Pencarian

Rantai Naga Siluman 1

Pendekar Slebor 68 Rantai Naga Siluman Bagian 1


RANTAI NAGA SILUMAN Serial Pendekar Slebor
Cetakan pertama
Penerbit Cintamedia, Jakarta
Hak cipta pada Penerbit
Dilarang mengcopy atau memperbanyak
Sebagian atau seluruh isi buku ini
Tanpa izin tertulis dari penerbit
https://www.facebook.com
/DuniaAbuKeisel
Serial Pendekar Slebor
Dalam Episode: Rantai Naga Siluman
128 hal. 1 Hamparan angin melingkar yang perdengarkan suara mengerikan itu menggebrak ke
arah Pendekar Slebor. Kontan anak muda urakan dari
Lembah Kutukan ini dongakkan kepala. Kejap
kemudian dia sudah buat gerakan melompat ke
kiri. Namun di luar dugaannya, angin melingkar
yang dilepaskan pemuda berpakaian biru gelap
itu sudah mengurungnya, perdengarkan suara
kian mengerikan dan seperti hendak merejam jantung.
"Monyet pitak!" geram Pendekar Slebor
dengan kepala tegak. Sambil miringkan tubuh,
tangan kanannya yang telah dialiri tenaga 'Inti Petir' digerakkan ke depan.
Menyusul suara salakan petir yang terdengar, suara letupan keras pun mengudara.
Blaaaamm! Hamparan angin melingkar yang dilepaskan Manusia Sepuluh Siluman punah terhantam
pukulan tenaga 'Inti Petir'! Sesaat sosok Pendekar Slebor surut dua tindak ke
belakang, namun kejap itu pula dia telah kuasai keseimbangannya. Di luar
dugaannya, angin melingkar yang
telah ambyar tadi, mendadak kembali menyatu
saat Manusia Sepuluh Siluman rangkapkan kedua tangan di depan dada dengan cara
ditepuk. Tak mau mengalami nasib sial, pemuda
pewaris ilmu Pendekar Lembah Kutukan ini sudah lepaskan pukulan tenaga 'Inti
Petir' tingkat kelima. Untuk kedua kalinya terdengar letupan
yang sangat keras. Masing-masing orang surut tiga tindak ke belakang.
Manusia Sepuluh Siluman yang geram karena orang yang dicarinya justru berada di
hadapannya, kertakkan rahang. Paras pemuda tampan
berhati sombong dan kejam ini mengeras.
Seperti telah disinggung pada episode: "Rahasia Sebelas Jari", Pendekar Slebor
yang baru saja lepas dari maut yang diturunkan Iblis Kelabang, menghentikan larinya di
hadapan bukit kapur yang menjulang tinggi. Otaknya diputar untuk mencari ke mana
lenyapnya Gadis Kayangan.
Baru saja dia hendak meneruskan langkah, mendadak muncul Manusia Sepuluh Siluman
yang menanyakan tentang Kiai Alas Ireng dan dirinya
sendiri. Pendekar Slebor yang sadar kalau Manusia
Sepuluh Siluman adalah salah seorang yang tentunya ingin tahu tentang Rahasia
Sebelas Jari, mencoba memuslihatinya. Dia memang berhasil
melakukan hal itu. Namun kehadiran Setan
Cambuk Api yang mendadak, membuat Manusia
Sepuluh Siluman segera hentikan langkah. Dengan geram pemuda sombong murid Raja
Siluman ini memandang ke arah Pendekar Slebor!
"Monyet buduk! Kenapa sih harus muncul
nenek berpakaian batik kusam itu" Huh! Urusan
makin jadi kapiran saja!" dengus Pendekar Slebor
sambil melirik perempuan tua berpakaian batik
kusam yang memandangnya tajam.
Di lain pihak, Manusia Sepuluh Siluman
yang diperintahkan gurunya untuk mengetahui
isi Rahasia Sebelas Jari dan sekaligus mendapatkan Rantai Naga Siluman,
memandang tak berkedip. Paras pemuda ini memerah, tanda kemarahan makin melanda.
"Terkutuk! Bila saja perempuan tua yang di
tangan kanannya tergenggam cambuk berlidah tiga itu tidak muncul, sudah tentu
aku termakan oleh ucapan busuk pemuda berpakaian hijau pupus ini! Keparat! Orang yang
berkepentingan telah
ada di hadapanku, sudah tentu tak akan kulewatkan kesempatan!!"
Habis membatin demikian, Manusia Sepuluh Siluman menyeringai lebar lalu berkata,
"Kau sungguh pandai berdusta! Sayangnya, kedustaanmu tak berumur panjang! Sama dengan
hidupmu sendiri yang akan mampus di bawah kakiku!"
Kendati sadar kalau bahaya membentang
di hadapannya, Pendekar Slebor cuma menggaruk-garuk kepalanya yang tidak gatal.
"Kalau kau merasa seperti itu ya sudah!
Aku sih tidak merasa apa-apa!"
Mendengar ucapan yang bernada santai,
kemarahan makin membludak di dada Manusia
Sepuluh Siluman. Namun dia masih berusaha
tindih kemarahan, karena dia ingin tahu lebih
dahulu tentang Rahasia Sebelas Jari.
Sambil maju dua langkah ke muka, pemuda yang di pinggangnya melilit seutas tali
ini berucap, "Nyawamu hanya tinggal beberapa kejap
lagi! Katakan padaku, apa isi dari Rahasia Sebelas Jari"!"
Mendengar ucapan si pemuda, Setan Cambuk Api yang sejak tadi berdiam diri dan
coba mencari tahu ada urusan apa Pendekar Slebor
dengan pemuda berjuluk Manusia Sepuluh Siluman ini, segera palingkan kepala dan
agak menegak. "Rahasia Sebelas Jari! Hem... seperti dugaanku, kalau berita itu tentunya telah
menyebar. Bagus! Aku dapat petik keuntungan sekarang!
Tak perlu aku turun tangan! Akan kubiarkan Manusia Sepuluh Siluman bertarung
dengan Pendekar Slebor! Atau paling tidak, aku mengetahui pula tentang Rahasia
Sebelas Jari! Sungguh sebuah
keuntungan yang tak pernah kusangka."
Memutuskan demikian, perempuan tua
bersenjatakan cambuk berlidah tiga ini, surutkan
langkah agak menjauh ke belakang. Dia berdiri
tegak dengan pandangan tak berkedip ke depan.
Sementara itu, Pendekar Slebor mengeluh
dalam hati. "Benar-benar celaka! Urusan masih terus
masalah Rahasia Sebelas Jari yang hingga sekarang masih membingungkanku.
Sebenarnya, tak
ada waktu bagiku untuk meladeni kedua orang
ini. Aku masih harus menemukan Gadis Kayangan. Tetapi sudah tentu tak akan mudah
kulakukan. Hemm... kulihat Setan Cambuk Api menyeringai terus menerus. Kutu
landak! Jelas kalau
dia akan mendapatkan keuntungan dari urusanku dengan Manusia Sepuluh Siluman!"
Begitu mendengar suara rahang dikertakkan, Andika menghentikan kata batinnya.
Sambil menindih rasa tidak tenang, dia berucap pada
Manusia Sepuluh Siluman, "O... jadi cuma urusan Rahasia Sebelas Jari yang
membuatmu jadi beringas seperti itu"! Apakah kau diperintahkan
oleh Kiai Alas Ireng untuk mengetahui semua
ini?" "Tutup mulutmu! Manusia celaka itu akantiba gilirannya untuk mampus di
tanganku!" sengat Manusia Sepuluh Siluman keras dengan wajah kaku.
Andika mengangkat kedua bahunya.
"Tak perlu gusar begitu, dong. Ingat lho,
orang pemarah itu cepat tua!"
Makin meradang kemarahan Manusia Sepuluh Siluman mendengar ucapan orang yang
bernada santai.
"Jahanam! Katakan cepat!!"
"Beres! Aku akan mengatakannya!" kata
Andika sambil tersenyum. Satu pikiran singgah di
benaknya. Lalu dengan sikap santai dia buka mulut, "Aku tahu, isi Rahasia
Sebelas Jari akan memudahkan orang untuk mendapatkan Rantai Naga Siluman bila
berhasil memecahkan rahasia itu.
Dan tentunya, kau juga menginginkan Rantai Naga Siluman bukan?"
"Jangan berbelit-belit!" makin tak sabar
Manusia Sepuluh Siluman. Namun dia menahan
keinginannya untuk menyerang. Karena bila pemuda itu tewas di tangannya, berarti
akan lenyaplah harapannya untuk mendapatkan Rantai
Naga Siluman. Dan itu berarti, menyerahkan diri
pada gurunya, si Raja Siluman!
"Aku cuma mencoba menyadarkanmu saja.
Soal Rahasia Sebelas Jari, kupikir bukanlah soal
yang agak merumitkan bila kau mengetahuinya.
Tetapi... bukankah ada orang lain di sini" Nah!
Bila kukatakan, berarti bukan hanya kau seorang
yang tahu. Tetapi, ya... kau tahu sendiri deh apa
yang kumaksudkan!"
Seketika Manusia Sepuluh Siluman palingkan kepala pada Setan Cambuk Api yang
kertakkan rahangnya begitu mendengar ucapan Pendekar Slebor. Wajah perempuan tua
berpakaian batik kusam ini mengeras. Dia sadar kalau Pendekar Slebor mencoba
memancing perhatian Manusia Sepuluh Siluman pada dirinya.
"Jahanam terkutuk! Pemuda dari Lembah
Kutukan itu seperti menemukan cara yang tepat
untuk hindari gempuran pemuda berjuluk Manusia Sepuluh Siluman! Hem... menilik
dua kali benturan yang terjadi barusan, nampaknya pemuda itu mampu menandingi Pendekar
Slebor! Kecerdikan Pendekar Slebor harus dibayar dengan kelicikan!"
Di lain pihak, pemuda berikat kepala biru
membatin dengan pandangan masih mengarah
pada Setan Cambuk Api.
"Aku tak tahu apakah Pendekar Slebor
mencoba memuslihatiku. Tetapi, apa yang dikatakannya memang benar. Bila demikian
adanya, bisa jadi perempuan itu akan mendahuluiku untuk mendapatkan Rantai Naga Siluman,
setelah Pendekar Slebor memberi tahu tentang isi dari
Rahasia Sebelas Jari. Hemmm... aku tak tahu
apakah aku yang bodoh atau Pendekar Slebor
yang cerdik. Tapi...."
Memutus kata batinnya sendiri, Manusia
Sepuluh Siluman buka mulut pada Setan Cambuk Api, "Perempuan hina! Kendati
kedatanganmu membuka kedua mataku siapa adanya orang
yang kucari, tetapi kuharap kau menyingkir dari
sini! Masih kuhargai nyawamu untuk tidak kucabut, karena kau telah menyadarkanku
tentang Pendekar Slebor!"
Mendengar ucapan orang, Setan Cambuk
Api kertakkan rahangnya. Harga diri perempuan
tua berpakaian batik kusam ini langsung terseret.
Keinginannya untuk dapat petik keuntungan dari
pertarungan antara Pendekar Slebor dengan Manusia Sepuluh Siluman, langsung
pupus. Dengan suara keras dia membentak, "Aku
punya urusan dengan pemuda setan itu! Kendati
aku tak ada urusan denganmu, tetapi justru kau
yang lebih baik menyingkir!!"
