Mustika Gerbang Dewa 2
Pendekar Mabuk 128. Mustika Gerbang Dewa Bagian 2
"Apa maksudmu menggenggam lenganku".
bisik ratu Rimba bernada ketus.
"Aku menangkap suara detak jantung selain miiik kita' bisik Suto Sinting sambii meiepaskan genggamannya. Bumbung tuak segera dipindahkan dari punggung ke pundak.
Talinya dikait dengan ibu |ari.
Sewaktu-waktu dapat diambil untuk menghadapi bahaya.
'Ada dua detak jantung yang bukan miiik kita.
Kurasa di sekitar sini ada orang selain kita.".
"Kau bisa mendengarkan detak jantung?" Ratu Rimba setengah tidak percaya. ia mencibir dan mau melangkah iagi, waiau sebenarnya Ia" merasa kagum kepada Kemampuan suto.
"ih... Kurasa itu hanya gema dari detak jantung kita sendiri.".
"Kita di dalam hutan, bukan di daiam goa. Mana ada gema?".
"Siapa biiang di hutan tak ada gema?".
Langkah gadis itu terhenti iagi karena tangan Suto mencekai pundaknya. Sebelum ditegur, tangan itu buru-buru melepaskan pundak si gadis.
"Hmmm, sekarang iustru ada empat detak jantung yang bukan miiik kita, Ratu Rimba Waspadalah. Pasti ada orang lain di sekitar sini.".
"Apa maksudmu menakut-nakutiku?" geram Ratu Rimba, kini ia mencengkeram baju Suto lagi sebagai tanda tak suka ditakut-takuti.
Zuiiiz.... Tiba-tiba sebatang anak panah melesat ke arah punggung Ratu Rimba.
Dengan cepat tangan kiri Suto menarik pundak Ratu Rimba hingga gadis itu terpeiuk olehnya, kemudian tangan kanannya menyambar anak panah yang hampir saia menembus punggung Ratu Rimba.
Wuuut, teeeeb... Plaak. Ratu Rimba berhasil meronta sambil iepaskan tamparan di pipi Suta.
Tamparan keras itu membuat Suto nyaris terpelanting jatuh. Untung ada batu yang mengganjal tumitnya, sehingga ia tak jadi jatuh dan segera tegak kembali.
"Jangan kurangajar padaku, ya?" ancam Ratu rimba sambii menudingkan telunjuk ke arah hidung Suto.
Tangan kanan Suto segera diangkat. Sebatang anak panah dalam genggamannya disodorkan ke muka Ratu Himba.
"Lihat.. Aku menangkap panah ini Bukan mau kurangaiar padamu, Gadis bodoh" maki Suto dengan jengkel.
Ratu Rimba tertegun bengong. Tapi kejap berikutnya ia berbaiik memandang ke arah belakangnya.
Zuiiit . Satu anak panah lagi melesat ke arah mereka dari sisi iain. Ratu Rimba melambung naik dan bersalto satu kaii sambii menyambar anak panah itu. Jika tak disambar anak panah itu akan kenai dada atau leher Pendekar Mabuk.
Wuuut, teeb...l. Zuiiiz, zuuulz, zuuuiz...
Tiga anak panah datang dari tiga tempat.
Pendekar Mabuk menghindari anak panah yang menuju ke arahnya.
Juubb... Anak panah itu menancap pada sebatang pohon. Satu anak panah berhasil ditangkap tangan kirinya, sedangkan satu anak panah berhasil dibelokkan arahnya oleh Ratu Rimba memakai anak panah yang baru sala ditangkap tangannya.
"Berpencarl Kita dikepung" seru Suto Slnting sambii lakukan iompatan bersaito tinggi.
Wuuuk. wuuuk 'Jieeeg... Zuiiiz, zuii' , zuiiiz, zuiiit...
Mereka dihujani anak panah. Ratu Rimba berjumpalitan juga di udara sambil menebaskan pedangnya untuk menangkis anak panah yang menuju ke arahnya. Pendekar Mabuk menangkis dan menghindari anak panah dengan menggunakan bumbung tuak. Makin lama hujan anak panah itu semakin banyak. Panah-panah itu meluncur dari' berbagai penjuru, sehingga Ratu Rimba terpaksa memutar tubuhnya dengan cepat dalam posisi tegak lurus.
Wwweeerrss... Putaran tubuh cepat Itu membuatnya meluncur tinggi dan hinggap di atas pohon. Sementara itu, Suto sinting menggunakan iurus 'Gerak Sliuman'-nya yang membuat Para pemanah sulit kenai tubuhnya.
Jeeb. "Aaahkk..." Ratu Rimba memekik. Sebatang anak panah menancap di betisnya. ia segera mencabutnya dalam keadaan berdiri di atas dahan pohon.
Jeeeb..'.l. "Aaahk" peklkan pendek terdengar lagi. Ratu rimba kena Panah lengan kirinya. la berusaha melompat dari Pohon yg satu ke pohon yang lain.
tetapi para pemanah itu yang sebaglan menampakkan diri-sebagian masih bersembunyi itu ternyata lebih dari lima belas orang.
deeep... "Aauh..." pekiknya iagi. Kali ini pinggang dan pahanya yang terkena panah. Menancap hampir separo bagian.
Zlaap. llaaap, Ziaaap... Pendekar Mabuk bergerak zig~zag, membingungkan Para Pemanah. Gerakan itu dilakukan untuk' menyelamatkan Ratu Rimba yang sudah terluka tiga tempat. Bahkan segera menyusui dua anak panah kenai tubuhnya; punggung dan paha kanan.
Weess... Suto Sinling menyambar gadis itu.
Zlaap, Zlaap... Dalam sekeiap ia sudah berada iauh dari tempat para pemanah mengepungnya. Suto membawa lari Ratu Rimba ke arah yang tak tentu.
"Kejar merekaaaa....".
Teriakan seseorang terdengar dari kejauhan.
Pendekar Mabuk terus saja meiesat dalam kecepatan tinggi. Para pengejar kehilangan arah. Mereka berpencar menuju arah barat, sesuai dengan peiarian Suto Slnting.
Padahal beberapa saat kemudian, Suto Slnting belokkan arah ke utara.
Pantai utara menjadi tempat perhentiannya. Tak mungkin Suto iari terus menyeberangi lautan tanpa perahu. Lagi pula mau sampai ke mana jika ia berlari terus menyeberang lautan.
Bisa-bisa dimakan ikan ganas, atau ditelan ombak lautan yang kala itu airnya sedang pasang.
Hutan tepi pantai dirasakan cukup aman ketimbang harus berada di pasir pantai. Di bawah pohon besar berdaun rindang, berdahan melebar menyerupai payung raksasa, tubuh si Ratu rimba dibaringkan di sana. Gadis itu merintih pelan.
Ternyata ada tujuh tempat yang terluka ditembus panah.
Empat di antaranya masih menancap pada tubuh si Ratu rimba.
Sreeb... "Auuh. Ratu Rimba memekik ketika anak panah dicabut Suto Sinting.
Sreeb, sleeb, seet. "Auow, uuhk, aah. Kini tubuh itu bebas panah. Tapi darah mengalir terus, karena beberapa anak panah ada yang kenai bagian rawan. Bahkan yang ada satu tadi yang menancap di belahan dada.
Pendekar Mabuk sendiri berdarah di bagian pipi kirinya. Pipi itu tadi terserempet panah yang nyaris menancap di matanya. Tapi luka tersebut tak seberapa parah, hanya goresan sedikit daiam.
Yang paling parah memang Ratu Himba. Gadis itu tak sempat pingsan. Masih bisa merasakan betapa sakit dan perihnya bagian-bagian yang terluka itu.
Bahkan ia tak punya kemampuan untuk bergerak lebih banyak kecuali hanya menggeliat ke kanan dan ke kiri sambil merintih peian.
Suto buru-buru menenggak tuaknya. Luka di pipi cepat kering dan menjadi hilang karna pengaruh kekuatan tuak saktinya.
Tetapi ia sengaja berdiri di samping Ratu Rimba dan pandangi gadis itu tanpa ' memberikan tuak tersebut kepada si gadis. ia pandangi beberapa luka di tubuh seksi itu dengan suara berdecak heran bercampur iba.
'Ck, ck, ck, ck... Parah sekaii keadaanmu, Ratu Himba.".
"Uuuhkk... Suto... ia... iakukan.... sesuatu un...
untukku... too... tolonglah... aku, Suto...." rintihnya dengan napas Ierputus~putus.
"Bukankah katamu tadi, kau bisa selamatkan dirimu sendiri?".
"Aak... aku... aku hanya... bercanda. Ja... jangan kau masukkan... hatimu. Ooouhm." ia mengerang dengan mata terpejam. Pendekar Mabuk tak tega untuk melecehkan kesombongan Ratu Rimba tadi.
"Kau harus mau minum tuakku. Tuak ini bisa untuk sembuhkan luka.".
'As, asal jangan... sampai... aku... mabuk....".
Suto Sinting tertawa kecli. Sambil menuang tuak ke daiam tempurung, tutup bumbung itu, Suto berkata seperti orang menggumam sendiri.
"Tak dapat kubayangkan kalau gadis liar sepertimu sampai mabuk. Mungkin seluruh isi dunia kau jungkirbalikkan.".
Tuak diminumkan pelan~pelan ke muiut Ratu Rimba. Bagian yang teriuka mulai berasap. pertanda ada racun cukup berbahaya pada luka tersebut.
Sedik't demi sedikit luka itu mengering. Pernapasan mulai lancar.
"Jangan bergerak dulu. Pakailah untuk berbaring beberapa saat, biar tenagamu cepat pulih dan peredaran darahmu lancar lagi.".
"Tuakmu pahit" ujar ratu Rimba.
"cuih, cuuih...l".
Gadis itu meiudah ke samping, Suto Sinting hanya pandangi dengan dongkoi.
"Konyol.. Bukannya merasa bersyukur malah mengecam tuakku".
Tapi sebenarnya dalam hati gadis itu menyimpan segudang kekaguman.
"Pantas dia berjuluk Pendekar `Mabuk. Tuaknya sungguh dahsyat. Rasa sakitku berangsur-angsur hilang. Luka-iuka ini juga tampaknya tak keluarkan darah iagi, bahkan sedikit lembab.
Pasti sebentar lagi akan kering. Tuak dari mana bisa sehebat itu" Sayang pemiliknya seorang pemuda yang cerewet".
Suara deburan ombak terdengar, karena tempat pohon besar tumbuh itu cukup dekat dari batas perairan pantai. Mereka dapat melihat gulungan ombak' bersama buihnya yang menari~nari di lautan lepas sana. Namun pemandangan indah itu kurang menarik perhatian Pendekar Mabuk. ia lebih tertarik dengan peristiwa mengejutkan yang membuatnya nyaris mati dirajang puluhan anak panah tadi.
Pendekar Mabuk duduk di atas akar pohon itu yang besarnya melebihi ukuran pahanya. Dalam keadaan duduk setinggi betis, ia dapat berhadapan dengan Ratu Rimba yang masih dalam posisi terbaring.
"Siapa mereka tadi" Apakah kau mengenali mereka?".
"Siapa iagi kalau bukan orang-orang Danau Getih?".
"Danau Getih" Di mana letaknya Danau Getih itu?".
"Tak jauh dari tempat kita dlsergap tadi".
"Baru sekarang kudengar nama Danau Getih?".
gumam Suto bagaikan bicara sendiri.
"Tak jauh dari situ tadi ada sebuah danau berair merah. Orang-orang menyebutnya Danau Getih. Di situ pula ada perkampungan penyamun, diketuai oleh Barong Geni.".
"Hmmm, nama yang baru kudengar lagi. Barong Geni.".
Pendekar Mabuk menggumam dalam hati. Kini ia baru menyadari, betapa banyak perguruan atau partai di rimba persilatan itu. Rupanya apa yang sudah diketahuinya selama ini hanya sebagian saja, dan masih banyak yang belum tercatat dalam ingatannya.
Perjaianannya kali ini mempunyai makna tersendiri bagi dirinya. Sebuah pengalaman baru diperoleh dan membuat wawasan dunia persiiatannya menjadi semakin luas.
Namun bagaimana pun juga, Pertemuannya
dengan Ratu Rimba ternyata tetap mempunyai satu sisinya misterius. Banyak hal yang beium diketahui tentang gadis itu, seperti misalnya mengenai penyebab penyerangan dari orangorang Danau Getih itu.
"Tentunya kau dapat jeiaskan padaku, mengapa kita diserang oleh mereka, Ratu Rimba" Aku ingin mendengarnya sekarang juga".
Ratu Rimba tak langsung menjawab. la mencoba bangkit dan duduk di tanah dengan kaki melonjor lurus. Ternyata badannya sudah enak untuk duduk.
Tap lukanya masih belum kering betul.
"Sebenarnya akulah yang diserang mereka. Tapi karena kau ada bersamaku, maka kau terlibat di dalamnya. Mereka menghendaki nyawaku.".
"Alasannya...?".
"Mereka juga menghendaki Mustika Gerbang Dewa. Lebih dari sepuluh kaii Barong Geni mengutus orangnya untuk mencuri Mustika Gerbang Dewa, tapi tak satu pun utusannya yang kembali dalam keadaan hidup. Aku selalu membunuh mereka yang bermaksud mencuri Mustika Gerbang Dewa.".
"Semudah itukah kau membunuh seorang pencuri?".
Merasa dikecam, Ratu Rimba tak bisa menerima begitu saja. la segera bangkit dan berdiri tegak dan bertolak 'pinggang satu tangan. Tangan yang satu digunakan menenteng pedang.-Pedang itu sudah dimasukkan ke dalam sarungnya oleh Suto sebelum Ratu Rimba meneguk tuak tadi.
"Jangan kau nilai keji tindakanku terhadap mereka. Pendekar Mabuk. Aku terpaksa harus bertindak tegas dan keras, karena akulah yang dipercaya untuk menjaga Mustika Gerbang Dewa .Jika mereka ingin mencuri mustika itu, sama saja mereka ingin mencuri nyawaku. Maka iebih baik kukirim nyawa mereka ke neraka daripada nyawamu yang mereka kirim ke alam kubur. Mengerti?".
Sentakan kasar itu diterima Suto dengan manggut~manggut dan tetap kalem.
itulah sebabnya aku harus bikin perhitungan sendir dengan Darah Prabu, bila perlu dengan gurunya ' sambung Ratu Rimba.
"Dia telah berhasil mencuri Mustika Gerbang Dewa, sama saja telah berhasil mencuri nyawaku Oleh sebab itu, guru mengutusku untuk merebut kembali mustika itu, atau mati di tangan Siapa Saja".
Setelah diam beberapa' kejap, Suto Sinting kembali ingat pada si Pelempar Senjata rahasia.
Maka ia pun ajukan tanya dengan suara sedikIt rendah.
"Apakah menurutmu Selendang .Jantan juga menghendaki Mustika Gerbang Dewa?".
"Setiap orang bisa saja berkeinginan seperti Itu.
Hanya saja, sejauh yang kukenai pribadi Selendang Jantan, menurutku dia tak punya hasrat untuk berkhianat padaku. Mengapa kau tanyakan tentang dia?".
"Barangkali saja senjata rahasia yang hampir menewaskan dirimu itu adalah memang benar milik Selendang Jantan.".
"Tidak mungkin" tegas ratu Rimba tanPa kesangsian sedikit pun. "Pasti dari Pihak lainnya menghendaki kematianku dengan alasan tertentu.
Bisa karena ingin memiliki mustika tersebut, bisa juga karena kepentingan lain yang bersifat pribadi.
ratu Rimba makin mendekat. sedikit rendahkan badan agar sejajar dengan Suto sinting yang masih tetap duduk di atas akar pohon. "Aku lebih banyak punya musuh daripada punya teman. Tidak menutup kemungklnan begitu aku keluar dari daerah kekuasaanku.
maka mereka berlomba-lomba membunuhku " merasa bangga itukah kau punya banyak musuh.
"Terpaksa harus bangga" sahut Ratu Rimba.
"Demi lindungi keutuhan Mustika Gerbang Dewa, aku menjadi banyak punya musuh. Hal itu sudah kuperhitungkan sebelumnya".
Seiesai bicara tegas begitu, ratu Rimba tersentak sekejap, kemudian 'jatuh terpuruk di depan mata Pendekar Mabuk.
Brruuk... "Rlmba...?" sentak Suto dengan tegang. "oooh, sepertinya ada yang menotoknya dari jarak jauh?".
Terbelaiak lebar mata Suto melihat kenyataan itu. la muiai berputar pandangi sekeiilingnya. semula ia sempat menyangka ratu Rimba bercanda dengan caranya sendiri. Tapi ternyata sejak itu Ratu Rimba tak bergerak lagi, tubuhnya sangat lemas bagai tanpa tulang. Suto cepat simpulkan ada pihak lain yang menotok Ratu Rimba dari tempat tersembunyi.
Suto Sinting sadar akan datangnya bahaya yang belum jelas dari mana munculnya. Karenanya pemuda tampan itu
segera melompat jauhi ratu Rimba.
la buru-buru meliiitkan tali bumbung tuak ke lengan kirinya. Kedua mata kembali memandang nanar ke beberapa arah. Jurus 'Lacak Jantung-nya dipergunakan kembali. Telinga gaibnya dibuka untuk menangkap suara detak jantung orang ketiga yang diyakini ada di sekitar pantai tersebut.
Namun telinga gaib itu ternyata buru-buru tertutup oieh suara `deru aneh yang sepertinya tepat berada di depan lubang kedua telinganya. Suara aneh tersebut membuat Pendekar Mabuk sentakkan badan, meniadi kejang dan menyeringai kesakitan.
Suam itu adalah suara dengung yang menyerupai suara gangsing.
Pendekar Mabuk segera sentakkan kaki dan melambung ke depan dengan gerakan bersalto satu kali.
wuuuk, jleeg... Kini ia berbalik arah karena tadi ia mendengar suara dengung tersebut berasal dari arah belakangnya. Ternyata dugaannya memang benar, ada seseorang yang muncui di pantai itu dengan mata dingin dan wajah memancarkan permusuhan yang perlu diwaspadai.
Si mata dingin itu adaiah seorang lelaki berusia sekitar lima puiuh tahun, berambut lebat sebatas pundak. Rambut dan brewoknya berwarna abu-abu karena bercampur uban. Ia bertubuh gemuk dan berkulit hltam.
la mengenakan baju tanpa lengan wama hijau garis-garis putih, sedangkan celananya berwarna hijau polos.
Selain sabuk kulit warna hitam, orang tersebut juga mengenakan geiang kulit warna hitam. Satu- satunya warna merah adalah gagang kapak yang panjangnya sekitar tiga jengkal dan mempunyal rantai bisa terulur ke depan. Di ujung rantai itulah terdapat mata kapak dua sisi dan dapat memutar ` seperti baiing~baling.
