Pencarian

Tengkorak Berbisa 1

Rajawali Emas 54 Tengkorak Berbisa Bagian 1


Pendekar Rajawali Emas
Tengkorak Berbisa
DJVU by Otoy Ebook pdf oleh : Dewi KZ
http://kangzusi.com/ http://dewi-kz.info/
http://kangzusi.info/ http://cerita_silat.cc/
Bab l GELOMBANG angin panas yang melabrak dengan
menyeret tanah dan ranggasan semak belukar,
menggebah ke arah pemuda berpakaian putih itu. Si
pemuda yang kelihatannya begilu cengeng sekali sedang
mengisak, hanya angkat kepalanya sejenak. Kejap lain,
dengan gerakan sangat cepat sosoknya sudah berpindah
sejarak lima tindak dari tempal semula. Tetap berdiri
tegak, dengan tetap masih mengisak!
Blaaammm! Gelombang angin panas yang gagal mengenai
sasarannya, menghantam telak ranggasan semak belukar
di belakang si pemuda tadi berdiri, yang seketika
rengkah dan berhamburan ke udara. Menyusul
tumbangnya sebuah pohon yang timbulkan suara
menggemuruh. Perempuan berpakaian merah dengan garis putih
bersilangan di dada, terperangah mendapati serangannya
dapat dihindari dengan mudah oleh pemuda yang di
pinggangnya melilit sehelai kain hitam, yang tetap
mengisak tersedu-sedu.
"Jahanam terkutuk! Jelas dia bukan orang sembarangan! Jarang orang yang bisa hindari gebrakan
pertamaku kalau dia memang bukan orang tanpa isi!
Terkutuk! Siapa sebenarnya pemuda cengeng itu"!" batin
perempuan yang di kepalanya terdapat mahkota
bermatakan berlian. Perempuan yang ternyata seorang
lelaki yang menyamar dan yang tak lain Dewi Murah
Senyum adanya. untuk sesaat hanya memperhatikan
sosok pemuda yang bukan lain Pendekar Cengeng.
Napas Dewi Murah Senyum nampak memburu.
Kegeramannya semakin meraja.
"Sejarak dua tombak di hadapannya, Pendekar
Cengeng berkata-kata disela isakannya, "Huhuhu
mengapa kau menyerangku" Kau jahat! Kau jahat! Kalau
kau tidak mau mengantarku seperti yang kuminta tidak
mengapa.... Lagipula... aku... huhuhu... aku menghendaki gadis yang berada dalam tandumu itu yang
mengantarku...."
Dewi Murah Senyum yang tak mempercayai kalau
serangannya berhasil dihindari oleh si pemuda, makin
mengkelap wajahnya mendengar kata-kata orang.
Seperti pernah disinggung dalam episode "Pendekar
Cengeng", setelah memerintahkan empat orang gadis
yang menjadi pengikutnya untuk berpencar melacak
jejak Dewa Langit, lelaki yang menyamar sebagai
perempuan dan tak seorangpun yang tahu kalau dia
seorang lelaki, berjumpa dengan Ambar yang sedang
mencari makanan. Murid Daeng Gempal itu sama sekali
tak menyangka kalau orang yang berada di dalam tandu
hijau bersulamkan benang merah itu adalah seorang
Dewi Murah Senyum tentu saja tak menyia-nyiakan
kesempatan yang ada di depan mata. Dengan
mempergunakan Ilmu "Asmara Harum" dia berhasil
memperdaya Ambar. Gadis itu pun dimintanya untuk
masuk ke dalam tandunya. Namun sebelum Dewi Murah
Senyum yang seorang lelaki itu mempermalukan Ambar,
mendadak saja terdengar suara orang mengisak. Merasa
keasyikannya terganggu, Dewi Murah Senyum segera
keluar untuk mengusir siapa yang mengisak.
Kendali keheranan merajai dirinya melihat seorang
pemuda yang mengisak, namun dia dapat tersenyum
puas begitu berhasil menyuruh si pemuda menyingkir.
Lalu kembali Dewi Murah Senyum masuk ke dalam
tendanya guna melanjutkan niat semula. Tetapi lagi-lagi
gagal karena si pemuda ternyata muncul kembali.
Bahkan kali ini dia berkata tentang seorang gadis yang
ada di dalam tandu!
Murka bukan alang kepalang Dewi Murah Senyum
mendapati pemuda itu muncul kembali dan bicara
tentang gadis yang menjadi gagal untuk dipermalukan.
Segera saja dia lancarkan serangan. Namun yang terjadi
tadi, kendati tetap mengisak, namun dengan mudah si
pemuda berhasil menghindarinya.
Kali ini, sepasang mata Dewi Murah Senyum menyipit
seraya membatin, "Siapa pun pemuda cengeng ini, jelas
dia bukan orang sembarangan! Kehadirannya di sini,
bukan hanya mengganggu keinginanku untuk menggeluti
tubuh gadis yang telah terkena ilmu 'Asmara Harum'
yang kulepaskan, tetapi banyak membuang waktuku
untuk melacak jejak Dewa Langit! Hhh! Ketimbang
urusan menjadi panjang, lebih baik... kubunuh saja dia
sekarang!"
Karena tak sanggup lagi menahan gejolak amarahnya,
diiringi teriakan mengguntur, Dewi Murah Senyum sudah
gerakkan kedua tangannya secara susul menyusul.
Dengan cara mendorong. Serta merta melesat dua
gelombang sinar merah yang datang susul menyusul dan
mengandung hawa panas. Gelombang angin deras
mendahului melabrak.
Serangan yang dilancarkan Dewi Murah Senyum
bukanlah serangan sembarangan, mengingat dia seorang
tokoh rimba porsilatan yang patut diperhitungkan.
Kendati demikian, sosok Pcndekar Cengeng masih tetap
kelihatan tak berubah. Dia tetap mengisak-ngisak.
Namun begitu dua gelombang angin yang menderu
mendahului semakin mendekat. lagi-lagi dia bergerak
laksana lalat. Blaaamm !! Blaammm!!
Dua gelombang angin yang mendahului lesatan sinar
merah itu menghajar rengkah ranggasan semak belukar
yang berada di belakang tubuh Pendekar Cengeng. Akan
tetapi meskipun Pendekar Cengeng berhasil menghindari
dua gelombang angin itu, namun dia harus dibuat
tunggang langgang di saat dua sinar merah menggebrak
ke arahnya. Kendati begitu, dengan gerakan yang seperti asal saja.
masih mengisak Pendekar Cengeng menggerakkan dua
tangannya. Wusss!!
Dua hamparan gelombang angin menderu cepat
dengan dua sinar yang dilepaskan Dewi Murah Senyum.
Bukan alang kepalang suara letupan yang terdengar.
Tanah dimana kedua pukulan itu bertemu, langsung
terbongkar dan menerbangkan bongkahannya ke udara,
Menyusul muncratnya dua sinar merah ke angkasa.
Namun hebatnya, tandu hijau bersulamkan benang
merah yang berada dua jengkal di atas tanah, tak
bergeming sama sekali. Hanya tirainya saja yang
bergerak. Sementara itu, murid Daeng Gempal yang berada di
dalamnya dengan pakaian acak-acakan, sejenak melengak dengan kening berkerut. Tetapi karena
pengaruh ilmu 'Asmara Harum' yang sudah merajai
seluruh tubuh dan perasaannya, hanya sesaat keheranan
itu dirasakan. Di saat lain, dia kembali menggeliat-geliat
kian dirangsang gairah.
Sementara itu, akibat benturan tadi, masing-masing
orang surut tiga tindak kebelakang. Wajah Dewi Murah
Senyum semakin berubah memerah. Napasnya kian
memburu dengan kedua tinju dikepalkan.
Di seberang, murid Dewa Langit nampak bergetar
tubuhnya. Tetapi hanya sesaat karena di saat lain dia
sudah tegak kembali, tetap mengisak.
"Huhuhu... kenapa kau benar-benar menyerangku"
Jahat! Mengapa kau begitu jahat"! Padahal... aku sedang
mencari guruku.... huhuhu.... Awas! Akan kuceritakan
pada guruku kalau kau bikin aku mau mampus! Tetapi...
huhuhu... itu pun kalau aku bisa bcrtemu dengan
Guru...." "Jahanam lerkutuk! Siapa sobenarnva pemuda ini"
Sejak tadi dia bcrkata-kala hendak mencari gurunya.
Siapa pula gurunya itu" Sepintas lalu dia bukanlah orang
yang patut diperhitungkan karena kecengengannya itu!
Tetapi pada kenyataannya, dia bukanlah pemuda yang
dapat dipandang sebelah mata! Terkutuk!"
Habis memaki demikian. Dewi Murah Senyum
mengeluarkan bentakan keras "Pemuda keparat! kau
telah buka urusan denganku! Bahkan sikapmu begitu
lancang Berarti. kau mcmang harus menjempul ajal!!"
Kejap kemudian, perempuan yang di kepalanya
terdapat mahkota bermatakan berlian ini, menggeser
kedua kakinya agak merenggang. Menyusul dirangkapkan kedua tangannya di depan dada. Lamat-
lamat ditarik kedua tangannya hingga satu sama lain
menjauh. Kejap itu pula nampak telapak tangannya
pancarkan sinar merah yang begitu angker. Rupanya kali
ini dia tak mau bertindak ayal. Jurus "Petik Bulan Tabur
Matahari' telah dikeluarkan!
Tanpa keluarkan sepatah kata juga, Dewi Murah
Senyum sudah mencelat ke depan dengan kibaskan
tangan kanan dan kirinya. Serta merta menderu dua
cahaya merah yang bertaburan hawa panas ke arah
Pendekar Cengeng.
Kali ini nampak kepala Pendekar Cengeng menegak.
Wajahnya nampaksedikit berubah. Kendati begitu,
isakannya tetap terdengar. Dan nampaknya pemuda
yang selalu mengisak ini tahu gelagat tak menguntungkan. Tetapi dihindarinya labrakan ganas Dewi Murah
Senyum dengan sikap seperti main-main. Terdengar
suara berdebam keras tatkala dua cahaya merah yang
dilepaskan Dewi Murah Senyum menghantam tanah di
mana Pendekar Cengeng berada.