Selain memiliki ilmu tinggi, Manusia Sepuluh Siluman juga memiliki kesombongan
yang tiada batas. Dia bukan hanya tersinggung mendengar ucapan orang. Tetapi, dia
sudah langsung buka serangan ke arah Setan Cambuk Api.
"Akan kubuka kedua matamu untuk tahu
siapa adanya orang!!"
Wusss!! Angin melingkar yang keluar dari dorongan
tangan kanannya menggebrak ke arah Setan
Cambuk Api. Suara yang diperdengarkan gelombang angin melingkar itu sungguh
mengerikan. Setan Cambuk Api sendiri sudah tentu tak
mau tinggal diam.
Sambil kertakkan rahangnya, serta-merta
digerakkan cambuk berlidah tiganya.
Cltaaarr!! Suara nyaring membedah udara, menyusul
tiga gelombang angin menderu ganas.
Blaaammm!! Tiga gelombang angin yang keluar dari
ujung cambuk berlidah tiga itu, menghantam
hamparan angin melingkar yang dilepaskan Manusia Sepuluh Siluman.
Terdengar suara geraman Manusia Sepuluh Siluman, menyusul dia membuang tubuh ke
samping kanan. Hal itu dilakukan karena satu gelombang angin yang keluar dari
ujung cambuk berlidah tiga Setan Cambuk Api terus melabrak
ke arahnya! Blaarrr!! Gelombang angin itu menghantam tanah di
mana tadi Manusia Sepuluh Siluman berdiri.
Kontan tanah itu membuyar di udara. Beberapa
batu kapur bergulingan.
"Jahanam keparat!" maki Manusia Sepuluh
Siluman dingin. Kesombongannya benar-benar terusik.
Mendadak sontak dia palingkan kepala ke
arah Pendekar Slebor.
"Setelah perempuan tua celaka itu kuurus,
tinggal giliranmu! Melarikan diri dari hadapanku,
tak akan dapat kau lakukan!!"
Andika yang diam-diam takjub melihat serangan yang dilakukan masing-masing orang
tadi, mengangkat kedua bahunya.
"Ya, terserah kau saja, ah! Pokoknya buktikan dulu deh! Tapi ngomong-ngomong...
jangan terlalu lama! Aku tidak punya waktu banyak nih!"
Dari pandangannya yang mengarah pada
Pendekar Slebor, Manusia Sepuluh Siluman alihkan pandangannya pada Setan Cambuk
Api. Sesaat pemuda yang di pinggangnya melilit seutas
tali ini terdiam. Sepasang matanya memandang
tak berkedip. Kilatan nafsu membunuh berkobarkobar pada riakan mata hitamnya.
"Perempuan celaka! Kau telah bertindak tolol! Kuberi kesempatan hidup ternyata


Pendekar Slebor 68 Rantai Naga Siluman di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

kau menolaknya! Berarti... kukirim nyawamu ke neraka sekarang!!"
Habis ucapannya, sosoknya mencelat ke
depan diiringi teriakan mengguntur. Tangan kanan kirinya digerakkan. Dua
gelombang angin
melingkar mendahului gerakan tubuhnya.
Wrrrr! Wrrrr!!!
Di seberang, Setan Cambuk Api yang tadi
gagalkan serangan Manusia Sepuluh Siluman pada dirinya, bahkan membuat pemuda
sombong itu harus menghindar, sudah melesat ke depan
diiringi teriakan keras.
"Kau yang akan menyesali tindakan bodohmu ini!!"
Cltaaarr!! Cambuk berlidah tiganya langsung kelua-
rkan suara yang mengerikan begitu digerakkan.
Menyusul keluar tiga lesatan angin laksana topan.
Blaaamm!! Manusia Sepuluh Siluman kertakkan rahangnya begitu angin melingkar yang
dilepaskannya lagi-lagi terhantam buyar. Belum lagi dia lancarkan serangan
balasan, Setan Cambuk Api sudah kembali gerakkan cambuk berlidah tiganya.
Cltaaarrr!! Kontan Manusia Sepuluh Siluman urungkan niat dan membuang tubuh ke samping
kanan. Saat kembali berdiri tegak dan agak menjauh, dilihatnya tanah yang tadi
dipijaknya telah
bergaris tiga buah sedalam satu jengkal.
Makin meradang Manusia Sepuluh Siluman mendapati kalau lawan bukanlah orang yang
dapat dipandang sebelah mata.
"Perempuan hina!!"
Tak mau sahuti ucapan orang, Setan Cambuk Api sudah gerakkan lagi cambuk
berlidah tiga dengan kerahkan setengah tenaga dalamnya.
Cltaaarrr!! Suara yang terdengar begitu mengerikan
sekali, disusul dengan lesatan tiga angin laksana
anak panah saat cambuk itu digerakkan.
Manusia Sepuluh Siluman coba memapaki
dengan serangan balasannya. Dan dia harus benar-benar menjaga jarak, begitu
melihat serangan
Setan Cambuk Api agak berubah. Karena lidah
cambuk di bagian tengah melesat lebih dulu siap
hantam kepalanya.
Ketika pemuda sombong ini bergerak ke kiri, lidah cambuk bagian kiri sudah
mencecar ke arahnya. Cltaaarr!! "Laknat!" maki Manusia Sepuluh Siluman
geram. Diam-diam dia menyadari, kalau dia telah
terpancing ucapan Pendekar Slebor. "Setan terkutuk! Mengapa aku tak berpikir
panjang tadi" Sudah tentu Pendekar Slebor berusaha alihkan perhatianku dari apa
yang kuinginkan! Keparat!
Urusan telah kubuka dengan perempuan celaka
itu! Tetapi biar bagaimanapun juga, perempuan
celaka itu tak akan pernah kubiarkan hidup!"
Sementara itu, Pendekar Slebor cuma
memperhatikan saja.
"Gadis Kayangan belum kutemukan hingga
sekarang. Masalah Rahasia Sebelas Jari pun belum berhasil kupecahkan. Hemm...
mumpung kedua manusia ini sedang serang satu sama lain,
sebaiknya kupergunakan kesempatan untuk meninggalkan tempat ini. Tetapi, aku tak
ingin salah seorang dari mereka celaka. Biar bagai-manapun
juga, mereka hanya terpaku dengan nafsu serakah. Kupikir, nafsu itu dapat diubah
bila salah seorang dari mereka mau melakukannya."
Di lain pihak, kemarahan Manusia Sepuluh
Siluman semakin menjadi-jadi. Mendadak saja
dia menderu dengan keganasan yang luar biasa.
Serangan demi serangannya nampak kacau balau. Namun bila terkena, tak dapat
dibilang lagi akibatnya. Kendati menghadapi serangan yang lebih
ganas dari sebelumnya, Setan Cambuk Api masih
dapat mengimbangi. Bahkan dia pun membalas
tak kalah ganas. Hingga saat itu pula banyak
ranggasan semak yang terpapas dan beterbangan,
disusul muncratnya tanah ke udara. Bahkan gugusan batu kapur berjatuhan dari
bukit kapur. Tidak hanya sampai di sana saja yang dilakukan Setan Cambuk Api. Karena diiringi
teriakan penambah semangat, mendadak saja si nenek angkat tangan kanannya yang
memegang cambuk. Kejap kemudian diputar-putarnya ke
udara, hingga saat itu pula terdengar suara yang
keras dan memekakkan telinga. Sementara gelombang angin yang keluar perdengarkan
suara mengerikan. Bahkan Andika yang sejak tadi hanya
memperhatikan, harus kerahkan tenaga dalam
untuk hindari gempuran gelombang angin yang
keluar dari cambuk berlidah tiga itu.
Namun yang dilakukan Manusia Sepuluh
Siluman justru sangat mengejutkan, lain dari sebelumnya. Dia sama sekali tidak
menghindari setiap serangan yang datang padanya. Bahkan berkali-kali tubuhnya
terhantam. Memekik keras dan
terhuyung, lalu melesat lagi dengan wajah kian
meradang. Di tempatnya Pendekar Slebor mendengus.
"Busyet! Tuh orang kok bodoh benar ya"
Sudah tahu tidak mampu mengimbangi Setan
Cambuk Api, dia malah makin beringas. Bodohnya, dia seperti membiarkan dirinya
dihantami terus menerus! Tapi, sungguh patut dipuji. Dia
memiliki tubuh kedot, hingga terus menerus menyerang."
Yang dilakukan Manusia Sepuluh Siluman
memang mengundang tanya. Saat lancarkan serangan, pemuda sombong ini seakan baru
pertama kali bertarung. Dia seolah hilang perhitungan
dari setiap serangan yang dilakukannya. Bahkan
serangannya pun tak tentu arahnya.
Bila Setan Cambuk Api berada di kanan,
dia justru menyerang ke kiri. Sudah tentu itu berarti sasaran empuk dari cambuk
berlidah tiga si
nenek. Hingga satu saat, nampak Setan Cambuk
Api mencelat ke depan. Cambuk berlidah tiganya
digerakkan diiringi teriakan melecehkan, "Huh!
Kau tak patut untuk turut memperebutkan Rantai Naga Siluman!"
Di tempatnya, Andika yang telah lontarkan
satu kecerdikan yang diperlihatkan, mengurungkan niat untuk segera meninggalkan
tempat itu. Anak muda urakan ini tak mau kalau salah seorang dari keduanya terluka hebat.
Makanya, kendati tahu kalau Manusia Sepuluh Siluman tak akan berpikir dua kali
untuk mencabut nyawanya, dia tetap memutuskan untuk menyelamatkan Manusia
Sepuluh Siluman.
Namun sebelum dilakukan maksud, mendadak terdengar suara dingin, "Biarkan
perempuan tua itu membuang tenaganya! Bila kau tetap tak mengatakan isi dari
Rahasia Sebelas Jari,
maka nyawamu akan kukirim ke neraka!!"
2 Pada saat yang bersamaan, di sebuah tempat yang agak terbuka dan cukup jauh dari
tempat Pendekar Slebor berada, empat pasang mata
sedang memandang pada orang berjubah hitam
yang baru muncul. Pancaran mata masingmasing orang mengandung arti yang hanya
mereka mengerti sendiri.
Sementara yang dipandang nampak tenang
saja. Dia seorang lelaki selengah baya berjubah
hitam. Parasnya tirus dihiasi kulit tipis. Sepasang
matanya sipit, namun kilatan sinarnya begitu
menusuk sekali. Seluruh rambut yang tumbuh di
kepala dan wajahnya berwarna putih.
Orang yang lak lain Kiai Alas Ireng ini keluarkan suara, "Hmmm... nampaknya
kehadiranku justru menghentikan keramaian yang telah
terjadi. Aku tak tahu apakah harus meminta
maaf, atau ikut dalam keramaian ini."
Dua orang lelaki berambut dikepang dua
dan memiliki paras sama satu sama lain saling
pandang. Perasaan kedua orang berpakaian abuabu ini mendadak tidak tenang
melihat kehadiran
Kiai Alas Ireng.
Sementara itu, perempuan berpakaian dan
berkerudung merah alihkan pandangannya pada
lelaki berpakaian serba hitam yang tak jauh darinya. Sejenak dia tak berucap
seperti memikirkan kata. Di kejap lain dia berkata pada lelaki
berkuncir kuda itu.
"Sangga Rantek! Aku tak pernah suka dengan kehadiran orang yang mengganggu
kesenanganku! Apakah kau punya pikiran yang sama"!"
aju si perempuan sambil melirik pada Kiai Alas
Ireng yang sedang lipat kedua tangan di depan
dada. Orang berpakaian hitam yang di kedua
pergelangan tangannya terdapat gelang-gelang
duri ini, tak menjawab. Pandangannya tetap ditujukan pada lelaki berjubah hitam.
