Pencarian

Turun Ke Desa 2

Turun Ke Desa Karya N. St. Iskandar Bagian 2


Setelah kering, surat itu pun dilipatnya dan disimpannya di dalam
tempat surat"surat. Kemudian dikemasinya apa"apa yang terletak di atas
meja itu, lalu dibawanya ke kamar tulis.
Selang berapa lama ia keluar pula dari bilik itu. Dikuncinya pintu
dan dimasukkannya anak kunci ke dalam sakunya.
Sartini sudah berdiri di muka pintu dan bermohon hendak pulang.
"Nanti sececah, Nona, kita minum teh dahulu," kata Sayid Alwibin Zahar
sambil mendekati gadis itu.
"Terima kasih, Tuan. Hari sudah malam. Biar saya berangkat," sahut
Sartini seraya memandang ke halaman dan bergerak hendak keluar.
"Baik, saya tak dapat memaksa Nona. Perjanjian kita baru berlaku
sebulan lagi, bukan?"
Meremang bulu roma Sartinimendengar perkataan itu. Akan tetapi,
apa hendak dikata lagi"J Ia telah terikat. Ia pun berjalan terhuyung"huyung
ke serambi muka, diturutkan oleh Sayid Alwi bin Zahar dari belakang.
Ketika Sartinimelalui meja bundar di tengah"tengah serambi itu dan ketika
ia menatap bunga mawar putih yang terletak dijambangan suasa di atas
meja itu, orang kaya itu pun berkata serta tersenyum simpul.
"Nona lihat, bunga kesayangan Nona ada di sini. Eh, ada lagi
kawannya; itu di sebelah kanan: mawar merah. Keduanya telah tersedia,
ha, ha, ha merah putih, semboyan kebangsaan Nona."
Sartini terperanjat, tertegun dan menoleh kepadanya.
"Saya tahu, Nona sebagai nasionalis suka sekali kepada warna itu,
bukan?" "Tuan mengejekkan ..
'Tidak, hem, tapimula"mula Nona tampak oleh saya, kebetulan ketika
Nona membeli beberapa tangkai bunga merah putih Oleh sebab itu,
malam ini saya suruh beli bunga itu. Boleh Nona bawa pulang. Semboyan
kebangsaan Indonesia, ha, ha, ha."
Merah padam muka gadis itu. Berang ia tak terperikan. "Saya harap,
Tuan," katanya dengan keras, "jangan Tuan campur-campur pula dalam
perkara itu. Demi Allah, jangan! Jika Tuan tidak suka kepada cita"cita
bangsa saya, sebagai bangsa asing di sini, lebih baik Tuan
"Ha, ha, ha, betuljantan hati Nona. Sangat tertarik hati saya. Tapi
lepas daripada olok"olok, memang kedua macam bunga kesukaan Nona
N. Sa Liman -'-?".'i &P
"!: V mmm-namum.- B:.Ilj Pusuk:
itu saya suruh sediakan tadi. Ini "ia melangkah kejambangan bunga aster
merah dan dahlia putih itu" ini, bawalah pulang baik"baik; tanda suka
dari orang asing." "Tuan .. "Terimalah, tanda suci hati."
Pikiran Sartini berkacau"bilau, marah bercampur suka. Pemberian itu
pun diterimanya. "Terima kasih," katanya, seraya mohon diri sekali lagi
"Hem, Nona pelupa kiranya. Apa yangNona maksud datangke mari,
tidak Nona bawa." Sartini termenung. "Astagfirulah, "uang itu."
"Ini," dan Sayid Alwi bin lahar-memberikan sehelai sampul surat ke
tangannya. "Pegang baik"baik."
Sampul itu diterima oleh gadis itu, lalu dibukanya. Ada uang kertas
seribu, enam belas helai di dalamnya.
"Sekarang bukan saya yang pelupa, Tuan," katanya. "Berlebih uang
Tuan seribu rupiah."
Sayid Alwi bin Zahar mengernyitkan alis matanya yang hitam tebal
itu. 'Tak mungkin seorang raja uang akan sesat menghitung," ujarnya.
Sartini memperlihatkan segala uang ker-tas itu.
"Kita membuat perjanjian hanya lima belas ribu, sekarang ada enam
belas "Benar, itu yang hendak saya perkatakan lagi dengan Nona. Perlu
sekali Nona membelipakaian dan perhiasan. Saya harap, uang yang seribu
itu Nona pergunakan pembeli barang"barang itu."
"Tak ada dalam perjanjian."
"Ada tersebut, bahwa Nona harus menurut segala perintah dan
kehendak saya." Ia tersenyum, tetapi pada mukanya terbayangkemauannya
yang kuat sebagai waja. "Tentu saja, saya tidak dapat memaksa Nona
akan berbuat sesuatu sebelum 1 MeiJSB. Akan tetapi, sebab saya hendak
melihat Nona telah siap pada waktu itu, tentu kerja kita akan bertambah
mudah, apabila sebelum itu Nona sudah selesai menyediakan pakaian dan
perhiasan yang perlu itu."
Selama hidupnya, belum pernah Sartini bergantung kepada orang
lain. Sejak ia pandai mencari rezeki sendiri, belum pernah lagi ia meminta
belas kasihan orang. Tiba"tiba ia terikat, tidak dapat lagi berbuat sesuka
613 TW ke Dean "If"
: bi"-'" hatinya. Beberapa bulan lamanya. Sudah terasa olehnya, betapa eratnya
ikatan rantai itu. Ia insaf sudah, bahwa ia bukan saja harus menurut apa
yang tersurat dalam perjanjian itu, tetapi patut pula melakukan apa yang
tersirat "Kalau begitu baik," katanya, "apa lagi kehendak Tuan dari
saya" Tapi saya pikir, seribu rupiah terlalu banyak kalau sekadar pembeli
pakaian dan perhiasan saja."
"Berlainan pendapat kita tentang itu. Sebenarnya sekian belum cukup
lagi. Ingat, Nona harus bercampur dengan orang besar"besar, dengan
orangkaya"kaya, jadi Nona harus berpakaian seindah"indahnya. Apa yang
terkandung dalam hati saya, tak perlu lagi saya jelaskan."
Gelap pemandangan Sartini mendengar perkataan itu. Apa maksud
orang kaya itu akan dirinya" Wahai, nasi sudah jadi bubur. Ia pun
gemetar. "Jangan terlalu pencemas," ujarSayid Alwibin Zahar, sebagai teterka
olehnya perasaan gadis itu. "Sabar! Segera akan Nona ketahui hal itu. Kerja
Nona cuma naik oto turun oto, membeli"beli dan memilih"milih barang
yang seelok"eloknya. Kalau kurang uang, boleh Nona minta lagi kepada
saya. Tentu saya tambah. Dalam pada itu jangan dikabarkan perjanjian
kita ini kepada oran g, sebab tak ada paedahnya."
"Tak usah Tuan khawatir,"kata Sartini dengan lesu. "Selamat malam,
Tuan." "Selamat pulang, meskipun saya masih ingin agaklamalagiberhandai"
handai dengan Nona. Tetapi, ya, "ia memandang ke halaman" "hari gelap
dan sunyi. Tunggu sebentar."
Ditek annya belyang lekat dekat pintu. Sebentar antaranya datanglah
jongos daribelakang. "Suruh bawa oto keluar," perintahnya kepada orang
itu, "lekas!" Selang berapa lama sebuah oto sedan yang besar lagi indah berdiri
di halaman. Sartini disilakan oleh Sayid Alwi bin Zahar ke dalamnya.
Setelah berpesan kepada sopir sepatah dua patah kata, kendaraan itu pun
melancar ke luar dari halaman yangluas itu.
Dimuka gerbang oto itu berselisih dengan sebuah oto lain. Sartini
menjenguk keluar, kepada oto itu. Maka berdebar"debarlah hatinya, karena
di dalam kendaraan itu tampak olehnya seorang perempuan muda yang
N Sa firman _-_.';_.-.' 6!)
:": mmm-namum.- B:.Ilj Pusuk:
cantik, berpakaian indah permai, yaitu tak lain daripada Nona Zuraidah
Sampai-sampai pulang pikiran Sartini terharu biru. Pertama karena
mengingat nasibnya yangtelah terikat itu, kedua karena mengenangkan
apa pula konon niat Zuraidah ke rumah raja uang itu.
& T?" age Berada delingczf cdf Jdayangan
skipun disaputi oleh peristiwa yang ajaib dan digoda oleh
(] segala macam ketakutan dalam hal mengira ngirakan masa
yang akan datang, pada malam itu tidur Sartinijauh lebih
nyenyak daripada beberapa bulan dahulu. Mr. Suleman sudah tertolong,
"dan hal itu sangat melapangkan dadanya. Sekali kali Suleman tidakboleh
mengetahui siapa yang telah melepaskan dia daribahaya itu. Dan tentu ia
takkan tahu, sebab tak lama lagi ia akan lenyap dari hadapannya.
Akan tetapi tiba tiba hal itu pulalah yang sangat berat terasa olehnya.
Hal, takkan dapat lagi ia bekerja dengan orang muda itu! Akan bercerai
dengan dia Pagi pagi benar Sartini telah jaga dan berpikir pikir, bagaimana
cara yang sebaik baiknya akan mengirim uang itu kepadanya. Dengan
p-os tentu terlambat. Kemudian tetap pikirannya akan menyuruh orang
kepercayaan, diiringi sepucuk surat. Dalam surat itu harus disebutkan,
bahwa uangitu: dari rznrmrgjungbzrbuaebnfk Dengan cara demikian tentu
:Mr. Suleman takkan menaruh sangka, bahwa kiriman itu dari dia, dari
Sartini, pegawainya yang miskin itu! Istimewa pula, jika ia pada hari itu
tidak ke kantor. Sebab sakit, misalnya.
Uang itu pun dimasukkannya ke dalam sebuah sampul beserta
sepucuk surat yang ditik dengan mesin, direkatnya dengan lak baik baik,
lalu disuruhnya antarkan ke kantornya oleh seorang setangga yang
dipercayainya. Sartinitak ingat lagi apa yang diperbuatnya sehari harian itu. Hanya
iatahu, bahwa ia tiada luput daripada keheran heranan, apa konon maksud
Sayid Alwi yang sebenar benarnya membuat perjanjian yang sangat
gaan itu!J Kalau cuma sekadar berhajatkan dirinya, hendak menjadikan
dia istrinya, takkan mungkin isi surat itu demikian bunyinya. Tidak,
mesti ada rnaksudnya yang lain, yang sangat penting. Apa kiranya" Ya,
"tapi bagaimanajua pun, Sayid Alwi telah berbuat baik kepadanya: telah
menyampaikan cita citanya. Dalam pada itu ia harus berhati hati, awas
dan waspada. Sebagai gadis terpelajar, keturunan orang baik"baik, ia pun
harus mempertahankan kehormatan diri dan namanya.
Demikian agak lapanglah rasa dadanya.
Keesokan harinya barulah ia datang ke kantor-, terlambat setengah
jam dari biasa. Ketika ia telah masuk ke kamarnya, Suleman membukakan pintu
perhubungan serta menyuruh dia datang ke mejanya.
"Baik, tunggu sebentar," ujar gadis itu. Akan tetapi, ada lima menit
maka ia dapat menahan hatinya dan menenangkan air mukanya, akan
berhadapan dengan orang muda itu.
Sementara itu Suleman berjalan hilir mudik di dalam kamarnya.
Ketika Sartini masuk, ia pun segera berpaling kepadanya.
"Bagaimana, Tini" Sudah baik betul" Bagus. Tapi, ya, duduk di
kursi itu "dan ia pun duduk di kursi tamu, berhadapan dengan gadis
itu" kemarin adaterjadihal yang amat ajaib, yang takfdapat dikira"kirakan
oleh otak manusia, terutama oleh otakku lebih. dahulu." Dengan pendek
diceritakannya kepada Sartini sekaliannya. "Allah raja yang mengetahui
siapa yangtelah berbuat baik kepadaku. Sungguh, Tini, aku berutang budi
kepada orang itu seumur hidupku."
"Syukur, alhamdulillah," sahut-S" dengan perlahan"lahan, sedang
hatinya sangat besar rasanya, demi dilihatnya muka induk semangnya
itu telah berseri"seri pula sebagai sedekala. "Jadi Tuan akan tetap di sini,
bukan?" Mr. Suleman meloncongkan bibirnya. 'Tidak, sudah cukup satu kali
kena cobaan," katanya. 'Tak terderita beratnya dan hebatnya! Apalagi
sekarang saya insaf sudah, bahwa teman tertawa amat banyak, tetapi
teman menangis hampir tak ada. Dalam sengsara aku ditinggalkan
oleh sekutuku. Kini tak dapat lagi aku bekerja bersama"sama dengan
dia. Bersyukur benar a.ku kepada Allah, karena aku telah diberi"Nya
kesempatan akan menyelesaikan segalaperkara dengan baik. Uangjaminan
maskapai Kincir Mataram telah kuserahkan kepada hakim Aku bebas
sudah Tinggal lagi urusan dengan Mr. Bakri. Kalau perkongsian kami
telah dipecahkan, kalau kekayaan bahagianku telah kuterima "kecuali
persediaan untuk mengembalikan uanginsan Dahiyang berbuat baik itu,
jika telah kuketahui siapa dia" insya Allah padaku sudah ada lagi modal
6P TW .ht Dam 57 sedikit, tetapi cukup untuk memulai suatu perusahaan lain dengan rajin,
dengan sekuat"kuat tenaga. Asal kita tetap lurus, tulus dan ikhlas."
"Di mana, Tuan?"
"Di tempat lain; di sana aku akan mengadu untung pula. Selama ini
Kincir-Mataramkuseraldtan saja kepada orang, sehingga hampir tenggelam.
Ya, sudah karam Sekarang segala tenagaku hendak kutumpahkan ke sana,
dengan dua maksud, pertama "kalau masih bisa" hendak membangunkan
perusahaan itu kembali dan kedua "kalau perusahaan itu sendiri tak dapat
ditolong lagi" aku hendak mencari perusahaan lain di desa. Aku hendak
pindah ke desa, kembali kepada asalku, karena hal itu teramat pentingpada
perasaanku sekarang ini"
"Apa maksud Tuan?" tanya Sartini dengan hati berdebar"debar
"Dengan terus terang kukatakan kepadamu, Tini, aku tak mau
disesatkan orang lagi terhadap kepada bangsaku dan tanah airku. Hawa
kota harus kutinggalkan. Perasaan hendak besar seorang, hendak senang
sendiri seperti keinginan setengah kaum terpelajar bangsa kita sekarang
ini, harus kuhanyutkan ke sungai dan kubuangkan ke lautan. Aku hendak
turun ke desa, hendak mendidik orang desa dalam perekonomian. Ya,
aku hendak hidup bersama"sama dengan mereka itu, dengan bangsaku
sendiri, sebagaimana dianjur"anjurkan oleh segala pemimpin bangsa kita
setiap saat. Pendeknya, aku hendak memperaktildtan hal itu dan hendak
berjuang melanjutkan cita"cita bangsa itu."
Gadis itu tersenyum. "Bila Tuan masuk partai politik?" katanya.
"Tiap-tiap anak jajahan mesti berpolitik, Tini," jawab meester muda
itu den gan bersemangat "dahulu tak pernah demikian" serta menentang
mata gadis itu tenang"tenang, baik aktif baik pun pasif. Sebab di dalam
segala perkara, dalam segala macam masalah selalu timbul pertentangan
kepentingan ditanahjajahan sepertinegerikitaini antara sipenjajah dengan
si terjajah. Tentu saja berat ringan pertentangan itu bergantung kepada
peri keadaan. Dan kalau kita tidak insaf, terutama kalau rakyat bangsa
kita yang berjuta"juta itu tidak diinsafkan, tak dapat tidak peri kehidupan
mereka itu semakin lama akan semakin sulit dan sengsara."
"Akan tetapi memperbaiki kehidupan rakyat saja, belum berarti
menghilangkan pertentangan dengan si penjajah, bukan?"
"Merdeka" Ya, itulah cita"cita si terjajah, itulah tujuan bangsa kita
sejak dahulu." N .sa Iskandar _-_.';_.-.' 6!)
:": mmm-namum.- B:.Ilj Pusuk:
"Tapi tuntutan Gapi15 hanya Indonesia berparlemen mundur seribu
langkah daripada perjuangan massa rakyat: merdeka sekarang, sekarang,
sekarangjua!" "Memang, "dan tuntutan Gapi itu adalah salah satu taktik bergerak.
Tujuan tidak berubah"ubah; tetap anti kapitalisme, imperialisme dan
kolonialisme. Dan tidak dituntut"tuntut saja, melainkan diperjuangkan
"Oh, jadi Tuan eh, Tuan akan pergi?"
Suleman mengangguk. "Dan engkau mengerti cita"citaku, Tini?"
tanyanya dengan gairahnya. "Meskipun agak terlambat
"Tentu saja,"jawab gadis itu dengan senyumnya. Tiba"tiba Suleman
berdiri ke sisi gadis itu. ?"Ya, senyummu itu berarti malu aku, sebab
engkau telah lebih dahulu insaf daripada aku dalam hal politik itu.
Engkau anggota Persatuan Pu1ri Indonesia, bukan" Syukur-, tiap"tiap anak
Indonesia laki"laki perempuan mesti mengerti akan cita"cita bangsanya.
Dan karena itu maka aku hendak pergi dari sini. Akan tetapi Ia
tertegun, tak dapat meneruskan perkataannya, seb ab sekonyon g"konyong
pandang batinnya berubah terhadap kepada gadis itu. Tidak lagi sebagai
pandang kepada pegawai saja. Kata batinnya, "Selama engkau di dalam
cobaan yang mahahebat itu siapakah yang sudi memedulikan engkau"
Tiada seorangjua pun, kecuali dia Wajah gadis itu pun ditatapnya
dengan kasih mesranya. Sartini kemalu"maluan. "'Akan tetapi apa, Tuan?" tanyanya dengan
agak gelisah. ",Ah ya! Akan tetapi, Tini,"jawab Suleman dengan tenang, "aku tidak
mau berjalan seorang, aku berharap akan beroleh seorang kawan yang
takkan meninggalkan daku di tengah jalan. Sartini, sudah kukatakan,


