Pencarian

Asleep Or Dead 6

Asleep Or Dead Karya Bunbun Bagian 6


Lalu Gua bercerita lagi tentang Lisa yang memberitahu Gua soal Bianca, sampai akhirnya tadi sore Bianca sendiri yang bercerita. Mba Siska sedikit melunak setelah mendengar semuanya. Kemudian Mba Siska menyandarkan kepalanya ke bahu kiri Gua, mengaitkan tangannya ke lengan kanan Gua.
"Za, maaf ya..",
"Aku gak bisa izinin kamu bantuin Bianca, aku gak mau nanti hubungan kita yang jadi taruhannya...", ucapnya pelan setelah mendengar semua cerita Gua.
... ... ... Beberapa hari setelah Gua tidak mendapatkan izin dari sang kekasih untuk membantu Bianca, kini Gua sedang istirahat siang di kampus, duduk sambil merokok bersama Lisa. Ya, akhirnya Gua menceritakan juga permasalahan ini kepada Lisa.
"Ya emang gak salah juga sih Mba Siska sampe gak kasih izin ke kamu Za, gimanapun juga dia kan pacar kamu..", ucap Lisa.
"Terus menurut kamu baiknya gimana Lis ?", tanya Gua seraya menghembuskan asap rokok dari mulut.
Lisa menggoyang kan kepalanya ke kiri dan ke kanan perlahan, bola matanya keatas melihat dedaunan pohon, bibirnya tersenyum, dan beberapa detik kemudian dia menengok kearah Gua. "Tes aja dulu sendiri Za..".
... Malam hari Gua sedang berada di kost-an, lebih tepatnya di kamar Bianca. Gua duduk di kursi, sedangkan Bianca...
"Mm.. Tunggu tunggu Za..",
"Duuh.. Sebentar..", ucap Bianca menahan pundak Gua.
Gua tersenyum melihat Bianca yang malu-malu dengan wajah yang sedikit tertunduk. "Udah gak usah dipaksain", ucap Gua seraya memundurkan wajah.
"Gue kok malah deg-degan gini siih, ish..", ucapnya lagi sambil menutup wajahnya dengan kedua tangan.
Gua terkekeh pelan melihat tingkahnya, lalu Gua pegang kedua tangannya dan menaruhnya di kedua bahu Gua. Bianca menatap Gua lekat dan tersenyum.
"Jangan terburu-buru Ka'..",
"Lu udah mau duduk dipangkuan cowok aja udah kemajuan kan..", ucap Gua.
Bantuan yang diminta Bianca memang bukan ingin menjadikan Gua pacarnya, tapi proses dekat dengan laki-laki lah yang dia inginkan, secara normal. Menurut cerita Bianca kemarin, dirinya belum pernah bersentuhan secara intim dengan lelaki manapun selama ini. Paling jauh ya pegangan tangan, itu pun gak lebih dari 5 menit. Ada perasaan takut dan enggan untuk dekat dengan lelaki katanya, entah benar apa enggak, yang jelas baru duduk diatas pangkuan Gua aja, butiran keringat di kening dan telapak tangannya sudah keluar. Apalagi wajahnya, lebih terlihat takut daripada sekedar malu.
Soal apa yang Gua ceritakan ke Mba Siska tentang bantuan yang Bianca pinta, jelas Gua tidak jujur sepenuhnya. Gimana enggak berbohong, Bianca minta Gua mencium bibirnya sebagai proses mampu atau tidaknya dia menerima ciuman dari cowok, dari lawan jenis yang selama ini tidak pernah dia lakukan. Dan Gua hanya bilang kepada sang kekasih kalau Bianca ingin kembali normal, dengan cara Gua dekat dengan Bianca, sebagai sahabat bukan hal lainnya seperti yang kami lakukan malam ini. Ya benar kata Lisa sih, enggak mungkin lah Mba Siska ngizinin Gua dekat dengan Bianca, apalagi kalau sampai tau Bianca minta tolong kayak gini. Amsyong Gua yang ada.
"Bangun dulu Ka', Gua aus mau minum...", ucap Gua meminta Bianca bangun dari pangkuan.
"Oh, oke..", jawab Bianca seraya bangkit dari paha Gua,
"Eh biar Gue ambilin minum di dapur deh, Lo mau ngopi sekalian Za ?", tanyanya.
Gua mengangguk tersenyum dan berjalan kearah luar kamar. Gua duduk di kursi besi depan kamar Bianca dan membakar sebatang rokok sambil menunggu Bianca membuatkan Gua kopi di dapur. Pikiran Gua terbang kesana kemari memikirkan program ini. Ya Gua anggap ini program meluruskan jiwa Bianca yang tersesat ke jalan yang benar, walaupun caranya ngawur dan salah. Apa yang diucapkan Lisa memenuhi isi otak Gua. Bahaya kalau sampai kejadian nih.
Tidak lama kemudian Bianca sudah kembali dari dapur dengan secangkir kopi hitam di tangan kanannya dan segelas air mineral di tangan kirinya. Lalu ditaruh di meja almunium sebelah Gua. Bianca duduk di kursi besis samping kanan, memainkan ujung kaosnya dengan kedua jarinya. "Za, menurut Lo, Gue bisa normal lagi gak sih Za..", ucapnya dengan kepala yang tertunduk. "Tergantung dari niat Lu juga Ka'..",
"Emang sih yang namanya kebiasaan apalagi udah lama kita jalanin pasti susah buat ninggalinnya, cuma kalau sampai bisa berubah ke arah yang lebih baik pasti nanti kebahagiaannya juga berkali -kali lipat Ka'..", jawab Gua.
"Gue cuma takut Za",
"Gue takut suatu saat nanti cowok yang bisa nerima Gue bukan jodoh Gue atau..", "Atau bakal nyakitin Gue", ucapnya dengan suara yang parau.
Gua mau jawab apa ini. Bingung sebenarnya kalau ngomongin jodoh, apalagi masalah yang Bianca hadapi kan bukan perkara dalam konteks hubungan normal. Gua paham maksud dia, andai kan Bianca sudah kembali normal terus ketemu sama sosok lelaki yang macarin dia, dan ternyata hubungan mereka kandas di tengah jalan. Otomatis Bianca harus merasakan sakit hati untuk pertama kalinya dari hubungan yang normal. Ketakutan yang dia pikirkan sekarang menurut Gua normal kalau awalnya dia memang tidak 'belok', yang jadi masalahkan kalau sampai dia patah hati terus balik ke lubang yang sama gimana.. Psikologinya yang terganggu berarti, anggapannya nanti bakal makin kuat kalau pacaran dengan laki-laki itu cuma bikin sakit hati.
"Enggak ada jaminan Ka' kalo pacaran itu selamanya bahagia, toh yang udah sah berkeluarga aja bisa pisah kan..",
"Maksud Gua, coba Lu pikirin gimana kalo Esther bukan jodoh Lu juga..", jawab Gua memberikan logika.
Bianca menengok kearah Gua dengan cepat, matanya sedikit melotot, seolah-olah tidak terima dengan ucapan Gua barusan.
"Kok Lo malah Do'a in Gue sama Esther gak jodoh sih "!".
"Ya berpikir logis aja dulu Ka'..",
"Emang Lu yakin kalo Esther bakal jadi pasangan hidup Lu kelak ?", tanya Gua. "Yakinlah", jawabnya cepat.
"Jaminannya apa ?", cecar Gua.
"Eeu..Eeeuu..",
"Ah pokoknya Gue yakin kalo Esther setia sama Gue, dan Gue bahagia sama dia", jawabnya tapi cukup bagi Gua untuk mendengar keraguan dari nada bicaranya barusan.
"Hahahaha..". "Kenapa Lo ketawa ?".
"Ya jelaslah Gua ketawa, Lu itu minta bantuan ama Gua tapi gak mau lepasin Esther, so buat apa Lu niat balik normal lagi ?",
"Jalanin aja terus hubungan Lu sama Esther Ka'.. Toh Lu cinta mampus kan ama Eshter", tandas Gua lalu menyeruput kopi hitam diatas meja.
Bianca hanya mendengus kesal mendengar ucapan Gua barusan lalu membakar sebatang rokok menthol miliknya. Selanjutnya hanya obrolan ringan yang kami bicarakan tanpa menyinggung sedikitpun soal program menormalisasikan jiwa Bianca.
... ... ... Hari berganti, bulan pun ikut berganti. Kali ini hubungan Gua dengan Bianca mengalami kemajuan, ah bukan bukan, lebih tepatnya dirinya mengalami kemajuan. Yang dulu dia belum bisa meluk Gua di motor, kini sudah sering memeluk Gua dari belakang kalau kami jalan dengan si Kiddo. Jalan berdua ke sebuah pusat perbelanjaan pun kini tangannya sudah mengait ke tangan Gua, udah kayak pacaran normallah, walaupun untuk hal yang lebih intim belum kami lakukan.
Jujur aja, Bianca itu seperti jiji kalau harus berhubungan fisik dengan laki-laki, contohnya kampret banget. Beberapa kali dia minta Gua kiss bibirnya, beberapa kali juga ketika sudah tinggal bersentuhan langsung, dirinya memundurkan wajah atau menahan wajah Gua, oke itu masih normallah, proseslah anggapnya. Tapi pernah satu kali Gua iseng tanpa basa-basi langsung nyium bibir dia, itupun hanya sekedar kecupan sekilas bukan french kiss. Dan Lu tau apa yang terjadi sama Bianca " Ngegampar Gua " Gua lebih milih gitu sih, tapi emang kampret dan bangke nih perempuan satu. Setelah Gua kecup itu dia punya bibir, eh mukanya seketika itu juga pucat pasi dan berlari ke kamar mandi kamarnya, dan apa yang selanjutnya terjadi...
Doi muntah! Fak Ka'!!!. Gila kali Lu, Gua selama ini ngejaga kebersihan mulut, bisa-bisanya Lu malah muntah cuma karena Gua kecup doang Ka'. Dasar somvlak!.
... Di satu sisi Gua sadar betul kalau apa yang Gua jalanin dengan Bianca ini berdampak buruk buat hubungan Gua dan Mba Siska, mampus Gua kalau sampai dirinya tau Gua menjalankan program menormalisasi kali jodo, eh Bianca deng. Tapi ya gimana lagi, program udah terstruktur rapih dan dijalankan, masa iya harus mundur. Tinggal Gua aja bisa-bisanya main rapih. Huehehehe... Kamvretos emang si Kadal satu ini!
Sejauh ini kedekatan Gua dan Bianca tidak diketahui oleh Mba Siska. Aman tentram lah. Mba Siska juga tidak curiga karena Gua dan Bianca memang hampir tidak pernah sms atau telponan. Btw, akhirakhir ini Gua jarang antar jemput Mba Siska, karena Gua pakai motor, dan Mba Siska ada mobil sendiri juga, intensitas pertemuan Gua dengan Mba Siska lebih sering sore menjelang malam, ketika dirinya sudah pulang kerja Gua main ke kontrakannya sehabis maghrib. Atau Mba Siska yang menyambangi kost-an Gua setelah pulang kerja.
Ada yang bilang, semakin lama kita sering bertemu dan dekat dengan seseorang, semakin besar juga kesempatan jatuh hati kepadanya. Tapi itu memang gak berlaku bagi Gua, bukan apa-apa, Gua memang tipe orang yang lebih suka ambil resiko di awal sih untuk sebuah hubungan. Jadi lebih baik pacaran dulu baru pdkt daripada pdkt yang malah buat feel Gua merasa nyaman jadi teman dekat atau sahabatan. Nah soal ini, Gua pun liat Bianca sebatas teman atau sahabat aja. Begitupun Bianca, hubungan kami murni untuk memecahkan soal penyimpangan masalah seksualnya, lagi pula tidak semudah membalikkan telapak tangan membuat Bianca yang Lesbiola menjadi normal kembali. Jadi Gua tau persis kalau Bianca tidak menaruh perasaan apapun kepada Gua.
Semuanya berjalan seperti biasa, Gua selalu menemani Bianca ketika dirinya ingin jalan-jalan ke luar atau sekedar makan sore. Dan seperti halnya sepasang kekasih, sudah pasti Gua dan Bianca saling berpegangan tangan. Tapi itu semua kami anggap hanya sebuah program. Enggak lebi h. Bianca juga mengetahui kalo Mba Siska tidak setuju dengan kedekatan Gua dengan dirinya, maka Bianca pun paham kalau Gua sedang pergi dengan Mba Siska. Bianca tidak ambil pusing soal itu dan mengerti hubungan Gua.
... ... ... Di lain waktu, Gua lupa hari apa, yang jelas Gua libur kuliah dan berada di rumah Nenek.
Sudah hampir 10 hari sejak Ayahanda dan Mba Laras berangkat ke luar negeri. Pada akhirnya Gua ataupun Kinan tidak mengantar mereka berdua ke bandara. Komunikasi Gua dengan Ayahanda saat ini memakai email. Ya kami sering sekali berbalas email, karena Gua tau kalau menggunakan sms hp bisa jebol pulsa.
Skip... Hari ini Gua sudah ada janji dengan seorang perempuan, dua hari yang lalu kami sempat telponan di hp, katanya ada yang mau dikenalin ke Gua.
Gua sudah berdandan rapih dengan pakaian kemeja flannel berwarna biru putih dan celana jeans biru. Lalu Gua memanaskan si Black sebentar sambil menunggu seorang perempuan yang pergi ke kamar mandi di dalam kamar Gua. Tidak lama kemudian dia keluar dari kamar Gua dan masuk ke dalam jok samping kemudi.
"Yuk berangkat sekarang Za", ucapnya setelah mengaitkan seatbelt.
"Okey", jawab Gua seraya memasukkan persneling dan memacu mobil meninggalkan halaman rumah Nenek.
Sekitar 15 menit perjalanan, kami sampai di sebuah restoran Hanamasa, selesai memarkir mobil, kami berdua masuk ke dalam restoran, Gua mengekor dari belakang sampai langkahnya terhenti di sebuah meja resto nomor 11. Gua lihat sudah ada seseorang yang duduk sendirian dengan pakaiannya yang terlihat berkelas. Baju gamis yang wah menurut Gua.
Setelah mereka berdua saling menyapa dan bercipika-cipiki, Gua pun melangkah mendekat, dan mencium tangan Beliau.
"Oh jadi ini yang namanya Reza ?". Gua tersenyum sambil mengangguk. "Silahkan duduk dulu Mas..".
Gua duduk bersebelahan dengan teman perempuan Gua. "Saya Dewi...", ucap seorang wanita di depan kami berdua ini.
. . . Disini kan aku kenal Mamah kamu...
PART 30 Hari-hari Gua setelah bersama Bianca memang semakin sibuk, sibuk yang menyenangkan lebih tepatnya. Siang atau sore pulang kuliah pasti kami bersama, entah sekedar ngobrol di kost-an atau jalan keluar cari makan. Malam hari kadang Gua bersama Mba Siska, dan so far sih aman. Kalau mau mundur lagi, pagi sampai siang atau sore di kampus ditemani Lisa, Veronica atau Tante Gua, Kinanti. Ah perfect deh.
... Suatu hari dikala Gua sudah pulang kuliah, tiba-tiba si mesum menghampiri di parkiran motor. "Zaa, Za bentar tunggu..", ucap Mat Lo seraya berlari menghampiri Gua. "Kenapa Mat ?", tanya Gua ketika Mat Lo sudah sampai di samping Gua.