Diam-diam orang yang memang Sangga
Rantek adanya ini membatin, "Tadi... salah seorang si Kembar Parang Maut
mendesiskan nama
siapa orang yang baru datang ini. Kiai Alas Ireng.
Hemm... rasa-rasanya, aku pernah mendengar
nama manusia ini. Seorang tokoh yang kepandaiannya tak bisa dipandang sebelah
mata. Aku belum dapat memutuskan tindakan apa yang kulakukan, kendati kehadirannya memang
cukup mengejutkan."
Berpikir demikian Sangga Rantek berkata.
"Iblis Rambut Emas! Sesungguhnya aku juga
punya pikiran yang sama. Tapi, kita belum tahu
apa maksud orang!"
"Jadi, apa yang harus kita lakukan?" tanya
perempuan berpakaian dan berkerudung merah.
"Kita menunggu apa yang hendak dilakukannya!"
Sudah tentu Kiai Alas Ireng langsung terbahak-bahak. Tawa yang diperdengarkannya
begitu menyentak gendang telinga. Sementara
keempat orang itu segera alirkan tenaga dalam
masing-masing ke telinga, sosok gadis jelita berpakaian biru muda yang
tergeletak di atas tanah
berumput tersentak. Keluhannya terdengar. Gadis
berkepang dua itu dalam keadaan tertotok. Dan
sudah tentu dia tak dapat alirkan tenaga dalam
pada gendang telinganya.
Seiring tawa Kiai Alas Ireng yang belum putus juga, si gadis yang tak lain Gadis
Kayangan adanya, terbeliak-beliak dengan keluhan berulang
kali. Tiga tarikan napas berikutnya, dia sudah jatuh pingsan karena tak kuasa
menahan gelombang tawa yang menyakitkan itu.
Sebelum kehadiran Kiai Alas Ireng di tempat ini, si Kembar Parang Maut berhasil
menculik Gadis Kayangan. Bermula masing-masing orang
melihat dua sosok tubuh yang berkelebat. Agung
Gaganda memutuskan untuk mengejar kedua
orang itu. Dia berhasil meyakinkan diri kalau
orang yang dikejar adalah orang yang memang
mereka cari. Pertarungan antara Agung Gaganda dengan Pendekar Slebor pun terjadi, hingga
munculnya Iblis Kelabang. Agung Gaganda yang tahu kesaktian Iblis Kelabang tak
mau bertindak gegabah. Dia langsung meninggalkan tempat itu.
Pada saat yang hampir bersamaan adik
kembarnya, Alung Gaganda, hendak mempermalukan Gadis Kayangan. Namun munculnya
Agung Gaganda yang yakin kalau gadis itulah yang dilihatnya bersama dengan Pendekar
Slebor, keinginan Alung Gaganda putus. Dengan maksud menjadikan Gadis Kayangan
sebagai sandera, kedua-
nya menjauh hingga bertemu dengan Sangga
Rantek dan Iblis Rambut Emas.
Sangga Rantek dan Iblis Rambut Emas
yang juga telah mendengar tentang Rahasia Sebelas Jari dan mengetahui siapa
adanya si gadis,
bermaksud untuk merebutnya dari tangan si
Kembar Parang Maut. Dan tatkala pertarungan
berjalan seru, muncullah Kiai Alas Ireng (Baca:
"Rahasia Sebelas Jari").
Tawa Kiai Alas Ireng terputus. Menyusul
seraya maju dua tindak ke muka, lelaki yang telah memerintahkan Iblis Kelabang
untuk mencari tahu tentang Rahasia Sebelas Jari sekaligus
membunuh Pendekar Slebor, berkata, "Ucapan
yang kudengar sungguh sangat membuatku lebih
bergairah. Tetapi, juga sangat mengejutkan. Tak
ada yang kuinginkan selain, gadis itu!"
Sangga Rantek yang juga menginginkan
Gadis Kayangan berkata, suaranya masih dibuat
wajar, "Rupanya, semua yang hadir di sini memang menginginkan gadis itu. Dan
tentunya, ini berhubungan dengan Pendekar Slebor. Bila boleh
tahu, ada urusan apa kau dengan Pendekar Slebor."
"Bicaramu seakan telah memperlihatkan
apa yang kau inginkan. Tapi, aku pun tak mau
menutup diri, karena kupikir kita semua tentunya telah mendengar berita tentang
Rahasia Sebelas Jari, bukan" Dan tentunya ini berhubungan dengan Rantai Naga Siluman.
Bila memang masih mencoba untuk menutup diri, kupikir tak
akan ada gunanya."
"Tepat dugaanku, kalau dia menginginkan
Rantai Naga Siluman. Dan tentunya dia tahu tentang gadis ini yang ada
hubungannya dengan
Pendekar Slebor. Hemmm, sebaiknya kugali
keuntungan di sini."
Habis memikir demikian, Sangga Rantek
berkata, "Kalau begitu, semua yang berada di sini
memang memiliki tujuan yang sama! Dengan kata
lain, berakhir untuk membunuh Pendekar Slebor!
Bagaimana bila kutawarkan satu pertimbangan
lain?" Kiai Alas Ireng menyeringai lebar.
"Apa yang hendak kau tawarkan?"


Pendekar Slebor 68 Rantai Naga Siluman di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

"Bagaimana bila kita bergabung untuk
membunuh Pendekar Slebor?"
Kembali terdengar tawa Kiai Alas Ireng
yang sangat keras. Di sela-sela tawanya dia berucap, "Biasanya, orang yang
mengajak bergabung
tentunya mencoba mengeruk keuntungan pribadi!
Bila kau mau mengatakan apa yang bisa kau dapatkan dari tawaranmu sendiri,
mungkin aku bisa mempertimbangkannya."
Memerah wajah Sangga Rantek mendengar
ejekan orang. Sesaat lelaki berpakaian serba hitam ini terdiam. Sepasang
pelipisnya nampak
bergerak-gerak tanda dia tak mampu sembunyikan lagi amarahnya.
Sementara itu, Iblis Rambut Emas menggeram.
"Jahanam! Ucapannya bukan hanya menyentil Sangga Rantek, tetapi aku juga merasa
dihujam sembilu! Cukup mengherankan sebenar-
nya, mengapa Sangga Rantek menawarkan hal
seperti itu" Apakah dia telah mengetahui siapa
adanya orang hingga nampak berlaku bodoh?"
Tak sanggup menindih geramnya, Iblis
Rambut Emas berkata dingin, "Keuntungan yang
akan didapat tak perlu dipercakapkan di sini! Bila
memang kau tak menyetujui tawaran itu, silakan
menyingkir!"
Kiai Alas Ireng menggeleng-gelengkan kepala.
"Perempuan berambut emas! Apakah kau
juga akan mendapatkan keuntungan pribadi dari
yang ditawarkan temanmu itu" Bila memang demikian adanya, mengapa harus menutup
diri"!"
Semakin geram Iblis Rambut Emas mendengar ucapan orang. Karena sudah tak kuasa
menindih geramnya lagi, dia berucap, "Tak ada
keuntungan yang dapat dipetik sebelum membunuhmu!!"
Habis ucapannya, perempuan berkerudung
merah yang sudah dilanda marah, siap menerjang
ke depan. Tapi, Sangga Rantek menahan.
Serentak Iblis Rambut Emas beliakkan matanya pada Sangga Rantek.
"Jangan gegabah. Kau belum tahu siapa
dia," bisik Sangga Rantek yang tak mau mencari
masalah dengan teman seperjalanannya yang sesungguhnya pernah menginginkan
nyawanya ini. Melihat apa yang dilakukan Sangga Rantek, Kiai Alas Ireng tertawa lebar.
"Mengapa harus kau tahan gerakan perempuan itu, hah"! Kupikir, tak ada salahnya
bila dia hendak melemaskan otot!!"
Sementara makin bergolak amarah yang
ada di dada Iblis Rambut Emas, Sangga Rantek
berkata, "Apa yang dikatakan temanku ini, bukanlah satu urusan yang menarik!
Bila kau hendak laksanakan maksud, silakan bawa gadis itu!"
Sambil tertawa Kiai Alas Ireng melangkah
mendekati sosok Gadis Kayangan yang pingsan.
Dengan sekali hentakkan kaki kanannya, sosok
Gadis Kayangan terlontar ke atas. Dengan sigap
disambut dan dipanggulnya.
"Bagus bila kau mengerti gelagat! Dan sebelum aku berlalu, kuperingatkan pada
kalian semua yang berada di sini! Jangan coba-coba ikut
campur dalam urusan yang kulakukan! Terutama
untuk mengetahui tentang Rahasia Sebelas Jari!
Bila saja kulihat ada yang tidak mengindahkan
ucapanku, jangan harapkan dia akan lolos dari
maut yang akan kuturunkan!"
Habis ucapannya, sambil tertawa-tawa,
Kiai Alas Ireng melangkah ke arah timur. Sosok
Gadis Kayangan tetap berada di pundaknya.
Sepeninggal Kiai Alas Ireng, Iblis Rambut
Emas langsung buka mulut, "Sangga Rantek! Aku
tak paham apa yang barusan kau lakukan"! Kau
bukan hanya telah merendahkan harga dirimu
sendiri, tetapi juga seperti telah menjilat telapak
kaki orang itu!"
Menggeram Sangga Rantek dengan pandangan melotot.
"Kau yang berlaku bodoh! Mungkin kau
memang belum tahu siapa adanya orang! Tetapi
perlu kukatakan, kalau kau hanya akan sanggup
menandinginya tiga gebrakan!!"
"Setan! Jangan merendahkanku!" meradang Iblis Rambut Emas mendengar ucapan yang
melecehkannya. Sangga Rantek mendengus.
"Seharusnya kau berterima kasih! Karena
secara tidak langsung kau telah kutolong dari
kematian!"
"Huh! Boleh kau berucap seperti itu! Tetapi
suatu saat, kau akan melihat kalau lelaki keparat
itu tak lebih dari cacing busuk belaka di tanganku!!" geram Iblis Rambut Emas.
Lalu terlihat mulutnya berkemak-kemik tapi tak ada suara yang
keluar. Sangga Rantek tak peduli omongan Iblis
Rambut Emas. Tatkala ditangkapnya dua sosok
tubuh berkelebat menjauh, segera dipalingkan
kepala. Rupanya, si Kembar Parang Maut yang sejak kehadiran Kiai Alas Ireng tak membuka
mulut, memutuskan untuk berlalu dari sana. Kedua
orang ini memang telah tahu kehebatan Kiai Alas
Ireng. Karena lima tahun yang lalu, mereka dibuat porak poranda oleh lelaki
berjubah hitam itu. Dan ketimbang mati konyol, mereka merasa
lebih baik tak buka ucapan.
Sangga Rantek tak lakukan tindakan apaapa untuk menahan kepergian dua lelaki
berpakaian abu-abu. Karena sebenarnya yang dituju
hanyalah Gadis Kayangan. Tetapi sekarang Gadis
Kayangan telah dibawa oleh Kiai Alas Ireng.
