Pencarian

Rahasia Sebelas Jari 2

Pendekar Slebor 67 Rahasia Sebelas Jari Bagian 2


tentu Rantai Na-ga Siluman yang berada di Pulau Hitam. Kadal
buntung! Mengapa Gadis Kayangan belum mun-
cul juga" Dalam keadaan seperti ini, kuharap dia tidak dahulu muncul di
hadapanku."
"Pendekar Slebor! Rupanya masuk ke mu-
lut ular kau harus pindah ke mulut harimau! Te-
tapi bila ular itu mencoba mematuk korban yang
hendak dimakan si harimau, sudah tentu hari-
mau tak akan tinggal diam!!" suara si perempuan nyaring terdengar, tanpa melirik
pada Agung Gaganda yang seketika parasnya berubah.
"Jahanam sial! Sudah tentu yang dimak-
sudnya adalah aku! Mengapa tahu-tahu perem-
puan iblis ini bisa muncul di sini?" geram Agung Gaganda. Terlihat dia surutkan
langkah satu tindak. Wajahnya nampak agak tegang sekarang. Pe-
rasaannya laksana diliputi kobaran api dalam se-
kam. Tak ada yang keluarkan suara sama sekali.
Senja semakin melaju menuju malam.
Iblis Kelabang buka suara, pandangannya
tetap diarahkan pada Pendekar Slebor, "Aku akan bersabar menunggu untuk melihat
ular itu pergi dengan sendirinya! Bila tidak, akan kucabik-cabik hingga dia kehabisan darah!"
Wajah Agung Gaganda makin diliputi rona
merah. Sesungguhnya dia jeri menghadapi Iblis
Kelabang yang dikenal dengan kekejian dan ke-
saktiannya. Berita terakhir yang dia dengar, setelah dikalahkan oleh Panembahan
Agung, Iblis Ke-
labang menghilang entah ke mana. Berita lain
yang didengarnya, kalau dia telah diselamatkan
oleh Kiai Alas Ireng, yang kala itu langsung me-
nyambar dan meninggalkan Panembahan Agung.
Agung Gaganda sangat tahu sekali, kalau
kesaktian yang dimiliki Iblis Kelabang lebih tinggi dari Kiai Alas Ireng. Namun
perempuan itu selalu menjunjung tinggi balas budi dan pengabdian.
Kendati dia dapat dengan mudah membunuh Kiai
Alas Ireng, namun Iblis Kelabang tak mau mela-
kukannya. Bahkan dia telah serahkan nyawanya
bulat-bulat untuk kepentingan Kiai Ahus Ireng.
Dari sikapnya yang sedemikian angker
tanpa memandang sebelah mata padanya, Agung
Gaganda tahu kalau Iblis Kelabang juga meng-
hendaki untuk mengetahui tentang Rahasia Sebe-
las Jari. Kendati hatinya tidak terima bila Iblis Kelabang yang berhasil
mengetahui Rahasia Sebelas
Jari dari Pendekar Slebor, namun dia tak mau
banyak tingkah di hadapan perempuan kejam itu.
"Keparat sial! Tak seharusnya dia hadir se-
karang! Tapi kalau aku tetap berada di sini, su-
dah tentu dia tak akan memberi kesempatanku
hidup lebih lama! Keparat! Ke mana perginya
Alung Gaganda" Mengapa dia belum muncul ju-
ga" Hem... terpaksa aku harus turuti perintah perempuan celaka itu! Tetapi aku
bersumpah, di- alah orang yang akan kuburu kemudian karena
aku yakin, Pendekar Slebor tak akan dapat ber-
buat banyak menghadapinya."
Memutuskan demikian, Agung Gaganda
memandang dulu pada Iblis Kelabang. Pandan-
gannya dipenuhi dengan kilatan amarah dan
dendam. Namun dia tidak mau bertindak konyol.
Bersama-sama dengan Alung Gaganda, belum
tentu dia dapat mengalahkan Iblis Kelabang. Ja-
lan satu-satunya, memang harus menyingkir le-
bih dulu dan memikirkan cara paling licik untuk
menghadapi perempuan berambut kelabang itu
kelak. Kejap berikutnya, dia sudah putar tubuh
dan langsung berkelebat tanpa memandang sedi-
kit pun pada Pendekar Slebor.
Pendekar Slebor yang melihat punggung
Agung Gaganda lenyap dari pandangan menden-
gus dalam hati, "Kutu monyet! Benar-benar lepas dari mulut ular aku masuk ke
mulut harimau nih! Kadal buntung! Bagaimana aku dapat berpi-
kir tenang untuk memecahkan Rahasia Sebelas
Jari kalau dikejar terus menerus seperti ini?"
Lalu dipandanginya wajah perempuan ber-
pakaian merah yang sejak tadi tak berkedip me-
mandangnya. Lamat-lamat Andika merasakan sa-
tu pengaruh kuat yang terpancar melalui tatapan
itu. Buru-buru dia arahkan pandangan ke samp-
ing kanan. Melihat gerakan kepalanya, Iblis Kelabang
menggeram. Suaranya nyaring saat berucap, "Kau tentunya telah mendengar siapa
aku adanya! Kau
tentunya telah menebak pula apa yang kuingin-
kan! Jadi, tak perlu putar bicara lagi!!"
Mendengar ucapan orang, Andika menarik
napas pendek. "Tepat dugaanku. Berita tentang Rahasia
Sebelas Jari rupanya memang telah menyebar.
Ah, jarum jatuh di rimba persilatan ini, gaungnya pasti akan tersebar ke segenap
penjuru. Menilik
sikap Agung Gaganda yang menjadi begitu keta-
kutan, jelas kalau si nenek memiliki kesaktian
tinggi. Aku harus berhati-hati menghadapinya."
Sambil garuk-garuk kepala dan mencoba
menenangkan gemuruh di hatinya, Pendekar Sle-
bor berkata, "Kau mengatakan yang sama sekali tidak kumengerti! Bagaimana aku
dapat memenuhi permintaanmu itu"!"
Mendengar sahutan Pendekar Slebor, wa-
jah Iblis Kelabang berubah. Dia segera melompat
dan tegak lima langkah di hadapan Pendekar Sle-
bor yang masih berdiri tegak.
Lalu membentak keras, "Aku datang untuk
mencari tahu tentang isi Rahasia Sebelas Jari!
Apakah kau hendak bersilat lidah lagi di hada-
panku"!"
Andika justru kerutkan keningnya.
"Rahasia Sebelas Jari" Apa sih maksudmu"
Jari tangan atau kakimu yang berjumlah sebe-
las?" Tanpa hiraukan selorohan orang, Iblis Kelabang berkata makin dingin,
"Kalau kau tidak mau katakan, berarti kau inginkan ini!!"
Habis berkata begitu, Iblis Kelabang mele-
sat ke depan. Kedua tangannya serta-merta ber-
kelebat lakukan pukulan ke arah Pendekar Sle-
bor. Pendekar Slebor sendiri tidak tinggal diam.
Dia cepat pula angkat kedua tangannya dipalang-
kan di atas kepala menghadang pukulan.
Bukkk! Bukkk! Begitu pukulannya ditahan oleh Pendekar
Slebor, Iblis Kelabang mendadak saja meliuk.
Masing-masing jari telunjuk dan tengahnya teren-
tang sementara jari-jari lainnya tertekuk. Sepintas kedua jari-jari itu
membentuk sungut!
Menyusul disodoknya ke depan.
Andika sendiri terkejut tatkala merasakan
empat buah gelombang angin tajam yang keluar
dari kedua jari telunjuk dan jari tengah si perempuan, menderu cepat ke arahnya.
Cepat dia buang tubuh hindar sergapan
angin yang mengerikan itu. Menyusul dia mener-
jang ke depan. Suara salakan petir terdengar
mendahului. Buuk! Bukk! Untuk kedua kalinya benturan terjadi. Iblis
Kelabang hanya sempat bergoyang-goyang. Di lain
pihak, sosok Pendekar Slebor langsung surut lima langkah ke belakang. Paras
wajahnya seketika berubah pucat. Kedua tangannya yang baru saja
bentrok dengan kedua tangan Iblis Kelabang ber-
getar keras. Dan bila saja dia tak cepat kuasai keseimbangan, niscaya lututnya
akan tertekuk dan
sosoknya roboh.
Melihat apa yang baru saja terjadi, Iblis Ke-
labang yang merasa harus cepat melaksanakan
perintah Kiai Alas Ireng, tak mau menunggu la-
ma. Sebelum Andika kuasai diri sepenuhnya,
dia sudah menerjang dengan sapukan kaki kiri
dan kanan. Sementara secara bersamaan tangan
kanan dan kirinya yang jari telunjuk dan tengah-
nya terentang, bergerak menusuk!
Pendekar Slebor melengak. Cepat sekali dia
segera angkat kedua kakinya untuk menghindari
sapuan kaki kanan dan kiri Iblis Kelabang. Ber-
samaan dengan itu, kedua telapak tangannya di-
buka menghadang di depan mata.
Tuk! Tuk! Tuk! Tuk!
Empat gelombang angin kecil yang tadi
mengarah pada matanya, tertahan oleh kedua te-
lapak tangannya. Namun saat itu pula terdengar
jeritannya kaget.
"Monyet pitak! Kedua telapak tanganku se-
perti terbakar!!" dengusnya sambil mengibas-ngibaskan kedua tangannya. Serta-
merta dialir- kan tenaga 'Inti Petir'.
Akan tetapi, sebelum penuh dilakukannya,
Iblis Kelabang yang memang selalu tak mau ber-
tindak setengah, apalagi saat ini dia sedang mengemban tugas dari Kiai Alas
Ireng, sudah meng-
gebrak maju. Kedua jari telunjuk dan tengah tan-
gan kanan kirinya yang terentang dan seperti
membentuk sungut, sudah disodokkan kembali.
"Celaka!" desis Andika tatkala merasakan gelombang angin kecil yang tadi sempat
dirasakan akibatnya pada kedua telapak tangannya menderu, segera membuang tubuh.
Craaat!!! Keempat gelombang angin kecil itu telah
menerpa sebuah pohon, yang mendadak terden-
gar letupan kecil empat kali berturut-turut. Me-
nyusul terlihat kobaran api dari empat buah lu-
bang pada tubuh pohon itu.
Andika yang tadi bergulingan dan kini te-
lah tegak berdiri, harus lebih waspada sekarang.
