Hijaunya Lembah Hijaunya 27
01 Hijaunya Lembah Hijaunya Lereng Pegunungan Karya Sh Mintardja Bagian 27
terjadi kemudian. Pemberitahuan itu telah mengejutkan para prajurit yang
ada di padukuhan itu. Begitu cepatnya kawannya bertindak,
sehingga akan terjadi sesuatu yang dapat menentukan
perkembangan keadaan berikutnya.
Namun para prajurit dan anak-anak muda di padukuhan
yang baru saja ditinggal oleh pasukan Pangeran Kuda
Permati itu ternyata berusaha untuk mengimbangi keadaan.
Meskipun mereka masih berdebar-debar karena sergapan
yang tiba-tiba dari pasukan Pangeran Kuda Permati, namun
ketika mereka mendapat pemberitahuan bahwa pasukan
Panji Sempana Murti sudah siap memotong perjalanan
pasukan Pangeran Kuda Permati itu, maka hati merekapun
segera telah berkembang. Karena itulah, maka dalam, waktu yang singkat, tanpa
isyarat dan tanda-tanda dengan kentongan, maka para
prajurit yang ada di padukuhan itu bersama anak-anak
mudanya telah bersiap menghadapi segala kemungkinan.
Sementara itu, dalam waktu yang sangat sempit, para
prajurit dan anak-anak muda di padukuhan itu telah
berusaha untuk menyingkirkan perempuan dan anak-anak
ke sisi yang lebih jauh dari arah yang mungkin akan diambil
oleh pasukan Pangeran Kuda Permati untuk memasuki
kembali padukuhan itu. Namun dalam pada itu, pasukan yang lain yang lebih
besar dengan tergesa-gesa telah meninggalkan padukuhan
induk. Pasukan yang tidak dapatAbergerak secepat pasukan
berkuda. Namun karena latihan-latihan yang berat yang
pernah mereka lakukan, maka mereka dapat bergerak cukup
cepat untuk menyusul pasukan berkuda yang akan
menghentikan perjalanan pasukan Pangeran Kuda Permati
Namun perwira yang memimpin pasukan itu sadar, bahwa
jika mereka terlambat, maka pasukan berkuda yang
dipimpin langsung oleh Panji Sempana Murti itu akan
mengalami kesulitan. Tetapi dalam pada itu, pasukan-pasukan kecil lainnya
yang ada di padukuhan-padukuhan disekitar padukuhan
itu-pun telah siap pula. Bahkan mereka telah berbaris di luar
dinding padukuhan dan siap untuk memasuki bulak yang
akan menjadi ajang pertempuran, sementara yang lain
harus memasuki padukuhan untuk membantu para prajurit
dan anak-anak muda padukuhan itu apabila pasukan Kuda
Permati menarik diri untuk memasuki padukuhan itu
kembali. Dalam pada itu, ternyata kedua pasukan yang berada di
bulak, diluar padukuhan itu sudah bertemu. Pasukan
berkuda terpilih Panji Sempana Murti tidak menunggu lebih
lama lagi. Dengan garangnya mereka mulai menyerang pasukan
lawan. Karena jumlah mereka yang lebih kecil, maka Panji
Sempana Murti berusaha untuk bertempur diatas punggung
kuda. Namun medannya agak kurang menguntungkan,
meskipun dengan sedikit mengesampingkan pertimbangan
tentang kerusakan yang dapat terjadi atas ladang di bulak
.itu. Jika pasukan berkuda itu terlalu memikirkan tanaman
yang mungkin akan dirusakkan oleh kaki kuda mereka,
maka hal itu akan sangat merugikan pertempuran dalam
keseluruhannya, karena persoalannya kemudian akan
menyangkut bukan saja hidup dan mati para prajurit, tetapi
juga imbangan kekuatan antara paskan Panji Sempana
Murti dan Pangeran Kuda Permati.
Demikianlah, maka pertempuranpun segera terjadi
dengan sengitnya. Pasukan Pangeran Kuda Permati yang
tidak menduga. bhw mereka akan dihadapkan pada
sepasukan prajurit berkuda menjadi sangat marah
karenanya. Apalagi ketika mereka melihat bahwa lawan
mereka terlalu kecil, sehingga rasa-rasanya Panji Sempana
Murti menjadi terlalu sombong untuk melakukan
pemotongan perjalanan pasukannya.
"Apakah mereka tidak mendapat keterangan tentang
jumlah pasukanku" berkata perwira yang menjadi Senopati
pasukan Pangeran Kuda Permati itu
Namun dalam pada itu, pasukan yang lain yang lebih
besar ternyata sedang mendekat dengan cepat. Bahkan
ketika pertempuran itu sudah terjadi, maka pasukanpasukan
di padukuhan-padukuhan disekitar bulak itupun
mulai bergerak. Sementara itu kemarahan Senapati yang memimpin
pasukan PangeranKuda Permati itu dengan marah telah
memerintahkan sekelompok pasukannya untuk kembali ke
padukuhan yang baru saja ditinggalkannya, sebagaimana
telah diperhitungkan, dengan perintah, padukuhan itu harus
menjadi abu. Tetapi ketika sekelompok pasukan itu mendekati
padukuhan, maka merekapun terkejut pula. Dihadapannya
telah bersiap sepasukan keci prajurit dan anak-anak muda
dari padukuhan itu serta padukuhan disebelah.
"Gila" geram pemimpin kelompok itu " iblis manakah
yang telah menggerakkan mereka begitu cepat"
Namun sebenarnyalah para prajurit JPangeran Kuda
Permati itu menyadari, bahwa anak-anak. muda padukuhan
itu telah mendapat latihan-latihan tentang olah kanuragan.
Namun sampai saat terakhir, mereka menganggap bahwa
masalah itu adalah masalah yang terlalu kecil, sehingga
seakan-akan dapat mereka abaikan.
Persiapan yang tiba-tiba dan telah dilakukan setiap
padukuhan itu ternyata telah menarik perhatian Pugutrawe.
Dalam keadaan yang demikian, ia telah menutup
warungnya dan meskipun ia termasuk orang yang tidak
diharuskan, tetapi ia telah menggabungkan diri dengan
sekelompok anak-anak muda untuk pergi pula ke
padukuhan yang menjadi sasaran pasukan Pangeran Kuda
Permati. "Sayang, anak-anak itu tidak ada" berkata Pugutrawe
didalam hatinya, karena Mahisa Murti dan Mahisa Pukat
justru sedang berada di Kabuyutan lain yang menjadi alas
kekuasaan bayangan Pangeran Kuda Permati bersama Ki
Waruju. Karena tidak hadirnya kedua anak muda itu, maka
Pugutrawe sendiri ingin melihat apa yang terjadi.
Pugutrawe yang ikut bersama pasukan dari padukuhannya
yang terdiri dari beberapa orang prajurit yang ada
di padukuhan itu, kelompok yang termasuk golongan
pertama, yang terdiri dari anak-anak muda yang sudah
mendapat latihan-latihan dan mereka yang dengan suka rela
menyediakan diri untuk ikut dalam pertempuran itu.
"Yang ragu-ragu supaya keluar dari barisan" berkata
prajurit yang memimpin pasukan itu "Kita akan benarbenar
bertempur. Bukan sekedar latihan. Lawan kita adalah
prajurit-prajurit Kediri yang sebenarnya.
Namun agaknya orang-orang yang sudah terlanjur
masuk ke dalam barisan, termasuk Pugutrawe tidak
beranjak dari tempatnya. Mereka sudah dengan mantap
ikut bersama kawan-kawannya pergi ke medan.
Meskipun para prajurit masih juga memperingatkan
"Bagi yang kurang menguasai senjatanya, jangan tergesagesa
melibatkan diri. Demikianlah, sekelompok orang-orang bersenjata telah
keluar dari padukuhannya dan dengan tergesa-gesa pergi ke
padukuhan sebagaimana diberitahukan oleh seorang
penghubung. Dalam pada itu, di padukuhan yang disebutkan,
pertempuran memang telah terjadi. Sebagian dari prajurit
yang kembali ke padukuhan itu untuk menghancurkannya
sama sekali sehingga menjadi debu, telah bertemu dengan
kekuatan yang ada di padukuhan itu, dibantu oleh
kekuatan-kekuatan yang berhasil menyusup kedalamnya.
Ternyata seperti yang dibangun oleh Pangeran Kuda
Permati sendiri, prajurit-prajuritnya telah menemui keadaan
yang sama. Orang-orang yang dalam keadaan sehari-hari
mereka kenal sebagai petani, pedagang, peternak dan orangorang
kebanyakan lainnya, tiba-tiba telah membawa senjata
menghadapi sepasukan prajurit tanpa gentar.
Dengan demikian, maka pertempuran di bulak dan di
pintu gerbang padukuhan itupun menjadi semakin sengit.
Kedua belah pihak berusaha untuk dapat segera menguasai
lawannya dan mendesak mereka.
Namun pertempuran yang terjadi di bulak, ternyata
memang berat sebelah. Jumlah pasukan Pangeran Kuda
Permati memang jauh lebih banyak.
Namun Panji Sempana Murti yang memimpin sendiri
pasukannya, berusaha untuk memanfaatkan kuda mereka
sebaik-baiknya. Dengan sigap mereka datang menyerang bagaikan
gelombang, susul menyusul. Namun dengan cepat pula
mereka bergeser menjauh. Serangan-serangan beruntun dari pasukan berkuda atas
satu sisi dari pasukan Pangeran Kuda Permati yang
dipimpin oleh seorang Senapatinya dan kemudian menjauh,
telah menimbulkan persoalan tersendiri dari pasukan itu.
Tetapi karena jumlah mereka lebih banyak, maka yang
dapat dilakukan oleh pasukan berkuda itu seakan-akan
hanya rae-s-rupakan gangguan-gangguan yang tidak
menentukah, meskipun menimbulkan kemarahannya
menghentak-hentak di dada Senapati yang memimpin
pasukan Pangeran Kuda Permati itu.
Namun kemudian, Senapati yang menjadi jemu itu telah
menjatuhkan perintah, agar berusaha untuk menjebak
pasukan berkuda itu, sehingga mereka memasuki lingkaran
pertempuran lebih dalam lagi.
Tetapi pada saat yang demikian, beberapa kelompok
pasukan dari beberapa padukuhan telah mulai mendekat.
Mereka terdiri dari para prajurit dan anak-anak muda yang
belum cukup matang dalam olah peperangan. Tetapi
dengan tekad yang bulat, mereka tidak gentar menghadapi
kemungkinan-kemungkinan yang dapat terjadi kemudian
atas mereka. Namun ternyata Panji Sempana Murtilah yang menjadi
cemas melihat kehadiran mereka, justru karena lawan
terlalu kuat dan memiliki bekal ilmu kanuragan yang
cukup. Karena itu, maka iapun kemudian memerintahkan
pasukannya untuk memecah perhatian, agar pasukanpasukan
yang datang itu tidak menjadi sasaran yang terlalu
lunak bagi pasukan Pangeran Kuda Permati yang garang
itu. Sementara itu, Senapati yang memimpin pasukan
Pangeran Kuda Permati itupun melihat kedatangan
beberapa kelompok orang-orang bersenjata dari padukuhanpa-
dukuhan. Kemarahan yang tidak tertahankan, telah
mendorongnya untuk meneriakkan perintah "Hancurkan
mereka. Adalah salah mereka sendiri, bahwa mereka telah
menjerumuskan diri ke dalam kesulitan di medan yang
garang ini" Tetapi agaknya tidak semudah itu untuk melakukannya,
justru karena perhatian Panji Sempana Murti lebih banyak
tertuju kepada keselamatan mereka.
Namun, bagaimanapun juga, kehadiran kelompokkelompok
pasukan, yang kemudian semakin lama menjadi
semakin banyak itu, benar-benar mulai terasa membebani
pastikan Pangeran Kuda Permati, sehingga dengan
demikian, maka merekapun semakin lama menjadi semakin
garang. Di padukuhan yang baru saja mereka tinggalkan,
sebagian kecil dari pasukan Pangeran Kuda Permati itu
tidak segera berhasil menembus kekuatan perlawanan yang
di-Dimnin oleh beberapa orang prajurit. Bukan saja para
prajurit yang ada di padukuhan itu, tetapi juga yang berada
di padukuhan sebelah yang telah berhasil menyusup ke
dalam padukuhan itu. Para prajurit itulah yang bertempur dipaling depan,
meskipun dalam ujud yang sama dengan para penghuni
padukuhan itu. Namun sebagaimana terjadi di daerah
bayangan kekuasaan Pangeran Kuda Permati, pasukannyapun
menyadari, tentu ada di antara mereka prajurit-prajurit
yang bertugas di padukuhan-padukuhan, setidak-tidaknya
mereka yang memberikan latihan-latihan kepada anak-anak
muda di padukuhan-padukuhan itu.
Karena itu, maka prajurit itu seakan-akan telah
menghentakkan kekuatan mereka untuk memecahan
pertahanan orang-orang padukuhan itu. Mereka
mengemban tugas dari Senapatinya untuk menjadikan
padukuhan itu karang abang. Isi padepokan itu harus
menjadi abu agar hal yang serupa tidak akan terulang lagi.
Panji Sempana Murti harus menyadari kesalahan yang
telah dilakukannya, sehingga sebuah padukuhan bersama
isinya telah menjadi hancur karenanya.
Tetapi para penghuni padukuhan itu dibantu oleh
beberapa orang prajurit Panji Sempana Murti dan kekuatan
dari padukuhan sebelah yang jumlahnya menjadi lebih
banyak dari sebagian kecil pasukan lawan itu, telah
bertahan-dengan sekuat tenaga sehingga usaha lawan itu
tidak segera berhasil. Namun dalam pada itu, yang dicemaskan oleh Panji
Sempana Murti telah mulai nampak gejalanya akan terjadi
di daerah pertempuran di bulak. Para prajurit pengikut
Pangeran Kuda Permati mulai mendesak pasukan yang
datang dari padukuhan-padukuhan. Meskipun jumlah
mereka semakin lama semain banyak, namun diantara
mereka yang mampu mempergunakan senjata dengan baik
hanyalah sebagian kecil saja. Terutama para prajurit yang
memang berada diantara anak-anak muda itu.
Bahkan semakin lama pasukan Pangeran Kuda Permati
itu benar-benar menjadi semakin garang, sehingga dengan
demikian maka pasukan berkuda yang dipimpin langsung
oleh Panji Sempana Murti itu harus bekerja keras
menyelaimatkan anak-anak muda yang. datang dari
padepokan-padepokan. Namun dalam pada itu, pada saat-saat yang paling
01 Hijaunya Lembah Hijaunya Lereng Pegunungan Karya Sh Mintardja di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
mendebarkan bagi anak-anak muda yang turun ke arena,
maka sepasukan prajurit Panji Sempana Murti yang lain
telah datang menyusul. Sepasukan prajurit dalam jumlah
yang cukup, namun karena mereka bukan pasukan berkuda,
maka kedatangan mereka berjarak beberapa saat dengan
pasukan yang mendahuluinya.
Bahkan yang datang bukan saja para prajurit, tetapi juga
anak-anak muda dari padukuhan-padukuhan yang lebih
jauh dari padukuhan induk, telah mengikuti pasukan itu di
ujung belakang. Kedatangan pasukan itu telah mendebarkan jantung
pasukan lawan. Mereka memang tidak jelas, jenis pasukan
apakah yang datang itu. Apakah mereka terdiri dari anakanak
muda sebagaimana yang datang terdahulu atau bukan.
Namun ketika mereka semakin dekat, maka jelas bagi
para pengikut Pangeran Kuda Permati, bahwa yang datang
itu adalah sepasukan prajurit.
"Gila" geram Senapati yang memimpin pasukan
Pangeran Kuda Permati itu "Yang datang itu tentu sebagian
pasukan Panji Sempana Murti, yang akan membantu
pasukan berkuda yang datang lebih dahulu.
Paraprajurit Pangeran Kuda Permatipun mulai berdebardebar.
Jumlahnya memang tidak terlalu banyak. Tetapi
kehadiran mereka tentu akan memberikan pengaruh yang
besar pada keseimbangan pertempuran itu rasa-rasanya
masih saja mengalir, meskipun dalam kelompok-kelompok
kecil. Dengan demikian, maka Senapati itupun telah
memberikan perintah, bahwa perhatian terbesar harus
diberikan kepada prajurit dari pasukan Panji Sempana
Murti. Mereka tentu memiliki kemampuan sebagaimana
seorang prajurit. Karena itu, maka mereka harus diberi
perlawanan dengan sungguh-sunghuh agar mereka tidak
dapat berbuat sekehendak hati mereka di peperangan itu.
"Jangan banyak dihiraukan lagi pasukan berkuda yang
datang dan pergi itu " perintah Senapati itu "Mereka tidak
akan banyak menentukan akhir dari pertempuran ini.
Tetapi pasukan darat yang menyusul itu benar-benar harus
dihadapi dan dihancurkan sebagaimana pasukan yang lain.
Dengan demikian, maka para prajurit Pangeran Kuda
Permati itu telah bertempur semakin keras. Justru pada
saat-saat pasukan yang datang itu semakin dekat.
Untunglah bahwa diantara anak-anak muda itu terdapat
juga beberapa orang prajurit disamping pasukan berkuda
yang selalu berusaha untuk memecah perhatian pasukan
lawan. Dengan demikian maka usaha mereka untuk
menghancurkan pasukan lawan agak aapat dihambat,
meskipun akibatnya terasa pula. Beberapa orang anak muda
memang harus di angkat keluar dari arena, karena luka-luka
yang parah, sementara yang lain terpaksa berlari-lari kecil
karena senjata mereka yang terlempar dari tangan.
Namun lawan-lawan mereka yang garang sama sekali
tidak berniat untuk melepaskan seorangpun diantara
mereka. Dengan garangnya mereka berusaha memburu.
Tetapi justru pada saat yang demikian, pasukan Panji Sempana
Murti telah berlari-lari memasuki arena dalam tebaran
gelar yang sederhana, namun mendekati kelengkapan gelar
Garuda Nglayang. Dengan demikian, maka pasukan berkuda yang dipimpin
langsung oleh Panji Sempana Murti yang telah berhasil
menghentikan para prajurit Pangeran Kuda Permati itupun
telah menyibak, sementara pasukan yang sedang bertempur
di medan itu telah mendapat perintah untuk menyusup ke
belakang gelar yang telah mendekati pasukan lawan.
Melihat gelar yang meskipun sederhana tetapi memiliki
unsur-unsur gelar itu, pasukan lawan menjadi gelisah.
Mereka menghadapi pasukan berkuda dan kelompokkelompok
yang datang terdahulu sama sekali tanpa
pembentukan gelar apapun.
Ada semacam kecemasan didalam hati Senapati yang
memimpin pasukan Pengeran Kuda Permati. Jika mereka
bertempur tanpa gelar, atau bahkan dengan gelar Gelatik
Neba sekalipun akan dapat terjebak oleh gelar pasukan
Panji Sempana Murti betapapun sederhananya gelar itu.
Tetapi gelar itu memiliki unsur pengapit, unsur sayap dan
paruh. Nampaknya pasukan itu juga memusatkan kekuatannya
pada paruh, pengapit dan ujung-ujung sayapnya yang
lengkung. Namun para pengikut Pangeran Kuda Permati itu juga
terdiri sebagian besar prajurit-prajurit dan pengawal Kediri.
Karena itu, maka merekapun dengan cepat menyesuaikan
diri menghadapi lawannya.
Tiba-tiba saja maka terdengar aba-aba yang diteriakkan
oleh Senapati yang memimpin pasukan itu, sambung
bersambung dari pemimpin kelompok ke pemimpin
kelompok yang lain. Dalam pada itu, sejenak kemudian,
maka pasukan itu seakan-akan telah ditarik susut beberapa
puluh langkah. Demikian cepatnya sehingga terjadi jarak
antara kedua pasukan itu. Namun dengan sigap, para
prajurit dan pengawal yang menjadi pengikut Pangeran
Kuda Permati itu telah menyusun diri. Ketika mereka
berderap maju, maka susunan pasukannya juga telah
berujud gelar yang sederhana. Wulan Punanggal yang
mempunyai watak yang sama dengan Garuda Nglayang.
Namun pada Wulan Punanggal kekuatan pada induk
pasukan tidak dipusatkan pada paruh gelar, tetapi merata
menebar disebelah menyebelah Senapatinya. Sementara itu
ujung-ujung gelar yang runcing seakan-akan telah siap
menusuk sayap-sayap gelar pasukan lawan dan
mengoyaknya. Panji Sempana Murti sempat menyaksikan perubahan
ujud pada pasukan lawannya. Sambil menarik nafas dalamdalam
ia berdesis "Benar-benar sebuah pasukan yang
trampil" Namun pasukan Panji Sempana Murti tidak gentar
melihat kenyataan yang mereka hadapi. Beberapa saat
kemudian, mereka yang semula bertempur diatas punggung
kuda telah meloncat turun, menyerahkan kuda-kuda
mereka kepada beberapa orang dan merekapun langsung
berada di dalam gelar. Panji Sempana Murti sendirilah yang
kemudian memimpin gelar itu. Sementara ia
memerintahkan beberapa orang perwiranya untuk mengatur
pasukan-pasukan yang berdatangan dari padukuhanpadukuhan.
"Mereka berada di lapisan kedua sayap kanan dan kiri"
berkata seorang perwira. "Awasi mereka" perintah Panji Sempana Murti "jumlah
mereka cukup banyak, tetapi kemampuan mereka masih
dibawah syarat kemampuan seorang prajurit. Karena itu,
seorangpun diantara mereka jangan ada yang berada dilapis
pertama. Biarkan para prajurit menghadapi kekuatan
Pangeran Kuda Permati"
Perintah itu benar-benar ditaati oleh para pemimpin
kelompok. Anak-anak muda yang ikut dalam pasukan
itupun lelah berada dibelakang para prajurit. Mereka yang
sudah terlibat dalam pertempuran, telah menyusup
memasuki dan berada dibelakang gelar. Sementara saat-saat
pasukan lawan menyusun gelar, merupakan kesempatan
bagi anak-anak muda untuk menempatkan diri, meskipun
ada diantara mereka yang sudah terlanjur menjadi korban.
Dengan demikian, maka pertempuranpun telah
berlangsung dengan sengitnya. Kedua belah pihak
mempunyai alas kekuatan para prajurit dan pengawal dari
Kediri, sehingga dengan demikian, maka mereka
mempunyai dasar kemampuan yang seimbang.
Namun dalam pada itu, bagaimanapun juga jumlah
orang didalam pertempuran ikut menentukan. Jumlah
orang didalam pasukan Panji Sempana Murti ternyata
melampaui jumlah orang yang ada didalam pasukan lawan.
Anak-anak muda yang meskipun berada dilapis kedua dan
berikutnya, namun mereka kadang-kadang mendapat
kesempatan pula untuk bertempur. Tidak seorang lawan
seorang, tetapi mereka berusaha untuk bertempur
berpasangan. Namun karena jumlah mereka cukup banyak,
maka hal itu telah ikut menentukan keseimbangan
kekuatan. Senapati yang memimpin pasukan Pangeran Kuda
Permati mengumpat tidak habis-habisnya. Ia merasa bahwa
pasukannya telah terjebak oleh Panji Sempana Murti berani
melakukan pemotongan perjalanan mereka kembali ke
induk pasukan. "Panji yang gila itu tentu akan mendapat hukuman yang
setimpal dengan kegilaannya" geram Senapati itu.
Namun Panji Sempana Murti mempunyai perhitungan
tersendiri. Jika ia berhasil menghancurkan kekuatan itu,
maka ia sudah berhasil mengu rangi kekuatan Pangeran
Kuda Permati. Justru sebagian yang cukup besar. Dengan demikian,
maka pasukan yang tersisa tidak akan lagi sangat berbahaya
baginya dan apalagi bagi Kediri.
Karena itu, maka Panji Sempana Murti berusaha dengan
sekuat tenaganya untuk benar-benar menghancurkan
pasukan itu dan menawan sisanya jika mereka menyerah.
Tetapi jika tidak, maka apaboleh buat.
"Sikap itu adalah sikap yang paling baik" geram Panji
Sempana Murti, seorang Senapati yang dikenal sebagai
seorang Senapati yang keras, yang pada beberapa saat
terakhir, hampir kehilangan kepribadiannya. Sebenarnyalah
bahwa Pani Sempana Murti adalah seorang Senapati yang
mempunyai kepribadian yang mirip dengan Pangeran Singa
Narpada, kepribadian yang dicemaskan oleh Sri Baginda
akan dapat menimbulkan korban yang tidak terbilang.
Namun tanpa ketegasan sikap seperti yang dilakukan
oleh Panji Sempana Murti, maka suasana akan tetap tidak
menentu untuk waktu yang lama.
Dalam pada itu, maka pertempuran yang keraspun
segera terjadi. Para pengikut Pangeran Kuda Permati yang
telah menyatakan diri tidak lagi mengakui kekuasaan Singasari
atas Kediri, benar-benar telah menunjukkan sikapnya
yang tegas. Mereka menentang Singasari atau orang-orang yang
menurut pendapat mereka adalah tangan-tangan dari
kekuasaan yang tidak sewajarnya atas Kediri itu. Bagi
mereka, semua orang yang menjadi alat kekuasaan
Singasari harus dimusnakan.
Sementara itu, bagi Panji Sempana Murti, Pangeran
Kuda Permati adalah seorang pemberontak. Orang-orang
yang berpihak kepadanya adalah pemberontakpemberontak
pula. Seorang pemberontak adalah seorang
pengkhianat yang harus dibinasakan apabila mereka tidak
mau menyerah. Dengan sikap dan landasan pandangan masing-masing
tentang persoalan yang mereka hadapi, maka mereka benarbenar
telah bertempur dengan segala kemampuan yang ada
pada mereka. Kedua gelar itu saling mendesak dan saling menekan.
Setiap kali terdengar sorak yang bagaikan memecah langit.
Kemenangan-kemenangan kecil ditandai dengan sorak yang
gemuruh, meskipun sejenak kemudian lawan-lawan
merekalah yang bersorak. Sementara itu, ujung-ujung gelar pasukan Pangeran
Kuda Permati yang tajam yang mencoba mengoyak sayap
pasukan Panji Sempana Murti ternyata tidak segera
berhasil, karena sayap-sayap pasukan itu diperkuat oleh
beberapa orang perwira yang memiliki kemampuan yang
melampaui para prajurit yang lain.
Dalam pada itu, Panji Sempana Murti yang memegang
kendali gelar berada di paruh pasukan. Untuk beberapa saat
ia masih memimpin pasukannya dan belum langsung
bertempur di induk pasukan. Namun ketika ia melihat
Senapati yang memimpin pasukan Kuda Permati itu
mengamuk bagaikan harimau lapar, maka Pangeran Panji
Sempana Murtipun telah menyerahkan pengamatan dan
kendali gelar itu kepada seorang perwira yang telah
memiliki pengalaman yang cukup.
"Setan itu tidak boleh menjadi buas di lingkungan
kambing-kambing yang lemah" geram Panji Sempana
Murti. Sejenak kemudian, maka Panji Sempana Murti dengan
pedangnya yang besar telah turun menghadapi Senapati
yang sedang mengamuk itu.
"Kau kira kau satu-satunya laki-laki di medan ini" geram
Panji Sempana Murti. "Bagus" jawab Senapati itu "Aku berhadapan dengan
Panglima pasukan budak-budak Singasari di daerah
perbatasan Utara. "Aku merasa lebih terhormat menjadi budak daripada
seorang pengkhianat" jawab Panji Sempana Murti " betapa
hinanya budak-budak, tetapi ia masih mempunyai harga
diri untuk berjuang melawan pemberontakan. Nah,
sekarang menyerahlah pengkhianat. Tidak ada tempat
bagimu di tanah ini selama yang kau sebut budak bernama
Panji Sempana Murti ini masih ada"
"Setan budak yang hina" geram Senapati itu " kau
jangan berlagak sebagai seorang pahlawan. Apa artinya
sikapmu itu" Katakan kau memiliki kelebihan dari
kebanyakan orang, namun kelebihanmu justru kau
pergunakan untuk menindas kadangmu sendiri atas nama
orang-orang Singasari"
"Nalarmu memang sudah terbalik" berkata Panji
Sempana Murti "Aku melihat satu kesatuan yang besar saat
ini. Jika kita masing-masing masih berpijak kepada
kepentingan diri sendiri, maka kita akan tetap terpecah
belah dan kita akan menjadi bangsa yang paling ringkih
diseluruh muka bumi ini. Pada saat-saat kita membuka
hubungan dengan orang-orang asing yang mulai merambah
tanah ini, maka kita harus kuat, lahir dan batin, agar kita
tidak memberikan kesan sebagai anak sapi yang lemah,
yang akhirnya akan diterkam oleh harimau-harimau yang
garang dari daerah diluar rangkah"
01 Hijaunya Lembah Hijaunya Lereng Pegunungan Karya Sh Mintardja di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
"Omong kosong" geram Senapati itu "alasan yang tidak
masuk akal. Kau ingin mencari alasan untuk membela sikap
budakmu" "Persetan" geram Panji Sempana Murti "apapun yang
kau katakan, kau adalah Panglima pasukan Kediri di
daerah perbatasan Utara dengan kekancingan yang di beri
pertanda atas kuasa Seri Baginda di Kediri. Sekarang
menyerahlah, atau kau akan binasa. Aku telah mengambil
sikap yang tidak ragu-ragu. Semua pengkhianat harus
ditangkap atau dibinasakan"
-ooo0dw0oooKolaborasi 2 Website : dengan Pelangi Di Singosari / Pembuat Ebook : Sumber Buku Karya SH MINTARDJA
Scan DJVU : Ismoy o Conv erter : Editor : Raharga, Arema, Dino,
Pdf ebook : Uploader di Indozone : Din o
--ooo0dw0ooo- Jilid 018 SENOPATI itu tidak dapat menahan diri lagi. Tiba-tiba
saja ia telah meloncat menyerang dengan sebatang tombak
pendek. Panji Sempana Murti sudah bersiap. Karena itu, maka
iapun masih sempat meloncat menghindar, sehingga ujung
tombak lawannya itu sama sekali tidak menyentuhnya.
Bahkan sesaat kemudian Panji Sempana Murti masih
sempat meloncat sambil mengayunkan pedangnya yang
besar mengarah lambung. Senapati lawannya sempat bergeser sambil memutar
tombaknya. Sekejap kemudian tombak itu telah mematuk.
Tetapi Panji Sempana Murti sempai memukul kesamping.
Namun tombak itu justru terayun berputar. Tiba-tiba saja
justru landean tombak itulah yang menyerang kearah
kening Panji Sempana Murti.