Turun Ke Desa Karya N. St. Iskandar di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

bahwa cobaan itu sudah lebih daripada cukup bagiku. Sementara itu telah
kudapatikesalahanku sebuah, tidak,banyak sekali.. .. Sebelum perusahaan
Kincir Mataram jatuh, pikirku, aku telah beroleh tempat hati Sangkaku,
tempat hatiku itu tahan uji, mau sama"sama timbul tenggelam dengan
daku, walau bagaimana jua pun, sangkaku, ia tak akan mening"galkan
daku dalam lembah Akan tetapi, aku tertipu rupanya. Angan"angan
atau sangka"sangkaku itu tidak berdua sekali"kali. Dan pandir, ketika itu
terpikir olehku bahwa sekalian perempuan bersifat buruk semacam itu.
6 Kepadatan dari: Gabungan Partai"Partai Indonesia.
613 TW .ht Dam 53 : bi"-'" Kini berlain sekali pendapatku. Rupanya di dalam yang buruk itu banyak
jua terdapatyangbaik, bahkan yang lebih baik agaknya. Sarnni, maklumlah
engkau akan maksudku?" Ia bergerak hendak memegang tangan gadis
itu, hendak meraih dia ke dadanya. Akan tetapi demi dilihatnya gadis
itu menentang matanya dengan tajam, ia pun undur selangkah serta
menundukkan mukanya. Ia ingat akan dirinya, lalu duduk kembali di
kursinya. "Astagtirullah,"katanya, "Sartini, adikku! Di antara yanglebih
baik itu adalah engkau sendiri. Sebab itu aku ingin hendak sehidup semati
dengan engkau. Sukakah engkau menerima nasibku ini?"
Oleh sebab terharu dan terkejut mendengar perkataan yang tak
disangka"sangkanya itu, Sartini menunduk ke lantai. Lemah rasanya
sekujur badannya. Laki"lakiyang sangat dikasihinya, yang dimimpikannya
siang dan malam, tetapi tak sedikitjuga ada harapannya akan mendapat
dia sekonyong"konyong menya"takan cintanya akan dia dengan gairat!
Orang yang dicintainya dengan segenap nyawanya, sehingga ia telah
berkorban baginya, tiba"tiba berkata hendak sehidup semati dengan dia!
Akan tetapi, wahai, ia tidak lagi, tidak berani lagi menerima cinta yang
diberikan Suleman itu! "Sartini," ujar Suleman dengan lemah lembut, "engkau belum tahu
lagi akan hatiku. Ambil pisau, belah dadaku, Tin, niscaya akan kaulihat
namamu terlukis di dalamnya. Aku cinta kepadamu. Aku tahu, bahwa
perkataanku itu ganjil terdengar di telingamu, sebab baru putus dengan
seorang, aku hendak berhubungan pula dengan seorang lagi Tapi coba
engkau pikirkan tenang"tenang. Selama ini aku buta. Aku tak tahu sekali"
kali, tak mengerti dan tak merasa sedikitjua pun apa artinya cinta itu.
Yang kurasai hanyalah khayal palsu semata"mata."
Sartini tidak menjawab, tetap menundukkan kepalanya. Sejurus
kemudian ia bergerak, seakan"akan telah insaf akan dirinya. Ia pun bangkit
berdiri, lalu pergike kamarnya. Ia duduk ke kursinya, menangk up ke meja
tulisnya, menangis tersedu"sedu Entah apa sebabnya! Karena besar
hati" Ia sendiri pun tidak tahu. Yang diketahuinya hanyalah orang yang
diidam"idamkannya telah mengaku kepadanya dengan terus terang: cinta!
Bagai rasa tidak di bumi ia mendengar kata suci yang sepatah itu ke luar
dari mulut Suleman terhadap kepadanya, untuk dirinya. Suleman cinta
akan dia. Wahai, itukah sebabnya ia menangis"
N .sa Iskandar _-_.';_.-.' 6!)
:": mmm-namum.- B:.Ilj Pusuk:
Orang muda itu datang ke dekatnya. Sambil membungkuk ke
mejanya, sehingga kepalanya hampir tercecah ke tengkuknya, ia pun
berkata dengan suara tertahan"tahan, "Tin, adikku, coba tampakkan suka
hatimu kepadaku agak sebentar. Akan kuberikan ji-Naku kepadamu, supaya
berbahagia engkau." Gadis itu tidak menjawab jua. Melainkan matanya digusar"
gusarkannya ke punggung tangannya, yang diperimpitkan di atas meja
itu. Ia pun terisak"isak. Kepalanya bergerak"gerak dan terurai segumpal
rambut di kemn gnya. Segala kata yang manis bagai madu itu seakan"akan
tidak terdengar olehnya, tak masuk ke dalam hatinya, sebab dari dalam
hatinya itu hen dak keluar-menyesak duapatah katayang menjadikan benak
kepalanya mengentak"n gentak.
"Sudah terlambat!"
"Sedangkan ketika bahaya telah hampir menimpa diriku," kata
Suleman pula, "masih kucoba mengumpulkan segala kekuatan akan minta
tolongkepadamu dalam menempuhjalan baru. Di tanah Jawa, berdua saja
dengan engkau, bersisi"sisian, tentu aku dapat
"O, tidak, jangan berkata demikian," seru Sartini sambil meng"
angkatkan kepalanya, sehingga matanya yangbulat bertemu dengan mata
kekasihnya. Ia pun terkejut, demi dilihatnya Suleman putus asa rupanya.
"Tuan tidak tahu, tidak insaf, bagaimana saya akan dapat menyangkakan
Tuan mau bermurah hati kepada saya, akan memberikan sesuatu mustika!
Padahal saya Suleman berdiri lurus"lurus dan menatap mukanya dengan heran.
"Jadi engkau tak suka kepadaku?"
"S ayatak dapatmencintaiTuan," sahut smm den gan terharu sangat.
"'Saya tidak berani "Engkau tidak berani, Tini" Apa sebabnya?"
Sartinimenundukkan kepalanya pula. Apa akanjawabnya" Bagaimana
ia akan menerangkan perkara itu kepadanya" Apa jua pun yang akan
terjadi, Mr. Suleman tidak boleh sekali"kali mengetahui rahasianya.
"'Tidak dapat sayajadi ishi Tuan," katanya, "karena, ah, Tuan mesti
tahu. Tuan telah berkata kepada saya, bahwa saya harus mencari kerja
di tempat lain. Dan kerja itu pun sudah saya peroleh. Saya sudah teritat
dengan suatu perjanjian, yang tak dapat dibatalkan lagi. Enam bulan
lamanya saya harus bekerja menurut perintah orang."
613 TW .ht Dam 55 , 1. . - . _' i'": v ,____(_.-:. _ . , "Cuma itu saja" Tentu boleh juga engkau melepaskan diri Apalagi
aku berunding dengan orang itu, niscaya perjanjian itu dapat diputuskan.
Ah, Tini, alangkah berbahagia aku ini, jika engkau suka dengan daku."
Dada gadis itu kelihatan oleh Suleman turun naik dengan kencang.
Air mukanya sebentar pucat, sebentar lagi merah, sedang ia tidak berani
menentang matanya yang bersinar"sinar itu. Kedua belah tangannya
pun diperkatupkannya. Daripada perbuatan itu nyata kepada Suleman,
bahwa cintanya tidak jatuh ke tanah saja. Ia pun berkata pula dengan
perlahan"lahan. "Kalau engkau tak dapat memberi kata putus sekarang, Tini, saya
maklum. Nanti kuminta engkau kepada ibu Setelah berkata demikian
ia pun berlari ke kamarnya.
Sartini sudah tinggal seorang diri pula. Ketika itu barulah agak
lapang dadanya. Ia berjalan ke kamarmakan, akan mencucimukanya dan
memperbaiki sanggulnya. Tatkala ia sudah ada di muka meja tulisnya pula, pikirannya telah
agak selesai rupanya. Memang, apa yang diharapkannya selama ini
sudah diperolehnya: Suleman cinta akan dia. Perkataan itu saja sudah
membubungkan dia ke atas awang awang, ke surga bahagia Akan
tetapi apa dayanya" Bagaimana jalan akan mengurungkan ikrar yang
telah diucapkannya" Makin dalam perkara itu dipikirkannya dan dimenungkannya, maka
sempit dan buntu jalan yang akan dilaluinya. Pening kepalanya dan
berkunang"kunang pemandangannya. Sehuruf pun ia tak dapat menulis.
Bahagia dan malang berganti"ganti mengacau pikirannya. Oleh sebab itu
dicorengkannyalah dua tiga patah kata di atas notes, yang diletakkannya
di tempat yang terang. Setelah itu diambilnya tas dan selendangnya dari
sangkutan. Ia turun ke bawah.
Opas yang duduk di muka pintu tercengang saja melihat dia berjalan
dengan tergopoh"gopoh. Akan tetapi ia tidak berani menegur atau
bertanya. Bermula Sartini menuju ke jalan besar, hendak terus ke hem. Akan
tetapi, ketika sebuah taksi kosong lewat di hadapannya, lalu ditahannya.
Dengan segera kendaraan itu berhenti dekatnya. Ia pun melompat
ke dalamnya, serta berkata kepada sopir: ke Kramat.
N .sa mms" _-_.';_.-.' 6!)
:": mmm-namum.- B:.Ilj Pusuk:
Sesampai ke rumah, gadis itu pun merebahkan dirinya ke tempat
tidurnya, lalu berselubung.
Demi dilihat oleh Nyonya dr. Arjono hal anaknya semacam itu, ia pun
cemas. Istimewa pula setelah diketahuinya, bahwa Sartini tidak sakit.
Kepalanya tidak pening, badannya tidak panas. Terbit sangka"sangka
dalam hatinya, kalau"kalau Sartini berkelahi atau diberi orang malu
Bertambah kusut lagi pikirannya, karena segala pertanyaannya tiada
dijawab oleh anaknya. Sartiniberdiam diri saja serta menangkup ke bantal.
Hanya kemudian sekali baru Sartini berkata dengan malas, bahwa tak ada
terjadi apa"apa. "l"Ieran," pikir- ibunya, seraya keluar dari kamar itu, "tak apa"apa,
tetapi lakunya, eh, ada oto masuk ke halaman, Tin." Dan ia pun berbalik
ke dekat anaknya. Sementara ituoto im telah berhenti dan seorang orangmuda melompat
ke serambimuka dan berseru dengan khidmat, "Assalamualaikum!"
Tiba"tiba Sartini terperanjat bangun dan berkata dengan terengah"
engah kepada ibunya. "Ada tamu, Ibu. Sambut keluari"
Nyonya dr. Arjono menjenguk dari jendela ke halaman. Ia pun
terkejut, karena klr. Suleman kelihatan olehnya. Ia surut ke belakang,
memandang kepada anaknya, yang sedang kelam kabut memperbaiki
tempat tidurnya dan sesudah itu memperbaiki lekat pakaiannya.
"Keluar, Ibu," bisiknya. "Silakan lvlr. Suleman
Dengan hati tak senang Nyonya dr. Arjono pergi ke serambi, lalu
berkata dengan manis. "O, Meester, silakan duduk."
Mr. Suleman tiada menjawab, hanya membungkuk memberi hormat
dengan agak dalam. "Silakan duduk, Meester," kata ibu Sartini sekalilagi setelah membalas
hormatnya. Kedua mereka itu pun duduk berhadap"hadapan. Sejurus kemudian
Suleman bertanya, di mana Sartini gerangan.
Pertanyaan itu dijawab oleh Nyonya dr. Arjono dengan lurus,
sebagaimana pemandangannya. Dan setelah diterangkannya hal yang
luar biasa itu, Suleman tersenyum.
613 TW .ht Dam 5" : bi"-'" "Ya, saya pun terperanjat," katanya. "Saya lihat di atas mejanya ada
secarik kertas kecil dan dua tiga patah perkataan Ia sakit dan pulang.
Padahal boleh saya bertemu dengan dia sebemar, Ibu?"
Belum menjawab lagiibu itu, Sartini sudah kelihatan berdiri di muka
pintu dalam, seraya tersenyum dengan manis. Mukanya sudah licin, sudah
berbedak ia rupanya. ?"Ini saya, Tuan Suleman," ujarnya sambil melangkah
ke serambi dan duduk ke kursi di sisi ibunya.
Orang tua itu tercengang"cengang melihat keadaan itu. Sebentar ia
memandang kepada Sartini, sebentarkepada Suleman dan pandangkedua
mereka itu pun sangat mem"bimbangkan hatinya. Akan tetapi, sebagai
seorang perempuan tua yang arif bijaksana, yang telah menurutkan
arus gelombang masa muda dengan hebatnya, ia pun segera maklum apa
yang terjadi di antara kedua muda remaja itu. l"Iatinya mulai harap"harap
cemas. Ia bangkit berdiri dari kedudukannya, sebab ia katanya" hendak
menyuruh bujang menyediakan air teh.
"Maaf, Tuan," kata Sartini perlahan"lahan, setelah ibunya masuk ke
ruang tengah, "sebab saya meninggalkan kantor secara itu. Banyak kerja
hari ini?" "Banyak sangat, tetapi engkau lari. Itu sebabnya kuturuti pulang,
ha ha, ha. Tetapi, Tini," ujar Suleman dengan lemah lembut, "'tak senang
sedikitjua hatiku, sebelum mendapatkata pasti daiiengkau, dan mulu1mu,
bahwa cintaku tidak kausia"siakan. Mataku buta, telinga tuli selama ini
Tak tampak dan tak terdengar olehku bisikan jiwaku sendiri, bahwa di
sisiku ada seorang putri, yang tak ada bandingannya bagiku di atas dunia
ini. Coba katakan, adakah berbalas bisik sukmaku itu?"
Sartini memalis serta berkata, "Sekali Tuan hendak mengasihani
saya yang hina ini, beribu kali saya bersyukur kepada ]lahi. Kalau Tuan
ketahui perjuangan sukma saya selama ini Ah, Man, Kakanda, maafkan
saya memanggil Kakanda demikian "jika Kakanda ketahui betapa terharu
hatiku, ketika aku berkata kepada Kakanda, bahwa aku tak mungkin lagi
jadi ishi Kakanda, tentu Kakanda mengerti
"Engkau mestijadi istriku," kata Suleman dengan suara tetap. Akan
tetapi, ketika dilihatnya kernyit kening gadis itu, tertahanlah perkataan
dalam keron gkongannya. "Kalau aku tahu lebih dahulu," kata gadis itu.
.N. Sa film:-dar _'_-'l'.'_',.-
mmm-namum.- B:.Ilj Pusuk:
"Tetapi harus kaukatakan kepadaku, pekerjaan apa yang menahan
engkau itu." "Kalau telah Kakanda dengar semuanya, tentu Kakan da akan
memaaHtan kesalahanku. Tetapi, apa boleh blat, aku tak dapat menceritakan
hal itu. Aku sudah meneken surat perjanjian dan habis bulan ini aku
mesti memulai kerja itu. Tak dapat dibatalkan lagi. Aku telah terikat dan
aku tidak diizinkan menyebut nama induk semangku yang baru itu."
"Ajaib betul." Dan bunyi suaranya menyatakan takutnya. Tin"i,
rahasia itu harus kauterangkan kepadaku."
"Kalau Kakanda betul"betulcinta kepadaku," sahutSartini bermohon,
"jangan dibujuk"bujuk aku akan membukakan rahasia itu." Di dalam kata"
katanya itu terbayang, betapa susah hatinya memikirkan orang muda
itu, betapa ngerinya mengirakan apa yang akan terjadi kalau Suleman
bertentangan dengan Sayid Alwi bin Zahar pula, sehingga Suleman tak
berani lagi mendesak akan dia.
"Kalau aku cinta kepadamu," katanya mengulangperkataan gadis itu.
"'Dan kalau engkau cinta pula akan daku, niscaya engkau akan berusaha
menghilangkan sesuatu yang dapat menceraikan kita."
"Aku telah terikat pada janjiku, bahkan lebih daripada itu."
"Enam bulan?" Sartini mengangguk sedikit.
"Jadi sampai habis bulan Oktober, Tini. Dan sudah itu apa lagi?"
Gadis itu gemetar sebentar-. "Olma Allah saja yang Mahatahu,"
katanya. "Tetapi habis bulan Oktober engkau bebas, bukan" Dan merdeka
akan berbuat sesuka hatimu?"
"Bebas dari perjanjian itu, ya, tetapi di mana gadis Indonesia
yang merdeka akan berbuat sekehendak hatinya?" ujar Sartini sambil
tersenyum. Mr. Suleman tersenyum pula, tetapi mukanya merah rupanya.
"Maaf, maksudku, ketika itu boleh kuminta engkau kepada ibu. Oh,
bukan, sekarangjua aku berunding dengan dia; kukatakan, bahwa enam
bulan lagi kita akan engkau akan berdiri di sisiku."
"Akan tetapi, Man, sebelum Kakanda terlanjur sekali lagi, baiklah
Kakanda berpikir"pikir dahulu," kata Sartini dengan gerak bibir yang
manis dan gayajuita yang meruntuhkan iman laki"laki, yangtengah mabuk
613 TW .ht Dam cinta sebagai pengacara muda itu. "Kalau saya tidak salah, orang Cianjur
masih berpegang kuat pada adat kebiasaannya, yang tak memungkinkan
Kakanda leluasa dalam hal nikah kawin dengan wanita dari daerah lain.
Saya kira, wanita atau gadis"gadis Cianjur takkan membiarkan Kakanda
berlepas diri dari lingkungannya. Istimewa pula gadis"gadis di sana
terbilang cantik, juita, manis dan halus budi bahasa"nya. Kakanda tentu
"Ha, ha, ha, sudah, Tin," kata Suleman dengan lucunya. "Jangan
disebut"sebut perkara itu. Aku mempunyai pikiran dan pendirian sendiri
dalam perkara itu. Pikiran dan pendirianku itu tidak dapat dipatahkan oleh
siapajua pun. Mungkin riwayat pertalianku dengan si sudah kauketahui,
bukan" Suatu perjuangan yang hebat di antara keluarga serta apa yang
kaukatakan orang cantik-cantik itu dengan daku. Akhirnya aku menang,