Kapak dan rantainya saat itu sedang diputar- putar di atas kepala hingga timbuikan suara dengung mirip gangsing. Ketika Pendekar Mabuk menatapnya selama empat heiaan napas, orang tersebut menyentakkan gagang kapaknya ke depan, lalu rantainya terulur maju dengan mata kapak menyambar kepala Pendekar Mabuk.
Craak, wuuung. "Gawat..."' Suto sinting sempat kaget disambar kapak besar itu. ia segera rundukkan kepaia dengan badan membungkuk dan meliuk seperti orang mabuk mau tumbang. Sepasang mata kapak itu menyambar dahan pohon.
Grass... Biuuk... Dahan sebesar paha itu terpotong rapi tanpa basa-basi lagi. Sempat kagum juga hati Suto melihat ketajaman dan kecepatan gerak mata kapak tersebut.
Sraaak... Rantai itu masuk ke dalam gagang kapak saat dlsendat ke belakang. Kini mata kapak dua sisi Itu berada merapat di ujung gagang kapak yang terbuat dari besi berongga. Dengan lincah kapak ltu dapat ditebaskan ke kanan-kiri seirama dengan jurusnya yang lincah dan cepat itu.
"Orang ini sepertinya tak ingin memberikan kesempatan padaku untuk bicara".
Hmmm, agaknya perlu kulayani dulu dia" ujar Suto membatin sambil menghindar ke samping kanan karena tendangan orang itu datang bersama terjangan tubuhnya yang melesat cepat, seperti batu terlempar dari semburan kawah gunung berapi.
Wuuus...l. "Heaaah..." kaki orang itu tiba-tiba menyentak ke samping kanan-kiri, sehingga salah satu kaki terpaksa ditangkis dengan kibasan lengan kanan Suto.
Buuhk... Gubrass... Pendekar Mabuk terpeianting jatuh.
"Edan.. Besar sekali tenaga dalamnya" Kusangka sedang-sedang saia".
Hmmm... harus kuajar pakai iurus 'Jari Guntur' kalau begini caranya".
Pendekar Mabuk mainkan iurus anehnya yang sempoyongan ke sana-sini dengan gerakan patah patah, tiba~tiba ketika badannya membungkuk rendah dengan kaki kiri ditarik lurus ke belakang, jari tangan kanan yang menyilang di belakang tangan kiri melepaskan sentiian bertenaga dalam ke arah lawan.
Tees, tees... Dua gumpalan hawa padat melesat tanpa cahaya tanpa suara. Ternyata sentiian pertama meleset dari sasaran karena orang itu segera melambung ke atas dengan gerakan berjungkirbalik dan siap ayunkan kapaknya. Namun sentiian kedua ternyata kenai punggung orang itu saat berjungkirbalik.
Buuhk. "Oohk..." orang itu memekik pendek dengan tubuh gemuknya terlempar ka arah samping. la iatuh terbanting di atas akar-akar pohon yang bertonjolan seperti batu.
Gabruuuk... "Uuh". rahang orang itu membentur akar pohon keras.
la menyeringai menahan sakit, tapi tubuh gemuknya itu mampu melompat bangun dengan satu sentakan jari tangannya ke tanah.
Wuuut, ileeg... "Heahhh..." sl orang gemuk itupasang kuda kuda iagi. Rupanya sentiian 'Jari Guntur' yang selama ini sering membuat lawan lumpuh sesaat, kali ini tidak beriaku bagi si brewok berperut buncit itu.
"Hebat juga tenaganya" la seperti tak merasakan apa-apa di punggungnya?" Suto sinting kagum sendiri dalam hatinya.
Namun sebelum orang itu menyerang lagi, suara Suto Sinling sudah lebih duiu diiontarkan sehingga orang itu menunda rencana penyerangannya.
"Tunggu.. Rasa-rasanya kita belum pernah saling kenal. tapi mengapa kau bernapsu sekaii membunuhku" Siapa kau sebenarnya?".
"Omong kosong jika kau tak tahu siapa diriku".
geram si brewok dengan suara besarnya. "Gadis busuk itu pasti sudah bercerita padamu tentang Wlsonogo dari Alas .tagai...".sambii ia menepuk dadanya sendiri, memperkenalkan diri sebagai orang yang bernama Wisonogo dari Alas Jagal.
"Aku baru saia kenal dengan Ratu Rimba; jadi~ mungkin dia iupa memberitahu padaku bahwa di atas bumi ini ada orang gagah dan ganteng bernama Wisonogo dari Alas jagal.".
"Hmmh... Barangkali gadis busuk itu takut menyebut namaku, sehingga ia tak mau ceritakan diriku padamu, Bocah kelemprot".
"Mungkin saja begitu. Jadi sekarang kau tahu, aku dan Ratu rimba baru saia berkenalan. Tak terlibat urusan apa-apa. Kuharap kau tidak memusuhiku, Wisonogo".
"Jika benar begitu, menyingkirlah sekarang juga dari sini Akan kupenggal kepaia gadis busuk yang teiah memenggal kepala tiga orang kepercayaanku.
Heeaahh. Wuuuut... Wisonogo melompat mendekati Ratu Rimba yang tak berdaya. Kapaknya diayunkan bagai ingin memenggal leher gadis itu yang nampak berbantaian akar pohon sebesar betis itu.
Namun sebelum sepasang kapak lebar itu bergerak turun. Suto sinting lepaskan jurus Pukulan Gegana-nya. Kedua jari tangan kanannya disabetkan seperti melempar pisau, dari selarik sinar kuning patah-patah melesat dari ujung jari itu. menghantam maia kapaknya Wisonogo.
Claap... Biaaaarr.... Brewok berkulit hitam itu terpentai ke samping.
Pendekar Mabuk diarn di tempat sambil berkerut dan merasa heran melihat mata kapak itu masih utuh. Padahai biasanya jurus 'Pukulan Gegana' dapat hancurkan senjata lawan, bahkan bisa untuk melubangi duatiga pohon sekaligus. 'ternyata iurus itu juga tidak berlaku bagi senjata Wisonogo.
Mata kapak itu tidak iecet sedikit pun, bahkan hangus pun tidak.
' ..Hebat juga senjata ilu?" gumam Suto dalam hatinya.
..Menqapa kau ikut campur, Anak barok?" seru Wlsonogo tampak berang sekali.
..Maaf aku paling tak suka melihat seorang kesatria qagah perkasa sepertimu menyerang seorang wanita, terlebih wanita yang sudah tidak berdaya".
"Kaiau begitu kau ada di pihaknya dan minta mampus sekarang juga, hah".
Heeeah". Srrook... Wisanogo sentakkan kapaknya lurus ke depan. Mata kapak itu terbang sendiri dalam keadaan berputar seperti baIing-baiing, sementara rantainya teruiur sesuai jarak yang dibutuhkan.
Kecepatan terbang mata kapak itu sempat membuat Suto sinting terkejut. Namun dengan 'Gerak Siiuman', murid sinting si Gila Tuak itu berhasii menghindari ancaman maut itu.
Ziaaap... Dalam sekejap, Pendekar Mabuk sudah ada di samping kiri Wisonogo. Orang brewok itu menggeram makin marah. Tangan kirinya yang tidak memegang apa-apa itu segera menyodokkan dua jari ke arah Suto.
Suuut... Bumbung tuak Suto dihadangkan di depan dada.
Deeer... Letupan tak merdu terjadi akibat hawa padat yang merupakan totokan jarak jauh itu beradu dengan bumbung tuak yang berhawa sakti.
Kegagalan tersebut membuat Wlsonogo penasaran sehingga mengulanginya beberapa kali.
Tapi tak satu pun totokan jarak jauhnya ada yang berhasii kenai tubuh Pendekar Mabuk.
"Tiba saat pembalasan" geram Suto Sinling ketika Wisonogo hentikan serangan beruntunnya sesaat.
Wisonogo ingin gunakan kapaknya iagi, tapi tiba~ tiba tubuhnya terlempar ke belakang dan terbanting dengan
kerasnya. Wuuut, gabruuuk... "Aaah_.." pekiknya dalam erangan memanjang.
Belum sempat berdiri, Wisunogo sudah terlempar lagi ke atas, lalu jatuh terbanting tanpa bisa menjaga keseimbangan badannya.
Wuuut, gabruuuk... Mulutnya mulai berdarah. Namun senjatanya masih tetap digenggam kuat-kuat. la mencoba bangkit lagl.
tapi tiba-tiba tubuhnya terlempar ke samping dan membentur pohon dengan kuatnya.
Jebreet.. Duuurr... Pohon besar itu bergetar akibat benturan tubuh Wisonogo.
Pendekar Mabuk terpaku di tempat dengan mulut terbengong dari mata tak berkedip. la sangat heran, karena ia belum lakukan apa-apa, tapi Wisnnogo sudah terbanting-banling ke sana-sini. Bahkan makln lama semakin lebih parah lagi.
Wuuut, gabruuk... Wuuus, bruuk... Wees. gabruuk... Wuuut, ceproot...
"SaklT ayannya kumat apa, ya?" gumam Suto Sintlng dalam hati. "Ooh, kurasa ada orang yang menyerangnya dengan kekuatan tenaga dalamya darl jarak iauh. Ada yang membantuku" Hmmm, siapa orangnya dan di mana dia".
Pendekar Mabuk sibuk celingak-celinguk mencarl orang yang melempar-bantingkan Wisonogo.
Sementara itu, sl brewok berwajah angker itu masih saja terlempar dan terbanting ke sana~sini, hingga wajahnya berlumuran darah. Mungkin kepalanya sempat retak karena terbentur batu dan akar keras beberapa kali. Lemparan tubuhnya makin lama makin jauh' tapi mondar-mandir di sekitar situ~situ juga.
dan terakhir, tubuh gemuk itu terlempar ke atas menabrak dahan pohon.
Krrak... Tubuh gemuk itu masih terus meluncur ke atas lagi, lalu turun dengan cepat, menerabas dedaunan, mematahkan ranting dan dahan yang lainnya.
Guiraaak. brruus. kraak krossaak.
bruuuk... Aaaahhk.. Wisonogo mengerang panjang; Kepalanya makin bonyok, makin sulit digerakkan. Mungkin ada yg Patah tampa malu-malu lagi.
justru yang ketakutan adalah Pendekar mabuk.
la buru-buru dekati Ratu Rimba untuk lindungi gadis itu bila sewaktu-waktu dirasakan ada bahaya yang akan menyerangnya. Sementara ltu, Wisunogo yg menggenggam kapaknya dengan dua tangan itu terlempar _lagi dengan kecepatan sangat tinggi, sampai menerjang daun dan ranting-ranting Pohon sejauh lebih dari dua puluh tombak.
Wess.. "Aaaaaaaaaaaa. Jeritanya makin lama makin kecil karena iauhnya lemparan tersebut. pekik tertinggi saat ia jatuh di sebrang sana nyaris tak terdengar dari tempat Pendekar Mabuk berada. Kedua mata Pendekar Mabuk hanya bisa membelalak tegang dan clingak.
clinguk terus mencari siaPa Si Pelempar Wisonogo itu.
000000000. SEORANG wanita cantik bermata dingin tapi punya hidung mancung dan rambut panjang diikat seperti ekor kuda, bergerak turun dari ketinggian pohon di seberang sana. Wanita itu melayang turun dalam keadaan berdiri di atas selembar daun seperti daun talas. Gerakan melayangnya tak terlalu cepat, sehingga dapat dilihat Suto sinting dengan mata tak berkedip dan mulut tetap melongo seperti liang belut di pinggir sawah.
"Astaga..." Rupanya dia yang melemparkan Wisonogo sejauh itu" Pantas dia bisa lakukan seperti itu, karena dia punya jurus 'Kendali Netra' yang mempunyai kekuatan besar pada pandangan matanya.
Ya, ampun hamplr saja kulupakan keberadaannya di rimba persiiatan ini" gumam hatl Pendekar Mabuk yang merasa sangat kenal dengan wanita cantik yang melayang di atas daun lebar itu.
Pendekar Mabuk memang hampir saja melupakan wanita berpakaian ketat warna biru seperti.
MUSTIKA GERBANG DEWA. terbuat dari karet itu. Pakaian tersebut tertutup rapat model 'Wearpack', dan membentuk lekak-iekuk tubuhnya yang begitu indah, seksi dan menggiurkan.
Seolah-olah dia telanjang, karena pakaian biru terang nyaris menyatu dengan kulit tubuhnya yang kuning langsat.
Wanita berusia sekitar tiga puluh tahun itu bersenjatakan pisau kembar di bawah kedua lengannya. Pisau-pisau itu bersarung tembaga dan sangat berbahaya ilka dipergunakan dalam pertarungan.
Selain beracun juga mempunyai kecepatan terbang yang sukar dilihat lawan. Dialah satu-satunya murid mendiang Nyai Parisupit yang bukan dari keturunan leluhur sang Nyai. Namanya memang tidak begitu dikenal, karena wanita itu lebih banyak diam daripada berkoar-koar. Tetapi para tokoh rimba persllatan yang sudah punya nama justru banyak yang mengenalnya.
Dia tak lain adalah Merpati Liar, kakak dari Angin Betina. Kedua wanita muda itu sama-sama berilmu tinggi, dan sama-sama menaruh hati kepada Pendekar Mabuk.
Tapi mereka sama-sama tahu bahwa Pendekar Mabuk sudah meniadi kekasih Dyah Sariningrum, sehingga mereka tidak berani merebut Suto sinting dari Dyah Sariningrum, putri penguasa Puri Gerbang Surgawi yang ada di alam gaib, yaitu Gusti Kartika Wangi.
Pendekar Mabuk 128. Mustika Gerbang Dewa di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Cukup lama Pendekar Mbuk tidak bertem u dengan wanita berilmu tinggi dan berwatak keras, tegas dan memancarkan karisma tersendiri itu.
Suto Sinting mengenal Merpati Liar ketika terlibat dalam rebutan Panji-panji Agung yang melibatkan Darah Prabu juga, (Baca serial Pendekar Mabuk dalam episode ke 58: "GADIS BURONAN").
Wess...l Daun lebar itu melesat sendiri dalam ketinggian sebatas kepala Pendekar Mabuk. Merpati Liar melompat turun dari daun, sementara daun langsung menancap pada sebatang pohon jatuh di beiakang suto Sinting.
Si cantik berhidung mancung itu sunggingkan senyum tipis. Begitu tipisnya hingga menghadirkan daya pesona yang membuat Suto Sinting jadi penasaran. Dengan langkah cepat Suto sinting hampiri Merpati Liar yang berdiri dalam jarak lima langkah itu.
Tanpa ragu-ragu lagi, Pendekar Mabuk memegang kedua pundak Merpati Liar, kemudian memberikan kecupan lembut di kening wanita cantik itu.
Cupp... Si wanita diam saja, justru semakin melebarkan senyumannya yang sangat menawan dan membuatnya tampak anggun itu.
"Bagaimana keadaanmu, Merpati Liar?" suara Suta bernada mesra, sedikit pelan dan bercampur desah.
Merpati liar meniawab dengan suara setengah membisik juga.
'Aku baik-baik saja.".
"Oh, tak kusangka kita akan bertemu lagi, Merpati liar.Dulu aku pernah mencarimu sampai beberapa waktu lamanya, tapi tak kudengar kabarmu di mana, sehingga kuputuskan untuk berserah diri pada sang nasib. Jika memang dewata masih ingin mempertemukan kita, maka di suatu saat kita pasti akan bertemu. Ternyata sekaranglah saat pertemuan ini terjadi. Merpati Liar.".
"Mengapa kau mencariku?".
"Dulu aku rindu padamu.".
"Sekarang sudah tidak lagi?".
"Tentu saia semakin besar. Sayangnya semakin hari kerinduan itu semakin tertutup eleh masalah- masalah yang harus kuhadapi dengan mempertaruhkan nyawaku.".
"Kebesaran namamu selalu kudengar dan membuatku sering tersenyum sendiri mengenangmu, Suto.".
"Begitukah" Suto Sinting tertawa diliputi perasaan yang amat bahagia. Merpati Liar melangkah dekati ratu Rimba yang masih terpuruk karena totokan Wisonogo. Pendekar Mabuk mengiringi 'langkahnya dari samping kanan.
"Ketika kulihat kau bertarung dengan Wlsonogo, hatiku terasa disengat api. Maka kutangani dia dari kejauhan.".
"Kau kenal dengan Wisonogo?".
'Tentu saja. Dia termasuk pihak yang selalu berusaha mencuri Mustika Gerbang Dewa.".
Pendekar Mabuk langsung berkerut dahi, sedikit kaget mendengar Merpati Liar sebutkan Mustika Gerbang Dewa. Pandangan mata Suto segera melirik ke arah Ratu Himba.
"Kalau begitu kau kenal dengan ratu Rimba itu?".
"Sangat kenal. Dia termasuk orangku.".
"on". jadi kau dan ratu Rimba satu kelompok dan...".
"Aku bergabung dengan pihak Biara Perak.".
"Biara Perak...?" gumam Suto merasa asing dengan nama itu.
"Eyang Girlmaya mengajakku bergabung untuk memperkuat Biara Perak.".
"Siapa yang bernama Eyang Glrlmaya itu?".
"Gurunya si Ratu Rimba, juga sahabat masa muda mendiang guruku: Nyai Parisupit.".
"Ooo". jadi Ratu Rimba itu muridnya Eyang Girimaya dan tinggalnya di Biara Perak"i" gumam Suto lagi seperti bicara pada diri sendiri.
"Angin Betina juga sering bertandang ke Biara Perak.".
"O, ya...?". "Tapl dia sekarang sudah menetap tinggal bersama Resi Wulung Gading di Lembah Sunyi, menjaga Pedang Kayu Petir.".
"Hmmm, syukurlah kalau begitu." Pendekar Mabuk manggut-manggut. Dalam benaknya terbayang selintas sosok sebuah pusaka yang dikatakan sebagai pusaka mahasakti, yaitu Pedang Kayu Petir.
"Rupanya kau sudah kenal akrab dangan Ratu rimba. Tentunya merupakan sesuatu yang amat menyenangkan bagimu, Suto.".
Pemuda tampan itu tertawa pendek dan pelan, "Aku baru saja mengenalnya. Orangmu itu ternyata lebih konyol dari Angin Betina, bahkan lebih galak dari dirimu.".
"Tanggung jawabnya berat. Dia ditempa sejak kecil oleh Eyang Girimaya untuk menjadi gadis yang keras dan tegas, penuh keberanian. Dia memang ditempa untuk menjadi penjaga muslika Gerbang Dewa, menggantikan mendiang ibunya.".