Sesungguhnya, Sangga Rantek juga tak
dapat menahan diri melihat sikap dan tindakan
melecehkan dari Kiai Alas Ireng. Namun dia masih berpikir jernih. Karena bila
dia memutuskan untuk bertarung, tak mustahil nyawanya akan
putus. Sangga Rantek lebih memikirkan jalan lain
untuk keluar dari perangkap yang akan diturunkan Kiai Alas Ireng. Dan dia tak
ingin membuang tenaga sia-sia. Kalaupun sebelumnya harus bentrok dengan si Kembar Parang Maut
untuk memperebutkan Gadis Kayangan, karena dia yakin
dapat mengalahkan mereka.
Tetapi menghadapi Kiai Alas Ireng yang
pernah didengar kesaktiannya, sudah tentu dia
akan berpikir dua kali. Kendati demikian, hatinya
pun tak kalah gusarnya. Dia berjanji, dengan cara
apa pun, kelak dia akan membalas sekaligus
mengalahkan Kiai Alas Ireng.
Untuk saat ini lebih baik mengalah. Karena
Pendekar Slebor-lah yang dituju, kendati bila dia
berhasil menyandera Gadis Kayangan, maka seluruh yang diinginkannya akan dicapai
dengan mudah. Tetapi bila dia bersikeras untuk menahan
keinginan Kiai Alas Ireng semuanya akan berantakan.
Ancaman yang dikeluarkan Kiai Alas Ireng
memang sempat bikin nyalinya ciut. Namun itu
hanya sekejap. Karena dia akan tetap mencari
Pendekar Slebor, selain membunuhnya juga untuk mengetahui tentang isi Rahasia
Sebelas Jari. Rantai Naga Siluman, adalah yang menjadi tujuan
terakhir. Selagi dia terdiam begitu, Iblis Rambut
Emas yang masih tak menyukai tindakan Sangga
Rantek berkata gusar, "Kenapa kau diam, hah"!
Apakah setelah mendapat ancaman dari Kiai Alas
Ireng lantas kau memutuskan semua maksud?"
Sangga Rantek segera palingkan kepala.
"Jahanam sial! Perempuan ini benar-benar
minta dihajar! Sungguh aku tak mengerti, mengapa aku bisa tetap bersama-sama
dengan perempuan celaka ini! Semua bermula karena aku
tertarik untuk bergabung dengannya, guna mendapatkan potongan pedang perak yang
berada di tangan Pendekar Slebor. Huh! Sepeninggalku dari
Pulau Hitam pun aku masih tetap bersama-sama
perempuan kapiran ini!" katanya dalam hati lalu
berucap "Jangan melecehkanku! Aku pun tak akan
mundur menghadapi Kiai Alas Ireng! Menghadapi
siapa pun juga yang menghalangi seluruh rencanaku!"
"Tetapi kau telah berlaku seperti kelinci
terperangkap lima ekor serigala!" Iblis Rambut
Emas memaki lagi. Perempuan berkerudung merah ini masih tidak puas melihat sikap
Sangga Rantek. Sangga Rantek kertakkan rahangnya.
"Dengar aku sekarang! Yang diinginkannya
hanyalah Gadis Kayangan! Bila kita menghalangi,
maka kita bukan hanya akan mampus hari ini,
tapi gagal mendapatkan apa yang kita inginkan!
Kau pikir, aku akan mundur setelah ancaman
Kiai Alas Ireng" Huh! Kau akan melihatnya kelak,
kalau lelaki itu tak lain hanya seseorang yang
menang lebih dulu dan kalah dengan siksaan
yang cukup pedih!"
Habis ucapannya, Sangga Rantek segera
berkelebat ke arah yang dilalui Kiai Alas Ireng.
Dia masih geram akan sikap Iblis Rambut Emas.
Sementara itu, Iblis Rambut Emas masih
tegak di tempatnya. Hati perempuan ini tidak terima mendengar ucapan Sangga
Rantek. Karena dengan kata lain, Sangga Rantek telah mengecilkannya. Sepasang pelipisnya
bergerak-gerak. Kedua rahangnya mengembung seolah menyimpan
amarah yang dalam.
Sambil hembuskan napas dengan cara menyentak, dia mendesis, "Huh! Niatku tetap
sama sejak semula! Selain membunuhmu, aku juga
akan membunuh Pendekar Slebor! Tetapi, tenagamu masih dapat kupergunakan hingga
sampai saat ini aku belum turunkan tangan! Dan satu
saat, justru kau yang akan terkejut melihat apa
yang akan kulakukan!"
Dengan dada masih dikobar amarah, perempuan berkerudung merah ini segera hempos
tubuh. Kejap itu pula dia telah melesat menyusul
Sangga Rantek. *** 3 Di hadapan bukit kapur yang menebarkan
bau menusuk hidung, Pendekar Slebor segera palingkan kepalanya ke kanan. Kejap
itu pula nampak pemuda pewaris ilmu Pendekar Lembah Kutukan ini surutkan langkah
satu tindak ke belakang. Kepalanya menegak dengan sepasang mata
membuka lebih lebar. Mulutnya menganga lebar.
(Awas tuh, Bor! Entar ada laler masuk lagi!).
Seolah ada kekuatan yang menariknya,
kembali dipalingkan kepalanya ke depan. Dilihatnya bagaimana Setan Cambuk Api
sedang mencecar hebat Manusia Sepuluh Siluman.
Laksana tak tertarik dengan pertarungan
dahsyat itu, Andika kembali palingkan pandangannya ke kanan. Dia ucak-ucak kedua
matanya seolah tak percaya dengan apa yang dilihatnya.
Namun biarpun diucak seribu kali, pemandangan
yang ada di hadapannya tetap tak berubah!
"Monyet pitak! Apa yang telah terjadi?" desisnya dengan kening kian
dikernyitkan. Seperti orang linglung, dia kembali memperhatikan pertarungan Setan Cambuk Api
yang makin ganas mencecar Manusia Sepuluh Siluman. Bahkan dari ujung lidah-lidah
cambuknya, telah melesat bola-bola api sebesar kepalan tangan orang dewasa. Si perempuan
nampak begitu bersemangat. Tawanya berulang kali terdengar.
Manusia Sepuluh Siluman nampak terkejut bukan alang kepalang. Dia masih berusaha
untuk hindari sergapan bola-bola api lawan. Namun, dia nampaknya telah
kehilangan banyak tenaga. Hingga lak mampu lagi untuk menghindar.
Kejap itu pula tubuhnya terkepung koba-
ran api dan terbakar hidup-hidup. Dari naungan
api yang berkobar-kobar, terdengar jeritan yang
sangat menyayat.
Terbahak-bahak Selan Cambuk Api melihat
hasil perbuatannya. Perempuan tua ini seolah
hendak perlihatkan keberhasilannya pada seluruh dunia.
"Itulah akibatnya bila berani menantang
Setan Cambuk Api!" desisnya keras.
Namun lain halnya dengan Andika. Anak
muda tampan itu masih terbengong-bengong dengan kedua mata melotot. Berulang
kali pandangannya diarahkan pada sosok Setan Cambuk Api
yang sedang tertawa, dan orang yang berdiri berjarak lima langkah di kanannya.
Makin dilakukan, semakin bingung anak muda ini.
Bagaimana tidak, karena dia melihat bagaimana Setan Cambuk Api sedang mencecar
hebat Manusia Sepuluh Siluman yang akhirnya terbakar oleh bola-bola apinya.
Akan tetapi orang yang tadi menyapa dan
berdiri berjarak lima langkah di samping kanannya, adalah sosok Manusia Sepuluh
Siluman! "Monyet pitak! Bagaimana ini bisa terjadi"!
Bagaimana mungkin mendadak saja Manusia Sepuluh Siluman menjadi dua orang" Kutu
landak! Jangan-jangan dia kembar" Yang menghadapi Setan Cambuk Api adalah saudara
kembarnya, sementara di saat aku terpaku memperhatikan pertarungan itu, yang
lainnya muncul! Busyet! Makin kapiran saja urusan!" maki anak muda urakan ini
dengan hati diliputi tanya. Keningnya ber-
kerut saat pandangi Manusia Sepuluh Siluman
yang berdiri di samping kanannya.
Pemuda yang tadi menggeram dingin padanya, berkata lagi. "Perempuan tua celaka
itu telah mendapatkan apa yang diinginkannya! Biar
dia terpaku pada rasa puas yang melandanya! Kini, katakan tentang isi Rahasia
Sebelas Jari padaku!"
Andika yang masih keheranan melihat kejadian di hadapannya, terdiam sesaat.
"Aneh! Ini benar-benar aneh! Kalau memang yang sudah menjadi mayat itu adalah
saudara kembarnya, mengapa dia masih mengurusi
soal Rahasia Sebelas Jari" Mengapa tak ada tanda-tanda kegusaran untuk membalas
kematiannya" Aneh! Apa yang sebenarnya terjadi?"
Karena Pendekar Slebor tak buka mulut,
Manusia Sepuluh Siluman menggeram lagi.


Pendekar Slebor 68 Rantai Naga Siluman di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

"Waktumu tidak lama, Pendekar Slebor!
Katakan cepat sebelum nyawamu kucabut!"
Entah mengapa Andika merasa tidak enak
sekarang. Dia berusaha untuk mencari jalan keluar dari dua sosok Manusia Sepuluh
Siluman yang dilihatnya.
Lalu sambil garuk-garuk kepalanya yang
tidak gatal, dia berkata, "Heran! Kok tahu-tahu
kau ada dua sih" Kau bersaudara kembar ya?"
Bukan sahuti ucapan orang, Manusia Sepuluh Siluman kertakkan rahangnya. Tinju
kanan kirinya mengeras.
"Sekali lagi kuminta, katakan tentang Rahasia Sebelas Jari!!"
Andika masih memperhatikan sosok di hadapannya. Diam-diam diliriknya Setan
Cambuk Api yang masih menyeringai puas. Dan yang
mengherankan anak muda ini, karena Setan
Cambuk Api seolah tak menyadari pemuda berpakaian biru gelap yang sedang
merangsek dingin
padanya. "Kalau boleh dibilang menakjubkan, ini lebih dari sekadar menakjubkan. Nenek
berpakaian batik kusam itu nampaknya telah puas dengan
hasil yang dia capai. Entah apa yang ada dipikirannya. Tapi yang mengherankan,
mengapa dia seolah tak me... oh!"
Memutus kata batinnya sendiri, anak muda urakan ini terdiam dengan kening makin
dikernyitkan. Wajahnya nampak begitu serius sekali.
Di seberang, Manusia Sepuluh Siluman
menggeram dingin.
"Jahanam betul! Pemuda itu tetap tak mau
mengatakan tentang isi Rahasia Sebelas Jari! Bila
menuruti kata hatiku, sudah tak sabar rasanya
ingin membunuhnya! Tapi, bila kulakukan serangan, Setan Cambuk Api tentunya
sadar kalau yang diserangnya tadi bukanlah aku, melainkan
pandangan sekilas dari ilmu Siluman yang kuperlihatkan. Keparat busuk! Aku tak
mau menunggu terlalu lama. Bila Pendekar Slebor tak
mau mengatakannya juga, terpaksa harus kuserang dia. Sementara Setan Cambuk Api
akan kuurus dengan ilmu 'Pati Raga Ganyang Jiwa'."
