Pencarian

Tengkorak Berbisa 2

Rajawali Emas 54 Tengkorak Berbisa Bagian 2


serangan kedua. Bersamaan dengan serangan yang
dilancarkan Dewi Murah Senyum, Daeng Gempal kembali
geleng-geleng kepala. Lalu tangan kanannya yang
gempal itu diangkat. diputar sedikit, lalu didorong ke
muka. Tak ada gelombang angin yang keluar, tak terjadi
perubahan udara. Namun mendadak saja terdengar
suara menyusul muncratnya cahaya merah ke udara!
Memekik tertahan Dewi Murah Senyum tatkala
tubuhnya terdorong kebelakang. Saking derasnya, dia tak
mampu lagi kuasai keseimbangan. Kejap itu pula
tubuhnya terbanting keras di atas tanah
Hanya sekejap, karena di kejap lain dia sudah
melompat kembali berdiri tegak Sejarak lima tombak di
hadapannya, sosok Daeng Gempal tetap berdiri tanpa
kurang suatu apa.
"Busyet betul! Kenapa pakai menyerang segala" Aku
datang tak membuka urusan! Hanya untuk menolong
muridku yang belum kawin itu! Huh! Kalau kukawini
dengan kau, mana sudi!!"
Dewi Neraka yang tadi terkejut tatkala melihat Dewi
Murah Senyum sudah lancarkan serangan, kali ini
kembali kerutkan keningnya.
"Ucapan kakek bertubuh gempal itu semakin aneh
saja! Dia nampakhya... oh! Jangan-jangan... perempuan
bermahkota itu adalah lelaki yang menyamar?"
Untuk sesaat Dewi Neraka pandangi Dewi Murah
Senyum yang sedang berdiri dengan napas memburu.
"Apakah dia menyerangnya dikarenakan tak mau
rahasianya terbongkar" Tetapi... rasanya sungguh tak
mungkin." Selagi Dewi Neraka mencoba memeras pikirannya,
Pendekar Cengcng berkata, "Huhuhu... kakek gempal!
Kau mengambil lawanku! Padahal aku lebih suka
bertarung dengannya"!"
"Kenapa, hah?" melotot Daeng Gempal saat bertanya.
"Soalnya...
aku malu menghadapi seorang perempuan... jadi kupikir... lebih baik aku mengambil
lawan laki-laki...."
Terbahak-bahak Daeng Gempal mendengar ucapan si
pemuda. Sementara Dewi Neraka yang mulai da
Hal 62-23 ga ada !!
kita bertemu lagi kau tak akan ku...."
Ancaman Dewi Murah Senyum terputus, tatkala
mendadak dirasakan tandu yang didudukinya terlempar
ke belakang begitu cepat.
Memekik keras lelaki yang mcnyamar sebagai
perempuan ini. Dengan gerakan cepat dia coba kuasai
tandunya. Walau susah payah dilakukan, tandu itu
akhirnya berhasil dikuasainya. Menyusul dikerahkan
tenaga dalamnya untuk melesat bersama tandu itu
menjauh dari sana.
Sementara itu. seolah tak ada pertarungan hebat yang
terjadi di dekatnya, Daeng Gempal dongakkan kepala.
Menyusul dia meniup kepala Ambar yang masih
mengambang di udara.
Wusss! Begitu angin lembut itu menerpa bagian belakang
kepala Ambar, seketika itu pula sosok si gadis melayang
turun. Hanya dengan satu tangan, Daeng Gempal
menangkap tubuh muridnya. Sambil mendengus, dia
meniup kembali.
Nampak Ambar gelagapan begitu angin lembut
menerpa wajahnya. Menyusul dirasakan tubuhnya
dilempar. Dengan cepat gadis yang baru saja sadar dari
pengaruh ilmu pemikat yang dilakukan oleh Dewi Murah
Senyum putar tubuh sebelum akhirnya hinggap di atas
tanah. "Guru! Apa yang terjadi"!" tanyanya heran dan kejap
itu pula diarahkan pandangannya pada dua orang yang
sedang bertarung Nampak Pendekar Cengeng sedang
mempermainkan Dewi Neraka yang kian memerah
wajahnya serta tambah bernafsu.
Daeng Gempal mendengus. "Busyet! Tidak punya tata
krama! Tidak tahu sopan santun"! Kau bertanya
kepadaku, tetapi pandanganmu ke tempat lain! Huh!
Murid macam apa itu"!"
Gadis berpakaian hijau agak ketat yang samar-samar
mengingat apa yang dialaminya namun tak kuasa untuk
merangkaikannya, membentak, "Aku tidak main-main!
Katakan padaku, Guru! Apa yang telah terjadi"!"
"Busyet! Punya murid satu saja bukan main keras
kepalanya! Kalau aku punya murid dua orang seperti
kau, mungkin bisa mati berdiri!"
Dari ucapan gurunya itu, Ambar yang selalu bersikap
seenaknya saja namun tak meninggalkan batas-batas
kesopanan, tahu kalau gurunya tak akan menjawab
pertanyaannya. Makanya dia segera arahkan kembali pandangannya
pada dua orang yang sedang bertarung. Diam-diam dia
coba ingat-ingat apa yang terjadi.
"Aneh!" desisnya dalam hati. "Apa yang sebenarnya
kualami ini" Seingatku, aku sedang mencari kelinci untuk
dipanggang. Tatkala kudapatkan tiga ekor kelinci, tahu-
tahu muncul sebuah tandu dan... hei!!"
Seketika gadis ini edarkan pandangan dengan kening
dikernyitkan. "Di mana tandu itu" Apakah aku salah
mengingat" Tetapi tidak, semuanya nampak begitu jelas!
Ya, ya... ada seorang perempuan bermahkota di dalam
tandu itu, yang kemudian memintaku untuk menunjukkan di mana sebuah sungai. Lalu aku masuk ke
dalam tandunya." Mendadak wajah si gadis memerah
tatkala teringat sesuatu. Lalu lanjutnva ragu-ragu dalam
hati 'Ya... ya... mendadak saja kurasakan gairah yang
begitu membakar. Menyusul kurasakan perempuan itu oh
tidak tidak! Memalukan! Aku tak boleh mengingatnya!
Tetapi... keparat! Dimana perempuan celaka itu!'
Sebelum Ambar arahkan pandangannya, terdengar
suara gurunya yang telah duduk bersandar di bawah
sebuah pohon sambil menumpangkan kaki kanannya di
atas kaki kiri, Tidak perlu mengingat kejadian yang telah
lewat! Kau tak kurang suatu apa! Masih suci! Dan...
hehehe... masih pantas untuk mencari jodoh, bukan.'
Kali ini Ambar tak hiraukan selorohan gurunya. Dia
masih direjam perasaan tak senang dan malu.
Menyusul kemudian. kegeramannya mulai naik. Tetapi
lagi-lagi terdengar suara gurunya, "Tindih segala
Amarah! Buang segala gelisah! Ingat, aku tak ingin
pemurung, gelisah atau susah! Lebih baik kau menjadi
muridku yang nakal, ceriwis dan kadang kurang ajar! Kau
ingat, siapa orang yang kumaksudkan akan lewat?"
Ambar yang sudah arahkan pandangan pada gurunya
menganggukkan kepala seraya membuang napas.
"Memalukan!" hardik Daeng Gempal keras. "Buang
gelisah dan penyesalan!".
Kali ini Ambar mclotot.
Daeng Gempal justru tertawa keras. "Nah! Bagus Itu
namanya muridku! Yang kukenal, kusayang tapi berlaku
kurang ajar!"
"Apa-apaan Guru bicara begitu"!" seru Ambar masih
melotot. "Lebih baik tcrangkan siapa orang yang kita tunggu"!"
"Pemuda cengeng itu!!"
Kembali Ambar arahkan pandangannya pada pemuda
berpakaian putih yang kali ini mulai mcmbalas dan
menyerang lawannya. Seperti baru terbuka matanya,
disadarinya kalau sejak tadi pemuda itu sclalu mengisak.
"Idih! Memalukan! Sudah besar seperti itu masih
nangis juga! Cengeng! Kenapa dia sclalu menyebut-
nycbul gurunya" Huh! Rupanya masih meminta bantuan
gurunya! Apa Guru tidak salah mengatakan pemuda itu
yang sedang ditunggu"!" kata murid Daeng Gempal ini
yang coba lupakan apa yang samar-samar berada dalam
pikirannya. Sementara itu, tetap mengisak dan sekali-sekali
keluarkan kata-kata, Pcndekar Cengeng bukan hanya
membuat Dewi Neraka kalang kabut. Tetapi juga
berteriak tertahan.
Gerakan yang dilakukan si pemuda seperti asal-asalan
dan serangan gelombang angin yang memercikkan sinar
putih membuat Dewi Neraka harus berusaha keras guna
melindungi dirinya.
"Celaka! Rasa-rasanya... aku tak akan mampu
menghadapi pemuda ini!" desisnya dalam hati dengan
wajah pias. Tatkala ingatannya tiba pada Dcwi Murah
Scnyum, seketika terdengar makiannya jengkel, "Jahanam betul perempuan keparat itu! Dia sudah
melarikan diri! Setan! Apa yang dikalakan kakek gempal
tadi itu jangan-jangan benar, kalau dia seorang lelaki!"
Di saat Dewi Neraka sedang membatin, Pendekar
Gengeng berseru sambil mengisak. "Huhuhu... aku tak
mau menurunkan tangan... lebih baik kau mcnyingkir...
karena aku masih harus mencari Guru...."
Tak perlu dikatakan seperti itu, Dewi Neraka memang
telah memutuskan untuk menyingkir. Tatkala gelombang
angin yang dilepaskan si pemuda melabrak ke arahnya,
dengan gerakan cepat Dewi Neraka melompat ke
belakang. Lalu segera membuat gerakan yang cukup membingungkan. Dilihatnya pemuda berpakaian putih itu
nampak sejenak kebingungan. Tetapi Dewi Neraka tak
mau peduli. Ini kesempatan yang langka, pikirnya.