Tak mau menunggu terlalu lama Dewi Murah Senyum
segera putar tubuh dan lepaskan kembali jurus Petik
Bulan Tabur Matahari'.
Bersamaan dengan serangan yang dilancarkan Dewi
Murah Senyum, Pendekar Cengeng langsung menghempos tubuh ke depan seraya mendorong kedua
tangannya scraya berkata mengisak namun tetap tak
keluarkan air mata, "Huhuhu... jahat, jahat sekali....
Mcngapa kau terus menerus menyerangku" Biarkan aku
pergi dari sini dengan aman...."
Dua gelombang angin ganas yang memercikkan sinar
putih menderu ke arah Dewi Murah Senyum. Menyusul
terdengar suara keras akibal berbenturannya dua
pukulan sakti. Menyusul muncratnya cahaya merah dan
putih ke udara.
Saat itu pula masing-masing orang terpental ke
belakang setelah sama keluarkan pekikan tertahan.
Sosok Dewi Murah Senyum terhuyung sambil pegangi
dadanya. Namun lelaki yang menyamar sebagai
perempuan ini berhasil kuasai keseimbangannya.
Sepasang matanya kian sorotkan sinar penuh amarah.
Sejarak lima tombak di hadapannya, sosok Pendekar
Cengeng nampak terhuyung pula, menyusul tubuhnya
jatuh terbanting. Hanya sekejap karena kejap berikulnya
dia sudah berdiri kembali. Isakannya masih telap
terdengar, namun kali ini nampak dari sudut-sudut
bibirnya merembas darah segar.
"Huhuhu... kenapa kau pukul aku" Kenapa?" isaknya
dengan tetap tak keluarkan air mata.
Mendapati sosok pemuda berpakaian putih itu nampak
terluka dalam. Dewi Murah Senyum pamerkan senyuman. "Hm Kali ini dia tak akan luput dari kematian."
Habis membatin begitu. Dewi Murah Senyum sudah
berkelebat kembali dengan lepaskan jurus "Petik Bulan
Tabur Matahari" kembali.
Pendekar Cengeng nampak terkesiap, isakkannya
berubah menjadi pekikan tertahan. Setelah kaki


Rajawali Emas 54 Tengkorak Berbisa di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

kanannya dijejakkan keras di tanah, tubuhnya seketika
mumbul ke atas untuk hindari labrakan ganas Dewi
Murah Senyum. Cahava merah yang dikeluarkan dari
kedua tangan Dewi Murah Senyum menghajar ranggasan
semak yang seketika menghangus. Menyusul disentakkan
kedua tangannva ke atas.
Masih berada di udara. Pendekar Cengeng tetap
mengisak putar tubuh. Kedua tangannya didorong cepat.
Kembali benturan keras terjadi. Sosok Pendekar Cengeng
terpental deras ke belakang dan jatuh di atas ranggasan
semak belukar. Dewi Murah Senyum hentikan gerakannya. Di bibirnya kian menggantung senyuman
lebar, penuh ejekan
"Kau tak akan luput dari kematian, Pemuda Cengeng!"
"Huhuhu... kau selalu bicara soal kematian" Apa bisa
berkata lain lagi?" sahut Pendekar Cengeng sambil berdiri
dan keluar dari ranggasan semak belukar yang kejatuhan
tubuhnya. Saat melangkah tiga langkah dia agak
terhuyung. Darah mengalir kali ini bukan hanya dari
mulutnya saja, melainkan juga dari hidungnya.
Kendati keadaannya sudah cukup parah, namun
nampaknya murid Dewa Langit ini tergolong pemuda
yang keras kepala dan pantang menyerah. Sungguh
mengherankan sifat yang dimiliki pemuda ini sebenarnya.
Dia begitu cengeng sekali, bahkan menghadapi segala
sesuatunya dia harus menangis dan mengisak. Tetapi di
balik semua itu, dia juga memiliki rasa keras kepala yang
terkadang sangat menjengkelkan.
Seperti yang diperlihatkannya sekarang ini. Bukan
alang kepalang jengkelnya Dcwi Murah Senyum,
terutama mendengar kata-kata pemuda itu barusan.
"Kau memang tak akan pernah menyesali bertemu
denganku, Pemuda cengeng! Karena... saat ini juga kau
akan menerima...."
"Huhuhu... aku tahu, aku tahu.... Kau pasti hendak
mengatakan kematian lagi, bukan?" kata Pendekar
Cengeng memutus kata-kata Dewi Murah Senyum.
"Atau... huhuhu... jangan-jangan kau sendiri yang sudah
tak sabar untuk mampus"!"
Terdengar suara rahang dikertakkan keras-keras. Dewi
Murah Senyum segera geser kaki kanannya ke samping.
Kejap kemudian tcrdengar suaranva yang mengguntur,
"Pemuda celaka! Lcbih baik kau mampus saja!!"
Namun belum lagi sosok perempuan bermahkota ini
lakukan maksud, mendadak tcrdengar suara menghardik,
"Jangan coba-coba mcndahuluiku untuk mencabut nyawa
pemuda cengeng itu! Nyawanva milikku!"
Belum habis suara itu terdengar, tahu-tahu telah
berdiri seorah perempuan setengah baya yang mengenakan pakaian warna kuning cemerlang dengan
kain merah di bagian dadanya. scjarak dua tombak
dapan Dewi Murah Senyum.
Oo-dwkz-oO Bab 2 SEKETIKA Dewi Murah Senyum urungkan niat.
Pandangannya kini diarahkan pada perempuan yang baru
datang. Untuk sejenak dia masih perhatikan perempuan
berpakaian kuning cemerlang itu.
"Jahanam sial! Siapa lagi orang yang mau mampus
ditanganku ini?" makinya sengit dalam hati. "Menilik
kata-katanya, jelas kalau perempuan ini punya urusan
dengan pemuda celaka itu! Tetapi kata-kata yang
diucapkannya tadi, justru membuat darahku makin
mendidih! Huh! Dia tak mau pandang orang rupanya!
Akan kuberi pelajaran agar dia tak memandang enteng
orang lain!"
Sementara itu, perempuan berpakaian kuning cemerlang yang baru datang dan tak lain Dewi Neraka
adanya, tak hiraukan perubahan wajah Dewi Murah
Senyum. Pandangannya diarahkan pada Pendekar
Cengeng yang sedang berdiri tegak tetap mengisak.
Sikapnya begitu dingin dan geram.
"Menilik keadaan, jelas kalau pemuda ini dapat
dikalahkan oleh perempuan bermahkota itu! Sementara
beberapa hari lalu, dia cukup membuatku gusar dan
mempermalukanku dengan gerakan cepatnya! Huh!
Jahanam sial! Dia tetap harus mampus di tanganku!!"
Memang, sebelumnya Dewi Neraka yang mendapat
Dewi Neraka yang berada dibawah kekuasaan Tengkorak
Berbisa, memutuskan untuk tidak mau lagi mengikuti
setiap perintah lelaki itu. Bahkan dia hendak mencari
Dewa Langit untuk mendapatkan ilmu-ilmu dan scnjata
mustika milik Dewa Langit. Tetapi sayangnya, dia gagal
mengorek keterangan dari Pendekar Cengeng.
Bentrokan terjadi. Namun yang mengherankan, karena
dia dcngan mudah dipecundangi, bahkan boleh dikatakan
dipermainkan oleh Pendekar Cengeng yang kemudian
berlalu. Dengan hati geram. Dewi Neraka memutuskan
untuk mengejarnya.
Dewi Neraka memang sempat kehilangan jejak
Pendekar Cengeng. Dan dia merasa beruntung karenna
akhirnya berjumpa dengan pemuda yang membuatnya
geram setinggi langit.
Dengan pandangan tak berkedip dan suara dingin dan
menyentak, "Pemuda celaka! Kali ini kau tak akan lolos
dari tanganku!"
Pendekar Cengeng sejenak angkat kepalanya. Masih
mengisak namun tak keluarkan air mata dia berkata,
"Huhuhu....ada lagi perempuan yang mau membunuhku
Hu... huhuhu.... Apakah tak ada yang kasihan padaku....
Huhuhu... padahal aku masih harus mencan guruku?"
"Jahanam! Bila kau mau mengatakan di mana gurumu
berada, maka nyawamu akan kuampuni!" sengat Dewi
Neraka dengan suara bcrgetar. Dia tak akan pernah
melepaskan pemuda yang telah mempermainkannya
beberapa waktu lalu!
Sementara Pendekar Cengeng tak menjawab dan
masih mengisak, Dewi Murah Senyum yang tak suka
akan kehadiran perempuan berpakaian kuning cemerlang
itu, sesaat mengerutkan kening.
Sambil perhatikan dua sosok berlainan jenis itu secara
bergantian dia membatin, "Gila! Mengapa sejak tadi aku
tidak bertanya soal Guru pemuda cengeng ini" Dan
nampaknya, urusan yang terjadi antara perempuan
berpakaian kuning ini dengan pemuda itu sehubungan
dengan guru si pemuda. Sebaiknya, kudiamkan saja
dulu...." Kendati memutuskan demikian, namun tak kurangi
rasa marahnya akan kehadiran perempuan berpakaian
kuning cemerlang. Tetapi sebelum dia keluarkan
amarahnya, pemuda yang di pinggangnya melilit kain
warna hitam itu sudah mendahului bcrkata,
"Huhuhu... kau selalu mcnekanku sepcrti itu. Padahal
aku sendiri tidak tahu di mana guruku berada...."
"Setan! Rupanya kau benar-benar ingin mampus!"
geram Dewi Ncraka dingin.
"Huhuhu... yang satu bicara soal kematian... yang satu
bicara soal mampus.... Huhuhu... padahal sama saja,
tetapi mengapa jadi begitu dungu seperti membeda-
bedakan?" Bergetar tubuh Dewi Neraka mendengar ejekan orang.
Dengan Suara mengguntur,dia berseru "Kurobek mulutmu, Pemuda celaka!"
"Mendahuluiku mencabut nyawa pemuda, itu sama
saja tak memberi muka! Dan orang yang berlaku lancang
seperti itu maka akan menerima kematian!" terdengar
seruan Dewi Murah Senyum. Ternyata dia tak kuasa
menahan amarahnya juga. Terlebih-lebih mengingat
keinginannya untuk menggeluti gadis yang masih berada
di dalam tandu jadi tertunda.
