Pencarian

Hijaunya Lembah Hijaunya 26

01 Hijaunya Lembah Hijaunya Lereng Pegunungan Karya Sh Mintardja Bagian 26


"Sekarang, silahkan meninggalkan tempat ini sebelum
mereka terbangun" berkata orang yang menolongnya.
Petugas sandi itu mengangguk-angguk. Namun tiba-tiba
saja ia berkata "Aku tahu, bahwa dalam keadaan seperti ini
bukannya sifat seorang kesatria jika aku membunuh mereka
yang tertidur nyenyak. Tetapi, aku masih ingin memberikan
satu pertanda kepada perwira yang telah mengancam aku
akan menyerahkan aku kepada rakyat besok"
"Apa yang akan kau lakukan?" bertanya orang yang
menolongnya. "Mengikatnya dalam tidur" jawab orang itu " percayalah
bahwa aku tidak akan membunuhnya"
Orang yang menolong itu tidak mencegahnya. Dengan
demikian orang yang ditubuhnya-. terdapat luka dibeberapa
tempat itu telah mencari seutas tali. Dengan hati-hati ia
memasuki banjar dan mencari perwira yang memimpin
prajurit Pangeran Kuda Permati di banjar itu untuk
kemudian mengikatnya dengan amben tempatnya
berbaring. Namun orang yang telah disakiti itu agaknya
benar-benar ingin membuat perwira itu berdebar-debar,
karena iapun kemudian mengambil keris yang terdapat
dibawah alas kepalanya. Menariknya dari wrangkanya dan
meletakan keris itu di-dadanya dengan tajamnya
menghadap ke arah hidung perwira itu.
Baru kemudian orang itu meninggalkan banjar sambil
membawa tali yang telah diputus dengan pisau yang semula
mengikat tangan orang itu.
"Untuk apa tali itu kau bawa?" bertanya orang yang
menolongnya. Orang itu tersenyum saja. Namun orang-orang yang
menolongnya itu mengetahui, bahwa orang itu akan
menghilangkan kesan bahwa ia telah ditolong oleh
seseorang, melihat tali yang yang terputus oleh senjata.
Dengan demikian maka sejenak kemudian sejenak
halaman itu telah menjadi semakin sepi. Empat orang
dengan diam-diam meninggalkan halaman itu. Namun
sekali-sekali orang yang tertolong itu masih juga berdesis
menahan pedih ditubuhnya.
Meskipun demikian, keempat orang itu belum berarti
terbebas sama sekali dari kemungkinan lain yang dapat
terjadi. Semakin jauh dari halaman banjar, pengaruh sirep
itu menjadi semakin tipis. Karena itu, maka di gardu-gardu
di ujung-ujung lorong, para peronda tetap merupakan
bahaya bagi keempat orang itu.
Dengan sangat berhati-hati keempat orang itu telah
memilih jalan. Sebagaimana ketiga orang itu memasuki
padukuhan, maka demikian pula mereka keluar. Namun
agaknya petugas sandi yang terlukadiseluruh tubuhnya itu
mengalami sedikit kesulitan ketika mereka meloncat
dinding padukuhan. Namun akhirnya merekapun selamat sampai diluar
dinding tanpa diketahui oleh para peronda.
Tetapi merekapun sadar, bahwa mereka masih belum
bebas sepenuhnya. Mereka masih tetap berada didalam
lingkungan yang berbahaya. Karena itu, maka merekapun
kemudian dengan secepat-cepatnya berusaha menjauhi
padukuhan itu. Dalam pada itu, sambil berjalan di pematang, petugas
sandi yang telah dibebaskan itu beberapa kali telah
mengucapkan terima kasih. Namun beberapa kali ia
berusaha untuk mengetahui orang-orang yang
menolongnya, namun ketiga orang itu sama sekali tidak
menyebut tentang diri mereka.
"Yang kami lakukan adalah satu kewajiban siapapun
kami" berkata salah seorang dari ketiga orang itu.
Petugas sandi yang dibebaskan kemudian tidak
mendesak lagi- Agaknya ketiga orang itu benar-benar tidak
ingin diketahui siapakah sebenarnya mereka.
Namun dalam pada itu, petugas sandi yang terluka di
seluruh tubuhnya itu berdesis "Maaf Ki Sanak. Aku tidak
dapat berjalan secepat kalian. Namun bukan berarti bahwa
kalian harus menunggu aku. Sekali lagi aku mengucapkan
terima kasih. Selanjutnya, jika kalian ingin berjalan lebih
dahulu, silahkan. Aku akan berusaha untuk mencari jalan
sendiri. Bukan karena aku tidak mau bersama kalian, tetapi
sebenarnyalah tubuhku sudah terlalu lemah"
Salah seorang dari ketiga orang yang menolongnya itu
menjawab "Aku mengerti keadaanmu Ki Sanak. Baiklah
kita baristirahat sejenak. Agaknya kita memang sudah
cukup jauh. Rasa-rasanya aku mendengar suara aliran
sungai" "Jika demikian, marilah Ki. Sanak. Kita mencoba,
mengobati luka-luka ditubuhmu. Mungkin tidak sempat
untuk berbuat lebih banyak dari sekedar mengurangi rasa
sakit dan sedikit menambah daya tahan. Baru besok dan
seterusnya kau dapat berobat lebih baik lagi"
Orang itu menarik nafas dalam-dalam. Katanya "Sekali
lagi aku mengucapkan terima kasih"
Demikianlah, keempat orang itupun kemudian menuju
kesebatang sungai yahg tidak begitu besar. Dalam
kegelapan malam mereka mencari sebuah belik di
sepanjang tepi sungai itu untuk mendapatkan air jernih.
Akhirnya mereka mendapatkannya juga. Dengan air itu,
maka salah seorang dari ketiga orang yang menolong itu
telah mencairkan sejenis serbukdari sebuah tabung kecil
dengan daun talas yang terdapat dipinggir sungai itu.
"Mungkin terasa pedih Ki Sanak" berkata orang itu
"tetapi mudah-mudahan akan bermanfaat"
Sebenarnyalah ketika obat itu diusapkan pada luka-luka
yang terdapat diseluruh tubuhnya, terasa luka-luka itu
bagaikan menyengat. Pedih dan panas. Beberapa saat
lamanya orang itu menggeliat menahan perasaan pedih
sambil berdesis. Namun lambat laun perasaan pedih itupun
semakin susut. Apalagi ketika kemudian iapun telah minum
sejenis obat yang lain, yang juga dicairkan dengan air dari
belik kecil dipinggir sungai itu.
Untuk beberapa saat mereka menunggu sambil
beristirahat. Sementara malampun merambat mendekati
akhir. "Ki Sanak" berkata petugas sandi itu "kalian telah
memberikan satu pertolongan yang utuh. Bukan saja aku
telah terbebas dari kematian, tetapi kalian juga telah
mengobati luka-lukaku. Agaknya tidak ada cara yang dapat
aku pergunakan untuk menyatakan perasaan terima kasih"
"Sudahlah" berkata salah seorang dari ketiga orang yang
menolongnya "jika keadaanmu sudah menjadi lebih baik,
marilah kita teruskan perjalanan ini. Kita harus keluar dari
wilayah kuasa Pangeran Kuda Permati"
"Jaraknya sudah tidak terlalu jauh" berkata orang itu
"sebenarnyalah aku memang seorang petugas. Aku
mengenal daerah ini dengan baik. Beberapa saat lagi, aku
sudah akan memasuki satu padukuhan yang dapat
memberikan perlindungan kepadaku meskipun padukuhan
itu masih termasuk kuasa Pangeran Kuda Permati secara
bayangan. Namun demikian keempat orang itupun kemudian
meneruskan perjalanan mereka. Dengan hati-hati mereka
naik keatas tebing sungai menuju ke padukuhan yang
disebut oleh orang yang terluka itu.
Namun sementara itu, di banjar padukuhan yang telah
mereka tinggalkan terjadi kegemparan yang luar biasa.
Perwira yang terikat tangannya itu telah terbangun ketika
kekuatan sirep menjadi semakin lenyap.
Betapa ia terkejut mengalami peristiwa yang tidak pernah
diduganya, meskipun hanya dalam mimpi. Ternyata
tangannya sudah terikat dan sebilah keris terletak di
dadanya. Ujungnya menghadap ke hidungnya.
"Gila" geram perwira itu. Dengan susah payah ia
berusaha memiringkan tubuhnya, sehingga keris itu terjatuh
dari dadanya. Baru setelah keris itur perwira itu berteriak memanggil
prajurit-prajuritnya. Suara perwira itu memang telah membangunkan
prajurit-prajuritnya yang sudah terbebas dari pengaruh
sirep. Berlari-lari mereka menuju ke bilik perwira yang
memanggil mereka. Dengan jantung yang berdebar-debar mereka melihat
perwiranya yang masih terikat, dan sebilah keris yang sudah
telanjang tergolek disisinya.
"Apakah yang sudah terjadi?" bertanya seorang prajurit.
"Lepaskan dahulu ikatan keparat ini" geram perwira itu.
Para prajuritpun menjadi sibuk melepaskan ikatan itu.
Dan demikian ikatan itu terlepas, maka prewira itupun
segera meloncat dari pembaringan dan beteriak "Lihat, apa
iblis itu masih terikat ditonggak.
Tidak seorangpun yang semula teringat kepada petugas
sandi yang terikat. Demikian mereka mendengar perintah
itu, maka merekapun segera berlarian ke halaman,
sementara perwira itu sempat memungut keris yang
ternyata adalah keris sendiri.
"Setan alas" geram perwira itu sambil berlari menyusul
para prajurit ke halaman.
Jantung perwira itu hampir meledak ketika ia melihat
satu kenyataan, bahwa orang yang terikat di tonggak ditengah-
tengah halaman itu sudah tidak lagi. Petugas sandi
itu sudah hilang. Tidak banyak bekas-bekas yang dapat memberikan
petunjuk. Bahkan tali pengikat tangan petugas sandi itupun tidak
ada lagi disekitar tonggak itu.
"Di mana para peronda he?" teriak perwira itu. Berlarilari
prajurit-prajurit yang kebingungan itu pergi ke gardu.
Ternyata semua orang yang ada di dalam gardu itu masih
tertidur nyenyak, termasuk seorang prajurit yang sedang
bertugas. Kemarahan perwira itu memuncak sehingga ia tidak
membangunkan orang-orang yang tertidur itu. Tetapi ia
langsung memukul kentongan yang tergantung di serambi
gardu itu. Orang-orang yang tertidur itu terkejut mendengar suara
kentongan yang dipukul sekeras-kerasnya. Demikian
mereka terbangun, muka merekapun menjadi bingung..
Apa yang sebenarnya telah terjadi. Bahkan ada di antara
anak-anak muda itu yang tidak tahu, di mana sebenarnya ia
sedang berada. Baru ketika pewira itu membentak-bentak mereka baru
sadar. Serentak mereka menghambur ke halaman. Dan serentak
jantung mereka berdenyut keras. Tawanan vang terikat itu
sudah tidak ada di tempatnya. Hilang tanpa bekas. Tanpa
se-orangpun yang mengetahui.
Dalam pada itu bunyi kentongan yang tidak biasa itu
menumbuhkan kebingungan di gardu-gardu yang lain.
Karena itu, hampir setiap gardu telah mengirimkan
beberapa orang untuk datang ke banjar, karena mereka
dapat mengenai bahwa suara kentongan yangberbunyi
keras-keras dengan suara yang lain itu adalah kentongan di
banjar. Akhirnya berita hilangnva tawanan yang terikat
ditenggak itu telah tersebar di penjuru padukuhan. Dengan
marah perwira itu telah memerintahkan beberapa orang
prajurit untuk mencarinya.
Sejenak kemudian, lima orang berkuda telah
meninggalkan banjar. Tiga orang prajurit dan dua orang
anak muda. Sejenak kemudian, kuda-kuda itu sudah berderap.
Mereka berusaha untuk menemukan orang yang tidak
mereka ketahui, kearah mana orang itu lari.
Meskipun demikian para prajurit itu dapat menerka,
bahwa orang itu tentu akan menuju kearah daerah yang
berada diluar pengaruh bayangan kekuasaan Pangeran
Kuda Fermati. Karena itu, maka kuda merekapun berpacu
kearah itu. Tetapi ternyata mereka tidak melihat seorangpun di
jalan-jalan yang mereka lalui. Sehingga akhirnya mereka
telah bersepakat untuk membagi kelampok kecil itu
menjadi" dua bagian. Sekelompok terdiri dari dua orang
sementara kelompok yang lain terdiri da ri tiga orang.
Kelompok yang terdiri dari dua orang, semuanya terdiri
dari prajurit-prajurit Kediri sedangkan yang tiga orang, dua
diantara mereka adalah anak-anak muda padukuhan itu.
"Petugas sandi itu hanya seorang" berkata prajurit yang
tertua diantara mereka " apalagi orang itu sudah termica
parah. Ia tidak akan dapat berbuat banyak seandainya kita
dapat menjumpainya. Sejenak kemudian, maka prajurit-prajurit dan kedua anak
muda itupun telah berpacu kearah yang berbeda.
Meskipun demikian, ternyata mereka tidak menemukan
orang yang mereka cari. "Orang itu akan dengan mudah bersembunyi jika ia
mendengar derap kaki kuda" berkata prajurit yang seorang
kepada kawannya. Kawannya mengangguk-angguk. Katanya "Tentu saja.
Demikian ia mendengar derap kaki kuda, maka ia akan
dapat menyuruk kebawah gerumbul-gerumbul.
"Pencaharian ini tidak ada gunanya" berkata kawannya.
Ternyata usaha mereka memang sia-sia. Ternyata empat
orang yang sedang menyingkir itu memang mendengar
derap kaki kuda. Tetapi mereka sempat menelungkup di pematang. Dan
orang berkuda itu tidak sempat melihat mereka.
Dalam pada itu, sebentar kemudian langit sudah menjadi
semakin cerah, sementara petugas itupun berkata
"Sudahlah. Terima kasih. Aku sudah sampai kepadukuhan
yang aku tuju." Tetapi prajurit-prajurit itu tidak menemukan seseorang
yang disebutnya sudah terluka parah. Yang semalam telah
melarikan diri dari banjar.


