Pencarian

Misteri Sittaford 3

Misteri Sittaford The Sittaford Mystery Karya Agatha Christie Bagian 3


"Apakah aku harus pergi ke sana?" bisik Enderby.
"Ya," sahut Emily tegas.
Ia meninggalkan Enderby dengan anggukan kecil,
lalu mengikuti teman barunya ke jalan.
"Kalau tak salah, Anda Mr. Garfield, ya?" kata
Emily. "Betul. Seharusnya saya katakan itu pada Anda
tadi." "Ah, tak apalah," kata Emily, "tidak terlalu sulit
menebaknya." 184 Bab11-20.indd 185 "Anda baik sekali, mau langsung ikut saya," kata
Mr. Garfield. "Kebanyakan gadis akan tersinggung
sekali. Tapi Anda maklum bagaimana wanita-wanita
tua." "Anda sebenarnya tidak tinggal di sini bukan, Mr.
Garfield?" "Mana saya mau tinggal di sini," kata Ronnie
Garfield berapi-api. "Adakah tempat yang lebih ter"
pencil daripada ini" Bioskop pun tak ada! Saya heran
mengapa orang tak sampai bunuh diri untuk..."
Ia terhenti karena terkejut oleh ucapannya sen"
diri. "Aduh, maafkan saya. Sayalah orang yang paling
tak beruntung. Selalu mengucapkan kata-kata salah.
Sama sekali bukan itu maksud saya."
"Saya tahu," kata Emily menenangkan.
"Kita sudah sampai," kata Mr. Garfield. Ia men"
dorong pintu pagar hingga terbuka. Emily masuk,
lalu berjalan di jalan setapak, menuju sebuah bungalo
kecil yang serupa benar dengan yang lain. Di ruang
tamu yang menuju kebun ada sebuah dipan, dan di
situ terbaring seorang wanita tua berwajah tirus dan
keriput. Tak pernah Emily melihat hidung setajam
hidung wanita itu. Dengan susah payah ia meng"
angkat tubuhnya, dengan bertumpu pada sebelah
sikunya. "Kau berhasil membawanya, ya," katanya. "Kau
baik sekali, Nak, mau datang mengunjungi seorang
wanita tua. Tapi harap kau memaklumi seorang yang
cacat. Kami jadi ingin campur tangan dalam setiap
persoalan, dan bila kita tak bisa pergi mendatangi
185 Bab11-20.indd 186 persoalan itu, maka persoalan itulah yang harus men"
datangi kita. Tentu kau mengerti maksudku. Tapi itu
bukan sekadar rasa ingin tahu"lebih daripada itu.
Ronnie, keluarlah, dan cat kursi serta meja di pe"
karangan. Catnya sudah tersedia di sana."
"Baik, Aunt Caroline."
Keponakan yang patuh itu menghilang.
"Silakan duduk," kata Miss Percehouse.
Emily duduk di kursi yang ditunjuk wanita tua itu.
Aneh sekali, tapi ia langsung merasa suka dan simpati
terhadap wanita tua lumpuh yang berlidah tajam ini.
Ia merasa ada kesamaan antara mereka berdua.
Pikir Emily, inilah orang yang suka langsung me"
nuju persoalan, dan menghendaki segala keinginannya
terpenuhi, serta menjadi bos bagi setiap orang. Sama
benar dengan aku, cuma kebetulan aku agak lebih
cantik, sedangkan dia harus melakukan semua itu ha"
nya dengan mengandalkan kekuatan wataknya.
"Kudengar kau adalah gadis yang bertunangan de"
ngan keponakan Trevelyan, ya?" kata Miss Percehouse.
"Aku sudah mendengar semua tentang dirimu, dan
setelah melihatmu, sekarang aku mengerti apa yang
ingin kaulakukan. Kudoakan agar kau berhasil."
"Terima kasih," kata Emily.
"Aku benci wanita lemah," kata Miss Percehouse.
"Aku suka pada yang penuh semangat dan berani ber"
tindak." Ia memandangi Emily dengan tajam.
"Kurasa kau merasa kasihan padaku, yang terbaring
saja di sini, tak pernah bangun dan berjalan ke manamana."
186 Bab11-20.indd 187 "Tidak," kata Emily sambil merenung. "Saya tidak
merasa begitu. Saya rasa kita selalu bisa mendapatkan
sesuatu dari hidup ini bila kita punya tekad. Bila kita
tak dapat memperolehnya dengan satu cara, kita bisa
mendapatkannya dengan cara yang lain."
"Benar sekali," kata Miss Percehouse. "Kita harus
menjalani hidup dari sisi yang berbeda, itu saja."
"Sisi penyerangan," gumam Emily.
"Apa katamu?" Emily mencoba sebisanya menguraikan dengan jelas
teori yang telah disusunnya tadi pagi, dan bagaimana
cara melaksanakannya. "Tidak buruk," kata Miss Percehouse sambil meng"
angguk. "Nah sekarang, Nak, kita akan mulai dengan
urusan kita. Karena kau bukan orang yang bodoh,
aku yakin kau datang ke desa ini untuk menyelidiki
orang-orang di sini, untuk melihat apakah sesuatu
yang telah kaudapatkan itu ada hubungannya dengan
pembunuhan itu. Yah, bila ada sesuatu yang ingin
kauketahui tentang orang-orang di sini, aku bisa men"
ceritakannya padamu."
Emily tidak membuang waktu. Dengan singkat dan
lugas ia mulai bertanya. "Bagaimana dengan Mayor Burnaby?" tanyanya.
"Ia seorang pensiunan tentara, sama seperti yang
lain, picik dan berpandangan sempit, juga bersifat
pengiri. Mudah percaya dalam soal keuangan. Ter"
golong orang yang menginvestasikan uangnya pada
Perusahaan South Sea Bubble, karena akalnya pendek.
Ia suka membayar utang-utangnya tepat pada waktu"
187 Bab11-20.indd 188 nya. Dan ia tak suka pada orang yang masuk ke
rumahnya tanpa membersihkan kaki pada keset."
"Mr. Rycroft?" tanya Emily.
"Pria kecil yang aneh itu egoisnya luar biasa. Mu"
dah tersinggung. Suka beranggapan bahwa dialah
orang yang paling hebat. Kurasa ia pasti telah me"
nawarkan diri untuk memecahkan persoalan Anda,
karena merasa betapa hebatnya pengetahuannya me"
ngenai kriminologi."
Emily mengakui itu benar.
"Mr. Duke?" tanyanya.
"Aku tak tahu apa-apa tentang laki-laki itu, pada"
hal seharusnya aku tahu. Soalnya ia tipe laki-laki yang
biasa sekali. Seharusnya aku tahu"tapi aku tak tahu.
Aneh. Sama halnya dengan sebuah nama yang rasanya
sudah berada di ujung lidah, tapi kita sama sekali tak
bisa mengingatnya." "Mrs. Willett dan putrinya?" tanya Emily.
"Nah! Mrs. Willett dan putrinya!" Karena terlalu
bersemangat, Miss Percehouse mengangkat dirinya lagi
dengan bertumpu pada sebelah sikunya. "Bagaimana
dengan Mrs. Willett dan putrinya" Nah, akan kucerita"
kan sesuatu tentang mereka. Mungkin ada gunanya
bagimu, mungkin juga tidak. Tolong bawa kemari
amplop yang tak bertulisan, yang ada di meja tulisku
di sana." Emily menyerahkan amplop yang diminta itu.
"Aku tidak berkata bahwa ini penting"mungkin
saja tidak," kata Miss Percehouse. "Semua orang bisa
berbohong, entah dengan cara bagaimana, dan Mrs.
Willett berhak untuk berbuat seperti semua orang."
188 Bab11-20.indd 189 Miss Percehouse mengambil amplop itu, lalu me"
masukkan tangannya ke dalamnya.
"Akan kuceritakan segala-galanya. Waktu Mrs.
Willett dan putrinya tiba di sini, dengan pakaian ba"
gus, lengkap dengan para pelayannya, mereka mem"
bawa juga peti-peti model baru. Ia dan putrinya,
Violet, datang dengan naik mobil Forder, sedangkan
para pelayan dan peti-petinya itu naik bus. Dan ka"
rena hal itu merupakan suatu peristiwa baru, tentulah
aku melihat ke luar waktu mereka lewat, lalu kulihat
secarik label terbang dari salah sebuah peti, jatuh ke
dalam pekaranganku. Aku benci sekali kalau ada ker"
tas sampah atau koran lain, jadi kusuruh Ronnie me"
mungutnya. Aku sudah akan membuangnya, tapi
tiba-tiba terlihat olehku bahwa kertas kecil itu bagus
dan lucu sekali. Lalu kupikirkan sebaiknya kusimpan
dalam buku kumpulanku yang selalu kusimpan untuk
anak-anak di rumah sakit. Nah, setelah itu aku tak
mengingat-ingat hal itu lagi. Tapi kemudian, pada
beberapa peristiwa, Mrs. Willett dengan sengaja me"
ngatakan bahwa Violet tidak pernah keluar dari Afri"
ka Selatan, dan bahwa ia sendiri hanya pernah tinggal
di Afrika Selatan, Inggris, dan Riviera."
"Lalu?" kata Emily.
"Nah, lihat ini."
Miss Percehouse memberikan selembar label bagasi
pada Emily. Label itu bertulisan: Hotel Mendle,
Melbourne. "Melbourne itu di Australia," kata Miss Percehouse,
"bukan di Afrika Selatan"begitulah yang kupelajari
di masa mudaku dulu. Aku yakin itu tak penting,
189 Bab11-20.indd 190 tapi itulah kenyataannya. Dan aku akan menceritakan
sesuatu lagi. Aku pernah mendengar Mrs. Willett me"
manggil putrinya dengan panggilan "Coo-ee". Dan
juga merupakan panggilan khas Australia, bukan
Afrika Selatan. Yah, aku hanya bisa berkata bahwa itu
aneh. Mengapa orang tak mau mengaku datang dari
Australia, kalau memang begitu halnya?"
"Memang aneh sekali," kata Emily. "Dan satu hal
lagi yang juga aneh adalah, mengapa mereka harus
tinggal di sini dalam musim salju."
"Itu juga menarik perhatian," kata Miss Percehouse.
"Sudahkah kau bertemu dengan mereka?"
"Belum. Saya berniat untuk pergi ke sana pagi ini.
Tapi saya belum tahu betul, apa yang harus saya kata"
kan." "Akan kuberitahukan suatu alasan," kata Miss Perce"
house dengan yakin. "Tolong ambilkan pulpen, dan
sehelai kertas, juga sebuah amplop. Nah, betul. Bagai"
mana, ya?" Tiba-tiba ia berhenti, lalu tanpa terduga
ia berteriak dengan suara nyaring sekali.
"Ronnie, Ronnie, Ronnie! Tulikah anak itu"
Mengapa ia tak mau datang kalau dipanggil" Ronnie!
Ronnie!" Ronnie datang bergegas dengan membawa kuas.
"Ada apa, Aunt Caroline?"
"Ada apa, ada apa" Aku memanggilmu. Apakah
kau makan kue tertentu waktu kau minum teh di
rumah Mrs. Willett kemarin sore?"
"Kue?" "Ya, kue, atau roti... atau apa saja. Lamban sekali
kau. Makan apa kau waktu minum teh di situ?"
190 Bab11-20.indd 191 "Ada cake kopi," kata Ronnie dengan sangat ke"
heranan, "ada pula sandwich..."
"Cake kopi," kata Miss Percehouse. "Itu juga bisa."
Ia mulai menulis dengan bersemangat. "Kau boleh
kembali mengecat, Ronnie. Jangan terbengongbengong saja, dan jangan berdiri di situ dengan me"
nganga begitu. Amandelmu sudah dibuang waktu kau
berumur delapan tahun, jadi tak ada alasan bagimu
untuk menganga begitu."
Ia mulai menulis: Mrs. Willett yang baik, Saya dengar Anda menyuguhkan cake kopi yang
enak sekali untuk minum teh kemarin sore. Mau"
kah Anda berbaik hati memberi saya resepnya"
Saya yakin Anda tak keberatan bila saya meminta"
nya. Hidup orang lumpuh memang kurang ber"
variasi, kecuali makanannya. Miss Trefusis telah
menyatakan kesediaannya untuk menyampaikan
surat saya ini pada Anda, karena Ronnie sedang
sibuk pagi ini. Berita tentang larinya narapidana
itu mengerikan sekali, bukan"
Salam saya, Caroline Percehouse. Surat itu dimasukkannya ke dalam amplop, dilem"
nya amplop itu, lalu ditulisinya dengan alamat.
"Nah, selesai, Nak. Mungkin kau akan mendapati
pintu rumahnya penuh dengan wartawan. Banyak se"
kali yang lewat naik mobil sewaan dari Forder. Aku
191 Bab11-20.indd 192 melihatnya tadi. Tapi kau minta saja menemui Mrs.
Willett, katakan bahwa kau membawa surat dariku.
Pasti kau akan diizinkan masuk. Tentu aku tak perlu
mengatakan supaya kau membuka mata lebar-lebar
dan memanfaatkan kunjungan itu sebaik-baiknya.
Kau pasti sudah tahu itu."
"Anda sangat baik," kata Emily. "Benar-benar sa"
ngat baik." "Aku suka membantu orang-orang yang bisa me"
nolong dirinya sendiri," kata Miss Percehouse.
"Omong-omong, kau belum bertanya bagaimana pen"
dapatku mengenai Ronnie, padahal aku yakin nama"


Misteri Sittaford The Sittaford Mystery Karya Agatha Christie di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

