dan kain
warna hitam. Dilihat dari bentuk jidatnya yang jenong,
rambutnyayang dikonde asal jadi, jelas sosok penampilan itu adalah sosok seorang
pembantu. Hidungnya pesek, matanya belok, giginya maju mirip bemper mobil.
Perempuan pendek itu segera masuk dan menutup pintu
dengan mata masih memandang curiga kepada Pandu. Pandangan
matanya itu jelas menampakkan perasaan heran, aneh, curiga, dan bingung.
"Siapa kamu" Mau apa di kamar Gusti Ratu" Apa yang
kamu kerjakan di sini" Mengapa bisa ada di sini" Sejak kapan ada di sini" Dari
mana bisa masuk ke sini" Berapa.. ."
"Ssstt...!" potong Pandu sambil masih pegangi cempuk itu dengan satu tangan, dan
tangan yang satu menempeikan jari di mulut. "Akubertanya padamu!" hardik
perempuanitu. "Tanya ya tanya, tapi satu persatu dong. Jangan
memberondong kayak ayam bertelur kembar tujuh gitu!" kata Pandu Puber sambil
berpikir cari alasan.
Mata perempuan itu memandang pada benda yang
dipegang Pandu. Mata lebar itu melebar lagi mirip mata sapi. Itu tandanya si
perempuan pendek sedang terkejut melihat benda yang dipegang Pandu.
"Kau pencuri, ya?"
"Belum. Eh, tadi.. eh, anu.. bukan!" jawab Pandu agak gugup. Laiu ia pergunakan
senyuman yang mengandung kekuatan
gaib dari Jurus 'Mata Dewata', agar perempuan itu nggak securiga sekarang.
Ternyata ada hasilnya juga. Dahi jenong itu nggak begitu berkerut iagi. Sikap
memandangnya pun lebih bertitik berat pada rasa heran dan kagum.
"Siapa kamu, Kang" Seingatku, Gusti Ratu nggak bilang
kalau di sini ada tamu pribadinya. Aku nggak disuruh bikin
minuman buat tamu. Jadi.. sekali lagi kutanya, siapa dirimu, Kang?"
"Namaku Pandu Puber, dan.. ."
"Ooh.. "!" perempuan itu terpekik, segera menutup
mulutnya karena takut terlalu keras suara pekiknya tadi. Ja.. jadi, kau yang
ditulis dalam sayembara itu?"
"Betul. Tapi nyatanya kehendak sang Ratu berbeda. Dia
bukan mau bunuh aku. Dia nggak jahat sama aku kok. Malahan dari semalam aku
sudah diajak bercanda sama sang Ratu. Lalu sekarang sang Ratu sedang terima tamu
dan aku nggak boleh keluar ke mana-mana."
"Oooh..." Ternyata benar apa kata mereka."
"Apanya yang benar?"
"Mereka biiang, yang namanya Pandu Puber alias Pendekar Romantis itu orangnya
tampan, gagah, dan perkasa. Mulut mereka nggak salah ucap rupanya!"
Pandu Puber kikuk, malu hati sendiri menerima pujian
secara nggak langsung. Tambah nggak enak hati lagi setelah
perempuan pendek berbadan agak kurus itu berkata dalam senyum kemanjaannya.
"Cuma sayang sekali, ya..." Ganteng-ganteng kok kerjanya jadi maling"!"
"Ah, kamu bisa aja!"
"Iya. Nyatanya sekarang kau masih memegang tempat
perhiasan sang Ratu! Pasti mau kau bawa kabur kan?"
"Oh, nggak gitu.. ! Hmm. . ceritanya begini," Pandu segera mengarang
cerita. "Tadi malam sang
Ratu memamerkan
perhiasannya ini padaku. Lalu tempat perhiasan ini ditaruh di meja kecil dekat
ranjang itu. Begitu kudengar sang Ratu terima tamu, aku ingin merapikan tempat
ini. Cempuk ini akan kukembaiikan ke
dalam almari. Tapi jatuh, mawut semua. Dan.. dan sekarang
kukembalikan ke dalam almari. Nih, lihat.. nih.. !" cempuk dikembalikan ke pada
tempatnya. "Tuh, kutaruh di tempat semula, kan?" sambil Pandu tersenyum kaku.
