Pencarian

Perempuan Jahanam 1

Pendekar Mabuk 71. Perempuan Jahanam Bagian 1


SEBUAH kedai yang mempunyai dua lantai menjadi kebanggaan masyarakat Desa Cacaban. Kedai itu kedai terbesar dibanding kedal-kedai di empat desa dalam wiiayah Kadipaten Suryatama.
pemiliknya bekas saudagar yang bangkrut akibat perjudian sabung ayam. Saudagar itu bernama
Kopayah. dulu sering dipanggii Tuan Ko. la berdarah campuran: ibunya bakul pecel dari Tanah Jawa
dan ayahnya pengelana dari Tiongkok. Keduanya
sudah meninggal. dan Kopayah tidak ikut meninggal. ia punya pendirian sendiri. sehingga sampai
usia enam puluh lima tahun masih tetap awet muda.
Kedai itu cukup ramai. Setiap hari banyak pengunjung yang berdatangan silih berganti. Selain
memang harga makanan dan minuman dl sini- memang lebih murah dibanding harga pasar', bangunan
tinggi itu ternyata juga bukan untuk usaha kedai
saja. melainkan mempunyai kamar-kamar sewaan.
Lantai atas adalah lantai kamar sewaan, sedangkan
lantai bawah khusus untuk kedai. Jadi bangunan itu
selain kedai juga merangkap penginapan. Lengkap
dengan surat Izinnya yang dipasang di pintu masuk
kedai. Desa Cacaban murupakan pintu gerbang menuju kadipaten Suryatama. Bukan hal aneh jika usaha
penginapan di desa itu cukup laris Sebab Kadipaten 'Suryatama adalah pusat perdagangan di masa
itu. Para pendatang dari arah laut selalu melewati
desa tersebut. Atau orang yang mau tinggalkan Kadipaten Suryatama untuk menyeberangan pulau selalu
melewati desa itu- Selain para pendatang yang makan dan bermalam di kedainya Kopayah, para tokoh dunia persilatan pun banyak yang singgah baik hanya sekedar untuk makan dan minum atau untuk bermalam
sekalian. Salah satu tamu yang duduk di kedai pada hari
itu adalah Pemuda tampan berambut lurus
tapi lemas sepanjang pundak. Rambut itu dilepas
tanpa ikat kepala, sehingga jika nnenunduk sedikit
beberap helai rambut meriap menutupi wajah tanpan tersebut.
Dengan-mengenakan baju tanpa lengan warna
coklat dan. bercelana putih berlilit Ikat pinggang merah,
bentuk tubuh pemuda tersebut kelihatan kekar dan
tegap. Sebatang bambu tempat tunak berada di sampingnya. Bumbang tuak itulah yarg menjadi ciri
khas penampilan si pemuda. sehingga dlkagumi oleh
banyak orang. walaupun sl pemuda Itu sendiri belum tentu mengenal mereka.
Pemuda itu tak lain adalah Pendekar mabuk
alias Suta sinting, muridnya Gila Tuak dan bidadari
Jalang. Sebagian orang menjulukinya" si Tabib Darah Tuak, karena setiap tuak yang masuk dan tersim-
pan dl dalam bumbungnya itu akan berubah menjadi
obat mujarab, sehingga dapat untuk sembuhkan
orang sakit; baik sakit karena senjata tajam, pukulan
tenaga dalam, maupun sakit karena racun. Tapi untuk orang menderita sakit hati, jatuh miskin ataupun kanker (kantong kering maksudnya) tak bisa disembuhkan dengan tuak sakti tersebut.
Bumbung tuak sudah terisi penuh, namun Suto
sinting masih memesan sepoci tuak untuk diminum
disitu. Selain minum tuak disitu. Suto juga menyantap ketan bakar, pisang goreng, tahu isi, nasi 'jagung, ubi rebus, singkong goreng. tempe bacem.
kerupuk udang, pepes teri. dan... pokoknya apa saja
yang ada di meja disikatnya, termasuk onde-onde,
bakpau serta kue pancong.
"Rakus -amat ! gerutu seorang pembeli kepada
temannya sambil melirik ke arau Pendekar mabuk.
"mungkin perutnya terbuat dari karet. jadi mampu menampung makanan sebanyak itu," ujar temannya dengan pelan juga.
Persoalannya bukan karena Pendekar Mabuk
adalah pemuda yang rakus. tapi makanan sebanyak
Itu sangat dibutuhkan oleh tubuhnya yang sudah
lima hari tidak menelan makanan apa-apa. Maklum.
Suto habis terserang sakit panas-dingin yang tak
bisa disembuhkan memakai tuak saktinya, sebab
panas-dinginnya itu akibat rasa rindu yang tak tersampaikan.
Rasa rindu kepada kekasihnya; Dyah Sariningrum. yang menjadt ratu di negeri Puri Gerbang Surgawi dengan gelar Gusti mahkota Sejati itu. menim-
bulkan kegelisahan besar yang ;melemahkan kesehatannya. Rasa rindu itu juga mengaklbatkan Suto
ingin pergi ke Puri Gerbang Surgawi. tetapi di perjalanan ia bertemu dengan seorang gadis yang wajahnya sangat mirip dengan Dyah Sariningrum. Bahkan
dulu Suto hampir saja jatuh cinta kepada gadis itu
karena kemiripannya dengan Dyah Sarlnlngrum' itu.
Gadis tersebut tak iain adaiah Salju Kelana. la
adalah gadis cantik berpikiran dewasa. Usianya sekitar dua puluh empat tahun. tapi penampilannya
mirip janda genit dan menggairahkan. Salju Kelana
menyukai pakaian jubah putih sutera dengan pinJung penutup dada yang montok itu berwarna ungu.
.Jika tersenyum ada lesung pipit di sudut bibirnya,
persis Dyah Sariningrum, (Baca serial pendekar Mabuk dalam episode: 'Rencong Pemburu Tabib)
Sebelum Suto sinting tiba dl kedainya Kopayah,
ia sempat terilhat perkara dengan Salju Kelana. Perkaranya ringan ringan saja. tapi bikin hati Suto jengkel setengah mati.
Saiju Kelana bertarung dengan dua lelaki bertampang angker. Mreka adaiah Gadaloya dan Paludoya. Kakak-beradik itu mempunyai badan besar
dan perangai yang kasar. Mereka adalah murid-murid Perguruan Sayap Kiri. yang baru saja diwisuda sebagai Ksatria Tanpa Tanding.
Hanya gelarnya saja yang ksatria. tapi sikap dan
perilakunya sama sekali non ksatrla alias brengsek.
ilmunya memang cukup lumayan. Keduanya sama-sama sukar dibunuh. Jika yang satu mati, maka yang
satunya lagi meludahl, dan yang mati itu bisa hidup
kembali. Tak heran jika gadaloya dan Paludoya sama-sama sering menyebut diri mereka sebagai
Malaikat Ludah Bacin, dan ternyata sebutan itu lebih
dikenal ketimbang gelar Ksatria Tanpa Tanding-nya.
Melihat Salju Kelana bentrok dengan Malaikat
Ludah Bacin, Suto sinting merasa seperti melihat
kekasihnya; Dyah Sariningrum, diganggu orang.
maka timbullah hawa marah Suto kepada Malaikat
Ludah Bacin. Dari ketinggian tebing, Suto sinting nekat terjun
ke bawah menggunakan jurus 'Gerak Siluman-nya
yang kecepatannya melebihi anak panah lepas dari
busur itu. Zlaaap... Padahal tebing itu sangat tinggi. tapi Suto nekat
melompat turun tanpa memikirkan bahaya apa pun.
memang begitulah Suto, sering nekat tanpa pikir
panjang. Sebab kalau tidak berani begitu dan terlalu
banyak perhitungan, bukan 'Suto sinting' namanya,
tapi 'Suto Perhitungan'. Malaikat Ludah Bacin hampir saja celakakan
nyawa Salju Kelana. Paludoya berhasil menghantam
punggung Salju Kelana dengan toya besi berujung
bundar seperti tiang bendera itu. Toya besi yang
dialiri tenaga dalam menyodok punggung Salju Kelana. ketika gadis itu kerepotan menghadapi tendangan beruntun si Gadaloya.
Duuk.... Begitu ujung bundarnya tersebut menyodok
punggung Salju Kelana, kontan tubuh gadis itu mengepulkan asap putih. tepat di bagian yang terkena
sodokan tersebut. Jubah putih suteranya juga membekas hitam hangus. Salju Kelana tersentak ke depan. mulutnya ternganga sambil semburkan darah
ketua!. "Modar kau, Perempuan Tengikl' gumam Paludoya.
Kemudian, saat tubuh itu tersentak ke depan,
Gadaloya menghantamkan pukulannya ke arah dada
Salju Kelana. tepatnya dl bawah leher. Deees...!
Brusss., Salju Kelana semakin semburkan darah lebih
banyak lagi. Pandangan matanya rnulai kabur, dan
ia kehilangan keseimbangan. Akhirnya ia roboh sebelum Paludoya menghantamkan toya besinya ke
kepala Saiju Kelana. 'Cukup. Paludoya...! Jangan buang-buang tenagamu. Sebaiknya kita seret dia ke semak-semak
balik pohon itu. Kita sedot seluruh ilmunya biar kita
semakan sakti' "Tapi mestinya dia tak boleh sampai pingsan.
Gadaloya. Kalau dia pingsan. percuma saja kita perkosa, karena dla tak akan bisa mencapai puncak 'kelndahan. Apabila dia tak mencapai puncak keindahan. maka ilmunya tak bisa tersedot oleh kita!"
'Kita buat sadar dulu perempuan itu!. Tapi sebelumnnya. kaki dan tangannya kita ikat dalam keadaan
terentang. sehingga pada waktu dia sluman, kita
tinggal memanfaatkan kemontokannya Inl. Hah, hah,
hah, hah...|' 'Gagasan yang bagus itu. Gadaloya Huah, hah,
Hah. hah" Pada saat mereka tertawa itulah, Pendekar Mabuk datang dan tahu-tahu menyambar kepala mereka secara beruntun dengan tendangan kaki yang tak
dapat ditangkis dan dihindari lagi itu.
Wuuut, des, desss...! 'Aaaaow..." kedua kakak-beradu itu saling memekik keras dan tubuh mereka sama-sama terpelanting iatuh dalam jarak masing-masing lima langkah
dari Salju Kelana. "bangsat" maki Gadaloya sambil kedua tangan
masih pegangi kepalanya. "Kepalaku seperti ketiban
batu segunungl Kampret bisulan ! Benda apa yang
menyambar kita tadi, Paludoya"i'
"Bacotmu burik!" umpat Paludoya dengan kasar
sekali. "Apakah kau tak tahu kalau kepalaku sendiri
hampir pecah seperti semangka jatuh dari menara"!
Mengapa kau tanyakan hai itu padaku" Mana aku
tahu. Tolol" Kedua orang bertubuh besar dan sama-sama
kenakan baju hitam dan celana merah itu kini berdiri
memandangi sekeliling sambil cengar-cengir menahan rasa sakit di kepala. Pendekar Mabuk telah lepaskan tenaga dalamnya melalui tendangan ganda
yang seharusnya membuat kepala itu hancur. Setidak nya retak dan lubang-lubang di kepala keluarkan
darah. Tetapi ternyata Gadaloya dan Paludoya tidak
berdarah sedikit pun. ini menandakan keduanya
mempunyal ilmu cukup tinggi hingga dapat mena-
han tendangan sekuat tadi. Pendekar Mabuk terpaksa harus hati-hati dalam menghadapi Malaikat Ludah Bacin itu.
'Oh. itu dia makhluk keparatnya!" sentak Paludoya sambii menuding Suto sinting yang berdiri tegak dengan kaki sedikit rnerenggang. Gadaloya segera menengok kearah belakangnya, biji matanya
yang lebar memancarkan dendam dan kebencian
kepada si pendekar tampan berhidung bangir itu.
"Keparat.. Rupanya kau yang mengganggu kesibukan kami. Bocah kolong jembatan" Hhmm hmm"
Gadaloya menggeram dengan kedua tangan menggenggam kuat-kuat.
Malaikat Ludah Bacin dekati Suto sinting. Yang
didekati tetap tenang, tanpa menampakkan rasa takut atau gentar sedikit pun. Ini membuat Paludoya
dan Gadaloya sama-sama semakin benci kepada
Suto. Sebab mereka mau siapa pun yang didekati
mereka dalam keadaan marah harus takut atau gemetar. Ternyata Suto tidak sesuai dengan harapan
mereka, sehingga mereka menjadi bertambah benci
dan bernafsu sekali untuk membunuhnya.
'Bocah panuan! Apa maksudmu menyerang kami tanpa persetujuan lebih dulu. hm' sentak Gadaloya yang masih menggenggam gada besinya.
Gada besi itu ditumbuhi dengan duri-duri runcing.
Ukurannya sebesar betis Gadaloya sendiri, panjangnya setengah depa. Kepala siapa pun kena senjata itu akan hancur. setidaknya ditanggung pasti
bonyok. tapi Pendekar Mabuk tidak takut dengan gada
berduri itu. iuga tidak merasa ngeper dengan toya
sebesar lengan dan sepanjang tombak itu. Dengan
bumbung tuak sudah di tangan kanannya. Suto Sinting tetap tampak tegar dan gagah dalam menghadapi kedua lawannya.
