Pencarian

Sunyaruri 1

Sunyaruri Karya Risa Saraswati Bagian 1


SUNYARURI Sebenarnya, aku sangat ingin tahu apa yang sebenarnya
terjadi pada kalian, setelah kuceritakan kisah kalian pada
semua pembaca buku-bukuku. Apakah kalian marah kepadaku
karenanya" Apakah kalian merasa tak lagi punyaprivasi karena
banyaknya manusia yang kini begitu ingin mengenal kalian"
Oh, tolonglah, beri aku petunjuk, agar aku tak lagi kebingungan
atas menghilangnya kembali kalian dari hari"hariku. Ini bukan
kali pertama kalian menghilang, tapi kurasa saat ini lebih buruk
daripada waktu itu. Sekarang, aku sama sekali tak tahu-menahu
di mana letak kesalahanku hingga membuat kalian tak lagi
sering mendatangiku. Ataukah mungkin sebaliknya" Terkadang,
pikiran gilaku menebak"nebak alasan kalian tak lagi muncul
adalah karena kesibukan kalian yang luar biasa, setelah tiba-
tiba menjadi jauh lebih terkenal daripada sebelumnya. Aku tahu,
banyak manusia yang kini menyebut nama kalian dalam setiap
obrolan mereka, bahkan ada di antara mereka yang memanggil-
manggil nama kalian sebelum tidur. Jika memang ini alasannya,
berarti sudah pasti, ini adalah risiko yang harus kuterima karena
telah membuka gerbang yang selama ini kututup rapat, gerbang
dialog kehidupan kita yang terpisah alam.
Kali ini, aku tak hanya merasa sedih, tapi juga merasa begitu
cemburu. Aku merasa sedang kehilangan sesuatu yang
penting dalam hidupku. Sesuatu itu kini bukan hanya milikku,
RISA SARASWATI tapi telah dicuri oleh banyak orang, dan aku begitu cemburu pada
mereka. Entah siapa orang"orang itu, hanya kalian yang tahu.
Pikiranku mengembara liar, namun seringnya berprasangka
buruk terhadap sikap kalian. Pikiran burukku mengatakan
bahwa kalian menemukan Risa"Risa yang baru, yang jauh
lebih menyenangkan daripada aku, yang bisa kalian jadikan
tempat baru untuk bercerita. Atau" kalian bahkan jatuh cinta
padanya" Mmmh, jika kalian kurang memahami arti "cinta",
akan kupermudah dengan kata "suka " saja, ya/ Kalian menyukai
mereka hingga membuan g diriku, seolah kita takpernah sedekat
dulu. Kalian sedang mempermainkan perasaan dan emosiku,
dan aku membenci situasi ini.
Kau ingat, Will" Beberapa minggu lalu, kau pernah datang
ke kamarku. Bukan main senangnya aku, melihatmu kembali
muncul. Namun, ternyata kau datang bukan untuk menemuiku.
Menurutmu, kau hanya mampir saat tak sengaja melintas ke
daerah rumahku, dan sebenarnya kau sedang dalam perjalanan
menuju rumah teman barum u. Bisakah kaubayangkan bagaimana
perasaanku saat kau menyampaikan itu padaku, Will " Aku yakin
kau bisa merasakannya. Yang kusesalkan adalah aku bahkan tak
tahu siapa yang akan kautemui. Apakah temanmu itu sepertimu"
Atau mungk7'n seorang manusia sepertiku" Aku takpernah tahu,
karena kau hanya muncul satu menit tanpa membagi cerita
apa pun denganku. Kau berubah menjadi anak yang lebih
SUNYARURI periang, tapi tak hanya itu" bagiku, kau kini berubah menjadi
menyebalkan. Janshen, kau mungkin lupa kedatanganku ke tempat tinggal
kalian waktu itu. Tapi, aku sangat ingat bagaimana kau
mengacuhkanku, yang berteriak"teriak memanggil namamu di
luar gerbang sekolah tempat kalian tinggal. Saat itu, tak seperti
biasanya, aku begitu senang saat tak sengaja melihatmu sedang
berlarian bersama dua anakperempuan kecil berambutpirang.
Di sana, kalian berlarian sambil tertawa-tawa. Biasanya, aku
agak bersembunyi jika melihatmu datang ke rumahku, karena
tahu kedatanganmu selalu saja diikuti oleh keinginan-keinginan
yang tak masuk akal bagiku. Namun, kali itu aku sangat
ingin memelukmu, Janshen, aku sangat rindu suara tawamu,
celetukan"celetukan polosmu. Namun, sikapmu padaku saat itu
sungguh mengecewakan. Kau hanya memalingkan wajahmu ke
arahku beberapa detik, melambaikan tangan sebentar, kemudian
melanjutkan permainanmu bersama dua anak perempuan
itu hingga akhirnya kau masuk lagi ke dalam gedung, tanpa
menghampiriku. Aku tahu kalian kini semakin akrab, aku tahu kau banyak
mengalami perubahan dalam sikapmu, Marianne. Tapi,
aku merasa cemburu padamu karena Peter tak lagi seperti
dulu, dan aku menyalahkanmu atas sikapnya kepadaku kini.
RISA SARASWATI Aku tahu, kau jauh lebih menyenangkan daripada dulu, saat
pertama kali aku mengenalmu. Tapi, kenapa kini seolah Peter
berpaling kepadamu, Anne" Kenapa kau tak membaginya juga
denganku" Ohhh, maafkan aku, kadang tak bisa kukendalikan
pikiranku ini agar berprasangka lebih baik terhadapmu".
Saat tersadar, aku merasa malu sekali memikirkan hal ini.
Seharusnya aku sadar, kau tak seburuk itu, Anne, dan kalaupun
memang itu yang terjadi kau tak perlu bertanggung jawab
kepadaku atas hal ini. Terakhir kali menemuiku, kau bercerita
banyak hal menyenangkan yang kalian lakukan bersama,
setelah semuanya kini kembali menjadi akrab. Kau berbicara
kepadaku dengan begitu polos dan bahagia. Namun, aku yang
tak juga dewasa ini merasa semakin cemburu kepadamu, aku
yang picik ini begitu ingin menukar posisiku sekarang dengan
posisimu. Di mataku, kau berubah menjadi perempuan yang
sangat menyenangkan untuk diajak berteman, Anne, dan aku
ingin sekali menjadi dirimu.
Hans, sekarang kau lebih bahagia, ya" Aku sempat mendengar
kau berteriak girang saat beberapa pembaca bukuku memanggil
namamu saat mereka hendak membuat kue. Kau sempat bilang
padaku, "Risa! Akhirnya ada yang memahami diriku] " Aku
senang mendengar itu, Hans. Tapi, setelahnya kau sangat sibuk,
hingga lagi-lagi kau sama saja seperti yang lainnya, sangat
jarang muncul. Padahal dulu, saat kau sedang merasa kesepian,
SUNYARURI aku selalu ada menemani malam-malam hampamu. Namun,
kini" Ke mana perginya kau, Hans" Aku ingin tahu apakah
orang-orang yang mengajakmu membuat kue benar"benar bisa
membuat kue atau tidak" Aku juga ingin tahu apakah mereka
bisa merasakan kehadiranmu atau tidak" Aku juga ingin tahu,
apakah kau masih merasa rindu pada Oma Rose atau tidak"
Seringkali aku memanggilmu, Hans, karena kau yang biasanya
sukarela mendatangiku, menolongku, meski memasang wajah
cemberut saat melakukannya. Aku sangat rindu wajah jelek itu,
Hans. Dan Hendrick, aku lega melihatmu kini semakin akrab dengan
Norma, tanpa harus melibatkan perasaanmu saat bermain dan
berbincang dengannya. Aku baru mengetahui sesuatu beberapa
saat lalu"ternyata, tiba"tiba saja kini kejahilan menjadi salah
satu keahlian utama seorang Hendrick. Will bilang kepadaku,
kau kini menjadi sangat nakal, terlebih pada teman-teman
Janshen yang sering sekali kaubuat marah. Apakah itu benar"
Aku takpernah melihatnya atau mendengarnya secara langsung
darimu. Saat membayangkan bagaimana rupamu saat sedang
menjahili anak"anak kecil, terkadan g aku tertawa sendiri seperti
orang gila. Hendrickku telah berubah menjadi anak yang nakal.
Tapi, bukan berarti dulu kau tak nakal, Hendrick... dulu pun kau
dan Hans sudah terkenal sangat bengal, hahaha. O iya, Hans
juga pernah bercerita padaku bahwa kau kini semakin akrab
RISA SARASWATI dengan Philf dan Sonja. Hans bahkan bilangpadaku bahwa kau
menyukai Sonja, adik Philf Hendrick, kuharap menghilangnya
kau dari sisiku hanyalah salah satu kejahilanmu saja. Semoga
ini hanya sebuah permainan yang kalian mainkan untukku. Dan
aku sangat berharap saat permainan ini usai, kau dan yang
lainnya akan kembali mendatangiku setiap saat, untuk berbagi
segala macam cerita tentang dunia kita yang berbeda.
Aku tahu, kalian tak benar"benar hilang. Kadang-kadang,
beberapa di antara kalian muncul seperti Will, tapi hanya itu
saja tak ada satu pun cerita menarik yang kudengar dari mulut
kalian seperti dulu. Mungkin kalian berpikir, aku hanya melebih-
lebihkan. Pertama, itu benar! Kalian tahu sendiri kan, aku Pisces
si manusia ikan" Kedua, ini memang kenyataan, kalian benar-
benar berubah kini, dan aku merasa tertinggal oleh perubahan
yang kalian alami. Aku terlalu merindukan kalian, dan aku sama
sekali tidak menikmati perasaan ini.
Semua ini seharusnya tak kutulis jika memang setiap saat bisa
bertemu kalian, namun kesempatan itu tak pernah muncul"
kesempatan untuk bercerita di tengah"tengah kalian semua yang
mengerubungiku, sekadar mendengar ocehan dari mulutku pada
malam-malam tertentu. Aku seorang yang pelupa, padahal aku
ingin membagi cerita-cerita yang terjadi dalam hidupku saat
kalian sedang tak muncul di sisiku, saat kita tak lagi berkumpul
SUNYARURI seperti biasanya. Terpaksa, aku menulisnya dalam buku ini agar
kalian tahu bagaimana perasaanku terhadap kalian, bagaimana
hidupku belakangan ini, dan siapa yang ada di sekelilingku saat
merasa kehilangan kalian, sahabat-sahabat terbaikku.
Lagi-lagi, aku tak tahu apakah kalian akan membaca tulisan-
tulisan ini atau tidak, tapi aku yakin seseorang yang membaca
tulisan ini akan membacakannya untuk kalian.
Untuk kalian yang kusayangi,
Peter, William, Hans, Hendrick, Janshen, Norma, Marianne"
Aku menyebut ini sebagai alam kesepian, tapi mereka bilang
inilah yang disebut Sunyaruri. Aku suka kata itu, sangat tepat
untuk menggambarkan bagaimana kondisiku belakangan ini.
Kalian akan membuka halaman demi halaman tentang alam
yang baru saja kukenal berkat kalian. Terima kasih karena
berkat kalian, aku telah mengenalnya".
Selamat datang di lembaran alamku yang baru, Sunyaruri.
RISA SARASWATI SUNYARURI * (isa, dangan... ayo (Asa, "angan/l ! "
3115/th illa mengcinganfanfa. 72% Sa/a/i /agf" [Za
ada/a/i Suaramu, Peter. Mataku masih 53/41"! ieraafa
Sepena/mya, dengan Ma/aS"Ma/aSan %arega/gfan kedua
tanganku /eAar"/eAar. Mata kananku terAaka azalikit.
Maman, femdndangcw yang ('a/i/iai dari mata kananku
fia iiAa"z'ida memdaaf maia (iri yang Seja?" tadi ma/as
z'erAed/a Mendadak terAe/a/af /e"ar. f((w ia," /agi terdarz'ng
di tempat tidur da/a/n kamarku, ".a/aman di atas /anz*a/
kaya yang Aerderaf"a/eraf Saat z'aAa/ifa mendoAa
dangan. KaperhaZ/kan Seke/i/ingka, pemandangan yang
Sudah Sangat tak asing da/am ingatan?" Astaga! Ini
aala/a/7 biara ZeM/sz pertama %a/i ah! dan %a/ian Semua
Asrama! Keadaannya 01425177 sama! Masih ada Cermin
panjang tempat kita menari dan aernyanyi, masih ada
Asmat; (aya "erde5a, dan AeA"zrapa darang 4695 "'n'/%
nenekku yang ditaruh di sana. Matafa teras "erfe/i/ing
memandangi 5ega/anya dengan ZafjuA. Bagaimana mungkin
aku &Sa derao/a di Sini" Di /oz'eng ramah nenekku yang
Sudah /ama ia," (ita ifraga/f"
"Pefer... Y/anS... Aji?" Jan5/72n... Wendrfck". Mmmh,
('a/ian Semua di mana" " Dengan suara paraa, kapanggi/
nama (a/ian Satu per sata. "Marianne" Mormaa?"?"
%Ga Aer/zaraa %a/ian derdaa ljaga Sedang deraa/a di
Sekitar Sini. Maman nf/n/ , (dian Semua tak Zer/i/iaf.
Mmmmh... mangkin ka/ian Sedang Aerada ai; Aawa/z, alan
Seda/(nya 1641541541/ saja ('a/ian.
RISA SARASWATI Katarani anakanak Za/gga kaya yang Menega /anz*a/
Aawa/t. PO'afan"fgakannya Aerderalf (ancang, menopang
iaAa/M'zz ya/g z'af /ag/' kecil SaaZ' menuruni anak tangga
%e/ ima , Z'lza"ilza Saja kudengar dering fe/e/Jon 33/75"wa
"er"anyi 525th keraS . Suara itu Mengageifa/X'a , hingga
5eAe/a/7 tanganku Z'er/efQS a'ari pegangan anak tangga.
Tanganku yang satu ia." mampu menjaga (eSeimAangan
iada/m'fa, hingga Saat iz'ad'aga aadanka mdcg/ang dengan
Sargat Cepat, dari atas tangga Mengga /anz*ai dawah.
4%a &erteriaf Sawat (ancang (ini, "er5airg deraan
Vo/ame dering ide/aon gerggam yang iafljaga Aer/ienz'i.
"Jamaaaaaaa, Peterrrr!!! B/ong afaaaaaaaaaa/ "
4%4! derter/af"teriaf MeMa/Hgi/ namamu, Peter.
35,410" ! ! ! Suara fz'a terdengar Sangat (eraS , fada/zka
JerSenta/zan %aSar dengan /anz'ai. gasanya sakit Saka?"
Mazafa z'erALd'a /eAar, fe/a/y >-cucuran dera5
hampir di "Se/arah permukaan tadah?" Kemudian,
fa/z'Q/vdangi 5ega/a SeSaaz'a yang ada di Sekiz'an'w, alan
suasananyad'aa/z derdeda dengan apa yang 5e5e/a/nnya
(;(/[hai. Suara derby (:s/spon masih (ancang Zerdetgar,
Semenz'ara marahi ieras Aerasaha mencari tana &;
mana kini aka &araala. 775a"z'1'5a saja, aku z'erSadar,
aka ia," Sedang Aerada di (.gw/eat /ain. 4%41 Aerada di
tempat terakhir (aji memejamkan mata, yaitu (amar
tidurku. %anya Saja, (ini poS/Sika Aeraala di Aawah
SUNYARURI teM/PQZ' tidar, terge/etaf ali /antai (amar. Suara (.a/spon
genggamka tadi ternyata /7anya/a/7 5aara a/arm yang z'af
Aer/ienz'i aerder/ng dari aias tempat 25"er sana. Wafi?"
yang Sega" tadi Aerolega/z' kencang t/Za"z'fda me/ema/i...
perasaan ("36er Manca/ dengan Cepat. Kaiampari
(galeza ;;)/(7,1 deraan kencang, dengan (esa/ ma/affa
Aargamam ketus kepada ('a/ian yang enZQ/7 Aeraa/a &;
mana.... "Staf, ternyata IAI); hanya Ml'MF/k/ DQ/a/r/ mimpiku pan,
("aa masih saja menghanzaiq'fa, Pez'er ! ! ! "
RISA SARASWATI SUNYARURI Ukur Qaudx RISA SARASWATI SUNYARURI | ULAR KEMENANGAN
Peter, kau adalah anak laki-laki paling egois yang pernah
ukenal. Dulu, aku begitu polos, mematuhi semua
keinginanmu tanpa berpikir panjang. Sepertinya karena aku
takut kepadamu, ya" Sama seperti Will, Hans, dan yang lain,
yang selalu saja menuruti segala keinginanmu karena tak mau
melihatmu marah dan mulai membentaki kami. Aku bertanya-
tanya, apakah Marianne sekarang menurut juga padamu
seperti kami" Ah" kurasa tidak, mustahil Anne yang sama
keras kepalanya denganmu mau mengikuti keinginanmu,
yang seringkali datang mendadak dan tak masuk akal. Dan
mungkin itulah yang membuatAnne menjadi lebih istimewajika
dibandingkan kami semua, karena dia tak lemah terhadapmu,
Peter. Apakah kau masih ingat ular peliharaan kita dulu" Ular yang


