Pencarian

Lembah Kodok Perak 2

Siluman Ular Putih 06 Lembah Kodok Perak Bagian 2


mun.... Ctarrr!
"Aaakh...!"
Sayang, meski Siluman Ular Putih telah
melempar tubuhnya demikian rupa, tetap saja da-
danya terkena lecutan cemeti berekor sembilan di
tangan Ki Julung Pucut! Bahkan tongkat putih mi-
lik Tengkorak Serigala pun mendarat telak di da-
danya. Bukk! Bukkk!
"Aaakh...!"
Kembali Siluman Ular Putih memekik ter-
tahan. Tanpa ampun lagi, tubuhnya jatuh bergul-
ing-gulingan ke samping. Wajahnya pucat pasi.
Darah segar tampak membasahi sudut-sudut bi-
birnya. Sedang iganya yang terkena sodokan tong-
kat tadi terasa mau remuk! Belum lagi lecutan
cemeti berekor sembilan di tangan Ki Julung Pu-
cut yang terasa perih bukan main.
Siluman Ular Putih menggerutkan gera-
hamnya penuh kemarahan. Dan karena tidak da-
pat mengendalikan amarahnya, mendadak rambut
kepalanya telah berubah menjadi ratusan ular pu-
tih liar dengan kepala terangkat tinggi-tinggi!
"Heh..."!"
Kelima orang tokoh sesat yang mengeroyok
Siluman Ular Putih terkesiap kaget. Sepasang ma-
ta mereka membeliak liar. Apa yang terlihat benar-
benar mengerikan. Dan sejenak pula, mereka
menghentikan serangan.
"Hup!"
Tentu saja kesempatan itu tidak disia-
siakan Siluman Ular Putih untuk segera meloncat
bangun. Sembari meloncat demikian, cepat senjata
andalannya yang berupa Anak Panah Bercakra
Kembar dikeluarkan. Maka seketika itu juga, hawa
dingin yang bukan kepalang telah memenuhi tem-
pat itu! Lagi-lagi kelima orang pengeroyok Siluman Ular Putih terkesiap kaget.
Sepasang mata mereka
memandang penuh kagum pada senjata aneh di
tangan si pemuda. Segera mereka mengerahkan
tenaga dalam untuk mengusir hawa dingin yang
ditebarkan senjata aneh di tangan Siluman Ular
Putih. "Hebat! Kau memang pantas mendapat ju-lukan Siluman Ular Putih, Bocah!
Tapi sayang, nama besarmu akan tamat hari ini!" kata Raja
Toya, membuyarkan kekagetan keempat teman-
nya. "Ah...! Kalian selalu saja meributkan aku.
Sampai soal kematian pun, kalian tetap saja meri-
butkannya. Heran! Heran! Apa tidak ada kerjaan
lain selain meributkanku"!" kata Soma alias Siluman Ular Putin seenak perutnya.
"Jahanam! Buat apa bicara panjang lebar
dengan bocah sinting ini"! Mari, sebaiknya cincang bocah sinting ini ramai-
ramai!" geram Ki Julung Kencono penuh kemarahan.
Sehabis berkata begitu, Ki Julung Kencono
yang tadi sempat merasakan kehebatan patukan
tangan Siluman Ular Putih cepat menggerakkan
cemeti berekor sembilannya. Arah serangannya
adalah beberapa jalan darah kematian di tubuh
pemuda gondrong murid Eyang Begawan Kama-
setyo! Siluman Ular Putih tersenyum kecut. Ia
sadar, untuk mengatasi keroyokan kelima orang
tokoh sesat yang berkepandaian tinggi itu bukan-
lah satu hal yang mudah. Namun, bagaimanapun
juga pemuda ini tetap tidak mau lari meninggal-
kan arena pertarungan. Padahal, bahaya maut
menghadang di depan mata!
"Hip!"
Begitu melihat serangan Ki Julung Kenco-
no, Siluman Ular Putih yang cepat mengeluarkan
jurus-jurus sakti 'Terjangan Maut Ular Putih'.
Tangan kanannya yang memegang senjata pusaka
itu terlihat semakin berubah menjadi merah me-
nyala! Sedang tangan kirinya pun makin putih te-
rang menyilaukan mata.
"Heaaa...!"
Disertai teriakan garang, Soma mendo-
rongkan telapak tangan kanannya yang penuh
pukulan sakti 'Tenaga Inti Api' ke depan. Maka,
seketika itu senjata anak panah di tangan kanan-
nya melesat cepat ke depan. Bersamaan dengan
itu, seleret sinar merah menyala dari telapak tan-
gan kanannya, terus menerabas dada Ki Julung
Kencono. Sedang tangan kirinya yang telah meru-
bah menjadi putih terang menyilaukan mata, su-
dah menghentak ke depan. Dilepaskannya puku-
lan saktinya 'Tenaga Inti Bumi' ke arah Tengkorak
Serigala dan Raja Toya!
Wesss! Wesss! Hebat bukan main serangan-serangan Si-
luman Ular Putih kali ini! Ki Julung Kencono men-
geluarkan keringat dingin. Ia tidak sempat lagi
berpikir bagaimana harus menyerang musuh mu-
danya, kalau ingin selamat.
"Hup!"
Maka begitu melihat serangan-serangan Si-
luman Ular Putih yang demikian hebatnya, Ki Ju-
lung Kencono pun cepat melempar tubuhnya ke
samping. Sehingga, seleret sinar merah menyala
dari telapak tangan Siluman Ular Putih hanya
mengenai tempat kosong.
Namun, alangkah terkejutnya Ki Julung
Kencono ketika melihat senjata anak panah itu ti-
ba-tiba membelok cepat dan kembali menyerang
dirinya! Sama, sekali tidak disangka kalau senjata pusaka itu akan melesat
demikian rupa! Maka
tanpa ampun lagi....
Clep! "Aughhh....!
Dada kanan Ki Julung Kencono kontan ter-
tancap mata pisau di ujung kepala senjata aneh
itu, tanpa dapat berkelit sedikit pun. Ia memekik
setinggi langit. Matanya membeliak lebar. Tangan
kanannya mendekap senjata pusaka itu dan men-
cabutnya. Namun begitu senjata aneh itu tercabut
keluar dari dada, tubuh tinggi kekarnya ambruk
ke tanah, tak dapat bergerak-gerak lagi. Mati.
"Jahanam! Kau membunuh kembaran ku,
Bocah!" pekik Ki Julung Pucut penuh kemarahan.
Sejenak matanya membeliak liar meman-
dangi saudara kembarnya.
Kemudian dengan kemarahan meluap, Ki
Julung Pucut pun segera menerjang Siluman Ular
Putih garang! Siluman Ular Putih yang tengah kewalahan
menghadapi serangan begitu pukulan sakti
'Tenaga Inti Bumi' dapat dimentahkan Tengkorak
Serigala dan Raja Toya dengan mudah, kini makin
kewalahan setelah Ki Julung Pucut ikut mener-
jang. Meski telah mengerahkan jurus-jurus maut
'Terjangan Maut Ular Putih', tetap saja belum
mampu menghadapi gempuran-gempuran keem-
pat orang pengeroyoknya. Untung saja tadi senjata
pusakanya sempat dipungut kembali dari tangan
Ki Julung Kencono, sehingga dapat digunakan un-
tuk menghadapi gempuran-gempuran keempat
orang pengeroyoknya.
Namun, bagaimanapun juga keempat orang
pengeroyoknya itu bukanlah tokoh-tokoh semba-
rangan. Maka dalam sepuluh jurus kemudian, Si-
luman Ular Putih benar-benar berada di bawah
angin. Jangankan untuk membalas. Untuk meng-
hindar saja, rasanya tidak sanggup! Bahkan tak
jarang pula sekujur tubuhnya terkena hantaman-
hantaman senjata di tangan para pengeroyoknya!
Keadaan ini tentu saja sangat membahaya-
kan bagi keselamatan Siluman Ular Putih. Kalau
saja dibiarkan barang beberapa jurus lagi, bukan
mustahil pemuda murid Eyang Begawan Kama-
setyo itu tewas. Namun di saat yang paling genting
bagi keselamatan Siluman Ular Putih, mendadak
berkelebat berpuluh-puluh sinar kuning keemasan
ke arah empat orang pengeroyok Siluman Ular Pu-
tih! Bukan main kagetnya hati keempat orang
pengeroyok Siluman Ular Putih. Seketika itu juga
mereka menghentikan serangan, dan sibuk me-
nangkis sinar kuning keemasan yang menyerang
sekujur tubuh mereka.
Werrr! Werrr! Cring! Cring! Sekali lagi, keempat orang pengeroyok Si-
luman Ular Putih terpekik kaget. Ternyata sinar
kuning keemasan itu tidak lain adalah jarum-
jarum emas! "Mengapa kalian memusuhi kami! Bukan-
kah kalian semua murid Istana Ular Emas"!"
