Pencarian

Asleep Or Dead 15

Asleep Or Dead Karya Bunbun Bagian 15


Gua masih saja menatap dirinya tanpa menjawab salamnya itu, hingga suara Mba Laras dari arah belakang menyadarkan Gua.
"Veraa.. Hai sayang apa kabar ?", Mba Laras melewati Gua dan langsung memeluk Nona Ukhti setelah Nona Ukhti mencium tangannya.
"Alhamdulilah baik Mba.. Mba sehatkan " Nenek mana ?", tanya Nona Ukhti balik.
"Alhamdulilah Mba sehat, oh Nenek sedang pulang ke rumahnya, eh.. Ayo masuk sini, tuh ada yang udah pulang ke rumah, Ve..", kali ini Mba Laras melirik kepada Gua seraya tersenyum. "Hai Za...", ucap Nona Ukhti.
Gua tersenyum tipis lalu membalikkan badan dan meninggalkan mereka berdua di depan rumah. Kini Gua berada di halaman belakang rumah, duduk di dalam gazebo sambil menghembuskan asap rokok dari mulut yang sebelumnya Gua bakar, lalu Gua meminta Bibi untuk membuatkan secangkir kopi hitam.
Sambil meneguk kopi hitam yang tinggal setengah cangkir, Gua memandangi kemilau senja sore ini yang berkilauan di atas air dalam kolam di depan sana. Entah kenapa selama Gua baru pulang ke rumah, Gua tidak berani sering-sering menatap ke 'rumah' Echa dan Jingga. Bukan karena ada rasa takut akan hal mistis atau semacamnya tapi perasaan bersalah yang sangat mengusik hati ini begitu besar ketika Gua harus mengingat kelakuan Gua selama di Jepang. Dan karena itulah Gua tidak berani menatap lama-lama ke rumah kedua orang gadis yang Gua cintai.
Gua mulai membakar batang rokok keempat ketika seorang wanita dengan pakaian gamis serta hijab yang berwarna senada biru langit berjalan kearah Gua dan duduk tepat di samping kiri. "Hai..", sapanya lembut.
"Hmm..". "Kamu masih marah sama aku ?". "Enggak, enggak apa-apa...". "Kamu apa kabar Za ?". "Seperti yang kamu liat aja..".
Vera menghela nafas pelan lalu tersenyum. "Maafin aku, maafin aku kalau pernah buat kamu kecewa Za".
"Gak usah bahas itu lagi Ve..", jawab Gua cepat, "Kamu kapan datang dari Singapore ?".
"Tadi pagi, aku dijemput Mamah sama adik tiri ku di bandara..", "Za.. Aku mohon maaf sam..", Gua memotong ucapannya.
"Udahlah Vee.. Aku gak mau bahas itu, bisa gak sih kamu cari topik lain, aku males ngomongin hal yang sama...".
Vera terdiam sejenak seraya menatap Gua sendu, Gua pun hanya bisa memalingkan muka darinya. Cukup lama kami terdiam di dalam gazebo ini, hingga seorang wanita lain datang menghampiri kami. "Hai Ve.. Apa kabar " Kapan datang ?".
"Eh hai Lun, aku baru sampai tadi pagi kok", jawab Vera seraya menyambut cium pipi kiri-kanan Luna.
Mereka mengobrol saling menanyakan kabar, sedangkan Gua tidak memperdulikan itu semua, sampai Luna mencolek bahu kanan Gua.
"Hei, kamu kok diem aja.. Kenapa ?", tanya Luna. "Enggak apa-apa, lagi males aja".
Luna mengerenyitkan keningnya lalu menggeleng pelan kepada Gua. "Gak boleh gitu ah..", bisik Luna pelan. "Aku tinggal dulu ya, kamu sama Vera kayaknya butuh waktu untuk ngobrol berdua", lanjutnya.
Gua tarik tangan Luna dengan cepat hingga dirinya terduduk di atas pangkuan Gua, jelas Luna terkejut, begitupun dengan Vera.
"Aku sayang kamu Lun..", ucap Gua lantang.
Vera melihat kami berdua dengan tatapan dingin, entah apa yang ada di dalam fikirannya.
...Tahukah kau apa yang kau lakukan itu Tahukah kau siksa diriku
Bertahun kunantikan jawaban dirimu Bertahun-tahun ku menunggu...
PART 84 Gua mengelus-ngelus punggung tangan kiri yang terasa sedikit perih karena cubitan Luna setelah tadi Gua memangkunya. Dia malah langsung melotot kepada Gua dan memberikan cubitan lalu pergi meninggalkan Gua di gazebo ini. Ya, seperti yang dia bilang, dia tidak mau mengganggu obrolan antara Gua dan Nona Ukhti.
"Za, aku minta maaf kalo kamu masih dendam karena kepergian ku waktu itu, maafin aku Za", ucap Nona Ukhti.
"Hmm..". "Za..". "Ve, udahlah!", Gua menepis tangannya dengan kasar ketika menyapa punggung ini. "Aku udah males dengerin semua alasan kamu...", lanjut Gua seraya berdiri.
Nona Ukhti pun ikut berdiri hingga kami kini saling berhadapan.
"Za, kamu harus tau, aku sendiri sakit ketika harus milih ninggalin kamu Za, aku nyesel dan selama itu aku gak bisa berhenti mikirin kamu, tapi aku sadar...", Nona Ukhti menundukkan kepala ketika mengucapkan kalimat terakhir,
"Aku sadar kalau saat itu Echa adalah yang terbaik untuk kamu, dan aku... Aku... Aku minta maaf.. Aku minta maaf selama ini ternyata hati aku masih sulit untuk lupain kamu..", Nona Ukhti mulai terisak,
"Aku masih nunggu kamu Za".
Gua terkejut mendengar ucapannya, Gua tidak percaya dengan apa yang sudah ia katakan barusan.
"Tapi kayaknya aku selalu salah dan terlambat ya Za..", ucapnya lagi kali ini sambil melihat kearah wajah Gua. "Kamu udah berhubungan sama Luna.. Ya kan ?".
Gua memalingkan muka ke arah kolam renang, entah harus jawab apa. Karena sejujurnya Gua sama sekali belum menyatakan perasaan secara terang-terangan soal status kami berdua, walaupun seharusnya Gua dan Luna sadar semua yang sudah kami lalui beberapa bulan kebelakang cukup untuk menggambarkan bahwa kami memang bukan lagi sekedar teman dekat. "Za.. Kamu bener sayang dan cinta sama Luna ?", Nona Ukhti menyadarkan Gua dari lamunan. "Aku...", sulit rasanya untuk mengatakan hal yang sebenarnya kepada Nona Ukhti.
"Apakah kamu bener bisa mencintai Luna secepat ini Za " Maaf.. Tapi kita semua tau, Echa itu belum satu tahun pergi..".
Gua mendengus kasar. "Hssss... Ve Vee.. Ve.. Jangan kamu berpikir seolah-olah tau semua tentang isi hati aku Ve... Kamu gak tau apa-apa Ve!", Gua menatap matanya tajam.
"Aku cuma ngingetin kamu, panjang jalan yang akan kamu lalui bersama Luna..". "Maksud kamu ?".
"Kamu ngerti kok.. Kamu ngerti maksud aku..".
"Enggak, aku gak ngerti sama sekali..", Gua mengerenyitkan kening.
Nona Ukhti memegang kedua tangan Gua, lalu tersenyum menatap mata Gua lekat-lekat. "Siapa yang akan mengalah " Atau kalian akan tetap menjalaninya dengan mempertahankan keyakinan masing-masing ?".
Gua tersadar dengan pertanyaan Nona Ukhti.. Shit!.
"Aku bukan mau ikut campur, tapi ini masalah serius antara kalian berdua, dan lambat laun pasti harus kalian bicarakan untuk menemukan jalan keluarnya...", lanjutnya seraya melepas kedua tangannya itu.
... Malam harinya Gua sedang bersama Luna di rumahnya, duduk di sofa ruang tamunya yang luas. Ini pertama kalinya Gua masuk dan bertamu ke dalam rumah Luna. Gua sedang membelai lembut rambutnya ketika kepalanya bersandar ke dada ini, kami berdua sedang menonton acara tv kabel. "Lun..", Gua masih membelai rambutnya.
"Ya Za ?", Luna masih fokus menatap layar Tv di depan kami itu. "Kamu.. Kamu gak ke ganggu dengan adanya Vera ?", tanya Gua hati-hati.
Luna membenarkan posisi duduknya hingga dia berada di samping Gua dan menyerong menghadap Gua. "Kenapa kamu tanya gitu ?".
Gua tersenyum tipis. "Enggak, cuma kayaknya Vera itu..", Luna memotong ucapan Gua.
"Za.. Aku gak da masalah dengan Vera, kenapa aku harus ngerasa dia ganggu hubungan kita " Lagian dia orang yang baik, aku gak ngerasa ada yang perlu dikhawatirkan dari dia", Luna memegang tangan kiri Gua dan memainkan jemarinya.
"Ya bagus sih kalo kamu ngerasa baik-baik aja.. Udah aku cuma iseng aja nanya gitu", Gua pun membalas genggaman tangannya.
"Yang perlu dikhawatirkan itu kamu Za..". "Hm " Kok aku " Kenapa dengan aku ?".
"Kamu tuh harusnya gak perlu bersikap kasar kayak tadi di depan Vera..", Luna melepaskan tangannya dari genggaman tangan Gua,
"Pertama kamu udah sengaja bikin dia sedih bahkan mungkin sakit hati ketika tadi narik aku dan bilang sayang", Luna memalingkan mukanya,
"Kedua... Kamu gak pantas bersikap kayak tadi Za, di depan makam Echa dan Jingga..", Luna melirik kepada Gua lalu menatap Gua dengan sendu.
Gua mendengus kasar lalu kembali menggenggam tangannya. "Lun, aku sayang sama kamu salah " Yaa walaupun aku tau tadi udah berlebihan di depan Vera..".
"Za, aku gak suka kalo kamu sengaja kayak gitu di depan Vera ataupun perempuan yang pernah dekat sama kamu, jangan jadiin aku sebagai pelampiasan emosi sesaat kamu Za".
Gua menundukkan kepala mendengar ucapannya itu. Ya Gua sadar kalau apa yang sudah Gua lakukan tadi sore di depan Nona Ukhti keterlaluan, dan apa yang dikatakan Luna soal Gua yang berlebihan di depan makam istri dan anak Gua pun sama buruknya, terlalu berlebihan. Gua akui kejadian itu memang membuat Gua sedikit emosi, hingga melampiaskannya dengan bersikap seperti tadi.
"Maafin aku Luna...", Gua menggelengkan kepala. "Iya aku akui tadi sedikit emosi.. Maaf.. Aku gak akan bersikap seperti tadi lagi".
Luna memegang wajah Gua dengan kedua tangannya lalu menatap mata ini lekat-lekat. "Jangan diulangi lagi ya Za, Vera itu udah baik banget sama kamu, dia sama khawatirnya dengan aku ketika kamu pergi..", ucapnya lembut.
Gua tersenyum lalu menganggukkan kepala. Lalu Luna pun ikutan tersenyum dan sedetik kemudian Gua memeluknya, mendekapnya erat.
"Aku beneran sayang kamu Lun...", ucap Gua seraya mengusap punggungnya. Luna memundurkan tubuhnya, lalu dengan wajah yang menggoda dia berucap tengil. "Masa ?".
Gua terkekeh pelan melihat prilakunya. "Hahaha.. Kamu tuh ngeselin ya kadang..", Gua acak poni rambutnya kemudian Luna pun tertawa.
"I love you Za..".
Kemudian Gua memiringkan wajah ke kanan dan membuatnya terpejam untuk menikmati pagutan bibir ini...
... ... ... Bulan juni Gua sudah kembali mengikuti kegiatan perkuliahan di kampus dan memang masa cuti Gua sudah habis. Gua memasuki kelas baru, yang mana tak ada satupun kini mahasiswa ataupun mahasiswi yang Gua kenal seperti sebelumnya, tidak ada teman kelas yang benar-benar dekat sekarang, entahlah mungkin karena Gua yang mulai jenuh atau sedikit menutup diri di kampus. Gua masih sering bertemu dengan Kinan, Veronica, Mat Lo, Lisa dan juga teman kelas lainnya, tapi hanya pada istirahat dan pulang kuliah saja. Hari-hari Gua di kampus berjalan dengan apa adanya dan normal. Gua pun masih suka main sesekali ke apartemen Kinanti.
Saat itu, Gua pulang dari kampus menggunakan mobil sedan berwarna merah, milik almh. Echa yang mulai Gua pakai akhir-akhir ini. Gua sudah ada janji dengan Luna sore itu. Kami akan pergi ke bioskop untuk menonton film yang Luna sudah tunggu-tunggu, Transformers : Revenge of the Fallen. Gua menjemput Luna di kampusnya, karena memang hari ini dia sengaja tidak membawa mobil, lalu setelah kami sampai di sebuah mall yang memiliki studio bioskop di dalamnya, kami berdua masuk ke dalam dan Gua pun mengantri tiket bersama Luna.
Beres membeli tiket, Gua dan Luna berjalan ke counter makanan, Luna memesan popcorn dan soft drinks untuk kami. Masih menunggu pesanan jadi, bahu kiri Gua dicolek oleh seseorang. "Hai Za..", ucap seorang wanita yang tersenyum kepada Gua.
"Eh, hai Kak..", Gua cukup terkejut.
"Ehm, udah pulang kok gak ada kabar sih ?", tanyanya.
"Mm.. Sorry lupa ngabarin haha.. Ya sekarang udah baikkan kok disini.. Oh ya kenalin ini Luna", Gua memperkenalkan Luna yang sedari tadi memperhatikan wanita itu.
"Hai, Nin apa kabar ?", tanya Luna kali ini.
"Alhamdulilah baik Lun, kalian habis pulang kuliah juga ?". "Iya..", Luna mengangguk.
"Sebentar, kok kalian udah saling kenal ?", Gua kebingungan sambil melirik kepada keduanya.
"Selama kamu pergi kan Luna sama aku beberapa kali ketemu di rumah kamu Za.. Lagian kita kenalan udah dari pada saat Almh. Echa enggak ada.. Kamunya aja gak tau", jawab Nindi kali ini.
Gua menganggukkan kepala mengerti penjelasan Nindi barusan, kemudian tidak lama kami pun duduk di sofa tunggu di dekat studio bioskop. Gua dan Luna dikenalkan kepada seorang lelaki yang menjadi kekasih Nindi saat itu. Dari situ kami hanya mengobrol seputar kehidupan Gua selama di Jepang dan Jerman, Nindi cukup antusias mendengarkan semua cerita Gua, tentunya Gua tidak menceritakan hal-hal buruk ketika berada di Jepang. Akhirnya kami pun harus berpisah ketika film di studio dua akan segera dimulai. Nindi dan kekasihnya masih menunggu di luar karena kami memang berbeda tontonan.
Selama acara menonton film, Gua dan Luna sama-sama fokus pada jalan cerita dan hanya sesekali mengomentari adegan-adegan film tersebut, atau Luna yang menyuapi Gua makanan ringan atau popcorn. Hingga film usai, kami berdua bergegas keluar studio dan menuju toilet, karena Luna sepertinya sudah tidak tahan ingin buang air kecil. Gua menunggu di dekat toilet wanita sambil mengetik sebuah balasan sms untuk Mba Laras, masih asyik mengetik balasan, ada seseorang yang mengagetkan Gua dari depan dengan mengambil handphone yang masih Gua genggam. "Eh ?", Gua menatap kedepan dan sedikit terkejut.
