Rahasia Kalung Permata Hijau 1
Siluman Ular Putih 25 Rahasia Kalung Permata Hijau Bagian 1
Hak cipta dan copy right pada
penerbit dibawah lindungan
undang-undang https://www.facebook.com
/DuniaAbuKeisel
Dilarang mengcopy atau memperbanyak sebagian
atau seluruh isi buku ini
tanpa izin tertulis dari penerbit
1 Satu sosok ramping terbungkus pakaian
hijau pupus menghentikan kelebatannya di dekat
sebuah padang rumput. Bulatan besar berwarna
merah tembaga yang mulai rebah di kaki langit
sebelah barat menciptakan bayangan tubuhnya
yang memanjang. Tubuhnya berputar sejenak
dengan pandangan mengedar ke sekeliling. Ketika
merasa tak ada orang yang mengikutinya, napas
lega berhembus dari hidung dan mulutnya.
Sosok itu adalah seorang perempuan cantik bertubuh sintal. Usianya sekitar tiga
puluh atau tiga puluh lima tahun. Tubuhnya terlihat
ramping dan masih padat berisi. Pakaian hijau
pupusnya begitu ketat, membuat sepasang buah
dadanya tampak membusung indah. Dari tubuhnya pun tercium bau harum bunga
melati. Sementara rambutnya yang hitam panjang digelung
ke atas dengan hiasan-hiasan indah dari permata
hijau. Di tangan perempuan berpakaian hijau itu
terpegang sebuah payung berumbai-rumbai warna hijau. Siapa lagi perempuan yang
memiliki ciriciri seperti itu kalau bukan Putri Hijau"
Di pundak Putri Hijau terdapat sesosok tubuh renta berjubah besar berwarna biru.
Kedua kelopak matanya yang berbulu putih terpejam rapat. Sisa-sisa darah segar
terlihat masih membasahi jubahnya. Wajahnya yang dipenuhi keriput
pucat pasi dengan rambut awut-awutan tidak te-
rawat. Kakek renta yang tampaknya tengah terluka parah ini adalah Kakek Pikun
dari Gunung Slamet. Memang! Kakek Pikun yang hendak pulang
ke Gunung Slamet setelah gagal mencari muridnya yang bergelar Pembunuh Iblis,
baru saja diselamatkan Putri Hijau. Mungkin kalau tak cepat
diselamatkan, nyawa Kakek Pikun yang saat itu
terancam oleh Gembong Kenjeran terbetot seketika. Kendati demikian, tak urung
lelaki tua ini menderita luka dalam yang amat parah. (Untuk
lebih jelasnya, bagaimana Kakek Pikun bisa terluka parah, baca episode: "Wasiat
Kematian").
"Hm...! Kukira aku sudah cukup jauh meninggalkan mereka. Aku harus secepatnya
menyembuhkan luka dalam Kakek Pikun ini...," gumam Putri Hijau perlahan sekali.
Kembali sepasang matanya yang tajam memperhatikan keadaan sekitar seksama.
Aman. Putri Hijau kembali menghela napas lega.
Perlahan-lahan dibaringkan tubuh Kakek Pikun
ke rerumputan. Sejenak ditelitinya dengan seksama. Dan perempuan sakti itu
mengerutkan keningnya ketika merasakan sekujur tubuh Kakek
Pikun panas bukan main. Dari kedua telapak
hingga pangkal lengan menghitam. Pertanda racun keji akibat pukulan Gembong
Kenjeran telah mengaduk-aduk sekujur tubuh.
"Aji 'Setan Kober'...?" desis Putri Hijau.
"Siapakah laki-laki kasar berjubah kuning yang
mengerahkan ajian itu terhadap Kakek Pikun"
Apakah masih ada hubungannya dengan Eyang
Pamekasan" Hm...! Kukira begitu. Siapa lagi di
dunia persilatan ini yang memiliki aji 'Setan Kober' kalau bukan dia...."
Tak banyak membuang waktu, Putri Hijau
segera membalikkan tubuh Kakek Pikun. Kedua
telapak tangannya lalu ditempelkan ke punggung
si kakek. Pikirannya dipusatkan sebentar, seraya
mengerahkan hawa murni ke dalam tubuh Kakek
Pikun. Dalam dua puluh lima hitungan, tubuh
Kakek Pikun mulai bergerak-gerak. Dengan susah
payah dicobanya untuk membalikkan badan. Putri Hijau segera membantu agar lelaki
tua itu dapat berbaring dengan nyaman.
Begitu tahu siapa yang menolong, Kakek
Pikun terkejut. Kedua bibirnya bergetar-getar. Sulit sekali untuk berkata-kata.
Parasnya yang penuh keriput terlihat pucat bagai kapas dengan
napas tersengal. Buru-buru Putri Hijau menotok
beberapa jalan darah di dada si kakek.
"Kkk... kau...."
Hanya itu yang keluar dari bibir Kakek Pikun. Itu pun diucapkannya dengan sulit
sekali. "Siapa lelaki tinggi besar yang mencelakakanmu itu, Kakek Pikun?"
"Gem.... Gembong Kenjeran...," sahut Kakek Pikun mendesah lirih. Kedua bibirnya
digigit kuat menahan sakit akibat luka dalamnya.
"Gembong Kenjeran" Rasanya aku belum
pernah mendengarnya"!" desah Putri Hijau dengan kening berkerut.
Kakek Pikun menggeleng pelan.
"Mengapa dia mencelakakanmu?"
Kakek Pikun tidak langsung menyahut.
Mendadak dadanya terasa sesak bukan main.
Tubuhnya mengejang-ngejang. Sepasang matanya
mendelik seolah-olah sarat akan penderitaan.
Putri Hijau kembali menotok jalan darah di
tubuh Kakek Pikun. Hasilnya sama saja. Paras si
kakek kian pucat pasi. Napasnya pun tersengalsengal.
"Dia.... Dia bermaksud mencari Siluman
Ular Putih dan Penyair Sinting. Dia.... Huk huk
huk...!" Kakek Pikun terbatuk keras. Darah segar
kehitaman menyembur keluar dari mulutnya saat
terbatuk. Tatkala Putri Hijau akan menotok lagi,
Kakek Pikun menggeleng pelan.
"Ajalku sudah dekat. To.... Tolong balaskan
sakit hatiku. Aku.... Aku.... Ah...!"
Kakek Pikun tak dapat melanjutkan ucapannya lagi seiring hembusan napasnya yang
terakhir. Kepalanya keburu terkulai ke samping
dan tak bergerak-gerak lagi.
Putri Hijau menghela napas sesak. Perlahan-lahan diluruskan kembali kepala Kakek
Pikun. Kelopak matanya yang membeliak lebar dikatupkan dengan telapak tangan.
Lalu tangan Kakek Pikun ditelangkupkan di depan dada.
Untuk sesaat Putri Hijau hanya termangu.
Matanya sempat basah melihat sahabatnya menemui ajal di depan mata. Namun
perempuan ini memang sudah memiliki kekuatan batin yang
kuat, sehingga kembali dapat menenangkan perasaannya. Lalu diusapnya air matanya
dengan menggunakan ujung baju.
"Beruntunglah kau, Kakek Pikun. Dengan
ajalmu ini berarti kau bebas dari penderitaan. Karena sesungguhnya manusia itu
terlahir dalam keadaan menderita, dalam keadaan merugi. Di
samping itu, mungkin Yang Maha Kuasa memang
sengaja menyingkirkanmu dari musibah besar
yang melebihi kematian...," desah Putri Hijau
dengan bibir bergetar.
Baru saja Putri Hijau berdiri bermaksud
mencari ranting pohon untuk membuat lobang
kubur untuk jasad Kakek Pikun....
"Oh...! Sahabatku yang malang. Tak kusangka kau telah menemui ajal...."
Terdengar sebuah suara yang di susul berkelebatnya dua sosok tubuh. Sebentar
saja kedua sosok itu telah tiba di hadapan Putri Hijau.
Putri Hijau mengangguk pelan. Dua sosok
muda-mudi itu segera duduk berlutut di samping
mayat Kakek Pikun. Yang sebelah kanan adalah
seorang pemuda tampan berambut gondrong tergerai di bahu. Tubuhnya tinggi kekar
terbalut pakaian rompi dan celana bersisik warna putih keperakan. Sebuah rajahan
kecil bergambar ular
putih terlihat di dada. Sementara sebuah gelang
akar bahar tampak menghias di masing-masing
pergelangan tangan. Sedang senjata andalannya
yang berupa anak panah terselip di pinggang.
Sosok di samping si pemuda adalah seorang gadis cantik. Usianya tak lebih dari
tujuh be- las tahun. Tubuhnya tinggi ramping dibungkus
pakaian indah terbuat dari benang sutera warna
merah. Rambutnya yang panjang digelung ke atas
dengan hiasan-hiasan permata indah. Sebuah pedang panjang menggantung di
pinggang. "Wahai, sobat-sobatku Siluman Ular Putih
dan Ratu Adil! Jangan kalian terbawa arus kesedihan. Sesungguhnya Yang Kuasa
memang menginginkan sesuatu yang baik terhadap hambahambanya yang sejati," kata
Putri Hijau, lembut.
Dua muda-mudi yang memang Siluman
Ular Putih dan Ratu Adil memalingkan kepala ke
samping, memandang Putri Hijau tak mengerti.
"Kebaikan yang sesungguhnya diinginkan
Yang Kuasa memang sulit dimengerti apabila hati
masih terbelenggu. Lepaskanlah belenggu itu, baru kalian mengerti apa hakekat
kehidupan yang sebenarnya," lanjut Putri Hijau.
Siluman Ular Putih dan Ratu Adil menggumam tak jelas. Bukan saja tak mengerti
dengan apa yang diucapkan Putri Hijau, melainkan juga
heran melihat sosok Putri Hijau yang kini menjadi
seorang perempuan cantik berusia kira-kira tiga
puluh lima tahun.
"Apakah kau Putri Hijau?" tanya Siluman
Ular Putih dan Ratu Adil hampir berbarengan.
Putri Hijau tersenyum.
"Kalian sudah bertemu denganku, kenapa
bisa lupa?"
"Aku tidak lupa. Tapi, bukankah beberapa
hari lalu kau berwujud seorang gadis muda" Kenapa hari ini...?"
Siluman Ular Putih memperhatikan sosok
Putri Hijau dengan seksama. Perempuan cantik
itu sebenarnya memang Putri Hijau yang pernah
ditemui beberapa hari lalu. Cuma yang membuat
Siluman Ular Putih dan Ratu Adil tak mengerti,
adalah perubahan yang begitu cepat atas perempuan itu. Mereka memang tak tahu
kalau Putri Hijau memiliki ilmu yang membuat keadaan tubuhnya berubah-ubah, sesuai tanggal
bulan. "Sudahlah! Jangan pikirkan hal itu!" sergah Putri Hijau.
Kendati Putri Hijau bilang begitu, Siluman
Ular Putih tetap saja memandang takjub. Tapi diam-diam otaknya terus berpikir
keras, terutama
tentang cerita Eyang Begawan Kamasetyo mengenai seorang perempuan yang mempunyai
ilmu aneh. "Hm...! Sekarang aku baru percaya. Ternyata ucapan eyangku di Gunung Bucu memang
benar. Kau memang memiliki satu ilmu langka
yang mampu merubah dirimu sesuai perhitungan
tanggal bulan...!"gumam Siluman Ular Putih.
"Benarkah" Lalu ilmu apakah itu?" tanya
Ratu Adil terkejut, entah ditujukan pada siapa.
"Satu pujian yang agak berlebihan. Tak
apalah," ujar Putri Hijau dengan senyum. "Sekarang kalian berdua mau membantu
aku kan?" "Tentu. Asal aku sanggup, pasti akan kubantu," sahut Siluman Ular Putih dan Ratu
Adil bersemangat. "Kalian tentu sanggup. Aku hanya minta
kalian membantuku untuk menguburkan mayat
Kakek Pikun."
"Dengan senang hati kami pasti akan
membantumu, Putri Hijau. Tapi, bisakah kau
menceritakan siapa yang telah mencelakakan Kakek Pikun?" tanya Siluman Ular
Putih. "Lelaki tinggi besar berjuluk Gembong Kenjeran."
"Gembong Kenjeran?"
Putri Hijau mengangguk pelan.
"Kakek Pikun sempat mengatakan, kalau
Gembong Kenjeran bermaksud memaksanya untuk mencari Penyair Sinting dan kau,
Siluman Ular Putih. Ketika permintaan itu ditolak, Gembong Kenjeran marah. Maka, Kakek
Pikunlah yang menjadi sasaran kemarahannya."
"Gembong Kenjeran...!" desis Siluman Ular
Putih menggeretakkan gerahamnya penuh kemarahan. Demikian juga Ratu Adil.
"Kita harus membalaskan sakit hati Kakek
Pikun, Soma!" timpal Ratu Adil.
"Tentu. Angkara murka harus dibasmi dari
muka bumi ini."
"Sudahlah. Ayo, cepat bantu aku membantu menguburkan mayat Kakek Pikun!" tukas
Putri Hijau. *** 2 Srakk! "Heh..."!"
Baru saja mayat Kakek Pikun selesai dikuburkan, Putri Hijau, Siluman Ular Putih,
dan Ratu Adil terkejut oleh sebuah suara mencurigakan.
Mereka saling berpandangan sebentar. Dari sinar
mata masing-masing terdapat dugaan kalau di
sekitar tempat itu ada seseorang yang tengah
mengawasi. "Hup!"
Tanpa membuang waktu, Putri Hijau berkelebat ke arah datangnya suara ranting
pohon yang terinjak seseorang. Gerakannya diikuti Siluman Ular Putih dan Ratu Adil.
Begitu cepat mereka berkelebat, sehingga
tak lama kemudian telah terlihat sesosok bayangan berjubah biru kedodoran sampai
lutut tengah berkelebat ke timur di kejauhan sana. Putri Hijau
Siluman Ular Putih 25 Rahasia Kalung Permata Hijau di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
beserta Siluman Ular Putih dan Ratu Adil segera
menambah kecepatan lesatan tubuh mereka.
Dengan ilmu meringankan tubuh yang sudah mencapai tingkat tinggi, ketiga orang
itu kini sudah berada dua puluh tombak di belakang sosok bayangan berjubah biru.