Sunyaruri Karya Risa Saraswati di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

hanya bertahan beberapa hari saja, bahkan belum sempat kita
beri nama. Aku masih sangat lugu saat peristiwa itu terjadi,
masih mengenakan seragam sekolah dasarku. Tapi, aku tak
sebodoh dirimu, Peter. Karena, jika mengingat"ingat kejadian
itu, hingga kini aku masih bisa terbahak"bahak sendirian. Jika
kau lupa, sepertinya harus kuceritakan lagi kepadamu... bagiku
ini adalah sebuah cerita yang sangat menunjukkan betapa
egoisnya sosok dirimu, Peter
RISA SARASWATI Kauingat" Saat itu, pada suatu malam kau mendatangi kamarku
dengan sangat bersemangat, ekspresimu terlihat begitu antusias]
Kau : "Risa, kau tidak teltarik untuk memelihara binatang
lagi" Pasti akan menyenangkan jika di kamarmu ini ada seekor
binatang (Kau memasang wajah lagumu.)
Aku : (Reaksiku cukup terkejut.) "Binatang" Binatang
seperti apa" Kucing" Anjing" Kamarku ini kan sempit, mana
boleh aku memelihara binatang sepelti itu di sini. Ibuku pasti
akan melarangnya, belum lagi Nenek Ishak pasti akan cerewet
memarahiku! Sepertinya itu bukan ide yang bagus, Peter!"
Kau : "Bukan ituu... Kau kan bisa memelihara binatang-
binatang kecil yang bisa disembunyikan di bawah tempat
tidurmu?" (Kau beranjak cepat mendekatiku.)
Aku : "Hmmm." Dulu Urdu si kura-kura Brazil peliharaan
kita saja berakhir tragis di dalam akuarium plastiknya, karena
terlalu lama tidak kita beri makan. Kalau sudah bermain
bersamamu, aku sering lupa melakukan tugas-tugasku...
termasuk tugas memberi makan Urdu. Kasihan sekali dia
Mulutmu ditekuk sangat dalam, Peter, dahimu tampak berkerut,
serius memikirkan sesuatu. Sepertinya kau sedang memikirkan
cara lain untuk membujukku.
SUNYARURI | ULAR KEMENANGAN
Kau : "Aha! Aku punya ide, Risa! Aku tahu binatang yang kira-
kira akan sangat aman dipelihara, tanpa kita lupa keberadaannya!
Ular! Ya! Ular! ! !" (Kau memasang wajah penuh senyuman.)
Mataku hampir keluar mendengarmu menyebut kata "ular".
Seumur hidup, tak pernah sekali pun terpikir olehku untuk
memegang seekor ular, apalagi memeliharanya.
Aku : "Apa"! Ular katamu" Tidak! Jelas aku menolak ide
konyolrnu ini. Ular bukan makhluk yang lucu untuk dipelihara.
Lagipula, tampaknya aku akan lebih repot mengurusnya. Bahkan,
kurasa ini akan jauh lebih merepotkan dibanding memelihara
seekor kura-kura seperti Urdu! Tidak, Peter, terima kasih....
Idemu ini sangatlah konyol
Kau : (Kau tampak kecewa mendengar jawabanku.) "Ah"
kaujangan langsung menolak saranku, dengarkan aku dulu! Aku
belum menceritakan seluruh idekull Ingat saat kita berjalan-
jalan ke toko besar" Saat kau berbelanja peralatan menulismu"
Lalu, kita masuk ke dalam sebuah toko binatang, dan di situ
kita melihat seekor ular pendiam berwarna cokelat yang melilit
tangan penjualnya! Kauingat itu" Kita mengira itu perhiasan,
namun ternyata itu ular! Asyik kan, kalau kau memelihara ular
seperti itu! Kau bisa membawanya ke mana pun, bukan" Ayo,
Risa! Beli ular ituuu!" (kini kau terlihat sangat memelas.)
RISA SARASWATI Aku : "Ah, tidak"tidak"tidak... aku takut digigit,
mengerikan sekali membawa-bawa seekor ular di pergelangan
tanganku. Bagaimana kalau dia lapar lalu menggigit tanganku"
Tidak, tidak, tidak . Ibuku pasti akan sangat marah!" (Tubuhku
bergidik membayangkannya.)
Kau : "Ah! Kau payah! Menyebalkan! Kau bukan lagi Risa
sahabatku!" (Kaupasang wajah kecewamu sambil mencibir
kepadaku.) Aku : "Biar saj a, aku tak peduli! Kau sangat licik, Peter. Ini sih
namanya memaksa dan mengancam! Masa aku harus membeli
ular dulu untuk menjadi sahabatmu" Seharusnya kau bersikap
sedikit normal. Bayangkan, bagaimana kalau kau menjadi aku"
Aku yakin kau pun akan takut dimarahi. Lagipula, ingat! Ular itu
binatang yang jorok, bukan hewan peliharaan yang lucu! Hiiiy,
membayangkannya saja aku ngeri!"
Kau : "Dasar tikus!" (Kau mengumpat sambil menjauhiku.)
Aku : "Apa kau bilang" Coba ulangi! Apa katamu tadi?"
Kau : "Kau tikus! Tikus! Tikus! Tubuhrnu kecil seperti tikus,
cerewet seperti tikus yang mencicit! Keringatrnu bau seperti
tikus! Kau TIKUS!" SUNYARURI | ULAR KEMENANGAN
Aku : "Dan kau kotoran tikus, lebih bau daripada tikus!"
Kau : "Ah! Menyebalkan sekali kau, Risa!"
Aku : "Dan kau adalah sumber dari segala hal menyebalkan
yang ada di dunia ini! !"
Kau : "Baiklah. Kita bukan teman lagi malam ini! Selamanya
tidak berteman!" Kita tak lagi bertemu malam itu, hingga dua hari setelahnya.
Aku begitu kesal padamu, karena selalu menyuruhku melakukan
banyak hal yang kausukai tapi tidak kusukai. Kau juga sering
mengesalkanku dengan ejekan-ejekan menyebalkan dari mulut
cerewetmu. Namun, kau adalah anak yang pintar memanfaatkan
kelemahanku. Tak peduli sebesar apa pun amarahku padamu,
aku selalu saja luluh. Kau masih ingat saat tiba-tiba aku datang ke kamarku sambil
membawa seekor ular kecil ditanganku" Aku tak tega menolak
keinginanmu, Peter, meskipun aku menguras uang tabungan
untuk membeli ular itu. Lalu, aku harus berjuang untuk masuk
ke dalam kamarku membawanya hari itu, karena tak mau siapa
pun melihat si ular. Untunglah usahaku berhasil, ular itu sampai
di dalam kamarku dalam keadaan selamat. Kupanggil namamu
RISA SARASWATI untuk memamerkan ular yang kubeli"lebih tepatnya ular yang
kauinginkan, karena sepenuhnya ini bukan keinginanku.
Aku : "Lihat ini! Kau senang?" (Kuangkat akuarium kecil
berisi ular di tanganku.)
Kau : "Kau kau membeli ular" Kau membelinya"
Benarkah itu"! Oh, Risaaaaaa sahabatkuuuuu! Kau benar-benar
teman yang baik! Aku senang sekali!
Kau tampak antusias melihat akuarium plastik kecil berisi ular
di tanganku. Matamu tak pernah lepas dari isi kotak itu. Ular
itu memang mungil dan berkulit indah, tapi aku tak berani untuk
mengeluarkannya dari dalam akuarium.
Kau : "Mmmh Risa, kenapa tidak kaukeluarkan ular ini
dari kotaknya?" Aku : "Tidak, Peter, aku tak berani mengeluarkannya dan aku
tak ingin memegangnya. Aku masih sangat takut. .. biar saja dia
tersimpan dalam kotak ini. Kau kan bisa menatapnya dari luar
akuarium ?" Kau : "Baiklah, Sahabatku, dengan melihatnya dari luar saja
aku cukup senang!" (Kata"katamu terdengar sangat bijaksana,
tapi di telingaku terdengar sangat licik.)
SUNYARURI | ULAR KEMENANGAN
Aku : (Tiba-tiba saja pikiran ini terlintas di kepalaku.)
"Bagaimana kalau kau saja yang mengeluarkan ular ini?"
Kau : "Mmmh Tidak, biar saja dia tetap di dalam
mungkin dia akan kelelahan kalau dikeluarkan dari kotaknya.
Biar saja dia beristirahat dulu di situ." (Tampakjelas di mataku
bagaimana kau terlihat ragu.)
Aku : "Ah, sepertinya dia akan baik-baik saja kalau
dikeluarkan. Atau jangan bilang padaku kalau kau juga
sebenarnya takut untuk memegang ular ini?" (Aku menatapmu
sambil menyipitkan mata.)
Kau : (Kau terdengar sangat gelisah.) "Ti tidak, Risa,
tidak. Mana mungkin aku takut memegang binatang sekecil ini"
Aku hanya kasihan padamu, aku takut kau menangis ketakutan
jika ular ini dikeluarkan .. . . Biar kutunggu saja sampai kau berani
mengeluarkannya dari kotak ini. Setuju?"
Aku : "Ah, alasanmu berubah-ubah, Peter! Aku tak percaya.
Kau berbohong, ya" Kau tampak ketakutan! Kau takut" Takut
ya"!" Kau : "Tidak, Risa! Enak saja!" (Nada suaramu mulai
terdengar marah.) RISA SARASWATI Kepalaku mulai dipenuhi ide saat melihatmu bersikap seperti
itu. Ini karena kita sudah beberapa tahun berteman dan aku
sudah cukup hafal dengan sikapmu yang akan terlihat resahjika
sedang menutup-nutupi sesuatu. Saat itu, kau sedang tidak jujur
kepadaku, aku tahu itu, Peter.
Aku : "Baiklah, Peter, aku percaya padamu. Kau mau tahu
kenapa aku begitu takut ular ini dikeluarkan dari kotaknya?"
(Kupasan g wajah ketakutan.)
Kau : "Mmmh." Ke" kenapa?" (Lagi-lagi kau terlihat
gelisah.) Aku : "Tadi penjualnya bilang padaku, bahwa ular kecil ini
memiliki bisa yang sangat mematikan dalam taringnya. Sekali
saja tergigit, maka nyawaku tak akan tertolong, kulitku akan
membusuk perlahan, lama-lama akan bersisik menyerupai ular
kemudian mati. Mengerikan sekali, bukan" Dia bilang, kita
harus berhati-hati menghadapi ular ini. Tapi, aku tak perlu merasa
khawatir, kau kan tak mungkin digigitnya . . . dan mmmmh, maaf,
kau tak mungkin mati dua kali, kan?"
Kau : (Kau terlihat sangatkaget.) "A aa apa"! Benarkah
begitu?" SUNYARURI | ULAR KEMENANGAN
Aku : (Kuanggukkan kepalaku mantap.) "Ya! Dia bilang
seperti itu. Dan kau harus tahu! Untuk makanannya, kita harus
menangkap tikus got, karena ular ini hanya bisa menyantap tikus
yang berasal dari dalam got! Aku sih tidak mau mencari tikus-
tikus itu, membayangkannya saja aku jijik. Aku bilang pada
penjualnya bahwa yang menginginkan ular ini adalah temanku,
dan temanku ini yang akan mencari tikus-tikus got itu sebagai
makanan ular ini. Dan... ya, tentu saja, yang kumaksud adalah
kau, Peter" sahabatku tersayang..." (Kusunggingkan senyum
kemenangan padamu.) Kau : (Kau terlihat lebih kaget dari sebelumnya.) "Enak saja!
Tidak mau! Aku tidak mau mencari tikus untuk makanannya!
Menjijikkan sekali binatang ini! Tidak, Risa! Kupikir dia
hanya diberi makan buah.... Tidak, tidak, tidak! Sebaiknya
kaukembalikan saja binatang ini pada penjualnya, Risa! Aku
tidak mau melihatnya lagi
Aku : "Apa kaubilang" Dikembalikan" Tidak bisa! Ini adalah
keinginanmu, dan aku membelinya demi kau! Kaubilang, kita
akan kembali bersahabat jika aku membeli ular ini" Iya kan"
Kau harus menepati janjimu, kau harus mengurus ular ini! Dan
menjadi sahabatku lagi!" (Aku mengangkat kotak akuarium
berisi ular itu dan mendekatkannya ke wajahmu.)
RISA SARASWATI Kau : (Suaramu seperti tercekik) "Risaaaaa tidaaaaakkk!
Jauhkan binatang itu dariku! Aku tidak mau melihatnya lagi!
Cepat bawa pergi dari rumah ini! Aku benci, aku benciii!"
Aku : "Tidak mau, kau saj ayang membawanya! Ular ini cukup
mahal, kau harus menghargai pengorbananku! Bisa-bisa aku
tidak jajan satu bulan karena ular ini. Kau harus mengurusnya!"
Kau : (Tubuhmu bergerak mundur dengan sangat cepat.)
"Tidak, Risa! Tolong, aku sangat takut melihatnya. Kau masih
sahabatku, tak perlu kaukhawatirkan itu. Pengorbananmu tidak
|:: sia-sia, aku senang. Tapi, tolong jauhkan binatang itu dariku
Aku mulai merasa menang melihat sikapmu yang berubah
menjadi cengeng dan penakut. Uang yang kukeluarkan untuk
membeli ular itu sungguh tak membuatku merasa rugi, karena
hasilnya setimpal, bisa melihatmu sangat ketakutan. Ini benar-
benar kejadian yang sangat langka, aku senang!
Aku : "Coba kaulangi kalimat pertamamu tadi?"
Kau : (Kau tampak kebingungan.) "Pengorbananmu tidak
sia-sia?" Aku : "Salah, bukan itu. Sebelumnya!"
SUNYARURI | ULAR KEMENANGAN
Kau : "Yang mana" Oh, kau masih sahabatku?"
Aku : (Kugelengkan kepalaku tegas.) "Bukan, bukan yang
itu. Sebelumnya lagi!"
Kau : (Kau mulai terlihat kesal.) "Kau sedang
mempermainkanku, ya" Kau menyebalkan, Risa!"
Aku : "Hahahaha, Anak Pemarah! Cepat katakan padaku
bahwa kau takut ular. Tadi kau mengatakan itu, kan?"
Wajahmu terlihat sangat kecut, tatapanmu begitu tajam bagaikan
menembus mataku. Kau terlihat sangat kesal dan marah
kepadaku, tapi aku tidak peduli.
Aku : "Cepat kausebutkan lagi kata-kata itu! Atau kukeluarkan
ular ini dari dalam akuarium, mau?" (Lagi-lagi kuangkat
akuarium itu ke arahmu.) Kau : "Iya! Baiklah, Risa! Ya! Aku takut ular! Puas?"
(Kekesalanmu sudah tak dapat kausembunyikan lagi.)
Aku : "Hahahaha! Peter si penakut! Hahahahha! Lihat ini!
Lihat, Peter!" RISA SARASWATI Selanjutnya, yang kulakukan adalah mengeluarkan ular itu dari
dalam akuarium, karena sebenarnya hewan ini adalah anak
ular yang sangat jinak dan aku sama sekali tidak takut untuk
memegangnya. Penjualnya telah mengajarkan bagaimana cara
memegangnya dengan aman. Dan aku sangat ingat bagaimana
ekspresi wajahmu saat aku melakukannya. Kau menjerit seperti
orang gila, lalu berlari keluar dari kamarku, hingga suaramu
tak kudengar lagi. Kau sangat ketakutan, Peter; dan bagiku itu
adalah prestasi paling gemilang yang pernah kucapai selama
masa persahabatan kita. Kau memang anak yang keras kepala dan egois] Kau benar"benar
menganggap makhluk malang itu sangat menakutkan hingga
kau tak lagi mau masuk ke dalam kamarku, padahal kaulah
yang meminta dibelikan ular Sudah tak terhitung upaya yang
kulakukan agar kau mengerti bahwa ular ini sebenarnya sangat
jinak dan hanya memakan kodok kecil, tapi kau tetap tidak juga
bisa menyayangi binatang itu. Akhirnya, kau memintaku untuk
membuang ular itu ke sebuah sungai kecil di bawah jembatan
yang sering kita lintasi saat berjalan-jalan bersama. Dan aku
yang tak pernah bisa menolak keinginanmu akhirnya menurut.
Ular itu hanya bertahan tiga hari di dalam kamarku. Entah
bagaimana nasib ular itu setelah dibuang ke sungai semoga
dia mampu bertahan hidup di sana.
SUNYARURI | ULAR KEMENANGAN
Terkadang, aku sangat merindukan saat"saat itu. Ingin
rasanya memutar kembali waktuku ke masa lalu masa"masa
menyenangkan bersamamu dan yang lainnya.
Peter, walaupun kau adalah seorang anak yang menyebalkan
tapi aku selalu saja mau menuruti keinginanmu. Jika memang