Kendati nyawanya saat ini terancam namun pe-
muda urakan ini justru berseru konyol,
"Busyet! Jangan serius begitu, ah! Kalau
kena, aku bisa celaka!!"
Di seberang, Iblis Kelabang memantek wa-
jah dingin tanpa senyum maupun seringaian.
"Lakukan cepat yang kukatakan, jangan
sampai kau hanya membuang nyawa percuma!!"
"Perempuan ini memang memiliki ilmu
yang tinggi, patut kalau Agung Gaganda melari-
kan diri. Tetapi, tak akan mungkin kukatakan
apa isi dari Rahasia Sebelas Jari. Karena...."
Memutus kata hatinya sendiri, Andika
memandang ke depan, tak berkedip.
Yang dipandang mendengus. "Jangan coba-
coba memuslihatiku!!"
Tanpa hiraukan ancaman orang. Andika
mengangguk-anggukkan kepalanya.
"Iya deh, aku beri tahu! Tetapi sebelum ku-
katakan, ada yang kutanyakan dulu padamu!"
"Kau telah berkehendak memenuhi keingi-
nan! Aku pun tak merasa rugi memenuhi keingi-
nanmu!" "Apakah kau menghendaki Rahasia Sebelas
Jari hanya untukmu, atau ada orang yang telah
memerintahkanmu?"
"Mengapa kau bertanya demikian"!" bentak Iblis Kelabang dengan mata menyipit.
"Soalnya kan kau tahu sendiri, aku yang
mengetahui tentang isi Rahasia Sebelas Jari saja sudah dirubung manusia seperti
kau! Nah! Apa kau punya kekuatan untuk menahan hadangan
orang yang menginginkan niat serupa?"
Iblis Kelabang rapatkan mulutnya. Pan-
dangannya terpantek pada sepasang mata Pende-
kar Slebor. "Ucapannya cukup masuk akal. Tetapi,
siapa pun orangnya yang berani menghalangiku,
berarti dia harus mampus. Aku harus melaksa-
nakan perintah Kiai Alas Ireng. Heem... apakah
akan kukatakan siapa orang yang sebenarnya
menginginkan Rahasia Sebelas Jari" Kulihat anak
muda ini cukup cerdik. Bisa jadi dia sedang men-
coba memuslihatiku. Akan tetapi... setelah ku-
dengar tentang Rahasia Sebelas Jari, aku akan
segera membunuhnya. Berarti, tak ada penga-
ruhnya bila kukatakan tentang siapa orang yang
memerintahku."
Setelah cukup lama berpikir, Iblis Kelabang
buka mulut, "Kau terlalu cerdik sebenarnya! Tetapi, hutang budi ada balasnya!
Kiai Alas Ireng
yang menghendaki semua ini."
Mendengar jawaban perempuan berpa-
kaian panjang berwarna semerah darah, Andika
terdiam. Keningnya agak dikerutkan saat dia ber-
kata dalam hati, "Kiai Alas Ireng. Hmmm... berarti sudah empat orang yang
kuketahui menghendaki
Rahasia Sebelas Jari. Kala Ijo. Agung Gaganda.
Kiai Alas Ireng dan perempuan itu sendiri. Tetapi naluriku mengatakan masih ada
orang yang akan
turut andil dalam urusan ini. Oh! Ke mana per-
ginya Gadis Kayangan" Apakah dia benar-benar
ngambek karena kugoda terus" Ah, aku harus bi-
sa menyingkir dari hadapan perempuan celaka
ini. Aku tak ingin Gadis Kayangan mendapat
cclaka. Sebaiknya...."
"Tanya sudah dijawab! Katakan tentang
Rahasia Sebelas Jari!!" sengat Iblis Kelabang memutus kata hati Andika.
Andika mendongak, menunggu sesaat se-
belum bicara, "Sebenarnya... aku sendiri tidak ta-hu bagaimana cara memecahkan
Rahasia Sebelas


Pendekar Slebor 67 Rahasia Sebelas Jari di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Jari. Tetapi kupikir, tak ada salahnya bila kita membagi perhatian. Dengar baik-
baik, aku tak akan mengulanginya lagi."
"Katakan!!"
"Isi dari Rahasia Sebelas Jari:
ada orang yang jari tangannya berjumlah sebelas, lalu jari kakinya berjumlah
sebelas. Bila dijumlah-kan menjadi dua puluh dua jari. Di antara jari-jari itu
adalah dua yang palsu.
Nah! Isi dari Rahasia Sebelas Jari telah kukata-
kan, apakah sekarang tidak sebaiknya kita berpi-
sah saja"!"
Iblis Kelabang terdiam dengan kening di-
kernyitkan. Dia nampak berusaha untuk mere-
kam sekaligus memecahkan Rahasia Sebelas Jari,
yang barusan dikatakan Andika.
"Aku tak dapat menunggu terlalu lama! Bi-
la kau mau berpikir ya silakan!" seru Andika yang sekarang memikirkan
keselamatan Gadis Kayangan. "Tunggu!" seru Iblis Kelabang begitu Andika memutar
tubuh. Anak muda pewaris ilmu Pendekar Lembah
Kutukan itu membalikkan tubuh kembali. Lalu
berseru jenuh, "Apa lagi sih" Kau tidak percaya kalau sesungguhnya yang
kukatakan tadi adalah
isi dari Rahasia Sebelas Jari" Kalau kau tidak
percaya ya sudah! Toh bukan urusanku!!"
"Percaya atau tidak itu bukanlah urusan-
mu dan urusanku! Semuanya akan kusampaikan
pada Kiai Alas Ireng!" sahut Iblis Kelabang ga-rang. Pancaran matanya berkilat-
kilat berbahaya.
"Terus apa lagi?"
"Masih ada satu yang kuminta!"
"Busyet! Kalau sudah kupenuhi, kau pasti
akan meminta yang lain lagi! Rupanya kau orang
yang...." "Cukup hanya sekali apa yang kuminta da-
rimu! Karena, berat atau tidak, kau tak akan da-
pat lagi memenuhi apa yang kuminta! Karena,
aku juga tidak akan meminta apa-apa lagi setelah ini!" "Kalau begitu, cepat deh
bilang! Biar urusan jadi lekas selesai!"
Iblis Kelabang tak membuka mulut. Panca-
ran matanya makin dingin.
Kejap kemudian, terdengar suaranya
menggelegar, "Aku menginginkan nyawamu!"
Serta-merta tubuhnya melesat ke arah
Pendekar Slebor.
7 Pada saat kehadiran Agung Gaganda di
hadapan Pendekar Slebor, Gadis Kayangan se-
dang duduk merajuk di bawah pohon yang cukup
jauh dari sana. Wajah jelita gadis ini begitu jengkel karena digoda pemuda itu
terus menerus. Se-
jak tadi tak ada suaranya keluar kecuali mulut-
nya yang mencang-mencong.
Lalu sambil melempar sebatang ranting ke-
cil dia mendengus, "Uh! Kenapa aku bisa jatuh cinta pada pemuda urakan itu" Apa
sebenarnya dia tahu kalau aku sudah jatuh cinta padanya,
makanya dia menggoda terus" Oh! Apakah kalau
begini dia akan merendahkanku?"
Perasaan gadis jelita berkepang dua ini se-
karang tak menentu. Dia malu bila Pendekar Sle-
bor mengetahui kalau dia mencintainya. Memang
sungguh tak pantas bila seorang gadis lebih dulu mengutarakan cintanya. Akan
tetapi, bukankah
dengan gelagat atau perbuatan yang dilakukan-
nya boleh-boleh saja"
Cuma, tadi Andika terus menggodanya!
Perlahan-lahan Gadis Kayangan menarik
napas, lalu menghembuskannya perlahan-lahan.
Sehelai daun jatuh di hadapannya. Diambilnya
daun itu, diperhatikannya dengan seksama tanpa
tahu maksudnya.
Mendadak saja si gadis palingkan kepala
ke kanan, tatkala mendengar suara orang berke-
lebat. Belum lagi dia dapat menangkap jelas gera-
kan itu, tahu-tahu satu sosok tubuh berpakaian
panjang abu-abu telah berdiri berjarak lima langkah di hadapannya.
Mendongak Gadis Kayangan disusul den-
gan berdiri tegak. Karena saat ini hatinya sedang jengkel akan sikap Pendekar
Slebor, seperti dapatkan tempat pelampiasan, dia langsung kelua-
rkan bentakan "Orang jelek berambut dikepang! Ada perlu
apa kau muncul di hadapanku, hah"!"
Orang yang muncul itu salah seorang dari
si Kembar Parang Maut dan bukan lain Alung Ga-
ganda adanya. Lelaki yang di pinggangnya terda-
pat parang besar ini, sama sekali tak menyangka
kalau tujuannya semula untuk mencari Pendekar
Slebor, melenceng pada gadis jelita ini.
Alung Gaganda memiliki watak yang ber-
lainan dengan Agung Gaganda dalam soal nafsu.
Dia selalu menyempatkan diri untuk mengumbar
nafsu pada tempat-tempat yang dilaluinya. Bila
kebetulan dia tiba di sebuah dusun, maka yang
dicari pertama kali adalah tempat pelacuran. Ka-
laupun dia tidak menemukannya, tak segan-
segan Alung Gaganda untuk menculik anak pe-
rawan orang. Dan sudah tiga hari ini dia tidak mengum-
bar nafsu birahinya. Sudah barang tentu melihat
seorang gadis jelita terbengong sendirian di situ, dia seperti melihat intan
berlian yang tak akan dilepaskannya.
Segera saja dipentangkan senyuman me-
nyeringai "Gadis manis... tak perlu begitu gusar. Aku adalah orang baik-baik. Namaku Alung
Gaganda. Siapakah namamu?"
Gadis Kayangan pandangi orang di hada-
pannya sebelum buka mulut, "Menyingkir dari si-ni!!" Semakin lebar pentangan
seringaian Alung Gaganda.
"Peduli setan dengan Pendekar Slebor! Lagi
pula, belum tentu pemuda itu yang tadi sama-
sama kulihat bersama Agung Gaganda. Kalaupun
memang dia adanya, biarlah Agung Gaganda yang
sibuk mencarinya. Kelinci ini terlalu menggiur-
kan, sayang bila dilewatkan...."
Habis membatin demikian, Alung Gaganda
maju satu langkah ke muka.