"Kumohon kalian berdua segera tinggalkan gadls itu!" kata Suto dengan tegas dan berwibawa. Tak
ada kesan konyol yang tampak pada dirinya. Lagak
tegas dan berwibawa makin membuat Malaikat Ludah Bacin dongkol sekali.
Paludoya maju selangkah. 'Hm, Kecubung garlng...l" ujarnya sambil menuding Suta. "Jangan berlagak menjadi jagoan di depan kami! Apakah kau
belum kenal siapa kami"
"Namaku Suto sinting alias Pendekar Mabuk.
murid si Gila Tuak dan Bidadari Jalang. Aku tak punya tempat tinggal yang tetap, tidak punyaa rumah
sewaan atau kontrakan. Aku masih bujangan tapi
sudah punya kekasih. Dulu aku...!
'Diaamm' bentak Gadaloya dengan keras. seakan mulutnya sengaja ingin dirobekkan melalui terlakan kerasnya tadi.
"Ditanya apakah belum kenal kami kok malah
memperkenalkan diri! Dasar bocah klobot" gerutu
Paludoya. 'Apa itu klobot"l' tanya Gadaloya.
"Kulit jagung yang kering. Bunyinya kresek-kresek. Kebanyakan suara tapi dlsentil sedikit r0bek" Paludoya menjelaskan. Maka Gadaloya pun
kembali memandang Suro dengan galak dan berkata
keras. 'iya. memang dasar bocah klobot! Apakah kau
sudah bosan hidup. hah?"
'Belum.. jawab Suto cepat. "Tapi aku tidak takut
mati demi membela gadis itu!"
'Huah. hah, hah, hah..." Gadaloya tertawa terbahak-balmak. Mulutnya dibuka lebar-lebar.
Pendekar Mabuk segera sentllkan jarinya.
Teees...! Jurus 'Jari Guntur' yang digunakan itu melepaskan tenaga dalam sebesar tendangan kuda
jantan. Gumpalan tenaga dalam yang terlepas dari
sentilan Suto masuk kemuiut Gadaloya.
"Hhahhkkk...l Kkkkhhmr'
Gadaloya mendelik sambii pegangi lehernya.
Tubuhnya yang besar itu terdorong mundur beberapa langkah. Lehernya menjadi biru lebam dan mulutnya tak bisa tertutup lagi.
'Gadaloya..."! Kenapa kau?"
"Kkknakhhml Kkkrrhh...." Gadaloyer menuding-nuding mulutnyva maksudnya mau minta bantuan
agar Paludoya mengatupkan mulutnya dan membantu menghilangkan rasa sakit akibat sentilann tenaga dalam tadi. Tetapi Paludoya salah tanggap.
"iya, aku sudah tahu kalau mulutmu batu. Untuk
apa kau pamekan di depan lawan kita" Tutup mulutmu!'
"Kkkrr... kkrrhhwl' Wajah Gadaloya semakin merah, lehemya pun
membengkak besar dan kian memblru. Paludoya se-
gera tahu bahwa kakak kembarnya itu terkena pukulan lawan. tatakan. Paludoya segera menyerang
Suto sinting tanpa hiraukan penderitaan Gadaloya.
'Kau memang bocah yang perlu ditumbuk sehalus garam! Heeeannh..."
Paludaya mainkan toyanya sebentar. Tahu-tahu
toya itu ntenyabet ke belakang pada saat ia berbalik
memunggungi Suto sinting. Datangnya sabetan toya sangat tak diduga-duga. sehingga lengan suto
sinting terhantam. Plaaak...!
Bruuus...! Pendekar mabuk terlempar ke samping dan jatuh mencium tanah.
"Gila... Sabetan tongkat besinya itu sungguh luar
biasa. sekujur badanku menjadl sakit semua.
Uuuklt...! Tulang-tulangku terasa remuk dan sukar
dipakai berdiri." ujar Suto membatin. Tapi ia segera
tarik napas panjang-panjang untuk pulihkan kekuatannya,
Kekuatan pulih sedikit. yang penting bisa untuk
bangkit. Namun tepat pada saat Suto bangkit dan
berlutut satu kaki, tiba-tiba Paludoya menyodokkan
ujung toya besinya yang bundas itu. Suut...!
'Modar kau..." Traaang. . Wuuusss...! Toya itu membentur bambu bumbung tuak. Akibatnya, tenaga dalam yang tersalur melalui toya memantul balik dan melemparkan tubuh Paludoya sendlri. Tubuh Itu melayang melewati Salju Kelana yang
Masih terbujur pingsan. dan menabrak Gadaloya
yang sedang sibuk mengatupkan mulutnya.
Bruuus, brruuuk...! Keduanya sama-sama jatuh. Gadaloya memekik
dengan suara tersumbat, sedangkan Paludoya memekik keras-keras.
"Aaaoow...l' Rupanya gada berduri itu mengenai punggungnya ketika Paludoya menabrak saudara kembarnya.
Duri-duri beracun menancap di punggung itu, membuat Paludoya bagai dibakar sekujur tubuhnya. ia
kelojotan dan berguling-guling tanpa nyala api yang
berkobar. Jeritannya itu makin lama semakin mengecil
dan akhirnya hilang tanpa suara. Paludoya pun diam
tanpa nyawa iagi. Rupanya racun pada duri gada besi itu sangat
berbahaya dan membuat bagian tubuh orang yang
terkena racun tersebut menjadi hangus dalam waktu
singkat dan kering seperti dibakar dengan api yang
amat panas. Pendekar Mabuk sempat berkerut dahi
pandangi Paludoya yang sudah tidak bergerak iagi
itu. "Benar-benar mati atau hanya pura-pura mati?"
pikir Pendekar Mabuk daiam kebimbangan.
Gadaioya makin terbelalak, mulutnya yang sejak tadi terbuka semakin bergerak iebar ketika melihat Paludoya tidak bergerak lagi.
"kihkkrrrrh...l'

Pendekar Mabuk 71. Perempuan Jahanam di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

ia menggereng keras-keras dengan tubuh ge-
metar karena luapan amarahnya. Kedua tangannya
segera disentakkan, satu tangan dari atas kepala,
satu tangan lagi dari bawah dagu. Kedua tangan itu
menyeruak kuat-kuat dalam satu gerakan serempak.
Praak...! maka mulut pun terkatup kembali. Tapi suara
geraham Gadaloya menjadi berbeda dengan saat
mulutnya ternganga tadi. "Hhhrrmmmm...i' matanya mendelik menyeramkan. memandang
Suto dan Paludoya berganti-gantian. ia tampak bimbang antara melampiaskan murkanya kepada Suto
atau membangkitkan Paludoya 'lebih dulu.
Akhirnya. ia memilih membangkitkan Paludoya
dengan meludah satu kali ke mayat Paludoya.
"hmmm... cuUih' Plok...! Ludah itu kenai lengan Paiudoya. Dalam
lima hitungan, Paludoya mulai bergerak sedikit demi
sedikit. Lama-lama tampak menarik napas dan hidup
kembali. "Kutumbuk kau. keparat..." teriak Gadaloya kepada Suto dengan suara serak sekaii. la tak pedulikan suaranya menjadi serak, yang penting ia segera
lakukan satu lompatan menerjang Suto dengan gada besi berduri dihantamkan ke kepala Suto.
Wuuus...! Beeeet...! Pendekar Mabuk segara menyilangkan bumbung tuaknya di atas kepala. Gada berduri Itu akhirnya menghantam bumbumg tuak itu. Praaang... Suaranya seperti menghantam besi baja. Bumbung dari
bambu itu tidak pecah, bahkan lecet sedikit pun tidah Tetapi tubuh Gadaloya terlempar ke belakang
karena tenaga dalamnya memantul balik dengan tenaga lebih dari yang dikeluarkan
wuuut' buuum...! la jatuh terbanting begitu kerasnya hingga tanah menjadi bergetar. Sementara itu Suto sinting jatuh terjengkang akibat hantaman gada yang ditangkis dengan bumbung tuaknya ltu.
Ketika si Pendekar Mabuk bangkit kembali, Paludoya telah memankan toyanya. Kemudian dari jarak tujuh langkah toya itu dlsodokkan ke depan.
wuuut ,.! Dan keluarlah sinar merah seperti cakram
yang melesat dalam gerakan berputar memerclkkan
bunga api. Claap...! Weesss...!
pendekar mabuk segera lepaskan pukulan
'Guntur perkasa' dari tangan kirinya. Claaap...! Slnar hijau melesat dari tangan kiri suto, menembus
sinar merah paludaya,. Zluuub...!
Blegaarr walau sudah terjadi ledakan yang mengguncang bumi dan alam sekitarnya, tapi sinar hijau itu
masih tetap melesat lurus dan mengenai dada Paludoya. Zluub...!
Blaaar...! Paludoya terlempar dan jatuh terkapar'. Sementara itu sinar hijau tadi juga masih bisa tembus dan
kenai tubuh Gadaloya yang baru saja bangkit dari
jatuhnya. Zluub...! blaaarrr.. '. Gadaloya pun terlempar dan jatuh terkapar jauh
dari saudara kembarnya. Tubuh Malaikat Ludah Bacin sama-sama memar
membiru. Mereka sama-sama tak blsa saling meludahl. Akibatnya, angin yang berhembus saat Itu
membuat tubuh mereka menjadi cepat membusuk.
karena memang begitulah nasib orang yang terkena
pukulan 'Guntur Perkasa memar dan cepat membusuk. Akibatya mereka sema~sama menghembuskan napas terakhir dan dlam tak berkutik tanpa
nyawa lagl. 'Cuih, culh...l' Suta sinting mencoba meludah!
keduanya, tapi ternyata tidak membuat mereka
bangkit karena Suto memang tidak menupunyai jurus
'liur Dewa'. seperti yang mereka miliki.
jurus 'Liur Dewa' hanya bisa membangkitkan
orang yang juga memliki jurus tersebut. Tetapi bagi
yang tidak memillkl itu, walau meludahl mayat selama tujuh hari tujuh malam tetap tidak akan membangunkan mayat tersebut. Apalagi jika mayat Itu
bukan mayat orang yang memiliki jurus 'Liur Dewa'
juga, tentu saja akan membuat sang mayat basah
kuyup dan tetap tak bernyawa.
Pendekar Mabuk merasa lega melihat kedua lawannya tak berkutlk lagi. ia segara menenggak tuaknya untuk sembuhkan luka dan rasa sakit akibat pertarungan tadi.
Tetapi ia segera terkejut setelah menyadari bahwa salju Kelana ternyata sudah tidak ada di tempatnya. Pendekar Mabuk menjadi tegang, memandang
tenaga inti raga, juga mampu untuk menambah kekuatan mengirim serangan dari jarak jauh!" Nyai
Songket menjelaskan dengan suara seperti orang
menggerutu. Barangkaii ia tak ingin penjeiasannya
itu didengar oleh pihak lain.
Dari persembunyiannya Soto berucap dalam bislkan, 'Aku pernah mendengar nama Nyai' Songket.
Kaiau tak salah dia dukun pemanggil roh yang tempo hari sempat dijeiaskan secara singkat oieh Mario
Kere:I (Baca serial Pendekar Mabuk daiam episode 1
'Manusia Pemusnah Raga").
"Dia dukun iimu hitam dari Lembah Kubur!' timpal gadis berbaju biru dalam bisikan pula.
) "Agaknya kau iebih banyak tahu tentang dia ketimbang aku, Nona."
'Karena aku pernah berseiisih dengannya. ilmunya cukup tinggi."
"Kau kalah melawannya"
'Hampir." jawab si gadis agak menutupi kelemahannya. `
Mereka menyimak kembali percakapan antara
Nyai Songket dengan Jubah Kapur.
"Nyai Songket, kau sudah cukup memakan korban banyak untuk kekuatan ilmumu. Kuharap kali ini
jangan lagi membedah mayat bayi, sebab setahuku
bayi itu adalah cucu Sultan Renggana. dan sultan
Renggana adalah sahabatku."
"Persetan dengan hubunganmu terhadap kesultanan
renggana. Aku tak peduli bayi siapa Ini. yang
penting aku sangat membutuhkan jantung bayi ini..jubah kapur..kalau kau mencoba menghalangiku aku
pun akan mencoba mengambil jantungmul"
Pada saat itu, dua orang kesultanan yang bernama Mandong dan Sugolo Itu tiba di tempat tersebut.
Entah bagaimana mulanya, tahu-tahu mereka datang bersama seekor kuda yang ditunggangi berdua. Mungkin di perjaianan Mandong merasa iri melihat temannya masih menunggang kuda sedangkan
dia hanya lari dengan kedua kakinya. Mau tak mau
ia pun lompat ke punggung kuda dan memaksa Sugolo untuk mau berboncengan dengannya.
"itu dia pencurinyal"
"Wah, celaka kita, Mandong. Nenek tua itu adalah Nyai Songket, sl pemakan Jantung bayl."
