Rahasia Siluman Raga Kaca 1
Pengemis Binal 28 Rahasia Siluman Raga Kaca Bagian 1
RAHASIA SILUMAN
RAGAKACA Cetakan Pertama
Penerbit Cintamedia, Jakarta
Pengolah Cerita oleh S. Pranowo
Hak Cipta Pada Penerbit
Dilarang Mengcopy atau Memperbanyak Sebagian atau Seluruh Isi Buku Ini Tanpa
Izin Tertulis dari Penerbit
Serial Pengemis Binal
Dalam Episode :
Rahasia Siluman Ragakaca
112 Hal Di Edit oleh : mybenomybeyes
http://duniaabukeisel.blogspot.com/
1 Di bawah siraman cahaya rembulan
temaram, dua orang lelaki berdiri
mematung dalam kesunyian. Tatapan mereka sama-sama tertuju ke sosok bayangan
merahyang berkelebat di balik pepohonan.
Setelah si bayangan
lenyap dari pandangan, kedua orang lelaki ini
menarik napas lega bersamaan.
Hingga beberapa lama, mereka tetap berdiri mematung. Hembusan angin dingin malam
tak mereka pedulikan sama sekali.
Sementara, lamat-lamat terdengar
lolongan serigala. Sesekali disahuti tekur burung hantu dan suara binatang malam
lainnya. Mencekam.... Sepi!
Usia kedua lelaki itu terpaut cukup jauh. Yang satu seorang pemuda remaja
berwajah tampan dan mengenakan pakaian putih penuh tambalan. Sedang yang
satunya lagi seorang kakek cacat tak punya tangan, mengenakan rompi dan celana
kuning. Di kepalanya melingkar ikat kepala yang terbuat dari besetan kulit pohon
kasar berduri, Kumis dan jenggotnya yang putih panjahg
terayun-ayun manakala hembusan angin mempermainkan.
"Kakek Peramal Buntung...," sebut si remaja yang menyelipkan sebatang tongkat
butut di ikat pinggangnya. "Raja Angin Barat telah pergi meninggalkan kita.
Semula, dia datang membawa
segudang amarah. Apakah amarah pemilik Lembah Makam Pelangi itu
masih bersemayam di hatinya kini?"
Kakek cacat yang disebut sebagai
Peramal Buntung menatap wajah si remaja sekilas. Setelah menarik napas panjang,
dia menengadah dengan pandangan lurus ke atas. "Seperti kemarin, kulihat
rembulan dan bintang masih mengambang di bawah langit. Seperti kemarin, malam
ini pun terasa sunyi, Hembusan angin juga dingin seperti kemarin," ujarnya. "Di
sini, aku tak melihat perubahan apa-apa. Aku tak merasakan perubahan apa-apa.
Semuanya tetap berjalan seperti kemarin."
"Hmmm...Kalau
tidak salah aku
menebak, ucapan Kakek menyiratkan bahwa isi hati Raja Angin Barat tetap tak
berubah seperti yang kuharapkan.
Berarti, dalam dada Raja Angin Barat masih tersimpan api amarah yang
berkobar-kobar,." sahut si remaja, bernada sedih. "Andai amarah itu tetap
ditujukan kepadaku, maka patutlah aku menyayangkan. Kenapa tokoh tua yang sudah
matang pengalaman macam Raja Angin Barat begitu mudah terjerumus dalam nafsu
rendah" Kenapa mesti menuruti hawa amarah kalau diri sendiri bakal terkena
getahnya juga?"
"Begitulah Raja Angin Barat saat ini, Tuan Muda Suropati," tegas Peramal
Buntung. "Rasa cinta memang bisa membuat buta. Buta mata dan buta hati. Ketika
cinta berubah jadi rasa kehilangan, maka buta pula akal pikiran. Raja Angin
Barat adalah contoh yang tepat Dia telah kehilangan seorang putri yang sangat
dicintainya. Saat ini, sulit bagi Raja Angin Barat untuk dapat membedakan mana
yang salah dan mana yang benar."
Remaja tampan yang tak lain si
Pengemis Binal Suropati tak menyahuti ucapan Peramal Buntung. Dalam hati, dia
mengucap seribu kata syukur. Bersyukur karena Raja Angin Barat tak jadi
menjatuhkan tangan maut terhadapnya.
Namun, benarkah Raja Angin Barat
pergi dan melupakan urusannya dengan Suropati" Ternyata tidak! Sebuah
teriakan serak parau tiba-tiba memecah keheningan malam....
"Suropati keparat! Kalau aku tidak merenggut jiwamu, sama artinya dengan aku
membunuh putriku sendiri!"
Pengemis Binal dan Peramal Buntung membelalakkan mata. Mereka terhantam
keterkejutan melihat sesosok bayangan berkelebat dan menghadirkan seorang kakek
berjubah merah yang tak lain Raja Angin Barat
"Untuk apa kau kembali, sahabatku Raja Angin Barat?" selidik Peramal Buntung,
menahan jantungnya yang
berdegup kencang.
"Aku tak punya urusan denganmu, Peramal Buntung!" bentak Raja Angin Barat, keras
menggelegar. "Pergilah dan, biarkan aku menyelesaikan urusan dengan bocah
gemblung bernama Suropati itu!"
"Rupanya, hawa amarah benar-benar telah menutupi akal sehatmu, Sahabat.
Bila Siluman Raga kaca melihat sikapmu ini, dia akan tertawa senang karena
merasa menang. Bukankah kau telah dapat diperalatnya, sahabatku Raja Angin
Barat?" "Jangan banyak cakap, Peramal Buntung! Kau boleh mengatakan aku telah diperalat
Siluman Raga kaca. Tapi, setidaknya dia tak akan mencelakakan putriku kalau aku
berhasil membunuh bocah gemblung itu!"
Mendengus gusar Pengemis Binal
mendengar dua kali dirinya disebut sebagai bocah gemblung. Tapi mengingat jalan
pikiran Raja Angin Barat yang tak lagi normal, Pengemis Binal mencoba bersabar.
Ditariknya napas panjang beberapa kali.
"Pak Tua...," sebutnya. "Aku turut menyesal atas kejadian yang menimpa putrimu.
Aku tak akan mengelak dari kesalahan. Karena sedikit banyak, Narita berhasil
disekap Siluman Raga kaca, memang ada sangkut pautnya dengan
diriku. Tapi...."
"Aku tak butuh ucapanmu, Bocah Gemblung!" sela Raja Angin Barat "Yang kubutuhkan
saat ini hanyalah nyawamu!"
"Uts! Kau jangan keburu nafsu dulu, Sahabat!" sergap Peramal Buntung
"Minggir kau!"
Sambil membentak keras, mendadak
Raja Angin Barat mengibaskan ujung lengan jubahnya. Serangkum angin pukulan
meluruk deras kearah Peramal Buntung!
Wusss...! Sengaja Peramal Buntung tak
menghindar. Udara di paru-parunya dia keluarkan lewat mulut dengan disertai
aliran tenaga dalam. Sesaat kemudian, terdengar suara gemuruh bagai ada badai
yang datang menerjang. Raja Angin Barat menggeram marah melihat angin pukulannya
dapat dihalau dengan mudah.
"Hmmm..... Walau malam ini cukup gelap, tapi aku dapat melihat warna mukamu yang
semakin merah padam, sahabatku Raja Angin Barat," ujar Peramal Buntung. "Apa yang kulakukan tadi
hanyalah satu usaha untuk membela diri.
Kau jangan salah sangka, Sahabat. Aku tidak sedang pamer kepandaian di
hadapanmu. Tapi yang harus kau ketahui, aku tak bisa membiarkan perbuatan
membabi buta berlangsung di depan
mataku! Aku akan membela Tuan Muda Suropati walau terpaksa aku
harus memutuskan tali persahabatan...."
"Kek..!" tegur Pengemis Binal.
Sebaiknya kau menyingkir. Urusan ini tidak ada sangkut pautnya denganmu.
Biarlah aku selesaikan diri dengan orang tua keras kepala yang sok jago itu!"
"Tapi..., Tuan Muda...,"
"Sudahlah. Bila kau turuti
kata-kataku, aku akan senang dan sangat berterima kasih kepadamu,"
Melihat kesungguhan Suropati,
Peramal Buntung mengerutkan kening rapat-rapat Peramal Buntung ingat
janjinya untuk menjadi budak pengiring setia selama seumur hidup. Tapi bila
Suropati memberi perintah untuk
menyingkir, haruskah dia menolak
perintah itu" Haruskah Peramal Buntung menutup mata ketika tahu ada orang yang
hendak berbuat sewenang-wenang terhadap junjungannya"
Selagi Peramal Buntung bingung
untuk segera menentukan pilihan dalam bertindak, tiba-tiba melesat selarik sinar
biru tipis dari kegelapan. Sinar itu melesat luar biasa cepat dan sama sekali
tak mengeluarkan suara. Di lain kejap, beberapa jalan darah di tubuh bagian
belakang Peramal Buntung telah kena totok!
"Kakek...!" seru Pengemis Binal dalam keterkejutannya. Pemimpin
Perkumpulan Pengemis Tongkat Sakti ini juga tak dapat mengetahui lesatan sinar
biru. Beruntung, totokan jarak jauh itu tidak ditujukan kepadanya. Andai itu
terjadi, bagaimana mungkin dia bisa menghadapi Raja Angin Barat yangsangat
bernafsu untuk membunuhnya"
Melihat tubuh Peramal Buntung yang tiba-tiba jatuh ke tanah dalam keadaan lemas
tanpa tenaga, Raja Angin Barat turut terkejut. Dia tak tahu siapa yang telah
melancarkan totokan jarak jauh terhadap Peramal Buntung. Tapi menilik
tindakannya, penyerang gelap itu
kemungkinan besar berada di pihaknya.
Tapi, tindakan merobohkan Peramal
Buntung dari belakang itu malah membuat Raja Angin Barat mendengus gusar. Dia
tersinggung dan marah melihat perbuatan yang jauh dari sifat ksatria, Terlebih
lagi. Raja Angin Barat merasa didahului sementara dia belum melakukan apa-apa.
Maka, menggeram keraslah Raja Angin Barat.
"Jahanam! Kiranya, ada cecunguk yang mencoba pamer kepandaian di
hadapanku. Walau maksudmu hendak
membantuku, tapi sungguh aku tak suka!"
Begitu ucapan Raja Angin Barat
lenyap dari pendengaran, dari kejauhan terdengar suara tawa keras menggelegar.
"Ha ha ha...! Kau jangan salah mengerti, Sahabat! Siapa yang hendak membantumu"
Apa yang kulakukan adalah satu cara untuk menyelesaikan urusanku dengan Peramal
Buntung!" Suropati yang tengah berusaha
membebaskan pengaruh totokan di tubuh Peramal Buntung tampak terkesiap. Dia
seperti telah rnengenal warna suara si pembokong itu, tapi siapa" Suropati
berusaha memeras otak untuk
mengingat-ingat. Dia pun bertambah yakih bila pernah mengenal warna suara yang
baru didehgarnya. Tapi hingga beberapa lama berpikir, otaknya malah terasa
buntu. "Ah Persetan dengan pengecut licik itu! Aku harus segera melepas pengaruh
totokan di tubuh Kakek Peramal Buntung ini," kata hati Pengemis Binat kemudian.
Namun, keterkejutan kembali
menghantam. Waktu memeriksa, Suropati mendapati tubuh Peramal Buntung telah
dingin seperti mayat. Kelopak mata dan mulutnya terbuka lebar. Tarikan napas dan
detak jantungnya terasa amat lamban.
Amat tergesa-gesa Suropati
mengeluarkan seluruh daya kemampuan yang pernah dipelajarinya dari si Wajah
Merah. Tapi hingga beberapa lama dia berusaha, pengaruh totokan di tubuh Peramal
Buntung tak dapat dilepaskannya.
Totokan jarak jauh yang dilancarkan si penyerang gelap itu benar-benar lihai!
Maka, mengelamlah paras Pengemis
Binal. Rasa khawatir, bingUng, dan kalut bercampuraduk jadi satu. Membuat jalan
napas Pengemis Binal terasa buntu. Tanpa terasa, keringat dingin keluar
bercucuran. Apa-lagi, Raja Angin Barat, tampaknya sudah tak sabaran untuk segera
menjatuhkan tangan maut!
"Tinggalkan orang tua naas itu, Bocah Gemblung!"
Seruan Raja Angin Barat membuat
Pengemis Binal melonjak kaget. Dia sadar jika harus segera meladeni tantangan
Raja Angin Barat Tapi, bagaimana dengan Peramal Buntung" Haruskah orang tua itu
ditinggalkan begitu saja, sementara tubuhnya masih dalam pengaruh totokan yang
amat lihai" Tidakkah hal itu akan membuatnya celaka"
Dengan hati berdebar-debar tak
karuan, Pengemis Binal menatap wajah Peramal Buntung yang menyiratkan siksaan
hebat Sementara, Raja Angin Barat tampak rnenautkan gigi rapat-rapat dan
mengeluarkan suara menggerendeng,
pertanda dia sudah bersiap sedia untuk mengawali pertempuran.
Tiba-tiba.... "Hadapi Raja Angin Barat! Relakan kepergian Peramal Buntung!"
Dari kejauhan terdengar suara
dingin yang ditujukan kepada Pengemis Binal. Sesaat kemudian, Pengemis Binal
merasakan tiupan angin dingin. Sebelum dia menyadari apa yang tengah terjadi,
mendadak tubuh Peramal Buntung terangkat satu depa dari permukaan tanah. Tubuh
kakek berompi kuning itu lalu melesat cepat karena terhisap bleh kekuatan yang
tak tampak! "Kakek...!" pekik Suropati ketika tahu tubuh Peramal Buntung menghilang dari
hadapannya. Raja Angin Barat turut terkejut.
Pemilik Lembah Makam Pelangi ini sempat melihat bagaimana tubuh Peramal Buntung
terangkat dan melesat, lalu menghilang di kegelapan malam. Tubuh Peramal Buntung
telah dilarikan orang. Tapi siapa orang itu, Raja Angin Barat tak tahu. Demikian
pula dengan si Pengemis Binal Suropati!
*** "Penjahat culas! Kembalikan Mustika Batu Merpati kepadaku!"
Mendengar teriakan itu, seorang
wanita cantik berpakaian merah kuning terkesiap. Tanpa sadar, langkahnya
terhenti. Dengan penuh kewaspadaan, dia memutar badan seraya mengedarkan
pandangan. Wanita cantik berambut putih meletak dan mengenakan mahkota emas ini
tersurut mundur satu langkah saat melihat seekor anjing hitam berjalan tenang di
balik keremangan malam.
Moncong anjing yang nyaris sebesar kuda itu terus mengeluarkan lolongan panjang.
Sementara, di punggungnya bertengger seorang wanita gemuk bundar mengenakan
pakaian serba putih. Rupa si wanita gemuk tak seberapa sedap dipandang mata.
Hidungnya pesek, bibirnya pun tebal berwarna hitam. Lebih buruk lagi,
kepalanya gundu! tanpa sehelai rambut pun!
"Putri Impian...!" desis wanita cantik berambut putih.
Bibir tebal si wanita gemuk
menyungging senyum ejekan. Matanya berkilat, menatap lurus ke depan.
"Berhenti dan diamlah kau, Sona Langit!" perintah si wanita gemuk yang tak lain
Putri Impian, salah seorang dari penghuni Istana Langit yang mempunyai kedudukan
sebagai Ratu Istana Dalam.
Mendengar perintah tuannya, anjing besar hitam menghentikan lolongannya.
Langkahnya terhenti pula. Wanita cantik berambut putih menatap dengan hati
berdebar kencang.
"Apa maksud kedatanganmu ini, Putri Impian?" tanyanya.
"Hmmm.... Kau mengajukan pertanyaan yang telah kau ketahui jawabannya, Melati
Putih," sahut Putri Impian.
"Dengan akal bulusmu, kau telah mengelabui si Pengemis Binal Suropati.
Kau telah melarikan Mustika Batu
Merpati. Kedatanganku ini tentu saja untuk meminta kembali batu mustika
pemberianku itu!"
Wanita cantik yang tak lain Melati Putih atau Bidadari Pulau Penyu melempar
senyum aneh. Tarikan bibimya lebih tepat disebut ringis kesakitan. Dan, Putri
Impian tampaknya mengetahui keanehan itu.
"Kulihat ada luka bakar di pinggang kananmu, Melati Putih,'" ujar Putri Impian.
"Aku tahu kau tengah tersiksa oleh hawa panas yang menjalar dari luka bakar di
pinggang kananmu itu. Oleh karenanya, aku mau berbaik hati
kepadamu. Aku tak akan menjatuhkan hukuman apa-apa kepadamu asal kau
kembalikan Mustika Batu Merpati
Pengemis Binal 28 Rahasia Siluman Raga Kaca di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
kepadaku!"
Bidadari Pulau Penyu menekap
pinggang kanannya. Diam-diam dia
salurkan hawa dingin lewat telapak tangannya. Tapi luka bakar akibat pancaran
'Sinar Merah Penghancur Segala'
ketika bentrok dengan Iblis Mata Satu itu tetap saja terasa panas. Bahkan,
terasa makin panas, hingga sekujur tubuh
Bidadari Pulau Penyu bermandi keringat.
(Tentang luka yang didapat Bidadari Pulau Penyu ini, silakan simak serial
Pengemis Binal dalam episode: "Bidadari Pulau Penyu").
"Uh! Sekujur tubuhku terasa panas luar biasa...," keluh Bidadari Pulau Penyu
dalam hati. "Dengan keadaan terluka seperti ini, dapatkah aku
menghadapi perempuan gembrot itu" Apakah tidak lebih baik Mustika Batu Merpati
kuserahkan saja kepadanya" Tapi..., bukankah aku mempunyai sebuah rencana besar"
Rencana itu hanya dapat
kuwujudkan kalau aku memiliki Mustika Batu Merpati! Hmmm.... Lebih baik aku
mencari akal agar dapat melolOskan diri dari tempat ini...."
"Hei! Kenapa kau diam saja,
Kuntilanak!" hardik Putri Impian.
"Kulihat wajahmu makin pucat. Kau harus segera mendapat pertolongan Oleh karena
itu, cepat serahkan Mustika Batu Merpati, lalu pergilah sejauh mungkin sebelum
aku berubah pikiran!"
"Kau jangan keburu nafsu, Putri Impian...," sahut Bidadari Pulau Penyu dengan
suara lembut, walau wanita
bertubuh sintal ini mesti meredam
perasaan yang menghentak-hentak tak karuan. "Aku bukan orang serendah dugaanmu.
Aku tak pernah menipu
Suropati, bahkan berpikir begitu pun tidak. Aku memang membawa Mustika Batu
Merpati, tapi...."
"Cukup!" potong Putri Impian dengan suara keras menggelegar. Dengan sinar mata
berkilat tajam, wanita gemuk bundar ini meloncat dari punggung
satwa tunggangannya yang bernama Sona Langit.
"Aku tahu kelanjutan ucapanmu itu Melati Putih. Kau hanya akan mengumbar
kata-kata untuk dapat membujukku. Kau salah! Kau salah menduga, Melati Putih!
Aku bukanlah orang yang mudah kau bujuk!
Aku tahu persis siapa kau! Aku tahu benar perangai buruk dan sifat licikmu...!"
"Sebentar...," sela Bidadari Pulau Penyu mendengar ucapan Putri Impian yang
nyerocos panjang. "Kau boleh berbuat apa saja terhadapku, tapi aku mohon
dengarlah dulu penjelasanku...."
"Aku tak butuh penjelasanmu!
Serahkan Mustika Batu Merpati! Atau, kulumatkan tubuhmu yang sudah terluka itu!"
Mendengar ancaman Putri Impian,
Bidadari Pulau Penyu menggeragap kaget seperti baru dibangunkan dari tidur
panjang. Di balik keremangan malam, kedua bola mata Putri Impian tampak melotot
besar dan memancarkan cahaya biru kemerahan. Sementara, bola mata Sona Langit
pun demikian pula. Moncong anjing yang tubuhnya hampir sebesar kuda itu terbuka
lebar, memperlihatkan
taring-taring tajam putih berkilat.
Putri Impian dan Sona Langit sama-sama menatap Bidadari Pulau Penyu bagai aua
makhluk berlainan wujud yang haus darah!
Cepat Bidadari Pulau Penyu
mengerahkan kekuatan hawa sakti untuk melindungi tubuhnya manakala merasakan
sentakan-sentakan aneh yang menyerang seluruh persendian. Tulang-tulang tubuh
Bidadari Pulau Penyu terasa hendak tanggal dari sambungannya!
"Hmmm.....Perempuan gembrot dan satwa tunggangannya itu telah
mengeluarkan 'Sinar Mata Pemisah
Tulang'...," gumam Bidadari Pulau Penyu.
"Aku bisa mati konyol kalau berdiam diri saja. Aku harus berbuat sesuatu!"
Mengikuti pikiran di benaknya,
Bidadari Pulau Penyu mengerahkan hawa sakri sampai ke puncak. Dari kepalanya
mengepul asap tipis. Begitu
sentakan-sentakan aneh itu berkurang kekuatannya, dia berkata,
"Putri Impian, cobalah kau tarik dulu 'Sinar Mata Pemisah Tulang'-mu ini.
Bila kau nekat mengikuti hawa amarahmu, kau pasti akan menyesal!"
"Apa maksudmu?" tanya Putri Impian, dibarengi dengus kegusaran.
"Saat ini juga kau bisa membunuhku, tapi sampai langit runtuh pun kau tak akan
mendapatkan, batu mustika yang kau inginkan!"
Melihat kesungguhan Bidadari Pulau Penyu, mau tak mau Putri Impian mesti melepas
pancaran 'Sinar Mata Pemisah Tulang'. Seperti dapat membaca pikiran tuannya,
Sona Langit pun berbuat serupa.
Dan begitu sentakan-sentakan aneh
yang menyerang persendian
tulang-tulangnya tak terasa lagi,
Bidadari Pulau Penyu menarik napas lega..Sekilas, senyum tipis tersungging di
bibirnya yang merah ranum.
"Cepat katakan apa maksud ucapanmu tadi, Melati Putih!" sentak Putri Impian.
Seperti sengaja mengulur waktu,
Bidadari Pulau Penyu diam dan tampak berpikir pikir. Beberapa kali dia
mendesah sambil menggeleng-gelengkan kepala. Tentu. saja sikap Bidadari Pulau
Penyu ini membuat jengkel dan gemas hati Putri Impian.