"0oo...," gumam Suto diiringi anggukan kepala samar-samar. "Apakah dia benar-benar seorang Ratu?".
Merpati Liar gelengkan kepala. 'Sekarang belum.
Tapi mungkin kelak dia benar-benar bisa menjadi seorang ratu. Oleh karenanya, ia memilih julukan Ratu Himba.
"Mengapa harus dia yang ditempa sebagai penjaga Mustika Gerbang Dewa" Apakah orang lain tak bisa gantikan tugas mendiang ibunya itu?".
"Apakah kau sudah tahu apa itu Mustika Gerbang Dewa?".
'Beium...," Suto menjawab sambil gelengkan kepala. Merpati Liar tersenyum gali, tapi senyumnya tipis sekali.
"Mustika Gerbang Dewa adalah sebuah anak kunci yang bisa dipakai untuk membuka plntu menuju Kahyangan.".
"Pintu menuju Kahyangan" Maksudmu... menuju tempat kediaman para dewa-dewi yang asli?".
"Benar.. Sebagaimana kau ketahui, sampai sekarang Kahyangan merupakan tempat indah yang amat diminati oleh semua makhluk, terutama manusia. Satu-satunya orang yang sangat bernapsu untuk bisa masuk ke Kahyangan adalah seorang penguasa yang menamakan dirinya Kaisar Matasyiwa, dari negeri Bhumiyamkara.".
" Lalu, 'mengapa Darah Prabu yang mencurinya?".
"Darah Prabu ingin nnmpersunling putri kaisar.
Pinangannya akan dikabulkan jika ia dapat serahkan maskawin berupa Mustika Gerbang Dewa.".
"0ooo...,' gumam Suto memanjang.
"Putri kaisar itu bernama Putri Hasyewa Delima.
ia memang seorang gadis yang cantik dan punya daya pikat amat tinggi. Tak heran jika Darah Prabu kasmaran padanya dan tega merusak hubungan baik gurunya dengan Eyang Girimaya.".
"Apa yang terjadi jika Mustika Gerbang Dewa jatuh di tangan Kaisar matasyiwa?".
"Pertama", Kahyangan akan hancur, dicemari oleh tangan-tangan rakus dari pihaknya Kaisar Matasyiwa. Kedua..., jika saiah memasukkan anak kunci itu pada lubangnya, maka bumi akan terbelah menjadi dua tepat dari porosnya.".
"Giial Mengerikan sekaii?" Pendekar Mabuk menggumam pelan bernada tegang, sebab ia yakin penjelasan Merpati Liar bukan semata-mata isapan jempol atau sebuah tipuan.
"itulah sebabnya Ratu Rimba marah besar dan pertaruhkan nyawanya untuk dapat merebut Mustika Gerbang Dewa. Jika ia gagal mempertahankan kunci tersebut, maka kelak keturunannya menjadi ular semua.".
"Menjadi uiar...l" Suto Sinting membelaiak.
"Ratu Rimba adalah keturunan bidadari asli Kahyangan. Nenek buyutnya dikenal sebagai Dewi Naga Ayu. Karena suatu kesalahan, maka Dewi Naga Ayu dibuang oleh Hyang Maha Dewa ke bumi. Lalu ia menikah dengan manusia. Keturunan Dewi Naga Ayu yang bisa diterima hidup kembali di antara dewa- dewi adalah keturunan yang kelima, sedangkan Ratu Rimba adalah keturunan keempat dari Dewi Naga Ayu.".
"Luar biasa Jadi dia adalah keturunan bidadari asli?".
"Benar. Dan oleh sebab Itulah, Hyang Maha Dewa memberikan kunci pembuka, pintu masuk Kahyangan yang hanya boleh digunakan oleh keturunannya yang
kelima. Jadi anak-anaknya Ratu Rimba nanti adalah manusia yang bisa keluar-masuk Kahyangan dengan bebas.".
"Mengagumkan sekali" gumam Pendekar Mabuk dengan mata melirik ke arah Ratu Rimba yang masih berjarak lima langkah darinya itu. Percakapan bernada pelan itu membuat Suta dan Merpati Liar.
BMUSTIKA GERBANG DEWA. sempat melalaikan keadaan Ratu Rimba yang masih dalam keadaan tertotok. Pertanyaan-pertanyaan Sutoiah yang membuat Merpati Liar lupa melepaskan totukan ratu Rimba.
"Mungkin inilah yang dimaksud bibi guru. Aku harus mencegah rencana perkawinan Darah Prabu," ujar Suto dalam hatl. "Jika begitu sebaiknya aku harus bertindak sekarang juga, sebelum Mustika Gerbang Dewa jatuh di tangan Kaisar Matasyiwa.".
Langit muiai membiaskan cahaya sore. Padahal menurut keterangan Merpati Liar, negeri Bhumiyamkara di Pulau Tatar. perjalanannya membutuhkan waktu tiga hari tiga malam dengan menggunakan perahu layar.
"Kapan mustika itu dicuri Darah Prabu?".
"Dua hari yang iaiu," jawab Merpati Liar.
"Menurutmu apakah dia sudah sampai ke sana?".
"Tidak. Dia belum sampai ke negeri Bhumiyamkara. Baru saja aku pulang dari Gunung Wakas .menemui Resi Badranaya. Menurut keterangan beliau, baru tadi malam Darah Prabu pamit berangkat ke Pulau Tatar, tapi ia tidak membawa mustika Gerbang Dewa.".
"Bisa saja disembunyikan di tempat lain, supaya gurunya tidak mengetahui benda keramat tersebut.".
"Dugaanku memang begitu. Resi Badranaya sendiri juga ikut mengejar Darah Prabu. Sayangnya, beliau tak tahu Darah Prabu lewat arah mana.".
"Bagaimana dengan dugaanmu?".
"Pasti dia melewati salah satu pantai utara ini '.
"Kalau begitu akan kusisir pantai utara ini sekarang juga Siapa tahu aku bisa temukan dia sebelum berangkat dengan sebuah perahu atau kapal." "Suto, sebenarnya ini urusanku dan....".
"Kau bukan orang lain bagiku, Merpati Liar".
sahut Pendekar ivlabuk. "Persoaianmu adalah persaalanku Aku harus pergi sekarang juga. jaga dirimu baik-balk, Merpati".
Merpati Liar mengangguk, iaiu berbisik, "Hati- hati...".
Suto Slnting sunggingkan senyum lembut, Merpati Liar membalas. Dikecupnya kening wanita cantik itu. Merpati Liar hanya memejamkan mata, meresapi ciuman lembut itu hingga ke dasar hati.
Kemudian, ia harus segera membebaskan Ratu Rimba dari totokan Wisonogo karena Pendekar Mabuk sudah tak terlihat dalam sekejap.
Ziaaappp... Cahaya sore bertambah redup. Tapi masih ada sisa bias matahari yang tinggal seujung kuku di cakrawala barat. Saat itu, Suto menemukan desa nelayan yang duiu pernah disinggahi. Desa nelayan itu terletak di sebuah tempat yang bernama Pantai Bejat.
Di pantai itu dulu Suto pernah bertemu dengan penguasa Tanah Pasung yang cantik jelita, tapi berhati iblis. Pendekar Mabuk masih Ingat sebuah penginapan yang mempunyai kedai dan cukup bersih.
MUSTIKA GERBANG DEWA. tempatnya, maka ia pun segera singgah ke penginapan millk Pak Gemuk itu, (Baca serial Pendekar Mabuk dalam episode ke 122: "PENGAWAL PlLIHAN").
Bukan tempat untuk tidur yang dicari Suto, tapi mengisi bumbung tuaknya adalah sesuatu yang lebih penting baginya ketimbang mencari tempat untuk tidur. Di kedai Pak Gemuk itulah, bumbung tuak Suto diisi penuh dengan pelayanan yang ramah dan menyenangkan. Pemilik kedai dan penginapan itu ternyata masih mengenali Suto sinting sebagai Panji Kanda, karena pada waktu itu Suto menyamar dengan nama tersebut.
"Apakah kau ingin beristirahat di sini juga, Panji Kanda?".
"Tidak, Pak Gemuk. Aku harus meneruskan perjalanan, karena aku sedang mencari sahabatku yang bernama Darah Prabu. Apakah kau melihatnya, Pak Gemuk?".
Setelah mendengarkan ciri-ciri Darah Prabu yang disebutkan Pendekar Mabuk, si pemilik kedai yang memang berbadan gemuk itu termenung beberapa saat. Tampaknya la sedang memikirkan sesuatu dan perlu ditunggu oleh Suto dengan sabar. Beberapa saat setelah menunggu, Suto menanyakan hasil Ingatan Pak Gemuk itu.
Bagaimana" Kau pernah melihat pemuda itu?".
Pak Gemuk geiengkan kepala. 'Tidak. Aku tidak pernah melihatnya. Sumpah mampus, aku belum pernah bertemu pemuda berciri-ciri seperti yang kau sebutkan tadi." "Uuh...l Kenapa mikirnya lama sekali?" gerutu Suto sinting.
"Tapi nama Darah Prabu seperiinya pernah kudengar. Namanya saja. Orangnya belum pernah kulihat.".
"Saat kapan kau mendengar nama Darah Prabu?".
"Hmmmm...," Pak Gemuk garuk-garuk kumisnya.
"Kalau tak saiah dia orang yang sedang dicari-cari oleh... oleh seorang wanita.".
"Dicari seorang wanita".
"Ya. Wanita itu kemarin malam singgah kemari dan menanyakan nama Darah Prabu kepada beberapa orang tamuku, termasuk menanyakan pada diriku juga.".
Setelah diam sebentar dengan sedikit tegang, Suto hembuskan napas lega.
"O, ya... itu benar. Siapa lagi yang mencari Darah Prabu kalau bukan Ratu Rimba.".
Suto meneguk tuak dari yang ada di cangkir khusus untuk minum-minum di tempat itu. Pada saat tuak ditelan, ia mendengar Pak Gemuk membantah pernyataannya tadi.
"Bukan Nama wanita itu bukan Ratu Rimba.".
Dengan tanpa sungkan-sungkan Suta menampakkan rasa heran dan memandang curiga pada lelaki Gemuk.
"Nama wanita itu bukan ratu Rimba" Hmmm laiu siapa namanya?".
"Dalam buku daftar tamu yang menginap di sini,".
kata Pak Gemuk. ".. wanita itu mencantumkan namanya... Maharani.".
Makin tajam lagi kerutan dahi Suto mendengar nama itu. 'Maharani...?" ucapnya dalam desah yang sangat pelan.
"Hmmm, eeh... ciri~cirinya begini...,' sahut Pak Gemuk. ia berdiri dan memperagakan dengan gerakan Terhadap apa yang dijeiaskannya.
"Wanita itu cantik sekali, Panji Kanda. Tinggi, montok, pinggulnya wow... seksi," sambil tangannya meliuk di sekitar pantat. Suto sinting penuh perhatian sambil membayangkan dalam ingatannya.
"Rambutnya sebahu, depannya dibuat rata sedikit menutupi dahi. Dia memakai jubah... jubah apa, ya" o... jubah merahi Tepiannya berenda sulaman benang emas, Panii Kanda, Tampaknya ia wanita kaya. Penampilannya 'ngejreng' sekali.
Kutangnya saja dari kain bagus warnanya kuning menyala, sama dengan kain yang menutupi 'anunya' itu. Hee, hee, hee ..".
"Maharani.. i" gumam Suto sambil mencari dalam ingatannya disesuaikan dengan ciri-ciri yang disebutkan Pak Gemuk tadi.
Pemilik kedai tambahkan lagi penjelasannya.
"Dia membawa pedang besar, bagus seka li. Sarang pedangnya dari emas berukir. Sepertinya ukiran gambar naga. Karena jubahnya yang merah itu juga mempunyai sulaman benang emas yang bergambar naga di kanan-kirinya....
"Gawat" sentak Suto kaget, membuat Fak Gemuk ikut kaget dan jadi teruskan ucapannya.
"Pak Gemuk, apakah dia kelihatan seperti seorang prajurit dari sebuah negeri?".
"Benarl Benar sekali. Panji Kanda Apakah kau mengenalnya".
Suto Slnting menggeram dengan napas mendengus pendek.
"Ya, aku kenal dia, Pak Gemuk Dia adalah Laksamana Tanduk Naga, pimpinan armada laut utusan Kaisar Mangol.".
Mulai terbayang jelas wajah cantik yang Pernah mendarat di Pantai Karang Hantu bersama sejumlah perwira dan pasukannya itu. Suta ingat betul, Laksamana Tanduk Naga mempunyai nama asli Maharani. Sekali pun cantik dan menantang gairah lelaki tapi Suto Sinting selalu waspada jika berada di sekitar perempuan itu, karena ia tak ingin ditangkap atau dilumpuhkan untuk dijadikan tumbal.
Laksamana Tanduk Naga datang ke Tanah Jawa mencari pemuda tanpa pusar, Pemuda tanpa pusar itu adalah Pendekar Mabuk. ia dicari untuk dijadikan tumbal pembangunan kuil keramat di negeri Mongol sana, (Baca serial Pendekar mabuk dalam episode ke 118: "PEMBURU TUMBAL").
Mendengar keterangan dari Pak Gemuk, timbul pertanyaan di hati Suto SinTing, "Untuk
apa. MUSTIKA GERBANG DEWA. Laksamana Tanduk Naga mencari Darah Prabu" Apakah dia tahu Darah Prabu membawa Mustika Gerbang Dewa, iaiu ingin direbutnya" Atau karena suatu kepentlngan lain yang tidak ada sangkut pautnya dengan mustika tersebut?".
Apapun alasan Laksamana Tanduk Naga mencari Darah Prabu, bagi Suto itu sudah merupakan tanda- tanda tak baik. sangat berbahaya bagi Darah Prabu jika sampai bertarung melawan Laksamana Tanduk Naga.
"Perempuan itu berilmu tinggi. Darah Prabu 'tak akan bisa tandingi kesaktiannya si Tanduk-Naga.
Sore itu juga Suto bergegas pergi tinggalkan Pantai Bejat. la tak ingin Laksamana Tanduk Naga lebih dulu temukan Darah Prabu. Laksamana Tanduk Naga bukan perempuan bodoh. la punya segudang siasat dan muslihat. Jika mustika itu sampai jatuh di tangan Laksamana Tanduk Naga, bisa-bisa Kahyangan menjadi semakin hancur lagi.
"Dewa-dewa bisa turun ke bumi, mengungsi, alih jabatan dari dewa menjadi penjual es cendol. Ooh, menyedihkan sekali kalau sampai terjadi begitu?" gumam Suto sinting dalam hatinya sambil menerabas hutan sekitar pantai utara.
Tepat keremangan petang mulai datang, pandangah mata tak sejeias tadi siang, sekelebat bayangan terlihat melintasi tepian hutan pantai.
Sekelebat bayangan itu menarik perhatian Pendekar mabuk, karena orang yang berkelebat itu mengenakan rompi dan celana hijau muda berhias benang emas. Rambutnya panjang di tengah, sisanya meriap sepundak lewat.
Rasa curiga Suto semakin kuat setelah mengenali pedang yang ada di pinggang orang tersebut. Pedang itu bersarung perak. Suto sinting yakin betul, orang tersebut adalah Darah 'Prabu.
"Biar suasana remang-remang begini. tetapi aku dapat kenali betul sosok perawakannya. Dia .pasti Darah Prabu. Kejaar dia, Suto".
ia memacu dirinya sendiri.
Ziaaap... zlaaap.. "Lho.... Hilang. ?" Pendekar Mabuk bingung sendiri. Tempat yang tadi dipakai lewat Darah Prabu ternyata kosong. Tak ada manusia sepotong pun di sana. Mata pun segera dipiclngkan agar dapat menembus keremangan menjelang petang. Tapi bayangan si Darah Prabu tidak terlihat olehnya.
"Kacau kalau begini Pasti ada yang tidak beres.
Tak mungkin ia mampu berlari lebih cepat dari 'Gerak SiIuman'-ku ".
Criiaap. Seberkas sinar merah panjang dari balik rimbunan daun di atas pohon. Ekor mata Pendekar Mabuk sempat melihat datangnya Sinar merah yang mirip meteor itu.
Bumbung tuaknya yang masih ada di PUndak segera dihadapkan ke arah datangnya sinar itu sambil ia berusaha menghindar.
Wees... Ternyata sinar itu tepat menghantam bumbung tuaknya.
Jedaaarrr... Kalau tidak ada bumbung tuak di punggung, punggung Suto jebol oleh ledakan yang cukup dahsyat itu. Tapi karena sinar tersebut kenai bumbung tuak yang punya' tenaga dalam cukup besar, maka ledakan dahsyat itu hanya melemparkan tubuh Suto Sinting ke arah perairan pantai. Tubuh itu melayang di udara seperti guling kapuk yang dibuang orang.
Wuuuus... Jebuuurr... Air laut meniadi sasaran jatuhnya tubuh Pendekar Mabuk. Untung tak lebih jauh lima langkah lagi. Jika sampai la jatuh lima langkah lagi, maka tubuhnya akan terpanggang batu karang runcing yang besarnya seukuran kaki orang dewasa itu.
Bumbung tuak tetap utuh. Geripis sedikit pun tidak. Bahkan tak sampai membekas hangus. Tetapi sekujur tubuh Suto saat itu seperti disembur dengan api neraka.
Panas dan perih sekali. Urat-uratnya terasa putus semua.
"Uuuhkkk..."' ia mengerang sambil berusaha merayap ke tepian. Air laut yang meredamnya membuat tubuh semakin perih, bagaikan borok disiram air cuka.
Gerakan si murid sinting Gila Tuak itu menjadi lemah dan lamban. Pandangan mata semakin buram.
Sulit untuk melihat dalam iarak sepuluh langkah.
Walau ia berusaha memandang ke arah pohon datangnya sinar merah tadi,
ia tetap tak bisa melihat siapa yang ada di atas pohon Itu. Hanya warna hitam yang mampu dipandang dari tempatnya terkapar.
0. 00. 000. Ternyata ledakan sinar merah mirip meteor itu .mempunyai gelombang jahat yang membahayakan lawan. Bukan saja bikin urai-urat jadi seperti putus semua, tapi juga membuat pernapasan menjadi sesak, aliran darah alami penggumpalan.
Maka bisa dimaklumi jika Pendekar Mabuk tak sadarkan diri cukup lama.
Ia lerkapar di pasir pantai yang digenangi air laut setinggi mata kaki. Cukup lama ia terkapar di situ. Pada saat ia siuman, matanya tak berani dibuka lebar-lebar. Bukan karena melihat hantu di depan hidungnya, tapi karena tak tahan memandang kilaunya cahaya matahari. Rupanya saat Pendekar Mabuk siuman, sang malam sudah nyelonong begitu saja, tanpa kesan dan mimpi, lalu matahari mulai merayap mendekati pertengahan garis edarnya.
