Pencarian

Hijaunya Lembah Hijaunya 32

01 Hijaunya Lembah Hijaunya Lereng Pegunungan Karya Sh Mintardja Bagian 32


dinding dan berloncatan masuk.
Karena itulah, maka pertempuran telah terjadi disegala
sudut. Bagaikan luapan air yang mengalir kesegala penjuru.
Namun pasukan Kediri memang lebih banyak. Ketika
semua kekuatan yang ada di padukuhan itu telah
dikerahkan, maka masih ada sebagian dari pasukan Kediri
yang belum sempat memasuki pintu gerbang.
Karena itu, maka pertempuran yang terjadi kemudian
adalah pertempuran yang berat sebelah. Pasukan Kediri
benar-benar bagaikan banjir bandang yang tidak
tertahankan. Meskipun demikian, namun para pengikut Pangeran
Kuda Permati telah bertempur dengan gagah berani. Justru
karena mereka merasa bahwa mereka tidak akan mampu
mengimbangi kekuatan lawan, maka dengan putus asa
mereka telah bertempur tanpa pengendalian diri sama
sekali. Sebenarnyalah seperti yang sudah diduga. Kematian dan
kematian yang tidak terelakkan sudah terjadi di padukuhan
itu. Bukan saja para pengikut Pangeran Kuda Permati,
tetepi juga para prajurit Kediri.
Sementara itu, Pangeran Singa Narpada sendiri telah
mengamuk bagaikan seekor singa yang terluka. Menurut
pengertiannya, kepergian Purnadewi menemui suaminya,
tidak akan ada gunanya sama sekali. Bahkan Pangeran
Kuda Permati justru telah menjadi semakin ganas dengan
serangan-serangannya disisi Barat perbatasan Kota Raja
Kediri. Karena itu, maka agaknya tidak ada lagi jalan larian
daripada menghancurkan sama sekali kekuatan Pangeran
Kuda Permati. Meskipun Pangeran Singa Narpada menyadari, bahwa
yang ada di padukuhan itu sebenarnya bukan pasukan
induk Pangeran Kuda Permati, tetapi sepasukan pengawal
yang kuat yang melindungi Pangeran Kuda Permati dan
isteri-nya, puteri Purnadewi.
"Jika aku dapat menangkap hidup atau mati Pangeran
Kuda Permati, maka-" semuanya tentu akan berubah.
Tanpa Pangeran Kuda Permati, maka tidak akan ada lagi
sandaran perjuangan para pengikutnya, sehingga kekuatan
mereka akan dengan mudah dipatahkan" berkata Pangeran
Singa Narpada didalam hatinya.
Dengan demikian maka Pangeran Singa Narpadapun
tidak lagi mengekang pasukannya. Ia sudah berusaha
dengan segala cara untuk menyelesaikan perang itu dengan
korban yang sekecil-kecilnya. Tetapi usahanya itu agaknya
sia-sia saja. Ternyata bahwa Pangeran Singa Narpada adalah seorang
Senapati yang memiliki kemampuan yang jarang ada
duanya. Tanpa dapat ditahan lagi, maka Pangeran Singa
Narpada telah bergerak menuju kerumah yang telah
diisyaratkan oleh pasukan sandinya. Meskipun tidak pasti,
tetapi menurut perhitungan, rumah yang paling kuat
mendapatkan penjagaan tentu rumah yang dipergunakan
oleh Pangeran Kuda Permati.
Para pengawalnyalah yang dengan susah payah harus
menyesuaikan diri. Merekapun harus berusaha dengan
segenap kemampuan untuk ikut menusuk memasuki daerah
pertahanan yang berlapis-lapis dari pasukan Pangeran Kuda
Permati. Namun pasukan yang berlapis itu tidak mampu mem
bendung arus prahara yang melanda mereka. Kekuatan
Pangeran Singa Narpada dan kekuatannya benar-benar
tidak tertahankan. Betapapun para pengikut Pangeran Kuda Permati
berusaha namun akhirnya merekapun telah dibabat
bagaikan batang ilalang, sehingga akhirnya Pangerah Singa
Nar-padapun berhasil mencapai tangga rumah yang
diperkirakan menjadi tempat tinggal Pangeran Kuda
Permati. Dengan senjata teracu, maka Pangeran Singa Narpada
itupun kemudian telah berusaha untuk memasuki
pringgitan rumah itu. Perlahan-lahan dengan tangan kirinya
Pangeran Singa Narpada mendorong pintu yang tidak
diselarak itu. Namun ketika pintu terbuka, ia tidak melihat
seo-rangpun didalam ruangan itu.
Beberapa orang pengawalnya telah menyusulnya.
Seorang perwira yang mengenal benar-benar watak
Pangeran Singa Narpada memperingatkan "Berhati-hatilah
Pangeran. Pangeran tentu tahu, bahwa Pangeran Kuda
Permati seorang yang memiliki kemampuan yang sulit
dicari bandingnya" "Kau anggap aku tidak dapat mengimbangi
kemampuannya?" geram Pengeran Singa Narpada.
"Tidak, Pangeran. Tetapi Pangeran Kuda Permati
mempunyai kelebihan dari Pangeran Singa Narpada" jawab
perwira itu. "Persetan. Apalagi kelebihannya?" bertanya Pangeran
Singa Narpada. "Kelicikannya" jawab Perwira itu.
"Gila" sahut Pangeran Singa Narpada "Aku bukan anakanak
yang dapat dikelabuinya"
Perwira itu tidak menjawab lagi. Tetapi diikutinya
Pangerann Singa Narpada yang memasuki ruang tengah
yang kosong. Namun tiba-tiba wajahnya menjadi tegang. Ia melihat
bayang-bayang didalam sebuah bilik salah satu dari tiga
bilik diruang dalam. Justru bilik yang paling tengah.
"Aku melihat ada seseorang disenthong tengah" berkata
Pangeran Singa Narpada. Para Pengawalnyapun menjadi ragu-ragu. Namun
akhirnya serentak mereka mengacukan senjata mereka
ketika mereka melihat seseorang membuka tirai pintu bilik
itu dan melangkah keluar. Seseorang yang tidak bersenjata
sama sekali. "Marilah Pangeran. Silahlan masuk ke senthong tengah"
orang itu merrsilahkan. Pangeran Singa Narpada ragu-ragu, sementara perwira
pengawalnya berdiri lekat disisinya sambil berbisik
"Jangan" Tetapi orang itu menarik nafas dalam-dalam sambil
berkata "Pangeran akan melihat akhir dari semua
pembantaian yang telah terjadi"
"Apa yang terjadi?" bertanya Pangeran Singa Narpada.
Orang itu membuka tirai itu selebar-lebarnya. Ada tiga
orang lainnya didalam bilik itu. Mereka semuanya telah
melangkah keluar tanpa memegang senjata apapun juga.
Beberapa orang pengawal telah berdiri dibelakang
keempat orang itu dengan senjata teracu, sementara
Pangeran Singa Narpada dengan beberapa pengawalnya
yang lain telah mendekati pintu.
"Lihat, apa yang ada didalam " perintah Pangeran Singa
Narpada. Seorang diantara pengawalnyapun telah melangkah
dengan hati-hati. Dengan senjata teracu pengawal itu
melangkah memasuki senthong tengah itu dengan sangat
berhati-hati. Namun ketika tubuhnya hilang ditelan pintu, maka
iapun telah berdiri tegak dengan tegang. Bahkan kemudian
iapun melangkah keluar dengan wajah gelisah.
Ketika dilihatnya pembaringan yang ada di dalam bilik
itu, maka Pangeran Singa Narpadapun terkejut bukan
buatan. Ia melihat dua sosok mayat yang terbaring berjajar
dengan darah yang sudah membeku
Pangeran Singa Narpada heran melihat sikap
pengawalnya itu. Tanpa mengatakan sesuatu iapun telah
melangkah kepintu. Beberapa saat itu termangu-mangu.
Namun iapun telah melangkah masuk.
Ketika dilihatnya pembaringan yang ada didalam bilik
itu, maka Pangeran Singa Narpadapun terkejut bukan
buatan. Ia melihat dua sosok mayat yang terbaring berjajar
dengan darah yang sudah membeku.
"Adimas Kuda Permati" desis Pangeran Singa Narpada "
Diajeng Purnadewi" Sesaat Pangeran Singa Narpada berdiri tegak mematung.
Namun dalam pada itu, seorang perwira pengikut Pangeran
Kuda Permati mendekatinya sambil berkata "Sebagaimana
Pangeran lihat, keduanya telah meninggal"
Suasana menjadi hening. Para pengawal Pangeran Singa
Narpada sama sekali tidak mencegah ketika salah seorang
pengawal Pangeran Kuda Permati itu masuk kedalam bilik
itu dan berbicara kepada Pangeran Singa Narpada.
Dengan wajah yang tegang Pangeran Singa Narpada
bertanya "Apa yang telah terjadi. Siapkah yang telah
membunuh mereka berdua?"
Pengawal itu menarik nafas dalam-dalam. Kemudian
katanya "Pangeran. Kami mohon maaf, bahwa hal ini
terjadi tanpa dapat dicegah oleh seorangpun. Ternyata
bahwa puteri Purnadewi telah mengambil satu langkah
yang sama sekali tidak terduga. Puteri Purnadewi telah
memounuh Pangeran Kuda Permati, namun kemudian
puteri Purnadewi telah membunuh dirinya sendiri. Namun
sebelumnya puteri Purnadewi sempat memanggil aku yang
bertugas diserambi rumah ini dan menyaksikan saat terakhir
puteri Purnadewi" Wajah Pangeran Singa Narpada menjadi semakin
tegang. Dengan nada sendat ia bertanya "Kenapa
Purnadewi berbuat demikian?"
"Puteri telah berpesan kepadaku pada saat terafchir agar
aku menyampaikan pesan ini kepada seseorang yang akan
dapat menyampaikan kepada Pangeran Singa Narpada.
Ternyata bahwa aku telah bertemu sendiri dengan
Pangeran, sehingga aku akan dapat menyampaikan pesan
ini langsung" "Bagaimana bunyi pesan itu?" bertanya Pangeran Singa
Narpada. "Puteri berusaha untuk menjelaskan semua masalah
kepada Pangeran Kuda Permati. Tetapi usaha itu sia-sia.
Karena puteri sendiri kemudian yakin akan kebenaran sikap
Pangeran Singa Narpada, maka ia telah mengambil satu
keputusan. Bukan karena tekanan paksaan Pangeran Singa
Narpada, tetapi karena keyakinan puteri sendiri. Karena
itulah, maka akhirnya puteri telah mengambil langkah
demikian" Pangeran Singa Narpada tercenung sejenak. Pesan itu
benar-benar telah mengguncang perasaannya. Karena itu,
maka untuk beberapa saat ia tidak dapat mengucapkan
kata-kata. Sementara itu, perwira itupun berkata "Pangeran,
sebenarnyalah puteri Purnadewi sangat mencintai Pangeran
Kuda Permati. Puteri telah menghunjamkan keris pusaka
Pangeran Kuda Permati sambil menangisinya. Namun
kemudian puteri telah melakukannya pula atas dirinya
sendiri. Agaknya puteri benar-benar telah menemukan satu
keyakinan, bahwa perjuangan Pangeran Kuda Permati
sekedar menimbulkan malapetaka dan tidak akan
menghasilkan apa-apa. Tetapi karena usahanya untuk
meyakinkan Pangeran Kuda Permati tidak berhasil, maka
puteri telah mengambil jalan sendiri. Ia telah
mengorbankan suaminya dan dirinya sendiri bagi satu
keyakinan yang kemudian dipegangnya sebagai satu
kebenaran. Pangeran Singa Narpada mengangguk-angguk. Beberapa
langkah ia bergeser. Ia melihat luka di dada Pangeran Kuda
Permati dan juga didada puteri Purnadewi.
"Kenapa kau tidak mencegah puteri membunuh diri?"
bertanya Pangeran Singa Narpada.
"Aku tidak sempat melakukannya. Demikian puteri
mengakhiri pesannya, maka iapun dengan serta merta telah
menusuk kearah jantungnya sendiri. Aku memang
berusaha. Tetapi ketika aku melompat untuk menggapai
keris itu, ternyata aku telah terlambat. Keris itu telah
menyentuh jantung puteri Purnadewi. Aku hanya sempat
menangkap ketika puteri akan jatuh dan kemudian
membaringkannya di pembaringan, disini Pangeran Kuda
Permati. Agaknya puteri telah menusuk Pangeran Kuda
Permati disaat sedang tidur lelap sehingga ia hanya bergeser
sedikit saja dari letak tidurnya semula" berkata perwira itu.
"Luar biasa" berkata Pangeran Singa Narpada "
keyakinan itu benar-benar telah mencengkam jantung
Diajeng Purnadewi sehingga ia dapat melakukan semua itu.
Kayakinannya telah memberikan kepadanya kekuatan yang
luar biasa sehingga ia dapat menentukan satu sikap yang
sulit dapat dimengerti"
"Ya Pangeran. Tetapi semua itu telah terjadi" jawab
perwira itu " namun demikian, ternyata bahwa di
padukuhan ini masih terjadi pembantaian yang sama sekali
tidak terkendali. Meskipun puteri Purnadewi telah
mengorbankan dirinya namun hasilnya agaknya sia-sia"
"Tidak" jawab Pangeran Singa Narpada " hasilnya tentu
bukan ke sia-siaan. Mungkin saat ini belum. Tetapi
pembantaian kali ini adalah pembantaian yang mudahmudahan
yang terakhir kalinya"
-ooo0dw0ooo Kolaborasi 2 Website : dengan Pelangi Di Singosari / Pembuat Ebook : Sumber Buku Karya SH MINTARDJA
Scan DJVU : Ismoy o Conv erter : Editor : Raharga, Arema, Dino,
Pdf ebook : Uploader di Indozone : Din o
--ooo0dw0ooo- Jilid 021 PENGAWAL Pangeran Kuda Permati itu menarik nafas
dalam-dalam. Ternyata Pangeran Singa Narpada adalah
seorang Senapati dengan dalam keadaan yang panas,