Serta merta Dewi Neraka palingkan kepala. Sepasang
matanya tajam menusuk. Tetapi dia tak keluarkan
sepatah kata juga, kecuali membatin, Titah dari negeri
langit tak perlu kusampaikan lagi! Kini tiba saatnya
bagiku untuk melacak jejak Dewa Langit sendiri. Bila aku
dapat menemukan lelaki itu dan sebagai orang pertama,
maka semua yang kuinginkan akan tercapai. Terutama,
membalas perbuatan keparat Tengkorak Berbisa!"
Merasa kata-katanya tak disahuti orang, Dewi Murah
Senyum berkata, "Masing-masing menginginkan nyawa
pemuda cengeng itu! Tetapi urusan bisa diselesaikan,
bila kau mengatakan ada urusan apa sebenarnya"!"
Lagi Dewi Neraka tak segera menjawab. Sambil
pandangi perempuan bermahkota di hadapannya, dia
membatin lagi, "Aku yakin, kalau perempuan ini sudah
mendengar tentang pengunduran diri Dewa Langit
Kemungkinan pemuda cengeng itu adalah urusan yang
sama denganku?"
Memikir demikian, Dewi Neraka segera berkata,
"Kalaupun kesepakatan seperti itu bisa dicapai, lebih baik
katakan dulu urusan apa yang kau hadapi dengan
pemuda keparat itu"!"
Kali ini ganti Dewi Murah Senyum yang tak segera
menjawab. "Perempuan ini jelas memiliki hati busuk!
Tetapi menilik tongkrongannya, aku bukan hanya dapat
mengalahkannya, tetapi juga membunuhnya!"
Kemudian katanya, "Pemuda itu telah lancang
menantangku! Apakah aku tidak menerima tantangan
yang diajukan orang?"
"Nampaknya... tak seperti yang kau katakan," sahut
Dewi Neraka setelah berpikir sejenak, sementara
Pendekar Cengeng masih berdiri tegak dan mengisak.
"Kau percaya atau tidak, bukanlah urusanku! Aku
sudah katakan apa urusanku, kini tinggal kau yang
katakan apa urusanmu dengannya"!"
"Kututupi juga percuma, karena tentunya perempuan
itu telah mendengar tentang titah dari negeri langit!"
batin Dewi Neraka. Lalu berkata, "Aku sedang melacak
jejak orang yang berjuluk Dewa Langit!"
Dewi Neraka sengaja menghentikan kata-katanya
sendiri untuk melihat sikap perempuan bermahkota.
Tetapi dia jadi geram sendiri tatkala mcndapati tak ada
perubahan sama sekali pada perempuan itu.
"Apakah dia belum mendengar titah dari negeri langit"
Rasanya tak mungkin! Huh! Apa peduliku sekarang!"
makinya dalam hati, lalu ia berkata, "Dan urusanku
dengan pemuda ini, karena dialah murid Dewa Langit!
Satu-satunva orang yang kemungkinan mengetahui di
mana Dewa Langit berada!"
Kalau tadi paras Dewi Murah Senyum tak berubah
karena sesungguhnya dia memang sudah bisa menebak
urusan itu tetapi kali ini dia sampai surut satu tindak ke
belakang. "Gila!!"
Dewi Neraka sekarang tersenyum "Hmm... hanya
segitu saja kepandaianmu menutup, perasaan! ejeknya
dalam hati, kemudian didengarnya kata-kata si
perempuan "Aku belum mengenal dirimu! Segera
katakan, karena kita punya urusan yang sama!"
"Julukanku Dewi Neraka! Katakan siapa dirimu"
"Julukanku Dewi Murah Senyum!"
"Julukan yang dapat mengelabui lawan!" sahut Dewi
Neraka seperti menyanjung padahal mengejek.
Sebelum ada yang berkata-kata lagi, terdengar suara
Pendekar Cengeng, "Huhuhu... kalian menganggap aku
ini apa, hah"! Masa sejak tadi aku diacuhkan saja" Apa
kalian pikir aku ini hanya sebuah arca"!"
Mendengar kata-kata orang, seketika kedua perempuan itu arahkan pandangan. Kejap kemudian
masing-masing berpandangan.
"Urusan kita sama!" kata Dewi Neraka.
"Kau benar! Siapa yang berhak mengirimnya ke
neraka?" sahut Dewi Murah Senyum.
"Kaubisa tentukan!"
"Aku telah menghajarnya! Kupikir.. kini tinggal
giliranmu!"
"Apa yang kita lakukan setelah membunuhnya"'
"Mencari Dewa Langil!"
"Siapa yang berhak mendapatkan semua janji orang
yang berjuluk Dewa Langit?"
"Kita bisa tentukan demikian!"
Kendati berucap begitu, Dewi Murah Senyum sendiri
tak mempercayai ucapannya. Begitu pula dengan Dewi
Neraka. Terdengar lagi suara Pendekar Cengeng masih
mengisak, "Huhuhu... mengapa kalian harus repot-repot
memilih orang yang paling berhak membunuhku"
Mengapa kalian tidak maju saja berdua biar lebih cepat"


Rajawali Emas 54 Tengkorak Berbisa di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Kalau kalian tidak mau... huhuhu... aku akan meneruskan
mencari Guru.... Jangan sampai aku mcngadukan hal ini
pada Guru... karena kalian akan dihajarnya...."
"Jahanam terkutuk!" maki Dewi Neraka dalam hati
"Pemuda ini benar-benar begitu cengeng. Sama sekali
tak pantas kalau dia ternyata adalah murid Dewa Langit.
Sikapnya begitu manja dan menampakkan ketakutannya...."
Sementara Dewi Neraka membatin, "Sikapnya benar-
benar aneh. Tak seorang pun akan menyangka kalau
pemuda ini berisi bila melihat sikapnya sekarang.
Sungguh ajaib bila ternyata Dewa Langit dapat bertahan
dengan pemuda semacam ini...."
Kejap kemudian terdengar suara Dewi Murah nyum,
"Dewi Neraka... dia menantang kita! Mengapa tak segera
kita bunuh saja dia"!"
"Bagus! Dia akan sadar kalau ucapannya akan
mendatangkan maut yang paling mengerikan dalam
hidupnya! Dan aku..."
Tiba-tiba saja Dewi Neraka memutuskan kata-katanya
sendiri. Pandangannya lekat menatap tandu berkain hijau
yang dipenuhi sulaman benang merah. Diam-diam dia
membatin dalam hatinya. "Hm tadi ku pikir aku salah
mendengar. Ternyata ada seorang gadis di dalam tandu
itu. Tatkala pertama kali berjumpa dengan Pendekar
Cengeng, dia tak memiliki atau membawa tandu sama
sekali Jelas kalau tandu itu milik perempuan bermahkota.
Tetapi, mengapa dia menyekap seorang gadis?"
Dewi Murah Senyum bukannya tidak tahu apa yang
dipikirkan perempuan berpakaian kuning cemerlang. Dari
tatapan yang diperlihatkannya itu sangat jelas kalau
ditujukan pada tandu miliknya.
Tetapi dia berkata, "Mengapa kau masih membuang
waktu?" Dewi Neraka angkat kepala sejenak. Lalu
berkata. "Siapa gadis yang berada dalam tandumu" Dan
mengapa kau seperti menyekapnya?"
Bukannya Dewi Murah Senyum yang sahuti pertanyaan orang. justru Pendekar Cengeng yang
berkata, "Ya, ya kau betul, Perempuan berpakaian
kuning! Ada seorang gadis di tandu itu. Tetapi...
huhuhu... ketika aku memintanya pada perempuan
bermahkota itu sebagai penunjuk jalan dia justru
menyerangku... Huhuhu... jahat, jahat!"
Dewi Neraka tak menyahuti ucapan Pendekar Cengeng
Pandangannya masih lekat pada tandu sejarak delapan
tombak dari hadapannya.
"Peduli setan siapa pun yang berada di dalam tandu
itu dan disekap" Itu bukan urusanku! Aku tak boleh
membuang waktu, mengingat waktuku tinggal seminggu
lagi sebelum kujumpai Tengkorak Berbisa untuk
mendapatkan pil pemusnah racun yang telah kutelan!"
Memutuskan untuk tidak peduli, Dewi Neraka segera
berkata, "Dewi Murah Senyum! Kita tak punya ba-nyak
waktu lagi! Urusanmu dengan gadis di dalam tandu itu,
bukanlah urusanku! Yang pasti, kita punya urusan yang
sama dengan pemuda cengeng ini ! Lebih baik, kita
sudahi pemuda itu!!"
Habis seruannya, Dewi Neraka sudah putar tubuh dan
melesat ke arah Pendekar Cengeng. Tenaga dalam yang
dirangkum pada tangan kanan dan kirinya, siap
dipukulkan. Dewi Murah Senyum sejenak mendesah lega. Di lain
saat, tubuhnya sudah melesat pula untuk menghajar
pemuda berpakaian putih yang masih mengisak.
Namun sebelum serangan yang dilancarkan masing-
masing orang mengenai sasarannya, mendadak meng-
gebrak dua gelombang angin yang luar biasa dahsyat.
Satu gelombang angin memapaki serangan Dewi Neraka,
dan satu lagi menghalangi niat Dewi Murah Senyum!
Masing-masing orang segera keluarkan makian seraya
putar tubuh. "Jahanam sial! Lancang campuri urusanku, berarti
mcncari mampus!" hardik Dewi Neraka begitu kedua
kakinya hinggap di atas tanah kembali.
Sementara Dewi Murah Senyum bersiaga penuh
dengan tatapan tanpa kedip. Pendekar Cengeng masih
mengisak seolah tak pedulikan keadaan. Di dalam tandu,
sosok murid Daeng Gempal makin menggeliat untuk
mendapatkan sesuatu yang sangat didambakan.
Oo-dwkz-oO Bab 3 SEBELUM kita lanjutkan kejadian itu, sebaiknya kita
ikuti dulu pendekar kita yang sedang membuntuti Buang
Totang Samudero dan Swarga Jatih. Pada episode
sebelumnya diceritakan, tatkala Rajawali Emas gagal
menemui Manusia Angin dan tiga orang gadis yang
bersamanya, memutuskan keluar dari Lembah Merpati.