Turun Ke Desa Karya N. St. Iskandar di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

walaupun kemenanganku itu tidak membawa bahagia bagi diriku. Dengan
engkau ini, suatu pun takkan ada alangan dan rintangan daripihak mereka
itu, karena mereka sudah tabu betul akan pendirianku itu. Nah, mau
engkau, jika soal dirikita ini kubicarakan dengan ibu sekarangjua?"
"Ya, "terserah kepada Kakanda," kata Sartini dengan belas kasihan,
sebab Suleman sudah dibalikkannya kembali kepada adat istiadat
negerinya. "Kalau begitu akan kunantikan engkau. Asal engkau sekarang suka
berjanji, bahwa engkau lepas waktu yang ajaib itu akan sudi menyambut
nasibku." Sartini menutupkan matanya beberapa lamanya. Dalam pada itu
bujang datang membawa air jeruk dengan es tiga gelas. Suara Nyonya
dr. Arjono terdengar menyilakan minum dari dalam.
"Baik, Ibu, dan karena gelas ada tiga buah, tentu Ibu akan sama"sama
minum dengan kami." Ketiga mereka itu pun minum dengan riang. Sedap benar rasanya
air jeruk itu. Karena panas sangat terik dan menggera"nyam kelihatan
di halaman. Angin tak berembus sedikitjua. Sedang Sartini mengacau"
ngacaukan gula minuman itu, pikirannya menjalar kepada percakapan
tadi itu. Baru sekali itu ia berunding semesra itu dengan orang yang
dicintainya selama ini di dalam sukmanya, dan dalam percakapan yang
sekaliitu pun rupanya telah bersua ruas dengan buku. Kebalikannya dalam
N .sr mms" 03.4 &P
"!: V mmm-namum.- B:.Ilj Pusuk:
perundingan itu pula terasa olehnya, betapa beratnya perjanjian yang telah
diperbuatnya untuk menolongkehormatan orang yangberhadap"ha dapan
dengan dia itu. Apa saja yang diminta dan dikehendaki oleh Sayid Alwi
bin Zahar kepadanya, diperken ankannya, asal Suleman luput dari bahaya.
Kini orang itu telah lepas dan sudah mau mendekati dia, akan tetapi ia
sendiri menjadi terkongkong.
Tangannya gemetar dan warna mukanya pucat. Ia menunduk dengan
rawan. Hal itu diperhatikan oleh Suleman dengan sudut matanya, sedang
ibu Sartini sendiri tidak pula lupa menurutkan arus sukma kedua merek
itu dengan halus. Sekonyong"konyongSartiniberdiri. Katanya, ibunya lupa menyuruh
menghidangkan juadah. Sebenarnya ia tiada kuasa menahan gelora
semangatnya. Lamajua ia di belakang. Waktu itu dipergunakan oleh Suleman akan
membayangkan maksudnya kepada Nyonya dr. Arjono terhadap kepada
anaknya. Dengan pendek diceritakannya apa yang terjadi hari itu atas
diri mereka itu. Bagi Nyonya dr. Arjono niat Suleman hendak bermentuakan dia itu,
pucuk dicinta ulam tiba. Sudah lama diperhatikannya sifat"sifat orang
muda itu, sebagai induk semang anaknya, dan menurut pendapatnya tak
ada salahnya, bahkan baik sekali, kalau Sartini menjadi istrinya. Akan
tetapi pen dapatnya itu tinggal terkandung dalam hatinya, seb ab ia tahu,
bahwa Suleman telah bertunangan dan Sartini sendiri pun tak pernah
membayangkan cinta kepadanya.
Dengan pendek Nyonya dr. Arjono menyerahkan perkara itu kepada
mereka berdua, sebab ia telah berjanji akan mengawinkan Sartini dengan
laki"laki yang dicintainya. Jika sudah ada nasibnya dengan orang yang
disukainya, sesuaipula dengan cita-citanya, tentu saja ia menurut sebagai
bidak da'i-nyai: fali-r. Apalagi hal itu hanya bergantung kepada keputusan
mereka dua beranak saja. Tak perlu berunding atau bermufakat dengan
keluarga, sebab Sartini boleh dikatakan sebatangkara di dunia ini. Adaia
bersaudara seorang laki"laki, tapi tak tentu tempatnya. Ada ia bernenek
bangsawan kaya, ternama di tanah Jawa, tapi neneknya itu tak mau tahu
akan dia 6!) TW .ht Dam Bukan kepalang benar hati Suleman mendengar pendirian orang
tua itu. Kebesaran hatinya itu pun terbayang pada mukanya dan gerak
bibirnya, sehingga ketika Sartini berbalik duduk kembali, ia pun dapat
menerka apa yang telah dipercakapkan mereka itu. Tahu ia sudah, bahwa
percakapan itu berhasil. Hatinya pun bertambah berdebar"debar, karena
suka dan duka. Tiada lama sesudah ketiga mereka itu meneruskan rundingan pula,
kedengaranjam berbunyi dua belas kali. Suleman terkejut. Ada perkara
yang harus dihadapkan kepada pengadilan dewasa itu. Ia mesti hadir.
Dengan segera ia pun minta diri, masuk ke otonya. Sejurus kemudian
kendaraan itu melancar ke Moleniuliet'F dengan kencan g.
Meskipun Suleman bersukacita karena telah mendapat apa yang
dimintanya kepada Sartini dan ibunya, tetapi perasaannya masih gelisah.
Rahasia yang dikandung gadis itu, yakni rahasia ajaib yang menyaputi
cintanya dan menahan Sartini daripada"nya, pun ketika ia sangat
beringinkan dan berhajatkan dia pula, senantiasa menjadi buah pikiran
kepadanya. Padahal ia menyangka, takkan ada suatu rintangan yang
dapat menghambat langkahnya. Akan tetapi kepercayaan pada gadis itu
menyebabkan tak ada sedikitjua pun timbulingatan dalam hatinya hendak
menyelidiki perkara itu atau hendak mendesak dia dengan keras, supaya
sudi memaparkan hal yang disembunyikannya itu kepadanya.
Hampir tak masuk dalam akalnya, bahwasanya Sartini akan hilang
dari matanya enam bulan lamanya, dengan tak diketahuinya di mana
tempatnya. Sungguhpun demikian selagi ia dapat bergaul dengan dia,
dipuaskannyalah kesukaan hatinya. Mereka itu selalu beriang"riang,
beramah"ramahan dan bercumbu-cumbuan sehingga mereka itu merasa
sebagai di kayangan sudah. Dalam batin kedua muda remaja itu sudah
bertunangan, dilahirkan nanti lepas enam bulan, maka sementara itu
perasaan dan kemauan masing"masing harus disesuaikan. Paduan jiwa
harus dilaksanakan lebih dahulu, jika hendak selamat rumah tangga!!
Bagaimana nasib mereka itu kelak, harus dinantikan takdir daripada
Tuhan Barangkali masih ada tersimpan pengharapan di sudut kalbunya,
mud ah"mudahan pada waktu merekatelah tetap akan bercerai itu timbullah
sesuatu hal yang akan mengubah pendirian gadis itu, atau dengan cara
lain, ia pun mendapatjalan akan mengurungkan maksudnya.
'" Sekarang Jalan Gajah Mada.
N .sr mms" _-_.';_.-.' 6!)
:": mmm-namum.- B:.Ilj Pusuk:
D an Sartini sendiri berpikir gila benar-jika waktu sebulan itu tidak
dipergunakan untuk melaksanakan kesenangan. Hari itu, besok, lusa
dan bila saja, dalam sebulan itu ia akan mencari dan mengadakan "pesta"
dengan tunangannya. Di kantor dan di rumah mereka itu boleh bergaul
dengan riang, boleh berangan"angan untuk masa datang. Mereka itu
hendak berjalan"jalan dan pesiar dengan oto Tak ada alangannya, sebab
keduanya sarna"sarna pandai menjaga kehormatan diri
Akan tetapi ka dang"kadang berarakjua awan gelap akan menyaputi
bahagia gadis itu. Janjinya dengan Sayid Alwi bin Zahar akan membeli pakaian dan
perhiasan itu berulang"ulangmengingatkan kepadanya, bahwa iatak lama
lagi akan bercerai dengan kekasihnya.
Siang hari kerj a Mr. Suleman, amat sibuk. Akan tetapi ia telah
bermufakat dengan Sartini, bahwaia boleh tinggal di rumah saja. Dalam
dua puluh sembilan hari itu ia boleh berbuat sesuka"suka hatinya, akan
menyenang"nyenangkan pikirannya. Dalam pada itu dapatlah ia membeli-
beli dengan bebas. Tak ada gadis yangberkeberatan membelipakaian, bukan" Danjika ia
berpikir-hendak menambah elok parasnya di mata kek asihnya, toko mana
saja pun akan dinaikinya. Istimewa pula kalau uang banyak. Dan sebagai
gadis sejati, Sartini pun suka akan pakaian yang indah"indah. Akan tetapi
makin banyak pembeliannya, makin teringat olehnya, bahwa waktu yang
ngeri itu sudah bertambah dekatjua.
Setelah lima belas hari ia membeli"beli, sebagian besar daripada
barang yang perlu terkumpul sudah. Pikir-nya, apa"apa yang dikehendaki
Sayid Alwi bin Zahar sudah ada padanya.
Sementara itu waktu berjalan juga dengan tetap. Hari yang sebulan
itu sudah terpakai tiga pekan lebih.
Hanya en am hari lagi ia akan ada di sisi tunangannya, dan
bercengkerama dengan dia. Akan tetapi, sampai kepada masa itu Sartini
belum mendapat kabar dari Sayid Alwi bin Zaharlagi Dimana dia ketika
itu" Petang hariitu Sartini dijemput oleh Suleman, akan pergi ke Pasar
Senen. Setelah minta izin kepada ibunya, mereka itu pun berjalan. Sengaja
mereka itu tidak berkendaraan, supaya dapat makan"makan angin dan
melepas"lepaskan pegal.
613 TW .ht Dam Sesampai ke sana, mula"mula mereka masuk ke pasar sayur"sayuran
dan buah"buahan. Kemudian mereka pergi ke Pasar Burung akan
melihat"lihat orang berjual pelbagai macam barang, pakaian, perhiasan,
permainan, sedap"sedapan, dan makanan sehingga lama"kelamaan kering
jua kerongkongannya. SedangSuleman membeli rokok dalam sebuah kedai,
Sartini pun masuk lebih dahulu ke kedai minum"minuman.
Telah kira"kira lima menit ia di situ, sambil memperhatikan orang
keluar masuk. Ramai amat di situ, orang turun naik Tiba"tiba ia
terkejut, karena men ampak seorang yangbesartegap badannya dan hitam
warna kulitnya. Orang itu masuk ke dalam, lalu di dekat Sartini tegak
menantikan tunangannya. Ketika dilihatnya gadis itu, ia pun berdiri dan
memberi hormat. "Hai, Nona Sartini," katanya, "bersua pula kita Dengan siapa
nona?" "Saya menantikan kawan saya,?"jawab Sartini dengan gagap. "Tuan
"Baru kemarin pulang dari Yogyakarta dan besok akan berangkat
pula," kata orang itu, yakniSayid Alwibin Zahar, sambil dudukpada sebuah
kursi. "Sudah selesai semuanya" Tanggal satu sudah dekat, bukan?"
"Ya, Tuan,"jawab gadis itu.
Hati Sartini berdebar"debar dan kencang. Apa yang akan ter"
jadi, kalau Suleman masuk ke sana ketika itu" Tambahan pula ia
tidak berharap-harap, supaya Suleman bertemu dengan orang kaya itu.
Sayid Alwibin Zahar menentang muka, seraya berkata, "Paras Nona
bertambah cantik, serupa bidadari. Baik benar untuk mengadu untung
Bertambah tersirap darah Sartini mendengar kata yang akhir itu.
"Mengadu untung?" ujarnya dengan gusar. "Hendak Tuan jadikan
apa saya ini?" Orang kaya itu tertawa, sambil berpaling ke tempat lain, akan
mengelakan pandang orang. Sementara itu ia pun berkata pula seperti
kepada dirinya sendiri: "Tak lama lagi akan Nonaketahui", dan sekonyong"
konyong ia berdiri dan mengangguk sedikit kepada gadis itu. "Nanti
kukabarkan kepada Nona apa yang akan terjadi sebenarnya. Kukira, kita
N .sr mms" _-_.';_.:' 6!)
:": mmm-namum.- B:.Ilj Pusuk:
takkan berjumpa lagi sampai hari penghabisan. Tabik dan ia pun
keluar dari pintu lain. Kebetulan ketika itu pula Suleman masuk dan memandang berkeliling.
Tampak olehnya punggung Sayid Alwi bin Zahar itu, lalu katanya, "Itu
Sayid ?"" Sartiniterkejut mendengar bunyi suara Suleman menyebut nama itu.
Tentu saja hatinya tak senang melihat orang yang hendak mencelakakan
dia itu beramah"ramahan den gan tu"nangannya. Sebab ituSar-tini tak dapat
menahan kecut hatinya, sehingga berubah jua air mukanya.
"Ya," katanya dengan cepat, "tidak teringatkah oleh Kakanda ceritaku,
bahwa tempo hari aku bertemu dengan dia dalam perjamuan" Rupanya
ia masih kenal kepadaku."
"Hum, tak bermalu sedikitjua berungutSuleman dengan geram
hatinya. Sartini tertawa, tetapi hatinya berguncang.
"Aku tidak cemburuan," uj ar Suleman perlahan"lah an serta
menyilakan Sartini duduk di kursi berhadap"hadapan dengan dia, "tetapi
aku eh, jongos, es puan dua gelas."
Tatkala jongos telah menghidangkan es puan dua gelas besar di
hadapan mereka itu, Sartini berkata dengan agak gugup.
"Mari kita minum, Kanda, haus nian aku ini."
Kedua muda remaja itu pun minum dengan sedapnya.
"Aku tidak pencemburu," kata Suleman pula sambil meletakkan
gelasnya yang telah hampir kosong di hadapannya, "tetapi terhadap
kepada si kaya itu, kalau ia mendekati engkau, merangsang saja hatiku.
Sungguh "Jangan begitu. Kakanda tahu, tak ada aku berbuat sesuatu yang akan
merusakkan hati Kakanda."
"Asal engkau tetap cinta kepadaku."
"Ya, "tetap,"jawab gadis itu, gemetar anggotanya, sebab dilihatnya
cinta yang tiada terperikan terbayang di mata kekasih"nya.
Sungguhpun demikian hati kedua asyik dan masyuk itu makin rusuh
dan gelisah, seolah"olah bayang"bayangSayid Alwi bin Zaharyanghitam
gelap itu menyelimuti bahagianya.
6P TW .ht Dam 65 _, E'n;"x_ Cirata Jaafar: dan Cinta (Ja/(umi
idalam sebuah kamar yangbesar lagiindah, cukup lengkap dengan
/ perhiasannya, sedang di din dingbergantungan gambarperempuan
cantik cantik yang berpakaian puspa ragam, tampaklah Zuraidah
duduk dengan gelisah. Sebentar dihentamkannya kakinya yang beralaskan
selop rumput tipis kelapik permadani tebal, sebentar dipukulnya meja
marmer bundar yang beralaskan kain sutra halus itu, karena hatinya
teramatkesal dan mengkal. Kemudian ia merenyuk tegak kemuka cermin
lemari pakaian, lalu mematut matut wajahnya dan rambutnya yang
berombak ombak dan tubuhnya yang lampaiberselimutkan baju kimono
biru laut bersulamkan benang sutra kuning sampai ke kakinya yangputih
halus itu. Tak lama sesudah itu ia pun merebahkan diri ke tempat tidur
yang berseperai sutra jambu air dan bertaburkan bunga rampai harum
serta berkelambu kain kasa halus, berpegas lunak, sehingga terambung
ambung dirinya. Ia membalik ke kiri dan ke kanan, menelentang serta
menutup mukanya dengan bantal yang bersarung sutra kuning. Sejurus
kemudian ia pun bangkit duduk pula dan melemparkan bantal yang tak
bersalah itu ke sisi ranjangitu, seraya menger nyitkan alis matanya yang
halus sebagai peniti hitam melengkung menusuk hatijantung itu.
Rupanya berang benar hatinya terhadap kepada dirinya. Seumur
hidupnya belum pernah ia berhal semacam itu. Menyesal bukan
kepalang! Ia telah membuangkan sesuatu benda dari tubuhnya, benda
gaib lagi suci, yang sangat diharapkannya dengan sepenuh penuh
hatinya. Dibuangkannya, "lain tidak karena ingatkan diri sendiri saja
dan karena memperturutkan gerak hawa nafsu semata mata. Mr.
Bakri datang kepadanya, berkata, bahwa Mr. Suleman akan jatuh
rugi dan rusak namanya dan tak dapat tertolong lagi. Oleh sebab itu
ia bergegas gegas, tergopoh gopoh dan terburu nafsu memutuskan
silaturahim dengan dia. Tiba tiba didengarnya pula kabar, bahwa
:Mr. Suleman telah menanggungkan cobaan itu dengan sabar dan telah
selamat, terlepas dari segala malapetaka. Bahkan ia pun telah dapat
memecahkan kongsi dengan sekutunya. Dengan demikian ia akan mulai
menjalankan perusahaan baru pula dengan hati teguh dan iman tetap di
tempat lain. Zuraidah tidak mempunyai sahabat perempuan. Ia cemburu kepada
sekalian yang bernama perempuan, baik kepada teman sejawatnya
dalam film baik pun kepada orang setangganya. Istimewa kepada gadis"
gadis remaja dan rupawan, yang mungkin jadi saingannya" Cemburu
dan benci, kecuali kepada dirinya Dan kebalikannya pandang segala
perempuan pun amat rendah kepadanya, sebab ia selalu bergaul dengan
segala macam laki"laki, terutama dengan anak"anak muda yang berisi
sakunya! Sementara itu ditimbang"timbangnya jua di antara kawan"
kawan bersuka"sukaan itu siapakah gerangan yang akan dapat mengikat


Turun Ke Desa Karya N. St. Iskandar di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

