Pencarian

Hijaunya Lembah Hijaunya 35

04 Hijaunya Lembah Hijaunya Lereng Pegunungan Karya Sh Mintardja Bagian 35


lambaran dendam seperti itu, maka aku akan melayanimu
bertempur sampai kapanpun. Aku pertaruhkan apa y ang ada
padaku untuk menjaga kehormatan dan harga diriku. Kau
tentu tahu, bahwa aku lebih baik mati daripada mendapat
penghinaan seperti itu."
Gigi Kiai Puput itupun gemeretak menahan kemarahannya.
Dengan lantang ia berkata "Anak muda. Jika kau menolak
sy aratku dan masih berniat melawanku, maka kau akan mati
hangus menjadi abu. Aku tidak hanya sekedar mengancammu.
Tetapi aku akan benar-benar dapat melakukan atasmu."
"Aku tidak peduli" jawab Mahisa Murti "tetapi aku tidak
dapat kau hinakan seperti itu. Betapapun lemahnya seekor
kucing, tetapi jika ia terinjak kaki, m aka ia akan m enggeliat
juga." "Bagus" geram Kiai Puput "jika demikian bersiaplah. Kau
benar-benar akan mengalami kematian y ang sangat pahit."
"Aku atau kau, Kiai" jawab Mahisa Murti.
Kiai Puput yang marah serta dibakar oleh dendam
dihatinya itu tidak dapat mengekang diri lagi. Iapun segera
bersiap untuk bertempur dalam tataran puncak
kemampuannya. Ketiga orang y ang m enyaksikan pertempuran itu kembali
menjadi tegang. Semula mereka sempat menarik nafas
panjang, ketika ketegangan seakan-akan telah mereda. Namun
sudah tentu bahwa anak muda itu tidak akan dengan suka rela
membiarkan tubuhnya menjadi cacat. Apalagi cacat untuk
sepanjang umurnya. Sementara itu, anak muda itu masih
belum dapat dianggap kalah. Bahkan anak muda itu mampu
menunjukkan beberapa kelebihan dari Kiai Puput itu sendiri.
Karena itu, maka degup pernafasan merekapun seakanakan
menjadi semakin cepat, tetapi seakan-akan tertahantahan
oleh ketegangan yang semakin memuncak.
Mahisa Murti dan Kiai Puputpun telah bertempur kembali.
Namun Kiai Puput yang menyadari betapa berbahayanya ilmu
Mahisa Murti, selalu berusaha untuk menghindari setiap
benturan. Bahkan Kiai Puputpun merasa bahwa ia tidak akan
sempat menyerang untuk mengenai tubuh lawannya, karena
dengan demikian akan berarti satu sentuhan. Sementara
tubuh lawannya yang muda itu seakan-akan tidak dapat
disakitinya, namun justru tenaga dan kemampuannya akan
terhisap. Karena itu, maka Kiai Puput tidak mempunyai pilihan lain.
Ia harus menunjukkan puncak kemampuannya selagi tenaga
dan kemampuannya masih dapat dianggap utuh.
Beberapa saat kemudian, ketika ia m endapat kesempatan,
maka Kiai Puputpun telah meloncat mengambil jarak. Dengan
lantang iapun berkata "Anak muda. Kali ini adalah
kesempatanmu y ang terakhir. Karena aku menaruh belas
kasihan kepadamu y ang masih muda, maka aku memberi
kesempatan kepadamu sekali lagi tetapi y ang terakhir untuk
menyerah. Jika tidak, maka kau benar-benar akan mati
dengan cara y ang sama sekali tidak meny enangkan."
"Sudah aku katakan Kiai. Aku tidak akan menghentikan
perlawanan dengan sy arat y ang kau berikan itu. Tetapi jika
kau mengancam untuk membunuhku, maka akupun akan
melakukannya juga, karena sebenarnya akupun tidak ingin
membunuhmu jika kau menyadari bahwa langkahmu itu
adalah langkah y ang salah. Dendam yang berbalas dendam
tidak akan pernah mendapat peny elesaian. Tetapi jika kau
menyadari akan kesalahanmu itu, maka aku berjanji tidak
akan membunuhmu." berkata Mahisa Murti yang sudah
menjadi semakin marah itu.
Tetapi ancaman Mahisa Murti itu membuat Kiai Puput
seakan-akan menjadi mata gelap. Dengan lantang ia berbicara
"Anak muda. Lihat, apa yang dapat aku lakukan. Bukan hanya
sekedar mencuri kesempatan menghisap kekuatan dan
kemampuan lawan, tetapi aku akan dapat membakarmu
hidup-hidup." "Aku tidak peduli" jawab Mahisa Murti.
"Anak iblis. Buka matamu lebar-lebar. Aku akan
menunjukkan kepadamu, bahwa aku tidak hanya sekedar
mengancammu." Mahisa Murti tidak sempat menjawab. Ia melihat orang itu
sedang memusatkan nalar budinya. Hanya sesaat. Kemudian
kedua telapak tangannyapun dikatubkannya. Ketika kemudian
ia menghentakkan tangannya, maka dari telapak tangannya
yang terbuka itu seakan-akan telah m eluncur segumpal api
sebesar buah jeruk pecel kearah sebatang pohon cangkring
yang tumbuh di padang perdu itu.
Mahisa Murti dengan tegang mengikuti peristiwa
sebagaimana pernah dilihatnya. Sementara itu ketiga orang
pengikut Kiai Puput itu bagaikan membeku ditempat mereka.
Tiba-tiba saja mereka merasa bahwa tidak adil jika anak muda
itu harus mati oleh dendam y ang membakar jantung Kiai
Puput. Demikianlah maka sebagaimana pernah terjadi, maka
ketika api itu meny entuh selembar daun cangkring, maka
meledaklah bunga api sebagaimana pernah disaksikannya.
Ketiga orang y ang m enyaksikan pameran ilrru itu m enjadi
sangat tegang. Jika ilmu itu dilontarkan langsung kearah
Mahisa Murti, maka anak muda itu tentu benar-benar akan
menjadi abu. Dalam pada itu, Mahisa Murtipun menyaksikan bunga api
yang m eledak itu dengan jantung y ang berdebaran. Ilmu Kiai
Puput, sebagaimana Kiai Wijang memang luar bia sa.
Sementara itu, terdengar suara Kiai Puput "Nah, anak
muda. Kau dapat memilih. Meny erah dengan segala akibatnya
atau mengalami serangan ilmu seperti y ang kau lihat."
Mahisa Murti memang menjadi tegang. Ia melihat daun
dan ranting pohon cangkring itu memang rontok menjadi abu.
Tetapi ia melihat dahan-dahan utamanya dan apalagi pohon
pohon cangkring itu masih berdiri tegak. Dengan demikian
maka Mahisa Murti mengerti bahwa kekuatan ilmu Kiai
Wijang masih jauh lebih tinggi. Ketika Kiai Wijang
menghantam pohon gayam dengan ilmunya y ang dahsyat itu,
maka bukan saja ranting -ranting dan daun-daunnya sajalah
yang runtuh menjadi debu. Tetapi juga cabang-cabangnya
yang besar runtuh berserakan.
Karena itu, maka Mahisa Murtipun berniat untuk
mengimbangi pameran kekuatan ilmu itu. Dipusatkannya
nalar budinya. Ketika segala kekuatan yang dimilikinya sudah
dihimpunnya, maka iapun mulai mengangkat tangannya.
Kedua telapak tangannya memang ditakupkan. Namun
kemudian tangannya itupun dihentakkannya dengan kedua
telapak tangannya terbuka menghadap ke batang pohon
cangkring y ang besar itu.
Dari tangan Mahisa Murti telah meluncur cahaya y ang
kehijau-hijauan. Mahisa Murti sendiri m engerutkan dahinya,
ketika ia melihat cahaya itu jauh lebih terang dari cahaya yang
meluncur dari telapak tangannya disaat-saat sebelumnya.
Cahaya itupun dengan kecepatan yang sangat tinggi telah
menyambar batang cangkring y ang masih berdiri tegak itu.
Yang terjadi adalah sangat mengejutkan. Pokok batang
Cangkring itu telah meledak dengan dahsy atnya. Pohon
cangkring y ang besar itu ternyata tidak saja mampu
dirobohkan, tetapi batang pohon yang besar itu seakan-akan
telah dilemparkan ke udara. Melenting dan kemudian jatuh
beberapa langkah dan r oboh ditanah. Pohon itu telah
terpenggal dari pokoknya yang masih berpegangan pada akarakarnya
y ang menancap jauh kedalam bumi.
Ketiga orang pengikut Kiai Puput itu rasa-rasanya seperti
sedang bermimpi. Peristiwa itu sangat dahsy at didalam
penglihatan mereka. Batang cangkring yang besar dan r oboh,
serta pokoknya y ang masih menghunjam ditanah, nampak
merah membara. Kiai Puput menyaksikan pameran kekuatan ilmu anak
muda itu dengan mulut yang menganga. Ia merasa kepalanya
tersuruk kedalam dunia mimpi yang menakutkan. Anak muda
itu ternyata memiliki ilmu yang sangat tinggi.
Selagi Kiai Puput termangu-mangu dicengkam oleh gejolak
perasaannya, maka Mahisa Murti telah berdiri menghadap
kepadanya sambil berkata "Nah, Kiai Puput. Kita masingmasing
sudah menunjukkan kemampuan dan kekuatan ilmu
kita. Terserah kepadamu, apakah kau masih akan
memaksakan kehendakmu. Bukan maksudku untuk
meny ombongkan diri jika aku menunjukkan kelebihanku
kepadamu, Kiai Puput. Tetapi aku y akin, bahwa jika kau
benar-benar meny erangku dengan ilmumu itu, kau sendiri
akan mengalami kesulitan. Aku akan dapat membentur
ilmumu sehingga ilmumu sama sekali tidak akan
menyentuhku. Aku dapat menahan jarak atas apimu.
Sementara kelebihan ilmuku akan dapat m endorong ilmumu
mental dan akan menghancurkan dirimu sendiri. "
Wajah Kiai Puput menjadi tegang. Ia tidak dapat
mengingkari kenyataan y ang dihadapinya. Iapun tidak akan
dapat ingkar, bahwa kekuatan ilmu anak muda itu lebih besar
dari kekuatan ilmunya. Bukan karena tenaga dan
kemampuannya sudah terhisap oleh anak muda itu, karena ia
segera menyadari hal itu. Tetapi ia harus mengakui, anak
muda itu lebih baik dari Kiai Puput itu sendiri.
Untuk beberapa saat Kiai Puput berdiri menegang. Ia
berdiri dipersimpangan antara keny ataan y ang dihadapinya
serta harga diriny a. Tetapi jika ia berpegang pada harga
dirinya, maka tubuhnya akan terbaring ditempat itu. Bahkan
mungkin untuk selama-lamanya. Ketiga orang itupun akan
tetap menceriterakan kepada semua orang, bahwa ia telah
dikalahkan oleh seorang anak muda, pemimpin Padepokan
Bajra Seta. Mahisa Murti dengan sengaja memang memberikan
kesempatan kepada Kiai Puput untuk menentukan sikap.
Meskipun demikian Mahisa Murti tidak menjadi lengah,
karena dapat saja setiap saat Kiai Puput itu dengan serta merta
menyerangnya. Namun ternyata Kiai Puput itupun kemudian menarik
nafas dalam-dalam sambil berkata "Aku harus mengakui
kelebihanmu anak muda. Aku memang tidak akan dapat
mengalahkanmu." "Jadi, apakah y ang akan kau lakukan ?" bertanya Mahisa
Murti. "Kaulah y ang akan menentukan." jawab Kiai Puput.
Mahisa Murti termangu-mangu sejenak. Namun kemudian
iapun berkata "Bagaimana jika aku m engajukan syarat yang
sama sebagaimana kau ajukan ?"
Wajah Kiai Puput menegang. Namun kemudian katanya
"Jika kau berkeras untuk melakukannya, baiklah anak muda."
"Mahisa Murti termangu-mangu sejenak. Katanya "Jadi kau
berkeberatan jika aku membuatmu cacat dan kemudian
merusakkan simpul-simpul sarafmu agar hubungan antara
kehendak dan syaraf-sy araf penggerakmu tidak bekerja
dengan wajar?" (Bersambung ke Jilid 117)
Conv ert, Edit, Ebook by HIJAUNYA LEMBAH HIJAUNYA LERENG PEGUNUNGAN Jilid 117 Cetakan Pertama PENERBIT: "MURIA" YOGYAKARTA Kolaborasi 2 Website : dengan Pelangi Di Singosari / Pembuat Ebook : Sumber Buku Karya SH MINTARDJA
Scan DJVU : Ismoyo, Arema
Converter & Editor Ebook :
--?""0dw0?""-
Naskah ini untuk keperluan kalangan sendiri,
penggemar karya S.H. Mintardja dimana saja berada y ang
berkumpul di Web Pelangi Singosari dan Tiraikasih
Jilid 117 KIAI Puput m emandang anak muda itu dengan tajamnya.
Dengan nada dalam ia berkata "Tentu saja"
Mahisa Murti mengangguk-angguk. Katanya "Kiai Puput.
Jika demikian, baiklah aku tidak melakukannya. Aku sendiri
berkeberatan diperlakukan seperti itu. Karena itu, sebaiknya
aku tidak memperlakukan orang lain demikian pula."
Hati Kiai Puput benar-benar tersentuh mendengar katakata
Mahisa Murti itu. Orang tua itu justru seakan-akan telah
dihadapkan pada sebuah cermin. Dengan jelas ia telah
melihat, cacat diwajahnya sendiri.
Mahisa Murti itu masih jauh lebih muda dari umurnya
sendiri. Dalam umurnya yang masih jauh lebih muda itu, ia
memiliki ilmu yang lebih tinggi dari ilmunya. Namun anak
muda itu sudah mampu mengendapkan perasaannya. Bahkan
betapa tinggi tenggang rasa dari anak muda itu, sehingga
dalam kemudaannya apalagi dalam suasana y ang diliputi oleh
kemarahan dan dendam, ia m asih dapat m empertimbangkan
untuk tidak memperlakukan kepada orang lain apa y ang tidak
ingin diperlakukan atas dirinya.
Dengan demikian, maka kebanggaan Kiai Puput akan
dirinya sendiri telah menjadi hancur berkeping-keping. Ia
menjadi sangat kecil dihadapan anak muda yang telah
mengurungkan niatnya untuk menghukumnya itu. Seandainya
ia dalam kedudukan sebagaimana anak muda itu, maka ia
tentu akan berbuat lain. S ejak ia berangkat dari rumahnya ia
sudah berniat untuk menghukum anak muda itu karena
dendam yang membakar jantungnya.
Namun dendam, kebencian, harga diri dan
kesombongannya benar-benar telah dihancurkan oleh Mahisa
Murti. Karena itu, maka dengan nada rendah ia berkata "Anak
muda. Kenapa kau tidak membunuh aku saja?"
"Kenapa?" bertanya Mahisa Murti.
"Kau runtuhkan martabatku jauh lebih rendah dari y ang
pernah kau lakukan. Ketika kau m engalahkan muridku, aku
sudah merasa terhina. Ketika kemudian ternyata bahwa