01 Hijaunya Lembah Hijaunya Lereng Pegunungan Karya Sh Mintardja di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Karena prajurit-prajurit itu tidak menemukan yang
mereka cari, maka merekapun menjadi kasar. Mereka
sudah mencari tidak hanya di pasar itu. Tetapi sudah dibeberapa
tempat. Namun mereka tidak menemukannya. Padukuhanpadukuhan
telah mereka masuki pintu demi pintu. Namun
orang yang mereka cari tidak mereka ketemukan.
Orang-orang di dalam pasar itu menjadi gelisah. Bahkan
Prajurit-prajurit itu mulai mendorong, membentak dan
bahkan memukul orang-orang yang dianggap mengganggu
usaha mereka mencari tawanan yang hilang. Namun usaha
mereka tetap sia-sia. Sementara itu, disebuah padukuhan yang lain, beberapa
prajurit telah memasuki rumah demi rumah. Para prajurit
itu sadar, bahwa padukuhan itu merupakan padukuhan
yang sangat rawan. Karena itu, mereka dengan sungguhsungguh
telah memeriksa rumah-rumah dengan sangat
teliti. Dalam pada itu, seorang perempuan tua yang
terbongkok-bongkok tengah melayani beberapa orang yang
sedang menggeledah rumahnya. Rumahnya yang tidak
seberapa, yang terdiri dari sebuah rumah dan sebuah
kandang yang dihuni oleh beberapa ekor kambing.
"Kau sembunyikan pengkhianat itu he?" bentak seorang
prajurit. Perempuan itu termangu-mangu. Tetapi kemudian ia
bertanya dengan suaranya yang terbata-bata " Tuan-tuan
mencari siapa" Seorang pengkhianat " teriak seorang
prajurit. "O" Perempuan itu mengangguk-angguk.
" Apa?" bertanya prajurit itu. Perempuan itu menjadi
bingung. "Perempuan gila" geram seorang prajurit "marilah. Kita
cari dirumah yang lain. Prajurit-prajurit itu meninggalkan rumah perempuan tua
yang agak tuli itu. Meskipun demikian mereka masih
sempat menengok kedalam kandang yang berisi beberapa
ekor kambing. Namun demikian para prajurit itu pergi, maka
perempuan tua itu tidak lagi terbongkok-bongkok. Ia berdiri
di depan kandang sambil bergumam "Mereka telah pergi"
Seonggok jerami keringpun terkuak. Seseorang
menjengukkan kepala dari antara jerami kering itu. Katanya
"Tetapi mungkin mereka masih akan lewat halaman ini.
Hati-hatilah. Perempuan itu mengangguk-angguk . Jerami itu telah
menutup kembali. Dan kepala itupun hilang didalam
onggokkan jerami di atas kandang itu.
Dalam pada itu, maka perempuan tua itu telah kembali
menjadi terbongkok-bongkok. Ia sadar, bahwa ia harus
melakukan peranannya sebaik-baiknya. Yang akan
mengamati tingkah lakunya bukan saja para prajurit yang
berada dibawah pengaruh Pangeran Kuda Permati, tetapi
juga orang-orang disekitarnya, yang dengan tanpa malumalu
telah menjilat para prajurit yang berada dibawah
pengaruh Pangeran Kuda Permati.
Dalam pada itu, petugas sandi yang tubuhnya sudah terluka
parah itu tetap bersembunyi didalam kandang, di atas
kambing-kambing yang tidak tahu menahu apa yang telah
terjadi disekitarnya. Menurut rencana petugas sandi itu, malam nanti ia baru
akan meninggalkan tempat persembunyiannya. Sementara
luka-lukanya menjadi berangsur baik. Ternyata obat yang
diberikan oleh orang yang menolongnya itu benar-benar
dapat memperingan penderitaannya. Lukanya tidak lagi
terasa pedih. Bahkan ketahanan tubuhnya serasa sudah
pulih kembali. Hari itu, ia sama sekali tidak beranjak dari tempatnya. Ia
makan di tempat itu juga. Beberapa potong pohung yang
direbus. Iapun minum di tempat itu pula dengan bumbung
bambu. Namun dengan demikian, ia telah selamat dari tangan
para prajurit dan orang-orang yang menjilat kepada
Pangeran Kuda Permati, karena salah pengertian tentang
satu sama bagi Kediri. Dengan demikian, maka para pengikut Pangeran Kuda
Permati hari itu tidak berhasil menemukan pengkhianat
yang sudah terluka parah itu. Betapa kemarahan
menghentak-hentak didada perwira yang berada di banjar,
yang bertanggung jawab langsung tentang tawanan itu.
Bahkan pengkhianat itu masih sempat menghinanya
dengan mengikat tangannya dan meletakkan keris
didadanya, seolah-olah orang itu ingin mengatakan,
seandainya ia ingin membunuhnya, maka ia sudah mati
pada saat itu. Perwira itu mengumpat. Namun demikian ia sempat
juga bertanya kepada diri sendiri, kenapa orang itu tidak
membunuhnya. Dalam pada itu, di pasar hewan, para prajuritpun
kemudian meninggalkan tempat itu juga. Tetapi ketiga
orang yang menolong petugas sandi itu sadar, bahwa
sepeninggal para prajurit itu tidak berarti bahwa apa yang
terjadi di pasar itu tidak diketahui oleh mereka, karena tidak
seorangpun mengetahui, siapa saja diantara orang-orang
yang ada di pasar itu yang sebenarnya pengikut Pangeran
Kuda Permati. Dengan demikian, maka kegiatan di pasar itu telah
berlangsung pula. Tidak seorangpun yang membicarakan
tentang orang yang hilang itu serta kemungkinankemungkinannya,
karena setiap orang tidak tahu tanggapan
lawan bicaranya. Yang mereka bicarakan kemudian adalah ternak yang
sedang diperdagangkan itu saja sebagaimana yang mereka
lakukan sebelumnya. Namun dalam pada itu, dihari berikutnya, peristiwa yang
terjadi itu telah sampai ketelinga para perwira di Kediri.
Mereka menyaksikan sendiri, bagaimana seorang perwira
petugas sandi yang tertangkap oleh Pangeran Kuda Permati
mengalami perlakuan yang sangat pahit. Bahkan
ssandairtya petugas itu tidak sempat mendapat pertolongan
dan melepaskan diri, serta kemudian benar-benar
diserahkan kepada rakyat yang telah dihasut, maka
nasibnya akan menjadi semakin buruk.
Dengan laporan dan kenyataan itu, para Senopati di
Kediri sudah mendapatkan beberapa bukti atas tingkah laku
Pangeran Kuda Permati dan para pengikutnya. Sementara
itu, Sri Baginda masih tetap menyimpan Pangeran Singa
Narpada yang memungkinkan untuk mengambil langkah
yang lebih keras untuk menundukkan Pangeran Kuda
Permati. "Kita hadapkan perwira petugas sandi itu kepada Sri
Baginda" berkata salah seorang Senapati.
"jika Sri Baginda menerima, mungkin akan ada juga
pengaruhnya" jawab yang lain.
Namun, ternyata usaha mereka untuk menghadapkan
petugas sandi itu tidak berhasil. Sri Baginda sedang sibuk
dengan persoalannya sendiri.
"Kita akan ferum bang ambing oleh keadaan yang tidak
menentu" berkata seorang Senapati " Pangeran Kuda
Permati dapat berbuat apa saja. Sementara kita menjadi
sangat terkekang" "Ya. Kita sudah kalah pada langkah-langkah permulaan
berkata Senopati yang lain " namun menurut
pendengaranku, Sri Baginda menyimpan Pangeran Singa
Narpada dengan satu keinginan bahwa persoalannya tidak
diselesaikan dengan darah semata-mata. Karena jika
Pangeran Singa Narpada bebas bertindak, maka ia akan
melakukan kekerasan yang tidak akan dapat dielakkan oleh
Pangeran Kuda Permati, sehingga akan menimbulkan satu
benturan kekerasan yang akan menelan sangat banyak
korban. "Aku juga mendengar" jawab kawannya " tetapi dalam
sikap yang adil. Sekarang, justru terjadi sebaliknya. Kita
yang dibantai perlahan-lahan tanpa dapat berbuat apa-apa.
Bukankah dengan demikian korban akan justru jatuh di satu
pihak dan tidak adil sebagaimana dua pihak yang
berhadapan. Kawan-kawannya mengangguk-angguk. Tetapi mereka
masih belum menemukan suatu cara yang baik untuk
melangkah. Namun dalam itu, para Senopati itupun telah mendengar
laporan pula sikap yang diambil oleh Panji Sempana Murti.
Namun sikap itupun terbentur oleh lingkungan yang berada
di bawah bayangan kekuasaan Pangeran Kuda Permati.
Jika Panji Sempana Murti langsung mengambil langkahlangkah
kekerasan, maka ia akan berhadapan dengan
orang-orang yang tidak banyak mengetahui persoalannya,
tetapi diperalat oleh Pangeran Kuda Permati, sehingga
korbanpun akan jatuh dengan sia-sia.
Dalam pada itu, Mahisa Murti dan Mahisa Pukatpun
telah menyampaikan hal itu kepada Pugutrawe, meskipun
mereka segera kembali lagi menemui Ki Waruju dan tinggal
bersamanya. Dengan terperinci Mahisa Murti dan Mahisa
Pukat dapat memberikan laporan tentang usaha pelepasan,
petugas sandi yang ditangkap oleh para pengikut Pangeran
Kuda Permati. "Laporan yang berharga" berkata Pugutrawe "mudahmudahan
Panji Sempana Murti mendapat laporan pula.
Jika tidak, maka lewat petugas kita, aku akan menyusupkan
laporan ini tidak langsung ke dalam lingkungan Panji
Sempana Murti, agar ia dapat mengambil langkah-langkah.
Dalam pada itu, Petugas-petugas Panji Sempana Murti
memang menangkap berita, bahwa seorang petugas sandi
dari Kediri yang sudah tertangkap dan siap dikorbankan
untuk memuaskan gejolak perasaan rakyat yang sudah
dihasutnya telah terlepas. Tidak seorangpun dapat
mengatakan, bagaimana petugas itu melepaskan diri.
Namun menurut dugaan, petugas sandi itu telah
menyebarkan ilmu sirep, sehingga semua orang yang
mengawasinya telah tertidur nyenyak. Bahkan petugas
sandi itu sempat menghina perwira yang-bertanggung jawab
atas dirinya dengan mengikat tangannya dan meletakkan
keris didadanya tanpa menyakitinya.
Sepeninggal Mahisa Murti dan Mahisa Pukat, maka
Pugutrawe sempat memperkuat berita itu lewat salah
seorang petugas sandi Singasari yang ada diantara pasukan
Panji Sempana Murti, meskipun ia tidak mengatakan,
bahwa orang-orangnyalah yang telah terlibat dalam usaha
melepaskan petugas sandi itu.
Dengan demikian, maka Panji Sempana Murti telah
mendapat gambaran yang semakin jelas tentang daerah
yang dikuasai oleh Pangeran Kuda Permati. Namun
ternyata Panji Sempana Murti masih belum mendapat
laporan, dimanakah Pangeran Kuda Permati sendiri tinggal.
"jika pasukan kita menyerang daerah itu, maka kita
hanya akan berhadapan dengan rakyat yang tidak tahu
menahu. Kita akan memasuki daerah yang bagaikan
bayang-bayang. Kita akan menjumpai para petani,
pedagang dan orang-orang dalam kesibukan mereka seharihari.
Namun yang dalam saat-saat tertentu mereka akan
menyerang kita,karena sebagian dari mereka adalah prajurit
Pangeran Kuda Permati yang- menyatu dengan rakyat yang
sudah terpengaruh oleh mereka. Tetapi kita akan sangat
sulit untuk membalas serangan itu apalagi berhadapan
dalam satu garis pertempuran.
"Kita harus menemukan satu cara" berkata perwira
pengikut Pangeran Singa Narpada yang bergabung dengan
Panji Sempana Murti. Lalu "Langkah-langkah yang kita
ambil disini sudah memadai. Kita membentuk pasukan
diantara rakyat itu sendiri sehingga mereka akan dapat
melawan dan melindungi dirinya sendiri, disamping para
prajurit kita yang kita sebarkan.
Ketiga orang yang telah menolong itupun kemudian
menyadari pula bahwa fajar hampir menyingsing. Karena
itu, maka salah seorang diantara mereka berkata "Baiklah.
Kita berpisah sampai disini. Mudah-mudahan kita masingmasing
mendapatkan keselamatan dari Tuhan Yang Maha
Pelindung". Petugas sandi itu mengangguk-angguk. Agaknya ada
sesuatu yang ingin ditanyakannya. Tetapi niatnya
diurungkan, karena ia menyadari bahwa pertanyaannya
tidak akan mendapatkan jawaban sebagaimana
dikehendakinya. Namun yang kemudian diucapkannya adalah "Kita akan
berpisah sebagaimana kita belum pernah bertemu.
Ketiga orang yang menolongnya termenung sejenak.
Tetapi yang tertua diantara mereka tersenyum. Katanya
"Kita telah pernah bersentuhan dalam tugas. Silahkan
melakukan sebagaimana harus kau lakukan.
"Terima kasih. Tetapi sikap kalian memberikan satu
keyakinan bahwa kalian adalah orang-orang Singasari.
Tetapi seandainya aku salah, maka setidak-tidaknya kalian
bukan orang yang berpihak kepada Pangeran Kuda
Permati. "Begitulah" jawab yang tertua diantara ketiga orang itu
"Kita berpisah sampai disini, sebentar lagi hari menjadi
pagi. Demikianlah akhirnya merekapun berpisah. Petugas
sandi itu menuju ke sebuah padukuhan yang dikatakannya
akan dapat memberikan perlindungan kepadanya,
meskipun padukuhan itu masih tetap berada dalam
bayangan kekuasaan Pangeran Kuda Permati.
Sepeninggal orang itu, maka ketiga orang yang
menolongnya itupun telah dengan tergesa-gesa pula
meninggalkan tempatnya menuju ke sebuah padukuhan
yang agak jauh. Karena itu, maka langkah merekapun
dipercepat ketika langit menjadi semakin cerah. Tetapi
ternyata bahwa mereka tidak langsung pergi ke padukuhan
itu. Mereka sempat singgah di sebuah mata air, mencuci
muka dan membenahi pakaiannya, kemudian langsung


