Pencarian

Hijaunya Lembah Hijaunya 18

04 Hijaunya Lembah Hijaunya Lereng Pegunungan Karya Sh Mintardja Bagian 18


itu. Demikian pula kelima orang cantrik dari Padepokan Bajra
Seta. Karena itu, m aka kelima orang itu m emang m erasa tidak
dapat berbuat apa-apa menghadapi lawan yang demikian
banyaknya. Sambil mengacukan pedang y ang diterimanya dari para
para cantrik Ki Buyut berkata "Letakkan senjata kalian. Jika
kalian m eny erah m aka kalian akan kami perlakukan sebagai
tawanan dengan cara yang baik. Tetapi jika kawan-kawanmu
datang dengan cara y ang kasar sebelum kami semuanya akan
dibantai oleh kawan-kawanmu."
Kelima orang prajurit itu memang menjadi ragu-ragu.
Namun kemudian orang y ang tertua diantara mereka
meletakkan pedangnya sambil berkata "Kau akan sangat
menyesali perbuatanmu sekarang ini."
"Sudah aku katakan. Kami akan mempertahankan
kampung halaman kami dengan segenap kemampuan kami,
apapun y ang t erjadi. Meskipun seandainya kami harus
dibantai, bahkan seisi padukuhan sekalipun, kami sama sekali
tidak akan meny esal." jawab Ki Buyut.
Kelima orang prajurit itu akhirnya harus meletakkan
senjata mereka dihadapan Ki Buyut dan para Bekel dari
Kabuyutan Bumiagara. Betapa sakit hati mereka nampak pada
wajah-wajah mereka y ang menjadi merah padam. Namun
mereka tidak dapat mengelak. Agaknya orang-orang
Bumiagara itu justru telah menjadi putus asa sehingga mereka
tidak dapat membuat perhitungan lagi. Bahkan condong untuk
melakukan bunuh diri bersama-sama.
Demikian kelima prajurit itu m eletakkan senjatanya, maka
Ki Buyut itupun berkata "Mereka adalah tawanan kami." Lalu
katanya kepada Ki Jagabaya "Tempatkan mereka di bilik
gandok itu. Mereka tidak boleh keluar dan melarikan diri dari
bilik tahannya. Kami akan menunggu sampai kawan-kawan
mereka datang." "Mereka akan m embinasakan seisi padukuhan ini." geram
salah seorang dari para prajurit y ang menentang atasannya
itu. Namun Ki Jagabaya dan beberapa orang bebahu telah
mendorong mereka sambil berkata "Masuklah kedalam
bilikmu. Kalian m asih beruntung, bahwa kalian diperlakukan
baik di Kabuyutan ini. Namun jangan menyesal bahwa
perlakuan kami akan berubah jika kawan-kawanmu benarbenar
datang dan mengganggu ketenangan hidup kami."
Para prajurit yang tidak tunduk kepada Sri Baginda di
Kediri itu memang terdorong beberapa langkah. Namun orang
tertua diantara mereka masih berkata lantang " Ingat, jika saat
matahari terbenam aku belum kembali pada kesatuanku,
maka besok pagi-pagi menjelang fajar, padukuhan induk
Kabuyutan Bumiagara ini akan m enjadi karang abang. Segala
yang hidup akan dimusnahkan. Segala macam bangunan akan
dihancurkan menjadi debu. Kabuyutan Bumiagara tentu hanya
tinggal namanya saja, karena bekasnyapun tidak akan dapat
dilihat lagi." "Cukup Ki Sanak" berkata Ki Buyut "aku sudah
memperhitungkan bahwa hal seperti itu akan dapat terjadi.
Tetapi sudah tentu kalian t idak akan dapat m elihat, karena
kalian akan mengalami kesulitan di akhir hidup kalian
menjelang peri stiwa yang mengerikan itu terjadi atas
Kabuyutan Bumiagara. Karena itu, kami persilahkan kalian
memasuki dunia antara, menjelang hari-hari terakhir kalian."
"Kalian menjadi gila karena berputus-asa." geram orang
yang bertubuh tinggi tegap dan berkumis lebat.
"Kau benar. Kami sedang berputus asa dan sedang
bersama-sama membunuh diri. Tetapi sudah tentu bersama
dengan kalian berlima dan beberapa orang prajurit yang akan
terbunuh dalam pertempuran yang akan terjadi, betapapun
tidak seimbangnya, karena kami akan bertempur tanpa
memperhitungkan hidup dan mati. Namun perkenankanlah
aku bertanya, apakah kawan-kawanmu akan berani berbuat
demikian " Bukankah kalian sedang membutuhkan banyak
tenaga untuk melakukan perlawanan terhadap Sri Baginda di
Kediri " Apakah kalian akan merelakan kawan-kawan kalian
terbunuh disini " Ingat, dengan demikian maka kawan-kawan
kalian y ang terbunuh disini akan menjadi tidak berharga sama
sekali bagi perjuangan anda, termasuk kalian berlima. T entu
nilainya akan berbeda dengan kawan-kawan kalian y ang gugur
dalam memperjuangkan cita -citakalian apapun ujudnya."
berkata Ki Buyut. Wajah para prajurit itu menjadi merah padam. Namun
mereka tidak menjawab lagi. Yang terdengar adalah geram
kemarahan dan kebencian. Sementara itu Ki Jagabaya telah mendor ong mereka untuk
melangkah lagi menuju kebilik y ang telah disediakan bagi
mereka "Kita tidak dapat berbicara dengan orang-orang gila" geram
orang tertua diantara para prajurit itu.
"Tetapi mereka benar-benar akan menyesal" desis y ang lain
"kawan-kawan kita tidak akan sekedar main-main. Mereka
berkata sebenarnya."
"Jangan mencoba mempengaruhi kami dengan igauan itu"
potong Ki Jagabaya y ang mengawal mereka.
"Kau dapat meny ombongkan dirimu sekarang. Tetapi besok
kau akan merangkak dibawah kaki kawan-kawanku untuk
mohon pengampunan." geram oranga t ertua diantara para
prajurit itu. "Apapun y ang akan aku lakukan, kau tidak akan
melihatnya" jawab Ki Jagabaya.
"Setan kau" geram orang itu.
"Tutup mulutmu, atau aku akan menyumbatnya dengan
ujung pedangku ?" bentak Ki Jagabaya "kau tidak akan dapat
berbuat apa-apa sekarang."
Para prajurit itupun terdiam. Mereka menyadari, bahwa Ki
Jagabaya dan orang-orang Kabuyutan Bumiagara sudah
menjadi putus-asa. Mereka sudah tidak mempunyai harapan
lagi apapun yang mereka lakukan. Sehingga mereka akan
dapat berbuat diluar dugaan.
Setelah kelima orang itu dimasukkan kedalam bilik di
gandok serta diselarak dari luar serta dijaga dengan rapat,
maka Ki Buyutpun telah memerintahkan para Bekel untuk
mempersiapkan diri sebaik-baiknya. Kepada para Bekel Ki
Buyut berkata "Kita akan memusatkan pertahanan kita di
beberapa pedesaan di Padukuhan induk, sebaiknya keluarga
para pengawal, bebahu dan bahkan semuanya diungsikan ke
pedesaan-pedesaan di padukuhan induk. Jika y ang dikatakan
oleh para prajurit itu benar, maka baru besok pagi para
prajurit y ang melawan pemerintahan di Kediri itu akan mulai
bergerak. Kita m asih mempunyai waktu hari ini dan m alam
nanti untuk mengungsikan isi padukuhan-padukuhan yang
lain. Seandainya kita akan ditumpas, biarlah kita lebur
menjadi debu bersama-sama di padukuhan induk. Namun
dalam ruang y ang lebih sempit, maka kita akan dapat
memberikan perlawanan lebih baik."
Dengan demikian para Bekel itupun segera minta diri.
Mereka akan segera mempersiapkan seisi padukuhannya
untuk mengungsi, namun sekaligus untuk mempersiapkan
perlawanan bersama di padukuhan induk itu.
Sebenarnyalah padukuhan induk Kabuyutan Bumiagara
menjadi sangat sibuk. Ki Buyut dan para bebahu telah
memberikan perintah agar setiap orang, setiap keluarga,
bersedia menerima pengungsi dari padukuhan-padukuhan
lain dilingkungan Kabuyutan Bumiagara. Bukan hanya sanakkadang
saja yang diterima disetiap keluarga, tetapi siapapun
yang menyatakan diri untuk m enumpang disetiap keluarga.
Para Bekelpun telah m emerintahkan untuk membawa semua
isi lumbung dan apapun yang mungkin dibawa.
"Masih ada waktu" berkata para Bekel "hari ini dan malam
nanti. Yang tidak dapat membawa sekaligus, dapat diulang
kemudian satu atau dua kali sampai menjelang dini m alam
nanti." Kesibukan di Kabuyutan Bumiagara bagaikan sarang semut
yang m endapat percikan air. Orang-orang yang hilir m udik
dari satu padukuhan ke padukuhan y ang lain untuk
menghubungi sanak kadang y ang akan bersama-sama
mengungsi ke padukuhan induk. Yang lain harus hilir mudik
dari padukuhan-nya ke padukuhan induk karena mereka tidak
dapat m embawa barang-barang mereka serta bahan pangan
sekaligus. Pedatipun beriringan dari satu padukuhan ke
padukuhan induk Kabuyutan Bumiagara dengan mengangkut
apa saja y ang dapat dibawa selain bahan pangan dan pakaian.
Di padukuhan induk para bebahu telah bersiap m engatur
arus para pengungsi di beberapa padesan yang termasuk
padukuhan induk. Padesan yang akan dipertahankan sampai
kemungkinan y ang terakhir.
Dengan demikian maka daerah Kabuyutan Bumiagara
serasa menjadi sangat sempit.
Sementara itu, anak-anak muda, para pengawal dan bahkan
hampir semua laki -laki telah mempersiapkan diri untuk
mempertahankan harga diri mereka sert kampung halaman
meskipun mereka akan musna sama sekali.
Sementara itu, perwira dari sekelompok prajurit Kediri
yang ada disekitar Kabuyutan Bumiagara itu memang
menunggu kelima orang penghubung y ang telah mereka kirim
untuk memeras Kabuyutan Bumiagara yang m ereka anggap
pernah menjerumuskan mereka ke Padepokan Bajra Seta.
Mereka sama sekali tidak mengira bahwa Kabuyutan
Bumiagara tidak dengan begitu saja meny erahkan apa yang
mereka minta. Seratus limapuluh orang dan lima atau enam
pedati beras dan jatung. Bahkan orang-orang Bumiagara telah
dengan berani menahan kelima orang penghubung itu.
Namun ketika matahari sudah melewati puncak langit,
maka perwira yang memimpin sekelompok prajurit Kediri
yang menolak tunduk kepada atasan mereka itu mulai gelisah.
"Kenapa mereka belum kembali" berkata perwira itu.
"Orang-orang Bumiagara tentu memerlukan waktu" sahut
salah seorang pembantunya.
"Seharusnya mereka telah kembali dengan membawa
seratus limapuluh orang anak muda dan enam pedati y ang kita
minta itu." gumam perwira yang memimpin kelompok itu.
"Semalam dan setengah hari adalah waktu y ang cukup
panjang. Apalagi anak-anak muda Bumiagara telah mengalami
latihan-latihan y ang cukup baik sehingga mereka memiliki
kemampuan prajurit."
"Apakah ada niat orang-orang Bumiagara untuk m elawan
kita?" bertanya seorang pembantunya y ang lain.
"Mustahil. Mereka tahu kekuatan kita. Mereka tentu
menyadari bahwa mereka tidak akan mampu melawan kita.
Merekapun mengerti bahwa melawan akan berarti kehancuran
mutlak." desis perwira itu.
Namun kegelisahan itupun memuncak ketika matahari
menjadi semakin rendah. Bahkan ketika malam turun, kelima
orang prajurit itu ternyata belum kembali.
"Setan orang-orang Bumiagara" geram pemimpin
sekelompok prajurit Kediri y ang melawan atasannya itu "jika
malam ini kelima orang kawan kita itu tidak kembali, m aka
esok pagi-pagi Kabuyutan Bumiagara akan menjadi debu.
Mereka, orang-orang Bumiagara telah menjerumuskan kita ke
Pa depokan Bajra Seta sehingga meny ebabkan beberapa kawan
kita gugur. Sekarang m ereka menolak dan bahkan m enawan
kelima orang kawan kita yang lain, seolah-olah mereka
memiliki hak dan kemampuan untuk melakukannya. Dengan
demikian m aka mereka tidak akan mendapat pengampunan
lagi. Seluruh Kabuyutan Bumiagara akan menjadi rata dengan
tanah. Semua y ang hidup akan mati dan semua hak milik yang
ada akan menjadi milik kita."
Namun dalam pada itu seorang diantara pembantunya
bertanya "Apakah kita tidak mempertimbangkan, bahwa
dengan demikian kawan-kawan kita akan berkurang lagi.
Meskipun kita dapat menumpas seisi Kabuyutan, namun
diantara k ita tentu ada yang gugur. Apalagi kita tahu bahwa
para pengawal Kabuyutan dan anak-anak mudanya memiliki
kemampuan prajurit. Meskipun jumlah kita lebih banyak jika
kita mengerahkan semua prajurit yang kita bawa, namun
agaknya orang-orang Bumiagara sudah kehilangan
penalarannya. Mereka akan dapat menjadi liar dan bahkan
buas karena mereka tidak lagi sempat berpikir."
"Jadi, apakah kita harus membiarkan kawan-kawan kita itu
tertawan atau bahkan sudah dibunuh oleh m ereka " Jika kita
membiarkannya, maka kebiasaan buruk itu akan berulang.
Mereka akan dengan beraninya menghina dan merendahkan
harga diri kita." sahut pemimpinnya.
Prajurit itu mengangguk-angguk. Katanya "Aku mengerti."
"Nah, jika demikian kita tidak mempunyai pilihan lain. Kita
akan memasuki Kabuyutan Bumiagara besok pagi-pagi benar.
Malam ini kita akan mempersiapkan seluruh pasukan kita.
Semakin banyak prajurit yang datang ke Kabuyutan itu, maka
semakin cepat kita meny elesaikan mereka." geram
pemimpinnya. Sebenarnyalah prajurit Kediri y ang tidak tunduk kepada
atasannya itu telah dipersiapkan. Malam itu juga mereka telah
menyusun kekuatan. Mereka akan memasuki Kabuyutan
Bumiagara dari tiga arah.
"Kita akan langsung menuju ke padukuhan induk. Jika ada
perlawanan di padukuhan-padukuhan lain, maka kalian
berhak untuk m enghancurkan m ereka tanpa ragu-ragu. Kita
memang akan menghancurkan seluruh Kabuyutan yang telah
menghina kita itu." Ketika para prajurit itu telah berada di tempat mereka
masing-masing, ternyata mereka masih sempat beristirahat
beberapa saat. Mereka masih sempat tidur menjelang dini,
karena demikian matahari terbit, mereka harus sudah mulai
bergerak menuju ke padukuhan induk.
Sementara itu, para pengawal, anak-anak muda dan bahkan
hampir semua orang laki -laki Kabuyutan Bumiagara telah
bersiap untuk bertempur sampai batas terakhir. Mereka
semua sudah bersiap untuk mati. Bahkan mereka sudah
pasrah dan merelakan seluruh keluarga mereka seandainya
seisi Kabuyutan itu benar-benar akan dibantai.
Sementara itu, para pengawal Kabuyutan Bumiagara atas
perintah Ki Jagabaya telah menanam lima buah patok kayu


