Pencarian

Misteri Pohon Kematian 1

Dewi Ular 18 Misteri Pohon Kematian Bagian 1


Tara 2agita I8. Misteri Pohon kematian
SESOSOK mayat dimakamkan menjelang pukul empat sore. Mereka yang hadir dalam pemakaman tersebut rata-rata berpakaian lusuh Penampilan mereka sangat sederhana. Terkesan kumuh dan kumal. Alas kaki mereka hanya sepasang sandal. Kalau toh ada yang memakai sepatu, itu pun sepatu rembeng. Jumlah mereka tidak sebanyak pemakaman biasanya. Kali ini mereka hanya sekitar 15 orang. Tidak satu pun yang datang ke pemakaman tersebut mengendarai mobil atau motor. Mereka berjalan kaki sebelum tiba di pemakaman. Berbaris tak beraturan mengiringi jenazah yang digotong memakai keranda berkarat. Kain penutup keranda tak sampai menutup rapat Bahkan di salah satu tepinya tampak kain penambal warna beda.
Tetapi sebelum jenazah diturunkan keliangkubur ada sebuah mobil sedan mewah berhenti di depan gerbang tanah pemakaman. Mobil itu adalah BMW warna hijau bening, seperti batu giok. Derum suara mobil berhenti : membuat sebagian besar dari mereka yang sedang bersiap-siap menurunkan jenazah menjadi berpaling satupersatu. Mereka menatap sedan mewah itu. Mereka terheran-heran melihat seorang gadis cantik jelita berpenampilan sangat ekslusif keluar dari mobil. mengenakan kacamata hitam dan kerudung kepalanya
dari kain sutera warna hitam pula
"Siapa dia?" "Nggak tahu." "Mungkin mau ziarah ke salah satu makam di sini."
"Tapi kok wajahnya menghadap ke kita?"
"Iya. Sepertinya memandang kemari tuh." Lalu, seorang pemuda berpakaian rapi juga turun dari mobil Penampilannya memang lebih keren dari mereka. Namun masih kalah bagus dengan penampilan gadis - cantik jelita itu Si pemuda yang tadi keluar dari pintu sopir berjalan sedikit kebelakang sigadis cantik. Orang orang lusuh disekeliling liangkubur itu semakin berkerut dahi, karena ternyata kedua penumpang mobil mewah tadi berjalan mendekati mereka. Rupanya kedua orang | keren itu juga ingin ikut menghadiri upacara pemakaman jenazah tersebut.
"Wah. bau bunga apa ini" Kok harum sekali"!"
"Ya, ampun... begitu gadis itu mendekat kemari, langsung sekitar tempat ini jadi wangi sekali"!"
"Iya lho... padahal dia nggak membawa bunga apaapatuh!"
"Ssst...! Mungkin gadis cantik itulah yang bernama Nona Dewi. hmmm... Kumala Dewi."
"Ah sok tahu luh. Darimana kamu tahu kalau dia Nona Kumala Dewi paranormal kondang itu?"
"Bau wangi ini!" -
"Maksudmu?" "Konon... menurut kabar yang pernah kudengar. Nona Kumala Dewi memiliki keistimewaan. Ke mana pun dia pergi lalu diikuti oleh wewangian yang sedap, harum
Tara zagita 18. Misteri Pohon kematian
sekali, tapi tak membosankan. Dan, konon lagi... aroma wangi itu berasal dari tubuhnya Nona Kumala."
"Maksudmu, keringat gadis itu menyebarkan aroma wangi seperti sekarang ini?"
"iya! Tapi itu menurut kabar yang kudengar lho. Aku sendiri belum pernah bertemu dengan Nona Kumala Dewi itu. Apa benar yang ini orangnya, atau bukan sama sekali."
"Sst...! Sudah, sudah...jangan pada brisik!Jenazahnya mau dimakamkan tuh!" Suasana di pemakaman menjadi sepi. Hening. Biar matahari memancar terang, panasnya menyengat kulit. tapi tidak ada satu pun dari mereka yang membawa payung untuk berteduh sendiri Tak heran jika tubuh mereka mengkilap karena keringat bercucuran. Toh mereka tak peduli dengan keringat Mereka punya ketulusan hati, mengantar kepergian sesosok raga yang sudah ditinggalkan oleh rohnya itu. Mereka punya niat memberi penghormatan terakhir kepada almarhum yang ingin pergi selama-lamanya. Suara adzan terdengar pelan di tepi liang lahat. Iramanya mengharukan sekali. Hati mereka seperti disayat sembilu Itulah sebabnya mereka menundukkan kepala. Mengikuti acara pernakaman dengan sangat khidmat Tak satu pun yang bersuara. selain yang punya kepentingan dalam upacara pemakaman tersebut Tak satu pun yang sengaja mencari tempat teduh untuk me nghindari sengatan sinar matahari. Mereka sangat polos , lugu, apa adanya. Salah seorang pengemudi sebuah m obil yang sedang melintas dijalanan dekat tempat pem akaman umum itu
sempat terperanjat melihat BMW hijau cerah parkir di pemakaman tersebut. Orang yang mengemudikan opel Optima warna merah metalik itu bertanya-tanya dalan hatinya,
"Ngapain mobilnya Kumala parkir di situ?" Dan. karena tempat pemakaman umum itu memiliki pagar yang sudah rusak banyak bagian yang rubuh atau hancur. maka suasana di dalam pemakaman itu dapat dilihat dari jalanan. Gadis pengemudi Opel Optima merah itu semakin heran melihat Kumaladan Sandhi menghadiri pemakaman jenazah yang dihadiri oleh orang-orang lusuh dan kumuh itu.
"Ya, ampun... dari sekian orang hadir di sana, cuma Kumaladan Sandhi yang kelihatan rapi, bersih dan keren. Siapasih yang mau dimakamkan saat ini, sampai Kumala menyempatkan hadir dalam pemakaman tersebut" Aku kok jadi penasaran melihat Kumala berada di antara orang-orangkumal itu?" Si pengemudi mobil merah itu ikut-ikutan memarkirkan mobilnya di samping BMW hijau tersebut. Gadis itu ternyata adalah Chitana. anak seorang pejabat tinggi yang kenal baik dengan Kumala Dewi karena pernah diselamatkan oleh Kumala dari sebuah kasus kriminal. maupun kasus gangguan gaib, (Baca serial Dewi Ular dalam episode:
"KUPU-KUPU IBLIS"). Ketika suara adzan telah berhenti, mayat sudah diturunkan keliangkubur, mereka pun bersiap-siap untuk menimbun liang kubur i tu dengan tanah galian. di sekelilingnya. Tetapi tiba-tiba gadis cantik jelita berkacamata hitam dan mengenaka n jas kantor dengan
span pasangannya itu. segera berseru dari tempatnya dalam keadaan tetap berdiri tenang, kedua tangan terlipat di dada. -
"Jangan dulu ditimbunitanah!" Spontan mereka memandang heran ke arah Kumala Dewi. Gadis cantik itu menyunggingkan senyum pendek tapi terkesan lembut, ramah, serta berwibawa. Ia maju beberapa langkah didampingi oleh sopir pribadinya, Sandhi.
"Saya mohon dengan hormat kepada Bapak-bapak dan semua yang hadir disini, agarjangan menimbun liang kubur dengan tanah. Kita tunggu dulu sampai beberapa saat."
"Maksudnya apa, Nona?" tanya orang yang tadi menyerukan suara adzan di tepi liang kubur.
"Nanti akan kita lihat dengan jelas maksud saya ini, Pak. Tunggulah beberapa menit, setelah itu kalau mau ditimbun dengan tanah, ya silakan!" - -
"Kami sudah kepanasan begini, masa' disuruh menunggu sih?"
"Saya tahu...," kata Kumala dengan penuh hormat dan sopan sekali kepada bapaktua yang tadi menyerukan suara adzan itu. Tapi kata-kata tersebut tidak dilanjutkan Kumala Dewi melambaikan tangan kepada juru, kunci yang ikut sibuk dalam pemakaman jenazah tersebut. Si juru kunci beruban tak rata itu menghampiri Kumala \ dengan sikap sopan juga. -
"Nona memanggil saya?"
"Pak saya mintatolong... bisa?"
"Boleh. Apa yang harus saya bantu. Nona?"
"Tolong ambilkan air satu gayung saja. Setengah gayung juga boleh. Bisa kan. Pak?"
"Bisa sih,tapi...."juru kunci itu heran dan ragu-ragu. Salah seorang dari mereka menyahut.
"Nona, saya punya sisa air minum nih. Bisa dipakai?" .
"O, ya.. terima kasih." kata Kumala dengan senyum lebih bersahabat lagi. Ia menerima sebotol air mineral yangbiasa dijual dipinggir jalan atau dilampu merah. Air itu tinggal separoh botol kurang. Kumala Dewi menyerahkannya kepada Sandhi Pemuda itu menerimanya dengan bingung juga
"Apa maksudmu memberikan air ini padaku?"
"Tolong, siramkan air itu pada bayanganku ditanah!" Bukan hanya Sandhi yang semakin heran, tapi yang lainnya juga bertambah heran Saling mendekat dan memandangi bayangan gadis itu. Sandhi menyiramkan air tersebut ke tanah yang tampak hitam karena terdapat bayangan tubuhnya Kumala. Air itu pun tertuang habis. Mereka memandang wajah Kumala dengan masih tidak mengerti apa maksud Kumala minta bayangannya disiram itu. Cahaya terang dengan panas yang menyengat itu tibatiba surut dengan sendirinya. Seperti ada awan tebal yang memayungi mereka dan membuat suasana panas menjadi teduh. Tapi ketika mereka melihat ke langit, ohh.. cerah sekali"! Tidak ada mendung sedikit pun, tidak ada awan yang menutupi matahari. Hanya saja, pancaran cahaya sinar matahari itu sekarang tampak redup, sehingga tanah pemakaman itu pun menjadi teduh. Semilir angin menyegarkan suasana yang ada. Udara tak sekering tadi.
Bayangan mereka yang tadi tampak jelas, sekarang kelihatan samar-samar sekali karena tidak mendapat penyinaran yang kuat seperti sebelum bayangannya Kumala disiram air mineral. Maka, mereka pun terbengong terkagum-kagum sambil tak berkedip memandangi Kumala Dewi. Wajah wajah yang tadi menyeringai menahan rasa panas yang menyengat kulit. sekarang mulai tampak berseri-seri, lega dan senang sekali mendapat keteduhan ajaib itu. Salah seorang dari mereka berkata pelan kepada temannya.
"Wah, hebat sekali gadis itu"! Begitu bayangannya disiram air, alam menjadi adem. Kita nggak kepanasan kayak tadi." -
"Pasti dia gadis sakti. Punya ilmu yang tinggi." Yang lain ikut berkomentar senada. Suasana bergemuruh seperti puluhan ekor lebah terbang disekitar kuburan yang belum ditutup liangnya itu. Chitana yang datang menghampiri Kumala juga ikut menyatakan keheranannya melihat keganjilan alam di sore itu, la yakin pasti semua ini ulah Kumala Dewi. -
"Bapak-bapak. ! Mohon perhatian... mohon perhatian, Bapak-bapak!"seru Kumala untuk meredakan suara gemuruh itu. Sandhi membantu dengan memberikan tepuk tangan peringatan untuk mereka. Begitu mereka diam serentak, hening tercipta dan Kumala segera berkata
"Tolong sekarang Bapak dan hadirin di sini menyimak baik-baik adanya suara naah, itu suaranya. Dengar" -
"Maat...! Somaaat...! Juum... tolong aku ini, Jum Mereka sama-sama tercengang kaget.
"Hah..."! Sepertinya. . sepertinya itu suaran ya Pak
Karim?" "Wah, iya. Betul itu suaranya Mang Karim...!" Mereka memusatkan perhatian ke dalam liangkubur. Tampak di dalam sana jenazah yang terbalut kain kafan itu bergerak-gerak. Matanya terbuka tapi menyeringai karena takut kelilipan serpihan tanah sekelilingnya.
"Gawat"! Mayatnya Pak Karim hidup lagi!" teriak salah seorang. Yang lainnya ikut berseru sambil berlari menjauhi liang kubur
"Mayatnya bangkit lagi! Awas. Dia bangkit dari kuburnya!" -
"Maaan, tolongaku, Maaan...!"suara dari dalam liang kubur itu semakin berteriak keras lagi. Sandhi dan Chitana pun hampir saja ikut lari tunggang langgang seperti mereka. Tetapi melihat Dewi Ular justru mendekati liang kubur, maka mereka berdua tak jadi melarikan diri, melainkan justru ikut-ikutan mendekati liang kubur. Mereka melihatjenazah yang tadi dibaringkan kini sudah berdiri sambil memegangi kain kafannya supaya tidak tersingkap lepas dari tubuhnya.
"San... ulurkan tanganmu, biar Pak Karim bisa naik dari kedalamAhliangkubur ini!" -
"Ak... aku takut, Mal!"