04 Hijaunya Lembah Hijaunya Lereng Pegunungan Karya Sh Mintardja di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

ilmumu akan mampu mengalahkan aku, maka aku merasa
semakin tidak berharga. Tetapi bahwa kau tidak
membunuhku, telah membuat martabatku benar-benar lebih
rendah daripada debu. Aku datang dengan dendama yang
membara. Kemudian kau anak y ang baru kemarin sore, telah
mampu meredam kemarahanmu. Kenapa kau tidak
memperlakukan terhadapku apa yang tidak ingin
diperlakukan orang terhadapmu?"
"Bukankah orang lain juga mempunyai perasaan
sebagaimana aku sendiri, " jawab Mahisa Murti "t etapi baiklah.
Kita tidak usah membicarakannya lagi. Kita lupakan apa yang
telah terjadi. Tetapi bukan berarti bahwa apa yang terjadi
sama sekali tidak berkesan dihati kita masing -masing. Yang
kita lupakan adalah dendam diantara kita. Namun untuk
selanjutnya kita tidak akan terjerat lagi oleh dendam itu."
"Mahisa Murti" berkata Kiai Puput "nampaknya dunia
memang sudah terbalik. Aku yang sudah kenyang makan
garam harus mendengarkan nasehatmu, seorang anak muda
yang masih belum kering pupuk lempuyang diubun-ubunnya."
"Kau berkeberatan?" bertanya Mahisa Murti.
"Tidak. Aku sama sekali tidak berkeberatan" jawab Kiai
Puput dengan serta merta.
"Nah, sekarang ajak ketiga orang kawanmu itu singgah di
padepokanku" ajak Mahisa Murti.
"Tidak anak muda" jawab Kiai Puput "aku minta diri. Aku
tidak pantas singgah di padepokanmu."
"Kau tidak percaya bahwa aku mempersilahkan dengan
jujur tanpa niat apapun juga?"
"Aku percaya anak m uda. Tetapi aku tidak pantas untuk
menerima undanganmu. Biarlah kami mohon diri. " berkata
Kiai Puput. Mahisa Murti tidak memaksanya. Karena itu, maka katanya
"Baiklah. Jika demikian, aku hanya dapat mengucapkan
selamat jalan." "Anak muda. Aku mohon maaf atas segala tingkah lakuku.
Yang terjadi merupakan satu pengalaman yang sangat
berharga bagiku." Demikianlah, maka Kiai Puput telah menguak ketiga orang
kawannya untuk meninggalkan tempat itu. Sementara itu,
orang y ang bertubuh tinggi kekurus-kurusan berkata "Aku atas
nama kawan-kawanku juga minta maaf anak muda. Kami
menyadari sekarang, betapa bodohnya kami waktu itu. Kami
merasa mampu memenangkan pertempuran diantara kita.
Ternyata bahwa kami bagimu tidak lebih dari debu."
"Sudahlah" berkata Mahisa Murti "mudah-mudahan
pengalaman seperti ini tidak terulang lagi."
Sejenak kemudian, maka keempat orang itupun telah
meninggalkan Mahisa Murti sendirian. Keempatnya itupun
segera telah hilang didalam kegelapan serta bayangan
gerumbul-gerumbul perdu. Sambil melangkah menjauh, Kiai Puput berkata "Kalian
tidak memberitahukan kepadaku, betapa tinggi ilmu anak itu."
"Kami mohon maaf, Kiai. Kami benar -benar tidak m ampu
menilai kemampuannya," jawab orang bertubuh tinggi itu.
Ketiga orang itu menjadai berdebar-debar. Sikap Kiai Puput
memang tidak dapat diduga-duga. Jika ia menganggap mereka
bertiga sudah melakukan kesalahan, maka Kiai Puput itu akan
dapat berbuat sesuatu y ang tidak pernah mereka duga.
Untuk beberapa saat Kiai Puput hanya berdiam diri. Sambil
melangkah, maka Kiai Puput menundukkan kepalanya seakanakan
memandangi kedua ujung ibu jarinya y ang saling
mendahului berganti-ganti.
"Apakah anak muda itu sengaja memancing aku untuk
datang " t iba-tiba Kiai Puput itu berdesis.
"Aku tidak berpikir sejauh itu, Kiai" jawab orang y ang
bertubuh tinggi itu "tetapi darimana anak itu tahu bahwa Kiai
akan datang kepadanya?"
"Panggraitanya tentu tajam sekali" jawab Kiai Puput.
"Tetapi kami benar-benar tidak mengira bahwa ia memiliki
kemampuan setinggi itu. Ketika ia melarikan diri, kami
menyangka bahwa kami sudah dapat mengatasiny a."
"Sudahlah" berkata Kiai Puput "satu pengalaman y ang
sangat berharga bagiku. Anak itu seolah -olah telah membuka
mata hatiku untuk melihat jauh lebih dari sekedar kebanggaan
atas kemampuanku yang tinggi. Aku telah salah menempatkan
diriku sendiri pada jajaran orang-orang berilmu. Ketika
muridku itu dikalahkan oleh anak muda itu, jantungku benarbenar
terbakar. Aku tidak yakin dan tidak rela bahwa ada anak
muda yang sebay a yang mampu mengalahkan muridku.
Namun ternyata bukan hanya muridku y ang dikalahkannya.
Tetapi juga aku sendiri."
Ketiga orang pengikutnya tidak menyahut. Mereka
khawatir bahwa mereka akan salah ucap dan membuat Kiai
Puput itu marah. Namun nampaknya Kiai Puput itu justru
telah mengendapkan hatinya. Katanya "Aku tidak dapat
mengingkari keny ataan ini."
Ketiga orang pengikutnya itu menarik nafas dalam-dalam.
Tetapi mereka masih saja tetap berdiam diri karena
kemungkinan-kemungkinan yang tidak mereka kehendaki
masih dapat tetjadi. Namun mereka berharap bahwa Kiai Puput benar-benar
menyadari bahwa yang telah t erjadi itu bukannya sekedar
mimpi buruk. Beberapa saat kemudian, keempat orang itu berjalan
menempuh kegelapan sambil berdiam diri. Masing-masing
menerawang kedalam angan-angannya sendiri.
Sementara itu, Mahisa Murti y ang sudah bersiap-siap untuk
kembali ke Padepokan, terkejut mendengar langkah lembut
dari arah belakang. Dengan cepat ia berbalik menghadap
kearah suara itu. Iapun telah bersiap menghadapi segala
kemungkinan y ang dapat terjadi.
"Aku ngger " terdengar suara lembut dari kegelapan.
Namun Mahisa Murti segera mengenalinya. Ternyata y ang
datang itu adalah Kiai Wijang.
Karena itu, maka Mahisa Murti itupun segera menyapanya
"Kiai Wijang." "Ya ngger" jawab Kiai Wijang "aku telah melihat segalanya.
Karena itu, aku ingin mengucapkan terima kasih kepadamu,
bahwa kau telah mampu mengekang dirimu. Sebenarnyalah
aku kagum melihat kebesaran hatimu serta kelapangan
dadamu." "Kiai memuji" desis Mahisa Murti.
"Aku berkata sebenarnya ngger " jawab Kiai Wijang "aku
sudah tidak mempunyai harapan bahwa Kiai Puput akan dapat
keluar dari tempat ini dengan selamat. Menurut
perhitunganku, maka tubuhnya tentu akan kau lumatkan.
Seandainya hal itu terjadi, maka aku tidak dapat menyalahkan
kau ngger, karena apa y ang dilakukan oleh saudara
seperguruanku itu sudah terlalu jauh. Tetapi kau tidak
membunuhnya. Kau masih sempat menundukkannya tanpa
melukainya." "Aku mencoba untuk selalu mengingat pesan Kiai"
"Apapun yang aku pesankan, tetapi perbuatan Kiai Puput
sudah tidak dapat dimaafkan lagi. Tetapi ternyata kau telah
memaafkannya." "Bukankah y ang aku lakukan itu tidak lebih dari memenuhi
pesan Kiai" Aku tidak berbuat kebaikan apa-apa, Kiai."
"Perasaan tidak melakukan kebaikan itulah y ang
mengagumkan. Kiai Wijang berhenti sejenak, lalu katanya "Yang aku
ketahui betapa luas hatimu melampaui luasnya lautan,
bukannya hanya karena kau tidak membunuh Kiai Puput.
Tetapi bahwa kau telah meninggalkan Singasari dan
meninggalkan Mahisa Pukat untuk tetap berada di sana. "
"Ah" desah Mahisa Murti "aku sudah melupakannya. "
"Aku m engerti ngger. Tetapi aku hanya ingin mengatakan,
bahwa y ang kau lakukan sekarang ini bukannya karena
pesanku semata-mata. Meskipun aku berpesan seribu kali,
tetapi perbuatan Kiai Puput sudah melampaui batas, maka
kesempatannya untuk hidup kecil sekali. Beruntunglah Kiai
Puput bahwa kali ini ia berhadapan dengan kau."
"Sudahlah Kiai" berkata Mahisa Murti "aku telah
menganggap bahwa tidak pernah terjadi sesuatu antara aku
dan Kiai Puput serta muridnya. "
Kiai Wijang mengangguk-angguk. Katanya "Ya. Namun
mudah-mudahan Kiai Puput menjadikan pengalamannya hari
ini pelajaran y ang berharga bagi sisa hidupnya."
"Nampaknya ia juga tidak dapat melupakan pengalaman
ini, Kiai" berkata Mahisa Murti.
"Kita berdoa baginya." desis Kiai Wijang.
Demikianlah maka Mahisa Murtipun telah mempersilahkan
Kiai Wijang untuk singgah di padepokan. Sementara Kiai
Wijang sempat b erkata "Aku sudah c emas, bahwa Kiai Puput
akan singgah. Jika demikian, mungkin sekali ia akan
mendengar dari satu dua orang cantrik, bahwa aku pernah
berada di Padepokan Bajra Seta."
Mahisa Murti mengerutkan dahinya. Namun kemudian
iapun tersenyum sambil berkata "Untunglah bahwa Kiai Puput
menolak. " "Ya. Jika ia tahu bahwa aku pernah berada disini, maka ia
akan dapat menjadi curiga, bahwa aku memang telah ikut
mencampuri persoalannya. Tetapi ia tentu juga mengetahui,
bahwa siapapun tidak akan mungkin mampu menyiapkan
seseorang untuk menguasai ilmu pada tataranmu dalam waktu
yang sangat pendek, jika kau sendiri tidak memiliki bekal
untuk dapat melakukannya. Aku kira Kiai Puput tidak sampai
pada jangkauan penalaran bahwa aku telah melakukan
sesuatu bagimu dan ternyata berhasil."
Mahisa Murti mengangguk-angguk. Dengan nada rendah ia
berkata "Meskipun demikian sebaiknya Kiai Puput untuk
waktu yang pendek tidak singgah di padepokanku."
"Memang itulah yang terbaik " berkata Kiai Wijang. Namun
kemudian iapun berkata "Tetapi bagaimanapun juga ia tidak
dapat melihat bekas tanganku. Segala unsur gerak yang
nampak padamu, sama sekali berbeda dengan unsur-unsur
gerak pokok dari perguruanku. Jika terdapat persamaan itu
adalah landasan dasar yang mempunyai persamaan pada
segala macam perguruan."
Mahisa Murti mengangguk-angguk. Katanya kemudian
"Meskipun tidak nampak bekasny a, tetapi bagiku, Kiai telah
menjadi penentu atas kemampuanku."
"Tidak. Bukan begitu. Apakah aku dapat berbuat
sebagaimana aku lakukan atas orang lain " Katakan, atas
murid Kiai Puput itu atau siapapun " Tentu tidak. Karena itu,
aku sama sekali bukan penentu."
Mahisa Murti menarik nafas dalam-dalam. Katanya
kemudian "Apapun yang terjadi, tetapi aku tidak akan dapat
mengingkari keny ataan bahwa Kiai telah ikut menentukan
kehadiranku didunia olah kanuragan."
Kiai Wijang tersenyum. Katanya sambil menunjuk oncor
yang nampak dikejauhan "Bukankah itu regol padepokanmu."
"Ya. Kiai" jawab Mahisa Murti.
Ketika mereka menjadi semakin dekat, maka Mahisa Murti
itupun telah membenahi pakaiannya yang kusut. Namun
kemudian mereka berdua telah melangkah menuju keregol
halaman y ang sudah ditutup meskipun masih tersisa sedikit.
Mahisa Murtilah y ang mengetuk pintu reg ol itu. Dari celahcelah
pintu y ang masih terbuka sedikit itu, cantrik yang
bertugas melihat Mahisa Murti dan Kiai Wijang berdiri diluar
pintu. Maka para cantrik y ang bertugas itupun segera
membukanya. "Pintu belum diselarak" desis Mahisa Murti.
"Kami memang menunggu " jawab cantrik itu.
Demikianlah, maka keduanyapun telah memasuki
Pa depokan Bajra Seta yang sudah nampak sepi, sementara
malam telah menjadi semakin malam.
Wantilan dan Sambega yang kemudian mengetahui
kehadiran Mahisa Murti bersama Kiai Wijang, telah naik
kependapa bangunan induk padepokan untuk ikut
menemuinya. Namun justru Mahisa Murtilah yang kemudian
meninggalkan tamunya untuk pergi ke pakiwan.
"Aku juga belum mandi" berkata Kiai Wijang sambil
tertawa. "Apakah Kiai akan mandi dahulu ?" bertanya Mahisa Murti.
Tetapi Kiai Wijang tersenyum sambil menjawab "Nanti
sa ja. Silahkan kau mandi. Nampaknya kau baru berlatih,
sehingga keringatmu masih mengembun ditubuhmu."
"Ya Kiai. Aku memang baru saja berlatih di padang perdu."
Ketika kemudian Mahisa Murti meninggalkan mereka y ang
duduk dipendapa, maka Wantilanpun bertanya "Apakah
Mahisa Murti berlatih dibawah pengawasan Kiai ?"
"Tidak " jawab Kiai Wijang "aku hanya sekedar akan
berkunjung ketika aku melihat angger Mahisa Murti berlatih."
Pembicaraan merekapun kemudian tidak lagi meny inggung
Mahisa Murti y ang sedang berlatih. Tetapi mereka telah
berbicara tentang keadaan Singasari dari hari kehari.
Sekali-sekali Kiai Wijang telah meny inggung keluarga Sri
Maharaja di Singasari. Putera Sri Maharaja yang diharapkan
kelak menjadi Putera Mahkota sudah tumbuh semakin besar.
Beberapa saat kemudian maka Mahisa Murtipun tehih
selesai berbenah diri. Iapun kemudian duduk pula di pendapa
serta berbincang tentang banyak hal.
Malam itu Kiai Wijang bermalam lagi di Padepokan Bajra
Seta. Bahkan tidak hanya satu malam. Kepada Mahisa Murti,
Kiai Wijang berkata "Bukankah aku boleh tinggal disini
beberapa lama ?" "Tentu Kiai." jawab Mahisa Murti "kehadiran Kiai disini
akan memberikan kesegaran bagi kami disini. "
Dengan demikian, maka selama Kiai Wijang berada di
Pa depokan Bajra Seta, Mahisa Murti sempat menekuni
ilmunya. Ia harus semakin meyakinkan diri, bahwa ia memang
sudah berada didalam kemapanan pada tataran y ang lebih
tinggi. Kiai Wijang sama sekali tidak berkeberatan untuk bersamasama
dengan Mahisa Murti berada di sanggarnya. Karena Kiai
Wijang menganggap bahwa Mahisa Murti sudah sepantasnya
untuk memiliki i lmu yang sangat tinggi, bahkan paling tinggi
sekalipun. Ia telah membuktikan bahwa banyak kerja yang
telah dilakukan untuk kepentingan sesamanya. Bahkan
Mahisa Murti pernah menjalani laku tapa ngrame. Laku yang