"Wahai, Sobatku! Tunggu!" teriak Putri Hijau nyaring.
Sosok bayangan biru itu menghentikan larinya. Tubuhnya langsung berbalik.
Mulutnya berkemik-kemik, entah menggumamkan apa.
Namun menilik kerut-kerut wajahnya yang dipenuhi tonjolan daging hidup, sosok
yang ternyata seorang kakek berjubah biru itu jelas sedang merasa gelisah sekali.
"Hey...! Dia Peramal Maut!" teriak Siluman
Ular Putih. "Kau benar, Siluman Ular Putih," ujar Putri
Hijau. Tanpa banyak membuang waktu Putri Hijau makin mempercepat larinya. Siluman Ular
Putih dan Ratu Adil segera mengikuti. Di sini, rupanya Ratu Adil agak kewalahan
mengimbangi ilmu meringankan tubuh Siluman Ular Putih dan
Putri Hijau. Maka tak heran kalau murid Ratu Alit
dari Nusa Kambangan itu tertinggal di belakang.
"Tahan langkahmu, Peramal Maut!" bentak
Siluman Ular Putih, langsung membuat lompatan
bersama Putri Hijau. Mereka melewati kepala lelaki tua yang ternyata Peramal
Maut. Setelah berputaran dua kali di udara, mereka mendarat
mantap di hadapan tokoh sesat itu.
Peramal Maut menggeram kesal. Padahal
tadi ilmu meringankan tubuhnya telah dikerahkan dengan kekuatan penuh. Namun,
masih juga terkejar. Mungkin juga ini disebabkan tubuhnya
yang keracunan akibat tipu muslihat Gembong
Kenjeran untuk menelan obat pemberiannya. (Untuk mengetahui hal ini, silakan
baca episode : "Wasiat Kematian").
"Mengapa kalian menghadang langkahku,
hah"!" bentak Peramal Maut gusar.
"Hey..."! Akulah yang mestinya bertanya,
mengapa kau mengawasi kami tadi"!" bentak Putri Hijau.
"Hm...! Jangan salah paham, Putri Hijau!
Aku tidak mengawasi kalian. Aku cuma kebetulan
lewat di hutan itu. Apa itu salah?" balas Peramal
Maut seraya bertolak pinggang.
"Mendengar ucapanmu, sepertinya kau
orang baik-baik, Peramal Maut. Tapi kalau menilik sepak terjangmu, bukan
mustahil kau memiliki maksud jahat," sindir Putri Hijau.
"Benar. Tidak ada salahnya kalau kita menanyainya, Putri Hijau," sambar Ratu
Adil yang baru saja sampai di tempat itu.
Peramal Maut mendengus. Ekor matanya
sempat melirik sengit ke arah gadis bernama asli
Yustika itu. Kalau saja tak ada Siluman Ular Putih dan Putri Hijau, tentu sudah
dilabraknya gadis itu.
"Gadis bengal! Jaga mulutmu! Siapa sudi
mendengar ucapanmu, he"!" bentak Peramal
Maut. "Kau tampaknya ketakutan, Peramal Maut.
Hanya orang-orang yang bermaksud tak baik sajalah yang merasa ketakutan. Kalau
tidak, kenapa merasa gusar?"
"Aku tidak bermaksud jahat. Siapa bilang
begitu?" "Sudahlah! Jangan ngotot seperti itu! Katakan saja kalau kau memang sedang
mengawasi kami!" sergah Siluman Ular Putih.
"Berapa kali aku harus mengatakannya
pada kalian" Aku tidak mematai-matai kalian.
Sekarang, minggir! Jangan halangi langkahku!"
Peramal Maut mengibaskan tangannya kasar. Namun baru saja hendak berkelebat
kembali, Putri Hijau dan Siluman Ular Putih tetap tak beranjak dengan tangan menjulur,
seolah hendak menahan langkah Peramal Maut.
"Kalian ini sebenarnya mau apa, he"! Apa
kalian sengaja ingin mencari penyakit"!" dengus
Peramal Maut, tak suka.
"Sabar, wahai sobatku Peramal Maut! Jangan keburu terbawa amarah! Kami
sebenarnya hanya ingin bertanya, benarkah kau tidak sedang
mengawasi kami?" ujar Putri Hijau, kalem.
"Tidak! Apa telinga kalian budek, hingga
aku harus mengulanginya berkali-kali?"
"Baik. Kalau begitu, kau boleh meneruskan
langkahmu!" ujar Putri Hijau.
Peramal Maut mendengus geram. Dari
pancaran matanya jelas harga dirinya tidak rela
diperlakukan seperti itu. Namun untuk melabrak,
ia tak punya keberanian. Maka meski hatinya tersulut amarah, tubuhnya segera
berkelebat meninggalkan tempat itu setelah Putri Hijau dan Siluman Ular Putih
bergeser ke samping untuk
memberi jalan. "Kenapa kau biarkan Peramal Maut pergi?"
tanya Siluman Ular Putih, sepeninggal Peramal
Maut dari tempat itu.
Putri Hijau tersenyum.
"Memang sengaja aku melepaskannya. Tapi
terus terang, bukannya aku tak mencurigainya.
Sebab aku sudah tahu, siapa Peramal Maut. Aku
yakin pasti ia bermaksud tak baik."
"Kalau begitu, kenapa tidak kita ikuti saja?" kejar Siluman Ular Putih.
"Aku memang ingin mengikutinya. Cuma
terus terang, aku sungkan kalau harus melakukan perjalanan bersama kalian."
"Kenapa harus sungkan?" tanya Ratu Adil.
"Tanyakan saja pada kawanmu yang gondrong itu. Kulihat dari tadi, ia
memperhatikanmu
terus," ujar Putri Hijau seraya menuding ke arah
Siluman Ular Putih.
"Ada apa dengan kau. Soma" Apa yang kau
lakukan hingga orang tua itu merasa sungkan
pada kita?" tanya Ratu Adil.
"Lho" Mana aku tahu" Aku kan tidak melakukan apa-apa terhadapmu, kan?"
"Iya. Tapi, kenapa ia mencurigaimu?"
"Kenapa menyalahkanku" Tanyakan saja
pada..., eh! Mana Putri Hijau itu?"
Soma celingukkan ke sana kemari. Namun,
sosok Putri Hijau sudah tak berada di tempat itu.
"Nah...! Kau lihat sendiri, kan! Kalau ia
memang sengaja membuat kita bertengkar. Ayo,
kita ikuti Peramal Maut! Terus terang, aku mencurigainya," sambung Siluman Ular
Putih. Ratu Adil memberengut, tak puas mendengar jawaban Siluman Ular Putih. Namun
manakala melihat Soma berkelebat meninggalkan tempat
itu, gadis ini segera menyusul.
*** Peramal Maut terus berkelebat cepat ke timur. Sosoknya yang terbalut jubah biru
besar berkelebat cepat di antara kerapatan pohon. Dan
di sebuah kawasan hutan lebat, langkahnya pun
dihentikan. Sejenak lelaki tua ini mengedarkan pandangan ke sekeliling, namun tidak
menemukan apa-apa. Hanya pohon-pohon besar yang menjulang tinggi ke angkasa yang terlihat.
Selebihnya, semak-semak belukar yang meranggas di sanasini.
"Gembong Kenjeran! Aku datang menemuimu!" teriak Peramal Maut, nyaring. Suaranya
yang berat kasar terdengar bergema memecah kesunyian hutan lebat yang menjadi
tempat persembunyian Gembong Kenjeran.
Tak ada sahutan.
Peramal Maut menunggu beberapa saat,
tapi tetap tak ada tanda-tanda kalau orang yang
dipanggil akan keluar dari tempat pensembunyian. Untung saja lelaki tua ini tak
cepat putus asa. "Gembong Kenjeran! Keluarlah kau! Aku
ingin menemuimu. Ada sesuatu yang ingin kulaporkan padamu!" ulang Peramal Maut.
Suara berat Peramal Maut kembali bergema memenuhi hutan. Dan kali ini, terdengar
suara bergelak di kejauhan sana. Peramal Maut celingukkan ke sana kemari, namun
tetap tak berani bergeming dari tempatnya berdiri.
Dan belum juga gaung suara itu hilang,
dua sosok bayangan tengah berkelebat cepat dari
utara mengerahkan ilmu meringankan tubuh
yang cukup tinggi! Buktinya hanya dalam beberapa kelebatan saja, dua sosok
bayangan itu telah
berdiri tegak di hadapan Peramal Maut.
Berdiri di sebelah kanan adalah seorang
laki-laki berperangai kasar. Rambutnya awutawutan tak terawat. Sepasang matanya
mencorong garang dengan garis-garis wajah menyiratkan kekejian. Tubuhnya yang
tinggi besar memakai baju jubah warna kuning.
Di sebelah si lelaki adalah seorang perempuan cantik. Tubuhnya tak terlalu
tinggi dibungkus pakaian ketat yang juga berwarna kuning,
menampakkan lekuk-lekuk tubuhnya yang padat
menggairahkan. Pinggulnya bergerak turun naik
dan meliuk-liuk saat berjalan. Sedang rambutnya
yang hitam panjang digelung ke atas.
"Gembong Kenjeran...!" desis Peramal
Maut. Sosok laki-laki berperangai kasar yang dipanggil Gembong Kenjeran hanya
menganggukangguk.
"Kabar apa yang ingin kau sampaikan, Peramal Maut?" tanya Gembong Kenjeran
langsung. "Cepat katakan kalau kau sudah mendapat
keterangan mengenai Siluman Ular Putih dan Penyair Sinting!" sela perempuan
cantik di samping
Gembong Kenjeran yang tak lain Dewi Bunga
Bangkai, membentak.
"Aku memang ingin mengatakannya," sahut Peramal Maut jengkel.
"Katakanlah! Kenapa buang-buang wak-
tu"!" ujar Dewi Bunga Bangkai, ketus.
Peramal Maut mendengus. Ia tak sudi bicara pada Dewi Bunga Bangkai. Kepalanya
cepat berpaling ke arah Gembong Kenjeran. Kalau saja
tak ada Gembong Kenjeran, ingin rasanya ia
memberi pelajaran pada murid Ratu Bangkai dari
Lembah Selaksa Kematian itu.
"Katakan apa yang ingin kau laporkan, Peramal Maut!" bentak Gembong Kenjeran.
"Baik," Peramal Maut menelan ludahnya
sebentar. "Aku.... Aku baru saja bertemu Siluman
Ular Putih...."
"Di mana dia sekarang?" kejar Gembong
Kenjeran bersemangat. Matanya yang nyalang terlihat makin liar.
"Dia.... Dia ada di sana. Tak jauh dari Hutan Kenjeran ini!" jelas Peramal Maut
seraya menuding ke gerumbulan hutan di sampingnya.
"Hm...! Bagus. Kalau begitu, aku akan ke
sana." "Tunggu!" kata Peramal Maut menahan
langkah Gembong Kenjeran.
"Apa lagi yang akan kau laporkan, Peramal
Maut?" "Aku tidak ingin melaporkan apa-apa. Aku
hanya ingin menagih janjimu."
"Janji" Janji apa?"
Peramal Maut menggeram kesal. "Kau bilang akan memberikan aku obat penawar racun
bila aku sudah mendapat keterangan mengenai
Siluman Ular Putih dan Penyair Sinting."
"Benar! Tapi apa kau juga membawa lapo-
ran mengenai Penyair Sinting?"
"Be..., belum."
"Kalau begitu, kenapa berani meminta obat
penawar racun kalau kau sendiri belum menyelesaikan tugasmu"!"
"Karena.... Karena aku tak ingin mati sebelum aku mendapat keterangan mengenai
Siluman Ular Putih dan Penyair Sinting. Sebab, Penyair
Sinting adalah seorang tokoh sakti yang jarang
sekali menampakkan diri di dunia persilatan. Untuk itulah, aku meminta obat
penawar racun yang
kau janjikan."
"Laksanakan tugasmu, baru kau berhak
meminta obat penawar racun itu!" tandas Dewi
Bunga Bangkai, menjengkelkan.
"Benar! Kau harus menyelesaikan tugas
yang kuberikan, baru boleh meminta obat penawar racun," timpal Gembong Kenjeran.
"Ayo, Dewi! Kita cari jahanam kecil yang bergelar Siluman
Ular Putih!"
"Ayo, Kang," sahut Dewi Bunga Bangkai
yang kini telah menjadi kekasih Gembong Kenjeran, bersemangat.
Tanpa membuang-buang waktu, Gembong
Kenjeran dan Dewi Bunga Bangkai segera berkelebat cepat meninggalkan tempat itu.
Hanya dalam beberapa kelebatan saja sosok mereka telah
menghilang di balik kerimbunan hutan depan sana.
Peramal Maut yang ditinggal seorang diri
jadi menggeram penuh kemarahan. Saking kesalnya, kakinya dibantingkan kuat-kuat.
Seketika tanah bekas pijakan kakinya terbongkar lebar.
Tanah berpasir di tempat itu membubung tinggi
memenuhi tempat itu. Ketika keadaan kembali tegang, ternyata sosoknya tak tampak
lagi di tempat itu.
*** 3 Tak seperti biasanya, matahari siang ini
begitu garang memanggang apa saja yang ada di
muka bumi. Tanah pecah di sana sini. Debu-debu
beterbangan, berputar-putar terbawa hempasan
angin kering. Ranting-ranting pohon pun berderak dengan daun-daunnya yang
berguguran, lalu
terbang tertiup angin.
Dalam terpaan angin kencang siang, seorang kakek berpakaian putih bersih tengah
melenggang santai di jalan setapak. Tangan kanannya memegang lonceng kecil yang
terus digerakgerakkan, sehingga menimbulkan suara berisik.
Klinting! Klinting!
Tampaknya, si kakek seperti melenggang
Siluman Ular Putih 25 Rahasia Kalung Permata Hijau di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
biasa. Namun hebatnya, hanya menutulkan kaki
seenaknya, sosoknya telah berkelebat di kejauhan.
Sesampainya di ujung hutan, kakek renta
ini menghentikan langkahnya. Sepasang matanya
yang bersinar terang sejenak memperhatikan sekeliling. Lalu kepalanya mendongak.
Manakala angin bertiup kencang, rambutnya yang awutawutan tersibak menampakkan wajahnya
yang tua penuh keriput. Pakaian putih-putihnya berkibar-kibar.
