Pencarian

Mustika Bernoda Darah 1

Pendekar Rajawali Sakti 140 Mustika Bernoda Darah Bagian 1


. 140. Mustika Bernoda Darah Bag. 1
16. November 2014 um 07:32
? Pendekar Rajawali Sakti
episode: Mustika Bernoda Darah
Oleh Teguh S. Penerbit Cintamedia, Jakarta
? 1? ? Suatu rombongan orang berkuda tampak tengah melewati pinggiran sebuah hutan yang cukup lebat, dengan kecepatan bagai dikejar setan. Jumlah penunggang kuda itu sekitar lima belas orang. Dari cara berpakaian, bisa ditebak kalau mereka adalah orang-orang persilatan. Begitu kencangnya mereka mengendalikan kudanya sehingga debu mengepul di udara tersepak kaki-kaki kuda.
Tiga orang tampak berkuda paling depan. Yang tengah bertubuh kekar, terbungkus baju putih. Di punggungnya tersandang sebilah pedang. Sementara di bagian perutnya terlihat sebuah buntalan yang dikebatkan ke pinggang. Sedangkan dua orang yang mengapitnya berwajah garang. Masing-masing bersenjatakan sebilah golok dan sebuah tombak bermata golok.
"Heaaa...!"
Penunggang kuda yang di tengah menghela tunggangannya dengan wajah berkerut cemas. Sesekali kepalanya menoleh ke belakang. Tidak terli?hat apa-apa selain kedua belas anak buahnya. Namun jelas, kalau dia mengkhawatirkan sesuatu.
"Hooo...!"
Orang yang berkuda di kiri laki-laki berbaju putih itu berteriak memberi isyarat kepada di depan jalan bersimpang dua.
"Ki Jengger Manuk! Jalan mana yang akan kita tempuh?" Tanya laki-laki bersenjata golok.
Laki-laki yang berada di tengah dan dipanggil dengan nama Ki Jengger Manuk mengangkat sebelah tangan, sehingga orang-orang yang berkuda di belakang menghentikan laju kuda.
Mata Ki Jengger Manuk segera beredar ke sekeliling tempat itu. Jalan ini masih asing baginya. Sehingga dia harus menentukan pilihan ke kiri atau ke kanan. Padahal, mereka harus segera sampai di tujuan, dan tidak boleh terlambat meski barang sekejap. Tapi bukan hanya itu yang membuat Jengger Manuk sedikit curiga. Tapi, suasana di sekitarnya yang membuatnya harus bersikap waspada. Suasa?na tampak sunyi. Bahkan burung pun seperti enggan melintas di atasnya. Sebagian orang yang telah kenyang makan asam garam dalam dunia persilatan, detak jantungnya yang mulai bergemuruh menjadi tanda kalau ada sesuatu yang tidak dnnginkan bakal terjadi.
"Semua bersiaga! Siapkan senjata kalian...!" desis Ki Jengger Manuk, dingin.
Seketika seluruh anak buah laki-laki berbaju putih itu segera menggenggam senjata masing-masing. Pandangan mata mereka langsung berkeli?aran, mengawasi sekitarnya.
Ki Jengger Manuk segera memberi isyarat de?ngan lambaian tangan. Maka anak buahnya bergerak pelan, mengikuti laki-laki berusia empat puluh tahun itu ke arah kiri. Betul saja. Karena mendadak...
Set! Set! "Awaaas...!" teriak Ki Jengger Manuk memperingatkan, ketika beberapa batang panah melesat kencang ke arah mereka.
Dengan sigap laki-laki berbaju putih itu mencabut pedangnya. Dan seketika tubuhnya mencelat dari punggung kuda, langsung memapak beberapa anak panah yang meluncur ke arahnya.
Sring! Tras! Tras! Demikian juga anak buahnya. Dengan tangkas mereka menghalau anak panah yang berhamburan mengancam nyawa.
"Hua ha ha...! Jengger Manuk keparat! Kau kira sedemikian mudah melarikan diri dariku, he"!"
Tiba-tiba terdengar bentakan keras menggeledek. Dan bersamaan dengan itu, beberapa sosok berseragam hijau berkelebat dari balik semak belukar.
"Yeaaa...!"
Tanpa basa-basi lagi, sosok-sosok berbaju hijau itu langsung mengepung rombongan Ki Jengger Manuk dan anak buahnya.
"Jangan takut! Hadapi mereka. Dan, hajar semua...!" teriak Ki Jengger Manuk memberi semangat.
Jumlah para penyerang hanya tujuh orang. Namun kecepatan gerak mereka amat mengagumkan. Bisa diduga kalau kepandaian mereka cukup tinggi. Tak heran kalau tak lama kemudian terdengar jeritan dua orang anak buah Ki Jengger Manuk de?ngan leher robek tertebas senjata tajam.
"Keparat!"
Laki-laki pemimpin rombongan berkuda ini mendesis geram. Pedangnya segera diayunkan ke arah para penyerang.
"He he he...! Kau adalah bagianku, Setan!" te?riak satu suara, yang diikuti berkelebatnya sesosok tubuh.
Trang! Wuuut! Dengan gerakan dahsyat Ki Jengger Manuk menangkis serangan yang datang ke arahnya.
Trang! "Uhhh...!"
Tangan laki-laki berbaju putih itu seketika terasa kesemutan ketika pedangnya membentur sen?jata lawannya. Dan belum lagi bisa disadari apa yang terjadi, mendadak serangkum angin kencang melesat ke arah leher. Cepat tubuh Ki Jengger Manuk melenting ke belakang.
"Hup!"
Kedua kaki Ki Jengger Manuk menjejak tanah dengan manis, karena lawannya tidak meneruskan serangan. Kini jelas terlihat, siapa orang itu yang sebenarnya.
"Walatikta, Maling Hiram Tombak Sakti! Hm..., Sudah kuduga kaulah orangnya!" dengus Ki Jengger Manuk ketika melihat seorang laki-laki bertubuh kekar bersenjatakan tombak.
Laki-laki berkulit hitam yang dipanggil Walatik?ta itu tersenyum sinis mendengar kata-kata Ki Jeng?ger Manuk.
"Kau kira bisa lari seenaknya setelah mencuri mustika milikku itu, he"!" dengus Ki Walatikta, yang berdahi lebar dengan mata sipit.
? *** ? "Mustika milikmu" Ha ha ha...! Mudah sekali bagi maling sepertimu, mengatakan milik orang lain sebagai milikmu!" sahut Ki Jengger Manuk bernada mengejek.
"Apa pun yang telah berada di tanganku, maka itu menjadi milikku! Itulah hukum yang berlaku bagi Maling Hitam Tombak Sakti. Dan siapa pun yang coba merebutnya, boleh mampus di tanganku!" balas Ki Walatikta.
"He he he...! Mustika itu milik kerajaan. Dan, tak ada seorang pun yang berhak memilikinya. Apalagi, orang sepertimu!" desis Ki Jengger Manuk.
"Jengger Manuk, apa yang kuinginkan harus kudapatkan. Kau telah merebut mustika itu, saat aku tidak berada di tempat. Lalu, membunuh bebe?rapa orang anak buahku. Maka, kau harus mati!"
Laki-laki setengah baya bernama Ki Walatikta ini tampak geram sekali. Wajahnya berkerut dan gerahamnya berkerotokan. Tanpa basa-basi lagi, dia melompat menyerang sambil mengayunkan tombak di tangan.
"Huh!"
Ki Jengger Manuk mendengus dingin. Segera disambutnya serangan Maling Hitam Tombak Sakti.
Trang! Bet! Bet! "Uhhh...!"
Beberapa kali pedang Ki Jengger Manuk menghantam senjata lawan. Dan saat itu juga tangannya terasa kesemutan. Disadari betul kalau tenaga Ma?ling Hitam Tombak Sakti berada satu tingkat di atasnya. Bahkan gerakannya lebih cepat dari yang diduga semula. Tidak heran bila beberapa kali ujung tombak Maling Hitam Tombak Sakti mengancam keselamatannya. Dan itu membuat nyalinya perlahan-lahan mulai ciut dengan pikiran tidak tenang. Apalagi ketika mendengar pekik kesakitan yang sa?ling sambung menyambung dari anak buahnya yang tewas satu persatu.
"Aaa...!"
"Hokhhh...!"
"Hhh...!" Ki Jengger Manuk menghela napas sesak. Wajahnya tampak berduka. Namun dengan cepat berubah geram, ketika mengingat bahwa dia mempunyai tanggung jawab besar untuk mengembalikan mustika yang kini berada di tangannya.
"Kau masih punya satu kesempatan lagi untuk mengembalikan mustika itu. Atau..., nyawamu melayang di tanganku!" dengus Ki Walatikta.
"Huh! Kau boleh melangkahi mayatku dulu!" sahut Ki Jengger Manuk dengan sorot mata garang.
"Cacing busuk! Kau akan mampus di tangan?ku!" desis Maling Hitam Tombak Sakti seraya me?lompat menyerang lawan.
Bet! Tombak Ki Walatikta alias Maling Hitam Tom?bak Sakti bergemuruh tajam ketika angin sambarannya nyaris menggetarkan dada lawan. Agaknya, kemarahannya telah begitu menggelegak. Sehing?ga, dia bertekad hendak menghabisi si Jengger Ma?nuk secepat mungkin.
Trang! "Hiiih!"
Ki Jengger Manuk menangkis dengan sigap. Namun pedangnya nyaris terlepas dari genggaman. Bahkan tangannya terasa bergetar hebat. Belum juga getaran pada tangannya hilang, Ki Walatikta te?lah menyusuli dengan tendangan menggeledek berisi tenaga dalam tinggi. Untung cepat bagai kilat Ki Jengger Manuk memiringkan tubuhnya ke kiri. Se?hingga tendangan itu hanya menyambar angin kosong.
"Mampuuus...!" geram si Maling Hitam Tom?bak Sakti.
