Pencarian

Turun Ke Desa 3

Turun Ke Desa Karya N. St. Iskandar Bagian 3


hati akan menegur Sartini yang pucat dan tak terkata"kata itu, sehingga
gadis itu dapat berjalan terus ke kamarnya.
613 TW .h" Deru ?"
: bi"-'" Beberapamenitkemudian ketiga orangitu sudah duduk dikamarjamu
yang indah. Sejurus mereka itu berdiam diri saja, seorang memandang
kepada seorang dengan sudutmata. Hanya Sartini yang sebentar"sebemar
menundukkan kepalanya, akan menghilangkan gelisah hatinya. Hening
sunyi. Akhirnya kesunyian itu dihapuskan oleh laki muda itu Ia berkata
kepada Sartini dengan suara tertahan"tahan, "Tini, mengapa engkau di
sini" Dan dengan orang ini?"
Sebelum gadis itu menjawab, Sayid Alwi bin Zahar- bertanya dengan
tenang, "Kenalkah Nona kepada orang muda itu?"
Sunyi pula sebentar. Mata Suleman berapi"api. Ia sangat heran
sebab pertanyaan itu sebagai penghinaan kepadanya. Ia pun memandang
kepada orang tua itu dan kepada Sartini berganti"ganti. Ia men ggerakkan
tangannya, sebagai hendak meninju, sedang Sayid Al bin Zahar menanti
dengan siap apa yang akan terjadi dengan hebat. Sartini gelisah, ketakutan.
Tiba"tiba ia berkata dengan suara gemetar.
"Kenal, induk semangku dahulu"
",Ah ya, sekarangbaru kuingat," sahut orang kaya itu dengan senyum
mengejekkan, tetapi tetap awas memperhatikan gerak lawannya. "Kawan
Mr. Bakri. Jadi gadis inijuru trlis Tuan dahulu. Tapi sekarangharus Tuan
ketahui, bahwa ia telah menjadijuru tulis saya."
"Oh," kata Suleman dengan marah serta menatap muka gadis itu,
"kini baru kuketahui apa sebabnya engkau menghilang dengan ajaib. _Tadi
kepada oranginikah engkau berhambakan diri" Diakah yang menyebabkan
engkau tak berani berkata terus terang kepadaku saat menceritakan
dengan siapa engkau akan bekerja" hum
Gadis itu dipandanginya tenang"tenang. Maka tampak olehnya
betapa bagus pakaiannya, betapa indahnya kalungberlian yangmenghiasi
dadanya yang putih kuning itu. Menggelagak darahnya dan mengelitik
jantungnya. Akan tetapi, sekonyong"konyong ia dapat menahan heran
demi dilihatnya pandang gadis itu sebagai bermohon kepadanya, supaya
ia dilepaskannya dari ikatan itu dengan bijaksana. Sebab itu ia pun berkata
dengan agak tenang, "Jadi dia yang telah mengikat kaki tanganmu,
sehingga engkau tak dapat meluputkan diri lagi?"
Sayid Alwi bin Zahar mengalai ke sandaran kursinya, sambil
mengeluarkan tempat cerutu daripada emas dari dalam sakunya. Ia
N. .sr firms" 03.4 &P
"!: V mmm-namum.- Bajaj riem .lb. ?"-' 6P TW .h" Dam 93
" 'I : V mu"-u?" Bajaj mom
hen dakmerokok. Ketika iahen dal-: mengambil sebatangcerutu yangmahal
harganya dari selepah emas itu, ia pun menyirih dengan sabar demikian,
"Merokok dahulu, Tuan muda."
"Tidak, terima kasih," jawab Suleman dengan pendek. "Dan jawab
pertanyaanku tadi, Tini."
"Suleman," serunya dengan terkejut. "Jangan engkau sesali aku ini.
Aku, ah, aku tidak Mukanya disembunyikan dalam kedua belah tangannya yang
bercincin berlian kila u"kila uan itu.
"Coba terangkan kepadaku, Tini, apa perjanjianmu dengan orang
ini, supaya engkau bekerja dengan dia enam bulan lamanya" Ceritakan,
kalau"kalau perjanjian itu dapat dibatalkan. Aku tuntut keterangan dari
engkau. Kalau tidak "Hum, ancaman," kata Sayid Alwi bin Zahar sambil meng-embuskan
asap rokoknya yang harum itu ke loteng dengan lengah. "Mentang"
mentang ahli hukum Sartinimelepaskan tangannya darimukanya, lalumemandang seperti
orang gila sekali kepada Suleman, sekali kepada Sayid Alwi bin Zahar
pula. Ketika itu orang kaya itu masih menengadah ke loteng, seakan"akan
menuru1kan asaprokoknya yangnaikbergulung"gulungke atas, tapi segera
pecah berserak kena angin baling"baling yang berputar dengan kencang.
"Tuan Alwi," katanya bermohon, "saya minta, saya sembah Tuan "i2.inkan
saya memberi keterangan kepadanya. Atau katakan oleh Tuan sendiri hal
itu, supaya ia jangan salah paham."
Orang kaya itu tidak menjawab dengan segera. Hatinya panas
bercampur kesal. [a menyesal sangat mengundurkan perjalanannya.
Mengapa ia singgah ke Yogya, tidak terus ke Banyumas saja, sebagaimana
telah ditetapkannya" Panas, karena Suleman berlaku dengan kasar
kepadanya. Padahal belum ada orang yang berani menyanggah
perkataannya. Orang Eropa, orang Cina dan siapa saja pun, baik dari
golongan perniagaan baik pun dari golongan pemerintahan, selama ini
segan dan mau akan dia. Sekarang seorang bumipu'o"a Kalau ia tak
malu kepadajamu baik"baik di hotel besar- itu, maulah ia melemparkan si
kurang ajar itu ke halaman. Tambahan pula ia dapat memberiketerangan
kepadanya, bahwa ia telah membuat perjanjian dengan gadis itu atas
dasar suka sama suka. Apa peduli orang lain akan hal itu" Mudah ia
N .sr firms" 03.4 &P
"!: V mmm-namum.- Bajaj riem berkata, bahwa Sartini telah berjanji dengan dia akan menurut barang
ke mana dia pergi dan akan melakukan barang apa kehendaknya. Gadis
itu, "sesungguhnya ia tidak boleh mengabarkan kepada siapajua, dengan
siapa diperbuatnya perjanjian, kalau tidak diiainkannya. Memang Sartini
dilarangnya berbuat demikian. Jadi Sartini harus berdiam diri, harus
bersembunyi. Lepas enam bulan barulah ia boleh ke akarta pula atau ke
mana saja disukainya. Akan Sayid Alwi bin Zahar itu, ia dapat berkata
terus terang, jika tak ada suatu hal yang menahan dia, yaitu cemburu dan
iri hati yang tak terperikan.
Meskipun alasan akan menaruh cemburu atau irihatiitu masih antara
ada dengan tiada, belum nyata lagi, tetapi hal itu sudah mempengaruhi
dirinya dan perasaannya. Tambahan pula peristiwa itu telah merusakkan
angan"angannya. Tempo hari Sartini mengatakan: ia bebas benar"benar.
Akan tetapi, cara ia bertutur dan berhadapan dengan Suleman itu tidak
menimbulkan kesan dalam hatinya, bahwa pengakuannya itu bemrbelaka.
Apalagi tingkah Suleman sendiri pun mengacaukan timbangan pula.
Bahwa Sartini dahulu hanyajuru tulisnya saja, halitu tidak dapat dijadikan
keterangan yang cukup untuk menentukan sikapnya dewasa itu
Sebab itu timban gannya, kalau ia berkehendak supaya jangan timbul
rintangan apa"apa baik bagi dirinya baik pun bagi maksudnya, haruslah ia
menjawab dengan keras dan tajam. Sampai orang muda itu tidak berani
lagi membuka mulut di hadapannya.
Sementaraitu Sartinimendesak pula, "Tuan Alwi katakanlah kejadian
yang sebenarnya," ujarnya.
Orang kaya itu menggerakkan tangannya.
"Apa sebabnya saya akan bersembunyi"sembunyi kepada orang ini?"
jawabnya. "Apa lagi ia ingin tahu rupanya."
"Memang, saya ingin mengetahui kebenaran."
Ia pun menatap muka Suleman dengan mata bersinar"sinar.
"Saya harap keterangan yang akan saya berikan, jelas benar kepada
Tuan dan menyenangkan hati Tuan," katanya. "Ini, gadis cantikmuda belia
yang duduk dihadapan Tuan ini, beringin dan berhak akan beroleh segala
apa yang dijadikan alam. Apabila ia dengan suka hati sendiri dengan rela
yakin, membuat perjanjian akan bekerja dengan seseorang supaya dapat
hidup dengan sempurna, enam bulan lamanya sebaga percobaan, saya
61) TW .h" Dam 95 : bi"-'" tidak mengerti apa sebabnya orang lain akan campur tangan dan berani
menyesali dia dalam hal itu, walau sedikit sekalipun."
Sudah mendesak"desak banjir kata"kata dari dalam kalbu Sartini,
nyaris mengalir air bah dari mulutnya, akan membantah perkataan orang
kaya itu Akan tetapi, sekaliannya itu menjadi beku sampai bibirnya,
demi dilihatnya Sayid Alwi bin Zahar menentang matanya. Sebab sinar
pandangnya yang ganjil itu berarti perintah, supaya ia berdiam diri saja.
Sampai kepada saat itu "rupanya" Sayid Alwi bin Zahar sudah berlaku
dengan baik kepadanya. Tiba"tiba di hadapan Suleman diperlihatkannya
bengis hatinya. Terasa olehnya bahwasanya telah hilang kemerdekaan
dirinya, telah teritat ia kepada orang tua itu sehingga ia mesti menurut
segala perintahnya dan kemauannya.
Suleman membulatkan tinjunya. [a memandang kepada Sartini dan
Sayid Alwi bin Zahar pula. Tidak ada yang lain dapat diperbuatnya,
melainkan menyesali gadis itu. Pikirnya, karena kesusahan maka Sartini
mencari pekerjaan lain, mau membuat perjanjian dengan cara yang gaib itu.
Ketika diterimanya surat yang dikirimkan Sartini kepadanya, mula"mula
teramat kusut kira"kiranya. Kemudian timbul pula kepercayaannya. Ia pun
berharap, moga"moga waktu yang setengah tahun itu lekas terlampau dan
mereka itu dapat bertemu pula. Akan tetapi, yang didapatinya" Sartini
yang dicintainya itu bergaul dengan orang, yang telah menunggang"
1anggangkan perusahaannya. Dengan manusia, yang sangat dibencinya
sejak dari hulu hatinya! Apabila diperolehnya dari dia keterangan, yang
sesuai dengan timbangan yang timbul mula"mula dari perjanjian yang
tak diketahuinya itu, tentu ia akan rela menarik dir-idahulu. Akan senang
hatinya melepas dia, akan menantikan dia dengan sabar-. Sekarang nyata
kepadanya, terang bagai hari baginya, bahwa Sartini bukan didorong
kesusahan maka bekerja dengan si kaya itu, melainkan karena dirayu hawa
nafsu agar beroleh kemewahan di atas dunia ini. Ia mau, suka meneken
kontrak, lain tidak karena ingin akan intan berlian. Ia mau menyerahkan
dirinya kepada orangitu, kepada musuhnya, taklain dan tak bukan, karena
ia telah terpedaya akan harta dunia itu, sehingga ia lupa semata"mata akan
cintanya yang telah berurat"berakar di dalam sanubarikedua"duanya. _Tadi
Sartini sendiri telah melukaihatinya, telah meladailukanya yang parah itu,
telah meracun sukmanya dengan lakunya memperturutkan hawa nafsunya.
N .sr firms" 03.4 &P
"!: V mmm-namum.- Bajaj riem Perbuatan Sartini semacam itu tak dapat lagi diampuninya, lebih"lebih
karena diketahuinya, bahwa hawa nafsunya itu dilepaskannya dengan
perantaraan musuhnya yang sebesar"besarnya dan seganas"ganasnya.
Demikian pendapat Suleman ketika itu, demikian disesatkan hati
marah dan penglihatan mata! _Tauh, ya, jauh nian ia terpelanting dari
kebenaran. Kalau diketahuinya, betapa Sartini mengorbankan dirinya
semata"mata karena hen dak menolong dia, karena cintanya yangtertahan"
tahan terhadap kepadanya. Kalau ia insaf akan sekalian hal itu niscaya
sikapnya akan berubah jua. Akan tetapi tidak, ia tega merenyuk, hendak
Pergi- "Suleman," kata Sar'inibermohon, "s aya sembah engkau,jangan pergi
dahulu. Maklumlah, percaya akan kebenaran
Orang muda itu tertawa dengan parau suaranya.
"Percaya?" katanya seraya membelalakan matanya kepada gadis
itu. "Percaya" Selama hidupku takkan mungkin lagi aku pereaya kepada
perempuan." Sartini berdiri pula serta mengulurkan tangan, bermohon minta
ampun kepadanya sebagai bidadari. Akan tetapi Suleman, meskipun
banyak sedikitnya tampak jua oleh matanya yang telah kabur disapu
marah cemburu itu kebenaran suci di dalam permohonan gadis itu tiadalah
percaya dan acuh lagi. Ia berpalingke belakang dan melangkah arah keluar-.
Tangannya pun dipegang oleh Sartini erat"erat.
"Suleman, kekasihku," katanya, "tunggu dahulu ..
Orangmuda itu mem andangtenang"tenang ke mukanya, seolah"olah
ia hendak mengetahui pikirannya yang gaib itu.
"Sartini," ujarnya, "kalau benar- dan tulus katamu itu, turutkan aku.
Putuskan perjanjian dengan orang ini."
Gadis itu pun berseru kehilangan akal, ?"Tidak dapat, tidak mungkin.
Pergilah, "aku tidak dapat berbuat demikian."
"Ya," katanya, "aku pergi dari sini. D ahulu aku cinta kepadamu ya
gila aku ini bagai binatang yang tak berkemauan, yang patuh menurut
perintah saja, hendak kunantikan engkau dengan percaya sesungguh"
sungguhnya, bahwa engkau terikat oleh suatu perjanjian yang penting
sekali. Tetapi apa yang kudapati sekarang" Gih, hanyakarena nafsuhendak
bersuka ria, hendak uang, hendakpesiar Itu sebabnya, karenanya engkau
613 Tua"rm .l-e Dam 9"
: bi"-'" tinggalkan daku, engkau sia"siakan ibumu ...Sartinitidak ada tuduhan yang
sebesar sekarangini dapatkutuduhkan kepadamu, sesudah aku mendapat
bukti semacam ini. Engkau tinggalkan aku di dalam sedih dan sunyi
senyap, sebab engkau hendak mengejarkekayaan dan kemewahan. Padahal
engkau tahu dan yakin bahwa kita berdua pun akan mendapat kekayaan
dan kemewahan pula insya Allah! Akan tetapi kekayaan itu rupanya lebih
bagimu daripa diriku sendiri. Seperti laku si segala perempuan sama
saja. "Ya, baik turutlahjalanmu sendiri, berbuatlah sesuka hatimu, walau
kelak kemudian engkau telah bebas merdeka sekalipun. Tak guna kita
bertemu lagi. Cukup sudah sehari ini"
Setelah berkata demikian, ia pun melompat keluar-. Ia dikejar oleh
Sartini dengan tak memedulikan Sayid Alwi bin Zahar, yang hendak
memegang tangannya. "Wahai," serunya, "percayalah akan daku, Man. Ada sebab lain yang
menahan aku ini Hatikutidakberubah"ubah, tak sesaatjuapun melupakan
engkau." Akan tetapi, Mr. Suleman sudahjauh, sudah hilang di dalam gelap
ketika Sartini hendak menurutkan dia jua, Sayid Alwi bin Bahar pun
mendahului dia dan berdiri di hadapannya.
.N. Sr film:-dar (dij..- -Wmmmun Bajaj riem Biniang Jide" Dijadikan (3363"ka
tika itu kendaraan masih keluar masuk pekarangan
(761331! Grand Hotel yang luas itu. Ada tuan dan nyonya
yang pulang dari membeli beli di toko besar besar, ada
pula suami istri orang bangsawan dan hartawan, yang baru kembali dari
menonton dengan anak anaknya. Dan kebalikannya, banyak pula jamu
muda belia yang baru hendak pesiar malam di kota Mataram yang aman
itu. Di antaranya kelihatan beberapa orang asing yang berlain warna
kulitnya, pakaiannya dan langgam serta gayanya. Nyata mereka itu orang
baru, yang datang dari Eropa dan Amerika. Ya, mereka itu pariwisata
kaya kaya yang sanggup mengelilingi dunia dengan kekuatan uangnya,
baik sekadar untuk bertamasa, ia saja, baik pun untuk menambah nambah
pengetahuan tentang keadaan dan adat istiadat bangsa bangsa dan
sebagainya. Kecuali mereka itu menikmati pengetahuan dan peman dangan
yang indah indah dengan otak dan hatinya, mereka itu pun banyak
pula mengumpulkan barang barang kerajinan dan lain lain di negeri
negeri yang dikunjunginya. Dari kota Mataram atau daerah kesultanan
Yogyakarta yang kaya dengan barang barang sejarah, kebudayaan, yang
banyak mengandung tanda alamat yang penting penting bagi pariwisata
itu, banyak pula dibelinya mata benda daripada perak, gambar gambar
wayang dari kulit, patung patung dari kayu dan logam akan jadi kenang
kenangan. Oleh karena itu T&: Grand Holzfyang besar dan indah itu sangatlah
bersemarak rupanya. Di serambi muka beberapa buah kamarmasih terpasang lampu listrik
dengan terang benderang, bertutup dengan kap yang serupa bangunnya
dan warnanya, alamat tamu masih duduk atau berbaring baring di kursi
malas di sana, baik sedangmembaca baca buku roman atau koran, baik pun
tengah bercakap beriang riang dengan rekannya.
Dan di ruang yang besar- dan luas lagi permai, cukup lengkap