hatinya. Tak seorangjua, sebab sementara itu kadang"kadang wajah Mr.
Suleman terbayang pula di dalam angan"angannya, sekalipun pemutusan
pertunangan dengan dia semata"mata didasarkannya kepada kemelaratan
yang akan dideritanya. Akan tetapi, dalam beberapa pekan yang akhir itu
banyak benar ia mendengar nama ahli hukum itu disebut"sebut orang.
Sedangkan perempuan yang tak suka akan dia pun memuji"muji dan
menganjung"anjungkan dirinya, karena ia telah dapat melawan kesukaran
dengan cara yang sebaik"baiknya dan dapat pula memenuhi segala
kewajibannya dengan tulus ikhlas. Mereka itu pun menerka"nerka, bahwa
Mr. Suleman akan berbahagia kelak, terutama karena ia telah berjanji
akan mengorbankan kepandaiannya, tenaganya, harta bendanya dan jiwa
raganya bagi tanah airnya. Hal itu membesarkan hati kaum nasionalis
laki"laki perempuan, bujang dan gadis. Makin banyak orang terpelajar
mengikis daki "kebarat"baratan" dari tubuhnya, makin bertambah besar
harapan kaum kebangsaan akan beroleh kemenangan. Jadi Mr. Suleman
telah menjadi buah tutur putri"putri kesuma bangsa.
Akan tetapi, Zuraidah telah menyepakkan dia, hanya karena
mendengarkabar dan hasutan dari si pandir sebagaiMr. Bakri itu, bahwa
ia akan sengsara! Padahal Zuraidah mesti tahu dan insaf, bahwa hasutan
dan telah dipikat gadis lain dan tentu ia kabar yang disiarkan Mr. Bakri
itu sangat berlebih"lebihan, terutama terhadap kepada dirinya, karena ada
sesuatu maksud yang tersimpul di dalam hatinya.
Menyesal" Ya,jika diketahuinya hal yang sebenarnya, mungkin ia gila.
Mr. Bakri tidak mengatakan kepadanya, bahwa orang yang menjatuhkan
613 TW .ht Dam 6" : bi"-'" Suleman itu tidak lain daripada Sayid Alwi bin Zahar sendiri. Kalau hal
itu dikabarkan Mr. Bakri kepadanya, niscaya Mr. Suleman akan tertolong
dengan jalan lain, sebab ia berpengaruh kepada orang kaya itu. Ada film
yang sedang diperbuat dengan modal raja uang itu, dan Zuraidah jadi
bintangnya. Tentu ia akan dapat melunakkan hatinya, sup aya Mr Suleman
jangan dibinasakannya. Pada malam itu Mr. Bakri datang kepadanya, bermohon, supaya ia
suka kawin dengan dia. Bukan main marah dan sakit hatinya. Dengan
sindiran tajam permohonan meester muda itu ditolaknya. "Tak berguna
perkara cinta kita perbincangkan lagi, Tuan," katanya.
Akan tetapi, walaupun ia berkata demikian, walaupun Mr. Bakri
terhindarpula dari sisinya, namun Mr Suleman sekali"kali takkan kembali
lagi kepadanya. Bintang film itu tidak buta. Dahulu ia dapat mengetahui tabiat dan
sifatSuleman dengan bebas. Iainsaf, bahwa sukarbenarbagi Suleman akan
melupakan perbuatannya, ketika memutuskan pertalian mereka itu. mudah
ditimbang"timban gnya, takkan dapatSuleman memaafkan kelancangannya.
Lain daripada itu ia pun maklum pula, bahwa klr. Suleman tergila"gila
akan dia, semata"mata hanyalah karena cantik parasnya. Kecantikan,
yang diperlihatk annya; keelokan, yang dipergunakannya untuk memikat
sekalian laki"laki mata keranjang!
Sementara itu, bertunangan dengan orang muda itu tak ada timbul
cinta sejati dan kasih mesra di antara mereka itu. Akan tetapi, ia percaya
juga, bahwa ia akan dapat memikat hatinya kembali dengan keelokan
tubuhnya dan parasnya, apabila ia mau merendahkan diri sedikit.
Memang dengan setengah laki-laki lain mudah. Sepucuk surat saja
dilayangkannya, niscaya laki"laki yang mener'mia surat itu akan datang
bersimpuh di bawah lututnya. Tak dapat tidak. Tetapi Suleman tak
mungkin dapat diperbuat demikian. Tak mudah akan menundukkan dia.
Oleh sebab itu, haruslah dicari tipu daya lain akan memikat hatinya.
"Pandir benar aku ini," pikirnya. "Bagaimana aku akan melupakan
dia dan memperbaiki kesalahanku?"
Baru"baru ini berat benar kerja gadis itu. Ia sedang membuat film
sebuah cerita yang indah pula. Ia sendiri yang memainkan pokok cerita
itu. Seorang pemimpin, patriot tanah air, yang sangat berbahaya bagi
"keamanan dan kesejahteraan", dapat ditangkap dengan pertolongan
N .sr mms" 03.4 &P
"!: V mmm-namum.- B:.Ilj Pusuk:
seorang perempuan cantik. Dan perempuan yan gj adi perkakas pemerintah
jajahan itu pun Zuraidah sendiri. Berhari"hari dan ber-pekan"pekan ia
membuat percobaan. Kini telah selesai film itu, yakni film yang dibiayai
oleh Sayid Alwibin Zaharitu. Ia pun boleh beristirahat di rumah beberapa
lamanya. Akan tetapi, namanya saja Zuraidah beristirahat. Siang malam
ia pesiar kian kemari dengan kawan"kawannya. Dan pada malam itu ia
pun berjanji dengan seorang "setuden" akan menghadiri alat kawin di
Jatinegara. Setuden itu tergila"gila akan dia, berat isi sakunya, sehingga
pikirnya, tentu ia akan dapat bersuka ria dengan bintang film itu.
Sungguh. Kedua muda remaja itu datang ke peralatan itu dengan
oto sedan yang indah. Baru mereka keluar dari dalam kendaraan itu di
muka sebuah rumah yangterang benderang serta terhias bunga"bun gaan,
mereka itu pun disambut oleh berpasang"pasang laki"laki dan perempuan
yang berpakaian indah permai Keduanya pun disilakan orang duduk di
tengah"tengah alat itu. Pada malam itu sengaja diadakan keramaian bagi
anak"anak muda saja, yaitu dansa!
Bukan main girang orang menerima kedatangan Zuraidah dengan
setuden itu, karena mereka termasyhur sebagaijuara dansa yangterpandai
dewasa itu. Apalagi keduanya berpakaian seindah"indahnya.
Baru sebentar mereka itu duduk, lalu diedarkan penganan dan
minuman. Tak lama sesudah minum dan makan, mereka itu pun disilakan
berdansa. Beberapa pasang merpati telah mengigal di tengah"tengah majelis
mewah gembira itu menurutkan turun naik bunyi musik yang merdu.
Habis sebuah lagu, berhenti sebentar-, lalu bertukarlawan berdansa, berlain
orang yangmemeluk pinggang yangramping Demikian beberapa kali,
sehingga Zuraidah sampai berdansa dengan tiga empat orang laki"laki
sesuka hatinya. Sungguhpun alat itu alatorang Indonesia, di rumah orang Indonesia
dan jamu pun laki"laki perempuan kebanyakan anak Indonesia jua, tetapi
suasananya dan caranya jauh di seberang lautan rasanya!
Minuman keras, bir, anggur, wisky dan sebagainya sebentar"sebentar
diadakan akan menggembirakan hatijamu"jamu itu.
Si pangkalan bersukacita, lepas hatinya. Lebih"lebihjamu yangmuda"
muda. Cuma Zuraidah tia da terlalu riang rupanya, walaupun iajadi pusat
keberahian Sebentar"sebentarberkerut keningnya dan muram mukanya,
613 TW .ht Dam 69 : bi"-'" apabila terbayang di ruang matanya wajah bekas tunangannya. Kalau
ketika itu ia "berpeluk"pelukan" dan "berayun"ayun" dengan Suleman,
alangkah senang hatinya! Malam gembira itu akan diteruskan sampai pagi. Akan tetapi,
Zur-aidah baru pukul sebelas telah mohon diri, sebab "k atanya" kepalanya
sangat pusing. Setuden kawannya itu hendak mengantarkan dia, tetapi dilarangnya.
Tak baik sekali berdua meninggalkan alat, katanya. Biar- orang muda itu
tinggal sampai pagi. Ia berani pulang seorang diri dengan oto
Dengan segera dipanggil orang taksi baginya. Ia pun berkendaraan
dari muka rumah itu, hendak pulangke Gang Ajudan. Tetapi baru sampai
kepada simpangjalan, otoitu disuruhnyalah menuju ke rumah ahlihukum
itu. Pikirnya Mr. Suleman tentu belum tidur lagi, sebab biasanya sampai
larut tengah malam ia masih bertekun di meja tulisnya.
Taksiitu berhenti di hadapan rumahnya. Serambimuka sudah gelap,
tetapi kamar kantor masih terang benderang dan jendela masih terbuka
Hati Zuraidah mulai berdebar"debar. Tak lama lagi, hanya dua tiga