Dengan susah payah akhimya Ia bisa meminum tuak saktinya. Dalam beberapa waktu saja, tubuhnya sudah menjadi sehat kembali. Bergas waras. Rasa sakit dan penyakit apapun hilang. Bahkan gatal-gatal di betisnya akibat semalam dipakai tiduran ubur- ubur kecil, juga ikut hilang.
"Hampir saja aku mati di sini tak ada yang tahu.
Sial Kali sampai aku mati di sini tak ada yang tahu, bakalan tak akan dapat sumbangan dari siapa pun," gumamnya daiam hati.
"Sinar merah itu bukan sinar sembarangan.
Punya kekuatan sangat besar. Kalau tidak, ia akan memantul balik begitu kenai bumbung tuakku.
Hmmm... kurasa sinar itu bukan berasal dari Darah Prabu. Pasti dari orang lain. Ya, orang lain... siapa".
Siapa yang tahu kalau aku mencari Darah Prabu untuk menggagalkan perkawinannya" Tak ada yang tahu kecuali Merpati Liar. Dan dia tak mungkin menyerangku sebegitu parahnya.".
Kecamuk di dalam hati masih terus berhamburan , mengiringi perjalanannya. Perjalanan itu tetap dilakukan menyisir pantai utara.
Menurut dugaannya, Darah Prabu bukan menghilang, tapi melintas di tempat yang lebih gelap, sehingga sukar dilihat oleh pandangan matanya.
"Yang jelas, orang yang menyerangku pasti orang yang bermusuhan denganku dan menghendaki kematiankul Bisa si Belah Nyawa, bisa si Pawang Setan, bisa pula Siluman Tujuh Nyawa atau yang, lainnya Aku harus lebih hati-hati lagi.".
Tiba tiba kecamuk batinnya terbungkam tanpa ada tangan yang membekapnya. Langkah pun terhenti, ianpa ada tangan yang mencekalnya. Pandang mata diperjelas, kelopak mata dilebarkan.
"Siapa itu yang terkapar di bawah karang besar itu".
Pendekar Mabuk melangkah lagi dengan lebih cepat. Didekatinya orang yang terkapar di bawah karang besar itu setelah hatinya tersentak dan mengenali orang tersebut.
"Darah Prabu..." Oooh... kenapa dia" Mati...".
Oh, belum. Belum mati. Masih ada denyut nadinya.
Tapi sangat lemah"'.
Tentu saja Pendekar Mabuk menjadi tegang temukan Darah Prabu dalam keadaan terluka parah dan tak sadarkan diri. Pinggangnya robek dan darahnya mulai lembab. Bibirnya nyaris remuk.
Dadanya membekas hitam sebesar tutup gelas.
wajah memar membiru, sudut mata robek.
"Dia telah lakukan pertarungan tadi malam. Pasti tadi malam. Kentara darahnya sudah lembab. Tldak Ingat lagi. Hmmm... siapa orang yang jadi lawannya".
Dan... dan ke mana mustika itu" Dia tidak membawa mustika itu. Membawa surat jalan pun tidak.".
Pendekar Mabuk mencari di sekitar tersebut. Mustika Gerbang Dewa tak ditemukan situ, Tapi pedang Darah Prabu tergeletak tdk jauh dari karang kecil, berjarak tujuh langkah dari tempatnya.
"Seseorang telah merebut mustika itu'.
hati Suto dalam kesimpulannya. Untuk mengetahui siapa lawan Darah Prabu yang merebut Mustika Gerbang Dewa, pemuda itu harus dibuat sadar. Mau tak mau tuak saktinya lagi yang bekerja untuk keadaan separah itu.
Namun sebelum Suto Slnting membuka tutup bumbung tuaknya, tiba-tiba ia merasakan ada hembusan angin datang dari
arah belakangnya. Hembusan angin itu hanya terasa di tengah punggung, sedangkan di pinggang dan tengkuk tak terasa ada angin yang berhembus. Berarti ada tenaga dalam yang dilepaskan seseorang untuk menyerang bagian tengah punggungnya.
Tanpa banyak berpikir lagi, Pendekar Mabuk berpaling ke belakang dengan tubuh meliuk seperti orang mabuk mau jatuh, lalu tangannya disentakkan dengan kuat. Segumpai tenaga dalam tanpa sinar dan tanpa suara melesat dari telapak tangan Pendekar Mabuk.
Wuuus... Gelombang padat itu berbenturan dengan angin aneh yang menyerangnya.
Blaaarrr... ' Ledakan berukuran sedang~sedang saja itu mengepuikan asap tipis. Di balik asap tipis muncul seraut wajah tua yang sangat dikenal Suto Sinting.
Seraut wajah tua itu hinggap di atas bongkahan batu karang setinggi perut. Pendekar Mabuk melompat mundur sambil pasang kuda-kuda. Tapi kuda-kuda segera dibuang begitu ia tahu siapa orang tua itu.
"Eyang Resi Badranaya... sapanya dengan nada sopan. Ternyata si penyerang tadi adalah resi Badranaya, gurunya Darah Prabu.
"Mengapa Eyang menyerangku dari belakang?".
Tokoh berlilitkan kain model biksu warna kuning itu menatap penuh curiga ke arah Suto Sinting.
Badannya yang gemuk dengan kepala tanpa rambut ilu segera melompat turun dari atas bongkahan karang. Kumis, jenggot dan brewoknya yang putih membuat wajah tua itu menjadi seram, sehingga Suto tak berani main-main atau bertingkah konyol di depan tokoh yang gemar membawa tasbih putih itu.
"Kau apakan muridku, Pendekar Mabuk?".
"Maaf, Eyang... saat aku sampai di sini, Darah Prabu sudah terluka separah itu. Aku baru mau memberi minum tuak untuk sembuhkan keadaannya, tapi Eyang menyerangku".
"Hmmmrh..." Resi Badranaya menggeram pendek. "Jadi bukan kau yang melukainya?".
"Bukan aku, Eyang".
"Lalu siapa?". "Baru akan kutanyakan pada Darah Prabu setelah dia kusadarkan nanti, Eyang".
resi Badranaya memeriksa luka-luka di tubuh muridnya. Beberapa saat kemudian ia berkata kepada Pendekar Mabuk.
"Luke pedang ini memang jelas bukan darimu, Maafkan aku".
"Baik, Kumaafkan. Eeeh... maksudku... lupakan tentang penyerangan Eyang iadl. Ada persoalan yang lebih penting dari itu dan melibatkan si Darah Prabu, Eyang".
"Aku tahu yang kau maksud. Pasti kau telah mendengar tindakan muridku membawa lari Mustika Gerbang Dewa".
"Benar Aku mendengarnya dari si Ratu Rimba, Eyang .Apakah kabar itu salah?".
'Mungkin benar Karena Darah Prabu pamit padaku mau ke Pulau Tatar untuk temui Kaisar Matasyiwa. Kularang dia untuk ke sana. Tapi dia pergi saat aku sedang lakukan semedi".
'Lalu... lalu bagaimana menurut pendapat Eyang Resl?".
Sang Resi mengambil pedang milik muridnya, kemudian kembali ke tempat semula, dekat dengan tubuh sang murid. la bicara tegas-tegas pada Suto.
"Kubawa pulang muridku. Biar kusembuhkan sendiri anak ini, sebelum menerima haiaran-dariku.".
"Silakan Eyang.".
"Kau cari mustika itu dan kembalikan kepada pihak Biara Perak Jangan sampai mustika itu jatuh ke tangan Kaisar Matasyiwai'.
"Ba...." Duuhk, wwess...
Resi Badranaya sentakkan kaki ke tanah. Tubuh muridnya melambung sendiri, langsung diterima oleh pundaknya. .
Bluubs... Tiba-tiba asap mengepul membungkus sang Resi bersama muridnya. Dalam sekeiap, asap hilang, tokoh tua yang angker itu juga lenyap bersama muridnya. Tinggal Suto yang ada di situ, clingak-clinguk dangan mulut melompong. .
"Harus cari mencari ke mana aku kalau tak kutahu siapa pembawa mustika itu"i" gerutu Suto Sinling dalam hati.
Baru saia Ia menggerutu begitu, tiba-tiba dari tempatnya terdengar suara ledakan yang menggema ke mana-mana. Tapi suara ledakan tersebut tak begitu jelas, agaknya terjadi di tempat yang cukup jauh.
"Gunung apa yang meletus itu?" pikir Suto sambil memandang sekeliling. Tlba-tiba
matanya menangkap kepulan asap yang bagaikan tersumbul dari balik bukit.
"Ooh, dari sana_asalnya Bukan dari puncak gunung berapi" Hmmm kalau begitu pasti di sana ada pertarungan. Sebaiknya kutengok dulu siapa yang bertarung di sana.".
Zlaap, zlaap, zlaap... Hutan diterabasnya. Pantai ditinggalkan tanpa pamit pada siapa pun. Kepulan asap hitam yang melambung tinggi itu menjadi arah tujuan utamanya.
Tlba di sebuah lembah, di balik bukit yang tadi terlihat dari pantai. Pendekar Mabuk melesat naik ke atas pohon dengan menggunakan ilmu tenaga peringan tubuh.Wuuut...
Tiba di atas pohon ia melesat lagi dari pohon ke pohon, mendekati bayangan pertarungan yang kurang jelas dari tempatnya.
Setelah tiba di pohon tak iauh dari tempat pertarungan, matanya terbelalak melihat dua orang Yang bertarung dengan sama-sama menggunakan seniata pedang.
"Celaka Ratu Rimba nekad melawan Laksamana Tanduk Naga..." oooh, bisa iadi abu si Ratu Rimba kalau melawan Maharani" Goblok".
Apa yang dikatakan hati Suto memang benar.
Ratu Rimba tampak terdesak oleh serangan Laksamana Tanduk Naga alias Maharani. Tapi rupanya gadis Itu pantang menyerah. Sepertinya ia sudah siap mati dalam pertarungan itu, karena ia tahu Mustika Gerbang Dewa terselip dl balik iubah merah Maharani.
Secara sepintas memang tak kelihatan, tapi Ratu Rimba semalam melihat pertarungan Maharani dengan Darah Prabu. Sayang ia terlambat datang. Maharani sudah berhasil merebut Mustika Gerbang Dewa dari tangan Darah Prabu.
Maharani tinggalkan Darah Prabu yang terluka parah itu. Ratu Rimba mengejarnya. Ia sendirian, karena memang berpencar dengan Merpati Liar.
sama-sama mencari Darah Prabu.
Laksamana Tanduk Naga diterjang Ratu Rimba dari belakang. Tapi perempuan itu berhasil, menghindar dan pertarungan pun berkepanjangan.
dari fajar mau menyingsing sampai sesiang itu belum selesai.
"Alot juga gadis ini?" geram hati Maharani dengan iengkel. Maka ia lepaskan jurus mautnya untuk hancurkan Ratu Rimba. Jurus maut tadi berupa sinar merah besar yang menyerang Ratu Rimba dengan berputar-putar membingungkan lebih dulu.
Tapi Ratu Rimba segera tancapkan pedangnya ke tanah dan kedua tangannya menyentak ke depan.
seberkas' sinar hiiau sebesar bambu meluncur dari kedua tangan itu dan menghantam sinar merahnya Maharani.
Bleggaaarrrrrr... Jadilah ledakan yang tadi didengar Pendekar Mabuk itu. Namun sebenarnya keadaan Ratu Rimba sudah sangat parah. Waktu Suto baru saia melihat pertarungan itu, tubuh Ratu Rimba sudah biru separoh badan. Gerakannya sudah tak lincah lagi, karena kekuatannya berhasil dilumpuhkan lawan.
Tapi ia masih tetap mengangkat pedangnya dan menyerang lawannya yang selalu ingin buru-buru melarikan diri Itu.
Melihat keadaan seperti itu, Pendekar Mabuk tak bisa diam lebih lama lagi.
Ziaaap... la tiba di depan Maharani ketika perempuan itu mengangkat pedangnya untuk diayunkan membelah kepala Ratu Rimba yang berlutut sambil mengucurkan darah dari mulut dan hidungnya. Tepat pada pedang itu berkelebat, bumbung tuak Suto menyilang di atas kepala dengan satu kaki berlutut, Duaaarrrr...
Pedang besar itu terpental ke belakang. Tangan Maharani ikut terlempar sehingga keseimbangan tubuhnya menjadi limbung. la pun jatuh teruduk di tanah. Tenaga dalam yang disalurkan pada pedangnya memantul balik ketika kenai bumbung tuak Pendekar Mabuk.
Ratu Rimba jatuh terkapar dalam keadaan sekarat pada saat terjadi ledakan tadl. Pendekar Mabuk tak sempat menolongnya, karena Maharani sudah berdiri lagi dengan cepat.
"Rupanya kau berhasil lolos dari jurus mautku saat dl pantai kemarin. Pendekar Mabuk".
'o jadi kau yang menyerangku dari atas pohon" Usil sekali kau, Maharani " Suto tersenyum kalem.
"Karena aku tahu kau memburu Darah Prabu, maka kusambar dulu anak itu dan kusingkirkan dlrlmu agar tidak mengganggu kepentinganku dengan Darah Prabu.".
"Oon". rupanya kau juga menghendaki Mustika Gerbang Dewa...'"l".
Pendekar Mabuk 128. Mustika Gerbang Dewa di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
_ "Karena aku ingin menguasai Kahyangan Aku 'harus punya
prajurit lagl. Akan kukerahkan prajurit Kahyangan untuk membantalmu, dan membantai musuh~musuhku, termasuk Kaisar Mongol yang 'tentunya sudah tidak bisa mengampuni kesalahanku" lagi itu.".
"Rupanya Darah_ Prabu tak mudah serahkan mustika itu padamu, sehingga kau murka padanya?".
Dla layak mati. Kau pun layak untuk mati Heeeaah...".
Wanita cantik itu wajahnya menjadi angker.
Bengis dan ganas. la menyerang Suto dengan jurus pedang yang memutar di udara, lalu mata pedang ltu melesat sendiri ke dada Pendekar Mabuk. SIaas...
"Huup. Suto menangkis mata pedang itu dengan bumbung tuaknya.
Traang, wwess... Mata pedang memantul balik, seperti dua magnet yang saling bertemu, merapat sendiri pada ujung gagangnya.
Srreep... Wiiz, wiiz, wIiz... Maharani memainkan pedangnya dengan cepat. Pedang Itu disentakkan ke atas. Lurus ke langit. Wuuut...
"Heeaahh ". Glegaarr. Ada cahaya kilat dari langit yang menyambar pedang itu. Cahaya biru berkeIok-kelok Itu pecah menjadi beberapa sinar yang menerjang ke arah Pendekar Mabuk.
Cralaap... Suto Sintlng cepet mendekap bumbung tuaknya, menyatukan batin dan pikirannya. Claap... la berubah menjadi sinar kuning kecil seperti kunang-kunang sddbesar lebah. Jurus 'Sukma Lingga' digunakannya.
untuk hlndari serangan sinar-sinar biru itu, juqa untuk menerjang lawannya.
Weesss... blaar, blarrr, blaar, jegaaarr.
Sinar-sinar biru itu menghancurkan lebih dari delapan pohon. Tapi sinar kuning perubahan Suto Sinting lolos dari sentuhan sinar biru. Kini sinar itu menerjang dada Maharani.
'Keparaat..." Maharani sentakkan tangan kirinya.
Dari tangan itu keluar asap blru yang menyembur, lalu membungkus sinar kuning.
Glegaaarr... Ledakan dahsyat terdengar lagi, Sinar kuning itu melayang-layang di udara dengan cepat, berputar ke sana kemari. Akhirnya jatuh di dekat Ratu Rimba.
Pluk, busss... Sinar kuning itu berubah menjadi asap kuning tebal. Saat angin berhembus menyapu asap, ternyata Suto Slnting sudah menjelma. menjadi dirinya kembali. Tapi dalam keadaan babak belur.
Seluruh lubang pada tubuhnya keluarkan darah segar, sampai lubang dl bagian bawah. Kulit tubuh itu menjadi merah kebiru-biruan. Bibirnya pecah- pecah mengerikan. Ia menggerang lirih sambil masih kerahkan tenaga untuk bisa bangkit berdiri.
Kepalanya yang _kepulkan asap putih samar-samar itu menengok ke samping kanan, memandang lawannya yang terkapar dalam keadaan hitam hangus.
Dengan langkah lerhuyung-huyung dan sebentar- sebentar jatuh tersungkur, Pendekar Mabuk dekati lawannya dan memeriksa keadaan si lawan.
Jubah dan pakaian perempuan itu dalam keadaan hangus terbakar. Kulit tubuhnya yang hitam itu mengeras seperti arang. Rupanya hari itu adaiah hari terakhir bagi Laksamana Tanduk Naga. Pertarungannya dengan Pendekar Mabuk kall ini telah membuat nyawanya lari dari raga dan untuk selamanya tak pernah mau kembali lagi.
Kekuatan jurus 'Sukma Lingga' menjadi berlipat ganda ketika beradu dengan kekuatan inti gelombang sakti yang berupa semburan asap biru tadi.
Semuanya yang ada pada Laksamana Tanduk Naga menjadi hangus, termasuk pedang emasnya. Tetapi ada satu benda yang masih utuh dan tidak mengalami rusak sedikit pun. Benda itu berbentuk seperti bunga bertangkai panjang dari bahan kristal.
Benda itulah Mustika Gerbang Dewa yang terselip di pinggang klri mayat Laksamana Tanduk Naqa.
Pendekar Mabuk mengambil mustika tersebut.
lalu membawanya ke tempat Ratu Rimba terkapar.
Dengan sabar dan tekun, ia meneteskan tuak ke mulut Ratu Rimba. Tetapi ternyata dalam hati suto masih ada ganjalan yang membuatnya belum bisa tenang, sehingga hati pun selalu bertanya-tanya.
"Lalu", ke mana kakek guru pergl sebenarnya".
Benarkah dia pergi ke langit" Apakah para tokoh yang mengadakan pertemuan di Lembah Badai Itu hanya membicarakan tentang hilangnya Mustika Gerbang dewa ".
tidak membicarakan keperqlan kakek guru?".
Apapun alasan para tokoh tua, termasuk bidadari Jalang, tapi Pendekar Mabuk masih tetap penasaran dan ingin mencari tahu, ke mana perginya sl Gila Tuak itu sebenarnya.
SELESAI. . . . PENDEKAR MABUK . Segera Terbit : PENGEMIS BAYANGAN.