Turun Ke Desa Karya N. St. Iskandar di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

dengan pelbagai macam kesenangan dan kemewahan, kelihatan laki"laki
dan perempuan berdansa berpasang"pasang menurutkan irama musik
yang merdu bunyinya, sambil berbisik"bisik menya"takan perasaan
hatinya atau desakan hawanafsunya, karena bersinggung kulit dengan
kulit itu!! Beberapa pasang "merpati" lain duduk bersenda gurau dalam
suasana lenggang"lenggok dan liuk lambai orang yang tengah mengigal
dan berpagut"pagutan pinggang itu. Setengah pula sedang memuaskan
seleranya dengan minuman keras yang mahal"mahal harganya.
Pendeknya, hotel itu merupakan sebuah "dunia sendiri" bagijamu"
jamu bangsawan dan hartawan itu. Hampir mereka itu tidak mengacuhkan
hal ihwal orang sebelah"menyebelah, bahkan kesengsaraan hidup orang
"di dunia lain", kecuali memikir"mikirkan segala kesenangan bagi dirinya
masing"masing saja. Oleh sebab itu, kejadian yang agak hebat di kamar jamu Sayid Alwi
bin Zahar itu hampir tidak menarik perhatian orang. Demikian pula hal
Suleman keluar dengan tergesa"gesa itu. Ia dibiarkan oleh orang kawal
lalu di pintu gerbang seperti jamu baik"baik saja, dibiarkan berjalan
melenggang ke jalan Malioboro yang ramai dan terang itu, sampai ia
hanyut di dalam alun gelombang khalayak, yang berlain"lain sifatnya
dan tingkah lakunya. "Tuan Alwi," kata Sartini dengan geram, "jangan aku ditahan. Biar
kuturutkan dia "Sabar-, Sartini," sahut orang kaya itu sambil mengembangkan kedua
belah tangannya. "Ingat kehormatan dirimu. Kita ada di hotel orang baik"
baik, bukan di kampung "Tuan tak mengerti, "tak dapat kubiarkan dia pergi begitu saja.
Mengapa tidak Tuan terangkan kepadanya barang sedikit perkara
yang sebenarnya" Mengapa tidak Tuan senangkan hatinya dengan
menerangkan, bahwa saya tidak dapat berbuat apa"apa dengan bebas?"
Tangan Sartini dipegang oleh orang kaya itu, ditarikkannya, supaya ia
duduk kembali. Gadis itu pun terperanyak di kursi besar itu Wajahnya yang molek
itu ditutupinya dengan kedua belah tangannya. Terdengar olehnya bunyi
sepatu orangberj alan cepat"cepat dikersik halaman. Ia insaf, bahwa segala
N .sr irma" 03.4 &P
"!: V mmm-namum.- Bajaj riem pengharapannya telah hilangterbang. Mr. Suleman telah pergi dan kalau
ia berjumpa pula den gan dia kelak, tentu ia akan bersi'len gah saja. Berlaku
sebagai tak kenal akan dia! Jurang dalam yang telah terbentang di antara
mereka itu takkan dap at diseberangi lagi. Suleman tak mungkin mau lagi
mendengarkan perkataannya, seb ab kepercayaannya sudah hilang lenyap
terhadap kepada ketulusan dan kelurusan hatinya.
Segala tingkahnya itu diperhatikan oleh Sayid Alwi bin Zahar- dengan
diam"diam. Air mukanya amatkeruh rupanya. Bukan kepalangberang dan
sakit hatinya, tetapi ganjil dan aj aib. Tidak sama dengan amarah bias a,
yang telah dirasai gadis itu. Nyata sekali bahwa marahnya, berangnya
dan sakit hatinya itu bercampur dengan cemburuan
"Permintaanmu itu tak mungkin kukabulkan," katanya. "Aku harus
berkata dengan lurus, bahwa aku tak mengerti asal mula perkara itu. Nona
bercerita kepadaku, bahwa Nona tidak ber"tunangan dan tidak berniat
hendak bertunangan. Tapi setelah melihat per-temuan Nona dengan dia
tadi itu, sangkaku, Nona telah
"Aku tidak berdusta kepada Tuan. Ceritaku itu benar," sahut Sartini
memutuskan perkataan orang tua itu; sambil mengangkatkan kepalanya.
"Sesudah aku membuat perjanjian dengan Tuan, barulah dinyatakannya
kehendak hatinya terhadap kepadaku. Dimintanya aku akan jadi ishinya.
Sebelum itu, pikirku, niscaya tak mungkin
Sayid Alwi bin Zahar- mengernyitkan alis matanya dan mengarutkan
keningnya, seraya berkata, "Nah, tak mungkin apa" Teruskan!"
Sartini tidak menjawab, karena ia tidak berdaya lagi.
"Jadi Mr. Suleman itu," ujarnya dengan ejeknya, "tunangan Nona
Zuraidah, bukan" Kata Nona tadi, ia bekerja dikantor advokat dan pokrol
"Suleman & Bakri". Ya, sekarang baru jelas kepadaku. [a campur dalam
perusahaan Kincir Mataram, yang telah bangkrut itu."
"Bangkrut karena perbuatan Tuan," jawab Sartini dengan cepat
setelah timbul pula semangatnya. Akan tetapi, sekonyon g"konyong ia
menundukkan matanya, karena tampak olehnya pada pandang laki"laki
itu suatu tanda, bahwa perkara itu sudah terang kepadanya. Tak perlu
dijelaskan lagi. "Hum, karena aku. Tapi memang ada lagi niatku kepadanya."
"Apa lagi?" tanya Sartini sambil mengangkatkan kepala pula. 'Tak
puas"puas Tuan akan meruntuhkan perusahaan bangsaku."
613 Tua"rm .l-e Dam "Ha, ha, ha," tertawa Sayid Alwibin Zahar seperti dibuat"buat, karena
gelihatinya. "Sungguh banyak lagiyang harus kuketahui tentang hatinya.
Nonajadijuru tulisnya. Sangkaku, ia kesusahan uang. Tetapiia dapat lepas
dengan selamat, sesudah aku memberikan uang lima belas ribu kepada
Nona. _Tadi kebetulan saja agaknya, uang itu untuk dia?"
Gadis itu tegak dari kursinya, sedang warna mukanya merah sebagai
saga. Ia khawatir kalau rahasianya diketahui oleh si tuan itu. Tetapi ia
pun insaf pula, bahwa Sayid Alwi bin Zahar memang telah yakin akan
kebenaran terk anya itu. "Tuan," ujarnya sambil mencoba menenanng pikirannya, supaya
tetap bunyi suaranya. "Aku telah membuat perjanjian dengan Tuan dan
aku siap sedia akan menetapijanji itu. Sebab itu tak usah Tuan risaukan,
apa sebab aku berbuat demikian dan apa konon yang kukerjakan dengan
uang yang kuterima dari Tuan itu. Sebuah perkara Tuan lupakan tentang
hal itu, yakniTuan tidak dapat mengetahui tabiat orang. Dalam hal apa
jua pun, bukan macam lvlr. Suleman itu yang akan suka menerima uang
dari seorang perempuan. Sekalipun ia akan mati kelaparan, namun uang
dari perempuan takkan diter'mranya. Dan bagaimana jua pun buruknya
pandang Tuan kepada bangsaku, sifat jantan tak kurang pada bangsaku
itu. Tahu, Tuan?" "Ya," kata orang kaya itu sambil mencibir-. "Sudah, lupakan sangka"
sangka itu dan terutama dia itu."
"B ukannya dengan nyaw a"nyawaku tergadai kepada Tu an,"
jawab Sartini dengan sakit hatinya. "Tuan tidak berhak menahan atau
mengalang"alangi kehendakku akan pulang, kalau waktu enam bulan itu
telah lampau. Kalau tidak tampak olehnya kita bersama"sama dan kalau
tidak Tuan perteguh syak wasangkanya dengan kecongkakan Tuan itu,
tentu ia akan sudimenantikan daku, dan aku pun dapat kembalikepadanya.
Tapi sekarang "Mustahil." "Apa sebabnya?"
"Kalau aku tak yakin benar dahulu bahwa Nona bebas, takkan mudah
aku mengeluarkan uang sebanyak itu Rahasia ini harus tinggal pada kita
berdua saja. Aku minta supaya Nona lupakan orang itu Selama"lamanya,
bukan enam bulan saja."
N .sr irma" _-_.';_.-.' 6!)
:": mmm-namum.- Bajaj riem "Apa" Berani Tuan melebih"lebihi perjanjian itu?" tanya Sartini
dengan meradang. "Gk, tua bangka."
"Ha, ha, ha! Apa keuntungan Nona selalu men gingat"ingat dia
itu" Kalau ia tidak buta tuli, tentu akan segera tampak olehnya, bahwa
syak wasangkanya itu salah semata"mata. Orang yang terburu nafsu
mengeluarkan pikiran semacam itu, tak patut akan jodoh Nona. Belum
tahu lagi Nona rupanya akan kekuatan Nona, tak insaf akan martabat
Nona sendiri. Akan tetapi, sebentar lagi tentu akan Nona ketahui bahwa
dunia inipun akan sujud ke bawah kaki Nona."
"Aku tak berhajatkan dunia. Aku hanya perlu akan orang, yang
kucintai dan cinta pula kepadaku."
"JanjiNona" Tidak teringat-lah oleh Nona, bahwa Nona tidak merdeka
lagi" Bila saja nyawa Nona ..
"Jangan gertak, Tuan. Perkara janji aku tak kan mungkir, selama
