Genta Kematian 2
Pendekar Rajawali Sakti 48 Genta Kematian Bagian 2
"Heh..."!" Rangga tersentak kaget ketika tiba tiba terdengar jeritan panjang -melengking tinggi.
Jeritan itu jelas berasal dari tempat saat dia meninggalkan Taria tadi. Bergegas
Rangga melompat cepat bagaikan kilat. Hanya beberapa kali lesatan saja, Pendekar
Rajawali Sakti sudah sampai di dekat api unggun. Namun mendadak saja dia
tertegun Ternyata wanita cantik yang ditnggalkannya tadi tidak ada lagi.
Tampak darah menggenang di dekat api Itu.
Bergegas Rangga menghampiri. Ceceran darah terlihat jelas masih baru di tanah
berdebu ini. Ada perasaan cemas terselip di hati Pendekar Rajawali Sakti.
Kakinya segera diayunkan mengikuti tetesan darah yang terlihat jelas di atas
permukaan tanah.
Namun Pendekar Rajawali Sakti jadi tertegun, karena ceceran darah itu hanya
berputar putar saja di sekitarnya. Rangga berhenti melangkah. Pandangan nya
beredar ke sekeliling, menatap lekat ke tanah.
"Hm...," Rangga menggumam perlahan.
Darah yang terlihat memang hanya mengelilingi api unggun ini, dalam lingkaran
yang cukup besar. Dan belum lagi Pendekar Rajawali Sakti sempat berpikir jauh,
mendadak saja terasa adanya desiran halus dari arah belakang.
"Hap!"
Cepat Rangga membungkukkan tubuhnya ke depan.
Secepat Itu pula, tubuhnya berputar dengan bertumpu pada satu kali. Dan sebelum
sempat menarik tubuhnya tegak kembali, mendadak satu kilatan cahaya keperakan
berkelebat ke arahnya.
Wut! "Uts...!"
Rangga bergegas menarik kakinya ke belakang dua tindak. Ujung kilatan cahaya
keperakan itu lewat sedikit di depan perutnya. Pendekar Rajawali Sakti cepat
-cepat menarik tubuhnya agar tegak. Pada saat itu, kembali kilatan cahaya tadi
berkelebat mengibas ke arah leher.
"Hap!"
Rangga tak sempat lagi menghindar. Cepat cepat dikatupkan telapak tangannya di
- depan muka. Saat itu terasa ada sesuatu yang dingin berada di dalam jepitan
telapak tangannya. Dan terasa sekali adanya hentakan keras. Namun dengan
pengerahan tenaga dalam yang sudah mencapai taraf kesempurnaan, sentakan kuat
itu berhasil ditahannya
"Hih...!"
Saat itu juga, Rangga menghentakkan tangannya ke depan.
"Akh...!"
Terdengar satu pekikan keras agak tertahan. Dan sebelum pekikan itu menghilang,
Rangga sudah m-lompat sambil cepat mengirimkan dua pukulan beruntun, dengan
sedikit pengerahan tenaga dalam.
Des! Rangga merasakan tangannya menghantam sesuatu,
yang disusul suara mengaduh. Kemudian terlihat seseorang mengenakan baju warna
putih terjungkal
keras ke tanah. Namun dengan cepat sekali, orang itu bisa bangkit lagi berdiri
tegak. Rangga menyipitkan matanya, mencoba bisa melihat jelas. Di depannya kini berdiri
seorang gadis yang wajahnya cantik sekali. Bajunya berwarna putih bersih.
Sebilah pedang tergenggam menyilang di depan dadanya. Namun baju pada bagian
dada itu teriihat menghitam, seperti hangus terbakar. Rangga mengamati gadis itu
dalam dalam dari ujung kepala hingga ke ujung kaki.-"Siapa kau, Nisanak" Kenapa menyerangku?" tanya Rangga.
Teng! Teng..! Belum juga wanita itu menjawab, mendadak saja terdengar genta yang berdentang
keras memekakkan telinga. Suara genta yang terdengar jelas menggema, sehingga
menggetarkan jantung. Saat Itu, wanita berbaju putih mendongakkan kepalanya.
Lalu, mulutnya mendesis bagal seekor ular. Kemudian dengan tiba tiba dan cepat
-sekali tubuhnya melesat cepat meninggalkan tempat itu.
"Hei...!" Rangga tersentak
Pendekar Rajawali Sakti cepat cepat melompat mengejar, mempergunakan ilmu
-meringankan tubuh yang sudah mencapai taraf kesempurnaan. Rangga tidak lepas
memandangi wanita itu yang berlari cepat mempergunakan ilmu meringankan tubuh di
depannya. Rangga terus berlari mengejar, tapi tetap menjaga jarak agar tetap berada di
belakang wanita itu.
Pendekar Rajawali Sakti merasa ada sesuatu di dalam genta yang terdengar tadi.
Dan dia ingin mengetahui,
kenapa wanita itu mendadak saja berlari kencang begitu mendengar suara genta
tadi. Di dalam kegelapan malam, dua orang berpakaian putih berlarian cepat menuju arah
Selatan. Mereka melintasi dataran gersang dan tandus. Angin yang ber-hembus
kencang menebarkan debu debu. Suara suara bergemeretak dari batu batu yang - - -retak, terdengar jelas. Namun keadaan alam yang tidak ramah ini, tak menghalangi
dua orang yang terus berlari kencang bagai tengah bermain kejar kejaran.
-"Akan kuikuti terus, ke mana perginya," ujar Rangga dalam hati.
*** Rangga menghentikan larinya ketika melihat wanita berbaju putih itu masuk ke
dalam sebuah bangunan batu berbentuk puri yang cukup besar. Bangunan itu
kelihatan sudah tua sekali. Seluruh dindingnya yang terbuat dari batu batu
-persegi dan dihiasi berbagai macam ukuran itu ditumbuhi lumut tebai yang
menghitam berkilatan. Pepohonan besar dan kecil merapat di sekitarnya.
Perlahan Rangga mendekati bangunan itu. Pendekar Rajawali Sakti mempergunakan
ilmu meringankan tubuhnya yang sudah mencapai taraf kesempurnaan, sehingga
ayunan langkahnya tidak menimbulkan suara sedikit pun. Bahkan tarikan napasnya
tak terdengar sama sekali.
Teng! Teng,..! Kembali terdengar suara genta yang keras sekali.
Suara genta itu terpantul dinding tebing yang berada di belakang bangunan tua
itu, lalu menyusup di antara pepohonan, kemudian terbawa angin malam yang dingin
membekukan. Jelas sekali kalau suara itu datang dari bangunan tua berbentuk puri itu. Begitu
memekakkan, membuat Rangga sampai mendekap telinganya rapat rapat.
-Pendekar Rajawali Sakti merasa aliran darahnya seperti berhenti mengalir, dan
jantungnya bagai tak berdetak sesaat
"Hup!"
Tiba tiba Rangga melompat ke alas ketika melihat seberkas cahaya api memendar
-dari dalam bangunan berbentuk puri itu. Cahaya api Itu semakin jelas terlihat,
bergerak perlahan lahan -disertai suara suara -dengungan, bagai sekelompok lebah yang sedang terbang mencari madu. Saat itu,
Rangga sudah hinggap di atas sebatang pohon yang cukup tinggi dan berdaun lebat
sekali. "Hm...."
*** Hampir saja Rangga melompat turun dari pohon itu, ketika melihat Pandan Wangi
tengah terikat di atas gerobak kayu yang ditarik seekor kuda hitam. Tampak
sekitar tiga puluh gadis cantik mengiringi, mengikuti dua orang yang seluruh
tubuhnya berwarna keperakan.
Kepala dan wajahnya juga berwarna keperakan. Dua manusia keperakan itu berjalan
paling depan, membawa tongkat berwarna keperakan yang bagian ujung
atasnya berbentuk genta sebesar dua kali kepalan tangan orang dewasa.
Mereka terus bergerak keluar dari dalam bangunan berbentuk puri itu, dan terus
memutari puri tiga kali.
Kemudian mereka berhenti di depan pelataran bangunan itu, lalu membentuk
lingkaran. Mereka mengelilingi Pandan Wangi yang terikat dengan tangan terentang
di atas gerobak kayu. Tampak seorang gadis melepaskan kuda dari gerobak itu, dan
membawanya keluar dari lingkaran. Sementara di atas pohon, Rangga terus
memperhatikan dengan dada berdebar keras.
"Hiyaaa...!"
Tiba tiba saja salah satu dari orang bertubuh keperakan Itu, melesat bagaikan -kilat. Saat itu, Rangga sempat terhenyak. Karena, manusia keperakan itu melesat
ke arahnya begitu cepat. Dan sebelum Pendekar Rajawali Sakti bisa menyadari,
manusia keperakan itu menghentakkan tongkatnya ke arah pohon tempat Rangga
bersembunyi di sana.
Teng! "Akh...!" mendadak Rangga memekik keras agak ter
-tahan. Suara mendentang, terdengar keras begitu tongkat keperakan itu dikebutkan. Dan
seketika itu juga meluncur seberkas cahaya merah kebiru biruan yang langsung
-meluruk deras ke arah pohon itu. Suara genta itu membuat telinga Rangga terasa
pekak sekali. Dan saat telinganya tengah diliputi kepekakan, sinar merah kebtru
-kebiruan itu meluncur menghantam pohon.
Glarrr! "Yeaaah...!"
Bersamaan dengan terdengarnya ledakan meng
-gelegar keras. terdengar pula teriakan keras. Dan begitu pohon itu hancur,
terlihat pula satu bayangan putih berkelebatan di udara. Bayangan putih itu
berputaran beberapa kali. lalu meluruk deras ke bawah. Tahu tahu di dekat -gerobak, tempat Pandan Wangi terikat di atasnya, berdiri Pendekar Rajawali
Sakti. Bersamaan dengan itu, manusia keperakan yang tadi menyerang pemuda
berbaju rompi putih itu sudah berdiri di samping manusia keperakan lainnya.
Kemunculan Rangga yang tiba tiba itu sungguh mengejutkan yang lainnya. Gadis
- -gadis yang berdiri berkeliling di pelataran bangunan puri itu langsung menghunus
senjata masing masing. Dan kedua manusia keperakan itu seperti saling menoleh
-berpandangan. Kemudian mereka berbalik ke arah Pendekar Rajawali Sakti yang berdiri tegak
sambil mengedarkan pandangan ke sekeliling dengan sudut ekor matanya.
Wus! Tiba tiba salah seorang manusia keperakan itu melompat, dan tahu tahu sudah
- -berdiri sekitar lima langkah lagi di depan Pendekar Rajawali Sakti. Tongkatnya
ditekan keras ke tanah, tepat di ujung jari kakinya.
Kalau saja dia memiliki mata, mungkin akan menyorot tajam memandang pemuda
berbaju rompi putih di depannya.
"Kau terlaki gegabah datang ke sini, Pendekar Rajawali Sakti," kata manusia
keperakan Itu dengan suara yang dingin menggetarkan, dan terdengar seperti
melecehkan. "Hm...," Rangga hanya menggumam saja.
Pendekar Rajawali Sakti memandangi dua orang manusia keperakan itu. Yang seorang
pernah sedikit bentrok dengannya. Tepatnya menculik Pandan Wangi di depan hidung
Pendekar Rajawali Sakti. Sedangkan yang seorang lagi, memiliki bentuk tubuh
tegap yang otot ototnya bersembulan keluar, juga lebih tinggi dari yang bertubuh
-ramping. "Kau sudah berani melanggar daerah kekuasaan kami, maka harus mati malam ini
juga, Pendekar Rajawali Sakti," ancam manusia keperakan Itu.
"Siapa kalian sebenarnya?" tanya Rangga, tidak peduli dengan ancaman itu.
"Kau tidak berhak bertanya, Pendekar Rajawali Sakti!" bantak manusia keperakan
satunya lagi, yang tidak bergerak dari tempatnya sejak tadi.
Rangga menatap manusia keperakan yang bertubuh tinggi tegap Itu. Suaranya begitu
berat dan kasar. Jelas kalau suara itu milik seorang laki laki. Sementara,
-Pendekar Rajawali Sakti melirik sedikit Pandan Wangi.
Kelihatannya si Kipas Maut itu dalam keadaan tidak sadarkan diri. Pedang dan
kipas baja putih yang menjadi senjata andalan masih melekat di tubuhnya.
Satu keanehan merayapi benak Rangga. Biasanya seorang tawanan, akan dilucuti
seluruh senjatanya. Tapi ini tidak sama sekali! Pendekar Rajawali Sakti kembali
mengedarkan pandangannya berkeliling, merayapi gadis gadis cantik yang
-berkeliling di sekitar pelataran puri sambil membawa senjata di tangan. Senjata
mereka semua berupa pedang yang bentuk dan ukurannya berbeda.
"Bersiaplah. Pendekar Rajawali Sakti...!" manusia
keperakan di depan pemuda berbaju rompi putih itu.
Dan seketika itu juga, manusia keperakan itu mengebutkan tongkatnya ke depan.
Maka terdengar suara genta berdentang keras memekakkan telinga.
Rangga sempat terlonjak sekitar dua langkah ke belakang. Telinganya terasa sakit
sekali mendengarnya.
Namun sebelum Pendekar Rajawali Sakti hilang dari rasa keterkejutannya manusia
keperakan bertubuh ramping itu sudah memberi serangan cepat dan dahsyat
"Hiyaaa...!"
"Hap!"
*** Rangga cepat cepat menyilangkan tangannya di depan dada, ketika manusia -keperakan itu melontarkan satu pukulan keras disertai pengerahan tenaga dalam
tinggi. Bagi Pendekar Rajawali Sakti, tidak ada kesempatan lagi untuk berkelit.
Mau tak mau pukulan itu harus ditangkis, untuk mengadu kekuatan tenaga dalam.
Plak! Pukulan manusia keperakan itu tepat menghantam pergelangan tangan Pendekar
Rajawali Sakti yang menyilang di depan dada. Seketika Itu juga, Rangga terpental
ke belakang sejauh dua batang tombak Sedangkan manusia keperakan itu juga
benjumpalitan ke udara. Namun begitu kakinya menjejak tanah, dengan cepat
melesat menerjang kembali bagai kilat.
"Hiyaaat...!"
"Hep!"
Rangga segera bersiap menghadapi serangan itu.
Cepat cepat tubuhnya mengegos ke kanan sedikit. Dan begitu pukulan manusia
-keperakan itu lewat di samping tubuhnya, dengan cepat sekali kakinya dihentakkan
ke depan. Pendekar Rajawali Sakti memberi satu tendangan keras menggeledek.
"Yeaaah...!"
Namun tanpa diduga sama sekali, manusia
keperakan itu mengebutkan tongkatnya ke arah kaki.
Buru buru Pendekar Rajawali Sakti menarik kembali tendangannya, sebelum sampai
mengenai sasaran. Dan pada saat ttu, tubuhnya melenting ke belakang, dan
berputaran satu kali. Padahal saat itu manusia keperakan tengah memberi satu
pukulan keras dengan tangan kirinya.
Teng! Tiba tiba saja terdengar suara genta yang begitu keras memekakkan telinga. Pada -saat itu, manusia keperakan yang menyerang Pendekar Rajawali Sakti sudah
melompat mundur beberapa tindak ke belakang.
Entah dari mana datangnya, tahu tahu di samping gerobak, tempat Pandan Wangi
-terikat dalam keadaan tidak sadarkan diri, sudah berdiri perempuan tua
mengenakan baju keperakan panjang dan Ionggar.
Perempuan tua itu memegang sebatang tongkat berwarna perak yang bagian ujung
atasnya terdapat tiga buah genta. Juga berwarna perak. Seluruh rambut yang
tergelung ke atas, sudah berwarna putih. Rangga memperkirakan kalau wantta tua
itu mungkin sudah berusia lebih dari delapan puluh tahun.
"Hm...," Rangga menggumam perlahan sambil
menggeser kakinya ke kanan tiga langkah.
Pandangan Pendekar Rajawali Sakti tidak berkedip mengawasi perempuan tua yang
datang sambil memperdengarkan suara genta memekakkan telinga itu.
Sedangkan perempuan tua berbaju keperakan itu mengegoskan kepalanya sedikit.
Maka semua orang yang berkeliling di tempat ini segera menundukkan kepalanya.
Bahkan dua manusia keperakan itu juga ikut menundukkan kepala.
"Ada apa ini?" tanya perempuan tua itu. Suaranya kering dan agak serak.
"Pemuda ini hendak merusak upacara penerimaan anggota, Nyai," sahut salah
seorang manusia keperakan yang bertubuh ramping.
"Dia telah melanggar wilayah kekuasaan kita,"
sambung manusia keperakan satunya lagi
Perempuan tua itu menggumam. Ditatapnya
Pendekar Rajawali Sakti dengan sinar mata tajam dan memerah. Sedangkan yang
ditatap, malah membalas tidak kalah tajam juga.
"Siapa kau, Anak Muda?" tanya perempuan tua itu, dingin.
"Aku Rangga," sahut Rangga mantap.
"Apa maksudmu mengacau upacara ini?"
"Aku hanya ingin menjemput temanku," sahut Rangga lagi seraya melirik Pandan
Wangi. "Itukah temanmu?" perempuan tua itu menunjuk Pandan Wangi dengan ujung
tongkatnya. Terdengar suara bergemerincing dari genta genta yang berada di ujung
-tongkat ittu. "Benar," sahut Rangga lagi lebih mantap.
"Kau boleh membawanya, tapi nanti setelah kami selesai mengadakan upacara, Anak
Muda. Temanmu ini sudah berada di sini, dan upacara tidak bisa tertunda lagi.
Dia akan menjadi salah seorang anggota Partai Genta Perak," jelas perempuan tua
itu. "Tidak! Dia tidak boleh terikat siapa pun juga. Kalian semua boleh melarang,
tapi aku akan tetap membawanya pergi dari sini...!" tegas Rangga.
Pendekar Rajawali Sakti 48 Genta Kematian di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
"Nyai! Orang itu bisa membahayakan kita.
Kepandaiannya tinggi sekali," selak manusia keperakan yang bertubuh ramping.
Pada saat perempuan tua itu berpaling, dengan cepat sekali Rangga melesat dan
langsung mendarat di atas gerobak kayu. Dan sebalum ada yang menyadari, Pendekar
Rajawali Sakti sudah melepaskan ikatan dl tangan dan tubuh Pandan Wangi.
Langsung tubuh gads itu dipondongnya di pundak.
"Hei...! Apa yang kau lakukan. ..?" sentak perempuan tua itu terkejut, begitu
menyadari apa yang terjadi.
Namun Pendekar Rajawali Sakti itu sudah lebih cepat melesat meninggalkan tempat
itu sambil membawa Pandan Wangi.
"Keparat..! Kejar dan bunuh dia...!" seru perempuan tua itu geram.
Tanpa harus diperintah dua kali, seluruh gadis yang berada di pelataran bangunan
puri langsung berlompatan mengejar Pendekar Rajawali Sakti yang sudah lenyap
ditelan kegelapan malam.
"Kalian berdua, dapatkan gadis itu kembali. Dan bunuh anak muda keparat itu!"
perintah perempuan tua itu pada kedua manusia keperakan yang kini berdiri
di depannya. "Baik, Nyai," sahut mereka bersamaan.
Bagaikan kilat, kedua manusia keperakan itu melompat cepat mengejar Pendekar
Rajawali Sakti yang membawa Pandan Wangi. Sedangkan perempuan tua itu mendengus
dan memaki kesal. Sambil menghentakkan tongkatnya, kakinya bergegas melangkah
masuk ke dalam bangunan batu berbentuk puri itu.
*** 6 Rangga duduk sambil menopang dagu dengan kedua tangannya. Pandangannya lurus
tanpa berkedip pada Pandan Wangi. Gadis itu masih tetap terbaring di atas
pembaringan kayu yang beralaskan kain halus berwarna merah muda. Sedangkan di
samping Pandan Wangi berdiri seorang laki laki tua berjubah putih.-Memang tidak ada yang bisa dilakukan Pendekar Rajawali Sakti selain membawa
Pandan Wangi ke Padepokan Gunung Gading ini. Dia tidak mengerti terhadap keadaan
Pandan Wangi yang belum juga sadarkan diri sejak kemarin. Padahal Rangga sudah
memeriksanya. Sedikit pun tidak ada luka di tubuhnya.
Juga tidak ada luka dalam, maupun satu totokan pun di tubuhnya. Detak jantung
dan aliran darahnya tetap seperti biasa. Dan napasnya berjalan teratur baik
sekali. Hal ini yang membuat Rangga jadi tidak mengerti, sehingga membawa Pandan Wangi
ke Padepokan Gunung Gading Ini.
"Kalau memang benar kau menyelamatkannya dari tangan si Genta Kematian, aku
tidak bisa berbuat apa-apa untuk menyadarkannya kembali, Rangga," tegas laki-laki tua di samping Pendekar Rajawali Sakti Itu yang tak lain adalah Eyang
Jatibaya. "Siapa itu si Genta Kematian?" tanya Rangga seraya mengangkat kepala, dan
memandang laki laki tua di sampingnya.
-"Penguasa Lembah Maut," jawab Eyang Jatibaya.
"Apakah yang kau maksudkan perempuan tua ber-tongkat genta itu, Eyang?" Rangga
menegaskan. "Benar. Dialah si Genta Kematian."
"Hm...," Rangga menggumam perlahan.
Kembali pandangan Pendekar Rajawali Sakti tertuju pada Pandan Wangi yang masih
terbaring tak sadarkan diri. Kemudian dia menarik napas dalam dalam, dan
-menghembuskannya kuat kuat. Pendekar Rajawali Sakti menatap Eyang Jatibaya lagi.