Hampir saja kulit pada kening Panji Sempana Murti
terkojak oleh landean tombak yang dilapisi dengan
perunggu. Untunglah Panji Sempana Murti sempat
mengelak. Sambil merendah pada lututnya, Panji Sempana
Murti menjulurkan pedangnya keperut Senapati yang
sedang memukulnya dengan landean tombaknya itu.
Namun Senapati itupun masih sempat mengelak pula
dengan loncatan panjang. Tetapi Panji Sempana Murti
tidak melepaskannya. Iapun segera memburunya dengan
pedang terjulur. Demikianlah pertempuran diantara kedua orang itu
menjadi semakin sengit diantara gemuruhnya perang dalam
keseluruhan. Sebagaimana para prajurit didalam gelar itu, maka kedua
orang Senapati itupun telah mengerahkan segenap
kemampuan mereka untuk segera dapat mengalahkan
lawan. Dalam pada itu, di padukuhan yang baru saja
ditinggalkan oleh pasukan Pangeran Kuda Permati,
pertempuran pun terjadi dengan sengit pula. Tetapi jumlah
para prajurit pengikut Pangeran Kuda Permati jauh lebih
sedikit dari lawan mereka.
Meskipun mereka memiliki ketrampilan secara pribadi
melampau lawan-lawannya, namun bagaimanapun juga,
jumlah lawan yang banyak itu telah membingungkan
mereka. Apalagi diantara anak-anak muda itu memang terdapat
beberapa orang prajurit yang dapat mengimbangi
kemampuan lawan-lawan mereka, sehingga dengan
demikian yang sedikit itu telah memberikan kesan yang
mendebarkan bagi para pengikut Pangeran Kuda Permati.
Dengan demikian, maka sejenak kemudian, para
pengikut Pangeran Kuda Permati itu telah terdesak. Dalam
pertempuran yang keras dan garang itu, maka korbanpun
telah berjatuhan. Tidak ada lagi usaha untuk mengekang diri. Setiap
senjata yang terhunjam ditubuh lawan justru telah ditekan
agar menyentuh jantung. Anak-anak muda yang baru menginjak tataran pertama
dalam dunia kamiragan, bertempur dalam kelompokkelompok
kecil menghadapi seorang lawan, Sementara para
prajurit yang berpihak kepada mereka, menghadapi lawan
mereka seorang demi seorang.
Ada diantara mereka yang berhasil membunuh
lawannya. Tetapi ada juga diantara mereka yang terbunuh.
Anak-anak muda yang bertempur dalam kelompokkelompok
itupun ada yang terkoyak dadanya. Tetapi secara
bersama-sama mereka sempat juga membunuh lawan
mereka beramai-ramai. Bagaimanapun juga, akhirnya para pengikut Pangeran
Kuda Permati menjadi semakin terdesak. Mereka justru
bergeser semakin jauh dari padukuhan yang.harus
dibakarnya menjadi abu. Ketika beberapa orang berusaha
untuk menyusup dan memasuki padukuhan itu untuk
membakar satu dua rumah, maka ternyata mereka telah
dicegat oleh sekelompok anak-anak muda.
Bagaikan memburu bajing orang-orang itu telah
dikepung oleh beberapa orang sehingga akhirnya,
sebagaimana terjadi di peperangan yang garang dan buas,
maka tidak seorangpun diantara mereka yang sempat keluar
lagi dari padukuhan itu. Demikianlah yang terjadi diseluruh medan. Di luar
padukuhan itu dan di dalam perang gelar. Semua orang di
dalam arena pertempuran itu menjadi seperti orang
kesurupan. Demikian pula Panji Sempana Murti dan
Senapati yang memimpin para pengikut Pangeran Kuda
Permati itu. Keduanya dibekali dengan kebencian yang
menggelegak di dalam dadanya. Panji Sempana Murti
merasa sudah cukup lama ia dipermainkan oleh para
pengikut Pangeran Kuda Permati, sementara para pengikut
Pangeran Kuda Permati merasa terganggu oleh tingkah
Panji Sempana Murti yang sombong.Dalampada itu,
ternyata Mahisa Murti dan Mahisa Pukat yang berada di
tempat Ki Waruju telah mencium pula kepergian sepasukan
prajurit ke padukuhan-padukuhan sebagaimana pernah
dilakukan sebelumnya justru dari Ki Waruju. Namun ketika
ia dengan tergesa-gesa kembali, pertempuran itu sudah
terjadi. "Semua orang telah pergi ke medan" berkata beberapa
orang laki-laki yang sudah dianggap tidak lagi mampu
bertempur. Mahisa Murti dan Mahisa Pukatpun berlari-lari
pula menyusul ke medan yang garang itu. Dengan susah
payah, keduanya berhasil mendekat dan mencari
Pugutrawe yang menurut beberapa orang tetangganya telah
ikut pula bersama pasukan.
"He, demikian cepat kau kembali?" bertanya Pugutrawe
ketika kedua anak-anak muda itu menemukannya di
peperangan, karena Pugutrawe justru berada di belakang
garis pertempuran meskipun ia memegang parang yang
besar. "Aku mendengar berita tentang pasukan ini" desis
Mahisa Murti "tiba-tiba saja aku merasa gelisah. Ternyata
hal seperti ini telah terjadi"
Pugutrawe menarik nafas dalam-dalam. Katanya
"Pembantaian yang mengerikan. Kedua belah pihak tidak
lagi mengekang diri. Pertempuran ini benar-benar
merupakan neraka tempat sesama saling berbunuhan"
"Watak dari peperangan" desis Mahisa Pukat.
"Tetapi dendam dan kebencian telah membakar jantung
dari kedua belah pihak" jawab Pugutrawe.
Mahisa Murti dan Mahisa Pukat menarik nafas dalamdalam.
Benar-benar satu pertempuran yang sangat dahsyat.
"Kalian akan ikut bertempur?" bertanya Pugutrawe.
"Aku berada di belakang garis perang seperti beberapa anakanak
muda yang lain, yang hanya sekali-sekali
mengayunkan senjata mereka. Mereka yang sedikit bersombong
untuk menyentuh garis perang, kulit mereka tentu
akan terkoyak" desis Mahisa Murti "bukankah sudah ada
beberapa orang anak muda yang mencoba-coba dan
terpaksa digotong keluar arena?"
"Tetapi kalian dan mereka" berkata Pugutrawe.
"Tidak. Aku sama saja dengan mereka" jawab Mahisa
Murti. Pugutrawe tidak mendesak mereka. Tetapi ketiga orang
itu telah berada dekat dengan garis perang. Mereka
membawa senjata masing-masing, dan dalam keadaan yang
tiba-tiba merekapun telah terlibat pula dalam benturan
senjata. Namun didepan mereka para prajurit dalam
pasukan Panji Sempana Murti tengah bertempur dengan
garangnya pula. Dalam pertempuran selanjutnya, ternyata bahwa bagian
dari pasukan Pangeran Kuda Permati itu semakin lama
semakin mengalami kesulitan. Pasukan Panji Sempana
Murti dalam jumlah yang lebih besar, karena telah
dikerahkan semua pasukannya yang ada ditambah dengan
sebagian dari pasukan Pangeran Singa Narpada yang
bergabung dengan kekuatan di daerah perbatasan Utara itu,
apalagi dengan anak-anak muda dari padukuhanpadukuhan
yang seakan-akan tidak terhitung jumlahnya
karena semakin lama menjadi semakin banyak, telah
menekan pasukan lawan dengan sepenuh kekuatan yang
ada. Sementara pasukan Pangeran Kuda Permati yang
mendapat perintah untuk menjadikan padukuhan yang baru
saja mereka tinggalkan menjadi abu, mengalami keadaan
yang paling parah. Senapati yang memimpin pasukan Pangeran Kuda
Permati, sempat melihat keadaan itu meskipun ia sendiri
bertempur dengan sengitnya melawan Panji Sempana
Murti. Setiap kali prajurit Kediri dibawah pimpinan Panji
Sempana Murti itu telah bersorak-sorak bagaikan
meruntuhkan langit. Tekanan yang sangat berat telah
mendesak pasukan Pangeran Kuda Permati perlahan-lahan
surut, sehingga gelar pasukan Panji Sempana Murti
bergerak maju. Sayap-sayapnya yang tidak berhasil dikoyak
oleh ujung gelar lawan yang runcing, berusaha untuk
menguasai dan menutup ujung-ujung pasukan itu.
Korban masih terus berjatuhan diantara kedua belah
pihak. Tetapi keadaan yang sulit dari pasukan Pangeran
Kuda Permati menjadi betambah ketika pasukan kecilnya
yang diperintahkannya menghancurkan padukuhan yang
ditinggalkannya itu telah benar-benar dilumatkan oleh
lawan mereka. Yang tersisa dalam jumlah yang sangat kecil
telah berlari-lari dan bergabung pada pasukan induknya.
Sementara itu, lawan merekapun telah mengejarnya pula.
Namun demikian pasukan yang mogejar itu mendekati
arena, maka seorang perwira dari pasukan Panji Sempana
Murti yang ada diantara para prajurit yang berbaur dengan
anak-anak muda yang bertempur dipadukuhan itupun
memberikan isyarat agar anak-anak muda itu mengekang
diri. "Biarlah para prajurit yang langsung menghadapi mereka
yang sudah bergabung di induk pasukan" berkata perwira
itu "agaknya medan itu merupakan medan yang sangat
garang dan terlalu berbahaya bagi kalian"
"Kami sudah cukup mengerti apa yang kami hadapi"
berkata salah seorang anak muda.
"Kami sudah cukup mendapat latihan-latihan" sahut
yang lain. "Tetapi kalian harus melihat keganasan di medan yang
tidak mengenal apapun selain pembantaian itu" sahut
perwira itu "karena itu, jangan mencoba-coba. Dalam
medan yang ganas itu, kalian tidak akan mendapat
kesempatan untuk sekedar menjajagi ilmu-ilmu kalian.
Sekali kalian tersentuh garangnya pertempuran seperti itu,
maka kita harus menghadapi dua pilihan, membunuh atau
dibunuh. Karena itu jangan menganggap pertempuran itu
sebagai tempat bermain"
Anak-anak muda itu mulai memperhatikan kenyataan
dihadapan mereka. Sementara itu, perwira itu dan para
prajurit tidak lagi menunggu mereka. Berlari-lari mereka
memasuki medan dengan tekad seorang prajurit dengan
senjata di tangan. Kedatangan sekelompok prajurit yang meskipun
jumlahnya tidak terlalu banyak, namun karena mereka menyer
angdari arah belakang gelar, maka para prajurit yang
sekelompok kecil itu terasa benar-benar mengganggu.
Apalagi para prajurit pengikut Pangeran Kuda Permati yang
melarikan diri dari padukuhan itu dan bergabung di induk
pasukan, tidak mampu menghadapi para prajurit yang
mengejarnya. Dengan demikian, maka mereka harus mencari bantuan
dari para prajurit yang berada didalam gelar, sementara
gelar Wulan Punanggal itu sendiri sudah mulai terdesak.
Dengan demikian, maka keseimbangan pertempuran itu
menjadi semakin jelas telah menjadi goyah. Pasukan Panji
Sempana Murti akan segera menguasai keadaan.
Meskipun demikian, pertempuran itu masih tetap
merupakan pertempuran yang garang, bahkan buas. Kedua
belah pihak benar-benar tidak lagi memikirkan apapun juga
selain membunuh lawan sebanyak-banyaknya.
Sementara itu, Panji Sempana Murti masih bertempur
dengan dahsyatnya melawan Senopati yang memimpin
pasukan Pangeran Kuda Permati. Senopati yang garang itu
berusaha untuk secepatnya mengalahkan lawannya
kemudian memperbaiki keadaan pasukannya. Tetapi Panji
Sempana Murti yang mendapatkan kekuasaan untuk
memegang pimpinan pasukan Kediri di daerah, perbatasan
sebelah Utara itu, benar-benar seorang yang memiliki ilmu
yang memadai bagi seorang Panglima yang menghadapi
tugas yang cukup berat. Karena itu, maka pertempuran itu merupakan
pertempuran yang sangat dahsyat.
Pertempuran antara dua orang Senopati yang memiliki
01 Hijaunya Lembah Hijaunya Lereng Pegunungan Karya Sh Mintardja di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
ilmu yang tinggi, yang sulit dicari bandingnya, seolah-olah
tidak seorang prajuritpun yang dapat mencampurinya.
Dengan tombak pendeknya Senapati yang memimpin
para prajurit pengikut Pangeran Kuda Permati itu
mengamuk bagaikan angin pusaran yang melanda semaksemak
di padang perdu. Namun pedang Panji Sempana Murtipun berputaran dan
menggulung lawannya bagaikan prahara.
Benturan-benturan yang keras dan dahsyat tidak
terhindarkan. Agaknya keduanya memang dengan sengaja
membentur kekuatan masing-masing tanpa kekangan.
Tetapi keduanya memang memiliki kekuatan yang besar
dan mengagumkan. Sementara itu senjata merekapun
terbuat dari bahan yang terpilih. Betapapun kerasnya
benturan yang terjadi, namun landean tombak pendek yang
terbuat dari kayu berlian bersalut baja itu tidak dapat
terpatahkan. Sementara pedang ditangan Panji Sempana
Murtipun tetap dipertahankannya, meskipun kadangkadang
tombak pendek lawannya sempat mengungkit
pedang itu. Namun pedang itu tidak akan pernah terlepas
dari tangan, seakan-akan hulu pedang itu telalumenyatu
dengan telapak tangan Panji Sempana Murti.
Betapa dahsyatnya pertempuran antara kedua orang itu,
ternyata kemudian, bahwa para prajurit di kedua belah
pihak justru telah menyibak, sehingga dalam pertempuran
yang betapa dahsyatnya itu, keduanya seakan-akan terlibat
dalam satu perang tanding yang nggegirisi.
Tetapi ternyata bahwa Panji Sempana Murti, Panglima
di daerah perbatasan Utara itu, memiliki kelebihan dari
lawannya. Meskipun keduanya memiliki ilmu yang
seimbang, tetapi Panji Sempana Murti memiliki daya tahan
yang lebih besar, sehingga ketika keduanya telah
menghentakkan semua kekuatannya dan kemampuannya,
maka daya tempur Senapati yang memimpin pasukan
Pangeran Kuda Per-mati itulah yang lebih dahulu mulai
susut. Panji Sempana Murti yang memiliki pengalaman yang
sangat luas, telah mempergunakan saat-saat yang demikian
untuk mengakhiri pertempuran. Ia justru meningkatkan
serangan-serangannya. Pedangnya berputaran semakin
cepat. Kemudian menyerang dengan ayunan mendatar
yang kuat. Disusul dengan juluran ujung pedangnya yang
mematuk mengarah langsung ke jantung lawannya.
Tetapi Senapati itu masih belum mau mati. Ia sadar,
bahwa di medan yang buas itu tidak ada kesempatan lain
kecuali membunuh atau dibunuh. Karena itu, maka iapun
telah mengerahkan segala sisa kekuatannya. Ia masih
berusaha untuk mempertahankan hidupnya dan mematikan
lawannya dalam kesempatan terakhirnya.
Namun Senapati itu ternyata memang tidak mempunyai
kesempatan untuk bertahan lebih lama lagi. Panji Sempana
Murtipun sadar, jika ia ragu-ragu membunuh, maka
kemungkinan terbesar ia sendirilah yang akan mati di
peperangan itu. Karena itu, pada kesempatan terakhir, serangan Panji
Sempana Murtipun datang bagaikan amuk seekor banteng
yang terluka. Pedangnya berputar, terayun dan mematuk.
Serangan-serangannya datang beruntun susul menyusul.
Senapati yang memimpin pasukan Pangeran Kuda Permati
sama sekali tidak mendapat kesempatan untuk
membalas serangan-serangan itu. Bahkan akhirnya justru
karena tenaganya yang menyusut, setelah ia mengarahkan
segenap kekuatannya, maka kecepatannyapun mulai
menurun pula. Ketika pedang Panji Sempana Murti yang
besar itu terayun mendatar, maka dengan susah payah
Senapati itu berusaha untuk menangkisnya. Tetapi ternyata
pedang itu telah berubah arah. Mematuk dengan derasnya
kearah lambung. Senapati itu hanya sempat bergeser sedikit. Namun
ternyata kemampuan ilmu pedang Panji Sempana Murti
masih sempat menggerakkan ujung pedangnya, sehingga
lambung Senapati itupun telah terkoyak karenanya.
Senapati itu mengumpat tertahan. Tetapi ia masih
sempat berpikir. Ia melihat medan dalam keseluruhan, dan
iapun tidak mempunyai harapan. Karena itu, maka
demikian lambungnya terluka, maka iapun telah
meneriakkan satu isyarat kepada para prajuritnya.
Pada saat yang menentukan itu ternyata Panji Sempana
Murti tidak melepaskannya. Sekali lagi ia sempat
menjulurkan pedangnya, dan sekali lagi ujung pedang itu
telah mengoyak dada Senapati itu.
Namun pada saat yang demikian, isyarat itu telah
didengar oleh para prajuritnya. Isyarat yang memberi
kesempatan kepada prajurit-prajuritnya yang semakin susut
untuk meninggalkan medan.
Karena itu, pada kesempatan terakhir, serangan Panji
Sempana Murtipun datang bagaikan anak seekor binatang
yang terluka. Pedangnya berputar, terayun dan memantul.
Serangan-serangan datar beruntun susul-menyusul.
Demikianlah, pada saat Senapati itu kemudian jatuh
pada lututnya, maka medan itu telah bergejolak sejenak.
Para prajurit, pengikut Pangeran Kuda Permati telah
dengan serta merta berusaha untuk menarik diri dari
pertempuran. Mahisa Murti dan Mahisa Pukat hanya dapat menekan
dadanya melihat akibat dari pertempuran itu. Meskipun ada
juga sebagian dari para prajurit Pangeran Kuda Permati
yang lolos, namun sebagian dari mereka tidak lagi sempat
menarik nafas lebih lama lagi. Bahkan hanya beberapa
orang dalam jumlah yang kecil sajalah yang mendapat
kesempatan untuk tetap hidup setelah mereka melemparkan
senjatanya dan menyatakan diri menyerah.
Demikianlah, maka pertempuran itu telah berakhir.
Medan itu benar-benar telah menjadi neraka bagi kedua
belah pihak. Yang kalah maupun yang menang.
Namun dalam pada itu, bagaimanapun juga, sebagai
seorang Panglima, maka Panji Sempana Murti berusaha
untuk menahan diri. Dengan kesadaran seorang Panglima, maka Panji
Sempana Murti memerintahkan untuk tidak mengusik para
tawanan yang memang sudah menyerah. Betapapun
jantung bergejolak oleh kebencian dan dendam karena
kematian kawan-kawannya, namun para prajurit Kediri
dibawah pimpinan Panji Sempana Murti itupun telah
mematuhi perintah itu. Namun dalam pada itu, merupakan satu kenyataan
dihadapan Pugutrawe dan kedua anak muda yang bertugas
bagi Singasari bhw perbedaan sikap dan pendapat di Kediri
akan memungkinkan terjadinya satu pembantaian yang
mengerikan. Pertentangan antara sesama saudara justru
dapat membangkitkan satu permusuhan yang tidak
berkesudahan. Dengan jantung yang terasa berdegup semakin cepat,
Mahisa Murti dan Mahisa Pukat menyaksikan, bagaimana
para prajurit Kedidri dibawah pimpinan Panji Sempana
Murti itu membenahi diri. Selain mengurus para tawanan,
maka mereka harus mengumpulkan kawan-kawan mereka
yang terluka. Bahkan sesuai dengan sifat-sifat kesatria,
meskipun kadang-kadang tidak menarik untuk dilakukan,
merekapun harus merawat lawan-lawan mereka yang
terluka. Mengumpulkan kawan dan lawan yang terbunuh
dan menyelenggarakan mayatnya.
Demikianlah, maka saat-saat berikutnya adalah
kesibukan pasukan Panji Sempana Murti dan anak-anak
muda yang telah melibatkan diri didalam pertempuran itu.
Tangan mereka yang sudah basah oleh darah, kemudian
telah dibebani pula untuk mengangkat mayat-mayat yang
terbujur lintang di bulak.
Pematang, parit dan jalan di bulak itupun telah menjadi
merah pula. Tanaman yang tumbuh subur di kotak-kotak
sawah telah rusak terinjak bukan saja oleh kaki-kaki kuda,
tetapi juga oleh kaki-kaki prajurit yang bertempur dalam
gelar yang melebar. Mahisa Murti dan Mahisa Pukat bersama Pugutrawe
telah membantu mengumpulkan para prajurit yang terluka.
Namun peristiwa itu memang harus menjadi bahan laporan
yang terperinci kepada para pemimpin di Singasari.
"Jika Singasari masih berdiam diri atau sekedar
mengamati saja keadaan yang berlarut-larut ini, maka
semakin lama Kediri akan semakin parah dilanda oleh
permusuhan diantara mereka sendiri" berkata Pugutrawe ditelinga
anak-anak muda itu. Mahisa Murti dan Mahisa Pukat hanya dapat
mengangguk-angguk saja. Namun sebenarnya keduanya
sependapat sepenuhnya, bahwa pertempuran-pertempuran
semacam itu akan merenggut banyak jiwa prajurit Kediri
sendiri. Dalam pada itu,'Panji Sempana Murti ternyata masih
sempat merenungi keadaan. Tetapi ia benar-benar berdiri di
satu batas simpang yang sulit.
Ketika pertempuran sudah selesai, barulah ia menyadari,
betapa garangnya medan yang baru saja membakar bulak
itu. Korban yang berjatuhan dari kedua belah pihak
merupakan satu kenyataan yang sangat pahit. Namun tanpa
sikap yang tegas menghadapi Pangeran Kuda Permati,
maka kematian justru hanya akan terjadi di satu pihak saja.
Pangeran Kuda Permati akan dapat berbuat apa saja,
sementara orang lain berpikir dua tiga kali untuk melakukan
tindakan yang sama. Bagi Panji Sempana Murti tindakan yang tegas itu me
mang sangat diperlukan. Tetapi kenyataan dari pertem
puran itu telah membuat jiwanya berguncang.
"Apakah aku harus kembali pada sikapku, berdiam diri,
menunggu apa saja yang terjadi" Sementara itu rakyat akan
mengalami tekanan yang semakin lama semakin
membenahi hidup mereka karena tingkah Pengeran Kuda
Permati?" pertanyaan itu terasa tajam menusuk-nusuk
perasaan Panji Sempana Murti.
Karena itu, maka ketika semuanya telah selesai, Panji
Sempana Murti duduk di pendapa Kabuyutan bersama
beberapa orang pemimpin dari pasukannya. Sementara itu
di gandok Kabuyutan dan di banjar, orang-orang yang
terluka mendapat perawatan dari beberapa orang yang
memiliki kemampuan untuk melakukannya. Sedangkan
satu rumah khusus telah dipergunakan oleh para prajurit
Sempana Murti untuk menawan beberapa orang lawan
yang menyerah. Dengan para pemimpin pasukannya, Panji Sempana
Murti masih juga memperbincangkan pertempuran yang
baru saja terjadi, sementara dibawah lampu minyak
beberapa potong makanan masih berasap disamping
minuman yang panas dan gula kelapa.
"Pangeran Kuda Permati tentu tidak akan tinggal diam
berkata Panji Sempana Murti.
"Ya" jawab salah seorang perwira "tetapi kekalahannya
hari ini memaksanya untuk merenungi langkah-langkahnya
yang sudah dan akan diambil berulang kali. Pasukan yang
dikirimkan itu merupakan pasukan yang cukup kuat.
Kehancuran pasukan itu akan mempengaruhi kekuatan
Pengeran Kuda Permati dalam keseluruhan"
Panji Sempana Murti mengangguk-angguk. Tetapi
katanya "Dalam waktu singkat, Pangeran Kuda Permati
akan dapat memperbaiki keadaannya. Tetapi aku
sependapat, bahwa kekalahannya itu akan mempunyai
akibat yang harus dipikirkan dengan sungguh-sungguh oleh
Pangeran Kuda Permati. Mudah-mudahan ada sesuatu
yang menghambat langkah-langkahnya yang sampai saat ini
seakan-akan tidak terkendali dan yang berbahaya tidak ada
kekuatan apapun yang dirasa dapat menghalangi"
Para perwira didalam pasukan Panji Sempana Murti itu
sependapat. Tetapi agaknya memang ada dua sikap yang
agak berbeda terdapat diantara para perwira itu. Dua sikap
yang mencerminkan sikap Panji Sempana Murti.
Disuatu pihak ia memang berusaha untuk
menghancurkan pasukan Pengeran Kuda Permati sampai
orang yang terakhir, namun ia tidak dapat mengingkari satu
kenyataan, bahwa pertempuran yang baru saja terjadi telah
membunuh sekian banyak orang.
Tetapi tidak ada seorangpun yang dapat meyakinkan
pihak yang lain bahwa pendapatnyalah yang paling benar,
sebagaimana Panji Sempana Murti mendapat kesulitan
untuk nenentukan, langkah yang manakah yang paling baik
untuk dilakukan. Namun para prajurit itu sependapat, bahwa mereka sama
sekali tidak boleh lengah. Semua pihak berpendapat, bahwa
lebih baik mereka saling membantai didalam satu
pertempuran yang jujur, betapapun keras dan buasnya
daripada salah satu pihak dengan curang telah membantai
yang lain tanpa terkendali.
Karena itu, maka dalam kebimbangan, Panji Sempana
Murti masih memerintahkan pasukannya untuk berjagajaga
dan bersiap untuk setiap saat melakukan tugas mereka.
Terutama para prajurit dari pasukan berkuda.
Sementara itu, Pugutrawe telah bersiap-siap pula untuk
memberikan laporan yang akan memberi kesan
sebagaimana yang telah terjadi. Menurut pendapat
Pugutrawe, maka harus ada langkah-langkah yang diambil
oleh Singasari, untuk melerai pertikaian yang tidak
berkeputusan. Tetapi sudah tentu Singasari akan
mengambil landasan sikap, bahwa satu diantara dua pihak
yang bertempur itu menghendaki Kediri terlepas sama
sekali, bahkan sebaliknya, Kedirilah yang sepantasnya
menguasai Singasari sebagaimana pada masa Tumapel
yang terbatas sebagai satu Pakuwon. Mereka tidak rela
melihat bentuk persatuan yang ada pada saat itu, karena
Kediri justru berada dibawah naungan Singasari. Mereka
sama sekali tidak mau mendengar, jika seseorang
menjelaskan bahwa yang ada kemudian adalah Singasari
sebagai satu kesatuan dan Kediri merupakan unsur dari
kesatuan itu.
01 Hijaunya Lembah Hijaunya Lereng Pegunungan Karya Sh Mintardja di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Dalam pada itu, kekalahan pasukan Pangeran Kuda
Permati itu segera sampai kepada Pangeran Kuda Permati
sendiri. Kemarahan yang tiada terhingga telah membakar
jantungnya. Tetapi Pengeran Kuda Permati harus
menerima kenyataan itu. Pasukannya memang sudah
dihancurkan oleh Panji Sempana Murti. Sebagian dari praju
rit-prajuritnya yang terbaik telah binasa di medan
pertempuran yang garang. "Panji itu memang gila" geram Pangeran Kuda Permati.
Seperti beberapa orang Senapati yang lain, maka
Pengeran Kuda Permatipun berpendapat, bahwa Panji
Sempana Murti ternyata telah berbuat sebagaimana
mungkin dilakukan oleh Pengeran Singa Narpada. Karena
itu. maka Panji Sempana Murti bagi Pangeran Kuda
Permati adalah orang yang sangat berbahaya.
Tetapi Pangeran, Kuda Permati memang tidak segera
dapat membalas kekalahan-yang baru saja diderita. Ia harus
menghimpun kekuatan yang cukup untuk menghancurkan
Panji Sempana Murti, karena pasukannya yang baik,
sebagian telah dihancurkan dalam kelengahan yang
menurut Pangeran Kuda Permati sangat bodoh.
Dengan jantung yang bagaikan retak, Pangeran Kuda
Permati telah memanggil para Senapatinya. Dengan tegas
ia telah menjatuhkan perintah, bahwa kekalahan itu harus
ditebus. "Tetapi jangan justru mengulangi kebodohan itu" geram
Pangeran Kuda Permati. Seandainya Senopati yang bertanggungjawab
atas kekalahan itu tidak terbunuh dipeperangan,
maka ia akan mendapat hukuman yang sesuai
dengan kedunguannya itu. "Sudah sepantasnya ia menebus kebodohannya
dengannyawanya" berkata seorang Senopati.
Tetapi Pengeran Kuda Permati menyebut dengan lantang
"Itu tidak cukup. Kedunguannya telah menghancurkan
sebagian, dari pasukanku. Pasukan yang sangat aku
perlukan dalam keadaan ini. Dengar, kehancuran pasukan
itu, aku harus menghimpun kembali. Yang tersisa harus
diperkuat dengan tenaga-tenaga baru yang kurang
berpengalaman" "Tetapi kita tidak perlu cemas Pangeran" berkata salah
seorang perwiranya "dengan cepat kita akan dapat
memulihkan kekuatan pasukan kita. Yang hancur itu
sebenarnya bukan landasan kekuatan kita. Yang hancur itu
hanya sebagian kecil dari seluruh kekuatan kita"
"Kau juga bodoh" geram Pengeran Kuda Permati "Kau
kira cara untuk menutup-nutupi kenyataan seperti itu akan
bermanfaat" Kau kira berpura-pura seperti itu, kekuatan kita
benar-benar akan tumbuh" Permulaan dari kesalahan
berikutnya adalah justru pada usaha ingkar dari kenyataan
seperti itu. Menyenangkan hatinya sendiri dengan mimpi
dan kebodohan" Perwira itu mengerutkan keningnya.
Namun kemudian iapun justru tertunduk dalam-dalam. Ia
mengerti sifat dan watak Pangeran Kuda Permati, sehingga
ia tidak berani lagi untuk membantah.
Pada saat api dendam dan kemarahan membakar
Pangeran Kuda Permati dan para Senapatinya, maka berita
tentang peristiwa yang terjadi itu telah menusuk ke jantung
istana Kediri. Sri Baginda yang mendengar berita itu benarbenar
menjadi sedih. Tanpa Pangeran Singa Narpada, maka
pertempuran yang mengerikan itu telah terjadi pula. Panji
Sempana Murtilah yang telah bertindak dengan tegas.
Tetapi Sri Baginda tidak dapat memperlakukan Panji
Sempana Murti sebagaimana dilakukan atas Pengeran
Singa Narpada. Jika ia berbuat demikian justru pada saat
yang gawat itu, maka mungkin sekali terjadi, bahwa
Pangeran Kuda Permati akan melakukan balas dendam.
Dan terulang lagilah pembantaian yang ganas itu, justru
dalam keadaan yang berat sebelah.