Seketika Ki Walatikta mengayunkan tombak nya menyilang ke dada kiri dan kanan lawannya. Sedang Ki Jengger Manuk jadi terkejut. Dan dia cepat melompat ke belakang untuk menghindar. Namun tubuh Maling Hitam Tombak Sakti berputar cepat. Kemudian, melompat ke atas melakukan tendangan menggeledek.
"Uhhh...!" Ki Jengger Manuk masih sempat mengibaskan pedang. Namun cepat sekali Ki Wa?latikta melejit ke samping dengan kepalan tangan menghantam ke arah dada.
Buk! "Aaakh...!"
Ki Jengger Manuk melenguh tertahan dengan tubuh terjajar ke belakang. Dadanya telak sekali terhajar kepalan tangan Maling Hitam Tombak Sak?ti. Dan belum lagi dia bersiap, ujung tombak Ki Walatikta telah berkelebat menyambar ke arah perutnya. Begitu cepat gerakannya, sehingga Ki Jengger Manuk tak mungkin menghindarinya. Maka...
Crasss! "Aaakh...!"
Kembali Ki Jengger Manuk terhuyung-huyung ke belakang. Tangannya langsung membekap perut yang robek tersambar tombak. Tampak darah merembes keluar, lewat sela-sela jari tangannya.
"Sekarang kau harus mampus, Keparat!" desis Ki Walatikta.
Maling Hitam Tombak Sakti segera mengayun?kan tombaknya, siap menghabisi Ki Jengger Ma?nuk. Namun.
"Ki Jengger, lari! Selamatkan dirimu! Biar kuhadapi bangsat ini!" teriak bayangan yang berke?lebat tadi, dan ternyata adalah salah seorang anak buahnya.
Tring! Tiba-tiba sebuah bayangan berkelebat, dan langsung memapak serangan Maling Hitam Tom?bak Sakti.
"Bedebah! Kau boleh menyusulnya sekarang juga!" desis Ki Walatikta geram ketika melihat serangannya berhasil digagalkan. Kemarahannya se?gera berpaling pada orang itu.
"Ki Jengger! Jangan pedulikan aku! Lari dan selamatkan mustika itu teriak anak buah Ki Jengger Manuk kembali, ketika melihat pemimpinnya masih terpaku di tempat.
Ki Jengger Manuk tersentak kaget. Lalu, buru-buru dia melenting ke arah kudanya. Walaupun da?lam keadaan terluka, Ki Jengger Manuk berhasil melompat ke punggung kudanya, dan melarikannya dari tempat itu secepatnya.
"Heaaa...!"
"Setan! Kau kira bisa lolos dariku begitu saja, he"!" geram Ki Walatikta penuh kemarahan. Dia bermaksud melompat ke punggung kudanya untuk mengejar Ki Jengger Manuk.
"Walatikta jahanam! Kau boleh langkahi mayatku dulu, sebelum pergi dari sini!" teriak laki-laki bersenjata golok, tangan kanan Ki Jengger Manuk. Dan goloknya langsung diayunkan ke arah Ki Wa?latikta.
"Bangsat!" Ki Walatikta menggeram, dan lang?sung menangkis senjata golok yang mengancam dadanya.
Tring! Lalu dengan gerakan mengagumkan, Maling Hitam Tombak Sakti memutar tombaknya, me?nyambar laki-laki tangan kanan Ki Jengger Manuk.
Di luar dugaan, orang itu masih mampu menyabetkan goloknya, memapak tombak Maling Hitam Tombak Sakti. Tapi"
Trak! Laki-laki bertampang garang itu terkejut ketika goloknya patah jadi dua bagian. Dan belum juga keterkejutannya hilang, ujung kaki kiri Maling Hitam Tombak Sakti cepat menyodok ke arah dada. Untung saja, dia masih mampu menghindar dengan melompat ke belakang. Tapi, Ki Walatikta sudah lebih cepat berputar. Bahkan langsung mengirimkan tendangan susulan lewat kaki kanannya. Bersamaan dengan itu ujung tombaknya menyambar ke arah leher. Dua serangannya yang hampir bersamaan ini, hanya ditanggapi orang itu dengan mata terbeliak. Sehingga....
Begkh! Brosss! "Aaa...! Orang itu memekik setinggi langit, dada dan lehernya terkena dua serangan. Tubuhnya kontan terjungkal ke tanah, dengan leher tersayat hampir buntung. Sementara, dadanya hampir melesak ke dalam dengan tulang dada berpatahan. Setelah menggelepar orang itu tewas.
Sebentar Maling Hitam Tombak Sakti memandangi mayat lawannya, kemudian pandangannya menyapu ke sekeliling.
"Yang lain ikut aku! Dan bereskan sisanya!" teriak Ki Walatikta memberi perintah pada anak bu?ahnya seraya melompat ke punggung kuda.
"Heaaa...!"
Lima orang anak buah Maling Hitam Tombak Sakti segera melompat ke punggung kuda masing-masing, mengikuti pemimpinnya. Sedangkan dua orang yang tersisa, menghadapi anak buah Ki Jeng?ger Manuk yang saat ini tinggal empat orang lagi saja.
? *** ? "Yeaaa...!"
Dua anak buah Ki Walatikta mengamuk hebat. Senjata golok di tangan mereka seperti malaikat pencabut nyawa yang tidak tertahankan. Berkelebat-kelebat, menyambar lawan-lawannya. Empat orang anak buah Ki Jengger Manuk membagi se?rangan. Sehingga tiap dua orang, menghadapi seorang anak buah Ki Walatikta. Kelihatannya memang tidak seimbang. Namun sesungguhnya, kepandaian anak buah Ki Walatikta jauh di atas me?reka. Tidak heran kalau kini anak buah Ki Jengger Manuk terdesak.
Bret! "Aaakh!"
Seorang anak buah Ki Jengger Manuk memekik keras ketika perutnya robek terkena tebasan go?lok. Tubuhnya langsung terjungkal ke tanah dan tewas setelah menggelepar-gelepar untuk beberapa saat.
"Sadiki...!" teriak salah seorang anak buah Ki Jengger Manuk terkejut. Wajahnya yang pucat se?gera berpaling sekilas pada dua orang kawannya yang masih tersisa. Salah seorang mengedipkan mata sebagai isyarat.
"Huh! Jangan dikira bisa lolos begitu saja! Ka?lian akan mampus seperti pemimpin kalian!" desis salah seorang anak buah Ki Walatikta seperti megerti apa yang hendak dilakukan lawannya.
"Gangga Dira, pergilah kau! Kami akan melindungi...!" teriak salah seorang anak buah Ki Jeng?ger Manuk lagi pada kawannya.
Orang yang dipanggil Gangga Dira tersentak kaget. Dan kepalanya segera berpaling pada kedua kawannya dengan wajah bingung.
"Ayo cepat...!" hardik orang itu setengah kesal.
"Huuup!"
Gangga Dira segera melenting ke arah kudanya. Namun salah seorang anak buah Ki Walatikta melompat mengejarnya. Sementara kedua kawan Gangga Dira tidak tinggal diam. Dan mereka lang?sung menghadang.
"Yeaaa...!"
Anak buah Ki Walatikta itu mendengus geram. Langsung goloknya dikibaskan ke arah lawan-la?wannya.
Tring! Trang! Bret! Salah seorang anak buah Ki Jengger Manuk menjerit keras. Golok lawan berhasil melukai dadanya. Belum lagi sempat bersiap, satu tendangan keras telah menghantam dadanya. Seketika tubuhnya terjungkal lima langkah di-sertai muntahan darah segar.
"Hiaaa...!"
Anak buah Ki Jengger Manuk yang seorang la?gi menggeram penuh amarah. Langsung goloknya terayun untuk membalas. Namun, anak buah Ki Walatikta menghadapinya dengan tangkas. Sementara, kawannya terus mencoba mengejar Gangga Dira.
Gangga Dira kini dalam keadaan terpojok. Orang yang tadi mengejar telah berhasil menghalanginya dengan sebuah serangan mendadak berupa tendangan ke punggung.
Gangga Dira sempat tersungkur. Namun, dia masih sigap melompat dan berdiri dengan mantap. Matanya mengawasi penghadangnya dengan sorot mata tajam. Belum juga Gangga Dira berbuat apa-apa...
"Aaa...!"
Terdengar jeritan anak buah Ki Jengger Manuk yang lain. Ketika Gangga Dira melirik, tubuh ka?wannya itu tampak bergetar. Sepasang matanya melotot hendak keluar, ketika golok anak buah Ki Walatikta menembus jantungnya!
"Kau kira bisa lari, he"! Kau lihat tadi kawanmu" Hm... Nasibmu tidak jauh beda dengan dia!" desis anak buah Ki Walatikta yang menghadang.
"Huh! Tanganku sudah gatal ingin memenggal lehernya!" sahut anak buah Ki Walatikta yang baru saja membantai lawannya, sambil memutar-mutar golok.
Gangga Dira surut ke belakang dengan tubuh gemetar. Dia yakin, tidak akan mampu melawan kedua lawannya. Tangan kirinya mendekap ke arah perut yang menggelembung. Sementara, tangan kanannya menggenggam batang golok dan siap menghadapi segala kemungkinan.
"He"! Apa yang kau pegang itu" Jangan-jangan ada yang hendak kau sembunyikan dari kami. Ayo, keluarkan! Kalau betul barang berharga, kau akan kami ampuni!" hardik salah seorang anak bu?ah Ki Walatikta.
"Persetan!" dengus Gangga Dira garang.
"Keparat!"
Kedua anak buah Ki Walatikta menggeram.
"Sudah, habisi saja dia!" lanjut seorang yang mengenakan ikat kepala hitam, langsung melompat menerjang.
"Hup!"
Gangga Dira mendengus geram. Langsung dia melompat memapaki serangan Goloknya me?nyambar cepat ke perut salah seorang lawan sambil menunduk.
"Yaaa...!"
Trang! Golok Gangga Dira terpental ketika berhasil dipapak senjata lawannya. Dan pada saat yang bersamaan, seorang lawan yang lain melepaskan sodokan keras lewat kepalan tangan kanannya. Begi?tu cepat gerakannya, sehingga anak buah Ki Jeng?ger Manuk itu tak bisa menghindari.