04 Hijaunya Lembah Hijaunya Lereng Pegunungan Karya Sh Mintardja di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

yang kuat di halaman Kabuyutan. Kelimanya telah
dipersiapkan dengan beberapa utas tali.
"Jika para prajurit itu benar2 meny erang, maka kelima
orang prajurit itu akan mati terikat pada patok2 itu" berkata Ki
Jagabaya. Namun katanya kemudian "Tetapi kita akan
membunuh mereka setelah orang pertama memasuki halaman
rumah ini. Biarlah mereka melihat apa yang terjadi
sebagaimana kita melihat kehancuran Kabuyutan kita.
Meskipun lima orang prajurit itu sama sekali tidak seimbang
dengan seisi Kabuyutan kita, namun kita sudah menunjukkan
harga diri kita sebagai manusia, bukan sekedar cacing tanah
yang hanya dapat m enggeliat tanpa m emberikan perlawanan
apapun juga" Sebenarnyalah semalam suntuk Kabuyutan Bumiagara
dicengkam oleh kegelisahan dan ketegangan. Namun orangorang
Bumiagara memang sudah berbulat hati untuk
melakukan perlawanan. Meskipun demikian, hampir di setiap rumah, nampak
orang-orang yang dicengkam oleh ketegangan itu berdoa.
Perempuan dan kanak"kanak y ang sudah tumbuh m enjelang
remaja. Mereka masih memohon agar terjadi keajaiban di atas
Kabuyutan Bumiagara. Demikian ketika ay am jantan berkokok untuk y ang terakhir
kalinya, maka semua laki-laki di Bumiagara y ang belum
merasa pikun telah bersiaga. Memang sekali-sekali timbul
peny esalan atas tingkah laku Ki Buyut yang ternyata akibatnya
sangat parah bagi Kabuyutannya. Namun mereka tidak dapat
memutar lajunya matahari. Mereka harus berdiri
meny ongsong waktu mendatang. Karena mereka tidak akan
dapat kembali ke masa lampau, m eskipun apa y ang terjadi
adalah kelanjutan masa lampau itu.
Ketika langit menjadi merah, maka didinding padesan y ang
termasuk padukuhan induk, para pengawal telah bersiap
dengan busur dan anak panah. Yang lain lembing bambu yang
runcing telah siap untuk di
lemparkan jika lawan mereka
datang. Selain itu, maka dipinggang merekapun tergantung pedang. Sedangkan
yang lain telah mempersiapkan
tombak pendek, canggah, kapak
dan berbagai jenis senjata yang
lain. Sebenarnyalah saat itu prajurit
Kediri yang melawan atasannya
itupun sudah bersiap untuk
bergerak. Pemimpin mereka telah
membakar jantung setiap prajurit
untuk menjadi marah pula,
sehingga mereka akan dapat
berbuat apa saja. Pemimpin itu telah mengatakan kepada para
prajuritnya, bahwa kawan-kawan mereka agaknya sudah
dibunuh oleh orang -orang Bumiagara.
Karena itu, demikian langit menjadi terang oleh lontaran
sinar matahari pertama, tanpa perintah lagi, maka tiga
kelompok prajurit telah bergerak dari tiga arah menuju ke
padukuhan induk Kabuyutan Bumiagara.
Orang-orang y ang mengamati keadaanpun segera
melaporkan gerakan itu. Karena itu, maka pertahanan
Kabuyutan Bumiagarapun segera meny esuaikan diri.
Sementara itu, Ki Jagabayapun telah memerintahkan
kepada para pengawal yang ada di Kabuyutan untuk
mengeluarkan dan mengikat kelima orang prajurit yang
mereka tahan. Para prajurit itu, meronta-r onta dan bahkan berusaha
untuk melawan. Namun mereka tidak berdaya menghadapi
anak-anak muda Bumiagara y ang sedang marah itu. Karena
itu, maka akhirnya mereka berlima telah terikat erat-erat pada
patok-patok y ang ditanam kuat-kuat di halaman rumah Ki
Buyut Bumiagara. Sementara itu Ki Buyut sendiri bersama dua orang cantrik
dari Padepokan Bajra Seta telah berada didinding desa yang
diperhitungkan akan berhadapan dengan pasukan induk para
prajurit Kediri yang memberontak terhadap kekuasaan Sri
Baginda itu. Adapun cantrik y ang lain telah menyebar ke
padesan-padesan yang lain berbaur dengan para pengawal.
Mereka dapat memberikan petunjuk kepada para pengawal
menghadapi keadaan yang gawat.
Beberapa saat kemudian, ketika sinar matahari telah jatuh
di atas tanah yang lembab, maka para prajurit itu telah
mendekati padesan di padukuhan induk. Disepanjang gerakan
mereka melintasi padukuhan-padukuhan lain di Kabuyutan
Bumiagara m ereka sama sekali tidak menjumpai perlawanan.
Namun ketika mereka mendekati padesan di padukuhan
induk, maka barulah mereka menyadari, bahwa m ereka telah
ditunggu oleh orang-orang Bumiagara di dinding padesan.
Dengan demikian maka mereka harus menjadi lebih
berhati-hati. Mereka sadar bahwa dibalik dinding padesan itu,
tentu telah siap ujung -ujung senjata y ang akan m enyambut
mereka jika mereka meloncati dinding atau memecahkan
pintu regol padesan untuk masuk kedalamnya. Namun mereka
tahu pasti, bahwa yang ada dipadesan itu tidak lebih dari
anak-anak muda Bumiagara.
Dengan demikian, maka para prajurit itu sama sekali tidak
menjadi tegang atau apalagi gentar. Meskipun beberapa orang
mengatakan bahwa anak-anak muda Bumiagara telah berlatih
dengan sungguh-sungguh sehingga memiliki kemampuan
prajurit, namun pada prajurit itu masih tetap menganggap
bahwa mereka masih berada pada tataran y ang lebih rendah
dari seorang prajurit y ang sebenarnya. Sehingga dengan
demikian, maka y ang akan m ereka lakukan di Kabuyutan itu
tidak lebih sulit dari menebas rimbunnya semak-semak
ilalang. Sementara itu anak-anak muda Bumiagara memang
menunggu dibalik dinding padesan. Mereka tidak
menunjukkan ujung-ujung anak panah dan lembing.
"Tunggu sampai mereka mendekat dan dapat dijangkau
oleh lontaran anak panahmu." pesan seorang diantara para
cantrik dari Padepokan Bajra Seta yang ada diantara mereka.
Sebenarnyalah anak-anak muda y ang siap
mempertahankan Kabuyutan mereka itu dengan jantung yang
bergejolak berusaha untuk tetap menguasai diri. Mereka
menunggu hingga para prajurit itu mendekat, mencapai jarak
lontaran anak panah mereka.
Sebenarnyalah para prajurit itu terkejut ketika tiba-tiba saja
mereka mendengar teriakan ny aring. Kemudian seperti hujan
anak panah telah meluncur dari balik dinding padesan itu.
Sebenarnyalah anak panah itu benar-benar anak panah
yang mampu m enembus kulit m ereka. Karena itu, selagi para
prajurit itu masih belum m enyadari apa y ang terjadi karena
terkejut, maka beberapa anak panah telah benar-benar
menancap di tubuh mereka.
Para prajurit itu telah berteriak marah. Namun anak panah
itu masih saja meluncur dari balik dinding padesan.
Tetapi para prajurit itu telah m enyadari keadaan. Dengan
senjata mereka masing-masing, para prajurit itu berusaha
untuk menangkis serangan anak panah itu. Bahkan beberapa
orang prajurit y ang berperi sai segera maju mendahului
kawan-kawannya. Meskipun demikian, anak panah itu m asih saja meluncur
terus. Namun tidak lagi mampu menahan arus serangan para
prajurit Kediri itu. Tetapi para prajurit itu telah terkejut pula ketika y ang
meluncur kemudian bukan saja anak panah. Tetapi juga
lembing y ang dilontarkan keudara dan jatuh menimpa para
prajurit itu seperti jatuhnya serangan dari langit.
Para prajurit itu mengumpat-umpat. Korban memang
sudah jatuh. Namun dengan demikian maka para prajurit itu
menjadi semakin marah dan mendendam. Ra sa-rasanya
mereka benar-benar telah siap untuk membunuh dan
membantai setiap orang yang mereka temui. Siapapun
mereka. Demikianlah, maka sejenak kemudian, para prajurit itu
telah mencapai dinding padesan. Hampir bersamaan pula dari
ketiga jurusan. Sementara itu, para pengawal, anak-anak
muda dan orang-orang Bumiagara y ang lain telah siap pula
menerima mereka. Demikian para prajurit itu meloncati
dinding, maka ujung-ujung senjatapun telah menyambut
mereka. Namun prajurit-prajurit Kediri itu adalah prajurit y ang
cukup berpengalaman. Karena itu, maka segera terjadi
pertempuran y ang sengit. Para prajurit y ang berpengalaman
itu telah diterima dengan garangnya pula oleh orang-orang
Bumiagara. Orang-orang y ang sudah tidak berpengharapan
lagi. Namun justru karena itu maka mereka telah b ertempur
bagaikan harimau luka. Orang-orang Bumiagara y ang berjaga-jaga diregol padesanpun
telah memencar pula. Ternyata tidak ada seorang prajuritpun
y ang mencoba menerobos masuk lewat regol padesan.
Dalam waktu yang singkat, maka pertempuranpun telah
terjadi dengan sengitnya. Kedua belah pihak bertempur
dengan garang dan tanpa m engekang diri sama sekali. Para
prajurit Kediri itu mendendam sampai keujung rambut,
sementara orang-orang Bumiagara tidak lagi mengharapkan
akan dapat keluar dari lingkaran pertempuran itu. Mereka
tentu akan mati membela kehormatan dan martabat tanah
kelahirannya. Kampung halamannya yang akan menjadi
korban pemerasan dari sekelompok orang y ang telah
memberontak terhadap Sri Baginda di Kediri itu.
Di padesan dilingkungan padukuhan induk Kabuyutan
Bumiagara y ang menghadap ke arah pasukan induk yang
datang m eny erang itu, Ki Buyut sendirilah yang m emimpin
orang-orangnya untuk bertahan. Tanpa m engenal gentar Ki
Buyut dengan pedang panjangnya telah bertempur langsung
menghadapi para prajurit Kediri itu.
Dengan demikian maka orang-orang Bumiagarapun telah
mengikuti jejaknya. Bersama dua orang cantrik Padepokan
Bajra Seta. Orang-orang Bumiagara itu telah mengamuk
seperti orang yang kehilangan nalar. Mereka sama sekali tidak
memikirkan lagi, apakah mereka akan menang atau kalah.
Yang penting bagi orang-orang Bumiagara adalah
mempertahankan harga diri mereka. Sementara mereka sadar,
bahwa mereka akan dihancurkan oleh lawan mereka. Lambat
atau cepat. Dengan demikian maka pertempuranpun telah terjadi
dengan sengitnya, dengan kasar dan bahkan liar. Mereka yang
bertempur tidak mempunyai pikiran lain kecuali membunuh
sebanyak-banyaknya. Baik para prajurit maupun orang-orang
Bumiagara. Namun dengan demikian, segera dapat diketahui bahwa
orang-orang Bumiagara segera telah terdesak. Pemimpin
prajurit Kediri yang memasuki sebuah desa di padukuhan
induk yang dipertahankan anak-anak muda baik yang menjadi
pengawal atau bukan pengawal bahkan oleh hampir semua
laki -laki, y ang dipimpin langsung oleh Ki Buyut bersama dua
orang cantrik telah berteriak "Meny erahlah. Jika kalian
menyerah dan bersedia memenuhi perm intaan kami maka
kami akan mempertimbangkan lagi hukuman y ang telah kami
jatuhkan terhadap Kabuyutan ini. Tetapi jika tidak, maka kami
akan memusnahkan Kabuyutan ini sehingga yang tinggal
hanyalah namanya saja. Semua y ang hidup akan m ati. Dan
semua yang berujud akan musnah menjadi debu."
Ternyata Ki Buyut mendengar teriakan itu. Karena itu
iapun menjawab "Itu lebih baik bagi kami daripada
menyerahkan seratus limapuluh anak muda dari Kabuyutan
ini. Satu jumlah y ang tidak masuk akal sama sekali."
"Jika demikian, maka kalian akan menyesal." teriak
pemimpin prajurit itu. "Tidak seorangpun akan meny esal" jawab Ki Buyut "jika
kami semua terbunuh, maka tidak akan ada yang sempat
menyesali keadaan y ang bagaimanapun buruknya."
"Bagus" teriak pemimpin prajurit yang marah sampai
keubun-ubun. Katanya kemudian sambil menggeretakkan
giginya "nampaknya kalian memang menghendaki Kabuyutan
kalian musnah." Tidak terdengar jawaban. Namun pertempuranpun menjadi
semakin garang. Kedua belah pihak benar -benar seperti
orang-orang y ang kehilangan akal. Mereka tidak lagi sempat
mempergunakan nalar mereka lagi. Mata mereka seakan-akan
telah menjadi gelap meskipun mereka masih dapat
membedakan kawan dan lawan.
Tetapi orang-orang Bumiagara m emang tidak m empunyai
banyak kesempatan. Arus serangan prajurit Kediri yang tidak
tunduk kepada pimpinan mereka itu bagaikan banjar bandang
yang tidak t erbendung. Namun dalam pada itu, ketika orangorang
Bumiagara sudah sampai ke puncak keputus-asaannya
telah terjadi satu keajaiban y ang tidak pernah diduga
sebelumnya. Ketika para prajurit Kediri itu mendesak oranag-orang
Bumiagara semakin ke dalam m emasuki padesan-padesan di
padukuhan induk, maka telah terdengar suara sangkakala
yang bergaung diudara. Semakin lama terdengar semakin
mendekati padesan -padesan di padukuhan induk.
Dalam pada itu, beberapa orang prajurit Kediri dan bahkan
beberapa orang Bumiagara sempat melihat apa y ang ada
diluar padukuhan induk itu. Ketika didesak oleh keinginan
untuk mengetahui suara apa yang bergaung itu, maka
beberapa orang Bumiagara yang sempat menghindari
pertempuran beberapa saat telah memanjat pepohonan.
Demikian pula beberapa orang prajurit dari Kediri itu. Mereka
sekedar ingin dapat m elihat dari atas dinding padesan yang
memang tidak t erlalu tinggi.
Ternyata mereka telah dikejutkan oleh penglihatan mereka.
Baik orang-orang Bumiagara, maupun para prajurit Kediri
yang tidak patuh kepada atasannya itu. Orang-orang
Bumiagara tidak tahu pasti apa yang sebenarnya mereka lihat
karena mereka tidak pernah melihat sebelumnya ciri-ciri
khusus dari apa y ang mereka lihat. Namun para prajuti Kediri
itulah y ang berteriak "Prajurit Kediri dari pasukan berkuda
khusus."