surat perjanjian itu masih laku. Akan tetapi nyawaku tiada terjual kepada
Tuan." Gadis itu berpaling, lalu pergi ke dalam kamarnya.
",Ha ha, ha," tertawa orangkaya itu, "keras hatibetul. Tetapi, ya, lekas
tidur-, Nona manis. Besok pagi kita teruskan perjalanan kita."
Sayid Alwi bin Zah ar tin gga] duduk seorang diri, sambil
menggelengkan kepalanya. Ia tidak berkecil hati dan tidak khawatir
akan tingkah gadis itu, sebab ia yakin, bahwa Sartini takkan mungkin
lepas lagi dari dalam tangannya. Lagipula ia tahu, bahwa Sartini bukan
sebagaikebanyakan perempuan: suka memungkirijanji "Dan walaupun ia
mungkir," pikirnya, "kedudukanku sekarang telah bertambah kuat, sebab
aku tahu sudah, bahwa uang yang lima belas ribu itu dipergunakannya
penolong Mr. Suleman itu. Kalau berselisih sedikit saja, aku ancam dia
bahwa rahasia itu akan kubukakan kepada laki"laki itu Ha, ha, ha
Sementara tertawa sendiri seperti orang gila itu, ia pun mengisap cerutu
pula sebatang lagi Sejurus ia bermenung dan melayangkan mata keluar. Bunyi musik
yang riang gembira di ruang dansa terdengar di sela"sela oleh bunyi
tuter oto yang lalu lintas dijalan raya yang masih ramai itu. Tiba"tiba
timbullah pikiran lain di dalam hatinya. Ia tersenyum. "Bakwasanya bukan
tak berguna," katanya, "jika aku adakan mata"mata di Banyumas kelak."
613 Tua"rm .l-e Dam Dan buah pikiran-nya itu pun dijadikannya perbuatan. Dengan segera
ia berdiri, lalu masuk ke dalam kamarnya. Ia duduk ke meja tulis, akan
membuat surat sepucuk "Selesai sudah, " katanya beberapa menit kemudian serta melipat dan
memberi alamat surat itu. Genta dibunyikannya. Seorang jongos datang
dengan segera. "Hai, jongos, masukkan surat ini ke bus. Lekas, sekarang
jua. Inipersen bagimu $$$ Kabar beralih, tapi sungguhpun beralih di situ jua .. ..
Hawa Jakarta yang ramai itu telah mulai menyesakkan napas
bintang film yang jelita itu. Sudah jemu ia tinggal di sana, meskipun
perintang"rintang hati tiada kurang. Banyak juga laki"laki yang mencari
persahabatan dengan dia, tentu saja di antara oranghartawan "dermawan",
tetapi sesungguhnya bukan dalam perkara itu ia berasa kecewa dan kesal.
Istimewa tentang pekerjaannya. Lama"kelamaan, berangsur"angsur,
rupanya tampak jua olehnya kenyataan, bahwa parasnya yang cantik
dan kepandaiannya bermain film itu semata"mata hanyalah memberi
keuntungan kepada majikannya.
Ia telah banyak membaca surat kabar tentangbintan g"bintang film di
Eropa dan Amerika. Pun hampir selalu ia melihat gambar"gambarmereka
itu: laki"laki atau perempuan. Sekaliannya, dalam beberapa masa saja,
telah menjadi kaya dan ternama dalam perusahaan itu. Sebabnya, karena
upah mereka itu besar"besar, berpadanan dengan laba yang diperoleh
perusahaan film dengan "parasnya" dan "kepandaiannya". Akan tetapi
di tempatnya" Gaji yang diterimanya setiap minggu boleh dikatakan:
sekadar untuk pembeli bedak dan cat bibirnya saja pun hampir tiada
cukup. Kalau ia tidak mendapatbantuan dari "kirikanan", kalau tak banyak
orang yang "belas kasihan" kepadanya, mana dapat ia meneruskan hidup
sebagai bidadarikayangan itu" Padahal perusahaan film itu sendiri sudah
menjadi maskapai utama, telah dapat memberi keuntungan besar kepada
segala perseronya. D alam waktu yang akhir itu kerapkali Zuraidah tiada datang main.
Malah sudah pernah mengatakan: tidak mau memainkan cerita yang
ditunjukkan kepadanya. Ia sudah mencari-cari akal akan memutuskan
N .sr irma" 03.4 &P
"!: V mmm-namum.- Bajaj riem kontrak dengan perusahaan yang hanya mementingkan keuntungan itu.
"Takkan selamanya aku suka dijadikan orang sapiperakan," berungutnya.
Akan tetapi ia belum jua mendapat sesuatu tempat melompat
Kadang"kadang sudah terpikir olehnya, akan meninggalkan dunia
film selama"lamanya. Ia hendak berumah tangga, hendak hidup seperti
perempuan baik"baik di sisi suami, sebagaimana telah dicita"citakan
Suleman dahulu kepadanya.
Suleman Akan tetapi orang muda itu telah dibuangnya, dengan
kurangpikir. D an ketika ia telah mau melupakan kesombongan diri, telak
suka "menjilat air ludah" kembali, ketika itu pula ia dihinakan oleh orang
muda itu. Walaupun ia dapat memilih teman hidup di antara sahabat kenalan
atau kawan perintang"rintang hati yang banyak itu, tetapi ia tiada kuasa
akan berbuat demikian. Malah permintaan orang, sembah simpuh orang,
bujuk cumbuan "kekasih" akan sehidup semati dengan dia, ditolaknya saja
dengan senyumnya. Zuraidak resah gelisah, ragu bimbang, baik tentang pekerjaan baik
pun tentangtempathati. Ia menyesal betul memutuskan per-tunangannya.
Terburu nafsu Ke mana akan dicarinya orang yang sebaik Suleman
itu. [ngatannya menjalar kepada masa lampau, sampai kepada masa hidup
ibunya. Tiga tahun dahulu Ia masih duduk di bangku sekolah Mulo,
tiga bulan lagi akan menernpuk ujian penghabisan. Sebagai anak tunggal
kesayangan ibu bapaknya, yang boleh dikatakan hidup berkecukupan, ia
selalu dimanja"manjakan. Kemudian ia pun teranja"anja, suatu sifat, yang
biasanya tiada terubah pada akhirnya. Segala kehendaknya diperlakukan.
Pakaian baru dan bagus disediakan, tinggal mengenakan saja. Menonton
tiap-tiap gambar bertukar, "dengan siapa saja ia boleh pergi Dan tiada
pernah ia takut berjalan malam. Apa pula yang akan ditakutkan malam
hari antara Gang Ajudan dengan Kramat atau Pasarbaru, yangramai dan
terang permai itu" Perkara piknik, pergi makan"makan den gan teman sesekolah atau
sepermainan keluarkota, tidak luar biasabaginya. Hampir tak ada Minggu
yang terluang untuk bersuka ria Dan kalau ada tonil di sekolah untuk
merayakan hari besar ini, peringatan itu, senantiasa ia memegang "ro "
613 Tua"rm .l-e Dam nan penting, sebab ia ter-pandai di antara segala murid dalam hal kesenian:
menari, bernyanyi, bergaya dan berbicara di muka khalayak dengan tiada
gentar. Sekonyong"konyong keadaan berubah, seperti siang dengan
malam. Ayahnya ditangkap oleh polisi, dipenjarakan. Menurut
rapor rahasia yang telah berbulan"bulan dikumpulkan oleh reserse
"katanya" R. Kusuma, guru sekolah gubernemen itu, masih jadi
anggota Pendidikan Nasional Indonesia. Padahal ia tahu, bahwa
partai politik itu sudah lama dalam daftar hitam Pemerintah
Hindia Belanda. Terlarang benar"benar, terutama bagi segala amtenar
Pemerintah. Dan ia pun selalu "katanya" menjalankan aksi "di bawah
tanah", melakukan cita"cita partai dengan sembunyi"sembunyi: hendak
merdeka, "lepas dari pemerintahan Belanda sekarangjua. Tak dapat tidak
ayah Zuraidah itu dibuang ke Tanakmerah
Hal itu sangat mengguncangkan iman dan mengejutkan hati ibunya
yang lemah semangat itu. Penyakitnya yang lama pun bangkit kembali
dan mend alam, yaitu sakit dad a.
Dahulu R. Kusuma, ketika jadi guru di Bandung, bersahabat
dengan Sayid Alwi bin Zahar. Kemudian lama mereka itu tidak
bersua"sua lagi, sebab R. Kusuma dipindahkan ke Suman-a dan Sayid
Alwi bin Zahar pergi melantaskan angannya ke Tegal, Semarang,
Surabaya, dan lain"lain. Ketika mereka itu berjumpa di Jakarta:
R. Kusuma masihjadi guru, tetapitelak bersemangat kebangsaan, sedang
Sayid Alwi bin Zahar sudah menjadi raja uang, yang dimalui dan ditakuti
oleh sekalian orang. Entah karena persahabatan itu, entah karena alasan lain, wallahu
alam, dua tiga pekan sesudah orang kaya yang berpengaruh itu aiarah
ke rumah ibu Zuraidah yang makin lama makin merana itu R. Kusuma
dikeluarkan dari penjara. Kesalahannya dianggap tidak terang, tetapi ia


