Pencarian

Pendekar Banci 1

Pendekar Banci Karya S D. Liong Bagian 1


Biasanya wanita itu suka keindahan. Wajah dirawat agar cantik. Pakaian memilih dari bahan yang halus dan mahal, potongannya yang model baru. Demikian pula dengan rambut. Kata orang rambut adalah mahkota seorang Wanita. Kecantikan seorang wanita tak lepas dari keindahan rambutnya. Pendek kata 'wanita itu insan yang cantik dan halus. Oleh karenanya segalanyapun ingin yang bagus indah dan berbobot seni kehalusan. T?tapi tidak demikian dengan nona yang sedang naik kuda hitam yang aneh. Dikata aneh karena kuda itu bukan hitam mulus tetapi mempunyai' variasi yang menonjol. Dari dahi turun sampai ke hidung, berwarna putih. Keempat ujung - kakinyapun putih. Apabila berlari pada tengah malam yang g?lap, orang tentu menyangka benda .aneh ber lari Mungkin dapat disangka bangsa setan jejadian.Dan kuda itu sendiripun kurusnya bukan kepalang. Ibarat hanya tinggal tulang terbungkus kulit. Tetapi sekalipun begitu, ada sesuatu yang menarik. Pelana kuda terbuat daripada kulit binatang salju yang putih. Bulunya halus dan panjang. Berbicara tentang nona dan kuda yang dinaikinya, memang banyak hal2 yang menarik. Nona itu berumur antara tujuhbelas- delapanbelas _tahun. Dan nona itu memang sedang mekar. Tetapi yang mekar adalah rambutnya. Rambutnya yang hitam legam tidak dikonde melainkan diurai. T?tapipun tidak memanjang lepas sampai kepunggung melainkan hanya sampai diatas bahu, karena dipangkas pendek. Kulitnya putih bersih, wajahnya cantik. Alis merenggut lebat menaungi sepasang mata yang tajam. Hidungnya mancung bagi ukuran hidung seorang gadis. Tetapi karena diimbangi dengan sepasang bibir yang kemerah-merahan tampaknya menyerasikan bentuk wajah keseluruhannya. Jika gadis2 umumnya tak pernah absen dari bedak dan pupur, tidak demikian dengan nona itu. Dia tak mau memakai bedak. Wajahnya polos dan waj ar. Tetapi justeru dalam kewajaran itu dia memiliki day a tarik yang tersendiri. Pendek kata sifat dan selera nona ini lain dari kebanyakan gadis walaupun cantiknya tak kalah dengan mereka. . Kalau orang tentu memilih kuda yang tegar dan mengkilap bulunya tetapi dia lebih suka kuda yang kurus. Dan kesukaannya akan kuda yang kurus itu memang mempunyai cerita tersendiri. Kuda itu sejak kecil sudah dipeliharanya. Dan rupanya kuda itu juga ketularan sifat2 yang aneh dari nona majikannya. Kalau kuda lainnya makan rumput tetapi kuda kurus itu lebih suka makan daun kubis dan bayem. Kalau tidak diberi kobis atau bayem tak mau makan. Pada hal selain mahal pun kedua macam sayuran itu setempo sukar didapat. Itulah sebabnya kuda itu lebih suka kurus badarinya daripada makan rumput. . Lebih kurang ajar lagi, kuda kurus itupun suka makan nasi. Memang jengkel juga nona itu kepada kudanya. Tapi apa boleh buat. Biarpun kurus ` tetapi _sekali mau lari. jangan harap kuda2 yang tegar itu akan menang'. Itulah sebabnya si nona sayang kepada kudanya. Tetapi jarang sekali nona itu mau melarikan kudanya. Setiap berada di punggung si 'kurus, dia membiarkan saja si kurus membawanya berlari keras atau pelahan, berjalan atau berhenti cukup setiap kali hendak pergi, ia membisiki tempat dan kota yang dituju itu kepada si Kurus dan kuda itu sudah mengerti. Demikian pula pada saat itu. Si nona duduk bersantai di atas punggung Kurus. Alangkah nikmatnya naik kuda yang sudah mengerti bagaimana harus melayani tuannya. Dia tak' perlu menggunakan pikiran dan tenaga untuk mengendalikannya. Tengah menengadah memandang cakrawala yang biru lazuardi, tiba2 pandang matanya tertumbuk oleh sesuatu yang menarik perhatiannya. Tiga benda yang menyerupai sosok tubuh manusia tegak di tengah jalan. Serentak ia mencurahi perhatian ke muka. Ah, benar, benar. Memang benda itu manusia dari jenis lelaki. Tiga orang berjajar-jajar menghadang di tengah jalan. Orang yang di tengah bertubuh tinggi seperti sebuah pagoda. Dua orang yang berada di samping kanan- kirinya, pendek seperti orang kate. Pendek Orangnya, pendek juga senjata yang dipegangnya. Golok tanto yang ukurannya lebih pendek sejengkal jari tangan dari golok tanto biasa. Si nona terpaksa hentikan kudanya karena kuatir menabrak mereka. "Hai, apa-apaan kalian itu menghadang di tengah jalan ?" serunya menegur. Tetapi ketiga orang itu tak mau ' menyahut. Sinona kerutkan dahi. "Hai, kalian dengar tidak " Menyingkirlah ketepi, kalau tidak terpaksa akan kularikan kudaku terus !" serunya pula. Kali ini disertai ancaman. Si Tinggi yang berkulit hitam, tiba2 menyahut. Nadanya gemuruh seperti geledek "Nona turunlah !" Nona itu terbeliak, serunya "Kenapa",, Kedua orang kate maju selangkah, berseru : "harap nona maafkan. Sahabat kami ini memang tak bisa bicara halus. Dia bernama Malaekat 'Tolol...' Nona itu nyalangkan mata, memperhatikan si Tinggi hitam yang bernama Malaekat Tolol itu beberapa jenak. Ia teringat akan cerita gurunya bahwa di dunia persilatan dewasa itu terdapat _seorang tokoh aneh yang bergelar Malaekat Tolol. Bernama Sim Yong Kam.. Seorang tokoh termashyur dalam dunia persilaian golongan Hek-to (Hitam). Malaekat "Tolol memiliki kepandaian istimewa dalam ilmu lagkang (kekerasan)."Aneh, mengapa dia menghadang aku '?" pikir si nona. Kemudian nona itupun melayangkan pikirannya kepada kedua orang kate itu. . Bahwa kedua orang kate itu bersama-sama dengan tokoh termasyhur macam Malaekat Tolol, tentulah juga bangsa jago silat yang berilmu tinggi.Walaupun agak gelisah namun si nona tetap bersikap tenang, serunya : ,` "O, sahabat tinggi ini bernama Malaekat Tolol " Aku juga mempunyai seorang sahabat paderi bernama paderi Rumput Pahit, Apakah Malaekat Tolol mengenalnya ?" Mendengar pertanyaan itu seketika berobahlah seri wajah Malaekat 'Tolol. serunya "Dia itu guruku !" Si nona tertawa geli, . "Aku dengan paderi Rumput Pahit sudah mengangkat saudara, kalau begitu aku harus menyebutmu sebagai Sim hiantit. Aha, Sim hiantit memang benar2 seorag tumas yang hebat !" si nona terus mengoceh. Orang suka atau tidak, menerima atau menolak dia terus saja menggunakan sebutan hiantit atau keponakan kepada si Malaekat Tolol . Mendengar itu Malaekat Tolol terbalik biji matanya. Tak tahu dia bagaimana harus menjawab' Si nona makin geli, Kedua orang kate itu segera saling berpandang-pandangan, kemudian berkata : ` ` "Mohon tanya nama yang mulia dari nona"_ "Ih," si nona mendesis, "heran benar. Aku tak kenal mengenal dengan kalian mengapa kalian bertanyakan namaku'. - , Kedua orang kate itu menyengir. . "Karena engkau menjadi angkatan lebih tua dari Sim toako, sudah layaklah kalau kami mohon tanya nama nona". ` ' ` Diam2 nona itu memaki kedua orang kate yang dianggapnya memiliki lidah yang tajam. la segera mem utar otak mencari daya bagaimana dapat memperolok- olok kedua orang kate itu. Tetapi belum sempat ia mendapat akal, tiba2 'Malaekat Tolol berseru marah2 "Ayam kate, kalian memang tak layak menjadi sahabatku. Gila masakan budak perempuan itu patut menjadi orang tua angkatannya dari aku. Sambil kepalkan tinju, si tinggi terus pasang kuda2 siap hendak memukul kedua orang kate itu. Melihat keadaan itu, si nona seperti mendapat kesempatan. Cepat ia berseru membakar orang tinggi itu : ' "Bagus, Sim hiantit ! Kedua ayam kate itu memang bukan manusia, hajar sajalah mereka
Sim Yong Kan si Malaekit Tolol itu memang seorang limbung. B?gitu mendengar perintah sinona, ia terus ayunkan tinjunya menghantam kedua orang kate itu. Untunglah kedua orang kate itu lincah sekali. Cepat mereka loncat menghindar seraya berkaok-kaok : "Sim toako, jangan dengarkan perintah budak perempuan itu. Bisa merusak hubungan persahabatan kita ! Malaekat Tolol tertegun. , "Hai, benar, budak perempuan itu mengadu domba !" serunya sesaat kemudian lalu berputar dan wut . . . ia menghantam gadis itu. Nona itu menarik kendali untuk mengisarkan kudanya ke samping. Diam2 ia berpikir, kalau terus menerus terlibat dengan ketiga orang aneh itu tidak berguna sama sekali. Sekali memacu, kuda kurus itu loncat ke udara, melayang di atas kepala ketiga orang itu dan turun tiga tombak jauhnya. "Hai, nona itu lari '!"`" teriak kedua orang kate. 'Sim hiamit, sampai jumpa lagi.,! ; seru sinona seraya melambaikan tangannya lalu melarikan kuda kurus sepesat angin. Tiga empat li kemudian. Dia menghadapi pemandangan yang indah. Empat keliling penjuru merupakan barisan pegunungan yang berbalut hutan hijau. Puncak gunung yang tinggi tertutup salju putih. Hentikan kuda dan memandang ke arah 3 buah puncak gunung yang tertutup salju, ia berkata seorang diri : "Rupanya itulah gunung Tay-piat-san !,, Baru ia hendak mencongklangkan kudanya menuju ke gunung itu, tiba2 dari balik gunduk batu ditepi jalan, terdengar suara orang berseru : "Benar, memang tempat ini termasuk daerah gunung 'Tay-piat-san" Nona itu terkejut. Cepat ia keliarkan mata memandang kearah suara itu. Diantara gunduk2 batu yang berserakan di tepi jalan dilihatnya seorang nenek sedang mendebur~deburkan tongkat yang berbentuk sembilan keluk, berjalan keluar dari gunduk batu. Wajah nenek itu penuh lekuk2 tetapi sepasang tangannya putih seperti salju. Sepasang matanyapun berkilat-kilat tajam sekali. "Bukankah engkau ini bernama Ui Hong-ing ?" ' . "Eh, bagaimana engkau tahu namaku ?".nona itu berseru heran. Nenek tua tertawa mengekeh. Suaranya seperti burung kukuk beluk. ' "Mengapa aku tak tahu '" Bahkan sudah berapa waktu aku menunggumu disini !" , Tring, ia menggentakkan ujung tongkatnya. Batu muncrat menghamburkan letikan api. _ Pada saat nenek itu berdiri, tampaknya Seperti seorang tua yang tak bertenaga. Tetapi gentakkan tongkat itu, benar2 mengejutkan. Dan seiring dengan muncratnya letikan batu, nenek itupun sudah melayang ke samping Hong Ing. Sejenak memandang pelana kulit beruang salju, segera ia.membentak : "Turun !". Sudah tentu Hong Ing marah melihat tingkah nenek yang liar itu. Ia menarik kendali dan untdurkan kudanya beberapa langkah ke belakang. "Huh, kusuruh turun mengapa engkau masih tak mau turun !" nenek itu marah. la ayunkan,tongkatnya ke muka. Setiup angin keras melanda Hong Ing. Hong Ing benar2 marah. Cepat ia mencabut pedang untuk menangkis. Tongkat si nenek memang cepat sekali tetap sel?kas Hong Ing mencabut' pedang, nenek itu menarik pulang tongkatnya dan menyurut mundur. ,,Hm, ternyata engkau memang mengandalkan senjata yang tajam sehingga dapat merampas trisula pusaka itu.T?tapi betapapun hebatnya pedang Thian Liong-'kiam-hwat dan ilmu pedang Thian-liong-kiam-hwat 'jangan harap mampu mengalahkan aku. Lekas' turun. Setelah menerima tigapuluh hajaran tongkatku ini engkau bol?h' melanjutkan perjalanan lagi " " Terbeliak Hong ing mendengar ocehan nenek itu, teriaknya: "Apa yang engkau ocehkan itu '"- Aku merampok trisula ?" ' Dengan wajah sarat, nenek itu membentak "Jangan ngaco belo ! Lekas turun ! Dengan memberikan pedang itu kepadamu, paderi bangsat itu' tentu menurunkan juga ilmu membela diri kepadamu. Diatas kuda engkau tentu tak mampu mengembangkan ilmu pedang 'Thian-liong-kiam-hwat. Aku sudah bermurah hati suruh engkau turun dari' kuda!" Hong Ing' 'makin bingung. Ia tak tahu apa yang dimaksud dengan pedang Thian-liong-kiam, tak mengerti pula siapa paderi bangsat itu.Pedang yang dicekalnya itu memang berkilat2 tajam lain' daripada pedang biasa. 'Tetapi ia benar benar tak 'tahu apa nama pedang itu. Dan lagi gurunya juga bukan seorang paderi bangsat, melainkan seorang pertapa. Benar2 ia' tak tahu bagaimana harus menjawab serangan lidah nenek itu. "Jangan berolok-olok" akhirnya ia hanya dapat tertawa menyeringai, "aku tiada waktu bercanda dengan engkau !". "Hm, kalau tak mau turun, berarti engkau hendak cari penyakit sendiri "nenek itu mendengus lalu memutar tongkat sederas hujan. Gerakan tongkat itu menimbulkan deru angin mirip badai di lautan. Hong Ing terkejut. "Cianpwe apakah engkau bukan nenek Cendrawasih-tutul dari Laut Timur "!" serunya. "Benar." sahut nenek itu. Hong ing tertegun. Segera ia teringat akan cerita gurunya bahwa nenek Cendrawasih-tutul dari laut Timur itu seorang tokoh yang aneh Wataknya. Ilmu lwekang maupun ilmu bermain .senjata yang dimiliknya, dari aliran tersendiri. Dan selama itu, ia tak mau menerima murid. Dia hidup seorang diri di sebuah pulau kecil di tepi Laut Timur. Apabila tak menyaksikan. Ilmu permainan tongkat yang mengumandangkan bunyi macam gelombang samudera 'tadi, ia tentu takkan menyangka bahwa nenek itu adalah tokoh nenek Cenderawasih-tutul dari Laut Timur yang termasyhur dengan ilmu permainan tongkat Gelombang-samudera. Buru2 Hong Ing memberi hormat dari atas kuda, serunya : "Boanpwe adalah murid Siau Yau cinjin dari guha Siau-yau-tong di gunung Ke-tiok-san Hunlam. Kali ini boanpwe hendak menuju ke gunung Tay-piat-san. Karena wanpwe tak mempunyai dendam kesalahan kepada cianpwe. Harap cianpwe suka melepaskan boanpwe untuk melanjutkan perjalanan lagi". Nenek itu tampak terkesiap. "Engkau anak murid dari Siau Yau cinjin " Hm, berani jual kebohongan di hadapanku, engkau harus tanggung akibatnya !" Tiba2 dia mundur setombak jauhnya, loncat kembali ke atas gundukan batu. Sekali mencongkel dengan tongkat, segunduk batu seberat lebih dari seratus kati, segera melayang sampai dua meter ke atas. Prak.... Sekali hantamkan tongkat, batu itu hancur menjadi beberapa keping yang berhamburan menampah ke arah Hong Ing. Bukan kepalang kejut nona itu. Diam2 ia menimang. Dengan kepandaian yang dimilikinya, jelas dia tak mungkin dapat melawan nenek sakti itu. Akhirnya dia memutuskan untuk melarikan diri dari libatan nenek itu. Sekali menepuk si Kurus kuda itu terus meloncat kemuka sampai tiga tombak jauhnya. Kecepatan melebihi seorang jago silat yang sakti dalam ilmu gin-kang. Beb?rapa gunduk kepingan batu yang menghujani itu, dapat dihindarinya. Yang celaka adalah pohon2 yang menjadi tumpuan batu itu., tumbang ada yang rontok daunnya' '.Hong In cepat menyelundup kebawah Perut kudanya.Setelah t?rhindar dari hujan batu. Ia pun segera melayang ke atas Punggung Si Kurus lagi,menepuk lehernya supaya berlari Sekencang mungkin. Si Kurus lari' sekencang angin. Tetapi dari arah belakang masih terdengar suara berdenting denting. Ketika 'Hong Ing berpaling- ah ...ternyata nenek itu menyusul. Dengan gunakan tongkatnya ia loncat sejauh tiga tombak. Begitu melayang ke bumi ia gentakkan ujung tongkat untuk mengantar dirinya melayang lagi ke muka'. Hebat benar cara nenek itu mengejar. Sepintas pandang menyerupai seekor burung yang melonjak lonjak.Cepat sekalipun lari si Kurus tetapi makin lama nenek itu makin dapat menyusul. Diam2 Hong Ing mengeluh. Lebih gelisah lagi ,hatinya ketika melihat bahwa tak jauh sebelah muka, sudah masuk daerah gunung Tay piat san. Jalanan makin berbahaya. Si Kurus tentu sukar berjalan disitu.