Gadis Kayangan kontan melompat ke
samping kanan. Menjaga jarak. Pandangannya
tak berkedip. Serta-merta Alung Gaganda arahkan pan-
dangannya mengikuti di mana gadis itu berdiri
sekarang. "Mengapa kau nampak begitu ketakutan,
Anak Manis" Sudah kukatakan tadi, aku adalah
orang baik-baik," katanya dengan pancaran birahi yang tak dapat disembunyikan
pada sepasang matanya. "Menyingkir dari sini!!" geram Gadis
Kayangan. Seringaian lelaki berpakaian abu-abu pan-
jang itu semakin lebar. Bahkan dia maju mende-
kat. Gadis Kayangan menggeram gusar. Kali ini
dia tahu gelagat. Kalau orang bermaksud tidak
baik padanya. Pelampiasan kesalnya pada Pende-
kar Slebor seolah mendapatkan tempat.
Dengan maksud untuk memberi pelajaran
orang itu, Gadis Kayangan sudah lepaskan joto-
sannya. Namun dengan enaknya jotosan itu di-
hindari Alung Gaganda dengan hanya memiring-
kan tubuh. Bahkan tangan kanannya dengan cepat
bergerak, bermaksud untuk menangkap tangan
Gadis Kayangan. Namun yang dihadapinya ada-
lah murid mendiang Pemimpin Agung, yang bu-
kan hanya dapat hindari sambaran tangan ka-
nannya, bahkan juga meliukkan tubuh, lalu sa-
pukan kaki kiri.
Tak menyangka kalau gerakan si gadis be-
gitu cepat, kaki kanan Alung Gaganda tersampok.
Dess! Kontan tubuhnya terjengkang.
"Itu akibatnya bila berani lancang di hada-
panku!" dengus Gadis Kayangan sambil lipat kedua tangannya di depan dada.
Kepalanya agak didongakkan. Kalau tadi Alung Gaganda memang me-
mandang ringan, kali ini dia meradang. Serta-
merta dia berdiri tegak. Sepasang matanya menu-
suk tajam. "Jahanam! Sejak tadi sudah kuduga kalau
dia bukan gadis sembarangan! Tetapi perbuatan-
nya barusan, justru membuatku bukan hanya in-
gin menikmati tubuhnya, bahkan mencabik-
cabiknya setelah puas!!"
Habis membatin demikian, tanpa banyak
bicara lagi, salah seorang dari si Kembar Parang Maut ini sudah mendorong tangan
kanannya ke depan. Satu hamparan angin deras menyerbu,
menyeret tanah dan ranggasan semak belukar
saat menderu ke arah Gadis Kayangan yang ter-
kesiap kaget. Cepat dia buang tubuh ke samping kanan.
Sambaran gelombang angin itu luput dari sasa-
ran. Namun, Alung Gaganda yang tak mau ba-
nyak membuang waktu, sudah lepaskan serangan
susulan. Wrrrr!! Gadis Kayangan membuat satu lompatan
kembali, menyusul dia menyerbu ke depan den-
gan sapukan kaki kanannya. Begitu sosok Alung
Gaganda melompat hindari sapuan kaki kanan-
nya, dengan tubuh diputar setengah lingkaran,
kaki kirinya sudah melesat.
Bed! Alung Gaganda yang masih berada di uda-
ra, palangkan kedua tangannya di depan dada
dan segera didorong.
Buk! Tendangan kaki kiri Gadis Kayangan bu-
kan hanya dapat dihalau, tetapi sosoknya pun
terlontar ke belakang terkena tenaga dorongan
lawan. Belum lagi Gadis Kayangan dapat kuasai
keseimbangannya secara penuh, mendadak saja
gelombang angin lainnya melabrak diiringi se-
ruan, "Lebih baik kau menurut apa yang kuinginkan! Padahal toh ini juga untuk
kenikmatanmu sendiri!!"
Mendengus muak Gadis Kayangan sambil
membuang tubuh ke samping kiri. Namun belum
lagi dia menginjak tanah, gelombang angin lain-
nya sudah menderu.
"Celaka!!"
Terkesiap Gadis Kayangan dan berusaha
untuk hindari gebrakan gelombang angin lawan.
Namun kedudukannya sangat sulit untuk dilaku-
kan. Berarti tak ada jalan lain kecuali memapaki.
Segera saja dia lepaskan jurus 'Matahari
Tebar Sinar', yang serta-merta udara di sekitar
sana berubah menjadi panas. Namun gelombang
angin panas yang keluar dari jurus 'Matahari Te-
bar Sinar' dapat dipatahkan lawan dengan mu-
dah. Malah sosok Alung Gaganda sudah mener-
jang ke depan. Tersentak si gadis dan segera membuang
tubuh ke samping kiri dan saat masih bergulin-
gan, Alung Gaganda sudah mencelat ke depan.
Kaki kanannya yang telah dialiri tenaga dalam
penuh siap dihajarkan pada kepala Gadis Kayan-
gan, sementara tangan kirinya sudah didorong le-
bih dulu. Kontan dada Gadis Kayangan telak terhan-
tam. Tubuhnya langsung tergontai-gontai ke be-
lakang. Tetapi karena dia memiliki ketahanan tu-
buh yang cukup tinggi, tulang dadanya tidak pa-
tah kecuali rasa nyeri yang cukup menyengat.
Akan tetapi nasibnya memang sungguh si-
al. Sebelumnya dia masih beruntung lepas dari
tangan Kala Ijo dengan kehadiran Pendekar Sle-
bor. Tetapi saat ini, Pendekar Slebor juga sedang disibukkan oleh serangan Agung
Gaganda bahkan bertepatan dengan munculnya Iblis Kelabang.
Alung Gaganda yang sudah jengkel karena
sikap si gadis, sudah melesat ke depan. Tangan
kanannya dua kali lancarkan totokan.
Tuk! Tuk! Kalau tadi tubuh Gadis Kayangan hanya
tergontai-gontai, kali ini ambruk setelah ter-
huyung lebih dulu. Dan saat itu pula dirasakan
sekujur tubuhnya sulit untuk digerakkan.
Sepasang matanya terbeliak karena tahu-
tahu orang berkepang dua itu sudah berdiri di
hadapannya, dengan kedua kaki agak dibuka.
Seringaian segera terlihat di bibir Alung
Gaganda. Lelaki yang selalu haus birahi ini menggeleng-gelengkan kepalanya
melihat tubuh yang
telentang tak berdaya.
"Bila sejak tadi kau menurut, kau tak akan


Pendekar Slebor 67 Rahasia Sebelas Jari di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

merasakan sakit apa-apa! Toh pada akhirnya kau
tetap akan menjadi...."
"Tutup mulutmu, Keparat! Kita bertarung
sampai mampus!!" geram Gadis Kayangan sengit.
Kontan tertawa lebar Alung Gaganda. Ma-
sih tertawa pandangannya menyusuri tubuh
montok milik Gadis Kayangan.
Si gadis sendiri sadar kalau bahaya yang
memalukan akan dialaminya. Dia teringat akan
perbuatan terkutuk dari Dewa Lautan Timur yang
hampir saja pernah mempermalukannya. Namun
dia tertolong oleh perbuatan Nyi Genggong, yang
ternyata bukan bermaksud menolongnya, melain-
kan menginginkan potongan pedang yang berisi-
kan titik gambar menuju ke Pulau Hitam (Untuk
mengetahui hal ini, silakan baca episode: "Dewa Lautan Timur").
"Celaka! Kenapa aku harus menghindar
dari Andika?" desisnya dengan hati berdebar tak menentu. Rasa tegang
membalurinya hingga tanpa sadar dia menggigil. "Seharusnya kubiarkan saja Andika
menggodaku" Oh! Apakah dia akan
muncul di sini, seperti ketika aku dihadang oleh Kala Ijo" Kalaupun aku
berteriak, rasanya tak
akan mungkin terdengar, karena jaraknya terlalu
jauh. Brengsek! Jangan-jangan dia lagi tidur se-
karang?" Terdengar suara Alung Gaganda yang pe-
nuh birahi. "Manis... bersiaplah untuk menikmati apa
yang akan kuberikan...."
"Oh! Jangan! Jangan!" seru Gadis Kayangan. Wajahnya memucat. Kedua matanya
terbe- liak lebar. Hatinya laksana diguncang prahara
mengerikan. Apalagi ketika orang berpakaian abu-abu
panjang itu mulai membuka pakaiannya sendiri.
Tanpa melepaskan pakaiannya yang sudah ter-
buka, perlahan-lahan Alung Gaganda merebah-
kan tubuhnya di atas tubuh Gadis Kayangan
yang menjerit-jerit kalap dengan mata terbeliak
ketakutan. Jeritan itu justru membuat birahi Alung
Gaganda semakin naik. Dengan beringas tangan
kanannya menyambar pakaian yang dikenakan
Gadis Kayangan.
Breeekk! Seketika nampak lembah buah dada si ga-
dis yang putih mulus itu. Semakin ngeri hati Ga-
dis Kayangan, semakin lebar seringaian Alung
Gaganda. Dengan makin bernafsu dia merobek
kembali sisa pakaian yang dikenakan si gadis.
Kalau tadi yang nampak hanyalah lembah
bagian atas buah dadanya, kali ini seluruh benda kenyal itu nampak di mata Alung
Gaganda. Begitu putih, montok dan menantang.
"Menyenangkan! Sangat menyenangkan!"
desis Alung Gaganda dan tangan kanannya per-
lahan-lahan terangkat, lalu menurun untuk men-
jamah buah dada itu.
"Alung Gaganda! Tahan!" seruan keras itu terdengar saat tangan Alung Gaganda
tinggal beberapa senti lagi dari benda yang menggiurkan
itu. Seketika kepala lelaki ini berpaling.
Gadis Kayangan yang tadi memejamkan
matanya, buru-buru membukanya kembali. Dia
berharap orang yang datang akan menolongnya.
Namun begitu dilihatnya kalau orang yang datang
memiliki paras yang sama dengan orang yang
hendak mempermalukannya, hatinya semakin te-
riris ketakutan.
Biarpun Alung Gaganda memiliki birahi
yang tinggi, namun dia belum pernah melaku-
kannya di hadapan kakak kembarnya. Orang
yang datang itu tak lain Agung Gaganda.
Perlahan-lahan dengan menindih jengkel-
nya, Alung Gaganda bangkit dari atas tubuh Ga-
dis Kayangan, yang masih telentang dengan buah
dada yang terpampang lebar.