Makanya dengan cepat dia segera melompat ke
belakang kembali dan melarikan diri. Kendati geram
karena segala keinginannya menjadi terpendam kembali,
namun perempuan ini nampak puas, karena dia berhasil
membuat Pendekar Cengeng bingung.
Huh! Kalau saja Dewi Neraka sadar dan mau
membuka kedua matanya sedikit, dia tahu apa yang
sebenarnya terjadi. Sikap bingung Pendekar Cengeng
yang dilihatnya tadi. sebenarnya tak ada sama sekali. Bila
saja murid Dewa Langit itu mau menurunkan tangan,
dengan mudahnya dia dapat melakukan.
Tapi pemuda ini tak mau berbuat seperti itu. Makanya
dia diam saja dan bersikap seperti kebingungan.
Sepeninggal Dewi Neraka, Pendekar Cengeng tetap
mengisak "Huhuhu... mengapa banyak orang-orang jahat di
hadapanku Padahal aku tidak bermaksud tapi urusan...
Huhuhu... Guru, di manakah kau berada?"
Masih mengisak dan seolah melupakan kehadiran
Daeng Gempal dan Ambar, pemuda ini bcrbalik dan
melangkah hendak meninggalkan tempat itu.
Gadis berpakaian hijau ketat dengan rambut panjang
dikucir itu menggeram jengkel melihat tindakan yang
dilakukan oleh Pendekar Cengeng. Seketika terdengar
bentakannya, Pemuda cengeng tak tahu diri! Setelah
bahaya pergi darimu, kau bersikap seenak jidatmu saja,
hah"!"
Oo-dwkz-oO Bab 7 LANGKAH Pendekar Cengeng seketika terhenti. Kejap
lain dia sudah putar tubuh. Menyusul kemudian dia
mengusap kedua matanya yang sama sekali tak
keluarkan air mata seraya mengisak, "Huhuhu...
mengapa lagi" Tadi orang-orang itu, sekarang kau.
Huhuhu.... Apakah aku tidak boleh tenang dan
meneruskan langkah mencari guruku?"
Sejenak si gadis kerutkan keningnya. Sesaat dia urung
untuk segera keluarkan bentakan lagi. Masih pandangi
tak percaya pada pemuda berpakaian putih itu, dia
membatin dalam hati, "Aneh! Sungguh baru kali ini aku
melihat sebuah keanehan yang memalukan! Mengapa dia
begitu cengeng sekali" Seperti anak ayam yang
kehilangan induk. Jangan-jangan.... Guru keliru orang"
Atau dia sebenarnya sedang mempermainkanku?"
Berpikir demikian, Ambar segera melirik gurunya. Saat
itu pula terdengar dengusannya tatkala melihat gurunya
sudah tidur pulas dengan sikap yang nampak nyaman
sekali. Kembali pandangannya diarahkan pada Pendekar
Cengeng. Kejap kemudian, dia sudah keluarkan suara
sambil tindih rasa jengkelnya melihat sikap pemuda yang
begitu cengeng sekali, "Tak ada maksudku untuk
menahan langkahmu! Lagi pula, aku tak mau banyak
cakap dengan pemuda cengeng seperti kau ini! Biar
urusan cepat selesai dan aku tak lagi melihat tingkah
memalukan dari sikapmu, katakan...

Rajawali Emas 54 Tengkorak Berbisa di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

siapakah namamu"!"
"Huhuhu... kau bertanya, tetapi nada suaramu
membentak! Apakah aku harus menja...."
"Jawab!" seru Ambar jengkel. Sifatnya yang keras
kepala sudah muncul kembali.
"Huhuhu... namaku Rangkuti...."
"Nama yang bagus sebenarnya. Tetapi mengapa dia
begitu cengeng" Dan wajahnya... cukup tampan
sebenarnya dengan postur tubuh yang... apa"!" si gadis
memutus kata batinnya sendiri dengan wajah jengah.
"Menjengkelkan! Mengapa aku jadi memikirkan soal itu?"
Seraya maju satu langkah, gadis ini berkata, "Aku tak
tahu apakah guruku benar atau tidak mengatakan
engkaulah yang sedang ditunggu. Kendati rasanya sukar
dipercaya, tetapi sedikit banyaknya, aku akan coba
mengiyakan semua itu. Sekarang... jawab setiap
pertanyaanku...."
"Tunggu dulu...," kata Pendekar Cengeng seraya
bersikap seolah menghapus air matanya, padahal tak ada
air mata yang keluar sama sekali. Lalu sambungnya,
"Mengapa kau katakan aku adalah orang yang sedang
ditunggu" Berjumpa denganmu dan gurumu itu saja baru
sekarang. Huhuhu... jangan-jangan... kau termasuk
orang jahat juga, yang tak memperbolehkan aku mencari
guruku sendiri...."
"Brengsek! Berulangkali dia mengatakan hendak
mencari gurunya!" geram Ambar dalam hati. Sambil
tindih kegeramannya dia berkata, "Siapa gurumu?"
"Huhuhu... kalau kukatakan siapa guruku, nanti kau
memaksaku untuk mengatakan dia berada di mana
sekarang. Sama seperti perempuan berpakaian kuning
cemerlang tadi Padahal... aku sama sekali tidak tahu...."
"Siapa gurumu ?" ulang Ambar lagi, kali ini lebih keras
dari yang pertama.
"Huhuhu... kau membentak lagi, kau membentak !
Kau bikin aku takut!"
"Brengsek" geram Ambar jengkel. "Apakah kau tak
bisa membedakan mana yang...."
Seruannya terputus tatkala mendengar kata-kata
Pendekar Cengeng yang diucapkan tetap mengisak, "Aku
telah cukup lama kehilangan Guru... oh! Ya, ya...
barangkali saja kau memang benar bermaksud baik
dan... bisa menolongku. Dia... dia... berjuluk Dewa
Langit...."
Mendengar jawaban si pemuda, nampak kepala si
gadis melengak, menyusul keningnya seketika berkerut.
Pandangannya tak berkedip menatap Pendekar Cengeng
Dia mengaku gurunya berjuluk Dewa Langit" Gelo!
Dengan kata lain, dia adalah murid Dewa Langit"
Sepertinya tidak mungkin! Menurut cerita Guru yang
hanya sepotong-sepotong, Dewa Langit adalah seorang
yang disegani setiap orang. Tetapi murid cengeng seperti
pemuda ini, apa tidak salah?" kata Ambar dalam hati.
Kendati dia sedikit banyak dia sulit menerima jawaban
itu, tetapi dia berkata juga, "Terus terang, aku dan
guruku memang sedang mencari Dewa Langit, gurumu
itu tetapi kami bukanlah orang-orang serakah seperti
kebanyakan orang yang ingin menjadi orang pertama kali
menemui gurumu. Kau gusar atau tidak, aku tidak peduli.
Di mana gurumu berada?"
"Huhuhu... tadi sudah kukatakan, aku sedang mencari
guruku. Kalau aku tahu dimana dia berada, sudah tentu
aku tidak akan mencarinya...."
"Benar juga. Walaupun dia begitu cengeng, tetapi
nampaknya bisa dipercaya," kata Ambar dalam hati. Lalu
berucap, "Kau tentunya sudah mendengar tentang titah
dari negeri langit, bukan?"
"Sudah. Dan itu membuatku heran."
"Mengapa?"
"Ya, pertanyaan itulah yang ada di benakku.
Mengapa" Huhuhu... mengapa kau mengundurkan diri
dan menebarkan teka-teki yang memusingkan kepala,
Guru?" "Justru kepalaku yang pusing mendengar setiap
jawabannya! Menghadapinya lebih sulit ketimbang orang
jahat yang ganas sekalipun!" maki Ambar dalam hati.
Masih pandangi pemuda yang berdiri sejarak dua tombak
di hadapannya, gadis ini berkata lagi, "Apakah kau
merasa aneh dengan teka-teki yang dimainkan oleh
gurumu?" "Bukan aneh lagi, tetapi aneh sekaligus bingung. Tak
mungkin Guru bersikap seperti itu," sahut Pendekar
Cengeng tegas, kali ini tanpa isakan.
Sesaat Ambar terpana melihatnya. Dengan sikap >ang
diperlihatkan si pemuda, nampaknya gadis ini makin
bingung dengan pemuda ini.
Tetapi dia tak memperdulikannya. Segera dia berkata
lagi... "Apa yang kau katakan sama dengan yang
dipikirkan Guruku, Guruku juga tak percaya dengan
segala urusan titah dari negeri langit. Tetapi untuk
mencari kejelasan semua ini, satu-satunya cara adalah
menemukan di mana gurumu."
"Ya, ya... menemukan guruku. Aku juga sudah tak
sabar untuk bertemu dengannya. Dan aku yakin... kalau
Guru mengundurkan diri dari rimba persilatan karena
kecewa padaku," sahut Pendekar Ccngeng dengan sikap
tenang Tetapi sejurus kemudian, dia sudah mewek
kembali, "Huhuhu... padahal aku sudah mencoba
bersikap tegar, gagah dan bijak. Tetapi aku tidak bisa....
Huhuhu... jangan salahkan aku bila aku jadi cengeng
begini..."
"Busyet! Dia sudah kembali ke asal! Tetapi sedikit
banyaknya, aku sudah mendapat keterangan. Paling
tidak. apa yang dikatakan Guru sebelumnya bisa
dijadikan pegangan. Kalau teka-teki pengunduran diri
Dewa Langit hanyalah sebuah permainan yang dilakukan
oleh seseorang atau beberapa orang. Hanya saja,
siapakah orang itu" Dan mengapa dia melakukannya?"