-"Apa yang harus kulakukan untuk memulihkan keadaan Pandan Wangi lagi, Eyang?"
tanya Rangga. "Kau tahu tentang kekuatan tenaga batin, Rangga?"
Eyang Jatibaya balik bertanya.
Rangga menganggukkan kepalanya.
"Ilmu kekuatan tenaga batin yang dimiliki si Genta Kematian sudah demikian
tinggi, sehingga tak seorang pun yang sanggup menandinginya," Jelas Eyang
Jatibaya pelan.
Rangga terdiam saja. Tentang ilmu kekuatan tenaga batin itu memang sudah
didengarnya. Suatu Ilmu yang tidak berbentuk dan sukar dilawan. Memang ilmu itu
tidak menyakiti, dan juga tidak mematikan seseorang.
Tapi paling tidak dapat membuat orang tidak ingat tentang dirinya, sehingga
dapat diperintah untuk melakukan apa saja.
Hanya ada satu cara untuk menghilangkan pengaruh ilmu itu. Pemilik ilmu itu
harus dilenyapkan untuk selamanya. Tapi itu tidak mudah. Dan biasanya, orang
yang bisa memiliki ilmu kekuatan batin, kepandaiannya sudah tinggi sekali. Sukar
diukur dan dicari tandingan-nya. Rangga menyadari kalau kali ini akan mendapat
satu tantangan yang tidak ringan. Tak ada cara lain untuk memulihkan Pandan
Wangi kembali. "Aku akan menantangnya bertarung, Eyang," tegas Rangga setelah cukup lama
berdiam diri. "Jangan bertindak bodoh, Rangga!" sentak Eyang Jatibaya terkejut mendengar
pernyataan Itu.
"Aku sering mendengar ilmu yang menggunakan kekuatan batin untuk menguasai jiwa
dan alam pikiran manusia, Eyang. Dan aku tahu caranya untuk bisa memusnahkan
ilmu itu," kata Rangga mantap.
Pendekar Rajawali Sakti bangkit berdiri, dan melangkah ke jendela kamar ini. Dia
berdiri di depan jendela itu sambil memandang ke luar. Sedangkan Eyang Jatibaya
hanya memandangi pemuda berbaju rompi putih itu. Dia tahu, apa yang dimaksud
Rangga barusan. Memang tidak ada cara lain untuk memusnahkan ilmu itu, selain
bertarung secara langsung.
Ilmu itu hanya bisa digunakan dalam waktu dan suasana yang khusus. Jadi tidak
mungkin bisa digunakan untuk pertarungan. Tapi jika orang yang menguasainya
telah memiliki ilmu olah kanuragan yang telah mencapai tahap kesempurnaan, bisa
juga mempengaruhi jiwa lawan dalam pertarungan. Caranya, dengan mengajak lawan
memandang ke arah matanya. Hal ini akan membuat perhatian lawan jadi terpecah.
"Pikirkan dulu keinginanmu itu, Rangga. Si Genta Kematian bukanlah lawan yang
enteng. Aku sendiri tidak mampu menandinginya," Eyang Jatibaya mencoba untuk
membatalkan niat Rangga yang ingin menantang bertarung si Genta Kematian demi
menyelamatkan Pandan Wangi.
"Hanya itu cara satu satunya, Eyang," ujar Rangga seraya membalikkan tubuhnya.-"Aku tidak pernah menyangsikan kemampuan
seseorang. Tapi untuk menantang si Genta Kematian, rasanya kau harus bisa
mengukur kemampuan dirimu sendiri, Rangga. Maaf, bukannya merendahkan kemampuan
yang kau miliki," kata Eyang Jatibaya tanpa bermaksud merendahkan Pendekar
Rajawali Sakti.
Rangga hanya tersenyum saja. Dia tahu kalau laki laki tua itu hanya khawatir
-terhadap keselamatannya jika menantang si Genta Kematian. Dan yang pasti. Eyang
Jatibaya sudah mengetahui kemampuan si Genta Kematian, sehingga bisa berkata
demikian. Kalaupun tidak pernah bertarung, mungkin pernah menyaksikan perempuan
tua itu bertarung dengan seseorang. Atau mungkin juga hanya mendengar saja. Dan
yang terakhir ini biasanya tidak sama dengan kenyataan.
"Mudah mudahan aku bisa menandinginya. Eyang,"
-kata Rangga tanpa ada maksud menyombongkan diri.
"Apa keinginanmu itu sudah mantap, Rangga?" tanya Eyang Jatibaya.
Lagi lagi Pendekar Rajawali Sakti tersenyum dan mengangguk. Dan Eyang Jatibaya
-tidak bisa lagi mencegah. Dia hanya bisa berharap agar pemuda berbaju rompi
putih ini bisa mengatasi si Genta Kematian.
Karena selama ini, belum ada seorang pun yang bisa menandinginya. Mereka yang
mencoba untuk menantang, terpaksa mati di tangan perempuan tua itu.
*** Pagi pagi sekali Rangga sudah mengayunkan kakinya melintasi halaman depan -bangunan besar Padepokan Gunung Gading. Di sampingnya, berjalan Eyang Jatibaya.
Dan di belakang mereka, mengikuti enam orang murid Padepokan Gunung Gading.
Mereka sudah menyandang sebilah pedang di pinggang. Semuanya masih muda muda,
-dan bertubuh tegap berotot.
Rangga menghentikan ayunan kakinya setelah
melewati pintu gerbang padepokan ini. Pendekar Rajawali Sakti memandang Eyang
Jatibaya, kemudian beralih pada enam orang yang mengikutinya.
"Kau pasti perlu teman dalam perjalanan, Rangga.
Hanya mereka ini yang bisa kuandalkan untuk mem-bantumu," Eyang Jatibaya
menawarkan bantuan.
"Terima kasih, tapi...."
"Jangan menolak, Rangga. Mereka sudah menyatakan siap untuk menanggung segala
akibatnya. Kau tidak boleh mengecewakan mereka, Rangga," potong Eyang Jatibaya
cepat, sebelum Rangga menyatakan keberatan-nya.
Rangga memandangi enam orang yang berdiri di belakang Eyang Jatibaya. Ingin
rasanya menolak, tapi tidak mungkin mengecewakan orang tua yang telah berbaik
hati hendak menjaga Pandan Wangi di padepokannya, selama Pendekar Rajawali Sakti
ke Lembah Maut Dan lagi, enam orang pemuda itu kelihatannya sudah siap melakukan
perjalanan yang sangat berbahaya ini.
"Mereka akan mematuhi dan mengikuti segala yang kau perintahkan, Rangga," kata
Eyang Jatibaya lagi.
"Baiklah. Mereka boleh ikut, tapi hanya bertugas
menyelamatkan Mutiara dan Barada saja yang kini berada di sana," kata Rangga
tidak bisa menolak lagi.
"Bukan hanya Mutiara dan Barada, Rangga. Tapi juga Nila Komala dan gadis gadis
-lainnya," sambung Eyang Jatibaya.
Rangga hanya diam saja, lalu sebentar kemudian berjalan meninggalkan padepokan
ini. Enam orang pemuda murid Eyang Jatibaya segera mengikuti setelah menjura
memberi hormat pada gurunya itu. Sementara Eyang Jatibaya masih memandangi. Dia
berharap dalam hati, agar pemuda itu bisa memperoleh kemenangan.
Sementara Rangga terus berjalan menuruni Puncak Gunung Gading ini. Jalannya
demikian cepat, membuat enam orang yang mengikutinya agak kewalahan juga
mengimbanginya. Dl dalam hati, mereka mengagumi pemuda yang usianya pasti tidak
berbeda jauh dengan mereka sendiri.
Rangga menghentikan ayunan kakinya saat tiba di tepi hutan yang baru saja
dilalui. Kini Pendekar Rajawali Sakti dan enam orang yang menyertainya, akan
memasuki Lembah Maut. Suatu daerah gersang dan tidak jauh dari Kaki Gunung
Gading Ini. Pendekar Rajawali Sakti memandang lurus ke depan. Dari tempat ini,
terlihat jelas lembah yang gersang itu. Dan baru kali ini disadari kalau daerah
gersang itu memang sebuah lembah yang luas, seperti tidak bertepi.
"Kalian tidak membawa bekal sama sekali?" tanya Rangga seraya berpaling
memandang enam orang itu.
"Untuk apa, Den?" salah seorang yang mengenakan baju warna biru, malah batik
bertanya. "Jangan panggil dengan sebutan itu. Panggil saja aku
Rangga," pinta Rangga.
Enam orang anak muda Itu menganggukkan
kepalanya. "Kita akan melalui lembah gersang itu. Paling tidak kalian harus mempunyai bekal
air," Jelas Rangga.
"Kami sudah terbiasa tidak minum untuk beberapa waktu," sahut anak muda yang
mengenakan baju biru itu lagi.
"Aku tidak tahu, akan berapa lama kita berada di sana. Dan aku tidak ingin
kalian mati kehausan. Itu merupakan lembah maut, dan pasti kalian sudah
mengetahuinya," Jelas Rangga lagi
Kembali keenam orang itu saling berpandangan Mereka sudah dlberl tahu Eyang
Jatibaya kalau akan ke Lembah Maut bersama pemuda berbaju rompi putih Ini.
Tapi Eyang Jatibaya sendri mengatakan kalau tidak sampai satu hari berada di
sana, sehingga tidak perlu membawa bekal.
Mereka juga sudah diberi tahu kalau Rangga akan menantang si Genta Kematian yang
menguasai seluruh lembah itu. Dan Eyang Jatibaya sangsi kalau Rangga tidak akan
mampu menghadapi perempuan tua yang sudah terkenal tingkat kepandalannya.
Sehingga laki-laki tua itu tidak perlu menganjurkan pada enam orang muridnya ini
untuk membawa bekal.
"Kalian tentu orang orang pilihan Eyang Jatibaya.-Tapi pesanku, jika kalian sudah tidak tahan di sana, sebalknya cepat tinggalkan
lembah itu," jelas Rangga Enam anak muda ttu menganggukkan kepalanya.
Rangga kembali melanjutkan perjalanannya. Dan enam anak muda Itu mengikuti dari
belakang. Sebenarnya.
kalau Pendekar Rajawali Sakti tidak diikuti bisa digunakannya Rajawali Putih
untuk membawanya ke tempat saat dia berhasil membawa Pandan Wangi. Tapi hal itu
tidak mungkin dilakukan karena adanya enam orang murid Padepokan Gunung Gading
ini. Mereka terus berjalan cepat. Tak ada lagi yang membuka suara. Terlebih lagi enam
anak muda yang harus memusatkan perhatian pada ilmu meringankan tubuh agar tidak
tertinggal jauh oleh Pendekar Rajawali Sakti.
*** Malam sudah jatuh di permukaan bumi ini Kegelapan menyelimuti sekitar Lembah
Maut. Namun kegelapan yang pekat itu, sedikit terusir oleh api unggun yang
berkobar terang. Tampak tujuh orang laki laki muda duduk mellngkari api unggun -Itu. Mereka adalah enam orang murid Padepokan Gunung Gading dan Pendekar
Rajawali Sakti. Sesudah menempuh perjalanan yang keras, mereka baru sampai di
perkampungan mati yang tak berpenghuni.
Salah seorang bangkit berdiri sambil menggeliatkan tubuhnya, kemudian melangkah
perlahan menlnggalkan tempat itu. Namun belum juga berjalan jauh, Pendekar
Rajawali Sakti sudah menghentikannya. Entah kapan bergeraknya, tahu tahu pemuda
-berbaju rompi putih itu sudah berdiri menghadang di depan anak muda itu.
"Mau ke mana kau?" tanya Rangga.
"Jalan Jalan," sahut anak muda itu masih diliputi keterkejutan, karena mendapat
-hadangan Pendekar
Rajawali Sakti yang tiba tiba sekali.
-"Tempat ini bukan untuk berjalan jalan Terlalu banyak bahaya mengancam." kata
-Rangga memperingatkan.
Dan sebelum anak muda itu membuka mulutnya.
mendadak saja terdengar suara genta yang berdentang keras mengejutkan. Suara
genta itu membuat mereka semua terperanjat kaget. Lima orang anak muda yang
masih duduk di sekitar api unggun seketika melompat bangkit berdiri.
Suara genta itu demikian jelas dan keras sekali, membuat telinga terasa pekak,
dan seakan ingin pecah.
Sementara Rangga masih berdiri tegak, namun tampak enam orang anak muda dari
Padepokan Gunung Gading itu sudah menutup telinganya rapat rapat. Suara genta
-itu terus terdengar berdentangan semakin keras.
"Gunakan tenaga dalam kalian, kerahkan ke pusat tubuh!" sentak Rangga memberi
tahu. Seruan keras Rangga tak dapat dilakukan enam orang anak muda itu. Karena tiba
-tiba saja dari balik dinding rumah rumah yang rusak, berlompatan gadis-gadis
-muda dan cantik sambil menghunus senjata barbagai macam bentuk. Mereka langsung
mengurung ketujuh anak muda itu.
Sementara suara genta tadi sudah tidak terdengar lagi. Enam orang murid
Padepokan Gunung Gading langsung terlongong. Karena tiba tiba saja. mereka sudah
-dikepung gadis gadis cantik yang menghunus senjata.
-"Nila Komala .." desis pemuda yang berada di dekat Rangga.
Pendekar Rajawali Sakti segera mengerahkan
pandangannya ke arah yang dipandang anak muda itu.
Pandangan Rangga tertumbuk pada seorang gadis berbaju putih yang bagian dadanya
hitam seperti terbakar. Gads itu menghunus pedang yang menyilang di depan dada.
"Yang mana Nila Komala?" tanya Rangga ingin memastikan.
"Itu, yang pakai baju putih," tunjuk anak muda itu.
Baru saja Rangga hendak membuka mulut ingin bertanya lagi, mendadak saja kembali
terdengar dentang suara genta tiga kail. Begitu suara itu berhenti, seketika itu
juga gadis gadis yang sudah mengepung langsung berlompatan menyerang. Hal ini -membuat murid murid Padepokan Gunung Gading jadi terperanjat kaget.
-Namun mereka cepat berlompatan berkelit, menghindari setiap serangan yang datang
dari segala arah.
Seketika itu juga, suasana malam yang sunyi sudah pecah oleh pekik dan teriakan
pertempuran ditingkahi suara denting senjata beradu. Namun anehnya, tak ada
seorang pun dari gadis gadis itu yang menyerang Rangga. Maka Pendekar Rajawali
-Sakti itu jadi terpaku saja memperhatikan pertarungan. Tampak sekali kalau enam
orang murid Padepokan Gunung Gading,
kewalahan juga menghadapi gempuran yang gencar dari segala arah itu. Di samping
jumlah gadis itu jauh lebih banyak.
"Aaa...!"
Tiba tiba saja terdengar jeritan panjang melengking tinggi. Tampak salah seorang
-anak muda dari Padepokan Gunung Gading, terhuyung huyung sambil
-mendekap dadanya yang berlumuran darah. Dan sebelum keseimbangan tubuhnya bisa
dikuasai, mendadak dari arah samping kanan berkelebat sebuah pedang panjang yang
tipis. Cras! "Aaa...!" anak muda yang mengenakan baju warna kuning tua itu kembali menjerit
keras. Hanya sebentar dia mampu berdiri limbung, sesaat kemudian sudah menggelepar di
tanah dengan dada sobek mengucurkan darah. Sedangkan lehemya
menganga lebar, hampir putus terpenggal pedang.
Pemuda itu kemudian diam tidak bergerak gerak lagi, tewas bermandikan darah.
Pendekar Rajawali Sakti 48 Genta Kematian di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
-*** Pertempuran terus berlangsung sengit sekali. Dalam waktu tidak berapa lama saja,
sudah dua orang anak muda Padepokan Gunung Gading tewas berlumuran darah. Dan
empat anak muda lagi, semakin kewalahan saja. Melihat keadaan yang sangat tidak
menguntung-kan ini tentu saja Rangga tidak bisa tinggal diam menyaksikan hal
itu. "Hiyaaat...!"
Pendekar Rajawali Sakti langsung melompat cepat ke arah pertarungan itu. Namun
sebelum sampai. Mendadak saja sebuah bayangan keperakan berkelebat cepat
memotong arahnya. Cepat sekali Rangga melentingkan tubuhnya, lalu berputaran ke
belakang di udara. Kemudian manis sekali kakinya menjejak di tanah yang berpasir
dan berdebu. Kini di depan Pendekar Rajawali Sakti ttu sudah berdiri seorang yang mengenakan
pakaian tertutup warna keperakan. Tubuhnya tinggi dan tegap, dan otot-ototnya
bersembulan ke luar. Rangga tahu kalau manusia keperakan ini sebenarnya ada dua.
Dan baru satu ini yang muncul menghadangnya. Dan yang pasti, seorang lagi tengah
menunggu giliran, sebelum si Genta Kematian sendiri muncul.
"Aku lawanmu, Anak Muda!" dengus manusia
keperakan itu. Suaranya terdengar berat dan dingin.
"Hm... majulah." sambut Rangga tidak kalah dinginnya.
Memang tidak ada pilihan lain lagi bagi Pendekar Rajawali Sakti. Untuk bisa
menantang si Genta Maut, memang harus melewati orang orangnya dulu. Dan ini -sudah dipikirkannya sejak masih berada di Padepokan Gunung Gading.
Satu rintangan telah muncul. Dan ada beberapa rintangan lagi yang akan muncul
menghadangnya. Namun semua rintangan itu akan dihadapl dengan segala tekad dan akibatnya.
Kedatangannya kembali ke daerah gersang yang selalu dihindari setiap orang ini
bertujuan untuk menantang si Genta Kematian. Jadi segala rintangan harus
dihadapinya. "Hiyaaat..!"
Bagaikan kilat, orang berpakaian serba tertutup dan berwarna keperakan itu
melompat menerjang Pendekar Rajawali Sakti. Dua kali pukulan keras dilontarkan
secara beruntun, dan mengandung pengerahan tenaga dalam tinggi. Namun Rangga
yang sudah slap sejak tadi, segera mengegoskan tubuhnya menghlndari serangan
itu. "Yeaaah...!"
Cepat sekali Pendekar Rajawali Sakti menghentakkan tangan kanannya untuk memberi
sodokan keras ke arah perut, begitu berhasil menghlndari serangan orang
keperakan itu. Namun sodokan Rangga juga tidak mengenai sasaran. Manusia
keperakan itu berhasil menghindar dengan menarik tubuh ke kanan.
Pada saat itu, tanpa diduga sama sekali tubuhnya berputar disertai ayunan kaki
yang keras menggeledek.
Rangga benar benar tidak menyadari kalau lawannya mampu membuat serangan di kala-sedang menghindari serangan. Maka Pendekar Rajawali Sakti tak dapat lagi
menghindari libasan kaki yang datang dengan kecepatan sangat tinggi itu.
Des! "Akh...!" Rangga memekik pendek agak tertahan.
Pendekar Rajawali Sakti terhuyung ke belakang beberapa langkah begitu dadanya
tersambar kaki manusia keperakan itu. Namun keseimbangan tubuhnya cepat bisa
dikuasai. Dan segera Rangga mengerahkan hawa murni untuk mengusir rasa sesak
yang melanda rongga dadanya.
"Hlyaaa...!"
Batum juga Rangga bersiap, manusia keperakan itu sudah kembali melompat cepat
bagai kilat menerjangnya. Terpaksa Pendekar Rajawali Sakti membuang dirinya ke
tanah. dan bergulingan beberapa kali. Dua pukulan yang dllancarkan manusia
keperakan Itu tidak mengenai sasaran sama sekali.
"Hup! Yeaaah...!"
Cepat sekali Rangga melompat bangkit berdiri, lalu segera melesat dengan tangan
terentang lebar ke samping Pendekar Rajawali Sakti kini meluncur deras ke
angkasa. "Jangan lari, kau...!" seru manusia keperakan itu.
"Yeaaah...!"
Seketika itu juga tubuh orang keperakan itu melesat cepat ke udara, mengejar
Pendekar Rajawali Sakti. Dan tindakan ini yang sebenarnya sedang dinantikan
Rangga. Kesempatan baik ini tidak ingin dilewatkan begitu saja. Sambil
mengerahkan Jurus 'Sayap Rajawali Membelah Mega'. Rangga segera memutar tubuhnya
dua kali. Kemudian tubuhnya segera meluruk deras ke arah manusia keperakan Itu.
Kedua tangannya yang terentang ke samping. cepat sekali berkelebatan menyambar
ke beberapa bagian tubuh lawan.
"Hiya! Yeaaah...!"
"Uts!"
*** 7 Beberapa kali serangan Rangga berhasil dihindari manusia aneh keperakan itu.
Namun ketika Pendekar Rajawali Sakti langsung merubah jurusnya menjadi Jurus
'Pukulan Maut Paruh Rajawali', manusia keperakan itu tak mampu lagi menghindari.
Dadanya terhantam pukulan Rangga yang keras dan mengandung pengerahan tenaga
dalam sempurna sekali.
"Yeaaah...!"
Deghk! "Akh...!"
Orang yang seluruh tubuhnya tertutup kain
keperakan itu, terhuyung huyung ke belakang sambil mendekap dadanya. Dan sebelum-sempat menguasai keseimbangan tubuhnya, Rangga sudah kembali memberi satu
pukulan keras ke kepalanya, begitu mendaratkan kakinya di tanah. Pukulan dari
jurus 'Pukulan Maut Paruh Rajawali' tak dapat dibendung lagi.
"Yeaaah ....!"
Prak! "Akh...!"