Agung Gaganda langsung keluarkan den-
gusan, menyadari kalau adik kembarnya tidak
sampai di tempatnya karena sedang berusaha
menggeluti seorang gadis.
Diperhatikannya sejenak gadis yang tak
berdaya dan sedang menindih rasa malunya. Per-
lahan-lahan kening Agung Gaganda nampak ber-
kerut. Lalu katanya tanpa palingkan kepala dari
sosok Gadis Kayangan, "Alung Gaganda! Apakah kau tidak mengetahui siapa gadis
itu adanya?"
Kendati jengkel karena keinginannya untuk
menggeluti gadis itu gagal, Alung Gaganda meng-
gelengkan kepala.
"Alung... bayangan hijau dan biru muda
yang sebelumnya kita lihat, memang Pendekar
Slebor. Tetapi... apakah kau tidak menduga kalau gadis ini adalah orang yang
sebelumnya kita lihat berkelebat bersama Pendekar Slebor?"
Mendengar ucapan kakak kembarnya, se-
ketika Alung Gaganda arahkan pandangan pada
si gadis. Yang dilihat bukanlah wajah atau bagian tubuh lain dari Gadis
Kayangan, melainkan buah
dada yang menantang itu.
Tetapi kepalanya mengangguk-angguk.
"Kalau memang dia orangnya apakah...."
"Aku telah bertarung dengan Pendekar Sle-
bor," putus Agung Gaganda sambil menatap adik kembarnya. "Tetapi saat itu muncul
Iblis Kelabang. Kau tahu bukan, biarpun kita menghadapi
Iblis Kelabang secara bersamaan, belum tentu ki-
ta dapat mengatasinya. Sebaiknya, kita sandera
gadis ini."
"Untuk apa" Bukankah dengan kata lain,
kau akan mengatakan Pendekar Slebor akan te-
was di tangan perempuan celaka itu?" dengus Alung Gaganda begitu mendengar
kehadiran Iblis
Kelabang. Dan dia sungguh tak menyangka kalau
perempuan berambut kelabang yang mereka ta-
kuti akan muncul.
Langsung terbayang di benak Alung Ga-
ganda, bagaimana kakak kembarnya tentunya se-
gera memutuskan untuk meninggalkan Pendekar
Slebor ketimbang mati konyol di tangan Iblis Ke-
labang. "Kau benar. Aku juga menduga seperti itu.
Tetapi, entah mengapa, aku yakin kalau anak
muda keparat itu akan dapat meloloskan diri dari tangan Iblis Kelabang.
Berarti... urungkan niatmu untuk mempermalukan gadis ini! Aku punya pikiran yang
menarik! Barangkali saja dia akan
membawa keberuntungan bagi kita! Bawa dia!!"
Habis kata-katanya, Agung Gaganda sudah
berkelebat meninggalkan tempat itu.
Alung Gaganda pandangi dulu punggung
kakak kembarnya hingga lenyap dari pandangan.
Lalu diperhatikannya Gadis Kayangan yang se-
makin tegang. "Kalau begitu, Andika tidak sedang tidur
sekarang. Dan kedua orang yang ternyata sauda-
ra kembar itu, rupanya sudah melihat aku dan
Andika. Sekarang ini, Andika sedang menghadapi
orang yang berjuluk Iblis Kelabang. Oh! Jelas ke-datangan orang-orang ini
berhubung-an dengan
Rahasia Sebelas Jari. Seperti yang hendak dila-
kukan Kala Ijo. Apakah ini salah satu maksud da-
ri Andika, mengapa dia...."
Kata hati Gadis Kayangan terputus. Karena
tubuhnya mendadak terasa diangkat, lalu dile-
takkan di punggung kanan.
Dalam keadaan tertotok seperti itu, dia tak
bisa lakukan apa-apa kecuali berteriak minta di-
turunkan. Akan tetapi, Alung Gaganda yang telah
mengangkatnya sudah tentu tak akan mau me-
menuhi permintaannya.
Bahkan dibiarkan saja pakaian bagian da-
da si gadis terbuka, hingga buah dadanya me-
nyentuh lembut punggungnya.
"Untuk .sementara, kau akan aman, Manis.
Tetapi percayalah, cepat atau lambat, kita akan
arungi keindahan sorga dunia bersama-sama...."
Habis berkata demikian, Alung Gaganda
segera berkelebat ke arah perginya Agung Gagan-
da. Di punggungnya, dalam keadaan tidak
berdaya, Gadis Kayangan hanya bisa mendesah
pendek. Disadarinya betul kalau dia telah masuk
ke sarang harimau!
8 "Kampret buduk!" maki Pendekar Slebor
begitu merasakan sengatan angin yang melesat
dari kedua jari telunjuk dan jari tengah perem-
puan berpakaian panjang semerah darah.
Cepat dia melompat hindari sergapan ga-
nas lawan. Iblis Kelabang yang merasa telah
mendapatkan apa yang diinginkannya dan seka-
rang menginginkan nyawa Pendekar Slebor, cepat
sapukan kaki kirinya setengah lingkaran.
Brrrr! Tanah seketika terseret dan membubung
ke udara. Menyusul dia menyergap dengan lu-
ruskan tangan kanannya.
"Monyet pitak!!" maki Pendekar Slebor yang tadi berhasil hindari sapuan kaki
kiri lawan dengan cara melompat dan harus segera miringkan
tubuh untuk hindari sergapan sengatan angin
yang mengarah pada wajahnya.
Belum lagi dia dapat kuasai keseimban-
gannya, mendadak...
Beeett!! Rambut putih si perempuan yang dikela-
bang, menyentak perdengarkan suara membeset.
Memekik kaget anak muda urakan ini
sambil tarik kepalanya ke belakang. Namun susu-
lan serangan berikutnya, membuatnya harus ke-
rahkan ilmu peringan tubuhnya untuk menghin-
dar ke sana kemari.
"Kunyuk buduk! Bagaimana caranya aku
untuk lepaskan serangan, kalau diburu terus
menerus seperti ini"!" makinya panjang pendek.
Akibat serangan demi serangan yang dilan-
carkan Iblis Kelabang dan luput dari sasaran
yang dituju, membuat suasana di tempat itu men-
jadi gaduh berkepanjangan. Ranggasan semak
dan tanah muncrat berulang-ulang. Dan berulang
kali pula nampak dahan-dahan pohon patah ber-
serakan. "Kalau begini terus, aku bisa mampus nih!"
maki anak muda ini seraya mencari sela untuk
membalas. Apalagi tatkala ingatannya singgah
pada Gadis Kayangan yang sampai sekarang be-
lum diketahui bagaimana nasibnya. Hatinya ma-
kin direjam rasa bingung.
Di lain pihak, Iblis Kelabang semakin mur-
ka karena tak satu pun serangannya yang men-
genai sasaran. Rambutnya yang dikelabang berge-
rak cepat, menimbulkan suara besetan yang ke-
ras. Belum lagi sapuan kaki kanan kirinya yang
cepat. Ditambah dengan sengatan-sengatan angin
yang meluncur dari kedua jari telunjuk dan te-
ngahnya. Ditambah kecepatannya untuk mengirim
nyawa Pendekar Slebor ke akhirat.
"Keparat busuk! Dia mempermainkanku
karena sejak tadi hanya menghindar saja!" makinya semakin ganas.
Bila saja Iblis Kelabang tahu kalau sebe-
narnya Pendekar Slebor sedang kerepotan, mung-
kin dia tak segeram sekarang. Anak muda itu bu-
kannya bermaksud mempermainkan si perem-
puan, tetapi dia sendiri belum mendapatkan sela
guna lancarkan serangan balasannya.
Hingga mendadak saja terdengar suara
gemuruh angin dahsyat disertai dengungan lak-
sana ribuan tawon murka.
Wrrrrr!! Ranggasan semak berjarak lima langkah
tercabut dan terlontar deras ke belakang. Bersa-
maan dengan itu, Iblis Kelabang memekik kaget.
Cepat dia melompat ke samping kiri, guna
hindari sambaran angin yang keluar dari kain
bercorak catur yang dilepaskan Pendekar Slebor.
Tindakan yang dilakukannya cukup berha-
sil, karena dia dapat membuat jarak serangan Ib-
lis Kelabang jadi agak menjauh.
Sesaat tak ada yang lakukan tindakan apa-
apa. Napas Pendekar Slebor terdengar sangat ce-
pat. Sementara di seberang, pancaran mata pe-
rempuan berambut kelabang itu tajam menusuk.
"Monyet pitak!" maki Pendekar Slebor tiba-tiba. "Rupanya kau orang yang tak
menepati janji ya" Kan tadi sudah kukatakan tentang isi Rahasia Sebelas Jari!
Seharusnya kau tak perlu ber-
tindak begini dong" Kan...."
"Aku menginginkan nyawamu!" pendek de-
sisan Iblis Kelabang memutus kata-kata Andika.
Bersamaan dengan itu, dia sudah mencelat
kembali ke depan dengan ganas.
Andika yang telah menjaga jarak, cepat li-
litkan lagi kain bercorak catur ke lehernya. Kejap berikutnya dia sudah mencelat
ke muka dengan tumpuan kaki kanan.
Kedua tangannya yang telah dialirkan te-


Pendekar Slebor 67 Rahasia Sebelas Jari di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

naga 'Inti Petir' bergerak.
Salakan petir terdengar keras.
Bukk! Buukkk!! Benturan yang terjadi itu cukup keras. An-
dika sendiri langsung terhuyung ke belakang se-
mentara Iblis Kelabang tergontai-gontai ke bela-
kang. Menyusul dia berteriak keras seraya gerakkan kepalanya, hingga rambutnya
yang dikela- bang bergerak cepat.
Wuuut! Wuuuttt!!
Mendadak saja gelombang angin melingkar
menderu, menerjang apa saja sebelum akhirnya
melabrak ke arah Pendekar Slebor.
Sadar kalau lawan telah perlihatkan jurus
lainnya, anak muda urakan ini tak mau bertindak
ayal lagi. Dia mencelat ke depan seraya keluarkan ajian 'Guntur Selaksa'. Saat
itu pula nampak pernik-pernik keperakan meliputi seluruh tubuhnya.