Si kakek renta seperti tak mempedulikan
saat debu-debu dan daun-daun kering menampar-nampar tubuh ketika tertiup angin
kencang. Perhatiannya terus tertuju pada awan yang berarak di angkasa sambil sesekali
menggelenggeleng.
Puas menikmati angkasa raya, kakek renta
ini kembali menggerak-gerakkan lonceng kecil di
tangan. Langkahnya kembali gontai menyusuri jalan setapak itu.
Klinting! Klinting!
Suara berisik dari lonceng kecil di tangan si
kakek kembali mengusik ketenangan hutan. Bahkan tanpa mempedulikan keadaan
sekitar, mulai dibacakannya bait-bait syair.
Sungguh, aku merasa bingung
Melihat sipandir yang dungu
Keduniaan, hanya sepercik nikmat
Tetapi, mereka mengejar dengan semangat
Padahal, mereka hanya dipermainkan
Semua heran, semua jadi bingung.
Mereka berdusta
Mendustakan ucapan dengan perbuatan
Dan, kata-kata terbaik
Hanya ucapan yang tak didustakan
Kakek renta itu terus membacakan baitbait syairnya. Suaranya yang nyaring
ditingkahi suara bergemelinting dari loncengnya terdengar
saling sahut. Seolah-olah dengan cara itu, ia ingin
mengabarkan bait-bait syairnya pada segenap
penghuni mayapada.
"Tahan langkahmu, Penyair Sinting!"
Tiba-tiba terdengar bentakan kasar, membuat lelaki tua yang ternyata Penyair
Sinting menghentikan langkah. Sedikit pun kepalanya tidak menoleh ke arah datangnya
suara. Hanya dari ekor matanya terlihat sesosok kakek renta
mengenakan jubah besar telah berdiri di bawah
rindangnya sebatang pohon. Tangan kanannya
memegang tongkat butut. Tangan kirinya berkacak pinggang. Angkuh sekali gayanya.
Dari wajahnya yang dipenuhi tonjolan daging hidup, Penyair Sinting tahu siapa
orang yang menahan
langkahnya. "Peramal Maut! Apa keperluanmu hingga
menahan langkahku?" tegur Penyair Sinting.
"Aku memang sedang mencarimu, Penyair
Sinting! Berhari-hari aku mencarimu, tapi baru
kali ini batang hidungmu kutemukan."
"Jangan berbelit-belit! Katakan saja, apa
maksudmu menghadang langkahku!" tukas Penyair Sinting.
"Siapa sudi berbelit-belit. Buang-buang
waktu saja. Ada seseorang tengah mencarimu."
"Siapa?" Penyair Sinting memutar badannya menghadap ke arah Peramal Maut. Alis
matanya sedikit diangkat. Bibirnya pun tersungging
aneh. "Gembong Kenjeran...."
"Gembong Kenjeran" Hm.... Apakah aku
mengenal julukan itu?"
"Kau mengenalnya atau tidak, aku tak mau
tahu. Yang jelas Gembong Kenjeran menginginkan nyawa busukmu."
"Begitu...?" Penyair Sinting menganggukangguk. Lalu bibirnya menggumam tak
jelas. "Sungguh aneh! Tak seharusnya penghunipenghuni alam mayapada ini bersikap aneh.
Seorang Pecinta Sejati tak mungkin bersikap demikian. Mereka hanya menginginkan
kasih yang abadi, yang sebenarnya amat diidam-idamkan, melebihi harga sebuah
jiwa,..." "Dasar orang sinting! Ngomongpun tak karuan juntrungannya. Apa begini tingkah
orangorang yang sudah mendekati ajal?" ejek Peramal
Maut. "Bagi Pecinta-pecinta Sejati, ajal adalah sesuatu yang dinantikan. Sebab sudah
lama mereka menantikan kekasih mereka. Kenapa kau berkata
demikian, Peramal Maut?"
"Ah...! Bicaramu semakin ngawur, Penyair
Sinting. Mana aku tahu maksudmu" Sekarang
kalau kau punya keberanian, lekas datang ke Hutan Kenjeran! Seseorang yang
bergelar Gembong
Kenjeran sudah lama ingin mengirim nyawa busukmu menemui Malaikat Maut. Kau
harus datang menemuinya, Penyair Sinting! Selamat tinggal!"
Di akhir kalimatnya, Peramal Maut segera
menutulkan kakinya ke tanah. Lalu tubuhnya
berkelebat cepat meninggalkan tempat itu.
Penyair Sinting mengikuti kepergian lelaki
tua berwajah buruk itu dengan pandang mata heran. Ketika sosok Peramal Maut
menghilang di gerumbulan hutan depan sana, langkahnya kembali
diteruskan. Seperti biasa, bibirnya pun melantunkan bait-bait syairnya.
layak Jadilah engkau orang yang menyepi
Sendiri dan menyendiri dari pergaulan ha-
Pergi dari mereka mengejar dan mencari
yang hak Sabarlah Dengan kesabaran matahari cita-cita, tercapai
Ridhalah.... *** "Heran" Bagaimana mungkin kita tak dapat mengejar bayangan Putri Hijau"
Sontoloyo! Tak kusangka ilmu meringankan tubuhnya demikian tinggi. Padahal aku telah
mengerahkan ilmu
lari cepat 'Menjangan Kencono'...," gerutu Siluman Ular Putih kesal. Lalu
langkahnya dihentikan di sebuah hutan kecil tak jauh dari Hutan
Kenjeran. Ratu Adil diam tak menyahut. Napasnya
memburu karena harus memaksakan diri mengimbangi ilmu meringankan tubuh Siluman
Ular Putih. Namun meski telah mengerahkan ilmu meringankan tubuhnya sampai puncaknya,
tetap saja tak mampu mengimbangi Siluman Ular Putih.
Tak heran bila begitu sampai di dekat Siluman
Ular Putih badannya merasa lelah sekali.
"Kau lari seperti setan, Soma! Apa kau ingin meninggalkanku" Apa kau tak ingin
membantuku mencari ayah kandungku?" sungut Ratu
Adil, begitu berada di samping Siluman Ular Putih.
"Jangan salah paham, Yustika! Aku hanya
penasaran sekali melihat ilmu meringankan tubuh Putri Hijau. Aku berusaha
mengejarnya, namun tetap saja tak dapat. Benar-benar mengagumkan kepandaiannya."
Ratu Adil batuk-batuk kecil. Tampak sekali
sikapnya tak senang melihat Siluman Ular Putih
memuji Putri Hijau.
"Ada apa, Yustika?" usik Siluman Ular Putih.
"Tidak ada apa-apa," kelit Yustika alias Ratu Adil.
"Lalu" Kenapa kau cemberut?"
"Aku tidak cemberut," tukas Ratu Adil ketus. "Kalau kau mengagumi wanita cantik
itu, apa aku harus melarangmu?"
Siluman Ular Putih melongo. Tak habis pikir melihat perubahan sikap Ratu Adil.
"Yah...! Sekarang aku tahu. Tentu Yustika
cemburu...," gumam Siluman Ular Putih dalam
hati. Sejenak Soma memandangi Ratu Adil. Se-
benarnya pemuda ini ingin tertawa terbahakbahak. Namun ia berusaha menahannya,
takut gadis itu marah.
"Jangan cemberut begitu, ah! Masa' kau
lupa kalau dia itu sebenarnya seorang nenek tua.
Masa' sih aku menyukainya?" sergah Siluman
Ular Putih. Wajah Yustika kontan berubah merah. Malu rasanya kelepasan bicara begitu.
Padahal sebelumnya. Soma pernah menjelaskan tentang ilmu
yang dimiliki Putri Hijau sehingga membuat wujudnya bisa berubah sesuai
peredaran bulan.
"Ah, bodohnya aku! Kenapa aku mesti bicara begitu" Kenapa aku harus menampakkan
kecemburuanku?" rutuk Yustika dalam hati.
"Sudahlah! Sebaiknya kita jangan bicara
tentang wanita sakti itu lagi. Aku malah jadi tak
enak. Nanti kau malah bisa mencemburuiku," goda Siluman Ular Putih.
"Siapa yang cemburu" Aku tidak mencemburuinya! Kalau kau ingin mencintai nenek
cantik itu, silakan!" semprot Ratu Adil, berusaha menutupi kedongkolannya.
"Nah...! Betulkan, kau cemburu" Sudah,
ah! Ayo, kita lanjutkan perjalanan!"
"Tapi...."
"Apa lagi?"
"Tidak...," sahut Ratu Adil gugup. Pipinya
pun kian merah. Buru-buru wajahnya ditundukkan dalam-dalam.
Siluman Ular Putih tersenyum. Senang sekali pemuda ini melihat Ratu Adil jadi
salah ting- kah seperti itu.
"Ayo, kita lanjutkan perjalanan!"
Ratu Adil diam tak menyahut, namun juga
tidak menolak manakala Siluman Ular Putih meraih lengannya untuk meninggalkan
tempat itu. Di saat mereka bermaksud melanjutkan perjalanan, tiba-tiba....
"Ha ha ha...! Asyik benar kelihatannya. Tak
kusangka di hutan sesunyi ini ada sepasang merpati putih bercinta...."
*** 4 Siluman Ular Putih dan Ratu Adil melengak
kaget dengan kepala berpaling ke arah datangnya
suara. Ternyata tak jauh di belakang telah berdiri
dua sosok manusia. Di sebelah kanan adalah seorang laki-laki kasar bertubuh
tinggi besar. Bajunya berupa jubah besar berwarna kuning. Di
sebelahnya adalah seorang perempuan cantik berusia tiga puluh tahun. Tubuhnya
tinggi ramping dibalut pakaian ketat, juga berwarna kuning.
Saking ketat pakaiannya, membuat buah dadanya
membusung kencang mengundang hasrat bagi
siapa saja yang memandang.
"Gembong Kenjeran...!" sebut Siluman Ular
Putih mendesis seraya berbalik. Meski mulutnya
mendesis, namun pandang matanya tak lepas dari sepasang buah dada yang sesekali
bergerak tu- run naik seiring tarikan napas perempuan berbaju kuning itu. Tanpa sadar Soma
jadi menelan ludahnya sendiri.
Ratu Adil, buru-buru mencubit lengan pemuda yang bertingkah konyol itu. Siluman
Ular Putih menjerit kecil. Namun manakala melihat
sepasang mata Ratu Adil yang berkilat-kilat, Soma jadi tersenyum lucu. Tangannya
pun segera menggaruk-garuk kepala.
"Bocah gondrong! Kau sudah tahu apa
yang kuinginkan"!" bentak Gembong Kenjeran.
"Bagaimana aku tahu kalau kau sendiri belum mengatakan?" tukas Siluman Ular
Putih, bersungut-sungut.
Gembong Kenjeran mendengus angkuh.
"Bagus! Kalau begitu, dengarlah! Buka telingamu lebar-lebar! Juga kau, Cah Ayu!"
desis Gembong Kenjeran, menuding ke arah Ratu Adil.
"Kalian dengar! Atas wasiat guruku, Eyang Pamekasan, aku harus membunuh Siluman
Ular Putih dan juga seseorang yang bergelar Penyair Sinting.
Dan karena Siluman Ular Putih yang menyebabkan kehancuranku, maka dialah yang
pertama kali harus mampus di tanganku!"
"Oh... begitu. Jadi, menurutmu aku ini
manusia pembawa sial yang telah membuat urusanmu jadi kacau" Kemudian atas dasar
itukah kau menuntut pertanggungjawaban padaku"
Atau justru atas bujukan gurumu, Eyang Pamekasan itu?"
"Walaupun guruku tak memerintah, aku
tetap akan membunuh, Siluman Ular Putih!"
"Wah...! Kalau begitu, memang kau sendiri
yang sengaja cari penyakit, Gembong Kenjeran."
"Terserah kau mau ngomong apa! Yang jelas, nyawamu hari ini berada dalam
genggaman tanganku."
"Kau benar, Kang. Bocah gondrong itu
memang patut mampus di tanganmu. Tapi kalau
tak keberatan, boleh kan bila aku tidur barang
satu dua malam dengan bocah gondrong itu?"
timpal Dewi Bunga Bangkai genit, seraya mengerling nakal pada Siluman Ular
Putih. "Kau jangan macam-macam, Dewi! Apa kau
tak puas denganku"!" hardik Gembong Kenjeran.
"Sebenarnya bukan itu maksudku, Kang.
Aku hanya main-main."
"Sudahlah!" Gembong Kenjeran mengibaskan tangan.
Kemudian selangkah demi selangkah lelaki
ini maju ke depan. Sementara Dewi Bunga Bangkai mengekor di belakangnya.
"Bocah gondrong! Ajalmu sudah dekat.
Bersiap-siaplah menerima kematianmu hari ini!"
kata Gembong Kenjeran sarat ancaman.
"Oh, ya" Jadi kau bersungguh-sungguh?"
tukas Siluman Ular Putih melecehkan.
"Jangan banyak bacot! Hayo, hadapi aku!"
putus Gembong Kenjeran seraya mengibaskan
tangan kepada Dewi Bunga Bangkai yang disambut senyum keji.
"Ayo, Cah Ayu! Nasibmupun tak akan jauh
berbeda dengan kekasihmu itu!" ejek Dewi Bunga
Bangkai pada Yustika.
"Perempuan genit! Jaga bicaramu!" sentak
Ratu Adil. "Dewi...! Jangan menurunkan tangan maut
pada gadis itu! Aku masih menginginkannya," teriak Gembong Kenjeran,
Siluman Ular Putih 25 Rahasia Kalung Permata Hijau di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
mengingatkan. "Hik hik hik...! Rupanya kau tertarik juga
pada gadis ini, Kakang Gembong Kenjeran."
Gembong Kenjeran menggeletukkan gerahamnya kesal. Kilatan sepasang matanya yang
memerah sempat melirik tubuh Ratu Adil, lalu
menelan ludahnya beberapa kali.
"Gembong Kenjeran! Sewaktu kukalahkan
dulu, kukira kau sudah bertobat. Eh, tidak tahunya malah kembali membuat onar.
Bukan main! Tentunya kau kini memiliki ilmu hebat
yang kau pelajari dari Eyang Pamekasan!" oceh
Siluman Ular Putih, kali ini tak berani memandang ringan lagi. Kalau sampai
berani mencari dirinya dan Penyair Sinting, bukan mustahil Gembong Kenjeran
telah mewarisi ilmu-ilmu tinggi dari Eyang Pamekasan.
