Pencarian

Turun Ke Desa 5

Turun Ke Desa Karya N. St. Iskandar Bagian 5


Dalam sekejap mata mereka itu dapat disusahkan: diangkut, diseret ke
kantor polisi. Pun dengan 'tidak diperiksa lebih dahulu mereka boleh
diperam di dalam penjara. Meskipun kemudian mereka itu akan dapat
menyatakan kebenarannya danjika kebenarannya itu diterimajuga akhir
kelaknya oleh orang di atas, sehingga mereka itu dapat melihat sinar
matahari kembali, tetapi selama diperbuat dengan tak semena mena
itu bukantah tak sedikit kerugian yang ditanggungnya" Kerugian lahir
dan batin Dan dimisalkan tak sampai mereka itu dipenjarakan, tetapi
dipanggil berulang ulang ke kantor polisi dan ditanyai dengan laku dan
cara yangjauh daripada menyenangkan hati dan lain lain, bukantah hal
itu lebih berat pula dari siksa kurungan" Sedangkan dicurigai berbahaya
bagi keamanan saja pun, tiada terderitakan rasanya. Sebab hal itu menjadi
gangguan besar pula bagi usaha mencari penghidupan sehari hari.
Siang atau malam mereka itu dimata matai. Barang ke mana mereka itu
melangkahkan kaki diturut turutkan oleh reserse atau polisi rahasia.
Apa saja kerjanya dicatat, apa saja tutur katanya didengar dengarkan
dan disuratkan; dengan siapa saja mereka itu bersua dan bercakap cakap
diperhatikan dan sekaliannya itu diberitakan kepada orang di atas yang
berkuasa memutih dan menghitamkan nasib mereka itu.
Segala gangguan dan siksaan macam itu dapat dilakukan atau
disuruh jalankan oleh Sayid Alwi bin Zahar- dengan mudah. Akan tetapi
apa sebabnya ia masih berkira"kira terhadap kepada lvlr. Suleman dan
Zuraidah, yang berterang"terang menyatakan tak suka kepadanya"
Bermula memang senjata yangtajam itu akan ditikamkan"nya kepada
musuhnya itu. Zuraidah boleh disuruh usiroleh polisi dari kota Banyumas
dan Mr. Suleman boleh diadukan kepada residen, difitnahkan, bahwa ia
orangmerah, orang partaipolitik, yanghendakmeruntuhkan Pemerintah
"Hindia Belanda". Akan tetapi, setelah ia berpikir panjang dan menghitung
laba rugi, hina dan mulia, akhirnya sambil menggelengkan kepala ia pun
berkata dengan sendirinya.
"Apa boleh buat. Dalam hal ini cuma sebuah jalan bagiku menagih
utang budi kepada bupati pensiun."
Petang hari, sesudah sembahyang asar-, ia pun berpakaian dengan
rapi, lalu naik oto ke rumah orang tua itu.
Ia disambut dengan riang. "Ha, Tuan Alwi,"katanya "Sudah lama
Tuan tidak datang Apa kabar?"
"Baik, Tuan," sahut Sayid Alwi bin Zahar seraya duduk di serambi
muka tingkat di bawah. "Selalu ingin hendak kemari, tetapi kerja sibuk
saja." "Usaha tak sebuah"sebuah, tentu sibuk, dan sibuk pula dengan
keuntungan," ujar R.M. Sontomulyo dengan senyumnya.
"Susah sekarang. Dunia mulai kelam kabut, terutama di Eropa."
"Mungkin timbul perang dunia lagi?"
"Tak dapat dielakkan .. .. Jerman mengarang. Seluruh Eropa hendak
dikacaunya." "Untung kita jauh "Tetapi negeri Belanda dekat api. Hal itu sudah terasa di sini,
terutama dalam dunia perniagaan besarkan Sayid Alwi bin Zahar dengan
sungguh"sungguh. "Kurs uang turun naik setiap saat."
"Bagi Tuan, sebagai seorang ahli ekonomi, tentu hal itu banyak
menguntungkan daripada merugikan."
"Kalau kita awas! Maaf, saya ingin hendak bertanya bagaimana
perusahaan Tuan?" "Baik. Ada berjalan meskipun seperti siput memanjat."
N Sa Linda)" _-_.';_.-.' 6P
:": mmm-namum.- B:.Ilj Pusuk:
"Maksud saya, hal permintaan saya tempo hari."
"Takkan lari gunung dikejar-."
Tetapi waktu berjalan juga. Dan supaya lama jalanku dengan jalan
waktu itu, patut sekalipermintaanku itu dipertimbangkan dengan segera.
Apalagi dalam masa ini dan istimewa dalam masa depan "kalau pecah
perang diEropa" perusahaan seperti kepunyaan Tuan itu harus dipimpin
oleh orang ahli ekonomi seperti kata Tuan tadi."
"Saya maklum, dan Sartini sendiri pun lebih mengerti lagi rupanya
daripada saya. Tak ada angan"angannya, akan menye"rahkan pimpinan
perusahaan itu kepada orang lain. Dengan apa budi baik Tuan akan kami
balas?" "Tak usah disebut"sebut perkara balas"membalas itu. Malu saya dan
persahabatan tiada menghendaki balasan jasa. Akan tetapi bagaimana
permintaan meester muda itu?"
"Meester Ra den Suleman" Ia tidak di sini lagi; jadi tidak
dipertimbangkan,"jawab RM. Sontomulyo dengan suara bulat, tak ada
kelihatan ragu"ragu pada air mukanya.
"Benar kata Zuraidah?" pikir Sayid Alwi bin Zahar dengan besar
hatinya. Dan kuat"kuat: "Bagus. Uang saya sekarang banyak terletak,
seberapa saja boleh dipakai untuk pabrik Tuan."
"Kalau sudah ditangan Tuan, gampang. Kini belum berguna."
"Pembeli mesin, misalnya."
"Sartini sudah ada mempunyai rancangan sendiri."
"Tahu dia?" "Bermula saya berpikir seperti Tuanjua. Perempuan apalah tahunya.
Akan tetapi rupanya ada akalnya berkat turunan ayahnya. Tak kalah
pikirannya dan cita"citanya daripada laki"laki, yang bersekolah tinggi
sekalipun." "Tentang perusahaan jua?"
"Saya, Tuan Alwi. Dalam tiga bulan ini berulas benar tangan dan
akal saya olehnya." "Lebih"lebih lagi kalau ada temannya, yang sepaham dengan dia
dalam hal perusahaan itu, bukan?" kata si kaya itu, sambil memandang
kepada bupati pensiun. "Besi baik diringgiti, tentu," jawabnya dengan senyurnnya. "Tak ada
waswas saya lagi, harta bmda saya akan kocar"kacir."
613 TW lb" Dam "Apalagi, kalau teman sepaham dalam perusahaan itu sepaham pula
dalam kehidupan." "Benar kata Tuan itu," sahutnya dengan gembira. "Kalau saya dapat
melihat cucu saya yang seorang itu kawin dengan orang yang sepaham
dengan dia, alangkah senang hati saya."
"Dan sepaham pula dengan Tuan ...."
"Tentu saja. Tapi jarang agaknya orang muda bangsa saya, yang
terpelajar, akan sepaham dengan saya. Sungguhpun demikian saya ingin
sekali bercucukan seorang ahlihukum umpamanya."
Tersirap darah si kaya tua itu mendengar perkataan yang akhir itu.
Nyata sudah kepadanya pendirian bupati itu: memilih bakal suami cucunya
di antara orang muda"muda, bangsanya sendiri, yang terpelajar dan ahli
hukum. Empat syarat istimewa, yang tak ada padanya. Jadi mustahil dap at
dipenuhinya! Celaka, mengapa disurihkannya perundingan ke arah itu"
Rasa"rasa akan diguntingnya ujung lidahnya, yang telah telanjur itu.
Oleh karena itu jalan percakapan kedua sahabat karib itu sudah
tertahan, tertegun"tegun, Sayid Alwi bin Zahar telah lebih banyak
mengembuskan asap rokok daripada mengeluarkan perkataan. Pikirannya
tidak keruan hadap lagi, bermacam"macam masalah terbayang sekaligus.
Akhirnya ia pun mohon dirikepa da tuan rumah, yang masih ramah"tamah
itu, lalu berangkat dengan kendaraannya.
$$$ Pada ketika itu Sartini tidak ada di rumah. Ia sedang asyik bermain
tenis di pekarangan pabrik gula dengan si Gadis, Mas loko, dan Zuraidah
yang telah jadi suami istri dengan selamat. Mula"mula Sartini dan gadis
berlawan dengan kedua suami istri muda itu, kemudian Sartini lawan
Zuraidah dan Mas Joko lawan si Gadis. Demikian mereka itu bermain
berganti-gani, berpasang"pasang sampaimereka berasa puas benar"benar.
Lepas magrib barulah mereka itu pulang ke rumahnya masing"masing.
Antara Sartini dengan Zuraidah telah timbul tali persahabatan
yang erat, dekat kepada persaudaraan. Cemburu atau iri dan sakit hati
Zuraidah terhadap kepada Sartini, karena ia bersangka Suleman telah
lekat pada gadis itu, telah hilang dari dalam kalbunya. Tidak rupanya
Malah Sartini telah banyak berjasa serta memperlihatkan kemurahan
dan ketulusan hati kepadanya. Terutama sekali tentang perkawinan. Dia
N Sa Linda)" 03.4 &P
"!: V mmm-namum.- B:.Ilj Pusuk:
yang mengikhtiarkan supaya pertunangan segara dilanjutkan dengan
nikah kawin. Sebab pikirnya, kerja baik lekas"lekaskan agar-jangan disela
kerja buruk. Dengan demikian dia pula yang menyelenggarakan serta
melengkapi upacara alatkawinnya. Dan kemudian ia pun berusaha benar"
benar membelokkan Bil Zuraidah yang kemanja"manjaan dan boros itu
kepadajalan hidup yang sederhana, menukar kepelesiran dengan ketaatan.
Sukar dan berat, akan tetapi nyata ada hasilnya, sebab Mas loko sendiripun
pandai benar menen ggang serta membawakan peras aan perempuan muda
itu dengan kasih mesra. Untuk berbuat demikian ia diberipulakesempatan
yangluas. Rumah adimistratrryang besarlagi indah dekat pabrik padiitu
diserahkan oleh Sartinikepadany a, boleh didiaminya dengan cuma"cuma.
Begitu pula segala alat perkakasnya boleh dipakainya sehingga mereka
itu dapat hidup sebagai dalam surga bahagia
Dan Mas Joko berguna pula kepada Sartini Bukan saja sebagai
pegawainya yang rajin dan pandai, tetapi Mas loko berjasajua kepadanya
dalamhal kepentingan dirinya danjiwanya. Lain daripada keterangan yang
telah diperolehnya dari Zuraidah dan seluk"beluk maksud Sayid Alwi bin
Zahar terhadap kepada dirinya, sudah banyak pula bukti yang penting
didapatinya dengan pertolongan Mas Joko sendiri Dengan telitiMas Joko
telah dapat menyelidiki siapa sebemrnya orang kaya itu, di mana rumah
tangganya dan di mana pusat perniagaannya.
Segala keterangan itu agak menyenangkan hatinya, dapatmenambah
teguh imannya dan keras kehendaknya akan memperjuangkan cita"
citanya. Pada malam sesudah main tenis itu Sartini disuruh oleh R.M.
Sontomulyo menyudahkan suatu pekerjaan di dalam kamar tulisnya. Ia
pergi ke rumah asisten wedana, ada urusan penting sedikit. Lain daripada
orangyangtinggi dalam lingkungan pekarangan, di rumah turutan, tidak
ada orang laki"laki di situ. Sunyi senyap. Akan tetapi sebab sudah biasa.
Sartini tiada takut atau khawatir.
Pukul tengah sepuluh telah kedengaran, "nyaring amat bunyinya.
Kerja Sartini selesai sudah. Ia hendak naik ke tingkat kedua, akan
merebahkan diri di tempat tidur. Akan tetapi pikirnya, kalau ia telah
berbaring, tak dapat tidak ia tertidur terus. Padahal R.M. Sontomulyo
belum pulanglagi. Oleh sebab itu diambilnya buku bacaan, lalu dimulainya
membalik"balik halamannya. Ada sebuah cerita pendek: Kekerasan hati si
613 TW lb" Dam 7793 : bi"-'" miskin mencapai cita-cita. Akhirnya ia jadi ternama dan berjasa kepada
tanah airnya. Makin lama ia makin asyik membaca cerita itu, sehingga ia
lupa akan waktu dan lesu badan. Kebetulan dalam cerita itu pun ada pula
beberapa sajak yang sangat menarik hatinya. Demikian bunyinya:
Iri hakku, kawanJ Meir-hai engkaujadrpahfawan,
Padahal kita masa remaja,
Samajenaka teranja"mg'a,
Teta" mengapa aku terengnh"engah
Karam di tengah" Sebabnya engkau tern'nggaf, tentan"
Dunia kita berfarnang Engkau menyefanr. di air da"-Iam,
Aku, di mar kering harus berenang
Arr'r maeayaeuh berlinang.
Dengan adam hebat aku berperangJ
Lautan fa'dtgzku ber-gelora gin-emg,
Tr'nrbufjragt .tenggefampetang;
TZMPIj ala"asa berkurang paman-ag,
Se."jung terus, Harapan tak Fukui, Sanitary-era; tersentak rms.
G, kekerasan hariJ Teguh kuae I'kaean besi, Menyr'nrjuuf, menjumpai safar: miras
Tahan Sepa, tahan uji, Tiada berfeka sedap saae.
Di tangan maya pengayuh fa'dup,
Tiada Peduli udara redup,
Biar berengpas ke babu karangJ
Kemudzkm terus biduk ke seberrmg,
Tetapkan imam, usah bereangkup.