Buk! "Aaakh!"
Gangga Dira menjerit tertahan. Tubuhnya lang?sung terhuyung-huyung ke belakang.
"Yeaaa...!"
Sementara lawan yang seorang lagi terus me?lompat mengayunkan golok ke leher, Gangga Dira hanya mampu mendelik, menanti maut. Dan....
Crasss! "Aaakh!"
Kembali Gangga Dira menjerit keras, ketika senjata salah seorang lawannya menyambar dada. Bahkan selagi tubuhnya terhuyung-huyung, satu tendangan keras mendarat di dadanya. Seketika, dia terjerembab tanpa daya.
"Mampus kau, Setan...!" desis lawan yang se?orang lagi, sambil melompat. Goloknya yang terhunus, tepat diarahkan ke jantung, siap menghabisi Gangga Dira.
Gangga Dira terkejut dengan bola mata terbelalak. Napasnya seperti terhenti. Kali ini, tidak ada jalan hidup lagi baginya. Tubuhnya sakit sekali un?tuk digerakkan. Sementara, darah tak hentinya mengalir dari luka di dada dan dari bibirnya. Dan sekian rambut lagi senjata lawan mendarat di tu?buhnya...
Mendadak sebuah bayangan berkelebat, lang?sung menangkis golok anak buah Ki Walatikta.
Trang! Anak buah Ki Walatikta terkejut ketika golok?nya terpental. Dan belum lagi dia berbuat apa-apa....
Bret! "Aaa...!"
Anak buah Ki Walatikta itu kontan menjerit kesakitan, ketika perutnya terkena tebasan senjata ta?jam. Tubuhnya langsung tersungkur ke tanah, de?ngan nyawa melayang setelah berkelojotan sesaat.
"Jahanam! Siapa kau"!" hardik anak buah Ki Walatikta yang satu lagi ketika melihat seorang pemuda tampan berbaju rompi putih, telah berdiri tegak dengan sorot mata tajam. Tangan kanannya menggenggam sebilah golok yang mungkin dipungutnya dari tempat itu. Sebab pemuda itu sendiri memiliki pedang bergagang kepala burung yang tersandang di punggungnya.
"Aku malaikat mautmu!" sahut pemuda berba?ju rompi putih itu dengan nada dingin.
"Keparat! Kau kira tengah bicara dengan siapa, he"!" dengus orang itu semakin geram dan penuh amarah. Dan dia langsung melompat sambil mengayunkan golok ke arah pemuda itu.
"Hra...."
'Yeaaa...!"
Pemuda berbaju rompi putih itu sama sekali ti?dak beranjak dari tempatnya berdiri, ketika anak buah Maling Hitam Tombak Sakti telah melompat menyerangnya. Bahkan dia tersenyum seperti menganggap enteng. Sorot matanya tajam mengawasi. Dan begitu sedikit lagi ujung golok hendak menebas leher, saat itu juga tubuhnya melenting cepat Dan tahu-tahu hilang dari pandangan.
Orang itu terkejut. Namun hanya sekilas. Karena mendadak saja sesuatu yang tajam menyambar pinggang dan terasa nyeri sekali. Tubuhnya lang?sung ambruk tidak berdaya dengan pinggang robek mengeluarkan darah.
"Maling-maling busuk seperti kalian tidak sepantasnya hidup!" desis pemuda itu dingin seraya mengawasi lawan yang tengah meregang nyawa.
Kemudian pemuda itu melangkah tenang, mendekati anak buah Ki Jengger Manuk yang saat itu tengah mencoba duduk bersila dengan napas megap-megap. Namun, kemudian dia ambruk kem?bali. Tangannya menggapai-gapai ke arah pemuda itu. Sementara, tangan kirinya me-ngeluarkan sebu?ah golok yang tersimpan di balik baju pada bagian perut.
"A., anak muda! To... tolong selamatkan mustika ini...."
Suara orang itu terdengar amat lemah.
"Kau tidak apa-apa, Ki?" Tanya pemuda itu tanpa mempedulikan orang itu. Segera dia memeriksa luka-luka anak buah Ki Jengger Manuk ini.
"Ja... jangan, hi... hiraukan aku. Mus... tika ini diperlukan oleh kerajaan. Se... selamatkan...."
Orang itu tidak mampu melanjutkan kata-katanya. Napasnya terhenti dan kepalanya langsung terkulai lemah.
Pemuda berbaju rompi putih yang memang Rangga alias Pendekar Rajawali Sakti itu menghela napas. Lalu diraihnya kotak kehitaman yang setiap sisinya berukir indah. Dia memperhatikan sejenak. lalu kembali berpaling pada orang itu.
? *** Pendekar Rajawali Sakti
Notizen von Pendekar Rajawali Sakti
info ? 2017 . 140. Mustika Bernoda Darah Bag. 2
16. November 2014 um 07:33
2 ? Wajah Pendekar Rajawali Sakti tampak bingung dan tidak mengerti. Kehadirannya di sini tadi, karena mendengar keributan. Dan kini, dia memiliki tanggung jawab besar.
"Mustika apa ini" Kenapa bisa jatuh ke tangan mereka...?" gumam Rangga tidak mengerti.
Pendekar Rajawali Sakti memandang peti kecil di tangannya untuk beberapa saat. Lalu, perlahan lahan dibukanya peti kecil. Tampak di dalamnya terdapat sebuah belati yang langsung berkilauan be?gitu tertimpa cahaya matahari. Pandangannya sem?pat dipalingkan karena silau. Kemudian pandangan?nya kembali ditegaskan. Dan kini Rangga terkejut, ketika melihat batang belati itu terbuat dari intan. Gagangnya amat sederhana, terbuat dari emas yang ujungnya terdapat lambang mahkota kecil bertahtakan permata. Jelas, benda itu amat langka dijumpai.
"Hm.... Benda ini amat langka. Pantas mereka memperebutkannya dengan taruhan nyawa...," Lanjut Rangga bergumam. Segera ditutupnya kembali kotak kecil berukir itu.
Pendekar Rajawali Sakti lantas bangkit, dan melangkah mendekati seekor kuda hitam berbadan besar tidak jauh dari situ. Seekor kuda yang diberi nama Dewa Bayu. Namun baru saja melompat ke punggung Dewa Bayu, mendadak lima orang laki-laki bertampang kasar mencegat dari arah yang berlawanan. Dan mereka persis berhenti di depannya.
"Heaaa...!"
"Berhenti...!"
Seorang yang berada paling depan membentak nyaring. Matanya memandang tajam ke arah Rang?ga. Kelopaknya yang menyipit, kini tampak kian menjadi segaris. Wajahnya berkerut sinis dan mengawasi Rangga dengan seksama.
"Hm.... Kalau tidak salah, kau pasti Pendekar Rajawali Sakti?" duga orang itu menyelidik dengan nada datar.
"Tidak salah, Kisanak. Ada perlu apa kalian mencegatku?" Tanya Rangga tenang.
"Ha ha ha...! Terima kasih atas pujianmu. Su?dah lama sekali aku mendengar nama besarmu yang amat kesohor itu. Namun sungguh sayang, hatiku saat ini sedang tidak suka beramah tamah. Kecuali..."
"Tidak usah bicara berbelit-belit, Kisanak Apa maksudmu...?" ulang Pendekar Rajawali Sakti.
"Hm...."
Orang itu kembali menunjukkan wajah dingin. Senyumnya yang hanya sekejap, sirna tanpa bekas.
"Berikan kotak yang ada di tanganmu itu!" ujar orang itu, tanpa tedeng aling-aling.
Rangga memandang kotak di tangannya. Lalu pandangannya kembali berpaling pada orang itu sambil tersenyum dingin.
"Hm.... Agaknya dugaanku tidak salah...."
'Pendekar Rajawali Sakti! Aku tidak peduli segala nama besarmu itu. Mungkin orang lain akan takut. Tapi, Walatikta, si Maling Hitam Tombak Sakti, tidak pernah mengenal rasa takut pada siapa pun. Berikan kotak itu!" dengus laki-laki berkulit hitam yang tak lain Ki Walatikta alias Maling Hitam Tombak Sakti.
"Hm... Jadi kau ini Walatikta atau Maling Hi?tam Tombak Sakti"! Hm.... Walatikta, tahukah kau apa isi kotak di tanganku ini?" Tanya Rangga tanpa mempedulikan kata-kata Maling Hitam Tombak Sakti.
"Ha ha ha...! Kau kira untuk urusan apa aku mengejar-ngejarnya kalau tidak mengetahui isinya" Baru saja pemimpin mereka kami bunuh, karena telah berhasil menipu kami dengan melarikan diri. Kami menduga, isi kotak itu berada di tangannya. Padahal, sebenarnya kotak yang asli dipegang salah seorang anak buahnya, yang saat ini berada di ta?nganmu. Ketahuilah! Sesungguhnya mereka yang mencuri dari kami. Dan aku berhak mengambil barangku kembali!"
"Maling Hitam Tombak Sakti! Apakah kau kira aku bisa tertipu" Namamu menyiratkan perbuatan rendah. Dan kini, kau hendak memutarbalikkan kenyataan. Aku yakin, sesungguhnya kaulah pencurinya. Kau mencuri mustika ini dari kerajaan, lalu mereka berhasil merampasnya dari-mu!" sahut Rangga lantang.
"Ha ha ha...! Agaknya percuma saja aku bicara baik-baik denganmu. Memang orang sepertimu ti?dak bisa diajak beramah-tamah. Sekali lagi kuperingatkan kembalikan kotak itu padaku kalau tidak ingin mendapat kesulitan!"
Rangga tertawa enteng mendengar ancaman itu. Kemudian tawanya hilang. Kini yang ada hanya seraut wajah sinis dengan sorot mata tajam menantang.
"Kisanak, ketahuilah. Kotak ini berada di ta?nganku. Dan saat ini, tidak seorang pun boleh mengambilnya sebelum melangkahi mayatku!" sa?hut Pendekar Rajawab Sakti.
"Huh!"
Ki Walatikta mendengus tajam seraya meman?dang Rangga dengan penuh kebencian.