Karena gelisah, Hong Ing berkata kepada kudanya : "Kurus, eh, Kurus, kalau bukan aku yang memeliharamu.
Siapakah yang sudi akan memelihara engkau yang begitu kurus " Hayo, dengar perintahku,larilah secepat kemampuanmu " .
Si Kurus meringkik panjang dan segera loncat ke udara.
Tetapi pada saat itu sinenekpun sudah terpisah tiga empat jarak di belakang.
Sambil berlari, nenek itu memukul batu dengan tongkatnya.
Setiap batu dijalan yang terkena hantaman tongkat si nenek tentu akan berhamburan menimpah si Kurus.
Tetapi si Kurus ternyata memang seekor kuda yang sakti.
Dalam kejaran seorang yang begitu sakti, kuda itu masih dapat melayani.
Sambil berlari si Kurus tak henti-hentinya menyepak batu yang menimpah ke arahnya.
Setiap gerakkan kaki belakang, tentu tepat mengenai batu.
Hong Ing tercengang melihat kesaktian kudanya.
"Tetapi pada saat itu pula, si nenek pun kedengaran berseru dengan marah : "Budak setan, engkau kira karena menunggang kuda Pemburu Petir, akan mampu lolos dari kejaranku ".
Hong Ing kembali tertegun.
Pikirnya "Uh,kuda begini kurus ternyata seekor kuda Pemburu Petir.
Eh, hebat juga namanya !".
Sambil berteriak, nenek itu melayang sampai lima enam tombak kemuka.
Sekali jari tengahnya menyelentik, setiup suitan yang tajam segera membelah angkasa.
' Mendengar itu Hong Ing berpaling.
Astaga! Tiga buah benda berwarna perak meluncur ke arahnya.
Ah, tentulah si nenek menggunakan senjata rahasia.
Hong Ing' tak mau unjuk kelemahan.
Cepat ia ' merogoh kedalam saku bajunya.
Ia hendak balas melontarkan senjata untuk menyongsong lontaran si nenek.
' Tiba2 si Kurus mengangkat kedua kaki depannya keatas sehingga seperti berdiri tegak.
Pada lain saat kuda itu meluncur ke muka.
Sebenarnya Hong Ing tak begitu pandai naik kuda.
Dia hanya gunakan jurus Terhuyung menyembunyikan diri serta ketangkasan tubuhnya untuk menjaga dirinya jangan sampai terlempar jatuh dari si kurus.
'Tetapi gerakan si Kurus yang terakhir itu benar2' membikin Hong ing terkejut.
la sedang merogoh kedalam bajunya, karena si"Kurus tiba2 melesat' kemuka dengan gerak yang luar biasa cepatnya.
Hong Ing terkejut dan tergelincir jatuh ke tanah.
Masih untung ia sangat tangkas.
Begini jatuh ditanah,terus melenting berdiri lagi.
Melihat majikannya jatuh, si Kuruspun berhenti menunggu.
Hong Ing cepat2 hendak loncat ke punggung si Kurus tetapi saat itu si Nenekpun sudah tiba.
Hong Ing tiada mempunyai' pilihan lagi kecuali mencabut pedang dan berseru : "Kalau cianpwe tetap hendak mendesak, terpaksa aku akan berlaku kurang adat !".
"Sejak tadi sudah kukatakan, asal engkau mampu menerima tigapuluh jurus serangan tongkatku, engkau boleh bebas melanjutkan perjalananmu.
'Tetapi kalau tak mampu, engkau harus mendengar perintahku".
Diam2 Hong Ing merenung. Sejak ia diam2 melarikan diri dari guha Siau-yau-tong, selama dalam perjalanan ia tak pernah mendapat kesulitan apa2.
Beberapa kali bertemu dengan kaum persilatan.
Merekapun bersikap baik kepadanya.
Setiap tempat yang dikunjunginya, apabila mendengar bahwa dia anak murid dari Sian Yau cinjin, tentu mereka sungkan dan menaruh perindahan kepadanya.
Tetapi sejak melintasi sungai Tiahgkang selama setengah bulan menempuh perjalanan, sudah tiga kali ia menghadapi peristiwa.
Setiap peristiwa tentu lebih hebat dan yang lalu.
Dan setiap peristiwa, tentu berhadapan dengan tokoh2 yang ternama misalnya seperti saat itu.
Mungkin sebelum ia lahir, nenek itu sudah ternama dalanm dunia persilatan.
Dan tadipun tokoh limbung seperti si Malaekat Tolol Sim Yong Kan dan kedua orang kate juga termasuk tokoh2 ternama dalam dunia persilatan Hitam.
Menurut cerita orang, pulau tempat kediaman nenek Cenderawih-tutul itu merupakan sebuah keraton yang indah.
Penuh dengan dayang2 Sahaya.
Nenek itu hidup sebagai seorang ratu di Pulaunya tapi mengapa nenek itu hendak menghadang perjalanannya " Adakah nenek itu juga hendak merebut pelana yang terbuat dari kulit beruang salju itu" .
Ia teringat pada setengah bulan yang lalu ketika melintasi sungai 'Tiangkang, ia telah berhadapan dengan sebuah peristiwa aneh.
Adalah karena peristiwa aneh itu maka ia memutuskan untuk menuju ke gunung 'Tay-pat-San.
Hong Ing tak dapat melanjutkan 'renungannya karena saat itu tiba2 si nenek berteriak keras seraya ayunkan tongkatnya : "Serangan pertama !".
Hong Ing terkejut. 'Walaupun memegang pedang pusaka tetapi sesungguhnya ia tak mahir dalam ilmu pedang.
Terpaksa 'dalam gugupnya menangkis seraya mundur ke belakang.
Sumber pokok dari ilmu pedang itu adalah kelincahan dan ketangkasan.
Sering pula dikatakan bahwa sikap yang tepat dalam ilmu pedang itu yalah "tenang seperti keledai, liar seperti seekor kelinci'.
Dengan ketenangan menindas setiap gerak lawan.
Ilmu pedang macam apapun, tak ada yang begitu gopoh menangkis senjata lawan, seperti yang dilakukan Hong Ing itu.
Tetapi peristiwa ganjil terjadi.
Karena melihat Hong Ing melakukan gerakan pedang yang aneh, nenek itu terkesiap.
Diam2 ia menimang. la sudah lama mendengar bahwa paderi pencuri si Poan-poan hweshio itu mahir dalam ilmu pedang Thian-'liong-kiam-hwoat.
Nenek itupun percaya bahwa Hong Ing tentu, menerima pelajaran ilmu pedang 'dari paderi pencuri' Poan poan hweshio.
Tetapi mengapa gerakan ilmu pedang itu' sedemikian tak karuan jurusnya ".
Rasa curiga t?lah m?nahan si n?nek untuk melakukan s?rangan.
Ia kuatir Hong Ing akan mengeluarkan jurus p?rmainan p?dang yang lain.
Setelah menarik pulang tongkatnya, nenek itu bers?ru pula : "Jurus kedua ! " .
"Serangan kedua !" .
'Tongkat yang berkeluk-keluk sembilan buah itu tiba2 berayun dan menjulur lurus seperti sebuah tombak, sehingga jadi lebih panjang beberapa jari.
Lebih dulu mengarah jalan darah Ki-bun-hiat' pada pinggang Hong Ing dan diteruskan lagi dengan jurus Sebuah-gelombang mendampar langit.
Ujung tongkat menusuk dagu si nona.
Luar biasa benar kecepatan serangan tongkat itu, Jurus yang diserangkanpun amat ganas.
Dalam kedudukan sebagai seorang cianpwe, sungguh terlalu ganas tindakan nenek itu terhadap seorang anak muda yang tergolong sebagai angkatan muda.
Hong Ing dapat menghindari jurus pertama tetapi ia tak menipu berkutik ketika dagunya terancam ujung tongkat si nenek.
Terpaksa ia mengangkat kepalanya ke belakang.
Setelah dapat menguasai leher Hong Ing nenek itu tertawa mengekeh.
"Budak kecil, baru tiga kali saja engkau sudah tak mampu bertahan.
Jika kusongsongkan ujung tongkat ke muka, apakah engkau masih mempunyai' nyawa lagi ".
H0ng Ing penasaran sekali.
Walaupun jiwanya terancam namun ia tak takut.
"Huh, apakah engkau rasa aku telan membalas serangan ?" seru Hong ing.
" ai, " tiba2 nenek itu berseru heran, "engkau seorang budak perempuan tetapi mengapa engkau mempunyai buah leher seperti anak laki" ".
Merah muka Hong Ing. Cepat ia melengking "Memang kusengaja mengalah sampai tiga jurus.
Apa engkau kira aku benar2 kalah ".
Nenek Cendrawasih-tutul mengekeh mengkal sekali : "Ho, budak yang bernyali besar !" ia terus Songsongkan ujung tongkatnya kemuka.
Saat itu jalan darah Lian-cwan-hiat pada tenggorokan Hong Ing didekati ujung tongkat si nenek turun sedikit, merupakan jalan darah 'Thian-tho,Suan-ki dan Hoa-kay yang berbahaya.
Bila mau sudah tentu nenek sakti itu dapat menutuk jalan darah itu.
Cukup menyongsongkan ujung tongkatnya maju sedikit saja, tentu Hong Ing tak dapat bernapas.
Ia tahu bahwa nenek itu tentu akan bertanya keterangan kepadanya.
"Engkau mau tanya apa, lekas katakanlah" serunya tanpa dapat berkutik.
Sebenarnya Hong In itu keras kepala, tangkas bicara, lincah bertindak.
'Tetapi pada saat seperti itu, terpaksa ia harus menahan perasaannya.
Nenek itu tertawa : "Bagus, itu baru omongan yang genah".
Habis berkata ia menarik kembali tongkatnya Karena sudah beberapa saat harus menengadahkan kepala, Hong Ing rasakan lehernya cengeng(kaku).
Buru2 ia tundukkan kepala dan menarik napas.
Kemudian ia memperhatikan bahwa nenek itu sudah mulai membuka mulut hendak bertanya.
Tetapi sekonyong-konyong terdengar derap kuda berlari mendatangi.
'Ternyata bukan hanya seekor, melainkaxi tiga ekor.
Si nenek Cendrawasih-tutul mengangkat mukanya dan melihat penunggang kuda yang paling depan, sudah tiba.
Orang itu bahkan berteriak sekeras-kerasnya : "Hai, siapa yang berani merebut anak kambing yang hendak Kutangkap itu " Hayo, berhenti !".
Sudah beberapa bulan Hong Ing berkelana dalam dunia persilatan.
la cepat mengenali penung ggang kuda yang datang itu adalah si Mala?kat-tolol Sim Yong Kan.
Yang dimaksud 'anak kambing tentu bukan anak kambing sesungguhnya, melainkan dirinya.
"Bagus diam2 Hong Ing bersorak dalam hati, si tinggi ini luar biasa dalam ilmu
tenaga luar. ~ Sedang 'si nenek sakti dalam ilmu permainan tongkat.
~ Apabila dapat mengadu mereka berkelahi, tentu hebat hasilnya".
~ Setelah menimang rencana itu, cepat2 ia berseru kepada si tinggi : "Sim hiantit, lekaslah engkau kemari !" .
~ Ketiga penunggang kuda itupun serempak tiba.
~ Nenek Cendrawasih-tutul dingin2 saja rnemandang ketiga pendatang itu.
~ Secepat turun dari kuda, Malaekat-tolol Sim Yong Kanpun segera membentak Nenek tua, menyingkirlah !".
~ Tanpa menghiraukan nenek itu, si tinggi tolol terus langsung ulurkan tangan hendak mencengkeram' Hong Ing.
~ Hong Ing menyurut mundur.
~ Nenek Cendrawasih-tutulpun segera songsongkan ujung tongkat menghalangi.
~ Si Malaekat~tolol marah.
~ Ia beralih menyambar ujung tongkat lalu didorong ke samping.
~ Ia kira dorongan itu tentu akan menyeret si nenek jauh2.
~ . ~ Tetapi betapa kejut Sim Yong Kan ketika dilihatnya nenek itu tegak di tempatnya sekokoh batu karang.
~ "Nenek tua, engkau kuat sekali !" teriak Sim Yong Kan.
~ Ia mendengus 'dan kerahkan seluruh tenaganya.
~ Dia memang mempunyai tenaga pembawaan yang luar biasa kuatnya.
~ Tenaga dorongannya tadi tak kurang dari seribu kati kekuatannya.
~ Tetapi dalam ilmu silat, memang tenaga-dalam lebih unggul dari tenaga-luar.
~ Tenaga besar dari Sim Yong Kan, itu termasuk kekuatan mati.
~ Dengan tenaga~dalam yang sakti, nenek Cendrawasih-tutul pelahan-lahan memutar tongkatnya dan berhasil menghapus tenaga si tinggi tolol.
~ Setelah berhasil, si nenek maju selangkah dan seketika Malaekat-tolol merasa terlanda gelombang tenaga dahsyat.