Sunyaruri Karya Risa Saraswati di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

saat ini aku tak lagi menuruti keinginanmu, kau harus berpikir
bahwa bukan tanpa alasan aku menolaknya. Pasti ada hal
rasional yang kupikirkan sebelum menolak melakukan hal yang
kauminta. Aku selalu menyayangimu, seperti dulu tak pernah akan
berubah. Omong"omong, kau ke mana saja sih belakangan ini" Terakhir
kau menemuiku adalah saat kaubilang sedang menyukai seorang
anak manusia yang sering datang untuk melihatku bernyanyi,
benarkah itu" Ayolah bercerita kepadaku, akujanji tak akan lagi
menjadi Risa yang pemarah dan menyebalkan seperti katamu.
RISA SARASWATI "|al- 254 (gn" SUNYARURI RISA SARASWATI SUNYARURI | TAPAKI JEJAK KARINA
ku mencoba mencari cara agar tak selalu mengingat
Akalian. Terkadang, aku ingin kalian benar"benar hilang
dari ingatanku, karena aku cukup tersiksa tenggelam dalam
kesunyian yang hanya bisa kurasakan sendiri. Mungkin aku
memang orang yang terlalu dramatis, tapi kalian semua tahu
itu, bukan" Bertahun-tahun, kalian telah mengetahui bagaimana
aku sebenarnya. Aku ingin mencoba berubah menjadi manusia
dewasa yang lebih baik aku bosan berdiam diri, berharap
keadaan akan berubah menjadi seperti yang kuinginkan. Aku
harus mencari teman baru, aku ingin memiliki teman-teman
seperti kalian lagi . Mungkin dengan cara itu aku bisa perlahan
bangkit dari perasaan menyebalkan ini.
Dalam usahaku mencari teman baru, kubuka gerbang duniaku
kepada mereka yang belum tahu tentangku beberapa bisa
berteman baik denganku, namun seringnya kusia-siakan karena
sikapku yang labil dan tak teguh pendirian. Bisa saja tiba-tiba
aku malas bicara dengan mereka, lalu seenaknya kuacuhkan
mereka. Ada suatu sesal yang terukirjelas sampai kini, tentang
seorang teman baru yang telah kuacuhkan tanpa alasan.
Seharusnya, ini adalah salah satu kesempatan emasku untuk
memiliki teman baru, tapi sayang, telah kusia-siakan Padahal,
seharusnya dia bisa menjadi sahabatku, karena dia adalah anak
yang lucu periang dan sepertinya baik hati. Berulang kali
RISA SARASWATI aku mencoba melewatijalanan tempat pertama kali aku bertemu
dengannya, namun dia tak lagi muncul.
Saat itu, aku sedang melamun, seperti biasanya. Walau merasa
optimis bisa menghapus segala kenangan tentang kalian,
ternyata hal itu sangat sulit kulakukan. Kutelusuri jalanan kota
Bandung pada tengah malam yang gelap, menikmati rasa sepi
dan hening yang sebelumnya tak pernah kurasakan saat masih
sering berkumpul dengan kalian. Rasa ini adalah rasa yang
langka, dan aku sedang menikmatinya sangat menikmatinya.
Kesepian ini begitu terasa indah hingga tak kupedulikan
sesosok anak kecil yang menghampiriku saat itu secara tiba-
tiba. Mungkin dia mendatangiku untuk sekadar berbagi cerita.
Namun, saat itu kututup kedua telingaku, bahkan mataku ikut
berpura"pura buta saat tangan kanannya menunjukkan sesuatu
yang ingin dia perlihatkan kepadaku, sebuah boneka cantik
berambutpirang dan bergaun indah yang begitu dia banggakan.
Aku hanya sedang tak ingin diganggu .
Dia terus berceloteh, bercerita tentang masa lalunya tanpa
peduli aku mendengarnya atau tidak. Aku terus membisu tanpa
menggubrisnya. Dan saat akhirnya dia benar"benar menghilang,
semua celotehnya tiba-tiba saja merasuk ke dalam kepalaku,
semua cerita anak perempuan kecil ini berputar dan terbayang
begitujelas. SUNYARURI | TAPAKI JEJAK KARINA
Aku termenung, memikirkannya memikirkan hidupku dan
menyadari betapa beruntungnya akujika dibandingkan dia.
Sesal tak dapat terganti saat anak itu tak lagi muncul. "Semoga
kau bahagia, Ain (Nama itu yang terus menempel di kepalaku)
. maafkan aku yang tak memedulikanmu, maafkan aku yang
terlalu asyik menikmati kesunyian ini . ]
"Bapak, Ain mau dibeliin boneka itu, Pak. Ya, ya, Pak" Boleh,
Pak, ya, Pak?" Seorang anak kecil tengah merengek, memaksa
ayahnya membelikan sebuah boneka menyerupai anak
perempuan yang tergantung di pinggir pasar.
"Tidak Karina, Bapak nggak punya uang!" tukas sang ayah,
tangannya menepis kasar tangan anak perempuan mungil yang
sejak tadi menarik"narik kaus putih lusuh yang dia kenakan hari
ini. "Bapak tadijaj an banyak, kenapaAin ngga bolehjaj an sekali aj a?"
Tangan Karina kembali menarik"narik kaus ayahnya. Rupanya,
sang ayah tak lagi mampu menahan kesal. Tangan besarnya
setengah memukul kepala Karina hingga anak perempuan itu
sempoyongan dan hampir jatuh ke tanah. Air mata mulai terurai
dari kedua mata kecil Karina.
RISA SARASWATI "Sudah Bapak bilang, tidak ya tidak! Kamu jangan jadi anak
nakal yang nggak nurut sama orangtua, ya! Kamu mau Bapak
hukum lagi di kamar mandi" Mau" Tangis Karina yang tadi
hampir pecah mendadak berhenti setelah mendengar kata
"kamar mandi" keluar dari mulut ayahnya. Kini kepalanya
menunduk, tangan sang ayah kembali menyentuhnya, namun
kali ini menarik kasar tangannya agar segera pergi meninggalkan
boneka yang tergantung manis, menatap anak kecil yang begitu
ingin memilikinya. Karina berumur tujuh tahun, namun dia begitu mungil, bahkan
tingginya hampir sama seperti Janshen sahabat kecilku. Ah,
ya ampun, kenapa harus menyebut nama J anshen" Tidak, jangan
sebut-sebut lagi nama mereka! Itu adalah sebuah prinsip, titik.
Baiklah, mari kembali kepada Karina. Memiliki rambut hitam
lurus tipis, senyum Karina cukup manis, kulitnya terang namun
tak terlalu putih. Yang paling menarik darinya adalah gaya bicara
yang tak sesuai dengan anak seusianya. Pikirannya selalu saja
kritis, membuat orang-orang yang ada di sekelilingnya terkadang
kesal akan sikapnya, terlebih ayahnya yang memang bukan ayah
kandung Karina. Sugia, ibu kandungny a, melahirkan Karina saat suami pertamanya
merantau ke luar pulau dan tak pernah kembali. Sugia akhirnya
menikah lagi dengan Anto. Meskipun terlihat seperti tak
SUNYARURI | TAPAKI JEJAK KARINA
memedulikan Karina, sebenarnya dulu Anto adalah orang yang
cukup baik, hati kecilnya selalu tersenyum melihat tingkah laku
Karina yang lucu. Namun, kekesalannya muncul tatkala dia dan
istrinya tak kunjung diberi keturunan. Tak tahu harus marah pada
siapa, maka Karinalah yang dij adikan obj ek kekesalan Anto. Tak
adil memang, tapi begitulah biasanya manusia, bukan" Mencari
seekor kambing hitam yang bisa dij adikan tersangka utama
sebuah kegagalan. Itu pula yang terj adi pada Karina, hampir setiap hari dia menjadi
korban kekesalan ayah yang sangat dicintainya. Dari mulai
hentakan hingga pukulan sering bersarang di tubuh mungilnya.
Sugia yang pada saat itu menjadi tulang punggung keluarga tak
begitu peduli akan hal ini, karena otak dan tenaganya tercurah
untuk menghidupi Karina dan Anto suaminya, yang tak memiliki
pekerjaan. Karina bukan anak pengadu, dia menganggap segala
kekasaran yang Anto lakukan adalah hal yang wajar untuk
dilakukan seorang ayah terhadap anak. Namun, Karina tetaplah
seorang anak kecil, dia masih memiliki sifat cengeng dan serba
ingin tahu. "Bapak, kalo Bapak punya uang Ain mau boneka itu ya,
Pak?", sambil duduk di atas kursi ruang makan, Karina kembali
memohon kepada ayahnya. "Ainjanji, Ain nggak akan nakal lagi,
Pak Kembali dia mencoba membujuk ayahnya yang tampak
RISA SARASWATI acuh tak acuh menanggapi permohonannya. Anto terus membisu
sambil meletakkan telur"telur yang dia beli di pasar tadi ke dalam
keranjang. "Pak ya, Pak?" Karina tak berhenti merengek.
"KARINA! Sudah Bapak bilang nggak ya nggak!" Anto kembali
membentak Karina dengan kasar. Gadis kecil itu lalu hanya
tertunduk pasrah melihat reaksi sang ayah yang tidak sesuai
harapannya. Dalam kepalanya, bayangan boneka cantik itu terus
berputar, bagai memanggil-manggil namanya.
Seharusnya Karina sudah bersekolah, namun entah kenapa, kedua
orangtuanya belum juga menyekolahkannya. Ada sebuah sekolah
dasar yang letaknya tak jauh dari rumah Karina, bersebelahan
dengan pasar tempat dia dan ayahnya biasa membeli bahan
masakan. Sudah sejak lama Karina meminta kepada orangtuanya
untuk segera bersekolah, karena hampir semua teman-teman
sebayanya sudah mengenakan seragam putih merah. Namun,
lagi-lagi sang ayah merasa bahwa Karina masih terlalu kecil
dan manja untuk disekolahkan. Pasti merepotkan, pikirnya.
Badan Karina memang mungil, lebih kecil daripada anak-anak
sebayanya, meskipun keberanian dan semangat Karina begitu
besar. SUNYARURI | TAPAKI JEJAK KARINA
Hampir setiap hari Karina mengikuti teman-temannya ke
sekolah. Hari ini, dia melakukan rutinitas seperti biasanya,
mengantar mereka sampai gerbang depan sekolah dan hanya
bisa melongokkan kepala dari pagar, iri menatap teman-
temannya dari kejauhan. Kepalanya tertunduk sedih saat
bayangan teman-temannya mulai menghilang dari pandangan.
Mereka berhamburan masuk ke dalam kelas untuk belajar hingga
pukul satu siang nanti, sementara Karina berjalan sendirian
menghabiskan waktu hingga mereka semua pulang sekolah.
Ayahnya sedang pergi entah ke mana, ibunya bekerja hingga larut
malam nanti, dan Karina sendirian Anak kecil ini bingung,
tak tahu harus ke mana. Matanya tiba-tiba membelalak lebar, berbinar-binar, dengan
senyum yang terus terkembang di mulutnya Bayangan boneka
yang tergantung di pasar melintas cepat di kepalanya, langsung
menumbuhkan perasaan bahagia di hatinya, membuat Karina
mempercepat langkah Memiliki tujuan baru membuatnya
lebih bersemangat kini. Ada perasaan was-was yang muncul,
karena Karina takut boneka itu sudah tak lagi tergantung di sana.
Dari kej auhan, matanya sudah memantau dengan awas, mulutnya
menekuk resah. Senyum kembali mengembang, sebuah boneka
yang sej ak kemarin menghantuinya ternyata masih menggantung
dengan cantik. Mata Karina tak berkedip menatap boneka itu,
angin meniupnya hingga berayun tak beraturan ke sana kemari.
RISA SARASWATI Untung saja boneka itu terbungkus plastik. Jika tidak, pasti akan
kotor terkena debu. Hampir setengah j am Karina berdiri memandangi boneka
itu, kakinya mulai pegal. Maka, dengan cueknya dia lantas
berjongkok di depan toko mainan tempat boneka itu tergantung.
Beberapa orang yang melintasi toko itu mulai merasa terganggu
dengan posisinya yang berjongkok tepat di tengah jalan.
Beberapa kali badan kecil Karina terkena tendangan kaki orang-
orang. "Dik, jangan jongkok di sini dong! Orangtuamu mana,
sih"!" Seorang bapak dengan kesal memelototi Karina yang tetap
asyik berj ongkok di situ. Karina acuh tak acuh, senyumnya malah
terlihat semakin lebar, membuat si bapak lebih melotot daripada
sebelumnya, hingga raut waj ahnya tampak menyeramkan.
"Bebal sekali kamu, Anak Nakal!" bapak itu berteriak, dan tanpa
sadar kakinya terangkat, lalu mengarah ke Karina. Tubuh anak
itu tertendang cukup keras olehnya.
Karina tersungkur di kubangan air yang berada tak jauh dari
tempatnya berjongkok. Tendangan kaki bapak itu melumpuhkan
pertahanannya. Setelah terpental, kini tubuhnya mulai berdenyut
linu, terasa sakit. Bajunya dibasahi air kubangan, begitu pula
wajahnya. Air mata mulai menggenangi mata Karina, ingin
rasanya dia menangis lepas dan menjerit itu terlihat jelas dari
ekspresi wajahnya saat itu. Tak ada yang membantunya berdiri
SUNYARURI | TAPAKI JEJAK KARINA
dari kubangan itu, jadi tangannya berusaha keras menopang
tubuh untuk bangkit. Bapak yang tadi menendangnya pergi entah
ke mana. Dalam benaknya, Karina teringat sikap sang ayah yang
suka bertindak kasar seperti bapak itu. Namun, hati kecilnya
tak rela menerima perlakuan itu, tidak seperti dia memaklumi
perlakuan kasar ayahnya. "Dia kan bukan bapak Ain kenapa
dia berani marahin Ain bibir mungilnya terus menerus
menggumamkan kalimat itu.
"Pak, tadi Ain ditendang bapak-bapak di pasar..." Karina
mencoba mengadukan perlakuan kasar yang dia terima tadi siang
kepada ayahnya. "Astaga Karina! Itu kan baju yang baru Bapak cuci! Harusnya
bisa dipakai dua kali! Kamu nakal sekali> Karina! Benar-benar
anak nakal!" Anto mengangkat tinggi-tinggi tangannya ke arah
Karina, matanya melotot, persis seperti bapak-bapak yang tadi
siang menendang Karina di pasar. Tangis Karina benar-benar
pecah tepat setelah tamparan tangan kanan sang ayah mengenai
pipi kanannya. "Sakit, Paaak sakitt "." Karina meraung dengan pedih.
Bukan merasa sakit akibat tamparan tangan ayahnya, melainkan
RISA SARASWATI karena tamparan kenyataan, bahwa sang ayah tak sedikit pun
peduli padanya. "Sukurin! Kamu memang harus diberi pelajaran! Anak
perempuan kok nakalnya minta ampun, sih"! Mau ngadu kamu,
|:: sama ibumu" Sana, ayo ngadu Kemarahan Anto terlalu meluap-
luap siang itu. Karina kini melamun sendirian di kamar sempitnya, masih
mengenakan baju penuh lumpur dengan muka sembap, dengan
bekas tamparan di pipi hasil karya tangan sang ayah beberapa
jam yang lalu. Tangannya tampak mencoreti kertas lusuh
berisi gambar-gambar yang selama ini dia gunakan untuk
belajar menulis, menggambar, dan membaca sendirian. Teman-
temannyalah yang selalu mengajari Karina sepulang mereka
sekolah. Di atas kertas itu, dia menuliskan beberapa kata
Ken apa ba paja h at sekali
Aku ] ni anak sia pa Alla h aku mau pu lang kete mu mala i kat aja
"Ainnn ya ampun, kamu kotor sekalii!" Sugia tampak kaget
melihat kondisi anaknya pagi itu. "Kamu habis ngapain, Nak?"
SUNYARURI | TAPAKI JEJAK KARINA
dia bertanya, sambil membuka baju yang dikenakan Karina satu
per satu. Anto melintasi kamar Karina, matanya masih mendelik
penuh amarah pada Karina yang saat itu terus bungkam, tak
mengucapkan sepatah kata pun kepada Sugia. "Ya sudah, Ain,
kamu sekarang mandi dan sarapan ya! Ibu sudah beli nasi kuning


Sunyaruri Karya Risa Saraswati di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