Perempuan itu manggut-manggut. Wajahnya menjadi agak
sinis. Pandu manaruh curiga dalam hatinya.
"Kenapa kau memandangku dengan begitu?"
"Karena kau pemuda tampan tapi curang dan licik."
"Maksudmu bagaimana?"
Tangan si perempuan terulur dalam posisi telapak tangan
tengadah, tanda meminta sesuatu. Pandu berkerut dahi, berlagak bingung melihat
sikap si peiayan pendek itu.
"Apa maksudmu sih?"
"Cempuk itu memang kau pulangkan pada tempatnya, tapi
yang kau selipkan di ikat pinggangmu itu mana" Harus
dipulangkan juga!"
"Ah, nggak ada kok!"
"Jangan bohong! Kalau aku keluar dan teriak maling, kau pasti dikepung prajurit
dan digebuki sambil diarak keliling alun-alun!" "Ah, kamu ini apa-apaan sih" Aku
kan sudah bilang, bahwa.. ."
"Serahkan kembali yang kau selipkan di ikat pinggangmu
itu, Pandu ganteng!" tangannya masih tengadah meminta.
"Berani sumpah serapah deh, aku nggak sembunyi n apa-
apa di ikat pinggangku."
"Aku keluar nih.. ! Aku teriak maling, ya"!" Pelayan itu mau keluar, tapi buru-
buru ditarik Pandu,
"Eeeh. . jangan dong!"
Pelayan itu segera ditarik menjauhi pintu. Rupanya pelayan
itu tadi sempat melihat saat cincin diseliipkan ke dalam ikat pinggang. Pandu
berpikir begitu. Mau tak mau dia mesti cari cara untuk bisa pertahankan cincin
itu. "Begini, hmmm. . o, ya... kamu pelayan untuk kamar ini?"
"Ya. Kamarku ada di samping."
"Namamu siapa?"
"Dewi Punggawa Nagari."
"Wah, kebagusan! Pelayan kok namanya kayak gitu. Ganti
aja deh!?"Bagaimanakalau.......... GendukSaliyem?"
"Nah, pakai nama itu saja deh, lebih cocok."
"Memang itu nama asliku. Yang tadi nama samaran aja, biar keren di mata lelaki!"
ujarnya sambil melirik ganjen
"Begini, Saliyem.. terus terang aja, aku memang mencuri salah satu cincin milik
sang Ratu, karena aku sangat membutuhkan untuk menolong orang banyak. Bukan
untuk kepentingan
pribadiku. Sebagai pendekar. Aku harus menyelamatkan orang banyak dan menjaga
perdamaian di bumi. Cincin yang kucuri ini
adalah cincin pusaka yahg dapat membahayakan masyarakat. Jadi kumobon bantuanmu,
jangan halangi niatku mencuri cincin ini!
Jangan biliang sama sang Ratu, biar nggak terjadi keributan. Tolong, diam-diam
saja, ya" Mau kan bantu aku?" sambil dagu Saliyem dicubit pelan oleh Pandi
maksudnya kasih 'bonus' pada pelayan itu biar hatinya girang dan nggak mendesak
minta cincin itu.
' Perlu kau ketahui, aku orang yang bertanggung jawab di
dalam kamar pribadi Gusti Ratu. Kalau ada apa-apa yang hilang, pasti akulah yang
jadi korban tuduhan pertama kali. Aku bisa digantung, Pandu."
"Aaah... totonglah. Ini penting sekali."
' Lalu siapa yang akan menolongku jika sampai aku
digantung karena ada barang yang hilang?"
"Yah, bagaimana caramulah supaya kau pun jangan
digantung. Yang jelas cincin ini kuperlukan bukan untuk
kepentingan pribadi! "
' Apa yang kuperoleh kalau aku mau menolongmu?"
' Hmmm... kau mau minta apa" Sebutkan permintaanmu,
nanti akan kuberikan sepagai upah pertolonganmu.'
' Hmmm... hmmm... bagaimana kalau aku minta dicium"'
"Ah itu terlalu berlebihan. Lagi pula, aku kan parac ratumu.
Masa' aku cium-cium pelayannya. Itu sama saja kau merendahkan ratumu!" Pandu
berkilah untuk hindari tuntutan itu.