"Sorry nih Za, Lu buru-buru enggak ?", tanyanya, "Gua ada perlu mau pinjem motor bentar", lanjutnya. "Mau kemana Mat ?".
"Jemput adek Gua Za, dia keabisan ongkos balik sekolah".
Ya karena Gua mengerti dan paham keadaan Mat Lo, Gua pun memberikan si Kiddo untuk menjemput adiknya. Tapi sebelumnya Gua meminta Mat Lo mengantar Gua ke kost-an Gua, biar nanti dia bisa langsung balikkin motor ke kost-an, daripada Gua nungguin di kampus. Singkat cerita Gua sudah berada di kost-an, sedangkan Mat Lo sudah pergi lagi membawa si Kiddo untuk menjemput adik perempuannya.
Gua masuk ke kamar dan mengganti pakaian, lalu menonton tv sambil rebahan diatas kasur. Masih asyik menonton acara di tv, pintu kamar Gua diketuk lalu tanpa menunggu jawaban Gua, seorang perempuan membuka pintu dan melongok ke dalam.
"Hai Za, udah pulang..", ucapnya masih melongokkan kepala. "Eh Ka', sini masuk..",
"Iya baru pulang 20 menitan tadi nih", jawab Gua.
Lalu Bianca masuk ke dalam kamar dan duduk di sisi kasur. Tak ada yang berbicara diantara kami, karena kami fokus pada acara tv yang disiarkan. Lama kami menonton tv lalu suara dering hp Gua berbunyi nyaring di atas meja belajar. Gua pun bangun dari kasur dan mengambil hp. Quote:Percakapan via line :
Gua : Hallo Assalamualaikum Mat..
Mat Lo : Walaikumsalam Zaa, duuh tolong Zaa.. Suara Mat Lo terdengar terengah-engah dan menahan sakit.
Gua : Lah " Kenapa Lu Mat " Mat Lo : Gua kecelakaan Zaa..
Gua : Hah"! Serius "! Kecelakaan dimana Lu Mat "!".
Mat Lo : Gua kecelakaan di xxx deket apotek itu.. Gua : Ya udah bentar Mat, Gua cabut sekarang kesitu!.
Dengan cukup panik, Gua mengambil jaket dan mengganti celana di depan Bianca. Otomatis Bianca sedikit berteriak dan menutup matanya dengan kedua telapak tangan. Gua bodo amat, buru-buru keluar kamar.
"Eh eh..", "Mau kemana Lo Za ?", ucap Bianca ketika Gua sudah berada di ambang pintu kamar. "Temen Gua kecelakaan Ka', motor yang dia pake motor Gua..", jawab Gua. "Yaudah tunggu bentar, Gua anter Lo deh..".
Kemudian setelah Bianca mematikan Tv kamar Gua, dia bergegas ke kamarnya dan mengambil kunci mobil. Sedangkan Gua menunggu di parkiran setelah mengunci kamar.
... Sekitar 20 menit Bianca mengemudikan mobil hingga kami sampai di lokasi kejadian dan Gua sudah melihat beberapa kerumunan orang-orang di pinggir jalan. Lalu Gua turun setelah Bianca memarkirkan mobil vw nya di pinggir jalan, tepat di belakang kerumunan orang. Gua bergegas merangsek kedalam kerumunan orang yang melingkari teman kampus Gua. "Mat..".
"Uughh..", "Za " Za sorry Za, motor Lu..", ucapnya ketika melihat Gua mendekat.
"Eh jangan mikirin motor Gua dulu",
"Ini gimana kondisi Lu Mat..", ucap Gua seraya berjongkok di samping Mat Lo yang memang sudah terduduk di trotoar.
Kemudian Mat Lo menceritakan sedikit kronologis kecelakaan yang dialaminya, bersama satu orang saksi yang Gua tau dia adalah pegawai apotek. Gua mendengar dengan seksama kejadian dari mereka berdua. Kalo Gua pikir sih salah Mat Lo. Dengan kecepatan 80 km/jam Mat Lo menyalip mobil hyundai di depannya dari sisi kiri, bukan sisi kanan, yang mana ternyata setelah Mat Lo melewati mobil tersebut ada seorang penyebrang jalan dari kanan ke kiri, maka Mat Lo membuang motor ke kanan tepat di belakang si penyebrang jalan tersebut atau sisi kanannya Mat Lo sudah ada Metro Mini yang melaju cuku cepat, alhasil Mat Lo "dicium mesra" oleh metro mini itu dan mengakibatkan dirinya dan si Kiddo terpelanting jauh beberapa meter. Mat Lo selamat, setidaknya luka berat yang dialaminya hanya patah tulang pergelangan tangan kiri karena Mat Lo sempat loncat dari motor ketika di depannya ada lubang galian kabel.
Gua stop cerita Mat Lo, dan memintanya dibawa ke RS terdekat menggunakan mobil Bianca beserta supir metro mini tersebut. Bukan karena si supir ikut terluka, tapi sebagai bentuk tanggungjawab kepada teman kampus Gua ini. Lalu setelah mobil Bianca pergi ke RS, Gua tetap berada di lokasi kejadian, ada dua orang polisi yang sebelumnya sudah meminta keterangan kepada Mat Lo, supir metro mini dan beberapa saksi mata. Lalu Gua berjalan menghampiri lubang galian kabel dan...
Alamaaaaak KIDDOOOOOOOOO... DAMN IT!!!
Ya ALLAH, Kiddo hiks hiks, gila bagian depan motor Gua udah gak berbentuk. Ringsek seringsek ringseknya... Wafat sudah sahabat Gua yang satu ini. Hiks
Gua hanya bisa merasakan kehampaan dalam hati. Lebay.. Bodo amat! Motor Gua ini! Yaa Allah! Gusti nu Agung
Tidak lama kemudian, mobil derek berikut alat penarik kendaraan datang dan mengangkat si Kiddo dari lubang na'as tersebut, setelah sudah diturunkan lagi ke jalanan, Gua berjongkok di samping 'jenazah' si Kiddo. Memegangnya dengan hati hancur. Sedih asli kendaraan yang kita miliki selama ini hancur oleh orang lain. Bukan apa-apa, beda cerita kalo misalkan Gua sendiri yang kecelakaan dan Kiddo hancur oleh pemiliknya. Walaupun Gua juga gak berharap untuk mengalami kecelakaan sih. Tapi kan.. Ah sudahlah. Mau gimana lagi coba, udah kejadian.
Gua menelpon Mba Siska dan beberapa menit kemudian dia datang menggunakan mobil pribadinya. Gua ceritakan juga kejadian tersebut kepada sang kekasih. Lalu motor Gua dibawa oleh mobil bak polisi sebagai barang bukti kecelakaan. Gua diantar Mba Siska ke RS untuk melihat kondisi Mat Lo. Disana ternyata sudah ada keluarga Mat Lo juga. Dan setelah sedikit berbincang dengan keluarganya, Gua mengenalkan Mba Siska kepada Bianca.
Tidak ada kecemburuan atau perang dingin diantara mereka berdua, karena Bianca yang memang dasarnya pintar bergaul dan supel kepada setiap orang membuat Mba Siska santai tanpa ada rasa curiga sedikitpun. Setelah Gua mengetahui kalau luka yang dialami Mat Lo 'hanya' patah tulang pergelangan tangan kiri dan beberapa luka lecet yang tidak begitu berbahaya, Gua pun lega. Ya seenggaknya dia masih jauh dari kata kritis. Oh ya, adik perempuan Mat Lo ternyata untungnya belum sempat di jemput oleh Mat Lo menggunakan motor Gua, memang kejadian kecelakaan itu dialami teman kampus Gua ketika perjalanan berangkat bukan setelah perjalanan menjemput adiknya.
Keluarga Mat Lo langsung meminta maaf soal kecelakaan yang dialami anak sulungnya itu karena motor yang dipinjamnya adalah milik Gua. Setelah itu keluarganya akan mengganti rugi biaya modifikasi atau biaya kerusakan yang dialami si Kiddo. Disini Gua serba salah sebenarnya, bukan apa-apa, itu motor udah terlanjur hancur lebur, mau digimanain lagi. Gua benar-benar malas untuk membetulkan si Kiddo. Gua sempat dengar dari Bapaknya Mat Lo kalau motor Gua itu spare parts nya harus indent ke Thailand sekitar 3 bulan. Kan males banget Gua dengernya harus nunggu selama itu. Ya opsi terbaik kata Mba Siska menerima uang ganti rugi dari Bapaknya secara tunai. Akhirnya Gua sepakat untuk menerima uang ganti rugi itu yang ditransferkan ke rekening pribadi Gua sejumlah sekian juta. Gua tidak berharap banyak, entah ya, keluarga Mat Lo saat itu tergolong orang mampu secara ekonomi atau tidak, yang jelas Bapaknya mentransfer sejumlah sekian juta yang mana dana tersebut cukup untuk Gua membeli sebuah motor seken tipe bebek lah. Soal biaya berobat Mat Lo jelas ditanggung oleh supir metro mini, itu juga sudah di selesaikan secara kekeluargaan di depan pihak yang berwajib. Toh kalau mau dirunut lagi awalnya salah siapa kan ".
... ... ... Skip beberapa hari setelah kejadian tewasnya si Kiddo. Oh ya Gua sudah minta copy dokumentasi foto si Kiddo yang hancur dari pihak berwajib sebagai bukti untuk keluarga Gua. Dan yaaa.. Gua sudah malas dengan 'jenazah' si Kiddo, Gua biarkan dirinya di makamkan di pelataran bagian halaman belakang kantor polisi setempat, yang suatu saat bisa Gua ambil dengan menunjukkan dokumen kendaraan milik Gua dan surat keterangan dari kepolisian.
Seharusnya hari ini Gua masuk kuliah sesuai jadwal. Tapi malas rasanya Gua mengikuti perkuliahan dan memilih cabut pulang ke rumah Nenek. Sekitar pukul 9 pagi Gua sudah sampai stasiun kota Gua dan lanjut naik angkutan umum ke arah komplek perumahan Nenek.
Sesampainya di rumah, Gua melihat Nenek baru selesai memasak makanan. Dan Beliau langsung mengajak Gua untuk makan bersama di ruang makan. Rasanya sudah lama Gua tidak makan bersama di rumah ini, terlebih bersama Nenek tercinta. Kangen dan sedih sih harus merantau, karena selama Gua kuliah, Gua pulang ke rumah hanya seminggu 2x, sabtu sore atau malam dan Minggu pagi Gua ada disini. Otomatis sisanya Nenek sendirian di rumah.
Singkat cerita, kami berdua sudah selesai menghabiskan makanan lalu Gua mulai bercerita kepada Nenek soal si Kiddo. Toh Nenek juga sudah tau kalo Gua pasti ada masalah karena tidak biasanya pulang ke rumah selain weekend dan libur hari nasional. Selesai bercerita dan menunjukkan bukti dokumentasi foto kecelakaan tersebut, Nenek meminta Gua menelpon Om Gua lewat telpon rumah. Gua pun menuruti perintah Beliau. Awalnya Om Gua jelas tidak percaya, tapi setelah Gua bilang ada bukti kronologis dari pihak berwajib, Om Gua pun percaya, apalagi Gua juga bilang bisa dilihat laporan dan dokumen tersebut yang sengaja Gua titipkan ke Nenek untuk ditunjukkan kepada Om Gua jika dirinya suatu saat pulang dari Bandung.
Sekarang Gua sedang duduk di sofa teras depan kamar. Membakar sebatang rokok dan menikmati secangkir kopi hitam sambil memikirkan tunggangan roda dua apa yang akan Gua beli sekarang. Dana yang diberikan sebagai ganti rugi dari keluarga Mat Lo tidak cukup jika harus membeli motor baru, tapi jika Gua pakai uang tabungan Gua yang lain, pasti cukup sih. Yang sedikit memusingkan, tipe apa yang akan Gua beli sekarang...
Daripada gak jelas, Gua memilih mengajak si Black Celica jalan-jalan. Sudah beberapa hari ini dia terdiam tak ada yang "menyapa". Setelah pamit kepada Nenek, Gua berangkat meninggalkan halaman rumah. Gua arahkan mobil ke sebuah kampus negeri di kota ini. Berharap seseorang bisa Gua ajak jalan-jalan siang nanti.
Singkat cerita Gua sudah sampai di pelataran parkir sebuah kampus. Gua cek jam tangan di pergelangan tangan kiri, baru menunjukkan pukul 11.30, lalu Gua mengeluarkan hp dan memilih kontak seorang perempuan lalu menekan tombol call. Beberapa kali dering nada sambung tapi belum juga ada suara jawaban dari ujung sana, Gua coba lagi untuk kedua kalinya tapi hasilnya sama saja, tidak ada jawaban.
Gua keluar dari mobil dan membakar sebatang rokok, menyandarkan tubuh di depan si Black sambil melihat sekitar. Asri ya nih kampus, banyak pepohonannya. Masih asyik menikmati suasana asri yang sejuk karena paparan sinar matahari terhalang oleh banyaknya pohon besar, hp Gua berdering sesaat, nada yang keluar adalah nada sms. Gua cek dan buka isi sms tersebut, setelah mengetik balasan dan mengirimnya, beberapa detik kemudian masuk lagi balasan dan cukup membuat Gua menyunggingkan senyuman dengan perasaan senang. Gua menunggu di parkiran mobil fakultasnya selama 15 menit, karena setelah itu... Ah aah aaaahhh Nona Ukhti Ve berjalan mengahmpiri Gua dengan senyuman yang indah mempesona, cukuplah menggoyahkan hati Gua untuk berpaling, huahahaha syiittt.. Syit happen is here dude.
"Assalamualaikum Za", sapanya ketika sudah 2 meter jaraknya dari Gua dengan tetap tersenyum manis.
"Walaikumsalam bidadari syurga...", balas Gua sambil tersenyum lebar. "Hihihi, gombal terus deh..", ucapnya sambil menusuk perut Gua dengan jari telunjuknya. "Ah gak gombal kok, kenyataannya kamu sempurna di mata aku Ve", jawab Gua.
Duh cantik banget sih ini perempuan satu, gimana Gua gak goyah. Balutan hijabnya yang lebar dengan pakaian gamisnya memiliki warna senada, biru muda dengan motif bunga-bunga. Belum lagi jam tangan pemberian Gua terpasang di pergelangan tangan kanannya. Tas selempang ala perempuan juga terkait di bahu kanannya. Wajahnya kok makin hari makin cantik aja ya, seirama dengan hatinya yang cantik nan baik sekaleh. Love You deh pokoknya.
Gua pun mengajaknya masuk ke dalam mobil dan memacu si Black meninggalkan kampusnya. Selama perjalanan Gua mulai menceritakan kejadian beberapa hari lalu yang mengakibatkan tewasnya Kiddo ditangan si Mat Lo. Nona Ukhti jelas kaget, apalagi setelah Gua ceritakan kondisi jenazah si Kiddo, sempat Gua lihat wajahnya sedih dengan mata yang berkaca-kaca. Gimanapun Dia kan pernah duduk manis di jok belakang si Kiddo.