nya pasti tercantum dalam daftar nama penduduk
desa ini. Dengan caranya sendiri, ia adalah seorang
pemuda yang baik. Tapi ia lemah sekali. Dengan me"
nyesal aku harus mengatakan bahwa boleh dikatakan
ia mau melakukan apa saja demi uang. Lihat saja ba"
gaimana sikapnya terhadapku! Ia tak punya otak un"
tuk menyadari bahwa aku akan sepuluh kali lebih
menyukainya seandainya ia sesekali menentangku dan
menyatakan bahwa ia sama sekali tak peduli padaku.
"Ada seorang lagi di desa ini, yaitu Kapten Wyatt.
Kudengar ia pencandu opium. Dan ia adalah orang
yang paling pemarah yang pernah kukenal. Ada lagi
yang ingin kauketahui?"
"Saya rasa tak ada lagi," kata Emily. "Agaknya se"
mua yang Anda katakan pada saya sudah jelas."
192 Bab11-20.indd 193 XVIII KUNJUNGAN EMILY KE SITTAFORD HOUSE KETIKA Emily berjalan di sepanjang jalan sempit itu,
dilihatnya cuaca pagi sudah berubah. Udara mulai
diselubungi kabut. Inggris benar-benar tempat yang tak menyenangkan
untuk didiami, pikir Emily. Bila tak turun salju, atau
tak hujan, atau tak berangin, maka tentu berkabut.
Dan bila matahari bersinar, udara demikian dinginnya
hingga jari-jari kaki dan tangan serasa membeku.
Lamunannya terganggu oleh sebuah suara yang
agak serak, yang berbicara agak dekat di telinga kanan"
nya. "Maafkan saya," kata suara itu, "tapi apakah Anda
melihat seekor anjing terrier?"
Emily terkejut lalu menoleh. Seorang pria tinggi
dan kurus, yang kulitnya amat cokelat tersengat mata"
hari, matanya merah, dan rambutnya beruban, sedang
bersandar pada pintu pagar bungalonya. Sebelah tu"
buhnya ditopang sebuah tongkat, dan ia menatap
193 Bab11-20.indd 194 Emily dengan penuh perhatian. Emily tak merasa su"
lit mengenalinya sebagai Kapten Wyatt yang lumpuh,
dan penghuni bungalo No. 3.
"Tidak, saya tak melihat," sahut Emily.
"Ia keluar tadi," kata Kapten Wyatt. "Ia makhluk
yang membuat kita sayang padanya, tapi ia tolol se"
kali. Dengan banyaknya mobil dan sebagainya ini..."
"Saya rasa tak banyak mobil yang lewat di jalan
ini," kata Emily. "Bus-bus tamasya sering lewat pada musim panas,"
kata Kapten Wyatt dengan serius. "Orang-orang yang
menumpang bus-bus itu datang dari Exhampton, de"
ngan ongkos tiga shilling enam penny. Mereka men"
daki Sittaford Beacon, dan setengah perjalanan dari
Exhampton mereka berhenti untuk makan makanan
kecil." "Tapi sekarang bukan musim panas," kata Emily.
"Memang, tapi baru saja sebuah bus tamasya lewat
tadi. Saya rasa, mereka adalah wartawan-wartawan
yang ingin melihat Sittaford House."
"Apakah Anda kenal baik dengan Kapten
Trevelyan?" tanya Emily.
Ia yakin bahwa pertanyaan mengenai anjing terrier
tadi hanya alasan Kapten Wyatt. Sebenarnya ia ter"
bakar oleh rasa ingin tahu. Dan itu wajar. Emily me"
nyadari betul bahwa saat ini dirinya merupakan bahan
perhatian utama di Sittaford, dan wajar sekali bila
Kapten Wyatt, seperti juga orang-orang lain, berke"
inginan untuk melihatnya.
"Saya tak tahu banyak tentang dia," kata Kapten
Wyatt. "Ia menjual bungalo ini pada saya."
194 Bab11-20.indd 195 "Ya," kata Emily yang berharap agar kapten itu
berbicara terus. "Ia itu orang yang kikir," kata Kapten Wyatt lagi.
"Menurut perjanjian, ia harus membereskan rumah
ini sesuai dengan selera si pembeli. Tapi hanya karena
saya menyuruh ganti cat bingkai jendela dari cokelat
menjadi hijau kekuningan, saya disuruhnya membayar
separuh dari biaya pengecatan itu. Katanya perjanjian
itu hanya berlaku untuk warna seragam."
"Anda tak suka padanya, ya?" tanya Emily.
"Saya sering bertengkar dengan dia," kata Kapten
Wyatt. "Tapi saya memang sering bertengkar dengan
semua orang," tambahnya lagi. "Di tempat seperti ini,
kita harus mengajar orang supaya tidak mencampuri
urusan orang lain. Mereka suka sekali berkunjung,
katanya sekadar mampir untuk ngobrol. Saya tak ke"
beratan bertemu dengan orang, kalau saya sedang
suka, bukan kalau orang suka. Saya tak suka pada
Travelyan yang seenaknya saja mampir, kapan saja ia
suka, dengan sikap seperti tuan pemilik tanah. Seka"
rang tak seorang pun di tempat ini yang mau men"
dekati saya," katanya lagi dengan rasa puas.
"Oh!" kata Emily.
"Itulah baiknya kalau kita menggaji seorang pe"
layan orang pribumi dari Tanah Jajahan," kata Kapten
Wyatt. "Mereka tahu apa yang harus dilakukan.
Abdul!" serunya. Seorang laki-laki India bertubuh tinggi dan me"
makai serban, keluar dari bungalo dan menunggu
de"ngan serius. 195 Bab11-20.indd 196 "Mari masuk dan minum sekadarnya," kata Kapten
Wyatt. "Dan melihat-lihat bungalo kecil saya."
"Maaf," kata Emily, "saya harus buru-buru."
"Ah, masa," kata Kapten Wyatt.
"Sungguh," jawab Emily. "Saya ada janji."
"Tak ada orang yang mengerti seninya hidup di
zaman sekarang ini," kata Kapten Wyatt. "Harus me"
ngejar kereta apilah, harus memenuhi janjilah, me"
nentukan waktu untuk segala-galanya"semuanya
omong kosong. Bangunlah bersama terbitnya mata"
hari, itu yang selalu saya katakan, makanlah bila se"
dang ingin, dan jangan pernah mengikatkan diri pada
waktu dan tanggal. Saya bisa saja mengajarkan pada
orang bagaimana cara hidup, kalau saja orang mau
mendengar saya." Tapi nyatanya hasil dari pemikiran-pemikiran yang
hebat tentang hidup itu tidak terlalu memberi ha"
rapan, pikir Emily. Tak pernah ia melihat orang yang
lebih rusak daripada Kapten Wyatt. Namun karena ia
merasa bahwa keingintahuan kapten itu sudah di"
penuhinya dengan memuaskan, maka sekali lagi ia
menekankan bahwa ia ada janji, lalu melanjutkan per"
jalanannya. Pintu depan Sittaford House terbuat dari kayu ek
yang kokoh. Di situ tergantung rapi tali penarik lon"
ceng, di lantai terhampar sebuah keset kaki dari kawat
yang amat besar, dan sebuah kotak surat dari kuningan
yang digosok sampai berkilat. Tak luput dari peng"
lihatan Emily, bahwa rumah itu menjanjikan ke"
nyamanan dan tata krama yang baik. Seorang pelayan
yang rapi dan sopan santun membukakan pintu.
196 Bab11-20.indd 197 Emily menyimpulkan bahwa ada wartawan yang
telah mendahuluinya, karena pelayan itu langsung
berkata dengan nada tegas, "Mrs. Willett tak bisa me"
nemui siapa-siapa pagi ini."
"Saya membawa surat dari Miss Percehouse untuk
Mrs. Willett," kata Emily.
Hal itu jelas mengubah persoalan. Wajah pelayan
itu membayangkan keraguan, lalu ia menepi.
"Silakan masuk," katanya.
Emily dipersilakan masuk ke dalam lorong rumah
yang oleh makelar rumah pasti digambarkan sebagai
"lorong rumah serbaguna". Dan dari situ ia diajak
masuk ke dalam sebuah ruang tamu utama. Api ma"
sih menyala besar, kelihatan bekas-bekas adanya se"
orang wanita di dalam ruangan itu. Ada beberapa
tangkai bunga tulip dari kaca, sebuah kantong jahitmenjahit yang besar, sebuah topi wanita, dan sebuah
boneka Pierrot berkaki panjang. Semuanya itu dibiar"
kannya tergeletak berserakan. Dilihatnya bahwa dalam
ruangan itu tak ada sebuah foto pun.
Setelah memperhatikan semua yang bisa dilihat,
Emily mengulurkan tangan ke api untuk menghangat"
kannya. Waktu pintu itu terbuka, dan masuklah se"
orang gadis yang kira-kira sebaya dengannya. Emily
mengakui bahwa gadis itu cantik sekali, pakaiannya
bagus dan mahal, tapi ia tampak amat lebih gugup.
Dari luar, hal itu memang tak kentara. Penampilan
Miss Willett bahkan sangat anggun dan tenang.
"Selamat pagi," kata gadis itu sambil mendekat,
dijabatnya tangan Emily. "Maaf, ibu saya tidak turun
pagi ini, ia ingin di tempat tidur saja."
197 Bab11-20.indd 198 "Oh, maaf, mungkin kedatangan saya tak tepat
waktunya." "Sama sekali tidak. Juru masak kami sedang men"
catatkan resep kue itu. Kami senang sekali memberi"
kannya pada Miss Percehouse. Apakah Anda meng"
inap di rumahnya?" Emily tersenyum dalam hati, dan berpikir bahwa
mungkin inilah satu-satunya rumah di Sittaford yang
penghuninya tak tahu dengan pasti siapa dirinya dan
untuk apa ia berada di sini. Sittaford House dihuni
oleh dua golongan, yaitu para majikan dan para pe"
kerja. Golongan pekerjanya mungkin tahu tentang
dia, sedangkan para majikannya tak tahu.
"Saya tidak menginap di rumahnya," kata Emily.
"Saya menginap di rumah Mrs. Curtis."
"Ya, tentu tidak. Bungalonya kecil sekali, dan
Ronnie, keponakannya, tinggal bersama dia, bukan"
Saya rasa tidak akan ada tempat lagi bagi Anda. Ia
orang hebat, bukan" Saya selalu menilainya sebagai
wanita berwatak, tapi saya sebenarnya agak takut pada"
nya." "Ia suka menggertak, ya?" kata Emily membenarkan
dengan ceria. "Tapi orang memang punya kecen"
derungan untuk menggertak, lebih-lebih pada orang
yang kelihatannya tak berani menentang."
Miss Willett mendesah. "Alangkah senangnya kalau saya bisa menentang
orang," katanya. "Sepanjang pagi ini keadaan men"
jengkelkan sekali. Kami sangat terganggu oleh para
wartawan itu." "Oh, ya," kata Emily. "Soalnya ini sebenarnya ru"
198 Bab11-20.indd 199 mah Kapten Trevelyan, bukan" Pria yang terbunuh di
Exhampton itu." Ia mencoba memastikan penyebab sebenarnya ke"
gugupan Violet Willett. Jelas sekali gadis itu gugup.
Ada sesuatu yang membuatnya ketakutan"sangat ke"
takutan. Emily sengaja terang-terangan menyebut
nama Kapten Trevelyan. Tapi gadis itu tak kelihatan
bereaksi mendengar nama tersebut. Mungkin ia sudah
tahu bahwa nama itu akan disebut.
"Ya, mengerikan sekali, ya?"
"Tolong ceritakan pada saya"itu pun kalau Anda
tak keberatan berbicara tentang itu."
"Oh... tidak... tentu tidak... mengapa saya harus
keberatan?" Ada sesuatu yang tak beres dengan gadis ini, pikir
Emily. Boleh dikatakan ia tak tahu apa yang dikata"
kannya. Apa yang menjadikannya begitu kebingungan,
khususnya pagi ini" "Mengenai permainan meja bergoyang itu," lanjut
Emily, "saya pernah mendengar orang menceritakannya
sepintas lalu, dan saya rasa itu menarik sekali"mak"
sud saya, mengerikan sekali."
Berpura-pura sebagai seorang gadis yang suka sen"
sasi, pikir Emily, itu memang keahlianku.
"Oh, itu mengerikan sekali," kata Violet. "Malam
itu"saya takkan pernah melupakannya! Mula-mula
kami pikir ada seseorang yang mau main-main saja"
meskipun itu rasanya suatu lelucon konyol."
"Lalu?" "Saya tidak akan pernah lupa. Setelah kami me"
nyalakan lampu lagi, semuanya kelihatan begitu aneh.
199 Bab11-20.indd 200 Tapi Mr. Duke dan Mayor Burnaby tidak. Mereka
tetap tegar, mereka tak pernah mau mengakui bahwa
mereka terkesan oleh hal semacam itu. Meskipun
demikian, kami masih bisa melihat bahwa Mayor
Burnaby kebingungan sekali. Saya rasa, ia sebenarnya
lebih percaya akan hal itu, lebih daripada yang lain.
Tapi tampaknya Mr. Rycroft yang kecil dan malang
itulah yang seperti akan mendapat serangan jantung.
Padahal ia tentu sudah terbiasa akan hal-hal semacam
itu, karena katanya ia sudah banyak mengadakan riset
kebatinan. Sedangkan Ronnie, Anda kenal Ronnie
Garfield, kan"kelihatannya ia seolah-olah baru saja
melihat hantu"benar-benar melihat hantu. Bahkan
ibu saya pun kacau sekali. Tak pernah saya melihatnya


Misteri Sittaford The Sittaford Mystery Karya Agatha Christie di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

lebih bingung daripada waktu itu."
"Pasti keadaannya menakutkan sekali, ya," kata
Emily. "Alangkah senangnya kalau saat itu saya hadir
dan menyaksikannya."
"Benar-benar mengerikan. Kami semua berpurapura seolah-olah itu... hanya sekadar permainan, tapi
nyatanya tidak. Lalu Mayor Burnaby tiba-tiba me"
mutuskan untuk pergi ke Exhampton. Kami semua
mencoba mencegahnya, dan berkata bisa-bisa ia terku"
bur dalam salju, tapi ia tetap pergi. Setelah ia pergi,
kami duduk saja, dan semuanya merasa tak enak dan
sedih. Dan kemudian, kemarin malam"eh, bukan,
kemarin pagi"kami mendengar berita itu."
"Apakah menurut Anda, roh Kapten Trevelyan
yang datang waktu itu?" tanya Emily dengan suara
yang mengandung rasa ngeri. "Atau apakah menurut
Anda itu semacam ramalan atau telepati?"
200 Bab11-20.indd 201 "Ah, entahlah, saya tak tahu. Tapi saya tidak mau
dan tidak akan pernah menertawakan hal seperti itu
lagi." Pelayan masuk dengan membawa secarik kertas ter"
lipat di nampan kecil. Diberikannya kertas itu pada
Violet, lalu ia keluar lagi.
Violet membuka lipatan kertas itu, dibacanya se"
kilas, lalu diberikannya pada Emily.
"Ini resepnya," katanya. "Terus terang, Anda datang
tepat pada waktunya. Berita tentang pembunuhan itu
telah mengacaukan para pembantu rumah tangga
kami. Ibu saya jadi marah sekali pada mereka se"
malam, dan menyuruh mereka semua pergi saja. Me"
reka akan berangkat setelah makan siang nanti. Se"
bagai gantinya, kami akan mempekerjakan dua orang
pria"seorang sebagai pelayan rumah tangga, dan
yang seorang sebagai penjaga pintu merangkap sopir.
Saya rasa itu lebih baik."
"Pelayan-pelayan memang bodoh sekali, ya?" kata
Emily. "Seolah-olah Kapten Trevelyan terbunuh di rumah
ini saja." "Apa yang menyebabkan Anda berkeinginan tinggal
di sini?" tanya Emily. Diusahakannya supaya nadanya
bertanya terdengar wajar dan pantas bagi seorang
gadis. "Oh, kami pikir di sini kami akan senang," kata
Violet. "Apakah Anda tidak merasa di sini agak membosan"
kan?" "Oh, tidak. Saya suka daerah pedesaan."
201 Bab11-20.indd 202 Tapi Violet tak mau membalas pandangan Emily.
Sejenak ia kelihatan curiga dan ketakutan.
Ia bergerak-gerak gelisah di kursinya, dan Emily
pun bangkit dengan agak enggan.
"Saya harus pulang," katanya. "Terima kasih ba"
nyak, Miss Willett. Saya doakan ibu Anda cepat sehat
kembali." "Oh, ia sebenarnya sehat-sehat saja. Hanya gara-gara
pelayan-pelayan itu"dan karena banyak pikiran."
"Tentu." Secepat kilat dan tanpa dilihat oleh Violet, Emily
menjatuhkan sebelah sarung tangannya ke atas meja
kecil. Violet Willett mengantarnya sampai ke pintu
depan, dan mereka saling mengucapkan salam per"
pisahan dengan menyenangkan.
Pelayan yang tadi membukakan pintu untuk Emily,
telah membuka kunci pintu itu. Lalu waktu Violet
Willett menutup pintu tersebut, Emily tidak men"
dengar kunci pintu diputar. Oleh karenanya, setiba di
pintu pagar, ia perlahan-lahan berjalan kembali.
Kunjungan ke Sittaford House telah meyakinkan
kebenaran teorinya mengenai rumah itu. Ada sesuatu
yang aneh di rumah itu. Ia tidak beranggapan bahwa
Violet Willett terlibat secara langsung"kecuali kalau
gadis itu seorang aktris yang amat pandai. Ada sesuatu
yang tak beres, dan sesuatu itu pasti ada hubunganya
dengan tragedi yang telah terjadi. Pasti ada suatu hu"
bungan antara keluarga Willett dengan Kapten
Trevelyan, dan dalam hubungan itu mungkin ada pe"
tunjuk untuk mengungkap seluruh misteri tersebut.
Ia berjalan kembali ke arah pintu depan, diputar"
202 Bab11-20.indd 203 nya gagang pintu perlahan-lahan, lalu ia melangkahi
ambang pintu. Lorong rumah kosong. Emily berhenti
sebentar, ia kurang yakin apa yang harus dilakukan"
nya. Ia punya alasan, yaitu sarung tangannya yang
telah dengan sengaja ditinggalkannya di ruang tamu
utama. Ia berdiri saja mematung, sambil memasang
telinga. Tak terdengar suara apa-apa, kecuali gumam
orang samar-samar, dari lantai atas. Perlahan-lahan
sekali Emily mengendap-endap ke kaki tangga, lalu
mendongak ke lantai atas. Kemudian, dengan sangat
berhati-hati, ia naik jenjang demi jenjang. Pekerjaan
itu memang mengundang bahaya. Ia tak mungkin
bisa berpura-pura bahwa sarung tangannya telah ber"
jalan sendiri naik ke lantai dua, tapi ia telah terbakar
oleh rasa ingin mendengar sedikit percakapan yang
sedang berlangsung di lantai atas itu. Tukang-tukang
kayu zaman sekarang tak pernah memasang pintu de"
ngan baik dan rapat, pikir Emily. Kita selalu masih
bisa mendengar gumam suara orang dari lantai ba"
wah. Jadi, kalau kita sampai ke pintunya sendiri, kita
akan bisa mendengar jelas percakapan orang di dalam
kamar itu. Satu langkah lagi"satu lagi... Suara dua
wanita. Pasti suara Violet dan ibunya.
Tiba-tiba percakapan berhenti, dan terdengar bunyi
langkah-langkah orang. Emily lekas-lekas turun.
Setelah Violet membuka pintu kamar ibunya dan
menuruni tangga, ia terkejut menemukan bekas tamu"
nya masih di lorong rumah, sambil celingukan seperti
seekor anjing yang tersesat.
"Sarung tangan saya," jelasnya. "Pasti ketinggalan
di sini. Saya kembali untuk mengambilnya."
203 Bab11-20.indd 204 "Saya rasa barang itu ada di dalam ruangan ini,"
kata Violet. Mereka masuk ke dalam ruang tamu utama, dan
tentu saja sarung tangan yang hilang itu tergeletak di
atas meja kecil, di dekat tempat Emily duduk tadi.
"Aduh, terima kasih banyak," kata Emily. "Saya
ceroboh sekali. Saya memang sering ketinggalan ba"
rang-barang." "Padahal Anda sangat memerlukan sarung tangan
dalam cuaca begini," kata Violet. "Udaranya dingin
sekali." Sekali lagi mereka mengucapkan kata-kata per"
pisahan di pintu depan, dan kali ini Emily mendengar
kunci diputar. Ia turun ke jalan masuk sambil memikirkan banyak
hal, karena waktu pintu di lantai atas terbuka tadi, ia
mendengar jelas satu kalimat yang diucapkan dengan
suara jengkel dan sedih oleh seorang wanita yang le"
bih tua. "Ya, Tuhan," ratap suara itu, "Aku tak tahan lagi.
Mengapa malam tak kunjung tiba?"
204 Bab11-20.indd 205 XIX TEORI-TEORI KETIKA Emily tiba kembali di bungalo, didapatinya
teman prianya tak ada. Mrs. Curtis menjelaskan bah"
wa ia telah pergi dengan beberapa pemuda. Tapi ada
dua telegram untuk Emily. Emily mengambil telegram
itu, membukanya, lalu memasukkannya ke saku
sweternya. Mrs. Curtis memandangi telegram itu de"
ngan rasa ingin tahu yang membara.
"Mudah-mudahan saja itu bukan berita buruk?"
kata Mrs. Curtis. "Oh, bukan," kata Emily.
"Telegram selalu membuat saya khawatir," kata
Mrs. Curtis. "Saya mengerti," kata Emily. "Sangat mengganggu
memang." Pada saat itu ia tak ingin berbuat apa pun. Ia ingin
menyendiri, untuk menyusun dan mengatur gagasangagasannya. Ia lalu naik ke kamarnya. Diambilnya
kertas dan pensil, lalu ia mulai mengolah teorinya
205 Bab11-20.indd 206 sendiri. Setelah asyik selama dua puluh menit, pe"
kerjaannya terganggu oleh Mr. Enderby.
"Halo, halo, halo, di sini kau rupanya. Para warta"
wan dari Fleet Street berusaha keras mencarimu sepan"
jang pagi, tapi tak berhasil. Tapi sudah kujelaskan
pada mereka bahwa mereka tak perlu memikirkanmu.
Sejauh menyangkut dirimu, akulah orang yang paling
penting." Ia duduk di kursi"karena Emily duduk di tempat
tidur"dan tertawa kecil.
"Iri dan dengki saja!" kata Enderby. "Soalnya aku"
lah yang memberikan bahan-bahan pada mereka. Aku
kenal pada semua orang, dan aku berada di tempat
kejadian. Rasanya sulit dipercaya. Aku harus sering
mencubit diriku sendiri, dan merasakan bahwa aku
akan terbangun sebentar lagi. Omong-omong, kulihat
kabut mulai turun." "Kabut itu tidak akan sampai menghalangi aku
pergi ke Exeter petang ini, bukan?" kata Emily.
"Kau akan pergi ke Exeter?"
"Ya. Aku harus menemui Mr. Dacres di sana. Ia
adalah pengacaraku"yang menangani pembelaan atas
diri Jim. Ia ingin bertemu denganku. Dan kurasa aku
akan sekalian mengunjungi Aunt Jennifer, bibi Jim,
sementara aku di sana. Exeter hanya setengah jam
dari sini, kan?" "Maksudmu, mungkin wanita itu diam-diam pergi
naik kereta api tanpa diketahui seorang pun, lalu
menghantam kepala saudara laki-lakinya itu?"
"Oh, aku tahu, kedengarannya agak tak masuk akal,
tapi kita harus mempertimbangkan segala kemung"
206 Bab11-20.indd 207 kinan. Bukan karena aku menginginkan Aunt Jennifer
sebagai pelakunya"tidak. Aku jauh lebih mengingin"
kan Martin Dering-lah pelakunya. Aku benci laki-laki
yang karena berasumsi bakal menjadi abang ipar me"
lakukan hal-hal memalukan di depan umum, dan
membuat kita ingin menamparnya."
"Apakah ia pria semacam itu?"
"Memang ia orang yang begitu. Ia memang tepat
sekali menjadi pelaku suatu pembunuhan. Ia sering
menerima telegram dari bandar-bandar taruhan, dan
sering kalah dalam taruhan pacuan kuda. Menjengkel"
kan sekali bahwa ia punya alibi yang sangat baik. Mr.
Dacres mengatakan itu padaku. Yaitu suatu jamuan
makan malam dengan penerbit dan kaum sastrawan,
cukup terhormat dan tak dapat dicurigai."
"Suatu jamuan makan malam dengan para sastra"
wan," kata Enderby. "Malam Sabtu. Martin Dering...
bagaimana, ya" Martin Dering... oh ya... aku yakin.
Bagaimana aku sampai lupa. Aku bisa mendapatkan
kepastian dengan mengirimkan telegram pada
Carruthers." "Bicara apa kau?" tanya Emily.
"Dengarkan! Kau kan tahu bahwa aku tiba di
Exhampton malam Sabtu. Nah, ada informasi yang
akan kuterima dari seorang sahabatku, seorang warta"
wan bernama Carruthers. Waktu itu ia berjanji akan
datang menemuiku, kira-kira pukul 18.30, kalau bisa.
Sebab Carruthers itu termasuk seorang tokoh penting,
jadi ia harus menghadiri suatu jamuan makan malam
antarsastrawan malam itu. Bila tak bisa datang, ia ber"
janji akan menulis surat padaku ke Exhampton. Ter"
207 Bab11-20.indd 208 nyata ia memang tak bisa datang, dan ia mengirim
surat." "Lalu apa hubungan semua ini dengan urusan
kita?" tanya Emily. "Sabarlah, aku akan sampai ke soal itu nanti.
Orang tua itu agak jengkel waktu menulis surat. Ia
merasa kecewa sekali dengan jamuan makan malam
itu. Setelah memberikan informasi yang kubutuhkan,
ia terus menulis lagi, memberikan gambaran tentang
makan malam itu. Diceritakannya tentang pidatopidato pada jamuan itu, tentang betapa tololnya si
Anu, seorang penulis terkenal, dan tentang seorang
penulis skenario terkenal. Diceritakannya pula bahwa
ia diberi tempat duduk yang menjengkelkan pada
jamuan itu. Di sebelahnya ada tempat kosong, yaitu
kursi yang seharusnya ditempati oleh Ruby McAlmott,
pengarang wanita yang bukunya menjadi best-seller,
tapi kepribadiannya menjengkelkan. Dan di sebelah"
nya juga kosong. Di situ seharunya duduk pengarang
spesialis seks, Martin Dering. Jadi ia lalu bergeser
mendekati seorang penyair yang sangat terkenal di
Blackheath, dan mencoba memperbaiki suasana. Nah,
mengertikah kau persoalannya sekarang?"
"Charles! Sayangku!" Emily menjadi sentimentil
karena senangnya. "Luar biasa sekali. Jadi, setan itu