Wanita ini tersenyum lebar dengan mata yang sudah berkaca-kaca, dan tanpa malu-malu langsung menabrak Gua, memeluk Gua cukup erat hingga beberapa orang memperhatikan kami berdua.
"Kamu kemana ajaaa!! Hiks.. Hiks.. Hiks..", ya.. Dia menangis dalam pelukan dengan menyandarkan kepala ke bahu ini.
Gua mengusap-usap punggungnya. "Maaf ya Mba, aku gak ada kabar selama ini, maaf.. Udah udah, malu diliat orang, aku ceritain di tempat lain ya..", Gua melepaskan pelukan lalu memundurkan tubuh. Tidak lama kemudian Luna sudah keluar dari toilet dan menghampiri kami berdua. "Sherlin ?".
"Loch Luna ?". Gua terkekeh pelan. "Woi.. Kayak sinetron aja.. Udah ah, yuk kita keluar cari makan sekalian", ajak Gua kepada mereka berdua.
Mba Yu tertawa pelan lalu memukul tangan kanan Gua pelan, tapi Luna hanya tersenyum tipis sekali. "Oh ya kamu sama siapa Mba kesini ?", tanya Gua.
"Tuh sama temen-temen kampus disana..", Mba Yu menunjuk kearah gerombolan gadis-gadis cantik di dekat pintu keluar.
Kami bertiga akhirnya berjalan menuju pintu keluar, Gua jalan beriringan bersama Luna sedangkan Mba Yu jalan terlebih dahulu. Mba Yu pamit kepada teman kampusnya itu untuk pergi bersama Gua dan Luna, kemudian kami berjalan menuruni eskalator turun untuk menuju food court di dalam mall ini. Gua duduk bersebelahan bersama Luna, sedangkan Mba Yu duduk tepat di hadapan Gua. Dan suasana ini akhirnya menyadarkan Gua bahwa terlalu awkward rasanya
Mba Yu duduk dihadapan Gua dengan tersenyum menatap Gua tanpa henti-hentinya, sedangkan Gua " Bohong kalau Gua sampai tidak kangen dan ingin bertemu Mba Yu juga, tapi jujur, semuanya bisa berantakan kalau sampai wanita di sebelah Gua cemburu. Ya, walaupun Gua tau mereka berdua sudah memiliki hubungan baik setelah kepergian Echa saat itu, tapi kali ini Gua dapat merasakan kalau Luna sangatlah berbeda, bukan Luna yang Gua kenal dan Gua ketahui. Tatapan matanya itu tatapan yang tidak biasa kepada Mba Yu. Entah kenapa dia jadi berubah seperti itu. "Ehm.. Kamu gak sama Feri kesininya Sher ?", tanya Luna tiba-tiba. "Oh enggak Lun, dia lagi fokus kerjain skripsi.. Eh iya kalian.. Udah jadian ?".
Gua menengok kepada Luna yang langsung dibalasnya dengan senyuman, lalu Luna melirik kepada Mba Yu lagi. "Secara resmi belum, tapi kalau dirunut dari apa yang udah kita jalanin bisa dibilang gitu.. Kenapa Sher " Kamu enggak ada masalah kan dengan hubungan aku dan Eza sekarang..", kemudian Luna melipat kedua tangannya diatas meja makan.
Gua terkejut mendengar pertanyaan Luna kepada Mba Yu itu. Karena dari nada bicaranya terasa seperti menantang. Gua menengok kepada Mba Yu yang sedang tersenyum kecut seraya menggelengkan kepala.
"Bukan urusan aku kok Lun, tenang aja, aku gak akan jadi seperti kamu yang pernah mengganggu hubungan orang lain.. Ups ralat... Merusak lebih tepatnya...", Mba Yu terkekeh pelan seraya menatap mata Gua kali ini.
"Sher.. Apa yang kamu lakukan saat aku deket sama Eza itu persis dengan sikap aku sekarang, jadi aku rasa kamu harus tau diri untuk membatasi hubungan kamu dengan Eza", Luna berkata serius dengan menatap Mba Yu lekat-lekat.
"Oh ya " Apa kamu gak mikir waktu di smp dulu saat ganggu hubungan aku dengan mantan ku, hm " Siapa perempuan gatel yang godain cowok lain "!", Mba Yu mulai terpancing emosinya.
"Oke stop stopp.. Itu semua kan udah jadi masa lalu kalian masing-masing.. Gak perlu dibahas lagi. Kalian berdua juga udah baikkan selama ini, gak perlu saling cari masalah lah..", Gua yang mulai risih dengan percakapan mereka akhirnya ikut menengahi.
"Bilang sama pacar mu Mas, kamu pernah punya janji sama aku! Biar dia paham!", tandas Mba Yu lalu berdiri dari duduknya dan pergi meninggalkan Gua dan Luna.
"Mba.. Mba Yu tunggu..", Gua berdiri seraya menggeser bangku dan hendak mengejarnya.
Tangan kanan Gua dipegang kuat oleh Luna. Lalu matanya menatap Gua tajam, sumpah seumurumur baru pertama kalinya Gua melihat tatapan membunuh dari kedua mata Luna itu. "Kamu mau kejar dia ?", ucapnya dingin seraya tersenyum tipis.
Gua menelan ludah lalu menggelengkan kepala pelan.
"Duduk..", perintahnya. Gua pun kembali duduk dan memalingkan muka ke kiri. "Sekarang jelasin sama aku..", Luna memegang dagu Gua dan membuat kepala ini menengok kepadanya,
"Pernah janji apa kamu sama Sherlin ?", tangan kanannya menopang dagunya seraya menaikkan kedua alisnya.
".........". "Jelasin ke aku... Ngejanjiin apa kamu sama dia ?". ".........".
"Enggak mau jawab ?". ".........".
"Okey kalo kamu gak mau jawab".
Luna berdiri lalu berjalan meninggalkan Gua sendirian di meja food court ini. "Eh.. Lunaaa.. Tunggu tunggu...".
Gua pun tersadar lalu berlari mengejarnya sebelum semakin menjauh.
PART 85 Gua duduk di sofa ruang tamu rumah Luna, Gua hanya bisa terdiam membisu mendengarkan ocehannya sedari tadi. Sepanjang perjalanan pulang di dalam mobil, Gua menceritakan soal janji yang pernah terucap kepada Mba Yu dulu. Dan seketika itu pula Luna hanya terdiam dan tidak berkomentar apapun. Sampai akhirnya kami berdua kini sudah berada di dalam rumahnya, barulah Gua dicecar berbagai pertanyaan. Dan ini semua layaknya sebuah introgasi. Yap, Luna tidak mau duduk di samping Gua, dia memilih berdiri dihadapan Gua sambil terkadang berjalan bolak-balik dengan kedua tangannya yang ia lipat di depan dada.
"Kamu tuh macem-macem aja sih Za!", sungutnya kepada Gua. "......"
"Sekarang gimana " Dia nagih janji kamu kan, hm ?". "Enggak, dia gak nagih kok...".
"Bukan enggak Za, tapi belum! Lagian kamu juga ngapain pakai bilang mau rebut dia dari pacarnya, kamu bukannya mikir dulu ih sebelum ngomong!".
"Ya ampun Lunaaa.. Itu janji udah lama, pupus udah ketika aku nikah sama Echa Lun...". "Eza! Kamu sadar gak sih status kamu sekarang apa " Hm "!!", Luna melotot kearah Gua.
Gua tertunduk sambil menggaruk tengkuk yang tidak gatal sama sekali. "Iya iya... Aku sekarang udah duda..", jawab Gua melirik kearah wajahnya.
"Artinya apa " Artinya kamu sendiri, dan dia liat itu sebagai jalan untuk nagih janji kamu lagi Eza!".
"Tapikan dia udah punya pacar Lun, aku gak niat untuk ngerebut dia dari pacarnya lagi, kalau dulu mungkin iya.. Sekarang kan beda Lun..", jawab Gua mencoba memberi pengertian. "Iya tapi masalahnya kan kamu mau rebut dia da..".
"Luna... Ini soal janji aku ke dia Lun", Gua memotong ucapannya,
"Kalau aku yang ingkar dan salah, yaudah selesai.. Dia mau marah atau benci sama aku yaudah.. Yang jelas aku suka sama kamu sekarang Lun, bukan dia...", Gua berdiri dari duduk ketika Luna memalingkan mukanya.
Gua mendekatinya, lalu memegang kedua bahunya. "Aku sayang sama kamu sekarang Lun, Mba Yu udah jadi masa lalu aku... Dan biarkan aku hanya berteman dengannya, gak lebih Lun, i promise..", ucap Gua pelan.
Luna memejamkan matanya, Gua tau dia masih emosi, lalu Gua tarik tubuhnya dan menyandarkan kepalanya ke dada ini. "Aku sayang sama kamu Luna, aku sayang sama kamu.. Bukan Sherlin", lanjut Gua.
"Janji kamu gak akan balikkan lagi sama Sherlin..?", Luna berbicara dengan wajah yang masih bersandar ke dada Gua.
Gua mendorong tubuhnya hingga wajah kami saling berhadapan, Gua tatap matanya lekat-lekat. "Aku janji sama kamu... Kamu yang aku pilih sekarang, bukan Sherlin...".
"Za..", suaranya lirih terdengar dengan mata yang sudah berkaca-kaca. "Ssst.. I love you Luna..".
Sedetik kemudian Gua cium bibirnya lembut dan lama kelamaan dia pun membalas ciuman Gua hingga akhirnya kami saling memagut bibir. Cukup lama kami melakukan french kiss. Hingga kini kedua tangannya melingkar kebelakang tengkuk Gua, lambat laun Gua terdorong kebelakang karena Luna berjalan kedepan, sampai akhirnya kaki Gua tertahan oleh sofa dan Gua pun terduduk.
"I love you too Reza..", ucapnya lirih yang sudah duduk diatas pangkuan Gua dengan posisi saling berhadapan.
Gua membelai kedua sisi wajahnya dengan tersenyum, lalu kedua tangan Gua turun kepundaknya hingga Gua mengelus-elus sisi pinggangnya yang ramping itu. Matanya terpejam dan kepalanya mendongak keatas.... Saat itulah Gua memajukan wajah dan menghujami leher jenjangnya dengan sebuah kecupan...
"Sssshhh... Zaa.. Aahhh..", lirihnya.
Gua ciumi terus menerus lehernya itu hingga dirinya terus mengeluarkan desahan-desahan. Lama kelamaan jemarinya menjambak rambut Gua dan akhirnya dia mendorong bahu Gua hingga kini tubuh Gua bersandar ke bahu sofa. Matanya nanar menatap Gua, dia dekatkan wajahnya kearah Gua, lalu...
"Cukup adegan dewasanya sayang, atau trit ini mau di delete...". BEHAhahahaha ...
Keesokan pagi Gua sudah kembali berada di Jakarta untuk mengikuti perkuliahan seperti biasa. Tidak banyak yang bisa Gua ceritakan selain suasana kelas yang berbeda dan Gua mulai kurang bergaul dengan teman-teman baru. Siang hari menjelang sore sekitar pukul dua Gua sudah selesai mengikuti perkuliahan lalu bergegas meninggalkan kampus menuju rumah seorang wanita.
Hari ini Gua sudah ada janji untuk bertamu ke rumahnya. Gua sampai di depan rumahnya sekitar pukul empat kurang, mengetuk pintu yang tertutup lalu tidak lama kemudian seorang wanita paruh baya membukakan pintu.
"Reza " Apa kabar Nak ?", ucap Ibunda Nona Ukhti.
"Baik Tante, Tante sendiri bagaimana kabarnya ?", tanya Gua balik setelah mencium tangan beliau. "Alhamdulilah Tante sehat.. Ayo masuk Nak", ajaknya.
Gua duduk di sofa ruang tamu rumah ini, lalu berbincang-bincang dengan beliau sebentar dan tidak lama kemudian Nona Ukhti keluar dari dalam kamar, menghampiri kami berdua.
"Nah ini Vera, ya silahkan ngobrol dulu ya Nak, santai aja dulu di sini..", ucap Ibundanya seraya bangkit dan meninggalkan Gua.
"Hai Za.. Maaf jadi kamu yang kesini ya", Nona Ukhti duduk di samping Gua. "Ya, kalau bukan Luna yang maksa sih..", Gua berucap dingin. "Iya, makasih banyak untuk Luna juga.. Maaf ya Za...".
Gua terdiam memikirkan ucapan Luna malam tadi. Dia mengetahui kalau Nona Ukhti mengirimkan pesan singkat, yang isinya meminta Gua untuk bertemu dengannya, awalnya Gua enggan untuk menemui Nona Ukhti sampai akhirnya Luna lah yang memaksa Gua untuk pergi berdua atau mendatangi rumahnya, sekalian silaturahmi katanya. Ya, Gua akhirnya menuruti kemauan Luna dan Nona Ukhti.
"Kamu sudah makan ?", tanya Nona Ukhti.
"Gampang nanti aja.. Ngomong-ngomong kamu mau ketemu aku ada apa lagi Ve ?". "Mmm.. Kita makan dulu ya, mau makan di rumah atau di luar Za ?".
Gua malas kalau sampai pergi berdua dengan Nona Ukhti, jujur... Sebenernya Gua takut, karena perasaan ini untuknya masih sama, tapi situasi dan status Gua sudah bukan sendirian lagi. Ada satu nama wanita yang menjadi kekasih Gua saat ini.
"Terserah kamu Ve..".
"Ya udah kita makan di hanamasa aja ya.. Aku kangen pingin makan tempuranya di sana..", jawab Nona Ukhti seraya bergegas ke kamar untuk berganti pakaian.
Singkat cerita Gua dan Nona Ukhti sudah berada di sebuah resto hanamasa yang tidak jauh dari perumahan Ibunda Nona Ukhti. Kami berdua menyantap makanan sambil sesekali bercerita soal perkuliahan kami masing-masing. Pada akhirnya, Gua larut dan tidak dapat menutupi lagi rasa rindu kepada Nona Ukhti, ya Gua kangen dengan momen kebersamaan seperti ini, saat dahulu kami sering jalan berdua.
Keesokan harinya, semuanya kembali normal, hubungan Gua dengan Luna berjalan baik setelah kejadian dengan Mba Yu. Sedangkan dengan Mba Yu, entahlah, dia tidak mengontak Gua sama sekali, apalagi Gua, tidak mungkin berani menghubunginya. Ultimatum dari sang kekasih, yap yap yap... Gua akhirnya resmi berpacaran dengan Luna, ultimatumnya cukup membuat Gua keder dan mengurungkan niat untuk tidak menghubungi Mba Yu.
Hari ini masih dalam bulan juni, Gua sedang duduk di halaman belakang, di dalam gazebo, dan di temani oleh seorang wanita berpakaian gamis lengkap dengan hijabnya, ya siapa lagi kalau bukan Nona Ukhti. Sebelumya, Gua bingung dan heran kepada Luna, kenapa dirinya bisa membiarkan Gua bertemu dengan Nona Ukhti, apalagi dia tidak mempermasalahkan jika Gua dan Nona Ukhti berduaan seperti ini, begitu besarnya rasa percaya Luna kepada Gua dan Nona Ukhti. Dan tentu saja, semuanya berubah dan berbanding terbalik jika Mba Yu yang kini bersama Gua. Kalau difikir apakah karena memang Luna dan Mba Yu memang sudah saling bertengkar dan memiliki hubungan yang buruk sejak lama, masuk akal memang. Tapi ada hal lainnya yang membuat Gua tetap heran kepada Luna. Gua jujur soal perasaan Gua kepada Luna tentang hati ini terhadap Nona Ukhti.