Suara salakan guntur yang sangat keras
menggelegar. Pyaaaarrr!! Gelombang angin melingkar yang keluar
dari rambut Iblis Kelabang, kontan punah. Me-
nyusul sosok Pendekar Slebor yang menerjang ke
depan. Kalau sebelumnya Iblis Kelabang berada di atas angin, kali ini wajah
perempuan itu terkesiap. Sadar atau tidak, dia memekik kaget seraya buang tubuh
ke samping. Ajian 'Guntur Selaksa' yang dilepaskan
Pendekar Slebor menghantam sebatang pohon
yang langsung tumbang dan perdengarkan suara
menggemuruh begitu menimpa bumi. Namun
anak muda ini memang tak mau membuang wak-
tu. Dia segera mengejar sosok Iblis Kelabang yang wajahnya sekarang memucat.
Namun perempuan berpakaian panjang
semerah darah itu, bukanlah orang kemarin sore.
Dia segera kerahkan tenaga dalamnya dan den-
gan gerakan meluruk memutar, dia menerjang ke
arah Pendekar Slebor.
Blaaamm! Suara yang keras terdengar sekali. Namun
akibatnya sungguh mengerikan. Tanah di mana
bertemunya dua pukulan itu kontan muncrat ke
udara dan seketika halangi pandangan. Saat ta-
nah itu kembali luruh ke tempatnya, terlihat wa-
jah Iblis Kelabang meregang keras.
"Jahanam terkutuk! Ke mana perginya pe-
muda setan itu"!" makinya sambil melompat ke depan. Diedarkan pandangan ke
sekelilingnya. Tak ada tanda-tanda pemuda berpakaian hijau
pupus di sekitar sana.
Sadar kalau Pendekar Slebor telah mening-
galkan tempat itu, kemarahan Iblis Kelabang se-
makin menjadi-jadi.
"Keparat!! Pemuda itu rupanya tak memili-
ki nyali! Percuma bila kutemui Kiai Alas Ireng sekarang untuk mengabarkan
tentang isi Rahasia
Sebelas Jari! Nyawa pemuda itu belum kulepas
dari jasadnya! Bisa kupastikan kalau Kiai Alas
Ireng akan murka terhadapku! Jahanam terku-
tuk! Sebaiknya, kuburu pemuda celaka itu! Toh
aku berjanji sepuluh hari untuk menemui Kiai
Alas Ireng!!"
Untuk sesaat perempuan berambut kela-
bang ini terdiam dengan wajah tegang. Kemara-
han nampak membiasi wajahnya. Hatinya serasa
dipermainkan oleh Pendekar Slebor.
"Kau harus mampus, Pemuda Setan!"
Habis menggeram begitu, Iblis Kelabang
bergerak dan mengira-ngira ke mana perginya
Pendekar Slebor.
*** Matahari baru saja tampakkan biasnya di
ufuk timur. Satu sosok tubuh berpakaian batik
kusam hentikan larinya di sebuah persimpangan
yang ditumbuhi ranggasan semak belukar seting-
gi dada. Sepasang matanya diedarkan ke sekelil-
ing. Paras orang berpakaian balik kusam yang
ternyata seorang perempuan ini, berbentuk bulat
telur dan dihiasi rangkaian kulit keriput. Ram-
butnya panjang tak beraturan. Di tangannya ter-
dapat cambuk berlidah tiga.
Kejap berikutnya, terdengar perempuan ini
mendengus. Lalu keluarkan desisan dingin,
"Setan alas! Aku gagal menemukan di ma-
na Pulau Hitam berada! Tetapi, kudengar kabar
kalau rahasia Pulau Hitam telah terpecahkan! En-
tah di mana saat ini Dewa Lautan Timur berada!
Pemuda setan berjuluk Pendekar Slebor pun aku
tidak tahu di mana dia berada!"
Kembali perempuan yang nampaknya se-
dang geram ini, terdiam. Sepasang matanya me-
mandang ke julangan bukit di hadapannya. Terli-
hat kepalanya mengangguk-angguk, seperti me-
mikirkan sesuatu.
"Rimba persilatan adalah tempat persem-
bunyian berita yang rapat, tetapi juga tempat ter-bukanya semua berita ke
segenap penjuru. Telah
kutangkap kabar tentang munculnya Eyang Mega
Tantra di Pulau Hitam. Tentang Rantai Naga Si-
luman yang hanya dapat diambil bila ada yang
berhasil memecahkan Rahasia Sebelas Jari! Huh!
Lagi-lagi pemuda setan itu yang mengetahui isi
dari Rahasia Sebelas Jari! Kusirap kabar kalau
dia telah mengetahuinya dari Eyang Mega Tan-
tra!" Perempuan berpakaian batik kusam yang tak lain Setan Cambuk Api adanya
ini, membuang ludah dengan sikap muak.
Seperti pernah diceritakan dalam episode
"Rahasia Pulau Hitam", Setan Cambuk Api yang diperintahkan oleh Dewa Lautan
Timur untuk membunuh Pendekar Slebor, gagal menjejakkan
kaki ke Pulau Hitam. Namun nenek sesat ini be-
rusaha keras untuk menemukannya. Tetapi ak-
hirnya dia menyerah karena gagal mendapat-
kannya. Kendati demikian, dia terus hendak men-
cari Pendekar Slebor, di samping juga mencari
Dewa Lautan Timur. Setelah lima hari melaku-
kannya, dia menangkap kabar tentang Rahasia
Sebelas Jari dan Rantai Naga Siluman.
Kalau semula niatnya untuk membunuh
Pendekar Slebor semata-mata karena perintah
dari Dewa Lautan Timur, namun kali ini, Setan
Cambuk Api berkehendak lain. Dia menginginkan
nyawa pemuda itu untuk dirinya sendiri. Yang
terpenting lagi, dia menginginkan Rantai Naga Siluman yang hanya dapat diambil
bila berhasil memecahkan Rahasia Sebelas Jari. Dan itu berar-
ti, mengarah pada Pendekar Slebor!
Dengan kata lain, selain menuntaskan
keinginannya untuk membunuh Pendekar Slebor,
Selan Cambuk Api akan mendapatkan keuntun-
gan lain untuk mengetahui Rahasia Sebelas Jari,
dan mendapatkan Rantai Naga Siluman.
Setan Cambuk Api menggeram lagi.
"Ke mana pun pemuda setan itu pergi, aku
akan selalu memburunya! Tak akan pernah kule-
paskan nyawanya, meskipun dia bersembunyi di
lubang semut sekalipun!!" desisnya dengan kilatan mata berapi-api.
Dendam telah membaluri sekujur tubuh-
nya. Kemarahan tak bisa dihindari lagi.
Sesaat perempuan bersenjatakan cambuk
berlidah tiga ini terdiam. Dada tipisnya membu-
sung dengan kemarahan yang tak akan dapat di-
tahankan. "Angin bertiup ke timur. Biasanya arah an-
gin dapat kujadikan sebagai patokan. Sebaiknya,
aku segera menuju ke timur. Mudah-mudahan
tujuanku akan terlaksana."
Memutuskan demikian, perempuan tua
berpakaian batik kusam ini segera berkelebat
meninggalkan tempat itu.
Kesunyian pun merejam dalam.
Beberapa helai daun berjatuhan.
9 Dua sosok tubuh berpakaian abu-abu pan-
jang itu berkelebat menembus sebuah hutan.
Hingga siang meranggas dunia, dua sosok tubuh
yang lak lain si Kembar Parang Maut baru henti-
kan lari masing-masing orang di sebuah tempat.
Di kejauhan nampak pematang sawah dan ladang
singkong yang diteriki panas matahari dan seba-
gian melenggak-lenggok terkena hembusan angin.
Sosok Gadis Kayangan masih berada dalam
bopongan Alung Gaganda. Tubuh murid men-
diang Pemimpin Agung telah dipenuhi keringat.
Dadanya yang masih terbuka terasa sakit mene-
kan pada punggung Alung Gaganda, sementara
yang tertekan justru tak sabar untuk menda-
patkan apa yang dimiliki si gadis.
Namun Alung Gaganda cuma dapat me-
nyimpan keinginannya. Biar bagaimanapun juga,
dia masih menghargai kakak kembarnya hingga
belum mau melakukan apa yang diniatkannya.
"Turunkan dia!" perintah Agung Gaganda tanpa palingkan kepala.
Sebelum Alung Gaganda melakukan perin-
tahnya yang dengan kata lain akan melihat dada
menantang milik Gadis Kayangan. Agung Gagan-
da sudah buka suara, tetap tanpa palingkan ke-
pala, "Rapikan pakaiannya!"
Mendengus dalam hati Alung Gaganda
sambil coba pandangi wajah yang tak berbeda
dengan wajahnya. Tetapi Agung Gaganda yang
sedang menatap kejauhan, sementara dia berada
di belakangnya, membuat Alung Gaganda tak da-
pat jelas menatap wajah kakak kembarnya.
Dengan menindih rasa jengkel, Alung Ga-
ganda merapikan pakaian Gadis Kayangan. Dia
sengaja berlama-lama dan menyentuh dada ke-
nyal itu berulangkali.
Kendati geram melihat sikap Alung Gagan-
da, Gadis Kayangan merasa keadaannya lebih
baik. Pakaiannya memang tidak utuh lagi, tetapi
paling tidak, dadanya tidak terpampang lebar se-
perti tadi. Alung Gaganda berkata setelah sosok Ga-
dis Kayangan direbahkannya di atas tanah be-
rumput. "Apa yang akan kita lakukan sekarang?"
Agung Gaganda tak segera menjawab. Pan-
dangannya tetap ditujukan ke kejauhan.
"Firasatku mengatakan, kalau pertarungan
Pendekar Slebor dengan Iblis Kelabang telah selesai. Entah mengapa aku
berkeyakinan kalau Pen-
dekar Slebor berhasil meloloskan diri."
"Lantas kita menunggunya di sini" Di tem-
pat yang terbuka?" usik Alung Gaganda.
"Ya! Karena kita memiliki gadis itu! Aku
yakin, kalau dialah orang yang sebelumnya kita
lihat bersama-sama dengan Pendekar Slebor. Se-
baiknya...."
Terputus kata-kata Agung Gaganda, se-
mentara sepasang matanya agak dipicingkan ke
depan. Alung Gaganda melihat pula pada sesuatu
yang membuat kakak kembarnya memutus kata-
katanya sendiri.
Berjarak dua puluh tombak di muka, dua
sosok merah dan hitam nampak sedang hentikan
kelebatan masing-masing. Mereka juga menga-
rahkan pandangan pada si Kembar Parang Maut.