Misteri Sittaford The Sittaford Mystery Karya Agatha Christie di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

sama sekali tak hadir pada jamuan makan malam
itu?" "Tepat." "Yakinkah kau bahwa kau ingat betul namanya?"
"Aku yakin. Sialnya, surat itu sudah kurobek. Tapi
aku masih bisa mengirim telegram pada Carruthers
208 Bab11-20.indd 209 untuk lebih meyakinkan. Tapi aku yakin bahwa aku
tak keliru." "Lalu masih ada pula penerbit itu," kata Emily.
"Dengan siapa katanya ia menghabiskan waktunya
sepanjang petang. Tapi kalau tak salah, penerbit itu
sudah akan kembali ke Amerika, dan kalau memang
begitu, kelihatannya memang tak beres. Maksudku, ia
memang sengaja memilih seseorang yang tak bisa di"
tanyai tanpa banyak kesulitan."
"Apakah kaupikir kita sudah mendapatkan jawaban"
nya?" tanya Charles Enderby.
"Yah, kelihatannya begitulah. Kurasa, yang terbaik
untuk dilakukan sekarang adalah langsung mendatangi
Inspektur Narracott yang baik itu, dan menceritakan
fakta-fakta baru ini. Maksudku, kita tak bisa me"
nangani seorang penerbit Amerika yang sedang ber"
layar dengan kapal Mauretania atau Berengaria atau
yang lainnya. Itu wewenang polisi."
"Wah, kalau ini berhasil, pasti akan menjadi berita
besar!" kata Mr. Enderby. "Dan kalau memang begitu,
kurasa Daily Wire harus membayarku tak kurang
dari..." Tanpa tenggang rasa, Emily menghentikan mimpi
Enderby tentang kemajuan yang akan dicapainya.
"Tapi kita tak boleh lupa daratan," katanya, "dan
me"lupakan hal-hal lain. Aku harus pergi ke Exeter,
kurasa be"sok aku baru bisa kembali. Tapi ada tugas
untukmu." "Tugas apa?" Emily menceritakan tentang kunjungannya ke ru"
209 Bab11-20.indd 210 mah keluarga Willett, juga tentang kalimat aneh yang
didengarnya waktu ia akan pulang.
"Kita harus mencari tahu dengan yakin dan pasti,
apa yang akan terjadi malam ini. Pasti ada sesuatu
yang akan terjadi." "Luar biasa!" "Memang. Tapi mungkin itu hanya suatu kebetulan
saja. Mungkin juga tidak, tapi yang pasti, para pe"
layan akan meninggalkan tempat itu. Sesuatu yang
aneh pasti akan terjadi di sana malam ini, dan kau
harus berada di tempat itu untuk melihat apa yang
terjadi itu." "Maksudmu aku harus berada di sana sepanjang
malam, menggigil di bawah serumpun semak di ke"
bun?" "Kau tidak keberatan, kan" Wartawan tidak ke"
beratan melakukan apa saja demi sesuatu yang baik,
bukan?" "Siapa yang mengatakan itu padamu?"
"Kau tak perlu tahu siapa yang mengatakannya
padaku. Pokoknya aku tahu. Kau mau kan melakukan"
nya?" "Oh, mau sekali," kata Charles. "Aku tak mau ke"
hilangan kesempatan apa pun. Bila ada sesuatu yang
aneh yang akan terjadi di Sittaford malam ini, aku
harus berada di situ."
Lalu Emily menceritakan tentang label bagasi itu.
"Aneh," kata Mr. Enderby. "Bukankah Pearson
yang nomor tiga berada di Australia" Maksudku yang
bungsu. Mungkin itu tidak berarti apa-apa, meskipun
demikian... yah, mungkin juga ada hubungannya."
210 Bab11-20.indd 211 "Hm," kata Emily. "Kurasa hanya itu. Apakah dari
pihakmu ada sesuatu yang akan dilaporkan?"
"Yah," kata Charles, "aku punya gagasan."
"Apa itu?" "Tapi, aku tak tahu bagaimana kau akan menerima"
nya." "Apa maksudmu... bagaimana aku akan menerima"
nya?" "Kau tidak marah kalau kau mendengarnya,
kan?" "Kurasa tidak. Maksudku, kuharap aku bisa men"
dengarkan apa saja dengan baik-baik dan tenang."
"Yah, soalnya begini," kata Charles Enderby sambil
memandangi gadis itu dengan tak yakin, "maksudku,
jangan kaupikir aku ingin menyerang atau apa. Tapi
apakah menurutmu tunanganmu itu bisa dipercayai
kebenaran kata-katanya?"
"Apakah maksudmu," kata Emily, "bahwa memang
dia yang membunuh pamannya" Kau bebas punya
pandangan seperti itu. Sudah kukatakan sejak semula
bahwa itu merupakan pandangan umum yang wajar.
Tapi aku juga sudah berkata bahwa kita harus bekerja
dengan anggapan bahwa ia tidak melakukannya."
"Bukan begitu maksudku," kata Enderby. "Aku se"
pendapat denganmu untuk beranggapan bahwa bukan
dia yang membunuh orang tua itu. Maksudku, be"
berapa jauhkah kebenaran ceritanya tentang apa yang
sebenarnya telah terjadi" Katanya ia pergi ke sana,
mengobrol dengan orang tua itu dalam keadaan hi"
dup dan sehat." "Ya." 211 Bab11-20.indd 212 "Nah, terpikir olehku, apakah menurutmu tak
mungkin ia pergi ke sana dan sebenarnya menemukan
orang tua itu sudah meninggal" Maksudku, mungkin
ia jadi ketakutan, lalu lari, dan tak mau mengatakan"
nya." Charles mengemukakan teorinya itu dengan agak
ragu-ragu, tapi ia merasa lega melihat Emily tidak
memperlihatkan tanda-tanda akan marah padanya.
Gadis itu hanya mengerutkan alisnya dan mengernyit"
kan dahi sambil berpikir.
"Aku tak mau berpura-pura," kata Emily. "Itu me"
mang mungkin. Sebelum ini, aku tidak memikirkan
kemungkinan itu. Aku tahu bahwa Jim tidak akan
membunuh siapa pun juga. Tapi mungkin ia ke"
bingungan sekali, lalu menceritakan suatu cerita bo"
hong yang bodoh, dan ia tentu harus tetap bertahan
pada cerita itu. Ya, itu memang mungkin."
"Sulitnya, kita tak bisa mendatanginya dan me"
nanyainya tentang hal itu sekarang. Maksudku,
petugas-petugas tidak akan mengizinkan kita menemui"
nya tanpa pengawalan, bukan?"
"Aku bisa meminta bantuan Mr. Dacres untuk
itu," kata Emily. "Kurasa kita bisa menemui pengacara
kita tanpa pengawalan, bukan" Sifat Jim yang ter"
buruk adalah ia amat keras kepala. Sekali ia sudah
mengatakan sesuatu, ia akan mempertahankannya."
"Aku sudah berkata begitu, dan aku tetap mem"
pertahankannya, begitukah?" kata Mr. Enderby me"
ngerti. "Ya. Aku senang kau menyebut kemungkinan itu,
Charles. Hal itu tidak terpikirkan olehku. Selama ini
212 Bab11-20.indd 213 kita mencari seseorang yang datang sesudah Jim pergi,
padahal sebenarnya sebelumnya..."
Ia diam, tenggelam dalam pikirannya. Dua teori
yang sangat berbeda, terentang ke arah yang ber"
lawanan. Menurut teori yang dikemukakan Mr.
Rycroft, pertengkaran Jim dengan pamannya merupa"
kan titik penentu. Tapi teori yang satu lagi sama
sekali tak ada sangkut pautnya dengan Jim. Emily
merasa bahwa yang pertama-tama harus dilakukannya
adalah menjumpai dokter yang pertama kali me"
meriksa jenazah itu. Jika kemungkinannya adalah
Kapten Trevelyan telah dibunuh"katakanlah"pada
pukul 16.00, maka soal alibi akan berubah sekali.
Lalu hal lain yang harus dilakukannya adalah me"
minta Mr. Decres untuk sedapat mungkin mendesak
kliennya agar mengatakan yang sebenarnya mengenai
hal itu, sebab itu sangat penting baginya.
Ia bangkit dari tempat tidur.
"Yah," katanya, "sekarang tolong usahakan bagai"
mana caranya aku bisa pergi ke Exhampton. Kalau
tak salah, pandai besi tua itu punya mobil. Maukah
kau menolong membicarakan hal itu dengannya" Aku
akan segera berangkat setelah makan siang. Pukul
15.10 nanti ada kereta api ke Exeter. Jadi aku masih
sempat menjumpai dokter itu dulu. Pukul berapa se"
karang?" "Pukul 12.30," sahut Mr. Enderby, setelah melihat
arlojinya. "Kalau begitu, mari kita pergi mengurus mobil
itu," kata Emily. "Dan ada satu hal lagi yang ingin
kulakukan sebelum meninggalkan Sittaford."
213 Bab11-20.indd 214 "Apa itu?" "Aku akan mengunjungi Mr. Duke. Dialah satusatunya orang di Sittaford yang belum kujumpai.
Padahal ia juga hadir pada permainan meja bergoyang
itu." "Oh, kita akan melewati bungalonya dalam per"
jalanan ke tempat pandai besi itu."
Bungalo Mr. Duke adalah yang terakhir dalam de"
retan. Emily dan Charles membuka selot pagar, lalu
berjalan di sepanjang jalan setapak. Lalu terjadilah
sesuatu yang agak mengejutkan. Pintu bungalo itu
terbuka, dan seorang pria keluar. Orang itu adalah
Inspektur Narracott. Polisi itu juga kelihatan terkejut, dan menurut
Emily, ia tampak agak risi.
Maka Emily membatalkan niatnya semula.
"Senang sekali bertemu dengan Anda, Inspektur
Narracott," katanya. "Kalau boleh, ada beberapa hal
yang ingin saya bicarakan dengan Anda."
"Dengan segala senang hati, Miss Trefusis."
Inspektur mengeluarkan arlojinya. "Tapi Anda harus
buru-buru. Saya ditunggu mobil. Saya harus segera
kembali ke Exhampton."
"Wah, kebetulan sekali," kata Emily. "Maukah
Anda memberi tumpangan, Inspektur?"
Dengan agak kaku, Inspektur berkata bahwa de"
ngan senang hati Emily boleh ikut.
"Charles, bisakah kau mengambilkan koperku?"
kata Emily. "Sudah kusiapkan tadi."
Charles langsung pergi. "Saya sama sekali tak menyangka akan bertemu
214 Bab11-20.indd 215 dengan Anda di sini, Miss Trefusis," kata Inspektur
Narracott. "Bukankah saya sudah berkata sampai bertemu kem"
bali," Emily mengingatkan.
"Saya tak memperhatikannya waktu itu."
"Anda masih akan sering bertemu dengan saya,"
kata Emily berterus terang. "Tahukah Anda, Inspektur
Narracott, Anda keliru. Bukan Jim orang yang harus
Anda tangkap." "Begitukah?" "Apalagi," lanjut Emily, "saya yakin, bahwa dalam
hati Anda sependapat dengan saya."
"Mengapa Anda berpikir begitu, Miss Trefusis?"
"Untuk apa Anda mendatangi bungalo Mr. Duke?"
Emily balik bertanya. Narracott tampak risi, dan Emily cepat-cepat me"
manfaatkan kesempatan itu.
"Anda ragu-ragu, Inspektur... ya, Anda ragu-ragu.
Anda pikir Anda telah menangkap orang yang tepat,
dan sekarang Anda tidak begitu yakin. Jadi sekarang
Anda sedang mengadakan beberapa penyelidikan lagi.
Nah, ada sesuatu yang akan saya ceritakan, mungkin
bisa membantu. Akan saya ceritakan nanti dalam per"
jalanan kita ke Exhampton."
Terdengar bunyi langkah-langkah orang berjalan,
dan muncullah Ronnie Garfield. Ia kelihatan seperti
anak sekolah yang membolos. Napasnya tersengalsengal, dan tampaknya ia merasa bersalah.
"Anu, Miss Trefusis," katanya memulai, "bagaimana
kalau kita berjalan-jalan sore ini" Sementara bibi saya
tidur siang." 215 Bab11-20.indd 216 "Oh, tak bisa," sahut Emily. "Saya akan pergi ke
Exeter." "Apa" Masa! Maksud Anda untuk selamanya?"
"Ah, tidak," kata Emily. "Saya akan kembali be"
sok." "Oh, bagus." Emily mengeluarkan sesuatu dari saku sweternya,
lalu memberikannya pada Ronnie Garfield. "Tolong
sampaikan ini pada bibi Anda, ya" Itu resep cake
kopi. Katakan padanya bahwa ia memintanya tepat
pada waktunya, soalnya juru masaknya berhenti hari
ini juga, begitu pula pelayan-pelayan yang lain. Ja"
ngan lupa menceritakannya padanya. Itu pasti me"
narik baginya."