G, kekerasan ian; Kekuaean kemauan, Hilang lenyapkan bz'ra jajahan,
Bebas, merdeka nguan dari,
Naik ke arahpuncak kemurkaan
.N. Sa fskmdar (dij..- -Wmmmun B:.Ilj Pusuk: Tiba"tiba ia pun terkejut dan mengan gk atkan kepalanya. Ada
terdengar langkah orang berjalan di halaman. "Tentu nenek," pikirnya
seraya bangkit dari kursinya dan pergi membuka pintu.
[a undur selangkah Siapa yang berdiri di hadapannya, di ambang
pintu itu" Seorang laki"laki yang besar tubuhnya, berm antel gabardin keabu"
abuan masuk ke dalam serta memberi tabik kepadanya, "Selamat malam,
Nona Sartini." Sekonyong"konyon g Sartini men gubah sikap dan gaya. Takut
bertukar dengan gerak"gembira, dan ia pun berkata dengan manis, "Tuan
Alwi, malam begini datang?"
"Maaf, non a," jawabnya sambil berdiri menentang muka gadis itu,
"kalau nona terkejut karena kedatanganku yangluarbiasa ini. Padamu luar
biasa, tetapi pada nenekmu tidak, sebab bila saja kami boleh berkunjung"
kunjungan." "Nenek tak ada di rumah. Tapi silakan duduk
"Terima kasih," sahutnya seraya duduk di kursi besar beper di
serambi itu, "sesungguhnya langkah baik bagiku, seb ab aku hanya hen dak
berunding dengan Nona sendiri"
Hati Sartinikecut, tetapiia berusaha memperlihatkan keberaniannya.
Sepertibiasa, disilakannya 'jamu" itu merokok cerutu yang terletak di atas
meja. Sementara Sayid Alwi bin Zahar- memasang rokok itu, ia pun duduk
baik"baik men an'likan apa yang akan terjadi atas dirinya.
"Sartini," katanya seraya mengembuskan asap rokoknya, "lama benar
aku kausuruh menanti-nanti. Hanya menantikan ara hanyut, sehingga aku
tak sabar lagi. Aku menagih kata putus."
"Tadi Tuan kemari, bukan?"
"Nenek Nona menolak perkara itu kepada Nona sendiri. Berilah,
keputusan!" Sartini berdiam diri. Sementara itu Sayid Alwi bin Zahar- menyam"
bung perkataannya. "Sebelum kauberi keputusan, harus aku peringatkan engkau kepada
janjimu. Sesudah itu aku minta, pertama supaya engkau kawin dengan
daku, kedua supaya segala harta yang diwariskan nenekmu itu, engkau
serahkan kepadaku sebagai suamimu."
613 TW ke Desa Merangsang hati Sartini mendengar perkataan kurang senonoh
itu. Lupa ia akan kelemah an dirinya, tetapi ingat akan kekuatan
kemanusiaannya. Ia pun berkata dengan tegas.
"Tuan ingatkan saya pada perjanjian" Baik, saya tidak pernah lupa.


Turun Ke Desa Karya N. St. Iskandar di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Akan tetapi, di dalam surat itu tidak ada tersebut, bahwa akujadi milik
Tuan, bahwa hartaku harus jatuh ke tangan Tuan. Aku bebas, bebas
membiarkan orangyang kukasihi mendapat haknya. Tuan yang membawa
saya kemari, dan karena Tuan jua maka saya beroleh harta itu. Nah,
sekalian harta itu hendak sayapergun akan bagiorangyangberhak atasnya,
bukan bagi orang yang berniat buruk atas diri saya dan harta saya itu."
"Kebalikannya, aku selalu berniat baik kepada Nona dan harta Nona
itu. Sebab itu permintaanku harus Nona perkenankan, supaya segala
keinginan Nona kukabulkan pula."
"Mustahil. Dengan terus terang saya katakan: Tuan bukan jodoh saya.
Tuan tahu akan hal itu. Dan tahu pula, bahwa Tuan bukan menghendaki
dir-iku, hanya hartaku semata"mata!"
"Pedih"pedih benar rundingan Nona itu, sebagai aku tiada berharga
sedikit jua di mata Nona dan di mata orang lain. Jangan diperturutkan
perasaan hati saja, melainkan pakai jua timbangan dan pikiran yang
sempurna. Apa yang kauharapkan daripada orang muda sebagai klr.
Suleman itu" Hanya ia pandai melagak dan berpakai"pakai. Telah
kaulihat contohnya: pabrik padinya jatuh, perusahaan "pokrol"nya tiada
jalan! Sekarang ia luntang"lantung kian kemari. Kalau perusahaanmu
dipegangnya, aku yakin, akan rusak binasa sama sekali. Akan tetapi aku,
Sartini, pulau Jawa bahkan dunia ini dapat kukemudikan dengan selamat.
Sebab itu sekalilagi saya katakan dan buat penghabisan "jangan berlalai-
lalai. Turut dan lakukan perjanjian kita, kalau Nona hendak sejahtera."
Sinar mata berapi"api, ngeri Sartini melihatnya. Tak ubah ia sebagai
orang gila, sudah nekat dan hilang malunya. Kalau Sartini tiada hati"hati
dan awas, mungkin terjadi hal yang tidak diharap-harapkannya. Ia hanya
seorang diri, malam sunyipula, berhadapan dengan manusia semacam itu.
Mujur ia tiada kehilangan akal dan terutama sekalitiada gentar. Sebentar
itu jua sebagai ditunjuki Tuhan, ia pun dapat mengubah cara, tipu dan
muslihat, yang dapat menundukkan musuhnya yang garangitu. Ia duduk
baik"baik, tertib dan sopan, lalu berkata dengan lemah lembut.
N Sa fskm'rdar _-_.';_.:' 6!)
:": mmm-namum.- B:.Ilj Pusuk:
"Tuan Alwi, mari kita kembali kepada kebenaran. Sabar dan tenang
"Itulah yang kukehendaki sejak tadi," sahutnya dengan mengubah
sikap dengan sekonyong"konyong pula, sebab timbul pengharapannya,
"Allah memberkati Nona, sudah insaf?"
"Sudah Tuan pikirkan dalam"dalam segala keinginan Tuan itu?"
"Tentu saja, manis, hati nuraniku yang suci beringinkan, rindukan
dan berahikan Nona."
"Akan tetapi adakah teringat oleh Tuan, bahwa saya masih muda,
padahal Tuan telah berumur?"
"Ha, ha, ha, tak jua berubah keberatanmu."
"Jangan tertawa dahulu! Dengarkan terus, dan padahal . Tuan telah
beristri dan beranak?"
Tiba"tiba Sayid Alwibin Zahar terdiam serta menentangmuka gadis
itu tenang"tenang. Akan tetapi, Sartini terus berkata sebagai tak peduli.
"Padahal is'ui Tuan itu bukan seorang, melainkan tiga orang dan
sudah beranak sekaliannya!"
"Sartini, dari mana "Sabar, Tuan. Jika is'ui Tuan yang ber-tiga itu, Tuan jadikan empat
dengan saya ini "dimisalkan saya mau karena terpaksa" adakah akan
bertambah aman rumah tangga Tuan" Tuan harus ingat, bahwa saya
ini bukan perempuan dahulu. Saya orang sekarang, wanita zaman
modern, yang tak suka sedikit jua ber"madu atau dipermadukan. Biar
saya digantung tinggi, digalikan dalam, biar saya dibunuh mati, namun
saya takkan mau merebut suami orang. Apalagi sebagai wanita yang
memantangkan poligami, haram nian bagiku bersuamikan seorang laki-
laki yang sedang beris'u-ikan perempuan lain."
"Jangan kaurusuh tentang perkara itu. Sekarang kaukata"kan suka
jadi istritu, sekarangjua kutinggalkan ketiga perempuan itu."
"Jangan terdoron g"dorong kata, Tuan. Tidak baik. Segala istri Tuan
itu akan Tuan buangkan, Tuan campakkan, "mungkin! Sebab memang
perempuan di mata setengah laki"laki hanya sebagai sampah saja. Akan
tetapi saya tidak percaya, bahwa Tuan akan sampaihati mencampakkan
anak"anak Tuan 613 TW ke Desa "Sartini, darimana kauketahui sekalian halitu?" tanya Sayid Alwi bin
Zahar, yang tersinggung tali hatinya yang halus, "di mana engkau tahu
bahwa aku ada beranak?"
"Saya tahu, bahwa isni Tuan ada di Yogya seorang, di Semarang
seorang dan di Pekalongan seorang. Masing"masing telah mempunyai
anak. Seorang daripada anak Tuan itu ada di Pekalongan dan sudah
bersuami, bukan?" "Ya," kata Sayid Alwi bin Zahar- dengan perlahan"lahan.
"Dan ia terpelajar, tamat HBS" di Semarang."
Mulut orang kaya itu ternganga.
"Suaminya tamat HBS Semarangjuga, bukan?"
"Sekelas dengan dia "Tentu mereka itu kawin karena cinta sama cinta, sehingga hidupnya
berbahagia sangat. Bersatu"padu, tak mungkin dipisah"pisahkan, sebab
menurut paham mereka itu, orang modern, kasih tak dapat dibagi"bagi
Dimisalkan menantu Tuan itu berbini seorang lagi, bagaimana rasa
hati anak Tuan itu?"
Sayid Alwi bin Bahar gelisah. Rupanya perkataan yang akhir itu
sebagai anak panah sampai kejantungnya, sehingga ia tiada terkata"kata
lagi Sartini gembira, merasa, bahwatikamnyatepatbenartiba dialamatnya.
Tetapi ia belum puas lagi. Masih ada anak panah di tangannya. Ia pun
berkata pula. "Itu tentang jiwa perempuan, jadi tentangjiwa dan diriku jua. Kini
tentang hartaku yang Tuan ingini itu. Supaya pergaulan hidup bangsa
Tuan dengan bangsa saya di seluruh Indonesia baik dan aman selama"
lamanya, baiklah Tuan turut haluan PAI" Saya tahu, bahwa Tuan bukan
golongan P.A.I sebab Tuan tidak lahir di Indonesia, akan tetapi anak"anak
Tuan saya dengar hampir separuh berdarah campuran Sebab itu tidak
patut sekali"kaliTuan berpaham atau berdiri lebih dekat "ke sana" daripada
"ke mari" sebagaimana keritik P.A.I. kepada golongan Tuan dalam rapat
benar di Pekalongan baru"baru ini Apalagi, bila kita berpedoman pula
kepada sejarah perhubungan Arab dengan Indonesia sejak dari dahulu
& Haag-are &;rgerEgu'keSdmaI SMA.
9 Par-cai Arab lndonesia suatu partai dalam pemerintahan lailonial yang berk aliran
Indonesia merdeka. N .sa fskmdar 03.4 &P
"!: V mmm-namum.- B:.Ilj Pusuk:
kala, terutama kepada agama, oh sayang sekalijika agama Islam, agama
persaudaraan itu, terus"menerus dijadikan buah bibir atau permainan
lidah saja." "Sudah, nona," kata Sayid Alwi bin Zahar dengan tiba"tiba seraya
bangkit dari kursinya. "Sudah, besok kita lanjutkan. Selamat malam."
Ia pun berjalan ke pintu dan turun ke halaman, terhuyung"huyung,
seperti orang mabuk selasih. Apa sebabnya" Tidak lain dan tidak bukan
melainkan karena segala tempelak Sartini itu sangat berpengaruh kepada
jiwanya. Sekonyong"konyong perasaan anaknya yang amat dikasihi"nya
terbayang Bahkan anaknya itu pun tergambar jelas di hadapan
matanya, yakni anak perempuan, yang telah agak lama tiada diingat dan
dilihatnya. Dalam pada itu keluh kesahnya, jerit sukmanya, yang telah
dipaparkannya di dalam surat"suratnya pada waktu yang akhir itu tidak
pula diperhatikannya. Pada ketika itu terdirilah anak itu dimukanya, di
sisi Sartiniyang diingininya itu. Ia memandangkepadanya dengan sedih,
sayu dan rawan, sambil berselubung dengan kain putih seperti Wahai,
bukan kepalang terperanjat si kaya yang digoda hawa nafsu iblis tadi itu,
demi alamat bayangan yang ajaib itu. Kecut hatinya, lemah lunglai sendi
tulangnya, sehingga ia hampir"hampir tak dapatmelangkahkan kakilagi
Dan setelah ia sampai ke otonya, ia pun menjerembab masuk ke dalamnya,
seraya memberi perintah dengan gagap kepada sopir akan menjalankan
kendaraan itu pulang sekencang"kencangnya. "Apakah yang terjadi atas
diri anakku itu?" pikirnya dengan hati berdebar"debar.
"Ya, Allah, apa gerangan halnya Cepat sopir, ayo, cepat."
Akan halSartini, "tak ubah ia sebagai di dalam mimpi, karena terlepas
dari bahaya ngeri semudah itu. Dengan segera dikuncinya pintu dari
dalam. Ia pun berlari ke kamar tulis kembali, lalu duduk terperanyak di
kursi putar. Entah di mana ia rasanya dewasa itu. "Apa katanya" Besok
dilanjutkan?" pikirnya. "Ya, perkara besok, besok pula, tetapi sekarang
nyata tikamanku tepat betul mengenaijantungnya Kalau tidak karena
pertolonganmu suami isu-i, Mas Joko, hiii, entah bagaimanajadinya."
Selang berapa lama kedengaran pintu diketuk orang selaki lagi Akan
tetapi, Sartini tak khawatir lagi, sebab ia yakin, bahwa neneknya datang
sudah. 613 Turun ke Desa Senang tidur Sartini pada malam itu rasanya, bahkan lebih senang
dan nyenyak daripada tidurnya selama tinggal di rumah yang indah itu.