*** 4 Empat pasang mata para pengeroyok Silu-
man Ular Putih terbeliak liar. Kini di belakang pemuda sakti itu telah berdiri
tegak lima orang gadis cantik berpakaian kuning keemasan. Mereka itulah yang
tadi menyerang dengan jarum-jarum
emas ke arah empat tokoh sesat itu.
"Kami tidak bermaksud memusuhi kalian
tapi hanya ingin melindungi pemuda itu untuk
beberapa saat," jelas salah seorang gadis yang paling cantik, dingin
Gadis cantik itu kira-kira berusia dua pu-
luh dua tahun. Rambutnya panjang dibiarkan ter-
gerai di bahu. Sepasang matanya jeli. Hidungnya
tipis. Bibirnya pun tipis dengan bentuk dagu runc-
ing. Sedang tubuhnya yang tinggi ramping terbalut
pakaian ketat warna kuning keemasan
"Setan Cantik! Kau bicara terlalu berbelit-
belit. Bukankah kalian berlima terhitung masih
saudara seperguruan dengan Teratai Emas" Lan-
tas, mengapa kalian menghalang-halangi kami un-
tuk membunuh pemuda sinting itu. Padahal, kami
sedang menjalankan permintaan Teratai Emas?"
sergah Iblis Kelabang Merah.
"Sudah kukatakan, kami tidak bermaksud
menghalang-halangi maksud kalian. Namun ber-
hubung kami masih punya sedikit urusan dengan
pemuda itu, maka kali ini terpaksa kami harus
melindunginya," kilah Setan Cantik, lalu berpaling ke arah Siluman Ular Putih.
"Siluman Ular Putih!
Mengapa kau masih belum berangkat ke Lembah
Kodok Perak" Bahkan malah bentrok dengan
keempat orang tua ini segala!"
Siluman Ular Putih tersenyum tipis. Sepa-
sang mata birunya terus memandangi kelima
orang gadis cantik di hadapannya tanpa berkedip.
"Hm...! Mau bentrok dengan lima ekor
nyamuk hutan ini kek, mau ribut dengan Setan
Langit kek, apa pedulimu?" cibir Siluman Ular Putih, kesal. "Dan, ingat! Hanya
karena Angkin masih berada dalam cengkeraman tangan nenek-
nenek peot Bunda Kurawa itulah terpaksa aku
menuruti kemauan kalian. Oh, iya mengapa kalian
mengikutiku" Apa kalian pikir, aku sudi menerima
pertolonganmu."
"Sudah kuduga, kau pasti akan berkata
demikian! Tapi, apa kau masih ingat perjanjian ki-
ta?" Soma mendengus kesal. Bagaimanapun, ia
tidak ingin berhutang budi dengan murid-murid
Istana Ular Emas yang hanya akan menjerat di-
rinya dalam permainan licik Bunda Kurawa!
"Setan Cantik! Cepat enyahkan empat ga-
dis temanmu itu dari hadapanku! Aku sebagai
seorang laki-laki sejati mana sudi menerima ban-
tuan maupun perlindungan kalian"!" bentak Siluman Ular Putih.
"Hm...! Kalau saja Bunda Kurawa tidak se-
dang membutuhkan tenagamu, sudah pasti kuro-
bek-robek mulut lancang mu itu, Kunyuk Gon-
drong!" dengus Setan Cantik.
"Sudahlah, Mbakyu Setan Cantik! Tidak
ada gunanya bicara panjang lebar dengan pemuda
sinting itu. Mungkin saja ia sudah lupa kalau
Angkin Pembawa Maut masih berada dalam ceng-
keraman kita," ujar salah seorang gadis cantik murid Istana Ular Emas, kesal.
Pemuda gondrong murid Eyang Begawan
Kamasetyo itu menyunggingkan senyum. "Aku le-
bih suka mati daripada menerima bantuan ka-
lian." "Lantas, bagaimana dengan Kitab Kodok Perak Sakti yang telah kau janjikan
pada kami?"
tukas Setan Cantik lagi.
"Ya, tergantung dari kesudahan pertempu-
ranku di sini nanti," sahut Soma seenaknya.
"Apa kau sudah tidak memperhatikan ke-
selamatan Angkin Pembawa Maut lagi, Kunyuk
Gondrong?"
"Dalam keadaan seperti ini, kukira aku
hanya dapat memasrahkan keselamatan Angkin
Pembawa Maut pada kebijaksanaan Bunda Kura-
wa. Lantas, mengapa aku harus repot-repot memi-
kirkan kejadian yang belum tentu terjadi" Toh,
Angkin Pembawa Maut sendiri juga sudah memak-
lumi keadaanku."
"Siluman Ular Putih....!" panggil Setan Cantik, agak mereda nada suaranya.
"Sebenarnya ka-
mi golongan Ular Emas belum pernah mengalah


Siluman Ular Putih 06 Lembah Kodok Perak di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

pada siapa pun. Tapi kali ini dengan sangat ter-
paksa kami harus mengalah juga padamu. Baik-
lah.... Meski kau tidak menginginkan bantuan, ta-
pi kami tetap akan terus menolongmu."
"Setan Cantik! Meski nama besar Istana
Ular Emas sangat ditakuti di dunia persilatan, tapi jangan harap aku takut
dengan golongan mu. Jika
kalian masih bersikeras ingin mencampuri uru-
sanku di sini, jangan salahkan kalau aku terpaksa
harus bertarung dengan kalian!"
"Siluman Ular Putih! Lihatlah keadaanmu
sekarang! Apa kau pikir dengan kepandaianmu
sekarang akan mampu mengatasi keempat orang
pengeroyok mu?" cibir Setan Cantik.
"Dasar manusia-manusia sontoloyo! Pakai
berkhotbah lagi! Lekas, enyah kalian dari hada-
panku! Atau harapan kalian untuk mendapatkan
Kitab Kodok Perak Sakti dari Lembah Kodok Perak
akan hilang he"!" bentak murid Eyang Begawan
Kamasetyo kesal.
"Baiklah! Jika memang betul nasibmu akan
tewas di tempat ini, siapa pun juga tidak akan da-
pat menolongmu. Tapi jika memang peruntungan
mu masih bagus jangan lupa Kitab Kodok Perak
Sakti yang telah dijanjikan pada kami harus kau
dapatkan!"
Sehabis berkata begitu, Setan Cantik pun
kembali menyimpan pedang ular emasnya ke da-
lam warangka seraya mengibaskan lengan ba-
junya. Melihat isyarat itu, maka tanpa banyak ca-
kap lagi keempat orang adik seperguruan Setan
Cantik pun segera menyimpan pedang ular kem-
bali. Dan mereka segera berkelebat cepat mening-
galkan tempat itu, mengikuti Setan Cantik yang
telah lebih dulu berkelebat.
Soma hanya menggeleng-geleng. Sepasang
mata birunya terus memperhatikan kelima sosok
gadis berpakaian kuning keemasan di kejauhan
sana. Ketika akhirnya bayangan mereka menghi-
lang di sebuah tikungan depan sana, baru pan-
dangan si pemuda beralih pada empat lelaki yang
tadi mengeroyoknya.
*** "Ha ha ha...! Sungguh tolol! Baru kali ini
kulihat pemuda ada setolol ini. Kalau saja mau
menerima bantuan kelima orang murid Istana Ular
Emas tadi, mungkin kau masih dapat meninggal-
kan tempat ini dengan selamat. Tapi sekarang,
jangan harap kau dapat selamat dari lubang ke-
matian, Bocah!" ejek Raja Toya dengan tawa bergelak.
Soma tersenyum tipis. Meski sadar bahaya
maut masih menghadang di depan mata, tapi si-
kapnya masih ugal-ugalan. Malah kini mulai ber-
siul-siul kecil seenaknya.
"Kalian jangan terlalu jumawa dulu, Orang
Tua! Pemenang dari pertarungan kita belum jelas.
Sebetulnya aku masih ada sedikit urusan di Lem-
bah Kodok Perak. Dan aku pun sudah siap me-
nantikan kedatangan kalian di sana. Tapi seka-
rang ini, lain persoalannya. Hanya gara-gara ka-
lian urusanku jadi kacau. Jika saja aku dapat lo-
los dari kepungan ini, awas! Tunggulah pembala-
sanku nanti!"
"Jangan bermimpi, Bocah! Hari ini adalah
hari kematianmu. Bersiap-siaplah menemui Raja
Akhirat," ancam Iblis Kelabang Merah, angkuh.
Sehabis berkata begitu, Iblis Kelabang Me-
rah cepat menerjang Siluman Ular Putih ganas.