Misteri Sittaford The Sittaford Mystery Karya Agatha Christie di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Terdengar suara teriakan sayup-sayup yang dibawa
angin. "Ronnie," panggil suara itu, "Ronnie, Ronnie."
"Itu bibi saya," kata Ronnie gugup. "Sebaiknya
saya pergi." "Saya rasa memang sebaiknya begitu," kata Emily.
"Ada cat hijau pada pipi kiri Anda," teriaknya pada
Ronnie Garfield. Pemuda itu menghilang ke balik
pintu pagar rumah bibinya.
"Nah, ini teman saya membawakan koper," kata
Emily. "Mari, Inspektur. Akan saya ceritakan semua"
nya di dalam mobil."
216 Bab11-20.indd 217 KUNJUNGAN KE AUNT JENNIFER PUKUL 14.30 Dr. Warren menerima kunjungan
Emily. Ia langsung menyukai gadis yang lugas dan
menarik itu. Pertanyaan-pertanyaannya terus terang
dan langsung ke pokoknya.
"Ya, Miss Trefusis, saya mengerti betul maksud
Anda. Anda tentu juga mengerti bahwa menentukan
saat kematian dengan pasti sangatlah sulit. Berbeda
dengan pendapat umum dalam novel-novel. Saya me"
lihat jenazah itu pukul delapan malam. Saya bisa
memastikah bahwa Kapten Trevelyan sekurang-kurang"
nya sudah dua jam meninggal. Kalaupun lebih lama
dari itu, sulit dikatakan berapa lama. Bila Anda me"
ngatakan pada saya bahwa ia dibunuh pukul 16.00,
saya rasa itu mungkin, meskipun saya sendiri cen"
derung berpendapat kejadiannya lewat dari jam itu.
Sebaliknya, tak mungkin ia meninggal sebelum pukul
16.00. Batasnya paling lama empat setengah jam."
217 Bab11-20.indd 218 "Terima kasih," kata Emily, "hanya itulah yang
ingin saya tanyakan."
Emily mengejar kereta api yang akan berangkat
pukul 15.30 Lalu ia langsung naik mobil ke hotel
tempat Mr. Dacres menginap.
Tanya-jawab mereka berlangsung lugas dan tidak
emosional. Mr. Dacres sudah mengenal Emily sejak
gadis itu masih kecil, dan setelah ia dewasa, pengacara
itulah yang selalu menangani urusan-urusannya.
"Kau harus mempersiapkan diri untuk suatu ke"
jutan, Emily," katanya. "Keadaan menjadi lebih gawat
bagi Jim Pearson, lebih daripada yang kita bayang"
kan." "Lebih gawat?" "Ya. Tak ada gunanya aku bertele-tele. Ada be"
berapa kenyataan yang muncul yang akan memberat"
kannya. Bahkan kenyataan-kenyataan itulah yang se"
benarnya menyebabkan polisi menuduhnya telah
melakukan kejahatan itu. Bila hal-hal itu kusembunyi"
kan darimu, itu berarti aku tidak bertindak demi ke"
baikanmu." "Tolong ceritakan," kata Emily.
Suara Emily amat tenang dan terkendali. Betapa
pun besarnya kejutan batin yang dirasakannya, ia tak
mau mempertontonkan perasaan itu ke luar. Bukan
perasaan yang bisa menolong Jim Pearson, melainkan
otak. Ia harus tetap menjaga akal sehatnya.
"Tak diragukan lagi bahwa Jim amat terdesak oleh
masalah uang. Sekarang aku tak mau memasuki per"
soalan itu lebih dalam. Agaknya selama ini Pearson
sudah beberapa kali meminjam uang"menurut istilah
218 Bab11-20.indd 219 yang halus"dari perusahaan mereka, tanpa sepenge"
tahuan anggota perusahaan yang lain. Ia gemar ber"
spekulasi dengan jual-beli saham. Pada suatu kesem"
patan, belum lama ini, waktu ia tahu bahwa
dividen-dividen tertentu akan disetorkan ke dalam
rekeningnya dalam waktu seminggu, ia memanfaatkan
kesempatan itu dengan menggunakan uang perusa"
haan untuk membeli saham-saham tertentu yang ia
yakin akan meningkat nilainya. Jual-beli itu cukup
menguntungkan. Uangnya bisa diganti, dan Pearson
agaknya sama sekali tak merasa bersalah akan tin"
dakannya tersebut. Maka ia mengulangi hal itu se"
minggu yang lalu. Kali ini sesuatu yang tak terduga
terjadi. Buku-buku perusahaan itu diperiksa pada
waktu-waktu tertentu, tapi entah dengan alasan apa,
waktu itu tanggal pemeriksaan dimajukan, dan
Pearson pun dihadapkan dengan suatu kesulitan, yang
sangat tak menyenangkan. Ia menyadari betul, akibat
perbuatannya itu, padahal ia tak sanggup mengganti
uang yang telah digunakannya. Ia mencoba mencari
pinjaman di beberapa tempat, tapi gagal. Maka se"
bagai sumber terakhir, ia bergegas ke Devonshire un"
tuk mengemukakan persoalan itu pada pamannya dan
memintanya untuk menolongnya. Tapi Kapten
Trevelyan menolaknya mentah-mentah.
"Nah, Emily sayang, kita sama sekali tak bisa men"
cegah orang mengemukakan kenyataan-kenyataan itu.
Polisi telah mengorek kembali persoalan itu. Dan kau
tentu maklum bahwa keadaan itu merupakan motif
yang sangat menekan dan mendesak untuk kejahatan
tersebut, bukan" Sebab begitu Kapten Trevelyan me"
219 Bab11-20.indd 220 ninggal, Pearson dengan mudah bisa mendapatkan
uang yang diperlukannya, sebagai uang muka dari
Mr. Kirkwood, dan dengan demikian ia selamat dari
musibah itu, dan mungkin juga dari tuntutan melaku"
kan kejahatan." "Ah, si goblok itu," kata Emily tak berdaya.
"Memang begitu," kata Mr.Dacres datar. "Kelihatan"
nya satu-satunya kesempatan kita terletak dalam usaha
untuk membuktikan bahwa Jim Pearson sama sekali
tak tahu tentang isi surat wasiat pamannya."
Keadaan hening waktu Emily mempertimbangkan
soal itu. Lalu ia berkata tenang,
"Saya khawatir itu tak mungkin. Mereka bertiga"
Sylvia, Jim, dan Brian"tahu semuanya tentang hal
itu. Mereka sering membahasnya dan menertawa"
kannya, dan bercanda tentang paman yang kaya di
Devonshire." "Wah, wah," kata Mr. Dacres. "Sayang sekali."
"Menurut Anda, ia tak bersalah, bukan begitu, Mr.
Dacres?" tanya Emily.
"Anehnya, kupikir ia memang tidak bersalah," sa"
hut pengacara itu. "Dalam beberapa hal, Jim Pearson
itu seorang pemuda yang mudah sekali dimengerti.
Izinkan aku mengatakannya, Emily, bahwa ia tidak
memiliki standar kejujuran tinggi dalam perdagangan.
Tapi sedetik pun aku tak percaya bahwa tangannyalah
yang telah menghantamkan kantong pasir itu pada
pamannya." "Wah, itu bagus," kata Emily. "Alangkah baiknya
bila polisi juga berpikir begitu."
"Memang begitulah harapan kita. Kesan-kesan dan
220 Bab11-20.indd 221 pikiran-pikiran kita sendiri tak ada gunanya. Tuduhan
atas dirinya kuat sekali. Aku tidak akan berpura-pura
padamu, anakku, bahwa keadaan ini tak baik. Sebaik"
nya kita minta penasihat hukum pemerintah, Lorimer,
bertindak sebagai pembelanya. Orang menyebutnya
pria berwajah murung yang memberi harapan," tam"
bahnya ceria. "Ada satu hal lagi yang ingin saya ketahui," kata
Emily. "Anda pasti sudah bertemu dengan Jim, bu"
kan?" "Tentu." "Tolong katakan dengan sejujurnya, apakah me"
nurut Anda ia telah mengatakan yang sebenarnya
mengenai hal-hal lain?" Diceritakannya garis besar
gagasan yang telah dikemukakan Enderby padanya.
Pengacara itu mempertimbangkan masalah tersebut
dengan saksama sebelum menjawab.
"Kesanku, ia telah mengatakan yang sebenarnya
waktu menceritakan percakapannya dengan paman"
nya," katanya. "Tapi memang jelas bahwa ia sangat
ketakutan. Dan bila waktu itu ia mengambil jalan
memutar ke jendela, masuk lewat jendela panjang itu,
dan mendapati mayat pamannya, mungkin ia ke"
takutan untuk mengakui kenyataan itu, lalu mencipta"
kan kisah lain." "Begitulah yang saya pikir," kata Emily. "Bila Anda
bertemu dengannya lain kali, Mr. Dacres, maukah
Anda mendesaknya supaya ia mengatakan yang sebenar"
nya" Mungkin keadaannya bisa jadi sangat berbeda."
"Akan kulakukan itu," kata Mr. Dacres setelah
diam beberapa saat. "Tapi, kurasa kau keliru me"
221 Bab11-20.indd 222 ngenai gagasan itu. Berita tentang kematian Kapten
Trevelyan tersiar di Exhampton kira-kira pukul 20.30.
Pada saat itu kereta api terakhir sudah berangkat ke
Exeter. Tapi Jim Pearson naik kereta pertama yang
bisa didapatnya pagi itu"suatu tindakan yang benarbenar tidak bijaksana, karena hal itu jadi mengundang
perhatian orang terhadap gerak-geriknya, padahal se"
benarnya tidak akan demikian, kalau saja ia pergi
naik kereta api yang berangkat pada jam biasa. Nah,
sekiranya seperti yang kaukemukakan, ia menemukan
mayat pamannya kira-kira pukul 16.30, pasti ia lang"
sung berangkat. Ada kereta api yang berangkat pukul
18.00 lewat sedikit, dan ada satu lagi yang berangkat
pukul 19.45." "Itu satu kemungkinan," Emily mengakui, "hal itu
tak terpikir oleh saya."
"Sudah kutanyakan secara teliti mengenai cara ia
masuk ke rumah pamannya," lanjut Mr. Dacres.
"Katanya, Kapten Trevelyan menyuruhnya menanggal"
kan sepatu larsnya, dan meninggalkan sepatu itu di
ambang pintu. Hal itu menjelaskan mengapa tak di"
temukan bekas-bekas basah di lorong rumah."
"Tidakkah ia berkata apa-apa tentang suatu bunyi
yang mungkin didengarnya"apa saja"yang memberi"
kan kesan padanya bahwa ada seseorang lain di dalam
rumah itu?" "Ia tak mengatakannya padaku. Tapi itu akan ku"
tanyakan." "Terima kasih," kata Emily. "Kalau Anda menemui"
nya nanti, bolehkah saya menitipkan surat?"
222 Bab11-20.indd 223 "Tentu boleh, kalau kau tak keberatan surat itu
dibaca oleh petugas."
"Ah, hanya surat biasa."
Emily berjalan ke meja tulis, lalu menuliskan be"
berapa patah kata. Jim tersayang, Semuanya beres, jadi tenangkanlah hatimu. Aku
bekerja keras untuk mencari kebenaran. Kau
bodoh sekali, Sayang. Cintaku, Emily "Ini," katanya.
Mr. Dacres membaca surat itu, tapi tidak ber"
komentar apa-apa. "Saya telah berusaha keras untuk menulis dengan
jelas," kata Emily, "supaya para petugas penjara bisa
membacanya dengan mudah. Nah, saya harus
pergi." "Mari kita minum teh dulu."
"Tidak. Terima kasih, Mr. Dacres. Saya tak boleh
kehilangan waktu. Saya harus menemui Aunt Jennifer,
bibi Jim." Di The Laurels, Emily diberitahu bahwa Mrs.
Gardner sedang keluar, tapi sebentar lagi pulang.
Emily tersenyum pada pelayan itu.
"Kalau begitu, biarlah saya masuk dan menunggu."
"Apakah Anda ingin bertemu dengan Suster
Davis?" 223 Bab11-20.indd 224 Emily selalu siap berbicara dengan siapa saja. Ka"
rena itu ia langsung menjawab, "Ya."
Beberapa menit kemudian, Suster Davis yang pa"
kaiannya kaku karena dikanji, datang dengan perasaan
ingin tahu. "Apa kabar?" tanya Emily. "Saya Emily Trefusis,
termasuk keponakan Mrs. Gardner. Maksud saya, saya
akan menjadi keponakannya. Tapi tunangan saya, Jim
Pearson, ditahan. Saya rasa Anda sudah tahu itu."
"Oh, menyedihkan sekali," kata Suster Davis.
"Kami membaca tentang itu semua di surat-surat ka"
bar pagi ini. Mengerikan sekali urusan itu. Anda ke"
lihatannya bisa menanggungnya dengan baik, Miss
Trefusis, hebat sekali."
Ada nada tak senang dalam suara juru rawat itu.
Para juru rawat, pikir Emily, memang kuat menang"
gung beban, berkat kekuatan wataknya. Tapi manusia
biasa lain, mereka biasanya dianggap mudah me"
nyerah. "Yah, kita tak boleh cepat menyerah," kata Emily.
"Saya harap Anda tidak keberatan. Maksud saya,
Anda tentu merasa tak enak karena harus berhu"
bungan dengan keluarga yang salah satu anggota ke"


Misteri Sittaford The Sittaford Mystery Karya Agatha Christie di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