Tiada berapa lama sesudah itu, pada suatu pagi hari, gadis itu pun
menerima sepucuk surat dari si kaya edan itu.
"Oh, apa lagi desakannya?" kata Sartini, sambil merobek sampul surat
itu dengan acuh tak acuh.
Akan tetapi, baru melihat tulisan surat itu "1idak ditik dengan mesin"
terbitlah minatnya akan mengetahui isinya. Istimewa karena didalamnya
ada terlampir surat perjanjian Surat yang ditulis den gan tangan itu pun
dibacanya lambat"lambat dalam hati saja. Sekalipun air mukanya tenang
rupanya, namun pengaruh isi surat itu tampak jelas pada gerak bibirnya.
Sayid Alwi mengabarkan kejadian yang amat hebat menimpa diri dan
sukmanya. Tak teratur susunan kata"katanya, alamat surat itu ditulisnya
dengan tergesa"gesa atau sedang pikirannya berkacau tak keruan. Ia
berharap kepada Sartini, agar supaya segala peristiwa antara dia dengan
gadis itu dianggap sebagai tidak ada saja. Ia mengaku, bahwa perkataan
Sartinipada malam itu tera sa benar olehnya, masuk ke tulang sums umnya
sehingga ia insaf serta menyesal tak terperikan akan tingkah lakunya.
Ya, rasa sakit pedih bermadu bagi wanita barulah sekarang dibayan g"kan,
bahwa diperlihatkan Dahi nyata"nyata kepadanya. Ia mendapat surat dari
isninya yang di Pekalongan. Isi suratitu pendek, tetapimembunuh segala
cita-citanya akan hidup terus di dunia ini. Anak kesayangannya SariEah
Fatimah, mati menggantung diri di dalam kamarnya, karena suaminya
kawin dengan perempuan lain.
Hariitujua ia berangkat ke Pekalongan membawa kenang"kenangan
pahit, tetapi amat suci, yaitu bayangan jiwa Sartini yang mulia itu. "Kalau
sekalian wanita Indonesia berpendirian teguh seperti Nona itu," ujarnya,
"insya Allah perjuangan nasional Indonesia tentu menang."
Akhir sekali dinyatakannya, bahwa surat perjanjian yang
dilampirkannya, yakni surat yang diperbuat dan ditandatangani Sartini
di Jakarta tiga bulan yang lalu itu, boleh dicabik lum at"lumat atau dibakar
jadi abu, alamat sangkut pautnya dengan gadis itu tidak ada sedikit jua
lagi. "Dengan demikian, moga"moga Nona berbahagia hidup berumah
tangga dengan Mr. Suleman," katanya.
Entah di mana perasaan Sartini waktu itu tak dapat diterka dan
ditentukan. Riang bercampur sedih, terharu bercampur gembira, karena
N .sa fskmdar 03.4 &P
"!: V mmm-namum.- B:.Ilj Pusuk:
sukacita yang timbul atas dirinya disaputi oleh kesedihan yang menimpa
rumah"tangga Sayid Alwi bin Zahar itu.
Sementara itu datang pula kabar dari kantor pabrik gula. Neneknya
meminta dia ke sana sebentar, karena lvlr. Suleman hendak menyerahkan
rapor perjalanannya. "Suleman sudah tib a?" katanya sebagai terlonjak dari kedudukannya,
karena girang tiada berhingga, "rahmat Allah
&P Turun ke Desa dWene tap-Jean Cffa" Cita
as terik, yang mulai berkunang kunang menyilaukan mata di
() ataran luas sekelQing pabrik gula yang besaritu, men ggeranyam
rupanya di calo'awala jernih, hampirtiada terasa oleh berpuluh
puluh orang yang tengah sibuk membongkar serta mengangkut batang
batang tebu dari sebaris panjang lori ke dalam pabrik itu. Sekaliannya
melakukan kewajibannya dengan rajin dan giat, gembira tak tahu payah,
demikian jua beratus kawan kawannya yang menjalankan mesin di
dalam. Mereka itu bekerja di daerah pabrik itu sejak daribertanam, menebang,
mengangkut, mengilang, memasak air tebu sampaijadi gula dan memuat
gula itu ke dalam kereta api, siap akan dikirim, "sebagai sekeluarga besar
yang sama sama berusaha mengeluarkan hasil sebanyak banyaknya.
Dekat mandor yang menjaga orang bekerja itu kelihatan oleh R.A.
Sartini darijauh R.M. Sontomulyo dan Mr. Suleman dan administratur
R. Sosromulyono. Dengan segera mereka itu didekatinya dengan hormat
dan riang. "Selamat datang, Tuan Suleman
Orangmuda itu berpaling kepadanya. Agak tersirap darahnya melihat
wajah Sartiniyangberseri seri manis, ditambah pula oleh sinarpayungnya,
sehingga hampir terlompat kata pujian mesra darimulutnya. Akan tetapi
karena ia segera insaf akan keadaannya dewasa itu, iapun bersikap sebagai
jamu biasa yang sopan saja.
"Terima kasih, Raden Ajeng," sahutnya sambil membung kukkan
diri sedikit, "kembalijua saya kemari."
"Lama jua Tuan berjalan."
"Lebkt kurang tiga bulan."
"Tentu banyak pemandangan Tuan."
"Ada juga, terutama di daerah gula dan padi. Di kota besar besar,
akan melihat lihat taktik perniagaan."
"Ingin saya hendak mendengar berita Tuan."
"Sudah ada dikarangnya dan disusunnya berita itu, Tini," kata
neneknya mencampuri percakapan itu, "tebal, ada empat ratus halaman,
bukan, Tuan Suleman?"
"Tiga ratus tujuh puluh lima halaman, dengan mesin tulis. Maklum
kerja dalam perjalanan, tidak sempurna agaknya."
"Tebal sekali, boleh dijadikan thesis untuk mencapai gelar doktorilmu
ekonomi atau memang demikian maksud Tuan?"tanya Sartini dengan
lucunya. "Kalau benar begitu, saya doakan Tapi panas di sini, nenek,
lebih baik kita ke kantor. Tuan Suleman tentu belum biasa berpanas"panas
seperti ini" Orang muda itu tersenyum serta menundukkan kepala. "T'erlalu
tinggi penghargaan Den Ajeng akan berita itu," katanya.
Oleh karena Sosro perlu memimpin mandor, berjalanlah ketiga
mereka itu dari situ lambat"lambat ke pekarangan Kincir- Padi, yangtiada
berapajauh letaknya. Di sana lain pula pemandangan yang menyenangkan
hati. Padi yang beronggok"onggok di pekarangan Kincir yang luas itu
memancarkan warna keemasan, sebagai piramida tinggi"tinggi yang
disinari matahari, berkilau"kilauan.
"Di Banyuwangi, Probolinggo, Tegal dan tentu lebih hebat
pemandangan daripada di sini," kata bupatipensiun. "Disana gudang padi
dan beras yangterbesar "Tetapi brkan kepunyaan bangsa kita," kataMr. Suleman dengan agak
masam. "Semuanya kepunyaan bangsa asing. Pak tani hanya bertanam
dan mengangkut hasil yang bertimbun"timbun itu ke sana, ke gudang
dan pabrik kaum kapitalis."
"Tentu segala seluk"beluk perkara itu ada Tuan paparkan dalam
berita itu?" ujar Sartini dengan minatnya.
"Serta den gan cara dan upaya memperbaiki kepincangan dan
keburukan itu sekali," jawab Mr. Suleman. "Boleh Raden Ajeng baca,


Turun Ke Desa Karya N. St. Iskandar di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

meskipun tiada sempurna dan jauh daripada nilai tesis ..
Sambil bercakap-cakap dengan ramah"tamah jua, mereka itu pun
mengangsur"angsur langkah dari suatu tempat kepada suatu tempat di
dalam pekarangan kedua pabrik itu. Lama"kelamaan mereka itu tiba di
kantor Kincir- Padi, disambutoleh adminisn-atur muda dengan horma1nya.
Setelah melihat"lihat hal ihwal dalam kantor yang besar itu, masuklah
613 Turun ke Desa mereka itu ke kam arjamu yang indah, cukup lengkap dengan alat perkakas
dan perhiasannya. Di situ telah terhidang penganan dan minuman yang
sejuk segar Senang nian duduk di situ, terbuka hati bertukar"tukar pikiran
tentang peri keadaan kedua perusahaan itu. Berita yang panjang
berhalamanhalaman itu ditinggalkannya di tangan kedua bercucu itu,
supaya dipelajarinya dan dipahamkannya dalam waktu tenang. Jadi,
pertemuan sekali itu hanyalah untuk menyerahkan berita itu. Bicara
selanjutnya bergantungkepada timbangan keduanya, sesudah mengambil
seri berita yang penting itu.
$$$ Isi berita itu lengkap. Berbagai"bagai masalah ekonomi, bersangkut
dengan kemunduran atau kemajuan rakyat, dilukiskan oleh Mr. Suleman
dengan jelas. Tiap"tiap macam diterang"kannya dengan pendek, tetapi
tegas: cukup dengan tanda buktinya, baik berupa dalil"dalil baik pun
berupa angka"angka dan sebagainya.
Sekaliannya itu baik betul dijadikan pedoman untuk mengemudikan
dan memajukan perusahaan itu menurut cita"cita kebangsaan Indonesia,
sebab hanya dengan kekuatan tenaga ekonomi dan keteguhan politik
negara sendirikemakmuran dan kesejahteraan rakyat dapat dicapai dengan
secepat-cepatnya dan sebaik"baiknya.
Di dalam masyarakat kota besar"besar, di tempat yang penting"
penting segala perniagaan dan perusahaan yang berarti hanyalah ada
di tangan bangsa asing: Eropa, Cina, Arab, dan lain"lain. Di situ selalu
terdengar ucapan yang menyakitkan anak"telinga nasionalis Indonesia
yang insaf, bahwa orang bumipu'u"a sudah ditakdirkan Tuhan akan
melayani "majikan" saja. Sudah diuntukkan jadi kuli, jongos, sedang
perniagaan dan segala macam pekerjaan dan perusahaan yangbesar"besar
itu tidak mungkin dapat dijalankan oleh bumipuu-a, yang masih bodoh
dan akan tetap tinggal bodoh dan hina selama"lamanya.
Hal itu pun rupanyajadipenyelidikanjua bagiMr. Suleman. Panjang
lebar diuraikannya perkara kekuatan kedudukan ekonomi orang Cina di
Pulau Jawa, kekuatan, yang dapat, malah yang sudah mendesak kedudukan
ekonomi orang asli sendiri Sebabnya, "kata sana" karena orang Cina
N .sa fskmdar 03.4 &P
"!: V mmm-namum.- B:.Ilj timur::
cerdik dan pandai berniaga, rajin berusaha dan sangat hemat. Sifat tabiat
orang Indonesia kebalikannya."Benarkah demikian?" tanya Mr. Suleman
dalam beritanya. Pertanyaan itu dijawabnya dengan dalil dan keterangan
sejarah serta dengan soaljawab antara dia dengan orang Cina sendiri.
"Saya, sebagai anak Asia jua, bersukacita memperhatikan dan
menyaksikan kemajuan perniagaan bangsa Tuan di sini," kata Mr. Suleman
pada suatu hari diSemarangkepada seorang saudagar-ternama, "terutama
dalam perniagaan perantaraan."
Saudagar ternama, "Kalau ditilik dari suatu sudut saja, tiada salah
anggapan umum, bahwa orang Cina di Indonesia hanya mempunyai
kedudukan penting di dalam dagang perantaraan. Tapi pada umumnya
dalam segenap perusahaan pertengahan dan kecilorang Cina berpengaruh
benar Dahulu dalam perusahaan besar"besar pun mereka itu terkemuka
jua. Sekarang telah terdesak."
"Oleh siapa?" "Kebanyakan oleh modal Eropa. Dahulu pabrik Gula orang Cina di
Pulau Jawa ada 40 buah, tapi sekarang tinggal lagi 10 buah."
Suleman, "Dalam perusahaan Penggilingan Beras bahagian orang
Cina besar sekali, bukan?"
Saudagar ternama, "Demikian jua dalam perusahaan: Pabrik Tepung
Tapioka, Pembatikan, Pekayunan, Pabrik Sabun, Pabrik Cerutu, Sigaret,
Rokok Kretek, Pabrik Air Belanda, Limun, Sirup, Pembakaran Roti,
Perusahaan Taksi, Otobus, dan lain"lain."
Suleman, "Pendapat umum, kedudukan yang baik itu diperoleh bangsa
Tuan dengan kepintaran dan kecerdikan saja. Betulkah demikian?"
Saudagar ternama, "Kedudukan ekonomi orang Cina di "Hindia
Belanda" sudah berabad"abad hidup subur-. D asar-nya sudah dibangunkan
dalam masa VICZIC',m Akan tetapi, kedudukan sedemikian baru tercapai,
sesudah diperlindungi dengan ber"terang"terang dan dibantu dengan
jalan belakang oleh VOC Tentu sifat"sifat orang Cina dewasa itu yang
dipuji"puji sampai menjemukan "ada jua berjasa kepada kedudukan yang
diperolehnya. Akan tetapi, sifat"sifat itu saja takkan dapat mencapaitingkat
yang baik itu, jika tidak ada perlindungan dan tunjangan VOC itu."