"Jangan coba-coba menipuku Setan
Alas! Jika kau tak segera menyerahkan Mustika Batu Merpati, kau akan kusiksa!
Akan kubuat tulang-tulang tubuhmu
bercerai-berai!"
Usai berkata, kedua bola mata Putri Impian tampak memancarkan sinar biru
kemerahan lagi. Namun sebelum 'Sinar
"Mata Pemisah Tulang' datang menyerang, bergegas Bidadari Pulau Penyu mengangkat
tangan kanannya. Gerakannya agak kaku karena rasa panas yang menjalar dari
pinggang kanannya belum hilang, bahkan terasa amat menyiksa.
"Uts! Tahan amarahmu dulu, Putri Impian...!" cegahnya. "Dalam keadaan terluka
seperti ini, aku memang tak akan sanggup melawan 'Sinar Mata Pemisah Tulang'
-mu. Apalagi, kau dibantu satwa tungganganmu yang bernama Sona Langit itu. Tapi
ketahuilah, Putri Impian..., sudah kukatakan di depan, kau bisa membunuhku, tapi
kau hanya akan melihat mayatku tanpa mendapatkan Mustika Batu Merpati...."
"Apa maksudmu?" sentak Putri Impian, terbawa rasa penasaran. Agaknya, wanita
gemuk bundar ini termakan siasat Bidadari Pulau Penyu.
Dan begitu sinar biru kemerahan di bola mata Putri Impian meredup lagi, Bidadari
Pulau Penyu. mengibaskan
telapak tangan kanannya ke depan!
Wusss...! Terkejut tiada terkira Putri
Impian. Dari telapak tangan Bidadari Pulau Penyu melesat berpuluh-puluh bayangan
tangan yang merupakan wujud serangan dari ilmu 'Tangan Ganda Pemakan Roh'!
Jangankan tubuh manusia yang
terdiri dari tulang dan daging empuk, bongkahan batu karang sebesar gajah pun
akan nancur lebur menjadi debu bila tertimpa ilmu 'Tangan Ganda Pemakan Roh'
itu. Maka sambil mengumpat panjang pendek, Putri Impian meloncat ke
sana-sini agar dapat menghindari maut Dan pada waktu inilah Bidadari Pulau Penyu
mengeluarkan lempengan batu
sebesar uang logam hijau dari balik lipatan bajunya. Lempengan batu yang tak
lain dari Mustika Batu Merpati itu lalu ditempelkan kelidah! Bidadari Pulau
Penyu bermaksud melarikan diri dengan menggunakan kekuatan gaib Mustika Batu
Merpati seperti yang pernah dilakukannya ketika berhadapan dengan Iblis Mata
Satu di Graha Kenikmatan.
Namun tiba-tiba Sona Langit
menggerung, "Hungngng...!" Terbawa nalurinya yang tajam, anjing besar berbulu hitam legam
ini meloncat ke depan!
Karena tak menyangka akan datangnya serangan, Bidadari Pulau Penyu menjerit
kaget. Tubuhnya berhasil diterkam oleh Sona Langit Dan pada saat inilah kekuatan
gaib Mustika Batu Merpati bekerja!
Splash...! Putri Impian yang telah berhasil
berkelit dari serbuan bayang-bayang tangan tampak menggedrukkan kaki ke tanah
beberapa kali. Bidadari Pulau Penyu telah lenyap dari pandangannya.
Demikian pula Sona Langit satwa
tunggangannya. "Jahanam kau, Melati Putih!" umpat Putri Impian dengan darah mendidih naik ke
ubun-ubun "Sebelum Mustika Batu Merpati kudapatkan kembali, sampai ke ujung
langit pun, kau akan kukejar!"
*** 2 Kalau saja Raja Angin Barat tidak
menghalangi, ingin rasanya Suropati mengejar orang yang telah menculik Peramal
Buntung. Selama beberapa hari melakukan perjalanan bersama kakek cacat itu,
telah timbul perasaan suka dalam diri Suropati. Apalagi, berkali-kali sudah
Peramal Buntung menunjukkan
kesetiaannya sebagai seorang budak pengiring, walau sebenarnya Suropati tak
pemah meminta. Dan kalau sekarang kakek cacat itu dilarikan orang yang tidak
jelas apa maksudnya, haruskah Suropati diam saja" Tentu saja tidak! Tapi mau apa
lagi, Raja Angin Barat telah berdiri tegak menantang dengan kuda-kuda
terpasang! Terpaksa Suropati harus melayani kalau tidak ingin dikatakan
pengecut. "Lupakan Peramal Buntung! Kau harus bertempur dengan penuh kesungguhan, Bocah
Gemblung!" seru Raja Angin Barat.
"Keluarkah seluruh ilmu kesaktianmu agar kau tak menyesal nantinya!"
"Sebenarnya, dalam diriku tak pernah terbersit setitik pun rasa permusuhan
denganmu, Pak Tua...," sahut Pengemis Binal. "Kalaupun sekarang aku bersedia
bertempur denganmu, ini
kulakukan hanya karena terpaksa...."
"Ha ha ha...! Orang gagah memang nolak tantangan! Hidup atau mati itu urusan
nanti. Tapi yang jelas, aku ingin membawa kepalamu untuk kuhadapkan kepada
Siluman Raga kaca! Agar, aku dapat menyelamatkan Narita...."
Mendadak, air muka Raja Angin Barat yang semula garang berubah keruh dan
menyiratkan rasa sedih. Waktu
mengucapkan nama putrinya, suara pemilik Lembah Makam Pelangi ini terdengar
bergetar. Dengan mata berkaca-kaca, dia menggeleng-gelengkan kepala seperti
hendak mengusir perasaan hatinya yang galau.
"Pak Tua, aku tahu jiwamu terpukul.
Tidakkah lebih baik kau menenteramkan pikiran agar tak salah kau melangkah, agar
tak keliru kau berbuat..," ujar Pengemis Binal.
"Tutup mulutmu! Aku tahu apa yang harus kulakukan!" hardik Raja Angin Barat
dengan air muka berubah garang lagi.
Di ujung kalimatnya, kakek berjubah merah ini menarik napas panjang seraya
memutar-mutar kedua tangannya di depan dada. Di lain kejap, timbul suara gemuruh
dahsyat. Daun-daun kering dan batu yang berserakan di tanah berhamburan ke
segala penjuru.
Pengemis Binal tersurut mundur satu langkah. Kedua pergelangan tangan Raja Angin
Barat tampak dilapisi sinar putih berkeredapan Sinar itu amat terang dan cukup
untuk menyilaukan mata. Hingga, keremangan malam tersibak. Dan perlahan namun
pasti, kedua pergelangan tangan Raja Angin Barat mulai bertambah ukuran.
Membesar! "Bersiaplah kau untuk menerima ajalmu, Bocah Gemblung! Dengan ilmu
'Tangan Langit', akan kuremukkan
tubuhmu!" seru Raja Angin Barat sewaktu kedua pergelangan
tangannya telah
membesar puluhan kali dari ukuran
normal. Suropati yang pernah merasakan
kehebatan ilmu 'Tangan Langit' cepat menghimpun seluruh kekuatan tenaga dalam
beserta kekuatan batinnya. Remaja tampan ini hendak mengeluarkan ilmu 'Kalbu
Suci Penghempas Sukma' wejangan Bayangan Putih dari Selatan. Sengaja Suropati
tak mengeluarkan ilmu pukulan 'Salju Merah'
karena ilmu yang diturunkan Nyai Catur Asta itu tak mampu menghadapi
kedahsyatan ilmu 'Tangan Langit' Raja Angin Barat. (Baca serial Pengemis Binal
dalam episode: "Sepasang Racun Api").
Tampak kemudian, Pengemis Binal
mementangkan kedua tangannya ke samping, dijulurkan lurus ke atas, lalu
perlahan-lahan diturunkan di depan dada.
Dengan bersedekap dan mata terpejam rapat, tibuh Suropati bergetar. Dari getaran
itu. memancar cahaya
kebiru-kebiruan. Suropati telah
berhasil menghimpun kekuatan semesta!
Ilmu 'Kalbu Suci Penghempas Sukma'
diperoleh dari penyatuan tenaga dalam tingkat tinggi dengan kekuatan batin yang
suci bersih. Dari penyatuan kekuatan yang berbeda itu, kekuatan
semesta yang maha dahsyat berhasil dihimpun. Dan benda berwujud apa pun yang
menyentuh cahaya kebiru-biruan yang memancar dari sekujur tubuh Suropati akan
hancur berkeping-keping! Tak
terkecuali, tubuh manusia yang mempunyai ilmu kesaktian tinggi!
Namun..., mampukah ilmu 'Tangan
Langit' yang telah disempurnakan Raja Angin Barat meredam kedahsyatan ilmu
'Kalbu Suci Penghempas Sukma'"
"Tangan Langit Penghancur Arwah'!"
seru Raja Angin Barat.
Sambil berteriak lantang, tangan
kanan Raja Angin Barat berkelebat ke depan. Kelima jarinya siap meremas tubuh
Pengemis Binal! Namun....
Blarrr...! "Wuahhh...!" Raja Angin Barat memekik kesakitan tatkala jari-jari tangan
kanannya membentur inti kekuatan ilmu 'Kalbu Suci Penghempas Sukma' yang
melindungi tubuh Pengemis Binal. Sinar putih yang melapisi pergelangan tangan
Raja Angin Barat kontan lenyap. Di lain kejap, tangan raksasa itu mengecil lagi.
Hingga hanya tangan kirinyalah yang masih berwujud tangan raksasa.
Kaki Raja Angin Barat tampak
melangkah gontai ke belakang. Jari-jari tangan kanannya yang telah mengecil
terasa panas hiar biasa. Namun sebagai tokoh tua yang cukup punya nama di Negeri
Pasir Luhur, Raja Angin Barat pantang mundur pada gebrakan pertama. Usai
menggerendeng panjang, dia
memutar-mutar tangan kanannya di depan dada. Sekali lagi timbul suara gemuruh
dahsyat. Putaran tangan pemilik Lembah Makam Pelangi ini menimbulkan tiupan
angin kencang. Beberapa pohon kecil tampak tercabut dari akarnya, lalu terlontar
sejauh ratusan tombak!
Pergelangan tangan kanan Raja Angin Barat yang telah membesar lagi diangkat
lurus ke atas, Tangan kirinya mengikuti.
Dan ketika Raja Angin Barat menggembor keras, sinar putih yang melapisi kedua
pergelangan tangannya berubah kuning kemerahan yang amat menyilaukan mata!
"Blarrr...!
Kedua telapak tangan Raja Angin
Barat menepuk di atas kepala. Bersamaan dengan timbulnya ledakan keras, melesat
seberkas sinar kuning kemerahan.
Meluncur deras ke tubuh Pengemis Binal yang diseiubungi cahaya kebiru-biruan!
Luar biasa! Seberkas sinar kuriing kemerahan yang mempunyai daya penghancur amat
dahsyat itu lenyap tanpa bekas kerika membentur cahaya kebiru-biruan yang
merupakan inti kekuatan dari ilmu
'Kalbu Suci Penghempas Sukma'!
Tak dapat digambarkan lagi betapa
terkejutnya Raja Angin Barat Dua
tingkatan ilmu 'Tangan Langit'nya dapat dipatahkan dengan mudah oleh Pengemis
Binal yang tengah mengetrapkan salah satu ilmu andalannya.
"Hmmm... tak kusangka bocah
gemblung itu memiliki ilmu yang sangat ampuh...," ujar Raja Angin Barat dalam
hati. "Ilmu 'Tangan Langit' tingkat pertama yang bernama 'Tangan Langit Penghancur
Arwah' dapat dimentahkannya.
Begitu pula ilmu 'Tangan Langit' tingkat kedua yang bernama 'Sinar Tangan Langit
Pelebur Sukma'. Sungguh dia seorang pemuda yang mempunyai kesaktian luar biasa.
Andai Narita putriku tidak dalam sekapan Siluman Ragakaca, sehingga aku harus
Pengemis Binal 28 Rahasia Siluman Raga Kaca di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
membunuh pemuda itu, ingin rasanya aku mendekatkan Narita kepadanya.
Kasihan Narita. Seumur hidupnya dia selalu dirundung sepi karena tak punya
teman...."
Beberapa saat, Raja Angin Barat
menatap Pengemis Binal yang tengah berdiri bersedekap dengan tatapan aneh.
Melihat keteduhan yang tersirat dari raut wajah Pengemis Binal, tiba-tiba Raja
Angin Barat menitikkan air mata.
Ingatannya melayang ke wajah jenaka Narita.
"Narita putriku...," desah Raja Angin Barat, penuh kesedihan. "Maafkan kesalahan
ayahmu ini, Nak... Walau aku bermaksud baik, tapi kenyataannya aku telah
memenjarakanmu di Lembah Makam Pelangi yang sunyi sepi. Kini..., kau pasti lebih
tersiksa lagi dalam sekapan Siluman Ragakaca. Tapi, tunggulah
beberapa saat lagi, Narita putriku sayang. Aku akan membawamu pulang. Aku akan
menebusmu dengan... dengan...."
Mendadak, Raja Angin Barat
menggeleng-gelengkan kepalanya dengan cepat. Timbul tiupan angin yang
mengeluarkan suara bersiut nyaring.
Seperti orang lupa ingatan, kakek
berjubah merah ini tertawa.
bergelak-gelak. Suaranya keras
menggelegar dan menggema ke empat
penjuru angin. Dan begitu tawanya
berhenti, dia menatap Pengemis Binal dengan bola mata memerah seperti darah!
"Aku harus membunuhmu! Aku harus membunuhmu, Bocah Gemblung!" geram Raja Angin
Barat. Sepuluh jari tangan
raksasanya meremas-remas sebagai wujud hawa amarah yang tiba-tiba menutupi akal
sehatnya lagi. Sementara, Suropati masih saja
berdiri tegak dengan tangan bersedekap.
Dengan kelopak mata tertutup rapat, wajah pemimpin Perkumpulan Pengemis Tongkat
Sakti ini terlihat begitu teduh seperti wajah bayi yang tak punya dosa.
Karena nalurinya memberitahukan
bahwa masih ada bahaya yang mengancam, ilmu 'Kalbu Suci Penghempas Sukma'
masih. terus melindungi. Hingga sampai beberapa waktu lamanya, tubuh Pengemis
Binal tetap terselubungi cahaya
kebiru-biruan yang mempunyai daya
tolakan amat dahsyat!
"Tangan Langit Perontok Jiwa'!"
seru Raja Angin Barat kemudian. Kedua tangan raksasanya yang dilapisi sinar
kuning kemerahan berubah jadi bayangan tangan raksasa berwarna hijau yang
mengeluarkan hawa panas luar biasa.
"Tangan langit Perontok Jiwa'
adalah tingkatan ketiga atau puncak dari kedahsyatan ilmu 'Tangan Langit' Raja
Angin Barat. Balok baja yang amat keras pun akan lumer apabila tersentuh tangan
raksasa kakek berjubah merah ini. Tapi, mampukah dia menghalau inti kekuatan
ilmu 'Kalbu Suci Penghempas Sukma' milik Pengemis Binal"
Tampak kemudian, kedua bayangan
tangan raksasa Raja
Angin Barat berkelebat ke depan secara bersamaan.
Sementara, Suropati yang berdiri
bersedekap dengan kelopak mata tertutup rapat, sama sekali tak bergeming dari
tempatnya! Wusss....! "Haya...!"
Tubuh Pengemis Binal yang
terselubungi cahaya kebiru-biruan
berhasil digenggam oleh sepuluh bayangan jari raksasa. Raja Angin Barat. Timbul
suara ... mendesis seperti bara api tersiram air. Raja Angin Barat memekik parau
ketika merasakan sepuluh jari tangannya yang berhawa panas seperti menyentuh
bongkahan es yang amat dingin, ratusan kali dinginnya bila dibanding dengan hawa
dingin es yang sebenarnya.
Tapi walau Raja Angin Barat merasa kesakitan di mana tubuhnya terasa bagai
ditimbun di dalam gumpalan-gumpalan es yang berhawa dingin luar biasa, dia tak
mau melepaskan tubuh Suropati yang berada dalam genggaman sepuluh bayangan jari
tangan raksasanya.
Kemudian sambil menggembor keras, Raja Angin Barat mengangkat +ubuh
Pengemis Binal tinggi-tinggi, lalu disambitkan ke bawah dengan kekuatan penuh.
Tak ayal lagi, tubuh Pengemis Binal melesat cepat untuk segera
membentur permukaan tanah keras!
Slaps...! Sewaktu meluncur deras ke bawah,
sinar kebiru-biruan yang menyelubungi tubuh Pengemis Binal tiba-tiba lenyap.
Itu berarti tubuh Pengemis Binal tak lagi terlindungi oleh kekuatan ilmu 'Kalbu
Suci Penghempas Sukma'. Rupanya, ilmu
'Tangan Langit' tingkat ketiga mampu meredam kedahsyatan salah satu ilmu andalan
remaja tampan itu!
Dan agaknya Suropati pun belum
menyadari bila malaikat kematian segera akan menjemput nyawanya. Tanpa
perlindungan apa-apa, tubuh remaja
berpakaian putih penuh tambalan ini terus meluncur ke bawah. Sementara permukaan
tanah keras telah siap untuk menyambut luncuran tubuhnya!
Namun tiba-tiba, permukaan tanah oi mana tubuh Pengemis Binal akan mendarat
mengekiarkan suara berderak-derak Di lain kejap, beberapa bagian di permukaan
tanah itu retak, lalu membuka, hingga muncul sebuah lubang bergaris tengah satu
depa! Wusss...! "Aaa...!"
Diiringi jeritan
panjang yang sangat menyayat hati, tubuh Pengemis Binal terhisap masukke lubang yang tiba-
tiba muncul di permukaan tanah itu.
Lalu secepat kilat, permukaan tanah menyatu lagi dengan mengeluarkan suara
berderak amat keras. Akibatnya tubuh Pengemis Binal lenyap.
Benar-benar tertelan tanah!
"Astaga...!" kesiap Raja Angin Barat.
Kakek berjubah merah ini sama sekali tak menduga akan kejadian yang menimpa diri
Suropati. Dia tak tahu kekuatan apa yang tiba-tiba muncul dari dalam tanah,
untuk kemudian menghisap tubuh Suropati.
Setelah melepas ilmu 'Tangan
Langit'nya, Raja Angin Barat meloncat sejauh lima tombak. Diperiksanya
permukaan tanah yang baru saja menelan tubuh Suropati. Namun, pemilik Lembah
Makam Pelangi ini segera tampak
menggeleng-gelengkan kepala dalam
perasaan heran.
Permukaan tanah yang tadi tampak
membuka lalu menelan tubuh Suropati hanya memperlihatkan bekas retakan sepanjang
satu depa. Sementara, tubuh Suropati pun sudah tak terlihat lagi.
Raja Angin Barat mengucak-ucak matanya beberapa kali. Kakek berjubah merah ini
seperti tak percaya pada penglihatannya sendiri. Bagaimana mungkin permukaan
tanah bisa membuka lalu menutup lagi setelah menghisap tubuh seorang anak
manusia" Untuk beberapa saat, Raja Angin
Barat berdiri memarung memikirkan
peristiwa aneh yang baru saja
dilihatnya. Setelah angin dingin malam berhembus kencang dan mengibarkan kain
jubahnya, barulah kakek yang rambutnya dikuncir ini menyadari keadaan.
"Hmmm.... Tubuh bocah gemblung itu benar-benar telah tertimbun di dalam tanah.
Mustahil dia dapat bertahan hidup...," pikir Raja Angin Barat.
"Walau tidak secara langsung, tapi aku telah membunuhnya. Itu berarti aku bisa
menemui Siluman Ragakaca untuk meminta kembali Narita putriku...."
Diiringi desau angin malam, Raja
Angin Barat tertawa panjang penuh
kepuasan. Lalu sambil tetap
tertawa-tawa, dia berkelebat... Tapi, benarkah si Pengemis Binal Suropati telan
menemui ajalnya"
*** Bila sang Penguasa Jagat
berkehendak, maka sesuatu yang
dikendaki-Nya itu pasti akan terjadi.
Tanpa ada satu kekuatan pun yang mampu menghalangi. Dan, kehendak-Nya sering
kali di luar akal pikiran manusia. Satu misal adalah peristiwa yang dialami si
Pengemis Binal Suropati kali ini.
Antara sadar dan tidak, Pengemis
Binal merasakan tubuhnya terhisap oleh kekuatan dahsyat yang tak tampak pleh
mata. Dia merasakan tubuhnya terus meluncur ke bawah, tanpa mau memberikan
perlawanan sedikit pun. Akal pikiran Pengemis Binal jadi gelap, segelap matanya
yang tak dapat melihat apa-apa Beberapa tarikan napas kemudian,
luncuran tubuh Suropati berkurang.
Suropati pun merasakan tubuhnya amat ringan. Mendadak, kegelapan yang
menyelimuti pandangannya lenyap.
Sebagai gantinya muncul pancaran cahaya putih. Karena silau, cepat Suropati
memejamkan mata. Dan pada saat Suropati memejamkan mata inilah terdengar suara
dingin menyeramkan..,.
"Bocah gendeng! Bocah geblek yang sok pintar! Seharusnya aku biarkan kau mati,
tapi aku kasihan melihatmu mati karena keangkara
murkaan Siluman
Ragakaca. Bolehlah kali ini kau
kutolong!"
Pengemis Binal tak tahu suara yang didengarnya itu dari mana. Tapi telinga
remaja tampan ini cukup jelas menangkap makna ucapannya.
Pengemis Binal terkesiap manakala
merasakan tubuhnya mengambang di udara.
Pancaran cahayaputih pun tak lagi menyilaukan, hingga remaja tampan ini bisa
mengedarkan pandangan dengan
leluasa. Kembali Pengemis Binal terkesiap.
Ternyata, tubuhnya ditahan oleh
serat-serat xahaya putih ysng memancar dari bawah. Serat-serat cahaya ituiah
yang membuat tubuh remaja tampan ini tidak sampai jatuh berdebam.
Saat kesadarannya benar-benar telah pulih, Pengemis Binal menggerakkan otot-otot
tubuhnya seraya meloncat.
Begitu mendarat, heran tiada terkira Pengemis Binal. Sambil garuk-garuk kepala,
remaja yang sering berperilaku konyol ini terus mengedarkan pandangan.
Namun, apa yang dilihatnya tetap tak berubah. Di sekitar tempatnya berdiri hanya
tampak dinding-dinding tanah kapur berwarna putih.
"Hmmm.... Kiranya, aku berada di sebuah gua bawah tanah," pikir Suropati.