buat kamu. Ibu pergi kerja dulu ya sekarang, Ain nggak boleh
nakal! Nggak boleh bikin Bapak marah, ya! Janji?" Karina
mengangguk pelan, meskipun matanya tak kuat menahan air
mata yang sebentar lagi akan berj atuhan. Ingin rasanya memeluk
ibu yang setiap harinya sangat dia rindukan.
"Ibu akhirnya Karina bersuara pelan sekali.
"Ya, Ain?" Namun wajah Karina kembali tertunduk saat Sugia
menjawab panggilannya. "Ada apa, Ain?" Sugia tampak
penasaran dengan sikap anaknya yang begitu pendiam pagi itu.
"Ain mau sekolah, Bu .?" Sambil terus menunduk, Karina
menjawab sekenanya, meskipun sebenarnya yang ingin dia
ungkapkan adalah kerinduannya yang sangat mendalam pada
sosok sang ibu. "Ibu janji, Ain, bulan depan saat teman-temanmu naik kelas, Ain
masuk sekolah, ya. Tapi Ain kelas 1, teman-teman Ain kelas 2.
Nggak apa-apa ya, Sayang?" Suara Sugia selalu menentramkan
hati Karina . . . sebersit senyuman terukir di bibirnya kini, air mata
RISA SARASWATI yang tadi hendak berjatuhan tertahan rapat oleh otot matanya
yang kini mulai menyipit karena tersenyum.
"Janji, Bu" Betul Ain bisa masuk sekolah" Ibu nggak bohong?"
Nada suara ceria khas Karina mulai terdengar, membuat Sugia
ikut senang sekarang. "Janji, Ibujanji, Karina
Pagi ini, Karina kembali mengantar teman-temannya ke sekolah.
Kali ini lebih pagi dari biasanya, dia berlari-lari kecil begitu riang.
"Andiii! Ain bulan depan masuk sekolah, lhoo!?". "Dinda! Aku
masuk sekolah bulan depan! ! !' "Ratnaa! !! Aku masuk sekolah
sebentar lagiiii Hampir semua temannya diteriaki seperti
itu, kerena Karina benar"benar bahagia mendengar janji yang
diucapkan ibunya pagi tadi. Kesedihannya kemarin menghilang
bagaikan air yang menguap menjadi awan. Hari itu, tak lupa
Karina mengarahkan langkahnya menuju pasar, tempat toko
mainan dan boneka impiannya berada. Kali ini, dia tak berani
lagi berjongkok, jadi Karina berdiri tepat di depan boneka itu
tergantimg. "Hai, Cantik, perkenalkan, namaku Karina! Umurku sebentar
lagi delapan tahun. Dan kamu tahu, tidak" Sebentar lagi, aku mau
sekolah dan pakai seragam seperti teman-temanku yang lain. 0
SUNYARURI | TAPAKI JEJAK KARINA
iya, aku suka sekali padamu, Cantik! Nanti, kalau Bapak punya
uang, kamu akan kubeli. Kamu akan tinggal bersamaku, kita
bermain-main bersama di kamar Beberapa orang tersenyum
melihat tingkah laku Karina yang berbicara sendirian sambil
menengadahkan waj ah, berusaha mengaj ak boneka itu berbicara.
Sepasang mata wanita dewasa dari dalam toko mencuri
pandang sambil tersenyum, memperhatikan tindak"tanduk anak
perempuan yang terus-menerus berbicara sendirian itu. Ini hari
ketiga anak perempuan itu terus mendatangi halaman tokonya,
sekadar untuk melihat dan memandangi boneka yang dia gantung
di etalase toko mainan itu. Dan kali ini, sang anak membuatnya
geli karena berusaha mengaj ak boneka itu berbicara.
"KARINA! ! Cepat ke sini!" Suara Anto yang begitu lantang tiba-
tiba terdengar tak jauh dari tempat Karina berdiri membuat anak
perempuan itu terkejut bukan main. "Kamu ini apa-apaan, sih"
Anak nakal! Sinting pula! Sudah aku bilang tidak, ya tetap tidak!
Aku tidak akan pernah membelikan boneka jelek itu! Sekarang,
kau coba merajuk ya, dengan berpura-pura gila mengaj ak boneka
itu berbicara"! Sini kamu! Cepat pulang!" Rupanya Anto sudah
sejak tadi memperhatikan Karina, saat tak sengaja matanya
melihat anak tirinya itu, ketika sedang membeli bahan-bahan
masakan di pasar. RISA SARASWATI "Pak, Ain nggak gila kok, Pak Ain juga nggak minta Bapak
buat beliin boneka itu, Pak Karina berusaha membela diri,
saat sang ayah mulai mendekat dan menjewer telinga kirinya
keras sekali. "Ah! Ayo, pulang! Kamu bikin malu aku saja!" Karina menahan
tangisnya kali itu, meskipun jeweran tangan sang ayah kali itu
terasa sangat menyakitkan.
"Nak, Nak, Nak .?" Wanita pemilik toko yang sejak tadi
memperhatikan Karina berlari dari dalam toko menuju luar. Dia
bermaksud melakukan sesuatu untuk Karina, namun lagi-lagi
kali ini dia gagal. Sebenarnya, kemarin dia ingin membantu anak
perempuan malang itu saat seorang bapak menendang Karina
dengan kasar di depan tokonya. Namun, sama seperti hari ini, dia
selalu terlambat. Wanita itu terdiam, menyesali betapa bodohnya
dia membiarkan anak itu diperlakukan kasar oleh orang lain.
Hati kecilnya berharap semoga anak kecil lucu itu akan datang
kembali esok hari "Bapak! Kenapa Bapak jahat sekali sama Ain" Kenapa, Pak?""
Karina menj erit histeris saat sang ayah terus menyeretnya dengan
paksa, dalam perjalanan pulang ke rumah.
SUNYARURI | TAPAKI JEJAK KARINA
"Karena kamu nakal! Sudah berapa kali kau bertingkah mirip
anak gelandangan" Kau mempermalukan bapak dan ibumu!"
Anto membalas pertanyaan Karina dengan hentakan yang tak
kalah keras dengan teriakan sang anak. Beberapa orang berbisik
sambil mencemooh sikap Anto terhadap anaknya.
Karina meraung kesakitan karena tangannya terus-menerus
ditarik oleh Anto. "Sakit, Pak! Sakitttt tangan Ain sakit,
Paaaak Anto seakan tak peduli pada teriakan Karina yang
semakin menjadi. Beberapa orang yang melihat kejadian itu
mulai merasa jengah. "Pak! J angan bersikap seperti itu pada anak kecil, Pak!" Seorang
perempuan muda yang sedang nongkrong di pinggir jalan
bereaksi terhadap sikap Anto. Anto menoleh ke arah perempuan
itu, mendelik marah. Dia tidak mengacuhkan teguran itu, dan
kembali membuang muka sambil tak henti menarik tangan
Karina sekuat tenaga. "Pak! Dengar nggak kata-kata Mbak itu"!" Pertanyaan itu keluar
dari mulut seorang laki-laki muda berbadan besar, bersamaan
dengan sebuah kepalan tangan kanan yang melayang tepat ke
pelipis Anto, membuatnya tersungkur. Tangan kiri laki-laki itu
menarik tangan Karina, berusaha menjauhkan anak perempuan
malang itu dari Anto. RISA SARASWATI "Bapaaaaak!" Bagaimanapun, anak perempuan kecil ini sangat
menyayangi ayahnya. Saat beberapa orang memisahkannya dari
Anto, yang dia lakukan adalah menangis sambil meneriakkan
kata "Bapak!" berkali-kali dan berusaha meraih kembali lengan
Anto. Anto meringis kesakitan, namun hanya sesaat. Karena
setelahnya, ekspresi wajah Anto menjadi lebih mengerikan
daripada sebelumnya. Dia murka.
"Sana! Anak Setan! Tak tahu diuntungl Pergi sana, bersama
orang lain! Sampah! Tak sudi aku mengurusmu lagi!" Bukannya
marah terhadap orang yang memukulnya, Anto malah memarahi
Karina yang saat itu masih tak henti meneriakkan namanya.
Melihat reaksi Anto yang meracau seperti orang gila, orang-
orang yang ada di situ semakin geram pada Anto. Beberapa di
antara mereka menggertak Anto dengan sikap dan kata-kata agak
kasar, jadi tak ada yang bisa Anto lakukan selain diam-diam
mundur sambil terus memelototi Karina. Tangan Karina tak lagi
dipegangi orang-orang yang melindunginya, namun kali ini dia
takut oleh tatapan mata sang ayah yang menusuk tepat ke dalam
hatinya begitu menyakitkan.
Anto masih terus berjalan mundur sambil mencaci Karina
dengan kata-kata kotor, sementara Karina masih terus tertegun
melihat ayahnya yang hampir tak dia kenali lagi kini. Jarak
mereka belum terlalu jauh, namun rasanya kata-kata yang keluar
SUNYARURI | TAPAKI JEJAK KARINA
dari mulut Anto seperti berputar-putar menerkam telinga dan
kepala Karina dari segala arah, menyeruak dari kejauhan, sangat
menyiksa batinnya. Kaki kanan Anto kini mulai menyentuh
j alan beraspal, hanya tinggal menyebrang untuk masuk ke dalam
gang tempat mereka tinggal. Anto terus menceracau sambil terus
berjalan mundur. Sepertinya, Anto yang kalap tak memedulikan
apa pun, selain emosi dan amarah terhadap Karina, termasuk tak
mempedulikan kendaraan yang lalu-lalang di belakangnya.
"BAPAAAAK!!!" tiba-tiba Karina berteriak amat kencang.
Tubuhnya bereaksi begitu cepat. Anak sekecil itu berlari bagai
seekor Cheetah, kencang sekali. Karina berlari cepat ke arah
ayahnya yang masih saja mencacinya sambil terus berteriak,
"Bapaaak, Bapaaak, Paaaak, ada bis, Paaaaaakkkkkk! ! !?"
Anto tak mendengar teriakan anak kecil itu. Orang-orangyang ada
di sekitar situ mulai mengerti kenapa Karina tiba-tiba bertindak
seperti itu. Mereka mengejar Karina dari belakang, sepertinya
tahu apa yang akan gadis kecil itu lakukan. Anto yang melihat
kej adian ini mulai was-was, kepalanya menoleh ke sebelah kin"
lalu ke sebelah kanan. RISA SARASWATI Hanya tinggal satu meter darinya, sebuah bis besar siap
menghantam tubuhnya yang belum siap bereaksi. Laju bis begitu
kencang bagaikan dipacu, mata Anto melotot kaget Emosi
yang tadi meletup-letup kini hilang entah ke mana, berganti
dengan perasaan kaget luar biasa. Namun, entah apa yang harus
dia lakukan Tubuh Anto terpental ke pinggir jalan. Dia tak tahu apa yang
terj adi, karena sejak pertama kali melihat bis besar itu, matanya
refleks tertutup rapat, pasrah. Tubuhnya berdenyut hebat, sakit
sekali Namun, matanya masih bisa berkedip, meskipun jantungnya
berdegup kencang tak keruan. Suara orang-orang terdengar riuh
di sekitarnya, beberapa orang mencoba mengangkat tubuhnya
yang terkulai lemas. "Aku masih hidup, terima kasih, Tuhan
Aku masih hidup "."
Suara jeritan beberapa wanita mengusik lamunan Anto saat itu,
diiringi suara tangisan orang-orang yang terdengar histeris.
Kepalanya lantas menoleh ke arah suara tangisan itu. Dia
penasaran ingin tahu apa yang terj adi di sana, namun tubuhnya
tak mampu beranjak, bahkan untuk sekadar berdiri dan berjalan
ke arah suara itu. Tanpa bergerak pun, ternyata Anto masih bisa
melihat peristiwa di sana, karena jarak yang begitu dekat dengan
SUNYARURI | TAPAKI JEJAK KARINA
posisinya kini. Beberapa meter dari tempatnya terbaring, Anto
melihat orang-orang mengerumuni tubuh yang juga tergeletak.
Namun, berbeda dengan kondisinya, tubuh itu berlumuran
banyak sekali darah. Tubuh itu begitu mungil dan lunglai, dan
Anto terus berusaha menebak siapa kira-kira pemilik tubuh itu.
Mata Anto terbelalak, mulutnya menganga lebar Sosok yang
tergeletak itu begitu dia kenal, baju yang melekat di tubuh itu
sudah tak asing di matanya. Ya, dia Karina anak tiri yang baru
beberapa menit yang lalu dia caci maki.
Karina melakukan tindakan itu, perbuatan heroik yang sudah
didugaolehorang-orangyang tadiberlarianhendakmencegahnya.
Namun, anak itu begitu tangkas berlari mendekati ayahnya.
Hanya satu yang dia lakukan Karina hanya mendorong tubuh
sang ayah sekuat tenaga. Satu tindakan itu telah menyelamatkan
nyawa sang ayah yang begitu dia sayangi, namun tak berhasil
menyelamatkan nyawanya sendiri. Bis yang melintas begitu
cepat tak sempat mengurangi kecepatan, apalagi menghentikan
lajunya. Tubuh anak perempuan kecil ini tak mampu mengelak
dari tumbukannya dan bis itu melindas tubuh Karina begitu
saja. "Sesuatu menohok hatiku pedih, hingga tak terasa lagi
sakit yang mendera tubuh ini. Anak yang begitu kubenci rela
RISA SARASWATI mengorbankan dirinya untukku. Aku tak pernah menyadari
bahwa selama ini sebenarnya dialah anak yang T uhan titipkan
untukku. Dan aku telah menyia-nyiakannya . "
Sugia tengah menangis tersedu memandangjenazah putri semata
wayangnya dari kejauhan. Dia tak siap melihat jenazah itu dari
dekat bayangan kebahagiaan anak itu tadi pagi terus berputar
dalam pikirannya. Perasaan bersalah merundung, membuatnya
tak bisa berhenti menangis. Benaknya terus-menerus berandai-
andai jika saja putrinya itu bersekolah, peristiwa ini mungkin
tak akan terj adi. Andai waktunya diluangkan lebih banyak untuk
Karina, tentu hal ini tak akan terjadi. Dan masih banyak lagi hal
yang membuatnya begitu menyesal dan bersedih atas kematian
Karina. Sementara itu, Anto terus menerus termenung, cibiran
beberapa orang kepadanya tak sedikit pun dia gubris. Telinganya
seperti tengah disusupi oleh suara-suara tangis dan celoteh
Karina. Dulu, dia begitu benci suara anak itu, namun kini, suara
itu menjadi sesuatu yang sangat dia rindukan. Sekali-sekali, Anto
meneteskan air mata, dan beberapa kali dia tertawa sendirian
ketika mengingat beberapa celoteh polos Karina yang memang
menggemaskan. SUNYARURI | TAPAKI JEJAK KARINA
"Permisi permisi Sebuah suara membuyarkan lamunan
Sugia yang saat itu sedang duduk di depan rumah, memandangi
jenazah Karina sembari menyambut pelayat yang datang.
"Eh iya, ada apa, Bu?" Sugia menjawab sapaan seorang
wanita tua yang sudah berada di hadapannya.
"Emh nama saya Melanie, sedang cari anak perempuan
tingginya segini, rambutnya lurus, kulitnya agak cokelat," wanita
itu mendeskripsikan ciri-ciri anak yang sedang dia cari.
"Siapa ya?" Sugia tampak kebingungan mendengar penjelasan
wanita itu, pikirannya masih kalut sehingga tidak bisa berpikir
jernih. "Saya nggak tahu namanya, Bu. Anak itu sering lewat toko saya,
kebetulan saya punya toko mainan di asar sana. Saya tanya-tanya
ke orang sih, katanya rumahnya di daerah sini. Tadi siang, dia
main-main di depan toko saya, tapi saya nggak keburu mengejar
dia. Saya mau kasih ini buat anak itu Sebuah bungkusan
besar terlihat di tangan wanita itu. Sugia semakin didera perasaan
bingung. Mata wanita itu memandangi seisi rumah Sugia, dan
dia tertegun saat menyadari bahwa rumah yang sedang dia
singgahi ternyata rumah duka. "Ma maaf, Bu, maaf sekali
saya mengganggu. Saya nggak tahu rumah ini sedang berduka,
RISA SARASWATI mohon maaf sekali lagi ... saya turut berduka cita ya Bu." Wanita
itu segera mundur dari tempatnya berdiri kini, hendak beranjak
pulang. Sesaat sebelum meninggalkan rumah Sugia, matanya sekali lagi
memandang berkeliling tanpa sadar. Tiba-tiba saja, tatapannya
terpaku pada sosok seorang laki-laki yang sedang tertunduk
melamun di sebuah sudut rumah. "Saya tahu Bapak itu!" Tiba-
tiba, wanita itu berkata demikian pada Sugia. Sekarang, dia
mulai menghampiri Anto> dan mau tak mau Sugia mengikuti
langkahnya saat menyadari siapa yang dikenali oleh wanita itu.


Sunyaruri Karya Risa Saraswati di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