01 Hijaunya Lembah Hijaunya Lereng Pegunungan Karya Sh Mintardja di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

menuju ke sebuah pasar hewan di sebuah padukuhan yang
hari itu akan ramai dikunjungi para pedagang, karena hari
pasaran. Ternyata bahwa tiga orang itu sudah terbiasa diantara
para pedagang ternak. Mereka sudah mempunyai banyak
kawan diantara para pedagang itu.
Untuk beberapa saat ketiga orang itu sibuk berbincang
dengan para pedagang tentang beberapa jenis ternak yang
terdapat di pasar itu. "Kau tidak membawa dagangan hari ini?" bertanya salah
seorang pedagang kepada orang tertua diantara ketiga orang
itu. "Aku akan mencari dagangan hari ini jika ada yang
harganya agak murah. Aku sudah tidak mempunyai
persediaan dirumah" jawab orang itu.
Kawannya mengangguk-angguk. Kemudian
ditunjukkannya beberapa ekor kerbau yang masih muda.
Namun dalam pada itu, selagi pasar itu mulai bertambah
sibuk, tiba-tiba saja terjadi kegemparan yang membuat
orang-orang didaiam pasar itu kebingungan.
Tetapi mereka tidak dapat berbuat apa-apa. Mereka
menyadari keadaan setelah semua pintu dijaga oleh
beberapa orang prajurit. Sementara beberapa orang yang
lain telah memasuki pasar itu sambil berteriak "Jangan ada
yang berbuat sesuatu yang akan dapat mencelakai kalian
sendiri. Semua orang seakan-akan telah membeku di tempatnya.
Beberapa orang prajurit itu menyusup diantara orang-orang
yang sedang di pasar itu. Mereka mengamati setiap orang
dengan saksama. "Kami mencari seseorang" geram prajurit itu.
Tidak seorangpun yang menjawab. Mereka yang ada di
dalam pasar itu hanya dapat berdiri termangu-mangu.
Sementara para prajurit itu telah mengacu-acukan senjata
mereka. "Siapa yang menyembunyikan orang yang aku cari, akan
ikut dianggap bersalah " teriak seorang prajurit.
Namun dala pada itu, seseorang telah memberanikan diri
bertanya "Siapakah yang tuan-tuan cari?"
"Seorang pengkhianat" jawab prajurit itu "kemarin
orang itu sudah kami tangkap dan kami bawa ke banjar.
Tetapi setan itu sempat melarikan diri.
Orang yang bertanya itu mengangguk-angguk.Namun ia
masih bertanya " Bagaimana dengan ciri-ciri orang itu"
Mungkin kami dapat membantunya.
"Orang itu sudah terluka pada tubuhnya. Luka yang
cukup parah. Namun ia masih sempat melarikan diri"
jawab prajurit itu. Lalu "Karena itu, siapa yang melihat
seseorang yang terluka parah, harus menyerahkannya
kepada kami. Ketiga orang yang menolong petugas sandi itu hanya
saling berpandangan. Tetapi mereka tidak mengatakan
sesuatu. Dalam pada itu, dengan cermat dan penuh kemarahan,
para prajurit itu berusaha untuk menemukan seorang yang
sudah terluka parah ditubuhnya, yang menurut dugaan
mereka tidak akan sempat lari terlalu jauh. Karena itu,
maka mereka telah menyebarkan orang-orang untuk
mencarinya. Bukan saja dipasar itu, tetapi juga di padukuhan-
padukuhan dan pasar-pasar yang lain.
Namun ternyata bahwa di pasar hewan itu, para prajurit
tidak menemukan seseorang, sebagaimana yang mereka
sebut telah terluka parah. Yang ada adalah para pedagang
dan orang-orang yang membutuhkan ternak untuk beberapa
macam keperluan. Meskipun demikian para prajurit itu tidak segera pergi.
Bahkan mereka masih sempat memeriksa kedai-kedai disekitar
pasar hewan itu. Panji Sempana Murti termangu-mangu sejenak. Ia sadar
sepenuhnya apa yang dihadapinya. Jika ia dengan kasar
membenturkan kekuatannya bersama rakyat yang telah
mendapat sedikit latihan keprajuritan melawan Pangeran
Kuda Per mati serta rakyat yang telah dipengaruhinya,
maka korban akan jatuh tanpa hitungan, justru diantara
rakyat. Sementara itu belum tentu bahwa pada suatu
keadaan yang demikian ia dapat bertemu dengan Pangeran
Kuda Permati yang belum diketahui dimana tempatnya.
Karena itu, untuk sementara Panji Sempana Murti tetap
masih berjuang untuk menemukan satu saat yang paling
tepat untuk bertindak. Namun ia tidak membiarkan
kekuatan Pangeran Kuda Permati untuk tetap menghantui
rakyat di daerah yang kemudian langsung mendapat
perlindungannya, bahkan telah dibinanya untuk menjadi
alas dan pancadan apabila benar-benar ia harus menghadapi
kekuatan Pangeran Kuda Permati itu secara terbuka.
Sebenarnya setelah sekian lama Panji Sempana Murti
berusaha lewat para petugas sandinya, ia masih belum
mendapat gambaran yang pasti, berapa besar kekuatan
Pangeran Kuda Permati. Namun lambat laun iapun telah
berhasil mengaburkan kekuatannya yang sebenarnya
sebagaimana dilakukan oleh Pangeran Kuda Permati.
Rakyat Ka-buyutan yang mendapat perlindungannya
langsung, nampaknya tanggapsebagaimana aiketahui
olehPanji Sempana Murti. Mereka benar-benar telah
menyiapkan diri menghadapi segala kemungkinan.
Perasaan takut lambat laun menjadi semakin berkurang,
karena Panji Sempana Murti setiap kali telah mengadakan
semacam pameran kekuatan.
Bahwa kekuatan Panji Sempana Murti seakan-akan
menjadi berlipat memang telah menarik perhatian para
petugas sandi Pangeran Kuda Permati. Namun akhirnya
merekapun mulai curiga, bahwa yang hadir di Kabuyutan
itu bukan saja pasukan Panji Sempana Murti. tetapi juga
pasukan Pangeran Singa Narpada.
Namun dalam pada itu, Pangeran Kuda Permatimasih
ingin mempergunakan caranya yang lama. Ia ingin
menggertak salah satu padukuhan dengan satu langkah tibatiba.
Ia telah memerintahkan sepasukan prajuritnya untuk
dengan tiba-tiba memasuki sebuah padukuhan dan mengu
asainya untuk beberapa saat, kemudian meninggalkannya.
Maksudnya sebagaimana terdahulu, agar rakyat di daerah
bayangan kekuasaannya masih tetap dalam suasana
ketakutan dan tidak berani menentang perintahnya. Bahkan
meskipun pasukan Panji Sempana Murtiada di Kabuyutan
itu. Demikianlah, ketika fajar menyingsing disebuah
padukuhan, maka orang-orang dipadukuhan itu telah
dikejutkan oleh hadirnya sepasukan prajurit didalam
padukuhan nya. Orang-orang padukuhan itu sama sekali
tidak dapat berbuat apa-apa. Sebagaimana pernah terjadi,
bahwa seolah-olah setiap kentongan telah ditunggui oleh
para prajurit yang datang.
Dalam kebingungan orang-orang padukuhan itu hanya
dapat berdiam diri tanpa berbuat apa-apa. Bahkan anakanak
muda yang berjaga-jaga di gardupun tidak mampu
berbuat apa-apa. Ketika mereka menyadari keadaan
mereka, maka seolah-olah gardu itu sudah ditunggui oleh
sekelompok prajurit yang sambil tersenyum mengejek.
Bahkan seorang prajurit yang berdiri didepan sebuah
gardu melihat anak-anak muda yang kebingungan sambil
berkata "Selamat pagi anak-anak muda. Ternyata kalian
memang anak-anak muda yang patuh dan memiliki kemauan
yang keras untuk berbuat sesuatu bagi kampung halaman
kalian" Anak-anak muda didalam gardu itu tidak menyahut.
Mereka hanya dapat berdiam diri sambil menahan hati.
Sementara itu, beberapa orang pemimpin dari pasukan
itu telah berusaha menemui para bebahu padukuhan.
Dengan nada mengancam salah seorang perwira berkata
"Kalian jangan mencoba menentang kehendak kami. Kami
akan tetap melakukan tugas kami. Mungkin di padukuhan
ini sudah tidak terdapat lagi seekor kudapun. Tetapi
mungkin disaat lain kami memerlukan binatang yang lain.
Tidak sebagai tunggangan, tetapi kami memerlukannya bagi
perjuangan kami yang panjang"
Tidak seorangpun yang dapat menentang. Karena itu,
maka mereka hanya dapat menundukkan kepala sambil
berdiam diri. "Nah" berkata perwira itu "kalian harus menyadari,
bahwa kalian tidak akan dapat menggantungkan diri
dengan kehadiran Panji Sempana Murti didaerah ini.
Katakan, apa artinya kehadirannya bagi keselamatan
kalian" Tidak ada seorangpun yang dapat menjawab.
Karena itu, maka para prajurit itu kemudian telah
merasa berhasil menakut-nakuti penduduk padukuhan itu.
Mereka mengancam dan bahkan menantang kekuatan Panji
Sempana Murti yang ada di Kabuyutan itu.
Demikianlah, setelah puas menakut-nakuti rakyat, maka
seperti yang pernah mereka lakukan, maka mereka-pun
segera menarik diri untuk meninggalkan padukuhan itu
kembali ke daerah bayangan kekuasaan Pangeran Kuda
Permati. Namun dalam pada itu, ada yang tidak diperhitungkan
oleh Senopati yang memimpin pasukan itu. Sebenarnyalah
disetiap padukuhan terdapat beberapa orang prajurit yang
telah menyatu dengan rakyat. Beberapa orang diantara
mereka yang terjebak di gardu-gardu memang tidak dapat
berbuat apa-apa. Tetapi ternyata bahwa ada juga prajurit
Panji Sempana Murti yang mampu melepaskan diri.
Dengan kecepatan yang dapat dilakukannya ia mencapai
padukuhan sebelah. Dengan tergesa-gesa ia mengabarkan
apa yang terjadi di padukuhan yang ditinggalkannya.
"Cepat, siapkan kekuatan yang ada disini. Tetapi jangan
bunyikan isyarat. Aku mempunyai rencana tersendiri"
berkata prajurit itu. Beberapa orang prajurit yang ada di padukuhan itu termangu-
mangu. Tetapi mereka tidak sempat banyak
bertanya karena prajurit itu berkata "Apakah masih ada
seekor saja kuda di padukuhan ini."
"Satu-satunya adalah milik bebahu padukuhan ini"
jawab prajurit yang ada di padukuhan itu.
Prajurit yang sempat melepaskan diri dari padukuhan
sebelah itu ternyata sempat pula meminjam kuda itu.
Kemudian katanya kepada kawan-kawannya yang ada di
padukuhan itu "Siapkan pula padukuhan-padukuhan
disebelah menyebelah. Tetapi seperti pesanku, jangan ada
suara isyarat kentongan. Aku akan ke padukuhan induk
Kabuyutan ini untuk menyiapkan pasukan berkuda.
Para prajurit itupun segera mengetahui maksud
kawannya itu. Karena itu, maka katanya "Baiklah.
Pergilah. Kami akan bersiap secepat mungkin.
Sejenak kemudian maka seekor kuda yang merupakan
satu-satunya kuda yang tinggal dipadukuhan itupun telah
berpacu ke padukuhan induk, sementara beberapa orang
prajurit penghubung telah berlari-lari ke padukuhanpadukuhan
sebelah menyebelah. Dalam waktu singkat,
maka kekuatan yang ada di padukuhan-padukuhan itupun
telah siap untuk melakukan tugas mereka.
Anak-anak muda yang telah mendapat latihan meskipun
belum begitu banyak telah mampu dipersiapkan pula
diantara para prajurit Panji Sempana Murti dan para
prajurit Pangeran Singa Narpada.
Kehadiran prajurit itu di padukuhan induk memang
mengejutkan. Ia langsung minta bertemu dengan Panji
Sempana Murti dan melaporkan apa yang terjadi serta
menyampaikan rencananya. Panji Sempana mengangguk-angguk. Katanya "Aku
sependapat. Tetapi baiklah aku berbicara dengan para
prajurit Pangeran Singa Narpada.
Ternyata perwira tertinggi yang memimpin para Prajurit
Pangeran Singa Narpada yang bergabung dengan Panji
Sempana Murti sependapat dengan rencana itu.. Karena
itu, maka dengan cepat Panji Sempana Murti telah
menyiapkan pasukannya. Terutama pasukan berkudanya.
"Kita akan berangkat lebih dahulu" berkata Panji
Sempana Murti " pasukan berkuda ini akan menahan
mereka, sementara itu kalian cepat menyusul sebelum kami
mengalami kesulitan. Demikianlah, dalam waktu singkat semua rencana dan
persiapan dilakukan sebaik-baiknya. Baru sesaat kemudian,
Panji Sempana Murti sendiri telah memimpin pasukannya
menuju ke padukuhan yang menjadi sasaran sergapan
pasukan Pangeran Kuda Permati.
Kehadiran pasukan berkuda itulah yang tidak di
perhitungkan lebih dahulu. Apalagi sama sekali tidak
terdengar suara kentongan, sehingga menurut dugaan para
pemimpin pasukan Pangeran Kuda Permati, yang terjadi itu
sebagaimana yang pernah terjadi sebelumnya.
Dalam pada itu, pasukan berkuda yang dipimpin
langsung oleh Panji Sempana Murti sendiri, tidak langsung
memasuki padukuhan yang menjadi sasaran pasukan
Pangeran Kuda Permati. Tetapi mereka menuju ke bulak,
diluar padukuhan mencegat pasukan Pangeran Kuda
Permati yang keluar dari padukuhan itu.
Sementara seorang prajurit yang lain harus menyusup
memasuki padukuhan itu kembali dan mempersiapkan
kekuatan yang ada sehingga orang-orang dipadukuhan itu
kemudian, tidak menjadi sandera jika pasukan Kuda
Permati mundur kembali memasuki padukuhan itu.
Dengan kekuatan yang ada diantaranya beberapa orang
prajurit maka padukuhaan itu sendiri harus mempersiapkan
perlawanan. Meskipun kesempatannya hanya terlalu
sedikit, tetapi Panji Sempana Murti sempat, melakukan
rencananya dengan cermat. Mereka vang memperhitungkan
bahwa pasukan lawan masih berada di padukuhan itu, telah
berhenti beberapa puluh tonggak untuk menunggu sampai
pasukan yang sedang menakut-nakuti padukuhan itu keluar.
Sementara itu, para penghubung tengah merayap mendekati
pasukan itu.