Suleman, "Dalil Tuan itu, saya rasa, tidak disetujui oleh bangsa
Tuan. 10 Vereenigde Oostindische Canning-nie Persatuan Kompeni Hindia Tirmi- [abad Las"17].
f "% .u- , 613 Turun ke Desa 205 Jt _ -.
i'": v "__/Mw _ '
Saudagar ternama, "Mungkin memarahkan mereka itu. Sebab segala
pengarang Eropa, tak ada kecualinya, senantiasa menghidup"hidupkan
anggapan yang salah dalam hati mereka itu, anggapan mengatakan, bahwa
kedudukan ekonomi orang Cina di negeri ini semata-mata diperolehnya
dengan kepintarannya. Tidak, Tuan Suleman, coba Tuan baca sejarah
perhubungan bangsa kita dari dahulu sampai sekarang. Terutama, coba
perhatikan kedatangan dan perbuatan bangsa Cina pada zaman VOC itu,
niscaya akan Tuan dapati beberapa peristiwa sedih
Sejarah: dalam tahun 453 sudah ada utusan orang Jawa ke Tiongkok
...."l-Ia, penting sekali," kata Sartini, sambil meneruskan membaca berita
itu dengan asyik. 43udah itu ada perhubungan yang tetap antara Indonesia
dengan Tiongkok. l"Ialitu ternyata daripada berb agai"bagai utusan yang
dikirimkan, daripada perdagangan yang dijalankan. Orang Cina membeli
lada, rempah "rempah, dan orang Jawa membeli porselin dan sub-a.
Semasa pemerintahan l"Iasannudin [1552"1903 perniagaan Banten
bertambah maju. Aldrirnya melebihi Jakarta, yangjadi pelabuhan penting
bagi Pejajaran pada masa itu. Banten dikunjungi oleh saudagar"saudagar
Gujerat, Parsi, Cina, Turki, Pagu, dan Keling. Kemudian datang pula
orang Portugis. Barang"barang yang dibawa orang dari luar negeri itu, dibeli oleh
anak negeri dan diangkut dengan perahu perahu Jawa ke bahagian sebelah
timur dan lain"lain. Kemudian ke Banten dibawa pula oleh segala perahu
Jawa itu pelbagai macam kehasi'lan seluruh Indonesia yang digemarioleh
bangsa asing itu. Demikian Banten ketika orang Belanda mula"mula sampai di sana
dalam tahun 1596. Jadi segala perahu Jawa berjual beli pula dengan
mereka itu. Orang Jawa terus menerus belajar mengarungi lautan seluruh
Nusantara, demikian jua lautan Asia, akan memperniaga"kan kehasilan
negeri. Kerap kali angkatan laut Jawa bertempur dengan angkatan laut
Portugis diAmbon, Banda dan Maluku. Kemudian dengan orangBelanda
juga. Akhirnya Belanda menang. Jung"jung Banten tidak dapat lagi
mengunjungi Maluku. Permusuhan itu terbawa"bawa sampai ke Banten. Dua buah kapal
Jawa dirampas Belanda di pelabuhan itu. Balasnya, kapal"kapal Belanda
tidak diterima orang di pelabuhan Jawa sebelah timur.
N. Sa firman _-_.';_.-.' 6P
:": mmm-namum.- B:.Ilj Pusuk:
Oleh sebab itu, orang Belanda, sejak itu, terpaksa berhubungan
dengan orang Cina dahulu, jika hendak memperoleh lada banyak"banyak.
Hal itu lama"kelamaan menambah sakit hati mereka itu. l"Iarga dapat
dipermain"mainkan orang Jawa dengan orang Cina saja. Sehingga Jan
Ferrers Zoon Caen sampai mengeluarkan kata terhadap kepada orang Cina
demikian: Sekalian orang Cina bertabiatbusuk, tiada setia, palsu, penipu
Dan jung"jung Cina yang hendak palangke Tiongkok kerapkali diserang
Belanda ditengah laut. Muatannya, yaitu lada, disalinnya ke kapalnya dan
harganya dibayarnya sesuka hatinya.
Akan tetapi, kemudian ketika telah tetap niat Belanda akan
mengadakan pelabuhan di Jayakarta ... bukan, melainkan di Batavia, yang
didirikan Belanda di atas abu Jayakarta itu, maka sikap Coen terhadap
kepada orang Cina berubah sama sekali, sehingga ucapan yang tertera di
atas itubergan'd dengan, "Tidak ada bangsa yang akan lebih berjasa kepada
kita lain daripada bangsa Cina." Malah ketika dirancangkannya pen duduk
kota yang didirikannya itu, katanya, "Segala bangsa boleh tinggal di situ,
terutang hendafffah bangsa Gim.
Berbagai"bagai akal Caen akan mengumpulkan orang Cina di kota
"Batavia" yang baru itu. Orang Cina yang mau pindah dari Banten,
Cirebon dan lain"lain ke "Batavia" dibebaskan daripada bea dan cukai
Lain daripada itu Caen memerintahkan kepada orang Belanda, supaya
mereka itu bersikap fmh Jember. kepada mmg Gim. Dan kepada kantor
VOC di Jepun diperintahkan akan membujuk orang Cina, agar mau ke
Batavia: kalau perlu, diangkut dengan kapal Kompeni. Jika mereka itu
tidak mau datang dengan tanggungan sendiri, boleh jua datang sebagai
buruh Kompeni yang bergaji bulanan.
Segala usaha dijalankan oleh Caen akan memusatkan perniagaan
orang Cina diBatavia. Dikepungnya Manila, Makao dan Melaka, artinya
dialanginya orang Cina menempuh pelabuhan negeri itu den gan leluasa,
jung"jung Cina yang ada diJambi, Banten dan Japara dijemputnya, dipaksa
pergi ke Batavia. Kepala pegawai Kompeni diperintahkan, supaya mereka
itu beramah"tamah dengan orang Cina di pelabuhan yang neh-al seperti
Petani, Sangora, dan Siam. Mereka itu harus dibujuk ke Batavia, diberi
surat pas yang bebas daripada bea, supaya tertarik hatinya.
613 TW ke Dim 26" : bi"-'" Dengan jalan demikian, bukan saja Belanda memperoleh barang"
barang hasil Tiongkok yang diingininya jua, tetapi penduduk Batavia
yang berbangsa Cina itu pun bertambah banyak pula.
Akan tetapi dengan cara begitu saja rupanya orang Belanda belum
puas lagi. Melainkan masih perlu diadakan jalan lain: mer-awas muram
Orang Cina yang terdapat di pantai Tiongkok harus dirampas sebanyak"
banyaknya, laki"laki dan perempuan dan anak"anak, lalu dibawake Batavia,
Ambon dan Banda. Dengan merampas di darat dan merampok jung di laut dapatlah
diangkut orang Cina ke Batavia kira"kira 1. 1.50 banyaknya.
Lain daripada itu segalajung Cina yanghendak kembalikenegerinya,
diperintahkan: harus meninggalkan beberapa orang anak buahnya di
Batavia. Kalau tidak mau, diambil dengan kekerasan
Begitu usaha Caen mengumpulkan orang Cina di Batavia akan
membantu dia mem"bangunkan kedudukannya.
Mereka itu diperlakukan dengan baik, dilindungi dan dibiarkan
berniaga dengan agak bebas.
Akan tetapi kemudian, apabila kelihatan atau terasa kemaju"an orang
Cina akan berbahaya kepada Belanda, selalu diadakan pula rintangan atau
aturan akan mencegah kemajuan itu.
Dalam bulan Oktober 1625 VOC mengeluarkan maklumat, yang
berisi peringatan, agar berhati"hati memasukkan orang Cina ke Batavia.
"Supaya Kompeni jangan mendapat rugi dan terbelit dalam kesukaran,
sebab terlalu banyak dibiarkan orang merdeka dan budak belian,
teristimewa yang berbangsa Cina."
Sekali air bah, sekali tepian berubah. Setelah bertukar pula peri
keadaan, orang Cina didekati pula. Malah Gubernur Jenderal V d. Lyn
[l. ses"t 650) menganggap orang Cina itu: Sandr'perg'g'ahan orangBelanda
di Jann, sehingga mereka itu sampai tia da dikenakan uang kepala lagi.
Apabila peraturan itu dirasa oleh orang Belanda sendiri tidak adil,
terlalu melebih"lebihkan suatu golongan daripada golongan bangsa lain
dalam hal perniagaan, pinjaman, monopoli garam dan lain"lain, maka
dalam pemerintahan gubernur jenderal lain diadakan undang"undang
menekan orang Cina pula. Demikian nasib orang Cina diperbuat oleh
Kompeni: sekali naik sekali turun, seperti air pasang, berdasarkan laba"
rugi menurut perhitungan mereka itu.
203 N. .se ritme" _-_.';_.-.' 5P
mmm-namum.- B:.Ilj Pusuk:
Pada 60 Mei 1. 665 tidak diadakan lagi dalam "college van schepenen"
anggota Cina yang kedua, sebab tidak dipandang perlu lagi orang
Cina turut campur dalam urusan pemerintahan. Kemudian tidak akan
diadakan lagi sama sekali anggota Cina itu, sedang sesudah kapitan Si
Kwa meninggal dalam tahun 1666 tidak diangkat lagi kepala orang Cina.
Uang kepala yang dihapuskan dahulu dipungutkembali, padahalbantuan
mereka itu selalu diharapkanjua.
Sikap semacam itu dijalankan beberapa puluh tahun lamanya,
sekalipun hal itu mengurangkanjumlah orang Cina di Batavia. Tak apa
Hanya dalam pemerintahan Speelman terasa perlu menarik orang Cina
yang ada di Banten ke Batavia pula. Orang Belanda berhajatkan bantuan
daripada mereka itu, karena Belanda (1. 682) perang dengan Banten.
Sejak itu sudah banyak pula orang Cina di Batavia, sampai
mengkhawatirkan orang Belanda kembali. Maka diadakan pula aturan
baru, bagaimana orang Cina harus masuk dan menetap dikota Belanda itu.
Jangan terlalu banyak, dan jangan pula terlalu sedikit. Kalau membanjir,
di empang; kalau kering diikhtiarkan, diadakan atau diperbuat
bendungan. Akan tetapi, lambat laun orang Cina insaf jua akan perbuatan
sedemikian. Istimewa pula, karena perdagangan antara Batavia dengan
Tiongkok selalu mendap at rintangan. Jadi orang Cina tak mau lagi datang
ke Batavia, sehingga Kompeni kehilangan akal pula. Keuntungan yang
diperoleh daripada tenaga mereka itu telah lenyap, begitujua laba daripada
perdagangan dengan orang yang pulang balik ke Tiongkok.
Gampang, "diperbuat pula aturan baru! Tidak sukar menarik"narik
hati dan menepuk"nepuk punggung Letnan orang Cina yang hanya
tinggal seorang lagi dalam pemerintahan Van Swol, dijadikan tiga
orang kembali. Dalam urusan pemerintahan orang Cina dibawa campur-.
Dikeluarkan perintah, supaya orang Belanda berlaku sopan dan hormat
kepada orang Cina yang datang berniaga ke Batavia dan lain"lain.
Pelayaran antara Batavia dengan Tiongkok menjadi ramai pula,
perniagaan dengan Tiongkok telah hidup kembali. Rupanya orangBelanda
telah memperhatikan kehidupan orang Cina pula.
Membanjir pula orang Cina masuk ke Batavia. Terasa oleh Belanda
telah menyusahkan pula Aturan baru lagi, akan menahan banjir itu!
Banyak orang Cina yangtidak ber"pencarian dikirim ke Selong. Akhirnya,
613 TW ke Dim 209 : bi"-'" terbit pemberontakan dan pembunuhan atas diri orang Cina dengan tak
semena"mena, suatu peristiwa, yang sangat terkenal dalam sejarah
Sartini berhenti membaca, mengangkat kepalanya, sebab terdengar
bisik di telinganya, "Asyik benar engkau Aku pun kemarin begitu
jua." "Benar seperti itu, Nenek?" tanya gadis itu dengan suram. "Diper"
gunakan seperti alu!"
"Sejarah, dan karangan Belanda sen diri. Baca terus, Tini," kata bup ati
pensiun sambil berjalan ke belakang. "Tak ada orang Cina yang "dada kenal
akan kejadian ngeri dalam tahun 1 MD itu. Berpuluh ribu yang dibunuh,
laki"laki perempuan, tua muda, dan anak"anak pun tidak dikecualikan."
Dari belakang R.M. Sontomulyo pergi duduk ke dekatcucu"nya, yang
tengah mengerutkan keningnya.
"Mengapa termenung" Sudah habiskah kaubaca sekaliannya?"
katanya.

Turun Ke Desa Karya N. St. Iskandar di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

"Saya pilih mana"mana yang tak menyakitkan kepala saja. Angka"
angka yang berderet"deret itu saya lampaui, berkunang"kunang mata
saya. Tetapi, Nenek, kalau begitu sejak dahulu sampai sekarang tidak
berubah"ubah jalan politik pemerintahan Belanda di sini terhadap kepada
bangsa Cina dan bumipu'o"a. Selalu mereka itu dijadikan perantaraan
dalam masyarakat penj aj ahan. "
"Memang "dibagi"bagi dan diperintahi Lapisan masyarakat dalam
zaman Coen"- di atas opsir"opsir yang baik dan beberapa keluarga Belanda
yang ternama di tengah orang Cina dan di bawah bangsa Bumipuh"a.
Kemudian dianjurkan oleh Coen, supaya monopoli Kompeni dalam
perniagaan dengan anak negeri, dilonggarkan untuk bangsa"bangsa
l"Iindia, maksudnya orang Cina jua. Orang Cina yang pergi keluar kota
disuruh bertani dan ber-warung. Yang tinggal di kota, bertoko, berniaga,
dan bertukang .. "Sampai sekarang begitu jua."
"Di kota Batavia mereka itu mendapat kedudukan yang amat
penting. Tidak ada suatu pekerjaan yang mungkin langsung, kalau tidak
disertai oleh orang Cina. Mereka itu yang terutama menguasai tentang
pemungutan sewafbea, yaitu bea masuk beras, gula, dan bea ke luar lada.