"Itu tidak kupungkiri, Siluman Ular Putih!
Aku memang berguru dengan Eyang Pamekasan.
Dan aku pulalah yang sebenarnya menginginkan
nyawa busukmu. Sekarang, aku tak segan-segan
lagi mengirimmu pada malaikat maut. Hea!"
Dibarengi teriakannya, Gembong Kenjeran
segera menyerang Siluman Ular Putih. Kedua telapak tangannya didorongkan ke
depan. Gerakannya pelan saja, seperti orang bermalasmalasan. Namun pada saat
bersamaan.... Bed! "Heh"! Hup...!"
Siluman Ular Putih langsung merasakan
hantaman angin kencang yang luar biasa hebatnya! Hingga jika saja tidak cepat
menghindar dengan membuang tubuh ke samping, niscaya
akan terbanting keras ke tanah. Karena hembusan angin itu secara mendadak telah
berputarputar membentuk satu pusaran angin hebat luar
biasa! Belum juga Siluman Ular Putih bangkit
berdiri, tiba-tiba gulungan pusaran angin dari kedua telapak tangan Gembong
Kenjeran kembali
menggebrak. Suaranya menggemuruh disertai
hawa panas luar biasa!
"Edan! Jadi benar. Rupanya Gembong Kenjeran telah mewarisi ilmu-ilmu tingkat
tinggi Eyang Pamekasan. Aku harus berhati-hati....
Hup...!" Siluman Ular Putih melenting tinggi ke
udara. Begitu mendarat. Soma bermaksud membalas serangan. Namun belum sempat
mewujudkan niat, hatinya jadi tercekat. Karena saat itu
juga, pusaran angin dari kedua telapak tangan
Gembong Kenjeran kembali melabrak ke arahnya!
Bahkan dengan kekuatan yang lebih dahsyat!
"Sontoloyo!" maki Siluman Ular Putih, seraya menghantamkan kedua telapak tangan
ke depan disertai pengerahan tenaga dalam cukup
tinggi. Werrr! Werrr! Dua rangkum angin keras yang disertai
hawa dingin bukan kepalang seketika melesat da-
ri kedua telapak tangan Siluman Ular Putih.
Besss! Tak terdengar suara berarti akibat bentrokan dua tenaga dalam tingkat tinggi
barusan. Namun hebatnya, tubuh Siluman Ular Putih dan
Gembong Kenjeran sama-sama tergetar hebat. Di
kejap lain, tubuh masing-masing telah terjajar
mundur dalam keadaan limbung.
Pusaran-pusaran angin dari kedua telapak
tangan Siluman Ular Putih dan Gembong Kenjeran sama-sama ambyar, membubung
tinggi ke udara dan lenyap. Sedang kesiuran-kesiuran hawa panas dan dingin langsung
membuat tempat pertarungan porak poranda. Ranting-ranting pohon hangus terbakar! Sebagian
lainnya berubah
kusam! Gembong Kenjeran tertawa bergelak. Puas
sekali hatinya melihat hasil serangannya kali ini.
Meski tubuhnya sempat terpelanting, namun cepat dapat menguasai keseimbangan
tubuhnya. Lain halnya dengan Siluman Ular Putih.
Pemuda itu kontan jatuh terduduk di tanah. Parasnya pias dengan napas memburu!
Soma segera melompat bangun. Dan kini paras murid Eyang
Begawan Kamasetyo itu tampak menegang, pertanda mulai diamuk hawa amarah!
"Ha ha ha...! Tak tahunya kepandaianmu
hanya segini, Siluman Ular Putih. Bagaimana
mungkin kau dapat mengalahkanku?" ejek Gembong Kenjeran,
Siluman Ular Putih menggeram penuh kemarahan. Kedua telapak tangannya pun telah
be- rubah menjadi putih terang, pertanda mulai mengerahkan pukulan andalan 'Tenaga
Inti Bumi'. "Keluarkanlah semua kepandaianmu, Siluman Ular Putih! Kau tetap tidak akan mampu
mengalahkanku!"
Tak henti-hentinya Gembong Kenjeran
mengejek. Dan diam-diam telah pula dihimpunnya tenaga dalam tinggi untuk
mengerahkan pukulan andalan 'Pelebur Bumi'. Maka seketika kedua telapak
tangannya telah berubah menjadi hitam!
"Pukulan 'Pelebur Bumi'...!" desis Siluman
Ular Putih. Mendengar desisan Siluman Ular Putih,
Gembong Kenjeran malah kian melipatgandakan
tawa. Kedua telapak tangannya telah berubah jadi
hitam digerak-gerakkan sedemikian rupa seolah
pamer pada Siluman Ular Putih, lalu dengan serta-merta disentakkan ke depan.
"Hea!"
Di akhir teriakannya yang nyaring, dari kedua telapak tangan Gembong Kenjeran
melesat dua larik sinar hitam legam yang disertai hawa
panas luar biasa.
Siluman Ular Putih tak mau ketinggalan.
Begitu melihat datangnya serangan, kedua telapak tangannya segera didorong ke
depan, melepaskan dua larik sinar putih terang yang langsung meluruk cepat ke
depan. Dan.... Blammm! Blammm!
Empat larik sinar berwarna putih dan hitam itu langsung beradu di udara,
menghasilkan ledakan hebat. Bahkan bumi sampai bergetar laksana diguncang prahara!
Tubuh Siluman Ular Putih dan Gembong
Kenjeran sama-sama terpental ke belakang dengan wajah pucat pasi. Untuk sesaat
mereka tetap diam di tempat masing-masing. Namun di kejap
kemudian, mereka kembali melompat bangun
siap melakukan pertarungan kembali.
Sementara pertarungan di tempat lain pun
tak kalah sengit dibanding pertarungan Siluman
Ular Putih dan Gembong Kenjeran. Meski Ratu
Adil masih berusia muda, ternyata mampu mengimbangi serangan-serangan Dewi Bunga
Bangkai. Bahkan tak jarang serangan-serangan baliknya sempat membuat murid Ratu
Bangkai dari Lembah Selaksa Kematian pontang panting.
"Bedebah! Kau akan menyesal seumur hidupmu, Gadis Keparat! Aku, Dewi Bunga
Bangkai tak pernah melepaskan musuhku begitu saja sebelum ada yang modar!" geram Dewi
Bunga Bangkai penuh kemarahan.
"Jangan banyak omong! Aku sudah kebal
dengan segala macam ancaman kosong. Lakukan
saja kalau bisa!" tantang Ratu Adil sengit.
"Setan!" maki Dewi Bunga Bangkai mengkalap bukan main.
Seketika murid Ratu Bangkai dari Lembah
Selaksa Kematian itu meraup bunga-bunga bangkai yang berwarna kuning dari
kantung bajunya.
Lalu dengan tenaga dalam penuh, segera dilontarkannya senjata-senjata andalan
itu ke arah Ratu Adil. Werrr! Werrr! Lima buah bunga bangkai langsung melesat cepat ke depan laksana kumbang kuning
yang siap memangsa. Suara lesatan itu pun disertai
angin berkesiuran berhawa busuk bukan kepalang!
Srattt! Ratu Adil cepat meloloskan pedang dan segera memutar-mutar cepat memapak
serangan. Tak! Tak! Tak! Lima kali murid Ratu Alit dari Nusa Kambangan memutar pedang di tangan, membuat
lima buah bunga bangkai yang menyerang dirinya
luruh ke tanah. Saat itu juga, tanah rerumputan
hangus terbakar mengepulkan asap tipis kekuningan begitu terkena bunga-bunga
bangkai yang beracun ganas. Cesss! Cesss! Ratu Adil menggeleng-gelengkan kepalanya
ngeri. Seumur hidupnya baru kali ini melihat kehebatan bunga bangkai yang mampu
meracuni rerumputan maupun apa saja yang terkena.
"Perempuan keji! Senjatamu beracun. Hatimu pun pasti beracun. Alangkah
menyesalnya ibumu melahirkanmu di muka bumi ini," ejek Ratu Adil sengit.
Dewi Bunga Bangkai tidak menyahut.
Amarahnya kian berkobar hingga ubun-ubun.
Tak ada keinginan lain kecuali membunuh Ratu
Adil secepatnya. Maka tanpa banyak membuang
waktu kembali diterjangnya Ratu Adil dengan ganas. Tidak tanggung-tanggung!
Begitu bunga- bunga bangkainya dilontarkan segera pula kedua
telapak tangannya didorong ke depan.
Werrr! Werrr! Werrr!
Wesss! Wesss! Hebat bukan main serangan-serangan Dewi Bunga Bangkai kali ini. Lima buah sinar
kuning yang disertai dua larik sinar berwarna kuning
kontan melesat ke depan. Hebatnya lagi, seputar
tempat pertarungan pun menjadi dingin bukan
main! Ratu Adil tidak mau menganggap ringan
serangan-serangan yang datangnya laksana air
hujan. Segera tubuhnya meloncat ke udara, hingga serangan-serangan Dewi Bunga
Bangkai terus melabrak ke belakang. Dan....
Tep! Tep! Brakkk! Dua batang pohon di belakang Ratu Adil
tadi langsung tumbang. Suaranya menggemuruh,
sebelum akhirnya terbanting keras. Pada bagianbagian batangnya yang terkena
sambaransambaran pukulan Dewi Bunga Bangkai maupun
bunga-bunga bangkai berlubang-lubang dan
mengepulkan asap tipis kekuningan!
"Bajingan! Bagaimanapun juga tak mungkin kau lolos dari tangan mautku! Hea!"
Dikawal bentakan nyaring, Dewi Bunga
Bangkai segera melepas pukulan andalan
'Memetik Bunga Mengirim Racun' setelah menghentakkan kedua telapaknya. Seketika
kembali meluruk dua larik sinar kuning yang disertai hawa dingin bukan kepalang siap
melabrak tubuh Ratu Adil. Wesss! Wesss! Melihat datangnya serangan, Ratu Adil segera bertindak. Kini pukulan andalan
'Cakar Naga Samudera' tak segan-segan lagi untuk dikerahkan. Begitu tenaga dalamnya
disalurkan, kedua
telapak tangannya pun telah berubah menjadi biru. Lalu disertai teriakan
membelah angkasa, jarijari tangannya segera digurat-guratkan ke udara.
Cesss! Cesss! Terdengar suara mencicit ketika jari-jari
tangan Ratu Adil menggurat-gurat di udara yang
disusul melesatnya sepuluh larik sinar biru langsung menghantam sinar-sinar
kuning milik Dewi
Bunga Bangkai. Hingga akhirnya....
Bummm! Bummm! Hebat bukan main bentrokan dua tenaga
dalam yang terjadi barusan. Bersamaan dengan
itu, dua larik sinar kuning berkilauan dari telapak
tangan Dewi Bunga Bangkai ambyar berpencar,
menghantam apa saja yang ada di sekitar tempat
pertarungan! Demikian juga kesepuluh larik sinar
biru dari jari-jari tangan Ratu Adil. Bahkan pengaruh dari bentrokan itu membuat
ranting ranting pohon di sekitarnya terbakar!
Sementara Dewi Bunga Bangkai terpental
jauh ke belakang bak layangan putus talinya. Tubuhnya berputar-putar sebentar
sebelum akhirnya menabrak batang pohon di belakangnya.
Brakkk! "Uhhh...!"
Dewi Bunga Bangkai mengeluh tertahan.
Perlahan-lahan tubuhnya luruh ke tanah dengan
napas tersengal. Parasnya yang cantik pun tampak pucat pasi, seolah tengah
menahan hawa panas yang tengah mengaduk-aduk isi dalam dada!
"Hoeeeekh!"
Dewi Bunga Bangkai menyemburkan darah
segar dari mulutnya. Ia megap-megap sebentar,
lalu terkulai ke tanah!
Sementara tubuh Ratu Adil pun tak luput
dari musibah. Seperti yang dialami Dewi Bunga
Bangkai, tubuh gadis itu terlempar jauh ke belakang. Namun di saat melayang di
udara, sebuah bayangan melesat cepat dan langsung menyambar tubuhnya. Saat itu pula Ratu Adil
merasakan punggungnya ditotok dua kali hingga kaku tak
dapat digerakkan.
"Ha ha ha...! Sudah kuduga. Kau memang
gadis hebat. Aku senang sekali melihatmu. Tapi
aku akan lebih senang bila kau pun hebat di atas
ranjang! Ha ha ha...!"
*** 5 "Gembong Kenjeran! Lepaskan gadis itu!"
Tak dapat dibayangkan betapa murkanya
Siluman Ular Putih 25 Rahasia Kalung Permata Hijau di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Siluman Ular Putih melihat Gembong Kenjeran
tahu-tahu sudah menguasai tubuh Ratu Adil
yang kini dalam keadaan tertotok. Soma memang
tak menyangka sedikit pun kalau Gembong Ken-
jeran akan bertindak demikian cepat ketika mereka bertarung hebat.
"Beginikah caramu memperdayai seorang
gadis, Manusia Pengecut"!" hardik Ratu Adil.
"Untuk mewujudkan keinginan, apa pun
akan kulakukan. Masa bodoh dibilang pengecut
atau tidak. Yang jelas, sebentar lagi aku bisa menikmati kehangatanmu. Tapi, aku
tak ingin ada orang lain mengganggu kesenanganku. Maka terpaksa aku harus menyingkirkan bocah
gondrong itu!" tuding Gembong Kenjeran ke arah Siluman
Ular Putih. "Lepaskan gadis itu, Gembong Kenjeran!"
teriak Siluman Ular Putih, tak berkutik di tempatnya.
Sebenarnya bisa saja Soma menyerang
Gembong Kenjeran. Namun, pemuda ini takut kalau lelaki telengas ini akan
menurunkan tangan
maut pada Ratu Adil.
"Sayang sekali aku tak sudi menuruti perintahmu, Bocah Gondrong," sahut Gembong
Kenjeran. Jelas sekali kalau nadanya melecehkan.
Lelaki tinggi besar itu lantas melangkah
mendekati tempat yang aman. Diletakkannya tubuh Ratu Adil, kemudian kembali
menghadapi Siluman Ular Putih.