Gua hentikan mobil di sebuah tempat makan sederhana yang menyediakan menu khas Yogyakarta sesuai keinginannya. Kami berdua turun dan masuk ke dalam rumah makan dan duduk lesehan. Setelah memesan makanan dan tersedia diatas meja, kami pun mulai menyantapnya. Btw, nafsu makan Gua lagi menggila kayaknya, padahal tadi di rumah abis makan masakan Nenek, tapi ini gudeg di depan mata benar-benar menggugah selera sih.
"Terus sekarang kamu mau bawa mobil dong ke kost-an ?", tanya Nona Ukhti disela-sela acara makan siang kami.
"Hmm.. Kayaknya sih gitu Ve, mau gimana lagi dong, belum beli motor lagikan..", jawab Gua, "Tapii...", sengaja Gua menghentikkan omongan.
"Heum ?", "Tapi apa Za ?".
"Tapi niat aku jemput kamu hari ini memang untuk nemenin aku sih..". "Nemenin ?".
"Iya, nemenin aku untuk cari motor yang pas hehehe..", jawab Gua seraya tersenyum dan terkekeh.
"Ooh..", "Cieee langsung nyari gantinya, cepet banget kamu dikasih dana nya Za".
"Enggak gitu sih, yang jelas keluarganya temen aku itu kasih dana ganti rugi dan aku ada tabungan sedikit untuk nambah beli motor Ve..", jawab Gua lagi menerangkan.
"Oooh.. Alhamdulilah kalo kamu punya uang tabungan Za..", balasanya.
Setelah Gua mengutarakan niat yang sebenarnya kepada Nona Ukhti, kami pun lanjut menghabiskan makanan, lalu selesai makan dan membayar di kasir, Gua kembali mengajak Nona Ukhti berpetualang, kali ini ke beberapa showroom motor di kota Gua. Ngajak perempuan milah motor itu ada enak dan enggaknya sih, seenggaknya pengalaman Gua bersama Nona Ukhti kali ini lah. Begitu dia melihat motor yang terpampang di showroom, Nona Ukhti langsung jatuh hati karena penampilan si Motor yang terlihat wah. Tapi begitu dia tau harga dan cc motor sport tersebut, dirinya langsung mewanti-wanti Gua untuk berpikir ulang membeli motor. Pertama jelas harga yang tinggi, bukan perkara mudah memang menggelontorkan uang sekian banyak untuk sebuah kendaraan roda dua, logis sih. Nah yang kedua ini soal cc, jelas Nona Ukhti tidak setuju, karena pikirannya Gua bakal jadi pembalap liar. Padahal mana pernah Gua kebut ugal-ugalan di jalan raya. Hmmm.. Pusing deh. Sempat Nona Ukhti menyarankan Gua membeli motor matic yang kala itu sedang booming dari pabrikan berlogo garpu tala. Padahal Gua mengincar Scorpio Z nya. Tapi lagi-lagi Gua kurang sreg karena beberapa hal.
Beberapa showroom motor sudah kami singgahi, berikut brosur yang sudah cukup menumpuk di tangan Nona Ukhti. Tapi kami belum juga menentukan pilihan motor apa yang akan Gua beli. Kami berdua kembali melintasi jalan raya dengan si Black. Nona Ukhti masih mengoceh dan membandingkan harga motor dari brosur A dengan brosur motor B dan C, sedangkan Gua hanya mendengarkan saja dengan mengangguk-anggukan kepala seraya fokus ke jalan raya di depan. Tapi mungkin ini lah yang dinamakan pucuk dicinta ulam tiba. Tidak sengaja mata ini melirik ke kiri jalan, dimana sebuah showroom motor ternama berada. Gua pun langsung mengambil sisi kiri untuk masuk ke parkiran showroom tersebut tanpa memberitahukan Nona Ukhti yang masih terpaku menatap lembaran brosur.
Setelah mobil berhenti dan Gua mematikan mesin mobil. Nona Ukhti baru sadar dan menengok ke sekitar.
"Ini dimana Za ?".
"Showroom motor Ve, kan kita mau cari motor...".
"Iya aku tau, tapi maksudnya showroom motor apa, kok aku baru liat ya..". "Daripada aku yang jelasin, mending kita liat langsung yuk..".
Gua pun mengajaknya keluar dari mobil dan masuk ke dalam showroom tersebut. Dan yaaa, langsung deh Nona Ukhti Ve kembali cerewet setelah matanya menangkap deretan motor yang memang bertipe sport semua terparkir rapih di galeri showroom ini.
"Za, ini pasti motor kenceng semua deh, masa kamu mau beli yang kenceng terus sih Za " Emang beneran mau kebut-kebutan ?", ucapnya ketika kami berdua sedang melihat salah satu motor.
"Ya enggak Ve, bukan untuk kebutan atau gengsi, tapi kan emang aku sukanya motor tipe-tipe kayak gini, gimana lagi coba ?", ucap Gua menerangkan.
"Maaf ya Za", "Aku gak maksud untuk ngelarang kamu beli motor sport, tapi aku khawatir dengan kesalamatan kamu..",
"Namanya kendaraan kenceng gak mungkin lah kamu bawa santai dan pelan, pasti sekali -sekali kebut kan ?", ucapnya lagi.
"Iya sih emang..",
"Tapi aku janji kok Ve, aku kebut pakai perhitungan dan gak ugal-ugalan", jawab Gua lagi.
Ya akhirnya Nona Ukhti hanya bisa menghela napas pelan dan tersenyum menatap Gua. Dia tau kalau Gua sudah ngebet ingin beli motor yang berada di hadapan kami berdua ini. Setelah sedikit mengetahui informasi mengenai produk motor dari sales marketingnya, Fix akhirnya Gua membeli sebuah motor berkapasitas 150cc.
"Mas, ada warna lain gak ?".
"Ada Mas, ini silahkan dilihat pilihan warnanya", ucap sales marketing seraya menunjukkan brosur kepada Gua.
Gua tersenyum lalu menunjuk satu warna favorit Gua. "Hitam ya Mas", ucap Gua.
Sabtu nanti motor baru bisa dikirim ke rumah Nenek, karena ketersediaan warna pilihan Gua baru datang ke showroom tersebut lusa. Gak apa-apalah, yang penting nanti pulang dari Jakarta seenggaknya sudah ada kendaraan roda dua lagi di parkiran rumah. Btw, setelah mendengar plus minus motor pilihan tadi dari si sales, Gua tidak begitu memusingkannya, karena spare parts yang sering 'ngadat' ada di 'jenazah' si Kiddo, bisa diakali dan diganti. Dan Gua yakin bagian tersebut tidak rusak. Tinggal Gua ambil saja nanti di kantor polisi itu spare parts.
Beres melakukan pembayaran tanda jadi dan segala isian formulir ini itu, Gua pun berangkat ke Bank bersama Nona Ukhti untuk menyelesaikan pembayaran pelunasan. Sampai kami antri di sebuah teller.
"Za". "Heum ?". "Beneran kamu beli itu motor ?".
"Iya Veee.. Ini kita udah antri di teller mau apa lagi coba ?". Gua lihat raut wajah Ve sedikit cemas.
"Kenapa sih Ve ?", tanya Gua lagi. "Kemahalan Za".
"Ya memang harganya segitu, kan aku janji gak akan beli barang mahal lagi setelah ini..", jawab Gua meyakinkan Nona Ukhti untuk kesekian kalinya.
"Enggak mau yang apa tadi tuh sebelumnya ?", tanyanya lagi. "Scorpio Z ?".
"Heu'eum, itu..".
Gua menggelengkan kepala pelan sambil tersenyum.
"Iissh dasar susah... Huu", balasnya seraya memanyunkan bibir kissable nya itu.
Gua terkekeh pelan dan mengelus kepalanya yang terbalut hijab, "Aku lebih suka Ninja RR ini Vee..", ucap Gua.
PART 31 Malam minggu tiba juga, si RR sudah terparkir di halaman rumah Nenek sejak pagi tadi kata Nenek. Gua sampai di rumah sekitar pukul 5 sore bersama Mba Siska. Sudah pasti niat Gua ingin mengajak jalan-jalan Mba Siska jalan, tapi sayang sang kekasih itu ada acara keluarga pengajian dan harus bantu-bantu acara pernikahan saudara Ibunya di cibubur. Gua pun menimang-nimang ingin pergi malam minggu dengan siapa. Sebelum maghrib Gua sudah sms Nona Ukhti, tapi dirinya juga ternyata sudah ada acara dengan Mamahnya, hadeuh mau main kemana dengan siapa sekarang. Tau gini Gua lebih milih di kost-an, seenggaknya bisa ajak jalan Lisa atau main ke tempat kerja si Bianca.
Setelah mandi sore dan menunaikan ibadah 3 raka'at, Gua kembali mengecek hp dan memilih satu kontak nama perempuan. Siapa tau dia tidak ada acara hari ini. Tapi jari Gua enggan menekan tombol call dan mengetik sms. Ah sepertinya Gua bikin kejutan aja deh, langsung main ke rumahnya. Setelah mengambil jaket dan mengganti sarung dengan celana jeans, Gua pun kembali keluar kamar, tapi butiran hujan turun dengan cukup deras, tidak jadi lagi deh nyobain si RR halaaaah...
Mau tidak mau Gua mengambil kembali kunci mobil dan memakai si Black lagi. Gua pun berangkat meninggalkan rumah Nenek sekitar pukul 18.30, ternyata walaupun hujan, jalan raya cukup ramai kendaraan, ya mungkin karena ini malam minggu. Selang 15 menit kemudian Gua sudah sampai di rumah seorang mantan. Gua lihat mobil pribadinya terparkir rapih di dalam sana. Lalu Gua menelponnya, cukup lama nada tunggu Gua dengarkan sampai mailbox, Gua coba sekali lagi dan kali ini langsung diangkat.
Quote:Percakapan via line : Gua : Assalamualaikum Mbaa..
Mba Yu : Walaikumsalam Mas, hey maaf ya tadi aku lagi makan hihihi...
Gua : Oh enggak apa-apa, ngomong-ngomong aku lagi di depan rumah mu nih, jalan yuk Mba hehehe...
Mba Yu : Eh.. Eumm.. Mas.. Gua : Ya Mba "
Mba Yu : Aku lagi makan di luar sama Feri...
Syit.. Salah prediksi Gua. Nyatanya Mba Yu sedang kencan dengan mantannya. Apa jangan-jangan udah balikkan lagi mereka " Enggak tau lah. Malu sebenernya, udah pede banget mau malem mingguan sama dia, eh si Feri udah curi start duluan. Ya akhirnya mau gimana lagi selain Gua mendengar kata maaf dari Mba Yu, yang seharusnya Gua yang meminta maaf karena mengganggu acara mereka berdua. Fak!
Kembali Gua jalankan si Black keluar perumahan Mba Yu, Gua pacu si Black perlahan di jalan raya. Sambil memikirkan mau kemana dan gak jelas kayak gini. Syit banget asli ini malam minggu kelabu. Mana hujan masih turun dengan derasnya di luar sana. Sampai akhirnya Gua hentikan mobil karena lampu lalu-lintas menyala merah. Masih menunggu, Gua kembali membuka hp dan memilih kontak teman Gua yang bisa di hubungi. Apa Gua nongkrong aja ya ke mall atau cafe. Hmmm..
Tiba-tiba terbesit satu nama perempuan di otak Gua. Aha.. Kali ini Gua yakin, pasti dia ada di rumahnya.
... Gua duduk di sofa empuk nan nyaman di ruang tamu yang megah. Di atas meja sudah ada teh manis hangat serta beberapa camilan kue kering.
"Tumben mau ngajak Kakak mu main di weekend kayak gini Za..".
"Eh, hehehe..",
"Iya Mah, lagi pingin ajak jalan si Teteh".
Tidak lama kemudian bidadari turun dari langit, eh salah.. Dari tangga lantai atas menuju ruang tamu ini. Aish cantik banget kamu Teh...
"Mau berangkat sekarang Za ?", tanya Echa ketika sudah duduk di samping Gua. "Bentaran deh, belum juga minum ini teh nya", jawab Gua.
Yap, akhirnya Gua menyambangi rumah Echa dan prediksi Gua kali ini tepat, Teteh tercinta ada di rumahnya. Setelah tadi datang dan mengajaknya jalan dadakan, Teteh Gua langsung bersolek di kamarnya. Sedangkan Gua menunggu di ruang tamunya, ditemani Mamah tercintanya. Papahnya sedang ada keperluan ke luar kota. Beruntung Papahnya tidak di rumah, kalau sampai Gua bertemu kepala keluarga rumah ini, berabe urusannya, bisa ditagih kapan mau ngelamar ".
Elsa. Rasanya sudah lama Gua tidak bertemu dengannya, terakhir kami bertemu sekitar setelah lebaran kemarin. Semakin hari semakin mempesona dan anggun saja sosoknya. Seenggaknya di mata Gua. Komunikasi kami sebenarnya masih terbilang cukup baik, beberapa kali kami sering mengabari via sms, dilain waktu kami pernah telponan hingga larut malam. Sebenarnya lebih sering dia yang menelpon Gua, sekedar menemaninya berkutat dengan gambar-gambar yang dia kerjakan di laptopnya setiap malam. Kalau soal menanyakan kabar via sms sudah tidak perlu dihitung, karena sudah barang tentu Echa selalu menanyakan hal seperti sudah makan atau belum, hari ini gimana mata kuliah di kampus, atau hal lainnya yang remeh. Sejujurnya Gua tidak terganggu sama sekali, malahan Gua senang dengan sikap perhatiannya itu. Kalau saja sampai ada seseorang yang melihat isi sms kami, Gua yakin pasti mereka akan menyangka kalau kami berdua pacaran.
Kalau ditanya suka atau tidak Gua kepada Teteh spesial Gua itu, dengan yakin Gua akan bilang 100% menyukainya. Dari perhatiannya selama ini sudah lebih dari cukup untuk membuat Gua menyukai segala sikapnya. Tapi untuk jatuh cinta "...
Next question please.. Setelah menyicipi kue dan meminum secangkir teh, Gua pun mengajak Echa pergi, tentunya setelah pamit dan mencium tangan Mamahnya.
"Kamu gak jalan sama Mba Siska Za ?", tanyanya dari samping jok kemudi.
"Enggak Teh, dia lagi ada acara keluarga...", jawab Gua.
"Kamu juga gak kemana-kemana " Di rumah aja seharian ini ?", tanya Gua balik.
"Tadi abis pulang kuliah langsung pulang ke rumah, malas mau kemana-kemana..", "Apalagi ternyata sekarang ujan".
"Tapi ini sama aku mau sih diajak jalan " Gak males lagi ?", tanya Gua lagi sambil tersenyum jahil. "Hahaha.. Ya bedalah kalo kamu yang ajak Za", jawabnya tanpa sungkan.
Kami berdua masih berada di dalam mobil, Gua mengendarakan si Black dengan kecepatan sedang karena pandangan jalan raya yang terhalang oleh butiran hujan yang turun dengan deras. "Oh ya, dari tadi kamu belum bilang kita mau kemana Za", tanya Echa memecah keheningan.
"Eummm..", "Jujur Teh, aku juga belum tau mau kemana sih, huehehehe..", jawab Gua seraya menggaruk pelipis dengan tangan kiri.
"Iish dasar... Jadi beneran dadakan nih ceritanya ?", tanyanya.