Baru saja dia keluar, dilihatnya Buang Totang Samudero
yang berkelebat. Tirta kemudian memutuskan untuk
membuntutinya. Di sebuah tempat, dilihatnya Buang Totang Samudero
menghentikan gerakan. Menyusul kemudian terdengar
suaranya yang ditujukan pada seseorang yang berdiri
membelakangi. Orang yang kemudian ternyata Swarga Jatih dan
merupakan sahabat Buang Totang Samudero, mengajak
lelaki berkulit hitam yang selalu duduk bersila itu untuk
melacak jejak Dewa Langit.
Buang Totang Samudero yang sebelumnya telah
ditelankan paksa pil racun oleh Tengkorak Berbisa, untuk
sejenak tak berani mengambil risiko. Namun kemudian
diputuskan untuk mengikuti kata-kata Swaiga Jatih, yang
kemudian mengajaknya ke Lembang Janjatung untuk
menjumpai si Penujum Hitam.
Rajawali Emas yang masih mencoba mencari jejak
Manusia Angin yang memintanya untuk mcnemuinya di
Lembah Merpati, memutuskan untuk memanggil Bwana
yang kemudian diperintahnya untuk mencari manusia
angin, Sementara Rajawali Emas segera berkelebat
mengikuti Buang Totang Samudero dan Swarga Jalih
(Silakan baca : Pendekar Cengeng)
Pemuda tampan dari Gunung Rajawali ini tak
sekejappun mengalihkan perhatian dari dua orang yang
berlainan jenis dan berkelebat sejarak tujuh tombak
dihadapannya. DJkerahkan tenaga surya yang dialifungsikan sebagai ilmu peringan tubuh.
"Hmm... di mana sebenarnya Lembah Janjatung"
Kedua orang itu tak sekali pun hentikan gerakan. Urusan
yang kuhadapi ini semakin panjang saja..." desisnya
dalam hati. Sementara itu, lelaki berkulit hitam yang selalu duduk
bersila dan bergerak dengan cara yang aneh, diam-diam
membatin sambil melirik perempuan yang sebagian
wajahnya ditutupi selendang warna merah, "Apa yang
dikatakan Swarga Jatih memang benar. Tak seharusnya
aku dibelenggu oleh kenyataan pahit, kalau aku
sebenarnya berada di bawah kekuasaan Tengkorak
Berbisa. Bcruntunglah aku bertemu dengan perempuan
itu, kendati aku tahu kalau dia adalah orang yang paling
bisa memanfaatkan keadaan dan orang lain. Hmm...
mudah-mudahan si Penujum Hitam dapat menghilangkan
pengaruh pil racun yang kutelan ini...."
Sementara itu perempuan berpakaian merah panjang
membatin, "Huh! tak seharusnya aku mengajak lelaki
keparat itu untuk bergabung! Dia adalah salah serang
yang mengemban titah dari negeri langit. Sebenarnya
siapakah yang berada di belakang semua ini?"
Waktu terus bcrjalan begitu ccpat. Tak seorang pun
yang membuka mulut, seperti sengaja memendam
perasaan masing-masing. Di belakang mereka, Rajawali
Emas sudah tentu tak bermaksud membuka mulut
Pemuda ini terus dibuncah perasaan tak menentu
sementara otaknya terus bekerja memikirkan segala
kemungkinan. Setelah melewati waklu hampir sepertiga hari dan
berkelebat tanpa henti, di sebuah sungai yang
membentang cukup panjang dengan aliran air begiiu
deras, Swarga Jatih hentikan langkah. Berdiri tegak
dengan kedua kaki agak dibuka.
Di sebelah kanannya, sosok lelaki yang bertubuh agak
membungkuk namun kepalanya tegak lurus dengan
langit, hentikan gerakan pula. Kedua kakinya tctap
bersila. Sejarak sepuluh tombak, Rajawali Emas langsung
menyelinap ke balik ranggasan semak belukar.
"Gila! Sungai itu begitu lebar, dan airnya sangat deras
mengalir. Tak ada sebuah batu pun yang berada di sana.
Hmm... apakah kedua orang itu sedang memikirkan cara
untuk mcnyeberangi sungai itu?" tanya Tirta dalam hati
sambil mempcrhatikan ke depan.
Apa yang diduganya memang benar, karena terdengar
kata-kata Swarga Jatih, "Lembah Janjatung sudah dekat
sekali dari tempat kita sekarang. Berada tak jauh dari
sungai ini. Kita harus menyeberanginya!"
Sesaat Buang Totang Samudero angkat kepala
Keningnya nampak berkerut Di saat lain bibirnya
sunggingkan seringaian mcngejek. Menyusul kata-
katanya "Apakah kau sudah gila. Air sungai begitu deras.
Tak ada batu sama sekali Tak ada pohon disini yang bisa
kita tebang dan lemparkan ke sungai kemudian dijadikan
sebagai landasan berpijak. Jarak tepian ini ke tepi di
seberang kurang selebih sekitar dua belas tombak!
Swarga Jatih hanya keluarkan dengusan mendengar
ejekan Buang Totaag Samudero. Pandangannya masih
diarahkan pada sungai di hadapannya.
"Sekarang kau boleh mengejekku seperti itu, Lelaki
keparat! Tetapi bila sudah sampai di Lembah Janjatung,
kau akan terkejut! Dan kau tak akan sempat memikirkan
untuk membalas dendam! Karena... kau sudah mati saat
itu!" Habis membatin geram demikian. perempuan berpakaian merah yang ternyata mempunyai satu
rencana lain mengajak Buang Totang Samudero
menjumpai si Penujum Hitam, berkata, "Jelas tak
mungkin melompati sungai ini. Juga tak mungkin kita
nekat menyeberanginya dengan cara melangkah. Karena
selain air begitu deras juga sungai ini sangat dalam."
"Lantas apakah kau hanya akan berdiri laksana orang
dungu di sini hah!" maki Buang Totang Samudcro. Lalu
sambungnya dalam hati, "Percuma aku mengikuti
perempuan satu ini!"
"Aku sedang memikirkan cara yang paling tepat!"
"Bagus! Kalau begitu, aku masih sempat untuk tidur!
Serta merta kepala Swarga latih menoleh Pandangannya begitu menusuk tanda dia tak suka
mendengar kata-kata orang.
"Keparat! Kau boleh bersikap seperti apa pun juga
sekarang! Tetapi kau tidak tahu kalau kau sudah masuk
perangkapku! Huh! Seseorang yang menghendaki
bantuan si Penujum Hitam, harus membawa orang lain
yang dijadikan tumbal! Dan engkaulah tumbal yang
kubawa, Lelaki dungu!!" Tetapi dengan tindih rasa
jengkelnya dia berkata, "Tak ada jalan lain kecuali
melewati sungai ini. Buang... sekarang alirkan tenaga
dalammu ke kepala...."
"Gila! Apa maksudmu berkata begitu"!"
"Jangan banyak tanya! Jalankan apa yang kukatakan!
Ingat, kau lelah mcnelan pil racun! Dan terus terang, aku
berharap pil racun yang ditelankan paksa oleh Tengkorak
Berbisa, dapat dilenyapkan oleh si Penujum Hitam!"
Mendengar jawaban itu, Buang Totang Samudero
menyeringai lebar.
"Bila kau menjanjikan seperti itu, aku akan
melakukannya!"
"Dan kau akan terkejut bila tahu apa yang akan
terjadi!" kata Swarga Jatih dalam hati.
Di balik ranggasan semak belukar, pemuda dari
Gunung Rajawali membatin, "Hmmm... bisa kutebak apa
yang ada dalam otak perempuan itu. Dia meminta Buang
Totang Samudero untuk alirkan tenaga dalam ke kepala.
Dengan cara seperti itu, tentunya dia sendiri akan
mengalirkan tenaga dalam pada kedua telapak kaki. Dia
tentunya akan meminta Buang Totang Samudero unluk
bergerak lebih dulu. Setelah itu dia menyusul, dengan
menginjak kepala Buang Totang Samudero, pada aat
tubuhnya yang tentu akan diputar nanti, tetapi bisa jadi
dugaanku salah. Sebaiknya kulihat saja apa yang akan
dilakukannya...."


Rajawali Emas 54 Tengkorak Berbisa di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Sementara itu, Buang Totang Samudero sudah alirkan
tenaga dalamnya ke kepala. Agak mcndongak dia
berkata, "Lantas... apa yang akan kulakukan?"
"Bergeraklah melompati sungai itu!"
"Gila! Kau ingin aku mampus rupanya"!"
"Diam!" sengat Swarga Jatih dengan mata melotot.
"Tak mungkin aku mencelakakanmu! Lakukan apa yang
kuperintahkan! Ingat, waktumu tinggal seminggu dari pil
racun yang telah bersemayam dalam perutmu!"
Sesungguhnya sedikit banyaknya Buang Totang Samudero tak terlalu mempercayai ucapan itu. Tetapi
tatkala Swarga Jatih mengatakan tentang pil racun yang
ditelannya, dia mulai menindih rasa tak percayanya.
Sesaat dipandanginya perempuan yang sebagian
wajahnya ditutupi selendang warna merah itu. Kejap
kemudian, dia sudah bergerak dengan kedua kaki tetap
bersila melompati sungai yang airnya mengalir deras dan
keluarkan suara menggemuruh.
Apa yang diduga oleh Tirta ternyata benar. Karena
dengan alirkan tenaga dalam pada kakinya, Swarga Jatih
melesat cepat berada di atas tubuh Buang Totang
Samudero. Dan Tap! Kaki kanannya menginjak kepala lelaki berkuli hitam
yang sejenak melegak. Tubuh perempuan ini berputar
dan kejap itu pula dikerahkan ilmu peringan tubuhnya.
Tangan kanannya menyambar tubuh Buang Totang
Samudero yang seperti sudah hendak terhempas ke
sungai itu. lalu ditempatkannya tubuh lelaki yang selalu
duduk bersila itu.
"Kerahkan ilmu peringan tubuhmu! Pertahankan
tenaga dalam pada kepalamu!"
Begitu tubuhnya meluncur akibat tarikan keras Swarga
Jatih Buang Totang Samudero lakukan apa yang
dipenntahkan oleh perempuan itu. Sementara Swarga
Jatih langsung menjadikan kepala Buang Totang
Samudero kembali sebagai tumpuan kakinya.