Bahkan memungut berbagai"bagai cukai dan sewa pasar pun dibebankan
kepada orang Cina, demikian pula kerja borong"memborong seperti
mendirikan gereja dan membuat saluran. Barang"barang Kompeni yang
N .se Lime" .-.-':_-:' &P
"!: V mmm-namum.- B:.Ilj Pusuk:
tidak berguna lagi, seperti kapal yang telah rusak dan lain"lain, hanya
boleh dijual kepada mereka itu."
"Bukan di kota Batavia saja, malah di mana"mana Kompeni sudah
dapat mengangkat syahbandar seperti di Indramayu, Cirebon, Semarang
dan Surabaya daripada golongan Cina. Mereka itu pun disuruhnya
merangkapjabatan kepala bangsa mereka itu."
"Tidak heran,ji.ka pada masa itu hanya orang Cinalah yang beroleh
kedudukan baik dalam masyarakat semacam itu," kata Sartini pula.
"Sebab mereka itu mendatangkan keuntungan. Padahal orang Jawa
terus bermusuhan dengan Belanda dan terus berperang sampai"sampai
kepada zaman Diponegoro yang kenamaan."
"Kalau Kompeni kekurangan oran g, dijalankan segala ikhtiar. Sebuah
daripada ikhtiar itu menyewakan dan menjual tanah kepada orang
partikulir. Hal itu pun memberi kedudukan yang luar biasa kepada orang
Cina pula. Sebagai orang partikulir mereka itu mendapat hakmemerintah.
Lebih"lebih tentang hak sewa. Berapa banyaknya orang Cina yang jadi
penyewa dan tiap"tiap penyewa itu berapa pula banyaknya pembantunya.
Sekaliannya itu merajalela masuk ke luar negeri, sampai ke hulu"hulu,
sehingga mereka itu dapat mengembangkan sayap kekuasaannya. Penyewa
itu dipandang sebagai pembantu kekuasaan negeri yang sangat baik dan
diperlindungi oleh Pemerintah. Dan di sisi kerja sebagai penyewa mereka
itu pun boleh berniaga."
"Enak betul. Tentu saja perniagaan yang dilakukan den gan
perlindungan kekuasaan sebagai penyewa bukan sedikit menolong dia
akan memperoleh kedudukan yang istimewa."
"Jadi nyata sudah kepadamu, apa sebabnya orang Cina mendapat
kedudukan yang baik dalam ekonomi di negeri kita ini, dan apa sebabnya
bumipu'o"a tetap tinggal jadi pak tani miskin"melarat"hina saja. Bukan
karena bangsa kita tidak mempunyai sifat berniaga. Seluruh lautan
diarungibangsa kita dahulu Bukan karena kurang rajin, bukan karena
tiada pandai berhemat, dan bukan pula karena kita telah ditakdirkan
Tuhan akan jadi budak belian. Gencetan terus"menerus dari pihak
penjajahan." "Tidak boleh terus lagi," kata Sartini dengan ber-semangat, "kalau
bangsa kita hendak berkuasa di dalam negerinya. Sampai sekarang inikita
613 TW .i-e Dim bukannya dijajah Belanda saja, tetapi sesungguhnya diperah dan diisap
jua oleh segala macam bangsa asing."
Bupati pensiun terpesona oleh buah pikiran gadis itu. Termenung,
tepekur. Dan kemudian keduanya pun sarna"sama tak dapat mengeluarkan
perkataan lagi, sama"sama berdiam diri sejurus, karena sarna"sarna dibawa
hanyut oleh perasaan dan pikirannya masing"masing.
Selang semenit dua menit tiba"tiba Sartini berkata dengan tegas,
"Kini bagaimana timbangan nenek, sesudah mempelajari berita yang
sangat berharga ini?"
"Apa nia1mu" Saya akan menurut saja," sahutR.M. Sontomulyo dengan
tak ragu"ragu pula akan keputusan cucunyayangcerdikcendekia itu. "Coba
bentangkan cita"cita yang ter"kandung dalam ha1imu."
"Mr Suleman mesti kita ter'mia, akan memimpin perusahaan."
"Akan memimpin, jadi bukan untuk menguasaiz'mengepak sebagai
permintaannya." "Bukan. Perusahaan tetap hak milik kita, tetap di bawah kekuasaan
kita. Mr. Suleman hanya sebagai pemimpin/direktur saja, walaupun
modalnya akan dimasukkannya "kalau ada" ke dalamnya."
"Setuju, ya kesimpulan rapornya itu pun sesuai benar dengan cita-cita
saya. Apa katanya" Sesudah ditinjau sejarah perhubungan Kompeni
dengan orang Cinaitu, sesudah diselami ujud dan maksudnya "terutama
untuk melumpuhkan perekonomian bangsa kita, supaya jiwa kita mati,
maka jika hendak membangkitkan batang terendam itu, hendaklah tiap"
tiap anak Indonesia berusaha dengan sekuat"kuatnya akan menghidupkan
apa"apa yang sudah mati itu. Sekalian perusahaan anak Indonesia harus
membukajalan ke arah itu, harus membendung perusahaan asing yang
merugikan kita, sambi memperhatikan kehidupan buruh, petani dan rakyat
umum sehingga mereka itu sanggup membangunjiwaraga sendiri, bahkan
sanggup berusaha sendiri Dengan demikian moga"moga kaum melarat
selama ini, insya Allah, akan menjadi sejahtera dan makmur
"Bukan tersambil, melainkan betul"betul diperbaiki keadaannya
dengan segera," ujar Sartini memutuskan perkataan neneknya. "Itu pun
jika kita ingin melihat mereka itu bekerja dengan senang, baik dan rajin
sebagai pada perusahaannya sendiri. l-Iidup mereka itu harus dijamin,
sehingga mereka itu dapat memelihara dan mendidik anak"anaknya
dengan sepatutnya." N .si Lime" _-_.';_.-.' 6P
:": mmm-namum.- B:.Ilj Pusuk:
"Betul. Akan tetapi bagaimana permintaan yang sebuah lagi?"
"Asing jua, bukan" Dan untung telah selesai dengan sendirinya.
Permintaan itu telah dicabut oleh Tuan Sayid Alwi sendiri"
"Bila?" tanya neneknya dengan heran.
"Dua tiga bulan yang lalu. Tentu ada dikabarkannya kepada nenek,
bahwa ia telah berangkat ke Pekalongan."
"Ya, dan lagi tentang kematian anaknya. Akan tetapi, tentang
pencabutan permintaannya, "hal itu tidak ada disebut"sebutnya."
"Mungkin lupa, sebab ia tergesa"gesa. Tetapi sungguh kini pilihan
kita tidak ada lagi Cuma tinggal menetapkan saja."
"Terserah kepadamu, bila akan ditetapkan."
"Sebaik"baiknya dalam suatu upacara, Nenek. Tidak baikkah pada
timbangan Nenek, kalau kita adakan perjamuan sedikit di rumah ini
dengan segala pegawai kita yang terkemuka di perusahaan, sambil
memperkenalkan lvlr Suleman dengan mereka itu?"
"Aku semufak at benar"ben ar," kata R.M. Sontomulyo den gan girang,
memang aku telah berniat sejak engkau datang kemari akan mengadakan
selamatan." "Dan diramaikan dengan wayang wong?" tanya Sartini keanak"
anakan. Bupati pensiun memandang kepadanya. "Benar"benar begitu
kehendakmu?" sahutnya. "Bagi kami orang desa, permainan itu tetap
membangkitkan kegembiraan. Tapi bagi orang kota, kurasa lain. Film
atau lagu dan nyanyi lebih menarik hati orang kota agaknya."
Sartinitersenyum simpul, gelihatinya, karena penerimaan neneknya
itu membayangkan, bahwa ia suka melayani kelakar"nya. 'Tidak, Nek,"
katanya, "lebih baik sederhana saja."
"Akan tetapi, sederhana itu tidak berarti tak ada keramaian sama
sekali. Aku tidak kuna benar, Tin. Kalau engkau teringat akan kota:
kita silakan istri Mas Joko berdansa dan bernyanyi Atau kita sewa
filmnya." "Ha, ha, ha, jangan diingatkan pula Zuraidah kepadajanda lama, yang
telah mulai dilupakannya dengan susah payah itu."
"Sekadarnya saja boleh, bukan" Aku inginjua hendakmelihat gayanya
di dalam film dan mendengar suaranya, yang sangat diminati anak muda"
6P TW .i-e Dim muda. Kata orang, gayanya bagus, suaranya merdu dan nyanyinya menarik
hati benar" Sartini menatap muka neneknya sambil gelak tertahan-tahan.
"Mengapa engkau heran" Aku kan mudajua dahulu" Ha, ha, ha
"Benar, tapi tak usah mengadakan dansa dan nyanyi"nyanyian. Dan
selamatan itu kita tangguhkan dahulu. Barangkalibuat perkenalan cukup
diadakan perjamuan "kecil" saja."
"Kalau begitu kehendakmu, kucabut usulku tadi," ujar-bupati pensiun
sambil tersenyum. "Dan usulmu kuter'mra dengan gembira."
"Riang betul Nenek sekali ini," kata Sartini dengan suka hatinya.
"Baik. Dalam pada itu Surat perjanjian dan lain"lain nenek sediakan.
Sebelum perjamuan itu sekaliannya sudah selesai hendaknya."
"Tentu saja. Aku sudah berhubungan dengan asisten wedana dan
notaris, yang akan mengurus surat"surat yang bersangkut dengan cita"
cita kita itu." Setelah itu keduanya, nenek dan cucu kesayangan itu pun bangkit
dari kedudukannya masing"masing, karena hendak melanjutkan
pekerja annya. .N. 35 fskmdar _'_-'l'..-_',
mmm-namum.- B:.Ilj Pusuk:
didalem Jadiin" amang Cuaca
; (ituk mengadakan perjamuan "kecil" yang dimaksud gadis itu
banyak jua dipergunakan tenaga dan waktu. Sartini menyuruh
orang membersihkan rumahnya yang besar itu serta menjemput
yangjauh dan mengumpulkan apa apa yang dekat.
Hal itu 'tidak menjadi rintangan, sebab tenaga dan alat tiada kurang,
malah lebih daripada cukup. Lain daripada pembantu pembantu biasa,
banyak pula diminta oleh Sartini raden ayu atau istri pegawai pabrik,
yaitu perempuan yang telah dikenalnya benar benar, akan menolong
dia menyelenggarakan kerja itu. Di antara mereka itu tampak Zuraidah,
istri administratur muda Pabrik Gula. Perempuan muda itu pun merasa
amat girang menerima permintaan itu, sebab dengan demikian, ia diberi
kesempatan akan memperlihatkan kepandaiannya dalam hal memasak dan
mengatur perjamuan secara modern.
Kerap kali ia bertanya kepada Sartini siapa sebenarnya yang akan
dij amunya dan apa uj ud perjamuan itu. Pertanyaan itu dij aw ab oleh Sartini
dengan senyum manis saja, jawab, yang tak dapat memuaskan hatinya.
Sementara itu Sartini berkata pula, bahwa ia akan melihat sesuatu yang
ajaib, yang akan menoengangkan dia, dalam pertemuan istimewa itu.
Maka terlompat sangka sangka dari mulutnya, kalau kalau Sartini akan
menjamu bakal suaminyaF'Airmuka gadis itu agak masam. Marah hatinya,
sebab "katanya" perkara itu belum teringat ingat olehnya.
"Jangan marah, Jeng Ayu, sebab sangka sangkaku itu terbit dari
dalam kalbu yang suci murni"
"Boleh. Kukatakan, tetapi dengan syarat [dah harus berdansa dan
bernyanyi," sahut Sartini dengan senyum manis.
"Benar, benar, Jeng Ayu," kata wanita yang lain lain, "dan Den Ayu
Joko harus memenuhi syarat itu. Kami ingin
"Ha, jangan ingin ingin saja. Berdansa ada lawan Siapa?" sahut
Zuraidah sambil tertawa. Sekalian wanita itu memandangkepada Sartini dengan pengharapan
Akan tetapi, gadis itu mengernyitkan alis mata"nya. "Kalau tak ada
lawan berdansa, bernyanyi saja," katanya, "Perkenankan permintaan
orang, Dik." "Tidak, tidak," sahut Zuraidah seraya merajuk. "Nanti aku dimarahi
Mas Joko, ha, ha, ha "Masa marah. Malah bertambah cinta," kata wanita lain"lain, seraya
tertawa pula. "Tidak, tidak kataku. Daripada dibayar dengan nyanyi, lebih baik
perasaan ingin tahu itu kulipur dengan kerja menyediakan makanan dan
nimunan yanglayak disajikan kepadajamu"jamu modern," katanya seraya
berlari ke belakang. "Ya, baik begitu," kata Sartini, "aku setuju demikian."
"Akan tetapi sayang, kami kecewa, Jeng Ayu," wanita"wanita itu
dengan geli hatinya. Hari Ahad pagi. Hawa segar, panas tidak, hujan pun tidak. Lembab,
dan angin tidak berembus. Awan kelihatan bergumpal"gumpal dipuncak
gunung, yang menjulang langit tiadajauh dari sana. Langit itu kelihatan
putih, berawan tebal, sehingga sinar matahari yang baru naik itu tiada
berdaya akan menembus dia sampai ke bumi.
Sawah yang luas terbentang sejauh"jauh mata memandangitu kosong
sebagai tanah lapang, sebab padi sudah hampir habis dituai semuanya.
Di bahagian lain pun tebu telah sebagian besar ditebang, sedang kerja
akan bertanam kembali boleh dikatakan belum dimulai lagi. Di sana sini
kelihatan kerbau berk awan-k awan makan rumput den gan tenang, sedang
anak gembala lalai lengah dengan puput batang padi
Dalam keadaan yang demikian nyata kelihatan kelompok desaSumpiuh
serta daerah pabrik dan rumah yangindah"indahitu. Asap mengepul"ngepul
naik ke udara ke awang"awang luas dari beberapa cembung tinggi kedua
pabrik itu. Bergulun g"gulungmembubungperlah a_n"lahan dan selesai as ap
itu, karena tidak diganggu oleh angin.