Saliyem memandang dengan mata berbinar-binar. "Aku
nggak akan bilang-bilang sama Gusti Ratu. Ciumlah aku tiga kali saja. Bibir,
pipi, dan kening. Nih...!" Saliyem sodorkan bibirnya yang bergigi mancung.
Pandu malah geli sendiri dan membatin. "Wah, ini gigi apa kapal keruk?"
"Ayo, dong...!" desis Saliyem sambil masih menyodorkan bibirnya yang setebal kue
cucur. Mekar bak kembang matahari.
Pandu makin geli. Hatinya berkata,
"Wah, nggak tega benar aku! Bisa muntah dua minggu kalau aku harus cium bibir
kayak gitu. Mana merahnya karena merah sirih lagi. Bau sisik tembakau. Ya,
ampuun.. nasib apa yang kualami ini sebenarnya" Masa' mau dapatkan 'Cincin Daki
Dewa' saja harus nyium kuda nil dulu sih?" gerutu Pandu dalam hatinya, sambil
berpikir cari cara menghindari desakan itu.
"Ayo.. !" desak Saliyem. "Kalau nggak mau, aku teriak maling nih!"
"Eh, jangan dong! Kamu ini ngancamnya kok teriak maling melulu!" pundak Saliyem
digebuk. Perempuan pendek itu tergucang kasar. Hampir saja jatuh tersungkur
karena gebukan basa-basi itu.
"Atau, kecup dulu keningku deh! Yang mesra, ya" Nih...!"
Saliyem sodorkan jldatnya yang mancung juga. Jidat itu mengkilap karena
berminyak. Rambutnya memakai minyak kelapa yang
mungkin sudah tiga hari, sehingga baunya tengik. "Ayo, dong. .!"
Saliyem nekat maju, memeluk Pandu. Tapi karena tingginya hanya sebatas dada
Pandu, maka ia hanya bisa melingkarkan kedua
tangannya ke pinggang. Tubuhnya dirapatkan sekali, hingga Pandu rasakan sesuatu
yang mengganjal di bagian ulu hatinya. Sesuatu yang mengganjal itu ternyata gigi
Saliyem. Bulu kuduk Pandu langsung merinding. Pandu berusaha
melepaskan diri, tapi Saliyem minta dikecup dulu. Pandu beralasan macam-macam-
macam sampai akhirnya ia berhasil lepas dari
pelukan Saliyem.
"Aku teriak maling nih!" ancam Saliyem.
"Masa bodohlah!" sentak Pandu dengan dongkol. Dan saat itu terdengarlah ledakan
dahsyat mengguntur, membuat lantai
kamar berguncang. Ledakan dahsyat itu adalah ledakan yang
membuat pintu gerbang Jebol. Pandu Jadi tegang dan pikirannya segera terarah
pada kehadiran Ki Parma Tumpeng serta Payung
Cendana. "Pasti ada yang nggak beres di depan sana!" pikir Pandu.
"Pandu, mau ke mana kau"!"
Pandu nggak mau peduli lagi dengan seruan itu. Dia nekat
keluar dari kamar ifu untuk melihat kekhawatiran tentang Payung Cendana dan Ki
Parma Tumpeng. Saliyem sempat berseru,
"Kau sial, Pandu! Sial!"
Wuttt...! Pandu keluar dari kamar. Beberapa prajurit yang
sibuk dalam rangka pertarungan sang Ratu dengan tamunya itu
terkejut melihat Pandu keluar dari kamar Ratu. Salah seorang berteriak,
"Tangkap orang itu! Tangkap. .!"
Pandu Puber segera berlari menyusuri serambi. Dari arah
depan muncul dua orang bersenjatakan tombak. Keduanya
menyerang Pandu secara berbarengan. Pandu menghindar dengan
satu lompatan bersalto hingga tangannya menyentuh langit-langit serambi.
Plak, plak, plak, plak.. !
Semua orang terbengong kagum melihat Pandu berjalan
pakai telapak tangan yang menempel di langit-langit serambi.