Karena itu, maka yang dapat dilakukan oleh Sri Baginda
untuk sementara hanyalah merenung dengan hati yang
gelap. Seakan-akan tidak ada setitik sinarpun yang akan
dapat menerangi hatinya. Namun dalam pada itu, laporan tentang peristiwa di
Kediri itu sudah terbaca di Singasari. Tidak hanya dari
seorang petugas atau satu urutan jaringan. Tetapi dari
beberapa urutan nadanya hampir sama. Pada dasarnya,
keadaan seperti yang terjadi di Singasari itu tidak boleh
berlarut-larut. Dalam keseimbangan kekuatan di daerah
perbatasan sebelah Utara, maka telah terjadi benturan
kekuatan yang sangat garang. Kedua belah pihak yang
merasa dirinya lebih kuat dari yang lain membuat kedua
belah pihak tidak mau mengekang di ri. Seperti dua ekor
ayam jantan yang merasa masing-masing kuat. Maka
keduanya akan selalu bertempur tanpa henti-hentinya. Baru
jika yang seekor dian-tara mereka merasa lemah dan kalah,
maka pertarungan diantara keduanya akan berakhir.
"Hanya itulah jalan yang paling baik ditempuh pada saat
ini" berkata Mahisa Bungalan Kepada para Senapati yang
membicarakan tentang peristiwa di Kediri itu.
Beberapa orang Senapati yang mendapat tugas untuk
membahas persoalan yang tumbuh dan berkembang di
Kediri itu sependapat. Salah satu pihak harus dinyatakan
lebih kuat dari yang lain.
"Pangeran Singa Narpada harus segera dilepaskan
dengan pesan" berkata Mahisa Bungalan "Laporan-laporan
telah cukup yang menyatakan, bahwa Seri Baginda di
Kediri memang sedang bingung menghadapi sikap
Pangeran Kuda Permati. Meskipun masih diragukan, tetapi
agaknya memang ada secercah pikiran didalam dada Sri
Baginda, bahwa Pengeran Kuda Permatibukannya tidak
beralasan dalam sikap dan langkahnya. Namun iapun dapat
mengerti pula, bahwa bagi Pangeran Singa Narpada sikap
itu adalah sikap perlawanan terhadap pemimpin tertinggi di
Kediri. Sedangkan Sri Baginda sadar sepenuhnya, apa saja
yang akan dilakukan oleh Pangeran Singa Narpada. Bahkan
ia telah menjadi sangat cemas akan nasib Pangeran Lembu
Sabdata yang telah diserahkan oleh Pengeran Singa
Narpada" Akhirnya para Senapati muda di Singasari itupun telah
mengambil satu pendapat, bahwa Pengeran Singa Narpada
harus segera dibebaskan, meskipun harus dengan pesanpesan
untuk membuat pertimbangan-pertimbangan yang
cermat atas tindakan-tindakannya.
"Jika Sri Baginda di Kediri masih berpegangan kepada
pendiriannya untuk menahan Pangeran Singa Narpada
sebagai imbanganpenahanan Pangeran Lembu Sabdata
serta usaha untuk mengekang tindakan kekerasan yang
berlebihan, maka Pangeran Kuda Permatilah yang akan
melakukan langkah-langkah yang keras, bahkan tanpa
merasa harus bertanggung jawab kepada siapapun juga.
Sedangkan Pangeran Singa Narpada masih mempunyai
kekang tanggung jawab terhadap Sri Baginda?" berkata
Mahisa Bungalan. Namun sebenarnyalah ada dugaan bahwa Sri Baginda
memang sedang mengalami keragu-raguan atas hubungan
antara Kediri dan Singasari, sehingga karena itu, maka
langkah-langkahnyapun menjadi kurang mapan.
"Itu adalah tugas wakil Sri Maharaja di Singasari untuk
Kediri" berkata Mahisa Bungalan "justru pada saat terakhir
mulai diperkecil artinya, bahkan seakan-akan telah ditarik
sama sekali" "Itulah agaknya sebabnya" berkata seorang Senapati
yang lain "dengan demikian maka ikatan antara Singasari
dan Kediri menjadi kendor"
Namun dalam pada itu, dengan nada rendah Mahisa
Bungalan berkata "Tetapi mungkin ada sebab lain yang
tidak diketahui kenapa Pangeran Singa Narpada telah
ditahan justru saat Pangeran itu telah menyerahkan
Pangeran Lembu Sabdata. Para Senapati itupun. mengangaguk angguk. Namun
mereka telah mempunyai satu rumusan yang akan mereka
ajukan kepada Sri Maharaja di Singasari untuk mengatasi
kemelut di Kediri dengan usaha mengatasi korban sekecilkecilnya.
Namun bagaimanapun juga, korban yang akan
jatuh tentu tidak akan dapat dihindarkan sama sekali.
Demikianlah, maka para Senapati itu telah
menyampaikan pendapat mereka langsung kepada Sri
Maharaja, karena mereka berpendapat bahwa persoalannya
harus lebih cepat diselesaikan.
Ternyata Sri Maharaja telah mempertimbangkan
persoalan itu dengan sungguh-sungguh. Dipanggilnya para
pemimpin dan orang-orang yang dianggapnya akan dapat
memberikan pertimbangan, termasuk Mahisa Agni dan
Witantra. "Tidak ada pilihan lain Sri Maharaja" berkata Mahisa
Agni "hamba berpendapat, bahwa jalan itu adalah jalan
yang paling baik. Namun demikian, apabila dalam
pelaksanaannya terdapat kemungkinan-kemungkinan lain,
maka segalanya akan dapat diperhitungkan sesuai dengan
perkembangan keadaan"
Sri Maharaja di Singasari itu merenung sejenak.
Memang agaknya tidak ada jalan lain bagi Kediri untuk
memberikan kesempatan kepada Pangeran Singa Narpada,
namun dengan pesan, bahwa yang dihadapinya adalah
justru saudaranya sendiri.
"Sri Baginda di Kediri sudah mengenal dengan baik sifat
Pengeran Singa Narpada" berkata salah seorang Senapati
"sehingga menurut laporan petugas sandi, Sri Baginda di
Kediri menganggap bahwa pengakuan Pangeran Lembu
Sabdata itu disebabkan karena tindak kekerasan Pengeran
Singa Narpada" Sri Maharaja di Singasari itupun mengangguk-angguk.
Kemudian katanya "Jika demikian, maka aku akan segera
mengirimkan utusan ke Kediri. Kecuali mengamati secara
langsung perkembangan di Kediri selain petugas sandi yang
sudah ada disana, maka orang yang akan aku kirimkan itu
mempunyai wewenang sebagai wakilku dan mempunyai
kekuasaan bertindak atas namaku. Karena itu, maka ia
akan membawa pertanda kerajaan bagi tugasnya"
"Jadi akan diletakkan lagi seseorang yang memegang
kekuasaan Sri Maharaja Singasari di Kediri" bertanya
seorang Senapati. "Ya" jawab Sri Maharaja "aku akan memerintahkan
Mahisa Agni dan Witantra bersama-sama. Keduanya
pernah melakukan tugas seperti ini di Kediri"
"Hamba akan menjunjung tinggi segala titah" jawab
Mahisa Agni "namun sekarang hamba sudah terlalu tua.
Meskipun demikian, hamba akan melakukannya sejauh
kemampuan hamba" Sri Maharaja mengangguk-angguk. Lalu katanya
"Berangkatlah dengan segera. Mungkin kehadiran kalian di
Kediri ada manfaatnya. Kalian akan dapat membawa
pasukan kecil untuk mengawal perjalanan kalian. Tetapi
jika diperlukan, maka kalian akan dapat memanggil
pasukan seberapa saja kalian perlukan. Mungkin kalian
benar, bahwa dengan menunjukkan kekuatan yang besar,
justru akani bermanfaat untuk memadamkan sama sekali
usaha perlawanan Pangeran Kuda Permati. Namun segala
sesuatunya terserah kepada pengamatan kalian. Bagiku
sebaiknya Kediri dapat mengatasi persoalan ini dengan
kekuatan yang ada di Kediri sendiri, agar tidak ada kesan,
bahwa Singasari telah melakukan penindasan. Apalagi jika
hal itu dike-mukakanoleh Pangeran Kuda Permati"
Mahisa Agni dan Witantra, dua orang tua yang memiliki
pengalaman yang sangat luas, meskipun karena ketuaan
mereka, maka mereka sudah tidak lagi setangkas
sebelumnya, merasa mendapat beban yang berak Tetapi
sebagai seorang yang selama hidupnya pengabdian dirinya
kepada keyakinan dan kepentingan sesama, maka
betapapun beratnya tugas itu bagi orang setua umurnya,
maka keduanya tidak akan mengelak.
Meskipun demikian, Mahisa Agni masih mengajukan
satu permohonan "Sri Maharaja, apabila berkenan, hamba
mohon Mahisa Bungalan akan ikut bersama hamba,
memimpin pasukan kecil yang akan mengawam hamba
pergi ke Kediri" Sri Maharaja mengangguk-angguk. Katanya "Aku tidak
berkeberatan. Bawalah Mahisa Bungalan dengan sepasukan
prajurit terpilih. Mudah-mudahan perjalanan kalian tidak
terganggu oleh pihak manapun juga, terutama pihak-pihak
yang menentang ujud kesatuan Singasari sekarang ini"
Demikianlah, maka sesuai dengan perintah Sri Baginda,
maka Mahisa Agni dan Witantrapun segera berkemas,
sementara Mahisa Bungalan telah menyiapkan pasukan
berkuda yang akan menemani Mahisa Agni dan Witantra
ke Kediri. Namun dalam pada itu, Mahendra yang mendengar
akan keberangkatan anaknya ke Kediri menyertai Mahisa
Agni dan Witantra, sempat menemuinya untuk
memberikan beberapa pesan.
"Mungkin adikmu berada di Kediri" berkata Mahendra
"karena itu, mudah-mudahan kau dapat bertemu dengan
mereka" "Aku melakukan tugas yang cukup berat. Tetapi mudahmudahan
aku mendapat waktu untuk menemukan mereka,
jika memang mereka berada di Kediri" jawab Ma bisa
Bungalan "keduanya sedang memanjat pada umur -umur
yang memungkinkan mereka ingin melakukan
pengembaraan. Karena itu, maka ada kemungkinan bahwa
keduanya justru sudah berada ditempat lain"
"Mungkin. Tetapi jika kau bertemu dengan kedua adik
mu, maka berilah mereka petunjuk dalam suasana kemelut
di Kediri" berkata ayahnya kemudian.
"Baiklah ayah" jawab Mahisa Bungalan "Aku akan
berusaha" Mahendra mengangguk-angguk. Kepada Mahisa Agni,
Witantrapun ia berpesan, apabila mereka bertemu Mahisa
Murti dan Mahisa Pukat, agar mereka memberikan
petunjuk-petunjuk bagi keselamatan kedua anak muda itu.
Demikianlah, setelah semua persiapan selesai, maka
01 Hijaunya Lembah Hijaunya Lereng Pegunungan Karya Sh Mintardja di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Mahisa Agni dan Witantrapun telah berangkat ke Kediri
dengan sepasukan prajurit. Lengkap dengan pertanda
kebesaran Singasari karena Mahisa Agni dan Witantra
tengah mengemban limpahan kuasa Sri Maharaja di Kediri.
Perjalanan pasukan itu memang menarik perhatian. Baik
orang-orang Singasari, maupun kemudian orang-orang
Kediri. Namun dengan cepat mereka telah menghubungkan
kedatangan pasukan itu dengan peristiwa-peristiwa yang
telah terjadi di Kediri. Tetapi pasukan itu terlalu kecil untuk dikatakan, bahwa
Singasari telah datang untuk menindas pemberontakan di
Kediri. Pasukan itu hanya terdiri dari beberapa orang
prajurit berkuda meskipun dalam sikap sebagaimana
pasukan yang membawa pertanda kuasa Sri Maharaja, dan
sekedar melindungi kedua orang yang datang atas nama Sn
Maharaja itu. Kedatangan Mahisa Agni dan Witantra di Kediri
memang telah disampaikan lebih dahulu kepada Sri
Baginda di Kediri. Sebenarnya Sri Baginda di Kediri tidak
mengharapkan sama sekali kehadiran mereka. Namun Sri
Baginda di Kediri tidak akan dapat menolak.
Tetapi ketika Sri Baginda menyadari bahwa pasukan
Singasari yang datang dalam jumlah yang sangat kecil,
maka mengertilah Sri Baginda di Kediri, bahwa Singasari
masih tetap bertindak dengan bijaksana.
"Ternyata dugaanku salah" berkata Sri Baginda
"Singasari tidak datang dengan pasukan segelar sepapan
untuk menindas Kediri"
Sementara itu, petugas sandi Pangeran Kuda Permati
yang berada di Kota Rajapun melihat pasukan itu. Hanya
sekelompok kecil. Karena itu, maka mereka tidak akan
dapat mengatakan bahwa pasukan itu merupakan pasukan
yang dengan sengaja dikirim oleh Singasari justru pada saat
terjadi kemelut di Kediri dan memanfaatkan keadaan itu
untuk kepentingan Singasari.
Namun dengan demikian, maka Pangeran Kuda Permati
justru merasa bahwa geraknya tidak akan banyak
terganggu. Usahanya untuk menghimbau kekuatan dan
membalas sakit hatinya terhadap Panji Sempana Murti
masih akan tetap dilakukannya.
"Justru pada saat orang-orang Singasari itu ada disini"
berkata Pangeran Kuda Permati "Aku merasa harus
melihat, bahwa aku memiliki kekuatan yang cukup besar
untuk menghancurkan para penjilat itu, dan bahkan
menghancurkan pasukan Singasari apabila mereka berani
datang ke Kediri" Demikianlah maka Mahisa Agni dan Witantra yang
datang di Kediri itu tidak langsung diterima oleh Sri
Baginda. Mereka dengan pasukan kecilnya telah
ditempatkan dise-buah istana yang memang khusus
diperuntukkan bagi para tamu yang dihormati.
Namun untuk menjaga hal-hal yang tidak dikehendaki,
justru pada saat utusan Sri Maharaja itu berada di Kediri,
maka Sri Baginda telah memerintahkan sejumlah petugas
sandi untuk selalu mengawasi, bahwa tidak akan terjadi
sesuatu dengan sekelompok orang-orang Singasari itu.
Bahkan di sebuah barak prajurit Kediri, Sri Baginda telah
memerintahkan untuk mempersiapkan prajurit-prajurit itu
untuk dapat bergerak setiap saat.
Sri Baginda merasa bertanggung jawab atas keselamatan
orang-orang Singasari itu selama mereka berada di Kediri.
Bahkan di perjalanan. Tetapi menurut perhitungan Mahisa Agni dan Witantra,
orang-orang Kediri, meskipun Pangeran Kuda Per mati
sekalipun tidak akan mengganggunya, karena jika mereka
berbuat demikian sehingga terjadi bencana atas pasukan itu,
maka Kediri tentu benar-benar akan menjadi parah ka rena
tindakan yang akan diambil oleh Sri Maharaja di Singasari.
Pada saat yang demikian, justru telah timbul pikiran di
hati Pangeran Kuda Permati untuk menunjukkan
kekuatannya kepada orang-orang Singasari. Pangeran Kuda
Permati ingin mengatakan, bahwa langkahnya bukannya
tidak mendapat dukungan dari orang-orang Kediri. Karena
itu, maka dengan beberapa orang Senapatinya ia telah
membicarakan satu rencana yang akan dapat menarik
perhatian. "Semua orang laki-laki akan ikut bersama kita" berkata
Pangeran Kuda Permati. "Bagaimana jika Panji Sempana Murti juga melakukan
hal yang sama" bertanya seorang Senapatinya.
"Dengan diam-diam kita panggil semua prajurit kita yang
tersebar" berkata Pangeran Kuda Permati "kemudian kita
mulai bergerak dari perbatasan sebelah Utara. Justru pada
saat Panji Sempana Murti belum siap menghadapinya. Kita
akan melintasi daerah kuasanya dengan kekuatan penuh.
Dengan tidak mengulangi kebodohan pasukan kita yang
dihancurkan itu, maka kita akan dapat memberikan kesan,
bahwa kita memang kuat. Kemudian kita akan melewati
daerah perbatasan Barat dan Selatan. Tanpa mengadakan
benturan kekuatan, kita sudah akan dapat menyatakan
kepada orang-orang Singasari, bahwa pasukan kita memang
kuat. Prajurit kita yang besar cukup banyak, sementara
semua laki-laki yang berpihak kepada kita akan kita bawa
serta sebagaimana para, prajurit dengan sikap prajurit pula.
Dengan tanda-tanda yang memberikan kesan kebesaran
Kediri maka kita akan memaksa Singasari untuk berpikir"
Beberapa orang Senapati Pangeran Kuda Permati
menyetujui rencana itu. Tetapi beberapa orang lainnya
meragukannya, karena mereka yakin, bahwa beberap orang
Perwira Kediri yang, termassuk Panji Sempana Murti tentu
tidak akan tinggal diam. Mungkin mereka tidak akan
dengan langsung menghadapi seluruh kekuatan Pangeran
Kuda Permati yang akan dikerahkan. Tetapi pada saat lain,
merekapun akan dapat berbuat sama. Bahkan mungkin
akan dapat timbul benturan-benturan lain yang mengerikan
bagaimana pernah terjadi. Tetapi mereka yang tidak
sependapat dengan Pengeran Kuda Permati itu merasa
segan memberikan pendapatnya untuk menolak rencana
itu. Meskipun demikian Sri Baginda tidak tergesa-gesa
menentukan sikap. Ternyata Sri Baginda masih
memerlukan pendapat pada penasehatnya.
Karena itu maka kemudian katanya "Baiklah. Aku akan
mengadakan pembicaraan dengan beberapa orang yang aku
anggap dapat memberikan petunjuk kepadaku. Baru
kemudian, aku akan menentukan sikap yang paling baik
yang dapat aku lakukan menghadapi persoalan ini. Mudahmudahan
aku tidak perlu mengganggu kesibukan para
petugas di Singasari, karena aku bertekad untuk
menyelesaikan persoalan yang timbul di Kediri ini atas
dasar perkembangan keadaan di Kediri pula"
"Terima kasih Sri Baginda. Demikian pula yang
dikehendaki oleh Sri Maharaja di Singasari. Kedatangan
kami disini adalah sekedar memberikan pendapat dan
barangkali bantuan apapun jika diperlukan. Hanya jika
diperlukan" Dengan demikian, maka Sri Bagindapun minta kepada
Mahisa Agni dan Witantra untuk menunggu, setelah Sri
Baginda berbicara dengan beberapa orang penasehatnya.
Pada malam hari, Sri Baginda memang telah memanggil
beberapa orang yang dianggapnya mampu memberikan
pertimbangan kepadanya tentang perkembangan keadaan di
Kediri berhubung dengan sikap Pangeran Kuda Permati.
Memang ada beberapa pendapat yang berbeda. Tetapi
ternyata bahwa pada umumnya mereka tidak dapat
menutup kenyataan, bahwa Pangeran Kuda Permati telah
melangkah terlalu jauh. Ia tidak saja berdiri diatas
keyakinannya tentang hubungan antara Kediri dan
Singasari, tetapi ternyata Pangeran Kuda Permati telah
mengambil langkah-langkah yang kurang terpuji.
"Sebenarnyalah bahwa Pengeran Kuda Permati telah
menakut-nakuti rakyat dibeberapa Kabuyutan dan
merampas milik mereka" berkata salah seorang diantara
para penasehat Sri Baginda "apalagi, satu hal yang sangat
berbahaya bagi masa depan, adalah usaha untuk
melumpuhkan Singasari dengan cara yang sangat tercela.
Dengan bantuan banyak pihak, bahkan tanpa memandang
sifat dan watak seseorang, Pangeran Kuda Permati telah
memerintahkan untuk menebangi hutan di lereng-lereng
bukit terutama yang menghadap ke Kota Raja Singasari,
dengan harapan bahwa Singasari lambat laun akan menjadi
lemah, sehingga akhirnya Kediri akan dapat
menghancurkannya. Sebenarnyalah bukit-bukit yang
gundul itu akan sangat berbahaya bukan saja bagi saat ini,
tetapi untuk waktu yang sangat panjang. Semakin lama
semakin parah, karena tanah akan menjadi gersang dan
bukit-bukit akan tinggal bebatuan yang kering dan gersang
tanpa dapat menyimpan air sama sekali. Banjir bandang,
tanah longsor dan dimusim kemarau air-air menjadi kering"
Sri Baginda menarik nafas dalam-dalam. Katanya "Aku
sudah mendengarnya lebih dari seribu kali"
Penasehat Sri Baginda itu mengerutkan keningnya,
sementara Sri Baginda berkata "Yang aku perlukan
sekarang, apa yang sebaiknya aku lakukan. Bukan sekedar
mengumpat-umpat, mencela dan mencari kesalahan orang
lain" Orang-orang yang hadir itu menundukkan kepalanya.
Namun seorang diantara mereka telah memberanikan diri
berkata "Baiklah Sri Baginda. Agaknya hamba mempunyai
pendapat, yang segala sesuatunya terserah kepada Sri
Baginda, apakah pendapat hamba itu dapat dipergunakan
atau tidak" "Apa pendapatmu. Tetapi aku tidak mau mendengar lagi
umpatan-umpatan yang tidak berarti sama sekali untuk
memecahkan masalah yang kita hadapi sekarang ini"
berkata Sri Baginda. "Hamba Sri Baginda" jawab orang itu "menurut
pendapat hamba, maka sebaiknya Sri Baginda memanggil
Pengeran Kuda Permati. Persoalan ini harus kita pecahkan
dengan usaha menghindari korban sejauh-jauhnya. Sri
Baginda dapat memerintahkan Pangeran Kuda Permati
untuk menghentikan langkah-langkahnya yang saat ini
tidak akan menguntungkan siapapun juga. Sementara itu,
Sri Baginda dapat menjelaskan kepada Pangeran Kuda
Permati, perlunya ketenangan yang dapat memberikan
perasaan damai kepada rakyat Kediri. Hubungan antara
Kediri dan Singasari dapat disusun berdasarkan
pembicaraan yang mapan dan dewasa. Tidak dengan cara
sebagaimana ditempuh oleh Pangeran Kuda Permati"
Sri Baginda mengerutkan keningnya. Namun kemudian
iapun bertanya "Apakah menurut pendapatmu, jika aku
memanggil Pangeran Kuda Permati, ia akan bersedia
menghadap, apalagi tahu saat ini ada baberapa orang
Singasari di Kediri"
"Jika Sri Baginda mempertanggungjawabkan
keselamatannya, maka aku kira Pangeran Kuda Permati
akan datang menghadap" jawab penasehatnya itu "Kita
berharap bahwa semua permusuhan akan dapat dihentikan.
Sementara itu, Pangeran Singa Narpadapun tidak usah
terlalu lama dibatasi geraknya, karena sebenarnya
pembatasan gerak Pangeran Singa Narpada itu karena
beralasan" "Kau ingin mengatakan bahwa aku telah bertindak tidak
adil dalam hal ini" bertanya Sri Baginda.
"Bukan maksud hamba Sri Baginda. Hamba tahu, bahwa
maksud Sri Baginda dengan membatasi gerak Pangeran
Singa Narpada adalah untuk menghindari pertumpahan
darah terlalu banyak" jawab orang itu "namun ternyata
yang terjadi pada pertempuran antara pasukan Pangeran
Kuda Permati dan Panji Sempana Murti telah merenggut
korban yang tidak sedikit di kedua belah pihak"
Sri Baginda mengangguk-angguk. Lalu katanya
"Baiklah. Aku sependapat. Aku akan memerintahkan
seseorang untuk mencari Pangeran Kuda Permati"
Demikianlah, maka setelah dianggap cukup beristirahat,
maka Sri Baginda di Kediripun telah menerima kehadiran
Mahisa Agni dan Witantra. Betapapun keseganan bergumul
didalam dadanya, namun Sri Baginda di Kediri itu tidak
akan dapat menolak kehadiran kedua orang yang membawa
pertanda kuasa Sri Maharaja di Singasari.
Setelah saling mempertanyakan keadaan masing-masing
dan lingkungannya, sebagaimana kebiasaan disetiap
pertemuan, maka pembicaraan mereka mulai menjadi
bersungguh-sungguh. Mahisa Agni dan Witantra atas nama
Sri Baginda ingin mendapatkan laporan langsung dari Sri
Baginda di Kediri. "Kami sudah mendengar beberapa peristiwa di Kediri"
berkata Mahisa Agni "tetapi kami ingin mendengar dari Sri
Baginda, atas nama Sri Maharaja"
Sri Baginda mengerutkan keningnya. Tetapi ia sadar,
bahwa ia tidak akan dapat berbohong. Singasari tentu sudah
menyebar petugas sandinya di daerah Kediri. Bahkan di
dalam pertempuran yang baru saja terjadi dengan
dahsyatnya itu, tentu hadir petugas sandi dari Singasari.
Sebenarnyalah Mahisa Murti, dan Mahisa Pukat dan
Pugutrawe melihat langsung keadaan yang mengerikan itu,
sehingga mereka dapat memberikan laporan yang terperin
ci tentang peristiwa itu.
Karena itu, maka yang kemudian dikatakan oleh Sri
Baginda adalah keadaan di Kediri yang terjadi secara
singkat. Memang ada beberapa hal yang sengaja tidak disebut,
meskipun Sri Baginda menduga, bahwa hal itu sudah
diketahui. Mahisa Agni dan Witantra mendengarkan laporan Sri
Baginda itu dengan sungguh-sungguh. Terutama mengenai
pertempuran yang baru saja terjadi, yang telah membunuh
terlalu banyak orang. "Sri Baginda" berkata Mahisa Agni kemudian
"bagaimana sikap Sri Baginda menghadapi keadaan yang
01 Hijaunya Lembah Hijaunya Lereng Pegunungan Karya Sh Mintardja di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
menjadi semakin gawat itu" Apakah Sri Baginda akan
membiarkan peristiwa ini semakin berlarut-larut" Aku tahu
maksud Sri Baginda. Agaknya Sri Baginda berusaha untuk
tidak memperuncing persoalan sehingga akan
menumbuhkan permusuhan yang tajam. Tetapi sekarang
Sri Baginda dapat melihat, apakah perhitungan Sri Baginda
itu tepat" Sri Baginda di Kediri itu termangu-mangu. Pertanyaan
itu terlalu sulit untuk dijawab. Tetapi memang sudah
menjadi satu kenyataan bahwa perang itu telah terjadi.
Terlalu dahsyat. Panji Sempana Murti telah
menghancurkan satu pasukan dari para pengikut Pangeran
Kuda Permati. "Bagaimana pendapat Sri Baginda?" desak Witantra. Sri
Baginda itu menarik nafas. Katanya "Ya. Perang itu
memang terlalu dahsyat. Panji Sempana Mufti ternyata
tidak dapat mengekang diri. Mungkin Pangeran Kuda
Permati selalu berpesan kepada para pengikutnya, bahwa
mereka tidak boleh bertindak melampaui batas, karena
mereka berhadapan dengan saudara sendiri. Tetapi agaknya
tidak demikian dengan Panji Sempana Murti"
"Jadi menurut Sri Baginda, yang menyebabkan
pertempuran itu menjadi sangat mengerikan adalah sikap
Panji Sempana Murti?" bertanya Mahisa Agni.
Sri Baginda itu menjadi termangu-mangu. Tetapi
sementara itu Witantra bertanya pula "Bagaimanakah kirakira
akibat dari pertempuran itu seandainya Panji Sempana
Murti tidak bertindak tegas" Apakah Sri Baginda juga
mendapat laporan bahwa Senapati yang memimpin para
pengikut Pangeran Kuda Permati itu telah mengirimkan
sebagian kecil dari pasukannya kembali ke padukuhan"
Apakah kira-kira yang akan mereka lakukan, apabila
mereka berhasil memasuki padukuhan itu?"
Sri Baginda menarik nafas dalam-dalam. Namun
kemudian katanya "Sudahlah. Jangan bertanya kepadaku
sebagai man kalian sedang mengadili aku. Katakan, apa
perintah Sri Maharaja. Aku mengerti, bahwa Sri Maharaja
tidak akan mengambil jalan kekerasan. Karena itu, pasukan
yang dikirim bersama kalian tidak lebih dari sekelompok
pengawal dari pasukan berkuda. Tetapi agaknya kalian
memang membawa perintah dari Sri Maharaja"
Tetapi Mahisa Agni menggeleng. Katanya "Tidak ada
perintah khusus. Kamilah yang mendapat perintah untuk
datang sebagai wakil Sri Maharaja. Kami harus melihat,
suasana di Kediri, kemudian atas dasar keadaan itulah;
maka kami akan berbicara dengan Sri Baginda untuk
mencari jalan keluar"
Sri Baginda memandang Mahisa Agni dan Witantra
berganti-ganti. Tiba-tiba saja ia bertanya "Bukankah kalian
telah melihat, dan sebelumnya mendengar laporan tentang
Kediri" Jika demikian, apakah kalian mempunyai petunjuk
yang akan dapat aku pertimbangkan?"
"Sri Baginda" berkata Mahisa Agni "para petugas sudah
mempelajari keadaan di Kediri ini dengan seksama. Kami
mempunyai beberapa jalur laporan tentang keadaan di
Kediri. Ternyata bahwa sulit bagi Sri Baginda untuk
mengekang gejolak perasaan Pangeran Kuda Permati"
Sri Baginda mengerutkan keningnya. Namun iapun
kemudian bertanya "Tuduhan itu dapat kami mengerti,
karena menurut penilaian Singasari, Pangeran . Kuda
Permati memang menentang kekuasaan Singasari di
Kediri" "Ya" jawab IMahisa Agni tegas "Bagaimana sikap Sri
Baginda sendiri" Bahwa Sri Baginda telah menangkap
Pangeran Singa Narpada, ternyata telah, menumbuhkan
pertanyaan dihati kami"
Sri Baginda di Kediri tidak segera menjawab. Tetapi
pertanyaan itu memang sudah diduga akan diucapkan oleh
utusan Sri Maharaja di Singasari itu.
Namun kemudian Sri Baginda itu berkata "Aku kira
laporan tentang hal itu sudah sampai di Singasari. Sehingga
dengan demikian Singasari dapat mengambil kesimpulan,
kenapa aku menangkap Pangeran Singa Narpada"
"Laporan tentang penangkapan itu memang sudah kami
terima justru pada saat Pangeran Singa Narpada
menghadapkan Pangeran Lembu Sabdata" jawab Mahisa
Agni "tetapi karena kami tidak mengerti maksud Sri
Baginda maka kami merasa perlu untuk bertanya"
Sri Baginda termangu-mangu sejenak. Namun kemudian
katanya "Baiklah. Jika kalian ingin tahu alasanku.