"Kalau kau takut, biar aku yang merebut bayi
Itul" Mandong iompat darl punggung kuda saat Sugolo berkata dengan nada tersinggung, '
'Kau plkir hanya kau yang punya keberanian
Menghadapi Nyai Songket"! Aku pun mampu menebas kepalanya kalau dia tak mau serahka n bayi
nyai songket menatap kedua utusan dari Sultan renggana dengan senyum sinis meremehkan. Mayat bayi itu
makin dipeluk erat dengan tangan kiri.
agak nya ia tahu persis bakal menghadapi pertarungan melawan kedua orang itu, sehingga tangan
kanannya disiapkan untuk melepaskan pukulan jarak jauhnya.
nyai songket..serahkan bayi itu dan jangan kau rusak jenazahnya" teriak Mandong dengan tangan mencabut keluar goloknya.
kalau kau menghendaki bayi ini,tebuslah dengan
nyawa kalian sekarang juga!"
"Keparat laknati" teriak Sugolo, kemudian tubuhnya yang masih ada di punggung kuda Itu segera melenting ke atas daiam satu hentakan napas.
Wuuut...! Tubuh itu bersaito satu kali ke arah Nyai
Songket. Kaki Sugolo bermaksud menjejak kepala
Nyai Songket. Weees...! Nyai Songket miringkan badan dan segera melepaskan pukuian menggunakan dua jari yang menotok ke arah betis Sugoio. Tees...!
"Aaaaoww...!" Sugolo berteriak keras sekail seperti orang kejatuhan pohon kakinya. Padahal totokan itu tak seberapa berat. hanya gerakannya yang
cepat membuat tekanan keras tersendiri pada betis
itu. Namun Sugoio segera jatuh iumpuh dan meraung-raung m!rip anak kecil.
'Aaauuh...! Mati aku, Mandong! Toiong aoooh... toiong aku! Tulangku patah semua, Mandooong...! Wuadoow... sakitnya sampai tujuh .,
turunan beium habis. Mandong...!" Q
Piaaak...! Mandong menampar dengan klbasan
kakinya. * 'Cengeng! Baru kena totok seperti itu sudah
Jejeritan seperti perawan di malam pertama. Dasar ,manusia koiokan!'
"Maling babi kau, Mandong! Aaaduuh...
sakit seperti ini maiah ditendang seenaknya.awas
kau kalau aku sudah sembuh nanti, Mandong...hua...huaaaa.'
jubah kapur diam saja agak menyisihkan diri ke
pohon teduh, memperhatikan tingkah laku Nyai
Songket dalam menghadapi kedua prajurit kesultanan itu. Sementara Itu Nyai Songket sendiri masih
memancarkan sinar permusuhan kepada Mandong
yang mulai mencabut goloknya dan membuka jurus
sebagai kuda-kuda persiapannya.
'Apa kau minta bernasib seperti temanmu itu,
huh"l' bentak Nyai Songket, tapi Mandong justru
menatap lebih tajam lagi, seakan penuh nafsu untuk
mmbunuhnya. "Kau boleh bawa pergi mayat bayi itu, asal kau
dapat hindari goiokku ini. Nyai! Heeaaat....!" .
Mundong menyerang dengan goloknya tanpa
lompatan tinggi. Wuuut...! Golok Itu ditebaskan kearah pinggang Nyai Songket. Tapi-perempuan tua
berbadan kurus itu tiba-tiba melentlng ke udara dalam gerakan bersalto satu kali. Wuuutl
badan kurus itu melayang turun dan tiba-tiba
kakinya menendang tengkuk kepala Mandong dengan keras. Deees...!
uhg.I Hooek.-.!' Mandong tersentak ke depan
langsung muntah keluarkan darah, dan segera
tubuhnya terjungkal tanpa ampun iagi. Wajahnya langsung pucat membiru pertanda mengalami luka pada bagian saluran darah yang berkisar daiam tengkuknya.
namun agaknya Ia masih penasaran dan mencoba melepaskan pukulan jarak iauhnya dalam keadaan hendak bangun. Pukulan itu berupa sinar kecil yang melesat dari telapak tangannya.
Nyai Songket beriutut satu kaki dan menghentakkan tangan kanannya ke depan. Sinar merah
yang datang ke arahnya disambut dengan sinar kuning yang keiuar dari ujung jarinya. Ciaaap...! =
Blaaar...! Ledakan cukup kuat terjadi akibat perpaduan1
dua sinar tersebut. Ledakan itu keluarkan gelombang menghentak yang membuat tubuh Mandong
terpental terbang melambung ke atas dan jatuh terjungkal iagi di tanah bebatuan- `
"Aaaauh...l" pekiknya keras sambil terguling guling.
Nyai Songket tetap di tempat, tak bergeming sedikitpun. Namun ketika ia hendak bangkit, kelengahannya dari beiakang dimanfaatkan oleh
Sugoio yang terkapar iemas itu. Sugolo masih bisa lepaskan pukulan Jarak jauh menggunakan `
sentakan napasnya. Pukulan itu dikeluarkan melalui telapak tangannya dan melesatiah sinar merah seperti
yang dilepaskan Mandong tadi. Ciaaap...! Dees
'Uuhg...' Nyai Songket terkejut, tubuhnya tersentak ke atas dan berjungkir baiik di udara. mayat
bayi dalam gendongan tangan kirinya terlepas. .`
sesosok tubuh melesat cepat menyambar mayat bayi tersebut. Wuuut...!
J!eeg...l Nyai Songket terbanting dari ketinggian terbangnya. Brruk..-! Serangkaian caci maki terlontar dari mulut tuanya.
-babi kurap.anjing kudis,monyet gudik,
Heeeaah...!' Siaaap...! Sinar hijau melesat dengan cepat dari telapak
tangan kiri Nyai Songket. craab...! Sinar hijau Itu
mengenai tubuh Sugolo. Blaaar...! Tubuh Itu pun
hancur menjadi serpihan-serpihan mengerikan.
"Gilal Tak kusangka Ia akan keluarkan sinar itu" gumam Suto dengan tegang dan diiiputi penyesalan melihat tubuh Sugolo hancur mengerikan.perhatiannya tertuju pada Mandong yang tampak
berusaha untuk bangkit kembali, sehingga Pendekar Mabuk tak sempat menghadang sinar hijau yang telah menghancurkan tubuh Sugoio.
tampaknya Mandong sendiri tak mampu berbuat apa-apa lagi. Matanya yang memandang kehancuran raga Sugolo menjadi redup. Ia jatuh terkulai menahan luka parah dan sentakan jiwanya melihat kematian temannya.
jubah Kapur adalah orang yang tadi menyambar mayat bayi tersebut. Klnl mayat bayl Itu ada di tangannya.Ia Ingin larikan diri, tapl tiba-tiba Nyai
songket lebih cepat bergerak dengan melambungkan tubuhnya
bagaikan terbang menuju ke punggung jubah
Kapur. Wuuus...! kupatahkan ragamu juga, Jubah Kapur!"
mendengar suara itu Jubah Kapur hentikan langkahnya.
dan tiba tiba tongkatnya menyodok ke belakang.
sodokan yang dilakukan tanpa memandang
itu tepat kenai perut Nyai Songket. Deesss...!
heg...nyai Songket bagaikan membentur dinding tebal.
gerakan melambungnya terhenti
total. Tubuhnya jatuh sempoyongan dengan mata mendelik menahan rasa sakit yang menyesakkan pernapasan akibat sodokan pada perutnya. Ia sempat jatuh terduduk sebentar, ialu cepat bangkit dengan kerahkan tenaga dan gerakkan kedua tangannya sambil berseru membangkltkan semangat.
"Heeaaahh...l" Jubah Kapur berbalik arah memandangnya dengan tenang dan penuh kharisma.
"Jubah Kapur!" Nyal Songket menuding dengan
mata buas menatapnya. 'Kalau kau nekat membawa pergi mayat bayi itu, akan kubinasakan kau tanpa
ragu-ragu lagi!" 'Lakukaniah kalau kau memang mampu membinasakan diriku, Dukun Sesat!" i
'Jadah busuk kau! Heeeaat-..!'
Kedua tangan Nyal Songket menghentak menbuka dengan telapak tangan membentuk cakar. dari
ujung-ujung jarinya menyembur asap beracun
warna merah kehitam-hitaman. Wuuus...! _
Dengan cepat Jubah Kapur mundur dua llangkah dalam lompatan kecii, kemudian dengan cepat tangan kanannya yang memegangi tongkat segera berkelebat ke
depan. Tongkat itu diputar dengan satu tangan.
gerakan putarnya menyerupai ballng-baling besar
yang menghadlrkan angin cukup kencang. `
Wuuung, wuuung, wuuung, wuuung,..!
Angin kencang membuat asap merah kehitaman
itu menyebar ke mana-mana. membalik ke arah
pemiliknya.sehingga nyai songket hentikan serangan.
ia terbatuk batuk hingga terbungkuk
bungkuk. 'Uhuk, uhuk. uhuk, uhuk, hoooeeek...!"
Darah merah kental menyembur dari mulut Nyai songket. Wajah tua itu menjadi biru. Rupanya ia telah menghirup asap racunnya sendiri, sehingga tepian matanya berubah cepat menjadi merah. Kulit
lengannya tampak tersayat-sayat dengan darah tipis khan memaapagg
"bangsat...kau telah kembalikan racunku dan... . Hooooeek...!"
muntah lagi?" tanya Jubah Kapur bernada mengejek.
Nyai Songket tak bisa bicara. la semakin sempoyongan.Wajahnya kian menyeramkan, karena kulit wajahnya tampak mulai retak bagaikan tersayat-sayat benda tajam.itulah pengaruh dari racunnya sendiri,
yang membuatnya terpaksa berkata dengan suara berat.
tunggulah saat pembaiasanku tiba, Jubah kapur...
nyai Songket melesat pergi tinggalkan kawan. Ia merasa tak akan mampu bertahan
dalam keadaan luka seperti itu. Malu tak malu ia harus meninggalkan kawan dengan menyimpan sejuta
penghinaan yang keiak akan dilepaskam
pada jubah kapur. tunggu,jangan pergi, Eyang...i' seru Mandong
yang sudah bisa menggunakan suaranya dengan lancar.
ia merayap mendekati jubah kapur dengan susah payah.
jubah kapur tak jadi pergi.
ia mendekati mandong 'Aku tak akan lari, karena aku bukan lawanmu
Aku ada di pihak sultanmu," kata Jubah Kapur. "
diamlah dulu di tempat, berbaringlahi'
Mandong memandang agak ragu, tapi akhir
menuruti perintah itu. ia berbaring dengan kedua
tangan terbuka ke samping. Jubah Kapur ada disebelah kirinya daiam iarak kurang dari satu iangkah.
Suto sinting dan gadis berbaju biru merasa
heran melihat Jubah Kapur mengangkat kaki, kemudian kaki kanannya itu ditempelkan di dada Mandong. Beberapa saat kemudian kaki kanannya
tampak kepuikan asap putih. Tubuh Mandong terbungkus asap putih. Makin lama semakin tebal
semakin membuat tubuh Mandong tak terlihat .
Anehnya Mandong tidak terbatuk-batuk walau asap
putih itu membungkus kepalanya juga.
Suta Sinting melompat dari persembunyian
Wuuut...l ia langsung berseru kepada si Jubah kapur
"Jangan ceiakai orang itu. Dia sudah terluka parah" Suto Slnting bersuara agak keras dengan kesan
membentak. la tampak cemas, namun hanya dipandangi oleh si Jubah Kapur yang belum
mengangkat kaki kanannya dari dada Mandong.
Gadis berbaju biru menyusui Suto dan menarik
baju Suto hingga si pendekar tampan itu berpaling
kepadanya. Gadis berbaju biru itu berucap dengan wajah gemas.
mengapa kau larang dia melakukan pengobatan pada orang itu"
-pengobatan "..oh ..jadi dia sedang sembuhkan
luka orang itu. iya. Sikapmu membuatnya marah dan memusuhimu. Kau bisa dihajarnya habis-habisan jika tak
segera meminta maaf padanya."
jubah Kapur turunkan kakinya dari dada Mandong. Asap itu mulai menipis. Tapi Jubah Kapur bagai tak peduli dengan asap itu iagi. ia memandangi Suto Sinting dengan dingin.
pendekar Mabuk jadi sedikit salah tingkah, kejap berikutnya asap yang membungkus Mandong itu lenyap, ia melihat Mandong bangkit berdiri
dalam kaadaan segar bugar, seperti tak pernah menderita luka apa pun. Bahkan wajahnya tampak
memancarkan keberanian dan hasrat untuk mengejar larinya Nyai Songket.
"maaf... maaf, aku tidak... aku tidak bermaksud membentakmu, Jubah Kapur. Aku... aku tidak tahu
kalau kau bermaksud menyembuhkan orang itu,"
suto sinting agak gugup karena merasa bersalah mempunyai dugaan buruk kepada tokoh


Pendekar Mabuk 71. Perempuan Jahanam di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

berperawakan gemuk itu. mandong memandang Suto dan membentak dengan melangkah maju 'Kau muridnya Nyai Songket,"
mandong yang bergerak maju terhalang
tangan jubah Kapur yang direntangkan bersama kesamping.
ia tak ada hubungannya dengan Nyai Songket..kata jubah Kapur 'Jangan coba-coba melawan..