Untuk kedua kalinya manusia keperakan itu memekik keras. Tampak darah merembes
di sekitar kepalanya Beberapa saat dia masih mampu berdiri limbung, kemudian
ambruk menggelepar di tanah sambil mengerang, meregang nyawa. Rangga bergegas
melompat menghampiri. Saat itu juga tangannya bergerak cepat.
Bret! "Oh...!" Rangga tersentak kaget ketika penutup kepala manusia keperakan itu
direnggut paksa.
Pendekar Rajawali Sakti langsung melompat mundur.
Sungguh tidak disangka kalau di balik selubung keperakan ini, tersembunyi seraut
wajah rusak yang mengerikan sekali. Hampir seluruh daging diwajahnya mengelupas,
seperti bekas terkena api.
Teng...! Belum lagi keterkejutan Pendekar Rajawali Sakti itu hilang, mendadak saja
terdengar suara genta berdentang keras. Rangga langsung mengangkat kepalanya.
Pada saat itu, gadis gadis yang bertarung dengan murid-murid Padepokan Gunung
-Gading cepat berlompatan pergi.
Sebentar saja keadaan di sekitar tempat itu sudah kembali sunyi. Rangga kembali
terperanjat karena semua murid Padepokan Gunung Gading yang
menyertainya, kini tak ada lagi yang hidup. Mereka semua tergeletak tak bernyawa
lagi. Darah mengucur deras dari luka luka di tubuh mereka. Namun, tak ada satu
-pun mayat yang menjadi lawan enam orang murid Padepokan Gunung Gading itu.
"Hm..." Rangga menggumam perlahan.
Pendekar Rajawali Sakti teringat kata kata Eyang Jatibaya. Si Genta Kematian -memang jarang menampakkan diri. Tapi anak buahnya tendiri dari para pendekar
wanlta yang memiliki kemampuan rata rata cukup tinggi. Perempuan tua itu
-mengambil pendekar-pendekar wanita dengan cara menculiknya, kemudian
mengosongkan jiwa mereka yang akhirnya bisa
diperintah tanpa dapat menolak lagi.
Rangga kembali memandang mayat manusia
keperakan yang tergeletak tidak jauh di depannya. Dia tidak tahu apakah orang
ini juga telah dipengaruhi Jiwanya. atau memang pengikut setia si Genta
Kematian. Tapi dari wajahnya yang rusak seperti mayat hidup itu, membuat Rangga
jadi bimbang juga. Dan Pendekar Rajawali Sakti yakin kalau gadis gadis yang
-bertarung dengan enam orang murid Padepokan Gunung Gading tadi, pasti telah
terpengaruh jiwanya.
"Aku harus menyelamatkan mereka," desis Rangga bertekad.
Tanpa membuang buang waktu lagi, Rangga
-langsung melompat cepat meninggalkan tempat itu.
Begitu sempurnanya ilmu meringankan tubuh yang dimiliki Pendekar RajawaH Sakti
itu, sehingga dalam sekejap saja sudah lenyap tertelan kegelapan malam.
Tak ada lagi suara yang terdengar. Tak ada lagi manusia yang hidup terlihat di
sana. Keadaan di perkampungan sunyi itu kembali seperti semula. Hanya desir
angin malam yang dingin dan keras itu saja yang terdengar mengusik pendengaran.
*** Slap! "Heh..."!"
Rangga tersentak kaget ketika tiba tiba sebuah bayangan merah muda berkelebat
-cepat memotong arah larinya. Seketika itu juga, Pendekar Rajawali Sakti
menghentikan larinya. Dan tahu tahu dl depannya kini
-sudah berdiri seorang gadis cantik berbaju merah muda yang bertubuh ramping.
Rangga mengenali gadis ttu, karena pernah beberapa kali bertemu. Gadis yang
masih terselimut kabut misteri.
"Taria...." desis Rangga menghilangkan keterkejutannya.
Rangga memandangi gadis itu dalam dalam. Dia teringat ketika malam itu
-meninggalkan Taria seorang diri, dan kemudian terdengar jeritan gadis itu. Tapi
Taria kemudian menghilang dengan meninggalkan ceceran darah. Namun darah itu
hanya berputar di sekitar situ saja, seperti disengaja.
"Kenapa memandangku begitu, Kakang?" tegur Taria merasa jengah.
"Apa yang terjadi malam itu padamu, Taria?" Rangga malah bertanya minta
penjelasan. "Maaf, Kakang. Ada orang yang menyerangku. Satu orang berhasil kulukai, tapi
mereka langsung kabur. Jadi aku mengejar mereka." sahut Taria.
Rangga melangkah mendekati. Pendekar Rajawali Sakti memang tidak tahu kejadian
yang sebenarnya.
Untuk saat ini, dia hanya percaya saja.
"Kenapa kau kelihatan tergesa gesa, Kakang?" tanya Taria begitu Rangga dekat di -depan nya
"Aku sedang mengejar mereka," sahut Rangga.
"Mereka" Mereka siapa?" tanya Taria lagi.
"Genta Kematian," sahut Rangga.
"O..."! Jadi kau berada di sini karena berurusan dengan perempuan tua itu...?"
Taria agak terkejut juga.
"Ya! Aku akan menantangnya bertarung," sahut Rangga.
"Sia sia saja, Kakang. Lebih baik urungkan saja niatmu itu. Si Genta Kematian
-bukan orang sembarangan. Kemampuannya sangat tinggi dan sukar ditandingi," Taria
menasihati. Rangga hanya tersenyum saja. Pendekar Rajawali Sakti juga mendapat nasihat yang
sama dari Eyang Jatibaya. Dan sekarang gadis ini juga menganjurkan agar tidak
perlu menantang si Genta kematian. Namun nasihat nasihat itu malah membuat
-Pendekar Rajawali Sakti semakin ingin mengetahui, sampai di mana tingkat
kepandaian perempuan tua yang ditakuti semua orang itu. Apakah memang
kemampuannya sangat tinggi, atau hanya omong kosong saja. Pendekar Rajawali
Sakti yang sudah kenyang makan asam garam kehidupan keras di rimba persilatan,
tidak akan mudah percaya begitu saja pada kemampuan seseorang sebelum
dibuktikannya sendiri.
"Terima kasih, Taria. Tapi, maaf. Aku datang jauh-jauh memang untuk menantang
Genta Kematian. Jadi tidak mungkin aku melangkah mundur lagi." Ujar Rangga
mantap. "Kalau boleh kutahu, kenapa kau ingin menantang si Genta Kematian, Kakang?"
tanya Taria. "Persoalan pribadi," sahut Rangga.
"Kalau hanya dendam, sebaiknya dibatalkan saja.
Bukannya aku menyangsikan kemampuanmu, Kakang.
Tapi kau harus berpikir seribu kali untuk bisa menantangnya," lagi lagi Taria
-menasihatkan. Kembali Rangga hanya tersenyum saja. Pendekar Rajawali Sakti mengayunkan kakinya
melewati gadis itu.
Dia tidak ingin tertalu lama mendengar nasihat nasihat-yang tidak akan mengendurkan tekadnya untuk menantang si Genta Kematian.
Perempuan tua itu harus bisa ditaklukkan, demi Pandan Wangi yang kini terbaring
tanpa daya di Padepokan Gunung Gading
"Kakang, tunggu...!"
Taria bergegas menyusul, dan mensejajarkan
langkahnya di samping kanan Pendekar Rajawali Sakti.
Kini dia tidak lagi mencoba membatalkan keinginan Rangga yang selama ini tidak
ada yang pernah melakukannya. Gadis itu terus berjalan cepat mengimbang ayunan
kaki Pendekar Rajawali Sakti yang berjalan mempergunakan ilmu meringankan tubuh.
*** Rangga berdiiri tegak di depan bangunan tua berbentuk puri. Di tempat ini Pandan
Wangi yang sudah dalam keadaan tidak sadarkan diri telah ditemukan. Di tempat
ini Pendekar Rajawali Sakti sempat bertemu si Genta Kematian, meskipun tidak
sempat bentrok. Tapi dua orang bertubuh keperakan yang menjadi pengikut
setianya, cukup tinggi kepandaiannya. Seorang dari mereka sudah tewas, tinggal
seorang lagi yang pasti adalah wanlta. Walau wajahnya tidak terlihat, karena
terselubung kain tipis keperakan yang sangat ketat, tapi bisa ditebak dari suara
dan bentuk tubuhnya.
"Kau yakin d sini tempatnya, Kakang?" tanya Taria yang masih mengikuti Pendekar
Rajawali Sakti "Mungkin," sahut Rangga.
Sementara Itu malam sudah hampir berganti pagi.
Walau keadaan masih terselimut gelap, namun kicauan
burung sudah sejak tadi terdengar ramai Kokok ayam jantan juga terus terdengar
saling bersahutan, menambah hidupnya alam ini
"SI Genta Kematian tidak ada kalau siang hari, Kakang," jelas Taria.
"Hm.... Tampaknya kau banyak tahu tentang Genta Kematian, Taria..." suara Rangga
agak bergumam. dan bernada menyelidik.
"Hanya sedikit," sahut Taria seraya tersenyum.
Gadis itu tahu kalau Pendekar Rajawali Sakti masih belum mempercayai penuh
padanya. Padahal sudah dikatakan kalau dirinya bukan salah satu gadis pengikut
si Genta Kematian. Kecurigaan Rangga disebabkan Taria tidak mengatakan
alasannya, kenapa berada di Lembah Maut ini. Lembah yang selama ini selalu
dihindari semua orang. Sementara Itu Rangga menatap Taria dalam dalam.-"Jangan menatapku begitu, Kakang..," Taria merasa jengah.
"Siapa kau sebenarnya, Taria?" tanya Rangga tidak bisa menyembunyikan rasa
curiga dan keingintahuannya.
"Sudah kujelaskan padamu, Kakang," sahut Taria tetap menghindar halus.
"Kau belum mengatakan yang sesungguhnya, Taria.
Kenapa berada di sini?" desak Rangga.
"Aku ada urusan pribadi," sahut Taria.
"Dengan si Genta Kematian?" Rangga terus mendesak.
Taria diam saja, dan tampak sekali kalau mulai tidak senang didesak terus
begitu. Tapi gadis ini tetap
bertahan, dan malah memberi senyuman yang manis sekali. Sejenak Rangga terpaku
dan jantungnya seketika berdetak kencang. Tapi buru buru mukanya dipalingkan,
-menatap ke arah lain.
Pendekar Rajawali Sakti merasa ada sesuaru kekuatan aneh yang terpancar pada
sinar mata gadis ini.
Sesuatu yang membuat Pendekar Rajawali Sakti bagai terangsang kejantanannya. Hal
ini belum pernah terjadi pada dirinya. Meskipun dengan Pandan Wangi, Pendekar
Rajawali Sakti masih mampu mengendalikan diri. Tapi terhadap gadis ini,
sepertinya desakan itu kuat sekali. Dan Rangga merasakan adanya kesulitan untuk
menentangnya. Rangga benar benar tidak mengerti, kenapa desakan itu selalu
-muncul setiap kali pandangannya bertemu dengan gadis itu.
"Mau ke mana, Kakang?" tegur Taria ketika Rangga melangkah hendak
meninggalkannya.
"Kau punya tujuan sendiri, dan aku pun begitu. Jadi sebaiknya kita tidak
bersama sama," Jawab Rangga seraya menghentikan langkahnya, namun tidak
-berbalik. "Kenapa begitu?" tanya Taria seraya mendekati.
Rangga tidak menjawab. Pemuda itu memutar
tubuhnya sedikit dan memandang ke arah lain, saat Taria sudah berada di
depannya. Pendekar Rajawali Sakti benar benar tidak ingin memandang mata Taria
-yang disadarinya memiliki pancaran kekuatan aneh yang sangat besar. Bahkan mampu
mengoyak relung hatinya serta membangkitkan kejantanannya.
"Kakang..." lembut sekali suara Taria.
Gadis itu menjulurkan tangannya, lalu meraba dada
Rangga dengan lembut sekali. Seketika itu juga Rangga merasa darahnya seperti
Pendekar Rajawali Sakti 48 Genta Kematian di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
berhenti mengalir, dan jantungnya jadi berdetak lebih kencang lagi. Rangga men-coba menghindar dengan melangkah mundur.
Tapi..., Taria lebih cepat lagi bertindak. Gadis itu sudah melingkarkan kedua
tangannya di leher Pendekar Rajawali Sakti.
Entah kenapa, Rangga seperti sukar menolak Bahkan pikirannya jadi mengambang
jauh. Terlebih lagi saat matanya tak mampu lagi berpaling, dan terpaksa menatap
bola mata Taria yang bening, bulat dan indah itu. Mata itu sungguh indah,
memancarkan suatu kekuatan yang semakin mendesak kejantanan Pendekar Rajawali
Sakti. "Taria..." desah Rangga masih mencoba mengembalikan kesadarannya.
Tapi Taria malah merapatkan tubuhnya. Jantung Rangga semakin keras berdetak saat
merasakan sesuatu yang lembut menonjol menekan dadanya. Rangga semakin sukar
mengendalikan diri saat merasakan hangatnya desah napas Taria yang menerpa
lembut wajahnya.
"Cumbulah aku, Kakang Puaskan seluruh keinginanmu. Cumbulah aku, Kakang..,"
desah Taria lembut sekali.
"Ah...," Rangga mencoba untuk memalingkan muka
-nya. Tapi Pendekar Rajawali Sakti benar benar tidak sanggup lagi mengendalikan diri.
-Dan pemuda Itu benar benar tidak tahu lagi, apa yang harus dilakukan saat bibir
-Taria sudah menempel di bibirnya.
Seketika itu juga Rangga merasakan seluruh aliran darahnya jadi terbalik. dan
jantungnya bagai terhenti berdetak. Kecupan Taria yang lembut dan hangat,
membuat kepala Pendekar Rajawali Sakti mendadak Jadi pening.
"Oh...." Rangga mendesah lirih. Pendekar Rajawali Sakti seperti kerbau yang
dicucuk hidungnya. Dia tidak mampu lagi menolak, ketika Taria mengajaknya turun.
Dan mereka kini sudah terduduk dl tanah berumput tebal. Perlahan lahan Taria
-membaringkan tubuhnya, namun tidak melepaskan rangkulannya dl leher Rangga.
Mau tidak mau, Pendekar Rajawali Sakti ikut turun.
"Ayoiah, Kakang. Cumbulah aku sepuasmu," desah Taria lembut menggairahkan.
Rangga merasa kepalanya semakin pening saja. Dan dirinya sudah tidak bisa lagi
dikuasai. Apalagi ketika dengan gerakan lembut dan halus, gadis itu melepaskan
pakaiannya satu persatu.
Rangga tak kuasa lagi menahan diri begitu hampir seluruh pakaian yang melekat di
tubuh Taria terlepas.
Dengus napasnya sudah tidak terkendali, begitu cepat bagaikan kuda yang dipacu
kencang di jalan mendaki.
"Ohhh...," Taria mendesah lirih.
Rangga mendekap gadis itu, dan sementara itu Taria menggeliat geliatkan tubuhnya
-yang berada di bawah himpitan Pendekar Rajawali Sakti. Bibirnya terus
memperdengarkan rintihan dan desahan lirih, membuat Rangga semakin tidak mampu
mengendalikan diri.
"Khraghk..!"
"Oh..."!"
Rangga tersentak kaget ketika tiba tiba terdengar-suara keras dan serak yang amat dikenalnya. Suara itu seakan akan berada di
-dekat telinganya. Seketika Pendekar Rajawali Sakti itu terlonjak, dan melompat
bangkit dari tubuh Taria.
"Jagat Dewa Batara.... Apa yang telah kulakukan..."!"
sentak Rangga mendesah.
Pendekar Rajawali Sakti segera melangkah mundur seraya memalingkan mukanya dari
tubuh Taria yang sudah hampir tidak berpakaian lagi. Hanya bagian pinggang saja
yang masih tertutup.
"Kenapa kau, Kakang?" tanya Taria seraya bangkit duduk.
Gadis itu membenahi pakaian seadanya, namun membiarkan bagian dada dan paha
terbuka. Sementara Rangga sempat melirik, namun cepat memalingkan mukanya. Dia
tidak ingin terbelenggu lagi dalam lautan asmara yang memabukkan.
"Kakang..." lembut sekali suara Taria.
"Pergilah kau, Taria. Jangan ganggu aku!" sentak Rangga tanpa memandang sedikit
pun. "Kenapa" Apakah aku mengecewakanmu?" masih
terdengar lembut suara Taria,
Rangga hanya menghembuskan napasnya saja. Sama
sekali tidak dijawab pertanyaan itu. Dia hanya tidak ingin diganggu saat ini.
Pendekar Rajawali Sakti menyadari kalau Taria memiliki sesuatu yang bisa menarik
dan membangkitkan gairah seorang laki laki, tanpa dapat dibendung lagi.
-Seperti.... "Oh...!" Rangga mendadak tersentak.
Cepat tubuhnya berputar. Ditatapnya Taria dalam-dalam dan tajam sekali. Rangga
seperti baru setelah
dikejutkan teriakan Rajawali Putih. Seekor burung raksasa yang menjadi guru,
sahabat, juga tunggangannya. Dan rupanya meskipun dalam jarak jauh, Rajawali
Putih selalu menjaga Rangga. Burung raksasa itu selalu memperingatkan jika
Pendekar Rajawali Sakti melakukan sesuatu yang dapat mengotori dirinya sendiri.
"Siapa kau sebenarnya, Taria?" tajam dan dingin sekali nada suara Rangga.
Taria tidak menjawab, tapi malah tersenyum seraya bangkit berdiri. Dengan
gerakan halus dan gemulai, gadis itu mengenakan kembali pakaiannya Wajahnya yang
cantik itu, tetap ceria dengan bibir menyungging-kan senyuman. Dan Rangga tetap
menatap tajam, namun tidak berani langsung menatap mata gadis itu.
Karena, di sanalah letak kekuatan yang dimiliki gadis itu.
"Tataplah mataku, Kakang. Kau akan menemukan kenikmatan dan kebahagiaan di
sana," Taria lembut sekali.
"Tidak..!" sentak Rangga begitu merasa adanya sesuatu daya tarik yang luar biasa
membetot relung hatinya.
Sekuat daya, Pendekar Rajawalii Sakti mencoba bartahan agar tidak menatap mata
gadis itu. Namun daya tarik aneh yang dirasakannya, semakin kuat saja.
Tampak titik titik keringat mulai mengalir di dahi Rangga.-"Iblis...." desis Rangga.
Slap! Seketika Itu juga, Rangga melentingkan tubuhnya ke udara, lalu berputaran
beberapa kali. Kemudian dia langsung meluruk deras ke arah Taria. Kedua kakinya
bergerak cepat dan lincah sekali, mengarah ke kepala gads Itu.
"Yeaaah...!"
"Kakang...! Uts!" Taria terkejut
Buru buru Taria membanting tubuhnya ke tanah, dan bergulingan beberapa kali.
-Maka kedua kaki Pendekar Rajawali Sakti hanya menghantam tanah, tempat Taria
tadi berdiri. Ledakan keras terdengar menggelegar bersamaan dengan terbongkarnya
tanah itu, hingga menlmbulkan gumpalan debu yang mengepul tinggi ke udara
"Tahan, Kakang..!" sentak Taria ketika Rangga sudah kembali melompat
menerjangnya. Tapi Pendekar Rajawali Sakti sudah cepat melompat sambil memberi dua pukulan
beruntun yang disertai pengerahan tenaga dalam sempurna.
"Hap!"
Taria yang baru saja bisa bangkit berdiri, buru buru melentingkan tubuhnya ke
-belakang dan berputaran beberapa kali. Namun baru saja kakinya menjejak tanah,
Pendekar Rajawali Sakti sudah kembali memberi serangan dahsyat luar biasa.
Terpaksa Taria harus berjumpalitan menghindarinya Gerakan gadis itu memang
sungguh cepat luar biasa. Beberapa kali Rangga memberi serangan cepat dan
dahsyat disertai pengerahan tenaga dalam sempurna, tapi tidak satu pun berhasil
mengenai sasaran.
"Hup...l"
Tiba tiba Rangga melompat mundur dan menghenti
- -kan serangannya. Dia berdiri tegak dengan pandangan lurus tak berkedip pada
gadis itu. Sementara Taria
hanya berdiri saja. Sikapnya masih terlihat lembut menggoda, disertai senyuman
manls menggairahkan di bibir yang memerah itu.
"Katakan! Siapa kau sebenarnya"! Atau kau ingin aku bertindak lebih kejam
lagi.."!" sentak Rangga, dingln nada suaranya.
"Kenapa kau mempersoalkan tentang diriku,
Kakang" Apakah aku tidak pantas untukmu?" masih dengan lembut suara Taria.
"Kau jangan mencoba mempengaruhiku dengan ilmu
'Lemah Jiwa..!" sentak Rangga yang baru menyadari kalau Taria tadi mempergunakan
limu 'Ilmu Jiwa'.
Ilmu itu memang tidak berbentuk, tapi sangat luar biasa akibatnya. Seorang lakl-laki yang sudah berilmu tinggi sekalipun, sangat sukar menyadari dengan cepat.
Karena ilmu itu menyerang bawah sadar seseorang, dan langsung membangkttkan
gairah kejantanan. Dan ilmu itu hanya khusus bisa dikuasai kaum wanlta. Yang
pasti, digunakan untuk menjerat laki laki.
-"Hik hik hik...." tiba tiba saja Taria tertawa terkikik.
-"Heh.."!" Rangga terkejut
Pendekar Rajawali Sakti sampai terlonjak ke belakang dua langkah, begitu
mendengar tawa Taria yang mengikik kering. Persis suara seorang perempuan tua.
