Pencarian

Geger Putri Istana 3

Pendekar Rajawali Sakti 68 Geger Putri Istana Bagian 3


pasti Rangga, seorang pemuda tampan dan berge-
lar Pendekar Rajawali Sakti, dan juga Raja Karang
Setra. "Biarkan dia masuk ke sini," perintah Dewi, Anjungan.
"Baik, Gusti Ratu."
Laki-laki bertubuh tinggi besar itu segera
membungkuk memberi hormat, kemudian berbalik
dan melangkah keluar dari ruangan itu. Pintu
kembali tertutup rapat. Dewi Anjungan cepat-
cepat membenahi dirinya. Sengaja bagian bawah
pakaiannya dibiarkan tersingkap, sehingga me-
nampakkan sebentuk paha yang putih dan indah
sekali. Bagian dadanya juga dibiarkan agak terbu-
ka. Padahal pakaian yang dikenakannya juga su-
dah begitu tipis sekali.
Tidak lama dia menunggu, kemudian pintu
ruangan itu kembali terbuka. Tapi, Dewi Anjungan
jadi terbeliak. Ternyata yang muncul di ruangan
ini bukan Rangga, melainkan seorang laki-laki
muda yang kulitnya hitam, seperti arang. Wajah-
nya begitu buruk. Bahkan mata sebelah kirinya ti-
dak memiliki kelopak, sehingga terbuka lebar dan
memerah. Rambutnya yang panjang dan meling-
kar, dibiarkan teriap. Sehingga penampilannya
semakin mengerikan saja. Dewi Anjungan cepat-
cepat menarik selembar kain tebal di sampingnya,
dan langsung menutupi tubuhnya yang tadi sen-
gaja agak terbuka.
"Mau apa kau datang ke sini, Naga Ireng...?"
sentak Dewi Anjungan mendelik tidak senang.
"Aku tidak tahan lagi, Dewi. Aku ingin cepat-
cepat bersanding dengan keponakanmu," sahut
laki-laki hitam bermuka buruk itu.
"Dia belum siap!" dengus Dewi Anjungan.
"Lalu, kapan siapnya..." Kau sudah janji, Dewi.
Dan seharusnya, kemarin kau sudah menyerah-
kannya padaku. Aku tidak ingin kau ingkar janji
lagi. Aku sudah membantumu mengembalikan is-
tana ini. Bahkan sudah membuat para prajuritmu
melebihi manusia biasa. Aku sekarang menagih
janjimu, Dewi. Aku akan membawa Cempaka se-
karang juga" tegas Naga Ireng.
"Sudah kukatakan, dia belum siap!" sentak
Dewi Anjungan. "Kalau dia sudah siap, pasti akan kuantarkan padamu."
"Kau jangan mempermainkan aku, Dewi. Ingat
kau sudah ingkar dua kali. Dan aku tidak mau
kau ingkar lagi," desak Naga Ireng. "Katakan saja terus terang, Cempaka itu
keponakanmu atau bukan..." Atau kau hanya mempermainkan aku sa-
ja...?" "Setan...! Dia sudah ada di sini, tahu..."! Tapi dia belum siap menemuimu."
"Kalau sudah ada, kenapa masih juga belum
ditunjukkan padaku, Dewi?"
"Belum waktunya"
"Kau sudah membuat kepercayaanku hilang,
Dewi Anjungan. Aku tahu, sebenarnya Cempaka
bukan keponakanmu. Dan kau hanya memper-
mainkan aku saja. Kau harus mengganti semua-
nya, Dewi. Kau harus jadi istriku!" desis Naga
Ireng dingin. "Setan keparat...! Lancang benar mulutmu,
Naga Ireng"! Apa kau tidak bisa melihat dirimu
sendiri, heh..."! Apa pantas aku berdampingan
denganmu"! Bahkan kau lebih pantas berdampin-
gan dengan monyet!" geram Dewi Anjungan mera-
sa terhina. "Perempuan setan! Licik...!" geram Naga Ireng langsung memuncak kemarahannya.
Laki-laki bertubuh hitam dan berwajah buruk
itu benar-benar tidak dapat lagi menahan kema-
rahannya, setelah mendapat penghinaan yang be-
gitu menyakitkan. Padahal dia sudah bersusah
payah memenuhi keinginan Ratu Lembah Neraka
untuk mengembalikan istananya. Bahkan menja-
dikan seluruh prajurit Istana Neraka berukuran
dua kali dari manusia biasa. Meskipun tingkat ke-
pandaiannya tidak bisa ditinggikan lagi, tapi itu
sudah lebih memperkuat wanita ini untuk mengu-
asai seluruh daerah sekitar Lembah Neraka.
Semua itu dilakukan, karena Dewi Anjungan
menjanjikan akan memberikan Cempaka pada Na-
ga Ireng ini. Tapi, sudah dua kali Ratu Lembah
Neraka itu ingkar janji. Bahkan ini yang ketiga ka-
linya Naga Ireng menagih janji. Tapi, tampaknya
Dewi Anjungan juga tidak mau memberikan kepo-
nakannya pada laki-laki hitam bermuka buruk itu.
Hal inilah yang membuat Naga Ireng jadi tidak bi-
sa menahan kesabarannya lagi. Dia merasa hanya
dipermainkan Dewi Anjungan saja.
"Aku tidak akan memperistrimu, Dewi. Kau le-
bih pantas menjadi budakku. Dan kau harus me-
nuruti semua kehendakku!" desis Naga Ireng
menggeram sengit.
"Keparat...! Keluar kau!" bentak Dewi Anjungan langsung meluap amarahnya.
Cepat wanita itu melompat bangkit berdiri, dan
tidak mempedulikan keadaan dirinya yang hanya
mengenakan baju tipis. Sehingga, bentuk tubuh-
nya membayang jelas dari pakaian yang dikena-
kan. Dan ini membuat bola mata Naga Ireng jadi
terbeliak. Terpaksa ludahnya harus ditelan, meli-
hat tubuh wanita yang sangat indah dan menggai-
rahkan itu. "Apa yang kau pandangi, heh..."!" bentak Dewi Anjungan mendelik berang.
"Rasanya tidak ada ruginya kalau malam ini
kau mau tidur bersamaku, Dewi. Biarlah semua
hutangmu lunas malam ini. He he he...," Naga
Ireng terkekeh.
"Keparat...! Hiyaaat!"
Dewi Anjungan benar-benar berang setengah
mati. Langsung saja dia melompat sambil mele-
paskan satu pukulan keras yang disertai pengera-
han tenaga dalam tinggi. Begitu cepat serangan-
nya, sehingga membuat Naga Ireng jadi terperan-
gah sesaat. "Hiaat...!"
Cepat-cepat Naga Ireng meliukkan tubuh, se-
hingga serangan Dewi Anjungan dapat dihindari.
Dan pada saat itu, tangan kanan Naga Ireng ber-
gerak cepat ke arah dada Ratu Lembah Neraka.
"Kurang ajar...! Hih!"
Dewi Anjungan jadi geram setengah mati. Bu-
ru-buru tangan kirinya dikebutkan, menepak tan-
gan yang hendak menjamah dadanya yang mem-
busung indah itu. Cepat sekali gerakan tangan kiri
Dewi Anjungan, sehingga Naga Ireng tidak sempat
lagi menarik tangan kanannya yang sudah terulur
ke depan itu. Plakkk! "Akh...!" Naga Ireng jadi terpekik.
Cepat-cepat pemuda hitam itu melompat ke
belakang sambil memegangi tangan kanannya
yang terasa begitu panas, bagai tersengat ribuan
kala berbisa. Memang, tepakan tangan Dewi An-
jungan mengandung pengerahan tenaga dalam
yang sangat tinggi, sehingga hampir saja mere-
mukkan tulang-tulang tangan laki-laki bertubuh
hitam itu. "Mampus kau, Jelek! Hiyaaat...!"