Beberapa orang yang berpakaian bagus dan berdandan rapi berjalan
ke rumah bertingkat dua itu, berpasang"pasangan atau bersama"sama.
Mereka itu pun, laki"laki dan perempuan, diterima oleh jenang di ambang
pintu, lalu disilakan duduk di tempatyangtelah tersedia beraturan di ruang
tengah yang lapang terhias seelek"eloknya
276 N. si Liman _-_.';_.-.' 5P
_____,,. :": mmm-namum.- B:.Ilj Pusuk:
Mereka itu diajak bercak ap"cak ap oleh bup a1i pensiun dengan ramah"
tamah, bukan seperti induk dengan anak semangnya. Sartinipun berbuat
demikian pula den gan istrimereka itu. Di antara segala perempuan itu ada
Zuraidah, yang ingin tahu itu. Akan tetapi, ia sebentar duduk, sebentar
berdiri dan berjalan pulang balik ke meja persediaan, karena ia diberi
kewajiban oleh Sartini akan menjaga hidangan.
Kira"kira pukul sepuluh, yaitu ketika jamu sudah hampir hadir
semuanya, masuklah sebuah oto bertempat duduk dua orang, tiada
bertenda, ke dalam pekarangan yang luas itu. Kendaraan itu tiada
berpenumpang, kecuali sopir
Sekalian jamu berpaling ke jendela dan menjenguk ke halaman.
Seoranglaki"laki, sopir itu sendiri, turun dari o1o yangkecil"indah itu.
Ia berpakaian uopikalkeputihan dan berkopiah beledu hitam, berdasi sutra
merah dan bersepatu kuning buatan Eropa yang berkilat"kilat warnanya.
Ia pun bersalam dengan bupati pensiun, yang berdiri di ambang pintu
menyambut kedatangannya. "Mr Raden Suleman," katanya, "silakan masuk."
Ketika nama itu disebut oleh orang tua itu, kebetulan Zuraidah
baru siap memberi perintah kepada pelayan"pelayan supaya mereka itu
awas akan kewajibannya masing"masing dan sesudah itu akan duduk ke
tempatjamu perempuan, yaitu dekat segala raden ayu isu-i kepala"kepala
bagian jawatan dalam kedua pabrik itu. Bukan main tersirap darahnya
mendengar nama itu, lebih"lebih melihat orang muda yang bernama
demikian. Mau ia lari dan menyembinyikan diri, tetapitak dapat lagi, sebab
R.M. Sontomulyo telah memperkenalkan Mr. Suleman dengan sekalian


Turun Ke Desa Karya N. St. Iskandar di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

orang yang hadir itu. Dengan cepat Zuraidah memandang kepada Sartini dan Suleman itu,
akan mengetahui bagaimana sikap keduanya. Pada air muka mereka itu
sedikitpun tak kelih atan olehnya apa"apa yang dapat menandakan mereka itu
telah berkenalan mesra. Sartini hanya menampakkan budi bahasanya yang
halus sebagai sipangkalan, dan Mr. Suleman menyatakan sopan santunnya
sebagai seorangjamu yang terhormat saja.
Lucu terasa oleh Zuraidah, ketika Sartinimemperkenalkan dia dengan
orangmuda itu serta menyebutkan: Nyonya Zuraidah loko "Mr. Suleman,
seolah"olah Sartini tak tahu sedikitjua akan pertalian dan riwayat hidup
mereka itu. 613 Tua"ur: ke Dexa l"Ianya tatkala Zuraidah agak kemalu"maluan, Sartiniberkata dengan
senyumnya, "Sudah berkenalan" Mungkin, sebab sama"sama tinggal di
Jakarta dahulu Dan Mr. Suleman tersenyum pula serta menjawab, "O,
ya"' Tapi sayang belum berkenalan."
Demikian ketiga mereka itu berbuat, menahan gelora perasa"an
hatinya masing"masing sehingga sangka jamu yang banyak itu sungguh"
sungguh mereka itu tiada kenal seorang kepada seorang sebelum itu.
Istimewa R.M. Sontomulyo memang begitu persangkaannya.
Sekalian jamu duduk pula di tempatnya masing"masing. Bercakap"
cakap dan berbisik"bisik sama sendirinya, sedang cerutu mulai diedarkan
orang. Tak lama kemudian dipersembahkan pula minuman sejuk dan
penganan. Sementara minum dan makan kue"kue itu, R.M. Sontomulyo mulai
menguraikan maksud perjamuan itu, yakni sekadar mem"perhubungkan
silahturrahim Mr. Suleman dengan segala keluarga pabrik,karena ia telah
ditetapkan jadi pemimpin perusahaannya itu. Perkenalan lebih lanjut
dan resmi akan segera dilangsungkan kelak di hadapan segenap pegawai
dalam kedua pabrik itu. R.M. Sontomulyo menceriterakan, bahwa ia terdorong oleh rasa
kemajuan, telah semufakat dengan ahli warisnya, akan menyerahkan
pimpinan perusahaan itu kepada orang muda terpelajar itu. Dan Mr.
Suleman pun telah bersumpah akan memimpin Pabrik Gula dan Kincir
Padi serta sawah ladang den gan seb aik"baiknya, sehingga perusahaan itu
dapat memberi keuntungan serta berkat kepada yang empunya dan yang
memimpin, bahkan baik kepada pegawai dan pekerja, baik pun kepada
seluruh rakyat desa yang bersangkutan.
"Saya tegaskan sedikit perkataan saya tentang rakyat yang
bersangkutan itu. Maksud saya bukannya rakyat yang bersangkutan
dengan perusahaan saya saja, tidak, melainkan seluruh rakyat desa
harus bersyukur, karena sekarang telah kelihatan gejala baru. Intelek"
intelek bangsa kita, yaitu pemuda dan pemudi terpelajar bangsa
Indonesia yang selama ini senang tinggal di kota besar"besar saja,
kini sudah mau turun ke desa untuk mengerakkan hati rakyat banyak
supaya giat bekerja untuk kepentingan diri dan bangsa senidiri.
N. .si irma" 03.4 &P
"!: V mmm-namum.- B:.Ilj Pusuk:
Mereka itu suka sekali memberi nasihat eara bekerja sebaik"baiknya,
sesuai dengan ilmu pengetahuan. Dan kalau dikehendaki mereka itu
pun takkan menolak dijadikan pemimpin perusahaan kita jua, seperti
lvlr. Suleman ini untuk perusahaan saya. Mudah"mudahan gejala baik itu
memberi manfaat kepada desa kita, sehingga lama"kelamaan perusahaan
kita luput daripada gangguan"gangguan asing yang sangat merugikan
peribadi dan bangsa kita, yang masih jauh daripada kecerdasan terutama
tentang ilmu ekonomi."
Ucapan itu didengarkan oleh Mr. Suleman dengan senang hati, agak
terharu, sebab cita"cita yang muliaitu dipercayakan kep adanya. Ia berharap
supaya segenap pegawai, terutama administratur segala kepala bahagian
pada tiap"tiappabrik itu, sudi menolong dan menyokong dia den gan ikhlas
dalam hal menjalankan kewajiban yang berat itu.
Sekalian yang hadir itu pun berjanji akan meluluskan pengharapan
itu, karena mereka itu berbesar hati pula, akan mendapat pimpinan yang
dicita"citakan selama ini.
Segala ucapan itu disudahi dan dikunci dengan doa kepada Affair
mhfmrzafw tri-alamt. Kemudian lalu dihidangkan makanan yang lezat cita rasanya.
Bermacam"macam ragam makanan itu. Ada dua tiga kali bertukar
pinggan kenyang benar! Dari mulut seorang yang agak jenaka keluar
pujian: "Beruntung kita mendapat anak kota Jakarta," sambil ia
mempermainkan sudut mata ke arah Mas loko yang duduk agak jauh di
hadapannya. "Lebih beruntung lagi tentang gejala baru itu," kata kawannya. Mr.
Suleman tersenyum simpul, karena ia mengerti akan tujuan pujian dan
pandang itu. Setelah selesai daripada makan luar biasa itu, disajikanlah kopi
susu manis. Asap cerutu dan sigaret mengepul pula, sedang percakapan
sudah lebih pasih daripada semula. Mereka itu sudah berani bertukar"
tukar pikiran dan bersoal jawab, karena nyata kepadanya, bahwa bakal
pemimpinnya itu jauh daripada bersifat tinggi hati rupanya.
Di pihak raden"raden ayu kelihatan pula persaudaraan. Akan tetapi
pergaulan mereka itu agak kaku, karena derajatnya berlain"lain. Rupanya
Sartini, gadis idealis itu, sangat memperhatikan hal itu. Ia pun berniat
613 Tua"ur: .hr Dew hendak segera menyatakan cita-cita hatinya, istimewa dengan contoh
dan teladan, meskipun baginya sendiri perbuatan itu sebenar-nyasuatu
kurban yangbesar-jua. Pertama, karena ia baru dalam pergaulan desa dan
kedua karena peninggalan pangkat "regen" kadang"kadangmasih tampak
melekat pada diri dan gelagat neneknya.
Akan tetapi, Sartini sebelum masuk ke desa, walau tidak sengaja
sekalipun, sudah mempunyai cita"cita: bukan akan tenggelam dalam
keadaan desa yangmenyedihkan itu, melainkan hendak meninggikan desa
sampai ke tingkat masyarakat beradab dan cerdas, sebagaituntutan yang
telah berurat berakar di dalam kalbunya. Dan ia pun berbesarhati sangat
tentang ucapan neneknya, yaitu bahwa ia telah sudi mengumandangkan
cita"cita intelek"intelek muda mau turun ke desa itu!
Tentang perkara kata "anak kota" yang disebut salah seorangjamu
tengah makan itu, "hal itu bukan saja telah menggetarkan tali sukmanya,
tetapi pada Mr. Suleman pun telah menjadi buah pikiran jua, sehingga
perkataan itu sementara minum kopi dijadikannya pokok percakapan.
Mula"mulajamu agak salah paham, seolah"olah halitu menyinggung
perasaan beberapa orang yang datang darikota di dalam majelis itu. Akan
tetapi, Mr. Suleman segera meng"hilangkan salah sangka itu.
"Memang istilah amir kota dan anak desa termasyhur dalam
masyarakat kita," katanya, "terutama masyarakat Indonesia di Pulau
Jawa ini. Sebab perbedaan desa dengan kota boleh dikatakan sebagai bumi
dengan langit." "Saya ingin hendak mendengar keterangan tentang perbedaan itu,"
kata Mas loko yang agak berani mengetengahkan buah pikirannya.
"Hal itu boleh dipandan g dengan dua macam kacamata," kata
Mr. Suleman dengan sabar. "Pe-ram, kacamata politik, karena kota di
Indonesia tidak dibangunkan oleh orang Indonesia sendiri, melainkan
oleh bangsa Belanda, yang datang menjajah ke mari sejak dahulu sampai
sekarang. Kedua, kacamata ekonomi, karena kota Indonesia tidak timbul
oleh kemajuan masyarakat Indonesia sendiri melainkan karena gerak"
gerik ekonomi dari luar, terutama khusus darinegeri Belanda atau umum
dari Eropa. ] adi kota Indonesia im lanjutan kota Barat, tempat perniagaan
dan perusahaan Baratbelaka. Pendeknya, kota di Indonesia kena pengaruh
Barat, tetapi desa, yang masih didiami oleh kira"kira 30% dari seluruh
penduduk Indonesia, boleh dikatakan tercerai dari kota campuran itu.
N .si irma" 03.4 &P
"!: V mmm-namum.- B:.Ilj Pusuk:
D alam pada itu kehidupan orang Indonesia di kota, kalau tidak boleh
dikatakan masih tergantung pada perekonomian di desa, tetapi pasti
terpengaruh jua oleh perekonomian di desa itu. Istimewa orang yang
hidup daripada hasil kerajinan dan perniagaan. Pasar Indonesia hanya
desa, luar negeri" Bukan makanan kita
"Monopoli sana. Ya, tapi kalau begitu, ada juga perhubungan
yang rapat antara kota dengan desa," kata R. Suntoro, kepala bahagian
administatur pabrik gula.
"Sesungguhnya, tapi sukar sekali," sahut Mr. Suleman, "sebab
pendapatan dikota sangat berlainan dengan pendapatan di desa. Ukuran
hidup di kota rupiah, tetapi ukuran hidup di desa hanya benggol. Niscaya
perbandingan yang timpangitu menyukarkan orangkota akan mendapat
pasar- di desa. Kalau orang desa tidak bertenaga akan membeli"beli,
bagaimana barang"barang kota itu akan laku?"
"Samakan desa dengan kota," kata Mas Suman'oi dari kincir- padi.
"Selalu dianjur"anjurkan oleh segala pemimpin kita, dari dahulu
sampai sekarang: terjun ke desa, akan mengangkat darajat desa itu ke
tingkat ekonomi dan kecerdasan, yang sesuai dengan kemajuan zaman."
"Jalannya atau caranya?" tanya Mas Joke dengan minatnya.
"Pertama"tama harga barang"barang penghasilan desa harus
dinaikkan, dan kemikan harga itu harus jatuh ke tangan orang desa.
Sekali"kali bukan ke tangan segala macam saudagar perantaraan atau
tengkulak atau cengkau."
"Jadi Tuan setuju, kalau harga padi dan beras dinaikkan?" tanya Mas
loko pula, sambil mencari Sartini dengan matanya.
Bermula beradu matanya yang tajam itu dengan mata istrinya, yang
asyik mendengarkan soal jawab yang berarti itu. Kemudian baru tampak
Sartini olehnya. Seketika kedua perempuan itu berpandang"pandangan
dan tersenyum, alamat mereka itu semufakat dengan pertanyaan itu.