04 Hijaunya Lembah Hijaunya Lereng Pegunungan Karya Sh Mintardja di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Pemimpin prajurit Kediri yang tidak tunduk kepada Sri
Baginda itu terkejut. Hampir diluar sadarnya iapun bertanya
lantang "Apa y ang kau katakan?"
"Diluar berbaris pasukan berkuda khusus dengan tunggul
Turangga Kencana," jawab prajurit yang sempat melihat itu.
"Jangan mengigau" bentak pemimpinnya.
"Aku memang melihatnya" jawab prajurit itu.
Pemimpin prajurit Kediri yang tidak tunduk kepada
pimpinannya menjadi tegang. Namun dalam pada itu, orangorang
Bumiagara y ang melihat pasukan itu masih belum
mengerti arti dari tunggul Turangga Kencana. Mereka juga
tidak mengerti ciri -ciri dari Umbul-umbul dan rontek serta
kalebet yang dibawa pasukan berkuda itu. Merekapun tidak
mengerti, apakah prajurit yang datang itu kawan atau pihak
lain dari para prajurit y ang telah lebih dahulu meny erang
Kabuyutan Bumiagara itu. Beberapa kali masih terdengar suara sangkakala yang justru
semakin melekat di dinding padesasn di padukuhan induk itu.
Dengan demikian, maka umbul-umbul, rontek dan kelebet
dari pasukan berkuda itu ujungnya telah nampak dari dalam
dinding oleh orang -orang y ang bertempur itu dari kedua belah
pihak, sehingga pimpinan prajuti Kediri itupun telah m elihat
pula ciri-ciri dari pasukan y ang datangitu. Apalagi ketika ia
sempat melihat tunggul Turangga Kencana. Maka pemimpin
prajurit y ang m eny erang Kabuyutan Bumiagara itu percaya,
bahwa yang ada diluar dinding adalah pasukan berkuda
khusus dari Kediri. Karena itu, maka iapun dengan tergesa -gesa membawa
kedua orang pengawalnya untuk memanjat dinding untuk
berbicara langsung dengan Senapati dari pasukan y ang datang
itu. Apakah sebenarnya maksud kedatangan mereka.
Demikian ia berdiri diatas dinding, maka Senapati dari
pasukan berkuda itu telah mendekatinya sambil bertanya
"Siapa kau y ang nampaknya ingin berbicara dengan aku" Aku
adalah Senapati dari pasukan berkuda ini."
"Apa maksudmu datang kemari?" bertanya pemimpin
prajurit itu. Tetapi Senapati dari pasukan berkuda yang disisinya
seorang prajurit yang membawa tunggul Turangga Kencana
serta kelebet ciri khusus dari pasukan berkuda itu masih
bertanya "Siapa kau dan apa kedudukanmu ?"
"Aku Senapati prajurit Kediri" jawab orang itu.
"Dari kesatuan apa " Kenapa kau tidak menunjukkan ciri
kesatuanmu ?" bertanya Senapati dari pasukan berkuda itu.
Pemimpin prajurit Kediri itu termangu-mangu sejenak.
Namun kemudian katanya "Apa hakmu m enanyakan ciri-ciri
kesatuan kami y ang tidak berada dalam satu jalur
kepemimpinan dengan kesatuanmu. Panglima pasukan kami
tidak tunduk kepada panglima pasukanmu, karena kami tidak
dari kesatuan pasukan berkuda khusus yang bertunggul
Turangga Kencana." "Karena itu sebut kesatuanmu dan tunggul ciri pasukanmu
?" teriak Senapati pasukan berkuda itu.
"Tidak ada gunanya" jawab pemimpin prajurit yang berdiri
diatas dinding itu. "Jika demikian, m aka demi nama baik serta citra prajurit
Kediri maka aku perintahkan, atas nama Senapati Agung
prajurit Kediri yang mengemban kebijaksanaan Sri Baginda,
agar kalian meletakkan senjata, karena apa yang kalian
lakukan disini tidak sejalan dengan kebijaksanaannya."
"Kau tidak berhak melakukan apa-apa disini. Seandainya
aku melakukan tindakan y ang tidak sesuai dengan
kebijaksanaan Senapati Agung di Kediri, maka itu adalah
tanggung jawabku." pemimpin prajurit Kediri yang berdiri di
atas dinding itupun berteriak. Lalu katanya pula masih
berteriak "Aku berada di wilayah Singasari."
"Aku datang bersama beberapa orang perwira Singasari
yang mengesahkan tindakan y ang aku ambil. Karena itu kalian
harus tunduk kepada perintah kami atau kami akan memaksa
dengan kekerasan, karena pasukan kami juga bersenjata
seperti kalian." Senapati itu semakin menjadi marah.
Tetapi pemimpin prajurit y ang menentang perintah Sri
Baginda itu nampaknya juga tidak mau tunduk. Ia memang
tidak m empunyai pilihan. Seandainya ia meny erah, maka ia
akan diadili sebagai seorang pengkhianat, sehingga tidak
mustahil bahwa lehernya akan dipertaruhkan. Sedangkan apa
yang telah dilakukannya, nampaknya tidak akan dapat
dihentikan pula. Pertempuran terjadi dengan sangat
garangnya. Namun pemimpin prajurit itu menyadari, jika prajurit
Kediri dari pasukan berkuda itu turun ke medan, maka
keadaannya akan menjadi terbalik sama sekali. Yang akan
bertempur dengan putus asa bukan lagi orang-orang
Bumiagara, tetapi orang -orangnya.
Ternyata bahwa mimpi buruk itu akan terjadi. Senapati dari
pasukan berkuda itupun kemudian berkata "Aku perintahkan
sekali lagi. Letakkan senjata kalian dan kalian harus
berkumpul diluar regol padukuhan."
Sebenarnyalah tidak ada pilihan lain kecuali bersikap
seperti orang-orang Bumiagara. Melakukan perlawanan habishabisan.
Karena itu, m aka katanya "Jumlah kalian tidak seberapa
meskipun kalian merasa bahwa prajurit dari pasukan berkuda
adalah prajurit pilihan. Tetapi itu hanya sebuah m impi dari
prajurit yang jarang melihat medan. Sekarang, kalian akan
menghadapi pasukan khusus dari kesatuan pengawal
perbatasan. Yang justru sedang mengemban tugas menyusup
dari Singasari memburu kejahatan. Kalian seharusnya
mendukung tugas-tugas kami, bukan malahan menghambat
pelaksanaannya." "Kalian tidak usah membual. Jika kalian menjalankan
tugas, kalian tentu dapat menunjukkan pertanda tugas kalian."
"Persetan" geram pemimpin prajurit yang menentang
kebijaksanaan Sri Baginda di Kediri. " Jangan meny esal jika
kalian akan kami hancurkan disini."
Pemimpin prajurit Kediri y ang telah meny erang Bumiagara
itu segera memberikan isy arat kepada kedua orang
pengawalnya untuk meny iapkan sebagian dari pasukannya
untuk menghadapi prajurit Kediri dari pasukan berkuda itu,
yang menurut penglihatannya jumlahnya tidak terlalu banyak.
Apalagi pemimpin prajurit itu menganggap bahwa Senapati
dari pasukan berkuda itu tidak mengetahui bahwa pasukannya
telah dibagi menjadi tiga bagian sementara yang lain telah
menyerang dari arah y ang berbeda.
Dalam pada itu, Senapati dari pasukan berkuda itupun
segera memerintahkan prajurit-prajuritnya untuk bersiap.
Lima orang diantaranya diperintahkan untuk m enjaga kudakuda
mereka y ang ditambatkan di pepohonan diluar
padukuhan. Sementara yang lainpun segera berlari -larian
kearah dinding desa y ang tidak terlalu tinggi.
Sementara itu sebagian prajurit Kediri yang telah
menyerang Bumiagara telah ditarik untuk meny ongsong
prajurit berkuda yang datang menyusul itu. Pemimpin prajurit
yang menyerang Bumiagara itu telah menempatkan diri untuk
menghadapi prajurit Kediri dari pasukan berkuda yang
dinilainya lebih berbahaya.
Namun dalam pada itu, dengan ditariknya sebagian dari
prajurit Kediri y ang meny erang Bumiagara, maka tekanan
terhadap pengawal dan anak-anak muda Bumiagara terasa
berkurang. Ki Buyut dan kedua orang cantrik dari Padepokan
Bajra Seta y ang memimpin orang-orang Bumiagara itu merasa
dapat sedikit bernafas. Sementara itu anak-anak mudanya
masih bertempur dengan garangnya.
Sejenak kemudian, para prajurit dari pasukan berkuda
itupun telah meloncati dinding padesan. Demikian mereka
meloncat turun maka lawan mereka telah meny ongsongnya.
Sementara pemimpin prajurit yang meny erang Bumiagara itu
berteriak sengaja untuk mengganggu pemusatan perhatian
dan para prajurit berkuda itu. Katanya "Kau kira bahwa apa
yang kau lakukan itu akan meny elesaikan persoalan dan
menolong orang-orang Bumiagara" Ketahuilah bahwa
pasukan kami yang besar tidak hanya memasuki padukuhan
induk dari satu jurusan. Seandainya kalian dapat mendesak
kami di medan ini, namun di medan y ang lain, Bumiagara
akan dihancurkan dan bahkan dimusnakan. Sementara itu
akan datang gilirannya bahwa kalianpun akan kami
musnakan. Pasukan kami akan dapat kami panggil ke m edan
ini setiap saat, karena mereka akan dengan cepat
menyelesaikan tugas mereka membantai orang-orang
Bumiagara." Namun Senapati yang memimpin prajurit Kediri dari
pasukan berkuda itu justru tertawa. Katanya "Petugas-petugas
sandi kami telah mengetahui segala-galanya y ang terjadi di
Bumiagara. Kami memang sedang melacak pasukan Kediri
yang telah melawan kebijaksanaan Senapati Agung di Kediri.
Tetapi pada saatnya kami sadari bahwa pasukan kami t erlalu
kecil, sementara kami tidak sempat lagi untuk kembali ke
Singasari. Karena itu, maka kami telah menghubungi
Pa depokan Bajra Seta yang pada suatu saat juga pernah
berhubungan dengan kawan-kawan kalian. Atau bahkan
mungkin ada diantara kalian y ang saat itu berhasil m elarikan
diri dari Padepokan Bajra Seta."
Pemimpin prajurit yang meny erang Bajra Seta itu
mengeram. Dengan kemarahan yang menyala didalam
dadanya ia menggeram "Iblis kau. Apapun y ang kau lakukan,
kami akan memusnakan kalian pada saatnya nanti."
Dua kelompok gabungan antara prajurit berkuda dan para
cantrik Padepokan Bajra Seta telah membantu orang-orang
Bumiagara di kedua medan y ang lain. Mereka akan
menyelesaikan pertempuran dengan cara mereka. Kedua
orang pemimpin Padepokan Bajra Seta telah berada di kedua
medan itu. Mahisa Murti dan Mahisa Pukat telah membagi
diri bersama beberapa orang cantriknya. Sehingga akhir dari
pertempuran ini telah dapat diduga.
Pemimpin prajurit yang memimpin serangan ke Kabuyutan
Bumiagara itu m ehggeretakkan giginy a. Namun sudah tidak
ada jalan kembali. Sementara orang-orang Bumiagara telah
bertempur tanpa kendali. Mereka m engamuk seperti harimau
yang terluka. Karena itu, maka pemimpin prajurit yang melawan
kebijaksanaan Senapati Agung di Kediri itu tidak m empunyai
pilihan lain kecuali bertempur sampai akhir.
Demikianlah maka pertempuranpun telah membakar
seluruh padukuhan induk Bumiagara dan berpusat ditiga
medan yang semakin lama menjadi semakin sengit. Kehadiran
prajurit berkuda dan para cantrik dari Padepokan Bajra Seta
telah benar -benar mempengaruhi keseimbangan. Dengan
kehadiran m ereka, maka sebagian dari prajurit Kediri yang
melawan pimpinan mereka itu harus meninggalkan lawanlawan
mereka untuk menghadapinya. Mereka yang dengan
penuh dendam berniat membantai orang-orang Bumiagara,
ternyata harus menghadapi lawan y ang lain, yang m emiliki
kemampuan prajurit pilihan.
Kehadiran prajurit Kediri bersama-sama dengan para
cantrik dari Padepokan Bajra Seta itu benar -benar satu
keajaiban Sebagaimana dimohon oleh orang-orang
Bumiagara. Ternyata doa m ereka yang ketakutan ditempattempat
mereka mengungsi telah didengar oleh Yang Maha
Agung, sehingga telah menggerakkan para prajurit Kediri dan
para cantrik dari Padepokan Bajra Seta untuk turun kemedan
pertempuran. Sebenarnyalah bahwa prajurit Kediri y ang meny erang
Kabuyutan Bumiagara itu tidak lagi berpengharapan.
Meskipun untuk beberapa saat mereka mampu bertahan,
namun mereka segera menemui kesulitan ketika mereka
mendapat tekanan dari dua sisi k ekuatan y ang ternyata sulit
untuk ditahan. Namun pemimpin prajurit y ang melawan perintah
atasannya itu berkeras untuk bertempur sampai k emampuan
terakhir. Sikap Ki Buyut Bumiagara yang putus asa itu telah
menyelinap kedalam jantungnya sehingga iapun telah
melakukannya pula. Daripada mengorbankan harga dirinya
apalagi dengan kesadaran bahwa ia akan dibebani tanggung
jawab atas peristiwa di Bumiagara itu serta bayangan
hukuman y ang akan disandangnya, maka ia memilih untuk
bertempur sampai akhir. "Aku tidak mau diperas sampai darahku kering untuk
mengaku jalur y ang aku anut sampai ke pimpinan tertinggi
dari para pemimpin Kediri y ang sadar akan harga dirinya"
berkata pemimpin prajurit itu kepada diri sendiri. Karena itu
memilih untuk meny elesaikan tekadnya sampai sekian.
Demikianlah pertempuranpun menjadi semakin lama
semakin garang, keras dan bahkan menjadi buas dan liar.
Orang-orang Bumiagara memang mulai berpengharapan.
Tetapi merek-sudah t erlanjur bertempur dengan cara yang
sudah mereka mulai dalam keputusasaan.
Sementara itu, prajurit -
prajurit Kediri y ang meny erang
Bumiagara itupun kemudian telah
dihinggapi perasaan y ang sama
dengan orang-orang Bumiagara,
sehingga merekapun t elah
kehilangan kendali perasaan
mereka. Sementara itu dikedua
medan y ang lain, telah bertempur
pula dengan garangnya, para
prajurit Kediri dari pasukan
berkuda y ang jumlahnya tidak
terlalu banyak bergabung dengan
para cantrik Padepokan Bajra
Seta. Mereka memasuki medan
dengan jumlah y ang terbatas.
Tetapi mereka adalah prajurit
pilihan ber sama para cantrik y ang terpilih pula.
Prajurit Kediri y ang menentang kebijaksanaan Sri Baginda
di Kediri serta telah meny erang Bumiagara karena orangorang
Bumiagara menolak untuk diperas itu, harus memeras
kemampuan mereka. Meskipun jumlah lawan mereka yang
baru tidak terlalu banyak, tetapi dengan m embagi kekuatan,
maka para prajurit Kediri yang meny erang Bumiagara itu telah
mengalami kesulitan.