Dewi Anjungan tidak ingin lagi memberi ke-
sempatan pada laki-laki bertubuh hitam itu. Den-
gan cepat sekali wanita itu melompat sambil
memberi beberapa pukulan keras yang beruntun.
Serangan wanita bergelar Ratu Lembah Neraka itu
membuat Naga Ireng jadi kelabakan setengah ma-
ti. Dia berlompatan dan berjumpalitan, sambil me-
liuk-liukkan tubuh menghindari setiap pukulan
yang meluruk deras di sekitar tubuhnya.
Di dalam ruangan yang berukuran sangat be-
sar dan megah itu, Dewi Anjungan terus mencecar
Naga Ireng dengan jurus-jurus dahsyat. Setiap
pukulan yang terlontar, mengandung pengerahan
tenaga dalam tinggi. Sehingga, menimbulkan an-
gin pukulan yang menderu keras bagai topan. Se-
dikit pun Naga Ireng tidak diberi kesempatan un-
tuk balas menyerang. Terpaksa laki-laki bertubuh
hitam itu berjumpalitan sambil menyumpah sera-
pah. Entah sudah berapa jurus berlalu. Yang jelas,
keadaan di dalam ruangan yang semula sangat in-
dah kini sudah porak poranda akibat pertempu-
ran. Namun Dewi Anjungan masih juga belum bisa
merobohkan lawannya, meskipun sudah begitu
keras berusaha, dengan mengerahkan jurus-jurus
mautnya. "Ha ha ha...! Kau tidak akan bisa mengalahkan
aku, Dewi. Ingat, kau masih lemah dan belum
sempurna...!" ejek Naga Ireng, pongah.
"Phuih!"
Setelah mengeluarkan kata-kata ejekan yang
membuat wajah Dewi Anjungan jadi memerah, ti-
ba-tiba saja....
"Hiyaaa...!"
Bagaikan kilat dan tanpa diduga sama sekali,
tiba tiba saja Naga Ireng melenting ke udara. Lalu,
secepat kilat pula dilepaskannya satu pukulan ke-
ras disertai pengerahan tenaga dalam yang begitu
tinggi. Sehingga, angin pukulannya jadi berwarna
merah bagai api.
"Ufffs...!"
Dewi Anjungan jadi tersentak setengah mati.
Buru-buru dia melompat ke belakang, dan menja-
tuh kan diri ke lantai. Beberapa kali Ratu Lembah
Neraka itu bergelimpangan di lantai, menghindari
pukulan-pukulan yang dilancarkan secara berun-
tun dari atas itu. Dan ketika melompat bangkit
berdiri, mendadak saja....
"Yeaaah...!"
"Heh..."!"
Dewi Anjungan hanya mampu terbeliak, ketika
Naga Ireng meluruk deras dengan tangan kiri men-
julur lurus ke depan. Sedangkan saat itu, keseim-
bangan tubuhnya masih belum bisa dikuasai. Se-
hingga, tak ada lagi kesempatan baginya untuk bi-
sa menghindari serangan Naga Ireng itu.
Desss! "Akh...!" Dewi Anjungan terpekik agak tertahan.
Satu pukulan yang cukup keras, telak bersa-
rang di dada Ratu Lembah Neraka itu. Akibatnya
wanita itu terpental ke belakang, sampai pung-
gungnya menghantam dinding cukup keras juga.
Dewi Anjungan kembali terpekik begitu merasakan
kerasnya dinding batu kamar ini. Sementara itu,
Naga Ireng sudah kembali bersiap melancarkan
serangan. Dan....
"Hiyaaa...!"
Bettt! Wusss...! Begitu tangan kanan Naga Ireng mengebut ke
depan, seketika itu juga meluncur secercah ca-
haya kuning keemasan dari telapak tangannya.
Dan tak pelak lagi, cahaya itu langsung menghan-
tam bawah dada Dewi Anjungan. Akibatnya wanita
cantik itu terpekik keras dan kedua bola mata ter-
beliak lebar. Seketika tubuh yang indah dan menggairah-
kan itu jatuh tersuruk ke lantai. Namun, Dewi An-
jungan masih bisa bergerak, meskipun sangat le-
mah sekali. Hanya saja, dia sudah tidak sanggup
lagi berdiri. Kedua kakinya terasa begitu lemas,
dan sepertinya mengalami kelumpuhan dari ba-
gian pinggang ke bawah.
"Ha ha ha...! Tidak terlalu sukar melumpuh-
kanmu, Dewi. Ha ha ha...!" Naga Ireng tertawa terbahak-bahak.
"Setan...! Bunuh aku, Naga Keparat!" sentak Dewi Anjungan menggeram berang.
"Kau terlalu nikmat kalau mati begitu saja,
Dewi. Dan tentu saja, aku akan merasa rugi sekali
kalau membiarkan kau mati begitu saja. Mulai se-
karang, kau harus melayaniku sampai benar-
benar tidak mampu lagi, Dewi Manis...," ujar Naga Ireng seraya diiringi tawanya
yang begitu keras
menggelegar. "Setan keparat...!" geram Dewi Anjungan berusaha menggerakkan kakinya.
Tapi, kedua kakinya benar-benar sudah lum-
puh. Bahkan kedua tangannya saja hanya dapat
digerakkan sedikit sekali. Begitu lemah tanpa ada
daya sedikit pun juga. Dewi Anjungan benar-
benar berang mendapati keadaan dirinya yang su-
dah tidak lagi memiliki daya. Sementara itu, Naga
Ireng melangkah menghampiri sambil menyeringai
terkekeh. "Penjaga...!" teriak Dewi Anjungan sekuat-
kuatnya. "He he he..., mereka tidak ada lagi yang men-
gabdi padamu, Dewi. Mereka semua adalah cip-
taanku. Dan tentu saja sangat mudah bagiku un-
tuk bisa membungkam mereka selamanya," ujar
Naga Ireng diiringi tawanya yang terkekeh.
"Setan...! Kubunuh kau, Naga Keparat!" maki Dewi Anjungan bertambah berang.
"He he he.... Kau semakin menggairahkan ka-
lau marah begitu, Dewi."
"Setan! Keparat...! Kubunuh kau, Setan...!"


Pendekar Rajawali Sakti 68 Geger Putri Istana di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

"Ha ha ha...!"
*** 7 Dewi Anjungan terus berteriak-teriak sambil
berusaha bergerak. Sedangkan Naga Ireng sudah
semakin dekat saja, sambil tertawa terkekeh dan
menyeringai lebar. Bola matanya tak berkedip
menjilati tubuh Dewi Anjungan yang indah dan
menggairahkan itu. Terlebih lagi, pakaian tipis
yang dikenakannya sudah, tidak karuan lagi. Ma-
ka beberapa bagian tubuhnya jadi terbuka lebar,
membuat napas Naga Ireng semakin keras mem-
buru. "Ah..., kau cantik sekali, Dewi. Sungguh meng-
gairahkan sekali...," desah Naga Ireng jadi tersengal napasnya.
"Akh...!"
Dewi Anjungan jadi terpekik ketika tiba-tiba
saja Naga Ireng menubruk, dan langsung meme-
luknya. Nafsunya benar-benar menggejolak tak
tertahankan lagi. Dewi Anjungan terus berusaha
meronta, sambil menjerit-jerit sekuatnya. Namun,
dia memang sudah tidak lagi memiliki tenaga un-
tuk berbuat lebih banyak. Sedangkan Naga Ireng
semakin bertambah liar saja. Tubuh Dewi Anjun-
gan yang menggeliat-geliat di bawah himpitan tu-
buhnya, membuat gairah Naga Ireng semakin
menggelora tak tertahankan lagi.
"Keparat! Kurang ajar...! Lepaskan, Setan Je-
lek...!" maki Dewi Anjungan habis-habisan.