Hening sejenak. Senja semakin turun. Tempat itu
sudah nampak diliputi kegelapan.
Keheningan itu dipecahkan oleh suara Pendekar
Cengeng, "Kalau sudah tak ada yang ditanyakan, aku
bermaksud mencari Guru kembali...."
"Tunggu! Ke mana kau hendak mencarinya?"
"Aku tidak tahu! Pokoknya aku akan mencarinya!"
sahut Pendekar Cengeng, kejap kemudian dia sudah
melangkah. Tinggal gadis berpakaian hijau agak ketat yang
memandanginya dengan perasaan gemas, bingung
sekaligus takjub.
"Sayang..." desisnya sambil geleng-geleng kepala.
"Aku yakin dia bukanlah pemuda sembarangan. Tetapi
sikap cengengnya itu yang membuatku tidak mengerti...."
"Huh! Kau tidak mengerti, atau kau sebenarnya sudah
kepincut dengan pemuda itu"!" terdengar suara keras di
bclakangnya diiringi dengusan.
Seketika Ambar tolehkan kepala. Siapa lagi orang yang
bicara begitu kalau bukan gurunya. Tetapi, sosok gempal
itu nampak masih tetap asyik molor.
Dengan gemas Ambar melangkah mendekatinya.
"Guru! Siapa bilang aku kepincut dengan pemuda
semacam dia"! Enak saja bicara!"
Masih tetap pejamkan kedua matanya dan tubuh yang
asyik bcrsandar, Daeng Gempal menyahut, "Kalau kau
kepincut atau tidak, bukan urusanku! Pokoknya kau
harus menikah!"
"Itu terus yang Guru katakan! Aku ingin mencari
perempuan bcrmahkota!"
"Kenapa?"
Sesaat wajah Ambar merah padam. Kemudian dengan
suara ditekan dia berkata, "Aku ingin tahu siapa
perempuan yang bisa bikin gai...."
"Tidak perlu kau mencarinya! Yang perlu kau cari dan
ikuti, adalah pemuda itu!" potong Daeng Gempal tetap
dengan mala terpejam.
"Busyet! Untuk apa aku mencari pemuda semacam dia
hah"! Guru! Kalau bicara yang benar!!" sengat Ambar
dengan perasaan jengkel.
"Benar atau tidak... aku sudah mcnemukan pemuda
yang cocok untukmu!"
"Pemuda cengeng itu?" belalak Ambar makin jengkel.
"Edan! Siapa sudi bcrsanding dengan pemuda cengeng
itu" Huh! Lama-lama Guru semakin keterlaluan!"
"Busyet! Justru kau yang makin keterlaluan! Bicara
sama gurunya kok seperti itu"!"
"Habisnya...."
"Sudah. sudah...." Daeng Gempal membuka kedua
matanya. Kedua tangannya direntangkan, dia menggeliat. Seperti tak sengaja, tangan kanannya
menyentuh batang pohon yang disandarinya.
Mendadak saja terdengar suara krak. Menyusul pohon
itu tumbang menggemuruh!
"Busyet! Siapa yang menumbangkannya?" seru Daeng
Gempal yang telah berdiri dengan kening dikernyitkan.
Lalu pandangannya diarahkan pada Ambar yang melotot.
"Huh! Kau ya" Mau pamer ya"!"
"Apa-apaan ini! Tangan Guru yang menyentuhnya!"
sengat si gadis masih jengkel.
"Menyentuh" Busyet! Kenapa bisa tumbang, ya"
Sudah-sudah kau sudah mendengar apa yang dikatakan
pemuda cengeng itu. bukan?"
"Ya Namanya Rangkuti! Dia murid Dewa Langit, orang
yang sedang kita cari !"
Bagus rupanya kau masih punya otak juga untuk
mengingat semua itu. Apa yang bisa kau simpulkan dari
semua ucapan pemuda itu?"
Masih melotot Ambar menyahut, "Dia tak percaya
gurunya mcngundurkan diri. Kalaupun dia percaya, dia
merasa dirinyalah scbagai penyebabnya!"
"Betul lagi! Terus apa?" seru Daeng Gempal.
"Aku jadi bcrpikir... kalau sesungguhnya Dewa Langit
tidak mengundurkan diri dan tidak memberikan teka-teki
di mana dirinya bcrada!"
"Tepat! Masih ada lagi?"
"Yang ada diotakku sekarang kalau seseorang
memanfaatkan semua ini untuk kepentingannya sendiri !"
"Mengapa?"
"Mana aku tahu! Itu juga baru dugaan!"
"Bagus! Jadi kau tidak mengambil kesimpulan
sembarangan! Berarti, otakmu masih jalan! Lalu apa
yang sebenarnya dilakukan oleh Dcwa Langit?"
"Kalau dia tidak tahu tentang titah dari negeri langit ini
rasanya tidak mungkin. Jadi...."
"Tidak usah putus begitu! Jadi apa?"
Ambar tak segera menjawab. Rasa jengkel gadis ini
mulai menghilang. Lalu perlahan-lahan dia berucap,
"Kemungkinan besar... orang yang berada di balik titah
dari negeri langit telah menangkapnya."
"Untuk apa?"
"Itu lagi! Aku tidak tahu!"
"Kalau begitu... siapa kira-kira orang itu?"
Lagi Ambar lerdiam. Nampaknya gadis ini berusaha
untuk mencernakan apa yang ada dalam pikirannya.
Setelah beberapa lama membisu, gadis ini berkata.
"Hanya satu yang bisa, kukatakan... kalau orang itu
tentunya memiliki kesaktian yang lebih tinggi dan Dewa
Langit!" "Bisa jadi benar! Tetapi bisa jadi salah! Coba pikirkan
lagi mengapa bisa salah."
Kening Ambar berkernyit. Cukup lama gadis ini tak
segera menjawab. Setelah hening beberapa saat barulah
dia berkata. Kalau memang begitu adanya, kemungkinan
besar orang itu memang berada di bawah kesaktian
Dewa Langit. Tetapi... dia berotak licik. Dan dengan
kelicikannya itulah dia bisa mengelabui sekaligus
mengalahkan Dewa Langit!"
"Bagus! Kau cerdas! Rasanya tak salah bila kukatakan
kau sudah harus menikah! Jalan pikiranmu jernih! Cuma
kekeras kepalamu saja yang harus kauubah!"
"Soal kawin lagi!" dengus Ambar sambil hentakkan
kaki kanannya di atas tanah. "Masa bodoh soal kawin!"
"Ya. sudah.... Sana kau susul pemuda cengeng itu.
Aku mau tidur lagi!"
"Apa-apaan Guru berkata begitu" Mana bisa aku
menyusul pemuda cengeng itu" Huh! Bermimpi pun aku
tidak mau berjodoh dengannya!"
"Kalau tidak mau ya sudah, aku juga tidak memaksa!"
sahut Daeng Gempal enteng.
Habis kata-katanya, dia sudah membalikkan tubuh dan
membentak "Mau apa lagi kau murid nakal"!"
"Mau apa mau apa"!" balas Ambar dengan suara tak
kalah kerasnya. "Aku akan mengikuti Guru!"
"Aku hendak menyusul pemuda cengeng itu! Tadi kau
bilang tidak mau menyusulnya!" sengat Daeng Gempal
melotot. Tetapi kejap kemudian dia terbahak-bahak. "Aku
tahu... kau berpura-pura tidak mau menyusulnya karena
malu, kan" Iya, kan" Huh! Dasar anak gadis! Pakai pura-
pura segala!"
"E,e,e! Enak saja Guru bicara!" seru Ambar cepat.


Rajawali Emas 54 Tengkorak Berbisa di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

"Siapa bilang aku mau menyusul pemuda itu" Ih!
Kebagusan amat! Memangnya aku gadis apaan?"
"Memangnya kau gadis seperti apa?" goda Daeng
Gempal masih terbahak-bahak.
Saking gemasnya, Ambar mencubiti sekujur tubuh
gurunya yang gempal itu, yang hanya tertawa-tawa saja
sambil melangkah. Biar bagaimanapun juga, Ambar
sangat menghormati dan mencintai gurunya.
Begitu pula sebaliknya.
Oo-dwkz-oO Bab 8 SATU hari berlalu sudah. Waktu terus datang tanpa
kenal lelah dan henti. Entahlah bila sudah tiba hari
penghabisan. Mungkin waktu akan berhenti, dan
mungkin pula akan terus berkelanjutan. Bagi orang yang
memiliki iman, maka mereka akan percaya kalau waktu
akan terus berlanjut. Dan sulit ditentukan kapan akan
berakhir. Gadis berpakaian putih bersih yang di bagian atas
dada kanannya terdapat sulaman bunga mawar hentikan
kelebatannya tatkala pandangannya menangkap satu
gerakan yang berkelebat begitu cepat di arah kanan.
Berdiri di sebelah gadis yang tak lain A yu Wulan, Dewi
Awan Putih yang juga melihat gerakan orang
menghentikan langkahnya. Untuk sejenak gadis yang di
atas bibir sebelah kanan terdapat tahi lalat kecil ini
pandangi arah yang ditempuh oleh orang yang mereka
lihat gerakannya,
Kejap kcmudian dialihkan pandangannya pada Ayu
Wulan menilik sikapnya, nampaknya Ayu Wulan seperti
sedang mengingat-ingat sesuatu Atau jangan-jangan...
dia mengenal orang yang berkelebat itu" Membatin Dewi
Awan Putih. Sebelum murid mendiang Dewi Pesisir Utara ini
membuka mulut untuk memastikan dugaannya, Ayu
Wulan sudah berkata, "Kita ikuti gadis itu!"
Tanpa menunggu lagi jawaban dari Dewi Awan Putih,
Ayu Wulan sudah berkelebat mendahului. Kejap itu pula
Dewi Awan Putih menyusul.