-tapi aku tak takut eyang tua ! kata mandong.
kau memang tak takut, tapi kau tetap akan
binasa jika melawan murid si Gila Tuak itu!"
bukan hanya mandong yang terkejut mendengar nama si gila tuak..bahkan suto sinting ikut terperanjat
suka, karena ia tak menyangka kalau Jubah Kapup
mengenai nama gurunya. Bahkan si gadis yang
semula ada di samping kiri Suta dalam Jarak tiga jengkal, kini mundur dan pandangi Suto dengan
berkerut. "Jadi... jadi kau yang bernama Suto sinting
Pendekar Mabuk, murid si Gila Tuak Itu"!Il ucap
gadis dengan suara pelan namun terdengar jelas nada kagum dan keheranannya. Suta Sinting jadi cengar-cengir saiah tingkah dipandang kagum oleh
gadis berbaju biru itu. "Ya, aku memang... memang seperti yang di
ucapkan tadi.' "Oh, pantas..."!" gumam si gadis dengan mata
bundarnya memandang wajah Suta tiada berkedip.
Taktahu apa makSud kata 'pantas' Itu, yang jelas gadis tersebut mulai menyungglngkan senyum tipis
yang nyaris tak keiihatan.
'Pendekar Mabuk,' kata Jubah Kapur. mengapa kau baru muncul sekarang" Seharusnya kau
muncui saat Nyai Songket belum bertindak. aku tak
tahu apa maksudmu bersembunyi di balik semak
bersama si Kabut Merana."
Suto agak kikuk karena Jubah Kapur telah
mengetahui persembunyian Suto seiak tadi
. tapi dahi pendekar mabuk berkerut begitu tadi jubah kapur sebutkan nama kabut merana.
"Jubah Kapur, aku memang tak Ingin Ikut campur dalam masalah lnl, hanya ingln tahu saja. Tapi
aku tidak bersembunyi di balik semak itu bersama
kabut Merana. Siapa yang kau maksud Kabut Merana Itu"'
"Aku...,' tiba-tiba sl gadis berjubah biru Itu menjawab sendiri. Suta SIntlng'pun terkejut dan cepat
mamandang sl gadis yang ternyata bernama Kabut merana.
"Oh, jadi kau bernama Kabut Merana" Suto
nyengir geli. "Maaf, aku tidak tahu kalau namamu begitu bagus.
Kabut Merana tidak memberikan balasan kata apa pun. Wajahnya memandang ke arah lain dengan sedikit angkuh.
pendekar Mabuk," Jubah Kapur perdengarkan suaranya 'Kurasa ada baiknya kalau kau sedlklt mencampuri urusan ini. Terutama dalam mengawal si
mandong untuk membawa pulang mayat putra Raden prajita itu"
mengawal..."!" Suto berkerut dahl pertanda
heran 'Mengapa harus mengawalnya?"
karena mayat bayi ini adalah mayat bayl darah biru.
banyak tokoh sesat seperti Nyai Songket
menghendaki mayat bayi ini sebagai tumbal
kekuatan ilmu hitamnya. Mandong tak mungkin
mampu pertahankan mayat bayi ini, karena ia tak cukup ilmu.
mandong melirik dengan agak dongkol, namun ia tak membantah kata-kata tersebut.
tapi jika kau keberatan dan mempunyai urusan
pribadi dengan si kabut merana.,aku tidak memaksamu pendekar mabuk.
aku akan mengawasinya sendiri dari kejauhan walau untuk itu aku terpaksa mengorbankan urusanku ditempat lain.
'aku akan mengawalnya' tiba tiba kabut merana lontarkan kata kesanggupan yang membuat suto sinting berpaling memandangnya.
sambungnya lagi' aku tak tahu apakah aku bisa menyelamatkan bayi itu sampai bisa sampai di tangan keluarganya.
tapi jika seorang pendekar merasa keberatan mengawal mayat bayi itu,aku yang akan mengawalnya'
'aku akan mengawal keselamatanmu saja' kata suto kepada kabut merana.
gadis itu cemberut angkuh,tapi jubah kapur tahu maksud ucapan pendekar mabuk.
maka mayat bayi itupun diserahkan kepada mandong.
'bawalah pulang dan makamkan sebagaimana mestinya.kau akan dikawal oleh pendekar mabuk'
'tapi..' 'jangan menolak kalau kau ingin hidup awet' sahut jubah kapur. kemudian ia berkata kepada pendekar mabuk.
'sampaikan salamku kepada gurumu si gila tuak. kapan kapan aku akan mengunjunginya ke jurang lindu untuk melepas kerinduan'
'akan kusampaikan salammu itu,jubah kapur!' aku yakin guru akan senang mendengar dalam keadaan sehat seperti saat ini'
'berangkatlah kalian,jangan biarkan mayat bayi ini membusuk di tengah jalan'
'bolehkah aku menunggang kuda.,eyang "' tanya mandong.
'boleh..asal jangan kuda yang menunggangimu' jawab jubah kapur seenaknya,
lalu tokoh tua itu segera lenyap.
blaa.b ! sebenarnya ia melesat pergi dengan kecepatan tinggi, hingga mirip menghilang secara gaib.
untuk mencapai kesultanan candawila harus menyeberangi punggung gunung purwa.
sebenarnya jarak tersebut tidak terlalu jauh dengan tempat tergantungnya sang bayi,tetapi seseorang bisa tersesat di dalam hutan punggung gunung purwa jika tidak tahu jalan yang harus dilewati.
tak heran jika seseorang menempuh perjalanan dari kotapraja ke desa tempat tergantung bayi tersebut sampai dua hari lamanya,itu di karenakan orang tersebut tersesat di tengah hutan.
bagi mandong jalan melintasi hutan itu sudah di luar kepala.
artinya sudah terlalu hafal karena hutan tersebut adalah satu satunya jalan tersingkat menuju ke beberapa desa lainnya.
termasuk jalan tersingkat menuju kerajaan bumiloka atau kerajaan madusari.
biasanya perjalanan itu dapat ditempuh setengah hari ,tapi agaknya kali ini waktu setengah hari ,tak cukup bagi para pembawa mayat bayi itu .
karena seperti yang dikatakan oleh jubah kapur ,ada beberapa orang yang menghendaki jantung bayi keturunan keluarga istana itu.
untuk kekuatan ilmu hitam mereka.
dengan begitu maka perjalanan mereka terhenti beberapa kali karena terhadang orang orang beraliran hitam.
seperti kali ini mereka terpaksa hentikan perjalanan karena datangnya angin topan dari arah depan mereka .
angin itu berhembus dengan sangat kencang sampai menerbangkan beberapa pepohonan.
ada yang langsung tumbang,ada yang tercabut akarnya melayang kemana mana.
suto sinting berseru kepada mandong agar turun dari kudanya dan berlindung dibalik batu tinggi yang mirip bukit kecil itu.
hembusan angin kencang yang membawa dedaunan sempat menerpa mereka dan membuat pandangan mata mereka kabur.
gemuruh angin dan gemuruh pohon tumbang seakan akan menjelang kiamat tiba.
'ini bukan sembarang angin' suto sinting terpaksa berseru keras untuk imbangi deru angin.
'apa maksudmu berseru begitu"' .
'seseorang mengirim bencana ini untuk kita'
seru suto kepada kabut merana.
'dari mana kau tahu "' sahut mandong.
'aku dapat rasakan hawa panas dari angin ini.'
kabut merana memejamkan kedua matanya dan menempelkan kedua jarinya di pelipis.
tubuh gadis itu gemetar dengan wajah memucat.
'apa yang dilakukan si kabut merana itu "'
'mungkin melawan angin kiriman ini.biarkan dulu dia' sambil keduanya memandang kepada kabut merana.
tiba tiba tangan gadis itu menyentak kedepan sambil serukan teriakan dan kakinya menghentak bumi satu kali.
'heaaah.' Wuu urrrsss...! Dari kedua tangannya keluar kilatan sinar biru
seperti lidah-lidah petir yang berhamburan menyebar ke udara. Kilatan cahaya biru yang berkeiok-kelok melesat ke sana-sini itu menimbuikan gemuruh
panjang bagaikan suara ianglt runtuh dari sisi barat
Bumi pun terasa bergetar, makin lama semakin berguncang-guncang. Kedua tangan gadis Itu tetap menengadah ke atas dengan kaki merendah sedikit
Kedua tangan yang ada di atas kepala itu juga masih
pancarkan kilatan-kilatan sinar biru yang makin memenuhl angkasa.
"Heeeaah...!' sentaknya sambil menggenggam
seketika dan menarik kedua tangannya ke dada.
masih pejamkan mata, sedikit tundukkan wajah.
Berdirinya menjadi lurus. Napasnya yang terengah engah mulai tampak mereda.
Suara gemuruh itu hilang dan menjadi reda.
Hembusan angin kencang berhenti, tinggai sisa
dedaunan yang masih melayang-layang karena
hembusan angin lirih. Mandong dan Suto Sinting
diam, pandangi si gadis dengan sikap tenang.
"Dia berhasil melawan kekuatan tapan kilat
itu,' pikir Suto yang segera menegak tuaknya. hebat juga simpanan gadis ini. ilmu apa yang digunakan untuk meredakan angin sebesar tadi" -aku
ingin tahu siapa gurunya."
Angin yang mengamuk memang sudah reda.
Alam memang sudah menjadi sepi, tinggal sisa reruntuhan pohon-pohonnya. Tapl mendadak
sebelum mereka ianiutkan perjalanan, tiba tiba
muncul tokoh tua berambut putih rata sepanjang punnggung Tokoh berusia sekitar tujuh puiuh tahun
itu mengenakan jubah abu-abu dengan celana biru tua Tubuhnya yang kurus kering Itu mempunyai
mimik wajah yang sangar, mata yang iiar dan jari jari runcing yang berwarna hitam, seperti cakar elang".
suto Sinting dan Mandong tidak mengenali tokoh tua itu, tetapi agaknya Kabut Merana kenal dengan tokoh itu. sehingga Kabut Merana menyapanya lebih dulu.
"tulang Naga, apa maksudmu mengirim bencana angin kepada kami"!"
aku hanya memberi pertanda kepada kalian;
agar kalian tidak meremehkan kehadiranku dan tidak menghalangi niatku untuk dapatkan mayat bayi ini'.'jawab tulang Naga yang bersuara serak itu.
''siapa orang ini "' bisik suto sinting kepada kabut merana.
''penguasa telaga siluman' jawab kabut merana 'dia termasuk musuh besar guruku.'
'siapa gurumu "'. 'eyang galak gantung' 'oh.' suto sinting manggut manggut.
karena merasa kenal dengan galak gantung yang juga sahabat si gila tuak itu.(baca serial pendekar mabuk dalam episode pusaka bernyawa).
'kabut merana...aku tak mau buang buang waktu lagi.bawa orang bodoh pembawa mayat bayi itu kesini dan serahkan bayi itu kepadaku.'
siapa berani menghalangi aku,akan kubuat raganya menjadi serpihan
serpihan kecil' sambil ia siap mencabut senjatanya yang terselip di pinggangnya.
senjatanya itu adalah sebatang gading berukuran tiga jengkal yang tiap ujungnya runcing seperti pensil.
senjata itu dikenal dengan nama pusaka menggala kubur.
'bayi ini harus kami sampaikan kepada keluarga sultan'
'bocah gembel' geram tulang naga'rupanya kaulah orang pertama kali yang menyediakan diri sebagai tumbal jantung bayi ini.
jika memang itu maumu ,aku tidak keberatan melumatkan tubuhmu demi memperoleh jantung bayi berdarah bangsawan itu.
majulah jika kau ingin segera hancur ditanganku'
pendekar mabuk maju lima langkah dari tempatnya.'aku sudah maju' katanya dengan sikap berani yang menampakkan kegagahannya.
'kalau kau bisa menahan pusaka nenggala kuburku ini,aku akan berlutut kepadamu bocah gendeng,!''
'heaa.ah' 'set..' senjata itu dicabutnya dari pinggang.
tulang naga melompat menerjang pendekar mabuk.
yang diterjang tidak menghindar malah justru maju menyongsong dengan menghantamkan bumbung tuaknya kedepan. ketika senjata
senjata itu dihunjamkan, bunbung tuak suto menangkisnya dengan tepat.
'trak...duaaarr.' keduanya sama sama tersentak kebelakang.tapi tulang naga terjungkal dan berguling guling ditanah,sedangkan suto sinting hanya membentur pohon dan masih bisa berdiri walau sedikit sempoyongan.
bumbung tuak pendekar mabuk adalah bumbung bernyawa,dalam artian mempunyai kesaktian sendiri yang tidak seperti bumbung tuak biasa.
karenanya ketika beradu dengan tenaga sakti dari pusaka nenggala kubur,terjadilah ledakan yang cukup kuat dan menghempaskan gelombang ledak begitu besarnya sehingga kedua tokoh berilmu tinggi itu sama sama terpental.