"Sebenarnya aku menaruh hormat terhadap nama besarmu. Tapi kau melangkahi hakku. Dan kalau aku tidak unjuk gigi, maka kau akan semakin besar kepala. Kau boleh rasakan akibatnya dengan keangkuhanmu itu!" balas Mabng Hitam Tombak Sakti.
Ki Walatikta segera memberi isyarat pada anak buahnya dengan kibasan tombak. Seketika anak buahnya langsung melompat turun dari kudanya. langsung mencabut senjata masing-masing. Dan se?ketika mereka mengurung pemuda itu.
"Yeaaa...!"
Ki Walatikta langsung melompat dari kudanya Tubuhnya melayang ringan ke arah Rangga. Tombaknya segera diputar sehingga menimbulkan suara mendengung dan angin bersiur kencang.
"Hup!"
Rangga cepat bagai kilat melenting ringan dari punggung Dewa Bayu. Setelah berputaran dua kali, kaki kanannya menghantam ke arah dada Ki Wala?tikta. Namun, Maling Hitam Tombak Sakti cepat menangkis dengan mantap.
Plak! "Uhhh...!"
Ki Walatikta tersentak kaget. Tenaga dalam pe?muda itu sungguh dahsyat. Bahkan gerakannya demikian cepat. Dan kalau saja dia tidak melompat ke belakang, serangan susulan Pendekar Rajawali Sakti akan menghantam dadanya dengan telak.
? *** ? Kedua kaki Maling Hitam Tombak Sakti menjejak ringan di tanah. Dan saat itu juga, anak buahnya langsung menyerang Rangga yang baru saja men?darat di tanah.
"Heaaat...!"
Wuuut! 'Yeaaat!" Rangga cepat melompat ke atas sambil menekuk tubuhnya untuk menghindari tebasan senjata pengeroyoknya. Lalu dengan pengerahan jurus 'Rajawali Menukik Menyambar Mangsa', tubuhnya meluncur, dengan kedua kaki berputaran cepat menghantam ke arah lawan-lawannya.
Duk! Krak! "Aaakh...!"
Ujung-ujung kaki Pendekar Rajawali Sakti menghantam berturut-turut ke leher lawan-lawan?nya. Seketika terdengar tulang yang berderak patah, diiringi pekik ke-sakitan. Rangga terus berke?lebat cepat, menyambar golok yang terlepas dari seorang lawannya. Seketika, golok di tangan Pendekar Rajawali Sakti menyambar leher lawan-la?wannya yang lain.
Bret! Bret! "Aaa...!"
Kembali terdengar jeritan menyayat dari dua anak buah Ki Walatikta. Begitu ambruk di tanah, mereka tewas bermandikan darah.
"Bedebah...!" Ki Walatikta menggeram dan melompat ke arah Rangga.
Wuuut! Tombak di tangan Maling Hitam Tombak Sakti menderu dahsyat seperti badai topan yang melindas apa saja yang berada di dekatnya. Debu berterbangan bersama dengan dedaunan kering. Dan ranting-ranting pohon pun bergoyang-goyang ke?ras.


Pendekar Rajawali Sakti 140 Mustika Bernoda Darah di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

"Hiyaaat...!"
Trang! Bet! Tubuh Pendekar Rajawali Sakti berkelebat lincah, menerobos pertahanan Maling Hitam Tombak Sakti. Golok di tangan Rangga tiba-tiba menghan?tam sekali senjata Ki Walatikta. Terlihat bunga api terpercik. Dan ini sudah membuat pemuda itu tersenyum kecil. Tombak laki-laki hitam itu agaknya lebih dahsyat ketimbang golok yang berada di ta?ngannya. Namun itu tidak membuatnya berkecil hati. Karena disadari kalau tenaga dalam Maling Hitam Tombak Sakti masih berada di bawahnya. Juga terlihat sepintas kalau Ki Walatikta memiliki gerakan yang amat gesit. Namun hal itu sama sekali tidak menimbulkan ke-sulitan baginya. Begitu habis mengadu senjata, secara tak terduga Pendekar Rajawali Sakti melepaskan tendangan menggele?dek. Begitu cepat gerakannya sehingga Maling Hi?tam Tombak Sakti tak mampu mengelak lagi. Dan....
Duk! "Aaakh!"
Ki Walatikta menjerit keras. Satu tendangan telak menyodok perutnya. Tubuhnya kontan terhu?yung-huyung ke belakang.
"Yeaaat!"
"Heaaat!"
Pendekar Rajawali Sakti tidak menyia-nyiakan kesempatan ini. Langsung diberikannya serangan susulan. Tubuhnya melompat ringan dengan senja?ta terhunus. Namun, anak buah Ki Walatikta agak?nya tidak tinggal diam begitu saja melihat pemimpinnya terancam. Serentak mereka memapaki se?rangan Pendekar Rajawali Sakti. Terpaksa Pende?kar Rajawali Sakti menghentikan serangan-nya. Tu?buhnya langsung berbalik, dan membabatkan golok di tangannya.
Bret! "Wuaaa...!"
Golok di tangan Rangga berkelebat, menyam?bar leher salah seorang lawan hingga memekik kesakitan. Begitu ambruk di tanah, orang itu tewas bermandikan darah. Dan kembali golok di tangan Pendekar Rajawali Sakti berkelebat. Namun dua orang lagi berhasil menangkisnya.
Trang! Trang! Belum juga mereka bersiap, Pendekar Rajawali Sakti mengibaskan tendangan ke arah kedua lawannya yang tak mampu mengelak.
Duk! Begkh! "Aaakh...! Uhhh...!"
Kedua orang itu kontan terjungkal sambil mendekap dadanya yang terasa remuk.
"Hiaaa...!"
Disertai teriakan lantang menggelegar, Pen?dekar Rajawali Sakti terus mencelat ke arah Ki Wa?latikta yang kali ini telah bersiaga penuh.
Maling Hitam Tombak Sakti menggeram hebat Dari pancaran matanya, terlihat amarah yang meluap-luap. Dan seketika tubuhnya melenting menghadang kelebatan golok di tangan Pendekar Rajawali Sakti dengan kebutan tongkatnya.
"Yeaaa...!"
Trak! Golok di tangan Pendekar Rajawali Sakti patah dihantam tombak Maling Hitam Tombak Sakti. Na?mun, pemuda itu sama sekali tidak terkejut. Dan dia juga tidak bermaksud membuang sisanya. Bibirnya tersenyum tipis. Pada saat itu, datang sambaran ujung tombak Ki Walatikta ke dada dan perutnya. Cepat bagai kilat Pendekar Rajawali Sakti kembali mencelat ke atas. Begitu berada di atas, Rangga mengayunkan satu tendangan. Sementara, Ki Walatikta menyambutnya dengan kibasan senja?ta. Namun Rangga menarik pulang tendangannya. Lalu tubuhnya berputar gesit di udara. Dan seketika itu pula ujung kakinya yang lain menghantam rahang kanan Ki Walatikta dengan telak.
Prak! "Aaakh!"
Ki Walatikta menjerit keras begitu kaki kiri Pen?dekar Rajawali Sakti mendarat di rahangnya hingga retak. Tampak dari mulutnya mengeluarkan darah. Tubuhnya nyaris terjerembab mencium tanah kalau saja kaki kiri-nya tidak berpijak erat.
Namun Pendekar Rajawali Sakti tidak memberi kesempatan sedikit pun. Begitu menjejak tanah, Pendekar Rajawali Sakti melemparkan potongan golok di tangannya. Seketika, potongan senjata itu melesat menyambar ke arah Maling Hitam Sakti.
Crab! "Aaa...! Ki Walatikta memekik rertahan. Sepasang matanya melotot lebar dengan mulutnya ternganga. Patahan golok yang dilemparkan Pendekar Rajawali Sakti melesak ke jantungnya, hingga yang terlihat hanya gagangnya saja. Maling Hitam Tombak Sakti tetjungkal roboh, dan tewas sesaaat dengan meninggalkan sorot kebencian.
"Hm..."
Gumam Rangga pelan Lalu kepalanya berpaling ketika melihat sisa anak buah Ki Walatikta yang masih bernapas melarikan diri. Dia sama sekali tidak bermaksud mengejar.
Tanpa berkata apa-apa Pendekar Rajawali Sakti melangkah tenang menghampiri kudanya. Dan dia terdiam sejenak. sambil memandang mayat yang banyak berserakan di tempat ini. Lalu, kepalanya berpaling pada kotak yang berada dalam genggamannya.
"Biarlah akan kukembalikan kotak ini ke kerajaan. Mungkin besar artinya bagi mereka. Kalau tidak salah, pastilah ini lambang kerajaan itu. Kalau hilang, berarti hilang pula kepercayaan rakyat terhadap junjungannya, "gumam Pendekar Rajawali Sakti pelan.
Tanpa sepengetahuan Pendekar Rajawali Sakti, diam-diam ada sepasang mata mengawasi tindakannya. Dan sebelum Rangga menghampiri ku?danya, orang yang mengawasi itu berkelebat cepat meninggalkan tempatnya.
? *** ? Seorang pemuda gagah memakai ikat kepala kuning dan berbaju ungu tengah menunggang ku?danya memasuki sebuah desa. Di punggungnya tersandang sebilah pedang berhulu kepala tengkorak. Ketika melewati persimpangan jalan, dia menoleh ke kiri dan kanan. Dan ketika merasa yakin kalau keadaan di sekelilingnya aman, kudanya dibelokkan ke kiri dan terus dipacu kencang. Lalu, kudanya dihentikan di dekat sebuah pondok kecil, persis di bawah sebatang pohon beringin besar.
"Buka pintu..," ujar pemuda berbaju ungu itu pelan.
"Siapa di luar?" tanya sebuah suara dari dalam.
"Anak Dewa!"
Kireeet! Sebentar kemudian pintu berderak pelan ketika terkuak. Dari dalam, menyembul sebuah kepala botak dengan kumis tebal. Dipandangnya sekilas ke arah pemuda berbaju ungu itu. Lalu kepalanya menganggguk kecil.