"Nggak apa-apal Dia memang hidup kembali dari kematiannya. Normal kok. Makarya aku menyuruhmu belok kemari dan mengikuti upacara pemakaman ini. sebab aku mendengar suara Pak Karim meminta tolong agar jasadnya jangan dikuburkan dulu. karena rohnya diperintahkan kembali ke bumi oleh si penguasa alam kubur Dia nggak jadi mati! Maka sekarang bantu dia naik ke atas!"
Melihat Sandhi agak ragu dan kerepotan membantu Pak Karim naik dari liang kubur itu, maka beberapa orang dari mereka mulai berdatangan. Memberikan bantuan dengan cara masing-masing. Akhirnya Pak Karim pun bisa keluar dari liang kubur itu dan mengucapkan terima kasih berkali-kali kepada Kumala Dewi.
"Saya tadi khawatir Non tak mau menyampaikan pesan saya kepada mereka. Kalau mereka tadi benarbenar sudah terlanjur mengubur raga saya, maka saya akan sangat tersiksa kembali masuk ke raga ini dalan keadaan tertimbun tanah sebanyak itu...!" Kini, Sandhi baru mengerti mengapa majikan cantiknya ngotot minta berhenti di depan gerbang tanah pemakaman umum itu. Rupanya kekuatan gaib atau kesaktian si anak dewa itu telah berkomunikasi dengan roh Pak Karim yang melayang-layang berusaha - menyampaikan pesan kepada mereka, agar jasadnya jangan dikuburkan dulu. Untung mereka mau menuruti saran Kumala, sehingga Pak Karim pun dapat hidup kembali bersama anak, menantu dan cucu.
"Siapa sih Pak Karim itu, Kumala?" tanya Chitana sewaktu mereka ingin masuk mobil masing-masing.
"Aku sendiri belum pernah kenal. Dugaanku dia adalah seorang pemulung dalam masyarakat serba minus, tapi rohnya sempat tersesat karena dimanfaatkan oleh suatu kekuatan gaib hitam. Namun karena roh Pak Karim tidak memenuhi syarat, akhirnya disuruh pulang kembali ke raganya."
"Benarkah begitu?"
"Analisaku selintas. memang begitu. Yangjelas, sore ini aku memang harus menyelamatkan dia dari
penimbunan tanah kuburannya itu. O, ya.. kamu sengaja: ziarah atau...?" -
"Aku penasaran saja, kebetulan lewat sini dan melihatmu di antara mereka, lalu aku ingin tahu Sorry. aku harus segera menemui Abicl. Udah telat, setengah jam nih."
"Bagaimana dengan Abicl" Kekasih hatimu itu okeyokey aja?"
"Very oke," jawab Chitana sekenanya.
"Main ke rumah dong Nanti malam Abiel ada acara lho Pesta kecil-kecilan, sekedar memperingati ultah adik bungsunya." -
"Mudah-mudahan nanti aku sempat ke sana. Salam buat dia!" | Lalu, mereka pun berpisah. Di perjalanan Sandhi sempat merenungi kejadian di makam tadi. Ia benar-benar heran melihat Kumala punya inisiatif untuk melintas di jalanan dekat makam tadi, dan ternyata memang ingin singgah di sana. Ia sama sekali tak menyangka majikan cantiknya ternyata punya misi khusus di pemakaman tadi
"Sejak kapan kamu mendapat firasat mengenai pemakaman Pak Karim tadi. Kumala?"
"Sejak...." Kumala tersenyum manis.
"Semua ini gara gara bocah bandel itu." ,
"Maksudinu... si Ajong bocah temuannya Rayo itu"!" Kumala Dewi mengangguk sambil tersenyum geli membayangkan bocah berusia sekitar 6 tahun yang sok
tua itu - Rayo Pasca bukan orang asing lagi bagi Kumala Dewi maupun para simpatisannya yang pernah ditolong dari fenomena-fenomena mistik. Rayo adalah pria tampan berpenampilan tenang, eksklusif dan charming yang untuk sementara ini masih menjadi penghuni relung hati Kumala. Ia tergolong pemuda cool tapi romantis dalam tatapan matanya. Rayo juga pria yang memiliki tingkat : kecerdasan cukup tinggi, sehingga punya reputasi dalam karirnya sebagai staf ahli bidang riset di Lembaga Pusat IPTEK swasta.Specialis bidang yang ditangani Rayo Pasca adalah penelitian unsur-unsur supranatural dari sebuah penemuan. yang oleh para ilmuwan setempat diberi istilah, X-Project. Oleh karenanya, hari ini Rayo
masih beradadi sebuah pantai tak jauh dari Jakarta. Meski
matahari sudah hampir terbenam seluruhnya di cakrawala barat, tapi Rayo dan team work-nya masih berada di sekitar karang ajaib. Batu karang itu berada 10 meter dari batas perairan pantai. Ukuran batu karang tersebut cukup besar kira-kira seukuran badan seekor kuda nil. Bentuknya menyerupai bentuk janin meringkuk dalam kandungan sang ibu.
Batu karang itu berwarna abu-abu dengan lubang lubang kecil seperti rumah lebah. Menurut penduduk sekitar pantai, batu karang tersebut belum pernah dilihat mereka sebelumnya. Baru sekitar dua minggu yang lalu seseorang menemukan batuan chitu, yang segera menjadi pusat perhatian masyarakat pantai. Ternyata bukan hanya bentuknya seperti janin meringkuk saja yang membuat batu itu dianggap karang misterius, tetapi suara yang keluar dari batu karang itulah yang paling menarik
perhatian mereka. Setiap angin pantai berhembus kencang, terutama menjelang petang sampai larut malam, batu karang itu mengeluarkan suara seperti bayi menangis. Jika didekati, - suara itu hilang walau pun angin kencang menerpanya. Tetapi jika mereka berada di kejauhan sekitar 500 meter, barulah mereka mendengar suara tangis bayi yang menggema bening, hingga setiap isak dan tarikan nafas terdengar jelas dalam tangis tersebut. Peristiwa ganjil itu sampai ditelinga lembaga tempat. Rayo bekerja. Lalu, beberapa stafnya ditugaskan untuk mengadakan penelitian pada batukarang tersebut. Proyek penelitian itu dipimpin olch Rayo Pasca, dan sudah berjalan | selama dua hari. Mereka mencari tahu, apa penyebab | thmbulnya suara bayi menangis pada karang tersebut manakala terkena hembusan angin. Mereka juga ingin mengetahui penyebab timbulnya perbedaan jarak dengar yang secara hukum alam belum pernah dijumpai dimana mana. Mengapa suara bayi hanya bisa didengar dari jarak 500 meter lebih, sementara dari jarak dekat siapa pun tak bisa mendengar suara tangis bayi tersebut. Maka. peralatan-peralatan canggih pun diturunkan. termasuk instalasi radar sistem kompiografis yang mampu melacak sumber suara sekecil apapun di dasar laut.
"Coba check dulu seberapa tinggi kelembaban udara saat ini, lalu ulangi lagi pelacakan sistem acak seperti tadi!" perintah Rayo kepada anak buahnya. Kemudian ia pindah keseberang karang untuk memeriksa hasil analisis peralatan suprasonik-nya - - Seorang bocah berambut pendek kaku menghampiri
Rayo ketika Rayo berada dalam jarak 500 meter dari batu karanganeh itu. Pada waktu itu Rayo sengaja berada sendirian untuk menyimak suara bayi menangis yang diprediksikan sebentar lagi akan terdengar karena angin pantai menjelang petang mulai berhembus kencang. Rayo duduk di atas batu hitam, dibawah pohon berdaun rindang. dikelilingi belukar pantai semacam tanaman bayam. Bocah berkulit hitam tak terlalu keling tapi bertubuh kurus ceking itu menghampiri Rayo dari arah belakang. Langkahnya yang menginjak tanaman belukar menimbulkan suara yang membuat Ravo cepat berpaling. Mengetahui ada seorang bocah bercelana kolor abu-abu dengan kaus kutang kumal robek sedikit itu. Rayo segera tak pedulikan anak tersebut. Serenteng ikan basah ditenteng anak itu. Bagi Rayo, bukan hal aneh. Sebab anak-anak kampung nelayan lainnya juga berpenampilan seperti itu. Mereka sering menghampiri para peneliti untuk menawarkan dagangan: makanan goreng, cs plastik, kerupuk sambal, lontong atau apa saja. . Dugaan Rayo benar bocah kurus usia sekitar 6 tahun itu menawarkan ikan yang ditentengnya. Sekitar enam atau tujuh ekor ikan yang mungkin hasil tangkapan bapanya disodorkan di depan mata Rayo sambil diangkat tinggi-tinggi. -
"Ikan. Oom Masih basah. Gurih ini, Oom. Murah kok." - Sekedar basa-basi keramahan terhadap penduduk setempat. Rayo pun menyunggingkan senyum sambil menggelengkan kepala. Bocah itu berusaha membujuk agar ikannya dibeli.
"Dibakar saja udah enak ini, Oom Beli dong, Oom Masih segar kok Anak baromang ini. Oom. Ya, beli ya. Oom" Murah, Oom
" "Nggak, Dik Tawarkan pada teman-teman Oom yang lain deh Tuh, yang di sana itu biasanya pada suka ikan bakar Tawarkan pada mereka, gih!"
"Oom nggak suka ikan bakar?" -
"Suka. Tapi sekarang Oom sedang nggak kepingin ikan bakar." Rayo menjelaskan dengan sabar sekali.
"Buat nanti malam, enak juga lho. Oom. Beli deh, Oom."
"Begini saja...." Rayo mengeluarkan selembar uang lima ribuan
"Nih. Oom kasih kamu uang lalu pergilah menawarkan ikanmu kepada yang lain. Jangan ganggu ketenangan Oom dulu, ya?"
"Terima kasih, Oom," anak itu tersenyum girang.
"Tapi... harga ikannya tujuh ribu kok, Oom. Kalau cuma lima ribu. kurangdong."
"Tapi ikanmu kan nggak Oom ambil"Masih bisa kamu jual kepada yang lain. Jadi kamu nggak rugi."
"Ooo... masih boleh saya jual" Dengan harga berapa, ya Oom?"
"Yah, terserah kamu. Mau dijual dengan harga berapa saja itu terserah kamu. Dik." Rayo menahan tawa geli dengan senyum manisnya. -
"Baiklah, kalau begitu ikan ini saya jual dua ribu saja. ya Oom" Kira-kira bagaimana?" Akhirnya tawa geli Rayo tak bisa disembunyikan lagi Bocah itu dinilainya sebagai bocah yang pandai bicara dan sok tua dalam bicaranya Rayo jadi bersimpati
terhadap anak itu Semakin ditanggapi bicaranya semakin menggelikan. Polos, lugu, tapi mengandung kekonyolan yang tak disadari dan tak berharap ditertawakan. Sialnya, anak itu tidak mau segera pergi sementara Rayo butuh suasana tenang untuk memusatkan konsentrasinya.
"Namamu siapa?"
"Ajong. Oom." "Sudah sekolah?" -
"Nggak," anak itu menggeleng lugu. Matanya memandang ke arah orang-orang di sekitar batu karang tersebut. -
"Bapakmu nelayan, ya?"
"Belum," ia menggeleng lagi tanpa menyadari jawabannya kurang tepat untuk pertanyaan tadi Rayo
"geli sendiri. " .
"Kakakmu yang menjadi nelayan, mungkin, ya?"
"Bukan." "Terus, yang menangkap ikan-ikan itu siapa?"
"Saya sendiri dong. Mau beli ikan saya. Oom?" Rayo semakin terguncang badannya karena tawa geli mendengar kata-kata Ajong.
"Sudah, sudah... sana pergi ke tempat orang banyak sana... Tawarkan ikanmu pada mereka."
"Mereka sudah bosan makan ikan, Oom. Apalagi ikan hasil tangkapan saya ini, pasti mereka ngg ak mau membelinya, Oom
"Kenapa?" "Ikan tangkapan saya biasanya dianggap kurang dewasa, jadi orang-orang malas membeli ikan yang masih anak-anak begini.".
"Ah, masa sih" sambil Rayo menahan tawanya
"Tapi, apa betul yang menangkap ikan ini kamu sendiri, Jong?"
"Betul. Oom. Tuh, om aja nggak percayakan kalau yang menangkap ikan-ikan ini saya sendiri?"
"Kamu kan masih kecil, mana mungkin kamu menangkap ikan-ikan ini" Di mana kamu menangkapnya?" -
"Di tengah sana dong!" sambil menunjuk lautan yang mulai berombak besar " .
"Bersama siapa kantu mencari ikan di engah lautan sana?"
"Sendirian dong!" sambil terkesan membanggakan diri.
"Pakai jala apa pakai kail?" -
"Pakai tangan dong. Oom. Begitu dia berenang di kaki saya langsung saya tangkap Haap...! Kena deh."