01 Hijaunya Lembah Hijaunya Lereng Pegunungan Karya Sh Mintardja di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Demikianlah, pasukan Pangeran Kuda Per mati yang
merasa telah berhasil sebagaimana hari-hari sebelumnya,
untuk mempertahankan anggapan, bahwa Pangeran Kuda
Permati masih tetap berkuasa meskipun ada pasukan Panji
Sempana Murti di Kabuyutan itu.
Tetapi pasukan itu ternyata telah dikejutkan oleh
hadirnya berkuda yang dengan tiba-tiba telah
menghamburkan debu di tengah-tengah bulak memotong
garis perjalanan pasukan Pangeran Kuda Permati.
Meskipun pasukan berkuda itu tidak terlalu banyak, namun
kehadirannya benar-benar telah membuat jantung setiap
orang di dalam pasukan Pangeran Kuda Permati itu
menjadi berdebar-debar. Tetapi perwira yang memimpin pasukan itupun
kemudian berteriak "Kita hancurkan mereka. Jumlah
mereka tidak terlalu banyak. Sementara itu, mereka harus
menebus kelancangan mereka dengan akibat yang sangat
buruk bagi padukuhan yang baru saja kita tinggalkan. Kita
akan menjadikan padukuhan itu karang abang, sehingga
untuk lain kali, mereka tidak akan berani berbuat seperti itu
lagi. Sebenarnyalah pasukan berkuda yang dipimpin langsung
oleh Panji Sempana Murti itu tidak terlalu banyak
dibanding dengan pasukan Pangeran Kuda Permati yang
sengaja menakut-nakuti rakyat di Kabuyutan itu.
Namun dalam pada itu, dengan perhitungan yang
cermat, maka para penghubung telah memasuki padukuhan
itu. Dengan cepat mereka mengabarkan apa yang telah
dilakukan oleh Panji Sempana Murti, sehingga mereka
harus bersiap menghadapi segala kemungkinan yang dapat
terjadi kemudian. Pemberitahuan itu telah mengejutkan para prajurit yang
ada di padukuhan itu. Begitu cepatnya kawannya bertindak,
sehingga akan terjadi sesuatu yang dapat menentukan
perkembangan keadaan berikutnya.
Namun para prajurit dan anak-anak muda di padukuhan
yang baru saja ditinggal oleh pasukan Pangeran Kuda
Permati itu ternyata berusaha untuk mengimbangi keadaan.
Meskipun mereka masih berdebar-debar karena sergapan
yang tiba-tiba dari pasukan Pangeran Kuda Permati, namun
ketika mereka mendapat pemberitahuan bahwa pasukan
Panji Sempana Murti sudah siap memotong perjalanan
pasukan Pangeran Kuda Permati itu, maka hati merekapun
segera telah berkembang. Karena itulah, maka dalam, waktu yang singkat, tanpa
isyarat dan tanda-tanda dengan kentongan, maka para
prajurit yang ada di padukuhan itu bersama anak-anak
mudanya telah bersiap menghadapi segala kemungkinan.
Sementara itu, dalam waktu yang sangat sempit, para
prajurit dan anak-anak muda di padukuhan itu telah
berusaha untuk menyingkirkan perempuan dan anak-anak
ke sisi yang lebih jauh dari arah yang mungkin akan diambil
oleh pasukan Pangeran Kuda Permati untuk memasuki
kembali padukuhan itu. Namun dalam pada itu, pasukan yang lain yang lebih
besar dengan tergesa-gesa telah meninggalkan padukuhan
induk. Pasukan yang tidak dapatAbergerak secepat pasukan
berkuda. Namun karena latihan-latihan yang berat yang
pernah mereka lakukan, maka mereka dapat bergerak cukup
cepat untuk menyusul pasukan berkuda yang akan
menghentikan perjalanan pasukan Pangeran Kuda Permati
Namun perwira yang memimpin pasukan itu sadar, bahwa
jika mereka terlambat, maka pasukan berkuda yang
dipimpin langsung oleh Panji Sempana Murti itu akan
mengalami kesulitan. Tetapi dalam pada itu, pasukan-pasukan kecil lainnya
yang ada di padukuhan-padukuhan disekitar padukuhan
itu-pun telah siap pula. Bahkan mereka telah berbaris di luar
dinding padukuhan dan siap untuk memasuki bulak yang
akan menjadi ajang pertempuran, sementara yang lain
harus memasuki padukuhan untuk membantu para prajurit
dan anak-anak muda padukuhan itu apabila pasukan Kuda
Permati menarik diri untuk memasuki padukuhan itu
kembali. Dalam pada itu, ternyata kedua pasukan yang berada di
bulak, diluar padukuhan itu sudah bertemu. Pasukan
berkuda terpilih Panji Sempana Murti tidak menunggu lebih
lama lagi. Dengan garangnya mereka mulai menyerang pasukan
lawan. Karena jumlah mereka yang lebih kecil, maka Panji
Sempana Murti berusaha untuk bertempur diatas punggung
kuda. Namun medannya agak kurang menguntungkan,
meskipun dengan sedikit mengesampingkan pertimbangan
tentang kerusakan yang dapat terjadi atas ladang di bulak
.itu. Jika pasukan berkuda itu terlalu memikirkan tanaman
yang mungkin akan dirusakkan oleh kaki kuda mereka,
maka hal itu akan sangat merugikan pertempuran dalam
keseluruhannya, karena persoalannya kemudian akan
menyangkut bukan saja hidup dan mati para prajurit, tetapi
juga imbangan kekuatan antara paskan Panji Sempana
Murti dan Pangeran Kuda Permati.
Demikianlah, maka pertempuranpun segera terjadi
dengan sengitnya. Pasukan Pangeran Kuda Permati yang
tidak menduga. bhw mereka akan dihadapkan pada
sepasukan prajurit berkuda menjadi sangat marah
karenanya. Apalagi ketika mereka melihat bahwa lawan
mereka terlalu kecil, sehingga rasa-rasanya Panji Sempana
Murti menjadi terlalu sombong untuk melakukan
pemotongan perjalanan pasukannya.
"Apakah mereka tidak mendapat keterangan tentang
jumlah pasukanku" berkata perwira yang menjadi Senopati
pasukan Pangeran Kuda Permati itu
Namun dalam pada itu, pasukan yang lain yang lebih
besar ternyata sedang mendekat dengan cepat. Bahkan
ketika pertempuran itu sudah terjadi, maka pasukanpasukan
di padukuhan-padukuhan disekitar bulak itupun
mulai bergerak. Sementara itu kemarahan Senapati yang memimpin
pasukan PangeranKuda Permati itu dengan marah telah
memerintahkan sekelompok pasukannya untuk kembali ke
padukuhan yang baru saja ditinggalkannya, sebagaimana
telah diperhitungkan, dengan perintah, padukuhan itu harus
menjadi abu. Tetapi ketika sekelompok pasukan itu mendekati
padukuhan, maka merekapun terkejut pula. Dihadapannya
telah bersiap sepasukan keci prajurit dan anak-anak muda
dari padukuhan itu serta padukuhan disebelah.
"Gila" geram pemimpin kelompok itu " iblis manakah
yang telah menggerakkan mereka begitu cepat"
Namun sebenarnyalah para prajurit JPangeran Kuda
Permati itu menyadari, bahwa anak-anak. muda padukuhan
itu telah mendapat latihan-latihan tentang olah kanuragan.
Namun sampai saat terakhir, mereka menganggap bahwa
masalah itu adalah masalah yang terlalu kecil, sehingga
seakan-akan dapat mereka abaikan.
Persiapan yang tiba-tiba dan telah dilakukan setiap
padukuhan itu ternyata telah menarik perhatian Pugutrawe.
Dalam keadaan yang demikian, ia telah menutup
warungnya dan meskipun ia termasuk orang yang tidak
diharuskan, tetapi ia telah menggabungkan diri dengan
sekelompok anak-anak muda untuk pergi pula ke
padukuhan yang menjadi sasaran pasukan Pangeran Kuda
Permati. "Sayang, anak-anak itu tidak ada" berkata Pugutrawe
didalam hatinya, karena Mahisa Murti dan Mahisa Pukat
justru sedang berada di Kabuyutan lain yang menjadi alas
kekuasaan bayangan Pangeran Kuda Permati bersama Ki
Waruju. Karena tidak hadirnya kedua anak muda itu, maka
Pugutrawe sendiri ingin melihat apa yang terjadi.
Pugutrawe yang ikut bersama pasukan dari padukuhannya
yang terdiri dari beberapa orang prajurit yang ada
di padukuhan itu, kelompok yang termasuk golongan
pertama, yang terdiri dari anak-anak muda yang sudah
mendapat latihan-latihan dan mereka yang dengan suka rela
menyediakan diri untuk ikut dalam pertempuran itu.
"Yang ragu-ragu supaya keluar dari barisan" berkata
prajurit yang memimpin pasukan itu "Kita akan benarbenar
bertempur. Bukan sekedar latihan. Lawan kita adalah
prajurit-prajurit Kediri yang sebenarnya.
Namun agaknya orang-orang yang sudah terlanjur
masuk ke dalam barisan, termasuk Pugutrawe tidak
beranjak dari tempatnya. Mereka sudah dengan mantap
ikut bersama kawan-kawannya pergi ke medan.
Meskipun para prajurit masih juga memperingatkan
"Bagi yang kurang menguasai senjatanya, jangan tergesagesa
melibatkan diri. Demikianlah, sekelompok orang-orang bersenjata telah
keluar dari padukuhannya dan dengan tergesa-gesa pergi ke
padukuhan sebagaimana diberitahukan oleh seorang
penghubung. Dalam pada itu, di padukuhan yang disebutkan,
pertempuran memang telah terjadi. Sebagian dari prajurit
yang kembali ke padukuhan itu untuk menghancurkannya
sama sekali sehingga menjadi debu, telah bertemu dengan
kekuatan yang ada di padukuhan itu, dibantu oleh
kekuatan-kekuatan yang berhasil menyusup kedalamnya.
Ternyata seperti yang dibangun oleh Pangeran Kuda
Permati sendiri, prajurit-prajuritnya telah menemui keadaan
yang sama. Orang-orang yang dalam keadaan sehari-hari
mereka kenal sebagai petani, pedagang, peternak dan orangorang
kebanyakan lainnya, tiba-tiba telah membawa senjata
menghadapi sepasukan prajurit tanpa gentar.
Dengan demikian, maka pertempuran di bulak dan di
pintu gerbang padukuhan itupun menjadi semakin sengit.
Kedua belah pihak berusaha untuk dapat segera menguasai
lawannya dan mendesak mereka.
Namun pertempuran yang terjadi di bulak, ternyata
memang berat sebelah. Jumlah pasukan Pangeran Kuda
Permati memang jauh lebih banyak.
Namun Panji Sempana Murti yang memimpin sendiri
pasukannya, berusaha untuk memanfaatkan kuda mereka
sebaik-baiknya. Dengan sigap mereka datang menyerang bagaikan
gelombang, susul menyusul. Namun dengan cepat pula
mereka bergeser menjauh. Serangan-serangan beruntun dari pasukan berkuda atas
satu sisi dari pasukan Pangeran Kuda Permati yang
dipimpin oleh seorang Senapatinya dan kemudian menjauh,
telah menimbulkan persoalan tersendiri dari pasukan itu.
Tetapi karena jumlah mereka lebih banyak, maka yang
dapat dilakukan oleh pasukan berkuda itu seakan-akan
hanya rae-s-rupakan gangguan-gangguan yang tidak
menentukah, meskipun menimbulkan kemarahannya
menghentak-hentak di dada Senapati yang memimpin
pasukan Pangeran Kuda Permati itu.
Namun kemudian, Senapati yang menjadi jemu itu telah
menjatuhkan perintah, agar berusaha untuk menjebak
pasukan berkuda itu, sehingga mereka memasuki lingkaran
pertempuran lebih dalam lagi.
Tetapi pada saat yang demikian, beberapa kelompok
pasukan dari beberapa padukuhan telah mulai mendekat.
Mereka terdiri dari para prajurit dan anak-anak muda yang
belum cukup matang dalam olah peperangan. Tetapi
dengan tekad yang bulat, mereka tidak gentar menghadapi
kemungkinan-kemungkinan yang dapat terjadi kemudian
atas mereka. Namun ternyata Panji Sempana Murtilah yang menjadi
cemas melihat kehadiran mereka, justru karena lawan
terlalu kuat dan memiliki bekal ilmu kanuragan yang
cukup. Karena itu, maka iapun kemudian memerintahkan
pasukannya untuk memecah perhatian, agar pasukanpasukan
yang datang itu tidak menjadi sasaran yang terlalu
lunak bagi pasukan Pangeran Kuda Permati yang garang
itu. Sementara itu, Senapati yang memimpin pasukan
Pangeran Kuda Permati itupun melihat kedatangan
beberapa kelompok orang-orang bersenjata dari padukuhanpa-
dukuhan. Kemarahan yang tidak tertahankan, telah
mendorongnya untuk meneriakkan perintah "Hancurkan
mereka. Adalah salah mereka sendiri, bahwa mereka telah
menjerumuskan diri ke dalam kesulitan di medan yang
garang ini" Tetapi agaknya tidak semudah itu untuk melakukannya,
justru karena perhatian Panji Sempana Murti lebih banyak
tertuju kepada keselamatan mereka.
Namun, bagaimanapun juga, kehadiran kelompokkelompok
pasukan, yang kemudian semakin lama menjadi
semakin banyak itu, benar-benar mulai terasa membebani
pastikan Pangeran Kuda Permati, sehingga dengan
demikian, maka merekapun semakin lama menjadi semakin
garang. Di padukuhan yang baru saja mereka tinggalkan,
sebagian kecil dari pasukan Pangeran Kuda Permati itu
tidak segera berhasil menembus kekuatan perlawanan yang
di-Dimnin oleh beberapa orang prajurit. Bukan saja para
prajurit yang ada di padukuhan itu, tetapi juga yang berada
di padukuhan sebelah yang telah berhasil menyusup ke
dalam padukuhan itu. Para prajurit itulah yang bertempur dipaling depan,
meskipun dalam ujud yang sama dengan para penghuni
padukuhan itu. Namun sebagaimana terjadi di daerah
bayangan kekuasaan Pangeran Kuda Permati, pasukannyapun
menyadari, tentu ada di antara mereka prajurit-prajurit
yang bertugas di padukuhan-padukuhan, setidak-tidaknya
mereka yang memberikan latihan-latihan kepada anak-anak
muda di padukuhan-padukuhan itu.
Karena itu, maka prajurit itu seakan-akan telah
menghentakkan kekuatan mereka untuk memecahan