Setelah memutuskan untuk berpisah dengan Manusia
Angin, kedua gadis itu yang penasaran tentang titah dari
negeri langit segera meninggalkan Manusia Angin.
Semehtara itu, Dayang Harum yang memang tak ingin
berpisah dari Manusia Angin, memutuskan untuk tetap
mengikuti si kakek yang tingginya hanya sebahu itu.
Tatkala keduanya hendak meninggalkan Manusia Angin
dan Dayang Harum, wajah Ayu Wulan memerah tatkala
Manusia Angin meledeknya tentang kerinduannya pada
Rajawali Emas (Baca : "Pendekar Cengeng").
Dan sekarang kedua gadis itu seolah saling berlomba
untuk mengetahui siapa orang yang mereka lihat
berkelebat tadi. Sejarak lima belas tombak, masing-
masing gadis dapat melihat siapa orang itu.
Sosok seorang gadis yang mengenakan pakaian biru
ketat dengan rambut yang berlompatan.
"Siapa gadis itu, Ayu" Dan mengapa kita harus
mengikutinya?"
tanya Dewi Awan Putih sambil berkelebat. Sambil berkelebat pula Ayu Wulan menyahut,
"Pertanyaanmu yang pertama, tak bisa kujawab.
Karena... aku memang tak mengenal gadis itu."
"Bagaimana dengan pertanyaanku yang kedua?"
"Tetap tak bisa kujawab!" sahut Ayu Wulan dan begitu
melihat Dewi Awan Putih keluarkan dengusan, sambil
tertawa dia menyambung, "Sejak kita keluar dari Lembah
Merpati dan berpisah dengan Manusia Angin serta
Dayang Harum. tak seorang pun yang kita temui.
Padahal menurut perkiraanku, sudah banyak orang-
orang rimba persilatan vang muncul untuk menjadi orang
pertama yang dapat menjumpai Dewa Langit. Tetapi
pada kenyataannya kita tak bertemu siapa pun juga. Bisa
jadi karena kita melewati arah yang berlawanan. Dan
sekarang, kita baru menjumpai gadis berpakaian biru
ketat! Apakah kita tidak sebaiknya bertanya saja pada
gadis itu?"
Mendengar kata-kata Ayu Wulan, gadis berpakaian
ringkas warna jingga dan di pinggangnya melilit sebuah
tali itu. mengangguk mengerti.
Lalu masing-masing orang tak buka suara.
Di depan gadis berpakaian biru ketat yang sedang
mereka ikuti rupanya tahu kalau sedang dibuntuti.
Sambil terus berkelebat Ia membatin tanpa menoleh,
"Menilik gerakannya orang yang mengikuti ini dua orang.
Hmmm... apakah salah seorang dari mereka itu adalah
Lajani yang telah mendapatkan teman" Huh! Peduli setan
siapapun yang telah mengikutiku! Pada pokoknya, aku
akan tetap mencari Dewa Langit! Sebaiknya, kuajak
bermain kucing-kucingan kedua orang itu?"
Berpikir demikian gadis berpakaian biru ketat yang
dada menampakkan belahan dada dan cuatan pinggulnya
segera lipat gandakan peringan tubuhnya.
Di belakang, A yu Wulan dan Dcwi A wan Putih sejenak
terkesiap. Ayu Wulan berkata, "Nampaknya dia tahu
kalau sedang dibuntuti!"
"Kau benar! Dia telah lipat gandakan ilmu peringan
tubuhnya!" sahut Dewi Awan Putih. "Ayu... tidakkah kau
berpikir mengapa gadis itu justru mempercepat larinya?"
Bukannya menjawab pertanyaan itu, A yu Wulan justru
berkata, "Jelaskan apa yang kau pikirkan!"
Dewi Awan Putih tak segera menjawab. Setelah
beberapa saat dan masih terus berkelebat dia berkata,
"Kemungkinan pertama... dia menganggap kita bukan
orang baik-baik! Dan kemungkinan kedua... dia
mengetahui sesuatu yang tak ingin diketahui orang lain!
Yang mana yang akan kau jadikan patokan dari
dugaanku itu, Ayu?"
"Kedua-duanya.
Tetapi untuk memperjelas semuanya... sebaiknya kita segera dekati dia!" kata Ayu
Wulan dan segera menambah kecepatannya berkelebat.
Begitu pula dengan Dewi Awan Putih.
Karena merasa gadis berpakaian biru ketat terus
berkelebat menjauh, akhirnya masing-masing gadis yang
mengejarnya berseru berulang-ulang, "Heeeiii! Tunggu
sebentar! Ada yang hendak kami tanyakan!"
Gadis berpakaian biru ketat yang tak lain Dewi
Kembang Maut adanya, tak hiraukan panggilan itu. Dia
terus berkelebat. Sambil tersenyum dia membatin, "Terus
kalian panggil aku sampai mulut kalian jontor, aku tak
akan pernah berhenti! Waktuku akan terbuang banvak
untuk mencari Dewa Langit bila kulayani keduanya
Seperti yang kualami disaat gadis berpakaian merah-
merah yang, bernama Lajani menahanku. Ini akan...
Hmmm... lebih baik kupermainkan saja keduanva
sebelum kuketahui siapa mereka adanya!
Memutuskan demikian, tatkala tiba di penghujung
hutan itu. mendadak saja si gadis melompat ke kiri.
Gerakannva sengaja diperlambat agar bisa dilihat oleh
kedua orang yang mengikutinya. Tetapi begitu kedua
kakinya menginjak tanah. dengan cepat dia bergulingan
dan mendenting ke atas.
Hap! Hanya dengan sekali lompatan, tubuh murid Dewi
segala Impian yang mendendam pada Rajawali Emas
sudah bertengger di sebuah pohon yang cukup tinggi.
Lalu dengan gerakan yang sangat ringan, segera
menyusup masuk ke balik rimbunnya dedaunan.
Di belakang, Ayu Wulan dan Dewi Awan Putih yang
tadi memang melihat gerakan gadis berpakaian biru
ketat itu, segera berkelebat ke arah kiri. Terus melaju.
Tetapi di tengah jalan, terdengar suara Ayu Wulan,
"Berhenti!!"
Dewi A wan Putih seketika menghentikan kelebatannya
pula. Sebelum dia berucap, Ayu Wulan sudah berkata
"Sejak tadi kita ikuti, masih melihat sosok gadis itu.
Ratna! Tetapi sekarang... sosoknya telah lenyap dan
seperti ditelan bumi!"
Dewi Awan Putih yang bernama asli Ratna Sari
menganggukkan kepalanya.
"Kau benar, Ayu. Tak mungkin gadis itu begitu cepat
menghilang kendali dia telah tambah kecepatannya.
Berarti, gadis itu bersembunyi!"
Sejenak Ayu Wulan arahkan pandangan pada gadis di
sebelahnya. Sejurus kemudian dia berkata, "Kalau
begitu... kita berpencar!"
Tetapi sebelum masing-masing gadis bergerak,
mendadak saja dua gelombang angin melabrak
kearahnya dengan suara menggemuruh keras!
Seketika masing-masing orang melompat untuk
hindari labrakan dua gelombang angin yang deras itu.
Begitu kedua kaki mereka baru hinggap kembali di atas
tanah, lagi-lagi dua gelombang angin dahsyat menggebah. "Brengsek!" terdengar makian Dewi Awan Putih.
Seraya melompat ke belakang. tangan kanan-kirinya
digerakkan dengan cara mendorong.
Wuuuttt! Wuuutt!
Blaam! Blaaammm!!
Dua gelombang angin yang menderu dahsyat itu
seketika terputus dan timbulkan suara lctupan yang
keras. Tempat di mana benturan keras itu terjadi,
rengkah. Dan terbongkar ke udara.
Gadis berpakaian ringkas warna jingga ini rupanya tak
mau bertindak ayal. Dia segera berkelebat menerobos
tanah yang terbongkar scmbari gerakkan kedua
tangannya. Tatkala dua gelombang angin yang dilepaskan oleh
Dewi Awan Putih menderu, terdengar suara letupan
keras di belakangnya. Rupanya, serangan gelap yang
dilancarkan scseorang itu, mendadak saja datang dari
arah kanan dan mencecar Ayu Wulan yang melompat
dan memapak. "Keparat!" maki Dewi Awan Putih yang segera
membalikkan tubuh. Namun belum lagi dia berkelebat
mendekati Ayu Wulan, satu gelombang angin menderu
kembali ke arahnya.
Serta merta murid mendiang Dewi Pesisir Utara ini
keluarkan makian keras seraya menghindar. Ayu Wulan
yang mencoba membantu, harus tunggang langgang
juga menerima kejaran gelombang angin yang datang ke
arahnya. Begitulah seterusnya. Gelombang-gelombang angin
dahsyat menderu silih berganti ke arah Ayu Wulan dan
Dewi A wan Putih. Hebatnya, datang dari arah yang sukar
ditebak. "Ratna! Sebaiknya kita berpencar!" terdengar seruan
Ayu Wulan sembari bergulingan ke kanan.
Menyusul sembari hindari gelombang angin yang
menggebrak ke arahnya, Dewi Awan Putih bergulingan
ke kiri. Sejarak lima tombak, masing-masing gadis yang kini
telah kembali berdiri tegak, sama-sama anggukkan
kepala. Secara serempak keduanya segera gerakkan
tangan masing-masing Ke arah empat penjuru.
Rupanya taktik seperti itu cukup berhasil karena
setelah beberapa saat, nampak satu sosok tubuh
berpakaian biru ketat melompat keluar dari balik batang
pohon tatkala pohon itu terhantam gelombang angin
yang dilepaskan oleh Ayu Wulan. Dan siap berderak
jatuh! Mendapati kalau yang menyerang ternyata gadis yang
sedang mereka buntuti, Ayu Wulan hentikan serangannya. Tetapi Dewi Awan Putih tak peduli.