menit lagi ia akan bertemu pula dengan kekasihnya, yangtelah diusir-nya.
Heran, apa sebabnya orang itu meng"getarkan sukmanya. Kalau ada
dahulu orang berkata kepadanya, bahwa ada kelak seorang laki"laki
yang tak dapat dilupakannya, barangkali ia tidak percaya. Pikiran yang
demikian tak pernah timbul dalam hatinya. BiarSuleman akan atau sudah
jadifakir, papa, hina atau binasa, lamun rasa kasihan atau perasaan lemah
lembut takkan ada padanya. Sebab ia hanyalah senang dan mewah saja
Ia pun turun dari kendaraan itu, berjalan tertegun"tegun ke serambi
Ketika dilihatnya Suleman sedang menunduk ke buku di atas mejanya, ia
pun sebagai tak berpijak di lantai rumah lagi.
Kebetulan ujung sepatunya terantuk pada tangga serambi Hampir
iajatuh dan mengaduh dengan tak diketahuinya.
Seketika itu jua Suleman melompat dari kursinya, berlari ke pintu,
akan menolakkan pintu itu keras"keras sampai terbuka. Ia tertegak den gan
heran dan taaj ub, sebab hampir tengah malam itu seorang perempuan yang
berpakaian indah"indah: berok pendek, bersepatu dansa dan berdandan
serapi"rapinya, tampak berdiri di hadapannya. Ketika ia hendak surut
ke dalam kembali, sebab sangkanya nona Eropa, eh bukan, "dewi, yang
turun dari kayangan" terdengarlah suara yang lemah lembut keluar dari
mulut dewi itu: Suleman! N .sr mms" 03.4 &P
"!: V mmm-namum.- B:.Ilj Pusuk:
Sambil menguatkan hati dan menjenguk keluar, orang muda itu pun
berkata dengan tenang. "Engkau Zuraidah memandang kepadanya dengan senyumnya, serta
melangkah ke dekatnya. "Ya, Suleman ," katanya s ambil bersikap sem anis"manisnya.
"'Sangkamu, siapa aku ini?"
"Mengapa engkau datang kemari?" tanya Suleman dengan tak
menjawab pertanyaan Zuraidah yang akhir itu.
"'Saya hendak berunding dengan engkau. Boleh saya masuk ke
dalam" Jangan di serambi ini; di dalam kantormu itu lebih baik," katanya,
ketika dilihatnya Suleman hendak memetik lampu listrik di serambi itu.
"Boleh?" "Silakan," sahut Suleman dengan tawarhati, sambilberdiri ke pinggir
pintu. Ketika Zuraidah telah masuk, ia pun mengikut di belakang.
Ketika terdengar oleh Zuraidah bunyi kunci pintu diputar, ia pun
berpaling. Kelihatan airmuka Suleman keruh, alamat ia tak bersenang
hati akan kedatangannya. "Man," ujar gadis itu, setelah duduk dikursibesar dimuka meja tulis,
"'saya tahu, bahwa engkau marah kepadaku. Tetapi duduklah dahulu, "kita
beria"ria sebentar."
Sebagai acuh tak acuh Suleman duduk perlahan"lahan di kursi yang
sebuah lagi "kursi besar berper itu dua buah sepasang" dan bersandarke
belakang dengan lengah. "Apa maksudmu?" tanyanya.
"Ya, Man, rupanya engkau tak tahu, betapa hancur hatiku, sekarang
ini. Tak dapat kuderitakan lebih lama lagi. Saya mesti datang kepadamu,
minta maaf" Suleman heran, apa sebabperkataan Zuraidah yanglemah lembut dan
manis sebagai madu itu tidak meresap sedikitjua lagi ke dalam hatinya.
Padahal dahulu, kata sepatah yang keluar dari mulut gadis itu dapatlah
menyuruh dia mencium kakinya. "Zuraidah," katanya dengan hambar.
"'Saya bersedia memberi maaf kepadamu. Tetapi sungguh, dengan tak
kauminta maaf itu telah kuberikan. Tak usah engkau berpayah"payah.
Lebih baik, ya Ia pun berdiri dan membuka pintu. "'Hari telah larut,
lebih baik engkau pulang."
613 TW .ht Dam ?" , 1. . - . _' i'": v ,____(_.-:. _ . , "Demikian kauperbuat aku ini, Man?" kata Zuraidah dengan malu
dan berdiri lurus"lurus. "Tak kukira engkau sebengis ini."
Tiba"tiba ia berlutut di hadapan Suleman, lalu berkata dengan
tangisnya. "Beri ampun aku, Man, dan terima aku kembali jadi, ah, jadi
bujangmu." Suleman agak kehilangan akal. Ia takutkalau"kalau tangis perempuan
beriba"iba itu terdengar kepada orang setangga. Dengan segera
dipegangnya bahu gadis itu, seraya katanya, "Berdiri, Zuraidah, diam
malu menangis tengah malam, bukan?"
Gadis itu pun tegak dan menatap mukanya. Ketika ia hendak
merebahkan dirike dadanya, Suleman undur ke belakang.
"'Sabar, jangan berbuat seperti Nona mabuk! Engkau telah kuberi
maaf dan ampun. Biarpun dahulu aku telah engkau usir, engkau berimalu
dengan tak semena"mena, aku tak pernah marah kepadamu. Perkara itu
telah lampau dan kalau pada perasaanmu kata"kataku tadi kasar dan
bengis, hendaklah engkau pandang seperti tak kuucapkan. Pikirku dahulu,
engkau tinta akan daku. Tetapinyata sudah, bahwa tingkah lakumu dahulu
itu komidi semata"mata. Komidi, "sebab sesungguhnya engkau ahli dalam
hal itu, bukan" Dalam pada itu mujur aku pun insaf pula akan suatu
perkara, yaitu cintaku akan dikau pun tak sedalam cintamu akan daku."
"Wahai, "jadi maksudmu, bahwa engkau sekali"kali tak peduli lagi
akan daku?" tanya Zuraidah dengan terengah"engah.Dan ketika dilihatnya
Suleman mengangguk mengiakan, katanya, "'Kalau begitu, tentu sudah
ada orang lain. Mesti sudah ada orang lain, tempat hatimu."
"Benar, tepat benar terkamu itu," sahut Suleman mengejek"kan,
"meskipun aku tak mengerti apa sebabnya engkau maujua menghiraukan
hal itu. Tetapi, ya, sudah adajantung hatiku."
"Engkau akan kawin dengan dia?"
"'Mudah"mudahan. Tetapijangan kausamakan pendirianmu dengan
pendirian oranglain dalam hal bertunangan. Bagi diritu pertunangan itu
bukan permainan, bukan sandiwara, melainkan pokok pangkal pertemuan
jiwa, perpaduan cinta dan kasih sayangku dengan jiwa dan cita kasih
sayang tunanganku itu."
Gadis itu memandang kepadanya tenang"tenang, sebagai laku
orang putus asa. Ia insaf sudah, bahwa ia telah disindir, dicerca habis-
N .sr firman 03.4 &P "!: V mmm-namum.- B:.Ilj Pusuk:
habisan jadi tak berguna lagi memperbincangkan perkara itu. Halnya
merendahkan diri semacam itu tidak ada paedahnya. Sebab itu sekejapitu
jua timbullah nafsunya hen dak men ghamburi laki"laki itu, akan mencekik
lehernya. Untungia insaf pula rupanya, bahwa perbuatan itu takkan baik
hasilnya. Ia pun berpaling ke pintu dan barjalan cepat"cepat keluar. Di
halaman ia menoleh ke belakang. Pada air mukanya terbayang berang
yang tak terperikan. Akan tetapi, ia tak kuasa berbuat apa"apa. "'Akan
datang masanya aku membalas dendam,"katanya, sambilmenggertakkan
gerahamnya. "'Sampaimatikubalaskanjua sakit hatiku inikepadanya. D an
gadis atau wanita mana pun yang telah mengikat hatinya pasti kutantang.
Kalau kuketahui "Ke mana lagi, Nona?" tanya sopir yangmenantikan dia dengan sabar-,
setelah Zuraidah merebahkan dirinya ke sandaran belakang taksinya.
"Balik ke Jatinegara, cepat!" perintahnya. "Aku hendak berdansa
semalam"malaman Barangkali baik benar Zuraidah tidak tahu, bahwa kedatangannya
yang tak disangka"sangka ke rumah Suleman itu tidak berkesan sedikit
jua dihatinya. Pada keesokan harinya boleh dikatakan Suleman telah lupa
sama sekali. Tak teringat lagi olehnya, baik rupa gadis itu baik pun tingkah
lakunya merayu"rayu itu. Hanya di bibirnya ma sih kelihatan cibir sedikit
seakan"akan ia mencemoohkan bintang film yang tak bermalu itu. "Hem,
cinta palsu," katanya, "permainan bibir semata"mata."
Tentu saja perkara itu tidak dibicarakannya dengan tunangannya.
Sartini sedang membilang"bilang waktu, berapa jam lagi lamanya ia
akan berdekat dengan kekasihnya. Dan pada hari yang penghabisan boleh
dikatakan mereka itu tak bercerai"cerai lagi. Mereka bercengkerama,
bersenda gurau dan berkelakar sepuas"puas hatinya.
Pada keesokan harinya, ketika ia bangun tidur, barulah diketahuinya


Turun Ke Desa Karya N. St. Iskandar di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

