Kaum Pemuja Setan 2
Pendekar Rajawali Sakti 31 Kaum Pemuja Setan Bagian 2
Namun sesekali mengkirik, jika Rangga terlihat
terdesak. Sama sekali burung raksasa itu tidak
berusaha membantu, dan hanya jadi penonton saja.
Lain halnya dengan Rangga yang tengah sibuk
menghindari setiap serangan makhluk aneh berbulu hitam pekat itu. Sambil
berusaha untuk tidak
terjamah, Pendekar Rajawali Sakti itu berpikir
keras agar bisaterhindar dari pertarungan yang
tidak mengenakkan ini. Dia tidak ingin membinasakannya, tapi juga harus bisa keluar dari dasar jurang ini.
"Rajawali, bersiaplah untuk terbang!" seru Rangga.
Pendekar Rajawali Sakti itu bergerak mendekati
Rajawali Putih yang masih saja mendekam tak
bergeming. Dan begitu jaraknya tinggal sekitar dua batang tombak lagi, dengan
kecepatan tinggi,
Rangga melompat Tubuhnya langsung hinggap di
punggung burung rajawali raksasa itu.
"Cepat pergi dari sini, Rajawali!" perintah Rangga.
Tapi sungguh mengejutkan! Temyata Rajawali
Putih sama sekali tidak bergerak, dan hanya
mendekam memperdengarkan suara mengkirik lirih.
Rangga jadi tidak mengerti akan sikap Rajawali
Putih sahabatnya ini. Sementara makhluk aneh
berbulu hitam dengan kepala seperti anjing hutan itu sudah semakin dekat saja.
"Ghrauughk...!"
Sambil menggerung keras, makhluk mengerikan
itu melompat menerjang ke arah Rangga. Sepertinya tidak dipedulikan rajawali
raksasa yang tetap
mendekam' tak bergeming sedikit pun. Rangga jadi tidak mengerti akan sikap
sahabatnya ini. Dan
hatinya jadi terperangah, karena makhluk itu sudah menerkam cepat sekali. Namun
belum juga makhluk
itu sampai pada sasaran, mendadak Rajawali Putih menghentakkan kepalanya dengan
paruh separuh terbuka mengarah ke tubuh makhluk hitam itu.
"Aaarghk..!" makhluk berbulu hitam pekat itu meraung keras.
Hantaman paruh Rajawali Putih raksasa itu
tepat mengenai dadanya. Seketika itu juga makhluk aneh berkepala anjing hutan
itu terpental cukup
jauh ke belakang. Rangga jadi terpana menyaksikan kejadian yang begitu cepat dan
tidak diduga sama sekali sebelumnya.
"Khraghk!"
Sambil berkaokan keras, mendadak saja Rajawali
Putih melesat bagai kilat menerjang makhluk aneh yang bergelimpangan di atas
bebatuan. Sayap
Rajawali Putih mengibas keras menghantam
makhluk itu, hingga menggerung keras dan kembali bergulingaa Dan sebelum makhluk
itu bisa bangkit berdiri, Rajawali Putih sudah mencengkeram kuat
dengan kedua cakarnya.
Wuttt Bagai anak panah lepas dari busurnya, Rajawali
Putih melambung Hnggi ke angkasa. Dan pada
ketinggian tertentu, dilepaskannya makhluk berbulu hitam yang bentuk kepalanya
seperti anjing hutan itu. Tak pelaklagi, makhluk itu meluncur jatuh ke bawah
demikian kerasnya.
"Aaarghk...!"
Bruk! Seluruh dasar jurang bergetar saat tubuh
berbulu hitam pekat itu menghantam tanah
berbatu lembab yang berserakan di dasar jurang
Sebentar makhluk itu menggeliat sambil mengerang, kemudian bangkitberdiri. Namun
belum juga bisa
berdiri tegak Rajawali Putih sudah menukik, lalu menyambar dengan paruhnya. Itu
pun masih disusul oleh kibasan sayapnya yang menghantam kepala
makhluk itu. "Aaargkh...!" kembali makhluk berbulu hitam itu meraung keras.
"Khraghk...!"
Rangga yang berada di atas punggung Rajawali
Putih, dapat mengerti pekikan burung raksasa
sahabatnya ini. Dan tanpa membuang-buang waktu
lagi, Pendekar Rajawali Sakti itu melompat cepat sambil meng-hunus pedang
pusakanya. Seketika,
sekitar dasar jurang menjadi terang benderang oleh cahaya biru berkilau yang
terpancar dari Pedang
Pusaka Rajawali Sakti.
"Terpaksa! Hiyaaa...!" Crab!
Hanya sekali tebas saja, Pedang Pusaka Rajawali
Sakti sudah merobek dada makhluk berbulu hitam
pekat dengan bentuk kepala seperti anjing hutan
itu."Aaarghk...!" kembali makhluk itumeraung keras menggelegar.
"Satu lagi! Hiyaaat...!" teriak Rangga.
Wut! Sambil mengerahkan tenaga dalam yang sudah
mencapai taraf kesempurnaan, Pendekar Rajawali
Sakti itu membabat leher makhluk berbulu hitam
pekat itu. Tak ada lag! suara terdengar. Makhluk aneh mengerikan itu terpaku
tegak, dan matanya
membeliak lebar bagai sepasang bola api. Dan
begitu kaki Ranggamelayang dan menghantam dada
yang bertumuran darah, tubuh besar berbulu hitam itu ambruk dengan kepala
menggelinding jauh.
Rangga berdiri tegak memandangi makhluk
berbulu hitam yang menggeletak berlumuran darah
dari dada dan lehernya yang terbabat buntung.
Dimasukkan kembali pedang pusakanya ke dalam
warangka-nya di balik punggung. Pendekar Rajawali Sakti itu masih berdiri
terpaku memandangi sosok makhluk mengerikan tanpa kepala itu, dan baru
menoleh saat kepala Rajawali Putih menyorong
padanya. "Sebenamya aku tidak ingin membunuhnya,
Rajawali Putih," kata Rangga bernada penuh
penyesalan. "Khrrr...," Rajawali Putih mengkirik lirih.
"Ya, aku mengerti. Makhluk itu memang buas...."
Belum juga Rangga menyelesaikan kahmatnya,
tiba-tiba saja Rajawali Putih menggerung keras,
Seketika kedua sayapnya mengepak beberapa kali.
Kepalanya menengadah ke atas. Rangga langsung
mendongakkan kepalanya ke atas, dan pada saat itu batu-batu tebing jurang ini
berguguran "Cepat, Rajawali Putih! Hup...!"
"Khraaaghk...!"
*** 4 Secepat Rangga berada di punggung Rajawali
Putih, maka secepat itu pula burung raksasa itu
langsung melesat membumbung tinggi ke angkasa.
Kabut yang tebal di sekitar jurang tidak
menghalangi penglihatan burung raksasa itu.
Sedangkan di sekitarnya batu batu berguguran
membuat seluruh jurang jadi bergetar.
'Tolooong...!" tiba-tiba saja terdengar jeritan melengking kecil.
"Tunggu, Rajawali!" sentak Rangga.
"Aduh! Tolooong...!" kembali terdengar jeritan kecil melengking.
Sebentar Rangga mencari arah sumber suara itu
di antara suara gaduh bebatuan yang runtuh ke
dalam jurang. Dengan mempergunakan aji 'Tatar
Netra', Pen?dekar Rajawali Sakti itu segera dapat melihat seorang gadis kecil
tengah berlindung dari reruntuhan batu, di bawah sebuah celuk batu
tebing jurang ini.
"Ke sana, Rajawali...!"
perintah Rangga menunjuk. "Khraghk!"
Tanpa buang-buang waktu lagi, Rajawali Putih
meluncur ke arah yang ditunjuk Rangga. Dan belum juga sampai pada tujuan, tiba-
tiba saja sebongkah batubesar meluncur turun dengan derasnya.
"Awas...!" seru Rangga seraya melompat dari punggung Rajawali Putih.
"Khraghk!"
Manis sekali Rajawali Putih berkelit menghindari bongkahan batu besar yang runtuh itu.
Sementara Rangga berlompatan sambil berpijak
pada batu-batu yang berguguran. Dipergunakan
pedangnya untuk melindungi diri dari hujan batu.
Dengan susah payah, akhirnya Pendekar Rajawali
Sake itu berhasil mencapai celuk batu, yang di situ ada seorang gadis kecil di
dalamnya. Gadis kecil itu tampak ketakutan, lalu beringsut lebih masuk ke
dalam. "Aku akan mengeluarkanmu dari sini, Adik
Ma?nis," bujuk Rangga.
"Kau..., kau bukan orang jahat itu?" suara gadis kecil itu agak tersendat
"Bukan," sahut Rangga seraya memberikan senyuman yang manis.
Walaupun masih ragu-ragu, tapi akhirnya gadis
kecil itu mau juga. Rangga menggendongnya, dan
memeluk erat tubuh gadis itu. Dengan pedang
tergenggam di tanan kanan, Pendekar Rajawali
Sakti Itu kembali melompat keluar. Beberapa kali Rangga berputaran di udara,
lalu hinggap dengan
manisnya di atas punggung Rajawali Putih yang
menunggunya disertai perasaan cemas.
"Khraghk!"
"Cepat, Rajawali. Seluruh tebing jurang ini seperti akan runtuh!" seru Rangga
keras. "Khraghk...!" Rajawali Putih kembali melesat naik sambil meliuk-liukkan arah
terbangnya untuk menghindari hujan batu yang semakin deras saja.
Seluruh tebing bergetar dahsyat, dan jurang itu
seolah-olah mengalami kehancuran. Cukup lama
juga Rajawali Putih baru bisa keluar dari
reruntuhan batu, dan langsung mendarat di tepi
jurang. Rangga bergegas melompat turun sambil
membawa gadis kecil dalam pelukannya.
Sungguh aneh. Di atas jurang ini tidak terasa
ada getaran sedikit pun. Padahal di dalam jurang sana, bagaikan kiamat saja.
Kalau tidak bergerak cepat,
bisa-bisa hancur terkubur. Rangga melangkah ke bibir jurang, menyaksikan batu-batu yang
masih berguguran mengepulkan debu bercampur kabut tebal. Suara gemuruh masih
terdengar. Rangga berpaling, lalu menghampiri.gadis kecil yang berdiri di depan
Rajawali Putih. Gadis itu memandangi Pendekar Rajawali Sakti dengan sinar
mata sukar untuk diartikan.
"Siapa namamu, Adik Manis?" tanya Rangga lembut seraya berlutut di depan gadis
kecil itu "Kakang, siapa?" gadis kecil itu malah balik bertanya.
"Namaku Rangga, dan itu sahabatku. Namanya
Rajawali Putih," jelas Rangga sambil tersenyum.
Gadis kecil itu menoleh ke belakang, dan
menjadi agak terkejut juga begitu melihat di
belakangnya ada seekor burung rajawali raksasa.
Namun rasa keterkejutannya hanya sebentar,
kemudian bibimya tersenyum. Rajawali Putih
menjulurkan kepalanya. Tanpaada rasa takut sedikit pun, gadis kecil itu memeluk
kepala burung raksasa itu dengan hangatnya.
"Adik Manis...," panggil Rangga.
"Lucu sekali. Siapa namanya tadi?" gadis itu seperti Udak menghiraukan panggilan
Rangga. "Rajawali Putih," sahut Rangga.
"Kau tentu burung yang luar biasa. Dan kau
sendiri pasti punya kepandaian yang tangguh,
Kakang," gadis itu berpaling pada Rangga yang masih berdiri di atas lututnya.
Rangga hanya tersenyum saja, namun ada sedikit
keheranan. Seolah-olah gadis kecil ini mengetahui persis seluk beluk tentang
ilmu olah kanuragan dan ilmu kesaktian. Rasa keheranannya berubah menjadi rasa
penasaran. Rangga menghampiri gadis itu dan memegang lembut pundak gadis kecil
itu. "Siapa namamu, dan mengapa bisa berada dalam jurang?" tanya Rangga lembut.
"Oh! apakah aku belum memberitahukan
namaku?" gadis itu seperti mempermainkaa
"Belum," sahut Rangga jadi tersenyum geli.
"Namaku Ayu Nerang."
Seketika wajah Pendekar Rajawali Sakti
berubah begitu nama gadis kecil itu disebutkan.
Ditatapnya gadis berusia sekitar dua belas tahun itu dalam-dalam. Rangga
merayapi dari ujung
rambut sampai ke ujung kaki. Pakaian Ayu Nerang
begitu kotor dan kumal. Bahkan beberapa bagian
telah terkoyak. Tubuhnya juga kotor berdebu,
namun tidak menghilangkah kecantikan wajahnya.
Kuliinya putih halus bagai kulit seorang putri
bangsawan, atau putri raja.
Rangga menghenyakkan tubuhnya, duduk bersandar pada seborigkah batu yang cukup besar.
Ditariknya napas panjang dan dihembuskannya
kuat-kuat Pendekar Rajawali Sakti itu masih
memandangi Ayu Nerang yang kini sudah asyik
becanda dengan Rajawali Putih. Dan tampaknya
gadis itu cepat sekali akrab. Sedangkan Rajawali Putih kelihatan begitu menyukai
gadis kecil itu.
Pendekar Rajawali Sakti 31 Kaum Pemuja Setan di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
"Apakah benar dia Ayu Nerang..?" desah Rangga dalam hati, bertanya pada dirinya
sendiri. *** Rangga terpaksa membiarkan saja Rajawali
Putih membawa Ayu Nerang mengangkasa, berputar-putar di sekitar Gunung Antang ini.
Sementara pikiran Pendekar Rajawali Sakti itu
sendiri masih disibukkan oleh berbagai pertanyaan mengenai gadis kecil yang
mengaku bernama Ayu
Nerang. Gadis kecil" yang kini. ada di punggung seekor rajawali raksasa tampak
gembira saat Rajawali Putih membawanya tinggi ke angkasa. <
"Mayat laki-laki itu memang Paman Kumbayana.
Tapi aku masih sangsi kalau gadis itu Ayu Nerang, meskipun... Siapa pun dia,
harus kubuktikan apakah Ayu Nerang atau bukan," Rangga berbicara pada dirinya
sendiri. . Rangga bangkit berdiri. Dan baru saja hendak
melangkah, mendadak saja sebuah bayangan
berkelebat Pendekar Rajawali Sakti itu menghentikan
langkahnya. Kini tahu-tahu di depan telah berdiri seorang perempuan tua bertubuh
bungkuk sambil memegang tongkat yang tidak beraturan bentuknya.
Wanita itu mengenakan baju kumal compang-
camping dengan beberapa tambalan di beberapa
bagian. Rambutnya yang putih tergelung ke atas dan sebagian dibiarkan meriap,
hampir menutupi
wajahnya yang keriput
"Hik hik hik...," wanita tua itu terkikik.
"Hmmm.....'
"Mau pergi ke mana kau, bocah setan!" serak dan kering suara perempuan tua itu.
"Aku tidak tahu, Nisanak" sahut Rangga kalem.
"Hik hik hik... Kalau begitu, kau harus ikut aku!"
"Ikut.."! Untuk apa" Aku masih punya urusan yang lebih penting."
"Kau telah menghancurkan istanaku, dan harus bertanggung jawab!" dingin nada
suara perempuan tua itu.
"Nisanak aku tidak mengerti maksudmu. Lagi
pula aku tidak kenal siapa dirimu," Rangga jadi heran juga.
"Aku Dewi Kalang Mayat, Ratu Lereng Antang
ini! Dan kau harus bertanggung jawab karena berani menginjak daerahku dan
menghancurkan istanakul"
lantang suara perempuan tua itu.
"Nisanak, aku belum lama berada di sini. Dan lagi' aku tidak tahu di mana letak
istanamu. Maaf, mungkin kau salah duga," kilah Rangga.
"Hik hik hik... Pandai juga kau bersilat lidah, bocah setan! Semua rakyatku tahu
kalau kaulah yang membunuh pengawal Dewa Agung sembahan
kami. Akibatnya Dewa Agung murka dan menghancurkan istanaku serta seluruh rakyatku.
Dewa Agung akan mengembalikan semuanya jika
aku bisa menyerahkanmu padanya!"
"Aku semakin tidak mengerti, Nisanak," Rangga semakin bingung saja. Sama sekali
tidak bisa dipahami semua kata-kata perempuan tua itu.
"Bodoh! Apa yang baru kau lakukan di dasar
jurang sana, heh"!" bentak Dewi Kalang Mayat geram.