Dua ekor ular merah di tangan kanannya meliuk-
liuk, berusaha mematuk tubuh Soma. Pada saat
yang sama, ketiga orang pengeroyok Siluman Ular
Putih ikut pula menerjang. Bahkan serangan-
serangan mereka kali ini melebihi kehebatan se-
rangan yang pertama. Hebatnya lagi sebelum sem-
pat senjata-senjata di tangan mereka mengenai
sasaran, terlebih dahulu telah berkesiur angin ke-
ras menyerang tubuh Siluman Ular Putih!
Wesss! Wesss! Siluman Ular Putih menggerutkan gera-
hamnya kuat-kuat. Disadari betul, sekali saja len-
gah nyawanya lah taruhannya! Maka saat itu pula
Soma mengerahkan segenap kepandaiannya. Sen-
jata pusaka di tangan kanannya bergerak-gerak
menggiriskan. Malah bak sebuah rencong senjata
itu sesekali melesat cepat menyerang para penge-
royoknya. Dan begitu luput dari sasaran, Siluman
Ular Putih pun cepat menangkap kembali senjata
pusakanya yang bisa memutar balik ke tempat
asalnya! Di samping itu, kedua telapak tangan So-
ma yang telah berubah menjadi putih terang dan
merah menyala hingga ke pangkal, sesekali mele-
paskan pukulan sakti 'Tenaga Inti Bumi' dan
'Tenaga Inti Api'-nya. Namun sayang, berkali-kali
pula serangan balik Siluman Ular Putih dapat di-
mentahkan para pengeroyoknya.
"Keluarkanlah semua kepandaianmu, Bo-
cah! Biar tidak menyesal sebelum bertemu Raja
Akhirat!" ejek Raja Toya.
Siluman Ular Putih menggerutu dalam ha-
ti. Keadaannya kali ini benar-benar sangat
mengkhawatirkan. Gempuran-gempuran keempat
orang pengeroyoknya bukan saja teramat memba-
hayakan bagi keselamatan jiwanya, melainkan ju-
ga cukup menggetar-getaran tanah di sekitar are-
na pertempuran! Daun-daun jati rontok terkena
sambaran angin pukulan! Malah ada beberapa ba-
tang pohon jati yang tumbang, terkena pukulan
nyasar. Lebih dari itu, pakaian Siluman Ular Putih pun sudah tampak compang-
camping tidak ka-ruan terkena gebukan-gebukan toya di tangan Ra-
ja Toya maupun tongkat putih di tangan Tengko-
rak Serigala. Belum lagi cemeti ekor sembilan mi-
lik Ki Julung Pucut, dan juga dua ekor ular merah
peliharaan Iblis Kelabang Merah yang tak mungkin
dapat dipandang sebelah mata. Soma yang biasa
bersikap ugal-ugalan kini tampak demikian tegang
menghadapi gempuran-gempuran empat penge-
royoknya. Sulit rasanya si pemuda keluar dari ke-
pungan keempat orang pengeroyoknya yang telah
mengurung di segenap penjuru angin! Diam-diam
Siluman Ular Putih mengeluh dalam hati.
Wesss! Wesss! Namun dalam keadaan terdesak seperti itu,
Siluman Ular Putih jadi nekat. Tak ada pilihan
lain, sehingga terpaksa harus keluar dari kepun-
gan. Dan begitu salah satu serangan hampir me-
nyentuh tubuhnya, cepat dilontarkan nya pukulan
sakti 'Tenaga Inti Bumi' ke arah Raja Toya. Kare-
na, hanya tokoh sesat itu sajalah yang keadaan-
nya kurang menguntungkan.
Seleret sinar putih terang dari telapak tan-
gan kiri Siluman Ular Putih meluruk ke arah tu-
buh tinggi kekar Raja Toya. Dan seperti yang telah diperhitungkan, Raja Toya
pasti akan berkelit
menghindar. Bersamaan itu, serangan-serangan ketiga
orang tokoh sesat lainnya bertubi-tubi berdatan-
gan. Angin dingin berkesiuran menerpa sekujur
tubuh Siluman Ular Putih, sebelum serangan-
serangan itu mengenai sasaran!
Tanpa banyak pikir panjang lagi, Siluman
Ular Putih segera meloncat tinggi. Begitu di udara, dilontarkan nya pukulan
sakti 'Tenaga Inti Bumi'
ke arah tiga orang pengeroyok di belakangnya.
Bed! Bed! Siluman Ular Putih berputaran beberapa
kali di udara. Begitu tubuhnya meluruk, tangan
kanan cepat diraihnya ujung toya di tangan Raja
Toya! Wuttt...!
Raja Toya terkesiap bukan main. Sungguh
tidak disangka kalau Siluman Ular Putih akan ber-
tindak demikian nekat. Tentu saja toyanya tidak
ingin direbut. Maka dengan gerakan yang sulit di-
terka, Raja Toya cepat memutar toyanya sedemi-
kian rupa. Wettt! Siluman Ular Putih tersenyum senang.
Memang, itulah yang diinginkannya! Begitu toya di
tangan Raja Toya terlihat berkelebat cepat mema-
pak tubuhnya, kedua lututnya segera ditekuk.
Tap! "Hup!"
Wesss! Mengagumkan sekali! Dengan gerakan luar
biasa cepat, kedua telapak kaki Soma mampu
mendarat di pangkal toya! Lalu seketika itu pula
Siluman Ular Putih cepat menutulkan kedua tela-
pak kakinya untuk melesat ke belakang.
Sebenarnya apa yang dilakukan Siluman
Ular Putih itu terlalu berbahaya bagi keselama-
tannya. Salah perhitungan sedikit saja, bukan ti-
dak mustahil nyawa akan lenyap.
Manis sekali Siluman Ular Putih mendarat
di tanah. Kedua matanya menatap tajam para
pengeroyoknya yang hanya berdecak kagum.
Semula mereka mengira kalau tubuh Silu-
man Ular Putih bakal terkena gebukan toya di
tangan Raja Toya. Namun, rupanya apa yang di-
perkirakan tidak menjadi kenyataan.
Senyum nakal kini menghias di bibir pe-
muda gondrong murid Eyang Begawan Kamasetyo
itu. Namun, meski demikian diam-diam, ajian pa-
mungkasnya mulai dikerahkan 'Titisan Siluman
Ular Putih'! Sejenak Siluman Ular Putih mendongak ke
atas. Kedua bibirnya berkemik-kemik, merapal
ajian 'Titisan Siluman Ular Putih'! Selang beberapa saat, tampak tubuh tinggi
kekarnya mulai dipenu-hi uap putih tipis. Sehingga, akhirnya bayangan
tubuh pemuda gondrong murid Eyang Begawan
Kamasetyo itu tidak kelihatan sama sekali tertu-
tup uap putih! Sementara di tempatnya, keempat orang
pengeroyok Siluman Ular Putih masih terpaku.
Sepasang mata mereka tak berkedip melihat apa
yang tengah dilakukan musuh mudanya. Dan be-
lum sempat hilang rasa heran keempat orang pen-
geroyok Siluman Ular Putih itu, mendadak....
Ggggeeerrr...! Bukan main terkejutnya hati keempat to-
koh sesat itu. Apa yang dilihatnya benar-benar
membuat sepasang mata mereka kontan terbeliak.
Tampak dari balik asap putih tipis di hadapan me-
reka terlihat sesosok tubuh panjang berwarna pu-
tih sebesar pohon kelapa! Sepasang matanya ber-
warna merah saga! Kedua taringnya mengerikan.
"Si... Siluman Ular Putih!" desis keempat tokoh sesat itu penuh kagum.
Sepasang mata merah saga Siluman Ular
Putih memandangi keempat orang musuhnya, seo-
lah-olah sebagai jawaban atas keterkejutan mere-
ka. Wuttt! Dan belum sempat ada yang bertindak, ti-
ba-tiba sosok panjang sebesar kelapa itu telah me-
lesat cepat menyerang keempat orang musuhnya!
Kecepatan lesatannya sungguh mengagumkan.
Belum sempat taring-taring Siluman Ular Putih
mengenai sasaran, terlebih dahulu telah berkesiur
angin yang bukan main kencangnya!
Gggeeerrr...! "Hup!"
"Hiaaah...!"
Buru-buru keempat orang pengeroyok Si-
luman Ular Putih melempar tubuh masing-masing
ke kanan dan kiri, sehingga, selamatlah mereka
dari terkaman ular raksasa itu.
Begitu serangan pertama tidak membawa
hasil, Siluman Ular Putih cepat mengibaskan
ekornya ketika keempat pengeroyoknya baru saja
bangkit. Sekali lagi, tanpa banyak pikir panjang
para tokoh sesat itu kembali melempar tubuh
masing-masing ke kanan dan kiri.