bahwa hari perceraian tiba sudah. Hari itu tanggal 50 April .. .. Ia berjanji
dengan Suleman akan pesiar dengan oto. Hari elok benar, terang cuaca.
Di mana"mana tampak bunga berkembang, di halaman dan di taman,
semerbak baunya. Sekalian yangkelihatan ditengah jalan menarikhatinya.
Suleman suka gembira rupanya. Oleh sebab itu sedikit pun tak terpikir
oleh Sartini akan mengingatkan kepadanya, bahwa hari perceraian itu
telah dekat bmar. Padahal ia telah bermaksud hendak mengabarkan hal
itu, hendak bermaaf"maafan dan beri"memberi salam. Tetapi setelah tiba
waktunya, ia pun tak berani membuka mulut.
613 TW .ht Deru "3 , 1. . - . _' i'": v ,____(_.-:. _ . , Tiada akan lupa"lupa olehnya hari sehari itu seumur hidupnya, hari,
yang menyatukan perasaannya dengan perasaan kekasihnya sehingga
mereka itu sangat berbahagia rupanya.
D alam waktu yang permai pada bulan April itu tak mungkin terpikir
oleh Sartini bahaya yang telah hampir menimpa batu kepalanya. Akan
tetapi, ketika malam yang penuh dengan bintang cemerlang dilangit biru
itu, dipegangnyalah tangan Suleman erat"erat sebagai putus harapan.
"Suleman," katanya bermohon. "Engkau cinta kepadaku, "selama"
lamanya?" "'Sebagaiengkau taktahu!"jawab orang mudaitu den gan kasih mesra.
"Memang kata engkau lebih tepat dihatiku daripada kakanda, Tini Besok
aku hendak berunding dengan engkau. Cita"citamu itu tak usah engkau
langsungkan." "Sekarang, Man. Aku "Besok saja. Kinihatiku gairat sangat, "serasa aku di awang"awang
berkat kemurnian cinta kita itu!"
Setelah berkata demikian dilepaskannyalah tangan gadis itu. Ia
melompat masuk otonya, lalu berangkat
Sartini tegak berdiri di muka pintu gerbang, sambil menurutkan
kendaraan itu dengan matanya, sampai sehilang"hilangnya.
"Berbahagia benar aku sehari ini," ujarnya seraya berjalan lambat"
lambat ke langkan rumahnya. "Tentu akan terjadi sesuatu hal yang ngeri
Apa gerangan?" Sampai"sampai ke dalam kamar pikiran semacam itu tak dapat
dihilangkannya. Maka diputarnya tombol lampu listrik. Kamar itu pun
terang benderang, lalu dir-ebahkannya dirinya ke atas dipan. Ia berbaring,
tetapi ia gelisah. Dengan segera ia bangkit berdiri pula serta memandang
ke meja tulisnya. Bukan main terperanjat hatinya, demi dilihatnya di atas
meja itu ada terletak sepucuk surat kawat.
Surat itu pun diambilnya, lalu dibukanya denganjari yang gemetar
Hampir tak terpegang olehnya. Dan setelah dibacanya, sekonyong"
konyong ia pun berasa sebagai telah dikongkong orang dengan rantai
besi yang kukuh kuat. "'Kita berangkat besok pagi, 1 Mei pukul 6 pagi dengan kereta api
cepat. Bertemu di Gambir. Sayid Alwi."
Beberapa lamanya Sartini lupa akan dirinya.
N .sr mms" _-_.';_.:' 6!)
:": mmm-namum.- B:.Ilj Pusuk:
Garaa oil/zakaria; Orang kaya itu"
' aSartini siuman pula, ia pun menangkup ke meja tulisnya.
Surat kawat itu masih dipegangnya dengan jari tan gan
k nannya, telah berkerenyut kerenyut sebab diremas remasnya.
Ketika itu terasa olehnya, seakan akan ia membaca keputusan hukuman
mati, yang dijalankan atas dirinya. Ia tahu sudah, bahwa rasa berbahagia
bersama sama dan bergaul dengan Suleman, yaitu mimpi cita citanya,
telah sampai kepada akhirnya.
Enam bulan, "ya, gila benar orang yang mengatakan, bahwa waktu
enam bulan itu akan lekas lampau. Sebagai dithatnya dan dirasainya
pada masa itu, waktu sekian tidak ber kesudahan, berabad abad lamanya.
Apabila terpikir olehnya apa yang mungkin terjadi dalam enam bulan itu,
selama ia meneken kontrak itu, bukan kepalang susah hatinya. Suatu pun
tak ada yang dapat menghiburkan dia lagi Wahai, dia dan Suleman akan
berpisah dan berjauhan. Tiba tiba ia menengadah ke loteng. Pengecut" Ia berbuat demikian
bukankah karena kehendaknya" Kalau ia 'tidak berkorban semacam itu,
bagaimana kiranya hal orang muda itu" Suatu suara halus berulang
ulang mendenging di telinganya. Barangkali ia telah terbenam di dalam
penjara atau telah miskin dan melarat, sehingga ia terpaksa bermula
dari alif ba ta pula, barangkali mereka berdua takkan bertemu lagi atau
"sama sama sengsara" takkan bercerai cerai Akan tetapi, ia insaf
bahwa sia sia dipengaruhioleh perasaan sedemikian. Dengan gagah berani
dikir'apkannyalah segala kesusahan itu dari dirinya.
Surat kawat yang mengharu birukan hatinya itu dilicinkannya, lalu
dibacanya sekali lagi "Kita berangkat besok pagi .. .." Tampak olehnya cap stempelnya: 30
April. Siapa gerangan yang menerima surat itu!J Ibunya" Mujur tidak
agaknya, sebab sehari harian itu Nyonya dr. Arjono tidak ada di rumah.
Tentu babu Dan terpikir olehnya, bahwa waktu berkemas kemas
datang sudah. Ia pergi ke pintu ruang tengah, lalu dipanggilnya babu yang sangat
dipercayainya. "'Sinah," katanya, setelah perempuan itu hadir di dekatnya. "Engkau
yang menerima kawat ini, bukan" Benar" Nah, surat ini dari induk
semangku yang baru di Jawa. Jangan engkau rusuh, jaga ibu dengan
saksama. Tak lama aku pulang pula. Akan tetapi awas, simpan rahasia ini
baik"baik. Mengerti engkau, Sinah?"
"Baik, Den Ajeng."
"'Ini hadiahku padamu. Pergi ke belakang Jangan lupa pesanku itu
ya?" katanya seraya memberikan tiga helai uang kertas sepuluh rupiah
ke tangan bujang itu. Bukan buatan besarhatiSinah mendapat uang sebanyak itu sehingga
ia lupa akan bertanya lebih lanjut hendak ke manakah majikannya yang
muda itu. Padahal ia sayang kepadanya, dan telah lama bekerja dengan
dia. Baik buruk fiil"perangai dan adat istiadat gadis itu sudah diketahuinya
dan dirasainya. Sekarang ia hendak ke Jawa, jauh dari dia. Dengan tiba"
tiba saja. Hal itu pun tidak diusul diperiksanya, tidak disiasatnya, sebab
pengaruh hadiah itu. Atau karena ia sangat percaya akan perkataan gadis
itu" Tentu sebab kedua"duanya, tetapiterutama karena alasan yangkedua
itu, "karena percaya. Apalagi ia telah mendengarjua percakapan Nyonya
dr. Arjono dengan anaknya, bahwa Raden Ajeng Sartini harus mencari
kerja lain. Akan tetapi, sudah agaklama, dan sesudah itu Mr. R Suleman
sudah kerap berkunjung, kerap berj alan dan pesiar dengan Sartinike mana"
mana. Kecuali bersama"sama pergi ke kantor, pada hari Ahad ada pula
mereka itu sarna"sarna pergi menghadiri rapat Putri Indonesia di Gang
Kenari yaitu rapat akan menetapkan rancangan Kongres Putri Indonesia
II, yang akan diadakan di Semarang kelak. Dan sekarang Sartini akan ke
tanah Jawa. Siapa tahu, barangkali ia hendak ke kongres itu. Kalau tidak,
masa dirahasiakan" Hanya sekian timbangan dan pikiran Sinah. Sesudah
itu ia telah bersukacita dengan uang tiga puluh rupiah itu, lalu pergi ke
belakang akan meneruskan pekerjaannya.
Sementara itu Sartini mengeluarkan kopor kulit yang besar dari
bawah tempat tidurnya. Dengan segera dimasukkannya pakaian dan
perhiasan yang baru dibelinya, demikian juga keperluan lain"lain, ke
dalarnnya. Oleh karena bekerja berat dan tergesa"gesa itu, tak seberapa
dirasainya debar"debar hatinya, tak berapa teringat olehnya apa yang
akan menimpa dirinya. N .sa rama" _-_.';_.:' 6!)
:": mmm-namum.- B:.Ilj Pusuk:
Setelah siap segala keperluan dalam perjalanan itu, barulah bimbang
pula kira-kiranya. Ia harus memberitahu ibunya dan mengucapkan selamat
tinggal kepada tunangannya. Bagaimana caranya" Ia pun duduk ke meja
tulis, lalu mulai menulis sepucuk surat. Sudah dua helaikertas ditulisnya,
maka kedua helainya itu pun dirobeknyahalus"halus dan dich ak"kannya,
sehingga carik"carik kertas itu bertaburan di lantai. Akan tetapi, ia tidak
putus asa dan menulis pula demikian:
Kekasihku, aku pergi. Kalau sungguh engkau cinta kepadaku, jangan aku dicari"
cart. Atau usah engkau berhubungan dengan. daku, _,t'r'katau aku sendiri
tidak berkirim surat kepadamu. Akan tetapi, aku tidak bagian dan tak
Elefani berikrar; bahwa aku akan dapat berkirim"kiriman surat denga
engkau dafam enam hutan ini. Apa perintah yarg akar kuterima dari
induk semangku yang baru itu, tak dapat aku terka sekarang. Hanya
yazg kudapati di atas meja, setelah engkau ment'nggatkm daku tahadt',
sepucuk surat kawat daripadazya Isinya menyuruh aku berangkat besok.
Jadi tak tersangka sedr'h'tyua afehku, bahwa pefy'arhnan kita tadi itu tatah
perjafman yang penghabisan Entah surat ini sebaga ucapm sefamat
tenggat, entah tanda kita akan berywnpa pufa kefak, hanya Tuhan saya
yarg tahu. Afkar. tetapi, apay'uapunyarg akan. terjadi atas dariku, engkau
harus percaya, bahwa engkau akar. tangga." tetap tertanam di dafm
kafbu kenang"kenangmku danjfwaku akan terserah kepadamu se"-lama"
tamanya. Sartini. Isi surat itu tak sedikit jua menyenangkan hatinya, tetapi perkataan
memang tak berguna lagi dewasa itu. Den gan segera surat itu
dimasukkannya ke dalam sampulnya, lalu direkatnya dan ditulisnya pula
surat untuk ibunya. Kebetulan Nyonya dr. Arjono malam itu sedang ada
di perjamuan kawin seorang kenalannya. Entah hal itu bagi Sartini suatu
langkah baik, entah langkah buruk, tak dihiraukannya dan dipikirkannya.
Yang telah nyata kepadanya ialah karena ibunya tidak ada di hadapannya
itu, bahwa ia dapat mengabarkan halnya itu dengan surat saja. Tak usah
ia bertutur berdekatan, tak usah berurai air mata. Tak sampai hatinya
melihat ibunya yang dikasihinya itu menangis, karena perbuatannya.
Demikian pula bunyi surat itu:
6!) Taman ke Deru ?"
: "....f'" ..fbu yang tercinta Sebenarnya sebehem terjadi pertab'an Anakonda dengan Kakanda
Suteman, Anakanda sudah tertanjur mencari kerja ke tempat kain. K etika
itu Kakanda Suleman tak ada mempunyai harapan lagi akan membuka
perusahaanbaru Sebabnya ibu tahu, bukan" Gencetan, tekarandarisegafa
pihak yang tak suka met'ihat bangsa kita mencapa kemajuan, terutama
datan masafah pofitik dan ekonomi, tak terderitakan fagi otehnya di kota
ini. Jadi ia hendak kembali ke desa, katanya. Dan dnakanda" Segera
mendapat kerja. Anakanda tetah meneken surat perjanjian. Sudah itu
barutah Kakanda Sufenm tertot'ong dm meminta Anakazda akmjadi
istrinya. Menurut perjanjaa itu Arnakanda mesti berangkat hari ini ke
Jawa Tengah Sudah itu entah ke mana, akm mergafankm "rekfane
perusahaan baru di seturuh Indonesia". Arnakanda meneken peryanyig
untuk enam bufan. Jadi sekama itu Arnakanda terpaksa meninggat'kan ibu
seorang diri. rfpa bofeh buat. Barangkafi, tapi rfnakanda percaya, sefama
Kakanda Sufeman masih ada di sini tentu ibu akan diufang"uihnginya
sebagai ibu kandungnya. Jangg ibu curiga akan. dia tentang hair itu. Dan
dari dnakanda sendiri, akan penotong"notong ibu datam enam butan itu,
datan sampurr surat ini ada uang RpSGQ". Sinah tentu akan. tetap tinggaf
dengan ibu. Petuk ciumAnakanda, Sartini. Surat dan uang itu pun dimasukkannya ke dalam sampulnya,
ditaruhnya di dalam laci meja tulisnya. Ia percaya, tentu surat itu akan
didapati ibunya di sana, apabila ia mencari apa"apa. Dan surat kepada
Suleiman dimasukkannya ke dalam dompetnya, supaya dapat dikirimnya
dengan pos keesokan harinya.
Pagi"pagi benar ia telah bangun dan siap akan berangkat. Sinah
disuruhnya mencaritaksi Setelah dapat, ia pun berkendara"an ke Setasiun
Gambir seorang diri. Ketika ia turun dari taksi di muka setasiun itu, dilihatnya Sayid Air-avi
bin Zahar sudah ada menantikan dia. [a berpakaian gabardin abu"abu yang
amat elok guntingnya, berkopiah beledu hitam tinggi serta mengepit
sebuah tas surat"surat yang besar dan bagus. Dengan tersenyum ia pun
N. 3: Iskaidar iii."; &P
"!: V mmm-namum.- B:.Ilj Pusuk:
datangke dekat gadis itu, seraya berkata, "Tahu benarNona menepatijanji
Baru pukul lima 45 menit. Masih ada waktu, tetapi semuanya telah siap.
Kuli, bawa kopor Nona ini ke kelas satu no. Li dan 5." Dan kepada Sartini
ia memberi isyarat, supaya diikutkan dia ke dalam peron.
Meskipun agak ganjil rupanya seorang Arab yang sudah agak tua
diiringkan oleh seorang gadis Indonesia terpelajar yang berpakaian
sederhana, tetapi hal itu tidak dihiraukan orang benar. Sudah demikian
adat negeri atau kota yang besar dan ramai. Masyarakat campur aduk.
Apalagi di setasiun itu orang sibuk dengan pekerjaan masing"masing. Hilir
mudik, silang siur, berjalan ke sini, berlari ke sana, menyeruak"nyeruak
memikul dan menjinjing beban serta hiruk"pikuk
Lebih dahulu kedua mereka itu ma suk ke tempatmenanti penumpang
kelas satu, akan minum kopi dan makan roti dan lain"lain. Sartini tidak
membantah sedikitjua. Apa perintah orang kaya itu diturutnya dengan
patuh. Sementara minum Sayid Alwi bin Zahar memandang kepadanya.
"Sangkaku, Nona takkan datang," katanya dengan senyum"nya.
"Apa sebabnya Tuan bersangka demikian?" tanya Sartini dengan
sabar. Orang kaya itu tidak menjawab, melainkan berpaling ke kanan, sebab
kuli lewat membawa barang Sartini ke kereta yang akan ditumpanginya
itu. "Taruh baik"baik di atas para"para kelas yang kutunjukkan tadi,
"perintahnya kepada kuli itu. Sambil berpaling pula kepada Sartini,
katanya, "Sekarang baru kita akan mengadu untung."
"Ke mana saya akan Tuan bawa?"
"Sebentar lagi kita ke Cirebon, dari sana terus ke Semarang. Kita
bermalam di situ, dihotel yang sebesar"besarnya."
"Perusahaan Tuan?"
"Bukan di situ. Nanti kita terus ke Yogya, dan dari situ berangkat
lagi ke Banyumas. Barangkali di situ kita bekerja."
"Barangkali" Tetapi kerja apa di sana?" tanya Sartini dengan heran
dan sak"wasangka; bahkan berdebar"debar hatinya, karena ia teringat
akan keterangan ibunya, bahwa ibu bapaknya berkediaman di daerah itu.
"Mengapa di sana, Tuan?"
"Jangan banyak tanya dahulu. Dinding bertelinga, marikita ke karat
itu, di rel yang pertama itu!"
613 TW ke Desa "Dinding bertelinga," pikir Sartini sambil berjalan. "Rahasia, "tetap
tujuan yang peng"habisan sudah disebutnya: Banyumas. Apa gerangan
yang akan kudapati dan alami di negeri nenekku itu?"
Mereka itu masuk ke kelas satu kereta api cepat den gan tiada
berdes ak"desak. Tempat duduknyatelah ditentukan lebih dahulu. Karat itu
istimewa sekali rupanya. Bersih dan bagus. Hawa di situ sejuk dan segar.
Penumpang kebanyakan orang Eropa yang kaya dan berpangka tinggi
Adajua bangsa asing, seperti Arab dan Cinayang banyak uang-nya. Bangsa
Sartini sendiri, kebetulan ketika itu hanya dia seorang saja menumpang
di situ. Hanya dia sendiri, yang duduk dikelas yang indah itu. Bukan pula
karena kekayaannya, bukan karena uangnya dan tinggi pangkatnya, cuma
karena nasibnya, entah akan dijadikan apa oleh orang kaya yang telah
"menjerat dan mengikat" kaki tangannya itu. Bangsanya yang banyak itu
menumpang di kelas murah, di kelas tiga berdesak"desak dan berimpit"