Wuuuttt!! Tubuhnya meluncur lebih dulu dan hinggap dengan
ringannya di seberang sungai. Bersamaan dcngan itu dia
putar tubuh ke belakang. Tangan kanannya cepat
menangkap tubuh Buang Totang Samudero yang segera
dilemparnya. Dengan gerakan yang ringan pula, lelaki berkulit hitam
itu hinggap di atas tanah dcngan kedua kaki tetap
bersila. Seketika pandangannya diarahkan pada Swarga
Jatih. "Hebat! Perhitungannya begitu matang, kendati
kepalaku dua kali dijadikan sebagai tumpuan!"
Swarga Jatih sendiri tak hiraukan tatapan kagum dari
lelaki yang rambutnya lergerai hingga ke tanah. Dia
sendiri sudah berkelebat seraya berkata, "Cepat! Kita tak
boleh membuang waktu lagi!"
Segera Buang Totang Samudero yang kini mulai
mempercayai apa kata perempuan berpakaian merah itu
menyusul. Sepeninggal keduanya, pemuda dan Gunung Rajawali
keluar dari balik ranggasan semak belukar Digeleng-
gelengkan kepalanya melihat apa yang telah dilakukan
oleh kedua orang itu tadi.
"Sungguh perhitungan yang matang." Habis kata-
katanya. pandangannya diedarkan kesekelilingnva.
Dilihatnya tiga buah batu sebcsar dua kali tinju orang
dewasa. Dipungutnya ketiga batu itu. Untuk sesaat dia
terdiam sambil pandangi jarak sungai di hadapannva.
Menyusul dikerahkan ilmu peringan tubuhnya yang
dipadukan dengan tenaga surya yang dialih fungsikan
sebagai penambah peringan tubuh.
Setelah tarik napas pendek, tiga buah batu itu
dilemparkan saling susul menyusul. Kemudian dia sendiri
melompat cepat. Kaki kanannya memijak batu yang
masih melayang. Dengan kekuatan tenaga surya pada
tubuhnya, pemuda tampan ini lakukan gerakan memutar.
Kali ini kaki kirinya menjadikan batu kedua sebagai
tumpuan. Begitu pula akhirnya. Dan.... Tap!
Pemuda yang di lengan kanan kirinya terdapat rajahan
burung rajawali keemasan ini sudah hinggap di tanah
seberang sungai tanpa kurang suatu apa. Tak mau
tertinggal lebih jauh. Tirta segera berkelebat menyusul
Swarga Jatih dan Buang Totang Samudero.
Hanya dalam sepuluh kali kejapan mata, dia berhasil
melihat kembali dua sosok orang yang sedang
dibuntutinya yang ternyata sedang hentikan langkah.
Di hadapan kedua orang itu, terdapat lembah yang
cukup curam. Senja semakin turun hingga suasana di
tempat itu begitu angker sekali.
Kali ini Tirta melompat ke sebuah pohon dan
bersembuny, di balik rimbunnya dedaunan. Dari
tempatnya itu dia dapat melihat, sebuah tempat yang
menganga lebar di hadapan Swarga Jatih dan Buang
Totang Samudero.
Untuk sesaat pemuda ini terperanjat sekaligus kagum.
"Tempat itukah yang dimaksud dengan Lembah
Janjatung, tempat seorang lelaki berjuluk Penujum Hitam
berada" Ah, aku penasaran... ingin tahu siapa
sesungguhnya Penujum Hitam itu?" kata Tirta dalam
hati. Sementara itu Buang Totang Samudero sedang ajukan
tanya, "Sebuah lembah terpampang di hadapan kita.
Swarga Jatih... apakah tempat itu yang bemama Lembah
Janjatung?"
Swarga Jatih mengangguk tanpa alihkan pandangan
pada Buang Totang Samudero. Tetapi di dalam hati dia
berkata, "Yah... di sanalah kau akan terkubur selama-
lamanya...."
"Kalau memang demikian adanya, mengapa kita tak
segera menjumpai Penujum Hitam?"
Kali ini Swarga Jatih alihkan pandangannya senyuman
mengejek tcrpampang dibibirnya saal berkata, "Kau
nampaknya yang tak sabar sekarang. Jangan kuatir, pil
racun yang kau telan itu dapat drhilangkan dengan
mudah oleh si Penujum Hitam. Setelah itu. kita bisa
bersama-sama mcncaridan meaibunuh Tengkorak Berbisa...."
Buang Totang Samudero terbahak-bahak keras.
"Ternyata kau seorang sahabat sejati, Swarga Jatih!
Padahal selama ini kau kukenal sebagai perempuan
berhati busuk!"
Swarga Jalih hanya tersenyum, kentara dan selendang
merah yang menutupi sebagian wajahnya agak lebih
melebar. Tetapi di balik senyumannya itu, tersimpan kegeraman
luar biasa. "Membunuh lelaki keparat ini dapat kulakukan lebih
mudah dari membalikkan telapak tangan. Tetapi..
jantungnya kubutuhkan sebagai tumbal si Pcnujum Hitam
yang membutuhkan jantung segar! Bukan jantung yang
telah beberapa hari bahkan beberapa jam terpisah dari
jasad pemiliknya. Sungguh menyenangkan."
Kemudian katanya, 'Bila kau memang sudah tak sabar.
sebaiknya.... kita turuni saja lembah itu."
Tanpa menunggu sahutan dari leiaki berkulit hitam
yang rambutnya tergerai hingga tanah, Swarga Jalih
sudah berkelebat mendahului.
Menyusul bergeraknya Buang Totang Samudero
dengan segala kesenangan yang akan didapat.
"Apakah Sunarsasi juga memikirkan kemungkinan
seperti ini, membebaskan diri dari segala belenggu
Tengkorak Berbisa atau sebenarnya... dia justru masih
menyebarkan titah dari negeri langit" Huh! Peduli setan
aku sudah tidak berminat untuk menggeluti tubuhnya!"
Sementara kedua orang ini menuruni Lembah
Janjatung, Rajawali Emas melompat turun. dia mengerutkan keningnya.
"Aneh, apakah ini hanya perasaanku saja?" tahu-tahu
dia mendesis seperti itu, "Menilik pancaran mata Swarga
Jatih sebenanya dia menyimpan suatu rahasia. Juga
nampak jelas kalau perempuan itu sepertinya menindih
amarahnya. Hmmm... apa sebenarnya yang telah
direncanakan oleh perempuan itu?"
Untuk sesaat pemuda dari Gunung Rajawali ini coba
cernakan sesuatu yang mengganjal di benaknya. Tetapi
di saat lain, sosoknya sudah berkelebat pula menuruni
Lembah Janjatung dan menjaga jarak.
Semakin menuju ke Lembah Janjatung yang
sebenarnya tak begitu dalam, suasana semakin sepi dan
angker. Udara berhembus lebih dingin di sini, padahal
seharusnya semakin bcrada pada ketinggian, barulah
udara akan bertambah dingin.
"Mungkin... inilah keanehan dari Lembah Janjatung."
desis Tirta dalam hati dan terus menjaga jarak saat
mengikuti dua sosok tubuh berlainan jenis yang bergerak
sejarak sepuluh lombak dari hadapannya.
Namun mendadak saja dilihatnya sosok Swarga Jatih
hentikan langkah. Begitu tiba-tiba sekali hingga sosok
Buang Totang Samudero yang berhenti, agak menjauh
darinya. Telapi saat itu pula, lelaki berkulit hilam berbalik
seraya berseru,
"Mengapa kau berhenti di sini?"
"Sulit menentukan di mana Pcnujum Hitam berada!"
sahut Swarga Jatih sambil memperhatikan ke depan.
Sementara untuk yang kesekian kalinya, Rajawali
Emas bersembunyi, Buang Totang Samudero berkata
jengkel, "Kau katakan akan mudah menemuinya! Tetapi
mengapa sekarang ucapanmu berbalik arah"!"
Swarga Jatih tak segera sahuti ucapan orang. Setelah
terdiam bcberapa saat, barulah dia berkata, "Kita
memang tak tahu di mana si Penujum Hitam berada.
Tetapi... dia tahu siapa orang yang datang ke sini. Bila
orang itu tak berkenan di hatinya, maka dia akan
mampus. Kendati orang yang datang dikenalnya, tetapi
bila tak berkenan, maka dia tetap akan dibunuhnya."
"Keparat! Mengapa bicaranya berbelit-belit sekarang"
Padahal sebelumnya dia begitu yakin! Jahanam sial!
Kalau tahu begini, untuk apa aku mengikutinya?" maki
Buang Totang Samudero geram dalam hati.
Sebelum dia membuka mulut, Swarga Jatih berkata,
"Sekarang... jangan bicara lagi. Aku bisa menangkap
kalau si Penujum Hitam akan muncul...."
Saat itu pula Buang Totang Samudero rapatkan mulut
Sementara Swarga Jatih nampak pejamkan kedua
matanya. Di balik rimbunnya semak belukar, Rajawali Emas
mendesis dalam hati dengan kening dikernyitkan, "Aku
semakin bertambah penasaran untuk mengetahui
kelanjutan semua ini. Urusan yang harus kuhadapi ini
memang semakin berkembang dan tak mungkin bisa
kuhindari Ah.. mudah-mudahan Bwana berhasil menemukan di mana Manusia Angin berada...."
Hening meraja Angin berhembus semakin dingin.
Beberapa helai dedaunan berjatuhan. Menyusul keheningan itu dipecahkan oleh suara Swarga Jatih,
"Penujum Hitam! Aku Swarga Jatih! Datang untuk
meminta bantuanmu sebagai sahabat! Kcndati begitu aku
tak lupa membawakan apa yang kau senangi"!"
Kembali hening menggigit. Buang Totang Samudero
diam-diam membatin, "Keparat! Apa maksudnya dia
berkata membawa sesuatu yang disenangi oleh Penujum
Hitam" Peduli setan! Pokoknya aku akan sem...." Kata
hati Buang Totang Samudero mendadak terputus, tatkala
terdengar suara begitu dingin dan angker didahului tawa
panjang yang keras, "Swarga Jatih! Bagus! Lama tak
jumpa! Tetapi, aku tahu persoalan apa yang akan kau
tanyakan kepadaku! Dan sudah tentu... aku akan
menerima apa yang kau bawa dan kusenangi itu...
hahaha!!" Oo-dwkz-oO Bab 4 SEMFNTARA Buang Totang Samudero tercekat,
Swarga Jatih keluarkan tawa yang keras.