Rupanya tangannya punya daya hisap seperti cecak hingga dapat berjalan di
langit-langit serambi. Pandu sendiri heran mengapa tiba-tiba tangannya bisa
bergerak begitu" Mungkin karena ia dilahirkan sebagai bayi yang nggak punya
garis tangan sedikit pun, sehingga telapak tangannya mempunyai daya hisap cukup
kuat. Atau, mungkin ayahnya mempunyai ilmu rayap seperti itu, tapi Pandu nggak sempat dapat
penjelasan, sehingga tahu-tahu ia bisa berjalan dengan tangan menyerap di
plafon! Pada saat itu batin Pandu
sampai berkata,
"Kayak tokek panik kalau gini?" Maka ia pun menamakan ilmu itu sebagai jurus
'Tokek Panik'. Memang begitulah Pandu, kasih nama jurus milik ayahnya yang
menitis dalam dirinya dengan seenaknya saja.
Lolos dari kepungan para prajurit, Pandu segera melesat ke
atas tembok benteng. Dari sana ia seperti seekor harimau kumbang yang melompat
dan bersalto beberapa kali di udara. Dalam sekejap sudah berada di stamping
Payung Cendana.
Jlegg. .! "Pandu..."!" Payung Cendana terkejut dengan suara pelan, karena ia sedang menahan
sakit di bagian dadanya yang ingin
memuntahkan darah untuk yang kedua kalinya. Ki Parma Tumpeng pun terbatuk-batuk
walau ia sadar bahwa Pandu sudah ada di situ.
Bunga Taring Liar menarik napas begitu melihat Pandu, merasa lega. Tapi matanya
segera mengarah kepada Ratu Cadar Jenazah penuh waspada. Pedangnya masih di
tangan dan siap serang jika sang Ratu Membahayakan keselamatan gurunya.
Kecurigaan mulai membakar murka sang Ratu. Suaranya terlepas lantang kepada
Pandu Puber. "Pandu, kembali ke kamar."
"Untuk apa?" ujar Pandu dengan seenaknya. Ia berplkir,
'Cincin Daki Dewa' sudah ada padanya. Berarti dia tak perlu takut kepada segala
macam jurusnya Wulandita. Toh jurus-jurus itu nggak bakalan mampu melukainya
karena ia dalam pengaruh gaib 'Cincin Daki Dewa' itu. Penampilan Pandu semakin
tenang, semakin cuek dengan kemurkaan Ratu Cadar Jenazah.
Pandu berkata kepada Payung Cendana dan Ki Parma
Tumpeng, "Mundurlah kalian, biar kuhadapi sendiri orang itu!"
"Hati-hati, dia Sudah pergunakan 'Aji Baja Geni'. Jangan Sampai tersentuh
olehnya" bisik Payung Cendana.
"Ah, kecil itu.. ," ujar Pandu sambil melangkah lebih mendekati sang Ratu.
"Kuperintahkan sekali lagi padamu, Pandu.. masuklah ke
kamar dan jangan ikut campur urusan ini!"
"Nggak mau!" jawabnya tegas-tegas.
"Kau makin membuatku murka, Pandu! Minggirlah agar,
kau tak jadi korban tambahan! Mereka harus kubunuh karena sudah membuat emosiku
meluap tak terbendung!"
"Aku akan melindungi mereka!"
"Jadi kau ada di pihak mereka"!"
"Benar!" jawab Pandu kalem tapi merupakan pernyataan yang tegas sekali.
"Kalau begitu aku terpaksa beri pelajaran padamu agar tahu siapa orang yang
layak kau pihak! Hiaaat. .!"
Ratu Cadar Jenazah melesat dalam satu lompatan maju
bagaikan terbang. Pandu Puber menyambutnya dengan lompatan
yang sama, sehingga mereka segara beradu pukulan telapak tangan begitu sampai di
pertengahan jarak.
Plak, plak, plak. .! Duhgg!
"Aaaow...!" Pandu memekik, ia segera bersalto ke belakang tiga kali begitu kaki
mendarat ke bumi. Kedua tangan Pandu
melepuh dan hangus bagaikan habis memegang bara api. Ia
menyeringai kesakitan sambil mengibas-ngibaskan tangannya.
Lengannya pun ikut hangus karena terkena sentakan kaki sang Ratu.
"Itu pelajaran pertamaku,
Pandu!" seru Wulandita.
"Minggirlah dan jangan ikut campur supaya kau tak celaka!"