Memutuskan demikian, pemuda sombong
ini maju dua tindak ke muka. Bersamaan dia melangkah, Andika mengangkat
kepalanya. Anak muda urakan ini tak hiraukan tatapan dingin dari sepasang mata milik
Manusia Sepuluh Siluman. Diam-diam dia berkata dalam hati,
"Menilik sikap Setan Cambuk Api, dia bukan hanya tidak menyadari atau berpikir
kalau orang yang diserangnya bukanlah Manusia Sepuluh Siluman. Bahkan dia juga tidak
melihat sosoknya yang berhadapan denganku. Bila memang
Manusia Sepuluh Siluman bersaudara kembar,
rasanya tak mungkin dia masih melibatkan diri
dalam urusan Rahasia Sebelas Jari. Tentunya dia
akan meradang gusar untuk membalas kematian
saudara kembarnya. Kalau begitu... berarti...."
Andika memutus kala batinnya saat terdengar
suara geraman di hadapannya. Sambil pandangi
Manusia Sepuluh Siluman yang kian terbawa radang amarah, dia meneruskan kata
batinnya, "Kesimpulanku jelas sekarang, kalau pemuda itu
memiliki ilmu bangsa Siluman...."
Manusia Sepuluh Siluman rupanya sudah
tak dapat kuasai amarahnya.
Dia segera membentak gusar, "Waktu yang
kutetapkan telah habis! Berarti kematian akan
kau terima, Pendekar Slebor!!"
Habis bentakannya, pemuda yang tak boleh sedikit pun tersinggung ini sudah
mencelat ke depan disertai teriakan mengguntur.
Andika sendiri segera palangkan kedua
tangannya di atas kepala.
Buk! Buk!! Benturan keras terjadi. Sosok anak muda
urakan ini tergontai-gontai ke belakang. Di seberang, Manusia Sepuluh Siluman
mundur dengan sepasang mata terbeliak.
"Gila! Aku seperti menghantam baja yang
sangat kuat! Peduli setan! Lebih baik pemuda itu
kubunuh, hingga semua urusan tuntas! Berarti,
tak ada yang akan mengetahui apa isi dari Rahasia Sebelas Jari dan tak akan ada
yang berhasil mendapatkan Rantai Naga Siluman!"
Setelah kerahkan separo tenaga dalamnya,
Manusia Sepuluh Siluman menggebrak lagi. Dua
hamparan angin melingkar menyapu ke arah kaki
Pendekar Slebor.
Sementara itu, Setan Cambuk Api yang
langsung palingkan kepala tatkala Manusia Sepuluh Siluman lancarkan serangan
pada Pendekar Slebor terkesiap. Tanpa sadar dia surut dua tindak ke belakang disertai pekikan
kecil, "Oh!"
Kejap itu pula sepasang matanya dipentangkan, diucak-ucak dan dibuka lebih lebar
lagi. Dari rasa terkejutnya, lamat-lamat dia menggeram dingin.
"Jahanam keparat! Apa yang lelah kulakukan tadi"! Siapa orang yang kuserang"!
Bagaimana mungkin pemuda sombong itu masih dalam
keadaan segar bugar"! Terkutuk! Terkutuk! Padahal aku telah kehilangan separo
tenaga dalamku! Jahanam! Lebih baik kuperhatikan dulu pertarungan keduanya
sebelum kuurus masing-
masing orang!!"
Memutuskan demikian, perempuan tua
berpakaian batik kusam ini agak mundur lima
langkah ke belakang. Hatinya masih direjam
tanya sekaligus kemarahan yang semakin naik.
Disadarinya betul kalau dia telah ditipu orang.
Dalam keadaan masih heran dan meradang
itu, mendadak saja Setan Cambuk Api tersentak,
tatkala merasakan satu gelombang angin menderu ke arahnya.
Segera dia buang tubuh untuk hindari terjangan maut. Namun gelombang angin
melingkar telah menggebrak kembali. Kali ini sangat sempit
waktu yang dimilikinya untuk hindari gebrakan
gelombang angin melingkar itu.
Makanya dia segera gerakkan tangan kanannya yang memegang cambuk berlidah tiga.
Dalam keadaan murka, Setan Cambuk Api eelah
keluarkan ilmu yang membuat lidah-lidah cambuknya lontarkan bola-bola api yang
keluar suara mengerikan. Orang yang tadi lancarkan serangan bukannya menghindar, justru terus mencelat
maju. Sekali lihat, Setan Cambuk Api dapat
meyakini kalau orang itu seketika akan mampus
terbakar. Namun....
Astaga! Sosok orang berpakaian biru gelap
itu terus mencelat ke arahnya sementara bolabola api yang dilepaskannya nyeplos
begitu saja! "Gila! Apa yang terjadi"!" geramnya makin
kebingungan. Karena, sosok orang yang menyerangnya
tak lain adalah Manusia Sepuluh Siluman. Sementara orang yang saat ini membuat
Pendekar Slebor kalang kabut, juga Manusia Sepuluh Siluman!
Seperti yang telah direncanakannya, Manusia Sepuluh Siluman memang tak mau
membuang waktu lagi. Kegeramannya makin menjadijadi, terutama terhadap Pendekar
Slebor yang tetap tak mau membuka mulut. Dia telah pergunakan ilmu 'Pati Raga
Ganyang Jiwa' yang membuat
sosoknya dapat menjelma menjadi dua orang dan
masing-masing memiliki kekuatan yang sama.
Lain halnya dengan ilmu yang pernah diperlihatkannya saat bertarung dengan Kiai
Alas Ireng. Saat itu, Manusia Sepuluh Siluman telah
pergunakan salah satu ilmu Siluman yang dimilikinya, 'Balik Mata Timbul Asap',
ilmu yang juga membuat sosoknya menjadi dua, namun tak dapat lakukan serangan. Ilmu ini lebih
banyak ditekankan untuk mengelabui pandangan lawan dan
menguras tenaga lawan.
Di lain pihak Pendekar Slebor sendiri mencang-mencongkan mulutnya dengan
kejengkelan yang kian menggunung. Di samping itu, pemuda
yang di lehernya melilit kain bercorak catur ini
juga masih mencemaskan keadaan Gadis Kayangan yang hingga sekarang belum
diketahui, di mana murid mendiang Pemimpin Agung itu berada.
Karena rasa tak tenang itulah dia mencoba
untuk meninggalkan pertarungan. Tetapi sudah
tentu hal itu tidak mudah dilakukannya. Karena
Manusia Sepuluh Siluman yang semakin meradang tak mau membuang kesempatan lagi.
Hatinya lelah geram. Pertama, dia hampir
saja dikelabui orang yang dicarinya. Kedua, orang
itu tak mau buka mulut untuk katakan tentang
isi Rahasia Sebelas Jari.
Makanya, serangan demi serangan yang dilancarkannya bertambah ganas. Andika
sendiri telah keluarkan ajian 'Guntur Selaksa' hingga tubuhnya saat ini dilingkupi
pernik perak. Namun yang mengejutkannya, karena ajian
'Guntur Selaksa' yang dipergunakannya tak
membawa hasil yang diharapkan. Bahkan dengan
mudahnya berulang kali dapat dipatahkan Manusia Sepuluh Siluman yang kian ganas
menyerang. "Monyet pitak! Kura-kura burik! Bagaimana ini bisa terjadi?" desis Andika sambil
pergunakan ilmu peringan tubuhnya untuk hindari sergapan serangan lawan. "Tadi
saat menghadapi Setan Cambuk Api dia seperti kehilangan bentuk serangannya,
bahkan berkali-kali dapat dikalahkan.
Bahkan dia harus pergunakan ilmunya yang entah apa namanya untuk menghadapi
Setan Cambuk Api. Tapi sekarang, kekuatannya seolah berlipat ganda. Busyet! Dia
seperti memiliki satu kesenangan tersendiri mempermainkan lawanlawannya sebelum
dia bunuh! Landak buduk! Dia
seperti memiliki dua kepribadian!"
Sementara Pendekar Slebor dibuat tunggang langgang dengan aliran darah yang
bertambah kacau, Setan Cambuk Api harus berulangkali
perdengarkan pekikannya. Karena sosok Manusia
Sepuluh Siluman yang menghadapinya, lain dengan yang pertama tadi terjadi.
Manusia Sepuluh Siluman yang ini benarbenar memiliki keanehan yang luar biasa.
Setiap kali Setan Cambuk Api lancarkan serangan, sosok
Manusia Sepuluh Siluman terus menggebrak ganas dan setiap kali itu pula serangan
Setan Cambuk Api nyeplos bila mengenai sosoknya.
Keadaan ini bukan hanya membuat si nenek menjadi kaget, tapi juga kalang kabut.
Butiran keringat telah hiasi rangkaian kulit keriputnya. Wajahnya pucat dan
sesekali terdengar pekikannya yang keras.
Bahkan satu ketika, kedua kakinya tersapu gelombang angin melingkar yang
dilepaskan Manusia Sepuluh Siluman. Kontan tubuh si nenek terbanting keras. Belum lagi dia
berdiri, bersamaan suara angin dan dengungan ribuan tawon murka dari sebelah
kanan, serangan berikut
yang dilancarkan orang yang telah menghantam
jatuh dirinya, telah menggebrak kembali.
Laksana tanpa darah wajah Setan Cambuk
Api. Kedua bola matanya membesar dipenuhi kilatan ketakutan.
Namun sebelum maut menerpanya, mendadak saja satu sosok tubuh berpakaian hijau
pupus telah menyambarnya. Dengan pencalan
kaki kanan sosok yang tak lain Pendekar Slebor
adanya ini, sudah mencelat meninggalkan tempat
itu. Manusia Sepuluh Siluman yang menyerang
Pendekar Slebor menggeram gusar. Dia tak me-
nyangka kalau pemuda itu lelah loloskan lilitan
kain bercorak catur pada lehernya, yang langsung
digerakkan dan serta-merta menderu gelombang
angin dahsyat yang menyeret tanah dan ranggasan semak belukar!
Di saat Manusia Sepuluh Siluman menghindar sambil perdengarkan geramannya,
Pendekar Slebor yang melihat bahaya sedang mengancam Selan Cambuk Api, segera
melompat untuk selamatkan si nenek yang sebenarnya menginginkan nyawanya
Sementara itu, serangan yang dilancarkan
oleh Manusia Sepuluh Siluman yang menyerang
Setan Cambuk Api, menghantam tanah di mana
tadi sosok si nenek ambruk. Kontan tanah itu
muncrat ke udara dan membentuk lubang yang
cukup besar. Sosok Manusia Sepuluh Siluman ini tak
lakukan tindakan apa-apa. Malah sosoknya tegak
dengan kepala terangkat.
Lain halnya dengan sosok Manusia Sepuluh Siluman yang menyerang Pendekar Slebor
tadi. Parasnya jelas tak kuasa sembunyikan kemarahan yang makin membludak.
"Jahanam! Ke mana pun kau pergi, kau tak
akan lepas dari tanganku, Pendekar Slebor!"
Habis menggeram demikian, mendadak saja pemuda sombong ini mengarahkan
pandangannya pada sosok Manusia Sepuluh Siluman
yang masih tegak berdiri.
Dan mendadak saja keanehan terjadi, karena sosok Manusia Sepuluh Siluman yang
dita- tapnya, lenyap tanpa bekas.
Setelah tarik napas pendek, Manusia Sepuluh Siluman keluarkan desisan, "Kau
telah bertindak bodoh di hadapanku, Pendekar Slebor!
Kau tetap akan kubunuh! Peduli setan kau akan
mengatakan atau tidak tentang Rahasia Sebelas
Jari!! Kau akan mampus di tanganku! Kau akan
mampus, Pendekar Slebor!!"
Masih meneriakkan keinginan untuk membunuh Pendekar Slebor, Manusia Sepuluh
Siluman gerakkan bahu kanan kirinya. Mendadak sosoknya berkelebat, ke arah
perginya Pendekar
Slebor yang membawa sosok Setan Cambuk Api!