"Aneh! Benar-benar aneh! Aku masih ingat dan dapat melihat dengan jelas ketika
tubuhku dilemparkan oleh tangan raksasa Raja Angin Barat, permukaan tanah
tiba-tiba membuka, tubuhku terhisap masuk mustahil kalau ini semua karena
kekuatan alam biasa. Tapi, mungkinkah ada
manusia yang sanggup membuka
permukaan tanah lalu menyedot tubuhku, dan menempatkanku di gua , bawah tanah
ini?" " Terbawa rasa herannya, beberapa kali Suropati mendongak, melihat kekanan kiri,
memeriksa permukaan tanah kapur tempatnya berpijak, lalu garuk-garuk kepala!
Di bagian atas, Suropati hanya
melihat tonjoian-tonjolan-tanah kapur.
Begitu pula di bagian kanan kirinya yang berupa dinding kasar. Tempatnya
berpijak pun berupa tanah kapur. Permukaannya tak rata diseraki batu-batu kapur,
yang semuanya berwarna putih meletak.
Ruangan gua bawaah tanah yang cukup luas ini menjadi terang benderang karena di
salah satu sudutnya terdapat gumpalan cahaya. Suropati tak tahu gumpalan cahaya
itu berasal dari benda atau dari sesuatu yang berwujud apa. Namun,
beberapa kali Suropati melonjak kaget.
Gumpalan cahaya yang dilihatnya,
pancarannya dapat berubah-ubah. Kadang menguat, hingga terlihat menyilaukan
mata, Kadang melemah, dan hanya mampu memberi penerangan gua secukupnya.
"Aneh!" mungkinkah gumpalan cahaya itu berasal dari kekuatan panas bumi?"
tanya Pengemis Binal dalam hati. "Tapi, kenapa pancarannya tidak terasa panas"
Bahkan, aku yakin bila gumpalan cahaya itulah yang telah menahan luncuran
tubuhku waktu terjatuh ke dalam gua ini.
Hmmm... kekuatan panas bumi tidak akan sehebat itu, Cahaya panasnya pasti akan
membakar hangus tubuhku. Tapi, gumpalan cahaya itu tidak demikian. Pasti ada
apa-apa di balik keanehannya...."
Selagi Pengemis Binal larut dalam
pikiran di benaknya, mendadak gumpalan cahaya yang berada di salah satu sudut
ruangan tampak menguat pancarannya.
Karena silau dan merasa pedih,. cepat Pengemis Binal menutup kelopak matanya.
Namun tiba-tiba...,
Krash...! Srattt...! Batu-batu kapur yang berserakan di dekat gumpalan cahaya tampak melayang.
Lalu dengan kecepatan tinggi dan
mengandung daya penghancur luar biasa, menyerbu Pengemis Binal!
"Ya Tuhan...," sebut Suropati.
Walau kelopak matanya tertutup rapat, tapi indera pendengaran Suropati dapat
bekerja dengan baik. Dia tahu bila ada bahaya yang mengancam jiwanya. Maka tanpa
pikir panjang lagi, sambil tetap menutup kelopak mata, Suropati
meloloskan tongkat butut yang terselip di ikat pinggangnya!
Wuttt...! Wuttt...!
Bletakkk...! "Ih...!"
Pengemis "Binal menjerit kaget Batang tongkat yang diputarnya di depan tubuh
untuk membentuk perisai, tiba-tiba patah menjadi tiga bagian. Batang tongkat
yang telah dialiri tenaga dalam tingkat tinggi ternyata tak mampu
menahan gempuran batu-batu kapur!
"Kadal bunting! Setan comberan!"
Sambil mengumpat-umpat, Pengemis Binal melentingkan tubuhnya ke sana-sini.
Susah payah dia berusaha menghindari hujan batu kapur. Tapi untunglah hujan batu
itu tidak berlangsung lama. Hingga Pengemis Binal dapat bernapas lega.
"Uh! Ada-ada saja! Peristiwa apa ini"!"
Sambil berkata-kata seorang diri,
Suropati garuk-garuk kepala seraya mengedarkan pandangan untuk kesekian kalinya.
Kini terlihat hampir seluruh permukaan dinding
jadi berlubang-lubang. Agaknya
batu-batu kapur yang berlesatan tadi telah
menancap dan amblas ke dalam dinding gua.
"Hmmm.,.. Mataku memang tak dapat melihat apa-apa, tapi aku tahu yang telah
dengan sengaja menyerangku,..,"
ujar Pengemis Binal dengan suara
menggeram. "Walau kau berwujud kuntilanak dekil ataupun setan comberan bau,
segera tampakkan batang hidungmu!"
Tiba-tiba.... "Ha ha ha...! Bocah gendeng! Bocah geblek yang sok pintar! Bibirmu tipis, hingga
mulutmu jadi sangat ceriwis! Kau punya nyali besar, tapi kau tak sadar bila
kepandaianmu belumlah dapat
diandalkan!"
Suropati terkejut mendengar suara
yang menyahuti ucapannya. Bergegas dia memutar tubuh untuk mencari siapa yang
telah berkata-kata itu. Namun hingga kepalanya terasa tengkleng, tak ada sosok
manusia lain yang tampak di dalam gua. Sementara, gumpalan cahaya terus menguat
dan melemah pancarannya. Tanpa sadar, Suropati telah terserang rasa takut.
Tubuhnya tiba-tiba menggigil, dan keringat dingin pun bercucuran!
Pengemis Binal 28 Rahasia Siluman Raga Kaca di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
*** 3 Semburat cahaya jingga di langit
menandakan hari telah menyingsing fajar.
Seiring dengan terusirnya gelap malam, wajah sang candra terlihat memucat
Kedipan bintang pun melemah. Namun suasana di dataran tanah luas
berbatu-batu ini tetap lengang. Tak berkutik melawan cengkeraman sepi.
Satwa-satwa malas beranjak dari
sarangnya. Karena hawa dingin masih terasa menusuk tulang. Tapi sepi tak lagi
berkuasa manakala melesat seberkas Cahaya putih dari langit, dibarengi jerit
ngeri seorang wanita dan lolongan panjang seekor anjing!
"Wuaaahhh...!"
"Huuung...!"
Begitu seberkas cahaya yang melesat dari langit itu menerpa tanah, muncul
sesosok tubuh manusia yang tengah
bergumul dengan seekor anjing yang nyaris sebesar kuda!
Sosok manusia berpakaian merah
kuning ini tak lain Melati Putih atau Bidadari Pulau Penyu. Dan anjing besar
berbulu hitam legam yang tengah
menggumulinya adalah Sona Langit, satwa tunggangan Putri Impian!
Sampai beberapa saat lamanya, tubuh kedua makhluk berlainan wujud ini terus
bergumul dan bergulingan di permukaan.
tanah berbatu. Bidadari Pulau Penyu berusaha sekuat tenaga untuk dapat
melepaskan diri dari cengkeraman dan gigitan Sona Langit Namun karena Sona
Langit mempunyai kekuatan luar biasa, puluhan kali lipat bila dibanding dengan
anjjng biasa, tak mudah bagi Bidadari Pulau Penyu untuk dapat meloloskan diri
dari intaian maut. Tubuh sintal Bidadari Pulau Penyu terus terbanting-banting,
Pakaiannya yang indah gemerlap bak seorang ratu telah robek di sana-sini.
Kulitnya yang halus mulus pun mulai terluka dan mengucurkan darah segar!
Sebenarnya kemampuan Bidadari Pulau Penyu tidak berada di bawahnSona Langit.
Tapi karena dia menderita luka di
pinggang kanan akibat terkena pancaran
'Sinar Merah Penghancur Segala' sewaktu bertempur dengan Iblis Mata Satu di
Graha Kenikmatan, maka kekuatan Bidadari Pulau Penyu jadi berkurang setengah
bagian. Dan itu dimanfaatkan benar oleh Sona Langit, seekor anjing piaraan Putri Impian
yang memiliki naluri tajam. Sona Langit tahu bila Bidadari Pulau Penyu telah
melarikan Mustika Batu Merpati milik tuannya. Oleh karena itu, Sona Langit
berma-sud membunuh sekaligus merebut kembali Mustika Batu Merpati yang merupakan
satu-satunya benda yang dapat menembus Pesanggrahan Pelangi!
Pertempuran antara Bidadari Pulau Penyu dengan Sona Langit terus
berlangsung sampai pagi datang
menjelang. Keadaan Bidadari Pulau Penyu benar-benar telah berada di ambang pintu
akhirat. Tenaganya yang lemas dan telah terkuras tak mampu menandingi keganasan
Sona Langit! "Huuung...!"
Diiringi lolongan panjang, salah
satu kaki Sona Langit berkelebat cepat, menyepak dada! Akibatnya tubuh Bidadari
Pulau Penyu terlempar jauh, lalu
bergulingan dan terbentur-bentur batu yang berserakan di tanah.
Pandangan Bidadari Pulau Penyu jadi kabur. Rasa sakit merejam sekujur
tubuhnya. Tulang belulangnya pun terasa amat ngilu bagai telah remuk redam.
Namun dengan napas megap-megap, wanita cantik berambut putih ini berusaha
bangun. "Aku tak boleh mati! Aku harus tetap hidup!" seru Bidadari Pulau Penyu dalam
hati. "Aku' harus mewujudkah cita-cita dulu! Lagi pula aku tak boleh mati dengan
nama kotor tercoreng seperti ini! Aku harus tetap hidup!"
Dengan menguatkan hatinya, Bidadari Pulau Penyu merangkak bangun. Tak dia
pedulikan rasa sakit yang merejam
tubuhnya. Namun karena tenaganya
benar-benar telah terkuras, dia jatuh terduduk. Dan pada saat inilah Sona Langit
melolong panjang seraya meloncat sebat ke depan! Moncongnya yang terbuka
memperlihatkan taring-taring runcing bagai pisau belari, siap menerkam leher
jenjang Bidadari Pulau Penyu!
"Huuungngng...!"
"Hiahhh...!"
Bidadari Pulau Penyu menjerit hgeri melihat kelebatan tubuh Sona Langit yang
meluncur ke arahnya. Dia hendak berkelit menghindar, tapi keadaan tubuhnya yang
lemah sudah tak memungkinkan lagi untuk diajak meloloskan diri dari lubang maut.
Bidadari Pulau Penyu cuma dapat duduk terpaku dengan bola mata melotot besar dan
mulut terbuka lebar. Wanita yang tubuhnya sudah berlumuran darah ini pun tak
tahu apakah Mustika Batu Merpati masih menempel di lidahnya atau telah terlempar
keluar. Namun sebelum malaikat kematian
benar-benar menjemput nyawa Bidadari Pulau Penyu, dari kejauhan terdengar suara
genderang dipukul
bertalu-talu..,.
Dung! Blang!' Dung! Blang! Luar biasa! Getaran suara genderang itu mampu menahan luncurah tubuh Sona
Langit, Bahkan di lain kejap, tubuh anjing besar berbulu hitam legam ini
terlontar balik, lalu jatuh berdebam dan melesak ke dalam tanah keras!
"Huuungngng...!"
Sona Langit melolong panjang.
Getaran suara genderang tadi sebenarnya sudah sanggup untuk meremukkah tubuh
seekor gajah. Tapi karena Sona Langit memiliki daya tahan luar biasa, dia tak
menderita luka sedikit pun. Bahkan satwa piaraan Putri Impian ini langsung
melompat tegak. Lalu dengan pandangan berkilat-kilat, dia berusaha mencari
seseorang yang telah menggagalkan
niatnya untuk menghabisi riwayat
Bidadari Pulau Penyu.
Sekitar lima tombak di belakang
Bidadari Pulau Periyu yang tengah duduk mendeprok di tanah, tampak seorang kakek
kate berdiri dengan kedua tangan
memegang kayu pemukul. Bentuk tubuhnya yang hanya menyamai anak-anak sepuluh
tahunan dibuhgkus dengan pakaian ketat merah hitam. Kepalanya yang gundul diikat
dengan sehelai kain kuning.
Sementara, di depan kakinya yang dialasi sepatu kulit kerbau tergeletak sebuah
genderang besar. Melihat penam
pilan-kakek kate ini, siapa lagi dia kalau bukan Hakim Neraka!
"Huuungngng...!!"
lolong Sona Langit penuh ke-marahan Anjing besar ini melangkah satu depa ke depan, lalu
meloncat dengan kecepatan melebihi luncuran anak panah lepas dari busur.
Bidadari Pulau Penyu yang sudah
tiada daya, menutup kelopak
mata rapat-rapat. Walau wanita cantik ini masih punya semangat hidup
yang menyala-nyala, tapi kalau seluruh
tenaganya sudah terkuras habis, apa lagi yang dapat dilakukannya untuk
menghindari kematian"
Wusss...! Bulu kuduk Bidadari Pulau Penyu
kontan berdiri ketika merasakan hembusan angin dingin lewat di atas kepalanya.
Namun, wanita cantik yang pernahbmenjadi ratu kecil di Pulau Penyu ini dapat
menarik napas lega. Terkaman Sona Langit tidak ditujukan kepada dirinya,
melainkan kepada Hakim Neraka!
Tapi ketika terkaman Sona Langit
kurang satu tombak untuk mencapai sasaran, secepat kilat Hakim Neraka mengangkat
tangan kanannya yang memegang kayu pemukul. Pennukaan genderang pun bergetar....
Dung...! "Httuung...!"
Sona Langit melolong panjang. dalam kegusaran ketika tubuhnya membentur getaran
suara genderang. Karena getaran suara itu mengandung kekuatan dahsyat, tak ayal
lagi tubuh Sona Langit terlontar balik untuk kedua kalinya. Bahkan, lontaran
tubuh Sona Langit kali ini lebih cepat dan lebih jauh!
Wusss...! Mata Bidadari Pulau Penyu
terbelalak lebar saat melihat tubuh Sona Langit meluncur di atas kepalanya.
Berkali-kali wanita bertubuh sintal ini menarik napas lega karena tahu ada orang
yang bermaksud menolongnya.
Sementara, tubuh Sona Langit terus meluncur jauh diiringi lolongan yang parau
panjang. Setelah mencapai jarak sekitar tiga puluh tombak, tubuh satwa piaraan
Putri Impian ini jatuh berdebam di tanah, dan amblas ke dalam,
memperdengarkan suara gemuruh yang memekakkan gendang telinga.
Dan sebelum Sona Langit meloncat
dari kubangan yang terbentuk oleh
lontaran tubuhnya sendiri, Hakim Neraka memukul lagi genderangnya!
Dung! Blang! Dung! Blang! Tampak kemudian, bongkahan batu
besar kecil yang bertebaran di permukaan tanah melayang, lalu menghujani tubuh
Sona Langit Hanya dalam satu tarikan napas, tubuh Sona Langit sudah
menghilang dari pandangan karena
tertimbun ratusan bongkah batu!
Kini suasana di tanah luas
berbatu-batu ini kembali sepi. Hanya desau angin yang tertangkap oleh indera
pendengaran. Hakim Neraka tampak
geleng-geleng kepala, lalu menyelipkan kedua tongkat kayu pemukul ke ikat
pinggangnya. Dengan langkah sedikit
melompat-lompat, Hakim Neraka
menghampiri Bidadari Pulau Penyu. Namu, tubuh wanita cantik ini telah tergeletak
dalam keadaan pingsan. Rupanya Bidadari Pulau Penyu tak kuasa lagi menahan rasa
sakit akibat luka-luka di tubuhnya.
"Kasihan kau, Melati Putih...,"
desis Hakim Neraka.
"Setelah geleng-geleng kepala lagi, Hakim Neraka memungut mahkota emas yang
tergeletak tak seberapa jauh dari tubuh Bidadari Pulau Penyu.
"Kau tampak kurang cantik kalau tidak memakai mahkota ini," ujar Hakim Neraka
seraya mengenakan mahkota emas di kepala Bidadari Pulau Penyu. "Nah!
Sekarang, kecantikanmu benar-benar tampak luar biasa...."
Dengan lembut dan penuh kasih, Hakim Neraka menghapus percikan darah
bercampur debu yang menempel di wajah Bidadari Pulau Penyu. Sejenak, Hakim
Neraka menatap kecantikan wajah Bidadari Pulau Penyu tanpa berkedip. Telunjuk
jari tangan kanannya yang kecil mungil menelusuri dahi, pipi, dan bibir wanita
yang baru ditolongnya ini.
"Tempat ini tak bagus untuk tempat tidur wanita secantik kau, Sayang...."
Di ujung kalimatnya, Hakim Neraka
mengangkat tubuh Bidadari Pulau Penyu.
Walau tubuh Bidadari Pulau Penyu hampir dua kali lipat besar tubuhnya sendiri,
tapi Hakim Neraka sama sekali tak
mendapat kesulitan untuk membopong.
Sesaat kemudian, tubuh Bidadari Pulau Penyu telah dibaringkan di atas
genderang besar.
"Hmmm.... Kau memang memiliki kecantikan yang sempurna, sayangku Melati
Putih...," desis Hakim Neraka seraya mendaratkan kecupan di kening Bidadari
Pulau Penyu yang masih
belum sadar dari pingsannya.
Hakim Neraka lalu tertawa bergelak.
Ringan sekali kedua tangannya menyambar genderang besar tempat Bidadari Pulau
Penyu terbaring pingsan, lalu
dipanggulnya seraya dibawa berkelebat.
Sampai beberapa saat, tawa panjang Hakim Neraka masih terdengar di hamparan
tanah luas berbatu-batu ini....
*** "Ouw...!"
Si Pengemis Binal Suropati melonjak kaget. Gumpalan cahaya yang berada di salah
satu sudut gua tiba-tiba lenyap.
Sebagai gantinya, muncul seorang kakek yang paling tidak telah berumur seratus
tahun. Anehnya, kulit wajahnya yang keriputan benvarna putih seperti kapur.
Kulit tubuhnya juga demikian. Bahkan, tampak seperti tanpa pori-pori!
Tanpa sadar Suropati tersurut
mundur dua langkah. Sebagai manusia biasa yang memiliki perasaan takut, remaja
tampan ini menatap dengan penuh rasa giris. Apalagi wajah si kakek yang tiba-
tiba muncul di hadapannya sungguh terlihat mengerikan. Dahinya lebar dengan
bentuk mata bulat hijau seperti buah kedondong muda. Sementara batang hiduhgnya
yang melesak ke dalam, hingga hanya dua lubangnya yang terlihat. Yang tampak
lebih mengerikan. adalah dua taring sepanjang satu jengkal yang mencuat dari
sudut bibirnya.
Kalau saja Suropati belum pernah
melihat wujud Iblis Mata Satu yang juga tampak mengerikan, dia pasti sudah
berdiri terkencing-kencing!
Ketika Suropati memperhatikan lebih seksama, ternyata kedua pergelangan kaki si
kakek sangat pendek. Tak lebih dari setengah jengkal!
"Si... siapa kau...?" tanya Pengemis Binal, geragapan.
Kakek berambut putih panjang tak
memperdengarkan
suara. Kedua bola
matanya yang berwarna hijau menatap.
Penuh selidik. "Apakah kau yang memiliki gua ini?"
tanya Suropati lagi memberanikan diri.
"Kau jugakah yang telah menolongku?"
Kakek bertampang mengerikan
menyeringai dingin. Walau sekejap, Suropati sempat melihat rongga mulut si kakek
yang berwarna putih, termasuk lidahnya.
"Bocah gemblung! Bocah geblek yang sok pintar!" sebutsi kakek dengan suara serak
parau. "Aku memang telah menolongmu dari tangan maut Raja Angin Barat. Tapi, aku
memberi pertolongan hanya sekali ini saja. Lain kali, kau harus pandai-pandai
mengurus nyawamu sendiri!"
"Kalau begitu, aku yang bernama Suropati ini layak mengaturkan terima kasih."
Waktu melihat Pengemis Binal
membungkuk dalam ke arahnya, kakek berkaki pendek tertawa bergelak.
"Ha ha ha...Walau geblek, tapi kau tahu peradatan juga. Ha ha ha...! Dari
getaran tubuhmu, aku tahu kau punya bakat luar biasa untuk mendalami ilmu
kesaktian. Karena sekarang ini kau punya kewajiban untuk meredam keangkara
murkaan Siluman Ragakaca, bersediakah kau menerima beberapa ilmu kesaktian
dariku?" Melengak heran Pengemis Binal
Kenapa tiba-tiba si kakek memberikan pujian dan bahkan menawarkan jasa baik"
Bukankah tadi dia mengumpat-umpat
sekaligus menyebut Pengemis Binal
sebagai 'bocah gemblung' dan 'bocah geblek yang sok pintar'" Apakah ini bukan
sebuah pancingan yang menjerumuskan"
"Maafkan aku, Kek...," ujar Suropati kemudian. "Kakek belum tahu siapa aku,
apakah aku ini orang baik atau jahat, tapi kenapa Kakek hendak memberikan ilmu
kesaktian kepadaku?"
Mendengar kata-kata Suropati yang
terasa menyelidik, si kakek tertawa bergelak lagi. "Ha ha ha...! Kau benar-benar
bocah gemblung! Bocah geblek yang berlaku sok pintar! Sepertinya, kau hendak
menolak tawaran baikku...."
"Bukan begitu, Kek...," sahut Pengemis Binal.
"Bukan begitu apa"!" sentak si kakek, menggeram.
Untuk kedua kalinya, Pengemis Binal tersurut mundur. Mendapat bentakan
Pengemis Binal 28 Rahasia Siluman Raga Kaca di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
sedemikian rupa, tiba-tiba otak remaja tampan ini jadi linglung. Entah sadar
entah tidak, Pengemis Binal tampak garuk-garuk kepala. Bola matanya melirik ke
kanan kiri. Ruangan gua bawah tanah yang ditempatnya ini tidak gelap gulita
karena ada seberkas cahaya yang cukup memberi penerangan. Namun, segera
Pengemis Binal berseru kaget. Seberkas cahaya yang menerangi ruangan gua
ternyata berasal dari tubuh si kakek yang berwarna putih seperti kapur.
"Uh! Ada-ada saja! Di alam mimpikah aku ini?" kata Pengemis Binal dalam hati.
"Bagaimana mungkin tubuh kakek buruk rupa itu bisa memancarkan cahaya terus
menerus" Apakah dia sedang mengetrapkan salah satu ilmu kesaktiannya" Tapi
kurasa kakek itu tidak sedang
mengetrapkan suatu ilmu kesaktian.
Tubuhnya benar-benar bisa memancarkan cahaya....."
"Hei! Kenapa kau malah terlongong bengong seperti itu"!" sentak kakek bertubuh
putih seperti kapur.