Gua terang-terangan kepadanya sebelum bertemu Nona Ukhti hari ini, Gua bilang bahwa ancaman terbesar hubungan Gua dengan Luna adalah Nona Ukhti Vera. Ya, Gua mengatakan kalau Gua masih sayang, benar-benar sayang kepada Nona Ukhti, tapi apa tanggapan Luna " Dia malah biasa saja, bingungkan " Aneh lebih tepatnya.
Gua belum juga mendapatkan alasan yang masuk akal dari Luna kenapa dia tidak memperdulikan bahkan tidak mempermasalahkan perasaan Gua yang jujur ini kepada Nona Ukhti. Entahlah, mungkin suatu saat nanti Gua akan mendapatkan alasan yang jelas dari Luna.
Gua duduk bersebelahan dengan Nona Ukhti di dalam gazebo. Sore ini cuacanya cukup hangat karena sinar senja menyinari halaman belakang rumah. Gua menghisap sebatang rokok sambil mendengarkan cerita dari Nona Ukhti.
"Aku besok pagi pulang ke Singapore Za..".
Gua menghela nafas pelan lalu berdiri dan melemparkan batang rokok yang baru setengah terbakar ke rerumputan di dekat kolam.
"Ve.. Aku minta maaf atas semuanya yang udah terjadi, sampai kemarin aku bersikap kasar ke kamu di depan Luna", Gua menundukan kepala, tanpa berani menengok kepadanya di samping kiri.
Nona Ukhti berjalan menghampiri Gua dan berada tepat di sisi kiri. "Za, aku gak pernah masalahin setiap sikap kamu selama ini... Aku paham kenapa kamu seperti itu Za, andaikan saat pertama kali kamu ditinggal Echa dan aku tau hal itu lebih dulu, aku pasti udah berada di samping kamu. Sayang aku terlambat mengetahui itu semua...".
"Maafin aku Ve yang udah jadi seperti ini, aku minta maaf dan kamu gak pernah ada salah apapun ke aku.. Aku yang salah. Dari dulu aku tau perasaan kamu.. Dari..", Sial, Gua sulit melanjutkan kalimat ini, hati Gua berdegup kencang dan rasanya sakit.
Tangan lembutnya mengusap bahu kiri Gua, lalu dia menariknya hingga kini Gua berhadapan dengannya. Gua memalingkan muka ke sisi lain saat kedua mata Nona Ukhti menatap Gua.
"Aku udah mencintai kamu tulus dari awal kita bertemu di kelas satu sma Za.. Dan sampai saat ini enggak pernah berubah sama sekali.. Perasaan itu masih sama di dalam hati ini", tangan kanannya kini memegangi dadanya.
Gua melirik menatap matanya. Dan hancur sudah pertahanan Gua saat melihat tulusnya perasaan itu dari kedua bola matanya, Gua menangis dan tubuh Gua pun bergetar hebat. Lalu sebuah pelukan akhirnya cukup menenangkan Gua. Nona Ukhti memeluk Gua, menyandarkan kepala ini ke bahu kirinya.
"Kita pernah saling meninggalkan, sekarang biarkan aku mencoba untuk memperbaiki semuanya... Aku sayang kamu Za..", ucapnya lirih berbisik.
"Ve.. Aku.. Aku minta maaf, aku enggak bisa.. Aku sama Luna udah..".
Nona Ukhti memundurkan tubuhnya lalu menyeuka airmata Gua, dia tersenyum. "Za, aku masih disini.. Menunggu kamu, sampai kapanpun..".
Entah harus bagaimana lagi Gua menjawab semua ungkapan perasaan yang ia utarakan itu. Bibir Gua kelu dan tidak mampu menjawab semua ungkapannya.... Maafin aku Ve.. Maaf.
Masih Disini Menantimu Berharap Kau Akan Memikirkan Ku Masih Disini Menunggumu
Menanti Jawaban Atas Cintaku ***
Tiga hari sudah Nona Ukhti kembali ke Singapore, Gua, Luna, Ibundanya serta Adik lelaki tirinya ikut mengantarkan ke bandara ketika itu. Setelah keberangkatan Nona Ukhti, Gua kembali menjalani hari - hari ini seperti biasa. Dan sekarang adalah malam minggu, saat dimana Gua dan Luna pergi layaknya pasangan lain diluar sana yang melewati malam untuk berduaan.
Malam ini Gua mengajak Luna pergi ke sebuah restoran. Restoran yang berada di jalan protokol, restoran yang sudah dibuka hampir satu tahun lalu ini adalah milik Gua. Tentu saja ada andil Luna serta Papahnya. Kami berdua makan di lantai dua restoran, sambil menyantap makanan Gua mulai menanyakan hal-hal yang selama ini belum terjawab oleh Luna.
"Lun.. Aku mau nanya sama kamu", ucap Gua sambil memotong tenderloin steak. "Mau nanya apa Za ?".
"Soal Vera...".
Luna menghentikan tangannya yang sedang menusuk potongan daging steak dengan garpu. Lalu dia menaruh garpu serta pisau itu di atas piring makannya, kemudian menopang dagu dengan kedua tangan.
"Kenapa sama Vera ?", tanyanya balik.
"Pertanyaan yang sama Lun.. Pertanyaan aku akhir-akhir ini, kenapa kamu bisa sedemikian terbuka untuk Vera " Membiarkan dia dekat dengan aku lagi " Kamu tau kan perasaan aku ke Vera masih sama...".
Luna tersenyum kepada Gua. "Za.. Gak ada alasan untuk aku buat kamu jauhin dia. Kamu tau pengorbanan Vera itu gak mudah. Setelah apa yang dia lewati sampai saat ini pun dia masih mencintai kamu Za. Aku gak bisa menjauhkan kamu dengan Vera. Dia terlalu baik, terlalu tulus, dan dia seorang wanita yang sangat aku hormati", jawab Luna menerangkan.
"Kamu " Sebegitunya sama Vera ?".
"Iya Za, aku tau dia itu wanita yang sempurna dengan segala perasaan dan hatinya yang tulus... Kamu beruntung Za, beruntung kenal sama Vera".
Gua benar-benar tidak menyangka jawaban dari Luna seperti itu. Ternyata dia sedemikian menghormati Nona Ukhti, dan pertanyaan terakhir Gua semakin membuat Gua heran kepada Luna. "Andaikan.. Andaikan aku milih Vera.. Apa kamu...".
"Za, kalau kamu pilih Vera dari awal ataupun sekarang, aku rela... Karena aku tau dia yang terbaik untuk kamu Za..".
"Lun.. Aku sayang sama kamu dan aku gak mau kehilangan kamu Lun..".
"Aku juga sayang sama kamu Za..", "Oh ya.. Soal Vera kamu udah paham kan..?".
Gua mengangguk lalu kembali mendengarkan kalimat ultimate yang membuat Gua sedikit bergidik.
"Tapi lain cerita kalo sama Sherlin ya sayang...", ucapnya lalu mengelus lembut punggung tangan kanan Gua seraya menyeringai...
PART 86 Satu bulan sudah Gua dan Luna resmi menjalin hubungan ini. Sebenarnya kalau dihitung sudah lebih dari satu bulan, tapi secara resmi dan diketahui orang terdekat kami rasanya baru satu bulan terakhir. Tidak ada kendala yang berarti antara hubungan Gua dengan Luna, sekalipun dia pernah mewanti - wanti kedekatan Gua dan Mba Yu, nyatanya dia tidak mempermasalahkan ketika Gua berbalas chatt di bbm dengan Mba Yu, mungkin lain cerita jika Gua bertemu dan jalan berdua bersama Mba Yu, bisa jadi, oh ralat, sudah pasti, ya sudah pasti Luna marah.
Kabar soal hubungan Gua dan Luna pun sudah diketahui oleh Nona Ukhti, dan reaksinya, dia terima dengan pilihan Gua, tapi bukan berarti kami berdua menjadi jauh. Setelah Nona Ukhti kembali ke Singapore untuk melanjutkan perkuliahannya, kami berdua masih intens berkomunikasi via chatting di bbm. Lebih baiknya lagi, Nona Ukhti dan Luna sering berkomunikasi juga, selain saling menanyakan kabar untuk basa-basi, mereka berdua suka membahas satu hal, fashion. Ya, apalagi kalo bukan soal pakaian, aksesoris dan tas wanita. Semenjak Gua memberikan oleh-oleh berupa tas dari Jerman dahulu kepada Nona Ukhti, Luna sering sekali memberikan saran dan informasi tentang online shop atau toko perlengakapan wanita yang recommended... Wanita oh wanita...
Hari minggu Gua sedang pergi bersama Luna ke sebuah toko perhiasan di ibu kota, saat itu Gua mengantarkan Luna membelikan kado untuk sang adik yang akan ulang tahun.
"Kalung atau cincin ya Za ?", Luna bertanya sambil melihat-lihat deretan perhiasan wanita yang berada di dalam etalase.
"Kira-kira dia sukanya apa ?", tanya Gua balik. "Mmm.. Kayaknya sih keduanya dia suka, bingung aku...". "Kalo gitu, kalung atau cincin yang paling lama belum dia beli lagi ?". "Ah iya.. Dia udah lama sih gak beli kalung baru. Kalung aja kalo gitu ya ?". Gua mengangguk ketika Luna menengok kepada Gua.
Kemudian dibelilah sebuah kalung oleh Luna yang hiasannya berbentuk permata. Beres membeli kado, kami berdua keluar dari toko perhiasan dan berjalan-jalan di dalam mall, sekedar mencuci mata melihat-lihat barang yang di jual oleh gerai-gerai di lantai dua ini.
"Lun, Helen kapan pulang ?", tanya Gua ketika kami masih berjalan berdampingan.
"Mungkin minggu depan kalau sesuai jadwal.. Rencananya Mamah sama Papah mau ngadain pestanya di resto kamu loch, hihihi...".
"Wah " Kok baru ngomong " Kirain di rumah kalian acaranya..".
"Enggak, aku sih yang saranin hehehe... Lumayan kan dapet income tuh hihihi..", Luna menggandeng tangan kanan Gua.
"hahaha dasar, masa keluarga sendiri di obyekin sih..".
"Enggak apa-apalah, kan sekali-sekali.. Oh iya nanti aku koordinasi sama Mba Laras aja ya untuk detail acaranya..".
"Iyalah... Mana ngerti aku kalo soal gituan Lun...".
"Kamu harus mulai banyak-banyak turun ke bisnis ini Za, maksud ku biar kamu tau perkembangan restoran kamu.. Masa sih kamu cuma liat hasil laporan perbulannya terus..".
Ah benar apa yang dikatakan Luna. Gua selama ini tidak pernah terlibat dan terjun langsung untuk mengurusi bisnis tersebut, terlalu asyik melepaskannya kepada Ibu Gua, Mba Laras.
"Mmm.. Iya Lun, nanti deh aku coba belajar ke Mba Laras..", jawab Gua seraya melepas kaitan tangannya lalu merangkul bahunya.
Kami masih berjalan mengitari mall ini sampai akhirnya Luna masuk ke dalam toko pakaian, kemudian membeli satu dress gaun berwarna ungu untuk acara ulang tahun Helen minggu depan. Setelah itu dia memaksa Gua untuk ikut membeli satu buah kemeja dengan warna yang senada dengan gaun yang baru ia beli tadi. Selesai berbelanja kami pun pulang ke kota kami dengan menggunakan mobil milik Gua (almh. Echa).
Sekitar pukul setengah tujuh malam Gua dan Luna sudah berada di rumahnya, Gua menemaninya memasak di dapur. Malam itu Luna memasak ayam goreng serta sup asparagus. Beres memasak, kami berdua menyantap makan malam di ruang makan rumahnya.
"Lun, kamu pinter masak ya.. Enak masakan kamu", Gua memulai obrolan sambil menyendok makanan.
"Mm.. Enggak juga sih, aku belajar masak dari Bibi hehehe...", jawabnya setelah mengunyah dan menelan makanan dalam mulutnya.
Gua cukup senang mendengar jawabannya. Bukan apa-apa sih, biasanyakan wanita sekelas dan model Luna yang terbiasa hidup mewah jarang bisa memasak, ternyata dia malah belajar memasak dari art nya sendiri, calon istri yang baik ini nih. Pukul tujuh malam Gua sudah santai di ruang tamu rumahnya, Gua membakar sebatang rokok dan baru saja dua kali hisapan ketika Luna selesai mengganti pakaiannya. Dia mengenakan baju tidur berwarna pink, piyama yang berbahan satin.
Luna duduk tepat di samping kanan Gua, lalu mengambil bantal sofa dan menaruhnya di atas paha Gua, kemudian dia rebahan dengan menaruh kepalanya diatas bantal tersebut. "Sayang..".
"Ya Lun ?", Gua menundukan wajah untuk melihat kepadanya.
"Emang kenapa sih kalo habis makan enggak ngerokok " Susah ya " Gak enak gitu ?", tanyanya lembut.
Gua tersenyum lalu mematikan rokok ke asbak diatas meja. "Hehehe.. Maaf ya, kebiasaan aja sih".
"Hmmm... Enggak baik untuk kesehatan sayang, kamu ngerokok dari kapan ?", Luna memainkan jemarinya di dagu Gua.
"sma kelas satu kayaknya, kalo enggak salah inget sih...".
"Tuh, udah lama kan... Kurangi ngerokoknya ya, mau apa tuanya penyakitan ?".
"Enggak hehehe.. Iya iya nanti diusahain kurangin rokok", jawab Gua seraya membelai rambut diatas keningnya.
Kami saling menatap satu sama lain. Perasaan Gua kini benar-benar tenang berada di dekat Luna. Tidak Gua pungkiri bahwasannya Gua merasakan cinta dalam hati ini kepada wanita yang sedang rebahan diatas pangkuan Gua itu. Ah Luna... You are my everything.
Gua menundukan tubuh untuk mengecup keningnya dalam-dalam, lalu memundurkan wajah sedikit. "Aku sayang sama kamu Luna...", bisik Gua pelan.
Luna tersenyum lalu mengaitkan satu tangannya ke tengkuk Gua, kemudian menariknya pelan dan mencium bibir ini sesaat.
"Aku juga sayang sama kamu Za.. Sayang banget..", balasnya.
*** Hari-hari Gua terasa semakin indah saat ini, ya semuanya berjalan dengan baik. Kebersamaan Gua dan Luna membuat Gua bisa kembali menjalani hidup ini dengan normal. Segala apa yang sudah Gua lalui beberapa waktu kemarin rasanya seperti mimpi buruk, dan Luna telah membangunkan Gua dari mimpi buruk tersebut, dia lah wanita yang bisa membuat Gua kembali berjalan dalam kerasnya kehidupan di dunia ini. Gua berharap kalau dia, wanita itu, Luna, adalah jawaban atas penantian Gua, penantian akan wanita yang dapat bersanding untuk Gua miliki dalam ikatan yang sah setelah Echa. Bukan untuk menjadi pengganti.
Tapi Gua lupa akan satu hal terpenting dalam hidup, dalam kehidupan yang tidak bisa kita duga ini, kita membutuhkan campur tangan Tuhan untuk membantu kita dalam menghadapi masalah atau mengingatkan kita untuk bersyukur akan nikmat dan karunia yang kita dapatkan. Sampai saat Gua bersama Luna sekarang, Gua sama sekali belum lagi kembali ke ajaran-Nya, menjalankan ibadah, melaksanakan perintah-Nya sebagai seorang muslim.
Hari minggu pagi di bulan juli Gua sedang berada di pelataran parkir sebuah tempat ibadah. Gua bakar sebatang rokok sambil menikmati udara pagi yang mulai beranjak siang. Alunan suara-suara dari dalam tempat ibadah di depan sana terdengar merdu sampai ke telinga ini. Gua memperhatikan bangunan tempat ibadah itu, melihat bentuk dan aristekturnya, sekedar mengamati akan keindahannya.