"Lho, kamu menangkap ikan di tengah lautan menggunakan perahu kan?" -
"Nggak tuh." jawabnya polos. Innocent sekali kelihatannya.
"Habis, pakai apa kamu ke tengah lautan sana?"
"Jalan kaki aja. Oom Ngapain pakai perahu, ntar malah terbalik ditabrak ombak. iih... ngeri saya, om,"
"Jalan kaki..."!" Rayo berkerut dahi, sempat curiga. tapi segera tertawa pelan. Jelas anak itungibulnya terlalu berani. Tapi dasar anak-anak, mau tak mau Rayo memakluminya. - -
"Oom kalau ikan ini..." -
"Ssst...!"desis Rayo menyuruh ajong berhenti bicara.
karena angin semakin kencang dan suara tangis bayi mulai terdengar samar-samar. Ajong tampak kecewa kata katanya diputus dan disuruh diam ia tak menunjukkan rasa herannya, padahal suara tangis bayi sudah semakin jelas. -
"Suara tangis bayi itu mulai terdengar Kamu mendengarnya juga bukan?" tanya Rayo.
"Ah, itu biasa buat saya, Oom."
"Biasa bagaimana?"
"Suara bayi menangis itu berasal dari ari-ari iblis, Oom."
"Bukannya berasal dari batu karang itu, Jong?"
"Lha, iya, Batu karang itu kan ari-ari iblis Oom" |
"Ah, sok tahu kamu ini!" Rayo mulai curiga dan . merenungi kata-kata Ajong tadi
"Iblis betina beranak mengeluarkan bayi dan ari-ari. Bayinya digendong, ari-arinya dibuang. Jatuhnya pas di sini. Bentuknya ya seperti batu karang itu, Oom
"Darimana kamu bisa cerita begitu?"
"Dari dulu. Oom."jawabnya agak cuek.
"Kalau ari ari iblis itu saya timpuk dengan salah satu ikan saya ini. pasti suara tangis bayi hilang. Sebab, bayi itu pingsan, merasa ari-arinya ditimpuk dan dia merasa seperti ditimpuk juga"
"Maksudmu bagaimana?" Rayo bingung mencerna kata-kata Ajong. Tapi anak itu malas'mengulangi penjelasannya. la hanya menarik tangan Rayo sambil melangkah. -
"Ayo, saya buktikan deh, Oom!" Rayo terpaksa mengikuti langkah anak itu sambil
memendam rasa heran dan ragu-ragu Tapi ketika mereka tiba di batu karang tersebut. Ajong melolos salah satu ikan rentengannya. Ikan itu langsung dilemparkan ke batu karang tersebut. Bukan Rayo saja, tapi beberapa teamnya yang kebetulan berada di dekat batu karang itu terkejut mendengar suara berdebam, seperti orang gemuk jatuh dari atas pohon.
Buuk..! Dan, batu karang itu bergetar sedikit.
"Aneh sekali"! Suaranya kok begitu" Padahal batu karang itu dilempar pakai ikan sebesar telapak tangan. mestinya suaranya tidak seberat itu"!" ujar Rayo kepada asistennya: Joko.
"Anak siapa dia, Ray?" |
"Nggak tahu"!" Rayo sentakkan pundak. Ajong menghampirinya.
"Tuh. diam kan" Kalau nggak percaya. coba Oom dengarkan lagi dari tempat tadi. pasti sudah nggak ada. suara bayi menangis." Dua orang yang bertugas menyimak suara dari kejauhan saat itu memberi isyarat dengan melambaikan kedua tangannya, menyilang di atas kepala. Artinya, mereka tidak mendengar suara bayi menangis. Mereka saling pandang dengan terbengong. Padahal saat itu hembusan angin lebih kuat lagi. AIat mencatat gelombang suara pun tidak menunjukan grafik di layar monitornya.
"Sudah, ya Oom. Saya mau dagang ikan dulu
" "Hey Jong ... tunggu sebentar!" sergah Rayo.
"Oom nggak usah repot-repot dengerin suara bayi lagi deh. Anak iblis itu kalau pingsan lama. Oom. Lagi
pula ari-ari iblis itu nanti akan hilang. Soalnya tadi habis saya timpuk pakai ikan
" "Tapi, Jong..."
"Rayo.. lihat, batu karang ini menyusut rupanya"!"
"Menyusut"!" Rayo bergegas lebih dekat lagi. Ternyata memang terjadi penyusutan pada batu karang tersebut secara sedikit demi sedikit. Batu besar itu seperti mengalami pengempesan. Makin lama semakin rendah ukurannya, semakin pendek panjangnya. Ketika matahari benar-benar telah tenggelam dan lampu-lampu sudah dipasang menyinari batu tersebut, mereka semakin terperangah melihat ukuran batu semakin kecil, sampai akhirnya menjadi seukuran genggaman tangan orang dewasa. .
"Gila! Apa yang dikatakan bocah itu tadi menjadi kenyataan! Mana anak itu tadi, Ray"!"tanya Joko dengan tegang. Rayo juga bingung sendiri. karena Ajang tidak ditemukan di antara kerumunan orang banyak yang terheran-heran melihat batu karang besar sudah menjadi -sekecil itu. Bahkan beberapa saat kemudian batu tersebut lenyap tanpa bekas, padahal sudah dipindahkan ke atas meja monitor dan diberi alas kain putih. Sisa debunya pun tak ada di atas kain putih tersebut.
"Joong...! Ajoooong...!" seru Rayo mencari anak kurus tadi. Yang lainnya ikut berteriak memanggil nama Ajong, tapi bocah tersebut tak kunjung datang. Tidak juga ditemukan di mana-mana. ' .
"Jangan-jangan dia sendiri anak iblis. Ray"!" kata Joko. Rayo tak bisa menjawab selain tertegun tegang
Tara zagita I8. Misteri - Pohon kematian
Separoh hatinya membenarkan dugaan Joko, separoh lagi menyangkal. Mana yang benar" Siapa anak kecil itu tadi sebenarnya"
Dalam perjalanan pulang ke Jakarta, Rayo tertinggal dari rombongannya. Ia membawa mobilnya sendiri. Pajero merah, dan memang sendirian di mobil itu. Diperjalanan mobil tersebut mogok tanpa di duga-duga.
"Aneh!"gumam Rayo sambil keluar dari mobil untuk memeriksa mesin. Bukan karena tertinggal rombongan yang membuat Rayo cemas, karena meskip un tertinggal menurutnya tak perlu dicemaskan. Toh unt uk mencapai Jakarta hanya membutuhkan waktu sekit ar dua setengah jam. Tapi kemogokan mobilnya itulah yang perlu dicemaskan, karena selama ini hal itu tak pe rnah terjadi. Biasanya jika mobil tak pernah mogok, lalu mengalami kemogokan satu kali, maka hari-hari beriku tnya pasti akan mengalami kemogokan berkali-kali. Kec uali jika penyakit mobil segera ditemukan oleh teknisi di bengkel perawatannya Beruutung sekali sore itu kemogokan mobil terjadi di tempat ramai. Tak jauh dari situ ada tempat peristirahatan para pengemudi atau penumpang yang dalam perjalanan ke luar kota. Di sana ada kedai kopi, warung makan. toilei umum. wartel dan sebagainya. Kira-kira hanya : berjarak 100 meter dari tempat mogoknya Pajero merah tersebut. Pedagang asongan menghampiri Rayo saat Rayomengutak-atik mesin mobilnya. Ia menawarkan manisan buah dalam kantong Plastik. Rayo tidak tertarik. Hanya menggelengkan kepala Lalu seorang lagi datang. menawarkan rokok, dan Rayo menolak secara baik-baik. Belum sempat pedagang rokok itu pergi, datang lagi pedagang asongan lainnya dari sisi kanan Ia menawarkan minuman mineral dengan menenteng dua botol minuman tersebut, yang satu berukuran besar, satu lagi berukuran sedang." - Rayo menolak tanpa memperhatikan pedagang itu. Tapi si pedagang minuman dalam botol plastik itu mendesaknya dengan suara dan gaya bahasa yang mengejutkan hati Rayo.
"Ayo dong, Oom Beli minuman dong. Murah kok. Oom. Masih segar nih. Biar nggak haus, Oom ."
"Hey.."!" Rayotertawa, menarik diri dari bawah kap mesin: - Pedagang minuman itu anak berusia 6 tahun, berbadan kurus dan berkulit hitam dengan rambutnya yang pendek kaku. Ajong! Rayo sama sekali tak menyangka akan bertemu dengan anak itu lagi. Padahal kemarin malam dan seharian tadi Rayo dan teamnya mencari-cari anak itu di pantai, tapi tak berhasil. Penduduk perkampungan nelayan setempat ketika diberitahu ciri-ciri anak itu. ternyata tidak satu pun yang merasa memiliki anak atau keluarga berciri-ciri seperti itu. Karenanya, rombongan yang mestinya kembali ke Jakarta tadi siang, akhirnya baru meninggalkan pantai sekitar pukul 3 menjelang sore. Sekarang disini Rayo bertemu dengan Ajong. Padahal jarak pantai dengan tempat tersebut cukup jauh jika
ditempuh dengan jalan kaki. Perjalanan Rayo pun sudah memakan waktu satu jam lebih. Rupanya anak itu semalam langsung pergi meninggalkan pantai, mungkin ikut mobil truk pengangkut pasir atau entah menggunakan kendaraan apa, yang jelas hari ini Ajong sudah berada di daerah mendekati gerbang tol menuju Jakarta.
"Bagaimana kamu bisa berada di tempat ini. Jong?"
"Saya mau ke Jakarta kok, Oom." -
"Ngapain" Mau jualan minuman yang cuma dua botol itu?" -
"Bukan," Ajong menggeleng polos
"Habis, mau ngapain ke Jakarta?" -
"Mau...mau...." Ajong tampak bingung Rayo tertawa sambil mengucal-ucal rambut jabrik itu.
"Sudah pamit orang tuamu kalau mau ke Jakarta?"
"Nggak. Saya... nggak pamit orang tua, Oom."
"Lho, kenapa"Nanti orangtuamu bingung mencarimu, Jong!"
"Nggak. Nggak akan dicari kok, Oom."
"Kenapa begitu?"
"Habis, saya nggak punya orang tua sih."
"Kakakmu" Paman atau bibi?" Ajong menggeleng polos.
"Saya cuma punya dua botol minuman ini, Oom. Masih dingin kok. Murah nih. Oom. Beli, ya?" - Rayo geleng-geleng kepala sambil tersenyum iba, tapi juga kagum atas keberanian anak sekecil Ajong yang punya tekad mengembara ke Jakarta Sudah pasti anak itu terobsesi hidup di Jakarta mudah mencari uang.
"Mau ikut numpang mobilku. Jong?"
"Tapi saya nggak punya uang. Oom
" "Hev, Nak ini bukan taksi, ya" Bukan biskota juga! Ayolah. bantu aku dorong mobil ini. nanti kamu boleh naik dengan gratis!" -
"Kenapa mesti didorong segala. Oom." -
"Accu-nya agak rusak. jadi perlu didorong sedikit Panggil teman-teman asonganmu biar bantu dorong mobil ini!" -
"Nggak perlu-lah, Oom. Coba dihidupkan sekali lagi. siapa tahu tokcer, Oom."
"Ah, sok tahu kau ini!" gerutu Rayo tetap dengan wajah ceria. Tapi ia pun mengikuti saran itu untuk membuktikan pada Ajong, bahwa mobil butuh tenaga pendorong. Tapi ketika Rayo meustarter mobil tersebut,
drrung...! Ternyata langsung berhasil. Tidak banyak kesulitan apapun. Bahkan suara mesinnya terdengar lebih bening dari sebelumnya. Maka, tertegun bengong Rayo seketika itu juga. Ajong cengar-cengir dengan sedikit membusungkan dada. -
"Tuh, benarkan apa kata saya, Oom" tokcer kan?" Rayotak bisa berkomentar. Tapi ia menemukan firasat ganjil yang sulit diterjemahkan dengan kata-kata. Yang jelas, sore itu ia melncur ke Jakarta bersama bocah dekil berpakaian sama seperti saat jumpa pertama di pantai kemarin -
"Kamu sudah pernah ke Jakarta sebelum ini. Jong?"
"Sebentar," jawabnya kurang pas. Tapi anak itu tenang saja. tak merasa menjawab dengan kurang tepat. Merasa sudah.betul apa yang dilontarkan dalam jawabannya itu '
"Kapan kamu pernah ke Jakarta" Sudah lama?"
"Yaaah. lumayanlah "jawabnya lagi terkesan sok tua.
"Ngapain kamu ke Jakarta waktu itu, Jong?"
"Cari pacar."kali ini jawabannya terkesan seenaknya, sengaja begitu, dan sambil cengar-cengir konyol Rayo tertawa agak keras, karena jawaban itu sama sekali di luar dugaan
"Kecil-kecil udah cari pacar kau ini bagaimana sih, Jong" Sekolah dulu yang betul, baru cari pekerjaan, kalau sudah dapat, baru cari pacar Begitu."