Pemuda murid Eyang Begawan Kamasetyo
ini tahu kalau tokoh sesat dari Hutan Kenjeran
itu tidak main-main dengan ancamannya. Meski
demikian, Siluman Ular Putih dapat menghela
napas lega. Bagaimanapun juga, kesempatan untuk menyelamatkan Ratu Adil masih
ada asalkan Gembong Kenjeran dikalahkan terlebih dulu.
Berpikir sampai di sini, Siluman Ular Putih
segera menyerang Gembong Kenjeran. Tidak
tanggung-tanggung segera dikeluarkannya jurus
andalan 'Terjangan Maut Ular Putih'.
"Hea! Hea!"
Bersama teriakannya yang nyaring, tubuh
Siluman Ular Putih telah berkelebat cepat ke depan. Kedua telapak tangannya yang
membentuk dua kepala ular siap mematuk beberapa bagian
tubuh mematikan Gembong Kenjeran.
Gembong Kenjeran tersenyum meremehkan. Sedikit pun hatinya tidak gentar
menghadapi serangan-serangan Siluman Ular Putih. Dan sekali ujung jubahnya dikebutkan,
seketika serangkum angin kencang telah memapak serangan Siluman Ular Putih.
Bed! Weeer...! Sesaat serangan Siluman Ular Putih tertahan di udara. Dan kesempatan ini
digunakan lawan untuk balik menyerang. Begitu tubuhnya
berkelebat, tangan Gembong Kenjeran yang terkepal erat tiba-tiba telah
menghentak dada Siluman Ular Putih.
Wuttt! Wuttt! Siluman Ular Putih terkesiap kaget. Sungguh tidak disangka akan mendapat
serangan demikian mendadak. Tapi sebagai pendekar kawakan, Siluman Ular Putih
cepat mengambil keputusan. Tubuhnya segera berkelit ke samping dengan patukan-
patukan tangan menyelinap ke tu-
buh Gembong Kenjeran.
Sejenak Gembong Kenjeran terperangah
kaget, namun cepat menyadari kalau tubuhnya
akan dijadikan sasaran. Maka segera kakinya
menutul tanah, lalu melenting tinggi ke udara. Di
udara, Gembong Kenjeran membuat putaran beberapa kali. Dan dengan gerakan
mengagumkan, tubuhnya menukik turun dengan tangan bergerak
menjotos. Bukkk! Bukkk! "Aaakh...!"
Telak sekali bogem mentah Gembong Kenjeran mendarat di punggung Siluman Ular
Putih. Untung saja Soma cepat melompat ke depan, sehingga kepalanya selamat dari bogem
mentah Gembong Kenjeran. Meski demikian, tetap saja
pemuda itu terlempar ke depan dengan tulang
punggung seolah mau remuk dan terasa nyeri
bukan main! Begitu bisa menguasai keseimbangan, Siluman Ular Putih menggeram penuh
kemarahan. Segera dicabut senjata pusaka Anak Panah Bercakra Kembar!
"Kenapa tidak dari tadi kau keluarkan senjatamu, Bocah Gondrong"! Padahal, tetap
saja kau akan mampus di tanganku!" ejek Gembong
Kenjeran. Siluman Ular Putih diam tak menyahut.
Amarah yang membakar sampai ubun-ubun kepala membuatnya jadi kalap. Maka
secepatnya kakinya menghentak tanah, membuat tubuhnya
yang tinggi kekar kembali berkelebat cepat me-
nyerang Gembong Kenjeran. Tak tanggungtanggung telah dikeluarkannya jurus
andalan 'Ular Kembar Mengejar Mangsa'.
Wuttt! Wuttt! Sambil berkelebat. Soma segera melempar
senjata pusakanya. Angin berkesiur terdengar
saat senjatanya meluncur. Bahkan ditingkah suara-suara merobek udara saat
patukan-patukan
kedua tangannya mencari sasaran.
Gembong Kenjeran tersenyum angkuh.
Tampak sekali kalau serangan-serangan Siluman
Ular Putih sangat dianggap remah. Dan tatkala
serangan Siluman Ular Putih hanya tinggal setengah tombak, Gembong Kenjeran
berniat memapaknya. Namun belum sempat lelaki telengas itu
bergerak, Siluman Ular Putih tiba-tiba membuang
tubuhnya, seolah membatalkan serangan. Karena
pada saat yang sama senjata Anak Panah Bercakra Kembar yang mengiringi di
belakang siap pula
mengancam. Wusss...! Bukan main terkejutnya hati Gembong
Kenjeran. Sungguh ia telah tertipu oleh gerakan
Siluman Ular Putih. Jarak yang demikian dekat,
membuatnya tak mungkin bisa mengelak. Akibatnya....
Cleppp! "Aaakh...!"
Gembong Kenjeran meraung setinggi langit
begitu mata anak panah Siluman Ular Putih
menghujam dadanya hingga membuat darah merah menyembur.
Di saat yang demikian, ternyata Siluman
Ular Putih telah kembali berkelebat dengan patukan-patukan tangan yang begitu
cepat. "Setan alas! Kau akan merasakan akibatnya nanti, Bocah Gondrong! Hea!"
Gembong Kenjeran terpaksa harus menunda niatnya mencabut anak panah yang
menancap dada, karena harus membuang tubuhnya ke
samping menghindar serangan-serangan Siluman
Ular Putih. Dengan sekali menghentakkan kakinya ke tanah, lelaki itu telah
melompat menghindari serangan.
"Bajingan!" maki Gembong Kenjeran murka. Tangan kanannya segera mencabut batang
anak panah yang menancap di dada. Lalu dengan
tenaga dalam penuh dilontarkannya kembali anak
panah itu ke arah pemiliknya.
Werrr! Hebat bukan main lesatan senjata anak
panah itu. Tentu saja Siluman Ular Putih tak ingin tubuhnya jadi sasaran empuk
serangan balik senjata miliknya. Seketika tubuhnya cepat melenting tinggi ke udara, hingga anak
panah itu terus melesat ke belakang dan menghantam batang
pohon! Tepp! Anak panah itu menancap ke batang pohon. Tampak batang pohon itu bergetar
menimbulkan suara bergemuruh, sebelum akhirnya
tumbang! Blammm! Sekali lagi bumi bergetar hebat. Debu-debu
membubung tinggi memenuhi tempat pertarungan saat pohon besar itu menghantam
tanah. "Bajingan! Beraninya kau mempermainkan
aku seperti ini, hah"! Makanlah aji 'Panglarut
Banyu Putih'-ku! hea!" bentak Gembong Kenjeran
penuh kemarahan.
Di akhir bentakannya, tokoh sesat dari Hutan Kenjeran itu segera melompat ke
depan. Kedua telapak tangannya yang telah berubah jadi
putih berkilauan segera dihantamkan ke arah Siluman Ular Putih yang baru saja
mendarat. Wusss! Seketika dua gulungan asap putih berkilauan melesat dari kedua telapak tangan
Gembong Kenjeran yang disertai hawa dingin bukan
kepalang. Hebat bukan main serangan Gembong Kenjeran kali ini. Apalagi lelaki telengas itu
telah mengerahkan kekuatan tenaga dalam sepenuhnya. Tak heran bila sebelum serangannya
mengenai sasaran, terlebih dulu Siluman Ular Putih merasakan kulit tubuhnya
seperti membeku.
Soma tak ingin ayal-ayalan lagi. Maka cepat digabungkannya pukulan 'Tenaga Inti
Bumi' dan 'Tenaga Inti Api'. Dan begitu telapak tangan
kanannya telah berubah jadi merah menyala, sementara telapak tangan kiri berubah
jadi putih terang, segera didorong ke depan.
Wesss! Wessss! Dua larik sinar merah dan putih melesat
dari kedua telapak tangan Siluman Ular Putih.
Lalu.... Besss! Tak ada bunyi ledakan yang berarti akibat
bentrokan dua tenaga dalam tingkat tinggi barusan. Namun hebatnya, bumi
berguncang hebat
laksana diguncang prahara. Hawa dingin yang
berbaur hawa panas luar biasa menguar, memenuhi tempat pertarungan. Akibatnya,
rantingranting pohon di sekitar tempat pertarungan kontan jadi layu! Bahkan
sebagian lainnya hangus
terbakar! Sementara tubuh Siluman Ular Putih dan
Gembong Kenjeran sama-sama bergetar hebat.
Kaki-kaki mereka pun tersurut beberapa tindak
ke belakang, namun tetap tidak ada yang mau
mengalah. Malah mereka makin melipatgandakan
kekuatan tenaga dalam.
"Hea!"
Gembong Kenjeran membentak garang begitu melipatgandakan tenaga dalamnya.
Tangannya pun dihentakkan kuat-kuat ke depan, hingga
gulungan asap putih yang berkilauan dari kedua
telapak tangannya makin hebat menindih dua larik sinar merah dan putih milik
Siluman Ular Putih.
Besss! Besss! Siluman Ular Putih mengeluh tertahan.
Padahal tenaga dalamnya telah dilipatgandakan.
Namun tetap saja gulungan asap putih yang berkilauan dari kedua telapak tangan
Gembong Kenjeran menindih gelombang serangannya.
"Edan! Tak kusangka kehebatan aji
'Panglarut Banyu Putih' milik Gembong Kenjeran
hampir sebanding dengan Eyang Pamekasan. Kalau begini terus, tubuhku bisa
membeku seperti
sewaktu aku bertarung dengan Eyang Pamekasan. Aku harus cepat bertindak. Barang-
kali saja pukulan 'Lidah Bianglala' yang kupelajari dari
Eyang Bromo dapat mengatasinya...," gumam Siluman Ular Putih dalam hati. (Untuk
mengetahui pertarungan Siluman Ular Putih melawan Eyang
Pamekasan, harap baca episode : "Sengketa Takhta Leluhur").
Di akhir keputusannya, murid Eyang Begawan Kamasetyo segera menjejakkan kakinya
ke tanah. Seketika, tubuhnya melenting tinggi ke
udara. Sedang gulungan asap putih berkilauan
dari kedua telapak tangan Gembong Kenjeran telah melesat ke belakang, memporak-
porandakan apa saja yang ada di sana!
Brasss! Semak belukar yang menjadi sasaran serangan Gembong Kenjeran kontan hancur porak
poranda dengan warna menjadi kusam, mengepulkan asap putih tipis!
Melihat hasil serangannya, Gembong Kenjeran jadi menggeram penuh kemarahan.
Sungguh sama sekali tidak disangka kalau Soma akan
menghindar dari adu tenaga dalam. Tentu saja
tindakan itu tak dapat diterimanya. Maka begitu
melihat lawan mendarat, tiba-tiba kedua telapak
tangannya kembali didorong ke sasaran.
Wusss! Wusss! Lagi-lagi dua gulungan asap putih yang
berkilauan meluncur dari kedua telapak tangan
Gembong Kenjeran. Hawa dingin yang ditebarkan
pun lebih dahsyat dari serangan pertama!
Siluman Ular Putih tak ingin membuangbuang waktu, segera dikerahkannya pukulan
andalan Eyang Bromo yang bernama pukulan 'Lidah
Bianglala'. Maka begitu tenaga dalamnya dikerahkan, kedua telapak tangannya
berubah menjadi putih berkilauan yang memendarkan cahaya
beraneka warna!
"Hea!"
Dikawal bentakan nyaring, tiba-tiba Siluman Ular Putih mendorongkan kedua
telapak tangannya pelan, seperti orang bermalasmalasan. Namun hebatnya, dari kedua
telapak tangannya melesat dua larik sinar putih berkilauan dengan bias beraneka warna,
menjulurjulur laksana lidah bianglala. Di kejap lain dua larik sinar putih itu
pun mengembang besar, berubah menjadi dua gulungan kabut tebal yang memendarkan
cahaya beraneka warna!
Besss! Kembali bumi berguncang hebat. Hawa
dingin akibat bentrokan kabut tebal milik Siluman Ular Putih dan dua gulungan
asap milik
Siluman Ular Putih 25 Rahasia Kalung Permata Hijau di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Gembong Kenjeran kontan menguar, membuat
tempat pertarungan dipenuhi hawa dingin bukan
kepalang! Hawa dingin bukan saja dialami Siluman
Ular Putih dan Gembong Kenjeran, tapi juga oleh
Ratu Adil dan Dewi Bunga Bangkai. Ratu Adil terlihat menggigil hebat menahan
hawa dingin yang
menusuk kulit. Sedang tubuh Dewi Bunga Bang-
kai yang masih tergeletak pingsan tampak kian
pucat saja. Sementara adu tenaga dalam antara Siluman Ular Putih dan Gembong Kenjeran terus
berlanjut. Paras masing-masing pun tampak mulai
pias. Namun mereka tetap tak ada yang mau
mengalah, dan malah makin melipatgandakan tenaga dalam.
"Hea!"
Teriakan menggelegar dari mulut Siluman
Ular Putih dan Gembong Kenjeran terdengar
menggema di seantero lembah. Dua gulungan
asap putih dan kabut putih yang berkilauan
mendadak ambyar! Cahaya yang beraneka warna
kontan menerangi tempat pertarungan!
Akibat dari adu tenaga dalam ini, tubuh Siluman Ular Putih dan Gembong Kenjeran
terpental jauh ke belakang, lalu terbanting keras ke tanah! Masing-masing
mengerang hebat dengan paras pucat pasi. Darah segar pun tampak mengalir
di sudut-sudut bibir, pertanda sama-sama menderita luka dalam yang cukup parah!
"Hoeeekh!"
Siluman Ular Putih menyemburkan darah
kental dari mulutnya. Dadanya yang terguncang
hebat didekap dengan telapak tangan. Ia berusaha melompat bangun, namun sayang
gerakannya lemah. Di hadapannya, Gembong Kenjeran telah
berhasil menguasai keadaan, lelaki ini telah berdiri tegak di tempatnya.
Sepasang matanya yang
berwarna merah menyala terus memandangi Si-
luman Ular Putih bengis.
"Kau memang hebat, Siluman Ular Putih.
Tapi sayang, kehebatanmu akan berakhir sampai
di sini," desis Gembong Kenjeran, penuh ejekan.
Diam-diam lelaki itu pun segera mengerahkan ajian pamungkasnya, yakni aji 'Setan
Kober'. Maka begitu tenaga dalam dikerahkan, seketika
kedua telapak tangannya telah berubah jadi hitam legam hingga pangkal lengan!