"Eh..., apa, Kek?" kesiap Pengemis Binal.
Si kakek mendelikkan matanya yang
besar seperti buah kedondong, lalu berkata denan suara keras lantang.
"Katakan kenapa kau menolak tawaran baikku"!"
Suropati yang diliputi rasa curiga melihat sikap kasar si kakek tampak nyengir
kuda sejenak. Lalu sambil
menggaruk kepalanya yang tak gatal, dia berkata, "Aku bukan menolak tawaran
Kakek yang kedengarannya memang baik, tapi kurasa kita belum saling mengenal.
Aku tak tahu siapa Kakek sebenarnya.
Demikian pula sebaliknya. Oleh karena itu, sungguh terdengar aneh kalau
tiba-tiba Kakek hendak menurunkan ilmu kesaktian kepadaku...."
"Dasar kau berbibir tipis! Mulutmu amat ceriwis!" sahut si kakek, garang.
"Katakan saja kalau menaruh curiga kepadaku! Kau pasti sudah tahu bila hujan
batu kapur yang menyerbu tubuhmu tadi adalah ulahku! Benar begitu, bukan"! Ha ha
ha...! Ketahuilah..., itu tadi
kulakukan karena aku ingin menguji kemampuanmu! Dasar bocah geblek yang tak bisa
menggunakan otak dengan benar"
Mendengar ucapan kasar si kakek yang berkali-kali menyebutnya 'bocah
geblek', ingin rasanya Pengemis Binal balas mencaci untuk menumpahkan seluruh
rasa dongkolnya. Tapi
itu tak dilakukannya karena Pengemis Binal sadar benar bila si kakek memiliki kesaktian
luar biasa. Kalau si kakek tersinggung, bukan mustahil Pengemis Binal akan
mendapat celaka.
"Kek...," sebut"Suropati, berusaha melembutkan ucapannya walau hatinya benar-
benar amat kesal. "Kau menyerangku dengan hujan batu kapur setelah membawa
tubuhku masuk ke gua ini, tentu ada maksud yang tersembunyi, tidak sekadar
hendak menguji kemampuanku...."
Begitu Pengemis Binal selesai
berucap, mendadak bola mata si kakek melotot besar seperti hendak keluar dari
rongganya. Kulit wajahnya yang berwarna putih tambah memutih. Bahunya terlihat
naik turun dengan dengus napas memburu.
Agaknya, kakek ini tengah menahan
kemarahan. Walau, ucapan Suropati
terdengar lembut, tapi mampu menusuk perasaannya!
"Kau... kau...!" seru si kakek, tak jelas apa maksudnya.
Melihat keadaan yang tak
menguntungkan, cepat Pengemis Binal menyadari kekeliruannya. Walau
sebenarnya Pengemis Binal bukan
seseorang yang bernyali kecil, tapi mengetahui bila si kakek telah
menolongnya dari tangan maut Raja Angin Barat, maka dia mau mengalah dan
menunjukkan sikap merendah.
"Maafkan aku, Kek...," ujar Suropati. "Sekali lagi kukatakan, bukan aku menolak
tawaran Kakek yang hendak menurunkan ilmu kesaktian kepadaku. Aku hanya
memperlihatkan rasa heran, kenapa Kakek yang jelas-jelas belum pernah bertatap
muka denganku sebelum ini, hendak menurunkan ilmu kesaktian" Namun andai tawaran
itu memang tercetus dari lubuk hati Kakek yang paling dalam, siapa yang akan
menolak tawaran sebaik ini?"
"Ha ha ha...!" mendadak si kakek tertawa panjang. Hilang sudah hawa amarahnya
mendengar penjelasan Pengemis Binal. "Tepat! Dan, memang tak salah apa yang kau
katakan, Bocah Gemblung!"
katanya dengan suara lantang. "Sebelum ini, kita memang belum pernah bertatap
muka. Tapi, aku tahu benar siapa kau!"
"Benarkah itu?"
"Aku tahu riwayat hidupmu dari bayi sampai kau sebesar ini. Bukankah ketika bayi
kau diasuh oleh seorang penjual obat" Dan ketika penjual obat itu mati, hidupmu
jadi terlantar, hingga kau jadi gelandangan di Kota Kadipaten
Bumiraksa!"
Terkejut Suropati mendengar
kata-kata si kakek yang mampu menyebut asal-usulnya cukup jelas.
"Ketika kau berumur sepuluh tahun, banyak tokoh rimba persilatan yang
berkeinginan mengangkatmu sebagai
murid. Karena, selain memiliki tulang dan susunan otot bagus yang menjadikanmu
punya bakat kuat untuk mempelajari ilmu silat, kau juga mempunyai kekuatan batin
luar biasa, hingga kau pun berbakat untuk mendalami ilmu sihir dan ilmu
kesaktian lainnya...," lanjut si kakek. "Oleh karena itulah, kau selalu jadi
incaran tokoh-tokoh sakti di rimba persilatan.
Beruntung, kau diambil murid oleh
Pragolawulung atau Periang Bertangan Lembut yang berjiwa luhur. Sayang, tokoh
pandai yang pernah menjabat sebagai penasihat Kerajaan Anggarapura itu mesti
mati di tangan Brajadenta yang bergelar Dewa Maut di Bukit Parahyangan...."
"Sebentar, Kek...," potong Pengemis Binal. "Kenapa Kakek dapat mengatakan
riwayat hidupku dengan sangat rinci?"
Si kakek cuma mendehem. Pertanyaan Pengemis Binal sama sekali tak
diperhatikannya. Dengan suara tetap lantang, dia lanjutkan kata-katanya.
"Kau lalu diambil murid oleh Gede Panjalu yang lebih dikenal sebagai Pengemis
Tongkat Sakti. Bersama kakek bongkok itu, dan
dengan dukungan
teman-temanmu sesama gelandangan dan pengemis, kau mendirikan Perkumpulan
Pengemis Tongkat Sakti. Dan kau diangkat sebagai pemimpin.... Tapi, dasar bocah
geblek! Walau telah jadi pemimpin, kau tetap saja geblek!"
*** 4 "Dinda Aini...,
kulihat sinar matamu redup. Raut wajahmu pun tampak kuyu. Apa gerangan yang tengah kau
pikirkan.,..?" Ujar seorang pemuda berwajah tampan dan lembut Nada suaranya
terdengar penuh perhatian dan kasih sayang.
Wanita cantik berpakaian sutera
putih menatap sejenak wajah si pemuda."
Dihelanya napas panjang, lalu tatapannya kembali tertuju pada hamparan tanah
luas berbatu-batu. Hembusan angin
mempermainkan sebagian anak-anak
rambutnya yang digelung ke atas.
Jari-jari tangan si pemuda
menyentuh bahu kanan wanita cantik yang berdiri rnembelakanginya. Si wanita diam
saja. Tak ada tanggapan. Matanya
menerawang jauh. Jauh sekali. Sementara, mentari di langit timur mulai merayap
naik untuk segera menduduki takhta raja siang.
"Dinda Aini...," sebut si pemuda dengan desah napas yang mencerminkan cinta:
"Pagi-pagi sekali kau mengajakku ketempat ini. Namun, aku jadi heran dan sungguh
tak habis mengerti. Kau mengajak dengan sejuta pengharapan, tapi setelah sampai
di sini, kau diam membisu. Aku tahu ada perasaan tak enak yang
mengganggu jalan pikiranmu...," pemuda berpakaian putih kuning ini menarik napas
dalam seraya melingkarkan lengan kanannya di bahu si wanita. Dengan ucapan
lembut dan penuh kasih, dia melanjutkan kalimatnya.
"Dinda Aini...., apa pun yang membuat hatimu gundah, ada baiknya bila kau
sampaikan kepadaku. Bukankah aku adalah bagian dari hidupmu" Sebagai seorang
suami yang baik, aku tak ingin melihat istriku tercinta dirundung lara...."
Wanita cantik yang tak lain dari
Anggraini Sulistya atau Putri Cahaya Sakti menatap lagi wajah tampan si pemuda.
Perlahan dia jatuhkan tubuhnya dalam pelukan si pemuda.
"Kanda Maruta...." .
"Ya. Dindaku sayang...."
"Saka Purdianta dan Kusuma baru saja mengirim undangan kepada kita,.."
"Ya. Mereka akan menikah pada hari kesepuluh purnama ketujuh nanti. Jika
dihitung mulai hari ini, hari yang paling membahagiakan bagi mereka itu akan
jatuh tepat empat belas hari lagi. Kupikir tidak ada yang patut kau risaukan
Dinda Aini...."
"Aku tidak sedang merisaukan
mereka, Kanda Maruta. Aku hanya
berpikir, mungkinkah si Pengemis Binal Suropati akan datang ke Katumenggungan
Lemah Abang untuk menghadiri pesta pernikahan kedua sahabatnya itu?"
"Oh..., aku tahu sekarang. Rupanya, kau tengah merindukan adik kandungmu itu,"
Anggraini Sulistya tak menyahuti
ucapan si pemuda. Dia benamkan wajahnya di dada suaminya itu, yang tak lain dari
Raka Maruta alias Pendekar Kipas
Terbang. "Dinda Aini..., bila aku duduk diam seorang diri, kadang-kadang aku merasa heran
memikirkan beberapa sikapmu yang tampak aneh. Satu misal apa yang kau tunjukkan
kali ini. Kalau hanya rindu kepada seorang adik saja, kenapa kau terlihat begitu
gundah dan risau"
Sepertinya, kau tengah memikirkan suatu tanggung jawab yang amat berat..." .
Anggraini Sulistya melepas pelukan suaminya. "Kanda Maruta..., aku tahu kau
sangat memperhatikan aku. Aku tahu kau mencintaiku dengan penuh ketulusan hati.
Tapi maafkan aku Kanda. Bukan maksudku untuk mengajakmu bersedih pilu seperti
ini...." "Aku tak tahu apa yang kau maksud, Dinda" sahut Raka Maruta. "Tak perlu kau
menyalahkan dirimu sendiri. Sungguh aku bisa merasakan apa yang tengah kau
rasakan sekarang ini. Namun kukira, rasa rindumu terhadap Suropati tidak perlu
kau lebih-lebihkan sedemikian rupa, yang pada akhimya nanti akan membuat hatimu
benar-benar jadi sedih...."
"Entahlah...Aku sendiri tak
mengerti, kenapa perasaanku bisa jadi seperti ini" Mungkinkah karena sejak bayi
aku tak pernah bertemu dengan adik kandungku itu" Ketika bertemu pun cuma dalam
waktu singkat. Mungkinkah karena Suropati adalah pewaris takhta Pasir Luhur,
sehingga aku sangat
mengkhawatirkan keselamatannya?"
"Ya. Ya, aku bisa mengerti
kekhawatiranmu, Dinda Aini. Aku tahu benar sifat dan tabiat pemimpin
Perkumpulan Pengemis Tongkat Sakti itu.
Walau berjiwa pendekar sejati, tapi dia sering kali tak sadar akan akibat dari
perbuatannya sendiri. Kalau
sudah menolong orang, maka apa pun akan dilakukannya, tak peduli nyawanya jadi
terancam. Namun..., kuharap kau tidak terlalu memendam kekhawatiran, Dinda Aini.
Yakinlah bahwa mati hidup manusia itu ada di tangan Tuhan. Kalau Tuhan belum
berkehendak, dalam bahaya sehebat apa pun, seseorang tentu akan dapat
menyelamatkan diri...."
Sampai di sini percakapan terhenti.
Raka Maruta merengkuh bahu Anggraini Sulistya yang sangat dicintainya. Suami
istri yang berbahagia ini sama-sama menatap hamparan tanah luas di hadapan
mereka. Cahaya mentari tak begitu
menyengat karena tiupan angin membawa kesejukan.. Beberapa kali Raka Maruta
menciumi kening dan pipi istrinya penuh kasih. Anggraini Sulistya pun
menerimanya dengan hati penuh kasih pula.
Sesaat kemudian, Anggraini Sulistya terlihat berlari-lari di antara
bongkahan batu. Raka Maruta mengejar.
Dan, mereka tertawa bersama-sama sebagai ungkapan kebahagiaan. Sejenak,
Anggraini Sulistya lupa akan rasa
rindunya kepada si Pengemis Binal
Suropati adik kandungnya.
"Dinda Aini! Kau jangan naik ke situ!" seru Raka Maruta ketika melihat istrinya
meloncat ke atas tumpukan bongkah batu yang menjulang cukup
tinggi". "Jangan khawatir, Kanda! Aku hanya ingin melihat kekejauhan tanpa ada sesuatu
yang menghalangi!" sahut Anggraini Sulistyq.
Mendengar kata-kata istrinya, Raka Maruta sadar bila rasa khawatirnya memang
tidak beralasan. Kalau hanya naik ke tumpukan batu, Anggraini Sulistya yang
bergelar Putri Cahaya Sakti tidak mungkin akan mendapat celaka. Tapi, rasa cinta
memang sering kali mendatangkan kekhawatiran yang tak beralasan.
Sementara Raka Maruta menunggu di
bawah, Anggraini Sulistya tampak
mengarahkan, pandangan ke utara. Di sana terlihat sebuah gunung yang dipagari
beberapa bukit. Gumpalan awan yang menyelimuti puncak gunung terlihat bagai
kapas putih yang melekat pada sebentuk tanah kerucut berwarna biru. Hingga
beberapa lama, Anggraini Sulistya
menikmati pemandangan yang cukup
mempesona itu. "Dinda Aini...!" teriak Raka Maruta. "Karena kita pergi tanpa berpamitan, kita
harus segera kembali ke istana. Jangan sampai Ayahanda Prabu jadi gelisah...."
Yang disebut Raka Maruta sebagai
'ayahanda prabu' adalah adalah Prabu Singgalang Manjunjung Langit, penguasa
Kerajaan Pasir Luhur, yang tak lain dari ayah kandung Anggraini Sulistya.
"Sebentar Kanda...," tolak Putri Cahaya Sakti.
Kening Pendekar Kipas Terbang
berkerut melihat Anggraini Sulistya berjongkok di atas tumpukan batu.
Sikapnya seperti tengah mempertajam pendengaran.
"Kau sedang apa, Dinda" Sebelum mentari naik tepat di atas kepala, kita harus
sudah berada di istana," seru Raka Maruta, mengingatkan.
Anggraini Sulistya tak begitu
memperhatikan ucapan suaminya. Tatapan matanya tertuju ke sela-sela bongkahan
batu yang dipijaknya. Ada sesuatu yang menarik perhatian putri Prabu Singgalang
Manjunjung Langit ini.
"Kau sedang apa,.Dinda?" Pendekar Kipas Terbang mengulang pertanyaannya.
"Aku merasakan tumpukan batu yang kupijak ini bergerak-gerak. Aku juga mendengar
suara lenguh kesakitan...,"
Beritahu Putri Cahaya Sakti.
"Kemungkinan besar ada manusia, atau makhluk hidup lainnya yang
tertimbun...."
Kerut di kening Raka Maruta
bertambah rapat. Setelah menimbang sejenak, pemuda berwajah lembut ini menjejak
tanah. Ringan sekali tubuhnya melayang setinggi lima tombak, lalu mendarat di
sisi kiri Anggraini
Sulistya. Putri Cahaya Sakti menatap sekilas wajah suaminya. Wanita muda yang berumur dua
puluh tahunan ini segera mendekatkan telinganya ke sela-sela bongkahan batu.
"Suara lenguh kesakitan itu
kudengar lebih jelas...," ujar Anggraini Sulistya.
Melihat kesungguhan istrinya, Raka Maruta turut mendekatkan telinganya ke sela-
sela bongkahan batu. Tak seberapa lama kemudian, berubah keruh. Dia juga
mendengar apa yang didengar istrinya.
Suara lenguh kesakitan!
Sebenarnya, suara itu pelan sekali dan nyaris tak dapat ditangkap indera
pendengaran. Tapi karena Anggraini Sulistya dan Raka Maruta mempunyai ilmu
kepandaian cukup tinggi, maka suara yang timbul dari sela-sela bongkah batu itu
dapat mereka dengar.
"Kanda Maruta, apakah kau juga merasakan getaran-getaran aneh ini...?"
tanya Anggraini Sulistya
menunjuk bongkahan batu yang dipijaknya.
"Ya. Aku juga merasakannya. Benar dugaanmu, ada makhluk hidup yang
tertimbun di tumpukan batu ini.
Sebaiknya kita turun, Dinda...."
Di ujung kalimatnya, Pendekar Kipas Terbang meloncat turun. Bergegas Putri
Pengemis Binal 28 Rahasia Siluman Raga Kaca di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Cahaya Sakti mengikuti. Dengan berdiri berdampingan, suami-istri ini memandang
nanar bongkahan batu yang menumpuk di hadapan mereka."
"Kau menyingkirlah dulu, Dinda...,"
ujar Raka Maruta kemudian seraya
mengeluarkan sebuah kipas baja dari balik bajunya.
Begitu Putri Cahaya Sakri melangkah mundur dua tindak, Raka Maruta menarik napas
panjang. Dia salurkan kekuatan tenaga dalam ke batang kipas,yang telah
dikembangkannya. Lalu....
"Hiahhh...!"
Wusss...! Raka Maruta memekik nyaring. Kipas baja di tangan kanannya berkelebat,
membersitkan cahaya putih berkeredepan.
Dalam sekejab tumpukan batu setinggi lima tombak tampak berhamburan. Melayang
jauh, dan memperdengarkan suara gemuruh keras ketika mendarat ke permukaan
tanah. "Astaga...!" pekik Pendekar Kipas Terbang.
Putri Cahaya Sakti turut memekik
kaget. Dengan mata terbelalak, Putri Raja Pasir Luhur ini melompat ke sisi kiri
Raka Maruta. Di bawah tumpukan batu yang telah
diruntuhkan oleh Pendekar Kipas Terbang, terlihat seekor anjing berbulu hitam
tengah terbaring telungkup di dalam kubangan. Tubuh anjing itu nyaris
sebesar kuda. Sona Langit!
Sejenak. Raka Maruta dan Anggraini Sulistya saling pandang. Lalu, menatap Sona
Langit dengan perasaan heran
bercampur ngeri. Seumur hidup,
suami-istri ini belum pernah melihat anjing sebesar itu. Sampai beberapa saat
lamanya, mereka tak tahu apa yang harus dilakukan. Sementara, tubuh Sona Langit
mulai bergerak-gerak. Ekornya mengibas ke kanan kiri. Setelah mendengking
panjang, keempat kakinya tampak merayap bangkit.
"Huuung...!"
Luar biasa! Dengan kepala tegak ke atas, moncong Sona Langit mengeluarkan
lolongan keras. Satwa piaraan Putri Impian ini sama sekali tak menunjukkan sikap
bahwa dia tengah menderita luka.
Tak terdapat luka gores sedikit pun di kulit tubuhnya. Padahal, dia baru saja
tertimbun bongkahan batu sedemikian banyaknya. Hanya saja, gerakan tubuhnya
tampak lemah. Kemungkinan karena
tenaganya telah terkuras.
"Hmmm.... Anjing ini tampak aneh dan memiliki daya tahan luar biasa. Dia pasti
piaraan seseorang yang berilmu tinggi,"
pikir Pendekar Kipas Terbang. "Tapi, dimanakah tuannya" Dan bagaimana anjing
besar itu bisa tertimbun bongkahan batu"
Mungkinkah ada seseorang yang bermaksud membunuhnya?"
Anggraini Sulistya memegangi lengan Raka Maruta ketika melihat Sona Langit
membalikkan tubuh dan mengerahkan
pandangan ke arahnya. Melihat tubuh besar Sona Langit, Anggraini Sulistya
bukannya takut, melainkan menjaga
kewaspadaan. Bagaimanapun, Sona Langit adalah binatang buas, yang sewaktu-waktu
bisa menyerang siapa saja. Namun
tampaknya, Sona Langit tak menunjukkan sikap garang. Dia mampu menunjukkan
tatapan mata yang teduh dan bersahabat Sona Langit tahu bila dua orang anak
manusia yang tengah berdiri di
hadapahnya adalah dewa-dewi
penolongnya. Maka, tidak ada alasan baginya untuk menyerang walau hatinya masih
diliputi hawa amarah. Amarah yapg ditujukan kepada Hakim Neraka yang membuat
tubuhnya terlontar dua kali, bahkan menimbunnya dengan bongkahan batu setinggi
lima tombak. Sona Langit yang punya naluri tajam, dapat membedakan mana orang
baik dan mana orang jahat.
Tampak kemudian, Sona Langit
merundukkan tubuhnya ke tanah. Dengan dua kaki depan ditekuk, anjing besar
berbulu hitam legam ini membenturkan jidatnya tiga kali ke tanah. Gerakannya
seperti orang bersujud untuk
menghaturkan sembah kepada raja.
Raka Maruta dan istrinya saling
pandang. Mereka heran melihat cara Sona Langit menyampaikan ungkapan terima
kasih yang sepertinya sangat tahu
peradatan walau dia sebenamya hanyalah seekor binatang.
"Huiiing...!"
Sona Langit mendengkirig seraya
menegakkan tubuh kembali. Ekornya
digerak-gerakkan ke kiri, Kepalanya juga digerak-gerakkan ke kiri.
"Kanda, tampaknya anjing itu tengah menyampaikan ajakan kepada kita," cetus
Anggraini Sulistya.
"Aku tahu, tapi kita harus segera
kembali ke istana. Aku tak ingin membuat risau pikiran Ayahanda Prabu...," sahut
Raka Maruta. "Ah! Aku sangat tertarik untuk menuruti ajakan anjing besar itu.
Tampaknya, dia ingin
menunjukkan sesuatu. Ayolah. Aku nanti yang akan memberi penjelasan kepada Ayahanda Prabu."
Selagi "Anggraini Sulistya bicara, Sona Langit mengangguk-anggukkan
kepala. Sepertinya, satwa piaraan Putri Impian ini tengah memberi dukungan. Dan
ketika melihat Raka Maruta cuma diam, dia lalu bersujud lagi seraya membenturkan
jidatnya ke tanah beberapa kali.
Sikapnya seperti tengah mengajukan permintaan yang sangat penting.
"Baiklah. Kita ikuti kemauan anjing itu," cetus Pendekar Kipas Terbang kemudian.
"Huffing...! Huffing...!"