Rangga tersentak sampai melangkah mundur
tiga tindak. Sungguh tidak disadari kalau makhluk aneh mengerikan yang
ditemuinya di dasar jurang
adalah pengawal Dewa Agung sesembahan perempuan tua, yang mengaku dirinya sebagai Ratu Lereng Antang. Kini Rangga
mulai mengerti.
Rupanya perempuan tua ini hendak menangkapnya,
karena dianggap telah menghancurkan kehidupannya. Rangga menyadari kalau posisinya
kini tidak menguntungkan. Apalagi sekarang berada di wilayah kekuasaan Dewi
Kalang Mayat "Satu lagi yang terberat bagimu, bocah. Kau telah membawa lari calon muridku,
yang kusiapkan untuk menjadi ratu di Lereng Gunung. Antang ini.
Calon penguasa rimba persilatan!" jelas Dewi Kalang Mayat lagi.
"Lagi-lagi kau membuatku.bingung, Nisanak!"
dengus Rangga agak jengkeL
"Di mana gadis kecil itu kau sembunyikan"!"
bentak Dewi Kalang Mayat
"Gadis kecil..."!" Rangga terperanjat
"Cepat katakan! Sebelum kesabaranku habis,
bocah setan!" bentak Dewi Kalang Mayat
"Ayu Nerang, maksudmu?"
"Siapa lagi"! Hanya Ayu Nerang yang kutemukan di sini. Dia jatuh ke jurang dan
berhasil kusembuhkan luka-luka dalamnya. Aku tidak mau
tahu, penyebab dia jatuh ke jurang dan siapa yang melukainya. Aku hanya tahu,
kedatangannya tepat
saat Dewa Agung menjanjikan akan mendatangkan
seorang gadis kecil untuk dijadikan Ratu Lereng
Antang. Calon penguasa seluruh rimba persilatan!"
"Oh...!" Rangga mendesah terhenyak.
Kini Pendekar Rajawali Sakfi baru mengerti.
Ternyata gadis kecil itu memang Ayu Nerang, yang sedang dicarinya hingga sampai
ke Lereng Gunung
Antang ini, Dan rupanya Ayu Nerang sempat
terjatuh ke dalam jurang. Tapi, siapa orangnya yang telah melukai gadis itu"
Mungkinkan si lblis Cakar Naga" Dalam jangka waktu yang tidak terlalu lama, Rangga sudah menemukan begitu banyak kejadian
yang jadi berbagai macam pertanyaan di benaknya.
"Bocah, di mana gadis itu kau sembunyikan"!"
bentat" Dewi Kalang Mayat lagi.
"Dia sudah pulang bersama sahabatku," sahut Rangga kalem.
"Keparat! Tidak ada seorang pun yang bisa
membawa calon Ratu Lereng Antang!" geram Dewi Kalang Mayat
"Sebaiknya kau cari saja orang lain, Nisanak,"
saran Rangga. "Setan belang! Kau pengacau semua ini. Kau
harus bayar mahal, bocah!" geram Dewi Kalang Mayat
"Aku tidak berhutang apa pun padamu. Maaf,
aku harus pergi."
Setelah berkata demikian, Rangga langsung
melesat cepat bagai kilat Namun Dewi Kalang
Mayat juga bergegas mengejar. Sungguh luar biasa.
Dalam waktu sekejap saja wanita tua itu sudah
menghadang Pendekar Rajawali Sakti, sehingga
membuat pemuda berbaju rompi pufih itu terkejut
Dihentikan larinya seketika itu juga.
"Dewa Agung memerintahku untuk membawamu. Tapi kalau membangkang, maka kau
harus mampus, bocah!" dengus Dewi Kalang Mayat menggeram.
"Hm...," Rangga hanya bergumam saja.
"Bersiaplah untuk mati! Hiyaaat..!"
"Hup!"
*** Rangga bergegas melompat ke samping menghindari terjangan perempuan tua yang mengaku Ratu Lereng Gunung Antang ini. Tapi
belum juga Pendekar Rajawali Sakti itu menguasai keseimbangan tubuhnya, Dewi
Kalang Mayat sudah
melayangkan satu tendangan menyamping yang
sangat cepat "Uts!"
Bergegas Rangga menarik kakinya ke samping,maka tendangan itu lewat sedikit di depan iganya. Tapi Rangga merasakan
adanya sambaran
angin yang begitu kuat dan mengandung hawa
panas menyengat. Buru-buru Pendekar Rajawali
Sakti itu melompat mencari jarak. Namun pada saat kakinya menjejak tanah
berbatu, Dewi Kalang
Mayat kembali menyerangnya.
Pendekar Rajawali Sakti agak kewalahan juga
melayani serangan-serangan Dewi Kalang Mayat
yang begitu dahsyat dan cepat luar biasa. Setiap pukulan dan tendangannya
mengandung tenaga
dalam sangat tinggi, disertai hembusan hawa panas menyengat Belum lagi
tongkatnya yang tidak
beraturan bentuknya itu. Rangga tidak mau
mengambil resiko jika harus menghadang setiap
kibasan tongkat itu. Sudah bisa dirasakan angin
kibasannya yang sangat dahsyat luar biasa.
"Hiya...!"
Kini serangan datang kembali. Satu pukulan
tongkat yang kuat mengarah ke kaki Rangga.
Secepatkilat Pendekar Rajawali Sakti itu melompat ke atas, sehingga tebasan
tongkat itu hanya lewat di bawah telapak kakinya. Sebongkah batu sebesar kerbau,
hancur berkeping-keping
tersambar tongkat yang mengenai sasaran itu. Dua kali Rangga berputaran di udara, dan
langsung meluruk deras
mempergunakan jurus 'Rajawali Menukik Menyambar Mangsa'.
Tapi serangan Pendekar Rajawali Sakti itu tidak
menghasilkan apa-apa, karena Dewi Kaiang Mayat
mudah sekali menghindarinya. Bahkan perempuan
tua itu mampu memberikan serangan balasan yang
sangat dahsyat Malah hampir saja Rangga terkena
sapuan tongkatnya yang sangat dahsyat
Pertarungan terus berlangsung semakin sengit
Jurus demi jurus telah cepat terlewati. Namun
belum ada tanda-tanda bakal ada yang terdesak.
Mereka sama-sama tangguh dan memiliki kepandaian sangat tinggi. Daerah sekitar pertarungan menjadi tidak sedap lagi dipandang.
Pohon-pohon bertumbangan, dan batu-batu hancurberkeping-keping. Kepulan debu menyulitkan pandangan mata. Namun
pertarungan terus
berlangsung Bahkan kelihatannya tidak akan
berhenti dalam waktu yang singkat.
Tempat pertarungan berlangsung memang jauh
dari pemukiman. Jadi tidak perlu dikhawatirkan
ada orang-orang tidak berdosa terkena akibatnya.
Memang tak ada yang tahu, kecuali seekor burung
Rajawali Putih Raksasa yang menyaksikan dari
angkasa. Di punggung Rajawali Putih duduk
seorang gadis kecil yang juga tampaknya begitu
seksama memperhatikan pertarungan itu.
"Kenapa mereka berkelahi...?" Ayu Nerang bergumam pelan, bertanya pada dirinya
sendiri "Khraghk!" Rajawali Putih menyahuti.
Tapi tentu saja Ayu Nerang tidak bisa mengerti.
Dan gadis berusia sekitar dua belas tahun itu tetap memperhatikan
jalannya pertarungan tanpa berkedip. Rajawali Putih memang sengaja tidak
terlalu tinggi terbangnya. Dengan demikian Ayu
Nerang dapat melihat jelas, meskipun yang
disaksikannya hanya dua bayangan berkelebat saling sambar dalam kepulan debu.
Pada saat itu, terlihat Dewi Kalang Mayat
melompat tinggi melewati kepala Rangga. Tongkat
yang tidak beraturan bentuknya itu dikibaskan ke arah kepala. Cepat Rangga
merunduk, sehingga
tongkat itu lewat di atas kepalanya. Namun belum juga Pendekar Rajawali Sakti
itu mengangkat kepalanya, tiba-tiba saja Dewi Kalang Mayat
meluruk deras. Saat itu juga kakinya melayang
mengarah ke punggung.
Buk! Rangga tidak sempat lagi berkelit Satu
tendangan keras
mendarat
Pendekar Rajawali Sakti 31 Kaum Pemuja Setan di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
di punggungnya,
membuat Pendekar Rajawali Sakti itu tersuruk
mencium tanah berbatu. Sambil berteriak keras,
Dewi Kalang Mayat menusukkan ujung tongkatnya
yang runcing. Buru-buru Rangga menggulirkan
tubuh ke samping, sehingga tusukan ujung tongkat itu hanya menyerempet di
samping bahunya.
Dewi Kalang Mayat tidak berhenti sampai di
situ saja. Tusukan tongkatnya terus mencecar
selagi Rangga berada di tanah. Namun Pendekar
Rajawali Sakti masih bisa bergulir menghindari
tusukan ujung tongkat Dewi Kalang Mayat
"Hup!"
Sampai pada suatu kesempatan, Rangga
mengatupkan kedua telapak tangannya, menangkap
ujung tongkat yang mengarah ke dada. Dan disertai pengerahan tenaga dalam
sempurna, Pendekar
Rajawali Sakti itu menghentakkan tongkat itu ke
samping. "Ikh!"
Dewi Kalang Mayat tersentak kaget, namun
tidakbisa lagi menguasai keseimbangan tubuhnya.
Pada saat .perempuan tua itu terhuyung, dengan
cepat Rangga menggerinjang bangkit berdiri.
Sekerika itu juga dilayangkan satu pukulan keras disertai pengerahan tenaga
dalam yarig telah
mencapai taraf kesempurnaan.
"Hiyaaa...!"
*** 5 Dug! "Akh!" Dewi Kalang Mayat memekik keras.
Pukulan Pendekar Rajawali
Sakti tepat menghantam dada perempuan tua itu, dan
membuatnya terpental ke belakang. Namun cepat
sekali Dewi Kalang Mayat mampu menguasai diri,
dan kini kembali bersiap. Kali ini Dewi Kalang
Mayat bukan hendak mengeluarkan jurus, tapi akan mengeluarkan ajiannya.
Melihat kenyataan itu, Rangga tidak ingin
tanggung-tanggung lagi untuk segera menghunus
pedangnya. Sekerika sekitar tempat pertarungan
menjadi terang benderang oleh cahaya biru yang
memancar berkilau dari pedang pusaka itu. Sejenak Dewi Kalang Mayat tampak
terkejut melihat pamor
pedang di tangan Rangga. Namun hanya sesaat saja, karena telah kembali bersiap
mengerahkan ilmu
kesaktiannya. "Hmmm.,.," gumam Rangga pelahan.
Melihat seluruh tongkat Dewi Kalang Mayat
tiba-tiba berubah merah menyala bagai terbakar,
Rangga segera merentangkan kedua kakinya ke
samping. Tangan kirinya segera menggosok pedang
yang tergenggam tangan kanan dan melintang di
dada. "Hiyaaa...!" tiba-tiba Dewi Kalang Mayat berteriak keras sambil menghentakkan
kepala tongkatnya kedepan.
"Aji 'Cakra Buana Sukma'...!" seru Rangga, juga mengibaskan pedangnya ke depan.
Seketika itu juga dua leret sinar meluncur deras dengan arah berlawanan. Sinar
merah dan biru itu bertemu di titik tengah, dan memperdengarkan
ledakan dahsyat menggelegar. Tampak kedua orang
itu saling dorong menggunakan sinar masing-masing.
Perlahan-lahan Dewi Kalang Mayat melangkah
maju. Sedangkan Rangga hanya berdiri saja tidak
bergeming sedikit pun. Dan kini malah ditarik
pedangnya, dan dilintangkan ke depan dada.
Sedikit demi sedikit jarak mereka semakin dekat
saja, dan pada akhirnya tinggal berjarak beberapa langkah lagi. Di situ kedua
cahaya mulai membaur.
Dewi Kalang Mayat mengikik sambil tersenyum
sinis. Jelas sekali kalau cahaya biru mulai terdesak.
"Uh, hih!"
Rangga menghentakkan pedangnya yang tetap
melintang di depan dada lebih ke depan lagi. Pada saat yang bersamaan, digosok
mata pedang itu
dengan tangan kirinya. Seketika cahaya biru yang memancar dari pedang itu,
semakin terang dan
berkilau. "Eh...l"
Senyum di bibir Dewi Kalang Mayat mendadak
saja hilang. Kedua bola matanya membeliak lebar, dan tubuhnya bergetar. Jelas
sekali terlihat kalau cahaya merah mulai terdesak. Bahkan arus cahaya
biru tampak lebih cepat daripada cahaya merah itu.
"Hih!"
Dewi Kalang Mayat menambah kekuatanajiannya.
Tapi mendadak saja wajahnya jadi berubah.
"Gila...! Kenapa tenagaku jadi seperti tersedot?"
dengus Dewi Kalang Mayat dalam hati.
Beberapa kali Dewi Kalang Mayat mencoba
menghentak, dan mengempos tenaganya. Namun
setiap kali melakukan itu, arus tenaganya semakin deras mengalir. Perempuan tua
itu tampak terbeliak kerika
cahaya biru yang menggumpal dan membentuk bularan itu mulai menyelubungi kepala
tongkatnya. Buru-buru Dewi Kalang Mayat hendak
menarik tongkatnya, tapi menjadi terkejut. Temyata tongkatnya seperti ada yang
menahan. "Oh..., tenagaku semakin berkurang. Setan! Ilmu apa yang dipakainya...?" lenguh
Dewi Kalang Mayat dalam hati.
Beberapa kali Dewi Kalang Mayat mencoba
melepaskan pengaruh ajian yang dikeluarkan
Rangga. Tapi setiap kali dikerahkan tenaga, setiap kali pula dirasakan adanya
aliran kuat yang
menyedot tenaganya. Bahkan sekarang Dewi Kalang
Mayat sudah sulit mengerahkan hawa murni.
Bahkan juga sepertinya seluruh pusat kekuarannya tersumbat.
Oh, Hdak...!" lenguh Dewi Kalang Mayat
menyadari betapa dahsyatnya ajian yang dimiliki
Pendekar Rajawali Sakti. "Aku harus bisa
melepaskan diri!"
Dewi Kalang Mayat menghimpun tenaganya.
Tiba-tiba saja dilepaskan pegangan tongkatnya, lalu mencoba melompat ke
belakang. Tapi untuk ke
sekian kalinya, perempuan tua itu jadi terbeliak.
Sukar untuk dipercaya. Kini telapak tangannya
menempe! kuat pada tongkatnya sendiri. Bahkan
saat dihentakkan seluruh sisa tenaganya untuk
melepaskan diri, malah seluruh kekuatannya
tersedot. Keringat sebesar butir-butir jagung mulai merembes
membasahi wajah dan lehemya. Sementara itu cahaya biru mulai menyelimuti tubuh Dewi Kalang Mayat yang sudah
tidak bisa lagi
berbuat sesuatu.
Dalam selubung sinar biru, Dewi Kalang Mayat
menggeliat-geliat
sambil berteriak-teriak
dan meraung keras. Masih dicobanya untuk melepaskan
tongkatnya, tapi telapak tangannya benar-benar
menempel pada tongkat itu. Dewi Kalang Mayat
benar-benar sudah tidak berdaya lagi. Bahkan kini tubuhnya mulai melorot turun
dengan lemas. Hingga pada akhirnya tubuhnya jatuh menggeletak, tepat pada saat Rangga menarik
ajiannya. Trek! Pendekar Rajawali Sakti itu memasukkan
kembali Pedang Pusaka Rajawali Sakti ke dalam
warangkanya di punggung. Maka cahaya biru
langsung lenyap sekerika. Sedangkan Dewi Kalang
Mayat masih tergeletak tak berdaya lagi. Napasnya nampak lemah, dan wajahnya
memucat Sinar matanya begitu redup tak bercahaya lagi Rangga
hanya berdiri tegak memandangi wanita tua itu.
"Siapa kau sebenamya, Anak Muda" Kenapa
tidak membunuhku, seperti yang mereka lakukan
terhadap rakyatku?" pelan dan lirih sekali suara Dewi Kalang Mayat
"Namaku Rangga, dan hanya seorang pengembara," sahut Rangga.
"Aku tidak membunuhmu karena kau bukan
musuhku. Dan lagi aku tidak melihat adanya
keburukan pada dirimu."