04 Hijaunya Lembah Hijaunya Lereng Pegunungan Karya Sh Mintardja di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

dijalaninya dengan menolong sesama yang memang
memerlukan pertolongan. Membimbing orang yang buta,
memberi air bagi orang y ang kehausan dan memberi makan
kepada orang yang lapar. Melindungi orang y ang lemah dan
menunjukkan jalan bagi orang y ang tersesat.
Kesempatan itu memang dipergunakan sebaik-baiknya oleh
Mahisa Murti. Selama Kiai Wijang ada di padepokan. Sehingga
dalam tatarannya y ang lebih tinggi, Mahisa Murti masih
mampu mengembangkan dan mematangkannya.
Ju stru karena Kiai Wijang juga memiliki ilmu yang sangat
tinggi maka latihan-latihan itu m emungkinkan Mahisa Murti
untuk mengembangkan apa y ang telah dimilikiny a. Bahkan
Mahisa Murti sempat untuk melihat k embali bekal yang ada
didalam dirinya. Kemudian mencari kemungkinankemungkinan
baru yang lebih baik. Dengan beberapa unsur
yang dimilikinya,-maka Mahisa Murti dapat menyusun unsurunsur
baru yang paling sesuai bagi dirinya sendiri, sehingga
kemudian ilmu y ang nampak bukan lagi ilmu yang bersumber
dari beberapa jalur perguruan, tetapi sudah menyatu utuh dan
bulat. Dalam kebulatannya, sebagaimana dikatakan oleh Kiai
Wijang, ternyata bekal yang ada didalam diri Mahisa Murti
lebih lengkap dari bahan y ang ada didalam diri Kiai Wijang
sendiri. Sehingga karena itu, m aka Kiai Wijang yakin, bahwa
pada saat y ang pendek, kemampuan ilmu Mahisa Murti sudah
akan menjadi lebih baik dari ilmunya.
Tetapi Kiai Wijang sama sekali tidak merasa dengki dan iri.
Ia memang sudah berniat untuk membantu Mahisa Murti
mencapai tataran y ang paling tinggi sekalipun, karena Kiai
Wijang mengetahui pribadi Mahisa Murti.
Semakin tinggi ilmu y ang dimiliki oleh Mahisa Murti, maka
akan semakin banyaklah pengabdian yang dapat diberikan
oleh anak muda itu kepada sesamanya.
Sebenarnyalah bahwa Kiai Wijang juga sudah m engetahui
bahwa Mahisa Pukat telah melakukan hal y ang sama
sebagaimana pernah dilakukan oleh Mahisa Murti. Namun
Mahisa Pukat yang telah m embangun sebuah keluarga serta
terikat pada tugas-tugasnya di istana, tentu tidak akan dapat
berbuat sebanyak yang dapat dilakukan oleh Mahisa Murti
bagi orang banyak. Mahisa Pukat tentu akan selalu berada
dalam tugasny a di Kasatrian. Diluar tugasny a di Kasatrian
maka waktunya akan diberikannya kepada keluarganya.
Dalam pada itu, Kiai Wijang masih saja berada di
Pa depokan Bajra Seta. Ia merasakan padepokan itu sebagai
satu tempat y ang menyenangkan. Ia dapat merasakan
ketenangan dalam kesibukan kerja para cantrik di Padepokan
itu. Dari pagi sampai menjelang tengah hari, terdengar
kesibukan kerja hampir disemua bagian dari padepokan itu.
Sedangkan di sanggar beberapa orang cantrik tengah ditempa
dalam olah kanuragan sesuai dengan giliran masing-masing.
Dengan demikian, maka meningkatnya ilmu kanuragan,
pengetahuan-pengetahuan y ang lain serta ketrampilan kerja
berjalan dalam keseimbangan. Para cantrik di Padepokan
Bajra Seta tidak semata-mata menimba ilmu kanuragan, tetapi
juga beberapa macam ilmu y ang lain yang berhubungan
dengan tata kehidupan yang akan mereka jalani kemudian.
Dalam pada itu, pada waktu
senggang, Kiai Wijang masih juga
sering mengadakan perbincangan
khusus dengan Mahisa Murti
tentang masa depan Padepokan
Bajra Seta. Kepada Mahisa Murti,
Kiai Wijang menyatakan pendapatnya, bahwa Mahisa Murti
harus dengan segera mempersiapkan orang-orang y ang
akan dapat membantunya jika ia
berada dalam kesulitan. "Angger tidak akan dapat m eny elesaikan semua masalah
sendiri" berkata Kiai Wijang.
Mahisa Murti mengangguk-angguk kecil. Dengan nada
rendah ia berkata "Ya. Aku mengerti Kiai. Saat ini memang
belum ada orang y ang dapat aku percaya sepenuhnya untuk
melakukan tugas-tugas yang paling rumit di Padepokan ini.
Semuanya masih harus aku tangani sendiri.
"Jika datang bahaya y ang m elanda Padepokan ini, dengan
beberapa orang pelaku yang berilmu tinggi, maka angger
harus menyusun kelompok -kelompok yang akan menghadapi
mereka itu. Mungkin dengan demikian Padepokan ini dapat
menyelesaikan tugas dengan baik. Tetapi tentu dengan banyak
korban." Mahisa Murti mengangguk-angguk. Katanya "Ya Kiai. "
"Nah. Jika demikian maka kau dapat m enyusun kekuatan
dari orang-orang y ang pada dasarnya sudah mempunyai
landasan sendiri. Kemudian beberapa orang cantrik pilihan
dan agaknya yang memang sudah kau per siapkan adalah
Mahisa Semu dan Mahisa Amping. Namun Mahisa Amping
masih terlalu kecil untuk di tempa menjadi seorang yang
berilmu tinggi dalam waktu y ang pendek. Bagi anak itu masih
diperlukan waktu beberapa tahun lagi. Namun agaknya yang
segera dapat dimulai adalah Mahisa Semu, meskipun pada
dasarnya, Mahisa Amping mempunyai beberapa kelebihan.
Terutama ketajaman panggraitanya. Apabila hal itu dapat
dipertajam, maka Mahisa Amping kelak akan menjadi seorang
yang m emiliki ilmu yang khusus. Kurnia y ang dilimpahkan
oleh Yang Maha Agung itu tentu akan dapat dimanfaatkan
untuk mengabdikan diri kepada sesama."
Dengan nada dalam Mahisa Murti bertanya "Bagaimana
pendapat Kiai tentang paman Wantilan dan Sambega. "
"Seperti kau ngger, aku percaya kepada m ereka. Apalagi
menurut ceriteramu tentang apa y ang pernah mereka lakukan.
Karena itu, maka mereka termasuk orang-orang y ang pada
dasarnya memang sudah memiliki landasan kemampuan
sendiri. Tetapi aku yakin, bahwa kau akan dapat membentuk
mereka. Bukan saja untuk meningkatkah kemampuan dalam
olah kanuragan, tetapi juga meningkatkan pengabdian
mereka. Karena rasa-rasanya mereka tidak lagi mempunyai
banyak kepentingan bagi diri mereka sendiri. "
Mahisa Murti mengangguk-angguk. Wantilan dan Sambega
nampaknya memang tidak lagi banyak mempunyai
kepentingan didalam sisa hidup m ereka. Wantilan sepanjang
penglihatan Mahisa Murti telah benar-benar meny erahkan diri
dan hidupnya bagi Padepokan Bajra Seta. S ejak ia berada di
padepokan itu, maka apa yang dilakukannya hanyalah yang
berarti bagi Padepokan Bajra Seta.
Demikian pula Sambega. Ia benar -benar telah berubah
sebagaimana Wantilan. Sambega telah meninggalkan
kehidupannya y ang lama dan seakan-akan m emang m enjadi
manusia baru setelah ia tinggal di padepokan.
Karena itu, maka Mahisa Murtipun berkata "Aku
sependapat Kiai. Aku akan berusaha untuk berbuat sesuatu,
agar paman Wantilan dan Sambega dapat membantu dalam
banyak hal. Demikian pula ada ampat orang cantrik yang
memiliki banyak kelebihan dari kawan-kawannya. Agaknya
mereka dapat didor ong untuk dapat m embantu tugas-tugas
disini." " Itu tentu akan lebih baik. Sementara itu, angger Mahisa
Murti sendiri akan selalu mengembangkan ilmu y ang telah kau
miliki agar menjadi lebih masak." berkata Kiai Wijang.
"Ya, Kiai" jawab Mahisa Murti.
"Dengan demikian padepokan ini akan menjadi sebuah
padepokan y ang baik. Padepokan y ang akan dapat berdiri
sejajar dengan padepokan-padepokan t erbaik y ang ada di
Singasari. Kita tahu ada banyak sekali padepokan-padepokan
yang tersebar dimana-mana. Namun kitapun tahu, berapa
padepokan yang benar-benar merupakan padepokan y ang baik
dan memberikan arti bagi Singasari." berkata Kiai Wijang
kemudian. Mahisa Murti mengangguk-angguk. Sementara Kiai Wijang
berkata "Angger. Jika kau tidak berkeberatan, aku bersedia
membantumu membina Padepokan Bajra Seta. Tetapi sudah
tentu bahwa tidak setiap saat aku ada disini. Tetapi mungkin
sebulan sekali atau dua kali aku dapat berada di padepokan ini
meskipun hanya untuk sepekan. Mungkin aku tidak perlu
membatu m eningkatkan kemampuan dalam olah kanuragan,
karena dasar ilmu kita berbeda. Tetapi aku mempunyai
pengalaman y ang luas sebagai seorang petani dan peternak.
Aku juga mempunyai pengalaman m emelihara berbagai jenis
ikan di kolam -kolam. Aku juga mempunyai sedikit
pengetahuan tentang perbintangan dan musim. Mungkin
pengalamanku ini akan berarti bagi padepokan ini serta orangorang
y ang tinggal di padukuhan-padukuhan disekitarnya,
karena aku tahu bahwa kau tidak menutup hubungan dengan
orang-orang dari padukuhan disekitar padepokan ini. Aku
melihat anak-anak muda dari padukuhan-padukuhan disekitar
tempat ini sering berkunjung kemari."
"Terima kasih, Kiai" berkata Mahisa Murti "kami, seisi
padepokan ini akan merasa beruntung sekali, jika Kiai
berkenan selalu berkunjung ke padepokan ini. Kami m emang
sangat memerlukan petunjuk tentang bermacam-macam hal
yang akan dapat meningkatkah pengetahuan kami. Apa yang
kami dapatkan disini memang sangat terbatas sehingga
kehadiran Kiai akan sangat berarti bagi kami.
"Tetapi jangan terlalu banyak berharap" berkata Kiai
Wijang kemudian "Karena apa yang aku m iliki itu juga tidak
terlalu banyak." "Tetapi semuanya itu akan sangat berarti bagi kami" sahut
Mahisa Murti. Dengan kesediaan itu, maka Mahisa Murti semakin
berharap bahwa padepokannya akan menjadi semakin baik.
Sebagaimana dikatakan oleh Kiai Wijang, padepokannya akan
menjadi salah satu diantara padepokan yang baik di Singasari.
Dalam pada itu, maka setelah beberapa hari berada di
padepokan, maka Kiai Wjjangpun telah minta diri dengan
kesediaannya untuk datang setiap kali ke Padepokan Bajra
Seta. Sepeninggal Kiai Wijang, maka Mahisa Murtipun berusaha
untuk memenuhi pesannya, membenahi diri. Untuk waktu
yang panjang, Mahisa Murti selalu disibukkan oleh persoalanpersoalan
diluar padepokannya Beberapa kali ia harus pergi ke
Singasari, serta per soalan-persoalan y ang lain yang ju stru
tidak menyangkut kepentingan padepokannya dalam
keseluruhan. Seperti petunjuk dari Kiai Wijang, maka Mahisa Murti telah
secara khusus membantu Wantilan dan Sambega untuk
meningkatkan kemampuan mereka. Dengan bersungguhsungguh
Mahisa Murti mendorong agar keduanya tidak
terhenti pada tataran y ang telah dimilikiny a. Dengan ilmu dan
kemampuannya y ang tinggi, Mahisa Murti dapat menuntun
keduanya, meskipun landasan ilmu mereka berbeda, untuk
mengisi kekurangan-kekurangan dan kekosongan ilmu
mereka. Dengan bersungguh-sungguh pula Wantilan dan Sambega
mengikuti segala petunjuk-petunjuk Mahisa Murti. Apalagi
mereka y akin bahwa ilmu Mahisa Murti telah menjadi
semakin meningkat pula. Merekapun telah menyatakan
kesediaan mereka untuk semakin banyak berbuat bagi
padepokan mereka. Ternyata Wantilan dan Sambega mampu meny esuaikan diri
dengan maksud Mahisa Murti. Mereka berusaha untuk
meningkatkan ilmu mereka dengan unsur -unsur baru. Namun
Mahisa Murti tidak dengan tergesa -gesa m emaksakan unsurunsur
baru itu tanpa memperhatikan landasan yang telah ada.
Namun justru karena kesediaan kedua orang itu serta hati
mereka y ang terbuka, maka usaha merekapun menunjukkan
hasilny a. Setapak demi setapak Wantilan dan Sambega mampu
meningkatkan ilmu mereka. Pada umur yang sudah separo
bay a, maka keduanya sama sekali tidak merasa terlambat
untuk menjalani laku yang terhitung berat.
Namun dengan demikian, maka ilmu mereka terasa
menjadi semakin lengkap. Kekosongan dan kekurangan yang
terdapat sebelumnya seakan-akan telah terisi sehingga ilmu
mereda menjadi semakin mengental dan padat.
Bahkan merekapun telah mulai meraba pada inti tenaga
dasar dari ilmu mereka masing-masing. Sehingga
ungkapannya pun menjadi jauh lebih tajam dari sebelumnya.
Meskipun dasar ilmu y ang nampak pada Wantilan dan
Sambega tetap berbeda, namun terdapat persamaan isi dalam
perkembangannya, karena keduanya mendapat tuntutan dari
Mahisa Murti. Disamping kedua orang itu, maka Mahisa Murti juga telah
membina tiga orang cantriknya yang t ertua. Bukan saja
umurnya, tetapi juga masa kedatangan mereka di padepokan
itu serta derajat kemampuan mereka.
Tiga orang cantrik itu telah dipanggil oleh Mahisa Murti di
pendapa bangunan induk padepokannya.
Ketika ketiganya menghadap, maka Wantilan dan
Sambegapun duduk pula bersama mereka.
Kepada ketiga orang cantrik itu, Mahisa Murti menawarkan
apakah mereka bersedia menjalani laku y ang berat untuk
mencapai satu tataran ilmu y ang lebih tinggi.
"Tentu " jawab mereka berbareng dengan serta merta.
"Baiklah" berkata Mahisa Murti "jika demikian, maka
kalian akan mendapat kesempatan khusus untuk menjalani
laku. Aku ingin kalian akan dapat menjadi pembantu utama di
padepokan ini bersama paman Wantilan dan paman Sambega.
Selama ini kalian memang sudah melakukan tugas itu. Namun
aku ingin kalian dapat meny elesaikan persoalan-per soalan
yang lebih rumit di padepokan ini bahkan hubungannya
dengan lingkungan diluar padepokan. "
"Terima kasih " berkata salah seorang dari m ereka "kami
memang menunggu kesempatan seperti ini."
"Tetapi kalian harus bekerja keras. Lebih keras dari y ang
pernah kalian lakukan selama ini." berkata Mahisa Murti.
"Kami berjanji" jawab salah seorang dari m ereka "apapun
yang harus kami lakukan."
"Kerja keras itu tidak akan selesai dalam waktu satu dua
hari, atau satu dua pekan. Tetapi untuk waktu yang panjang"
berkata Mahisa Murti pula