Sona Langit mendengking dua kali
sebagai cetusan kegembiraannya. Setelah menggerakkan kepalanya ke kiri yang
bermakna ajakan, dia lalu berjalan dengan langkah tegap dan pasti. Raka Maruta
Tusuk Kondai Pusaka 13 Pendekar Naga Putih 31 Terdampar Di Pulau Asing Petualang Asmara 25
RAHASIA SILUMAN
RAGAKACA Cetakan Pertama
Penerbit Cintamedia, Jakarta
Pengolah Cerita oleh S. Pranowo
Hak Cipta Pada Penerbit
Dilarang Mengcopy atau Memperbanyak Sebagian atau Seluruh Isi Buku Ini Tanpa
Izin Tertulis dari Penerbit
Serial Pengemis Binal
Dalam Episode :
Rahasia Siluman Ragakaca
112 Hal Di Edit oleh : mybenomybeyes
http://duniaabukeisel.blogspot.com/
1 Di bawah siraman cahaya rembulan
temaram, dua orang lelaki berdiri
mematung dalam kesunyian. Tatapan mereka sama-sama tertuju ke sosok bayangan
merahyang berkelebat di balik pepohonan.
Setelah si bayangan
lenyap dari pandangan, kedua orang lelaki ini
menarik napas lega bersamaan.
Hingga beberapa lama, mereka tetap berdiri mematung. Hembusan angin dingin malam
tak mereka pedulikan sama sekali.
Sementara, lamat-lamat terdengar
lolongan serigala. Sesekali disahuti tekur burung hantu dan suara binatang malam
lainnya. Mencekam.... Sepi!
Usia kedua lelaki itu terpaut cukup jauh. Yang satu seorang pemuda remaja
berwajah tampan dan mengenakan pakaian putih penuh tambalan. Sedang yang
satunya lagi seorang kakek cacat tak punya tangan, mengenakan rompi dan celana
kuning. Di kepalanya melingkar ikat kepala yang terbuat dari besetan kulit pohon
kasar berduri, Kumis dan jenggotnya yang putih panjahg
terayun-ayun manakala hembusan angin mempermainkan.
"Kakek Peramal Buntung...," sebut si remaja yang menyelipkan sebatang tongkat
butut di ikat pinggangnya. "Raja Angin Barat telah pergi meninggalkan kita.
Semula, dia datang membawa
segudang amarah. Apakah amarah pemilik Lembah Makam Pelangi itu
masih bersemayam di hatinya kini?"
Kakek cacat yang disebut sebagai
Peramal Buntung menatap wajah si remaja sekilas. Setelah menarik napas panjang,
dia menengadah dengan pandangan lurus ke atas. "Seperti kemarin, kulihat
rembulan dan bintang masih mengambang di bawah langit. Seperti kemarin, malam
ini pun terasa sunyi, Hembusan angin juga dingin seperti kemarin," ujarnya. "Di
sini, aku tak melihat perubahan apa-apa. Aku tak merasakan perubahan apa-apa.
Semuanya tetap berjalan seperti kemarin."
"Hmmm...Kalau
tidak salah aku
menebak, ucapan Kakek menyiratkan bahwa isi hati Raja Angin Barat tetap tak
berubah seperti yang kuharapkan.
Berarti, dalam dada Raja Angin Barat masih tersimpan api amarah yang
berkobar-kobar,." sahut si remaja, bernada sedih. "Andai amarah itu tetap
ditujukan kepadaku, maka patutlah aku menyayangkan. Kenapa tokoh tua yang sudah
matang pengalaman macam Raja Angin Barat begitu mudah terjerumus dalam nafsu
rendah" Kenapa mesti menuruti hawa amarah kalau diri sendiri bakal terkena
getahnya juga?"
"Begitulah Raja Angin Barat saat ini, Tuan Muda Suropati," tegas Peramal
Buntung. "Rasa cinta memang bisa membuat buta. Buta mata dan buta hati. Ketika
cinta berubah jadi rasa kehilangan, maka buta pula akal pikiran. Raja Angin
Barat adalah contoh yang tepat Dia telah kehilangan seorang putri yang sangat
dicintainya. Saat ini, sulit bagi Raja Angin Barat untuk dapat membedakan mana
yang salah dan mana yang benar."
Remaja tampan yang tak lain si
Pengemis Binal Suropati tak menyahuti ucapan Peramal Buntung. Dalam hati, dia
mengucap seribu kata syukur. Bersyukur karena Raja Angin Barat tak jadi
menjatuhkan tangan maut terhadapnya.
Namun, benarkah Raja Angin Barat
pergi dan melupakan urusannya dengan Suropati" Ternyata tidak! Sebuah
teriakan serak parau tiba-tiba memecah keheningan malam....
"Suropati keparat! Kalau aku tidak merenggut jiwamu, sama artinya dengan aku
membunuh putriku sendiri!"
Pengemis Binal dan Peramal Buntung membelalakkan mata. Mereka terhantam
keterkejutan melihat sesosok bayangan berkelebat dan menghadirkan seorang kakek
berjubah merah yang tak lain Raja Angin Barat
"Untuk apa kau kembali, sahabatku Raja Angin Barat?" selidik Peramal Buntung,
menahan jantungnya yang
berdegup kencang.
"Aku tak punya urusan denganmu, Peramal Buntung!" bentak Raja Angin Barat, keras
menggelegar. "Pergilah dan, biarkan aku menyelesaikan urusan dengan bocah
gemblung bernama Suropati itu!"
"Rupanya, hawa amarah benar-benar telah menutupi akal sehatmu, Sahabat.
Bila Siluman Raga kaca melihat sikapmu ini, dia akan tertawa senang karena
merasa menang. Bukankah kau telah dapat diperalatnya, sahabatku Raja Angin
Barat?" "Jangan banyak cakap, Peramal Buntung! Kau boleh mengatakan aku telah diperalat
Siluman Raga kaca. Tapi, setidaknya dia tak akan mencelakakan putriku kalau aku
berhasil membunuh bocah gemblung itu!"
Mendengus gusar Pengemis Binal
mendengar dua kali dirinya disebut sebagai bocah gemblung. Tapi mengingat jalan
pikiran Raja Angin Barat yang tak lagi normal, Pengemis Binal mencoba bersabar.
Ditariknya napas panjang beberapa kali.
"Pak Tua...," sebutnya. "Aku turut menyesal atas kejadian yang menimpa putrimu.
Aku tak akan mengelak dari kesalahan. Karena sedikit banyak, Narita berhasil
disekap Siluman Raga kaca, memang ada sangkut pautnya dengan
diriku. Tapi...."
"Aku tak butuh ucapanmu, Bocah Gemblung!" sela Raja Angin Barat "Yang kubutuhkan
saat ini hanyalah nyawamu!"
"Uts! Kau jangan keburu nafsu dulu, Sahabat!" sergap Peramal Buntung
"Minggir kau!"
Sambil membentak keras, mendadak
Raja Angin Barat mengibaskan ujung lengan jubahnya. Serangkum angin pukulan
meluruk deras kearah Peramal Buntung!
Wusss...! Sengaja Peramal Buntung tak
menghindar. Udara di paru-parunya dia keluarkan lewat mulut dengan disertai
aliran tenaga dalam. Sesaat kemudian, terdengar suara gemuruh bagai ada badai
yang datang menerjang. Raja Angin Barat menggeram marah melihat angin pukulannya
dapat dihalau dengan mudah.
"Hmmm..... Walau malam ini cukup gelap, tapi aku dapat melihat warna mukamu yang
semakin merah padam, sahabatku Raja Angin Barat," ujar Peramal Buntung. "Apa yang kulakukan tadi
hanyalah satu usaha untuk membela diri.
Kau jangan salah sangka, Sahabat. Aku tidak sedang pamer kepandaian di
hadapanmu. Tapi yang harus kau ketahui, aku tak bisa membiarkan perbuatan
membabi buta berlangsung di depan
mataku! Aku akan membela Tuan Muda Suropati walau terpaksa aku
harus memutuskan tali persahabatan...."
"Kek..!" tegur Pengemis Binal.
Sebaiknya kau menyingkir. Urusan ini tidak ada sangkut pautnya denganmu.
Biarlah aku selesaikan diri dengan orang tua keras kepala yang sok jago itu!"
"Tapi..., Tuan Muda...,"
"Sudahlah. Bila kau turuti
kata-kataku, aku akan senang dan sangat berterima kasih kepadamu,"
Melihat kesungguhan Suropati,
Peramal Buntung mengerutkan kening rapat-rapat Peramal Buntung ingat
janjinya untuk menjadi budak pengiring setia selama seumur hidup. Tapi bila
Suropati memberi perintah untuk
menyingkir, haruskah dia menolak
perintah itu" Haruskah Peramal Buntung menutup mata ketika tahu ada orang yang
hendak berbuat sewenang-wenang terhadap junjungannya"
Selagi Peramal Buntung bingung
untuk segera menentukan pilihan dalam bertindak, tiba-tiba melesat selarik sinar
biru tipis dari kegelapan. Sinar itu melesat luar biasa cepat dan sama sekali
tak mengeluarkan suara. Di lain kejap, beberapa jalan darah di tubuh bagian
belakang Peramal Buntung telah kena totok!
"Kakek...!" seru Pengemis Binal dalam keterkejutannya. Pemimpin
Perkumpulan Pengemis Tongkat Sakti ini juga tak dapat mengetahui lesatan sinar
biru. Beruntung, totokan jarak jauh itu tidak ditujukan kepadanya. Andai itu
terjadi, bagaimana mungkin dia bisa menghadapi Raja Angin Barat yangsangat
bernafsu untuk membunuhnya"
Melihat tubuh Peramal Buntung yang tiba-tiba jatuh ke tanah dalam keadaan lemas
tanpa tenaga, Raja Angin Barat turut terkejut. Dia tak tahu siapa yang telah
melancarkan totokan jarak jauh terhadap Peramal Buntung. Tapi menilik
tindakannya, penyerang gelap itu
kemungkinan besar berada di pihaknya.
Tapi, tindakan merobohkan Peramal
Buntung dari belakang itu malah membuat Raja Angin Barat mendengus gusar. Dia
tersinggung dan marah melihat perbuatan yang jauh dari sifat ksatria, Terlebih
lagi. Raja Angin Barat merasa didahului sementara dia belum melakukan apa-apa.
Maka, menggeram keraslah Raja Angin Barat.
"Jahanam! Kiranya, ada cecunguk yang mencoba pamer kepandaian di
hadapanku. Walau maksudmu hendak
membantuku, tapi sungguh aku tak suka!"
Begitu ucapan Raja Angin Barat
lenyap dari pendengaran, dari kejauhan terdengar suara tawa keras menggelegar.
"Ha ha ha...! Kau jangan salah mengerti, Sahabat! Siapa yang hendak membantumu"
Apa yang kulakukan adalah satu cara untuk menyelesaikan urusanku dengan Peramal
Buntung!" Suropati yang tengah berusaha
membebaskan pengaruh totokan di tubuh Peramal Buntung tampak terkesiap. Dia
seperti telah rnengenal warna suara si pembokong itu, tapi siapa" Suropati
berusaha memeras otak untuk
mengingat-ingat. Dia pun bertambah yakih bila pernah mengenal warna suara yang
baru didehgarnya. Tapi hingga beberapa lama berpikir, otaknya malah terasa
buntu. "Ah Persetan dengan pengecut licik itu! Aku harus segera melepas pengaruh
totokan di tubuh Kakek Peramal Buntung ini," kata hati Pengemis Binat kemudian.
Namun, keterkejutan kembali
menghantam. Waktu memeriksa, Suropati mendapati tubuh Peramal Buntung telah
dingin seperti mayat. Kelopak mata dan mulutnya terbuka lebar. Tarikan napas dan
detak jantungnya terasa amat lamban.
Amat tergesa-gesa Suropati
mengeluarkan seluruh daya kemampuan yang pernah dipelajarinya dari si Wajah
Merah. Tapi hingga beberapa lama dia berusaha, pengaruh totokan di tubuh Peramal
Buntung tak dapat dilepaskannya.
Totokan jarak jauh yang dilancarkan si penyerang gelap itu benar-benar lihai!
Maka, mengelamlah paras Pengemis
Binal. Rasa khawatir, bingUng, dan kalut bercampuraduk jadi satu. Membuat jalan
napas Pengemis Binal terasa buntu. Tanpa terasa, keringat dingin keluar
bercucuran. Apa-lagi, Raja Angin Barat, tampaknya sudah tak sabaran untuk segera
menjatuhkan tangan maut!
"Tinggalkan orang tua naas itu, Bocah Gemblung!"
Seruan Raja Angin Barat membuat
Pengemis Binal melonjak kaget. Dia sadar jika harus segera meladeni tantangan
Raja Angin Barat Tapi, bagaimana dengan Peramal Buntung" Haruskah orang tua itu
ditinggalkan begitu saja, sementara tubuhnya masih dalam pengaruh totokan yang
amat lihai" Tidakkah hal itu akan membuatnya celaka"
Dengan hati berdebar-debar tak
karuan, Pengemis Binal menatap wajah Peramal Buntung yang menyiratkan siksaan
hebat Sementara, Raja Angin Barat tampak rnenautkan gigi rapat-rapat dan
mengeluarkan suara menggerendeng,
pertanda dia sudah bersiap sedia untuk mengawali pertempuran.
Tiba-tiba.... "Hadapi Raja Angin Barat! Relakan kepergian Peramal Buntung!"
Dari kejauhan terdengar suara
dingin yang ditujukan kepada Pengemis Binal. Sesaat kemudian, Pengemis Binal
merasakan tiupan angin dingin. Sebelum dia menyadari apa yang tengah terjadi,
mendadak tubuh Peramal Buntung terangkat satu depa dari permukaan tanah. Tubuh
kakek berompi kuning itu lalu melesat cepat karena terhisap bleh kekuatan yang
tak tampak! "Kakek...!" pekik Suropati ketika tahu tubuh Peramal Buntung menghilang dari
hadapannya. Raja Angin Barat turut terkejut.
Pemilik Lembah Makam Pelangi ini sempat melihat bagaimana tubuh Peramal Buntung
terangkat dan melesat, lalu menghilang di kegelapan malam. Tubuh Peramal Buntung
telah dilarikan orang. Tapi siapa orang itu, Raja Angin Barat tak tahu. Demikian
pula dengan si Pengemis Binal Suropati!
*** "Penjahat culas! Kembalikan Mustika Batu Merpati kepadaku!"
Mendengar teriakan itu, seorang
wanita cantik berpakaian merah kuning terkesiap. Tanpa sadar, langkahnya
terhenti. Dengan penuh kewaspadaan, dia memutar badan seraya mengedarkan
pandangan. Wanita cantik berambut putih meletak dan mengenakan mahkota emas ini
tersurut mundur satu langkah saat melihat seekor anjing hitam berjalan tenang di
balik keremangan malam.
Moncong anjing yang nyaris sebesar kuda itu terus mengeluarkan lolongan panjang.
Sementara, di punggungnya bertengger seorang wanita gemuk bundar mengenakan
pakaian serba putih. Rupa si wanita gemuk tak seberapa sedap dipandang mata.
Hidungnya pesek, bibirnya pun tebal berwarna hitam. Lebih buruk lagi,
kepalanya gundu! tanpa sehelai rambut pun!
"Putri Impian...!" desis wanita cantik berambut putih.
Bibir tebal si wanita gemuk
menyungging senyum ejekan. Matanya berkilat, menatap lurus ke depan.
"Berhenti dan diamlah kau, Sona Langit!" perintah si wanita gemuk yang tak lain
Putri Impian, salah seorang dari penghuni Istana Langit yang mempunyai kedudukan
sebagai Ratu Istana Dalam.
Mendengar perintah tuannya, anjing besar hitam menghentikan lolongannya.
Langkahnya terhenti pula. Wanita cantik berambut putih menatap dengan hati
berdebar kencang.
"Apa maksud kedatanganmu ini, Putri Impian?" tanyanya.
"Hmmm.... Kau mengajukan pertanyaan yang telah kau ketahui jawabannya, Melati
Putih," sahut Putri Impian.
"Dengan akal bulusmu, kau telah mengelabui si Pengemis Binal Suropati.
Kau telah melarikan Mustika Batu
Merpati. Kedatanganku ini tentu saja untuk meminta kembali batu mustika
pemberianku itu!"
Wanita cantik yang tak lain Melati Putih atau Bidadari Pulau Penyu melempar
senyum aneh. Tarikan bibimya lebih tepat disebut ringis kesakitan. Dan, Putri
Impian tampaknya mengetahui keanehan itu.
"Kulihat ada luka bakar di pinggang kananmu, Melati Putih,'" ujar Putri Impian.
"Aku tahu kau tengah tersiksa oleh hawa panas yang menjalar dari luka bakar di
pinggang kananmu itu. Oleh karenanya, aku mau berbaik hati
kepadamu. Aku tak akan menjatuhkan hukuman apa-apa kepadamu asal kau
kembalikan Mustika Batu Merpati
Pengemis Binal 28 Rahasia Siluman Raga Kaca di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
kepadaku!"
Bidadari Pulau Penyu menekap
pinggang kanannya. Diam-diam dia
salurkan hawa dingin lewat telapak tangannya. Tapi luka bakar akibat pancaran
'Sinar Merah Penghancur Segala'
ketika bentrok dengan Iblis Mata Satu itu tetap saja terasa panas. Bahkan,
terasa makin panas, hingga sekujur tubuh
Bidadari Pulau Penyu bermandi keringat.
(Tentang luka yang didapat Bidadari Pulau Penyu ini, silakan simak serial
Pengemis Binal dalam episode: "Bidadari Pulau Penyu").
"Uh! Sekujur tubuhku terasa panas luar biasa...," keluh Bidadari Pulau Penyu
dalam hati. "Dengan keadaan terluka seperti ini, dapatkah aku
menghadapi perempuan gembrot itu" Apakah tidak lebih baik Mustika Batu Merpati
kuserahkan saja kepadanya" Tapi..., bukankah aku mempunyai sebuah rencana besar"
Rencana itu hanya dapat
kuwujudkan kalau aku memiliki Mustika Batu Merpati! Hmmm.... Lebih baik aku
mencari akal agar dapat melolOskan diri dari tempat ini...."
"Hei! Kenapa kau diam saja,
Kuntilanak!" hardik Putri Impian.
"Kulihat wajahmu makin pucat. Kau harus segera mendapat pertolongan Oleh karena
itu, cepat serahkan Mustika Batu Merpati, lalu pergilah sejauh mungkin sebelum
aku berubah pikiran!"
"Kau jangan keburu nafsu, Putri Impian...," sahut Bidadari Pulau Penyu dengan
suara lembut, walau wanita
bertubuh sintal ini mesti meredam
perasaan yang menghentak-hentak tak karuan. "Aku bukan orang serendah dugaanmu.
Aku tak pernah menipu
Suropati, bahkan berpikir begitu pun tidak. Aku memang membawa Mustika Batu
Merpati, tapi...."
"Cukup!" potong Putri Impian dengan suara keras menggelegar. Dengan sinar mata
berkilat tajam, wanita gemuk bundar ini meloncat dari punggung
satwa tunggangannya yang bernama Sona Langit.
"Aku tahu kelanjutan ucapanmu itu Melati Putih. Kau hanya akan mengumbar
kata-kata untuk dapat membujukku. Kau salah! Kau salah menduga, Melati Putih!
Aku bukanlah orang yang mudah kau bujuk!
Aku tahu persis siapa kau! Aku tahu benar perangai buruk dan sifat licikmu...!"
"Sebentar...," sela Bidadari Pulau Penyu mendengar ucapan Putri Impian yang
nyerocos panjang. "Kau boleh berbuat apa saja terhadapku, tapi aku mohon
dengarlah dulu penjelasanku...."
"Aku tak butuh penjelasanmu!
Serahkan Mustika Batu Merpati! Atau, kulumatkan tubuhmu yang sudah terluka itu!"
Mendengar ancaman Putri Impian,
Bidadari Pulau Penyu menggeragap kaget seperti baru dibangunkan dari tidur
panjang. Di balik keremangan malam, kedua bola mata Putri Impian tampak melotot
besar dan memancarkan cahaya biru kemerahan. Sementara, bola mata Sona Langit
pun demikian pula. Moncong anjing yang tubuhnya hampir sebesar kuda itu terbuka
lebar, memperlihatkan
taring-taring tajam putih berkilat.
Putri Impian dan Sona Langit sama-sama menatap Bidadari Pulau Penyu bagai aua
makhluk berlainan wujud yang haus darah!
Cepat Bidadari Pulau Penyu
mengerahkan kekuatan hawa sakti untuk melindungi tubuhnya manakala merasakan
sentakan-sentakan aneh yang menyerang seluruh persendian. Tulang-tulang tubuh
Bidadari Pulau Penyu terasa hendak tanggal dari sambungannya!
"Hmmm.....Perempuan gembrot dan satwa tunggangannya itu telah
mengeluarkan 'Sinar Mata Pemisah
Tulang'...," gumam Bidadari Pulau Penyu.
"Aku bisa mati konyol kalau berdiam diri saja. Aku harus berbuat sesuatu!"
Mengikuti pikiran di benaknya,
Bidadari Pulau Penyu mengerahkan hawa sakri sampai ke puncak. Dari kepalanya
mengepul asap tipis. Begitu
sentakan-sentakan aneh itu berkurang kekuatannya, dia berkata,
"Putri Impian, cobalah kau tarik dulu 'Sinar Mata Pemisah Tulang'-mu ini.
Bila kau nekat mengikuti hawa amarahmu, kau pasti akan menyesal!"
"Apa maksudmu?" tanya Putri Impian, dibarengi dengus kegusaran.
"Saat ini juga kau bisa membunuhku, tapi sampai langit runtuh pun kau tak akan
mendapatkan, batu mustika yang kau inginkan!"
Melihat kesungguhan Bidadari Pulau Penyu, mau tak mau Putri Impian mesti melepas
pancaran 'Sinar Mata Pemisah Tulang'. Seperti dapat membaca pikiran tuannya,
Sona Langit pun berbuat serupa.
Dan begitu sentakan-sentakan aneh
yang menyerang persendian
tulang-tulangnya tak terasa lagi,
Bidadari Pulau Penyu menarik napas lega..Sekilas, senyum tipis tersungging di
bibirnya yang merah ranum.
"Cepat katakan apa maksud ucapanmu tadi, Melati Putih!" sentak Putri Impian.
Seperti sengaja mengulur waktu,
Bidadari Pulau Penyu diam dan tampak berpikir pikir. Beberapa kali dia
mendesah sambil menggeleng-gelengkan kepala. Tentu. saja sikap Bidadari Pulau
Penyu ini membuat jengkel dan gemas hati Putri Impian.
"Jangan coba-coba menipuku Setan
Alas! Jika kau tak segera menyerahkan Mustika Batu Merpati, kau akan kusiksa!