From Sumatra With Love 3 Samurai Terakhir Sang Pahlawan Pemberontak Samurai The Last Warrior Karya John Man Api Di Bukit Menoreh 26
"Apa maksudmu menggenggam lenganku".
bisik ratu Rimba bernada ketus.
"Aku menangkap suara detak jantung selain miiik kita' bisik Suto Sinting sambii meiepaskan genggamannya. Bumbung tuak segera dipindahkan dari punggung ke pundak.
Talinya dikait dengan ibu |ari.
Sewaktu-waktu dapat diambil untuk menghadapi bahaya.
'Ada dua detak jantung yang bukan miiik kita.
Kurasa di sekitar sini ada orang selain kita.".
"Kau bisa mendengarkan detak jantung?" Ratu Rimba setengah tidak percaya. ia mencibir dan mau melangkah iagi, waiau sebenarnya Ia" merasa kagum kepada Kemampuan suto.
"ih... Kurasa itu hanya gema dari detak jantung kita sendiri.".
"Kita di dalam hutan, bukan di daiam goa. Mana ada gema?".
"Siapa biiang di hutan tak ada gema?".
Langkah gadis itu terhenti iagi karena tangan Suto mencekai pundaknya. Sebelum ditegur, tangan itu buru-buru melepaskan pundak si gadis.
"Hmmm, sekarang iustru ada empat detak jantung yang bukan miiik kita, Ratu Rimba Waspadalah. Pasti ada orang lain di sekitar sini.".
"Apa maksudmu menakut-nakutiku?" geram Ratu Rimba, kini ia mencengkeram baju Suto lagi sebagai tanda tak suka ditakut-takuti.
Zuiiiz.... Tiba-tiba sebatang anak panah melesat ke arah punggung Ratu Rimba.
Dengan cepat tangan kiri Suto menarik pundak Ratu Rimba hingga gadis itu terpeiuk olehnya, kemudian tangan kanannya menyambar anak panah yang hampir saia menembus punggung Ratu Rimba.
Wuuut, teeeeb... Plaak. Ratu Rimba berhasil meronta sambil iepaskan tamparan di pipi Suta.
Tamparan keras itu membuat Suto nyaris terpelanting jatuh. Untung ada batu yang mengganjal tumitnya, sehingga ia tak jadi jatuh dan segera tegak kembali.
"Jangan kurangajar padaku, ya?" ancam Ratu rimba sambii menudingkan telunjuk ke arah hidung Suto.
Tangan kanan Suto segera diangkat. Sebatang anak panah dalam genggamannya disodorkan ke muka Ratu Himba.
"Lihat.. Aku menangkap panah ini Bukan mau kurangaiar padamu, Gadis bodoh" maki Suto dengan jengkel.
Ratu Rimba tertegun bengong. Tapi kejap berikutnya ia berbaiik memandang ke arah belakangnya.
Zuiiit . Satu anak panah lagi melesat ke arah mereka dari sisi iain. Ratu Rimba melambung naik dan bersalto satu kaii sambii menyambar anak panah itu. Jika tak disambar anak panah itu akan kenai dada atau leher Pendekar Mabuk.
Wuuut, teeb...l. Zuiiiz, zuuulz, zuuuiz...
Tiga anak panah datang dari tiga tempat.
Pendekar Mabuk menghindari anak panah yang menuju ke arahnya.
Juubb... Anak panah itu menancap pada sebatang pohon. Satu anak panah berhasil ditangkap tangan kirinya, sedangkan satu anak panah berhasil dibelokkan arahnya oleh Ratu Rimba memakai anak panah yang baru sala ditangkap tangannya.
"Berpencarl Kita dikepung" seru Suto Slnting sambii lakukan iompatan bersaito tinggi.
Wuuuk. wuuuk 'Jieeeg... Zuiiiz, zuii' , zuiiiz, zuiiit...
Mereka dihujani anak panah. Ratu Rimba berjumpalitan juga di udara sambil menebaskan pedangnya untuk menangkis anak panah yang menuju ke arahnya. Pendekar Mabuk menangkis dan menghindari anak panah dengan menggunakan bumbung tuak. Makin lama hujan anak panah itu semakin banyak. Panah-panah itu meluncur dari' berbagai penjuru, sehingga Ratu Rimba terpaksa memutar tubuhnya dengan cepat dalam posisi tegak lurus.
Wwweeerrss... Putaran tubuh cepat Itu membuatnya meluncur tinggi dan hinggap di atas pohon. Sementara itu, Suto sinting menggunakan iurus 'Gerak Sliuman'-nya yang membuat Para pemanah sulit kenai tubuhnya.
Jeeb. "Aaahkk..." Ratu Rimba memekik. Sebatang anak panah menancap di betisnya. ia segera mencabutnya dalam keadaan berdiri di atas dahan pohon.
Jeeeb..'.l. "Aaahk" peklkan pendek terdengar lagi. Ratu rimba kena Panah lengan kirinya. la berusaha melompat dari Pohon yg satu ke pohon yang lain.
tetapi para pemanah itu yang sebaglan menampakkan diri-sebagian masih bersembunyi itu ternyata lebih dari lima belas orang.
deeep... "Aauh..." pekiknya iagi. Kali ini pinggang dan pahanya yang terkena panah. Menancap hampir separo bagian.
Zlaap. llaaap, Ziaaap... Pendekar Mabuk bergerak zig~zag, membingungkan Para Pemanah. Gerakan itu dilakukan untuk' menyelamatkan Ratu Rimba yang sudah terluka tiga tempat. Bahkan segera menyusui dua anak panah kenai tubuhnya; punggung dan paha kanan.
Weess... Suto Sinling menyambar gadis itu.
Zlaap, Zlaap... Dalam sekeiap ia sudah berada iauh dari tempat para pemanah mengepungnya. Suto membawa lari Ratu Rimba ke arah yang tak tentu.
"Kejar merekaaaa....".
Teriakan seseorang terdengar dari kejauhan.
Pendekar Mabuk terus saja meiesat dalam kecepatan tinggi. Para pengejar kehilangan arah. Mereka berpencar menuju arah barat, sesuai dengan peiarian Suto Slnting.
Padahal beberapa saat kemudian, Suto Slnting belokkan arah ke utara.
Pantai utara menjadi tempat perhentiannya. Tak mungkin Suto iari terus menyeberangi lautan tanpa perahu. Lagi pula mau sampai ke mana jika ia berlari terus menyeberang lautan.
Bisa-bisa dimakan ikan ganas, atau ditelan ombak lautan yang kala itu airnya sedang pasang.
Hutan tepi pantai dirasakan cukup aman ketimbang harus berada di pasir pantai. Di bawah pohon besar berdaun rindang, berdahan melebar menyerupai payung raksasa, tubuh si Ratu rimba dibaringkan di sana. Gadis itu merintih pelan.
Ternyata ada tujuh tempat yang terluka ditembus panah.
Empat di antaranya masih menancap pada tubuh si Ratu rimba.
Sreeb... "Auuh. Ratu Rimba memekik ketika anak panah dicabut Suto Sinting.
Sreeb, sleeb, seet. "Auow, uuhk, aah. Kini tubuh itu bebas panah. Tapi darah mengalir terus, karena beberapa anak panah ada yang kenai bagian rawan. Bahkan yang ada satu tadi yang menancap di belahan dada.
Pendekar Mabuk sendiri berdarah di bagian pipi kirinya. Pipi itu tadi terserempet panah yang nyaris menancap di matanya. Tapi luka tersebut tak seberapa parah, hanya goresan sedikit daiam.
Yang paling parah memang Ratu Himba. Gadis itu tak sempat pingsan. Masih bisa merasakan betapa sakit dan perihnya bagian-bagian yang terluka itu.
Bahkan ia tak punya kemampuan untuk bergerak lebih banyak kecuali hanya menggeliat ke kanan dan ke kiri sambil merintih peian.
Suto buru-buru menenggak tuaknya. Luka di pipi cepat kering dan menjadi hilang karna pengaruh kekuatan tuak saktinya.
Tetapi ia sengaja berdiri di samping Ratu Rimba dan pandangi gadis itu tanpa ' memberikan tuak tersebut kepada si gadis. ia pandangi beberapa luka di tubuh seksi itu dengan suara berdecak heran bercampur iba.
'Ck, ck, ck, ck... Parah sekaii keadaanmu, Ratu Himba.".
"Uuuhkk... Suto... ia... iakukan.... sesuatu un...
untukku... too... tolonglah... aku, Suto...." rintihnya dengan napas Ierputus~putus.
"Bukankah katamu tadi, kau bisa selamatkan dirimu sendiri?".
"Aak... aku... aku hanya... bercanda. Ja... jangan kau masukkan... hatimu. Ooouhm." ia mengerang dengan mata terpejam. Pendekar Mabuk tak tega untuk melecehkan kesombongan Ratu Rimba tadi.
"Kau harus mau minum tuakku. Tuak ini bisa untuk sembuhkan luka.".
'As, asal jangan... sampai... aku... mabuk....".
Suto Sinting tertawa kecli. Sambil menuang tuak ke daiam tempurung, tutup bumbung itu, Suto berkata seperti orang menggumam sendiri.
"Tak dapat kubayangkan kalau gadis liar sepertimu sampai mabuk. Mungkin seluruh isi dunia kau jungkirbalikkan.".
Tuak diminumkan pelan~pelan ke muiut Ratu Rimba. Bagian yang teriuka mulai berasap. pertanda ada racun cukup berbahaya pada luka tersebut.
Sedik't demi sedikit luka itu mengering. Pernapasan mulai lancar.
"Jangan bergerak dulu. Pakailah untuk berbaring beberapa saat, biar tenagamu cepat pulih dan peredaran darahmu lancar lagi.".
"Tuakmu pahit" ujar ratu Rimba.
"cuih, cuuih...l".
Gadis itu meiudah ke samping, Suto Sinting hanya pandangi dengan dongkoi.
"Konyol.. Bukannya merasa bersyukur malah mengecam tuakku".
Tapi sebenarnya dalam hati gadis itu menyimpan segudang kekaguman.
"Pantas dia berjuluk Pendekar `Mabuk. Tuaknya sungguh dahsyat. Rasa sakitku berangsur-angsur hilang. Luka-iuka ini juga tampaknya tak keluarkan darah iagi, bahkan sedikit lembab.
Pasti sebentar lagi akan kering. Tuak dari mana bisa sehebat itu" Sayang pemiliknya seorang pemuda yang cerewet".
Suara deburan ombak terdengar, karena tempat pohon besar tumbuh itu cukup dekat dari batas perairan pantai. Mereka dapat melihat gulungan ombak' bersama buihnya yang menari~nari di lautan lepas sana. Namun pemandangan indah itu kurang menarik perhatian Pendekar Mabuk. ia lebih tertarik dengan peristiwa mengejutkan yang membuatnya nyaris mati dirajang puluhan anak panah tadi.
Pendekar Mabuk duduk di atas akar pohon itu yang besarnya melebihi ukuran pahanya. Dalam keadaan duduk setinggi betis, ia dapat berhadapan dengan Ratu Rimba yang masih dalam posisi terbaring.
"Siapa mereka tadi" Apakah kau mengenali mereka?".
"Siapa iagi kalau bukan orang-orang Danau Getih?".
"Danau Getih" Di mana letaknya Danau Getih itu?".
"Tak jauh dari tempat kita dlsergap tadi".
"Baru sekarang kudengar nama Danau Getih?".
gumam Suto bagaikan bicara sendiri.
"Tak jauh dari situ tadi ada sebuah danau berair merah. Orang-orang menyebutnya Danau Getih. Di situ pula ada perkampungan penyamun, diketuai oleh Barong Geni.".
"Hmmm, nama yang baru kudengar lagi. Barong Geni.".
Pendekar Mabuk menggumam dalam hati. Kini ia baru menyadari, betapa banyak perguruan atau partai di rimba persilatan itu. Rupanya apa yang sudah diketahuinya selama ini hanya sebagian saja, dan masih banyak yang belum tercatat dalam ingatannya.
Perjaianannya kali ini mempunyai makna tersendiri bagi dirinya. Sebuah pengalaman baru diperoleh dan membuat wawasan dunia persiiatannya menjadi semakin luas.
Namun bagaimana pun juga, Pertemuannya
dengan Ratu Rimba ternyata tetap mempunyai satu sisinya misterius. Banyak hal yang beium diketahui tentang gadis itu, seperti misalnya mengenai penyebab penyerangan dari orangorang Danau Getih itu.
"Tentunya kau dapat jeiaskan padaku, mengapa kita diserang oleh mereka, Ratu Rimba" Aku ingin mendengarnya sekarang juga".
Ratu Rimba tak langsung menjawab. la mencoba bangkit dan duduk di tanah dengan kaki melonjor lurus. Ternyata badannya sudah enak untuk duduk.
Tap lukanya masih belum kering betul.
"Sebenarnya akulah yang diserang mereka. Tapi karena kau ada bersamaku, maka kau terlibat di dalamnya. Mereka menghendaki nyawaku.".
"Alasannya...?".
"Mereka juga menghendaki Mustika Gerbang Dewa. Lebih dari sepuluh kaii Barong Geni mengutus orangnya untuk mencuri Mustika Gerbang Dewa, tapi tak satu pun utusannya yang kembali dalam keadaan hidup. Aku selalu membunuh mereka yang bermaksud mencuri Mustika Gerbang Dewa.".
"Semudah itukah kau membunuh seorang pencuri?".
Merasa dikecam, Ratu Rimba tak bisa menerima begitu saja. la segera bangkit dan berdiri tegak dan bertolak 'pinggang satu tangan. Tangan yang satu digunakan menenteng pedang.-Pedang itu sudah dimasukkan ke dalam sarungnya oleh Suto sebelum Ratu Rimba meneguk tuak tadi.
"Jangan kau nilai keji tindakanku terhadap mereka. Pendekar Mabuk. Aku terpaksa harus bertindak tegas dan keras, karena akulah yang dipercaya untuk menjaga Mustika Gerbang Dewa .Jika mereka ingin mencuri mustika itu, sama saja mereka ingin mencuri nyawaku. Maka iebih baik kukirim nyawa mereka ke neraka daripada nyawamu yang mereka kirim ke alam kubur. Mengerti?".
Sentakan kasar itu diterima Suto dengan manggut~manggut dan tetap kalem.
itulah sebabnya aku harus bikin perhitungan sendir dengan Darah Prabu, bila perlu dengan gurunya ' sambung Ratu Rimba.
"Dia telah berhasil mencuri Mustika Gerbang Dewa, sama saja telah berhasil mencuri nyawaku Oleh sebab itu, guru mengutusku untuk merebut kembali mustika itu, atau mati di tangan Siapa Saja".
Setelah diam beberapa' kejap, Suto Sinting kembali ingat pada si Pelempar Senjata rahasia.
Maka ia pun ajukan tanya dengan suara sedikIt rendah.
"Apakah menurutmu Selendang .Jantan juga menghendaki Mustika Gerbang Dewa?".
"Setiap orang bisa saja berkeinginan seperti Itu.
Hanya saja, sejauh yang kukenai pribadi Selendang Jantan, menurutku dia tak punya hasrat untuk berkhianat padaku. Mengapa kau tanyakan tentang dia?".
"Barangkali saja senjata rahasia yang hampir menewaskan dirimu itu adalah memang benar milik Selendang Jantan.".
"Tidak mungkin" tegas ratu Rimba tanPa kesangsian sedikit pun. "Pasti dari Pihak lainnya menghendaki kematianku dengan alasan tertentu.
Bisa karena ingin memiliki mustika tersebut, bisa juga karena kepentingan lain yang bersifat pribadi.
ratu Rimba makin mendekat. sedikit rendahkan badan agar sejajar dengan Suto sinting yang masih tetap duduk di atas akar pohon. "Aku lebih banyak punya musuh daripada punya teman. Tidak menutup kemungklnan begitu aku keluar dari daerah kekuasaanku.
maka mereka berlomba-lomba membunuhku " merasa bangga itukah kau punya banyak musuh.
"Terpaksa harus bangga" sahut Ratu Rimba.
"Demi lindungi keutuhan Mustika Gerbang Dewa, aku menjadi banyak punya musuh. Hal itu sudah kuperhitungkan sebelumnya".
Seiesai bicara tegas begitu, ratu Rimba tersentak sekejap, kemudian 'jatuh terpuruk di depan mata Pendekar Mabuk.
Brruuk... "Rlmba...?" sentak Suto dengan tegang. "oooh, sepertinya ada yang menotoknya dari jarak jauh?".
Terbelaiak lebar mata Suto melihat kenyataan itu. la muiai berputar pandangi sekeiilingnya. semula ia sempat menyangka ratu Rimba bercanda dengan caranya sendiri. Tapi ternyata sejak itu Ratu Rimba tak bergerak lagi, tubuhnya sangat lemas bagai tanpa tulang. Suto cepat simpulkan ada pihak lain yang menotok Ratu Rimba dari tempat tersembunyi.
Suto Sinting sadar akan datangnya bahaya yang belum jelas dari mana munculnya. Karenanya pemuda tampan itu
segera melompat jauhi ratu Rimba.
la buru-buru meliiitkan tali bumbung tuak ke lengan kirinya. Kedua mata kembali memandang nanar ke beberapa arah. Jurus 'Lacak Jantung-nya dipergunakan kembali. Telinga gaibnya dibuka untuk menangkap suara detak jantung orang ketiga yang diyakini ada di sekitar pantai tersebut.
Namun telinga gaib itu ternyata buru-buru tertutup oieh suara `deru aneh yang sepertinya tepat berada di depan lubang kedua telinganya. Suara aneh tersebut membuat Pendekar Mabuk sentakkan badan, meniadi kejang dan menyeringai kesakitan.
Suam itu adalah suara dengung yang menyerupai suara gangsing.
Pendekar Mabuk segera sentakkan kaki dan melambung ke depan dengan gerakan bersalto satu kali.
wuuuk, jleeg... Kini ia berbalik arah karena tadi ia mendengar suara dengung tersebut berasal dari arah belakangnya. Ternyata dugaannya memang benar, ada seseorang yang muncui di pantai itu dengan mata dingin dan wajah memancarkan permusuhan yang perlu diwaspadai.
Si mata dingin itu adaiah seorang lelaki berusia sekitar lima puiuh tahun, berambut lebat sebatas pundak. Rambut dan brewoknya berwarna abu-abu karena bercampur uban. Ia bertubuh gemuk dan berkulit hltam.
la mengenakan baju tanpa lengan wama hijau garis-garis putih, sedangkan celananya berwarna hijau polos.
Selain sabuk kulit warna hitam, orang tersebut juga mengenakan geiang kulit warna hitam. Satu- satunya warna merah adalah gagang kapak yang panjangnya sekitar tiga jengkal dan mempunyal rantai bisa terulur ke depan. Di ujung rantai itulah terdapat mata kapak dua sisi dan dapat memutar ` seperti baiing~baling.