04 Hijaunya Lembah Hijaunya Lereng Pegunungan Karya Sh Mintardja di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

"Sampai kapanpun akan kami jalani" jawab seorang dari
ketiga orang cantrik itu.
Mahisa Murti mengangguk-angguk. Ia y akin bahwa ketiga
orang itu akan dapat memenuhi harapannya. Mereka tentu
akan dapat ikut membantu tugas-tugas kepemimpinan di
padepokan itu. Meskipun demikian harapan utama Mahisa Murti tetap ada
pada Mahisa Semu dan Mahisa Amping. Bersama Mahisa
Pukat mereka telah melakukan pengembaraan yang panjang
untuk menemukan seseorang yang akan dapat menjadi
tumpuan masa depan. Namun Mahisa Semu dan Mahisa
Amping masih harus dimatangkan, sehingga memerlukan
waktu y ang jauh lebih panjang. Karena Mahisa Semu dan
Mahisa Amping akan ditempa secara khusus untuk memegang
kendali padepokan di masa datang, meskipun Mahisa Murti
menyadari bahwa rencana itu bukan rencana y ang mutlak,
karena untuk menjadi seorang pemimpin yang terpenting
bukan hanya sekedar kemampuan olah kanuragan, tetapi juga
kemampuan lain yang berhubungan dengan tatanan
kehidupan serta lebih dari segalanya adalah pribadinya.
Namun adalah menjadi kewajibannya untuk berusaha
membina dan mempersiapkan pemangku jabatan
kepemimpinan dimasa datang.
Demikianlah, maka kecuali para cantrik y ang dipersiapkan
untuk membantunya memimpin padepokan itu dalam jangka
yang terhitung dekat serta Wantilan dan Sambega, maka
Mahisa Murti dengan teratur membina Mahisa Semu dan
Mahisa Amping. Mereka harus benar-benar memahami,
menguasai dan mematangkan ilmu tahap demi tahap, karena
tahapan-tahapan itu akan menjadi landasan bagi tataran
berikutnya. Dengan demikian, maka ilmu kedua orang anak muda itu
menjadi mantap dan padat.
Ternyata untuk semuanya itu Mahisa Murti harus bekerja
keras. Ia seakan-akan bekerja sendiri tanpa mengenal lelah.
Hari-harinya seakan-akan habis dipergunakannya untuk
membina isi padepokannya dari segala tataran.
Wantilan dan Sambega y ang umurnya sudah menjelang
separo bay a, memperhatikan Mahisa Murti dengan prihatin.
Meskipun dalam ilmu kanuragan dan ilmu yang lain Mahisa
Murti jauh melampaui kemampuan mereka, tetapi
bagaimanapun juga umur mereka tidak akan dapat disusul
dan dilampaui oleh Mahisa Murti.
Karena itu, maka kadang-kadang Wantilan dengan tarikan
nafas panjang berkata kepada Sambega "Mahisa Murti telah
kehilangan m asa remaja dan masa mudanya. Ia tidak dapat
menikmati hari-harinya sebagaimana anak-anak muda yang
lain. Bahkan para cantrik di padepokan ini y ang sempat
bercanda, bermain dan kadang-kadang pergi keluar
padepokan dan singgah di padukuhan-padukuhan terdekat. "
"Ya " sahut sambega "jika Mahisa Murti ke padukuhan,
tentu karena ada sesuatu y ang harus dilakukan. Ia menjadi
seorang yang cara dan laku hidupnya menjadi jauh lebih tua
dari umurnya yang sebenarnya. Apalagi karena kedudukannya
sebagai seorang pemimpin padepokan. "
Tetapi keduanya tidak dapat berbuat apa-apa. Nampaknya
Mahisa Murti m emang sudah m eletakkan diri kedalam tugastugas
pengabdiannya. Bahkan sejak ia masih bersama-sama
Mahisa Pukat melakukan pengembaraan, maka m ereka telah
melakukan Tapa Ngrame. Namun Mahisa Pukat yang kemudian berada di Kasatrian
mempunyai kesempatan lebih baik untuk menikmati masa
mudanya mekipun terbatas. Bahkan kemudian Mahisa Pukat
telah melengkapi hidupnya dengan sebuah kehidupan
keluarga. Ketika seperti y ang dijanjikan, Kiai Wijang datang ke
Pa depokan Bajra Seta, maka pada satu kesempatan hal itu
telah di katakan oleh Wantilan dan Sambega kepadanya.
Kiai Wijang hanya dapat menarik nafas dalam-dalam.
Katanya "Ia memang kehilangan. Tetapi dengan apa yang
dilakukan itu, ia mendapatkan kepuasan jiwa tersendiri.
Memang berbeda dengan kesenangan bagi anak-anak muda
sebay anya y ang lain. Wantilan dan Sambega mengangguk-angguk. Namun
Wantilan itupun berkata "Tetapi bukankah dengan demikian
ia telah kehilangan satu bagian dari jalan hidupnya.?"
Kiai Wijang mengangguk-angguk. Katanya "Ya. Ia telah
kehilangan satu bagian dari hidupnya. Tetapi semua itu
dilakukannya dengan penuh kesadaran. Jiwa pengabdiannya
yang besar telah mengalahkan kesenangan pribadiny a."
"Tetapi apakah Mahisa Murti untuk selanjutnya tidak akan
memikirkan diriny a sendiri" Apakah ia tidak akan me nginjak
satu kehidupan rumah tangga sebagaimana dilakukan oleh
Mahisa Pukat?" bertanya Sambega.
"Mudah-mudahan pada suatu saat hatinya terbuka bagi
seorang gadis" jawab Kiai Wijang.
"Namun umurnya sudah menjadi semakin tua " berkata
Wantilan. "Pada satu kesempatan aku akan berbicara dengan anak
muda itu" berkata Kiai Wijang.
"Mudah-mudahan Mahisa Murti t idak terbenam dalam
pengabdiannya tanpa m emikirkan pribadinya. Jika hidupnya
dilengkapi dengan sebuah keluarga, maka kami ingin melihat
ia mendapat kebahagian y ang utuh dalam hi dupnya. Selain
kepuasan batin atas pengabdiannya, juga keutuhan kehidupan
lahiriahnya terpenuhi"
Kiai Wijahg mengangguk-angguk. Ternyata para penghuni
padepokan itu juga memikirkan Mahisa Murti sebagai satu
pribadi, y ang perlu melengkapi diri dalam kehidupan
kesehariannya sebagai satu kewajaran.
Ternyata Kiai Wijang memang memenuhi janjinya. Pada
satu kesempatan ia memang berkata kepada Mahisa Murti
tentang kehidupan pribadinya.
Tetapi ketika hal itu disampaikan kepada Mahisa Murti,
maka Mahisa Murti ter senyum sambil m enjawab "Bukankah
masa itu akan datang dengan sendirinya"
"Tetapi umurmu akan tumbuh terus, ngger. Pamanmu
Wantilan dan Sambega ternyata ikut memikirkanmu. Dan jika
kau percaya, ay ahmu juga pernah mengatakan hal itu
kepadaku." "Kiai sering mengunjungi ayah?" bertanya Mihisa Murti.
"Baru akhir-akhir ini, ngger. Ternyata orang-orang tua
kadang-kadang memerlukan untuk saling bertemu dan
berbicara apa saja. Tetapi y ang kami bicarakan kebanyakan
justru hal-hal yang tidak penting. Rasa-rasanya kami sudah
terlalu letih untuk membicarakan persoalan-per soalan yang
dapat membebani perasaan.
"Sebagaimana ay ah, Kiai juga sebaiknya lebih banyak
beristirahat" berkata Mahisa Murti.
"Aku juga sudah terlalu banyak berisitirahat. Aku kita,
ay ahmu memang sedikit lebih tua dari aku ngger. Namun
ay ahmu masih mempunyai kesibukan di istana. Sekali-kali
ay ahmu masih m enghadap Sri Maharaja dan Ratu Angabaya.
Sementara aku tidak m empunyai kesibukan apa-apa. Karena
itu, aku merasa senang bahwa aku boleh datang mengunjungi
padepokan ini setiap kali dan sedikit m embangi pengalaman
dengan para cantrik."
"Kami justru berterima kasih sekali, Kiai " desis Mahisa
Murti. "Tetapi sebaiknya kau tetap memperhatikan harapan
ay ahmu, pamanmu Wantilan dan Sambega dan tentu juga
Mahisa Pukat." Mahisa Murti tersenyum. Namun Kiai Wijang ternyata
mampu menangkap betapa asamnya perasaan Mahisa Murti.
Kiai Wijang tidak berkata lebih jauh. Tetapi ia sudah
memperingatkannya. Kepada Wantilan dan Sambega pada
kesempatan lain, telah diceritakannya pula pembicaraannya
dengan Mahisa Murti itu. Namun dalam pada itu, Mahisa Murti masih saja tenggelam
dalam tugasnya. Ditempanya tiga orang cantrik tertua. Bukan
sa ja dalam olah kanuragan, tetapi juga kemampuan
memimpin para cantrik yang lebih muda dari padanya.
Sementara itu Kiai Wijang benar-benar telah m elengkapinya
dengan berbagai macam pengalaman yang sangat berarti bagi
mereka. Dengan demikian, m aka ketiga orang itupun telah benarbenar
menjadi cantrik yang memiliki kemampuan yang
semakin tinggi sebagaimana Wantilan dan Sambega. Sehingga
karena itu, m aka mereka akan mendapat keperca yaan lebih
besar dari Mahisa Murti untuk membantunya, memimpin
Pa depokan Bajra Seta. Sementara itu, Mahisa Semu dan Mahisa Amping tumbuh
sejalan dengan perkembangan ilmu mereka. Bukan saja dalam
olah kanuragan, tetapi juga ilmu y ang lain. Karena Kiai
Wijangpun sangat m enaruh perhatian terhadap mereka. Pada
waktu-waktu tertentu Kiai Wijang memang berada di
padepokan itu sebagaimana dijanjikannya.
Demikianlah dari hari kehari, Padepokan Bajra Seta
tumbuh semakin subur. Bukan saja kemampuan para cantrik,
tetapi juga kesejahteraan hidup mereka sehari -hari.
Penghasilan sawah dan ladangnya semakin meningkat berkat
cara pengolahan tanah yang semakin baik. Pengalaman Kiai
Wijang yang mereka ungkapkan dalam kerja sehari -hari
ternyata telah membuahkan hasil. Pategalan yang semula
kering telah m enjadi ba sah. Air sungai y ang dinaikkan untuk
mengairi tanah dan sebuah kolam yang luas. Beberapa petak
tanah y ang dipergunakan untuk perternakan serta sebuah
padang rumput tempat menggembala. Sementara itu, didalam
dinding padepokan terdapat beberapa kelompok tempat kerja
pande besi yang telah mempergunakan peralatan dan cara
yang dipelajari dari para pande besi dari Singasari, sehingga
hasilny a menjadi jauh lebih baik dari sebelumnya. Bukan saja
pembuatan alat-alat pertanian tetapi juga pembuatan senjata.
Hubungan padepokan itu dengan padukuhan disekitarnya
menjadi semakin baik. Sehingga Padepokan Bajra Seta rasarasanya
memang menjadi bagian dari lingkungannya.
Tanah yang tergelar disekitar Padepokan Bajra Seta
nampak hijau segar sampai di lembah-lembah dan lereng
pegunungan. Mahisa Murti y ang memimpin Padepokan Bajra Seta,
sebagaimana dikatakan oleh Kiai Wijang memang
mendapatkan kepuasan tersendiri dengan hasil yang
kasatmata itu . Bukan saja karena hijaunya lembah dan lereng
pegunungan, tetapi juga peningkatan kemampuan cantrikcantriknya
y ang akan membekali m ereka dimasa mendatang.
Tidak hanya dalam olah kanuragan. Tetapi juga sebagai bekal
di berbagai sisi kehidupan.
Dalam pada itu, k etika ketiga orang cantrik yang ditempa
secara khusus telah mencapai satu tataran tertentu, maka
Mahisa Murtipun berniat untuk mengukuhkan kedudukan
mereka. Tiga orang cantrik itupun telah ditetapkannya
menjadi pembantu utamanya dalam memimpin padepokan itu
bersama Wantilan dan Sambega.
Didepan para cantrik, maka Mahisa Murti telah
menetapkan ketiga orang itu akan ikut memimpin Padepokan
Bajra Seta dibawah kepemimpinannya, ber sama Wantilan dan
Sambega. Namun karena Wantilan dan Sambega umurnya
lebih tua dari mereka, serta mempunyai pengalaman yang
lebih luas, maka mereka harus selalu mendengarkan pendapat
dan petunjuknya. "Dengan ini" berkata Mahisa Murti dihadapan penghuni
Pa depokan Bajra Seta "aku menetapkan bahwa Manyar,
Parama dan Lembana untuk mengemban tugas sebagai Putut
di Padepokan ini sehingga untuk selanjutnya mereka akan
disebut Putut Many ar, Parama dan Lembana di lingkungan
Bajra Seta. Mereka akan membantu aku, paman Wantilan dan
paman Sambega memimpin padepokan ini."
Ketetapan itu disambut dengan gembira oleh para cantrik,
karena sejak sebelumnya, ketiga orang itu memang sudah
melakukan tugas sebagaimana ditetapkan itu. Namun dengan
ketetapan itu maka kedudukan mereka menjadi jelas.
Sementara itu, Mahisa Murti telah menunjuk tiga orang
cantrik yang lain y ang akan m engikuti latihan-latihan khusus
untuk meningkatkan kemampuan m ereka agar mereka juga
akan dapat membantu memimpin padepokan itu untuk masa
mendatang. Demikianlah, maka kedudukan Padepokan Bajra Seta rasarasanya
menjadi semakin mapan. Jalur kepemimpinan yang
mulai terbagi itu akan dapat meningkatkan tata kehidupan di
padepokan itu diberbagai segi.
Anak-anak muda dari padukuhan-padukuhan disekitar
padepokan itupun menjadi semakin banyak y ang datang
berkunjung sehingga seakan-akan mereka telah menyatu
dengan para cantrik. Namun dalam pada itu, selagi padepokan Bajra Seta dan
padukuhan-padukuhan disekitarnya merasakan kehidupan
yang semakin mapan, maka Kabuyutan mereka mulai
terganggu dengan kedatangan beberapa kelompok pengungsi
dari Kabuyutan disebelah hutan y ang m emanjang membatasi
kedua Kabuyutan itu. Orang-orang Kabuyutan seberang hutan
yang mempunyai sanak saudara di Kabuyutan Talang Alun
itupun telah berdatangan untuk mencari perlindungan.
Anak-anak muda dari nadukuhan-padukuhan sebelah y ang
termasuk lingkungan Kabuyutan Talang Alun telah
menceriterakan hal itu kepada para cantrik, sehingga
akhirnya, hal itu didengar oleh Mahisa Murti.
"Apa yang terjadi di
Kabuyutan Talang Alun ?"
bertanya Mahisa Murti. Putut Manyar yang langsung mendengar dari anak-anak muda padukuhan disebelah padepokan itu memberitahukan tentang datangnya kelompokkelompok
pengungsi dari Kabuyutan diseberang hutan. Mereka menyeberangi