luarganya dibunuh." "Memang sangat tidak menyenangkan," kata Suster
Davis yang tak mau menyerah begitu saja. "Tapi tu"
gas kami terhadap pasien adalah di atas segala-gala"
nya." "Bagus sekali," kata Emily "Alangkah senangnya
Aunt Jennifer, karena ada seseorang yang bisa diandal"
kannya." 224 Bab11-20.indd 225 "Ah, masa," kata juru rawat itu sambil tersenyum
kecil. "Anda baik sekali. Tapi saya sudah biasa meng"
hadapi pengalaman-pengalaman aneh sebelum ini. Pa"
sien saya sebelum ini, umpamanya..." Emily mende"
ngarkan dengan sabar suatu anekdot panjang dan
penuh dengan skandal, yang terdiri dari perkara-per"
kara perceraian dan hubungan orangtua dan anak. Se"
telah memuji Suster Davis tentang kebijaksanaannya,
kewaspadaannya, dan kemampuannya mengambil tin"
dakan, Emily kembali ke persoalan keluarga Gardner.
"Saya sama sekali tak kenal pada suami Aunt Jenni"
fer," katanya. "Saya tak pernah bertemu dengan"nya.
Ia tak pernah keluar dari rumah, bukan?"
"Tidak, kasihan dia."
"Sakit apa dia sebenarnya?"
Suster Davis pun mulai membahas penyakit itu
dengan semangat profesional.
"Jadi sebenarnya, sewaktu-waktu ia bisa sembuh,"
gumam Emily sambil merenung.
"Tapi ia akan tetap sangat lemah," kata juru ra"
wat. "Oh, tentu. Tapi kelihatannya jadi lebih memberi
harapan, bukan?" Juru rawat menggeleng keras.
"Saya rasa penyakit ini tak dapat disembuhkan."
Emily sudah menulis dalam buku catatanya jadwal
yang disebutnya sebagai alibi Aunt Jennifer. Lalu ia
bergumam sambil berpikir.
"Rasanya aneh sekali memikirkan Aunt Jennifer
yang sedang menonton film ketika adiknya terbu"
nuh." 225 Bab11-20.indd 226 "Menyedihkan sekali, bukan?" kata Suster Davis.
"Ia memang tidak mengatakannya, tapi berita begitu
menyebabkan orang shock sesudahnya."
Emily memeras otak untuk mencari apa-apa yang
ingin diketahuinya, tanpa mengajukan pertanyaan se"
cara terang-terangan. "Apakah Aunt Jennifer tidak pernah mendapatkan
per"tanda aneh atau semacam firasat?" tanyanya. "Bu"
kankah Anda orang yang menyambutnya di lorong
rumah waktu ia masuk, dan Anda berseru bahwa ia
kelihatan aneh sekali?"
"Oh, bukan," kata juru rawat. "Bukan saya. Kami
baru bertemu ketika makan malam bersama. Dan
waktu itu ia kelihatan biasa-biasa saja. Menarik se"
kali." "Kalau begitu, saya salah. Rupanya yang saya kira
Anda adalah orang lain," kata Emily.
"Mungkin seorang anggota keluarganya yang lain,"
kata Suster Davis. "Saya sendiri waktu itu baru pu"
lang agak malam. Saya merasa agak bersalah karena
telah meninggalkan pasien saya begitu lama, tapi ia
sendirilah yang meminta saya untuk pergi."
Tiba-tiba juru rawat itu melihat ke arlojinya.
"Astaga. Ia tadi minta tambahan botol air panas.
Saya harus segera mengurusnya. Maafkan saya, Miss
Trefusis." Emily mempersilakannya pergi, lalu ia mendekati
perapian dan menekan bel.
Pelayan jorok itu datang dengan wajah ketakutan.
"Siapa namamu?" tanya Emily.
"Beatrice, Miss."
226 Bab11-20.indd 227 "Oh, Beatrice. Mungkin aku tak sempat menunggu
sampai bibiku, Mrs. Gardner, pulang. Aku hanya
ingin menanyakan tentang belanjaannya pada hari
Jumat yang lalu. Apakah ia membawa sebuah bung"
kusan besar?" "Tidak, Miss, saya tidak melihatnya datang."
"Kalau tak salah, kaukatakan bahwa ia datang pu"
kul 18.00." "Ya, Miss, memang pukul 18.00. Saya tidak me"
lihatnya masuk. Tapi ketika saya mengantarkan air
panas ke kamarnya pada pukul 19.00, saya terkejut
menemukan ia berbaring di tempat tidur dalam gelap.
"Aduh, Ma"am," kata saya kepadanya, "Anda membuat
saya terkejut sekali." "Sudah lama aku kembali. Pukul
18.00 tadi," katanya. Saya tidak melihat bungkusan
besar di sana," kata Beatrice, yang berusaha keras
membantu. Semuanya serbasulit, pikir Emily. Aku harus ba"
nyak sekali mengarang-ngarang. Aku sudah mengarang
tentang ramalan, lalu tentang sebuah bungkusan be"
sar. Tapi sepanjang pengetahuanku, kita harus me"
ngarang sesuatu kalau tak ingin dicurigai. Ia terse"
nyum manis, lalu berkata,
"Sudahlah, Beatrice, tak apalah."
Beatrice meninggalkan kamar itu. Emily mengeluar"
kan sebuah jadwal kecil mengenai keberangkatan ke"
reta api dari tas tangannya, lalu mempelajarinya.
Berangkat dari Exeter ke St. David pukul 15.10,
gumamnya. Tiba di Exhampton pukul 15.42. Ia cu"
kup waktu"katakanlah setengah jam sampai tiga
perempat jam"untuk pergi ke rumah sang adik dan
227 Bab11-20.indd 228 membunuhnya. Tapi kedengarannya kejam sekali dan
berdarah dingin, juga sama sekali tak masuk akal. Pu"
kul berapa kereta api kembali" Ada satu yang kembali
pukul 16.25, dan ada satu lagi yang disebutkan Mr.
Dacres, berangkat pukul 18.10 dan tiba pukul 18.37.
Ya, mungkin salah satu di antaranya. Sayang sekali
tak ada yang bisa dicurigai atas diri juru rawat itu. Ia
keluar sepanjang petang dan tak seorang pun tahu di
mana ia berada. Tapi suatu pembunuhan tak mungkin
dilakukan tanpa motif sama sekali. Aku memang ti"
dak begitu yakin ada seseorang di rumah ini yang te"
lah membunuh Kapten Trevelyan. Tapi akan menye"
nangkan sekali kalau kita tahu bahwa ada yang
melakukannya. "Halo...," ada suara di pintu de"pan.
Terdengar suara di lorong rumah, kemudian pintu
terbuka dan Jennifer Gardner masuk ke ruangan itu.
"Saya Emily Trefusis," kata Emily, "yang ber"
tunangan dengan Jim Pearson."
"Oh, kau Emily rupanya," kata Mrs. Gardner sam"
bil berjabatan tangan. "Wah, ini suatu kejutan."
Tiba-tiba Emily merasa lemah sekali dan sangat
kecil. Persis seperti seorang gadis kecil yang tertangkap
basah telah melakukan sesuatu yang bodoh sekali.
Ternyata Aunt Jennifer ini orang yang luar biasa. Ber"
watak"ya, ia orang yang berwatak. Watak yang di"
miliki Aunt Jennifer cukup untuk dimiliki oleh duatiga perempat orang, bukan hanya oleh seorang.
"Apakah kau sudah minum teh, Sayang" Belum"
Kalau begitu kita minum di sini saja. Tunggu se"
bentar, aku harus naik dan menengok Robert dulu."
228 Bab11-20.indd 229 Suatu ekspresi aneh tampak sekilas di wajahnya
kala ia menyebutkan nama suaminya. Suaranya yang
keras dan indah itu melembut, bagai cahaya menyi"
nari riak-riak air yang gelap.
Ia memuja suaminya, pikir Emily, yang ditinggal"
kannya seorang diri di dalam kamar itu. Pokoknya
ada sesuatu yang menakutkan pada diri Aunt Jennifer.
Aku ingin tahu apakah Uncle Robert suka dipuja se"
demikian hebatnya. Waktu Jennifer Gardner kembali, topinya sudah
di"buka. Emily mengagumi rambutnya yang halus,
yang disisir ke belakang.
"Apakah kau ingin berbicara tentang sesuatu,
Emily" Atau tidak" Kalau tidak, aku mengerti se"
kali." "Tak banyak gunanya untuk dibicarakan, bukan"
"Kita hanya bisa berharap," kata Mrs. Gardner,"
agar mereka bisa menemukan pembunuh yang se"
benarnya secepatnya. Tolong tekan bel itu, Emily. Teh
untuk juru rawat biar kusuruh antar ke atas saja. Aku
tak ingin ia ikut ngobrol di sini. Aku benci sekali
pada juru rawat." "Apakah ia juru rawat yang baik?"
"Kurasa begitulah. Kata Robert, ia baik. Aku benci
sekali padanya sejak semula. Tapi kata Robert, ia ada"
lah juru rawat terbaik dari yang pernah kami
punyai." "Ia juga cukup cantik," kata Emily.
"Omong kosong. Lihat saja tangannya yang ge"
muk-gemuk itu." Emily memperhatikan jari-jari bibinya yang pan"
229 Bab11-20.indd 230 jang dan putih, yang sedang memegang wadah susu
dan penjepit gula. Beatrice masuk, membawa secangkir teh dan se"
piring makanan kecil, lalu ia keluar lagi.
"Robert kacau sekali waktu mendengar kejadian
ini," kata Mrs. Gardner. "Ia jadi bertingkah aneh. Ku"
rasa itu merupakan bagian dari penyakitnya."
"Ia tidak begitu kenal pada Kapten Trevelyan, bu"
kan?" Jennifer Gardner menggeleng.
"Ia tak kenal pada adikku itu, dan juga tidak suka
padanya. Terus terang, aku sendiri pun tak bisa ber"
pura-pura sangat berdukacita atas kematiannya. Ia itu
orang kikir yang kejam, Emily. Ia tahu betapa berat"
nya perjuangan hidup kami. Kami miskin sekali! Ia
tahu bahwa bila ia mau meminjamkan uangnya pada
waktu yang tepat, Robert akan bisa mendapatkan
pengobatan khusus untuk menyembuhkannya. Yah, ia
sudah membayar kesalahannya sendiri."
Jennifer berbicara dengan suara dalam dan sedih.
Ia seorang wanita yang aneh sekali, pikir Emily. Ia
cantik tapi mengerikan, seperti seorang tokoh dalam
sandiwara Yunani. "Mungkin tidak terlalu terlambat," kata Mrs.
Gardner. "Tapi aku sudah menulis surat kepada para
pengacara di Exhampton untuk meminta supaya aku
boleh mendapatkan sejumlah uang muka. Pengobatan
yang kuceritakan tadi dalam beberapa hal boleh dise"
but suatu pengobatan dukun. Tapi dengan pengobatan
itu, telah berhasil diobati banyak penyakit, Emily,
alangkah senangnya kalau Robert bisa berjalan lagi."
230 Bab11-20.indd 231 Wajahnya berseri-seri, bercahaya, seolah-olah di"
sinari lampu. Emily merasa letih. Sudah banyak sekali yang di"
kerjakannya hari ini. Ia hampir-hampir tak makan,
dan ia merasa amat letih karena emosi yang tertekan.
Pandangannya jadi berkunang-kunang.
"Kau merasa tak sehat, Nak?"
"Tak apa-apa," sahut Emily terengah. Dan ia me"
rasa terkejut sendiri, merasa jengkel dan terpukul,
karena ia tiba-tiba menangis.
Mrs. Gardner sama sekali tak berusaha untuk bang"
kit dan menghiburnya. Wanita itu duduk saja diamdiam, sampai air mata Emily mengering sendiri. Se"
telah itu ia menggumam dengan suara lirih,
"Kasihan kau, Nak. Malang sekali Jim Pearson sam"
pai ditahan"malang sekali. Alangkah baiknya... kalau
kita bisa melakukan sesuatu untuk membebaskan"
nya." 231 Bab21-31.indd 232 XXI PERCAKAPAN-PERCAKAPAN MESKI ditinggalkan seorang diri, Charles Enderby ti"
dak tinggal diam. Untuk menyesuaikan diri dengan
kehidupan yang dijalani di Sittaford, ia hanya perlu
berpaling pada Mrs. Curtis, tak ubahnya seperti me"
mutar keran air untuk mendapatkan air. Lalu ia pun
mendengarkan dengan agak pusing arus anekdot, ke"
nang-kenangan, desas-desus, dugaan-dugaan, dan ki"
sah-kisah terperinci yang diceritakan dengan amat
cermat. Dari semua kisah itu, dicobanya sekuat tenaga
untuk memisahkan isi dari dedaknya. Kemudian Char"
les menyebutkan suatu nama, dan cerita pun segera
beralih ke arah itu. Ia berhasil mengetahui segala-gala"
nya tentang Kapten Wyatt, betapa mudahnya ia ma"
rah, betapa kasarnya ia, pertengkaran-pertengkarannya
dengan para tetangganya, dan kebaikan-kebaikan hati"
nya yang luar biasa yang sekali-sekali muncul, biasa"
nya terhadap wanita muda yang berkepribadian. Ten"
tang hidup yang dijalaninya dengan pelayannya yang
232 Bab21-31.indd 233 orang India itu, jam-jam makannya yang aneh, dan
pola makannya yang selalu tepat. Ia juga mendengar


Misteri Sittaford The Sittaford Mystery Karya Agatha Christie di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

tentang perpustakaan milik Mr. Rycroft, bermacammacam obat rambutnya, kesukaannya pada kerapian
dan ketepatan waktu, rasa ingin tahunya yang amat
besar mengenai urusan orang lain, penjualan barangbarang berharga milik pribadinya baru-baru ini, ke"
sukaannya yang tak dapat dijelaskan pada burung-bu"
rung, dan desas-desus bahwa Mrs. Willet tertarik
padanya. Ia mendengar pula tentang Miss Percehouse
yang berlidah tajam dan caranya menggertak kepo"
nakannya. Juga desas-desus tentang kehidupan hurahura yang biasa dijalani keponakannya itu di London.
Sekali lagi didengarnya tentang persahabatan antara
Mayor Burnaby dan Kapten Trevelyan, kenangan me"
reka atas masa lalu, dan kesukaan mereka akan per"
mainan catur. Ia mendengar segala-galanya yang di"
ketahui umum tentang keluarga Willett, termasuk
dugaan orang bahwa Miss Violet Willett mempermain"
kan Mr. Ronnie Garfield, dan bahwa ia tak sungguhsungguh ingin mendapatkan pemuda itu. Didesasdesuskan bahwa ia sering diam-diam pergi ke padang
rumput gersang, dan ada orang yang melihatnya se"
dang berjalan-jalan di sana dengan seorang pemuda.
Dan Mrs. Curtis menduga, pasti untuk keperluan itu"
lah mereka datang ke tempat terpencil ini. Ibunya
segera membawanya kemari "untuk memisahkannya
dari pacarnya itu". Tapi anak-anak gadis memang le"
bih lihai daripada kaum wanita dewasa. Anehnya, se"
dikit sekali yang didengarnya mengenai Mrs. Duke.
233 Bab21-31.indd 234 Ia baru datang di desa itu, dan kegiatannya sematamata hanya bercocok tanam.
Ketika itu pukul 15.30, dengan kepala pusing
akibat ocehan Mrs. Curtis yang berkepanjangan, Mr.
Enderby keluar untuk berjalan-jalan. Maksudnya un"
tuk memupuk persahabatan dengan keponakan Miss
Percehouse. Pengintaian yang dilakukannya dengan
hati-hati di sekitar bungalo Miss Percehouse tidak
menghasilkan apa-apa. Tapi karena nasib baik, ia ber"
temu dengan pemuda itu saat ia keluar dengan mu"
rung dari pintu pagar Sittaford House. Ia tampak se"
perti orang yang baru saja diusir dengan kasar.
"Halo," kata Charles. "Apakah itu rumah Kapten
Trevelyan?" "Ya," kata Ronnie.
"Saya berharap bisa membuat foto rumah itu pagi
ini. Untuk surat kabar saya," sambungnya. "Tapi
dalam cuaca seperti ini, tidak akan bisa membuat
foto." Ronnie percaya saja dengan pernyataan itu. Tak
terpikirkan olehnya bila pemotretan hanya bisa dilaku"
kan pada hari-hari cerah, maka akan sedikit sekali
foto yang muncul di surat-surat kabar.
"Pekerjaan Anda pasti menarik sekali," katanya.
"Pekerjaan yang meletihkan," kata Charles yang
setia pada kebiasaannya untuk tidak memperlihatkan
rasa puas akan pekerjaannya sendiri. Ia menoleh ke
belakang, ke Sittaford House. "Saya rasa itu rumah
yang suram," katanya.
"Tak habis-habisnya diadakan perubahan di situ
sejak keluarga Willett mendiaminya," kata Ronnie.
234 Bab21-31.indd 235 "Saya datang kemari tahun lalu, kira-kira pada saat
yang sama. Dan sekarang, hampir tak percaya kita
rasanya bahwa itu rumah yang sama, padahal saya tak
tahu apa yang telah mereka lakukan. Saya rasa, me"
reka hanya memindah-mindahkan letak perabot ru"
mah tangga sedikit dan menambahkan bantal-bantal
kursi di sana-sini. Tapi boleh saya katakan bahwa me"
reka merupakan hiburan bagi saya sejak mereka ber"
ada di sini." "Saya rasa, sebelumnya tempat ini pasti merupakan
tempat yang tidak menyenangkan, ya?" kata Charles.
"Menyenangkan" Kalau saya tinggal di tempat ini
selama dua minggu, saya akan mati. Saya sama sekali
tak mengerti bagaimana bibi saya bisa bertahan hidup
di sini. Anda belum pernah melihat kucing-kucingnya,
ya" Tadi pagi saya harus menyisir bulu salah satu di
antaranya, dan lihatlah binatang kurang ajar itu men"
cakar saya." Diulurkannya lengannya supaya dilihat.
"Sial juga nasib Anda," kata Charles.
"Saya rasa begitulah. Omong-omong, apakah Anda
sedang melakukan pelacakan" Kalau ya, bisakah saya
membantu" Saya ingin menjadi tokoh Watson bagi
Anda yang menjadi Sherlock, atau semacam itulah."
"Apakah ada petunjuk-petunjuk di Sittaford House"
tanya Charles santai. "Maksud saya, apakah Kapten
Trevelyan meninggalkan beberapa barangnya di
situ?" "Saya rasa tak ada. Kata bibi saya, ia pindah de"
ngan mengangkut semua barangnya. Sampai-sampai
kaki-kaki gajahnya, gantungan pakaian dari gigi kuda
235 Bab21-31.indd 236 nil, serta semua senapan olahraganya, dan sebagainya,
dibawanya pindah." "Seolah-olah ia tak akan kembali lagi," kata
Charles. "Nah... itu suatu gagasan baru. Apakah Anda meng"
anggap ia bunuh diri?"
"Orang yang bisa menghantam dengan tepat
bagian belakang kepalanya sendiri dengan kantong
pasir, pastilah seorang seniman besar dalam bidang
bunuh diri," kata Charles.
"Ya, saya rasa juga kecil kemungkinan itu. Tapi ke"
lihatannya seolah-olah ia sudah punya firasat," kata
Ronnie. Kemudian wajahnya berseri-seri. "Nah, bagai"
mana kalau begini" Ada musuh-musuh yang mencari
jejaknya. Ia tahu bahwa mereka akan datang, jadi ia
melarikan diri, dan mengalihkan ancaman itu, ke"
betulan pada keluarga Willett."
"Keluarga Willett sendiri pun merupakan suatu ke"
anehan besar," kata Charles.
"Ya, saya juga tak mengerti. Bayangkan, mereka
mau membenamkan diri di daerah pedesaan seperti
ini. Agaknya Violet pun tak keberatan. Ia bahkan me"
nyukai tempat ini. Saya tak mengerti ada apa dengan
ia hari ini. Saya rasa kesulitan dalam urusan rumah
tangga mereka. Saya tak habis pikir mengapa kaum
wanita begitu memusingkan pelayan-pelayan rumah
tangga. Kalau mereka ternyata tak beres, ya suruh saja
keluar." "Bukankah itu memang sudah mereka lakukan?"
kata Charles. "Ya, saya tahu. Tapi mereka ribut sekali mengenai
236 Bab21-31.indd 237 hal itu. Ibunya berbaring saja di tempat tidur sambil
berteriak-teriak histeris, sedangkan anaknya mem"
bentak-bentak terus. Saya sendiri pun tadi boleh di"
katakan diusirnya." "Polisi belum mendatangi mereka, ya?"
Ronnie terbelalak. "Polisi" Tidak. Mengapa harus polisi?"
"Yah, saya hanya ingin tahu. Soalnya saya melihat
Inspektur Narracott di Sittaford tadi pagi."
Tongkat yang sedang dipegang Ronnie terjatuh,
dan ia membungkuk untuk mengambilnya.
"Siapa kata Anda yang sedang berada di Sittaford
pagi ini" Inspektur Narracott?"
"Ya." "Apakah... apakah ia yang berwenang menangani
perkara Trevelyan ini?"
"Betul." "Apa yang dilakukannya di Sittaford" Di mana
Anda melihatnya?" "Oh, saya rasa ia hanya mengadakan penyelidikan,"
kata Charles, "mungkin untuk mengorek masa lalu
Kapten Trevelyan." "Menurut Anda hanya untuk itu?"
"Saya rasa begitulah."
"Apakah menurut dia ada seseorang di Sittaford
yang terlibat dalam perkara ini?"
"Rasanya tak mungkin, ya?"
"Oh, sama sekali tak mungkin. Tapi, yah, kita tahu
bagaimana polisi. Mereka selalu menyeruduk saja ke
tempat yang salah. Begitulah yang tertulis dalam
novel-novel detektif."
237 Bab21-31.indd 238 "Menurut saya, mereka sebenarnya merupakan
orang-orang cerdas," kata Charles. "Pers memang ba"
nyak membantu mereka," katanya lagi. "Tapi bila kita
baca benar-benar jalannya suatu perkara, sangatlah
luar biasa cara mereka melacak pembunuhan-pem"
bunuhan. Bahkan kadang-kadang boleh dikatakan
tanpa didasari bukti-bukti."
"Oh... menyenangkan juga mengetahui hal-hal itu,
ya" Cepat sekali mereka menahan si Pearson. Ke"
lihatannya perkara ini sudah jelas."
"Jelas sekali," kata Charles. "Untung bukan saya
atau Anda, ya" Nah, saya harus pergi mengirim be"
berapa telegram. Orang-orang di sini agaknya kurang
biasa dengan telegram, ya" Bila kita mengirim tele"
gram dengan jumlah kata-kata seharga satu crown se"
kali kirim, petugasnya memandangi kita seolah-olah
kita ini orang gila yang telah melarikan diri."
Charles mengirimkan telegramnya, membeli se"
bungkus rokok, dan dua novelet yang sampulnya su"
dah tua sekali. Lalu ia kembali ke bungalo. Diempas"
kannya tubuhnya ke tempat tidur, lalu tertidur
nyenyak. Ia sama sekali tidak menyadari bahwa ia dan
kegiatan-kegiatannya, lebih-lebih Miss Emily Trefusis,
menjadi buah bibir orang di beberapa tempat di se"
kelilingnya. Sama sekali tak salah bila dikatakan bahwa pada
saat ini hanya ada tiga pokok pembicaraan orang di
Sittaford. Yang pertama adalah pembunuhan itu, yang
kedua adalah narapidana yang melarikan diri, dan
yang ketiga adalah Miss Emily dan saudara sepupu"
nya. Pada suatu saat tertentu, empat percakapan yang
238 Bab21-31.indd 239 terpisah berlangsung dengan gadis itu sebagai pokok
pembicaraan utama. Percakapan pertama berlangsung di Sittaford
House, tempat Violet Willett dan ibunya baru saja
selesai mencuci sendiri alat-alat bekas minum teh,
gara-gara para pelayan sudah berhenti.
"Mrs. Curtis memberitahu saya," kata Violet.
Gadis itu masih kelihatan pucat dan lesu.
"Kesukaan wanita itu berbicara seperti penyakit
saja," kata ibunya. "Memang. Agaknya gadis itu menginap di rumah"
nya bersama seorang sepupu. Waktu ia datang ke"mari,
ia tidak mengatakan bahwa ia menginap di ru"mah
Mrs. Curtis. Tapi saya pikir itu hanya karena tak ada
tempat untuknya di bungalo Miss Percehouse. Tapi
ternyata baru tadi pagi ia bertemu dengan Miss Perce"
house!" "Aku sama sekali tak suka pada perempuan itu,"
kata Mrs. Willett. "Mrs. Curtis?" "Bukan, bukan. Perempuan Percehouse itu. Perem"
puan macam itu berbahaya. Tujuan hidupnya hanya"
lah untuk mencari tahu tentang orang lain. Disuruh"
nya pula gadis itu kemari untuk minta resep cake
kopi! Ingin rasanya aku memberinya resep cake
beracun. Dengan demikian barulah ia berhenti sama
sekali mencampuri urusan orang lain!"
"Saya sebenarnya harus menyadari," kata Violet
lagi. Tapi ibunya memotong bicaranya.
"Tentu saja kau tak bisa menyadari, Sayang! Dan
lagi tak ada ruginya, kan?"
239 Bab21-31.indd 240 "Menurut Mother, untuk apa ia kemari?"
"Kurasa ia tak punya niat tertentu. Ia hanya ingin
melihat-lihat daerah ini. Apakah Mrs. Curtis yakin
bahwa ia bertunangan dengan Jim Pearson?"
"Saya rasa, gadis itu sendiri yang mengatakannya
pada Mr. Rycroft. Kata Mrs. Curtis, sudah sejak se"
mula ia tahu." "Nah, kalau begitu semua wajar-wajar saja. Ia ha"
nya mencari-cari sesuatu tanpa tujuan tertentu, se"
suatu yang bisa membantu."
"Mother tidak bertemu dengannya," kata Violet.
"Ia bukannya tanpa tujuan."
"Alangkah baiknya bila aku melihatnya," kata Mrs.
Willett. "Tapi tadi pagi sarafku tegang sekali. Kurasa
itu akibat wawancara dengan Inspektur polisi itu ke"
marin." "Mother hebat sekali. Tak sepantasnya saya sebodoh
itu"sampai pingsan segala. Aduh! Saya malu sendiri,
karena telah menimbulkan kecurigaan orang. Padahal
Mother begitu tenang dan terkendali, sama sekali tak
gentar." "Aku sudah terlatih baik," kata Mrs. Willett de"
ngan suara keras dan datar. "Kalau saja kau meng"
hadapi apa yang sudah pernah kujalani... tapi, ku"
harap kau tidak akan pernah menjalaninya, anakku.
Aku yakin dan percaya bahwa masa depanmu akan
bahagia dan tenteram."
Violet menggeleng. "Saya takut... saya takut..."