01 Hijaunya Lembah Hijaunya Lereng Pegunungan Karya Sh Mintardja di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

jantungnya masih tetap dingin. Ia masih dapat berpikir
dengan baik dan menilai keadaan dengan pertimbangan
yang tenang. Dalam pada itu pengawal Pangeran Kuda Permati itu
berkata "Aku sudah berusaha untuk mencegah pertempuran
yang terjadi sepeninggal Pangeran Kuda Permati dan puteri
Purnadewi. Namun beberapa orang perwira yang tidak
mau. mempergunakan nalarnya tidak menghiraukan
keadaan yang kami hadapi. Selain Pangeran Kuda Permati
sudah meninggal, maka keadaan pasukan kami di
padukuhan ini sama sekali tidak berimbang dengan pasukan
Kediri. Jika kami menyampaikan sebagaimana adanya tentang
Pangerah Kuda Permati dan puteri Purnadewi, mungkin
sikap Kediripun akan berbeda. Mereka tidak asal saja
membantai kami yang tidak lagi mempunyai sandaran
sepeninggal Pangeran Kuda Permati"
Pangeran Singa Narpada mengangguk-angguk. Ia
percaya kepada pengawal itu tentang semite yang
dikatakannya. Ternyata bahwa puteri Purnadewi telah mengorbankan
bukan saja suaminya, tetapi juga dirinya sendiri. Ia telah
mengorbankan orang yang dicintainya sehingga hidupnya
sendiri menjadi tidak berarti sama sekali.
Sejenak Pangeran Singa Narpada merenungi kedua
sosok tubuh yang telah membeku itu. Bagaimanapun juga
ia enaruh hormat yang sebesar-besarnya kepada puteri
Putridewi. Namun ia tidak sampai hati memisahkan kedua
ibuh yang terbaring diam itu, karena bagi Kediri keduanya
lempunyai kedudukan yang berbeda. Yang seorang bagi
Kediri merupakan seorang pengkhianat, sedangkan seorang
ang lain adalah seorang pahlawan. Namun keduanya
adalah sepasang suami isteri yang saling mencintai.
Karena itu, akhirnya Pangeran Singa Narpada
mengambil kesimpulan, agar keduanya biar saja tetap
berbaring berdampingan. Sementara itu, maka Pangeran Singa Narpada berkata
kepada salah seorang pengawalnya "Perintahkan beberapa
orang mengawal kedua sosok tubuh itu. Jangan diganggu.
Sementara aku akan melihat apa yang terjadi di medan
perang" Beberapa pengawal Pangeran Singa Narpadapun
kemudian berada di dalam dan diluar bilik itu. Sementara
yang lain.mengawal Pangeran Singa Narpada keluar dari
rumah itu. Demikian Pangeran Singa Narpada berada di halaman,
maka suasananya telah berubah sama sekali. Ia tidak
melihat dengan kepala tunduk sosok-sosok mayat yang
terbaring diam. Namun di halaman Pangeran Singa
Narpada merasakan betapa panasnya suasana. Yang
terdengar adalah sorak gemuruh dan teriakan-teriakan
kesakitan. Umpatan kasar dan caci maki yang kotor.
Sementara itu senjata masih saja berdentangan saling
beradu. Namun sementara itu, Pangeran Singa Narpada telah
melihat mayat yanS terbujur lintang dihalaman. Sebagian
besar dari sosok-sosok mayat itu adalah mayat para
pengikut Pangeran Kuda Permati.
"Jika dibiarkan saja pertempuran ini, akan berarti para
pengikut Pangeran Kuda Permati akan dibabat habis oleh
prajurit Kediri yang marah.
Sejenak Pangeran Singa Narpada termangu-mangu.
Namun kemudian iapun telah memerintahkan kepada
seorang prajurit yang bertugas untuk memberikan isyarat,
agar dilontarkan keudara anak panah sendaren untuk
mengisyaratkan, agar lawan diberi kesempatan
menyaksikan semua bagian dari medan pertempuran itu.
Sejenak kemudian maka beberapa anak panah sendaren
telah berterbangan diudara. Bagi yang mengenal isyaratisyarat
sandi, maka merekapun segera mengetahui, bahwa
bunyi isyarat itu adalah "Beri kesempatan yang menyerah"
Seorang perwira mengumpat sambil berkata "Gila,
Siapakah yang telah dengan lemah hati memerintahkan
pertempuran ini dihentikan" Mungkin isyarat itu
dilontarkan tanpa setahu Pangeran Singa Narpada"
"Tidak seorangpun yang akan berani melontarkan isyarat
yang berisi perintah diluar pengetahuan Pangeran Singa
Narpada. Orang yang demikian tentu akan mengalami
nasib yang buruk" jawab yang lain.
"Jadi kita harus melepaskan kesempatan ini. Pada satu
saat aku memang ingin melihat mayat bertebaran
membujur lintang, seperti membabat batang ilalang"
berkata yang pertama. Keduanya terdiam. Ternyata banyak Senapati yang
agaknya mempunyai keberatan atas isyarat itu.
Baru ketika isyarat itu lontarkan untuk kedua kalinya,
maka para perwira itu mempercayainya bahwa mereka
harus memberi kesempatan kepada lawan menyerah.
Tidak seorangpun diantara para perwira Pangeran Singa
Narpada yang berani menentang perintah, bagaimanapun
perintah itu tidak sesuai dengan kemarahan yang bergolak
didalam jantung mereka, namun mereka harus
melaksanakan perintah itu. Memberi kesempatan lawan
mereka untuk menyerah. Karena itu, maka beberapa orang perwira yang
memimpin kelompok-kelompok pasukan telah meneriakkan
perintah kepada lawan, agar mereka menyerah.
Memang tidak mudah untuk memaksa lawan yang putus
asa itu menyerah. Para pengikut Pangeran Kuda Permati
yang kehilangan nalar itu justru telah bertempur seperti
orang yang kesurupan. Seperti orang yang tidak mempunyai
perasaan lagi justru karena putus asa.
Meskipun demikian ada juga diantara mereka yang
masih sempat berpikir. Bahwa tidak akan ada gunanya
untuk bertempur terus, sebagaimana mereka menyadari
bahwa tidak akan ada gunanya untuk membunuh diri.
Dengan demikian ketika lawan mereka meneriakkan
perintah untuk menyerah, maka merekapun telah
melemparkan senjata-senjata mereka.
Dengan demikian, maka pertempuranpun semakin berat
sebelah. Namun bagi para perwira pasukan Pangeran Singa
Narpada yang keras, menghadapi para pengikut Pangeran
Kuda Permati yang tidak mau menyerah, agaknya benarbenar
satu sikap yang keras pula.
Meskipun demikian, setiap kali para perwira dari
pasukan Pangeran Singa Narpada masih memberi
kesempatan kepada lawan-lawan mereka; untuk menyerah.
Bagaimanapun juga bergeloranya api didalam dada para
pengikut Pangeran Kuda Permati, namun akhirnya mereka
tidak dapat kenyataan bahwa mereka tidak dapat berbuat
lain, kecuali mereka yang memang sengaja ingin
membunuh diri. Apalagi mereka yang sudah mengerti apa
yang sebenarnya terjadi atas Pangeran Kuda Permati.
Demikianlah, akhirnya pertempuran itupun berhenti
juga. Masih ada sebagian dari para pengikut Pangeran
Kuda Permati yang ditangkap hidup-hidup. Meskipun ada
juga diantara para prajurit Kediri yang ingin mereka
tertumpas habis, namun mereka harus menghormati
paugeran kasa-tria Mereka tidak memperlakukan lawan
yang sudah menyerah dengan cara yang sama dengan
menghadapi mereka yang tetap pada pendiriannya,
melawan pasukan Kediri. Pangeran Singa Narpada memandangi mereka yang
menyerah itu dengan sorot mata yang bagaikan menyala.
Tangan mereka yang menyerah itupun tentu telah bernoda
darah orang-orang Kediri. Mungkin prajurit Kediri, tetapi
mungkin orang-orang lemah yang tidak.. berdaya.
Tetapi Pangeran Singa Narpada masih tetap menyadari
kedudukannya. Karena itu, maka iapun telah
memerintahkan agar para tawanan diperlakukan
sebagaimana seorang tawanan.
Ketika pertempuran di padukuhan itu akhirnya selesai
juga, maka bekasnya benar-benar telah mendirikan bulu
tengkuk. Mayat bergelimpangan terbujur lintang di
halaman-halaman, di kebun-kebun dan bahkan benar di
jalan-jalan padukuhan. Benar-benar pertempuran yang
mengerikan. Dengan demikian, maka tugas para prajurit Kediripun
adalah mengumpulkan,, kawan-kawan mereka yang terluka
dan terbunuh dipeperangan itu, sementara para tawanan
dengan pendapat pengawalan yang kuat, harus
mengumpulkan kawan-kawan mereka pula.
Untuk menjaga kemungkinan-kemungkinan yang tidak
diinginkan maka kedua pihak telah mengumpulkan' kawankawan
mereka, terutama yang terluka, ditempat yang
berbeda. Dengan demikian, maka pekerjaan yang beratpun telah
menunggu. Mengubur mayat yang jumlahnya bagaikan
itidak terhitung dan merekapun harus merawat kawankawan
mereka yang terluka dari kedua belah pihak.
Namun sementara itu, Pangeran Singa Narpada telah
mengirimkan beberapa orang penghubung untuk mencapai
Kediri dan melaporkan apa yang telah terjadi. Sementara
itu, Pangeran Singa Narpada dengan sengaja., telah
membiarkan beberapa orang lawan yang melarikan diri dari
padukuhan itu. Pangeran Singa Narpada berharap, bahwa orang-orang
yang melarikan diri itu justru akan menyebarkan berita
kematian Pangeran Kuda Permati diantara kawan-kawan,
sehingga akhirnya berita kematian itu akan didengar oleh
semua pengikut Pangeran Kuda Permati.
Para penghubung itu dengan hati-hati berpacu
meninggalkan padukuhan justru menjelang senja menuju ke
Kota Raja. Mereka berharap bahwa perjalanan dimalam
hari akan dapat memberikan, sedikit perlindungan bagi
mereka, karena jika mereka bertumpu dengan kesatuan para
pengikut Pangeran Kuda Permati maka mereka tidak akan
pernah sampai ke Kota Raja.
Dengan bekal pengalaman dan. pengenalan mereka atas
daerah yang mereka lalui maka para penghubung itu
akhirnya sampai juga ke Kota Raja. Mereka tidak
membuang waktu lebih lama lagi. Karena itu, maka
merekapun malam itu juga telah menghadap Panglima
.prajurit Kediri Laporan itu memang sangat mengejutkan. Namun
laporan itu merupakan satu peristiwa yang sangat penting.
Meskipun demikian, Panglima pasukan Kediri masih
harus menunggu keesokan harinya untuk menghadap Sri
Baginda. Ketika berita itu disampaikan kepada Sri Baginda, maka
wajah Sri Baginda menjadi tegang. Namun kemudian
wajah itu tertunduk dalam-dalam. Untuk beberapa saat Sri
Baginda tidak mengatakan sesuatu. Bagaimanapun juga
Pangeran Kuda Permati adalah keluarga sendiri. Sementara
itu Sri Baginda menjadi sangat terharu mendengar sikap,
puteri Purnadewi. Betapapun pedihnya, tetapi ia telah
melakukannya. Membunuh suaminya yang sangat
dicintainya, karena ia telah menemukan satu keyakinan
tentang usaha penyelamatan Kediri.
Untuk beberapa saat suasana menjadi hening. Tidak
seorangpun yang mendahului Sri Baginda berkata sesuatu.
Dengan demikian maka untuk sejenak, ruangan itu
menjadi sepi hining. Namun terasa disetiap hati, sentuhan
oleh peristiwa yang telah terjadi.
Baru kemudian. Sri Baginda berkata "Aku tidak mengira
betapa tingginya kesetiaan Purnadewi terhadap Kediri. Ia
mencintai Kediri melampaui segalanya. Suaminya yang
sangat dicintainya telah dikorbankannya"
"Dan dirinya sendiri" desis salah seorang Senapati.
"Tidak" berkata Sri Baginda "ia tidak, mengorbankan
diri bagi Kediri. Tetapi tanpa suaminya ia merasa bahwa
hidupnya tidak akan berarti lagi"
Senapati itu menunduk dalam-dalam. Ia tidak
mengatakan apa-apa lagi. Sejenak kemudian maka Sri Baginda itupun berkata -
Siapkan prajurit segelar-sepapan. Jika terjadi sesuatu
diperjalanan. jangan mengecewakan. Ambil tubuh
Pangeran suami isteri itu atas namaku. Bawa tunggul
kebesaran kerajaan. sebagai pertanda bahwa kepergian
kalian atas perintahku pribadi.
Panglima prajurit Kediri itupun mengangguk. Ia
mengerti perasaan yang bergejolak di dalam hati Sri
Baginda. Namun ia tidak mengatakan sesuatu.
Demikianlah, maka Sri Bagindapun segera
memerintahkan Panglima prajurit untuk bersiap dan
berangkat, agar pasukan itu tidak terlamat, bahwa tubuh
kedua suami isteri itu sudah dimakamkan"
Panglima pasukan Kediri itu tidak menunda waktu lagi.
Iapun segera mengerahkan semua pasukan berkuda yang
ada di dalam Kota Raja. Namun demikian, Panglima itu
tetap berhati-hati. Pasukan yang tersisa seluruhnya telah
disiagakan jika terjadi sesuatu. Mungkin para pengikut
Pangeran Kuda Permati justru menjadi putus asa dan
mengamuk tanpa menghiraukan apapun lagi.
Karena itu, setiap barak prajurit di Kediri telah bersiaga
sepenuhnya, sementara semua pasukan berkuda dari
beberapa barak dan kesatuan telah diperintahkan untuk
berkumpul di alun-alun segera.
Ternyata prajurit Kediri masih mampu bergerak cepat.
Dengan segera sepasukan prajurit berkuda yang besar dan
kuat telah siap di alun-alun, lengkap dengan pertanda dan
umbul-umbul kerajaan. Merekapun membawa rontek,
panji-panji dan klebet kebesaran pasukan mereka masingmasing.
Panglima prajurit Kediri itupun telah memimpin sendiri
pasukan itu dengan penunjuk jalan penghubung yang telah
menyampaikan laporan tentang kematian Pangeran Kuda
Permati dan isterinya. Beberapa saat kemudian maka pasukan yang besar
dengan segala macam pertanda kebesaran itupun telah
berderap di jalan-jalan menuju ke tempat yang ditunjukkan