Terlihat kalau mereka berpandangan sejenak,
mungkin berkata-kata.
Kejap berikutnya, dua orang itu sudah ber-
lari ke arah si Kembar Parang Maut.
Agung Gaganda mendesis, "Yang lelaki
berpakaian hitam pekat sementara yang perem-
puan berpakaian merah. Iblis Kelabang juga men-
genakan pakaian berwarna yang sama. Tetapi ti-
dak memakai kerudung seperti perempuan itu.
Hem... Alung! Nampaknya kita mendapat kawan!
Belum tahu kawan yang bermaksud baik atau
memiliki niat busuk!!"
Mendengar ucapan kakak kembarnya,
Alung Gaganda segera melangkah ke kanan dari
Agung Gaganda berjarak lima langkah. Mereka
menunggu dengan hati agak berdebar.
Dua bayangan merah dan hitam itu terus
mendekat. Tiga tarikan napas berikutnya, mas-
ing-masing orang telah berdiri sejarak tujuh langkah dari tempat berdiri si
Kembar Parang Maut.
Orang berpakaian hitam yang berdiri di se-
belah kiri memandang masing-masing orang den-
gan tatapan dingin. Sepasang matanya bergelam-
bir dengan dihiasi hidung bengkok. Rambutnya
dikucir kuda. Di pergelangan tangan kanan kiri
lelaki berusia sekitar lima puluh tahun itu terdapat gelang-gelang penuh duri.
Sementara perempuan berpakaian merah
yang di kepalanya mengenakan kerudung merah,
hanya pentangkan seringaian. Saat angin ber-
hembus dan sedikit mengangkat kerudungnya,
nampak rambutnya berwarna keemasan.


Pendekar Slebor 67 Rahasia Sebelas Jari di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Dan begitu melihat sosok Gadis Kayangan
yang tergeletak di atas rumput, sepasang mata
perempuan ini terbuka lebih lebar.
Menyusul terdengar suaranya, "Sangga
Rantek! Apakah tidak salah penglihatanku" Bu-
kankah dia Gadis Kayangan" Gadis celaka yang
membuat kita mati kutu memburunya?"
Lelaki berpakaian serba hitam pekat yang
tak lain Sangga Rantek adanya, mengangguk-
anggukkan kepalanya.
"Dan sudah tentu bila gadis itu berada da-
lam kekuasaan manusia-manusia monyet ini, ada
hubungannya dengan Pendekar Slebor! Iblis
Rambut Emas! Apakah kita akan menyia-nyiakan
waktu yang telah lama terbuang" Rahasia Pulau
Hitam telah terbuka! Rahasia Sebelas Jari yang
kita dengar sudah berkumandang, begitu pula
dengan Rantai Naga Siluman! Jelas kalau ini ada-
lah keberuntungan yang tak dapat kita lepaskan!"
Kedua orang pendatang itu memang Sang-
ga Rantek dan Iblis Rambut Emas. Setelah me-
mutuskan untuk meninggalkan Pulau Hitam, ka-
rena merasa ngeri melihat pertarungan Panemba-
han Agung dan Dewa Lautan Timur, kedua orang
sesat ini menunggu di sebelah barat Pulau Hitam.
Mereka berharap dapat melihat Pendekar
Slebor keluar dari Pulau Hitam. Tetapi setelah
tunggu punya tunggu, pemuda dari Lembah Ku-
tukan itu tak tampakkan batang hidungnya. Me-
reka masih mencoba menunggu.
Setelah dua hari berdiam diri, akhirnya
mereka mengambil kesimpulan kalau Pendekar
Slebor tak mengambil jalan yang telah dilalui menuju ke Pulau Hitam, itu pun
bila Pendekar Sle-
bor masih selamat.
Dengan hati kesal karena tak mengetahui
tentang rahasia Pulau Hitam, masing-masing
orang meninggalkan tempat itu. Hingga kemudian
mereka mendengar tentang Rahasia Sebelas Jari
dan Rantai Naga Siluman.
Jelas kalau Pendekar Slebor masih hidup.
Karena kabar yang mereka dengar, pemuda itulah
yang diberitahu oleh Eyang Mega Tantra tentang
Rahasia Sebelas Jari.
Dan sekarang, tanpa mereka sangka, me-
reka bertemu dengan dua orang berpakaian abu-
abu dan berwajah mirip satu sama lain. Tetapi
yang menggembirakan, karena mereka melihat
sosok Gadis Kayangan yang mereka ketahui erat
hubungannya dengan Pendekar Slebor.
Sementara itu, si Kembar Parang Maut,
saling melirik begitu mendengar ucapan orang.
Secara tidak langsung, mereka sadar kalau kedua
orang ini punya keinginan yang sama.
Agung Gaganda mencoba untuk menindih
rasa jengkelnya saat berkata, "Kawan, mengapa kalian berhenti di sini dan seolah
menghadang langkah kami" Apakah ada satu urusan yang ha-
rus diselesaikan!"
Iblis Rambut Emas yang sebelumnya
punya niat busuk pada Sangga Rantek tentang
potongan pedang perak (Baca: "Pedang Buntung"
hingga "Tabir Pulau Hitam"), sudah buka mulut,
"Jangan sembarangan berucap dan jangan berla-ku bodoh! Pertama, kami bukan
kawanmu! Ke- dua, kau tentunya tahu apa yang kami hendaki
sekarang!!"
Memerah wajah Agung Gaganda menden-
gar ucapan sengit perempuan berkerudung me-
rah. Tetapi dia berusaha untuk bersikap tenang.
"Apa yang kau katakan betul! Lantas, apa
yang hendak kalian lakukan sekarang?"
"Segera menyingkir dari sini, sebelum ka-
lian menyesal!!"
"Menyingkir dari sini sangat mudah dila-
kukan! Alung Gaganda, bawa kembali sosok gadis
itu!" "Tunggu!" dengus Iblis Rambut Emas merasa dirinya dipandang remeh oleh
orang. "Kalian boleh berlalu dengan selamat, tetapi biarkan gadis itu di sini!"
"Gadis itu tak ada hubungannya dengan
kalian, berarti kalian tak berhak melarang kami
untuk membawa gadis itu! Bawa dia!!"
Alung Gaganda segera mendekati dan siap
membopong Gadis Kayangan yang sebenarnya
makin kecut melihat kehadiran dua orang yang
dikenalnya. Sebelum Alung Gaganda lakukan maksud,
Iblis Rambut Emas sudah menerjang dengan pe-
nuh kegeraman. Agung Gaganda sadar apa yang diinginkan
orang. Dia segera bergerak menghadang dan lon-
tarkan satu tendangan memutar.
Wuuuttt!! Satu kesiur angin terdengar begitu kaki
kanannya mengarah pada dada Iblis Rambut
Emas. Sambil keluarkan dengusan geram, perem-
puan berkerudung merah ini sentakkan tangan
kanannya. Bukkk! Begitu benturan terjadi, tubuhnya dihem-
pos ke atas, melewati sosok Agung Gaganda. Te-
rus meluruk ke arah Alung Gaganda.
Yang akan diserang segera putar tubuh
dan lepaskan jotosan dari bawah ke atas.
Masih meluruk, Iblis Rambut Emas men-
gubah serangannya. Dengan gerakan yang sangat
cepat, kali ini kedua kakinya yang mengarah pada Alung Gaganda.
Buk! Bukk!! Sosok Iblis Rambut Emas terpelanting ke
depan kembali dan hinggap dengan ringannya di
atas tanah berumput. Sementara Alung Gaganda
agak tergontai ke belakang.
"Jahanam keparat!" meradang Alung Ga-
ganda dengan kemarahan tinggi. Dia sudah me-
nerjang ke arah Iblis Rambut Emas yang sudah
tentu tak mau tinggal diam.
Wusssss!! Serangkum kabut putih berhawa dingin
mencelat ke arah Alung Gaganda seraya perden-
garkan suara bergemuruh.
Alung Gaganda yang tadi sudah mencelat
lancarkan serangan, harus surut dua tindak me-
lihat serangan ganas itu. Segera saja dia men-
gangkat kedua tangannya yang telah dialiri tena-
ga dalam. Blaaammm! Blaammm!!
Kabut putih berhawa dingin itu langsung
buyar ke udara. Kendati berhasil punahkan se-
rangan lawan, sosok Alung Gaganda terhuyung
satu tombak ke belakang. Meskipun demikian, dia
segera angkat tangannya dan....
Wusss! Iblis Rambut Emas cuma perdengarkan
dengusan pendek. Menyusul dia segera lancarkan
serangan pula. Gerakan yang diperlihatkannya
kali ini sangat lamban sekali, berbeda dengan ge-brakannya pertama.
Melihat kalau serangan lawan berubah,
Alung Gaganda justru tersenyum. Dia menyangka
kalau benturan pertama tadi telah mengaki-
batkan gerakan Iblis Rambut Emas menjadi lam-
bat. Dengan bernafsu dia semakin menambah te-
naga dalamnya. Namun, orang ini tidak tahu, kalau di balik
serangan lambat itu tersimpan satu kekuatan
dahsyat. Begitulah yang dilakukan oleh Iblis
Rambut Emas berikutnya.
Wuuuss! Wusss!!
Dua bongkah kabut putih yang diiringi ha-
wa dingin menggigit, menghampar dengan kekua-
tan maha besar. Alung Gaganda yang tak me-
nyangka akan perubahan serangan si perempuan
begitu cepat, terkesiap kaget dengan wajah yang
seketika memucat.
Tanpa sadar dia memekik tertahan karena
pada jarak dua tombak dia sudah merasakan ha-
wa dingin yang membuat urat-uratnya menjadi
kaku. Gugup dia coba untuk hindari gebrakan
dua kabut dingin itu. Kendati berhasil dilakukannya, namun tak urung tangan
kirinya terserempet
pula. Kontan dia mengaduh sambil tekap tangan
kiri dengan tangan kanannya. Iblis Rambut Emas
memang orang yang kejam, dia langsung mener-
jang kembali. Agung Gaganda yang melihat nasib naas
dialami oleh adik kembarnya segera mendorong
kedua tangannya.
Wuusss! Wusss!!