Naga Ireng sudah tidak mempedulikan lagi
makian Ratu Lembah Neraka ini. Bahkan makian
dan jeritan Dewi Anjungan, semakin membuatnya
bergairah saja. Dewi Anjungan terpekik ketika
dengan kasar sekali, Naga Ireng merenggut pa-
kaian yang dikenakannya. Sehingga, kini tak ada
lagi selembar kain pun yang menutupi tubuh wa-
nita itu. "Lepaskan, Biadab...!"
"Heh..."!"
Naga Ireng tersentak kaget setengah mati, ke-
tika tiba-tiba saja terdengar bentakan yang begitu
keras dan menggelegar. Bahkan bentakan itu
membuat seluruh dinding dan lantai ruangan ini
jadi bergetar seperti diguncang gempa.
Dan belum lagi hilang rasa keterkejutannya,
tiba-tiba saja terlihat sebuah bayangan putih yang
berkelebat begitu cepat sekali bagai kilat. Belum
juga Naga Ireng bisa berbuat sesuatu, tahu-
tahu.... Begkh! "Akh...!"
Tubuh Naga Ireng tahu-tahu terpental ke uda-
ra, lalu keras sekali terbanting di lantai hingga
bergulingan beberapa kali. Sebuah meja kecil dari
kayu jati seketika hancur terlanda tubuh pemuda
hitam itu. Namun, Naga Ireng cepat bisa melompat
bangkit berdiri. Dan matanya jadi terbeliak, begitu
tahu-tahu di dekat tubuh Dewi Anjungan sudah
berdiri seorang pemuda berwajah tampan. Dia
mengenakan baju rompi putih, dengan sebuah ga-
gang pedang berbentuk kepala burung tersembul
dari balik punggungnya.
"Pendekar Rajawali Sakti...," desis Naga Ireng langsung mengenali.
"Rangga..., oh..," Dewi Anjungan juga mendesah lega begitu melihat pemuda
berbaju rompi pu-
tih menolongnya dari nafsu si Naga Ireng.
Pada saat itu, dari pintu yang terbuka lebar
muncul seorang gadis cantik mengenakan baju
berwarna biru muda yang agak ketat. Sebuah pe-
dang tersampir di punggung. Dan di balik ikat
pinggangnya, terselip sebuah kipas berwarna pu-
tih keperakan. Gadis itu langsung mengambil se-
lembar kain yang tergolek di lantai, dan langsung
menghampiri Dewi Anjungan. Ditutupinya tubuh
Dewi Anjungan yang polos dengan kain itu.
"Bawa dia menyingkir, Pandan," ujar Rangga.
"Baik, Kakang," sahut Pandan Wangi.
Tanpa menunggu lagi, Pandan Wangi segera
memondong Dewi Anjungan, dan membawanya
keluar dari ruangan ini. Sementara Rangga me-
langkah beberapa tindak mendekati Naga Ireng.
"Siapa kau, Kisanak"! Apa yang kau lakukan
pada Dewi Anjungan?" tanya Rangga agak dingin
nada suaranya. "Itu bukan urusanmu!" sentak Naga Ireng menyahut.
"Dewi Anjungan adalah bibi dari Cempaka,
adikku. Dan itu berarti dia bibiku juga. Jadi, yang
kau lakukan barusan menjadi urusanku juga!"
dengus Rangga menjelaskan.
"O..., kebetulan sekali kalau begitu," ujar Naga Ireng,
"Apa maksudmu, Kisanak?" tanya Rangga jadi berkerut keningnya.
"Sudah terlalu lama aku menunggu. Kau pasti
tahu, di mana Cempaka sekarang berada. Kata-
kan, aku akan membawanya sekarang," kata Naga
Ireng. "Heh..."! Siapa kau ini sebenarnya?" tanya Rangga jadi terkejut.
"Aku Naga Ireng. Cempaka harus menjadi is-
triku. Dan itu sudah menjadi kesepakatan bersa-
ma," sahut Naga Ireng menjelaskan.
"Kesepakatan..." Kesepakatan apa?"
"Sepuluh tahun lebih Dewi Anjungan dan ista-
nanya ini terbelenggu kekuatan batin oleh gabun-
gan tujuh ilmu kesaktian dari tujuh orang. Dia ti-
dak bisa berbuat apa-apa. Tapi untunglah, aku bi-
sa menolongnya dengan satu syarat. Keponakan-
nya harus diserahkan untuk kujadikan istri. Dan
itu telah disetujuinya. Tapi, sudah dua kali dia in-
gkar setelah terbebas dari belenggu itu. Dan seka-
rang aku ingin menagih janjinya, Pendekar Raja-
wali Sakti," Naga Ireng menjelaskan lagi.
"Lalu, kenapa kau tadi akan memperkosa Dewi
Anjungan?"
"Dia sudah ingkar tiga kali dan harus mem-
bayarnya, Pendekar Rajawali Sakti. Dia harus
menggantikan Cempaka," sahut Naga Ireng.
"Aku tahu semuanya, Naga Ireng. Tapi kau ti-
dak bisa menuntut apa-apa darinya. Kau tidak
berbuat apa-apa," dingin sekali nada suara Rang-ga. "Setan...! Jangan coba-coba
membela perem- puan jalang itu, Pendekar Rajawali Sakti!"
"Aku tidak membelanya. Tapi, aku akan melin-
dungi adikku dari tangan-tangan kotor sepertimu!"
"Kurang ajar...!" desis Naga Ireng menggeram.
"Aku harap, kau segera angkat kaki dari sini,
Naga Ireng. Kau tidak melakukan apa pun untuk
melepaskan Dewi Anjungan dari belenggunya. Be-
lenggu itu hilang dengan sendirinya setelah peme-
gang kuncinya meninggal. Jadi, kau tidak ada hak
untuk menuntut apa-apa, Naga Ireng. Dan kau ti-
dak bisa mengelabuiku, karena aku tahu semua-
nya," sergah Rangga kalem.
"Setan...!" geram Naga Ireng. Wajah yang hitam seperti arang. Kini semakin
kelihatan hitam, karena kebohongannya terbongkar Pendekar Rajawali
Sakti itu. Naga Ireng memang tidak melakukan
apa pun juga, dan memang tidak bisa melepaskan
belenggu yang diderita Dewi Anjungan. Karena,
kesaktiannya memang kalah jauh dibanding tujuh
orang yang menggabungkan kesaktiannya untuk
membelenggu Dewi Anjungan dan istananya ini
dari dunia luar.
Keinginannya untuk mendapatkan Cempaka
yang sudah begitu lama dinantikan jadi terbuka
lebar, begitu tahu Dewi Anjungan sudah terbebas
dari belenggu batin. Terutama setelah Eyang Resi
Wanapati yang memegang kuncinya tewas oleh ge-
rombolan Partai Tengkorak di Gunung Puting. Ke-
sempatan ini benar-benar dimanfaatkan dengan
baik. Tapi tanpa disangka sama sekali, Pendekar
Rajawali Sakti sudah mengetahui semua itu. Dan
Naga Ireng tidak bisa lagi berbuat apa-apa.
*** "Sekarang, kuminta kau pergi dari sini, Naga
Ireng," usir Rangga langsung.
"Phuih! Seenaknya saja kau mengusirku, Pen-
dekar Rajawali Sakti!" dengus Naga Ireng.
Srettt! Naga Ireng tiba-tiba saja mencabut pedangnya.
Dan tindakan itu membuat Rangga harus melang-
kah mundur dua tindak. Kelopak mata Pendekar
Rajawali Sakti jadi menyipit, melihat pedang yang
berwarna hitam pekat dan berkeluk seperti tikus
itu, Pegangannya berbentuk kepala seekor naga
berwarna hitam, hampir mirip dengan pedang
yang dimiliki Pandan Wangi.