Turun Ke Desa Karya N. St. Iskandar di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

impit atau bersusun"susun seperti barangjualan, meskipun mereka itu di
tanah airnya dan kereta api itu pun bukan pula di tanah asing.
Baru Sartini duduk terenak"enak di kursi besar yang empuk dan
berpegas lunak itu, kereta itu pun bergerak dan berjalan perlahan"
lahan tetapi segera bertambah"tambah cepat"kencangjua. Rumah yang
dilihatnya kebanyakan kukuh dan bagus, didiamioleh orangEropa belaka.
Jika ada bangsa Sartini kelihatan di sana: hanya babu atau koki. Dan
di sana"sini kelihatan kampung bumipuu-a, pondok atau gubuk seperti
kandang binatang, yang penuh"sesak dengan manusia yang setengah
telanjang. Kampung orang Eropa dan kampung bumiputra! Keduanya
berbeda seperti bumi dengan langit.
Sedang Sartini memikir"mikirkan peri keadaan yang ganjil itu,
sedang ia mengalaikan kepalanya ke sandaran kursi yang empuk itu,
tiba"1iba ingatannya melayang pula ke tempat lain. Hatinya pun berdebar"
debar pula, darahnya tersirap, karena Suleman dan ibunya melintas di
ruang matanya. Bagaimana gerangan perasaan mereka itu ditinggalkan"
Mungkinkah mereka itu memaafkan dosanya" Dan Suleiman, "akan sudikah
ia mengasihani dia jua, sesudah dipermain"mainkannya dengan cara yang
ganjil itu" Wahai, ia tidak boleh mengingat peristiwa itu. Kalau terus jua
dikenangkannya, mungkin ia melompat keluar jendela kereta api yang
tengah berlari cepat sebagai kilat itu.
N. 3: Iskardar _-_.';_.-.' 5,3
:": mmm-namum.- Bajaj Pusuk: Sartinimengeluh serta menarik napas panjang. Ia menekurke lantai,
tak berani melihat apa"apa yang dilaluinya itu. Hanya ketika kereta api
berhenti lepas sejam perjalanan, ia pun terkejut mendengar suara riuh
rendah menawarkan buah"buahan, makanan, rokok dan lain-lain.
Kemudian, setelah selesai orang turun naik dan berjual beli di
perhentian itu, kereta itu pun meneruskan perjalanan pula. Ketika itu
pemandangan sudah berlainan benar dengan di kota Jakarta tadi itu.
Barang ke mana dilayangkan mata, sejauh"jauh pemandangan, tak lain
yang kelihatan melainkan sawah yang datar luas belaka. Padi sedang
menguning seperti emas, melambai"lambai ditiup angin yang berembus
dari arah lautan. Menderu dan berdesau"desau bunyinya, seolah"olah
padi yang berharga itu berseru beriba"riba serta menangis sedan sedan,
meratap mengadukan kepada gadis itu, bahwa segala kekayaan tanah air
itu tidak memberi berkat sedikitjua kepada bangsanya. Orang desa yang
senantiasamemerah keringat daripagisampaipetang di sawah itu, pak dan
mak tani yang mendatangkan hasil berkian"kian itu, tinggal tetap dalam
perihal berkekurangan. Hidup dan keadaan mereka itu tetap sederhana
seperti sediakala, tidak pernah merasai kemajuan lahir atau batin. Padi
yangberbuahkan emas uraiitu sebagian besar-jatuh ketangan bangsa asing
Bukan padi saja. Perusahaan tebu yangluas"luas di daerah Cirebon dan
Tegal sepanjangjalan kereta itu pun bukan kepunyaan anak bumipuh"a,
tidak menguntungkan mereka itu, meskipun tenaganya dipergunakan
sejak dari mulai mengerjakan tanah dan bertanam sampai tanaman itu
berbuahkan emas. "Sudah berapa buah sejak tadiNona lihat pabrik besar, yang berkepul"
kepul asapnya?" tanya Sayid Alwi bin Zahar me"mulai bercakap dengan
gadis itu. "Banyak," sahutSartini dengan acuh tak acuh, "tadi di daerah sebelah
barat ada beberapa buah kincir padi, dan sekarang semakin ke timur
kelihatan banyak pabrik gula."
"Siapa yang punya, pikir Nona?"
"Siapa lagi, kalau tidak orang kaya dan berkuasa seperti Tuan?"
"Apa maksud Nona?"
"Bangsa asing kapitalis."
"Sebab bangsa bumipuu-a, eh, bangsa Indonesia tidak, eh, belum
berkapital, belum bermodal, jadi belum sanggup lagi akan menjalankan
ekonomi besar." 61) Tua"an ke Desa 37
: u."..f'" "Oh, mulai menghinakan pula?" tanya Sartini dengan marah serta
memalis. Sayid Alwi bin Zahar tersenyum dan berdiam diri.
Gadis itu pun bertekan pada kupang jendela kereta itu, sambil
melihat"lihat keindahan alam. Makin lama ia berbuat demikian, makin
nyata kepadanya, bahwa negerinya yang kaya raya itu aneh sungguh. "Si
kaya dan siberkuasa asingjua yang sejahtera, aman, makmur dan mewah
di sini," pikirnya dengan sedih hatinya.
Oleh karena itu bencinya kepada induk semangnya yang baru itu
bertambah"tambah men dalamjua. Hampir ia tak mau lagi berkata"kata di
dalam kereta itu, melainkan termangu"mangu saja seperti ayam dianjak
malam. Ia makan kalau disuruh makan dan minum kalau disuruh minum.
Sampai"sampai ke Semarang demikian halnya.
Sedikit pun tiada terbuka pikirannya dan hatinya. Semakin jauh
perjalanannya, semakin dekatia ke tiang gantungan yangtelah disediakan
baginya oleh si kaya itu.
DiSetasiun Semarang yang besaritu Sayid Alwi bin Zahar dijemput
oleh pegawai The Grand Hotet dengan oto yang amat indah. Mereka
itu dibawanya ke rumah makan yang ternama itu, "penginapan orang
Eropa. Di tingkat kedua sudah disediakan lebih dahulu dua buah kamar.
sebuah bagi Sartini, sebuah bagi orang kaya itu. Ketika melihat keadaan
itu, barulah agak lapang dada Sartini rasanya. Seakan-akan melompat ia
ke dalam kamar besar dan indah permai itu, supaya segera beristirahat
di dalamnya. "Allahu Akbar," serunya, "ya, Allah, peliharakan hamba"Mu ini
daripada segala cobaan."
Meskipun ia akan tinggal serumah dengan orang itu, tapi ketika itu
nyata sudah kepadanya, bahwa ia akan terpeliharajua. Kamarnya dapat
dikuncinya dari dalam. Sampai petang ia tidak diganggu orang di sana
sehingga ia dapat tidur dengan nyenyaknya.
Hanya senja hari, sesudah mandi dan berhias, ia diajak oleh Sayid
Alwi bin Zahar pesiar sekeliling kota dengan oto. Segala liku dan kelok,
segala kampung dan lorong ditempuhnya. Tiap"tiap oto itu melalui
tempat yang ramai, kelihatan oleh Sartini pandang orang amat tajam
terhadap kepadanya. Akan tetapi tidak lama. Agaknya pikir orang, tentu
perempuan muda yang duduk di sisi orangtua itu, is'uinya. Sebab sudah
N 3: Iskardar iii."; &P
"!: V mmm-namum.- Bajaj Pusuk: biasa orang kaya tua berbinikan perempuan muda yang cantik parasnya!
Meskipun pikiran semacam itu sangat melukai hatinya, tapi ia tidak dapat
berbuat apa"apa. Hanya ia selalu berkira"kira, apakah maksud si kaya itu
kepadanya" Di dalam kamarhotel itu Sartini merasa sebagai dikayangan. Ranjang
bukan buatan indahnya, berkelambu sutra halus. Ia belum pernah jadi
pengantin, tetapi ia dapat membandingkan bahwa kamar hotel itu lebih
indah daripada bilik pengantin anak raja"raja. Warna yang menghiasi
bahagian di dalam kamaritu hijau, kuning bercampur dengan hitam dan
biru. Akan tetapi, segala warna itu bersinar pancar"memancar, sehingga
tidak dapat dikatakan apa sebabnya maka demikian, jika dilihat sepintas
lalu saja. Permadani yang terhampar amat tebal rasanya, berwarna kehitam"
hitaman dan diten gah"tengah berbunga"bungapuspa ragam. Kalau orang
berjalan di atasnya, seakan-akan ia ada ditaman bunga"bungaan. Dinding
dihiasi den gan pelbagailukisan yangindah"in dah, buatan ahli gambar yang
termasyhur. Lemari, kursi, meja dan perkakas lain"lain terbuat daripada
kayu jati yang halus berkilat"kilat. Cermin berlipat tiga, sehingga orang
yangte gak mematut"matut diri di situ, kelihatan seluruh tubuhnya: muka,
rusuk, dan punggung. Di atas meja kecil dan meja bundar terletakjambangan bunga yang
indah dan mahal harganya. Di dalamnya tersusun bunga yang baru dipetik
dan harum baunya. Barang ke mana Sartini memandang, ia tercengang"
cengang, sebab kamar itu dilengkapi dan dihiasi sebaik"baiknya dan
seindah"indahnya. Permai sekali, "seperti kamar pengantin Belum
pernah ia melihat atau mendengar kamar hotel yang terpelihara serapi
itu! Tiba"tiba pintu diketuk orang dari luar.
"Ya, siapa itu?" tanya Sartini memberanikan diri membuka pintu
itu. "Saya," sahut Sayid Alwi bin Zahar sambil melangkah masuk ke
dalam kamar itu. Setelah ia memandang berkeliling dengan senyumnya,
ia pun menyambung perkataannya, "Bagaimana pikiran Nona tentang
bilik ini?" "Terlalu indah, Tuan."
613 Tua"an ke Desa 83
: u."..f'" "Ya," kata si kaya itu sambil duduk di kursi berper yang besar itu,
"duduk, Nona, kita berunding sebentar. Nona belum mengantuk lagi
bukan?" "Belum," sahut gadis itu seraya duduk dihadapan orangitu sebagai
digerakkan mesin. "Tadi siang lama benar saya tidur."
"Sejak Nona kelihatan oleh saya, telah saya tempatkan Nona dalam
angan"angan di dalam kamar yang permai seperti ini," katanya. "Macam
inilah tempat yang betul"betul sepadan dengan derajat Nona." Meskipun
bunyi suaranya amat tenang, tapi matanya yang hitam itu ganjil sekali
sinarnya. Seakan"akan memberi ingat kepada gadis itu, supaya ia berhati"
hatibenar Ada bahaya yangmungkin menimpa dirinya. Akan tetapi, Sartini
sedang memandang berkeliling, tidak memperhatikan gerak matanya.
"Nona boleh tidur di sini semalam ini. Besok atau lusa kita teruskan
perjalanan kita." '*Ke Mataram?" "Dan terus ke Banyumas. Senangkan badan Nona di sini dahulu sebab
di sana kelak Orang itu tidak meneruskan perkataannya, melainkan
menentang wajah Sartini sebentar.
"Belum tibakah masanya, Tuan menceritakan maksud Tuan kepada
saya?" tanya gadis itu dengan berani
"Ya, itulah maksudku sekarang. Dengarkan baik"baik Nona kenal
akan bupati Banyumas?"
Ingatan gadis itu pun melayang pula kepada keterangan ibunya.
BupatiBanyumas bukankah neneknya" Akan tetapi, mengapa perundingan
terhadap ke sana" Apa perhubungan kerja sikaya itu denga silsilahnya"
Sartini semakin curiga. Sungguhpun demikian ia bersedia jua akan
men urutkan alur perkataannya dengan berlagak bodoh dan patut
akan perjanjian, supaya ia dapat mengetahui maksudnya dengan jelas.
Pertanyaan itu dijawabnya dengan pendek dan tegas.
"Tidak, Tuan." "Nona berasal dari mana?"
Sartini termenung sebentar. "Memang ibu bapak saya berasal dari
daerah Banyumas, tetapi saya sendiri lahir di Suman-a."
"Di tanah Deli, bukan?"
"Ya." "Nona bersaudara seorang laki"laki. Di mana dia sekarang ini?"
N 3: Iskardar 03.4 &P
N V mmm-namum.- Bajaj Pusuk: '*Saya tidak tahu. Sudah setahun lebih ia lari dengan seong nona
Indo." "Tidak ada kabarnya?"
"Bermula ia pergi ke Surabaya, bekerja di sana sebentar. Tetapi
kemudian, kata orang, ia berlayar keAmerika dengan nona Indo itu. Sejak
itu tak ada lagi kabar beritanya."
"Bagus," kata orang itu seraya mengeluarkan sebatang cerutu dari
dalam sakunya. Setelah rokok itu dipasangnya, ia pun berkata pula. "Jadi
sekarang tinggal Nona saja lagi cucu bupati itu."
"Apa maksud Tuan?" tanya Sartini dengan agak terkejut. "Cucu
bupati" Ah, saya tak bersangkut paut dengan bupati Banyumas."
"Tapi ibu Nona keturunan bupati, bukan?"
"Bukan bupati Banyumas, dan sudah lama pensiun."
"Benar, anak kandung bekas bupati R.M. Sontomulyo, yang kaya
raya itu." "Kata orang beliau kaya."
"Ibu Nona atau Nona sendiri, tidakkah berharap akan men"dapat
pusaka orang kaya itu?"
"Sekali"kali tidak," jawab Sartini dengan cepat. "Pertama saya tak
kenal akan dia, sebab tak pernah bercampur; kedua karena saya tidak
mengharapkan harta orang. Dan ibu saya telah dibuang oleh nenek saya
itu. Tak diakuinya anak lagi."
"Sayang. Tapi tentu terpikir- oleh Nona, bahwa nenek Nona itu pada
suatu ketika akan menyesal akan perkataannya yang telah terlanjur itu.
Apalagi ia berkerat rotan dengan ibu Nona itu bukan karena benci hanya
karena terlalu kasih .. .. Sebab ibu Nona tiada menurut kehendaknya, lalu
terlompat mulutnya."
"Mungkin." "Nah, mengapa ibu Nona tidak mau berbaik dengan dia?"
Sartini menggelengkan kepalanya. "Sebab ia telah dibuang nenek,
yang tidak mau memberi ampun."
"Sudah dimintanya?"
"Sudah, tetapi tak dijawab oleh nenek. Kata ibu, memang sifat nenek
saya itu terlalu kera s."
"Tetapi ia sudah menyesal."
6P TurankeDesa 85 5le "Entah, tetapi ada suatu hal yang tak dapat dilupakan oleh ibu saya,
Tuan." Sartini memandang kepada orang itu sebentar. ","Ah katanya,
"telanjur saya mengeluarkan rahasia keluarga saya
"Terus, hal apa itu?" tanya Sayid Alwi bin Zahar dengan minatnya.
"Perkara keluarga saya sendiri. Tak boleh diketahui orang lain.*
"Tapi kepada saya perlu mesti Nona ceritakan!"
"Mesti, kata Tuan?"
"Ya, ingat perjanjian."
"Saya kira, perkara itu tak bersangkut dengan perjanjian itu," kata
Sartini dengan agak naik darah.
"Hum, dalam segala hal Nona mesti takluk kepadaku. Ceritakan
lekas!" '*Bengis benar si tua bangka ini," pikirSartini sambil menundukkan
kepalanya. "Ya, apa dayaku lagi?" dan dengan agak kuat katanya, "Sakit
dan pedih hatiibu ter-hadapkepada nenek saya itu, Tuan, tiada dapat diobat
dengan harta pusaka. Nenek saya yang perempuan, yakni bunda kandung
ibu saya, berpulang ke rahmatullah karena disia"siakan oleh nenek bupati
yang mulia dan kaya itu. Nenek saya itu ditalakinya dengan tak bersalah,
karena ia hendak kawin pula dengan perempuan muda ..
"Karena ibunda Nona itu tidak sudi dipermadukan, bukan?"
"Oh, jadi silsilah kami terang benar kepada Tuan?"
'*H em, _" Sayid Alwi bin Zahar tersenyum mas am. "Benar kiranya keterangan
tuan Bupati," pikirnya. "Keras hati .. Dan tiba"tiba ia pun berkata
dengan lemah lembut, seraya menentang muka gadis itu, "saya percaya
akan perkataan Nona. Memang harta yang memberi bahagia kepada kita
hanyalah harta pencarian kita sendiri, hasil cucurpeluh kita sendiri. Akan
tetapi, harta pusaka yang halal ialah harta kita sendirijua, bukan harta
orang lain. Sekarang saya ceritakan: nenek Nona itu sudah sakit"sakit,
sedanghartanyateramatbanyak. Pabrik gula dan lincirpadiberatus"ratus
ribu rupiah harganya. Sawah, ladang, kebun tembak yang teramat luas,
sekaliannya itu akan jatuh ke tangan orang lain, kalau pertalian ibu Nona
atau Nona sendiritidak diperbaiki dengan bupatiitu. Dengan pendek saya
katakan: Nona mesti kembali kepada nenek Nona sebagai cucu kandung
beliau, yang akan mewarisi segala kekayaannya."
N 3: Iskardar _-_.';_.:' 5,3