"Kau salah, Anak Muda. Mereka semua
membenciku dan seluruh rakyatku. Tak ada tempat
bagi kami. Di mana kami berada, selalu diburu dan dimusnahkan."
"Kenapa?" tanya Rangga.
"Karena kami adalah Kaum Pemuja Setan. Kami semua bersekutu dengan iblis dari
neraka Kami selalu menolong mereka yang mempunyai dendam,
napsu, dan keserakahan. Menyakiti, membunuh,
dan menganiaya manusia adalah kesenangan."
Rangga hampir tidak percaya mendengamya.
Ditatapnya dalam-dalam wanita tua yang tergeletak tanpa tenaga lagi itu. Kini
baru dimengerti, kenapa Ki Bawung memerintahkan seluruh warga desanya
untuk membunuh siapa saja yang keluar dari Gua
Lorong Angin. Rupanya gua itu merupakan jalan
keluar orang-orang pemuja setan.
"Kau bisa menghancurkan istanaku serta
seluruh rakyatku di sini, Anak Muda. Tapi itu
bukan berarti Kaum Pemuja Setan musnah
seluruhnya. Masih banyak yang berada di alam
bebas saat ini. Dan mereka akan membangun
kembali kejayaan bangsa kami, hik hik hik...!"
"Nisanak, mengapa kau ingin menjadikan Ayu
Nerang sebagai ratu di Lereng Gunung Antang ini?"
tanya Rangga. "Karena aku tahu siapa gadis itu. Dan aku juga tahu maksud kedatanganmu ke sini.
Aku ingin ada manusia baik-baik dan keturunan terhormat bisa
menguasai dunia dengan hati dan jiwa terselimut
napsu iblis. Aku ingin seluruh dunia tunduk pada Kaum Pemuja Setan!"
"Keinginanmu sungguh luar biasa, Dewi Kalang Mayat Tapi selama hati dan jiwamu
kotor, rasanya tidak akan berhasil," tegas Rangga.
"Kau memang manusia tanpa tanding, Rangga.
Tidak percuma kalau Prabu meminta bantuanmu
untuk membawa pulang putrinya," nada suara Dewi Kalang Mayat terdengar memuji.
"Masih banyak di dunia ini yang lebih segala-galanya
daripada diriku, Nisanak," Rangga merendah. "Mungkin nanti. Tapi untuk saat ini, kau adalah manusia
tanpa tanding yang sukar untuk dikalahkan. Dan hati-hatilah, Rangga. Jika tidak membunuhku, kau akan mengalami
kesulitan seumur hidup! Seluruh tokoh golongan hitam tidak akan menyukaimu! Dan kau akan
selalu menghadapi
bahaya, terutama dari orang-orang sealiran denganku," ancam Dewi Kalang Maut
Rangga hanya tersenyum saja. Sama sekali tidak
dipedulikan ancaman itu. Setelah memberi salam,
kemudian Pendekar Rajawali Sakti itu berbalik dan melangkah pergi. Sedangkan
Dewi Kalang Mayat
masih tetap tergeletak tak berdaya.
"Kau membutuhkan waktu empat puluh tahun
untuk memulihkan kekuatanmu kembali, Dewi
Kalang Mayat!" kata Rangga tanpa berpaling sedikit pun. Kakinya terus saja
melangkah semakin cepat
meninggalkan tempat itu.
"Kelak kau akan merasakan pembalasanku,
bocah edan!" geram Dewi Kalang Mayat
*** Rangga mengayunkan kakinya pelahan-lahan
melintasi jalan setapak yang melingkari Lereng
Gunung Antang, menuju ke arah Hutan Gua
Lorong Angin. Dia sudah berpesan pada Rajawali
Putih untuk menunggu di Sana bersama Ayu-
Nerang. Pendekar Rajawali Sakti itu juga meminta agar Rajawali Putih memanggil
Kuda Dewa Bayu,
salah satu tunggangannya selain rajawali raksasa itu.Rangga sengaja memilih kuda
untuk melakukan
perjalanan menuju Kerajaan Banyudana untuk
membawa pulang Ayu Nerang ke istana. Janjinya
pada Prabu Cakraningrat untuk mendapatkan
Pendekar Rajawali Sakti 31 Kaum Pemuja Setan di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
kembali putri tunggalnya itu harus ditepati. Seperti apa yang dikatakan oleh
Prabu Cakraningrat bahwa Ayu Nerang meninggalkan istana, memang bukan
karena kemauannya^sendiri. Gadis itu diculik oleh salah satu musuh Prabu
Cakraningrat. Sebenamya Rangga tidak ingin mencampuri
urusan pribadi orang lain, kalau saja ketika itu tidak terlibat dalam persoalan
besar yang hampir
meruntuhkan Kerajaan Banyudana. Keterlibatannya
juga secara tidak sengaja. Waktu itu Pendekar
Rajawali Sakti menolong Prabu Cakraningrat dari
keroyokan suatu gerombolan liar. Kemudian disusul terjadinya
pemberontakan adik selir Prabu Cakraningrat sendiri, yang tidak puas karena hanya diberi wilayah kecil dan
menjabat sebagai adipati.
"Berhenti...!"
Tiba-tiba Pendekar Rajawali Sakti dikejutkan
suara bentakan keras menggelegar. Dan belum lagi hilang
rasa terkejutnya, mendadak saja bermunculan sekitar sepuluh orang berjubah hitam yang semuanya memegang tongkat
berwarna hitam pula Mereka langsung saja membuat lingkaran,
mengepung pemuda berbaju rompi putih itu.
Rangga mengamati sepuluh orang yang sudah
rapat mengepungnya. Rata-rata mereka sudah
setengah baya, dan ada dua orang yang kelihatan
sudah lanjut usia. Pendekar Rajawali Sakti itu
memusatkan perhatiannya pada dua orang tua yang
berdiri berdampingan. Dugaannya kedua orang itu
mungkin bertindak sebagai pemimpin.
"Siapa kalian" Dan mengapa mengepung,
menghalangi jalanku?" tanya Rangga.
"Kami sengaja mencegatmu di sini untuk
menagih hutang, Anak Muda," sahut salah seorang dari laki-laki tua yang berada
tepat di depan Rangga
"Hutang..."! Maaf, Kisanak. Hutang apa yang harus kubayar?" Rangga Hdak
mengerti. "Nyawa!"
"Oh...!" Rangga tersedak kaget.
"Bersiaplah untuk mati, bocah!"
'Tunggu...!" sentak Rangga cepat-cepat. "Aku tidak mengenal kalian ini, jadi
mana mungkin aku punya hutang nyawa" Barangkali kalian salah."
"Temyata memang benar. Kau pandai sekali
bersilat lidah. Tapi itu bukan berarti lepas dari kami, bocah!" dingin nada
suara laki-laki berusia lanjut itu.
"Hmmm...," Rangga mengerutkan keningnya.
Kata-kata orang itu seperti pemah didengarnya.
Rangga mencoba untuk mengingat-ingat, dan
menjadi tersentak. Kata-kata itu memang pemah
didengamya yang terucap dari bibir Dewi Kalang
Mayat. Rangga memandangi orang-orang yang
mengepungnya Wajah mereka memang kasar.
Bahkan pandangan matanya pun liar, mencerminkan
kekejaman serta kebengisan. Dan tongkat yang
dipegang itu.... Mirip dengan tongkat Dewi Kalang Mayat Rangga Hdak sangsi lagi
Mereka adalah anak buah Dewi Kalang Mayat.
"Kalian pasti orang-orang pemuja setan," tebak Rangga dingin.
"Kau sudah tahu, bocah. Nah bersiaplah untuk mampus!" ancam orang tua itu
dingin. "Kau harus membayar nyawa ratu kami! Seraaang...!"
Rangga tidak bisa lagi mengelak dari pertarungan. Sepuluh orang berbaju serba hitam
itu sudah berlompatan menyerangnya. Baru beberapa jurus saja, Pendekar Rajawali Sakti itu sudah menduga kalau sepuluh
orang lawannya ini
memiliki kepandaian yang cukup tinggi. Serangan-
serangannya cukup dahsyat dan berbahaya. Sukar
ditebak arahnya
Menyadari kalau tidak akan mungkin mampu
menandingi sepuluh orang itu hanya dengan
menggunakan jurus-jurus tangan kosong, Pendekar
Rajawali Sak?ti itu segera mencabut pedang
pusakanya. Sekerika itu juga daerah di sekitar
pertarungan menjadi terang benderang oleh cahaya biru berkilau yang memancar
dari Pedang Pusaka
Rajawali Sakti. "Hiyaaa...!"
Dengan pedang di tangan, Pendekar Rajawali
Sakti bagai sosok malaikat maut yang siap mencabut nyawa. Pemuda berbaju rompi
putih itu bergerak
cepat menggunakan jurus-jurus andalan, paduan
dari lima rangkaian jurus 'Rajawali Sakti' yang
digabung dan dikombinasikan menjadi beberapa
jurus. Sungguh dahsyat memang, sepuluh orang itu
pun jadi kewalahan. Mereka jatuh bangun
menghindari serangan yang dahsyat dan cepat luar biasa itu. Rangga tidak
terlihat lagi Hanya bayangan putih dan biru berkelebatan bagai kilat menyambar-
nyambar. Buk! Buk...! Beberapa kali Rangga melepaskan pukulan, dan
tepat menghantam beberapa orang hingga terjungkal. Pendekar Rajawali Sakti itu bergegas melompat mundur, dan berdiri
tegak dengan pedang melintang di depan dada. Kini terlihat lima orang tergeletak di tanah.
Mereka berusaha
bangkit meskipun tubuhnya limbung. Tampak dari
mulut mengeluarkan darah kental. Sedangkan lima
orang lagi seperti terpana dengan mulut ternganga.
"Aku tidak ada urusan dengan kalian semua!
Dan sebaiknya, jangan coba-coba mengusik kehidupanku!" dingin nada suara Rangga. Kata-katanya begitu tegasberbau ancaman.
Sepuluh orang berbaju serba hitam itu saling
berpandangan beberapa saat Seorang yang sudah
berusia lanjut yang rambutnya putih dan kumis
panjangnya juga berwarna putih, melangkah tiga
tindak ke depan. Tongkatnya dipegang dengan
kedua tangan agak melintang di depan dada.
"Kata-katamu seperti seorang jago tanpa
tanding, Anak Muda!" dingin nada suara laki-laki tua itu.
"Maaf! Bukan maksudku merendahkan kalian
semua, tapi hanya mengingatkan. Di antara kita
tidak ada persoalan yang patut dibesar-besarkan,"
kata Rangga bisa merasakan ketersinggungan laki-
laki tua itu. "Tidak ada urusan kau bilang..."! He! Dengar, Anak Muda! Kau telah membunuh
pengawal Dewa Agung, membunuh Ratu Lereng Antang, dan
menghancurkan tempat tinggal kami semua! Apa itu bukan urusan"! Kau berhutang
banyak nyawa, bocah!" keras dan lantang suara laki-laki tua itu
"Dengar, Kisanak. Bukan bermaksud membela
diri, tapi aku akan mengatakan yang sebenamya.
Aku tidak bermaksud membunuh siapa pun, tapi
hanya mempertahankan diri. Dan jika ingin tahu,
aku hanya membuat Ratu Lereng Antang lumpuh
dalam waktu empat puluh tahun. Jadi, sama sekali tidak membunuhnya!" Rangga
mencoba menjelaskan.
"Siapa yang percaya omonganmu, bocah! Kami
menemukan Ratu Lereng Antang sudah tewas
dengan punggung tertembus tombak! Dan kau juga
malahmenggantungnya!"
"Apa..."!" Rangga terkejut setengah mari mendengar kemarian Dewi Kalang Mayat
yang tertembus tombak dan tergantung.
Sungguh tidak dipercaya. Karena saat ditinggalkan, Dewi Kalang Mayat masih dalam
keadaan hidup. Meskipun kekuatannya sudah
lumpuh sama sekali akibat tersedot aji 'Cakra
Buana Sukma'. Kalau mau, sebenamya Pendekar
Rajawali Sakti bisa mengerahkan seluruh kekuatan aji 'Cakra Buana Sukma'. Dan
akibatnya, Dewi
Kalang Mayat bisa mati hancur jadi debu. Tapi
Rangga hanya membuatnya lumpuh tanpa tenaga
untuk waktu empat puluh tahun saja.
Tapi kini didengarnya perempuan tua itu telah
tewas dengan tombak menembus punggungnya dan
dalam keadaan tergantung. Sungguh tidak diketahuinya semua itu. Dan Rangga menyadari
kalau tidak mungkin bisa menjelaskan hal yang
sebenarnya. Sudah pasti Kaum Pemuja Setan ini
tidak akan bisa mempercayai keterangannya,
meskipun apa yang dikatakannya ada?lah benar.
*** "Suiiit...!" tiba-tiba saja Rangga bersiul nyaring melengking tinggi.
Dan semua orang berbaju hitam itu menjadi
terkejut. Belum sempat lagi mereka menyadari apa yang akan terjadi, tahu-tahu
dari angkasa meluncur seekor rajawali raksasa berbulu putih keperakan.
Belum juga Rajawali Putih mencapai tanah,
Rangga sudah melompat, dan hinggap di punggung
burung raksasa itu. Rajawali Putih mengepakkan
sayapnya, lalu mengambang tanpa naik ke angkasa.
Sejenak Rangga mengamati orang-orang pemuja
setan yang masih terpana melihat seekor rajawali raksasa yang mengangkasa
membawa tubuh Rangga.
"Jika kalian masih penasaran, aku akan datang kembali setelah urusanku selesai
nanti!" kata Rangga keras.
Setelah berkata demikian, Rangga menepuk
leher Rajawali Putih. Sekerika itu juga Rajawali Putih melesat membumbung tinggi
ke angkasa. Tinggal sepuluh orang pemuja setan yang masih
terbengong-bengong sampai burung raksasa itu
lenyap dari pandangan ma?la. Sementara Rangga
dan rajawali raksasa itu terus meluncur menuju
Hutan Gua Lorong Angin.
"Cepat sekali kau datang, Rajawali Putih!" kata Rangga agak keras, melawan deru
angin yang meme-kakkan telinga.
"Khraghk!" sahut Rajawali Putih. "O.... Rupanya kau mengawasiku terus, ya?"
Pendekar Rajawali Sakti seperti mengerti yang diucapkan burung
raksasa tunggangannya itu
"Khrrrk...!"
'Terima kasih, Rajawali Putih," ucap Rangga seraya menepuk leher burung itu tiga
kali. Rajawali Putih berkaokan keras sambil mengangguk-anggukkan
kepalanya. Rangga mengelus-elus leher burung raksasa itu. Bibirnya tersenyum melihattingkah
Rajawali Putih yang
kesenangan karena dtpuji.
"Rajawali, di mana kau tinggalkan Ayu Nerang?"
tanya Rangga teringat akan gadis kecil yang
keselamatannya menjadi tanggung jawabnya.
"Khraghk!"
"Ayolah kita ke sana, Rajawali!" pinta Rangga.
Tanpa diminta dua kali, Rajawali Putih terus
meluncur cepat bagai kilat, dan sebentar saja
sudah di atas Hutan Lorong Angin. Rangga
mengamati ke bawah. Keningnya agak berkerut saat melihat Gua Lorong Angin sudah
terlewat tapi Rajawali Putih belum juga menukik turun. Dan
kelopak mala Pendekar Raja?wali Sakti itu
menyip'rt, karena arah yang dituju Rajawali Putih adalah Kerajaan Banyudana.
Tampak Desa Muara
sudah terlewat. Begitu juga lembah besar yang
membatasi Kerajaan Banyudana dengan Gunung
Antang. Rajawali Putih terus meluncur menuju ke
kerajaan itu. Rangga jadi tidak mengerti, ke mana sebenarnya Rajawali Putih
menuju" Tadi sudah
ditanyakan, di mana burung raksasa ini meninggalkan Ayu Nerang. Disangkanya Rajawali
Putih membawa gadis kecil itu ke Hutan Lorong
Angin seperti yang dimintanya. Tapi ternyata
tempat yang diinginkan sudah jauh terlewat di
Pendekar Rajawali Sakti 31 Kaum Pemuja Setan di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
belakang "Rajawali, kau mau ke mana?" tanya Rangga.
"Khraghk!" Rajawali Putih berkaokan keras.