Lima kejapan mata berikutnya, nampak satu sosok tubuh keluar dari balik batu
kapur besar yang terdapat di bukit kapur. Orang yang baru
keluar ini memiliki postur tubuh yang tinggi. Tak
mengenakan pakaian hingga menampakkan tonjolan otot-ototnya. Paras wajahnya yang
dihuni

Pendekar Slebor 68 Rantai Naga Siluman di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

oleh anggota wajah serba besar ini nampak kaku.
Dari wujudnya yang menyeramkan itu, ada sesuatu yang sangat menarik perhatian.
Orang tinggi besar itu berkulit hijau dari atas hingga
bawah! Untuk sesaat orang tinggi besar berkulit hijau ini tak buka mulut. Sorot matanya
tetap kaku, sekaku parasnya. Kejap kemudian terlihat dia
angguk-anggukkan kepala.
"Pendekar Slebor.... Berarti, pemuda yang
kujumpai waktu itu adalah orang yang kucari. Tetapi, mengapa dia tak mau
mengatakan yang sesungguhnya" Mengapa harus berdusta kepada-
ku?" Orang berkulit hijau ini sejenak terdiam.
Tak ada perubahan apa pun di wajahnya kendati
saat itu dia seperti tengah mendapatkan apa yang
dicarinya. "Apakah Pendekar Slebor menganggapku
sebagai salah seorang yang ingin tahu tentang
Rahasia Sebelas Jari" Hemm, mungkin karena
itulah dia berdusta padaku. Tapi itu bukan masalah yang besar bagiku. Biar
bagaimanapun juga,
aku harus menemuinya. Aku harus menceritakan
tentang Rantai Naga Siluman. Dan nampaknya
tak perlu kuceritakan padanya, kalau banyak
orang-orang yang memburunya untuk mengetahui Rahasia Sebelas Jari yang jelas
sasarannya adalah, Rantai Naga Siluman."
Kembali orang tinggi besar berkulit hijau
ini terdiam. Parasnya tetap kaku. Kejap berikutnya, tanpa buka mulut lagi, orang
yang tak lain Kala Ijo ini sudah melangkah. Dan setiap kali dia
melangkah, tanah seakan bergetar!
*** 4 Bayangan yang berkelebat menembus malam yang datang itu sangat cepat sekali. Dan
samar-samar terlihat kalau di pundak orang yang
berkelebat itu nampak satu sosok tubuh yang
terkulai, laksana orang tak berdaya.
Namun sebenarnya tidak. Karena sosok
tubuh yang berada dalam bopongan orang yang
berkelebat itu sebenarnya segar bugar, bahkan
dapat menghajar orang yang membopongnya.
Namun orang yang membopongnya telah menotok
urat kaku dan urat suaranya, hingga dia bukan
hanya tak dapat gerakkan anggota tubuh, tetapi
juga tak mampu keluarkan suara.
Kendati demikian, dia dapat memaki-maki
dalam hati. "Jahanam sial! Terkutuk! Tak akan pernah
aku berterima kasih meskipun dia telah menyelamatkanku!"
Orang yang berkelebat itu hentikan kelebatannya di sebuah persimpangan. Sejenak
orang yang bukan lain Pendekar Slebor ini memandang
ke sekelilingnya, seolah menentukan ke arah mana yang harus dituju.
"Kadal buntung! Urusan yang kuhadapi ini
makin membentang saja! Rahasia Sebelas Jari belum berhasil kupecahkan, juga
Gadis Kayangan belum dapat kuketemukan! Monyet pitak! Apa
yang harus kulakukan sekarang?"
Diarahkan pandangannya ke depan. Nampak kegelapan malam seakan sukar ditembus
oleh pandangannya.
Anak muda urakan dari Lembah Kutukan
ini membatin lagi, "Tak seharusnya kuselamatkan
Setan Cambuk Api dari serangan ganas Manusia
Sepuluh Siluman. Tetapi, aku tak ingin perempuan yang kutahu menginginkan
nyawaku ini tewas di hadapanku. Dan mengenai Manusia Sepu-
luh Siluman sendiri, cukup merepotkan sekaligus
mengejutkan. Ilmu yang diperlihatkannya benarbenar mengerikan. Aku yakin dia tak
bersaudara kembar dan itu berarti, dia memiliki ilmu yang
membuatnya dapat menjadi dua orang. Entah
pengelabuan mata saja, atau memang ada, aku
tidak dapat memastikan. Tetapi kulihat, dia memiliki dua kepribadian."
Sejenak anak muda ini hentikan kata batinnya. Angin malam berhembus dingin,
menggeraikan rambutnya yang gondrong. Beberapa helai
daun kering beterbangan.
"Sebaiknya, kutinggalkan saja Setan Cambuk Api di sini. Aku harus tetap mencari
Gadis Kayangan."
Memutuskan demikian, Pendekar Slebor
menurunkan sosok Setan Cambuk Api. Si nenek
sesat ini pentangkan sepasang matanya lebih lebar. Kilatan amarah begitu penuh
di matanya. Tetapi karena dia tak dapat gerakkan tubuh maupun keluarkan suara,
yang bisa dilakukan hanya
telentang dengan mata melotot.
Andika cuma nyengir saja melihatnya.
Sambil garuk-garuk kepalanya yang tidak gatal
dia berkata, "Maaf nih. Nek! Terpaksa kau kutinggalkan di sini! Bukannya jahat,
tapi kan lama kelamaan aku jadi kelelahan juga memikul tubuhmu yang berat!
Heran! Kau ini kelihatan renta
dan aku yakin kurus kering! Tapi kok, bobot tubuhmu berat amat ya" Kebanyakan
dosa tuh!"
Makin melotot Setan Cambuk Api mendengar kata-kata Pendekar Slebor. Mulutnya
hanya dapat keluarkan suara 'ah' dan 'uh' saja.
Andika yakin kalau ucapan yang hendak
dikeluarkan Setan Cambuk Api adalah ucapan
kemarahan. Tetapi dasar urakan, anak muda ini
justru dekatkan telinganya dengan tangan kanan
mengembang di belakang telinganya.
"Apa" Kau bilang apa" Kerasan dikit, dong"
O... kau mengatakan terima kasih! Tidak usah,
ah! Tidak perlu berterima kasih" Apa" Kau sungguh-sungguh" Ya, sudah kalau
begitu! Kuterima
deh terima kasihmu! Tapi maaf nih ya, aku tak
bisa lama-lama berada di sini! Yuk, cabut dulu!"
Tanpa hiraukan perempuan tua berpakaian batik kusam yang masih keluarkan suara
'ah' dan 'uh', Pendekar Slebor sudah berlari meninggalkan tempat itu. Dia akan
tetap mencari Gadis Kayangan, sembari memecahkan Rahasia
Sebelas Jari. Sepeninggal Pendekar Slebor, Setan Cambuk Api yang masih belum dapat gerakkan
tubuh maupun keluarkan ucapan, masih tergeletak di
atas tanah berumput. Kegeraman perempuan tua
ini semakin menjadi-jadi.
Tak ada sedikit pun rasa terima kasihnya
pada Pendekar Slebor, kendati pemuda itu telah
menyelamatkannya. Dia tetap akan membunuh
pemuda urakan itu. Cepat atau lambat, dia tak
peduli sama sekali.
"Terkutuk! Kau bukan hanya mempermalukanku dengan tindakanmu, Pendekar Slebor!
Tetapi menghinaku habis-habisan! Tak akan pernah kubiarkan kau hidup lebih
lama!!" geram pe-
rempuan sesat ini dalam hati.
Dia berusaha kerahkan tenaga dalamnya
untuk lepaskan totokan yang dilakukan Pendekar
Slebor. Namun tenaga dalamnya seolah mampet,
kalaupun dia mampu kerahkan, hanya sedikit sekali yang keluar hingga dia tak
mampu untuk membebaskan diri dari totokan yang dilakukan
pemuda dari Lembah Kutukan itu.
"Keparat! Satu saat... satu saat kau akan
mohon ampun di bawah kakiku, Pend... oh!!" makian dalam hati yang dilakukan
Selan Cambuk Api terputus. Karena mendadak saja dia dapat gerakkan tubuhnya. Bahkan suara
'oh' tadi, lepas
keluar dari mulutnya.
Terburu-buru perempuan bersenjatakan
cambuk berlidah tiga ini bangkit.
"Setan alas! Rupanya Pendekar Slebor sengaja menotokku hanya untuk sementara!
Sungguh satu totokan yang sangat hebat! Karena dapat diatur kapan terlepasnya!
Jahanam terkutuk!
Dia menghinaku! Dia menghinaku!!"
Lalu disambungnya dengan teriakan bertalu-talu yang membedah alam, "Kau harus
mampus di tanganku, Pendekar Slebor!! Kau harus
mampus!!!"
Kejap berikutnya, perempuan berpakaian
batik kusam ini sudah berkelebat meninggalkan
tempat itu dengan sejuta dendam pada Pendekar
Slebor. *** Dua hari berlalu sudah.
Ketika Pendekar Slebor tiba di tepi sebuah
sungai, sinar matahari telah tampakkan biasbiasnya di ufuk timur. Suara riakan
air sungai tak terlalu keras. Udara masih cukup dingin. Di
depan sana, kabut masih menggumpal. Embun
masih bergayut di daun-daun. Tempat di mana
Pendekar Slebor berdiri sekarang, cukup banyak
ditumbuhi ranggasan semak belukar.
Sejenak anak muda ini menatap aliran
sungai yang jernih. Beberapa buah batu menyembul keluar.
"Air terus mengalir hingga tiba ke laut.
Bersatu dengan hunian seluruh air dari berbagai
tempat. Nampaknya, kehidupan ini tak jauh berbeda dengan aliran air. Kehidupan
terus melangkah dan melangkah, terus menjauh yang terkadang berada dalam
kegembiraan namun tak
urung berada dalam kesedihan. Dan kelak, bila
kehidupan ini berakhir, maka orang akan berkumpul di satu tempat...," desisnya
dengan tatapan tak berkedip pada aliran air sungai.
Namun begitu kepalanya kejatuhan sehelai
daun, mendadak saja anak muda ini menepuk jidatnya.
"Busyet! Apa aku ini memiliki bakat jadi
seorang penyair" Hebat juga tuh! Sayangnya, tak
ada yang mendengar sih"!" desisnya sambil nyengir sendiri.
Kejap berikutnya, dia melangkah ke depan.
Lalu berjongkok di depan sungai itu. Dibasuh
mukanya yang terasa agak lengket. Lalu dimi-
numnya air sungai itu.
Sambil mendesah dia berdiri kembali.
"Sulit bagiku menentukan ke mana langkah yang harus kutempuh. Gadis Kayangan
tetap menjadi tujuanku. Aku harus mengetahui keadaannya. Apakah saat ini dia dalam
keadaan selamat atau justru sedang mengalami nasib sial"
Kutu landak! Sebaiknya, kucoba untuk kembali
memikirkan tentang Rahasia Sebelas Jari!"
Setelah pandangi sekelilingnya, pemuda
pewaris ilmu Pendekar Lembah Kutukan ini segera melangkah ke bawah sebuah pohon.
Dia duduk bersandar sambil menikmati sinar lembut
matahari yang baru beranjak naik.
Sejenak matanya memandang ke depan.