Akan kubuat tulang-tulang tubuhmu
bercerai-berai!"
Usai berkata, kedua bola mata Putri Impian tampak memancarkan sinar biru
kemerahan lagi. Namun sebelum 'Sinar
"Mata Pemisah Tulang' datang menyerang, bergegas Bidadari Pulau Penyu mengangkat
tangan kanannya. Gerakannya agak kaku karena rasa panas yang menjalar dari
pinggang kanannya belum hilang, bahkan terasa amat menyiksa.
"Uts! Tahan amarahmu dulu, Putri Impian...!" cegahnya. "Dalam keadaan terluka
seperti ini, aku memang tak akan sanggup melawan 'Sinar Mata Pemisah Tulang'
-mu. Apalagi, kau dibantu satwa tungganganmu yang bernama Sona Langit itu. Tapi
ketahuilah, Putri Impian..., sudah kukatakan di depan, kau bisa membunuhku, tapi
kau hanya akan melihat mayatku tanpa mendapatkan Mustika Batu Merpati...."
"Apa maksudmu?" sentak Putri Impian, terbawa rasa penasaran. Agaknya, wanita
gemuk bundar ini termakan siasat Bidadari Pulau Penyu.
Dan begitu sinar biru kemerahan di bola mata Putri Impian meredup lagi, Bidadari
Pulau Penyu. mengibaskan
telapak tangan kanannya ke depan!
Wusss...! Terkejut tiada terkira Putri
Impian. Dari telapak tangan Bidadari Pulau Penyu melesat berpuluh-puluh bayangan
tangan yang merupakan wujud serangan dari ilmu 'Tangan Ganda Pemakan Roh'!
Jangankan tubuh manusia yang
terdiri dari tulang dan daging empuk, bongkahan batu karang sebesar gajah pun
akan nancur lebur menjadi debu bila tertimpa ilmu 'Tangan Ganda Pemakan Roh'
itu. Maka sambil mengumpat panjang pendek, Putri Impian meloncat ke
sana-sini agar dapat menghindari maut Dan pada waktu inilah Bidadari Pulau Penyu
mengeluarkan lempengan batu
sebesar uang logam hijau dari balik lipatan bajunya. Lempengan batu yang tak
lain dari Mustika Batu Merpati itu lalu ditempelkan kelidah! Bidadari Pulau
Penyu bermaksud melarikan diri dengan menggunakan kekuatan gaib Mustika Batu
Merpati seperti yang pernah dilakukannya ketika berhadapan dengan Iblis Mata
Satu di Graha Kenikmatan.
Namun tiba-tiba Sona Langit
menggerung, "Hungngng...!" Terbawa nalurinya yang tajam, anjing besar berbulu hitam legam
ini meloncat ke depan!
Karena tak menyangka akan datangnya serangan, Bidadari Pulau Penyu menjerit
kaget. Tubuhnya berhasil diterkam oleh Sona Langit Dan pada saat inilah kekuatan
gaib Mustika Batu Merpati bekerja!
Splash...! Putri Impian yang telah berhasil
berkelit dari serbuan bayang-bayang tangan tampak menggedrukkan kaki ke tanah
beberapa kali. Bidadari Pulau Penyu telah lenyap dari pandangannya.
Demikian pula Sona Langit satwa
tunggangannya. "Jahanam kau, Melati Putih!" umpat Putri Impian dengan darah mendidih naik ke
ubun-ubun "Sebelum Mustika Batu Merpati kudapatkan kembali, sampai ke ujung
langit pun, kau akan kukejar!"
*** 2 Kalau saja Raja Angin Barat tidak
menghalangi, ingin rasanya Suropati mengejar orang yang telah menculik Peramal
Buntung. Selama beberapa hari melakukan perjalanan bersama kakek cacat itu,
telah timbul perasaan suka dalam diri Suropati. Apalagi, berkali-kali sudah
Peramal Buntung menunjukkan
kesetiaannya sebagai seorang budak pengiring, walau sebenarnya Suropati tak
pemah meminta. Dan kalau sekarang kakek cacat itu dilarikan orang yang tidak
jelas apa maksudnya, haruskah Suropati diam saja" Tentu saja tidak! Tapi mau apa
lagi, Raja Angin Barat telah berdiri tegak menantang dengan kuda-kuda
terpasang! Terpaksa Suropati harus melayani kalau tidak ingin dikatakan
pengecut. "Lupakan Peramal Buntung! Kau harus bertempur dengan penuh kesungguhan, Bocah
Gemblung!" seru Raja Angin Barat.
"Keluarkah seluruh ilmu kesaktianmu agar kau tak menyesal nantinya!"
"Sebenarnya, dalam diriku tak pernah terbersit setitik pun rasa permusuhan
denganmu, Pak Tua...," sahut Pengemis Binal. "Kalaupun sekarang aku bersedia
bertempur denganmu, ini
kulakukan hanya karena terpaksa...."
"Ha ha ha...! Orang gagah memang nolak tantangan! Hidup atau mati itu urusan
nanti. Tapi yang jelas, aku ingin membawa kepalamu untuk kuhadapkan kepada
Siluman Raga kaca! Agar, aku dapat menyelamatkan Narita...."
Mendadak, air muka Raja Angin Barat yang semula garang berubah keruh dan
menyiratkan rasa sedih. Waktu
mengucapkan nama putrinya, suara pemilik Lembah Makam Pelangi ini terdengar
bergetar. Dengan mata berkaca-kaca, dia menggeleng-gelengkan kepala seperti
hendak mengusir perasaan hatinya yang galau.
"Pak Tua, aku tahu jiwamu terpukul.
Tidakkah lebih baik kau menenteramkan pikiran agar tak salah kau melangkah, agar
tak keliru kau berbuat..," ujar Pengemis Binal.
"Tutup mulutmu! Aku tahu apa yang harus kulakukan!" hardik Raja Angin Barat
dengan air muka berubah garang lagi.
Di ujung kalimatnya, kakek berjubah merah ini menarik napas panjang seraya
memutar-mutar kedua tangannya di depan dada. Di lain kejap, timbul suara gemuruh
dahsyat. Daun-daun kering dan batu yang berserakan di tanah berhamburan ke
segala penjuru.
Pengemis Binal tersurut mundur satu langkah. Kedua pergelangan tangan Raja Angin
Barat tampak dilapisi sinar putih berkeredapan Sinar itu amat terang dan cukup
untuk menyilaukan mata. Hingga, keremangan malam tersibak. Dan perlahan namun
pasti, kedua pergelangan tangan Raja Angin Barat mulai bertambah ukuran.
Membesar! "Bersiaplah kau untuk menerima ajalmu, Bocah Gemblung! Dengan ilmu
'Tangan Langit', akan kuremukkan
tubuhmu!" seru Raja Angin Barat sewaktu kedua pergelangan
tangannya telah
membesar puluhan kali dari ukuran
normal. Suropati yang pernah merasakan
kehebatan ilmu 'Tangan Langit' cepat menghimpun seluruh kekuatan tenaga dalam
beserta kekuatan batinnya. Remaja tampan ini hendak mengeluarkan ilmu 'Kalbu
Suci Penghempas Sukma' wejangan Bayangan Putih dari Selatan. Sengaja Suropati
tak mengeluarkan ilmu pukulan 'Salju Merah'
karena ilmu yang diturunkan Nyai Catur Asta itu tak mampu menghadapi
kedahsyatan ilmu 'Tangan Langit' Raja Angin Barat. (Baca serial Pengemis Binal
dalam episode: "Sepasang Racun Api").
Tampak kemudian, Pengemis Binal
mementangkan kedua tangannya ke samping, dijulurkan lurus ke atas, lalu
perlahan-lahan diturunkan di depan dada.
Dengan bersedekap dan mata terpejam rapat, tibuh Suropati bergetar. Dari getaran
itu. memancar cahaya
kebiru-kebiruan. Suropati telah
berhasil menghimpun kekuatan semesta!
Ilmu 'Kalbu Suci Penghempas Sukma'
diperoleh dari penyatuan tenaga dalam tingkat tinggi dengan kekuatan batin yang
suci bersih. Dari penyatuan kekuatan yang berbeda itu, kekuatan
semesta yang maha dahsyat berhasil dihimpun. Dan benda berwujud apa pun yang
menyentuh cahaya kebiru-biruan yang memancar dari sekujur tubuh Suropati akan
hancur berkeping-keping! Tak
terkecuali, tubuh manusia yang mempunyai ilmu kesaktian tinggi!
Namun..., mampukah ilmu 'Tangan
Langit' yang telah disempurnakan Raja Angin Barat meredam kedahsyatan ilmu
'Kalbu Suci Penghempas Sukma'"
"Tangan Langit Penghancur Arwah'!"
seru Raja Angin Barat.
Sambil berteriak lantang, tangan
kanan Raja Angin Barat berkelebat ke depan. Kelima jarinya siap meremas tubuh
Pengemis Binal! Namun....
Blarrr...! "Wuahhh...!" Raja Angin Barat memekik kesakitan tatkala jari-jari tangan
kanannya membentur inti kekuatan ilmu 'Kalbu Suci Penghempas Sukma' yang
melindungi tubuh Pengemis Binal. Sinar putih yang melapisi pergelangan tangan
Raja Angin Barat kontan lenyap. Di lain kejap, tangan raksasa itu mengecil lagi.
Hingga hanya tangan kirinyalah yang masih berwujud tangan raksasa.
Kaki Raja Angin Barat tampak
melangkah gontai ke belakang. Jari-jari tangan kanannya yang telah mengecil
terasa panas hiar biasa. Namun sebagai tokoh tua yang cukup punya nama di Negeri
Pasir Luhur, Raja Angin Barat pantang mundur pada gebrakan pertama. Usai
menggerendeng panjang, dia
memutar-mutar tangan kanannya di depan dada. Sekali lagi timbul suara gemuruh
dahsyat. Putaran tangan pemilik Lembah Makam Pelangi ini menimbulkan tiupan
angin kencang. Beberapa pohon kecil tampak tercabut dari akarnya, lalu terlontar
sejauh ratusan tombak!
Pergelangan tangan kanan Raja Angin Barat yang telah membesar lagi diangkat
lurus ke atas, Tangan kirinya mengikuti.
Dan ketika Raja Angin Barat menggembor keras, sinar putih yang melapisi kedua
pergelangan tangannya berubah kuning kemerahan yang amat menyilaukan mata!
"Blarrr...!
Kedua telapak tangan Raja Angin
Barat menepuk di atas kepala. Bersamaan dengan timbulnya ledakan keras, melesat
seberkas sinar kuning kemerahan.
Meluncur deras ke tubuh Pengemis Binal yang diseiubungi cahaya kebiru-biruan!
Luar biasa! Seberkas sinar kuriing kemerahan yang mempunyai daya penghancur amat
dahsyat itu lenyap tanpa bekas kerika membentur cahaya kebiru-biruan yang
merupakan inti kekuatan dari ilmu
'Kalbu Suci Penghempas Sukma'!
Tak dapat digambarkan lagi betapa
terkejutnya Raja Angin Barat Dua
tingkatan ilmu 'Tangan Langit'nya dapat dipatahkan dengan mudah oleh Pengemis
Binal yang tengah mengetrapkan salah satu ilmu andalannya.
"Hmmm... tak kusangka bocah
gemblung itu memiliki ilmu yang sangat ampuh...," ujar Raja Angin Barat dalam
hati. "Ilmu 'Tangan Langit' tingkat pertama yang bernama 'Tangan Langit Penghancur
Arwah' dapat dimentahkannya.
Begitu pula ilmu 'Tangan Langit' tingkat kedua yang bernama 'Sinar Tangan Langit
Pelebur Sukma'. Sungguh dia seorang pemuda yang mempunyai kesaktian luar biasa.
Andai Narita putriku tidak dalam sekapan Siluman Ragakaca, sehingga aku harus
Pengemis Binal 28 Rahasia Siluman Raga Kaca di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
membunuh pemuda itu, ingin rasanya aku mendekatkan Narita kepadanya.
Kasihan Narita. Seumur hidupnya dia selalu dirundung sepi karena tak punya
teman...."
Beberapa saat, Raja Angin Barat
menatap Pengemis Binal yang tengah berdiri bersedekap dengan tatapan aneh.
Melihat keteduhan yang tersirat dari raut wajah Pengemis Binal, tiba-tiba Raja
Angin Barat menitikkan air mata.
Ingatannya melayang ke wajah jenaka Narita.
"Narita putriku...," desah Raja Angin Barat, penuh kesedihan. "Maafkan kesalahan
ayahmu ini, Nak... Walau aku bermaksud baik, tapi kenyataannya aku telah
memenjarakanmu di Lembah Makam Pelangi yang sunyi sepi. Kini..., kau pasti lebih
tersiksa lagi dalam sekapan Siluman Ragakaca. Tapi, tunggulah
beberapa saat lagi, Narita putriku sayang. Aku akan membawamu pulang. Aku akan
menebusmu dengan... dengan...."
Mendadak, Raja Angin Barat
menggeleng-gelengkan kepalanya dengan cepat. Timbul tiupan angin yang
mengeluarkan suara bersiut nyaring.
Seperti orang lupa ingatan, kakek
berjubah merah ini tertawa.
bergelak-gelak. Suaranya keras
menggelegar dan menggema ke empat
penjuru angin. Dan begitu tawanya
berhenti, dia menatap Pengemis Binal dengan bola mata memerah seperti darah!
"Aku harus membunuhmu! Aku harus membunuhmu, Bocah Gemblung!" geram Raja Angin
Barat. Sepuluh jari tangan
raksasanya meremas-remas sebagai wujud hawa amarah yang tiba-tiba menutupi akal
sehatnya lagi. Sementara, Suropati masih saja
berdiri tegak dengan tangan bersedekap.
Dengan kelopak mata tertutup rapat, wajah pemimpin Perkumpulan Pengemis Tongkat
Sakti ini terlihat begitu teduh seperti wajah bayi yang tak punya dosa.
Karena nalurinya memberitahukan
bahwa masih ada bahaya yang mengancam, ilmu 'Kalbu Suci Penghempas Sukma'
masih. terus melindungi. Hingga sampai beberapa waktu lamanya, tubuh Pengemis
Binal tetap terselubungi cahaya
kebiru-biruan yang mempunyai daya
tolakan amat dahsyat!
"Tangan Langit Perontok Jiwa'!"
seru Raja Angin Barat kemudian. Kedua tangan raksasanya yang dilapisi sinar
kuning kemerahan berubah jadi bayangan tangan raksasa berwarna hijau yang
mengeluarkan hawa panas luar biasa.
"Tangan langit Perontok Jiwa'
adalah tingkatan ketiga atau puncak dari kedahsyatan ilmu 'Tangan Langit' Raja
Angin Barat. Balok baja yang amat keras pun akan lumer apabila tersentuh tangan
raksasa kakek berjubah merah ini. Tapi, mampukah dia menghalau inti kekuatan
ilmu 'Kalbu Suci Penghempas Sukma' milik Pengemis Binal"
Tampak kemudian, kedua bayangan
tangan raksasa Raja
Angin Barat berkelebat ke depan secara bersamaan.
Sementara, Suropati yang berdiri
bersedekap dengan kelopak mata tertutup rapat, sama sekali tak bergeming dari
tempatnya! Wusss....! "Haya...!"
Tubuh Pengemis Binal yang
terselubungi cahaya kebiru-biruan
berhasil digenggam oleh sepuluh bayangan jari raksasa. Raja Angin Barat. Timbul
suara ... mendesis seperti bara api tersiram air. Raja Angin Barat memekik parau
ketika merasakan sepuluh jari tangannya yang berhawa panas seperti menyentuh
bongkahan es yang amat dingin, ratusan kali dinginnya bila dibanding dengan hawa
dingin es yang sebenarnya.
Tapi walau Raja Angin Barat merasa kesakitan di mana tubuhnya terasa bagai
ditimbun di dalam gumpalan-gumpalan es yang berhawa dingin luar biasa, dia tak
mau melepaskan tubuh Suropati yang berada dalam genggaman sepuluh bayangan jari
tangan raksasanya.
Kemudian sambil menggembor keras, Raja Angin Barat mengangkat +ubuh
Pengemis Binal tinggi-tinggi, lalu disambitkan ke bawah dengan kekuatan penuh.
Tak ayal lagi, tubuh Pengemis Binal melesat cepat untuk segera
membentur permukaan tanah keras!
Slaps...! Sewaktu meluncur deras ke bawah,
sinar kebiru-biruan yang menyelubungi tubuh Pengemis Binal tiba-tiba lenyap.
Itu berarti tubuh Pengemis Binal tak lagi terlindungi oleh kekuatan ilmu 'Kalbu
Suci Penghempas Sukma'. Rupanya, ilmu
'Tangan Langit' tingkat ketiga mampu meredam kedahsyatan salah satu ilmu andalan
remaja tampan itu!
Dan agaknya Suropati pun belum
menyadari bila malaikat kematian segera akan menjemput nyawanya. Tanpa
perlindungan apa-apa, tubuh remaja
berpakaian putih penuh tambalan ini terus meluncur ke bawah. Sementara permukaan
tanah keras telah siap untuk menyambut luncuran tubuhnya!
Namun tiba-tiba, permukaan tanah oi mana tubuh Pengemis Binal akan mendarat
mengekiarkan suara berderak-derak Di lain kejap, beberapa bagian di permukaan
tanah itu retak, lalu membuka, hingga muncul sebuah lubang bergaris tengah satu
depa! Wusss...! "Aaa...!"
Diiringi jeritan
panjang yang sangat menyayat hati, tubuh Pengemis Binal terhisap masukke lubang yang tiba-
tiba muncul di permukaan tanah itu.
Lalu secepat kilat, permukaan tanah menyatu lagi dengan mengeluarkan suara
berderak amat keras. Akibatnya tubuh Pengemis Binal lenyap.
Benar-benar tertelan tanah!
"Astaga...!" kesiap Raja Angin Barat.
Kakek berjubah merah ini sama sekali tak menduga akan kejadian yang menimpa diri
Suropati. Dia tak tahu kekuatan apa yang tiba-tiba muncul dari dalam tanah,
untuk kemudian menghisap tubuh Suropati.
Setelah melepas ilmu 'Tangan
Langit'nya, Raja Angin Barat meloncat sejauh lima tombak. Diperiksanya
permukaan tanah yang baru saja menelan tubuh Suropati. Namun, pemilik Lembah
Makam Pelangi ini segera tampak
menggeleng-gelengkan kepala dalam
perasaan heran.
Permukaan tanah yang tadi tampak
membuka lalu menelan tubuh Suropati hanya memperlihatkan bekas retakan sepanjang
satu depa. Sementara, tubuh Suropati pun sudah tak terlihat lagi.
Raja Angin Barat mengucak-ucak matanya beberapa kali. Kakek berjubah merah ini
seperti tak percaya pada penglihatannya sendiri. Bagaimana mungkin permukaan
tanah bisa membuka lalu menutup lagi setelah menghisap tubuh seorang anak
manusia" Untuk beberapa saat, Raja Angin
Barat berdiri memarung memikirkan
peristiwa aneh yang baru saja
dilihatnya. Setelah angin dingin malam berhembus kencang dan mengibarkan kain
jubahnya, barulah kakek yang rambutnya dikuncir ini menyadari keadaan.
"Hmmm.... Tubuh bocah gemblung itu benar-benar telah tertimbun di dalam tanah.
Mustahil dia dapat bertahan hidup...," pikir Raja Angin Barat.
"Walau tidak secara langsung, tapi aku telah membunuhnya. Itu berarti aku bisa
menemui Siluman Ragakaca untuk meminta kembali Narita putriku...."
Diiringi desau angin malam, Raja
Angin Barat tertawa panjang penuh
kepuasan. Lalu sambil tetap
tertawa-tawa, dia berkelebat... Tapi, benarkah si Pengemis Binal Suropati telan
menemui ajalnya"
*** Bila sang Penguasa Jagat
berkehendak, maka sesuatu yang
dikendaki-Nya itu pasti akan terjadi.
Tanpa ada satu kekuatan pun yang mampu menghalangi. Dan, kehendak-Nya sering
kali di luar akal pikiran manusia. Satu misal adalah peristiwa yang dialami si
Pengemis Binal Suropati kali ini.
Antara sadar dan tidak, Pengemis
Binal merasakan tubuhnya terhisap oleh kekuatan dahsyat yang tak tampak pleh
mata. Dia merasakan tubuhnya terus meluncur ke bawah, tanpa mau memberikan
perlawanan sedikit pun. Akal pikiran Pengemis Binal jadi gelap, segelap matanya
yang tak dapat melihat apa-apa Beberapa tarikan napas kemudian,
luncuran tubuh Suropati berkurang.
Suropati pun merasakan tubuhnya amat ringan. Mendadak, kegelapan yang
menyelimuti pandangannya lenyap.
Sebagai gantinya muncul pancaran cahaya putih. Karena silau, cepat Suropati
memejamkan mata. Dan pada saat Suropati memejamkan mata inilah terdengar suara
dingin menyeramkan..,.
"Bocah gendeng! Bocah geblek yang sok pintar! Seharusnya aku biarkan kau mati,
tapi aku kasihan melihatmu mati karena keangkara
murkaan Siluman
Ragakaca. Bolehlah kali ini kau
kutolong!"
Pengemis Binal tak tahu suara yang didengarnya itu dari mana. Tapi telinga
remaja tampan ini cukup jelas menangkap makna ucapannya.
Pengemis Binal terkesiap manakala
merasakan tubuhnya mengambang di udara.
Pancaran cahayaputih pun tak lagi menyilaukan, hingga remaja tampan ini bisa
mengedarkan pandangan dengan
leluasa. Kembali Pengemis Binal terkesiap.
Ternyata, tubuhnya ditahan oleh
serat-serat xahaya putih ysng memancar dari bawah. Serat-serat cahaya ituiah
yang membuat tubuh remaja tampan ini tidak sampai jatuh berdebam.
Saat kesadarannya benar-benar telah pulih, Pengemis Binal menggerakkan otot-otot
tubuhnya seraya meloncat.
Begitu mendarat, heran tiada terkira Pengemis Binal. Sambil garuk-garuk kepala,
remaja yang sering berperilaku konyol ini terus mengedarkan pandangan.
Namun, apa yang dilihatnya tetap tak berubah. Di sekitar tempatnya berdiri hanya
tampak dinding-dinding tanah kapur berwarna putih.
"Hmmm.... Kiranya, aku berada di sebuah gua bawah tanah," pikir Suropati.