Rangga kembali melihat ke bawah saat
merasakan Rajawali Putih menukik turun. Dan
sesaat kemudian, burung raksasa berbulu putih
keperakan itu telah mendarat lunak di sebuah pa
dang rumput yang tidakbegitu luas. Di sekelilingnya terlihat hutan yang cukup
lebat Rangga tahu kalau tempat ini berada di sebelah Barat Kerajaan
Banyudana, jadi tidak terlalu jauh untuk mencapai ke sana. "Hup!"
Rangga melompat turun. Manis dan sangat
ringan gerakannya. Tak ada suara sedikit pun saat kakinya menjejak tanah
berumput tebal. Sebentar
Pendekar Rajawali Sakti itu mengamati keadaan
sekitamya. Sepi.., tak ada seorang pun yang terlihat Bahkan binatang hutan saja
seperti enggan menampakkan diri.
Baru saja Rangga hendak membuka mulut tiba-
tiba telinganya mendengar suara gemerisik dari arah kanan. Langsung saja
kepalanya menoleh. Terlihat sebuah gerumbul semak bergerak-gerak. Dan belum
juga melakukan sesuatu, muncul seorang gadis kecil mengenakan baju biru yang
sudah agak lusuh. Gadis itu berlari menghampiri, dan langsung memeluk
Rajawali Putih.
"Hhh...!" Rangga menarik napas panjang.
Pendekar Rajawali Sakti itu menepuk pundak
Ayu Nerang Pelahan gadis kecil berusia sekitar dua belas tahun itu melepaskan
pelukannya pada
Rajawali Putih. Kepalanya berpaling memandang
Rangga yang sudah bertumpu pada lututnya.
"Kau tidak rindu pada ayah ibumu, Ayu
Nerang?" tanya Rangga lembut.
Ayu Nerang tidak langsung menjawab, tapi
malah menundukkan kepalanya. Rangga jadi heran
juga melihat sikap gadis kecil ini. Sebentar
dipandangi wajahAyu Nerang yang kelihatan
berubah murung, kemudian berpaling menatap
Rajawali Putih di belakang gadis itu.
"Ada apa, Ayu" Kenapa murung?" tanya Rangga seraya menggamit bahu gadis kecil
itu. Ayu Nerang masih diam sambil menundukkan
kepala. Dibiarkan saja ketika Rangga merengkuh
dan memeluknya. Gadis itu malah menyembunyikan
wajahnya di dada Pendekar Rajawali Sakti itu.
Rangga mendesah dan merapikan sebagian rambut
yang jatuh menjuntai di kening gadis itu dengan
ujung jari telunjuknya.
"Ada apa, Ayu" Mengapa tidak ingin kembali ke istana?" tanya Rangga sudah bisa
merasakan kalau Ayu Nerang tidak ingin kembali ke istana.
"Siapa yang menyuruh Kakang mencariku?" tanya Ayu Nerang tanpa menjawab
pertanyaan Rangga.
Pelahan-lahan diangkat kepalanya menatap pemuda
itu."Ayahmu," sahut Rangga.
"Ayahku" Di mana Kakang bertemu ayahku?"
"Di istana. Ibumu juga mengharapkan kau
kem?bali, Ayu."
Ayu Nerang menggeleng-gelengkan kepalanya
beberapa kali. Sinar matanya begitu redup menatap langsung ke bola mata Pendekar
Rajawali Sakti.
Perlahan-lahan dilepaskan pelukan Rangga. Perlahan-lahan pula kakinya melangkah menghampiri sebuah pohon yang rindang,
lalu duduk bersandar
di bawahnya. Pandangan matanya kosong dan
begitu redup. Rangga bangkit berdiri dan melangkah menghampiri gadis itu, kemudian duduk di
sampingnya. Sementara Rajawali Putih sudah
mendekam. Burung raksasa itu hanya memandangi
saja dengan sinar mata yang sukar diartikan.
*** 6 Rangga bangkit berdiri ketika mendengar suara
ringkik kuda. Ditatapnya Rajawali Putih yang
tengah mendongakkan kepalanya ke atas. Burung
rajawali raksasa itu menatap Rangga dan menganggukkan kepalanya. Rangga berpaling ke
arah datangnya suara langkah kaki kuda yang
semakin terdengar jelas. Tak berapa lama, muncul seekor kuda hitam. Kuda itu
merlngkik sambil
mengangkat kaki depannya.
"Ah! Rupanya kau datang juga, Dewa Bayu,"
Rangga menyambut kedatangan kuda hitam itu..
Kuda itu menghampiri dan mendengus-dengus
menyorongkan kepalanya pada Pendekar Rajawali
Sakti. Sepertinya begitu rindu pada pemuda
berbaju rompi putih itu. Rangga memeluk kepala
kuda itu dan menepuk-nepuk lehemya. Sementara
Ayu Nerang masih duduk sambil memperhatikan.
Kuda hitam yang tampak bagus, tinggi kekar dan
berotot. Ayu Nerang bangkit berdiri dan menghampiri. "Kudamu, Kakang?" tanya Ayu Nerang sambil mengelus-elus kuda itu.
"Ya," sahut Rangga.
Rangga menghampiri Rajawali Putih. Sementara
Ayu Nerang kelihatan begitu mengagumi Dewa
Bayu. Dan nampaknya kuda hitam itu juga
menyenangi gadiskecil ini.
"Rajawali Putih, kau bisa kembali sekarang. Kau akan kupanggil jika kubutuhkan
kembali," kata Rangga.
"Khrrr...!" Rajawali Putih mengkirik pelahan.
Sebentar burung rajawali raksasa itu menatap
Dewa Bayu, dan tatapan itu dibalas oleh kuda
hitam itu dengan anggukan kepala. Seolah-olah
kedua hewan itu bisa saling mengerti. Kemudian
Rajawali Putih mengepakkan sayapnya, lalu melambung tinggi ke angkasa.
"Khraghk!"
Sekali lesatan saja, burung rajawali raksasa
berbulu keperakan itu sudah lenyap dari pandangan mata. Sesaat Rangga masih
memandangi sahabatnya
itu, kemudian melangkah menghampiri Dewa Bayu.
Sementara Ayu Nerang masih berada di samping
kuda hitam itu.
"Mau ke mana Rajawali Putih, Kakang?" tanya Ayu Nerang.
"Pulang," sahut Rangga.
"Pulang...?" Ayu Nerang mendongak ke atas.
Tentu saja burung raksasa itu tidak akan terlihat lagi.Ayu Nerang kembali
menatap Rangga yang
tengah membetulkan pelana di punggung Dewa
Bayu. Kuda hitam itu memang selalu mengenakan
pelana, dan Rangga akan memanggil bila membutuhkannya. Sebenamya Rangga bisa saja
memanggil kuda itu lewat siulan sakti. Tentu saja, nadanya akan berlainan kalau
tengah memanggil
Rajawali Putih. Tapi kali ini
"Kau naik kuda ini, Ayu," kata Rangga.
"Aku...?" bola mata Ayu Nerang bersinar gembira.
Tanpa diminta dua kali, Ayu Nerang langsung
melompat ke punggung kuda hitam itu. Tapi baru
saja duduk di punggungnya, kuda hitam itu sudah
meringkik keras seraya mengangkat kaki depannya
tinggi-tinggj! Ayu Nerang pun hampir terlempar
jatuh! kalau saja Rangga tidak cepat-cepat
memegangi tali kekang kuda itu.
"Tidak apa-apa, Hitam. Gadis ini sahabatku,"
kata Rangga bisa mengerti. Dan dia memang lupa
belum memperkenalkan Ayu Nerang pada Dewa
Bayu. Meskipun tadi kelihatan jinak dan tampak
menyukai Ayu Nerang, tapi kuda hitam itu tidak
mudah untuk ditunggangi begitu saja. Kuda itu
kembali bisa tenang setelah Rangga mengatakan
kalau Ayu Nerang adalah sahabatnya.
"Kenapa dia, Kakang?" tanya Ayu Nerang polos.
"Tidak apa-apa. Hanya belum kenal saja," sahut Rangga.
Pendekar Rajawali Sakti itu kemudian melangkah sambil menuntun kuda hitam itu.
Sedangkan Ayu Nerang duduk di punggung kuda.
Mereka berjalan tanpa berkata-kata lagi. Tapi
belum berapa jauh berjalan, Ayu Nerang mencekal
tangan Rangga. Hal ini membuat pemuda berbaju
rompi putih itu menghentikan langkahnya, lalu
menoleh menatap gadis kecil di punggung kuda itu.
"Kenapa arahnya ke sini, Kakang?" tanya Ayu Nerang.
"Kita ke istana, Ayu. Ayah dan ibumu sudah
menunggu. Mereka ingin sekali bertemu denganmu,"
jawab Rangga lembut
'Tidak! Aku tidak mau kembali ke istana!"
sentak Ayu Nerang memasang wajah cemberut
Rangga jadi terkejut mendengar penolakan
gadis kecil itu. Dipandangi dalam-dalam Ayu
Nerang, dan dicobanya mencari sesuatu dalam bola mata kecil bulat itu Sedangkan
yang ditatap tetap cemberut, menekuk wajahnya.
"Kenapa tidak mau kembali ke istana?" tanya Rangga ingin tahu.
"Pokoknya tidak mau!" sentak Ayu ketus.
'Tentu ada alasannya kenapa tidak mau pulang,"
desak Rangga. Ayu Nerang tidak menjawab, tapi malah
melompat turun dari punggung kuda hitam itu.
Gerakannya sungguh indah. Meskipun ia jatuh
karena belum memiliki keseimbangan tubuh yang
sempurna, tapi dari gerakan melompatnya sudah
dapat diketahui kalau Ayu Nerang pemah belajar
ilmu olah kanuragan.
"Ayu, tunggu!" Rangga bergegas menghadang gadis itu yang sudah mengayunkan
kakinya hendak pergi. Ayu Nerang menghentikan langkahnya. Ditatapnya Pendekar Rajawali Sakti itu dalam-
dalam. Rangga berlutut, bertumpu pada kedua
lututnya yang tertekuk menyentuh tanah. Dipegangnya lembut kedua bahu gadis itu. Ayu
Nerang masih menatap tajam Pendekar Rajawali
Sakti itu. "Bicaralah padaku, Ayu...," pinta Rangga memohon.
"Kenapa Kakang selalu ingin membawaku
kembali ke istana" Apakah Kakang suruhan Gusri
Prabu Cakraningrat?" ketus nada suara Ayu
Nerang. "Tidak, Ayu. Ayahmu hanya meminta bantuanku saja untuk membawamu pulang.
Demikian pula ibumu. Dia sangat sedih saat kau pergi bersama
Paman Kumbayana," pelan suara Rangga.
"Kakang kenal Paman Patih Kumbayana?" Ayu Nerang menatap curiga pada Rangga.
"Benar. Kami cukup lama bersahabat," sahut Rangga seenaknya. Padahal dia
mengetahui Patih
Kumbayana hanya dari ciri-cirinya yang disebutkan Prabu Cakraningrat saja.
"Kalau Kakang Rangga berteman dengan Paman
Patih Kumbayana, mengapa Kakang masih juga
terus mengajakku ke istana?" jelas sekali kalau nada suara gadis itu tidak
mempercayai pengakuan
Rangga baru-san.
"Aku dan Patih Kumbayana memang berteman
baik, dan sudah lama tidak pernah bertemu. Aku
terlalu sering mengembara, jadi sulit untuk bisa bertemu Parih Kumbayana. Waktu
aku ingin menjumpainya, aku terkejut mendengar Parih
Kumbayana menculik putri Prabu Cakraningrat,
yaitu kau, Ayu. Dan Prabu Cakraningrat
memintaku untuk membawamu pulang," jelas
Rangga. Padahal semua yang dikatakannya barusan
hanya rekaan saja agar Ayu Nerang mau
mempercayainya.
Pendekar Rajawali Sakti 31 Kaum Pemuja Setan di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Ayu Nerang tertunduk. Raut wajahnya berubah
murung sekerika. Rangga mengamati dalam-dalam,
dan semakin ingin tahu. Ada suatu pikiran terlintas di benaknya, dan ini
membuatnya jadi penasaran
akan sikap gadis kecil ini.
"Paman sekarang sudah tidak ada. Dia telah
dibunuh," pelan suara Ayu Nerang, hampir tidak terdengar.
"Ya, aku tahu," desah Rangga.
"Kakang tahu?"
"Aku menemukan
mayatnya. Tapi sudah kukubur," sahut Rangga.
"Kasihan Paman Patih Kumbayana. Seharusnya
aku tidak meminta padanya untuk membawaku
pergi Tapi memang hanya Paman Patih Kumbayana
yang sayang padaku," tetap pelan suara Ayu
Nerang. Ada kesenduan pada nada suaranya.
"Ayah dan ibumu juga menyayangimu, Ayu," ujar Rangga.
"Tidak!" sentak
Ayu sambil mengangkat kepalanya. Tentu saja Rangga terkejut. Tidak disangka
kalau Ayu Nerang akan begitu marah setelah
mendengarkata-katanya. Wajah yang semula sendu,
kini berubah garang. Rangga benar-benar tidak
mengerti. Apa sebenamya yang tengah terjadi pada diri gadis kecil ini..."
*** Rangga terpaksa mengurungkan keberangkatannya ke Istana Kerajaan Banyudana.
Hatinya jadi penasaran dan ingin tahu, mengapa
Ayu Nerang tidak bersedia diajak pulang ke istana"
Meskipun masih berusia sekitar dua betas tahun,
tapi Ayu Nerang mempunyai pola pikiran seperti
gadis dewasa. Rangga yang sudah bergelut lama
dalam rimba persilatan, semula tidak aneh lagi
melihat Ayu Nerang mempunyai dasar-dasar ilmu
olah kanuragaa Memang, tidak sedikit putri
seorang bangsawan, atau putri raja yang mempelajari ilmu olah kanuragan sejak masih kecil.
Tapi yang membuat Pendekar Rajawali Sakti itu
bertanya-tanya adalah sikap Ayu Nerang yang
begitu keras tidak ingin kembali ke istana. Juga, sepertinya Ayu Nerang tidak
mengakui kalau Prabu Cakraningrat dan permaisuri adalah orang tuanya.
Dia selalu kelihatan berang dan benci jika
mendengar nama Prabu Cakraningrat disebut-
sebut. Rangga memperhatikan Ayu Nerang yang
tengah melahap seekor kelinci panggang yang
ditangkapnya tadi. Bau harum daging kelinci
panggang memang membuat perut berontak minta
diisi. Tapi selera makan Rangga jadi berkurang
akibat pikiran kusut, dan rasapenasaran yang
bergejolak dalam dada. Dimakannya sedikit saja
kelinci panggangnya, walaupun tanpa selera.
"Kok hanya sedikit makannya, Kakang?" tegur Ayu Nerang.
"Belum lapar," sahut Rangga seraya tersenyum.
"Buat aku saja, ya?" pinta Ayu yang telah menghabiskan seekor kelinci panggang
besar. Rangga memberikan kelinci panggang di tangan-
nya. Gadis itu langsung menerima, dan memakannya dengan lahap. Sepertinya baru
kali ini bisa menikmati makanan. Rangga hanya memperhatikan
saja sambil terus berpikir, mencari jalan yang
terbaik untuk mengorek isi hati gadis itu. Cukup sulit bagi Pendekar Rajawali
Sakti, karena nampaknya Ayu Nerang enggan untuk membicarakan masalah dirinya. Terlebih lagi
menyangkut Prabu Cakraningrat
"Sudah makannya?" ujar Rangga melihat Ayu Nerang telah menyelesaikan santapannya
yang terakhir. "Sudah," jawab Ayu Nerang seraya merebahkan dirinya, agak bersandar pada pohon
dekat api unggun kecil. Saat ini malam memang sudah jatuh" menyelimuti permukaan bumi. Dinginnya udara
malam agak terusik oleh hangatnya api yang
membakar ranting-ranting
kering. Sementara Rangga masih tetap duduk sambil memandangi gadis kecil itu. Tampak dalam kilatan
cahaya api, Ayu
Nerang belum juga memejamkan matanya.
"Tidak tidur, Kakang?" tanya Ayu Nerang seraya menguap.
'Tidak," sahut Rangga. 'Tidurlah, biar aku yang menjagamu."