Buk! Terdengar suara yang keras bukan main
sewaktu tubuh sosok panjang Siluman Ular Putih
mendarat di tanah. Dan seketika itu juga di seki-
tar arena pertempuran bergetar hebat! Debu-debu
beterbangan memenuhi tempat itu.
Untuk sementara waktu, keempat orang
tokoh sesat itu cukup aman dari bahaya maut.
Dan kini mereka saling berpandangan, seolah ten-
gah menyusun rencana lewat tatapan mata untuk
dapat menundukkan Siluman Ular Putih.
"Hiaaa...!"
"Shaaa...!"
Begitu mendapat kata sepakat, maka
Tengkorak Serigala dan Ki Julung Pucut menye-
rang dari arah depan. Sedang Raja Toya dan Iblis
Kelabang Merah segera menyerang dari belakang.
Bahkan untuk mempertajam serangan, Iblis Kela-


Siluman Ular Putih 06 Lembah Kodok Perak di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

bang Merah telah menyimpan kembali kedua ekor
ular merahnya ke balik saku jubahnya, dan cepat
mengeluarkan pedang merah dari balik punggung.
Lalu seketika itu pula pedangnya digerakkan bebe-
rapa kali ke tubuh Siluman Ular Putih! Sementara
pada saat yang sama toya milik Raja Toya pun
menderu dahsyat. Dan
Crakk! Crakkk! Bukkk! Bukkk! Dua kali pedang Iblis Kelabang Merah dan
toya Raja Toya tepat mengenai tubuh Siluman
Ular Putih. Namun anehnya senjata mereka seper-
ti membentur lempengan baja yang kuat bukan
main! Bahkan telapak tangan kedua orang itu te-
rasa kesemutan!
"Setan Alas! Ternyata ular jahanam ini
kebal senjata tajam!" gerutu Iblis Kelabang Merah penuh keterkejutan.
"Heaaa...!
Crak! Crak! Sehabis berkata begitu, Iblis Kelabang Me-
rah pun kembali membacokkan pedangnya bebe-
rapa kali ke tubuh Siluman Ular Putih, hasilnya
tetap sama saja. Jangankan dapat membabat bun-
tung, untuk melukai kulit tubuh Siluman Ular Pu-
tih saja tak mampu.
"Jahanam! Benar-benar jahanam! Ternyata
tubuhnya kebal senjata tajam. Ah...! Bagaimana
ini?" keluh Iblis Kelabang Merah, nyaris putus asa.
"Coba kalian serang dengan pukulan-
pukulan maut! Sementara itu, aku dan Tengkorak
Serigala akan mencoba mencari letak kelemahan-
nya!" teriak Ki Julung Pucut lantang.
"Baik!" sahut Raja Toya dan Iblis Kelabang Merah hampir bersamaan.
Maka tanpa banyak cakap lagi, kedua
orang itu pun segera mengerahkan pukulan-
pukulan maut. Kini, kedua tangan Raja Toya mu-
lai berubah menjadi hitam legam sampai ke pang-
kal. Sedang kedua telapak tangan Iblis Kelabang
Merah telah berubah menjadi merah darah penuh
racun-racun keji kelabang merah!
"Nih, makanlah pukulan maut ku Racun
Kelabang Merah! Heaaa...!" teriak Iblis Kelabang Merah garang, sambil
menghentakkan kedua tangannya. Seketika itu, seleret sinar merah menyala
dari kedua telapak tangan Iblis Kelabang Merah
melabrak sosok tubuh memanjang Siluman Ular
Putih. Bersamaan itu, Raja Toya pun telah melon-
tarkan pukulan mautnya 'Gelap Sekati'!
Wesss! Wesss! Bukkk! Bukkk! "Grrhhh...!"
Siluman Ular Putih meraung hebat. Tu-
buhnya terpental beberapa tombak ke samping.
Debu-debu beterbangan menutupi sosok panjang-
nya. Ditempatnya Raja Toya dan Iblis Kelabang
Merah tertawa-tawa senang melihat hasil pukulan
mereka tadi. "Graghhh...!"
"Heh?"
Namun mendadak terdengar gerengan he-
bat Siluman Ular Putih. Seketika itu juga Raja
Toya dan Iblis Kelabang Merah menghentikan sua-
ra tawa, melihat sosok Siluman Ular Putih masih
utuh seperti semula! Sedikit pun kulit tubuhnya
tidak mengalami kekurangan satu apa.
"Ah...! Tak mungkin! Tak mungkin tubuh-
nya kebal terhadap pukulan 'Gelap Sekati'-ku!" teriak Raja Toya tak percaya.
Padahal tadi telah di-
bayangkan kalau tubuh Siluman Ular Putih akan
hancur berkeping-keping. Tapi, apa yang dilihat-
nya kali ini benar-benar membuat matanya terbe-
lalak lebar! Seketika itu juga nyali Raja Toya lu-
mer! "Ah...! Bagaimana ini" Sungguh aku tidak mengerti, mengapa pukulan 'Racun
Kelabang Merah' tidak berpengaruh sama sekali! Padahal tadi
aku telah kerahkan sepenuhnya tenaga dalamku!"
desis Iblis Kelabang Merah, tak kalah herannya
dengan Raja Toya.
Walaupun belum sempat mengerahkan
ajian, namun tak urung Ki Julung Pucut dan
Tengkorak Serigala sampai terlonjak dari tempat-
nya berdiri saking herannya. Apalagi ketika meli-
hat sepasang mata Siluman Ular Putih mencorong
beringasan ke arah empat orang pengeroyoknya.
Mereka benar-benar tak habis pikir.
"Hm...! Tak mungkin sekujur tubuh Silu-
man Ular Putih ini kebal terhadap senjata tajam
maupun pukulan maut. Pasti ada kelemahannya!"
gumam Tengkorak Serigala seraya dengan kening
berkerut dalam. "Hm...! Mungkin letak kelemahan Siluman Ular Putih adalah
sepasang matanya."
Sehabis berpikir demikian, Tengkorak Seri-
gala menoleh ke arah teman-temannya.
"Mari kita serang matanya, Kawan-kawan!
Barangkali itulah letak kelemahannya!"
"Hm...! Bisa jadi! Sebab, orang yang paling
sakti sekalipun tak mungkin bisa melindungi ba-
gian matanya," sahut Ki Julung Pucut.
"Ya..., itu kalau manusia. Tapi yang sedang
kita hadapi ini kan ular!" sergah Ki Julung Pucut, kurang sependapat.
"Meski demikian, bagaimanapun juga Si-
luman Ular Putih adalah jelmaan kunyuk gon-
drong itu tadi!" sahut Ki Julung Pucut tidak mau kalah. "Sudahlah! Aku kira
tidak ada jeleknya kalau mencoba menyerang bagian mata. Hayo lekas
bertindak! Mumpung ular jejadian itu belum me-
nyerang!" kata Raja Toya melerai.
Mendengar perdebatan, Siluman Ular Putih
hanya menggereng beberapa kali. Suaranya cukup
membuat nyali keempat orang musuhnya tergetar.
Juga membuat tanah di sekitar pertempuran ber-
getar! Dan layaknya seorang manusia saja ular
raksasa itu tiba-tiba mendahului menyerang. Ke-
dua taringnya tampak demikian menggiriskan.
Sementara kibasan-kibasan ekor pun makin cepat
luar biasa. Keempat orang tokoh sesat itu kontan ko-
car-kacir. Namun hal itu berlangsung tidak lama.
Kini dengan senjata di tangan, keempat penge-
royok itu mulai melancarkan serangan. Raja Toya
dan Iblis Kelabang Merah masih menyerang bagian
belakang. Sedang Tengkorak Serigala dan Ki Ju-
lung Pucut tetap menyerang bagian depan. Namun
mereka sama-sama mengincar sepasang mata Si-
luman Ular Putih.
Weesss! Weesss!
Cemeti panjang berekor sembilan di tangan
Ki Julung Pucut meliuk-liuk mengerikan di depan
mata Siluman Ular Putih. Beberapa kali ular rak-
sasa jelmaan Soma itu mengeluarkan gerengan se-
raya menangkis dengan bagian belakang kepa-
lanya. Wesss! Kali ini cemeti panjang berekor sembilan di
tangan Ki Julung Pucut bergerak meliuk demikian
cepat, begitu salah satu ujungnya tertangkis kepa-
la bagian belakang Siluman Ular Putih. Sasaran-
nya adalah sepasang mata Siluman Ular Putih!
"Graghhrr...!"
Siluman Ular Putih menggereng setinggi
langit, membuat tanah di sekitar arena pertempu-
ran bergetar hebat!