Dengan keluarkan suara geram, gadis itu sudah
mencelat dengan gerakkan kedua tangannya. Seketika
bergulung kabut putih yang timbulkan hawa panas luar
biasa ke arah gadis berpakaian biru ketat yang tak lain
Dewi Kembang Maut. Menyusul satu gelombang angin
kuat yang keluarkan suara gemuruh.
Kendati terkejut mendapati serangan ganas itu, Dewi
Kembang Maut yang menjadi jengkel pada dirinya sendiri
karena gagal mempermainkan kedua gadis itu, sudah
tentu tak mau dirinya dijadikan sasaran serangan lawan.
Saat itu pula kedua tangannya diangkat dengan cara
mendorong. Wuuutt! Wuuuttt!!
Segera terdengar ledakan yang keras tatkala kedua
pukulan itu berbenturan. Dan masing-masing orang
keluarkan pekikan tertahan.
Sosok Dewi Kembang Maut nampak terhuyung-huyung
ke belakang dengan tubuh bergetar hcbat. Dia berusaha
untuk tidak jatuh. Kendati masih dapat berdiri namun
kedua kakinya goyah bukan alang kepalang. Dari mulut


Rajawali Emas 54 Tengkorak Berbisa di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

dan hidungnya mengalir darah segar.
Di seberang. sosok gadis berpakaian jingga nampak
hanya surut tiga tindak ke belakang. Pandangannya
dingin saat memandang ke arah gadis berpakaian biru
ketat. "Gadis celaka! Kami bermaksud baik! Tetapi perbuatanmu tadi tak bisa dimaafkan!"
Sambil menahan nyeri di dadanya, Dewi Kembang
Maut menggeram. "Peduli setan dengan segala ucapan!
Aku tak mengenal kalian! Untuk apa aku mempercayai
setiap ucapan yang keluar dari mulut kalian, hah"!"
Dewi Awan Putih yang sudah semakin marah karena
gadis itu menyerangnya dan Ayu Wulan, kembali
keluarkan bentakan, "Aku pun nampaknya tak perlu
bersikap lunak terhadapmu!"
Sebelum Dewi Kembang Maut keluarkan suara, Ayu
Wulan sudah berseru, "Tahan!"
Gadis yang menampakkan busungan payudara dan
cuatan pinggulnya, menyeringai. Lalu berkata penuh
ejekan, "Rupanya kau termasuk golongan orang penakut
pula! Bagus! Lebih baik kau menyingkir dari sini bila
takut mampus!"
Bergetar tubuh Ayu Wulan mendengar ejekan orang.
Namun murid Manusia Pemarah ini masih mau
mempergunakan otaknya untuk menindih segala kemarahannya. "Namaku Ayu Wulan! Dan dia bernama Ratna Sari
atau yang berjuluk Dewi Awan Putih! Kami tak
bermaksud jahat terhadapmu! Mungkin,.. cara kamilah
yang tak berkenan di hatimu. Maafkan...."
Sebenarnya mendengar kata-kata yang lembut dan
bernada bersahabat itu, Dewi Kembang Maut sesaat
nampak bingung. Tetapi kejap kemudian dia berkata,
"Peduli setan dengan semua yang kau ucapkan! Pada
kenyataannya, sikap kalian telah membuat perjalananku
terganggu!"
Ayu Wulan yang melihat Dewi Awan Putih akan
membuka mulut, segera mendahului karena dia tak ingin
salah paham yang telah terjadi ini berkembang panjang,
"Tak ada maksud menganggu perjalananmu...."
"Bagus! Kalau begitu, biarkan aku berlalu!" sahut Dewi
Kembang Maut tegas. Lalu pandangannya diarahkan
pada Dewi Awan Putih. "Kelak... jangan harap aku akan
melepaskanmu!"
Dewi Awan Putih yang sudah tak kuasa menahan
amarahnya kertakkan rahang kuat-kuat. Menyusul
kemudian dirangkapkan kedua tangan di depan dada.
Sepasang matanya lebar terpentang dengan bibir
berkemik-kemik entah berkata apa.
Mendadak sontak terlihat satu keanehan. Tubuh gadis
berpakaian ringkas warna jingga ini bergetar dan dari
ubun-ubun kepalanya mengepul asap putih. Menyusul
keluar asap putih dari sekujur tubuhnya.
"Celaka! Rupanya sikap gadis berpakaian biru ketat itu
benar-benar membuat Ratna Sari tak kuasa menahan
amarahnya!" desis Ayu Wulan. Lalu mendadak saja dia
melompat ke depan, berdiri dua tindak dari hadapan
Dewi Awan Putih. Dengan kedudukan membelakangi itu,
gadis ini berkata pada Dewi Kembang Maut, "Urusan
selesai sampai di sini! Kau bebas meninggalkan tempat
ini tanpa merasa terganggu oleh kehadiran kami!"
Dewi Kembang Maut pentangkan kedua matanya
tajam-tajam mendengar kata-kata gadis berpakaian
putih. "Huh! Bila gadis di hadapanku ini tidak bcrsikap
seperti itu, sudah kulabrak gadis berjuluk Dewi Awan
Putih itu."
Habis merabatin demikian, murid Dewi Segala Impian
ini berkata dengan suara keras, "Jangan harap sikapmu
itu memancing simpatiku!!"
Mengkelap wajah Ayu Wulan. Tetapi dia masih
berusaha menindih amarahnya. Terlebih lagi tatkala Dewi
Awan Putih sudah bergerak. Dengan cepat kedua
tangannya direntangkan, untuk menghalangi gerakan
Dewi Awan Putih yang mendengus gusar.
Buru-buru Ayu Wulan berkata, "Lebih baik... segera
tinggalkan tempat ini!"
Setelah keluarkan dengusan keras, gadis berpakaian
biru ketat ini segera meninggalkan tempat itu.
Dewi A wan Putih segera berkata dengan nada jengkel,
"Mengapa kau menghalangiku, A yu"!"
Tak ingin ada silang sengketa antara kita dengan gadis
itu! Tetapi satu hal yang perlu ditekankan, aku yakin
gadis itu menyembunyikan sesuatu."
"Apa maksudmu?"
Segera menjawab, gadis itu justru menggelengkan
kepala. Sambil ia mengatakannya secara pasti. Lebih baik, kita
buntuti kembali gadis itu tetapi kali ini... kita harus
berhati-hati...."
Sebenarnya Dewi Awan Putih masih ingin keluarkan
uneg-unegnya, tetapi dia diam saja. Rasanya tak enak
bila kemudian Ayu Wulan justru merasa didesak olehnya.
"Kalau memang begitu keputusanmu, kita segera
bergerak saja sekarang."
Kejap kemudian, kedua gadis perkasa itu sudah
berkelebat ke arah perginya Dewi Kembang Maut.
Oo-dwkz-oO Bab 9 SOSOK keemasan itu terus berkelebat dengan
membuka indera penglihatan dan pendengarannya
tajam-tajam. Gerakannya sangat lincah sekali. A gak jauh
dari Lembah Janjatung. sosok keemasan yang tak lain
Rajawali Emas adanya mendadak saja membatin,
"Hmm... ada yang mengikutiku. Menilik gerakannya
orang ini bukanlah Swarga Jatih maupun Penujum Hitam.
Siapa dia dan mau apa dia mengikuti" Ah. padahal aku
baru menangkap sebagian saja dari urusan yang
kuhadapi ini. Semuanya masih membentang membingungkan. Mengikuti kemana perginya Swarga
Jatih dan Penujum Hitam yang telah membunuh Buang
Totang Samudero, nampaknya hanya akan membuang
waktu banyak. Tetapi, rasa-rasanya aku juga harus
berhadapan dengan orang yang membuntutiku ini. Ah,
sebaiknya kutunggu saja dia di ujung jalan ini."
Memutuskan demikian pemuda dari Gunung Rajawali
ini mempercepat kelebatannya. Seperti yang direncanakannya, dia menunggu di ujung jalan. Berdiri
dengan kedua kaki dibuka agak lebar.
Tujuh kejapan mata berikutnya, Tirta dapat melihat
orang yang mengikutinya.
"Hmm... gadis berpakaian merah-merah. Parasnya
cukup jelita. Dan... wah! Anunya gede banget!" katanya
dalam hati sambil nyengir sendiri.
Gadis berpakaian merah yang mengikutinya dan tak
lain Lakarmini adanya, segera hentikan larinya sejarak
lima langkah dari hadapan Tirta. Salah seorang anak
buah Dewi Murah Senyum ini untuk beberapa saat
arahkan pandangannya pada pemuda yang justru sedang
tersenyum . "Di saat kutemukan mayat lelaki tua yang kedua
kakinya selalu bersila itu, kulihat bayangan keemasan
berkelebat. Dan nampaknya pemuda itu juga yang
kulihat gerakannya saat berlalu. Hmmm... mengingat
segala perbuatannya yang kuyakini dia adalah orang
yang bertangggung jawab atas kematian lelaki berkulit
hitam itu, jelas dia orang yang kejam. Tetapi... mengapa
dia tersenyum seperti itu?"
Sementara itu, Rajawali Emas membatin, "Wajahnya
cukup cantik. Dan nampaknya dia berisi pula. Tetapi
sorot matanya, seperti menyiratkan kekejaman. Siapa dia
sebenarnya" Hmmm... nampaknya aku harus menunda
dulu untuk mencari Swarga Jatih dan Pcnujum Hitam."
Habis membatin begitu, seraya maju satu langkah
pemuda yang di lengan kanan kirinya terdapat rajahan
burung rajawali keemasan itu scgera berkata "Gadis
berpakaian merah... ada apa kau mengikutiku?"