Dan kelembutan pada wajah serta sorot matanya seketika lenyap. Dan kini berganti
seraut wajah tegang dan kaku, membuat siapa saja yang melihatnya akan bergidik
ngeri. "Siapa kau..."!" bentak Rangga kembali bertanya.
*** 8 Taria tetap saja tertawa mengikik kering. Pada saat itu, tiba tiba saja
-tangannya dikebutkan ke atas. Maka dari dalam bangunan puri itu meluncur sebuah
benda keperakan. Hanya sedikit saja wanita itu menggenjot tubuhnya, kemudian
meluncur deras ke arah benda keperakan itu.
Tap! Taria kembali turun begitu benda keperakan Itu tertangkap. Dan Rangga jadi
terhenyak ketika wanita cantik itu kini memegang sebuah tombak berwarna perak
yang bagian ujung atasnya terdapat genta genta kecil yang bergemerincing
-"Genta Kematian..." desis Rangga agak terhenyak.
Pendekar Rajawali Sakti sungguh tidak mengerti.
Pertama kali melihat wanita ini, dia mengenakan jubah putih. Bahkan sosok
tubuhnya telah tua, berusia lebih dari delapan puluh tahun. Dan sekarang,
berujud seorang gadis cantik dan masih muda. Bahkan bentuk tubuhnya
menggairahkan. Namun tongkat yang kini berada di tangan kanannya, sudah
memastikan kalau wanita itu adalah si Genta Kematian.
"Kaukah si Genta Kematian itu...?" tanya Rangga seperti ingin meyakinkan
dirinya. "Kau pikir aku ini siapa, Rangga?" dingin sekali suara wanita yang mengaku
bernama Taria itu.
Rangga tidak perlu lagi penjelasan. Kini dia tahu kalau Taria sebenarnya adalah
si Genta Kematian. Tapi
masih belum bisa dimengerti dengan perubahan bentuk gads ini. Dia bisa menjadi
tua dan juga bisa menjadi seorang gadis muda belia, cantik, dan menggairahkan.
Belum pernah Pendekar Rajawali Sakti mendengar ada orang yang bisa berubah ubah -dari tua ke muda dan sebaliknya. Jika hanya perubahan wajah saja, baginya sudah
tidak mengejutkan lagi. Tapi seluruh tubuh dan wajah wanita ini benar benar
-berubah jauh. "Di mana kau sembunyikan gadis itu?" tanya Taria atau si Genta Kematian, dingin
nada suaranya "Untuk apa kau menanyakannya?" Rangga malah balik bertanya.
"Untuk apa..."! Heh..! Kau sudah merampas milikku.
tahu"! Dan sekarang juga, kuminta kau mengembalikan gadis itu padaku!" bentak
Taria kasar "Hhh! Siapa di antara kita yang merampas" Kau atau aku..?" dingin sekali suara
Rangga. "Rupanya kau pandai juga bermain kata kata.
-Rangga. Baik. Aku ingin tahu sampai di mana kemampuanmu," desis Taria dingin.
Rangga hanya menggumam saja
"Ayo, Rangga. Bukankah kau ingin menantangku"
Lima Jurus kuberikan padamu untuk menyerang," nada suara Taria seperti
meremehkan. "Aku khawatir, tidak sampai tiga jurus kau sudah balas menyerang."
Taria tertawa terbahak bahak. Kemudian tongkatnya dhentakkan ke tanah. tepat di
-ujung jari kaki. Seketika itu juga tanah yang mereka pijak bergetar, bagai
dlguncang gempa. Rangga sempat terlonjak kaget namun sesaat kemudian sudah
melesat memberi
serangan cepat dan dahsyat luar biasa.
Rangga yang sudah mengetahui siapa sebenarnya wanita itu, tidak lagi tanggung-tanggung dalam memberi serangan. Langsung saja dirangseknya si Genta Kematian
itu dengan jurus jurus maut dari rangkaian lima Jurus 'Rajawali Sakti' yang
-semakin sempurna dan dahsyat saja.
"Uts! Setan!" dengus Taria ketika satu pukulan Pendekar Rajawali Sakti hampir
saja mengenai kepalanya.
Rangga baru saja mengerahkan dua jurus, namun si Genta Kematian sudah kelabakan
menghindarinya.
Beberapa kali tubuhnya terpaksa dibanting ke tanah, atau melompat ke belakang
menghindari Pendekar Rajawali Sakti.
Dan dugaan Rangga memang tepat Begitu memasuki
jurus ketiga. si Genta Kematian sudah tidak tahan lagi didesak terus menerus.
-Kesombongannya diingkari sendiri dengan memberi satu serangan kilat, begitu berhasil mengelakkan satu pukulan Rangga yang
mengarah ke dada
"Yeaaah...!"
"Hup!"
Rangga langsung melompat cepat ke belakang ketika Taria mengebutkan tongkatnya,
hingga memperdengarkan suara berdentang yang keras menggetarkan jantung.
Sambaran tongkat itu demlkian keras dan dahsyat sekali, sehingga menimbulkan
hempasan angin luar biasa, bagai badai. Rangga sampai terhuyung beberapa langkah
ke belakang, menerima gempuran angin sambaran tongkat aneh itu.
"Kau melanggar janjimu sendiri. Genta Kematian,"
desis Rangga dingin.
"Phuih! Ini daerah kekuasaanku! Aku bisa berbuat apa saja sesuka hatiku" bentak
Taria geram. "O.... Kalau begitu, aku yang akan memberimu kesempatan lima jurus untuk
menyerang. Jika kau tidak sanggup mendesakku, maka kau harus mengakui
kekalahanmu." kali ini Rangga yang memberi kesempatan.
"Peduli setan! Hiyaaat...!"
Taria berteriak nyaring melengking tlnggi. Bagai anak panah lepas dari busur, si
Genta Kematian melompat menerjang Pendekar Rajawali Sakti yang sudah slap
menerima serangan sejak tadi. Dan begitu ujung tongkat Taria berkelebat
mengancam kepalanya. maka cepat dan manis sekali Pendekar Rajawali Sakti
mengelak dengan menundukkan kepala.
Wus! Tongkat keperakan itu lewat sedikit di atas kepala Rangga. Dan sebelum Pendekar
Rajawali Sakti bisa menegakkan kepalanya kembali, si Genta Kematian sudah
memberi serangan cepat luar biasa.
Saat itu juga Rangga meliukkan tubuhnya,
mempergunakan jurus 'Sembilan Langkah Ajaib'. Satu jurus yang serlngkali
digunakan untuk memancing dan mengamati tingkat kepandaian lawan. Tapi kali inl
Rangga mempergunakan hanya untuk mengulur waktu agar perempuan itu menghabiskan
lima jurus yang dijanjikannya.
"Seta...!" geram Taria yang merasa setiap kali serangannya dapat dimentahkan
Pendekar Rajawali
Sakti dengan manis sekali.
Beberapa kali Taria melancarkan gebrakan, namun beberapa kali itu pula terpaksa
harus menelan kepahitan. Rangga selalu saja bisa mematahkan serangan, walaupun
dengan gerakan gerakan aneh dan tidak beraturan. Hal ini membuat si Genta -Kematian itu jadi semakin berang. Dia merasa kalau Rangga hanya mempermainkan
dirinya saja. "Keparat kau, Rangga...!" desis Taria gusar.
"Sudah tiga jurus, Taria. Kau masih punya kesempatan dua jurus lagi," kata
Rangga mengingatkan.
"Persetan..!" geram Taria.
Kembali si Genta Kematian melancarkan lebih dahsyat dari sebelumnya. Dan kali
ini tongkatnya berkelebat cepat, menimbulkan hempasan angln disertai dentangan
genta yang berada di ujung tongkat itu.
Suaranya demikian keras, membuat telinga terasa sakit.
Namun Rangga sudah lebih dahulu menutup pen-dengarannya dengan mengerahkan hawa
murni yang dipusatkan pada telinga.
Maka suara apa pun yang terdengar, tidak membuat perhatiannya buyar. Namun
Pendekar Rajawali Sakti masih juga tidak mau memandang kedua mata si Genta
Kematian. Karena masih dlrasakan kalau wanita itu tetap mengerahkan ilmu 'Lemah
Jiwa'. untuk mem-buyarkan perhatian dalam pertarungan ini.
*** Jurus demi Jurus berialu cepat. Tak terasa, si Genta Kematian justru sudah
menghabiskan lebih dari sepuluh
jurus. Namun Pendekar Rajawali Sakti sampai sejauh itu belum bisa terdesak. Hal
ini memang disengaja Rangga, agar wanita itu terpancing amarahnya. Dengan
demikian, perhatian wanita itu akan targanggu.
Bahkan beberapa kali Rangga memberi gerak tipu dan pancingan yang membuat si
Pendekar Rajawali Sakti 48 Genta Kematian di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Genta Kematian semakin bertambah geram saja jadinya. Wanita itu kini semakin
hebat memberi serangan serangan, yang mengandung pengerahan tenaga dalam tinggi.-Tempat di sekitar pertarungan itu sudah porak poranda bagai teramuk ribuan ekor
gajah. Pepohonan bertumbangan, batu batu -pecah berantakan terkena pukulan pukulan yang tidak mencapai sasaran. Debu semakin
-banyak mengepul di udara, semakin membuat sesak udara di sekitar pertarungan
itu. Sementara matahari mulai menampakkan cahayanya. Namun pertarungan itu terus
berlangsung sengit sekali, seakan akan tidak akan berhenti. Dan kini Rangga juga
-sudah memberi serangan serangan cepat dan berbahaya sekali.
-"Hiyaaat....!"
Tiba tiba saja si Genta Kematian berteriak keras.
- Maka seketika itu juga tubuhnya melesat cepat ke udara sambil mengibaskan
tongkatnya ke arak kepala Pendekar Rajawali Sakti. Wanita itu berjumpalitan di
udara beberapa kali, kemudian cepat sekali menghentakkan tongkatnya kuat kuat.-"Yeaaah...!"
Teng! Slap! Saat itu seberkas cahaya merah kebiru biruan,
-meluncur deras keluar dari ujung tongkat itu. Cahaya itu langsung meluruk ke
arah Pendekar Rajawali Sakti yang masih berada di tanah.
"Hup! Yeaaah..!"
Sama sekali Rangga tidak bergerak menghindar.
Bahkan malah menyambutnya dengan menghentakkan tangannya ke arah bola cahaya
merah kebiru biruan itu.
-Tampak kedua kepalan tangan Pendekar Rajawali Sakti memancarkan sinar merah,
yang berarti saat itu sudah mengerahkan 'Pukulan Maut Paruh Rajawali".
Glarrr! Ledakan keras terdengar menggelegar ketika bola cahaya merah kebiru biruan itu
-menghantam tangan Rangga. Bunga api memercik ke segala arah, disertai kepulan
asap hitam yang membumbung tinggi ke angkasa. Tampak Rangga terdorong ke
belakang dua tindak, namun cepat sekali melentingkan tubuhnya ke angkasa.
"Hiyaaa...!"
Taria yang juga dikenal berjuluk Genta Kematian, terkejut bukan main. Karena
serangan yang diandal-kannya tadi, mudah sekali terpatahkan. Bahkan kini
Pendekar Rajawali Sakti sudah melesat cepat bagai kilat.
Sret! Cring! Cahaya biru berkilau, seketika memendar begitu Rangga menarik Pedang Pusaka
Rajawali Sakti. Secepat pedang itu keluar dari warangkanya, secepat itu pula
dikibaskan ke arah dada si Genta Kematian.
"Yeaaah...!"
"Heh"!"
Taria terkejut setengah mati. Dan wanita itu tidak punya kesempatan lagi untuk
berkelit menghindar.
Dengan cepat sekali, tongkatnya dikibaskan ke depan dada. mencoba menangkis
tebasan pedang yang memancarkan sinar biru menyilaukan mata itu.
Trang! Trak! "Heh.?"!"
Lagi lagi Taria tersentak kaget. Mendadak saja tangannya terasa bergetar hebat -ketika tongkatnya beradu keras dengan pedang Pendekar Rajawali Sakti.
Bergegas tubuhnya berputar ke belakang, dan langsung meluruk turun ke bawah.
Pada saat yang sama, Rangga juga cepat meluruk turun. Hampir bersamaan mereka
menjejakkan kakinya di tanah.
"Keparat..!" geram Taria mendelik
Wanita itu benar benar marah bukan main, karena tongkatnya terpotong jadi dua
-bagian. Namun sebelum kemarahan yang bercampur keterkejutan dan ketidak-
percayaan itu lenyap, mendadak saja Rangga sudah kembali melompat memberi
serangan. Pendekar Rajawali Sakti langsung menggunakan jurus 'Pedang Pemecah
Sukma'. Suatu jurus andalan yang terakhir dari ilmu ilmu 'Rajawali Sakti' yang
-dikuasainya. "Uts...!"
Taria cepat cepat membuang dirinya ke samping, dan meliukkan tubuhnya
-menghindari kelebatan pedang yang memancarkan cahaya biru itu. Saat itu juga
disadari kalau dirinya sangat terdesak dan kewalahan sekali dalam menghadapi
serangan Rangga yang demikian gencar dan dahsyat luar biasa.
Pedang Rajawali Sakti berkelebatan cepat, seakan-akan memiliki mata saja. Selalu
memburu kemana saja si Genta Kematian itu bergerak menghindar. Beberapa gebrakan
berlalu. Walaupun belum menampakkan hasil nyata, namun Rangga sudah bisa
tersenyum. Karena si Genta Kematian mulai kelihatan limbung. Dan gerakan-
gerakannya jadi tidak beraturan lagi.
"Setan...!" dengus Taria geram.
Si Genta Kematian langsung bisa merasakan kalau jiwanya mulai guncang, dan
seperti mendapat kesukaran untuk mengatasi setiap serangan lawan.
Beberapa kali dia memaki setiap kali hampir saja terkena tebasan ujung pedang
yang bersinar biru berkilauan itu.
"Yeaaah...!" tiba tiba Rangga berseru nyaring.
-Dan mendadak saja Pendekar Rajawali Sakti mengibaskan pedangnya cepat ke arah
leher wanita itu.
Tebasan Rangga yang cepat dan didahului satu serangan pukulan tangan kiri.
membuat si Genta Kematian jadi kelabakan. Wanita itu sudah telanjur terpancing
oleh pukulan tangan kiri Rangga, sehingga terlambat menghindari tebasan pedang
itu. Cras "Aaa...!"
Diiringi satu jeritan melengking tinggi, si Genta Kematian
mengejang kaku, kemudian ambruk menggelepar. Seketika itu juga kepalanya terguling terpisah dari leher. Darah
langsung memuncrat keluar dari leher yang buntung tertebas pedang Pendekar
Rajawali Sakti.
Crek! Rangga memasukkan kembali Pedang Rajawali Sakti ke dalam warangkanya di
punggung, seraya menghembuskan napas panjang dan berat. Dipandanginya mayat si
Genta Kematian yang tergeletak di tanah dengan leher terpenggal.
Belum lagi Pendekar Rajawali Sakti bisa menarik napas lega, mendadak saja
terdengar ribut ribut dari dalam bangunan puri Itu. Dan sebentar kemudian, dari -dalam puri Itu berhamburan gadis gadis cantik, mengejar sosok manusia yang
-seluruh tubuhnya berwarna keperakan.
"Hiyaaa...!"
Secepat kilat, Pendekar Rajawali Sakti melompat memotong arus manusia keperakan
itu. Langsung saja Rangga melepaskan satu pukulan keras disertai pengerahan
tenaga dalam yang sudah mencapai taraf kesempurnaan.
Begkh! "Ukh...!" manusia keperakan itu mengeluh panjang begitu dadanya mendadak saja
terkena satu hantaman keras yang dilepaskan Pendekar Rajawali Sakti.
Tak pelak lagi, tubuhnya terpental deras ke belakang.
Dan begitu terbanting ke tanah, gadis gadis yang berhamburan dari dalam puri
-langsung menyongsong-nya. Berbagai macam senjata, berkelebatan ke arah tubuh
manusia keperakan itu.
"Hei...!" sentak Rangga mencoba mencegah.
"Aaa...!"
Namun cegahan Pendekar Rajawali Sakti terlambat.
Karena, gadis gadis itu sudah merajam manusia keperakan tadi. Rangga hanya bisa
-menghembuskan napas panjang saja, melihat tubuh manusia keperakan sudah tercincang tanpa ampun
lagi. Pendekar Rajawali Sakti mengarahkan pandangannya pada dua orang gadis yang
hanya berdiri agak jauh, sambil memperhatikan gadis gadis lain yang sedang
-mencincang tubuh manusia keperakan.
Rangga bergegas menghampiri kedua gadis itu yang dikenalinya adalah Mutiara dan
Nila Komala. Mutiara yang sudah kenal Rangga, bergegas memberi senyum dan
langsung memperkenalkan Pendekar Rajawali Sakti pada Nila Komala.
"Di mana Barada?" tanya Rangga teringat kalau Mutiara kemarin bersama Barada.
"Tidak tahu," sahut Mutiara.
Rangga mengerutkan keningnya menatap tajam
Mutiara. "Aku tertangkap, dan tidak tahu lagi di mana Barada.
Mungkin kembali ke padepokan, atau mungkin juga sudah tewas," Mutiara
menjelaskan sebelum diminta.
"Sebaiknya kalian kembali saja ke padepokan," ujar Rangga menganjurkan.
"Bagaimana dengan mereka?" tanya Nila Komala pada gadis gadis yang sudah -meninggalkan tubuh keperakan.
Tampak tubuh keperakan Itu sudah hancur tak berbentuk lagi. Rangga sendiri
sampai tidak sanggup melihatnya. Belum pernah Pendekar Rajawali Sakti berbuat
seperti itu, mencincang orang hingga hancur tak berbentuk lagi. Tapi dia memang
tidak bisa berbuat apa apa.
-"Kalian boleh kembali ke tempat asal kalian masing
-masing," kata Rangga pada gadis gadis itu.
-Mereka mengucapkan terima kasih karena telah terbebas dari pengaruh si Genta
Kematian. yang selama ini menguasai jiwa dan alam pikiran serta kehidupan
mereka. Rangga hanya tersenyum saja Dan gadis gadis itu kemudian meninggalkan
-tempat ini dengan tujuan masing masing.
-Rangga kemudian mengajak Mutiara dan Nila
Komala kembali ke Padepokan Gunung Gading. Namun setelah menempuh perjalanan
yang cukup jauh, terlihat Eyang Jatibaya, Barada, dan beberapa orang muridnya
menghampiri. Mereka semua menunggang kuda.
Tampak di antara mereka, terdapat Pandan Wangi yang berkuda di samping Eyang
Jatibaya. Rangga segera menyongsong mereka, lalu membantu Pandan Wangi turun
dari punggung kudanya. Kemudian mereka menghampiri Eyang Jatibaya yang tengah
berbicara dengan kedua gadis muridnya itu.
"Aku benar benar mengucapkan terima kasih
-padamu, Rangga. Ternyata kau mampu membebaskan daerah ini dari cengkeraman
perempuan berhati iblis itu," ucap Eyang Jatibaya sebelum Rangga membuka
suaranya. Sebenarnya, inilah yang ditugaskan oleh Eyang Jatibaya kepada dua murid
wanitanya, Mutiara dan Nila Komala. Kedua gadis itu memang ditugaskan untuk
menyelidiki keberadaan si Genta Kematian, sekaligus menyelelidiki kekuatan
partainya. Namun apa mau dikata, ternyata Mutiara dan Nila Komala malah
tertangkap. "Hanya satu yang masih menjadi pertanyaanku," ujar Rangga, agak mendesah
suaranya. "Apa itu?" tanya Eyang Jatibaya.
"Si Genta Kematian ternyata bukan perempuan tua, tapi masih muda dan..." Rangga
tidak meneruskan.
"Dia bukan si Genta Kematian," selak Nila Komala.
Semua orang yang berada di situ memandang Nila Komala yang sejak tadi hanya diam
saja. "Si Genta Kematian sudah lama meninggal. Sedangkan orang yang mengaku Genta
Kematian adalah Taria, murid si Genta Kematian," Nila Komala menjelaskan
"Jasad si Genta Kematian ada di dalam puri"
"Masih utuh?" tanya Eyang Jatibaya.
"Sudah jadi tengkorak sebagian."
"Yaaah.... Setinggi apa pun tingkat kepandaian seseorang, tidak akan mungkin
melawan ketuaan dan kodrat," desah Eyang Jatibaya.
Namun mendadak saja laki laki tua itu tersentak.-karena tanpa diketahui sama sekali. Rangga dan Pandan Wangi sudah tidak ada
lagi. Entah kapan dan bagaimana caranya, kedua pendekar itu sudah tidak terlihat
lagi. Semua orang yang berada di situ tidak sempat memperhatikan.
"Kalian tahu, ke mana Rangga dan Pandan Wangi?"
tanya Eyang Jatibaya pada murid muridnya.
-Semua murid muridnya menggelengkan kepala saja.
-Memang tidak ada yang tahu, ke mana dan kapan Pendekar Rajawali Sakti dan si
Kipas Maut itu pergi Eyang Jatibaya hanya mendesah panjang saja, kemudian
memerintahkan semua muridnya untuk kembali ke padepokan. Tak berapa lama
kemudian. mereka semua
bergerak meninggalkan tempat itu.
"Kalian memang pendekar pendekar
-sejati..,"
gumam Eyang Jatibaya pelan.
SELESAI Created ebook by
Scan & Convert to pdf (syauqy_arr)
Edit Teks (molan150)
Weblog, http://hanaoki.wordpress.com
Thread Kaskus: http://www.kaskus.us/showthread.php"t=B97228
Prahara Di Gunung Kematian 2 Pendekar Bodoh 12 Munculnya Sang Pewaris Pendekar Cacad 15
"Heh..."!" Rangga tersentak kaget ketika tiba tiba terdengar jeritan panjang -melengking tinggi.