04 Hijaunya Lembah Hijaunya Lereng Pegunungan Karya Sh Mintardja di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Dalam pada itu, para pengawal, anak-anak muda serta lakilaki
Bumiagara yang ikut bertempur menjadi berbesar hati
ketika mereka menyadari, bahwa telah datang sepasukan
prajurit dan para cantrik dari Bajra Seta untuk membantu
mereka dapat memperingan beban orang-orang Bumiagara.
Bahkan orang-orang Bumiagara telah berpengharapan lagi.
Mereka mulai melihat kemungkinan y ang lain dari kehancuran
dan kebinasaan y ang bakal terjadi di Bumiagara.
Namun harapan itu sama sekali tidak mengendorkan tekad
mereka untuk bertempur dengan sepenuh kemampuan. Ketika
sebagian dari lawan mereka harus bertempur menghadapi
para prajurit dan cantrik yang datang membantu mereka,
maka orang-orang Bumiagara itu telah bersorak gemuruh.
Seakan-akan mereka meneriakkan sorak kemenangan atas
lawan mereka, meskipun hal itu belum terjadi.
Para prajurit Kediri y ang meny erang Bumiagara itu
mengumpat sejadi-jadiny a. Sambil mengayunkan senjata
mereka, mereka berusaha untuk m endesak terutama orangorang
Bumiagara. Mereka ingin menyelesaikan orang-orang
Bumiagara lebih dahulu, meskipun sebagian dari mereka
terpaksa menahan arus serangan pasukan y ang baru datang
itu. Ternyata para prajurit Kediri dari pasukan berkuda dan
para cantrik itu mempunyai kekuatan yang besar meskipun
jumlah mereka tidak terlalu banyak. Mahisa Murti dan Mahisa
Pukat berada pula di kedua pasukan itu. Mahisa Murti di satu
medan dan Mahisa Pukat berada di medan yang lain.
Ternyata kedua orang itu sulit untuk ditahan meskipun oleh
sekelompok orang sekalipun. Bersama pasukannya keduanya
menerobos pertahanan lawan dan berusaha bergabung dengan
orang-orang Bumiagara yang tidak memiliki pengalaman
sebagaimana para prajurit. Mereka hanya memiliki keberanian
dan t ekad untuk mempertahankan harga diri mereka sebagai
orang-orang Bumiagara y ang akan diperas oleh para prajuritprajurit
Kediri y ang menentang kebijaksanaan Sri Baginda itu.
Karena itu, maka Mahisa Murti dan Mahisa Pukat, di
medan yg lain ternyata mempunyai kebijaksanaan y ang sama
yang ternyata agak berbeda dengan Senapati prajurit Kediri
yang b ertempur melawan pimpinan prajurit yang meny erang
Bumiagara itu. Senapati itu berusaha untuk menjepit
lawannya dari dua arah. Pasukannya sendiri dari satu arah dan
orang-orang Bumiagara dari arah y ang lain.
Namun akibatnya hampir sama bagi prajurit y ang
menyerang Bumiagara itu. Meskipun para prajurit dari
pasukan berkuda itu tidak berusaha membelah pasukan
lawannya dan bergabung dengan orang-orang Bumiagara
sekaligus melindungi mereka, namun dengan menghisap
sebagian dari para prajurit yang menyerang Bumiagara maka
orang-orang Bumiagara itu merasa mendapat kesempatan
untuk memberikan perlawanan.
Sebenarnyalah bahwa para prajurit Kediri yang meny erang
Bumiagara itu mengalami kesulitan yang tidak akan dapat
mereka atasi. Pasukan berkuda yang jumlahnya tidak t erlalu
banyak itu bersama-sama dengan para cantrik dari Padepokan
serta orang-orang Bumiagara m erupakan kekuatan y ang sulit
untuk dapat dikalahkan. Berbeda dengan pasukan induk para prajurit Kediri y ang
menyerang Bumiagara, y ang mengikuti jejak serta perintah
pimpinannya y ang pantang meny erah, maka di medan yang
lain, para prajurit itu mempunyai sikap y ang lain. Tanpa
pemimpin mereka y ang menjadi putus asa dan tidak
berpengharapan lagi karena ia merasa bertanggung jawab,
serta kemungkinan untuk diperas keterangannya dan bahkan
tiang gantungan, m aka prajurit-prajurit itu m erasa lebih baik
menyerah daripada harus dibantai oleh orang-orang
Bumiagara. Mereka berharap bahwa para prajurit dari
pasukan berkuda serta para cantrik dari Padepokan Bajra Seta
itu mau melindungi mereka.
Karena itu, setelah mereka tidak melihat lagi kemungkinan
lain, maka para prajurit yang diserahi pimpinan di kedua
medan itu menganggap bahwa menyerah dan minta
perlindungan para prajurit pasukan berkuda serta para cantrik
adalah jalan y g terbaik.
Adalah satu hal y ang mereka harapkan bahwa ternyata
Mahisa Murti dan Mahisa Pukat justru telah berteriak "Ma sih
ada kesempatan untuk meny erah."
Para prajurit y ang meny erang Bumiagara itu semula
memang ragu. Namun Mahisa Murti dan Mahisa Pukat yg
mempunyai kebijaksanaan y ang sama itu telah
mengulanginya, sehingga para prajurit itu segera
mempergunakan kesempatan itu sebaik-baiknya.
Beberapa orang diantara mereka langsung melepaskan
senjata-senjata mereka. Namun y ang lain sempat mengambil
jarak. Yang kemudian menjadi sibuk adalah para prajurit dari
pasukan berkuda serta para cantrik. Ternyata sulit sekali bagi
mereka untuk menahan arus kemarahan orang-orang
Bumiagara. telah timbul harapan untuk dapat
mempertahankan Kabuyutan mereka, namun darah mereka
tidak segera dapat didinginkan. Tangan mereka yang
menggenggam senjata masih saja gemetar sementara jantung
mereka masih tetap membara.
Namun para prajurit dari pasukan berkuda dan para
cantrik dari Padepokan Bajra Seta berusaha dengan sungguhsungguh
untuk mencegah agar tidak terjadi pembantaian atas
orang-orang y ang sudah meny erah itu.
Tetapi akhirnya usaha mereka berhasil. Meskipun para
prajurit dari pasukan berkuda serta para cantrik dari
Pa depokan Bajra Seta itu harus mengancam orang-orang
Bumiagara. Berbeda dengan kedua medan yang lain, maka para prajurit
yang b ertempur di medan y ang langsung dipimpin oleh para
Senopati masing-masing, justru tidak dapat dihentikan.
Beberapa kali Senopati prajurit dari pasukan berkuda itu
meneriakkan kesempatan untuk meny erah. Tetapi pimpinan
prajurit y ang meny erang Bumiagara itu sama sekali tidak
menghiraukan. Setiap kali justru meneriakkan perintah
kepada para prajuritnya untuk melawan sampai kemungkinan
terakhir. "Bagi seorang prajurit" teriak pemimpin prajurit y ang
memberontak itu "dari pada mati di tiang gantungan, lebih
baik mati di pertempuran dengan pedang ditangan."
"Tetapi bunuh diri adalah salah satu laku y ang tidak
terpuji." berkata Senopati dari pasukan berkuda itu dengan
lantang "sebagai seorang laki-laki jantan kalian harus berani
melihat kenyataan. Kalian harus mengakui bahwa kalian tidak
akan dapat melawan kekuatan y ang nyata-nyata kalian hadapi.
Jika kalian ingin berjuang sampai mati, untuk apa sebenarnya
kalian berjuang dengan mempertaruhkan nyawa kalian"
Untuk tegaknya Kediri atau untuk mendapatkan sekedar bekal
dan harta benda di Kabuyutan Bumiagara atau untuk
melakukan perampokan dan pemerasan di Kabuyutan-
Kabuyutan yang lain" Itukah y ang ingin kalian lakukan
sebagai seorang prajurit?"
"Jangan terpengaruh oleh kata-katanya y ang
mencerminkan kecemasannya setelah melihat keperkasaan
kita" teriak pemimpin prajurit yang melawan perintah itu.
Kadang-kadang memang terbersit keraguan-keraguan
dihati para prajurit yang melawan perintah itu. Namun setiap
pimpinannya meneriakkan perintah-perintah yang membakar
jantung mereka, maka darah m erekapun telah m endidih lagi,
sehingga senjata merekapun telah terangkat dan terayun
kembali. Namun lawan mereka memang lebih kuat dan lebih banyak.
Para prajurit dari pa sukan berkuda itu, m eskipun jumlahnya
tidak terlalu banyak, namun mereka memiliki kemampuan
yang tidak kalah dari para prajurit yang memberontak itu.
Sementara itu orang-orang Bumiagara yang melawan dengan
darah y ang bergelora, merupakan lawan y ang cukup berat.
Dengan demikian, maka semakin lama para prajurit itu
semakin mengalami kesulitan. Jumlah merekapun semakin
berkurang karena setiap kali satu dua diantara m ereka jatuh
terkulai di tanah. Ada diantara mereka y ang terbunuh, namun ada pula y ang
terluka parah sehingga tidak mampu bangkit lagi untuk
bertempur. Namun para prajurit itu benar-benar tidak berniat untuk
menyerah. Meskipun jumlah mereka semakin susut, tetapi
yang masih hidup telah memberikan perlawanan tanpa
kendali. Seakan-akan mereka udah tidak mampu lagi berpikir
dan membuat perhitungan atas pertempuran y ang terjadi.
Senapati dari pasukan berkuda itu masih saja setiap kali
memperingatkan agar para prajurit y ang memberontak itu
menyerah saja. Namun suaranya hilang ditelan oleh teriakanteriakan
pemimpin prajurit yang memberontak itu m embakar
hati para pengikutnya. Sementara pertempuran masih menyala di medan
pertempuran antara kedua pasukan induk itu, maka di kedua
medan yang lain, keadaannya sudah jauh berbeda. Meskipun
para prajurit dari pasukan berkuda dan para cantrik m asih
harus mengawasi orang -orang Bumiagara yang mendendam,
namun agaknya mereka benar-benar telah menguasai
keadaan. Karena itu, m aka para prajurit dari pasukan berkuda itu
telah membagi diri. Sekelompok diantara mereka telah
diperintahkan untuk pergi ke pasukan induk. Perintah itu
semula diberikan oleh perwira yang memimpin pasukan
berkuda y ang bertempur bersama para cantrik y ang dipimpin
oleh Mahisa Murti. Namun iapun telah memerintahkan dua
orang untuk menghubungi pasukan di m edan y ang lain agar
memberikan perintah y ang sama.
Dengan demikian maka dua kelompok pasukan berkuda
meskipun jumlahnya tidak begitu banyak, tetapi telah
menambah jumlah prajurit dari pasukan berkuda yang
bertempur di medan yang masih dibakar oleh pertemuran
yang semakin liar itu. Dengan putus asa prajurit yang
memberontak itu bertempur tanpa perhitungan lagi. Mereka
mengamuk seperti orang-orang mabuk yang kehilangan akal.
Namun kedatangan kelompok-kelompok prajurit dari
pasukan berkuda itu agaknya akan mempercepat
peny elesaian. Meskipun dua kelompok prajurit berkuda itu tidak banyak
jumlahnya namun kehadiran mereka telah menentukan akhir
dari pertempuran itu. Sementara itu pemimpin dari para prajurit y ang
memberontak itu telah bertempur tanpa perhitungan lagi.
Dengan garangnya ia meny erang Senapati prajurit berkuda
yang ternyata telah bersiap sepenuhnya untuk
menghadapinya. Namun malang bagi Senapati perajurit y ang telah
memberontak itu. Ternyata y ang dihadapi kemudian bukan
sa ja Senapati dari prajurit berkuda yang memiliki kemampuan
yang tinggi itu. Dua orang prajurit yang melihat pertempuran
itu telah mencampurinya karena keduanya tidak lagi
berhadapan dengan lawan setelah dua kelompok prajurit dari
pasukan berkuda dari medan yang lain datang untuk
membantu. Dengan demikian, maka perlawanan pemimpin prajurit
yang meny erang dan memeras Bumiagara itu tidak dapat
bertahan lebih lama lagi. Ketika ia m enjadi semakin terdesak,
serta segores luka telah menyilang didadanya, iapun berteriak
"Kalian bukan prajurit sejati. Dengan licik kalian telah
bertempur bertiga m elawan seorang. Jika kalian benar-benar
prajurit sejati, m aka kita akan m eny elesaikan persoalan kita
seorang lawan seorang."
"Kita tidak berperang tanding" jawab Senapati prajurit dari
pasukan berkuda itu. "Karena itu tidak ada k ewajiban untuk
bertempur seorang m elawan seorang. Dalam perang brubuh,
maka siapapun boleh berhadapan dengan siapapun. Kenapa
kau tidak memerintahkan prajurit-prajuritmu untuk
membantumu sehingga kita dapat berhadapan seorang
melawan seorang" "Setan kau" geram pemimpin prajurit y ang m emberontak
itu "kau kerahkan prajurit-prajurit dalam jumlah y ang lebih
besar dari prajuritku. Sementara itu orang-orang Bumiagara
telah menjadi seperti orang-orang kesurupan"
"Jumlah prajuritmu sebenarnya cukup besar. Tetapi
seorang demi seorang telah kehilangan kesempatan untuk
bertempur terus. Karena itu, meny erahlah. Aku masih
memberimu kesempatan"
"Persetan. Sudah aku katakan, bahwa aku pantang
menyerah. Kematian nampaknya lebih terhormat daripada
menjadi seorang tawanan y ang diikat kaki dan tangannya."
jawab pemimpin prajurit yang memberontak itu.
Senapati itupun kemudian telah kehilangan kesabarannya.
Karena itu maka iapun telah meneriakkan perintah "Siapa
yang tidak mau m enyerah, tidak ada pilihan lain lagi kecuali
dibinasakan" Perintah itupun seakan-akan telah mengumandang
diseluruh medan pertempuran.
Dengan demikian, maka pertempuran itupun segera sampai
kepuncaknya. Para prajurit dari pasukan berkuda itu seakanakan
memang telah kehilangan kesabarannya, sehingga
dengan demikian maka merekapun benar-benar berniat untuk
menyelesaikan lawan mereka sampai orang y ang terakhir jika
mereka memang berkeras untuk tidak mau meny erah.
Sementara itu, pemimpin dari para prajurit y ang
memberontak itu benar-benar tidak mau menyerah. Dengan
garang ia melawan ketiga orang prajurit dari pasukan berkuda
itu. Seorang diantara mereka adalah justru Senapatinya.
Namun pemimpin prajurit yang memberontak itu tidak
dapat bertahan terlalu lama. Segores lagi luka telah mengoyak
lengannya. Kemudian pundaknya dan punggungnya.
Tetapi prajurit y ang terluka itu justru menjadi semakin
garang. Ia seakan-akan tidak m erasa betapa pedih menggigit
kulit dagingnya. Bahkan sekali-sekali terdengar ia berteriak
marah dan mengumpat dengan kasar.
Tetapi pada suatu saat, iapun sampai kepada batas
kemampuan wadagnya. Ketika darah semakin banyak
mengalir serta tenaganya bagaikan telah terperas habis, maka