Tanpa sadar Siluman Ular Putih tersurut
beberapa langkah ke belakang saking takjubnya.
"Aji 'Setan Kober'...!" desis Siluman Ular
Putih. "Ha ha ha...! Syukur kalau kau sudah
mengenali ajianku ini. Berarti, kau tidak akan
mati penasaran, Bocah Gondrong! Sekarang, makanlah aji 'Setan Kober'-ku! Hea!"
Dikawal bentakan nyaring, tiba-tiba Gembong Kenjeran menyentakkan kedua telapak
tangan ke depan. Tatkala kedua telapak tangannya
tersentak, yang tampak ternyata dua sosok hitam
legam dengan sepasang mata berwarna merah
menyala! Hebatnya lagi, tangan-tangan bayi-bayi
hitam itu terus menjulur panjang ke arah Siluman Ular Putih!
"Ah...!"
Soma tercekat. Meski pernah melihat kehebatan aji 'Setan Kober' sewaktu
bertarung dengan
Pangeran Pimpinan dan Eyang Pamekasan, tetap
saja terkejut dibuatnya. Maka tak ada pilihan
lain, kecuali segera mengerahkan pukulan 'Lidah
Bianglala' kembali.
"Hea!"
Dua larik sinar putih yang tak selang berapa lama berubah menjadi kabut putih
tipis kembali menyeruak dari kedua telapak tangan Siluman Ular Putih, memapak
datangnya serangan.
Namun hebatnya, tangan-tangan bayi hitam itu
seperti tak berpengaruh sama sekali.
Bahkan terus menjulur mengancam keselamatan Siluman Ular Putih. Sedang dua
gulungan kabut putih yang memendarkan cahaya beraneka warna milik Siluman Ular
Putih seolah tertahan di udara!
Bukan main kecutnya hati Siluman Ular
Putih melihat serangannya tak berarti apa-apa.
Sementara tangan-tangan hitam bayi itu terus
menjulur ke tubuhnya dan mencengkeram tubuhnya tanpa ampun!
"Aughhh...!!!"
Siluman Ular Putih meraung hebat. Cengkeraman-cengkeraman tangan bayi-bayi hitam
kian hebat menghimpit tubuhnya. Meski telah
mengerahkan tenaga dalam sekuat mungkin, tetap saja pemuda itu tak mampu
meloloskan diri.
Tangan-tangan bayi hitam seolah tangan-tangan
baja yang kuat dan terus menjepit tubuhnya.
Berkali-kali Siluman Ular Putih mengerang
hebat. Entah mungkin karena saking tidak tahannya
menahan cengkeraman-cengkeraman
tangan-tangan bayi hitam itu, tiba-tiba saja sekujur tubuhnya telah dipenuhi
asap putih tipis. Sehingga, kini sosok pemuda berambut gondrong itu
tidak kelihatan sama sekali. Dan ketika asap pu-
tih yang menyelimuti sekujur tubuh Siluman Ular
Putih itu sirna tertiup angin, maka....
"Ggggeeeerrr...!!!"
*** 6 "Hm...! Jadi inikah ilmu butut yang kau
bangga-banggakan itu, Siluman Ular Putih?" ejek
Gembong Kenjeran begitu melihat perubahan wujud lawan yang kini berupa ular
raksasa sebesar
pohon kelapa dengan kedua matanya yang memerah.
Tak ada sahutan. Hanya gerengangerengan Siluman Ular Putih yang menggema ke
seantero lembah yang terdengar.
"Percuma! Tetap saja kau tak akan mampu
mengalahkanku. Rasakanlah pembalasanku!"
Gembong Kenjeran melipatgandakan tenaga dalamnya. Tangan-tangan bayi-bayi
hitamnya pun kian erat, mencengkeram tubuh ular putih
raksasa lawan. "Ggggeeerrr!!!"
Ular raksasa itu menggereng liar. Ekornya
dikibaskan ke sana kemari, membuat debu-debu
di sekitar tempat pertarungan membubung tinggi.
Namun anehnya, Siluman Ular Putih yang biasanya kebal terhadap berbagai macam
pukulan maut maupun bacokan senjata pusaka kini tampak
kewalahan menghadapi cengkeraman- cengkeraman tangan-tangan bayi hitam dari kedua telapak tangan Gembong Kenjeran.
"Ggggeeerrr...!!!"
Siluman Ular Putih makin menggeliat-geliat
hebat. Suara gerengannya kali ini pun seperti
menahan satu beban yang sarat penderitaan.
Meski telah berusaha, tetap saja belum mampu
melepaskan diri dari cengkeraman-cengkeraman
tangan-tangan bayi hitam itu.
"Ha ha ha...! Sekaranglah saatnya kau menemui ajal di tanganku, Bocah Gondrong!
Hayo, lekas kembali ke wujudmu semula! Aku ingin lihat, bagaimana kau meregang nyawa,"
kata Gembong Kenjeran puas sekali melihat hasil serangannya. Sepasang matanya
yang mencorong beringas makin menyiratkan hawa membunuh.
Ratu Adil yang masih tertotok di luar tempat pertarungan jadi gelisah bukan
main. Hatinya terus berharap agar Siluman Ular Putih dapat
menandingi sepak terjang Gembong Kenjeran.
Namun, sayang. Apa yang diharapkan murid Ratu
alit dari Nusa Kambangan ini hanyalah kesiasiaan. Sedikit pun Siluman Ular Putih
tak berdaya menghadapi cengkeraman tangan-tangan
bayi hitam itu.
"Celaka! Kalau begini terus, bukan mustahil Siluman Ular Putih akan tewas di
tangan Gembong Kenjeran. Apa yang harus kulakukan!
Sedang tubuhku sendiri masih tertotok," sesal Ratu Adil dalam hati. "Kalau aku
tak dapat menolong Siluman Ular Putih, bukan mustahil keselamatan nyawaku pun
akan terancam. Bahkan bu-
kan itu saja. Mungkin kehormatanku juga...."
Ratu Adil terus berkutat dengan pikirannya
sendiri. Otaknya tak henti-hentinya berpikir bagaimana caranya menolong Siluman
Ular Putih yang tengah kewalahan menghadapi Gembong
Kenjeran. "Ggggeeerrr...!!!"
Tiba-tiba Siluman Ular Putih menggereng
hebat. Suaranya yang berat kasar terdengar begitu mengerikan. Tak selang
beberapa lama, sosoknya telah dipenuhi asap putih yang membungkus
sekujur tubuhnya.
"Ayo, keluarkan semua kepandaianmu, Siluman Ular Putih! Mumpung aku belum
merenggut nyawa busukmu," ejek Gembong Kenjeran
pongah. Tak ada sahutan. Perlahan-lahan asap putih yang menyelimuti sekujur tubuh ular
putih raksasa itu pun lenyap tertiup angin. Kini, samarsamar yang terlihat hanyalah
sosok pemuda gondrong murid Eyang Begawan Kamasetyo yang
tengah duduk bersila dengan tangan-tangan bayi
hitam itu masih terus mencengkeram leher!
"Edan! Tak kusangka aji 'Setan Kober'
Gembong Kenjeran jauh lebih hebat dibanding aji
'Setan Kober' milik mendiang Pangeran Pemimpin.
Celaka dua belas! Rupanya memang sudah nasibku harus tewas di tangan Gembong
Kenjeran...."
Siluman Ular Putih mengeluh berulangulang. Pada saat keselamatan nyawanya
terancam, entah kenapa tiba-tiba saja ingatannya teru-
sik oleh bayangan wajah Ratu Adil. Secepatnya diliriknya gadis itu yang masih
tertotok di luar pertarungan. Soma jadi menyesali diri, karena belum
mampu menyelamatkan gadis itu. Sementara
cengkeraman tangan-tangan bayi hitam dari kedua telapak tangan Gembong Kenjeran
terus mencekiknya kuat-kuat.
Siluman Ular Putih mengerang hebat.
Cengkeraman tangan-tangan bayi itu dirasakan
kian hebat menjepit tubuhnya. Sehingga, napasnya megap-megap saking tak
tahannya. Di saat yang gawat bagi Siluman Ular Putih, mendadak terdengar suara pekikan
nyaring yang luar biasa kerasnya. Soma yang tengah dilanda keputusasaan jadi menjerit
tak tahan. Samar-samar pandang matanya jadi gelap, gelap,
dan.... Siluman Ular Putih pun akhirnya terkulai
tak sadarkan diri! Ketika tangan-tangan bayi hitam itu melepaskannya, tubuh si
pemuda ambruk ke tanah. "Bangsat! Siapa yang berani bermain gila
dengan Gembong Kenjeran, hah!" dengus Gembong Kenjeran mengkelap bukan main.
Gendang telinganya pun seakan mau robek saat mendengar pekikan tadi. Hal ini tentu saja
membuat perhatiannya terpecah. Maka tangan-tangan bayi hitamnya pun kembali
surut merubah menjadi telapak tangan kembali.
"Hik hik hik...! Hanya manusia-manusia
berhati iblis sajalah yang tega bermaksud menghabisi lawan yang sudah tak
berdaya. Hik hik
hik...! Benar-benar memalukan!"
*** Sepasang mata merah saga milik Gembong
Kenjeran kian berkilat-kilat nyalang menatap seorang perempuan cantik berpakaian
indah warna hijau pupus yang tahu-tahu telah berdiri di depannya. Menilik potongan tubuhnya
yang ramping, jelas sekali kalau usia wanita itu belum terlalu tua. Paling tidak
sekitar tiga puluh lima tahun.
"Perempuan hina! Katakan Siapa gelarmu
sebelum aku menghabisi nyawamu!" hardik Gembong Kenjeran dengan napas memburu
saking kesal mendengar ejekan barusan.
Perempuan berpakaian hijau pupus itu
hanya tersenyum. Payung besar berwarna hijau
pupus di tangan kanannya digerak-gerakkannya
dengan lemah gemulai.
"Aku, ya aku! Kenapa kau sewot kalau kau
ingin menghabisi nyawaku?" sahut perempuan
berpakaian hijau pupus yang tak lain Putri Hijau
dengan senyum dikulum.
Putri Hijau sebenarnya penasaran mendengar Gembong Kenjeran yang bermaksud
menyatroni Siluman Ular Putih dan Penyair Sinting.
Dengan mengikuti Peramal Maut dari jauh, Putri
Hijau tiba di Hutan Kenjeran tempat tokoh sesat
itu bersembunyi. Namun mendadak perempuan
itu kehilangan jejak Peramal Maut. Putri Hijau berusaha mencari dengan
menjelajahi Hutan Kenjeran, tapi tetap sia-sia belaka.
Di saat Putri Hijau hendak melanjutkan
perjalanan, tiba-tiba telinganya mendengar suarasuara teriakan orang bertempur
tak jauh dari Hutan Kenjeran. Sebagai seorang pendekar, sudah
pasti Putri Hijau ingin melihat apa yang terjadi.
Ternyata dugaannya benar. Di tempat itu telah
terjadi pertarungan antara Gembong Kenjeran
melawan Siluman Ular Putih.
"Kau keberatan menyebutkan gelarmu, Perempuan Hina" Baik! Keberatan maupun
tidak, kau pun tetap akan modar di tanganku. Rasakanlah kelancanganmu ini, Perempuan
Keparat!" putus Gembong Kenjeran.
Di akhir bentakannya, Gembong Kenjeran
segera menghantam kedua telapak tangannya ke
depan. Maka kembali dari kedua telapak tangannya yang berwarna hitam legam itu
mencuat sosok-sosok bayi hitam mengerikan dengan tangantangannya yang terjulur
ke arah Putri Hijau!
"Hik hik hik...! Kau pasti ada sangkut
pautnya dengan tua bangka Pamekasan. Bagus!
Kau pasti murid tua bangka itu, aku jadi ingin
menjajal kehebatan aji 'Setan Kober'-mu," ejek
Putri Hijau. Sedikit pun hatinya tidak gentar
menghadapi tangan-tangan bayi hitam dari kedua
Siluman Ular Putih 25 Rahasia Kalung Permata Hijau di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
telapak tangan Gembong Kenjeran.
Begitu melihat tangan-tangan bayi hitam
itu makin mendekat, Putri Hijau cepat membuka
payung hijaunya.
Brakkk! Payung di tangan Putri Hijau telah terbuka,
melindungi dirinya dari cengkeraman tangan-
tangan bayi hitam itu.
Plak! Plak! Hebat bukan main! Ternyata tangantangan bayi hitam dari kedua telapak tangan
Gembong Kenjeran tak mampu menembus
payung hijau yang melindungi tubuh Putri Hijau.
Begitu tangan-tangan bayi hitam itu mendekat,
satu kekuatan dahsyat yang kasat mata telah memuntahkan serangan. Berkali-kali
Gembong Kenjeran mencoba menembus kehebatan payung di
tangan Putri Hijau, namun tetap saja tak menemui hasil. Lagi-lagi tangan-tangan
bayi hitamnya seperti menghadapi satu kekuatan dahsyat luar
biasa yang mampu menolak seranganserangannya!
"Hik hik hik...! Untung aku selalu membawa payung. Kalau tidak, aku bisa
kapiran!" Putri Hijau tersenyum senang. Payung di
tangan kanannya diputar-putar seenaknya. Dan
seiring Putri Hijau menaikkan payungnya ke atas,
tangannya tiba-tiba mengibas.
Werrr! Werrr! Seketika tampak lima buah sinar biru yang
berbentuk seperti gerigi melesat cepat ke arah
Gembong Kenjeran.
Gembong Kenjeran menggeram penuh kemarahan. Ia yang saat itu tengah kebingungan
bagaimana caranya menghadapi Putri Hijau, terpaksa harus membuang tubuhnya ke
samping. Tatkala berjatuhan ke tanah, baru diketahui kalau kelima sinar biru itu adalah
lima buah bunga
melati berwarna biru! Hebatnya lagi, ternyata lima
bunga melati itu mampu mengeluarkan bau harum yang luar biasa. Hidung Gembong
Kenjeran sampai kembang kempis dibuatnya. Dan manakala semakin banyak menghirup bau harum
bunga melati biru itu, mendadak kepalanya berdenyut
hebat! Gembong Kenjeran seperti merasakan satu
kekuatan dahsyat dari bau harum bunga melati
biru itu yang mampu membuat dirinya mabuk
kepayang! "Bajingan! Bagaimana mungkin kepalaku
jadi pening begini?" rutuk batin Gembong Kenjeran gelisah bukan main.