"Pak, mungkin Bapak tidak mengenali saya tapi saya tahu
betul siapa Bapak. Tadi pagi Bapak menyeret paksa anak
perempuan kecil yang sedang berdiri di depan toko mainan milik
saya! Ingat kan, Pak?"" wanita itu kini berbicara begitu menggebu
pada Anto yang kini hanya bisa ternganga, karena seorang wanita
tak dikenal mencerocos di hadapannya.
"Dia suami saya, Bu, ada apa" Siapa anak yang kauseret itu, Pak?""
Sugia kini mulai ikut menanyai suaminya. Anto terus bungkam,
tak sepatah kata pun mampu keluar dari bibirnya, membuat
kedua wanita ini gemas digelayuti rasa penasaran. Mata Sugia
tiba-tiba terbelalak lebar, ingatannya tiba-tiba terpusat ke Karina,
anak yang baru saja meninggalkannya. "Tunggu sebentar, Bu!"
SUNYARURI | TAPAKI JEJAK KARINA
sambil berbicara pada wanita itu, Sugia bergegas masuk ke dalam
rumahnya, setengah berlari kecil.
"Apakah anak ini yang Ibu cari?" Sugia kembali sambil
membawa sebuah pigura kecil dengan potret Karina di dalamnya.
Anto tampak terperanjat, wanita itu pun kaget, namun lebih lega
daripada sebelumnya. "Ya! Betul, Bu! Dia anak perempuan yang saya cari sejak tadi!
Siapa dia, Bu" Dia tinggal di rumah ini?"" Seakan lupa pada
suasana duka yang sedang menyelimuti rumah Sugia, kini wanita
itu begitu bersemangat menanyai Sugia yang mulai terlihat sedih
dan pilu, sementara Anto kembali menundukkan kepala, butir
demi butir air mata menetes lagi di waj ahnya.
"Dia anak perempuan saya, Bu, namanya Karina. Danjasad yang
ada di dalam rumah saya, itu adalah j asadnya. Tadi pagi Karina
tertabrak bis." Sugia menangis lagi lebih keras daripada
tangisan sebelumnya. Kini, wanita itu yang hanya bisa terpaku,
pikirannya dipenuhi bayangan anak kecil bernama Karina.
Kenapa aku harus selalu terlambat" Setidaknya, aku harus
mengenal anak itu, atau apa pun tindakanku, untuk berbuat baik
terhadap anak malang itu.
RISA SARASWATI Wanita itu terus memikirkan banyak pertanyaan, badannya
terlihat melemah dan pasrah dia mencoba meraih kursi untuk
menopang tubuhnya yang tiba-tiba saja lunglai mendengar
berita ini. Sugia terus menangis> sedangkan Anto kini pergi
meninggalkan tempatnya termenung sejak tadi. Dia mencoba
mencari suasana baru, agar tak lagi dihinggapi perasaan sedih
dan kalut atas meninggalnya Karina.
Wanita itu tak banyak bicara. Dia mengerti betul, jika terus-
menerus bicara atau bertanya, Sugia dan keluarganya hanya akan
semakin terpukul. "Bu, bolehkah saya melihat jasad Karina?"
Pertanyaan wanita pemilik toko itu dij awab oleh anggukan Sugia.
Benar, ini adalah anak yang sejak tadi kucari Oh, Tuhan,
tanpa mengenalnya saja, aku tahu bahwa dia adalah anak baik.
Tanpa terasa, pipi wanita pemilik toko itu terus menerus dihuj ani
air mata. Sugia memeluknya dengan erat, bagaikan mereka
sudah saling mengenal selama berpuluh tahun. "Bu, benda
yang saya bungkus ini adalah sebuah boneka anak perempuan
yang selalu Karina perhatikan di depan toko mainan milik
saya. Sepertinya, dia sangat menginginkan boneka ini. Terserah
Ibu saja mau diapakan, saya akan tetap memberikannya untuk
Karina melalui Ibu." Wanita itu langsung tersedu, dan akhirnya
berpamitan pulang, tak sekali pun menoleh ke belakang untuk
menatap Sugia. SUNYARURI | TAPAKI JEJAK KARINA
"Bapak, aku tak mau tahu apa yang sebenarnya terj adi di balik
kecelakaan yang menimpa Karina. Aku bersyukur bahwa
ternyata anak perempuanku adalah anak yang baik hingga
orang yang sama sekali tak mengenalnya pun melakukan hal
yang baik kepadanya. Aku tak khawatir kini Pak, malaikat tak
akan kerepotan menjaganya di sana dia tak akan berbuat
nakal," Sugia berbicara pada Anto, meskipun sang suami tidak
menanggapinya, hanya berjalan kembali ke rumah, sesaat
sebelum jenazah Karina dikembumikan,
Karina kini terbujur kaku dalam rumah barunya, sebuah makam
mungil yang terletak tak jauh dari tempatnya biasa menghabiskan
waktu untuk memandangi sebuah boneka yang menyerupai anak
perempuan. Di atas rumah barunya, telah tersimpan boneka
perempuan itu, berdampingan dengannya. Boneka yang selalu
dia inginkan itu akhirnya berhasil dia miliki, meski perbedaan
dimensi membuatnya tak bisa terus menimang atau memamerkan
kelucuan boneka itu kepada teman-teman sebayanya.
Aku tak tahu bagaimana caranya, karena yang kulihat kini, Karina
tak lagi sendirian tangannya tak pernah luput memegangi
sebuah boneka cantik yang selama ini menghantui impiannya.
Jika suatu saat kalian melihat sosok seorang anak perempuan
di persimpangan sebuah jalan di kota ini pada tengah malam,
RISA SARASWATI membawa sebuah boneka perempuan di tangannya, mungkin
itu adalah Karina yang sedang memamerkan boneka miliknya.
Tolong, bicaralah kepadanya. Mungkin anak itu hanya kesepian
dan membutuhkan teman untuk bicara. Norma, kau bisa bermain
dengannya aku yakin kau cocok dengannya. Jangan mengejek
boneka kesayangannya, selama ini hanya boneka itu yang
menemani hari-hari gelapnya.
Kalianjauh lebih beruntung daripada dirinya.
SUNYARURI | TAPAKI JEJAK KARINA
apaian awan tana" GizaAeZ/i pernah mendatangiku! Saai [ia, dengan raaz'
maka penah (eSedi/ian, dia z'ida"tida Saja duduk di
5e5e/a/pea. Sudah pasti aku kaget, namun yang /e"i/7
(araSafan 5aac' [fa aala/a/l aingang. 4wa/nya, aka .sa/na
Seka/i z'af Aeran/ menyaaanya. Saelan terpatri da/am
Jenakfa, E/I'zadef/I aala/a/i 50504," wanita A/ef/ier/and
yang Sangat Canine, na/nan ga/af' alan menafatfan. 4341
hanya diam dederapa Saaf, dengan waSwaS Menanti"
nani; aaa /a5/' yang akan dia /a,(/afan. Defi" dem; dez'ff
(fer/a/a, namun ('a/i/ia'f wajahnya Semakin tertunduk.
4%a >-usaha aertanya padanya. " 40/62 yang "i5a
(">/id." Mmm/t f E/iza Aef/l?" Dia hanya
mengge/engt'fan kepa/anya Safa ('a/i, /a/a suara tangis
z'an/ea air mafa ma/a/ terdengar ;;e/an di te/ingaka. Ini
ada/a/7 .Seaaah momen yang cakap Mengerikan "agifa.
Bisa d/"Aayangkan dakan, Aaga/mana Seorang f/izaAeZ/i
z'z'da"z'iaa menangis z'er/Sak" Tidak, tidak, tidak, Jangan
Sefa/f"Sefa/f memdayangfa/mya"aa/ifan aka pan man/7
Merasa rgeri Mengingat kejadian itu, diaa mungkn
ka/ian Sering me/i/taf alfa >-Baka" Seperf/ fia"
"44/11 Sangat menyeSa/ Sahara"Sq/a ini ia," pernah
z'eg'adi ajarnya emam", MaSI/i ala/a/rz keadaan
mengisaf tanpa air mata. " Maaf", aku tidak mengerz'i .." J'awaAq'aa dengan cakap
haz'i"haz'i. RISA SARASWATI " Ivanna Wajahnya Semakin tertunduk "Dia
perempuan yang Aa/k, aku yang 5a/a/i SeharuSnya
atau ia," AerAuaz' g'a/iaz' pada ('e/uarganya Saaz' itu.
Jku menyeSa/. Bisakah ('auSa/n/Ja/(an ucapanfu ini
kepadanya" " Wajahnya t/Za"t/Aa menengadah ke arahku,
tatapannya Aaga/X'an menusuk mataku. Seumur hidup,
.de/um pernah aku Aeraa/a Sedefaf iiu detgan f/l'za5ef/7
( Ka/ian denan dia memang Sangat cantik!).
dfu magma pertanyaannya dengan sangat (aku dan
Suaraku :'(/ui Aergeiar karenanya. " 4 aku aku
Ljarang darimu dengannya. Ivanna su/it untuk ditemui
dan dia maSi/i Saja menganggapku 585454; MuSu/inya,
karena Mengena/Ma . "
f/izaAez'h mengge/engiean .ee/adanya dengan capai , dan
tida"z'ida alfa aera/iri, /a/u deUa/an mundur menjauhiku.
Suara tangz'Snya terdergar /e."i/7 (enca/g, rawaut
pirangnya Saat itu er'unta/ panjang, menutupi hampir
Se/ard/I wajahnya. Padahd, (fiaSanya aku me/i/iaz'
ramduz'nya iergu/ung rapi. Wai/(u >-deja; (ancang
Me/i/zaz' fewandargan ini aku .hr/zara" dia Segera
pergi, agar aku Aisa Aernapa5 /ega.
"44/11 menerima karma ini, ini hukuman untukku.
SeharuSnya tak Seperti ini, Tuhan dena; padaku
Tuhan Aeng; padaku dieu una; diriku!!!" 5am5//
Z'erMS AeU'a/ah mundur, f/IlzaAeZ'h Sciengah Aerierllaf
rnenyemdurkan ('aia"kaz'a iz'u. dku hanya terdengang
SUNYARURI | TAPAKI JEJAK KARINA
$an75i/ MenQ/IQH napas . pemandangan itu sungguh
Mengerikan! Ma/a/n tifa, f/fzaAeZ'h meng/n/ang ali &a/if dinding
kamarku, dengan wajah yang teruS tertunduk. Mu/uz'ku
nanya Aisa terrgafga /eAar me/i/vaz'nya Seperti iz'u.
Sejangga/mya, aizaan/i illa Aaif' atau menyeAa/fan,
5177" %;;an %a/ian aisa menj'e/askan na/ itu padaku"
Karena, ("%/adian ini cukup 07407le Meruntu/Mkan
prasangkahz tentang E/izaaetn. Kurasa, wanita itu
SeAenarnya meminta sisi Aaik.
%pal'a/i ka/ian Setuju" Jika nanti ("ita aertemu, aku
ingin kita memaanaSnya. Terutama denganmu, %);/H
RISA SARASWATI SUNYARURI InspirujBr Qai RISA SARASWATI SUNYARURI | INSPIRATOR KECIL
orang anakkecil yang menurutku terlalu dewasa untuk anak
SZeumurnya pernah berkata kepadaku, "Berimajinasilah
dengan musik, karena hanya musik yang mampu membawa
dirimu kembali mengingat masa-masa yang tak pernah bisa
kembali datang dalam hidupmu. " Kata"kata anak itu terus
menempel dalam kepalaku, membuatku banyak berimajinasi
tentang banyak hal. Anak itu adalah kau, William.
Kau harus tahu, Will, sejak dulu kau selalu saja bisa membesarkan
hatiku. Hanya kau satu-satunya anakpendiam di antara sahabat-
sahabatku yang lain, namun hanya kau yang bisa kudengarkan
dan bisa mendengarkan segala keluhanku tanpaprotes. Aku suka
itu, Will, aku sangat senang bisa menjadi sahabatmu. Boleh kan
aku jujur padamu tentang satu hal " Mungkin kau akan merasa
geli atau mungkin jijik mendengarnya. William, seandainya kau
adalah seorang manusia seusiaku sepertinya aku akan jatuh
cinta kepadamu! Hahaha, sudah, diam, jangan bereaksi aneh
dan jangan melakukan apapun saat membaca bagian tadi.
Ada sebuah kejadian yang selalu membuatku terpesona padamu,
Will. Tolong jangan berpikir bahwa aku benar"benar serius
menyukaimu, karena ini hanya suatu ungkapan kekagumanku
saja. Maksudku, aku memang menyukaimu, sangat menyukaimu
sebagai sahabat terbaikku. Waktu itu, pada suatu malam, aku
pernah menangis sendirian dalam kamarku. Aku sedih karena
RISA SARASWATI baru saja bertengkar dengan seorang teman di sekolah. Tak
ada yang mendatangiku malam itu kecuali kau. Katamu, kau
mendengar tangisanku, dan konsentrasimu terganggu saat
memainkan Nouval, biolamu.
Kau : "Risa, kenapa kamu?""
Aku : (Kuhapus air mataku, lalu berpura-pura tersenyum
sambil menatapmu yang berdiri di pojok kamarku.) "Tidak, Will,
tidak ada apa-apa. Ada apa kau kemari?"
Kau : "Tidak mungkin tidak ada apa-apa, aku mendengar suara
tangisanmu, kok! Tidak mungkin bukan kamu yang menangis,
karena suaranya berasal dari kamar ini. Ada apa, Risa" Kau mau
menceritakan sesuatu padaku?" (Kau mendekatiku dan duduk di
atas meja belajar, tepat di sebelahku, yang sejak tadi duduk di
kursi di hadapan meja.) Aku : (Entah kenapa, air mataku tiba"tiba saja bercucuran.)
"Aku membenci salah seorang teman sekolahku, dia seperti
seorang bos! Dia marah padaku karena aku tak sengaja
mengejeknya, padahal tak sengaja, Will! Aku hanya mengatakan
bahwa dia pendek, itu saja. Dan dia memengaruhi semua teman
SUNYARURI | INSPIRATOR KECIL
lain untuk membenciku! Itu tidak adil, Will, padahal perbuatanku
tidak salah-salah amat, kan" Tapi, sekarang aku dimusuhi teman-
teman di kelas. Aku benci berteman dengan manusia!"
Kau : (Wajahmu seperti sedang menahan tawa.) "Coba
sekarang kau berkata seperti itu pada Peter, aku yakin dia juga
akan marah dan menyuruh kami untuk membencimu juga. Tapi,
jika itu terjadi, aku yakin kau punya cara untuk membuat Peter
luluh dan memaafkanmu. Coba, kira-kira bagaimana caramu
menghadapinya?" Aku : "Aku tidak mengerti maksudmu, Will"!"
Kau : "Iya, coba ceritakan padaku bagaimana caramu
menghadapi Peter jika dia marah kepadamu?"
Aku : "Mmmh, jika memang itu salahku aku akan minta
maaf padanya, lalu aku akan membelikan sesuatu yang dia suka,
aku akan mengajaknya bermain kasti, apa lagi ya?"
Kau : (Kau mulai tersenyum penuh arti.) "Ayo sebutkan lagi,
masih banyak cara yang kautahu, aku yakin itu!"
Aku : (Berpikir keras.) "Aku akan mengajaknya memanjat
pohon"biasanya kan aku selalu menolak ajakannya untuk
RISA SARASWATI bermain di atas pohon. Lalu, aku akan mengajaknyajalan-j alan ke
taman bermain, aku juga akan membolos sekolah seharian untuk
menemaninya ke mana pun dia pergi! Yal Sepertinya itu cukup,
kan?"" (Aku masih belum mengerti maksudpertanyaanmu.)
Kau : "Ya, Lebih dari cukup! Apakah kau yakin Peter akan
memaafkanmu?" Aku : "Aduuuh, William! Maksudmu apa sih?" (Aku mulai
kesalpadamu.) Kau : "Jawab saja pertanyaanku, Risa, jangan membalikkan
pertanyaanku." Aku : "Oke, oke, akan kujawab. Ya! Tentu saja dia akan
memaafkanku! Keterlaluan sekali kalau dia masih marah
padaku!" Kau : "Tapi, Risa, kalau jadi kamu, aku pasti tak akan
mengejek Peter dengan sebutan "pendek". Karena, kita semua
tahu anak itu sangat benci jika dibilang ;pendek?" (Kau terkekeh
men gejekku. ) Aku : "Astaga, kau ini menyebalkan! Tentu saja aku juga
tak akan berani menyebutnya pendek, karena aku tahu dia akan
SUNYARURI | INSPIRATOR KECIL
sangat marah kepadaku. Dan aku tahu dia akan mengaj ak kalian
untuk ikut memusuhiku. Tentu saja itu tidak mungkin kulakukan,
Will!" (Tiba-tiba saja emosiku tersulut.)
Kau : (Tawamu semakin terdengar menyebalkan.) "Hahaha!
Lalu, kenapa kau mengatai teman sekolahmu itu, Risa" Kenapa


Sunyaruri Karya Risa Saraswati di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