Gua menoleh kearahnya sambil nyengir dan langsung dibalas dengan kedua bola matanya yang berputar keatas. Gua hanya bisa tertawa melihat tingkahnya itu.
Pada akhirnya Echa menyarankan pergi ke satu Mall. Tanpa pikir panjang, Gua mengarahkan si Black ke Mall tersebut. Kurang dari 10 menit kami telah sampai di parkiran Mall. Lalu setelah turun dari mobil, kami berdua berjalan berdampingan memasuki area dalam Mall. Setelah itu kami berdua bersama pengunjung lainnya masuk ke dalam lift dan menuju lantai 4. Sesampainya di lantai teratas Mall, Gua tanpa ragu menggandeng tangan Echa, hehehe kapan lagi menggenggam tangannya Mblooo
"Mau nonton film apa nih Teh ?", tanya Gua ketika sudah masuk ke dalam gedung Bioskop.
Kemudian Echa langsung memilih film yang dibintangi aktor ternama hollywood, Leonardo DiCaprio berjudul The Departed. Lalu Gua pun mengantri tiket bersama Echa.
Setelah membeli tiket, kami berdua berjalan ke counter food n' berverage untuk membeli camilan popcorn dan juga soft drink. Ya karena Gua yang mengajak jalan, sudah pasti Gua yang harus memastikan Teteh Gua ini sama sekali tidak mengeluarkan uang sepeser pun. Beres membeli makan dan minuman, kami berdua kini duduk di sofa tunggu dalam bioskop. Sambil asyik mengemil popcorn, Gua mulai bertanya soal perkuliahannya.
Hebat bener Teteh tercinta Gua satu ini, kegiatan di kampusnya banyak yang diikuti, salah satunya dari mulai himpunan mahasiswa s1 fakultasnya hingga anggota BEM. Segitu banyak tugas kuliah yang harus dia selesaikan, masih sempat ikut organisasi kemahasiswaan. Terlampau rajin sih nih perempuan satu. Berbanding terbalik dengan Gua yang... Yaaa gitu deh hahahaha.
Tidak lama berselang kami berdua pun masuk ke dalam studio bioskop karena film akan segera dimulai. Gua dan Echa duduk di bagian tengah, studio pun cukup ramai pengunjung. Selama film diputar, kami berdua fokus menonton jalannya cerita, hanya selingan menanggapi cerita tertentu saja kami berbicara sampai sekitar satu jam kemudian Gua merasakan berat di lengan kiri Gua. Lalu Gua menoleh ke ke kiri, ternyata Echa sudah tertidur. Kasihan Teteh Gua ini, sepertinya dirinya lelah setelah seharian kuliah, jadi Gua biarkan dirinya tertidur barang sejenak.
Lampu di dalam studio menyala dengan iringan musik dari speaker yang menandakan film telah usai. Gua tersenyum menatap wajah Echa yang damai dalam tidurnya, tidak tega untuk membangunkan tapi tidak mungkin juga Gua biarkan kami berdiam lebih lama lagi di sini. Perlahan Gua usap lembut bahunya hingga matanya terbuka pelan.
"Eummpph..", "Eh " Udah abis filmnya ?", ucapnya seraya menegakkan tubuh.
"Udah subuh loch ini", ucap Gua.
Gua lihat Echa mengerutkan kening, lalu Gua terkekeh yang langsung dibalasnya dengan memukul pelan lengan kiri Gua. Tidak lama kemudian Gua mengajaknya meninggalkan studio bioskop.
"Teh, mau makan dulu atau langsung pulang ?", tanya Gua ketika kami berdua berada di eskalator yang menurun.
Echa tersenyum melirik Gua yang berada di samping kanannya. "Makan dulu ya Za, aku laper.. Hihihi".
Echa memilih makan malam di resto luar Mall, kami berdua kini sudah kembali berada di dalam mobil, Gua mengarahkan mobil ke resto Hokben di jalan protokol. Selang 15 menit kami sudah sampai dan telah mengantri bersama pengunjung lain. Gua berdiri tepat di belakang Echa. "Za, kamu mau makan apa ?", tanyanya tanpa menoleh ke belakang.
Gua menatap galeri menu makanan yang terpampang di depan atas kami. "Aku mau beef yakiniku aja Teh", jawab Gua.
Kemudian tibalah giliran kami memesan di counter food, tentunya dengan nampan yang kami ambil masing-masing. Echa memilih Chicken Teriyaki dengan tambahan shrimp ball soup dan dua teh kemasan untuk kami. Setelah beres memesan dan menerima makanan, Gua membayar di kasir lalu kami berdua duduk di salah satu meja dan kursi makan di bagian pojok resto. Kami berdua duduk berhadapan dengan makanan yang sudah tersaji di atas meja. "Hey", ucap Echa melirik Gua.
Gua menegakkan kepala dan tidak jadi menyumpit nasi dan lauk. Echa tersenyum lalu. "Berdo'a dulu Za...".
... Minggu subuh Gua terbangun di atas kasur nan empuk, sambil menggeliatkan badan dan mengucek mata. Gua menoleh ke sebelah kiri, dimana seorang perempuan sedang duduk di sisi kasur tepat di samping Gua sedang mengusap lembut kening ini.
"Bangun, shalat subuh dulu Za", ucapnya sambil tersenyum.
Gua tersenyum mendengar ucapannya, lalu semakin tersenyum ketika sudah menyadari kalau dia sangat cantik dengan mukena yang ia kenakan sekarang. Gua bangkit dari kasur setelah dirinya kembali mengingatkan Gua untuk beribadah dan berjalan menuju pintu.
Selesai melaksanakan ibadah 2 raka'at di mushola dekat halaman belakang kediaman keluarganya ini, Gua kembali berjalan menuju kamar tamu yang semalam Gua tiduri, mengambil hp di atas meja dekat kasur. Lalu kembali keluar kamar dan menuju lantai atas. Gua melangkah menuju kamar di dekat tangga, melongok ke dalam kamar yang pintunya terbuka setengah. Lagi-lagi Gua menyunggingkan senyuman ketika melihat sosok perempuan itu sedang duduk diatas sajadah dengan kitab suci pada genggamannya dan suara lantunan ayat-ayat suci terdengar merdu keluar dari mulutnya.
Lama Gua memperhatikannya membaca kitab suci dengan suara yang pelan dari ambang pintu kamarnya ini.
"Shadaqallahul azhim".
"Eza, dari kapan disitu ?", tanyanya setelah mencium kitab suci dan bangkit dari duduknya.
Gua tersenyum kepada Echa. "Baru kok Teh..", jawab Gua. "Kamu lancar banget ya baca Al-Qur'an", ucap Gua lagi.
Echa hanya tersenyum seraya menaruh kitab tersebut di salah satu rak buku, kemudian merapihkan sajadah dan melepas mukena nya. Lalu dia berjalan kearah Gua yang masih berada di ambang pintu ini.
"Yuk, aku buatin sarapan..", ajaknya seraya mengaitkan tangan kirinya ke lengan kanan Gua. ***
Di lain waktu ketika Gua sudah pulang kuliah siang hari. Masih berada di parkiran kampus, Gua mengecek satu pesan sms yang masuk dan setelah Gua baca isinya, Gua tersenyum dan bergumam dalam hati, 'Jadi juga ke sini..'.
Kemudian Gua pacu si hitam RR yang memang sudah Gua bawa dari rumah ke Ibu Kota sejak satu minggu lalu dengan kecepatan sedang. Gua arahkan motor ke salah satu mall yang jaraknya cukup jauh dari kampus. Mungkin sekitar 40 menit perjalanan akhirnya Gua sampai di dalam parkiran motor sebuah Mall. Gua melepas helm dan menggantungnya di stang. Lalu mengelap keringat di kening dan sekitar wajah karena panasnya jalanan ibu kota siang ini.
Gua masuk ke dalam mall dan menuju lantai 5 dimana food court dan resto makanan berada. Setelah 4 kali naik eskalator akhirnya Gua sampai juga di lantai 5, kemudian Gua masuki satu resto di lantai ini dan menyapukan mata untuk mencari seseorang yang sudah menunggu sejak 10 menit lalu katanya di sms tadi. Setelah Gua menemukan seorang perempuan yang duduk sendirian dengan mengenakan cardigan hitam, Gua pun melangkah mendekatinya.
"Hai...", sapa Gua seraya menaruh telapak tangan kiri ke pundak kirinya dari belakang.
"Eh ?", Dia menengok ke kanan dimana Gua berdiri, "Hai Za...", lanjutnya seraya tersenyum.
"Maaf ya lama, lumayan jauh soalnya dari kampus ke sini..", ucap Gua sambil duduk di depannya.
"Enggak apa-apa, aku juga belum lama kok nunggu kamu", jawabnya, "Oh ya, mau langsung pesan makanan ?".
"Boleh". Kemudian perempuan cantik dan istimewa di depan Gua ini memanggil pramusaji dan meminta buku menu. Lalu kami berdua diberikan 2 buku menu. Gua melihat-lihat daftar makanan yang tertulis, lalu menyebutkan 1 makanan dan 1 minuman yang langsung dicatat oleh si Pramusaji. Tidak lama perempuan di depan Gua ini pun menyebutkan makanan yang dia pesan kepada pramusaji. "Oh ya Mas..", ucapnya.
"Ya Mba " Ada lagi ?".
"Iya, Eumm.. Saya mau tambahan Tempura nya satu ya..". "Okey Mba..".
. . . Kamu mirip sama 'Dia' ya Nda', sama-sama suka gorengan jepang. I Love You Forever. -MW-
Before Downfall Castle of Glass Suatu hari di awal november 2006.
Gua bergegas pulang dari kampus secepat mungkin dengan si RR, kecepatan penuh tentunya. Sekitar 1 jam lebih Gua sudah sampai rumah dan langsung membilas tubuh agar kembali segar bugar, tidak lupa memakai pakaian semi-formal. Jas hitam membalut kemeja putih di dalamnya dan celana jeans hitam juga sepatu pantofel hitam tanpa tali. Jam 7.30 malam Gua pun berangkat menggunakan si Black melintasi jalanan kota yang sudah diguyur hujan sejak Gua sampai rumah tadi sore.
Kemudian sekitar pukul 8 lewat, Gua sudah memarkirkan si Black di area parkir mobil sebuah restoran mewah. Sambil berlari kecil dengan tangan kanan berada dibalik punggung dan tangan kiri menutupi kepala agar tidak terguyur hujan, Gua masuk ke dalam restoran dan menuju meja bagian tengah. "Assalamualaikum", ucap Gua sopan.
"Walaikumsalam", jawab ketiga orang yang sudah duduk berhadapan. "Eh Za, kehujanan gak kamu ?", tanya salah satu dari mereka. "Enggak kok, sedikit sih hahaha..".
"Ayo duduk Nak Eza", timpal perempuan satu lagi seraya tersenyum kepada Gua.
Sebelum duduk, Gua memberikan senyuman semanis mungkin kepada perempuan pertama. "Selamat ulang tahun ya..", ucap Gua, lalu memberikan se-bucket bunga Lily kepadanya.
Dia... Ya kamu.. Nyonya Agatha di masa depan... Tersenyum seraya menutup mulut dengan telapak tangan kanan melihat bunga kesukaan mu kan sayang... Lalu sang Ibunda pun hanya tersenyum bahagia melihat calon menantunya ini memberikan sedikit kejutan kepada putri tercintanya..
Lalu Gua duduk di samping calon istri masa depan Gua itu....
. . . . Gua pulang bersama Sang Nyonya Agatha menggunakan si Black, sedangkan Ibundanya pulang bersama Suaminya.
Sampai di depan rumahnya, Gua buka seatbelt, lalu mengambil hadiah pertama untuknya dari saku jas bagian dalam.
"Nyonya, aku ada hadiah untuk kamu..", ucap Gua.
"Heum ?", "Apalagi Za " Kamu surprise banget sih hari ini, hi hi hi..", jawabnya.
Gua bahagia bisa membuatnya tersenyum, membuatnya senang, dan tentu saja ini semua tidak ada apa-apanya dibandingkan segala apa yang akan Dia korbankan kelak.


Asleep Or Dead Karya Bunbun di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Gua keluarkan cincin permata asli dari gift box, dan tangan kiri Gua memegang telapak tangan kanannya.
"Maaf aku gak pernah bahagiain kamu Nyonya..",
"Aku janji, suatu saat nanti, aku akan membuat kamu bahagia, entah sebagai pasangan hidup atau bukan...", ucap Gua ketika itu.
Kamu.. Ya kamu... Menitikan airmata saat itu sayang.. Kamu tau... I won't give up, I won't giving I stay alive for You... For You..
"Za...", "Aku masih nunggu janji kamu..".
Gua tersenyum, lalu Gua kecup keningnya dan memeluknya erat. I Love You...
Kau selalu ada disaat jiwa Ku rapuh, dikala Ku jatuh... Dan ucapan terima kasih tidaklah cukup untuk membayar semua yang sudah Kamu berikan selama ini.
Masa depan... Gua terhuyung melangkah pelan dalam ruangan yang hanya diterangi oleh cahaya lilin. Gua memutar-mutarkan tubuh diatas kasur, tersenyum, menitikkan airmata untuk kesekian kalinya, lalu tertawa keras.
Suara ketukkan pintu kamar yang sudah berubah menjadi tendangan dari luar pintu kamar tidak menarik perhatian Gua.
Gua menghisap lintingan yang kelima untuk sore ini...
Gua hisap kuat-kuat hingga tidak terdengar lagi suara berisik dari luar kamar. "Za, buka pintunya Zaa..".
Suara itu.. Ah untuk apa dia datang " Wait.. Bukankah kamu sudah tersakiti " Okey I'm dreaming... No no noo.. I'm not dreaming, suara itu nyata, Gua benar-benar mendengar suaranya...
"Ezaa..", "Ini aku.. Tolong buka pintunya Za".
Gua berjalan terhuyung kearah pintu dan menempelkan kening ke kayu jati di depan, Gua tersenyum dalam gelap.
"Hai..", "Untuk apa kamu kesini ?".
"Za ?", "Ini aku.. Tolong buka pintunya Za". "Ada siapa di luar ?".
"Semua udah pergi, cuma aku, percaya sama aku Za, buka pintunya ya Za..". "Bener ?".
"Demi Tuhan Za.. Cuma ada aku sekarang". We damn after all... Fak!
Ceuklek.. Pintu terbuka sedikit.
Gua memiringkan setengah wajah dari balik pintu, mata Gua terasa sakit ketika cahaya ruangan di luar sana seolah-olah menusuk mata ini.
"ASTAGFIRULLOH.. EZAAA!!!". "Hehehe.. What ?", tanya Gua.
Gua tarik tangannya, dan pada akhirnya dia masuk ke dalam kamar sialan ini.
Bau marijuana yang sudah bercampur dengan whiskey pasti langsung menusuk hidungnya, Gua yakin karena cahaya lilin menunjukkan keningnya yang berkerut dan tangannya langsung menutupi indra penciumannya itu.
"Za, kenapa sampai begini ?".
Gua duduk di lantai kamar dan menyandarkan punggung ke sisi ranjang, menenggak whiskey untuk kesekian kalinya, dan menatap langit-langit kamar.
"Apa semua gadis yang baik akan masuk surga ?", tanya Gua pelan. "Za..".