"Hik hik hik...! Bagaimana" Cukup nyaman
kan bau bunga-bunga cintaku?" ejek Putri Hijau.
Gembong Kenjeran menggeram penuh kemarahan. Sepasang matanya makin beringas.
Kini dicobanya mengerahkan aji 'Panglarut Banyu
Putih' yang juga jadi andalannya. Maka begitu tenaga dalamnya dikerahkan dua
telapak tangannya pun telah berubah menjadi putih berkilau,
dan langsung didorong ke depan.
"Aji 'Panglarut Banyu Putih'...!" desis Putri
Hijau manakala melihat dua gulungan asap putih
berkilauan menyeruak dari kedua telapak tangan
Gembong Kenjeran.
Menghadapi serangan-serangan Gembong
Kenjeran, lagi-lagi Putri Hijau mengembangkan
payungnya ke depan dan berlindung di baliknya.
Rut! Rut! Laksana air hujan serangan-serangan
Gembong Kenjeran ambyar begitu menghantam
permukaan payung. Sedang payung itu sendiri
Han Bu Kong 11 Si Kumbang Merah Ang Hong Cu Karya Kho Ping Hoo Han Bu Kong 1
Hak cipta dan copy right pada
penerbit dibawah lindungan
undang-undang https://www.facebook.com
/DuniaAbuKeisel
Dilarang mengcopy atau memperbanyak sebagian
atau seluruh isi buku ini
tanpa izin tertulis dari penerbit
1 Satu sosok ramping terbungkus pakaian
hijau pupus menghentikan kelebatannya di dekat
sebuah padang rumput. Bulatan besar berwarna
merah tembaga yang mulai rebah di kaki langit
sebelah barat menciptakan bayangan tubuhnya
yang memanjang. Tubuhnya berputar sejenak
dengan pandangan mengedar ke sekeliling. Ketika
merasa tak ada orang yang mengikutinya, napas
lega berhembus dari hidung dan mulutnya.
Sosok itu adalah seorang perempuan cantik bertubuh sintal. Usianya sekitar tiga
puluh atau tiga puluh lima tahun. Tubuhnya terlihat
ramping dan masih padat berisi. Pakaian hijau
pupusnya begitu ketat, membuat sepasang buah
dadanya tampak membusung indah. Dari tubuhnya pun tercium bau harum bunga
melati. Sementara rambutnya yang hitam panjang digelung
ke atas dengan hiasan-hiasan indah dari permata
hijau. Di tangan perempuan berpakaian hijau itu
terpegang sebuah payung berumbai-rumbai warna hijau. Siapa lagi perempuan yang
memiliki ciriciri seperti itu kalau bukan Putri Hijau"
Di pundak Putri Hijau terdapat sesosok tubuh renta berjubah besar berwarna biru.
Kedua kelopak matanya yang berbulu putih terpejam rapat. Sisa-sisa darah segar
terlihat masih membasahi jubahnya. Wajahnya yang dipenuhi keriput
pucat pasi dengan rambut awut-awutan tidak te-
rawat. Kakek renta yang tampaknya tengah terluka parah ini adalah Kakek Pikun
dari Gunung Slamet. Memang! Kakek Pikun yang hendak pulang
ke Gunung Slamet setelah gagal mencari muridnya yang bergelar Pembunuh Iblis,
baru saja diselamatkan Putri Hijau. Mungkin kalau tak cepat
diselamatkan, nyawa Kakek Pikun yang saat itu
terancam oleh Gembong Kenjeran terbetot seketika. Kendati demikian, tak urung
lelaki tua ini menderita luka dalam yang amat parah. (Untuk
lebih jelasnya, bagaimana Kakek Pikun bisa terluka parah, baca episode: "Wasiat
Kematian").
"Hm...! Kukira aku sudah cukup jauh meninggalkan mereka. Aku harus secepatnya
menyembuhkan luka dalam Kakek Pikun ini...," gumam Putri Hijau perlahan sekali.
Kembali sepasang matanya yang tajam memperhatikan keadaan sekitar seksama.
Aman. Putri Hijau kembali menghela napas lega.
Perlahan-lahan dibaringkan tubuh Kakek Pikun
ke rerumputan. Sejenak ditelitinya dengan seksama. Dan perempuan sakti itu
mengerutkan keningnya ketika merasakan sekujur tubuh Kakek
Pikun panas bukan main. Dari kedua telapak
hingga pangkal lengan menghitam. Pertanda racun keji akibat pukulan Gembong
Kenjeran telah mengaduk-aduk sekujur tubuh.
"Aji 'Setan Kober'...?" desis Putri Hijau.
"Siapakah laki-laki kasar berjubah kuning yang
mengerahkan ajian itu terhadap Kakek Pikun"
Apakah masih ada hubungannya dengan Eyang
Pamekasan" Hm...! Kukira begitu. Siapa lagi di
dunia persilatan ini yang memiliki aji 'Setan Kober' kalau bukan dia...."
Tak banyak membuang waktu, Putri Hijau
segera membalikkan tubuh Kakek Pikun. Kedua
telapak tangannya lalu ditempelkan ke punggung
si kakek. Pikirannya dipusatkan sebentar, seraya
mengerahkan hawa murni ke dalam tubuh Kakek
Pikun. Dalam dua puluh lima hitungan, tubuh
Kakek Pikun mulai bergerak-gerak. Dengan susah
payah dicobanya untuk membalikkan badan. Putri Hijau segera membantu agar lelaki
tua itu dapat berbaring dengan nyaman.
Begitu tahu siapa yang menolong, Kakek
Pikun terkejut. Kedua bibirnya bergetar-getar. Sulit sekali untuk berkata-kata.
Parasnya yang penuh keriput terlihat pucat bagai kapas dengan
napas tersengal. Buru-buru Putri Hijau menotok
beberapa jalan darah di dada si kakek.
"Kkk... kau...."
Hanya itu yang keluar dari bibir Kakek Pikun. Itu pun diucapkannya dengan sulit
sekali. "Siapa lelaki tinggi besar yang mencelakakanmu itu, Kakek Pikun?"
"Gem.... Gembong Kenjeran...," sahut Kakek Pikun mendesah lirih. Kedua bibirnya
digigit kuat menahan sakit akibat luka dalamnya.
"Gembong Kenjeran" Rasanya aku belum
pernah mendengarnya"!" desah Putri Hijau dengan kening berkerut.
Kakek Pikun menggeleng pelan.
"Mengapa dia mencelakakanmu?"
Kakek Pikun tidak langsung menyahut.
Mendadak dadanya terasa sesak bukan main.
Tubuhnya mengejang-ngejang. Sepasang matanya
mendelik seolah-olah sarat akan penderitaan.
Putri Hijau kembali menotok jalan darah di
tubuh Kakek Pikun. Hasilnya sama saja. Paras si
kakek kian pucat pasi. Napasnya pun tersengalsengal.
"Dia.... Dia bermaksud mencari Siluman
Ular Putih dan Penyair Sinting. Dia.... Huk huk
huk...!" Kakek Pikun terbatuk keras. Darah segar
kehitaman menyembur keluar dari mulutnya saat
terbatuk. Tatkala Putri Hijau akan menotok lagi,
Kakek Pikun menggeleng pelan.
"Ajalku sudah dekat. To.... Tolong balaskan
sakit hatiku. Aku.... Aku.... Ah...!"
Kakek Pikun tak dapat melanjutkan ucapannya lagi seiring hembusan napasnya yang
terakhir. Kepalanya keburu terkulai ke samping
dan tak bergerak-gerak lagi.
Putri Hijau menghela napas sesak. Perlahan-lahan diluruskan kembali kepala Kakek
Pikun. Kelopak matanya yang membeliak lebar dikatupkan dengan telapak tangan.
Lalu tangan Kakek Pikun ditelangkupkan di depan dada.
Untuk sesaat Putri Hijau hanya termangu.
Matanya sempat basah melihat sahabatnya menemui ajal di depan mata. Namun
perempuan ini memang sudah memiliki kekuatan batin yang
kuat, sehingga kembali dapat menenangkan perasaannya. Lalu diusapnya air matanya
dengan menggunakan ujung baju.
"Beruntunglah kau, Kakek Pikun. Dengan
ajalmu ini berarti kau bebas dari penderitaan. Karena sesungguhnya manusia itu
terlahir dalam keadaan menderita, dalam keadaan merugi. Di
samping itu, mungkin Yang Maha Kuasa memang
sengaja menyingkirkanmu dari musibah besar
yang melebihi kematian...," desah Putri Hijau
dengan bibir bergetar.
Baru saja Putri Hijau berdiri bermaksud
mencari ranting pohon untuk membuat lobang
kubur untuk jasad Kakek Pikun....
"Oh...! Sahabatku yang malang. Tak kusangka kau telah menemui ajal...."
Terdengar sebuah suara yang di susul berkelebatnya dua sosok tubuh. Sebentar
saja kedua sosok itu telah tiba di hadapan Putri Hijau.
Putri Hijau mengangguk pelan. Dua sosok
muda-mudi itu segera duduk berlutut di samping
mayat Kakek Pikun. Yang sebelah kanan adalah
seorang pemuda tampan berambut gondrong tergerai di bahu. Tubuhnya tinggi kekar
terbalut pakaian rompi dan celana bersisik warna putih keperakan. Sebuah rajahan
kecil bergambar ular
putih terlihat di dada. Sementara sebuah gelang
akar bahar tampak menghias di masing-masing
pergelangan tangan. Sedang senjata andalannya
yang berupa anak panah terselip di pinggang.
Sosok di samping si pemuda adalah seorang gadis cantik. Usianya tak lebih dari
tujuh be- las tahun. Tubuhnya tinggi ramping dibungkus
pakaian indah terbuat dari benang sutera warna
merah. Rambutnya yang panjang digelung ke atas
dengan hiasan-hiasan permata indah. Sebuah pedang panjang menggantung di
pinggang. "Wahai, sobat-sobatku Siluman Ular Putih
dan Ratu Adil! Jangan kalian terbawa arus kesedihan. Sesungguhnya Yang Kuasa
memang menginginkan sesuatu yang baik terhadap hambahambanya yang sejati," kata
Putri Hijau, lembut.
Dua muda-mudi yang memang Siluman
Ular Putih dan Ratu Adil memalingkan kepala ke
samping, memandang Putri Hijau tak mengerti.
"Kebaikan yang sesungguhnya diinginkan
Yang Kuasa memang sulit dimengerti apabila hati
masih terbelenggu. Lepaskanlah belenggu itu, baru kalian mengerti apa hakekat
kehidupan yang sebenarnya," lanjut Putri Hijau.
Siluman Ular Putih dan Ratu Adil menggumam tak jelas. Bukan saja tak mengerti
dengan apa yang diucapkan Putri Hijau, melainkan juga
heran melihat sosok Putri Hijau yang kini menjadi
seorang perempuan cantik berusia kira-kira tiga
puluh lima tahun.
"Apakah kau Putri Hijau?" tanya Siluman
Ular Putih dan Ratu Adil hampir berbarengan.
Putri Hijau tersenyum.
"Kalian sudah bertemu denganku, kenapa
bisa lupa?"
"Aku tidak lupa. Tapi, bukankah beberapa
hari lalu kau berwujud seorang gadis muda" Kenapa hari ini...?"
Siluman Ular Putih memperhatikan sosok
Putri Hijau dengan seksama. Perempuan cantik
itu sebenarnya memang Putri Hijau yang pernah
ditemui beberapa hari lalu. Cuma yang membuat
Siluman Ular Putih dan Ratu Adil tak mengerti,
adalah perubahan yang begitu cepat atas perempuan itu. Mereka memang tak tahu
kalau Putri Hijau memiliki ilmu yang membuat keadaan tubuhnya berubah-ubah, sesuai tanggal
bulan. "Sudahlah! Jangan pikirkan hal itu!" sergah Putri Hijau.
Kendati Putri Hijau bilang begitu, Siluman
Ular Putih tetap saja memandang takjub. Tapi diam-diam otaknya terus berpikir
keras, terutama
tentang cerita Eyang Begawan Kamasetyo mengenai seorang perempuan yang mempunyai
ilmu aneh. "Hm...! Sekarang aku baru percaya. Ternyata ucapan eyangku di Gunung Bucu memang
benar. Kau memang memiliki satu ilmu langka
yang mampu merubah dirimu sesuai perhitungan
tanggal bulan...!"gumam Siluman Ular Putih.
"Benarkah" Lalu ilmu apakah itu?" tanya
Ratu Adil terkejut, entah ditujukan pada siapa.
"Satu pujian yang agak berlebihan. Tak
apalah," ujar Putri Hijau dengan senyum. "Sekarang kalian berdua mau membantu
aku kan?" "Tentu. Asal aku sanggup, pasti akan kubantu," sahut Siluman Ular Putih dan Ratu
Adil bersemangat. "Kalian tentu sanggup. Aku hanya minta
kalian membantuku untuk menguburkan mayat
Kakek Pikun."
"Dengan senang hati kami pasti akan
membantumu, Putri Hijau. Tapi, bisakah kau
menceritakan siapa yang telah mencelakakan Kakek Pikun?" tanya Siluman Ular
Putih. "Lelaki tinggi besar berjuluk Gembong Kenjeran."
"Gembong Kenjeran?"
Putri Hijau mengangguk pelan.
"Kakek Pikun sempat mengatakan, kalau
Gembong Kenjeran bermaksud memaksanya untuk mencari Penyair Sinting dan kau,
Siluman Ular Putih. Ketika permintaan itu ditolak, Gembong Kenjeran marah. Maka, Kakek
Pikunlah yang menjadi sasaran kemarahannya."
"Gembong Kenjeran...!" desis Siluman Ular
Putih menggeretakkan gerahamnya penuh kemarahan. Demikian juga Ratu Adil.
"Kita harus membalaskan sakit hati Kakek
Pikun, Soma!" timpal Ratu Adil.
"Tentu. Angkara murka harus dibasmi dari
muka bumi ini."
"Sudahlah. Ayo, cepat bantu aku membantu menguburkan mayat Kakek Pikun!" tukas
Putri Hijau. *** 2 Srakk! "Heh..."!"