Jeritan itu jelas berasal dari tempat saat dia meninggalkan Taria tadi. Bergegas
Rangga melompat cepat bagaikan kilat. Hanya beberapa kali lesatan saja, Pendekar
Rajawali Sakti sudah sampai di dekat api unggun. Namun mendadak saja dia
tertegun Ternyata wanita cantik yang ditnggalkannya tadi tidak ada lagi.
Tampak darah menggenang di dekat api Itu.
Bergegas Rangga menghampiri. Ceceran darah terlihat jelas masih baru di tanah
berdebu ini. Ada perasaan cemas terselip di hati Pendekar Rajawali Sakti.
Kakinya segera diayunkan mengikuti tetesan darah yang terlihat jelas di atas
permukaan tanah.
Namun Pendekar Rajawali Sakti jadi tertegun, karena ceceran darah itu hanya
berputar putar saja di sekitarnya. Rangga berhenti melangkah. Pandangan nya
beredar ke sekeliling, menatap lekat ke tanah.
"Hm...," Rangga menggumam perlahan.
Darah yang terlihat memang hanya mengelilingi api unggun ini, dalam lingkaran
yang cukup besar. Dan belum lagi Pendekar Rajawali Sakti sempat berpikir jauh,
mendadak saja terasa adanya desiran halus dari arah belakang.
"Hap!"
Cepat Rangga membungkukkan tubuhnya ke depan.
Secepat Itu pula, tubuhnya berputar dengan bertumpu pada satu kali. Dan sebelum
sempat menarik tubuhnya tegak kembali, mendadak satu kilatan cahaya keperakan
berkelebat ke arahnya.
Wut! "Uts...!"
Rangga bergegas menarik kakinya ke belakang dua tindak. Ujung kilatan cahaya
keperakan itu lewat sedikit di depan perutnya. Pendekar Rajawali Sakti cepat
-cepat menarik tubuhnya agar tegak. Pada saat itu, kembali kilatan cahaya tadi
berkelebat mengibas ke arah leher.
"Hap!"
Rangga tak sempat lagi menghindar. Cepat cepat dikatupkan telapak tangannya di
- depan muka. Saat itu terasa ada sesuatu yang dingin berada di dalam jepitan
telapak tangannya. Dan terasa sekali adanya hentakan keras. Namun dengan
pengerahan tenaga dalam yang sudah mencapai taraf kesempurnaan, sentakan kuat
itu berhasil ditahannya
"Hih...!"
Saat itu juga, Rangga menghentakkan tangannya ke depan.
"Akh...!"
Terdengar satu pekikan keras agak tertahan. Dan sebelum pekikan itu menghilang,
Rangga sudah m-lompat sambil cepat mengirimkan dua pukulan beruntun, dengan
sedikit pengerahan tenaga dalam.
Des! Rangga merasakan tangannya menghantam sesuatu,
yang disusul suara mengaduh. Kemudian terlihat seseorang mengenakan baju warna
putih terjungkal
keras ke tanah. Namun dengan cepat sekali, orang itu bisa bangkit lagi berdiri
tegak. Rangga menyipitkan matanya, mencoba bisa melihat jelas. Di depannya kini berdiri
seorang gadis yang wajahnya cantik sekali. Bajunya berwarna putih bersih.
Sebilah pedang tergenggam menyilang di depan dadanya. Namun baju pada bagian
dada itu teriihat menghitam, seperti hangus terbakar. Rangga mengamati gadis itu
dalam dalam dari ujung kepala hingga ke ujung kaki.-"Siapa kau, Nisanak" Kenapa menyerangku?" tanya Rangga.
Teng! Teng..! Belum juga wanita itu menjawab, mendadak saja terdengar genta yang berdentang
keras memekakkan telinga. Suara genta yang terdengar jelas menggema, sehingga
menggetarkan jantung. Saat Itu, wanita berbaju putih mendongakkan kepalanya.
Lalu, mulutnya mendesis bagal seekor ular. Kemudian dengan tiba tiba dan cepat
-sekali tubuhnya melesat cepat meninggalkan tempat itu.
"Hei...!" Rangga tersentak
Pendekar Rajawali Sakti cepat cepat melompat mengejar, mempergunakan ilmu
-meringankan tubuh yang sudah mencapai taraf kesempurnaan. Rangga tidak lepas
memandangi wanita itu yang berlari cepat mempergunakan ilmu meringankan tubuh di
depannya. Rangga terus berlari mengejar, tapi tetap menjaga jarak agar tetap berada di
belakang wanita itu.
Pendekar Rajawali Sakti merasa ada sesuatu di dalam genta yang terdengar tadi.
Dan dia ingin mengetahui,
kenapa wanita itu mendadak saja berlari kencang begitu mendengar suara genta
tadi. Di dalam kegelapan malam, dua orang berpakaian putih berlarian cepat menuju arah
Selatan. Mereka melintasi dataran gersang dan tandus. Angin yang ber-hembus
kencang menebarkan debu debu. Suara suara bergemeretak dari batu batu yang - - -retak, terdengar jelas. Namun keadaan alam yang tidak ramah ini, tak menghalangi
dua orang yang terus berlari kencang bagai tengah bermain kejar kejaran.
-"Akan kuikuti terus, ke mana perginya," ujar Rangga dalam hati.
*** Rangga menghentikan larinya ketika melihat wanita berbaju putih itu masuk ke
dalam sebuah bangunan batu berbentuk puri yang cukup besar. Bangunan itu
kelihatan sudah tua sekali. Seluruh dindingnya yang terbuat dari batu batu
-persegi dan dihiasi berbagai macam ukuran itu ditumbuhi lumut tebai yang
menghitam berkilatan. Pepohonan besar dan kecil merapat di sekitarnya.
Perlahan Rangga mendekati bangunan itu. Pendekar Rajawali Sakti mempergunakan
ilmu meringankan tubuhnya yang sudah mencapai taraf kesempurnaan, sehingga
ayunan langkahnya tidak menimbulkan suara sedikit pun. Bahkan tarikan napasnya
tak terdengar sama sekali.
Teng! Teng,..! Kembali terdengar suara genta yang keras sekali.
Suara genta itu terpantul dinding tebing yang berada di belakang bangunan tua
itu, lalu menyusup di antara pepohonan, kemudian terbawa angin malam yang dingin
membekukan. Jelas sekali kalau suara itu datang dari bangunan tua berbentuk puri itu. Begitu
memekakkan, membuat Rangga sampai mendekap telinganya rapat rapat.
-Pendekar Rajawali Sakti merasa aliran darahnya seperti berhenti mengalir, dan
jantungnya bagai tak berdetak sesaat
"Hup!"
Tiba tiba Rangga melompat ke alas ketika melihat seberkas cahaya api memendar
-dari dalam bangunan berbentuk puri itu. Cahaya api Itu semakin jelas terlihat,
bergerak perlahan lahan -disertai suara suara -dengungan, bagai sekelompok lebah yang sedang terbang mencari madu. Saat itu,
Rangga sudah hinggap di atas sebatang pohon yang cukup tinggi dan berdaun lebat
sekali. "Hm...."
*** Hampir saja Rangga melompat turun dari pohon itu, ketika melihat Pandan Wangi
tengah terikat di atas gerobak kayu yang ditarik seekor kuda hitam. Tampak
sekitar tiga puluh gadis cantik mengiringi, mengikuti dua orang yang seluruh
tubuhnya berwarna keperakan.
Kepala dan wajahnya juga berwarna keperakan. Dua manusia keperakan itu berjalan
paling depan, membawa tongkat berwarna keperakan yang bagian ujung
atasnya berbentuk genta sebesar dua kali kepalan tangan orang dewasa.
Mereka terus bergerak keluar dari dalam bangunan berbentuk puri itu, dan terus
memutari puri tiga kali.
Kemudian mereka berhenti di depan pelataran bangunan itu, lalu membentuk
lingkaran. Mereka mengelilingi Pandan Wangi yang terikat dengan tangan terentang
di atas gerobak kayu. Tampak seorang gadis melepaskan kuda dari gerobak itu, dan
membawanya keluar dari lingkaran. Sementara di atas pohon, Rangga terus
memperhatikan dengan dada berdebar keras.
"Hiyaaa...!"
Tiba tiba saja salah satu dari orang bertubuh keperakan Itu, melesat bagaikan -kilat. Saat itu, Rangga sempat terhenyak. Karena, manusia keperakan itu melesat
ke arahnya begitu cepat. Dan sebelum Pendekar Rajawali Sakti bisa menyadari,
manusia keperakan itu menghentakkan tongkatnya ke arah pohon tempat Rangga
bersembunyi di sana.
Teng! "Akh...!" mendadak Rangga memekik keras agak ter
-tahan. Suara mendentang, terdengar keras begitu tongkat keperakan itu dikebutkan. Dan
seketika itu juga meluncur seberkas cahaya merah kebiru biruan yang langsung
-meluruk deras ke arah pohon itu. Suara genta itu membuat telinga Rangga terasa
pekak sekali. Dan saat telinganya tengah diliputi kepekakan, sinar merah kebtru
-kebiruan itu meluncur menghantam pohon.
Glarrr! "Yeaaah...!"
Bersamaan dengan terdengarnya ledakan meng
-gelegar keras. terdengar pula teriakan keras. Dan begitu pohon itu hancur,
terlihat pula satu bayangan putih berkelebatan di udara. Bayangan putih itu
berputaran beberapa kali. lalu meluruk deras ke bawah. Tahu tahu di dekat -gerobak, tempat Pandan Wangi terikat di atasnya, berdiri Pendekar Rajawali
Sakti. Bersamaan dengan itu, manusia keperakan yang tadi menyerang pemuda
berbaju rompi putih itu sudah berdiri di samping manusia keperakan lainnya.
Kemunculan Rangga yang tiba tiba itu sungguh mengejutkan yang lainnya. Gadis
- -gadis yang berdiri berkeliling di pelataran bangunan puri itu langsung menghunus
senjata masing masing. Dan kedua manusia keperakan itu seperti saling menoleh
-berpandangan. Kemudian mereka berbalik ke arah Pendekar Rajawali Sakti yang berdiri tegak
sambil mengedarkan pandangan ke sekeliling dengan sudut ekor matanya.
Wus! Tiba tiba salah seorang manusia keperakan itu melompat, dan tahu tahu sudah
- -berdiri sekitar lima langkah lagi di depan Pendekar Rajawali Sakti. Tongkatnya
ditekan keras ke tanah, tepat di ujung jari kakinya.
Kalau saja dia memiliki mata, mungkin akan menyorot tajam memandang pemuda
berbaju rompi putih di depannya.
"Kau terlaki gegabah datang ke sini, Pendekar Rajawali Sakti," kata manusia
keperakan Itu dengan suara yang dingin menggetarkan, dan terdengar seperti
melecehkan. "Hm...," Rangga hanya menggumam saja.
Pendekar Rajawali Sakti memandangi dua orang manusia keperakan itu. Yang seorang
pernah sedikit bentrok dengannya. Tepatnya menculik Pandan Wangi di depan hidung
Pendekar Rajawali Sakti. Sedangkan yang seorang lagi, memiliki bentuk tubuh
tegap yang otot ototnya bersembulan keluar, juga lebih tinggi dari yang bertubuh
-ramping. "Kau sudah berani melanggar daerah kekuasaan kami, maka harus mati malam ini
juga, Pendekar Rajawali Sakti," ancam manusia keperakan Itu.
"Siapa kalian sebenarnya?" tanya Rangga, tidak peduli dengan ancaman itu.
"Kau tidak berhak bertanya, Pendekar Rajawali Sakti!" bantak manusia keperakan
satunya lagi, yang tidak bergerak dari tempatnya sejak tadi.
Rangga menatap manusia keperakan yang bertubuh tinggi tegap Itu. Suaranya begitu
berat dan kasar. Jelas kalau suara itu milik seorang laki laki. Sementara,
-Pendekar Rajawali Sakti melirik sedikit Pandan Wangi.
Kelihatannya si Kipas Maut itu dalam keadaan tidak sadarkan diri. Pedang dan
kipas baja putih yang menjadi senjata andalan masih melekat di tubuhnya.
Satu keanehan merayapi benak Rangga. Biasanya seorang tawanan, akan dilucuti
seluruh senjatanya. Tapi ini tidak sama sekali! Pendekar Rajawali Sakti kembali
mengedarkan pandangannya berkeliling, merayapi gadis gadis cantik yang
-berkeliling di sekitar pelataran puri sambil membawa senjata di tangan. Senjata
mereka semua berupa pedang yang bentuk dan ukurannya berbeda.
"Bersiaplah. Pendekar Rajawali Sakti...!" manusia
keperakan di depan pemuda berbaju rompi putih itu.
Dan seketika itu juga, manusia keperakan itu mengebutkan tongkatnya ke depan.
Maka terdengar suara genta berdentang keras memekakkan telinga.
Rangga sempat terlonjak sekitar dua langkah ke belakang. Telinganya terasa sakit
sekali mendengarnya.
Namun sebelum Pendekar Rajawali Sakti hilang dari rasa keterkejutannya manusia
keperakan bertubuh ramping itu sudah memberi serangan cepat dan dahsyat
"Hiyaaa...!"
"Hap!"
*** Rangga cepat cepat menyilangkan tangannya di depan dada, ketika manusia -keperakan itu melontarkan satu pukulan keras disertai pengerahan tenaga dalam
tinggi. Bagi Pendekar Rajawali Sakti, tidak ada kesempatan lagi untuk berkelit.
Mau tak mau pukulan itu harus ditangkis, untuk mengadu kekuatan tenaga dalam.
Plak! Pukulan manusia keperakan itu tepat menghantam pergelangan tangan Pendekar
Rajawali Sakti yang menyilang di depan dada. Seketika Itu juga, Rangga terpental
ke belakang sejauh dua batang tombak Sedangkan manusia keperakan itu juga
benjumpalitan ke udara. Namun begitu kakinya menjejak tanah, dengan cepat
melesat menerjang kembali bagai kilat.
"Hiyaaat...!"
"Hep!"
Rangga segera bersiap menghadapi serangan itu.
Cepat cepat tubuhnya mengegos ke kanan sedikit. Dan begitu pukulan manusia
-keperakan itu lewat di samping tubuhnya, dengan cepat sekali kakinya dihentakkan
ke depan. Pendekar Rajawali Sakti memberi satu tendangan keras menggeledek.
"Yeaaah...!"
Namun tanpa diduga sama sekali, manusia
keperakan itu mengebutkan tongkatnya ke arah kaki.
Buru buru Pendekar Rajawali Sakti menarik kembali tendangannya, sebelum sampai
mengenai sasaran. Dan pada saat ttu, tubuhnya melenting ke belakang, dan
berputaran satu kali. Padahal saat itu manusia keperakan tengah memberi satu
pukulan keras dengan tangan kirinya.
Teng! Tiba tiba saja terdengar suara genta yang begitu keras memekakkan telinga. Pada -saat itu, manusia keperakan yang menyerang Pendekar Rajawali Sakti sudah
melompat mundur beberapa tindak ke belakang.
Entah dari mana datangnya, tahu tahu di samping gerobak, tempat Pandan Wangi
-terikat dalam keadaan tidak sadarkan diri, sudah berdiri perempuan tua
mengenakan baju keperakan panjang dan Ionggar.
Perempuan tua itu memegang sebatang tongkat berwarna perak yang bagian ujung
atasnya terdapat tiga buah genta. Juga berwarna perak. Seluruh rambut yang
tergelung ke atas, sudah berwarna putih. Rangga memperkirakan kalau wantta tua
itu mungkin sudah berusia lebih dari delapan puluh tahun.
"Hm...," Rangga menggumam perlahan sambil
menggeser kakinya ke kanan tiga langkah.
Pandangan Pendekar Rajawali Sakti tidak berkedip mengawasi perempuan tua yang
datang sambil memperdengarkan suara genta memekakkan telinga itu.
Sedangkan perempuan tua berbaju keperakan itu mengegoskan kepalanya sedikit.
Maka semua orang yang berkeliling di tempat ini segera menundukkan kepalanya.
Bahkan dua manusia keperakan itu juga ikut menundukkan kepala.
"Ada apa ini?" tanya perempuan tua itu. Suaranya kering dan agak serak.
"Pemuda ini hendak merusak upacara penerimaan anggota, Nyai," sahut salah
seorang manusia keperakan yang bertubuh ramping.
"Dia telah melanggar wilayah kekuasaan kita,"
sambung manusia keperakan satunya lagi
Perempuan tua itu menggumam. Ditatapnya
Pendekar Rajawali Sakti dengan sinar mata tajam dan memerah. Sedangkan yang
ditatap, malah membalas tidak kalah tajam juga.
"Siapa kau, Anak Muda?" tanya perempuan tua itu, dingin.
"Aku Rangga," sahut Rangga mantap.
"Apa maksudmu mengacau upacara ini?"
"Aku hanya ingin menjemput temanku," sahut Rangga lagi seraya melirik Pandan
Wangi. "Itukah temanmu?" perempuan tua itu menunjuk Pandan Wangi dengan ujung
tongkatnya. Terdengar suara bergemerincing dari genta genta yang berada di ujung
-tongkat ittu. "Benar," sahut Rangga lagi lebih mantap.
"Kau boleh membawanya, tapi nanti setelah kami selesai mengadakan upacara, Anak
Muda. Temanmu ini sudah berada di sini, dan upacara tidak bisa tertunda lagi.
Dia akan menjadi salah seorang anggota Partai Genta Perak," jelas perempuan tua
itu. "Tidak! Dia tidak boleh terikat siapa pun juga. Kalian semua boleh melarang,
tapi aku akan tetap membawanya pergi dari sini...!" tegas Rangga.
Pendekar Rajawali Sakti 48 Genta Kematian di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
"Nyai! Orang itu bisa membahayakan kita.
Kepandaiannya tinggi sekali," selak manusia keperakan yang bertubuh ramping.
Pada saat perempuan tua itu berpaling, dengan cepat sekali Rangga melesat dan
langsung mendarat di atas gerobak kayu. Dan sebalum ada yang menyadari, Pendekar
Rajawali Sakti sudah melepaskan ikatan dl tangan dan tubuh Pandan Wangi.
Langsung tubuh gads itu dipondongnya di pundak.
"Hei...! Apa yang kau lakukan. ..?" sentak perempuan tua itu terkejut, begitu
menyadari apa yang terjadi.
Namun Pendekar Rajawali Sakti itu sudah lebih cepat melesat meninggalkan tempat
itu sambil membawa Pandan Wangi.
"Keparat..! Kejar dan bunuh dia...!" seru perempuan tua itu geram.
Tanpa harus diperintah dua kali, seluruh gadis yang berada di pelataran bangunan
puri langsung berlompatan mengejar Pendekar Rajawali Sakti yang sudah lenyap
ditelan kegelapan malam.
"Kalian berdua, dapatkan gadis itu kembali. Dan bunuh anak muda keparat itu!"
perintah perempuan tua itu pada kedua manusia keperakan yang kini berdiri
di depannya. "Baik, Nyai," sahut mereka bersamaan.
Bagaikan kilat, kedua manusia keperakan itu melompat cepat mengejar Pendekar
Rajawali Sakti yang membawa Pandan Wangi. Sedangkan perempuan tua itu mendengus
dan memaki kesal. Sambil menghentakkan tongkatnya, kakinya bergegas melangkah
masuk ke dalam bangunan batu berbentuk puri itu.
*** 6 Rangga duduk sambil menopang dagu dengan kedua tangannya. Pandangannya lurus
tanpa berkedip pada Pandan Wangi. Gadis itu masih tetap terbaring di atas
pembaringan kayu yang beralaskan kain halus berwarna merah muda. Sedangkan di
samping Pandan Wangi berdiri seorang laki laki tua berjubah putih.-Memang tidak ada yang bisa dilakukan Pendekar Rajawali Sakti selain membawa
Pandan Wangi ke Padepokan Gunung Gading ini. Dia tidak mengerti terhadap keadaan
Pandan Wangi yang belum juga sadarkan diri sejak kemarin. Padahal Rangga sudah
memeriksanya. Sedikit pun tidak ada luka di tubuhnya.
Juga tidak ada luka dalam, maupun satu totokan pun di tubuhnya. Detak jantung
dan aliran darahnya tetap seperti biasa. Dan napasnya berjalan teratur baik
sekali. Hal ini yang membuat Rangga jadi tidak mengerti, sehingga membawa Pandan Wangi
ke Padepokan Gunung Gading Ini.
"Kalau memang benar kau menyelamatkannya dari tangan si Genta Kematian, aku
tidak bisa berbuat apa-apa untuk menyadarkannya kembali, Rangga," tegas laki-laki tua di samping Pendekar Rajawali Sakti Itu yang tak lain adalah Eyang
Jatibaya. "Siapa itu si Genta Kematian?" tanya Rangga seraya mengangkat kepala, dan
memandang laki laki tua di sampingnya.
-"Penguasa Lembah Maut," jawab Eyang Jatibaya.
"Apakah yang kau maksudkan perempuan tua ber-tongkat genta itu, Eyang?" Rangga
menegaskan. "Benar. Dialah si Genta Kematian."
"Hm...," Rangga menggumam perlahan.
Kembali pandangan Pendekar Rajawali Sakti tertuju pada Pandan Wangi yang masih
terbaring tak sadarkan diri. Kemudian dia menarik napas dalam dalam, dan
-menghembuskannya kuat kuat. Pendekar Rajawali Sakti menatap Eyang Jatibaya lagi.