Sekitar pukul sepuluh lewat orang-orang dari dalam bangunan tersebut keluar secara perlahan, menandakan bahwa ibadah minggu pagi ini telah usai. Gua mematikan batang rokok kedua ketika seorang wanita cantik berjalan menghampiri dengan alkitab yang ia peluk di depan dadanya. "Maaf lama ya..".
Gua menggelengkan kepala sambil tersenyum. "Enggak kok Lun, gak apa-apa.. Namanya juga ibadah..".
"Mau langsung pulang " Atau kemana dulu Za ?".
"Mmm.. Makan yuk aku lapar nih..", ajak Gua seraya membuka pintu samping kemudi mobil.
Luna mengangguk lalu masuk ke dalam mobil, baru saja Gua akan menutup pintu mobil, suara seorang lelaki terdengar lantang memanggil nama Gua.
"Rezaa...". Gua menengok kebelakang dan tersenyum lebar. "Wah.. Bernat..", ucap Gua ketika Bernat berjalan menghampiri.
"Apa kabar broo ?", Bernat langsung memeluk Gua sebentar dan menepuk-nepuk bahu ini. "Baik, Gua baik kok.. Lu sendiri apa kabar Nat ?".
"Baik juga Za.. Ckckck.. Makin tinggi aja Lu Za.. Gimana sekarang ?". "Ya Gua gini-gini aja, masih sibuk kuliah karena belum lulus haha...". "Oh belum lulus, Eh ngomong-ngomong ngapain Lu kesini " Sama siapa Za ?".
Gua tersenyum lalu menggeser tubuh sedikit agar wanita yang duduk di dalam mobil bisa terlihat oleh Bernat.
"Anter dia tuh..", jawab Gua.
"Loch " Luna ?", Bernat cukup terkejut setelah melihat Luna yang baru saja kembali keluar dari mobil. "Hai Nat..", sapa Luna.
"Kalian kenal ?", tanya Gua.
Bernat mengangguk cepat. "Iyalah Za, kita disini satu gereja, sering misa bareng juga, masa gak kenal.. Sebentar... Istri Lu kemana ?", Bernat melirik kepada Gua dan Luna secara bergantian. Luna tersenyum kepada Bernat. "Kayaknya kita perlu ngobrol ditempat lain", ucap Luna. "Ada apa ini Lun ?", tanya Bernat lagi.
"Panjang ceritanya Nat..", jawab Gua.
"Gimana kalo kita pergi ke tempat makan, ya kalo kalian berdua gak ada acara..", ucap Bernat lagi. Luna melirik kepada Gua. "Terserah Eza..", ucapnya.
Singkat cerita Gua dan Luna masuk kembali kedalam mobil dan mengikuti mobil sedan biru di depan sana, mobil milik Bernat. Di dalam perjalanan Gua dan Luna sedikit berbincang. "Kamu kenal Bernat dimana Za ?", Luna bertanya sambil memutar saluran radio pada tape mobil. "Dia kakak kelas ku di sma dulu Lun..".
"Ooh.. Satu sekolah ya, aku baru tau.. Eh iya, berarti kamu kenal sepupunya juga dong yang perempuan. Olla kalo gak salah namanya", tanya Luna lagi sambil melirik kepada Gua kali ini. Gua melirik kepada Luna sambil tersenyum tipis. "Kenal.. Dia mantan aku". "What " Serius Zaa "!".
Gua mengangguk sambil menatap jalan raya di depan sana. Kemudian selama perjalanan Gua menceritakan kisah masa sma Gua saat bersama Olla dahulu kepada Luna. Dengan antusias Luna mendengarkan semua cerita Gua ketika saat bersama Wulan lalu sampai kehadiran Olla. Kali ini Gua menceritakan semuanya sampai saat Olla menikah dengan Indra enam tahun lalu. Luna jelas cukup terkejut mendengar semuanya. Dalam beberapa kejadian yang Gua ceritakan cukup membuat dirinya nampak emosi, lalu kembali tenang, bahkan sedih ketika Gua melanjutkan cerita saat bersama Olla.
"Wow.. Cerita kamu benar-benar luar biasa, Za.. What kind of stories " How Olla can do that to you Za ?".
Gua menaikkan kedua bahu, lalu menggelangkan kepala. "Enggak tau Lun, rasanya emang aneh saat itu.. Mungkin Olla benar mencintai Indra dengan tulus, bukan perkara dia berani selingkuh dan berbuat tega seperti itu ke aku.. Dan Aku sendiri gak percaya kalo nginget kejadian sama dia dulu, sampai segitunya.. Tapi yaa.. Aku gak menyesal, mungkin udah jalannya harus begitu.. Sayangnya aku gak pernah benar-benar bisa mencintai Olla saat itu, dan mungkin itulah salah satu alasan aku mau relain semuanya", jawab Gua sambil tetap fokus pada jalanan di depan sana. "Dan dia sama Indra sekarang masih berumah tangga ?", tanya Luna lagi.
"Yap, terakhir kali aku bertemu Olla dan Indra saat pernikahan aku dengan Echa dua tahun lalu.. Saat itu kalo gak salah Olla sedang hamil anak kedua.. So i happy to hear that Lun.. Enggak ada yang siasia.. Yeah.. I hope so..".
Luna mengelus-elus bahu kiri Gua. "You are a strong man i ever known..". Gua dan Luna serta Bernat bersama kekasihnya sampai di sebuah restoran cepat saji. Kami berempat duduk di bagian luar resto.
"Nah kenalin Za, ini pacar Gua Alin..", Bernat memperkenalkan pacarnya kepada Gua. "Hai, Gua Eza, salam kenal", Gua menjulurkan tangan kepada Alin. "Hai Za, Gue Alin, salam kenal juga yaa..", sambut Alin seraya menjabat tangan Gua. "Kalo Luna sih udah kenal ya, tiap misa kan ketemu sama kita hehehe..", ucap Bernat.
Luna tersenyum kepada Bernat. "Hahaha iyalah Nat.. Alin sama Lo itu udah lama juga kan pacaran.. Kapan nikah kalian " Hihihi...", ucap Luna seraya mengambil fried fries.
"Nantilah, lulus kuliah juga belum, kerja dulu baru nikah nanti..", jawab Bernat, "Oh ya, gimana nih ceritanya kalian berdua bisa kenal sekarang ?", tanya Bernat kepada Gua dan Luna.
Pada akhirnya Gua menceritakan pertama kalinya kenal Luna saat sma dulu. Kemudian semakin panjang Gua bercerita hingga sampai menikah dengan Echa hingga saat ini dan Luna memotong, kemudian dia yang melanjutkan cerita kepada Bernat. Cukuplah cerita masa lalu Gua itu membuat Bernat dan pasangannya terkejut, apalagi dia baru mengetahui kalau Echa telah meninggal dunia. Bernat dan Alin jelas tidak percaya dengan semua cerita yang Gua alami beberapa tahun kebelakang, dia merasa terlalu berat ujian yang Tuhan berikan untuk Gua, apalagi ketika Jingga pun ikut pergi menyusul Bundanya.
"Gua gak nyangka jalan hidup Lu jadi gini Za... Gua gak bisa ngomong apa-apa, gak tau kalau misalkan Gua yang harus ngalamin itu semua Bro..", ucap Bernat setelah mendengar semua cerita dari Gua dan Luna.
"Gua sendiri gak kuat sebenarnya Nat, Gua sampai depresi beberapa waktu ketika semua itu terjadi.. Tapi.. Gua beruntung masih memiliki orang-orang yang menyayangi Gua.. Salah satunya ya wanita di samping Gua ini", Gua menengok kepada Luna.
"Ehm.. Sebentar, Lu berdua...?".
Luna tersenyum lalu mengenggegam tangan Gua yang berada diatas meja makan. "Iya kita pacaran Nat... Do'a kan ya supaya Gua dan Eza bisa langgeng", ucap Luna.
"Wah.. Gua kira Lu sama Endra mas..".
"Ehm.. Ssstt.. Itu masa lalu Nat, gak perlu dibahas deh..", potong Luna seraya memberikan gestur peringatan kepada Bernat.
"Oooh.. Sorry sorry.. Hehehe kirain..".


Asleep Or Dead Karya Bunbun di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

"Ada yang perlu aku tau kah ?", tanya Gua melirik kepada Luna.
"Enggak sayang, gak ada apa-apa.. Cuman masa lalu yang gak penting untuk diceritakan kok..", jawab Luna kepada Gua sambil mengelus punggung tangan Gua.
Gua tersenyum walaupun dipikiran ini masih bingung soal ucapan Bernat tadi.
Tidak lama kemudian kami pun berpisah, setelah Bernat dan Gua saling bertukar pin bbm. Lalu Gua bersama Luna kembali ke dalam mobil dan pulang ke rumah.
Di dalam perjalanan Gua masih memikirkan ucapan Bernat soal nama seorang lelaki yang tidak boleh diceritakan oleh Luna tadi. Sampai di depan rumah Luna, Gua masukan mobil ke halaman parkir dan turun dari mobil. Sekarang Gua duduk di sofa ruang tamu, sedangkan Luna berganti pakaian di kamarnya. Gua mulai membakar sebatang rokok, lalu tidak lama kemudian sebuah pesan bbm masuk ke handphone Gua.
Quote:Percakapan via bbm : Bernat : PING!!!
Gua : Yo " Kenapa "
Bernat : Masih sama Luna bro "
Gua : Iya, dia lagi ganti baju.. Kenapa Nat " Bernat : Take care of her dude.. I will tell you later.. Gua : Why " Something gonna be wrong "
Bernat : Semoga enggak Za.. Semoga enggak... Gua hubungi Lu lagi nanti ya.. Gua pasti cerita.
Gua menaruh handphone diatas meja ruang tamu lalu menghisap rokok dalam-dalam dan menghembuskannya perlahan. Memikirkan apa lagi yang akan terjadi selanjutnya dengan kehidupan Gua.
"Sayang.. Kenapa ?", Luna ternyata sudah berjalan mendekati Gua lalu duduk di samping Gua. "Eh " Udah beres ?", Gua tersadar.
"Kamu kenapa " Kok kayak ada yang lagi kamu pikirin ?", Luna menaruh tangannya di atas paha kanan Gua.
Gua menjentikan jemari agar abu rokok jatuh kedalam asbak diatas meja makan. Lalu menyandarkan punggung ke bahu sofa, menatap langit-langit ruang tamu ini.
"Lun.. Apa yang kamu belum ketahui soal hidup aku selama ini ?", tanya Gua tanpa menoleh kepadanya.
"Maksudnya ?". "Selama ini kamu udah mengetahui segala persoalan hidup aku kan.. Hampir semuanya sudah kamu ketahui", Gua menghisap rokok lagi lalu menghembuskannya keatas,
"Luna.. Aku sayang sama kamu dan memilih kamu bukan tanpa alasan.. Aku percaya sama kamu Lun".
"Hey.. What's wrong honey ?", Luna mengusap kening Gua pelan.
Gua menghela nafas kasar lalu memejamkan mata sejenak sebelum bertanya lagi kepada Luna. "Siapa Endra ?", tanya Gua seraya menengok kepadanya kali ini.
Luna memalingkan muka kearah lain. Lalu memainkan jemarinya di atas paha Gua, barulah kemudian dia menengok lagi kepada Gua.
"Janji enggak marah " Enggak akan merubah perasaan kamu untuk aku sekarang Za ?". Gua memajukan tubuh lalu mematikan rokok yang masih cukup panjang kedalam asbak.
"Aku gak ada alasan untuk marah dan gak menyayangi kamu Lun.. So, tell me the truth about your past...".
Luna tersenyum tipis kepada Gua, lalu mengangguk pelan.
"Aku ceritain semuanya ke kamu Za..".
PART 87 Hari ini adalah hari spesial untuk seorang wanita blesteran Jerman China. Seorang wanita cantik yang wajahnya lebih terlihat oriental daripada gen Papahnya yang berasal dari daratan benua eropa.
"Wow.. Banyak amat Lun yang diundang ?", Gua menyapukan pandangan kearah tamu undangan yang mulai memenuhi restoran di lantai dua ini.
"Iya, kata Helen sekalian ajang reuni teman sma nya dulu.. Eh ayo kita kesana Za..", ajak Luna kepada Gua.
Luna menggandeng tangan kanan Gua mesra. Jelaslah Luna terlihat cantik dengan dress yang ia kenakan, dress tanpa lengan sampai memeperlihatkan kulit punggungnya yang putih mulus itu benarbenar membuatnya terlihat seksi dan cantik. Sedangkan Gua memakai kemeja dengan warna senada dengan dress yang ia kenakan itu. Kami berdua menghampiri Helen serta Mamahnya yang sedang berdiri dihadapan kue ulang tahun di depan mereka. Kue yang sangat mewah karena cukup tinggi, lebih terlihat seperti kue pesta pernikahan.
"Udah datang semua Ay ?", tanya Luna kepada Helen.
Helen tersenyum lalu mengangguk kepada Kakaknya itu. "Udah Kak.. Kita mulai acaranya sekarang aja Kak", jawab Helen.
Lalu sedetik kemudian sang MC membuka acara ulang tahun malam ini. Gua menatap Helen dari sisi kirinya. Gua sempat terlena akan kecantikan sosok bidadari dunia yang sedang merayakan hari kelahirannya itu. Tak jauh beda pakaian yang ia kenakan dengan sang Kakak, sebuah dress yang cukup seksi dan pas ditubuhnya, hanya berbeda warna saja. Rambutnya dibuat sanggul dan makeup yang tipis telah membuatnya semakin terlihat mempesona. Kakak dan Adik yang sempurna dimata ini.
Setelah sang MC membuka acara dengan sedikit berbasa-basi, kini Helen mengambil alih microphone dan mengucapkan terimakasih kepada tamu undangan yang juga teman-teman masa sma nya itu. Kemudian acarapun dilanjutkan dengan pemotongan kue serta lantunan do'a, Helen memberikan potongan kue pertama untuk Mamahnya, lalu kepada Papahnya, baru terakhir kepada sang Kakak. Beres acara tersebut, sang MC mempersilahkan para tamu untuk menikmati hidangan sembari diiringi home band dari pojok kanan depan lantai dua ini.
Helen berbaur bersama teman-teman masa sma nya itu, saling melepas rindu karena mungkin sudah cukup lama mereka tidak bertemu. Gua dan Luna duduk disalah satu kursi yang tidak jauh dari meja kue ulang tahun.
Gua, Luna dan kedua orangtuanya membicarakan beberapa hal soal wisuda Luna tahun ini. Ya, Luna akhirnya selesai dengan skripsinya juga sidangnya. Tepat tiga setengah tahun dia menyelesaikan pendidikan strata satu di salah satu universitas ternama. Tidak lama kemudian Gua diajak Luna untuk dikenalkan ke beberapa teman kampusnya yang diundang ke acara ulang tahun Helen ini, tidak banyak teman Luna yang diundang, mungkin hanya delapan orang kalau Gua tidak salah ingat. Masih asyik mendengarkan obrolan mereka, Helen datang menghampiri kami ketika dirinya dipanggil oleh Luna. Kemudian teman-teman Luna mengucapkan selamat kepada Helen sambil memberikan kado.
"Makasih ya Kakak-kakak udah mau datang ke acara malam ini", ucap Helen kepada teman-teman Kakaknya itu.
"Eh Za mau ikut ke balkon sana " Kita mau ngobrol di sana biar lebih santai", ajak Luna kepada Gua.