04 Hijaunya Lembah Hijaunya Lereng Pegunungan Karya Sh Mintardja di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

iapun menjadi terhuyung-huyung. Bahkan hampir saja
kehilangan kemampuannya untuk berdiri dalam
keseimbangannya. Dalam keadaan yang demikian, maka sambil m enjulurkan,
pedangnya, Senapati pasukan berkuda itu berkata
"Meny erahlah. Ini kesempatan terakhir bagimu."
Tetapi y ang terjadi m emang sangat mengejutkan. Dengan
serta merta, serta mempergunakan tenaga terakhirnya,
pemimpin prajurit yang telah memberontak itu meloncat
kearah ujung pedang yang terjulur untuk m engancamnya itu.
Demikian tibatiba sehinggga Senapati dari pasukan berkuda
itu tidak sempat menarik pedangnya.
Karena, itu, maka ujung pedang Senapati dari pasukan
berkuda itu telah terhunjam didadanya.
Masih terdengar pemimpin prajurit y ang memberontak itu
berteriak penuh kemarahan dan kebencian. Suaranya
bagaikan menggetarkan seluruh padukuhan induk Kabuyutan
Bumiagara. Namun suara itupun kemudian seakan-akan telah
meluncur naik ke langit dan hilang ditelan mulut-mulut
lembah y ang menganga di tepi Kabuyutan itu.
Sejenak suasana menjadi hening. Orang-orang y ang sedang
bertempur itu seakan-akan telah membeku sejenak. Namun
kemudian merekapun segera sadar dari mimpi buruk yang
telah terjadi itu. Namun ketika pertempuran itu mulailagi, terdengar suara
Senapati itu mengumandang "Letakkan senjata. Tidak ada
pilihan lagi bagi kalian tanpa pemimpin kalian itu"
Bagi para prajurit Kediri y ang m emberontak itu, teriakan
Senapati prajurit dari pasukan berkuda itu rasa-rasanya
memang menjadi berbeda. Jika semula teriakan y ang selalu
disam but oleh pimpinan mereka itu seakan-akan jsutru
membakar jantung mereka, namun teriakan y ang terakhir,
setelah pimpinan mereka terbunuh dipeperangan, suara itu
bagaikan ancaman hukuman mati bagi mereka yang tidak mau
mendengarnya. Karena itu, maka keberanian y ang menyala dalam
keputusasaan itu sekan-akan telah menjadi redup.
Ketika Senapati itu sekali lagi memberi kesempatan, maka
mereka tidak menunggu lagi. Berebutan mereka meny erahkan
diri kepada para prajurit dari pasukan berkuda dan ju stru
menghindari orang"orang Bumiagara y ang seakan-akan tidak
lagi mampu menahan diri. Namun prajurit dari pasukan berkuda itupun tanggap akan
keadaan. Apalagi m ereka yang datang dari medan yang lain.
Dengan tangkasnya mereka berusaha untuk menahan agar
orang-orang Bumiagara tidak bertindak diluar kendali.
Memang sulit untuk meredakan kemarahan orang-orang
Bumiagara yang semula telah berputus-asa. Mereka seakanakan
bertempur sambil memejamkan mata mereka.
Namun akhirnya setelah dengan sungguh-sungguh
berusaha, prajurit dari pasukan berkuda itu mampu melerai
pertempuran itu meskipun di sana-sini justru telah terjadi
ketegangan antara orang-orang Bumiagara dengan pasukan
berkuda itu sendiri. Namun akhirnya Ki Buyut sendiri telah memerintahkan
agar orang-orang Bumiagara segera menyarungkan senjata
mereka. "Perang telah selesai" berkata Ki Buyut "satu keajaiban
telah terjadi. Bumiagara tidak binasa. Kita masih melihat
bangunan y ang tegak diatas tanah Bumiagara dan sudah tentu
keluarga kita m asih m elihat bangunan yg tegak diatas tanah
Bumiagara dan sudah tentu keluarga kita m asih selamat di
tempat -tempat pengungsian mereka."
Suara Ki Buyut itu ternyata telah menyentuh setiap hati
orang-orang Bumiagara. Karena itu, maka merekapun telah
mengendorkan deru jantung didalam dada mereka. Beberapa
orang telah menyarungkan senjata m ereka meskipun m asih
ada y ang ragu-ragu. Demikianlah, pertempuran di seluruh medan di Kabuyutan
Bumiagara telah benar-benar selesai. Prajurit Kediri yang
memberontak dan berniat untuk memeras Kabuyutan
Bumiagara telah meny erah setelah mereka mengorbankan
kawan-kawan mereka dan bahkan pimpinan mereka.
Yang tersisa diantara mereka harus merelakan diri mereka
menjadi tawanan. Mereka sadar, bahwa sebagai orang prajurit
yang menentang kebijak sanaan Senapati Agung Kediri,
mereka tentu akan mendapat hukuman y ang berat. Namun
tanggung jawab mereka sebagian telah dipikul oleh pimpinan
mereka y ang telah terbunuh dipeperangan. Bahkan telah
membunuh diriny a sendiri dengan mendor ong dirinya sendiri
keujung pedang lawannya. Meskipun demikian mereka tidak
dapat melepaskan diri sepenuhnya serta mencuci tangan.
Disisa hari itu, padukuhan induk Bumiagara menjadi sibuk.
Bukan lagi terjadi pertempuran, tetapi mereka tengah
mengumpulkan tubuh anak-anak muda, para pengawal dan
bahkan orang-orang yang sudah lebih tua yang gugur
dipeperangan. Mereka juga mengumpulkan orang-orang
Bumiagara y ang telah terluka.
Demikian pula telah dilakukan oleh para prajurit Kediri
dari pasukan berkuda. Bahkan juga para tawanan y ang dijaga
dengan ketat oleh para prajurit dari pasukan berkuda. Para
prajurit dari pasukan berkuda tidak menyerahkan pengawasan
para tawanan kepada orang-orang Bumiagara. Namun mereka
lebih percaya kepada para cantrik dari Padepokan Bajra Seta,
karena orang -orang Bumiagara y ang masih saja marah itu
akan dapat berbuat sesuatu diluar dugaan terhadap para
prajurit yang mereka anggap hampir saja memusnahkan
Kabuyutan mereka. Ternyata tugas itu tidak dapat dengan cepat diselesaikan.
Ketika langit menjadi gelap, maka obor-oborpun telah
dipasang dimana-mana. Juga oncor jarak dan bahkan oborobor
berlarak. Sementara itu di pendapa rumah Ki Buyut, Senapati dari
pasukan berkuda, Mahisa Murti dan Mahisa Pukat duduk
dengan beberapa orang bebahu Kabuyutan dan beberapa
orang perwira prajurit dari pasukan berkuda.
Berulang kali Ki Buyut mengucapkan terima kasih atas
kehadiran prajurit dari pasukan berkuda Kediri serta para
cantrik dari Padepokan Bajra Seta y ang telah meny elamatkan
Kabuyutan Bumiagara. Lima orang prajurit Kediri yang datang untuk memeras
Kabuyutan Bumiagara itu masih pada tiang di halaman
kabuyutan. "Yang terjadi adalah satu keajaiban. Kami sama sekali tidak
mengira bahwa kami akan mendapat pertolongan. Kami sudah
berputus a sa dan menduga bahwa esok pagi, matahari yang
terbit tidak akan dapat melihat lagi Kabuyutan Bumiagara
tergelar di muka bumi. Namun ternyata bahwa sampai saat ini
Bumiagara masih utuh. Jika ada korban y ang jatuh, itu adalah
tumbal bagi keselamatan Kabuyutan ini. Bahkan bukan saja
orang-orang Bumiagara y ang gugur di pertempuran, tetapi
juga para prajurit dari pasukan berkuda dan para cantrik dari
Pa depokan Bajra Seta." berkata Ki Buyut itu dengan
bersungguh-sungguh. " Itu adalah kewajiban kami" berkata Senapati dari pasukan
berkuda itu. Ki Buyut termangu-mangu. Dengan nada dalam ia berkata
"Kami sudah berputus asa. Rasa -rasanya tidak ada yang dapat
menolong kami. Kabuyutan ini pasti akan hancur menjadi
debu. Semua y ang hidup akan mati dan semua ujud akan
lebur. Hanya keajaiban sajalah y ang dapat meny elamatkan
Kabuyutan ini. Keajaiban karya Yang Maha Agung sendiri."
"Bersukurlah kepada Yang Maha Agung" berkata Mahisa
Murti "Yang terjadi memang satu keajaiban. Namun, lantaran
dari keajaiban ini adalah kerja keras para petugas sandi dari
Kediri bekerja sama dengan petugas-petugas sandi dari
Singasari." Ki Buyut menganggukangguk.
Sementara itu ia melihat Ki Jagabaya berada
di halaman. Lima orang prajurit Kediri y ang datang
untuk memeras Kabuyutan Bumiagara itu masih terikat
pada tiang di halaman Kabuyutan. Sambil berdiri dihadapan mereka Ki Jagabaya berkata
"Nah, sekarang kalian
melihat, bahwa bukan kalian
yang menentukan hidup matinya orang-orang Bumiagara. Yang kau duga akan lenyap bersama leny apnya Kabuyutan Bumiagara ternyata tidak terjadi. Meskipun jatuh korban dari antara orang-orang Bumiagara, bahkan para
prajurit Kediri dan para cantrik Padepokan Bajra Seta, namun
sebagian besar dari kami masih t etap hidup. Sebaliknya
prajurit Kediri y ang m emberontak itu, termasuk kalian, yang
kalian harapkan akan dapat meratakan Kabuyutan ini dan
membawa harta benda yang ada diatasnya sebagai barang
rampasan, hanyalah sekedar sebuah mimpi yang buruk."
Kelima orang yang terikat itu tidak berani lagi mengangkat
wajah mereka. Mereka tahu apa y ang telah terjadi di
Bumiagara. Pasukan Kediri y ang datang bersamanya untuk
memeras Kabuyutan itu telah dihancurkan mutlak.
Memang masih ada yang hidup diantara mereka, namun
mereka telah menjadi tawanan. Mereka tidak mempunyai
kesempatan lagi untuk bangkit, karena mereka jatuh ketangan
para prajurit Kediri yang tiba-tiba saja datang.
"Kalian akan digiring sebagai tawanan dengan kaki dan
tangan terikat menuju ke Kediri. Jarak y ang panjang. Namun
itu adalah akibat yang wajar dari tingkah laku kalian sendiri."
berkata Ki Jagabaya. Kelima orang itu masih tetap menunduk. Sementara Ki
Jagabaya masih berkata "untunglah, bahwa kami belum
melaksanakan ancaman kami untuk menghukum kalian
dengan hukuman picis. Seandainya hal itu kami laksanakan,
maka kalian akan mengalami penderitaan yang sangat."
Yang terdengar adalah desah y ang panjang. Orang-orang
itu memang merasa ngeri membayangkan hukuman picis yang
akan ditrapkan atas mereka. Karena itu, disamping
kegelisahan bahwa mereka akan m enjadi tawanan, ada juga
sepercik perasaan sukur, bahwa mereka tidak mengalami
hukuman picis. Ki Buyut yang menyaksikan pembicaraan Ki Jagabaya
dengan kelima orang yang lebih banyak menunduk itu hanya
dapat m enarik nafas dalam, sementara para perwira Prajurit
Kediri dari pasukan berkuda serta salah seorang perwira dari
Singasari y ang m eny ertai pasukan itu dapat menangkap apa
yang akan dilakukan oleh orang-orang Bumiagara atas
mereka. "Merekalah yang telah datang memasuki Kabuyutan untuk
menyampaikan tuntutan mereka dalam usaha mereka
memeras Kabuyutan ini" berkata Ki Buyut.
"Apakah m ereka langsung ditangkap ?" bertanya Senapati
pasukan berkuda itu. "Ya. Kami tidak memberi kesempatan mereka
meninggalkan Kabuyutan" jawab Ki Buyut.
" Itukah sebabnya maka prajurit-prajurit y ang
memberontak itu mempergunakan kekerasan ?" bertanya
Senapati itu pula. "Ya. Tetapi kami memang tidak mempunyai pilihan lain"
jawab Ki Buyut "mereka telah melakukan pemerasan yang
tidak masuk akal. Mereka m inta beberapa pedati beras. Itu
tidak m embuat kami kehilangan akal. Namun ketika m ereka
minta sejumlah anak-anak muda, bahkan tidak tanggungtanggung,
maka kami justru kehilangan akal. Kami berniat
untuk membunuh diri bersama-sama se Kabuyutan."
"Berapa orang yang diminta ?" bertanya Mahisa Pukat.
"Seratus lima puluh" jawab Ki Buyut.
"Seratus lima puluh" Mahisa Pukat mengulang.
Ki Buyut mengangguk, sementara Senapati pasukan
berkuda itu menggelengkan kepalanya. Katanya "Memang satu
hal y ang tidak masuk akal."
Senapati itupun telah menceriterakan pula bagaimana para
petugas sandi Kediri dan Singasari bekerja keras, sehingga
mereka dapat mengikuti gerak sepa sukan prajurit Kediri.
Namun ternyata perhitungan mereka salah. Pasukan itu
terlalu besar untuk langsung disergap oleh para prajurit
Kediri. Sementara itu para petugas sandi mendapat
keterangan tentang hubungan buruk antara prajurit Kediri
yang memberontak itu dengan Kabuyutan Bumiagara. Karena
mereka tidak sempat lagi menghubungi Kediri maupun
Singasari, maka mereka telah menghubungi Padepokan Bajra
Seta atas petunjuk salah seorang perwira Singasari y ang ikut
dalam pasukan berkuda dari Kediri itu.
Ki Buyut mengangguk-angguk. Namun bagaimanapun juga
ia tidak dapat ingkar, terutama kepada diri sendiri, bahwa
ketamakannya telah membawa akibat y ang panjang dan
mengerikan. Keinginannya mengambil seorang cantrik dari
Bumiagara mengakibatkan berbagai peristiwa y ang minta
korban jiwa. Bahkan terlalu banyak. Namun yang sudah
terlanjur terjadi itu memang tidak akan dapat dihapuskan dari
keny ataan. Di hari berikutnya, maka Bumiagara telah berbenah diri.
Orang-orang y ang mengungsi ke padukuhan induk telah
dianjurkan untuk kembali ke padukuhan masing-masing.
Namun ada diantara m ereka y ang sudah tidak lengkap lagi.
Anak laki -laki yang diharapkan menjadi lanjaran keluarga
mereka, suami yang belum setahun menikah, kakak atau adik,
ternyata tinggallah namanya saja. Mereka telah gugur
dipertempuran untuk m empertahankan harga diri Kabuyutan
Bumiagara serta pemerasan y ang tidak masuk akal. Namun
yang gugur itu tidak sebanyak anak-anak muda yang dituntut
oleh prajurit Kediri yang telah memberontak itu.
Prajurit Kediri serta para cantrik dari Padepokan Bajra Seta
tidak tergesa-gesa meninggalkan Kabuyutan itu. Mereka masih