Turun Ke Desa Karya N. St. Iskandar di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

diperhentikan darijabatannya dengan tiada hormat. Tambahan pula ia
dilarang mencampuripartai politik, yang berhaluan kemerdekaan sebab
partai sedemikian dianggap bertentangan dengan pemerintah kolonial
Dan ia pun tidak diberi pensiun, sekalipun ia telah 25 tahun lebih
berkhidmat kepada negeri.
Tiga empat hari ses udah itu ibunya berpulang ke rahmatullah
taala. N .sr irma" _-_.';_.-.' 6!)
:": mmm-namum.- Bajaj riem Bermula Zuraidah bingung, hampir kehilangan akal. Ia biasa manja,
segala kehendaknya tiada pernah ditahan"takan oleh ibu bapaknya yang
berpendirian agak bebas itu. Dan berkecukupan pula! Sekonyon g"konyong
pintu pencarian ayahnya tertutup dan ibunya meninggalkan dia Mau
tak mau Zuraidah harus menyingsingkan lengan baju akan menolong
mendayungkan perahu kehidupan, bahkan harus berkayuh sendiri, kalau
hendak selamat sampai ke seberang! Benar-, ia mesti mencari kerja. Di
kantor pemerintah" Tidak mungkin, sebab ia anak bekas amtenar yang
dicurigai, anak "komunis"! Untung ada perusahaan nasional yang kenal
kepadanya,tahu akan kegemarannya. Ia pun diterimajadi anak main pada
sebuah Kongsin Indonesia, yang didirikan dengan modal dan tenaga
Indonesia semata"mata.
Oleh karena sungguh ada bakat Zuraidah yang elok dan juita itu
dalam budaya film, ia pun lekas termasyhur dalam perfilman itr. Dua tiga
buah film yang disertainya, yang dilakoninya, sangat menarik perhatian
penonton. Nama Zuraidah sudah menjadi buah bibir penggemar gambar
hidup, laki"laki dan perempuan, terutama pemuda dan pemudi yang tergila"
gila akan gaya dan kecantikan. Dengan demikian perusahaan film itu pun
lekas mencapai kemajuan, sekalipun modalnya belum boleh dikatakan
besar lagi Akan tetapi, kemajuan itu hanya sebentar saja, tak sampai
menggembirakan hati, oleh karena sebagai kebanyakan perusahaan
nasional yang lain Kongsi Film Indonesia itu segera dilangkaki oleh
sebuah maskapai film bangsa asing, yang berkapital beribu"ribu rupiah.
BintangE-lm yang muda"muda dan berpengharapan baik kebanyakan
pindah ke maskapai besar itu, sebab "kabarnya" peraturan gaji di situ
teramat bagus Kongsi Film Indonesia mati merana, karena tidak kuat melawan
persaingan. Bukan saja persaingan tentang kapital, tetapi terutama
sekali persaingan tentang isi gaya, tujuan, dan pandangan pemerintah.
Ibarat membelah betung, sebelah dipijakkan dan sebelah lagi diangkat
tinggi"tinggi ke atas. Film Indonesia dialang"alangi, bahkan ditahan
kemajuannya, apabila tidak melukiskan dan mencerminkan kegembiraan,
kebaikan dan kesenangan rakyat didalam pemerintahan kolonial itu.
Demikian Zuraidak pun pindah bekerja ke kongsi film kepunyaan
orang asing itu, dengan maksud agar supaya hasil yang diperolehnya di
613 Tua"rm .l-e Dam PFC"
: bi"-'" situ untuk penghidupan ayahnya bertambah besar adanya.
Walaupun demikian, R. Kusuma tidak bertambah senang, malah
bertambah sedih hatinya. Sebab pikirannya, pekerjaan itu lama"lama
takkan baik bagi akhlak anaknya. Apalagi bagi namanya sendiri sebagai
anggota pergerakan nasional.... Anak gadimya dijadikan alat oleh musuh
kebangsaan! Ia telah berniat hendak segera mengawinkan Zuraidah
dengan Mr. Suleman, tunangannya. Akan tetapi, Zuraidah masih ragu"
ragu. Ia lebih senang dalam keadaaan bertunangan saja dahulu, daripada
lekas diikat dengan nikah. Rupanya kebebasan dalam dunia film lebih
menyenangkan hatinya, daripada ketenangan jiwa di sisi seorang suami
Tal-kala pertalian mereka itu putus, R. Kusuma meramas jantung.
Sangat mengkal hatinya melihat gelagat anaknya, yang tak tahu untung
itu. Akan tetapi, ia tidak dapat berbuat apa"apa, sebab ia sudah salah
memberi pendidikan kepada anak kesayangan itu sejak kecil. Bebas
tak berpedoman Hanya ia cakap bernasihat dengan beriba"iba serta
mencucurkan air mata demikian:
"Aku dengan ibumu bercampur dua puluh enam tahun lebih, anak,
meskipun kami tidak tahu arti cinta pada mulanya. Bacalah suratnya,
"peninggalan ibumu itu! Bacalah amanat yang ditulisnya beberapa hari
sebelum ia mengembuskan napas penghabisan itu, anak. Bacalah, supaya
insaf engkau akan pendirian hidup orang lain
Perkataan ayahnya yang agak keras itu, bunyi beriba"iba serta
mengumpat dan menempelak itu, masih mendengung ditelinga Zuraidah
ketika itu. Ia pun bergerak dari kedudukannya. Surat itu diambilnya dari
dalam simpanannya, lalu dibacanya:
Gim dk.-m tetapihag'rhd, Jnak, duta the fara
351; memakami'm nm her.-Earn,
Marasat' dan mgafamr tanya pura gaib semata.
Saham dua hari barang"b manang rumah .fcarm'J
Ramai orang yamg-ga dan permadani,
Serawak"mra htajaag di hafalan,
Tzh'fc mr mala ibuku, kraft r'a girang,
Gagah"gagap garap" ayJafrfrth rapi heffau hang;
.N. Sa fskmdar _'_-'l'..-_',
mmm-namum.- B:.Ilj Pusuk:
Kami dtpe'rtemuhanJ ftufah permutaan hami berhenafan
Sebut'an dua butan h.:ani bersisi"sisim
Setahun dua tahun hami berlayar,
M ahin tama mahin renggang dari daratan,
Orang tua hami met'ambai"fambai dengan sabar,
"Sefamat mengayuh bahtera hidup,
Gelombang mengatun tiada redup."
Bergtdung"gufung ambah datemg,
Memecah riah di tepi dancang,
Gegap"gempita petir dan guruh,
Gefap"gufita mariam gemuruh,
Tah ada tempathu berpegang, mefainhan dia,
Tiada yang dipegangnya, hanyafah saya
Fajar menyingsing, suria memancar,
Langit jernih biru bersinar,
Lautan tenang ariampun damai,
Kutentm'ig matanya gairat"permai, "Kita terfepas, Kahanda!"
*Pujifah Tuhan," ujarnya.
Kami menengadah he fangit biru tah berawan,
Demihiwi, wahai Tumi, berpufuh tahun,
Berbifang musim dan buaian,
Kami berdua berjafanjauh,
Menempuh hayat, "yahin sungguh:r
Bersuapadang fuas terbentang;
Bertemu hutan rimba berduri,
Sangata berfumut sebeti't pinggang
M emutih rambut nan dufu hitam murni,
Kendra hufityangat nan tegang,
Hilang indah roman nany'ambrazg',
Kami menefeh he hanan dan he hiri,
Tampah anah tefah besar, hasih
Ia tersenyum, ahu pun gefahput'a,
Senyum dan getah tetih, Mahat dari dunia dengan isinya.
6P Turun he Dew 709 "..!) ,
v '?"z .. 51 _ Begitu cinta hami, mahhu,
Dua semangat nm bersatu padu
Dfehpengafamm danpenderitaan
Tetap huhuh harena iman Dengm tiada heme'wahan Maaj'han ahu, anahai, muda rupaanm,
Sebab di sisi tuan bernyanyi metaguhrm cinta,
& hu pun time ke tengah puta
Hmya itut'ah cintahu, Ia, itutah cinta hm, Nim dibawa mati K e hadirat Tuhmhu. Warkah pusaka itu pun dilipatnya kembali lambat"lambat dengan
jarinya yang gemetar. Ber-tambah risau hatinya. Pendirian ibunya itu
tentu saja tidak disetujuinya. Sebab luput daripada perhitungan jiwa,
katanya. Untung"untungan Akan tetapi, pendiriannya sendiri sebuah
pun belum ada yang kuat kukuh. Di mana gerangan akan diletakkannya
sendi kehidupannya" Sementara ia memikir"mikirkan hal itu, datanglah tukang pos
mengantar-kan sepucuk surat. "Dari Sayid Alwi bin Zahar," katanya, demi
dilihatnya tulisan di sudut sampulnya. Ia selalu menerima surat"surat dari
sahabat kenalan, tetapi kebetulan surat orang kaya itulah yang terakhir-.
Surat itu pun dibukanya, lalu dibacanya
Orang kaya yang cerdik itu tahu benar akan piil"peker-ti bintang
film itu. Sebab itu ia pun dapat menarik dan menggembirakan hatinya.
Sungguhpun demikian, sekali itu, surat itu diletakkannya dengan malas.
Lama maka diambilnya pula, dipermain"mainkannya dengan jarinya yang
halus bak duri landak itu. "Hum, "Sayid Alwi meminta aku datang ke
Banyumas. Dengan segera. Ada perkara penting, katanya. Ya, ada harapan
besar. aku akan berbaik kembali dengan bekas tunanganku ...?" Ia pun
memutar otaknya, sambil menutupkan kedua belah matanya.
Ketika itu terbayanglah simpang siur jalan dan keindahan kota kecil
yang permai itu di hadapannya. Tampak"tampak olehnya kepelesiran di
sana, berlainan dengan di Jakarta yang panas itu. D an Suleiman Ia pun
N. .sa funny 03.4 &P N V mmm-namum.- B:.Ilj Pusuk:
bangkit berdiri dari kursinya, lalu berlari mendapatkan ayahnya, yang
berbaring"baring di kursi malas di ruang tengah, sambil membalik"balik
majalah bergambar. "Ayah," katanya, "tolong Ayah telepon pemimpin kantor film. Katakan
saya sakit, tidak dapat pergi membuattilm hariini Sudah itu Ayah telepon
pula dr. Tan Ka Ki dan minta, supaya ia datang kemari dengan cepat."
"f'l"Iem kata orang tua itu seraya bergerak darikursi malas itu, "sakit,
pemimpin kantor Blm, dr. Tan Kaki, apa artinya itu, anakku?"
"Perlu benar-, Ayah. Tolong lekas
Permintaan itu diperkenankan oleh orang tua itu, sekalipun ia tidak
mengerti apa maksudnya. Ia, pada petang hari itu sudah tertera dalam beberapa surat kabar di
Jakarta, dengan huruf besar, bahwa bintang Blm Zur-aidah tiba"tiba kena
penyakit keras dan mestiberobat ke tem"pat yang sejuk diluar kota, supaya
sembuh. Demikian menurut nasihat tabib yang memeriksa akan dia. Oleh
karena itu, sayang "kata surat"surat kabar itu" tidak dapat meneruskan
membuat film yang indah, yaitu cerita "Kasih Tak Sampai", karangan
seorang bujangga Indonesia yang termasyhur.
Pada keesokan harinya Zuraidah berangkat ke Jawa Tengah dengan
kereta api cepat. Badannya kelihatan sehat, tak kurang suatu apa jua.
Bahkan ia pun masih gaya berseri seperti biasa!
Rembang petang ia pun sampai ke Purwokerto, lalu meneruskan
perjalanannya ke Banyumas dengan taksi. Ia terus ke rumah Sayid Alwi
bin Zahar, yangtelah diketahuinya di mana letaknya.
Pada ketika itu ia sudah duduk di serambibelakang sambilmemikirkan
suatu perkara sulit. Ia sudah sepekan di sana, sesudah berjalan beberapa
pekan lamanya. Sebagai seorang saudagar kaya, yang banyak mempunyai
perusahaan pada beberapa tempat, banyakberhubun gan dengan saudagar
lain"lain, Sayid Alwibin Zahar- ada berumah tempat kediaman pada dua tiga
buah negeri dilakarta, Banyumas, Pekalongan, dan Semarang. Jadi sebagai
penduduk Banyumas yang ternama, ia pun dapatbersahabat karib dengan
R.M. Sontomulyo, dapat dipercayai oleh bangsawan tua itu akan mengurus
suatu perkara penting. Dengan taktik halus, dengan uang dan sebagainya
perkara sahabat karibnya itu sudah diurusnya sebaik"baiknya: mencari
ahli waris RM. Sontomulyo itu! Dewasa itu perkara itu hampir selesai,
613 Tur"an he Desa yaitu R.A. Sartini Arjono telah diakui oleh R.M. Sontomulyo sebagai cucu
kandungnya, yang berhal": menjawat segala harta pusakanya.
Akan tetapi, perkara dia sendiri belum selesailagi. Bahkan amat sulit
rasanya akan diselesaikan. Sesungguhnya maka ia mau berpayah"payah
dan berugi"rugi, bahkan mau mempertaruhkan kehormatan dirinya
untuk melaksanakan "pesan sahabat" itu, karena niatnya tetap sudah,
akan memiliki harta pusaka yang amat banyak itu. Bermula Sartini diikat
dikongkongnya, tetapi nyata bahwa ikatan semacam itu belum dapat
mencapai maksud yang mahapenting itu, jika hati gadis itu tidak terdiat
olehnya. _Tadi kini ia berpikir"pikir, bagaimana jalan akan menguasai hal
itu" Dalam ia memenung"menungkan masalah itu, Zuraidah masuk ke
dalam. Dengan segera ia berdiri dari kursinya, akan menyongsong gadis
itu. "Cepat bemr," katanya. "Tak kusangka"sangka Nona akan datang
hari ini" "Tentu saja tidak, Sebab saya tidak berkirim surat lebih dahulu, "
jawab Zuraidah sambil memandang kepada kopornya.
"O, ya," kata Sayid Alwi bin Zahar dengan arifnya. "Nona akan
menumpang di sini atau dihotel" Kalau di sini, itu kamartelah saya suruh
sediakan bagi Nona. Kalau tak senang di sini, hotel pun telah tersedia
pula." "Besar benar minat Tuan kepada saya sekali ini. Terima kasih," ajar
Zuraidah, sambil berpikir- sebentar. "Ya, baik di hotel saja."
"Pikiran saya begitu jua," kata Sayid Alwi bin Zahar den gan
senyumnya. "Tetapimalam saja ke sana. Makan dan beristirahat dahulu di
sini "Jon gos, bawa kopor Nona Zuraidah ke kamar-yangtelah kaulengkapi
tadi" Kira"kira tengah dua jam kemudian daripada itu Zuraidah sudah
berdandan seperti dalam rumahnya sendiri luput dari suasana perjalanan.
Badannya dan wajahnya sudah segar rupanya. Ia pun duduk di serambi
belakang berhadap"ha dapan dengan orang kaya itu, seraya katanya, "Apa
maksud Tuan memesankan saya kemari?"
"Sudah hilang letih Nona?"
"Sudah, Tuan." .N. Sa Jihan-dar _'_-'l'.'_',.-
mmm-namum.- B:.Ilj Pusuk:
"Memang muka Nona sudah jernih, bersih Baik kita mulai
berunding," kata orang kaya itu. "Penting sekali."
"Apa gerangan?"
"Penting bagiku, tetapi lebih penting lagi bagimu."
"Perkara film dan gajiku?"
"Ya, kedua"duanya. Dan perkaraku sendiri, "saya berhajatkan orang
yang dapat saya percayai benar," katanya, sambil menatap muka Zuraidah
dengan tajam. "Dan hendaknya orangitu tak tahu takut."
"Saya tak pernah takut," sahut gadis itu dengan acuh tak acuh. "Tuan
lihat, mana gadis Indonesia yang berani berjalan sejauh ini seorang saja"
Dan ke rumah orang seperti Tuan ini pula!"
"Ha, ha, ha, betuljantan Nona ini."
"Sudah lama Tuan persaksikan. Tetapi di luar kelakar, coba katakan
niat T'uan yang sebenarnya."
"Nona kenal bupati Banyumas pensiun?"
"Tidak, tetapi kalau saya tidak salah, ketika saya kemari dahulu, ada
kulihat dia di rumah T'uan ini Benar" Bagaimana halnya?"
"Ia terbilang kaya di sini "
"T'elah saya dengarjua kabar itu dari T'uan. Kekayaan itu akan jatuh