01 Hijaunya Lembah Hijaunya Lereng Pegunungan Karya Sh Mintardja di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

pertahanan orang-orang padukuhan itu. Mereka
perikemanusiaan. Itu tidak apa-apa jika terjadi atasku atau
kawan-kawanku. Tetapi jika terjadi atas orang-orang yang
tidak tahu menahu" "Itulah yang kau korban.. Dan pengorbanan mereka
tidak berarti sia-sia" jawab perwira itu.
"Gila. Satu sikap orang yang sudah tidak waras lagi"
suara orang yang terikat itu menjadi gemetar. Namun tibatiba
saja ia berteriak "Sekarang, bunuh aku jika kau
mempunyai kebenaran untuk melakukannya"
Orang berkumis itulah yang tidak sabar. Katanya "Aku
akan membunuhnya" "Aku ingin melihat ia hidup lebih lama lagi. Baginya
kematian adalah jalan yang paling singkat untuk
menghindarkan diri kepahitan pada saat-saat terakhirnya"
jawab perwira itu. "Jadi, apakah orang ini akan dibiarkan hidup?" bertanya
orang berkumis itu. "Ya. Justru karena ia benar-benar seorang petugas sandi"
jawab perwira itu " ia akan tetap terikat. Aku berbicara
dengan orang itu. Sudahlah semua orang pergi"
Orang berkumis itu termangu-mangu. Namun perwira
itupun kemudian memberikana beberapa isyarat kepada
beberapa orang prajurit yang kebetulan ada disekitar tempat
itu untuk mengusir semua orang yang ada di halaman.
Sejenak kemudian, maka para prajurit dan orang
berkumis itupun mulai menyingkirkan orang-orang yang
semula mengikuti orang yang terikat itu. Dengan lantang
perwira itu menjelaskan "Aku akan berbicara dengan orang
itu. Pergilah. Besok kalian akan mengetahui apa yang akan
terjadi dengan orang ini"
Orang-orang yang berkerumun di halaman banjar itu
menjadi kecewa. Mereka sudah terbiasa menyaksikan
orang-orang yang disebut pengkhianat atau petugas sandi
mengalami perlakuan yang kasar dan yang akhirnya
dibunuh.Tetapi kali ini justru orang yang paling
menjengkelkan, mendapat kesempatan untuk hidup lebih
lama. Tetapi orang-orang itu tidak dapat membantah. Para
prajurit minta agar mereka meninggalkan halaman itu.
Dengan demikian, maka sejenak kemudian halaman itu
menjadi sepi. Yang ada di muka regol adalah beberapa
orang gembala yang tet mangu-mangu. Namun akhirnya
para gembala itupun telah meninggalkan halaman itu pula.
Perwira itu kemudian berusaha untuk mendapatkan
keterangan dari orang yang terikat itu. Tetapi ternyata
bahwa usahanya sia-sia. Orang yang terikat itu sama sekali
tidak mau memberikan keterangan apapun juga, meskipun
ia mengalami perlakuan yang sangat berat.
"Kau memang seorang yang berhati tabah" desis perwira
itu sambil tersenyum "kau tentu sudah mendapat latihan
yang berat untuk menjadi seorang petugas sandi seperti ini.
Agaknya aku memang akan mengalami kegagalan memeras
keterangan dari mulutmu. Tetapi aku memang ingin
membiarkan kau hidup dan terikat disitu. Besok aku akan
menyerahkan kau kepada rakyat. Apa saja yang ingin
mereka lakukan atas .mu. Kecuali jika kau bersedia
menjawab pertanyaan-pertanyaanku"
Orang itu sama sekali tidak menjawab, sementara
perwira itu tersenyum sambil berkata "Bagus. Kau sudah
melakukan tugasmu dengan baik. Tinggal aku. Apakah kau
akan dapat mengimbangi sikapmu. Apakah aku dapat
berbuat seperti kau. Melakukan tugasmu dengan baik"
Orang yang terikat itu masih tetap berdiam diri. Dengan
gigi gemertak ia memandang perwira itu dengan tajamnya.
"Baiklah" berkata perwira itu "kau dapat memikirkan
nasibmu semalam nanti"
Orang yang terikat itu mengumpat. Tetapi perwira itu
sama sekali tidak menghiraukannya. Dibiarkan saja mang
terikat itu berkata apa saja.
Baru kemudian, ketika orang itu sendiri, wajahnya yang
keras telah menunduk. Tubuhnya yang penuh dengan luka
dan gorestan-goresan senjata dan rontan itu terasa sangat
pedih. Titik-titik keringatnya membuatnya luka-lukanya
bagaikan tersiram air. Tetapi orang yang terikat itu memang seorang prajurit
sandi. Itulah sebabnya, maka ia tetap pada sikapnya.
Karena bagi seorang petugas sandi, mati adalah batas yang
memang sudah disadari sebelumnya.
Ketika petugas sandi itu memandang ke pendapa banjar,
dilihatnya beberapa orang duduk berjaga-jaga. Diregol
halaman, para peronda berjalan hilir mudik.
Beberapa orang sibuk menyalakan obor di beberapa
tempat ketika kemudian, malam turun. Sementara di
pendapa lampu minyakpun telah menyala pula.
Petugas sandi itu masih tetap terikat di sebatang tonggak
di tengah-tengah halaman. Ia tidak merasa betapa
kerongkongannya menjadi kering oleh kehausan. Yang
terasa adalah kemarahan dan kebencian yang menghentakhentak
didalam dadanya. Namun petugas sandi itu sama sekali tidak dapat berbuat
apa-apa. Tangannya sudah terikat pada sebatang tonggak
dengan kuatnya. Betapapun ia menghentakkan ilmunya, tali
pengikat itu tidak akan putus karenanya.
Wajah petugas sandi itu menjadi tegang ketika ia melihat
ampat orang mendekatinya. Seorang diantara mereka
membawa obor yang menyala.
Beberapa langkah dihadapannya ampat orang itu
terhenti. Salah seorang diantara mereka adalah perwira
yang memerintahkan untuk membiarkannya hidup. Dengan
demikian, maka perwira itu akan berusaha untuk memeras
keterangan dari mulutnya.
"Ki sanak" berkata perwira itu "kau sudah mendapat
kesempatan untuk berpikir tentang dirimu sendiri. Apakah
kau lebih senang mukti bersama kami, atau mati terkapar di
halaman banjar ini" Petugas sandi itu sama sekali tidak menjawab. Tetapi ia
sudah bertekad sebagaimana ia mendapat tempaan lahir
batin untuk menjalankan tugasnya sebaik-baiknya. Dan
tugasnya yang terakhir yang harus ia tunaikan setelah ia
terikat pada tonggak itu adalah merahasiakan dirinya
sendiri dan orang-orang yang pernah dikenalnya.
Apapun yang terjadi atas dirinya, petugas sandi itu tidak
akan membuka mulutnya. "Ki Sanak" berkata perwira yang mendekatinya itu
"seharusnya kau tidak mengeraskan hatimu pada sikap
yang salah itu. Kau tahu, bahwa kita adalah bangsa yang
besar yang memiliki masa lampau yang kita kagumi
bersama. Karena itu, kenapa kita tidak berusaha untuk
mendapatkan kembali kebesaran itu"
Petugas sandi itu masih tetap berdiam diri.
"Ki Sanak" berkata perwira itu sambil mengambil obor
ditangan seorang pengawalnya "Kenapa kau tidak mau
bekerja bersama kami" Jangan keras kepala. Kau masih
belum terlalu tua. Kau masih dapat menikmati hidup ini
untuk waktu yang panjang dalam keadaan yang lebih baik,
daripada kau harus mati terkapar di halaman banjar ini
dalam keadaan yang menyedihkan. Karena besok aku tentu
tidak akan dapat mencegah lagi kemarahan rakyat yang
akan mencincangmu. Mereka akan minta kau dilepaskan
diantara rakyat yang marah. Kau dapat membayangkan,
bagaimana cara mereka membunuhmu besok. Kecuali jika
kau mau bekerja bersama kami, maka kami akan
melindungi kalian dari kemarahan orang-orang yang dapat
menjadi buas itu" Petugas itu tetap berdiam diri. Sementara perwira itu
berjalan maju semakin dekat. Katanya "Aku ingin melihat
wajahmu yang keras dan menyala lebih besar dari obor ini.
Tiba-tiba perwira itu mengacukan obor itu kedepan
wajah petugas sandi yang terikat itu. Demikian dekatnya,
sehingga dengan gerak naluri, petugas sandi itu
memalingkan wajahnya yang serasa telah terbakar oleh
panasnya api itu. Perwira itu tertawa. Katanya "Api memang panas. Jika
ia menyentuh wajahmu, maka wajahmu akan segera
berubah ujudnya. Wajahmu akan terbakar dan mungkin
matamu akan menjadi buta. Kau akan kehilangan
kesempatan untuk melihat betapa hijaunya dedaunan dan
betapa gemerlapnya bintang dilangit. Dalam keadaan yang
demikian, besok kau akan dibunuh beramai-ramai di
halaman banjar ini" Petugas sandi itu hanya dapat, menggeretakkan giginya.
Ia sama sekali tidak berdaya berbuat apa-apa atas tali yang
kuat yang membelit tangannya.
"Kau masih mempunyai waktu" berkata perwira itu
"aku akan datang lagi tengah malam. Kau akan mendapat
kesempatan terakhir sebelum aku mengambil keputusan
tentang dirimu" Sekali lagi perwira itu mendekatkan api obornya ke
wajah orang yang terikat itu, dan sekali lagi orang yang
terikat itu memalingkan wajahnya dari api yang terasa
hampir menyentuh kulit wajahnya.
Namun dadanya hampir saja meledak ketika ia
kemudian mendengar perwira itu tertawa berkepanjangan.
Katanya disela-sela derai tertawanya "Kau masih sayang
pada wajahmu" Kenapa tidak kau biarkan saja wajahnya
terbakar dan menjadi hitam. Atau barangkali perutmu?"
Yang dapat dilakukan oleh orang yang terikat itu
hanyalah menggeram. Namun tangannya tetap terikat
dengan eratnya. Yang kemudian tertawa bukan saja perwira itu. Tetapi
pengawalnyapun tertawa pula. Rasa-rasanya orang yang
terikat itu ingin meloncat menerkam. Namun tali
pengikatnya terlalu erat dan kuat, sehingga ia tidak mampu
untuk melepaskan dirinya.
"Baiklah" berkata perwira itu "masih ada waktu. Jika
besok pagi-pagi kau masih tetap keras kepala seperti ini,
maka kau akan kami serahkan kepada orang banyak.
Entahlah, apa jadinya kau dengan tubuhmu. Tetapi
agaknya itulah yang kau pilih sebagai jalan kematianmu"
Orang yang terikat itu sama sekali tidak menjawab.
Ketika perwira itu kemudian meninggalkannya, terdengar
giginya gemeretak menahan marah.
Sejenak kemudian halaman itupun menjadi sepi. Perwira
itu sempat singgah sebentar di gardu diregol halaman.
Kepada para peronda ia berkata "Berhati-hatilah. Meskipun
orang itu terikat, namun kalian harus mengawasinya baikbaik.
Ia orang yang sangat berbahaya. Mungkin nilainya
lebih dari sepuluh orang diantara kalian"
Pemimpin peronda itu mengangguk-angguk. Jawabnya
"kami akan berbuat sebaik-baiknya. Yang menjaga halaman
ini bukan hanya berkumpul diregol ini. Disetiap sudut di
tempatkan dua orang penjaga berganti-ganti"
"Jangan ajari aku" jawab perwira itu "dimanapun
penjaga itu berada, bukankah kendalinya ada di gardu ini?"
Penjaga itu mengangguk kecil. Jawabnya sambil
menunduk "Ya. Demikianlah agaknya"
"Karena itu, aku berpesan kepada kalian. Hati-hatilah"
berkata perwira itu "di banjar ada beberapa orang prajurit.
Jika kalian memerlukan bantuannya, kalian dapat
memanggilnya. Bahkan jika perlu panggil aku"
Peronda itu mengangguk-angguk. Katanya "Baiklah.
Kami akan melakukannya"
Perwira itupun kemudian meninggalkan para peronda di
regol. Namun agaknya ia kurang mempercayai para
peronda itu. Karena itu, maka ia telah memerintahkan
prajurit-prajuritnya yang ada di banjar itu untuk membantu
para peronda bergantian. "Kalian berganti-ganti tidak perlu beranjak dari gardu
itu. Kau awasi orang yang terikat itu dari gardu. Biarlah
yang nganglang para peronda. Karena itu, maka setiap saat
harus ada seorang diantara kalian di gardu itu" perintah
perwira itu. Para prajuritpun kemudian mengatur diri untuk
bergantian berada di gardu. Sehingga dengan demikian,
maka pemimpin peronda itu merasa menjadi lebih tenang
mengawasi seorang yang dianggap sangat penting karena
orang itu adalah petugas sandi dari Kediri.
Dalam pada itu, maka para perondapun telah mengatur
tugas mereka sebaik-baiknya. Di setiap sudut diletakkan
dua petugas yang mengamati keadaan. Sementara itu masih
ada beberapa orang yang mengelilingi halaman banjar itu
pada saat-saat tertentu. Dalam pada itu, maka malampun semakin lama menjadi
semakin dalam. Perwira yang berada di banjar itu sudah
membaringkan dirinya. Ia mulai menjadi tenang, setelah ia
memerintahkan setiap saat, seorang prajuritnya untuk
berada di gardu mengawasi orang yang terikat itu. Dengan
demikian maka pengawasan sudah dilakukan sebaikbaiknya,
sementara para peronda-perondapun disetiap
malam jumlahnya cukup banyak, apalagi malam itu, disaat
di halaman terikat seorang yang mereka sebut sebagai
pengkhianat. Jumlah perondapun telah dilipatkan.
Demikianlah, malampun menjadi semakin malam.
Angin yang basah bertiup semilir. Udara terasa demikian
segarnya, sehingga para prajurit, peronda dan orang-orang
lainpun mulai disentuh oleh perasaan kantuk. Bahkan
perwira yang berada didalam biliknya, yang merasa
menjadi tenang karena ia sudah menugaskan bukan saja
para peronda, tetapi juga prajurit-prajuritnya yang ada di
banjar itu untuk berjaga-jaga, telah tertidur pula dengan
nyenyaknya. Perlahan-lahan bintang dilangitpun mulai bergeser kebarat,
melampaui puncak langit dan turun perlahan-lahan.
Tidak ada bulan sama sekali. Tetapi bintang nampaknya
menjadi semakin cemerlang.
Angin yang segar bertiup semakin lama terasa menjadi
semakin merata. Bukan hanya di halaman, di pendapa dan
di kebun banjar. Tetapi dibilik-bilik. di dalam gardu dan di
regolpun angin menyentuh tubuh para peronda.