-"Apa yang harus kulakukan untuk memulihkan keadaan Pandan Wangi lagi, Eyang?"
tanya Rangga. "Kau tahu tentang kekuatan tenaga batin, Rangga?"
Eyang Jatibaya balik bertanya.
Rangga menganggukkan kepalanya.
"Ilmu kekuatan tenaga batin yang dimiliki si Genta Kematian sudah demikian
tinggi, sehingga tak seorang pun yang sanggup menandinginya," Jelas Eyang
Jatibaya pelan.
Rangga terdiam saja. Tentang ilmu kekuatan tenaga batin itu memang sudah
didengarnya. Suatu Ilmu yang tidak berbentuk dan sukar dilawan. Memang ilmu itu
tidak menyakiti, dan juga tidak mematikan seseorang.
Tapi paling tidak dapat membuat orang tidak ingat tentang dirinya, sehingga
dapat diperintah untuk melakukan apa saja.
Hanya ada satu cara untuk menghilangkan pengaruh ilmu itu. Pemilik ilmu itu
harus dilenyapkan untuk selamanya. Tapi itu tidak mudah. Dan biasanya, orang
yang bisa memiliki ilmu kekuatan batin, kepandaiannya sudah tinggi sekali. Sukar
diukur dan dicari tandingan-nya. Rangga menyadari kalau kali ini akan mendapat
satu tantangan yang tidak ringan. Tak ada cara lain untuk memulihkan Pandan
Wangi kembali. "Aku akan menantangnya bertarung, Eyang," tegas Rangga setelah cukup lama
berdiam diri. "Jangan bertindak bodoh, Rangga!" sentak Eyang Jatibaya terkejut mendengar
pernyataan Itu.
"Aku sering mendengar ilmu yang menggunakan kekuatan batin untuk menguasai jiwa
dan alam pikiran manusia, Eyang. Dan aku tahu caranya untuk bisa memusnahkan
ilmu itu," kata Rangga mantap.
Pendekar Rajawali Sakti bangkit berdiri, dan melangkah ke jendela kamar ini. Dia
berdiri di depan jendela itu sambil memandang ke luar. Sedangkan Eyang Jatibaya
hanya memandangi pemuda berbaju rompi putih itu. Dia tahu, apa yang dimaksud
Rangga barusan. Memang tidak ada cara lain untuk memusnahkan ilmu itu, selain
bertarung secara langsung.
Ilmu itu hanya bisa digunakan dalam waktu dan suasana yang khusus. Jadi tidak
mungkin bisa digunakan untuk pertarungan. Tapi jika orang yang menguasainya
telah memiliki ilmu olah kanuragan yang telah mencapai tahap kesempurnaan, bisa
juga mempengaruhi jiwa lawan dalam pertarungan. Caranya, dengan mengajak lawan
memandang ke arah matanya. Hal ini akan membuat perhatian lawan jadi terpecah.
"Pikirkan dulu keinginanmu itu, Rangga. Si Genta Kematian bukanlah lawan yang
enteng. Aku sendiri tidak mampu menandinginya," Eyang Jatibaya mencoba untuk
membatalkan niat Rangga yang ingin menantang bertarung si Genta Kematian demi
menyelamatkan Pandan Wangi.
"Hanya itu cara satu satunya, Eyang," ujar Rangga seraya membalikkan tubuhnya.-"Aku tidak pernah menyangsikan kemampuan
seseorang. Tapi untuk menantang si Genta Kematian, rasanya kau harus bisa
mengukur kemampuan dirimu sendiri, Rangga. Maaf, bukannya merendahkan kemampuan
yang kau miliki," kata Eyang Jatibaya tanpa bermaksud merendahkan Pendekar
Rajawali Sakti.
Rangga hanya tersenyum saja. Dia tahu kalau laki laki tua itu hanya khawatir
-terhadap keselamatannya jika menantang si Genta Kematian. Dan yang pasti. Eyang
Jatibaya sudah mengetahui kemampuan si Genta Kematian, sehingga bisa berkata
demikian. Kalaupun tidak pernah bertarung, mungkin pernah menyaksikan perempuan
tua itu bertarung dengan seseorang. Atau mungkin juga hanya mendengar saja. Dan
yang terakhir ini biasanya tidak sama dengan kenyataan.
"Mudah mudahan aku bisa menandinginya. Eyang,"
-kata Rangga tanpa ada maksud menyombongkan diri.
"Apa keinginanmu itu sudah mantap, Rangga?" tanya Eyang Jatibaya.
Lagi lagi Pendekar Rajawali Sakti tersenyum dan mengangguk. Dan Eyang Jatibaya
-tidak bisa lagi mencegah. Dia hanya bisa berharap agar pemuda berbaju rompi
putih ini bisa mengatasi si Genta Kematian.
Karena selama ini, belum ada seorang pun yang bisa menandinginya. Mereka yang
mencoba untuk menantang, terpaksa mati di tangan perempuan tua itu.
*** Pagi pagi sekali Rangga sudah mengayunkan kakinya melintasi halaman depan -bangunan besar Padepokan Gunung Gading. Di sampingnya, berjalan Eyang Jatibaya.
Dan di belakang mereka, mengikuti enam orang murid Padepokan Gunung Gading.
Mereka sudah menyandang sebilah pedang di pinggang. Semuanya masih muda muda,
-dan bertubuh tegap berotot.
Rangga menghentikan ayunan kakinya setelah
melewati pintu gerbang padepokan ini. Pendekar Rajawali Sakti memandang Eyang
Jatibaya, kemudian beralih pada enam orang yang mengikutinya.
"Kau pasti perlu teman dalam perjalanan, Rangga.
Hanya mereka ini yang bisa kuandalkan untuk mem-bantumu," Eyang Jatibaya
menawarkan bantuan.
"Terima kasih, tapi...."
"Jangan menolak, Rangga. Mereka sudah menyatakan siap untuk menanggung segala
akibatnya. Kau tidak boleh mengecewakan mereka, Rangga," potong Eyang Jatibaya
cepat, sebelum Rangga menyatakan keberatan-nya.
Rangga memandangi enam orang yang berdiri di belakang Eyang Jatibaya. Ingin
rasanya menolak, tapi tidak mungkin mengecewakan orang tua yang telah berbaik
hati hendak menjaga Pandan Wangi di padepokannya, selama Pendekar Rajawali Sakti
ke Lembah Maut Dan lagi, enam orang pemuda itu kelihatannya sudah siap melakukan
perjalanan yang sangat berbahaya ini.
"Mereka akan mematuhi dan mengikuti segala yang kau perintahkan, Rangga," kata
Eyang Jatibaya lagi.
"Baiklah. Mereka boleh ikut, tapi hanya bertugas
menyelamatkan Mutiara dan Barada saja yang kini berada di sana," kata Rangga
tidak bisa menolak lagi.
"Bukan hanya Mutiara dan Barada, Rangga. Tapi juga Nila Komala dan gadis gadis
-lainnya," sambung Eyang Jatibaya.
Rangga hanya diam saja, lalu sebentar kemudian berjalan meninggalkan padepokan
ini. Enam orang pemuda murid Eyang Jatibaya segera mengikuti setelah menjura
memberi hormat pada gurunya itu. Sementara Eyang Jatibaya masih memandangi. Dia
berharap dalam hati, agar pemuda itu bisa memperoleh kemenangan.
Sementara Rangga terus berjalan menuruni Puncak Gunung Gading ini. Jalannya
demikian cepat, membuat enam orang yang mengikutinya agak kewalahan juga
mengimbanginya. Dl dalam hati, mereka mengagumi pemuda yang usianya pasti tidak
berbeda jauh dengan mereka sendiri.
Rangga menghentikan ayunan kakinya saat tiba di tepi hutan yang baru saja
dilalui. Kini Pendekar Rajawali Sakti dan enam orang yang menyertainya, akan
memasuki Lembah Maut. Suatu daerah gersang dan tidak jauh dari Kaki Gunung
Gading Ini. Pendekar Rajawali Sakti memandang lurus ke depan. Dari tempat ini,
terlihat jelas lembah yang gersang itu. Dan baru kali ini disadari kalau daerah
gersang itu memang sebuah lembah yang luas, seperti tidak bertepi.
"Kalian tidak membawa bekal sama sekali?" tanya Rangga seraya berpaling
memandang enam orang itu.
"Untuk apa, Den?" salah seorang yang mengenakan baju warna biru, malah batik
bertanya. "Jangan panggil dengan sebutan itu. Panggil saja aku
Rangga," pinta Rangga.
Enam orang anak muda Itu menganggukkan
kepalanya. "Kita akan melalui lembah gersang itu. Paling tidak kalian harus mempunyai bekal
air," Jelas Rangga.
"Kami sudah terbiasa tidak minum untuk beberapa waktu," sahut anak muda yang
mengenakan baju biru itu lagi.
"Aku tidak tahu, akan berapa lama kita berada di sana. Dan aku tidak ingin
kalian mati kehausan. Itu merupakan lembah maut, dan pasti kalian sudah
mengetahuinya," Jelas Rangga lagi
Kembali keenam orang itu saling berpandangan Mereka sudah dlberl tahu Eyang
Jatibaya kalau akan ke Lembah Maut bersama pemuda berbaju rompi putih Ini.
Tapi Eyang Jatibaya sendri mengatakan kalau tidak sampai satu hari berada di
sana, sehingga tidak perlu membawa bekal.
Mereka juga sudah diberi tahu kalau Rangga akan menantang si Genta Kematian yang
menguasai seluruh lembah itu. Dan Eyang Jatibaya sangsi kalau Rangga tidak akan
mampu menghadapi perempuan tua yang sudah terkenal tingkat kepandalannya.
Sehingga laki-laki tua itu tidak perlu menganjurkan pada enam orang muridnya ini
untuk membawa bekal.
"Kalian tentu orang orang pilihan Eyang Jatibaya.-Tapi pesanku, jika kalian sudah tidak tahan di sana, sebalknya cepat tinggalkan
lembah itu," jelas Rangga Enam anak muda ttu menganggukkan kepalanya.
Rangga kembali melanjutkan perjalanannya. Dan enam anak muda Itu mengikuti dari
belakang. Sebenarnya.
kalau Pendekar Rajawali Sakti tidak diikuti bisa digunakannya Rajawali Putih
untuk membawanya ke tempat saat dia berhasil membawa Pandan Wangi. Tapi hal itu
tidak mungkin dilakukan karena adanya enam orang murid Padepokan Gunung Gading
ini. Mereka terus berjalan cepat. Tak ada lagi yang membuka suara. Terlebih lagi enam
anak muda yang harus memusatkan perhatian pada ilmu meringankan tubuh agar tidak
tertinggal jauh oleh Pendekar Rajawali Sakti.
*** Malam sudah jatuh di permukaan bumi ini Kegelapan menyelimuti sekitar Lembah
Maut. Namun kegelapan yang pekat itu, sedikit terusir oleh api unggun yang
berkobar terang. Tampak tujuh orang laki laki muda duduk mellngkari api unggun -Itu. Mereka adalah enam orang murid Padepokan Gunung Gading dan Pendekar
Rajawali Sakti. Sesudah menempuh perjalanan yang keras, mereka baru sampai di
perkampungan mati yang tak berpenghuni.
Salah seorang bangkit berdiri sambil menggeliatkan tubuhnya, kemudian melangkah
perlahan menlnggalkan tempat itu. Namun belum juga berjalan jauh, Pendekar
Rajawali Sakti sudah menghentikannya. Entah kapan bergeraknya, tahu tahu pemuda
-berbaju rompi putih itu sudah berdiri menghadang di depan anak muda itu.
"Mau ke mana kau?" tanya Rangga.
"Jalan Jalan," sahut anak muda itu masih diliputi keterkejutan, karena mendapat
-hadangan Pendekar
Rajawali Sakti yang tiba tiba sekali.
-"Tempat ini bukan untuk berjalan jalan Terlalu banyak bahaya mengancam." kata
-Rangga memperingatkan.
Dan sebelum anak muda itu membuka mulutnya.
mendadak saja terdengar suara genta yang berdentang keras mengejutkan. Suara
genta itu membuat mereka semua terperanjat kaget. Lima orang anak muda yang
masih duduk di sekitar api unggun seketika melompat bangkit berdiri.
Suara genta itu demikian jelas dan keras sekali, membuat telinga terasa pekak,
dan seakan ingin pecah.
Sementara Rangga masih berdiri tegak, namun tampak enam orang anak muda dari
Padepokan Gunung Gading itu sudah menutup telinganya rapat rapat. Suara genta
-itu terus terdengar berdentangan semakin keras.
"Gunakan tenaga dalam kalian, kerahkan ke pusat tubuh!" sentak Rangga memberi
tahu. Seruan keras Rangga tak dapat dilakukan enam orang anak muda itu. Karena tiba
-tiba saja dari balik dinding rumah rumah yang rusak, berlompatan gadis-gadis
-muda dan cantik sambil menghunus senjata barbagai macam bentuk. Mereka langsung
mengurung ketujuh anak muda itu.
Sementara suara genta tadi sudah tidak terdengar lagi. Enam orang murid
Padepokan Gunung Gading langsung terlongong. Karena tiba tiba saja. mereka sudah
-dikepung gadis gadis cantik yang menghunus senjata.
-"Nila Komala .." desis pemuda yang berada di dekat Rangga.
Pendekar Rajawali Sakti segera mengerahkan
pandangannya ke arah yang dipandang anak muda itu.
Pandangan Rangga tertumbuk pada seorang gadis berbaju putih yang bagian dadanya
hitam seperti terbakar. Gads itu menghunus pedang yang menyilang di depan dada.
"Yang mana Nila Komala?" tanya Rangga ingin memastikan.
"Itu, yang pakai baju putih," tunjuk anak muda itu.
Baru saja Rangga hendak membuka mulut ingin bertanya lagi, mendadak saja kembali
terdengar dentang suara genta tiga kail. Begitu suara itu berhenti, seketika itu
juga gadis gadis yang sudah mengepung langsung berlompatan menyerang. Hal ini -membuat murid murid Padepokan Gunung Gading jadi terperanjat kaget.
-Namun mereka cepat berlompatan berkelit, menghindari setiap serangan yang datang
dari segala arah.
Seketika itu juga, suasana malam yang sunyi sudah pecah oleh pekik dan teriakan
pertempuran ditingkahi suara denting senjata beradu. Namun anehnya, tak ada
seorang pun dari gadis gadis itu yang menyerang Rangga. Maka Pendekar Rajawali
-Sakti itu jadi terpaku saja memperhatikan pertarungan. Tampak sekali kalau enam
orang murid Padepokan Gunung Gading,
kewalahan juga menghadapi gempuran yang gencar dari segala arah itu. Di samping
jumlah gadis itu jauh lebih banyak.
"Aaa...!"
Tiba tiba saja terdengar jeritan panjang melengking tinggi. Tampak salah seorang
-anak muda dari Padepokan Gunung Gading, terhuyung huyung sambil
-mendekap dadanya yang berlumuran darah. Dan sebelum keseimbangan tubuhnya bisa
dikuasai, mendadak dari arah samping kanan berkelebat sebuah pedang panjang yang
tipis. Cras! "Aaa...!" anak muda yang mengenakan baju warna kuning tua itu kembali menjerit
keras. Hanya sebentar dia mampu berdiri limbung, sesaat kemudian sudah menggelepar di
tanah dengan dada sobek mengucurkan darah. Sedangkan lehemya
menganga lebar, hampir putus terpenggal pedang.
Pemuda itu kemudian diam tidak bergerak gerak lagi, tewas bermandikan darah.
Pendekar Rajawali Sakti 48 Genta Kematian di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
-*** Pertempuran terus berlangsung sengit sekali. Dalam waktu tidak berapa lama saja,
sudah dua orang anak muda Padepokan Gunung Gading tewas berlumuran darah. Dan
empat anak muda lagi, semakin kewalahan saja. Melihat keadaan yang sangat tidak
menguntung-kan ini tentu saja Rangga tidak bisa tinggal diam menyaksikan hal
itu. "Hiyaaat...!"
Pendekar Rajawali Sakti langsung melompat cepat ke arah pertarungan itu. Namun
sebelum sampai. Mendadak saja sebuah bayangan keperakan berkelebat cepat
memotong arahnya. Cepat sekali Rangga melentingkan tubuhnya, lalu berputaran ke
belakang di udara. Kemudian manis sekali kakinya menjejak di tanah yang berpasir
dan berdebu. Kini di depan Pendekar Rajawali Sakti ttu sudah berdiri seorang yang mengenakan
pakaian tertutup warna keperakan. Tubuhnya tinggi dan tegap, dan otot-ototnya
bersembulan ke luar. Rangga tahu kalau manusia keperakan ini sebenarnya ada dua.
Dan baru satu ini yang muncul menghadangnya. Dan yang pasti, seorang lagi tengah
menunggu giliran, sebelum si Genta Kematian sendiri muncul.
"Aku lawanmu, Anak Muda!" dengus manusia
keperakan itu. Suaranya terdengar berat dan dingin.
"Hm... majulah." sambut Rangga tidak kalah dinginnya.
Memang tidak ada pilihan lain lagi bagi Pendekar Rajawali Sakti. Untuk bisa
menantang si Genta Maut, memang harus melewati orang orangnya dulu. Dan ini -sudah dipikirkannya sejak masih berada di Padepokan Gunung Gading.
Satu rintangan telah muncul. Dan ada beberapa rintangan lagi yang akan muncul
menghadangnya. Namun semua rintangan itu akan dihadapl dengan segala tekad dan akibatnya.
Kedatangannya kembali ke daerah gersang yang selalu dihindari setiap orang ini
bertujuan untuk menantang si Genta Kematian. Jadi segala rintangan harus
dihadapinya. "Hiyaaat..!"
Bagaikan kilat, orang berpakaian serba tertutup dan berwarna keperakan itu
melompat menerjang Pendekar Rajawali Sakti. Dua kali pukulan keras dilontarkan
secara beruntun, dan mengandung pengerahan tenaga dalam tinggi. Namun Rangga
yang sudah slap sejak tadi, segera mengegoskan tubuhnya menghlndari serangan
itu. "Yeaaah...!"
Cepat sekali Pendekar Rajawali Sakti menghentakkan tangan kanannya untuk memberi
sodokan keras ke arah perut, begitu berhasil menghlndari serangan orang
keperakan itu. Namun sodokan Rangga juga tidak mengenai sasaran. Manusia
keperakan itu berhasil menghindar dengan menarik tubuh ke kanan.
Pada saat itu, tanpa diduga sama sekali tubuhnya berputar disertai ayunan kaki
yang keras menggeledek.
Rangga benar benar tidak menyadari kalau lawannya mampu membuat serangan di kala-sedang menghindari serangan. Maka Pendekar Rajawali Sakti tak dapat lagi
menghindari libasan kaki yang datang dengan kecepatan sangat tinggi itu.
Des! "Akh...!" Rangga memekik pendek agak tertahan.
Pendekar Rajawali Sakti terhuyung ke belakang beberapa langkah begitu dadanya
tersambar kaki manusia keperakan itu. Namun keseimbangan tubuhnya cepat bisa
dikuasai. Dan segera Rangga mengerahkan hawa murni untuk mengusir rasa sesak
yang melanda rongga dadanya.
"Hlyaaa...!"
Batum juga Rangga bersiap, manusia keperakan itu sudah kembali melompat cepat
bagai kilat menerjangnya. Terpaksa Pendekar Rajawali Sakti membuang dirinya ke
tanah. dan bergulingan beberapa kali. Dua pukulan yang dllancarkan manusia
keperakan Itu tidak mengenai sasaran sama sekali.
"Hup! Yeaaah...!"
Cepat sekali Rangga melompat bangkit berdiri, lalu segera melesat dengan tangan
terentang lebar ke samping Pendekar Rajawali Sakti kini meluncur deras ke
angkasa. "Jangan lari, kau...!" seru manusia keperakan itu.
"Yeaaah...!"
Seketika itu juga tubuh orang keperakan itu melesat cepat ke udara, mengejar
Pendekar Rajawali Sakti. Dan tindakan ini yang sebenarnya sedang dinantikan
Rangga. Kesempatan baik ini tidak ingin dilewatkan begitu saja. Sambil
mengerahkan Jurus 'Sayap Rajawali Membelah Mega'. Rangga segera memutar tubuhnya
dua kali. Kemudian tubuhnya segera meluruk deras ke arah manusia keperakan Itu.
Kedua tangannya yang terentang ke samping. cepat sekali berkelebatan menyambar
ke beberapa bagian tubuh lawan.
"Hiya! Yeaaah...!"
"Uts!"
*** 7 Beberapa kali serangan Rangga berhasil dihindari manusia aneh keperakan itu.
Namun ketika Pendekar Rajawali Sakti langsung merubah jurusnya menjadi Jurus
'Pukulan Maut Paruh Rajawali', manusia keperakan itu tak mampu lagi menghindari.
Dadanya terhantam pukulan Rangga yang keras dan mengandung pengerahan tenaga
dalam sempurna sekali.
"Yeaaah...!"
Deghk! "Akh...!"
Orang yang seluruh tubuhnya tertutup kain
keperakan itu, terhuyung huyung ke belakang sambil mendekap dadanya. Dan sebelum-sempat menguasai keseimbangan tubuhnya, Rangga sudah kembali memberi satu
pukulan keras ke kepalanya, begitu mendaratkan kakinya di tanah. Pukulan dari
jurus 'Pukulan Maut Paruh Rajawali' tak dapat dibendung lagi.
"Yeaaah ....!"
Prak! "Akh...!"