Melihat gugusan gunung yang permai. Masih
nampak kabut putih menaunginya, hingga membuat gunung-gunung itu nampak semakin
indah. "Rahasia Sebelas Jari," desis Pendekar Slebor sambil hela napas. "Sebuah rahasia
yang menjelimet. Akan kucoba lagi untuk merangkaikannya. Eyang Mega Tantra hanya
mengatakan ada sebelas jari di dalam jiwa, satu jari adalah titik kemuliaan. Bila kukaitkan
dengan jari-jari tangan dan kaki, nampaknya sangat sulit. Hem... bagaimana bila
kukaitkan kembali dengan manusia" Dan salah seorang manusia itu memiliki dua
kepribadian. Yang satu buruk dan yang satu lagi
pribadi mulia. Kalau demikian, kata sebelas jari
itu cuma samaran belaka. Samaran dari jumlah
sepuluh orang dan satu orang memiliki kepribadian rangkap."
Anak muda urakan ini sejenak hentikan
ucapan. Keningnya nampak berkerut tanda dia
memikirkan lebih lanjut masalah Rahasia Sebelas
Jari. "Sebelum Gadis Kayangan berpisah denganku, secara bercanda dia mengatakan
tentang sepuluh orang dan salah seorang memiliki dua
kepribadian. Berarti secara tidak langsung, berjumlah sebelas orang. Dua
kepribadian... oh!"
Terkejut akan pikiran yang ada di benaknya, kepala pemuda tampan berambut
gondrong ini menegak. Dia tidak lagi bersandar di batang
pohon itu. Keningnya kembali nampak berkerut,
hingga sepasang alisnya yang hitam legam dan
menukik laksana kepakan sayap elang, makin
menukik. "Dua kepribadian" Bukankah secara tidak
sengaja aku memiliki pikiran yang sama tatkala
melihat pertarungan Manusia Sepuluh Siluman
dengan Setan Cambuk Api. Kalau memang dugaanku ini benar, berarti Manusia
Sepuluh Siluman adalah orang yang berkepentingan dalam
urusan ini. Hemm... apakah dia mengetahuinya?"
Sejenak kembali diputuskan ucapan, lalu
kelihatan Pendekar Slebor menggeleng-gelengkan
kepala. "Kalau memang ini jawaban dari Rahasia
Sebelas Jari, siapakah orang yang berjumlah sepuluh itu sebenarnya, orang yang
tentunya berkeinginan keras untuk mengetahui tentang Rahasia Sebelas Jari
sekaligus mendapatkan Rantai
Naga Siluman" Sebaiknya kupikirkan dulu."
Dengan dada dipenuhi semangat, Andika
perlahan-lahan berkata, "Yang jelas terlihat dalam
urusan ini, aku, Gadis Kayangan, Manusia Sepuluh Siluman, dan Setan Cambuk Api.
Lalu ada... Iblis Kelabang, yang menurutnya diperintah oleh
Kiai Alas Ireng. Hemm... berarti ada enam orang
sekarang. Lalu, orang yang bernama Agung Gaganda. Lantas... siapa lagi yang tiga
orang" Kutu
mati! Sudah buntu sampai di sini! Berarti... bukan itu rahasia dari sebelas
jari. Karena seharusnya... hei! Bagaimana dengan Sangga Rantek dan
Iblis Rambut Emas" Bukankah dia sebelumnya
berada di Pulau Hitam" Bisa jadi dia ikut campur
dalam urusan ini pula. Ya, bisa jadi. Berarti sudah sembilan orang. Lalu, siapa
yang satunya lagi" Oh! Kala Ijo! Ya, orang yang sebelumnya hampir mencelakakan


Pendekar Slebor 68 Rantai Naga Siluman di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Gadis Kayangan. Berarti tepat
sudah sepuluh orang. Dan Manusia Sepuluh Siluman merupakan kunci dari urusan
ini! Luar biasa! Hebat juga nih otakku!!"
Dengan wajah membiaskan kepuasan karena merasa berhasil memecahkan Rahasia
Sebelas Jari, Pendekar Slebor tersenyum-senyum sendirian.
"Kalau begitu... aku harus mencari Manusia Sepuluh Siluman. Tapi apa iya dia
termasuk orang yang dimaksud dengan kalimat satu jari
adalah titik kemuliaan" Kok, orang kayak begitu
mulia sih" Atau jangan-jangan... aku salah mengambil kesimpulan" Kerbau bunting!
Nyasar lagi nih kesimpulanku akhirnya! Dan bagaimana bila
ternyata semua orang yang terlihat dalam urusan
ini bukan berjumlah sepuluh, melainkan sebelas"
Kalau memang begitu, siapa yang dimaksudkan
dalam kalimat satu jari adalah titik kemuliaan?"
Kalau tadi Andika kelihatan bersemangat,
kali ini dia menggaruk-garuk kepalanya yang tidak gatal.
"Monyet pitak! Berarti gagal nih menuju
Manusia Sepuluh Siluman, yang sebelumnya kuduga adalah kunci dari urusan yang
makin kapiran ini!"
Lalu terlihat mulutnya mencang-mencong
tapi tak ada suara yang keluar.
"Ketimbang kepalaku jadi pusing sementara aku belum tahu apa yang dialami Gadis
Kayangan, lebih baik aku meneruskan saja untuk
mencarinya. Huh! Sejak semula aku memang tak
mau berjalan bersama dengannya, karena bisa
bikin urusan! Tapi sekarang, setelah dia tidak
bersamaku lagi, justru aku yang kebingungan untuk mengetahui keadaannya" Monyet
pitak!!" Perlahan-lahan anak muda urakan ini
bangkit dari duduknya. Menepuk-nepuk pantatnya yang sedikit berdebu.
Pandangannya diangkat
ke depan. Matahari semakin panjang tebarkan sinarnya yang mulai terasa
menyengat. "Lebih baik, cabut dulu ah!" desisnya setelah puas memandang ke depan.
Memutuskan demikian, anak muda berambut gondrong acak-acakan ini segera
melangkah ke samping kanan. Namun baru saja dia bergerak delapan langkah,
mendadak saja dia hentikan langkah. Karena dirasakan tanah yang dipi-
jaknya seperti bergetar.
Terlihat bagaimana burung-burung yang
tadi bermain, kini beterbangan entah ke mana.
"Busyet! Apa ada gajah yang datang ke sini" Menilik getaran tanah yang
kurasakan, nampaknya gajah itu tidak sedang mengamuk. Tapi,
gajah apa yang iseng mendatangi tempat ini?" desis Andika sambil putar tubuh.
Sepasang telinga
dan matanya dibuka lebar-lebar.
Debuk! Debuk! Suara langkah yang membuat tanah bergetar itu nampak semakin dekat.
"Busyet! Ini sih bukan gajah" Tentunya ada
orang yang datang. Tapi siapa orang yang langkahnya sedemikian keras ini.
Apakah... kutu landak! Kala Ijo!"
Bersamaan dia desiskan nama itu, mendadak saja ranggasan semak belukar di
samping kirinya menguak. Lalu muncul satu sosok tubuh
tinggi besar tanpa mengenakan pakaian. Orang
yang baru muncul ini berkulit hijau!
*** 5 "Busyet! Ini sih memang benar-benar bukan gajah" Tapi rajanya orang!" kata
Andika dalam hati sambil pandangi orang yang baru muncul itu. Dan saat itu pula
dia bersiaga untuk
menghadapi hal-hal yang tidak diinginkan.
Orang yang baru muncul dari balik ranggasan semak belukar memang Kala Ijo
adanya. Orang yang memiliki anggota tubuh serba besar
ini terdiam. Sepasang matanya yang membulat
besar, memandang tak berkedip ke arah Pendekar
Slebor. Sosoknya tetap kaku dan tegang.
Untuk beberapa lama tak ada yang keluarkan suara. Masing-masing orang seolah
menunggu yang lainnya bicara. Beberapa helai daun
berguguran dihembus angin.
Suasana lengang itu dipecahkan oleh Kala
Ijo yang bersuara besar, "Anak muda! Biasanya
aku tak menyukai orang yang pernah mencoba
berdusta atau memuslihatiku! Apalagi dilakukan
secara sengaja! Tapi kali ini, kucoba untuk mengubah kebiasaanku sendiri!"
Di tempatnya, wajah Andika sejenak berubah. Perasaannya mendadak jadi tidak
enak. "Wah! Dari ucapannya barusan, jelas kalau
dia tahu siapa aku sebenarnya! Monyet buduk!
Bisa kacau nih! Waktuku akan makin terbuang
banyak bila harus meladeni raksasa hijau ini! Tetapi, apa yang bisa kulakukan
lagi selain tetap
berada di sini dan tentunya harus meladeninya
lagi?" Habis membatin demikian, sambil garukgaruk kepalanya yang tidak gatal, pemuda
yang di lehernya melilit kain bercorak catur ini nyengir.
Lalu berkata, "Kau ini ngomong apa sih" Kok, tidak tahu juntrungannya! Apa kau
tidak bisa bicara yang lebih jelas sedikit?"
Dengan wajah tetap kaku, Kala Ijo sejenak
pandangi anak muda yang masih nyengir itu. Lalu dia buka mulut lagi, "Anak muda!
Aku tahu siapa orang yang kucari, dan ternyata kau
adanya! Jadi sekarang, jangan coba-coba memuslihatiku lagi!"
"Kampret! Benar-benar jadi berabe nih!"
Andika merutuk dalam hati. Lalu berkata, "Iya
deh, aku mengaku! Memang aku kok orang yang
berjuluk Pendekar Slebor!" Menyusul dia mendengus, "Bah! Slebor! Kok enak saja
orang menjulukiku slebor! Apa tidak ada kata yang bagusan
lagi"!"
"Ya, engkaulah Pendekar Slebor!" sahut Kala Ijo puas, namun paras wajahnya tetap
tidak berubah. "Kalau kau sudah tahu aku orang yang kau
cari, ya sudah! Permisi deh!"
Lalu dengan enaknya, anak muda urakan
ini berbalik dan melangkah. Namun mendadak
saja dia membuang tubuh ke samping kanan disertai makian, "Gajah bau!!"
Segera dia berbalik disertai rutukannya
sewot, "Apa-apaan sih kau ini" Kalau mau menyerang bilang-bilang dong" Lagian,
apa sih maumu"
Kan kau sudah tahu aku orang yang kau cari! Kalau sudah tahu, ya sudah! Main
serang saja! Dasar tidak tahu aturan!!"
Kala Ijo yang tadi gerakkan tangan kanannya untuk menahan langkah Andika, tetap
berdiri tegak. Parasnya tetap tak berubah. Sepasang matanya tetap tak berkedip. Wajahnya
semakin nampak kaku. "Keadaan sangat genting. Bulan purnama
akan muncul dalam beberapa hari lagi! Bila belum menuntaskan urusan, maka Rantai
Naga Siluman akan mencelat keluar dan membuat rimba
persilatan akan kacau! Tak seorang pun yang dapat kendalikan Rantai Naga Siluman
bila belum didapatkan sebelum pada waktunya, atau tepat
pada waktunya!"
Mendengar ucapan orang, Andika menindih rasa jengkelnya, Dia memandang tak
berkedip pada raksasa hijau itu.
"Menilik ucapannya, nampaknya dia tahu
tentang Rantai Naga Siluman. Tetapi waktu itu,
dia berkehendak untuk mengetahui tentang Rahasia Sebelas Jari. Apa ini bukan
hanya sekadar kata-kata dusta saja?"