"Kakang seperti memikirkan sesuatu," tebak Ayu Nerang seraya bangkit duduk dan
Geger Dunia Persilatan 15 Pendekar Mabuk 043 Gelang Naga Dewa Bende Mataram 14
Namun sesekali mengkirik, jika Rangga terlihat
terdesak. Sama sekali burung raksasa itu tidak
berusaha membantu, dan hanya jadi penonton saja.
Lain halnya dengan Rangga yang tengah sibuk
menghindari setiap serangan makhluk aneh berbulu hitam pekat itu. Sambil
berusaha untuk tidak
terjamah, Pendekar Rajawali Sakti itu berpikir
keras agar bisaterhindar dari pertarungan yang
tidak mengenakkan ini. Dia tidak ingin membinasakannya, tapi juga harus bisa keluar dari dasar jurang ini.
"Rajawali, bersiaplah untuk terbang!" seru Rangga.
Pendekar Rajawali Sakti itu bergerak mendekati
Rajawali Putih yang masih saja mendekam tak
bergeming. Dan begitu jaraknya tinggal sekitar dua batang tombak lagi, dengan
kecepatan tinggi,
Rangga melompat Tubuhnya langsung hinggap di
punggung burung rajawali raksasa itu.
"Cepat pergi dari sini, Rajawali!" perintah Rangga.
Tapi sungguh mengejutkan! Temyata Rajawali
Putih sama sekali tidak bergerak, dan hanya
mendekam memperdengarkan suara mengkirik lirih.
Rangga jadi tidak mengerti akan sikap Rajawali
Putih sahabatnya ini. Sementara makhluk aneh
berbulu hitam dengan kepala seperti anjing hutan itu sudah semakin dekat saja.
"Ghrauughk...!"
Sambil menggerung keras, makhluk mengerikan
itu melompat menerjang ke arah Rangga. Sepertinya tidak dipedulikan rajawali
raksasa yang tetap
mendekam' tak bergeming sedikit pun. Rangga jadi tidak mengerti akan sikap
sahabatnya ini. Dan
hatinya jadi terperangah, karena makhluk itu sudah menerkam cepat sekali. Namun
belum juga makhluk
itu sampai pada sasaran, mendadak Rajawali Putih menghentakkan kepalanya dengan
paruh separuh terbuka mengarah ke tubuh makhluk hitam itu.
"Aaarghk..!" makhluk berbulu hitam pekat itu meraung keras.
Hantaman paruh Rajawali Putih raksasa itu
tepat mengenai dadanya. Seketika itu juga makhluk aneh berkepala anjing hutan
itu terpental cukup
jauh ke belakang. Rangga jadi terpana menyaksikan kejadian yang begitu cepat dan
tidak diduga sama sekali sebelumnya.
"Khraghk!"
Sambil berkaokan keras, mendadak saja Rajawali
Putih melesat bagai kilat menerjang makhluk aneh yang bergelimpangan di atas
bebatuan. Sayap
Rajawali Putih mengibas keras menghantam
makhluk itu, hingga menggerung keras dan kembali bergulingaa Dan sebelum makhluk
itu bisa bangkit berdiri, Rajawali Putih sudah mencengkeram kuat
dengan kedua cakarnya.
Wuttt Bagai anak panah lepas dari busurnya, Rajawali
Putih melambung Hnggi ke angkasa. Dan pada
ketinggian tertentu, dilepaskannya makhluk berbulu hitam yang bentuk kepalanya
seperti anjing hutan itu. Tak pelaklagi, makhluk itu meluncur jatuh ke bawah
demikian kerasnya.
"Aaarghk...!"
Bruk! Seluruh dasar jurang bergetar saat tubuh
berbulu hitam pekat itu menghantam tanah
berbatu lembab yang berserakan di dasar jurang
Sebentar makhluk itu menggeliat sambil mengerang, kemudian bangkitberdiri. Namun
belum juga bisa
berdiri tegak Rajawali Putih sudah menukik, lalu menyambar dengan paruhnya. Itu
pun masih disusul oleh kibasan sayapnya yang menghantam kepala
makhluk itu. "Aaargkh...!" kembali makhluk berbulu hitam itu meraung keras.
"Khraghk...!"
Rangga yang berada di atas punggung Rajawali
Putih, dapat mengerti pekikan burung raksasa
sahabatnya ini. Dan tanpa membuang-buang waktu
lagi, Pendekar Rajawali Sakti itu melompat cepat sambil meng-hunus pedang
pusakanya. Seketika,
sekitar dasar jurang menjadi terang benderang oleh cahaya biru berkilau yang
terpancar dari Pedang
Pusaka Rajawali Sakti.
"Terpaksa! Hiyaaa...!" Crab!
Hanya sekali tebas saja, Pedang Pusaka Rajawali
Sakti sudah merobek dada makhluk berbulu hitam
pekat dengan bentuk kepala seperti anjing hutan
itu."Aaarghk...!" kembali makhluk itumeraung keras menggelegar.
"Satu lagi! Hiyaaat...!" teriak Rangga.
Wut! Sambil mengerahkan tenaga dalam yang sudah
mencapai taraf kesempurnaan, Pendekar Rajawali
Sakti itu membabat leher makhluk berbulu hitam
pekat itu. Tak ada lag! suara terdengar. Makhluk aneh mengerikan itu terpaku
tegak, dan matanya
membeliak lebar bagai sepasang bola api. Dan
begitu kaki Ranggamelayang dan menghantam dada
yang bertumuran darah, tubuh besar berbulu hitam itu ambruk dengan kepala
menggelinding jauh.
Rangga berdiri tegak memandangi makhluk
berbulu hitam yang menggeletak berlumuran darah
dari dada dan lehernya yang terbabat buntung.
Dimasukkan kembali pedang pusakanya ke dalam
warangka-nya di balik punggung. Pendekar Rajawali Sakti itu masih berdiri
terpaku memandangi sosok makhluk mengerikan tanpa kepala itu, dan baru
menoleh saat kepala Rajawali Putih menyorong
padanya. "Sebenamya aku tidak ingin membunuhnya,
Rajawali Putih," kata Rangga bernada penuh
penyesalan. "Khrrr...," Rajawali Putih mengkirik lirih.
"Ya, aku mengerti. Makhluk itu memang buas...."
Belum juga Rangga menyelesaikan kahmatnya,
tiba-tiba saja Rajawali Putih menggerung keras,
Seketika kedua sayapnya mengepak beberapa kali.
Kepalanya menengadah ke atas. Rangga langsung
mendongakkan kepalanya ke atas, dan pada saat itu batu-batu tebing jurang ini
berguguran "Cepat, Rajawali Putih! Hup...!"
"Khraaaghk...!"
*** 4 Secepat Rangga berada di punggung Rajawali
Putih, maka secepat itu pula burung raksasa itu
langsung melesat membumbung tinggi ke angkasa.
Kabut yang tebal di sekitar jurang tidak
menghalangi penglihatan burung raksasa itu.
Sedangkan di sekitarnya batu batu berguguran
membuat seluruh jurang jadi bergetar.
'Tolooong...!" tiba-tiba saja terdengar jeritan melengking kecil.
"Tunggu, Rajawali!" sentak Rangga.
"Aduh! Tolooong...!" kembali terdengar jeritan kecil melengking.
Sebentar Rangga mencari arah sumber suara itu
di antara suara gaduh bebatuan yang runtuh ke
dalam jurang. Dengan mempergunakan aji 'Tatar
Netra', Pen?dekar Rajawali Sakti itu segera dapat melihat seorang gadis kecil
tengah berlindung dari reruntuhan batu, di bawah sebuah celuk batu
tebing jurang ini.
"Ke sana, Rajawali...!"
perintah Rangga menunjuk. "Khraghk!"
Tanpa buang-buang waktu lagi, Rajawali Putih
meluncur ke arah yang ditunjuk Rangga. Dan belum juga sampai pada tujuan, tiba-
tiba saja sebongkah batubesar meluncur turun dengan derasnya.
"Awas...!" seru Rangga seraya melompat dari punggung Rajawali Putih.
"Khraghk!"
Manis sekali Rajawali Putih berkelit menghindari bongkahan batu besar yang runtuh itu.
Sementara Rangga berlompatan sambil berpijak
pada batu-batu yang berguguran. Dipergunakan
pedangnya untuk melindungi diri dari hujan batu.
Dengan susah payah, akhirnya Pendekar Rajawali
Sake itu berhasil mencapai celuk batu, yang di situ ada seorang gadis kecil di
dalamnya. Gadis kecil itu tampak ketakutan, lalu beringsut lebih masuk ke
dalam. "Aku akan mengeluarkanmu dari sini, Adik
Ma?nis," bujuk Rangga.
"Kau..., kau bukan orang jahat itu?" suara gadis kecil itu agak tersendat
"Bukan," sahut Rangga seraya memberikan senyuman yang manis.
Walaupun masih ragu-ragu, tapi akhirnya gadis
kecil itu mau juga. Rangga menggendongnya, dan
memeluk erat tubuh gadis itu. Dengan pedang
tergenggam di tanan kanan, Pendekar Rajawali
Sakti Itu kembali melompat keluar. Beberapa kali Rangga berputaran di udara,
lalu hinggap dengan
manisnya di atas punggung Rajawali Putih yang
menunggunya disertai perasaan cemas.
"Khraghk!"
"Cepat, Rajawali. Seluruh tebing jurang ini seperti akan runtuh!" seru Rangga
keras. "Khraghk...!" Rajawali Putih kembali melesat naik sambil meliuk-liukkan arah
terbangnya untuk menghindari hujan batu yang semakin deras saja.
Seluruh tebing bergetar dahsyat, dan jurang itu
seolah-olah mengalami kehancuran. Cukup lama
juga Rajawali Putih baru bisa keluar dari
reruntuhan batu, dan langsung mendarat di tepi
jurang. Rangga bergegas melompat turun sambil
membawa gadis kecil dalam pelukannya.
Sungguh aneh. Di atas jurang ini tidak terasa
ada getaran sedikit pun. Padahal di dalam jurang sana, bagaikan kiamat saja.
Kalau tidak bergerak cepat,
bisa-bisa hancur terkubur. Rangga melangkah ke bibir jurang, menyaksikan batu-batu yang
masih berguguran mengepulkan debu bercampur kabut tebal. Suara gemuruh masih
terdengar. Rangga berpaling, lalu menghampiri.gadis kecil yang berdiri di depan
Rajawali Putih. Gadis itu memandangi Pendekar Rajawali Sakti dengan sinar
mata sukar untuk diartikan.
"Siapa namamu, Adik Manis?" tanya Rangga lembut seraya berlutut di depan gadis
kecil itu "Kakang, siapa?" gadis kecil itu malah balik bertanya.
"Namaku Rangga, dan itu sahabatku. Namanya
Rajawali Putih," jelas Rangga sambil tersenyum.
Gadis kecil itu menoleh ke belakang, dan
menjadi agak terkejut juga begitu melihat di
belakangnya ada seekor burung rajawali raksasa.
Namun rasa keterkejutannya hanya sebentar,
kemudian bibimya tersenyum. Rajawali Putih
menjulurkan kepalanya. Tanpaada rasa takut sedikit pun, gadis kecil itu memeluk
kepala burung raksasa itu dengan hangatnya.
"Adik Manis...," panggil Rangga.
"Lucu sekali. Siapa namanya tadi?" gadis itu seperti Udak menghiraukan panggilan
Rangga. "Rajawali Putih," sahut Rangga.
"Kau tentu burung yang luar biasa. Dan kau
sendiri pasti punya kepandaian yang tangguh,
Kakang," gadis itu berpaling pada Rangga yang masih berdiri di atas lututnya.
Rangga hanya tersenyum saja, namun ada sedikit
keheranan. Seolah-olah gadis kecil ini mengetahui persis seluk beluk tentang
ilmu olah kanuragan dan ilmu kesaktian. Rasa keheranannya berubah menjadi rasa
penasaran. Rangga menghampiri gadis itu dan memegang lembut pundak gadis kecil
itu. "Siapa namamu, dan mengapa bisa berada dalam jurang?" tanya Rangga lembut.
"Oh! apakah aku belum memberitahukan
namaku?" gadis itu seperti mempermainkaa
"Belum," sahut Rangga jadi tersenyum geli.
"Namaku Ayu Nerang."
Seketika wajah Pendekar Rajawali Sakti
berubah begitu nama gadis kecil itu disebutkan.
Ditatapnya gadis berusia sekitar dua belas tahun itu dalam-dalam. Rangga
merayapi dari ujung
rambut sampai ke ujung kaki. Pakaian Ayu Nerang
begitu kotor dan kumal. Bahkan beberapa bagian
telah terkoyak. Tubuhnya juga kotor berdebu,
namun tidak menghilangkah kecantikan wajahnya.
Kuliinya putih halus bagai kulit seorang putri
bangsawan, atau putri raja.
Rangga menghenyakkan tubuhnya, duduk bersandar pada seborigkah batu yang cukup besar.
Ditariknya napas panjang dan dihembuskannya
kuat-kuat Pendekar Rajawali Sakti itu masih
memandangi Ayu Nerang yang kini sudah asyik
becanda dengan Rajawali Putih. Dan tampaknya
gadis itu cepat sekali akrab. Sedangkan Rajawali Putih kelihatan begitu menyukai
gadis kecil itu.
Pendekar Rajawali Sakti 31 Kaum Pemuja Setan di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
"Apakah benar dia Ayu Nerang..?" desah Rangga dalam hati, bertanya pada dirinya
sendiri. *** Rangga terpaksa membiarkan saja Rajawali
Putih membawa Ayu Nerang mengangkasa, berputar-putar di sekitar Gunung Antang ini.
Sementara pikiran Pendekar Rajawali Sakti itu
sendiri masih disibukkan oleh berbagai pertanyaan mengenai gadis kecil yang
mengaku bernama Ayu
Nerang. Gadis kecil" yang kini. ada di punggung seekor rajawali raksasa tampak
gembira saat Rajawali Putih membawanya tinggi ke angkasa. <
"Mayat laki-laki itu memang Paman Kumbayana.
Tapi aku masih sangsi kalau gadis itu Ayu Nerang, meskipun... Siapa pun dia,
harus kubuktikan apakah Ayu Nerang atau bukan," Rangga berbicara pada dirinya
sendiri. . Rangga bangkit berdiri. Dan baru saja hendak
melangkah, mendadak saja sebuah bayangan
berkelebat Pendekar Rajawali Sakti itu menghentikan
langkahnya. Kini tahu-tahu di depan telah berdiri seorang perempuan tua bertubuh
bungkuk sambil memegang tongkat yang tidak beraturan bentuknya.
Wanita itu mengenakan baju kumal compang-
camping dengan beberapa tambalan di beberapa
bagian. Rambutnya yang putih tergelung ke atas dan sebagian dibiarkan meriap,
hampir menutupi
wajahnya yang keriput
"Hik hik hik...," wanita tua itu terkikik.
"Hmmm.....'
"Mau pergi ke mana kau, bocah setan!" serak dan kering suara perempuan tua itu.
"Aku tidak tahu, Nisanak" sahut Rangga kalem.
"Hik hik hik... Kalau begitu, kau harus ikut aku!"
"Ikut.."! Untuk apa" Aku masih punya urusan yang lebih penting."
"Kau telah menghancurkan istanaku, dan harus bertanggung jawab!" dingin nada
suara perempuan tua itu.
"Nisanak aku tidak mengerti maksudmu. Lagi
pula aku tidak kenal siapa dirimu," Rangga jadi heran juga.
"Aku Dewi Kalang Mayat, Ratu Lereng Antang
ini! Dan kau harus bertanggung jawab karena berani menginjak daerahku dan
menghancurkan istanakul"
lantang suara perempuan tua itu.
"Nisanak, aku belum lama berada di sini. Dan lagi' aku tidak tahu di mana letak
istanamu. Maaf, mungkin kau salah duga," kilah Rangga.
"Hik hik hik... Pandai juga kau bersilat lidah, bocah setan! Semua rakyatku tahu
kalau kaulah yang membunuh pengawal Dewa Agung sembahan
kami. Akibatnya Dewa Agung murka dan menghancurkan istanaku serta seluruh rakyatku.
Dewa Agung akan mengembalikan semuanya jika
aku bisa menyerahkanmu padanya!"
"Aku semakin tidak mengerti, Nisanak," Rangga semakin bingung saja. Sama sekali
tidak bisa dipahami semua kata-kata perempuan tua itu.
"Bodoh! Apa yang baru kau lakukan di dasar
jurang sana, heh"!" bentak Dewi Kalang Mayat geram.