"Aneh! Benar-benar aneh! Aku masih ingat dan dapat melihat dengan jelas ketika
tubuhku dilemparkan oleh tangan raksasa Raja Angin Barat, permukaan tanah
tiba-tiba membuka, tubuhku terhisap masuk mustahil kalau ini semua karena
kekuatan alam biasa. Tapi, mungkinkah ada
manusia yang sanggup membuka
permukaan tanah lalu menyedot tubuhku, dan menempatkanku di gua , bawah tanah
ini?" " Terbawa rasa herannya, beberapa kali Suropati mendongak, melihat kekanan kiri,
memeriksa permukaan tanah kapur tempatnya berpijak, lalu garuk-garuk kepala!
Di bagian atas, Suropati hanya
melihat tonjoian-tonjolan-tanah kapur.
Begitu pula di bagian kanan kirinya yang berupa dinding kasar. Tempatnya
berpijak pun berupa tanah kapur. Permukaannya tak rata diseraki batu-batu kapur,
yang semuanya berwarna putih meletak.
Ruangan gua bawaah tanah yang cukup luas ini menjadi terang benderang karena di
salah satu sudutnya terdapat gumpalan cahaya. Suropati tak tahu gumpalan cahaya
itu berasal dari benda atau dari sesuatu yang berwujud apa. Namun,
beberapa kali Suropati melonjak kaget.
Gumpalan cahaya yang dilihatnya,
pancarannya dapat berubah-ubah. Kadang menguat, hingga terlihat menyilaukan
mata, Kadang melemah, dan hanya mampu memberi penerangan gua secukupnya.
"Aneh!" mungkinkah gumpalan cahaya itu berasal dari kekuatan panas bumi?"
tanya Pengemis Binal dalam hati. "Tapi, kenapa pancarannya tidak terasa panas"
Bahkan, aku yakin bila gumpalan cahaya itulah yang telah menahan luncuran
tubuhku waktu terjatuh ke dalam gua ini.
Hmmm... kekuatan panas bumi tidak akan sehebat itu, Cahaya panasnya pasti akan
membakar hangus tubuhku. Tapi, gumpalan cahaya itu tidak demikian. Pasti ada
apa-apa di balik keanehannya...."
Selagi Pengemis Binal larut dalam
pikiran di benaknya, mendadak gumpalan cahaya yang berada di salah satu sudut
ruangan tampak menguat pancarannya.
Karena silau dan merasa pedih,. cepat Pengemis Binal menutup kelopak matanya.
Namun tiba-tiba...,
Krash...! Srattt...! Batu-batu kapur yang berserakan di dekat gumpalan cahaya tampak melayang.
Lalu dengan kecepatan tinggi dan
mengandung daya penghancur luar biasa, menyerbu Pengemis Binal!
"Ya Tuhan...," sebut Suropati.
Walau kelopak matanya tertutup rapat, tapi indera pendengaran Suropati dapat
bekerja dengan baik. Dia tahu bila ada bahaya yang mengancam jiwanya. Maka tanpa
pikir panjang lagi, sambil tetap menutup kelopak mata, Suropati
meloloskan tongkat butut yang terselip di ikat pinggangnya!
Wuttt...! Wuttt...!
Bletakkk...! "Ih...!"
Pengemis "Binal menjerit kaget Batang tongkat yang diputarnya di depan tubuh
untuk membentuk perisai, tiba-tiba patah menjadi tiga bagian. Batang tongkat
yang telah dialiri tenaga dalam tingkat tinggi ternyata tak mampu
menahan gempuran batu-batu kapur!
"Kadal bunting! Setan comberan!"
Sambil mengumpat-umpat, Pengemis Binal melentingkan tubuhnya ke sana-sini.
Susah payah dia berusaha menghindari hujan batu kapur. Tapi untunglah hujan batu
itu tidak berlangsung lama. Hingga Pengemis Binal dapat bernapas lega.
"Uh! Ada-ada saja! Peristiwa apa ini"!"
Sambil berkata-kata seorang diri,
Suropati garuk-garuk kepala seraya mengedarkan pandangan untuk kesekian kalinya.
Kini terlihat hampir seluruh permukaan dinding
jadi berlubang-lubang. Agaknya
batu-batu kapur yang berlesatan tadi telah
menancap dan amblas ke dalam dinding gua.
"Hmmm.,.. Mataku memang tak dapat melihat apa-apa, tapi aku tahu yang telah
dengan sengaja menyerangku,..,"
ujar Pengemis Binal dengan suara
menggeram. "Walau kau berwujud kuntilanak dekil ataupun setan comberan bau,
segera tampakkan batang hidungmu!"
Tiba-tiba.... "Ha ha ha...! Bocah gendeng! Bocah geblek yang sok pintar! Bibirmu tipis, hingga
mulutmu jadi sangat ceriwis! Kau punya nyali besar, tapi kau tak sadar bila
kepandaianmu belumlah dapat
diandalkan!"
Suropati terkejut mendengar suara
yang menyahuti ucapannya. Bergegas dia memutar tubuh untuk mencari siapa yang
telah berkata-kata itu. Namun hingga kepalanya terasa tengkleng, tak ada sosok
manusia lain yang tampak di dalam gua. Sementara, gumpalan cahaya terus menguat
dan melemah pancarannya. Tanpa sadar, Suropati telah terserang rasa takut.
Tubuhnya tiba-tiba menggigil, dan keringat dingin pun bercucuran!
Pengemis Binal 28 Rahasia Siluman Raga Kaca di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
*** 3 Semburat cahaya jingga di langit
menandakan hari telah menyingsing fajar.
Seiring dengan terusirnya gelap malam, wajah sang candra terlihat memucat
Kedipan bintang pun melemah. Namun suasana di dataran tanah luas
berbatu-batu ini tetap lengang. Tak berkutik melawan cengkeraman sepi.
Satwa-satwa malas beranjak dari
sarangnya. Karena hawa dingin masih terasa menusuk tulang. Tapi sepi tak lagi
berkuasa manakala melesat seberkas Cahaya putih dari langit, dibarengi jerit
ngeri seorang wanita dan lolongan panjang seekor anjing!
"Wuaaahhh...!"
"Huuung...!"
Begitu seberkas cahaya yang melesat dari langit itu menerpa tanah, muncul
sesosok tubuh manusia yang tengah
bergumul dengan seekor anjing yang nyaris sebesar kuda!
Sosok manusia berpakaian merah
kuning ini tak lain Melati Putih atau Bidadari Pulau Penyu. Dan anjing besar
berbulu hitam legam yang tengah
menggumulinya adalah Sona Langit, satwa tunggangan Putri Impian!
Sampai beberapa saat lamanya, tubuh kedua makhluk berlainan wujud ini terus
bergumul dan bergulingan di permukaan.
tanah berbatu. Bidadari Pulau Penyu berusaha sekuat tenaga untuk dapat
melepaskan diri dari cengkeraman dan gigitan Sona Langit Namun karena Sona
Langit mempunyai kekuatan luar biasa, puluhan kali lipat bila dibanding dengan
anjjng biasa, tak mudah bagi Bidadari Pulau Penyu untuk dapat meloloskan diri
dari intaian maut. Tubuh sintal Bidadari Pulau Penyu terus terbanting-banting,
Pakaiannya yang indah gemerlap bak seorang ratu telah robek di sana-sini.
Kulitnya yang halus mulus pun mulai terluka dan mengucurkan darah segar!
Sebenarnya kemampuan Bidadari Pulau Penyu tidak berada di bawahnSona Langit.
Tapi karena dia menderita luka di
pinggang kanan akibat terkena pancaran
'Sinar Merah Penghancur Segala' sewaktu bertempur dengan Iblis Mata Satu di
Graha Kenikmatan, maka kekuatan Bidadari Pulau Penyu jadi berkurang setengah
bagian. Dan itu dimanfaatkan benar oleh Sona Langit, seekor anjing piaraan Putri Impian
yang memiliki naluri tajam. Sona Langit tahu bila Bidadari Pulau Penyu telah
melarikan Mustika Batu Merpati milik tuannya. Oleh karena itu, Sona Langit
berma-sud membunuh sekaligus merebut kembali Mustika Batu Merpati yang merupakan
satu-satunya benda yang dapat menembus Pesanggrahan Pelangi!
Pertempuran antara Bidadari Pulau Penyu dengan Sona Langit terus
berlangsung sampai pagi datang
menjelang. Keadaan Bidadari Pulau Penyu benar-benar telah berada di ambang pintu
akhirat. Tenaganya yang lemas dan telah terkuras tak mampu menandingi keganasan
Sona Langit! "Huuung...!"
Diiringi lolongan panjang, salah
satu kaki Sona Langit berkelebat cepat, menyepak dada! Akibatnya tubuh Bidadari
Pulau Penyu terlempar jauh, lalu
bergulingan dan terbentur-bentur batu yang berserakan di tanah.
Pandangan Bidadari Pulau Penyu jadi kabur. Rasa sakit merejam sekujur
tubuhnya. Tulang belulangnya pun terasa amat ngilu bagai telah remuk redam.
Namun dengan napas megap-megap, wanita cantik berambut putih ini berusaha
bangun. "Aku tak boleh mati! Aku harus tetap hidup!" seru Bidadari Pulau Penyu dalam
hati. "Aku' harus mewujudkah cita-cita dulu! Lagi pula aku tak boleh mati dengan
nama kotor tercoreng seperti ini! Aku harus tetap hidup!"
Dengan menguatkan hatinya, Bidadari Pulau Penyu merangkak bangun. Tak dia
pedulikan rasa sakit yang merejam
tubuhnya. Namun karena tenaganya
benar-benar telah terkuras, dia jatuh terduduk. Dan pada saat inilah Sona Langit
melolong panjang seraya meloncat sebat ke depan! Moncongnya yang terbuka
memperlihatkan taring-taring runcing bagai pisau belari, siap menerkam leher
jenjang Bidadari Pulau Penyu!
"Huuungngng...!"
"Hiahhh...!"
Bidadari Pulau Penyu menjerit hgeri melihat kelebatan tubuh Sona Langit yang
meluncur ke arahnya. Dia hendak berkelit menghindar, tapi keadaan tubuhnya yang
lemah sudah tak memungkinkan lagi untuk diajak meloloskan diri dari lubang maut.
Bidadari Pulau Penyu cuma dapat duduk terpaku dengan bola mata melotot besar dan
mulut terbuka lebar. Wanita yang tubuhnya sudah berlumuran darah ini pun tak
tahu apakah Mustika Batu Merpati masih menempel di lidahnya atau telah terlempar
keluar. Namun sebelum malaikat kematian
benar-benar menjemput nyawa Bidadari Pulau Penyu, dari kejauhan terdengar suara
genderang dipukul
bertalu-talu..,.
Dung! Blang!' Dung! Blang! Luar biasa! Getaran suara genderang itu mampu menahan luncurah tubuh Sona
Langit, Bahkan di lain kejap, tubuh anjing besar berbulu hitam legam ini
terlontar balik, lalu jatuh berdebam dan melesak ke dalam tanah keras!
"Huuungngng...!"
Sona Langit melolong panjang.
Getaran suara genderang tadi sebenarnya sudah sanggup untuk meremukkah tubuh
seekor gajah. Tapi karena Sona Langit memiliki daya tahan luar biasa, dia tak
menderita luka sedikit pun. Bahkan satwa piaraan Putri Impian ini langsung
melompat tegak. Lalu dengan pandangan berkilat-kilat, dia berusaha mencari
seseorang yang telah menggagalkan
niatnya untuk menghabisi riwayat
Bidadari Pulau Penyu.
Sekitar lima tombak di belakang
Bidadari Pulau Periyu yang tengah duduk mendeprok di tanah, tampak seorang kakek
kate berdiri dengan kedua tangan
memegang kayu pemukul. Bentuk tubuhnya yang hanya menyamai anak-anak sepuluh
tahunan dibuhgkus dengan pakaian ketat merah hitam. Kepalanya yang gundul diikat
dengan sehelai kain kuning.
Sementara, di depan kakinya yang dialasi sepatu kulit kerbau tergeletak sebuah
genderang besar. Melihat penam
pilan-kakek kate ini, siapa lagi dia kalau bukan Hakim Neraka!
"Huuungngng...!!"
lolong Sona Langit penuh ke-marahan Anjing besar ini melangkah satu depa ke depan, lalu
meloncat dengan kecepatan melebihi luncuran anak panah lepas dari busur.
Bidadari Pulau Penyu yang sudah
tiada daya, menutup kelopak
mata rapat-rapat. Walau wanita cantik ini masih punya semangat hidup
yang menyala-nyala, tapi kalau seluruh
tenaganya sudah terkuras habis, apa lagi yang dapat dilakukannya untuk
menghindari kematian"
Wusss...! Bulu kuduk Bidadari Pulau Penyu
kontan berdiri ketika merasakan hembusan angin dingin lewat di atas kepalanya.
Namun, wanita cantik yang pernahbmenjadi ratu kecil di Pulau Penyu ini dapat
menarik napas lega. Terkaman Sona Langit tidak ditujukan kepada dirinya,
melainkan kepada Hakim Neraka!
Tapi ketika terkaman Sona Langit
kurang satu tombak untuk mencapai sasaran, secepat kilat Hakim Neraka mengangkat
tangan kanannya yang memegang kayu pemukul. Pennukaan genderang pun bergetar....
Dung...! "Httuung...!"
Sona Langit melolong panjang. dalam kegusaran ketika tubuhnya membentur getaran
suara genderang. Karena getaran suara itu mengandung kekuatan dahsyat, tak ayal
lagi tubuh Sona Langit terlontar balik untuk kedua kalinya. Bahkan, lontaran
tubuh Sona Langit kali ini lebih cepat dan lebih jauh!
Wusss...! Mata Bidadari Pulau Penyu
terbelalak lebar saat melihat tubuh Sona Langit meluncur di atas kepalanya.
Berkali-kali wanita bertubuh sintal ini menarik napas lega karena tahu ada orang
yang bermaksud menolongnya.
Sementara, tubuh Sona Langit terus meluncur jauh diiringi lolongan yang parau
panjang. Setelah mencapai jarak sekitar tiga puluh tombak, tubuh satwa piaraan
Putri Impian ini jatuh berdebam di tanah, dan amblas ke dalam,
memperdengarkan suara gemuruh yang memekakkan gendang telinga.
Dan sebelum Sona Langit meloncat
dari kubangan yang terbentuk oleh
lontaran tubuhnya sendiri, Hakim Neraka memukul lagi genderangnya!
Dung! Blang! Dung! Blang! Tampak kemudian, bongkahan batu
besar kecil yang bertebaran di permukaan tanah melayang, lalu menghujani tubuh
Sona Langit Hanya dalam satu tarikan napas, tubuh Sona Langit sudah
menghilang dari pandangan karena
tertimbun ratusan bongkah batu!
Kini suasana di tanah luas
berbatu-batu ini kembali sepi. Hanya desau angin yang tertangkap oleh indera
pendengaran. Hakim Neraka tampak
geleng-geleng kepala, lalu menyelipkan kedua tongkat kayu pemukul ke ikat
pinggangnya. Dengan langkah sedikit
melompat-lompat, Hakim Neraka
menghampiri Bidadari Pulau Penyu. Namu, tubuh wanita cantik ini telah tergeletak
dalam keadaan pingsan. Rupanya Bidadari Pulau Penyu tak kuasa lagi menahan rasa
sakit akibat luka-luka di tubuhnya.
"Kasihan kau, Melati Putih...,"
desis Hakim Neraka.
"Setelah geleng-geleng kepala lagi, Hakim Neraka memungut mahkota emas yang
tergeletak tak seberapa jauh dari tubuh Bidadari Pulau Penyu.
"Kau tampak kurang cantik kalau tidak memakai mahkota ini," ujar Hakim Neraka
seraya mengenakan mahkota emas di kepala Bidadari Pulau Penyu. "Nah!
Sekarang, kecantikanmu benar-benar tampak luar biasa...."
Dengan lembut dan penuh kasih, Hakim Neraka menghapus percikan darah
bercampur debu yang menempel di wajah Bidadari Pulau Penyu. Sejenak, Hakim
Neraka menatap kecantikan wajah Bidadari Pulau Penyu tanpa berkedip. Telunjuk
jari tangan kanannya yang kecil mungil menelusuri dahi, pipi, dan bibir wanita
yang baru ditolongnya ini.
"Tempat ini tak bagus untuk tempat tidur wanita secantik kau, Sayang...."
Di ujung kalimatnya, Hakim Neraka
mengangkat tubuh Bidadari Pulau Penyu.
Walau tubuh Bidadari Pulau Penyu hampir dua kali lipat besar tubuhnya sendiri,
tapi Hakim Neraka sama sekali tak
mendapat kesulitan untuk membopong.
Sesaat kemudian, tubuh Bidadari Pulau Penyu telah dibaringkan di atas
genderang besar.
"Hmmm.... Kau memang memiliki kecantikan yang sempurna, sayangku Melati
Putih...," desis Hakim Neraka seraya mendaratkan kecupan di kening Bidadari
Pulau Penyu yang masih
belum sadar dari pingsannya.
Hakim Neraka lalu tertawa bergelak.
Ringan sekali kedua tangannya menyambar genderang besar tempat Bidadari Pulau
Penyu terbaring pingsan, lalu
dipanggulnya seraya dibawa berkelebat.
Sampai beberapa saat, tawa panjang Hakim Neraka masih terdengar di hamparan
tanah luas berbatu-batu ini....
*** "Ouw...!"
Si Pengemis Binal Suropati melonjak kaget. Gumpalan cahaya yang berada di salah
satu sudut gua tiba-tiba lenyap.
Sebagai gantinya, muncul seorang kakek yang paling tidak telah berumur seratus
tahun. Anehnya, kulit wajahnya yang keriputan benvarna putih seperti kapur.
Kulit tubuhnya juga demikian. Bahkan, tampak seperti tanpa pori-pori!
Tanpa sadar Suropati tersurut
mundur dua langkah. Sebagai manusia biasa yang memiliki perasaan takut, remaja
tampan ini menatap dengan penuh rasa giris. Apalagi wajah si kakek yang tiba-
tiba muncul di hadapannya sungguh terlihat mengerikan. Dahinya lebar dengan
bentuk mata bulat hijau seperti buah kedondong muda. Sementara batang hiduhgnya
yang melesak ke dalam, hingga hanya dua lubangnya yang terlihat. Yang tampak
lebih mengerikan. adalah dua taring sepanjang satu jengkal yang mencuat dari
sudut bibirnya.
Kalau saja Suropati belum pernah
melihat wujud Iblis Mata Satu yang juga tampak mengerikan, dia pasti sudah
berdiri terkencing-kencing!
Ketika Suropati memperhatikan lebih seksama, ternyata kedua pergelangan kaki si
kakek sangat pendek. Tak lebih dari setengah jengkal!
"Si... siapa kau...?" tanya Pengemis Binal, geragapan.
Kakek berambut putih panjang tak
memperdengarkan
suara. Kedua bola
matanya yang berwarna hijau menatap.
Penuh selidik. "Apakah kau yang memiliki gua ini?"
tanya Suropati lagi memberanikan diri.
"Kau jugakah yang telah menolongku?"
Kakek bertampang mengerikan
menyeringai dingin. Walau sekejap, Suropati sempat melihat rongga mulut si kakek
yang berwarna putih, termasuk lidahnya.
"Bocah gemblung! Bocah geblek yang sok pintar!" sebutsi kakek dengan suara serak
parau. "Aku memang telah menolongmu dari tangan maut Raja Angin Barat. Tapi, aku
memberi pertolongan hanya sekali ini saja. Lain kali, kau harus pandai-pandai
mengurus nyawamu sendiri!"
"Kalau begitu, aku yang bernama Suropati ini layak mengaturkan terima kasih."
Waktu melihat Pengemis Binal
membungkuk dalam ke arahnya, kakek berkaki pendek tertawa bergelak.
"Ha ha ha...Walau geblek, tapi kau tahu peradatan juga. Ha ha ha...! Dari
getaran tubuhmu, aku tahu kau punya bakat luar biasa untuk mendalami ilmu
kesaktian. Karena sekarang ini kau punya kewajiban untuk meredam keangkara
murkaan Siluman Ragakaca, bersediakah kau menerima beberapa ilmu kesaktian
dariku?" Melengak heran Pengemis Binal
Kenapa tiba-tiba si kakek memberikan pujian dan bahkan menawarkan jasa baik"
Bukankah tadi dia mengumpat-umpat
sekaligus menyebut Pengemis Binal
sebagai 'bocah gemblung' dan 'bocah geblek yang sok pintar'" Apakah ini bukan
sebuah pancingan yang menjerumuskan"
"Maafkan aku, Kek...," ujar Suropati kemudian. "Kakek belum tahu siapa aku,
apakah aku ini orang baik atau jahat, tapi kenapa Kakek hendak memberikan ilmu
kesaktian kepadaku?"
Mendengar kata-kata Suropati yang
terasa menyelidik, si kakek tertawa bergelak lagi. "Ha ha ha...! Kau benar-benar
bocah gemblung! Bocah geblek yang berlaku sok pintar! Sepertinya, kau hendak
menolak tawaran baikku...."
"Bukan begitu, Kek...," sahut Pengemis Binal.
"Bukan begitu apa"!" sentak si kakek, menggeram.
Untuk kedua kalinya, Pengemis Binal tersurut mundur. Mendapat bentakan
Pengemis Binal 28 Rahasia Siluman Raga Kaca di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
sedemikian rupa, tiba-tiba otak remaja tampan ini jadi linglung. Entah sadar
entah tidak, Pengemis Binal tampak garuk-garuk kepala. Bola matanya melirik ke
kanan kiri. Ruangan gua bawah tanah yang ditempatnya ini tidak gelap gulita
karena ada seberkas cahaya yang cukup memberi penerangan. Namun, segera
Pengemis Binal berseru kaget. Seberkas cahaya yang menerangi ruangan gua
ternyata berasal dari tubuh si kakek yang berwarna putih seperti kapur.
"Uh! Ada-ada saja! Di alam mimpikah aku ini?" kata Pengemis Binal dalam hati.
"Bagaimana mungkin tubuh kakek buruk rupa itu bisa memancarkan cahaya terus
menerus" Apakah dia sedang mengetrapkan salah satu ilmu kesaktiannya" Tapi
kurasa kakek itu tidak sedang
mengetrapkan suatu ilmu kesaktian.
Tubuhnya benar-benar bisa memancarkan cahaya....."
"Hei! Kenapa kau malah terlongong bengong seperti itu"!" sentak kakek bertubuh
putih seperti kapur.
"Eh..., apa, Kek?" kesiap Pengemis Binal.