01 Hijaunya Lembah Hijaunya Lereng Pegunungan Karya Sh Mintardja di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

oleh para penghubung. Iring-iringan pasukan itu ternyata telah mengejutkan
orang-orang yang menyaksikan. Mereka belum pernah
melihat iring-iringan sekuat itu. Apalagi dengan pertanda
utusan Sri Baginda dan tanda-tanda kebesaran di setiap
kelompok pasukan. Sementara itu, prajurit yang tersisa dan ditinggalkan di
Kota Rajapun telah bersiap-siap sepenuhnya. Kekuatan
mereka tidak begitu besar lagi. Jika terjadi sesuatu, maka
mereka harus mampu mengatasi dengan kekuatan yang
ada. Namun demikian, Senapati yang mewakili Panglima
yang sedang memimpin sendiri pasukan yang menjemput
sosok tubuh Pangeran Kuda Permati suami isteri itu, telah
menghubungi para pemimpin pasukan di perbatasan. Jika
diperlukan, maka pasukan di perbatasan itu akan ditarik
masuk ke dalam Kota Raja.
Dalam pada itu, maka iring-iringan pasukan berkuda
itupun berpacu dengan cepat melintasi bulak-bulak panjang
dana padukuhan-padukuhan. Tidak seorangpun yang
berani mengganggu pasukan itu. Bahkan pasukan Pangeran
Kuda Permati yang mengetahui pasukan yang besar itu
lewat, telah menyibak dan bahkan bersembunyi. Mereka
tidak akan berani mengambil akibat yang pahit jika mereka
berani mengganggu pasukan itu. Pasukan yang sangat besar
dan kuat, yang belum pernah dilihat oleh para pengikut
Pangeran Kuda Permati. Namun sementara itu, beberapa orang pengikut
Pangeran Kuda Permati memang sudah berhasil melarikan
diri. Mereka berusaha untuk dapat bergabung dengan
pasukan-pasukan yang berada di padukuhan yang
bertebaran. Tetapi mereka ternyata telah membawa berita yang
sangat mengejutkan bagi para pengikut Pangeran Kuda
Permati. Mereka yang melarikan diri, pada umumnya
sudah mengetahui, setidak-tidaknya mendengar dari kawankawan
mereka, bahwa Pangeran Kuda Permati telah
terbunuh bersama istrinya puteri Purnadewi.
Berita itu ikut tersebar ke lingkungan para pengikut
Pangeran Kuda Permati. "Bohong" teriak seorang perwira yang memimpin
sekelompok pasukan di sebuah padukuhan.
"Aku berkata sebenarnya" jawab pengikut yang
melarikan diri itu. Perwira itu terpaksa memikirkannya. Namun ia
kemudian berkata "Aku tidak dapat dengan tergesa-gesa
mempercayaimu. Aku harus membuat hubungan dengan
beberapa orang kawan"
"Padukuhan itu sudah direbut oleh pasukan Pangeran
Singa Narpada" berkata pengikut Pangeran Kuda Permati
yang melarikan diri itu. "Pengecut. Kenapa Pangeran Singa Narpada tidak berani
menghadapi pasukan induk kita?" bertanya perwira itu.
Pengikut Pangeran Kuda Permati yang sempat melarikan
diri itu termangu-mangu. Namun kemudian katanya
"Tetapi apa yang dapat dilakukan oleh pasukan induk ini
kemudian. Pangeran Kuda Permati sudah terbunuh. Dan
apakah kekuatan pasukan induk ini masih tetap
sebagaimana kita duga sebagaimana semula" Sebagian
diantara kekuatan induk ini, justru kekuatan yang paling
ter-percaya yang justru sedang mengawal Pangeran Kuda
Permati telah dimusnahkan oleh pasukan Pangeran Singa
Narpada" Sementara itu, kekuatan Kediri jika dikerahkan
dan mendapatkan sasaran yang benar, tidak akan dapat kita
lawan" "Omong kosong" bentak perwira itu aku tidak akan
mengambil kesimpulan dengan tergesa-gesa. 'Apalagi
mengorbankan diri untuk digantung di alun-alun"
Pengikut Pangeran Kuda Permati yang melarikan diri itu
menarik nafas dalam-dalam. Namun kemudian katanya
"Memang sebaiknya kita mencari hubungan untuk
mendapatkan keterangan yang pasti"
Dengan demikian maka perwira itu telah memanggil
beberapa orang pembantunya. Mereka mulai berbincang
tentang berita yang dibawa oleh salah seorang diantara
mereka yang sempat melarikan diri dari pertempuran di
padukuhan itu. Ternyata bahwa semuanya berpendirian, bahwa mereka
harus mendapatkan satu kepastian tentang kebenaran berita
itu. Karena itu, maka merekapun telah menugaskan
beberapa orang dalam tugas sandi untuk mencari berita dan
juga untuk mengetahui tempat dan gerak pasukan Kediri.
Dengan hati-hati merekapun telah berusaha melakukan
tugas mereka sebaik-baiknya. Tugas yang tidak akan dapat
mereka selesaikan dalam waktu satu hari saja.
Namun akhirnya merekapun mendapat keterangan
bahwa sepasukan Kediri yang kuat telah ke sebuah
padukuhan tempat Pangeran Kuda Permati dan isterinya
puteri Purnadewi terbunuh.
Tetapi mereka tidak mendapat kesempatan untuk
mendekat. Nampaknya penjagaan yang dilakukan oleh
pasukan yang menduduki padukuhan itu benar-benar ketat.
Namun dari orang-orang yang menyaksikan, petugas itu
mendapat gambaran tentang pasukan berkuda yang menuju
ke padukuhan itu. "Satu pasukan yang sangat kuat" berkata orang-orang
yang menyaksikan. Para petugas sandi itu dapat membayangkan
sebagaimana diceriterakan oleh orang-orang yang
melihatnya. Umbul-umbul rontek dan klebet dari setiap
kesatuan, serta tanda kebesaran dari pasukan Kediri dengan
umbul-umbul kerajaan. "Satu pameran kekuatan yang belum pernah terjadi"
berkata petugas sandi itu "bergabung dengan pasukan Singa
Narpada maka kekuatan itu akan benar-benar merupakan
kekuatan yang tidak terpatahkan"
Sementara itu, pasukan berkuda Kediri itu telah
memasuki padukuhan yang telah diduduki oleh Pangeran
Singa Narpada itu, dengan membawa perintah Sri Baginda,
bahwa kedua tubuh Pangeran Kuda Permati dan putri
Purnadewi harus dibawa kembali ke Istana Kediri.
Pangeran Singa Narpada yang sudah menguasai
padukuhan itu sama sekali tidak berkeberatan. Bahkan
sebenarnyalah didalam hati, Pangeran Singa Narpada juga
merasa kehilangan, karena keduanya masih keluarga
sendiri. Apalagi cara keduanya meninggal. Terutama
hormat Pangeran Singa Narpada yang terbesar ditujukan
kepada puteri Purnadewi. Nampaknya Pengeran Singa Narpada juga tidak ingin
menduduki tempat itu terlalu lama. Pasukannya juga ingin
kembali bersama pasukan berkuda itu. Namun karena diantara
mereka adalah orang-orang yang terluka, baik para
prajurit Pangeran Singa Narpada sendiri, maupun para
pengikut Pangeran Kuda Permati, maka perjalanan
merekapun akan menjadi sangat lambat, karena mereka
akan membawa beberapa buah pedati.
Karena itu, maka pasukan berkuda itupun telah dibagi.
Sebagian dari mereka akan mendahului dengan membawa
tubuh Pangeran Kuda Permati dan puteri Purnadewi.
Sedangkan sebagian kecil diantara mereka akan kembali
bersama pasukan Pangeran Singa Narpada membawa
mereka yang terluka, yang terbunuh di peperangan telah
dikubur di padukuhan yang telah mereka duduki itu untuk
sementara. Kepergian pasukan Pangeran Singa Narpada itu juga
memberi kesempatan, agar berita tentang kematian dan
sebab-sebab kematiannya lebih cepat tersebar.
Sebenarnyalah, sepeninggal pasukan Pangeran Singa
Narpada, maka beberapa orang petugas yang dikirim oleh
para perwira dari pasukan yang berpijak kepada Pangeran
Kuda Permati telah datang ke padukuhan itu untuk
mendapatkan keterangan yang dapat memastikan kematian
Pangeran Kuda Permati dan sebab-sebabnya.
Ternyata berita tentang kematian dan sebab-sebab
kematian Pangeran Kuda Permati telah menimbulkan
berbagai tanggapan dikalangan pasukan Pangeran Kuda
Permati sendiri. Namun sebagian dari mereka merasa,
bahwa mereka telah kehilangan sandaran untuk
meneruskan peperangan. Mereka tidak tahu lagi apa yang
sebaiknya mereka lakukan. Karena itu sebagiandari mereka
telah mengambil sikap menunggu perkembangan keadaan
dengan hati yang patah. Sementara itu, di Kediri, telah dilakukan satu upacara
yang wajar bagi seorang Pangeran dan isterinya yang
meninggal. Mayat keduanya diselenggarakan sebagaimana
seharusnya. Sementara itu, Pangeran Lembu Sabdata yang
diberitahukan tentang kematian Pangeran Kuda Permati,
telah terkejut bukan buatan. Rasa-rasanya hidupnya dibuncangkan
oleh satu putaran badai yang menggulung segala
masa disaat lalu dan yang bakal datang. Kematian
Pangeran Kuda Permati telah merampas segala
harapannya, sehingga Lembu Sabdatapun merasa seakanakan
iapun telah ikut terbunuh pula.
Pangeran yang garang itu tiba-tiba saja telah menangis
seperti kanak-kanak. Menangisi dua sosok mayat yang
terbujur diam, sebelum diselenggarakan upacara
sebagaimana seharusnya. Namun demikian Sri Baginda masih memerintahkan
Pangeran Lembu Sabdata untuk tetap ditahan setelah ia
mendapat kesempatan melihat kedua orang suami isteri
yang telah menjadi sosok tubuh yang membeku. Ada
beberapa pertimbangan yang mendorong Sri Baginda untuk
tetap memperlakukannya seperti itu. Jika Pangeran Lembu
Sabdata kemudian dibebaskan, maka mungkin ia akan
dapat mengambil alih pimpinan yang ditinggalkan oleh
Pangeran Kuda Permati. Bahkan mungkin Pangeran itu
akan dapat berbuat jauh lebih kasar dari Pangeran Kuda
Permati sendiri. Karena itu, untuk menjaga segala kemungkinan maka
untuk sementara Pangeran Lembu Sabdata masih harus
dibatasi kebebasannya. Namun sebenarnyalah kebencian Pangeran Lembu
Sabdata kepada Pangeran Singa Narpada menjadi semakin
memuncak. Ketika ia mendapat kesempatan untuk melihat
Pangeran Singa Narpada yang telah datang pula ke Kediri
dengan membawa orang-orang yang sakit, maka dengan
kasar Pangeran Lembu Sabdata telah memakinya.
Pangeran Singa Narpada memandanginya dengan
tajamnya. Namun kemudian Pangeran Singa Narpada itu
berkata "Bersikaplah sebagai seorang Pangeran yang baik.
Meskipun kau berada didalam pembatasan kebebasanmu,
namunkau tetap seorang kesatria. Jangana melakukan satu
tindakan yang dapat mencemarkan namamu lebih parah
lagi. Bahwa kau sudah melawan Sri Baginda itu, namamu
sudah dapat disebut pengkhianat. Apalagi jika bertindak
laku kasar" "Persetan" geram Pangeran lembu Sabdata "Aku tantang
kau berperang tanding. Kau telah membunuh Pangeran
Kuda Permati dengan curang"
"Aku tidak membunuhnya. Mungkin kau sudah
mendengar berita kematiannya" jawab Pangeran Singa
Narpada. "Omong kosong" geram Pangeran Lembu Sabdata "Kau
bunuh Pangeran Kuda Permati dan puteri Purnadewi.
Kemudian kau membuat ceritera yang tidak masuk akal itu.
"Bukan aku yang membuat ceritera" jawab Pangeran
Singa Narpada yang berusaha untuk menahan diri "justru
aku mendapat ceritera itu dari para pengawal setianya yang
langsung dapat berbicara dengan Purnadewi pada saat-saat
ia berada di ambang kematiannya.
"Kami bukan orang-orang dungu yang dapat kau kelabui
dengan ceritera-ceritera cengeng itu" bentak Pangeran
Lembu Sabdata "Karena itu, aku tantang kau berperang
tanding dengan sikap seorang kesatria, seandainya kelak
aku dihukum mati, maka aku sudah dapat membunuhmu
digelandang perang tanding yang jujur"
"Adimas Lembu Sabdata" jawab Pangeran Singa
Narpada dengan suara gemetar karena menahan gejolak
perasaannya "Kau jangan bersikap seperti orang linglung.
Kau tahu siapa aku, dan akupun tahu siapa kau. Kau tahu
tingkat kemampuanku dan aku tahu tingkat
kemampuanmu. Jangan berkata begitu. Seandainya kita
memasuki perang tanding, maka hal itu tidak akan berarti
apa-apa. Tetapi seandainya aku menolak perang tanding,
itupun tidak berarti apa-apa pula. Karena setiap orang
mengetahui tingkat kemampuan kita masing-masing"
"Pengecut" teriak Pangeran Lembu Sabdata "Kau tidak
berani menerima tantanganku?"
"Sudahlah" berkata Pangeran Singa Narpada "
tenanglah. Aku tidak mau kau jadikan alat untuk
membunuh diri" Pangeran Lembu Sabdata merasa benar-benar terhina.
Karena itu maka iapun berteriak lebih keras lagi "Kau
jangan terlalu sombong pengecut. Kita lihat, siapakah diantara
kita yang memiliki ilmu lebih tinggi"
Tetapi Pangeran Singa Narpada tidak menanggapinya. Ia
sadar sepenuhnya, bahwa Pangeran itu bukan lawannya.
Mungkin ia akan berpikir dan bahkan menerima tantangan
itu jika Pangeran Kuda Permati yang mengucapkannya,
Tetapi jika ia menerima tantangan Pangeran Lembu
Sabdata, maka beberapa orang Senopati justru akan
mempersalahkannya. karena Pangeran Lembu Sabdata
bukannya lawannya yang seimbang didalam olah
kanuragan. Karena itu, maka ditinggalkannya Pangeran Lembu
Sabdata didalam biliknya. Masih terdengar Pangeran yang
marah, kecewa, bingung dan perbagai perasaan bercampur
baur itu memakinya dengan kasar. Bahkan kemudian katakatanya
tidak lagi merupakan kata-kata pilihan seorang
Pangeran.