"Ah, ya ya ya ya ya... Kata ahli agama, hanya Tuhan yang tau kan " HA HA HA HA HA HA...". Pelukkannya langsung membuat botol minuman di tangan kiri Gua terjatuh. Gua hanya bisa mendengar suara isak tangisnya dan membasahi kaos bagian bahu ini.
Bawa aku pulang dalam mimpi yang membutakan Lewat rahasia yang telah kulihat
Basuh nestapa dari kulitku
Dan tunjukkan padaku cara untuk utuh lagi
Karena aku hanya sebuah retakan di dalam istana kaca ini Tak ada yang tersisa, untuk kau lihat.. Untuk kau lihat....
PART 32 Kesibukkan perkuliahan mulai semakin terasa menjelang akhir bulan november, berbagai tugas dan beberapa makalah yang harus dicetak membuat Gua berpikir untuk membeli sebuah laptop dan printer juga modem internet. Gimana enggak, dalam seminggu sudah empat kali Gua print tugas dan delapan kali bolak-balik ke rental komputer. Andaikan komputer di kamar rumah Gua ada di kost-an mungkin lain cerita. Tapi Gua malas untuk membawanya, belum penggunaan daya listrik yang tidak kecil jika Gua membawa CPU.
Gua sudah berniat untuk membeli laptop, maka ketika Gua sudah pulang kuliah, Gua mengajak Tante Gua untuk pergi ke Glodok menggunakan mobilnya. Ya bukan apa-apa, kan Gua di Jakarta hanya membawa si RR, jadi rasanya lebih efisien memakai mobil untuk belanja elektronik semacam ini. Gua dan Kinan sudah berada di dalam mobilnya melintasi jalan raya ibu kota, dan Kinan lah yang mengendarai mobil, karena Gua tidak hapal jalan dari kampus ke Harco Glodok.
Sekitar 1 jam kami sampai di pusatnya barang elektronik ini. Gua menuju lantai 3 bersama Kinan, lalu masuk ke salah satu toko. Gua sudah berniat membeli salah satu laptop dengan merk S dengan spesifikasi yang lebih dari cukup untuk menunjang kebutuhan tugas kuliah, karena pada dasarnya tugas perkuliahan Gua tidak membutuhkan grafis yang high-performance layaknya kebutuhan tugas Teteh tercinta. Jadi Gua rasa sebuah laptop dengan mid-entry level sudah lebih dari cukup. Game " Dari dulu gw lebih menyukai bermain via console daripada PC atau Lapie. Setelah memilih laptop, Gua pun membeli sebuah printer di toko yang sama. Biar sekalian lah. Btw, ini laptop cuman dikasih bonus tas doang, gak ada yang lain apa, kayak card reader atau mouse pad gitu... Hadeuh. ...
Singkat cerita Gua dan Kinan sekarang sudah berada di resto fast food mekdih. Sambil menyantap pesenan masing-masing, kami membicarakan hal remeh perkuliahan, hingga Gua lupa bagaimana awalnya kami berdua malah membahas satu topik yang Gua sendiri belum tau harus bagaimana dengan janji-janji yang pernah terucap.
"Jadi Za, kamu belum cerita soal hubungan kamu dengan Mba Siska ke Vera ?", tanya Kinan setelah mendengar cerita Gua soal beberapa perempuan yang dekat dengan Gua akhir-akhir ini. Tangan Gua mengaduk beberapa fried fries ke saos sambal dan langsung menyantapnya sekaligus.
Gua menggelengkan kepala, menatap Kinan yang sedang meminum cola dari sedotan. "Belum Kak..", jawab Gua akhirnya setelah menelan makanan.
"Kamu gimana sih Za",
"Gak kasihan sama Vera ?",
"Belum lagi Echa dan Sherlin", ucapnya dengan sedikit mendengus pelan.
Gua sadar maksud ucapan Kinan, tapi mau gimana lagi, sekarang keadaannya Gua sudah memacari Mba Siska. Gua tidak langsung menanggapi ucapannya itu, kening Gua berkerut lalu ibu jari dan telunjuk mengurut tulang hidung sembari memejamkan mata ini. Pusing Gua memikirkan ke-empat perempuan yang ada di daftar polling cerita.
"Iya aku paham, tapi asal kamu tau Kak...",
"Untuk Sherlin nih, dia udah dekat dengan cowok lain, mantannya..",
"Malah aku gak tau dia balikkan lagi apa enggak sama mantannya yang namanya Feri itu", ucap Gua. "Poin nya bukan itu Za".
"Terus ?". "Kamu terlalu gampang ngucapin janji yang belum pasti bisa kamu tepati". Degh!
Ah Kinan.. Tante Gua ini kalau ngomong suka bener aja deh. Duh Nan.. Aku mesti gimana lagi coba " da kepalang ke ucap. Mana yang aku janjiin hampir semuanya lagi. Bukan perkara sembarangan sebanarnya, tapi Gua cuma ber-empati kepada mereka, tega apa Gua mupus harapan Teteh tercinta selama ini, dari sejak kami SD hingga sekarang, belum Nona Ukhti juga dari kelas 1 SMA. Kuat bener dah itu perempuan dua. Tambahan ada Mbak Yu, seenggaknya Mba Yu pernah pacaran lah selama 2 tahunan ama Gua. Mba Siska " Duh yang ini nih yang bahaya, enggak tau nunggu apa enggak, yang jelas kami saling pendam perasaan selama beberapa waktu walaupun hanya tersirat. Apalagi sekarang pas Gua pacarin... Permintaannya ituuu.. Ah sudahlah...
"Iya mungkin aku terlalu ngegampangin setiap harapan mereka, tapi Kak bukan soal aku mau ngasih janji joni..", ucap Gua.
"Janji Joni..?".
"Hehehe.. Iya, filmya Nicholas tahun kemaren, gak bisa nepatin janji kan dia hahaha..", jawab Gua mengingat film tahun 2005 itu.
"Diih dasar", "Udah deh Za, aku cuma kasih saran aja, kamu harus bisa benar-benar milih diantara mereka, kamu tau kan semuanya gak main-main, bukan pacaran cinta monyet walaupun kita tergolong masih abg", "Lain cerita kalo kamu emang mau cari perempuan untuk sekedar pacaran kayak anak SMP", tandasnya.
Gua hanya bisa mengangguk pelan menanggapi wejangannya itu. Iya sih apa yang diucapkan Tante Gua ini ada benarnya. Semua perempuan yang dekat dengan Gua saat ini bukan cari kesenangan sesaat, mereka memiliki harapan besar. Gua bicara fakta bukan omong kosong. Terserah orang mau anggap terlalu dini mikirin cinta-cintaan kayak jaman bocah. Lah yang cinta monyet aja kalo putus galau menahun, kan Pe'a. Gak ngaca broh ".
"Kamu itu beruntung Za, banyak perempuan yang suka sama kamu, yang tulus..", "Sampai yang di depan mata kamu aja, kamu enggak sadar kalo perempuan ini udah naruh perasaan untuk kamu dari dulu...".
Degh! Loch... Loch... Loch... Yang di depan mata " Maksudnya " Kamu Kak " Aduh kenapa ujungnya baper lagi kamu sih.
"Duh Kak, untuk itu maaf banget.. Duh gimana yaa.. Eeuu..", ucap Gua pusing, salah tingkah menjawab ucapannya itu.
"Ha ha ha ha.. Udah udah gak usah dipikirin, aku udah jadi Tante kamu sekarang hihihi...".
Senyuman yang Gua paksakan yang hanya bisa Gua berikan untuk Kinanti. Ada perasaan bersalah dan gak enak hati kepadanya. Ini kelemahan Gua, selalu gak tega dan gak enak hati kepada perempuan. Yang menjadikan Gua kadang terlalu mudah memberikan harapan dan berbaik hati kepada mereka. Yang ujungnya membuat Gua pusing 7 keliling setelah menjalaninya. Polanya harus diubah kayaknya. Sekali-kali harus jadi manusia tega seperti pada saat Gua memilih Mba Yu saat di SMA dulu daripada kedua perempuan lainnya.
... ... ... Lampu natal yang berkerlap-kerlip menghiasi pepohonan di cafe ini membuat suasana malam menjadi indah untuk dinikmati, apalagi lantunan lagu blues yang keluar dari beberapa speaker sudut cafe semakin menambah asyiknya malam minggu. Memang hari raya natal masih jauh, tapi hiasan lampu yang membalut pohon besar itu sungguh membuat suasana berbeda. Cafe yang terletak di salah satu sudut selatan jakarta ini memang memiliki tema outdoor. Di jaman Gua (2006) jarang ada cafe yang out of the box konsepnya, berbeda dengan jaman sekarang, yang mana sudah menjamur dan sudah banyak sekali cafe dengan tema uniknya masing-masing.
Gua duduk bersama sang kekasih hati di kursi kayu, kami saling berhadapan dengan penghalang meja kayu di depan kami. Lilin pada gelas mungil menghiasi setiap meja cafe. Gua memang baru pertama kali kesini, dan overall almost perfect nih tempat. Cuma satu kekurangannya, harga menu makanan dan minimumannya amit-amit. Bukan untuk kaum mahasiswa apalagi abg SMA, udah masuk golongan kelas pekerja aja ini ma. Emang sih services dan menunya western, wajarlah. Tapi bukan berarti Gua mau belaga sok nongkrong di sini. Melainkan pemilik cafe ini yang sudah beberapa hari lalu mempromosikan tempat usahanya kepada Gua setiap hari di kampus. Si Dosum, alias Pak Boy, Dosen F n' B service Gua di kampus itulah Sang pemilik cafe.
"Wah datang juga ente Za", ucap Pak Boy kepada Gua sambil berjalan mendekat.
"Eh Pak, iya nih hehehe, abis Bapak tiap hari minta ane maen ke sini kan..", jawab Gua ketika dia sudah berdiri di samping Gua.
"Hehehe iyalah, biar tau tempat nongkrong berkelas Lu di Jakarta ini..", ucapnya lagi, "Wah sama siapa nih Za " Pacarnya Lu nih Za ?", tanyanya sambil melirik kepada Mba Siska.
"Iyalah, pacar saya Pak, malam minggu gini masa ngajakin si Mat Lo, kayak gay aja nanti saya jalan berdua ama dia", timpal Gua sambil nyengir.
"Hahahaha.. Bisa aja Lu, tapi kapan-kapan ajak Mat Lo ama temen-temen kelas Lu ke sini lah, biar makin rame", lanjutnya, dan Gua hanya mengangguk sambil tersenyum,
"Oh ya, kenalin Mba, Saya pemilik cafe ini sekaligus Dosennya Reza di kampus", ucap Pak Boy sambil menyodorkan tangan kepada Mba Siska.
"Salam kenal Pak, saya Siska", jawab sang kekasih menyambut tangannya Pak Boy. "Maaf ya Mba, maaf nih..", ucap Pak Boy lagi setelah melepaskan jabatan tangannya. "Kenapa Pak ?", tanya Mba Siska kebingungan.
"Saya cuma mastiin aja, bukannya gak percaya hehehe",
"Mba bener pacarnya mahasiswa saya yang satu ini nih..", tanya Pak Boy sambil menunjuk Gua dengan dagunya.
"Ooh..", "Bukan kok Pak", jawab Mba Siska sambil tersenyum penuh arti.
"Naaah... Ketauan Lu boong ye ama Gua", timpal Pak Boy sambil menyenggol bahu Gua dengan tangan kanannya.
"Loch.. Loch.. Loch.. Kok bukan sih Mba ?", tanya Gua kaget seraya menatap Mba Siska.
Mba Siska tersenyum lebar dengan balik menatap mata Gua. "Saya bukan pacarnya Reza", katanya. "Tapi saya calon istrinya Reza, hi hi hi hi..", lanjutnya jahil kali ini.
Gua pun tergelak tertawa mendengar jawaban jahil kekasih hati itu. Sekitar pukul 8 malam kami sudah menghabiskan hidangan yang kami pesan sebelumnya. Tentunya Gua mendapatkan diskon harga dari Pak Boy. Btw, walaupun ini cafe miliknya, Pak Boy tetap memiliki pekerjaan sebagai Bar Mananger disalah satu hotel bintang 4 Jakarta.
... ... ... Kini sudah masuk satu minggu di bulan desember. Hubungan Gua dengan Mba Siska berjalan mulus tanpa ada persoalan yang berarti, Gua menikmati setiap momen bersamanya. Sedangkan Bianca, kami masih menjalankan program normalisasi walaupun belum ada kemajuan yang berarti, kami masih sering jalan berdua, makan bersama, dan selalu menghabiskan waktu untuk sekedar ngobrol di depan kamarnya.
Everything looks normal, until...
Suatu malam di bulan Desember, Gua baru pulang dari rumah kontrakan Mba Siska ke kost-an. Setelah memarkirkan si RR, Gua berjalan menuju kamar. Tapi Gua melihat ada sedikit, ya sedikit keramaian di depan kamar no. 19. Dimana letak kamar Mas Wisnu berada. Gua lihat disana sudah ada Bianca, Mas Berry (pengacara muda sebelah kamar Bianca) dan Koh Ayung si pengusaha counter hp bersama Ci Alin istrinya yang tinggal di kamar no. 18.
Gua sampai juga di depan kamar, tapi mata Gua tetap memperhatikan Mas Berry yang berdiri di depan kamar no. 19 yang pintunya terbuka, sedangkan Bianca, Koh Ayung dan istrinya sudah masuk ke dalam kamar Mas Wisnu.
"Za, sini..", ucap Mas Berry setelah menengok ke arah Gua.
"Oh, iya Mas..", jawab Gua seraya berjalan mendekatinya, "Ada apa Mas ?", tanya Gua ketika sudah berada di sampingnya.
Mas Berry hanya menggeleng pelan lalu menengok ke depan, ke dalam kamar di depan kami, "Ka', Eza udah datang nih..", ucap Mas Berry dari depan pintu ke arah dalam kamar. Tidak lama Bianca keluar dari dalam dan langsung memeluk Gua. "Loch " Ada apa ini ?", tanya Gua bingung.
Lama kelamaan tubuh Bianca bergetar dan suara isak tangisnya pecah. Wajahnya terbenam ke dada Gua, Gua hanya bisa membalas pelukannya dan mengelus lembut punggungnya. Di belakang Bianca, dimana Mas Berry masih berdiri.
"Za..", ucap Mas Berry lagi kepada Gua, "Calon istrinya Mas Wisnu..",
"Meninggal...".
Hati Gua menclos mendengarnya. Tidak percaya dengan ucapan Mas Berry tentang kabar duka itu. Pelukkan Bianca semakin erat Gua rasakan dengan isak tangis yang semakin nyaring terdengar. Kemudian Gua menaruh dagu diatas kepala Bianca, dan tanpa terasa airmata Gua pun turun membasahi pipi ini.
... Umur seseorang memang sudah ada yang atur, tanpa pernah kita tau kapan akan kembali pulang kepada sang pencipta. Bisa jadi hari ini kita masih tertawa bersamanya, tapi esok hari dia sudah pergi meninggalkan kita semua.