Namun belum sempat dua ujung cemeti di
tangan Ki Julung Pucut mengenai sasaran, tiba-
tiba.... Wesss! Pletak!
Uap putih tebal tahu-tahu menutupi seku-
jur tubuh Siluman Ular Putih. Bersamaan dengan
itu dua ujung cemeti di tangan Ki Julung Pucut
terpental ke belakang, begitu membentur uap pu-
tih tebal yang menyelimuti Siluman Ular Putih!
"Heh..."!"
Ki Julung Pucut melongo, heran dengan
kejadian di depan matanya. Sementara itu uap pu-
tih tebal semakin menyelimuti tubuh Siluman Ular
Putih. Di lain tempat ketiga orang tokoh sesat
lainnya hanya berdiri terkesima.
"Ah...! Ilmu apa lagi yang akan dikeluarkan
Kunyuk Gondrong itu?" desis Ki Julung Pucut.
Sepasang mata lelaki ini tak berkedip me-
mandangi uap putih tebal di depannya. Dan belum
sempat hilang keterkejutannya, mendadak samar-
samar sepasang matanya melihat sesosok pemuda
berambut gondrong dengan pakaian rompi dan ce-
lana bersisik warna putih keperakan tengah men-
gurut-urut belakang kepalanya. Mungkin akibat
terkena cambukan cemeti di tangan Ki Julung Pu-
cut tadi! Wajahnya pun tampak pucat pasi. Di su-
dut-sudut bibirnya tampak darah segar mengalir
keluar! Sosok yang tak lain Soma ini tampak mulai
kepayahan. Diam-diam Ki Julung Pucut dan ketiga
orang temannya merasa girang, karena kemenan-
gan hampir di depan mata.
"Heaaa...!"
Maka disertai teriakan menggelegar keem-
pat orang itu serentak menyerang Siluman Ular
Putih. Siluman Ular Putih melihat serangan
keempat pengeroyoknya dengan sepasang mata
membelalak lebar. Parasnya terlihat makin pias!
Pemuda ini telah benar-benar parah. Segalanya
kini diserahkan pada Yang Maha Tunggal. Apalagi,
memang sulit rasanya menghindar.
Slap! Tras! Trak! Trang! Plak!
Namun di saat yang mengkhawatirkan bagi
Soma, seleret sinar putih yang entah datang dari
mana tahu-tahu telah menangkis keempat senjata
di tangan para tokoh sesat itu.
Empat senjata di tangan para pengeroyok
Siluman Ular Putih berpentalan ke belakang den-
gan tubuh tergetar hebat! Namun untungnya me-
reka masih dapat mempertahankan senjata mas-
ing-masing. Sehingga, tidak sampai terlepas dari
genggamannya. "Manusia-manusia Laknat! Tiada jemu juga
kalian menebar dosa di muka bumi ini!"
"Kau...! Siapa kau" Mengapa berani main
gila di hadapan kami"!" bentak Iblis Kelabang Merah. Sepasang mata lelaki ini
menatap liar so-
sok tinggi kurus yang kini telah berdiri tegak tak
jauh dari tempat pertempuran! Ketiga temannya
pun terkesiap kaget dengan mata terbelalak.
*** 5 Sosok yang menyelamatkan Siluman Ular
Putih dari kematian adalah seorang lelaki bertu-
buh tinggi kurus terbalut pakaian putih. Usianya
sudah sangat renta, bahkan sulit sekali ditaksir.
Rambutnya panjang memutih tergerai di bahu.
Wajahnya tirus. Sepasang matanya mencorong ta-
jam, pertanda tenaga dalamnya sudah mencapai
tingkat yang sulit sekali diukur!
Dengan sinar mata tajam, lelaki tua itu te-
rus memandangi keempat orang pengeroyok Silu-
man Ular Putih. Kedua bibirnya berkemik-kemik.
Jari-jari tangannya terus memilin-milin biji-biji
tasbih putih yang tadi digunakan untuk mengha-
lau serangan keempat tokoh sesat itu terhadap Si-
luman Ular Putih!
"Siapa aku?" kata lelaki tua ini.
"Aku hanyalah segumpal tanah. Mengapa
kalian meributkan aku" Dan mengapa pula kalian
tidak mau mencuci bersih otak dan hati" Mengapa
kalian malah mengumbar kegilaan" Bila semua
yang ada di alam semesta ini musnah, apakah arti
kegilaan kalian" Alangkah indahnya bila berpe-
gang teguh pada tali kasih sayang. Sebab hanya
tali kasih sayang sajalah yang dap...."
"Setan Alas!" Potong Iblis Kelabang Merah, membentak. "Kematian sudah di depan
mata masih banyak bacot! Di sini bukanlah tempat berk-
hotbah, tahu"!"
Saat itu juga Iblis Kelabang Merah meng-
hentakkan kedua telapak tangannya yang telah
berwarna merah darah ke depan. Maka seleret si-
nar merah dari kedua telapak tangannya melesat
menyerang tubuh ringkih orang tua berbalut kain
putih. Padahal, jangankan tubuh ringkih. Batu
gunung sebesar gajah pun akan hancur berkep-
ing-keping terkena pukulan 'Racun Kelabang Me-
rah'. Wesss! Bukkk! Seleret sinar merah itu telak sekali meng-
hantam dada. Namun anehnya, lelaki tua kurus
itu masih tetap tegak di tempatnya! Jangankan
hancur berkeping-keping, seperti yang telah di-
bayangkan Iblis Kelabang Merah. Bergeming dari
tempat berdirinya pun tidak! Malah, pada kain pu-
tih pembalut tubuh lelaki tua itu tampak cairan
merah berwarna merah darah! Namun, itu bukan-
nya darah lelaki tua itu, melainkan racun kela-
bang merah yang berbau amis bukan kepalang.
Bukan main kagetnya tokoh sesat itu meli-
hat kesaktian orang tua berkain putih. Bahkan Si-
luman Ular Putih sampai melongo dibuatnya, sak-


Siluman Ular Putih 06 Lembah Kodok Perak di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

ing herannya. "Bolehkah aku mengetahui nama besarmu,
Orang Tua?" cetus Soma, saking penasarannya.
"Pergilah! Jangan terlalu banyak mem-
buang waktu dengan pertanyaan bodoh mu! Sam-
paikan saja salamku pada eyang mu, Adi Begawan
Kamasetyo!" ujar lelaki tua sakti itu dengan senyum arif terkembang di bibir.
Siluman Ular Putih terkesiap. Ia tidak me-
nyangka kalau orang tua sakti di hadapannya
mengenal eyangnya, sekaligus gurunya!
"Baik. Tapi kalau eyangku bertanya salam
dari mana, aku mesti jawab apa?"
"Adi Begawan Kamasetyo pasti tahu dari
siapa salam itu. Sekarang lekaslah tinggalkan
tempat ini! Nampaknya kau sedang menghadapi
urusan besar."
"Benar, Orang Tua. Dan aku pun mengu-
capkan terima kasih atas pertolonganmu ini."
"Sudahlah! Jangan terlalu banyak berbasa-
basi! Lekas tinggalkan tempat ini!"
"Se.... Sebenarnya aku ingin sekali melihat
bagaimana caramu menghajar empat ekor nyamuk
hutan itu. Tapi, baiklah. Sekarang juga aku akan
pergi ke Lembah Kodok Perak. Selamat tinggal,
Orang Tua!" kata Soma, lalu cepat berkelebat dari tempat itu.
"Setan Alas! Kau harus bertanggung jawab
atas lenyapnya kunyuk gondrong itu, Orang Tua!"
bentak Iblis Kelabang Merah penuh kemarahan
seraya mendorongkan kedua telapak tangannya
yang berwarna merah.
Bersamaan dengan itu, ketiga orang tokoh
sesat lainnya telah mengurung lelaki tua berbalut
kain putih dengan senjata tergenggam di tangan.
Sedikit pun lelaki tua arif itu tidak gentar
melihat serangan-serangan para pengeroyoknya. Ia
hanya menjentikkan ujung telunjuk kanannya.
Wesss! Maka, seleret sinar putih menyilaukan ma-
ta melesat, memapak seleret sinar merah menyala
dari kedua telapak tangan Iblis Kelabang Merah.
Lalu.... Bummm...!
Iblis Kelabang Merah terpental beberapa
tombak ke belakang. Tubuhnya berputar-putar,
sebelum akhirnya jatuh bergedebuk di tanah tan-
pa dapat bergerak-gerak lagi. Mati!
Bukan main kagetnya ketiga tokoh sesat
yang belum sempat melepas serangan. Namun
kematian Iblis Kelabang Merah bukannya mem-
buat hati mereka jera. Seketika mereka segera
menyerang lelaki tua tinggi kurus itu dengan ju-
rus-jurus andalan.