Turun Ke Desa Karya N. St. Iskandar di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

ke tangan T'uan?" "Cepat benarjalan pikiran Nona."
"Sebab ingatan Tuan hanya itu saja. Hi, hi, hi jadi lupa akan
nasibku." "Kalau betul begitu, tentu Nona tidak sampai kemari. Ya, dengar saya
paparkan hal bupati pensiun itu, bersangkut dengan kepentingan saya."
Dengan ringkas diceritakannya, bahwa R.M. Sontomulyo sudah
lama benar merindukan keluarganya, yaitu janda almarhum dr. Arjono
anak"beranak. Akan tetapi, sebab anaknya itu dahulu dibuangnya, teramat
berat baginya akan mencabut perkataannya yang telanjur itu. Sekalipun
ia telah menyesal, telah mengampuni dia dalam batin. Setiap saat dinanti"
nantikannya permohonan ampun dari anaknya itu, tetapi tak pernah
datang. Padahal ia tahu, bahwa anaknya tiga beranak itu sudah dekat
kepadanya, "tidak di Suman-a lagi Kebalikannya, anaknya itu pun telah
berputus asa akan berayah. Sebab itu ia berdiam diri dan menyerah saja
kepada nasibnya. Dalam pada itu R.M. Sontomulyo telah berhajatkan
613 Tur"an he Desa ahli waris, yang akan memiliki harta pusakanya. T'erdengar kabar oleh
Sayid Alwi bin Zahar yang tamak itu, bahwa hartawan bangsawan itu
beramanat kepada orang: barang siapa dapat membawa cucunya yang
perempuan hepadanya, ahan diberinya harta apa saya deng&persetiguan gadis
itu. Sesungguhnya harta bendanya sangat banyak. Pabriknya ada dua
buah, yaitu pabrik gula dan pabrik padi yang besar sekali. Lain daripada
itu sawahnya berbau"bau luasnya, berganti"ganti ditanami dengan
padi dan tebu"tebu tiap musim. Sebab sawah dan pabrik itu terletak di
tengah"tengah desa dalam keresidenan itu, tentu kedua pabrik itu akan
maju benar, jika dijalankan dan dikemudikan oleh pemimpin yang luas
pemandangannya tentangekonomi dan sosial. Dengan sengaja Sayid Alwi
bin lahar-telah meruntuhkan Kincir-Mataram kepunyaan kongsiSuleman,
lain tidak, karena pabrik bupatiitu serasa sudah dimilikinya. Telah tampak"
tampak olehnya emas mengalir ke dalam petibesinya daripada hasil kedua
pabrik itu, karena saingannya tak ada lagi. Oleh sebab itu, ia pun berharap
benar akan mendapat harta itu. Sebagai seorang saudagaryang cerdik dan
mempunyai seribu akal, kesempatan itu tak dibiar"kannya lalu saja. Sartini,
gadis ahli waris hartawan itu, segera dicarinya dan diikatnya supaya dapat
dibawanya. Kini gadis itu sudah diserahkannya kepada neneknya. Masih
dalam ikatannya, tetapihartanya belum di tangannya lagi. Ia belum kawin
dengan gadis itu, tapi segera akan kawin! Bagaimanapun juga Sartini
harus menjadi ishinya, supaya disetujui harta bendanya yang banyak
itu jatuh ke tangannya. Tentu! Akan tetapi, tiba"tiba datang gangguan.
Bukan main panas hatinya, karena hati gadis itu rupanya telah lebih dahulu
dipunyai oleh orang lain!
Cerita itu didengarkan oleh Zuraidah dengan tenang. Bermula ia tak
mengerti, apa kerja yang akan diberikan sikaya itu kepadanya bersangkut
dengan hal itu. l"Iambar saja hatinya. Akan tetapi kemudian ia terkejut,
terbit minatnya, setelah diterangkan oleh Sayid Alwi bin Zaharkep adanya,
bahwa ia harus segera berusaha akan membawa Suleiman dari situ.
"Oh, jadiSulemanlah yang mengganggu cita-cita T'uan itu" Di mana
dia sekarang ini?" "Ada di sini kataku dalam surat, bukan" Bujuk dia, agar, supaya dia
berbaik dengan Nona kembali."
.N. Sa Ishandar _[-l_-lf,
mmm-namum.- B:.Ilj Pusuk:
"Gampang menyebut," sahut Zuraidah, sambil menggelengkan
kepala. "Ia sudah lupa kepada saya."
"Tapi Nona tentu tak pernah lupa akan dia."
"Apa dayaku" Ia sudah terikat erat kepada Sartini, bekas juru
tulisnya." "Di mana Nona tahu" Ah, ikatan itilahyangharus Nona ungkai, ikatan
itulah yang kuperintahkan mesti Nona putus secepat"cepatnya. Gampang!
Peragakan, gayakan kembali kecantikan Nona, dan kekayaan Kepada
kedua benda itu siapa saja mesti tunduk."
"Tetapi kekayaan itu tak ada, jauh sekali daripada saya."
"Padaku banyak dan bertimbun"timbun. Asal Nona dapat melarikan
Suleman dari sini dan kawin dengan dia, dengan kekasih yang tak dapat
Nona lupakan itu." Gadis itu menentang mata raja uang itu dengan lucu ganjil! Dan
tiba"tiba ia pun tertawa: "Hi, hi, hi
"Zuraidah!" "Hi, hi, hi, Tuan jangan khawatir. Perkara itu boleh Tuan serahkan
kepada saya. Tahu beres saja, asal uang tak terganggu
"Akan mengalir-, lebih daripadahasil film "! Dan sekar-angkalau Nona
sudah siap, boleh saya antarkan ke hotel dengan kendaraan"
"Baik, kata bintang film yang berangan"angan itu, seraya bangkit
berdiri dari kursinya, "saya berjanji akan menyampaikan cita"cita Tuan
itu, sebab saya pandang cita"cita saya jua."
'" ' 6P Tur"an he Desa 7775 "..!"
'."; v r.a./"'Si" . J
BQFJHCZ (;DHZGI ukan hingga kota Banyumas saja Sartini dibawa oleh orang kaya
Byangtelah mabuk berahi itu. Melainkan, sampai sampai ke dalam
sebuah desa, yang terletak di tengah tengah daerah sawah yang
luas tiada berbatas. Setelah agaklama berkendaraan di daerah padi itu, tiba tiba oto
berhenti di muka sebuah rumah besar, "villa" kata oran g. Di situ Sartini
diturunkan oleh Sayid Alwi bin Zaharitu, "di rumah neneknya.
Kebetulan R.M. Sontom ulyo sedang sakit. Ia hanya dirawati oleh tiga
orang bujang perempuan, yang telah lama tinggal dengan dia. Sejak ia
dalam jabatan negeri ketiga orang itu sudah berkhidmat jua kepadanya,
sehingga mereka itu dirasanya sudah sama dengan keluarganya.
Sebenarnya banyakjuga orang atau bujang bupati pensiun yang kaya
itu. Akan tetapi, masing masing ada buatannya dan kerjanya ditempatlain.
Jadi kalau pada hari kerja, rumah yang besar indah itu sebagai lengang
tak berhuni saja. Itu sebabnya ketika oto Sartini dengan Sayid Alwi bin
Zahar masuk ke pekarangan yang luas itu, orang sebagai tak peduli saja.
Kedatangan merekaitu hanya "merepotkan" duatiga kuli saja, yang tengah
menyiram bunga bungaan. Rumah batu itu berangkat dua, terletak di atas sebuah bukit kecil.
Barang ke mana dilayangkan mata dari situ, kelihatan sawah belaka.
Dewasa itu padi baru berperut, sedang menghijau daunnya, sehingga
pemandangan di sana tak ubah sebagai di tengah tengah samudra luas.
Mula mula bukan main berkaeau perasaan Sartini akan masuk rumah
neneknya, yang telah membuang'ibunya itu. Pikirnya, sebagaimana akalia
akan lari jua dari sana kelak. Tentu saja, sebab ia lahir dan selalu bekerja
di kota yang besar, indah dan ramai permai. Masa desa keeil dan sepi akan
dapat segera menaklukkan perasaan senang dikota sedemikian! Mula mula
ia ean ggun g, tak kuat menahan kesunyian dan kesepian itu. Akan tetapi,
setelah dirasainya hawa padi yang dibawa angin sep-oi sepoi basah dan
setelah dilihatnya pula orang tuayang disebutkan neneknyaitu terbaring di
tempat tidur hanya dijaga oleh orang gajian belaka, sedang harta kekayaan
terlalu banyak dalam lingkungannya, lupalah ia akan keberatan dan segan"
segan itu. Bertambah pula karena baru namanya saja didengarnya, orang
tua itu pun bangkit duduk akan menyambut kedatangannya dengan suka
hatinya. Dengan tak ragu"ragu Sartini diraihnya ke dadanya, sedang air
matanya yang telah mulai kabur itu meleleh di pipinya yang kisut itu.
"Cueuku, wahai, yaa Allah, syukur
Kepada Sayid Alwi bin Zahar bukan buatan besar terima kasihnya.
Berbagai"bagai pujian dan perjanjian diucapkannya, akan menyatakan
kesenangan dan kebesaran hatinya.
"Untuk sementara telah selesai kewajiban saya, Tuan bupati," kata
orang kaya itu. "Tuan telah saya pertemukan dengan eueu Tuan. Selamat.
R.A. Sartini, baik"baik dengan nenek raden."
"Jadi, inikah kerja yang Tuan wajibkan kepada saya?" tanya gadis
itu dengan bimbang. "Sementara! Selamat, dan saya mohon diri dahulu."
Setelah berkata demikian ia pun turun kehalaman, lalu berkendaraan
kembali ke arah ke kota dengan kencang.
"Baik sungguh hatinya," ujar R.M. Sontomulyo dengan terharu
kepada eueunya, setelah oto orang kaya itu hilang dari pemandangannya.
"Ia ada berumah di kota, jadi ia pulang ke sana."
"Sudah lama ia berkenalan dengan Nenek?" tanya Sartini dengan
perasaan ragu"ragu. "Belum. Sejak aku uzur kerap kali ia kemari. Diperlihatkannya
kebaikan budinya. Sudi pula ia oh, besar nian utang budiku
kepadanya." "Tetapi ia tidak berumah di sana saja, bukan?"
"0, tidak. [a saudagar besar. Banyak rumahnya, banyak perusahaan-
nya. Ia berjalan ke sana kemari mencari keuntungan."
"Tak puas ia dengan kekayaan?" tanya Sartini sambil tersenyum.
"Nenek tak tahu, tetapi kekayaannya itu rupanya ada dipergunakannya
untuk peri kemanusiaan."
Tempat Sartini ditunjukkan oleh neneknya itu di tingkat kedua, di
loteng yang permai. 613 TW .l-e [lsm W" : ni"-'" Setelah ia mandi dan bertukar pakaian, ia pun duduk dengan orang
tua itu minum teh di serambi lotengitu. R.M. Sontomulyo telah mencoba"
coba kekuatan badannya. Katanya, tak ada lagi penyakitnya, sejak bertemu
dengan cucunya. Elok benar peman"dangan dari situ ke segenap arah. Di
sebelah kanan kelihatan asap pabrik gula mengepul naik ke udara, dan di
sebelah kiri tampak pula asap cerobong kincir padi yang besar, sedang
halaman bersemen temp atmenjemur paditerhampar keputih"putihan dan
onggok padi terberumbun di sana sini.
D alam hati gadis itu mulai terbit ka sih mesra kep ada keindahan alam
itu. Lebih"lebih setelah diangs ur"angsuroleh orang tua itu menerangkan
sedikit"sedikit, bahwa alam dan harta itu sebagian besar kepunyaan dia
sendiri. Selama ini sangat rusuh hatinya, karena senyampangia berpulang,
tidak ada orang yang akan menyelenggarakan harta yang banyak dan
berharga itu. Bermula R.M. Sontomulyo seakan-akan bercerita seorang, Sartini
hanya mendengarkan dengan diam"diam. Ia sebagaibermimpi, seolah"olah
di dalam khayal. Harta yang tak ternilai itu akan jadi hak miliknya" Akan
jatuh ke tangannya" Ia akan jadi orang kaya, padahal ia hanya seorang
anak yatim, yang boleh dikatakan biasa hidup sehari"hari dengan tenaga
sendiri, dengan kepandaian dan usaha sendiri saja!
Demikian pada hari yang pertama, kedua, dan ketiga. Makin
lama makin terasa olehnya, bahwasanya sekalian kekayaan itu harus
dipelih aranya dengan sebaik"baiknya. Sungguh kiranya RM. Sontom ulyo
itu neneknya, yang berharapkan dia jadi ahli warisnya.
Akan tetapi, kira"kira Sartinibelum terbuka lagi. Kerap kali ia masih
sebagai ayam di asak malam, tak tahu akan dirinya yang sebenarnya,
tak tahu di mana tempatnya atau bumi yang dipijaknya. Pemandangan
yang indah permai terhadap kepada harta itu kadang"kadang menambah
kecut hatinya, sebab gelora takut dan eemas seketika"seketika masih
menggoyangkan imannya. Hal pertaliannya putus dengan Suleman, hal
perjanjian yang mengikat dirinya kepada si kaya tamak dan hal ibunya
tinggal seorang diri itu sebentar"sebentar menjadikan dia putus asa. Apa
gunanya sekalian harta itu kepadanya, kalau kekasihnya dan ibunya yang
sangat disayanginyaitu tidak ada di dekatnya" Kekayaan, ah, karena itukah
ia semata"mata akan jatuh ke tangan orang asing itu"
N. .se Liman _-_.';_.-.' 6P
:": mmm-namum.- B:.Ilj Pusuk:
Tentangibunya itu ia pun resah pula. Kalau"kalau ia tak percaya akan
kelurusan hatinya dan salah mengerti akan perbuatan Suleman. Siapa
tahu, barangkali nyonya dr. Arjono menyangka bahwa ia telah sekon gkol
dengan Suleman akan pergi dari rumahnya, dengan maksud akan kawin
di balik belakangnya. Sebab keduanya sama"sama hilang.
Mungkin Suleman datang ke rumahnya dan bertanyakan halnya,
dan mungkin pula ia berjanji kepada ibunya akan mencari dia. Jikalau
sekiranya sungguh demikian, adakah percaya ibunya akan janjinya"
Tidak mungkinkah ia berpikir bahwa Suleman bukan mencari dia untuk
dibawa pulang, melainkan hen dak kawin den gan dia di tempat yang telah
ditentukannya" Akan terjadi pulakah keaiban sebagai pada diri anaknya
yang laki"laki" Dan akan kedua"duanyakah anak kandung buah hatinya
hilang dari matanya" Hilang lenyap karena men urutkan jejak langkahnya
sendiri, dibawa nasibnya masing"masin g, sebagaimana ditakdirkan Tuhan
atas dirinya semasa muda remaja dahulu" Ya, tidak mungkinkah demikian
jalan pikirannya" Sangka"sangka semacam itu tentang keluh kesah ibunya yang
tercinta itu mungkin sekali. Oleh karena itu, bertambah kelam kabutlah
perasaannya. Akan tetapi sekadar pengobat, obat perasaan buruk itu timbul pula
persangkaan lain, yaitu mustahil ibunya akan berpikir demikian, sebab
mereka itu bertunangan adalah dengan izinnya.
Lain daripada itu ada lagi hal yang agak menyenangkan hatinya.
Dari sehari ke sehari kelihatan olehnya, bahwa R.M. Sontomulyo
sungguh"sungguh berharapkan dia. Kepercayaannya telah terlimpah
kepadanya, sebagai kepada seorang cucunya yang sangat dikasihinya.
Ia diberinya inang pengasuh beberapa orang. Tempat kediamannya
dan makan minumnya pun dijaga baik"baik. Tak ubah diperbuat orang
sebagai raden ajeng pu'di bupati yang masih berkuasa, masih memegang
jabatan negeri, sekalipun hal semacam itu tidak diharap"harapkannya.
Malah bertentangan dengan cita"citanya sebagaiwanita Indonesia yang
berhaluan kerakyatan. Petang hari, kalau tidak di taman, nenek itu pun datang minum teh
ke dekatnya di serambi loteng. Sengaja ia selalu mencoba bergaul dengan
dia, sengaja pula ia meriwayatkan asal"usul sekalian hartanya serta
memperlihatkan peta dan surat"surat keterangan kepadanya.
613 TW .ie Dexa W" : bi"-'" Dengan cara demikian minat Sartini pun makin lama makin tertarik
akan memelihara harta benda itu, akan mengetahui seluk beluknya. Ya,
terutama seluk"beluk masyarakat desa
Sekali"sekali percakapan mereka itu terganggu oleh kedatangan
Sayid Alwibin Zahar. Persahabatannya dengan bupatipensiun itu rupanya
karib benar. Sehingga ia leluasa keluarmasuk villa itu. Akan tetapi namun
percakapan tentang perkara harta itu tidak pernah dilanjutkan bupati
di hadapannya. Ia segera berdiam diri, atau kalau perlu, mengalih cakap
kepada perkara umum saja.
Yangtertaiia: benar hatinya ialah mendengarkan keterangan tentang
kedua pabrik yang utama itu.
"Kalau dijalankan baik"baik, amat besar faedahnya kepada rakyat,"
katanya. "Sawah dan kebun tebu akan tertolong. Siapa yang akan
mengemudikan dia sekarang?" tanya Sartini dengan minatnya. "Ada
orang yang ahli?" "Itu yang sukar. Perjuangan kita tentang itu berat sekali Kalau ada
orang yang ahli memimpin pabrik itu, Tini, tentu hasilnya akan berlipat
ganda daripada sekarang."
"Susah itu." "Memang lebih"lebih sejak aku sakit"sakit, pimpinan kedua pabrik
itu boleh dikatakan terserah ke tangan adminis'u-atur saja, kepada
R. Sosromulyono, yang telah bertahun"tahun bekerja dengan daku.
Kepandaiannya tentang mesin"mesin hanya didapatnya dari pengalaman
atau kebiasaan saja. Pada pabrik kincir padi ia dibantu oleh administratur
muda, Mas Joko namanya."
"Lain daripada itu patut pula diperhatikan kepandaian tentang tipu
muslihat perniagaan," kata Sartini tiba"tiba dengan bersemangat, "sebab
meskipun kita dapat menghasilkan padi atau gula sebanyak"banyaknya,
tapi tak tahu jalan menjualkan hasn itu, tentu kemajuan tidak jua akan


Turun Ke Desa Karya N. St. Iskandar di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