Mas Wisnu adalah perantau yang bekerja di Jakarta, sedangkan calon istrinya seorang perawat RS di kota besar provinsi Jawa Timur. Kejadian meninggalnya sang calon pendamping hidup Mas Wisnu itu akibat kecelakaan tunggal sepeda motor. Yang Gua dengar dari Bianca, calon istrinya Mas Wisnu pulang larut malam setelah bekerja shift sore hingga pulang pukul 11 malam, entah mengantuk atau akibat letih setelah bekerja, motor yang dikendarainya itu melintasi lubang jalan yang rusak sehingga menyebabkan motor tidak seimbang dan menghajar bahu jalan, yang parahnya... Si pengemudi terpelanting dari motor dan jatuh ke sungai. Ya karena jalanan yang dilintasi adalah sebuah jembatan. Almarhumah meninggal di tempat setelah terhempas dan bagian kepalanya membentur batu sungai di bawah.
Gua tidak bisa berkata apa-apa mendengar cerita Bianca itu, karena awal tahun 2007 nanti rencanaya Mas Wisnu dan pasangannya itu akan melangsungkan pernikahan di kota mereka. Segalanya sudah dipersiapkan dengan matang, hanya kartu undangan saja yang memang belum dibagikan. Gua tidak berani mengambil gambaran bagaimana jika Gua yang mengalami hal tersebut seperti Mas Wisnu.
Hancur sehancurnya ini hati. Pasti.
Gua pernah merasakan kehilangan ditinggalkan kekasih saat SMP dulu, dengan kejadian yang sama, kecelakaan lalu-lintas. Tapi kalau dipikir-pikir beda perkara. Ini orang mau menikah kurang dari satu bulan lagi, sedangkan Gua hanyalah berpacaran, tapi hati Gua sakit dan terpuruk ketika itu. Apalagi Mas Wisnu sekarang.
Gua hanya bisa ikut ber-belasungkawa kepada Mas Wisnu. Gua tidak berani bicara macam-macam. Hanya ucapan itulah yang bisa Gua sampaikan kepada tetangga kost-an Gua. Esok harinya Mas Wisnu pulang kampung.
... "Za, Gue gak tega lihat Mas Wisnu", ucap Bianca setelah kepulangan Mas Wisnu tadi pagi.
"Hmm.. Sama Ka', tapi ya inilah hidup Ka'..", ucap Gua, "Kita enggak tau hal apa yang akan kita hadapi di masa depan..",
"Kita udah merencanakan segala sesuatunya dengan matang, tapi kembali lagi, hanya Tuhan lah yang berkehendak..".
Sore ini, Gua sedang berada di depan kamar Bianca setelah pulang kuliah tadi. Duka yang masih kami rasakan sejak tadi malam masih meliputi, tidak terkecuali teman dekat kami, Mas Berry, Koh Ayung dan Ci Alin. Hanya kamilah yang cukup dekat dengan Mas Wisnu.
Gua bergidik ketika membayangkan jika Gua yang berada di posisi Mas Wisnu sekarang. Takut, teramat takut dan Gua yakin belum tentu Gua bisa sekuat Mas Wisnu walaupun Gua juga yakin hati dan jiwa Mas Wisnu hancur menerima kenyataan pahit ini.
. . . . . . Semoga semuanya akan baik-baik saja untuk Gua dan semuanya.... Ya semoga...
PART 33 Perkuliahan Gua berjalan baik, tugas-tugas Gua kerjakan dengan sempurna. Baik itu individual maupun berkelompok. Hari-hari Gua di kampus pun berjalan lancar, berteman baik dengan setiap mahasiswa/i lain. Agak bingung sebenarnya kalau harus menceritakan detail kesehari an di kampus, karena kegiatan dan aktifitas Gua hanya itu-itu saja, tidak ada yang menarik selain berkutat dengan matkul di kelas.
Soal hubungan pertemanan di kampus, Gua sendiri tidak terlalu dekat dengan yang lain, berhubungan baik tapi tidak ada satupun yang menjadi sahabat layaknya Gusmen, alm. Topan, Sandhi atau Bernat seperti di SMA dulu. Gua malah lebih dekat dengan Lisa, Kinanti dan Veronica. ...
"Hai Vo", ucap Gua ketika melihat Veronica yang berjalan dari taman kampus kearah gerbang, sama dengan Gua.
"Eh, hai Za..", balasnya. "Mau pulang Vo ?", tanya Gua.
"Enggak Za, Gue harus ke toko kue, mau beli bahan-bahan untuk tugas praktek besok", jawab Vero. "Oh.. Eh.. Kok sendirian " Enggak bareng kelompok Lu belanjanya ?".
Vero menggelengkan kepala. "Enggak, mereka ada tugasnya masing-masing, jadi Gue dititipin uang aja buat belanja", lanjutnya.
"Mmm.. Yaudah, Gua anter mau ?", ucap Gua menawarkan. "Heum " Serius mau anter ?".
Gua mengangguk seraya tersenyum.
Akhirnya Vero pulang ke kost-annya terlebih dahulu untuk mengganti pakaian, karena Gua tidak mungkin mengantarnya dengan Vero masih mengenakan seragam kampus, bukan soal pakaian seragam atasan tapi bagian bawah alias rok-nya yang terbilang pendek. Sementara Vero pulang ke kost-an, Gua menunggu di kantin kampus, sekedar merokok dan ngemil. Kurang lebih 15 menit, Vero kembali ke kampus. Gua pun kembali ke parkiran setelah menerima smsnya.
Kami berdua sudah melintasi jalan raya dengan si RR, Gua mengarahkan motor sesuai arahan Vero. Sekitar 20 menit kami sampai di toko bahan kue. Lalu kami berdua masuk ke dalam. Vero langsung mengeluarkan secarik kertas dari saku jaketnya, melihat daftar bahan yang harus dia beli. Gua hanya melihat-lihat barang dan bahan kue di dalam toko ini. Setelah Vero mengecek ulang semua bahan kue sudah masuk ke dalam keranjang belanjaan, barulah kami menuju kasir untuk membayar.
Beres mengantar Vero belanja, Gua mengajaknya makan di resto seafood. Sore ini rasanya Gua ingin makan kerang. Sesampainya di resto seafood dan memesan. Gua dan Vero terlibat percakapan seputar mata kuliah sambil menunggu pesanan datang. Tidak lama pesanan datang. "Loch Za, kok Lo cuma pesen kerang aja ?", tanyanya ketika melihat pesanan Gua di atas meja. "Iya Vo, gak tau nih Gua lagi pengen makan kerang aja...".
"Seriusan gak makan nasi Za ?".
"Enggak Vo, Gua makan malam aja nanti gampang sama cewek Gua". "Oh gitu, ya udah.. Gue makan ya Za".
"Yoo..", ucap Gua.
Vero makan dengan lahap, dan makanan yang dia pesan adalah ikan bakar, Gua gak tau janis ikan apa yang jadi santapannya itu. Gua memperhatikan Vero sambil mencungkil daging kerang dari cangkangnnya. Mungkin karena Gua terlalu lama memperhatikan Vero yang lahap. Dia menghentikan suapannya lalu menatap Gua.
"Kenapa Za ?". "Eh, enggak, enggak apa-apa Vo...".
Vero mengerenyitkan kening. "Lo mau nyobain makanan Gue " Enak kok..", ucapnya.
Gua memperhatikan daging ikan dan kulit ikan yang terbakar itu. Gua lihat sih enak ya. Nyicipin sedikit enggak apa kali.
"Boleh Vo ?", tanya Gua.
"Boleh lah, nih sini Gue suapin, mau pakai nasinya ?".
"Enggak Vo, ikannya aja..".
Vero pun mencuil daging ikan yang masih ada bagian kulit yang terbakar. Dan menyodorkan suapannya kearah mulut Gua. Mulut ini terbuka untuk menerima suapan Vero...
Nyamm.. Nyam.. Nya.. HOOEEKK... Gua memuntahkan daging ikan tersebut kebawah meja makan. Lalu tanpa tersadar sekujur tubuh Gua berkeringat dan butiran airmata sudah menggenang di sudut mata Gua.
Gua masih terbatuk ketika Vero dengan kaget dan sibuknya meminta teh manis hangat kepada pelayan. Gua langsung menghabiskan teh manis setengah gelas agar rasa ikan bakar hilang dari lidah Gua. Setelah merasa mendingan, Gua mengurut-ngurut kening karena rasanya perut Gua masih sedikit mual.
"Lo gak suka ikan Nila Za ?", tanya Vero dari samping sambil memijat bahu kanan Gua. "Bukan Vo, Gua suka makan ikan, tapi bingung kalo dibakar gini malah euneuk...", ucap Gua lemas.
Tidak lama kemudian Vero mengajak Gua pulang ke kost-an, tentunya setelah Gua membayar makanan. Sampai di parkiran Vero menawarkan diri untuk mengemudikan si RR, jujur aja, Gua ragu pada perempuan cantik ini, bener gak ya dia bisa bawa motor kopling. Tapi keraguan Gua sirna ketika sepanjang perjalanan Vero mengemudikan RR dengan lancar jaya tanpa hambatan. Gua diminta memeluknya dari belakang ketika kami berdua berada di atas motor. Karena dia tau Gua masih lemas. Jadi yaaaa... Gua memeluknya dari belakang dan kepala ini Gua sandarkan di bahu kirinya.
Sampai juga di kost-an, dengan lemas Gua mengganti pakaian untuk rebahan di atas kasur. Lalu Vero ke dapur membuatkan Gua segelas teh manis hangat. Setelah kembali ke kamar, Gua duduk diatas kasur dengan menyandarkan punggung dinding kamar, dan meminum sedikit teh manis yang di pegangi oleh Vero. Kepala Gua sedikit keleyengan, pusing dan perut Gua masih terasa mual. "Gimana Za " Udah mendingan ?", tanya Vero yang duduk di sisi ranjang. Gua mengangguk lemah dengan mata yang sayu.
"Tau Lo gak suka makan ikan bakar gak akan Gue kasih tadi Za...", ucapnya. Tidak lama kemudian hp Gua berdering tanda panggilan masuk.
Quote:Percakapan via line :
Mba Siska : Assalamualaikum Za.. Kamu mau jemput aku jam berapa ".
Gua : Walaikumsalam Mba.. Maaf Mba, aku kayaknya gak kuat buat jalan keluar. Suara Gua lemah berbicara di telpon
Mba Siska : Eh kamu kenapa " Kamu sakit Za ". Terdengar suara Mba Siska khawatir di ujung telpon.
Gua : Kayaknya iya nih Mba, aku lemes, perut eneuk banget Mba...
Mba Siska : Ya udah ya udah aku pulang ke kontrakan dulu naik taxi, nanti aku ke kost-an kamu abis maghrib ya sayang..
Gua : Maaf ya Mba, aku gak bisa jemput kamu..
Mba Siska : Enggak apa-apa sayang, udah kamu tiduran dulu ya, nanti aku kesitu sekalian bawa makan malam.. Aku beres-beres dulu ya, sebentar lagi jam pulang.
Gua : Iya Mba, hati-hati di jalan ya.. Mba Siska : Iya sayang, Assalamualaikum.. Gua : Walaikumsalam Mba..
Gua menaruh hp di samping bantal, lalu menyusutkan tubuh lagi agar kembali berbaring. "Cewek Lo Za ?", tanya Vero.
"Iya Vo..", "Harusnya Gua jemput dia sore ini ke kantornya". "Emang dia gak bawa mobil ?", tanyanya lagi.
"Enggak Vo, biasanya kalo minta di jemput pagi sama Gua kayak pagi tadi, dia Gua anter ke kantornya pake motor..".
Ketika pukul 17.30, Vero pamit pulang, karena dia tau kekasih Gua akan datang ke kost-an setelah maghrib. Ya gak enak aja mungkin maksudnya. Tidak lupa Gua mengucapkan terima kasih kepada Vero sebelum dia melangkah ke pintu kamar yang langsung dibalas dengan senyuman manisnya.
Gua bangun dari kasur setelah mendengar lantunan adzan maghrib dari tv yang memang Gua nyalakan sedari tadi. Walaupun tubuh ini masih lemas dan perut mual, Gua mencoba memaksakan diri ke kamar mandi untuk mengambil air wudhu. Beres bersuci, Gua pun merentangkan sajadah dan mulai melaksanakan ibadah 3 raka'at. Ketika Gua sampai di raka'at terakhir, pintu kamar terbuka dan suara seorang perempuan pun terdengar yang sedikit membuat konsentrasi ibadah Gua terganggu.
"Ezaaa...", teriak suara perempuan setelah membuka pintu dengan sedikit kasar, "Eh " Lagi shalat, sorry..", suaranya terdengar pelan dan pintu kembali tertutup, kali ini dengan suara pelan juga.
Beres melaksanakan ibadah dan berdo'a, Gua merapihkan sajadah dan membuka sarung. Lalu Gua berjalan ke pintu dan membukanya.
"Eh udah shalatnya Za ?", tanya Bianca dari kursi besi di samping pintu kamar. Gua hanya mengangguk pelan sambil menyandarkan tubuh ke kusen pintu. "Loch, Lo kok pucet sih ?", tanyanya kali ini seraya bangkit dari kursi dan berdiri di depan Gua. "Enggak enak badan aja sih, mual perut Gua Ka'..", jawab Gua.
Entah kenapa juga ini perempuan menjadi khawatir ke Gua. Kedua tangannya memegang kedua sisi wajah Gua. Menatap Gua dengan tatapan khawatir.
"Lo belum ke dokter ya ?".
Gua menggelengkan kepala lemah. "Enggak perlu ke dokter Ka'..", jawab Gua. "Udah minum obat ?".
"Enggak ah Ka', Gua gak mau minum obat, buat apaan lagian..". "Kok gitu sih ?",
"Biar cepet sembuh lah Za..".
Gua hanya mendengus pelan, tapi ini tangan kanan Bianca yang memegang pipi kiri Gua kok megusap-usap lembut.
Dan... "Eza". Gua mundur satu langkah dan menengok ke kiri dimana sang Kekasih sudah berdiri beberapa meter dari Gua dan Bianca. Bianca yang menyadari Mba Siska sudah datang pun langsung menurunkan tangannya dari wajah Gua dan mundur menjauh beberapa langkah.
"Eh, ha.. Hallo Mbaa..", ucap Bianca gerogi menyapa kekasih Gua itu.
Tanggapan Mba Siska itu... Dia menatap tajam kepada Bianca seraya berjalan mendekati Gua dan berdiri tepat di samping Gua. Mba Siska masih menatap Bianca dengan raut wajah yang sangat tersirat perasaan marah dan ketidak sukaannya kepada si FDJ di depan kami ini.
"Euummm.. Saya.. Saya pamit ke kamar dulu deh", ucap Bianca, "Cepet sembuh ya Za",
"Mari Mba..", lanjutnya kepada kekasih Gua yang masih menatapnya tajam.
Bianca pun berlalu berjalan kearah kamarnya di sebrang sana. Sedangkan Mba Siska membalikkan badan dan melangkah masuk ke dalam kamar kost-an.
"Masuk Za", terdengar jelas nadanya tegas seolah-olah itu sebuah perintah. ...
Gua duduk di atas kasur dengan kaki menjuntai ke lantai, sedangkan Mba Siska duduk di depan Gua, di atas kursi belajar yang dia tarik. Semangkuk bubur ayam sudah berada di atas tangan kirinya dan tangan kanannya menyendok bubur untuk disuapkan ke mulut ini.
Gua mengunyah bubur perlahan sambil menatap wajahnya yang sudah masuk mode emosi level 1. "Maksudnya apa tadi ?", ucapnya memulai sesi introgasi.