Berita apa yang kau bawa " "Tanya si Botak.
"Itu bukan urusanmu! Katakan, kalau aku membawa berita yang diinginkan Gusti Ayu!" sahut pemuda itu tegas.
"Hm..."
Si Botak mendengus dingin. Wajahnya tampak tidak senang. Dan matanya melotot garang.
"Masuk dan tunggu di sini! Akan kukabarkan pada Gusti Ayu apakah kau boleh menemuinya atau tidak. Kalau kau berdusta, maka lehermu akan copot dari tempatnya!" ancam si Botak, begitu pemuda itu masuk ke dalam. Lalu ditutupnya pintu gubuk ini.
Pemuda itu melirik sekilas. Pondok ini memiliki dua ruangan yang disekat bilik bambu. Dan dihubungkan oleh sebuah pintu kecil. Sementara, si Botak telah menghilang ke dalam ruangan yang satu lagi. Pemuda itu menungggu beberapa saat. Dan tak lama kemudian, si Botak kembali.
"Syukur, Gusti Ayu menyuruhmu masuk!" ujar si Botak, nampak kesal. Lalu dikeluarkannya sehelai kain hitam. "Tapi, matamu harus ditutup. Ti?dak seorang pun diperkenankan mengetahui tempat ini!"
Si Botak segera menutup mata pemuda itu, dan menuntunnya ke dalam.
Pemuda berbaju ungu itu diam saja. Dia tidak mampu melihat, apa yang menyebabkan tiba-tiba saja terdapat ruangan yang terus menjurus ke bawah. Beberapa belas anak tangga dituruninya, sebelum mereka tiba di ruangan lain. Lalu, perasaannya mengatakan kalau tengah melalui sebuah lorong yang sempit dan berliku. Beberapa kali tubuh?nya membentur dinding tanah yang agak dingin. Lalu ketika menghirup udara segar, dia merasa yakin kalau saat ini berada di tempat terbuka.
Si Botak terus mengajaknya ke satu bangunan yang memiliki beberapa buah undakan anak tang?ga. Telinganya mendengar beberapa percakapan yang menandakan kalau di tempat ini terdapat banyak orang. Lalu, tiba-tiba saja terdengar si Botak berseru hormat.
"Gusti Ayu, hamba membawa pemuda ini...."
"Buka matanya!"
"Baik, Gusti Ayu!"
Pemuda itu mengerjap-ngerjapkan matanya, kemudian memandang ke sekeliling. Yang pertama dilihat adalah seorang wanita setengah baya berwajah cantik. Pakaiannya mewah, lengkap dengan perhiasan yang bernilai amat tinggi. Dan duduk pa?da sebuah kursi besar yang agak lebar. Di kanan-kirinya berdiri tegak dua orang laki-laki bertubuh tegap yang masing-masing bersenjata sebilah pedang. Lalu, terlihat berkumpul beberapa orang tokoh silat bersenjata lengkap. Dia menghitung dalam hati. Dan ternyata semuanya berjumlah sepuluh orang. Pemuda itu tersenyum seraya menjura hormat.
"Gusti Ayu... Terimalah hormat hamba, Anak Dewa putra Ki Tunggul Bayu Saksana..."
"Kuterima hormatmu. Nah! Katakan, apa yang kau bawa untukku?" Tanya wanita itu.
Pemuda berbaju ungu itu yang bernama Anak Dewa menoleh pada yang lainnya dengan sikap curiga.
"Mereka adalah pembantu setiaku. Dan apa yang menjadi rahasiaku, juga rahasia mereka. Katakanlah, Tidak usah ragu!" lanjut wanita itu se?perti tahu apa yang dipikirkan pemuda ini.
"Baiklah kalau demikian. Hamba ingin memberitahukan soal mustika kerajaan itu...."
"Hm.... Lanjutkan!"
"Beberapa prajurit kerajaan yang dipimpin Ki Jengger Manuk berhasil merebutnya dari tangan Ki Walatikta, saat dia tidak ada di tempat. Namun Ki Walatikta bertindak cepat. Dia mengejar rombongan Ki Jengger Manuk. Kalau saja saat itu tidak ada pengacau, maka mustika itu telah diperoleh kembali oleh mereka.? "
"Pengacau" Siapa orang itu"!" Tanya wanita setengah baya yang dipanggil Gusti Ayu itu seraya mengerutkan dahi.
"Pendekar Rajawali Sakti, Gusti Ayu!" sahut Anak Dewa.
"Hm, Pendekar Fajawali Sakti" Ya, pernah kudengar nama itu. Lalu, apa yang terjadi dengan Ki Walatikta?"
"Dia tewas?"
"Kurang ajar!" dengus wanita itu dengan wajah garang.
"Dua orang anak buahnya yang berhasil lolos, telah memberitahukan hal ini pada ayahanda. Lalu, beliau menyuruhku untuk mengabarkan persoalan ini pada Gusti Ayu," lanjut Anak Dewa.
Beberapa saat lamanya wanita setengah baya itu terdiam. Wajahnya jelas menyiratkan kekesalan. Matanya segera memandang pada orang-orang yang berada di ruangan itu.
"Siapakah di antara kalian yang mampu membawa mustika itu dengan merebutnya dari Pende?kar Rajawali Sakti?" Tanya Gusti Ayu, pelan.
"Gusti Ayu, kenapa mesti sungkan" Aku mam?pu merebutnya dari tangan pemuda itu!" sahut salah seorang yang berusia sekitar empat puluh tahun. Dia bersenjata golok terselip di pinggangnya.
Wanita setengah baya itu tersenyum kecil.
"Klabang Geni, benarkah kata-katamu itu?" Tanya Gusti Ayu.
"Gusti Ayu tinggal perintahkan, maka hari ini juga aku akan berangkat untuk menghabisi keparat itu!" sahut laki-laki yang dipanggil Klabang Geni, mantap.
"Bagus! Nah! Kau boleh pergi sekarang juga Bawa mustika itu padaku sekarang juga!"
"Baik, Gusti Ayu!" sahut Klabang Geni cepat, segera dia berdiri dan menjura hormat sebelum berlalu dari ruangan ini.
Wanita setengah baya itu menghela napas pendek dengan wajah sedikit lega. Ada senyum tipis yang tersungging di bibirnya. Seluruh tokoh silat di ruangan ini tahu kalau Pendekar Rajawali Sakti memiliki kepandaian hebat. Dan belakangan ini, namanya amat menggemparkan kalangan persilatan. Na?mun, Klabang Geni bukanlah anak kemarin sore. Selain ilmu silatnya hebat, dia pun memiliki golok pusaka yang kemampuannya telah dibuktikan berkali-kali dalam menghadapi lawan lawannya. Tidak ada seorang pun yang pernah hidup jika berhadapan dengannya!
? *** Pendekar Rajawali Sakti
Notizen von Pendekar Rajawali Sakti
info ? 2017 . 140. Mustika Bernoda Darah Bag. 3
16. November 2014 um 07:34
3 ? Klabang Geni menunggu di persimpangan jalan yang biasa dilalui orang-orang bila hendak menuju ke kotaraja dari arah utara. Dengan berlindung di bawah topi caping agak lebar, dia berdiri tegak di bawah sebuah pohon yang agak rindang. Menurut kabar dari Anak Dewa, bernama Pendekar Rajawali Sakti orang yang akan muncul menjelang tengah hari ini. Dan baru saja Klabang Geni menoleh ke arah selatan, dari kejauhan terlihat seorang penung?gang kuda yang berlari kencang menuju ke arahnya. Baru ketika penunggang kuda hitam yang ternyata seorang pemuda berbaju rompi putih itu semakin dekat, Klabang Geni melenting ringan dan mendarat di tengah jalan.
"Berhenti...!"
Pemuda berbaju rompi putih itu menghentikan kudanya dengan tiba-tiba ketika Klabang Geni menghadang perjalanannya. Seketika, kuda hitam itu mengangkat kaki depannya tinggi-tinggi.
"Kisanak! Aku sedang ada keperluan penting. Harap sudi memberi jalan...," ujar pemuda itu, ke?tika kudanya telah tenang kembali.
Klabang Geni mendengus dingin di balik topi capingnya.
"Kaukah Pendekar Rajawali Sakti...?" Tanya laki-laki bercaping itu dengan nada dingin.
"Kalau ya, kenapa" Dan kalau bukan, kenapa?" pemuda itu malah balik bertanya dengan nada enteng.
"Persetan dengan jawabanmu Aku yakin, kau pasti Pendekar Rajawali Sakti!"
"Nah! Kalau itu maumu, ya sudah. Maaf, aku ada keperluan lain. Aku tidak bisa berlama-lama karena ada urusan yang amat penting!" jawab pe?muda berbaju rompi putih yang memang Pendekar Rajawali Sakti.
"Urusan penting" Ha ha ha...! Apakah tentang mustika itu..."!"
Rangga jadi terkejut. Hatinya agak heran juga, mengapa orang itu tahu kalau Rangga membawa sesuatu. Matanya seketika memandang tajam ke arah penghadangnya. Lalu bibirnya tersenyum ke?cil.
"Agaknya mustika ini begitu berarti, karena banyak orang yang menginginkannya?" gumam Rangga, seperti untuk dirinya sendiri.
"Berikan padaku. Dan kau boleh melanjutkan perjalanan!" dengus orang bertopi caping itu lantang.
"Kisanak! Mustika yang kau inginkan, ada padaku. Dan tidak akan kuberikan pada siapa pun sampai ke tangan orang yang berhak. Jika kau memaksa, terserah!" sahut Rangga, tenang.
"Ha ha ha....! Pendekar Rajawali Sakti yang amat termashur! Jangan coba-coba menggertak si Klabang Geni" Kau boleh mampus di tanganku jika itu yang diinginkan!"
"Yeaaa...!"
Sring! Mendadak Klabang Geni melempar topi capingnya, hingga melesat kencang ke arah Pendekar Rajawali Sakti. Namun dengan gerakan cepat Rangga melompat gesit dari punggung kudanya. Maka dia sempat menepuk pantat kudanya hingga meringkik keras, langsung berlari kencang. Dan da?lam keadaan masih di udara, Rangga menghantam caping yang melayang ke arahnya.