tercapai dengan sepertinya. Hanya kita sekadar memperkaya saudagar
perantara, bukan." R.M. Sontomulyo memandang kepadanya, "ti_mbul penghargaan
lain dalam hatinya terhadap kepada gadis itu. Ia pun berkata dengan
senyumnya, "Benar sungguh pemandanganmu itu. Dari dahulu kedua
perkara itu nyata merintangi kemajuan perusahaan kita. Karena itu
N. .se film:-dar .-_-':_-i &P
"!: V mmm-namum.- B:.Ilj Pusuk:
sudah lama aku usahakan, akan mendapat ahli teknik dan ekonomi, dua
perkara, yangjadi nyawa perusahaan kita ini. Tetapi usahaku itu sia"sia
belaka. Engkau tahu, di antara berpuluh"puluh pabrik padi di tanah Jawa
ini, hanya beberapa buah saja kepunyaan bangsa kita. Dan di antara
beratus buah pabrik gula agaknya cuma sebuah dua buah saja hak milik
bumiputra. Itu pun jauh tercecer daripada segala pabrikkepunyaan bangsa
asing itu. Mereka itu bekerja dengan modal besar, dengan orang ahli,
dengan aturan perniagaan internasional dan sebagainya. Kita dengan
cara serba sederhana. Sebabnya" Bukan kita tidak suka memodernkan
cara sederhana itu, mau dan suka sekali, tetapi serba tipu muslihat halus
dan kasar dicobakan pihak sana akan menghambat hasrat kemajuan
kita itu. Malah dari pihak pemerintah sendiri pun, batinnya, alangan itu
tiada kurang. Sebagai gadis terpelajar tentu engkau mengetahui, bahwa
segala perusahaan dan perniagaan besar boleh dikatakan diserahkan oleh
Pemerintah kepada bangsa asing, bukan kepada bangsa kita, meskipun
orang kita yang terpelajar selalu menuntut perbaikan tentang hal
itu. Hampir tak ada hasilnya. Bangsa Arab, bangsa Tionghoa dengan
berterang"terang dilebihkan daripada bangsa kita sendiri dalam masalah
pentingitu, yakni dalam soal ekonomi."
"Akan tetapi, Nenek sebagai bupati, tidak adakah dahulu Nenek
berusaha akan memperbaiki hal yang pincang itu?"
"Kalau aku tidak selalu melawan kepincangan itu, Tini, barangkali
takkan lekas aku dipensiunkan."
Sartini termenung. Memang hal itu sejak ia memasuki pergerakan
kebangsaan sudah terang kepadanya. Sesungguhnya bupati bukan kepala
atau pemimpin rakyat, melainkan kaki tangan pemerintah kolonial.
"Sudah," katanya, "asal kita tidak putus asa, lambat laun tentu keadilan
akan datangjua. Sekarang kita sendiri harus memperbaiki keadaan kita,
jangan menanti"nantikan bantuan dari luar. Kita harus berjalan dengan,
kaki kita sendiri." "Tentu saja. Dengan cita-cita semacam itu dapat jua kita peroleh
kemajuan sedikit"sedikit. Sebab modal yang penting sekali ada pa da kita,
sehingga kita tidak pernah menderita kerugian. Kita bertanam di sawah
kita sendiri. Kalau padi dan tebu terpaksa kita beli sekaliannya, wah,
sudah lama kita bangkrut atau bergulung tikar, sebab kita tidak dapat
613 TW .ie [lsm bersaingan dengan pabrik bangsa asing. Mereka itu dapat membeli padi
dengan murah dari orang desa dengan cara "ngijon". Sementara masih di
tengah sawah padi pak tani telah dibeli oleh tuan uang. Jadi kalau telah
tiba musim menuai, pak tani hanya menghasilkan padi untuk tuan uang
atau tuan pabiia: saja. Demikian maka pak tani tak dapat bergerak, tak
dapat mencapaikemakmuran dengan hasiljerih payahnya, sebab hasil itu
telah dipunyai orang lebih dahulu."
"Sulit, karena kita tidak dapat menjalankan politik ekonomi dan
politik sosial." "Saya kira, bukan karena tak dapat, melainkan karena orang cerdik
pandai bangsa kita belum mau atau tidak berani membukakan mata kaum
tani itu di tempatnya. Bahwasanya kaum terpelajar yang cinta kepada
tanah airnya, kasih sayang kepada rakyat yang dilamun"lamun ombak
kesengsaraan itu, sudah banyakjua bilangannya. Akan tetapi, kebanyakan
mereka itu tinggal menetap di kota yang bes ar"besar saja. Padahalmereka
itu lebih ber-faedah, lebih berjasa di desa daripada di kota. Sebab di desa
mereka akan lebih banyak mendapat pemandangan tentang kemiskinan,
kemelaratan dan kesengsaraan rakyatjelata yang harus dibelanya. Selalu
bercampur gaul dengan rakyat, di tempat kediamannya atau di dunianya
itu, jauh lebih menginsat'kan pemimpin akan kewajibannya daripada
berapat"rapat di kota dalam gedung yang besar dan indah."
"Benar-," kata Sartini dengan yakin, "di sini tempat pemimpin rakyat
itu." Perkataannya itu nampak nyata keluar dari hatinya, sebab tiap-tiap
saat ia bertambah tertarik akan desa, bertambah cinta akan rakyat yang
bekerja di dalam lingkungannya.
Kebalikannya, mereka itu pun bersukacita rupanya melihat R.M.
Sontomulyo mempunyai seorang cucu terpelajar dan berbudi halus
sebagai dia itu. Di mana"mana kedatangan Sartini disambut orang den gan
hormat taeim dan riang gembira, dengan doa ucapan syukur. Sehingga
ada niat dan maksud orang akan mengadakan keramaian semata"mata
untuk menyatakan syukur Akan tetapi ia meminta den gan sangat, supaya
keramaian semacam itu jangan dilangsungkan. Ia tidak mau dimuliakan,
dianjung"anjungkan, karena ia berasa sepenanggungan dengan rakyat
jelata. Tentu saja perasaan rakyat tiada puas. Lebih"lebih karena kehidupan
mereka itu mulai berubah. Gaji dan upah pekerja, buruh pabrik dan
N .se film:-dar 03.4 &P
"!: V mmm-namum.- B:.Ilj Pusuk:
tani penggarap telah diperhatikan. Dan tiba"tiba mandor"mandor pun
telah berlaku agak ramah, telah jarang menghardik"hardik. Lain tidak,
pikir mereka itu, perubahan besar itu terjadi karena kebijaksanaan dan
kemurahan hatiSartini yang sopan santun im. Keramaian mesti diadakan,
tanda syukur. Apalagi bagi mereka itu keramaian serupa itu amat perlu
benar, bahkan telah masuk bilangan filsafat hidupnya. Oleh sebab itu,
akhirnya diadakanjua pada suatu malam oleh seorangmandorpabrik gula
pertunjukan wayang wong dan ketoprak. Semalam"malaman itu orang
bersuka ria, tertawa"tawa dengan riuh rendah.
Sartini dan neneknya datang jua menghadiri keramaian itu.
Keduanya duduk di tempat yang disediakan baginya, yaitu di tempat
yang agak ketinggian. Jelas pemandangan dari situ ke kiri, ke kanan
dan ke hadapan. Rupanya rakyat gembira sekali melihat cucuanda
majikannya yang terbilang ramah dan baik hati itu. Mata orang
terhadap kepadanya. Ketika permainan sedang ramai dan hebat,
Sartinimelayangkan mata agakjauh; maka tampak olehnya di dalam suatu
kelompok penonton roman orang yang sangat dikenalnya. [a terkejut,
pucat, karena tiba"tiba hatinya berdebar"debar. Orang itu nyata benar
tidak lain daripada Suleman, yang sedang asyik menatap wajahnya.
Gadis itu gemetar. Halitu kelihatan oleh neneknya, yangtiada berapa
jauh duduk dari dia. "Engkau dingin, Tini?" tegurnya. "Hawa di sini kurang baik. Lebih"
lebih hawa malam, sesudah siang hari terlalu panas."
"Mungkin," sahut gadis itu dengan gelisah.
"Kalau begitu mari kita pulang."
Sartini tidak membantah, melainkan bergerak dari kursinya, lalu
pergi ke oto yang menanti agakjauh di luar lingkungan penonton itu.
Ketika ia hendak masuk ke dalam kendaraan itu, kelihatan pula Mr.
Suleman sekali lagi. Ia berdiri ditengah"tengah orang banyak itu, sambil
memandang kepadanya. "Apa maksudnya datang kemari?" pikir Sartini di dalam kendaraan.
"Menurut"nurutkan daku" Ah, kalau betul Sartini menarik napas
panjang, agak lapang rasa dadanya.
Akan tetapi, perasaan demikian segera dihapuskan oleh ketetapan
lain: mustahil, sebab Mr. Suleman sudah marah benar kepadanya.
613 TW .lr" [lsm Mungkin, mustahi, kedua perkataan itu lama mengganggu otaknya.
Berat kepada mustahil. Akan tetapi, dalam pada itu timbulpulapertanyaan:
"Apa gerangan niatnya datang ke daerah Banyumas ini?"
Sampai"sampai naik rumah dan berbaring di ranjang pikiran dan
pertanyaan demikian selalu mengharu biru perasaannya.
Pada keesokan harinya, antara pukul delapan den gan pukul sembilan
pagi, Sayid Alwi bin Zahar datang ke kantor pabrik gula.
Kantor itu terdiri tiada jauh dari villa yang indah itu, dipimpin oleh
adminis'u-atur Sosromulyono. Pegawai yang bekerja di situ banyak juga,
"anak Indonesia sekaliannya. Sayid Alwi bin Zahar dibawa orang masuk
ke kamar pemimpin. Kebetulan R.M. Sontomulyo ada di situ.
Orang kaya itu pun disilakannya duduk dengan ramah"tamah di
kamar tamu yangluas. "Maaf, Tuan bupati," ujarnya setelah duduk berhadap"hadapan
dengan orang tua itu, sambil mem asangcerutu sebatang, "pagi"pagibenar
saya sudah datang menyusahkan Tuan."
"Bukan menyusahkan: kebalikannya, Tuan Alwi," jawabnya dengan
tersenyum. "Apa kabar penyakit Tuan?"
"O, terima kasih, saya sudah sehat kembali berkat pertolongan Tuan.
Sudah dapat bekerja seperti dahulu pula."
Keduanya sama"sama mengisap cerutu yang harum baunya. Bupati
pensiun berkata pula, "Dengan apa akan saya balas kebaikan Tuan"
Sungguh saya tempo hari sudah cemas. Surat"surat waris belum selesai,
bahkan belum ada lagi, sedang ahli waris pun belum hadir. Sekarang
dengan usaha Tuan, saya berbahagia sudah."
"Ah perkaraitu Tanda persahabatan. Kesenangan dan kepentingan
Tuan serasa sudah kesenangan dan kepentingan sayajua. Sungguh, jadi
tidak perlu balas"membalas."
"Utang budi "Ya, akan tetapi saya sendiri pun khawatir, harta sebanyak itu akan
menimbulkan perkara kelak, akan membalik"balikkan mayat di dalam
kubur. Sebab itu saya bekerja karena Allah semata, bukan berbuat jasa,
yang boleh dianggap sebagai utang .. .. Tidak, akan tetapi bagaimana R.A.
Sartini sekarang?" "Sudah mulai senang perasaannya."
N .se film:-dar _-_.';_.-.' 6P
:": mmm-namum.- B:.Ilj Pusuk:
"Syukur, kalau ia sudah serasi dengan hawa di sini"
"Yangmembesarkanhan' saya benarialahminatnyakepadaperusahaan.
Meskipun ia seorang gadis, tiliknya tajam, peman"dangannya luas tentang
ekonomi. Tahu menghargai tenaga pekerja, buruh dan tani"
"Baik benar-. BeruntungTuan
"Ia bukan seperti kebanyakan gadis; lebih diperintahi hati daripada
dikemudikan pikiran, walau bagaimanajua pun pandai-nya."
"Alamat perusahaan Tuan akan maju dan kekal," kata Sayid Alwi bin
Zahar dengan perlahan"lahan. "Maksud kedatangan saya bersangkutjua
dengan masalah itu. Akan tetapi, malu saya akan menyebut
"Teruskan, mengapa malu?"
"Kalau"kalau Tuan tidak berkenan."
"Apa sebab tidak, kalau dengan jalan itu saya akan dapat membalas
kebaikan Tuan?" Orang kaya itu menunduk sedikit. Kemudian ia pun berkata dengan
sungguh"sungguh rupanya, "Sebagai Tuan ketahui, percaturan dagang di
dunia kini terlalu hebat. Jika tidak hati"hati kita menjalankan salah satu
perniagaan atau perusahaan, mungkin hendam karam."
"Memang betul demikian!"
"Tentu Tuan belum lupa lagi, kejadian di Mataram baru"baru ini
&apa yang menyangka, maskapai Kincir Mataram yang besar itu akan
jatuh rugi dalam sekejap mata saja?"
"Ajaib! Saya tak mengerti, Tuan."
"Sayang, kalau teijadipula di sini seperii itu. Bukan saya merendahkan
derajat atau kepandaian pegawai"pegawai Tuan di sini, baik di pabrik
padi baik pun di pabrik gula, tetapi kalau kedua pabrik itu diserahkan
ke tangan ahli mesin dan ahli dagang, tentu akan bertambah maju dan
banyak hasilnya." "Pikiran saya pun demikian jua. Tetapi sukar mencari ahli"ahli itu."
"Sudah Tuan usahakan?"
"Sejak dahulu. Tetapi Tuan maklum, di antara bangsa saya jarang
terdapat "sekarang ini" orang yang diperlukan itu."
"Mengapa sesempit itu mengapa tidak dicari ahli"ahli di antara
bangsa asing saja?" Bupati mengisap cerutunya dengan perlahan"lahan, seraya
menengadah ke loteng. Dalam pa da itu Sayid Alwi bin Zahar meneruskan
perkataannya dengan bersemangat dan berpeng"harapan, "Saya sebut
613 TW .lr" Dein 7725.
: bi"-'" bangsa asing, bukan untuk merendahkan bangsa Tuan, sebagaipengakuan
Tuan tadi itu. Tidak, hanya karena sungguh sekarang ini bangsa asing
lebih terpandang dan lebih bijaksana dariban gsa bumipu'd-a dalam perkara
pabrik dan perniagaan. Sebabitu kalau Tuan tidak berkeberatan, terutama
jika Tuan percaya kepada saya ini, saya bermohon, supaya pabrik gula dan
kincir padi itu diserahkan kepada saya. Artinya, saya yang menjalankan
kedua pabrik itu." "Tuan bukan ahli mesin, bukan?"
"Percaturan dunia dagang, impor, dan ekspor dan lain"lain tiada
asing bagi saya. Sudah jadi darah daging saya Jadi kalau kedua pabrik
itu sudah di tangan saya, artinya dikuasakan kepada saya, tentu hasilnya
akan berlipat ganda. Dan ahliwaris Tuan, R.A. Sartini . .. tak usah bersusah
payah lagi memikirkan ini dan itu. Saya sanggup mengadakan segala
kepentingannya." Sayid Alwibin Zaharberhentiberkata"kata sejurus. Sambilmengisap
rokoknya, ia pun memandang kepada R.M. Sontomulyo dengan tenang.
"Saya sendiri," kata bupati dengan sabar," setuju dengan buah pikiran
Tuan itu. Siapa yang takkan suka kepada kemajuan" Itu sebabnya saya
cari ahli waris saya, akan menolong saya mencapai kemajuan itu. Memang
hal Kincir Mataram itu telah mengecutkan hati saya SekarangSarlini
sudah ada di sini dan ia telah saya serahi kekuasaan atas segala harta
ini. Saya sudah berjanji dengan dia, akan menurut buah pikirannya dan
tirnbangannya tentang mencari pemimpin perusahaan itu. Sebab itu
permintaan Tuan itu akan saya sampaikan kepadanya. Saya percaya, tentu
ia akan sesuai dengan cita-cita Tuan yang baik itu."
"Terima kasih, Tuan. Saya harap betul
"Akan tetapi, Tuan, dua hari yang lalu sudah ada orang lain yang
berkehendak seperti itu."
Orang kaya itu telah berhati harap itu pun terkejut, ternganga
mulutnya. Tiba"tiba tangannya yang besar itu dibulatkannya. Ia marah.
Mukanya merah padam, matanya berkilat"kilat. "Siapa yang telah
mendahului saya itu?" katanya.
"Seorang orang muda. Katanya, ia datang dari Jakarta," sahut R.M.
Sontomulyo dengan sabar. "Dari Jakarta" Siapa itu?" tanya Sayid Alwi bin Zahar sambil
mengerutkan keningnya. N .se film:-dar _-_.';_.-.' 6!)
:": mmm-namum.- B:.Ilj Pusuk:
R.M. Sontomulyo tersenyum. "Saya tidak tahu dari mana ia mendapat
kabar, bahwa sayamencari orangyang pandaimengemudikan perusahaan,"
jawabnya. "Setahu saya, belum pernah ia kemari dahulu. Barangkali Tuan
kenal akan dia, "Mr. Suleman."
Sayid Alwi bin Zahar- terlonjak darikursinya, karena terperanjat dan
sesak napasnya. "Suleman, oh penipu itu! Jika Tuan hendak selamat, jangan Tuan
terima permintaannya. Ia lari dari Jakarta, sebab berutang. Jadi kalau
Tuan berhubungan dengan dia, niscaya Tuan celaka."
"Penipu, melarikan utang?"
"Benar dan takkan mungkin dapat ia memajukan perusahaan Tuan.
Ia tak beruang, telah bangkrut."