~ Tangannya terpental dan tubuhnyapun terhuyung-huyung kebelakang.
~ Jika kedua orang kate tak lekas2 menyanggapi.
~ Tentu si tolol itu sudah rubuh.
~ Malaekat-Tolol berkuik-kuik seperti babi hendak disembelih.
~ Sedang si nenek hanya dingin2 saja melihatnya.
~ Lengan kirinya digerakkan ke belakang, jari-jarinya ditebar katupkan berulang kali.
~ Saat itu Hong Ing berada setombak di belakang si nenek.
~ la merasa gerakan jari si nenek itu menimbulkan deru-angin yang menghambur kearah tempatnya.
~ Diam2 ia menyadari bahwa nenek itu sedang melakukan penjagaan agar ia tak dapat melarikan diri.
~ la geram sekali. ~ Apalagi kalau teringat bagaimana tenggorokannya telah dikuasai oleh si nenek dengan ujung tombak, seketika ia hendak menyerang si nenek untuk menumpahkan hawa kemarahannya.
Tetapi ia merasa tak mempunyai kemampuan mengalahkan nenek itu.
Satu-satunya jalan hanyalah mengadu domba nenek itu dengan si Malaekat tolol bertiga.
la memperhitungkan, tentu si nenek tak mudah memenangkan mereka.
Kemudian apabila mereka sedang mengadu jiwa, ia akan melarikan diri.
"Bagus ! serunya dalam hati," Sim Yong Kan itu seorang manusia limbung tak perlu dipikirkan.
Tetapi kedua orang kate itulah yang sukar diadu domba.
Ah, mereka harus disanjung supaya timbul kebanggaannya.
Secepat menentukan siasat, Hong Ingpun segera memberi hormat kepada kedua kate itu.
"Jika kalian hendak mempunyai kepentingan dengan diriku, lebih dulu haruslah mengusir nenek tua ini.
Aku pasti menurut apa yang kalian minta".
Kedua orang kate itu girang.
serunya : "Apakah nona bicara sungguh2 ?" .
'sepatah kata meluncur, sesukar .
mengejar kuda binal !" sahut Hong Ing.
Kedua orang' Kate itu saling bertukar pandang-lalu serempak berseru : "Bagus".
Sekali loncat, salah seorang kate itu segera loncat keatas bahu kawannya.
Dalam keadaan begitu, mereka merupakan seorang manusia yang tinggi.
Bahkan lebih tinggi sedikit dari orang biasa.
Sret, sret, serempak mereka mencabut golok tanto dan' mulai melancarkan serangan.
Si kate yang berada di atas bahu kawannya, melancarkan jurus yang sama dengan si kate yang memanggulnya.
Yang seorang menyerang kepala.
yang seorang kaki orang. Nen?k Cendrawasih-tutul terkejut, serunya :"Ah, kiranya kalian sepasang kate " belum mampus".
Sambil berkata, ia menghindar dan balas menyerang dengan tongkatnya.
"Raja akhirat Giam~lo~ong tak mau menerima kami berdua kalau tak membawa serta engkau ".
sepasang manusia kate itu tertawa mengekeh.
Golek tanto membabat ke kanan, menabas kekiri, Setiap serangan yang dilancarkan merupakan jurus2 maut.
Dan satu keistimewaan pula.
walaupun mereka bertumpuk, tetapi gerakannya tidak kaku, melainkan tetap lincah dan tangkas.
Tak ubah seperti seorang bertubuh tinggi, memiliki empat tangan.
Menghadapi serangan gencar dari sepasang orang' kate itu ,nenek cendrawasih-tutul harus peras keringat memutar tongkat untuk melindungi diri.
Demikian pertempuran antara sepasang orang kate bersusun lawan seorang nenek.
__ Telah berlangsung dengan seru dan 'dahsyat.
__ Melihat tipu dayanya berhasil, diam2 Hong Ing tertawa dalam hati.
__ Hanya dengan beberapa patah kata saja, ia telah berhasil mengadu domba manusia2 aneh itu.
__ Sesungguhnya ia hendak menyuruh si Malaekat-tolol Sim Yong Kan supaya ikut menyerang si n?nek.
__ Tetapi, tiba2 ia teringat akan pesan suhunya yang menceritakan tentang tokoh2 aliran Putih maupun Hitam dalam dunia persilatan.
__ Apabila bertemu dengan sepasang orang kate yang di waktu bertempur saling bergabung di atas bahu kawannya, supaya hati2.
__ Lebih baik mengalah terhadap mereka dan sekali~kali jangan cari perkara dengan' mereka.
__ Sepasang manusia kate itu memang termasyhur dalam dunia persilataan sebagai manusia yang aneh tingkah lakunya.
__ Begitu pula merekapun sangat disegani oleh kaum persilatan.
__ Setiap dendam kepada mereka, walaupun mereka jelas kalah, tetapi m?reka tak' pernah 'berhenti untuk mencari daya menghimpas dendam itu.
__ Mereka mempunyai banyak kenalan dan sahabat.
__ Setiap saat mereka dapat meminta sahabatnya untuk bertempur dengan musuh mereka.
__ Dan sahabat maupun kenalan itu belum tentu lebih lihay dari kepandaian mereka berdua.
__ Tetapi karena wataknya yang aneh.
__ Mereka tak menghiraukan soal kepandaian dan tetap minta bantuan orang itu.
__ Memang ilmu kepandaian dari kedua orang kate itu tinggi sekali.
__ Seumur hidup mereka hanya pernah kalah dua kali oleh paderi Tay To, kepala dari kuil Bu-kak-si, digunung Bu-to-san sebelah barat.
__ Walaupun bukan hanya paderi Tay To saja yang mampu mengalahkan kedua orang kate itu namun banyak tokoh2 p?rsilatan yang tak mau cari perkara dengan kedua orang itu.
__ Mereka tahu bahwa betapapun kecilpun urusan itu.
__ Namun kedua orang kate itu tentu takkan berhenti untuk mencari balas kepada orang yang cari gara2 kepada mereka.
__ Sian Yau cinjin sebenarnya mengharuskan Hong Ing supaya giat belajar ilmu silat dulu.
__ Baru setelah mencapai usia duapuluh tahun, Hong ing diperbolehkan turun gunung untuk mencari pengalaman di luar.
__ Diluar dugaan, pada suatu hari datanglah seorang tetamu dari Kanglam yang menceritakan tentang peristiwa yang terjadi didunia persilatan.
__ Dewasa itu, banyak bermunculan jago2 muda yang cemerlang dan menggemparkan dunia persilatan. Seketika ia teringat akan pandangan hidup dari sahabat suhunya.
___ Menurut istilah yang diucapkan nenek Cendrawasih-tutul, sahabat suhu Hong Ing itu disebut sebagai paderi Maling.
___ Tetapi paderi itu dikenal Hong Ing sebagai Poan Poan hweshio atau paderi Setengah-setengah.
___ Pada waktu Poan Poan berkunjung ke guha Siau-yau-tong, karena sering meladeni mereka dengan hidangan teh dikala suhu dan Poan Puan itu asyik bermain catur, maka lama kelamaan.
___ Poan Poan suka juga kepada Hong Ing.
___ "Jangan kuatir, budak p?rempuan,"` seru Poan Poan setiap kali kepadanya, "kalau engkau rajin melayani aku, tentu akan kuberimu pelajaran ilmu pedang yang hebat.
___ Dan memang paderi itu membuktikan janjinya Hong Ing diberi pelajaran sebuah ilmu pedang.
___ Tetapi anehnya, pelajaran ilmu pedang itu hanya diberikan separoh.
___ "Sesuai dengan namaku Poan Puan".
___ Kata paderi itu, "segala yang kulakukan tentu hanya setengah saja.
___ Maka pelajaran yang kuberikan kepadamu ini juga cukup setengah".
___ Hong Ing h?ran. ___ "Apakah benar ?" tanyanya, "kalau begitu,
makan dan minum taysupun hanya setengah ?".
___ "Mengapa tidak !?"'sahut paderi Setengah-setengah itu, "orang makan tak boleh kenyang" Kita harus melatih diri bahwa segala apa janganlah bermanja-manja secara berkelebihan, Senang, jangan terlalu senang.
___ Susah jangan k?liwat susah.
___ Makan jangan terlalu kenyang.
___ segala apa jangan terlalu.
___ Cukup setengah2 saja".
___ "Apakah belajar silat juga demikian ?" tanya Hong Ing.
___ "Tidak terkecuali", sahut Poan Poan.
___ "terlalu gila belajar silat, dapat menjerumuskan diri kita pada rasa bangga-diri, tiada yang menandingi.
___ Bahkan kalau bertempur, akupun tak pernah sampai selesai.
___ Setengah jalan tentu kutinggalkan.
___ Mengapa '" Karena kalau sampai selesai, tentu salah satu ada yang mati.
___ Itu kejam namanya. ___ Cukup kita bertempur setengah jalan saja, agar lawan mengetahui kepandaian kita dan tak cari permusuhan lagi".
___ Hong Ing melongo. ___ Baru pertama kali itu ia mendengar sebuah falsafah hidup yang begitu aneh.
___ Pada hal setiap orang persilatan yang berkunjung ketempat kediaman suhunya, bahkan suhunya sendiri, menganjurkan supaya jika belajar silat atau ilmu kepandian apapun, janganlah setengah matang, tetapi harus sampai sempurna.
___ "Manakah yang b?tul ?" bertanya Hong Ing yang kala itu masih berumur limabelas tahun dalam hati.
___ Tapi taysu," katanya kepada Poan Poan hweshio ,'"suhuku mengajarkan bahwa dalam mempe lajari setiap ilmu kepandaikan apa saja, harus secara sungguh2 sampai selesai '.
___ "Gurumu memang seorang yang bersungguh-sungguh.
___ Tetapi buktinya dengan kesungguhan itu dia tak mampu menangkan aku dalam, pertandingan catur.
___ Pada hal setiap kali main, aku hanya menggunakan setengah pikiran `saja," paderi aneh itu tertawa.
___ "Memang janggal kedengarannya apabila mendengarkan pandangan hidupku " kata Poan Poan pula, "tetapi kalau dipikirkan, kejanggalan itu bukan suatu hal yang aneh.
___ Cobalah engkau pikirkan.
___ Apa beda engkau hidup dalam kehidupan yang sebenarnya dengan hidup waktu engkau bermimpi ".
___ Bukankah hampir sama " Hidup itu seperti bermimpi dan bermimpi itu seperti hidup".
___ Hong ing yang masih belum sampai pada pemikiran falsafah itu, hanya termangu-mangu.
___ "Saat ini aku tak tahu apakah aku sedang hidup dalam mimpi atau hidup dalam kehidupan yang sungguh", kata Poan Poan pula.
___ "Aneh" gumam Hong Ing, "lalu bagaimana kesimpulan taysu ?".
___ "Kesimpulanku ?" seru paderi aneh itu,"aku ini setengah hidup, setengah bermimpi, Hidup yang tidak penuh, mimpi yang tidak penuh.
___ Sampai bertahun-tahun Hong Ing masih sering memikirkan tentang ucapan yang aneh dari paderi aneh itu.
___ Seharusnya, suhunya menitahkan dia belajar silat dengan sungguh2.
___ Setelah berumur duapuluh tahun, baru diperbolehkan turun gunung.
___ Tetapi ,dua tahun kemudian, karena mendengar cerita orang tentang jago2 muda yang bermunculan di dunia persilatan.
___ Dan kedua kali, karena teringat akan ucapan Poan Poan hweshio, maka diam2 Hong Ing turun gunung tanpa sepengetahuan suhunya.
___ Pada hal saat itu Siau Yau" cinjin tengah menyepi untuk mencari penerangan batin.
___ Kini setelah terbentur dengan batu berhadapan dengan seorang nenek sakti dan kedua orang kate yang berilmu tinggi, baru ia menyesal karena tak mentaati pesan suhunya.
___ Ilmu kepandaian yang dimiliki saat itu, masih jauh kurang kalau berhadapan dengan tokoh2 sakti semacam mereka.


Pendekar Banci Karya S D. Liong di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

___ Teringat akan cerita suhunya, apabila kedua orang kate itu benar tokoh yang dimaksud oleh suhunya, wah,runyam sekali.
___ Janjinya kepada kedua orang kate itu, akan meluluskan segala permintaan mereka asal lebih dulu mengusir nenek itu, sebenarnya hanya suatu, siasat belaka.
___ Tetapi kalau kedua orang kate itu akan mengejarnya untuk menagih janji, celaka tigabelas.
___ Pikir dan pikir, jalan menyelamatkan diri yang terbaik hanyalah, melarikan diri.
___ Saat itu dilihatnya pertempuran makin berlangsung seru sekali.
___ Nenek Cendrawasih-tutul telah menggunakan ilmu tongkatnya yang termasyhur Keng-long-ciang-hwat atau ilmu Tongkat ombak lautan.
___ Pada Waktu bergerak, tongkat nenek itu menimbulkan deru suara macam gelombang naik.
___ Senjata golok dari sepasang, orang kate itupun juga tak kalah dahsyatnya, Naik turun, kanan kiri, menyambar-nyambar laksana halilintar.
___ Hong Ing masih berat 'hati untuk meninggalkan tempat itu, Diam2 ia mengambil keputusan untuk bertanya kepada kedua orang kate itu.
___ Kalau ternyata mereka bukan tokoh2 yang diceritakan suhunya dan ia (Hong Ing) terus ketakutan melarikan diri, bukankah membuang tenaga sial saja .
___ Tanpa bersuara, diam2 Hong Ing menyelinap ke sisi kudanya lalu berseru : "Sahabat berdua, apakah kalian ini orang she L0 ".
___ "Benar" sahut kedua orang kate itu, "kami memang sepasang bersaudara she Lo, Lo Thian dan L0 Te" .
___ Hong Ing terbeliak. ___ Cepat ia loncat ke punggung si Kurus lalu melarikannya.
___ "Hai, kedua saudara Lo, budak itu melarikan diri !" teriak Malaekat-tolol Sim Yong Kan.
___ Tetapi anehnya dia hanya berteriak dan tak mengejar.
___ Sepasang orang kate itu tengah bertempur seru dengan sinenek.
___ Sepuluh jurus kemudian baru mereka menyadari bahwa nenek itu tak boleh dipandang ringan.
___ Tentu seorang tokoh yang ternama.
___ Diam2 sepasang manusia kate itu menyadari pula bahwa mereka telah ditipu Hong Ing.
___ Anehnya, sekalipun sudah merasa, tetapi kedua orang kate itu tetap ingin mengalahkan nenek Cendrawa-sih-tutul.
___ Mereka yakin, Hong Ing tentu` akan pegang janji.
___ Ataupun kalau berani ingkar, mereka masih dapat memaksanya.
___ Tetapi pada waktu mendengar teriakan Malaekat-tolol, seketika makin sadarlah mereka kalau ditipu mentah2 oleh Hong Ing.