01 Hijaunya Lembah Hijaunya Lereng Pegunungan Karya Sh Mintardja di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

"Pangeran Lembu Sabdata memerlukan perhatian yang
sangat khusus" berkata Pangeran Singa Narpada "Aku
cemas jika ia justru terganggu ingatannya"
Sebenarnyalah kematian Pangeran Kuda Permati telah
membuat Pangeran Lembu Sabdata terguncang. Apalagi
berita yang mengatakan bahwa yang membunuh Pangeran
Kuda Permati adalah isterinya Purnadewi. Dengan segenap
kekuatan nalarnya ia berusaha untuk menolak bahwa berita
itu tidak benar. Didalam angan-angannya ia berusaha
meyakinkan dirinya sendiri, bahwa berita itu tidak benar.
Kematian Pangeran Kuda Permati adalah semata-mata
karena kelicikan Pangeran Singa Narpada, sehingga dengan
demikian, maka Pangeran Lembu Sabdata justru telah
kehilangan kepercayaannya kepada kenyataan yang terjadi.
Kenyataan baginya kemudian adalah apa yang terjadi
didalam angan-angannya. Karena itulah, maka kenyataan bagi Pangeran Lembu
Sabdata adalah berbeda dengan kenyataan yang dialami
oleh orang-orang lain. Dengan demikian, maka seperti yang dikatakan oleh
Pangeran Singa Narpada, bahwa Pangeran Lembu Sabdata
memerlukan perhatian tersendiri, karena sifat dan tingkah
lakunya kemudian telah berubah. Ia memandang segala
sesuatu atas dasar keyakinan kebenarannya yang berbeda
dengan kenyataan yang sebenarnya terjadi.
Peristiwa-peristiwa itu memang membuat Sri Baginda
menjadi semakin berprihatin. Sementara itu, masih belum
ada tanda-tanda bahwa dengan kematian Pangeran Kuda
Permati, maka permusuhan akan mereda.
Namun Pangeran Singa Narpada, Senapati yang keras
dan bersikap tegas tanpa ragu-ragu itu benar benar telah
mengalami kejenuhan, dengan saling berbunuhan. Karena
itu. maka iapun telah mengusulkan kepada Sri Baginda,
agar Sri Baginda membuat maklumat untuk memerintahkan
semua pengikut Pangeran Kuda Permati untuk menyerah.
Barang siapa yang menyerah akan dipertimbangkan
pengampunan dan pengurangan hukuman. Tetapi siapa
yang berkeras untuk melanjutkan pemberontakan akan
ditindas dengan sikap yang lebih keras lagi.
Ternyata Sri Baginda menerima usul Pangeran Singa
Narpada. Diperintahkannya untuk membuat pengumuman
bagi semua orang yang telah tersesat kedalam lingkungan
Pangeran Kuda Permati. Pahkan Sri Bagindapun lanpa
ragu-ragu memberikan batasan waktu untuk dua bulan Jika
dalam waktu yang ditetapkan masih ada orang atau
sekelompok orang yang tidak bersedia menyerah, maka
persoalannya kemudian adalah persoalan Pangeran Singa
Narpada Ternyata bahwa pengumuman itu membawa banyak se
kali pengaruh kepada para pengikut Pangeran Kuda
Permati. Perintah yang disebarkan keseluruh wilayah Kediri
itu telah menyentuh hati para pengikut Pangeran Kuda
Permati yang masih sempat mempergunakan nalarnya.
Karena itulah, maka berurutan, beberapa kelompok dari
mereka telah mendatangi kesatuan-kesatuan prajurit Kediri
untuk menyerahkan diri. Namun demikian masih juga ada orang yang mengeraskan
hatinya, untuk tetap dalam, sikapnya. Mereka justru telah
berusaha untuk menghalang-halangi kawan-kawan mereka
yang ingin menyerahkan diri. Bahkan kadang-kadang
dengan kekerasan. Karena itu, maka ada sekelompok pengikut Pangeran
Kuda Permati yang merasa dirinya terlalu lemah, berusaha
untuk justru minta perlindungan kepada para prajurit
terhadap ancaman kawan-kawan mereka sendiri sebelum
mereka menyerah. Terhadap kelompok-kelompok yang demikian, maka
para prajurit Kediri telah mendapat perintah untuk
menjemput mereka dan melindungi mereka dari ancaman
kawan-kawan mereka yang tidak ingin melihat Kediri
menjadi tenang. Dengan demikian maka dalam. waktu yang ditentukan,
sebagian dari para pengikut Pangeran Kuda Permati sudah
berada di Kediri, didalam pengawasan para prajurit.
Sehingga usaha Pangeran Singa Narpada dan pengorbanan
puteri Purnadewi dengan kematian suaminya yang
dicintainya tidak sia-sia. Bahkan kemudian puteri
Purnadewi yang merasa tidak ada lagi gunanya untuk hidup
tanpa suaminya telah membunuh diri pula.
"Purnadewi telah menyelamatkan beribu jiwa orang
Kediri dari kedua belah pihak" berkata Sri Baginda kepada
Pangeran Singa Narpada" karena itu, pantas baginya untuk
mendapat penghormatan yang setinggi-tingginya"
Pengorbanan itu memang diakui oleh semua unsur yang
ada di Kediri. Bahkan para pengikut Pangeran Kuda
Permati sendiri kemudian melihat bahwa dengan demikian
kematian-kematian dapat sangat dibatasi.
Meskipun demikian, ternyata bahwa keadaan masih
belum tenang seluruhnya. Ternyata sampai pada batas
waktu yang ditentukan, masih ada kelompok-kelompok
pengikut Pangeran Kuda Permati yang tetap pada
pendiriannya. Bahkan mereka menjadi kehilangan
pegangan dan liar. Sehingga dengan demikian mereka
justru menjadi gerombolan-gerombolan yang sangat
berbahaya. Karena itulah, maka setelah batas waktunya lewat, maka
menyusul perintah berikutnya dari Sri Baginda di Kediri
kepada semua Senapati. Bahwa mereka harus bertindak
tegas terhadap sisa-sisa pengikut Pangeran Kuda Permati.
Rakyat Kediri yang menjadi ketakutan terhadap
gerombolan-gerombolan liar yang menjadi buas itu
memerlukan perlindungan. Dengan demikian, maka pertempuran-pertempuranpun
telah mulai menjalar lagi dibeberapa padukuhan. Tetapi
suasananya sudah jauh berbeda dengan sebelumnya.
Yang terjadi kemudian, bukan lagi pertempuranpertempuran
yang sengit dari dua kekuatan yang seimbang,
atau hampir seimbang, tetapi yang terjadi kemudian adalah
bahwa pasukan Kediri sedang memburu kelompokkelompok
perlawanan yang keras kepala, putus asa dan
bahkan sebagai laku untuk membunuh diri.
Namun dengan demikian, akibatnya bagi rakyat tidaka
jauh berbeda. Kelompok-kelompok yang putus asa itu
menjadi liar dan buas. Mereka ternyata membunuh bukan
saja prajurit-prajurit, tetapi juga rakyat yang sama sekali
tidak bersalah. Justru kelompok-kelompok kecil itu sangat merugikan
rakyat Kediri. Meskipun mereka juga orang-orang Kediri
tetapi dengan putus-asa mereka menganggap bahwa semua
orang Kediri justru telah memusuhinya.
Dalam pada itu, Pangeran Singa Narpada mempunyai
tugas yang tidak susut beratnya. Ia harus menggerakkan
pasukannya dengan cepat dari satu tempat ke lain tempat.
Namun akhirnya Pangeran Singa Narpada telah
mempelajari apa yang terjadi di daerah perbatasan sebelah
Utara. Didaerah yang dipimpin oleh Panji Sempana Murti.
Karena itulah, maka Pangeran Singa Narpada telah
menganjurkan rakyat Kediri untuk menyusun kekuatan
disetiap padukuhan. Dengan demikian maka Pangeran Singa Narpada telah
memberikan tugas kepada para Senapati didaerah
perbatasan untuk menyusun kekuatan sebagaimana
dilakukan oleh Panji Sempana Murti. Prajurit Kediri akan
selalu membantu mereka. Pasukan Pangeran Singa
Narpada dan prajurit Kediri yang bertugas didaerah
perbatasan akan selalu berusaha untuk berada disegala
tempat yang membutuhkan. Karena itu, kecuali pasukan
Pangeran Singa Narpada maka disetiap daerah perbatasan
telah disusun pula pasukan berkuda yang kuat. Para
Senapati telah mempergunakan cara sebagaimana
dilakukan oleh pasukan Pangeran Kuda Per-mati dan
pasukan yang dipimpin oleh Panji Sempana Murti.
Mereka mempergunakan kuda yang ada didaerah
mereka masing-masing. Namun rakyat Kediri ternyata lebih
ikhlas memberikan kudanya kepada para prajurit Kediri
daripada para Pengikut Pangeran Kuda Permati, karena
kemungkinan untuk dikembalikan jika kuda itu berada
ditangan prajurit Kediri adalah jauh lebih besar daripada
jika kuda itu diambil oleh para pengikut Pangeran Kuda
Permati. Selain itu. maka kuda yang dapat dirampas dari
pasukan Pangeran Kuda Permati yang menyerahpun, cukup
banyak, meskipun kuda itu juga berasal dari Rakyat Kediri
sendiri. Demikian usaha yang dilakukan sebagaimana dilakukan
didaerah perbatasan Utara, maka gerak pasukan Pangeran
Kuda Permati yang tersisa dan terkoyak-koyak itu menjadi
semakin terbatas. Dengan demikian maka usaha Pangeran Singa Narpada
semakin terasa tidak sia-sia. Senapati yang keras dan
bertindak dengan tegas itu telah berusaha untuk
mengurangi jumlah kematian akibat pertentangan diantara
orang-orang Kediri sendiri.
Nampaknya usaha Pangeran Singa Narpada untuk
mengurangi korban masih dilakukan. Sekali lagi ia
memohon kepada Sri Baginda untuk memanggil mereka
yang sesat itu agar mencari jalan kembali, dengan janji
pengurangan hukuman bagi mereka yang memenuhi
panggilan itu. Tetapi bagi mereka yang menolak pada
kesempatan terakhir itu, maka Pangeran Singa Narpada dan
para Senapati di semua daerah perbatasan dan daerah
kekuasaan Kediri, akan menyapu mereka tanpa ampun.
Panglima itupun ternyata masih ada gunanya. Beberapa
kelompok diantara mereka ternyata telah menyerah,
sehingga dengan demikian maka usaha itu telah berhasil
mengurangi lagi korban yang akan jatuh dipeperangan.
Tetapi sesudah panggilan itu lewat waktunya, maka
Pangeran Singa Narpada dan para Senapati benar-benar
telah melakukan sebagaimana dikatakan sebelumnya. Sisasisa
pasukan Pangeran Kuda Permati telah disapu disegala
medan. Namun dalam pada itu, ketika pasukan Kediri bergerak
disemua medan dan menghancurkan sisa-sisa pasukan yang
memberontak "tu, maka di Singasari telah timbul pula
akibatnya. Pasukan yang dikejar-kejar di Kediri itu sebagian
telah menyusup kedaerah Singasari. Sementara itu pada
dasarnya memang sudah ada., alas bagi mereka untuk
bergerak. Ada beberapa kelompok yang dapat mereka
jadikan lan-dasan gerak selama mereka berada di Singasari.
Mereka adalah kelompok-kelompok yang pada gerakan
Pangeran Kuda Permati mulai, telah menyusup di daerah
Singasari. Mereka adalah kelompok-kelompok yang
mendapat tugas untuk menebangi hutan yang menghadap
kedaerah-daerah yang merupakan lumbung makanan bagi
Singasari dan juga Ke diri.
Karena itu, maka yang kemudian terasa adalah justru
pergolakan yang terjadi didaerah Singasari.
Dalam pada .itu, para petugas sandi baik dari Kediri
maupun dari Singasari yang berada di Kediri telah mem
berikan isyarat. Kelompok-kelompok yang kehilangan
pegangan dan putus asa itu tidak mendapat tempat lagi di
Kediri, sehingga mereka telah menyusup keluar daerah
kuasa Kediri, dalam lingkungan kesatuan Singasari.
Dengan demikian, maka pasukan Singasari yang berada
diperbatasanpun telah siap untuk bergerak. Tetapi ternyata
bahwa tugas mereka tidak semudah yang mereka duga
Pasukan yang tersisa dari para pengikut Pangeran Kuda
Permati itu, tidak melintasi perbatasan lewat jalan yang
seharusnya dilalui. Mereka telah memilih jalan yang lain,
jalan yang sesuai dengan keadaan mereka. Menyusup
diantara hutan-hutan yang lebat, melintasi daerah yang
berawa-rawa dan jalan-jalan memintas lainnya yang
biasanya sulit untuk dilalui.
Dengan susah payah mereka mencari hubungan dengan
orang-orang yang pernah bekerja sama dengan mereka.
Padepokan-padepokan dan kelompok-kelompok yang untuk
beberapa saat harus menghentikan kegiatan mereka karena
sikap para prajurit Singasari yang tegas dan Pakuwonpakuwon
yang setia yang dengan sungguh-sungguh
berusaha ikut mencegahnya.
Sementara itu, di Kediri sendiri, keadaan semakin
bertambah baik. Kelompok-kelompok kecil yang tidak
berarti telah dihancurkan sama sekali. Bukan saja oleh
pasukan Pangeran Singa Narpada dan para Senapati di
daerah perbatasan, tetapi anak-anak muda di padukuhanpadukuhan
yang bangkit bersama para prajurit telah
membantu mempercepat penyelesaian.
Meskipun masih ada juga, kelompok-kelompok yang
berhasil mengacaukan satu dua padukuhan, tetapi dengan
isyarat yang sambung bersambung, maka biasanya pasukan
berkuda yang disiapkan oleh para Senapati didaerah
perbatasan akan dapat mengatasi. Seandainya kelompokkelompok
itu sempat meninggalkan padukuhan yang
menjadi sasaran pengacauannya, namun kemudian mereka
tidak akan luput dari tangan pasukan berkuda yang mampu
bergerak cepat, karena kemampuan kelompok itu pergi,
maka mereka akan dikejar oleh suara kentongan di segala
penjuru. Karena itulah, maka hampir semua kelompok yang
tersisa telah berusaha untuk keluar dari daerah Kediri.
Tetapi karena kebencian mereka terutama tertuju kepada
Singa-sari, maka merekapun berusaha untuk dapat
menyusup memasuki wilayah Singasari atau Pakuwonpakuwon
yang setia kepada Singasari untuk melepaskan
dendam mereka. Sikap mereka yang demikian itulah yang ternyata
kemudian memang menyulitkan Singasari. Pada saat yang
demikian maka dengan tergesa-gesa Mahisa Pukat dan
Mahisa Murti telah dikirim dengan membawa pesan dari
pemimpin petugas sandi di Kediri, bahwa Singasari harus
bersiap menghadapi akibat yang demikian.