Lakarmini tak segera menjawab setelah beberapa saat
barulah dia membuka mulut. "Pemuda berpakaian
keemasan terus terang aku tak mempunyai urusan
denganmu, begitu pula dengan lelaki tua yang telah kau
bunuh dengan cara mengorek jantungnya! Tetapi aku
punya..." "Tunggu!" putus Tirta cepat. Sambil gelengkan kepala
dia berkata. "Kau salah sangka dalam urusan kematian
lelaki berkulit hitam itu! Aku sama sekali...."
"Tadi kukatakan, semua itu bukanlah urusanku!
Kalaupun kau bunuh dia dengan cara memenggalnya
menjadi tiga belas, bukan pula urusanku!" putus
Lakarmini dengan suara keras.
"Aku bisa memahami soal itu! Tetapi masalah
kematian lelaki berkulit hitam itu bukanlah tanggung
jawabku!" "Diaaaammm! Bukan itu yang kuinginkan!" sahut
Lakarmini dengan suara menggelegar. Wajahnya nampak
mulai mengkelap. Dengan kedua tinju dikepalkan, gadis
berpayudara besar itu melanjutkan, "Aku akan ajukan
tanya! Bila kau tak bisa menjawabnya, atau sengaja
menyembunyikan jawaban yang kuinginkan, barulah itu
menjadi urusan!"
"Menilik kata-katanya barusan, nampaknya dia
memang sungguh-sungguh tidak peduli dengan kematian
Buang Totang Samudero. Kalau begitu jelas sekali dia tak
ada hubungan apa-apa dengan lelaki tua yang telah
tewas itu mendengar kata-katanya, jelas kalau yang akan
ditanyakannya sangat penting. Sebaiknya, kubiarkan saja
dia ajukan tanya."
Berpikir begitu Rajawali Emas berkata "Kendati aku
cukup terkejut mendengar kata-katamu, tetapi ada
baiknya kau segera ajukan pertanyaanmu."
Lakarmini yang diperintahkan oleh Dewi Murah
Senyum untuk melacak jejak Dewa Langit seketika
berkata, "Pertanyaanku hanya berkisar persoalan....
Dewa Langit. Nah! Apakah kau pernah mendengar
julukan itu"!"
Mendengar pertanyaan orang, Tirta benar-benar
terkejut. Untuk sesaat pemuda ini terdiam.
"Dewa Langit" Hmmm... rupanya gadis ini juga sedang
mencari Dewa Langit. Aku tidak bermaksud melecehkan
kemampuannya. Tetapi rasa-rasanya... dia akan sia-sia
belaka bila harus bersaing dengan orang semacam
Swarga Jatih. Tetapi... ah, mengapa tak ada yang
berpikir jernih untuk memikirkan kemungkinan kalau
berita pengunduran Dewa Langit hanyalah omong
kosong belaka. Semuanya...." Kata batin Rajawali Emas
terputus tatkala Lakarmini sudah keluarkan bentakan
lagi," Jawab pertanyaanku!!"
Setelah pandangi si gadis sesaat, Tirta menganggukkan kepalanya.
"Bagus!" senyuman mengembang di bibir Lakarmini.
"Dan aku yakin, kau tahu tentang pengunduran Dewa
Langit." Tirta kembali menganggukkan kepala.
"Sekarang... jangan
coba-coba berlaku bodoh!
Katakan, di mana Dewa Langit berada!"
"Dia memang sedang melacak dimana Dewa Langit
berada. Tetapi, aku lebih cenderung kalau ada orang lain
yang memerintahkannya." kata Tirta dalam hati.
Kemudian berkata, "Bila kau bertanya soal itu, aku
tidak tahu sama sekali."
"Dustaaa!!" menggelegar suara Lakarmini dengan
sorot mata tajam.
Tirta tersenyum, lalu menggelengkan kepala.
"Yang kukatakan tadi, benar adanya. Aku tahu tentang
berita pengunduran diri Dewa Langit. Dan aku yakin,
masih banyak orang yang tahu soal itu. Tetapi... apakah
kau tidak berpikir, kalau berita itu hanya berita bohong
belaka"!"
"Kau sudah berdusta, dan kali ini dengan nekatnya
kau mencoba mempengaruhiku dengan ucapanmu! Hhh!
Nampaknya kau harus diajar adat!"
"Sekali lagi kukatakan, aku tak bicara dusta! O ya...
namaku Tirta. Siapakah namamu?"
"Persetan dengan pertanyaanmu itu! Katakan, di mana
Dewa Langit berada"!" bentak Lakarmini gusar.
Tirta menarik napas pendek seraya menggelengkan
kepala. Lalu katanya, "Sebaiknya... kau jangan terlalu
bernafsu untuk mempercayai berita tentang Dewa Langit.


Rajawali Emas 54 Tengkorak Berbisa di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Bukan maksudku untuk mempengaruhimu. Karena... aku
berpikir... kalau semua berita yang menyebar ini adalah
omong kosong belaka...."
"Kau rupanya pandai berdusta!" geram Lakarmini.
Lalu terdengar dengusannya keras, "Hhhh! Aku
yakin... kau sebenarnya sengaja menyembunyikan semua
itu... karena kau menginginkan untuk menemuinya
sendiri" "Tidak! Aku...."
"Peduli setan dengan setiap ucapanmu!" suara keras.
Lakarmini memutus kata-kata Tirta. Menyusul tubuhnya sudah menderu cepat ke arah Tirta.
Serta merta melesat sinar merah yang mengandung
hawa panas. Gelombang angin deras mendahului
melabrak. Mendapati serangan ganas itu, pemuda dari Gunung
Rajawali hanya geleng-geleng kepala. Kejap itu pula dia
sudah membuang tubuh ke kanan.
Blaaamm !! Gelombang angin yang mendahului lesatan sinar
merah itu menghajar rengkah ranggasan semak belukar
yang berada di belakang tubuh Rajawali Emas. Menyusul
tumbangnya sebatang pohon yang keluarkan suara
menggemuruh tatkala terhantam oleh dua sinar merah
yang dilepaskan si gadis.
Pukulan jarak jauh yang dilepaskan Lakarmini lolos
dari sasarannya. Namun tubuhnya yang sudah melesat
seraya lepaskan kedua jotosannya, mau tak mau harus
ditangkis pula.
Des! Desss!! Benturan keras itu membuat sosok Lakarmini
terhuyung ke belakang. Sesaat gadis ini keluarkan
geraman tatkala mendapati lengannya membiru dan
terasa ngilu. Tanpa pedulikan rasa sakilnya dia
membentak keras, "Pantas kau berani menjual lagak!
Rupanya kau punya kebolehan juga, hah!! Bagus!
Sekarang... terimalah ini!!"
Habis umbar makiannva, mendadak saja gadis
berpayudara besar ini geser kedua kakinya, agak
merenggang. Menyusul dirangkapkan kedua tangannya
di depan dada. Lamat-lamat ditarik kedua tangannya
hingga satu sama lain menjauh. Kejap itu pula nampak
telapak tangannya pancarkan sinar merah yang begitu
angker. Sadar kalau pemuda itu bukanlah orang
sembarangan, Lakarmini sudah keluarkan jurus 'Petik
Bulan Tabur Matahari'.
Di seberang tirta membatin sambil geleng-geleng
kepala, "Rupanya dia terlalu dibutakan oleh keinginannya
untuk mencari Dewa Langit. Tetapi aku yakin, ada orang
lain di belakangnya yang memerintahkannya!"
Di saat gadis berpakaian merah itu lepaskan
serangannya, Tirta segera bergerak cepat. Dia memang
sengaja tak mau memapaki, kuatir kalau benturan yang
terjadi akan membuat gadis itu celaka. Makanya dia
hanya menghindar saja.
Mendapati serangannya gagal, Lakarmini semakin
menjadi gusar. Dengan lipat gandakan tenaga dalamnya
dia terus mencecar. Dan karena Tirta terus menerus
menghindar, dalam waktu singkat saja tempat itu sudah
porak poranda. Beberapa kali pohon yang tumbuh di sana
bertumbangan. Juga dengan tanah yang terbongkar dan
bersama-sama dengan ranggasan semak membubung ke
udara. "Hmmm... tak boleh kubiarkan gadis ini terus menerus
menyerang sementara dia justru merasa yakin akan
dugaannya kalau aku menyembunyikan sesuatu. Sebaiknya, kutinggalkan saja dia. Urusanku masih
panjang..." Memikir demikian, di saat Lakarmini lepaskan
serangannya lagi, Tirta segera gerakkan tangan
kanannya. Dengan hanya menggunakan sebagian kecil
tenaga dalamnya, jurus 'Sentakan Ekor Pecahkan
Gunung' sudah dikeluarkan.
Seketika gelombang angin menderu, menyapu dan
menyeret tanah dengan cepat. Berbenturan dengan
serangan yang dilakukan oleh gadis berpakaian merah-
merah itu. Blaaarrr!! Menyusul terdengar pekikan Lakarmini. Sosok gadis
berpakaian merah-merah ini terhuyung ke belakang
dengan dada yang terasa sesak.
Cepat dia kuasai keseimbangan agar tidak sampai
ambruk. Tatkala berhasil tegak kembali kendati kedua
kakinya bergetar, sosok pemuda berpakaian keemasan
sudah tidak nampak lagi di matanya.
"Keparat! Ke mana perginya pemuda itu" Gerakannya
sangat cepat. Dan dia jelas-jelas bukan tandinganku!
Huh! Mengapa tadi tak segera kupanggil Ketua?" geram
Lakarmini dengan napas memburu. Hingga payudaranya
yang besar, bergerak turun naik, lembut.
Sesaat salah seorang anak buah Dewi Murah Senyum
ini hanya berdiri saja. Kejap kemudian, dia jatuh
terduduk. "Tak mungkin aku mengikutinya dalam keadaan napas
sesak dan keadaan kedua tanganku nyeri. Sebaiknya...
aku bersemedi dulu untuk memulihkan keadaan, sebelum
kulanjutkan mencari pemuda berpakaian keemasan itu."