Bros! Kepalan tangan Pendekar Rajawali Sakti menembus topi caping itu yang dihantamnya. Lalu de?ngan pengerahan ilmu meringankan tubuhnya yang sangat sempurna. Pendekar Rajawali Sakti melesat cepat. Dan tahu-tahu dia telah duduk kembali di punggung kudanya yang belum berlari jauh.
"Kurang ajar...!"
Klabang Geni menggeram penuh amarah. Tu?buhnya langsung berkelebat cepat, mengejar Rang?ga yang masih berada dalam jarak jangkauannya. Sehingga Klabang Geni mencabut golok, menyerang Pendekar Rajawali Sakti.
"Huh! Yeaaa...!"
Terpaksa Pendekar Rajawali Sakti melompat tinggi, langsung berputaran di udara menghindari serangan. Dan begitu kedua kakinya menjejak ta?nah, tubuhnya langsung berkelebat mengelilingi Klabang Geni dalam pengerahan jurus 'Rajawali Seribu'. Untuk sesaat, Klabang Geni dibuat terke?jut, karena melihat seolah-olah Pendekar Rajawali Sakti jadi berjumlah banyak Setan.
Klabang Geni memaki Langsung dilepaskannya satu pukulan jarak jauh ke arah salah satu bayangan Pendekar Rajawali Sakti.
Glar! "Hup! Hiyaaat...!"
Pukulan Klabang Geni hanya menghantam tempat kosong, sehingga membuat tanah yang terhantam berlubang. Dan bumi pun bergetar seperti dilanda gempa. Karena yang dihantam Klabang Geni hanyalah bayangan semu Pendekar Rajawali Sakti. Dan tiba-tiba saja Pendekar Rajawali Sakti melenting ke udara, mempergunakan jurus 'Sayap Rajawali Membelah Mega'. Dan ketika tubuhnya meluruk turun, Rangga merubah jurusnya menjadi 'Pukulan Maut Paruh Rajawali'.
"Heh!"
Klabang Geni tersentak kaget ketika melihat perubahan jurus yang dilakukan pemuda itu. Untuk sesaat hatinya bergetar. Namun dengan menguatkan diri, dia menggeram. Langsung dipapaknya ta?ngan Pendekar Rajawali Sakti yang mengarah ke kepalanya.
Plak! "Akh!"
Klabang Geni makin tersentak, ketika tangannya membentur tangan Pendekar Rajawali Sakti yang telah berubah merah bagai bara, akibat pe?ngerahan jurus 'Paruh Rajawali Membelah Mega' yang disertai pengerahan tenaga dalam tinggi. Tu?buhnya sampai terjajar beberapa lang-kah dengan tangan terasa panas bagai terbakar. Dan belum juga hilang keterkejutannya, Pendekar Rajawali Sakti telah kembali berkelebat ke arahnya dengan pu?kulan mautnya. Begitu cepat gerakannya. Sehing?ga"
Plak! "Aaa"!"
Klabang Geni hanya mampu menjerit tertahan begitu pukulan Pendekar Rajawali Sakti mendarat di kepalanya. Tubuhnya kontan terjungkal di tanah dengan kepala retak, setelah menggelepar sesaat, nyawanya lepas dari raga. Darah tampak terus mengucur menggenangi wajahnya.
Pendekar Rajawali Sakti berdiri tegak, menga?wasi lawannya yang kini terbujur kaku Kemudian, dia melompat ke punggung kudanya dan berlalu dari tempat ini.
? *** ? Malam ini terasa hening. Namun, di luar sana serangga seperti tak henti hentinya bernyanyi, mengiringi satu atau dua orang yang lalu lalang. Desa Kali Gawe ini memang tidak begitu ramai. Paling-paling penduduknya hanya sekitar puluhan orang.
Sementara di dalam salah satu kamar di sebuah rumah desa ini, seorang pemuda tampak tengah berbaring sambil menghela napas panjang Dipan yang ditidurinya berderak-derak. Dinding ruangan ini pun tidak begitu bagus, karena di sana sini ter?lihat bolong-bolong. Udara terasa pengap berhawa lembab. Namun hanya itulah satu-satunya yang bisa digunakan untuk melewati malam ini. karena sebenarnya penginapan desa ini memang sudah penuh. Untung saja tadi si Pemilik Rumah berbaik hati padanya.
Belum lama pemuda berbaju rompi putih itu rebah, tiba-tiba tersentak bangun. Pendengarannya seketika dipertajam. Dia memang mendengar jejak langkah yang amat ringan, mendekati ruangan dari arah luar. Langsung tubuhnya dirapatkan ke dinding, persis dekat pintu masuk.
Hieee Ringkik kuda yang tertambat di luar terdengar keras. Lalu...
"Hiiih!"
Bros! Mendadak saja dua bayangan hitam menerobos dinding ruangan dengan keras. Untung saja pemuda tampan berbaju rompi putih yang tak lain Pendekar Rajawali Sakti itu bertindak cepat. Dia segera melompat keluar mene-robos dinding bilik. Dan belum juga dia bersiap dua sosok tubuh berpakaian serba hitam telah meluruk ke arahnya dengan senjata terhunus.
'Yeaaa...!"
"Hup!"
Pendekar Rajawali Sakti cepat menundukkan kepala sambil meliukkan tubuhnya sedikit untuk menghindari dua tebasan senjata yang melesat ke arahnya.
"Yeaaat!"
Sementara dua bayangan hitam yang tadi gagal menyergapnya di dalam ruangan, kini telah muncul kembali. Mereka terus menyerang saat Rangga baru saja menghindari serangan. Dengan gerakan cepat Rangga memiringkan tubuhnya, dan terus berputar. Dan seketika itu pula tangannya menghantam pergelangan tangan salah seorang lawannya. Bersamaan dengan itu pula kaki kirinya menyambar ke dada lawannya yang satu.
Plak! Dukk! "Aaakh!"
Senjata salah seorang kontan terlepas dari genggaman. Malah pergelangan tangannya yang memegang senjata tadi langsung remuk. Sementara yang seorang lagi terjungkal mencium tanah.
"Heaaat...!"
Sementara dua orang berseragam hitam yang lain terus merangsek Pendekar Rajawali Sakti tanpa mempedulikan kawan-kawannya yang merintih kesakitan. Seketika Rangga melenting mendahului de?ngan gerakan amat gesit.
Wuuut! Senjata golok salah seorang laki-laki berpakaian serba hitam hanya menyambar angin kosong di ba?wah telapak kaki Pendekar Rajawali Sakti. Setelah berputaran dua kali, tubuh Rangga meluruk deras, melepaskan pukulan ke dada lawannya yang terdekat.
Begkh! "Aaakh!"
Kembali terdengar pekik kesakitan ketika pu?kulan Rangga telak bersarang di dada satu lawan?nya. Tubuh orang itu kontan ambruk di tanah de?ngan tulang dada remuk. Dan begitu mendarat di tanah, kaki kanannya pada saat yang bersamaan menghajar lawannya yang seorang lagi.
Begkh! "Ugkh!"
Kontan saja orang itu terjungkal ke tanah, ambruk tak bangun-bangun lagi. Begitu kerasnya tendangan Pendekar Rajawali Sakti, sehingga tulang leher orang itu patah.
"Ha ha ha...! Siapa sangka kalau berita kehebatan Pendekar Rajawali Sakti ternyata bukan isapan jempol belaka!"
Terdengar suara tawa terbahak, ketika Rangga tengah berdiri tegap memperhatikan lawan-lawannya yang terkapar. Pendekar Rajawali Sakti segera berbalik. Matanya langsung disipitkan keeka melihat seseorang berdiri pada jarak sepuluh langkah, membelakangi cahaya bulan yang mulai tampak samar-samar terhalang awan. Tubuh sosok itu kurus. Rambutnya panjang riap-riapan. Sementara di ping?gang kiri dan kanannya masing-masing terselip se?bilah pedang dan tongkat pendek. Agaknya, orang ini yang tadi mengeluarkan suara tawa keras.
"Siapa kau" Apakah kau yang menyuruh mere?ka me-ngacau di tempat ini"!" Tanya Pendekar Raja?wali Sakti.
Orang itu melangkah mendekati. Kemudian dia berhenti pada jarak lima langkah, sehingga kali ini Rangga bisa jelas melihat wajahnya yang sedikit pucat dengan kelopak mata cekung
"Namaku Ganda Seta. Namun orang-orang memanggilku dengan sebutan Hantu Kematian!" sahut laki-laki yang menamakan diri Hantu Kema?tian dingin dengan senyum menggiriskan.
"Hm, Hantu Kematian" Namamu amat menyeramkan, sesuai sepak terjangmu...," gumam Rangga, datar.
"Ha ha ha...! Bisa jadi sangat tidak berarti dibanding Pendekar Rajawali Sakti yang amat kesohor. Tapi, apakah arti sebuah nama" Buatku segala urusan harus selesai dengan kematian. Itulah sebabnya, tidak ada seorang pun yang boleh hidup saat berurusan denganku!" tandas si Hantu Kematian sambil menyeringai lebar.
"Lalu apa urusanmu denganku, sehingga malam-malam begini mengganggu orang?" Tanya Rangga, tetap tenang.
"Ha ha ha...! Hantu Kematian tidak pernah mengenal waktu saat berurusan. Dan aku tidak ingin berbasa-basi denganmu, Pendekar Rajawali Sakti! Serahkan mustika itu. Dan, urusan kira akan selesai!"
"Sudah kuduga...," sahut Rangga, disertai se?nyum kecil.
Hantu Kematian mendengus dingin. Matanya mendelik garang, memandang Pendekar Rajawali Sakti.
"Bila kau memberikannya padaku dengan jalan baik, maka kau adalah satu-satunya orang yang kubiarkan hidup setelah berurusan denganku!" lanjut Ganda Seta alias Hantu Kematian.