Turun Ke Desa Karya N. St. Iskandar di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

:": mmm-namum.- Bajaj Pusuk: Sayid Alwi bin Zahar berhenti bercakap, akan mengetahui betapa
pengaruh pemandangannya itu kepada gadis itu.
Sartini tidak lekas berkata, sebab perasaan curiga bertambah kuat
tumbuh di dalam kalbunya, "Orang tua ini tahu benar rupanya akan
keadaan keluargaku, dan ia berhajat hendak mempertautkan yang retak
di antara anak dengan bapak. Akan tetapi aku yang diajaknya, apa
maksudnya" Apa sebab bukan ibuku, ahli waris nenek yang dekat sekali"
Dan apa sebab disengajanya menerima gadai rumahku dengan perjanjian
ajaib itu" Oh, kesusahan ibu pun akan dipergunakannya untuk menjerat
diriku." Tulang sendi Sartini gemetar, karena sudah tampak"tampak
olehnya akibat surat perjanjian yang terkutuk itu. Ketika itu barulah
agak terang kepadanya maksud orang itu. Sungguh cerdik Diikatnya
aku dan kemudian dikuasainya harta nenekku itu. Akan tetapi dari siapa
gerangan uang yang lima belas ribu itu" Apa pula niatnya menjatuhkan
perusahaan Suleman di Jawa Tengah" Hem, dan sekonyong"konyong ia
pun berkata dengan berani, "Jadi, Tuan hendak memperbaiki perhubungan
kami sekeluarga?" "Benar, Nona." "Dengan kehendak nenek bupati?"
"Ya, dan lagi karena saya belas kasihan kepadanya. Saya bersahabat
dengan dia." "Baik betul hati Tuan, kalau benar begitu."
"Masih tak percayakah Nona kepada saya ?"
"Selama rahasia Tuan belum saya ketahui betul, Tuan tetap saya
pandang ajaib sekali. Pertama, saya sudah ragu"ragu akan makna
perjanjian kita itu, sesudah saya dengar betapa besarnya minat Tuan akan
memperbaiki pertalian keluarga saya. Kedua bersangkut dengan taktik
Tuan menenggelamkan perusahaan Mr. Suleman itu, Tuan tetap di mata
saya: anti bangsa saya. Terutama tentang ekonomi, sebab saya sudah tahu
sedikit"sedikit perhubungan perniagaan Tuan dengan bangsa asing, yang
tak suka melihat kemajuan pihak saya. Apalagi sejak saya berkenalan
dengan Tuan, perkataan dan perbuatan Tuan senantiasa menghinakan
bangsa saya." "Nona Sartini," tegur raja uang itu dengan marah, "awas, perkataan
Nona itu berbisa, tak patut Nona ucapkan kepadaku, sebab aku sungguh
hendak berbuat baik kepada Nona sekeluarga."
613 TW ke Desa 8" : bi"-'" "Syukur kalau begitu," sahut Sartini dengan senyumnya, "dan akan
baikkembalibudiTuan di matahatisaya, kalau uanglimabelas ribu yang
Tuan jadikan pengongkong saya itu bukan uang nenek saya itu."
"Uang saya sendiri."
"Dan tahukah nenek akan perbuatan Tuan ini?"
"Tidak. Aku berbuat hanya karena belas kasihan kepada sahabat!
Akan tetapi apa maksud Nona bertanya demikian?"
"Supaya saya tahu dan memang "kalau begitu" ada berudang di
balik batu, bukan?" ujarSartini den gan pan as hatinya, karena sudah teterka
olehnya isi perut si tua bangka itu. Tak ada lagi ragu bimbangnya. "Betul
cerdik Tuan, ya, meskipun kail yangTuan bentuk, ikan dilaut yang Tuan
adang, bukan" Tapijangan harap"harapkan, Tuan!"
Merah pa dam airmuka Sayid Alwi itu, karena hasratyang sebenarnya
mudah diketahui gadis itu. Ia mengaku bahwa ia telah kalah berunding
dengan gadis itu. Kurang hati"hati, tak insaf, bahwa Sartini bukan
sembarang gadis. Cerdik cendekia, sehingga lautan hati si kaya itu dapat
diselaminya. Akan tetapi, ia tak berasa kecewa, sebab sesungguhnya
Sartini sudah ada di dalam tangannya. Sebab itu ia pun berkata dengan
sabar, "Senang hati saya, karena Nona sudah mengerti dan maklum akan
maksud saya. Karena itu tak perlu kita berunding panjang"lebar lagi.
Besok kita boleh terus ke Banyumas saja, supaya perkara itu lekas dapat
di"selesaikan."
Setelah berkata demikian, ia pun bangkit berdiri dan bermohon
hendak ke kamarnya. Ketika dilihatnya Sartini termenung dan turun
naik dadanya, ia pun berkata pula, "Jangan banyak pikir. [ngat perjanjian
kita. Selamat tidur."
.N. 35 Iskardar _'_-'l'.'_',.-
mmm-namum.- Bajaj Pusuk: (;Derfemnan dengan 91528de
skipun Sartini ada di dalam kamar yang seindah
(] dan sepermai itu, sedang hawa pun baik dan sedap, tetapi
hampir semalam malaman itu ia tidak memicingkan mata
sekelapjua. Bukan karena ia takut akan diusik oran g, sebab pintu terkunci
erat dari dalam, hanya terutama karena ia khawatir akan maksud batin
orang kaya yang terlalu mementingkan diri sendiri itu, hawa nafsu, yang
kerap kali tidak mengindahkan adat sopan santun dan peri kemanusiaan.
Seperti terbayang dalam percakapan malam itu Dan memang acap
benar terjadi hal yang menegakkan bulu roma antara laki laki bangsa
asing dengan perempuan bangsa Indonesia bersangkut dengan harta hak
milik itu. Biasa didengarnya dan dilihatnya, perbuatan lazim yang tak
terperikan kejinya, baik dipandang dari pihak agama baik pun dari pihak
peraturan hidup dalam masyarakat atau pergaulan.
Sebagai juru tulis pada sebuah kantor advokat dan pokrol, ia sudah
tahu benar benar akan perkara yang semacam itu. Oleh karena beringinkan
hak milik anak negeri, maka banyak orang asing yang kawin dengan
perempuan Indonesia, yang dipandangnya dapat dipengaruhi nya dan
dikutak katikkannya. Perempuan itu diberinya uang, disuruhnya membeli
tanah di atas namanya. Padahal sesungguhnya tanah itu untuk si bangsa
asing itu sendiri. Sebelum uang itu dikeluarkannya, perempuan itu
sudah diikatnya erat erat lebih dahulu. Dengan tipu daya semacam itu
'tidak sedikit tanah milik anak Indonesia asli jatuh ke tangan kaum sana,
yang curang itu. Wahai, kini Sartini sudah dikongkong oleh Sayid Alwi
bin Zahar' dengan suatu perjanjian Akan dijadikannya perkakas pula,
akan memiliki harta neneknya yang amat banyak itu" Sebab katanya,
bup ati pen siun itu telah tua dan penyakitan! Jika 'tidak begitu maksudnya,
mustahil ia yang sekaya itu, raja uang yang kenamaan di tanah Jawa, mau
bersusah payah sendiri mencari cari alamat dan mengintai intaikan dia
di mana mana" Dan supaya mudah berhasil usahanya itu, lebih dahulu
:Mr. R. Suleman, tempat Sartini bekerja, dijatuhkannya dengan ganasnya.
Dengan demikian tentu Sesak napas gadis itu, apabila ingatannya terhadap kepada hal
yang mungkin terjadi itu. Sebab itu semalam"malaman itu rupa
Mr. Suleman selalu tergambar di hadapannya.
Bagaimana jua pun perkara itu diputar balik oleh gadis yang telah
dalam perangkap si kaya itu, pikirnya, niscaya, ia akan kalah dan celaka.
Akan tetapi, karena ia sudah tahu seluk"beluk perkara itu, sudah maklum
maksud jahat si kaya itu, dapatlah ia membulatkan pikirannya. Sebuah
pegangan diperolehnya, yaitu hatinya takkan terikat oleh siapa pun ju a,
kecuali oleh Suleman sen diri. ] adi perkara itu harus dipertahankannya. Ia
harus menjaga kehormatan dirinya dan menepati janji cintanya terhadap
kepada orang muda itu. Dengan menyebut"nyebut nama kekasihnya itu
akhirnya ia pun tertidur jua pada waktu dini hari dengan nyenyaknya.
Ia jaga karena dijagakan, dibangunkan, karena hari telah tinggi.
Dengan terhuyung"huyungia pun pergike kamar mandi Dijalan belakang
ia bertemu dengan Sayid Alwi bin Zahar, yang telah berpakaian dengan
rapi. "Enak benar tidur Nona," katanya sambil memberi hormat dan
tersenyum. Tegur sapanya itu tidak dibalas oleh gadis itu, melainkan dipercepatnya
saja langkahnya. Hira"kira sejamkemudian tampaklahSartini sudah berpakaian dengan
seindah"indahnya. Ia berjalan ke meja makan dengan langkah lemah
gemulai, sehingga tertarik mata sekalian orangyang bertemu dengan dia.
Lebih"lebih kelihatan iri hati orangkepada Sayid Alwi bin Zaharyang besar
tinggi itu, ketika ia makan bersama"sama dengan bidadari kayangan itu.
Sementara makan dikatakan oleh Sayid Alwi bin Zahar kepadanya,
bahwa mereka itu perlujua tinggal di Yogyakarta agak sehari semalam,
sebab di sana ada suatu perkara yangpenting harus diselesaikannya. Kabar
itu disambut oleh Sartini dengan gembira, sebab undur dua puluh empat
jam itu berarti baginya: masih dapat berpikir"pikir.
Dalam kereta api dari Semarang ke Solo, dan dari kota kesunanan
ke kota kesultanan itu hampir Sartini tiada memedulikan peri kesibukan
dan kegelisahan peri kehidupan. Pun pemandangan tentang keindahan
alam yang dilaluinya, walau selintas lalu cepat sebagaiterbang saja, tiada
sekali"kali menarik minatnya.
N. .sa Liman _-_.';_.-.' 6P
:": mmm-namum.- Bajaj rusun: Sesampai ke Yogyakarta, mereka itu disambut oleh pegawai The
Grand Hami seb agai di Semarang pula. Hal itu tak mengherankan Sartini
lagi. Kekuasaan uang Dan setelah ia selamat tiba dalam kamar yang
disediakan baginya, di hotel besar itu, ia pun segera berkurung dan
berdiam diri. Senantiasa ia mencari"cari akal, bagaimana akan melepaskan diri
daripada orang kaya yang tamak itu.
Petang hari ia diajak oleh Sayid Alwi bin Zahar pesiar dengan oto pula.
Mula"mula kendaraan itu menuju ke Kotabaru, kemudian ke Pakualaman
dan alun"alun luas, yang berpagarkan pohon beringin berpepat puncak
yangtelah berpuluh"puluh tahun umurnya. Dari sana oto itu menuju arah
ke barat, ke utara dan ke tempat lain"lain.
Beberapa lama kemudian kendaraan itu sudah ada pula dijalan lurus
seperti direntangi benang, dari utara ke selatan, yang diapit oleh rumah
dan toko yangbesar"besar. SedangSartinimem andang ke kiri dan kekanan
di jalan Malioboro yang ramai itu, tiba"tiba pucatlah mukanya sebagai
mayat. Mr. Suleman tampak olehnya dihadapan sebuah toko pakaian. Ia
pun memandang kepadanya dengan heran.
Pandangnya itu bukan saja bertemu den gan pandang gadis itu, tetapi
dengan pandang Sayid Alwi bin Zahar juga. Suleman sebagai terpaku di
tanah. Rupanya ia hendak berseru kepadanya. Tak dapat, sebab sebemar
itujuga sopir diberiisyaratoleh gadis itu, supaya oto dijalankannya dengan
sekencang"kencangnya.
Akan tetapi, takberguna bersembunyi"sembunyi daripada ahli hukum
yang tangkas itu. Meskipun taksinya tiada dapat menyusul oto itu, tetapi
ia tahu sudah di mana Sartini menumpang. Sebab ketika Sayid Alwi bin
Zahar masuk ke pekarangan hotel, turun dari oto, Suleman telah berdiri
menanti mereka itu di muka serambi besar.
B ukan buatan berang hati Sayid Alwi bin Zahar melihat orang
muda itu. Mau ia maki mencerea. Untung tiba"tiba terbit ingatannya aka
menghindarkan perselisihan. Dengan sabar disilakannyalah Suleman
masuk ke kamarjamu. Orang muda itu pun taajub memperhatikan hal itu, dapat menahan
Renjana Pendekar 13 Cewek Cetar Dua Karya Zaeemaazzahra Badai Di Selat Karimata 1
^