01 Hijaunya Lembah Hijaunya Lereng Pegunungan Karya Sh Mintardja di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Mahisa Bungalan dan sekelompok pasukan memang
sudah berada diperbatasan.Namun persoalan kemudian
yang timbul bukan persoalan pasukan di perbatasan.
Tetapi sebenarnyalah disamping perintah yang cepat
untuk memberikan keterangan terperinci tentang gerak sisa
pasukan Kediri, Mahisa Murti dan Mahisa Pukat juga
mendapat perintah untuk menyampaikan laporan tentang
akhir yang pahit dari kehidupan Pangeran Kuda Permati
suami istri. Berita itu diterima di Singasari sebagaimana diterima
oleh Sri Baginda di Kediri. Betapa kagumnya para
pemimpin di Singasari terhadap puteri Purnadewi yang
telah mengorbankan nilai hidupnya yang paling tinggi,
yaitu cintanya, bagi keselamatan beribu jiwa orang-orang
Kediri. Namun disamping kekaguman itu, maka di Singasaripun
telah dikeluarkan perintah untuk bertindak tegas terhadap
orang-orang Kediri yang menyusup ke Singasari dengan
sikap yang garang karena dendam dan kebencian.
Mahisa Bungalanlah yang mendapat perintah untuk
melakukannya, la harus mengambil langkah-langkah sesuai
dengan langkah-langkah yang diambil oleh Kediri sendiri.
Jika tidak maka Singasari .justru akan menjadi tempat
bersembunyi yang sejuk bagi sisa-sisa pengikut Pangeran
Kuda Permati. Dalam pada itu, maka Mahisa Murti dan Mahisa Pukat
masih saja bertugas hilir mudik antara Kediri dan Singasari.
Namun dalam keadaan terakhir, maka Mahisa Murti dan
Mahisa Pukat lebih sering berada di Singasari. Bahkan
sekali-sekali ia ikut bersama Mahisa Bungalan untuk
mengadakan pengamatan didaerah-daerah yang dilaporkan
menjadi jalur jalan pelarian dari Kediri.
Sementara itu, maka memang mulai terdengar lagi berita
tentang penebangan hutan. Bahkan pada suatu ketika,
kerusakan hutan dilerang gunung yang langsung
menghadap ke Kota Raja sudah meningkat menjadi parah.
Mahisa Bungalan berusaha untuk menindas gerakan itu
dengan hati-hati. Namun ternyata bahwa Mahisa Bungalan
lelah dipaksa oleh keadaan untuk bertindak lebih tegas lagi.
sebagaimana dilakukan oleh Pangeran Singa Narpada.
Jantung Mahisa Bungalan tidak lagi dapat disabarkan
ketika orang-orang yang berkeliaran itu tidak saja
menebangi hutan, tetapi ternyata mereka telah mulai
membakar hutan sq " Karena itu, maka perintah terakhirpun telah dijatuhkan.
Tidak ada ampun lagi bagi mereka yang telah mengacaukan
ketenangan hidup di Singasari. Terlebih-lebih lagi, mereka
itu telah merusakkan citra masa depan dengan cara yang
paling keji. Karena itulah, maka Mahisa Bungalan telah
memerintahkan pasukannya untuk menghancurkan sisa-sisa
pengikut Pangeran Kuda Permati itu didaerah Singasari.
Namun dalam pada itu, maka Singasaripun harus
mengerahkan pasukannya untuk membantu memadamkan
kebakaran di hutan dilereng sebuah bukit Sepasukan
prajurit itu harus memisahkan daerah yang terbakar dengan
daerah yang masih belum dijamah oleh api.
Dari Mahisa Murti dan Mahisa Pukat. Mahisa Bungalan
telah mendapat gambaran, apa yang terjadi di Kediri.
Karena itu agar prajurit Singasari tidak dianggap terlalu
lemah dan tidak mempunyai kekuatan, maka Mahisa
Bungalanpun telah melakukan langkah-langkah yang paling
baik menurut pertimbangannya. Sementara sebagian dari
para prajurit berjuang untuk menguasai api maka yang
lainpun telah melakukan langkah-langkah yang paling baik
bagi Mahisa Bungalan dalam menghadapi orang-orang
Kediri yang melarikan diri ke Singasari itu.
Ternyata sebagaimana dilaporkan oleh Mahisa Murti
dan Mahisa Pukat, maka Mahisa Bungalanpun sependapat
dengan langkah-langkah yang diambil oleh Panji Sempana
Murti di Kediri. Orang-orang yang melarikan diri ke Singasari itu
menghadapi perlawanan yang sama, sementara Mahisa
Bungalan telah mengerahkan prajuritnya sebagaimana
dilakukan oleh Pangeran Singa Narpada.
Namun dalam pada itu, sepasukan prajurit masih
berjuang untuk dapat menguasai api. Dengan susah payah
mereka berhasil memisahkan hutan yang terbakar itu
dengan bagian yang masih belum tersentuh api. Meskipun
dengan demikian mereka harus mengorbankan beberapa
patok tanaman di hutan itu. Namun ternyata mereka tidak
sempat menebangi pohon-pohon raksasa, sehingga karena
itu, maka kadang-kadang garis pemisah itu harus berbelok
apabila membentur pohon raksasa yang tidak mungkin
ditebang dalam waktu dekat.
Dengan bekerja keras, maka akhirnya para prajurit itu
dapat membatasi daerah yang menjadi mangsa api.
Meskipun para prajurit itu tidak mampu menahan hutan
yang tertelan oleh nyala api itu, tetapi api itu tidak lagi
menjalar keluar dari daerah yang terkurung oleh garis
pemisah yang dibuat oleh para prajurit.
Sementara itu, maka orang-orang Kediri yang menyusup
ke Singasaripun menjadi semakin kehabisan ruang gerak.
Mereka terdesak masuk kedalam hutan-hutan yang lebat
dan jauh dari padukuhan untuk menghindarkan diri dari
kejaran orang-orang Singasari. Sementara itu seperti di
Kediri maka di padukuhan-padukuhan anak-anak muda
telah bangkit dan dengan berani melawan mereka meskipun
setiap kali anak-anak muda di padukuhan-padukuhan itu
masih harus membunyikan kentongan untuk memanggil
para prajurit dari pasukan berkuda untuk segera datang
membantu mereka. Dengan demikian, maka pada suatu saat, orang-orang
Kediri itu telah benar-benar merasa terjepit.
Namun dengan demikian, maka merekapun telah
kehilangan tujuan mereka. Yang mereka lakukan kemudian
adalah sekedar mempertahankan hidup. Kadang-kadang
mereka menyamun dan merampok. Tetapi usaha itupun
semakin lama menjadi semakin sulit dilakukan karena
tekanan pasukan Mahisa Bungalan.
Maka akhirnya tidak ada jalan lain bagi mereka daripada
menyerahkan diri. Karena itulah, maka baik di Singasari, maupun di Kediri,
suasana berangsur menjadi tenang. Beberapa kelompok
kecil yang masih tertinggal tidak mempunyai pilihan lain
kecuali menyerahkan diri. Apapun yang akan mereka
alami, maka mereka akhirnya harus memilih langkah itulah
yang dapat mereka ambil satu-satunya.
Dengan demikian, maka yang dapat di atasi di Singasari
bukan saja orang-orang yang melarikan dari Kediri, tetapi
juga alas-alas tempat berpijak dari orang-orang Kediri itu,
yang memang sejak semula berada di Singasari sendiri.
Namun demikian, bukan berarti bahwa segala
sesuatunya telah selesai. Orang-orang Singasari kemudian
masih selalu sibuk dengan hutan-hutan mereka. Baik yang
ditebangi oleh orang-orang yang tidak bertanggung jawab,
dan apalagi yang telah dibakar, sehingga sebagian dari
hutan yang subur itu telah menjadi sebuah padang yang
merah gersang. Namun demikian, api itu tidak dapat
membuat tanah itu menjadi cengkar. Karena jika sekali saja
hujan menitik maka tumbuh-tumbuhanpun akan tumbuh
pula dipa-dang yang merah dan gersang itu.
Ketika musim hujan kemudian tiba, maka para prajurit
Singasari mempunyai kesibukan baru. Bersama rakyat
dibawah lereng bukit, mereka telah berusaha untuk
menanam pepohonan di hutan-hutan yang telah ditebangi
serta yang telah dimakan oleh api. Sehingga dengan
demikian, maka lereng-lereng yang gersang itu kemudian
mulai nampak hijau subur lagi. Meskipun pepohonan yang
ada kemudian masih baru tumbuh, namun hijaunya
seminya dedaunan memberikan warna harapan bagi masa
depan. Namun dalam pada itu, sebenarnyalah Kediri masih
belum tenang benar meskipun tidak nampak pada wujud
lahiriahnya. Namun demikian, beberapa orang bangsawan
justru mulai merenungi perjuangan Pangeran Kuda
Perniati. Jika semula seakan-akan mereka tidak sempat
untuk memikirkannya, namun kemudian ketika Kediri
menjadi tenang, maka waktupun terasa semakin lapang
untuk melihat Kediri dalam hubungannya dengan Pakuwon
dan Singasari sendiri. Ketika seorang Pangeran sempat datang ke sebuah ruang
tempat membatasi gerak Pangeran Lembu Sabdata, maka
Pangeran itu mendengar dalam ketidak sadarannya
Pangeran Lembu Sabdata telah mengigau tentang cita-cita
perjuangan Pangeran Kuda Permati.
"Cita-cita itu memang menarik" berkata Pangeran itu
"Tetapi cara yang diambil oleh Kakangmas Kuda Permati
ternyata keliru" Namun dalam pada itu, Pangeran yang menganggap
langkah-langkah Pangeran Kuda Permati itu keliru, telah
merenungkan cara-cara yang lebih tepat untuk berbuat
sesuatu. Dengan demikian, maka keinginan Kediri untuk
memisahkan diri atau bahkan sebaliknya menguasai
Singasari tidak dapat dipadamkan sejalan dengan
padamnya pemberontakan Pangeran Kuda Permati.
Namun para Pangeran di Kediri tidak ingin melakukan
kesalahan sebagaimana dilakukan oleh Pangeran Kuda
Permati yang jusru telah membakar Kediri dan
mengorbankan putera-putera terbaiknya.
"Cara yang ditempuh harus cara yang lebih baik dengan
persiapan yang lebih masak" berkata seorang Pangeran
"karena itu, maka selagi Sri Baginda di Kediri masih
memegang pemerintahan, maka sulit bagi Kediri untuk
dapat berbuat sesuatu"
Beberapa orang pemimpin Kediri menganggap bahwa
persatuan dibawah Singasari sebenarnya dapat terjadi
sebaliknya. Persatuan dibawah pimpinan Kediri. Tanpa
mengorbankan usaha mempersatukan daerah yang sangat
luas dalam satu panji-panji. Namun Kedirilah yang
seharusnya memegang panji-panji kekuasaan.
Tetapi semuanya masih harus disimpan didalam hati.
Para pemimpin itu sadar, bahwa mereka masih harus
menunggu satu tataran keturunan lagi untuk dapat
bertindak sesuai dengan mimpi yang mengasyikkan itu.
Namun sebaliknya, Singasari yang melihat kesungguhan
para pemimpin Kediri melawan pemberontakan Pangeran
Kuda Permati merasa bahwa para pemimpin di Kediri
benar-benar menempatkan diri pada tata hubungan yang
sudah ada antara Kediri dan Singasari. Karena itu, maka
Singasari telah menaruh kepercayaan yang semakin besar
kepada Kediri. Bersamaan dengan kepercayaan yang semakin tebal itu,
maka pepohonan di lereng-lerang pegununganpun tumbuh
dengan suburnya. Hutan-hutan yang semula kehilangan
ketepatannya, telah menjadi lebat kembali. Seribu macam
pepohonan telah membuat hutan-hutan menjadi hijau dan
lembah-lembahpun nampak semakin subur bagaikan
dibentangi selembar permadani yang hijau tebal
menyelubungi lembah dan lereng pegunungan.
Sementara itu, Mahisa Murti dan Mahisa Pukatpun telah
melakukan satu tugas yang penting. Dalam keadaan yang
paling sulit dalam hubungan antara Singasari dan Kediri,
maka kedua anak muda itu telah ikut serta menunaikan
tugas-tugas yang berbahaya.
Dalam keadaan yang semakin tenang, maka keduanya
telah menjadi lebih banyak berada kembali dirumahnya.
Namun satu hal yang masih tetap mengganggu perasaan
mereka, adalah masa-masa permulaan dari petualangan
mereka. Namun mereka selalu teringat pula pesan ayahnya dan
juga kakaknya, agar mereka tidak terlalu cepat
menyangkutkan nama-nama mereka dengan nama-nama
seorang gadis. Tetapi sementara itu. Mahisa Murti dan Mahisa Pukat
bukannya menghentikan sama sekali kegiatan mereka hilir
mudik antara Singasari dan Kediri. Sekali-sekali ia masih
juga berada di Kediri, disebuah kedai nasi dan bahkan
masih juga membantu Pugutrawe menyelenggarakan kedai
itu. Namun adalah berita yang sulit untuk mendapat tempat
dalam pembicaraan-pembicaraan resmi, bahwa pada saat
yang demikian ternyata ada binih-benih yang pada suatu
saat akan dapat tumbuh menjadi pohon raksasa yang
akarnya menghunjam jauh kedalam tanah dan
mencengkeram tanpa dapat dilepaskan lagi.
"Kakang Mahisa Bungalan" berkata Mahisa Murti pada
suatu saat " para petugas sandi di Kediri masih tetap
mencemaskan keadaan"
"Kami dapat mengerti" jawab Mahisa Bungalan "Tentu
sisa-sisa sikap para pengikut Pangeran Kuda Permati tidak
dapat dihapuskan dalam waktu satu dua hari"
"Bukan kakang" potong Mahisa Pukat "bukan sisa-sisa
pasukan Pangeran Kuda Permati, tetapi justru semacam
satu keyakinan yang baru tumbuh. Mereka sama sekali
tidak menghendaki peristiwa yang baru saja terjadi itu
terulang. Satu peristiwa pahit yang telah hampir saja
melumpuhkan Kediri. Pada umumnya para pemimpin di
Kediri telah memuji sipak Pangeran Singa Narpada, yang
meskipun seorang yang keras hati, namun dengan tidak
jemu-jemunya berusaha untuk mengurangi korban sejauh
dapat dilakukan. Bahkan usahanya untuk mempertemukan
puteri Purnadewi dengan Pangeran Kuda Permati
merupakan landasan yang paling tepat untuk menghentikan
perang yang tiada berkeputusan. Kemudian pengorbanan
puteri Purnadewi adalah pengorbanan yang tidak ada
taranya. "Jadi apa yang mereka lakukan?" bertanya Mahesa
Bungalan.