"Soal kematianku bukanlah urusanmu. Dan soal mustika ini juga bukan urusanmu, Hantu Kema?tian! Benda di tanganku ini harus berada di tangan orang yang benar. Bukan di tangan orang-orang sepertimu!" desis Rangga tajam.
"Phuih! Kurang ajar...! Heh! Orang lain boleh takut dengan namamu. Tapi si Hantu Kematian akan membuatmu tidak sempat menyesali kesalahan, karena sebentar lagi kau akan menjadi penghuni akherat!" geram Ganda Seta.
Langsung saja si Hantu Kematian melompat menyerang Rangga dengan pukulan mautnya.
"Uh! Sial...!"
Werrr! ? *** ? Pendekar Rajawali Sakti terkejut ketika melihat sambaran lidah api yang melesat kencang ke arah?nya. Hawa panas menyengat langsung terasa, se?perti hendak membakar dirinya. Dari sini Pendekar Rajawali Sakti menyadari kalau lawannya tak bisa dianggap main-main. Tanpa basa-basi lagi langsung dimainkannya jurus-jurus dari lima rangkaian jurus Rajawali Sakti. Dan seketika tubuhnya melenting ke atas menghindari. Namun. Ganda Seta langsung menyusul disertai kibasan senjata di tangannya.
Sring! Yeaaat...!"
"Sial!" dengus Rangga kesal.
Hantu Kematian memang bukan hanya nama kosong belaka. Apa yang didengar Pendekar Raja?wali Sakti tentang kehebatannya, kini terbukti. Ma?ka Rangga tidak bisa bertindak gegabah dengan berusaha menghindar. Bila hal itu dilakukan bukan tidak mungkin dirinya akan celaka!
Kini pedang pendek di tangan Hantu Kematian berkelebatan menyambar leher Rangga. Namun sebagai pendekar papan atas, Pendekar Rajawali Sakti dengan mudah mendoyongkan tubuhnya ke belakang dan langsung melepaskan tendangan berputar menggunakan kaki kiri.
"Uhhh!"
Cepat bagai kilat, Hantu Kematian terus menjatuhkan diri. Sehingga, tendangan Pendekar Raja?wali Sakti luput. Dan tanpa diduga sama sekali, bersamaan dengan itu Ganda Seta mencabut tongkat pendek yang terselip di pinggang. Begitu menjatuhkan diri, Hantu Kematian langsung memecut bulatan kecil pada tongkatnya. Seketika, melesat logam runcing yang dihubungkan rantai kecil. Cepat sekali senjata itu menyambar ke arah dada Pendekar Ra?jawali Sakti.
Rangga cepat berusaha memiringkan tubuh?nya, menghindar. Namun.
Crasss! "Aaakh!"
Rangga memiringkan tubuh, berusaha meng?hindari lo-gam runcing yang melesat cepat. Tapi....
Terlambat! Pendekar Rajawali Sakti yang beru?saha memiringkan tubuhnya, terlambat menghindar ketika senjata itu menyambar pinggangnya. Luka itu hanya sedikit saja. Namun, rasanya sakit bukan main disertai hawa panas yang menyengat.
"Ha ha ha...! Umurmu tidak seberapa lagi, Pen?dekar Rajawali Sakti. Racun yang berada di ujung senjataku itu sangat ampuh dan mematikan. Dan kini racun itu telah mengendap di tubuhmu!" ejek Hantu Kematian disertai tawa meleceh, selah melenking bangkit berdiri.
"Huh!"
Pendekar Rajawali Sakti mendengus geram. Seketika tangan kanannya bergerak ke punggungnya.
Sring! "Heaaat!"
Kini Pedang Pusaka Rajawali Sakti yang bersinar biru berkilauan telah tergenggam di tangan Pendekar Rajawali Sakti. Dan disertai teriakan mengguntur, Rangga meluruk menyerang lawan?nya.
Hantu Kematian tersentak kaget melihat pamor dahsyat pedang Pendekar Rajawali Sakti. Namun dia cepat menghindar ke sana kemari dengan ge?rakan gesit. Sama sekali tidak terlihat dia berusaha membalas serangan. Apalagi dia terlalu yakin kalau tidak lama lagi Pendekar Rajawali Sakti akan kehabisan tenaga akibat racun yang telah mengendap di tubuh.
Namun kalau saja benar si Hantu Kematian menunggu habisnya tenaga Pendekar Rajawali Sak?ti, maka salah besar. Buktinya serangan Pendekar Rajawali Sakti seperti makin berlipat ganda. Bahkan keadaan Hantu Kematian saat ini betul-betul terjepit dan sama sekali tidak mampu berkutik. Pedang Pendekar Rajawali Sakti terus ketat mengurungnya. Kematiannya hanya menunggu waktu saja, saat kulitnya yang pucat semakin pucat saja. Malah sekujur tubuhnya jadi menggigil kedinginan.
'Yeaaa...!"
Wuuut! Ketika pedang Rangga berkelebat menyambar leher, Hantu Kematian cepat bagai kilat menjatuhkan diri ke belakang sambil bergulingan. Namun belum juga tubuhnya sempat menyentuh tanah, ujung kaki kanan Rangga telah menghantam tulang dadanya.
Krek! "Aaakh...!"
Ganda Seta melenguh tertahan, begitu kaki kanan Pendekar Rajawali Sakti menghantam da?danya hingga remuk. Tidak sampai di situ serangan Rangga. Begitu tubuh Hantu Kematian melayang akibat hantaman kakinya, ujung pedangnya telah berkelebat ke perut.
Crasss! "Aaa...!"
Tubuh Ganda Seta kontan jatuh berdebuk di tanah tanpa daya, begitu perutnya tersambar Pe?dang Pusaka Rajawali Sakti. Tanpa ada gerakan sedikit pun, tubuh si Hantu Kematian langsung hangus menghitam. Mati mengenaskan!
"Uhhh...!"
Rangga mengeluh tertahan. Kepalanya terasa sakit luar biasa. Dan pandangannya berkunang-kunang ketika mendekati kudanya yang tertambat. Tubuhnya panas bukan main seperti terbakar.
"Dewa Bayu... Kira pergi dari sini secepatnya. Larilah kau sekuat tenaga ke mana saja...," ucap Rangga lemah, seraya melompat ke punggung ku?danya.
"Hieee...!"
Hewan itu meringkik kecil seperti mengerti apa yang dikatakan Pendekar Rajawali Sakti. Terlihat keempat kakinya disentak-sentakkan ke tanah un?tuk menunjukkan kegelisahannya.
"Aku tidak apa-apa. Ayo, mari kita pergi. Akan banyak lagi bahaya yang datang kalau kita berlama-lama di sini...," sahut Rangga sambil menepuk-nepuk leher kuda hitam tunggangannya.
"Hieee...!"
Dewa Bayu kembali meringkik pelan, kemu?dian berlari cepat meninggalkan tempat itu. Angin malam yang dingin sedikit menyejukkan tubuh Rangga. Namun, itu tidak mengurangi rasa sakit yang dideritanya. Pandangannya semakin mengabur dan tubuhnya lemah seperti tidak bertenaga.
? *** Pendekar Rajawali Sakti
Notizen von Pendekar Rajawali Sakti
info ? 2017 " . 140. Mustika Bernoda Darah Bag. 4
16. November 2014 um 07:35
4 ? Perlahan-lahan Pendekar Rajawali Sakti membuka kelopak matanya, setelah sekian lama bersemadi untuk memusnahkan racun yang mengendap di tubuhnya. Apalagi, dalam tubuhnya, juga telah bersemayam sejenis jamur yang dimakannya di Lembah Bangkai. Dan jamur itu memang mampu memunahkan segala jenis racun yang masuk ke tu?buhnya.
"Eyang, dia telah selesai bersemadi..."
Terdengar suara halus yang masuk ke telinga Rangga. Tak lama terdengar langkah kaki mendekat ke arahnya.
Memang, ketika terluka parah akibat bertarung dengan Hantu Kematian, Pendekar Rajawali Sakti terus melarikan kudanya. Dan karena sudah tak tahan lagi, dia segera menghenyikan kudanya, di se?buah rumah penduduk di Desa Banjar Sari. Di situ, Rangga memohon untuk sudi memberi tempat ber?semadi pada si Pemilik Rumah. Untungnya, dengan senang hati si Pemilik Rumah mempersilakan.
Dan belum juga orang itu mendekat, mendadak Rangga merasakan perutnya mual seperti hendak muntah. Lalu...
"Hoeeekh...!"
Darah kental kehitaman hitaman seketika ke luar dari mulutnya. Dan beberapa kali itu terjadi, sampai darah yang keluar berwarna merah segar. Tampak keringat sebesar butir-butir jagung menitik di keningnya. Dan Rangga langsung merasakan segar pada tubuhnya.
"Minumlah air hangat ini, Anak Muda...!" ucap sebuah suara.
Pendekar Rajawali Sakti segera mengulurkan tangannya, mengambil air hangat yang disodorkan oleh seorang perempuan tua berwajah putih bersih. Di samping perempuan tua itu, duduk seorang gadis cantik yang terus mem-perhatikan Rangga.
"Hm... Sejak kedatanganku, aku tak mengenal kalian... Siapakah nama kalian" Mudah-mudahan aku bisa membalas budi baik kalian," kata Rangga.


Pendekar Rajawali Sakti 140 Mustika Bernoda Darah di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

"Ah! Jangan kau berpikir soal budi baik, Kisa?nak Sudah sepatutnya kita saling menolong. Oh, ya. Namaku Waraningrum," gadis itu yang menyahut.
"Waraningrum" Hm nama yang bagus sekali," puji Pendekar Rajawali Sakti.
Kini mata Pendekar Rajawali Sakti beralih pada seorang wanita kurus berusia lanjut yang tadi memberi air hangat. Manakala wanita tua itu tersenyum, maka terlihat sederetan giginya yang sebagian besar telah tanggal. Rambutnya yang panjang dan seba?gian telah memutih, disanggul pendek. Terlihat be?berapa tusuk konde meng-hiasinya.
"Aku Nyai Sampit, Anak Muda," kata perem?puan tua itu, seperti mengerti tatapan Rangga.