Memutuskan demikian, gadis berpayudara besar ini
segera bersemadi.
Oo-dwkz-oO Bab 10 Di SIANG yang mulai membentang lebar, nampak satu
bayangan hitam berkelebat laksana angin di sebuah
tempat yang dipenuhi pepohonan. Dari gerakan yang
diperlihatkan serta tak ada tanda-tanda untuk hentikan
kelebatan, pertanda orang ini tak mau membuang waktu.
Sesekali terdengar makiannya jengkel, "Keparat
terkutuk! Ke mana perginya pemuda berpakaian
keemasan yang baru kusadari kalau dia memiliki
hubungan tertentu dengan Malaikat Dewa. Kendati
mengatakan tak punya hubungan dengan manusia
pengecut itu, aku yakin dia hanya berdusta belaka.
Sekian kucari Malaikat Dewa, tetapi hingga hari ini belum
juga ada tanda-tanda dia berada!"
Sambil terus berkelebat, lelaki tua yang mengenakan
pakaian panjang warna hitam ini mendengus berulang-
ulang. Sepasang mata orang tinggi kurus yang kecil
menyipit, makin menyipit tanda dia begitu geram.
Nampak pula berkali-kali dia kertakkan rahangnya hingga
kedua pipinya yang cekung seakan masuk ke dalam,
memperlihatkan tulangnya.
Tatkala pakaian panjangnya menyingkap ke lengan, di
kedua punggung tangannya terdapat rajahan tengkorak
warna merah. Menyusul kelebatan-kelebatan rambutnya
yang putih dikelabang.
Menilik ciri yang ada pada lelaki berusia kira-kira
seratus tahun lebih ini, bisa ditebak kalau dia adalah
Tengkorak Berbisa. Memang sebelumnya Tengkorak
Berbisa berjumpa dengan Rajawali Emas. Saat itu lelaki
berparas tak ubahnya tengkorak ini. hendak menyampaikan titah dari negeri langit. Dan bukan main
gusarnya dia tatkala Rajawali Emas justru menanggapinya asal saja. Bahkan dengan beraninya
pemuda dari Gunung Rajawali itu mengatakan semuanya
hanya omong kosong belaka.
Kemarahan segera melanda Tengkorak Berbisa. Tetapi
sesuatu yang mengejutkan dialaminya, tatkala mengetahui dari mana asal pemuda itu. Kejap itu pula
dia bersikap lunak sementara di dasar hatinya dendam
semakin membara. Setelah menanyakan di mana
Malaikat Dewa berada namun dijawab Tirta tak pernah
mengenal julukan itu, Tengkorak Berbisa pun berlalu.
Dan dialah pemilik sepasang mata yang segera
membuntuti Tirta. Rupanya lelaki tua berambut
dikelabang ini tak segera berlalu (Baca : "Pendekar
Cengeng").
Akan tetapi, saat ini dia tengah kehilangan jejak
Rajawali Emas. "Jahanam sial!" makinya berulang kali.
"Rasa-rasanya... hanya kesia-siaanlah bagiku di saat
menyebarkan berita tentang pengunduran diri Dewa
Langit, karena sampai saat ini Malaikat Dewa tidak
muncul juga Keparat! Lelaki itu sudah jadi pengecut
rupanya! Dia tak berani muncul di hadapanku untuk
membayar hutang lama! Padahal... Dewa Langit adalah
sahabatnya. Apa kah sesungguhnya musuh bebuyutanku
tahu kalau berita itu hanyalah omong kosong belaka"
Huh! Lebih baik aku ke tempat di mana Dewa Langit
kutahan!" Memutuskan demikian, lelaki berparas seperti tengkorak ini sudah berkelebat cepat. Tak sekali pun dia
hentikan larinya. Dari sekian lama berlari, tak ada tanda-
tanda wajah dan tubuhnya dialiri keringat.
Menjelang malam, Tengkorak Berbisa tiba di sebuah
tempat luas yang dipenuhi bebatuan. Di tempat itulah
untuk sesaat dia hentikan langkahnya. Pandangannya
diedarkan ke sekelilingnya.
"Selama totokanku yang berada tepat di belakang
jantung masih berfungsi, Dewa Langit tak akan bisa
berbuat apa-apa. Dan totokan itu, baru akan punah
setelah enam bulan lewat."
Habis mendesis begitu, lelaki berpakaian hitam lebar
panjang ini segera berkelebat kembali. Di sebuah
gugusan batu yang berada di sebelah utara, dia kembali
hentikan langkahnya.
Pandangannya diedarkan lagi. Malam begitu pekat,
karena sinar bulan harus terhalangi oleh timbunan awan-
awan hitam. Kejap berikutnya, lelaki ini sudah melangkah
ke sebuah batu besar. Hanya memperguna-kan satu
tangan, batu besar itu digeser dengan mudah.
Kemudian nampaklah sebuah gua yang bermulut agak
besar. Dari tempatnya berdiri, tak ada sesuatu yang
menarik untuk diperhatikan. Semuanya hanya kegelapan
semata. Lalu dengan gerakan cepat dan nampaknya sudah
terbiasa, lelaki ini segera masuk ke dalam gua Di dinding
gua terdapat bcberapa buah obor yang padam. Dengan
hanya menjentikkan ibu jari dengan jari telunjuk, obor-
obor itu telah menyala.
Menyusul kemudian terdengar suara agak serak
namun ceria dari seseorang yang telah berada di dalam
gua itu sambil memejamkan matanya menghalangi
cahaya obor, "Wah! Kau rupanya sudah kangen
denganku, ya" Jadi tidak enak! Hei tengkorak busuk"!
Bagaimana dengan segala rencanamu itu" Apakah kau
berhasil mengundang Malaikat Dewa untuk muncul
kembali ke rimba persilatan ini?"
Mendengar suara orang penuh ejekan, Tengkorak
Berbisa menggeram.
"Jangan banyak mulut! Nyawamu sudah berada di
tanganku, Dewa Langit!"
Lelaki tua yang masih memejamkan sepasang
matanya guna halangi pandangannya dari cahaya-cahaya
obor tanda dia cukup lama berada di dalam gua itu,
berkata lagi penuh ejekan, "O ya" Bagaimana bisa kau
mengatakan nyawaku sudah berada di tanganmu"
Padahal kurasa... nyawaku masih melekat pada jasadku
yang keren ini ! Atau jangan-jangan... kau sudah pikun
untuk mengingat soal itu"!"
Bergetar tubuh Tengkorak Berbisa. Sebelum dia
membuka mulut, lelaki itu sudah berkata lagi "Sejak
semula sudah kukatakan. percuma kau lakukan semua
im untuk memancing kehadiran Malaikat Dewa! Lagi pula
hehe.. apakah kau sudah lupa, kalau kau bukan
tandingannya!!"
Tak tahan mendengar ejekan orang, tangan kanan
Tengkorak Berbisa bergerak.
Wuuusss!! Blaaaammm! Dinding gua hanya berjarak sejengkal dari pelipis
kanan lelaki yang mengejeknya, seketika sempal. Dinding
gua di bagian atas nampak berguguran.
Tetapi lelaki tua yang kini telah membuka kedua
matanya, hanya tertawa saja. Dia memang tak bergerak
sama sekali, karena tubuhnya dalam keadaan tertotok.


Rajawali Emas 54 Tengkorak Berbisa di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Kalaupun tadi pukulan jarak jauh yang dilepaskan
Tengkorak Berbisa meleset dari sasarannya, memang
disengaja oleh lelaki berambut kelabang itu sendiri.
"Biarpun kau menahanku beribu tahun di sini, segala
usahamu untuk memancing Malaikat Dewa tak akan
pernah berhasil!" seru lelaki yang rambut di seluruh
tubuhnya itu memutih. Dia mengenakan pakaian warna
putih ala seorang imam, yang terbuka di bahu kanan.
memperlihatkan betapa kurusnya lelaki yang dalam
keadaan tertotok itu. Di pergelangan tangannya, nampak
melingkar dua buah gelang baja warna putih. Yang
menarik dari lelaki itu adalah, di keningnya terdapat
cahaya warna biru! Dialah yang berjuluk Dewa Langit!
Sementara itu, Tengkorak Berbisa yang sedikit
banyaknya mengiyakan kata-kata Dewa Langit hanya
terdiam. Tetapi dalam hati dia membatin, "Peduli setan
dengan semua ucapannya! Telah lama kususun semua
ini! Bahkan mengalahkan lelaki itu untuk kujadikan
sebagai sandera agar munculnya Malaikat Dewa! Tetapi
hingga saat ini, Malaikat Dewa tidak muncul juga. Huh!
Seluruh perbuatannya puluhan tahun lalu, harus
mendapat ganjarannya sekarang!"
Terdengar lagi kata-kata Dewa Langit, "Apakah kau
sekarang akan membebaskanku" Hehehe... percayalah.
aku tidak akan menjitak kepalamu... juga tidak akan
mengatakan kalau titah dari negeri langit hanyalah
bualan omong kosongmu belaka!"
"Diaaammm!!" mengguntur suara Tengkorak Berbisa,
hingga saking kerasnya beberapa bagian dinding gua
berguguran. Sementara empat buah obor yang terdapat
di dinding gua itu seketika padam.
Kegelapan hanya melanda sesaat, karena kejap itu
pula sudah terang kembali. Karena lagi-lagi Tengkorak
Berbisa menjentikkan ibu jari dengan jari telunjuknya.
"Kendati Malaikat Dewa tidak muncul juga, aku tak akan
pernah membebaskanmu! Perlu kau ketahui, bila dalam
waktu satu bulan ini dia tidak muncul... maka kaulah
sebagai gantinya untuk melunasi semua dendam-ku ini!"