Gua menelan bubur terlebih dahulu. "Enggak ada maksud apa-apa kok Mba, dia cuma cek wajah aku aja yang pucet ini..", jawab Gua.
"Perlu pakai pegang-pegang pipi kamu ?", nadanya dingin tapi penuh penekanan.
Gua mau jawab apa, kan si Bianca yang megang Gua, lagian mana tau Gua dia bakal megang wajah tampan nan rupawan ini.
"Segitu perlunya Za ?", tanyanya lagi karena Gua hanya bisa terdiam. "Ya aku mana tau dia mau megang muka aku Mba..".
"Terus kamu kenapa asyik aja dipegangin gitu " Kesenengan gitu " Iya ?", cecarnya. "Enggak gitu".
"Enggak gitu gimana ?",
"Aa..", perintahnya dengan sendok yang berisi bubur di depan mulut Gua. Lalu Gua membuka mulut dan itu sendok dengan cepatnya masuk ke dalam mulut Gua. "Ayo jawab! Kesenengan kan!! Iya "!! Mentang-mentang lagi sakit! Hm "!!", lanjutnya dengan mata yang melotot.
Gua hanya bisa menggelengkan kepala pelan sambil mengunyah bubur yang tidak enak rasanya. Bukan karena rasa makanan tapi nafsu makan Gua hilang. Gimana mau nikmatin makanan kalau sambil diintrogasi gini. Apes ini sih, gara-gara si Bianca. Lagian kok Gua bisa gak sadar sih Mba Siska datang, oh gara-gara mobilnya masuk barengan sama mobilnya Koh Ayung nih tadi, jadi luput dari perhatian Gua.
Gua hanya bisa tertunduk sembari menerima tiap suapan sang kekasih dengan sedikit kasar, karena emosinya kepada Gua. Sampai bubur habis dan Mba Siska memberikan Gua sebotol air mineral, dirinya masih saja ngambeuk. Haduh...
"Mba, aku pingin ngerokok..", pinta Gua kepada Mba Siska yang sedang mengeluarkan dan membereskan seragam kerjanya dari dalam tas.
Mba Siska masih saja asyik merapihkan seragam kerja dan menggantung seragamnya itu ke balik pintu kamar tanpa menjawab permintaan Gua.
"Mba..". Mba Siska menengok dengan cepatnya kepada Gua yang masih duduk di sisi kasur. Haiiishh itu matanya serem, dia cuma memberikan tatapan melototnya kepada Gua. Nyali Gua pun menciut lalu tubuh ini pun langsung ambruk ke kasur. Gak berani macam-macam deh kalau si Polcan sudah masuk mode emosi. Gua membalikkan badan, menghadap dinding kamar dan membelakangi sang kekasih yang masih asyik beres-beres. Gua mengambil bantal guling dan memeluknya.
Tidak lama kemudian, Gua merasakan kasur bergerak. Ternyata Mba Siska naik keatas kasur dan tiduran di samping Gua. Lebih tepatnya di belakang Gua. Tangannya lembut mengusap rambut ini. "Za..".
"Heum ?", gumam Gua tanpa membalikkan badan. "Aku udah bilang dari dulu, jangan deket-deket sama Bianca..". "Heu'euh", jawab Gua malas.
"Aku tau dia naruh hati sama kamu.."
"Ah sok tau kamu", ucap Gua menanggapi ucapannya itu.
"Aku tanya, teman seperti apa yang khawatir sampai megangin wajah temannya dengan tatapan kayak Bianca tadi ?",
"Apalagi dia perempuan loch Za..".
Gua mendengus kasar. "Tapi bukan berarti dia suka sama aku Mba..".
"Sayang, mulai gak nurut ya kalo dibilangin sama Aku ?", ucapnya yang terdengar sangat lembut tapi tangan yang membelai rambut Gua itu berubah jadi sedikit kasar.
Gua menelan ludah dan langsung membalikkan badan. "Enggak Mba, sumpah aku gak macemmacem, aku nurut sama kamu Mba..", jawab Gua menatap wajahnya.
Mba Siska tersenyum kepada Gua dan mendekatkan wajahnya. Cup... Diciumnya kening ini.
"Gitu dong.. No more Bianca lagi ya sayang..", ucapnya lembut dan tersenyum manis penuh arti. ***
Quote: Suatu hari di bulan Januari tahun dua ribu sekian..
Gua mengendarai sedan merah milik sang perempuan cantik, dan tentu saja dia sedang duduk di jok samping kemudi...
"Inget loch, gak boleh terlalu excited nanti di sana..", ucap Gua tanpa menoleh ke kiri.
Lalu tangan lembutnya diletakkan ke bahu kanan Gua. "Iya Ayaaah.. Cerewet deh dari semalem", ucapnya sambil terkekeh.
"Ya kan aku gak mau kenapa-kenapa sama kamu dan.. calon bayi yang ada di dalam kandungan kamu sayang", ucap Gua lagi mengingatkan kondisi kehamilannya.
"Hihihi.. Aku seneng tauu..", jawabnya.
"Heum " Seneng gimana?", tanya Gua menoleh sekilas kepadanya. "Iya senenglah, semenjak aku hamil, kamu jadi berubah drastis.. Hihihi", jawabnya lagi.
Gua tersenyum lebar dan memindahkan tangan kiri dari kemudi ke perutnya yang masih rata itu. Memang belum nampak membesar karena usia kandungannya yang tergolong baru seumur jagung. Gua membelai lembut perutnya. "Maafin semua sikap aku selama ini sama kamu ya sayang", ucap Gua penuh ketulusan. Tangan kirinya berpindah dari bahu Gua, sekarang dia mengaitkan tangannya itu ke lengan Gua setelah membuka seatbelt yang melingkar di depan tubuhnya, lalu menyandarkan kepalanya ke sisi lengan kiri ini.
"I Love You sayang..", ucapnya dengan mata yang terpejam. Cup.. Gua kecup atas kepalanya sekilas dan langsung kembali fokus ke jalan. "I Love You too sayang..".
. . . . . "Bandel ya, dibilang jangan loncat-loncat juga", ucap Gua sambil menyeuka keringat di keningnya dengan tisu.
"Hehehe.. Gak asyik tau kalo cuma diem aja.. Lagian gak sering ini...", jawabnya membela diri.
"Heum... Iya deh",
"Mau langsung pulang ?", tanya Gua. "Ini jam berapa ?".
Gua melirik jam tangan di pergelangan tangan kiri. "Jam 10 lewat 5 menit..". "Hm.. Masih keburu gak ya..".
"Mau kemana emangnya ?".
Istri Gua ini terkekeh pelan seraya memegangi kedua tangan Gua. "'debay' nya pingin tempura...", jawabnya lalu menggigit bibir bagian bawah dan tersenyum.
Gua tertawa melihat tingkahnya itu. "Kamu ini ada-ada aja deh, dedek bayi dijadiin alesan, ini sih Emak nya aja yang pingin.. Dasar", ucap Gua seraya kembali tertawa.
Istri Gua hanya memeletkan lidah dengan mata yang terpejam lalu tertawa ketika Gua mendusel rambutnya dan mengajaknya meninggalkan Jakarta Convention Center ini.
. . . . . ...i love you more than anything my beloved wife...
PART 34 Sebuah mobil berhenti tepat di depan rumah Nenek, Gua yang sedang menikmati sore ini dengan secangkir kopi beserta racun nikotin di sofa teras pun berdiri, lalu melangkah dan berhenti tepat di jalan antara teras dengan halaman. Gua tersenyum ketika sang kekasih hati turun dari pintu kemudi lalu berjalan kearah Gua.
"Assalamualaikum Za..", ucapnya memberikan salam ketika sudah berjarak 2 meter dari tempat Gua berdiri.
"Walaikumsalam Mba", balas Gua menjawab salam. "Cape ya ?", tanya Gua ketika Mba Siska sudah berhenti tepat di depan.
Sang kekasih hati Gua itu hanya mengangguk dengan wajahnya yang lesu. Kemudian Gua mempersilahkannya duduk di sofa teras depan kamar. Lalu Gua masuk ke dalam rumah menuju dapur untuk membuatkannya secangkir teh manis hangat di sore hari yang mendung ini. Setelah selesai membuatkan minuman, Gua kembali ke depan kamar dan duduk di sampingnya.
"Diminum dulu Mba teh nya, anget kok..", ucap Gua, "Biar rileks..".
Mba Siska tersenyum lalu mengangkat cangkir teh dan meneguk sedikit teh tersebut setelah meniupnya sebentar.
"Makasih ya sayang", ucapnya setelah meneguk teh dan kembali menaruh cangkir di atas meja teras.
Gua merubah posisi duduk agar menghadap kearahnya, lalu Gua pegang tangan kirinya dan mulai memijatnya lembut. Dari mulai punggung tangan sampai ke bahunya. Kemudian Mba Siska menyandarkan punggungnya ke bahu sofa, mungkin karena merasakan rileks, matanya lalu terpejam. Gua masih melanjutkan pijatan di bahu kirinya itu, hingga beberapa menit kemudian Gua pindah duduk ke samping kanannya lalu memijat sisi kanan tubuhnya.
Bukan tanpa sebab Gua mau memijat sang kekasih. Karena Mba Siska memang baru pulang dari luar kota hari ini, mengikuti sebuah diklat yang diselenggarakan oleh sebuah instansi pemerintah selama 3 hari. Lelah sudah pasti karena menempuh perjalanan yang cukup jauh, apalagi Gua tau di rumahnya hari ini tidak ada siapa-siapa, karena Bapaknya bekerja, sedangkan Ibunya mengikuti sebuah acara wisata rohani ke Jawa Tengah bersama Ibu-ibu pengajian komplek, termasuk Nenek Gua. Selama 2 hari mereka akan berwisata rohani dan menyambangi masjid-masjid di Jawa Tengah. Lama-kelamaan nafas Mba Siska berhembus pelan, pasti mulai masuk ke alam mimpi, pikir Gua. Lalu dengan hati-hati Gua miringkan tubuhnya agar rebah di sofa panjang teras ini. Gua ambil bantal sofa untuk menopang kepalanya.
Hembusan angin sore semakin terasa menyapa kulit, langit di atas sana pun sudah semakin menghitam dan bunyi gemuruh petir yang jauh semakin menandakan bahwa sebentar lagi akan turun hujan. Gua mengambil kunci mobil Mba Siska yang berada di atas meja, lalu memarkirkan mobilnya itu ke samping si Black agar terhindar dari hujan yang akan turun. Beres memarkirkan mobilnya, Gua masuk ke dalam kamar untuk mengambil selimut. Lalu Gua menyelimuti tubuh perempuan cantik yang sedang terlelap di sofa teras ini.
Gua duduk di lantai sebelah sofa panjang ini, menaruh tangan kanan di sisi tubuhnya ke sofa, dan tangan kiri ini membelai lembut keningnya yang tertutup rambut hitamnya itu. Lama Gua memperhatikan wajah sang kekasih yang masih terlelap damai mengarungi mimpinya hingga rintikan hujan pun akhirnya turun membasahi bumi. Gua masih asyik memandangi wajah Mba Siska, Gua tersenyum ketika tubuhnya sedikit menggeliat.
Siska Syailendra Aziza...
Sebuah nama perempuan cantik yang kini menjadi kekasih hati Gua. Yang dengan segala sikap tegasnya membuat Gua tak berdaya untuk berpaling dari sisinya. Yang dengan sikap cemburunya sukses membuat Gua selalu merindukannya... Kamu itu perempuan yang tidak pernah aku sangka bisa mengisi hati ini Mba. Dulu, waktu aku masih berseragam putih biru, aku hanya berani memandangi kamu dari jauh ketika kamu lewat depan rumah. Memperhatikan kamu dari jauh untuk sekedar memastikan kamu naik angkutan umum dengan aman. Siapa yang sangka setelah kuranglebih 5 tahun kemudian kita bisa menjalin hubungan seperti sekarang. I love you Mba...
Tanpa terasa suhu yang dingin karena hujan angin yang semakin deras di luar sana membuat Gua merasakan kedinginan. Lalu Gua berdiri dan melangkah masuk ke kamar, mengambil satu sweater hitam yang langsung Gua kenakan. Gua kembali ke teras, tapi kali ini duduk di sofa untuk satu orang. Membakar kembali sebatang racun dan meminum sisa kopi hitam yang sudah dingin.
Beberapa menit berselang, Gua mematikan rokok karena memang sudah sampai pada puntungnya ke asbak. Selesai menghisap racun tersebut, Gua menyandarkan tubuh ke bahu sofa karena rasa kantuk yang menyerang sudah tidak bisa Gua tahan lagi. Akhirnya Gua pun memejamkan mata dengan posisi terduduk di sofa teras ini.
... Gua terbangun dari tidur setelah usapan lembut pada kening Gua semakin terasa. Mata Gua terbuka perlahan dan mengerjap sebentar untuk menyesuaikan cahaya lampu di langit teras rumah. Lalu Gua melirik kearah kiri seraya tersenyum kepada sosok cantik sang kekasih hati. Gua melihatnya yang tersenyum dengan manis. Sepertinya dia sudah bangun dari tadi karena wajahnya sudah terlihat lebih segar.
"Bangun sayang, udah mau adzan..", ucapnya.
Lalu Gua menyondongkan tubuh kedepan dan mengusap wajah sesaat. "Jam berapa sekarang Mba ?", tanya Gua sambil tertunduk setelah mengusap wajah.
"Jam enam kurang Za", jawabnya seraya membelai rambut kepala atas Gua.
"Heumm.. Eeeuuuugghh..", Gua merentangkan tangan untuk sekedar menyegarkan otot tubuh yang kaku,
"Kamu udah bangun dari tadi ?", tanya Gua ketika sudah me-ngulet.
"Iya, 10 menit yang lalu",
"Aku mau pinjam payung Za, ada ?", tanyanya.
Gua pun bangkit dari duduk lalu masuk ke dalam rumah untuk mengambil payung dan kembali lagi ke teras kemudian memberikannya kepada Mba Siska. Tidak lama kemudian Mba Siska pulang ke rumahnya untuk mandi dan bersih-bersih. Awalnya dia akan kembali ke rumah Gua setelah selesai mandi dan lewat maghrib, tapi Gua melarangnya, entah kenapa kini Gua yang ingin gantian bertamu ke rumahnya nanti setelah maghrib. Setelah Mba Siska pulang, Gua pun masuk ke kamar dan langsung masuk lagi ke kamar mandi untuk membersihkan tubuh agar kembali segar, setelah itu Gua bersuci.


Asleep Or Dead Karya Bunbun di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Selesai menjalankan ibadah 3 raka'at, Gua mengganti pakaian, mengenakan celana jeans hitam, kaos polos hitam dan jaket hitam. Sekitar pukul 18.40 Gua pergi ke rumah sang kekasih. Hujan masih turun dengan lumayan derasnya, Gua lebih memilih mengenakan topi dan hoodie dari jaket untuk melindungi kepala dari guyuran hujan daripada mengenakan payung. Setelah mengetuk pintu rumahnya dua kali, Mba Siska pun membukakan pintu.
"Loch " Kamu hujanan " Kenapa gak pakai payung Za ?", tanyanya ketika melihat pakaian Gua yang sedikit kebasahan.
"Hehehe.. Males Mba", jawab Gua santai.