Turun Ke Desa Karya N. St. Iskandar di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

"Akan tetapi keterangan Tuan berlain betul dengan kete"rangannya.
Perkara tidak beruang itu, ia mengaku terus teran g."
"Jadi, apa lagi?"
"Ada sebuah maskapai besar berdiri di belakangnya."
"Mustahil, penipu dan pandir. Tuan tidak tahu, bahwa dia
bertanggungjawab atas kerugian Kincir Mataram itu?"
"Apa kata Tuan" Dia" Masa, dia diJakarta, bukan?"
"Jadi pokrol bambu atas kincir itu."
"Oh, banyak betul cela orang itu," pikir- bupati pensiun dengan agak
curiga. "Penipu, melarikan utan g, pokrol bambu, pandir apa maksudnya?"
Dan katanya, "Tapi ia ada memperlihatkan surat"surat maskapai besar-,
yang dipercayakan kep adanya! Ah ya, jangan Tuan cemas. Permintaannya
belum saya terima lagi."
"Dimana dia sekarang?"
"Di kota, dan ia berjanji akan datang kemari pula."
"Ke kantor ini?"
"Ke rumah saya, supaya halitu dapat diperhitungkan dengan Sartini
sekali Jangan khawatir. Kalau dilihat Sartini, ada dua buah permintaan,
sudah dapat saya terka: permintaan siapa yang akan diterimanya."
"Ah penipu "Dan karena Sartini anak Jakarta, tentu ia tahujua akan tuduhan
itu. Bertambah besar harapan Tuan, bukan?"
Orang kaya itu berpaling ke jendela, lalu memandang keluar. Daun
tebu yang bergerak"gerak ditiup angin kelihatan olehnya sebagai tangan
613 TW .lr" Dein 72"
: bi"-'" setan yang melambai"lambaimengejekkan dia denganjenaka. Bukan main
sakit hatinya. Akan tetapi, ia percaya dan yakin, bahwa ia berkuasa benar"
benar atas gadis itu. Kalau Sartini menyerahkan perusahaan itu kepada
Suleman, padahal ia tahu, bahwa ia pun $ayid Alwi bin Zahar" meminta
pula supaya diserahkan kepadanya, nah, pada ketika itulah diperlihatkannya
kepada gadis itu kekuasaannya. Sartini akan diancamnya. Tentu ia tunduk
kepadanya Akan tetapi, mana yang kuat:janji atau cinta"
SayidAlwibin Zahar agak gelisah, seraya menyeringai dengan bengis.
Tersenyum masam. Sekuntum bunga yang tumbuh dalam jambangan di
atas bendul jendela itu, dipetiknya dan diciumnya. ","Hurn katanya, "jika
dia berani membantah kehendakku, akan kuperbuat dia sebagai ini*
Ia maklum, bahwa sia"sia saja memperkatakan perkara itu dengan
R.M. Sontomulyo lebih lanjut. Kalau ia telah berjanji akan mengizinkan
Suleman bersua dengan cucunya, tentu janjinya itu akan ditepatinya.
Sementara itu siapa tahu, barangkali ia Sayid Alwi bin Zahar" akan
beroleh suatu akal untuk mengalangi pertemuan itu. Sebab itu ia pun
mohon diri Pagi"pagi dinihari, setelah selesai sembahyang subuh, Sartini telah
menetapkan hati akan berjumpa dengan orang muda itu. Ia berniat
hendak menyatakan kepadanya, bahwa sangkanya tentang dirinya
sebagaimana diucapkannya di The Grand Hotel dahulu itu, salah semata"
mata. Tuduhannya yang tak benar itu harus dicabutnya. Akan tetapi
bagaimana akan bersua dengan dia" Di mana Suleman akan dicarinya"
Dan tahukah Suleman tempat kediamannya" Jika ia datang ke rumahnya,
tidakkah neneknya akan menaruh syal-: sangka akan dirinya" Sartini
berpikir"pikir. 333 Pada waktu makan tengah hariRM. Sontomulyo pulang dari pabrik.
Ia pun disambut oleh Sartini dengan sopan santun dan ramah tamah.
Tengah makan diceritakanlah oleh orangtua itu pertemuannya dan
perundingannya dengan Sayid Alwi bin Zahar- itu seluruhnya.
"Kalau tidak dengan pertolongannya, tentu engkau belum ke mari
lagi," katanya menyudahi ceritanya. "Ibumu yang keras hati itu tak suka
melepaskan engkau. Sebab itu aku dan akan membalas jasanya, saya
rasa, patut engkau pertimbangkan baik"baik permintaannya."
N .se film:-dar 03.4 &P
"!: V mmm-namum.- B:.Ilj Pusuk:
Sartini menunduk ke piring makan serta mengumpul"ngumpulkan
nasi dan lauk dengan sendok serta garpu.
"Tuan Alwi minta upah?" katanya.
"Cuma ia minta kemurahan hatimu."
"Kemurahan hatiku, Nenek?" tanya Sartini dengan tercengang. "Apa
yang dimintanya dan diingininya?"
Kehendak orang kaya itu pun diterangkan pula oleh bupati pensiun
itu. Sartini mendengarkan dengan tenang. Lapang rasa dadanya, sebab
yang didengarnya itu bukanlah yang dicemaskan"nya. Ia pun menyendok
nasi ke mulutnya terus makan sampai kenyang.
Setelah dicucinya tangannya, sedang neneknya sudah mulai makan
buah"buahan, ia pun berkata pula, "Apa sebabnya ia hen dakmengusahakan
tanah kita" Saya dengar, perusahaannya banyak sekali. Ada bank, ada
pabrik. Mengirim dan memasukkan barang"barang dari dan ke luarnegeri
Mengapa perusahaan kita yang sedikit ini dimintanya pula?"
"Maksudnya baik, supaya peroleh kemajuan."
"Sudah lamakah Nenek kenal akan dia?"
"Belum, tetapi nenek sudah berutangbudi akan dia. Coba kau timbang.
Ketika aku sakit keras, sedangputus asa akan mati terhantar seorang diri,
dan ketika aku berharap"harapkan kedatangan ibumu atau engkau sendiri
"aku tahu kakakmu telah menghilang" ketika itu ia datangkepadaku dan
berjanji akan memenuhi keinginan hatiku itu. Sungguh, engkau terbawa
olehnya Tidak patutkah aku membalas budinya yang baik itu" Dan pada
pemandanganku, ia sebagai orang Islam, amat lurus rupanya."
"Budi baik tentu dibalas dengan budibaik pula, memang! Akan tetapi
Maaf, kalau saya berkata agak lancang. Kesalahan bangsa kita sejak
dari dahulu sampai sekarang, yaitu lekas percaya akan mulutmanis orang,
lebih"lebih cepat benar mengakui budi seseorang dengan tulus ikhlas.
Jarang sekali bangsa kita menyelidiki lebih lanjut, dengan saksama, apa
yang tersembunyi di balik budi yang dilimpahkan itu. Oleh karena itu
akibatnya tentu Nenek sudah tahu, bukan?"
"Buah pikiranmu itu, Tini ...?"
"Benar sekali, buk an" Seb ab berapabanyaknya harta kekayaan, bahkan
berapa banyaknya jiwa raga keturunan bangsa kita yangjadi korban
kecerdikan orang asing."
6!) Tua"rm .lr" Dein
"Apa maksudmu?" kata bupati pensiun dengan penuh minatnya.
"Agar supaya kita berhati-hati benar dalam segala tindakan kita pada
masa yang akan datang ini, Nenek."
"Oh, ya, terserah kepadamu! Segala har-ta ini kepunyaan engkau
sudah. Aku tak akan campur lagi, kecuali tentang mencaga sementara
engkau belum mendapat kawan Dan lagi, lain daripada Sayid Alwi
bin Zahar itu ada pula datang kepadaku orang lain. Ia hendak mengepak
perusahaan kita ini."
"Siapa pula?" "Orang muda, dari Jakartajuga."
"Sudah Nenek kabulkan?"
"Belum. Aku minta dia datang kemari, kepadamu."
"Oh, bila?" "Dalam sehari dua hari ini. Akan tetapi, kalau aku tahu lebih
dahulu, bahwa Sayid Alwi bin Zahar berniat semacam itu, tentu
takkan aku beri kata harap orang muda itu. Sebab, bagaimana
jua pun permintaan Sayid Alwi itu tak dapat kutolak begitu saja
"Asal Nenek tetap pada pendirian Nenek bermula, bahwa segala
sesuatu takkan terjadi, takkan langsung, jika tidak mendapat persetujuan
daripadaku." "Tentu saja." Bujang datang akan membersihkan meja makan. Keduanya berdiam
diri, masing"masing dengan pikirannya. Setelah bujang itu ke belakang
pula, Sartini melanjutkan percakapan itu; katanya, "Akan tetapi, Nenek,
sebagai kata saya tadi, lepas dari permintaan itu, mengapa perusahaan ini
akan diserahkan kepada orang lain" Saya lihat, Tuan R.M. Sosromulyono
cak ap memimpin kedua pabrik itu."
"Kalau ada ahli teknik dan ahli dagang, tentu bertambah baik,
"sebagaimana katamu sendiri tempo hari. Sebab persaingan dengan bangsa
asing di negeri kita ini, tekanan yang dilakukan mereka itu pada ekonomi
kita, dari sehari ke sehari bertambah berat rasanya. Segala usaha kita
ter"tumbuk, Tini Dalamperkara bank, yang amatpen1ing dalam perniagaan
impor dan ekspor, kita tidak berkuasa sedikitjua. Memang gula dan padi
dapat kita hasilkan sebanyak"banyaknya, sebab kita bertahan di tanah kita
sendiri, berusaha dengan pokok sendiri, dengan tenaga rakyat kita sendiri
N .se film:-dar 03.4 &P
"!: V mmm-namum.- B:.Ilj Pusuk:
dan di tanah air kita sendiri, tetapi coba kirim hasil itu langsung ke luar
negeri! Dapat" Tidak, sebabperniagaan dunia ditangan mereka itu belaka.
Hal itu sudah kupaparkan kepadamu tempo hari dan engkau pun sesuai
dengan daku "Menggaji pemimpin, bukan menyerahkan! Tapi siapa nama orang
itu?" tanya Sartini memutuskan perkataan neneknya.
Sebelum R.M. Sontomulyo menjawab pertanyaan itu, bujang masuk
pula. "Ada orang hendak menghadap Tuan Bupati," katanya.
"Oh, tentu dia itu," sahut orang tua itu sambil memandang kepada
cucunya. "Orang muda itu?"
"Ya, di mana kita terima dia?"
"Di paviliun." "Baik. Katakan kepada tamu itu, Kromo, bahwa ia harus menanti
sebentar di paviliun sebelah kanan."
"Saya, Tuan. " Nenek dan cucu itu pun berbangkit dari meja makan itu, lalu pergi
ke kamar masing"masing.
Tiada berapa lama kemudian Sartini turun dari tingkat kedua dengan
berpakaian sederhana, tetapiindah dan manis, lalu berjalan ke arah serambi
tempat menerima tamu itu.
Ketika ia sampaike jalan belakang yang terlindung di bawah tangga
loteng yang tinggi, tiba"tiba ia ditahan oleh Sayid Alwibin Zahar dengan
senyumnya. Gadis itu terkejut, sebab ia tidak tahu dari mana orang kaya
itu masuk. "Tuan Alwi?" katanya, seraya mengelak ke sisi.
"Maaf, Nona Sartini, eh, Raden Ajeng," katanya, sambil membungkuk
dengan hormat, "s aya hendak bercakap dengan Ra den Ajeng sebentar-."
Perbuatan itu terasa oleh Sartini kurang sopan, tetapiia tidak berdaya.
Permintaan itu sama dengan perintah. Mesti diturutnya, walau dengan
mengkal hati sekalipun. "Sungguh perbuatan saya ini kurang sopan, Raden Ajeng," kata Sayid
Alwi bin Zahar, sambil menentang muka Sartini yang pucat masam itu
karena menahan hati. "Saya perlu berunding dengan Raden Ajeng sekarang
ini. Dan Raden Ajeng sudah tahu perkara apa kiranya."
'" ' 6P TW .ie Desa '"37 "..!"
'."; v ie,/'if" . .
...-...n" ..... Bajaj mean: ")
Gadis itu mengernyitkan alis matanya.
"Perkara perusahaan?"
"Ya," jawabnya serta menentang muka Sartini setajam"tajamnya,
seakan"akan hendak menembus hatinya. Nyata sudah kepadanya bahwa
Sartini tidak tahu sedikit jua, siapa yang menantikan dia di serambi
pavilyun itu. "Saya ingatkan kepada Raden Ajeng: jangan lupa perjanjian
kita." "Adakah tampak oleh Tuan tanda"tandanya, bahwa saya akan
melupakan hal itu?" tanya gadis itu dengan marah, sebab ia berasa
dihinakan. "Saya tidak tahu. Tapiterbit syak hati saya, bahwa Raden Ajeng akan
lupa daratan." "Tuan Alwi,..l Kasar amat tuduhan Tuan itu."
"Mungkin, dan kalau Nona menipu saya, niscaya Nona dan ibu
Nona Saya ambil rumah Nona dan saya campakkan ibu Nona ke jalan
raya." Bukan buatan sakit hati Sartini mendengar ancaman yang bengis
itu. Kalau ia tidak di rumah neneknya, niscaya orang itu dikata"katainya.
Tak peduli apajua yang akan terjadi atas dirinya. Ia pun berkata dengan
suara perlahan"lahan, "Tak patut Tuan mengancam saya di sini dengan
tak beralasan. Apa sebab saya akan memungkiri janji yang telah saya
ikrarkan itu" Rendah benar pandang Tuan kepada saya."
Matanya bersinar"sinar. Amat bagus rupanya pada pemandangan
orang tua bangka itu. Dengan tak diketahuinya keluarlah perkataan
sebagai arus dari mulutnya, "Cantik nian paras Nona ini. Kalau Nona
berlaku bijaksana, tentu akan bertambah cantik lagi. Saya yakin, kita
akan menang kelak. Sementara itu harus Nona ingat, bahwa orang yang
hendak bercakap dengan Nona itu, tak berarti sedikitjua bagi Nona. Kalau
ia berani membujuk"bujuk Nona, saya perintahkan, supaya Nona usir dia
seperti anjing. Nanti bahagian saya akan mencabut giginya
"Apa maksud Tuan?" tanya Sartini dengan heran.
Ketika itu kelihatanlah R.M. Sontom ulyo keluar dari kamarnya. Sayid
Alwi bin Zahar- membungkuk dan berlindung ke balik tangga loteng
yang tinggi itu, lalu menyelinap keluar "Ingat, awas," katanya, setelah
ia sampai ke jalan di sisi rumah itu.
N .sr Lindau- _-_.';_.-.' 6!)
:": mmm-namum.- B:.Ilj Pusuk:
Dengan tak berkata sepatah jua Sartini berpaling, lalu diturutkannya
neneknya itu dengan perlahan"lahan. Ketika ia sampai ke serambi
pavilyun itu, hatinya sudah agak sabar sedikit dan warna mukanya pun
sudah seperti biasa pula. Akan tetapi, ketika dibukanya pintu masuk dari
belakang dan ketika dilayangkannya mata yang tajam ke serambi itu,
tersiraplah darahnya. Hampir ia jatuh, terhuyung"huyung, sebab Mr.
Suleman kelihatan olehnya duduk di situ.
.":i'g'i" &P TW .ie Bem
:v; v Sama."damri Jalin dl/fenalmn didata"
gak lama Sartini berdiri di balik daun pintu, sambil ber
Ugmgang pada tangkai putaran kuncinya. Ia berusaha hendak
menyelesaikan jalan napasnya, akan meng hilangkan darah
tersirap karena pertemuan yang tak disangka sangka dengan orangyang
tak pernah dilupakannya itu. Dari celah pintu yang besar itu kelihatan
olehnya Mr. R. Suleman duduk di atas kursi rotan, sesudah bersalam
salaman dengan neneknya, yang telah duduk pula di hadapannya. Ketika
Sartini mengangkatkan kepalanya, matanya pun bertemu dengan mata
orang muda itu. Ia tak dapatlagiberbalik ke belakang, sebagaimana niatnya bermula.
Mau tak mau ia harus terus ke depan, harus kuat menahan hati dan
menjernihkan air muka serta pandai menerima tamu dengan sebaik
baiknya. Ketika ia telah maju selangkah dan berdiri di ambang pintu pavilyun
itu, berkatalah neneknya dengan halus, "Ini Sartini, eueu saya," serta
menundukkan kepala sedikit kepada orang muda itu.
"Suleman," sahutnya sambil membungkuk dengan hormat di hadapan
gadis itu, memperkenalkan dirinya.
Hormat dibalas oleh Sartini dengan hormat pula. Setelah itu ketiga
mereka itu pun sama sama duduk di kursinya masing masing. Payah
sangatSartinimenyurutkan gelora hatinya. Memang cobaan yang sebesar
besarnya dan seberat beratnya bagi cintanya: berbuat seperti tak kenal
kepada tambatan jiwanya. Ia tak berani mengangkatkan kepalanya, takut
akan bertemu pula pandangnya sekali lagi dengan pandang Suleman
yang tajam itu. Apa saja kata neneknya kelak, kalau diketahui rahasia