kau tidak berpikir kalau dia akan sangat marah mendengar
ej ekanmu kepadanya?"
Aku : "Yah, mana kutahu dia akan begitu marah kepadaku"!
Memangnya aku tahu kalau dia tidak suka kupanggil pendek"!
Menurutku, itu hanya ejekan sepele saja kok! Lagipula anak itu
juga tak begitu pendek, hanya memang lebih kecil daripada aku
saj a. Harusnya dia tak semarah itu, kan?"
Kau : "Kau sama saja seperti Peter, keras kepala. Dan kau
tidak mengerti maksud pertanyaan-pertanyaanku ini.?" (Wajahmu
tiba"tiba serius.) Aku : (Kutundukkan kepalaku.) "Will, tolong, jangan
menatapku seperti itu. Kau terlihat galak kalau tidak tersenyum,
aku takut ." Kau terdiam beberapa saat. Tak biasanya kau bersikap seperti
itu, Will. Matamu menerawang kosong, entah sedang menatap
RISA SARASWATI apa. Kau tampak sedang memikirkan hal lain, melamunkan
sesuatu yang sepertinya cukup serius. Sikapmu membuatku
merasa bersalah. Aku : "Will, maafkan aku jika menyinggungmu. Aku tak
pernah bermaksud membuatmu marah."
Kau : (Akhirnya kau kembali bicara.) "Tidak, Risa, aku
tidak marah padamu. Aku hanya tiba-tiba teringat masa laluku,
entah kenapa. Aku tiba-tiba teringat kedua orangtuaku ...."
(Kautundukkan kepalamu dengan sedih.)
Aku : "Ya ampun, Will, maafkan aku jika sikapku memancing
kembali ingatanmu tentang mereka ... sungguh, aku menyesal ...
Kau : "Kebiasaan mamaku sungguh buruk. Mama tak pernah
bisa menahan ucapannyajika melihat sesuatu yang tak dia sukai.
Beberapa orang pengasuh dan pekerja di rumahku habis oleh
hinaan dan cercaan Mama. Mama bisa menghina mereka hanya
karena tak suka melihat fisik mereka yang tidak sempurna di
matanya. Dia sangat gila, kan" Tapi, papaku selalu saja membela
Mama. Papa sudah terlalu buta oleh cintanya kepada Mama.
Aku memendam hal ini sendirian"apakah mereka yang salah
atau entah sebenarnya aku yang salah dan kurang waras?" (Kau
terlihat cukup emosi saat mengucapkannya.)
SUNYARURI | INSPIRATOR KECIL
Aku : "Kau pernah mengungkapkan kekesalanmu ini pada
mereka?"" Kau : "Beberapa kali, dan mereka balik memarahiku saat
aku memprotes tindakan mereka. Menurut mereka, orang-orang
yang mereka hina adalah kaum rendahan yang tidak punya harga
diri. Dan mereka berpikir bahwa mereka sudah cukup baik hati
mempekerjakan orang-orang itu di rumah kami. Jadi, apa pun
yang keluar dari mulut kedua orangtuaku harus mereka telan
bulat-bulat. ?" Aku : "Mengerikan sekali, Will .?" (Aku mulai berempati
padamu.) Will : "Ya, mereka memang mengerikan. Entah dari mana
asalnya aku ini, karena isi kepalaku tak pernah sej alan dengan
mereka. Hatiku selalu memberontak terhadap setiap perbuatan
mereka. Bagiku, fisik dan derajat seseorang tak dibatasi
kecantikan ataupun uang yang mereka miliki."
Aku : "Ya! Aku setuju denganmu, Will!"
Kau : "Pernah satu kali Papa menamparku, karena aku
berkata pada Mama bahwa pengasuhku lebih terlihat lebih cantik
di mataku dibandingkan Mama. Dan aku juga bilang, wajah
RISA SARASWATI Mamaku jelek karena isi hati Mama yang selalu saja kotor dan
licik." (Bibirmu tersenyum getir.)
Aku : "Maaf, Will, tapi jika aku jadi papamu aku juga
akan menamparmu, Will Karena kata-katamu sungguh tidak
sopan." (Kutundukkan kepalaku karena takut melihat reaksimu.)
Kau : "Kalau Papa menarnparku karena dianggap tidak
sopan, lalu kenapa dia tidak menampar Mama saat Mama
mengatai pekerja-pekerja tua yang bekerja di rumah kami dengan
cemoohan yang jauh lebih tidak sopan daripada kata-kataku" Itu
tidak adil, kan?"" (Matamu menatap tajam ke arahku.)
Kau terdiam cukup lama. Awalnya aku bingung dengan sikapmu
ini. Aku hanya ikut terdiam, mencoba memahami maksud segala
hal yang kauceritakan ini. Tatapanmu terus-menerus menusuk
mataku, seolah sedang memintaku memahami suatu hal yang
sejak tadi sulit kumengerti. Dan beberapa menit setelahnya
aku mulai paham. Sebenarnya, kau sama sekali takpeduli pada
masa lalu dan sikap orangtuamu yang tak kausukai. Tapi, saat
itu kau membuatku merasa berada di posisi mamamu, yang
bersikap sepertiku saat menanggapi masalah ini. Bibirmu mulai
tersenyum ketika tiba-tiba saja mataku melotot dan mulai paham
maksud tatapanmu dan arti pembicaraanmu sebelumnya.
SUNYARURI | INSPIRATOR KECIL
Aku : "Ya ampunnn, Will! Aku malu, Williamll Sungguh, aku
malu seharusnya aku tak seperti itu, sungguh, seharusnya aku
tak menganggap Peter lebih berharga dibandingkan teman-teman
di sekolahku." Kau : (Tersenyum menatapku.) "Menjelaskan kepadamu
memang harus panj ang lebar ya, Risa" Susah sekali membuatmu
mengerti suatu hal dengan cepat, hahahaha!"
Aku : "Iya, memang aku tak sepintar dirimu, Will. Dan aku
sungguh menyesal telah berpikiran seperti itu sebelumnya,
aku benar-benar menyesal. Tapi, William, sekarang bagaimana
caranya agar teman-teman di sekolah mau memaafkanku, ya"
Tidak enak rasanya berada di lingkungan yang tidak menerima
keberadaanku di sana." (Kupasang ekspresi paling sedih, yang
hanya bisa kutunjukkan kepadamu.)
Kau : "Sekarang aku mau bertanya lagi padamu, ya!" (Lagi-
lagi kau tersenyum jahil.)
Aku : "Ah mulai lagi, deh
Kau : "Hahaha, dengarkan dulu pertanyaanku! Sekarang,
jawab ya, kenapa kau bisa mengerti betul keinginan Peter dan cara
untuk membujuknya agar mau kembali berdamai denganmu?"
RISA SARASWATI Aku : "Yah, tentu saja aku tahu, aku kan sudah lama mengenal
kalian semua, termasuk Peter. Aku tahu kebiasaannya, aku tahu
sifatnya, aku tahu apa saja yang dia suka semuanya aku tahu!"
Kau : (Kaudekatkan bibirmu ke telingaku dan mulai
membisikkan sebuah kalimat.) "Maka, sekarang mulai dekatilah
teman-teman sekolahmu, agar kau mengenal mereka seperti
mengenal kami ...." Sejak perbincangan kita malam itu, aku jadi semakin
menghormatimu, Will. Aku selalu menganggapmu lebih dewasa
dariku, takpeduli sejauh apa punjarak umur kita sekarang. Kau
tidak sajapandai menghiburku, tapi kau juga mampu membuatku
mengerti tentang banyak hal. Kau juga tahu bagaimana cara
menghadapiku, dan kau satu"satunya sahabat yang tak pernah
marah ataupun memojokkanku karena kesalahan yang telah
kubuat Jika yang lain berharap aku selalu bermain dengan mereka tanpa
mengenal waktu dan dimensi, kau selalu mengingatkanku agar
tetap berpijak di atas tanah tempatku kini berpijak. Jika yang
lain berharap agar aku hanya bersahabat dengan mereka saja,
kau malah sebaliknya kau yang menyadarkanku, bahwa aku
adalah makhluk sosial yang harus bisa menjalin persahabatan
dengan manusia"manusia lain sepertiku.
SUNYARURI | INSPIRATOR KECIL
William, sejak kecil aku juga mendengar banyak nada dari suara
biola yang selalu kaumainkan pada malam"malam tertentu.
Kita mungkin sama-sama tidak menyadari bahwa alunan-
alunan nada yang kaumainkan banyak mengendap di benakku,
hingga akhirnya menarikku terus masuk ke dalam alunan itu.
Jika kau berimajinasi dengan memainkan nada-nada itu, aku
berimajinasi dengan mendengarnya. Nada-nada itu menempel
terus hingga kini. Jika orang bertanya siapa inspirator bermusik
terbesar dalam hidupku, aku akan menyebut namamu, William.
T erima kasih untuk waktu yang tak terbatas darimu, Will.
Terima kasih untuk jalinan kata"kata indah yang selalu
membuatku tersadar pada kesalahan-kesalahanku.
Terima kasih untuk nada-nada biolamu, Will, dan aku rindu
untuk mendengarkannya lagi. Datanglah nanti, saat teman-
temanku merekam suara biola untuk lagu-lagu yang kami buat
untuk kalian. Aku yakin, kau akan senang berada di sana!
RISA SARASWATI SUNYARURI RISA SARASWATI SUNYARURI | PELIPUR LARA zinkan kuperkenalkan seorang sahabat baruku ini, yang
[bernama Sara Wijayanto. Dia adalah wanita hebat yang
sudi berteman denganku, meski sebelumnya kami sama sekali
tak tahu-menahu tentang keberadaan masing"masing. Tulisan-
tulisanku tentang kalian, yang kuanggap sahabat sejati, telah
membawanya kepadaku, membuat kami membicarakan banyak
hal tentang sesuatu yang kami miliki bersama, seolah telah saling
mengenal berbelas tahun lamanya. Dia juga bisa berkomunikasi
dengan makhluk-makhluk seperti kalian, dan dia sangat ingin
berkenalan dengan kalian semua.
Alam ini tak sesepi anggapanku, akhirnya kusadari itu. Sara
membawaku pada dua anakperempuan cantik yang tak pernah
mengeluh tentang rasa sakit dan sepi. Seolah saling bertautan,
intuisiku berkata bahwa mereka akan menjadi bagian dari
kisah tak terlupakan dalam Alam Sunyaruri ini. Terima kasih,
Sara, kau berhasil mengaburkan rasa sepi yang teramat dalam.
Izinkan aku merangkul mereka untuk datang ke dalam Dunia
Sunyaruri . 0 iya, kalian harus bertemu dengan mereka kelak, dan aku yakin
kalian bisa bersahabat dengan keduanya. Janshen, kau takperlu
khawatir lagi dengan keompongan gigimu, karena teman baruku
ini memiliki gigi yang tanggal sepertimu, tepat di tengah. Aku
yakin, kau akan sangat senang bertemu dengannya.!
RISA SARASWATI Baru kali ini aku bertemu sosok dua anak perempuan kembar
yang cantik dengan wajah begitu identik. Dengan rok sederhana
khas anak-anakperempuan Netherland berwarna putih, mereka
berlarian ke sana kemari di koridor sekolah tua yang mereka
tinggali. Yang satunya berlari dengan riang, sementara yang lain
terpaksa ikut berlari, karena kulihat sebelah tangannya ditarik
paksa oleh saudara kembarnya. Mereka semakin dekat dengan
tempatku berdiri sekarang, sehingga bisa kulihat jelas kini
bagaimana rupa mereka. Kulit mereka tidak terlalu putih seperti
kulit sahabat"sahabatku, rambut mereka tidak terlalu pirang
seperti rambut Hans dan Hendrick, sosok mereka tidak terlalu
khas Netherland seperti yang biasanya kulihat. Wajah keduanya
terlalu unik untuk dideskripsikan, agak menyerupai Ruth, salah
satu anakperempuan penghuni sekolah tempat kelima sahabatku
tinggal, yang memiliki darah campuran bangsaku dan bangsa
Netherland. Kini, keduanya benar"benar berdiri tepat di hadapanku, yang
satunya membungkukkan badan sambil tersenyum menatapku.
"Namaku Mara, dan ini adikku Dara. Cepat, Dara,
perkenalkan dirimu! "
Dengan enggan Dara menatap ke arahku sambil menyunggingkan
senyum seadanya. "Hai, aku Dara." Aku tertegun menatap
SUNYARURI | PELIPUR LARA keduanya, mata mereka mengingatkanku pada tatapan Janshen,
yang begitu polos dan menggemaskan.
"Aku Risa, teman Sara, " kuperkenalkan diriku dengan singkat.
Mara yang terlihat lebih banyak berceloteh menganggukkan
kepalanya dengan cepat. "Ya! Aku tahu.! Sara sempat bercerita
tentangmu dan sahabat"sahabatmu. Sara bilang, aku mirip
Janshen, ya" Aku jadi penasaran bagaimana wajah si Janshen
itu!" Sambil mendelik, matanya menatap ke arah Dara yang
sejak tadi hanya terdiam sambil memegang sebuah boneka
usang dengan tangan kirinya.
Kekakuan di wajahku mulai mencair setelah mendengar
perkataan Mara. Benar! Anak perempuan ini begitu mirip
denganmu Janshen selain sikapnya yang sangat polos, gigi
tengah anakperempuan ini ompong, persis seperti gigi Janshen.
"Gigimu dan gigi Janshen begitu mirip, kalian sama"sama
ompong hahahaha.!" Aku mulai terkekeh, meskipun Mara
terlihat kesal mendengar kata-kataku.
Sementara itu, Dara yang sejak tadi diam rupanya menganggap
kata-kataku lucu, karena kini dia tampak tersenyum tulus ke
arahku sambil memperlihatkan seluruh giginya, seolah berkata,
"Gigiku utuh dan bagus, tidak seperti giginya. "
RISA SARASWATI Mara memukul tangan kananku pelan sambil berkata, "Kau
sangat tidak sopan! Tapi, kalau ketidaksopananmu bisa membuat
adikku yang pendiam ini tertawa, berarti kau kumaafkan/ "Mara
kini tertawa ringan sambil memeluk tubuh adiknya yang kini
berubah kesal atas perlakuan kakaknya.
Aku duduk di salah satu bangku kelas, membiarkan mereka
memegangi rambut dan jari"jari tanganku yang kububuhi cat
kuku berwarna hijau. "Aku ingin kalian bercerita, Sara bilang
kisah kalian begitu mengharukan . Maukah kalian membaginya
denganku" " Penuh harap kutunggujawaban atas pertanyaanku
ini. Namaku Mara, lahir lima belas menit lebih cepat dari adikku yang
diberi nama Dara. Tidak ada nama belakang Papa di belakang
nama kami layaknya nama-nama anak Netherland lainnya.
Terkadang, aku iri melihat anak-anak lain begitu bangga dengan
nama keluarga mereka, sementara kami berdua harus cukup puas
dengan nama Mara dan Dara.
Ibuku adalah seorang wanita bangsa ini, yang bekerja paruh
waktu di kediaman seorang lelaki Netherland bernama Lucas.
Ibu membantu laki-laki itu menyiapkan segala kebutuhannya
SUNYARURI | PELIPUR LARA seperti mencuci baju, menyiapkan makan, juga membersihkan
seluruh isi rumah yang ditinggali laki-laki itu sendirian. Ibu
yang begitu belia dan lugu tak mampu mengucapkan sepatah
pun penolakan pada majikannya. Namun, keluguan itu telah
membuat Ibu harus rela kehilangan harta yang paling berharga
miliknya. Aku dan Dara adalah buah dari segala keluguannya.
Lucas telah membuatnya menderita. Ibu yang malang
menanggung rasa bersalah terhadap keluarganya dengan cara
mengurung diri di dalam rumah Tuan Lucas, menghilang dari
muka bumi, dan menyerahkan diri sepenuhnya kepada Lucas
sambil membesarkan kami yang lahir dan tumbuh di rumah itu.
J angan pernah sekalipun berpikir bahwa Lucas adalah laki-laki
yang baik dan bertanggung jawab ..
Tuan Lucas yang tak lain adalah papa kami bukan seperti
sosok seorang ayah yang kami dambakan. Dia tak benar-


Sunyaruri Karya Risa Saraswati di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

benar mencintai Ibu sehingga kami, yang merupakan anak
kandungnya, tak pernah sekali pun dia anggap ada. Namun, rasa
ibanya terhadap kami membuatku, Dara, dan Ibu diizinkan untuk
tetap tinggal di rumah besarnya. Meskipun begitu, perlakuannya
terhadap kami tetap bagai perlakuan seorang majikan terhadap
pembantu. Bahkan kami semua masih memanggilnya dengan
panggilan "Tuan Lucas", walaupun kami tahu dia adalah ayah
kandung kami. Kami mengetahui hal itu dari Ibu.
RISA SARASWATI Pernah suatu hari, saat umur kami menginjak lima tahun, tanpa
sengaja Dara mendekati Tuan Lucas. Dipegangnya tangan Tuan
Lucas sambil memanggilnya "Papal" dengan suara yang begitu
menggemaskan. Masih berbekas di kepalaku, meski waktu itu
umurku masih sangat kecil"Tuan Lucas memelototi Dara dan
menampar anak malang itu hingga terpental. Dengan memakai
bahasaNetherland, Tuan Lucas berteriak"teriak memanggil ibuku
dengan marah, sementara Dara mulai menangis histeris karena
peristiwa tadi. Aku hanya bisa terisak sambil menatapnya dari
balik pintu, di luar ruangan Tuan Lucas. Ibu datang tergopoh-
gopoh, menarik tangan Dara dengan sangat keras agar keluar dari
ruangan Tuan Lucas, hingga tanpa sadar menabrak tubuhku yang
sejak tadi bersembunyi di balik pintu. Setelah itu, Ibu memukuli
Dara tanpa ampun sakit rasanya melihat adik yang begitu
kusayangi merintih kesakitan, hanya karena kesalahan kecil
yang tak sebenarnya tak perlu terj adi. Sej ak saat itu, Dara tak lagi
periang Dara tak lagi bisa berceloteh Dara hanya berdiam
diri dan terlihat sangat ketakutan melihat Tuan Lucas, bahkan
jika didekati Ibu. Saat menginj ak usia enam tahun, perlakuan Tuan Lucas semakin
semena-mena terhadap kami. Kami tak diizinkan keluar rumah
sama sekali, karena takut aibnya terkuak, khawatir orang-orang
tahu bahwa lelaki sepertinya memiliki anak dari rahim seorang
pembantu. Sedikit pun kami tak boleh terlihat oleh orang lain.
SUNYARURI | PELIPUR LARA Aku dan Dara juga mulai melakukan tugas-tugas yang biasa
Ibu lakukan. Sungguh, kami tidak keberatan, karena biar
bagaimanapun, kami selalu iba memandang Ibu yang terlihat
lelah melakukan semua tugasnya sendirian tanpa henti. Bisa
terhitung dengan jemari berapa banyak komunikasi yang pernah
terj alin antara kami dengan Tuan Lucas, itu pun sebatas kalimat-
kalimat perintah darinya saja. Laki-laki itu benar-benar tak punya
perasaan, padahal dia tahu betul setengah darahnya mengendap
dalam diri kami"bahkan warna mataku dan Dara benar-benar
mirip dengan matanya. Dara sering mengaj akku menyelinap ke halaman belakang rumah,
tangannya menunjuk serombongan anak perempuan Netherland
berbaju indah yang sedang bermain-main, berlarian di halaman
rumah mereka dengan bahagia. Walau tetap membisu, aku tahu
betul apa yang ada di kepala Dara, dia hanya ingin merasa
bahagia seperti mereka. Aku tak pernah bisa mencegah Dara, rasa
sayangku padanya mengalahkan rasa takut terhadap kemarahan
Tuan Lucas ataupun Ibu yang sudah pasti tak terbendung,
jika tahu kami menyelinap ke luar rumah. Kurangkul tubuh
mungilnya sambil berkata, "Kita akan pergi dari tempat ini, Dara
kita hanya perlu waktu."
Suatu hari, tak sengaja kudengar Ibu berbicara cukup serius
dengan Tuan Lucas di dalam kamar. Mungkin, selama aku hidup,
RISA SARASWATI baru kali ini kulihat Tuan Lucas mendatangi kamar ibuku. Ibu
cukup fasih berbahasa Netherland, karena Tuan Lucas yang
sama sekali tak bisa berbahasa Melayu membuatnya terpaksa
harus memahami bahasa asing itu. Dara tampak ketakutan, dia
mencengkeram rok bagian belakangku saat nada bicara Tuan
Lucas terdengar meninggi, diikuti teriakan Ibu yang sepertinya
akan segera menangis. "Sssst, Dara, jangan ribut, nanti mereka dengar aku berbisik,
mencoba menenangkan Dara yang mulai panik. Kami berdua
mengintip mereka dari balik jendela kamar Ibu, mencuri dengar
perbincangan mereka, meski isinya sama sekali tak bisa kami
pahami. Tak lama kemudian, Tuan Lucas keluar dari kamar
sambil membanting pintu dengan begitu keras. Aku dan Dara
bergegas mengendap menuju dapur, sesaat sebelum Tuan Lucas
pergi, sambil terus bertanya-tanya apa yang sebenarnya terjadi.
Tak lama, kudengar Ibu meratap keras di dalam kamar. Aku tak
bisa berdiam diri saja mendengar tangisan Ibu. Kupaksakan
kakiku melangkah menuju kamar untuk menenangkan Ibu. "Bu,
Ibu kenapa" Tuan Lucas menyakiti Ibu?" Dengan perasaan was-
was, kutanyakan hal itu kepada Ibu, namun Ibu semakin histeris
mendengar pertanyaanku. Aku masih kebingungan melihat reaksinya, saat tiba-tiba tangan
kanan Ibu menj ambak rambutku keras-keras hingga aku menjerit
SUNYARURI | PELIPUR LARA kesakitan. "Ini semua gara-gara kalian! Harusnya kubunuh saja
kalian saat masih di dalam perutku! Aku tak akan menderita
begini jika kalian tak ada!" Ibu berteriak-teriak memarahiku,
sementara tangan kirinya mulai memukuli kaki dan pinggangku.
Dara berteriak dari balik pintu, "Ibu! Jangan begitu! Kasihan
Mara, Buuu Suara isak tangis Dara yang kasihan melihat
perlakuan Ibu terhadapku kemudian terdengar. Aku tak tahu
harus bersikap bagaimana, air mataku terurai deras, padahal
segala upaya kulakukan agar aku tidak menangis. Kini, bukan
pedih akibat penyiksaan dari Ibu yang kurasakan, tapi sakit
karena akhirnya aku merasakan hal yang sama seperti Dara, yang
mendapat perlakuan kasar Ibu dan Tuan Lucas setahun lalu. Aku
tak mau terlihat lemah di mata adikku, karena aku adalah kakak
yang bisa dia andalkan. Sebenarnya, sejak dulu sikap Ibu tidak
terlalu hangat terhadap kami. Namun, kali ini benar-benar di luar
dugaan, karena sikap Ibu tak ubahnya seperti sikap Tuan Lucas
kepada kami. Tak ada sepatah pun penjelasan yang keluar dari
mulut Ibu atas kemarahannya tempo hari, karena kini Ibu benar-
benar membenci kami, terlebih diriku.
"Bu, kita mau ke mana?" Dengan sangat hati-hati aku
bertanya kepada Ibu. Beberapa tas besar berisi baju-baju
kami sudah tersusun rapi di depan kamar Ibu. Tak sedikit pun
Ibu menggubrisku. Dara mulai menarik"narik rokku sambil
RISA SARASWATI menggelengkan kepala, memberi isyarat agar aku tak lagi
berusaha berkomunikasi dengan Ibu, yang kini menjadi sangat
menakutkan. Dara menarik tanganku sambil berbisik, "Mara, ayo kita pergi ke
halaman belakang." Ketika kami hendak melangkah ke luar kamar, tiba-tiba saja
kudengar suara Ibu yang berbicara dengan ketus. "Jangan ke
mana-mana, sebentar lagi kita pergi dari tempat terkutuk ini!
Laki-laki berengsek itu akan pulang ke negaranya, dan kita
bertiga akan mengemis di jalanan!" Tatapan Ibu menusukku
dengan tajam, lalu beralih ke Dara.
Kami berdua mengangguk cepat. "Iya Ibu, kami tak akan ke
mana-mana." Kami tak mau mengingat-ingat lagi apa pun tentang rumah itu.
Rasanya lega bisa melangkahkan kaki keluar dari sana. Kami
bahkan tak ingin lagi menatap waj ah Tuan Lucas yang tampak
semrawut saat kami meninggalkan rumahnya. Malah, betapa
bersyukurnya kami, karena akhirnya bisa terbebas dari orang
jahat dan egois itu. Betapa beruntungnya kami, karena dia tak
memboyong kami pergi ke tanah kelahirannya. Namun, lain
halnya dengan Ibu. Sej ak tadi, Ibu tak berhenti menangis sambil
SUNYARURI | PELIPUR LARA terus melangkah. Ibu terus terisak dan menganggap kami tak ada
di sisinya. "Semua ini gara-gara kalian. Aku jadi tak tahu harus
pergi ke mana. Kalian anak-anak pembawa sial!" Hanya itu yang
kudengar dari mulut Ibu sejak kami mulai melangkah di pinggir
jalan. Aku dan Dara mulai tak memedulikan perasaan Ibu. Perlakuan
Ibulah yang menciptakan ketidakpedulian kami terhadapnya.
Aku dan Dara terus bergandengan, rasa takut terus menggelayut,
walau diam-diam kami merasa kagum, takjub akan suasana
jalanan yang ternyata begitu indah dan ramai, karena selama
ini kami tak pernah menghirup udara luar selain udara halaman
belakang rumah kami. Ibu menghentikan langkahnya di sebuah persimpangan, matanya
tiba-tiba menatap ke arah kami. "Aku akan mencari tumpangan
untuk pulang ke rumah orangtuaku. Tak akan lama kalian
tunggu saja di sini dulu, nanti akan kujemput. Kalau kalian ikut
pasti akan merepotkan."
Aku mewakili Dara menjawab perintah Ibu. "Baik, Bu."
Dan itulah terakhir kalinya aku dan Dara melihat wajah Ibu,
karena setelah itu, dia tak lagi muncul untuk menjemput kami,
seperti yang dia janjikan.
RISA SARASWATI "Halo, halo, bangun . .. bangun, kalian . . . Sebuah suara terdengar
jelas di telingaku. Seorang laki-laki Netherland berseragam dan
seorang laki-laki berwajah Melayu menendang punggungku
cukup keras. Kubuka mata dengan cepat, di sebelahku tampak
Dara sedang terduduk dengan wajah ketakutan. Laki-laki
Netherland itu berbicara memakai bahasa Netherland kepada
kami. Mungkin dia pikir kami mampu berbahasa Netherland.
"Kami tidak mengerti apa yang Tuan ucapkan .. . . ?" Tak kusangka
Dara lebih dulu bersuara mungkin karena rasa takutnya tadi.
Laki-laki berwajah Melayu itu akhirnya berbicara pada di laki-
laki Netherland, seperti sedang menerjemahkan kata-kata Dara
tadi. "Rumah kalian di mana" Mana orangtua kalian?" Laki-laki
berwajah Melayu itu bertanya pada kami.
"Kami tidak punya rumah, kami tidak punya ayah kami di
sini menunggu Ibu, yang katanya akan menjemput kami setelah
menemukan kendaraan tumpangan. Tapi, Ibu tak kunjung
datang.?" Berusaha tetap tenang, aku mencoba menjelaskan
situasi kami. "Kalian tertidur lama sekali di trotoar ini, tidak boleh seperti itu,
ya! Kalian mengganggu orang yang berjalan di sini. Kalian harus
SUNYARURI | PELIPUR LARA pulang, atau kalian akan kami bawa ke kantor dan dimasukkan
ke dalam sel. Mau?" Laki-laki Melayu itu tampak bicara dengan
serius, membuatku dan Dara merasa sangat ketakutan.
"Jangannn jangan Tuan, jangan lakukan itu!" Dara menjerit
ketakutan. "Iya, Tuan, ibu kami pasti akan datang. Beri kami waktu
beberapa jam lagi untuk menunggu Ibu datang ya, Tuan?"
Sambil memegangi tangan Dara yang bergetar hebat, aku coba
membuj uk laki-laki itu agar berbaik hati kepada kami, meski hati
kecilku berkata bahwa Ibu tak akan datang menjemput kami.
"Tidak! Tidak bisa! Kalian akan kami bawa ke kantor! Biar ibu
kalian nanti menjemput ke kantor saja!" Dengan kasar laki-laki
itu mengaj ak rekannya, si lelaki Netherland, untuk menarik paksa
tangan-tangan kecil kami.
Dara mulai menangis, dan aku terus berusaha berontak sambil
berteriak, "Tidakkkk tidak, Tuannn, jangan paksa kamiiiii! ! !"
Namun, kekuatan kami berdua tak sebanding dengan kekuatan
mereka. Dengan langkah lunglai, akhirnya kami mengikuti
perintah untuk ikut ke kantor mereka. Bayangan tentang sel
dan pagar besi yang mengelilinginya benar-benar menghantui
kepalaku. RISA SARASWATI Kami tidak benar-benar dimasukkan ke dalam ruangan yang
dikelilingi jeruji besi, namun rasanya sama saja seperti berada
dalam sebuah sel. Orang-orang yang ada di sekeliling kami
benar-benar beragam, ada orang Netherland, ada orang Melayu.
Namun, hampir semua orang yang ada di situ mencemooh wajah
dan fisik kami yang menurut mereka sangat aneh. Bahkan, salah
seorang di antara mereka berteriak bahwa kami adalah anak hasil
perkosaan. Dara semakin murung, meskipun aku terus menerus
berusaha membuatnya tenang.
Sudah hampir satu bulan kami berada di tempat ini, badan kami
semakin kurus, walaupun sebenarnya mereka menyediakan
makanan dan pakaian untuk kami. Bukan itu yang kami mau
kami hanya ingin pergi dari tempat ini. Ibu tak kunjung datang.
Namun, rasanya kami begitu mudah melupakan sosoknya.
"Tuhan, berikan kami kebahagiaan. Meski hanya sedetikpun tak
mengapa. Seumur hidupku dan Dara, takpernah sekalipun kami
merasakan hal itu ."
"Halo Dara, halo Mara, kalian baik"baik saja" Kenalkan, namaku
Margaret suamiku bekerja di kantor ini. Suamiku bercerita
kepadaku, sudah hampir dua bulan kalian tinggal di kantornya,
SUNYARURI | PELIPUR LARA benarkah begitu?" Seorang wanita paruh baya berwajah sangat
Netherland menghampiri kami pada suatu siang.
"Halo Nyonya Margaret, aku Mara dan ini adikku Dara. Iya
benar, kami sudah berdiam di sini selama itu.?" Kusunggingkan
senyumku padanya wanita cantik ini tampak sangat ramah
dan penyayang. "Kalian lucu sekali, tolongjangan panggil aku nyonya aku tak
terbiasa dipanggil seperti itu. Panggil saja aku Mama Margaret!
Kalian bersedia?" Matanya berbinar, bergantian memandangiku
dan Dara dengan senyum yang terus terukir di waj ahnya.
"Mama .." Dara hanya mengucapkan sepatah kata itu. Aku yang
sejak tadi tak memandangi Dara cukup kaget mendengarnya,
dan langsung menatapnya dengan heran. Nyonya Margaret
tersenyum, menganggukkan kepalanya kepada kami, tangannya
mengusap-usap lembut rambut Dara. Tenteram rasanya melihat
pemandangan yang amat langka ini.
"Kalian mau tinggal di rumahku" Kami tak memiliki anak, Pasti
rumah besar kami akan terasa hangat jika dihiasi suara tawa
kalian berdua. Maukah kalian?" Dara memandangku, matanya
mengisyaratkan sebuah kerlingan tanda setuju dan memintaku
untuk mengikuti kehendaknya.
RISA SARASWATI Kuanggukkan kepalaku dengan ragu. "Jika memang itu yang Nyo
.. eh, Mama Margaret inginkan kami mau." Tangan lembut
Mama Margaret menyentuh bahuku dan bahu Dara, menarik
tubuh kami agar mendekat ke dalam pelukannya.
"Selamat datang dalam kehidupanku, Anak"Anak Cantik
Baru kali ini kurasakan sesuatu berdesir dalam hatiku"bukan
desiran takut yang biasa kurasakan, melainkan desiran indah
yang membuat bibirku tak berhenti tersenyum. Tuhan, semoga
memang ini j awaban dari permohonanku kepada-Mu
"Mara! Kemarilah, lihat apa yang kami beli untukmu!" Suara
laki-laki yang kini kami panggil dengan sebutan Papa terdengar
samar di telingaku, karena sejak tadi sore aku terlelap di dalam
kamar.