Rangga tersentak sampai melangkah mundur
tiga tindak. Sungguh tidak disadari kalau makhluk aneh mengerikan yang
ditemuinya di dasar jurang
adalah pengawal Dewa Agung sesembahan perempuan tua, yang mengaku dirinya sebagai Ratu Lereng Antang. Kini Rangga
mulai mengerti.
Rupanya perempuan tua ini hendak menangkapnya,
karena dianggap telah menghancurkan kehidupannya. Rangga menyadari kalau posisinya
kini tidak menguntungkan. Apalagi sekarang berada di wilayah kekuasaan Dewi
Kalang Mayat "Satu lagi yang terberat bagimu, bocah. Kau telah membawa lari calon muridku,
yang kusiapkan untuk menjadi ratu di Lereng Gunung. Antang ini.
Calon penguasa rimba persilatan!" jelas Dewi Kalang Mayat lagi.
"Lagi-lagi kau membuatku.bingung, Nisanak!"
dengus Rangga agak jengkeL
"Di mana gadis kecil itu kau sembunyikan"!"
bentak Dewi Kalang Mayat
"Gadis kecil..."!" Rangga terperanjat
"Cepat katakan! Sebelum kesabaranku habis,
bocah setan!" bentak Dewi Kalang Mayat
"Ayu Nerang, maksudmu?"
"Siapa lagi"! Hanya Ayu Nerang yang kutemukan di sini. Dia jatuh ke jurang dan
berhasil kusembuhkan luka-luka dalamnya. Aku tidak mau
tahu, penyebab dia jatuh ke jurang dan siapa yang melukainya. Aku hanya tahu,
kedatangannya tepat
saat Dewa Agung menjanjikan akan mendatangkan
seorang gadis kecil untuk dijadikan Ratu Lereng
Antang. Calon penguasa seluruh rimba persilatan!"
"Oh...!" Rangga mendesah terhenyak.
Kini Pendekar Rajawali Sakfi baru mengerti.
Ternyata gadis kecil itu memang Ayu Nerang, yang sedang dicarinya hingga sampai
ke Lereng Gunung
Antang ini, Dan rupanya Ayu Nerang sempat
terjatuh ke dalam jurang. Tapi, siapa orangnya yang telah melukai gadis itu"
Mungkinkan si lblis Cakar Naga" Dalam jangka waktu yang tidak terlalu lama, Rangga sudah menemukan begitu banyak kejadian
yang jadi berbagai macam pertanyaan di benaknya.
"Bocah, di mana gadis itu kau sembunyikan"!"
bentat" Dewi Kalang Mayat lagi.
"Dia sudah pulang bersama sahabatku," sahut Rangga kalem.
"Keparat! Tidak ada seorang pun yang bisa
membawa calon Ratu Lereng Antang!" geram Dewi Kalang Mayat
"Sebaiknya kau cari saja orang lain, Nisanak,"
saran Rangga. "Setan belang! Kau pengacau semua ini. Kau
harus bayar mahal, bocah!" geram Dewi Kalang Mayat
"Aku tidak berhutang apa pun padamu. Maaf,
aku harus pergi."
Setelah berkata demikian, Rangga langsung
melesat cepat bagai kilat Namun Dewi Kalang
Mayat juga bergegas mengejar. Sungguh luar biasa.
Dalam waktu sekejap saja wanita tua itu sudah
menghadang Pendekar Rajawali Sakti, sehingga
membuat pemuda berbaju rompi pufih itu terkejut
Dihentikan larinya seketika itu juga.
"Dewa Agung memerintahku untuk membawamu. Tapi kalau membangkang, maka kau
harus mampus, bocah!" dengus Dewi Kalang Mayat menggeram.
"Hm...," Rangga hanya bergumam saja.
"Bersiaplah untuk mati! Hiyaaat..!"
"Hup!"
*** Rangga bergegas melompat ke samping menghindari terjangan perempuan tua yang mengaku Ratu Lereng Gunung Antang ini. Tapi
belum juga Pendekar Rajawali Sakti itu menguasai keseimbangan tubuhnya, Dewi
Kalang Mayat sudah
melayangkan satu tendangan menyamping yang
sangat cepat "Uts!"
Bergegas Rangga menarik kakinya ke samping,maka tendangan itu lewat sedikit di depan iganya. Tapi Rangga merasakan
adanya sambaran
angin yang begitu kuat dan mengandung hawa
panas menyengat. Buru-buru Pendekar Rajawali
Sakti itu melompat mencari jarak. Namun pada saat kakinya menjejak tanah
berbatu, Dewi Kalang
Mayat kembali menyerangnya.
Pendekar Rajawali Sakti agak kewalahan juga
melayani serangan-serangan Dewi Kalang Mayat
yang begitu dahsyat dan cepat luar biasa. Setiap pukulan dan tendangannya
mengandung tenaga
dalam sangat tinggi, disertai hembusan hawa panas menyengat Belum lagi
tongkatnya yang tidak
beraturan bentuknya itu. Rangga tidak mau
mengambil resiko jika harus menghadang setiap
kibasan tongkat itu. Sudah bisa dirasakan angin
kibasannya yang sangat dahsyat luar biasa.
"Hiya...!"
Kini serangan datang kembali. Satu pukulan
tongkat yang kuat mengarah ke kaki Rangga.
Secepatkilat Pendekar Rajawali Sakti itu melompat ke atas, sehingga tebasan
tongkat itu hanya lewat di bawah telapak kakinya. Sebongkah batu sebesar kerbau,
hancur berkeping-keping
tersambar tongkat yang mengenai sasaran itu. Dua kali Rangga berputaran di udara, dan
langsung meluruk deras
mempergunakan jurus 'Rajawali Menukik Menyambar Mangsa'.
Tapi serangan Pendekar Rajawali Sakti itu tidak
menghasilkan apa-apa, karena Dewi Kaiang Mayat
mudah sekali menghindarinya. Bahkan perempuan
tua itu mampu memberikan serangan balasan yang
sangat dahsyat Malah hampir saja Rangga terkena
sapuan tongkatnya yang sangat dahsyat
Pertarungan terus berlangsung semakin sengit
Jurus demi jurus telah cepat terlewati. Namun
belum ada tanda-tanda bakal ada yang terdesak.
Mereka sama-sama tangguh dan memiliki kepandaian sangat tinggi. Daerah sekitar pertarungan menjadi tidak sedap lagi dipandang.
Pohon-pohon bertumbangan, dan batu-batu hancurberkeping-keping. Kepulan debu menyulitkan pandangan mata. Namun
pertarungan terus
berlangsung Bahkan kelihatannya tidak akan
berhenti dalam waktu yang singkat.
Tempat pertarungan berlangsung memang jauh
dari pemukiman. Jadi tidak perlu dikhawatirkan
ada orang-orang tidak berdosa terkena akibatnya.
Memang tak ada yang tahu, kecuali seekor burung
Rajawali Putih Raksasa yang menyaksikan dari
angkasa. Di punggung Rajawali Putih duduk
seorang gadis kecil yang juga tampaknya begitu
seksama memperhatikan pertarungan itu.
"Kenapa mereka berkelahi...?" Ayu Nerang bergumam pelan, bertanya pada dirinya
sendiri "Khraghk!" Rajawali Putih menyahuti.
Tapi tentu saja Ayu Nerang tidak bisa mengerti.
Dan gadis berusia sekitar dua belas tahun itu tetap memperhatikan
jalannya pertarungan tanpa berkedip. Rajawali Putih memang sengaja tidak
terlalu tinggi terbangnya. Dengan demikian Ayu
Nerang dapat melihat jelas, meskipun yang
disaksikannya hanya dua bayangan berkelebat saling sambar dalam kepulan debu.
Pada saat itu, terlihat Dewi Kalang Mayat
melompat tinggi melewati kepala Rangga. Tongkat
yang tidak beraturan bentuknya itu dikibaskan ke arah kepala. Cepat Rangga
merunduk, sehingga
tongkat itu lewat di atas kepalanya. Namun belum juga Pendekar Rajawali Sakti
itu mengangkat kepalanya, tiba-tiba saja Dewi Kalang Mayat
meluruk deras. Saat itu juga kakinya melayang
mengarah ke punggung.
Buk! Rangga tidak sempat lagi berkelit Satu
tendangan keras
mendarat
Pendekar Rajawali Sakti 31 Kaum Pemuja Setan di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
di punggungnya,
membuat Pendekar Rajawali Sakti itu tersuruk
mencium tanah berbatu. Sambil berteriak keras,
Dewi Kalang Mayat menusukkan ujung tongkatnya
yang runcing. Buru-buru Rangga menggulirkan
tubuh ke samping, sehingga tusukan ujung tongkat itu hanya menyerempet di
samping bahunya.
Dewi Kalang Mayat tidak berhenti sampai di
situ saja. Tusukan tongkatnya terus mencecar
selagi Rangga berada di tanah. Namun Pendekar
Rajawali Sakti masih bisa bergulir menghindari
tusukan ujung tongkat Dewi Kalang Mayat
"Hup!"
Sampai pada suatu kesempatan, Rangga
mengatupkan kedua telapak tangannya, menangkap
ujung tongkat yang mengarah ke dada. Dan disertai pengerahan tenaga dalam
sempurna, Pendekar
Rajawali Sakti itu menghentakkan tongkat itu ke
samping. "Ikh!"
Dewi Kalang Mayat tersentak kaget, namun
tidakbisa lagi menguasai keseimbangan tubuhnya.
Pada saat .perempuan tua itu terhuyung, dengan
cepat Rangga menggerinjang bangkit berdiri.
Sekerika itu juga dilayangkan satu pukulan keras disertai pengerahan tenaga
dalam yarig telah
mencapai taraf kesempurnaan.
"Hiyaaa...!"
*** 5 Dug! "Akh!" Dewi Kalang Mayat memekik keras.
Pukulan Pendekar Rajawali
Sakti tepat menghantam dada perempuan tua itu, dan
membuatnya terpental ke belakang. Namun cepat
sekali Dewi Kalang Mayat mampu menguasai diri,
dan kini kembali bersiap. Kali ini Dewi Kalang
Mayat bukan hendak mengeluarkan jurus, tapi akan mengeluarkan ajiannya.
Melihat kenyataan itu, Rangga tidak ingin
tanggung-tanggung lagi untuk segera menghunus
pedangnya. Sekerika sekitar tempat pertarungan
menjadi terang benderang oleh cahaya biru yang
memancar berkilau dari pedang pusaka itu. Sejenak Dewi Kalang Mayat tampak
terkejut melihat pamor
pedang di tangan Rangga. Namun hanya sesaat saja, karena telah kembali bersiap
mengerahkan ilmu
kesaktiannya. "Hmmm.,.," gumam Rangga pelahan.
Melihat seluruh tongkat Dewi Kalang Mayat
tiba-tiba berubah merah menyala bagai terbakar,
Rangga segera merentangkan kedua kakinya ke
samping. Tangan kirinya segera menggosok pedang
yang tergenggam tangan kanan dan melintang di
dada. "Hiyaaa...!" tiba-tiba Dewi Kalang Mayat berteriak keras sambil menghentakkan
kepala tongkatnya kedepan.
"Aji 'Cakra Buana Sukma'...!" seru Rangga, juga mengibaskan pedangnya ke depan.
Seketika itu juga dua leret sinar meluncur deras dengan arah berlawanan. Sinar
merah dan biru itu bertemu di titik tengah, dan memperdengarkan
ledakan dahsyat menggelegar. Tampak kedua orang
itu saling dorong menggunakan sinar masing-masing.
Perlahan-lahan Dewi Kalang Mayat melangkah
maju. Sedangkan Rangga hanya berdiri saja tidak
bergeming sedikit pun. Dan kini malah ditarik
pedangnya, dan dilintangkan ke depan dada.
Sedikit demi sedikit jarak mereka semakin dekat
saja, dan pada akhirnya tinggal berjarak beberapa langkah lagi. Di situ kedua
cahaya mulai membaur.
Dewi Kalang Mayat mengikik sambil tersenyum
sinis. Jelas sekali kalau cahaya biru mulai terdesak.
"Uh, hih!"
Rangga menghentakkan pedangnya yang tetap
melintang di depan dada lebih ke depan lagi. Pada saat yang bersamaan, digosok
mata pedang itu
dengan tangan kirinya. Seketika cahaya biru yang memancar dari pedang itu,
semakin terang dan
berkilau. "Eh...l"
Senyum di bibir Dewi Kalang Mayat mendadak
saja hilang. Kedua bola matanya membeliak lebar, dan tubuhnya bergetar. Jelas
sekali terlihat kalau cahaya merah mulai terdesak. Bahkan arus cahaya
biru tampak lebih cepat daripada cahaya merah itu.
"Hih!"
Dewi Kalang Mayat menambah kekuatanajiannya.
Tapi mendadak saja wajahnya jadi berubah.
"Gila...! Kenapa tenagaku jadi seperti tersedot?"
dengus Dewi Kalang Mayat dalam hati.
Beberapa kali Dewi Kalang Mayat mencoba
menghentak, dan mengempos tenaganya. Namun
setiap kali melakukan itu, arus tenaganya semakin deras mengalir. Perempuan tua
itu tampak terbeliak kerika
cahaya biru yang menggumpal dan membentuk bularan itu mulai menyelubungi kepala
tongkatnya. Buru-buru Dewi Kalang Mayat hendak
menarik tongkatnya, tapi menjadi terkejut. Temyata tongkatnya seperti ada yang
menahan. "Oh..., tenagaku semakin berkurang. Setan! Ilmu apa yang dipakainya...?" lenguh
Dewi Kalang Mayat dalam hati.
Beberapa kali Dewi Kalang Mayat mencoba
melepaskan pengaruh ajian yang dikeluarkan
Rangga. Tapi setiap kali dikerahkan tenaga, setiap kali pula dirasakan adanya
aliran kuat yang
menyedot tenaganya. Bahkan sekarang Dewi Kalang
Mayat sudah sulit mengerahkan hawa murni.
Bahkan juga sepertinya seluruh pusat kekuarannya tersumbat.
Oh, Hdak...!" lenguh Dewi Kalang Mayat
menyadari betapa dahsyatnya ajian yang dimiliki
Pendekar Rajawali Sakti. "Aku harus bisa
melepaskan diri!"
Dewi Kalang Mayat menghimpun tenaganya.
Tiba-tiba saja dilepaskan pegangan tongkatnya, lalu mencoba melompat ke
belakang. Tapi untuk ke
sekian kalinya, perempuan tua itu jadi terbeliak.
Sukar untuk dipercaya. Kini telapak tangannya
menempe! kuat pada tongkatnya sendiri. Bahkan
saat dihentakkan seluruh sisa tenaganya untuk
melepaskan diri, malah seluruh kekuatannya
tersedot. Keringat sebesar butir-butir jagung mulai merembes
membasahi wajah dan lehemya. Sementara itu cahaya biru mulai menyelimuti tubuh Dewi Kalang Mayat yang sudah
tidak bisa lagi
berbuat sesuatu.
Dalam selubung sinar biru, Dewi Kalang Mayat
menggeliat-geliat
sambil berteriak-teriak
dan meraung keras. Masih dicobanya untuk melepaskan
tongkatnya, tapi telapak tangannya benar-benar
menempel pada tongkat itu. Dewi Kalang Mayat
benar-benar sudah tidak berdaya lagi. Bahkan kini tubuhnya mulai melorot turun
dengan lemas. Hingga pada akhirnya tubuhnya jatuh menggeletak, tepat pada saat Rangga menarik
ajiannya. Trek! Pendekar Rajawali Sakti itu memasukkan
kembali Pedang Pusaka Rajawali Sakti ke dalam
warangkanya di punggung. Maka cahaya biru
langsung lenyap sekerika. Sedangkan Dewi Kalang
Mayat masih tergeletak tak berdaya lagi. Napasnya nampak lemah, dan wajahnya
memucat Sinar matanya begitu redup tak bercahaya lagi Rangga
hanya berdiri tegak memandangi wanita tua itu.
"Siapa kau sebenamya, Anak Muda" Kenapa
tidak membunuhku, seperti yang mereka lakukan
terhadap rakyatku?" pelan dan lirih sekali suara Dewi Kalang Mayat
"Namaku Rangga, dan hanya seorang pengembara," sahut Rangga.
"Aku tidak membunuhmu karena kau bukan
musuhku. Dan lagi aku tidak melihat adanya
keburukan pada dirimu."