Kapak dan rantainya saat itu sedang diputar- putar di atas kepala hingga timbuikan suara dengung mirip gangsing. Ketika Pendekar Mabuk menatapnya selama empat heiaan napas, orang tersebut menyentakkan gagang kapaknya ke depan, lalu rantainya terulur maju dengan mata kapak menyambar kepala Pendekar Mabuk.
Craak, wuuung. "Gawat..."' Suto sinting sempat kaget disambar kapak besar itu. ia segera rundukkan kepaia dengan badan membungkuk dan meliuk seperti orang mabuk mau tumbang. Sepasang mata kapak itu menyambar dahan pohon.
Grass... Biuuk... Dahan sebesar paha itu terpotong rapi tanpa basa-basi lagi. Sempat kagum juga hati Suto melihat ketajaman dan kecepatan gerak mata kapak tersebut.
Sraaak... Rantai itu masuk ke dalam gagang kapak saat dlsendat ke belakang. Kini mata kapak dua sisi Itu berada merapat di ujung gagang kapak yang terbuat dari besi berongga. Dengan lincah kapak ltu dapat ditebaskan ke kanan-kiri seirama dengan jurusnya yang lincah dan cepat itu.
"Orang ini sepertinya tak ingin memberikan kesempatan padaku untuk bicara".
Hmmm, agaknya perlu kulayani dulu dia" ujar Suto membatin sambil menghindar ke samping kanan karena tendangan orang itu datang bersama terjangan tubuhnya yang melesat cepat, seperti batu terlempar dari semburan kawah gunung berapi.
Wuuus...l. "Heaaah..." kaki orang itu tiba-tiba menyentak ke samping kanan-kiri, sehingga salah satu kaki terpaksa ditangkis dengan kibasan lengan kanan Suto.
Buuhk... Gubrass... Pendekar Mabuk terpeianting jatuh.
"Edan.. Besar sekali tenaga dalamnya" Kusangka sedang-sedang saia".
Hmmm... harus kuajar pakai iurus 'Jari Guntur' kalau begini caranya".
Pendekar Mabuk mainkan iurus anehnya yang sempoyongan ke sana-sini dengan gerakan patah patah, tiba~tiba ketika badannya membungkuk rendah dengan kaki kiri ditarik lurus ke belakang, jari tangan kanan yang menyilang di belakang tangan kiri melepaskan sentiian bertenaga dalam ke arah lawan.
Tees, tees... Dua gumpalan hawa padat melesat tanpa cahaya tanpa suara. Ternyata sentiian pertama meleset dari sasaran karena orang itu segera melambung ke atas dengan gerakan berjungkirbalik dan siap ayunkan kapaknya. Namun sentiian kedua ternyata kenai punggung orang itu saat berjungkirbalik.
Buuhk. "Oohk..." orang itu memekik pendek dengan tubuh gemuknya terlempar ka arah samping. la iatuh terbanting di atas akar-akar pohon yang bertonjolan seperti batu.
Gabruuuk... "Uuh". rahang orang itu membentur akar pohon keras.
la menyeringai menahan sakit, tapi tubuh gemuknya itu mampu melompat bangun dengan satu sentakan jari tangannya ke tanah.
Wuuut, ileeg... "Heahhh..." sl orang gemuk itupasang kuda kuda iagi. Rupanya sentiian 'Jari Guntur' yang selama ini sering membuat lawan lumpuh sesaat, kali ini tidak beriaku bagi si brewok berperut buncit itu.
"Hebat juga tenaganya" la seperti tak merasakan apa-apa di punggungnya?" Suto sinting kagum sendiri dalam hatinya.
Namun sebelum orang itu menyerang lagi, suara Suto Sinling sudah lebih duiu diiontarkan sehingga orang itu menunda rencana penyerangannya.
"Tunggu.. Rasa-rasanya kita belum pernah saling kenal. tapi mengapa kau bernapsu sekaii membunuhku" Siapa kau sebenarnya?".
"Omong kosong jika kau tak tahu siapa diriku".
geram si brewok dengan suara besarnya. "Gadis busuk itu pasti sudah bercerita padamu tentang Wlsonogo dari Alas .tagai...".sambii ia menepuk dadanya sendiri, memperkenalkan diri sebagai orang yang bernama Wisonogo dari Alas Jagal.
"Aku baru saia kenal dengan Ratu Rimba; jadi~ mungkin dia iupa memberitahu padaku bahwa di atas bumi ini ada orang gagah dan ganteng bernama Wisonogo dari Alas jagal.".
"Hmmh... Barangkali gadis busuk itu takut menyebut namaku, sehingga ia tak mau ceritakan diriku padamu, Bocah kelemprot".
"Mungkin saja begitu. Jadi sekarang kau tahu, aku dan Ratu rimba baru saia berkenalan. Tak terlibat urusan apa-apa. Kuharap kau tidak memusuhiku, Wisonogo".
"Jika benar begitu, menyingkirlah sekarang juga dari sini Akan kupenggal kepaia gadis busuk yang teiah memenggal kepala tiga orang kepercayaanku.
Heeaahh. Wuuuut... Wisonogo melompat mendekati Ratu Rimba yang tak berdaya. Kapaknya diayunkan bagai ingin memenggal leher gadis itu yang nampak berbantaian akar pohon sebesar betis itu.
Namun sebelum sepasang kapak lebar itu bergerak turun. Suto sinting lepaskan jurus Pukulan Gegana-nya. Kedua jari tangan kanannya disabetkan seperti melempar pisau, dari selarik sinar kuning patah-patah melesat dari ujung jari itu. menghantam maia kapaknya Wisonogo.
Claap... Biaaaarr.... Brewok berkulit hitam itu terpentai ke samping.
Pendekar Mabuk diarn di tempat sambil berkerut dan merasa heran melihat mata kapak itu masih utuh. Padahai biasanya jurus 'Pukulan Gegana' dapat hancurkan senjata lawan, bahkan bisa untuk melubangi duatiga pohon sekaligus. 'ternyata iurus itu juga tidak berlaku bagi senjata Wisonogo.
Mata kapak itu tidak iecet sedikit pun, bahkan hangus pun tidak.
' ..Hebat juga senjata ilu?" gumam Suto dalam hatinya.
..Menqapa kau ikut campur, Anak barok?" seru Wlsonogo tampak berang sekali.
..Maaf aku paling tak suka melihat seorang kesatria qagah perkasa sepertimu menyerang seorang wanita, terlebih wanita yang sudah tidak berdaya".
"Kaiau begitu kau ada di pihaknya dan minta mampus sekarang juga, hah".
Heeeah". Srrook... Wisanogo sentakkan kapaknya lurus ke depan. Mata kapak itu terbang sendiri dalam keadaan berputar seperti baIing-baiing, sementara rantainya teruiur sesuai jarak yang dibutuhkan.
Kecepatan terbang mata kapak itu sempat membuat Suto sinting terkejut. Namun dengan 'Gerak Siiuman', murid sinting si Gila Tuak itu berhasii menghindari ancaman maut itu.
Ziaaap... Dalam sekejap, Pendekar Mabuk sudah ada di samping kiri Wisonogo. Orang brewok itu menggeram makin marah. Tangan kirinya yang tidak memegang apa-apa itu segera menyodokkan dua jari ke arah Suto.
Suuut... Bumbung tuak Suto dihadangkan di depan dada.
Deeer... Letupan tak merdu terjadi akibat hawa padat yang merupakan totokan jarak jauh itu beradu dengan bumbung tuak yang berhawa sakti.
Kegagalan tersebut membuat Wlsonogo penasaran sehingga mengulanginya beberapa kali.
Tapi tak satu pun totokan jarak jauhnya ada yang berhasii kenai tubuh Pendekar Mabuk.
"Tiba saat pembalasan" geram Suto Sinling ketika Wisonogo hentikan serangan beruntunnya sesaat.
Wisonogo ingin gunakan kapaknya iagi, tapi tiba~ tiba tubuhnya terlempar ke belakang dan terbanting dengan
kerasnya. Wuuut, gabruuuk... "Aaah_.." pekiknya dalam erangan memanjang.
Belum sempat berdiri, Wisunogo sudah terlempar lagi ke atas, lalu jatuh terbanting tanpa bisa menjaga keseimbangan badannya.
Wuuut, gabruuuk... Mulutnya mulai berdarah. Namun senjatanya masih tetap digenggam kuat-kuat. la mencoba bangkit lagl.
tapi tiba-tiba tubuhnya terlempar ke samping dan membentur pohon dengan kuatnya.
Jebreet.. Duuurr... Pohon besar itu bergetar akibat benturan tubuh Wisonogo.
Pendekar Mabuk terpaku di tempat dengan mulut terbengong dari mata tak berkedip. la sangat heran, karena ia belum lakukan apa-apa, tapi Wisnnogo sudah terbanting-banling ke sana-sini. Bahkan makln lama semakin lebih parah lagi.
Wuuut, gabruuk... Wuuus, bruuk... Wees. gabruuk... Wuuut, ceproot...
"SaklT ayannya kumat apa, ya?" gumam Suto Sintlng dalam hati. "Ooh, kurasa ada orang yang menyerangnya dengan kekuatan tenaga dalamya darl jarak iauh. Ada yang membantuku" Hmmm, siapa orangnya dan di mana dia".
Pendekar Mabuk sibuk celingak-celinguk mencarl orang yang melempar-bantingkan Wisonogo.
Sementara itu, sl brewok berwajah angker itu masih saja terlempar dan terbanting ke sana~sini, hingga wajahnya berlumuran darah. Mungkin kepalanya sempat retak karena terbentur batu dan akar keras beberapa kali. Lemparan tubuhnya makin lama makin jauh' tapi mondar-mandir di sekitar situ~situ juga.
dan terakhir, tubuh gemuk itu terlempar ke atas menabrak dahan pohon.
Krrak... Tubuh gemuk itu masih terus meluncur ke atas lagi, lalu turun dengan cepat, menerabas dedaunan, mematahkan ranting dan dahan yang lainnya.
Guiraaak. brruus. kraak krossaak.
bruuuk... Aaaahhk.. Wisonogo mengerang panjang; Kepalanya makin bonyok, makin sulit digerakkan. Mungkin ada yg Patah tampa malu-malu lagi.
justru yang ketakutan adalah Pendekar mabuk.
la buru-buru dekati Ratu Rimba untuk lindungi gadis itu bila sewaktu-waktu dirasakan ada bahaya yang akan menyerangnya. Sementara ltu, Wisunogo yg menggenggam kapaknya dengan dua tangan itu terlempar _lagi dengan kecepatan sangat tinggi, sampai menerjang daun dan ranting-ranting Pohon sejauh lebih dari dua puluh tombak.
Wess.. "Aaaaaaaaaaaa. Jeritanya makin lama makin kecil karena iauhnya lemparan tersebut. pekik tertinggi saat ia jatuh di sebrang sana nyaris tak terdengar dari tempat Pendekar Mabuk berada. Kedua mata Pendekar Mabuk hanya bisa membelalak tegang dan clingak.
clinguk terus mencari siaPa Si Pelempar Wisonogo itu.
000000000. SEORANG wanita cantik bermata dingin tapi punya hidung mancung dan rambut panjang diikat seperti ekor kuda, bergerak turun dari ketinggian pohon di seberang sana. Wanita itu melayang turun dalam keadaan berdiri di atas selembar daun seperti daun talas. Gerakan melayangnya tak terlalu cepat, sehingga dapat dilihat Suto sinting dengan mata tak berkedip dan mulut tetap melongo seperti liang belut di pinggir sawah.
"Astaga..." Rupanya dia yang melemparkan Wisonogo sejauh itu" Pantas dia bisa lakukan seperti itu, karena dia punya jurus 'Kendali Netra' yang mempunyai kekuatan besar pada pandangan matanya.
Ya, ampun hamplr saja kulupakan keberadaannya di rimba persiiatan ini" gumam hatl Pendekar Mabuk yang merasa sangat kenal dengan wanita cantik yang melayang di atas daun lebar itu.
Pendekar Mabuk memang hampir saja melupakan wanita berpakaian ketat warna biru seperti.
MUSTIKA GERBANG DEWA. terbuat dari karet itu. Pakaian tersebut tertutup rapat model 'Wearpack', dan membentuk lekak-iekuk tubuhnya yang begitu indah, seksi dan menggiurkan.
Seolah-olah dia telanjang, karena pakaian biru terang nyaris menyatu dengan kulit tubuhnya yang kuning langsat.
Wanita berusia sekitar tiga puluh tahun itu bersenjatakan pisau kembar di bawah kedua lengannya. Pisau-pisau itu bersarung tembaga dan sangat berbahaya ilka dipergunakan dalam pertarungan.
Selain beracun juga mempunyai kecepatan terbang yang sukar dilihat lawan. Dialah satu-satunya murid mendiang Nyai Parisupit yang bukan dari keturunan leluhur sang Nyai. Namanya memang tidak begitu dikenal, karena wanita itu lebih banyak diam daripada berkoar-koar. Tetapi para tokoh rimba persllatan yang sudah punya nama justru banyak yang mengenalnya.
Dia tak lain adalah Merpati Liar, kakak dari Angin Betina. Kedua wanita muda itu sama-sama berilmu tinggi, dan sama-sama menaruh hati kepada Pendekar Mabuk.
Tapi mereka sama-sama tahu bahwa Pendekar Mabuk sudah meniadi kekasih Dyah Sariningrum, sehingga mereka tidak berani merebut Suto sinting dari Dyah Sariningrum, putri penguasa Puri Gerbang Surgawi yang ada di alam gaib, yaitu Gusti Kartika Wangi.
Pendekar Mabuk 128. Mustika Gerbang Dewa di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Cukup lama Pendekar Mbuk tidak bertem u dengan wanita berilmu tinggi dan berwatak keras, tegas dan memancarkan karisma tersendiri itu.
Suto Sinting mengenal Merpati Liar ketika terlibat dalam rebutan Panji-panji Agung yang melibatkan Darah Prabu juga, (Baca serial Pendekar Mabuk dalam episode ke 58: "GADIS BURONAN").
Wess...l Daun lebar itu melesat sendiri dalam ketinggian sebatas kepala Pendekar Mabuk. Merpati Liar melompat turun dari daun, sementara daun langsung menancap pada sebatang pohon jatuh di beiakang suto Sinting.
Si cantik berhidung mancung itu sunggingkan senyum tipis. Begitu tipisnya hingga menghadirkan daya pesona yang membuat Suto Sinting jadi penasaran. Dengan langkah cepat Suto sinting hampiri Merpati Liar yang berdiri dalam jarak lima langkah itu.
Tanpa ragu-ragu lagi, Pendekar Mabuk memegang kedua pundak Merpati Liar, kemudian memberikan kecupan lembut di kening wanita cantik itu.
Cupp... Si wanita diam saja, justru semakin melebarkan senyumannya yang sangat menawan dan membuatnya tampak anggun itu.
"Bagaimana keadaanmu, Merpati Liar?" suara Suta bernada mesra, sedikit pelan dan bercampur desah.
Merpati liar meniawab dengan suara setengah membisik juga.
'Aku baik-baik saja.".
"Oh, tak kusangka kita akan bertemu lagi, Merpati liar.Dulu aku pernah mencarimu sampai beberapa waktu lamanya, tapi tak kudengar kabarmu di mana, sehingga kuputuskan untuk berserah diri pada sang nasib. Jika memang dewata masih ingin mempertemukan kita, maka di suatu saat kita pasti akan bertemu. Ternyata sekaranglah saat pertemuan ini terjadi. Merpati Liar.".
"Mengapa kau mencariku?".
"Dulu aku rindu padamu.".
"Sekarang sudah tidak lagi?".
"Tentu saia semakin besar. Sayangnya semakin hari kerinduan itu semakin tertutup eleh masalah- masalah yang harus kuhadapi dengan mempertaruhkan nyawaku.".
"Kebesaran namamu selalu kudengar dan membuatku sering tersenyum sendiri mengenangmu, Suto.".
"Begitukah" Suto Sinting tertawa diliputi perasaan yang amat bahagia. Merpati Liar melangkah dekati ratu Rimba yang masih terpuruk karena totokan Wisonogo. Pendekar Mabuk mengiringi 'langkahnya dari samping kanan.
"Ketika kulihat kau bertarung dengan Wlsonogo, hatiku terasa disengat api. Maka kutangani dia dari kejauhan.".
"Kau kenal dengan Wisonogo?".
'Tentu saja. Dia termasuk pihak yang selalu berusaha mencuri Mustika Gerbang Dewa.".
Pendekar Mabuk langsung berkerut dahi, sedikit kaget mendengar Merpati Liar sebutkan Mustika Gerbang Dewa. Pandangan mata Suto segera melirik ke arah Ratu Himba.
"Kalau begitu kau kenal dengan ratu Rimba itu?".
"Sangat kenal. Dia termasuk orangku.".
"on". jadi kau dan ratu Rimba satu kelompok dan...".
"Aku bergabung dengan pihak Biara Perak.".
"Biara Perak...?" gumam Suto merasa asing dengan nama itu.
"Eyang Girlmaya mengajakku bergabung untuk memperkuat Biara Perak.".
"Siapa yang bernama Eyang Glrlmaya itu?".
"Gurunya si Ratu Rimba, juga sahabat masa muda mendiang guruku: Nyai Parisupit.".
"Ooo". jadi Ratu Rimba itu muridnya Eyang Girimaya dan tinggalnya di Biara Perak"i" gumam Suto lagi seperti bicara pada diri sendiri.
"Angin Betina juga sering bertandang ke Biara Perak.".
"O, ya...?". "Tapl dia sekarang sudah menetap tinggal bersama Resi Wulung Gading di Lembah Sunyi, menjaga Pedang Kayu Petir.".
"Hmmm, syukurlah kalau begitu." Pendekar Mabuk manggut-manggut. Dalam benaknya terbayang selintas sosok sebuah pusaka yang dikatakan sebagai pusaka mahasakti, yaitu Pedang Kayu Petir.
"Rupanya kau sudah kenal akrab dangan Ratu rimba. Tentunya merupakan sesuatu yang amat menyenangkan bagimu, Suto.".
Pemuda tampan itu tertawa pendek dan pelan, "Aku baru saja mengenalnya. Orangmu itu ternyata lebih konyol dari Angin Betina, bahkan lebih galak dari dirimu.".
"Tanggung jawabnya berat. Dia ditempa sejak kecil oleh Eyang Girimaya untuk menjadi gadis yang keras dan tegas, penuh keberanian. Dia memang ditempa untuk menjadi penjaga muslika Gerbang Dewa, menggantikan mendiang ibunya.".