___ Seketika meluaplah kemarahan mereka.
___ Setelah melancarkan sebuah tipu serangan kosong, kedua orang kate itu terus hendak loncat mengejar Hong Ing.
___ Tetapi si nenek tak mau memberi ampun.
___ Laut-mengamuk-mendampar-perahu, Ombak-putih-menjulang-naik dan Ombak-bergulung-bunga-bertebar, tiga buah.
___ jurus sekaligus dilancarkan untuk menyerang kedua orang kate itu.
___ Dengan ketiga jurus itu, ilmu permainan tongkatnya telah mencapai tujuhbelas jurus.
___ Kedua orang kate itu seperti ditimpah hujan tongkat yang amat deras sekali.
___ Tetapi rupanya kedua orang kate itu tak mempunyai selera untuk berkelahi lagi.
___ Mereka memutar golok sekedar untuk melindungi diri saja.
___ Setelah tiga jurus serangan nenek itu selesai, tiba2 Lo Thian bersuit nyaring.
___ Tubuhnya melambung ke udara, bergeliatan menukik ke bawah, m?nusukkan ujung golok kepada lawan.
___ Nenek Cendrawasih-tutul tertawa dingin seraya memutar tongkatnya menyambut.
___ Saat itu Lo Te pun berguling-guling di tanah.
___ Sret, sret, sret, ia membabat empat kali.
___ Karena dari atas dan bawah diserang, nenek itu terpaksa menghindar ke samping.
___ Ia kebutkan lengan baju sebelah kiri ke arah si kate Lo Te.
___ Tetapi kebutan itu malah menguntungkan Lo Te.
___ Dengan meminjam tenaga kebutan si nenek, ia berguling-guling sampai satu tombak jauhnya lalu melenting bangun.
___ Saat itu Lo Tnianpun sudah melayang turun ke bumi dan tegak disisi L0 Te.
___ Sekali sama2 enjot tubuh, kedua orang kate itupun melayang kepunggung kuda, terus mencongklangkannya seraya berseru "Tua bangka yang tak mau mati, kami berdua Saudara, takkan mau jadi manusia apabila tak dapat meratakan pulau tempat kediamanmu,, Tunggu saja !".
___ Pertama, nenek Cendrawasih-tutul itu juga ingin mengeiar Hong Ing, Kedua kalinya, ia tahu bahwa kedua orang kate itu memang tak boleh dibuat main2.
___ Walaupun ia tak takut, tetapi karena mereka berdua sudah melantangkan ancamannya, diwaktu ia tak berada di rumah, kedua orang kate itu tentu benar2 akan datang ke pulau kediamannya.
___ Nenek sakti itu memutuskan.
___ Apabila dendam permusuhan itu tak diselesaikan dengan menangkap kedua orang kate itu dan menjelaskan duduk perkara yang sebenarnya kepada mereka, kelak mereka tentu akan mendatangkan kesulitan besar.
___ Ia harus mengejar mereka.
___ Saat itu Hong Ing tengah dibawa si Kurus sekencang angin.
___ Diam2 ia merenung dan mengakui bahwa dalam dunia persilatan ternyata memang banyak sekali manusia2 yang suka cari perkara.
___ Engkau tak suka mengganggu mereka tetapi mereka tetap akan mengganggumu.
___ Seperti yang dialaminya saat itu, ia telah terlibat dendam dengan kedua orang kate dari gunung Hong-san.
___ Padahal kepandaiannya masih belum selesai.
___ Suhunya baru menurunkan separoh bagian dari ilmu tenaga-dalam.
___ Jika sampai tersusul oleh kedua orang kate itu, tentu ia akan, menderita kesulitan.
___ Lebih baik ia lekas2 menuju ke gunung Tay-pat-san untuk membikin terang urusan itu.
___ Lalu kembali pulang ke guha Siau-yau-tong menerima hukuman suhunya.
___ Si Kurus lari sepesat angin.
___ Walaupun melintasi gunung, tetap seperti lari pada jalan yang datar.
___ Saat itu ia sudah memasuki daerah gunung TayLpat-san.
___ Jalanan, mulai naik turun tak rata.
___ Tetapi si Kurus tetap lari dengan kencangnya, Sesungguhnya ia tak mempunyai tujuan tertentu minggat dari guha Siau-yau--tong itu kecuali hanya ingin membuat onar dan melihat peris tiwa2 yang menyenangkan hati di luaran.
___ Mengapa ia arahkan langkahnya menuju ke gunung 'Tay-pat-san " .
___ Peristiwa itu terjadi setengah bulan yang lalu ketika ia melintasi bengawan Tiang~kiang menuju ke utara.
___ Karena kesengsem dengan pemandangan alam di sepanjang pesisir bengawan
tak tahu kalau saat itu hari sudah 'petang dan ia lupa untuk cari rumah penginapan.
  Karena gopoh ia telah tersesat jalan.
  Makin lama makin tiba disebuah tempat belantara yang sepi.
  Untung malam itu rembulan terang, sehingga ia masih dapat berjalan dengan selamat.
  Ketika rembulan' menjulang di tengah tibalah ia disebuah kuil tua.
  Cepat ia menghampiri, kuil itu.
  Salah sebuah ujung ruang tengah, sudah bobol.
  Sedang kedua ruang samping, sudah miring.
  Daripada berjalan di tengah malam, ia memutuskan untuk tidur di kuil malam itu.
  Ketika mendorong pintu hendak melangkah masuk, dua ekor kucing hutan menerobos keluar.
  Cepat dia menghantam 'rubuh yang seekor.
 Setelah masuk kedalam ruang besar, sinar rembulan memancar ke bawah melalui atap wuwungan yang sudah berlubang.
  Ketika 'berpaling memandang 'pada arca malaekat di kuil itu, kejutnya bukan kepalang.
  Di tempat lubang dinding tempat menaruh arca, dilihatnya dua buah arca malaekat yang di puja dalam kuil itu.
  Yang satu bermuka brewok, kepala besar mata bundar.
  Arca itu sedang mengangkat tangan dan kakinya menginjak arca yang satunya.
  Arca yang hendak dipijak itu, berbentuk seorang yang berwajah segitiga.
  Keadaan arca itu 'benar2 seperti seorang manusia hidup.
  Hong Ing terlongong memandangnya.
  "Memang banyak sekali jumlah kuil yang terdapat digunung Gun-beng.
  Di kuil Kiong-tiok-si terdapat tak kurang dari lima ratus arca Lo-han (Arahat) yang bentuknya tak sama satu dengan yang lain.
  Tetapi tak satupun yang seaneh kedua arca disini", katanya seorang diri.
  Entah bagaimana timbullah hati kekanak-kanaknya.
  Sambil menuding arca itu ia berseru ; "Hai, engkau ini malaekat mana ?".
  Sudah tentu arca tak mungkin dapat menyahut.
  Tetapi Hong Ing tak peduli.
  Ia marah karena pertanyaan tak digubris.
  "Kurang ajar ! Engkau berani tak mempedulikan pertanyaanku " Hm, minta ini, ya ?" katanya lalu mengangkat tangan hendak menampar arca itu.
  Tetapi ketika tangannya hampir mengenai arca si muka brewok itu, tiba2 pandang matanya berkunang-kunang.
  Ia seperti melihat sepasang mata arca orang brewok itu berputar-putar .
  Hong Ing melonjak kaget, dan menarik pulang tangannya.
  Setiup angin berhembus dan seke- tika ia merasakan bulu kuduknya meregang, tubuhnya gemetar..
 "Celaka ! Rupanya malaekat itu marah kepadaku. Paling selamat lari saja," katanya seraya en jot tubuh loncat keluar.
  Tiba di luar pintu, ia merasa penasaran. Ah, tak mungkin sebuah arca dapat menggerakkan mata.
  Tentu aku yang' salah lihat. Pikirnya.
  ` Hmm, berani benar si brewok itu membikin takut aku. Kalau tak diberi hajaran tentu tak kapok !" katanya menggeram.
  Secepat itu pula ia terus loncat masuk kedalam ruang lagi dan plak .
  kontan ia menampar arca Si muka brewok. T?tapi habis menampar. Hong Ing menjerit kaget ,, Aya ! kalian ternyata orang hidup !".
  Kemudian menunduk memandang kepada arca si muka segitiga. Iapun memberi persen sebuah tamparan. Ternyata arca itu bukan terbuat dari tanah liat, melainkan memang manusia sungguh2.
  Tetapi tak dapat berkutik karena jalan darahnya ditotok orang. Setelah mengetahui keadaannya, nyali Hong Ing bertambah besar.
  "Hmm, kalau melihat tampang muka kalian,tentu kalian itu bukan manusia baik. Ayo, lekas enyah keluar, tempat ini akan kubuat tidur !".
  Menyambar kaki' kedua orang itu, terus ia melemparkan mereka keluar. Kasihan benar kedua orang sial itu. Ditutuk jalandarannya oleh orang,sekarang bertemu dengan seorang nona yang aneh seperti Hong Ing.
  Nasibnya benar2 seperti peribahasa mengatakan' ,sudah jatuh masih tertimpah tangga pula'.
  Sesungguhnya kedua orang itu memang tokoh2 silat dari aliran Hitam.
  Bahkan salah seorang dari mereka itu, seorang ketua partai persilatan.
  Tetapi mereka telah bertemu dengan orang sakti' dan dapat ditutuk jalan darahnya dan dijadikan arca dalam kuil tua disitu.
  Karena tak dapat berkutik, maka mereka hanya mandah saja dipermainkan sesuka hati oleh Hong Ing.
  Bum, bum ,, tubuh kedua orang itu terlempar jatuh di sudut. Kebetulan punggung dari orang bermuka segitiga itu terbentur 'batu merah dan terbukalah jalan darahnya yang tertutuk.
  Serentak orang itu melenting bangun lalu menggerung marah, mencabut sebatang kipas dari pinggangnya dan menyerang 'Hong Ing.
  Ditingkah oleh sinar rembulan yang masuk kedalam ruang, tampak bahwa kipas orang itu bukan kipas biasa melainkan terbuat dari baja.
  "Hai, kurang ajar, engkau hendak menyerang aku," teriak Hong Ing segera mencabut jwan pian atau ruyung lemas yang dilibatkan pada pinggangnya.
  Tring ,,, ruyung' dan kipas saling berbentur. Tangan Hong Ing seraya lunglai tak bertenaga dan terhuyung mundur.
  Simuka segitiga mendesak maju. Kipas bajanya ditebar~katupkan dalam bermacam gaya. menutuk, menampar, memukul dan membelah.
  Jurus2 yang dimainkanpun indah sekali serta disaluri dengan tenaga-dalam yang hebat.
  Dengan susah payah Hong Ing memaksa bertahan sampai sepuluh jurus.
 Setelah itu ia benar kelabakan setengah mati. Rupanya si muka segitiga itu marah sekali.
  Plak, tiba2 tangan kirinya menampar tangan kanan dan seketika kipas itupun terbuka menjulur ke muka.
  Saat itu dengan susah payah Hong Ing terpaksa menggunakan jurus Thiat-pian-kio atau Jembatan-besi melengkung.
  Badan bagian- atas tengah melengkung kebelakang. Dan pada 'saat itulah kipas baja orang bermuka segitiga menjulur kemuka.
  Walaupun tak mengenai dada tetapi apabila Hong Ing mengangkat tubuhnya, dadanya pasti akan tertusuk belasan ujung kerangka kipas yang terbuat dari baja itu.
 Bertahun-tahun Hong Ing belajar pada Siau Yau cincin tetapi ternyata yang diajarkan oleh pertapa itu hanyalah dasar2 ilmu silat saja.
  Menurut rencana, setahun sebelum pertapa itu menyuruh muridnya turun gunung, barulah ia akan memberikan ilmu pelajaran silat yang sesungguhnya.
  Termasuk pula ilmu tenaga-dalam yang memiliki ilmu warisan yang sesungguhnya dari pertapa itu.
  Serangan kipas dari sirnuka segitiga menyebabkan Hong Ing tak ada lain. jalan kecuali harus menggunakan jurus jembatan-melengkung.
  Kemudian buang tubuh berjumpalitan ke belakang. Dan takut kalau simuka segitiga mengejar, maka ia berguling-guling dan berjumpalitan sampai tujuh' delapan langkah.
  Setelah berdiri tegak, ia memandang kemuka dan terlongonglah ia seketika itu.
  Dilihatnya si muka segitiga itu tegak Berdiri menjulurkan kipasnya kemuka.
  Tetapi dia tak berkutik dan diam seperti patung. Keadaannya persis seperti pada saat pe rtama kali Hong Ing masuk kedalam kuil dan mengang gapnya sebagai sebuah arca malaekat tadi.
;   Aneh, mengapa ia mengulangi sikapnya segp?rti patung lagi" Apakah yang terjadi. Ah,, tiba2 Hong ing sadar, 'tentulah pada saat dia tentu ditutuk orang lagi.
  Tetapi mana mungkin, Ia membantah dugaannya sendiri. Kalau seseorang menyelundup masuk dan menutuk jalan darah simuka segitiga itu, tentu ia dapat melihatnya.
  Tetapi jelas ia tak melihat barang seorang lain kecuali simuka segitiga itu sendiri.
  Taruh kata tutukan itu menggunakan ilmu Kek-gong-tiam-hwat atau menutuk dari jarak jauh,sekurang-kurang ia tentu dapat mendengar desis suaranya.
  Baik orang itu menggunakan senjata rahasia, maupun dengan jari tangan saja.
  "Kemungkinan begitu memang dapat terjadi" kata Hong Ing dalam hati. Ia merasa peristiwa itu,terjadi di kala ia sedang melengkungkan tubuhnya ke belakang dan berjumpalitan menghindar dari tutukan kipas baja si muka segitiga.
  'Hong Ing keliarkan pandang kesekeliling ruang kuil lalu ke arah luar kuil. Tetapi sama seka li ia tak melihat suatu apa.
  "Aneh, aneh" gumamnya dalam hati "tentu perbuatan itu dilakukan oleh seorang cianpwe yang sakti. Mungkin cianpwe itu hendak menolong diriku.
  Dan kemungkinan sebelum aku masuk, kedalam kuil, cianpwe itu telah menutuk si muka brewok dan si muka segitiga lalu dilekatkan pada tempat arca.".
  Hong Ing lebih cenderung menduga' begitu
Dan ia duga, cianpwe itu sekarang tentu sudah pergi
Hong Ing masih belum mempunyai pengalaman berkelana di dunia persilatan
Ia` menganggap peristiwa aneh yang dialaminya itu, benar2 menyenangkan sekali
` Segera ia ayunkan langkah menghampiri ketempat si muka segitiga
Dilihatnya biji mata orang itu berkeliaran memandangnya berapi-api
Jelas dia amat marah sekali kepadanya
'Tetapi karena tubuhnya tak dapat b ergerak dan tak dapat bicara, maka ia hanya dapat me numpahkan kemarahannya pada pancaran sinar matan ya yang membara api
Setelah mengawasi sejenak
Hong Ing tertawa mengikik
"Sahabat, bukalah matamu l?bar2 ! Engkau kira jurus yang engkau mainkan tadi sudah lihay sekali " Ha_ ha_ cukup dengan sebuah tutukan jari dari jarak jauh, engkau sudah tak mampu berkutik lagi
Hm, ?ngkau tunduk atau tidak kepadku ?"