Dan baru saja Rangga mengangguk-angguk....
"Heh"!"
? *** ? "Maaf, apakah kalan menyimpan pedang dan peti kecil yang kubawa?" Tanya Rangga disertai rasa terkejut yang amat sangat, ketika teringat kalau pe?dang pusakanya dan peti kecil yang dibawa tadi te?lah diletakkan di sisinya.
"lnikah yang kau cari-cari...?" Tanya Wara?ningrum seraya menyerahkan kedua benda yang dikhawatirkan pemuda itu.
"Oh, terima kasih. Maaf, pedangku ini seperti bagian dari tubuhku sendiri...," ucap Rangga seraya menerima kedua benda itu.
"Dan kotak kayu ini...?" tanya Nyai Sampit.
Rangga segera membuka peti keci itu. Dan ternyata mustika di dalamnya masih utuh. Dia menghela napas lega.
"Benda inilah yang membuatku bertarung de?ngan orang-orang yang mengincarnya. Sehingga, aku terluka parah dan merepotkan kalian," jelas Rangga.
"Apa kotak itu milikmu?" tanya Waraningrum.
Rangga mengangguk pelan.
"Aku harus secepatnya pergi dari sini. Maaf. telah merepotkan kalian...," lanjut Pendekar Rajawali Sakti seraya bangkit dari balai-balai bambu yang digunakan untuk semadi. "Jasamu tak akan kulupakan, Nyai Sampit. Terima kasih, aku mohon pamit."
Nyai Sampit hanya tersenyum manis. Walau senyumnya sebenarnya lebih mirip sebuah seringai.
Waraningrum tersenyum kecil pada Rangga. Segera diikutinya Rangga ke depan. Sementara Nyai Sampit tetap duduk menyirih di atas balai-balai bambu itu.
? *** ? "Gusti Ayu Diah Kameshwari, terimalah hor?mat hamba...!" ucap seorang gadis, langsung duduk bersimpuh di dekat wanita setengah baya berpa?kaian bagus yang dipanggil Gush Ayu Diah Ka?meshwari.
"Kuterima hormatmu, Srikatan. Duduklah di dekatku...," sahut wanita setengah baya itu, halus.
"Terima kasih, Kanjeng Gusti...," sahut gadis yang dipanggil Srikatan.
"Lelahkah perjalananmu" Apakah kau telah beristirahat..?" Tanya Gusti Ayu Diah Kameshwari.
"Ampun, Gusti Ayu. Lelah dan penat tidak hamba hiraukan, sebelum menyampaikan berita yang Gusti Ayu inginkan...."
"Hm... Kau tidak boleh begitu. Seyogyanya kau harus memperhatikan kesehatanmu...."
"Ampun, Gusti Ayu. Saat ini, hamba belum la?gi begitu lelah. Jadi, hamba bisa langsung menghadap," ucap Srikatan.
"Begitu" Baiklah. Coba, sekarang ceritakan, adakah sesuatu yang kau bawa untukku?"
"Gusti Ayu, mustika itu kini berada di tangan seseorang!" sahut gadis bernama Srikatan, perlahan.
"Siapakah orang itu?"
"Pendekar Rajawali Sakti!"
'Pendekar Rajawali Sakti" Apakah dia orang jahat yang telah mencuri mustika Kerajaan Banyuasin"!" Tanya wanita setengah baya itu menduga de?ngan wajah curiga.
"Ampun, Gusti Ayu. Dia adalah pendekar he?bat. Selama ini, hamba selalu mendengar kalau dia seorang pendekar lurus," sahut Srikatan.
"Lalu, bagaimana sehingga mustika itu berada di tangannya?"
"Hamba mendengar kalau mustika itu didapatkannya dari salah seorang pengawal yang berada di bawah pimpinan Ki Jengger Manuk. Saat itu me?reka tengah diserang, Walatikta alias Maling Hitam Tombak Sakti yang diduga pencuri mustika itu dari Kerajaan Banyuasin ini.
Wanita setengah baya itu terdiam sesaat. Direnunginya kata-kata Srikatan. Kemudian dipandanginya gadis berbaju serba hitam ini berambut panjang yang dikuncir ke atas itu, untuk beberapa saat.
"Srikatan! Apakah menurutmu Pendekar Raja?wali Sakti akan mengembalikan mustika itu pada kita?"
"Gusti Ayu... Sepengetahuan hamba, Pen?dekar Rajawali Sakti adalah pendekar yang tidak serakah dengan harta. Mungkin saja dia akan me?ngembalikan mustika itu. Namun..."
"Namun apa, Srikatan?"
"Maafkan kelancangan hamba, Gusti Ayu...," sahut gadis itu dengan wajah bingung dan nada suara ragu.
Wanita setengah baya itu tersenyum kecil.
"Srikatan, katakanlah. Apa yang hendak kau sampaikan padaku?"
Hamba mendengar kalau Pendekar Rajawali Sakti dihadang oleh tokoh-tokoh silat yang menginginkan mustika itu...," lanjut Srikatan.
"Lalu?"
"Apakah Gusti Ayu tidak menaruh curiga?"
"Curiga" Pada siapa?"
Gadis itu terdiam beberapa saat.
"Katakanlah, Srikatan. Curiga pada siapa yang kau maksudkan?"
"Gusti Ayu Bre Bendari...."
Wanita setengah baya itu terdiam sesaat, men?dengar kata-kata Srikatan yang terdengar pelan dan lirih. Bola matanya memandang kosong ke depan, kemudian kembali memalingkan perhatian ke arah Srikatan.
"Maafkan kelancangan hamba, Gusti Ayu...," lanjut gadis itu menundukkan kepala.
Gusti Ayu Diah Kameshwari menggeleng kepa?la.
"Aku mengerti, Srikatan. Bre Bendari memang berniat hendak menggantikan kedudukanku sebagai permaisuri kerajaan. Dengan mendapatkan mustika itu, maka jalannya akan semakin mulus. Kau mengkhawatirkan aku, bukan?"
Gadis itu mengangguk lemah.
"Terima kasih, Anakku...."
"Gusti Ayu, Gusti telah hamba anggap sebagai ibunda hamba sendiri. Maka kesusahanmu adalah kesusahanku pula. Adakah sesuatu yang bisa ham?ba perbuat untuk meringankan beban hatimu...?" Tanya Srikatan.
"Maukah kau mengerjakannya untukku?" Ta?nya wanita setengah baya itu tersenyum kecil.
"Gusti Ayu.... Seluruh jiwa raga hamba persembahkan untuk menjalankan titahmu!"
"Terima kasih, Anakku. Nah, pergilah temui Pendekar Rajawali Sakti. Mintalah mustika itu secara baik-baik. Dan hati-hatilah kau terhadap mata-mata Bre Bendari yang tersebar di mana-mana. Karena mereka selalu memata-matai setiap gerakanku. Bila mereka tahu kalau kau berhubungan denganku, maka mereka akan berusaha melenyapkanmu," kata Gusti Ayu Diah Kameshwari memperingatkan.
"Akan selalu kuingat hal itu, Kanjeng Gusti Ayu!"
"Pergilah sekarang, Anakku. Restuku menyertaimu!"
"Terima kasih, Kanjeng Gusti Ayu. Hamba mohon pamit!" sahut Srikatan seraya membungkuk hormat. Kemudian dia berlalu dari ruangan ini.
? *** Pendekar Rajawali Sakti
Notizen von Pendekar Rajawali Sakti
info ? 2017 . 140. Mustika Bernoda Darah Bag. 5
16. November 2014 um 07:37
5 ? Bre Bendari menggeram kesal. Tangannya yang terkepal dihantamkan pada guci besar di dekatnya hingga hancur berantakan. Wanita itu berdiri tegak dengan mata melotot lebar, memandang orang-orang di depannya yang berada di ruangan ini.
"Apa yang bisa kalian lakukan untukku"! Tidakkah kalian malu"!" sentak wanita berusia bga puluh lima tahun ini keras.
Tokoh-tokoh golongan hitam yang berada di tempat itu terdiam sambil menundukkan kepala. Wajar saja kalau malu, karena mereka sebenarnya sudah dibayar untuk mencuri mustika yang diperebutkan.
"Dua orang yang sangat mengagungkan kepandaiannya hanya kembali nama saja. Apakah ka?lian hendak mengatakan kalau tiada seorang pun yang mampu mengalahkan bocah keparat berjuluk Pendekar Rajawali Sakti itu"!" lanjut Bre Bendari, mendesis garang.
Salah seorang mengangkat kepala Lalu kedua tangannya dirangkapkan memberi hormat.
"Kanjeng Gusti Ayu, sesungguhnya Pendekar Rajawali Sakti bukanlah tokoh sembarangan.
"Tutup mulutmu, Wisanggeni...!" hardik wanita itu garang.
Laki laki bernama Wisanggeni tersentak. Lalu buru-buru kepalanya ditundukkan.
Bre Bendari memandang mereka dengan sikap sinis!
"Phuih! Kalian semua hanya kantong nasi tidak berguna. Menghadapi maling kecil kalian bisa berlagak. Tapi berhadapan dengan seorang yang sedikit punya kepandaian, kalian sudah menganggapnya tinggi!" lanjut wanita ini penuh amarah.
Tak ada seorang pun dari mereka yang berani buka mulut, setelah apa yang dilakukan Wisanggeni tadi. Semuanya membisu seperti patung.
"Wisanggeni..!"
"Hamba. Kanjeng Gusti Ayu...!" sahut laki laki bercambang bawuk itu buru-buru menghormat.
"Bawa seluruh orang yang kau percaya. Dan rebut mustika itu dari tangan Pendekar Rajawali Sakti! Bila gagal, kalian tidak usah kembali. Sebab, aku sendiri yang akan mencabut nyawa kalian!" dengus wanita itu memberikan ancamannya.
"Kanjeng Gusti Ayu, segala jiwa raga hamba menjadi taruhan atas tugas ini!" sahut Wisanggeni mantap.
Bangau Sakti 25 Kait Perpisahan Serial 7 Senjata Karya Gu Long Racun Gugah Jantan 1
^