01 Hijaunya Lembah Hijaunya Lereng Pegunungan Karya Sh Mintardja di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

"Lebih berbahaya dari sekedar menebangi pepohonan.
Meskipun juga satu rencana jangka'nyang panjang" jawab
Mahisa Murti. "Ya, apa?" desak Mahisa Bungalan.
"Mereka menanamkan pengertian, bahwa sebenarnya
Kediri mempunyai kedudukan yang lebih penting dari
Singasari"jawab Mahisa Murti.
Mahisa Bungalan mengerutkan keningnya. Namun
katanya kemudian sambil tersenyum "Jangan dirisaukan.
Kesadaran itu tidak akan dapat mempangaruhi para
pemimpin Kediri yang sudah meyakini, bahwa hubungaan
antara Kediri, Singasari dan keluarga yang lain adalah
hubungan yang serasi"
Mahisa Murti dan Mahisa Pukat tidak dapat
memberikan bukti-bukti yang dapat meyakinkan Mahisa
Bunga lan. Tetapi ia berusaha untuk memperingatkan para
pemimpin di Singasari lewat Mahisa Bungalan, agar mereka
tidak menjadi lengah. "Jangan cemas" ulang Mahisa Bungalan "meskipun
demikian peringatan ini akan kami perhatikan. Kami akan
selalu menunggu keterangan-keterangan yang dapat
memberikan petunjuk tentang pergolakan yang terjadi di
Kediri. Mahisa Murti dan Mahisa Pukat mengangguk-angguk.
Dengan nada datar Mahisa Murti berkata "Kami akan
mencoba. Tetapi keterangan yang akan dapat kami berikan
tergantung sekali kepada kegiatan kawan-kawan kita yang
ada di Kediri. Tetapi kita dapat yakin, bahwa mereka akan
bekerja sebaik-baiknya. Bukan untuk mencari kesalahankesalahan,
tetapi untuk kepentingan bersama. Karena
persoalan hubungan antara Kediri dan Singasari akan
menyangkut kelestarian hidup Singasari sebagai satu
kesatuan yang besar yang meliputi daerah yang sangat luas"
Mahisa Bungalan tersenyum. Katanya "Kalian benar.
Karena itu, maka setiap keterangan akan kami hargai.
Namun aku ingin memperingatkan kepada kalian, bahwa
kalian jangan terlalu dicengkam oleh kegiatan-kegiatan
yang masih belum menunjukkan arah yang pasti"
Mahisa Murti dan Mahisa Pukat saling berpandangan
sejenak. Baru kemudian Mahisa Pukat menjawab - Baiklah
kakang. Tetapi kamipun tidak akan dapat terlalu
mengabaikan keadaan di Kediri"
Dengan demikian maka Mahisa Murti dan Mahisa Pukat
merasakan bahwa orang-orang dan terutama para
pemimpin di Singasari terlalu percaya bahwa Kediri benarbenar
telah dapat diamankan. Bukan saja dari unsur gerak
kewadagannya, tetapi juga unsur kejiwaannya. Sehingga
dengan demikian, maka Singasari yang mengikuti
pergolakan di Kediri itu menganggap bahwa pemimpinpemimpin
di Kediri telah menunjukkan satu sikap yang
dapat diandalkan untuk menanggulangi pikiran-pikiran lain
yang tumbuh di Kediri. Namun Singasari melupakan satu hal yang sebenarnya
sangat penting. Sri Baginda sendiri sebenarnya selalu
dibayangi oleh keragu-raguan, apakah yang sebaiknya
dilakukan. Ia tidak segera menghambat gerakan Pangeran
Kuda Permati. sehingga gerakkan itu sempat menjadi besar
dan sulit untuk diselesaikan. Bahkan Sri Baginda merasa
sangat kecewa ketika Pangeran Singa Narpada menangkap
Pangeran Lembu Sabdata, sehingga justru telah mengambil
satu kebijaksanaan yang aneh. Keduanya telah dimasukkan
kedalam tahanan. Baru ketika api peperangan tidak dapat dipadamkan,
Pengeran Singa Narpada telah diberi kesempatan untuk
bertindak. Meskipun agak terlambat, namun akhirnya
dengan bantuan dan pengorbanan yang tiada taranya dari
puteri Purnadewi, api peperangan dapat dipadamkan.
Tetapi keraguan-raguan Sri Baginda itu merupakan satu
hal yang sangat gawat bagi perkembangan Kediri
selanjutnya. Langkah-langkah yang kemudian diambil sama
sekali tidak menunjukkan satu kepastian sikap menghadapi
Singasari. Sehingga nampak satu kecenderungan bahwa
sebenarnya Sri Baginda juga melihat satu sisi yang lain dari
hubungan antara Kediri dan Singasari
Namun demikian, Sri Baginda masih tetap
memperhitungkan kemungkinan-kemungkinan yang dapat
terjadi. Sebagai seorang Raja maka Sri Baginda harus
memperhatikan keadaan rakyatnya dalam keseluruhan segi
kehidupan meraka. Karena itu, maka untuk sementara, Sri
Baginda di Kediri tidak menunjukkan tanda-tanda bahwa
didalam hubungan antara Kediri dan Singasari terdapat
persoalan. Namun tidak mudah untuk melihat batin seseorang.
Tidak ada orang yang tahu, apa yang tersimpan dihati Sri
Baginda di Kediri. Pada saat-saat menjelang tidur, Sri
Baginda selalu merenungi persoalan yang hidup didalam
lingkungannya. Juga persoalan yang hidup didalam dirinya.
Tetapi Sri Baginda mencoba untuk berlaku bijaksana,
sehingga ia hanya dapat berkata didalam harinya "Aku
akan menyerahkan segala sesuatunya kepada penggantiku
kelak. Apakah ia akan tetap menerima kenyataan Kediri
seperti sekarang, atau ia mempunyai pilihan lain"
Karena itu, bagi Sri Baginda, persoalan hubungan antara
Kediri dan Singasari telah ditundanya untuk satu
keturunan. Sementara itu putera Sri Baginda mulai tumbuh
menjadi seorang anak yang mempunyai kelebihan dari
anak-anak yang lain. Dalam masa anak-anaknya putera Sri
Baginda di Kediri telah menunjukkan bahwa ia akan dapat
menjadi se orang yang melampaui tataran orang
kebanyakan. Sementara itu, semakin lama keadaan baik di Kediri
maupun di Singasari dalam ujud lahiriahnya, menjadi
semakin tenang. Tidak ada lagi pertempuran-pertempuran
yang merenggut berpuluh jiwa. Tidak ada lagi kekerasan
yang membakar hubungan antara manusia. Meskipun
sekali-sekali masih juga terdengar suara titir yang
memberitahukan peristiwa yang dapat menimbulkan
kematian dan bencana, sebagaimana terjadinya
perampokan dan kekerasan yang lain, namun peristiwa
yang demikian jarang sekali terjadi. Para prajurit di Kediri
maupun di Singasari serta daerah-daerah yang lain akan
dengan cepat mengatasinya. Sehingga dengan demikian,
maka menurut ujud lahiriahnya, Singasari dan keluarga
besarnya telah menjadi tenang.
Dalam keadaan yang demikian, maka Mahisa Bungalan
sempat memperhatikan keadaan dua adiknya. Karena itu.
pada saat ia mendapat kesempatan untuk pulang dan
kebetulan sekali Mahisa Murti dan Mahisa Pukat ada dirumah.
maka Mahisa Bungalan telah minta waktu kepada
ayahnya untuk dapat berbicara dengan kedua adiknya itu
dihadapan ayahnya. "Apa yang penting untuk dibicarakan secara khusus
Mahisa Bungalan?" bertanya Mehendra.
Mahisa liungalan mengerutkan keningnya. Lalu katanya
"Ayah. Aku tidak berkeberatan memberikan kesempatan
kepada Mahisa Murti dan Mahisa Pukat untuk bertualang,
untuk mendapatkan pengalaman-pengalaman didalam
kehidupannya sebagai bekal dimasa mendatang. Tetapi
keduanya harus memperhatikan keadaan yang berkembang
disekitar kita sekarang. Setiap orang menjadi semakin tinggi
tingkat ilmunya. Memang dalam bertualang, keduanya
akan mendapat pengalaman yang dapat memberikan arti
kepada ilmu dasar mereka untuk berkembang. Tetapi pada
mulanya alasan yang mereka kuasai adalah masih pada
tataran yang belum memadai"
Mahendra mengangguk-angguk. Ia mulai mengerti
maksud anaknya. Ternyata bahwa Mahisa Bungalan juga
masih tetap memperhatikan keadaan adiknya meskipun ia
sendiri selalu terlibat kedalam tugas-tugas yang sangat berat.
Karena itu, maka Mahendrapun berkata "Jadi, kau
bermaksud untuk menahan kedua adikmu agar tetap tinggal
dirumah Setidak-tidaknya untuk sementara, agar dengan
demikian maka mereka mendapat kesempatan melengkapi
bekas mereka" "Ya" jawab Mahisa Bungalan "aku menjadi cemas
bahwa dasar ilmu dari perguruan yang tersalur kepada kita
akan menjadi semakin berkurang. Bukankah kita mengenal
paman Witantra yang seakan akan tidak ada tandingnya
disamping paman Mahisa Agni. Keduanya sudah terlalu
tua. Sementara itu ayah juga sudah menjadi semakin tua
pula. Tetapi mungkin kemampuan yang ayah miliki masih
tersimpan sebagian besar didalam diri ayah sendiri. Karena
itu, maka apakah sekiranya ayah tidak berniat untuk
menuangkan ilmu yang ada di dalam diri ayah itu kepada
Mahisa Murti dan Mahisa Pukat sampai tuntas. Mereka
akan dapat menjadi pewaris ilmu ini dengan sepenuhnya.
Akan lebih mantap kiranya, jika kami yang muda-muda ini
juga mampu menguasai dengan sempurna ilmu Bajra Geni
atau jika paman Mabisa Agni tidak berkeberatan, ilmu yang
pada akhirnya akan mampu melontarkan kekuatan aji
Gundala Sasra. Dalam petualangannya kelak, maka Mahisa
Murti dan Mahisa Pukat akan dapat lebih banyak
memberikan arti kepada kehidupan di sekelilingnya"
Mahendra mengangguk-angguk pula. Sebenarnya ia
sependapat dengan Mahisa Bungalan. Jika Mahisa Murti
dan Mahisa Pukat tidak sempat menyadap ilmu puncak dari
saluran ilmu mereka, maka cabang ilmu merekapun
semakin lama akan menjadi semakin susut sehingga
akhirnya, akan merupakan cabang ilmu yang tidak bernilai
dibandingkan dengan cabang ilmu yang lain.
Karena itu, maka Mahendrapun kemudian berkata
Mahisa Murti dan Mahisa Pukat "Anak-anak. Kalian
mendengar keterangan kakakmu yang tentu sudah kalian
mengerti maksudnya" Karena itu akan memerlukan
pendapat-mu apakah kalian setuju dengan kakakmu Mahisa
Bungalan" Mahisa Murti dan Mahisa Pukat tidak segera menjawab.
Namun rasa-rasanya mereka masih senang menempuh
perjalanan hilir mudik dari Kediri ke Singasari dengan
membawa persoalan-persoalan yang kadang-kadang
nampaknya tidak berarti, tetapi ternyata harus mendapat
perhatian yang cukup besar. Apalagi hubungannya dengan
orang-orang Singasari dalam tugas sandi di Kediri menjadi
semakin rapat, sehingga rasa-rasanya mereka tidak akan
dapat meninggalkan kawan-kawan mereka itu.
Karena kedua adiknya tidak segera menjawab, maka
Mahisa Bungalan kemudian berkata "Mahisa Murti dan
Mahisa Pukat. Mungkin kau merasa bahwa kau terpanggil
untuk melakukan tugasmu sekarang, sehingga kau
menyenanginya. Tetapi kau harus memikirkan masa depan
yang panjang bagi tugas-tugas yang lebih besar. Selebihnya
siapakah yang akan mewarisi kemampuan yang tersimpan
didalam cabang ilmu pada jalur keluarga kita?"
Mahisa Murti dan Mahisa Pukat saling berpandangan
sejenak. Namun akhirnya Mahisa Murtipun berkata
"Banyak yang harus kami pertimbangkan kakang. Tetapi
yang paling menyentuh hati kami adalah pertanyaan
kakang. siapakah yang akan mewarisi ilmu keluarga kita
seutuhnya, karena satu kenyataan bahwa kami berdua
sekarang memang bukan apa-apa"
"Jadi, apakah kalian sudah dapat mengambil satu
kepastian sikap?" bertanya Mahisa Bungalan.
Mahisa Murti menarik nafas dalam-dalam. Namun
Mahisa Pukatlah yang menjawab "Kakang. Dengan
demikian maka rasa-rasanya memang ada kewajiban bagiku
untuk melanggengkan cabang ilmu keluarga kita, dan
bahkan mungkin juga ilmu yang tersimpan didalam diri
paman Wi-tantra dan paman Mahesa Agni. Paman
Witantra mempunyai jalur ilmu yang sama dengan ayah,
tetapi paman Mahisa Agni agaknya mempunyai sumber
ilmu yang berbeda. Jika sampai saat ini ilmu yang kami
pelajari masih jauh dari pada utuh, maka baiklah, kami
akan bersedia untuk melakukannya"
Mahendra mengangguk-angguk. Katanya "Sebenarnya
ilmu dasarnya memang sudah kalian kuasai. Tetapi kalian
harus membuka kemungkinan untuk mengembangkannya
dengan laku yang berat. Itulah yang harus kalian lakukan
kemudian" Mahisa Murti dan Mahisa Pukat menganggukangguk
pula. Dengan nada datar Mahisa Murti berkata
"Tetapi kami harus minta diri kepada kawan-kawan kami di
Kediri" Mahisa Bungalan mengangguk-angguk. Ia mengerti,
bahwa Mahisa Murti dan Mahisa Pukat tidak dapat dengan
begitu saja meninggalkan tugasnya. Bahkan Mahisa Murti
dan Mahisa Pukatpun harus melaporkan kepada perwira
yang telah memberikan kepadanya pertanda bagi petugas
sandi di Kediri sehingga Mahisa Murti dan Mahisa Pukat
dapat berhubungan dengan seorang pemilik kedai bernama
Pugutrawe dan kemudian bekerja bersamanya dengan
bantuan beberapa orang dan terutama bantuan Ki Waruju
meskipun ia tidak termasuk dalam lingkungan para petugas
sandi, tetapi ia cukup banyak memberikan pertolongan bagi
Mahisa Murti dan Mahisa Pukat di dalam tugas-tugasnya.
Karena itu, maka Mahisa Bungalanpun kemudian
berkata "Aku tidak berkeberatan jika kalian memang ingin
minta diri kepada orang-orang yang telah bekerja
bersamamu dalam tugas sandimu. Tetapi setelah itu, kau
harus kembali kepada ayah dan mulai dengan menempa
diri lebih baik lagi bagi kepentingan di masa depan.
Bukankan kau menyadari, bahwa dalam keadaan yang
kemelut, yang menurut keterangan kalian sendiri, Kediri
justru bergerak lebih jauh dari sekedar menebangi
pepohonan, karena beberapa orang pemimpin mereka justru
telah menyebarkan keyakinan yang meracuni hubungan
Kediri dan Singasari. maka setiap orang memerlukan bekal
untuk menghadapi masa yang mungkin akan diliputi oleh
pertentangan di Kemudian hari?"
Mahisa Murti dan Mahisa Pukat mengangguk-angguk.
Sementara itu. Mahisa Pukatpun berkata "Baiklah Kakang.
Aku mengerti sepenuhnya bahwa kami harus berusaha