Sebenarnya Pangeran Singa Narpada tidak bersalah dalam
hubungannya dengan tertangkapnya Pangeran Lembu Sab
data. Tetapi cara yang dipergunakannya untuk menda
patkan keterangan tentang persoalan yang ingin
diketahuinya, selalu disertai dengan kekerasan. Ia selalu
memaksa orang lain untuk mengatakan sebagaimana di
kehendaki" "Apakah hal itu dilakukannya juga atas Pangeran Lembu
Sabdata?" bertanya Mahisa Agni.
"Pangeran Singa Narpada tidak akan dapat
meninggalkan cara itu" jawab Sri Baginda "selanjutnya, jika
ia tidak dibatasi geraknya, maka ia tentu akan melakukan
satu tekanan yang.tidak terkendali atas Pangeran Kuda
Permati. Mahisa Agani mengangguk-angguk, sementara itu
Witantralah yang bertanya "Sri Baginda. Apakah usaha Sri
Baginda membatasi gerak Pangeran Singa Narpada berhasil
menghindari benturan kekuatan di Kediri?"
Sri Baginda menarik nafas dalam-dalam. Pertanyaan itu
terulang kembali, dan iapun mengalami kesulitan untuk
menjawabnya. Tetapi kenyataan telah terjadi. Perang yang
dahsyat itu tidak dapat dihindari. Ternyata selain Pangeran
Singa Narpada, maka Panji Sempana Murtipun telah
bertindak sebagaimana mungkin dilakukan oleh Pangeran
Singa Narpada. "Sri Baginda" berkata Witantra "Kami dapat mengerti
usaha Sri Baginda untuk menghindari korban yang
berlebihan. Tetapi jika hal Itu terjadi pada kedua belah
pihak. Pada saat Sri Baginda membatasi gerak Pangeran
Singa Narpada, Pangeran Kuda Permati berusaha
membatasi geraknya sendiri. Tetapi yang terjadi adalah
tidak demikian. Ketika Sri Baginda membatasi gerak
Pangeran Singa Narpada, maka justru saat itu dipergunakan
sabaik-baiknya oleh Pangeran Kuda Permati untuk
memperkuat diri. Mengumpulkan kebutuhankebutuhannya,
terutama yang bersangkutan dengan gerak
pasukan. Namun yang parah, kebutuhan-kebutuhan itu
telah diambil dari lingkungan rakyat yang hidupnya sudah
sulit. Tentu Sri Baginda pernah mendapat laporan, bahwa
Pengeran Kuda Permati telah memerintahkan untuk
merampas kuda yang ada di Ka-buyutanterutamadi
perbatasan Utara. Tentu daerah itu bukan satu-satunya
daerah yang mengalami nasib buruk.
Setelah ia berhasil melakukan di daerah itu, maka ia
tentu akan melakukannya didaerah lain. Namun ternyata
yang memangku jabatan Panglima didaerah perbatasan itu
adalah Panji Sempana Murti, sehingga dengan kekuatan
yang ada telah melawan tindakan sewenang-wenang, bukan
dilakukan oleh Pangeran Singa Narpada, tetapi dilakukan
oleh Pangeran Kuda Permati. Bahkan Pangeran Kuda
Permati dengan terbuka telah menyatakan sikapnya
terhadap Singasari. Jadi bukan sekedar khayalan Pangeran
Singa. Narpada dan dengan kekerasan memaksa Sabdata
menyebut namanya. Sri Baginda mengerutkan keningnya.
Tetapi sebenarnyalah bahwa Pangeran Kuda Permati
memang sudah menyatakan sikapnya itu kepada rakyat
yang telah dipengaruhinya.
Sementara itu, Mahisa Agnipun berkata "Sri Baginda,
selain sikap Pangeran Kuda Permati, apa pendapat Sri
Baginda dengan usaha beberapa pihak yang berada di
sekitar Singasari menebangi hutan di lereng-lereng bukit"
Sri Baginda mengerutkan keningnya. Dengan sungguhsungguh
ia bertanya "Apa maksud kalian?"
"Usaha untuk menghancurkan Singasari perlahan-lahan,
dengan banjir, tanah longsor dan kekeringan. Baru
kemudian akan datang pasukan prajurit yang tinggal saja
Singasari yang sudah menjadi sangat lemah" jawab Mahisa
Agni. Sri Baginda termangu-mangu sejenak. Namun kemudian
katanya "Aku juga pernah mendengar laporan"
"Dan Sri Baginda tidak menaruh perhatian apalagi
mengambil satu tindakan" bertanya Witantra.
"Aku ingin meyakinkan lebih dahulu" jawab Sri
Baginda. "Ternyata bahwa urutan persoalan berpusar pada
Pangeran Kuda Permati. Bukan sekedar fitnah" desak
Mahisa Agni. Sri Baginda menarik nafas dalam-dalam. Sebenarnya
orang lain tidak perlu mengatakan kepadanya tentang hal
itu. Sri Baginda di Kediri itu sudah mendapatkan banyak
bahan untuk mengambil kesimpulan yang demikian.
Namun ternyata bahwa ada sesuatu yang kurang
dikenalnya sendiri bergejolak didalam hatinya. Namun
ketika ia berhadapan dengan utusan Sri Maharaja di
Singasari, maka rasa -rasanya ia ingin menyembunyikan
perasaan itu. Namun kemudian Sri Baginda itu berkata kepada diri
sendiri "Tetapi semuanya belum terlanjur. Masih ada jalan
untuk memperbaiki" Sementara itu Mahisa Agnipun berkata "Sri Baginda,
selain sikap Pangeran Kuda Permati apa pendapat Sri
Baginda dengan usaha beberapa pihak yang berada di
sekitar Singasari memebagi hutan di lereng-lereng bukit"
Dengan demikian, maka Sri Baginda telah melakukan
sebagaimana dikatakannya. Seorang telah mendapat tugas
dengar, pertanda kuasa Sri Baginda di Kediri untuk
mencari, menemukan dan kemudian memanggil Sri
Baginda untuk datang menghadap.
Tunas untuk menemukan Pangeran Kuda Permati
bukanlah tugas yang mudah. Sri Baginda yang memang
menugaskan hanya seorang, agar tidak menimbulkan
banyak persoalan di sepanjang jalan itu, berharap bahwa
dalam waktu yang tidak terlalu lama, Pangeran Kuda
Permati telah datang menghadap.
Jarak yang ditempuh petugas itu memang tidak terlalu
jauh. Menurut dugaan, Pangeran Kuda Permati berada di
luar Kota Raja di daerah perbatasan sebelah Utara, daerah
yang berada dibawah pengawasan pasukan yang dipimpin
oleh Panji Sempana Murti dan yang sebagian lagi berada di
perbatasan sebelah Barat. Namun yang telah menunjukkan
kegiatannya adalah yang berada di daerah Utara, sehingga
banyak orang yang menduga, bahwa Pangeran Kuda
Permati memang berada di daerah Utara.
Orang yang mendapat tugas untuk menemukan
Pangeran Kuda Permati itu telah berusaha untuk menyusup
ke daerah yang berada di bawah pengaruh Pangeran Kuda
Permati. Orang itu sama sekali tidak merahasiakan dirinya.
Kepada orang-orang yang dianggapnya mempunyai
pengaruh didaerah itu, ia menunjukkan pertanda kuasanya
agar orang itu tidak ragu-ragu untuk menunjukkan, dan
kemudian mempertemukannya dengan Pangeran Kuda
Permati. Ternyata bahwa dengan pertanda itu, utusan Sri Baginda
itu memang mendapatkan kepercayaan. Seseorang yang
pernah melihat pertanda kuasa Sri Baginda itu telah
melaporkan kepada Pangeran Kuda Permati, bahwa
seseorang telah mencarinya dengan membawa pertanda
kuasa Sri Baginda. "Untuk apa?" bertanya Pangeran Kuda Permati.
"Aku tidak tahu Pangeran. Tetapi malam ini ia berada di
banjar padukuhan. Ia telah menemui beberapa orang
dengan menunjukkan pertanda itu, dengan harapan akan
dapat bertemu dengan Pangeran dalam waktu singkat"
berkata orang yang melaporkannya itu.
"Apakah bukan sekedar satu jebakan" bertanya
Pangeran itu. "Semula kami juga berpikir demikian. Tetapi metelah
kami adakan mengamatan, maka tidak ada pasukan siapapun
juga di sekitar daerah ini" berkata orang yang
melaporkan itu. Pangeran Kuda Permati mengangguk-angguk. Memang
tidak banyak orang yang mengetahui tentang dirinya,
kecuali orang-orang yang mendapat kepercayaannya.
Namun dalam pada itu, Pangeran Kuda Permati masih
tetap curiga terhadap siapapun. Karena itu, maka katanya
"Jika kau yakin akan pertanda yang dibawanya, maka bawa
orang itu ke bukit Buntas. Aku akan menemuinya disa-na.
Sementara itu, adakan pengawasan yang ketat, bahwa
orang itu tidak akan menjebakku. Kau jangan menyebut
dimana aku menunggu sebelumnya"
Dengan demikian, maka pertemuan dengan Pangeran
Kuda Permati itupun segera diatur. Pangeran Kuda Permati
akan menunggu utusan yang membawa pertanda kuasa Sri
Baginda itu di bukit Buntas. Bukit kecil yang tidak
mempunyai kekhususan apa-apa sebagaiman bukit-bukit
yang la-in.Ternyata bahwa utusan Sri Baginda itu
melakukan tugasnya sebagaimana dikatakannya. Seorang
diri, hanya dengan seorang kepercayaan Pangeran Kuda
Permati. Di bukit Buntas, Pangeran Kuda Permati sudah
menunggu. Sebagaiman orang yang mencarinya itu
mempergunakan ciri-ciri dan pertanda kuasa Sri Baginda di
Kediri, maka Pangeran Kuda Permatipun telah
mengenakan pakaian kebesaran seorang Pengeran di Kediri.
"Selamat datang Ki Sanak" sapa Pangeran Kuda Permati
ketika orang itu datang menghadap. Pangeran Kuda
Permati ternyata telah menerima utusan itu juga seorang
diri, dibawah sebatang pohon preh yang tumbuh di bukit
buntas itu. Utusan Sri Baginda itupun kemudian duduk diatas
01 Hijaunya Lembah Hijaunya Lereng Pegunungan Karya Sh Mintardja di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
rerumputan kering sebagaiman Pangeran Kuda Permati.
Sementara itu, orang yang telah membawa utusan Sri
Baginda itu ikut pula duduk bersama mereka.
"Apakah benar bahwa kau adalah seorang utusan dari
Sri Baginda" bertanya Pangeran Kuda Permati kemudian.
"Ya Pangeran. Aku adalah utusan Sri Baginda yang
mendapatkan pertanda kuasa Sri Baginda" jawab orang itu.
Diacukannya tanganya yang pada jari-jarinya terdapat
sebuah cincin yang memang dikenal sebagai pertanda kuasa
Sri Baginda. "Apakah kau pernah mengenal aku sebelumnya"
bertanya Pangeran Kuda Permati.
"Sudah Pangeran. Aku sudah mengenal Pangeran
dengan baik. Tetapi mungkin sekali Pangeran tidak
mengenalku" jawab orang itu.
"Jadi kau yakin, bahwa yang menerimamu sekarang ini
memang Pangeran Kuda Permati, dan bukannya orang
lain?" bertanya Pangeran itu.
"Aku yakin Pangeran, karena aku sudah mengenal
Pangeran sebagaimana aku katakan tadi jawab utusan itu.
"Baiklah. Jika kau yakin, bahwa bernama Kuda Permati
adalah aku, maka katakanlah, apakah perintah Sri Baginda,
sehingga kau bersusah payah mencari aku" berkata
Pangeran itu. Utusan itu termenung sejenak. Tetapi jika ia terpilih
untuk menemui Pangeran Kuda Permati, maka utusan itupun
tentu mempunyai kelebihan dari orang kebanyakan.
Karena itu, maka dengar, yakin ia memastikan bahwa yang
berhadapan dengan dirinya waktu itu sebenarnyalah
Pangeran Kuda Permati. Karena itu, maka untuk selanjutnya utusan itu tidak
ragu-ragu lagi. Dengan tegas ia berkata "Pangeran. Aku
mengemban perintah Sri Baginda, Pangeran Kuda Permati
dipanggil oleh Sri Baginda untuk menghadap"
"Aku?" bertanya Pangeran Kuda Permati.
"Ya. Pangeran. Ada persoalan yang ingin dike-mukakan
kepada Pangeran menanggapi keadaan terakhir di Kediri.
Sri Baginda ingin berbicara dengan Pangeran " utusan itu
menjelaskan. "Tentu bukan kehendak Sri Baginda sendiri. Ini tentu
akal licik orang-orang Singasari yang kebetulan sedang
berada di Kediri. Jika aku menghadap, maka aku tentu
akan ditangkap karena mereka sudah kehabisan akal untuk
menangkap aku. Tanpa cara yang licik begitu maka mereka
tidak akan berhasil menangkap aku" geram Pangeran Kuda
Permati. "Sri Baginda akan bertanggung jawab atas keselamatan
Pangeran" berkata utusan itu lebih lanjut.
"Aku tidak percaya" jawab Pangeran Kuda Permati.
"Apakah kepercayaan Pangeran kepada Sri Baginda
sudah larut sebagaimana kepercayaan Pangeran terhadap
orang-orang Singasari Jika demikian, maka cara Sri
Baginda menghadapi Pangeran tentu akan berlainan"
berkata utusan itu. "Apakah Baginda juga mengancam aku seperti itu"
bertanya Pangeran Kuda Permati.
"Apakah ada nada mengancam?" utusan itu ganti
bertanya "Aku hanya seorang utusan Pangeran. Segala
sesuatunya akan aku serahkan kembali kepada Sri Baginda.
Sri Baginda memerintahkan aku untuk memanggil
Pangeran. Jika Pangeran tidak bersedia datang, bukankah
Sri Baginda tentu akan mengambil cara lain?"
Pangeran Kuda Permati menggeram. Katanya "Jangan
terlalu sombong Ki Sanak. Jika kau kebetulan menjadi
seorang utusan yang membawa pertanda kuasa Sri Baginda
itu bukan berarti bahwa kau adalah Sri Baginda" Pangeran
Kuda Permati diam sejenak, lalu "bersikaplah lebih baik
terhadap aku. Kau tahu arti dari sikapku. Jika aku sudah
berani menentang Singasari itu berarti bahwa aku tidak
terikat lagi kepada siapapun juga yang berada diba-wah
pengaruh Singasari itu"
"Itukah jawaban Pangeran" bertanya utusan itu "selama
ini Sri Baginda berusaha untuk menyelamatkan rakyat
Kediri dari pertentangan yang dapat menelan jatuhnya
banyak korban. Tetapi dengan sikap Panji Sempana Murti
yang sudah kehilangan kesabaran, maka korban itu tidak
dapat dihindari lagi. Dan sikap kehilangan kesabaran itu
tentu akan segera menjalar kepada Senapati-senapati yang
lain, selain Pangeran Singa Narpada yang dibatasi geraknya
sekarang ini. Karena itulah, maka Sri Baginda memanggil
Pangeran untuk berbicara langsung. Kecuali jika Pangeran
memang sudah tidak mempunyai kepercayaan sama sekali
kepada Sri Baginda" "Kau memang orang gila" geram Pangeran Kuda
Permati" kata-katamu sangat menyakitkan hati. Kau tidak
mencerminkan sifat dan watak orang Kediri. Tetapi kaupun
telah menjadi budak orang-orang Singasari.
"Aku adalah utusan Sri Baginda yang berkuasa di Kediri.
Pangeran, sekali lagi aku menyampaikan perintah Sri
Baginda. Pangeran dipanggil menghadap untuk
membicarakan perkembangan keadaan terakhir di Kediri,
sedangkan keselamatan Pangeran akan dipertanggung
jawabkan oleh Sri Baginda. Itulah keseluruhan perintah Sri
Baginda. Aku ingin mendengar jawaban Pangeran yang
akan aku sampaikan kepada Sri Baginda"
"Gila" bentak Pangeran Kuda Permati "jika kau tidak
memakai pertanda kuasa Sri Baginda, maka aku sudah
mencekik lehermu sampai putus. Sikap dan kata-katamu
sangat menyakitkan hati. Atau kau memang memancing
suasana agar aku menolak memenuhi perintah itu"
"Tidak" jawab utusan itu "suasana ini terbentuk karena
sikap Pangeran. Aku sudah berusaha untuk berbuat sebaikbaiknya"
"Diam" potong Pangeran Kuda Permati "Aku muak
mendengar kata-katamu"
"Terserahlah Pangeran, tetapi bagaimana jawab
Pangeran" bertanya utusan itu.
Hampir saja Pangeran Kuda Permati kehilangan
kesabaran. Namun ia masih menyadari, bahwa ia sedang
berhadapan dengan utusan Sri Baginda di Kediri.
Dengan nada keras Pangeran Kuda Permati berkata
"Pergilah. Kembalilah ke Kediri"
"Dan apa yang harus aku sampaikan kepada Sri Baginda
sebagai jawaban perintah Sri Baginda" bertanya orang itu.
"Aku akan menghadap Sri Baginda atas perintah Sri
Baginda, bukan karena berhasil menakut-nakuti aku" jawab
Pangeran Kuda Permati sambil menggeretakkan giginya.
Utusan itu tidak peduli, apakah yang mendorong
Pangeran Kuda Permati menghadap. Tetapi yang penting
baginya, bagaimana ia akan menyampaikannya kepada Sri
Baginda. "Baiklah Pangeran" berkata utusan itu "Aku akan
kembali ke Kediri dan menyampaikan kepada Sri Baginda
bahwa Pangeran akan menghadap. Tetapi kapan saat yang
akan Pangeran pergunakan untuk menghadap?"
"Sekehendakku. Apa pedulimu?" jawab Pangeran itu.
Wajah utusan itulah yang kemudian menjadi merah.
Jawaban itu adalah jawaban yang tidak diduganya sama
sekali. Namun karena itu, maka jawabnya "Baiklah. Tetapi
jika karena kami tidak mengetahui saat kedatangan
Pangeran, sehingga perjalanan Pangeran terganggu,
bukanlah tanggung jawab kami. Tanggung jawab Sri
Baginda berlaku sejak Pangeran berada di istana dan
sampai saatnya Pangeran keluar dari pintu gerbang"
"Persetan" Pangeran Kuda Permati membentak "saat
aku menghadap akan aku beritahukan kepada Sri Baginda.
Tidak kepadamu" Utusan itu mengangguk-angguk. Lalu katanya "Jika
demikian maka aku mohon diri. Aku akan menyampaikan
segala jawaban Pangeran kepada Sri Baginda"
Pangeran Kuda Permati sama sekali tidak menjawab.
Dibiarkannya utusan itu bangkit dan meninggalkan
tempatnya kembali ke Kota Raja.
Demikian orang itu sampai di Kota Raja, maka iapun
langsung menghadap Sri Baginda berdasarkan pertanda
kuasnya. Dilaporkannya pertemuannya dengan Pengeran
Kuda Permati, serta kesediannya untuk menghadap.
"Pangeran akan memberitahukan, kapan Pangeran itu
akan menghadap" berkata utusan itu.
Sri Baginda megangguk-angguk. Katanya "Baiklah. Aku
akan menunggu. Namun demi pertanggungan jawabku atas
Pangeran Kuda Permati, maka pada saatnya ia akan
menghadap, maka aku akan mengirimkan beberapa orang
yang akan mengawalnya memasuki Kota Raja dan
kemudian keluar lagi dari Kota Raja"
Utusan itu tidak lagi menghiraukannya meskipun
nampaknya ia duduk sambil menundukkan kepalanya.
Tetapi didalam hati ia berkata "Terserah, apa yang akan
terjadi dengan Pangeran yang sombong itu"
Setelah mengembalikan pertanda kuasa Sri Baginda,
maka utusan itupun diperkenankan untuk meninggalkan Sri
Baginda yang kemudian dengan para pemimpin Kediri,
menentukan langkah-langkah yang akan diambil jika
Pangeran Kuda Permati benar-benar akan menghadap.
Seperti yang dikatakan oleh Sri Baginda, maka para
pemimpin di Kediri itu sependapat, bahwa kedatangan
Pangeran Kuda Permati harus di sambut di luar batas Kota
Raja, sehingga dengan demikian keselamatannya dapat
dipertanggung jawabkan pada saat Pangeran Kuda Permati
memasuki Kota Raia. Seperti yang dikatakannyai, maka sebelum menghadap
Pangeran Kuda Permati telah mengirimkan dua orang
petugasnya untuk lebih dahulu menghadap Sri Baginda,
menyampaikan maksudnya serta saat-saat yang sudah
ditentukan. "Dihari terakhir pekan ini Pangeran Kuda Permati akan
menghadap" berkata utusan itu.
"Baiklah" jawab Sri Baginda "Aku akan mengirimkan
sekelompok prajurit untuk menjemputnya di perbatasan
Barat. Mungkin agak jauh bagi Pangeran Kuda Permati,
tetapi agaknya akan lebih aman baginya, karena jika ia
berada didaerah pengawasan Panji Sempana Murti,
mungkin akan dapat menimbulkan keadaan yang kurang
menguntungkan" "Segalanya terserah kepada Sri Baginda" jawab utusan
itu. "Sampaikan kepada Pangeran Kuda Permati, bahwa
sejak di perbatasan itu sampai keperbatasan itu pula
keselamatannya aku pertanggung jawabkan" berkata Sri
Baginda. "Hamba Sri Baginda. Selanjutnya akan hamba
sampaikan kepada Pangeran Kuda Permati" jawab utusan
itu. Demikianlah, maka utusan itupun kemudian mohon diri
untuk menyampaikan pesan Sri Baginda dan seterusnya
mengatur rencana Pangeran Kuda Permati untuk
menghadap Sri Baginda di Kediri.
Pada saat yang ditentukan, maka segalanya berjalan
sebagaimana dikehendaki. Baik oleh Sri Baginda, maupun
oleh Pangeran Kuda Permati dalam pertemuan itu.
Di perbatasan, sekelompok prajurit terpilih memang
sudah menunggu, ketika Pangeran Kuda Permati yang
dibayangi oleh pasukannya mendekati perbatasan.
Selanjutnya, dengan sisa kepercayaan kepada Sri
Baginda di Kediri, maka Pangeran Kuda Permati telah
mempercayakan dirinya kepada sekelompok prajurit yang
kemudian membawanya ke istana dengan satu perintah
kepada para pengikutnya. Jika malam ini aku belum keluar
dari perbatasan, maka berarti bahwa aku telah dijebak.
Kalian tahu apa yang harus kalian lakukan. Nampaknya
pasukan Kediri di daerah Barat tidak segarang pasukan
Panji Sem-pana Murti. Tetapi itu bukan berarti bahwa kita
harus mencegah pembalasan jika aku tidak keluar dari kota
malam ini. Apa saja dapat kalian lakukan untuk membalas
dendam. Apa saja dapat kalian lakukan. Bahkan sampai
yang paling kasar sekalipun"
Perwira yang diserahi untuk memimpin pasukan selama
Pangeran Kuda Permati meninggalkan mereka itupun
mengangguk. Dengan nada dalam ia menjawab "Baiklah
Pangeran. Aku akan melakukan segala perintah Pangeran.
"Ingat, Sri Baginda telah dibayangi oleh orang-orang
Singasari. Karena itu, semua kemungkinan akan dapat
terjadi" berkata Pangeran Kuda Permati kemudian.
Perwira itu mengangguk pula.
Demikianlah maka Pangeran Kuda Permati seorang diri
bersama para prajurit dari Kediri kemudian memasuki
perbatasan Kota Raja menuju ke istana untuk menghadap
Sri Baginda sebagaimana sudah direncanakan.
Kehadiran Pangeran Kuda Permati di Kota Raja
memang menggemparkan. Beberapa orang yang
mengenalnya dengan baik terkejut melihat kehadirannya,
karena mereka sudah mengetahui apa yang dilakukannya
oleh Pangeran itu selama ini.
Tetapi yang mengherankan bagi mereka, justru Pangeran
Kuda Permati telah dikawal oleh beberapa orang prajurit
yang lengkap dengan tanda-tanda kesatuan mereka dan
tunggul kerajaan. "Apa yang telah terjadi dengan Pangeran itu" berkata
beberapa orang yang mengenalnya "Apakah Sri Baginda
akan berbicara dengan Pangeran Kuda Permati dan
memberinya pengampunan atau justru akan memenuhi
segala macam tuntutannya" Bahkan mungkin Sri Baginda
akan menyatakan diri berpihak kepada Pangeran Kuda
Permati justru pada saat beberapa orang Singasari ada di
Kota Raya?" "Jika demikian, maka akan benar-benar terjadi
pertumpahan darah. Perang yang lebih besar tidak akan
dapat dihindari lagi" sahut yang lain.
"Perang diantara saudara sendiri selamanya akan
berakibat lebih parah. Kita akan berada dalam satu
lingkungan yang sama antara kawan an lawan. Kita tidak
01 Hijaunya Lembah Hijaunya Lereng Pegunungan Karya Sh Mintardja di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
segera mengenal apakah orang yang makan bersama kita
hari ini besok tidak akan membunuh kita atau orang yang
sekarang kita kejar-kejar, justru sebenarnya orang yang
harus kita selamatkan" berkata orang yang pertama.
Namun dalam pada itu, tidak seorangpun yang mengusik
Pangeran Kuda Permati yang dikawal oleh sekelompok
prajurit pilihan dengan panji-panji pasukan dan tunggul
kebesaran. Sejenak kemudian, maka Pangeran Kuda Permati itupun
telah memasuki lingkungan istana Kediri. Dengan dada
tengadah Pangeran Kuda Permati turun dari kudanya dan
berjalan diiringi oleh para prajurit menuju ke paseban
dalam. Ternyata Sri Baginda, memang sudah menunggu.
Sejenak kemudian, maka Pangeran Kuda Permati itu telah
duduk dihadapan Sri Baginda dengan kepala tunduk.
Namun terasa bahwa sikap Pangeran Kuda Permati agak
berbeda dengan sikap orang-orang lain yang menghadap
pula pada saat itu. Bahkan diantara mereka terdapat dua
orang utusan dari Singasari. Meskipun Pangeran Kuda
Permati juga menunduk hormat, tetapi rasa-rasanya ada
sesuatu yang membuatnya merasa lebih penting dari orangorang
lain yang berada di ruang itu.
Setelah Sri Baginda menanyakan keselamatannya
sebagai suatu ucapan yang biasa dalam satu pertemuan
yang jarang terjadi, maka Sri Bagindapun telah bertanya
"Kau sudah menerima pesanku?"
"Ya Sri Baginda. Jika hamba tidak menerima pesan Sri
Baginda, maka hamba tidak akan sampai di tempat ini"
Sri Baginda mengerutkan keningnya. Sementara
beberapa orang telah berpaling kearahnya meskipun hanya
sekilas. "Baiklah Kuda Permati" berkata Sri Baginda kemudian
"Aku memang menginginkan kau hadir dalam pertemuan
ini. Aku ingin berbicara dengan beberapa orang pe mimpin
Kediri untuk mencari jalan agar peristiwa yang pahit ini
tidak berlarut-larut"
"Adalah menjadi harapan hamba Sri Baginda, bahwa
Kediri akan dapat menjadi daerah yang tenang dan damai"
jawab Pangeran Kuda Permati.
"Keinginan kita agaknya memang sama, seperti
keinginan semua orang yang hadir disini sekarang" berkata
Sri Baginda, lalu "karena itu, maka marilah kita mencari
jalan, agar masa depan yang kita hadapi akan menjamin
ketenangan dan kedamaian itu"
"Hamba akan mendengarkan titah Baginda untuk
mencapai hal itu" sahut Pangeran Kuda Permati.
"Kuda Permati" berkata Sri Baginda pula "dengan
prihatin aku telah mendengar laporan, bahwa di perbatasan
Utara telah terjadi pertempuran yang merenggut banyak
jiwa orang-orang Kediri dimanapun ia berpihak"
"Benar Sri Baginda. Hamba memang mengalami
perlakuan yang licik dari Panji Sempana Murti yang telah
menyergap dan kemudian membantai sekelompok orang
yang berpendirian sebagaimana pendirian hamba. Orangorang
itu tidak dapat dipaksa oleh Panji Sempana Murti
untuk memilih sikap yang lain, sehingga akhirnya mereka
harus menebus dengannyawanya. Memang satu peristiwa
yang sangat menyedihkan" desis Pangeran Kuda Permati.
Tetapi Sri Baginda menyahut "Jangan seperti kanakkanak
Kuda Permati. Jangan kau sangka bahwa laporan
tentang peristiwa itu tidak sampai kepadaku"
"Aku tidak akan mempersoalkan laporan yang sampai
kepada Sri Baginda. Tetapi hamba mengatakan, yang
tersirat dihati hamba. Diterima atau tidak diterima"
"Jangan terlalu kasar Kuda Permati" potong Sri Baginda
"Ampun Sri Baginda. Sebenarnyalah hamba kurang senang
dengan hadirnya orang-orang Singasari di tempat ini.
Mereka sama sekali tidak mempunyai kepentingan apa pun
dengan pembicaraan diantara kita"
"Aku menghendaki mereka hadir. Bahkan kau tidak
akan dapat menolak, siapapun yang aku undang sekarang
ini. Meskipun seandainya aku mengundang utusan dari
negeri seberang sekalipun" jawab Sri Baginda.
Wajah Pangeran Kuda Permati menjadi merah sekilas.
Namun dengan susah payah ia berusaha penahan diri.
Meskipun demikian, ia masih juga berkata "Itukah
kepentingan Sri Baginda memanggil hamba?"
Terasa jantung Sri Baginda berdenyut semakin cepat.
Dengan suara yang mulai bergetar Sri Baginda itu
menjawab "Kau adalah hamba Kediri. Kau adalah
hambaku. Kau harus mengahadap jika aku memanggilmu
untuk kepentingan apa saja"
Rasa-rasanya Pengeran Kuda Permati tidak dapat
menahan diri lagi. Ia sudah bertekad untuk mengadakan
perlawanan. Apapun yang akan dihadapinya ia sama sekali
tidak akan gentar. Juga seandainya Sri Baginda itu
mengambil keputusan yang akan dapat menjerat lehernya.
Meskipun demikian, Pangeran Kuda Permati itu masih
juga berusaha mengekang diri. Katanya "Baiklah. Sri
Baginda dapat berbuat apa saja terhadap hambanya.
Sekarang, hamba sudah menghadap"
Sri Baginda menarik nafas dalam-dalam. Tetapi suasana
telah menjadi hangat. Baik Sri Baginda, maupun Pengeran
Kuda Permati sudah tidak lagi dapat berbicara dengan hati
yang bening. Namun demikian, adalah diluar dugaan, bahwa justru
Pendekar Jembel 12 Rahasia 180 Patung Mas Karya Gan Kl Dendam Sepasang Gembel 1
terjadi kemudian. Pemberitahuan itu telah mengejutkan para prajurit yang
ada di padukuhan itu. Begitu cepatnya kawannya bertindak,
sehingga akan terjadi sesuatu yang dapat menentukan
perkembangan keadaan berikutnya.