Sunyaruri Karya Risa Saraswati di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

"Papa Mama tunggu sebentar, maaf aku ketiduran, hihi!"
Dengan cepat aku bangkit untuk menghampiri sumber suara itu,
yang sepertinya berasal dari ruang tamu. Dara sudah berdiri di
samping Papa Lois dan Mama Margaret, tangannya memegangi
sebuah boneka berupa anak perempuan kecil berwaj ah cantik.
SUNYARURI | PELIPUR LARA "Mara! Lihat apa yang Mama belikan untukku!" Dara begitu
riang saat melihatku datang mendekat. Sejak pindah ke rumah
ini, sikap Dara benar-benar berubah Dara yang pendiam
menjadi sangat ceria dan menyenangkan. Padahal baru tiga
bulan kami tinggal bersama orangtua angkat kami, Mama
Margaret dan suaminya, Papa Lois. Papa Lois adalah seorang
tentara Netherland yang mengepalai kantor tempat kami tinggal
beberapa bulan yang lalu. Sikapnya sama sekali berbeda dengan
orang-orang lain yang ada di kantor itu. Kedua orang baik ini
benar-benar tulus menyayangi kami yang tak punya siapa-siapa
lagi. Mereka pun berusaha keras membuat kami betah di rumah
mewah milik mereka, dan bersikap bagaikan kami benar-benar
anggota keluarga. "Tutup matamu, Mara!" Suara Mama Margaret membuyarkan
lamunanku. "Mama, tolong jangan membuatku kaget ya!" Kupejamkan
kedua mataku. "Ayo, sekarang buka matamu, Mara!" Dara kembali berteriak.
Kubuka mataku perlahan, samar kulihat sebuah gaun berwarna
putih keemasan tampak terhampar rapi di atas kursi ruang tamu.
"Ini untukku" Ini punyaku?" Aku berteriak kegirangan, saat
kulihat Mama Margaret, Papa Lois, dan Dara menganggukkan
kepala. RISA SARASWATI "Ini hadiah untukmu, pengganti gigi tengahmu yang ompong,"
setengah tertawa, Papa Lois menjelaskan. Mama Margaret
dan Dara tersenyum. Sepertinya mereka menahan tawa yang
akan meledak, karena tidak ingin menyinggungku yang mulai
menekuk bibirku ke bawah lagi, saat teringat peristiwa kemarin
malam. Gigi tengahku tanggal saat menyantap sepotong daging
asap buatan Mama Margaret, dan senyumku terlihat mengerikan
karenanya. "Tertawa saja, aku tidak akan marah." Dengan wajah cemberut
kukatakan hal itu. Walau kesal, aku ingin melihat mereka puas
mentertawakan aku aku tak peduli gigiku ompong dan jelek,
asal mereka bisa tertawa bahagia karenanya. Tawa mereka
pecah, membuat tawaku pecah juga, hingga tak terasa air mata
haru mengalir cepat dari mataku. Terima kasih, Tuhan, akhirnya
kutemukan kebahagiaan sebuah keluarga seperti yang anak-anak
lain rasakan, terima kasih telah Kaudatangkan sepasang malaikat
baik hati ini ke dalam kehidupan kami berdua.
Waktu berjalan sangat cepat, hari-hari kami berdua dipenuhi
banyak rutinitas menyenangkan. Kedua orangtua angkat
kami menyekolahkan kami di sekolah anak-anak Netherland.
Bagi kami, cemoohan anak-anak lain tentang wajah dan fisik
kami yang berbeda tak lagi penting saat ini, karena ada Mama
Margaret dan Papa Lois yang selalu meyakinkan bahwa kami
SUNYARURI | PELIPUR LARA adalah makhluk"makhluk Tuhan yang begitu istimewa. Dara
lebih cerdas dibandingkan aku, prestasinya di kelas cukup
memuaskan. Bangga rasanya melihat adikku menjadi seseorang
yang kini jauh lebih baik. Selama ini, hanya itu yang paling
kuinginkan melihatnya tertawa dan bahagia.
Desas-desus invasi tentara Jepang mulai marak dibicarakan di
sekelilingku, termasuk Mama Margaret dan Papa Lois yang
terlihat begitu serius membahas itu di ruang tamu rumah kami.
Aku dan Dara memang anak-anak yang suka penasaran, kami
berdua menguping pembicaraan mereka.
"Ayo kita pulang ke Netherland, Lois, aku mengkhawatirkan
kondisi anak"anak dan tentu saja aku juga sangat
mengkhawatirkanmu. Kudengar mereka sangat jahat dan
tidak punya belas kasihan. Aku takut, Lois Kulihat Mama
Margaret menangis tersedu, memeluk Papa Lois yang berusaha
menenangkannya. "Tapi, ini adalah tanggung jawabku, Margaret, aku harus
melindungi anak buah dan harga diri bangsa kita. Risiko
pekerjaanku sudah sama-sama kita pahami dulu, saat kita setuju
pindah untuk bertugas di tanah ini. Kau sendiri bilang padaku
bahwa kau rela mengorbankan apa pun demi Netherland"
Ingatkah itu?"" Papa Lois memandang lekat mata Mama Margaret.
RISA SARASWATI Kulihat isakan Mama Margaret semakin keras, "Aku sangat ingat
kata-kata itu, Lois, tapi sekarang ada Mara dan Dara anak-
anak kita. Aku begitu menyayangi mereka, aku takut sesuatu
yang buruk terjadi pada mereka "."
Tiba"tiba saja, tangan Dara menarik bagian belakang rokku,
kebiasaan yang sudah lama tidak dia lakukan. Tangan kanannya
memilin-milin rambut boneka yang kini tak pernah berpisah
darinya. Dari sikapnya, aku tahu dia sangat ketakutan mendengar
pembicaraan kedua orangtua angkat kami.
Kutarik lengan Dara, mengajaknya pergi menjauh dari tempat
kami mengintip. "Ayo, Dara, kita main di kamarrnu saja. Aku
ingin berkenalan dengan mainan-mainanmu yang lain.?" Dara
menuruti ajakanku. Dia mengerti betul maksudku mengajaknya
pergi dia pasti bisa merasakan juga ketakutanku saat
mendengar pembicaraan Mama Margaret dan Papa Lois, karena
kami adalah sepasang kembar yang sangat peka dan bisa ikut
merasakan emosi satu sama lain.
Sekolah berjalan seperti biasanya, Batavia hari ini terlihat lebih
mendung dan sepi. Beberapa teman sekelas kami tidak lagi
bersekolah, karena keluarga mereka sudah memutuskan pulang
ke Netherland setelah mendengar desas-desus tentang invasi
Jepang kemari. Mereka menyebut bangsa itu Nippon orang-
100 SUNYARURI | PELIPUR LARA orang kejam dari Asia Timur. Namun, Mama Margaret dan Papa
Lois tak pernah sekali pun membahas desas-desus itu di hadapan
kami, Mereka berusaha menyembunyikan kabar buruk itu
dengan tetap bersikap ceria dan mencurahkan perhatian, padahal
kami berdua tahu, mereka begitu khawatir. Aku dan Dara juga
berusaha bersikap seperti biasanya. Kami berdua harus menjaga
perasaan mereka yang begitu menyayangi dan memedulikan
kami. Pagi tadi, setelah menyiapkan dua potong roti untuk bekal makan
siang, Mama memeluk dan mencium kening kami sebelum kami
pergi sekolah. Mama pun berkali-kali membenahi rambut kami
yang menurutnya masih berantakan. Mama Margaret adalah
sosok ibu yang bagi kami begitu sempurna.
Namun, aku sendiri terkejut mendengar kata-kata Dara tadi.
"Mama jangan rindukan kami ya, sebentar lagi juga kami
pulang." Mama Margaret terperanjat mendengarnya, begitu pula aku.
"Apa maksudmu, Dara"!" Setengah berteriak kutanyakan hal itu
kepada Dara. Dara menoleh ke arahku. "Mama Margaret sejak tadi menahan
kita agar tidak pergi ke sekolah. Mungkin Mama merindukan
101 RISA SARASWATI kita, ya" Padahal, rambutmu sudah sangat rapi, tapi tetap
dibilang berantakan, hihi Makanya, Mama, jangan rindukan
kami karena nanti juga kami akan pulang ke rumah ini. Betul
kan, Mara?" Mama Margaret tertawa terbahak"bahak, aku juga, mendengar
gaya bicara Dara yang begitu lugu. "Betul juga katamu, Dara,
bisa-bisa kita terlambat ke sekolah nanti. Mama, izinkan kami
pergi ya?"" Dengan tatapan memelas, bagaikan kucing yang ingin
dikasihani, kucoba menghibur Mama Margaret yang pagi ini
memang terlihat sangat mengkhawatirkan kami.
"Baiklah, Anak"Anakku Sayang, maafkan Mama yang menahan
kalian untuk pergi sekolah. Aku memang masih sangat
merindukan kalian. Jangan ke mana-mana ya, sepulang sekolah
nanti Mama dan Papa akan menjemput kalian. Papa Lois
akan mengajak kita jalan-j alan!" Mama Margaret terlihat sangat
bersemangat kini. "Horeeeee! ! !" aku dan Dara melompat-lompat riang mendengar
ucapan Mama. Saat melangkah keluar rumah, lagi-lagi Mama Margaret
memanggil, "Dara! Bonekamu tertinggal!"
102 SUNYARURI | PELIPUR LARA Setelah berada di dalam kelas, aku dan Dara masih terus
tersenyum geli mengingat tingkah Mama Margaret. Hati kami
hangat, merasa dipenuhi cintanya. Kami berdua terus-menerus
cekikikan, seolah lupa bahwa ada suatu ancaman yang sedang
mengganggu pikiran semua bangsa Netherland yang tinggal di
kota ini. Kami terlalu bahagia untuk merasa khawatir.
Langit semakin gelap, hujan mulai mengguyur kota ini, dan
suara petir menggelegar hebat saat tiba-tiba segerombolan
orang berseragam mengepung sekolah kami. Suara teriakan
mereka menggelegar di sepanjang koridor sekolah, bahasa
mereka terdengar aneh. Dara menggenggam tanganku erat,
sementara mataku menjelajah ke segala arah, mencari tahu
apa yang sebenarnya terjadi. Joseph, teman kelas kami, tiba-
tiba masuk ke dalam ruang kelas. Rupanya, sejak tadi dia tidak
masuk kelas karena tertidur di ruang belakang dekat taman
sekolah. Dia berteriak histeris, "Nippon dataaaaaang! Nipponnn
dataaaaaaaangl ! !" Tanpa perlu komando, hampir semua anak"anak, termasuk
guru kelas kami, berhamburan keluar kelas, berlarian terbirit-
birit ke sana kemari, berpencar ke segala arah. Aku dan Dara
ikut berlari keluar kelas, tak memedulikan barang-barang kami.
Yang kami tahu hanyalah harus berlari menghindari orang-
orang yang terkenal tak berperasaan itu. Sekilas kulihat Dara
103 RISA SARASWATI mulai menangis sambil memegangi boneka kesayangannya. Aku
terus menuntunnya agar tetap berlari. Suara jeritan anak"anak
memenuhi seluruh koridor sekolah ini. Aku tak tahu apa yang
terj adi pada pemilik suara-suara itu, sementara suara-suara para
lelaki yang terus berteriak dengan bahasa aneh juga memenuhi
hampir seluruh ruangan di sekolah ini. Kami terus berlari tanpa
tujuan, hingga tiba-tiba saja tubuhku membentur sesuatu dan
membuat Dara yang berada dalam tuntunanku ikut tersentak.
"Aduh! ! !?" hampir bersamaan aku dan Dara berteriak seperti itu.
Namun, kami tak bisa berkata apa-apa lagi, karena setelah itu aku
bisa melihat dengan jelas apa yang telah membentur tubuhku.
Yang kutabrak tadi ternyata seorang laki-laki berkulit terang,
berbadan besar, dan berseragam, tapi bermata sipit. Mungkin
inilah yang disebut Nippon, karena kini dia berteriak"teriak
dengan bahasa asing, seperti sedang memanggil teman-temannya
untuk menghampiri. Tak lama kemudian, kami melihat beberapa
laki-laki berseragam mengelilingi aku dan Dara. Tanpa banyak
bicara, mereka menyeret kami dengan kasar hingga kulit kakiku
terasa perih karena bergesekan dengan lantai. Tangan kami
ditarik begitu kencang hingga rasanya darah tak lagi mengaliri
jari-jari tangan kami. Dara meraung kencang di belakangku,
sekilas kulihat wajahnya yang sangat ketakutan namun tangan
kirinya masih memegangi boneka kesayangannya yang ikut
terseret bersama tubuhnya di lantai koridor sekolah.
104 SUNYARURI | PELIPUR LARA Aku berteriak sambil mencucurkan ribuan tetesan air mata,
"Lepaskan kami! Lepaskan kami! Kami hanya anak kecilll!!!"
Namun, tak sedikit pun mereka menggubris perkataanku.
Selanjutnya, kami dimasukkan ke dalam aula sekolah,
dikumpulkan bersama beberapa anak lain. Gelap sekali suasana
hari itu, kami semua menggigil pikiran kami berkecamuk,
meskipun masih ada harapan dalam benak kami. Tanganku terus
menerus menggenggam tangan Dara . . . sambil berdoa, memohon
agar Mama dan Papa segera menjemput kami.
T uhan, bisakah kuganti permohonanku" Aku tak ingin
kebahagiaan kami ini berlangsung hanya satu detik, aku ingin
selamanya, Tuhan selamanya
"Risa, kautahu" Mama Margaret dan Papa Lois tak pernah
lagi kami temui setelah itu. Bangsa Nippon memang seperti
yang orang lain bilang, kejam dan tak berperasaan. Kau bisa
lihat luka membiru di leher kami ini, kan" Takperlu kujelaskan
bagaimana akhirnya kami jadi seperti sekarang ini. Apa yang
mereka lakukan pada kami selanjutnya bisa terlihat dari bentuk
luka di leherku ini. " Sambil menunjuk bagian tengah lehernya,
Mara menceritakan hal itu kepadaku.
105 RISA SARASWATI "!!/[aaf aku turut berduka mendengarnya." Memang benar;
aku sangat terluka mendengar kisah yang diceritakan oleh
Mara. Dara memegang tanganku, kulit dinginnya bersentuhan
denganku, membuat bulu kudukku sontak berdiri tegang.
"Kudengar sahabat-sahabat kecilmu itu juga bernasib seperti
kami, ya?" Dara menatap mataku dengan tajam dan sangat
serius. Kuanggukkan kepalaku pelan. "Ya, bahkan cerita mereka lebih
menyedihkan daripada kalian setidaknya kalian sempat
merasakan kebahagiaan sebelum akhirnya seperti ini. Beberapa
sahabatku sama sekali tidak merasakannya. '
Mara memeluk Dara dari belakang. "Tuh kan, jangan bersedih,
Adikku Sayang kita tidak sendirian . " Aku tersenyum
melihat mereka berpelukan, terlihatjelas mereka sangat saling
menyayangi. "Kenapa kalian tetap di sini" Maukah kalian pindah ke tempat
sahabat"sahabatku tinggal dan bersekolah kini?" Entah apa
yang ada di kepalaku saat itu ingin rasanya menyatukan Mara
dan Dara ke dalam lingkaran persahabatan kalian.
106 SUNYARURI | PELIPUR LARA Namun, mereka berdua kompak menggelengkan kepala. "Tidak,
Risa, terima kasih " tolak Dara.
"Aku takut Mama Margaret datang kemari mencari kami
Mara menambahkan. ['A/[ereka pasti datang, kok.!" Dara kembali bersuara. Dan
ingatanku langsung kembali ke Samantha yang tetap bersikukuh
untuk tetap tinggal di bukitnya, demi menunggu kedua
orangtuanya datang menjemput.
Kuanggukkan kepalaku, "Aku mengerti tapijika kalian ingin
bermain denganku atau sahabat"sahabatku, jangan sungkan