"Terima kasih kau tetap mau menerima kedatanganku!
Tetapi... apakah kau tetap berada di tempat yang tak
kutahui, tanda kau bersahabat denganku"!"
Kembali berkumandang tawa yang dingin itu. Kali ini
satu keanehan terjadi. Karena angin yang berhembus
cukup keras dan menebarkan hawa dingin, seperti
digerakkan oleh satu tenaga yang tak nampak,
mendadak

Rajawali Emas 54 Tengkorak Berbisa di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

saja arahnya berbelok. Menyusul beterbangannya puluhan dedaunan dan ranting pohon
mengikuti arah angin.
Bersamaan dengan itu, terdengar suara keras yang
bernada angker, "Sudah tentu tidak! Karena... kau
datang tidak dengan tangan hampa!"
"Apakah dari ucapanmu itu berarti kau berkenan
menjawab setiap pertanyaanku?" sambar Swarga Jatih
dengan selendang yang menutupi sebagian wajahnya
mengembang, tanda dia sedang tersenyum.
"Sampai mulutmu merasa letih, dan sebelum matahari
terbenam kau boleh ajukan tanya. Karena... kau datang
dengan membawa sesuatu yang kubutuhkan!"
Belum habis kata-kata itu terdengar, mendadak saja
berkesiur angin yang luar biasa kencangnya, mcngarah
pada Swarga Jatih dan Buang Totang Samudero.
Sementara Swarga Jatih yang sudah tahu kebiasaan si
Penujum Hitam muncul tenang-tenang saja, sedangkan
Buang Totang Samudero siap mengangkat tangan dan
mendorong! Tetapi hal itu tidak dilakukannya, karena hamparan
angin yang menderu kencang kearahnya dan Swarga
Jatih tadi mendadak seperti berputar. Saat itulah tampak
sepasang mata lelaki yang selalu duduk bersila
terpentang lebar. Karena dilihatnya Satu sosok tubuh.
Mendadak saja muncul bersamaan dengan angin yang
berputaran itu.
Kejap kemudian, angin itu melesat ke angkasa dan
muncrat hingga timbulkan suara yang cukup keras.
Karena sepasang mata Buang Totang Samudero
mengikuti lesatan angin itu, dia baru sadar tatkala
mendengar suara orang, "Apakah kini kau senang
melihat kemunculanku, Swarga Jatih?"
Sejarak dua tombak dari hadapannya, telah berdiri
satu sosok tubuh tinggi kurus yang dibalut kain hitam.
Wajahnya yang cekung nampak bergerak-gerak dengan
sepasang mata warna kelabu yang pekal. Rambut orang
yang baru muncul panjang hingga pinggul, hitam dan
acak-acakan dibagian atas. Bibirnya dihiasi keriput yang
mengerikan. Bila lelaki yang berjuluk si Penujum Hitam
ini tersenyum, maka kengerianlah yang akan dirasakan
orang yang melihatnya.
Rasa ngeri itu sesaat menaungi perasaan Buang
Totang Samudero. Sepasang matanya menatap tak
berkedip dengan mulut terbuka sedikit. Di saat lelaki
yang seluruh tubuhnya dibalut kain hitam itu
mengangkat tangannya nampak tangan itu begitu kurus.
Dihiasi oleh cincin bermata giok yang besar, namun
seluruhnya berwarna hitam!
Swarga Jatih sendiri merasakan perasaannya tak
menentu. Dia tahu setiap kesalahan yang dilakukan
berarti kematian yang akan diterima. Tetapi dia segera
tindih rasa ngerinya.
Seraya maju selangkah, kakak kandung dari mendiang
Ratu Api ini berkata dengan tundukkan kepala sedikit,
"Terima kasih atas kemunculanmu Penujum Hitam!
Ternyata kau masih menjadikanku seorang sahabat.
Si Penujum Hitam kertakkan rahang. Sepasang
matanya menyipit dan nampak kedua bola matanya yang
berwarna kelabu itu pancarkan sinar berkilat-kilat.
Swarga Jatih angkat kepalanya kembali. Seraya
membuka kedua tangannya, dia menyahut, "Kau
tentunya sudah melihat sendiri bukan?"
Sementara Buang Totang Samudero kembali keheranan karena merasa Swarga Jatih tidak membawa
apa-apa, pemuda dari Gunung Rajawali yang melihat
semua itu menarik napas panjang. Masih pandangi
orang-orang disana dia membatin dalam hati, "Sungguh
mengerikan wujud dari lelaki berjuluk Penujum Hitam itu.
Dan nampaknya urusan ini akan terbentang lebar.
Swarga Jatih dan Buang Totang Samudero sama-sama
hendak melacak jejak Dewa Langit. Tetapi... apa
sesungguhnya yang dibawa Swarga Jatih untuk diberikan
kepada Penujum Hitam" Apakah dia menyembunyikan
sesuatu dibalik pakaiannya" Tetapi apa" Nampaknya dia
tidak membawa apa-apa kecuali... oh!"
Sesaat Rajawali Emas hentikan kata batinnya.
Pandangannya kini membulat. "Yang dibawanya...
hanyalah Buang Totang Samudero" Jangan-jangan...
itulah sesuatu yang dimaksud. tetapi mengapa dan untuk
apa" Kendati begitu, aku akan bersiap bila terjadi
sesuatu...."
Sementara itu Penujum Hitam sedang terbahak-bahak.
Mululnya nampak kecil saja membuka, tetapi suara
tawanya begitu santer sekali terdengar.
"Bagus! Kalau begitu... aku menginginkannya
sekarang!"
Buang Totang Samudero yang masih heran sekaligus
penasaran untuk mengetahui apa yang akan diberikan
oleh Swarga Jatih pada si Penujum Hitam, palingkan
kcpala pada perempuan bcrpakaian merah yang sedang
mengangguk itu.
Lalu dilihatnya kcpala Swarga Jatih mengangguk
seraya bcrkata padanya, "Buang... kita telah tiba di sini
dengan keahliannya sebagai seorang penujum, dia
tentunya akan membantu kita menemukan di mana
Dewa Langit."
"Bagus! Tetapi... apa yang hendak kau berikan
padanya?" tanya lelaki bcrkulit hitam itu.
Swarga Jatih tak segera menjawab. Mendadak saja dia
lakukan gerakan yang sedemikian ccpat seraya berseru.
"Dirimu!!"
Tuk! Tuk! Tuk!!
Tiga buah totokan telah mampir ke beberapa bagian
tubuh Buang Totang Samudero yang merasakan sekujur
tubuhnya mendadak tak bisa digerakkan.
"Perempuan jahanam! Apa yang telah kau lakukan?"
pancaran mata Swarga Jatih dipenuhi ejekan, "Beberapa
saat lalu. kau kubiarkan mengejekku, Tetapi sekarang.
adalah giliranku untuk mengejekmu!"
"Jahanam sial! Kubunuh kau!" maki Buang Totang
Samudero geram. Kendati demikian, dia tetap tak bisa
lakukan gerakan apa-apa. Hanya mulutnya yang
berteriak-teriak memaki.
Tanpa hiraukan makian lelaki yang selalu duduk
bersila itu, Swarga Jalih berkata pada si Penujum Hitam,
"Apa yang kuberikan tinggal kau ambil! Jantung lelaki ini
tentunya masih sangat segar untukmu!!"
Tertawa berderai Penujum Hitam hingga tubuhnya
yang kurus berguncang-guncang. Sangat menyenangkan
sekali!!" Lalu masih tertawa, lelaki berbalul kain hitam itu
melangkah. Setiap kali dia melangkah, Buang Totang
Samudero merasakan darahnya mengalir lebih ccpat.
Napasnya memburu dengan wajah pias laksana tanpa
darah. Dua tindak di hadapan Buang Totang Samudero si
Penujum Hitam hentikan langkah. Sesaat pandangannya
diarahkan pada Swarga Jatih yang menganggukkan
kepala. Kejap itu pula tangan kanannya terangkat, membentuk cakar. Menyusul diarahkan pada jantung
Buang Totang Samudero yang memekik tertahan.
Begitu mengetahui apa sesungguhnya sesuatu yang
dibawa oleh Swarga Jalih dan melihat si Penujum Hitam
lakukan gerakan yang mengerikan, laksana dibetot setan
Rajawali Emas mencelat dari balik ranggasan semak
belukar. Pukulan 'Sentakan Ekor Pecahkan Gunung' dilepaskan.
Seketika menderu gelombang angin dahsyat yang
menyeret tanah dan ranggasan semak.
Swarga Jatih yang merasakan perubahan angin itu,
segera palingkan kepala. Tatkala dilihatnya sosok
pemuda yang dikcnalnya lakukan satu serangan, cepat
dia melompat untuk memapaki.
Blaaam!! Benturan keras terjadi. Sosok Rajawali Emas terpental
ke belakang. Namun pemuda ini tak pedulikan keadaan
dirinya. Tubuhnya cepat diputar dan melesat kembali ke
arah Penujum Hitam yang telah gerakkan tangan
kanannya untuk mencabut jantung Buang Totang
Samudero. Merasa keinginannya memperscmbahkan jantung
Buang Totang Samudero dapat digagalkan orang,
Swarga Jatih cepat melompat unluk coba memapakinya.
Tetapi Tirta lebih dulu lepaskan pukulan jarak jauh
hingga perempuan berpakain merah itu harus menghindar. Dalam keadaan yang sempit semacam itu
diteruskan serangan pada Penujum Hitam.
Hajarannya tertahan oleh gelombang angin tatkala
secara bersamaan Penujum Hitam menggerakkan tangan
kirinya. Namun lagi-lagi merasa harus menyelamatkan
orang. pemuda dari Gunung Rajawali tak peduli.