Dua hamparan gelombang angin keras
menderu. Blaaamm!! Begitu menghantam dua kabut dingin yang
dilepaskan Iblis Rambut Emas, terdengar letupan
yang sangat keras. Tempat itu bagai dilanda badai hebat bersamaan dengan
muncratnya dua bongkah kabut putih tadi. Tanah di tempat berte-
munya benturan itu membubung setinggi satu
tombak! Karena tak menyangka kalau serangannya
diputuskan orang, Iblis Rambut Emas justru ter-
sentak ke belakang dan keseimbangannya lenyap
sesaat. Agung Gaganda tak mau membuang wak-
tu. Dia langsung menerjang dengan teriakan
mengguntur. Tetapi satu hamparan angin menghalangi
gerakannya. "Mengapa harus repot-repot turun tangan"
Bukankah masih ada aku yang akan mengirim
nyawamu ke neraka!!" terdengar seruan Sangga Rantek, kejap berikutnya, orangnya
sudah lancarkan serangan.
*** Segera putar tubuh Agung Gaganda sambil
kibaskan tangan kirinya.
Blaaammm!! Letupan keras terjadi dan masing-masing
orang surut tiga langkah ke belakang.
"Jahanam keparat!!" maki Agung Gaganda geram. Sepasang matanya berkilat-kilat
dipenuhi api kemarahan. Di seberang, Sangga Rantek cuma terse-
nyum dingin. "Mengapa harus menyibukkan diri dengan
pertarungan lain" Seperti ucapanku tadi, nyawa-
mu akan kukirim ke neraka!!"
Habis kata-katanya, orang berpakaian ser-
ba hitam ini sudah menerjang ke depan seraya
mendorong kedua tangannya. Menggebah gelom-
bang angin yang luar biasa dahsyatnya, menyeret
tanah dan ranggasan semak belukar saat mende-
ru ke arah Agung Gaganda.
Kendati sempat terkesiap, sambil palang-
kan kedua tangannya di depan dada, Agung Ga-
ganda mencelat pula ke depan. Bersamaan den-
gan dia dorong kedua tangannya.
Blaaam! Blaaamm!!
Dua letupan keras terdengar sambung me-
nyambung. Namun masing-masing orang rupanya
tak mau buang waktu. Setelah terhuyung ke be-
lakang, keduanya kembali menerjang dengan ke-
kuatan penuh. Dua pertarungan dahsyat itu tak ubahnya
laksana puluhan gajah liar yang tengah menga-
muk di sebuah desa. Gadis Kayangan yang masih
tergeletak dalam keadaan tertotok, menjadi ngeri sendiri.
Pertarungan kedua orang itu memang agak
menjauh dari tempatnya, namun setiap letupan
yang terjadi membuat tubuhnya terlontar-lontar
dan ini terasa sakit. Karena tanpa pengerahan tenaga dalam, begitu terlontar dan
jatuh kembali ke tanah, tubuhnya terasa dibanting.
"Ah, mengapa aku harus mengalami keja-
dian seperti ini" Tetapi ini karena kesalahanku
sendiri. Tak seharusnya aku meninggalkan Andi-
ka. Apakah dia berhasil melepaskan diri dari Iblis Kelabang?"
Sambil menahan ngeri di hatinya, diperha-
tikan bagaimana dahsyatnya dua pertarungan
yang terjadi. Belum lagi tatkala kedua orang kembar itu telah loloskan parang
masing-masing. Setiap kali parang dikibaskan, kesiuran
angin berulang-ulang terdengar mengerikan. Den-
gan parang di tangan, keduanya dapat menjaga
jarak dari serangan yang dilakukan lawan.
Iblis Rambut Emas yang tadi gusar karena
dibokong oleh Agung Gaganda, tak peduli. Sasa-
rannya adalah Alung Gaganda. Dengan terus lon-
tarkan kabut-kabut putihnya, dia mencecar Alung
Gaganda. Serangan beruntun yang dilakukannya
memang membawa hasil, kendati sebelumnya
dengan parang besarnya Alung Gaganda dapat
mematahkan setiap serangannya.
Namun gebrakan cepat yang dilakukan Ib-
lis Rambut Emas, membuatnya jadi kalang kabut.
Apalagi begitu tendangan kaki kiri si perempuan
menghantam telak tangan kanannya hingga pa-


Pendekar Slebor 67 Rahasia Sebelas Jari di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

rang besarnya terlepas.
Dia seperti anak ayam kehilangan induk.
Lepas kontrol dan konsentrasinya.
Sementara itu, melihat keadaan adik kem-
barnya yang sukar bebaskan diri dari serangan
maut Iblis Rambut Emas, Agung Gaganda menja-
di kebingungan. Dia tak ingin adik kembarnya
mengalami nasib naas. Namun untuk membantu
pun tak akan mungkin dilakukannya.
Di lain pihak, Sangga Rantek menyeringai
lebar melihat sikap yang diperlihatkan Agung Ga-
ganda. Dia terus lancarkan serangannya hingga
bukan hanya Alung Gaganda yang sekarang ha-
rus menghadapi maut.
Dirinya pun telah masuk ke lingkaran ke-
matian yang diperlihatkan Sangga Rantek!
Namun sebelum kematian merenggut kehi-
dupan si Kembar Parang Maut, mendadak saja
satu gelombang angin menderu sangat keras. Su-
ara yang terdengar begitu mengerikan.
Mengarah pada Sangga Rantek dan Iblis
Rambut Emas! Kontan masing-masing orang urungkan
niat dan membuang tubuh ke samping kanan.
Blaar! Blaaarrr!!
Dua bagian tanah serta-merta terbongkar
terhantam gelombang angin keras tadi.
Bukan hanya keduanya yang palingkan
kepala dari mana datangnya dua gelombang angin
yang menghalangi serangannya. Si Kembar Pa-
rang Maut sendiri segera putar tubuh.
Lima pasang mata termasuk milik Gadis
Kayangan melihat satu sosok tubuh berpakaian
dan berjubah hitam telah berdiri dengan kedua
kaki dibuka. Wajah orang yang baru datang ini tirus dan dihiasi kulit tipis.
Janggut putihnya bergerak ditiup angin. Sepasang matanya yang sipit
menyiratkan kematian.
Kalau Iblis Rambut Emas dan Sangga Ran-
tek menggeram gusar, lain halnya dengan si
Kembar Parang Maut. Tanpa sadar masing-
masing orang langsung surutkan langkah.
Perlahan namun jelas, terdengar ucapan-
nya, "Kiai Alas Ireng...!"
10 Bersamaan si Kembar Parang Maut men-
dapati kehadiran Iblis Rambut Emas dan Sangga
Rantek, Pendekar Slebor yang sengaja meninggal-
kan pertarungannya dengan Iblis Kelabang henti-
kan larinya di tempat yang agak lapang. Anak
muda tampan ini mengusap keringat yang mem-
basahi wajahnya dengan telapak tangan kanan-
nya. Matanya diedarkan.
"Kutu busuk! Ke mana aku harus mencari
Gadis Kayangan" Kalau ngambek ya ngambek,
jangan ngilang begini?" dengusnya jengkel. Namun begitu disadarinya kemungkinan
kalau saat ini Gadis Kayangan berada dalam lingkaran maut,
hati si Urakan ini jadi tidak tenang.
Digaruk-garuk kepalanya yang tidak gatal.
"Apakah saat ini dia baik-baik saja?" desisnya sambil tarik napas pendek.
Matanya meman- dang ke kejauhan. Julangan sebuah bukit kapur
seperti bercahaya tertimpa sinar matahari.
Semakin dicoba untuk memikirkan kea-
daan Gadis Kayangan, perasaannya justru makin
tidak tenang. Perasaannya kali ini dilingkupi de-baran tak menentu.
"Monyet pitak! Tak pernah kumaafkan diri-
ku bila terjadi apa-apa dengannya."
Dibawa langkahnya lima langkah ke depan.
Tak ada siapa pun di sana kecuali dirinya. Bebe-
rapa ekor burung beterbangan menjauh dan
hinggap di ranggasan semak yang berayun-ayun.
"Rahasia Sebelas Jari.... Rahasia yang bu-
kan hanya membingungkan, tetapi memancing
pertikaian berkepanjangan. Tentunya ini berhu-
bungan dengan Rantai Naga Siluman. Kupikir
masalah Pulau Hitam telah selesai, tetapi justru makin berkembang lebar."
Andika mengingat-ingat akan sabuk yang
sebesar lengan orang dewasa yang melingkar dan
keluar dari dalam tanah begitu dua patahan pe-
dang perak dipertemukan dengan cara menyentak
oleh Eyang Mega Tantra. Sebuah sabuk yang
pancarkan sinar bening. Dari tempatnya yang ter-
sembunyi, cara keluar yang aneh dan cara men-
dapatkannya yang membingungkan, sudah tentu
rantai itu bukanlah rantai sembarangan.
Tetapi yang masih membingungkan, apa
sebenarnya kunci dari Rahasia Sebelas Jari.
Anak muda urakan ini menarik napas pen-
dek. " Ada sebelas jari di dalam jiwa, satu jari adalah titik kemuliaan.
Sebuah rangkaian kata yang sebenarnya
tak begitu sulit untuk diingat, tetapi memecahkan kata itu sangat sukar
dilakukan. Aku tetap berkeyakinan, kuncinya terletak pada kata sebelas
jari. Hmmm... sebelas jari. Satu jari adalah kemuliaan. Tentunya ini berhubungan
dengan perasaan seperti yang pernah kupikir-kan. Perasaan
hanya dimiliki oleh manusia. Kata-kata Gadis
Kayangan waktu lalu, mengatakan bagaimana
dengan orang yang memiliki dua kepribadian"
Hmmm... kucoba untuk merangkaikannya."
Untuk sejenak anak muda ini terdiam. Ke-
ningnya perlahan-lahan nampak berkerut. Lalu
terlihat dia menggeleng-geleng resah, tanda belum dapat juga untuk mengetahui
titik terang dari
Rahasia Sebelas Jari.
"Kalau kucoba untuk rangkaikan pikiranku
waktu lalu, apakah ini sebuah jalan keluar" Sebelas jari kuartikan sebelas
orang. Tangan dan kaki masing-masing memiliki sepuluh buah jari. Bila
dikaitkan dengan manusia, berarti ada sepuluh
orang jika kuhubungkan dengan sepuluh buah
jari. Lalu, satu jari ini" Hemm... bisa jadi ini hanya pemuslihatan kata-kata
sebelas jari saja.