"Jawabnya sudah ada tertera dalam rancangan usaha, yang akan saya
jalankan di sini," kata Mr. Suleman. "Harga padi dan beras mesti dinaikkan
dengan segera, kalau kita hendak melihat desa makmur. Tambahan pula,
kalau tidak demikian, tentu saudara"saudara kita yang sudah mau masuk
ke desa, tinggal di desa, takkan dapat membeli bedak dan pakaian bagi
isu-inya." 613 Tua"ur: .hr Dew Mas Joko tersenyum masam, orang lain"lain ter-tawa dengan geli
hatinya, sedang raden"raden ayu memandang dengan riang kepada kedua
wanita kota itu. "Dan film serta nyanyi"nyanyian modern boleh bertambah disukai
orang di sini," kata bupati dengan lucunya, sambil mencari Zuraidah
dan Sartini dengan matanya. "Nah, Mas Joko, iainlah den ayu bernyanyi
sejenak." Sekalian yanghadir tersenyum gembira, serta mengatakan perkataan
bupati itu, "Setuju, setuju," kata mereka itu serempak. "Ya, Den Ayu _Toko,
perkenankan permintaan itu. Kami ingin mendengar suara merdu
buluh perindu." Zuraidah menutup matanya dengan kedua belah tangannya yang
halus, seraya berkata, "Ampun, tidak, tidak, saya malu Akan tetapi
hatinya bergelora sen ang, karena permintaan itu menyatakan bahwa orang
tak lupa akan keseniannya.
"Ha, ha, ha," tertawa bupati "Sayang! Tetapi jangan salah terima,
Nak, dan maaf, Mas Joko! Ha, ha, ha,
Sekalian jamu turut ter-tawa, bertambah gembira"girang, seraya
memandang kepada kedua suami is'oi muda itu dengan jenakanya.
Sejurus kemudian bupati minta maaf akan meninggalkan majelis,
karena ada keperluannya di tempat yang lain. "Teruskan percakapan
dengan pimpinan Mr. Suleman. Tuan"tuan boleh bertanya"tanya
kepadanya, boleh berantah"tamah dan berkelakar seperti sekeluarga besar.
Jangan malu"malu dan segan"segan. Sartini dan Zuraidah jua "ya, Mas
loko?" siap sedia akan melayanituan"tuan dengan minuman dan lain-lain
sebagainya." Segala jamu tersenyum dan berdiri akan melepas bupati turun ke
halaman. "Ya," kata administratur Pabrik Gula, setelah mereka itu duduk
kembali. "Intermeso selesai sudah. Sekarang saya ingin menyatakan,
bahwajika harga padi atau gula naik, tentu pabrik rugi dan kaum buruh
takkan mendapat tambahan gaji"
"Tidak rugi," jawab Mr. Suleman, "sebab mahal dibeli tentu mahal
pula dijual, bukan" Dan kaum buruh pun akan tertolong jua. Dengan
sendirinya gaji mereka itu akan dinaikkan menurut perbandingan segala
N si irma" 03.4 &P
"!: V mmm-namum.- B:.Ilj Pusuk:
kenaikan itu. Jadi kalau suatu bahagian diangkat ke atas, bahagian yang
lain"lain pun mesti terangkat juga. Demikian cara penghidupan dalam
masyarakat maka setimbang atau berbandingan sebuah dengan sebuah."
"Kalau majikan lurus! Tetapi dimana terdapat majikan yang bersifat
pemurah semacam itu?"
"Hal itu bergantungkepada kekuatan buruh sendiri. Sebab itu serikat
sekerja tidak boleh diabai"abaikan. Di mana"mana ada perburuhan, baik
dalam perusahaan bangsa sendiri baik pun dalam pabrik bangsa asing,
serikat sekerja berguna sekali, bahkan senantiasa jadi tulang punggung
buruh." "Senjata buruh mogok, padahal mogok terlarang. Bahkan, akan
mendirikan serikat sekerja saja pun bukan main sulitnya," sela Mas
Sumantri pula. "Tak ada perjuangan yang mudah"gampang, Tuan," kata Mr.
Suleman serta tersenyum pahit. "Segala perjuangan sukar sulit, tetapi
hasil pekerjaan yang demikian bukan main lezatnya. Jalan terus, begitu
pula kaum buruh .. "Jangan gentar! Terus berjuang! Tiap"tiap peperangan akan membawa
perubahan." "Kehancuran Ingat akibat perang dunia pertama."
"Sungguh perang itu telah mengakibatkan perubahan besar di dunia,
bukan" Apalagi perang yang terbayang sekarang ini, tentu lebih hebat
lagi." "Di sini jua?" "Mungkin, tetapi bagaimanapun jua, perubahan pasti datang. Ya,
di sinijua! Sebab itu kita dan seluruh rakyat Indonesia harus awas dan
waspada, bahkan harus siap lengkap
"Terima kasih akan ketegasan Tuan itu," kata Mas Sumanhi pula
dengan bersemangat. "Saya, maaf, sebagai seorang anggota pengurus
Serikat Sekerja Banyumas selalu turut memperjuangkan cita-cita murni
buruh itu. Akan tetapi berat, Tuan. Kami dicurigai selalu dimata"matai
Apalagi dalam waktu yang akhir- ini penyelidikan mata"mata bertambah
keras, diperhubungkan pula dengan kekelam kabutan dunia Perang
dahsyat mungkin pecah."
613 Tua"ur: .hr Deru
"Perubahan, kata Tuan, tentu berupa perjanjian pula, seperti
perjanjian dalam perang dunia pertama itu. Peranghabis, janji dibatalkan
Belanda "Siapa tahu, kalau sehabis perang dahsyat yang pasti berkobar itu,
ya, siapa tahu kalau sehabis perang dunia kedua itu kelak, peri keadaan di
tanah air-kita ini sudah berubah sama sekali"' Belanda tidak berkuasa lagi
dan kita kata Mr. Suleman, sambil minum kopi sereguk dan segera
mengisap rokoknya, yang hampir mati apinya. "Tapi sudah, jangan kita
membuat ramalan"ramalan sekarang, mari kita kembali ke pokok bicara
tadi Tentang apa gerangan?"
"Tentang ukuran hidup di desa," sahutjurnbuku pabrik gula dengan
tenang, "hanya segobang, kata Tuan tadi. Padahal penduduk di desa, yang
banyaknya pukul rata 80% dari isi seluruh Indonesia, tinggal di bumi yang
terbilang kaya raya. Tapi tiap"tiap penduduk bumi putera hidup hanya
dengan uang segobang sehari Alangkah ganjilnya."
"Tentu Tuan tahu akan asal keganjilan itu," kata Mr. Suleman,


Turun Ke Desa Karya N. St. Iskandar di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

"yaitu akibat dari politik ekonomi Baru"baru ini ada saya baca dalam
"Economisch Weekblad" 2" Mei 1959, bahwa kekayaan segala golongan
penduduk di Indonesia tahun yang lalu ada 633 juta rupiah. Daripada
kekayaan yang sebesar itu osejuta di tangan golongan Belanda, 223 juta
di tangan orangTimur Asing dan 55 juta ada pa da orang Indonesia. Atau
dengan kata lain: 60% kekayaan Eropa, 56% kekayaan Timur Asing dan
hanya 4%. kekayaan rakyat Indonesia asli."
Sekalian yang hadir mengelen g"gelen gkan kepalanya.
"l"Ial kemiskinan yang ganjil itu bukanlah tidak diketahui oleh segala
pemimpin kita, sejak dari dahulu sampai sekarang. l"Iampir sekalian
perusahaan besar dinegeri kita ini ditangan bangsa asing. Seperti Pabrik
Gula dan Kincir Padi saja, beberapa buah yang ada di tangan bangsa
kita" Boleh dihitung dengan jari! Selebihnya kepunyaan orang Eropa
atau bangsa asing, dan hasilnya diperniagakan oleh mereka itu sendiri
dengan melampaui kota"kota Indonesia itu. Perusahaan kipra sedikit pun
tidak tersinggung ke tangan kita, "yaitu tentang memperniagakan dia
dengan luar negeri sebab 35% ada ditangan Belanda dan 15% di tangan
bangsa asing. Padahal kelapa itu "sejak dari tanah, bertanam, memanjat,
mencungkil, menjemur sampai jadi kopra, mengangkut dan lain"lain"
N si irma" 03.4 &P
"!: V mmm-namum.- B:.Ilj Pusuk:
semuanya hasil jerih payah kita, hak milik kita. Tiba pada labanya,
hak milik orang. Bangsa kita hanya hidup sebagai kuli daripada segala
perusahaan itu. Benggol tinggal di sini untuk hidup asal tak mati, dan
rupiah terbang ke sana untuk kemewahan. Demikian asal dan seluk"beluk
kemiskinan bangsa kita di negeri kita sendiri yang kaya"raya ini"
Majelis tepekur. "Oleh sebab itu saya harap," kata Mr. Suleman pula dengan tulus,
"supaya bersama"sarna kita mempertahankan dan memajukan perusahaan
yang masih ada di tangan kita itu. Demi"kian dapatjua kita membantu
usaha memakmurkan rakyat. Benar, saya ulang sekali lagi: kemakmuran
seluruh rakyat. Bukan hanya bagi segolongan orang, karena tujuan
perjuangan politik nasionalkita menentang kapitalisme dan imperialisme.
Siapa tahu, barangkali dalam beberapa tahun saja perusahaan kitaitu dapat
mendirikan sekolah bagi rakyat, sejak dari sekolah rendah sampai kepada
sekolah tinggi. Dengan rakyat yang buta huruf, buta ilmu pengetahuan,
tak mungkin pesatjalan perjuangan kita politik dan ekonomis."
"Mudah"mudahan ..
"Sudah selesai acara bertukar"tukar pikiran dengan pim"pinan
baru?" tanya Sartini yang masuk dari pintu belakang, seraya mengerling
sekilas kepada Suleman. "S aya den gar tadi ucapan mudah"mudahan, tanda
l"Iai, minuman tidak usak rupanya. Minum lagi, Tuan"tuan."
"Sudah lebih daripada cukup, Den Ajeng," sahutMas Suman1ri dengan
hormat. "Maaf, kami hendak mohon diri."
"Baik, tetapi sebelum Tuan"tuan berangkat, baiklah saya umumkan
cita-cita kami pula. Kami telah semufakat di ruang belakang tadi, akan
membentuk sebuah badan buat sementara dalam lingkungan pabrik saja,
bernama Ikatan Wanita Indonesia. Telah kami tunjuk Nyonya Sumanhi
dan Nyonya Joko jadi formatur. Itu pun, kalau diizinkan oleh suaminya
masing"masing."
Mas Sumantri dan Mas Joko berpandang"pandangan.
"Tentu saja diizinkannya," katajamu"jamu serempak dengan girang.
"Bagus, bagus."
"Benar-Tuan"Tuan izinkan?" tanya Sartini dengan senyumnya.
Kedua tuan itu mengangguk. "Bukan saja kami izinkan," kata Mas
Sumantri, "malah kami berasa sangat berbahagia akan tunjukan itu.
Moga"mogalkatan Wanita Indonesia, yang didirikan dengan inisiatif Den
613 Tua"ur: .hr Deru
Ajeng sendiri itu membawa berkat kepada kita dalam lingkungan pabrik
khususnya dan kepada masyarakat ramai umumnya."
"Terima kasih," ujar Sartini, "dan asas serta tujuan Ikatan Wanita
Indonesia itu akan diumumkan kelak. Nah, sekarang atas nama nenekanda
bupati pensiun permintaan Tuan"tuan akan mengakhiri pertemuan
perkenalan ini saya perkenankan. Dalam pada itu saya minta maaf sebesar"
besarnya kepada Tuan"tuan sekalian atas segala kekurangan kami dalam
pelayanan dan lain"lain."
Suasana pertemuan dan perjamuan itu sangat menggembirakan hati
sertamenimbulkan pengharapan besarbagi perusahaan dan bagikebaikan
pergaulan segala pekerjanya. Dan suasanaitu pun disemarakkan jua oleh
alam ja gat dengan keindahannya. Awan tebal, yang menyaputi cakarewala
dan menahan sinar matahari sampai ke bumi pagi hari itu, tiada tampak
lagi. Langit sudah bersih, biru jernih, dan panas menyilaukan mata
ketika mereka itu turun ke halaman, akan pulang ke tempat kediamannya
masing"masing. $$$ Telah dua bulan sejak itu Mr. Suleman memegang pimpinan
kedua pabrik itu, dan telah sekian pula ia membanting tulang akan
melaksanakan cita"citanya, yaitu akan menyesuaikan jalan perusahaan
dengan kehendak mencapai kemakmuran rakyat dan meninggikan ukuran
hidup masyarakat desa, sebagaimana sudah dirancangkannya di dalam
berita penyelidikannya. Perubahan dalam masa duabulan itu, "meskipun masih pendek sudah
mulai nyata kelihatan, baik daripada hasil kerja giat gembira yang telah
diperoleh, baik pun daripada suasana aman"damai di dalam lingkungan
pegawai dan rakyat yang bersangkutan dengan perusahaan itu.