Namun para prajurit dan anak-anak muda di padukuhan
yang baru saja ditinggal oleh pasukan Pangeran Kuda
Permati itu ternyata berusaha untuk mengimbangi keadaan.
Meskipun mereka masih berdebar-debar karena sergapan
yang tiba-tiba dari pasukan Pangeran Kuda Permati, namun
ketika mereka mendapat pemberitahuan bahwa pasukan
Panji Sempana Murti sudah siap memotong perjalanan
pasukan Pangeran Kuda Permati itu, maka hati merekapun
segera telah berkembang. Karena itulah, maka dalam, waktu yang singkat, tanpa
isyarat dan tanda-tanda dengan kentongan, maka para
prajurit yang ada di padukuhan itu bersama anak-anak
mudanya telah bersiap menghadapi segala kemungkinan.
Sementara itu, dalam waktu yang sangat sempit, para
prajurit dan anak-anak muda di padukuhan itu telah
berusaha untuk menyingkirkan perempuan dan anak-anak
ke sisi yang lebih jauh dari arah yang mungkin akan diambil
oleh pasukan Pangeran Kuda Permati untuk memasuki
kembali padukuhan itu. Namun dalam pada itu, pasukan yang lain yang lebih
besar dengan tergesa-gesa telah meninggalkan padukuhan
induk. Pasukan yang tidak dapatAbergerak secepat pasukan
berkuda. Namun karena latihan-latihan yang berat yang
pernah mereka lakukan, maka mereka dapat bergerak cukup
cepat untuk menyusul pasukan berkuda yang akan
menghentikan perjalanan pasukan Pangeran Kuda Permati
Namun perwira yang memimpin pasukan itu sadar, bahwa
jika mereka terlambat, maka pasukan berkuda yang
dipimpin langsung oleh Panji Sempana Murti itu akan
mengalami kesulitan. Tetapi dalam pada itu, pasukan-pasukan kecil lainnya
yang ada di padukuhan-padukuhan disekitar padukuhan
itu-pun telah siap pula. Bahkan mereka telah berbaris di luar
dinding padukuhan dan siap untuk memasuki bulak yang
akan menjadi ajang pertempuran, sementara yang lain
harus memasuki padukuhan untuk membantu para prajurit
dan anak-anak muda padukuhan itu apabila pasukan Kuda
Permati menarik diri untuk memasuki padukuhan itu
kembali. Dalam pada itu, ternyata kedua pasukan yang berada di
bulak, diluar padukuhan itu sudah bertemu. Pasukan
berkuda terpilih Panji Sempana Murti tidak menunggu lebih
lama lagi. Dengan garangnya mereka mulai menyerang pasukan
lawan. Karena jumlah mereka yang lebih kecil, maka Panji
Sempana Murti berusaha untuk bertempur diatas punggung
kuda. Namun medannya agak kurang menguntungkan,
meskipun dengan sedikit mengesampingkan pertimbangan
tentang kerusakan yang dapat terjadi atas ladang di bulak
.itu. Jika pasukan berkuda itu terlalu memikirkan tanaman
yang mungkin akan dirusakkan oleh kaki kuda mereka,
maka hal itu akan sangat merugikan pertempuran dalam
keseluruhannya, karena persoalannya kemudian akan
menyangkut bukan saja hidup dan mati para prajurit, tetapi
juga imbangan kekuatan antara paskan Panji Sempana
Murti dan Pangeran Kuda Permati.
Demikianlah, maka pertempuranpun segera terjadi
dengan sengitnya. Pasukan Pangeran Kuda Permati yang
tidak menduga. bhw mereka akan dihadapkan pada
sepasukan prajurit berkuda menjadi sangat marah
karenanya. Apalagi ketika mereka melihat bahwa lawan
mereka terlalu kecil, sehingga rasa-rasanya Panji Sempana
Murti menjadi terlalu sombong untuk melakukan
pemotongan perjalanan pasukannya.
"Apakah mereka tidak mendapat keterangan tentang
jumlah pasukanku" berkata perwira yang menjadi Senopati
pasukan Pangeran Kuda Permati itu
Namun dalam pada itu, pasukan yang lain yang lebih
besar ternyata sedang mendekat dengan cepat. Bahkan
ketika pertempuran itu sudah terjadi, maka pasukanpasukan
di padukuhan-padukuhan disekitar bulak itupun
mulai bergerak. Sementara itu kemarahan Senapati yang memimpin
pasukan PangeranKuda Permati itu dengan marah telah
memerintahkan sekelompok pasukannya untuk kembali ke
padukuhan yang baru saja ditinggalkannya, sebagaimana
telah diperhitungkan, dengan perintah, padukuhan itu harus
menjadi abu. Tetapi ketika sekelompok pasukan itu mendekati
padukuhan, maka merekapun terkejut pula. Dihadapannya
telah bersiap sepasukan keci prajurit dan anak-anak muda
dari padukuhan itu serta padukuhan disebelah.
"Gila" geram pemimpin kelompok itu " iblis manakah
yang telah menggerakkan mereka begitu cepat"
Namun sebenarnyalah para prajurit JPangeran Kuda
Permati itu menyadari, bahwa anak-anak. muda padukuhan
itu telah mendapat latihan-latihan tentang olah kanuragan.
Namun sampai saat terakhir, mereka menganggap bahwa
masalah itu adalah masalah yang terlalu kecil, sehingga
seakan-akan dapat mereka abaikan.
Persiapan yang tiba-tiba dan telah dilakukan setiap
padukuhan itu ternyata telah menarik perhatian Pugutrawe.
Dalam keadaan yang demikian, ia telah menutup
warungnya dan meskipun ia termasuk orang yang tidak
diharuskan, tetapi ia telah menggabungkan diri dengan
sekelompok anak-anak muda untuk pergi pula ke
padukuhan yang menjadi sasaran pasukan Pangeran Kuda
Permati. "Sayang, anak-anak itu tidak ada" berkata Pugutrawe
didalam hatinya, karena Mahisa Murti dan Mahisa Pukat
justru sedang berada di Kabuyutan lain yang menjadi alas
kekuasaan bayangan Pangeran Kuda Permati bersama Ki
Waruju. Karena tidak hadirnya kedua anak muda itu, maka
Pugutrawe sendiri ingin melihat apa yang terjadi.
Pugutrawe yang ikut bersama pasukan dari padukuhannya
yang terdiri dari beberapa orang prajurit yang ada
di padukuhan itu, kelompok yang termasuk golongan
pertama, yang terdiri dari anak-anak muda yang sudah
mendapat latihan-latihan dan mereka yang dengan suka rela
menyediakan diri untuk ikut dalam pertempuran itu.
"Yang ragu-ragu supaya keluar dari barisan" berkata
prajurit yang memimpin pasukan itu "Kita akan benarbenar
bertempur. Bukan sekedar latihan. Lawan kita adalah
prajurit-prajurit Kediri yang sebenarnya.
Namun agaknya orang-orang yang sudah terlanjur
masuk ke dalam barisan, termasuk Pugutrawe tidak
beranjak dari tempatnya. Mereka sudah dengan mantap
ikut bersama kawan-kawannya pergi ke medan.
Meskipun para prajurit masih juga memperingatkan
"Bagi yang kurang menguasai senjatanya, jangan tergesagesa
melibatkan diri. Demikianlah, sekelompok orang-orang bersenjata telah
keluar dari padukuhannya dan dengan tergesa-gesa pergi ke
padukuhan sebagaimana diberitahukan oleh seorang
penghubung. Dalam pada itu, di padukuhan yang disebutkan,
pertempuran memang telah terjadi. Sebagian dari prajurit
yang kembali ke padukuhan itu untuk menghancurkannya
sama sekali sehingga menjadi debu, telah bertemu dengan
kekuatan yang ada di padukuhan itu, dibantu oleh
kekuatan-kekuatan yang berhasil menyusup kedalamnya.
Ternyata seperti yang dibangun oleh Pangeran Kuda
Permati sendiri, prajurit-prajuritnya telah menemui keadaan
yang sama. Orang-orang yang dalam keadaan sehari-hari
mereka kenal sebagai petani, pedagang, peternak dan orangorang
kebanyakan lainnya, tiba-tiba telah membawa senjata
menghadapi sepasukan prajurit tanpa gentar.
Dengan demikian, maka pertempuran di bulak dan di
pintu gerbang padukuhan itupun menjadi semakin sengit.
Kedua belah pihak berusaha untuk dapat segera menguasai
lawannya dan mendesak mereka.
Namun pertempuran yang terjadi di bulak, ternyata
memang berat sebelah. Jumlah pasukan Pangeran Kuda
Permati memang jauh lebih banyak.
Namun Panji Sempana Murti yang memimpin sendiri
pasukannya, berusaha untuk memanfaatkan kuda mereka
sebaik-baiknya. Dengan sigap mereka datang menyerang bagaikan
gelombang, susul menyusul. Namun dengan cepat pula
mereka bergeser menjauh. Serangan-serangan beruntun dari pasukan berkuda atas
satu sisi dari pasukan Pangeran Kuda Permati yang
dipimpin oleh seorang Senapatinya dan kemudian menjauh,
telah menimbulkan persoalan tersendiri dari pasukan itu.
Tetapi karena jumlah mereka lebih banyak, maka yang
dapat dilakukan oleh pasukan berkuda itu seakan-akan
hanya rae-s-rupakan gangguan-gangguan yang tidak
menentukah, meskipun menimbulkan kemarahannya
menghentak-hentak di dada Senapati yang memimpin
pasukan Pangeran Kuda Permati itu.
Namun kemudian, Senapati yang menjadi jemu itu telah
menjatuhkan perintah, agar berusaha untuk menjebak
pasukan berkuda itu, sehingga mereka memasuki lingkaran
pertempuran lebih dalam lagi.
Tetapi pada saat yang demikian, beberapa kelompok
pasukan dari beberapa padukuhan telah mulai mendekat.
Mereka terdiri dari para prajurit dan anak-anak muda yang
belum cukup matang dalam olah peperangan. Tetapi
dengan tekad yang bulat, mereka tidak gentar menghadapi
kemungkinan-kemungkinan yang dapat terjadi kemudian
atas mereka. Namun ternyata Panji Sempana Murtilah yang menjadi
cemas melihat kehadiran mereka, justru karena lawan
terlalu kuat dan memiliki bekal ilmu kanuragan yang
cukup. Karena itu, maka iapun kemudian memerintahkan
pasukannya untuk memecah perhatian, agar pasukanpasukan
yang datang itu tidak menjadi sasaran yang terlalu
lunak bagi pasukan Pangeran Kuda Permati yang garang
itu. Sementara itu, Senapati yang memimpin pasukan
Pangeran Kuda Permati itupun melihat kedatangan
beberapa kelompok orang-orang bersenjata dari padukuhanpa-
dukuhan. Kemarahan yang tidak tertahankan, telah
mendorongnya untuk meneriakkan perintah "Hancurkan
mereka. Adalah salah mereka sendiri, bahwa mereka telah
menjerumuskan diri ke dalam kesulitan di medan yang
garang ini" Tetapi agaknya tidak semudah itu untuk melakukannya,
justru karena perhatian Panji Sempana Murti lebih banyak
tertuju kepada keselamatan mereka.
Namun, bagaimanapun juga, kehadiran kelompokkelompok
pasukan, yang kemudian semakin lama menjadi
semakin banyak itu, benar-benar mulai terasa membebani
pastikan Pangeran Kuda Permati, sehingga dengan
demikian, maka merekapun semakin lama menjadi semakin
garang. Di padukuhan yang baru saja mereka tinggalkan,
sebagian kecil dari pasukan Pangeran Kuda Permati itu
tidak segera berhasil menembus kekuatan perlawanan yang
di-Dimnin oleh beberapa orang prajurit. Bukan saja para
prajurit yang ada di padukuhan itu, tetapi juga yang berada
di padukuhan sebelah yang telah berhasil menyusup ke
dalam padukuhan itu. Para prajurit itulah yang bertempur dipaling depan,
meskipun dalam ujud yang sama dengan para penghuni
padukuhan itu. Namun sebagaimana terjadi di daerah
bayangan kekuasaan Pangeran Kuda Permati, pasukannyapun
menyadari, tentu ada di antara mereka prajurit-prajurit
yang bertugas di padukuhan-padukuhan, setidak-tidaknya
mereka yang memberikan latihan-latihan kepada anak-anak
muda di padukuhan-padukuhan itu.
Karena itu, maka prajurit itu seakan-akan telah
menghentakkan kekuatan mereka untuk memecahan
pertahanan orang-orang padukuhan itu. Mereka
mengemban tugas dari Senapatinya untuk menjadikan
padukuhan itu karang abang. Isi padepokan itu harus
menjadi abu agar hal yang serupa tidak akan terulang lagi.
Panji Sempana Murti harus menyadari kesalahan yang
telah dilakukannya, sehingga sebuah padukuhan bersama
isinya telah menjadi hancur karenanya.
Tetapi para penghuni padukuhan itu dibantu oleh
beberapa orang prajurit Panji Sempana Murti dan kekuatan
dari padukuhan sebelah yang jumlahnya menjadi lebih
banyak dari sebagian kecil pasukan lawan itu, telah
bertahan-dengan sekuat tenaga sehingga usaha lawan itu
tidak segera berhasil. Namun dalam pada itu, yang dicemaskan oleh Panji
Sempana Murti telah mulai nampak gejalanya akan terjadi
di daerah pertempuran di bulak. Para prajurit pengikut
Pangeran Kuda Permati mulai mendesak pasukan yang
datang dari padukuhan-padukuhan. Meskipun jumlah
mereka semakin lama semain banyak, namun diantara
mereka yang mampu mempergunakan senjata dengan baik
hanyalah sebagian kecil saja. Terutama para prajurit yang
memang berada diantara anak-anak muda itu.
Bahkan semakin lama pasukan Pangeran Kuda Permati
itu benar-benar menjadi semakin garang, sehingga dengan
demikian maka pasukan berkuda yang dipimpin langsung
oleh Panji Sempana Murti itu harus bekerja keras
menyelaimatkan anak-anak muda yang. datang dari
padepokan-padepokan. Namun dalam pada itu, pada saat-saat yang paling
01 Hijaunya Lembah Hijaunya Lereng Pegunungan Karya Sh Mintardja di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
mendebarkan bagi anak-anak muda yang turun ke arena,
maka sepasukan prajurit Panji Sempana Murti yang lain
telah datang menyusul. Sepasukan prajurit dalam jumlah
yang cukup, namun karena mereka bukan pasukan berkuda,
maka kedatangan mereka berjarak beberapa saat dengan
pasukan yang mendahuluinya.
Bahkan yang datang bukan saja para prajurit, tetapi juga
anak-anak muda dari padukuhan-padukuhan yang lebih
jauh dari padukuhan induk, telah mengikuti pasukan itu di
ujung belakang. Kedatangan pasukan itu telah mendebarkan jantung
pasukan lawan. Mereka memang tidak jelas, jenis pasukan
apakah yang datang itu. Apakah mereka terdiri dari anakanak
muda sebagaimana yang datang terdahulu atau bukan.
Namun ketika mereka semakin dekat, maka jelas bagi
para pengikut Pangeran Kuda Permati, bahwa yang datang
itu adalah sepasukan prajurit.
"Gila" geram Senapati yang memimpin pasukan
Pangeran Kuda Permati itu "Yang datang itu tentu sebagian
pasukan Panji Sempana Murti, yang akan membantu
pasukan berkuda yang datang lebih dahulu.
Paraprajurit Pangeran Kuda Permatipun mulai berdebardebar.
Jumlahnya memang tidak terlalu banyak. Tetapi
kehadiran mereka tentu akan memberikan pengaruh yang
besar pada keseimbangan pertempuran itu rasa-rasanya
masih saja mengalir, meskipun dalam kelompok-kelompok
kecil. Dengan demikian, maka Senapati itupun telah
memberikan perintah, bahwa perhatian terbesar harus
diberikan kepada prajurit dari pasukan Panji Sempana
Murti. Mereka tentu memiliki kemampuan sebagaimana
seorang prajurit. Karena itu, maka mereka harus diberi
perlawanan dengan sungguh-sunghuh agar mereka tidak
dapat berbuat sekehendak hati mereka di peperangan itu.
"Jangan banyak dihiraukan lagi pasukan berkuda yang
datang dan pergi itu " perintah Senapati itu "Mereka tidak
akan banyak menentukan akhir dari pertempuran ini.
Tetapi pasukan darat yang menyusul itu benar-benar harus
dihadapi dan dihancurkan sebagaimana pasukan yang lain.
Dengan demikian, maka para prajurit Pangeran Kuda
Permati itu telah bertempur semakin keras. Justru pada
saat-saat pasukan yang datang itu semakin dekat.
Untunglah bahwa diantara anak-anak muda itu terdapat
juga beberapa orang prajurit disamping pasukan berkuda
yang selalu berusaha untuk memecah perhatian pasukan
lawan. Dengan demikian maka usaha mereka untuk
menghancurkan pasukan lawan agak aapat dihambat,
meskipun akibatnya terasa pula. Beberapa orang anak muda
memang harus di angkat keluar dari arena, karena luka-luka
yang parah, sementara yang lain terpaksa berlari-lari kecil
karena senjata mereka yang terlempar dari tangan.
Namun lawan-lawan mereka yang garang sama sekali
tidak berniat untuk melepaskan seorangpun diantara
mereka. Dengan garangnya mereka berusaha memburu.
Tetapi justru pada saat yang demikian, pasukan Panji Sempana
Murti telah berlari-lari memasuki arena dalam tebaran
gelar yang sederhana, namun mendekati kelengkapan gelar
Garuda Nglayang. Dengan demikian, maka pasukan berkuda yang dipimpin
langsung oleh Panji Sempana Murti yang telah berhasil
menghentikan para prajurit Pangeran Kuda Permati itupun
telah menyibak, sementara pasukan yang sedang bertempur
di medan itu telah mendapat perintah untuk menyusup ke
belakang gelar yang telah mendekati pasukan lawan.
Melihat gelar yang meskipun sederhana tetapi memiliki
unsur-unsur gelar itu, pasukan lawan menjadi gelisah.
Mereka menghadapi pasukan berkuda dan kelompokkelompok
yang datang terdahulu sama sekali tanpa
pembentukan gelar apapun.
Ada semacam kecemasan didalam hati Senapati yang
memimpin pasukan Pengeran Kuda Permati. Jika mereka
bertempur tanpa gelar, atau bahkan dengan gelar Gelatik
Neba sekalipun akan dapat terjebak oleh gelar pasukan
Panji Sempana Murti betapapun sederhananya gelar itu.
Tetapi gelar itu memiliki unsur pengapit, unsur sayap dan
paruh. Nampaknya pasukan itu juga memusatkan kekuatannya
pada paruh, pengapit dan ujung-ujung sayapnya yang
lengkung. Namun para pengikut Pangeran Kuda Permati itu juga
terdiri sebagian besar prajurit-prajurit dan pengawal Kediri.
Karena itu, maka merekapun dengan cepat menyesuaikan
diri menghadapi lawannya.
Tiba-tiba saja maka terdengar aba-aba yang diteriakkan
oleh Senapati yang memimpin pasukan itu, sambung
bersambung dari pemimpin kelompok ke pemimpin
kelompok yang lain. Dalam pada itu, sejenak kemudian,
maka pasukan itu seakan-akan telah ditarik susut beberapa
puluh langkah. Demikian cepatnya sehingga terjadi jarak
antara kedua pasukan itu. Namun dengan sigap, para
prajurit dan pengawal yang menjadi pengikut Pangeran
Kuda Permati itu telah menyusun diri. Ketika mereka
berderap maju, maka susunan pasukannya juga telah
berujud gelar yang sederhana. Wulan Punanggal yang
mempunyai watak yang sama dengan Garuda Nglayang.
Namun pada Wulan Punanggal kekuatan pada induk
pasukan tidak dipusatkan pada paruh gelar, tetapi merata
menebar disebelah menyebelah Senapatinya. Sementara itu
ujung-ujung gelar yang runcing seakan-akan telah siap
menusuk sayap-sayap gelar pasukan lawan dan
mengoyaknya. Panji Sempana Murti sempat menyaksikan perubahan
ujud pada pasukan lawannya. Sambil menarik nafas dalamdalam
ia berdesis "Benar-benar sebuah pasukan yang
trampil" Namun pasukan Panji Sempana Murti tidak gentar
melihat kenyataan yang mereka hadapi. Beberapa saat
kemudian, mereka yang semula bertempur diatas punggung
kuda telah meloncat turun, menyerahkan kuda-kuda
mereka kepada beberapa orang dan merekapun langsung
berada di dalam gelar. Panji Sempana Murti sendirilah yang
kemudian memimpin gelar itu. Sementara ia
memerintahkan beberapa orang perwiranya untuk mengatur
pasukan-pasukan yang berdatangan dari padukuhanpadukuhan.
"Mereka berada di lapisan kedua sayap kanan dan kiri"
berkata seorang perwira. "Awasi mereka" perintah Panji Sempana Murti "jumlah
mereka cukup banyak, tetapi kemampuan mereka masih
dibawah syarat kemampuan seorang prajurit. Karena itu,
seorangpun diantara mereka jangan ada yang berada dilapis
pertama. Biarkan para prajurit menghadapi kekuatan
Pangeran Kuda Permati"
Perintah itu benar-benar ditaati oleh para pemimpin
kelompok. Anak-anak muda yang ikut dalam pasukan
itupun lelah berada dibelakang para prajurit. Mereka yang
sudah terlibat dalam pertempuran, telah menyusup
memasuki dan berada dibelakang gelar. Sementara saat-saat
pasukan lawan menyusun gelar, merupakan kesempatan
bagi anak-anak muda untuk menempatkan diri, meskipun
ada diantara mereka yang sudah terlanjur menjadi korban.
Dengan demikian, maka pertempuranpun telah
berlangsung dengan sengitnya. Kedua belah pihak
mempunyai alas kekuatan para prajurit dan pengawal dari
Kediri, sehingga dengan demikian, maka mereka
mempunyai dasar kemampuan yang seimbang.
Namun dalam pada itu, bagaimanapun juga jumlah
orang didalam pertempuran ikut menentukan. Jumlah
orang didalam pasukan Panji Sempana Murti ternyata
melampaui jumlah orang yang ada didalam pasukan lawan.
Anak-anak muda yang meskipun berada dilapis kedua dan
berikutnya, namun mereka kadang-kadang mendapat
kesempatan pula untuk bertempur. Tidak seorang lawan
seorang, tetapi mereka berusaha untuk bertempur
berpasangan. Namun karena jumlah mereka cukup banyak,
maka hal itu telah ikut menentukan keseimbangan
kekuatan. Senapati yang memimpin pasukan Pangeran Kuda
Permati mengumpat tidak habis-habisnya. Ia merasa bahwa
pasukannya telah terjebak oleh Panji Sempana Murti berani
melakukan pemotongan perjalanan mereka kembali ke
induk pasukan. "Panji yang gila itu tentu akan mendapat hukuman yang
setimpal dengan kegilaannya" geram Senapati itu.
Namun Panji Sempana Murti mempunyai perhitungan
tersendiri. Jika ia berhasil menghancurkan kekuatan itu,
maka ia sudah berhasil mengu rangi kekuatan Pangeran
Kuda Permati. Justru sebagian yang cukup besar. Dengan demikian,
maka pasukan yang tersisa tidak akan lagi sangat berbahaya
baginya dan apalagi bagi Kediri.
Karena itu, maka Panji Sempana Murti berusaha dengan
sekuat tenaganya untuk benar-benar menghancurkan
pasukan itu dan menawan sisanya jika mereka menyerah.
Tetapi jika tidak, maka apaboleh buat.
"Sikap itu adalah sikap yang paling baik" geram Panji
Sempana Murti, seorang Senapati yang dikenal sebagai
seorang Senapati yang keras, yang pada beberapa saat
terakhir, hampir kehilangan kepribadiannya. Sebenarnyalah
bahwa Pani Sempana Murti adalah seorang Senapati yang
mempunyai kepribadian yang mirip dengan Pangeran Singa
Narpada, kepribadian yang dicemaskan oleh Sri Baginda
akan dapat menimbulkan korban yang tidak terbilang.
Namun tanpa ketegasan sikap seperti yang dilakukan
oleh Panji Sempana Murti, maka suasana akan tetap tidak
menentu untuk waktu yang lama.
Dalam pada itu, maka pertempuran yang keraspun
segera terjadi. Para pengikut Pangeran Kuda Permati yang
telah menyatakan diri tidak lagi mengakui kekuasaan Singasari
atas Kediri, benar-benar telah menunjukkan sikapnya
yang tegas. Mereka menentang Singasari atau orang-orang yang
menurut pendapat mereka adalah tangan-tangan dari
kekuasaan yang tidak sewajarnya atas Kediri itu. Bagi
mereka, semua orang yang menjadi alat kekuasaan
Singasari harus dimusnakan.
Sementara itu, bagi Panji Sempana Murti, Pangeran
Kuda Permati adalah seorang pemberontak. Orang-orang
yang berpihak kepadanya adalah pemberontakpemberontak
pula. Seorang pemberontak adalah seorang
pengkhianat yang harus dibinasakan apabila mereka tidak
mau menyerah. Dengan sikap dan landasan pandangan masing-masing
tentang persoalan yang mereka hadapi, maka mereka benarbenar
telah bertempur dengan segala kemampuan yang ada
pada mereka. Kedua gelar itu saling mendesak dan saling menekan.
Setiap kali terdengar sorak yang bagaikan memecah langit.
Kemenangan-kemenangan kecil ditandai dengan sorak yang
gemuruh, meskipun sejenak kemudian lawan-lawan
merekalah yang bersorak. Sementara itu, ujung-ujung gelar pasukan Pangeran
Kuda Permati yang tajam yang mencoba mengoyak sayap
pasukan Panji Sempana Murti ternyata tidak segera
berhasil, karena sayap-sayap pasukan itu diperkuat oleh
beberapa orang perwira yang memiliki kemampuan yang
melampaui para prajurit yang lain.
Dalam pada itu, Panji Sempana Murti yang memegang
kendali gelar berada di paruh pasukan. Untuk beberapa saat
ia masih memimpin pasukannya dan belum langsung
bertempur di induk pasukan. Namun ketika ia melihat
Senapati yang memimpin pasukan Kuda Permati itu
mengamuk bagaikan harimau lapar, maka Pangeran Panji
Sempana Murtipun telah menyerahkan pengamatan dan
kendali gelar itu kepada seorang perwira yang telah
memiliki pengalaman yang cukup.
"Setan itu tidak boleh menjadi buas di lingkungan
kambing-kambing yang lemah" geram Panji Sempana
Murti. Sejenak kemudian, maka Panji Sempana Murti dengan
pedangnya yang besar telah turun menghadapi Senapati
yang sedang mengamuk itu.
"Kau kira kau satu-satunya laki-laki di medan ini" geram
Panji Sempana Murti. "Bagus" jawab Senapati itu "Aku berhadapan dengan
Panglima pasukan budak-budak Singasari di daerah
perbatasan Utara. "Aku merasa lebih terhormat menjadi budak daripada
seorang pengkhianat" jawab Panji Sempana Murti " betapa
hinanya budak-budak, tetapi ia masih mempunyai harga
diri untuk berjuang melawan pemberontakan. Nah,
sekarang menyerahlah pengkhianat. Tidak ada tempat
bagimu di tanah ini selama yang kau sebut budak bernama
Panji Sempana Murti ini masih ada"
"Setan budak yang hina" geram Senapati itu " kau
jangan berlagak sebagai seorang pahlawan. Apa artinya
sikapmu itu" Katakan kau memiliki kelebihan dari
kebanyakan orang, namun kelebihanmu justru kau
pergunakan untuk menindas kadangmu sendiri atas nama
orang-orang Singasari"
"Nalarmu memang sudah terbalik" berkata Panji
Sempana Murti "Aku melihat satu kesatuan yang besar saat
ini. Jika kita masing-masing masih berpijak kepada
kepentingan diri sendiri, maka kita akan tetap terpecah
belah dan kita akan menjadi bangsa yang paling ringkih
diseluruh muka bumi ini. Pada saat-saat kita membuka
hubungan dengan orang-orang asing yang mulai merambah
tanah ini, maka kita harus kuat, lahir dan batin, agar kita
tidak memberikan kesan sebagai anak sapi yang lemah,
yang akhirnya akan diterkam oleh harimau-harimau yang
garang dari daerah diluar rangkah"
01 Hijaunya Lembah Hijaunya Lereng Pegunungan Karya Sh Mintardja di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
"Omong kosong" geram Senapati itu "alasan yang tidak
masuk akal. Kau ingin mencari alasan untuk membela sikap
budakmu" "Persetan" geram Panji Sempana Murti "apapun yang
kau katakan, kau adalah Panglima pasukan Kediri di
daerah perbatasan Utara dengan kekancingan yang di beri
pertanda atas kuasa Seri Baginda di Kediri. Sekarang
menyerahlah, atau kau akan binasa. Aku telah mengambil
sikap yang tidak ragu-ragu. Semua pengkhianat harus
ditangkap atau dibinasakan"
-ooo0dw0oooKolaborasi 2 Website : dengan Pelangi Di Singosari / Pembuat Ebook : Sumber Buku Karya SH MINTARDJA
Scan DJVU : Ismoy o Conv erter : Editor : Raharga, Arema, Dino,
Pdf ebook : Uploader di Indozone : Din o
--ooo0dw0ooo- Jilid 018 SENOPATI itu tidak dapat menahan diri lagi. Tiba-tiba
saja ia telah meloncat menyerang dengan sebatang tombak
pendek. Panji Sempana Murti sudah bersiap. Karena itu, maka
iapun masih sempat meloncat menghindar, sehingga ujung
tombak lawannya itu sama sekali tidak menyentuhnya.
Bahkan sesaat kemudian Panji Sempana Murti masih
sempat meloncat sambil mengayunkan pedangnya yang
besar mengarah lambung. Senapati lawannya sempat bergeser sambil memutar
tombaknya. Sekejap kemudian tombak itu telah mematuk.
Tetapi Panji Sempana Murti sempai memukul kesamping.
Namun tombak itu justru terayun berputar. Tiba-tiba saja
justru landean tombak itulah yang menyerang kearah
kening Panji Sempana Murti.
Hampir saja kulit pada kening Panji Sempana Murti
terkojak oleh landean tombak yang dilapisi dengan
perunggu. Untunglah Panji Sempana Murti sempat
mengelak. Sambil merendah pada lututnya, Panji Sempana
Murti menjulurkan pedangnya keperut Senapati yang
sedang memukulnya dengan landean tombaknya itu.