"Pandu.. !" sergah Payung Cendana dengan nada cemas. Ia menghampiri dan memapah
Pendekar Romantis penuh perhatian.
"Sudah kubilang jangan sampai menyentuhnya, mengapa
kau masih menyentuh tangannya! Semua tubuhnya mengandung
panas api yang tinggi, Pandu!"
Pandu diam saja hanya menarlk napas panjang dan
menahannya. Kedua tangan itu segera bergetar karena mendapat penyaluran hawa
dingin dari dalam tubuhnya sendiri. Hawa murni pun segera disalurkan agar
lukanya lekas pulih dan tak terasa sakit.
Hati Pandu Puber sempat membatin,
"Sial! Kenapa aku masih bisa tertuka" Padahal, kata Kakek, siapa yang membawa
atau memakai cincin 'Daki Dewa' maka ia
akan berada dalam gelombang gaib cincin tersebut, tak akan mampu digores atau
dilukai dengan senjata apa pun. Tapi kenapa tanganku masih bisa melepuh?"
Pendekar Romantis 09 Ratu Cadar Jenazah di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Di lain pihak, Ratu Cadar Jenazah sendiri punya kecemasan.
Melihat gelagatnya sang Pendekar Romantis nggak mau mundur,
Ratu Cadar Jenazah membatin sendiri,
"Kalau lawan dia, agak berat juga jika hanya mengandalkan'
Aji Baja Geni', soalnya dia punya Pedang Siluman. Tentunya ia juga sudah diberi
tahu oleh Payung Cendana tentang kelemahanku.
Hmmm.. rupanya dia dan Payung Cendana sudah sekongkol untuk
menyerangku. Buktinya Payung Cendana yakin betul kalau pemuda itu ada bersamaku.
Sebaiknya aku harus memakal cincin 'Daki
Dewa' untuk menghadapi Pedang Sllumannya itu."
Lalu sang Ratu berseru keras kepada Rembulan Pantai yang
ada di dekat gerbang.
"Rembulan! Ambil cincin 'Daki Dewa' di almariku! Suruh
Saliyem mengambilkannya!"
Terhitung ceroboh juga ratu yang satu ini, menurut
penilaian batin Pandu. Pusaka seperti itu dipercayakan kepada pelayan atau
pengawalnya untuk mengambil. Kalau dibawa kabur nggak salah yang disuruh.
Ternyata sang Ratu memang perempuan yang pintar-pintar bodoh. Buktinya ia tidak
lanjutkan serangannya, padahal saat itu Pandu sedang kehilangan konsentrasi ke
arah lawan. Konsentrasinya ada pada kedua tangannya yang melepuh
dan sekarang sedang membaik berkat hawa murninya. Kalau saja ia segera
menyerang, pasti Pandu bisa keteter. Rupanya ia menunggu cincin itu diambil oleh
Rembulan Pantai. Pandu hanya tersenyum membayangkan sang Ratu akan kelabakan
mendengar cincin sudah tidak ada di tempatnya.
"Lho..."!" Pandu sendiri malah jadi bingung setelah meraba ikat pinggangnya,
ternyata cincin itu nggak ada di tempat
penyimpanannya. Pandu Puber meraba-raba sekeliling ikat
pinggang, namun tak dirasakan ada benda yang mengganjal kecuali uang lembaran
beberapa sikal, (sikal: jenis mata uang).
"Rembulaaan. .! Cepaaat.. !" teriaknya liar sekali, antara dongkol dan cemas.
"Harus segera kudului pakai Pedang Siluman!" pikir Pandu, maka dengan satu
sentakan khusus pedang itu pun segera dicabut dari tempat penyimpanannya yang
fantastis sekali itu.
Zlubb.. ! Kini Pandu menggenggam sebilah pedang yang memancarkan sinar pijar warna ungu. Ratu Cadar Jenazah menjadi gusar sendiri.
Sebelum bergerak, Pandu sempat memandang munculnya
Saliyem dari atas tembok benteng. Perempuan pendek itu segera bersalto beberapa
kali turun dari atas benteng.
Jlegg.. ! Dan hal itu membuat sang Ratu maupun Pandu
sama-sama terkejut, ternyata Saliyem punya ilmu yang boleh juga untuk
diandalkan. Mereka menjadi lebih terkejut ketika Saliyem mengembangkan kelima
jari tangan kirinya di depan dagu dan
berkata,"Cincin inikahyangGustiRatu inginkan"!"