Sebelum Andika membuka mulut, Kala Ijo
sudah berkata lagi, "Aku tidak tahu apa yang ada
dalam pikiranmu! Tetapi, aku minta dengan sangat kau mau mengatakan tentang isi
dari Rahasia Sebelas Jari!"
"Nah! Mulai lagi tuh! Dasar otak udang!"
Habis memaki dalam hati, Andika berkata,
"Kalau aku tidak mau mengatakan Rahasia Sebelas Jari, apa yang akan kau lakukan"
Berjoget ria di hadapanku?"
Paras Kala Ijo semakin kaku. Lalu suaranya yang besar terdengar lagi, kali ini
lebih dingin, "Biasanya, aku tak menyukai bila ada orang
yang menantangku! Tetapi kali ini, aku akan bersabar."
"Busyet! Dua kali dia berkata seperti itu!
Pertama akan marah bila tahu dia didustai orang.
Kedua, bila ada yang menantangnya! Tetapi sikap
yang diperlihatkannya justru semakin membuatku penasaran!"
Kemudian Andika berkata, "Iya, iya! Kau
memang termasuk orang yang sabar! Tetapi, maaf
ya, aku tak bisa mengatakan tentang isi dari Rahasia Sebelas Jari!"
"Sekali lagi kukatakan, aku tak tahu apa
yang kau pikirkan! Tetapi dari ucapanmu barusan, jelas kau coba untuk tutupi
semua yang ada!
Baiklah! Aku sendiri tidak terlalu merasa ingin
tahu tentang isi dari Rahasia Sebelas Jari yang
dikatakan Eyang Mega Tantra kepadamu! Sekarang, akan kuceritakan tentang Rantai
Naga Siluman! Karena, aku mencarimu, untuk menceritakan tentang rantai sakti
itu!" Wajah Andika nampak berubah. Kepalanya
sedikit ditegakkan. Corong matanya tak berkedip
pada Kala Ijo. '"Kepalaku makin jadi puyeng memikirkan
apa maunya orang ini! Dia bersikap benar-benar
aneh! Kalau sebelumnya begitu ngotot untuk
mencariku dan mengetahui tentang isi dari Rahasia Sebelas Jari, kali ini dia
nampak bersikap tenang! Lantas, apa maksudnya hendak mengatakan tentang Rantai
Naga Siluman" Siapa dia sebenarnya?"
Banyak pikiran yang melintas di benak
anak muda ini. Namun karena ingin tahu kelanjutan dari sikap Kala Ijo, dia
berkata, "Terus terang, aku tak paham maksudmu"
"Kau tak perlu memahaminya, kau hanya
kuminta untuk mendengarkan ucapanku!"
Dengan berlagak acuh, Andika berkata, "Silakan deh!"
Kala Ijo sejenak palingkan pandangan pada
sebelah kirinya. Menembus ke kejauhan. Sambil
melangkah dua tindak ke depan lamat-lamat dia
berkata, "Mungkin... kau akan merasa heran atau
boleh dikatakan tidak percaya, kalau aku adalah
turunan terakhir dari orang yang berhubungan
dengan Rantai Naga Siluman. Seluruh keluarga
yang kumiliki, semuanya bertubuh besar dan
berkulit hijau."
Kembali dia terdiam. Lalu berkata, "Rantai
Naga Siluman adalah sebuah benda pusaka yang
dimiliki oleh leluhurku yang mendapatkan sebutan, Raja Seluruh Kala. Sebelum
rimba persilatan
menjadi sedemikian rupa, leluhurku adalah orang
yang ditakuti siapa pun juga. Karena selain memiliki kesaktian yang tinggi, dia
juga memiliki sebuah senjata sakti yang dikenal dengan sebutan
Rantai Naga Siluman. Tak ada yang berani mengusik keluargaku hingga turunannya
yang terakhir. Namun sesuatu yang mengerikan justru terjadi dari dalam."
Kala Ijo terdiam lagi. Sepasang matanya
yang biasanya tak berkedip, kali ini mengerjapngerjap seperti ada pikiran yang
mengganggunya. Setelah terdengar desahannya, dia berucap, "Seorang pamanku berniat untuk
mendapatkan Rantai Naga Siluman. Dan niatan itu baru
terlaksana setelah matinya leluhurku. Dia mengatakan, kalau leluhurku memberikan
hak waris Rantai Naga Siluman padanya. Kami semua tak
ada yang berani membantah, karena wasiat yang
diberikan leluhur sangat kami junjung tinggi
meskipun sesungguhnya ada perasaan curiga
akan wasiat yang diturunkan kepada pamanku
itu. Selain dikenal sebagai orang yang berangasan, pamanku juga seorang yang
sangat kejam. Dan di bawah perintahnya, keluarga besar Kala
menjadi porak poranda.
Lantas terjadilah satu kudeta dari dalam
sendiri. Beberapa orang pamanku yang lain bergabung untuk menghentikan kekejaman
pamanku yang telah mendapatkan Rantai Naga Siluman
itu. Namun tak ada yang berhasil melakukannya,
bahkan beberapa orang mati karena kesaktian
Rantai Naga Siluman.
Namun kejadian itu tidak membuat paman-pamanku yang lain menjadi jera. Mereka
tetap menyusun rencana untuk mengalahkan pamanku yang kejam itu.
Hingga suatu ketika, tatkala diadakan pesta besar, salah seorang pamanku
berhasil mencampuri racun pada arak pamanku yang kejam
itu. Dia memang tak segera mati karena memiliki
kesaktian tinggi. Namun karena dikeroyok akhirnya dia tewas. Dan yang sangat
mengerikan, karena melempar Rantai Naga Siluman entah ke
mana. Bahkan dia telah keluarkan satu ucapan
rahasia yang berhubungan dengan Rahasia Sebelas Jari dan berkaitan dengan cara
mendapatkan Rantai Naga Siluman..."
Kala Ijo menarik napas panjang.
Andika yang kian tertarik mendengar penuturan Kala Ijo, ajukan tanya, "Dan kau
tidak tahu tentang isi dari ucapan rahasia itu?"
"Aku adalah keturunan terakhir. Semua itu
diceritakan oleh salah seorang pamanku yang akhirnya meninggal dunia karena
sakit. Biar kuselesaikan dulu ceritaku. Selain mengucapkan kata
rahasia itu, pamanku yang kejam mengatakan,
bila tak ada yang berhasil mendapatkan Rantai
Naga Siluman selama lima ratus tiga puluh dua
purnama, maka senjata itu akan muncul ke dunia. Bukan hanya akan mengacaukan
kehidupan keluarga kala, tetapi juga mengacaukan rimba
persilatan."
"Busyet! Mengapa bisa begitu?"
Kala Ijo arahkan pandangannya pada Andika. Setelah mendesah dia berucap,
"Karena, Rantai Naga Siluman memiliki kesaktian sendiri.
Dia seolah dapat digerakkan oleh satu tenaga
sakti untuk mengacaukan apa saja yang diinginkan, padahal tidak. Karena dia
dapat bergerak sendiri."

Pendekar Slebor 68 Rantai Naga Siluman di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

"Wah! Mengerikan sekali!"
"Sangat mengerikan. Dan terhitung dari
sekian purnama yang diucapkan oleh pamanku
yang kejam itu sebelum ajalnya, purnama bulan
ini adalah purnama yang kelima ratus tiga puluh
dua. Berarti, bila tak ada yang berhasil mendapatkan, maka ucapan yang sekaligus
kutukan itu akan terjadi."
Andika menahan napas karena tegang.
Lamat-lamat dihembuskan napasnya.
"Benar-benar sesuatu yang baru kudengar,
Dan begitu mengerikan. Tetapi, bagaimana ceritanya Eyang Mega Tantra bisa tahu
semua ini"
Bukankah ini rahasia keluarga Kala?"
Seperti mengetahui apa yang ada dalam pikiran Andika, Kala Ijo berkata, "Dan
satu hal lagi yang patut kau ketahui, sebelum ajalnya, pamanku yang kejam itu juga mengatakan,
kalau seorang anak manusia akan mengetahui di mana
Rantai Naga Siluman berada. Namun dia tidak
tahu apa yang harus dilakukannya. Kendati demikian, aku telah berusaha menemukan
anak manusia itu yang kemudian kuketahui bernama
Eyang Mega Tantra. Maksudku mencarinya, untuk mengetahui tentang isi dari
Rahasia Sebelas
Jari. Paling tidak, aku dapat berusaha memecahkan sekaligus mendapatkan kembali
Rantai Naga Siluman sebelum urusan menjadi membentang
lebar." Di seberang nampak Andika menganggukanggukkan kepala.
"Mungkin ini mengapa Eyang Mega Tantra
mengetahui tentang Rahasia Sebelas Jari. Dan setelah mendengar ceritanya, apakah
aku lantas harus mengatakan tentang isi Rahasia Sebelas
Jari" Karena bisa saja dia berdusta padaku dengan menceritakan sesuatu yang
omong kosong belaka. Busyet! Jadi fusing nih!"
Sesaat tak ada yang keluarkan suara. Kala
Ijo nampak masih terbawa arus ingatannya sendi-
ri. Sedangkan Andika berpikir lagi, "Tetapi tak ada
salahnya bila kukatakan tentang isi dari Rahasia
Sebelas Jari. Biar bagaimanapun juga, purnama
bulan ini sudah dekat sementara aku belum berhasil mendapatkan memecahkan
Rahasia Sebelas
Jari secara pasti. Tetapi, apa ini tidak akan mencelakakanku sendiri?"
Sebelum Andika memutuskan mengatakan
atau tidak isi dari Rahasia Sebelas Jari, Kala Ijo
sudah berkata, "Anak muda... aku yakin kau meragukan ucapanku. Tetapi kali ini,
perasaanku sudah lega karena telah mengatakan tentang rahasia yang bertahun-tahun kupendam
ini. Dan sekarang, aku berharap pada dirimu, agar kau
berhasil mendapatkan Rantai Naga Siluman sebelum purnama mendatang tiba."
Andika segera mengangkat kepalanya.
"Wah! Jadi tidak enak nih!" desisnya dalam
hati. Lalu katanya sambil nyengir, "Kala Ijo! Aku
tidak tahu apakah aku dapat mempercayai ucapanmu atau tidak. Tetapi kendati
demikian, aku akan menga...."
Kala Ijo menggeleng-gelengkan kepalanya,
yang seolah isyarat bagi Andika untuk menghentikan ucapannya.
"Tak perlu kau katakan padaku. Hanya
kuminta, kau mau melakukan apa yang kuharapkan tadi."
Tak tahu harus berbuat apa, Andika yang
menjadi tidak enak, cuma terdiam.
Lamat-lamat terlihat Kala Ijo menghela napas panjang. Wajah kakunya nampak agak
beru- bah. Lantas, tanpa berucap sepatah kata lagi,
orang bertubuh tinggi besar berkulit hijau itu sudah melangkah meninggalkan
Andika. Debuk! Debuk! Setiap kali kakinya terangkat dan memijak
tanah lagi, terdengar suara yang keras dan tanah
agak bergetar. Karena tak tahu harus berkata apa, Pendekar Slebor hanya termangu di tempatnya.
Sampai sosok Kala Ijo menghilang dia masih terdiam.
Setelah itu barulah dia mendesah, "Urusan
memang makin membentang panjang. Rantai Naga Siluman, merupakan sebuah senjata
Memanah Burung Rajawali 4 Kuda Putih Karya Okt Medali Wasiat 6
^