04 Hijaunya Lembah Hijaunya Lereng Pegunungan Karya Sh Mintardja di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

diminta untuk ikut berjaga-jaga. Mungkin masih dapat terjadi
sesuatu di Kabuyutan itu.
Namun para petugas sandi dari Kediri telah m eyakinkan,
bahwa kekuatan para prajurit yang memberontak itu telah
dipatahkan. Bukan hanya di Kabuyutan Bumiagara, tetapi juga
di tempat lain. Bahkan di tlatak Kediri sendiri. Tetapi Senapati
prajurit dari pasukan berkuda itu berkata "Tetapi benih
perlawanan itu masih belum dapat dileny apkan,"
Mahisa Murti dan Mahisa Pukat y ang ikut mendengarkan
pembicaraan itu mengangguk-angguk. Bahkan seorang
petugas sandi dari Singasari dalam pembicaraan terpisah
tanpa diketahui oleh para pimpinan prajurit Kediri
mengatakan, bahwa benih perlawanan itu masih saja menjadi
semacam peletik api didalam sekamnya para bangsawan
Kediri. Didalam istana benih -benih itu masih saja terdapat,
sehingga tidak mustahil bahwa pergolakan itu akan
berkepanjangan. Sementara itu, setelah keadaan menjadi tenang kembali
para perwira dari pasukan berkuda itu serta para petugas dari
Singasari y ang mengikuti usaha penangkapan para prajurit
yang memberontak itu menganggap bahwa tugas mereka
sudah selesai. Karena itu, maka mereka akan segera kembali
ke Kediri sambil membawa para tawanan.
"Kami akan mengantar sampai keperbatasan" berkata salah
seorang perwira dari Singasari "agar tidak terjadi salah paham
dengan prajurit Singasari jika mereka berpapasan."
Dalam pada itu Mahisa Murti dan Mahisa Pukatpuh telah
minta diri pula setelah beberapa hari berada di Kabuyutan itu
bersama para prajurit Kediri dari pasukan berkuda serta
beberapa perwira prajurit Singasari yang meny ertainya. Para
cantrik dari Padepokan Bajra Seta itupun merasa bahwa tugas
merekapun telah selesai pula.
Bukan hanya orang-orang Bumiagara yang mengucapkan
terima kasih tidak berkeputusan karena mereka merasa telah
diselamatkan, namun Senapati dari pasukan berkuda Kediri
itupun mengucapkan terima kasih yang tidak terhingga.
"Tanpa bantuan Padepokan Bajra Seta, kami tidak akan
dapat meny elesaikan tugas y ang dibebankan atas pundak
kami" berkata Senapati dari Kediri itu.
"Kamipun merasa terpanggil untuk tugas ini" jawab Mahisa
Murti "karena itu, maka kamipun merasa sekedar m elakukan
tugas kami. Diminta atau tidak diminta sepanjang kami
ketahui." Demikianlah, hari itu Bumiagara telah melepaskan para
prajurit Kediri dan beberapa orang Prajurit Singasari serta
para cantrik dari Padepokan Bajra Seta meninggalkan
Kabuyutan. Sepeninggal mereka, maka rasa-rasanya
Bumiagara menjadi sepi. Namun kesepian itu telah
menggugah para pengawal dan anak-anak mudanya untuk
berjaga-jaga sepenuhnya. Sementara regol -regolpun mendapat
pengawasan yang bersungguh-sungguh.
Dalam pada itu, Mahisa Murti dan Mahisa Pukat y ang telah
berada di Padepokannya masih saja membicarakan benihbenih
perlawanan y ang ada di Kediri. Rasa-rasanya Kediri
masih saja sulit menerima kenyataan tentang kedudukan
Kediri terhadap Singasari sejak Sri Rajasa berhasil
mengalahkan Kediri. Terutama beberapa orang y ang masih
sa ja merasa kagum atas kebesaran Kediri di masa lalu.
"Apakah Sri Maharaja di Singasari sudah mengetahuinya ?"
desis Mahisa Pukat. "Agaknya laporan tentu sudah sampai kepada Sri Maharaja
itu. Bahkan mungkin Sri Maharaja telah melakukan langkahlangkah
y ang akan dapat mengatasi g ejolak y ang meskipun
tidak nampak langsung dipermukaan itu pada suatu saat akan
dapat mengguncang bukan saja hubungan antara Singasari
dan Kediri, tetapi bahkan lebih dari itu." sahut Mahisa Murti.
"Jika kita mendapat kesempatan, kita akan berbicara
dengan ay ah" berkata Mahisa Pukat "rasa-rasanya tidak
bertanggungjawab untuk tidak ikut memikirkan hal ini
meskipun kita bukan orang-orang y ang berwenang."
"Tetapi kita adalah orang Singasari yang memang
mempunyai kewajiban untuk ikut memelihara kelestarian
tegaknya Singasari serta hubungan y ang mantap dengan
Kediri" desis Mahisa Murti.
"Mahisa Pukat mengangguk-angguk. Namun bagi Mahisa
Pukat, kewajiban itu tidak .terlalu mengikat. Karena itu
katanya "Aku sependapat. Tetapi bukankah kita dapat
melakukannya tanpa harus meninggalkan tugas kita di
padepokan ini?" "Tentu" jawab Mahisa Murti "kita dapat melakukannya
sebagaimana kita melakukan pekerjaan kita sebelumnya.
Tetapi kita tidak perlu harus menjadi petugas sandi di Kediri
lagi." Mahisa Pukat tersenyum. Tetapi ia mulai m embayangkan
sebuah pengembaraan lagi. Bahkan mungkin ditlatah Kediri
sebagaimana pernah dilakukannya.
Namun dalam pada itu, Mahisa Murti dan Mahisa Pukat
telah memutuskan untuk memantapkan kedudukan mereka
lebih dahulu. Setidak -tidaknya pengakuan atas kehadiran
padepokan mereka secara luas. Lebih dari itu, Mahisa Murti
dan Mahisa Pukat merasa berkewajiban untuk ikut serta
bersama-sama dengan Kabuyutan-kabuyutan disekitar
padepokannya untuk menjadikan lingkungan menjadi lebih
baik dari sebelumnya. "Mudah-mudahan tidak ada lagi pertentangan dan
benturan kekuatan yang banyak meny ita tenaga, pikiran, harta
benda dan bahkan jiwa" berkata Mahisa Murti.
"Ya. Dengan demikian kita mendapat kesempatan untuk
berbuat sesuatu yang lebih berarti bagi kesejahteraan hidup
kita, Padepokan kita dan sesama kita" sahut Mahisa Pukat.
Demikianlah, maka di saat-saat terakhir, Padepokan Bajra
Seta telah memperluas hubungannya dengan padukuhanpadukuhan,
Kabuyutan-kabuyutan dan lingkungan yang
semakin luas. Bahkan pengaruh Padepokan Bajra Seta telah
meluas sampai ke Kabuyutan Bumiagara. Kabuyutan Sembaga
dan Kabuyutan-kabuyutan lain y ang merasakan m anfaatnya
berhubungan dengan padepokan Bajra Seta. Sementara itu
lingkungan pengaruh Bajra Seta itupun nampak menjadi
semakin luas. Sawahpun nampak hijau sepanjang musim
karena telah dibangun beberapa buah bendungan dan
berpuluh -puluh susukan dan anak susukan. Beratus-ratus
patok parit yang membelah kota -kota persawahan serta ladang
yang semula kering dimusim panas.
Dengan demikian lembahpun menjadi hijau seperti
permadani y ang dibentangkan dari cakrawala sampai ke
cakrawala. Sedangkan lereng-lereng bukitpun telah digarap
pula, sehingga menjadi hijau oleh rimbunnya hutan yang
memanjat gunung. Pa depokan Bajra Seta dan lingkungan disekitarnyapun
sempat merasakan betapa mereka hidup dalam ketenangan
dan ketenteraman serta kedamaian hati. Namun bukan berarti
bahwa mereka tidak mau bekerja keras buat meny ongsong
masa depan y ang lebih baik.
Sementara itu, di Padepokan Bajra Seta, para cantrik
dengan tenang sempat menempa diri. Mempelajari berbagai
macam ilmu yang akan memberikan arti bagi kehidupan
mereka kelak. Bukan hanya ilmu kanuragan, tetapi juga ilmu y ang lain.
Mereka mulai mengenal letak dan tabit bintang-bintang
dilangit. Mereka mengenal watak musim dalam hubungannya
dengan jeni s-jenis tanaman yang sesuai. Mereka mengenal
jenis serangga yang dapat menjadi kawan dan lawan dalam
bercocok tanam. Dalam keadaan y ang demikian, maka Mahisa Murti dan
Mahisa Pukat merasa rindu kepada keluarganya. Kepada ay ah
mereka dan kepada kakak mereka y ang telah menjadi seorang
Akuwu. Karena itu, selagi mereka tidak melihat ancaman dan
bahaya atas lingkungan hidup mereka, maka keduanyapun
berniat untuk pergi ke Singasari, menemui ayah mereka yang
sudah semakin tua. Agaknya ay ah mereka sudah malas untuk bepergian jauh,
sehingga karena itu, Mahisa Murti dan Mahisa Pukatlah yang
sebaiknya mengunjunginya.
"Ada baiknya kita juga berbicara dengan ay ah tentang
Kediri dan perkembangannya" berkata Mahisa Pukat.
"Agaknya kitalah yang justru harus menimba keterangan"
sahut Mahisa Murti "selama ini kita seakan-akan telah
terpisah dari para prajurit baik dari Singasari maupun Kediri,
sehingga kita tidak mendapat keterangan apapun tentang
perkembangan terakhir baik di Kediri maupun di Singasari,
atau hubungan antara keduanya"
"Kita dapat menemui perwira prajurit Singasari y ang
datang bersama prajurit Kediri dari pasukan berkuda itu.
Nampaknya perwira itu percaya kepada kita" berkata Mahisa
Pukat. "Ya. Kita dapat menemuinya di Singasari. Tetapi kita tidak
akan tenggelam kedalam persoalan itu"
"Kita dapat berbincang dengan ayah" desis Mahisa Pukat
kemudian. Demikianlah, keduanya telah merencanakan untuk
berkunjung ke Singasari. Mereka hanya pergi berdua saja
tanpa membawa Mahisa Amping, Mahisa Semu maupun
Wantilan. Mereka bertiga justru diminta untuk ikut serta
mengamati perkembangan Padepokan Bajra Seta selama
keduanya pergi. Kepada Mahisa Amping, Mahisa Murti
berpesan "Kau tidak boleh lupa dengan tanaman di halaman
Pa depokan kita. Jika para cantrik lupa atau terlambat
menyiram, m aka kewajibanmu untuk mengingatkan mereka.
Kau juga harus selalu mengamati sanggar dalam, agar tidak
menjadi kotor dan nampak tidak terpelihara. Semua alat dan
senjata y ang ada harus tetap bersih, karena aku tahu, bahwa
kau, Mahisa Semu dan paman Wantilan akan selalu
mempergunakannya" Mahisa Amping mengangguk-angguk sambil menjawab
"Aku akan melakukannya dengan baik kakang"
"Kau juga tidak boleh lupa memberi makan beberapa ekor
burung diserambi sanggar itu" desis Mahisa Pukat.
Mahisa Amping, tertawa. Katanya "Setiap saat aku
mempunyai kesempatan, aku selalu melihat burung-burung
itu." Mahisa Pukat tersenyum sambil menepuk bahu anak itu.
Katanya "Kami tidak akan terlalu lama berada di Singasari"
Tetapi Mahisa Ampinglah yang kemudian tersenyum.
Katanya "Mungkin kakang tidak terlalu lama berada di
Singasari. Tetapi perjalanan kembali dari Singasari akan dapat
ditempuh dalam waktu y ang berbulan-bulan. Bahkan mungkin
bertahon-tahun.- "Tentu tidak" Mahisa Murti tersenyum pula" kami tidak
sengaja melakukan pengembaraan. Karena itu, seandainya
tertunda diperjalanan juga tidak akan terlalu lama.
"Aku pernah ikut dalam perjalanan yang pernah kakang
lakukan sebelumnya."
Mahisa Murti dan Mahisa Pukat tertawa. Dengan nada
berat Mahisa Murti menjawab "Tetapi kali ini t idak. Kami
berusaha untuk tidak terlalu lama diperjalanan pulang."
Demikianlah, maka setelah mempersiapkan Padepokan
Bajra Seta serta berbenah diri seperlunya, maka Mahisa Murti
dan Mahisa Pukat itupun telah meninggalkan Padepokan.
Menurut Perhitungannya keadaan sudah menjadi semakin
baik. Tata kehidupan di Padepokan dan sekitarnyapun telah
menjadi semakin tenang, sehingga suasananya memang
memungkinkan bagi Mahisa Murti dan Mahisa Pukat
meninggalkan Padepokannya.
Tidak ada hambatan apapun disepanjang perjalanan
menuju ke. Singasari. Ketika mereka memasuki lingkungan
istana Singasari, maka m erekapun segera diantar m enuju ke
tempat tinggal ay ahnya. Ayahnya menerima kedatangan kedua anaknya dengan
gembira sekali. Ia memang sudah agak lama m erindukannya,
sementara ia sendiri sudah merasa malas untuk bepergian
agak jauh. Setelah menanyakan keselamatan kedua anaknya serta
Pa depokan Bajra Seta, maka Mahendrapun berkata "Aku
mendengar dari Arya Kuda Cemani bahwa kau berdua baru
sa ja terlibat dalam pertempuran melawan sepasukan prajurit
Kediri y ang telah memberontak dan berusaha memeras
sebuah Kabuyutan." "Siapakah Arya Kuda Cemani itu ayah ?" bertanya Mahisa
Murti dan Mahisa Pukat hampir berbareng.
"Seorang perwira dari prajurit sandi di Singasari y ang
waktu itu mengikuti gerak prajurit Kediri dari pasukan
berkuda di tlatah Singasari." jawab Mahendra.
Mahisa Murti dan Mahisa Pukat mengangguk-angguk.
Namun Mahisa Murti masih juga bertanya "Apakah juga yang
disebut Raden Kuda Wereng ?"
"Ya" jawab Mahendra "Arya Kuda Cemani juga disebut
Ra den Kuda Wereng. Seorang perwira prajurit sandi yang
memiliki kemampuan yg sangat tinggi. Arya Kuda Cemani
memang digelari Raden Kuda Wereng. Perwira prajurit sandi
itu dianggap memiliki Aji Panglimunan, sehingga pada saat
tertentu ia dapat menghilang dari pandangan orang
kebanyakan." "Tetapi apakah Arya Kuda Cemani itu benar -benar dapat
menghilang ?" bertanya Mahisa Pukat.
"Aku tidak tahu. Tetapi Raden Kuda Wereng itu senang
mengenakan pakaian serba hitam. Ia jarang mengenakan
perhiasan y ang apalagi berkilat atau bercahaya, sehingga
memberikan kesan bahwa ia adalah orang y ang sangat
sederhana. Namun dengan demikian ia tidak mudah terlihat
didalam kegelapan atau peny amaran diantara semak-semak
dan pohon-pohon perdu." jawab Mahendra.
"Jadi tidak mengatakan demikian. Menurut orang banyak,
ia memang memiliki Aji Panglimunan, sehingga ia dapat
hilang begitu tiba-tiba tanpa m emerlukan kesempatan untuk
bersembunyi" berkata Mahendra kemudian.
Mahisa Murti dan Mahisa Pukat masih saja m enganggukangguk.
Meskipun demikian, keduanya memang masih raguragu
karena ayahnyapun tidak mengatakannya dengan tegas.