"Celaka! Cincin itu sudah ada di tangan Saliyem"!" pikir Pandu penuh keheranan.
"Kapan ia mengambilnya dariku" Oh, mungkin..
mungkin pada saat ia berlagak memelukku, ia
sempatkan diri untuk mencopet cincin itu dari pinggangku"! Kurang ajar babu satu
itu! Pantas dia tadi bilang aku akan sial. Rupanya ia sudah berhasil mencopet
cincin itu dari pinggangku! Benar-benar sialan pelayan bergigi mancung itu."
"Saliyem, serahkan cincin itu! Lekas serahkan!"
Wuttt...! Saliyem melompat dalam gerakan salto mundur. Lincah
sekali babu bergigi keriting duren itu. Dengan senyum yang nggak pernah bisa
dibilang manis itu, Saliyem berkata keras,
"Kalahkan Pendekar Romantis itu, baru saya serahkan cincin ini!"
"Kau jangan main-main, Saliyem!" bentak sang Ratu.
Rembulan Pantai muncul langsung berseru, "Gusti,
cincinnya sedang dicari oleh Saliyem dan. . dan.. lho, kok dia sudah ada di
sini"!" Rembulan Pantai menatap Saliyem dengan heran dan terperanjat bingung.
"Gusti Ratu!" seru Saliyem. "Kalau memang Gusti Ratu berilmu tinggi dan berani
menobatkan diri sebagai penguasa dunia hitam, lawanlah Pendekar Romantis tanpa
pergunakan 'Cincin Daki Dewa' ini! Kalau memang bisa unggul, saya salut dan
menaruh hormat tinggi-tinggi pada Gusti Ratu. Kalau memang Gusti Ratu menang melawan
Pandu, saya nggak bakalan ngomong-ngomong
sama siapa-siapa-siapa tentang skandal Gusti Ratu dengan pemuda itu tadi malam!"
"Kurang ajar! Kupecahkan gigi centongmu itu, Saiiyem!
Hiaaat...!"
Sang Ratu melesat ke arah Saliyem. Tapi Pandu Puber
segera melesat pula ke depan Saiiyem.
Wuttt...! Ia menghadang gerakan sang Ratu. Melihat Pandu
menghadang, sang Ratu segera lepaskan pukulan sinar birunya.
Slappp...! Pandu menghadang sinar itu dengan pedang ditegakkan di
depan wajah. Trangng.. ! Wusss. .!
Sinar itu memantul balik ke arah Ratu Cadar Jenazah.
Keadaan yang nggak disangka-sangka itu membuat sang Ratu
terkejut. Ia buru-buru menghindar, tapi terlambat. Sinar itu menghantam
pundaknya. Jrabb. .!
"Oohg. .!" Ratu Cadar Jenazah terhuyung-huyung saat kakinya mendarat di tanah.
Tubuhnya melengkung ke depan,
membungkuk karena sinar biru mengenai dada bawah pundak.
"Habis riwayatmu, Sayangl" ujar Pandu menggeram, lalu pedang menyala ungu itu
disentakkan lurus ke depan. Dari ujung pedang keluar sinar ungu lurus sebesar
lidi. Clappp.. ! Sinar itu tepat menembus bagian pusar sang Ratu yang kelihatan
dari balik pakaian transparannya itu.
Jrabbb.. ! "Aaahg.. !" sang Ratu berteriak keras, namun tak bisa memanjang. Ia mendongak
dan diam tak bergerak. Tubuhnya
berasap. Makin lama makin tebal. Semua orang memandang dengan tegang. Ketika
asap itu lenyap, semua orang memandang dengan terbengong melompong. Sang Ratu
hilang. Tapi di tempatnya
berdiri terdapat setumpuk abu putih lembut seperti tepung. Namun pakaian sang
Ratu nggak ikut menjadi debu. Masih kelihatan utuh di atas tumpukan debu itu.