'edan...bambu setan dari mana itu "'
'mengapa tak bisa hancur " biasanya benda apapun jika terkena pusaka nenggala kubur akan hancur tanpa ampun.
bunbung tuak bocah itu.-.oh ya aku ingat.
kurasa dialah yang bergelar pendekar mabuk murid si gila tuak itu! hmmmm kebetulan gila tuak masih punya hutang nyawa kakakku yang dibunuhnya gara gara ia membela si galak gantung keparat..saat ini muridnya akan kupakai sebagai penebus hutang nyawanya kepadaku.kata tulang naga dalam hatinya.
'dahsyat juga kekuatannya ' kata suto sinting sambil bangkit berdiri untuk menghadapi lawannya lagi.
dadaku terasa panas sekali akibat gelombang ledakan tadi.hmmm kalau tak segera minum tuak bisa bahaya nanti,'
pendekar mabuk buru buru menenggak tuaknya .pada saat itulah tulang naga memperoleh
peluang bagus, sehingga ia melepaskan pukulan
nya darl jarak jauh. Slaaap...! Seberkas sinar hljau lurus menghan
tam rusuk Pendekar Mabuk. Jraab..-!
'Uuhuggh...!" Suto Slntlng tersedak, tubuhnya
terpelantlng ke kiri dan bersandar pada pohon lagi.
la buru buru menutup bumbung tuaknya agar tidak
tumpah lslnya. Tapl pandangan matanya menjadi
kabur, makin lama semakln buram. Sinar hijau itu
datang dengan cepat sekali dan sangat tak diduga-duga karena keadaan Tulang Naga kala itu sedang
merangkak hendak bangkit.
Kabut Merana dan Mandong terbelalak kaget
Kabut Merana menjadl cemas melihat keadaan Suto
dan gusar memandang ke arah Tulang Naga.
"Llclk...!' terlaknya sambll melompat ke pertengahan jarak, empat langkah dari Suto Sinting. `
"Hei, minggir kau gadls dungu! Kalau tak
minggir kau kuhancurkan juga sebagai penebusan
dendamku kepada gurumu itul' `
'Hlaaat...!" Kabut Merana tak mau banyak bicara. Ia melesat dalam satu lompatan cepat ke arah`tulang Naga. Pisau gagang tanduk rusa dicabut dari
pinggangnya. Ketika la mendaratkan kaki di d
Tulang Naga. gadls itu mendapat serangan
pukulan tangan kirl Tulang Naga. Wuuut...!
Kabut Merana mengadu telapak tangannya dengan
telapak tangan si Tulang Naga. Asap mengepul malah ada percikan api dari perpaduan telapak tangan itu.
wuuut...wuuut plak. pisau tanduk rusa itu dikibarkan kesana sini dengan cepat,tapi tak satupun gerakan yang mampu melukai tubuh tulang naga.
kibasan pisau itu justru mampu ditangkis memakal Pusaka Nenggala Kubur. untung tidak sampai kenai ujung runcing senjata itu, jika sampai kenal ujung runcingnya plsau itu akan hancur seketika.
kabut Merana marah besar melihat Pendekar
mabuk diserang dalam keadaan sedang menenggak tuaknya.
menurutnya itu serangan llclk yang perlu mendapat balasan dari tangan orang lain.
dengan gerakan cepat menyambarkan pisaunya dari atas dan ke bawah, Kabut Merana sempat membuat tulang Naga mundur beberapa langkah.
namun tiba tiba tubuhnya terpental melayang ketlka
tulang naga memutar badan dan melayangkan tendangan kakinya. Wuuus...! Flock...! Deees...!
tendangan Tulang Naga membuat kabut merana
, luluh torkapar dalam jarak delapan langkah
dari tempatnya. Tendangan ltu mempunyai tenaga yang cukup besar sehingga mampu menerbangkan tubuh lawan dan membuat gadis itu memuntahkan darah dari mulutnya.
celaka..kabut Merana terluka juga" Aku sendiri menghadapi tulang Naga" Ooh... matilah aku
;x pikir mandong dengan hati penuh kecemasan.
sementara itu pendekar mabuk dalam keadaan menahan rasa sakitnya.sinar yang mengenainya telah membuat seluruh uratnya bagai putus.
pandangan matanya mulai gelap dan tak
bisa melihat apa-apa lagi.
"Oh... apakah aku menjadi buta"l' pikir Suto
Sinting. I'Celaka kalau begini. Aku tak kuat me
angkat bumbung tuakku."
Terdengar suara Tulang Naga berseru, "Sera
kan bayi itu atau kubantai habis mereka berdua!"
Mandong kebingungan, wajahnya klan memancarkan perasaan takut. Ia semakin memeluk erat mayat bayi itu. Langkahnya mundur sampai merapat
dinding bukit cadas yang tak seberapa tinggi itu.
sedangkan Tulang Naga berjalan menghampirinya
dengan langkah gusar. 'Tidak' Kau tidak boleh mengambil mayat bayi
Inil" seru Mandong beranikan diri.
Tiba-tiba dalam langkah cepatnya itu, Tulang
Naga lepaskan sinar merah sebesar lidi yang keluar
dari ujung Pusaka Nenggala Kubur. Ciaaap...l
Sinar iurus warna merah itu melesat secara tiba-tiba, sangat mengejutkan Mandong. Karena
sinar tersebut tak sempat dihindari oleh Mandong
dan tepat kenai perutnya. Ji'rubb...l
"Aaaahg...i" Mandong memekik keras, perutnya
hangus seketika dan berlubang sebesar jeruk nipis.
Mayat bayi itu segera diserobot oleh Tulang'
naga. Weess...l Dengan mudah mayat bayi itu berpindah tangan, sedangkan Mandong tergeletak dg
mulut ternganga-nganga kehabisan napas, akh
Ia menghembuakan napas terakhir dan dlam
selamanya tanpa nyawa lagi.
tulang naga membawa mayat bayi seperti membawa segepok kayu bakar yang hanya dikempit
ketiaknya.la sempat menuding Pendekar Mabuk
dengan pusakanya seraya berkata,
mayat bayi sudah dl tanganku dan kau sudah
seharusnya matl sebagal penebus kesalahan gurumu
yang telah membunuh kakakku!"
baru saja selesal begitu, tiba-tiba punggung
tulang Naga disambar benda tajam bergerlgl.
crassh-...l 'Aah...l' Ia memekik keras. "Bangsatl Beraninya menyerang darl belakang. Siapa kau sebenarnya setan Gundul"!"
"siapa aku Itu tak perlu, tapi kau layak kuklrim
keneraka sebelum kau mengakhiri hidup Pendekar mabuk' kata orang yang baru saja datang darl atas bukit itu.
kalau begitu kau pun harus kumusnahkan, setan gundul..uhg.!' Tulang Naga mengejang, la
tak jadi bergerak. Rupanya luka dl punggungnya itu menggunakan racun yang berbahaya. Orang yang yang berkepala gundul Itu hanya tersenyum sambll siap melepaskan senjatanya kembali.
senjata orang tanpa baju itu adalah sebuah yoyo
yang jika dilemnparkan ke depan blsa keluarkan
jarum beracun jIka talinya ditarik mundur yoyo akan
kembali tertangkap tangan dalam keadaan gerlgl
masuk kedalam yoyo. Tokoh gundul yang bersenjata
yoyo itu tak lain kecuall si Hantu Laut, pengikut
pendekar mabuk yang dulu pernah menjadl anak buah siluman tujuh nyawa (baca serial pendekar mabuk dalam episode pusaka tombak maut)
tubuh lawannya yang ganas itu melengkung kedepan
ke sanaoslnl, namun tak menemukan gadis yang ml-
rlp Dyah Sarlnlngrum itu.
"Salju Keianaaa...! Saljuuu...l" teriak Suto Sin-


Pendekar Mabuk 71. Perempuan Jahanam di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

tlng sambil clingak-cllnguk ke sana-sini, tapi seru
annya itu tak mendapat jawaban dari siapa pun.
Alam tetap sepi, hanya suara deru angin samar-
ssmar yang terdengar saat itu.
'Aneh"i Ke mana si Salju Kelana"l Padahal dia
tadi pingsan di situ dalam keadaan terluka parah.
Tapi... kenapa sekarang bisa hilang tanpa jejak"i'
pikir Sutn Slntlng dengan bingung.
"Mungkinkah dia melarikan diri" Oh, tidakl itu
tidak mungkin dilakukan Salju Kelana, karena aku
tahu lukanya sangat parah dan membahayakan ke.
selamatannya. Lalu, mengapa ia bisa lenyap" Siapa
yang membawanya pergi?"
Suto Sinting memang tak tahu, bahwa sekeiebat
bayangan hitam telah menyambar tubuh Salju Kela-
na ketika Suto Slnting melepaskan jurus pukulan
'Guntur Perkasa' tadi. Tetapi siapakah bayangan
hitam yang membawa lari Salju Kelana dengan kece-
patan tinggi itu" "Kedua orang kembar tadi kudengar ingin me-
nyedot seluruh llmu Salju Kelana dengan cara mem-
perkosanya. Mereka tahu, bahwa Salju Kelana gadis
berilmu tinggi. Jika begitu, seandainya ada orang
yang membawa lari Salju Kelana, berarti orang itu
juga tahu bahwa Salju Kelana berilmu tinggi dan
ingin menyedot ilmu itu dengan cara seperti yang di-
ucapkan oleh si kembar tadi! Hmmm... aku harusbisa selamatkan Salju Kelana sebelum niat busuk
orang itu menjadi kenyataani Aku harus mencarinya
dan harus segera menemukan merekal Tapi ke ma-
na aku harus mencarinya" Ke utara, selatan, timur,
atau ke barat"i"
Akhirnya Pendekar Mabuk bergerak mengikuti
perintah naiurinya. ia berkelebat ke arah utara, sam-
pai akhirnya tiba di kedai Kopayah, dan di situ dia
belum menemukan tanda-tanda dimana Salju Kela-
na berada. ' Tetapi di kedai Itu Suto mendengar percakapan
dua orang lelaki berusia sekitar empat puluh tahun.
Mereka duduk di bangku belakang Suto.
"Kudengar para murid Perguruan Sayap Klrl
sedang mencari mangsa, ya?"
"Mangsa apa" "Mereka mencari orang sakti, terutama lawan
ienlsnya. Laiu, mereka menguras habis kesaktlar
lawan jenisnya itu dengan cara melalui kencan as
mara." 'Ah, siapa bilang" Mana mungkin dengan ken
can asmara saja bisa menyedot ilmu lawan jenis
nya"' "Maksudku... berhubungan badan seperti sua
nti-istri." "0, ya..."i Wah, enak sekali"! Apakah semua
murid perguruan Itu berbuat begitu"
"Tidak semua. Terutama yang sudah memiliki
"Tldak semua. Terutama yang sudah memiliki
iimu 'Lintah Tambak Cumbu'."
Dahi pemuda tampanmurid sl Gila Tuak itu se
gera berkerut. Batinnya menyebut ulang kata-kata
orang tersebut. "ilmu 'Lintah Tambak Cumbu'" Hmmm... aneh
sekali Ilmu itu. Benarkah dapat menyerap seluruh
kesaktian lawan meiaiui cara kencan asmara de-
ngan iawan jenisnya?"
Pendekar Mabuk mulai penasaran. Rasa Ingin
tahunya mendesak batin untuk mencari kebenaran I
kabar tersebut. DARI arah pintu depan kedai masuk seorang
. gadis berpakaian serba merah. Bajunya ber-
iengan pendek dan nyaris tanpa lengan. Baju
itu tampaknya terbuat dari bahan tebai yang ketat
dengan tubuh, mempunyai belahan dada agak lebar,
sehingga sebagian gumpaian dadanya tampak ter-
sumbui; montok dan kencang.
. Gadis berusia sekitar dua puiuh dua tahun itu
mengenakan ceiana ketat dari bahan yang sama.
Ceiana tersebut panjangnya hanya sebatas betis,
dirangkap kain pembaiut pinggui warna biru muda.
Kain Itu tipis, sehingga pinggulnya yang meiiuk ken-
cang itu tetap saja tampak menggiurkan mata ieiaki.
Sebiiah pedang bersarung iogam putih berukir
terseiip di pinggangnya yang bersabuk hitam itu. Pe-
dang itu berkesan mewah, sehingga dapat disim-
puikan gadis itu bukan sekadar gadis desa atau
gadis pengembara, melainkan mempunyai kedu-
dukan tersendiri daiam sebuah golongan.
Gadis yang berambut panjang sepundak lewat
sedikit dengan bagian depannya diponi rata itu
mempunyai wajah yang cantik dan sangat menawan.
Hidungnya kecii mancung, matanya bundar bening
dan bibirnya mungii menggemaskan. Dari sorot pan-
dangan matanya yang menatap ke sana-sini dengan
tegas itu, ia tampak sebagai gadis pemberani yang
punya kesan ketus kepada siapa pun.
Begitu pandangan matanya menemukan Pende-
kar Mabuk yang sedang duduk sendirian. gadis itu
segera menghampirinya dengan langkah berkesan
tergesa-gesa. ia tak peduli beberapa mata para pe-
ngunjung kedai memperhatikannya.