Sementara itu perhubungan Sartini dengan Mr. Suleman tetap
terpelihara baik"baik, tetap jadi rahasia batin mereka berdua saja.
l"Ianya sedikit"sedikit Mas Joko telah mulai arif, sebab ia telah mendapat
keterangan dari is'oinya tentang pergaulan mereka itu dalam beberapa
bulan dahulu. Sartini kerap kali meminta Zuraidah datang ke rumahnya, dan
kadang"kadang ia sendiri pun tiada segan"segan menjelang kedua suami
istri itu. Lebih"lebih setelah diadakan di rumahnya pelajaran masak"
N si irma" 03.4 &P
"!: V mmm-namum.- B:.Ilj Pusuk:
memasak sekali sepekan, disela"sela dengan ceramah atas anjuran Ikatan
Wanita Indonesia, yang baru dide itu. Demikian maka badan itu
pun berangsur"angsur dapatlah mengubah kekakuan pergaulan para den
ayu menjadi ramah tamah dan sopan santun, baik dengan sesama den
ayu sendiri, baik pun dengan wanita"wanita yang dipandang"nya rendah
darajatnya selama ini. Pada suatu petang Mr. Suleman dipanggil oleh bupati pensiun. Ia
pun disambut oleh kedua bercucu itu di dalam taman bunga"bungaan
yang indah di halaman. Mula"mula R.M. Sontomulyo bersoal jawab
tentang kemajuan perusahaan dengan pemimpin muda itu. Istimewa
tentang rancangannya akan mendirikan dua buah Sekolah Rakyat
pada permulaan tahun pelajaran di muka itu: sebuah untuk anak"anak
pegawai kincir padi dan sebuah lagi untuk anak"anak pegawaipabrik gula
dengan biaya perusahaan semata"mata. Sartini mendengarkan saja. Akan
tetapi, sekonyong"konyong R.M. Sontomulyo naik ke rumah "ada yang
dijemputnya" sehingga kedua muda remaja itu beroleh kesempatan akan
bisik"membisikkan ap a"apa yang terasa di hatinya.
"Sartini,"kata lvlr. Suleman, "berapa lamalagikita akan tahan bermain
komidi seperti ini?"
"Saya pun tidak sabar lagi,"jawabnya dengan terus terang. "l-Iabis,
apajua yang dinantikan?"
"Kan belum, ah, Ibu ...,"jawab Sartini dengan lucunya.
"Hem, ya; "Jadi Ibu telah kau minta datang kemari?" tanya Mr.
Suleman sambil tersenyum.
"Sudah." "Adakah beliau suka?"
"Kabarnya, ayah Zuraidah pun akan datang bersama"sama."
"Jadi kedua orang tua kita itu akan ke sini?"
"Masih ingat akan bakal mentua
"Tentu saja. Apa sebabnya akan kulupakan orang tua yang baik hati
itu" Dan bersangkut dengan perundingan dengan nenek bupati tadi,
ayah Zuraidah boleh dijadikan guru kepala pada salah sebuah Sekolah
Rakyat itu." "Sudah setua itu!"
"Semangatnya masih muda. Ia nasionalis sejati. Dan tandanya aku
tak lupa kepadanya, lihat, Zuraidah sendiri pun tidak pula melupakan
nasihatku sebagai saudaranya."
613 Tua"ur: .hr Deru
"Baik benar hatimu, Man. Dan kudengar, suaminya telah kauangkat
jadi adminish-atur."
"Engkau tak setuju?"
"Mengapa tidak" Sedangkan rumah administratur sudah kuberikan
kepala suami istri itu, sebelum engkau datang?"
"Sungguh adik seorang puhi Indonesia sejati, berhati suci"murni,
sehingga adik sudi membimbing dia ke jalan kebenaran. Dan kesucian
hatimu itu tentu akan menyegerakan pelaksanaan cita-cita kita yang
lebih utama lagi, yaitu mendirikan rumah"rumah kediaman dan tempat
beribadat bagi pekerj a"pekerja kita serta keluarganya."
R.M. Sontomulyo datang pula. Seraya memberikan sepucuk surat
kawat ke tangan cucunya, "Dariibumu, Tini Dia akan datang besok,"
katanya. Ia tidak duduk kembali, melainkan berdiri agak jauh, sambil
memandang ke pohon bunga"bungaan tenang"tenang. Seolah"olah ada
sesuatu yang mesra sedang mengharu ingatannya.
"Tanggal berapa besok?" tanya Sartini sambil melihat surat kawat
itu. "Satu Nopember 193 9," ujar Mr. Suleman.
"Benar-," kata Sartini seraya memandang kepada orang muda itu
dengan gerak mata yang berarti dan gembira. Kemudian perlahan"lahan,
"Satu Nopember, jadi genap sudah enam bulan. Syukur, hari ini hancur
sudah perjanjian rekaan raja uang yang berkuasa dan cerdik itu."
"Kan sudah kauhancurkan lebih dahulu," bisik Suleman dengan
terharu. Dan tiba"tiba ia pun tepek ur, karena peristiwa dahsyat melintas
dalam ingatannya, yaitu pada hari itu pula Hitler mulai membakar dunia.
"Alamat akan timbul malapetaka dan perubahan mahabesar di mana"
mana," pikirnya. "Ya, ya pasti di Indonesia jua, apabila Jepang terlibat
dalam peperangan itu. Perang Pasifik
Sartini menatap mukanya dengan agak heran. "Apa yang Kanda
pikirkan?" tanyanya.
"Kesukuran kita akan perjanjianmu itu, Dik, bersamaan dengan
pembakaran dunia pula."
"Akan tetapi, ada persamaan yang lebih penting lagi daripada itu
bagi kita berdua. Coba terka!"
Suleman berpikir sejurus. Sekonyong"konyong dipegangnya kedua
belah tangan gadis itu. "Maaf, Adik, aku lupa akan arti "belum" yang
kausamarkan itu, karena hatiku dilipur oleh kegembiraan Ibu akan datang.
Seb ab kedatangan beliau itu berarti bagiku, bahwajanjimu kepadaku sudah
N si irma" 03.4 &P
"!: V mmm-namum.- B:.Ilj Pusuk:
dapat kausampai"kan, walaupun dimisalkan waktu enam bulan itu belum
lalu lagi." Sartini tersenyum manis.
"Benar, persamaan kedua sebagai Kanda katakan tadi itu bagiku
merupakan suatu peristiwa yang menerbitkan peng"harapan besar pula.
Hitler dan Jepang sekutunya, "biarmereka itu membakar dunia penjajahan
sampaijadi abu. Siapa tahu, kita merdeka ...."
"Nah, sudah ditentukan siapa yang akan menjernputiburnu ke stasiun,
Tini?" tanya bupati pensiun seraya berpaling kepada gadis itu. "Siapa?"
"Bersama"sama," sahut Sartini serta memberi isyarat kepada Suleman
dengan riang. "Saya pergi dahulu dan menanti di stasiun," kata orang muda itu.
Paras gadis itu sudah bertambah elok jua. Warna kulitnya sudah
agak hitam manis kena panas. Badannya bertambah berisi dan pisik, air
mukanya berseri"seri karena sehat wal afiat. Hampir segala orang tani
sudah kenal akan dia. Semuanya memuji"muji kebaikan budi bahasanya.
Biasa dalam keadaan serupa itu orang berlomba"lomba menerka"nerka,
siapa yang akan jadijodoh orang yang dikasihinya. Dalam hal Sartini itu
pun orang pun banyak berharap"harap, bahkan telah mempertemukan dia
dengan Mr. Suleman yang disayanginya pula dengan segenap hatinya, di
dalam angan"angannya. Dengan demikian mereka itu menggantungkan
pengharapan, agar kedua orang kekasih itu tetap tinggal di desa selama"
lamanya. Pada waktu yang telah ditentukan itu ibu Sartini dan ayah Zuraidah
tiba sudah. Mereka itu disambut oleh keluarga kedua belah pihak serta
oleh sahabat kenalan. Baru R.M. Sontomulyo bertemu dengan anaknya itu, ia pun tak
malu"m alu memeluk lehernya. Lebih"lebih ibu Sartini itu, dengan tangis
dipeluknyalah badan ayahnya, yangtelah bertah un"tahun tak memedulikan
dia itu. Dan sedang kedua beranak itu melepaskan rindunya di tengah"
tengah orang banyak itu, Zuraidah pun berpalun"palun pula dengan
ayahnya. Mr. Suleman seperti cekarau kegenangan air. Kedua orang tua itu
sama"sama dekat kepada hatinya. Ia pun terkejut, ketika ibu Sartini tiba"
tiba melepaskan diri dari pelukan ayahnya, datang mendapatkan dia dan
berkata dengan riang, "Engkau di sinipula, Anakku sambilmerengkuh
dia dan Sartini bersama"sama ke dadanya.
613 Tua"ur: .hr Deru
Bupati pensiun tercengang"cengang: melihat kepada Sartini,
melengong kepada anaknya dan menoleh kepada Suleman. Ia sebagai
dalam khayal . &apa gerangan ketiga orang itu" Berdebar"debarhatinya,
kalau"kalau orang yang bernama Suleman itu cucunya yang hilang,
kakak Sartini! Kalau tidak, masa akan semesra itu benar pertemuan ibu
Sartini dengan dia. Akan tetapi, ia tidak dapat berpikir panjang, bahkan
bertanya"tanya pun tidak, sebab orang telah mengatakan, bahwa oto
sudah selesai dimuati dengan barang"barang pembawaan dan telah siap
akan berangkat pulang. "Baik" ujar R.M. Sontomulyo, seraya berpaling kepada R. Kusuma,
"mari kita terus saja ke rumah Sartini bersama"sama."
Ayah Zur-aidah itu memandang kepada anak dan menantunya.
"Biar Ayah dengan kami dahulu, supaya dilihatnya rumah anaknya,"
sahut Mas Joko dengan hormatnya.
"Ya, nanti kami datang ke sana, Tuan," kata Zuraidah menyambung
perkataan suaminya sambil memandang kepada Sartini dan Mr. Suleman
dengan senyumnya. "Pandai benar mereka itu menyimpan rahasia,"
pikirnya. "Kinibaru aku yakin akan kemurnian cita-citanya dan keteguhan
imannya. Suleman dan Sartini, "moga"moga sungguh berbahagia kamu
keduanya." Setelah itu mereka itu pun berpisah menjadi dua rombongan, masuk
ke dalam kendaraan yang telah siap sediabagi masing"masingrombongan,
lalu berangkat dengan kencangnya.
Malam hari, setelah mereka itu duduk bersama"sama dengan senang
diruangtengah 1ingkat kedua yang luas dan terang"benderangitu, barulah
segala rahasia dibukakan oleh Sartini kepada neneknya. "Bahwasanya
aku," katanya, "telah enam bulan sampai kini bertunangan dengan lvlr.
Suleman ini, Nenek."
"Malam hari setelah, mereka itu duduk ...."
"Apa" Dan diketahui oleh ibumu?" tanya R.M. Sontomulyo seraya
memandang kepada ibu gadis itu dengan agak suram, teringat akan
peristiwanya. "Cucuku, berulang pula sejarah ..?"
"Sekali"kali tidak, Ayah! Sejarah tidak berulang, sebab pertalian
mereka itu memang dengan izin saya," jawab anaknya itu, seraya
memandang kepada bakal menantunya.
"Sekarang saya minta izin pula kepada Nenek," kata Suleman dengan
tanim. N si irma" 03.4 &P


Turun Ke Desa Karya N. St. Iskandar di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

"!: V mmm-namum.- B:.Ilj Pusuk:
"Anak muda," kata R.M. Sontomulyo sambil memandang kepada
Sartini dan Suleman berganti"ganti dengan besar hati dan lucu. "Jenaka
dan pandai benar kalian memegang rahasia. Sudah enam bulan kalian
bercampur dengan daku setiap hari, sedikitpun tiada terbayang pada
air mukamu atau tingkah lakumu, bahwa kamu kedua telah berkenalan
seerat itu." "Kami tidak berah asia, Nenek," sahut Sartini perlahan"lahan.
"Melainkan "D alam bercinta tak lupa kalian membina kehidupan serta
melaksanakan cita"cita kebangsaan. Memang, sudah jauh benar aku
ditinggalkan masa. Sekarang, karena segala cita"citaku sendiri telah
tercapai, anak dan cucuku telah ada di sisiku pula, maka hendakkusambung
dan buhul pertunanganmu itu dengan perkawinan."
"Sekarangjuga?" tanya ibu Sartini dengan suka hatinya.
"Besok akan kusuruh pukulcanangke seluruh desa, kusuruh bunyikan
tabuh di langgar di mesjid, kusebarkan berita dalam surat"surat kabar-,
supaya kawan"kawan kalian di Jakarta dan sahabat kenalanku dari mana"
mana datang akan menyaksikan peralatan kawin cucuku kelak."
Sartini berpandang"pandangan dengan Suleman. Sangat terharu
hatinya. "Akan tetapi, Nenek katanya.
"Tidak ada tetapinya lagi, anak nakal. Aku sangat bersenang hati dan
bersyukur kepada rfffafz mahkamah uasaafa karena pada hari tuaku yang
penting ini dapatjua aku bermaaf"maafan dengan anakku serta merayakan
perkawin anmu, Tini."
"Moga"moga Allah akan memanjangkan umur Nenek," ujar Mr. R.
Suleman. "Akan menyaksikan bahagia anak-cucu Nenek
"Serta melihat kebangkitan Nusa dan Bangsa, dengan dasar cita"
cita kalian yang nasionalis itu!" sahut orang tua itu dengan bersemangat.
"Insya Affair, tercapai
"Amin, amin," kata Suleman dan Sartini serempak sambil berkedip"
kedipan mata dengan riang dan gembira.
Dan kesukaran hati demikian terlukis nyata pula pada air muka, cakap
dan tertawa serta cara mereka itu sekalian bertanya"tanya sampai larut
tengah malam dengan tiada berhenti"hentinya.
Tamat 61) Tua"ur: .hr Dam "Malam hari setelah, mereka itu duduk
2.32 N si rama" oki/i 6P
- : - V _"Mmmun Billi PUS"
Penerbitan dan Percetakan
PT Balai Puefaka [Pememj Jalan Bunga Nda"BA V Matraman, Jakarta Timur 13140
Te Ll'Faks. (62-21] 353 33 69
Website: http:!Mwwbalaipustakacon
Hantu Tanpa Kepala 2 Seribu Musim Mengejar Bintang Karya Charon Misteri Bayangan Setan 5
^