Berarti, memang ada sepuluh orang dan satu
orang memiliki dua kepribadian. Tetapi sampai
saat ini, dari orang-orang yang kutemui, rata-rata menginginkan untuk mengetahui
isi dari Rahasia
Sebelas Jari yang tentunya untuk dipecahkan ar-
tinya. Busyet! Kepalaku jadi tujuh keliling!!"
Anak muda ini mengucak-ngucak rambut-
nya dengan gemas.
"Kalau memang demikian, siapa orangnya
yang memiliki dua kepribadian" Dan apa hubun-
gannya orang itu dengan Rantai Naga Siluman"
Kalau memang benar ada, berarti orang itulah sa-
tu-satunya yang berhak mendapatkan Rantai Na-
ga Siluman. Atau, bisa jadi dugaanku salah?"
Dilempar pandangannya kembali ke kejau-
han. Ditarik napas pendek. Seraya menghem-
buskannya dia mendesis, "Ketimbang aku semakin bingung, lebih baik kuteruskan
langkah men- cari Gadis Kayangan. Naluriku kuat mengatakan,
kalau dia dalam bahaya."
Memutuskan demikian, pemuda tampan
pewaris ilmu Pendekar Lembah Kutukan ini sege-
ra berlari. Cukup lama dia berlari sebelum hentikan larinya tak jauh dari bukit
kapur itu. Pandangannya diarahkan pada julangan
bukit kapur yang nampak menyala terkena sinar
matahari. Aroma kapur-kapurnya sungguh tak
sedap pada penciuman.
"Hmmm... aku masih tahu arah mana yang
harus kutempuh untuk menemukan Gadis
Kayangan. Tetapi biar bagaimana pun juga, kupi-
kir nyawanya lebih penting ketimbang dari Raha-
sia Sebelas Jari. Atau... aku salah menduga?"
Anak muda ini terdiam dengan kebingun-
gan yang makin kuat. Nyawa Gadis Kayangan ha-
rus diselamatkannya. Paling tidak, gadis itu tak kurang suatu apa. Namun tatkala
dia teringat akan kata-kata Eyang Mega Tantra di Pulau Hi-
tam, bila dalam satu purnama dia belum berhasil
memecahkan Rahasia Sebelas Jari dan itu berarti
gagal untuk mendapatkan Rantai Naga Siluman,
maka rimba persilatan akan menjadi kacau balau,
hatinya menjadi tidak enak. Bukankah itu berarti, akan membawa korban yang tidak
sedikit" Andika memang belum dapat memastikan
secara utuh, mengapa bila gagal mendapatkan
Rantai Naga Siluman, berarti akan mengacaukan
rimba persilatan" Atau, masih adakah rahasia di
balik Rantai Naga Siluman itu sendiri"
"Monyet pitak! Bisa jadi Rantai Naga Silu-
man dijaga oleh pemiliknya" Tetapi siapa" Bila
memang tidak ada, kekacauan apa yang akan di-
timbulkannya, seperti yang dikuatirkan oleh
Eyang Mega Tantra?"
Digaruk-garuk kepalanya yang tidak gatal
dengan gemas. "Semakin lama aku...."
"Tak perlu berpusing diri! Lebih baik jawab pertanyaan sebelum urusan jadi
kapiran!" terdengar satu suara bernada tegas dari belakangnya.
Serta-merta Andika palingkan kepalanya ke
belakang. Dilihatnya satu sosok tubuh telah ber-
diri tegak dengan kedua kaki agak dibuka sejarak empat langkah.
Bukan melihat wajah tampan orang yang
baru muncul yang membuat Andika harus ke-
rutkan kening. Melainkan baru disadarinya kalau
dia tidak mendengar kehadiran orang.
Orang yang usianya hanya terpaut satu ta-
hun dari Andika ini tersenyum. Andika dapat me-
rasakan kalau senyuman itu penuh ejekan dan
melecehkan. Pemuda berparas tampan dengan rambut
gondrong dan di keningnya melingkar sebuah ikat
kepala berwarna biru, menggeleng-gelengkan ke-
palanya. Pakaian yang dikenakannya biru gelap
dengan celana pangsi hitam. Di pinggang si pe-
muda, melilit sebuah tali sebesar ibu jari.
Lalu terdengar suaranya, pelan namun
agak memaksa, "Aku memiliki dua maksud! Pertama, mencari orang bernama Kiai Alas
Ireng! Bila kau dapat memberitahu, maka hanya tangan ka-
nanmu yang kuambil! Kedua, aku mencari orang
berjuluk Pendekar Slebor! Bila kau dapat membe-
ritahu, maka hanya tangan kirimu yang akan pi-
sah dari tubuhmu!"
Terdiam Pendekar Slebor mendengar uca-
pan orang. Diam-diam dia membatin, "Nama Kiai Alas Ireng pernah kudengar dari
Iblis Kelabang.
Kehadiran pemuda ini nampaknya penuh dendam
dengan Kiai Alas Ireng. Dan siapa dia sebenar-
nya?" Habis berkata dalam hati demikian, Andika tersenyum.
"Setiap keinginan yang dipenuhi orang lain, sudah tentu harus memberikan imbalan
pada orang itu! Tetapi sungguh tak enak didengar, ka-
lau kau ternyata justru menghendaki tangan ka-
nan dan kiriku bila tak dapat jawab pertanyaan!
Sebelum kujawab, aku ingin tahu siapa kau
adanya?" "Kau boleh mengingatku dengan julukan
Manusia Sepuluh Siluman!"
"Busyet! Julukannya serem amat ya" Pan-
tasnya sih berjuluk Monyet Sepuluh Kutukan!"
kata Andika dalam hati lalu berkata, "Apa maksudmu mencari Kiai Alas Ireng dan
Pendekar Sle- bor?" Pemuda yang memang Manusia Sepuluh
Siluman adanya ini terdiam, sorot matanya tajam.
Setelah berhasil menyembuhkan diri dari seran-
gan Kiai Alas Ireng, pemuda yang memiliki ke-
sombongan setinggi langit ini meneruskan perja-
lanannya. Keinginannya adalah membunuh Kiai
Alas Ireng dan Pendekar Slebor yang diketahuinya sebagai satu-satunya orang yang
mengetahui tentang Rahasia Sebelas Jari.
"Aku ingin membunuh Kiai Alas Ireng!"
"Bagaimana dengan Pendekar Slebor"!" Karena terlalu sombong, Manusia Sepuluh
Siluman segera menyahut. "Dia adalah orang yang mengetahui tentang Rahasia Sebelas Jari!
Aku juga akan membunuhnya bila dia tidak mengatakan
apa isi dari Rahasia Sebelas Jari itu!"
"Wah! Benar-benar gawat! Sudah lima
orang yang kuketahui ingin tahu tentang Rahasia
Sebelas Jari! Dalam waktu yang kian sempit ini,
tak ada gunanya meladeni pemuda ini. Lebih baik
aku berdusta saja."
Lalu katanya, "Aku tidak tahu di mana Kiai
Alas Ireng berada! Bila kau hendak mengetahui di mana Pendekar Slebor, aku
memang pernah berjumpa dengannya."
"Katakan padaku!!" sentak Manusia Sepuluh Siluman dengan wajah beringas.
"Dia baru saja lewat di tempat ini! Terus
menuju ke arah balik bukit kapur!"
Sejenak Manusia Sepuluh Siluman me-
mandangi bukit kapur yang tinggi itu. Lalu perlahan-lahan pandangannya
diturunkan menatap
Pendekar Slebor.
"Aku tak mau mengambil urusan dengan-
mu! Tadi kukatakan, bila kau dapat memberitahu
di mana Kiai Alas Ireng berada, maka yang akan
kuambil adalah tangan kananmu! Tetapi kau ti-
dak mengetahuinya di mana dia berada! Lalu, bila
kau dapat memberitahukan di mana Pendekar
Slebor berada, maka tangan kirimu yang kuambil!


Pendekar Slebor 67 Rahasia Sebelas Jari di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Tetapi kesimpulanku, kau tak tahu di mana ke-
dua orang itu berada! Berarti, kau luput dari ke-jadian yang mengerikan!"
Di tempatnya Andika mendumal, "Busyet!
Ngomongnya keren amat! Tetapi cukup membin-
gungkan sebenarnya! Biasanya, kalau ada orang
yang tak dapat beritahu apa yang ditanyakan, ba-
ru dia mengambil keputusan! Ini justru kebali-
kannya! Untung aku berkata dusta!"
Manusia Sepuluh Siluman masih arahkan
pandangannya pada Pendekar Slebor. Setelah se-
saat dia berkata, "Kendati aku tak mengambil apa yang sebenarnya kuinginkan,
kuharap kau jangan dusta! Bila saja kuketahui soal itu, maka
kaulah orang ketiga yang akan kuburu!"
Andika mengangkat kedua ba-
hunya."Terserah, deh!"
Manusia Sepuluh Siluman mendengus. La-
lu segera berlari menuju ke bukit kapur.
Dan mendadak saja terdengar suara sengit
yang bercampur geram, "Huh! Lama dicari tidak tahunya berada di sini! Pendekar
Slebor! Ajalmu sudah dekat!!"
Terkesiap Andika mendengar bentakan
orang yang keras. Sementara itu, Manusia Sepu-
luh Siluman yang sudah berlari sekitar sepuluh
langkah, kontan hentikan larinya.
Segera dia putar tubuh. Pandangannya be-
ringas pada Pendekar Slebor yang cuma nyengir
saja. Satu kejap kemudian, nampak satu sosok
tubuh berpakaian batik kusam telah berdiri di
hadapannya. Di tangan perempuan berpakaian
batik kusam itu tergenggam sebatang cambuk
berlidah tiga! Seiring perempuan itu melangkah, Manu-
sia Sepuluh Siluman sudah menerjang ganas ke
arah Pendekar Slebor.
"Tadi kukatakan, bila kau berdusta, maka
kematian akan kau dapatkan! Tetapi sungguh be-
rani kau mendustaiku karena engkaulah Pende-
kar Slebor!!"
SELESAI Ikuti kisah selanjutnya:
RANTAI NAGA SILUMAN
Scan/E-Book: Abu Keisel
Juru Edit: Fujidenkikagawa
https://www.facebook.com/pages/Dunia-
Abu-Keisel/511652568860978
Kelelawar Hijau 11 Bahagia Pendekar Binal Karya Khu Lung Hati Budha Tangan Berbisa 4
^