'Kau yang bernama Suto sinting; Pendekar Ma-
buk"l" tegurnya kepada Suto dengan nada tak ber-
kesan ramah. , Tentu saia teguran Itu mengejutkan Pendekar
Mabuk, sehingga pemuda tampan itu segera berpa-
ling menatapnya dengan pandangan mata penuh
curiga. Tetapi beberapa kalap kemudian Suto tam
pak tenang dan mengulangi minum tuaknya yang
ada di cangkir. ia seolah-olah tidak menghiraukan
teguran tersebut~ sehingga gadis itu menjadi be-
rang. Braaak...| Mela dlgebrak oleh gadis Itu. Benda apa pun
yang ada di atasnya terlonlak terbang ke atas, terma-
suk poci isi tuak itu. "Aku bertanya kepadamu, Tuiii" bentaknya de-
ngan keras, semakin memancing perhatian orang.
Pendekar Mabuk segera menyentakkan lutut-
nya ka atas dari kolong meja. Drraakk...l Mela itu pun
terbang ke atas dalam keadaan tetap datar.
Meja itu seakan menyusui benda-benda yang
terbang akibat gebrakan si gadis. Ketika benda-ben-
da itu bergerak turun. meja itu menyambutnya dalam
jarak sangat dekat, sehingga benda-benda itu tidak
menj adi berantakan. Meja pun bergerak tUrun dan
diterima oleh lutut Suto dengan ayunan tersendiri,
sehingga ketika kaki meja menyentuh lantai, benda-
benda yang di atasnya tidak ikut bergerak ataupun
tumpah. Teeb...! Suara meja menyentuh lantai ham-
pir tidak terdengar oleh orang yang berada daiam
jarak iima iangkah dari tempat duduk Suto.
Gadis berpakaian serba merah terperanjat, na-
mun rasa kaget dan kagumnya hanya disimpan da-
lam hati. Pendekar Mabuk menampakkan sikap
acuh tak acuh dan tidak peduli dengan gadis yang
berdiri di sampingnya. la menuang tuak dari poci ke
cangkir, kalem dan tenang sekail sikapnya.
, "Manusia sombongi' geram gadis itu sambil me-
ioios pedang bersama sarungnya dari pinggang. Pe-
dang ltu belum dicabut dari sarungnya, tapi sudah
siap disambar gagangnya. 'Sekaii iagi kaiau kau tak mau menjawab perta-
nyaanku, pedangku yang akan bicara padamu, Ma-
nusia Sombongi" ancam si gadis. Tapi Suto Sinting
tidak meiayani ancaman itu, bahkan beriagak tidak
mendengar kata-kata tersebut.
Pedang benar-benar dicabut. Gadis Itu meng-
hujamkan pedang ke tangan Suto. Tetapi Suto tetap
diam, tanpa rasa kaget atau menghindar sedikit pun.
.Ternyata itu sebuah gertakan beiaka. Gadis itu
menghujamkan pedang ke permukaan saja, dan pe.
dang itu pun menancap dengan kuat. Jaaab...! Jarak
pedang dengan tangan Pendekar Mabuk sangat dekat hanya terdapat jarak satu lebar kelingking.
orang orang terperanjat dan beberapa sempat
berdi ri tegang. Tetapi Suto Slntlng tetap tidak me-
nyingkirkan tangannya. la meneguk tuak dari cang-
klr menggunakan tangan kiri yang bebas dari an-
caman pedang. Namun setelah Itu lengan Suto yang
kanan menghentak ke meja dengan gerakan cepat.
Draaak...! Wuuut...l Pedang Itu terlempar ke atas, bahkan
teriepas dari genggaman si gadis. Sepertinya'ada
sebuah tenaga besar yang menyentak dari bawah
me|a dan merawat pedang itu terpentai.
Wuuuut...l Teeb...l Si gadis lakukan iompatar. ke atas car. tangan-
nya menyambar gagang pedangnya kembaii dengan
tangkas. Ia pun segera melayang turun dengan me-
napakkan kakinya di lantai tanpa goyang sedikit
pun. Jieeeg...! Tetapi alangkah kagetnya ia begitu melihat Suta
ternyata sudah tidak ada di tempat duduknya se-
mula. Mata bundar si gadis berkulit kuning langsat
dan bertubuh tinggi sejajar dengan tinggl tubuh Su-
to itu segeralelalatan mencari perginya si Pendekar
Mabuk. Ternyata Suto sudah pindah tempat duduk di
sudut ruangan dengan poci dan cangkir serta bum-
bung tuaknya ikut dibawa ke sana. Gadis itu bergu-
mam heran dalam hatinya. "Cepat sekail ia pindah tempat! Nyaris tak iebih
dari sekelap tahu-tahu sudah ada di sana! Hmmm...
rupanya Ia pun unjuk kebolehan di depanku. Dasar
eombongl' Gadis itu pun segera lakukan lompatan
men yeberangi empat meja yang penuh dengan pe-
ngunjung. Wuuus...l Tubuh si gadis melayang di
atas para pengunjung dalam gerakan bersaito. Para
pengunjung bergumam sepertl lebah menampakkan
rasa kagumnya terhadap kelincahan dan ilmu perl-
ngan tubuh sl gadls. Braaak...l Meja tempat mlnum Suto yang baru menjadi
tempat berpijak kedua kaki sl gadis. Kaki itu segera
menendang ke wajah suto Sintlng. Bett...l
Tapi kepala Suto segera tersentak ke samplng
seperti orang mabuk tumbang karena kebanyakan
minum tuak. Akibatnya tendangan Itu tidak menge~
nai Suto sedikit pun. Namun justru telapak kaki si
gadis yang mengenakan alas kaki bertail lillt itu di-
sodok oleh Suto menggunakan ujung mulut poci
yang mlrip mulut bebek Itu. Deess...!
Wuuut...! Brraaak...! Rupanya sodokan itu mengandung kekuatan te-
naga dalam yang cukup besar. Gadis itu terlempar
dan membentur dinding kedai, lalu Jatuh di meja
yang kebetulan kosong. Sementara Itu, Suto Slntlng
segera pergi dengan satu gerakan cepat yang sukar
diketahui orang ialn. Ziaaap...l
Dua keping uang meiayang bertepatan dengan
kepergian Suto. Du'a keping uang Itu jatuh di depan
Kopayah yang sejak tadl hanya terbengong melom-
pong dl balik-meja dagangannya. Sedangkan Suto sinting
tahu-tahu sudah berada di luar kedai- dl
bawah sebuah pohon merapikan pakaian dan membetulkan letak tali bumbung tuaknya yang di
gant ungkan di pundak kanan.
'Tunggu...i' seru suara seorang perempuan
yang tak lain adalah gadis berbaju merah Itu. ia se-
gera lakukan lompatan bersalto dua kali, sehingga
tahu-tahu sudah berada di depan Suta. membuat
langkah pertama Suto dibatalkan.
'Manusia sombongl" la menuding dengan pe-
dangnya. "Aku datang menemulmu bukan untuk ber-
musuhan dan pamer ilmu, tahu"|'
'Aku bosan ribut dengan perempuan!"
"Kau yang mengajak ribut lebih dulul" bentak
gadis itu. Orang-orang dari dalam kedai keluar se-
mua, dan memperhatikan ke arah mereka.
Pendekar Mabuk menjadi malu. la segera tlng-
galkan gadis itu dengan bergerak cepat bagaikan
menghilang dari hadapan si gadis. Zlaeap...i
"Kurang ajar! Minggat lagi dial' geram si gadis
sambil cilngak-clinguk mencari arah kepergian Su-
to. Pandangan matanya menemukan bayangan Suto
sudah di ujung sana, mendekati perbatasan desa. Sl
gadis pun segera mengelarnya dengan gerakan lari
yang tergolong cepat juga. Weese...l
Agaknya gadis itu mempunyai keilncnhan yang
tidak disangsikan lagi. Lompatannya begitu cepat
dan gesit. la mendaki gundunn tanah yang mem-
bukit, lalu menumnlnya hingga:) dalam beberapa
waktu saja sudah tiba di depan langkah Suta.
Jieeeg...l "Dia |ag|...l' keluh Suta dalam hati. "Sayang se-
kali dia tidak tahu kalau aku seda-.ng rindu kepada
Dyah Sariningrum. dar: kerinduan ini Ingin kulam-
piask an kepada Saiju Kelana. Jika Ia selalu muncui
di depanku, dia akan menjadi sasaran kerinduanku
nanti. Apakah dia sanggup menerima kerinduanku
yang kadang-kadang memang sinting ini"l"
Gadis ltu sengaja sungglngkan senyum sinis,
seakan merasa iebih hebat dari Suto karena mampu


Pendekar Mabuk 71. Perempuan Jahanam di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

menghadang gerakan Suto berkail-kali. Pedangnya
sudah dimasukkan ke dalam sarung pedang, tapl
sarung pedang itu masih.ditenteng dengan tangan
kirinya yang bergeiang kerincing dari logam anti
karat berjumlah tiga buah.
"Kau tak akan bisa ioios dari buruanku!" ujar si
gadis. "Aku tahu kau adaiah Pendekar Mabuk, ber-
nama Suto Sintlng, murid si Glia Tuak. Mataku tak
bisa ditipu iagi begitu melihat ciri-cirimul'
Suto Slntlng memperiihatkan sikap kaiemnya.
Senyumnya tersungglng tipis, tanpa kesan bermu
suhan. Senyum itu sempat membuat hati sang gadis
berdeslr dan mendesah jengkel oleh tumbuhnya ra-
sa lndah yang tak diharapkan itu.
"Apa maumu sebenarnya, Nona yang tak kutahu
namanya"l' "Namakuz Bara Perindu. Catat dalam otakmu
yang dungu itul" . "Bara Perlndu..."!' gumam Suto mengulang, lalu
senyumnya kian diiebarkan. "Sebenarnya itu nama
yang sangat 'indah dan iangka. Sayang sekail sikap-
mu tak seindah namamu!"
"Persetan dengan peniiaianmul' sahut si gadis)
bara perindu 'kalau aku tak diutus tak sudi aku menemui tampangmu '
Pend ekar Mabuk berkerut dahi tipis. 'Siapa
yang mengutusmu menemulku?"
'Tuankur' "Siapa tuanmu"i'
'Adipati Mancanagari yang berjuluk Kanjeng
Purwatahtai" Sekalipun jawaban demi jawaban dari Bara Pe-
rindu masih tetap berkesan ketus, namun kali ini Su-
to Slnting menanggapi dengan serius. Ia mulai mem-
bungkam diri dan termenung beberapa saat. Batin-
nya berkecamuk setelah mengetahui gadis cantik
yang bertubuh tinggi dan seksi Itu ternyata utusan
seorang adipati. Tetapi Suto Slming merasa tidak
kenal dengan adipati yang berjuluk Kanjeng Purwa
tahta Itu. Bahkan ia tidak merasa punya urusan apa
pun dengan sang Adipati- 'Apa maksudnya Kanjeng Adipati Purwatahta
mengutusmu menemuiku, BaraPerlndu"i' tanya Su-
to dengan nada pelan dan dahi berkerut.
'ikuti aku saja. jangan banyak tanyal'
'Kalau kau tetap keras kepala, aku akan mela-
Wanmu dengan sungguh-sungguhi' ujar Suto ber-
nada mengancam namun halus didengarnya.
Bara Perindu menarik napas dan menghempas-
kanrrya dalam satu sentakan. la tampak kesal meng-
hadapi sikap Suto yang ternyatatak mudah menuruti
perintahnya. Wajah gadis Itu masih cemberut dan
berkesan judes. Agaknya ia masih mempertimbang-
kan langkahnya untuk bertindak kasar lagi atau
menjelaskan apa saja yang Ingin diketahui Suto.
Pada saat itu, Suto Sintlng sengaja berdlrl de~ngan bersandar pada sebatang pohon ia bersikap
menunggu tindakan Bara Perindu dengan tenang
dan acuh tak acuh. Hal Itu membuat Bara Perindu
menjadi dongkoi dan membuang napas beberapa
kail. "Aku paling malas dengan tugas membujuk se-
perti inii' gerutu Bara Perindu dalam hatinya. 'Sebe-
narnya tugas ini bukan tugaskul Kanjeng Adipati
saiah memberi tugas. Tugas yang layak kuterima
adalah menumbangkan musuh atau menangkap
pencuri. Kurasa iebih gembira hatiku jika mendapat
tugas membalas dendam kepada seseorang dari-
pada harus membujuk pemuda tengik semacam inii
Hatiku tak kuat memandang ketampanannya itu. Ku-
rang ajari Sial amat aku kali inii"
Setiap matanya berpapasan dengan pandangan
maia Suto, hati Bara Perindu selalu berdesir seakan
uiu hatinya teriris dengan pisau saiju yang lembut
dan indah. Perasaan seperti inilah yang tidak ingin
dirasakan oleh Bara Perindu. ia berusaha membu-
ang perasaan itu dan berusaha bersikap acuh tak
acuh terhadap ketampanan serta kegagahan Pende-
kar Mabuk. Namun temyata usaha ltu lebih sulit dari-
pada memanjat tebing karang berlumut.
Kali ini Bara Perindu memberanikan diri meman-
dang Suto dan ingin katakan sesuatu dengan ketus.