"Kau salah, Anak Muda. Mereka semua
membenciku dan seluruh rakyatku. Tak ada tempat
bagi kami. Di mana kami berada, selalu diburu dan dimusnahkan."
"Kenapa?" tanya Rangga.
"Karena kami adalah Kaum Pemuja Setan. Kami semua bersekutu dengan iblis dari
neraka Kami selalu menolong mereka yang mempunyai dendam,
napsu, dan keserakahan. Menyakiti, membunuh,
dan menganiaya manusia adalah kesenangan."
Rangga hampir tidak percaya mendengamya.
Ditatapnya dalam-dalam wanita tua yang tergeletak tanpa tenaga lagi itu. Kini
baru dimengerti, kenapa Ki Bawung memerintahkan seluruh warga desanya
untuk membunuh siapa saja yang keluar dari Gua
Lorong Angin. Rupanya gua itu merupakan jalan
keluar orang-orang pemuja setan.
"Kau bisa menghancurkan istanaku serta
seluruh rakyatku di sini, Anak Muda. Tapi itu
bukan berarti Kaum Pemuja Setan musnah
seluruhnya. Masih banyak yang berada di alam
bebas saat ini. Dan mereka akan membangun
kembali kejayaan bangsa kami, hik hik hik...!"
"Nisanak, mengapa kau ingin menjadikan Ayu
Nerang sebagai ratu di Lereng Gunung Antang ini?"
tanya Rangga. "Karena aku tahu siapa gadis itu. Dan aku juga tahu maksud kedatanganmu ke sini.
Aku ingin ada manusia baik-baik dan keturunan terhormat bisa
menguasai dunia dengan hati dan jiwa terselimut
napsu iblis. Aku ingin seluruh dunia tunduk pada Kaum Pemuja Setan!"
"Keinginanmu sungguh luar biasa, Dewi Kalang Mayat Tapi selama hati dan jiwamu
kotor, rasanya tidak akan berhasil," tegas Rangga.
"Kau memang manusia tanpa tanding, Rangga.
Tidak percuma kalau Prabu meminta bantuanmu
untuk membawa pulang putrinya," nada suara Dewi Kalang Mayat terdengar memuji.
"Masih banyak di dunia ini yang lebih segala-galanya
daripada diriku, Nisanak," Rangga merendah. "Mungkin nanti. Tapi untuk saat ini, kau adalah manusia
tanpa tanding yang sukar untuk dikalahkan. Dan hati-hatilah, Rangga. Jika tidak membunuhku, kau akan mengalami
kesulitan seumur hidup! Seluruh tokoh golongan hitam tidak akan menyukaimu! Dan kau akan
selalu menghadapi
bahaya, terutama dari orang-orang sealiran denganku," ancam Dewi Kalang Maut
Rangga hanya tersenyum saja. Sama sekali tidak
dipedulikan ancaman itu. Setelah memberi salam,
kemudian Pendekar Rajawali Sakti itu berbalik dan melangkah pergi. Sedangkan
Dewi Kalang Mayat
masih tetap tergeletak tak berdaya.
"Kau membutuhkan waktu empat puluh tahun
untuk memulihkan kekuatanmu kembali, Dewi
Kalang Mayat!" kata Rangga tanpa berpaling sedikit pun. Kakinya terus saja
melangkah semakin cepat
meninggalkan tempat itu.
"Kelak kau akan merasakan pembalasanku,
bocah edan!" geram Dewi Kalang Mayat
*** Rangga mengayunkan kakinya pelahan-lahan
melintasi jalan setapak yang melingkari Lereng
Gunung Antang, menuju ke arah Hutan Gua
Lorong Angin. Dia sudah berpesan pada Rajawali
Putih untuk menunggu di Sana bersama Ayu-
Nerang. Pendekar Rajawali Sakti itu juga meminta agar Rajawali Putih memanggil
Kuda Dewa Bayu,
salah satu tunggangannya selain rajawali raksasa itu.Rangga sengaja memilih kuda
untuk melakukan
perjalanan menuju Kerajaan Banyudana untuk
membawa pulang Ayu Nerang ke istana. Janjinya
pada Prabu Cakraningrat untuk mendapatkan
Pendekar Rajawali Sakti 31 Kaum Pemuja Setan di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
kembali putri tunggalnya itu harus ditepati. Seperti apa yang dikatakan oleh
Prabu Cakraningrat bahwa Ayu Nerang meninggalkan istana, memang bukan
karena kemauannya^sendiri. Gadis itu diculik oleh salah satu musuh Prabu
Cakraningrat. Sebenamya Rangga tidak ingin mencampuri
urusan pribadi orang lain, kalau saja ketika itu tidak terlibat dalam persoalan
besar yang hampir
meruntuhkan Kerajaan Banyudana. Keterlibatannya
juga secara tidak sengaja. Waktu itu Pendekar
Rajawali Sakti menolong Prabu Cakraningrat dari
keroyokan suatu gerombolan liar. Kemudian disusul terjadinya
pemberontakan adik selir Prabu Cakraningrat sendiri, yang tidak puas karena hanya diberi wilayah kecil dan
menjabat sebagai adipati.
"Berhenti...!"
Tiba-tiba Pendekar Rajawali Sakti dikejutkan
suara bentakan keras menggelegar. Dan belum lagi hilang
rasa terkejutnya, mendadak saja bermunculan sekitar sepuluh orang berjubah hitam yang semuanya memegang tongkat
berwarna hitam pula Mereka langsung saja membuat lingkaran,
mengepung pemuda berbaju rompi putih itu.
Rangga mengamati sepuluh orang yang sudah
rapat mengepungnya. Rata-rata mereka sudah
setengah baya, dan ada dua orang yang kelihatan
sudah lanjut usia. Pendekar Rajawali Sakti itu
memusatkan perhatiannya pada dua orang tua yang
berdiri berdampingan. Dugaannya kedua orang itu
mungkin bertindak sebagai pemimpin.
"Siapa kalian" Dan mengapa mengepung,
menghalangi jalanku?" tanya Rangga.
"Kami sengaja mencegatmu di sini untuk
menagih hutang, Anak Muda," sahut salah seorang dari laki-laki tua yang berada
tepat di depan Rangga
"Hutang..."! Maaf, Kisanak. Hutang apa yang harus kubayar?" Rangga Hdak
mengerti. "Nyawa!"
"Oh...!" Rangga tersedak kaget.
"Bersiaplah untuk mati, bocah!"
'Tunggu...!" sentak Rangga cepat-cepat. "Aku tidak mengenal kalian ini, jadi
mana mungkin aku punya hutang nyawa" Barangkali kalian salah."
"Temyata memang benar. Kau pandai sekali
bersilat lidah. Tapi itu bukan berarti lepas dari kami, bocah!" dingin nada
suara laki-laki berusia lanjut itu.
"Hmmm...," Rangga mengerutkan keningnya.
Kata-kata orang itu seperti pemah didengarnya.
Rangga mencoba untuk mengingat-ingat, dan
menjadi tersentak. Kata-kata itu memang pemah
didengamya yang terucap dari bibir Dewi Kalang
Mayat. Rangga memandangi orang-orang yang
mengepungnya Wajah mereka memang kasar.
Bahkan pandangan matanya pun liar, mencerminkan
kekejaman serta kebengisan. Dan tongkat yang
dipegang itu.... Mirip dengan tongkat Dewi Kalang Mayat Rangga Hdak sangsi lagi
Mereka adalah anak buah Dewi Kalang Mayat.
"Kalian pasti orang-orang pemuja setan," tebak Rangga dingin.
"Kau sudah tahu, bocah. Nah bersiaplah untuk mampus!" ancam orang tua itu
dingin. "Kau harus membayar nyawa ratu kami! Seraaang...!"
Rangga tidak bisa lagi mengelak dari pertarungan. Sepuluh orang berbaju serba hitam
itu sudah berlompatan menyerangnya. Baru beberapa jurus saja, Pendekar Rajawali Sakti itu sudah menduga kalau sepuluh
orang lawannya ini
memiliki kepandaian yang cukup tinggi. Serangan-
serangannya cukup dahsyat dan berbahaya. Sukar
ditebak arahnya
Menyadari kalau tidak akan mungkin mampu
menandingi sepuluh orang itu hanya dengan
menggunakan jurus-jurus tangan kosong, Pendekar
Rajawali Sak?ti itu segera mencabut pedang
pusakanya. Sekerika itu juga daerah di sekitar
pertarungan menjadi terang benderang oleh cahaya biru berkilau yang memancar
dari Pedang Pusaka
Rajawali Sakti. "Hiyaaa...!"
Dengan pedang di tangan, Pendekar Rajawali
Sakti bagai sosok malaikat maut yang siap mencabut nyawa. Pemuda berbaju rompi
putih itu bergerak
cepat menggunakan jurus-jurus andalan, paduan
dari lima rangkaian jurus 'Rajawali Sakti' yang
digabung dan dikombinasikan menjadi beberapa
jurus. Sungguh dahsyat memang, sepuluh orang itu
pun jadi kewalahan. Mereka jatuh bangun
menghindari serangan yang dahsyat dan cepat luar biasa itu. Rangga tidak
terlihat lagi Hanya bayangan putih dan biru berkelebatan bagai kilat menyambar-
nyambar. Buk! Buk...! Beberapa kali Rangga melepaskan pukulan, dan
tepat menghantam beberapa orang hingga terjungkal. Pendekar Rajawali Sakti itu bergegas melompat mundur, dan berdiri
tegak dengan pedang melintang di depan dada. Kini terlihat lima orang tergeletak di tanah.
Mereka berusaha
bangkit meskipun tubuhnya limbung. Tampak dari
mulut mengeluarkan darah kental. Sedangkan lima
orang lagi seperti terpana dengan mulut ternganga.
"Aku tidak ada urusan dengan kalian semua!
Dan sebaiknya, jangan coba-coba mengusik kehidupanku!" dingin nada suara Rangga. Kata-katanya begitu tegasberbau ancaman.
Sepuluh orang berbaju serba hitam itu saling
berpandangan beberapa saat Seorang yang sudah
berusia lanjut yang rambutnya putih dan kumis
panjangnya juga berwarna putih, melangkah tiga
tindak ke depan. Tongkatnya dipegang dengan
kedua tangan agak melintang di depan dada.
"Kata-katamu seperti seorang jago tanpa
tanding, Anak Muda!" dingin nada suara laki-laki tua itu.
"Maaf! Bukan maksudku merendahkan kalian
semua, tapi hanya mengingatkan. Di antara kita
tidak ada persoalan yang patut dibesar-besarkan,"
kata Rangga bisa merasakan ketersinggungan laki-
laki tua itu. "Tidak ada urusan kau bilang..."! He! Dengar, Anak Muda! Kau telah membunuh
pengawal Dewa Agung, membunuh Ratu Lereng Antang, dan
menghancurkan tempat tinggal kami semua! Apa itu bukan urusan"! Kau berhutang
banyak nyawa, bocah!" keras dan lantang suara laki-laki tua itu
"Dengar, Kisanak. Bukan bermaksud membela
diri, tapi aku akan mengatakan yang sebenamya.
Aku tidak bermaksud membunuh siapa pun, tapi
hanya mempertahankan diri. Dan jika ingin tahu,
aku hanya membuat Ratu Lereng Antang lumpuh
dalam waktu empat puluh tahun. Jadi, sama sekali tidak membunuhnya!" Rangga
mencoba menjelaskan.
"Siapa yang percaya omonganmu, bocah! Kami
menemukan Ratu Lereng Antang sudah tewas
dengan punggung tertembus tombak! Dan kau juga
malahmenggantungnya!"
"Apa..."!" Rangga terkejut setengah mari mendengar kemarian Dewi Kalang Mayat
yang tertembus tombak dan tergantung.
Sungguh tidak dipercaya. Karena saat ditinggalkan, Dewi Kalang Mayat masih dalam
keadaan hidup. Meskipun kekuatannya sudah
lumpuh sama sekali akibat tersedot aji 'Cakra
Buana Sukma'. Kalau mau, sebenamya Pendekar
Rajawali Sakti bisa mengerahkan seluruh kekuatan aji 'Cakra Buana Sukma'. Dan
akibatnya, Dewi
Kalang Mayat bisa mati hancur jadi debu. Tapi
Rangga hanya membuatnya lumpuh tanpa tenaga
untuk waktu empat puluh tahun saja.
Tapi kini didengarnya perempuan tua itu telah
tewas dengan tombak menembus punggungnya dan
dalam keadaan tergantung. Sungguh tidak diketahuinya semua itu. Dan Rangga menyadari
kalau tidak mungkin bisa menjelaskan hal yang
sebenarnya. Sudah pasti Kaum Pemuja Setan ini
tidak akan bisa mempercayai keterangannya,
meskipun apa yang dikatakannya ada?lah benar.
*** "Suiiit...!" tiba-tiba saja Rangga bersiul nyaring melengking tinggi.
Dan semua orang berbaju hitam itu menjadi
terkejut. Belum sempat lagi mereka menyadari apa yang akan terjadi, tahu-tahu
dari angkasa meluncur seekor rajawali raksasa berbulu putih keperakan.
Belum juga Rajawali Putih mencapai tanah,
Rangga sudah melompat, dan hinggap di punggung
burung raksasa itu. Rajawali Putih mengepakkan
sayapnya, lalu mengambang tanpa naik ke angkasa.
Sejenak Rangga mengamati orang-orang pemuja
setan yang masih terpana melihat seekor rajawali raksasa yang mengangkasa
membawa tubuh Rangga.
"Jika kalian masih penasaran, aku akan datang kembali setelah urusanku selesai
nanti!" kata Rangga keras.
Setelah berkata demikian, Rangga menepuk
leher Rajawali Putih. Sekerika itu juga Rajawali Putih melesat membumbung tinggi
ke angkasa. Tinggal sepuluh orang pemuja setan yang masih
terbengong-bengong sampai burung raksasa itu
lenyap dari pandangan ma?la. Sementara Rangga
dan rajawali raksasa itu terus meluncur menuju
Hutan Gua Lorong Angin.
"Cepat sekali kau datang, Rajawali Putih!" kata Rangga agak keras, melawan deru
angin yang meme-kakkan telinga.
"Khraghk!" sahut Rajawali Putih. "O.... Rupanya kau mengawasiku terus, ya?"
Pendekar Rajawali Sakti seperti mengerti yang diucapkan burung
raksasa tunggangannya itu
"Khrrrk...!"
'Terima kasih, Rajawali Putih," ucap Rangga seraya menepuk leher burung itu tiga
kali. Rajawali Putih berkaokan keras sambil mengangguk-anggukkan
kepalanya. Rangga mengelus-elus leher burung raksasa itu. Bibirnya tersenyum melihattingkah
Rajawali Putih yang
kesenangan karena dtpuji.
"Rajawali, di mana kau tinggalkan Ayu Nerang?"
tanya Rangga teringat akan gadis kecil yang
keselamatannya menjadi tanggung jawabnya.
"Khraghk!"
"Ayolah kita ke sana, Rajawali!" pinta Rangga.
Tanpa diminta dua kali, Rajawali Putih terus
meluncur cepat bagai kilat, dan sebentar saja
sudah di atas Hutan Lorong Angin. Rangga
mengamati ke bawah. Keningnya agak berkerut saat melihat Gua Lorong Angin sudah
terlewat tapi Rajawali Putih belum juga menukik turun. Dan
kelopak mala Pendekar Raja?wali Sakti itu
menyip'rt, karena arah yang dituju Rajawali Putih adalah Kerajaan Banyudana.
Tampak Desa Muara
sudah terlewat. Begitu juga lembah besar yang
membatasi Kerajaan Banyudana dengan Gunung
Antang. Rajawali Putih terus meluncur menuju ke
kerajaan itu. Rangga jadi tidak mengerti, ke mana sebenarnya Rajawali Putih
menuju" Tadi sudah
ditanyakan, di mana burung raksasa ini meninggalkan Ayu Nerang. Disangkanya Rajawali
Putih membawa gadis kecil itu ke Hutan Lorong
Angin seperti yang dimintanya. Tapi ternyata
tempat yang diinginkan sudah jauh terlewat di
Pendekar Rajawali Sakti 31 Kaum Pemuja Setan di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
belakang "Rajawali, kau mau ke mana?" tanya Rangga.
"Khraghk!" Rajawali Putih berkaokan keras.