Gua menggaruk pelipis sebentar. "Eeuu.. Tar aku nyusul deh, mau ke toilet dulu", jawab Gua lalu pergi meninggalkan mereka untuk bergegas ke toilet.
Beres mencuci muka di toilet, Gua melihat jam pada pergelangan tangan kiri, baru pukul setengah delapan malam. Lalu Gua keluar toilet hendak kembali bergabung bersama Luna dan temannya. Tapi ketika Gua hendak meneruskan langkah, Gua berpas-pasan dengan Helen, ya calon adik ipar Gua itu ternyata baru saja hendak masuk ke toilet juga.
"Hai Ay...", sapa Gua.
"Eh hai Kak Eza.. Abis dari toilet ?".
Gua mengangguk. "Iya, eh.. Mmm.. Selamat ya Ay..", Gua mengulurkan tangan kepadanya.
Helen menyambut jabat tangan Gua. Ya memang Gua belum sempat mengucapkan selamat ketika acara ulang tahun baru dimulai tadi.
"Selamat ya, semoga jadi pribadi yang lebih baik dan kuliahnya lancar...", ucap Gua masih menjabat tangannya.
"Makasih Kak.. Oh ya, kadonya mana " hihihi...", Dia terkekeh pelan.
"Hahaha.. Ada kok, tenang hehehe, sebentar ya, aku taruh di office kadonya", jawab Gua hendak mengambil kado untuknya.
Helen mengangguk lalu tersenyum. "Yaudah aku ke toilet dulu ya Kak, nanti ketemu di meja ultah aja".
Helen kembali berjalan masuk ke dalam toilet, sedangkan Gua turun ke lantai satu restoran untuk mengambil sebuah kado yang memang Gua siapkan untuknya dua hari lalu. Selesai mengambil kado tersebut Gua kembali naik kelantai dua dan duduk di samping Helen. Gua menaruh sebuah kotak persegi yang sudah terbungkus kertas kado berwarna pink.
"Ini hadiah untuk kamu, semoga suka ya... Maaf gak bisa kasih barang mewah hahaha...", ucap Gua ketika sudah menaruh kado tersebut diatas meja.
"Boleh dibuka sekarang ?", tanyanya.
Gua menganggukan kepala. Lalu Helen mulai membuka kertas kadonya perlahan hingga semua bungkusnya terlepas.
Cukup rasanya kejutan yang Gua harapkan dari ekspresi Helen itu. Helen menutupi mulutnya dengan telapak tangan kirinya seraya menatap terkejut kearah tangan kanannya yang masih memegang sebuah barang pemberian Gua tadi.
"Kak... Ini.. Ini...", ucapnya terbata masih tidak percaya.
"Maaf baru sempat ngembaliin itu sekarang ya, berapa tahun ya Ay " Hahaha..".
"Mmm.. Enam tahun kurang lebih Kak, ya enam tahun lalu...", jawabnya,
"Kak.. Makasih...", Helen mendekap barang tersebut di depan dadanya lalu tersenyum kepada Gua.
"Enggak perlu, itu milik kamu Ay.. Oh ya, isinya itu kado dari aku loch, hehehe...", lanjut Gua mengingatkannya.
Helen membuka kotak makan yang dulu sempat ia berikan kepada Gua ketika kami masih di smp dulu. Ya, kotak makan berwarna putih dengan gambar penguin pada penutupnya itu adalah mi liknya. Milik seorang wanita yang kini sedang berulang tahun.
"Wah.. Ini bagus banget Kak...", ucapnya ketika mengambil sebuah jam tangan model wanita. "Kamu suka ?".
Helen mengangguk tersenyum lalu memegang tangan kanan Gua yang berada di atas paha ini . "Makasih banyak...", ucapnya.
Pada akhirnya, kami berdua bernostalgia saat masa smp dulu. Dimana pertama kalinya kami bertemu saat ulangan dan duduk satu meja, saat itu Gua masih kelas tiga smp dan Helen kelas dua smp. Tidak banyak cerita diantara kami yang bisa kami bahas, karena kami memang tidak begitu dekat satu sama lain. Tapi...
Ternyata sedikit cerita di masa lalu itu adalah hal yang paling berkesan untuk kami berdua. Ya, tidak banyaknya kebersamaan kami mempermudah ingatan kami untuk mengingat tiap momen saat bersama dulu.
"Kak, kamu inget waktu aku pulang sendirian karena gak di jemput supir ?".
Gua tersenyum dan menganggukan kepala kepadanya. "Itu waktu aku anter kamu pulangkan ?", ingat Gua ketika itu.
"Iya.. Itu pertama kalinya bagi ku diantar pulang sama laki-laki..", jawabnya, "Pertama kalinya naik motor..",
"Pertama kalinya naik vespa...",
"Pertama kalinya bawa laki-laki kerumah dan...",
"Dan pertama kalinya aku ngenalin laki-laki ke Mamah...", lanjutnya seraya tersipu malu.
Gua tersenyum kepada Helen, mengingat setiap detail cerita saat bersamanya dulu. Ya momen yang sedikit itu mampu berkesan diingatan kami masing-masing.
"Kamu tau Ay.. Dulu saat aku pertama kali ketemu Mamah kamu dan mencium tangan beliau, Mamah kamu itu nunjukin ekspresi kaget.. Aku bingung saat itu, apa ada yang salah dengan sikap atau pakaian aku.. Hahaha...", kenang Gua lagi.
"Oh iya.. Hahaha.. Iya iya Mamah kaget waktu itu.. Dan kamu sekarang tau kenapa Mamah kaget gitu Kak ?", tanyanya.
Gua mengangguk sambil memainkan garpu di atas meja. "Budaya liberalisme... Right ?", Gua menerka lalu melirik kepadanya.
Helen tersenyum lebar lalu mengangguk. "Iya.. Di keluarga ku gak ada budaya cium tangan. Jadi aku dan Mamah kaget waktu kamu cium tangan beliau...", jawabnya membenarkan, "Tapi dari situ Mamah mulai terkesan sama kamu Kak.. Dia bilang kamu anak yang sopan banget", lanjutnya.
Gua tersenyum mendengarkan ucapannya itu. "Padahal budaya di kita itu udah jadi hal yang lumrah kan.. Tapi yaa.. Maybe it's different culture for your family Ay...".
Helen memainkan jam tangan yang menjadi kado dari Gua sambil menganggukan kepalanya lalu melirik kepada Gua lagi.
"Ah iya, vespa kamu masih ada ?", tanyanya tiba-tiba.
Gua cukup kaget mendengar pertanyaannya itu. "Mmm.. Udah ilang Ay, waktu sma...", jawab Gua ragu.
"Loch " Kok bisa " Sayang banget itu vespa...", Helen pun terkejut mendengar kebohongan yang Gua ucapkan.
"Yaa.. Mmm.. Gimana lagi ya.. Hahaha..", Gua pun kikuk harus menjawab apalagi kepadanya. "Iiisshhh.. Sayang banget, unik tauu.. Dan..".
Helen terdiam sejenak sambil menatap potongan kue ultah diatas meja. "Dan apa Ay ?", tanya Gua.
Helen melirik kepada Gua sambil tersenyum tipis. "Dan punya kesan tersendiri untuk aku...", jawabnya pelan.
Gua menghela nafas pelan, entah kenapa Gua merasa sangat bersalah kepada Helen telah membohonginya karena Bandot sebenarnya telah Gua jual. Tapi tidak mungkin juga Gua menceritakan kenyataan yang sebenarnya, karena menyangkut cerita tentang Olla dan Indra pada kisah si Bandot.
Gua dan Helen masih terdiam ketika Luna menghampiri kami berdua.
"Hei.. Di tungguin daritadi malah duduk berduaan disini Za..", ucap Luna menyadarkan Gua.
"Eh.. Maaf Lun, ini habis cerita-cerita waktu aku dan Helen di smp.. Maaf sampe lupa mau nyamperin kamu", jawab Gua.
"Yaudah kesana dulu yuk..", ajak Luna.
Baru saja Gua bangun dari kursi, seorang lelaki menghampiri Luna dari arah belakangnya.
"Luna..". Luna menengok kebelakang dan terkejut melihat sosok lelaki tersebut. "Endra "!!", pekiknya.
Gua ikut kaget mendengar bahwa lelaki itu adalah Endra mantan pacar Luna. Seorang lelaki keturunan Chinese (no sara) dengan penampilan yang berkelas, metroseksual dan cukup membuat orang-orang mengetahui bahwa dirinya adalah seorang yang mapan. Helen ikut bangun dan berdiri di samping Gua.
"Kok bisa ada Endra ?", bisiknya kepada Gua, "Kakak kenal sama mantannya Kak Luna ?", tanyanya.
Gua melirik kepada Helen. "Cuma tau namanya, baru sekarang liat mahluknya..", jawab Gua asal. "Mahluk " Ah, hahaha.. Dasar ih", ucap Helen menepuk lengan Gua pelan.
"Luna baru cerita kemarin soal mantannya itu sama Aku, Ay..", lanjut Gua yang menatap tajam kearah lelaki itu, dan sepertinya dia mulai memaksa Luna untuk ikut dengannya.
"Lepas tangan kamu En!", Luna menepis tangan Endra yang berusaha menarik tangannya. "Please, aku cuma mau ngomong sama kamu Luna..", jawab Endra.
"Yaudah ngomong disini aja!", balas Luna.
"Gak disini Luna, aku perlu ngomong berdua sama kamu".
"Endra, jangan berani-berani kamu ngerusak acara ulang tahun adik ku! Lagian siapa yang undang kamu kesini sih "!", sentak Luna.
"Lun, please.. Aku mau minta maaf dan jelasin semuanya, kita ngomong dibawah ya Lun", Endra kembali menarik tangan Luna.
Gua berjalan menghampiri mereka berdua, baru saja Gua hendak menahan tangan Luna, tangan kiri Luna langsung menarik bahu kiri Endra yang sedang membelakanginya itu. Gua rasa dan yakin pula bahwa tangan kirinya itu mencemgkram kuat bahu Endra. Sedetik kemudian Endra mengerang kesakitan lalu berbalik dan reflek menampar pipi Luna.
Tap.. Nyaris saja tamparannya mengenai pipi kekasih Gua itu jika Gua terlambat sedetik saja. Gua menahan tangan Endra. "Kasar heh ?", ucap Gua.
Endra melotot kearah Gua lalu melirik kepada Luna.
"Pergi kamu En.. Aku enggak mau liat muka kamu lagi..", ucap Luna. "Luna.. Please, give me one more chance Honey..", jawab Endra. Kyuutt... Gua mencekik lehernya.
Gua mendekati wajahnya hingga jarak wajah diantara kami sangat dekat. "Pergi atau Gua keluarin isi tenggorokan Lu...", bisik Gua.
"Hhhheeuuhh.. Uhuk.. Uhukk.. Uhuukk..", Endra terbatuk ketika Gua melepaskan cengkraman pada lehernya.
Tidak lama kemudian Helen memanggil beberapa pegawai restoran yang datang bersama seorang satpam. Lalu Endra pun mau tidak mau digiring secara paksa keluar dari restoran ini. "Ini belum selesai...", ucapnya sambil menatap Gua dan kembali digiring keluar.
Kemudian Luna mengambil microphone dan meminta maaf atas sedikit suasana yang menjadi tegang tadi, lalu kembali semuanya tenang walaupun banyak wajah-wajah para tamu yang masih kebingungan.
"Ay, maafin Kakak ya, Kakak beneran gak tau kenapa Endra bisa datang kesini..", ucap Luna kepada Helen.
"Udah enggak apa-apa, yang penting enggak sampai bikin keributan..", jawab Helen. "Lun, aku ke bawah sebentar ya.. Mau ambil brownies", potong Gua. "Brownies ?", Luna mengerenyitkan kening.
"Mmm.. Iya, pesenan Mba Laras, aku cuma mau cek aja di bagian pastry.. Sebentar..", Gua pergi meninggalkanya dan mengacuhkan Luna yang masih memanggil Gua.
Gua menuruni tangga dan bergegas ke kitchen, lalu mengambil sebuah butcher knife dari sana dan kembali keluar kitchen. Gua berlari kecil ketika melihat Endra sudah berada di parkiran resto. "Wooii..", teriak Gua ketika Endra baru membuka pintu mobilnya.
Dia menengok kepada Gua yang sedang berjalan menghampirinya. "Mau apa Lu ?", tanyanya.
Gua menyeringai. "Lu bilang kita belum selesaikan ?", "Gimana kalo kita selesain disini ?".
"Wait.. Wait.. Apa-apaan ini "! Heeiii... Tunggu tungguuu..", Endra mundur beberpa langkah dengan panik.
Gua tetap menghampirinya sambil menenteng sebuah butcher knife. "Sini Lu! Biar Gua gorok Lu punya leher!", teriak Gua.
"Ampuun.. Amppuun.. Wooii.. Toloooong... Tolooooongg!!!", Endra berteriak-teriak sambil berlari kearah pos satpam di dekat jalan keluar mobil restoran.
"Ada apa ini " Loch " Pak Eza " Ada apa Pak ?", seorang satpam menghampiri kami dan melihat kepada Gua.
Gua berhenti berjalan ketika satpam tersebut menghalangi Gua. "Pak ada apa Pak " Jangan gegabah Pak..", ucap satpam tersebut. "Minggir..", ucap Gua.
"Pak istigfar, istigfar...", lanjutnya.
"Lu mau Gua pecat malam ini juga ?", tanya Gua kepada satpam tersebut.
"Waduh.. Bukan gitu Pak, tapi situ mau ngapain bawa-bawa pisau sambil ngejar-ngejar orang.. Maaf Pak bukan saya lancang, tapi saya menjaga keamanan disini Pak.. Apalagi Bapak Bos saya Pak.. Istigfar ya Pak, istigfar.. Kita obrolin baik-baik..", terang si satpam mencoba menenangkan Gua. Gua menengok kebelakang tubuh satpam di depan Gua itu, menatap kepada Endra yang sedang ketakutan dan ditemani oleh seorang tukang parkir di sampingnya.
"Denger baik-baik Jing! Lu jangan sekali-sekali deketin Luna lagi.. Atau Gua bener-bener nebas Lu punya leher!!", ancam Gua seraya menunjuk wajahnya dengan pisau pemotong daging di tangan kanan ini.
Endra mengangguk cepat dengan ekpresi yang masih ketakutan.
"Sumpah, Gua gak akan deketin Luna lagi.. Maafin Gua.. Tolong bilang sama Luna, Gua cuma mau minta maaf.. Maaf banget bro...", ucapnya dengan suara yang bergetar.
"Gua pegang omongan Lu.. Sekali aja Gua denger Lu deketin Luna.. Gua pastiin isi tenggorokan Lu jadi makanan anjing...".
Endra mengangguk dengan cepat, lalu Gua meminta satpam tersebut membawanya pergi dari hadapan Gua.
Setelah itu Gua pun kembali masuk ke dalam restoran, baru saja Gua memasuki pintu utama resto, Luna sudah berdiri di depan pintu sambil melipat kedua tangannya.
"Abis ngapain kamu "!", tanyanya tegas sambil menatap mata Gua tajam.
"Aku enggak mau debat Lun.. Kamu bisa nebak apa yang aku lakuin tadikan...", jawab Gua seraya melewatinya dan masuk ke dalam resto.
Kami berdua kini sudah kembali ke lantai dua, Gua duduk di sampingnya, di balkon sambil memandangi jalan raya yang cukup dipadati kendaraan. Luna memeluk Gua dari samping dengan melingkarkan kedua tangannya kepinggang ini, sedangkan kepalanya bersandar ke dada Gua. "Za..".
"Ya ?". "Kamu marah sama aku ya ?".