Namun Senapati itupun masih sempat mengelak pula
dengan loncatan panjang. Tetapi Panji Sempana Murti
tidak melepaskannya. Iapun segera memburunya dengan
pedang terjulur. Demikianlah pertempuran diantara kedua orang itu
menjadi semakin sengit diantara gemuruhnya perang dalam
keseluruhan. Sebagaimana para prajurit didalam gelar itu, maka kedua
orang Senapati itupun telah mengerahkan segenap
kemampuan mereka untuk segera dapat mengalahkan
lawan. Dalam pada itu, di padukuhan yang baru saja
ditinggalkan oleh pasukan Pangeran Kuda Permati,
pertempuran pun terjadi dengan sengit pula. Tetapi jumlah
para prajurit pengikut Pangeran Kuda Permati jauh lebih
sedikit dari lawan mereka.
Meskipun mereka memiliki ketrampilan secara pribadi
melampau lawan-lawannya, namun bagaimanapun juga,
jumlah lawan yang banyak itu telah membingungkan
mereka. Apalagi diantara anak-anak muda itu memang terdapat
beberapa orang prajurit yang dapat mengimbangi
kemampuan lawan-lawan mereka, sehingga dengan
demikian yang sedikit itu telah memberikan kesan yang
mendebarkan bagi para pengikut Pangeran Kuda Permati.
Dengan demikian, maka sejenak kemudian, para
pengikut Pangeran Kuda Permati itu telah terdesak. Dalam
pertempuran yang keras dan garang itu, maka korbanpun
telah berjatuhan. Tidak ada lagi usaha untuk mengekang diri. Setiap
senjata yang terhunjam ditubuh lawan justru telah ditekan
agar menyentuh jantung. Anak-anak muda yang baru menginjak tataran pertama
dalam dunia kamiragan, bertempur dalam kelompokkelompok
kecil menghadapi seorang lawan, Sementara para
prajurit yang berpihak kepada mereka, menghadapi lawan
mereka seorang demi seorang.
Ada diantara mereka yang berhasil membunuh
lawannya. Tetapi ada juga diantara mereka yang terbunuh.
Anak-anak muda yang bertempur dalam kelompokkelompok
itupun ada yang terkoyak dadanya. Tetapi secara
bersama-sama mereka sempat juga membunuh lawan
mereka beramai-ramai. Bagaimanapun juga, akhirnya para pengikut Pangeran
Kuda Permati menjadi semakin terdesak. Mereka justru
bergeser semakin jauh dari padukuhan yang.harus
dibakarnya menjadi abu. Ketika beberapa orang berusaha
untuk menyusup dan memasuki padukuhan itu untuk
membakar satu dua rumah, maka ternyata mereka telah
dicegat oleh sekelompok anak-anak muda.
Bagaikan memburu bajing orang-orang itu telah
dikepung oleh beberapa orang sehingga akhirnya,
sebagaimana terjadi di peperangan yang garang dan buas,
maka tidak seorangpun diantara mereka yang sempat keluar
lagi dari padukuhan itu. Demikianlah yang terjadi diseluruh medan. Di luar
padukuhan itu dan di dalam perang gelar. Semua orang di
dalam arena pertempuran itu menjadi seperti orang
kesurupan. Demikian pula Panji Sempana Murti dan
Senapati yang memimpin para pengikut Pangeran Kuda
Permati itu. Keduanya dibekali dengan kebencian yang
menggelegak di dalam dadanya. Panji Sempana Murti
merasa sudah cukup lama ia dipermainkan oleh para
pengikut Pangeran Kuda Permati, sementara para pengikut
Pangeran Kuda Permati merasa terganggu oleh tingkah
Panji Sempana Murti yang sombong.Dalampada itu,
ternyata Mahisa Murti dan Mahisa Pukat yang berada di
tempat Ki Waruju telah mencium pula kepergian sepasukan
prajurit ke padukuhan-padukuhan sebagaimana pernah
dilakukan sebelumnya justru dari Ki Waruju. Namun ketika
ia dengan tergesa-gesa kembali, pertempuran itu sudah
terjadi. "Semua orang telah pergi ke medan" berkata beberapa
orang laki-laki yang sudah dianggap tidak lagi mampu
bertempur. Mahisa Murti dan Mahisa Pukatpun berlari-lari
pula menyusul ke medan yang garang itu. Dengan susah
payah, keduanya berhasil mendekat dan mencari
Pugutrawe yang menurut beberapa orang tetangganya telah
ikut pula bersama pasukan.
"He, demikian cepat kau kembali?" bertanya Pugutrawe
ketika kedua anak-anak muda itu menemukannya di
peperangan, karena Pugutrawe justru berada di belakang
garis pertempuran meskipun ia memegang parang yang
besar. "Aku mendengar berita tentang pasukan ini" desis
Mahisa Murti "tiba-tiba saja aku merasa gelisah. Ternyata
hal seperti ini telah terjadi"
Pugutrawe menarik nafas dalam-dalam. Katanya
"Pembantaian yang mengerikan. Kedua belah pihak tidak
lagi mengekang diri. Pertempuran ini benar-benar
merupakan neraka tempat sesama saling berbunuhan"
"Watak dari peperangan" desis Mahisa Pukat.
"Tetapi dendam dan kebencian telah membakar jantung
dari kedua belah pihak" jawab Pugutrawe.
Mahisa Murti dan Mahisa Pukat menarik nafas dalamdalam.
Benar-benar satu pertempuran yang sangat dahsyat.
"Kalian akan ikut bertempur?" bertanya Pugutrawe.
"Aku berada di belakang garis perang seperti beberapa anakanak
muda yang lain, yang hanya sekali-sekali
mengayunkan senjata mereka. Mereka yang sedikit bersombong
untuk menyentuh garis perang, kulit mereka tentu
akan terkoyak" desis Mahisa Murti "bukankah sudah ada
beberapa orang anak muda yang mencoba-coba dan
terpaksa digotong keluar arena?"
"Tetapi kalian dan mereka" berkata Pugutrawe.
"Tidak. Aku sama saja dengan mereka" jawab Mahisa
Murti. Pugutrawe tidak mendesak mereka. Tetapi ketiga orang
itu telah berada dekat dengan garis perang. Mereka
membawa senjata masing-masing, dan dalam keadaan yang
tiba-tiba merekapun telah terlibat pula dalam benturan
senjata. Namun didepan mereka para prajurit dalam
pasukan Panji Sempana Murti tengah bertempur dengan
garangnya pula. Dalam pertempuran selanjutnya, ternyata bahwa bagian
dari pasukan Pangeran Kuda Permati itu semakin lama
semakin mengalami kesulitan. Pasukan Panji Sempana
Murti dalam jumlah yang lebih besar, karena telah
dikerahkan semua pasukannya yang ada ditambah dengan
sebagian dari pasukan Pangeran Singa Narpada yang
bergabung dengan kekuatan di daerah perbatasan Utara itu,
apalagi dengan anak-anak muda dari padukuhanpadukuhan
yang seakan-akan tidak terhitung jumlahnya
karena semakin lama menjadi semakin banyak, telah
menekan pasukan lawan dengan sepenuh kekuatan yang
ada. Sementara pasukan Pangeran Kuda Permati yang
mendapat perintah untuk menjadikan padukuhan yang baru
saja mereka tinggalkan menjadi abu, mengalami keadaan
yang paling parah. Senapati yang memimpin pasukan Pangeran Kuda
Permati, sempat melihat keadaan itu meskipun ia sendiri
bertempur dengan sengitnya melawan Panji Sempana
Murti. Setiap kali prajurit Kediri dibawah pimpinan Panji
Sempana Murti itu telah bersorak-sorak bagaikan
meruntuhkan langit. Tekanan yang sangat berat telah
mendesak pasukan Pangeran Kuda Permati perlahan-lahan
surut, sehingga gelar pasukan Panji Sempana Murti
bergerak maju. Sayap-sayapnya yang tidak berhasil dikoyak
oleh ujung gelar lawan yang runcing, berusaha untuk
menguasai dan menutup ujung-ujung pasukan itu.
Korban masih terus berjatuhan diantara kedua belah
pihak. Tetapi keadaan yang sulit dari pasukan Pangeran
Kuda Permati menjadi betambah ketika pasukan kecilnya
yang diperintahkannya menghancurkan padukuhan yang
ditinggalkannya itu telah benar-benar dilumatkan oleh
lawan mereka. Yang tersisa dalam jumlah yang sangat kecil
telah berlari-lari dan bergabung pada pasukan induknya.
Sementara itu, lawan merekapun telah mengejarnya pula.
Namun demikian pasukan yang mogejar itu mendekati
arena, maka seorang perwira dari pasukan Panji Sempana
Murti yang ada diantara para prajurit yang berbaur dengan
anak-anak muda yang bertempur dipadukuhan itupun
memberikan isyarat agar anak-anak muda itu mengekang
diri. "Biarlah para prajurit yang langsung menghadapi mereka
yang sudah bergabung di induk pasukan" berkata perwira
itu "agaknya medan itu merupakan medan yang sangat
garang dan terlalu berbahaya bagi kalian"
"Kami sudah cukup mengerti apa yang kami hadapi"
berkata salah seorang anak muda.
"Kami sudah cukup mendapat latihan-latihan" sahut
yang lain. "Tetapi kalian harus melihat keganasan di medan yang
tidak mengenal apapun selain pembantaian itu" sahut
perwira itu "karena itu, jangan mencoba-coba. Dalam
medan yang ganas itu, kalian tidak akan mendapat
kesempatan untuk sekedar menjajagi ilmu-ilmu kalian.
Sekali kalian tersentuh garangnya pertempuran seperti itu,
maka kita harus menghadapi dua pilihan, membunuh atau
dibunuh. Karena itu jangan menganggap pertempuran itu
sebagai tempat bermain"
Anak-anak muda itu mulai memperhatikan kenyataan
dihadapan mereka. Sementara itu, perwira itu dan para
prajurit tidak lagi menunggu mereka. Berlari-lari mereka
memasuki medan dengan tekad seorang prajurit dengan
senjata di tangan. Kedatangan sekelompok prajurit yang meskipun
jumlahnya tidak terlalu banyak, namun karena mereka menyer
angdari arah belakang gelar, maka para prajurit yang
sekelompok kecil itu terasa benar-benar mengganggu.
Apalagi para prajurit pengikut Pangeran Kuda Permati yang
melarikan diri dari padukuhan itu dan bergabung di induk
pasukan, tidak mampu menghadapi para prajurit yang
mengejarnya. Dengan demikian, maka mereka harus mencari bantuan
dari para prajurit yang berada didalam gelar, sementara
gelar Wulan Punanggal itu sendiri sudah mulai terdesak.
Dengan demikian, maka keseimbangan pertempuran itu
menjadi semakin jelas telah menjadi goyah. Pasukan Panji
Sempana Murti akan segera menguasai keadaan.
Meskipun demikian, pertempuran itu masih tetap
merupakan pertempuran yang garang, bahkan buas. Kedua
belah pihak benar-benar tidak lagi memikirkan apapun juga
selain membunuh lawan sebanyak-banyaknya.
Sementara itu, Panji Sempana Murti masih bertempur
dengan dahsyatnya melawan Senopati yang memimpin
pasukan Pangeran Kuda Permati. Senopati yang garang itu
berusaha untuk secepatnya mengalahkan lawannya
kemudian memperbaiki keadaan pasukannya. Tetapi Panji
Sempana Murti yang mendapatkan kekuasaan untuk
memegang pimpinan pasukan Kediri di daerah, perbatasan
sebelah Utara itu, benar-benar seorang yang memiliki ilmu
yang memadai bagi seorang Panglima yang menghadapi
tugas yang cukup berat. Karena itu, maka pertempuran itu merupakan
pertempuran yang sangat dahsyat.
Pertempuran antara dua orang Senopati yang memiliki
01 Hijaunya Lembah Hijaunya Lereng Pegunungan Karya Sh Mintardja di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
ilmu yang tinggi, yang sulit dicari bandingnya, seolah-olah
tidak seorang prajuritpun yang dapat mencampurinya.
Dengan tombak pendeknya Senapati yang memimpin
para prajurit pengikut Pangeran Kuda Permati itu
mengamuk bagaikan angin pusaran yang melanda semaksemak
di padang perdu. Namun pedang Panji Sempana Murtipun berputaran dan
menggulung lawannya bagaikan prahara.
Benturan-benturan yang keras dan dahsyat tidak
terhindarkan. Agaknya keduanya memang dengan sengaja
membentur kekuatan masing-masing tanpa kekangan.
Tetapi keduanya memang memiliki kekuatan yang besar
dan mengagumkan. Sementara itu senjata merekapun
terbuat dari bahan yang terpilih. Betapapun kerasnya
benturan yang terjadi, namun landean tombak pendek yang
terbuat dari kayu berlian bersalut baja itu tidak dapat
terpatahkan. Sementara pedang ditangan Panji Sempana
Murtipun tetap dipertahankannya, meskipun kadangkadang
tombak pendek lawannya sempat mengungkit
pedang itu. Namun pedang itu tidak akan pernah terlepas
dari tangan, seakan-akan hulu pedang itu telalumenyatu
dengan telapak tangan Panji Sempana Murti.
Betapa dahsyatnya pertempuran antara kedua orang itu,
ternyata kemudian, bahwa para prajurit di kedua belah
pihak justru telah menyibak, sehingga dalam pertempuran
yang betapa dahsyatnya itu, keduanya seakan-akan terlibat
dalam satu perang tanding yang nggegirisi.
Tetapi ternyata bahwa Panji Sempana Murti, Panglima
di daerah perbatasan Utara itu, memiliki kelebihan dari
lawannya. Meskipun keduanya memiliki ilmu yang
seimbang, tetapi Panji Sempana Murti memiliki daya tahan
yang lebih besar, sehingga ketika keduanya telah
menghentakkan semua kekuatannya dan kemampuannya,
maka daya tempur Senapati yang memimpin pasukan
Pangeran Kuda Per-mati itulah yang lebih dahulu mulai
susut. Panji Sempana Murti yang memiliki pengalaman yang
sangat luas, telah mempergunakan saat-saat yang demikian
untuk mengakhiri pertempuran. Ia justru meningkatkan
serangan-serangannya. Pedangnya berputaran semakin
cepat. Kemudian menyerang dengan ayunan mendatar
yang kuat. Disusul dengan juluran ujung pedangnya yang
mematuk mengarah langsung ke jantung lawannya.
Tetapi Senapati itu masih belum mau mati. Ia sadar,
bahwa di medan yang buas itu tidak ada kesempatan lain
kecuali membunuh atau dibunuh. Karena itu, maka iapun
telah mengerahkan segala sisa kekuatannya. Ia masih
berusaha untuk mempertahankan hidupnya dan mematikan
lawannya dalam kesempatan terakhirnya.
Namun Senapati itu ternyata memang tidak mempunyai
kesempatan untuk bertahan lebih lama lagi. Panji Sempana
Murtipun sadar, jika ia ragu-ragu membunuh, maka
kemungkinan terbesar ia sendirilah yang akan mati di
peperangan itu. Karena itu, pada kesempatan terakhir, serangan Panji
Sempana Murtipun datang bagaikan amuk seekor banteng
yang terluka. Pedangnya berputar, terayun dan mematuk.
Serangan-serangannya datang beruntun susul menyusul.
Senapati yang memimpin pasukan Pangeran Kuda Permati
sama sekali tidak mendapat kesempatan untuk
membalas serangan-serangan itu. Bahkan akhirnya justru
karena tenaganya yang menyusut, setelah ia mengarahkan
segenap kekuatannya, maka kecepatannyapun mulai
menurun pula. Ketika pedang Panji Sempana Murti yang
besar itu terayun mendatar, maka dengan susah payah
Senapati itu berusaha untuk menangkisnya. Tetapi ternyata
pedang itu telah berubah arah. Mematuk dengan derasnya
kearah lambung. Senapati itu hanya sempat bergeser sedikit. Namun
ternyata kemampuan ilmu pedang Panji Sempana Murti
masih sempat menggerakkan ujung pedangnya, sehingga
lambung Senapati itupun telah terkoyak karenanya.
Senapati itu mengumpat tertahan. Tetapi ia masih
sempat berpikir. Ia melihat medan dalam keseluruhan, dan
iapun tidak mempunyai harapan. Karena itu, maka
demikian lambungnya terluka, maka iapun telah
meneriakkan satu isyarat kepada para prajuritnya.
Pada saat yang menentukan itu ternyata Panji Sempana
Murti tidak melepaskannya. Sekali lagi ia sempat
menjulurkan pedangnya, dan sekali lagi ujung pedang itu
telah mengoyak dada Senapati itu.
Namun pada saat yang demikian, isyarat itu telah
didengar oleh para prajuritnya. Isyarat yang memberi
kesempatan kepada prajurit-prajuritnya yang semakin susut
untuk meninggalkan medan.
Karena itu, pada kesempatan terakhir, serangan Panji
Sempana Murtipun datang bagaikan anak seekor binatang
yang terluka. Pedangnya berputar, terayun dan memantul.
Serangan-serangan datar beruntun susul-menyusul.
Demikianlah, pada saat Senapati itu kemudian jatuh
pada lututnya, maka medan itu telah bergejolak sejenak.
Para prajurit, pengikut Pangeran Kuda Permati telah
dengan serta merta berusaha untuk menarik diri dari
pertempuran. Mahisa Murti dan Mahisa Pukat hanya dapat menekan
dadanya melihat akibat dari pertempuran itu. Meskipun ada
juga sebagian dari para prajurit Pangeran Kuda Permati
yang lolos, namun sebagian dari mereka tidak lagi sempat
menarik nafas lebih lama lagi. Bahkan hanya beberapa
orang dalam jumlah yang kecil sajalah yang mendapat
kesempatan untuk tetap hidup setelah mereka melemparkan
senjatanya dan menyatakan diri menyerah.
Demikianlah, maka pertempuran itu telah berakhir.
Medan itu benar-benar telah menjadi neraka bagi kedua
belah pihak. Yang kalah maupun yang menang.
Namun dalam pada itu, bagaimanapun juga, sebagai
seorang Panglima, maka Panji Sempana Murti berusaha
untuk menahan diri. Dengan kesadaran seorang Panglima, maka Panji
Sempana Murti memerintahkan untuk tidak mengusik para
tawanan yang memang sudah menyerah. Betapapun
jantung bergejolak oleh kebencian dan dendam karena
kematian kawan-kawannya, namun para prajurit Kediri
dibawah pimpinan Panji Sempana Murti itupun telah
mematuhi perintah itu. Namun dalam pada itu, merupakan satu kenyataan
dihadapan Pugutrawe dan kedua anak muda yang bertugas
bagi Singasari bhw perbedaan sikap dan pendapat di Kediri
akan memungkinkan terjadinya satu pembantaian yang
mengerikan. Pertentangan antara sesama saudara justru
dapat membangkitkan satu permusuhan yang tidak
berkesudahan. Dengan jantung yang terasa berdegup semakin cepat,
Mahisa Murti dan Mahisa Pukat menyaksikan, bagaimana
para prajurit Kedidri dibawah pimpinan Panji Sempana
Murti itu membenahi diri. Selain mengurus para tawanan,
maka mereka harus mengumpulkan kawan-kawan mereka
yang terluka. Bahkan sesuai dengan sifat-sifat kesatria,
meskipun kadang-kadang tidak menarik untuk dilakukan,
merekapun harus merawat lawan-lawan mereka yang
terluka. Mengumpulkan kawan dan lawan yang terbunuh
dan menyelenggarakan mayatnya.
Demikianlah, maka saat-saat berikutnya adalah
kesibukan pasukan Panji Sempana Murti dan anak-anak
muda yang telah melibatkan diri didalam pertempuran itu.
Tangan mereka yang sudah basah oleh darah, kemudian
telah dibebani pula untuk mengangkat mayat-mayat yang
terbujur lintang di bulak.
Pematang, parit dan jalan di bulak itupun telah menjadi
merah pula. Tanaman yang tumbuh subur di kotak-kotak
sawah telah rusak terinjak bukan saja oleh kaki-kaki kuda,
tetapi juga oleh kaki-kaki prajurit yang bertempur dalam
gelar yang melebar. Mahisa Murti dan Mahisa Pukat bersama Pugutrawe
telah membantu mengumpulkan para prajurit yang terluka.
Namun peristiwa itu memang harus menjadi bahan laporan
yang terperinci kepada para pemimpin di Singasari.
"Jika Singasari masih berdiam diri atau sekedar
mengamati saja keadaan yang berlarut-larut ini, maka
semakin lama Kediri akan semakin parah dilanda oleh
permusuhan diantara mereka sendiri" berkata Pugutrawe ditelinga
anak-anak muda itu. Mahisa Murti dan Mahisa Pukat hanya dapat
mengangguk-angguk saja. Namun sebenarnya keduanya
sependapat sepenuhnya, bahwa pertempuran-pertempuran
semacam itu akan merenggut banyak jiwa prajurit Kediri
sendiri. Dalam pada itu,'Panji Sempana Murti ternyata masih
sempat merenungi keadaan. Tetapi ia benar-benar berdiri di
satu batas simpang yang sulit.
Ketika pertempuran sudah selesai, barulah ia menyadari,
betapa garangnya medan yang baru saja membakar bulak
itu. Korban yang berjatuhan dari kedua belah pihak
merupakan satu kenyataan yang sangat pahit. Namun tanpa
sikap yang tegas menghadapi Pangeran Kuda Permati,
maka kematian justru hanya akan terjadi di satu pihak saja.
Pangeran Kuda Permati akan dapat berbuat apa saja,
sementara orang lain berpikir dua tiga kali untuk melakukan
tindakan yang sama. Bagi Panji Sempana Murti tindakan yang tegas itu me
mang sangat diperlukan. Tetapi kenyataan dari pertem
puran itu telah membuat jiwanya berguncang.
"Apakah aku harus kembali pada sikapku, berdiam diri,
menunggu apa saja yang terjadi" Sementara itu rakyat akan
mengalami tekanan yang semakin lama semakin
membenahi hidup mereka karena tingkah Pengeran Kuda
Permati?" pertanyaan itu terasa tajam menusuk-nusuk
perasaan Panji Sempana Murti.
Karena itu, maka ketika semuanya telah selesai, Panji
Sempana Murti duduk di pendapa Kabuyutan bersama
beberapa orang pemimpin dari pasukannya. Sementara itu
di gandok Kabuyutan dan di banjar, orang-orang yang
terluka mendapat perawatan dari beberapa orang yang
memiliki kemampuan untuk melakukannya. Sedangkan
satu rumah khusus telah dipergunakan oleh para prajurit
Sempana Murti untuk menawan beberapa orang lawan
yang menyerah. Dengan para pemimpin pasukannya, Panji Sempana
Murti masih juga memperbincangkan pertempuran yang
baru saja terjadi, sementara dibawah lampu minyak
beberapa potong makanan masih berasap disamping
minuman yang panas dan gula kelapa.
"Pangeran Kuda Permati tentu tidak akan tinggal diam
berkata Panji Sempana Murti.
"Ya" jawab salah seorang perwira "tetapi kekalahannya
hari ini memaksanya untuk merenungi langkah-langkahnya
yang sudah dan akan diambil berulang kali. Pasukan yang
dikirimkan itu merupakan pasukan yang cukup kuat.
Kehancuran pasukan itu akan mempengaruhi kekuatan
Pengeran Kuda Permati dalam keseluruhan"
Panji Sempana Murti mengangguk-angguk. Tetapi
katanya "Dalam waktu singkat, Pangeran Kuda Permati
akan dapat memperbaiki keadaannya. Tetapi aku
sependapat, bahwa kekalahannya itu akan mempunyai
akibat yang harus dipikirkan dengan sungguh-sungguh oleh
Pangeran Kuda Permati. Mudah-mudahan ada sesuatu
yang menghambat langkah-langkahnya yang sampai saat ini
seakan-akan tidak terkendali dan yang berbahaya tidak ada
kekuatan apapun yang dirasa dapat menghalangi"
Para perwira didalam pasukan Panji Sempana Murti itu
sependapat. Tetapi agaknya memang ada dua sikap yang
agak berbeda terdapat diantara para perwira itu. Dua sikap
yang mencerminkan sikap Panji Sempana Murti.
Disuatu pihak ia memang berusaha untuk
menghancurkan pasukan Pengeran Kuda Permati sampai
orang yang terakhir, namun ia tidak dapat mengingkari satu
kenyataan, bahwa pertempuran yang baru saja terjadi telah
membunuh sekian banyak orang.
Tetapi tidak ada seorangpun yang dapat meyakinkan
pihak yang lain bahwa pendapatnyalah yang paling benar,
sebagaimana Panji Sempana Murti mendapat kesulitan
untuk nenentukan, langkah yang manakah yang paling baik
untuk dilakukan. Namun para prajurit itu sependapat, bahwa mereka sama
sekali tidak boleh lengah. Semua pihak berpendapat, bahwa
lebih baik mereka saling membantai didalam satu
pertempuran yang jujur, betapapun keras dan buasnya
daripada salah satu pihak dengan curang telah membantai
yang lain tanpa terkendali.
Karena itu, maka dalam kebimbangan, Panji Sempana
Murti masih memerintahkan pasukannya untuk berjagajaga
dan bersiap untuk setiap saat melakukan tugas mereka.
Terutama para prajurit dari pasukan berkuda.
Sementara itu, Pugutrawe telah bersiap-siap pula untuk
memberikan laporan yang akan memberi kesan
sebagaimana yang telah terjadi. Menurut pendapat
Pugutrawe, maka harus ada langkah-langkah yang diambil
oleh Singasari, untuk melerai pertikaian yang tidak
berkeputusan. Tetapi sudah tentu Singasari akan
mengambil landasan sikap, bahwa satu diantara dua pihak
yang bertempur itu menghendaki Kediri terlepas sama
sekali, bahkan sebaliknya, Kedirilah yang sepantasnya
menguasai Singasari sebagaimana pada masa Tumapel
yang terbatas sebagai satu Pakuwon. Mereka tidak rela
melihat bentuk persatuan yang ada pada saat itu, karena
Kediri justru berada dibawah naungan Singasari. Mereka
sama sekali tidak mau mendengar, jika seseorang
menjelaskan bahwa yang ada kemudian adalah Singasari
sebagai satu kesatuan dan Kediri merupakan unsur dari
kesatuan itu.
01 Hijaunya Lembah Hijaunya Lereng Pegunungan Karya Sh Mintardja di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Dalam pada itu, kekalahan pasukan Pangeran Kuda
Permati itu segera sampai kepada Pangeran Kuda Permati
sendiri. Kemarahan yang tiada terhingga telah membakar
jantungnya. Tetapi Pengeran Kuda Permati harus
menerima kenyataan itu. Pasukannya memang sudah
dihancurkan oleh Panji Sempana Murti. Sebagian dari praju
rit-prajuritnya yang terbaik telah binasa di medan
pertempuran yang garang. "Panji itu memang gila" geram Pangeran Kuda Permati.
Seperti beberapa orang Senapati yang lain, maka
Pengeran Kuda Permatipun berpendapat, bahwa Panji
Sempana Murti ternyata telah berbuat sebagaimana
mungkin dilakukan oleh Pengeran Singa Narpada. Karena
itu. maka Panji Sempana Murti bagi Pangeran Kuda
Permati adalah orang yang sangat berbahaya.
Tetapi Pangeran, Kuda Permati memang tidak segera
dapat membalas kekalahan-yang baru saja diderita. Ia harus
menghimpun kekuatan yang cukup untuk menghancurkan
Panji Sempana Murti, karena pasukannya yang baik,
sebagian telah dihancurkan dalam kelengahan yang
menurut Pangeran Kuda Permati sangat bodoh.
Dengan jantung yang bagaikan retak, Pangeran Kuda
Permati telah memanggil para Senapatinya. Dengan tegas
ia telah menjatuhkan perintah, bahwa kekalahan itu harus
ditebus. "Tetapi jangan justru mengulangi kebodohan itu" geram
Pangeran Kuda Permati. Seandainya Senopati yang bertanggungjawab
atas kekalahan itu tidak terbunuh dipeperangan,
maka ia akan mendapat hukuman yang sesuai
dengan kedunguannya itu. "Sudah sepantasnya ia menebus kebodohannya
dengannyawanya" berkata seorang Senopati.
Tetapi Pengeran Kuda Permati menyebut dengan lantang
"Itu tidak cukup. Kedunguannya telah menghancurkan
sebagian, dari pasukanku. Pasukan yang sangat aku
perlukan dalam keadaan ini. Dengar, kehancuran pasukan
itu, aku harus menghimpun kembali. Yang tersisa harus
diperkuat dengan tenaga-tenaga baru yang kurang
berpengalaman" "Tetapi kita tidak perlu cemas Pangeran" berkata salah
seorang perwiranya "dengan cepat kita akan dapat
memulihkan kekuatan pasukan kita. Yang hancur itu
sebenarnya bukan landasan kekuatan kita. Yang hancur itu
hanya sebagian kecil dari seluruh kekuatan kita"
"Kau juga bodoh" geram Pengeran Kuda Permati "Kau
kira cara untuk menutup-nutupi kenyataan seperti itu akan
bermanfaat" Kau kira berpura-pura seperti itu, kekuatan kita
benar-benar akan tumbuh" Permulaan dari kesalahan
berikutnya adalah justru pada usaha ingkar dari kenyataan
seperti itu. Menyenangkan hatinya sendiri dengan mimpi
dan kebodohan" Perwira itu mengerutkan keningnya.
Namun kemudian iapun justru tertunduk dalam-dalam. Ia
mengerti sifat dan watak Pangeran Kuda Permati, sehingga
ia tidak berani lagi untuk membantah.
Pada saat api dendam dan kemarahan membakar
Pangeran Kuda Permati dan para Senapatinya, maka berita
tentang peristiwa yang terjadi itu telah menusuk ke jantung
istana Kediri. Sri Baginda yang mendengar berita itu benarbenar
menjadi sedih. Tanpa Pangeran Singa Narpada, maka
pertempuran yang mengerikan itu telah terjadi pula. Panji
Sempana Murtilah yang telah bertindak dengan tegas.
Tetapi Sri Baginda tidak dapat memperlakukan Panji
Sempana Murti sebagaimana dilakukan atas Pengeran
Singa Narpada. Jika ia berbuat demikian justru pada saat
yang gawat itu, maka mungkin sekali terjadi, bahwa
Pangeran Kuda Permati akan melakukan balas dendam.
Dan terulang lagilah pembantaian yang ganas itu, justru
dalam keadaan yang berat sebelah.