Misteri Sittaford The Sittaford Mystery Karya Agatha Christie di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

"Omong kosong. Juga mengenai perasaanmu bah"
wa kau telah membuat orang curiga gara-gara kau
240 Bab21-31.indd 241 pingsan kemarin"itu tak benar. Jangan khawatir."
"Tapi inspektur itu... mungkin ia menyangka..."
"Bahwa kau jadi pingsan gara-gara ia menyebutkan
nama Jim Pearson" Ya... pasti ia menyangka begitu.
Inspektur Narracott itu bukan orang bodoh. Tapi
kalaupun begitu keadaannya, ia mau apa" Palingpaling ia akan curiga adanya suatu hubungan, dan ia
akan mencari hubungan itu, tapi ia tidak akan me"
nemukannya." "Menurut Mother dia takkan menemukannya?"
"Pasti tidak! Bagaimana bisa" Percayalah padaku,
Violet sayang. Keyakinan dirinya begitu kokoh, dan
mungkin pingsanmu itu boleh dikatakan suatu ke"
jadian yang menguntungkan. Pokoknya kita anggap
saja begitu." Percakapan kedua terjadi di bungalo Mayor Bur"
naby, dan boleh dikatakan berlangsung sepihak. Se"
bagian besar percakapan itu dilakukan oleh Mrs.
Curtis, yang mampir ke situ untuk mengambil pa"
kaian Mayor Burnaby yang harus dicuci. Sudah se"
tengah jam ia menunda untuk pulang.
"Gadis itu seperti anak saudara perempuan nenek"
ku, Belinda, kata saya pada Curtis tadi pagi," kata
Mrs. Curtis dengan penuh kemenangan. "Ia seorang
pemikir yang dalam, dan ia bisa mengendalikan kaum
pria dengan mudah." Mayor Burnaby menggeram. "Ia sudah bertunangan dengan seorang pria, tapi ia
bergaul dengan laki-laki lain," kata Mrs. Curtis lagi.
"Dalam hal itu pun ia sama benar dengan anak
saudara perempuan nenek saya, Belinda. Tapi tahukah
241 Bab21-31.indd 242 Anda, ia berbuat begitu bukan untuk bersenangsenang. Itu bukan sekadar main-main. Ia orang yang
serius. Lalu Mr. Garfield"pemuda itu"gadis itu da"
pat dengan mudah menggaetnya. Tak pernah saya
melihat pemuda sebodoh dia tadi pagi"itu suatu per"
tanda nyata." Ia berhenti untuk bernapas.
"Wah, Mrs. Curtis," kata Mayor Burnaby, "jangan
sampai Anda tertahan gara-gara saya."
"Curtis pasti sudah menginginkan tehnya," kata
Mrs. Curtis, tapi ia sama sekali tak bergerak. "Saya
tak pernah suka bergunjing. Urus pekerjaanmu sen"
diri, kata saya selalu. Ah, bicara soal pekerjaan, Sir,
bagaimana kalau saya mengadakan pembersihan besar
di rumah Anda ini?" "Jangan!" kata Mayor Burnaby tegas.
"Sudah sebulan tak dibongkar."
"Jangan. Saya senang kalau saya bisa dengan mu"
dah menemukan barang-barang saya. Setiap kali diada"
kan pembersihan besar, tak ada yang diletakkan kem"
bali ke tempatnya semula."
Mrs. Curtis mendesah. Ia gemar sekali mengadakan
pembersihan dan membongkar rumah.
"Rumah Kapten Wyatt itu kelihatannya memerlu"
kan pembersihan besar," katanya. "Pelayan India-nya
yang jorok itu"tahu apa ia tentang pembersihan"
Orang hitam jorok seperti itu!"
"Tak ada yang lebih baik daripada seorang pelayan
India," kata Mayor Burnaby. "Mereka tahu tugas me"
reka, dan mereka tak banyak bicara."
Sindiran apa pun yang terkandung dalam kalimat
242 Bab21-31.indd 243 terakhir itu tak tertangkap oleh Mrs. Curtis. Pikiran"
nya sudah berbalik lagi pada pokok pembicaraan ter"
dahulu. "Gadis itu telah menerima dua pucuk telegram.
Keduanya tiba dalam jarak waktu setengah jam. Saya
terkejut sekali, tapi ia membacanya dengan amat te"
nang. Lalu ia berkata pada saya bahwa ia harus pergi
ke Exeter, dan besok baru kembali."
"Apakah ia mengajak teman prianya itu?" tanya
Mayor Burnaby dengan penuh harap.
"Tidak, ia masih ada di sini. Pemuda itu enak
bicaranya. Ia sebenarnya pasangan serasi bagi gadis
itu." Mayor Burnaby menggeram. "Nah," kata Mrs. Curtis, "saya harus pulang."
Mayor hampir-hampir tak berani bernapas, karena
takut kalau-kalau membuat wanita itu membatalkan
niatnya. Tapi kali ini Mrs. Curtis benar-benar pergi.
Pintu ditutupnya di belakangnya.
Dengan desahan lega Mayor mengeluarkan pipanya,
lalu membaca selembar prospektus sebuah tambang.
Keterangan-keterangan dalam prospektus itu dituliskan
dengan gaya yang amat optimis, hingga mungkin me"
nimbulkan rasa tak percaya dalam hati siapa saja yang
membacanya, kecuali pada seorang janda atau seorang
pensiunan tentara. "Dua belas persen bunganya," gumam Mayor Bur"
naby. "Boleh juga..."
Di bungalo sebelahnya, Kapten Wyatt sedang men"
jelaskan tentang hukum pada Mr. Rycroft.
243 Bab21-31.indd 244 "Orang seperti kau," katanya, "sama sekali tak tahu
apa-apa tentang hidup. Kau seolah-olah tak pernah
hidup. Kau tak pernah mengalaminya."
Mr. Rycroft tak berkata apa-apa. Sulit sekali untuk
tidak mengatakan hal yang salah pada Kapten Wyatt,
oleh karenanya lebih aman kalau sama sekali tak men"
jawab. Kapten itu menyandarkan tubuhnya ke salah satu
sisi kursi rodanya. "Ke mana saja anjing itu" Gadis itu cantik," sam"
bungnya. Enak saja ia menghubungkan kedua makhluk hi"
dup itu dalam satu gagasan. Baginya itu wajar saja.
Tapi tidak demikian halnya bagi Mr. Rycroft, dan ia
pun menatap sang Kapten dengan pandangan men"
cela. "Apa yang dilakukannya di sini" Aku ingin sekali
tahu." kata Kapten Wyatt. "Abdul!"
"Ya, Sahib." "Di mana Bully" Keluarkah ia tadi?"
"Dia ada di dapur, Sahib."
"Jangan beri dia makan." Sang Kapten kembali
membenamkan dirinya di kursinya, dan melanjutkan
serangan kedua. "Mau apa ia di sini" Akan berbicara
dengan siapa ia di tempat seperti ini" Kalian orangorang tua akan sangat membosankan baginya. Tadi
pagi aku bercakap-cakap dengannya. Kurasa ia heran
melihat seseorang seperti aku di tempat seperti ini."
Ia memilin-milin kumisnya.
"Ia tunangan James Pearson," kata Rycroft. "Kau
244 Bab21-31.indd 245 tahu kan... orang yang telah ditahan polisi gara-gara
pembunuhan Trevelyan itu."
Gelas wiski yang baru diangkat Wyatt ke bibirnya
terlepas, lalu jatuh berantakan di lantai. Ia langsung
berteriak memanggil Abdul dan mengumpat habishabisan, karena tidak meletakkan meja di sisi yang
tepat dengan kursinya. Kemudian ia melanjutkan per"
cakapannya. "Tunangan laki-laki itu rupanya. Ia sebenarnya ter"
lalu baik untuk seorang penjahat seperti itu. Gadis itu
sepantasnya mendapatkan seorang pria sejati."
"Pearson itu tampan sekali," kata Mr. Rycroft.
"Tampan... tampan... seorang gadis tidak mem"
butuhkan manusia bodoh seperti itu. Tahu apa pe"
muda itu tentang kehidupan, kalau setiap hari ia ha"
nya bekerja di kantor. Pengalaman apa yang bisa
didapatnya dari hidup nyata?"
"Barangkali pengalaman waktu diadili karena mem"
bunuh akan cukup nyata baginya untuk sementara,"
kata Mr. Rycroft dengan nada datar.
"Apakah polisi yakin bahwa ia pelakunya?"
"Tentu mereka yakin. Kalau tidak, mereka tidak
akan menahannya." "Ah, mereka hanya orang-orang kampung bodoh,"
kata Kapten Wyatt melecehkan.
"Tidak juga," kata Mr. Rycroft. "Ketika melihat
Inspektur Narracott tadi pagi, aku mendapat kesan
bahwa ia pandai dan efisien."
"Di mana kau bertemu dengannya?"
"Ia datang ke rumahku."
245 Bab21-31.indd 246 "Ia tak datang ke rumahku," kata Kapten Wyatt
tersinggung. "Soalnya kau bukan teman dekat Trevelyan."
"Aku tak mengerti maksudmu. Trevelyan itu orang
kikir, dan itu telah kukatakan padanya dengan terus
terang. Ia tak bisa bersikap seperti bos terhadapku.
Aku tak mau menyembah-nyembah dia seperti yang
dilakukan orang-orang di sini. Orang-orang di sini
selalu saja mampir... mampir... suka sekali mampir.
Kalau aku tak ingin bertemu dengan siapa pun se"
lama seminggu, atau sebulan, atau setahun itu urusan"
ku." "Sudah seminggu ini kau tak bertemu dengan
siapa-siapa, bukan?" kata Mr. Rycroft.
"Memang tidak. Untuk apa?" Orang cacat yang
pemarah itu menghantam meja. Karena sudah ter"
biasa, Mr. Rycroft maklum bahwa ia telah mengucap"
kan sesuatu yang salah. "Astaga, untuk apa" Coba
katakan!" katanya menyambung marahnya.
Dengan bijaknya, Mr. Rycroft diam saja. Dan ke"
murkaan Kapten pun mereda.
"Pokoknya," geramnya, "kalau polisi ingin tahu
tentang Trevelyan, seharusnya akulah yang didatangi"
nya. Aku sudah berkeliling dunia, dan aku pandai
menilai. Aku bisa menilai orang dengan tepat. Apa
gunanya mendatangi pembual-pembual dan perem"
puan-perempuan tua" Yang mereka perlukan adalah
penilaian dari seorang pria sejati."
Ia menghantam meja lagi. "Ah," kata Mr. Rycroft, "kurasa mereka pikir me"
reka sendiri tahu apa yang mereka kejar."
246 Bab21-31.indd 247 "Mereka menanyakan tentang aku," kata Kapten
Wyatt. "Pasti mereka menanyakan aku."
"Entah ya... aku tak ingat," kata Mr. Rycroft de"
ngan hati-hati. "Masa kau tak ingat" Kau kan belum pikun?"
"Kurasa... eh... aku bingung waktu itu," kata Mr.
Rycroft menenangkan. "Kau kebingungan" Takut pada polisi" Aku tak ta"
kut pada polisi. Suruh mereka datang kemari, begitu
yang selalu kukatakan. Akan kutunjukkan pada me"
reka. Tahukah kau, aku menembak seekor kucing dari
jarak sembilan puluh meter kemarin malam?"
"Benarkah?" kata Mr. Rycroft.
Kebiasaan Kapten menembakkan pistol kepada ku"
cing sungguhan maupun kucing yang hanya ada da"
lam bayangannya, merupakan hal yang menjengkelkan
bagi para tetangganya. "Ah, aku sudah letih," kata Kapten Wyatt tiba-tiba.
"Kau mau minum lagi sebelum pulang?"
Mr. Rycrot mengerti sindiran itu, lalu bangkit.
Kapten Wyatt sekali lagi mengajak minum.
"Kau akan lebih bersemangat kalau kau minum
sedikit lagi. Pria yang tak bisa menikmati minuman
sama sekali bukan pria sejati."
Tapi Mr. Rycroft tetap menolak tawaran itu. Ia te"
lah minum wiski dan soda yang keras sekali.
"Minum teh apa kau biasanya?" tanya Wyatt. "Aku
tak tahu apa-apa tentang teh. Abdul sudah kusuruh
membeli. Kupikir gadis itu kapan-kapan mungkin
mau datang untuk minum teh. Cantik sekali dia. Aku
247 Bab21-31.indd 248 harus berbuat sesuatu untuknya. Ia pasti merasa bosan
sekali di tempat seperti ini tanpa ada teman bicara."
"Ada seorang pemuda bersamanya," kata Rycroft.
"Anak-anak muda zaman sekarang membuatku
muak," kata Kapten Wyatt. "Apa gunanya mereka?"
Karena merupakan pernyataan yang sulit ditanggapi
dengan pantas, Mr. Rycroft pun tak berusaha mem"
berikan jawaban, dan ia langsung minta diri.
Seekor anak anjing terrier jantan mengikutinya sam"
pai ke pintu pagar, dan membuatnya ketakutan.
Di bungalo No. 4 Miss Percehouse sedang berbi"
cara dengan keponakannya, Ronald.
"Kalau kau memang suka mengejar-ngejar gadis
yang tidak menginginkanmu, itu urusanmu, Ronald,"
katanya. "Sebaiknya kau tetap dengan gadis Willett
itu. Mungkin kau masih ada harapan dengan dia,
walaupun kurasa itu juga sangat kecil kemungkinan"
nya." "Ah, Aunt Caroline," sanggah Ronnie.
"Hal lain yang juga harus kukatakan adalah, kalau
di Sittaford ini ada polisi datang, aku harus diberi"
tahu. Siapa tahu aku bisa memberinya informasi pen"
ting."