04 Hijaunya Lembah Hijaunya Lereng Pegunungan Karya Sh Mintardja di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

hutan itu dalam kelompokkelompok
menuju ke Kabuyutan Talang Alun. Di
Kabuyutan diseberang hutan itu telah terjadi k eributan yang
agaknya sangat m encemaskan, sehingga banyak orang yang
terpaksa mengungsi. "Aku belum dapat bertemu langsung dengan para
pengungsi itu " berkata Putut Manyar kemudian.
"Pergilah ke padukuhan bersama anak-anak muda itu.
Temuilah satu dua orang pengungsi untuk mendapatkan
keterangan, kenapa mereka harus mengungsi."
Putut Manyar bersama seorang cantrik segera melakukan
tugas itu. Bersama dua orang anak muda dari padukuhan
sebelah, y ang kebetulan juga didatangi oleh sekelompok
pengungsi, berusaha untuk dapat bertemu dengan mereka.
Dari pertemuan itu Putut Manyar segera mengetahui,
bahwa para pengungsi itu berada dalam ketakutan.
Sebuah keluarga yang mengungsi dirumah pamannya y ang
tinggal di Kabuyutan Talang Alun tidak sempat membawa
barang-barangnya selain seikat benda-bendayang paling
berharga. "Tetangga-tetangga kam i juga tidak sempat membawa apaapa."
berkata seorang laki -laki separo bay a y ang m engungsi
bersama keluarganya itu. "Apa y ang telah terjadi di padukuhan kalian ?" bertanya
Putut Manyar. "Keributan. Setiap kali datang orang -orang y ang mula-mula
sekedar menakut-nakuti. Namun kemudian mereka telah
menangkapi pemimpin-pemimpin padukuhan kami. Ki Bekel
dan para bebahu sudah ditangkapi. Satu dua orang diantara
mereka y ang m encoba melawan, nasibny a tidak kita ketahui
lagi. Ki Bekelpun telah terluka pula dan jatuh ketangan
mereka. " jawab orang itu.
"Apa yang mereka kehendaki ?" bertanya Putut Manyar.
"Kami tidak tahu pasti. Tetapi menurut pendengaran kami,
telah terjadi perebutan warisan di Kabuyutan kami." jawab
orang itu. "Perebutan warisan " Kenapa sampai terjadi kekerasan atas
para pemimpin padukuhan " Seberapa besarnya warisan yang
diperebutkan itu ?" "Warisan kedudukan. Sebenarnya terjadinya tidak di
Kabuyutan kami. T etapi terjadi di Kabuyutan Pudaklamatan.
Tetapi Ki Buyut di Pudaklamatan memang masih ada
hubungan keluarga dengan Ki Buyut di Kabuyutan kami.
Kabuyutan Sendang Apit."
"Bukankah Kabuyutan-Kabuyutan itu terletak di seberang
hutan itu ?" bertanya Putut Manyar pula.
"Ya. Kami dalam kelompok-kelompok telah menyeberang
hutan. Keberanian kami melawan binatang buas timbul
didesak oleh ketakutan kami terhadap orang-orang yang
mengacaukan padukuhan kami, melukai dan menangkap Ki
Bekel serta beberapa orang lainnya. "
Putut Manyar m engangguk-angguk. Agaknya telah terjadi
pergolakan disebrang hutan. Pergolakan itu memang tidak
begitu terasa di Kabuyutan Talang Alun, jika saja tidak ada
arus pengungsi y ang berdatangan.
Keterangan itu oleh Putut Manyar telah dibawa ke
Pa depokan Bajra Seta. Dihadapan para pemimpin Padepokan
Bajra Seta, Putut Manyar telah menceriterakan hasil
pembicaraannya dengan para pengungsi y ang sempat
ditemuinya. Jarak antara kedua Kabuyutan itu dengan Kabuyutan
Talang Alun memang tidak sangat jauh. Tetapi karena
diantara Kabuyutan itu dengan Kabuyutan Talang Alun
dipisahkan oleh hutan y ang masih terhitung lebat, maka
hubungan antara Kabuyutan-kabuyutan itu dengan Kabuyutan
Talang Alun tidak terlalu rapat. Apalagi dengan padepokan
Bajra Seta. Mahisa Murti dan para pemimpin y ang lain mendengarkan
keterangan Putut Manyar itu dengan sungguh-sungguh.
Namun sebagaimana tanggapan mereka, Mahisa Murtipun
berkata "Kita memang tidak dapat langsung mencampuri
persoalan ini. Tetapi ada baiknya kita selalu mengikuti
perkembangannya. Jika persoalannya merembet
menyeberangi hutan sampai ke Kabuyutan Talang Alun, maka
mau tidak mau kita harus mencampurinya. Kabuyutan itu
adalah Kabuyutan kita pula."
Yang lain mengangguk-angguk. Mereka memang
sependapat. Padepokan Bajra Seta tidak dapat dengan tergesagesa
menentukan satu sikap sebelum m engetahui lebih jauh,
apa y ang sebenarnya telah terjadi.
Namun Mahisa Murti telah memerintahkan kepada Putut
Manyar untuk terus-menerus mengikuti persoalan yang timbul
justru karena arus pengungsi yang mengalir menyeberangi
hutan yang terhitung lebat itu.
Dengan perintah itu, m aka Putut Manyar memang sering
pergi ke padukuhan sebelah. Ia sering duduk berbincang
dengan anak-anak muda yang semakin meningkatkan
penjagaan. Apalagi di malam hari. Kedatangan para pengungsi
itu memang telah menimbulkan persoalan y ang harus
ditangani dengan hati-hati oleh padukuhan sebelah.
Dimalam hari Putut Manyar dengan dua atau tiga cantrik
kadang-kadang ikut berada digardu sampai menjelang fajar.
Kehadiran mereka selalu disambut baik oleh anak-anak muda
padukuhan. Rasa-rasanya mereka memberikan ketenangan,
karena anak-anak muda itu tahu, bahwa para cantrik dari
Pa depokan Bajra Seta adalah orang-orang y ang cukup terlatih.
Ternyata kedatangan para pengungsi memang
mendatangkan masalah bagi padukuhan-padukuhan di
Kabuyutan Talang Alun. Ternyata ada juga orang-orang yang
tidak berjantung, yang memanfaatkan keadaan yang rumit itu
untuk mencari keuntungan bagi diri sendiri, bahkan dengan
cara yang paling buruk. Orang-orang y ang bermaksud jahat memperhitungkan
bahwa para pengungsi itu tentu membawa barang-barang
mereka y ang paling berharga. Karena itu, m aka orang-orang
yang hidupnya berada dibay angan yang hitam, seolah-olah
mendapat kesempatan untuk meningkatkan kegiatan mereka.
Tetapi ternyata bahwa anak-anak muda di padukuhan itu
tidak tinggal diam. Bahkan ketika percobaan perampokan
pernah terjadi, m aka para pengungsi itupun telah ikut pula
dalam kegiatan anak-anak muda dan para penghuni
padukuhan ditempat pengungsian mereka, karena mereka
tahu, bahwa persoalan itu justru timbul karena kehadiran para
pengungsi itu. Tetapi kelompok penjahat y ang besar, m enganggap bahwa
anak-anak itu tidak akan mampu mencegah mereka.
Tetapi mereka tidak memperhitungkan, bahwa anak-anak
muda padukuhan-padukuhan disekitar padepokan itu sering
berada di padepokan dan bermain-main dengan para cantrik.
Bahkan mereka mendapat waktu y ang khusus untuk serba
sedikit mempelajari ilmu kanuragan, serta mempergunakan
berbagai jenis senjata. "Tetapi kita harus berhati-hati terhadap para penghuni
padepokan itu " b erkata salah seorang pemimpin sekelompok
perampok kepada para pengikutnya.
"Mereka tentu tidak akan ikut cam pur" sahut salah seorang
diantara para pengikutnya itu.
"Belum tentu " jawab yang lain "mereka sering berkeliaran
di padukuhan-padukuhan."
"Mereka tentu sekedar mencari makan" jawab pengikut
yang pertama. "Bagaimanapun juga kita harus berhati-hati" berkata
pemimpinnya "apapun yang mereka cari di padukuhan,
kehadiran mereka akan mempengaruhi semua rencana kita.
Bukankah kita sudah mendengar bahwa penghuni padepokan
itu m emiliki kemampuan olah kanuragan " Aku sendiri tidak
akan pernah takut menghadapi siapapun juga, bahkan
pemimpin padepokan itu sekalipun. Tetapi jumlah mereka
agaknya terlalu banyak bagi kita."
"Bukankah hanya satu dua orang saja y ang sering
berkeliaran di padukuhan-padukuhan ?" berkata seorang
pengikutnya. "Ya. Tetapi dengan isyarat atau suara kentongan, m ereka
dapat m emanggil kawan-kawannya, karena jarak padepokan
itu dari padukuhan tidak terlalu jauh sehingga dapat dijangkau
oleh suara kentongan. " jawab pemimpinnya.
Para pengikutnya mengangguk-angguk. Namun sebagian
dari m ereka tidak banyak m emperhitungkan gangguan yang
dapat dilakukan oleh para penghuni padepokan.
Meskipun demikian, pemimpinnya masih berusaha untuk
memperhatikan kegiatan para cantrik di padepokan. Tetapi
rasa-rasanya memang tidak banyak cantrik y ang keluar dan
pergi ke padukuhan. Jika mereka melihat dua atau tiga orang
yang nampak mengunjungi padukuhan terdekat, maka mereka
merasa bahwa para cantrik itu dapat diabaikannya.
Namun y ang terjadi lebih dahulu, justru pertengkaran
kelompok-kelompok penjahat itu sendiri. Ketika sekelompok
penjahat y ang dipimpin oleh Jaran Abang berpapasan dengan
sekelompok yang lain, y ang dipimpin oleh Ki Sempon telah
terjadi salah paham, sehingga diantara kedua kelompok itu
telah terjadi perkelahian. Beberapa orang telah menjadi
korban. Namun ketika kelompok Ki Sempon m elarikan diri,
maka korban y ang terbunuh dalam perkelahian itu telah
ditinggalkan begitu saja. Bahkan diantara mereka terdapat dua
orang yang terluka namun masih dapat mempertahankan
hidupnya, sehingga ketika seorang gembala menemukan
mereka, mereka masih hidup.
Gembala itu terkejut melihat beberapa sosok tubuh
terbaring diam. Karena itu sambil berteriak-teriak ia berlari
pulang. Bahkan ampat ekor kambingnya ditinggalkannya
begitu saja. Beberapa orang daii padukuhan, termasuk Ki Bekel y ang
mendapat laporan tentang bekas perkelahian itupun segera
datang. Mereka masih sempat m enemukan dua orang yang
masih hidup meskipun terluka parah.
"Rawat mereka" perintah Ki Bekel "dari m ereka kita akan
mendapat keterangan. "
Orang-orang padukuhan itupun kemudian telah m embawa
kedua orang yang masih hidup itu ke banjar. Dipanggilnya
dukun y ang paling baik di padukuhan itu untuk mengobati
luka-luka y ang cukup parah.
"Usahakan agar kedua orang itu tetap hidup" berkata
seorang anak muda kepada dukun y ang segera datang.
Tetapi dukun itu menjawab "Aku akan berusaha sejauh
dapat aku lakukan. Tetapi hidup dan matinya tidak tergantung
kepadaku." Anak muda itu m enarik nafas dalam-dalam. Namun iapun
telah mengangguk mengiakan.
Sementara itu, tiga orang y ang telah terbunuhpun segera
dikuburkan. Namun Ki Bekel dan beberapa orang padukuhan
telah menduga, bahwa yang terjadi adalah benturan kekuatan
antara para penjahat y ang berebut ladang.
Sebenarnyalah ketika kedua orang y ang terluka itu mulai
dapat berbicara dengan agak jela s, maka mereka mengaku
bahwa kedua-duanya adalah para pengikut Ki Sempon.
"Seorang kawanku mati. Tetapi dua orang pengikut Jaran
Abang juga mati." berkata orang itu.
"Apa sebenarnya y ang kalian perebutkan ?" bertanya Ki
Bekel meskipun ia sudah dapat menduga apa y ang telah
terjadi. "Kami memperhitungkan bahwa para pengungsi tentu
membawa barang-barang mereka yang paling berharga. Itulah
yang kami inginkan disamping harta benda y ang sudah ada di
padukuhan ini " jawab orang y ang terluka itu.
"Jika kalian inginkan harta benda para penghuni
padukuhan itu, kenapa baru sekarang hal itu kalian lakukan"
"Sudah aku katakan. Para pengungsi itu seakan-akan telah
mempersiapkan harta-bendanya untuk begitu saja kami
ambil" jawab orang itu.
Ki Bekel mengangguk-angguk. Tetapi semakin jelas baginya
bahwa per soalan yang timbul karena kedatangan para
pengungsi itu akan saling berkait. Padukuhannya harus
bersiaga menghadapi segala kemungkinan, namun mereka
juga harus meny ediakan pangan bagi mereka yang tinggal
dilingkungan sanak kadang mereka di Kabuyutan Talang Alun.
Tetapi mereka t idak akan dapat m enolak kehadiran para
pengungsi yang ketakutan di kampung halaman mereka
sendiri berdasarkan peri kemanusiaan.
Kepada orang-orang y ang ingin memanfaatkan kesulitan
orang lain itu, membuat Ki Bekel m enjadi sangat berprihatin.
Ju stru orang-orang y ang memerlukan perlindungan dan
pertolongan itu malah menjadi sasaran kejahatan.
Karena itu, Ki Bekelpun telah memerintahkan orang-orang
sepadukuhan itu bangkit m elawan mereka. Sementara itu, Ki
Bekelpun telah mengirimkan laporan kepada Ki Buyut Talang
Alun. Dengan cepat pula Ki Buyut menyampaikan laporan itu
kesemua padukuhan dilingkungannya dengan harapan, agar
semua padukuhan menjadi waspada dan bersiap menghadapi
segala kemungkinan. Terutama padukuhan-padukuhan yang
menjadi tempat tujuan para pengungsi yang datang dari
seberang hutan. Namun Jaran Abang sama sekali t idak terpengaruh oleh
kesiagaan anak-anak muda dan bahkan semua laki -laki yang
masih mampu memegang senjata. Menurut Jaran Abang yang
kemudian seakan-akan menguasai ladang perburuan itu,
anak-anak m uda itu sama sekali tidak akan mampu berbuat
banyak. Namun hal itupun segera didengar oleh para cantrik di
padepokan. Putut Many arpun telah memberikan laporan
tentang hal itu kepada Mahisa Murti.
"Kita harus membantu padukuhan-padukuhan y ang
menjadi sasaran ancaman para penjahat itu" berkata Mahisa
Murti. Dengan demikian, maka Mahisa Murtipun telah
memerintahkan ketiga orang Pututnya, masing-masing
bersama dua orang cantrik terpilih untuk berada di
padukuhan-padukuhan y ang paling rawan. Namun merekapun
berpesan jika dipadukuhan lain terjadi pula perampokan,