Karena itu, maka yang dapat dilakukan oleh Sri Baginda
untuk sementara hanyalah merenung dengan hati yang
gelap. Seakan-akan tidak ada setitik sinarpun yang akan
dapat menerangi hatinya. Namun dalam pada itu, laporan tentang peristiwa di
Kediri itu sudah terbaca di Singasari. Tidak hanya dari
seorang petugas atau satu urutan jaringan. Tetapi dari
beberapa urutan nadanya hampir sama. Pada dasarnya,
keadaan seperti yang terjadi di Singasari itu tidak boleh
berlarut-larut. Dalam keseimbangan kekuatan di daerah
perbatasan sebelah Utara, maka telah terjadi benturan
kekuatan yang sangat garang. Kedua belah pihak yang
merasa dirinya lebih kuat dari yang lain membuat kedua
belah pihak tidak mau mengekang di ri. Seperti dua ekor
ayam jantan yang merasa masing-masing kuat. Maka
keduanya akan selalu bertempur tanpa henti-hentinya. Baru
jika yang seekor dian-tara mereka merasa lemah dan kalah,
maka pertarungan diantara keduanya akan berakhir.
"Hanya itulah jalan yang paling baik ditempuh pada saat
ini" berkata Mahisa Bungalan Kepada para Senapati yang
membicarakan tentang peristiwa di Kediri itu.
Beberapa orang Senapati yang mendapat tugas untuk
membahas persoalan yang tumbuh dan berkembang di
Kediri itu sependapat. Salah satu pihak harus dinyatakan
lebih kuat dari yang lain.
"Pangeran Singa Narpada harus segera dilepaskan
dengan pesan" berkata Mahisa Bungalan "Laporan-laporan
telah cukup yang menyatakan, bahwa Seri Baginda di
Kediri memang sedang bingung menghadapi sikap
Pangeran Kuda Permati. Meskipun masih diragukan, tetapi
agaknya memang ada secercah pikiran didalam dada Sri
Baginda, bahwa Pengeran Kuda Permatibukannya tidak
beralasan dalam sikap dan langkahnya. Namun iapun dapat
mengerti pula, bahwa bagi Pangeran Singa Narpada sikap
itu adalah sikap perlawanan terhadap pemimpin tertinggi di
Kediri. Sedangkan Sri Baginda sadar sepenuhnya, apa saja
yang akan dilakukan oleh Pangeran Singa Narpada. Bahkan
ia telah menjadi sangat cemas akan nasib Pangeran Lembu
Sabdata yang telah diserahkan oleh Pengeran Singa
Narpada" Akhirnya para Senapati muda di Singasari itupun telah
mengambil satu pendapat, bahwa Pengeran Singa Narpada
harus segera dibebaskan, meskipun harus dengan pesanpesan
untuk membuat pertimbangan-pertimbangan yang
cermat atas tindakan-tindakannya.
"Jika Sri Baginda di Kediri masih berpegangan kepada
pendiriannya untuk menahan Pangeran Singa Narpada
sebagai imbanganpenahanan Pangeran Lembu Sabdata
serta usaha untuk mengekang tindakan kekerasan yang
berlebihan, maka Pangeran Kuda Permatilah yang akan
melakukan langkah-langkah yang keras, bahkan tanpa
merasa harus bertanggung jawab kepada siapapun juga.
Sedangkan Pangeran Singa Narpada masih mempunyai
kekang tanggung jawab terhadap Sri Baginda?" berkata
Mahisa Bungalan. Namun sebenarnyalah ada dugaan bahwa Sri Baginda
memang sedang mengalami keragu-raguan atas hubungan
antara Kediri dan Singasari, sehingga karena itu, maka
langkah-langkahnyapun menjadi kurang mapan.
"Itu adalah tugas wakil Sri Maharaja di Singasari untuk
Kediri" berkata Mahisa Bungalan "justru pada saat terakhir
mulai diperkecil artinya, bahkan seakan-akan telah ditarik
sama sekali" "Itulah agaknya sebabnya" berkata seorang Senapati
yang lain "dengan demikian maka ikatan antara Singasari
dan Kediri menjadi kendor"
Namun dalam pada itu, dengan nada rendah Mahisa
Bungalan berkata "Tetapi mungkin ada sebab lain yang
tidak diketahui kenapa Pangeran Singa Narpada telah
ditahan justru saat Pangeran itu telah menyerahkan
Pangeran Lembu Sabdata. Para Senapati itupun. mengangaguk angguk. Namun
mereka telah mempunyai satu rumusan yang akan mereka
ajukan kepada Sri Maharaja di Singasari untuk mengatasi
kemelut di Kediri dengan usaha mengatasi korban sekecilkecilnya.
Namun bagaimanapun juga, korban yang akan
jatuh tentu tidak akan dapat dihindarkan sama sekali.
Demikianlah, maka para Senapati itu telah
menyampaikan pendapat mereka langsung kepada Sri
Maharaja, karena mereka berpendapat bahwa persoalannya
harus lebih cepat diselesaikan.
Ternyata Sri Maharaja telah mempertimbangkan
persoalan itu dengan sungguh-sungguh. Dipanggilnya para
pemimpin dan orang-orang yang dianggapnya akan dapat
memberikan pertimbangan, termasuk Mahisa Agni dan
Witantra. "Tidak ada pilihan lain Sri Maharaja" berkata Mahisa
Agni "hamba berpendapat, bahwa jalan itu adalah jalan
yang paling baik. Namun demikian, apabila dalam
pelaksanaannya terdapat kemungkinan-kemungkinan lain,
maka segalanya akan dapat diperhitungkan sesuai dengan
perkembangan keadaan"
Sri Maharaja di Singasari itu merenung sejenak.
Memang agaknya tidak ada jalan lain bagi Kediri untuk
memberikan kesempatan kepada Pangeran Singa Narpada,
namun dengan pesan, bahwa yang dihadapinya adalah
justru saudaranya sendiri.
"Sri Baginda di Kediri sudah mengenal dengan baik sifat
Pengeran Singa Narpada" berkata salah seorang Senapati
"sehingga menurut laporan petugas sandi, Sri Baginda di
Kediri menganggap bahwa pengakuan Pangeran Lembu
Sabdata itu disebabkan karena tindak kekerasan Pengeran
Singa Narpada" Sri Maharaja di Singasari itupun mengangguk-angguk.
Kemudian katanya "Jika demikian, maka aku akan segera
mengirimkan utusan ke Kediri. Kecuali mengamati secara
langsung perkembangan di Kediri selain petugas sandi yang
sudah ada disana, maka orang yang akan aku kirimkan itu
mempunyai wewenang sebagai wakilku dan mempunyai
kekuasaan bertindak atas namaku. Karena itu, maka ia
akan membawa pertanda kerajaan bagi tugasnya"
"Jadi akan diletakkan lagi seseorang yang memegang
kekuasaan Sri Maharaja Singasari di Kediri" bertanya
seorang Senapati. "Ya" jawab Sri Maharaja "aku akan memerintahkan
Mahisa Agni dan Witantra bersama-sama. Keduanya
pernah melakukan tugas seperti ini di Kediri"
"Hamba akan menjunjung tinggi segala titah" jawab
Mahisa Agni "namun sekarang hamba sudah terlalu tua.
Meskipun demikian, hamba akan melakukannya sejauh
kemampuan hamba" Sri Maharaja mengangguk-angguk. Lalu katanya
"Berangkatlah dengan segera. Mungkin kehadiran kalian di
Kediri ada manfaatnya. Kalian akan dapat membawa
pasukan kecil untuk mengawal perjalanan kalian. Tetapi
jika diperlukan, maka kalian akan dapat memanggil
pasukan seberapa saja kalian perlukan. Mungkin kalian
benar, bahwa dengan menunjukkan kekuatan yang besar,
justru akani bermanfaat untuk memadamkan sama sekali
usaha perlawanan Pangeran Kuda Permati. Namun segala
sesuatunya terserah kepada pengamatan kalian. Bagiku
sebaiknya Kediri dapat mengatasi persoalan ini dengan
kekuatan yang ada di Kediri sendiri, agar tidak ada kesan,
bahwa Singasari telah melakukan penindasan. Apalagi jika
hal itu dike-mukakanoleh Pangeran Kuda Permati"
Mahisa Agni dan Witantra, dua orang tua yang memiliki
pengalaman yang sangat luas, meskipun karena ketuaan
mereka, maka mereka sudah tidak lagi setangkas
sebelumnya, merasa mendapat beban yang berak Tetapi
sebagai seorang yang selama hidupnya pengabdian dirinya
kepada keyakinan dan kepentingan sesama, maka
betapapun beratnya tugas itu bagi orang setua umurnya,
maka keduanya tidak akan mengelak.
Meskipun demikian, Mahisa Agni masih mengajukan
satu permohonan "Sri Maharaja, apabila berkenan, hamba
mohon Mahisa Bungalan akan ikut bersama hamba,
memimpin pasukan kecil yang akan mengawam hamba
pergi ke Kediri" Sri Maharaja mengangguk-angguk. Katanya "Aku tidak
berkeberatan. Bawalah Mahisa Bungalan dengan sepasukan
prajurit terpilih. Mudah-mudahan perjalanan kalian tidak
terganggu oleh pihak manapun juga, terutama pihak-pihak
yang menentang ujud kesatuan Singasari sekarang ini"
Demikianlah, maka sesuai dengan perintah Sri Baginda,
maka Mahisa Agni dan Witantrapun segera berkemas,
sementara Mahisa Bungalan telah menyiapkan pasukan
berkuda yang akan menemani Mahisa Agni dan Witantra
ke Kediri. Namun dalam pada itu, Mahendra yang mendengar
akan keberangkatan anaknya ke Kediri menyertai Mahisa
Agni dan Witantra, sempat menemuinya untuk
memberikan beberapa pesan.
"Mungkin adikmu berada di Kediri" berkata Mahendra
"karena itu, mudah-mudahan kau dapat bertemu dengan
mereka" "Aku melakukan tugas yang cukup berat. Tetapi mudahmudahan
aku mendapat waktu untuk menemukan mereka,
jika memang mereka berada di Kediri" jawab Ma bisa
Bungalan "keduanya sedang memanjat pada umur -umur
yang memungkinkan mereka ingin melakukan
pengembaraan. Karena itu, maka ada kemungkinan bahwa
keduanya justru sudah berada ditempat lain"
"Mungkin. Tetapi jika kau bertemu dengan kedua adik
mu, maka berilah mereka petunjuk dalam suasana kemelut
di Kediri" berkata ayahnya kemudian.
"Baiklah ayah" jawab Mahisa Bungalan "Aku akan
berusaha" Mahendra mengangguk-angguk. Kepada Mahisa Agni,
Witantrapun ia berpesan, apabila mereka bertemu Mahisa
Murti dan Mahisa Pukat, agar mereka memberikan
petunjuk-petunjuk bagi keselamatan kedua anak muda itu.
Demikianlah, setelah semua persiapan selesai, maka
01 Hijaunya Lembah Hijaunya Lereng Pegunungan Karya Sh Mintardja di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Mahisa Agni dan Witantrapun telah berangkat ke Kediri
dengan sepasukan prajurit. Lengkap dengan pertanda
kebesaran Singasari karena Mahisa Agni dan Witantra
tengah mengemban limpahan kuasa Sri Maharaja di Kediri.
Perjalanan pasukan itu memang menarik perhatian. Baik
orang-orang Singasari, maupun kemudian orang-orang
Kediri. Namun dengan cepat mereka telah menghubungkan
kedatangan pasukan itu dengan peristiwa-peristiwa yang
telah terjadi di Kediri. Tetapi pasukan itu terlalu kecil untuk dikatakan, bahwa
Singasari telah datang untuk menindas pemberontakan di
Kediri. Pasukan itu hanya terdiri dari beberapa orang
prajurit berkuda meskipun dalam sikap sebagaimana
pasukan yang membawa pertanda kuasa Sri Maharaja, dan
sekedar melindungi kedua orang yang datang atas nama Sn
Maharaja itu. Kedatangan Mahisa Agni dan Witantra di Kediri
memang telah disampaikan lebih dahulu kepada Sri
Baginda di Kediri. Sebenarnya Sri Baginda di Kediri tidak
mengharapkan sama sekali kehadiran mereka. Namun Sri
Baginda di Kediri tidak akan dapat menolak.
Tetapi ketika Sri Baginda menyadari bahwa pasukan
Singasari yang datang dalam jumlah yang sangat kecil,
maka mengertilah Sri Baginda di Kediri, bahwa Singasari
masih tetap bertindak dengan bijaksana.
"Ternyata dugaanku salah" berkata Sri Baginda
"Singasari tidak datang dengan pasukan segelar sepapan
untuk menindas Kediri"
Sementara itu, petugas sandi Pangeran Kuda Permati
yang berada di Kota Rajapun melihat pasukan itu. Hanya
sekelompok kecil. Karena itu, maka mereka tidak akan
dapat mengatakan bahwa pasukan itu merupakan pasukan
yang dengan sengaja dikirim oleh Singasari justru pada saat
terjadi kemelut di Kediri dan memanfaatkan keadaan itu
untuk kepentingan Singasari.
Namun dengan demikian, maka Pangeran Kuda Permati
justru merasa bahwa geraknya tidak akan banyak
terganggu. Usahanya untuk menghimbau kekuatan dan
membalas sakit hatinya terhadap Panji Sempana Murti
masih akan tetap dilakukannya.
"Justru pada saat orang-orang Singasari itu ada disini"
berkata Pangeran Kuda Permati "Aku merasa harus
melihat, bahwa aku memiliki kekuatan yang cukup besar
untuk menghancurkan para penjilat itu, dan bahkan
menghancurkan pasukan Singasari apabila mereka berani
datang ke Kediri" Demikianlah maka Mahisa Agni dan Witantra yang
datang di Kediri itu tidak langsung diterima oleh Sri
Baginda. Mereka dengan pasukan kecilnya telah
ditempatkan dise-buah istana yang memang khusus
diperuntukkan bagi para tamu yang dihormati.
Namun untuk menjaga hal-hal yang tidak dikehendaki,
justru pada saat utusan Sri Maharaja itu berada di Kediri,
maka Sri Baginda telah memerintahkan sejumlah petugas
sandi untuk selalu mengawasi, bahwa tidak akan terjadi
sesuatu dengan sekelompok orang-orang Singasari itu.
Bahkan di sebuah barak prajurit Kediri, Sri Baginda telah
memerintahkan untuk mempersiapkan prajurit-prajurit itu
untuk dapat bergerak setiap saat.
Sri Baginda merasa bertanggung jawab atas keselamatan
orang-orang Singasari itu selama mereka berada di Kediri.
Bahkan di perjalanan. Tetapi menurut perhitungan Mahisa Agni dan Witantra,
orang-orang Kediri, meskipun Pangeran Kuda Per mati
sekalipun tidak akan mengganggunya, karena jika mereka
berbuat demikian sehingga terjadi bencana atas pasukan itu,
maka Kediri tentu benar-benar akan menjadi parah ka rena
tindakan yang akan diambil oleh Sri Maharaja di Singasari.
Pada saat yang demikian, justru telah timbul pikiran di
hati Pangeran Kuda Permati untuk menunjukkan
kekuatannya kepada orang-orang Singasari. Pangeran Kuda
Permati ingin mengatakan, bahwa langkahnya bukannya
tidak mendapat dukungan dari orang-orang Kediri. Karena
itu, maka dengan beberapa orang Senapatinya ia telah
membicarakan satu rencana yang akan dapat menarik
perhatian. "Semua orang laki-laki akan ikut bersama kita" berkata
Pangeran Kuda Permati. "Bagaimana jika Panji Sempana Murti juga melakukan
hal yang sama" bertanya seorang Senapatinya.
"Dengan diam-diam kita panggil semua prajurit kita yang
tersebar" berkata Pangeran Kuda Permati "kemudian kita
mulai bergerak dari perbatasan sebelah Utara. Justru pada
saat Panji Sempana Murti belum siap menghadapinya. Kita
akan melintasi daerah kuasanya dengan kekuatan penuh.
Dengan tidak mengulangi kebodohan pasukan kita yang
dihancurkan itu, maka kita akan dapat memberikan kesan,
bahwa kita memang kuat. Kemudian kita akan melewati
daerah perbatasan Barat dan Selatan. Tanpa mengadakan
benturan kekuatan, kita sudah akan dapat menyatakan
kepada orang-orang Singasari, bahwa pasukan kita memang
kuat. Prajurit kita yang besar cukup banyak, sementara
semua laki-laki yang berpihak kepada kita akan kita bawa
serta sebagaimana para, prajurit dengan sikap prajurit pula.
Dengan tanda-tanda yang memberikan kesan kebesaran
Kediri maka kita akan memaksa Singasari untuk berpikir"
Beberapa orang Senapati Pangeran Kuda Permati
menyetujui rencana itu. Tetapi beberapa orang lainnya
meragukannya, karena mereka yakin, bahwa beberap orang
Perwira Kediri yang, termassuk Panji Sempana Murti tentu
tidak akan tinggal diam. Mungkin mereka tidak akan
dengan langsung menghadapi seluruh kekuatan Pangeran
Kuda Permati yang akan dikerahkan. Tetapi pada saat lain,
merekapun akan dapat berbuat sama. Bahkan mungkin
akan dapat timbul benturan-benturan lain yang mengerikan
bagaimana pernah terjadi. Tetapi mereka yang tidak
sependapat dengan Pengeran Kuda Permati itu merasa
segan memberikan pendapatnya untuk menolak rencana
itu. Meskipun demikian Sri Baginda tidak tergesa-gesa
menentukan sikap. Ternyata Sri Baginda masih
memerlukan pendapat pada penasehatnya.
Karena itu maka kemudian katanya "Baiklah. Aku akan
mengadakan pembicaraan dengan beberapa orang yang aku
anggap dapat memberikan petunjuk kepadaku. Baru
kemudian, aku akan menentukan sikap yang paling baik
yang dapat aku lakukan menghadapi persoalan ini. Mudahmudahan
aku tidak perlu mengganggu kesibukan para
petugas di Singasari, karena aku bertekad untuk
menyelesaikan persoalan yang timbul di Kediri ini atas
dasar perkembangan keadaan di Kediri pula"
"Terima kasih Sri Baginda. Demikian pula yang
dikehendaki oleh Sri Maharaja di Singasari. Kedatangan
kami disini adalah sekedar memberikan pendapat dan
barangkali bantuan apapun jika diperlukan. Hanya jika
diperlukan" Dengan demikian, maka Sri Bagindapun minta kepada
Mahisa Agni dan Witantra untuk menunggu, setelah Sri
Baginda berbicara dengan beberapa orang penasehatnya.
Pada malam hari, Sri Baginda memang telah memanggil
beberapa orang yang dianggapnya mampu memberikan
pertimbangan kepadanya tentang perkembangan keadaan di
Kediri berhubung dengan sikap Pangeran Kuda Permati.
Memang ada beberapa pendapat yang berbeda. Tetapi
ternyata bahwa pada umumnya mereka tidak dapat
menutup kenyataan, bahwa Pangeran Kuda Permati telah
melangkah terlalu jauh. Ia tidak saja berdiri diatas
keyakinannya tentang hubungan antara Kediri dan
Singasari, tetapi ternyata Pangeran Kuda Permati telah
mengambil langkah-langkah yang kurang terpuji.
"Sebenarnyalah bahwa Pengeran Kuda Permati telah
menakut-nakuti rakyat dibeberapa Kabuyutan dan
merampas milik mereka" berkata salah seorang diantara
para penasehat Sri Baginda "apalagi, satu hal yang sangat
berbahaya bagi masa depan, adalah usaha untuk
melumpuhkan Singasari dengan cara yang sangat tercela.
Dengan bantuan banyak pihak, bahkan tanpa memandang
sifat dan watak seseorang, Pangeran Kuda Permati telah
memerintahkan untuk menebangi hutan di lereng-lereng
bukit terutama yang menghadap ke Kota Raja Singasari,
dengan harapan bahwa Singasari lambat laun akan menjadi
lemah, sehingga akhirnya Kediri akan dapat
menghancurkannya. Sebenarnyalah bukit-bukit yang
gundul itu akan sangat berbahaya bukan saja bagi saat ini,
tetapi untuk waktu yang sangat panjang. Semakin lama
semakin parah, karena tanah akan menjadi gersang dan
bukit-bukit akan tinggal bebatuan yang kering dan gersang
tanpa dapat menyimpan air sama sekali. Banjir bandang,
tanah longsor dan dimusim kemarau air-air menjadi kering"
Sri Baginda menarik nafas dalam-dalam. Katanya "Aku
sudah mendengarnya lebih dari seribu kali"
Penasehat Sri Baginda itu mengerutkan keningnya,
sementara Sri Baginda berkata "Yang aku perlukan
sekarang, apa yang sebaiknya aku lakukan. Bukan sekedar
mengumpat-umpat, mencela dan mencari kesalahan orang
lain" Orang-orang yang hadir itu menundukkan kepalanya.
Namun seorang diantara mereka telah memberanikan diri
berkata "Baiklah Sri Baginda. Agaknya hamba mempunyai
pendapat, yang segala sesuatunya terserah kepada Sri
Baginda, apakah pendapat hamba itu dapat dipergunakan
atau tidak" "Apa pendapatmu. Tetapi aku tidak mau mendengar lagi
umpatan-umpatan yang tidak berarti sama sekali untuk
memecahkan masalah yang kita hadapi sekarang ini"
berkata Sri Baginda. "Hamba Sri Baginda" jawab orang itu "menurut
pendapat hamba, maka sebaiknya Sri Baginda memanggil
Pengeran Kuda Permati. Persoalan ini harus kita pecahkan
dengan usaha menghindari korban sejauh-jauhnya. Sri
Baginda dapat memerintahkan Pangeran Kuda Permati
untuk menghentikan langkah-langkahnya yang saat ini
tidak akan menguntungkan siapapun juga. Sementara itu,
Sri Baginda dapat menjelaskan kepada Pangeran Kuda
Permati, perlunya ketenangan yang dapat memberikan
perasaan damai kepada rakyat Kediri. Hubungan antara
Kediri dan Singasari dapat disusun berdasarkan
pembicaraan yang mapan dan dewasa. Tidak dengan cara
sebagaimana ditempuh oleh Pangeran Kuda Permati"
Sri Baginda mengerutkan keningnya. Namun kemudian
iapun bertanya "Apakah menurut pendapatmu, jika aku
memanggil Pangeran Kuda Permati, ia akan bersedia
menghadap, apalagi tahu saat ini ada baberapa orang
Singasari di Kediri"
"Jika Sri Baginda mempertanggungjawabkan
keselamatannya, maka aku kira Pangeran Kuda Permati
akan datang menghadap" jawab penasehatnya itu "Kita
berharap bahwa semua permusuhan akan dapat dihentikan.
Sementara itu, Pangeran Singa Narpadapun tidak usah
terlalu lama dibatasi geraknya, karena sebenarnya
pembatasan gerak Pangeran Singa Narpada itu karena
beralasan" "Kau ingin mengatakan bahwa aku telah bertindak tidak
adil dalam hal ini" bertanya Sri Baginda.
"Bukan maksud hamba Sri Baginda. Hamba tahu, bahwa
maksud Sri Baginda dengan membatasi gerak Pangeran
Singa Narpada adalah untuk menghindari pertumpahan
darah terlalu banyak" jawab orang itu "namun ternyata
yang terjadi pada pertempuran antara pasukan Pangeran
Kuda Permati dan Panji Sempana Murti telah merenggut
korban yang tidak sedikit di kedua belah pihak"
Sri Baginda mengangguk-angguk. Lalu katanya
"Baiklah. Aku sependapat. Aku akan memerintahkan
seseorang untuk mencari Pangeran Kuda Permati"
Demikianlah, maka setelah dianggap cukup beristirahat,
maka Sri Baginda di Kediripun telah menerima kehadiran
Mahisa Agni dan Witantra. Betapapun keseganan bergumul
didalam dadanya, namun Sri Baginda di Kediri itu tidak
akan dapat menolak kehadiran kedua orang yang membawa
pertanda kuasa Sri Maharaja di Singasari.
Setelah saling mempertanyakan keadaan masing-masing
dan lingkungannya, sebagaimana kebiasaan disetiap
pertemuan, maka pembicaraan mereka mulai menjadi
bersungguh-sungguh. Mahisa Agni dan Witantra atas nama
Sri Baginda ingin mendapatkan laporan langsung dari Sri
Baginda di Kediri. "Kami sudah mendengar beberapa peristiwa di Kediri"
berkata Mahisa Agni "tetapi kami ingin mendengar dari Sri
Baginda, atas nama Sri Maharaja"
Sri Baginda mengerutkan keningnya. Tetapi ia sadar,
bahwa ia tidak akan dapat berbohong. Singasari tentu sudah
menyebar petugas sandinya di daerah Kediri. Bahkan di
dalam pertempuran yang baru saja terjadi dengan
dahsyatnya itu, tentu hadir petugas sandi dari Singasari.
Sebenarnyalah Mahisa Murti, dan Mahisa Pukat dan
Pugutrawe melihat langsung keadaan yang mengerikan itu,
sehingga mereka dapat memberikan laporan yang terperin
ci tentang peristiwa itu.
Karena itu, maka yang kemudian dikatakan oleh Sri
Baginda adalah keadaan di Kediri yang terjadi secara
singkat. Memang ada beberapa hal yang sengaja tidak disebut,
meskipun Sri Baginda menduga, bahwa hal itu sudah
diketahui. Mahisa Agni dan Witantra mendengarkan laporan Sri
Baginda itu dengan sungguh-sungguh. Terutama mengenai
pertempuran yang baru saja terjadi, yang telah membunuh
terlalu banyak orang. "Sri Baginda" berkata Mahisa Agni kemudian
"bagaimana sikap Sri Baginda menghadapi keadaan yang
01 Hijaunya Lembah Hijaunya Lereng Pegunungan Karya Sh Mintardja di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
menjadi semakin gawat itu" Apakah Sri Baginda akan
membiarkan peristiwa ini semakin berlarut-larut" Aku tahu
maksud Sri Baginda. Agaknya Sri Baginda berusaha untuk
tidak memperuncing persoalan sehingga akan
menumbuhkan permusuhan yang tajam. Tetapi sekarang
Sri Baginda dapat melihat, apakah perhitungan Sri Baginda
itu tepat" Sri Baginda di Kediri itu termangu-mangu. Pertanyaan
itu terlalu sulit untuk dijawab. Tetapi memang sudah
menjadi satu kenyataan bahwa perang itu telah terjadi.
Terlalu dahsyat. Panji Sempana Murti telah
menghancurkan satu pasukan dari para pengikut Pangeran
Kuda Permati. "Bagaimana pendapat Sri Baginda?" desak Witantra. Sri
Baginda itu menarik nafas. Katanya "Ya. Perang itu
memang terlalu dahsyat. Panji Sempana Mufti ternyata
tidak dapat mengekang diri. Mungkin Pangeran Kuda
Permati selalu berpesan kepada para pengikutnya, bahwa
mereka tidak boleh bertindak melampaui batas, karena
mereka berhadapan dengan saudara sendiri. Tetapi agaknya
tidak demikian dengan Panji Sempana Murti"
"Jadi menurut Sri Baginda, yang menyebabkan
pertempuran itu menjadi sangat mengerikan adalah sikap
Panji Sempana Murti?" bertanya Mahisa Agni.
Sri Baginda itu menjadi termangu-mangu. Tetapi
sementara itu Witantra bertanya pula "Bagaimanakah kirakira
akibat dari pertempuran itu seandainya Panji Sempana
Murti tidak bertindak tegas" Apakah Sri Baginda juga
mendapat laporan bahwa Senapati yang memimpin para
pengikut Pangeran Kuda Permati itu telah mengirimkan
sebagian kecil dari pasukannya kembali ke padukuhan"
Apakah kira-kira yang akan mereka lakukan, apabila
mereka berhasil memasuki padukuhan itu?"
Sri Baginda menarik nafas dalam-dalam. Namun
kemudian katanya "Sudahlah. Jangan bertanya kepadaku
sebagai man kalian sedang mengadili aku. Katakan, apa
perintah Sri Maharaja. Aku mengerti, bahwa Sri Maharaja
tidak akan mengambil jalan kekerasan. Karena itu, pasukan
yang dikirim bersama kalian tidak lebih dari sekelompok
pengawal dari pasukan berkuda. Tetapi agaknya kalian
memang membawa perintah dari Sri Maharaja"
Tetapi Mahisa Agni menggeleng. Katanya "Tidak ada
perintah khusus. Kamilah yang mendapat perintah untuk
datang sebagai wakil Sri Maharaja. Kami harus melihat,
suasana di Kediri, kemudian atas dasar keadaan itulah;
maka kami akan berbicara dengan Sri Baginda untuk
mencari jalan keluar"
Sri Baginda memandang Mahisa Agni dan Witantra
berganti-ganti. Tiba-tiba saja ia bertanya "Bukankah kalian
telah melihat, dan sebelumnya mendengar laporan tentang
Kediri" Jika demikian, apakah kalian mempunyai petunjuk
yang akan dapat aku pertimbangkan?"
"Sri Baginda" berkata Mahisa Agni "para petugas sudah
mempelajari keadaan di Kediri ini dengan seksama. Kami
mempunyai beberapa jalur laporan tentang keadaan di
Kediri. Ternyata bahwa sulit bagi Sri Baginda untuk
mengekang gejolak perasaan Pangeran Kuda Permati"
Sri Baginda mengerutkan keningnya. Namun iapun
kemudian bertanya "Tuduhan itu dapat kami mengerti,
karena menurut penilaian Singasari, Pangeran . Kuda
Permati memang menentang kekuasaan Singasari di
Kediri" "Ya" jawab IMahisa Agni tegas "Bagaimana sikap Sri
Baginda sendiri" Bahwa Sri Baginda telah menangkap
Pangeran Singa Narpada, ternyata telah, menumbuhkan
pertanyaan dihati kami"
Sri Baginda di Kediri tidak segera menjawab. Tetapi
pertanyaan itu memang sudah diduga akan diucapkan oleh
utusan Sri Maharaja di Singasari itu.
Namun kemudian Sri Baginda itu berkata "Aku kira
laporan tentang hal itu sudah sampai di Singasari. Sehingga
dengan demikian Singasari dapat mengambil kesimpulan,
kenapa aku menangkap Pangeran Singa Narpada"
"Laporan tentang penangkapan itu memang sudah kami
terima justru pada saat Pangeran Singa Narpada
menghadapkan Pangeran Lembu Sabdata" jawab Mahisa
Agni "tetapi karena kami tidak mengerti maksud Sri
Baginda maka kami merasa perlu untuk bertanya"
Sri Baginda termangu-mangu sejenak. Namun kemudian
katanya "Baiklah. Jika kalian ingin tahu alasanku.