"0oo...," gumam Suto diiringi anggukan kepala samar-samar. "Apakah dia benar-benar seorang Ratu?".
Merpati Liar gelengkan kepala. 'Sekarang belum.
Tapi mungkin kelak dia benar-benar bisa menjadi seorang ratu. Oleh karenanya, ia memilih julukan Ratu Himba.
"Mengapa harus dia yang ditempa sebagai penjaga Mustika Gerbang Dewa" Apakah orang lain tak bisa gantikan tugas mendiang ibunya itu?".
"Apakah kau sudah tahu apa itu Mustika Gerbang Dewa?".
'Beium...," Suto menjawab sambil gelengkan kepala. Merpati Liar tersenyum gali, tapi senyumnya tipis sekali.
"Mustika Gerbang Dewa adalah sebuah anak kunci yang bisa dipakai untuk membuka plntu menuju Kahyangan.".
"Pintu menuju Kahyangan" Maksudmu... menuju tempat kediaman para dewa-dewi yang asli?".
"Benar.. Sebagaimana kau ketahui, sampai sekarang Kahyangan merupakan tempat indah yang amat diminati oleh semua makhluk, terutama manusia. Satu-satunya orang yang sangat bernapsu untuk bisa masuk ke Kahyangan adalah seorang penguasa yang menamakan dirinya Kaisar Matasyiwa, dari negeri Bhumiyamkara.".
" Lalu, 'mengapa Darah Prabu yang mencurinya?".
"Darah Prabu ingin nnmpersunling putri kaisar.
Pinangannya akan dikabulkan jika ia dapat serahkan maskawin berupa Mustika Gerbang Dewa.".
"0ooo...,' gumam Suto memanjang.
"Putri kaisar itu bernama Putri Hasyewa Delima.
ia memang seorang gadis yang cantik dan punya daya pikat amat tinggi. Tak heran jika Darah Prabu kasmaran padanya dan tega merusak hubungan baik gurunya dengan Eyang Girimaya.".
"Apa yang terjadi jika Mustika Gerbang Dewa jatuh di tangan Kaisar matasyiwa?".
"Pertama", Kahyangan akan hancur, dicemari oleh tangan-tangan rakus dari pihaknya Kaisar Matasyiwa. Kedua..., jika saiah memasukkan anak kunci itu pada lubangnya, maka bumi akan terbelah menjadi dua tepat dari porosnya.".
"Giial Mengerikan sekaii?" Pendekar Mabuk menggumam pelan bernada tegang, sebab ia yakin penjelasan Merpati Liar bukan semata-mata isapan jempol atau sebuah tipuan.
"itulah sebabnya Ratu Rimba marah besar dan pertaruhkan nyawanya untuk dapat merebut Mustika Gerbang Dewa. Jika ia gagal mempertahankan kunci tersebut, maka kelak keturunannya menjadi ular semua.".
"Menjadi uiar...l" Suto Sinting membelaiak.
"Ratu Rimba adalah keturunan bidadari asli Kahyangan. Nenek buyutnya dikenal sebagai Dewi Naga Ayu. Karena suatu kesalahan, maka Dewi Naga Ayu dibuang oleh Hyang Maha Dewa ke bumi. Lalu ia menikah dengan manusia. Keturunan Dewi Naga Ayu yang bisa diterima hidup kembali di antara dewa- dewi adalah keturunan yang kelima, sedangkan Ratu Rimba adalah keturunan keempat dari Dewi Naga Ayu.".
"Luar biasa Jadi dia adalah keturunan bidadari asli?".
"Benar. Dan oleh sebab Itulah, Hyang Maha Dewa memberikan kunci pembuka, pintu masuk Kahyangan yang hanya boleh digunakan oleh keturunannya yang
kelima. Jadi anak-anaknya Ratu Rimba nanti adalah manusia yang bisa keluar-masuk Kahyangan dengan bebas.".
"Mengagumkan sekali" gumam Pendekar Mabuk dengan mata melirik ke arah Ratu Rimba yang masih berjarak lima langkah darinya itu. Percakapan bernada pelan itu membuat Suta dan Merpati Liar.
BMUSTIKA GERBANG DEWA. sempat melalaikan keadaan Ratu Rimba yang masih dalam keadaan tertotok. Pertanyaan-pertanyaan Sutoiah yang membuat Merpati Liar lupa melepaskan totukan ratu Rimba.
"Mungkin inilah yang dimaksud bibi guru. Aku harus mencegah rencana perkawinan Darah Prabu," ujar Suto dalam hatl. "Jika begitu sebaiknya aku harus bertindak sekarang juga, sebelum Mustika Gerbang Dewa jatuh di tangan Kaisar Matasyiwa.".
Langit muiai membiaskan cahaya sore. Padahal menurut keterangan Merpati Liar, negeri Bhumiyamkara di Pulau Tatar. perjalanannya membutuhkan waktu tiga hari tiga malam dengan menggunakan perahu layar.
"Kapan mustika itu dicuri Darah Prabu?".
"Dua hari yang iaiu," jawab Merpati Liar.
"Menurutmu apakah dia sudah sampai ke sana?".
"Tidak. Dia belum sampai ke negeri Bhumiyamkara. Baru saja aku pulang dari Gunung Wakas .menemui Resi Badranaya. Menurut keterangan beliau, baru tadi malam Darah Prabu pamit berangkat ke Pulau Tatar, tapi ia tidak membawa mustika Gerbang Dewa.".
"Bisa saja disembunyikan di tempat lain, supaya gurunya tidak mengetahui benda keramat tersebut.".
"Dugaanku memang begitu. Resi Badranaya sendiri juga ikut mengejar Darah Prabu. Sayangnya, beliau tak tahu Darah Prabu lewat arah mana.".
"Bagaimana dengan dugaanmu?".
"Pasti dia melewati salah satu pantai utara ini '.
"Kalau begitu akan kusisir pantai utara ini sekarang juga Siapa tahu aku bisa temukan dia sebelum berangkat dengan sebuah perahu atau kapal." "Suto, sebenarnya ini urusanku dan....".
"Kau bukan orang lain bagiku, Merpati Liar".
sahut Pendekar ivlabuk. "Persoaianmu adalah persaalanku Aku harus pergi sekarang juga. jaga dirimu baik-balk, Merpati".
Merpati Liar mengangguk, iaiu berbisik, "Hati- hati...".
Suto Slnting sunggingkan senyum lembut, Merpati Liar membalas. Dikecupnya kening wanita cantik itu. Merpati Liar hanya memejamkan mata, meresapi ciuman lembut itu hingga ke dasar hati.
Kemudian, ia harus segera membebaskan Ratu Rimba dari totokan Wisonogo karena Pendekar Mabuk sudah tak terlihat dalam sekejap.
Ziaaappp... Cahaya sore bertambah redup. Tapi masih ada sisa bias matahari yang tinggal seujung kuku di cakrawala barat. Saat itu, Suto menemukan desa nelayan yang duiu pernah disinggahi. Desa nelayan itu terletak di sebuah tempat yang bernama Pantai Bejat.
Di pantai itu dulu Suto pernah bertemu dengan penguasa Tanah Pasung yang cantik jelita, tapi berhati iblis. Pendekar Mabuk masih Ingat sebuah penginapan yang mempunyai kedai dan cukup bersih.
MUSTIKA GERBANG DEWA. tempatnya, maka ia pun segera singgah ke penginapan millk Pak Gemuk itu, (Baca serial Pendekar Mabuk dalam episode ke 122: "PENGAWAL PlLIHAN").
Bukan tempat untuk tidur yang dicari Suto, tapi mengisi bumbung tuaknya adalah sesuatu yang lebih penting baginya ketimbang mencari tempat untuk tidur. Di kedai Pak Gemuk itulah, bumbung tuak Suto diisi penuh dengan pelayanan yang ramah dan menyenangkan. Pemilik kedai dan penginapan itu ternyata masih mengenali Suto sinting sebagai Panji Kanda, karena pada waktu itu Suto menyamar dengan nama tersebut.
"Apakah kau ingin beristirahat di sini juga, Panji Kanda?".
"Tidak, Pak Gemuk. Aku harus meneruskan perjalanan, karena aku sedang mencari sahabatku yang bernama Darah Prabu. Apakah kau melihatnya, Pak Gemuk?".
Setelah mendengarkan ciri-ciri Darah Prabu yang disebutkan Pendekar Mabuk, si pemilik kedai yang memang berbadan gemuk itu termenung beberapa saat. Tampaknya la sedang memikirkan sesuatu dan perlu ditunggu oleh Suto dengan sabar. Beberapa saat setelah menunggu, Suto menanyakan hasil Ingatan Pak Gemuk itu.
Bagaimana" Kau pernah melihat pemuda itu?".
Pak Gemuk geiengkan kepala. 'Tidak. Aku tidak pernah melihatnya. Sumpah mampus, aku belum pernah bertemu pemuda berciri-ciri seperti yang kau sebutkan tadi." "Uuh...l Kenapa mikirnya lama sekali?" gerutu Suto sinting.
"Tapi nama Darah Prabu seperiinya pernah kudengar. Namanya saja. Orangnya belum pernah kulihat.".
"Saat kapan kau mendengar nama Darah Prabu?".
"Hmmmm...," Pak Gemuk garuk-garuk kumisnya.
"Kalau tak saiah dia orang yang sedang dicari-cari oleh... oleh seorang wanita.".
"Dicari seorang wanita".
"Ya. Wanita itu kemarin malam singgah kemari dan menanyakan nama Darah Prabu kepada beberapa orang tamuku, termasuk menanyakan pada diriku juga.".
Setelah diam sebentar dengan sedikit tegang, Suto hembuskan napas lega.
"O, ya... itu benar. Siapa lagi yang mencari Darah Prabu kalau bukan Ratu Rimba.".
Suto meneguk tuak dari yang ada di cangkir khusus untuk minum-minum di tempat itu. Pada saat tuak ditelan, ia mendengar Pak Gemuk membantah pernyataannya tadi.
"Bukan Nama wanita itu bukan Ratu Rimba.".
Dengan tanpa sungkan-sungkan Suta menampakkan rasa heran dan memandang curiga pada lelaki Gemuk.
"Nama wanita itu bukan ratu Rimba" Hmmm laiu siapa namanya?".
"Dalam buku daftar tamu yang menginap di sini,".
kata Pak Gemuk. ".. wanita itu mencantumkan namanya... Maharani.".
Makin tajam lagi kerutan dahi Suto mendengar nama itu. 'Maharani...?" ucapnya dalam desah yang sangat pelan.
"Hmmm, eeh... ciri~cirinya begini...,' sahut Pak Gemuk. ia berdiri dan memperagakan dengan gerakan Terhadap apa yang dijeiaskannya.
"Wanita itu cantik sekali, Panji Kanda. Tinggi, montok, pinggulnya wow... seksi," sambil tangannya meliuk di sekitar pantat. Suto sinting penuh perhatian sambil membayangkan dalam ingatannya.
"Rambutnya sebahu, depannya dibuat rata sedikit menutupi dahi. Dia memakai jubah... jubah apa, ya" o... jubah merahi Tepiannya berenda sulaman benang emas, Panii Kanda, Tampaknya ia wanita kaya. Penampilannya 'ngejreng' sekali.
Kutangnya saja dari kain bagus warnanya kuning menyala, sama dengan kain yang menutupi 'anunya' itu. Hee, hee, hee ..".
"Maharani.. i" gumam Suto sambil mencari dalam ingatannya disesuaikan dengan ciri-ciri yang disebutkan Pak Gemuk tadi.
Pemilik kedai tambahkan lagi penjelasannya.
"Dia membawa pedang besar, bagus seka li. Sarang pedangnya dari emas berukir. Sepertinya ukiran gambar naga. Karena jubahnya yang merah itu juga mempunyai sulaman benang emas yang bergambar naga di kanan-kirinya....
"Gawat" sentak Suto kaget, membuat Fak Gemuk ikut kaget dan jadi teruskan ucapannya.
"Pak Gemuk, apakah dia kelihatan seperti seorang prajurit dari sebuah negeri?".
"Benarl Benar sekali. Panji Kanda Apakah kau mengenalnya".
Suto Slnting menggeram dengan napas mendengus pendek.
"Ya, aku kenal dia, Pak Gemuk Dia adalah Laksamana Tanduk Naga, pimpinan armada laut utusan Kaisar Mangol.".
Mulai terbayang jelas wajah cantik yang Pernah mendarat di Pantai Karang Hantu bersama sejumlah perwira dan pasukannya itu. Suta ingat betul, Laksamana Tanduk Naga mempunyai nama asli Maharani. Sekali pun cantik dan menantang gairah lelaki tapi Suto Sinting selalu waspada jika berada di sekitar perempuan itu, karena ia tak ingin ditangkap atau dilumpuhkan untuk dijadikan tumbal.
Laksamana Tanduk Naga datang ke Tanah Jawa mencari pemuda tanpa pusar, Pemuda tanpa pusar itu adalah Pendekar Mabuk. ia dicari untuk dijadikan tumbal pembangunan kuil keramat di negeri Mongol sana, (Baca serial Pendekar mabuk dalam episode ke 118: "PEMBURU TUMBAL").
Mendengar keterangan dari Pak Gemuk, timbul pertanyaan di hati Suto SinTing, "Untuk
apa. MUSTIKA GERBANG DEWA. Laksamana Tanduk Naga mencari Darah Prabu" Apakah dia tahu Darah Prabu membawa Mustika Gerbang Dewa, iaiu ingin direbutnya" Atau karena suatu kepentlngan lain yang tidak ada sangkut pautnya dengan mustika tersebut?".
Apapun alasan Laksamana Tanduk Naga mencari Darah Prabu, bagi Suto itu sudah merupakan tanda- tanda tak baik. sangat berbahaya bagi Darah Prabu jika sampai bertarung melawan Laksamana Tanduk Naga.
"Perempuan itu berilmu tinggi. Darah Prabu 'tak akan bisa tandingi kesaktiannya si Tanduk-Naga.
Sore itu juga Suto bergegas pergi tinggalkan Pantai Bejat. la tak ingin Laksamana Tanduk Naga lebih dulu temukan Darah Prabu. Laksamana Tanduk Naga bukan perempuan bodoh. la punya segudang siasat dan muslihat. Jika mustika itu sampai jatuh di tangan Laksamana Tanduk Naga, bisa-bisa Kahyangan menjadi semakin hancur lagi.
"Dewa-dewa bisa turun ke bumi, mengungsi, alih jabatan dari dewa menjadi penjual es cendol. Ooh, menyedihkan sekali kalau sampai terjadi begitu?" gumam Suto sinting dalam hatinya sambil menerabas hutan sekitar pantai utara.
Tepat keremangan petang mulai datang, pandangah mata tak sejeias tadi siang, sekelebat bayangan terlihat melintasi tepian hutan pantai.
Sekelebat bayangan itu menarik perhatian Pendekar mabuk, karena orang yang berkelebat itu mengenakan rompi dan celana hijau muda berhias benang emas. Rambutnya panjang di tengah, sisanya meriap sepundak lewat.
Rasa curiga Suto semakin kuat setelah mengenali pedang yang ada di pinggang orang tersebut. Pedang itu bersarung perak. Suto sinting yakin betul, orang tersebut adalah Darah 'Prabu.
"Biar suasana remang-remang begini. tetapi aku dapat kenali betul sosok perawakannya. Dia .pasti Darah Prabu. Kejaar dia, Suto".
ia memacu dirinya sendiri.
Ziaaap... zlaaap.. "Lho.... Hilang. ?" Pendekar Mabuk bingung sendiri. Tempat yang tadi dipakai lewat Darah Prabu ternyata kosong. Tak ada manusia sepotong pun di sana. Mata pun segera dipiclngkan agar dapat menembus keremangan menjelang petang. Tapi bayangan si Darah Prabu tidak terlihat olehnya.
"Kacau kalau begini Pasti ada yang tidak beres.
Tak mungkin ia mampu berlari lebih cepat dari 'Gerak SiIuman'-ku ".
Criiaap. Seberkas sinar merah panjang dari balik rimbunan daun di atas pohon. Ekor mata Pendekar Mabuk sempat melihat datangnya Sinar merah yang mirip meteor itu.
Bumbung tuaknya yang masih ada di PUndak segera dihadapkan ke arah datangnya sinar itu sambil ia berusaha menghindar.
Wees... Ternyata sinar itu tepat menghantam bumbung tuaknya.
Jedaaarrr... Kalau tidak ada bumbung tuak di punggung, punggung Suto jebol oleh ledakan yang cukup dahsyat itu. Tapi karena sinar tersebut kenai bumbung tuak yang punya' tenaga dalam cukup besar, maka ledakan dahsyat itu hanya melemparkan tubuh Suto Sinting ke arah perairan pantai. Tubuh itu melayang di udara seperti guling kapuk yang dibuang orang.
Wuuuus... Jebuuurr... Air laut meniadi sasaran jatuhnya tubuh Pendekar Mabuk. Untung tak lebih jauh lima langkah lagi. Jika sampai la jatuh lima langkah lagi, maka tubuhnya akan terpanggang batu karang runcing yang besarnya seukuran kaki orang dewasa itu.
Bumbung tuak tetap utuh. Geripis sedikit pun tidak. Bahkan tak sampai membekas hangus. Tetapi sekujur tubuh Suto saat itu seperti disembur dengan api neraka.
Panas dan perih sekali. Urat-uratnya terasa putus semua.
"Uuuhkkk..."' ia mengerang sambil berusaha merayap ke tepian. Air laut yang meredamnya membuat tubuh semakin perih, bagaikan borok disiram air cuka.
Gerakan si murid sinting Gila Tuak itu menjadi lemah dan lamban. Pandangan mata semakin buram.
Sulit untuk melihat dalam iarak sepuluh langkah.
Walau ia berusaha memandang ke arah pohon datangnya sinar merah tadi,
ia tetap tak bisa melihat siapa yang ada di atas pohon Itu. Hanya warna hitam yang mampu dipandang dari tempatnya terkapar.
0. 00. 000. Ternyata ledakan sinar merah mirip meteor itu .mempunyai gelombang jahat yang membahayakan lawan. Bukan saja bikin urai-urat jadi seperti putus semua, tapi juga membuat pernapasan menjadi sesak, aliran darah alami penggumpalan.
Maka bisa dimaklumi jika Pendekar Mabuk tak sadarkan diri cukup lama.
Ia lerkapar di pasir pantai yang digenangi air laut setinggi mata kaki. Cukup lama ia terkapar di situ. Pada saat ia siuman, matanya tak berani dibuka lebar-lebar. Bukan karena melihat hantu di depan hidungnya, tapi karena tak tahan memandang kilaunya cahaya matahari. Rupanya saat Pendekar Mabuk siuman, sang malam sudah nyelonong begitu saja, tanpa kesan dan mimpi, lalu matahari mulai merayap mendekati pertengahan garis edarnya.