Ia mengira cianpwe sakti yang tak tampak orangnya itu tentu sudah pergi
Maka ia segera menepuk dada mengobral omongan besar, mengaku kalau menggunakan ilmu tutukan jari jarak jauh
Tiba2 terdengar suara tertawa dingin
Hong Ing terkejut dan cepat memandang kemuka
Tampak sesosok bayangan melesat ke luar dari kuil
Gerakannya cepat sekali, mirip dengan segulung asap dihembus angin
Pada lain kejab, bayangan itupun sudah lenyap
Cepat Hong ing enjot tubuh keluar lalu loncat keatas puncak wuwungan kuil
'Tetapi empat penjuru sekeliling tempat itu, ia tak melihat suatu apa
saat itu baru ia menyadari bahwa orang sakti itu ternyata masih belum meninggalkan kuil
Seketika merahlah mukanya
Ia malu dan merah tetapi tak dapat menumpahkan keluar
Loncat turun lagi, segera ia lari masuk kedalam ruangan dan plak, plak
ia menampar pipi kanan dan kiri dari si muka segitiga
"Gara-garamu manusia jahat " dampratnya
la segera merampas kipas orang itu
Uh, berat juga, ya Gumamnya, Kipas itu beratnya tak kurang dari tigapuluh kati
Ketika direntang kipas itu berlukiskan sepasang naga yang sedang berebut sebuah mustika
Lukisannya hidup sekali, seperti naga sungguh
Melihat lukisan sepasang naga', serentak teringatlah Hong Ing akan seseorang
'Tring __ kipas itu dilepaskan jatuh ke lantai dan ia terus berputar tubuh, melangkah pergi
Tetapi baru beberapa langkah, hatinya berdebar keras.
Ia berpaling. Setelah melihat tiada orang yang mengejar, baru hatinya legah.
"Sial ,, gumamnya bersungut-sugut, "mau menginap di kuil tua saja harus mengalami beberapa peristiwa aneh.
Tetapi kemana lagi harus mencari tempat bermalam.
Akhirnya ia memutuskan untuk melanjutkan perjalanan pada malam itu juga.
Besok siang, cari rumah penginapan dan tidur sampai puas.
Lebih kurang berjalan tujuh delapan li, tiba2 dari belatkang terdengar suara mendesis desis.
la melonjak kaget. "Celaka ,, jangan jangan si muka segitiga mengejar lagi !,,pikirnya.
Cepat ia berpaling dan seketika ia terlongong heran .
Bukan si muka segitiga, melainkan seorang manusia kate yang tingginya tak lebih dari satu met?r.
Badan gemuk, kepalanya gundul, lucu sekali potongan mukanya.
Orang kate itu tengah memikul sebatang pikulan yang panjang dan dan lebar.
Entah apa yang sedang dipikulnya itu .
Tetapi yang jelas orang pendek itu berjalan secepat orang lari dan tengah menghampiri kearah tempatnya .
Hanya beberapa kejab, orang pendek itupun sudah tiba di sisi Hong Ing.
Melihat orang pendek itu bukan simuka segitiga, diam2 Hong Ing menghela napas longgar, Dia mengira orang pendek itu tentu seorang desa yang tengah memikul barang hasil bumi ke kota.
Tetapi ketika memperhatikan betapa gesit langkah kaki orang pendek itu, Hong Ing tertarik juga dan memandannya beberapa jenak.
Dan setelah orang pendek itu tiba di dekatnya, Hong Ing makin jelas apa yang sedang dibawanya.
Ternyata orang pendek itu tengah memikul dua gunduk batu besar berbentuk segi delapan.
Setiap gunduk batu, ditaksir tak kurang dari tigaratus kati beratnya, batu itu diikat dengan rantai besi.
Ada sesuatu yang makin menarik perhatian Hong Ing, bahwa batu sebesar itu tampaknya ringan saja dipikul oleh si orang pendek kepala besar itu.
Waktu lewat di sisi Hong Ing, si pendek memandangnya dan tiba2 tertawa meringis.
"Sebal" gerutu Hong Ing dalam hati ketika melihat mulut si pendek tertawa menyeringai.
Tetapi diam2 ia mendapat kesan b hwa orang pendek itu ramah sikapnya.
Karena itu maka Hong Ing beri senyuman kepada si pendek.
Pada waktu tertawa, si pendek sudah berada dua 'tiga meter dari tempat Hong Ing, Melihat 'Hong Ing balas memberi tertawa, tiba2 si pendek berputar tubuh.
Bluk, kraaak, bum . Cepat sekali orang pendek itu berputar tubuh sehingga batu yang dipikulnya berguncang keras dan tepat membentur sebatang pohon.
Seketika pohon itupun tumbang dan menghantam tanah sekeras-kerasnya.
Hong Ing melonjak 'kaget tetapi si pendek tenang2 saja.
Sekali ayunkan dua langkah, ia sudah berada di hadapan Hong Ing.
Saat 'itu Hong Ing baru dapat melihat dengan jelas.
Selain memiliki tenaga yang luar biasa kuatnya, pun pikulan dan' orang pendek itu bukan sembarang pikulan melainkan sebuah senjata yang aneh.
Panjangnya setombak lebih, kedua ujungnya diikat dengan rantai besi yang panjang sampai lima enam meter.
Dengan begitu, asal si pendek itu berputar-putar maka dalam jarak dua tiga meter di sekelilingnya, takkan ada orang yang berani mendekati.
Berhadapan dengan Hong Ing, si pendek tak henti-hentinya mengeliarkan biji matanya-yang kecil, memandang Hong Ing.
Risih juga Hong Ing dipandang begitu rupa.
Segera 1a menegur; "Ai, sahabat ini memiliki selera tinggi ini juga.
Tengah malam buta mengadakan perjalanan bukankah karena sahabat juga gemar menikmati wajah dewi Rembulan yang gilang gemilang?".
Orang pendek itu masih terlongong.
Rupanya ada sesuatu yang membuatnya heran.
'"Eh, apakah engkau tak mendengar ucapanku "' Hong Ing menegurnya pula.
"Dengar". "Mengapa engkau masih memandang diriku begitu rupa" Apakah ada sesuatu yang aneh pada diriku?".
"Ya',' sahut orang pendek itu "maaf, anda ini seorang nona atau _.
"Atau apa?" Hong Ing' makin ngotot.
Atau seorang wadam _" .
"Eh, jangan ngaco tak keruan, engkau, Engkau lihat aku ini bagimana?".
"Secara keseluruhannya, engkau seperti seorang nona, Tetapi heran, mengapa lehermu berbuah?".
Hong Ing tersipu-sipu menundukkan kepala.
serunya: "Apakah seorang gadis tak mempunyai buah kerongkongan ?" tanyanya.
"Tentu saja tidak !" .
"Kalau aku suka memiliki, engkau mau apa" ,,Hong Ing mulai bersikap ketus.
"Sudah tentu tak apa2, kecuali hanya heran saja.
"Jika engkau heran, akupun juga heran melihat dirimu ?".
"Mengapa "`" tanya si pendek.
"Bukankah engkau ini seorang manusia ?" tanya Hong Ing.
Si pendek melongo. "Sudah tentu aku juga manusia," sahutnya.
"Kalau manusia mengapa tak seperti manusia lainnya, Mengapa ukuran tinggimu begitu pendek seperti seorang anak kecil" Engkau harus bertanya kepada ibumu, apa sebabnya ibumu melahirkan engkau begitu pendek!".
Tiba2 orang pendek itu mendengus geram: "Nona, dihadapanku jangan engkau omong yang tak keruan!".
Begitu marah, nada suara orang pendek itu berkumandang gemuruh sekali.
Walaupun hanya seorang yang bicara, tetapi kedengarannya seperti berpuluh orang sedang bicara.
Walaupun belum sempat mempelajari ilmu tenaga-dalam, tetapi suhunya Siau Yan cinjin itu seorang pertapa yang sakti.
Tetamu2 yang sering berkunjung, kebanyakan tentu tokoh2 silat yang sakti dan aneh.
Begitu si pendek bersuara begitu gemuruh, cepat Hong Ing dapat mengetahui bahwa orang pendek itu memiliki ilmu tenaga dalam dan luar yang sangat tinggi.
Diam2 Hong Ing gentar juga.
"Ah, harap jangan marah," katanya seraya tertawa.
Tiba2 orang pendek itu mendengus lalu berputar~putar mengitarinya.


Pendekar Banci Karya S D. Liong di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Kemudian kembali tegak di muka Hong Ing lagi.
Karena kuatir kalau akan diserang secara tiba2, maka waktu orang pendek itu berputar-putar mengelilingi dirinya, diam2 Hong Ing pun bersiap-siap.
Tetapi baru Hong Ing salurkan tenaga, orang pendek itu sudah berada di depannya lagi.
Hebat ! Untuk mengitari dirinya, paling tidak orang pendek itu harus menggunakan tujuh delapan langkah.
Tetapi mengapa hanya dalam sekejap mata saja ia sudah berada di tempatnya semula.
Gerakan kaki yang sepesat angin meniup itu, mirip dengan ilmu gin~kang yang disebut Kian-gun toa-kian-ih atau perputaran bumi.
Hong Ing makin terkejut. "Nona, apakah engkau bukan habis keluar dari kuil rusak itu "' tiba2 orang pendek itu berseru dengan wajah terkejut.
Serentak terlintas suatu dugaan dalam hati Hong lng.
Jangan2 si pendek ini adalah orang sakti yang menolongnya di kuil itu.
"Ya, benar ! sahutnya serentak.
"Apa engkau tak melihat Hwat Tiong Hi dan si Kipas-naga Lu Kong Cu?" tanya orang pendek itu pula.
Tatkala dalam kuil Hong Ing melihat kipas baja dari si muka segitiga itu berlukiskan sepasang naga, ia terkejut.
Segera ia teringat bahwa si muka segitiga itu tentulah tokoh nomor satu dari dunia persilatan aliran Hitam wilayah Hun-lam dan Kwi ciu.
Ya, Kipas-naga Lu Kong Cu itu adalah ketua dari perkumpulan Song-liong-pay atau partai Naga.
Selain memiliki ilmu tenaga luar dan dalam yang sakti, juga dalam ilmu gin-kang dia lihay sekali.
Kipas-naga Lu Kong Cu pernah menggemparkan dunia persilatan, ketika hanya dengan meng gunakan sekerat rotan 'ia dapat melayang dari dua buah puncak gunung Ko-li-san.
Pada hal jarak antara kedua puncak itu tak kurang dari sepuluh tombak lebih.
Perkumpulan Naga mempunyai banyak sekali anak murid.
Dan Lu Kong Cu itu seorang tokoh yang angkuh sekali, hatinya sempit.
Teringat bahwa ia pernah memberi persen tiga kali tamparan pada muka Lu Kong cu, ia merasa ngeri, Orang semacam Lu Kong Cu, tentu takkan melupakan peristiwa itu dan tentu akan mencari balas kepadanya.
"Celaka,!" ia mengeluh dalam hati,"jika dengan ilmu tenaga-dalamnya yang sakti, ia dapat 'membuka jalan darahnya yang tertutuk itu, bukankah orang itu akan mengajarnya ".
Dan ketika mendengar orang pendek itu mengatakan bahwa si brewok yang bersama Lu Kong Cu itu ternyata tokoh yang termasyur sebagai Hwat Tiong Hi, kejut Hong Ing makin memuncak.
Namun ia tak mau unjuk kegelisahan hatinya.
Dengan tenang ia menjawab pertanyaan si pendek dengan menganggukkan kepala.
Si pendek tertawa dingin, serunya : "Hm, mereka berdua selalu cekcok saja.
Tentu engkau menggunakan kesempatan selagi mereka berkelahi, lalu engkau menyelinap lari, bukan ?".
Makin berdebar hati Hong Ing.
Ia teringat lagi bahwa ia dapat melemparkan kedua 'tokoh itu dan menampar muka mereka.
Sudah tentu orang yang tahu bagaimana tingkat kepandaiannya, tak mungkin `mau percaya ia dapat melakukan perbuatan semacam itu.
"ih," ia tertawa, "kalau satu 'waktu menggunakan kesempatan, kan tidak salah, bukan ?" "Pada waktu itu engkau bersembunyi dimana",, tanya si pendek dengan wajah riang ,, lekas katakan !'.
Sudah tentu Hong ing heran menerima pertanyaan semacam itu.
"Benda apa yang tersimpan di tempat yang mana ?" serunya balas bertanya.
Sebenarnya pembicaraan kedua orang itu yang satu ngalor yang satu ngidul alias tidak sama tujuannya.
Si pendek mengira kalau Hong Ing berolok olok lagi.
"Engkau mendapat kesempatan yang enak," serunya, "engkau simpan dimana "' Kalau tak mau mengatakan__ ".
Bluk, bluk , ia menurunkan pikulannya dan kedua batu besar itupun segera jatuh ketanah dan masuk sampai sejengkal dalamnya.
"Engkau sendiri yang bergurau !" teriak Hong Ing, "aku telah menampar mereka sampai empat kali lalu melempar tubuh mereka ke sudut' ruangan.
Apa yang kusimpan ?" .
"Kentut" balas si pendek, Kalau tadi ia tertawa-tawa ramah, saat itu walaupun suaranya keras tetapi wajahnya tetap riang.
Hong Ing seorang anak muda yang baru turun dari gunung, Seperti seekor anak kambing yang tak takut kepada harimau, demikianpun Hong Ing tak takut pada setan belang.
Dia tak sempat memperhatikan kerut wajah si pendek, Mendengar si pendek berseru "kentut".
sere?tak Hong Ingpun balas memaki ; "Kentutiah kalau perutmu mules !".
Si pendek tertawa aneh. Sekali bahunya bergetar, salah sebuah batu besar yang dipikulnya itupun melayang ke arah Hong Ing.
"Hai, engkau ini, mengapa berkat mau turun tangan terus kontan menyerang ?" teriak Hong Ing seraya loncat mundur setombak jauhnya.
Tetapi si pendek itu jauh lebih cepat dari Hong Ing, Belum kaki Hong Ing menginjak tanah, si pendekpun sudah tiba.
Dengan jurus yang sama seperti tadi, ia guncangkan batu besar ke arah Hong Ing.
Baru terkena sambaran anginnya saja, sudah membuat Hang Ing terhuyung dan ngelupruk jatuh di tanah.
Si pendek tertawa aneh, Tubuhnya ikut condong ke samping seraya mengguncangkan batu 'yang satunya.
Deru angin gerakan batu besar itu menyambar dan menghalangi tubuh Hong Ing jangan sampai jatuh.
Dua buah batu besar melayang-layang kian kemari di udara, menimbulkan angin prahara yang membuat tubuk Hong Ing melayang ke kanan dan ke kiri, Dia seperti naik sebuah perahu yang sedang didampar ombak besar.
Sebentar tergelincir ke sana, sebentar meluncur ke sini.
Bebera saat kemudian baru ia dapat berdiri tegak, Tapi kepalanya terasa pusing tujuh keliling.
"Hai, cara apa engkau gunakan ini " Kakau pakai cara begitu, aku tak tahan !" teriaknya.
Si Pendek tertawa, Tiba2 ia hentikan gerakan batunya.
"Uh uh,, tubuh Hong Ing terlempar tujuh delapan langkah ke samping dan jatuh terduduk di tanah.
Karena tahu tak dapat melawan, ia sengaja tak mau berdiri lagi.
"Engkau ini __" serunya terengah-engah.
"Sudahlah jangan banyak bicara" seru si pendek "engkau taruh dimana benda itu ?".
"Benda apa "'' teriak Hong Ing tak habis mengerti.
Si pendek tertawa: "Hanya sebuah mainan yang tak berharga tetapi aku justeru senang pelana kuda itu, Lekas serahkan !,".
Hong Ing tertawa meringis.
"Buat apa aku mengambil pelana kuda?" serunya,_la segera menuturkan bahwa ketika masuk kedalam kuil, kedua orang itu sudah berdiri kaku sebagai patung.