04 Hijaunya Lembah Hijaunya Lereng Pegunungan Karya Sh Mintardja di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

maka mereka harus dengan cepat memberikan isyarat dengan
kentongan. Sebenarnyalah, bahwa pada malam yang sudah
direncanakan, maka Jaran Abang telah membawa orangorangnya
menuju ke padukuhan Logandeng. Logandeng
memang bukan padukuhan terdekat dengan padepokan Bajra
Seta. Namun Putut Lembana dengan dua orang cantrik
terpilih berada di padukuhan itu.
Sebelum m ereka memasuki padukuhan itu, Jaran Abang
telah memerintahkan melihat -lihat, apakah ada y ang menarik
perhatian di padukuhan itu.
Dimata pengikut Jaran Abang yang diperintahkan untuk
melihat keadaan padukuhan itu memang tidak adanya
kelainan dari kemungkinan y ang mereka bayangkan. Anakanak
muda di gardu-gardu perondan. Mungkin beberapa
orang laki -laki yang lebih tua berkumpul di banjar dan
dirumah Ki Bekel y ang ketakutan.
Kepada mereka y ang mengamati padukuhan itu Jaran
Abang bertanya "Apakah kau tidak m elihat orang-orang dari
Pa depokan sebelah y ang berkeliaran di padukuhan itu ?"
Orang yang mendapat perintah mengamati padukuhan itu
memang tidak melihat sekelompok cantrik y ang bergabung
dengan anak-anak muda di padukuhan itu. Mereka m emang
tidak melihat Putut Lembana dan hanya dua orang cantrik
yang memang berada di gardu dimulut lor ong.
Dari kegelapan salah seorang diantara mereka y ang
mengamati padukuhan itu melihat beberapa orang anak muda
yang berada di gardu dimulut lor ong. Namun nampaknya
tidak ada orang lain diantara anak-anak muda itu. Mereka
bergurau dan bercanda sebagaimana dengan kawan-kawan
akrab mereka. Sebenarnyalah bahwa Putut Lembana dapat m enempatkan
diri. Selain ia memang masih muda, iapun dapat bergurau
sebagaimana anak-anak muda y ang lain. Sehingga dengan
demikian, maka tidak seorangpun y ang menyangka bahwa
Putut Lembana dan dua orang cantrik yang meny ertainya,
bukan bagian dari anak muda di padukuhan itu.
Berda sarkan atas keterangan itu, maka Jaran Abang tidak
menunda lagi niatnya. Diperintahkannya para pengikutnya
untuk bersiap menghadapi segala kemungkinan.
"Jika ada cantrik y ang bersembunyi di rumah Ki Bekel, kita
tidak boleh ragu -ragu menghadapinya. Kita akan
menghancurkan mereka sebagaimana kita menghancurkan
kelotnpok Ki Sempon y ang dungu itu." berkata pemimpin
mereka. Demikianlah, maka tanpa melewati reg ol padukuhan,
mereka memasuki dinding padukuhan itu. Mereka
berloncatan memanjat dinding dan meloncat memasuki
sebuah kebun y ang luas dan sepi.
Sejak sehari sebelumnya mereka sudah memilih sasaran.
Mereka melihat sebuah rumah y ang besar y ang memang tidak
terlalu jauh dari rumah Ki Bekel. Merka mengetahui bahwa
ada beberapa pengungsi yang tinggal di rumah y ang besar itu.
Bukan pengungsi kebanyakan. Tetapi nampaknya juga orangorang
berada sebagaimana pemilik rumah itu.
"Kita akan m endapatkan apa yang kita cari " berkata Jaran
Abang "kita tidak boleh ragu -ragu."
Para pengikutnya mengangguk-angguk. Telah berpuluh kali
mereka melakukan perampokan. Karena itu, apa yang akan
mereka lakukan itu seakan-akan tidak berbeda dengan saatsaat
mereka akan menuai padi disawah mereka ketika padi
sudah mulai menguning dan menjadi masak.
Meskipun demikian, Jaran Abang memang memerintahkan
agar mereka berusaha untuk tidak diketahui oleh anak-anak
muda. Bagi mereka hal itu tentu akan lebih baik.
Meskipun mereka y akin bahwa anak-anak muda itu tidak
akan dapat menghentikannya, namun jika terjadi benturan
kekerasan, maka ia tentu akan kehilangan satu dua
pengikutnya atau setidak-tidaknya ada diantara mereka yang
terluka. Karena itu, dengan hati-hati sekelompok orang y ang
dipimpin oleh Jaran Abang itu telah menyusup disela-sela
pepohonan di halaman-halaman rumah yang sepi, karena
pintu-pintu rumah tertutup rapat.
Untuk beberapa saat Jaran Abang dan para pengikutnya
mengendap di halaman rumah yang berseberangan dengan
rumah yang akan menjadi sasaran. Jaran Abang sendiri telah
meloncat dan menelungkup diatas dinding halaman untuk
memperhatikan apakah keadaan cukup aman.
Ternyata jalan terlalu sepi. Rasa-rasanya tidak ada
seorangpun y ang lewat dimalam y ang dingin itu. Bahkan para
perondapun lebih senang tetap berada digardu-gardu.
Berkelakar sambil menghirup minuman hangat.
Karena itu, maka Jaran Abangpun telah memberikan
isy arat kepada para pengikutnya untuk dengan cepat
menyeberangi jalan dan masuk ke halaman rumah y ang akan
menjadi sasaran. Semuanya itu dapat dilakukan dengan cepat. Para
pengikutnya y ang berpengalaman itu tidak memerlukan
terlalu banyak petunjuk. Mereka tahu apa y ang harus mereka
lakukan. Beberapa saat Jaran Abang dan para pengikutnya
menunggu sambil mengamati rumah y ang terhitung besar itu.
Jaran Abang sudah membayangkan bahwa mereka akan
mendapat hasil y ang baik dirumah itu. Kecuali pemilik rumah
itu sendiri terhitung orang yang berada, maka para pengungsi
yang ada dirumah itupun tentu orang-orang yang berada pula.
Jika mereka membawa barang-barang berharga dari
kampung-halamannya, maka barang-barang berharga itu
tentu disimpannya dalam satu kotak atau kantung khusus
yang tinggal mengambil dan membawanya.
Namun ketika Jaran Abang itu mulai akan bertindak, maka
iapun mengumpat ka sar. Ia mendengar suara kotekan para
peronda. Ampat orang anak muda membawa kentongankentongan
kecil menyusuri jalan-jalan m embangunkan para
penghuni rumah y ang tidur ny enyak agar mereka tidak terlalu
terlena dalam mimpi sehingga kehilangan kewaspadaan.
Jaran Abang terpaksa mengurungkan niatnya. Ia m emberi
isy arat kepada para pengikutnya agar bersembuny i di halaman
rumah itu. Namun merekapun sadar, bahwa penghuni rumah
itu tentu akan terbangun oleh suara kentongan-kentongan
kecil di tangan para peronda itu.
"Aku ingin menghentikan bunyi kent ongan itu" geram salah
seorang pengikut Jaran Abang.
Tetapi Jaran Abang berdesis
"Biarkan saja. Hati-hatilah,
jangan menarik perhatian mereka. " Para pengikut Jaran Abang
itupun kemudian benar-benar
berusaha untuk berdiam diri.
Anak-anak muda y ang meronda itupun semakin dekat
dengan halaman tempat para
pengikut Jaran Abang itu bersembunyi sekaligus sebagai
sa saran utama usaha perampokan y ang akan mereka
lakukan. Namun orang-orang yang sudah berpengalaman itu
memang tidak begitu memperhitungkan para peronda itu.
Meskipun mereka sedang bersembunyi, tetapi ada saja
diantara mereka yang tidak sepenuhnya berusaha untuk tidak
menimbulkan bunyi atau gerak. Sehingga karena itu, maka
ketika anak-anak muda itu lewat dan bunyi kentongan mereka
berhenti sejenak, seorang diantara anak-anak muda yang
meronda itu memang mendengar gemerisik di belakang
dinding halaman yang tidak t erlalu tinggi.
Telinga anak-anak muda padukuhan itu sendiri m emang
tidak mendengar buny i itu. Tetapi seorang diantara mereka
yang meronda berkeliling itu adalah Putut Lembana yang
mempunyai pendengaran yang sangat tajam telah m endengar
gemerisik itu. Putut itu menduga bahwa suara itu adalah suara
kaki seseorang y ang sedang beringsut atau bergeser dari
tempatnya ke tempat yang lain.
Tetapi Putut Lembana tidak segera berbuat sesuatu, la
masih saja bersikap sebagaimana semula. Tetapi Putut itu
ternyata telah m elihat-lihat beberapa batang pepohonan yang
ada di halaman rumah yang besar itu.
"He, kau lihat pohon jambu air itu ?" desis Putut Lembana.
Tetapi cukup kuat untuk didengar oleh orang-orang yang ada
didalam dinding. Anak-anak muda padukuhan itu mengangguk. Seorang
diantara mereka menjawab "Jambu air itu berbuah sepanjang
musim." "Buahnya tentu segar sekali" berkata Putut Lembana.
"Ya. Tetapi jarang sekali kami, anak-anak padukuhan ini
merasakan segarnya jambu air itu"
"Kenapa ?" bertanya Putut Lembana.
"Penghuninya memang agak kikir. Jambu itu biasanya
dijual langsung dipohonnya. Namun dalam waktu singkatnya,
buahnya telah memenuhi segala cabang dan rantingrantingnya
lagi." jawab anak muda itu.
"Aku ingin mencicipinya " berkata Putut Lembana.
Anak-anak muda itu menjadi termangu-mangu. Jika
pemilik rumah itu tahu, maka ia tentu akan sangat marah.
Tetapi Putut Lembana itu berkata "Aku tidak akan memetik
buah dipohon itu. Aku hanya ingin mencari sisa-sisa kelelawar
yang berserakan dibawah pohon itu. Tentu ada yang m asih
utuh satu atau dua buah."
Anak-anak muda itu merasa heran. Apakah Putut Lembana
benar-benar tidak pernah makan jambu air " Seorang diantara
anak-anak muda itu pernah berada untuk beberapa hari di
padepokan. Seingatnya di padepokan terdapat juga pohon
jambu air. Bahkan tidak hanya sebatang. Rasa-rasanya ada
pohon jambu air putih dan ada pohon jambu air yang merah.
Bahkan ada sebatang pohon jam bu dersana y ang segar dan
sebatang jam bu gowok yang berwarna ungu. Sementara di
kebun belakang terdapat beberapa batang pohon jambu mete.
Putut Lembana melihat wajah-wajah yang membayangkan
keheranan itu. Cahaya onc or direg ol meskipun tidak begitu
besar sempat menggapai wajah-wajah yang berkerut itu.
Namun Putut Lembana mendekati seorang diantara mereka
sambil memberi isyarat untuk meny iapkan kentongan mereka
serta senjata mereka. Anak muda itu menegang sejenak. Namun iapun
mengangguk-angguk kecil. Iapun telah m emberi isyarat pula
kepada kawan-kawannya untuk bersiap.
Sebenarnyalah Putut Lembana itu telah mendorong pintu
regol halaman sambil berkata "Tunggu. Aku hanya sebentar.
Aku hanya ingin sebuah saja."
Tetapi di halaman Jaran Abang mengumpat tertahan.
Namun ia telah memberi isyarat pula kepada orang-orangnya
untuk bersiap. Ketika Putut Lembana kemudian memasuki halaman
rumah itu, maka iapun mencoba memandang berkeliling
dengan penglihatannya yang tajam. Ketika ia melihat daun
pohon bunga soka y ang rimbun serta beberapa batang perdu
yang lain bergerak, maka Putut Lembana yakin bahwa ada
orang dihalaman itu. Tetapi Putut Lembana tidak segera m engambil tindakan.
Bahkan ia benar-benar mencari jambu air yang memang
terdapat satu dua tergolek ditanah dibawah pohon yang
buahnya bergayutan banyak sekali itu.
Setelah memungut satu-dua buah, maka Putut itupun
segera bergerak keluar. Diluar ia berbisik kepada anak m uda y ang menyertainya
"Panggil kawan-kawanmu. Hati-hati. Kepung halaman rumah
ini. Beritahu gardu yang lain tanpa membuny ikan kentongan. "
Demikian anak itu melangkah pergi dengan hati-hati, maka
Putut Lembanapun berkata "Jambu ini m emang luar biasa.
Manis dan segar sekali."
"Sisa kelelawar memang manis." jawab salah seorang
kawannya y ang mengerti isy arat Putut Lembana.
Sementara kawannya menjawab "Jambu itu manis bukan
karena sisa kelelawar. Karena jambu itu sudah masak dan
rasanya manis, maka kelelawar telah mencurinya. Tetapi
sayang, jambu itu terjatuh ditanah. "
Putut Lembana tertawa. Katanya "Jambu ini manis
meskipun agak kotor. Itu saja."
Kawan-kawannyapun tertawa pula, sementara Putut
Lembana berkata "Marilah, kita berjalan terus. He, kita belum
membangunkan penghuni rumah ini. Sejak kita mendekati
halaman rumah ini, kita sudah berhenti kotekan. Namun,
sekarang kita harus membuny ikan lagi."
Tetapi jumlah m ereka berkurang seorang karena pergi ke
gardu m emanggil kawan -kawannya. Karena itu, maka m ereka
memang menjadi ragu-ragu. Suaranya tentu akan berbeda
dengan kotekan y ang dibuny ikan oleh ampat orang.
Namun Putut Lembana y ang memperhitungkan, bahwa
anak-anak muda itu akan segera datang, berdesis perlahan
"Marilah, kita bunyikan saja keras-keras."
Demikianlah, maka ketiga orang anak muda termasuk
Putut Lembana itu telah membuny ikan kentongan mereka.
Ju stru lebih keras dari semula. Bahkan dengan irama yang
lebih cepat, sehingga suaranya menjadi gaduh. Bahkan ketika
mereka sengaja membuat iramanya meleset, suara kotekan itu
menjadi tidak keruan. Putut Lembanapun kemudian berkata keras-keras "Cukup.
Cukup. Iramanya rusak. Kita harus mengulangi."
Kotekan itupun terhenti. "Hati, hati. Kita tidak boleh tergesa -gesa. " berkata seorang
temannya. Namun tingkah laku anak-anak muda itu membuat darah
Jaran Abang mendidih sampai ke ubun-ubun. Karena itu, ia
menjadi tidak sabar lagi. Dengan sekali hentak, Jaran Abang
telah berdiri diatas dinding halaman rumah itu.
"Setan kau anak-anak muda. Aku perintahkan kalian masuk
kedalam. Kalian t idak m empunyai pilihan lagi." geram Jaran
Abang.