01 Hijaunya Lembah Hijaunya Lereng Pegunungan Karya Sh Mintardja di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Ternyata baik para peronda, maupun para prajurit yang
telah mengatur diri bergantian untuk berjaga-jaga, telah
kehilangan kesadaran mereka. Mereka ternyata tidak dapat
melawan perasaan kantuk yang mencengkam mereka
dengan kuatnya. Seorang demi seorang, para perondapun telah jatuh
tertidur. Mereka yang berada disudut-sudut halaman sama
sekali tidak mampu bertahan lagi. Prajurit yang sedang
bertugas di gardu berusaha untuk membangunkan setiap
orang yang tertidur, tetapi prajurit itu sendiripun akhirnya
tertidur pula. Sejenak kemudian, maka banjar itu pun menjadi semakin
sepi. Tidak seorangpun lagi yang mampu bertahan melawan
kantuknya. Semua orang telah tertidur nyenyak.
Tetapi yang terikat itu tidak tertidur. Meskipun iapun
merasakan segarnya udara di malam hari, sehingga
perasaan pedih pada luka-lukanya berkurang, namun
perasaan sakit itu masih menderanya, sehingga betapapun
perasaan kantuk itu mengganggunya, namun setiap kali ia
masih saja berdesis menahan pedih.
Dalam keadaan yang demikian itulah, maka nampak
beberapa sosok bayangan mendekati dinding halaman.
Perlahan-lahan mereka memanjat dinding dan
memperhatikan keadaan di dalam halaman itu.
Ternyata bahwa keadaan di dalam halaman dan di
dalam banjar telah menjadi sepi. Orang-orang yang datang
itu yakin, bahwa tidak ada seorangpun lagi yang masih
terbangun diantara para petugas dan para peronda.
"Marilah" desis yang seorang "kita segera bertindak"
Tidak ada jawaban. Namun kemudian orang-orang yang
ternyata berjumlah tiga orang itu telah berloncatan masuk.
Perlahan-lahan mereka mendekati tonggak di tengah-tengah
halaman, tempat petugas sandi itu terikat.
Petugas sandi yang terikat itu memang tidak tidur
meskipun ia merasakan pula sesuatu yang asing. Namun
karena sakit ditubuhnya, maka ia tetap terjaga, sehingga
dengan demikian iapun melihat tiga orang mendekatinya.
Seorang dari ketiga orang itupun kemudian berdiri
menghadap ke pendapa, membelakangi orang yang terikat
itu untuk mengawasi keadaan, sementara kedua orang yang
lain mendekati orang yang terikat itu sambil berdesis "Kau
benar petugas sandi dari Kediri?"
Orang itu memandangi keduanya berganti-ganti. Namun
kemudian iapun berdesis " Apakah kau membawa
bintang?" "Jangan sebut kalimat sandi" desis yang seorang "kami
tidak akan mengerti, karena kami memang bukan petugas
sandi. Kami melakukan hal ini hanya karena kami
menganggap perjuangan menegakan pemerintahan,
"Baik" berkata petugas sandi itu "tetapi kau yakin bahwa
kau juga berhubungan dengan tugas-tugas sandi. Tetapi
agaknya benar, bahwa kau bukan petugas sandi dari Kediri.
Namun agaknya kalian bertiga adalah justru petugas sandi
dari Singasari, sehingga kalian tidak mengerti kalimat sandi
para petugas dari Kediri"
"Sudahlah" berkata salah seorang dari kedua orang yang
mendekatinya itu "Yang penting bagi kami, kau dapat
terlepas dari tangan Pangeran Kuda Permati, meskipun
kami belum pernah melihat, yang manakah yang disebut
Pangeran Kuda Pemati itu"
"Terima kasih" jawab orang itu "Aku akan melaporkan
bahwa aku sudah mendapat pertolongan dari para petugas
sandi dari Singasari. Aku yakin. Kalian tentu bukan orang
kebanyakan, karena kalian sempat melepaskan aji yang kuat
ini. Bukankah kalian telah menyebarkan sirep sehingga
sema orang tertidur?"
"Jangan sebut-sebut siapa kami, karena dengan demikian
kau dapat keliru. Sekarang ijinkan kami membuka
ikatanmu" berkata salah seorang dari kedua orang itu.
Orang yang terikat itu tidak menyahut. Ia membiarkan
saja tangannya dilepaskan dari ikatan yang kuat. Dengan
sebilah pisau yang sangat tajam, salah seorang dari mereka
yang menolongnya itu telah memutuskan talai ikatannya.
Demikian tali itu terputus, maka orang itupun menarik
nafas dalam-dalam sambil berkata "Aku mengucapkan
terima kasih. Mudah-mudahan kita akan dapat bekerja
bersama untuk seterusnya"
"Kita akan berpisah sampai disini" berkata orang yang
menolongnya itu. "Tetapi darimana kau tahu, bahwa aku adalah petugas
sandi dari Kediri?" bertanya orang itu.
"Sikapmu" jawab salah seorang yang menolongnya.
Orang itu mengangguk-angguk. Perasaan sakit dan pedih
pada tubuhnya seakan-akan menjadi jauh susut, meskipun
sekali-sekali ia masih harus berdesis.
"Sekarang, silahkan meninggalkan tempat ini sebelum
mereka terbangun" berkata orang yang menolongnya.
Petugas sandi itu mengangguk-angguk. Namun tiba-tiba
saja ia berkata "Aku tahu, bahwa dalam keadaan seperti ini
bukannya sifat seorang kesatria jika aku membunuh mereka
yang tertidur nyenyak. Tetapi, aku masih ingin memberikan
satu pertanda kepada perwira yang telah mengancam aku
akan menyerahkan aku kepada rakyat besok"
"Apa yang akan kau lakukan?" bertanya orang yang
menolongnya. "Mengikatnya dalam tidur" jawab orang itu " percayalah
bahwa aku tidak akan membunuhnya"
Orang yang menolong itu tidak mencegahnya. Dengan
demikian orang yang ditubuhnya-. terdapat luka dibeberapa
tempat itu telah mencari seutas tali. Dengan hati-hati ia
memasuki banjar dan mencari perwira yang memimpin
prajurit Pangeran Kuda Permati di banjar itu untuk
kemudian mengikatnya dengan amben tempatnya
berbaring. Namun orang yang telah disakiti itu agaknya
benar-benar ingin membuat perwira itu berdebar-debar,
karena iapun kemudian mengambil keris yang terdapat
dibawah alas kepalanya. Menariknya dari wrangkanya dan
meletakan keris itu di-dadanya dengan tajamnya
menghadap ke arah hidung perwira itu.
Baru kemudian orang itu meninggalkan banjar sambil
membawa tali yang telah diputus dengan pisau yang semula
mengikat tangan orang itu.
"Untuk apa tali itu kau bawa?" bertanya orang yang
menolongnya. Orang itu tersenyum saja. Namun orang-orang yang
menolongnya itu mengetahui, bahwa orang itu akan
menghilangkan kesan bahwa ia telah ditolong oleh
seseorang, melihat tali yang yang terputus oleh senjata.
Dengan demikian maka sejenak kemudian sejenak
halaman itu telah menjadi semakin sepi. Empat orang
dengan diam-diam meninggalkan halaman itu. Namun
sekali-sekali orang yang tertolong itu masih juga berdesis
menahan pedih ditubuhnya.
Meskipun demikian, keempat orang itu belum berarti
terbebas sama sekali dari kemungkinan lain yang dapat
terjadi. Semakin jauh dari halaman banjar, pengaruh sirep
itu menjadi semakin tipis. Karena itu, maka di gardu-gardu
di ujung-ujung lorong, para peronda tetap merupakan
bahaya bagi keempat orang itu.
Dengan sangat berhati-hati keempat orang itu telah
memilih jalan. Sebagaimana ketiga orang itu memasuki
padukuhan, maka demikian pula mereka keluar. Namun
agaknya petugas sandi yang terlukadiseluruh tubuhnya itu
mengalami sedikit kesulitan ketika mereka meloncat
dinding padukuhan. Namun akhirnya merekapun selamat sampai diluar
dinding tanpa diketahui oleh para peronda.
Tetapi merekapun sadar, bahwa mereka masih belum
bebas sepenuhnya. Mereka masih tetap berada didalam
lingkungan yang berbahaya. Karena itu, maka merekapun
kemudian dengan secepat-cepatnya berusaha menjauhi
padukuhan itu. Dalam pada itu, sambil berjalan di pematang, petugas
sandi yang telah dibebaskan itu beberapa kali telah
mengucapkan terima kasih. Namun beberapa kali ia
berusaha untuk mengetahui orang-orang yang
menolongnya, namun ketiga orang itu sama sekali tidak
menyebut tentang diri mereka.
"Yang kami lakukan adalah satu kewajiban siapapun
kami" berkata salah seorang dari ketiga orang itu.
Petugas sandi yang dibebaskan kemudian tidak
mendesak lagi- Agaknya ketiga orang itu benar-benar tidak
ingin diketahui siapakah sebenarnya mereka.
Namun dalam pada itu, petugas sandi yang terluka di
seluruh tubuhnya itu berdesis "Maaf Ki Sanak. Aku tidak
dapat berjalan secepat kalian. Namun bukan berarti bahwa
kalian harus menunggu aku. Sekali lagi aku mengucapkan
terima kasih. Selanjutnya, jika kalian ingin berjalan lebih
dahulu, silahkan. Aku akan berusaha untuk mencari jalan
sendiri. Bukan karena aku tidak mau bersama kalian, tetapi
sebenarnyalah tubuhku sudah terlalu lemah"
Salah seorang dari ketiga orang yang menolongnya itu
menjawab "Aku mengerti keadaanmu Ki Sanak. Baiklah
kita baristirahat sejenak. Agaknya kita memang sudah
cukup jauh. Rasa-rasanya aku mendengar suara aliran
sungai" "Jika demikian, marilah Ki. Sanak. Kita mencoba,
mengobati luka-luka ditubuhmu. Mungkin tidak sempat
untuk berbuat lebih banyak dari sekedar mengurangi rasa
sakit dan sedikit menambah daya tahan. Baru besok dan
seterusnya kau dapat berobat lebih baik lagi"
Orang itu menarik nafas dalam-dalam. Katanya "Sekali
lagi aku mengucapkan terima kasih"
Demikianlah, keempat orang itupun kemudian menuju
kesebatang sungai yahg tidak begitu besar. Dalam
kegelapan malam mereka mencari sebuah belik di
sepanjang tepi sungai itu untuk mendapatkan air jernih.
Akhirnya mereka mendapatkannya juga. Dengan air itu,
maka salah seorang dari ketiga orang yang menolong itu
telah mencairkan sejenis serbukdari sebuah tabung kecil
dengan daun talas yang terdapat dipinggir sungai itu.
"Mungkin terasa pedih Ki Sanak" berkata orang itu
"tetapi mudah-mudahan akan bermanfaat"
Sebenarnyalah ketika obat itu diusapkan pada luka-luka
yang terdapat diseluruh tubuhnya, terasa luka-luka itu
bagaikan menyengat. Pedih dan panas. Beberapa saat
lamanya orang itu menggeliat menahan perasaan pedih
sambil berdesis. Namun lambat laun perasaan pedih itupun
semakin susut. Apalagi ketika kemudian iapun telah minum
sejenis obat yang lain, yang juga dicairkan dengan air dari
belik kecil dipinggir sungai itu.
Untuk beberapa saat mereka menunggu sambil
beristirahat. Sementara malampun merambat mendekati
akhir. "Ki Sanak" berkata petugas sandi itu "kalian telah
memberikan satu pertolongan yang utuh. Bukan saja aku
telah terbebas dari kematian, tetapi kalian juga telah
mengobati luka-lukaku. Agaknya tidak ada cara yang dapat
aku pergunakan untuk menyatakan perasaan terima kasih"
"Sudahlah" berkata salah seorang dari ketiga orang yang
menolongnya "jika keadaanmu sudah menjadi lebih baik,
marilah kita teruskan perjalanan ini. Kita harus keluar dari
wilayah kuasa Pangeran Kuda Permati"
"Jaraknya sudah tidak terlalu jauh" berkata orang itu
"sebenarnyalah aku memang seorang petugas. Aku
mengenal daerah ini dengan baik. Beberapa saat lagi, aku
sudah akan memasuki satu padukuhan yang dapat
memberikan perlindungan kepadaku meskipun padukuhan
itu masih termasuk kuasa Pangeran Kuda Permati secara
bayangan. Namun demikian keempat orang itupun kemudian
meneruskan perjalanan mereka. Dengan hati-hati mereka
naik keatas tebing sungai menuju ke padukuhan yang
disebut oleh orang yang terluka itu.
Namun sementara itu, di banjar padukuhan yang telah
mereka tinggalkan terjadi kegemparan yang luar biasa.
Perwira yang terikat tangannya itu telah terbangun ketika
kekuatan sirep menjadi semakin lenyap.
Betapa ia terkejut mengalami peristiwa yang tidak pernah
diduganya, meskipun hanya dalam mimpi. Ternyata
tangannya sudah terikat dan sebilah keris terletak di
dadanya. Ujungnya menghadap ke hidungnya.
"Gila" geram perwira itu. Dengan susah payah ia
berusaha memiringkan tubuhnya, sehingga keris itu terjatuh
dari dadanya. Baru setelah keris itur perwira itu berteriak memanggil
prajurit-prajuritnya. Suara perwira itu memang telah membangunkan
prajurit-prajuritnya yang sudah terbebas dari pengaruh
sirep. Berlari-lari mereka menuju ke bilik perwira yang
memanggil mereka. Dengan jantung yang berdebar-debar mereka melihat
perwiranya yang masih terikat, dan sebilah keris yang sudah
telanjang tergolek disisinya.
"Apakah yang sudah terjadi?" bertanya seorang prajurit.
"Lepaskan dahulu ikatan keparat ini" geram perwira itu.
Para prajuritpun menjadi sibuk melepaskan ikatan itu.
Dan demikian ikatan itu terlepas, maka prewira itupun
segera meloncat dari pembaringan dan beteriak "Lihat, apa
iblis itu masih terikat ditonggak.
Tidak seorangpun yang semula teringat kepada petugas
sandi yang terikat. Demikian mereka mendengar perintah
itu, maka merekapun segera berlarian ke halaman,
sementara perwira itu sempat memungut keris yang
ternyata adalah keris sendiri.
"Setan alas" geram perwira itu sambil berlari menyusul
para prajurit ke halaman.
Jantung perwira itu hampir meledak ketika ia melihat
satu kenyataan, bahwa orang yang terikat di tonggak ditengah-