"Apakah omonganmu itu sungguh" ?" setelah merenung beberapa saat, si pendek menegas.
"Kalau sepatah saja aku bohong, tentu akan.
sudahlah tak perlu bersumpah," tukas si pendek, seorang nona yang masih muda , masakan suka mengangkat sumpah.
Tadi waktu lewat di kuil tua itu, kulihat kedua orang itu masih bertempur sengit.
Mengapa engkau masih jual kebohongan!" .
"Apa " Engkau maksudkan jalandarah Lu Kong Cu yang tertutuk itu sudah terbuka ?" teriak Hong Ing terkejut.
Cepat ia melenting bangun dan berseru pula: "Sahabat pendek, bila Lu Kung Cu mengejar aku kemari, tolonglah engkau menghalanginya!".
Habis berkata ia terus loncat setombak jauhnya.
Si pendek tertawa meloroh, serunya: "Ho, engkau hendak enak sendiri !"'.
Sekali loncat membawa pikulannya yang berisi batu, ia mengejar Hong Ing, Ketika berpaling ke belakang, Hong Ing rasanya kepalanya tersambar angin keras.
la paksakan diri untuk loncat lagi.
Tiba2 sambaran angin keras itu lenyap, Dan dari belakang terdengar suara benda berat jatuh ke tanah.
Cepat, Hong Ingpun berpaling ke belakang.
Astaga . Ternyata si pendek jatuh ke tanah dan kedua batu yang dipikulnyapun terlempar jauh.
Si pendek tak dapat berkutik.
Sudah tentu Hong Ing heran sekali.
Rupanya si pendek itu telah ditutuk jalan darahnya oleh orang.
Tetapi sekeliling empat penjuru` kecuali batang pohon yang rubuh tertimpah batu besar si 'pendek tadi, apapun tak tampak, tak mungkin ada tempat untuk menyembunyikan diri ".
Hong Ing menghampiri si pendek.
Si pendek 'masih tertawa tetapi tertawanya seperti kuda njengir.
'Teringat bagaimana tadi dia dipontang~pantingkan oleh si pendek, sekarang Hong Ingpun hendak membalas.
Menudingkan jari ke ujung hidung si pendek Hong ing mengejeknja: "Sekarang engkau percaya atau tidak, kalau aku bukannya ngaco belo ",,.
Habis berkata ia terus memutar tubuh dan lari sekencang kencangnya .
Dari mulut harimau ke mulut buaya.
Lari adalah jalan yang paling selamat apabila merasa tak sanggup melawan musuh.
Demikian yang dilakukan Hong-Ing.
Ia gemas sekali karena habis saja bertemu dengan si muka segitiga didalam kuil,"lalu berjumpa lagi dengan si pendek dengan pikulannya yang istimewa.
Gila, pikirnya. Masakan tak tahu apa2, sipendek berkeras memaksanya supaya menunjukkan dimana ia menyembunyikan p?lana kuda .
Padahal, " jangankan menyembunyikan, bahkan melihat pun ia belum.
Pelana kuda apa yang dimaksudkan orang pendek itu.
Hm, hampir saja ia dijadikan bulan2 siksaan orang pendek itu apabila tak muncul seorang sakti yang tak mau unjuk diri itu " .
" Ia duga orang sakti itu tentulah orang yang menolongnya dengan menutuk jalan darah si orang muka Segitiga di kuil itu.
, lalu yang memberi pertolongan.
Tetapi siapakah orang itu".
Setelah berlari sepuluh li jauhnya, Hong Ing memperhatikan bahwa rupanya tak ada orang yang mengejarnya lagi.
Akhirnya ia berhenti dan duduk dibawah sebatang pohon untuk memulangkan napas.
Baru Saja duduk, tiba2 terdengar bunyi berkeresekan macam daun terinjak.
Dan pada lain saat`terdengar teriakan orang memanggil namanya; "Nona Ing ,, nona Ing ,, Sudah 'tentu Hong Ing melonjak kaget.
"Siapa !" bentaknya.
Suara berkeresekan berhenti dan terdengar orang itu berseru lagi : "Nona Ing ,,,nona Ing'.
Seketika mereganglah bulu kuduk Hong Ing.
'Tak ada orangnya tetapi terdengar suaranya.
Hampir saja ia melarikan diri.
Tetapi tiba2 pandang matanya tertumbuk pada puncak sebatang pohon, Ah !,,,.
Ternyata di atas dahan pohon itu, hinggap seekor burung kakaktua putih yang tak henti-henti nya memanggil namanya.
"Kurang ajar" serunya geram, ` "apa engkau melihat hantu yang menyeramkan" Malam Ini aku sudah kenyang menderita pengalaman pahit, Sekarang engkau binatang berbulu, juga mau mengerjai aku .
cepat ia memungut sebuah batu terus ditimpukkan kearah burung kakaktua itu.
Tetapi diluar dugaan kakaktua putih itu miringkan tubuhnya menghindar lontaran batu 'lalu berjumpalitan melayang turun.
Hong Ing terkesiap. Cara kakaktua itu menghindari lemparannya, indah sekali tak ubah sebagai tokoh silat yang berilmu tinggi.
Jelas burung itu tentu sudah mendapat latihan yang sempurna.
Kemudian Hong Ing berpikir lebih lanjut.
Jika ada burung, tentu ada tuannya yang memelihara.
Setelah mendapat pikiran itu, segera ia melambai memanggil burung itu.
Eh, burung kakak tua itu benar2 melayang turun dan hinggap diatas tangannya.
'Sambil mengibas-kibaskan sayapnya, burung itu berbunyi terus menerus : "Nona Ing ,,, 'nona lng ,,, ".
"Hai, mengapa engkau tahu namaku?" Hong Ing heran juga.
. Rupanya burung kakaktua itu hanya dapat mengucap "nona Ing' saja, Lain2 bahasa manusia ia tak mengerti.
' Mendengar Hong Ing berkata, burung itu terus terbang ke udara seraya masih terus berbunyi "Nona Ing __ nona Ing __".
Hong lng menimang-nimang.
"Hai, benar, benar ! Burung itu te, tinggal sekitar tempat ini.
Tuannya tentu seorang sakti yang mengasingkan diri di tempat sunyi, Orang sakti itu tentu mengirim burung kakaktua peliharaannya kemari untuk mengundang aku ke sana.
Jika aku ke sana menemuinya," siapa tahu mungkin aku akan mendapat sesuatu yang luar biasa.
Setelah memutuskan rencana, akhirnya ia mengejar di belakang burung kakaktua itu.
Setengah jam berjalan, entah sudah melalui berapa banyak tikungan, setiap kali ia hendak batalkan niatnya mengikuti burung itu, Kakaktua itu tentu berpaling dan berteriak : "Nona Ing ,, nona lng ".
Karena terus menerus dipanggil namanya, terpaksa Hong Ing melanjutkan perjalanan mengikuti burung itu lagi.
Berselang berapa lama kemudian barulah kakaktua itu berhenti pada sebatang pohon.
Saat itu hari sudah terang tanah.
Di sisi pohon, Hong Ing melihat seekor kuda yang kurus dan malas tertambat pada sebatang pohon.
Ditanahpun rnenggeletak sebatang pedang.
Seorang sedang telentang' tidur di tanah dengan kedua tangannya dibuat bantal menyanggah kepalanya.
Napas orang itu terengah engah, tangannya memeluk sebuah benda.
Dilihat disitu hanya terdapat seorang begitu' macamnya dan bukan seorang sakti, Hong Ing kecewa dan mendongkol.
Ia deliki mata kepada burung kakaktua itu.
Ia t?rus hendak memaki burung itu tetapi tiba2 orang itu mengerang dan membalikkan tubuhnya.
Hong Ing terbeliak melihatnya.
Bukan saja orang itu masih muda, cakap dan gagah, tetapi benda yang dipeluknya itulah yang mempesonakan hati Hong Ing, Pelana kuda dari bulu beruang salju, sepanjang tepian pelana itu disalut dengan emas putih yang bertabur batu mutiara.
"Hai," teriak Hong Ing dalam hati, "yang hendak diminta siorang pendek kepadaku itu, tentulah pelana itu".
Pemuda itu memberi sebuah anggukan kepala kepadanya seraya menyebut-nyebut namanya : Nona Ing , , akhirnya engkau dapat juga diundang oleh si Putih !".
Mendengar suara pemuda itu sangat lemah seperti orang yang menderita luka-dalam, timbullah rasa iba dalam hati Hong Ing.
"Engkau hendak suruh aku membantumu apa saja ?" tanyanya, seraya berjongkok mendekati pemuda itu.
Pemuda itu menghela napas.
"Nona lng, kutahu engkau anakmurid dari Siau Yan cinjin dari gua pertapaan Siauy-yau-tong di Hun-lam.  Seorang pendekar'muda yang t?rmasyhur dalam dunia persilatan.
Kalau sekarang aku hendak minta tolong kepadamu, apakah engkau bersedia meluluskan ".
Sejak minggat dari guha kediaman suhunya,banyak sudah Hong Ing mengalami peristiwa yang pahit dan merugikan dirinya.
Selama itu tak pernah bertemu dengan orang yang mengatakan dia seorang pendekar muda yang termasyhur.
Diam2 sedap rasanya telinga Hong Ing mendengar pujian itu.
Jika engkau mempunyah kesulitan, bilanglah ! Aku akan berusaha untuk membantumu" sahut Hong Ing.
Wajah pemuda itu berseri girang.
Ia gunakan siku lengannya menekan ke tanah agar dapat bangun.
Tetapi ternyata tenaganya lemah sekali.
"Aku telah menderita luka parah, Aku ingin menghaturkan terima kasih kepadamu tetapi ternyata tenagaku masih lunglai.
Harap nona suka memaafkan,, kata pemuda itu.
Mendengar tutur kata pemuda itu halus dan sopan, Hong Ing makin berkesan baik.
"Soal apa yang sedang engkau hadapi, katakanlah !" katanya.
Menunjuk pada kuda kurus, berkatalah pemuda itu dengan terengah-engah : Kalau nona suka, ambilllah kuda kurus itu ".
"Hai," tukas Hong Ing "kuda sekurus itu".
"Ah, harap jangan lihat badannya yang kurus dan bulunya yang "aneh" kata pemuda itu," tetapi kuda itu luar biasa kencangnya".
"Ih __" Hong Ing mendesis.
Pemuda itu menghela napas, 'Ya, memang orang sukar percaya akan kesaktian kuda kurus itu.
Dan memang si Kurus itu seekor kuda yang "malas dan' aneh __" .
"Aneh _?" Hong ing menegas.
"Ya," sahut si pemuda, "karena makannya tidak sama dengan kuda lain".
"Apa makanannya ?" Hong Ing mulai tertarik.
"Dia tak suka' makan rumput tetapi makan daun kol (kubis) dan nasi ".
"Astaga !" teriak Hong Ing, masakan kuda suka makan nasi i?".
Pemuda itu tertawa hambar, "ltulah sebabnya dia menjadi kurus kering.
Beberapa hari dia ikut aku tersesat di hutan sehingga dia kelaparan karena tak ada yang jual nasi.
"Kasihan !" ujar Hong Ing, "baiklah, biar dia ikut aku, 'Nanti dikota tentu kuberikan nasi".
Setelah menghaturkan terima kasih, pemuda itu berkata pula: "Selain kuda kurus, ada lagi dua buah benda yang hendak kuserahkan kepada nona, karena lukaku tiada harapan lagi, maka aku
hendak mohon bantuan nona untuk membawa kedua benda itu ke` gunung Tay-pat-san di sebelah utara.
Begitu tiba di gunung itu, tentu akan ada orang yang menyambut nona.
Bila aku mati, aku tetap akan mengenang budi pertolongan nona dengan rasa terima kasih, sampai dialam baka".
Hong Ing melihat wajah pemuda itu masih berseri, bukan seperti orang yang sudah akan mati.
Ia duga pemuda itu tentu menderita luka tak berapa parah.
'Lukamu tak berapa berat," katanya, "mengapa engkau katakan tak dapat hidup lagi " Jangan berkata yang tidak2 dan berpikir yang' tak keruan.
Baiklah, aku tentu akan membantumu untuk mengantarkan ketiga benda itu ke Tay-pat-san.
Terima kasih," kata si pemuda seraya menyerahkan pelana kuda kulit beruang salju dan sebatang pedang kepada Hong Ing.
"Nona __ kalau menempuh perjalanan ,sebaiknya mengambil jalan pegunungan yang sepi saja .
Pedang dan pelana itu, jangan sampai ,terlihat orang, Ada sesuatu dalam pelana itu".
Setelah menyambuti kedua benda itu ,tampak pemuda itu batuk2 lalu muntah darah.
Tubuhnya menggelepar dan meregang regang macam ikan diatas pasir.
Beberapa kejab kemudian, tubuhnya diam tak berkutlk.
Hong Ing terkejut. Ia memeriksa pergelangan tangan pemuda itu.
Tetapi ternyata denyutnya sudah berhenti.
Memeriksa dadanya, pun napas Sudah tak mendetak lagi, Ah, dia sudah mati.
Pikir Hong Ing. Hong Ing termenung-menung sampai beberapa saat'.
Ia heran mengapa pemuda itu matl.
Padahal tampaknya tak menderita luka yang parah.
Ah, orang sudah mati, tak mungkin disuruh hidup lagi.
Yang penting, Ia harus melaksanakan permintaan pemuda itu untuk melaksanakan permintaan pemuda itu untuk mengantarkan ketiga benda itu ke 'Tay-pat san.
Segera 'ia mengangkat pelana dan dipasang pada punggung kuda kurus.
Menyusupkan pedang dibawah pelana hingga hanya yang tampak tangkainya saja.
"Kurus, jangan malas-malasan, Tuanmu sudah mati, hayo antarkanlah aku ke Tay-pat san," serunya seraya menarik kendali kuda itu.
Karena tak tahu namanya, maka Hong Ing memanggilnya dengan nama si Kurus saja.
Begitu naik kepunggung si Kurus.
Hong Ing masih termenung memikirkan keinginan sipemuda yang mengherankan itu.
Tetapi tiba2 kakaktua putih terbang turun dan terus hinggap dikepala kuda kurus 'lalu mematukkan paruhnya pada jidat kuda.
Kuda kurus yang malas itu segera mencongklang seraya me- ringkik keras.
Hong Ing terkejut, hampir saja ia terlempar jatuh.
Buru2 ia mendekap leher kuda itu kencang2.
Mimpipun tidak ia, bahwa kuda sekurus itu ternyata larinya sekencang angin.
Ketika fajar, baru kuda itu berhenti.
Ternyata binatang itu sudah lari sampai lebih dari tigapuluh li jauhnya.
Hong ing tak tahu sampai dimana ia saat itu.
Ia tak kenal jalan dan tempat, Terpaksa ia bertanya pada orang, arah letak gunung Tay-pat-san itu.
Sudah tentu Hong Ing tak menduga sama sekali bahwa setelah ia dibawa lari oleh kuda kurus, pemuda yang sudah 'mati' itu, tiba2 melenting bangun dan tertawa gelak2, melihat tuannya tertawa keras, kakaktuapun terbang melayang-layang di udara dan menirukan tertawanya.
Setelah puas tertawa dan membersihkan pakaian dari debu tanah.
pemuda itu melambaikan tanggannya kearah burung kakaktua.
Burung itu segera melayang turun dan hinggap pada bahu si pemuda .