Si kakek mendelikkan matanya yang
besar seperti buah kedondong, lalu berkata denan suara keras lantang.
"Katakan kenapa kau menolak tawaran baikku"!"
Suropati yang diliputi rasa curiga melihat sikap kasar si kakek tampak nyengir
kuda sejenak. Lalu sambil
menggaruk kepalanya yang tak gatal, dia berkata, "Aku bukan menolak tawaran
Kakek yang kedengarannya memang baik, tapi kurasa kita belum saling mengenal.
Aku tak tahu siapa Kakek sebenarnya.
Demikian pula sebaliknya. Oleh karena itu, sungguh terdengar aneh kalau
tiba-tiba Kakek hendak menurunkan ilmu kesaktian kepadaku...."
"Dasar kau berbibir tipis! Mulutmu amat ceriwis!" sahut si kakek, garang.
"Katakan saja kalau menaruh curiga kepadaku! Kau pasti sudah tahu bila hujan
batu kapur yang menyerbu tubuhmu tadi adalah ulahku! Benar begitu, bukan"! Ha ha
ha...! Ketahuilah..., itu tadi
kulakukan karena aku ingin menguji kemampuanmu! Dasar bocah geblek yang tak bisa
menggunakan otak dengan benar"
Mendengar ucapan kasar si kakek yang berkali-kali menyebutnya 'bocah
geblek', ingin rasanya Pengemis Binal balas mencaci untuk menumpahkan seluruh
rasa dongkolnya. Tapi
itu tak dilakukannya karena Pengemis Binal sadar benar bila si kakek memiliki kesaktian
luar biasa. Kalau si kakek tersinggung, bukan mustahil Pengemis Binal akan
mendapat celaka.
"Kek...," sebut"Suropati, berusaha melembutkan ucapannya walau hatinya benar-
benar amat kesal. "Kau menyerangku dengan hujan batu kapur setelah membawa
tubuhku masuk ke gua ini, tentu ada maksud yang tersembunyi, tidak sekadar
hendak menguji kemampuanku...."
Begitu Pengemis Binal selesai
berucap, mendadak bola mata si kakek melotot besar seperti hendak keluar dari
rongganya. Kulit wajahnya yang berwarna putih tambah memutih. Bahunya terlihat
naik turun dengan dengus napas memburu.
Agaknya, kakek ini tengah menahan
kemarahan. Walau, ucapan Suropati
terdengar lembut, tapi mampu menusuk perasaannya!
"Kau... kau...!" seru si kakek, tak jelas apa maksudnya.
Melihat keadaan yang tak
menguntungkan, cepat Pengemis Binal menyadari kekeliruannya. Walau
sebenarnya Pengemis Binal bukan
seseorang yang bernyali kecil, tapi mengetahui bila si kakek telah
menolongnya dari tangan maut Raja Angin Barat, maka dia mau mengalah dan
menunjukkan sikap merendah.
"Maafkan aku, Kek...," ujar Suropati. "Sekali lagi kukatakan, bukan aku menolak
tawaran Kakek yang hendak menurunkan ilmu kesaktian kepadaku. Aku hanya
memperlihatkan rasa heran, kenapa Kakek yang jelas-jelas belum pernah bertatap
muka denganku sebelum ini, hendak menurunkan ilmu kesaktian" Namun andai tawaran
itu memang tercetus dari lubuk hati Kakek yang paling dalam, siapa yang akan
menolak tawaran sebaik ini?"
"Ha ha ha...!" mendadak si kakek tertawa panjang. Hilang sudah hawa amarahnya
mendengar penjelasan Pengemis Binal. "Tepat! Dan, memang tak salah apa yang kau
katakan, Bocah Gemblung!"
katanya dengan suara lantang. "Sebelum ini, kita memang belum pernah bertatap
muka. Tapi, aku tahu benar siapa kau!"
"Benarkah itu?"
"Aku tahu riwayat hidupmu dari bayi sampai kau sebesar ini. Bukankah ketika bayi
kau diasuh oleh seorang penjual obat" Dan ketika penjual obat itu mati, hidupmu
jadi terlantar, hingga kau jadi gelandangan di Kota Kadipaten
Bumiraksa!"
Terkejut Suropati mendengar
kata-kata si kakek yang mampu menyebut asal-usulnya cukup jelas.
"Ketika kau berumur sepuluh tahun, banyak tokoh rimba persilatan yang
berkeinginan mengangkatmu sebagai
murid. Karena, selain memiliki tulang dan susunan otot bagus yang menjadikanmu
punya bakat kuat untuk mempelajari ilmu silat, kau juga mempunyai kekuatan batin
luar biasa, hingga kau pun berbakat untuk mendalami ilmu sihir dan ilmu
kesaktian lainnya...," lanjut si kakek. "Oleh karena itulah, kau selalu jadi
incaran tokoh-tokoh sakti di rimba persilatan.
Beruntung, kau diambil murid oleh
Pragolawulung atau Periang Bertangan Lembut yang berjiwa luhur. Sayang, tokoh
pandai yang pernah menjabat sebagai penasihat Kerajaan Anggarapura itu mesti
mati di tangan Brajadenta yang bergelar Dewa Maut di Bukit Parahyangan...."
"Sebentar, Kek...," potong Pengemis Binal. "Kenapa Kakek dapat mengatakan
riwayat hidupku dengan sangat rinci?"
Si kakek cuma mendehem. Pertanyaan Pengemis Binal sama sekali tak
diperhatikannya. Dengan suara tetap lantang, dia lanjutkan kata-katanya.
"Kau lalu diambil murid oleh Gede Panjalu yang lebih dikenal sebagai Pengemis
Tongkat Sakti. Bersama kakek bongkok itu, dan
dengan dukungan
teman-temanmu sesama gelandangan dan pengemis, kau mendirikan Perkumpulan
Pengemis Tongkat Sakti. Dan kau diangkat sebagai pemimpin.... Tapi, dasar bocah
geblek! Walau telah jadi pemimpin, kau tetap saja geblek!"
*** 4 "Dinda Aini...,
kulihat sinar matamu redup. Raut wajahmu pun tampak kuyu. Apa gerangan yang tengah kau
pikirkan.,..?" Ujar seorang pemuda berwajah tampan dan lembut Nada suaranya
terdengar penuh perhatian dan kasih sayang.
Wanita cantik berpakaian sutera
putih menatap sejenak wajah si pemuda."
Dihelanya napas panjang, lalu tatapannya kembali tertuju pada hamparan tanah
luas berbatu-batu. Hembusan angin
mempermainkan sebagian anak-anak
rambutnya yang digelung ke atas.
Jari-jari tangan si pemuda
menyentuh bahu kanan wanita cantik yang berdiri rnembelakanginya. Si wanita diam
saja. Tak ada tanggapan. Matanya
menerawang jauh. Jauh sekali. Sementara, mentari di langit timur mulai merayap
naik untuk segera menduduki takhta raja siang.
"Dinda Aini...," sebut si pemuda dengan desah napas yang mencerminkan cinta:
"Pagi-pagi sekali kau mengajakku ketempat ini. Namun, aku jadi heran dan sungguh
tak habis mengerti. Kau mengajak dengan sejuta pengharapan, tapi setelah sampai
di sini, kau diam membisu. Aku tahu ada perasaan tak enak yang
mengganggu jalan pikiranmu...," pemuda berpakaian putih kuning ini menarik napas
dalam seraya melingkarkan lengan kanannya di bahu si wanita. Dengan ucapan
lembut dan penuh kasih, dia melanjutkan kalimatnya.
"Dinda Aini...., apa pun yang membuat hatimu gundah, ada baiknya bila kau
sampaikan kepadaku. Bukankah aku adalah bagian dari hidupmu" Sebagai seorang
suami yang baik, aku tak ingin melihat istriku tercinta dirundung lara...."
Wanita cantik yang tak lain dari
Anggraini Sulistya atau Putri Cahaya Sakti menatap lagi wajah tampan si pemuda.
Perlahan dia jatuhkan tubuhnya dalam pelukan si pemuda.
"Kanda Maruta...." .
"Ya. Dindaku sayang...."
"Saka Purdianta dan Kusuma baru saja mengirim undangan kepada kita,.."
"Ya. Mereka akan menikah pada hari kesepuluh purnama ketujuh nanti. Jika
dihitung mulai hari ini, hari yang paling membahagiakan bagi mereka itu akan
jatuh tepat empat belas hari lagi. Kupikir tidak ada yang patut kau risaukan
Dinda Aini...."
"Aku tidak sedang merisaukan
mereka, Kanda Maruta. Aku hanya
berpikir, mungkinkah si Pengemis Binal Suropati akan datang ke Katumenggungan
Lemah Abang untuk menghadiri pesta pernikahan kedua sahabatnya itu?"
"Oh..., aku tahu sekarang. Rupanya, kau tengah merindukan adik kandungmu itu,"
Anggraini Sulistya tak menyahuti
ucapan si pemuda. Dia benamkan wajahnya di dada suaminya itu, yang tak lain dari
Raka Maruta alias Pendekar Kipas
Terbang. "Dinda Aini..., bila aku duduk diam seorang diri, kadang-kadang aku merasa heran
memikirkan beberapa sikapmu yang tampak aneh. Satu misal apa yang kau tunjukkan
kali ini. Kalau hanya rindu kepada seorang adik saja, kenapa kau terlihat begitu
gundah dan risau"
Sepertinya, kau tengah memikirkan suatu tanggung jawab yang amat berat..." .
Anggraini Sulistya melepas pelukan suaminya. "Kanda Maruta..., aku tahu kau
sangat memperhatikan aku. Aku tahu kau mencintaiku dengan penuh ketulusan hati.
Tapi maafkan aku Kanda. Bukan maksudku untuk mengajakmu bersedih pilu seperti
ini...." "Aku tak tahu apa yang kau maksud, Dinda" sahut Raka Maruta. "Tak perlu kau
menyalahkan dirimu sendiri. Sungguh aku bisa merasakan apa yang tengah kau
rasakan sekarang ini. Namun kukira, rasa rindumu terhadap Suropati tidak perlu
kau lebih-lebihkan sedemikian rupa, yang pada akhimya nanti akan membuat hatimu
benar-benar jadi sedih...."
"Entahlah...Aku sendiri tak
mengerti, kenapa perasaanku bisa jadi seperti ini" Mungkinkah karena sejak bayi
aku tak pernah bertemu dengan adik kandungku itu" Ketika bertemu pun cuma dalam
waktu singkat. Mungkinkah karena Suropati adalah pewaris takhta Pasir Luhur,
sehingga aku sangat
mengkhawatirkan keselamatannya?"
"Ya. Ya, aku bisa mengerti
kekhawatiranmu, Dinda Aini. Aku tahu benar sifat dan tabiat pemimpin
Perkumpulan Pengemis Tongkat Sakti itu.
Walau berjiwa pendekar sejati, tapi dia sering kali tak sadar akan akibat dari
perbuatannya sendiri. Kalau
sudah menolong orang, maka apa pun akan dilakukannya, tak peduli nyawanya jadi
terancam. Namun..., kuharap kau tidak terlalu memendam kekhawatiran, Dinda Aini.
Yakinlah bahwa mati hidup manusia itu ada di tangan Tuhan. Kalau Tuhan belum
berkehendak, dalam bahaya sehebat apa pun, seseorang tentu akan dapat
menyelamatkan diri...."
Sampai di sini percakapan terhenti.
Raka Maruta merengkuh bahu Anggraini Sulistya yang sangat dicintainya. Suami
istri yang berbahagia ini sama-sama menatap hamparan tanah luas di hadapan
mereka. Cahaya mentari tak begitu
menyengat karena tiupan angin membawa kesejukan.. Beberapa kali Raka Maruta
menciumi kening dan pipi istrinya penuh kasih. Anggraini Sulistya pun
menerimanya dengan hati penuh kasih pula.
Sesaat kemudian, Anggraini Sulistya terlihat berlari-lari di antara
bongkahan batu. Raka Maruta mengejar.
Dan, mereka tertawa bersama-sama sebagai ungkapan kebahagiaan. Sejenak,
Anggraini Sulistya lupa akan rasa
rindunya kepada si Pengemis Binal
Suropati adik kandungnya.
"Dinda Aini! Kau jangan naik ke situ!" seru Raka Maruta ketika melihat istrinya
meloncat ke atas tumpukan bongkah batu yang menjulang cukup
tinggi". "Jangan khawatir, Kanda! Aku hanya ingin melihat kekejauhan tanpa ada sesuatu
yang menghalangi!" sahut Anggraini Sulistyq.
Mendengar kata-kata istrinya, Raka Maruta sadar bila rasa khawatirnya memang
tidak beralasan. Kalau hanya naik ke tumpukan batu, Anggraini Sulistya yang
bergelar Putri Cahaya Sakti tidak mungkin akan mendapat celaka. Tapi, rasa cinta
memang sering kali mendatangkan kekhawatiran yang tak beralasan.
Sementara Raka Maruta menunggu di
bawah, Anggraini Sulistya tampak
mengarahkan, pandangan ke utara. Di sana terlihat sebuah gunung yang dipagari
beberapa bukit. Gumpalan awan yang menyelimuti puncak gunung terlihat bagai
kapas putih yang melekat pada sebentuk tanah kerucut berwarna biru. Hingga
beberapa lama, Anggraini Sulistya
menikmati pemandangan yang cukup
mempesona itu. "Dinda Aini...!" teriak Raka Maruta. "Karena kita pergi tanpa berpamitan, kita
harus segera kembali ke istana. Jangan sampai Ayahanda Prabu jadi gelisah...."
Yang disebut Raka Maruta sebagai
'ayahanda prabu' adalah adalah Prabu Singgalang Manjunjung Langit, penguasa
Kerajaan Pasir Luhur, yang tak lain dari ayah kandung Anggraini Sulistya.
"Sebentar Kanda...," tolak Putri Cahaya Sakti.
Kening Pendekar Kipas Terbang
berkerut melihat Anggraini Sulistya berjongkok di atas tumpukan batu.
Sikapnya seperti tengah mempertajam pendengaran.
"Kau sedang apa, Dinda" Sebelum mentari naik tepat di atas kepala, kita harus
sudah berada di istana," seru Raka Maruta, mengingatkan.
Anggraini Sulistya tak begitu
memperhatikan ucapan suaminya. Tatapan matanya tertuju ke sela-sela bongkahan
batu yang dipijaknya. Ada sesuatu yang menarik perhatian putri Prabu Singgalang
Manjunjung Langit ini.
"Kau sedang apa,.Dinda?" Pendekar Kipas Terbang mengulang pertanyaannya.
"Aku merasakan tumpukan batu yang kupijak ini bergerak-gerak. Aku juga mendengar
suara lenguh kesakitan...,"
Beritahu Putri Cahaya Sakti.
"Kemungkinan besar ada manusia, atau makhluk hidup lainnya yang
tertimbun...."
Kerut di kening Raka Maruta
bertambah rapat. Setelah menimbang sejenak, pemuda berwajah lembut ini menjejak
tanah. Ringan sekali tubuhnya melayang setinggi lima tombak, lalu mendarat di
sisi kiri Anggraini
Sulistya. Putri Cahaya Sakti menatap sekilas wajah suaminya. Wanita muda yang berumur dua
puluh tahunan ini segera mendekatkan telinganya ke sela-sela bongkahan batu.
"Suara lenguh kesakitan itu
kudengar lebih jelas...," ujar Anggraini Sulistya.
Melihat kesungguhan istrinya, Raka Maruta turut mendekatkan telinganya ke sela-
sela bongkahan batu. Tak seberapa lama kemudian, berubah keruh. Dia juga
mendengar apa yang didengar istrinya.
Suara lenguh kesakitan!
Sebenarnya, suara itu pelan sekali dan nyaris tak dapat ditangkap indera
pendengaran. Tapi karena Anggraini Sulistya dan Raka Maruta mempunyai ilmu
kepandaian cukup tinggi, maka suara yang timbul dari sela-sela bongkah batu itu
dapat mereka dengar.
"Kanda Maruta, apakah kau juga merasakan getaran-getaran aneh ini...?"
tanya Anggraini Sulistya
menunjuk bongkahan batu yang dipijaknya.
"Ya. Aku juga merasakannya. Benar dugaanmu, ada makhluk hidup yang
tertimbun di tumpukan batu ini.
Sebaiknya kita turun, Dinda...."
Di ujung kalimatnya, Pendekar Kipas Terbang meloncat turun. Bergegas Putri
Pengemis Binal 28 Rahasia Siluman Raga Kaca di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Cahaya Sakti mengikuti. Dengan berdiri berdampingan, suami-istri ini memandang
nanar bongkahan batu yang menumpuk di hadapan mereka."
"Kau menyingkirlah dulu, Dinda...,"
ujar Raka Maruta kemudian seraya
mengeluarkan sebuah kipas baja dari balik bajunya.
Begitu Putri Cahaya Sakri melangkah mundur dua tindak, Raka Maruta menarik napas
panjang. Dia salurkan kekuatan tenaga dalam ke batang kipas,yang telah
dikembangkannya. Lalu....
"Hiahhh...!"
Wusss...! Raka Maruta memekik nyaring. Kipas baja di tangan kanannya berkelebat,
membersitkan cahaya putih berkeredepan.
Dalam sekejab tumpukan batu setinggi lima tombak tampak berhamburan. Melayang
jauh, dan memperdengarkan suara gemuruh keras ketika mendarat ke permukaan
tanah. "Astaga...!" pekik Pendekar Kipas Terbang.
Putri Cahaya Sakti turut memekik
kaget. Dengan mata terbelalak, Putri Raja Pasir Luhur ini melompat ke sisi kiri
Raka Maruta. Di bawah tumpukan batu yang telah
diruntuhkan oleh Pendekar Kipas Terbang, terlihat seekor anjing berbulu hitam
tengah terbaring telungkup di dalam kubangan. Tubuh anjing itu nyaris
sebesar kuda. Sona Langit!
Sejenak. Raka Maruta dan Anggraini Sulistya saling pandang. Lalu, menatap Sona
Langit dengan perasaan heran
bercampur ngeri. Seumur hidup,
suami-istri ini belum pernah melihat anjing sebesar itu. Sampai beberapa saat
lamanya, mereka tak tahu apa yang harus dilakukan. Sementara, tubuh Sona Langit
mulai bergerak-gerak. Ekornya mengibas ke kanan kiri. Setelah mendengking
panjang, keempat kakinya tampak merayap bangkit.
"Huuung...!"
Luar biasa! Dengan kepala tegak ke atas, moncong Sona Langit mengeluarkan
lolongan keras. Satwa piaraan Putri Impian ini sama sekali tak menunjukkan sikap
bahwa dia tengah menderita luka.
Tak terdapat luka gores sedikit pun di kulit tubuhnya. Padahal, dia baru saja
tertimbun bongkahan batu sedemikian banyaknya. Hanya saja, gerakan tubuhnya
tampak lemah. Kemungkinan karena
tenaganya telah terkuras.
"Hmmm.... Anjing ini tampak aneh dan memiliki daya tahan luar biasa. Dia pasti
piaraan seseorang yang berilmu tinggi,"
pikir Pendekar Kipas Terbang. "Tapi, dimanakah tuannya" Dan bagaimana anjing
besar itu bisa tertimbun bongkahan batu"
Mungkinkah ada seseorang yang bermaksud membunuhnya?"
Anggraini Sulistya memegangi lengan Raka Maruta ketika melihat Sona Langit
membalikkan tubuh dan mengerahkan
pandangan ke arahnya. Melihat tubuh besar Sona Langit, Anggraini Sulistya
bukannya takut, melainkan menjaga
kewaspadaan. Bagaimanapun, Sona Langit adalah binatang buas, yang sewaktu-waktu
bisa menyerang siapa saja. Namun
tampaknya, Sona Langit tak menunjukkan sikap garang. Dia mampu menunjukkan
tatapan mata yang teduh dan bersahabat Sona Langit tahu bila dua orang anak
manusia yang tengah berdiri di
hadapahnya adalah dewa-dewi
penolongnya. Maka, tidak ada alasan baginya untuk menyerang walau hatinya masih
diliputi hawa amarah. Amarah yapg ditujukan kepada Hakim Neraka yang membuat
tubuhnya terlontar dua kali, bahkan menimbunnya dengan bongkahan batu setinggi
lima tombak. Sona Langit yang punya naluri tajam, dapat membedakan mana orang
baik dan mana orang jahat.
Tampak kemudian, Sona Langit
merundukkan tubuhnya ke tanah. Dengan dua kaki depan ditekuk, anjing besar
berbulu hitam legam ini membenturkan jidatnya tiga kali ke tanah. Gerakannya
seperti orang bersujud untuk
menghaturkan sembah kepada raja.
Raka Maruta dan istrinya saling
pandang. Mereka heran melihat cara Sona Langit menyampaikan ungkapan terima
kasih yang sepertinya sangat tahu
peradatan walau dia sebenamya hanyalah seekor binatang.
"Huiiing...!"
Sona Langit mendengkirig seraya
menegakkan tubuh kembali. Ekornya
digerak-gerakkan ke kiri, Kepalanya juga digerak-gerakkan ke kiri.
"Kanda, tampaknya anjing itu tengah menyampaikan ajakan kepada kita," cetus
Anggraini Sulistya.
"Aku tahu, tapi kita harus segera
kembali ke istana. Aku tak ingin membuat risau pikiran Ayahanda Prabu...," sahut
Raka Maruta. "Ah! Aku sangat tertarik untuk menuruti ajakan anjing besar itu.
Tampaknya, dia ingin
menunjukkan sesuatu. Ayolah. Aku nanti yang akan memberi penjelasan kepada Ayahanda Prabu."
Selagi "Anggraini Sulistya bicara, Sona Langit mengangguk-anggukkan
kepala. Sepertinya, satwa piaraan Putri Impian ini tengah memberi dukungan. Dan
ketika melihat Raka Maruta cuma diam, dia lalu bersujud lagi seraya membenturkan
jidatnya ke tanah beberapa kali.
Sikapnya seperti tengah mengajukan permintaan yang sangat penting.
"Baiklah. Kita ikuti kemauan anjing itu," cetus Pendekar Kipas Terbang kemudian.
"Huffing...! Huffing...!"
Sona Langit mendengking dua kali
sebagai cetusan kegembiraannya. Setelah menggerakkan kepalanya ke kiri yang
bermakna ajakan, dia lalu berjalan dengan langkah tegap dan pasti. Raka Maruta
Tusuk Kondai Pusaka 13 Pendekar Naga Putih 31 Terdampar Di Pulau Asing Petualang Asmara 25