"Habis, nggak ada yang nyekolahin saya sih."
"Apa kamu mau kalau Oom sekolahkan di dekat rumah Oom sama?"
"Mau Tapi nanti yang menjualkan minuman dagangan saya ini. siapa dong" Oom mau menjualkan?" -
"Ya, udah! Dua botol minumanmu itu Oom yang beli semua deh. Jadi kamu nggak usah jualan lagi. Sekolah saja. Mau nggak?" -
"Himmin, perlu saya pertimbangkan dulu deh, Oom."
"Uhhh...! Lagakmu kayak anak dewasa saja, pakai pertimbangan segala" Rayo mengacak-acak kepala Ajong. Rasa.geli mendengar kata-kata itu tak terlalu diumbar keras-keras.
"Kalau saya masuk sekolah, saya nanti boleh cari pacar, Oom?"
"Nggak boleh dong! Sekolah ya sekolah. Harus sampai selesai.jangan mikirin pacar dulu."
"Saya kepingin kayak Oom deh Punya pacar cantik sekali
"Husy! Kau ini benar-benar sok tahu, Jong"
"Aah. saya memang tahu kok kalau Oom punya pacar cantik. Iya. kan" Pacar Oom cantiknya kayak bidadari kan" Mungkin memang bidadari beneran tuh, Oom." - - Rayo makin geli, tapi juga semakin terheran-heran.
"Tahu dari mana kau kalau aku sudah punya pacar secantik bidadari?" pancing Rayo tak mau terangterangan menyatakan rasa penasarannya. Ajong. tersenyum-senyum, duduknya sangat santai. Sebentar sebentar melirik Rayo di samping kanannya, sesekali melirik ke kiri. lalu memandang ke depan dengan tenang.
"Hey. aku tanya belum dijawab. Dari mana kau tahu kalau aku punya pacar secantik bidadari?" desak Rayo.
"Dari... dari...." Ajong tampak ragu dan bingung.
"Dari mana, coba jawab!"
"Ya, dari kedua mata Oom sendiri dong"
"Apa.."!" Rayo agak kaget serta.semakin heran.
"Maksudmu. di kedua mataku ada bidadarinya, begitu: Ajong mengangguk polos.
"Kadang-kadang ada, kadang-kadang nggak ada. Kalau di kedua mata Oom itu kelihatan ada bayangan wajah cantik bidadari, berarti Oom sedang memikirkan gadis itu. Tapi kalau nggak ada bayangan wajah cantik, berarti Oom sedang memikirkan masalah lain. Sejak kemarin sore tuh, saya tahu Oom memikirkan pacar 0om. Soalnya, sebentar-sebentar mata Oom mengeluarkan bayangan wajah cantik sih."
"Benar juga anak ini?" pikir Rayo.
"Kemarin sore memang aku scmpai membayangkan Kumala, bahkan punya rencana mau memanggil dia untuk membantuku
meneliti batu karang itu Wah, bocah ini makin lama kok semakin mencurigakan, ya?" Rayo semakin ingin tahu lebih banyak lagi tentang anak itu. - -
"Ciri-ciri pacarku itu seperti apa, coba sebutkan?" Ajong seperti menerawang, menatap lurus ke depan dengan mata sedikit dikecilkan. Suaranya menjadi datar,
tak jelas titik komanya. -
"Rambut panjang, hidung mancung cakap, matanya bening teduh, bibirnya indah warna ranum segar, kalau tersenyum ada lesung pipitnya, berkulit putih lembut sehalus kulit bayi... hmmm, terus. badannya ramping. tinggi, bentuknya bagus sekali dan... dan..." Tiba-tiba anak itu memekik.
"Awas Oom..." Weesss...! Hampir saja mobil itu nyelonong ke kiri dan nyaris menabrak truk yang sedang berhenti untuk ganti ban Untung saja Ajong berteriak seperti itu, membuat keterpakuan Rayo mendengar kata-kata yang tepat dengan kenyataannya itu menjadi buyar Seandainya Ajong tidak berteriak, mungkin Rayo masih terbengongbengong penuh keheranan mendengar anak itu bisa menyebutkan ciri-cirinya Kumala Dewi. Mungkin saja akibat bengongnya itu dapat membuat mobil itu menghantam truk dipinggir jalan. Suara handphone membuat Ajong tak jadi bicara. Rayo segera menerima telepon tersebut. Suara, lembut dan mesra terdengat dari seberang sana. Suara itu adalah suara si cantik putri tunggal Dewa Permana dan Dewi Nagadini dari Kahyangan, yaitu Kumala Dewi alias si Dewi Ular. -
"Yap ..!" "Kamu ada di mana saat ini. Sayang?"
"Sedang dalam perjalanan pulang. Sudah masuk tol Cikampek.".
"Bersama siapa?"
"Bersama... Ajong. Bocah ganteng yang .. nanti saja kukenalkan padamu, Lala."
"Hey. Ray.. kurangi kecepatanmu tuh."
"Kecepatan"! Ah, kecepatan mobilku sedang-sedang saja kok. Nggak ngebut." |
"Jangan bohong, Ray. Mobilnya kencang sekali. Ya, ampun... hati-hati. Sayang Cepat, kurangi sekarang juga!" nada suara Kumala terkesan khawatir sekali, tapi juga serius. Bukan bercanda. Rayo bingung sendiri, Mobil sudah dalam kecepatan sedang, tapi menurut Kumala Dewi kecepatannya masih tinggi. Luar biasa tingginya menurut gadis itu.
"Okey, okey... tuh. sudah kukurangi kecepatannya, Kami cumajalan 60 km per jam."
"Belum. Ray. Mobilmu masih luar biasa cepatnya!"
"Kok aneh kau ini"!" Rayo semakin salah tingkah dan bingung sendiri. Kumala tak pernah menggodanya dengan keseriusan seperti itu. Tapi Rayo juga tahu bahwa kekasihnya itu memiliki ketajaman indera keenam. termasuk juga meneropong keadaan dirinya di mana saja. Kumala bisa melihat Rayo di tempat sejauh mana pun dengan menggunakan teropong gaib alias mata dewanya. Tapi apakah kali ini Kumala salah lihat" Mobil sudah menjadi sangat pelan masih dikatakan cepatnya luar biasa.
"Kita ketemu di rumah deh, Jangan lama-lama
mengajakku bicara di telepon. nanti konsentrasiku mengemudikan mobil ini terganggu."
"Baik, Aku akan segera kerumahmu.Tapi sekali lagi. kurangi kecepatannya, ya Sayang?"
"Ya, ya... Thank's atas saranmu." Lalu, telepon pun diletakkan kembali pada tempatnya, di bawah dasboard. tengah. Rayo geleng-geleng kepala sambil berkerut dahi, merasa masih heran dengan saran Kumala tadi. Ia memandang kekanan-kiri, gerakan benda yang dilewati biasa-biasa saja. Tidak menunjukkantandatanda bahwa mobil berkecepatan tinggi.
"Dikerjain nih aku...," gumam Rayo pada akhirnya. Ia tersenyum geli sendiri. membuat Ajong memandangnya dengan rasa ingin tahu.
"Ada apa. Oom" Kena marah pacar Oom, ya?"
"O, nggak. Dia nggak pernah marah sama aku kok. Jong. Dia itu sangat sayang padaku, jadi aku juga nggak berani bertingkah yang bukan-bukan, sebab aku juga sangat sayang padanya. Nanti kukenalkan padanya kamu, Jong."
"Galak nggak, Oom?"
"O, nggak... dia nggak pernah galak sama siapa saja."
"Berarti sudah jinak, ya Oom?"
"Jinak" Kamu kira dia itu buldog atau apa?" sambil Rayo tertawa geli, sangat memaklumi kata-kata konyol dari bocah seusia Ajong itu. Begitu mereka tiba di rumah Rayo, ternyata Kumala Dewi sudah menunggu di sana bersama Sandhi. Rayo melirikarlojinya, lalu nyaris terpekik kaget sekali melihat jaum jam yang menunjukan waktu cocok dengan jarum
digital yang ada di dashboard mobil. Rasa kaget Rayo itu timbul setelah menyadari bahwa ternyata dari tempat mobilnya mogok tadi sampai di rumah, hanya memakan waktu tujuh menit Padahal semestinya lebih dari satu jam.
"Tujuh menit aja kurang nih?"gulmam Rayo dengan wajah tegang karena sangat terheran-heran mengalami kenyataan ganjil saat itu. Sekarang Rayo baru tahu mengapa dalam teleponnya Kumala Dewi selalu mengingatkan agar Rayo mengurangi kecepatan mobiinya. Dalam penglihatan mata hati Kumala dari jarak jauh mobil itu terlihat berkecepatan tinggi. Tapi dalam penglihatan Rayo sendiri mobil tersebut berjalan dengan kecepatan rendah. Rupanya telah terjadi keganjilan yang sulit dipahami oleh orang awam, bahwa mobil tersebut dapat bergerak secepat badai namun tidak dirasakan bagi pengendaranya sendiri.
"Apakah karena aku bersama anak itu, maka terjadi keganjilan seperti itu?"tanya Rayo bernada pelan.
"Entahlah. Tapi tak kurasakan adanya getaran gaib istimewa pada anak itu, Ray. Dalam penglihatanku maupun radar gaibku tak menangkap adanya keistimewaan apapun pada Ajong"
"Lalu, apa yang membuat mobilku berkecepatan tinggi itu?"
"Coba kau periksa dia sekali lagi."usul Sandhi.


Dewi Ular 18 Misteri Pohon Kematian di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

"Kalau bisa periksalah dari jarak dekat. Barangkali melalui sentuhanmu baru bisa dirasakan ada dan tidaknya kekuatan gaib pada bocah itu." Maka bocah dekil itu pun dipanggilnya. Kumala Dewi
mengusap-usap kepala Ajong sambil mengajaknya bicara. Tapi sentuhan tangan Kumala tetap tidak menangkap adanya getaran energi gaib pada anak itu. Justru ia banyak tertawa geii mendengar jawaban-jawaban Ajong yang terkesan lucu, tapi si bocah tampak tidak sengaja melucu.
"Jong, katanya tadi dimobil kamu ngomong sama Oom Rayo soal pacarnya Oom Ray, apa benar" Dari mana sih kamu bisa melihat ciri-ciri pacarnya Oom Ray tadi"!"
"Dari dari untung-untungan saja kok, Tante."
"Katanya dari matanya Oom Ray kamu melihat bayangan wajah pacarnya Oom Ray" Mirip aku nggak. Jong?" - - Ajong tersipu-sipu.
"Cuma untung-untungan kok. Saya nggak benar-benar melihat bayangan Tante Mala di mata Oom Ray. Saya cuma membayangkan wajah cantik yang kira-kira... mirip wajah Tante Mala. Kalau ternyata memang benar Oon Ray pacarnya Tante Mala. yah. berarti itu cuma kebetulan saja, Tante. Kebetulan saja Tante Mala jadi pacarnya Oom Ray, maka omongan saya tadi ada benarnya. Tapi kalau Tante Mala jadi pacarnya orang lain. vaah. omongan saya tadi cuma dianggap ngaco aja. Misalnya, Tante jadi pacarnya.. dewa yang suka mengembara, pasti saya dianggap..."
"Hey, tunggu!" sergah Kumaia agak terkejut. Bicaranya semakin pelan, tak didengar oleh Rayo yang sedang bicara dengan Sandhi di ruang makan.
"Dari mana kamu bisa menyebutkan dewa yang suka mengembara itu" Apakah maksudmu Dewa Pengembara yang bernama Argontara Bhisma?" Ajong ganti berkerut tadi,
"Memangnya apa ada dewa
yang benar-benar suka mengembara. Tante" Saya... malah nggak tahu kalau tante mengetahui ada dewa yang disebut Dewa Pengembara. Seperti apa sih rupanya dewa yang suka mengembara itu, Tante?" Dewi Ular diam tertegun, sulit memberi jawaban Sebab, bocah itu bicara sangat polos. Tidak terlihat adanya trick mengelabuhi lawan bicaranya. Seolah-olah Ajong memang tidak tahu-menahu tentang Dewa Pengembara, sementara Kumala sangat mengetahui si Dewa Pengembara yang gantengnya bukan main dan pernah saling tolong-meno long dengannya. Kumala tahu bahwa Dewa Pengemba ra adalah dewa bertampang ABG tapi berusia tua. Tapi jika Ajong sendiri terberan-heran dan baru kali ini mend engarnya, apakah Kumala harus jelaskan bahwa Argon alias si Dewa Pengembara itu memiliki keromantisan d an ketampanan yang menggetarkan hatinya, namun y ang disembunyikan dari kenyataan" hidupnya selama di bumi ini" .