04 Hijaunya Lembah Hijaunya Lereng Pegunungan Karya Sh Mintardja di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Namun dalam pada itu ayahnyapun berkata "Besok kita
akan pergi kerumahnya. ia sudah pernah membicarakan kalian
berdua di medan pertempuran di Kabuyutan Bumiagara. Arya
Kuda Cemani tentu senang menerima kedatanganmu."
Demikianlah, Mahisa Murti dan Mahisa Pukat diminta
untuk berada di Singasari untuk beberapa hari. Selain
mengunjungi beberapa orang y ang pernah m engenal mereka,
maka jika ada kesempatan Mahisa Murti dan Mahisa Pukat
akan diajak untuk menghadap Sri Maharaja Singasari.
Sebenarnyalah dihari berikutnya, Mahendra telah
mengajak kedua anaknya untuk mengunjungi Arya Kuda
Cemani. Seorang Senapati prajurit sandi y ang memiliki
kemampuan yang sangat tinggi. Namun Mahendra itupun
berkata kepada kedua anaknya" Meskipun ia berilmu tinggi,
namun ia adalah seorang pendiam. Tidak banyak katakatanya.
Apalagi ia seorang y ang rendah hati. Ia sama sekali
tidak mengagungkan kelebihannya serta kedudukannya.
Orang y ang belum mengenalnya tentu menganggapnya
sebagai seorang kebanyakan.
" Itulah sebabnya ia tidak begitu nampak menonjol diantara
para prajurit-prajurit" berkata Mahisa Murti sambil
mengangguk-angguk. "Meskipun demikian, terpancar juga
wibawanya dari sikapnya itu."
"Seutuhnya ia seorang yang baik" desis Mahendra.
Demikianlah maka setelah melewati jalan-jalan di Kotaraja,
maka merekapun sampai kesebuah rumah yang meskipun
tidak terlalu besar tetapi nampak bersih dan teratur. Sejak
mereka memasuki reg ol halaman, mereka sudah melihat,
bahwa baik halamannya maupun rumahnya nampak
terpelihara dengan rapi. Beberapa jenis pohon bunga tumbuh
di sudut-sudut halaman. Kembang
soka, arum dalu dan ceplok piring.
Disebelah meny ebelah regolpun
tumbuh sepasang pohon kemuning.
Ditempat yang dipagari dekat
seketheng sebelah kanan ditanami
sekelompok kembang melati.
Mahisa Murti dan Mahisa Pukat
memandangi halaman rumah itu
dengan dada yang terasa sejuk dan
segar. Keduanya juga berusaha
mengajari cantrik-cantrik di
Pa depokan Bajra Seta untuk
mengatur halaman dengan sebaikbaiknya.
Namun ternyata bahwa halaman rumah Raden Kuda Wereng itu nampak demikian asri sehingga langsung
menyentuh perasaan kedua anak muda itu.
Ketika orang juru taman melihat kedatangan Mahendra
dengan kedua orang anaknya, maka juru taman itupun dengan
tergesa -gesa meny ongsongnya. "Kami ingin bertemu dengan
Arya Kuda Cemani" berkata Mahendra.
"Silahkan naik kependapa, Ki Sanak" jawab juru taman itu
aku akan menyampaikannya kepada tuanku, Arya Kuda
Cemani. "Katakan kepada Arya Kuda Cemani, bahwa aku adalah
Mahendra dengan dua orang anaknya." pesan Mahendra.
"Baik Ki Sanak" juru taman itu mengangguk hormat.
Mahendra dengan kedua anaknya menunggu beberapa saat
dipendapa sebelum kemudian Arya Kuda Cemani itu keluar
dari pintu pringgitan. Kedatangan Mahendra bersama kedua orang anak laki -
lakinya ternyata disambut gembira oleh Arya Kuda Cemani.
Dengan nada tinggi ia berkata "Aku kira, kedua orang anak
muda ini tidak bersedia singgah dirumahku."
"Dengan senang hati kami mempergunakan kesempatan ini
untuk singgah dirumah ini" jawab Mahisa Murti sambil
mengangguk. "Kami belum mempunyai kesempatan untuk berbicara
panjang ketika kami bertemu di Padepokan Bajra Seta dan
selanjutnya langsung menuju ke Kabuyutan Bumiagara."
berkata Arya Kuda Cemani kemudian. Lalu katanya kepada
Mahendra "Aku hanya sempat berbicara beberapa kali dengan
kdua anak laki -laki Ki Mahendra. Sehingga agaknya aku masih
ingin berbicara lebih panjang lagi. Ma sih ada beberapa hal
yang belum sempat aku katakan kepada mereka berdua."
" Itulah sebabnya, aku membawanya kemari. Biarlah Raden
sempat berbicara apa saja y ang masih ter sisa." desis
Mahendra. Ra den Kuda Wereng y g juga bergelar Arya Kuda Cemani itu
tersenyum. Katanya "Aku telah mendengar banyak tentang
Mahisa Murti dan Mahisa Pukat. Seorang Senapati, yang
pernah berada di Padepokan Bajra Seta pernah berceritera
tentang keduanya. Ternyata dalam usianya y ang masih sangat
muda itu, kedua memiliki ilmu y ang sangat tinggi."
"Ah, Raden terlalu memuji mereka. Keduanya sebenarnya
tidak mempunyai kelebihan apa-apa." sahut Mahendra.
"Ki Mahendra m emang seorang y ang suka merendahkan
diri. Tetapi sebenarnyalah bahwa kedua anak muda yang
memimpin sebuah padepokan itu memiliki kelebihan yang
berjarak sangat jauh dengan anak-anak muda sebay anya.
Meskipun di Kabuyutan Bumiagara aku tidak melihat sesuatu
yang m encuat dari kemampuan para prajurit, namun banyak
orang y ang telah membicarakan kalian berdua terutama ketika
sekelompok prajurit Kediri yang memberontak itu datang ke
Pa depokan Bajra Seta yang membuat mereka justru
mendendam kepada Kabuyutan Bumiagara, karena mereka
menganggap bahwa Kabuyutan Bumiagara telah
menjerumuskan mereka kedalam bencana. Karena itu, m aka
mereka datang kembali ke Bumiagara untuk memeras
Kabuyutan itu sehingga menjadi kering. Namun usaha itupun
telah gagal pula, karena para petugas sandi Kediri yang bekerja
sama dengan petugas sandi Singasari dapat menelusuri jejak
para prajurit Kediri yang melawan kebijaksanaan Senapati
Agung mereka. Namun karena ternyata ada y ang luput dari
pengamatan para petugas sandi dan baru disadari kemudian,
maka para prajurit Kediri y ang m emberontak itu datang ke
Pa depokan Bajra Seta."
"Padepokan kami juga pernah diselamatkan oleh prajurit
Singasari ketika prajurit Kediri yang memberontak itu datang
ke Padepokan kami." jawab Mahisa Murti.
Ra den Kuda Wereng itu tertawa, katanya "Sebenarnyalah
Pa depokan Bajra Seta adalah sebuah padepokan yang
mempunyai banyak kelebihan dari padepokan-padepokan
yanc lain. Bukan hanya pada segi oleh kanuragan, tetapi para
cantrik, dari Padepokan itu mempunyai kelebihan pula dalam
ilmu -ilmu yang lain. Bahkan ilmu perbintangan."
Mahisa Murti dan Mahisa Pukata hanya tersenyum saja.
Namun k etika Mahendra akan menjawab, maka pembicaraan
merekapun telah terputus. Dari pintu pringgitan seorang gadis
keluar sambil membawa hidangan. Minuman hangat dan
beberapa potong ma kanan.
Diluar sadarnya, Mahisa Murti dan Mahisa Pukat
memandangi wajah gadis itu dengan tajamnya. Bahkan
hampir tidak berkedip. Namun tiba-tiba keduanya menunduk
ketika Raden Kuda Wereng itu berkata "Anakku perempuan
satu -satunya. Dua anakku yang lain adalah laki -laki."
Yang menyahut kemudian adalah Mahendra "Siapakah
namanya?" Ra den Kuda Wereng menarik nafas panjang. Iapun
kemudian berkata kepada anak gadisny a "Pamanmu
Mahendra ingin tahu, siapa namamu."
Tetapi gadis itu justru tersipu-sipu. Bahkan setelah
meletakkan hidangan bagi tamu-tamunya iapun tergesa -gesa
meninggalkan pendapa dan masuk kembali ke ruang dalam.
Ra den Kuda Wereng hanya tersenyum saja. Namun
kemudian katanya "Anakku memang pemalu. Ia tidak terbia sa
berhubungan dengan orang lain kecuali keluarganya sendiri.
Apalagi ibunya memang lebih senang anak gadisnya selalu
tinggal di rumah." "Bukankah hal y ang wajar sekali ?" sahut Mahendra
"namun karena aku tidak mempunyai anak perempuan, maka
aku tidak pernah menaruh perhatian berlebihan terhadap
anak-anakku. Apalagi setelah mereka menjadi dewasa."
"Tetapi Ki Mahendra telah berhasil mengantarkan anakanak
Ki Mahendra pada satu keadaan y ang m antap. Mereka
menjadi anak-anak yang mapan. Bukan saja memiliki
pengetahuan yang cukup, tetapi mereka juga dibekali dengan
sifat dan watak yang baik." berkata Raden Kuda Wereng.
"Raden telah memuji lagi" desis Mahendra.
"Bukan sekedar memuji" jawab Raden Kuda Wereng "tetapi
bukankah anak laki-laki Ki Mahendra yang tertua menjadi
Akuwu di Sangling dan dua y ang lain telah berhasil
mendirikan sebuah padepokan y ang terkemuka. Papokan yang
masih m uda, dipimpin oleh orang-orang y ang m asih sangat
muda pula, tetapi nama serta pengaruhnya telah menjadi
cukup luas. Bahkan telah m endapat perhatian khusus dari Sri
Maharaja." "Tetapi itu bukan satu kelebihan y ang pantas mendapat
pujian y ang berlebihan" sahut Mahendra.
"Sebenarnyalah aku iri kepada Ki Mahendra" berkata
Ra den Kuda Wereng "kedua anakku yang laki -laki tidak
memiliki kelebihan apapun juga. Mereka memang telah
diterima menjadi calon pfajurit. Tetapi apa y ang mereka capai
tidak lebih baik dari calon-calon prajurit yang lain.
Sebelumnya, ketika keduanya aku serahkan berguru kepada
seorang y ang aku anggap memiliki kemampuan yang tinggi,
ternyata tidak memenuhi sebagaimana aku harapkan. Karena
itu m ereka aku tarik kembali dan aku masukkan dalam barak
calon prajurit." "Mereka akan menjadi seorang prajurit yang baik" berkata
Mahendfa kemudian. "Mudah-mudahan." Raden Kuda Wereng menganggukangguk
"m eskipun mereka tidak menjadi seorang prajurit
pilihan, asal mereka menjadi prajurit y ang baik, itu sudah
cukup bagiku." Sementara itu Mahis Murti dan Mahisa Pukat tidak dapat
langsung ikut berbicara justru karena Raden Kuda Wereng
sedang memperbandingkan kedua anaknya dengan mereka.
Namun beberapa saat kemudian. Raden Kuda Wereng telah
mengalihkan pembicaraan mereka. Senapati itu telah bertanya
berbagai hal tentang padepokan Bajra Seta. Namun masih juga
sekali-sekali membayangkan kekecewaannya atas kedua orang
anak laki -lakinya. Dalam pada itu, setelah beberapa lama Mahendra berada di
rumah Raden Kuda Wereng, m aka iapun telah mohon diri.
Namun bagi Mahisa Murti dan Mahisa Pukat, rasa-rasanya
mereka baru sesaat saja duduk di pendapa rumah Raden Kuda
Wereng. Mereka m engharap anak gadis Raden Kuda Wereng
itu keluar lagi dari ruang dalam. Apalagi ikut menemui mereka
di pendapa. "Raden Kuda Wereng tidak meny ebut namanya" berkata
kedua orang anak muda itu di dalam hatinya.
Namun ternyata Raden Kuda Wereng tidak melepas mereka
pergi. Katanya "Sudah saatnya makan siang. Aku ingin
menjamu Ki Mahendra dengan kedua orang anak laki-lakinya
makan. Meskipun hanya seadanya."
Mahendra tidak dapat menolak. Karena itu, maka mereka
telah m enunggu hidangan makan y ang sedang disiapkan oleh
isterinya. Ra den Kuda Werengpun kemudian telah m empersilahkan
tamu-tamunya untuk masuk ke ruang dalam. Sementara itu
ternyata isterinya dan anak gadisnya tengah m empersiapkan
makan bagi ketiga orang tamunya itu.
Mahisa Murti dan Mahisa Pukat menarik nafas dalamdalam.
Ketika kemudian m ereka duduk di ruang dalam itu,
maka merekapun melihat gadis itu dengan sigapnya
membantuk ibunya mengatur mangkuk-mangkuk di atas tikar
pandan y ang putih. Ceting nasi dan tenong"tenong kecil berisi
lauk pauk serta mangkuk-mangkuk minuman.
Beberapa saat kemudian, isteri Raden Kuda Wereng itu
telah mempersilahkan tamu-tamunya untuk makan. Namun
kemudian katanya "Tetapi maaf, kami tidak dapat
mengantarkan kalian makan. Silahkan makan apa adanya."
Keduanya memang segera meninggalkan ruang dalam.
Sementara Raden Kuda Werenglah y ang kemudian
mempersilahkan ketiganya untuk makan bersamanya.
Namun dalam pada itu, Mahisa Murti dan Mahisa Pukat
telah mendapat kesempatan untuk memperhatikan anak
perempuan Raden Kuda Wereng itu lebih seksama. Menurut
penilaian keduanya, gadis itu memang seorang gadis yang
cantik, tangkas dan nampaknya meskipun anak seoran
Senapati yang terpandang di Singasari, namun gadis itu bukan
seorang merasa dirinya lebih terhormat dari orang
kebanyakan. "Dengan demikian ternyata bahwa anak gadis Raden Kuda
Wereng itu telah mendapat perhatian khusus dari Mahisa
Murti dan Mahisa Pukat. Sehingga karena itu, m aka setelah
keduanya pulang dari rumah Raden Kuda Wereng yang juga
bernama Arya Kuda Cemani maka diluar sadar kedua anak
muda itu telah mempercakapkan gadis itu.
Namun Mahisa Pukatpun kemudian berkata "Tetapi sampai
kita pulang, kita belum tahu nama gadis itu"
Meskipun perhatian Mahisa Murti tertarik pula kepada
gadis itu, tetapi Mahisa Murti tidak begitu terbuka seperti
Mahisa Pukat. Mahisa Murti kadang-kadang hanya terseny um
sa ja mendengar Mahisa Pukat dengan berterus terang memuji
gadis itu. "Kau pernah m elihat gadis secantik itu ?" bertanya Mahisa
Pukat. Katanya pula "Sayang, ia seorang pemalu"
Mahisa Murti tersenyum. Katanya "Gadis itu memang
pemalu. Tetapi bukankah itu wajar sekali" Gadis itu tidak
sepantasnya berbuat lebih dari yang telah dilakukannya"
Mahisa Pukat mengangguk-angguk. Katanya "Nampaknya
gadis itu lebih banyak dikurung didalam rumahnya. Tetapi jika
demikian, ia tidak akali mengenal orang lain kecuali ay ah, ibu
dan saudara-saudaranya sendiri"
" Itu wajar sekali. Tetapi bukan berarti ia tidak mengenal
orang lain. Dalam kesempatan-kesempatan tertentu gadisgadis
yang dikurung didalam rumahnya dapat berhubungan