Kembali dihempos tubuhnya. Tatkala dilihatnya tangan
kiri Penujum Hitam bergerak kembali, pemuda ini segera
membuang tubuh. Secara bersamaan kakinya mengibas
ke arah Swarga Jatih yang mencoba untuk menggagalkan maksudnya. Kejap itu pula Tirta
bergulingan dan menyambar tubuh Buang Totang
Samudero. Merasa keselamatan lelaki yang selalu duduk
bersila yang sebenaraya sangat menginginkan kematiannya, Tirta segera menghempos tubuh dan
berkelebat menjauh.
"Jahanam keparat!!" maki Swarga Jatih dan seketika
melompat untuk mengejar.
Tetapi kata-kata Penujum Hitam mengurungkan,
niatnya untuk meneruskan pengejaran.
"Tidak perlu kau kejar!"
Swarga Jatih tak segera balikkan tubuh. Dadanya
turun naik dengan napas memburu.
"Keparat sial! Pemuda celaka itu telah gagalkan
rencanaku! Dia harus mampus!" makinya dalam hati.
Namun kejap kemudian, tubuh perempuan ini nampak
menegak. Baru diingatnya bahaya yang akan datang
padanya. "Celaka! Aku telah memanggil lelaki berbalut kain
hitam ini dan gagal mempersembahkan jantung manusia
yang disukainya! Berarti... jantungkulah sebagai gantinya! Tidak, aku tidak mau menyerahkannya begitu
saja!" Sambil kerahkan tenaga dalam pada kedua tangannya,
perempuan yang sebagian wajahnya ditutupi selendang
merah ini membalik seraya berkata, "Aku telah gagal
mempersembahkan apa yang kau inginkan! Tetapi aku...
oh!!" Kala-kata Swarga Jatih terputus, tatkala melihat benda
lunak yang tergenggam di tangan kanan Penujum Hitam.
Dan benda itu nampak dipenuhi darah!
"Kau...?" serunya tertahan.
Penujum Hitam terbahak-bahak keras.
"Tak perlu gundah dan tegang! Apa yang telah kau
persembahkan telah berada ditanganku!" serunya sambil
mengangkat tangan kanannya ke atas. Lalu dengan
enaknya dimakannya jantung Buang Totang Samudero.
Rupanya, gerakan lelaki berbalut kain hitam ini sangat
cepat. Tatkala tangan kirinya lancarkan serangan untuk
menghentikan serangan Rajawali Emas, bersamaan
dengan itu tangan kanannya digerakkan. Karena
cepatnya gerakan yang dilakukan olehnya. Buang Totang
Samudero tak keluarkan teriakan sedikit pun juga!
Sementara Swarga Jatih merasa lega, Penujum Hitam
yang telah memakan habis jantung mentah milik Buang
Totang Samudero. berkata dengan pandangan mata
cerah, "Sekarang! Katakan apa yang hendak kau
tanyakan"!"


Rajawali Emas 54 Tengkorak Berbisa di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Oo-dwkz-oO Bab 5 BEGITU berhasil menyambar tubuh Buang Totang
Samudero, Rajawali Emas segera keluar melalui arah
timur. Setelah berkelebat cukup lama, baru disadarinya
kalau tubuh lelaki berkulit hitam yang dibopongnya tak
keluarkan suara apa-apa. Kalaupun lelaki itu tak
bergerak, ini disebabkan oleh totokan Swarga Jatih.
"Orangtua... kau tidak apa-apa?" tanya Tirta sambil
terus berkelebat.
Tak ada suara yang keluar karena sesungguhnya
Buang Totang Samudero memang sudah mati. Dadanya
robek tanpa jantung! Karena tak ada jawaban dan
memperkirakan jaraknya sudah cukup jauh, pemuda dari
Gunung Rajawali itu memutuskan untuk berhenti. Segera
saja diturunkan sosok lelaki yang tetap bersila itu di atas
tanah berumput.
"Apakah kau... oh, Tuhan!" kata-kala Tirta berubah
menjadi desisan terkejut. Kejap itu pula dia berlutut
untuk memeriksa tubuh Buang Totang Samudero.
Kejap itu pula terdengar suaranya meradang gusar.
"Jahanam keparat!! Kalian harus menerima ganjarannya!"
Dengan perasaan marah yang sukar dikendalikan
pemuda dari Gunung Rajawali ini berkelebat kembali ke
arah semula. Dua kejapan dia meninggalkan mayat
Buang Totang Samudero, satu sosok tubuh berpakaian
merah-merah tiba di tempat itu. Si pendatang vang
ternyata seorang gadis ini untuk sejenak hentikan
langkah. Pandangannya ditujukan pada mayat lelaki
hitam yang kendati berbaring namun kedua kakinya
tetap bersila agak keatas.
Gadis berpakaian merah yahg memiliki payudara besar
dan tak lain Lakarmini. salah seorang anak buah dari
Dewi Murah Senyum segera mendekati sosok yang
dilihatnya tatkala disadarinya kalau orang itu sudah
tewas. Sesaat gadis ini terkesiap melihat dada yang robek
pada mayat lelaki tua itu.
"Gila! Sangat sadis sekali orang yang lelah
melakukannya! Tetapi kalau tidak salah, aku masih
sempat melihat satu bayangan keemasan yang
berkelebat. Huh! Sudah tentu orang itulah yang telah
membunuhnya! Kendati aku tak mengenal lelaki yang
kedua kakinya aneh ini, tetapi aku ingin tahu apa yang
terjadi!" Habis kata-katanya, Lakarmini segera berkelebat ke
arah perginya Tirta.
Tatkala Tirta menurunkan sosok Buang Totang
Samudero yang telah menjadi mayat di lembah
Janjantung Swarga Jatih baru saja mengatakan apa yang
dibutuhkannya dari si Penujum Hitam.
Untuk sesaat lelaki yang sekujur tubuhnya dibalut kain
hitam itu terdiam. Matanya yang kelabu dan pancarkan
sinar berkilat kilat memandang tak berkedip pada Swarga
Jatih. Lalu katanya, "Aku juga sudah mendengar tentang
kabar itu! Tetapi, ada yang aneh di sini?"
Tak sabar Swarga Jatih berkata, "Katakan kepadaku
apa keanehan itu?"
"Pertama-tama... kutanyakan kepadamu, apakah kau
mempercayai titah dari negeri langit?"
Swarga Jatih terdiam dulu sebelum mengangguk dan
berkata, "Ya!"
"Apakah kau pikir kalau Dewa Langit memang telah
mengundurkan diri?"
"Hanya itu yang kuketahui!"
"Juga kau yakin kalau dia telah menuangkan seluruh
ilmu-ilmunya pada puluhan gulungan daun lontar?"
Wajah Swarga Jatih mulai berubah. Tetapi dia
menyahut juga, "Aku yakin sekali! Barang siapa yang
bisa menemukan lelaki itu sebelum didahului orang lain,
maka dia berhak mewarisi seluruh ilmu-ilmunya."
"Bagaimana dengan senjata mustikanya yang bernama
Gading Tunggul Dewa?"
"Jahanam! Mengapa dia berputar-putar" Apakah
sebenarnya dia hendak menjebakku dengan pertanyaan-
pertanyaan sialannya itu?" maki Swarga Jatih dalam hati
geram. Lalu sambil tindih kegeramannya dia menyahut,
"Gading Tunggul Dewa akan menjadi milik orang yang
pertama mcnjumpainya!"
"Apakah..."
"Keparat! Mengapa kau jadi banyak bertanya hah.
Seharusnya aku yang melontarkan pertanyaan?" putus
Swarga Jatih keras. Tetapi dia kembali bcrsikap biasa
tatkala pancaran mata Penujum Hitam begitu menusuk
ke arahnva. "Kutanyakan semua ini, karena aku menangkap
sebuah keanehan!" kata Penujum Hitam dengan suara
dingin. "Huh! Aku tahu, selama ini kau tak pernah ingkari janji
bila orang yang membutuhkan pertolonganmu membawa
tumbal yang kau butuhkan! Tentunya kau pun tak akan
menyesatkanku, bukan"!" seru Swarga Jatih jengkel.
"Jangan beranggapan seperti itu! Membunuhmu lebih
mudah dari membalikkan telapak tangan! Sekarang,
jangan banyak bicara lagi! Dengar baik-baik! Dalam
penglihatan mata batinku, aku menangkap satu
kepalsuan dari berita yang kau dan aku dengar! Tak ada
titah dari negeri langit!"
"Sialan! Aku yakin dia sebenarnya justru berminat
untuk mencari Dewa Langit! Tetapi, biar kudengarkan
saja apa yang hendak dikatakannya," kata Swarga Jatih
dalam hati. Mendapati perempuan di hadapannya tak banyak
mulut lagi, Penujum Hitam berkata, "Tak ada titah dari
negeri langit tak ada berita tentang pengunduran Dewa
Langit! Yang kutangkap saat ini. berita pengunduran diri
Dewa Langit dilakukan oleh seseorang lelaki yang
berjuluk Tengkorak Bcrbisa!"
"Jangan dusta!"
Perempuan hna! Sekali lagi kau buka mulut, kurobek
mulut celakamu itu!!" hardik Penujum Hitam dengan
tatapan berbahaya, menusuk tajam.
Kendati sukar kendalikan amarahnya, namun Swarga
Jatih segera menahannya. Tetapi dalam hati dia berkata,
"Kau lancang berlaku seperti itu kepadaku! Dan kau akan
terkejut bila kukatakan sesuatu setelah semua yang
kuingin tahu ini telah terungkap."
Kemudian katanya, "Jelaskan lebih lanjut!"
Penujum Hitam keluarkan dengusan dulu sebelum
berkata, "Tengkorak Berbisalah yang telah menyebarkan
semua ini. Manusia semacam Buang Totang Samudero
dan Dewi Neraka, hanyalah orang-orang suruhannya
belaka! Orang-orang bodoh yang takut padanya! Ingat,
Dewa Langit tak pernah mengundurkan diri! Dari hasil
nujum yang kulakukan semalam, dia berada di sebuah
tempat yang sangat gelap sekali dalam keadaan
tertotok!"
"Siapa yang melakukannya?"
"Aku tak tahu, tetapi bisa kutebak kalau Tengkorak
Berbisalah yang telah melakukannya!"
"Mengapa dia melakukannya?"
"Aku tidak tahu sama sekali! Perlu kau ketahui, dari
hasil nujum yang kulakukan, scorang pemuda dari
Gunung Rajawalilah yang akan membongkar semua ini!