01 Hijaunya Lembah Hijaunya Lereng Pegunungan Karya Sh Mintardja di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

untuk tidak ditinggalkan oleh kemajuan ilmu disekeliling
kami. Karena itu, maka kami akan dengan segera berada
kembali dirumah untuk berbuat sebaik-baiknya, agar ilmu
kami dapat meningkat"
Mahisa Bungalan menganggu-angguk pula. Katanya
"Baiklah. Jika kalian kembali, segala sesuatunya terserah
kepada ayah. Ayah dapat menempa kalian kalian tanpa
bantuan orang lain, tetapi ayah juga dapat minta bantuan
paman Witantra dan paman Mahisa Agni sebagaimana
dilakukan atas aku dahulu. Tetapi ternyata banwa aku tidak
dapat menekuni keinginan ayah untuk menjadi seorang
yang berilmu tingi. Karena itu, selagi masih ada
kesempatan bagi kalian, maka kalian dapat
mempergunakan sebaik-baiknya"
Mahisa Murti memandang ayahnya sekilas. Kemudian
katanya "Bagaimana dengan keputusan ayah" apakah kami
boleh pergi lebih dahulu ke Kediri sebagaiaman dikatakan
oleh kakang Mahisa Bungalan.
"Aku sependapat dengan kakakmu" jawab Mahendra
"Tetapi berhati-hatilah. Kalian harus dapat menjelaskan
dengan meyakinkan bahwa kalian tidak menarik diri.
Tetapi kalian ingin memperlengkap bekal kalian untuk
melakukan tugas tugas kalian kelak. Dengan demikian,
maka kalian tidak akan mengalami banyak hambatan.
"Baiklah ayah" berkata Mahisa Murti "kami akan segera
berangkat dalam waktu dekat. Jika hari ini kami selesai
berbenah diri, maka besok pagi-pagi benar kami akan
berangkat ke Kediri, menemui kawan-kawan yang berada di
Kediri. "Pergilah" berkata Mahendra "sementara itu. aku sempat
berbicara dengan paman-pamanmu Witantra dan Mahisa
Agni. Dalam usia mereka yang semakin tua. apakah mereka
masih sanggup untuk bekerja keras, menempa kalian
sehingga kalian memiliki kemampuan yang pantas bagi
tugas-tugas kalian kelak.
Dengan demikian, maka Mahisa Murti dan Mahisa
Pukatpun telah memutuskan untuk segera pergi ke Kediri,
agar mereka segera dapat mulai dengan satu tugas baru
yang tidak kalah beratnya dari tugas yang pernah
diembannya sebelumnya meskipun tugas-tugas mendatang
lebih condong kepada tugas-tugas untuk kepentingan
pribadi. Tetapi hasilnya kelak akan dapat dipergunakannya
sebagai bekal pengabdiannya kepada Singasari.
Demikianlah, seperti yang dikatakannya, maka
dikeesokan harinya Mahisa Murti dan Mahisa Pukat telah
siap untuk berangkat. Di halaman, ayahnyaa
mengantarkannya sampai keregol, sementara Mahisa
Bungalan telah tidak ada lagi di rumah itu karena ia sudah
kembali semalam ke baraknya.
"Hati-hatilah" berkata Mahendra "jangan terjerat justru
pada saat kau ingin menyatakan diri untuk sementara
meninggalkan tugas-tugas sandi itu"
Mahisa Murti dan Mahisa Pukatpun dengan tulus
menyatakan kesanggupan mereka untuk selalu mengingat
segala pesan ayahnya. Sejenak kemudian, maka Mahisa Murti dan Mahisa
Pukat itupun telah meninggalkan rumahnya menuju ke
Kediri. Dengan demikian maka keduanya telah menempuh
jarak yang cukup jauh. Namun jarak itu sudah
ditempuhnya berulang kali, selama mereka melakukan
tugas sandi mereka. Sementara itu, disebuah padepokan yang terpencil, jauh
dari pusat-pusat keramaian, seorang pertapa duduk terpekur
merenungi ujung tongkatnya yang terbuat dari emas,
berukir kepala seekor kuda. Sekali-sekali pertapa yang
duduk sendiri diatas sebuah batu hitam di halaman samping
padepokannya itu tanpa ada seorang cantrikpun yang
menemaninya, karena pertapa itu memang ingin duduk
sendiri. Namun kemudian ia jemu pada kesendiriannya, dan
dipanggilnya seorang putut yang peling dekat dengan
dirinya. Tetapi Putut itu hanya dapat duduk sambil menunduk.
Ia tidak berani berbicara mendahului pertapa yang
nampaknya sedang berduka itu.
Namun akhirnya pertapa itulah yang bertanya kepada
Putut itu "Apakah pekerjaanmu sudah selesai?"
Putut itu mengangguk hormat sambil menjawab "Masih
ada yang belum selesai guru. Tetapi tidak terlalu penting.
"Apa?" bertanya pertapa itu
"Kami, para cantrik sedang memperbaiki sanggar. Tetapi
sebagian terbesar dari pekerjaan yang penting telah kami
selesaikan, sehingga aku rasa, aku tidak perlu selalu
menungguinya" Pertapa itu menganggu-angguk. Lalu katanya
"Bagaimana pendapatmu tentang persoalan yang tadi
malam aku katakan kepadamu?"
Putut itu mengerutkan keningnya. Kemudian ia bertanya
"Maksud guru. persoalan yang menyangkut Pangeran
Lembu Sabdata?" "Ya" jawab pertapa itu.
Putut itu menarik nafas dalam-dalam. Lalu katanya
"Menurut pengamatanku, jarak antara Pangeran Kuda
Permati dan Pangeran Lembu Sabdata terlalu jauh,
sehingga apabila guru berniat menempatkan Pangeran
Lembu Sabdata didalam tugas-tugas Pangeran Kuda
Permati, maka masih diperlukan waktu yang sangat lama.
"Kita tidak tergesa-gesa. Jika perlu kita akan menunggu
satu atau dua keturunan lagi. Itu lebih baik daripada kita
untuk sepanjang abad membiarkan keadaan seperti
sekarang ini" "Perjuangan Pangeran Kuda Permati ternyata gagal
guru" berkata Putut itu.
"Kegagalannya justru terjadi sangat menyedihkan. Aku
sebenarnya berharap, bahwa Pangeran Kuda Permati akan
mendapat kesempatan bertemu dalam peperangan atau
dimana saja, bahkan dalam perang tanding sekalipun
dihadapansaksi-saksi. Aku yakin, bahwa Pangeran Kuda
Permati akan dapat mengalahkan Pangeran Singa Narpada
betapapun juga garangnya Pangeran yang keras kepala dan
keras hati itu" "Aku sependapat guru" jawab Putut itu.
"Tetapi kematian Pangeran Kuda Permati adalah
kematian yang paling pahit dari seorang prajurit. Ia dibunuh
oleh isterinya sendiri yang menjadi jemu melihat tingkah
laku suaminya" berkata pertapa itu.
"Tetapi untuk membentuk Pangeran Lembu Sabdata
diperlukan jalan yang sangat panjang. Ia sekarang masih
berada didalam tahanan di Kediri serta diawasi dengan
ketat, apalagi sekarang Pangeran Lembu Sabdata
dikabarkan menderita gangguan syarafnya" berkata Putut
itu. "Penyakitnya bukan soal bagiku. Aku akan
mengobatinya Sementara sudah aku katakan, bahwa kita
tidakn terikat akan waktu. Meskipun aku memerlukan
waktu yang lama, tetapi akhirnya waktu itu akan datang
juga" "Tetapi Pangeran Lembu Sabdata tidak dalamkea-daan
bebas sekarang guru" berkata Putut itu.
Pertapa itu menarik nafas dalam-dalam,. Kemudian
katanya "Apakah pada satu saat ia tidak akan
dibebaskannya?" "Jika penyakitnya belum sembuh, maka aku kita, ia
masih akan tetap dalam satu pembatasan. Bukan hanya
karena ia terlibat dalam gerakan Pangeran Kuda Permati.
Tetapi juga karena penyakitnya itu"
"Ketahuilah" berkata pertapa itu kepada Pututnya "Aku
sama sekali tidak dapat menerima akhir dari perjuangan
Pangeran Kuda Permati. Aku harus berbuat sesuatu.
Karena itu maka aku akan mengambil Pangeran Lembu
Sabdata. Ia akan tinggal di padepokan ini. Aku akan
menempanya dalam ilmu dan ulah kanuragan, sehingga
akhirnya ia memiliki kemampuan seperti Pangeran Kuda
Permati. Baru kemudian aku akan melepasnya, sementara
itu, bukankah para pemimpin di Kediri sendiri masih juga
selalu dibayangi oleh keragu-raguan sikap sebagaimana Sri
Baginda sendiri" Nah. pada suatu saat maka
pemberontakan seperti yang dilakukan oleh Pangeran Kuda
Permati akan terjadi lagi. Jauh lebih dahsyat, sementara
Pangeran Singa Narpada sudah tidak mampu lagi berbuat
apa-apa, karena ia akan menjadi semakin tua, dan
kekuatannya akan menjadi aus dimakan umurnya"
Putut itu tidak menjawab. Tetapi agaknya gurunya telah
membuat perhitungan yang manatap untuk mulai dengan
langkah-langkah barunya sepeninggal Pangeran Kuda
Permati, murid kebangsaannya. Apalagi kematian Pangeran
Kuda Permati bagi pertapa itu adalah kematian yang sangat
menyakitkan. Lebih baik Pangeran Kuda Permati mati
dipeperangan daripada mati dipembaringan.
Namun demikian Putut itupun mengulang lagi "Tetapi
guru. Pangeran Lembu Sabdata ada didalam tahanan yang
dijaga sangat ketat atas perintah Pangeran Singa Narpada.
Pertapa itu tersenyum. Katanya "Apa katamu jika aku
memerintahkan kepadamu untuk mengambil Pangeran
Lembu Sabdata?" Putut itu menarik nafas dalam-dalam. Katanya "Jika aku
mendapat perintah itu guru, maka aku akan
menjalankannya dengan penuh tanggung jawab, apapun
yang akan terjadi" Pertapa itu mengangguk-angguk. Katanya "Bagus. Kau
adalah muridku yang dapat aku banggakan. Sebenarnya
aku dapat menjadikan kau pengganti pangeran Kuda
Permati didalam olah kanuragan. Tetapi untuk memimpin
perlawanan ini aku memang merasa perlu bekerja bersama
dengan pihak istana atau keluarganya. Dengan seorang
Pangeran maka segalanya akan berjalan lebih lancar dan
para pengikutpun akan menjadi tidak ragu-ragu, bahwa trah
istana telah melibatkan diri pula"
Putut itu menarik nafas dalam-dalam. Tetapi ia mengerti
sepenuhnya. Seandainya ia menjadi semakin matang
didalam ilmu, namun ia tidak akan dapat berjuang untuk
menggantikan kedudukan Pangeran Kuda Permati. Hanya
orang yang memiliki darah bangsawan sajalah yang akan
dipercaya untuk memegang pimpinan dan kelak menjadi
Raja didalam satu negara Kediri yang menguasai semua
daerah yang sekarang dipersatukan oleh Singasari.
Karena itu, maka yang akan dapat menggantikan
kedudukan Pangeran Kuda Permati, sehingga akan
mendapat pengikut yang meyakinkan adalah keluarga
istana Kediri sendiri. Dengan demikian maka Putut itupun berkata "Guru.
Sebenarnyalah hanya keluarga bangsawan sajalah yang
akan dapat menerima wahyu keraton. Karena itu, maka aku
kira, apa yang guru maksudkan dengan mengambil
Pangeran Lembu Sabdata adalah jalan yang paling tepat.
Namun jika usaha mengambil itu gagal oleh Pangeran
Singa Narpada, maka baik yang mengambil maupun yang
diambil tentu tidak akan ada ampun lagi. Pangeran Singa
Narpada tidak akan memberikan kemungkinan lagi bahwa
pada suatu saat usaha itu berhasil"
"Hukuman mati?" bertanya pertapa itu.
"Ya, guru" jawab Putut itu. Tetapi katanya kemudian "
Namun demikian, apapun yang mungkin terjadi akan aku
lakukan jika guru memerintahkan aku untuk mengambil
Pangeran Lembu Sabdata di bilik tahanannya"
Pertapa itu mengangguk-angguk. Lalu katanya "Apakah
kau sudah mengetahui dimana Pangeran Lembu Sabdata
ditahan, dan apakah kau dapat memperhitungkan kekuatan
yang menjaganya?" "Belum guru. Tetapi sudah barang tentu, untuk
membebaskan Pangeran Lembu Sabdata maka hal itu harus
diketahui lebih dahulu" Pertapa itu tersenyum. Lalu
katanya "Aku percaya padamu. Aku percaya kepada
keberanianmu dan kesetiaanmu. Namun untuk tugas ini
aku tidak sampai hati menyerahkannya kepadamu"
"Kenapa guru" Apakah guru tidak yakin akan
kemampuanku?" bertanya Putut itu.
"Jika aku memaksamu pergi, maka akan sama artinya
dengan aku telah membunuhmu" berkata pertapa itu "Aku
mengerti betapa kuatnya penjagaan di Kediri khususnya
pada tempat Pangeran Lembu Sabdata itu disimpan.
Karena itu, pekerjaan ini hanya pantas aku lakukan sendiri.
Mungkin aku akan membawamu untuk membantuku.
Tetapi bukan kau sendiri"
Putut itu menarik nafas dalam-dalam. Lalu katanya
"Terima kasih guru. Tetapi aku akan tetap menerima tugas
apapun juga meskipun kemungkinan maut itu
membahayangiku" "Aku percaya kepadamu. Tetapi tugas ini bukan tugas
anak-anak" jawab pertapa itu. Lalu "siapkan sanggar. Aku
akan berada dalam sanggar sebelum aku mengambil
keputusan pergi ke Kediri"
Putut itu mengangguk hormat. Kemudian katanya
"Apakah aku harus melakukannya sekarang guru"
"Ya. Bersihkan dirimu sesudah itu, dan ikut dalam dunia
hening, agar usahaku berhasil" berkata pertapa itu.
Sejanak kemudian Putut itupun telah meninggalkan
pertapa itu. Ia pergi kepada para cantrik yang sedang
memperbaiki sanggar. Namun seperti yang dikatakannya,
bahwa pekerjaan itu memang sudah hampir selesai.
Sehingga karena itu, maka pekerjaan itu sudah dapat
dihentikannya. Diberitahukannya kepada para cantrik, bahwa guru
mereka akan berada dalam sanggar untuk melakukan
semedi. Bukan untuk memberikan latihan-latihan olah
kanuragan. "Beristirahatlah" berkata Putut itu "pekerjaan kalian
agaknya memang sudah selesai"
Para cantrikpun kemudian telah meninggalkan pekerjaan
mereka membersihkan dan memperbaiki sanggar itu,