Tetapi lidah Suto menyapu bibirnya sendiri dengan
sorot pandangan mata yang lembut dan menembus
ke relung hati. Bara Perindu menjadi kikuk, ildahnya kelu akhirnya mendesah sambil membuang muka kembali.
'Aaaahhh...l Setan bejatl' gerutunya dalam hati.
Wajahnya berpaling dengan cepat dan menyentak ke arah Suto.
'Jangan pandangi aku dengan begitul'
Suto Sinting terlonjak kaget dengan wajah menegang sekilas. Posisi berdirinya sempat nyaris terpelanting karena rasa kagetnya yang tidak dibuat-buat Itu. Suto akhirnya geli sendiri dan gadis itu
menahan tawa geli puia dengan membuang muka
dan menguium senyum. Sebelum percakapan berianjut, tiba"tiba sekalebat bayangan melintas cepat menerjang Bara Perindu dari belakang. Wuuut...! Bruuus...l
Gadis itu tersentak ke depan karena punggungnya ditendang oleh sebuah kaki bertenaga dalam
besar. Tubuh yang terlempar ke depan itu akhirnya
menabrak Suto Sinting dan Suto sendiri jatuh terjengkang hingga sl gadis meneiungkup di atas tubuh Suto Sinting.
"Heeegh...l' Suto Siming sempat terpekik dengan suara tertahan. namun kedua tangannya segera memeluk si gadis secara naiuriah.
'Uuuhh...l' Bara Perindu mengerang kesakitan,
tanpa disadari wajahnya menempel dl pipi Suto Sin-
ting. Bau harum wewangian si gadis sempat dinikmati oieh pendekar tampan itu dengan kesan mendebarkan hati penuh keindahan sekejap.
'Memang jahanam kalian berdual' bentak suara
seorang lelaki yang membuat Suto Slntlng segera
menyingkirkan tubuh Bara Perindu. lalu bangkit berdiri sebelum suara yang memaki itu melepaskan
tendangan kembali. Ketika tendangan yang kedua diarahkan ke wajah Suto, gerakan tubuh Pendekar Mabuk pun meliuk ke samping dan memutar cepat. Tangannya menangkis tendangan itu, tapi kejap kemudian kaki Suto menyepak ke belakang.
Buuuekh...l "Huuuukh...l' Tendangan itu kenal dada orang tersebut dengan telak. Tak ayal lagi orang yang baru datang itu
terpental ke belakang dan jatuh berguling"guling
sesaat. Tapi dengan satu: sentakan kaki ia berhasil
melenting ke atas dan menapak ke tanah kembali
dengan tegak. Tarikan napas membuat dadanya
membusung kekar. "Minggir, biar kutangani dial'
Rupanya Bara Perindu sudah bisa berdiri dan
merasa sanggup menghadapi pemuda berbaju kuning satin itu. Tetapi Suto tahu bahwa Bara Perindu
menahan luka dan rasa sakit di bagian dalam tubuhnya, terutama pada bagian punggung. Suto sengaja
mmdur menyerahkan persoalan itu kepada Bara
Perindu. Pemuda berpakaian kuning mengkilap dengan
celana coklat muda itu memandang geram kepada
Bara Perindu. Menurut dugaan Suto, pemuda berambut panjang sepunggung yang diikat ke belakang itu berusia sekitar dua puluh empat tahun. Tubuhnya memang tampak tegap dan kekar, sama seperti Suto. Tapi ketampanannya masih lebih unggul
ketampanan Suta Sinting. Hanya saja, pemuda itu
mempunyai kulit bersih dan kuning. Matanya sedikit
lebih besar dari mata iembutnya Suto Sinting. ia tergolong pemuda yang rupawan, karena hidungnya
pun lebih mancung dari hidung Suto.
Pemuda itu menyelipkan senjata seperti tanduk.
atau lebih mirip seperti bulan sabit dari logam putih
mengkilap. Kedua ujung lengkungan logam anti karat itu tampak runcing dan tajam. Senjata itu bergagang kayu coklat mengkilat sepanjang satu iengan.
Tapi Bara Perindu agaknya tak merasa takut
atau gentar sedikit pun. ia justru melangkah maju
dengan tangan kiri masih menenteng pedangnya
yang sewaktuwvaktu slap dicabut dan dipergunakan. Dengan suara lantang dan bernada ketus seperti biasanya, Bara Perindu berkata kepada pemuda berkaiung tall hitam dengan bandul batuan hijau
buram sebesar buah pala. 'Keparat betul kau. Wicaksarai Beraninya menyerangku dari belakangi Apakah kau sudah tak p unya nyall lagi untuk berhadapan denganku, hah"l"
"Wicaksara tak pernah merasa takut dengan
siapa pun, tahu!" sambil pemuda berbaju kuning itu
menepuk dada. 'Lebih-iebih melawan gadis jalang
seperti kau, Bara Perindu! Terkutuk tujuh turunan
kalau sampai Weaksara mundur meng hadapi gadis
binal semacam kaul" "Hmm.." Bara Perindu mencibir sinis. 'Buktlnya tempo hari kau lari terbirit-birlt setelah merasa
terdesak oleh serangantzul'
'Aku lari bukan karena takut menghadapimu.
tapi karena memang perutku sedang sakit akibat
_ terlalu banyak makan cabe sebeiurnnyai Jangan
salah paham dulu. Bara Perindul'
"Alasan yang sangat murah!" Bara Perindu mencibir kembali. "Mengakulah bahwa kau tak mampu
menghadapi ilmuku. Wicaksara. Tak perlu berdalih
seperti anak kecil begitui'
Suto sejak tadi berkerut dahi, karena ia merasa
pernah mendengar nama Wicaksara. Tetapi agaknya ia sulit mengingat-ingat nama itu. Sampai akhirnya, ketika Wicaksara menuding ke arahnya sambii
berseru kepada Bara Perindu, ingatan Suta pun berhasil diperolehnya kembali.
"Jadi begundal macam dia itu yang sedang kau
gandrung! selama ini, Bara Perlndu''l"
"Sekali lagi mulutmu bicara lancang, kurobek
sampai ke belakang!" sentak Bara Perindu dengan
mata mendeilk garang. Suto pun berucap dalam batinnya, "Sekarang
aku baru ingat siapa Wicaksara. Kalau tak salah nama itu adalah nama kekasihnya Dewi Kejora yang
membuat Kejora tak pernah pulang dan Menik mencari"carlnyai Hmmm... rupanya seperti ini tampang
pemuda yang membuat Kejora kasmaran hingga
memburunya?" (Baca serial Pendekar Mabuk: dalam
episode: "Tapak Siluman").
Bara Perindu perdengarkan suaranya yang galak.
'Buka matamu selebar periuk: pemuda ini adalah Pendekar Mabuk yang sedang dibutuhkan tenaganya oleh Kanjeng Adipati Purwatahtai Aku hanya
ditugaskan mencari dan membawanya ke kadipaten,
tanpa maksud-maksud seronok seperti bayangan
ngeresmu itu, Wicaksaral'
"Hmmm...!" Wicaksara mendengus dan mencibir. Kemudian ia memandang Suto dengan sikap tidak bersahabat dan serukan kata dari tempatnya.
"Apa benar kau Pendekar Mabuk yang sering
minum comberan itu, hah"!"
Suto Sinting menjawab dengan kalem, 'Aku bukan siapa-siapa. Gadis ini saja yang menganggapku
berlebihan! 'Mengakulah, Toioii' bentak Bara Perindu dengan jengkel.
'Tak periu aku mengaku siapa diriku. Yang penting kalau bisa membuatnya jungkir balik seperti
penyu mau bertelur, tentunya dia bisa menyimpulkan sendiri siapa diriku sebenamya: jawab Suto
masih dengan kalem. "Muiutmu terlalu kotor, Sobat] Kurasa perlu disumpal dengan jurus 'Angin Murka' ini. Hhiaaah...l'
Slaaab...i Dari tangan Wicaksara yang menyentek ke depan secara tiba-tiba ita keluar gumpalan asap bercahaya blru terang sebesar buah kedondong. Gumpaian asap biru terang itu melesat menghantam wajah Suto Sinting.
Tetapi dengan santainya Suto Sinling meliukkan tubuh ke samping lalu ke depan dan tegak lagi,
sehingga jurus 'Angln Murka' Itu akhimya menghantam pohon, jauh di belakang Suto.
Biegaaar...l Pohon pun menjadi hitam hangus tanpa dedaunan lagi. Asap sisa pembakaran mengepul membubung tinggi ke udara. Pendekar Mabuk hanya tersenyum memandangi pohon bernasib sial itu.
'Wicaksarai' Bara Perlndu tampil ke depan
menghalangi Suto Slntlng. ia tampak berang sekail
kepada chaksara sehingga tangan kanannya segera mencabut pedang. Sreeet...l
"Sekali lagi kau membahayakan dia, tak kan kublarkan kau hidup sampai senja nantii'
'Hah. hah, hah...i Kau membeianya supaya dia
jatuh cinta padamu, ya"] Uuhl...i Mana sudi dia dengan gadis jalang sepertimu, Bara Perindul'
Gadis itu menggeram. Tangannya yang memegang pedang sudah mulal gemetar.
"Biarpun kau berpura-pura menjadi utusan sang
Adipati, pemuda ingusan itu belum tentu mau mengikuti bujukanmul'
"Keparat kau, hiaaah...i'
Weesss...i Pedang disentakkan ke depan, dari ujung pedang keluar percikan bunga api merah yang bagalkan menyembur deras ke arah Wicaksara. '
Craaakkss...l Wicaksara melompat ke samping dalam gerakan berselto cepat. Begitu menapakkan kaki ke bumi,
ia meiepas jurus sepeni tadi, tapi mengarah tubuh
Sulo Slnting. Siaaap...l Weese"! Sulo Sinting segera menangkis dengan bum-_
bung tuaknya. Deeb, woooss...l
Gumpalan asap biru itu memantul balik ke arah
pemiliknya dalam keadaan sudah berubah meniadi
lebih besar, sebesar jeruk Bali, dan gerakannya lebih ccepat lagi.
Wicakaara terkejut dan sempat panik menghadapi serangannya yang memantul balik itu. ia meiompat kembali ke samping, tapi pohon besar di beiakanignya menladi isasaran gumpalan asap biru itu,
dan tllmbuikan ledakan yang gelombang iedaknya
melemparkan tubuh Wicaksara sendiri.
blegaaarr...) 'Uuuahkk...i' pekik Wicaksara saat terhampar.
Kepalanya membentur pohon lain dengan keras.
Prraak...l Sedangkan pohon yang terhantam gumpalan asap biru itu pecah berkeping-keping dai'am
keadaan menjadi arang. wicaksara mengerang kesakitan. Bukan saja
kepalanya bocor, tapi punggungnya pun terasa seperti ' terbakar.
'oh, luka dalamku ini berbahaya sekali! Aku
tak akan bisa jika harus keluarkan tenaga untuk melawan merekal' keluh batin Wicaksara.
Pemuda itu segera bangkit dan menggunakan
sisa tenaganya melesat tinggaikan tempat setelah
berseru kepada Bara Perindu dan Suto Slnting.
' "Tunggu tanggal mainnyal Aku akan bikln perhitungan dengan kallanl'
Bukan kata-kata itu yang menjadikan Sulo Sinting termenung dan berpikir serius, tapi kata"kata
Wicaksara ketika Bara Perindu mencabut pedangnya.
"Biarpun kau berpura-pura menjadi utusan sang
Adipati, pemuda ingusan itu belum tentu mau mengikuti bujukanmu....'
Batin Suto pun berkata, 'Siapa gadis ini sebenarnya ]ika bukan utusan sang Adipati yang sesungguhnya, dan apa maksud sebenarnya Ingin
membawaku pergi" Rupanya luka dalam yang diderita bara perindu akibat menerima tendangan chaksara tadi
membuat tenaganya mulai berkurang. Bara
Perindu sempat oleng saat melangkah dan hampir
saja latuh ]ika tidak berpegangan pada sebatang
pohon. "Ooh...l" Bara Perlndu diam sebentar sambll pejamkan mata daiam keadaan tubuh bersandar pada
pohon. 'Kenapa" Kau masih terluka akibat tendangan
Wicaksara tadi"!"
"Tidak," jawab Bara Perindu. 'Aku hanya punya
penyakit kambuhan sejak kecil."
"Maksudmu-.. sejenis penyakit ayan?"
'Jaga muiutmul' gerlak Bara Perlndu.
Pendekar Mabuk tersenyum geli.
"Minumlah tuak ini. Tak usah malu. Aku tahu kau
terluka karena tendangan Wicaksara tadi. Tapi...
anggap saja aku tidak tahu hal itu, yang penting
minumlah tuak ini untuk memulihkan kesehatanmui'
"Aku bukan seorang pemabuk!"
'0, tuak ini tidak mudah memabukkan. Tapi pemilik tuak inl memang sering memabukkan kaum wanita," kata Suto sambli cengar-cengir. Bara Perindu
memandang dengan sorot pandangan mata yang
tajam, tanpa senyum dan tanpa kesan damai.