Anehnya, lelaki sakti itu hanya berkelebat
ke sana kemari menghindari serangan sambil te-
rus memperhatikan gerakan-gerakan kaki dan
tangan ketiga lawannya. Hingga tiga jurus berlalu, ia masih terus asyik
memperhatikan jurus-jurus
para pengeroyoknya.
"Keparat! Mengapa kau hanya menghindar
saja, Orang Tua" Hayo, lekas balas serangan kami
sebelum nyawa busukmu melayang!" teriak Teng-
korak Serigala penasaran.
"Baik-baik! Kalau kalian memang meng-
hendakinya. Tapi sebelumnya jangan kaget dengan
jurus-jurus yang akan ku keluarkan. Nan, lihat-
lah! Apa kau mengenali jurus ini?" sahut lelaki tua kurus itu, kalem.
Kedua lututnya segera ditekuk sedemikian
rupa. Tangan kirinya mendorong ke depan. Tan-
gan kanannya membuat cengkeraman dari bawah
ke atas, seperti yang tadi telah dilakukan Tengko-
rak Serigala. Tentu saja Tengkorak Serigala kaget bukan
main, melihat jurus-jurus yang dikeluarkan lelaki
tua sakti berbalut kain putih itu. Karena, itu adalah jurus-jurus miliknya
sendiri yang tadi diper-
gunakan untuk menyerang si tua berbalut kain
putih itu. Lebih anehnya lagi, jurus 'Tongkat Putih
Penggebuk Dewa' milik Tengkorak Serigala yang
dikeluarkan lelaki tua sakti itu malah jauh lebih
hebat disbanding jurus yang dikeluarkannya tadi!
"Jahanam! Dari mana kau pelajari jurus
'Tongkat Putih Penggebuk Dewa'-ku, Orang Tua?"
pekik Tengkorak Serigala kaget bukan main. Tidak
menyangka kalau lelaki tua sakti di hadapannya
mampu mengeluarkan jurus-jurus andalannya
jauh lebih hebat dibanding miliknya.
Lelaki tua sakti itu hanya tersenyum tipis.
Dengan menggunakan jurus sakti yang dipelajari
dalam sekali lihat saja, ia terus mendesak Tengko-
rak Serigala! Bahkan mampu pula menahan se-
rangan-serangan Tengkorak Serigala dan Ki Ju-
lung Pucut. Kemudian setelah menyerang Tengkorak
Serigala, lelaki tua sakti itu pun kembali menye-
rang Raja Toya dan Ki Julung Pucut hebat. Dan
hebatnya lagi, serangannya pun menggunakan ju-
rus-jurus yang tadi dikeluarkan Raja Toya dan Ki
Julung Pucut! Bahkan pula jauh lebih hebat!
Seperti yang dialami Tengkorak Serigala,
Raja Toya dan Ki Julung Pucut kaget bukan alang
kepalang. Mereka tidak menyangka kalau musuh-
nya mampu menirukan jurus-jurus andalan mere-
ka yang demikian hebat. Padahal jurus-jurus itu
hanya mereka sajalah yang mengetahuinya. Tapi,
lelaki tua itu"
Diam-diam Ki Julung Pucut mengerutkan
keningnya dalam-dalam. Ia tadi baru saja dapat
keluar dari tekanan-tekanan lelaki tua sakti itu.
"Hm...! Kalau tidak salah, di dunia persila-
tan ini hanya ada satu orang yang mampu meni-
rukan jurus-jurus sakti seseorang dalam sekali li-
hat saja. Tokoh sakti itu tidak lain adalah, Eyang Bromo!" gumam Ki Julung Pucut
dalam hati. Sehabis menggumam begitu, Ki Julung Pu-
cut menatap tajam lelaki tua sakti itu.
"Eyang Bromo! Di antara kita tidak pernah
ada silang sengketa. Tapi, mengapa kali ini kau
memusuhi kami"!" bentaknya, garang.
Bukan main kagetnya hati Raja Toya dan
Tengkorak Serigala mendengar disebut-sebutnya
tokoh sakti nomor satu di dunia persilatan. Maka,
seketika itu juga nyali mereka pun kontan ciut.
"Benar! Di antara kita memang tidak ada
silang sengketa. Tapi, mengapa kalian belum jera
juga menebar angkara murka di muka bumi ini"
Lekaslah kembali ke jalan kebenaran! Dan cucilah
hati dan otak kalian dengan kasih sayang!" ujar lelaki tua berbalut kain putih
bernama Eyang Bro-
mo diiringi senyum arif.
"Jahanam! Tua bangka bau tanah! Hari ini
kami mengaku kalah. Tapi, awas! Tunggulah pem-
balasanku nanti!" teriak Tengkorak Serigala dengan rahang menggembung.
Sehabis berkata begitu, Tengkorak Serigala
pun segera berkelebat cepat meninggalkan tempat
itu. Selang beberapa saat, Ki Julung Pucut dan
Raja Toya pun ikut menyusul kepergian kawannya
setelah menyambar mayat Ki Julung Kencono dan
Iblis Kelabang Merah.
"Bagaimana mungkin mampu menjadi kafi-
lah di muka bumi, kalau hati mereka masih jauh
dari rasa kasih dan sayang...," desah Eyang Bromo seraya menggeleng-geleng.
Sepasang mata lelaki tua ini sempat meli-
hat bayangan ketiga orang itu menghilang di se-
buah tikungan di depan sana. Kemudian setelah
menghela napas panjang, kakinya menjejak tanah.
Maka dalam sekejapan mata saja, sosoknya telah
jauh berkelebat ke dalam hutan jati!
*** 6 Setelah bersemadi selama dua hari untuk
memulihkan tenaga dalamnya, yang terkuras sete-
lah bertarung dengan beberapa tokoh sesat, Silu-
man Ular Putih kini telah berdiri di sebuah tang-
gul. Matanya tak lepas memandang ke arah bukit
kecil di kejauhan sana. Sinar matahari sore ini
berwarna jelaga menyapu sebagian badan bukit.
"Semprul! Di mana sih letaknya Lembah
Kodok Perak" Apa di balik bukit sana" Kalau tidak
salah waktu itu Bunda Kurawa memang mengata-
kan demikian. Yah yah...! Sebaiknya sekarang juga
aku pergi ke sana," kata Soma dengan mata seolah mencari-cari.
Di saat Soma bermaksud turun dari tang-
gul, mendadak matanya melihat sesosok tubuh
berpakaian hitam-hitam tengah melenggang santai
sepuluh tombak di bawah sana. Tubuh orang itu
tinggi besar dengan rambut gondrong sebahu.
Usianya kira-kira tiga puluh lima tahun. Namun
anehnya wajah kotaknya tampak demikian kaku,
seperti mayat hidup!
Soma seperti bergidik melihat tampang
angker orang itu. Namun toh akhirnya murid
Eyang Begawan Kamasetyo ini cepat meloncat tu-
run. Langsung dijajarinya langkah orang itu.
"Maaf, Paman! Apa benar letak Lembah
Kodok Perak itu di belakang bukit sana itu?" tanya Soma seraya menuding ke arah
seonggok bukit hijau di kejauhan sana.
Namun anehnya orang tua tinggi besar itu
sama sekali tidak mempedulikan. Malah langkah-
nya makin dipercepat
Soma penasaran sekali. Buru-buru lang-
kahnya dipercepat. Sekali tangannya terulur, pun-
dak lelaki itu pun telah tertepuk.
"Maaf, Paman! Apa benar Lembah Kodok
Perak itu letaknya di belakang bukit sana?" ulang
Soma. Lelaki bertubuh tinggi besar itu memaling-
kan kepalanya. Diperhatikannya pemuda gon-
drong di sampingnya dengan seksama. Kemudian
dengan sikapnya yang kaku seperti mayat hidup,
langkahnya kembali diteruskan.
"Sontoloyo! Manusia apa dedemit sawah"
Ditanya malah melotot?" gerutu Soma kesal.
Lelaki berpakaian hitam-hitam itu tetap ti-
dak mempedulikan ucapan murid Eyang Begawan
Kamasetyo. Malah langkahnya semakin dipercepat
Sementara Soma hanya menggeleng-geleng
saja. Namun pemuda ini tak patah semangat. Se-
ketika tubuhnya berkelebat. Dan kini ia kembali
menjajari langkah lelaki aneh berpakaian hitam-
hitam itu. Lelaki aneh berpakaian hitam-hitam itu
menghentikan langkahnya. Keningnya berkerut-
kerut. Sepasang matanya yang besar terus mena-
tap tajam Siluman Ular Putih tanpa berkedip.
"Pergilah kau ke tempat asalmu, Bocah!
Dari mana kau datang, ke sana pulalah kau kem-
bali. Dan, jangan bermimpi untuk dapat masuk ke
dalam Lembah Kodok Perak!" dengus lelaki berpakaian hitam-hitam itu.