Kalau kau ingin tahu lebih jelas, kau harus mencari dan
membuntutinya!"
"Kurang ajar! Justru aku ingin membunuh pemuda
sialan itu! Huh! Tak mungkin semua yang kudengar ini
adalah berita bohong! Justru lelaki sialan ini yang telah
membohongiku! Tentunya, dia hendak mencari Dewa
Langit dan menguasai apa yang dimiliki oleh orang itu!
Jahanam sial!"
Habis memaki begitu daiam hati. perempuan yang
sebagian wajahnya ditutupi selendang merah itu berkata
"Mengapa pemuda dan Gunung Rajawah yang dapat
membongkar semua itu?"
Aku tidak tahu sama sekali! Dan kau...." Pemuda itulah
yang tadi mencoba menyelamatkan Buang Totang
Samudero!!" sengat Swarga Jatih keras.
Penujum Hitam tak keluarkan suara. Kepalanya
mengangguk-angguk sambil berkata, "Sebelumnya... aku
juga menduga seperti itu...."
"Kalau begitu. mengapa kau tadi menahanku untuk
mengejarnya, hah"!"
Sepasang mata Penujum Hitam menyipit.
"Itu bukan urusanku! Apa yang kukatakan telah
kupertanggung jawabkan! Telah kukatakan apa yang kau
tanyakan! Telah kujelaskan apa yang tidak kau ketahui!
Urusan pemuda dari Gunung Rajawali itu adalah
urusanmu! Karena, aku sama sekali tidak tertarik untuk
melacak berita bohong! Ingat, aku bukan orang dungu
seperti kau!!"
Bergetar tubuh Swarga Jatih mendengar kata-kata
orang. Tetapi dia belum terlalu sinting untuk segera
lakukan serangan pada Penujum Hitam.
"Kau mau mempermainkan aku dengan segala ucapan
dustamu itu! Bagus sekarang giliranku!" geramnya dalam
hati Sebelum dia membuka mulut, Penujum Hitam berkata
lagi, "Menurut perkiraanku. kau akan bertemu kembali
dengan pemuda ilu tujuh hari mendatang! Tetapi.. kau
akan dapat dikalahkannya! Ingat, aku telah memberimu
pcringatan, hingga kalau bisa, kau hindari pertemuan
dengan pemuda itu!"
Swarga Jatih segera menyahut dengan rahang
mengembung, "Dan tujuh hari mulai sekarang, kau akan
mampus, Penujum Hitam!!"
Mendengar kata-kata orang, lelaki berbalut kain hitam
itu segera angkat kepala.
"Apa maksudmu, hah"!"
"Kau mungkin memang pandai menujum! Tetapi
sayang, kau tidak bisa membedakan mana jantung yang
telah mengandung racun dan mana yang tidak"!"
Penujum Hitam kertakkan rahangnya. Seraya maju
dua langkah dia keluarkan bentakan, "Jangan bertele-
tele!" "Kau telah bertele-tele menjawab pertanyaanku!
Bahkan kau coba menyesatkan aku dengan segala
ucapan sialanmu itu!"
"Jahanam! Apa yang barusan kukatakan adalah benar
adanya!" maki Penujum Hitam dengan suara menggelegar. Lalu sambungnya, "Katakan, apa maksudmu berkata seperti tadi"!"
Swarga Jatih tersenyum mengejek.
"Buang Totang Samudero telah terkena racun yang
ditelankan secara paksa oleh Tengkorak Berbisa! Dan
tinggal tujuh hari lagi dia harus menemui Tengkorak
Berbisa untuk mendapatkan obat pemunahnya! Aku
yakin, kau bukanlah orang bodoh, yang tidak tahu kalau
racun itu akan mengendap di dalam jantung. Dan akan
menggerogoti jantung sebelum mendapatkan obat
pemunahnva! Buang Totang Samudero telah tewas dan
jantungnya kau makan! Apakah kau belum sadar
juga...?"'
"Perempuan jahanam! Sudah kukatakan apa yang kau
maui! Tetapi kau justru mencelakakan aku!!" putus
Penujum Hitam seraya mencelat ke depan dengan kedua
tangan siap dipukulkan ke kepala Swarga Jatih. Dua
gelombang angin melesat mendahului gerakan tubuhnya.
Swarga Jatih yang memang merasa tak akan mampu
menghadapi Penujum Hitam dan merasa dia sudah dapat
membalas perlakuan Penujum Hitam yang disangkanya
membohonginya, segera memutar tubuh. Kejap itu pula
dia melesat cepat.
Blaaammm!! Dua gelombang angin yang mendahului lesatan
tubuhnya itu menghajar sebatang pohon dan ranggasan
semak belukar yang seketika hangus. Lalu luruh menjadi
abu. "Perempuan
keparat! Kau berani-beraninya
mempermainkanku!" geram Penujum Hitam dengan
suara menggelegar. "Ke mana pun kau pergi, tak akan
pernah kulepaskan!!"
Habis keluarkan makiannya yang keras, sosoknya
telah melesat menyusul ke mana perginya Swarga Jatih.
Delapan kali tarikan napas berlalu, sosok pemuda dan
Gunung Rajawali tiba di tempat semula. Diperhatikan
sekelilingnya dengan seksama.
"Huh! Kemana kedua orang celaka itu! Kendati Buang
Totang Samudero bukanlah sahabatku dan justru orang
yang ingin membunuhku, tetapi perlakuan keji dari kedua
orang itu tak bisa kuterima! Mereka harus mendapat


Rajawali Emas 54 Tengkorak Berbisa di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

balasan!!" kata Tirta dalam hati dengan kedua mata
dipentangkan. Lalu dengan suara kcras dia berteriak, "Manusia-
manusia jahanam! Keluar kalian! Ayo, hadapi aku!!"
Tak ada sahutan apa-apa, tak ada sosok tubuh yang
muncul. Tirta kembali berteriak, tetapi hasilnya tetap
sama. Tatkala dilihatnya sebatang pohon yang menghangus dan tinggal serpihan belaka, barulah
pemuda ini terdiam.
"Aku tidak tahu mengapa batang pohon itu bisa
hancur begitu" Apakah itu perbuatan Swarga Jatih yang
marah karena ternyata Penujum Hitam tak mengatakan
apa yang ditanyakannya" Atau Penujum Hitam tidak tahu
sama sekali yang ditanyakannya?"
Untuk sesaat pemuda dari Gunung Rajawali ini
terdiam. Dadanya nampak naik turun dibuncah
kemarahan. "Huh! Kekejian kedua orang itu sungguh di luar batas!
Tak bisa kubayangkan bagaimana lelaki berbalut kain
hitam itu menyambar jantung Buang Totang Samudero
untuk dima...." Tirta memutus kata-katanya sendiri. Lalu
menyambung, "Aku harus segera mencari kedua orang
itu!!" Memutuskan demikian, pemuda tampan ini bermaksud
menghempos tubuh. Lima kejapan mata bcrikutnya,
gadis berpakaian merah-merah dengan payudara besar
menantang itu tiba di sana.
"Hmmm... tadi sempat kulihat ada gerakan di smu Aku
yakin. gerakan itu dilakukan oleh sosok keemasan yang
sempat kulihat. Aku tak punya urusan dengannya! Tetapi
ingin kulihat orang yang begitu kejam membunuh
lawannya dengan cara mencabut jantung!! Barangkali
juga... dia dapat kujadikan sebagai tempat bertanya
tentang Dewa Langit." Kejap berikutnya, Lakarmini sudah
menghempos tubuh.
Oo-dwkz-oO Bab 6 SOSOK bulat gempal berpakaian hijau yang terbuka
didada itu, muncul dari balik ranggasan semak belukar.
Pandangannya sejenak diarahkan pada orang-orang yang
berada di sana. Tatkala pandangannya menatap pemuda
berpakaian putih yang sedang mengisak, dia mendengus.
"Memalukan! Apakah kau pikir kau masih kanak-
kanak"!" seketika sosok gempal yang tadi memutus
serangan Dewi Neraka dan Dewi Murah Senyum,
keluarkan bentakan.
Pemuda berpakaian putih yang di pinggangnya melilit
kain warna hitam, angkat kepalanya sejenak. Kejap
kemudian dia sudah terisak-isak lagi.
"Huhuhu... tadi kau menolongku, sekarang kenapa
justru mengejekku"!"
"Busyet! Benar-benar cengeng!" sahut lelaki tua
bertubuh kayak tong itu yang tak lain Daeng Gempal
adanya. "Kalau aku punya murid seperti kau ini, sudah
kupepes!!"
"Huhuhu... jahat, kau jahat! Kenapa di dunia ini
banyak orang jahat?"
"Cengeng! Kau mengatai aku jahat. hah"!" pelotot
Daeng Gempal disertai makian keras.
Sebelum Pendekar Cengeng membuka mulut, Dewi
Neraka yang unluk sejenak memperhatikan lelaki ini
berkata juga. Dewi Murah Senyum sudah mencelat
kedepan dengan kibaskan tangan kanan dan kirinya.
Jurus "Tabur Bulan Petik Matahari' sudah dikeluarkan.
Saat itu pula menderu dua cahaya merah yang duiringi
hawa panas kearah Daeng Gempal.
Kakek bertubuh gempal yang bersikap asal-asalan itu.
sesaat wajahnya nampak sedikit berubah. Sambil geleng-
geleng kepala. sosok gempal ini melompat kekiri. Luar
biasa gerakannya begitu ringan sekali seolah tak
terganggu oleh bobot tubuhnya.
Saat itu pula terdengar suara letupan yang sangat
keras tatkala dua cahaya merah yang dilepaskan Dewi
Murah Senyum menghantam tanah dimana sosok Daeng
Gempal berdiri.
Sebenarnya Dewi Murah Senyum tak terlalu terkejut
tatkala melihat serangannya dihindari dengan mudah.
Tetapi karena dia tak mau rahasia yang selama ini
dipendamnya terbongkar, dia sudah kembali susulkan
Tragedi Di Tengah Kabut 2 Tiga Dara Pendekar Seri Thiansan Jiang Hu San Nu Xia Kang Ouw Sam Lie Hiap Karya Liang Ie Shen Kemelut Cinta Berdarah 2
^