'Maat, aku hanya bercanda. Kalau kau tak mau


Pendekar Mabuk 71. Perempuan Jahanam di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

bercanda, sebenrnya kau ikut Wicaksara sajal'
"Kambing kaui' maklnya sambil menyambar
bumbung tuak, lalu ia menenggak tuak itu tiga teguk.
"Rupanya kau kenal dengan Wicaksarai" ujar
Bara Perindu sambil kembalikan bumbung tuak tersebut.
"Hanya pernah mendengar namanya saja," jawab Suto- 'Apakah kau dan dia punya hubungan prlbadii"
"Tak sudi aku punya hubungan pribadi dengan
si mata keranjang laknat itu!" ketus Bara Perindu
menampakkan kebenciannya terhadap Wicaksara.
Suto hanya manggut-manggut sambi tersenyum. 'Kukira dia adalah kekasihmu yang cemburu
melihat kita berdua di sini."
Bara Perindu menyelipkan pedang dan sarung
pedangnya ke pinggang. 'Dia memang berusaha mendekatiku, dua kali
merayuku dengan kata-kas cinta."
"Lalu, kau menerimanya?" pancing Suto.
'Aku meludahlnya." "Wow...l Galak banget kau ini"! Jadi perempuan
itu jangan galak-galak nanti tak laku kawin iho," Suta
sengaja menggoda agar suasana tak setegang tadi.
'Pemuda seperti dia memang patut mendapatkan perlakuan serendah mungkin. sebab dia jugamemandang rendah setiap wanitai' ujar Bara Perindu, matanya tak mau tertuju pada Suto, melainkan
memandang ke sana-sini dengan wajah tanpa senyum.
'Dua kali aku menolak cintanya, akhirya dia sakit hati padaku dan ingin menundukkan diriku dengan kekerasan. Tapi ilmunya kupandang masih
rendah sekail, sehingga ia tak pernah berhasil menaklukkan diriku."
'Kaiau begitu, serangannya tadi memang mempunyai nada"nada cemburu karena melihat kau bersamaku. Bagaimana menurutmu?"
"Persetan dengan kecemburuannya! Setahuku
dia punya rasa Iri karena aku diangkat menjadi prajurit istana di Kadipaten Manoanagari. Sedangkan
dia sendiri justru terusir dari kadipaten walau mendiang ayahnya bekas panglima kadipaten!
"0, jadi dia adalah anak mantan panglima kadipaten"i"
'Ya," jawab Bara Perindu dengan tetap ketus.
"Raden Gantar adalah tokoh tua di Kadipaten Mancanagari, sebagai panglima yang punya keberanian
tinggi. Tapi belakangan, sebeum ia tewas ditangan
musuhnya, Raden Gentar melakukan tindakan yang memalukan, yaitu memperkosa adik ipar sang Adipati.
Perbuatan itu dipergoki oleh Gusti Permesuari dan
sang adik pun sangat malu, akhirnya bunuh diri. Raden Gantar dipecat, sekaligus diusir dari kadipaten,
dan anak cucunya tak dijinkan menginjak wilayah
Kadipaten Mancanegari. Oleh sebab itu,. Wicaksara
merasa iri melihatku diangkat menjadi prajurit istana, yang merupakan prajurit pilihan yang terhormat
di mata para punggawa negeri lainnya. Padahal sewaktu kecil aku dan chaksara belajar ilmu kanuragan kepada mendiang pamannya. Boleh dikatakan, kami dulu teman sepermainan semasa kecilnya.'
Pendekar Mabuk hanya manggut-manggut sarnbll menilai kebenaran cerita tersebut. Bagaimanapun juga, kata-kata Wicaksara tadi masih membayang-bayangi benak Suto menimbulkan keraguan
terhadap jatidiri si gadis cantik Itu.
'Kita harus segera berangkat menghadap sang
Adipatii' kata Bara Perindu dengan kaku.
"Ya, karena sang Adipati membutuhkan bantuanmu!"
Pendekar Mabuk sunggingkan senyum berkesan tak percaya.
"Jelaskan sejujurnya, apa yang kau inginkan
dariku sebenarnya, Bara Perindu?"
Gadis itu berpaling cepat menatap Suto'dengan
dahi berkerut. 'Rupanya kau sangsi padaku! Kau belum percaya siapa diriku sebenarnya"i'
'Jeiaskanlah...," pinta Suto dengan kalem.
Bara Perindu tarik napas panjang"periang. Seakan sedang menahan perasaan dongkolnya terhadap slkap tidak percaya Pendekar Mabuk itu. Lalu,
dengan satu tangan menopang ke batang pohon
dan satunya lagi bertolak pinggang, gadis yang tingginya sejajar dengan Suto Sinting itu menjelaskan
maksudnya dengan wajah masih tanpa senyum.
'Kurasa kau sudah mendengar kabar bahwa
sebagian murid Perguruan Sayap Kiri sedang mencari mangsa untuk melengkapi iimu 'Lintah Tampak
Cumbu' mereka itu." "Aku baru mendengar soal itu di kedai, sesaat
sebelum kau datang: potong Suto Sinting. 'Toiong
jelaskan duiu soal ilmu "Lintah Tambak Cumbu' itu
dan siapa ketua Perguruan Sayap Kiri tersebut!"
'Ketuanya adaiah Nyai Mata Binal. ia menemukan jurus itu dalam sebuah kitab kuno peninggalan
leluhurnya. ilmu "Lintah Tambak Cumbu' dapat untuk menyerap sebuah !imu lawan jenisnya jika mereka melakukan... melakukan... begituan!"
'Begltuan bagaimana?" Suto tersenyum geli.
"Ya, pokoknya begituani" Bara Perlndu bersungut"sungut.
"Bercumbu dengan mesra, maksudmu7'
"Sudah jeias masih minta dijelaskan!"
"Memang sudah jelas, tapi belum tahu caranya,'
pancing Suto semakin konyoi.
"Kenapa tidak kau pelajari sendiri?"
'Mana bisa" Harus ada pasangannyal'
'Carllah pasangannya!"
"Bagaimana jika kau yang menjadi pasanganku?"
Piaaak...i Tiba"tiba gadis itu menampar pipi SutO.
Suto tidak terkejut karena sudah menduga. ia
hanya berkata, "Terima kasih. Mungkin memang beginilah pelajaran pertamanya!
"Kaiau kau bicara meiantur aku tak akan jelaskan semuanya."
"0, jangan! Jangan marah begitu. Hmmm... balklah, aku tidak melentur. Lalu, bagaimana dengan
maksud ad!patimu"' Bara Perindu kurangi cemberutnya.
'Kanjeng Adipati Purwatahta mengutusku untuk
mencarimu, dan meminta kesediaanmu menjadi pengawal Gusti Rara Mustika."
'Siapa itu Rara Mustika"!" sambil Suto berkerut
dahi. "Putri bungsu sang Adipati yang ingin pulang
dari Lembah Camar, di Pantai Selatan. Tugasmu hanya mengawal Gusti Rara Mustika selama dalam
perjalanan dari Lembah Camar sampai rumah:
"Mengapa Adipati inginkan diriku yang mengawainya" Bukankah pihak kadipaten sendiri punya
pengawal banyak yang tentu saja berilmu tinggi"l"
"Rara Mustika sendiri juga berilmu tinggi.'
"Lalu, kenapa harus dikawal?"
'Justru karena berilmu tinggi itu, Kanjeng Adipati khawatir jika putrinya menjadi sasaran ilmu
'Lintah Tambak Cumbu'l' "Hm... ya. masuk akal juga alasan itu," gumam
Suto Sinting dalam hatinya.
Bara Perindu menambahkan kata, 'Sang Adipati
kurang percaya pada kemampuan putrinya dan para
pengawalnya. Sebab, jika sampai para pengawal
dan sang putri sendiri gagal mempertahankan serangan dari orang-orang Perguruan Sayap Kiri, maka mahkota kesucian Gusti Rara Mustika akan hilang bersama limu yang dimilikinya. Dengan kata
lain, Kadipaten Mancanegari ternoda di mata dunia.
Oleh sebab itu. sang Adipati jatuhkan pilihan untuk
menyewamu sebagai pengawal sang putri. Namamu
sudah dikenal di mana-mana bersama kisah-kisah
kesaktianmu. Kanjeng Adipati Purwatahta lebih percaya pada Pendekar Mabuk ketimbang kepada para
pengawalnya." Suto Sinting diam sejenak, mempertimbangkan
langkahnya lebih matang lagi. Sedangkan Bara Perindu tampak menunggu dengan berharap"harap cemas.
"Berapa upah yang kau inginkan, sang Adipati
akan membayarnya tunai, tanpa dicicil atau diangsur
sepuluh kali!" tambah Bara Perindu, tapi Pendekar
Mabuk justru tertawa kecii, tampak geli mendengar
ucapan tersebut. "Kau pikir aku ini perabot dapur yang belinya harus diclcli segala"l" gerutu Suto di sela tawanya.
"Artinya, kami menyediakan upah sesuai dengan permintannmu. Jika memang kami rasa terlalu
tinggi, maka kami akan menempuh jalan lain'
Setelah menarik napas, Suto pun menganggukkan kepala.
"Baikiah, kuterima pekerjaan itu. Tapi aku ingin
menghadap sang Adipati dulu!"
'itu memang tugasku; membawamu menghadap
Kanjeng Adipati!" Pertimbangan demi pertimbangan, Suto tidak
melihat adanya sesuatu yang mencurigakan. Apa
yang dituturkan oleh Bara Perindu tampak polos dan
asli, bukan rekayasa sebuah maksud licik yang tersembunyi di hati sl gadisjudes itu. Setidaknya, Suto
Sinting melihat sisi kebenaran dalam langkahnya,
yaitu melindungi pihak yang lemah dan menghancurkan rencana-rencana sesat. Maka mereka pun
segera bergegas menuju Kadipaten Mancanagari
sambil saling lebih memperkenalkan pribadi masing-masing.
Dalam perjalanan itu, mereka sempat melihat
suatu pertarungan yang cukup seru antara seorang
perempuan cantik melawan seorang pemuda berusia sekitar dua puluh lima tahun.
Pertarungan itu terlihat oleh Suto dan Bara Perindu saat mereka menuruni sebuah lereng bukitcadas. Pertarungan itu tampak jelas karena berada
di kaki bukit yang ingin dilewati.
Pendekar Mabuk sempat terperanjat melihat gadis berusia dua puluh lima tahun juga itu sempat kewala han hadapi pukulan bercahaya biru darl pemuda lawan nya. Padahai Suto Sinting sangat kenal
dengan gadis berjubah ungu yang mengenakan kutang merah bintik"blntlk putih bening itu. Kalung
rantai putih berbatu hijau giok, dan pedang kuning
emas berukir yang ada di punggung membuat Suto
yakin bahwa gadis itu adalah Dewi Hening, yang
akrab dipanggil Hening saja. Dewi Hening adalah
kakak dari Dewi Kejora dan Dewi Menik, yang pernah dibantu Sulo dalam memperebutkan sebuah
pusaka leluhur mereka, (Baca serial Pendekar Mabuk dalam episode: "Utusan Raja iblis").
Tetapi Bara Perindu memusatkan perhatiannya
bukan pada Dewi Hening, melainkan kepada si pemuda yang mengenakan rompl biru berhias sisik
warna perak, sama dengan celana ketatnya. Pemuda ltu berambut panjang hingga digulung di tengah
kepala. Gulungan rambutnya dihiasi dengan lempengan logam perak berhias manik-manik warna-warnl. Pemuda itu juga berbadan tinggi, tegap, dan
tampak gagah. Nilai wajahnya setara dengan ketampanan Wicaksara. Hanya saja, pemuda bersenjata
pedang di pinggangnya Itu mempunyal kulit sawo
matang dan tangan serta dadanya ditumbuhi bulu
agak lebat. "Naga Langit..."i" gumam bernada heran dari
mulut Bara Perindu membuat Suto Sinting berpaling
memandangnya sekejap dengan dahi berkerut.
'Kau mengenal pemuda itu?"
"Ya. Dia yang berjuluk Naga Langit, putra bangsawan dari Tanah Selor. Mendiang ayahnya pernah
menjabat sebagai patih ditanah Selor. Setahuku dia
punya guru bernama Begawan Glrlmaya dari Gunung Pantura."
'Kau kenal balk dengannya?"
"Tidak sebaik mengenalmu," jawab Bara Perindu tanpa memandang Suto. "Aku pernah bentrok dengannya lebih dari tiga kali."
"Siapa yang unggul" Dia atau kau?"
'Kuclum telapak kakinya kalau dia bisa mengunggullkui' ucap Bara Perindu dengan angkuhnya.
Dewi Hening terlempar dari sebuah ledakan adu
kekuatan tenaga dalam. Naga Langit pun terpental
' dan jatuh berguling-guling. Agaknya keduanya sama kuat, selama Dewi Hening belum gunakan jurus
dahsyatnya yang dinamakan ilmu 'Getar Swara" itu.
Naga Langit tampak masih penasaran sekali.
Tapi ia belum mau mencabut pedangnya, walau saat
itu Hening sudah mencabut pedang dan memainkannya dengan gerakan lemah gemulai seperti
Sebuah Kota Banyak Cerita 10 Gento Guyon 28 Semerah Darah Pahlawan Harapan 6
^