"Aku akan pergi bersama Cempaka atau pe-
rempuan jalang itu. Dan kau tidak bisa mengha-
langiku, Pendekar Rajawali Sakti!" desis Naga
Ireng seraya menyilangkan pedang yang berkeluk
seperti keris itu di depan dada.
"Kau sudah keterlaluan, Naga Ireng," desis Rangga mulai bangkit marahnya.
"Hhh!"
"Sebaiknya kau cepat pergi sebelum pikiranku
berubah, Naga Ireng," desis Rangga datar.
"Berikan dulu Cempaka padaku, baru aku per-
gi dari sini," tantang Naga Ireng semakin berani.
"Kurang ajar...," desis Rangga langsung mendidih darahnya.
Kata-kata Naga Ireng benar-benar menya-
kitkan, dan sama sekali tidak memandang sebelah
mata pada Pendekar Rajawali Sakti. Bahkan den-
gan beraninya menghina dan merendahkan Cem-
paka di depan Pendekar Rajawali Sakti. Meskipun
Rangga hanya kakak tiri saja, tapi begitu me-
nyayangi dan mencintai Cempaka. Jelas, dia tidak
rela kalau adik tirinya itu mendapat penghinaan
seperti ini. "Kau sudah keterlaluan, Naga Ireng...," desis Rangga masih mencoba menahan
kesabarannya. "O, ya..." Kenapa kau tidak serang aku, Pen-
dekar Rajawali Sakti...?" tantang Naga Ireng men-gejek.
Rangga menatap tajam tanpa berkedip. Kemu-
dian tubuhnya diputar berbalik, dan melangkah
ke pintu hendak meninggalkan laki-laki bertubuh
hitam bagai arang itu. Sikap Rangga yang seperti
tidak mempedulikan ini, membuat Naga Ireng jadi
tersinggung. Jelas, dia marah bukan main, karena
merasa tidak dihargai sama sekali.
"Kembali kau...!" bentak Naga Ireng berang setengah mati.
Namun Rangga terus saja melangkah hampir
mencapai pintu keluar ruangan ini.
"Setan...! Hiiih!"
Bettt! Slap...! Cepat sekali Naga Ireng mengebutkan tangan
kirinya. Dan seketika itu juga, dari telapak tan-
gannya melesat sebuah pisau kecil yang langsung
mengarah deras ke arah punggung Pendekar Ra-
jawali Sakti. "Hup!"
Manis sekali Pendekar Rajawali Sakti memi-
ringkan tubuhnya ke kanan, sehingga pisau kecil
itu hanya lewat saja di samping bahunya. Begitu
kuatnya tenaga dalam yang dikerahkan Naga Ireng
dalam melemparkan pisau kecilnya, sehingga pi-
sau yang hanya sepanjang jari tangan itu sampai
tembus ke dinding batu ruangan ini.
Perlahan Rangga memutar tubuhnya, kembali
menghadap Naga Ireng. Sorot matanya begitu ta-
jam, tertuju lurus ke bola mata laki-laki hitam itu.
"Kau tidak bisa pergi begitu saja dariku, Pen-
dekar Rajawali Sakti. Tak ada seorang pun yang
boleh memandang sebelah mata padaku!" desis
Naga Ireng dingin.
"Tidak ada gunanya membuang nyawa percu-
ma, Naga Ireng," kata Rangga datar.
"Phuih! Kau terlalu angkuh, Pendekar Rajawali
Sakti. Kau akan menyesal telah merendahkan Na-
ga Ireng!"
"Hmmm...," Rangga hanya menggumam perla-
han saja. "Kau harus merasakan Pedang Naga Hitamku
ini, Pendekar Rajawali Sakti. Pedangku ini tidak
akan kalah dengan pedang kebanggaanmu!" desis
Naga Ireng lagi.
"Hmmm...," lagi-lagi Rangga hanya menggu-
mam saja. "Bersiaplah, Pendekar Rajawali Sakti!
Hiyaaat..!"
Sambil berteriak keras menggelegar, Naga
Ireng melompat cepat bagai kilat sambil menge-
butkan pedang ke arah kepala Pendekar Rajawali
Sakti. Sesaat Rangga hanya diam saja, meman-
dangi gerakan pedang berwarna hitam pekat itu.
Lalu di saat mata pedang itu tepat mengarah ke
kepalanya, cepat sekali kepalanya ditarik ke bela-
kang. Sehingga, ujung pedang hitam yang berke-
luk seperti keris itu hanya lewat saja di depan wa-
jahnya. "Uts...!"
Rangga jadi terkesiap. Cepat-cepat kakinya
melangkah mundur beberapa tindak. Dan ketika


Pendekar Rajawali Sakti 68 Geger Putri Istana di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

ujung pedang itu lewat di depan hidungnya, Pen-
dekar Rajawali Sakti langsung bisa merasakan
adanya hawa racun ganas dan sangat mematikan
pada pedang itu.
"Hiyaaat...!"
Pada saat itu, Naga Ireng sudah kembali me-
lompat melakukan serangan. Maka Rangga cepat-
cepat mengerahkan jurus 'Sembilan Langkah
Ajaib'. Tebasan dan tusukan pedang Naga Ireng
manis sekali dapat dihindari Rangga. Gerakan-
gerakan tubuh Pendekar Rajawali Sakti memang
cepat dan indah sekali. Bahkan masih diimbangi
gerakan kaki yang begitu lincah, mengikuti gerak
tubuh yang meliuk-liuk seperti belut.
Entah sudah berapa kali Naga Ireng melancar-
kan serangan, tapi tak satu pun yang berhasil dis-
arangkan ke tubuh Pendekar Rajawali Sakti. Ju-
rus demi jurus dikeluarkan Naga Ireng, namun
pertahanan Pendekar Rajawali Sakti memang ter-
lalu sulit ditembus. Bahkan terkadang, Rangga
melakukan gerakan-gerakan aneh, seperti bukan
gerakan orang yang sedang bertarung. Dan ini
membuat Naga Ireng jadi semakin berang saja.
Harga dirinya benar-benar merasa direndahkan
Pendekar Rajawali Sakti.
"Hiyaaat...!"
Tiba-tiba saja Naga Ireng melenting ke bela-
kang. Dan begitu kakinya menjejak lantai, lang-
sung pedangnya dipindahkan ke tangan kiri. Dan
seketika itu juga, tangan kanannya menghentak
ke depan sambil berteriak keras menggelegar.
"Yeaah...!"
"Ufs...!"
Cepat-cepat Rangga melompat ke atas, begitu
dari kepalan tangan Naga Ireng keluar secercah
sinar merah yang begitu deras bagai kilat. Cahaya
merah itu lewat di bawah kaki Pendekar Rajawali
Sakti, dan langsung menghantam dinding ruangan
yang terbuat dari batu ini.
Glarrr...! Ledakan keras menggelegar terdengar begitu
dahsyat sekali. Tampak dinding batu yang tebal
itu hancur berkeping-keping, mengepulkan debu
yang membuat ruangan ini jadi pengap seperti ter-
selimut kabut tebal.
"Hiyaaa...!"
Kembali Naga Ireng melepaskan satu pukulan
jarak jauhnya yang sangat dahsyat, tepat ketika
Rangga baru saja menjejakkan kakinya di lantai.
Tak ada lagi kesempatan bagi Pendekar Rajawali
Sakti itu untuk menghindari serangan dahsyat
Naga Ireng itu. Sehingga, terpaksa harus dipapak
dengan mengerahkan jurus 'Pukulan Maut Paruh
Rajawali' tingkat terakhir.
"Yeaaah...!"
Wukkk! Begitu kedua tangannya menghentak ke de-
pan, dari telapak tangan Pendekar Rajawali Sakti
memancar sinar merah bagai api yang langsung
menghantam sinar merah yang juga keluar dari
tangan Naga Ireng. Tak dapat dihindari lagi. Dua
sinar merah beradu di tengah-tengah, sehingga
menimbulkan ledakan keras menggelegar.