Gua mengelus rambutnya hingga punggung. Lalu berbisik pelan. "Aku enggak marah sama kamu", jawab Gua.
"Za..", Luna menengadahkan kepalanya keatas untuk menatap wajah Gua,
"Kamu terima aku apa adanyakan " Gak menyesal dengan kondisi dan keadaan aku ini ?", tanyanya kali ini penuh kekhawatiran.
Gua tersenyum lebar. "Kamu dari kemarin nanyain itu terus sayang, berapa kali lagi harus aku jawab " Aku gak masalahin hal kayak gitu..".
"Tapi..", Luna menghentikan ucapannya.
Gua memundurkan tubuh agar kami bisa saling berdiri berhadapan. Lalu Gua memegang kedua sisi lengannya, menatap matanya lekat-lekat.
"Aku mencintai kamu dengan segala kekurangan yang ada dalam diri kamu Luna..", "Aku gak masalahin masa lalu kamu yang pernah hamil..",
"Yang terpenting kamu yang sekarang.. Kita.. Semua ini untuk masa depan kita kan ?", lanjut Gua.
Mata Luna berkaca-kaca. "Makasih Za.. Makasih banyak... Aku sayang sama kamu", balasnya lalu memeluk Gua, menyandarkan kepalanya ke dada ini.
Gua belai lembut punggungnya dan mencium ubun-ubun kepalanya. Luna menengadahkan kepala dan tangan kanannya membelai pipi kiri Gua.
"Kamu apain Endra ?", tanyanya.
"Aku cuma minta dia jauhin kamu, jangan pernah deketin kamu lagi.. Itu aja", Gua tersenyum kepada Luna.
"Jangan berlebihan ya sayang..", ucapnya.
Gua mengerenyitkan kening lalu menatapnya keheranan. "Maksud kamu " Jangan berlebihan gimana " Kamu takut dia kenapa-kenapa " Jangan-jangan kamu masi..", ucapan Gua terpotong.
Luna memundurkan tubuhnya. "Eza, apa siih.. Aku khawatir sama kamu Za.. Bukan sama Endra.. Aku tau kamu kalo udah emosi kayak apa!",
"Nanti yang ada masalahnya melebar kemana-kemana! Aku udah gak sayang sama dia, Za", "Buat apa aku gugurin janin itu kalo sayang sama dia " Aku benci sama Endra, benci... Kamu jangan pernah berfikir aku masih sayang sama dia!", tubuh Luna bergetar dan Linangan airmatanya sudah membasahi wajahnya yang cantik itu.
Gua menarik bahunya dan kembali memeluknya. Gua dekap tubuhnya erat. "Maafin aku Luna.. Maafin aku... Aku sayang sama kamu dan gak mau kehilangan kamu Lun..", bisik Gua dengan mata yang berkaca-kaca.
* * * 'Cause I'm your lady And you are my man
Whenever you reach for me I'll do all that I can
PART 88 Akhir bulan juli ini terasa berat untuk Gua dan Luna, walaupun dirinya belum benar-benar di wisuda tapi Luna sudah diterima bekerja di salah satu perusahaan asing, dan lebih beratnya, dia ditempatkan di luar negeri, Australia.
"Za, apa aku tolak aja ya pekerjaan itu ?", ucap Luna seraya menaruh mie goreng buatannya untuk Gua di atas meja makan.
"Loch " Kok malah ditolak Lun " Ini kesempatan kamu untuk memulai karir kan..", jawab Gua sambil menarik piring makan.
"Tapi aku berat harus jauh dari kamu Za. Lagian aku bisa cari pekerjaan lain di Jakarta", jawabnya sambil duduk di kursi samping Gua.
Gua memainkan garpu, memutar mie goreng yang masih mengepulkan asapnya.
Pikiran Gua bercabang. Sebenarnya Gua juga tidak ingin jauh dari Luna, dari dulu Gua tidak percaya dengan hubungan yang namanya LDR. Fak dat.
"Mmm.. Aku serba salah, aku juga gak bisa jauh sama kamu Lun.. Tapi ini juga demi masa depan kamu, aku gak mau jadi penghalang untuk karir kamu. Kalau dipikir-pikir kesempatan kayak gini jarang banget orang dapet loch", Gua berusaha menerima dan membohongi perasaan ini. Luna menopang dagunya dengan tangan kanan sambil menatap Gua lekat-lekat.
"Za.. Kalau kamu ikut ke Aussie gimana ?", tanyanya seraya memainkan rambut Gua dengan tangan kirinya.
Gua melirik kepada Luna dengan mie yang masih bergelantungan di mulut.
"Hahahaha.. Makan dulu iih.. Malah nengok ke aku, hahaha..", Luna tertawa geli melihat Gua yang belum memasukan seluruh mie kedalam mulut ini.
Beres menghabiskan makanan, Gua dan Luna kini duduk di ayunan halaman depan rumahnya. Kami duduk bersebrangan.
"Terus gimana Za ?".
"Ya mau gimana lagi, aku gak mungkinlah ikut kamu ke Aussie, kan aku masih kuliah Lun, apalagi abis lebaran aku mulai on the job training lagi... Abis itu nyusun tugas akhir", jawab Gua lalu menghembuskan asap rokok ke samping.
Luna menundukan kepalanya sambil memainkan kedua jemari tangannya, Gua tau dia sedang berfikir bagaimana baiknya untuk karir dan hubungan kami ini. Berat memang apa yang harus diputuskan, karena kami berdua sama-sama tau kalau hubungan jarak jauh itu tidaklah mudah. Entah akan bagaimana hubungan kami kedepannya, yang jelas Gua tidak ingin membebani dirinya dengan mengatakan tetap stay di sini dan mencari pekerjaan di Indonesia.
"Promise to me.. Kita jaga hubungan ini ya sayang.. Aku sayang banget sama kamu Za", ucapnya.
Gua tersenyum kepada Luna lalu melemparkan rokok sembarang ke rerumputan taman. Kemudian Gua memegang kedua tangannya dan menatap matanya lekat-lekat.
"Aku berusaha untuk ngejaga hubungan ini Luna.. I promise... Atau..". "Hm " Atau apa ?", tanyanya.
"Kamu mau aku nikahin dulu sebelum berangkat ke Aussie ?", Gua tersenyum kepadanya.
"Iiiihh... Apaan coba! Masa ngajakin nikah gitu.. Gak ada romantis-romantisnya banget... Huuuuh", Luna melepaskan genggaman tangan Gua lalu melipat kedua tangannya di depan dada dan memalingkan mukanya kearah lain.
Gua terkekeh melihat ekspresinya itu. "Hahahah... Ya gimana atuh " Aku ma gak bisa romantis dari dulu Lun.. Hahahah.. Maaf deh ya.. Hahaha", Gua tergelak.
"Ya gimana kek.. Minimal kamu petik tuh bunga terus baru deh lamar aku, huuu..", jawabnya masih cemberut.
Gua turun dari ayunan, memetik setangkai bunga mawar putih yang ada di halaman rumahnya itu, kemudian Gua bergegas ke mobil, mengambil sebuah kotak kecil dari dashboard lalu kembali mendekati Luna yang masih berada di ayunan.
Gua bersimpuh di samping ayunan lalu mengulurkan tangan yang memegang setangkai mawar puti h serta sebuah kotak yang baru saja Gua buka tutupnya. Mata ini menatap lekat-lekat kearah wajah seorang wanita yang terkejut dengan apa yang Gua lakukan ini.
"Franziska Luna Katrina.. Willst du mich heiraten ?" this is a simple marriage proposal...
Matanya berkaca-kaca melihat Gua sambil menutup mulutnya dengan satu tangannya, kemudian airmatanya mulai menetes perlahan. Tangan kanannya mencoba meraih setangkai bunga mawar putih dari genggaman tangan Gua. Tapi...
"Za.. Aku..", ucapannya tercekat,
"Aku.. Aku gak tau harus bahagia atau sedih..", dia menghentikan tangannya dan tidak jadi meraih bunga serta sekotak cincin yang Gua tunjukan.
"Sedih " Kenapa ?", Gua bertanya dalam kebingungan. "Za.. Aku mau menikah dengan kamu tapi...". "Tapi kenapa ?".
"Tapi apa kita bisa bahagia dengan perbedaan keyakinan ini Za ?".
*** Quote:Someday years 2xxx "Udah semua sayang ?", tanya istri Gua yang masih merapihkan beberapa barang kecil.
"Mmm.. Apalagi ya.. Udah deh kayaknya", jawab Gua sambil menatap beberapa barang yang sudah Gua masukan kedalam koper.
Wanita cantik yang sudah menjadi istri Gua itu mendekat lalu memeluk Gua dari samping. "I Love You Zaa..", bisiknya pelan.
Gua tersenyum mendengar ucapannya lalu menengok kepadanya. "I Love You too sayang".
Gua berbalik hingga kami saling berhadapan, Gua pegang kedua sisi pinggangnya, lalu menatap matanya yang indah itu.
"Finally ya sayang, here we are... Enggak nyangka akhirnya aku bisa menikahi kamu hehehe..". "Panjang dan berliku rasanya beberapa waktu lalu ya...".
Gua mengangguk mengiyakan ucapannya itu. "Andai aku gak melakukan hal gila itu, gak mungkin aku dapetin kamu sekarang.. Hehe.. Terkadang sedikit menjadi jahat itu perlu".
"Tapi dasarnya aku memang mencintai kamu.. Jadi aku rasa saat itu kamu tepat waktu kok.. Makasih ya, makasih untuk semuanya Za", Dia memeluk Gua dan menyandarkan kepalanya ke dada ini.
"Aku yang harusnya berterimakasih sama kamu sayang.. Kamu yang nerima aku dengan segala kekurangan ku selama ini.. Makasih banyak ya.. Dan aku janji.. Aku janji akan buat kamu bahagia semampu ku", ucap Gua sambil mengelus punggungnya.
"I love you". "I love you too..".
Gua memegang dagunya dan mengangkatnya sedikit agar wajahnya menatap Gua, lalu Gua memiringkan wajah ini dan mencium lembut bibirnya.
Setelah beberapa menit Gua mencium lembut bibir istri Gua itu, Gua lihat matanya berkaca-kaca. "Kenapa ?", tanya Gua.
"Aku ngerasa bahagia, bahagia atas apa yang sudah aku dapatkan sekarang.. Menjadi pendamping kamu.. Menjadi istri kamu Za.. Aku sayang kamu..", ucapnya tulus.
Tidak bisa Gua ungkapkan dengan kalimat-kalimat apapun saat ini.
Kamu tau sayang, aku lah yang beruntung mendapatkan cinta kamu, memiliki kamu menjadi istri ku sampai detik ini... Aku tau kamu baca part kali ini... Selama ini, apa yang sudah kamu korbankan sudah melebihi pengorbanan wanita manapun di dunia ini bagi aku... Sayangku, istri ku tercinta.. Maaf untuk segala apa yang pernah aku perbuat dalam kesalahan dan dosa.
Aku mencintai kamu tulus, menyayangi kamu sepenuh hati, walaupun kamu tau hati ini sudah terbagi. Ya, kamu tau aku tidak mungkin melupakan Ressa. Dan sampai detik ini pun kamu mengetahui bahwasannya kamu bukanlah penggantinya, tapi pelengkap... Pelengkap atas cinta kita semua. Kamu lah bidadari dunia dan surga bagi ku...
Suatu saat nanti, mereka... Para pembaca cerita kita.. Akan mengerti dan paham, bagaimana pengorbanan besar yang kamu berikan untuk keluarga kita ini adalah sebuah keikhlasan dan ketulusan dari wanita yang pernah hidup di dunia ini.
Sampai saat itu tiba, biarkan aku menuliskan setiap perih dan sakit atas luka yang pernah aku alami.
I love you... R.A ~ 130617.
Bulan agustus 2009 membuat hubungan antara Gua dan Luna harus terpisahkan oleh jarak sejauh 1.871 miles. Ya, pada akhirnya Luna menerima pekerjaan sebagai salah satu karyawan di perusahaan di kota Perth, Australia. Walaupun berat bagi Gua berpisah dengannya, tapi Gua sebisa mungkin untuk tidak menghalanginya mengejar karir masa depannya itu, Gua berusaha ikhlas dengan tidak menunjukkan perasaan sedih dihadapannya. Sebisa mungkin Gua selalu mendukung setiap langkah yang ia pilih, tentu saja selama itu baik untuk dirinya dan juga karirnya.
Semenjak keberangkatan Luna di awal agustus ini hingga seminggu setelahnya kami berkomunikasi via email lalu kemudian berganti ke chatting di bbm setelah Luna membeli smartphone blackberry di sana. So far kami berdua berkomunikasi dengan lancar walaupun perbedaan waktu antara kami berjarak sekitar empat jam setengah. Luna tinggal di sebuah apartemen yang memang sudah di sediakan oleh pihak perusahaan. Kalau dipikir-pikir betapa beruntungnya Luna mendapatkan pekerjaan itu, baru keterima sebagai karyawan tapi sudah mendapatkan salah satu fasilitas yang terbilang mewah.
Disini, di Indonesia Gua menjalani hari-hari seperti biasa walaupun tanpa sang kekasih, Gua mengikuti perkuliahan apa adanya tanpa sekalipun mangkir. Sampai memasuki bulan puasa di tahun 2009 ini perkuliahan Gua mulai semakin sibuk dengan tugas dan juga beberapa quiz serta ujian akhir semester karena setelah lebaran nanti Gua akan kembali melakukan OTJT atau PKL lagi seperti tahun sebelumnya.
Skip ke waktu setelah ujian tapi masih di bulan puasa atau agustus. Saat itu Gua berada di kampus sedang membicarakan beberapa rekomendasi hotel yang akan mahasiswa/i pilih. Gua bersama Kinan berada di taman kampus.
"Kamu jadinya ke Bali Kak ?", tanya Gua sambil melihat lembaran berisi daftar hotel bintang empat yang berada di seluruh Indonesia.
"Iya Za, kalo di sini, keluarga masih takut..", jawabnya melirik kepada Gua. "Takut " Ooh.. Bom ya ?", Gua menerka.
"Iya Za, kamu tau sendiri, baru sebulan lalu loch bom meledak di dua hotel, daerah mega kuningan itu..", jawab Kinan lagi.
Benar apa yang dikatakan Kinanti, tanggal tujuh belas juli lalu sempat terjadi dua ledakkan bom di dua hotel berbeda di kawasan mega kuningan, Jakarta. Oleh karena itu pula lah, sebenarnya pihak kampus ingin mengundur jadwal mahasiswanya yang akan melaksanakan PKL di hotel-hotel.
"Hmm.. Iya ya, tapi di Bali juga kan tahun 2002 sama 2005 ada serangan bom Kak, gak takut juga ?".
"Gimana ya, serba salah Za, takut sih, tapi aku mau cari pengalaman ditempat yang lebih banyak turisnya, dan kalau udah begini kita pasrahkan sama Tuhan Za..", jawabnya lagi, "Lagian ada nilai lebihnya kan kalau di Bali, bisa sekalian holiday, hihihi..", jawabnya kali ini seraya memainkan blackberry miliknya.
Gua masih bingung akan memilih PKL di hotel mana, sampai akhirnya Gua tidak sengaja membolakbalik lembar informasi yang masih Gua pegang dan membaca salah satu nama hotel bintang empat, Gua baca detail informasi hotel tersebut lalu tersenyum.
"Kak...". "Ya ?". "Aku kayaknya milih PKL di sini aja", Gua menyodorkan lembar kertas tersebut kepada Kinan.
Kinan melirik lalu membaca lembar tersebut. "Wah.. Serius " Panas loch katanya di sana..", Tante Gua itu menatap Gua.