04 Hijaunya Lembah Hijaunya Lereng Pegunungan Karya Sh Mintardja di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Ketiga anak muda itu bergeser surut. Putut Lembanalah
yang bertanya "Siapakah kau ?"
"Kalian tidak usah berpura-pura lagi. Aku tahu bahwa
kalian melihat sesuatu yang memaksa kalian melakukan
perbuatan gila itu. Aku tahu bahwa satu atau dua orang
diantara kalian, tentu bukan anak muda dari padukuhan ini,
karena anak muda itu tidak mengetahui bahwa pemilik jam bu
ini kikir. Anak muda itupun baru sekali ini melihat bahwa
disini ada jambu air. Nah, sekarang kalian semuanya harus
masuk ke halaman. Jangan menjawab apapun juga. Ma suklah
sekarang, sebelum aku kehabisan kesabaran."
"Kau belum menjawab, siapakah kau ?"
"Aku tidak akan menjawab semua pertanyaanmu. Aku tidak
mau m endengar pertanyaan apapun juga. Sekali lagi. Untuk
yang terakhir aku berkata. Masuklah kedalam halaman rumah
ini." Putut Lembana termangu-mangu sejenak. Sementara itu
kedua anak muda y ang bersamanya menunggu, apa y ang akan
dilakukan oleh Putut Lembana.
Sementara itu Putut Lembana memang ingin mengulur
waktu. Ia yakin bahwa yang ada di halaman itu tentu tidak
hanya satu dua orang saja. Tetapi beberapa orang yang memiliki pengalaman melakukan kekerasan. Karena itu, maka
Putut Lembana itu berkata "Ki Sanak. Kami tidak tahu, apa
sebenarnya yang kalian kehendaki atas diri kami. Kami sedang
meronda. Karena itu, maka kami akan menyusuri jalan-jalan
di padukuhan kami. Tidak masuk kedalam halaman rumah itu.
Jika tadi aku masuk, semata-mata karena aku ingin
mendapatkan jambu air. "
"Cukup" bentak orang itu "masuk. Atau kami harus
memaksa kalian dengan kekerasan."
Agaknya Putut Lembana memang tidak mendapat
kesempatan lagi. Karena itu, maka iapun menjawab "Kami
tidak akan masuk. Kami tahu bahwa kau bukan pemilik rumah
ini. Karena itu, kami justru akan menangkapmu."
Jaran Abang itu bersuit nyaring. Ia benar-benar telah
kehilangan kesabaran, sehingga ia telah memanggil orangorangnya
untuk memaksa Putut Lembana dan kedua
kawannya masuk kehalaman.
Namun pada saat itu, beberapa orang anak muda dari
gardu terdekat telah datang. Mereka tidak dengan serta merta
menyerang kelompok Jaran Abang. Tetapi anak-anak muda
itu justru telah m erayap dari halaman ke halaman mendekati
rumah yang menjadi sasaran perampok itu.
Namun ketika mereka mendengar suitan nyaring, maka
mereka telah berusaha untuk mengetahui keadaan Putut
Lembana dan kedua orang anak muda yang menyertainya.
Anak-anak muda itu kemudian telah melihat beberapa
orang berloncatan melewati dinding halaman rumah yang
menjadi sasaran perampokan itu. Orang-orang itupun
kemudian telah m engepung Putut Lembana dan kedua orang
anak muda y ang meny ertainya.
"Paksa mereka masuk. Jika mereka melawan, maka
apaboleh buat. Mereka akan mati muda." berkata Jaran
Abang. Namun para penjahat itu tidak mendapat banyak
kesempatan. Anak-anak muda yang melihat keadaan Putut
Lembana dan kedua orang kawannya dalam kesulitan, m aka
merekapun segera bertindak. Dua orang cantrik dari
Pa depokan Bajra Seta y ang ada diantara anak-anak muda itu
bersama Putut Lembana, datang pula bersama-sama anakanak
muda itu. Melihat kehadiran anak-anak muda itu, maka Jaran
Abangpun m engumpat. Dengan lantang ia berkata "Jika yang
terjadi kemudian kalian akan m enjadi seperti tebasan batang
ilalang, sama sekali bukan tanggung jawab kami."
Anak-anak m uda itu sama sekali tidak m enghiraukannya.
Merekapun segera turun ke jalan serta berdiri di kedua sisi
dari para pengikut Jaran Abang itu. Bahkan masih ada
diantara mereka yang berada di atas dinding halaman
diseberang halaman rumah yang menjadi sasaran. Namun
masih ada juga anak-anak muda yang berada di dalam
halaman rumah yang menjadi sasaran perampokan itu.
Jaran Abang tidak m empunyai pilihan lain. Iapun segera
meneriakkan perintah "Selesaikan anak-anak dungu itu.
Mereka tidak menyadari akibat dari perbuatan mereka."
Tetapi Putut Lembana memberikan perintah "Jangan
biarkan seorangpun melarikan diri."
Demikianlah, maka pertempuranpun segera berkobar.
Jaran Abang tahu pasti, bahwa pemimpin dari anak-anak
muda itu adalah anak muda yang mencari jambu air di bawah
pohonnya. Namun Jaran Abangpun tahu bahwa anak muda itu
sekedar ingin mengetahui keadaan didalam halaman rumah
itu. Sejenak kemudian, maka pertempuranpun segera terjadi.
Putut Lembana dengan sengaja telah menghadapi Jaran
Abang. Sementara itu, k edua orang cantrik y ang bersamanya
berada di padukuhan itu bertempur melawan beberapa orang
penjahat yang sudah sangat berpengalaman.
Anak-anak muda padukuhan itu memang merasa ngeri
melihat sikap dan tatanan gerak mereka yang keras dan kasar.
Beberapa orang anak muda m emang terdesak surut. Namun
kedua orang cantrik dari Padepokan Bajra Seta itu telah
membesarkan hati mereka. Seorang diantara para cantrik yang
dengan m enghentak menyerang salah seorang diantara para
pengikut Jaran Abang itu, langsung dapat melukai lawannya.
Terdengar orang itu berteriak kesakitan. Sejenak kemudian,
maka orang itupun telah jatuh berguling ditanah.
Cantrik itu bukan seorang pembunuh, sehingga karena itu,
maka orang y ang sudah terluka cukup parah itu dibiarkannya.
Tetapi dengan demikian, maka hati anak-anak muda
padukuhan itu mulai menjadi hangat. Keberanian merekapun
menjadi semakin memanasi jantungnya.
Dipimpin oleh kedua orang cantrik dari Padepokan Bajra
Seta itu, maka anak-anak muda padukuhan itupun telah
melakukan perlawanan y ang sangat sengit. Apalagi ketika
beberapa orang anak muda dari gardu yang lain telah datang
pula. Sementara itu, Jarah Abang ternyata telah mendapat lawan
yang b erilmu tinggi. Karena itu, maka iapun b erteriak "Setan
kau anak muda. Siapakah kau sebenarnya?"
"Kau belum menjawab pertanyaanku, siapakah kau dan
untuk apa kau berada di sini."
Jaran Abang itu menggeram. Katanya "Aku tidak
memerlukan nama dari orang-orang y ang akan kubunuh."
Putut Lembana yang melihat kedua cantrik Padepokan
Bajra Seta sudah ada diantara anak-anak muda y ang menjadi
semakin lama semakin banyak berada ditempat itu menjadi
semakin tenang. Sehingga ia dapat memusatkan perhatiannya
kepada pemimpin sekelompok orang y ang tidak dikenal dan
yang menurut perhitungannya tentu akan berbuat jahat.
Apalagi melihat ujud lahiriah dari orang-orang y ang datang
bersama lawannya itu serta senjata-senjata y ang mereka
pergunakan. Demikianlah, maka Putut Lembanapun telah bertempur
dengan sengitnya. Putut lembana yang juga pernah
mendengar tentang pertempuran antara orang-orang yang
berniat jahat, serta tentang dua orang pengikut seorang
pemimpin kelompok yang bernama Jaran Abang y ang jatuh
ketangan Ki Bekel rencana terluka dalam pertempuran antara
para penjahat itu, telah menduga bahwa y ang dihadapinya
adalah Jaran Abang itu sendiri.
Karena itu, ketika Jaran Abang menjadi semakin garang,
Putut Lembana itu berkata sambil menghindari serangan
lawannya "He, Ki Sanak, Kau kira aku tidak tahu bahwa
gerombolan ini adalah gerombolan Jaran Abang dan kau
sendiri adalah pemimpinnya ?"
"Per setan. Darimana kau tahu ?" bertanya Jaran Abang.
"Namamu memang sudah terkenal sampai ke mana-mana.
Kau ditakuti oleh setiap orang y ang pernah mendengar
namamu. Bukan saja oleh para penghuni Kabuyutan dan
padukuhan-padukuhan, tetapi para prajurit Singasaripun
menjadi gentar mendengar namamu."
"Namaku memang ditakuti oleh Panglima Prajurit Singasari
sekalipun. Karena itu, kenapa kau berani melawan aku "
Apakah itu bukan berarti bahwa kau sedang membunuh diri."
"Aku hanya ingin membuktikan, apakah kabar itu benar
atau tidak, " jawab Putut Lembana.
"Betapa sombongnya kau anak muda. Tetapi kau akan
menyesal, karena kau akan mati malam ini." geram Jaran
Abang. "Aku tidak ingin mati. Itulah sebabnya, aku melawanmu
sekarang." sahut Putut Lembana.
"Kau tahu bahwa aku tidak terkalahkan." berkata Jaran
Abang dengan lantang. "Itulah y ang menarik untuk menjajagi kemampuanmu,
justru karena kau merasa tidak terkalahkan." jawab Putut
Lembana. Jaran Abang menggeram. Namun kemudian katanya
"Apapun y ang kau katakan, namun umurmu tidak akan
sampai fajar. " Putut Lembana y ang masih muda itu tertawa. Katanya
"Apakah kau dapat menentukan, kapan aku harus mati "
Umurku tidak tergantung kepadamu, Jaran Abang. "
"Per setan kau" Jaran Abang menjadi semakin marah.
Serangannya memang menjadi semakin garang. Namun anak
muda yang melawannya itu masih saja nampak tenang.
Sebenarnyalah, semakin marah Jaran Abang, maka
kendalinya atas ilmunya justru menjadi semakin longgar.
Jaran Abang terlalu bernafsu untuk segera mengalahkan
lawannya. Namun justru dengan demikian, maka semakin
banyak ia melakukan kesalahan.
Dalam pada itu, m aka dua orang cantrik dari Padepokan
Bajra Seta bersama anak-anak m uda padukuhan itu tengah
bertempur melawan para pengikut Jaran Abang. Semakin
lama jumlah anak-anak muda itu semakin banyak. Bahkan
beberapa orang laki -laki yang lebih tuapun telah terjun pula
dalam pertempuran. Apalagi mereka yang telah
berpengalaman serta memiliki kemampuan olah kanuragan
karena mereka sering berada di Padepokan Bajra Seta.
Dengan demikian, maka para pengikut Jaran Abang itu
mulai mengalami kesulitan. Dua orang cantrik dari Padepokan
Bajra Seta itupun menjadi semakin garang pula, sehingga
anak-anak muda padukuhan itu menjadi semakin berani
menghadapi para perampok y ang kasar itu.
Jaran Abang memang tidak menduga, bahwa anak-anak
muda padukuhan itu m enjadi demikian berani m enghadapi
para pengikutnya. Bahkan para pengikutnya seakan-akan
menjadi tidak berdaya. Anak-anak muda itu dibawah
pimpinan kedua orang cantrik Padepokan Bajra Seta telah
menyerang para pengikut Jaran Abang itu dari segala jurusan.
Sementara itu ujung senjata kedua orang cantrik itupun
telah menggapai kulit daging para pengikut Jaran Abang. Dua
orang telah terbaring diam. Sementara y ang lain masih
berloncatan sambil berteriak-teriak. Namun ruang gerak
mereka menjadi semakin sempit.
Sementara itu Putut Lembana masih saja bertempur
dengan sengitnya melawan Jaran Abang. Keduanya telah
mempergunakan senjata masing-masing. Jaran Abang
bersenjata kapak y ang besar
bermata rangkap. Sedangkan
Putut Lembana bersenjata sebilah pedang khusus sebagaimana pedang yang dibuat oleh para cantrik dari
Pa depokan Bajra Seta yang
telah mendapat petunjuk dari
pande besi istana Singasari.
Sebilah pedang yang ujudnya
cukup besar dan panjang. Jaran Abang y ang m emiliki
pengalaman petualangan yang
luas tanpa ragu-ragu berusaha
untuk menghancurkan lawannya. Ia sudah terlalu sering melihat darah tertumbuh
dari tubuh orang-orang y ang pernah dibantainya.
Tetapi anak m uda itu ternyata amat liat. Kapaknya y ang
berayun-ayun dengan cepatnya, sama sekali tidak meny entuh
tubuh lawannya. Namun ketika anak muda itu sengaja menangkis ayunan
kapaknya sehingga terjadi benturan, maka Jaran Abang itupun
mengumpat habis-habisan. Hampir saja ia berteriak kegirangan karena kapaknya
disangkanya akan dapat melontarkan senjata anak muda itu,
sehingga ay unan berikutnya kapaknya akan dapat m embelah
kepala lawannya itu, karena lawannya sudah tidak bersenjata
lagi. Namun yang terjadi sama sekali tidak sebagaimana
dibayangkan. Justru kapaknyalah y ang hampir saja terlepas
dari tangannya. Sementara itu, pedang anak muda itu sama
sekali tidak tergoyahkan.
Jantung Jaran Abang menjadi semakin sakit ketika anak itu
justru telah merendahkannya. Pada saat ia mengalami
kesulitan dengan kapaknya yang hampir terlepas, disaat ia
berusaha mengambil jarak untuk memperbaiki kedudukannya,
lawannya itu sengaja tidak memburunya. Bahkan anak muda
itu berkata. "Hati-hatilah Jaran Abang. Jangan biarkan
kapakmu terloncat dari tanganmu. Dengan senjata ditangan
kau tidak dapat mengalahkan aku, apalagi jika kau lemparkan
kapakmu." "Setan kau" geram Jaran Abang.
"Nah bersiaplah. Aku beri kau waktu untuk memperbaiki
genggamanmu pada kapakmu itu."
"Aku tidak butuh waktu. Aku tidak dalam kesulitan
Kapakku ini akan segera m engoyak mulutmu" b erkata Jaran
Abang lantang. "Sekarang, aku beri kesempatan kau memperhatikan
pertempuran ini. Orang-orangmu sama sekali tidak dapat
berbuat apa-apa. Anak-anak muda padukuhan ini bukan lagi
anak-anak kecil y ang ketakutan melihat kalian dengan garang
mengayun-ayunkan senjata, tetapi anak-anak muda