"Kelihatannya kamu bakat untuk menjadi orang pintar' deh. kalau kamu tekun mengasah ketajaman maka kamu bisa menjadi 'orang pintar". Ajong."
"Ah, saya mau jadi presiden saja, Tante. Nggak mau menjadi 'orang pintar...," kata Ajong seolah-olah tak tertarik dengan penilaian dan prediksi Kumala Dewi.
"Kamu bisa menjadi presiden kalau kamu sudah bisa menjadi orang pintar. Untuk menjadi orang pintar harus sekolah dan belajar yang tekun."
"Tante mau nggak ngajarin saya jadi orang pintar" Saya mau belajar asal gurunya Tante Mala."
"Lho, tante bukan seorang guru, Ajong. Tante hanya.
" - "Tapi saya percaya kalau Tante Mala adalah orang pintar Tante Mala orang yang ilmunya tinggi, kan?"
"Darimana kamu tahu?" pancing Kumala.
"Dari wajah Tante yang cantik itu." Dewi Ular tersenyum geli. Jawaban itu begitu polosnya, sepolos anak seusia Ajong Tentu saja Kumala tidak menganggap bocah itu sedang merayunya agar diangkat menjadi muridnya. Justru sebaliknya, Kumala semakin ingin tahu apa yang saja yang diketahui Ajong tentang dirinya.
"Apalagi yang kamu tahu tentang diriku selain aku orang pintar dan berilmu tinggi?".
"Hmmm... Tante Mala orang yang suka menolong dan nggak pernah megharapkan upah dalam menolong orang lain. Betul kan?" -
"Terus apa lagi?"
"Besok sore Tante Mala pasti akan menolong orang yang sudah mau mati. tapi nggak jadi. Orangitu akhirnya hidup lagi. Tante akan menolong orang mati itu setelah orang mati itu bicara dengan Tante Mala."
"Besok?" - "Ya besok sore."
"Darimana kamu tahu aku akan berbuat begitu":
"Dari dari kira-kira saja kok." Ajong tertawa cekikikan.
"Itu cuma perkiraan saya. s"ya khayalkan
dalam otak saya. Tante?" - -
"Boleh saja." jawab Kumala pelan sekali sambil menerawang
"Tapi khayalanmu itu seperti bukan
khayalan biasa-biasa saja. Aku merasakan ada getaran aneh saat kau bilang begitu."
"Saya juga gemetaran, Tante," bisik Ajong
"Kenapa kamu gemetar?"
"Saya lapar dari tadi siang belum dikasih makan sama Oom Ray!" Lalu keduanya sama-sama tertawa geli, memancing perhatian Sandhi dan Rayo Kemudian mereka makan bersama setelah Ajong mandi sebersih mungkin dengan mengenakan pakaian baru yang dibeli Rayo di ruko seberang komplek perumahan tempat tinggalnya itu. Kumala Dewi merasakan ada sesuatu yang aneh dalam ramalan Ajong tadi. Tapi karena keanehan yang dimaksud itu sulit diterjemahkan dalam bahasa ucapan. maka Kumala sengaja tidak menceritakan hal itu kepada Ravo maupun Sandhi. Hanya saja, ia menunggu-nunggu kapan datangnya tanda-tanda gaib yang berkaitan dengan ramalan bocah kurus itu. Esoknya ramalan yang terkesan asal-asalan itu menjadi kenyataan. Sebelum Kumala meninggalkan kantornya bersama Sandhi, ia mendengar suara aneh yang mengharap bantuannya agar pergi ketempat pemakaman umum. Suara itu adalah suara seorang lelaki tua yang sama sekali tak dikenalnya. Namun dari nada suaranya. agaknya ia sangat membutuhkan bantuan Kumala agar pada saatnya tiba nanti ia terhindar k"matian panjang Maka, Kumala pun menyuruh Sandhi pulang lewat jalan yang melingkar di tanah pemakaman umum. Begitu meliliat ada orang ingin memakamkan jenazah. Kumala yakin pasti jenasah yang mau dimakankan itulah yang:bicara dengannya melalui rohnya sendiri tadi.
Ternyata memang benar Pak Karim yang sudah dianggap mati, kini hidup kembali sebelum tanah kuburan - menimbuni liang kuburnya Kumala Dewi bersyukur sekali bisa membentuk kehidupan kedua dari Pak Karim itu. Namun ia merasa perlu berterima kasih pula kepada Ajong Karena, tanpa ramalan mulut Ajong yang konon disampaikan segara khayalan belaka itu, mungkin Kumala tak dapat melakukan suatu kebajikan di sore itu, yaitu membantu kembalinya roh Pak Karim. perbuatan seperti itu mempunyai nilai kebajikan sendiri bagi Dewi Ular, dan setiap kebajikan mempunyai imbalan sendiri di saat nanti Kumala sudah bisa hidup k embali dalam lingkungan keluarga Kahyangan. Maka, s etelah meninggalkan tanah pemakaman itu, Kumala m enyuruh Sandhi untuk meluncur ke rumah Rayo. Bukan pulang kerumahnya. Sandhi yang kini sudah mendenga r jelas cerita ramalan anehnya Ajong segera mengerti maksud majikan cantiknya, mengapa harus pergi keru mah Rayo. Anak itu tinggal bersama Rayo, dijadikan an ak asuhnya .Kumala sangat menyetujui rencana Rayo mengangkat Ajong sebagai anakasuhnya, sebab menur utnya anak itu membawa keberuntungan tersendiri ba gi siapa pun yang berbuat baik padanya. Naniun ketika mereka tiba di rumah Rayo, mereka justru mendapat laporan mencemaskan dari Juminab. Pelayan yang bekerja di rumah Rayo Wajah pucat tegang menampakkan bahwa Juminah sangat ketakutan menghadapi kenyataan tersebut
"bocah itu hilang, Nonal Padahai sudah saya masukkan kekamar, supaya dia tidur siang, sesuai pesan Tuan Rayo. Tapi tadi saya lihat ke kamar, ternyata bocah itu sudah nggak ada." - Kumala dan Sandhi tertegun heran mendengar penjelasan Juminah. Menurut pelayan berperawakan pendek dan agak gemuk itu. Ajong sempat mau pergi sewaktu habis makan siang. Karena anak itu ngotot, maka oleh Juminah dimasukkan ke dalam kamar dan dikunci dari luar Kamar itu tidak ada jendefanya selain lubang angin kecil-kecil. Tapi ketika Juminah membuka pintu kamar itu dengan maksud untuk membangunkan Ajong yang disangka sudah tidur, ternyata anak itu sudah tidak ada di dalam kamar. Lenyap tanpa jejak apapun.
Tara zagita I8. Misteri - Pohon kematian
REMBULAN malam memancarkan warna perak Dahan-dahan pohon membayang di permukaan tanah. Membentuk keremangan romantis di halaman samping sebuah villa. Kabut dingin tak seberapa tebal membayangi rumah-rumah indah diperbukitan itu. Rumah-rumah itulah yang disebut orang sebagai villa-villa asmara, karena siapa pun yang datang diperbukitan sekitar perkebunan teh itu selalu membawa misi asmara dengan pasangan masing masing
Salah satu villa yang disewakan khusus untuk berbulan madu adalah bangunan mungil bercorak arsitektural klasik. Villa itu mempunyai pintu gerbang besar dari jeruji jeruji logam putih anti karat Di atas gerbang tersebut terdapat tulisan berbentuk lengkung sepanjang lembah gerbang tersebut. PURI ASMARA. Namanya cukup mengundang minat bagi setiap pasangan yang ingin berbulan madu di situ. Bahkan halamannya yang luas dengan bentuk bangunannya yang klasik sering menimbulkan khayalan asmara bagi siapa pun yang kebetulan melintas di jalanan depan villa tersebut.
Salah satu orang yang tertarik untuk menyewa villa tersebut adalah Tante Fully, istri Oom Erwin, si bankir tua yang memiliki lima bank besar se-Asia itu. Oom Erwin memang sudah cukup tua dan menjadi orang super sibuk
dalam kesehariannya, sehingga istrinya yang masih berusia 42 tahun dan masih cantik berselera muda itu sering memburu kepuasan asmaranya laki-laki lain. Terutama yang masih muda dan tampan.serta memiliki ketangguhan dalam bercinta. Seperti halnya: Richard. Tapi sejak Richard terlibat kasus kencan gaib dengan gadis bernama Sayminna, Tante Fully sudah tidak mau memakai Richard lagi. Pemuda itu dibuang begitu saja, dan sebagai peremuan kaya Tante Fully merasa masih mampu membeli pemuda lain sebagai gantinya, (Baca serial Dewi Ular dalam episode:
"GADIS PENUNGGU JENAZAH"). -
Malam itu Mercedes Benz A-Class 140 berwarna
hijau tosca meluncur meninggalkan rumah besar di kawasan Puncak yang menjadi tempat diselenggarakan sebuah pesta perkawinan keluarga jetset. Tante Fully salah satu tamu istimewa keluarga tersebut yang pulang lebih dulu tanpa memberitahukan beberapa orang, termasuk tiga pcngawalnya yang selalu melindunginya dari bahaya apapun.
"Kita langsung ke Jakarta, Nyonya?" tanya Sadhe. sang sopir yang baru dua hari bekerja sebagai pengemudi mobil kesayangannya Tante Fully itu. -
"Hmmm. arahkan saja mobil ini ke Jakarta Aku
hubungi temanku dulu lewat handphone. Nanti kalau ada perubahan kuberitahu."
"Baik, Nyonya!" jawab Sadhe tegas, terkesan patuh dan hormat Tante Fully paling suka jika ada orang yang mematuhi perintahnya dan menghormati pribadinya sebagai perempuan paling terhormat.
Namun agaknya bukan saja sikap patuh dan hormatnya Sadhe saja yang membuat Tante Fully bersedia memakai tenaga Sadhe sebagai sopir pribadinya. melainkan juga karena Sadhe memiliki postur tubuh yang tegap, gagah, atletis dan berpenampilan jantan sekali. Pemuda berusia 27 tahun itu memiliki ketampanan wajah yang memancarkan kelembutan eksklusif, sehingga hati Tante Fully sempat terkesima sesaat pada waktu ia mengetahui salah satu karyawan perusahaannya ada yang memiliki ketampanan mempesona. Maka, sejak itulah Sadhe tidak lagi bekerjadi perusahaan tersebut, melainkan ditarik untuk menjadi sopir pribadinya, yang tentu saja memiliki kelas lebih tinggi serta gaji dan bonus lebih besar lagi. |
"Hallo, Christina...?"suara Tante Fully bernada riang ketika sambungan teleponnya berhasil disambut oleh orang yang dimaksud
"Kudengar kaulah yang pegang kuasa atas villa peninggalan pamanmu itu, ya" Hmm, ya... aku tertarik ingin menikmati kenyamanan tinggal di villa Puri Asmara itu. Boleh dong kalau malam ini aku booking villa tersebut. Chris" Aku ingin menikmati suasana klasiknya. Kata orang-orang, Puri Asmara akan membuat siapapun merasa hidup di zaman abad enam belasan, apa betul tuh?" Terdengar tawa perempuan kaya bersuara lantang dengan kesan galak tiap aksen bicaranya itu. Setelah beberapa saat bicara dengan wanita yang bernama Christina itu, ia pun segera berkata kepada sopir mudanya sambil menepuk pundak sang sopir dari belakang.
"Tiga ratus meter lagi ada jalan menanjak ke kiri, kita
masuk ke sana. Sadhe."
"Baik, Nyonya!"
"Cari Villa yang pintu gerbangnya bertuliskan Puri Asmara!"
"Baik." Sadhi mengangguk patuh. .
"Kalau sudah sampai sana. bunyikan klakson empat kali sebagai kode bagi perawat villa, bahwa kita adalah tamu yang akan menempati villa tersebut. Sekarang Christina sedang menghubungi pelayan villa, memberitahukan kedatangan kita. Paham. Dhe?"
"Sangat paham, Nyonya!"
"Good boy...!" sanjung Tante Fully dengan tertawa pelan dan mencubit pipi Sadhe sebagai sinyal kenakalannya. Duduknya kembali bersandar santai dijok belakang. Senyumnya penuh makna rahasia. Memang baru dua hari Sadhe menjadi sopir pribadi Tan te Fully, tapi ia sudah banyak tahu tentang karakter da n kebiasaan perempuan agak gemuk berkulit putih itu. Dari teman-temannya pun Sadhe sering mendengar ba hwa Tante Fully sering mencari kepuasan bercinta dari pria muda sebayanya Maka, ketika diputuskan bahwa Sadhe resmi direkurt untuk menjadi sopir perempuan it u. beberapa teman Sadhe sudah mengingatkan agar Sa dhe hati-hati dan siap-siap menjadi alat pemuas gairah Tante Fully. Konon, perempuan itu akan tertarik dan bergairah dengan pria muda berperawakan seperti Sadhe. Sejak berangkat ke tempat-resepsi perkawinan itu pun Tante Fully sudah sering memberikan isyarat nakal melalui pembicaraannya. Sadhe bersikap lugu dan seolah olah tidak memahami maksud sindiran nakal majikannya.