"Enggak apa-apa, kayaknya aman ini pulau.. Lagian...", Gua mendongakkan kepala menatap dedaunan dari pohon di atas sana. "Lebih dekatkan ngunjungin perempuan yang memiliki hati malaikat itu...", lanjut Gua seraya tersenyum.
"Hmmm.. Iya sih, apalagi udah gak perlu visa kesana ya sekarang.. Bisa tuh pulang pergi untuk ngunjungin dia", timpal Kinanti.
Gua menoleh kepadanya lalu mengangguk. "Yap.. Aku milih di hotel itu aja", lanjut Gua.
Kinan tersenyum dan mengangguk. "Saling jaga diri ya Za, kabar-kabarin aku loch.. Jangan lupa telpon kalo beneran jadi PKL di Batam..", ucapnya mengingatkan.
"Pasti.. Makasih, kamu juga hati-hati di Bali ya", balas Gua.
*** Suatu hari di bulan september, tepat satu minggu setelah lebaran tahun 2009 Gua sedang kedatangan tamu. Tamu seorang wanita yang datang bersama keluarganya di pagi hari itu sudah duduk di sofa ruang tamu rumah Gua. Saat itu Gua ditemani keluarga, ada Nenek, Mba Laras, Om, Tante serta anak mereka.
"Apa kabar Pah, Mah ?", tanya Gua setelah sebelumnya kami semua saling memaafkan di suasana yang masih fitri ini.
"Alhamdulilah baik Za, kamu gimana " Kelihatannya juga baik dan sehat ya " Agak gemukan loch sekarang", jawab sang Papah.
Gua mengangguk sambil tersenyum. "Ya, alhamdulilah Pah.. Kemarin-kemarin habis selesai ujian akhir, bulan depan sih rencananya mau ke Batam", jawab Gua.
"Ke Batam " Ngapain Mas ?", tanya Mba Yu kali ini yang duduk tepat di samping Gua.
"Aku mau magang di salah satu hotel di Batam Mba.. Ya magang terakhir, setelah itu aku nyusun tugas akhir, mudah-mudahan lancar, aku minta do'anya ya...", jawab Gua.
"Ooh udah semester akhir ya Mas, aku lupa kalo kamu ambil D3..", ucap Mba Yu, "Hati-hati disana ya Mas, jaga diri baik-baik.. Oh ya, berapa lama kamu magangnya ?", tanya Mba Yu.
"Tiga bulan Mba, akhir tahun selesai kok.. Kalo teman-teman angkatan aku november nanti udah di wisuda..", jawab Gua sambil mengambil cangkir teh lalu meneguknya seidkit.
Setelah itu hanya obrolan santai diantara kami dalam suasana pagi menjelang siang ini. Nenek mengajak keluarga Mba Yu untuk makan siang bersama di ruang makan. Ketika mereka semua sudah duduk di kursi makan masing-masing, Gua mengajak Mba Yu untuk makan berdua di halaman belakang, duduk di dalam gazebo berseberangan.
"Mba, gimana Yogyakarta ?", tanya Gua sambil menyendok nasi dan lauk di piring.
"Hm.. Mm.. Ya gitu aja sih, suasana yang nyaman dan cukup bikin aku betah", jawab Mba Yu setelah menelan makanannya.
"Aku baru satu kali kesana, waktu tur dari sekolahan jaman SD.. Pingin satu hari nanti main ke keraton, jalan-jalan di malioboro dan ke bukit bintang..".
Mba Yu tersenyum. "Kapan " Ayo nanti aku yang jadi tour guide nya deh", jawab Mba Yu antusias. "Kapan ya... Mmm.. Kayaknya selesai pkl baru bisa.. Mepet kalo sekarang waktunya".
"Huu.. Lama dong masih tiga bulan lagi", ucapnya sambil memanyunkan bibir.
"Hehehe.. Ya gimana atuh, kan sekarang ma gak mungkin Mba.. Nanti kamu ajak Feri, aku ajak..", Gua menghentikan ucapan.
Mba Yu menatap Gua lagi lalu terkekeh pelan. "Ajak Luna " Gitu aja takut ngomong kamu Mas.. Hihihi..", Mba Yu mengambil gelas yang berisi sirup lalu meneguknya.
Gua tersenyum lalu salah tingkah mendengar ucapannya. "Hehehe.. Yaa gitu lah. Ngomong-ngomong kamu abis dari sini mau ke rumah Feri " Atau Feri yang ke rumah kamu ?", tanya Gua.
Mba Yu meletakan gelas minumnya lalu merapihkan helaian rambut yang menutupi wajahnya dan memalingkan muka kearah kolam renang. Matanya sendu menatap kearah sana. "Mba " Kenapa ?", Gua meletakkan piring makan.
Mba Yu masih terdiam, tapi kali ini matanya terpejam. Gua berdiri dan duduk di sampingnya. "Hey.. Kamu kenapa " Apa omongan ku ada yang salah Mba ?", Gua memegang bahu kanannya. Dia menggelengkan kepala lalu tertunduk.
"Mba, maaf bukan aku mau ikut campur masalah hubungan kamu dengan Feri, tapi.. Kalo kamu mau cerita, aku bersedia mendengarkannya Mba. Mungkin sedikit beban kamu bisa terlepas..", ucap Gua lagi seraya mengelus-elus bahunya itu.
Lalu beberapa detik kemudian Mba Yu menubruk tubuh Gua dari depan, dia memeluk Gua, dan ya... Dia menangis, tubuhnya sedikit bergetar walaupun tangisannya pelan. Gua sempat terkejut dengan keadaan ini, mencoba memahami perasaannya dan berharap bisa meringankan bebannya walaupun sedikit. Bukan Gua ingin mengambil kesempatan atau melakukan hal bodoh seperti kebanyakan lelaki lain di luar sana.
Tapi ini Sherlin, Mba Yu Gua. Seorang wanita yang dengan ketulusan hatinya pernah menemani Gua disaat terpuruk ketika SMA dahulu, saat Gua bersitegang dengan keluarga Nindi. Dan dia lah wanita yang menemani Gua ketika hal buruk itu terjadi. Apa yang pernah kami lalui saat itu sudah lebih dari cukup bagi kami untuk saling percaya dan menjaga silaturahmi walaupun kami sempat menjauh saat dia bersama Feri dan saat Gua bersama almh. Istri Gua. Tapi bukan berarti hubungan kami menjadi buruk. Kedua orangtuanya sudah menganggap Gua sebagai kelaurga mereka, begitupun Mba Yu dimata Nenek. Jauh sebelum kami berpacaran, saat itu Gua masih SMP, Nenek sudah melihat sosok Mba Yu sebagai wanita yang baik dan pengertian, dimana ketika itu orang lain mungkin menganggap dirinya nakal.
Gua mencoba membalas pelukannya dengan perlahan tanpa sedikitpun berfikir mencari kesempatan. Gua mencoba membiarkannya larut dalam kesedihan itu, Gua biarkan dirinya menumpahkan tangis dalam pelukan ini. Karena Gua tau, salah satu hal yang pertama kali bisa kita lakukan ketika seseorang sedang merasa sedih adalah membiarkannya 'menikmati' kesedihan itu sendiri. Setelah itu, setelah ia selesai meluapkan tangis sedihnya, barulah kita bisa mencoba mengajaknya berbicara dari hati ke hati.
Lambat laun tubuhnya mundur dan melepas pelukan, lalu Mba Yu menyeka airmatanya dengan sweater berwarna hijau tosca yang ia kenakan. Matanya sedikit sembab walaupun tidak begitu kentara.
Gua tersenyum tipis menatap wajahnya, lalu memegang pipi kanannya dengan telapak tangan kiri. "Mau cerita ?", ucap Gua lembut.


Asleep Or Dead Karya Bunbun di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Mba Yu mengangguk lalu menghirup udara dalam-dalam dan menghembuskannya perlahan seraya memejamkan matanya. Sedetik kemudian dia kembali membuka mata dan menatap wajah Gua sambil memaksakan tersenyum.
"Feri selingkuh...", ucapnya pelan nyaris berbisik.
Gua menghembuskan nafas kasar. Lalu melirik kearah kolam renang. Di dalam fikiran Gua, segala kesalahan yang pernah Gua perbuat dulu kepada Mba Yu kembali muncul. Ya, dosa-dosa saat Gua masih berhubungan dengannya ketika di SMA. Berapa kali Gua diam-diam selingkuh dengan adik kelas dan kakak kelas ketika kelas dua dulu. Semua itu karena kami tidak satu sekolah dan Gua masih dalam kondisi labil. Ucapannya tadi yang mengatakan Feri selingkuh membuat Gua malah 'tersindir', jelas Gua malu dan tidak enak hati.
"Mba, maaf.. Apa kamu yakin dia selingkuh " Karena yang aku tau dia ngejar-ngejar kamu dari kelas satu SMA kan " Dari sebelum sama aku.. Masa sih dia berani sel...", ucapan Gua terpotong.
"Aku liat dengan mata kepalaku sendiri Mas, dan ini udah kejadian yang ketiga kalinya dengan perempuan yang sama!", selanya dengan nada yang cukup emosi.
Gua terkejut mendengarnya. Lalu menelan ludah. "Ehm.. Mm.. Kamu kenal sama perempuan itu ?", tanya Gua hati-hati.
"Adik tingkatnya di kampus..", jawab Mba Yu.
"Huuftt.. Kalian beda kampus ya.. Mmm.. Terus sekarang hubungan kalian ?".
"Aku gak tau hubungan ini mau gimana Mas.. Aku capek, aku gak bisa begini terus", jawabnya dengan suara yang bergetar.
Gua mengambil gelas minum miliknya dan memintanya untuk minum dulu. Kemudian Gua kembali bertanya dengan hati-hati.
"Maaf nih Mba.. Tapi aku agak heran sama kamu, ya walaupun mungkin alasan kamu karena udah sayang dan cinta sama dia, tapi aku tetep aja bingung..", ucap Gua,
"Mba.. Kalo memang dia udah kebukti selingkuh dan ternyata sampai tiga kali dengan wanita yang sama. Kenapa kamu masih bertahan " Maksud aku dari jawaban kamu barusan yang aku tangkap kalian belum putus.. Atau ya yang aku terka tadi, segitu sayangnya kamu sama dia ?", tanya Gua seraya menerka perasaan Mba Yu kepada Feri.
"Bukan gitu Mas, tapi...", Mba Yu melirik kearah lain sambil menggigit bibir bawahnya.
Gua menunggu alasannya, sampai beberapa detik tapi dia masih terdiam. Sampai akhirnya Gua kembali bertanya.
"Tapi apa Mba ?".
Mba Yu melirik kepada Gua kali ini, menatap mata Gua lekat-lekat. "Tapi masalahnya dia udah minta aku..", ucapnya.
Gua mengerenyitkan kening, mencoba memahami ucapannya itu. Tapi tetap saja Gua tidak bisa menangkap maksudnya.
"Minta gimana maksud kamu Mba ?".
"Feri udah minta aku ke Papah dan Mamah, Mas..".
Degh! Entah kenapa tiba-tiba jantung Gua seperti berhenti berdetak mendengar ucapannya barusan. Fikrian Gua sempat kosong dan gagal fokus dengan apa yang baru saja Gua dengar. "Mas.. Mas.. Hey.. Kamu kenapa diem ?".
"Eh " Euu.. Ehm.. Uhuk.. Enggak.. Enggak apa-apa Mba. Sorry sorry.. Gimana tadi " Kamu bilang apa " Dia minta kamu ke orangtua kamu ?", Gua tersadar dan mencoba menguasai diri.
Mba Yu mengangguk lemah seraya menundukan wajahnya. "Iya... Dia itu serius ngejalanin hubungan ini sama aku, sebelum puasa kemarin, dia bawa orangtuanya ke rumah, perkenalan keluarga gitu..", ucapnya pelan.
"Serius kamu mau dilamar sama Feri Mba "!!", stupidity, how can i said that!! Bodoooh, kenapa Gua bisa tiba-tiba reflek terkejut sampai menanyakan hal tersebut dengan mencengkram tangannya kuatkuat.
"Eh " Kamu.. Kamu kenapa Mas ?", Mba Yu pun terkejut dengan perubahan sikap Gua yang mendadak ini.
Gua tersadar lagi dan melepas cengkraman tangan ini dan mengusap wajah sebentar. "Ehm.. Maafmaaf Mba, aku.. Aku cuma kaget aja... Hehehe.. Maaf, hehehe..".
Mba Yu mengerenyitkan kening sambil menatap Gua lekat-lekat. "Mas.. Kamu...?".
"Ooh bukan bukan.. Maksud aku, aku kaget aja masa secepat ini kamu mau nikah Mba " Kan kalian masih kuliah Mba.. Iyakan ?", jelas terlihat kalau Gua salah tingkah.
"Bukan gitu, rencananya tahun depan, setelah kami lulus kuliah dia mau menikahi aku", lanjutnya.
What " Seriously " Aaah.. Ya ya ya.. Mba Yu kan sudah selesai skripsi dan tahun depan dia di wisuda. Tapi.. Wait a sec.. Really " Mba Yu mau nikah " Oh c'mon Eza, apa hubungannya sama Lu "!.
Gau menarik nafas dalam-dalam lalu menghembuskannya perlahan sambil memejamkan mata, sejenak Gua menertalisir perasaan yang berkecamuk karena shock therapy akibat pernyataan yang Mba Yu katakan tadi.
"Mm.. Okey.. So kalian udah saling bertemu keluarga ya, terus.. Keluarga kamu " Terima lamarannya ?", tanya Gua pelan.
"Iya, Papah dan Mamah nerima lamaran keluarga Feri, Mas.. Dan kami baru akan membicarakan tanggal pernikahan bulan depan, kapan dan dimananya".
Wow... Really really fakin Gut news rite ".
"Tapi Mba, sekarang kan hubungan kalian kayak gini.. Maksud ku maaf ya.. Keputusan kamu gimana ?".
"Itu dia Mas yang aku bingungin, aku bimbang dan gak yakin sama Feri..", jawabnya meragu.
Okey Gua akui Gua masih memiliki perasaan sayang kepada Mba Yu Sherlin. Dan situasi yang sedang dialami Mba Yu dalam hubungannya saat ini sangatlah rentan. Di satu sisi jujur Gua masih belum rela melepaskannya apalagi sampai menikah dengan orang lain. Yap egois " Sebutlah begitu, tapi fikiran Gua pun mengingatkan bahwa Gua bukanlah siapa-siapa baginya, hanya sekedar sahabat, dan satu hal terpenting. Ada Luna yang sudah menjadi kekasih Gua saat ini. Begitupun dengan Mba Yu yang masih memiliki pasangan. Oh oke ralat, Mba Yu sudah memiliki tunangan. Dan jika Gua ingin menjadi penghancur hubungan mereka berdua saat ini kemungkinan berhasilnya sangatlah besar. Terserah kalian sebagai pembaca mau menanggap Gua terlalu pede atau terlalu yakin, yang jelas, sedikit saja mulut ini menghasutnya, lepas sudah ikatan lamaran diantara mereka.
"Jujur Mba, aku sendiri gak tau mau bilang apa sama kamu.. Masalahnya ternyata gak sesimpel perkiraan aku. Andaikan Feri dan keluarganya belum melamar kamu mungkin akan lebih mudah mengambil keputusan.. Ya walaupun bisa aja kamu beritahukan soal kesalahannya kepada keluarga Feri dan aku yakin mereka akan malu dan menerima.. Jika...", Gua diam sejenak. Mba Yu menatap Gua, menunggu Gua meneruskan kalimat yang akan Gua ucapkan. "Jika apa Mas ?".