Sebenarnya Pangeran Singa Narpada tidak bersalah dalam
hubungannya dengan tertangkapnya Pangeran Lembu Sab
data. Tetapi cara yang dipergunakannya untuk menda
patkan keterangan tentang persoalan yang ingin
diketahuinya, selalu disertai dengan kekerasan. Ia selalu
memaksa orang lain untuk mengatakan sebagaimana di
kehendaki" "Apakah hal itu dilakukannya juga atas Pangeran Lembu
Sabdata?" bertanya Mahisa Agni.
"Pangeran Singa Narpada tidak akan dapat
meninggalkan cara itu" jawab Sri Baginda "selanjutnya, jika
ia tidak dibatasi geraknya, maka ia tentu akan melakukan
satu tekanan yang.tidak terkendali atas Pangeran Kuda
Permati. Mahisa Agani mengangguk-angguk, sementara itu
Witantralah yang bertanya "Sri Baginda. Apakah usaha Sri
Baginda membatasi gerak Pangeran Singa Narpada berhasil
menghindari benturan kekuatan di Kediri?"
Sri Baginda menarik nafas dalam-dalam. Pertanyaan itu
terulang kembali, dan iapun mengalami kesulitan untuk
menjawabnya. Tetapi kenyataan telah terjadi. Perang yang
dahsyat itu tidak dapat dihindari. Ternyata selain Pangeran
Singa Narpada, maka Panji Sempana Murtipun telah
bertindak sebagaimana mungkin dilakukan oleh Pangeran
Singa Narpada. "Sri Baginda" berkata Witantra "Kami dapat mengerti
usaha Sri Baginda untuk menghindari korban yang
berlebihan. Tetapi jika hal Itu terjadi pada kedua belah
pihak. Pada saat Sri Baginda membatasi gerak Pangeran
Singa Narpada, Pangeran Kuda Permati berusaha
membatasi geraknya sendiri. Tetapi yang terjadi adalah
tidak demikian. Ketika Sri Baginda membatasi gerak
Pangeran Singa Narpada, maka justru saat itu dipergunakan
sabaik-baiknya oleh Pangeran Kuda Permati untuk
memperkuat diri. Mengumpulkan kebutuhankebutuhannya,
terutama yang bersangkutan dengan gerak
pasukan. Namun yang parah, kebutuhan-kebutuhan itu
telah diambil dari lingkungan rakyat yang hidupnya sudah
sulit. Tentu Sri Baginda pernah mendapat laporan, bahwa
Pengeran Kuda Permati telah memerintahkan untuk
merampas kuda yang ada di Ka-buyutanterutamadi
perbatasan Utara. Tentu daerah itu bukan satu-satunya
daerah yang mengalami nasib buruk.
Setelah ia berhasil melakukan di daerah itu, maka ia
tentu akan melakukannya didaerah lain. Namun ternyata
yang memangku jabatan Panglima didaerah perbatasan itu
adalah Panji Sempana Murti, sehingga dengan kekuatan
yang ada telah melawan tindakan sewenang-wenang, bukan
dilakukan oleh Pangeran Singa Narpada, tetapi dilakukan
oleh Pangeran Kuda Permati. Bahkan Pangeran Kuda
Permati dengan terbuka telah menyatakan sikapnya
terhadap Singasari. Jadi bukan sekedar khayalan Pangeran
Singa. Narpada dan dengan kekerasan memaksa Sabdata
menyebut namanya. Sri Baginda mengerutkan keningnya.
Tetapi sebenarnyalah bahwa Pangeran Kuda Permati
memang sudah menyatakan sikapnya itu kepada rakyat
yang telah dipengaruhinya.
Sementara itu, Mahisa Agnipun berkata "Sri Baginda,
selain sikap Pangeran Kuda Permati, apa pendapat Sri
Baginda dengan usaha beberapa pihak yang berada di
sekitar Singasari menebangi hutan di lereng-lereng bukit"
Sri Baginda mengerutkan keningnya. Dengan sungguhsungguh
ia bertanya "Apa maksud kalian?"
"Usaha untuk menghancurkan Singasari perlahan-lahan,
dengan banjir, tanah longsor dan kekeringan. Baru
kemudian akan datang pasukan prajurit yang tinggal saja
Singasari yang sudah menjadi sangat lemah" jawab Mahisa
Agni. Sri Baginda termangu-mangu sejenak. Namun kemudian
katanya "Aku juga pernah mendengar laporan"
"Dan Sri Baginda tidak menaruh perhatian apalagi
mengambil satu tindakan" bertanya Witantra.
"Aku ingin meyakinkan lebih dahulu" jawab Sri
Baginda. "Ternyata bahwa urutan persoalan berpusar pada
Pangeran Kuda Permati. Bukan sekedar fitnah" desak
Mahisa Agni. Sri Baginda menarik nafas dalam-dalam. Sebenarnya
orang lain tidak perlu mengatakan kepadanya tentang hal
itu. Sri Baginda di Kediri itu sudah mendapatkan banyak
bahan untuk mengambil kesimpulan yang demikian.
Namun ternyata bahwa ada sesuatu yang kurang
dikenalnya sendiri bergejolak didalam hatinya. Namun
ketika ia berhadapan dengan utusan Sri Maharaja di
Singasari, maka rasa -rasanya ia ingin menyembunyikan
perasaan itu. Namun kemudian Sri Baginda itu berkata kepada diri
sendiri "Tetapi semuanya belum terlanjur. Masih ada jalan
untuk memperbaiki" Sementara itu Mahisa Agnipun berkata "Sri Baginda,
selain sikap Pangeran Kuda Permati apa pendapat Sri
Baginda dengan usaha beberapa pihak yang berada di
sekitar Singasari memebagi hutan di lereng-lereng bukit"
Dengan demikian, maka Sri Baginda telah melakukan
sebagaimana dikatakannya. Seorang telah mendapat tugas
dengar, pertanda kuasa Sri Baginda di Kediri untuk
mencari, menemukan dan kemudian memanggil Sri
Baginda untuk datang menghadap.
Tunas untuk menemukan Pangeran Kuda Permati
bukanlah tugas yang mudah. Sri Baginda yang memang
menugaskan hanya seorang, agar tidak menimbulkan
banyak persoalan di sepanjang jalan itu, berharap bahwa
dalam waktu yang tidak terlalu lama, Pangeran Kuda
Permati telah datang menghadap.
Jarak yang ditempuh petugas itu memang tidak terlalu
jauh. Menurut dugaan, Pangeran Kuda Permati berada di
luar Kota Raja di daerah perbatasan sebelah Utara, daerah
yang berada dibawah pengawasan pasukan yang dipimpin
oleh Panji Sempana Murti dan yang sebagian lagi berada di
perbatasan sebelah Barat. Namun yang telah menunjukkan
kegiatannya adalah yang berada di daerah Utara, sehingga
banyak orang yang menduga, bahwa Pangeran Kuda
Permati memang berada di daerah Utara.
Orang yang mendapat tugas untuk menemukan
Pangeran Kuda Permati itu telah berusaha untuk menyusup
ke daerah yang berada di bawah pengaruh Pangeran Kuda
Permati. Orang itu sama sekali tidak merahasiakan dirinya.
Kepada orang-orang yang dianggapnya mempunyai
pengaruh didaerah itu, ia menunjukkan pertanda kuasanya
agar orang itu tidak ragu-ragu untuk menunjukkan, dan
kemudian mempertemukannya dengan Pangeran Kuda
Permati. Ternyata bahwa dengan pertanda itu, utusan Sri Baginda
itu memang mendapatkan kepercayaan. Seseorang yang
pernah melihat pertanda kuasa Sri Baginda itu telah
melaporkan kepada Pangeran Kuda Permati, bahwa
seseorang telah mencarinya dengan membawa pertanda
kuasa Sri Baginda. "Untuk apa?" bertanya Pangeran Kuda Permati.
"Aku tidak tahu Pangeran. Tetapi malam ini ia berada di
banjar padukuhan. Ia telah menemui beberapa orang
dengan menunjukkan pertanda itu, dengan harapan akan
dapat bertemu dengan Pangeran dalam waktu singkat"
berkata orang yang melaporkannya itu.
"Apakah bukan sekedar satu jebakan" bertanya
Pangeran itu. "Semula kami juga berpikir demikian. Tetapi metelah
kami adakan mengamatan, maka tidak ada pasukan siapapun
juga di sekitar daerah ini" berkata orang yang
melaporkan itu. Pangeran Kuda Permati mengangguk-angguk. Memang
tidak banyak orang yang mengetahui tentang dirinya,
kecuali orang-orang yang mendapat kepercayaannya.
Namun dalam pada itu, Pangeran Kuda Permati masih
tetap curiga terhadap siapapun. Karena itu, maka katanya
"Jika kau yakin akan pertanda yang dibawanya, maka bawa
orang itu ke bukit Buntas. Aku akan menemuinya disa-na.
Sementara itu, adakan pengawasan yang ketat, bahwa
orang itu tidak akan menjebakku. Kau jangan menyebut
dimana aku menunggu sebelumnya"
Dengan demikian, maka pertemuan dengan Pangeran
Kuda Permati itupun segera diatur. Pangeran Kuda Permati
akan menunggu utusan yang membawa pertanda kuasa Sri
Baginda itu di bukit Buntas. Bukit kecil yang tidak
mempunyai kekhususan apa-apa sebagaiman bukit-bukit
yang la-in.Ternyata bahwa utusan Sri Baginda itu
melakukan tugasnya sebagaimana dikatakannya. Seorang
diri, hanya dengan seorang kepercayaan Pangeran Kuda
Permati. Di bukit Buntas, Pangeran Kuda Permati sudah
menunggu. Sebagaiman orang yang mencarinya itu
mempergunakan ciri-ciri dan pertanda kuasa Sri Baginda di
Kediri, maka Pangeran Kuda Permatipun telah
mengenakan pakaian kebesaran seorang Pengeran di Kediri.
"Selamat datang Ki Sanak" sapa Pangeran Kuda Permati
ketika orang itu datang menghadap. Pangeran Kuda
Permati ternyata telah menerima utusan itu juga seorang
diri, dibawah sebatang pohon preh yang tumbuh di bukit
buntas itu. Utusan Sri Baginda itupun kemudian duduk diatas
01 Hijaunya Lembah Hijaunya Lereng Pegunungan Karya Sh Mintardja di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
rerumputan kering sebagaiman Pangeran Kuda Permati.
Sementara itu, orang yang telah membawa utusan Sri
Baginda itu ikut pula duduk bersama mereka.
"Apakah benar bahwa kau adalah seorang utusan dari
Sri Baginda" bertanya Pangeran Kuda Permati kemudian.
"Ya Pangeran. Aku adalah utusan Sri Baginda yang
mendapatkan pertanda kuasa Sri Baginda" jawab orang itu.
Diacukannya tanganya yang pada jari-jarinya terdapat
sebuah cincin yang memang dikenal sebagai pertanda kuasa
Sri Baginda. "Apakah kau pernah mengenal aku sebelumnya"
bertanya Pangeran Kuda Permati.
"Sudah Pangeran. Aku sudah mengenal Pangeran
dengan baik. Tetapi mungkin sekali Pangeran tidak
mengenalku" jawab orang itu.
"Jadi kau yakin, bahwa yang menerimamu sekarang ini
memang Pangeran Kuda Permati, dan bukannya orang
lain?" bertanya Pangeran itu.
"Aku yakin Pangeran, karena aku sudah mengenal
Pangeran sebagaimana aku katakan tadi jawab utusan itu.
"Baiklah. Jika kau yakin, bahwa bernama Kuda Permati
adalah aku, maka katakanlah, apakah perintah Sri Baginda,
sehingga kau bersusah payah mencari aku" berkata
Pangeran itu. Utusan itu termenung sejenak. Tetapi jika ia terpilih
untuk menemui Pangeran Kuda Permati, maka utusan itupun
tentu mempunyai kelebihan dari orang kebanyakan.
Karena itu, maka dengar, yakin ia memastikan bahwa yang
berhadapan dengan dirinya waktu itu sebenarnyalah
Pangeran Kuda Permati. Karena itu, maka untuk selanjutnya utusan itu tidak
ragu-ragu lagi. Dengan tegas ia berkata "Pangeran. Aku
mengemban perintah Sri Baginda, Pangeran Kuda Permati
dipanggil oleh Sri Baginda untuk menghadap"
"Aku?" bertanya Pangeran Kuda Permati.
"Ya. Pangeran. Ada persoalan yang ingin dike-mukakan
kepada Pangeran menanggapi keadaan terakhir di Kediri.
Sri Baginda ingin berbicara dengan Pangeran " utusan itu
menjelaskan. "Tentu bukan kehendak Sri Baginda sendiri. Ini tentu
akal licik orang-orang Singasari yang kebetulan sedang
berada di Kediri. Jika aku menghadap, maka aku tentu
akan ditangkap karena mereka sudah kehabisan akal untuk
menangkap aku. Tanpa cara yang licik begitu maka mereka
tidak akan berhasil menangkap aku" geram Pangeran Kuda
Permati. "Sri Baginda akan bertanggung jawab atas keselamatan
Pangeran" berkata utusan itu lebih lanjut.
"Aku tidak percaya" jawab Pangeran Kuda Permati.
"Apakah kepercayaan Pangeran kepada Sri Baginda
sudah larut sebagaimana kepercayaan Pangeran terhadap
orang-orang Singasari Jika demikian, maka cara Sri
Baginda menghadapi Pangeran tentu akan berlainan"
berkata utusan itu. "Apakah Baginda juga mengancam aku seperti itu"
bertanya Pangeran Kuda Permati.
"Apakah ada nada mengancam?" utusan itu ganti
bertanya "Aku hanya seorang utusan Pangeran. Segala
sesuatunya akan aku serahkan kembali kepada Sri Baginda.
Sri Baginda memerintahkan aku untuk memanggil
Pangeran. Jika Pangeran tidak bersedia datang, bukankah
Sri Baginda tentu akan mengambil cara lain?"
Pangeran Kuda Permati menggeram. Katanya "Jangan
terlalu sombong Ki Sanak. Jika kau kebetulan menjadi
seorang utusan yang membawa pertanda kuasa Sri Baginda
itu bukan berarti bahwa kau adalah Sri Baginda" Pangeran
Kuda Permati diam sejenak, lalu "bersikaplah lebih baik
terhadap aku. Kau tahu arti dari sikapku. Jika aku sudah
berani menentang Singasari itu berarti bahwa aku tidak
terikat lagi kepada siapapun juga yang berada diba-wah
pengaruh Singasari itu"
"Itukah jawaban Pangeran" bertanya utusan itu "selama
ini Sri Baginda berusaha untuk menyelamatkan rakyat
Kediri dari pertentangan yang dapat menelan jatuhnya
banyak korban. Tetapi dengan sikap Panji Sempana Murti
yang sudah kehilangan kesabaran, maka korban itu tidak
dapat dihindari lagi. Dan sikap kehilangan kesabaran itu
tentu akan segera menjalar kepada Senapati-senapati yang
lain, selain Pangeran Singa Narpada yang dibatasi geraknya
sekarang ini. Karena itulah, maka Sri Baginda memanggil
Pangeran untuk berbicara langsung. Kecuali jika Pangeran
memang sudah tidak mempunyai kepercayaan sama sekali
kepada Sri Baginda" "Kau memang orang gila" geram Pangeran Kuda
Permati" kata-katamu sangat menyakitkan hati. Kau tidak
mencerminkan sifat dan watak orang Kediri. Tetapi kaupun
telah menjadi budak orang-orang Singasari.
"Aku adalah utusan Sri Baginda yang berkuasa di Kediri.
Pangeran, sekali lagi aku menyampaikan perintah Sri
Baginda. Pangeran dipanggil menghadap untuk
membicarakan perkembangan keadaan terakhir di Kediri,
sedangkan keselamatan Pangeran akan dipertanggung
jawabkan oleh Sri Baginda. Itulah keseluruhan perintah Sri
Baginda. Aku ingin mendengar jawaban Pangeran yang
akan aku sampaikan kepada Sri Baginda"
"Gila" bentak Pangeran Kuda Permati "jika kau tidak
memakai pertanda kuasa Sri Baginda, maka aku sudah
mencekik lehermu sampai putus. Sikap dan kata-katamu
sangat menyakitkan hati. Atau kau memang memancing
suasana agar aku menolak memenuhi perintah itu"
"Tidak" jawab utusan itu "suasana ini terbentuk karena
sikap Pangeran. Aku sudah berusaha untuk berbuat sebaikbaiknya"
"Diam" potong Pangeran Kuda Permati "Aku muak
mendengar kata-katamu"
"Terserahlah Pangeran, tetapi bagaimana jawab
Pangeran" bertanya utusan itu.
Hampir saja Pangeran Kuda Permati kehilangan
kesabaran. Namun ia masih menyadari, bahwa ia sedang
berhadapan dengan utusan Sri Baginda di Kediri.
Dengan nada keras Pangeran Kuda Permati berkata
"Pergilah. Kembalilah ke Kediri"
"Dan apa yang harus aku sampaikan kepada Sri Baginda
sebagai jawaban perintah Sri Baginda" bertanya orang itu.
"Aku akan menghadap Sri Baginda atas perintah Sri
Baginda, bukan karena berhasil menakut-nakuti aku" jawab
Pangeran Kuda Permati sambil menggeretakkan giginya.
Utusan itu tidak peduli, apakah yang mendorong
Pangeran Kuda Permati menghadap. Tetapi yang penting
baginya, bagaimana ia akan menyampaikannya kepada Sri
Baginda. "Baiklah Pangeran" berkata utusan itu "Aku akan
kembali ke Kediri dan menyampaikan kepada Sri Baginda
bahwa Pangeran akan menghadap. Tetapi kapan saat yang
akan Pangeran pergunakan untuk menghadap?"
"Sekehendakku. Apa pedulimu?" jawab Pangeran itu.
Wajah utusan itulah yang kemudian menjadi merah.
Jawaban itu adalah jawaban yang tidak diduganya sama
sekali. Namun karena itu, maka jawabnya "Baiklah. Tetapi
jika karena kami tidak mengetahui saat kedatangan
Pangeran, sehingga perjalanan Pangeran terganggu,
bukanlah tanggung jawab kami. Tanggung jawab Sri
Baginda berlaku sejak Pangeran berada di istana dan
sampai saatnya Pangeran keluar dari pintu gerbang"
"Persetan" Pangeran Kuda Permati membentak "saat
aku menghadap akan aku beritahukan kepada Sri Baginda.
Tidak kepadamu" Utusan itu mengangguk-angguk. Lalu katanya "Jika
demikian maka aku mohon diri. Aku akan menyampaikan
segala jawaban Pangeran kepada Sri Baginda"
Pangeran Kuda Permati sama sekali tidak menjawab.
Dibiarkannya utusan itu bangkit dan meninggalkan
tempatnya kembali ke Kota Raja.
Demikian orang itu sampai di Kota Raja, maka iapun
langsung menghadap Sri Baginda berdasarkan pertanda
kuasnya. Dilaporkannya pertemuannya dengan Pengeran
Kuda Permati, serta kesediannya untuk menghadap.
"Pangeran akan memberitahukan, kapan Pangeran itu
akan menghadap" berkata utusan itu.
Sri Baginda megangguk-angguk. Katanya "Baiklah. Aku
akan menunggu. Namun demi pertanggungan jawabku atas
Pangeran Kuda Permati, maka pada saatnya ia akan
menghadap, maka aku akan mengirimkan beberapa orang
yang akan mengawalnya memasuki Kota Raja dan
kemudian keluar lagi dari Kota Raja"
Utusan itu tidak lagi menghiraukannya meskipun
nampaknya ia duduk sambil menundukkan kepalanya.
Tetapi didalam hati ia berkata "Terserah, apa yang akan
terjadi dengan Pangeran yang sombong itu"
Setelah mengembalikan pertanda kuasa Sri Baginda,
maka utusan itupun diperkenankan untuk meninggalkan Sri
Baginda yang kemudian dengan para pemimpin Kediri,
menentukan langkah-langkah yang akan diambil jika
Pangeran Kuda Permati benar-benar akan menghadap.
Seperti yang dikatakan oleh Sri Baginda, maka para
pemimpin di Kediri itu sependapat, bahwa kedatangan
Pangeran Kuda Permati harus di sambut di luar batas Kota
Raja, sehingga dengan demikian keselamatannya dapat
dipertanggung jawabkan pada saat Pangeran Kuda Permati
memasuki Kota Raia. Seperti yang dikatakannyai, maka sebelum menghadap
Pangeran Kuda Permati telah mengirimkan dua orang
petugasnya untuk lebih dahulu menghadap Sri Baginda,
menyampaikan maksudnya serta saat-saat yang sudah
ditentukan. "Dihari terakhir pekan ini Pangeran Kuda Permati akan
menghadap" berkata utusan itu.
"Baiklah" jawab Sri Baginda "Aku akan mengirimkan
sekelompok prajurit untuk menjemputnya di perbatasan
Barat. Mungkin agak jauh bagi Pangeran Kuda Permati,
tetapi agaknya akan lebih aman baginya, karena jika ia
berada didaerah pengawasan Panji Sempana Murti,
mungkin akan dapat menimbulkan keadaan yang kurang
menguntungkan" "Segalanya terserah kepada Sri Baginda" jawab utusan
itu. "Sampaikan kepada Pangeran Kuda Permati, bahwa
sejak di perbatasan itu sampai keperbatasan itu pula
keselamatannya aku pertanggung jawabkan" berkata Sri
Baginda. "Hamba Sri Baginda. Selanjutnya akan hamba
sampaikan kepada Pangeran Kuda Permati" jawab utusan
itu. Demikianlah, maka utusan itupun kemudian mohon diri
untuk menyampaikan pesan Sri Baginda dan seterusnya
mengatur rencana Pangeran Kuda Permati untuk
menghadap Sri Baginda di Kediri.
Pada saat yang ditentukan, maka segalanya berjalan
sebagaimana dikehendaki. Baik oleh Sri Baginda, maupun
oleh Pangeran Kuda Permati dalam pertemuan itu.
Di perbatasan, sekelompok prajurit terpilih memang
sudah menunggu, ketika Pangeran Kuda Permati yang
dibayangi oleh pasukannya mendekati perbatasan.
Selanjutnya, dengan sisa kepercayaan kepada Sri
Baginda di Kediri, maka Pangeran Kuda Permati telah
mempercayakan dirinya kepada sekelompok prajurit yang
kemudian membawanya ke istana dengan satu perintah
kepada para pengikutnya. Jika malam ini aku belum keluar
dari perbatasan, maka berarti bahwa aku telah dijebak.
Kalian tahu apa yang harus kalian lakukan. Nampaknya
pasukan Kediri di daerah Barat tidak segarang pasukan
Panji Sem-pana Murti. Tetapi itu bukan berarti bahwa kita
harus mencegah pembalasan jika aku tidak keluar dari kota
malam ini. Apa saja dapat kalian lakukan untuk membalas
dendam. Apa saja dapat kalian lakukan. Bahkan sampai
yang paling kasar sekalipun"
Perwira yang diserahi untuk memimpin pasukan selama
Pangeran Kuda Permati meninggalkan mereka itupun
mengangguk. Dengan nada dalam ia menjawab "Baiklah
Pangeran. Aku akan melakukan segala perintah Pangeran.
"Ingat, Sri Baginda telah dibayangi oleh orang-orang
Singasari. Karena itu, semua kemungkinan akan dapat
terjadi" berkata Pangeran Kuda Permati kemudian.
Perwira itu mengangguk pula.
Demikianlah maka Pangeran Kuda Permati seorang diri
bersama para prajurit dari Kediri kemudian memasuki
perbatasan Kota Raja menuju ke istana untuk menghadap
Sri Baginda sebagaimana sudah direncanakan.
Kehadiran Pangeran Kuda Permati di Kota Raja
memang menggemparkan. Beberapa orang yang
mengenalnya dengan baik terkejut melihat kehadirannya,
karena mereka sudah mengetahui apa yang dilakukannya
oleh Pangeran itu selama ini.
Tetapi yang mengherankan bagi mereka, justru Pangeran
Kuda Permati telah dikawal oleh beberapa orang prajurit
yang lengkap dengan tanda-tanda kesatuan mereka dan
tunggul kerajaan. "Apa yang telah terjadi dengan Pangeran itu" berkata
beberapa orang yang mengenalnya "Apakah Sri Baginda
akan berbicara dengan Pangeran Kuda Permati dan
memberinya pengampunan atau justru akan memenuhi
segala macam tuntutannya" Bahkan mungkin Sri Baginda
akan menyatakan diri berpihak kepada Pangeran Kuda
Permati justru pada saat beberapa orang Singasari ada di
Kota Raya?" "Jika demikian, maka akan benar-benar terjadi
pertumpahan darah. Perang yang lebih besar tidak akan
dapat dihindari lagi" sahut yang lain.
"Perang diantara saudara sendiri selamanya akan
berakibat lebih parah. Kita akan berada dalam satu
lingkungan yang sama antara kawan an lawan. Kita tidak
01 Hijaunya Lembah Hijaunya Lereng Pegunungan Karya Sh Mintardja di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
segera mengenal apakah orang yang makan bersama kita
hari ini besok tidak akan membunuh kita atau orang yang
sekarang kita kejar-kejar, justru sebenarnya orang yang
harus kita selamatkan" berkata orang yang pertama.
Namun dalam pada itu, tidak seorangpun yang mengusik
Pangeran Kuda Permati yang dikawal oleh sekelompok
prajurit pilihan dengan panji-panji pasukan dan tunggul
kebesaran. Sejenak kemudian, maka Pangeran Kuda Permati itupun
telah memasuki lingkungan istana Kediri. Dengan dada
tengadah Pangeran Kuda Permati turun dari kudanya dan
berjalan diiringi oleh para prajurit menuju ke paseban
dalam. Ternyata Sri Baginda, memang sudah menunggu.
Sejenak kemudian, maka Pangeran Kuda Permati itu telah
duduk dihadapan Sri Baginda dengan kepala tunduk.
Namun terasa bahwa sikap Pangeran Kuda Permati agak
berbeda dengan sikap orang-orang lain yang menghadap
pula pada saat itu. Bahkan diantara mereka terdapat dua
orang utusan dari Singasari. Meskipun Pangeran Kuda
Permati juga menunduk hormat, tetapi rasa-rasanya ada
sesuatu yang membuatnya merasa lebih penting dari orangorang
lain yang berada di ruang itu.
Setelah Sri Baginda menanyakan keselamatannya
sebagai suatu ucapan yang biasa dalam satu pertemuan
yang jarang terjadi, maka Sri Bagindapun telah bertanya
"Kau sudah menerima pesanku?"
"Ya Sri Baginda. Jika hamba tidak menerima pesan Sri
Baginda, maka hamba tidak akan sampai di tempat ini"
Sri Baginda mengerutkan keningnya. Sementara
beberapa orang telah berpaling kearahnya meskipun hanya
sekilas. "Baiklah Kuda Permati" berkata Sri Baginda kemudian
"Aku memang menginginkan kau hadir dalam pertemuan
ini. Aku ingin berbicara dengan beberapa orang pe mimpin
Kediri untuk mencari jalan agar peristiwa yang pahit ini
tidak berlarut-larut"
"Adalah menjadi harapan hamba Sri Baginda, bahwa
Kediri akan dapat menjadi daerah yang tenang dan damai"
jawab Pangeran Kuda Permati.
"Keinginan kita agaknya memang sama, seperti
keinginan semua orang yang hadir disini sekarang" berkata
Sri Baginda, lalu "karena itu, maka marilah kita mencari
jalan, agar masa depan yang kita hadapi akan menjamin
ketenangan dan kedamaian itu"
"Hamba akan mendengarkan titah Baginda untuk
mencapai hal itu" sahut Pangeran Kuda Permati.
"Kuda Permati" berkata Sri Baginda pula "dengan
prihatin aku telah mendengar laporan, bahwa di perbatasan
Utara telah terjadi pertempuran yang merenggut banyak
jiwa orang-orang Kediri dimanapun ia berpihak"
"Benar Sri Baginda. Hamba memang mengalami
perlakuan yang licik dari Panji Sempana Murti yang telah
menyergap dan kemudian membantai sekelompok orang
yang berpendirian sebagaimana pendirian hamba. Orangorang
itu tidak dapat dipaksa oleh Panji Sempana Murti
untuk memilih sikap yang lain, sehingga akhirnya mereka
harus menebus dengannyawanya. Memang satu peristiwa
yang sangat menyedihkan" desis Pangeran Kuda Permati.
Tetapi Sri Baginda menyahut "Jangan seperti kanakkanak
Kuda Permati. Jangan kau sangka bahwa laporan
tentang peristiwa itu tidak sampai kepadaku"
"Aku tidak akan mempersoalkan laporan yang sampai
kepada Sri Baginda. Tetapi hamba mengatakan, yang
tersirat dihati hamba. Diterima atau tidak diterima"
"Jangan terlalu kasar Kuda Permati" potong Sri Baginda
"Ampun Sri Baginda. Sebenarnyalah hamba kurang senang
dengan hadirnya orang-orang Singasari di tempat ini.
Mereka sama sekali tidak mempunyai kepentingan apa pun
dengan pembicaraan diantara kita"
"Aku menghendaki mereka hadir. Bahkan kau tidak
akan dapat menolak, siapapun yang aku undang sekarang
ini. Meskipun seandainya aku mengundang utusan dari
negeri seberang sekalipun" jawab Sri Baginda.
Wajah Pangeran Kuda Permati menjadi merah sekilas.
Namun dengan susah payah ia berusaha penahan diri.
Meskipun demikian, ia masih juga berkata "Itukah
kepentingan Sri Baginda memanggil hamba?"
Terasa jantung Sri Baginda berdenyut semakin cepat.
Dengan suara yang mulai bergetar Sri Baginda itu
menjawab "Kau adalah hamba Kediri. Kau adalah
hambaku. Kau harus mengahadap jika aku memanggilmu
untuk kepentingan apa saja"
Rasa-rasanya Pengeran Kuda Permati tidak dapat
menahan diri lagi. Ia sudah bertekad untuk mengadakan
perlawanan. Apapun yang akan dihadapinya ia sama sekali
tidak akan gentar. Juga seandainya Sri Baginda itu
mengambil keputusan yang akan dapat menjerat lehernya.
Meskipun demikian, Pangeran Kuda Permati itu masih
juga berusaha mengekang diri. Katanya "Baiklah. Sri
Baginda dapat berbuat apa saja terhadap hambanya.
Sekarang, hamba sudah menghadap"
Sri Baginda menarik nafas dalam-dalam. Tetapi suasana
telah menjadi hangat. Baik Sri Baginda, maupun Pengeran
Kuda Permati sudah tidak lagi dapat berbicara dengan hati
yang bening. Namun demikian, adalah diluar dugaan, bahwa justru
Pendekar Jembel 12 Rahasia 180 Patung Mas Karya Gan Kl Dendam Sepasang Gembel 1