Secepat lelaki ini berbalik, secepat itu pula
tubuhnya kembali berkelebat cepat meninggalkan
Siluman Ular Putih seorang diri.
"Tunggu dulu, Paman! Hup!"
Begitu habis kata-katanya, Siluman Ular
Putih cepat meloncat jauh. Langsung dihadangnya
langkah lelaki itu. Sepasang mata birunya terus
menatap tajam tak berkedip.
Wajah kaku lelaki berpakaian hitam-hitam
itu demikian mengerikan. Tak sepatah kata pun
terucap dari kedua bibirnya yang berkemik-kemik.
Hanya matanya saja yang balas memandang So-
ma. "Mengapa kau tak menjawab pertanyaan-
ku, Paman?" tegur Soma.
"Karena kau punya maksud yang tidak
baik, Bocah!" jawab lelaki berpakaian hitam-hitam itu pendek.
Soma melengak kaget.
Bagaimana mungkin lelaki aneh ini dapat
mengetahui maksud kedatangannya ke Lembah
Kodok Perak" Memang Soma sedikit punya mak-
sud tidak baik di Lembah Kodok Perak. Tapi, ba-
gaimana mungkin dia dapat mengetahuinya" So-
ma bertanya-tanya dalam hati.
"Kalau memang iya, apa pedulimu" Dan
sebenarnya, kau ini siapa" Mengapa usil dengan
urusanku segala?" kata Soma kesal.
Wajah kaku berkumis itu tampak demikian
garang. Mulutnya berkemik-kemik menahan gejo-
lak amarah. "Percuma saja kukatakan. Karena kau sen-
diri juga tidak mungkin dapat mengetahuinya!"
jawab lelaki berkumis lebat itu ketus.
Soma tertawa bergelak. Telunjuk jarinya di-
tudingkan ke muka lelaki berkumis itu seraya
menggeleng-geleng.
"Bagaimana mungkin kau dapat mengata-
kan percuma kalau kau sendiri belum menye-
butkan namamu" Dan jika dugaanku tidak salah,
kau ini tentu salah seorang dari Tiga Jenggot, Em-
pat Brewok dan Tujuh Kumis dari Lembah Kodok
Perak. Atau setidak-tidaknya, mempunyai hubun-
gan yang erat sekali dengan orang-orang Lembah


Siluman Ular Putih 06 Lembah Kodok Perak di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Kodok Perak," cecar Siluman Ular Putih.
Wajah kaku laki-laki berkumis lebat itu
tampak menegang. Sepasang matanya berkilat-
kilat. Kedua bibirnya berkemik-kemik pertanda
tengah menahan amarah menggelegak.
Tanpa mempedulikan kemarahan lelaki di
hadapannya, Soma maju setindak.
"Kau tidak mau mengatakannya juga, Pa-
man"!" cecar Soma lagi dengan suara agak keras.
"Orang-orang dari golongan Lembah Kodok
Perak belum pernah memberitahukan namanya,
tahu"!" bentak laki-laki berkumis lebat itu, tak kalah keras.
Soma tertawa ganda, saking jengkelnya
melihat sikap kaku lelaki di hadapannya. Namun
mendadak suara tawanya berhenti ketika tanpa
banyak cakap, laki-laki berkumis lebat itu ber-
jongkok sampai pantatnya menyentuh tanah.
"Kok...! Kok...!"
Aneh! Lelaki ini mendadak mengeluarkan
suara mirip kodok. Bersamaan dengan itu, kedua
jari-jari tangannya didorongkan ke depan
Wesss...! Maka seketika itu juga serangkum angin
dingin dari kedua jari-jari tangan lelaki berkumis itu telah meluruk ke arah
Siluman Ular Putih hebat!
Pemuda ini terkesiap kaget. Sungguh tidak
disangka kalau lelaki berkumis lebat itu akan me-
nyerang dirinya demikian hebatnya. Saking terke-
simanya Siluman Ular Putih, tak sempat lagi me-
mapak. "Hup!"
Hanya melempar tubuhnya ke belakang
yang dapat dilakukan Soma. Namun tetap saja ge-
rakan tubuhnya masih kalah cepat. Sehingga tan-
pa ampun lagi. Tuk! Tuk! Dada Siluman Ular Putih kontan terhan-
tam sambaran angin dingin dari jari-jari tangan lelaki berkumis tebal itu!
Seketika itu juga tubuhnya makin terlempar beberapa tombak ke belakang.
Sebentar pemuda itu berputar-putar sebelum ak-
hirnya jatuh mencium tanah.
Siluman Ular Putih mengeluarkan sumpah
serapah dalam hati. Wajahnya pucat pasi. Kedua
bibir meringis menahan nyeri.
"Sontoloyo! Bagaimana mungkin aku dapat
dirobohkan dalam segebrakan?" maki Siluman
Ular Putih dalam hati.
Bersama dengan itu hawa dingin akibat to-
tokan jarak jauh lelaki berkumis tebal itu pun mu-
lai menjalar ke dalam tubuhnya! Siluman Ular Pu-
tih tidak tahan lagi. Sekujur tubuhnya menggigil
kedinginan. "Kampret! Benar-benar kampret! Mengapa
tadi aku bertindak ayal-ayalan?" rutuk Soma.
Siluman Ular Putih kini mencoba bangkit.
Namun anehnya sekujur tubuhnya terasa beku!
Jangankan untuk meloncat bangun. Untuk meng-
gerakkan kedua tangannya pun rasanya sulit!
"Celaka! Mengapa bisa begini"!" gumam
Soma kalang kabut.
"Heh! Kepandaian cuma seujung kuku,
mau nekat ingin datang ke Lembah Kodok Perak,"
dengus lelaki berkumis itu. "Tapi kalau kau penasaran juga ingin pergi ke sana,
berjalanlah ke be-
lakang bukit sebelah selatan sana. Cuma syarat-
nya, bebaskan dirimu dulu dari totokanku."
Siluman Ular Putih menggerutkan gera-
hamnya kuat-kuat. Diam-diam ia pun mulai men-
gerahkan kekuatan tenaga dalamnya. Namun baru
saja ia mengambil napas, mendadak lelaki berku-
mis lebat itu pun telah berkelebat cepat mening-
galkan tempat ini.
Soma melengak, kaget mendapati dirinya
ternyata dalam keadaan tertotok. Tapi Siluman
Ular Putih yakin, lelaki tadi tidak bermaksud jahat terhadapnya. Padahal kalau
mau, bukan mustahil
Siluman Ular Putih dapat dibunuh dengan mudah.
Dan Soma cuma tertotok.
"Siapa sebenarnya lelaki berkumis lebat
itu" Apakah ia juga termasuk salah seorang dari
Tiga Jenggot, Empat Brewok, dan Tujuh Kumis
dari Lembah Kodok Perak" Kalau memang iya,
sungguh hebat kesaktian orang-orang Lembah Ko-
dok Perak. Menghadapi seorang dari mereka saja,
aku tak berdaya. Apalagi menghadapi mereka se-
mua. Ah...! Bagaimana ini?" gumam Soma gelisah.
Namun begitu teringat akan keselamatan
Angkin Pembawa Maut, Soma pun lantas mencoba
membebaskan dirinya dari pengaruh totokan. Na-
mun tubuhnya sama sekali tak bisa digerakkan,
Bahkan terasa beku.
"Sontoloyo! Mengapa tubuhku jadi beku
seperti ini?" rutuk Soma gelisah bukan main. Apalagi ketika dilihatnya tiba-tiba
awan hitam bergu-
lung-gulung di angkasa, pertanda sebentar lagi
akan turun hujan. Maka tak henti-hentinya pe-
muda ini menyumpah serapah.
"Sialan! Terpaksa aku harus berdiam diri dalam keadaan beku seperti ini.
Kehujanan lagi! Huh!"
*** 7 Baru setelah matahari menampakkan si-
narnya di ufuk timur, Soma mulai dapat mele-
paskan diri dari pengaruh totokan. Itu pun secara
bertahap, setelah ia melepaskan pukulan sakti
'Tenaga Inti Api'.
"Hyaaat!"
Begitu pengaruh totokan telah benar-benar
sirna, Siluman Ular Putih meloncat bangun. Meski
demikian gerakannya masih terasa kaku. Maka
kembali dicobanya kerahkan pukulan sakti
'Tenaga Inti Api'-nya. Dan saat itu pula tubuhnya
terasa enteng sekali.
"Sontoloyo! Tak kusangka akibat totokan si
kumis tadi demikian hebat. Untung saja ia tidak
menginginkan nyawaku. Huh! Awas nanti kalau
ketemu!" gerutu Siluman Ular Putih jengkel, seraya berkelebat dari tempat ini.