"Ehm.. Glek..", Gua menelan ludah,
"Jika kamu batalkan tunangan itu", lanjut Gua tanpa berani menatapnya. Gua melirik kearahnya dan Mba Yu sedang menatap Gua sambil tersenyum. "Hm " Kenapa Mba ?", tanya Gua heran.
Mba Yu menggelengkan kepala lalu menepuk punggung tangan kanan Gua pelan.
"Kamu, enggak mau rebut aku dari Feri, Mas ?", tanyanya dengan nada jahil dan tersenyum semakin lebar.
Benerkan kata Gua " Shitttt!!!.
Mba Yu terkekeh pelan melihat Gua kikuk dan Gua yakin dia sadar kalau wajah Gua sedikit memerah karena malu. Lalu tanpa Gua sadari, Gua pun malah ikut tertawa bersamanya.
Masih tertawa bersama karena fikiran ngawur kami masing-masing, tiba-tiba suara seorang wanita dari arah depan gazebo mengagetkan Gua.
"Oh ada yang seru kayaknya ya.. Sampai kalian ketawa-tawa gitu..". Gua menengok ke samping lalu terkejut menatapnya. "Luna "!!", ucapan Gua sedikit tercekat.
When you marry And you look around
I'll be somewhere in that crowd Torn up, that it isn't me
But if time is all I have I'll waste it all on you PART 90
"Kamu.. Kamu kok bisa ada di sini Lun ?", tanya Gua cukup terkejut. "Aku baru sampai tadi malam Za, kenapa " Gak suka aku ada disini ?".
"Loch bukan gitu Lun.. Cuma aku kaget aja kamu tiba-tiba datang ke sini, gak ada kabar sebelumnya..", Gua berdiri lalu berjalan keluar gazebo menghampiri Luna. "Jelaslah kamu kaget, ternyata lagi berudaan sama Sherlin..!!", jawab Luna ketus.
Gua menghela nafas kasar lalu melirik kepada Mba Yu yang masih duduk manis sambil meminum sirupnya dengan santai.
"Keluarganya lagi silaturahmi kesini Lun.. Bukan maksud lain kok", ucap Gua yang sudah menatap kembali kepada Luna.
"Enggak ada masalah kok sama keluarganya. Tapi yang jadi masalah untuk apa kamu sama dia berduaan di sini " Hm "!".
"Bukan gitu.. Kamu salah paham Lun..".
"Ya jelaslah aku salah paham Za! Keluarga kamu di dalam semua, kalian malah berduaan disini! Ngapain "!", Luna mulai emosi.
Mba Yu berdiri dan keluar dari gazebo lalu menghampiri kami berdua.
"Luna, maaf kalo kamu gak suka aku deket sama Eza...", ucap Mba Yu yang sudah berada diantara Gua dan Luna,
"Aku kesini cuma silaturahmi kok, gak ada maksud apa-apa dan kami tadi habis makan aja karena di ruang makan udah penuh", lanjutnya.
Luna menatap Mba Yu dengan ekspresi cemburu, ya jelas terlihat dari sorot matanya itu.
"Aku masuk dulu Mas..", Mba Yu berjalan kearah pintu, lalu berhenti sebentar dan berbalik melihat Luna,
"Kamu enggak perlu khawatir aku rebut Eza dari kamu Lun. Karena suatu saat nanti dia akan lihat siapa yang sebenarnya harus dikhawatirkan..", ucap Mba Yu sambil tersenyum. "Heh! Apa maksud kamu Sher "!!", teriak Luna sambil melotot kearah Mba Yu.
Tapi Mba Yu mengacuhkannya, dia kembali berjalan masuk ke dalam rumah. Luna masih nampak emosi dan hendak memanggil Mba Yu lagi, tapi Gua buru-buru menahan bahunya dan membalik tubuhnya agar menatap Gua.
"Hei hei.. Udah udah, mau ribut lagi kayak dulu ?", ucap Gua pelan. "Apa " Kamu belain dia "! Kamu tuh ngeselin tau gak "! Iih!". Kyuutt... lengan Gua dicubit.
"Waaaww.. Sakiiitt sakit sakitt.. Ampun Lun aah... Aw aw aaaww..", Gua meringis ketika cubitannya sudah ia lepas lalu Gua mengelus-ngelus lengan yang perih itu.
"Aku datang jauh-jauh, minta izin untuk ketemu kamu, tapi sampai disini apa yang aku liat "! Hah "!", sungutnya kesal kepada Gua.
"Ssshh.. Aduh, bentar bentar, duduk dulu ya.. Ayo sini masuk", Gua mengajak Luna duduk kedalam gazebo.
Kami duduk bersebelahan lalu Gua memegang kedua tangannya sambil tersenyum. "Kamu udah ketemu keluarga aku ?", tanya Gua lembut.
"Udah tadi, udah minal aidin juga sama keluarga kamu dan keluarga Sherlin..", jawabnya pelan. "Terus kenapa kamu gak minal aidin juga sama Mba Yu ?", tanya Gua lagi sambil tetap tersenyum. Luna mendelik lalu memutar bola matanya dan memanyunkan bibir. Ekspresinya lucu saat itu.
"Enggak! Dia dong yang harusnya minta maaf duluan.. Kan kamu sekarang pacar aku. Ngapain dia berdua-duaan disini sama cowok orang, bikin kesel aja..".
Gua terkekeh pelan, lalu membelai sisi wajahnya sebentar. "Hey, meminta maaf duluan lebih baik loch daripada menunggu orang lain minta maaf..", ucap Gua.
"Terus maksud kamu aku salah " Iya ?".
Gua menggeleng pelan. "Bukan itu, kalo salah ma semuanya juga punya salah pasti... Yaudah kalo enggak mau enggak apa-apa..", lanjut Gua seraya mengucek poninya.
Luna masih saja cemberut sambil membuang muka kearah kanan.
"Aku sama Mba Yu tadi cuma makan aja, terus kita ngobrol sedikit.. Soal hubungan dia sama cowoknya..", Gua mulai menjelaskan.
Luna melirik kepada Gua, lalu bertanya juga pada akhirnya. "Kenapa sama hubungan mereka ?".
Gua tersenyum lalu menggelengkan kepala. Lalu mulailah Gua menceritakan apa yang sebelumnya Gua dengar dari Mba Yu, Luna mendengarkan dengan seksama tanpa sedikitpun mengintrupsi.
"Gitu ceritanya Lun..", ucap Gua selesai bercerita, kemudian mengambil sebatang rokok dari bungkusnya.
"Terus keputusan dia gimana ?", tanya Luna.
Gua membakar sebatang rokok sambil menaikkan kedua bahu, lalu menghisap dalam-dalam dan mengehembuskannya keatas.
"Ffuuuhh... Entah Lun, aku enggak tau keputusan dia apa, yang jelas dia ragu sama Feri...".
Luna memalingkan mukanya lalu menatap kolam renang di depan sana dengan tatapan kosong. Entah dia sedang memikirkan apa. Kemudian Gua menepuk punggung lengannya pelan. "Kenapa " Kok diem ?", tanya Gua.
"Enggak.. Enggak apa-apa..", jawabnya pelan.
Gua tau dia sedang memikirkan sesuatu. "Jangan gitu, kamu mikirin apa " Cerita sama aku..". "Maaf Za..", Luna menundukan kepalanya.
"Maaf " Kenapa kamu minta maaf ?", tanya Gua lagi seraya menghisap rokok lalu kembali menghembuskan asapnya.
"Enggak tau Za, aku.. Aku malah takut apa yang dialami Sherlin menimpa hubungan kita". Gua mengerenyitkan kening lalu memiringkan wajah untuk menatap matanya. "Maksudnya " Aku selingkuh juga ?".
Luna berbalik menatap mata Gua, dia terdiam tanpa menjawab pertanyaan Gua itu. Namun Gua tau maksudnya kalau dia memang takut akan satu hal tadi.
"Hmmm... Kenapa kamu bisa berpikir kalo aku bakal selingkuh " Lagipula sama siapa ?".
Luna berdiri, berjalan ke sisi gazebo menatap kolam renang dan melipat kedua tangannya dengan posisi membelakangi Gua.
"Aku gak tau tapi... Tapi aku ngerasa kamu dan Sherlin itu kayak...".
"Hey.. Sssstt..", Gua mendekatinya lalu melemparkan rokok kearah luar gazebo, "Kamu kok mikir gitu sih Lun " Aku sama dia sekarang gak lebih dari sekedar sahabat dekat aja.. Beneran", lanjut Gua sambil memeluknya dari belakang.
Luna menengok kearah kanan, dimana wajah Gua tepat berada disisi wajahnya itu. Lalu dia menggelengkan kepala perlahan.
"Aku takut kamu kembali sama dia Za.. Aku tau dia masih sayang sama kamu dan kamu sendiri... Masih sayangkan sama dia ?", tebaknya.
"Luna.. Dia udah jadi masa lalu aku, sekarang kami cuma bersahabat.. Dia udah punya tunangan.. Aku gak akan negerebut dia kok.. Aku janji".
"Siapa yang bisa jamin Za " Sedangkan aku sama kamu sekarang harus terpisah jauh".
Gua melepaskan pelukan lalu membalik tubuhnya. Gua pegang kedua bahunya lalu menatapnya lekat-lekat.
"Sayang.. Kalo kamu berfikir pesimis soal hubungan ini ya gak akan bener.. Kamu akan selalu berfikir negatif ke aku..", ucap Gua,
"Sekarang coba untuk saling percaya, kalo mau jujur.. Aku juga takut kamu disana di deketin cowok lain Lun.. Tapi aku percaya sama kamu, kamu akan ngejaga hubungan ini.. Iya kan ?". Luna tersenyum tipis, keraguan jelas masih terpancar dari matanya itu. "Percaya sama aku, aku akan jaga hubungan kita Luna.. Please..", lanjut Gua.
Luna mengangguk lalu memeluk Gua, menyandarkan kepalanya ke dada ini. "Aku sayang banget sama kamu Za.. Please jangan buat aku kecewa..", ucapnya dengan suara parau.
Gua membelai rambutnya dan punggungnya. "Iya.. Aku akan berusaha buat hubungan ini jadi lebih baik, aku akan berusaha jaga kepercayaan kamu untuk aku..".
*** Awal bulan oktober Gua sudah mulai menjalani PKL dengan magang di salah satu hotel di pulau Batam. Saat itu ada dua mahasiswa satu kampus dengan Gua magang di hotel yang sama. Sebut saja namanya Anton dan Viki. Mereka berdua sebenarnya adik tingkat Gua, namun kami satu kelas karena Gua sempat tersendat perihal cuti beberapa bulan kebelakang. Dan untuk mereka berdua, ini adalah kali pertama pengalaman magang di hotel.
Gua mendapatkan mess bersama kedua teman Gua itu. Mirip bangsal lebih tepatnya. Seminggu pertama Gua langsung mendapatkan pekerjaan yang cukup banyak di kitchen, sedangkan kedua teman kampus Gua berbeda section, Anton magang dibagian Bar, sedangkan Viki menjadi seorang housekeeper.
Apa yang dikatakan Kinanti benar ternyata. Panas cuaca di Batam, apalagi di mess. Gua selalu berkeringat dan kepanasan di pulau ini. Belum lagi ternyata biaya hidup cukup mahal, satu bungkus rokok kesukaan Gua lebih mahal dibandingkan dengan harga di pulau jawa. Beruntung untuk konsumsi atau makanan, karena Gua magang di kitchen maka soal perkara kebutuhan perut tidak terlalu Gua pusingkan.
... Skip. Sudah satu bulan Gua magang di hotel ini, sedangkan komunikasi Gua dengan Luna terbilang cukup lancar, setiap hari kami berdua saling mengabari lewat bbm.
Di bulan november ini Gua sudah mendapatkan dua izin, pertama dari pihak hotel untuk mengambil libur selama tiga hari. Kok bisa " Jelas bisa, karena faktor hubungan kerja antara Gua dengan kepala Chef di hotel ini sangat baik. Dari satu bulan pertama Gua mulai magang, Gua baru satu kali li bur, walaupun anak magang dengan karyawan memiliki jadwal sama, yaitu satu minggu sekali mendapatkan hari libur tapi Gua memilih untuk masuk magang atau bekerja, karena fikir Gua ketika itu untuk apa Gua libur dan bersantai di mess " Lebih baik masuk dan mendapatkan makanan gratis, lebih baik lagi Gua mendapatkan banyak ilmu memasak dengan berbagai macam masakan. Soal libur dan berjalan-jalan di pulau ini tidak begitu menarik perhatiaan Gua, toh view dari tempat hotel magang lebih dari cukup untuk memanjakan mata ini, apalagi jika Gua masuk pagi dan pulang sore hari, Gua dan beberapa karyawan serta kedua teman kampus Gua sering nongkrong di salah satu pantai yang viewnya menampakkan negara tetangga sejauh mata memandang.
Izin kedua, Gua dapatkan dari sang kekasih. Ya Gua bercerita kepadanya akan niatan Gua yang ingin pergi ke negara sebrang untuk menemui seorang wanita di bulan ini. Setelah Gua mendapatkan izin dan tidak banyak bekal yang Gua bawa selain uang yang cukup, akhirnya Gua berangkat ke Singapura dengan menggunakan kapal ferry.
Hari ini Gua berangkat ke Singapura dari pelabuhan di Batam dan setelah beres mengurus urusan administrasi, Gua pun berangkat naik kapal ferry untuk menempuh perjalanan laut sekitar satu jam. Siang hari Gua sudah sampai di harbourfront Singapura, sampai disini Gua pun ikut turis lainnya untuk kembali menyelesaikan urusan administrasi imigrasi. Selesai mengisi form dan tujuan Gua untuk berlibur, akhirnya resmi sudah Gua menjadi turis di negara tersebut.
Gua membeli sebuah simcard lalu memasukannya ke smartphone Gua, setelah proses mengganti simcard beres, Gua langsung menelpon seorang wanita yang sudah cukup lama tinggal di negara ini.
Quote:Percakapan via line : Gua : Hallo Assalamualaikum..
Nona Ukhti : Walaikumsalam..
Gua : Hai Ve.. Aku udah sampe pelabuhan harbourfront nih..
Nona Ukhti : Eh Eza, iya iya, sebentar lagi aku sampai kok, lima menit paling ya Za, aku masih di mobil
Gua : Okey, aku tunggu di depan mall Vivo City ya.. Nona Ukhti : Okey Za, sebentar ya..
Setelah menunggu sekitar lima menit Gua pun masuk ke dalam mobil sedan berwarna putih dan duduk dibelakang bersama Nona Ukhti.
"Assalamualaikum Za..", ucapnya seraya mencium tangan kanan Gua. "Walaikumsalam Ve..".
"Taxi atau ?", tanya Gua.
"Supir pribadi Papah.. Hehehe..", jawab Nona Ukhti, "Gimana tadi di kapal laut " Mabuk gak ?", tanyanya. "Enggak kok, aku gak ada riwayat mabuk laut hahaha...".
Selama perjalanan menuju rumah Papahnya, Gua dan Nona Ukhti hanya mengobrol soal masa magang Gua di Batam lalu diselingi dengan perkuliahan Nona Ukhti yang memasuki semester empat di akhir tahun ini. Sekitar pukul satu siang waktu setempat kami sampai di sebuah rumah yang minimalis tapi terkesan sangat asri dengan bangunan dua lantai. Kami berdua turun dan Gua mengikutinya masuk kedalam rumah sambil menggendong tas yang tidak begitu besar.
Sesajen Atap Langit 2 Pedang Bayangan Dan Panji Sakti Huan Jian Ling Qi Seri Thiansan Karya Liang Ie Shen Jejak Di Balik Kabut 21
^