Seluruh dinding, atap, dan lantai ruangan ini
bergetar hebat, seakan-akan hendak runtuh keti-
ka terjadi ledakan yang begitu dahsyat akibat ben-
turan dua cahaya merah tadi. Tampak Naga Ireng
terpental ke belakang begitu keras. Sedangkan
Rangga hanya terdorong dua langkah saja ke bela-
kang. Punggung Naga Ireng menghantam dinding
begitu keras, sehingga mengeluarkan pekikan
agak tertahan. "Setan keparat...!" geram Naga Ireng berang.
"Hiyaaat.,.!" Wukkk!
Naga Ireng langsung saja kembali melakukan se-
rangan cepat, sambil mengebutkan pedangnya be-
berapa kali. Sedangkan Rangga masih tetap berdiri
tegak. Cepat tubuhnya meliuk, begitu pedang hi-
tam Naga Ireng berkelebat di sekitar tubuhnya.
Beberapa kali Naga Ireng mengebutkan pedang-
nya, tapi tak satu pun yang berhasil mengenai sa-
saran. Bahkan tanpa diduga sama sekali, tiba-tiba
saja... "Lepas! Yeaah...!"
Sambil berteriak keras, tiba-tiba saja Pendekar
Rajawali Sakti menghentakkan tangan kiri ke atas,
tepat ketika Naga Ireng baru saja membalik arah
pedangnya menuju kepala. Begitu cepatnya gera-
kan tangan Pendekar Rajawali Sakti, sehingga Na-
ga Ireng tidak sempat lagi menyadari. Terlebih lagi, saat itu serangannya sedang
terpusat pada pedang. Dan sebelum disadari apa yang dilakukan
Pendekar Rajawali Sakti, tahu-tahu...
Bettt! Plakkk! "Akh...!"
Begitu kerasnya tamparan Rangga pada perge-
langan tangan, hingga membuat Naga Ireng tak
dapat lagi menguasai pedangnya yang langsung
mencelat tinggi ke udara. Naga Ireng melompat,
hendak mengejar pedangnya. Namun pada saat
yang bersamaan, Rangga juga melenting ke udara
sambil melepaskan satu tendangan keras disertai
pengerahan tenaga dalam tidak begitu penuh.
"Yeaaah...!"
Desss! "Akh...!" t
Lagi-lagi Naga Ireng terpekik, terkena tendan-
gan cukup keras pada dadanya. Akibatnya, dia ja-
tuh tersuruk begitu keras sekali ke lantai batu
yang keras dan licin berkilat itu. Naga Ireng bergu-
lingan beberapa kali, namun cepat bangkit berdiri.
Dari mulutnya tampak mengeluarkan darah yang
agak kental. Sementara itu, Rangga manis sekali
menjejakkan kakinya di lantai, sekitar satu tom-
bak jauhnya dari laki-laki berkulit hitam itu Dan
di tangan Pendekar Rajawali Sakti kini telah ter-
genggam pedang Naga Ireng.
Pada saat itu, Pandan Wangi yang tadi mem-
bawa Dewi Anjungan keluar sudah muncul lagi di
ambang pintu. Gadis itu tampak terlongong meli-
hat keadaan kamar ini begitu berantakan. Dia
langsung tahu, kalau tadi baru saja terjadi per-
tempuran di dalam ruangan ini. Perlahan Pandan
Wangi menghampiri Rangga yang berdiri tegak,
memegang pedang lawannya.
"Kakang...," ujar Pandan Wangi begitu berada di samping kanan Pendekar Rajawali
Sakti. "Bagaimana keadaan Dewi Anjungan?" tanya
Rangga tanpa berpaling sedikit pun dari Naga
Ireng yang masih berusaha menguasai pernapa-
sannya yang sesak, akibat tendangan cukup keras
pada dadanya tadi.
"Tidak terlalu parah. Dia sekarang sedang ber-
semadi," sahut Pandan Wangi menjelaskan kea-
daan Ratu Lembah Neraka.
"Sudah kau tanyakan, di mana Eyang Balung
Gading?" tanya Rangga lagi.
"Belum," sahut Pandan Wangi polos. "Dia langsung bersemadi, setelah kubebaskan
dari kelum- puhannya. Aku tidak bisa mengganggunya, Ka-
kang." "Ya, sudahlah. Nanti bisa kutanyakan," ujar Rangga.
Sementara itu Naga Ireng sudah pulih kembali
keadaannya. Sorot matanya yang tajam langsung
tertuju pada Pendekar Rajawali Sakti yang kini di-
dampingi si Kipas Maut. Namun dari sorot mata
yang tajam penuh dendam dan ketidakpuasan,
terbersit nada kegentaran.
"Aku rasa tidak perlu lagi diperpanjang persoa-
lan ini, Naga Ireng. Dan kuminta kau segera ang-
kat kaki sebelum pikiranku berubah," kata Rangga agak dingin nada suaranya.
Naga Ireng hanya diam saja, menatap tajam
Pendekar Rajawali Sakti. Walaupun terbersit ke-
gentaran di harinya, tapi tidak menujukkan sikap
takluk. Padahal sudah jelas. Kalau Rangga mau,
mudah sekali menewaskannya. Tapi, Pendekar Ra-
jawali Sakti masih memberi kesempatan pada laki-
laki bertubuh hitam itu untuk bisa melihat mata-
hari esok pagi.
"Ini pedangmu...!"
Rangga melemparkan pedang di tangannya,
dan tepat jatuh di ujung jari kaki Naga Ireng. Per-
lahan Naga Ireng membungkuk, memungut pe-
dangnya yang menggeletak di lantai. Kemudian
pedang itu disarungkan kembali di pinggangnya.
Sebentar ditatapnya Pendekar Rajawali Sakti itu.
Kemudian tanpa berkata apa-apa lagi, Naga Ireng
langsung melangkah cepat meninggalkan ruangan
yang sudah porak poranda itu.
Sementara Rangga dan Pandan Wangi mengi-
ringinya dengan pandangan mata, sampai laki-laki
hitam itu tidak terlihat lagi. Sejenak Rangga
menghembuskan napas panjang, lalu menatap
Pandan Wangi yang kini sudah berada di depan-
nya. Gadis itu juga memandangnya dengan mata
tidak berkedip.
"Ayo, kita temui Dewi Anjungan," ajak Rangga.
Pandan Wangi tidak berkata sedikit pun. Di-
ikutinya saja saat Rangga melangkah meninggal-
kan ruangan yang sudah hancur berantakan itu.
Mereka terus berjalan tanpa ada yang bicara lagi.
Pandan Wangi menunjukkan ruangan di mana
Dewi Anjungan yang sedang bersemadi ditinggal-
kan. Hanya melewati satu ruangan saja, mereka
sudah sampai di salah satu ruangan di situ, tadi
Pandan Wangi memang meninggalkan Dewi An-
jungan. Tapi....
"Heh.... Mana dia..."!" Pandan Wangi jadi terkejut.
*** 8 Dewi Anjungan memang sudah tidak ada lagi
di sana. Dan ini membuat Rangga jadi sedikit ge-
ram juga pada wanita yang dijuluki Ratu Lembah
Neraka itu. Kamar yang berukuran tidak begitu
besar itu dalam keadaan kosong. Tak ada seorang
pun terlihat di sana. Benar-benar kosong. Sedang-
kan Pandan Wangi begitu yakin, kalau tadi me-
ninggalkan Dewi Anjungan yang sedang bersemadi
di dalam kamar ini.
"Sebaiknya kau keluar, Pandan. Tunggu aku di
depan," kata Rangga.
"Kau sendiri...?" tanya Pandan Wangi.
"Aku akan memeriksa seluruh ruangan di si-
ni," sahut Rangga.
"Kenapa tidak berpencar saja, Kakang?"