"Maka, ketika baru saja ia mendapat cubitan di pipi, hatinya pun berdebat-debar la tahu apa yang diinginkan oleh perempuan itu. Sadhe juga tahu. Jika perempuan itu dikecewakan harapannya, maka kemarahannya akan mudah terbakar. Tak segan-segan ia menggunakan kekerasan sebagai pelampiasan rasa kecewanya. Untuk itulah Sadhe berusaha bersikap sebaik mungkin bagi sang majikan yang berambut pendek, bertubuh tinggi, seksi dan bermata agak lebar sebagai lambang kegalakannya di ranjang itu. -
"Aku punya banyak villa, Dhe. Tapi belum ada yang memiliki arsitektur seperti ini, klasik, unik dan punya nuansa keromantisan masa lalu," kata Tante Fully kepada Sadhe sewaktu mereka sudah berada di dalam Puri Asmara itu. -
"Lihat ruang tidurnya ini. Dhe...."sambil Tante Fully berjalan lebih dulu masuk ke ruang tidur utama. Sadhe mengikuti dengan tenang, selalu menyunggingkan senyum lembut yang menawan. - -
"Ranjangnya memakai kelambu. Desain ranjang jelas menampakkan ranjang abad enam belasan, ya?"
"Benar, Nyonya."
"Perhatikan perabot lainnya, bercorak kuno juga, kan" Ooh... lihat kap lampunya, benar-benar terkesan sebagai kap lampu tahun 1600 yang lalu. Padahal buatan zaman sekarang ini, Dhe!" Sadhe manggut-manggut.
"Mengesankan sekali. Nyonya. Luar biasa!" Wajah pemuda itu sengaja ditampakkan kekagumannya pada interior kamar tersebut.
"Pintunya berukir dan tinggi sekali ya" Kalau ditutup
begini harus dikunci sampai dua kaliputar...."Tante Fully mempraktekannya. Pintu tertutup dan terkunci, tapi tidak dibuka kembali la justru menghampiri jendela berlapis gordyn indah. sebagai ciri gordyn masa lalu.
"Lihat jendela ini. Dhe... cukup tinggi untuk ukuran jendela model sekarang: Tapi... memakai teralis pengaman yang unik sekali untuk masa kini. ya?" Gordyn dan jendela dibuka. Cahaya rembulan masuk tak kentara. Yang paling jelas adalah hembusan angin dingin meresap masuk ke dalam kamar. Tante Fully sengaja membiarkan jendela terbuka. Ia tersenyum berseri memandang taman di depan jendela. Di sana ada sebuah pohon berdaun rindang, menyerupai pohon beringin. Pohon itu tingginya tak seberapa, tapi memiliki akar besar dengan kelipatan bentuk batangnya yang berlapis-lapis. Memberi kesan sebagai pohon yang berusia ratusan tahun.
"Padahal pohon itu ditanam zaman sekarang. Aku yakin Christina sengaja menempatkan pohon itu sebagai seni petamanan abad enam belasan."
"Sungguh mengagumkan villa ini, Nyonya," gumam Sadhe yang ikut berdiri di samping majikannya memandang ke arah luar. Suasana di luar sangat sepi. Tanpa kehidupan apapun selain tanaman dan sinar bulan perak itu. Bayangan pohon yang terkena sinar bulan menimbulkan kesan misterius yang agak mencemaskan hati Sadhe.
"Lebih indah lagi suasana jika lampu dipadamkan, Dhe. Coba, kau padamkan lampu itu, tapi nyalakan lampu yang bertiang tinggi di sudut sana itu!" Sadhe mengikuti perintah tersebut. Suasana kamar
menjadi sangat remang-remang. Menimbulkan kesan romantis lebih hangat lagi, karena dibantu pencahayaan dari pantulan sinar bulan yang masuk melalui jendela. Jendela yang tetap terbuka dibiarkan menjadi jalan masuk udara dingin. Tungku penghangat ruangan seharusnya dinyalakan, tapi Tante Fully melarang Sadhe meny"lakan tungku.
"Biar saja udara sejuk ini meresap dulu di dalam kamar ini, supaya menimbulkan kesan menggetarkan hati lebih dulu. Bukankah udara sejuk seperti saat ini akan memancing hasratmu untuk mencari dekapan hangat, Dhe" Bukankah begitu seharusnya?"
"Iya sih...," jawab Sadhe salah tingkah. karena saat itu ia didekati majikannya dan mereka berdiri berhadapan dengan jarak kurang dari setengah jangkauan. Tante Fully tampaknya sengaja berdiri di depan Sadhe supaya dapat menyentuh apa yang ingin disentuhnya Bahkan pandangan mata yang berbinar-binar disertai senyum yang menantang gairah sengaja dipamerkan di depan Sadhc. supaya sopir pribadinyaitu dibakar oleh naluri cintanya.
"Dalam suasama dingin seperti ini, apa yang kau inginkan sebenarnya. Dhe?"
"Hmmm . hmmm... yaah. macam-macam yang saya inginkan Nyonya."
"Kau punya keinginan untuk memeluk tubuhku, Dhe" Kepingin bercumbu denganku" Ayolah, katakan... kalau benar begitu, lakukanlah!"
"Ta...tapi ... tapi saya..."
"Aku tak akan marah, Dhe," suara Tante Fully mendesah agak parau. Tangan Sadhe keduanya ditarik
dan dilingkarkan ke pinggang sebagai tanda perempuan itu minta dipeluk. Sadhe semakin berdebar-debar karena gairah kemesraannya mulai mendidih. Kini tubuh mereka saling merapat hangat
"Peluk aku lebih kuat lagi. Ayo, peluk lebih kuat lagi...!"sambil kedua tangan Tante Fully melingkar di leher Sadhe. Maka, kepatuhan Sadhe pun dilakukan sesuai perintah majikannya itu. Semakin kuat pelukan Sadhe, semakin hangat tubuh mereka, namun juga semakin bergetar persendian tulang Sadhe menghadapi gejolak hasrat birahinya. -
"Kecup aku ..," bisik Tante Fully dengan mata sayunya.
"Ayolah, kecup bibirku dengan mesra, Dhe. ohhh...!" -
"Ta... tapi saya... Nyonya, saya... saya..." Tangan Tante Fully menekan kepala Sadhe, sehingga wajah Sandhe-maju mendekati wajahnya. Namun pemuda itu masih belum berani melakukan perintah itu, karena matanya sempat melirik ke arah jendela yang terbuka. Ada sesuatu yang mencurigakan hatinya di luar kamar itu. Ia ingin mengatakan kecurigaan hatinya terhadap sesuatu di seberang jendela, namun Tante Fully mendesaknya dengan suara semakin parau. -
"Kiss me...! Ooh, kecup ini kecuplah dulu, baru akan kuberikan kecupan yang paling indah dan paling hangat bagimu, Sadhe. Lekaslah... oouhhhk...!" suaranya merengek parau. Bibirnya sudah merekah menatang gairah. Kepalanya makin ditekan dari belakang, sehingga akhirnya bibir Sandhepun menempel di bibir Tante Fully.
"Hhmmhhrr...!" Tante Fully menggerang dalam
keadaan tersumbat mulutnya, karena saat itu Sadhe. segera memagut bibirnya, dan lidah mereka pun saling melumat. Akhirnya, perempuan itu membalas lebih gencar lagi. Lumatan bibir dan lidah Tante Fully memiliki irama liar dan terkesan ganas, sehingga Sadhe terengah-engah mengimbanginya. Kedua tangan Tanto Fully meremas remas rambut Sadhe sambil memberi-tekanan yang bersifat menuntun arah kecupan bibir Sadhe - Desah beruntun pun meluncur dari mulut perempuan itu ketika ia berhasil mengarahkan kecupan Sadhe ke lehernya Kini tangan perempuan itu merasa tidak perlu menuntun kepala Sadhe lagi, karena kecupannya sudah mengerti arah sendiri. Gaun pesta itu kini terbuka lebar bagian punggungnya. Hawa dingin terasa meresap di kulit tubuh Tante Fully. sebab posisi berdirinya membelakangi jendela yang tetap : terbuka itu. Sementara mata Sadhe justru sebentar sebentar menatap kearah luargendela dan ia menemukan keganjilan makin jelas di sana. Maka ketika Tante Fully sibuk melepas ikat pinggang, kecupan Sandhe sengaja dihentikan Wajahnya bukan lagi tegang karena birahi, tapi juga tegang karena kecemasan hatinya.
"Nyonya sebaiknya..." ia terengah-engah, sehingga tak bisa bicara dengan lancar
"Sebaiknya ... tutup dulu jendela itu, ya?"
"Jangan. . Biar aku bisa merasakan dengan jelas kontradiksi udara dingin dengan kehangatan tubuhmu. Ooh, peluk aku lagi. Tapi, tunggu sebentar." Tante Fully menarik diri. Ia sibuk melepaskan gaun pestanya yang sudah separoh badan terbuka itu. Ia
menyuruh Sadhe melepas pakaiannya pula. Tapi yang dilakukan Sadhe hanya diam terbengong tegang menatap ke arah jendela.
"Lekaslah, Sadhe...!" sentak Tante Fully tak sabar.
"Nyonya... lihat... lihat di luar sana...!"
"Iya, aku tahu udara dingin mulai berkabut. Biarkan saja! Ooh, mari kubantu melepaskan pakaianmu...!"
"Bukan itu maksud saya, Nyonya. Tapi... lihatlah pohon itu!" - Tante Fully agak jengkel, namun berpaling ke belakang. Memandang ke arah luar jendela. Pandangannya sengaja ditujukan lurus ke pohon berdaun rindang itu. -
"Ada apa di pohon itu maksudmu. hah"! Nggak ada apa-apa tuh!"
"Ta. . tapi pohon itu jaraknya.menjadi lebih dekat lagi. ketimbang saat kita lihat pertama kali tadi, Nyonya. Perhatikanlah baik-baik!" Sengaja mata Tante Fully masih ditujukan ke sana, tapi tangannya tetap sibuk membantu menyingkirkan kain kain penghalang di tubuh Sadhe. Sesaat kemudian ia mengecam Sadhe.
"Ah ngacokau ini! Pohon itu tetapada di tempatnya. kau bilang lebih dekat. Bagaimana sih kamu ini"!"
"Tapi tadi saya lihat betul pohon itu seperti bergerak mendekat kemari!"
"Okey!" Tante Fully menghembuskan napas, menandakan mulai kesal
"Kau mau memperhatikan pohon atau memperhatikan keinginanku"!"
Sadhe sadar, jika ia tetap ngotot pasti akan membuat perempuan itu kecewa. Maka, ia berusaha untuk melupakan keanehan yang dilihatnya tadi. Ia mulai tersenyum walau agak janggal, namun cukup mengembalikan gairah Tante Fully yang scmpat susut sebentar akibat menahan kesalnya tadi.
"Maaf. Nyonya... mungkin pandangan mata saya sedikit mengalami gangguan. karena... karena gairah Nyonya telah membakar ganas hasrat saya."
"Oh, hasratmu terbakar?"mata Tante Fully terbeliak senang.
"Kalau begitu, bakarlah pula hasratku ini, Sadhe Tapi... tunggu dulu, tunggu dulu...!"Tante Fully mundur sambil menarik tangan Sadhe.
"Bantu aku duduk di sini. Angkatlah sedikit... huup. naah...!"Tante Fully tampak girang sekali Kini ia duduk di depan jendela. Di situ ada sisa dinding selebar 25 centimeter. Dengan duduk di situ, maka udara angin makin tajam meresap di kulit punggungnya. Tapi dibagian depan tubuhnya ia akan merasakan kehangatan cumbuan Sadhe. sehingga kontradiksi kedua hawa itu akan menimbulkan efek kenikmatan tersendiri baginya. Semakin berani Sadhe memberi pelayanan cintanya. semakin ganas keinginan gairah Tante Fully. Sambil menggeram-geram seperti orang kesurupan, Tante Fully menuntun perjalanan cinta selanjutnya. Maka, Sadhe pun terpaksa tetap mematuhi perintah majikan binalnya itu. Ia mulai mendayung perahu cintanya walau mereka jauh dari ranjang. Pelayaran seperti itu memang belum pernah dilakukan Sadhe. tapi toh naluri cintanya bisa memberikan apa yang diinginkan Tante Fully
Hanya saja, emosi kemesraannya sering merasa terganggu oleh perasaan lain yang timbul dalam hati Sadhe. Sebab, pada saat ia memberikan kemesraan sebagai tugasnya sebagai nahkoda perahu cinta wajah Sadhe selalu menghadap ke arah luar. Dan ia lebih jelas lagi melihat sesuatu yang menakutkan, namun juga yang menyangsikan hatinya. Kondisi kejiwaan seperti itu membuat Sadhe sulit mencapai tingkat kemesraan paling tinggi Maka, meskipun ia beraksi dengan gencar, berlari secepat-cepatnya, tapi puncak kemesraan tetap sulit terkejar olehnya. Tante Fully justru kegirangan, dan menilai Sadhesebagai pria perkasa yang tangguh dan tak mudah runtuh diperjalanan.