"Ih dasar, baru juga mandi, malah hujanan..", "Yaudah yuk masuk..", ajaknya.
Gua memasuki rumah Pak Rw dan duduk di sofa ruang tamunya. Suasananya sepi, sepertinya Pak Rw belum pulang dari dinasnya.
"Mba, Bapak mu belum pulang kerja ?", tanya Gua dari ruang tamu sedikit berteriak.
"Belum Zaa..", "Bapak ada tugas ke Jakarta katanya",
"Mungkin nanti malam baru pulang", jawab Mba Siska yang juga sedikit berteriak dari bagian dalam rumah lainnya.
Setelah menunggu sekitar 10 menit, sang kekasih hati kembali ke ruang tamu, kali i ni dia sudah mengganti pakaiannya. Mba Siska yang cantik kali ini mengenakan casual outfit. Dia mengenakan kaos putih polos yang dibalut dengan sweater bermotif garis hitam putih belang-belang, bawahannya mengenakan long-jeans biru dengan sedikit motif robek-robek. Tidak lupa jam tangan girly nya terpasang di pergelangan tangan kanannya, yang mana bagian jamnya dipasang terbailk ke arah urat nadi.
Gua senang dengan caranya berpakaian itu, terlihat santai tapi kesan cantiknya tidak hilang. Kemudian Mba Siska duduk di salah satu sofa.
"Mau berangkat sekarang ?", tanyanya. "Boleh, makan dulu kan ?".
"Iya, kamu juga udah laper kan pasti ?", tanyanya lagi.
Gua mengangguk seraya tersenyum kepadanya. Kemudian Gua bangkit dari sofa dan menuju pintu rumah. Baru saja Gua hendak membuka handle pintu, tangan kiri Gua ditarik kebelakang dengan pelan, yang langsung membuat Gua membalikkan badan dan...
Cup.. Bibir Gua dikecup oleh Mba Siska.
"Heum ?", Gua menaikkan satu alis sambil menatap wajahnya.
Mba Siska hanya tersenyum sambil memejamkan matanya. Gua terkekeh pelan melihat kelakuannya itu. Ah kamu itu Mba, kalo minta soal gini paling bisa deh...
Gua memegang kedua sisi pinggangnya. Kami berdua saling menatap dan tersenyum simpul. Gua turunkan wajah untuk mendekati wajahnya. Ya karena tinggi badan Gua kini sudah melampui tinggi sang kekasih, jadi Mba Siska pun mendongakkan kepalanya sedikit untuk menyambut bibir Gua. CapCipCupCepCop..
CapCipCupCepCop.. CapCipCupCepCop..
Lama kami saling berciuman di ruang tamu rumahnya dengan posisi berdiri, yang awalnya Gua menciumnya dengan lembut. Kini Gua terbawa permainan bibirnya. Sepertinya nafsu sang kekasih sedang berada di level tinggi. Gua sampai memundurkan wajah keatas tapi dia mengejarnya dengan berjinjit agar tidak melepas pagutan bibir kami.
Bruukk.. Badan Gua dihempaskan kebelakang, tertahan pintu rumahnya.
Dan ya you know lah... Basah basahan bibir dan sudah tentu topi juga hoodie Gua terlepas. Gua hapal, sangat hapal karakternya jika kami saling berciuman hingga lama seperti ini. Rambut Gua adalah salah satu sasaran tangannya untuk dijambak.
Nafasnya masih memburu dengan kedua matanya yang sayu menatap bibir Gua. Gua tersenyum lalu menyeuka bibirnya yang basah. Baru saja Gua selesai menyeuka bibirnya, Mba Siska sudah mau menerjang lagi. Tapi kali ini Gua tahan kedua sisi bahunya.
"Mba...". Mba Siska tidak menghiraukan Gua, kedua tangannya malah menepis tangan Gua yang menahan bahunya.
...... Momen kissing ini akhirnya berakhir ketika bagian leher Gua diberikan tanda cinta yang sangat mencolok dengan warna kulit Gua yang putih.
... Sekitar pukul 8 malam Gua dan Mba Siska sudah berada di sebuah resto makanan yang ada di dalam mall. Menu yang kami pesan adalah masakan sunda. Sekitar setengah jam kemudian kami berdua selesai makan dan Mba Siska sempat melotot kearah Gua ketika perdebatan soal bayar makanan tidak kunjung selesai. Akhirnya Gua mengalah. Hal seperti ini sebenarnya sering terjadi beberapa kali, entah ketika kami sedang belanja barang remeh seperti keperluan dapur di rumah kontrakannya atau beli makanan seperti ini, Mba Siska selalu menganggap Gua anak kuliahan yang harus bisa menyimpan uang dengan baik dengan cara tidak boleh boros. Bukannya Mba Siska tidak tau soal saldo tabugan Gua yang cukup banyak, malah karena itu sang kekasih hati ini tidak mengizinkan Gua untuk mentraktir dirinya. Sampai puncaknya hari ini.
Setelah beres membayar makanan di kasir, Mba Siska mengahmpiri Gua yang menunggunya di pintu keluar resto dan merangkul lengan tangan kanan Gua seraya mengajak jalan lagi ke lantai atas.
Sambil jalan melewati deretan toko di dalam Mall, Mba Siska mengajak Gua berbicara, entah membicarakan pakaian yang terpampang di sebuah manikin depan toko atau beberapa barang daganga di toko lain yang kami lintasi. Tapi Gua hanya menanggapinya dengan dingin. Sampai akhirnya laju langkah kaki Gua terhenti ketika tangannya menahan lengan kanan Gua dan berhenti berjalan.
"Za, kamu masih bete karena soal makanan tadi ?", ucapnya. "Enggak".
"Kok gitu jawabnya ?".
"Udah deh, yuk kita keatas, nanti gak kebagian tiketnya..", ucap Gua sedikit ketus.
Lalu Gua berjalan kembali, setelah beberapa langkah, Gua merasakan kalau kekasih hati Gua itu tidak mengikuti langkah Gua di belakang. Gua membalikkan badan dan ternyata benar, Mba Siska hanya berdiri diam di tempat tadi kami berhenti. Gua menatap wajahnya, tapi Mba Siska langsung memalingkan wajahnya ke sisi lain. Gua menghela napas pelan sambil menggaruk kepala belakang dengan kasar.
Gua berjalan mendekatinya lagi dan langsung memegang tangan kanannya. "Hey, jelek ah cemberut gitu", ucap Gua.
Mba Siska tidak menanggapi ucapan Gua. Dia masih saja memalingkan mukanya dari Gua, malah sekarang kedua tangannya terlipat di depan dadanya. Gua bingung ini... Gimana enggak coba, yang kesel dan marahkan awalnya Gua, kok sekarang situasinya malah kebalik, masa dia yang marah sekarang. Ah perempuuaan.. Perempuan.
"Mba, kok kamu kesel sih " Udah dong, kan aku tadi yang bete, kok sekarang malah kebalik", ucap Gua lagi. Dan lagi-lagi dia masih saja diam dengan wajah juteknya. Gua mendengus pelan lalu mengaitkan tangan kanan ke pinggangnya. "Udah ya ngambeuknya, yuk jalan, nanti malah gak jadi nonton loch keabisan tiket".
"Enggak apa-apa gak jadi nonton juga", jawabnya judes.
"Yaudah mau kamu apa sekarang kalo gitu ?", tanya Gua selembut mungkin.
Dan Gua harus menahan tawa karena sang kekasih ini hanya menanggapi Gua dengan menaikkan kedua bahunya dengan cepat seraya memalingkan muka lagi dari Gua. Duuh kamu tuh kayak anak kecil deh Mba.. Cubit ah pipinya. Kyuutt.. Gua cubit pipinya pelan.
"Iiih.. Apaan sih!", ucapnya menengok kepada Gua kali ini, walaupun dengan tatapan kesal. "I Love You...", balas Gua langsung dengan senyum yang semanis mungkin. "Me too", balasnya tak kalah cepat langsung menjawab.
"Ha ha ha ha.. Apaan itu Mbaa..", sumpah Gua gak tahan dan langsung ketawa mendengar jawabannya itu,
"Ya ampun kamu tuh ya, bener-bener deh.. Bikin aku jatuh cinta kalo ngambeuk gini.. Ha ha ha..", lanjut Gua kali ini merangkul pundak kanannya.
"Apa ketawa "! Gak ada yang lucu!", jawabnya semakin ketus.
Dan Gua kembali tertawa sampai beberapa pengunjung mall yang melintas memperhatikan kami berdua. Duh ini pacar Gua kok berubah childish gini sih, ah paling gemesin kamu tuh Mba
Pada akhirnya Gua berhasil kembali mengajaknya jalan, tapi karena moodnya masih bete, akhirnya kami tidak jadi nonton film, Gua mengajaknya turun ke parkiran di basement mall untuk kembali pulang. Sampai di basement, kami langsung masuk ke dalam mobilnya. Tentu saja Gua yang mengemudikan mobil.
Hujan yang sempat berhenti ketika kami sampai di mall kini malah kembali turun ketika kami dalam perjalanan pulang. Sepanjang jalan Gua merayunya dan menggodanya tapi Mba Siska yang cantik itu masih saja menunjukkan muka bete nya. Lagu-lagu romantis yang keluar dari audio mobilnya tidak juga mencairkan suasana hatinya.
"Mba, beli martabak dulu ya..", ucap Gua ketika sebentar lagi sampai rumah. "Heum", jawabnya singkat.
Gua hentikan mobil di pinggir jalan sebelum komplek rumah kami, lalu Gua turun dan memesan martabak manis satu porsi dan martabak asin satu porsi. Mba Siska menunggu di dalam mobil, sedangkan Gua bersama pembeli lain mengantri di penjual martabak. Hujan semakin deras ketika Gua masih menunggu giliran pesanan martabak belum dibuat. Sambil menunggu, Gua membakar sebatang rokok. Sekitar 15 menit lamanya Gua menunggu, akhirnya jadi juga martabak pesanan tadi, selesai menerima dua bungkus martabak dan membayarnya, Gua berlari kecil kearah mobil dan masuk ke dalam pintu kemudi.
Singkat cerita, Gua dan Mba Siska sudah berada di teras depan kamar Gua. Satu cangkir teh tawar panas dan satu cangkir kopi hitam sudah Gua sajikan di atas meja teras, tidak lupa martabak manis juga sudah di buka dari box makanannya. Gua menggeser duduk mendekati Mba Siska yang masih saja cemberut, Gua genggam tangan kanannya.
"Sayang, aku tau maksud kamu baik soal pengeluaran", ucap Gua memulai pembicaraan. "Tapi mulai sekarang, maaf aku gak mau lagi sepenuhnya ngikutin mau kamu", lanjut Gua.
Sontak wajah Mba Siska menengok kepada Gua dengan tatapan tajam. "Maksud kamu ?", tanyanya dengan nada yang cukup keras.
Gua tidak langsung menjawab, Gua belai rambutnya pelan, lalu jari tangan Gua menelusuri bentuk sisi wajahnya hingga sampai di dagunya. Kemudian Gua tarik dagunya pelan mendekati wajah Gua, dan bibir Gua pun menyapa lembut bibirnya. Hanya sebentar Gua berikan ciuman lembut di bibirnya itu.
"Aku ini laki-laki Mba", ucap Gua lagi setelah memundurkan wajah, "Kamu harus bisa menghargai aku sebagai calon pemimpin keluarga..",
"Aku tau kamu udah punya penghasilan sendiri, sedangkan aku masih kuliah, tapi bukan berarti soal uang kamu yang harus tanggung semuanya setiap kita jalan berdua", lanjut Gua.
Mba Siska sedikit melunak setelah mendengar penjelasan Gua itu. Wajahnya tidak sejutek dan sebete tadi. Kali ini jelas Gua lihat wajahnya yang tenang sambil mendengarkan dengan seksama setiap kata yang terucap dari mulut Gua. Kemudian Gua angkat tangan kanannya dan mencium punggung tangannya dalam-dalam.
"Mba ku sayang.. Mulai sekarang aku bikin aturan ya..". "Aturan " Maksudnya ?", tanyanya heran.
Gua jelaskan kalau soal pengeluaran uang, kami harus gantian, dimana misal minggu pertama Gua yang membayar makanan jika kami sedang jalan berdua, kemudian minggu kedua dirinya yang bayar, begitu seterusnya. Ini bukan perkara Gua gak mau rugi atau pelit. Tapi sifat Mba Siska dari awal kami pacaran soal pengeluaran uang lah yang membuat Gua harus memberikan saran dan memilih aturan seperti ini. Dari awal kami pacaran, sering kami bertengkar kecil karena masalah dirinya yang selalu membayari Gua makan dan kebutuhan lainnya. Gua selama ini menurut dan mengalah karena sikap keras kepalanya yang ujungnya selalu marah jika Gua mendebatnya atau bersikeras membayarkan kebutuhan kami. Maka jalan satu-satunya adalah seperti saran Gua diatas tadi.
"Hmm.. Yaudah iyaaa..", jawabnya setelah mendengar saran dan aturan main Gua.
"Gitu dong, gimanapun aku laki-laki, kalau kamu gak mau ikutin aturan aku, berarti kamu gak nurut sama aku yang calon kepala keluarga ini", ucap Gua,
"Toh ini buat kebaikkan kamu juga kan Mba..",
"Kamu memang udah punya penghasilan sendiri jadi bisa traktir aku, tapi masa iya kamu gak punya keinginan menabung untuk beli barang impian kamu.. Pasti kan kamu juga pingin beli sesuatu yang kamu minati dari dulu..",
"Nah, kalo kamu bayarin semuanya setiap kita jalan-jalan, yang ada uang kamu habis dan gak bisa beli barang pribadi", jelas Gua lagi.
Mba Siska mengangguk pelan sambil tersenyum kali ini. Dan Gua mengecup keningnya seraya mendekap tubuhnya erat.
"I Love You Mba...". "I Love You too Za..".
Dalam pelukkan yang cukup lama kami rasakan, tiba-tiba Gua meraskan sedikit getaran dari tubuhnya. Gua mengendurkan pelukkan lalu mundur beberapa centi untuk melihat wajahnya. Gua pegang satu sisi wajahnya dengan tangan kanan.
"Kenapa ?", tanya Gua kebingungan melihatnya menitikkan airmata.
Mba Siska tersenyum lalu menyeuka airmata yang mengalir pelan ke pipinya itu. "Aku sayang kamu Za..", ucapnya lirih.
Gua mengerenyitkan kening, masih bingung dengan maksud tangisannya itu. Seolah-olah Mba Siska tau akan kebingungan yang mengusik pikiran Gua ini, kembali dia memajukkan tubuhnya dan mendekap tubuh Gua erat. Wajahnya menyamping terbenam ke dada Gua. Sedangkan Gua masih tidak mengerti dengan keadaan ini.
"Aku takut kehilangan kamu Za". Degh..
Gua tidak tau apa sebenarnya yang ada di pikiran Mba Siska saat ini. Tapi lambat laun, dengan diamnya kami dan suara hujan yang semakim terdengar mengecil, akhirnya Gua menyadari satu hal. Lalu Gua membelai rambutnya dan mengecup kepalanya sesaat.
Pendekar Wanita Penyebar Bunga 7 Pendekar Naga Putih 29 Tersesat Di Lembah Kematian Hong Lui Bun 14
^