"Jangan.... Istana ini terlalu penuh jebakan.
Maaf, bukannya aku merendahkanmu. Tapi kupi-
kir, sebaiknya aku saja sendiri yang memeriksa
seluruh bagian istana ini," kata Rangga memberi alasan.
"Baiklah, aku menunggumu sampai fajar,"
Pandan Wangi mengalah. "Aku masuk ke sini. Ka-
lau kau tidak keluar sampai fajar besok."
Rangga hanya mengangguk saja, kemudian
melangkah meninggalkan Pandan Wangi yang juga
terus berjalan keluar dari istana ini. Gadis itu me-
lalui jalan yang sama, ketika masuk bersama
Rangga tadi. Dan memang, tadi Pandan Wangi
sempat dibuat repot oleh berbagai macam jebakan.
Tapi untung saja Rangga berhasil menjinakkan
semua jebakan yang terpasang pada setiap ruan-
gan di dalam istana ini.
Sementara itu, Rangga terus mengayunkan
kakinya memeriksa setiap ruangan yang ada di da-
lam istana ini. Entah, sudah berapa ruangan dipe-
riksa. Namun, tak ada satu pun jebakan yang di-
temuinya. Bahkan untuk menemukan jejak Dewi
Anjungan saja, rasanya terlalu sulit di dalam ista-
na yang besar ini, penuh ruangan besar-kecil dan
lorong yang panjang berliku.
Sampai seluruh pelosok diperiksa, tapi tidak
juga ditemukan tanda-tanda Dewi Anjungan. Dan
Pendekar Rajawali Sakti kini berada di dalam se-
buah beranda atas bangunan istana ini. Sebuah
beranda yang cukup luas, dan bisa langsung meli-
hat ke halaman depan Istana Neraka ini. Dan ke-
tika Pendekar Rajawali Sakti mengarahkan pan-
dangan ke halaman depan, mendadak saja....
"Heh..."!"
Kedua bola mata Pendekar Rajawali Sakti jadi
terbeliak lebar, begitu melihat ke halaman depan
bangunan istana di Lembah Neraka ini. Tampak
jelas di dalam keremangan sinar bulan, terlihat
dua orang sedang bertarung di halaman itu. Dan
Rangga langsung mengenali, kalau mereka yang
sedang bertarung adalah Pandan Wangi dan Dewi
Anjungan. Sedangkan tidak seberapa jauh dari
tempat pertarungan, terlihat Eyang Balung Gading
dan Cempaka terduduk di tanah dengan seluruh
tubuh terikat rantai.
"Gila...! Apa-apaan ini..."!" desis Rangga.


Pendekar Rajawali Sakti 68 Geger Putri Istana di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Tanpa menunggu waktu lagi, Rangga cepat
berlari ke tepi beranda ini. Memang tinggi sekali,
dan rasanya tidak akan mungkin ada orang yang
bisa selamat kalau melompat dari ketinggian se-
perti ini. Rangga jadi berpikir juga, walaupun me-
miliki ilmu meringankan tubuh yang sudah men-
capai tingkat sempurna. Tapi ketika melihat Pan-
dan Wangi terus terdesak, Rangga jadi cemas juga.
Sehingga.... "Hup! Yeaaah...!"
Tanpa menghiraukan kalau tempat ini begitu
tinggi, Rangga langsung saja melompat sambil
mengerahkan seluruh ilmu meringankan tubuh-
nya. Begitu ringan Pendekar Rajawali Sakti me-
layang di udara. Kedua tangannya dikembangkan
seperti seekor burung rajawali yang sedang me-
layang di angkasa.
Pada saat itu, selembar daun kering melayang
di dekatnya. Rangga cepat menangkap daun ker-
ing itu, kemudian melemparkannya ke bawah ka-
ki. Dengan ujung jari kaki, ditotoknya daun kering
tadi, untuk melenting dan berputaran beberapa
kali. Lalu, manis sekali, kakinya menjejak tanah,
tidak jauh dari pertarungan antara Pandan Wangi
dan Dewi Anjungan.
"Kakang Rangga...," desah Cempaka yang langsung melihat kemunculan Pendekar
Rajawali Sak- ti. Begitu gembiranya Cempaka melihat kedatangan
Rangga. Kalau saja tidak terbelenggu rantai ba-
rang kali gadis itu sudah menghambur, memeluk
Pendekar Rajawali Sakti. Tapi rantai yang mengi-
kat seluruh tubuhnya, membuatnya hanya bisa
memandangi pemuda tampan berbaju rompi putih
itu dengan sinar mata berbinar. Dan Eyang Ba-
lung Gading hanya mendesah lega, melihat Rangga
datang, tepat di saat Pandan Wangi benar-benar
sudah kewalahan menghadapi Dewi Anjungan.
"Hiyaaa...!"
Desss! "Akh...!"
Pada saat itu, satu pukulan yang dilepaskan
Dewi Anjungan tepat menghantam dada Pandan
Wangi. Akibatnya si Kipas Maut itu jadi ter-
huyung-huyung ke belakang. Kalau saja Rangga
tidak cepat menangkapnya, barangkali gadis itu
sudah tersuruk jatuh. Pandan Wangi agak terkejut
juga. Tapi begitu mengetahui orang yang me-
nyangga tubuhnya, hatinya jadi gembira dan ter-
senyum lebar. "Kakang...," desah Pandan Wangi gembira.
"Rangga..,"!" desis Dewi Anjungan terkejut melihat Rangga.
"Kau tidak apa-apa, Pandan?" tanya Rangga.
"Tidak. Hanya, dadaku sesak sedikit," sahut Pandan Wangi.
"Menyingkirlah. Bebaskan Eyang Balung Gad-
ing dan Cempaka," kata Rangga.
"Hati-hati, Kakang. Dia tangguh sekali," Pandan Wangi memperingatkan.
Rangga hanya tersenyum saja, kemudian me-
lepaskan rangkulannya pada gadis itu. Sementara
Pandan Wangi bergegas menyingkir menghampiri
Eyang Balung Gading dan Cempaka yang masih
terduduk di tanah, dengan seluruh tubuh terikat
rantai baja yang sangat kuat.
*** "Tidak kusangka. Wajahmu yang cantik, tutur
katamu yang lembut, ternyata menyimpan seca-
wan racun...," ujar Rangga mendesis dingin.
"Rangga! Bukankah kau katakan kalau aku
punya hak atas Cempaka..." Aku hanya menuntut
hakku! Dia keponakanku, anak dari kakak kan-
dungku. Apa aku salah kalau ingin menyayangi
dan mewariskan semua yang kumiliki padanya..."
Kau seorang raja, Rangga. Seorang pendekar....
Seharusnya kau bisa melihat yang ada di sekeli-
lingmu. Ingat, Rangga... Kau juga masih terhitung
keponakanku. Aku ingin tahu, di mana kau berdiri
saat ini...?" lantang sekali suara Dewi Anjungan.
"Aku berada di jalan keadilan, Dewi Anjungan,"
sahut Rangga kalem.
"Keadilan.... Hhh! Apa ini namanya keadilan,
heh..?" "Aku tahu, kau memang berhak atas diri Cem-
paka, Dewi Anjungan. Dan aku juga tidak akan
menghalangi. Tapi, jika kau melakukannya secara
benar." "Apa kau anggap aku ini salah" Aku merasa
harus mengganti kedudukan ibunya. Dan seorang
ibu akan melakukan apa saja untuk mendapatkan
kembali anaknya yang hilang. Walau nyawa seka-
lipun taruhannya. Hhh!..! Aku tahu, kau pasti su-
lit mengerti perasaan wanita, Rangga. Kau pasti
sudah terpengaruh cerita Balung Gading. Kau pas-
ti menganggap diriku sebagai wanita rendah, ko-
tor, dan hina! Wanita berhati iblis...!" agak tertahan nada suara Dewi Anjungan.