Jelas dia tadi hanya pura2 mati.
Demikianlah asal usul mengapa Hong Ing menempuh perjalanan ke gunung Tay-pat-san itu.
Sebenarnya tujuan turun dari guha Siau-yaw tong taklain hanya ingin mencari pengalaman, melihat keadaan di luar dan tertarik akan cerita dari tetamu2 suhunya yang mengatakan bahwa dewasa ini di dunia persilatan telah bermunculan tokoh2 muda yang cemerlang.
Iapun hendak melakukan sesuatu yang cemerlang.
Dan caranya yalah dengan membuat onar agar ia segera mendapat lawan tempur.
Sayang kepandaiannya masih belum tinggi kalau tak boleh dibilang masih belum apa2.
Karena Siau Yau ciujin belum mau menurunkan pelajaran yang sakti, melainkan ilmu silat dasar saja.
Dan karena belum pengalaman, maka pertama kali berjumpa dengan pemuda itu, ia kena diperalat.
Terutama karena pemuda itu memang pandai menyanjung dengan kata2 yang manis dan snpan, Hong Ing segera percaya penuh.
Pada hari kedua maka bertemulah ia dengan si Malaekat-tolol Sim Yong Kan, sepasang orang kate Lo Thian dan L0 Te dan terakhir dengan Nenek Cendrawasih-tutul dari gua Loto di Laut Timur.
Celakanya, orang2 yang justeru dijumpahinya Sepanjang perjalanan ke gunung Tay -pat-san adalah tokoh2 persilatan yang lihay.
Mereka hendak mencegat Hon Ing karena hendak merampas pedang dan pelana kulit beruang' salju, milik si pemuda itu, Hong Ing tak tahu apa gunanya pelana kulit beruang salju itu, Tetapi ia merasa telah menyanggupi permintaan si pemuda maka iapun berusaha untuk mempertahankan benda2 itu.
Untunglah dalam menghadapi tokoh! lihai itu, secara kebetulan ia dapat menggunakan tipu muslihat sehingga dapat lolos dari tangan mereka.
Dan terutama kuda kurus itulah yang berjasa menyelamatkan dengan larinya yang luar biasa pesatnya.
Kini ia telah lolos dari kejaran mereka.
Dalam menuju ke gunung Tay-pat-san itu, pikirannyapun merenung-renung.
pengalaman selama dua hari menyeberang sungai 'Tiang-kiang.
Hari pertama, di kuil tua bertemu dengan si muka brewok dan simuka segitiga ketua dari Song-liong-pay.
Lolos dari mereka, bertemu dengan orang pendek yang memikul batu.
Lolos dari orang pendek itu, ketemu dengan seekor burung kakaktua yang membawaanya kepada seorang pemuda yang kemudian minta tolong kepadanya supaya membawa kuda kurus, pedang dan pelana kulit beruang salju ke gunung Tay pat-sian.
Hari kedua dicegat Malaekat tolol dengan sepasang orang kate, nenek bertongkat sakti.
Ah ! mengapa mereka' menghendaki pedang dan pelana beruang salju " Apakah sesungguhnya benda2 titipan itu '" ".
Hampir saja timbul keinginannya untuk mengetahui tetapi ia malu.
Titipan orang tak baik kalau dilihat ataupun dibuka.
Biar saja begitu. Dia hanya dimintai tolong si pemuda untuk membawa ke gunung Tay-pat sian.
Asal ia sudah melakukan hal itu, cukuplah sudah ia melakukan suatu kebaan kepada seorang pemuda yang sudah mati itu.
Dalam merenung dan melamun itu, dia merasa sekeliling penjuru penuh dengan pohon2 hijau.
Ketika memandangnya dengan perhatian, barulah menyadari bahwa saat itu ia sudah berada digunung 'Tay-pat-san itu.
Puncaknya menjulang tinggi penuh dengan hutan belantara yang lebat dan tebing2 karang yang terjal.
Tetapi aneh, mengapa tak seorangpun yang muncul untuk menyambut kedatangannya" Bukankah pemuda itu mengatakan bahwa Setiba di gunung itu, tentu akan ada orang yang mengurusnya ".


Pendekar Banci Karya S D. Liong di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Gunung Tay-pat-san luasnya beratus-ratus li .
Gunung itu meliptuti tiga Wilayah propinsi Holam, anhui dan Kangse.
Menginggat seluas itu daerahnya, mungkin orang yang akan menyambutnya itu belum datang.
Atau mungkin sukar untuk m?nemuinya.
Diam2 Hong Ing gelisah, bagaimana kalau nenek Cendrawasih-tu ,Malaikat Tolol bertiga akan menyusul.
Diam2 Hong Ing bersungut-sungut menyesali si pemuda yang mati begitu cepat tanpa meninggalkan pesan tentang tempat yang harus ia tuju.
Teringat akan pemuda yang begitu cepat mati, timbullah rasa heran dalam hati Hong Ing.
Mengapa begitu cepat mendadak sekali " Padahal yang jelas dia tidak menderita luka yang cukup parah.
"Ah, tetapi dia sudah terlanjur mati, perlu apa harus dipikirkan, katanya kemudian.
Hong Ing membiarkan si Kurus berjalan perlahan! Dalam kesempatan itu ia mencabut pedang dari si pemuda itu dan diperiksanya.
Karena ditingkah sinar matahari, dapatlah' ia melihat dengan jelas ciri2 pada pedang itu.
Batang pedang itu hanya bagian mata pedang yang bawah masih berkilat-kilat tajam.
Tetapi ujungnya tumpul. Walaupun demikian 'sudah beberapa kali ia menggunakannya.
Hasilnya mentakjubkan sekali.
Pedang itu tajamnya luar biasa.
Dapat membelah logam seperti memotong tan ah saja.
"O, kiranya pedang ini disebut Thian-liong-kiam atau pedang Naga-langit.
Dan kuda kurus itu bernama kuda Halilintar.
Kesemuanya itu menurut kata2 nenek bermuka terutulan, 'katanya," eh, kalau dia tahu nama pedang dan kuda ini, dia tentu tahu juga asal usul pemuda itu.
Ah, sayang tadi aku tak sempat bertanya kepada nenek itu.
Tetapi pelana beruang salju itu, apa gunanya?".
Teringat akan pelana, ia tundukkan kepala dan memandangnya.
Pada tepian pelana itu dijahit dengan benang perak dan dihias dengan mutiara.
Ia segera merabah-rabah mutiara itu seraya berkata seorang diri: "Adakah si tolol, si kate dan nenek itu hendak merampas mutiara" ini".
Adakah mutiara! begini saja dapat membangkitkan selera tokoh2 silat aliran Hitam itu?".
Honglng anggap pelana kulit beruang salju 'itu tiada sesuatu' yang berharga kecuali beberapa butir mutiaranya.
"Ah, tak mungkin apabila hanya untuk beberapa mutiara begini mereka berbondong- bondong muncul untuk merebutnya" tiba2 Hong Ing membantah pikirannya sendiri, tentu ada sesuatu yang lebih berharga lagi pada pelana beruang salju itu.
Akan kuperiksanya dengan lebih teliti".
Serentak ia turun dari kuda, mengambil pelana putih itu dan dibolak-balikkan.
Beberapa saat kemudian ia selesai memeriksa tetapi tak menemukan sesuatu.
kedua pelana itu, cukup tebal dan berisi, Tetapi isinya apa, ia tak tahu.
Menurut dugaannya, isinya hanyalah kulit beruang salju juga, yang disusun sampai beberapa belas lembar sehingga menggunduk tebal.
Cret !, karena mendongkol Hong Ing terus mencabut pedang dan hendak memotong pelana itu.
la ingin tahu apakah isinya.
Tetapi tiba2 ia hentikan tangannya.
Ia teringat betapa penuh kepercayaan pemuda itu kepadanya.
Belum kenal dan belum tahu, pemuda itu sudah percaya untuk menitipkan kedua benda berharga itu kepadanya.
Apakan ia tak malu untuk merusak kepercayaan itu " Apakah itu sesuai dengan sanjung puji si pemuda kepadanya' sebagai seorang pendekar wanita ".
Bukankah dengan mencongkel barang orang, dia akan merosot derajatnya, dari seorang pendekar wanita menjadi seorang pen?uri wanita.
Akhirnya ia sarungkan lagi pedangnya.
Tetapi ia masih mencemaskan pelana itu.
Malaekat- tolol dan kedua orang kate serta nenek Cendrawasih-tutul, memiliki ilmu ginkang yang sakti.
Bagaimana kalau mereka akan menyusulnya" Tentu ia tak dapat melarikan diri lagi.
"Ih ! Karena geram dan cemas, Hong Ing mencengke ram pelana itu.
Tanpa disadari ia terl alu kuat mencengkramnya.
Ketika mengangkatnya, tiga butir mutiara terlepas jatuh ke ta nah dan menggelinding jauh.
Hong ing terkejut. Ia merasa telah merusakkan milik orang.
Gepat2 ia mencarinya, Tetapi sampai beberapa saat, hanya berhasil menemukan kembali dua butir.
la tetap ngotot mencari yang Sebulir lagi.
la tak mau merugikan orang.
Akhirnya setelah bersusah payah beberapa saat, ia berhasil juga menemukan yang sebutir' itu dalam semak belukar.
Tiba2 ia melihat sesosok bayangan berkelebat di belakangnya.
Cepat ia berpaling, Ah ! orang itu sudah lenyap.
Rupanya orang itu tentu melayang turun dari puncak karang tinggi didekat tempat itu.
"Celaka !" `tiba2 Hong Ing berteriak kaget ketika melihat pelana beruang salju tadi sudah lenyap.
Tentu dilarikan orang itu.
"Kurang ajar, tentu orang itu ,serentak Hong_Ing terus loncat hendak mengejar.
' Tetapi tiba2 terdengar suara orang memanggil namanya: "Nona Ing ,, ," Hong Ing terkejut dan memandang keatas.
Hai ! si burung kakaktua itu lagi!.
Serentak tergeraklah pikiran Hong Ing.
Memandang kepada orang yang membawa lari pelana beruang salju, ternyata orang itu sadah lenyap.
Tetapi rasanya perawakan orang itu mirip dengan pemuda yang menitipkan pedang dan pelana kepadanya itu.
Hai! Bukankah pemuda itu sudah mati" Mengapa dia dapat hidup kembali.
Bukankah ia mengatakan terluka parah, mengapa tahu dapat menyusulnya kesitu".
Hong Ing tahu bahwa tak mungkin ia dapat mengejar orang itu, Tetapi bagaimana ia harus bertanggung jawab kepada pemuda itu '" .
Ya kalau orang itu memang si pemuda sendiri, itu tak mengapa.
Kalau lain orang " Tetapi, ah, tak mungkin.
Andai benar pemuda itu hidup kembali, perlu apa ia harus mencuri pelana itu miliknya sendiri" Bukankah dia boleh meminta kembali benda itu dari' dirinya.
Kejar ! Demikian keputusan Hong Ing, Ia segera bergegas menghampiri kuda kurus.
Lebih dulu kuda itu ditempatkan pada sebuah batu kemudian dengan memasukkan ketiga butir mutiara kedalam baju, ia segera mencari si burung kakak 'tua putih.
Ternyata kakaktua itupun sedang terbang menuju ke tengah hutan.
Segera Hong Ing lari mengikutinya.
Hutan itu sebuah hutan belantara yang tak pernah dikunjungi orang.
Daun2 yang gugur di tanah sudah menumpuk sangat tebal sekali.
Begitu diinjak kaki tentu mengeluarkan bunyi berkeresekan yang keras.
Lebih kurang sepuluh tombak jauhnya, Hong Ing dapatkan hutan itu makin lebat sehingga sinar matahari tak dapat menembus.
Dan ditambah pula dengan dahan dan ranting pohon yang malang melintang di jalan, membuat keadaan hutan itu sulit dimasuki.
Hong Ing sebenarnya hendak hentikan larinya ,Ia tak mau melanjutkan pengejarannya lagi.
Pohon2 disekeiilingnya rapat dan lebat sekali sehingga dia tak dapat membedakan arah lagi.
Untuk kembali keluar ke tempatnya tadi ia juga bingung mencarinya.
Apa boleh buat, terpaksa ia paksakan diri untuk maju kemuka terus.
Hampir dua jam berjalan, baru ia berhasil melintasi hutan itu.
Saat itu mentari sudah condong di barat, Haripun hampir petang.
la melihat sebuah saluran air di sebelah muka.
Sekitar saluran air itu penuh ditumbuhi bunga2 hutan warna warni.
'Tak jauh dari saluran air itu tampak tiga buah rumah pondok yiang terbuat daripada bambu.
Memandang rumah2 pondok itu, timbullah kenangan dalam hari Hong Ing.
Sejak' ia melintasi sungai Tiang-kiang, sudah beberapa kali dia mengalami peristiwa yang aneh2.
Dan saat itu ia berhadapan dengan tiga buah rumah pondok.
Apabila tak melihat sendiri mungkin ia tak percaya bahwa dalam hutan belantara yang tak pemah diinjak manusia itu terdapat tiga buah rumah pondok.
Ah, sudah terlanjur tiba ditempat situ, iapun harus berani menyelidiki rumah pondok itu.
Akhirnya ia mengambil keputusan.
Sekali loncat melampaui saluran air itu, ia terus menuju ke muka rumah pondok.
"Hai apakah didalam terdapat orang !?" teriaknya, Sampai diulang dua kali tetap ia tak mendengar penyahutan.
Akhirnya ia mendorong pintu dan segera melihat bahwa diruang tengah pondok itu tergantung sepasang lian yang berbunyi : "Bunga mekar di musim semi, angin bertiup, hujan mencurah.
akhirnya kembali ke tanah, Bambu kokoh dan megah, Embun membasah, salju turun, tetap angkuh bagai mustika.
Tulisannya sangat indah, Rupanya buah tulisan seorang Wanita.
Hong Ing memuji keindahan arti dari sepasang lian itu.
Diam2 ia menduga, pemilik pondok disitu tentu seorang ko-jin (sakti) yang mengundurkan diri dari dunia ramai, Memang tokoh2 aneh dalam dunia persilatan itu bebas dari ikatan adat.
Walaupun orangnya tak ada dirumah, tetapi pintunya tetap terbuka, Kalau dia masuk dan duduk di'ruangan itu, tentulah si pemilik pondok takkan marah.
Demikian segera ia melangkah masuk dan duduk pada sebuah kursi bambu.
Kemudian ia mengerlingkan pandang kesekeliling pondok.
Ruang sebelah kiri merupakan sebuah kamar tulis dan ruang sebelah kanan kamar tidur.
Pintu kamar tidur itupun terbuka.
Demikian pula dengan pintu kamar tulis.
Maka dapatlah ia melihat bahwa kamar tulis itu penuh dengan rak buku, Buku2 dijajar-jajar rapi.
Sedang perabot dalam kamar tidur hanya sebuah meja dan sebuah pembaringan.
Sampai beberapa saat belum juga pemilik pondok datang, iseng2, Hong Ing segera maju ke kamar tulis.
Ingin ia mengambil sebuah buku untuk dibacanya mengisi kekosongan waktu, Tetapi begitu tangannya, menjamah, serentak ia terkejut lalu tertawa.
'Ternyata jajaran buku pada rak yang bersandar pada dinding ruangan itu, bukan buku yang se sungguhnya melainkan hanya lukisan belaka.