Untuk kedua kalinya manusia keperakan itu memekik keras. Tampak darah merembes
di sekitar kepalanya Beberapa saat dia masih mampu berdiri limbung, kemudian
ambruk menggelepar di tanah sambil mengerang, meregang nyawa. Rangga bergegas
melompat menghampiri. Saat itu juga tangannya bergerak cepat.
Bret! "Oh...!" Rangga tersentak kaget ketika penutup kepala manusia keperakan itu
direnggut paksa.
Pendekar Rajawali Sakti langsung melompat mundur.
Sungguh tidak disangka kalau di balik selubung keperakan ini, tersembunyi seraut
wajah rusak yang mengerikan sekali. Hampir seluruh daging diwajahnya mengelupas,
seperti bekas terkena api.
Teng...! Belum lagi keterkejutan Pendekar Rajawali Sakti itu hilang, mendadak saja
terdengar suara genta berdentang keras. Rangga langsung mengangkat kepalanya.
Pada saat itu, gadis gadis yang bertarung dengan murid-murid Padepokan Gunung
-Gading cepat berlompatan pergi.
Sebentar saja keadaan di sekitar tempat itu sudah kembali sunyi. Rangga kembali
terperanjat karena semua murid Padepokan Gunung Gading yang
menyertainya, kini tak ada lagi yang hidup. Mereka semua tergeletak tak bernyawa
lagi. Darah mengucur deras dari luka luka di tubuh mereka. Namun, tak ada satu
-pun mayat yang menjadi lawan enam orang murid Padepokan Gunung Gading itu.
"Hm..." Rangga menggumam perlahan.
Pendekar Rajawali Sakti teringat kata kata Eyang Jatibaya. Si Genta Kematian -memang jarang menampakkan diri. Tapi anak buahnya tendiri dari para pendekar
wanlta yang memiliki kemampuan rata rata cukup tinggi. Perempuan tua itu
-mengambil pendekar-pendekar wanita dengan cara menculiknya, kemudian
mengosongkan jiwa mereka yang akhirnya bisa
diperintah tanpa dapat menolak lagi.
Rangga kembali memandang mayat manusia
keperakan yang tergeletak tidak jauh di depannya. Dia tidak tahu apakah orang
ini juga telah dipengaruhi Jiwanya. atau memang pengikut setia si Genta
Kematian. Tapi dari wajahnya yang rusak seperti mayat hidup itu, membuat Rangga
jadi bimbang juga. Dan Pendekar Rajawali Sakti yakin kalau gadis gadis yang
-bertarung dengan enam orang murid Padepokan Gunung Gading tadi, pasti telah
terpengaruh jiwanya.
"Aku harus menyelamatkan mereka," desis Rangga bertekad.
Tanpa membuang buang waktu lagi, Rangga
-langsung melompat cepat meninggalkan tempat itu.
Begitu sempurnanya ilmu meringankan tubuh yang dimiliki Pendekar RajawaH Sakti
itu, sehingga dalam sekejap saja sudah lenyap tertelan kegelapan malam.
Tak ada lagi suara yang terdengar. Tak ada lagi manusia yang hidup terlihat di
sana. Keadaan di perkampungan sunyi itu kembali seperti semula. Hanya desir
angin malam yang dingin dan keras itu saja yang terdengar mengusik pendengaran.
*** Slap! "Heh..."!"
Rangga tersentak kaget ketika tiba tiba sebuah bayangan merah muda berkelebat
-cepat memotong arah larinya. Seketika itu juga, Pendekar Rajawali Sakti
menghentikan larinya. Dan tahu tahu dl depannya kini
-sudah berdiri seorang gadis cantik berbaju merah muda yang bertubuh ramping.
Rangga mengenali gadis ttu, karena pernah beberapa kali bertemu. Gadis yang
masih terselimut kabut misteri.
"Taria...." desis Rangga menghilangkan keterkejutannya.
Rangga memandangi gadis itu dalam dalam. Dia teringat ketika malam itu
-meninggalkan Taria seorang diri, dan kemudian terdengar jeritan gadis itu. Tapi
Taria kemudian menghilang dengan meninggalkan ceceran darah. Namun darah itu
hanya berputar di sekitar situ saja, seperti disengaja.
"Kenapa memandangku begitu, Kakang?" tegur Taria merasa jengah.
"Apa yang terjadi malam itu padamu, Taria?" Rangga malah bertanya minta
penjelasan. "Maaf, Kakang. Ada orang yang menyerangku. Satu orang berhasil kulukai, tapi
mereka langsung kabur. Jadi aku mengejar mereka." sahut Taria.
Rangga melangkah mendekati. Pendekar Rajawali Sakti memang tidak tahu kejadian
yang sebenarnya.
Untuk saat ini, dia hanya percaya saja.
"Kenapa kau kelihatan tergesa gesa, Kakang?" tanya Taria begitu Rangga dekat di -depan nya
"Aku sedang mengejar mereka," sahut Rangga.
"Mereka" Mereka siapa?" tanya Taria lagi.
"Genta Kematian," sahut Rangga.
"O..."! Jadi kau berada di sini karena berurusan dengan perempuan tua itu...?"
Taria agak terkejut juga.
"Ya! Aku akan menantangnya bertarung," sahut Rangga.
"Sia sia saja, Kakang. Lebih baik urungkan saja niatmu itu. Si Genta Kematian
-bukan orang sembarangan. Kemampuannya sangat tinggi dan sukar ditandingi," Taria
menasihati. Rangga hanya tersenyum saja. Pendekar Rajawali Sakti juga mendapat nasihat yang
sama dari Eyang Jatibaya. Dan sekarang gadis ini juga menganjurkan agar tidak
perlu menantang si Genta kematian. Namun nasihat nasihat itu malah membuat
-Pendekar Rajawali Sakti semakin ingin mengetahui, sampai di mana tingkat
kepandaian perempuan tua yang ditakuti semua orang itu. Apakah memang
kemampuannya sangat tinggi, atau hanya omong kosong saja. Pendekar Rajawali
Sakti yang sudah kenyang makan asam garam kehidupan keras di rimba persilatan,
tidak akan mudah percaya begitu saja pada kemampuan seseorang sebelum
dibuktikannya sendiri.
"Terima kasih, Taria. Tapi, maaf. Aku datang jauh-jauh memang untuk menantang
Genta Kematian. Jadi tidak mungkin aku melangkah mundur lagi." Ujar Rangga
mantap. "Kalau boleh kutahu, kenapa kau ingin menantang si Genta Kematian, Kakang?"
tanya Taria. "Persoalan pribadi," sahut Rangga.
"Kalau hanya dendam, sebaiknya dibatalkan saja.
Bukannya aku menyangsikan kemampuanmu, Kakang.
Tapi kau harus berpikir seribu kali untuk bisa menantangnya," lagi lagi Taria
-menasihatkan. Kembali Rangga hanya tersenyum saja. Pendekar Rajawali Sakti mengayunkan kakinya
melewati gadis itu.
Dia tidak ingin tertalu lama mendengar nasihat nasihat-yang tidak akan mengendurkan tekadnya untuk menantang si Genta Kematian.
Perempuan tua itu harus bisa ditaklukkan, demi Pandan Wangi yang kini terbaring
tanpa daya di Padepokan Gunung Gading
"Kakang, tunggu...!"
Taria bergegas menyusul, dan mensejajarkan
langkahnya di samping kanan Pendekar Rajawali Sakti.
Kini dia tidak lagi mencoba membatalkan keinginan Rangga yang selama ini tidak
ada yang pernah melakukannya. Gadis itu terus berjalan cepat mengimbang ayunan
kaki Pendekar Rajawali Sakti yang berjalan mempergunakan ilmu meringankan tubuh.
*** Rangga berdiiri tegak di depan bangunan tua berbentuk puri. Di tempat ini Pandan
Wangi yang sudah dalam keadaan tidak sadarkan diri telah ditemukan. Di tempat
ini Pendekar Rajawali Sakti sempat bertemu si Genta Kematian, meskipun tidak
sempat bentrok. Tapi dua orang bertubuh keperakan yang menjadi pengikut
setianya, cukup tinggi kepandaiannya. Seorang dari mereka sudah tewas, tinggal
seorang lagi yang pasti adalah wanlta. Walau wajahnya tidak terlihat, karena
terselubung kain tipis keperakan yang sangat ketat, tapi bisa ditebak dari suara
dan bentuk tubuhnya.
"Kau yakin d sini tempatnya, Kakang?" tanya Taria yang masih mengikuti Pendekar
Rajawali Sakti "Mungkin," sahut Rangga.
Sementara Itu malam sudah hampir berganti pagi.
Walau keadaan masih terselimut gelap, namun kicauan
burung sudah sejak tadi terdengar ramai Kokok ayam jantan juga terus terdengar
saling bersahutan, menambah hidupnya alam ini
"SI Genta Kematian tidak ada kalau siang hari, Kakang," jelas Taria.
"Hm.... Tampaknya kau banyak tahu tentang Genta Kematian, Taria..." suara Rangga
agak bergumam. dan bernada menyelidik.
"Hanya sedikit," sahut Taria seraya tersenyum.
Gadis itu tahu kalau Pendekar Rajawali Sakti masih belum mempercayai penuh
padanya. Padahal sudah dikatakan kalau dirinya bukan salah satu gadis pengikut
si Genta Kematian. Kecurigaan Rangga disebabkan Taria tidak mengatakan
alasannya, kenapa berada di Lembah Maut ini. Lembah yang selama ini selalu
dihindari semua orang. Sementara Itu Rangga menatap Taria dalam dalam.-"Jangan menatapku begitu, Kakang..," Taria merasa jengah.
"Siapa kau sebenarnya, Taria?" tanya Rangga tidak bisa menyembunyikan rasa
curiga dan keingintahuannya.
"Sudah kujelaskan padamu, Kakang," sahut Taria tetap menghindar halus.
"Kau belum mengatakan yang sesungguhnya, Taria.
Kenapa berada di sini?" desak Rangga.
"Aku ada urusan pribadi," sahut Taria.
"Dengan si Genta Kematian?" Rangga terus mendesak.
Taria diam saja, dan tampak sekali kalau mulai tidak senang didesak terus
begitu. Tapi gadis ini tetap
bertahan, dan malah memberi senyuman yang manis sekali. Sejenak Rangga terpaku
dan jantungnya seketika berdetak kencang. Tapi buru buru mukanya dipalingkan,
-menatap ke arah lain.
Pendekar Rajawali Sakti merasa ada sesuaru kekuatan aneh yang terpancar pada
sinar mata gadis ini.
Sesuatu yang membuat Pendekar Rajawali Sakti bagai terangsang kejantanannya. Hal
ini belum pernah terjadi pada dirinya. Meskipun dengan Pandan Wangi, Pendekar
Rajawali Sakti masih mampu mengendalikan diri. Tapi terhadap gadis ini,
sepertinya desakan itu kuat sekali. Dan Rangga merasakan adanya kesulitan untuk
menentangnya. Rangga benar benar tidak mengerti, kenapa desakan itu selalu
-muncul setiap kali pandangannya bertemu dengan gadis itu.
"Mau ke mana, Kakang?" tegur Taria ketika Rangga melangkah hendak
meninggalkannya.
"Kau punya tujuan sendiri, dan aku pun begitu. Jadi sebaiknya kita tidak
bersama sama," Jawab Rangga seraya menghentikan langkahnya, namun tidak
-berbalik. "Kenapa begitu?" tanya Taria seraya mendekati.
Rangga tidak menjawab. Pemuda itu memutar
tubuhnya sedikit dan memandang ke arah lain, saat Taria sudah berada di
depannya. Pendekar Rajawali Sakti benar benar tidak ingin memandang mata Taria
-yang disadarinya memiliki pancaran kekuatan aneh yang sangat besar. Bahkan mampu
mengoyak relung hatinya serta membangkitkan kejantanannya.
"Kakang..." lembut sekali suara Taria.
Gadis itu menjulurkan tangannya, lalu meraba dada
Rangga dengan lembut sekali. Seketika itu juga Rangga merasa darahnya seperti
Pendekar Rajawali Sakti 48 Genta Kematian di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
berhenti mengalir, dan jantungnya jadi berdetak lebih kencang lagi. Rangga men-coba menghindar dengan melangkah mundur.
Tapi..., Taria lebih cepat lagi bertindak. Gadis itu sudah melingkarkan kedua
tangannya di leher Pendekar Rajawali Sakti.
Entah kenapa, Rangga seperti sukar menolak Bahkan pikirannya jadi mengambang
jauh. Terlebih lagi saat matanya tak mampu lagi berpaling, dan terpaksa menatap
bola mata Taria yang bening, bulat dan indah itu. Mata itu sungguh indah,
memancarkan suatu kekuatan yang semakin mendesak kejantanan Pendekar Rajawali
Sakti. "Taria..." desah Rangga masih mencoba mengembalikan kesadarannya.
Tapi Taria malah merapatkan tubuhnya. Jantung Rangga semakin keras berdetak saat
merasakan sesuatu yang lembut menonjol menekan dadanya. Rangga semakin sukar
mengendalikan diri saat merasakan hangatnya desah napas Taria yang menerpa
lembut wajahnya.
"Cumbulah aku, Kakang Puaskan seluruh keinginanmu. Cumbulah aku, Kakang..,"
desah Taria lembut sekali.
"Ah...," Rangga mencoba untuk memalingkan muka
-nya. Tapi Pendekar Rajawali Sakti benar benar tidak sanggup lagi mengendalikan diri.
-Dan pemuda Itu benar benar tidak tahu lagi, apa yang harus dilakukan saat bibir
-Taria sudah menempel di bibirnya.
Seketika itu juga Rangga merasakan seluruh aliran darahnya jadi terbalik. dan
jantungnya bagai terhenti berdetak. Kecupan Taria yang lembut dan hangat,
membuat kepala Pendekar Rajawali Sakti mendadak Jadi pening.
"Oh...." Rangga mendesah lirih. Pendekar Rajawali Sakti seperti kerbau yang
dicucuk hidungnya. Dia tidak mampu lagi menolak, ketika Taria mengajaknya turun.
Dan mereka kini sudah terduduk dl tanah berumput tebal. Perlahan lahan Taria
-membaringkan tubuhnya, namun tidak melepaskan rangkulannya dl leher Rangga.
Mau tidak mau, Pendekar Rajawali Sakti ikut turun.
"Ayoiah, Kakang. Cumbulah aku sepuasmu," desah Taria lembut menggairahkan.
Rangga merasa kepalanya semakin pening saja. Dan dirinya sudah tidak bisa lagi
dikuasai. Apalagi ketika dengan gerakan lembut dan halus, gadis itu melepaskan
pakaiannya satu persatu.
Rangga tak kuasa lagi menahan diri begitu hampir seluruh pakaian yang melekat di
tubuh Taria terlepas.
Dengus napasnya sudah tidak terkendali, begitu cepat bagaikan kuda yang dipacu
kencang di jalan mendaki.
"Ohhh...," Taria mendesah lirih.
Rangga mendekap gadis itu, dan sementara itu Taria menggeliat geliatkan tubuhnya
-yang berada di bawah himpitan Pendekar Rajawali Sakti. Bibirnya terus
memperdengarkan rintihan dan desahan lirih, membuat Rangga semakin tidak mampu
mengendalikan diri.
"Khraghk..!"
"Oh..."!"
Rangga tersentak kaget ketika tiba tiba terdengar-suara keras dan serak yang amat dikenalnya. Suara itu seakan akan berada di
-dekat telinganya. Seketika Pendekar Rajawali Sakti itu terlonjak, dan melompat
bangkit dari tubuh Taria.
"Jagat Dewa Batara.... Apa yang telah kulakukan..."!"
sentak Rangga mendesah.
Pendekar Rajawali Sakti segera melangkah mundur seraya memalingkan mukanya dari
tubuh Taria yang sudah hampir tidak berpakaian lagi. Hanya bagian pinggang saja
yang masih tertutup.
"Kenapa kau, Kakang?" tanya Taria seraya bangkit duduk.
Gadis itu membenahi pakaian seadanya, namun membiarkan bagian dada dan paha
terbuka. Sementara Rangga sempat melirik, namun cepat memalingkan mukanya. Dia
tidak ingin terbelenggu lagi dalam lautan asmara yang memabukkan.
"Kakang..." lembut sekali suara Taria.
"Pergilah kau, Taria. Jangan ganggu aku!" sentak Rangga tanpa memandang sedikit
pun. "Kenapa" Apakah aku mengecewakanmu?" masih
terdengar lembut suara Taria,
Rangga hanya menghembuskan napasnya saja. Sama
sekali tidak dijawab pertanyaan itu. Dia hanya tidak ingin diganggu saat ini.
Pendekar Rajawali Sakti menyadari kalau Taria memiliki sesuatu yang bisa menarik
dan membangkitkan gairah seorang laki laki, tanpa dapat dibendung lagi.
-Seperti.... "Oh...!" Rangga mendadak tersentak.
Cepat tubuhnya berputar. Ditatapnya Taria dalam-dalam dan tajam sekali. Rangga
seperti baru setelah
dikejutkan teriakan Rajawali Putih. Seekor burung raksasa yang menjadi guru,
sahabat, juga tunggangannya. Dan rupanya meskipun dalam jarak jauh, Rajawali
Putih selalu menjaga Rangga. Burung raksasa itu selalu memperingatkan jika
Pendekar Rajawali Sakti melakukan sesuatu yang dapat mengotori dirinya sendiri.
"Siapa kau sebenarnya, Taria?" tajam dan dingin sekali nada suara Rangga.
Taria tidak menjawab, tapi malah tersenyum seraya bangkit berdiri. Dengan
gerakan halus dan gemulai, gadis itu mengenakan kembali pakaiannya Wajahnya yang
cantik itu, tetap ceria dengan bibir menyungging-kan senyuman. Dan Rangga tetap
menatap tajam, namun tidak berani langsung menatap mata gadis itu.
Karena, di sanalah letak kekuatan yang dimiliki gadis itu.
"Tataplah mataku, Kakang. Kau akan menemukan kenikmatan dan kebahagiaan di
sana," Taria lembut sekali.
"Tidak..!" sentak Rangga begitu merasa adanya sesuatu daya tarik yang luar biasa
membetot relung hatinya.
Sekuat daya, Pendekar Rajawalii Sakti mencoba bartahan agar tidak menatap mata
gadis itu. Namun daya tarik aneh yang dirasakannya, semakin kuat saja.
Tampak titik titik keringat mulai mengalir di dahi Rangga.-"Iblis...." desis Rangga.
Slap! Seketika Itu juga, Rangga melentingkan tubuhnya ke udara, lalu berputaran
beberapa kali. Kemudian dia langsung meluruk deras ke arah Taria. Kedua kakinya
bergerak cepat dan lincah sekali, mengarah ke kepala gads Itu.
"Yeaaah...!"
"Kakang...! Uts!" Taria terkejut
Buru buru Taria membanting tubuhnya ke tanah, dan bergulingan beberapa kali.
-Maka kedua kaki Pendekar Rajawali Sakti hanya menghantam tanah, tempat Taria
tadi berdiri. Ledakan keras terdengar menggelegar bersamaan dengan terbongkarnya
tanah itu, hingga menlmbulkan gumpalan debu yang mengepul tinggi ke udara
"Tahan, Kakang..!" sentak Taria ketika Rangga sudah kembali melompat
menerjangnya. Tapi Pendekar Rajawali Sakti sudah cepat melompat sambil memberi dua pukulan
beruntun yang disertai pengerahan tenaga dalam sempurna.
"Hap!"
Taria yang baru saja bisa bangkit berdiri, buru buru melentingkan tubuhnya ke
-belakang dan berputaran beberapa kali. Namun baru saja kakinya menjejak tanah,
Pendekar Rajawali Sakti sudah kembali memberi serangan dahsyat luar biasa.
Terpaksa Taria harus berjumpalitan menghindarinya Gerakan gadis itu memang
sungguh cepat luar biasa. Beberapa kali Rangga memberi serangan cepat dan
dahsyat disertai pengerahan tenaga dalam sempurna, tapi tidak satu pun berhasil
mengenai sasaran.
"Hup...l"
Tiba tiba Rangga melompat mundur dan menghenti
- -kan serangannya. Dia berdiri tegak dengan pandangan lurus tak berkedip pada
gadis itu. Sementara Taria
hanya berdiri saja. Sikapnya masih terlihat lembut menggoda, disertai senyuman
manls menggairahkan di bibir yang memerah itu.
"Katakan! Siapa kau sebenarnya"! Atau kau ingin aku bertindak lebih kejam
lagi.."!" sentak Rangga, dingln nada suaranya.
"Kenapa kau mempersoalkan tentang diriku,
Kakang" Apakah aku tidak pantas untukmu?" masih dengan lembut suara Taria.
"Kau jangan mencoba mempengaruhiku dengan ilmu
'Lemah Jiwa..!" sentak Rangga yang baru menyadari kalau Taria tadi mempergunakan
limu 'Ilmu Jiwa'.
Ilmu itu memang tidak berbentuk, tapi sangat luar biasa akibatnya. Seorang lakl-laki yang sudah berilmu tinggi sekalipun, sangat sukar menyadari dengan cepat.
Karena ilmu itu menyerang bawah sadar seseorang, dan langsung membangkttkan
gairah kejantanan. Dan ilmu itu hanya khusus bisa dikuasai kaum wanlta. Yang
pasti, digunakan untuk menjerat laki laki.
-"Hik hik hik...." tiba tiba saja Taria tertawa terkikik.
-"Heh.."!" Rangga terkejut
Pendekar Rajawali Sakti sampai terlonjak ke belakang dua langkah, begitu
mendengar tawa Taria yang mengikik kering. Persis suara seorang perempuan tua.