Rangga jadi terdiam, dan benar-benar merasa
serba salah sekarang ini. Dan di satu pihak, dia
harus menjaga dan membela Cempaka. Tapi di pi-
hak lain, dia tidak bisa mengingkari kalau wanita
yang dihadapinya masih terhitung bibinya juga.
Karena, Dewi Anjungan adalah adik kandung dari
Cempaka. Sedangkan Cempaka adalah adik ti-
rinya. Memang sulit bagi Rangga dalam menghadapi
persoalan ini. Dan dia merasa sedang menghadapi
satu tuntutan untuk bertindak adil dan bijaksana.
Rangga menyadari, kalau menggunakan ilmu ke-
digdayaan dan kesaktian bukanlah jalan terbaik
dalam penyelesaian persoalan ini. Bahkan bukan
tidak mungkin malah akan menambah buruk kea-
daannya. Sementara itu, Pandan Wangi sudah berhasil
memutuskan rantai yang membelenggu Cempaka
dan Eyang Balung Gading mempergunakan Pe-
dang Naga Geni. Mereka mendengar semua pembi-
caraan antara Rangga dengan Dewi Anjungan tadi.
Pandan Wangi yang sudah mengerti seluruhnya,
dan menyadari akan keadaannya, tidak mau jauh
dari Cempaka. Bisa dirasakan, apa yang sedang
dirasakan hati gadis ini. Cempaka memang mem-
benci Dewi Anjungan. Tapi, nalarnya harus mene-
rima kalau wanita itu adalah bibinya. Adik kan-
dung ibunya sendiri, walau yang sudah dilaku-
kannya sungguh sangat menyakitkan hati.
"Rangga! Kupikir sudah saatnya menentukan,
siapa yang berhak memiliki Cempaka! Kau, atau
aku...," tegas Dewi Anjungan.
"Apa maksudmu, Dewi Anjungan?" tanya
Rangga agak terkejut mendengar keputusan Ratu
Lembah Neraka itu.
"Siapa yang lebih digdaya di antara kita, dialah yang berhak atas Cempaka,"
tegas Dewi Anjungan.
Rangga jadi terlongong tidak mengerti keingi-
nan Ratu Lembah Neraka itu. Walaupun sudah
diduga, tapi tetap saja terkejut mendengar kata-
kata bernada tegas itu. Sekilas matanya melirik
Cempaka yang berdiri diapit Pandan Wangi dan
Eyang Balung Gading. Tampak jelas raut wajah
Cempaka memancarkan kecemasan. Kata-kata
yang diucapkan Dewi Anjungan tadi, memang ter-
dengar lantang dan jelas sekali. Sudah barang ten-
tu, mereka semua tahu artinya. Rupanya Dewi An-
jungan sudah melemparkan satu tantangan pada
Pendekar Rajawali Sakti itu.
"Bersiaplah, Rangga. Hadapilah aku...!" desis Dewi Anjungan dingin menggetarkan.
"Hap...!" Ratu Lembah Neraka langsung saja membuka satu jurusnya. Sedangkan
Rangga masih tetap berdiri tegak, seperti tidak ingin melayani tantangan wanita
cantik itu. Sedangkan Dewi Anjungan tampak tidak peduli atas sikap Rangga.
"Tahan seranganku, Rangga! Hiyaaat..!"
Sambil berteriak keras menggelegar, Ratu
Lembah Neraka melompat begitu cepat bagai kilat
sambil melontarkan satu pukulan menggeledek
disertai pengerahan tenaga dalam tingkat tinggi.
Sementara, Rangga masih tetap berdiri tegak. Dan
ini membuat Dewi Anjungan jadi terkejut.
"Cepat menyingkir...!" seru Dewi Anjungan ti-ba-tiba.
Tapi memang sudah terlambat. Ternyata tadi
Dewi Anjungan sudah melakukan serangan yang
sudah tidak dapat ditarik kembali. Bahkan puku-
lannya sudah terlontar begitu cepat. Sehingga....
"Kakang...!" jerit Cempaka.
Glarrr...! "Oh, tidaaak...!" jerit Pandan Wangi.
Memang sukar bisa dipercaya, kalau Rangga
tetap diam menerima pukulan maut bertenaga da-
lam tinggi yang dilepaskan Dewi Anjungan. Bah-
kan Ratu Lembah Neraka itu sendiri jadi terkejut
setengah mati, karena serangannya juga tidak bisa
lagi dihentikan. Sehingga, telak sekali pukulan
yang dilepaskan menghantam dada Rangga yang
sama sekali tidak terlindungi.
Ledakan keras menggelegar terdengar begitu
dahsyat, ketika pukulan yang dilepaskan Dewi An-
jungan menghantam dada Pendekar Rajawali Sak-
ti. Dan pada saat yang bersamaan, memercik bun-
ga api disertai gumpalan asap tebal yang langsung
menyelimuti seluruh tubuh Rangga. Sementara,
Dewi Anjungan cepat-cepat melompat ke belakang
beberapa langkah. Dan ketika asap yang menyeli-
muti seluruh tubuh Pendekar Rajawali Sakti me-
mudar.... "Kakang...!" jerit Cempaka.
"Tidaaak...!" Pandan Wangi juga memekik menyayat.
Kedua gadis itu langsung menghambur, berlari
ke arah Rangga yang tampak tergolek di tanah.
Sementara, Dewi Anjungan jadi tertegun meman-
dangi tubuh Rangga yang terbujur tidak bergerak-
gerak sedikit pun juga. Sungguh tidak disangka
sama sekali kalau Rangga akan berbuat seperti
itu. Tubuhnya dibiarkan menjadi sasaran, tanpa
melakukan perlawanan sedikit pun juga.
Sementara, Pandan Wangi dan Cempaka su-
dah memeluk tubuh Rangga yang masih terbujur
tidak bergerak sedikit pun juga. Sedangkan Dewi
Anjungan masih tetap berdiri terpaku, tidak dapat
lagi berbuat sesuatu. Sedangkan Eyang Balung
Gading tampak berdiri tegak di belakang Cempa-
ka. Tatapan matanya begitu tajam, menusuk lang-
sung pada Dewi Anjungan yang berdiri mematung
memandangi Rangga yang kini berada dalam pelu-
kan amarahnya. Tiba-tiba saja gadis yang berjuluk si Kipas
Maut itu bangkit berdiri. Langsung kedua senjata
pusakanya dicabut. Pedang Naga Geni berada di
tangan kanan, Kipas Maut Baja Putih terkembang
di tangan kiri. Napasnya mendengus memburu.
Sinar matanya begitu tajam menatap langsung
Dewi Anjungan. "Hiyaaat...!"
Bagaikan kilat, tiba-tiba saja Pandan Wangi
melompat menyerang Ratu Lembah Neraka. Kedua
senjata pusakanya berkelebat cepat sekali, mem-
buat Dewi Anjungan jadi terperangah sesaat. Na-
mun cepat-cepat tubuhnya meliuk, sambil mena-
rik kakinya ke belakang menghindari serangan
gencar yang dilancarkan si Kipas Maut itu.
Sementara, Cempaka juga sudah bangkit ber-
diri setelah meletakkan tubuh Rangga yang masih
terbujur dengan mata terpejam. Gadis itu melang-
kah perlahan menghampiri Pandan Wangi yang
sudah bertarung kembali melawan Dewi Anjun-
gan. Tatapan matanya begitu tajam, tertuju lang-
sung pada pertarungan itu. Sedangkan Eyang Ba-
lung Gading jadi merasa serba salah. Berganti-
ganti ditatapnya Rangga yang terbaring di tanah,
lalu beralih ke arah dua wanita yang bertarung.
Juga, ke arah Cempaka yang terus melangkah
mendekati pertarungan.
"Hentikan pertarungan itu, Eyang...."
"Heh..."!"