"Ah, tak kira orang gunung ini juga ingin membanggakan diri.
Lukisan yang tak genah, dijadikan hiasan kamar tulis.
Kalau hanya duduk diruang tengah dan memandang kedalam kamar tulis itu, orang tentu mengira bahwa pemilik pondok ini seorang yang terpelajar.
Ho, tak tahunya dia ha?ya jual lagak saja" katanya geli.
Kesan itu menimbulkan prasangka dalam hati Hong ing.
Pemilik pondok itu tentulah juga seorang yang tak keruan bicaranya.
Daripada harus buang lidah berhadapan dengan orang macam gitu, lebih baik mumpung hari masih belum gelap sekali, ia melanjutkan perjalanan mengejar pencuri pelana beruang Salju itu lagi.
Segera ia berputar tubuh.
Ah, ternyata di aitas meja tulis terdapat juga beberapa buah buku.
la takut kalau tertipu seperti rak buku itu setelah menyilangkan mata dan memandang dengan seksama, ia memastikan bahwa buku buku dimeja tulis' itu memang Sungguh, bukan hanya lukisan.
Segera ia mengambil sebuah dan membukanya.
Ah ! Kitab ih King, sebuah kitab pelajaran falsafah dari jaman kerajaan Ciu.
r"Ah, ternyata 'sebuah kitab yang berisi," ia tertawa, Setelah mengembalikan lagi.
ia terus hendak keluar. Tiba2 terdengar suara orang batuk" Ah, tentulah si pemilik rumah.
Sesaat terdengar pintu dibuka dan muncullah seseorang.
Hong Ing tak enak hati karena menyelundup masuk kedalam rumah orang tanpa permisi.
Apalagi masuk pula kedalam kamar tulis.
Buru2 ia melangkah keluar.
Terdengar derap kaki orang masuk dan ketika Hong Ing mengangkat muka, 'ia terkejut sekali.
&nbs p; "Hai, engkau __ manusia atau setan?".
Melihat Hong Ing, orang itupun merah mukanya.
"Ah, kiranya nona Ing berada disini, Tak seharusnya aku menganggumu, Maaf, aku mohon diri !".
Kiranya orang itu bukan lain adalah pemuda yang sudah mati itu.
Pemuda yang menitipkan pedang dan pelana kepadanya itu.
Mendengar pemuda itu belum mati.
Sudah tentu ia tak mau melepaskannya begitu saja.
julurkan lengannya seraya menebar-katupkan jari-jarinya untuk mencengkeram tongkat `si nenek.
Nenek Cendrawasih~tutul tak mengira sama sekali bahwa orang limbung itu dapat bergerak begitu rupa.
Ia segera memutar-balikkan tongkat dan menggelincirkan ke samping.
Hwat-tiong~hi tertipu. Terkamannya luput dan melihat tongkat itu bergeliatan di sampingnya ia terus membalikkan tangannya untuk menyambar lagi.
Tetapi saat itu nenek Cendrawasih~tutul segera bertindak.
Ia mengisi dada Hwat tiong hi yang tak terlindung dengan tusukan tongkat keperut orang itu.
Duk, walaupun tidak terluka tapi tusukan tongkat si nenek itu dapat juga membuat Hwat- tiong-hi jatuh terjerembab.
Nenek Cendrawasih-tutul menyorong ujung tongkat ke bawah pantat Hwat-tiong hi, dan berteriak "Pergilah !".
Tubuh Hwat tiong-hi terangkat dan terlempar keluar, bum .
Si limbung Mala?kat-tolol leletkan lidah dan bersungut-sungut : "Tidak boleh bergerak, tak apa, "Takut apa, sih !".
Baru dia mengucap begitu, tiba2 terdengar orang menjerit keras dan ruangan seperti dilanda angin keras.
Sebuah benda hitam menerjang orang2 itu.
Untung mereka dapat menghindar ke samping.
Burn , , , benda itu terbanting ke lantai.
Astaga, kiranya si linglung Hwat-tiong-hi.
Menyusul terdengar suara seseorang berseru di luar pondok: "Sahabat baik sekalian, karena sudah datang kemari mengapa tak mau beristirahat dulu!" .
Nadanya nyaring sekali bagai halilintar meletus, penuh dengan pancaran tenaga dalam yang dahsyat.
Sekalian orang yang berada dalam ruang itu adalah tokoh2 sakti dalam dunia persilatan.
Cepat mereka dapat mengetahui bahwa orang itu memiliki tenaga-dalam yang hebat.
Rupanya diantara orang2 itu, hanya sipemuda yang cepat dapat mengetahui bahwa pendatang itu bukan lain adalah pemhlik pondok disitu.
Pada saat perhatian sekalian orang sedang tertumpah Pada orang itu, diam2 sipemuda menyelinap ke kamar tidur lalu berguling ke bawah kolong pembaringan .
Sesaat setelah mengetahui bahwa yang mendekam dibawah kolong itu bukan lain seekor harimau buas, Hong Ing seperti orang yang melihat hantu.
Memang, kalau ditengah' hutan atau di gunung 'bertemu dengan seekor harimau buas, ia tak takut.
Tetapi saat itu beda sekali keadaannya, Sekali harimau itu meraung, orang2 di ruang tengah Segera akan mengetahui dirinya.
Menilik kata2 si limbung Malaekat tolol tadi, jelas bahwa ketujuh orang itu datang sendiri! tanpa persepakatan.
Tetapi tujuan, mereka sama, hendak merebut pelana kuda yang terbuat dari kulit beruang salju itu.
Karena tahu bahwa dia yang membawa pelana itu maka mereka bertujuh tentu akan mengejar dan mencari dirinya.
Maka walaupun berdekatan dengan seekor 'harimau buas, ia tak takut, Ia lebih takut apabila sampai ketahuan oleh ketujuh orang itu.
Jelas mereka itu bukan orang baik.
Kalau sampai benda itu jatuh ke tangan mereka.
ia tak puas. Sekalipun begitu, ia kuatir juga harimau itu akan menerkamnya.
Paling tidak, binatang itu akan mengaum keras sehingga ketujuh orang itu mengetahui tempat persembunyiannya ".
Maka terpaksa ia berpaling dan memandang lekat2 pada binatang itu.
,Dengan b?gitu ia tak sempat melihat ramai di ruang tengah lagi, Raja hutan itupun balas memandangnya.
Anehnya binatang itu tak bergerak, bahkan bernapas keraspun binatang itu tak berani.
Hong Ing heran sekali. Begitu menyusup ke bawah kolong, pemuda itu terus merapat ke tubuh Hong Ing.
Sudah tentu Hong Ing terkejut dan mengisar kesamping.
Tiba2 pemuda itu memegang pinggang Hong Ing seraya berbisik: "Nona Ing, jangan bergerak".
Hong Ing makin terkejut. Ia merasa risih sekali karena pinggangnya dipegang seorang pemuda.
Tetapi karena ia tahu bahwa pemuda itu tak bermaksud buruk, maka iapun diam saja.
"Di bawah kolong pembaringan ini terdapat ,seekor harimau besar", katanya.
"Kutahu, " sahut si pemuda.
"kemungkinan pondok itu tempatkediaman Raja-binatang Siang Beng.
Harimau itu tentu piaraannya" Hong Ing terkejut.
"Raja binatang Siang-Beng ?" tegasnya.
"Benar" sahut si pemuda, pada setiap gunung ternama dia tentu memiliki sebuah rumah pondok.
Sewaktu-waktu ia datang, ia tentu menginap dipondok itu".
"Cianpwe itu memang seorang tokoh aneh nomor satu di dunia.
" kata Hong Ing, "duapuluh tahun lamanya namanya termasyhur di dunia persilatan .
Tetapi mungkin jarang ada orang y ang pernah melihat mukanya".
"Saat, ini mungkin dia sudah berada di luar pondok," kata si pemuda.
Selagi kedua anak muda itu berbincang-bincang, keadaan dalam ruang tengah telah terjadi pe rubahan.
Sejak Hwat tiong-hi dilempar kedalam ruang dan terdengar pemilik pondok berseru, menyusul seorang bertubuh tinggi "besar, tangan dan kakinya besar, segera masuk kedalam ruang.
Dia seorang lelaki pertengahan umur yang amat bersahaja.
Mukanya terdapat beberapa bekas terutulan hitam.
Sebenarnya orang yang berwajah bintik2 hitam, tentu jelek.
"tetapi orang itu sebaliknya bahkan memiliki suatu daya perbawa yang kuat.
Pakaiannyapun sederhana, gerak-geriknya amat santai.
Tetapi langkahnya amat perkasa sekali.
Begitu masuk sepasang matanya menyalang lebar kemudian cepat niengatup lagi.
"Ah, sungguh jarang sekali saudara berkunjung kemari, Silahkan duduk, silahkan duduk" serunya dengan penuh keramahan.
Hwat-tiong-hi yang linglung, saat itu walaupun tidak menderita luka tetapi tulangnya terasa sakit juga karena dibuat bal-balan dilontar keluar lalu dilempar lagi kedalam ruangan.
Limbung sekalipun pikirannya tetapi ia tahu juga bahwa yang dihadapinya kali ini adalah seorang sakti yang tak boleh dibuat main2.
Maka iapun duduk dengan patuh.
Nenek Cendrawasih-tutul deliki mata dan membentak : "Siapa engkau ?".
Orang itu tersenyum. "Sudah berpuluh tahun aku mengasingkan diri, apa gunanya nama lagi bagiku ?" sahutnya tenang".
Nenek itu selalu tinggal di pulau Lo-to Laut Timur dan jarang sekali keluar.
Kali ini karena mendengar dari seorang yang kebetulan datang kepulau Loato, mengatakan bahwa dunia persilatan dewasa ini telah berbangkit perhatiannya akan sebuah rahasia besar maka nenek itu segera tinggalkan pulau kediamannya.
Nenek CendraWasih-tutul melihat bahwa pendatang baru itu memiliki ilmu silat yang tinggi tetapi ia tak tahu siapakah orang itu" Membanggakan diri mempunyai kepandaian sakti maka nenek itupun segera mendengus : "Jika begitu apakah engkau yang memiliki rumah gubuk ini ?" .
Orang itu mengangguk dan mengiakan.
"Bagus, karena pemiliknya sudah datang, urusan tentu mudah diselesaikan " kata nenek Cendrawasih-tutul, "ada seorang budak perempuan yang hendak kami kejar.
Dia tiba disini terus lenyap.
Aku hendak menggeledah pondok ini mencarinya ".
"Ya ! . "Kalau mau menggeledah kita sama2 menggeledah.
Kalau engkau sendiri yang akan menggeledah, 'tidak bisa!" serempak orang2 'itupun berseru menentang.
Wajan pemilik pondok itu agak berobah cahayanya.
Tetapi cepat ia tenang kembali dan berkata dengan ramah.
"Apabila saudara2 hendak beristirahat disini, sudah tentu kuterima dengan senang hati.
Tetapi kalau hendak menggeledah ,,,, " .
"Bagaimana " Tidak boleh ?" tukas nenek Cendrawasih tutul.
Lelaki pertengahan umur itu mengangguk.
Si nenek serentak menghunjamkan tongkatya ke lantai lalu memandang sejenak kepada orang itu, serunya: "Hari ini hanya seorang saja yang akan menggeledah.
Siapa yang tak tunduk. silahkan bicara!" Bum.
ia menggentakkan tongkatnya lagi ke lantai lalu menerjang orang itu dengan menyabetkan tongkatnya.
Tetapi orang itu hanya tertawa lalu menyambar tongkat si nenek.
' Sekalian orang terkejut sekali.
Nenek Cendrawasih-tutul dengan ilmu penmainan tongkat Gelombang samudera, termasyhur S?kali di dunia persilatan.
Gerakan tongkatnya tadipun bukan olah2 dahsyatnya.
Tetapi hanya sekali gerakkan tangan, orang itu sudah dapat menangkapnya.
Enak dan santai sekali sambaran tangannya itu.
Nenek itu tak kurang kejutnya bahkan lebih terkejut dari orang2 itu.
Memang ia tahu bahwa' orang itu tak boleh dibuat main2.
Karenanya ia gunakan tujuh bagian tenaga untuk menyerang.
Tetapi begitu tongkatnya tertangkap, tenaganyapun ikut lenyap.
Takut kalau orang itu ,akan melancarkan' serangan tenaga-dalam, si nenek buru2 lepaskan tongkatnya dan terus loncat ke belakang.
Sejak menyelesaikan ilmu permainan tongkat Gelombang-samudera baru pertama kali itu si nenek lepaskan tongkatnya.
Sejenak membobot tongkat dengan tangannya, orang itupun berseru: "Ah, betapa beratnya .
Ia letakkan tongkat itu diatas meja, kernudan berkata dengan tenang2 : Kuulangi kata-kataku tadi.
Apabila saudra2 hendak beristirahat disini, sudilah memandangi mukaku dan jangan 'menggeledah pondok ini ".
Mendengar ucapan itu, Hong Ing dan si pemuda tersenyum girang.
Ketujuh orang yang berada di ruang pondok itu tokoh2 sakti yang kepandaiannya berimbang satu sama lain.
Begitu si nenek menderita kekalahan, keenam oraag yang lain terbeliak.
Setelah diam beberapa saat, siorang pendek pemikul batu tiba2 berseru: "Silahkan kalian menyingkir, Aku hendak meminta pelajaran dari tuan rumah !".


Pendekar Banci Karya S D. Liong di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Wut, ia mengayunkan batu yang berada dipikulan kiri, sambaran anginnya telah mendesak orang itu menyingkir ke sudut ruang.
Kemudian orang pendek itu song-songkan batu kemuka, menggempur pemilik rumah.
'Tetapi pemilik pondok itu hanya tertawa hambar, serunya: "Ai, mengapa harus bertentpur ?".
Begitu tangan kanannya menjulur, ia segera mencengkeram ujung batu yang beratnya tak k urang dari seratus kati itu.
Orang pendek terkejut sekali.
Serentak ia goyangkan batu yang di kanan.
Tiba2 pemilik rumah melepaskan cengkeramannya.
Bum, kedua batu saling beradu keras.
si pendek rasakan bahunya kesemutan.
"Permisi, aku hendak pergi," serunya terus loncat keluar, Rupanya karena tahu tak mungkin dapat melawan tuan rumah, orang pendek itu terus ngacir pergi.
Ketika orang2 memandang keluar, ternyata si pendek sudah dia sudah berada lima tombak jauhnya .
Kedua orang katepun menyusul ikut memberi hormat: "Kami berdua saudara, kagum sekali atas kepandaian anda yang begitu sakti, Maaf ! kami tak berani mengganggu lebih lama ".
Habis berkata kedua orang kate itupun segera ngacir pergi.
Nenek Cendrawasih-tutul 'membawa tongkatnya, Hwat-tiong lii menyeret si Malaekat-tolol dan Lu Kong Cu menggenggam kipasnya, satu demi' satu meninggal kan pondok itu.
Hong Ing dapat menghela napas longgar.
Pada lain saat pemiiik pondok itu bertepuk tangan dua kali.
Seketika harimau itupun mengaum dan menerobos keluar.
"Tetamu dibawah kolong pembaringan, mengapa tak lekas keluar, mau tunggu apa lagi?" tiba2 pemilik pondok itu berseru.
Kelana Buana 4 Olga 02 Back To Libur Sebuah Kota Banyak Cerita 4
^