"Wah, wah! Aku jadi ketakutan sekali... sangat
ketakutan.... Ampun... ampuni aku...!" seru Dewa Langit
merintih-rintih, tetapi kemudian dia terbahak-bahak
keras. Menggigil tubuh Tengkorak Berbisa melihat sikap
Dewa Langit. "Jahanam keparat! Bila aku terus menerus
berada di sini bisa pecah amarahku! Huh! Biar dia tahu
rasa seluruh tenaga dalamnya telah kulumpuhkan, dan
dia telah kubuat total tak bisa bergerak! Pekerjaan yang
sangat mudah melakukannya!"
Lelaki berwajah cekung ini terdiam. Dia teringat
bagaimana dia menaklukkan Dewa Langit.
Beberapa bulan lalu, Tengkorak Berbisa memang
muncul kembali ke rimba persilatan setelah menghilang
berpuluh tahun lamanya. Dalam kesendiriannya itu dia
telah berlatih penuh dan menciptakan ilmu-ilmu hebat. Di
saat berlatih, lelaki yang memiliki dendam setinggi langit
pada Malaikat Dewa ini, telah mengambil sebatang
bambu bcsar yang telah diukir menjadi wujud Malaikat
Dewa. Di akhir latihan dan keputusannya untuk muncul
kembali ke rimba persilatan dan mencari Malaikat Dewa,
ukiran kayu berwujud sosok Malaikat Dewa itu
dihancurkan hingga berkeping-keping.
Tengkorak Berbisa sadar, kalau mencari Malaikat
Dewa tak begitu mudah. Apalagi mengingat sekian lama
tak bertemu. Kendati demikian, dendam di hatinya begitu
membara. Dia tak peduli betapa sulitnya semua itu akan
dilakukan. Tetapi setelah berbulan-bulan melacak jejak Malaikat
Dewa, dia menjadi bosan sendiri sementara dendamnya
semakin tinggi. Lalu direncanakanlah satu permainan
yang diperkirakan akan mengundang munculnya Malaikat
Dewa. Diingat-ingatnya sahabat Malaikat Dewa. Pilihannya
jatuh pada Dewa Langit. Bila dia berhasil menaklukkan
Dewa Langit dan mengabarkan tentang pengunduran diri
Dewa Langit yang dinamakannya titah dan negeri langit,
kemungkinan besar semuanya akan menjadi beres.
Karena diyakininya. sahabat-sahabat Dewa Langit
akan merasa aneh mengetahui Dewa Langit mengundurkan diri dengan memberikan sebuah teka-teki
yang harus dipecahkan. Di mana orang yang pertama
bisa menemukan dia berada, akan mewarisi seluruh ilmu
yang dimilikinya serta senjata Gading Tunggul Dewa.
Mulailah Tengkorak Berbisa mengalihkan pencariannya
pada Dewa Langit. Beberapa minggu kemudian, dia
berhasil menemukan di mana Dewa Langit berada.
Dengan cara sopan dan mengatakan dia hendak bertobat
dan akan meminta maaf pada Malaikat Dewa, Dewa
Langit menerimanya dengan baik.
Tetapi Dewa Langit tak bisa menjawab pertanyaannya,
di saat dia ajukan tanya di manakah Malaikat Dewa
berada. Dengan menindih rasa geramnya dan menunggu
saat yang paling tepat untuk menaklukkan Dewa Langit,
Tengkorak Berbisa menjadikan dirinya seperti anak yang
patuh dan berbakti.
Sebenarnya, dia sudah tak sabar untuk melakukan
rencananya. Tetapi dia tak ingin mendapatkan luka atau
membuang waktu bila harus bertarung dengan Dewa
Langit Maka dengan memaksakan dirinya untuk bersabar
sementara dendamnya semakin membara, Tengkorak
Berbisa menjadi pengunjung tetap Dewa Langit.
Pada saat kehadiran Tengkorak Berbisa, Pendekar
Cengeng murid Dewa Langit - memang tidak ada di sana
Dewa Langit menyuruhnya untuk mencari pengalaman
agar pemuda itu bisa tegar dan tidak cengeng lagi. Dewa
Langit sendiri tak menceritakan soal pemuda itu.
Sesungguhnya, Dewa Langit sudah cukup curiga
dengan kehadiran Tengkorak Berbisa. Karena dia tahu
lelaki itu mempunyai dendam tinggi pada Malaikat Dewa.
Kendati demikian dia menerimanya dengan baik.
Sampai kemudian selama seminggu Tengkorak Berbisa
tidak muncul. Merasa Tengkorak Berbisa tidak akan
muncul lagi, Dewa Langit memutuskan untuk ber-semadi.
Saat itulah Tengkorak Berbisa yang memang sedang
menunggu saat yang tepat hadir.
Dia langsung lepaskan totokan. Memang tak mudah
melakukannya. Tetapi sebuah totokan yang tepat berada
di belakang jantung Dewa Langit, berhasil dilakukannya
kendati dia harus membayarnya dengan pukulan keras
pada dadanya. Tetapi Tengkorak Berbisa tak peduli. Dia sangat puas
karena merasa yakin seluruh rencana yang telah
disusunnya akan berhasil dijalankan dengan baik.
Pada saat Dewa Langit tak berdaya dan kehilangan
tenaga dalamnya, dengan mudahnya dia lancarkan
totokan di beberapa bagian tubuh lelaki itu. Kemudian
dengan suara penuh kemenangan dikatakan seluruh
rencananya. Sementara itu, kendati tubuhnya tak berdaya dan
diserang dengan mendadak, Dewa Langit tak menampakkan kegusaran sedikit pun juga. Bahkan dia
hanya tertawa-tawa saja dan mengatakan apa yang telah
direncanakan oleh Tengkorak Berbisa hanyalah sebuah
kesia-siaan belaka.
Bukan main gusarnya Tengkorak Berbisa. Dengan
beringas dihajarnya Dewa Langit diiringi makian-makian
gusar yang justru diterima Dewa Langit sambil tertawa-
tawa kendati darah keluar dari mulutnya.
Lalu dengan kegusaran yang kian menjadi, diseretnya
sosok Dewa Langit dan dibawanya ke gua yang
ditemukannya. Namun pada kenyataannya, seluruh
rencana yang telah disusunnya belum menampakkan
hasil yang memuaskan.
Lelaki berparas tengkorak ini menghela napas
panjang. Dewa Langit yang sejak tadi melihat Tengkorak
Berbisa terdiam keluarkan ejekannya lagi, "Wah, wah!
Kenapa kau mendadak merubah dirimu mejadi patung
seperti itu" A pakah kau sudah tak bisa bicara lagi" !"
Seketika Tengkorak Berbisa arahkan pandangan-nya
pada Dewa Langit. Sorot matanya tajam menusuk. Tetapi
lelaki yang dalam keadaan tak berdaya karena harus
kehilangan tenaga dalamnya untuk sementara itu, hanya
menyeringai. "Tentunya kau sedang berpikir enaknya aku ini
diapakan, ya" Bagaimana kalau kuusulkan... sate daging
Dewa Langit! Wah! Tidak asyik itu! Daging di tubuhku
pasti cuma sedikit, peot, bisa jadi sudah busuk!
Bagaimana kalau..."
"Diaaammm!!" menggelegar suara Tengkorak Berbisa
memutus kata-kata Dewa Langit. Sementara Dewa Langit
cuma menyeringai lelaki berambut dikelabang itu
menggeram, 'Lama kelamaan aku bisa mati berdiri
mendengarn setiap ejekannya. Huh! Bila aku merasa tak
punya lagi harapan munculnya Malaikat Dewa sudah
kubunuh lelaki keparat itu saat ini juga!"
"Nah, nah... kenapa kau terdiam lagi" Apakah...."
Dewa Langit memutus kata-katanya sendiri. Disusul
dengan tawanya yang berkepanjangan dan diselingi
ejekannya, tatkala melihat Tengkorak Berbisa sudah
membalik dan meninggalkannya.
Lelaki berambut dikelabang ini merasa percuma bila
harus meladeni setiap ucapan yang dilakukan oleh Dewa
Langit. Makanya dia memutuskan untuk meninggalkan
lelaki itu. Saat melangkah dan tak peduli ejekan Dewa
Langit, Tengkorak Berbisa menggerakkan tangan
kanannya tiga kali tanpa membalikkan tubuh.
Empat angin lembut bergerak dan seketika empat
buah obor yang terdapat di setiap dinding gua, padam
seketika. Saat itu juga gua itu dilanda kegelapan.
Sesampai di luar gua, pandangannya diedarkan
terlebih dulu ke sekelilingnya sebelum kemudian
menutup kembah mulut gua dengan batu besar,
kemudian terdengar rahangnya dikcrtakkan. Parasnya
seketika mengelam dengan mulut berkemak-kemik tanpa
keluarkan suara.
"Malaikat Dewa...," desisnya dingin. "Sampai kapan
pun juga, kau tak akan pernah kulepaskan. Kalaupun aku
gagal membunuhmu... membunuh dua orang muridmu
vang berjuluk Raja Lihai Langit Bumi dan Bidadari Hati
Kejam pun aku cukup puas. Tetapi menemukan
mereka... juga tak mudah. Jahanam! Semuanya... gila!
Bodohnya aku! Mengapa tak kujalankan rencanaku yang
lain" Pemuda dari Gunung Rajawali itulah yang harus
kucari sekarang! Aku yakin dia tahu di mana Malaikat
Dewa berada. Bila tidak... maka nyawanya sebagai
pengganti...."
Sesaat dia hentikan ucapannya. Wajahnya kini
menyiratkan kepuasan. Kejap kemudian, lelaki tua
berwajah tengkorak ini segera berlalu.
SELESAI Segera menyusul:
PENUJUM HITAM Pendekar Budiman Hwa I Eng-hiong 7 Dewa Arak 89 Tombak Panca Warna Patung Emas Kaki Tunggal 6
^