Eyang Balung Gading jadi terkejut setengah
mati. Cepat kepalanya menoleh ke arah Rangga.
Tampak Pendekar Rajawali Sakti sedang duduk
dengan bibir tersenyum. Dan ini membuat laki-
laki tua itu jadi ternganga. Sungguh tadi disang-
kanya kalau Pendekar Rajawali Sakti mati, tapi
kenyataannya masih kelihatan segar, tanpa ku-
rang suatu apa pun juga. Bahkan dengan enak
sekali Rangga bangkit berdiri.
"Kau.... Kau masih hidup, Rangga...?" agak tergagap suara Eyang Balung Gading.
"Ya! Aku tidak apa-apa," sahut Rangga tetap tersenyum.
"Tapi tadi...."
"Aku tahu, Eyang. Aku memang sengaja tidak
menghindar. Seluruh jalan darah dan pernapasan
kututup ketika Dewi Anjungan memukulku tadi.
Dan lagi aku tahu, kalau kekuatan wanita itu ti-
dak ada setengahnya lagi. Tapi kuakui, dia me-
mang wanita luar biasa. Hampir saja aku tidak
kuat menahannya," ujar Rangga menjelaskan.
"Kau..., kau tidak menggunakan ilmu apa-apa,
Rangga?"

Pendekar Rajawali Sakti 68 Geger Putri Istana di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Rangga tidak menjawab, dan hanya tersenyum
saja sambil melayangkan pandang ke arah perta-
rungan antara Pandan Wangi dan Dewi Anjungan.
Tentu saja Rangga tidak akan mengatakan kalau
tadi mengerahkan satu ilmu yang didapat dari Sa-
tria Naga Emas. Sebuah ilmu yang sangat langka
dan tidak pernah digunakan selama ini. Sementa-
ra itu, Cempaka hanya berdiri saja tidak jauh dari
pertarungan itu. Sepertinya Cempaka jadi bim-
bang, harus berpihak pada siapa.
"Berhenti, kalian...!" seru Rangga tiba-tiba.
Suara Rangga yang begitu keras menggelegar,
seketika membuat pertarungan berhenti. Dan me-
reka langsung berpaling. Betapa terkejutnya ketiga
wanita itu, ketika melihat Rangga berdiri tegak,
dan tampak segar. Mereka hampir tidak percaya
kalau Pendekar Rajawali Sakti masih hidup. Se-
dangkan tadi, sama sekali Rangga tidak bergerak
sedikit pun juga. Bahkan detak jantungnya saja
tidak terdengar sama sekali.
"Kakang, kau...," desis Pandan Wangi tertahan.
"Kakang...!" seru Cempaka gembira.
Kedua gadis itu langsung berlari menghampiri
Rangga, dan melupakan Dewi Anjungan yang ber-
diri saja memandangi. Wanita itu masih belum
percaya dengan apa yang terjadi. Padahal, dia tadi
begitu yakin kalau Rangga sudah tewas akibat pu-
kulannya yang telak mengenai dada. Tapi seka-
rang..., Pendekar Rajawali Sakti masih tetap tegar,
tak kurang suatu apa pun juga. Sementara Pan-
dan Wangi dan Cempaka memeluk Pendekar Ra-
jawali Sakti secara bersamaan, sehingga Rangga
jadi kewalahan juga.
Perlahan Rangga melepaskan kedua pelukan
gadis itu, kemudian melangkah menghampiri Dewi
Anjungan yang masih berdiri tegak memandan-
ginya dengan sinar mata mengandung ketidakper-
cayaan. "Kenapa kau berpura-pura, Rangga" Kau ingin
mempermainkan aku, ya..."!" sentak Dewi Anjun-
gan jadi geram.
"Tunggu dulu..., aku tidak bermaksud mem-
permainkanmu. Aku hanya ingin menyelesaikan
persoalan ini tanpa harus ada pertumpahan darah
di antara kita. Bagaimanapun juga, kita harus
bersaudara," kata Rangga menenangkan.
"Apa maksudmu, Rangga?"
"Kau tentu menyayangi Cempaka, karena me-
mang keponakanmu. Dan aku juga menyayan-
ginya, karena memang adikku. Kita sama-sama
menyayangi Cempaka, jadi tidak seharusnya ada
pertengkaran di antara kita. Dan kurasa, biarlah
Cempaka sendiri yang memutuskannya," kata
Rangga memberi pilihan.
Dewi Anjungan terdiam. Sebentar dipandan-
ginya Rangga, kemudian beralih pada Cempaka
yang berdiri didampingi Pandan Wangi dan Eyang
Balung Gading. Beberapa saat lamanya Ratu Lem-
bah Neraka itu terdiam. Tampak sekali kalau kata-
kata yang diucapkan Rangga tadi tengah dipertim-
bangkannya. Sementara itu Cempaka melangkah
menghampiri. Dan kini gadis itu berdiri di tengah-
tengah, antara Rangga dan Dewi Anjungan. Se-
dangkan Pandan Wangi dan Eyang Balung Gading
sudah berada di belakang Pendekar Rajawali Sak-
ti. "Dengar! Aku ingin memutuskan masalah ini.
Dan tak ada seorang pun yang bisa merubah ke-
putusanku," tegas Cempaka.
Semua perhatian tertuju pada gadis itu, dan
tak ada seorang pun yang membuka suara.
"Aku tetap tinggal di Istana Karang Setra. Dan
aku berjanji, selama tiga hari setiap bulan purna-
ma akan tinggal di sini bersamamu, Bibi Dewi. Ta-
pi, kau harus berjanji untuk membuang segala
perbuatan buruk yang merugikan orang banyak.
Aku bersedia menerima ilmu-ilmu yang akan di-
ajarkan, asal kau sudi berdiri di atas keadilan dan
membela orang-orang yang lemah, serta memeran-
gi kejahatan. Bagaimana...?"
Dewi Anjungan tersenyum lebar, kemudian
menghampiri Cempaka. Langsung direngkuhnya
gadis itu ke dalam pelukan. Hal ini membuat
Rangga, Pandan Wangi, dan Eyang Balung Gading
tersenyum lega. Kini tak ada lagi pertentangan di
antara mereka semua.
"Di dalam keterasingan bertahun-tahun, aku
sudah banyak merenung. Dan aku memang ber-
janji untuk meninggalkan semua kebiasaan bu-
rukku selama ini. Dan aku akan belajar pada ka-
kakmu, Pendekar Rajawali Sakti," ujar Dewi An-
jungan. "Oh, Bibi...."
Cempaka membalas pelukan wanita cantik
yang selama ini dijuluki Ratu Lembah Neraka.
Agak lama juga mereka berpelukan, kemudian
Dewi Anjungan melepaskan pelukannya. Ditatap-
nya Rangga, Pandan Wangi, dan Eyang Balung
Gading bergantian.
"Bagaimana kalau kalian kuundang ke istana-
ku...?" ujar Dewi Anjungan.
"Dengan satu syarat, jangan ada jebakan di da-
lam istanamu," sambut Eyang Balung Gading.
Dewi Anjungan tertawa terbahak-bahak. dan
mereka semua jadi tertawa mendengar kelakar
Eyang Balung Gading. Sementara itu, matahari
sudah mulai menyemburatkan cahayanya di ufuk
Timur. Begitu cerah, secerah wajah-wajah yang
berjalan menuju Istana Neraka. Di mata mereka,
bangunan tua itu tidak lagi terlihat angker. Bah-
kan lembah ini juga terlihat begitu indah. Seindah
hati Rangga yang telah berhasil menyatukan Cem-
paka dengan bibinya.
SELESAI Scan/E-Book: Abu Keisel
Juru Edit: Aura PandRa
http://duniaabukeisel.blogspot.com
Wanita Iblis 7 Sepasang Pendekar Kembar Ouw Yang Heng-te Karya Kho Ping Hoo Suling Emas Dan Naga Siluman 28
^