Misteri Sittaford The Sittaford Mystery Karya Agatha Christie di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

"Saya sendiri tak tahu sampai ia sudah pergi
lagi." "Itulah ciri khasmu, Ronnie. Benar-benar ciri khas"
mu." "Maafkan saya, Aunt Caroline."
"Dan kalau kau sedang mengecat meja dan kursi
kebun, kau tak perlu mengecat wajahmu juga. Itu ti"
248 Bab21-31.indd 249 dak akan menambah baik hasil kerjamu, dan mem"
boroskan cat." "Maaf, Aunt Caroline."
"Dan sekarang," kata Miss Percehouse sambil me"
mejamkan matanya, "jangan bertengkar lagi dengan"
ku. Aku capek." Ronnie menggeser-geserkan kakinya dan tampak
kikuk. "Ada apa?" tanya Miss Percehouse tajam.
"Oh! Tidak... tidak apa-apa... hanya..."
"Apa?" "Anu... saya ingin bertanya, apakah Aunt Caroline
keberatan kalau saya pergi ke Exeter besok?"
"Untuk apa?" "Saya ingin menemui seseorang di sana."
"Orang macan apa?"
"Oh, teman biasa."
"Bila memang ingin berbohong, sebaiknya itu di"
lakukan dengan baik," kata Miss Percehouse.
"Oh! Ya... tapi..."
"Jangan minta maaf lagi."
"Jadi, boleh" Saya pergi?"
"Aku tak tahu apa maksudmu berkata "Saya bisa
pergi?" seolah-olah kau anak kecil saja. Umurmu su"
dah lebih dari dua puluh satu tahun."
"Ya, tapi maksud saya, saya tak ingin..."
Miss Percehouse memejamkan matanya lagi.
"Sudah kukatakan tadi bahwa kau tak boleh mem"
bantahku. Aku capek, dan aku ingin beristirahat. Bila
"seseorang" yang akan kautemui di Exeter itu memakai
249 Bab21-31.indd 250 rok dan bernama Emily Trefusis, kau goblok sekali"
hanya itu yang akan kukatakan."
"Tapi begini, Aunt..."
"Aku capek, Ronald. Cukup."
250 Bab21-31.indd 251 XXII PETUALANGAN CHARLES DI MALAM HARI CHARLES tidak begitu senang menghadapi tugas jaga
malamnya. Secara pribadi, ia merasa itu merupakan
usaha yang sia-sia. Emily telah dihinggapi suatu
angan-angan yang berlebihan, pikirnya.
Charles yakin bahwa beberapa kata yang telah di"
dengar Emily itu ditafsirkan berdasarkan apa yang ada
dalam otaknya sendiri. Mungkin Mrs. Willett men"
dambakan malam tiba semata-mata karena ia letih.
Charles melihat ke luar, lalu ia menggigil. Malam
itu dinginnya menggigit, cuaca buruk dan berkabut...
Pada malam seperti itu tak seorang pun ingin berada
di alam terbuka, berkeliaran dan menunggu sesuatu
yang samar-samar terjadi.
Namun ia tak berani menyerah pada keinginannya
untuk tinggal di dalam rumah yang hangat. Ia ter"
ingat akan suara Emily yang renyah dan merdu waktu
gadis itu berkata, "Senang sekali kalau ada seseorang
yang benar-benar bisa diandalkan."
251 Bab21-31.indd 252 Emily mengandalkan dirinya, Charles, dan ia tak
mau menyia-nyiakan kepercayaan itu. Apa" Menge"
cewakan gadis cantik yang tak berdaya itu" Tidak!
Apalagi, pikirnya, akan sangat tidak menyenangkan
bila Emily mendapati ia tidak memenuhi janjinya.
Maka ia pun mengenakan semua pakaian dalam yang
dimilikinya, ditambah dua lembar pullover dan man"
tel. Bila Emily dikecewakan, mungkin ia akan mengata"
kan hal-hal yang sangat tak menyenangkan. Tidak,
Charles tak dapat menanggung risiko itu. Tapi apakah
memang akan terjadi sesuatu"
Lalu, kapan dan bagaimana hal itu akan terjadi" Ia
tak mungkin berada di mana-mana pada saat yang
bersamaan. Mungkin, apa pun yang akan terjadi,
akan terjadi di dalam Sittaford House, dan ia takkan
tahu apa-apa. "Dasar perempuan," gerutunya sendiri, "seenaknya
saja ia pergi ke Exeter dan meninggalkan aku untuk
mengerjakan pekerjaan yang tak menyenangkan ini."
Tapi kemudian ia terkenang kembali akan nadanada renyah suara Emily waktu gadis itu mengatakan
bahwa ia mengandalkan dirinya. Dan Charles pun
merasa malu sendiri akan kejengkelannya.
Ia menambah pakaiannya lagi hingga menjadi amat
tebal, lalu diam-diam menyelinap keluar dari bu"
ngalo. Ternyata udara malam itu lebih dingin dan lebih
tak menyenangkan daripada yang diduganya. Apakah
Emily menyadari bahwa ia harus menderita semuanya
ini demi dia" Semoga saja demikian.
252 Bab21-31.indd 253 Dimasukkannya tangannya ke dalam saku, dan di"
belai-belainya sebotol minuman yang tersimpan di
dalam saku itu. "Inilah sahabat terbaik laki-laki," gumamnya. "Tapi
mengapa harus pada malam seperti ini?"
Dengan sangat berhati-hati ia mencoba memasuki
pekarangan Sittaford House. Keluarga Willet tidak
memelihara anjing, jadi tak perlu dikhawatirkan ada"
nya gangguan dalam hal itu. Ada lampu yang me"
nyala di dalam pondok tukang kebun. Itu berarti
tempat itu ada penghuninya. Sittaford House sendiri
gelap, hanya dari satu jendela di lantai dua memancar
cahaya lampu. Kedua wanita itu hanya berduaan di rumah itu,
pikir Charles. Aku sendiri tidak akan mau begitu.
Mengerikan! Seandainya Emily memang benar mendengar kali"
mat "Mengapa malam tak kunjung tiba?" itu, apa arti
kalimat itu sebenarnya" pikirnya.
Aku ingin tahu, pikirnya, apakah mereka bermak"
sud untuk melarikan diri" Yah, apa pun yang akan
terjadi, Charles akan berada di sini melihatnya.
Ia mengelilingi rumah itu sambil menjaga jarak
yang aman. Karena malam itu berkabut, ia tidak kha"
watir akan terlihat. Sejauh yang dapat dilihatnya, se"
gala-galanya tampak biasa-biasa saja. Dengan hati-hati
ia mendatangi pondok-pondok yang terdapat di luar
rumah. Ternyata semua terkunci.
Kuharap saja ada sesuatu yang terjadi, kata Charles
dalam hati setelah beberapa jam berlalu. Ia minum
seteguk dari botol minumannya. Tak pernah aku me"
253 Bab21-31.indd 254 rasa dingin seperti ini. Dinginnya udara seperti yang
dilukiskan dalam lagu What did you do in the Great
War, Daddy pasti tidak lebih hebat daripada ini.
Ia melihat ke arlojinya dan terkejut bahwa saat ini
baru pukul 23.40. Padahal disangkanya sudah hampir
fajar. Tiba-tiba terdengar suatu suara, dan ia memasang
telinganya tajam-tajam. Suara itu adalah suara selot
pintu yang ditarik amat perlahan, dan datangnya dari
arah rumah. Tanpa mengeluarkan suara Charles pin"
dah dari satu semak ke rumpun semak yang lain. Ya,
tepat sekali, pintu samping kecil dibuka perlahanlahan. Tampak sesosok tubuh gelap berdiri di ambang
pintu. Sosok itu melihat ke sekelilingnya yang gelap
dengan rasa khawatir. Apakah ia Mrs. atau Miss Willett" tanya Charles
pada dirinya sendiri. Kurasa ia Violet yang pirang itu.
Setelah menunggu beberapa saat, sosok tubuh itu
melangkah keluar, ke jalan setapak, dan menutup
pintu tanpa bersuara. Ia mulai berjalan menjauhi ru"
mah, ke arah yang berlawanan dengan jalan masuk di
depan. Jalan setapak yang dilaluinya menuju bagian
belakang Sittaford House, melalui sebuah kebun kecil
yang ditumbuhi pohon-pohon, ke luar ke arah pa"
dang rumput. Jalan setapak itu memutar cukup dekat dengan
rumpun semak Charles bersembunyi. Demikian dekat"
nya hingga Charles bisa mengenali wanita yang me"
lewatinya itu. Memang benar, orang itu memang
Violet Willet. Ia mengenakan mantel panjang ber"
warna gelap dan memakai baret.
254 Bab21-31.indd 255 Ia terus berjalan mendaki, dan dengan perlahanlahan sekali Charles mengikutinya. Ia tak takut akan
terlihat, tapi ia menyadari adanya bahaya akan terde"
ngar. Ia terutama ingin sekali tidak sampai menjadikan
gadis itu ketakutan. Untuk mencegah hal itu, ia men"
jaga jarak. Beberapa saat ia takut kalau-kalau gadis itu
akan hilang dari pandangannya. Lalu ia berjalan me"
lingkar melalui pohon-pohon di kebun, dan terlihat
olehnya gadis itu berdiri agak jauh di depannya. Di
tempat itu, tembok rendah yang mengelilingi rumah
besar terputus oleh sebuah pintu pagar. Violet Willett
berdiri di dekat pintu pagar itu. Ia bersandar pada
pintu dan menatap ke luar, ke kegelapan malam.
Charles menyelinap sedekat mungkin dan me"
nunggu. Waktu berlalu. Gadis itu membawa sebuah
senter saku yang kecil. Ia menyalakan senter itu se"
bentar, mungkin untuk melihat arlojinya. Lalu ia
bersandar lagi pada pagar dengan sikap berharap.
Tiba-tiba Charles mendengar suara siulan halus yang
diulangi dua kali. Dilihatnya gadis itu makin menajamkan perhatian"
nya. Ia menyandarkan tubuhnya makin jauh pada
pintu pagar itu, lalu bibirnya mengeluarkan siulan
yang sama"suara siulan halus yang diulangi dua
kali. Kemudian, dengan kecepatan yang mengejutkan,
sesosok tubuh laki-laki muncul dari kegelapan malam.
Gadis itu terpekik dengan suara halus. Ia mundur
selangkah-dua langkah, pintu pagar berayun ke arah
dalam, dan pria itu pun berada di dekatnya. Gadis
itu berbicara cepat dengan suara pelan. Karena tak
255 Bab21-31.indd 256 bisa menangkap apa yang mereka katakan, Charles
bergerak maju, tapi kurang hati-hati. Sebuah ranting
terinjak olehnya dan patah berderak. Pria itu segera
berputar. "Apa itu?" katanya.
Dilihatnya Charles yang mencoba lari.
"Hei, berhenti kau! Apa yang kaulakukan di
sini?" Dengan satu loncatan ia melompat, lalu menang"
kap Charles. Charles berbalik dan membalas dengan
cekatan. Kemudian mereka berdua berguling-guling
di tanah. Pergulatan itu hanya berlangsung sebentar. Penye"
rang Charles jauh lebih besar dan lebih kuat. Ia bang"
kit sambil menarik lawannya kuat-kuat.
"Nyalakan sentermu, Violet," katanya. "Mari kita
lihat siapa orang ini."
Gadis yang berdiri ketakutan dalam jarak beberapa
langkah itu mendekat, lalu menyalakan senternya de"
ngan patuh. "Pasti dia orang yang menginap di desa ini," kata
Violet. "Dia seorang wartawan."
"Oh, wartawan, ya?" seru pria itu. "Aku tak suka
pada manusia-manusia itu. Apa yang kaulakukan, be"
debah, mengendap-endap di daerah pribadi orang
malam-malam begini?"
Senter di tangan Violet bergoyang. Dengan demi"
kian Charles mendapat kesempatan melihat lawannya.
Selama beberapa saat ia bertanya-tanya sendiri, apakah
orang itu narapidana yang melarikan diri. Setelah me"
lihat sekali lagi, anggapannya berubah. Pemuda itu
256 Bab21-31.indd 257 umurnya tak lebih dari 24 atau 25 tahun. Ia bertu"
buh tinggi, tampan, dan memiliki rasa percaya diri.
Sama sekali tak ada tanda-tanda seorang penjahat
yang ketakutan. "Ayo," katanya tajam, "siapa namamu?"
"Namaku Charles Enderby," sahut Charles. "Kau
belum menyebutkan namamu," katanya lagi.
"Lancang sekali kau!"
Tiba-tiba Charles mendapat ilham. Sudah beberapa
kali ia diselamatkan oleh tebakan berdasarkan ilham"
nya. Itu memang hanya merupakan tebakan, tapi ia
yakin bahwa ia benar. "Tapi kurasa aku bisa menebak siapa dirimu," kata"
nya tenang. "Ha?" Lawannya tampak terkejut sekali.
"Kurasa," kata Charles, "aku boleh bersenang hati
karena berhadapan dengan Mr. Brian Pearson dari