"Gusti.. ! Gusti Ratuuu.. !" Rembulan Pantai berlari menghamburkan tangis sambil
meraup debu itu. Pandu Puber tak berani melihat perempuan menangis, ia langsung
buang muka dan menjauh.Pendekar Romantis melangkah dengan gagahnya. Langkah itu
adalah langkah kemenangan atas keberhasilannya mengalahkan sang Ratu. Namun
sayang, kematian sang Ratu dalam keadaan
tanpa jenazah karena menjadi debu, sehingga nggak bisa
dimakamkan seperti layaknya jenazah para ratu.
"Kau berhasil, Pandu. .," ujar Payung Cendana dengan berseri dalam memar
lukanya. Pandu nggak peduli karena ia melihat Saliyem sedang
melarikan diri. Sedangkan dari arah gerbang juga muncul sosok perempuan pendek
yang bergigi tonggos dan berjidat jenong.
"Lho, itu Saliyem" Yang lari itu juga Saliyem" Kok ada
dua"!" pikir Pandu.
Kemudian ia mengejar Saliyem yang melarikan diri seperti
anak kijang itu. Karena di tangan Saliyem yang itulah 'Cincin Dakl Dewa'
dikenakan di jari tangan kiri. Pandu ingin merebut cincin itu karena takut
disalahgunakan. Namun langkahnya terhenti ketika Saliyem tahu-tahu melompat dan
berdiri di atas kerimbunan daun dari pohon yang menjulang tinggi. Ia mampu
berdiri di sana tanpa membuat daun itu berjatuhan atau rusak, berarti ia berilmu
cukup tinggi. "Kuingatkan sekali lagi padamu, Pandu. . Bersihkan jiwamu, sucikan
hatimu dari gairah kencanmu, baru kau bisa
menangkapku!"
"Apa maksudmu berkata begitu, Saliyem!"
Saliyem nggak mau menjawab, namun tiba-tiba tangannya
menyentak ke atas. Seberkas sinar merah melesat ke langit. Di angkasa sinar itu
pecah membentuk hiasan sinar bunga api dalam bentuk sekuntum mawar merah. Pandu
terperanjat kaget, sebab ia tahu itulah tanda yang dimiliki oleh Bidadari
Penguasa Kecantikan yang bernama Dian Ayu Dayen, calon istrinya yang harus
dikejar dan dikalahkan. Hanya dian Ayu Dayen yang punya sinar mampu
membentuk bunga mawar di angkasa.
"Diaan. .!" teriak Pandu dengan jengkel kepada Saliyem.
Wuttt...! Pandu melompat naik ke atas pohon menyusul
Saliyem palsu. Tapi perempuan itu lenyap seketika. Muncul lagi di pohon yang
jauh dalam wujud putri cantik yang berpakaian serba putih dengan belahan dadanya
menyembulkan sekuntum bunga
mawar asli. Itulah sosok bidadari Dian Ayu Dayen yang
kecantikannya nggak ada yang menyamai.
Dari kejauhan sana Pandu bisa mendengar suara batin Dian
Ayu Dayen, "Cincin ini akan kuselamatkan, Pandu. Kalau jatuh ke
tanganmu juga berbahaya, karena kau masih mata keranjang, nggak bisa menahan
emosi cinta. Luruskan dulu hatimu, sucikan dulu cintamu, baru kejarlah daku dan
kau kutangkap dalam pelukan sepanjang masa!"
"Brengsek! Kalau tahu begitu kau kucium saat di kamar sang Ratu! Dasar bidadari
brengsek!" serunya dengan jengkel sendiri.
Kejengkelannya itu membuat keseimbangan dan konsentrasinya
terganggu, sehingga ia kehilangan ilmu peringan tubuhnya sesaat.
Akibatnya ia jatuh dari ketinggian pohon dan pinggangnya
menghantam batu sebesar kepalanya sendiri.
Guzrakkk. .! Bruss! Blugg. .!
"Aooowww...!" pekiknya sambil menyeringai lucu.
SELESAI Pembuat Ebook :
Scan buku ke djvu : Abu Keisel
Convert : Abu Keisel
Editor : Fujidenkikagawa
Ebook pdf oleh : Dewi KZ
http://kangzusi.com/ http://dewi-kz.info/
http://kangzusi.info/ http://cerita_silat.cc/
Misteri Surat Setan 2 Misteri Bayangan Setan Karya Khu Lung Pisau Terbang Li 1