04 Hijaunya Lembah Hijaunya Lereng Pegunungan Karya Sh Mintardja di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

padukuhan ini adalah anak-anak muda y ang terlatih baik.
Jaran Abang tidak menjawab. Namun dengan geram ia
meloncat meny erang Putut Lembana.
Namun bagaimana juga Putut Lembana tidak dapat
dikalahkan. Putut y ang telah ditempa di Padepokan Bajra Seta
itu mempunyai banyak kelebihan dari Jaran Abang itu sendiri,
meskipun Jaran Abang berpengalaman menghancurkan
lawan-lawannya. Bahkan para pemimpin penjahatpun merasa
ngeri mendengar namanya. Karena itulah, maka Jaran Abang tidak lagi mempunyai
kesempatan untuk menang. Apalagi ketika ia sempat melihat
orang-orangnya semakin menyusut.
Karena itu, maka iapun telah membuat pertimbangan lain.
Ia harus melepaskan niatnya untuk merampok rumah yang
diperhitungkannya memiliki simpanan harta benda yang
cukup banyak. Karena itu, maka ketika keadaan benar-benar tidak
memungkinkan, maka Jaran Abang itu telah berusaha untuk
bergeser mendekati regol halaman tanpa menimbulkan kesan
pada lawannya. Putut Lembana memang hanya mengira
bahwa lawannya menjadi semakin terdesak mundur.
Namun ketika Jaran Abang itu sampai kedepan regol
halaman y ang memang tidak diselarak, dengan serta merta, ia
berlari mendorong pintu regol itu.
Putut Lembana terkejut. Tetapi ia kehilangan k esempatan
yang sekejap itu, namun yang memberikan keuntungan yang
menentukan bagi hidup dan mati Jaran Abang.
Putut Lembana yang segera menyadari usaha lawannya
untuk melarikan diri, segera mengejarnya. Iapun telah
meloncat berlari. Namun langkah terhenti lagi sekejap, karena
Jaran Abang telah mendor ong pintu regol dari dalam dengan
hentakkan y ang sangat keras.
Ketika Putut Lembana m endorong pintu itu, m aka Jaran
Abang telah berlari menjauh. Putut Lembana m asih melihat
bay angannya yang melingkar disudut rumah. Dengan
mengerahkan segenap kemampuannya, Putut itu
mengejarnya. Namun ia kehilangan jejak. Ketika Putut itu
melingkari sudut rumah, maka bayangan Jaran Abang telah
hilang. Putut Lembana memang tidak segera berhenti. Ia berusaha
menyusul meloncati dinding disebelah seketheng. Tetapi
ketika ia berada di longkangan, ia tidak m elihat Jaran Abang
lagi. Putut Lembana menarik nafas dalam-dalam. Ia memang
merasa sangat kecewa karena ia kehilangan lawannya.
Karena itu, m aka iapun segera kembali k e halaman depan
dan keluar lagi turun ke jalan.
Ternyata beberapa orang pengikut Jaran Abang y ang
lainpun dapat melarikan diri. Tetapi yang lain dapat di
tangkap dan bahkan ada y ang terluka parah. Seorang diantara
mereka telah m enghembuskan nafas terakhir karena lukanya
yang sangat parah. Ki Bekel yang telah mendapat laporan, ternyata sudah
berada di t empat itu pula. Bahkan agaknya orang y ang sudah
melampaui setengah abad itu masih ikut pula membawa
sebatang tombak pendek bertempur bersama anak anak muda
padukuhannya. Namun Ki Bekel itu harus merenungi tiga orang anak muda
yang terluka cukup parah. Sementara yang lain terluka ringan.
Meskipun demikian goresan-goresan senjata di tubuh anakanak
muda itu seakan-akan tidak terasa menyakitinya. Namun
tiga orang diantara mereka harus di bawa ke banjar untuk
mendapat pengobatan. Demikian pula para pengikut Jaran Abang yang terluka dan
menyerah telah dibawa ke banjar pula dengan pengawalan
yang ketat. Orang-orang yang tertawan itu memang tidak melihat
kemungkinan lain kecuali menyerah. Mereka memang tidak
memperhitungkan bahwa hampir semua laki-laki di
padukuhan itu telah berani keluar untuk ikut memberikan
perlawanan. Betapapun garangnya Jaran Abang dan
pengikutnya, namun jumlah y ang banyak itupun berpengaruh
pula. Demikianlah, maka orang-orang padukuhan itu telah
menggagalkan usaha perampokan yang dilakukan oleh Jaran
Abang dan kelompoknya y ang dianggap kelompok perampok
yang terkuat. Penghuni rumah y ang hampir saja menjadi
sa saran perampokan itu berkali-kali mengucapkan terima
kasih kepada Ki Bekel bahwa perampokan itu telah
digagalkan. "Berterima kasihlah kepada angger Putut Lembana. Ia telah
memimpin anak-anak muda di padukuhan ini untuk
melakukan perlawanan terhadap para perampok itu." jawab Ki
Bekel. "Ki Bekel sendirilah y ang memimpin. Aku hanya sekedar
ikut bersama anak-anak muda padukuhan ini" sahut Putut
Lembana. Tetapi pemilik rumah itu berkali-kali m engucapkan terima
kasihnya. Dua keluarga y ang mengungsi dirumahnya juga ikut
mengucapkan terima ka sih atas kecepatan bertindak anakanak
muda di padukuhan itu. "Aku memang membawa milikku yang paling berharga
yang dapat aku bawa. Jika m ilikku yang dapat aku bawa itu
dirampas oleh para perampok, m aka habislah segala-galanya
berkata salah seorang diantara para pengungsi itu."
Dengan kegagalan itu, maka Ki Bekel dan para penghuni
padukuhan itu berharap, bahwa para perampok tidak akan
mengusik ketenangan padukuhan Logandeng. Jika
gerombolan Jaran Abang yang ditakuti itu gagal melakukan
perampokan di padukuhan Logandeng, apalagi gerombolan
lain y ang lebih lemah dari gerombolan Jaran Abang itu.
Meskipun demikian, maka per soalan y ang dihadapi oleh
padukuhan Logandeng masih tetap rumit. Demikian pula
padukuhan-padukuhan y ang lain di Kabuyutan Talang Alun.
Kehadiran para pengungsi itu telah memberikan berbagai
macam persoalan. Berita tentang perampokan yang gagal di padukuhan
Logandeng, membuat padukuhan-padukuhan lain lebih
berhati-hati. Mereka semakin m eningkatkan k esiagaan anakanak
muda di padukuhan-padukuhan itu. Meskipun
gerombolan Jaran Abang telah dihancurkan di Logandeng,
tetapi mungkin gerombolan -gerombolan lain merasa ju stru
mendapat kesempatan. Atau karena Jaran Abang sendiri
belum tertangkap, maka Jaran Abang akan menyusun
kekuatan kembali atau bergabung dengan ger ombolan lain
yang akan dapat menjadi semakin kuat.
Namun dengan demikian, maka kecemasan para penghuni
beberapa padukuhan di Kabuyutan Talang Alun itu telah
didengar oleh Mahisa Murti. Iapun telah memerintahkan
ketiga Pututnya dan beberapa orang cantrik untuk berusaha
membantu menenangkan kegelisahan di padukuhanpadukuhan
itu. Bahkan Mahisa Murti telah menempatkan disetiap
padukuhan tiga orang cantrik terpilih. Sementara di
padukuhan-padukuhan yang paling rawan, Mahisa Murti telah
menempatkan Putut Manyar, Putut Parama dan Putut
Lembana, m asing-masing bersama dua orang cantrik untuk
membantu jika terjadi sesuatu sebagaimana telah t erjadi di
padukuhan Logandeng. Disamping usaha untuk mengatasi kemungkinan terjadi
perampokan, maka padukuhan-padukuhan itu masih juga
dibebani untuk membantu keluarga y ang menampung para
pengungsi dari seberang hutan. Mereka tidak saja memerlukan
tempat untuk bernaung dari teriknya matahari dan dinginnya
embun malam, namun mereka juga memerlukan m akan dan
minum. Padukuhan-padukuhan yang menampung para
pengungsi tidak dapat menyerahkan peny ediaan makan dan
minum mereka kepada keluarga yang menampung mereka
sepenuhnya. Apalagi keluarga yang terhitung keluarga
sederhana. Demikianlah, maka Padepokan Bajra Seta mau tidak mau
telah ikut t erlibat dalam kesibukan m engatasi per soalan para
pengungsi di Kabuyutan Talang Alun.
Sementara itu dari hari ke hari, arus pengungsi tidak
menyusut. Tetapi justru menjadi semakin banyak. Bahkan di
padukuhan Logandeng, seorang bebahu dari Kabuyutan
Sendang Apit telah datang bersama beberapa keluarga
pengungsi lainnya. Kedatangan seorang bebahu di padukuhan Logandeng
memang menarik perhatian. Ketika Mahisa Murti m endengar
tentang hal itu, maka iapun berkata kepada Wantilan dan
Sambega "Paman, aku ingin pergi ke Logandeng. Mungkin
seorang bebahu y ang mengungsi di Logandeng dapat
memberikan beberapa penjela san tentang keadaan
Kabuyutannya." Wantilan dan Sambega mengangguk-angguk. Dengan
bersungguh-sungguh Wantilanpun berkata "Agaknya telah
terjadi sesuatu yang penting di Kabuyutan-kabuyutan
diseberang hutan. Mudah-mudahan bebahu itu dapat
mengungkapkannya." Demikianlah dihari berikutnya Mahisa Murti telah
mengajak Mahisa Semu untuk pergi ke Logandeng.
Sebenarnyalah bahwa Mahisa Amping juga ingin ikut bersama
mereka, namun Mahisa Murtipun berkata "Lain kali saja kau
ikut Amping. Kami sedang melakukan tugas y ang penting. Kau
masih terlalu muda untuk ikut bersama kami. Sedangkan
kakakmu Mahisa Semu ju stru harus mulai terjun kedalam
tugas-tugas yang lebih bersungguh-sungguh. Nanti, jika kau
tumbuh semakin besar, m aka kaupun slrati sampai saatnya
untuk memulai dengan tugas-tugas yang lebih berat."
Mahisa Amping m engangguk kecil. Betapapun inginnya ia
ikut melakukan sesuatu, namun ia tidak dapat memaksakan
keinginannya kepada kakak angkatnya yang mengasuhnya itu.
Berdua Mahisa Murti dan Mahisa Semupun telah pergi ke
padukuhan Logandeng untuk mendengar ceritera tentang
Kabuyutan diseberang hutan y ang sedang dilanda kekalutan.
Di Logandeng, Mahisa Murti dan Mahisa Semu langsung
menemui Ki Bekel sebelum menemui bebahu Kabuyutan
Sendang Apit. Kepada Ki Bekel, Mahisa Murti telah
mengutarakan niatnya untuk bertemu dengan bebahu dari
Kabuyutan Sendang Apit itu.
"Marilah ngger" berkata Ki Bekel "biarlah aku antar angger
menemui bebahu itu. Dengan keluarganya ia tinggal dirumah
adikku. Bebahu itu tidak bersedia ketika aku persilahkan
tinggal dirumahku." "Kenapa Ki Bekel ?" bertanya Mahisa Murti.
"Menurut pendapatnya, jika ia tinggal dirumahku, akan
dapat mempengaruhi tugas-tugasku. Bahkan kedudukanku."
jawab Ki Bekel. Mahisa Murti mengangguk-angguk. Katanya kemudian
"Baiklah Ki Bekel. Jika Ki Bekel kebetulan mempunyai waktu,
aku berterima ka sih atas kesediaan Ki Bekel untuk bersamaku
menemui bebahu yang tinggal dirumah adik Ki Bekel itu."
Dengan demikian, maka Mahisa Murti dan Mahisa Semu
bersama Ki Bekel telah pergi kerumah adik Ki Bekel yang
letaknya berdampingan dengan banjar padukuhan.
Bebahu dari Kabuyutan Sendang Apit itu masih kelihatan
letih sekali. Bahkan masih nampak kegelisahan m embayang
diwajahnya. Meskipun ia mencoba juga untuk terseny um,
tetapi masih membekas tekanan-tekanan batin yang
dialaminya. "Apa yang sebenarnya terjadi ?" bertanya Mahisa Murti.
Bebahu dari Kabuyutan Sendang Apit itu menarik nafas
dalam-dalam. Dengan nada berat ia berkata "Bencana itu telah
menikam Kabuyutan kami."
"kenapa dan bagaimana hal itu terjadi ?" bertanya Mahisa
Murti. "Per soalannya berkisar pada dua Kabuyutan. Kabuyutan
Sendang Apit dan Kabuyutan Pudaklamatan. Beberapa orang
bebahu dari Kabuyutan Sendang Apit telah ditangkap. Ada dua
orang Bekel dari padukuhan y ang termasuk lingkungan
Kabuyutan Sendang Apit telah ditangkap pula. "
"Siapa y ang telah m enangkap mereka ?" bertanya Mahisa
Murti dengan wajah y ang berkerut.
"Orang-orang dari Kabuyutan Pudaklamatan. "
"Kenapa ?" desak Mahisa Murti.
Bebahu itu m enarik nafas dalam-dalam. Lalu katanya "Ki
Buyut Pudaklamatan merasa memiliki hak sepenuhnya untuk
menguasai dua Kabuyutan y ang bertetangga itu. Dahulu
Kabuyutan Pudaklamatan dan Kabuyutan Sendang Apit
memang satu. Namun kemudian untuk menghindari persoalan
yang dapat timbul kemudian, justru telah dipecah menjadi
dua. Namun ternyata bahwa akhirnya pertengkaran itu pecah
juga." Mahisa Murti mengangguk-angguk. Meskipun ia tidak
bertanya lebih banyak, tetapi bebahu itulah y ang kemudian
berceritera "Ki Buyut dari Pudaklamatan menganggap bahwa
adanya Kabuyutan Sendang Apit sama sekali tidak dapat
dibenarkan. Sebelum dua Kabuyutan itu dipisahkan, maka
kakek Ki Buyut Pudaklamatan yang juga kakek Ki Buyut
Sendang Apitlah yang memegang pimpinan sebagai Buyut di
Kabuyutan Mapanjang. Ki Buyut Mapanjang m empunyai dua
orang anak laki -laki. Tetapi anak y ang sulung meninggal
sebelum sempat menggantikan kedudukan ayahnya. Karena
itu, y ang kemudian mewarisi kedudukan ay ahnya adalah anak
yang bungsu. Sementara itu, anak yang sulung Ki Buyut
Mapanjang mempunyai seorang anak laki -laki. Tetapi anaknya
yang bungsu, y ang menggantikan kedudukan ayahnyapun
mempunyai anak laki -laki. Untuk menghindari perselisihan,
maka Ki Buyut Mapanjang y ang muda, anak bungsu dari Ki
Buyut yang tua y ang telah meninggal, menetapkan bahwa
Kabuyutan Mapanjang dibagi dua. Anaknya akan menjadi
Buyut bagian Selatan sedangkan kemanakannya, anak
kakaknya yang lebih dahulu m eninggal akan menjadi Buyut
dibelahan Utara. Ma sing-masing disebut Kabuyutan Sendang
Apit dan Kabuyutan Pudaklamatan dibatasi oleh sebatang
sungai kecil y ang membelah Kabuyutan Mapanjang."
"Apakah kemudian Ki Buyut Pudaklamatan menuntut
kembali Kabuyutan yang separo, y ang m enurut pendapatnya
menjadi haknya pula ?" bertanya Mahisa Murti.


04 Hijaunya Lembah Hijaunya Lereng Pegunungan Karya Sh Mintardja di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

"Ya " jawab bebahu itu.
"Sejak kapan Mapanjang dibagi menjadi dua ?" bertanya
Mahisa Murti pula. "Sudah lebih dari duapuluh tahun yang lalu " jawab bebahu
itu. "Sudah demikian lama. Kenapa baru sekarang persoalan itu
diungkit kembali " Apakah selama ini hubungan antara kedua
padukuhan itu buruk ?" bertanya Mahisa Murti.
"Memang tidak terduga sebelumnya" jawab bebahu itu. Ki
Buyut Pudaklamatan y ang masih sepupu dengan Ki Buyut
Sendang Apit, nampak rukun. Ki Buyut Pudaklamatan yang
sedikit lebih tua, menganggap Ki Buyut Sendang Apit sebagai
adik kandungnya." "Jadi bagaimana perselisihan itu t erjadi." bertanya Mahisa
Murti. "Itulah y ang aneh. Tiba-tiba saja hal itu terjadi." jawab
bebahu itu. Namun katanya kemudian "Kami menduga, bahwa
ada pihak ketiga yang ikut campur. Menurut dugaan kami
adalah justru orang yang dituakan oleh kedua Kabuyutan itu."
"Siapakah orang itu ?" bertanya Mahisa Murti.
"Seorang mPu yang memimpin sebuah Padepokan y ang
terletak di lereng bukit kecil dipinggir suhgai yang
memisahkan kedua Kabuyutan itu.
Mahisa Murti mengangguk-angguk kecil. Dengan dahi y ang
berkerut ia bertanya "Siapakah nama mPu itu dan apakah
nama padepokannya ?"
"Namanya mPu Renapati. Ia memimpin sebuah padepokan
yang lebih banyak disebut padepokan Renapati sebagaimana
nama pemimpinnya. Tetapi nama y ang sebenarnya dari
padepokan itu adalah Padepokan Kencana Pura." jawab
bebahu itu. Mahisa Murti mendengarkan keterangan itu dengan
bersungguh-sungguh. Agaknya karena padepokannya dengan
padepokan yang disebut oleh bebahu itu dibatasi oleh hutan
yang memanjang, maka Mahisa Murti m asih belum pernah
berhubungan. Meskipun Mahisa Murti pernah melakukan
petualangan yang panjang, namun ju stru ia tidak m eny entuh
lingkungan diseberang hutan y ang jaraknya sebenarnya tidak
terlalu jauh. Namun apa y ang terjadi itu memang sangat menarik
perhatiannya. Apalagi karena banyak pengungsi y ang mengalir
ke padukuhan-padukuhan dilingkungan Kabuyutan Talang
Alun, y ang terhitung dekat dengan padepokannya.
Tetapi Mahisa Murti masih belum tahu apa yang sebaiknya
dilakukan menanggapi gejolak y ang terjadi. Tetapi untuk
mengatasi kemungkinan berbagai macam kesulitan y ang dapat
timbul di padukuhan Logandeng yang tidak terhitung
padukuhan y ang kaya itu, Mahisa Murti telah menawarkan
kepada Ki Bekel "Jika perlu, Ki Bekel, di padepokan kami ada
sedikit tempat untuk membantu memberikan tempat untuk
sementara kepada beberapa keluarga y ang mengungsi dari
Kabuyutan diseberang hutan itu."
"Terima kasih ngger" berkata Ki Bekel "sampai saat ini
kami masih belum m erasa sangat terdesak. Tetapi mungkin
pada suatu saat kami memang memerlukan bantuan angger
Mahisa Murti." "Kami akan menerima dengan senang hati ki Bekel. Asal
mereka bersedia m enerima keadaan sebagaimana adanya di
padepokan kami yang sederhana itu."
"Tentu saja " jawab Ki Bekel "mereka yang datang
mengungsi kedaerah ini tentu tidak akan memilih tempat. Bagi
mereka dimanapun mereka ditampung, tidak menjadi soal.
Yang penting mereka terlindung dibawah atap y ang betapapun
sederhananya." Mahisa Murti mengangguk-angguk. Katanya kemudian
"Baiklah Ki Bekel. Kami, penghuni Padepokan Bajra Seta akan
terus mengikuti perkembangan yang bakal terjadi. Apapun
yang sebaikny a dan dapat kami lakukan, akan kami lakukan.
Pendekar Aneh Naga Langit 33 Pendekar Mabuk 062 Misteri Malaikat Palsu Misi Rahasia Sophie 1
^