Misteri Sittaford The Sittaford Mystery Karya Agatha Christie di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Australia. Benar bukan?"
Keadaan hening"agak lama keheningan itu.
Charles merasa bahwa keadaan sudah terbalik.
"Aku tak mengerti bagaimana kau sampai tahu,"
kata lawan bicaranya, "tapi kau benar. Namaku me"
mang Brian Pearson."
"Oleh sebab itu," kata Charles, "bagaimana kalau
kita masuk ke rumah dan berbincang-bincang?"
257 Bab21-31.indd 258 XXIII DI HAZELMOOR MAYOR BURNABY memeriksa catatan keuangannya. Ia
adalah seorang yang sangat teratur dalam segala hal.
Dalam sebuah buku yang bersampul kulit sapi, di"
catatnya saham-saham yang telah dibelinya, sahamsaham yang dijual, disertai catatan mengenai untungruginya. Ia lebih sering mengalami kerugian, karena
seperti kebanyakan pensiunan tentara, Mayor lebih
tertarik pada saham-saham yang menjanjikan bunga
tinggi, daripada yang berbunga rendah dan biasanya
lebih aman. "Sumber-sumber minyak ini kelihatannya bagus,"
ia bergumam sendiri. "Mungkin menjanjikan ke"
untungan besar. Hampir sama dengan tambang ber"
lian itu! Tanah di Kanada sekarang pasti aman."
Renungan itu terganggu, waktu kepala Mr. Ronnie
Garfield muncul di jendela terbuka.
"Halo," kata Ronnie ceria, "saya harap saya tidak
mengganggu?" 258 Bab21-31.indd 259 "Kalau kau ingin masuk, masuklah melalui pintu
depan," kata Mayor Burnaby. "Hati-hati tanaman
batu padasku. Aku yakin kau sudah menginjaknya."
Ronnie menjauh sambil meminta maaf, dan se"
bentar kemudian masuk melalui pintu depan.
"Jangan lupa membersihkan kakimu di keset," seru
Mayor. Ia menganggap anak-anak muda menjengkelkan.
Satu-satunya anak muda yang sudah lama disukainya
adalah Charles Enderby, wartawan itu.
"Ia seorang anak muda yang baik," kata Mayor
pada diri sendiri. "Dan ia menaruh perhatian pula
pada apa yang kuceritakan tentang Perang Boer."
Terhadap Ronnie Garfield, Mayor tidak punya pe"
rasaan suka seperti itu. Boleh dikatakan apa saja yang
diucapkan atau dilakukan Ronnie yang malang itu
selalu dianggapnya salah. Namun ia tetap merupakan
tuan rumah yang baik. "Mau minum?" tanya Mayor yang tetap berpegang
pada tradisi. "Tidak, terima kasih. Saya sebenarnya hanya mam"
pir sebentar untuk bertanya, apakah kita tak bisa
pergi bersama-sama. Saya akan pergi ke Exhampton,
dan saya dengar Anda sudah memesan supaya mobil
Elmer mengantar Anda ke sana."
Burnaby mengangguk. "Aku harus mengurus barang-barang Trevelyan,"
jelasnya. "Polisi sudah memeriksa tempat itu."
"Soalnya begini," kata Ronnie agak risi. "Saya perlu
sekali pergi ke Exhampton hari ini. Saya pikir, kalau
259 Bab21-31.indd 260 bisa kita pergi bersama-sama dan membayar biaya
mobil separuh-paruh. Bagaimana, Sir?"
"Tentu boleh," sahut Mayor. "Aku setuju saja. Se"
benarnya jauh lebih baik kalau kita berjalan saja,"
tambahnya. "Sambil berolahraga. Kalian, anak-anak
muda zaman sekarang, tak ada yang suka berolahraga.
Berjalan sembilan kilometer ke sana dan sembilan
kilometer kembali lagi akan baik sekali bagi kita.
Kalau saja tidak memerlukan mobil itu untuk mem"
bawa kembali barang-barang Trevelyan kemari, aku
lebih suka berjalan. Mau enaknya saja"itulah sifat
buruk zaman sekarang."
"Oh, ya," kata Ronnie. "Saya sendiri juga tak suka
olahraga terlalu berat. Tapi saya senang kita sudah
sepakat. Kata Elmer, Anda akan berangkat pukul
11.00. Benarkah begitu?"
"Benar." "Baiklah. Saya akan siap."
Ronnie tak pernah bisa menepati kata-katanya. Ia
datang terlambat sepuluh menit. Mayor Burnaby ma"
rah sekali dan terus menggerutu, sama sekali tak da"
pat ditenangkan dengan ucapan minta maaf.
Dasar orang-orang tua suka ribut, pikir Ronnie
sendiri. Mereka tak tahu bahwa mereka sangat me"
nyebalkan, selalu sok tepat waktu, ingin segala sesuatu
dilaksanakan pada saat itu juga, dan selalu berolahraga
untuk menjaga kesegaran tubuh.
Selama beberapa menit dibayangkan bagaimana jika
Mayor Burnaby menikah dengan bibinya. Siapakah di
antara mereka yang akan lebih beruntung, pikirnya.
Pasti bibinya. Dengan rasa geli dibayangkannya bibi"
260 Bab21-31.indd 261 nya bertepuk dan berteriak melengking untuk me"
manggil Mayor supaya mendampinginya.
Dihilangkannya pikiran itu, lalu ia mulai bercakapcakap dengan ceria.
"Sittaford telah berubah menjadi tempat yang ceria,
bukan" Ada Miss Trefusis dan teman prianya,
Enderby, lalu ada pula anak muda dari Australia
itu"omong-omong, kapan ia masuk ke tempat ini
ya" Tiba-tiba saja ia ada tadi pagi, dan tak seorang
pun tahu dari mana dia. Bukan main khawatirnya
bibi saya." "Ia menginap di rumah keluarga Willett," kata Ma"
yor Burnaby dengan wajah masam.
"Ya, tapi melalui jalan mana ia datang" Keluarga
Willett bahkan tak punya lapangan terbang pribadi.
Saya rasa, ada sesuatu yang misterius sekali mengenai
anak muda Pearson itu. Di matanya ada kilatan pan"
dangan jahat"jahat sekali. Saya jadi mendapat kesan
bahwa dialah yang telah membunuh Pak Tua
Trevelyan yang malang itu."
Mayor tak menjawab. "Jalan pikiran saya begini," sambung Ronnie.
"Anak-anak muda yang pergi ke Daerah-daerah
Jajahan adalah orang-orang jahat. Sanak saudara me"
reka tidak menyukai mereka, dan karena itu menyu"
ruh mereka pergi ke sana. Nah, orang jahat itu kem"
bali, ia kekurangan uang, mengunjungi pamannya
yang kaya menjelang hari Natal. Keluarga kaya itu
tak mau memberi bantuan pada keponakan yang me"
larat, dan keponakan yang melarat itu lalu mem"
bunuhnya. Begitulah teori saya."
261 Bab21-31.indd 262 "Seharusnya itu kauceritakan pada polisi," kata Ma"
yor Burnaby. "Saya pikir, sebaiknya Anda saja yang mencerita"
kannya," kata Mr. Garfield. "Anda teman Inspektur
Narracott, bukan" Omong-omong, ia tidak mengada"
kan penyelidikan di Sittaford lagi, ya?"
"Setahuku, tidak."
"Apakah ia tidak mengunjungi Anda hari ini?"
Jawaban-jawaban Mayor yang singkat-singkat akhir"
nya menyadarkan Ronnie. "Yah," katanya samar-samar, "sudahlah." Lalu ia
pun diam dan merenung. Di Exhampton, mobil itu berhenti di depan
Penginapan Three Crowns. Ronnie turun. Ia membuat
janji dengan Mayor Burnaby bahwa mereka akan ber"
temu lagi di tempat itu pukul 16.30. Setelah itu ia
berjalan ke arah toko-toko yang ada di Exhampton.
Mayor mula-mula pergi menemui Mr. Kirkwood.
Setelah bercakap-cakap sebentar dengannya, ia me"
nerima kunci-kunci, lalu pergi ke Hazelmoor.
Ia sudah menyuruh Evans untuk menemuinya di
sana pada pukul 12.00, dan didapatinya pelayan setia
itu sudah menunggu di ambang pintu. Dengan wajah
bersungguh-sungguh Mayor Burnaby memasukkan
kunci ke pintu depan, lalu masuk ke rumah kosong
itu, disusul oleh Evans. Sejak kejadian sedih malam
itu, ia tak pernah lagi ke rumah itu, dan meskipun ia
sudah bertekad untuk tidak memperlihatkan kele"
mahan, ia agak merinding waktu melewati ruang
tamu utama. Evans dan Mayor bekerja bersama-sama dengan
262 Bab21-31.indd 263 rasa sedih dan tanpa berkata-kata. Bila salah seorang
mengatakan sesuatu dengan singkat, yang lain me"
ngerti dan langsung menanggapi seperlunya.
"Ini pekerjaan tak menyenangkan, tapi harus dilaku"
kan," kata Mayor Burnaby. Evans memilih kaus-kaus
kaki dan menyusunnya dengan rapi, lalu menghitung
piama, sambil menjawab. "Rasanya memang tak wajar. Tapi seperti kata
Anda tadi, ini harus dilakukan."
Evans mengerjakan pekerjaannya dengan cekatan
dan efisien. Semuanya dipilih dan diaturnya dengan
rapi, lalu dipisah-pisahkannya dalam tumpukan-tum"
pukan. Pukul satu mereka pergi ke Three Crowns
untuk makan siang. Ketika mereka kembali lagi ke
rumah itu, Mayor tiba-tiba mencengkeram lengan
Evans, waktu pelayan itu menutup pintu.
"Ssst," katanya. "Apakah kaudengar langkahlangkah kaki di atas itu" Kedengarannya... di kamar
tidur Joe." "Ya, Tuhan. Benar, Sir."
Sesaat lamanya semacam rasa takut bercampur
takhayul, mencekam mereka berdua. Kemudian
Mayor menghilangkan perasaan itu, dan dengan mem"
busungkan dada ia berjalan ke bagian bawah tangga,
lalu berseru dengan nyaring. "Siapa itu" Tunjukkan
dirimu." Ia sangat terkejut dan jengkel, tapi harus diakuinya
bahwa ia juga agak lega melihat Ronnie Garfield mun"
cul di ujung tangga. Pemuda itu tampak serbasalah
dan malu. "Halo," katanya. "Saya sedang mencari-cari Anda."
263 Bab21-31.indd 264 "Apa maksudmu, mencari-cari aku?"
"Anu, saya akan mengatakan kepada Anda, bahwa
saya tidak bisa siap 16.30. Saya harus pergi ke Exeter.
Jadi Anda tak usah menunggu saya. Saya akan men"
cari mobil sendiri."
"Bagaimana kau bisa masuk ke rumah ini?" tanya
Mayor. "Pintunya tak terkunci," seru Ronnie. "Jadi tentu"
lah saya pikir Anda ada di sini."
Mayor menoleh tajam ke arah Evans.
"Tidakkah kaukunci waktu kita keluar tadi?"
"Tidak, Sir. Tak ada kuncinya."
"Bodoh sekali aku," gumam Mayor.
"Anda tidak keberatan, kan?" kata Ronnie. "Saya
tak melihat siapa-siapa di bawah, jadi saya naik ke
lantai atas dan melihat-lihat."
"Tentu saja tak apa-apa," bentak Mayor, "kau mem"
buatku terkejut, itu saja."
"Yah," kata Ronnie dengan ceria. "Kalau begitu
saya pergi saja sekarang. Sampai bertemu."
Mayor menggeram. Ronnie menuruni tangga.
"Anu," katanya dengan sikap kekanak-kanakan,
"maukah Anda menunjukkan pada saya, eh... eh... di
mana terjadinya?" Mayor menunjuk ke arah ruang tamu utama de"
ngan ibu jarinya. "Oh, bolehkah saya melihat ke dalam?"
"Kalau kau mau," geram Mayor.
Ronnie membuka pintu ruang tamu utama. Ia
menghilang di dalamnya selama beberapa menit, lalu
kembali. 264 Bab21-31.indd 265 Mayor telah naik ke lantai atas, tapi Evans masih
ada di lorong rumah. Penampilannya sama benar de"
ngan seekor anjing bulldog yang sedang berjaga-jaga.
Matanya kecil dan cekung, memandangi Ronnie de"
ngan tajam. "Wah," kata Ronnie. "Menurut saya, bekas-bekas
darah tak bisa dihilangkan. Bagaimanapun kita cuci,
bekas itu selalu masih ada. Oh, baru saya ingat.
Orang tua itu dihantam dengan kantong pasir, ya"
Bodoh benar saya. Salah satu dari benda-benda ini,
bukan?" diambilnya sebuah kantong bulat panjang
yang tersandar pada pintu-pintu. Ditimbang-timbang"
nya benda itu dengan tangannya. "Mainan kecil yang
bagus, bukan?" Ia mencoba memutar-mutar di
udara. Evans diam. "Yah," kata Ronnie menyadari bahwa sikap diam
itu tidak menyenangkan, "sebaiknya saya pergi. Maaf"
kan saya. Saya agak kurang tenggang rasa, ya?" Ia
mendongakkan kepalanya ke lantai atas. "Saya lupa
bahwa mereka bersahabat karib. Mereka berdua itu
cocok sekali, bukan" Yah, saya benar-benar harus
pergi. Maafkan saya kalau sudah mengucapkan katakata yang salah."
Ia berjalan menyeberangi lorong rumah, lalu keluar
melalui pintu depan. Evans tetap berdiri tanpa ber"


Misteri Sittaford The Sittaford Mystery Karya Agatha Christie di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

gerak di lorong rumah itu. Setelah mendengar selot
pintu pagar dipasang oleh Mr. Garfield, barulah ia
bergerak dan menaiki tangga untuk bergabung dengan
Mayor Burnaby. Tanpa sepatah kata atau komentar
apa pun, ia melanjutkan pekerjaannya yang tadi di"
265 Bab21-31.indd 266 tinggalkan. Ia langsung pergi ke seberang kamar dan
berlutut di depan lemari sepatu.
Pukul 15.30 pekerjaan mereka selesai. Satu peti
berisi pakaian luar dan dalam diberikan pada Evans.
Sebuah peti yang lain diikat, siap untuk dikirimkan
ke Wisma Yatim Piatu Seamen. Surat-surat biasa dan
surat-surat tagihan dimasukkan ke sebuah tas kantor.
Lalu Evans diperintahkan untuk menghubungi sebuah
perusahaan angkutan setempat untuk menyimpan
bermacam-macam hadiah olahraga dan kepala-kepala
binatang, karena tak ada tempat di bungalo Mayor
Burnaby untuk menyimpannya. Karena Hazelmoor
disewa berikut perabot rumah tangganya, tak ada lagi
urusan lain. Setelah beres semuanya Evans menelan ludah be"
berapa kali dengan gugup, lalu berkata,
"Maaf, Sir, saya mencari pekerjaan untuk mengurus
seseorang sebagaimana saya mengurus Kapten."
"Ya, ya, kau bisa mengatakan pada siapa saja untuk
meminta surat keterangan mengenai dirimu padaku.
Aku akan memberikannya."
"Maaf, Sir, tapi bukan itu maksud saya. Saya su"dah
membicarakannya dengan istri saya, Rebecca. Dan
kami pikir, Sir, apakah Anda tak mau mem"beri kami
kesempatan untuk mencoba bekerja untuk Anda?"
"Oh! Tapi... yah, aku sudah terbiasa mengurus diri"
ku sendiri. Dan ada seorang ibu tua yang setiap hari
datang untuk membersihkan rumah dan memasak
sekadarnya. Aku eh... hanya mampu membayarnya."
"Bukan uang yang jadi masalah, Sir," kata Evans
cepat-cepat. "Soalnya, Sir, saya sayang sekali pada
266 Bab21-31.indd 267 Kapten. Kalau saja saya bisa bekerja seperti itu untuk
Anda sebagaimana saya bekerja untuk almarhum, saya
akan senang sekali. Saya harap Anda mengerti maksud
saya." Mayor menelan ludah, dan memandang ke arah
lain. "Kau benar-benar baik. Aku... aku akan memper"
timbangkannya." Lalu ia cepat-cepat pergi. Setengah
berlari ia turun dan keluar ke jalan. Evans meman"
danginya dari belakang, lalu tersenyum maklum.
"Ia dengan Kapten memang seperti kuku dengan
daging," gumamnya. Lalu wajahnya membayangkan rasa heran.
"Ke mana barang itu, ya?" gumamnya. "Aneh se"
kali. Harus kutanyakan pada Rebecca, bagaimana
pendapatnya." 267 Bab21-31.indd 268 XXIV INSPEKTUR NARRACOTT MEMBAHAS PERKARA ITU "SAYA tidak begitu senang, Sir," kata Inspektur Narra"
cott. Kepala Polisi melihat padanya dengan pandangan
bertanya. "Tidak," kata Inspektur Narracott lagi. "Saya sama
sekali tak senang menghadapi perkara ini."
"Apakah menurutmu kita salah menangkap
orang?" "Saya tak puas. Mula-mula segala-galanya menunjuk
ke satu orang, tapi sekarang... keadaannya berubah."
"Bukti-bukti tetap memberatkan Pearson, bukan?"
"Ya, tapi lalu banyak sekali bukti lain bermunculan,
Sir. Antara lain dengan munculnya seorang Pearson
lain"Brian. Karena merasa bahwa kita tak perlu men"
cari lebih jauh, saya terima pernyataan bahwa ia
berada di Australia. Sekarang ketahuan bahwa selama
ini dia di Inggris. Katanya ia kembali ke Inggris dua
bulan yang lalu. Agaknya ia datang sekapal dengan
268 Bab21-31.indd 269 keluarga Willett itu. Mungkin pemuda itu mulai ter"
tarik pada sang gadis dalam pelayaran mereka. Pokok"
nya, entah dengan alasan apa, ia tidak menghubungi
satu pun dari keluarganya. Kakak-kakaknya tak tahu
bahwa ia berada di Inggris. Pada hari Kamis minggu
yang lalu, ia meninggalkan Hotel Ormsby du Russell
Square, dan naik mobil ke Paddington. Dengan cara
bagaimanapun, ia tetap menolak untuk menceritakan
kegiatan-kegiatannya sejak dari Paddington itu sampai
Selasa malam, saat Enderby menemukannya."
"Sudah kaujelaskan padanya betapa kelirunya ber"
sikap begitu?" "Sudah, tapi katanya ia sama sekali tak peduli.
Katanya ia tak terlibat dalam perkara pembunuhan
itu, dan terserah pada kitalah kalau kita bisa mem"
buktikan bahwa ia terlibat. Bagaimana cara ia meng"
habiskan waktunya adalah urusannya dan sama sekali
bukan urusan kita, katanya. Ia tetap menolak keras
untuk menceritakan di mana ia berada dan apa ke"
giatannya." "Aneh sekali," kata Kepala Polisi.
"Memang, Sir. Ini suatu perkara aneh. Soalnya,
kita tak dapat melepaskan diri dari kenyataan bahwa
laki-laki itu jauh lebih mencurigakan daripada yang
seorang lagi. Tak dapat dibayangkan James Pearson
memukul kepala seorang tua dengan sebuah kantong
pasir, tapi perbuatan itu boleh dikatakan cocok benar
bagi Brian Pearson. Ia adalah seorang pemuda yang
mudah naik darah dan mudah main tangan"dan ha"
Jodoh Rajawali 13 Munculnya Jit Cu Kiong ( Istana Mustika Matahari) Seri Pengelana Tangan Sakti Karya Lovelydear Llano Estacado 4
^