Dan kelembutan pada wajah serta sorot matanya seketika lenyap. Dan kini berganti
seraut wajah tegang dan kaku, membuat siapa saja yang melihatnya akan bergidik
ngeri. "Siapa kau..."!" bentak Rangga kembali bertanya.
*** 8 Taria tetap saja tertawa mengikik kering. Pada saat itu, tiba tiba saja
-tangannya dikebutkan ke atas. Maka dari dalam bangunan puri itu meluncur sebuah
benda keperakan. Hanya sedikit saja wanita itu menggenjot tubuhnya, kemudian
meluncur deras ke arah benda keperakan itu.
Tap! Taria kembali turun begitu benda keperakan Itu tertangkap. Dan Rangga jadi
terhenyak ketika wanita cantik itu kini memegang sebuah tombak berwarna perak
yang bagian ujung atasnya terdapat genta genta kecil yang bergemerincing
-"Genta Kematian..." desis Rangga agak terhenyak.
Pendekar Rajawali Sakti sungguh tidak mengerti.
Pertama kali melihat wanita ini, dia mengenakan jubah putih. Bahkan sosok
tubuhnya telah tua, berusia lebih dari delapan puluh tahun. Dan sekarang,
berujud seorang gadis cantik dan masih muda. Bahkan bentuk tubuhnya
menggairahkan. Namun tongkat yang kini berada di tangan kanannya, sudah
memastikan kalau wanita itu adalah si Genta Kematian.
"Kaukah si Genta Kematian itu...?" tanya Rangga seperti ingin meyakinkan
dirinya. "Kau pikir aku ini siapa, Rangga?" dingin sekali suara wanita yang mengaku
bernama Taria itu.
Rangga tidak perlu lagi penjelasan. Kini dia tahu kalau Taria sebenarnya adalah
si Genta Kematian. Tapi
masih belum bisa dimengerti dengan perubahan bentuk gads ini. Dia bisa menjadi
tua dan juga bisa menjadi seorang gadis muda belia, cantik, dan menggairahkan.
Belum pernah Pendekar Rajawali Sakti mendengar ada orang yang bisa berubah ubah -dari tua ke muda dan sebaliknya. Jika hanya perubahan wajah saja, baginya sudah
tidak mengejutkan lagi. Tapi seluruh tubuh dan wajah wanita ini benar benar
-berubah jauh. "Di mana kau sembunyikan gadis itu?" tanya Taria atau si Genta Kematian, dingin
nada suaranya "Untuk apa kau menanyakannya?" Rangga malah balik bertanya.
"Untuk apa..."! Heh..! Kau sudah merampas milikku.
tahu"! Dan sekarang juga, kuminta kau mengembalikan gadis itu padaku!" bentak
Taria kasar "Hhh! Siapa di antara kita yang merampas" Kau atau aku..?" dingin sekali suara
Rangga. "Rupanya kau pandai juga bermain kata kata.
-Rangga. Baik. Aku ingin tahu sampai di mana kemampuanmu," desis Taria dingin.
Rangga hanya menggumam saja
"Ayo, Rangga. Bukankah kau ingin menantangku"
Lima Jurus kuberikan padamu untuk menyerang," nada suara Taria seperti
meremehkan. "Aku khawatir, tidak sampai tiga jurus kau sudah balas menyerang."
Taria tertawa terbahak bahak. Kemudian tongkatnya dhentakkan ke tanah. tepat di
-ujung jari kaki. Seketika itu juga tanah yang mereka pijak bergetar, bagai
dlguncang gempa. Rangga sempat terlonjak kaget namun sesaat kemudian sudah
melesat memberi
serangan cepat dan dahsyat luar biasa.
Rangga yang sudah mengetahui siapa sebenarnya wanita itu, tidak lagi tanggung-tanggung dalam memberi serangan. Langsung saja dirangseknya si Genta Kematian
itu dengan jurus jurus maut dari rangkaian lima Jurus 'Rajawali Sakti' yang
-semakin sempurna dan dahsyat saja.
"Uts! Setan!" dengus Taria ketika satu pukulan Pendekar Rajawali Sakti hampir
saja mengenai kepalanya.
Rangga baru saja mengerahkan dua jurus, namun si Genta Kematian sudah kelabakan
menghindarinya.
Beberapa kali tubuhnya terpaksa dibanting ke tanah, atau melompat ke belakang
menghindari Pendekar Rajawali Sakti.
Dan dugaan Rangga memang tepat Begitu memasuki
jurus ketiga. si Genta Kematian sudah tidak tahan lagi didesak terus menerus.
-Kesombongannya diingkari sendiri dengan memberi satu serangan kilat, begitu berhasil mengelakkan satu pukulan Rangga yang
mengarah ke dada
"Yeaaah...!"
"Hup!"
Rangga langsung melompat cepat ke belakang ketika Taria mengebutkan tongkatnya,
hingga memperdengarkan suara berdentang yang keras menggetarkan jantung.
Sambaran tongkat itu demlkian keras dan dahsyat sekali, sehingga menimbulkan
hempasan angin luar biasa, bagai badai. Rangga sampai terhuyung beberapa langkah
ke belakang, menerima gempuran angin sambaran tongkat aneh itu.
"Kau melanggar janjimu sendiri. Genta Kematian,"
desis Rangga dingin.
"Phuih! Ini daerah kekuasaanku! Aku bisa berbuat apa saja sesuka hatiku" bentak
Taria geram. "O.... Kalau begitu, aku yang akan memberimu kesempatan lima jurus untuk
menyerang. Jika kau tidak sanggup mendesakku, maka kau harus mengakui
kekalahanmu." kali ini Rangga yang memberi kesempatan.
"Peduli setan! Hiyaaat...!"
Taria berteriak nyaring melengking tlnggi. Bagai anak panah lepas dari busur, si
Genta Kematian melompat menerjang Pendekar Rajawali Sakti yang sudah slap
menerima serangan sejak tadi. Dan begitu ujung tongkat Taria berkelebat
mengancam kepalanya. maka cepat dan manis sekali Pendekar Rajawali Sakti
mengelak dengan menundukkan kepala.
Wus! Tongkat keperakan itu lewat sedikit di atas kepala Rangga. Dan sebelum Pendekar
Rajawali Sakti bisa menegakkan kepalanya kembali, si Genta Kematian sudah
memberi serangan cepat luar biasa.
Saat itu juga Rangga meliukkan tubuhnya,
mempergunakan jurus 'Sembilan Langkah Ajaib'. Satu jurus yang serlngkali
digunakan untuk memancing dan mengamati tingkat kepandaian lawan. Tapi kali inl
Rangga mempergunakan hanya untuk mengulur waktu agar perempuan itu menghabiskan
lima jurus yang dijanjikannya.
"Seta...!" geram Taria yang merasa setiap kali serangannya dapat dimentahkan
Pendekar Rajawali
Sakti dengan manis sekali.
Beberapa kali Taria melancarkan gebrakan, namun beberapa kali itu pula terpaksa
harus menelan kepahitan. Rangga selalu saja bisa mematahkan serangan, walaupun
dengan gerakan gerakan aneh dan tidak beraturan. Hal ini membuat si Genta -Kematian itu jadi semakin berang. Dia merasa kalau Rangga hanya mempermainkan
dirinya saja. "Keparat kau, Rangga...!" desis Taria gusar.
"Sudah tiga jurus, Taria. Kau masih punya kesempatan dua jurus lagi," kata
Rangga mengingatkan.
"Persetan..!" geram Taria.
Kembali si Genta Kematian melancarkan lebih dahsyat dari sebelumnya. Dan kali
ini tongkatnya berkelebat cepat, menimbulkan hempasan angln disertai dentangan
genta yang berada di ujung tongkat itu.
Suaranya demikian keras, membuat telinga terasa sakit.
Namun Rangga sudah lebih dahulu menutup pen-dengarannya dengan mengerahkan hawa
murni yang dipusatkan pada telinga.
Maka suara apa pun yang terdengar, tidak membuat perhatiannya buyar. Namun
Pendekar Rajawali Sakti masih juga tidak mau memandang kedua mata si Genta
Kematian. Karena masih dlrasakan kalau wanita itu tetap mengerahkan ilmu 'Lemah
Jiwa'. untuk mem-buyarkan perhatian dalam pertarungan ini.
*** Jurus demi Jurus berialu cepat. Tak terasa, si Genta Kematian justru sudah
menghabiskan lebih dari sepuluh
jurus. Namun Pendekar Rajawali Sakti sampai sejauh itu belum bisa terdesak. Hal
ini memang disengaja Rangga, agar wanita itu terpancing amarahnya. Dengan
demikian, perhatian wanita itu akan targanggu.
Bahkan beberapa kali Rangga memberi gerak tipu dan pancingan yang membuat si
Pendekar Rajawali Sakti 48 Genta Kematian di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Genta Kematian semakin bertambah geram saja jadinya. Wanita itu kini semakin
hebat memberi serangan serangan, yang mengandung pengerahan tenaga dalam tinggi.-Tempat di sekitar pertarungan itu sudah porak poranda bagai teramuk ribuan ekor
gajah. Pepohonan bertumbangan, batu batu -pecah berantakan terkena pukulan pukulan yang tidak mencapai sasaran. Debu semakin
-banyak mengepul di udara, semakin membuat sesak udara di sekitar pertarungan
itu. Sementara matahari mulai menampakkan cahayanya. Namun pertarungan itu terus
berlangsung sengit sekali, seakan akan tidak akan berhenti. Dan kini Rangga juga
-sudah memberi serangan serangan cepat dan berbahaya sekali.
-"Hiyaaat....!"
Tiba tiba saja si Genta Kematian berteriak keras.
- Maka seketika itu juga tubuhnya melesat cepat ke udara sambil mengibaskan
tongkatnya ke arak kepala Pendekar Rajawali Sakti. Wanita itu berjumpalitan di
udara beberapa kali, kemudian cepat sekali menghentakkan tongkatnya kuat kuat.-"Yeaaah...!"
Teng! Slap! Saat itu seberkas cahaya merah kebiru biruan,
-meluncur deras keluar dari ujung tongkat itu. Cahaya itu langsung meluruk ke
arah Pendekar Rajawali Sakti yang masih berada di tanah.
"Hup! Yeaaah..!"
Sama sekali Rangga tidak bergerak menghindar.
Bahkan malah menyambutnya dengan menghentakkan tangannya ke arah bola cahaya
merah kebiru biruan itu.
-Tampak kedua kepalan tangan Pendekar Rajawali Sakti memancarkan sinar merah,
yang berarti saat itu sudah mengerahkan 'Pukulan Maut Paruh Rajawali".
Glarrr! Ledakan keras terdengar menggelegar ketika bola cahaya merah kebiru biruan itu
-menghantam tangan Rangga. Bunga api memercik ke segala arah, disertai kepulan
asap hitam yang membumbung tinggi ke angkasa. Tampak Rangga terdorong ke
belakang dua tindak, namun cepat sekali melentingkan tubuhnya ke angkasa.
"Hiyaaa...!"
Taria yang juga dikenal berjuluk Genta Kematian, terkejut bukan main. Karena
serangan yang diandal-kannya tadi, mudah sekali terpatahkan. Bahkan kini
Pendekar Rajawali Sakti sudah melesat cepat bagai kilat.
Sret! Cring! Cahaya biru berkilau, seketika memendar begitu Rangga menarik Pedang Pusaka
Rajawali Sakti. Secepat pedang itu keluar dari warangkanya, secepat itu pula
dikibaskan ke arah dada si Genta Kematian.
"Yeaaah...!"
"Heh"!"
Taria terkejut setengah mati. Dan wanita itu tidak punya kesempatan lagi untuk
berkelit menghindar.
Dengan cepat sekali, tongkatnya dikibaskan ke depan dada. mencoba menangkis
tebasan pedang yang memancarkan sinar biru menyilaukan mata itu.
Trang! Trak! "Heh.?"!"
Lagi lagi Taria tersentak kaget. Mendadak saja tangannya terasa bergetar hebat -ketika tongkatnya beradu keras dengan pedang Pendekar Rajawali Sakti.
Bergegas tubuhnya berputar ke belakang, dan langsung meluruk turun ke bawah.
Pada saat yang sama, Rangga juga cepat meluruk turun. Hampir bersamaan mereka
menjejakkan kakinya di tanah.
"Keparat..!" geram Taria mendelik
Wanita itu benar benar marah bukan main, karena tongkatnya terpotong jadi dua
-bagian. Namun sebelum kemarahan yang bercampur keterkejutan dan ketidak-
percayaan itu lenyap, mendadak saja Rangga sudah kembali melompat memberi
serangan. Pendekar Rajawali Sakti langsung menggunakan jurus 'Pedang Pemecah
Sukma'. Suatu jurus andalan yang terakhir dari ilmu ilmu 'Rajawali Sakti' yang
-dikuasainya. "Uts...!"
Taria cepat cepat membuang dirinya ke samping, dan meliukkan tubuhnya
-menghindari kelebatan pedang yang memancarkan cahaya biru itu. Saat itu juga
disadari kalau dirinya sangat terdesak dan kewalahan sekali dalam menghadapi
serangan Rangga yang demikian gencar dan dahsyat luar biasa.
Pedang Rajawali Sakti berkelebatan cepat, seakan-akan memiliki mata saja. Selalu
memburu kemana saja si Genta Kematian itu bergerak menghindar. Beberapa gebrakan
berlalu. Walaupun belum menampakkan hasil nyata, namun Rangga sudah bisa
tersenyum. Karena si Genta Kematian mulai kelihatan limbung. Dan gerakan-
gerakannya jadi tidak beraturan lagi.
"Setan...!" dengus Taria geram.
Si Genta Kematian langsung bisa merasakan kalau jiwanya mulai guncang, dan
seperti mendapat kesukaran untuk mengatasi setiap serangan lawan.
Beberapa kali dia memaki setiap kali hampir saja terkena tebasan ujung pedang
yang bersinar biru berkilauan itu.
"Yeaaah...!" tiba tiba Rangga berseru nyaring.
-Dan mendadak saja Pendekar Rajawali Sakti mengibaskan pedangnya cepat ke arah
leher wanita itu.
Tebasan Rangga yang cepat dan didahului satu serangan pukulan tangan kiri.
membuat si Genta Kematian jadi kelabakan. Wanita itu sudah telanjur terpancing
oleh pukulan tangan kiri Rangga, sehingga terlambat menghindari tebasan pedang
itu. Cras "Aaa...!"
Diiringi satu jeritan melengking tinggi, si Genta Kematian
mengejang kaku, kemudian ambruk menggelepar. Seketika itu juga kepalanya terguling terpisah dari leher. Darah
langsung memuncrat keluar dari leher yang buntung tertebas pedang Pendekar
Rajawali Sakti.
Crek! Rangga memasukkan kembali Pedang Rajawali Sakti ke dalam warangkanya di
punggung, seraya menghembuskan napas panjang dan berat. Dipandanginya mayat si
Genta Kematian yang tergeletak di tanah dengan leher terpenggal.
Belum lagi Pendekar Rajawali Sakti bisa menarik napas lega, mendadak saja
terdengar ribut ribut dari dalam bangunan puri Itu. Dan sebentar kemudian, dari -dalam puri Itu berhamburan gadis gadis cantik, mengejar sosok manusia yang
-seluruh tubuhnya berwarna keperakan.
"Hiyaaa...!"
Secepat kilat, Pendekar Rajawali Sakti melompat memotong arus manusia keperakan
itu. Langsung saja Rangga melepaskan satu pukulan keras disertai pengerahan
tenaga dalam yang sudah mencapai taraf kesempurnaan.
Begkh! "Ukh...!" manusia keperakan itu mengeluh panjang begitu dadanya mendadak saja
terkena satu hantaman keras yang dilepaskan Pendekar Rajawali Sakti.
Tak pelak lagi, tubuhnya terpental deras ke belakang.
Dan begitu terbanting ke tanah, gadis gadis yang berhamburan dari dalam puri
-langsung menyongsong-nya. Berbagai macam senjata, berkelebatan ke arah tubuh
manusia keperakan itu.
"Hei...!" sentak Rangga mencoba mencegah.
"Aaa...!"
Namun cegahan Pendekar Rajawali Sakti terlambat.
Karena, gadis gadis itu sudah merajam manusia keperakan tadi. Rangga hanya bisa
-menghembuskan napas panjang saja, melihat tubuh manusia keperakan sudah tercincang tanpa ampun
lagi. Pendekar Rajawali Sakti mengarahkan pandangannya pada dua orang gadis yang
hanya berdiri agak jauh, sambil memperhatikan gadis gadis lain yang sedang
-mencincang tubuh manusia keperakan.
Rangga bergegas menghampiri kedua gadis itu yang dikenalinya adalah Mutiara dan
Nila Komala. Mutiara yang sudah kenal Rangga, bergegas memberi senyum dan
langsung memperkenalkan Pendekar Rajawali Sakti pada Nila Komala.
"Di mana Barada?" tanya Rangga teringat kalau Mutiara kemarin bersama Barada.
"Tidak tahu," sahut Mutiara.
Rangga mengerutkan keningnya menatap tajam
Mutiara. "Aku tertangkap, dan tidak tahu lagi di mana Barada.
Mungkin kembali ke padepokan, atau mungkin juga sudah tewas," Mutiara
menjelaskan sebelum diminta.
"Sebaiknya kalian kembali saja ke padepokan," ujar Rangga menganjurkan.
"Bagaimana dengan mereka?" tanya Nila Komala pada gadis gadis yang sudah -meninggalkan tubuh keperakan.
Tampak tubuh keperakan Itu sudah hancur tak berbentuk lagi. Rangga sendiri
sampai tidak sanggup melihatnya. Belum pernah Pendekar Rajawali Sakti berbuat
seperti itu, mencincang orang hingga hancur tak berbentuk lagi. Tapi dia memang
tidak bisa berbuat apa apa.
-"Kalian boleh kembali ke tempat asal kalian masing
-masing," kata Rangga pada gadis gadis itu.
-Mereka mengucapkan terima kasih karena telah terbebas dari pengaruh si Genta
Kematian. yang selama ini menguasai jiwa dan alam pikiran serta kehidupan
mereka. Rangga hanya tersenyum saja Dan gadis gadis itu kemudian meninggalkan
-tempat ini dengan tujuan masing masing.
-Rangga kemudian mengajak Mutiara dan Nila
Komala kembali ke Padepokan Gunung Gading. Namun setelah menempuh perjalanan
yang cukup jauh, terlihat Eyang Jatibaya, Barada, dan beberapa orang muridnya
menghampiri. Mereka semua menunggang kuda.
Tampak di antara mereka, terdapat Pandan Wangi yang berkuda di samping Eyang
Jatibaya. Rangga segera menyongsong mereka, lalu membantu Pandan Wangi turun
dari punggung kudanya. Kemudian mereka menghampiri Eyang Jatibaya yang tengah
berbicara dengan kedua gadis muridnya itu.
"Aku benar benar mengucapkan terima kasih
-padamu, Rangga. Ternyata kau mampu membebaskan daerah ini dari cengkeraman
perempuan berhati iblis itu," ucap Eyang Jatibaya sebelum Rangga membuka
suaranya. Sebenarnya, inilah yang ditugaskan oleh Eyang Jatibaya kepada dua murid
wanitanya, Mutiara dan Nila Komala. Kedua gadis itu memang ditugaskan untuk
menyelidiki keberadaan si Genta Kematian, sekaligus menyelelidiki kekuatan
partainya. Namun apa mau dikata, ternyata Mutiara dan Nila Komala malah
tertangkap. "Hanya satu yang masih menjadi pertanyaanku," ujar Rangga, agak mendesah
suaranya. "Apa itu?" tanya Eyang Jatibaya.
"Si Genta Kematian ternyata bukan perempuan tua, tapi masih muda dan..." Rangga
tidak meneruskan.
"Dia bukan si Genta Kematian," selak Nila Komala.
Semua orang yang berada di situ memandang Nila Komala yang sejak tadi hanya diam
saja. "Si Genta Kematian sudah lama meninggal. Sedangkan orang yang mengaku Genta
Kematian adalah Taria, murid si Genta Kematian," Nila Komala menjelaskan
"Jasad si Genta Kematian ada di dalam puri"
"Masih utuh?" tanya Eyang Jatibaya.
"Sudah jadi tengkorak sebagian."
"Yaaah.... Setinggi apa pun tingkat kepandaian seseorang, tidak akan mungkin
melawan ketuaan dan kodrat," desah Eyang Jatibaya.
Namun mendadak saja laki laki tua itu tersentak.-karena tanpa diketahui sama sekali. Rangga dan Pandan Wangi sudah tidak ada
lagi. Entah kapan dan bagaimana caranya, kedua pendekar itu sudah tidak terlihat
lagi. Semua orang yang berada di situ tidak sempat memperhatikan.
"Kalian tahu, ke mana Rangga dan Pandan Wangi?"
tanya Eyang Jatibaya pada murid muridnya.
-Semua murid muridnya menggelengkan kepala saja.
-Memang tidak ada yang tahu, ke mana dan kapan Pendekar Rajawali Sakti dan si
Kipas Maut itu pergi Eyang Jatibaya hanya mendesah panjang saja, kemudian
memerintahkan semua muridnya untuk kembali ke padepokan. Tak berapa lama
kemudian. mereka semua
bergerak meninggalkan tempat itu.
"Kalian memang pendekar pendekar
-sejati..,"
gumam Eyang Jatibaya pelan.
SELESAI Created ebook by
Scan & Convert to pdf (syauqy_arr)
Edit Teks (molan150)
Weblog, http://hanaoki.wordpress.com
Thread Kaskus: http://www.kaskus.us/showthread.php"t=B97228
Prahara Di Gunung Kematian 2 Pendekar Bodoh 12 Munculnya Sang Pewaris Pendekar Cacad 15