01 Hijaunya Lembah Hijaunya Lereng Pegunungan Karya Sh Mintardja di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

tengah halaman itu sudah tidak lagi. Petugas sandi
itu sudah hilang. Tidak banyak bekas-bekas yang dapat memberikan
petunjuk. Bahkan tali pengikat tangan petugas sandi itupun tidak
ada lagi disekitar tonggak itu.
"Di mana para peronda he?" teriak perwira itu. Berlarilari
prajurit-prajurit yang kebingungan itu pergi ke gardu.
Ternyata semua orang yang ada di dalam gardu itu masih
tertidur nyenyak, termasuk seorang prajurit yang sedang
bertugas. Kemarahan perwira itu memuncak sehingga ia tidak
membangunkan orang-orang yang tertidur itu. Tetapi ia
langsung memukul kentongan yang tergantung di serambi
gardu itu. Orang-orang yang tertidur itu terkejut mendengar suara
kentongan yang dipukul sekeras-kerasnya. Demikian
mereka terbangun, muka merekapun menjadi bingung..
Apa yang sebenarnya telah terjadi. Bahkan ada di antara
anak-anak muda itu yang tidak tahu, di mana sebenarnya ia
sedang berada. Baru ketika pewira itu membentak-bentak mereka baru
sadar. Serentak mereka menghambur ke halaman. Dan serentak
jantung mereka berdenyut keras. Tawanan vang terikat itu
sudah tidak ada di tempatnya. Hilang tanpa bekas. Tanpa
se-orangpun yang mengetahui.
Dalam pada itu bunyi kentongan yang tidak biasa itu
menumbuhkan kebingungan di gardu-gardu yang lain.
Karena itu, hampir setiap gardu telah mengirimkan
beberapa orang untuk datang ke banjar, karena mereka
dapat mengenai bahwa suara kentongan yangberbunyi
keras-keras dengan suara yang lain itu adalah kentongan di
banjar. Akhirnya berita hilangnva tawanan yang terikat
ditenggak itu telah tersebar di penjuru padukuhan. Dengan
marah perwira itu telah memerintahkan beberapa orang
prajurit untuk mencarinya.
Sejenak kemudian, lima orang berkuda telah
meninggalkan banjar. Tiga orang prajurit dan dua orang
anak muda. Sejenak kemudian, kuda-kuda itu sudah berderap.
Mereka berusaha untuk menemukan orang yang tidak
mereka ketahui, kearah mana orang itu lari.
Meskipun demikian para prajurit itu dapat menerka,
bahwa orang itu tentu akan menuju kearah daerah yang
berada diluar pengaruh bayangan kekuasaan Pangeran
Kuda Fermati. Karena itu, maka kuda merekapun berpacu
kearah itu. Tetapi ternyata mereka tidak melihat seorangpun di
jalan-jalan yang mereka lalui. Sehingga akhirnya mereka
telah bersepakat untuk membagi kelampok kecil itu
menjadi" dua bagian. Sekelompok terdiri dari dua orang
sementara kelompok yang lain terdiri da ri tiga orang.
Kelompok yang terdiri dari dua orang, semuanya terdiri
dari prajurit-prajurit Kediri sedangkan yang tiga orang, dua
diantara mereka adalah anak-anak muda padukuhan itu.
"Petugas sandi itu hanya seorang" berkata prajurit yang
tertua diantara mereka " apalagi orang itu sudah termica
parah. Ia tidak akan dapat berbuat banyak seandainya kita
dapat menjumpainya. Sejenak kemudian, maka prajurit-prajurit dan kedua anak
muda itupun telah berpacu kearah yang berbeda.
Meskipun demikian, ternyata mereka tidak menemukan
orang yang mereka cari. "Orang itu akan dengan mudah bersembunyi jika ia
mendengar derap kaki kuda" berkata prajurit yang seorang
kepada kawannya. Kawannya mengangguk-angguk. Katanya "Tentu saja.
Demikian ia mendengar derap kaki kuda, maka ia akan
dapat menyuruk kebawah gerumbul-gerumbul.
"Pencaharian ini tidak ada gunanya" berkata kawannya.
Ternyata usaha mereka memang sia-sia. Ternyata empat
orang yang sedang menyingkir itu memang mendengar
derap kaki kuda. Tetapi mereka sempat menelungkup di pematang. Dan
orang berkuda itu tidak sempat melihat mereka.
Dalam pada itu, sebentar kemudian langit sudah menjadi
semakin cerah, sementara petugas itupun berkata
"Sudahlah. Terima kasih. Aku sudah sampai kepadukuhan
yang aku tuju." Tetapi prajurit-prajurit itu tidak menemukan seseorang
yang disebutnya sudah terluka parah. Yang semalam telah
melarikan diri dari banjar.
Karena prajurit-prajurit itu tidak menemukan yang
mereka cari, maka merekapun menjadi kasar. Mereka
sudah mencari tidak hanya di pasar itu. Tetapi sudah dibeberapa
tempat. Namun mereka tidak menemukannya. Padukuhanpadukuhan
telah mereka masuki pintu demi pintu. Namun
orang yang mereka cari tidak mereka ketemukan.
Orang-orang di dalam pasar itu menjadi gelisah. Bahkan
Prajurit-prajurit itu mulai mendorong, membentak dan
bahkan memukul orang-orang yang dianggap mengganggu
usaha mereka mencari tawanan yang hilang. Namun usaha
mereka tetap sia-sia. Sementara itu, disebuah padukuhan yang lain, beberapa
prajurit telah memasuki rumah demi rumah. Para prajurit
itu sadar, bahwa padukuhan itu merupakan padukuhan
yang sangat rawan. Karena itu, mereka dengan sungguhsungguh
telah memeriksa rumah-rumah dengan sangat
teliti. Dalam pada itu, seorang perempuan tua yang
terbongkok-bongkok tengah melayani beberapa orang yang
sedang menggeledah rumahnya. Rumahnya yang tidak
seberapa, yang terdiri dari sebuah rumah dan sebuah
kandang yang dihuni oleh beberapa ekor kambing.
"Kau sembunyikan pengkhianat itu he?" bentak seorang
prajurit. Perempuan itu termangu-mangu. Tetapi kemudian ia
bertanya dengan suaranya yang terbata-bata " Tuan-tuan
mencari siapa" Seorang pengkhianat " teriak seorang
prajurit. "O" Perempuan itu mengangguk-angguk.
" Apa?" bertanya prajurit itu. Perempuan itu menjadi
bingung. "Perempuan gila" geram seorang prajurit "marilah. Kita
cari dirumah yang lain. Prajurit-prajurit itu meninggalkan rumah perempuan tua
yang agak tuli itu. Meskipun demikian mereka masih
sempat menengok kedalam kandang yang berisi beberapa
ekor kambing. Namun demikian para prajurit itu pergi, maka
perempuan tua itu tidak lagi terbongkok-bongkok. Ia berdiri
di depan kandang sambil bergumam "Mereka telah pergi"
Seonggok jerami keringpun terkuak. Seseorang
menjengukkan kepala dari antara jerami kering itu. Katanya
"Tetapi mungkin mereka masih akan lewat halaman ini.
Hati-hatilah. Perempuan itu mengangguk-angguk . Jerami itu telah
menutup kembali. Dan kepala itupun hilang didalam
onggokkan jerami di atas kandang itu.
Dalam pada itu, maka perempuan tua itu telah kembali
menjadi terbongkok-bongkok. Ia sadar, bahwa ia harus
melakukan peranannya sebaik-baiknya. Yang akan
mengamati tingkah lakunya bukan saja para prajurit yang
berada dibawah pengaruh Pangeran Kuda Permati, tetapi
juga orang-orang disekitarnya, yang dengan tanpa malumalu
telah menjilat para prajurit yang berada dibawah
pengaruh Pangeran Kuda Permati.
Dalam pada itu, petugas sandi yang tubuhnya sudah terluka
parah itu tetap bersembunyi didalam kandang, di atas
kambing-kambing yang tidak tahu menahu apa yang telah
terjadi disekitarnya. Menurut rencana petugas sandi itu, malam nanti ia baru
akan meninggalkan tempat persembunyiannya. Sementara
luka-lukanya menjadi berangsur baik. Ternyata obat yang
diberikan oleh orang yang menolongnya itu benar-benar
dapat memperingan penderitaannya. Lukanya tidak lagi
terasa pedih. Bahkan ketahanan tubuhnya serasa sudah
pulih kembali. Hari itu, ia sama sekali tidak beranjak dari tempatnya. Ia
makan di tempat itu juga. Beberapa potong pohung yang
direbus. Iapun minum di tempat itu pula dengan bumbung
bambu. Namun dengan demikian, ia telah selamat dari tangan
para prajurit dan orang-orang yang menjilat kepada
Pangeran Kuda Permati, karena salah pengertian tentang
satu sama bagi Kediri. Dengan demikian, maka para pengikut Pangeran Kuda
Permati hari itu tidak berhasil menemukan pengkhianat
yang sudah terluka parah itu. Betapa kemarahan
menghentak-hentak didada perwira yang berada di banjar,
yang bertanggung jawab langsung tentang tawanan itu.
Bahkan pengkhianat itu masih sempat menghinanya
dengan mengikat tangannya dan meletakkan keris
didadanya, seolah-olah orang itu ingin mengatakan,
seandainya ia ingin membunuhnya, maka ia sudah mati
pada saat itu. Perwira itu mengumpat. Namun demikian ia sempat
juga bertanya kepada diri sendiri, kenapa orang itu tidak
membunuhnya. Dalam pada itu, di pasar hewan, para prajuritpun
kemudian meninggalkan tempat itu juga. Tetapi ketiga
orang yang menolong petugas sandi itu sadar, bahwa
sepeninggal para prajurit itu tidak berarti bahwa apa yang
terjadi di pasar itu tidak diketahui oleh mereka, karena tidak
seorangpun mengetahui, siapa saja diantara orang-orang
yang ada di pasar itu yang sebenarnya pengikut Pangeran
Kuda Permati. Dengan demikian, maka kegiatan di pasar itu telah
berlangsung pula. Tidak seorangpun yang membicarakan
tentang orang yang hilang itu serta kemungkinankemungkinannya,
karena setiap orang tidak tahu tanggapan
lawan bicaranya. Yang mereka bicarakan kemudian adalah ternak yang
sedang diperdagangkan itu saja sebagaimana yang mereka
lakukan sebelumnya. Namun dalam pada itu, dihari berikutnya, peristiwa yang
terjadi itu telah sampai ketelinga para perwira di Kediri.
Mereka menyaksikan sendiri, bagaimana seorang perwira
petugas sandi yang tertangkap oleh Pangeran Kuda Permati
mengalami perlakuan yang sangat pahit. Bahkan
ssandairtya petugas itu tidak sempat mendapat pertolongan
dan melepaskan diri, serta kemudian benar-benar
diserahkan kepada rakyat yang telah dihasut, maka
nasibnya akan menjadi semakin buruk.
Dengan laporan dan kenyataan itu, para Senopati di
Kediri sudah mendapatkan beberapa bukti atas tingkah laku
Pangeran Kuda Permati dan para pengikutnya. Sementara
itu, Sri Baginda masih tetap menyimpan Pangeran Singa
Narpada yang memungkinkan untuk mengambil langkah
yang lebih keras untuk menundukkan Pangeran Kuda
Permati. "Kita hadapkan perwira petugas sandi itu kepada Sri
Baginda" berkata salah seorang Senapati.
"jika Sri Baginda menerima, mungkin akan ada juga
pengaruhnya" jawab yang lain.
Namun, ternyata usaha mereka untuk menghadapkan
petugas sandi itu tidak berhasil. Sri Baginda sedang sibuk
dengan persoalannya sendiri.
"Kita akan ferum bang ambing oleh keadaan yang tidak
menentu" berkata seorang Senapati " Pangeran Kuda
Permati dapat berbuat apa saja. Sementara kita menjadi
sangat terkekang" "Ya. Kita sudah kalah pada langkah-langkah permulaan
berkata Senopati yang lain " namun menurut
pendengaranku, Sri Baginda menyimpan Pangeran Singa
Narpada dengan satu keinginan bahwa persoalannya tidak
diselesaikan dengan darah semata-mata. Karena jika
Pangeran Singa Narpada bebas bertindak, maka ia akan
melakukan kekerasan yang tidak akan dapat dielakkan oleh
Pangeran Kuda Permati, sehingga akan menimbulkan satu
benturan kekerasan yang akan menelan sangat banyak
korban. "Aku juga mendengar" jawab kawannya " tetapi dalam
sikap yang adil. Sekarang, justru terjadi sebaliknya. Kita
yang dibantai perlahan-lahan tanpa dapat berbuat apa-apa.
Bukankah dengan demikian korban akan justru jatuh di satu
pihak dan tidak adil sebagaimana dua pihak yang
berhadapan. Kawan-kawannya mengangguk-angguk. Tetapi mereka
masih belum menemukan suatu cara yang baik untuk
melangkah. Namun dalam itu, para Senopati itupun telah mendengar
laporan pula sikap yang diambil oleh Panji Sempana Murti.
Namun sikap itupun terbentur oleh lingkungan yang berada
di bawah bayangan kekuasaan Pangeran Kuda Permati.
Jika Panji Sempana Murti langsung mengambil langkahlangkah
kekerasan, maka ia akan berhadapan dengan
orang-orang yang tidak banyak mengetahui persoalannya,
tetapi diperalat oleh Pangeran Kuda Permati, sehingga
korbanpun akan jatuh dengan sia-sia.
Dalam pada itu, Mahisa Murti dan Mahisa Pukatpun
telah menyampaikan hal itu kepada Pugutrawe, meskipun
mereka segera kembali lagi menemui Ki Waruju dan tinggal
bersamanya. Dengan terperinci Mahisa Murti dan Mahisa
Pukat dapat memberikan laporan tentang usaha pelepasan,
petugas sandi yang ditangkap oleh para pengikut Pangeran
Kuda Permati.