"Ooh, luar biasa ketangguhanmu sebagai seorang kesatria dalam pertempuran mesra ini, Sadhe Aku sungguh menyukaimu. Sayang..."
"Nyonya... sebaiknya... sebaiknya..."
"Okey, aku tahu maksudmu," sahut Tante Fully saat mengendurkan emosinya sesaat.
"Sekarang bawalah aku keranjang, tapi jangan sampai kita berpisah sekejap pun. ya.Sayang" Bawalah aku sekarang juga, Sadhe..." seraya tangannya mengelus-elus pipi Sadhe yang mampu mencucurkan keringat kemesraannya itu. Maka, Sadhe pun segera membawa Tante Fully pindah ke ranjang dengan hati-hati sekali Seolah-olah ia menggendong lampu kristal yang tak boleh retak atau terlepas sedikit pun dari sambungannya Sadhe berhasil menjalankan tugas tersebut. Setelah di ranjang barulah Sandhe bisa memusatkan konsentrasinya. Maka puncak komesraan pun segera
didapatkannya setelah Tante Fully menggigit dadanya. mencengkeram punggungnya, dan menggeram dengan suara berat pada saat sekujur tubuhnya gemetar karena kegirangan mencapai puncak kebahagiaan cintanya yang paling tinggi. - - Senyum kepuasan mengembang di bibir perempuan berhidung mancung itu. Nafasnya mulai normal kembali. karena peluhnya sudah dikeringkan oleh Sadhe selama masa istirahatnya. Mereka masih sama-sama terkulai - menikmati kenangan indah yang baru saja mereka dapatkan bersama. Namun udara dingin masih terus saja menerobos melalui jendela yang terbuka, sehingga Tante Fully menyuruh Sadhe untuk menutup jendela tersebut, Sekujur tubuh Sadhe yang belum tertutup apapun itu menjadi merinding, karena sewaktu ia ingin menutup jendela, pandangan matanya tertuju pada pohon berdaun rindang Ia terbelalak kaget sekali melihat jarak pohon menjadi lebih dekat lagi ketimbang sebelumnya. Jika semula pohon itu berjarak 10 meter dari jendela, lalu tadi tampak berjarak 7 meter dari jendela, sekarang jarak pohon dengan jendela hanya sekitar lima meter
"Nyonya..."!" suara Sadhe bernada menyentak. menimbulkan kecurigaan Tante Fully Perempuan itu menatapnya sebentar. Mengetahui Sadhe tak bergerak dan wajahnya yang terkena pantulan sinar bulan itu kelihatan terperangah tegang, maka Tante Fully pun segera turun dari ranjang,
"Ada apa sih kau ini. Dhe "!" Ia bergegas menghampiri Sadhe. -
"Lihat pohon itu. Nyonya Bukankah sekarang
jaraknya semakin dekat dengan jendela ini" Setelah memperhatikan beberapa saat, Tante Fully pun menggumam lirih.
"lya, ya..."Sepertinya pohon itu bisa berjalan sendiri"!"
"Itulah yang membuat saya tadi curiga sekali, Nyonya!" - -
"Wah. jangan-jangan pohon itu cuma pohon tipuan, Dhe Mungkin di dalamnya terisi orang yang bermaksud mengintip permainan cinta kita tadi?"
"Maksud Nyonya... pohon itu punya roda dibawahnya yang bisa digerakkan maju-mundur, begitu"!" Tante Fully menggeram jengkel.
"lya! Aku yakin pohon itu sengaja dirancang untuk mengintip orang bercinta dikamar ini. Kurangajar sekali"! Akal-akalannya siapa ini?"
"Akan saya periksa sekarang juga, Nyonya!"
"Nggak usah! Aku panggil saja si perawat villa ini tadi!"
"Saya penasaran dan muak sekali dengan pengintai bejat itu!" suara Sadhepun terdengar menggeram marah. Ia buru-buru mengenakan pakaiannya tak terlalu rapi. Agaknya ia merasa sangat marah jika benar di dalam pohon itu ada orang yang mengintip permainan cintanya tadi. Meski pun dicegah oleh Tante Fully, namun emosi Sadhe tetap memaksa dirinya untuk tidak mematuhi katakata majikannya la keluar sambil inembawa sepotong besi gantungan baju yang di dapatkan dalam almari. Kebetulan besi itu bisa dilepas dan dipasang kembali dengan mudah. sehingga kini digunakan sebagai senjata untuk menghajar si pecundang nanti.
"Dhe... hati-hati kau" seru Tante Fully sambil berdiri di depan jendela dan melihat Sadhe sudah berada di luar sana. Pemuda itu menghampiri pohon berdaun rindang dengan langkah cepat Begitu tiba di depan pohon. ia segera mendorong pohon itu.
"Uhhhkkk. aahhhk..!" Ia tak berhasil mendorong pohon yang disangka memiliki roda bagian bawahnya. Ia justru memaki-maki seakan bicara dengan orang yang bersembunyi di dalam pohon palsu itu. Tante Fully memandanginya dengan tegang juga. -
"Keluar kau, Bangsat!"sentak Sadhe.
"Aku tahu kau bersembunyi di dalam poh on biadab ini untuk mengintip kami tadi! Keluar kau sek arang juga. !" - - Besi pun diayunkan kuat-kuat untuk m emukul pohon itu Tapi sebelum besi menyentuh batang pohon, tiba-tiba ada gerakan cepat dari atas yang men gejutkan Sadhe, sekaligus membuat Tante Fully terbelal ak lebar-lebar Besi itu tahu-tahu sudah dililit ranting poh on yang paling rendah terjulur turun dan melilit tubuh S adhe dengan cepat. .
Wuuut...! "Ohhk ! Aaahk..! Nyonya... too... tolong..!"
"Sadhe..."! Dhe...!"seru Tante Fully menjadi sangat tegang. Belum sempat ia bergerak dari tempatnya. matanya yang terbelalak itu melihat jelas tubuh Sadhc seperti dililit kuat-kuat oleh seekor ular. Tapi sebenarnya dahan pohon sebesar belalai gajah yang melilit Sadhe sehingga pemuda itu tak bisa berteriak lagi.
"Ooh. Sa... Sa. Sadhee..."sekujur tubuh Tante Fully merinding kuat, gemetar cepat, karena kini ia semakin melihat suatu kejadian yang tak bisa diterima oleh akal
sehatnya sendiri. Pohon berbatang hitam kecoklatan itu tiba-tiba terbelah bagian tengahnya. Merekah lebar, memancarkan cahaya merah seperti bara Akar-akar besar di bagian kaki pohon bergerak cepat melilit kaki Sadhe, lalu mendesak tubuh pcmuda itu hingga masuk dalam batangnya yang terbelah menyerupai mulut berbentuk vertikal.
Sruuooggrrpp...! - "Aahkkkrr..!" Sadhe memaksakan suaranya, tapi sangat serak. Ia tak dapat bergerak lagi, karena akar dan dahan pohon mendesak terus dan akhirnya Sadhe terbenam ke dalam batang pohon besar itu. Belahan batang yang mirip mulut berbentuk vertikal itu segera merapat kembali.
Sfooggrp...! Lalu, akar dan batangnya bergerak-gerak seperti terguncang. Akar kembali ke posisinya, dahan pun kembali ketempat tumbuhnya tadi. tapi batang masih bergerak-gerak seperti mengunyah santapannya. -
"Ahhhk.."!"Tante Fully makin mendelik. Mulutnya terbuka lebar tanpa bisa mengeluarkan suara lagi setelah tersentak pendek, suara seperti tersumbat ditenggorokan. Tubuhnya semakin menggigil ketakutan Lidahnya kelu. nafasnya buntu, darahnya bagaikan bekuh; Ia semakin kehilangan kesadarannya setelah melihat pohon itu seperti menyemburkan sesuatu dari tempatnya yang terbelah tadi. -
Bruuus. praak...! - Sadhe terlempar keluar dari batang pohon itu tapi sudah berwujud kerangka manusia yang mengerikan - sekali. Kerangka itu masih basah, masih ada sisa darah
dan serat-serat dagingnya. Namun sangat sulit dikenali
lagi, karena sudah tidak berbentuk, sedikit pun selain bentuk kerangka yang habis dimakan dagingnya Rasa takut dan kaget yang memuncak sempat menimbulkan ledakan nafas dalam bentuk jeritan histeris.
"Aaaaa...!!"Setelah itu diam, sepi. dan tergeletak pingsan' di depan jendela tersebut. - -
ORANG yang bertugas merawat villa Puri Asmara adalah seorang lelaki tua berusia 60 tahun lebih; Mang Darus, namanya. Ia dibantu oleh anaknya yang sudah cukup dewasa: Icang. Bila dibutuhkan istrinya pun ikut bekerja di villa tersebut, terutama menyediakan santapan bagi penyewa villa tersebut. orang yang sudah berusia 25 tahun kini sedang dimintai keterangannya oleh pihak kepolisian sehubungan dengan kasus kematian Sadhe itu.
"Semalam saya tidak ikut beradadi villa ini, Pak. Saya belum disuruh datang kemari, maka saya pergi ke Ciawi. ke rumah pacar saya. Pak. Jadi yang ada di sini tadi malam cuma Abah sama Emak."
"Pukul berapa kamu pulang dari Ciawi?" -
"Sekitar pukul dua malam saya sudah ada di rumah. Pak." -
"Lalu. kamu mendengar kasus kematian ini?"
"Sekitar pukul lima pagi Emak pulang ke rumah, membangunkan saya, dan menceritakan tentang kasus kematian ini. Maka, saya segera datang kemari, pakai motor. Boncengan sama Emak juga. Pak."
"Kamu melihat sendiri keadaan korban dan pohon itu?" -
"Ya, saya melihatnya. Tapi saya juga heran melihat pohon itu. Saya maupun Abah saya. belum pernah
menanam pohon aneh itu. Pak."
"Sebelum pagi-pagi kamu datang kemari, kapan kamu berada di villa ini?" -
"Siangnya saya juga datang kemari. Disuruh Abah memangkas rumput di dekat pintu gerbang sana"
"Kamu melihat ada pohon aneh tumbuh di tempat korban?"
"Tidak ada, Pa. Saya ingat betul, di depan jendela kamar tidak ada pohon besar, sebab saya mondar-mandir dari dapur ke halaman depan melalui taman depan jendela kamar. Saya tidak melihat tunas pohon atau tanda-tanda lainnya. Tempat itu tetap bersih, hanya ada hamparan rumput yang saya pangkas dua hari sebelumnya."
"Lalu, sewaktu pagi-pagi tadi kamu melihat pohon itu?" , , , '
"Yaa kaget dan heran sekali. Pak. Saya sempat ketakutan. Tidak berani mendekati pohon itu, Pak. Justru sayalah yang segera lari menghubungi rumah keamanan sekitar sini. Bang Jali yang kemudian ikut datang kemari." Baik Icang maupun Mang Darus mempunyai pengakuan yang sama. Mereka belum pern ah melihat pohon berakar besar-besar itu tumbuh di hal aman villa tersebut. Sewaktu menerima kedatangan Ta nte Fully dan Sadhe, Mang Darus dan istrinya tidak me mperhatikan apakah pohon aneh itu sudah ada atau be lum, maka mereka tak bisa menjelaskan sejak kapan p ohon misterius itu tumbuh di halaman depan jendela ka mar tidur utama itu. Kerangka jenazah Sadhe segera di bawa ke rumah sakit untuk diperiksa oleh dokter foren sik. Masalahnya,
pihak kepolisian masih meragukan pengakuan Tante Fully yang kini juga dirawat di rumah sakit karena mengalami gangguanjiwa. Menurut pengakuan Tante Fully, kematian Sadhe akibat dimakan oleh pohon aneh itu. Tetapi tak ada saksi lain yang melihat kejadian tersebut selain Tante Fully sendiri. Sedangkan pihak Mang Darus sendiri tidak bisa menjelaskan apakah benar kematian Sadhe disebabkan oleh keganasan pohon misterius itu, sebab ia tak melihat kejadian mengerikan tersebut. Tetapi baik Mang Darus, Icang, Bang Jali dan beberapa penduduk asli tempat itu yang tadi sempat berdatanga n mendengar kasus pembunuhan sadis itu. sama-sama saling mengakui melihat pohon aneh tumbuh di tanah depan jendela kamar tidur utama villa. Menurut merek a, pohon itu tumbuh kokoh dalam jarak sekitar 10 mete r dari jendela. Sedangkan kerangka mayat Sadhe tergel etak dalam jarak hanya tiga m"ter dari jendela. Pihak kepolisian setempat segera meminta bantuan konsultan kriminil dari kepolisian Jakarta. Mereka sudah acapkali mendengar bahwa konsultan kriminil itu memiliki kekuatan supranatural sangat tinggi, walaupun ia masih sosok seorang gadis cantik jelita yang berusia sekitar 25 tahun Konsultan cantik itu pun segera meluncur ke TKP dengan sebuah BMW eksklusif warna hijau giok. Gadis sintai berambut panjang yang siang itu mengenakan kacamata hitam tak lain adalah Kumala Dewi, alias Dewi Ular. Ia hadir di situ bersama sopirnya; Sandhi.