Sunyaruri Karya Risa Saraswati di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

untuk memanggil nama kami, ya?" Senyum paling tulus
kuberikan untuk mereka. "Kau kesepian, ya?" Tiba-tiba saja Dara mengagetkan aku.
"Umm tidak mmm, sama sekali tidak Aku berusaha
menjawab pertanyaan itu dengan tenang.
"Jangan berbohong kepadaku, karena aku juga merasakan
kesepian itu hampir selama hidupku, sebelum akhirnya bertemu
Mama dan Papa, " Dara melanjutkan perkataannya.
107 RISA SARASWATI Kutundukkan kepalaku, dan Mara mendekatkan wajahnya tepat
di depan wajahku. "Ah iya, Dara, dia sedang bersedih . "Mara
menatap adiknya sambil sesekali menatap wajahku.
"Mmmh baiklah, kuakui, aku sedang merasa sangat sendirian,
merasa sepi, merasa tak berguna semuanya berkecamuk
dalam kepalaku." Akhirnya, kuceritakan juga perasaanku ini
kepada mereka. Kulihat kini mereka saling berpandangan, wajah
keduanya sangat mirip jika sedang serius dan tidak tersenyum.
Tiba-tiba, Dara tersenyum menatapku, diiringi anggukan kepala
Mara kepadanya. Dara yang sejak tadi memegangi boneka di
tangannyamulai mengacungkan mainan itu dan menempelkannya
di perutku, kemudian menggosok"gosokkannya ke perutku.
"Bella Sayang, bantu teman baruku ini untuk segera
mendapatkan anak agar dia tidak merasa sedih dan kesepian
lagi ...." Dengan sangat serius, Dara terus menggosokkan
mainan itu, sambil mengajak si boneka berbicara. Aku hanya
tercengang melihat tingkah lakunya terus terpana, hingga
akhirnya mereka berdua tertawa bersama, mencium pipiku,
lalu berlarian meninggalkanku, hingga akhirnya menghilang di
tengah kegelapan koridor sekolah tempat mereka tinggal.
108 SUNYARURI | PELIPUR LARA Hingga sekarang, wajahku selalu tersenyumjika membayangkan
kedua anak kembar ini. Sikap dan sifat mereka yang baik dan
menggelikan tak pernah bisa terkikis dari ingatanku. Cerita
mereka membuatku mampu mundur beberapa langkah dari Alam
Sunyaruri. Duniaku tak sesepi dunia mereka, dan akujauh lebih beruntung
jika dibandingkan mereka.
109 RISA SARASWATI llO SUNYARURI Ma".- a)." RISA SARASWATI 112 SUNYARURI | MELERAI DENDAM
ter, William, Hans, Hendrick, Janshen, Marianne, dan
Norma, mungkin kalian akan kesal jika tahu bahwa
keinginanku untuk mengunjungi Negeri Sakura kini sama besar
seperti keinginanku untuk mengunjungi Netherland. Aku yakin,
kalian akan sangat marah dan geram kepadaku. Tapi, nanti dulu,
kalian jangan marah dulu kepadaku, karena nanti, saat kalian
mengunjungiku, akan kuperlihatkan gambar"gambar yang bisa
menunjukkan betapa indahnya negeri itu.
Walau akan begitu sulit, tapi seharusnya kalian harus bisa
membuka pikiran kalian luas-luas. Aku pernah membuat kalian
marah karena berbicara tentang keadilan terhadap Nippon. Aku
kan belum selesai berbicara waktu itu, tapi kalian sudah telanjur
marah dan meninggalkanku sendirian. Mungkin jika dalam
bentuk tulisan, kalian akan lebih memahami isi dan maksud
perkataanku. Tak bisa kupungkiri, orang"orang Nippon itu memang jahat
ketika mereka datang meluluhlantakkan bangsaku, terlebih
bangsa kalian. Aku pernah bertemu banyak sekali sosok-sosok
sebangsaku, yang merupakan korban tentara"tentara Jepang
yang biasa kalian sebut Nippon, saat mereka datang menjajah
negeri ini. Mereka sama seperti kalian begitu membenci
Nippon. Tapi, kalian harus ingat, tak semua bangsa Jepang itu
jahat, bisa kupastikan itu. Sama halnya dengan sosok-sosok
113 RISA SARASWATI sebangsaku yang merupakan korban bangsa kalian, begitu
membenci Netherland dan menyamaratakan segalanya dengan
menganggap kalian semua jahat. Termasuk membencimu,
Janshen, padahal kau makhluk lucu, paling tampan dan konyol,
yang pernah kukenal. Tidak adil, bukan"
Memang, secara fsik, aku tak pernah mengalami suatu trauma
akibat penindasan bangsa lain. Tapi, yang aku tahu, saat ini
semua orang, semua bangsa di dunia ini, mencoba berdamai
dan melupakan masa lalu dengan cara bahu-membahu, saling
membantu untuk membangun negeri masing"masing. Tidak
semuanya, sih, tapi sebagian besar berpikiran seperti itu.
Alangkah baiknya jika kalian mulai berpikir baik tentang
Nippon, meski memang itu sulit, dan berhentilah menangis
menjerit saat kalian bertemu dengan orang"orang bermata
Sipil. Lagipula, bukan hanya bangsa Nippon yang memiliki mata
sipit dan tubuh pendek. Aku jadi ingat ceritamu, Will, yang sempat menceritakan kisah
tentang Taka kepadaku. Kau ingat kan, Will" Taka, kekasih Ruth
itu. Aku sekarang merasa kagum pada Ruth. Dia bisa menutupi
kesedihannya dengan bersikap ceria saat kalian semua membenci
dan menyebutnyapengkhianat karena mencintai seorangNippon.
Seandainya kalian membuka mata, hati, dan telinga kalian untuk
114 SUNYARURI | MELERAI DENDAM
Ruth, setelah mendengar cerita tentang kekasihnya, mungkin
pikiran kalian tentang Nippon akan berubah menjadi lebih baik.
Aku sempat berbincang dengan Ruth, meski terasa sedikit
janggal karena sikapnya yang selalu ceria dan tertawa saat
kuajak bicara. Namun, Ruth yang memiliki setengah darah
bangsaku bercerita dengan penuh haru saat kutanyai tentang
Taka, kekasihnya. Aku : "Ruth ah, entahlah, aku tak tahu mau berbicara apa
denganmu Ruth : "Ah, nggak usah kaku kalau ngobrol sama saya, saya kan
bukan Londo. Saya asli Endonesa, sama seperti kamu, Risa
Aku : "Iya ya, aneh juga. Mungkin saya belum terbiasa
mengobrol santai denganmu. Wajah kamu kurang Indonesia
soalnya, hehehe tapi logatmu terlalu Sunda untuk orang
Netherland, hihi, lucu sekali!"
Ruth : " Kalau boleh milih, mungkin saya lebih suka berwajah
Endonesa saja. Nggak ada untungnya buat saya punya wajah
Londo seperti ini, toh kenal bapak saya yang katanya Londo saja
115 RISA SARASWATI nggak, berteman sama Londo juga nggak. Buat saya sih, wajah
pucat rambut pirang ini malah j adi bencana. Tapi ... ah, apa boleh
buat, ya dikasihnya seperti begini, mau gimana lagi hihi
Aku : "Hahaha, betul-betul ya kamu itu, polos dan lucu!
Seandainya saya tahu kamu sejak dulu, pasti kita udah akrab,
Ruth. O iya, bagaimanapun, waj ah Netherlandmu itu harusnya
tetap disyukuri, coba bayangkan sekarang . . . mana ada perempuan
Indonesia yang bisa berteman dengan para Netherland" Atau apa
itu kamu sebut mereka apa tadi?"
Ruth : "Londo."
Aku : "Nah iya, itu, mungkin cuma kamu Ruth, yang
punya kesempatan berbaur dengan mereka. Iya kan" Mereka
kan makhluk-makhluk baik, terutama Papa yang kasih kamu
kesempatan untuk tinggal bersama para Netherland di gedung
tua itu." Ruth : "Iya, saya tidak menyangkalnya. Tapi tetap saj a, mereka
semua nggak ramah terhadap saya, apalagi Elizabeth ingin
sekali saya menampar wajah judesnya, galak sekali!"
Aku : " Pasti karena Taka, ya" Mmmh saya banyak dengar
cerita kamu dari William."
116 SUNYARURI | MELERAI DENDAM
Ruth kemudian terdiam sesaat, wajahnya yang sejak tadi ceria
tiba-tiba saja murung. Namun tidak lama, karena beberapa detik
kemudian, tiba-tiba waj ahnya kembali berseri-seri.
Ruth : "Oh, si William. Dia anak laki-laki favorit saya di sana.
Hanya dia yang mau tersenyum dan mengobrol dengan saya.
William cerita apa saja tentang Taka?"
Aku : "Eh, maafkan saya kalau kamu sebenarnya nggak mau
bahas lagi soal Taka ."
Aku merasa tak enak atas perkataanku sebelumnya. Aku takut
Ruth sedang tak ingin membahas segala sesuatu tentang Taka.
Namun, rasa tidak enakku terhapus oleh sikap Ruth yang
sekarang tertawa-tawa ceria.
Ruth : "Hahahaha, kamu ini ada-ada saja tenang, saya
bukan orang yang terlalu suka bersedih. Taka adalah masa lalu
saya, namun kenangan tentang Taka selalu indah di hati saya,
jadi tidak perlu bersedih mengingat tentang keindahan. Yaaa
meskipun keadaannya sekarang sudah jauh berbeda, tapi saya
masih merasakan keindahan itu, kok! Hahaha!"
Aku : "Hahaha, sebenarnya kamu ini sangat dewasa ya Ruth,
padahal usia saya jauh di atas kamu, tapi saya merasa jauh lebih
117 RISA SARASWATI kekanakan dibanding kamu. Sepertinya, saya harus banyak
belajar dari kamu.?"
Ruth : "Ah, kamu bisa aja, kalau saya bersikap dewasa
mungkin tempat saya bukan di sini sekarang. Ah sudahlah,
omong-omong apa yang kamu dengar tentang Taka?"
Sepertinya, Ruth mengalihkan pembahasan soal kedewasaan
sikapnya. Lagi-lagi aku salah berbasa-basi, karena jika dilihat dari
sikapnya kini. Sepertinya Ruth kurang bisa menerima kondisinya
sekarang. Dia merasa entah berada di mana, terpaksa bersama
sosok"sosok Netherland yang tidak pernah bisa memahaminya
layaknya sebuah keluarga.
Aku : "Yang saya tahu, Taka adalah bagian dari tentara Nippon
yang melindungimu dengan segenap jiwanya. Bahkan, dia rela
mengorbankan hidupnya demi kamu. Betul begitu, Ruth?"
Ruth menganggukkan kepala dengan sangat mantap, sambil tak
henti memamerkan gigi indahnya kepadaku.
Ruth : "Yal Itu benar sekali! Bukan hanya itu, Taka juga
adalah seorang pria yang sangat tampan! Dan yang paling
penting adalah Taka bukan seorang tentara jahat. Saya heran
dengan pandangan picik Londo-Londo itu soal Nippon, mereka
118 SUNYARURI | MELERAI DENDAM
menganggap si Taka juga seorang pemuda Jepang yang jahat dan
berani membunuh seperti Nippon-Nippon lainnya. Kamu harus
tahu, Risa, dia adalah laki-laki paling lembut yang pernah saya
kenal." Aku : "O ya" J adi, selama mengenal Taka, kamu diperlakukan
dengan sangat baik olehnya" Saya ingin mendengar cerita kamu
mengenai pertemuan pertama kalian, boleh?"
Ruth : "Ini akan jadi cerita yang sangat panjang, kamu mau
mendengarnya?" Wajah Ruth berubah menjadi sangat serius, kulihat tangannya
menarik"narik rok batik yang dia kenakan, seolah sedang merasa
resah. Aku : "Mau sekali, Ruth! Tapi tolong, jangan memasang
wajah serius seperti itu, saya takut melihatnya!"
Ruth : "Hahaha, iya, iya, maafkan saya, saya hanya ingin
kamu tahu bahwa cerita tentang saya dan Taka bukanlah cerita
main-main dan asal-asalan."
Aku : "Ayo, ayo, cerita, Ruth!l!l Saya nggak sabar ingin
dengaaaaar! ! !" 119 RISA SARASWATI Ruth : "Baiklah, mari kita mulai. Tapi, jangan menertawakan
saya ya, kalau saya bicara serius"! Janji"!"
Aku : "Ayolah Ruth, cepat ceritaaaa! ! !! Hahahahah!"
Ruth : "Hihihi, iya iya. Jadi, dulu saya diusir oleh bapak saya
dari rumah. Sejak dulu, Bapak memang sangat judes dan selalu
marah-marah pada saya. Yaaa, memang saya ini bukan anak
kandung Bapak, tapi kadang saya merasa iri pada adik-adik saya
yang begitu dia sayangi. Masih untung, Ibu baik pada saya . . . jadi
Api Di Bukit Menoreh 1 Dewa Arak 07 Rahasia Surat Berdarah Peti Bertuah 2
^