Siluman Ular Putih mengerahkan seluruh
kemampuan ilmu meringankan tubuhnya. Seperti
yang dikatakan lelaki tadi, Soma kini menuju bu-
kit sebelah selatan. Karena, memang di sanalah le-
tak Lembah Kodok Perak.
Kini Soma tiba di sebuah hutan lebat. Sak-
ing lebatnya, matahari sampai tidak mampu me-
nembuskan sinar-sinarnya. Pohon-pohon besar
berusia ratusan tahun tumbuh berjajar dengan
akar-akarnya yang bertonjolan di sana-sini. Setin-
dak demi setindak, pemuda ini mulai menyusuri
jalan setapak di pinggiran hutan. Di tempat asing
seperti ini, Siluman Ular Putih merasa perlu me-
ningkatkan kewaspadaannya. Mata dan telinganya
dipasang tajam-tajam.
"Okh...!"
"Hah..."!"
Tiba-tiba pendengaran Siluman Ular Putih
yang sudah sangat terlatih samar-samar menden-
gar rintihan seseorang. Langkahnya langsung di-
hentikan sebentar. Sepasang matanya bergerak-
gerak, mencari asal suara rintihan tadi.
Namun sebentar kemudian, Soma menge-
luh. Entah karena apa, tiba-tiba suara rintihan itu
menghilang. Kalau saja mengingat urusannya di
Lembah Kodok Perak, ingin rasanya pemuda itu
cepat meninggalkan hutan itu. Namun jiwa kepen-
dekarannya menuntut lain. Perlahan-lahan ka-
kinya kembali melangkah menuju ke arah datang-
nya suara rintihan itu.
Setelah menemukan sumber suara, sepa-
sang mata biru Siluman Ular Putih pun kontan
membelalak lebar. Di balik semak-semak belukar
tampak olehnya sesosok lelaki berpakaian hitam-
hitam tengah menggeletak dengan sekujur tubuh
matang biru. Wajahnya pucat pasi. Tampak darah
segar membasahi sudut-sudut bibirnya. Dan ia ti-
dak lain dari lelaki berkumis lebat yang telah
mencelakakan Soma tadi malam!
Soma langsung melompat dan menyingkap
semak-semak belukar di hadapannya. Kemudian
tanpa banyak cakap, langsung diangkatnya tubuh
tinggi besar lelaki itu ke tepi jalan. Dan sekali lihat saja, murid Eyang
Begawan Kamasetyo tahu kalau
orang yang telah menganiaya lelaki berkumis itu
lebih dari satu orang.
"Hm ! Kalau melihat luka-lukanya pasti
akibat terkena pukulan tongkat putih milik Teng-
korak Serigala. Dan yang di dada kiri ini pasti akibat terkena pukulan Raja
Toya. Sedang pada ulu
hatinya, pasti akibat terkena lecutan cemeti di
tangan Ki Julung Pucut. Pasti!" gumam Soma.
"Berarti semalam lelaki ini dikeroyok pula
oleh orang-orang suruhan Teratai Emas"
Kening Soma berkerut dalam. Rasa ibanya
terhadap lelaki ini langsung muncul. Padahal, se-
mula Siluman Ular Putih mau membuat perhitun-
gan bila berjumpa lagi. Tapi begitu melihat kea-
daan lelaki berkumis ini sangat memprihatinkan,
keinginannya pun sirna. Apalagi lelaki ini tidak
bermaksud jahat terhadap dirinya. Hanya sekadar
memberi peringatan. Buktinya akhirnya lelaki itu
menjelaskan letak Lembah Kodok Perak
"Yah...! Bagaimanapun juga, aku memang
patut berterima kasih pada lelaki ini. Meski tingkah lakunya aneh, tapi aku
yakin kalau orang-
orang penghuni Lembah Kodok Perak bukanlah
dari golongan sesat. Sekarang, sebaiknya aku ha-
rus secepatnya mengantarnya ke Lembah Kodok
Perak. Sekalian, menyelidiki suasana lembah itu!"
pikir Soma dalam hati.
Dan sehabis berpikir demikian, Soma pun
cepat memondong tubuh tinggi besar itu ke pun-
daknya. Dan secepatnya Siluman Ular Putih ber-
kelebat menuju bukit hijau di sebelah selatan sa-
na. Setelah melewati jalan berkelok-kelok, ak-
hirnya Siluman Ular Putih mulai memasuki dae-
rah Lembah Kodok Perak. Sebuah lembah luas
jauh di luar muara Kali Angkrik. Semak-semak be-
lukar tampak tumbuh liar di sana-sini. Tingginya
hampir setinggi badan manusia. Sementara di se-
kitar lembah pun masih banyak kubangan lumpur
hidup. Sedang jauh di ujung lembah, tampak dua
bukit kembar tegak di sana. Pada bagian tengah-
nya, terdapat pula dataran berumput hijau. Sa-
mar-samar pada dinding-dinding bukit tampak
pula titik-titik hitam kecil. Entah titik-titik apa itu.
Soma tidak tahu. Dan ia pun tidak berani main-
main. Meski ilmu meringankan tubuhnya sudah
mencapai tingkat tinggi, sikapnya tetap hati-hati.
Apalagi, saat ini masih memanggul sosok lelaki
berpakaian hitam-hitam yang diduga keras adalah
salah seorang penghuni Lembah Kodok Perak.
Semakin pemuda gondrong itu masuk ke
dalam Lembah Kodok Perak, kegelisahan semakin
menjadi-jadi. Tangan kanannya sebentar-sebentar
menggaruk-garuk kepala. Memang, Soma yakin
kalau itu Lembah Kodok Perak. Namun bagaima-
napun juga ia masih bingung untuk memastikan
tempat tinggal Tiga Jenggot, Empat Brewok dan
Tujuh Kumis dari Lembah Kodok Perak. Sedang
untuk menanyakan orang dalam pondongannya
jelas tidak mungkin. Jangankan untuk memberi
keterangan sepanjang itu. Untuk mengeluarkan
sepatah kata pun, lelaki berkumis tebal itu tidak
mampu. Di samping itu pula, belum tentu orang
dalam pondongannya mau memberi keterangan.
"Ah...! Bagaimana ini" Aku kok merasakan
tubuh orang dalam pondongan ku semakin lama
semakin dingin" Ah...! Jangan-jangan ia sudah..."
Soma tidak meneruskan bicaranya. Tangan
kanannya cepat meraih pergelangan tangan si
kumis. Lantas keningnya berkerut heran. Ternyata
orang dalam pondongannya sudah tewas!
Sejenak Siluman Ular Putih menghentikan
langkahnya. Diperhatikannya sosok dalam pon-
dongannya dengan perasaan tidak menentu. Lalu
sepasang mata birunya beralih ke lembah di ha-
dapannya. "Ah...! Apa yang harus kulakukan" Orang
berpakaian hitam-hitam dalam pondongan ku ini
sudah tewas. Perlukah aku membawa masuk ke
dalam Lembah Kodok Perak" Tapi jika mengingat
besar kemungkinan kalau orang dalam pondongan
ku ini adalah orang dari penghuni Lembah Kodok
Perak, mengapa aku harus menelantarkannya" Di
samping itu, aku yakin kalau tempat tinggal
orang-orang Lembah Kodok Perak tentu tidak jauh
lagi. Yah yah...! Mengapa aku harus menelantar-
kannya" Sebaiknya kubawa saja sekalian mayat
ini," pikir Soma dalam hati.
Berpikir demikian, kembali murid Eyang
Begawan Kamasetyo berkelebat cepat menyusuri


Siluman Ular Putih 06 Lembah Kodok Perak di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

jalan setapak di depannya. Dan ketika sampai di
lereng sebelah selatan bukit hijau di sampingnya,
mendadak mata birunya kontan bersinar-sinar.
Kelebatan tubuhnya berhenti mendadak. Di de-
pannya, tak jauh dari tempatnya berdiri, tampak
dua buah gubuk kecil beratap anyaman daun-
daun jati. Letak kedua gubuk itu pun agak ber-
pencaran. Dari gubuk satu ke gubuk lainnya, kira-
kira berjarak dua puluh tombak.
"Mungkinkah gubuk-gubuk itu merupakan
tempat tinggal para penghuni Lembah Kodok Pe-
rak" Hm...! Bisa jadi!"
Kepala Soma terangguk-angguk. Sepasang
mata birunya lekat memperhatikan dua buah gu-
buk kecil di hadapannya. Kemudian, entah men-
dapat kekuatan dari mana, kedua kakinya pun
Altar Setan 2 Eng Djiauw Ong Ying Zhua Wang Karya Zheng Zhengyin Seruling Perak Sepasang Walet 14
^