Rangga kembali melihat ke bawah saat
merasakan Rajawali Putih menukik turun. Dan
sesaat kemudian, burung raksasa berbulu putih
keperakan itu telah mendarat lunak di sebuah pa
dang rumput yang tidakbegitu luas. Di sekelilingnya terlihat hutan yang cukup
lebat Rangga tahu kalau tempat ini berada di sebelah Barat Kerajaan
Banyudana, jadi tidak terlalu jauh untuk mencapai ke sana. "Hup!"
Rangga melompat turun. Manis dan sangat
ringan gerakannya. Tak ada suara sedikit pun saat kakinya menjejak tanah
berumput tebal. Sebentar
Pendekar Rajawali Sakti itu mengamati keadaan
sekitamya. Sepi.., tak ada seorang pun yang terlihat Bahkan binatang hutan saja
seperti enggan menampakkan diri.
Baru saja Rangga hendak membuka mulut tiba-
tiba telinganya mendengar suara gemerisik dari arah kanan. Langsung saja
kepalanya menoleh. Terlihat sebuah gerumbul semak bergerak-gerak. Dan belum
juga melakukan sesuatu, muncul seorang gadis kecil mengenakan baju biru yang
sudah agak lusuh. Gadis itu berlari menghampiri, dan langsung memeluk
Rajawali Putih.
"Hhh...!" Rangga menarik napas panjang.
Pendekar Rajawali Sakti itu menepuk pundak
Ayu Nerang Pelahan gadis kecil berusia sekitar dua belas tahun itu melepaskan
pelukannya pada
Rajawali Putih. Kepalanya berpaling memandang
Rangga yang sudah bertumpu pada lututnya.
"Kau tidak rindu pada ayah ibumu, Ayu
Nerang?" tanya Rangga lembut.
Ayu Nerang tidak langsung menjawab, tapi
malah menundukkan kepalanya. Rangga jadi heran
juga melihat sikap gadis kecil ini. Sebentar
dipandangi wajahAyu Nerang yang kelihatan
berubah murung, kemudian berpaling menatap
Rajawali Putih di belakang gadis itu.
"Ada apa, Ayu" Kenapa murung?" tanya Rangga seraya menggamit bahu gadis kecil
itu. Ayu Nerang masih diam sambil menundukkan
kepala. Dibiarkan saja ketika Rangga merengkuh
dan memeluknya. Gadis itu malah menyembunyikan
wajahnya di dada Pendekar Rajawali Sakti itu.
Rangga mendesah dan merapikan sebagian rambut
yang jatuh menjuntai di kening gadis itu dengan
ujung jari telunjuknya.
"Ada apa, Ayu" Mengapa tidak ingin kembali ke istana?" tanya Rangga sudah bisa
merasakan kalau Ayu Nerang tidak ingin kembali ke istana.
"Siapa yang menyuruh Kakang mencariku?" tanya Ayu Nerang tanpa menjawab
pertanyaan Rangga.
Pelahan-lahan diangkat kepalanya menatap pemuda
itu."Ayahmu," sahut Rangga.
"Ayahku" Di mana Kakang bertemu ayahku?"
"Di istana. Ibumu juga mengharapkan kau
kem?bali, Ayu."
Ayu Nerang menggeleng-gelengkan kepalanya
beberapa kali. Sinar matanya begitu redup menatap langsung ke bola mata Pendekar
Rajawali Sakti.
Perlahan-lahan dilepaskan pelukan Rangga. Perlahan-lahan pula kakinya melangkah menghampiri sebuah pohon yang rindang,
lalu duduk bersandar
di bawahnya. Pandangan matanya kosong dan
begitu redup. Rangga bangkit berdiri dan melangkah menghampiri gadis itu, kemudian duduk di
sampingnya. Sementara Rajawali Putih sudah
mendekam. Burung raksasa itu hanya memandangi
saja dengan sinar mata yang sukar diartikan.
*** 6 Rangga bangkit berdiri ketika mendengar suara
ringkik kuda. Ditatapnya Rajawali Putih yang
tengah mendongakkan kepalanya ke atas. Burung
rajawali raksasa itu menatap Rangga dan menganggukkan kepalanya. Rangga berpaling ke
arah datangnya suara langkah kaki kuda yang
semakin terdengar jelas. Tak berapa lama, muncul seekor kuda hitam. Kuda itu
merlngkik sambil
mengangkat kaki depannya.
"Ah! Rupanya kau datang juga, Dewa Bayu,"
Rangga menyambut kedatangan kuda hitam itu..
Kuda itu menghampiri dan mendengus-dengus
menyorongkan kepalanya pada Pendekar Rajawali
Sakti. Sepertinya begitu rindu pada pemuda
berbaju rompi putih itu. Rangga memeluk kepala
kuda itu dan menepuk-nepuk lehemya. Sementara
Ayu Nerang masih duduk sambil memperhatikan.
Kuda hitam yang tampak bagus, tinggi kekar dan
berotot. Ayu Nerang bangkit berdiri dan menghampiri. "Kudamu, Kakang?" tanya Ayu Nerang sambil mengelus-elus kuda itu.
"Ya," sahut Rangga.
Rangga menghampiri Rajawali Putih. Sementara
Ayu Nerang kelihatan begitu mengagumi Dewa
Bayu. Dan nampaknya kuda hitam itu juga
menyenangi gadiskecil ini.
"Rajawali Putih, kau bisa kembali sekarang. Kau akan kupanggil jika kubutuhkan
kembali," kata Rangga.
"Khrrr...!" Rajawali Putih mengkirik pelahan.
Sebentar burung rajawali raksasa itu menatap
Dewa Bayu, dan tatapan itu dibalas oleh kuda
hitam itu dengan anggukan kepala. Seolah-olah
kedua hewan itu bisa saling mengerti. Kemudian
Rajawali Putih mengepakkan sayapnya, lalu melambung tinggi ke angkasa.
"Khraghk!"
Sekali lesatan saja, burung rajawali raksasa
berbulu keperakan itu sudah lenyap dari pandangan mata. Sesaat Rangga masih
memandangi sahabatnya
itu, kemudian melangkah menghampiri Dewa Bayu.
Sementara Ayu Nerang masih berada di samping
kuda hitam itu.
"Mau ke mana Rajawali Putih, Kakang?" tanya Ayu Nerang.
"Pulang," sahut Rangga.
"Pulang...?" Ayu Nerang mendongak ke atas.
Tentu saja burung raksasa itu tidak akan terlihat lagi.Ayu Nerang kembali
menatap Rangga yang
tengah membetulkan pelana di punggung Dewa
Bayu. Kuda hitam itu memang selalu mengenakan
pelana, dan Rangga akan memanggil bila membutuhkannya. Sebenamya Rangga bisa saja
memanggil kuda itu lewat siulan sakti. Tentu saja, nadanya akan berlainan kalau
tengah memanggil
Rajawali Putih. Tapi kali ini
"Kau naik kuda ini, Ayu," kata Rangga.
"Aku...?" bola mata Ayu Nerang bersinar gembira.
Tanpa diminta dua kali, Ayu Nerang langsung
melompat ke punggung kuda hitam itu. Tapi baru
saja duduk di punggungnya, kuda hitam itu sudah
meringkik keras seraya mengangkat kaki depannya
tinggi-tinggj! Ayu Nerang pun hampir terlempar
jatuh! kalau saja Rangga tidak cepat-cepat
memegangi tali kekang kuda itu.
"Tidak apa-apa, Hitam. Gadis ini sahabatku,"
kata Rangga bisa mengerti. Dan dia memang lupa
belum memperkenalkan Ayu Nerang pada Dewa
Bayu. Meskipun tadi kelihatan jinak dan tampak
menyukai Ayu Nerang, tapi kuda hitam itu tidak
mudah untuk ditunggangi begitu saja. Kuda itu
kembali bisa tenang setelah Rangga mengatakan
kalau Ayu Nerang adalah sahabatnya.
"Kenapa dia, Kakang?" tanya Ayu Nerang polos.
"Tidak apa-apa. Hanya belum kenal saja," sahut Rangga.
Pendekar Rajawali Sakti itu kemudian melangkah sambil menuntun kuda hitam itu.
Sedangkan Ayu Nerang duduk di punggung kuda.
Mereka berjalan tanpa berkata-kata lagi. Tapi
belum berapa jauh berjalan, Ayu Nerang mencekal
tangan Rangga. Hal ini membuat pemuda berbaju
rompi putih itu menghentikan langkahnya, lalu
menoleh menatap gadis kecil di punggung kuda itu.
"Kenapa arahnya ke sini, Kakang?" tanya Ayu Nerang.
"Kita ke istana, Ayu. Ayah dan ibumu sudah
menunggu. Mereka ingin sekali bertemu denganmu,"
jawab Rangga lembut
'Tidak! Aku tidak mau kembali ke istana!"
sentak Ayu Nerang memasang wajah cemberut
Rangga jadi terkejut mendengar penolakan
gadis kecil itu. Dipandangi dalam-dalam Ayu
Nerang, dan dicobanya mencari sesuatu dalam bola mata kecil bulat itu Sedangkan
yang ditatap tetap cemberut, menekuk wajahnya.
"Kenapa tidak mau kembali ke istana?" tanya Rangga ingin tahu.
"Pokoknya tidak mau!" sentak Ayu ketus.
'Tentu ada alasannya kenapa tidak mau pulang,"
desak Rangga. Ayu Nerang tidak menjawab, tapi malah
melompat turun dari punggung kuda hitam itu.
Gerakannya sungguh indah. Meskipun ia jatuh
karena belum memiliki keseimbangan tubuh yang
sempurna, tapi dari gerakan melompatnya sudah
dapat diketahui kalau Ayu Nerang pemah belajar
ilmu olah kanuragan.
"Ayu, tunggu!" Rangga bergegas menghadang gadis itu yang sudah mengayunkan
kakinya hendak pergi. Ayu Nerang menghentikan langkahnya. Ditatapnya Pendekar Rajawali Sakti itu dalam-
dalam. Rangga berlutut, bertumpu pada kedua
lututnya yang tertekuk menyentuh tanah. Dipegangnya lembut kedua bahu gadis itu. Ayu
Nerang masih menatap tajam Pendekar Rajawali
Sakti itu. "Bicaralah padaku, Ayu...," pinta Rangga memohon.
"Kenapa Kakang selalu ingin membawaku
kembali ke istana" Apakah Kakang suruhan Gusri
Prabu Cakraningrat?" ketus nada suara Ayu
Nerang. "Tidak, Ayu. Ayahmu hanya meminta bantuanku saja untuk membawamu pulang.
Demikian pula ibumu. Dia sangat sedih saat kau pergi bersama
Paman Kumbayana," pelan suara Rangga.
"Kakang kenal Paman Patih Kumbayana?" Ayu Nerang menatap curiga pada Rangga.
"Benar. Kami cukup lama bersahabat," sahut Rangga seenaknya. Padahal dia
mengetahui Patih
Kumbayana hanya dari ciri-cirinya yang disebutkan Prabu Cakraningrat saja.
"Kalau Kakang Rangga berteman dengan Paman
Patih Kumbayana, mengapa Kakang masih juga
terus mengajakku ke istana?" jelas sekali kalau nada suara gadis itu tidak
mempercayai pengakuan
Rangga baru-san.
"Aku dan Patih Kumbayana memang berteman
baik, dan sudah lama tidak pernah bertemu. Aku
terlalu sering mengembara, jadi sulit untuk bisa bertemu Parih Kumbayana. Waktu
aku ingin menjumpainya, aku terkejut mendengar Parih
Kumbayana menculik putri Prabu Cakraningrat,
yaitu kau, Ayu. Dan Prabu Cakraningrat
memintaku untuk membawamu pulang," jelas
Rangga. Padahal semua yang dikatakannya barusan
hanya rekaan saja agar Ayu Nerang mau
mempercayainya.
Pendekar Rajawali Sakti 31 Kaum Pemuja Setan di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Ayu Nerang tertunduk. Raut wajahnya berubah
murung sekerika. Rangga mengamati dalam-dalam,
dan semakin ingin tahu. Ada suatu pikiran terlintas di benaknya, dan ini
membuatnya jadi penasaran
akan sikap gadis kecil ini.
"Paman sekarang sudah tidak ada. Dia telah
dibunuh," pelan suara Ayu Nerang, hampir tidak terdengar.
"Ya, aku tahu," desah Rangga.
"Kakang tahu?"
"Aku menemukan
mayatnya. Tapi sudah kukubur," sahut Rangga.
"Kasihan Paman Patih Kumbayana. Seharusnya
aku tidak meminta padanya untuk membawaku
pergi Tapi memang hanya Paman Patih Kumbayana
yang sayang padaku," tetap pelan suara Ayu
Nerang. Ada kesenduan pada nada suaranya.
"Ayah dan ibumu juga menyayangimu, Ayu," ujar Rangga.
"Tidak!" sentak
Ayu sambil mengangkat kepalanya. Tentu saja Rangga terkejut. Tidak disangka
kalau Ayu Nerang akan begitu marah setelah
mendengarkata-katanya. Wajah yang semula sendu,
kini berubah garang. Rangga benar-benar tidak
mengerti. Apa sebenamya yang tengah terjadi pada diri gadis kecil ini..."
*** Rangga terpaksa mengurungkan keberangkatannya ke Istana Kerajaan Banyudana.
Hatinya jadi penasaran dan ingin tahu, mengapa
Ayu Nerang tidak bersedia diajak pulang ke istana"
Meskipun masih berusia sekitar dua betas tahun,
tapi Ayu Nerang mempunyai pola pikiran seperti
gadis dewasa. Rangga yang sudah bergelut lama
dalam rimba persilatan, semula tidak aneh lagi
melihat Ayu Nerang mempunyai dasar-dasar ilmu
olah kanuragaa Memang, tidak sedikit putri
seorang bangsawan, atau putri raja yang mempelajari ilmu olah kanuragan sejak masih kecil.
Tapi yang membuat Pendekar Rajawali Sakti itu
bertanya-tanya adalah sikap Ayu Nerang yang
begitu keras tidak ingin kembali ke istana. Juga, sepertinya Ayu Nerang tidak
mengakui kalau Prabu Cakraningrat dan permaisuri adalah orang tuanya.
Dia selalu kelihatan berang dan benci jika
mendengar nama Prabu Cakraningrat disebut-
sebut. Rangga memperhatikan Ayu Nerang yang
tengah melahap seekor kelinci panggang yang
ditangkapnya tadi. Bau harum daging kelinci
panggang memang membuat perut berontak minta
diisi. Tapi selera makan Rangga jadi berkurang
akibat pikiran kusut, dan rasapenasaran yang
bergejolak dalam dada. Dimakannya sedikit saja
kelinci panggangnya, walaupun tanpa selera.
"Kok hanya sedikit makannya, Kakang?" tegur Ayu Nerang.
"Belum lapar," sahut Rangga seraya tersenyum.
"Buat aku saja, ya?" pinta Ayu yang telah menghabiskan seekor kelinci panggang
besar. Rangga memberikan kelinci panggang di tangan-
nya. Gadis itu langsung menerima, dan memakannya dengan lahap. Sepertinya baru
kali ini bisa menikmati makanan. Rangga hanya memperhatikan
saja sambil terus berpikir, mencari jalan yang
terbaik untuk mengorek isi hati gadis itu. Cukup sulit bagi Pendekar Rajawali
Sakti, karena nampaknya Ayu Nerang enggan untuk membicarakan masalah dirinya. Terlebih lagi
menyangkut Prabu Cakraningrat
"Sudah makannya?" ujar Rangga melihat Ayu Nerang telah menyelesaikan santapannya
yang terakhir. "Sudah," jawab Ayu Nerang seraya merebahkan dirinya, agak bersandar pada pohon
dekat api unggun kecil. Saat ini malam memang sudah jatuh" menyelimuti permukaan bumi. Dinginnya udara
malam agak terusik oleh hangatnya api yang
membakar ranting-ranting
kering. Sementara Rangga masih tetap duduk sambil memandangi gadis kecil itu. Tampak dalam kilatan
cahaya api, Ayu
Nerang belum juga memejamkan matanya.
"Tidak tidur, Kakang?" tanya Ayu Nerang seraya menguap.
'Tidak," sahut Rangga. 'Tidurlah, biar aku yang menjagamu."
"Kakang seperti memikirkan sesuatu," tebak Ayu Nerang seraya bangkit duduk dan
Geger Dunia Persilatan 15 Pendekar Mabuk 043 Gelang Naga Dewa Bende Mataram 14