04 Hijaunya Lembah Hijaunya Lereng Pegunungan Karya Sh Mintardja di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

dengan orang lain. Dalam keramaian-keramaian atau upacaraupacara
y ang dapat dihadirinya. Gadis-gadis itu akan bertemu
dan bercanda dengan kawan-kawannya y ang dikenalnya sejak
sebelum ia menginjak dewasa. Kawan-kawan bermain dimasa
kanak-kanak" Mahisa Pukat mengangguk-angguk. Namun tiba-tiba ia
bertanya "Jika demikian, apakah gadis-gadis itu tidak akan
pernah mendapat kawan baru selain kawan-kawan lamanya?"
"Kesempatan itu selalu ada" jawab Mahisa Murti.
Mahisa Pukat mengangguk-angguk. Tetapi ia tidak
bertanya lagi. Namun dalam kediamannya, Mahisa Pukat
masih saja m engenang gadis anak Raden Kuda Wereng yang
disebut-sebut memiliki Aji Panglimunan itu.
Ternyata perhatian anak-anaknya terhadap gadis itu tidak
luput dari perhatian Mahendra. Sebagai orang tua ia mengerti,
bahwa anak-anaknya telah memperhatikan gadis Raden Kuda
Wereng itu. Namun ju stru karena itu, timbul kecemasan dihati
Mahendra, bahwa anaknya kedua-duanya tertarik pada
seorang gadis. "Agaknya aku terlalu berprasangka" berkata Mahendra di
dalam hatinya. Namun justru karena itu, m aka Mahendra tidak lagi ingin
membawa anak-anaknya kerumah Raden Kuda Wereng.
Kecuali memperhitungkan kedua anaknya yang telah
dewasa, iapun memperhitungkan derajad Raden Kuda
Wereng, seorang Senapati y ang tepandang. Meskipun
Mahendra adalah seorang yang juga dihormati di Singasari
karena hubungannya yang dekat dengan Sri Maharaja, namun
ia bukan seorang y ang memiliki kedudukan sebagaimana
Mahisa Agni dan Witantra semasa hidupnya.
Dengan demikian, Mahendra sama sekali tidak
membicarakan lagi kunjungannya kepada Raden Kuda
Wereng. Apalagi berbicara tentang niat untuk berkunjung lagi.
Sebenarnyalah Mahisa Murti dan Mahisa Pukat m emang
berharap bahwa ay ahnya akan mengajaknya lagi berkunjung.
Tetapi ternyata sampai mendekati saat mereka kembali ke
padepokan, ayahnya tidak membawanya lagi mengunjungi
Ra den Kuda Wereng. Bahkan seperti y ang dikatakan oleh
ay ahnya, keduanya telah dibawa menghadap Sri Baginda
ketika mereka mendapat kesempatan.
Namun yang tidak disangka-sangka telah terjadi. Arya Kuda
Cemani telah meny elenggarakan satu keramaian kecil. Arya
Kuda Cemani yang m erasa sangat bergembira bahwa kedua
anaknya y ang menjadi calon prajurit telah benar-benar
diterima dan diwisuda menjadi prajurit telah mengundang
beberapa orang sanak kadangnya untuk menyatakan
kegembiraannya itu. Ternyata diantara mereka y ang diundang
adalah Mahendra dengan kedua orang anak laki-lakinya yang
sedang berada di Singasari.
Mahendra memang m enjadi bingung. Seandainya Mahisa
Murti dan Mahisa Pukat tidak mendengar langsung utusan
yang mengundang mereka, maka Mahendra akan mengatakan,
bahwa kedua anaknya sedang bersiap-siap untuk pulang ke
Pa depokan. Tetapi ternyata Mahisa Murti dan Mahisa Pukat
justru telah menyatakan kesediaan mereka untuk datang.
Dengan demikian maha Mahendra tidak mempunyai alasan
untuk tidak datang ke keramaian kecil itu bersama dengan
kedua orang anaknya, Mahisa Murti dan Mahisa Pukat yang
ternyata memang menaruh perhatian yang besar sekali atas
undangan itu. Sebenarnyalah, bahwa Mahendra dan kedua anaknya
benar-benar telah datang sekali lagi berkunjung kerumah Arya
Kuda Cemani. Keramaian itu sendiri, meskipun tidak
dikunjungi terlalu banyak orang, namun cukup ramai.
Kegembiraan benar-benar meliputi semua yang hadir dalam
pertemuan itu. Ternyata bahwa keramaian itu telah memperkenalkan
Mahisa Murti dan Mahisa Pukat dengan gadis Arya Kuda
Cemani. Gadis yang disangkanya pemalu itu, t ernyata pandai
juga meny esuaikan dirinya. Bahkan gadis itu cepat menjadi
akrab dengan Mahisa Murti dan Mahisa Pukat.
Ketika gadis itu kemudian m enghidangkan suguhan bagi
para tamu, maka tanpa diminta Mahisa Murti dan Mahisa
Pukat telah ikut membantunya disamping beberapa orang
sanak kadang Arya Kuda C emani yang terdekat. Kemanakankemanakannya
dan beberapa orang tetangga. Meskipun isteri
Arya Kuda Cemani telah m empersilahkan Mahisa Murti dan
Mahisa Pukat untuk duduk saja diantara para tamu, namun
keduanya ternyata masih saja tetap membantu.
"Kalian diundang untuk dilayani disini" berkata gadis itu
"bukan untuk melayani."
Tetapi Mahisa Pukat menjawab "Apa salahnya kami
membantu " Tamu ternyata terlalu banyak bagi beberapa
orang sinoman." Anak perempuan Arya Kuda Cemani hanya tersenyum saja.
Dua orang sepupunya, juga gadis sebay anya, ikut juga
tersenyum tanpa mengucapkan sepatah katapun.
Sementara itu, Mahendra duduk tidak terlalu jauh dari Arya
Kuda Cemani. Ketika hidangan sudah disuguhkan, maka Arya
Kuda Cemani telah menyatakan kepentingannya mengadakan
keramaian kecil itu. "Meskipun sederhana, kami ingin
mengungkapkan kegembiraan kami."
Arya Kuda Cemani itupun kemudian telah memanggil
kedua anak laki -lakinya untuk dihadapkan kepada sanakkadang
serta orang-orang terdekat y ang diundang oleh Arya
Kuda Cemani. "Mereka telah menjadi prajurit" berkata Arya Kuda Cemani
kemudian dengan bangga. Yang hadir mengangguk-angguk. Sementara itu
Mahendrapun berdesis "Mereka masih sangat muda."
"Sebenarnya juga tidak" jawab Arya Kuda Cemani "tentu
umur mereka tidak jauh dari anak-anak Ki Mahendra."
Mahendra hanya mengangguk-angguk saja, sementara Arya
Kuda Cemani minta kedua anaknya duduk diantara para tamu
untuk mengantarkan mereka makan bersama.
Ternyata beberapa kawan dari kedua anak laki -laki Arya
Kuda Cemani itu ikut pula dalam pertemuan itu. Mereka ikut
bergembira bersama keluarga Arya Kuda Cemani.
Namun dalam pada itu, ketika para tamu sedang menikmati
alunan suara gamelan y ang ngerangin, seorang diri kawan
kedua anak Arya Kuda Cemani itu berkata "He, bukankah kau
ingin memperkenalkan kami dengan adik perempuanmu ?"
Kedua orang anak laki -laki Arya Kuda Cemani itu
tersenyum. Yang tertua diantara mereka berkata "Kau jangan
tergesa -gesa. Hidangan masih akan berlanjut. Baru minuman
dan makanan. Nanti kita akan disuguhi makan. Adikku ikut
menghidangkan suguhan itu bersama-sama dengan anak-anak
muda dan gadis-gadis yang lain."
"Aku tahu" jawab kawannya "aku sudah melihatnya tadi.
Biar saja orang lain menghidangkan suguhan itu. Bukan
adikmu." Tetapi kakak yang t ertua itu berkata " Itu sudah menjadi
kesenangannya. Duduk sajalah. Kita makan dahulu. Nanti,
setelah makan, aku perkenalkan kau dengan adikku dan gadisgadis
sepupuku itu. Kita masih mempunyai banyak waktu."
"Sesudah makan pertemuan ini akan bubar. Kami akan
kehilangan kesempatan itu."
"Tidak. Setelah makan, tamu-tamu m emang akan bubar.
Tetapi anak-anak muda dan gadis-gadis itu tentu akan tinggal
untuk memanfaatkan kesempatan ini. Kesempatan yang
jarang mereka dapat. Sementara itu, gamelan itu akan dipukul
sepanjang malam." jawab anak Arya Kuda Cemani y ang muda.
Tamu-tamunya mengangguk-angguk. Meskipun mereka
agak kecewa tetapi mereka tidak memaksa.
Demikianlah, keramaian kecil itu b erlangsung sampai jauh
malam. Ternyata orang-orang tua itu dengan telaten
menikmati suara gamelan y ang mengalunkan gending-gending
yang kadang-kadang terdengar lembut menyentuh hati.
Namun kemudian menghentak keras sesaat. Tetapi k emudian
iramanya kembali menurun.
Namun akhirnya anak-anak muda itu tidak sabar. Katanya
"Kami akan turun dari pendapa. Kami akan berada di serambi
gandok. Ajak adikmu kesana. Juga gadis-gadis y ang lain.
Bukankah hidangan sudah semuanya disuguhkan ?"
Kedua orang anak Arya Kuda Cemani tidak dapat mengelak
lagi. Makan memang sudah dihidangkan. Namun nampaknya
tamu-tamu m asih menikmati irama gamelan. Tetapi dengan
demikian, didapur orang menjadi sibuk lagi untuk membuat
hidangan berikutnya didini hari.
Demikianlah, beberapa orang anak m uda yang juga baru
diwisuda menjadi prajurit telah turun dari pendapa dan
berkumpul di serambi gandok. Kedua orang anak Arya Kuda
Cemanipun kemudian telah pergi ke dapur. Karena mereka
tidak melihat adik perempuannya maka y ang ter-tuapun
bertanya "Sasi dimana ibu ?"
"Untuk apa kau cari adikmu " Apakah ada yang masih
belum mendapat hidangan ?" bertanya ibunya.
"Tidak ibu. Beberapa orang kawanku, y ang juga diwisuda
bersamaku ingin berkenalan dengan Sasi dan gadis-gadis yang
lain. Hanya berkenalan saja ibu." jawab anaknya y ang tertua.
Ibunya termangu -mangu sejenak. Namun kemudian
katanya "Anak-anak y ang menghidangkan minuman dan
makanan itu sedang beristirahat digladri kanan. Bawa saja
kawan-kawanmu kesana. Jangan ajak adikmu kependapa."
"Mereka sudah tidak berada di pendapa. Mereka ada di
serambi gandok." jawab anaknya y ang tertua.
Namun ibunya tetap berkata "Bawa saja kawan-kawanmu
masuk ke gladri. Adikmu tidak sendiri disana."
Kedua orang anak Arya Cemani itu termangu-mangu
sejenak. Namun kemudian y ang muda berkata "Marilah. Kita
ajak mereka ke gladri. Kita justru akan dapat lebih bebas
berbicara, bergurau atau apa saja tanpa mengganggu para
tamu." Kedua orang anak muda itupun kemudian telah memanggil
kawan-kawannya dan membawanya ke gladri sebelah kanan.
Ternyata di gladri terdapat beberapa orang yang sedang
duduk-duduk sambil bergurau. Mereka adalah anak-anak
muda y ang telah membantu menghidangkan suguhan kepada
para tamu y ang ada di pendapa. Karena suguhan berikutnya
sedang dipersiapkan, maka mereka mendapat kesempatan
untuk beristirahat. Karena mereka terdiri dari anak-anak
muda, maka kelompok kecil itu telah menjadi riuh.
Mahisa Murti dan Mahisa Pukat y ang ada diantara mereka
mula-mula merasa canggung. Meskipun umur mereka masih
terhitung muda meskipun agak lebih tua dari anak-anak muda
yang berkumpul itu, namun pengalaman hidup m ereka yang
luas serta kedudukan mereka di Padepokan Bajra Seta telah
membuat mereka agak terpisah dari kehidupan anak-anak
muda itu. Namun Mahisa Murti dan Mahisa Pukat berusaha
untuk dapat meny esuaikan dirinya.
Namun bagi Sasi, keduanya yang nampak lebih dewasa dari
kawan-kawannya itu justru telah m enarik perhatiannya. Sasi
yang jarang berhubungan dengan orang lain selain
keluarganya sendiri itu seakan-akan telah menemukan
seorang kawan yang lain dari kawan-kawannya y ang pandai
bergurau saja. Namun kedua orang anak Mahendra itu
nampak lebih matang dan kadang-kadang sikapnya memang
bersungguh-sungguh. Karena itu, maka Sasi merasa betapa kedua orang anak
muda itu memiliki wibawa yang lebih besar dari kawankawannya.
Kedatangan kawan-kawan kedua anak Raden Kuda Wereng
itu menambah gladri itu menjadi semakin ramai. Sa silah yang
memperkenalkan kedua kakaknya kepada kawan-kawannya
yang masih belum mengenalnya.
"Kakakku yang tua bernama Kuda Semedi, sedangkan y ang
muda namanya Kuda Semeni."
" Itulah adikku" berkata Kuda Semedi. Lalu katanya "Nah,
sebaiknya kalian juga memperkenalkan diri. Biarlah
pertemuan kecil ini menjadi tidak kalah ramainya dengan
pertemuan di pendapa. Sebenarnyalah sekelompok kecil anak-anak muda itu telah
meramaikan suasanan di rumah Raden Kuda Wereng. Gladri itu memang menjadi
semakin ramai tanpa mengganggu para tamu di pendapa. Kawan-kawan kedua
anak Arya Kuda Cemani itupun
telah berbaur dengan anakanak
muda y ang terdiri dari saudara-saudara Sasi dan kawan-kawannya. Namun dalam pada itu, dalam suasana y ang semakin
ramai itu, dalam penglihatan
mata hati Sasi, Mahisa Murti
dan Mahisa Pukat adalah anakanak
muda y ang lain dari anak-anak muda y ang ada di gladri
itu. Bahkan juga kedua kakaknya dan kawan-kawannya yang
telah ditetapkan menjadi prajurit.
Karena itu, maka diluar sadarnya, Sasi justru selalu dekat
dengan Mahisa Murti dan Mahisa Pukat. Ra sa-rasanya
keduanya akan dapat melindunginya jika sesuatu terjadi atas
mereka. Beberapa orang kawan Kuda Semedi dan Kuda Semeni
tidak memperhatikan lagi secara khusus adik Kuda Semedi
dan Kuda Semeni itu, karena m ereka telah b erbicara dengan
riuhnya diantara anak-anak muda dan gadis-gadis yang lain.
Tetapi seorang diantara kawan Kuda Semedi dan Kuda
Semeni itu merasa terganggu dengan kehadiran Mahisa Murti
dan Mahisa Pukat. Meskipun ia berusaha untuk mendekati
Sasi, namun ternyata Sasi tidak menghiraukannya sama sekali.
Karena itulah, maka anak m uda itupun berbisik ditelinga
Kuda Semedi "Siapakah kedua orang anak muda itu ?"
Kuda Semedi menggeleng. Katanya "Aku belum
mengenalnya sebelumnya. Diantara sanak-kadang sendiri,
memang terdapat tetangga-tetangga kawan Sasi yang belum
aku kenal." Anak muda yang juga telah diwisuda m enjadi prajurit itu


04 Hijaunya Lembah Hijaunya Lereng Pegunungan Karya Sh Mintardja di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

berkata "Kuda Semedi. Terus terang, aku tertarik kepada
adikmu. Aku datang untuk mengenalnya lebih dekat. Beri aku
kesempatan." "Bukankah aku tidak menghalanginya ?" bertanya Kuda
Semedi "Tetapi kedua orang anak muda itu. Nampaknya keduanya
daripada yang lain. Apakah ada hubungan khusus antara
adikmu dengan salah seorang diantara mereka ?"
"Tidak. Tentu tidak, karena aku belum pernah melihat
mereka berdua sebelumnya. Atau, barangkali hubungan itu
terjadi selama aku berada di barak calon prajurit itu." sahut
Kuda Semedi. "Usahakan agar keduanya meninggalkan gladri ini." berkata
kawan Kuda Semedi itu. Wajah Kuda Semedi menegang. Katanya "Bagaimana hal
itu dapat aku lakukan. Aku tidak tahu bagaimana mereka ada
disini. Jangan-jangan aku akan m embuat persoalan dengan
orang y ang kurang aku kenal."
"Terserah caramu. Tetapi bagaimana usahamu agar Sasi
meninggalkan kedua anak muda itu." berkata kawan Kuda
Semedi itu. Kuda Semedi memang menjadi agak bingung. Demikian
pula Kuda Semeni. Namun keduanya tidak ingin membuat
kawannya itu menjadi kecewa. Apalagi kawannya itu adalah
anak Senapati yang memimpin barak barak mereka.
Sasi termangu-mangu sejenak. Sementara Kuda Semedipun
berkata "Mungkin ia seorang Pelay an Dalam. Mungkin sekalisekali
Sri Baginda pernah berbicara dengan orang itu. Dengan
demikian ia merasa seolah-olah Sri Maharaja telah minta
U 1 Gajahmada Karya Langit Kresna Hariadi Panji Sakti 3
^