Dengan susah payah akhimya Ia bisa meminum tuak saktinya. Dalam beberapa waktu saja, tubuhnya sudah menjadi sehat kembali. Bergas waras. Rasa sakit dan penyakit apapun hilang. Bahkan gatal-gatal di betisnya akibat semalam dipakai tiduran ubur- ubur kecil, juga ikut hilang.
"Hampir saja aku mati di sini tak ada yang tahu.
Sial Kali sampai aku mati di sini tak ada yang tahu, bakalan tak akan dapat sumbangan dari siapa pun," gumamnya daiam hati.
"Sinar merah itu bukan sinar sembarangan.
Punya kekuatan sangat besar. Kalau tidak, ia akan memantul balik begitu kenai bumbung tuakku.
Hmmm... kurasa sinar itu bukan berasal dari Darah Prabu. Pasti dari orang lain. Ya, orang lain... siapa".
Siapa yang tahu kalau aku mencari Darah Prabu untuk menggagalkan perkawinannya" Tak ada yang tahu kecuali Merpati Liar. Dan dia tak mungkin menyerangku sebegitu parahnya.".
Kecamuk di dalam hati masih terus berhamburan , mengiringi perjalanannya. Perjalanan itu tetap dilakukan menyisir pantai utara.
Menurut dugaannya, Darah Prabu bukan menghilang, tapi melintas di tempat yang lebih gelap, sehingga sukar dilihat oleh pandangan matanya.
"Yang jelas, orang yang menyerangku pasti orang yang bermusuhan denganku dan menghendaki kematiankul Bisa si Belah Nyawa, bisa si Pawang Setan, bisa pula Siluman Tujuh Nyawa atau yang, lainnya Aku harus lebih hati-hati lagi.".
Tiba tiba kecamuk batinnya terbungkam tanpa ada tangan yang membekapnya. Langkah pun terhenti, ianpa ada tangan yang mencekalnya. Pandang mata diperjelas, kelopak mata dilebarkan.
"Siapa itu yang terkapar di bawah karang besar itu".
Pendekar Mabuk melangkah lagi dengan lebih cepat. Didekatinya orang yang terkapar di bawah karang besar itu setelah hatinya tersentak dan mengenali orang tersebut.
"Darah Prabu..." Oooh... kenapa dia" Mati...".
Oh, belum. Belum mati. Masih ada denyut nadinya.
Tapi sangat lemah"'.
Tentu saja Pendekar Mabuk menjadi tegang temukan Darah Prabu dalam keadaan terluka parah dan tak sadarkan diri. Pinggangnya robek dan darahnya mulai lembab. Bibirnya nyaris remuk.
Dadanya membekas hitam sebesar tutup gelas.
wajah memar membiru, sudut mata robek.
"Dia telah lakukan pertarungan tadi malam. Pasti tadi malam. Kentara darahnya sudah lembab. Tldak Ingat lagi. Hmmm... siapa orang yang jadi lawannya".
Dan... dan ke mana mustika itu" Dia tidak membawa mustika itu. Membawa surat jalan pun tidak.".
Pendekar Mabuk mencari di sekitar tersebut. Mustika Gerbang Dewa tak ditemukan situ, Tapi pedang Darah Prabu tergeletak tdk jauh dari karang kecil, berjarak tujuh langkah dari tempatnya.
"Seseorang telah merebut mustika itu'.
hati Suto dalam kesimpulannya. Untuk mengetahui siapa lawan Darah Prabu yang merebut Mustika Gerbang Dewa, pemuda itu harus dibuat sadar. Mau tak mau tuak saktinya lagi yang bekerja untuk keadaan separah itu.
Namun sebelum Suto Slnting membuka tutup bumbung tuaknya, tiba-tiba ia merasakan ada hembusan angin datang dari
arah belakangnya. Hembusan angin itu hanya terasa di tengah punggung, sedangkan di pinggang dan tengkuk tak terasa ada angin yang berhembus. Berarti ada tenaga dalam yang dilepaskan seseorang untuk menyerang bagian tengah punggungnya.
Tanpa banyak berpikir lagi, Pendekar Mabuk berpaling ke belakang dengan tubuh meliuk seperti orang mabuk mau jatuh, lalu tangannya disentakkan dengan kuat. Segumpai tenaga dalam tanpa sinar dan tanpa suara melesat dari telapak tangan Pendekar Mabuk.
Wuuus... Gelombang padat itu berbenturan dengan angin aneh yang menyerangnya.
Blaaarrr... ' Ledakan berukuran sedang~sedang saja itu mengepuikan asap tipis. Di balik asap tipis muncul seraut wajah tua yang sangat dikenal Suto Sinting.
Seraut wajah tua itu hinggap di atas bongkahan batu karang setinggi perut. Pendekar Mabuk melompat mundur sambil pasang kuda-kuda. Tapi kuda-kuda segera dibuang begitu ia tahu siapa orang tua itu.
"Eyang Resi Badranaya... sapanya dengan nada sopan. Ternyata si penyerang tadi adalah resi Badranaya, gurunya Darah Prabu.
"Mengapa Eyang menyerangku dari belakang?".
Tokoh berlilitkan kain model biksu warna kuning itu menatap penuh curiga ke arah Suto Sinting.
Badannya yang gemuk dengan kepala tanpa rambut ilu segera melompat turun dari atas bongkahan karang. Kumis, jenggot dan brewoknya yang putih membuat wajah tua itu menjadi seram, sehingga Suto tak berani main-main atau bertingkah konyol di depan tokoh yang gemar membawa tasbih putih itu.
"Kau apakan muridku, Pendekar Mabuk?".
"Maaf, Eyang... saat aku sampai di sini, Darah Prabu sudah terluka separah itu. Aku baru mau memberi minum tuak untuk sembuhkan keadaannya, tapi Eyang menyerangku".
"Hmmmrh..." Resi Badranaya menggeram pendek. "Jadi bukan kau yang melukainya?".
"Bukan aku, Eyang".
"Lalu siapa?". "Baru akan kutanyakan pada Darah Prabu setelah dia kusadarkan nanti, Eyang".
resi Badranaya memeriksa luka-luka di tubuh muridnya. Beberapa saat kemudian ia berkata kepada Pendekar Mabuk.
"Luke pedang ini memang jelas bukan darimu, Maafkan aku".
"Baik, Kumaafkan. Eeeh... maksudku... lupakan tentang penyerangan Eyang iadl. Ada persoalan yang lebih penting dari itu dan melibatkan si Darah Prabu, Eyang".
"Aku tahu yang kau maksud. Pasti kau telah mendengar tindakan muridku membawa lari Mustika Gerbang Dewa".
"Benar Aku mendengarnya dari si Ratu Rimba, Eyang .Apakah kabar itu salah?".
'Mungkin benar Karena Darah Prabu pamit padaku mau ke Pulau Tatar untuk temui Kaisar Matasyiwa. Kularang dia untuk ke sana. Tapi dia pergi saat aku sedang lakukan semedi".
'Lalu... lalu bagaimana menurut pendapat Eyang Resl?".
Sang Resi mengambil pedang milik muridnya, kemudian kembali ke tempat semula, dekat dengan tubuh sang murid. la bicara tegas-tegas pada Suto.
"Kubawa pulang muridku. Biar kusembuhkan sendiri anak ini, sebelum menerima haiaran-dariku.".
"Silakan Eyang.".
"Kau cari mustika itu dan kembalikan kepada pihak Biara Perak Jangan sampai mustika itu jatuh ke tangan Kaisar Matasyiwai'.
"Ba...." Duuhk, wwess...
Resi Badranaya sentakkan kaki ke tanah. Tubuh muridnya melambung sendiri, langsung diterima oleh pundaknya. .
Bluubs... Tiba-tiba asap mengepul membungkus sang Resi bersama muridnya. Dalam sekeiap, asap hilang, tokoh tua yang angker itu juga lenyap bersama muridnya. Tinggal Suto yang ada di situ, clingak-clinguk dangan mulut melompong. .
"Harus cari mencari ke mana aku kalau tak kutahu siapa pembawa mustika itu"i" gerutu Suto Sinling dalam hati.
Baru saia Ia menggerutu begitu, tiba-tiba dari tempatnya terdengar suara ledakan yang menggema ke mana-mana. Tapi suara ledakan tersebut tak begitu jelas, agaknya terjadi di tempat yang cukup jauh.
"Gunung apa yang meletus itu?" pikir Suto sambil memandang sekeliling. Tlba-tiba
matanya menangkap kepulan asap yang bagaikan tersumbul dari balik bukit.
"Ooh, dari sana_asalnya Bukan dari puncak gunung berapi" Hmmm kalau begitu pasti di sana ada pertarungan. Sebaiknya kutengok dulu siapa yang bertarung di sana.".
Zlaap, zlaap, zlaap... Hutan diterabasnya. Pantai ditinggalkan tanpa pamit pada siapa pun. Kepulan asap hitam yang melambung tinggi itu menjadi arah tujuan utamanya.
Tlba di sebuah lembah, di balik bukit yang tadi terlihat dari pantai. Pendekar Mabuk melesat naik ke atas pohon dengan menggunakan ilmu tenaga peringan tubuh.Wuuut...
Tiba di atas pohon ia melesat lagi dari pohon ke pohon, mendekati bayangan pertarungan yang kurang jelas dari tempatnya.
Setelah tiba di pohon tak iauh dari tempat pertarungan, matanya terbelalak melihat dua orang Yang bertarung dengan sama-sama menggunakan seniata pedang.
"Celaka Ratu Rimba nekad melawan Laksamana Tanduk Naga..." oooh, bisa iadi abu si Ratu Rimba kalau melawan Maharani" Goblok".
Apa yang dikatakan hati Suto memang benar.
Ratu Rimba tampak terdesak oleh serangan Laksamana Tanduk Naga alias Maharani. Tapi rupanya gadis Itu pantang menyerah. Sepertinya ia sudah siap mati dalam pertarungan itu, karena ia tahu Mustika Gerbang Dewa terselip dl balik iubah merah Maharani.
Secara sepintas memang tak kelihatan, tapi Ratu Rimba semalam melihat pertarungan Maharani dengan Darah Prabu. Sayang ia terlambat datang. Maharani sudah berhasil merebut Mustika Gerbang Dewa dari tangan Darah Prabu.
Maharani tinggalkan Darah Prabu yang terluka parah itu. Ratu Rimba mengejarnya. Ia sendirian, karena memang berpencar dengan Merpati Liar.
sama-sama mencari Darah Prabu.
Laksamana Tanduk Naga diterjang Ratu Rimba dari belakang. Tapi perempuan itu berhasil, menghindar dan pertarungan pun berkepanjangan.
dari fajar mau menyingsing sampai sesiang itu belum selesai.
"Alot juga gadis ini?" geram hati Maharani dengan iengkel. Maka ia lepaskan jurus mautnya untuk hancurkan Ratu Rimba. Jurus maut tadi berupa sinar merah besar yang menyerang Ratu Rimba dengan berputar-putar membingungkan lebih dulu.
Tapi Ratu Rimba segera tancapkan pedangnya ke tanah dan kedua tangannya menyentak ke depan.
seberkas' sinar hiiau sebesar bambu meluncur dari kedua tangan itu dan menghantam sinar merahnya Maharani.
Bleggaaarrrrrr... Jadilah ledakan yang tadi didengar Pendekar Mabuk itu. Namun sebenarnya keadaan Ratu Rimba sudah sangat parah. Waktu Suto baru saia melihat pertarungan itu, tubuh Ratu Rimba sudah biru separoh badan. Gerakannya sudah tak lincah lagi, karena kekuatannya berhasil dilumpuhkan lawan.
Tapi ia masih tetap mengangkat pedangnya dan menyerang lawannya yang selalu ingin buru-buru melarikan diri Itu.
Melihat keadaan seperti itu, Pendekar Mabuk tak bisa diam lebih lama lagi.
Ziaaap... la tiba di depan Maharani ketika perempuan itu mengangkat pedangnya untuk diayunkan membelah kepala Ratu Rimba yang berlutut sambil mengucurkan darah dari mulut dan hidungnya. Tepat pada pedang itu berkelebat, bumbung tuak Suto menyilang di atas kepala dengan satu kaki berlutut, Duaaarrrr...
Pedang besar itu terpental ke belakang. Tangan Maharani ikut terlempar sehingga keseimbangan tubuhnya menjadi limbung. la pun jatuh teruduk di tanah. Tenaga dalam yang disalurkan pada pedangnya memantul balik ketika kenai bumbung tuak Pendekar Mabuk.
Ratu Rimba jatuh terkapar dalam keadaan sekarat pada saat terjadi ledakan tadl. Pendekar Mabuk tak sempat menolongnya, karena Maharani sudah berdiri lagi dengan cepat.
"Rupanya kau berhasil lolos dari jurus mautku saat dl pantai kemarin. Pendekar Mabuk".
'o jadi kau yang menyerangku dari atas pohon" Usil sekali kau, Maharani " Suto tersenyum kalem.
"Karena aku tahu kau memburu Darah Prabu, maka kusambar dulu anak itu dan kusingkirkan dlrlmu agar tidak mengganggu kepentinganku dengan Darah Prabu.".
"Oon". rupanya kau juga menghendaki Mustika Gerbang Dewa...'"l".
Pendekar Mabuk 128. Mustika Gerbang Dewa di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
_ "Karena aku ingin menguasai Kahyangan Aku 'harus punya
prajurit lagl. Akan kukerahkan prajurit Kahyangan untuk membantalmu, dan membantai musuh~musuhku, termasuk Kaisar Mongol yang 'tentunya sudah tidak bisa mengampuni kesalahanku" lagi itu.".
"Rupanya Darah_ Prabu tak mudah serahkan mustika itu padamu, sehingga kau murka padanya?".
Dla layak mati. Kau pun layak untuk mati Heeeaah...".
Wanita cantik itu wajahnya menjadi angker.
Bengis dan ganas. la menyerang Suto dengan jurus pedang yang memutar di udara, lalu mata pedang ltu melesat sendiri ke dada Pendekar Mabuk. SIaas...
"Huup. Suto menangkis mata pedang itu dengan bumbung tuaknya.
Traang, wwess... Mata pedang memantul balik, seperti dua magnet yang saling bertemu, merapat sendiri pada ujung gagangnya.
Srreep... Wiiz, wiiz, wIiz... Maharani memainkan pedangnya dengan cepat. Pedang Itu disentakkan ke atas. Lurus ke langit. Wuuut...
"Heeaahh ". Glegaarr. Ada cahaya kilat dari langit yang menyambar pedang itu. Cahaya biru berkeIok-kelok Itu pecah menjadi beberapa sinar yang menerjang ke arah Pendekar Mabuk.
Cralaap... Suto Sintlng cepet mendekap bumbung tuaknya, menyatukan batin dan pikirannya. Claap... la berubah menjadi sinar kuning kecil seperti kunang-kunang sddbesar lebah. Jurus 'Sukma Lingga' digunakannya.
untuk hlndari serangan sinar-sinar biru itu, juqa untuk menerjang lawannya.
Weesss... blaar, blarrr, blaar, jegaaarr.
Sinar-sinar biru itu menghancurkan lebih dari delapan pohon. Tapi sinar kuning perubahan Suto Sinting lolos dari sentuhan sinar biru. Kini sinar itu menerjang dada Maharani.
'Keparaat..." Maharani sentakkan tangan kirinya.
Dari tangan itu keluar asap blru yang menyembur, lalu membungkus sinar kuning.
Glegaaarr... Ledakan dahsyat terdengar lagi, Sinar kuning itu melayang-layang di udara dengan cepat, berputar ke sana kemari. Akhirnya jatuh di dekat Ratu Rimba.
Pluk, busss... Sinar kuning itu berubah menjadi asap kuning tebal. Saat angin berhembus menyapu asap, ternyata Suto Slnting sudah menjelma. menjadi dirinya kembali. Tapi dalam keadaan babak belur.
Seluruh lubang pada tubuhnya keluarkan darah segar, sampai lubang dl bagian bawah. Kulit tubuh itu menjadi merah kebiru-biruan. Bibirnya pecah- pecah mengerikan. Ia menggerang lirih sambil masih kerahkan tenaga untuk bisa bangkit berdiri.
Kepalanya yang _kepulkan asap putih samar-samar itu menengok ke samping kanan, memandang lawannya yang terkapar dalam keadaan hitam hangus.
Dengan langkah lerhuyung-huyung dan sebentar- sebentar jatuh tersungkur, Pendekar Mabuk dekati lawannya dan memeriksa keadaan si lawan.
Jubah dan pakaian perempuan itu dalam keadaan hangus terbakar. Kulit tubuhnya yang hitam itu mengeras seperti arang. Rupanya hari itu adaiah hari terakhir bagi Laksamana Tanduk Naga. Pertarungannya dengan Pendekar Mabuk kall ini telah membuat nyawanya lari dari raga dan untuk selamanya tak pernah mau kembali lagi.
Kekuatan jurus 'Sukma Lingga' menjadi berlipat ganda ketika beradu dengan kekuatan inti gelombang sakti yang berupa semburan asap biru tadi.
Semuanya yang ada pada Laksamana Tanduk Naga menjadi hangus, termasuk pedang emasnya. Tetapi ada satu benda yang masih utuh dan tidak mengalami rusak sedikit pun. Benda itu berbentuk seperti bunga bertangkai panjang dari bahan kristal.
Benda itulah Mustika Gerbang Dewa yang terselip di pinggang klri mayat Laksamana Tanduk Naqa.
Pendekar Mabuk mengambil mustika tersebut.
lalu membawanya ke tempat Ratu Rimba terkapar.
Dengan sabar dan tekun, ia meneteskan tuak ke mulut Ratu Rimba. Tetapi ternyata dalam hati suto masih ada ganjalan yang membuatnya belum bisa tenang, sehingga hati pun selalu bertanya-tanya.
"Lalu", ke mana kakek guru pergl sebenarnya".
Benarkah dia pergi ke langit" Apakah para tokoh yang mengadakan pertemuan di Lembah Badai Itu hanya membicarakan tentang hilangnya Mustika Gerbang dewa ".
tidak membicarakan keperqlan kakek guru?".
Apapun alasan para tokoh tua, termasuk bidadari Jalang, tapi Pendekar Mabuk masih tetap penasaran dan ingin mencari tahu, ke mana perginya sl Gila Tuak itu sebenarnya.
SELESAI. . . . PENDEKAR MABUK . Segera Terbit : PENGEMIS BAYANGAN.
From Sumatra With Love 3 Samurai Terakhir Sang Pahlawan Pemberontak Samurai The Last Warrior Karya John Man Api Di Bukit Menoreh 26