Turun Ke Desa Karya N. St. Iskandar di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

mereka itu" Agak ringan tekanan hati itu sedikit terasa olehnya, karena R.M.
Sontomulyo dapat memalingkan Suleman dari dia dengan ramah tamah.
Jadi ia tak dapat berdiam diri dan menekur saja, sambil berpikir pikir tak
keruan. Akan tetapi tak lama, sebab sekonyong konyong bupati pensiun
berpaling kepadanya. "Sartini," katanya, "ini Tuan yang meminta usaha atas harta kita itu.
Dan Tuan Mr. Suleman, saya harap permintaan Tuan itu dihadapkan
kepada cucu saya ini, karena kekuasaan harta benda saya telah saya
serahkan kepadanya."
Keduanya sama"sama terkejut. Sartini, karena harus melayani
kekasihnya yang telah berterang"terang menyatakan benci kepadanya.
Suleman, karena takmenyangka sedikitjua akan berhubungan lagi dengan
gadis yang "curang" itu. Kalau ia tahu, bahwa harta yang dikehendakinya
itu kepunyaan keluarga gadis itu, masa ia mau meneruskan cita"citanya!
Malu dan Lagi pula tentu Sartini sendiri takkan memperkenankan
permintaannya. Ia undur, hendak mengurungkan maksudnya. Apa boleh
buat, meskipun perusahaan itu sangat perlu baginya.
Akan tetapi sebelum ia mengucapkan keputusan itu, bujang
menghidangkan minuman dan penganan. Ia pun disilakan minum oleh
Sartini dengan lemah lembut.
"Minumlah dahulu, Tuan," katanya, "seada"adanya. Cara desa."
"Ya, minum, Mr. Suleman," kata bupati pensiun menyertai ucapan
cucunya itu. "Makanan orang desa berlain dengan di kota. Di sinijarang
bersua keju dan mentega seperti diJakarta. Silakan
Ketiganya minum dan makan penganan yang tersaji itu. Sementara
itu ada kesempatan bagi Suleman akan memperhatikan keadaan di situ
serba sedikit. Ia menoleh ke kiri dan ke kanan, ke halaman dan pekarangan,
yangpenuh dengan pohon bunga"bungaan yangharum semerbakbaunya.
Ia agak tercengang, karena melihat villa ber-tingkat dua itu. "Di tengah"
tengah desa ada villa begini," pikirnya, "dan bagus
Agak terbuka kira"kiranya, dan timbul berani hatinya akan
meneruskan cita"citanya yang bermula itu.
Setelah habis minum, diulangnyalah permintaan yang telah
disampaikannya kepada bupati pensiun dua hari yang lalu im. "Saya harap,"
katanya, "supaya diperkenankan
Sartini memandang sebentar kepadanya. Kemudian ia berpaling
kepada neneknya, seakan"akan bermohon, supaya dijawabnya perkataan
itu. "Maaf, Tuan Suleman," katanya, "kalau saya bertanya dahulu sebagai
orang yang ingin tahu saja. Tuan dari kota besar, mengapa Tuan cari
negeri yang kecil ini?"
613 TW .ie Desa 7735. r br"-'" "Karena ingin akan bekerja di perusahaan Tuan," sahut Mr.
Suleman dengan suara bulat. "Betul desa ini kecil, tapi perusahaan Tuan
amat besar." "Belum seperti perusahaan orang asing."
"Saya nasionalis dan hendak mengabdi kepada tanah air."
Sartini mengangkatkan kepalanya, hendak tersenyum. Neneknya
berkata dengan gembira, "Bagus sekali."
"Dan Tuan berkehendak ahli ekonomi"
"Dari siapa Tuan tahu, bahwa saya berhajatkan ahli ekonomi" Saya
tak pernah membuat iklan tentang perkara itu."
"Dari seorang sahabat saya, Raden Mas Sumarto, saudagar beras di
Semarang. Tuan kenal akan dia, bukan?"
Bupati pensiun mengangguk. "Sumarto salah seoranglangganan kami
yang setia" katanya. "Dan kemenakannya bekerja dengan saya di sini."
"Yang mana?" tanya Sartini dengan minatnya.
"Mas Joko, asisten adminisb-atur di kincir padi itu."
"Oh, anak muda itu."
"Ya, dan Sumarto ke Jakarta, Tuan?"
"Saya ke Semarang, bertemu dengan dia di sana,"jawab Suleman.
"Dari dia saya mendapat kabar tentang segala hal ihwal perusahaan
Tuan. Hati saya tertarik, karena memangcita"cita saya hendakjadiorang
tani." "Tapi Tuan jadi advokat dan pokrol. Bagaimana kantor Tuan?"
"Sudah saya serahkan kepada kongsi saya,"jawab Suleman pula seraya
memandang kepada Sartini dengan sudut matanya. Gadis itu berbuat
seperti acuh tak acuh saja, tetapi pada gerak dadanya tampakjua minatnya
tentang hal itu. "Sudah bosan saya tinggal di kota, Tuan."
"Jarang orang terpelajar yang berpikir- seperti Tuan. Kebanyakan
mereka itu suka tinggal dinegeri yangramai saja, bercampur gaul dengan
kaum sana, yang berpangkat dan berkuasa."
"Kalau maujadi . .. bujangorangberpangkat dan berkuasa itu di desa
dapatjua, bukan?" kata Suleman sambil tertawa sedikit. "Tetapi sungguh,
niat saya tetap sudah hendak ke desa. Telah saya coba memasukan modal
sedikit ke pabrit padi, tapi sayang Karena bukan saya sendiri yang
menyelenggarakan pabrik itu, jatuh
N .sr Lindau- _-_.';_.-.' 6!)
:": mmm-namum.- B:.Ilj Pusuk:
"Pabrik padi yang mana?" tanya R.M. Sontomulyo dengan
minatnya. Kin"cir Mataram."
"Oh, "ia teringat akan perkataan Sayid Alwibin Bahar"jadi saham
Tuan banyak di situ?"
"Telah dibekukan sekarang. Tapi sekarang telah saya kumpulkan
pula modalbanyak sedikitnya. Tidakbesar, tapicukup sekadarjadijaminan
saya kepada Tuan seberapa Tuan kehendaki Kalau perusahaan Tuan itu
telah sayajalankan dan saya pimpin, ada cita"cita saya yang besar untuk
rakyat." "Apa boleh saya dengar?" tanya bupati pensiun pula.
"Memperbaiki sosial di daerah pabrik Tuan. Melawan cara pabrik
asing bekerja di sini, sup aya rakyat merasai hasil tanahnya dan hasiljerih
payahnya. Saya sanggup menghadiahkan sepertiga daripada keuntungan
tiap-tiap tahun kepada rakyatjelata di sini. Kalau mereka itu sudah dapat
dilepaskan daripada kongkongan modal asing itu, saya percaya, bahwa
pak tani akan sukarela melayani pabrik Tuan saja. Dengan demikian
perusahaan Tuan akan bertambah maju dan rakyat tertolong
Ternganga mulut orang tua itu mendengar buah pikiran dan cita"
cita sedemikian. "Mulia benar hatinya," pikir-nya sedangcucunya berdiam
diri saja. "Dan hadiah itu, Tuan," ujar Suleman pula, "bukan sekali lalu atau
hanya semusim saja, tidak, melainkan terus selama"lamanya. Sampai rakyat
mengecap pula kesenangan seperti orang asing yang dipergemuknya
selama ini, ya, sampai tercapaicita"cita bangsa Indonesia: masyarakat adil
dan makmur. Serta tahu akan harga diri. Biarwaktu padi buruk, misalnya,
ketika pertahunan tak menjadi, saya berjanji akan meneruskan hadiah itu.
Uang Tuan tak akan surut, melainkan bertambah selalu; pabrik Tuan
takkan rusak, Tuan takkan rugi sebab segala kerugian tanggungan saya
semata"mata. Lain daripada itu, Tuan: upah mereka itu diperbaiki, harus
disesuaikan dengan kehidupan yang patut bagi kemanusiaan."
Sartini memandang kepada neneknya. Dan orang tua itu pun
memandang kepada Suleman tenang"tenang. Ia telah bertahun"tahun
kaya dan berkuasa, berpuluh tahun jadi bupati Setiap hari ia mengetahui
dan melihat kemelaratan rakyatnya, tetapi heran, selama itu belum
613 TW .ie Bem PKS" r br"-'" pernah teringat dalam hatinya akan melepaskan ikatan rakyat semacam
itu. Memang, kalau ia mendapat akal serupa itu sudah bertahun-tahun
rakyat Banyumas merdeka daripada modal asing, dan makmur. Cita-cita
murni untukmenghancurkan sistim monopoli imperialis! Sebabitu ia pun
berniat hendak mengabulkan permintaan orang muda itu.
R.M. Sontomulyo berpalin g kepada Sartini, akan menyatakan
perasaannya itu. Akan tetapi sebentar itu jua terbayanglah di mukanya
Sayid Alwi bin Zahar, yang berhajat benar pula akan menjalankan
perusahaan itu. Ia pun ragu bimbang.
Keragu"raguannya itu tampak jelas oleh cucunya, terbayang pada
mukanya. Sartini kecewa. Istimewa pula, demi dapat diterkanya keyakinan
bupati itu, yaknibahwa ia "Sartini"tak dapattidak akan melebihkan Sayid
Alwi bin Zahar daripada Suleman. Sebab orang kaya itu telah dikenalnya
Tentu perkara itulah yang dibicarakan mereka tadi itu.
Angin petang berembus dengan lemah lembut, sekadar cukup akan
menyerbakkan keharuman, keindahan dan kekayaan alam kepada gadis itu,
supaya ia insaf, bahwa ia harus berhati"hati benar mengambil keputusan.
Siapa yang akan beruntung di antara keduanya" Kalau ditilik dari pihak
perjanjian, tentu permintaan Sayid Alwi bin Zahar tak dapat diabaikan.
Akan tetapi, kalau ditilik dari pihak cita"cita mulia, keinginan hendak
menolong rakyat jelata yang sungguh melarat itu, korban apa saja pun
akan diberikan oleh gadis bunga bangsa itu. Tak peduli Suleman telah
benci akan dia. Benci perkara dia den gan dia. Tetapi mengangkat derajat
rakyat adalah cita"cita bersama, tujuan perjuangan kebangsaan! Dengan
segera ia berpaling kepada orang muda itu, dan berkata, "Cita-cita Tuan
sangat termakan di hati saya. Sehingga, rasanya permintaan Tuan tak
dapat saya tolak lagi. Akan tetapi, bukan Tuan seorang yang beringinkan
perusahaan itu. Ada lagi orang lain. Sebelum saya mendengar cita-cita
Tuan itu, saya sudah bermaksud akan memberi pertimbangan kepada
nenek, supaya perusahaan itu diserah"kannya kepada orang itu. Sekarang,
saya pikir, permintaan Tuan patut sekali dipertimbangkan masak"masak
dahulu." Ia berdiam diri sejurus, menantikalau"kalau Suleman akan menjawab.
Tidak, sebab itu Sartini berkata pula, "Di mana Tuan tinggal?"
"Di kota Banyumas."
.N. Sr hidrida]" _';ii_-_',
mmm-namum.- B:.Ilj Pusuk:
"Baik, barangkali dalam dua tiga hari ini Tuan mendapat kabar dari
Nenek. Hanya sekian timbangan saya sekarang ini. Sungguhpun demikian
terserah kepada Nenek semata"mata."
"Ya, lebih baik begitu," ujar bupati pensiun, seraya menarik napas
panjang. "Tuan tunggu kabar dari saya, Tuan Suleman."
"Terima kasih, Tuan, dan Raden Ajeng," sahut Suleman sambil
berdiri dan mohon diri Seketika itu jua terbitlah suatu kekhwatiran dalam hati gadis itu. Ia
percaya, bahwa Suleman akan pergi dari Banyumas. Tak mungkin ia mau
meneruskan maksudnya. Masa ia mau berhubungan dengan dia! Kalau
terjadi demikian, tentu Sartini takkan berjumpa lagi dengan dia selama"
larnanya. Apa akal" Ada tergores dihatinya Ia harus berunding dengan
Suleman berdua saja, supaya mereka itu dapat sama"sama mencurahkan
perasaannya masing"masing, kusut supaya selesai, keruh supaya jernih.
Mujur suatu kejadian dapat melapangkan jalan kepadanya. Bupati
pensiun berjalan dahulu ke pintu gerbang karena asisten wedana kota
hendak bertemu dengan dia. Sartini datang ke dekat orang muda itu, lalu
bercakap"cakap dengan dia sepertibiasa saja rupanya. Tetapi sebenarnya
Sartini berbisik ke telinga Suleman, katanya, "Aku hendak berunding
dengan engkau, Man, berdua saja. Turutkan pandang mataku Di sana,
di dalam punjung taman bunga itu. Pukul sepuluh malam kelak. Aku
nantikan, eh bukan di situ, lebih baik di rumah jamu di sebelah kiri.
Dekat ke jalan samping. Mudah masuk darijalan itu. Aku harap betul,
Man, supaya hilang salah sangka. Mauengkau mengabulkan permintaanku
itu?" Suleman mengangguk, sebagai bermimpi.
Sementara itu R.M. Sontomulyo memandang kepadanya. Sartini
membungkuk kepada tamunya itu, seperti mengucapkan selamat jalan
Orang muda itu pun berjalan ke halaman.
Sartinimasuk ke dalam paviliun. Dari sana ia terus ke rumah besar,
naik ke tingkat kedu a. Ia hendak merebahkan diri ke tempat tidur, sebab
hatinya terharu benar rasanya. Akan tetapi, maksudnya itu tak dapat
disampaikannya, karena neneknya telah habis bercakap"cakap dengan
asisten wedana itu, segera naik ke serambi tingkat kedua itu. Ia bersiul"
6P TW .ie Bem siul senang hati, sedang bunyi sepatunya berderap"derap di tangga batu
itu. "Tak kusangka"sangka, Sartini," katanya, setelah dekat pada cucunya,
"akan selekas itu selesai perkara surat"surat waris. Kata asisten wedana
tadi, tinggal tanda tangan notaris saja lagi. Dan tentang perkara tadi, ah,
sungguh tinggi cita"citanya. Malu aku akan dia. Telah bertahun"tahun
aku bergaul dengan rakyat, tetapi Ia dari Jakarta, tak kenal engkau
kepadanya?" Gadis i1u nagak ragu akan menjawab dengan lurus. Ya atau tidak"
Kembalinya Sang Raja 8 The Brethren Karya John Grisham Buronan Singo Wulung 2
^