01 Hijaunya Lembah Hijaunya Lereng Pegunungan Karya Sh Mintardja di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

karena sanggar itu akan dipergunakan oleh guru mereka.
Putut itupun kemudian telah pergi ke p"kiwan untuk
membersihkan dirinya, karena ia akan ikut bersama
gurunya memasuki sanggar dan melakukan semedi.
Demikianlah, maka pertama itu telah mengambil satu
keputusan didalam samadinya untuk melepaskan dan
membawa Pangeran Lembu Sabdata ke padepokan itu.
Pangeran Lembu Sabdata harus menjadi lambang perjuangan
orang-orang Kediri sebagaimana dilakukan oleh Pangeran
Kuda Permati. Bahkan pertapa itu akan berusaha untuk
mempengaruhi sikap Sri Baginda yang masih selalu
diombang-ambingkan oleh keragu-raguan itu. Jika hal itu
berhasil dilakukan, dan Sri Baginda sendiri dapat
menentukan sikapnya melawan Singasari, maka sebenarnya
Kediri akan mampu melaksanakannya. Bahkan mungkin
Singasari akan banyak kehilangan dukungan dari Pakuwonpakuwon
yang akan berpihak kepada Kediri atau usaha
mereka untuk membebaskan dari pengaruh Singasari.
Tengah malam maka pertapa bersama muridnya yang
paling dekat dengan dirinya itu telah menyelesaikan
semadinya. Mereka keluar dari sanggar setelah semua orang
tertidur nyenyak. "Ya guru" jawab Pututnya " lalu, apakah guru juga akan
beristirahat" "Ya. Sebentar lagi" jawab gurunya.
Putut itu menarik nafas dalam-dalam. Namun kemudian
iapun telah pergi kedalam biliknya, sementara gurunya
telah pergi ke samping padepokannya dan duduk diatas
sebuah batu hitam sebagaimana sering dilakukannya.
Sepi malam terasa meresap sampai kepusat jantung.
Pertapa yang duduk diatas sebuah batu seorang diri itu
memandang ke dalam kegelapan. Seolah-olah ia ingin
melihat apa yang terdapat dibalik kegelapan itu.
Pertapa itu tidak dapat mengingkari penglihatan hatinya
terhadap persoalan yang akan dilakukannya. Sebagaimana
ia memandang malam itu, maka persoalan yang dihadapinyapun
terlalu gelap baginya. Ia memang mungkin
dapat mengambil Pangeran Lembu Sabdata. Namun
apakah Pangeran itu akan dapat memenuhi keinginannya.
"Tetapi aku harus berusaha" berkata pertapa itu didalam
hatinya. Apapun yang akan terjadi, namun pertapa itu
merasa harus berbuat sesuatu sebagaimana diputuskan
didalam samadinya. Bahwa ia akan mengambil Pangeran
Lembu Sabdata. Meskipun dalam keheningan dunianya ia tidak
menemukan jawaban yang terang, namun ia telah
menemukan satu tekad untuk melakukannya.
Pertapa itu menarik nafas dalam-dalam. Sementara itu
dikejauhan mulai terdengar suara ayam jantan yang
berkokok bagaikan saling bersahutan.
Pertapa itupun kemudian berdiri dan meninggalkan batu
yang sering menjadi tempat baginya untuk menyendiri itu.
Pada sisa malam ia memasuki biliknya. Namun ia tidak
dapat melepaskan diri dari gejolak perasaannya. Karena itu,
meskipun kemudian pertapa itu berbaring dipembaringannya,
namun matanya sama sekali tidak terpejam.
Demikianlah, maka sejak hari itu, maka pertapa beserta
seorang Pututnya yang terdekat telah menyiapkan diri lahir
dan batin untuk mengadakan perjalanan ke Kediri dan
mengambil Pangeran Lembu Sabdata. Mereka masih harus
menyelidiki dimana Pangeran itu ditahan dan mereka
masih harus mengetahui sampai seberapa jauh ketatnya
penjagaan. "Selama ketatnya penjagaan hanya sekedar ketatnya
penjagaan kewadagan. maka aku akan dengan mudah
menembusnya dan membawa Pangeran itu ke padepokan
ini" berkata pertapa itu kepada Pututnya.
Pututnya itupun mengangguk hormat. Ia mengerti
maksud pertapa itu. Bahwa ia akan dapat mempergunakan
ilmunya untuk menyesatkan atau bahkan untuk
menghapuskan sama sekali pengamatan orang-orang Kediri
terhadap kehadirannya. Yang penting baginya hanyalah menentukan saja. kapan
ia akan pergi ke Kediri dan melakukan niatnya itu.
Akhirnya, pertapa itupun mengambil keputusan bahwa
dihari terakhir pekan itu. mereka akan berangkat ke Kediri
untuk melaksanakan maksudnya.
Pada hari yang ditentukan, maka pertapa itu telah
memanggil murid-muridnya yang jumlahnya tidak terlalu
banyak. Tetapi pertapa itu tidak berkata sebenarnya apa
yang akan dilakukannya. Ia hanya mengatakan, bahwa
untuk beberapa waktu ia akan meninggalkan. padepokan
itu bersama Putut yang dianggap paling tua diantara muridmuridnya
itu. "Kapan guru akan datang kembali?" bertanya seorang
cantrik. Selama ketatnya penjagaan hanya sekedar ketatnya
penjagaan kewadakan^ maka aku akan dengan mudah
menembusnya dan membawa Pangeran itu ke padepokan
ini" berkata pertapa itu kepada Patutnya.
"Aku tidak dapat mengatakannya" jawab pertapa itu
"Tetapi tidak akan lebih dari sepuluh hari"
"Sepuluh hari" ulang seorang cantrik "begitu lama?"
Pertapa itu berpaling. Dipandanginya cantrik itu sejenak.
Lalu jawabnya sambil tersenyum "Hanya sepuluh hari.
Terlalu pendek untuk satu tugas tertentu"
Cantrik itupun menarik nafas dalam-dalam. Tetapi ia
tidak bertanya lebih jauh.
Dalam pada itu, maka pertapa itupun telah menunjuk
salah seorang muridnya yang tertua diantara mereka yang
ditinggalkannya untuk bertanggung jawab atas padepokan
itu selama ditinggalkannya bersama muridnya yang tertua.
"Mudah-mudahan tidak ada persoalan yang gawat
terjadi selama guru tidak di padepokan" berkata muridnya
itu. "Kalian sudah cukup dewasa, sehingga sudah saatnya
bagi kalian untuk belajar bertanggung jawab, karena pada
satu saat, gurumu ini akan pergi untuk tidak kembali"
berkata gurunya kemudian.
Para cantriknya tidak bertanya lagi. Mereka menyadari,
tentu ada satu tugas yang sangat penting yang akan
dilakukan oleh guru mereka, karena mereka menyadari,
guru mereka itu jarang sekali keluar dari gerbang
padepokan jika tidak ada sesuatu yang sangat penting.
Apalagi menurut pengamatan mereka dalam beberapa hari
terakhir, gurunya nampak murung dan lebih senang duduk
seorang diri. Demikianlah, maka sejenak kemudian, pertapa itupun
telah minta diri untuk berangkat menuju ketempat yang
tidak diberitahukannya pula kepada murid-muridnya yang
ditinggalkannya. Namun demikian mereka lepas dari padepokannya,
maka merekapun tidak membuang waktu. Mereka langsung
dengan cepat menuju ke Kota Raja. Kediri.
"Waktu kita tidak terlalu lama" berkata Putut itu. Tetapi
pertapa itu tersenyum. Katanya "Kita tidak terikat kepada
yang sepuluh hari itu. Aku hanya menyebut angka asal saja.
Mungkin kita memang memerlukan waktu yang lebih
lama" Putut itu menarik nafas dalam-dalam. Namun baginya
sepuluh hari adalah waktu yang sangat sempit. Mereka
masih belum tahu keadaan Pangeran Lembu Sabdata yang
sesungguhnya. Sehingga karena itu, mereka masih harus
mempelajarinya sebelum berbuat sesuatu.
Demikianlah maka kedua orang itupun berusaha untuk
dapat mencapai Kediri secepat-cepatnya. Tetapi keduanya
sengaja tidak mempergunakan kuda, agar mereka dapat
bergerak lebih bebas selama mereka di Kediri tanpa
terganggu oleh persoalan kudanya.
Sebenarnyalah bahwa jarak bukan merupakan persoalan
bagi kedua orang itu. Seandainya mereka harus berjalan
dari ujung sampai keujung tanah inipun akan mereka
lakukan dengan tanpa merasa letih sama sekali.
Karena itu, jarak antara padepokan mereka sampai ke
Kota Raja, bukanlah sesuatu yang pantas mereka
persoalkan. Demikianlah maka keduanya berjalan dengan cepat
menuju ke Kota Raja. Tetapi bagaimanapun juga, jarak
yang memisahkan antara padepokan mereka dan Kota Raja
memerlukan waktu untuk melintasinya. Karena itu, maka
perjalanan merekapun telah melampaui waktu demi waktu.
Saat-saat matahari sampai kepuncak. keduanya sama
sekali tidak menghiraukannya. Bahkan ketika matahari
mulai condong ke Barat dan turun mendekati punggung
bukit. Keduanya masih tetap berjalan dengan langkah yang
tetap, seolah-olah mereka baru menempuh perjalanan
beberapa puluh tonggak saja.
Dibawah teriknya matahari yang sudah mulai merendah,
pertapa itu berkata kepada Putut yang menyertainya "Aku.
mempunyai seorang sahabat di Kota Raja. Mudahmudahan
ia masih tinggal ditempatnya. Meskipun aku
sudah cukup lama tidak memasuki Kota Raja, tetapi belum
setahun yang lalu, sahabatku itu pernah berkunjung ke
padepokan kita" "Ya mana yang guru maksudkan?" bertanya Putut itu.
"Umurnya sebaya dengan aku. Tetapi tubuhnya nampak
lebih kuat dan kekar, meskipun itu belum menentukan
bahwa ia memiliki kelebihan dari aku. Bukan maksudku
untuk menyombongkan diri, tetapi agar kau mendapat
gambaran yang benar tentang orang itu. Orang yang
bertubuh tegap, tinggi dan kekar itu memang seorang yang
kuat. Tetapi ilmunya tidak cukup tinggi. Karena itu, ia tidak
banyak berbicara dalam dunia kanuragan. Yang dilakukan
adalah, menggarap sawahnya yang cukup luas serta
memelihara ternaknya yang cukup banyak"
"Apakah ia orang kaya?" bertanya Putut itu.
"Ya. Ia adalah seorang yang kaya meskipun tidak terlalu
kaya. Tetapi penghasilannya melampaui kebutuhannya,
sehingga ia mempunyai kesempatan untuk memperluas
tanahnya dan memperbanyak binatang pemeliharaannya"
jawab pertapa itu. Muridnya mengagguk-angguk. Lupa-lupa ingat ia
memang pernah mengenal orang itu. Namun kemudian
muridnya itupun bertanya "Apakah maksud, guru, kita
akan singgah kerumah sahabat guru itu?"
Pertapa itu mengangguk-angguk. Katanya "Aku
memang ingin pergi kerumahnya. Kecuali orang itu
memiliki pengaruh yang cukup bagi orang-orang
disekitarnya, maka rumahnyapun cukup luas untuk
memberi tempat kepada kita bermalam selama kita berada
di Kediri. Namun sudah barang tentu, bahwa kita tidak
akan dapat mengatakan kepadanya, keperluan kita yang
sebenarnya berada di Kediri"
"Jadi, bagaimanakah dengan Pangeran Lembu Sabdata
setelah berhasil kita bebaskan" bertanya muridnya.
"Kita tidak akan membawanya kerumah sahabatku itu"
jawab pertapa itu. Muridnya mengangguk-angguk. Ia mengerti maksud
gurunya. Karena itu, maka iapun tidak bertanya lagi.
Namun dalam pada itu, gurunyalah yang berbicara lebih
lanjut tentang sahabatnya itu "Mudah-mudahan sahabatku
itu tidak melibatkan diri dalam pertentangan yang baru saja
berakhir dan apalagi berpihak kepada Pangeran Singa
Narpada" Muridnya mengerutkan keningnya. Hampir diluar
sadarnya ia justru bertanya "Bagaimanakah jika ternyata
sahabat guru itu berpihak kepada Pangeran Singa Narpada,
atau setidak-tidaknya menentang usaha Pangeran Kuda
Permati dan Pangeran Lembu Sabdata?"
"Bukankah kita tidak mengatakan niat kita yang
sebenarnya?" sahut gurunya. Lalu "Karena itu, maka kita
harus berhati-hati. Kita jangan terjebak kedalam satu
keadaan yang dapat menggagalkan usaha kita justru dari
hal-hal yang kecil dan kurang berarti"
Muridnya mengangguk-angguk. Namun iapun sadar,
bahwa mereka harus merahasiakan tujuan mereka untuk
berada di Kediri. Sementara itu gurunya berkata "Aku dapat mencari
alasan kenapa aku datang ke Kediri"
Muridnya berpaling kearah pertapa yang berjalan sambil
menatap jalan dihadapannyfe tanpa berpaling sama sekali.
Sementara itu muridnya berkata "Aku mengerti guru"
"Ya. Aku memang selalu percayai kepadamu. Karena
itu, kau aku bawa bersamaku ke Kediri. Aku yakin bahwa
kau akan dapat membantuku. Bukan sebaliknya
mempersulit tugasku untuk mengambil Pangeran Lembu
Sabdata" berkata pertapa itu.
Putut itu menarik nafas dalam-dalam. Ia sadar, bahwa
tugas yang akan dilakukan oleh gurunya bukan tugas yang
ringan. Mengambil Pangeran Lembu Sabdata dari bilik
yang mengurungnya, yang tentu dijaga dengan rapat sekali
oleh para prajurit Kediri.
Betapa panjangnya perjalanan mereka, namun keduanya
semakin lama menjadi semakin dekat pula dengan Kota
Raja. Ketika matahari turun, mereka memang belum
memasuki pintu gerbang Kota Raja, bahwa mereka masih
berada ditepi sebuah hutan kecil yang tidak terlalu lebat,
namun yang justru menjadi daerah perburuan bagi para
keluarga Istana dalam saat-saat yang tenang. Namun
selama Kediri bergolak daerah itu seakan-akan menjadi
jarang sekali disentuh kaki. Jarang sekali terdengar derap
kaki kuda para bangsawan yang berburu bersama para
hambanya. Justru karena itu, maka binatang dihutan itupun
merasakan hidup mereka menjadi agak tenang.
"Kita akan meneruskan perjalanan" berkata pertapa itu
"dan kita akan berhenti pada jarak yang memungkinkan,
besok pagi-pagi benar kita memasuki pintu gerbang.
Muridnya mengangguk kecil sambil menjawab "Terserah
saja kepada guru. Aku akan melakukan apa yang dilakukan


01 Hijaunya Lembah Hijaunya Lereng Pegunungan Karya Sh Mintardja di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

oleh guru" Ketika mereka sampai disebuah padukuhan kecil di
seberang padang ilalang yang membatasinya dengan hutan
kecil itu, matahari telah jauh tenggelam sehingga digardu
regol padukuhan obor telah dinyalakan. Namun demikian
belum seorangpun yang berada di gardu dalam tugas ronda.
Tetapi pertapa itu tidak mau bermalam di padukuhan.
Mereka melintasi padukuhan itu dan justru berhenti
disebuah pategalan yang agak luas. Pategalan kering yang
ditumbuhi beberapa jenis pepohonan dan tanaman padi
gag". "Kita bermalam disini" berkata pertapa itu. Muridnya
mengikutinya memasuki pategalan itu dan menemukan
sebuah tempat yang paling baik untuk bermalam.
Pertapa itupun kemudian duduk bersandar sebatang
pohon sambil menyusup tubuhnya yang basah oleh
keringat. "Apakah didalam impesmu masih ada air?" bertanya
pertapa itu. Putut itupun kemudian menyerahkan impesnya yang
ternyata masih berisi air yang cukup untuk melepaskan haus
mereka berdua. Namun keduanya sama sekali tidak
membawa bekal lain. Tetapi pertapa dan pulutnya itu sudah terbiasa untuk
tidak makan sehari penuh. Mereka sudah makan beberapa
potong ketela pohon pada saat mereka berangkat, sehingga
karena itu, mereka tidak memerlukannya lagi untuk sehari
itu. Malam itu mereka tertidur dengan nyenyaknya,
meskipun tanpa berjanji mereka telah berbagai waktu.
Pertapa itu tertidur sampai lewat sedikit tengah malam.
Kemudian ketika ia terbangun, maka Pututnyalah yang
tidur sampai menjelang dini hari.
Seperti yang mereka rencanakan, maka pagi-pagi benar
mereka telah memasuki pintu gerbang Kota Raja. Dengan
ingatannya yang tajam, maka pertapa itu telah menyusuri
jalan yang langsung menuju kerumah sahabatnya itu.
Tentu saja kedatangan mereka telah mengejutkan
pemilik rumah itu. Seorang yang bertubuh tinggi, kekar dan
kuat. "Ajar Bomantara" sapa pemilik rumah itu. Pertapa yang
dipanggil Ajar Bomantara itu tersenyum. Katanya "Itu
bukan namaku. Tetapi baiklah, mungkin kau hanya ingat
panggilan itu" "O, jadi aku salah menyebut namamu?" bertanya orang
itu. "Bukan salah. Itu memang panggilan bagiku sejak aku
muda" jawab pertapa itu.
"Marilah, silahkan masuk" orang yang bertubuh tinggi
kekar itu mempersilahkan.
Ketika Ki Ajar sudah duduk disebuah amben bambu,
maka iapun kemudian bertanya "Bukankah aku masih
mengenal rumahmu Ki Sadmaya. Aku sudah cemas bahwa
kau tidak lagi tinggal dirumah ini sehingga aku akan
menjadi kebingungan untuk mencarimu.
"Ah, jika aku pindah dari tempat ini, lalu aku akan
tinggal dimana?" sahut Ki Sadmaya.
"Bukankah Ki Sadmaya mempunyai tanah yang luas dan
rumah yang berceceran diseluruh tlatah Kediri" Ki Ajar itu
berkelakar" Ki Sadmaya tertawa. Lalu katanya "Kau masih juga
senang bergurau sampai rambutmu menjadi putih seperti
kapuk. He, bukankah kau dan seisi padepokanmu selamat"
"Semuanya baik-baik saja Ki Sadmaya, sebagaimana
keadaan disini bukan?" bertanya Ki Ajar.
"Sebagaimana kau lihat. Aku masih tetap seperti dahulu.
Sehat, dan semuanya berjalan lancar. Anak isteriku juga
sehat. Kebo sapiku juga menjadi baranahan anak beranak
"Ki Sadmaya itupun kemudian tertawa.
Ki Ajarpun tertawa pula. Sementara muridnya dalam
sekilas itupun telah teringat kembali, bahwa orang yang
bernama Ki Sadmaya itu memang pernah mengunjungi
padepokannya. Bukan hanya satu kali. Tetapi seperti yang
dikatakan gurunya, yang terakhir kali adalah sekitar
setahun yang lalu. Demikianlah maka pembicaraan selanjutnya dengan
cepat telah berjalan semakin lancar, sehingga pada suatu
saat Ki Sadmaya itu bertanya "Siapakah yang datang
bersamamu itu?" Ki Ajar berpaling kepada Pututnya. Lalu katanya "Salah
seorang cantrikku" Ki Sadmaya itu mengangguk-angguk. Katanya "Aku
tentu sudah pernah melihat sebelumnya"
"Ya. Ia sudah lama berada di padepokanku. Ketika kau
datang ke padepokan, ia sudah berada dipadepokan itu
pula. berkata Ki Ajar. Ki Sadmaya mengangguk-angguk. Sambil memandang
Putut itu ia bertanya "Siapakah namamu anak muda?"
Putut yang duduk tepekur itu mengangkat wajahnya.
Jawabnya "Namaku Panjer, Ki Sadmaya. Putut Panjer"
"O" Ki Sadmaya mengangguk-angguk. Katanya "Aku
memang pernah mendengar namamu ketika aku
berkunjung ke padepokanmu. Tetapi mata tua ini agaknya
sudah menjadi kabur, sehingga aku tidak dapat dengan
segera menganalmu. Tetapi ketika aku mendengar
namamu, maka aku segera teringat"
"Aku waktu itu sudah ikut melayani Ki Sadmaya ketika
datang berkunjung ke padepokan kira-kira setahun yang
lalu. Bahkan sejak kunjungan yang sebelumnya"
Ki Sadmaya itu mengangguk-angguk. Kemudian iapun
kembali bertanya kepada Ki Ajar "Apakah kedatangan Ki
Ajar mempunyai kepentingan yang sangat mendesak?"
Ki Ajar itu tertawa kecil. Katanya "Tidak Ki Sadmaya.
Aku tidak mempunyai kepentingan apapun juga. Aku
hanya ingin melihat keadaan Kota Raja yang sudah lama
sekali tidak aku lihat. Selebihnya, aku akan sempat
menengok keselamatan Ki Sadmaya dengan keluarga"
"Sukurlah jika kau tidak mempunyai kepentingan yang
mendesak, sehingga kau akan mempunyai banyak
kesempatan untuk melihat-lihat keadaan Kota Raja setelah
perang berakhir" berkata Ki Sadmaya.
Ki Ajar mengangguk-angguk kecil. Namun tiba-tiba ia
bertanya "Bagaimana keadaan setelah perang berakhir?"
"Keadaan sekarang sudah menjadi tenang" berkata Ki
Sepasang Alap Alap Bukit 1 Keponakan Penyihir The Magician's Nephew Karya C S. Lewis Pedang Kunang Kunang 9
^