"Pohon itu sendiri ada di mana?"tanya Kumala Dewi kepada salah seorang petugas kepolisian.
"Menurut ket"rangan Mang Darus dan beberapa saksi
mata lainnya, pohon itu sudah hilang secara gaib. Cahaya matahari yang semakin terang membuat pohon itu menjadi seperti bayangan hologram, kemudian lenyap tanpa bekas sedikitpun. Tadinya ia tumbuh di tempat Nona berdiri sekarang ini!" - Sandhi yang berada disamping Kumala berkerut dahi. Ia sengaja memandangi majikan cantiknya dengan rasa ingin tahu. Beberapa saat kemudian Kumala pun menatapnya. -
"Aku masih merasakan hawa hangat yang aneh di sekitar kakiku. Berarti... memang benar, di tanah ini ada energi gaib yang sekarang sudah pergi entah ke mana."
"Tak bisa kau lacak dengan radar gaibmu?"
"Tak terkejar," jawab Kumala pelan sambil melangkah menuju tempat ditemukannya kerangka Sadhe. Dalam penglihatan mata batinnya Kumala menemukan sesosok kerangka yang masih basah oleh darah tapi sudah tinggal sedikit sekali sisa dagingnya. Penglihatan itu sama persis dengan keadaan kerangka Sadhe yang kini ada di rumah sakit. Tanpa menunggu hasil otopsi dokter forensik pun saat itu Kumala sudah berani memastikan, bahwa kematian korban bukan hasil perbuatan keji manusia biasa.
"Hawa hangat di sini sama dengan yang kurasakan di tempat pohon itu tumbuh," kata Kumala kepada Sandhi, tapi juga secara tak langsung ditujukan kepada pihak kepolisian yang ada di dekatnya
"Jadi, menurut Nona Kumala Dewi, kematian korban memang bukan dari kekejaman manusia biasa?"
"Bukan Bukan manusia pelakunya."jawab Kumala kalem, namun tetap ramah dan berwibawa sekali.
"Tapi saya belum bisa mendapat gambaran. siapa pelaku
Tara 2agita I8. Misteri - Pohon kematian
sebenarnya: dari bangsa iblis. atau siluman, atau jin atau... entah penghuni alam gaib yang mana yang melakukannya. Yang pasti, dia memiliki kekuatan gaib sangat tinggi untuk dapat memangsa korbannya dalam waktu sesingkat itu: Sebaiknya saya bicara dengan Tante Fully saja."
"Beliau kami bawa ke rumah sakit untuk menenangkan guncangan jiwanya. Tapi mungkin sekarang sudah dipindahkan ke rumah sakit jiwa di Jakarta, atau.. coba. saya minta keterangan anak buah saya yang bertugas menjaga Nyonya Fully itu!" Diperoleh keterangan. bahwa Nyonya Fully sudah dibawa ke Jakarta Bukan di rawat di rumah sakit jiwa. melainkan di sebuah rumah sakit swasta yang menjadi langganan para pengusaha kaya. Kumala Dewi pun segera meluncur ke rumah sakit itu bersama Sandhi. Namun ketika ia ingin meninggalkan TKP. tiba-tiba di jalanan yang menuju jalan raya jalur luarkota itu ia melihat seorang bocah sedang berteriak-teriak mencarikan penumpang mobil angkot yang sedang ngetem diujung jalan
"San... lihat anak itu!"
"Astaga"! Si Ajong ada di sini, rupanya?"
"Ambil dia dan bawa pulang sekalian, San!"
"Ya ya... sebentar, aku parkir ketepi sebentar!" Sandhi agak gugup.
"Hey, kamu ingat keterangan Juminah sewaktu menceritakan hilangnya anak itu, Kumala"
"Ya aku ingat. Jum bilang, si Ajong waktu itu ribut mau pergi dengan alasan mau mencari pohon mati Tapi dihalang-halangi Jum, lalu dimasukkan kamar, dan ternyata dia hilang."
"Pohon mati yang dicarinya itu apakah bisa diartikan -
sebagai Pohon Kematian, yang telah merenggut nyawa gigolonya Tante Fully itu" Menurutmu bagaimana"!"
"Menurutku, cepat ambil duluanak itu! Bawa kemari!" Desakan tersebut membuat Sandhi buru-buru keluar dari mobil Ternyata ketika ditemui Sandhi, bocah itu tidak menghindar sedikitpun. Merasa kaget pun tidak ia hanya cengar-cengir saat ditegur Sandhi, lalu dibujuk agar ikut ke - mobil. Ajong sama sekali tak menolak. Maka,iapun masuk ke mobil tersebut, di mana Kumala Dewi sudah pindah dari duduknya ke belakang. Kini ia bersama Ajong di jok belakang sementara Sandhi mengemudikan mobil itu sambil sebentar-sebentar melirik kaca spion untuk melihat ekspresi Ajong saat menjawab beberapa pertanyaan Kumala.
"Oom Rayo kebingungan mencarimu selama empat hari ini, Jong. Kasihan dia, sampai pekerjaan di kantornya terbengkalai. Habis-kamu pergi tanpa pamit sih"
"Sudah pamit kok. Pamit sama Yu Juminah, tapi Yu Jum melarang saya pergi. Tante. Makanya, saya pergi nggak pakai pamit lagi, biar nggak dilarang oleh Yu Jum."
"Terus kenapa kamu nggak balik ke rumah Oom Ray?" , -
"Saya lupa jalan menuju kesana, Tante."
"Lain kali kamu nggak boleh begitu, ya" Kasihan Oom Ray. Dia sangat sayang sama kamu, Jong."
"Iya" Sangat sayang sama saya, ya Tante?"
"Iya! Tante juga sayang sama kamu. Bang Sandhi juga sayang sama kamu. Kalau kami nggak sayang sama kamu, kami nggak akan bawa kamu pulang. Bisa saja Tante dan Bang Sandhi biarkan kamu teriak-teriak cari penumpang di tempat tadi
"Kalau begitu... saya juga harus sayang sama Tante, ya" Saya juga mau sayang sama Oom Ray. Bang Sandhi, dan... hallo, Bang!"ledeknya ketika mengetahui mata Sandhi memandang dari kacaspion. Sandhi tertawa sambil menahan rasa kesai membayangkan kebandelan anak itu. Ia pun memancing pertanyaan pada Ajong. -
"Jong, sebenarnya apa sih yang membuat kamu pergi dari rumah Oom Ray waktu itu?"
"Saya kesal sama Yu Jum, Bang!"anak itu bersungut sungut.
"Kesalnya karena apa?" tanya Sandhi lagi.
"Habis, saya mau pergi keluar rumah sebentar saja nggak boleh. Akhirnya saya minggat aja deh!"
"Kamu mau pergi ke mana sebenarnya, Jong?" - |
"Mau... mau... mau jalan-jalan sih, Bang. Eeh... malah dimarahi sama Yu Jum." Kumala menyahut,
"Katanya kamu ribut mau pergi untuk mencari pohon mati" Apa benar begitu?"
"Hmmm, eeh... heemm...," Ajong agak bingung menjawabnya. Ia kelihatan gelisah, namun hanya sebentar. Ekspresi wajahnya menjadi normal kembali.
"Iya sih, Tante. Saya mau cari pohon mati."
"Buat apa cari pohon mati?"
"Buat... buat...." Ajong tampak seperti linglung. Diam sebentar mengingat-ingat lalu menatap Kumala sambil menggeleng
"Nggak tahu deh, buat apa waktu itu saya mau mencari pohon mati. Saya lupa sih." -
"Apakah "Sandhi menimpali. "Pohon mati yang kau niaksud itu sama artinya dengan Pohon Kematian" Pohon
yang bisa menelan orang dan memakan semua tubuhnya. tinggal sisa kerangka yang dibuang begitu saja."
"Seperti kejadian yang sedang diributkan di villa atas tadi!"timpal Kumala sambil tetap menatap anak itu tanpa berkedip la sengaja memperhatikan dengan kekuatan magisnya untuk mendeteksi perubahan-perubahan yang patut dicurigai. Tetapi anak itu justru berwajah datar, polos, tanpa ekspresi apapun.
"Saya harus ingat-ingat lagi tentang pohon mata, eeh... tentang pohon mati yang waktu itu mau saya cari. Saya nggak bisa menjawab pertanyaan Bang Sandhi dan Tante Mala untuk sekarang ini." - Ajong bersandar santai dalam duduknya, sambil menambahkan kata,
"Beri saya waktu untuk berpikir."
"Puih...!" Sandhi tertawa geli tapi juga geregetan pada anak itu.
"Lagak luh kayak orang tua aja. Jong, Jong...!" Kumala Dewi pun tertawa. namun tak sampai bersuara keras. Hatinya sedikit kecewa, karena tak menemukan sesuatu yang mencurigakan pada diri Ajong. Bahkan usapan tangannya saat tertawa di kepala Ajong juga tidak merasakan getaran energi gaib atau hawa aneh yang dicari dalam diri anak itu. Ajong tetap saja sebagaimana sosok bocah berusia 6 tahun yang sering bertingkah konyol tanpa merasa berdosa sedikitpun. Innocent sekali penampilan anak itu. Mereka tiba di rumah sakit tempat Tante Fully dirawat. Ajong menolak ketika disuruh turun dari mobil. Dia tidak mau ikut masuk ke sakit itu.
"Jangan takut, kami bukan mau membawa kamu agar disuntik dokter Kami cuma mau menengok seseorang
- mengenai sesuatu hal yang tidak seharusnya dikerjakan
...maaf ...2 halaman hilang
Tapi toh pada akhirnya ia menurut juga dengan kata-kata Mak Bariah itu. - Buron, asisten urusan gaib yang sering mewakili Kumala Dewi itu, pernah mengganggu Ajong dengan keusilannya. Buron adalah jelmaan dari Jin Layon, karenanya ia memiliki ilmu gaib cukup tinggi dibandingkan paranormal lainnya. Ia sering dijuluki oleh Mak Bariah sebagai jin usil, karena dulu ia sering menakut-nakuti tamu dengan keusilan gaibnya. Maka, begitu melihat Kumala pulang membawa bocah yang bicaranya sok tua. timbul keusilan Buron untuk 'ngerjain'anak itu. Biar tak berani bandel di rumah tersebut. Sore itu. Ajong memang agak bandel. Disuruh segera mandi, tapi justru bermain air dengan selang plastik di garasi mobil. Alasannya. ia sedang sibuk menyirami tanaman hias di sekitar samping garasi. Buron agak jengkel, maka ia segera menyumbat saluran pipa leding itu dengan kekuatan gaibnya. Air tak bisa keluar dari kran yang ada di depan pintu garasi itu.
"Tuh, airnya sudah habiskan" Ayo. Iekas mandi dulu sana, Jong!"
"Ah, pasti kran-nya dimatiin sama Bang Buron nih! Buka dong!"
"Memang airnya mati dari PAM pusat kok, mana bisa kubuka krannya"! Cobalah buka sendiri kalau nggak percaya." - - Ajong melangkah dengan tenang menghampiri kran Ieding. Ia memutar kran itu Cuuur...! Buron terkejut dan tak bisa bicara melihat kran tersebut bisa mengucurkan
air lagi. Ajong dengan cueknya bermain air kembali. menyemprotkan ke sana-sini
"Kok masih bisa keluar airnya sih" Padahal sudah kusumbat pakai hawa padatku dari sini"!" pikir Buron terheran-heran.
"Wah, anak ini benar-benar harus dibuat kapok nih!" - Di tempat sampah Buron melihat sebuah kardus bekas bungkus martabak manis. Buron nyengir geli sewaktu di benaknya terlintas ide untuk 'ngerjain Ajong. Maka, diambillah kardus itu. Dikeluarkan sampah yang ada di dalamnya. Bagian luar kardus dibersihkan, sehingga tampak seperti masih baru. Buron memasukkan segenggam rumput ke dalam kardus itu. Dengan sebuah kedipan mata, ia menggunakan kekuatan sihirnya untuk merubah rumput menjadi puluhan ekor ulat bulu. Hitam hitam dan gemuk-gemuk. Menjijikkan, sekaligus akan membuat seorang bocah ketakutan melihatnya.
Bara Dendam Menuntut Balas 6 She Karya Windhy Puspitadewi Pedang Dan Kitab Suci 20
^