01 Hijaunya Lembah Hijaunya Lereng Pegunungan Karya Sh Mintardja di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

"Laporan yang berharga" berkata Pugutrawe "mudahmudahan
Panji Sempana Murti mendapat laporan pula.
Jika tidak, maka lewat petugas kita, aku akan menyusupkan
laporan ini tidak langsung ke dalam lingkungan Panji
Sempana Murti, agar ia dapat mengambil langkah-langkah.
Dalam pada itu, Petugas-petugas Panji Sempana Murti
memang menangkap berita, bahwa seorang petugas sandi
dari Kediri yang sudah tertangkap dan siap dikorbankan
untuk memuaskan gejolak perasaan rakyat yang sudah
dihasutnya telah terlepas. Tidak seorangpun dapat
mengatakan, bagaimana petugas itu melepaskan diri.
Namun menurut dugaan, petugas sandi itu telah
menyebarkan ilmu sirep, sehingga semua orang yang
mengawasinya telah tertidur nyenyak. Bahkan petugas
sandi itu sempat menghina perwira yang-bertanggung jawab
atas dirinya dengan mengikat tangannya dan meletakkan
keris didadanya tanpa menyakitinya.
Sepeninggal Mahisa Murti dan Mahisa Pukat, maka
Pugutrawe sempat memperkuat berita itu lewat salah
seorang petugas sandi Singasari yang ada diantara pasukan
Panji Sempana Murti, meskipun ia tidak mengatakan,
bahwa orang-orangnyalah yang telah terlibat dalam usaha
melepaskan petugas sandi itu.
Dengan demikian, maka Panji Sempana Murti telah
mendapat gambaran yang semakin jelas tentang daerah
yang dikuasai oleh Pangeran Kuda Permati. Namun
ternyata Panji Sempana Murti masih belum mendapat
laporan, dimanakah Pangeran Kuda Permati sendiri tinggal.
"jika pasukan kita menyerang daerah itu, maka kita
hanya akan berhadapan dengan rakyat yang tidak tahu
menahu. Kita akan memasuki daerah yang bagaikan
bayang-bayang. Kita akan menjumpai para petani,
pedagang dan orang-orang dalam kesibukan mereka seharihari.
Namun yang dalam saat-saat tertentu mereka akan
menyerang kita,karena sebagian dari mereka adalah prajurit
Pangeran Kuda Permati yang- menyatu dengan rakyat yang
sudah terpengaruh oleh mereka. Tetapi kita akan sangat
sulit untuk membalas serangan itu apalagi berhadapan
dalam satu garis pertempuran.
"Kita harus menemukan satu cara" berkata perwira
pengikut Pangeran Singa Narpada yang bergabung dengan
Panji Sempana Murti. Lalu "Langkah-langkah yang kita
ambil disini sudah memadai. Kita membentuk pasukan
diantara rakyat itu sendiri sehingga mereka akan dapat
melawan dan melindungi dirinya sendiri, disamping para
prajurit kita yang kita sebarkan.
Ketiga orang yang telah menolong itupun kemudian
menyadari pula bahwa fajar hampir menyingsing. Karena
itu, maka salah seorang diantara mereka berkata "Baiklah.
Kita berpisah sampai disini. Mudah-mudahan kita masingmasing
mendapatkan keselamatan dari Tuhan Yang Maha
Pelindung". Petugas sandi itu mengangguk-angguk. Agaknya ada
sesuatu yang ingin ditanyakannya. Tetapi niatnya
diurungkan, karena ia menyadari bahwa pertanyaannya
tidak akan mendapatkan jawaban sebagaimana
dikehendakinya. Namun yang kemudian diucapkannya adalah "Kita akan
berpisah sebagaimana kita belum pernah bertemu.
Ketiga orang yang menolongnya termenung sejenak.
Tetapi yang tertua diantara mereka tersenyum. Katanya
"Kita telah pernah bersentuhan dalam tugas. Silahkan
melakukan sebagaimana harus kau lakukan.
"Terima kasih. Tetapi sikap kalian memberikan satu
keyakinan bahwa kalian adalah orang-orang Singasari.
Tetapi seandainya aku salah, maka setidak-tidaknya kalian
bukan orang yang berpihak kepada Pangeran Kuda
Permati. "Begitulah" jawab yang tertua diantara ketiga orang itu
"Kita berpisah sampai disini, sebentar lagi hari menjadi
pagi. Demikianlah akhirnya merekapun berpisah. Petugas
sandi itu menuju ke sebuah padukuhan yang dikatakannya
akan dapat memberikan perlindungan kepadanya,
meskipun padukuhan itu masih tetap berada dalam
bayangan kekuasaan Pangeran Kuda Permati.
Sepeninggal orang itu, maka ketiga orang yang
menolongnya itupun telah dengan tergesa-gesa pula
meninggalkan tempatnya menuju ke sebuah padukuhan
yang agak jauh. Karena itu, maka langkah merekapun
dipercepat ketika langit menjadi semakin cerah. Tetapi
ternyata bahwa mereka tidak langsung pergi ke padukuhan
itu. Mereka sempat singgah di sebuah mata air, mencuci
muka dan membenahi pakaiannya, kemudian langsung
menuju ke sebuah pasar hewan di sebuah padukuhan yang
hari itu akan ramai dikunjungi para pedagang, karena hari
pasaran. Ternyata bahwa tiga orang itu sudah terbiasa diantara
para pedagang ternak. Mereka sudah mempunyai banyak
kawan diantara para pedagang itu.
Untuk beberapa saat ketiga orang itu sibuk berbincang
dengan para pedagang tentang beberapa jenis ternak yang
terdapat di pasar itu. "Kau tidak membawa dagangan hari ini?" bertanya salah
seorang pedagang kepada orang tertua diantara ketiga orang
itu. "Aku akan mencari dagangan hari ini jika ada yang
harganya agak murah. Aku sudah tidak mempunyai
persediaan dirumah" jawab orang itu.
Kawannya mengangguk-angguk. Kemudian
ditunjukkannya beberapa ekor kerbau yang masih muda.
Namun dalam pada itu, selagi pasar itu mulai bertambah
sibuk, tiba-tiba saja terjadi kegemparan yang membuat
orang-orang didaiam pasar itu kebingungan.
Tetapi mereka tidak dapat berbuat apa-apa. Mereka
menyadari keadaan setelah semua pintu dijaga oleh
beberapa orang prajurit. Sementara beberapa orang yang
lain telah memasuki pasar itu sambil berteriak "Jangan ada
yang berbuat sesuatu yang akan dapat mencelakai kalian
sendiri. Semua orang seakan-akan telah membeku di tempatnya.
Beberapa orang prajurit itu menyusup diantara orang-orang
yang sedang di pasar itu. Mereka mengamati setiap orang
dengan saksama. "Kami mencari seseorang" geram prajurit itu.
Tidak seorangpun yang menjawab. Mereka yang ada di
dalam pasar itu hanya dapat berdiri termangu-mangu.
Sementara para prajurit itu telah mengacu-acukan senjata
mereka. "Siapa yang menyembunyikan orang yang aku cari, akan
ikut dianggap bersalah " teriak seorang prajurit.
Namun dala pada itu, seseorang telah memberanikan diri
bertanya "Siapakah yang tuan-tuan cari?"
"Seorang pengkhianat" jawab prajurit itu "kemarin
orang itu sudah kami tangkap dan kami bawa ke banjar.
Tetapi setan itu sempat melarikan diri.
Orang yang bertanya itu mengangguk-angguk.Namun ia
masih bertanya " Bagaimana dengan ciri-ciri orang itu"
Mungkin kami dapat membantunya.
"Orang itu sudah terluka pada tubuhnya. Luka yang
cukup parah. Namun ia masih sempat melarikan diri"
jawab prajurit itu. Lalu "Karena itu, siapa yang melihat
seseorang yang terluka parah, harus menyerahkannya
kepada kami. Ketiga orang yang menolong petugas sandi itu hanya
saling berpandangan. Tetapi mereka tidak mengatakan
sesuatu. Dalam pada itu, dengan cermat dan penuh kemarahan,
para prajurit itu berusaha untuk menemukan seorang yang
sudah terluka parah ditubuhnya, yang menurut dugaan
mereka tidak akan sempat lari terlalu jauh. Karena itu,
maka mereka telah menyebarkan orang-orang untuk
mencarinya. Bukan saja dipasar itu, tetapi juga di padukuhan-
padukuhan dan pasar-pasar yang lain.
Namun ternyata bahwa di pasar hewan itu, para prajurit
tidak menemukan seseorang, sebagaimana yang mereka
sebut telah terluka parah. Yang ada adalah para pedagang
dan orang-orang yang membutuhkan ternak untuk beberapa
macam keperluan. Meskipun demikian para prajurit itu tidak segera pergi.
Bahkan mereka masih sempat memeriksa kedai-kedai disekitar
pasar hewan itu. Panji Sempana Murti termangu-mangu sejenak. Ia sadar
sepenuhnya apa yang dihadapinya. Jika ia dengan kasar
membenturkan kekuatannya bersama rakyat yang telah
mendapat sedikit latihan keprajuritan melawan Pangeran
Kuda Per mati serta rakyat yang telah dipengaruhinya,
maka korban akan jatuh tanpa hitungan, justru diantara
rakyat. Sementara itu belum tentu bahwa pada suatu
keadaan yang demikian ia dapat bertemu dengan Pangeran
Kuda Permati yang belum diketahui dimana tempatnya.
Karena itu, untuk sementara Panji Sempana Murti tetap
masih berjuang untuk menemukan satu saat yang paling
tepat untuk bertindak. Namun ia tidak membiarkan
kekuatan Pangeran Kuda Permati untuk tetap menghantui
rakyat di daerah yang kemudian langsung mendapat
perlindungannya, bahkan telah dibinanya untuk menjadi
alas dan pancadan apabila benar-benar ia harus menghadapi
kekuatan Pangeran Kuda Permati itu secara terbuka.
Sebenarnya setelah sekian lama Panji Sempana Murti
berusaha lewat para petugas sandinya, ia masih belum
mendapat gambaran yang pasti, berapa besar kekuatan
Pangeran Kuda Permati. Namun lambat laun iapun telah
berhasil mengaburkan kekuatannya yang sebenarnya
sebagaimana dilakukan oleh Pangeran Kuda Permati.
Rakyat Ka-buyutan yang mendapat perlindungannya
langsung, nampaknya tanggapsebagaimana aiketahui
olehPanji Sempana Murti. Mereka benar-benar telah
menyiapkan diri menghadapi segala kemungkinan.
Perasaan takut lambat laun menjadi semakin berkurang,
karena Panji Sempana Murti setiap kali telah mengadakan
semacam pameran kekuatan.
Bahwa kekuatan Panji Sempana Murti seakan-akan
menjadi berlipat memang telah menarik perhatian para
petugas sandi Pangeran Kuda Permati. Namun akhirnya
merekapun mulai curiga, bahwa yang hadir di Kabuyutan
itu bukan saja pasukan Panji Sempana Murti. tetapi juga
pasukan Pangeran Singa Narpada.
Namun dalam pada itu, Pangeran Kuda Permatimasih
ingin mempergunakan caranya yang lama. Ia ingin
menggertak salah satu padukuhan dengan satu langkah tibatiba.
Ia telah memerintahkan sepasukan prajuritnya untuk
dengan tiba-tiba memasuki sebuah padukuhan dan mengu
asainya untuk beberapa saat, kemudian meninggalkannya.
Maksudnya sebagaimana terdahulu, agar rakyat di daerah
bayangan kekuasaannya masih tetap dalam suasana
ketakutan dan tidak berani menentang perintahnya. Bahkan
meskipun pasukan Panji Sempana Murtiada di Kabuyutan
itu. Demikianlah, ketika fajar menyingsing disebuah
padukuhan, maka orang-orang dipadukuhan itu telah
dikejutkan oleh hadirnya sepasukan prajurit didalam
padukuhan nya. Orang-orang padukuhan itu sama sekali
tidak dapat berbuat apa-apa. Sebagaimana pernah terjadi,
bahwa seolah-olah setiap kentongan telah ditunggui oleh
para prajurit yang datang.
Dalam kebingungan orang-orang padukuhan itu hanya
dapat berdiam diri tanpa berbuat apa-apa. Bahkan anakanak
muda yang berjaga-jaga di gardupun tidak mampu
berbuat apa-apa. Ketika mereka menyadari keadaan
mereka, maka seolah-olah gardu itu sudah ditunggui oleh
sekelompok prajurit yang sambil tersenyum mengejek.
Bahkan seorang prajurit yang berdiri didepan sebuah
gardu melihat anak-anak muda yang kebingungan sambil
berkata "Selamat pagi anak-anak muda. Ternyata kalian
memang anak-anak muda yang patuh dan memiliki kemauan
yang keras untuk berbuat sesuatu bagi kampung halaman
kalian" Anak-anak muda didalam gardu itu tidak menyahut.
Mereka hanya dapat berdiam diri sambil menahan hati.
Sementara itu, beberapa orang pemimpin dari pasukan
itu telah berusaha menemui para bebahu padukuhan.
Dengan nada mengancam salah seorang perwira berkata
"Kalian jangan mencoba menentang kehendak kami. Kami
akan tetap melakukan tugas kami. Mungkin di padukuhan
ini sudah tidak terdapat lagi seekor kudapun. Tetapi
mungkin disaat lain kami memerlukan binatang yang lain.
Tidak sebagai tunggangan, tetapi kami memerlukannya bagi
perjuangan kami yang panjang"
Tidak seorangpun yang dapat menentang. Karena itu,
maka mereka hanya dapat menundukkan kepala sambil
berdiam diri. "Nah" berkata perwira itu "kalian harus menyadari,
bahwa kalian tidak akan dapat menggantungkan diri
dengan kehadiran Panji Sempana Murti didaerah ini.
Katakan, apa artinya kehadirannya bagi keselamatan
kalian" Tidak ada seorangpun yang dapat menjawab.
Karena itu, maka para prajurit itu kemudian telah
merasa berhasil menakut-nakuti penduduk padukuhan itu.
Mereka mengancam dan bahkan menantang kekuatan Panji
Sempana Murti yang ada di Kabuyutan itu.
Demikianlah, setelah puas menakut-nakuti rakyat, maka
seperti yang pernah mereka lakukan, maka mereka-pun
segera menarik diri untuk meninggalkan padukuhan itu
kembali ke daerah bayangan kekuasaan Pangeran Kuda
Permati. Namun dalam pada itu, ada yang tidak diperhitungkan
oleh Senopati yang memimpin pasukan itu. Sebenarnyalah
disetiap padukuhan terdapat beberapa orang prajurit yang


01 Hijaunya Lembah Hijaunya Lereng Pegunungan Karya Sh Mintardja di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

telah menyatu dengan rakyat. Beberapa orang diantara
mereka yang terjebak di gardu-gardu memang tidak dapat
berbuat apa-apa. Tetapi ternyata bahwa ada juga prajurit
Panji Sempana Murti yang mampu melepaskan diri.
Dengan kecepatan yang dapat dilakukannya ia mencapai
padukuhan sebelah. Dengan tergesa-gesa ia mengabarkan
apa yang terjadi di padukuhan yang ditinggalkannya.
"Cepat, siapkan kekuatan yang ada disini. Tetapi jangan
bunyikan isyarat. Aku mempunyai rencana tersendiri"
berkata prajurit itu. Beberapa orang prajurit yang ada di padukuhan itu termangu-
mangu. Tetapi mereka tidak sempat banyak
bertanya karena prajurit itu berkata "Apakah masih ada
seekor saja kuda di padukuhan ini."
"Satu-satunya adalah milik bebahu padukuhan ini"
jawab prajurit yang ada di padukuhan itu.
Prajurit yang sempat melepaskan diri dari padukuhan
sebelah itu ternyata sempat pula meminjam kuda itu.
Kemudian katanya kepada kawan-kawannya yang ada di
padukuhan itu "Siapkan pula padukuhan-padukuhan
disebelah menyebelah. Tetapi seperti pesanku, jangan ada
suara isyarat kentongan. Aku akan ke padukuhan induk
Kabuyutan ini untuk menyiapkan pasukan berkuda.
Para prajurit itupun segera mengetahui maksud
kawannya itu. Karena itu, maka katanya "Baiklah.
Pergilah. Kami akan bersiap secepat mungkin.
Sejenak kemudian maka seekor kuda yang merupakan
satu-satunya kuda yang tinggal dipadukuhan itupun telah
berpacu ke padukuhan induk, sementara beberapa orang
prajurit penghubung telah berlari-lari ke padukuhanpadukuhan
sebelah menyebelah. Dalam waktu singkat,
maka kekuatan yang ada di padukuhan-padukuhan itupun
telah siap untuk melakukan tugas mereka.
Anak-anak muda yang telah mendapat latihan meskipun
belum begitu banyak telah mampu dipersiapkan pula
diantara para prajurit Panji Sempana Murti dan para
prajurit Pangeran Singa Narpada.
Kehadiran prajurit itu di padukuhan induk memang
mengejutkan. Ia langsung minta bertemu dengan Panji
Sempana Murti dan melaporkan apa yang terjadi serta
menyampaikan rencananya. Panji Sempana mengangguk-angguk. Katanya "Aku
sependapat. Tetapi baiklah aku berbicara dengan para
prajurit Pangeran Singa Narpada.
Ternyata perwira tertinggi yang memimpin para Prajurit
Pangeran Singa Narpada yang bergabung dengan Panji
Sempana Murti sependapat dengan rencana itu.. Karena
itu, maka dengan cepat Panji Sempana Murti telah
menyiapkan pasukannya. Terutama pasukan berkudanya.
"Kita akan berangkat lebih dahulu" berkata Panji
Sempana Murti " pasukan berkuda ini akan menahan
mereka, sementara itu kalian cepat menyusul sebelum kami
mengalami kesulitan. Demikianlah, dalam waktu singkat semua rencana dan
persiapan dilakukan sebaik-baiknya. Baru sesaat kemudian,
Panji Sempana Murti sendiri telah memimpin pasukannya
menuju ke padukuhan yang menjadi sasaran sergapan
pasukan Pangeran Kuda Permati.
Kehadiran pasukan berkuda itulah yang tidak di
perhitungkan lebih dahulu. Apalagi sama sekali tidak
terdengar suara kentongan, sehingga menurut dugaan para
pemimpin pasukan Pangeran Kuda Permati, yang terjadi itu
sebagaimana yang pernah terjadi sebelumnya.
Dalam pada itu, pasukan berkuda yang dipimpin
langsung oleh Panji Sempana Murti sendiri, tidak langsung
memasuki padukuhan yang menjadi sasaran pasukan
Pangeran Kuda Permati. Tetapi mereka menuju ke bulak,
diluar padukuhan mencegat pasukan Pangeran Kuda
Permati yang keluar dari padukuhan itu.
Sementara seorang prajurit yang lain harus menyusup
memasuki padukuhan itu kembali dan mempersiapkan
kekuatan yang ada sehingga orang-orang dipadukuhan itu
kemudian, tidak menjadi sandera jika pasukan Kuda
Permati mundur kembali memasuki padukuhan itu.
Dengan kekuatan yang ada diantaranya beberapa orang
prajurit maka padukuhaan itu sendiri harus mempersiapkan
perlawanan. Meskipun kesempatannya hanya terlalu
sedikit, tetapi Panji Sempana Murti sempat, melakukan
rencananya dengan cermat. Mereka vang memperhitungkan
bahwa pasukan lawan masih berada di padukuhan itu, telah
berhenti beberapa puluh tonggak untuk menunggu sampai
pasukan yang sedang menakut-nakuti padukuhan itu keluar.
Sementara itu, para penghubung tengah merayap mendekati
pasukan itu. Demikianlah, pasukan Pangeran Kuda Per mati yang
merasa telah berhasil sebagaimana hari-hari sebelumnya,
untuk mempertahankan anggapan, bahwa Pangeran Kuda
Permati masih tetap berkuasa meskipun ada pasukan Panji
Sempana Murti di Kabuyutan itu.
Tetapi pasukan itu ternyata telah dikejutkan oleh
hadirnya berkuda yang dengan tiba-tiba telah
menghamburkan debu di tengah-tengah bulak memotong
garis perjalanan pasukan Pangeran Kuda Permati.
Meskipun pasukan berkuda itu tidak terlalu banyak, namun
kehadirannya benar-benar telah membuat jantung setiap
orang di dalam pasukan Pangeran Kuda Permati itu
menjadi berdebar-debar. Tetapi perwira yang memimpin pasukan itupun
kemudian berteriak "Kita hancurkan mereka. Jumlah
mereka tidak terlalu banyak. Sementara itu, mereka harus
menebus kelancangan mereka dengan akibat yang sangat
buruk bagi padukuhan yang baru saja kita tinggalkan. Kita
akan menjadikan padukuhan itu karang abang, sehingga
untuk lain kali, mereka tidak akan berani berbuat seperti itu
lagi. Sebenarnyalah pasukan berkuda yang dipimpin langsung
oleh Panji Sempana Murti itu tidak terlalu banyak
dibanding dengan pasukan Pangeran Kuda Permati yang
sengaja menakut-nakuti rakyat di Kabuyutan itu.
Namun dalam pada itu, dengan perhitungan yang
cermat, maka para penghubung telah memasuki padukuhan
itu. Dengan cepat mereka mengabarkan apa yang telah
dilakukan oleh Panji Sempana Murti, sehingga mereka
harus bersiap menghadapi segala kemungkinan yang dapat
Mayat Dalam Perpustakaan 4 Pendekar Naga Putih 77 Altar Setan Misteri Kelompok Penyihir 1
^