Baru saja mayat Kakek Pikun selesai dikuburkan, Putri Hijau, Siluman Ular Putih,
dan Ratu Adil terkejut oleh sebuah suara mencurigakan.
Mereka saling berpandangan sebentar. Dari sinar
mata masing-masing terdapat dugaan kalau di
sekitar tempat itu ada seseorang yang tengah
mengawasi. "Hup!"
Tanpa membuang waktu, Putri Hijau berkelebat ke arah datangnya suara ranting
pohon yang terinjak seseorang. Gerakannya diikuti Siluman Ular Putih dan Ratu Adil.
Begitu cepat mereka berkelebat, sehingga
tak lama kemudian telah terlihat sesosok bayangan berjubah biru kedodoran sampai
lutut tengah berkelebat ke timur di kejauhan sana. Putri Hijau
Siluman Ular Putih 25 Rahasia Kalung Permata Hijau di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
beserta Siluman Ular Putih dan Ratu Adil segera
menambah kecepatan lesatan tubuh mereka.
Dengan ilmu meringankan tubuh yang sudah mencapai tingkat tinggi, ketiga orang
itu kini sudah berada dua puluh tombak di belakang sosok bayangan berjubah biru.
"Wahai, Sobatku! Tunggu!" teriak Putri Hijau nyaring.
Sosok bayangan biru itu menghentikan larinya. Tubuhnya langsung berbalik.
Mulutnya berkemik-kemik, entah menggumamkan apa.
Namun menilik kerut-kerut wajahnya yang dipenuhi tonjolan daging hidup, sosok
yang ternyata seorang kakek berjubah biru itu jelas sedang merasa gelisah sekali.
"Hey...! Dia Peramal Maut!" teriak Siluman
Ular Putih. "Kau benar, Siluman Ular Putih," ujar Putri
Hijau. Tanpa banyak membuang waktu Putri Hijau makin mempercepat larinya. Siluman Ular
Putih dan Ratu Adil segera mengikuti. Di sini, rupanya Ratu Adil agak kewalahan
mengimbangi ilmu meringankan tubuh Siluman Ular Putih dan
Putri Hijau. Maka tak heran kalau murid Ratu Alit
dari Nusa Kambangan itu tertinggal di belakang.
"Tahan langkahmu, Peramal Maut!" bentak
Siluman Ular Putih, langsung membuat lompatan
bersama Putri Hijau. Mereka melewati kepala lelaki tua yang ternyata Peramal
Maut. Setelah berputaran dua kali di udara, mereka mendarat
mantap di hadapan tokoh sesat itu.
Peramal Maut menggeram kesal. Padahal
tadi ilmu meringankan tubuhnya telah dikerahkan dengan kekuatan penuh. Namun,
masih juga terkejar. Mungkin juga ini disebabkan tubuhnya
yang keracunan akibat tipu muslihat Gembong
Kenjeran untuk menelan obat pemberiannya. (Untuk mengetahui hal ini, silakan
baca episode : "Wasiat Kematian").
"Mengapa kalian menghadang langkahku,
hah"!" bentak Peramal Maut gusar.
"Hey..."! Akulah yang mestinya bertanya,
mengapa kau mengawasi kami tadi"!" bentak Putri Hijau.
"Hm...! Jangan salah paham, Putri Hijau!
Aku tidak mengawasi kalian. Aku cuma kebetulan
lewat di hutan itu. Apa itu salah?" balas Peramal
Maut seraya bertolak pinggang.
"Mendengar ucapanmu, sepertinya kau
orang baik-baik, Peramal Maut. Tapi kalau menilik sepak terjangmu, bukan
mustahil kau memiliki maksud jahat," sindir Putri Hijau.
"Benar. Tidak ada salahnya kalau kita menanyainya, Putri Hijau," sambar Ratu
Adil yang baru saja sampai di tempat itu.
Peramal Maut mendengus. Ekor matanya
sempat melirik sengit ke arah gadis bernama asli
Yustika itu. Kalau saja tak ada Siluman Ular Putih dan Putri Hijau, tentu sudah
dilabraknya gadis itu.
"Gadis bengal! Jaga mulutmu! Siapa sudi
mendengar ucapanmu, he"!" bentak Peramal
Maut. "Kau tampaknya ketakutan, Peramal Maut.
Hanya orang-orang yang bermaksud tak baik sajalah yang merasa ketakutan. Kalau
tidak, kenapa merasa gusar?"
"Aku tidak bermaksud jahat. Siapa bilang
begitu?" "Sudahlah! Jangan ngotot seperti itu! Katakan saja kalau kau memang sedang
mengawasi kami!" sergah Siluman Ular Putih.
"Berapa kali aku harus mengatakannya
pada kalian" Aku tidak mematai-matai kalian.
Sekarang, minggir! Jangan halangi langkahku!"
Peramal Maut mengibaskan tangannya kasar. Namun baru saja hendak berkelebat
kembali, Putri Hijau dan Siluman Ular Putih tetap tak beranjak dengan tangan menjulur,
seolah hendak menahan langkah Peramal Maut.
"Kalian ini sebenarnya mau apa, he"! Apa
kalian sengaja ingin mencari penyakit"!" dengus
Peramal Maut, tak suka.
"Sabar, wahai sobatku Peramal Maut! Jangan keburu terbawa amarah! Kami
sebenarnya hanya ingin bertanya, benarkah kau tidak sedang
mengawasi kami?" ujar Putri Hijau, kalem.
"Tidak! Apa telinga kalian budek, hingga
aku harus mengulanginya berkali-kali?"
"Baik. Kalau begitu, kau boleh meneruskan
langkahmu!" ujar Putri Hijau.
Peramal Maut mendengus geram. Dari
pancaran matanya jelas harga dirinya tidak rela
diperlakukan seperti itu. Namun untuk melabrak,
ia tak punya keberanian. Maka meski hatinya tersulut amarah, tubuhnya segera
berkelebat meninggalkan tempat itu setelah Putri Hijau dan Siluman Ular Putih
bergeser ke samping untuk
memberi jalan. "Kenapa kau biarkan Peramal Maut pergi?"
tanya Siluman Ular Putih, sepeninggal Peramal
Maut dari tempat itu.
Putri Hijau tersenyum.
"Memang sengaja aku melepaskannya. Tapi
terus terang, bukannya aku tak mencurigainya.
Sebab aku sudah tahu, siapa Peramal Maut. Aku
yakin pasti ia bermaksud tak baik."
"Kalau begitu, kenapa tidak kita ikuti saja?" kejar Siluman Ular Putih.
"Aku memang ingin mengikutinya. Cuma
terus terang, aku sungkan kalau harus melakukan perjalanan bersama kalian."
"Kenapa harus sungkan?" tanya Ratu Adil.
"Tanyakan saja pada kawanmu yang gondrong itu. Kulihat dari tadi, ia
memperhatikanmu
terus," ujar Putri Hijau seraya menuding ke arah
Siluman Ular Putih.
"Ada apa dengan kau. Soma" Apa yang kau
lakukan hingga orang tua itu merasa sungkan
pada kita?" tanya Ratu Adil.
"Lho" Mana aku tahu" Aku kan tidak melakukan apa-apa terhadapmu, kan?"
"Iya. Tapi, kenapa ia mencurigaimu?"
"Kenapa menyalahkanku" Tanyakan saja
pada..., eh! Mana Putri Hijau itu?"
Soma celingukkan ke sana kemari. Namun,
sosok Putri Hijau sudah tak berada di tempat itu.
"Nah...! Kau lihat sendiri, kan! Kalau ia
memang sengaja membuat kita bertengkar. Ayo,
kita ikuti Peramal Maut! Terus terang, aku mencurigainya," sambung Siluman Ular
Putih. Ratu Adil memberengut, tak puas mendengar jawaban Siluman Ular Putih. Namun
manakala melihat Soma berkelebat meninggalkan tempat
itu, gadis ini segera menyusul.
*** Peramal Maut terus berkelebat cepat ke timur. Sosoknya yang terbalut jubah biru
besar berkelebat cepat di antara kerapatan pohon. Dan
di sebuah kawasan hutan lebat, langkahnya pun
dihentikan. Sejenak lelaki tua ini mengedarkan pandangan ke sekeliling, namun tidak
menemukan apa-apa. Hanya pohon-pohon besar yang menjulang tinggi ke angkasa yang terlihat.
Selebihnya, semak-semak belukar yang meranggas di sanasini.
"Gembong Kenjeran! Aku datang menemuimu!" teriak Peramal Maut, nyaring. Suaranya
yang berat kasar terdengar bergema memecah kesunyian hutan lebat yang menjadi
tempat persembunyian Gembong Kenjeran.
Tak ada sahutan.
Peramal Maut menunggu beberapa saat,
tapi tetap tak ada tanda-tanda kalau orang yang
dipanggil akan keluar dari tempat pensembunyian. Untung saja lelaki tua ini tak
cepat putus asa. "Gembong Kenjeran! Keluarlah kau! Aku
ingin menemuimu. Ada sesuatu yang ingin kulaporkan padamu!" ulang Peramal Maut.
Suara berat Peramal Maut kembali bergema memenuhi hutan. Dan kali ini, terdengar
suara bergelak di kejauhan sana. Peramal Maut celingukkan ke sana kemari, namun
tetap tak berani bergeming dari tempatnya berdiri.
Dan belum juga gaung suara itu hilang,
dua sosok bayangan tengah berkelebat cepat dari
utara mengerahkan ilmu meringankan tubuh
yang cukup tinggi! Buktinya hanya dalam beberapa kelebatan saja, dua sosok
bayangan itu telah
berdiri tegak di hadapan Peramal Maut.
Berdiri di sebelah kanan adalah seorang
laki-laki berperangai kasar. Rambutnya awutawutan tak terawat. Sepasang matanya
mencorong garang dengan garis-garis wajah menyiratkan kekejian. Tubuhnya yang
tinggi besar memakai baju jubah warna kuning.
Di sebelah si lelaki adalah seorang perempuan cantik. Tubuhnya tak terlalu
tinggi dibungkus pakaian ketat yang juga berwarna kuning,
menampakkan lekuk-lekuk tubuhnya yang padat
menggairahkan. Pinggulnya bergerak turun naik
dan meliuk-liuk saat berjalan. Sedang rambutnya
yang hitam panjang digelung ke atas.
"Gembong Kenjeran...!" desis Peramal
Maut. Sosok laki-laki berperangai kasar yang dipanggil Gembong Kenjeran hanya
menganggukangguk.
"Kabar apa yang ingin kau sampaikan, Peramal Maut?" tanya Gembong Kenjeran
langsung. "Cepat katakan kalau kau sudah mendapat
keterangan mengenai Siluman Ular Putih dan Penyair Sinting!" sela perempuan
cantik di samping
Gembong Kenjeran yang tak lain Dewi Bunga
Bangkai, membentak.
"Aku memang ingin mengatakannya," sahut Peramal Maut jengkel.
"Katakanlah! Kenapa buang-buang wak-
tu"!" ujar Dewi Bunga Bangkai, ketus.
Peramal Maut mendengus. Ia tak sudi bicara pada Dewi Bunga Bangkai. Kepalanya
cepat berpaling ke arah Gembong Kenjeran. Kalau saja
tak ada Gembong Kenjeran, ingin rasanya ia
memberi pelajaran pada murid Ratu Bangkai dari
Lembah Selaksa Kematian itu.
"Katakan apa yang ingin kau laporkan, Peramal Maut!" bentak Gembong Kenjeran.
"Baik," Peramal Maut menelan ludahnya
sebentar. "Aku.... Aku baru saja bertemu Siluman
Ular Putih...."
"Di mana dia sekarang?" kejar Gembong
Kenjeran bersemangat. Matanya yang nyalang terlihat makin liar.
"Dia.... Dia ada di sana. Tak jauh dari Hutan Kenjeran ini!" jelas Peramal Maut
seraya menuding ke gerumbulan hutan di sampingnya.
"Hm...! Bagus. Kalau begitu, aku akan ke
sana." "Tunggu!" kata Peramal Maut menahan
langkah Gembong Kenjeran.
"Apa lagi yang akan kau laporkan, Peramal
Maut?" "Aku tidak ingin melaporkan apa-apa. Aku
hanya ingin menagih janjimu."
"Janji" Janji apa?"
Peramal Maut menggeram kesal. "Kau bilang akan memberikan aku obat penawar racun
bila aku sudah mendapat keterangan mengenai
Siluman Ular Putih dan Penyair Sinting."
"Benar! Tapi apa kau juga membawa lapo-
ran mengenai Penyair Sinting?"
"Be..., belum."
"Kalau begitu, kenapa berani meminta obat
penawar racun kalau kau sendiri belum menyelesaikan tugasmu"!"
"Karena.... Karena aku tak ingin mati sebelum aku mendapat keterangan mengenai
Siluman Ular Putih dan Penyair Sinting. Sebab, Penyair
Sinting adalah seorang tokoh sakti yang jarang
sekali menampakkan diri di dunia persilatan. Untuk itulah, aku meminta obat
penawar racun yang
kau janjikan."
"Laksanakan tugasmu, baru kau berhak
meminta obat penawar racun itu!" tandas Dewi
Bunga Bangkai, menjengkelkan.
"Benar! Kau harus menyelesaikan tugas
yang kuberikan, baru boleh meminta obat penawar racun," timpal Gembong Kenjeran.
"Ayo, Dewi! Kita cari jahanam kecil yang bergelar Siluman
Ular Putih!"
"Ayo, Kang," sahut Dewi Bunga Bangkai
yang kini telah menjadi kekasih Gembong Kenjeran, bersemangat.
Tanpa membuang-buang waktu, Gembong
Kenjeran dan Dewi Bunga Bangkai segera berkelebat cepat meninggalkan tempat itu.
Hanya dalam beberapa kelebatan saja sosok mereka telah
menghilang di balik kerimbunan hutan depan sana.
Peramal Maut yang ditinggal seorang diri
jadi menggeram penuh kemarahan. Saking kesalnya, kakinya dibantingkan kuat-kuat.
Seketika tanah bekas pijakan kakinya terbongkar lebar.
Tanah berpasir di tempat itu membubung tinggi
memenuhi tempat itu. Ketika keadaan kembali tegang, ternyata sosoknya tak tampak
lagi di tempat itu.
*** 3 Tak seperti biasanya, matahari siang ini
begitu garang memanggang apa saja yang ada di
muka bumi. Tanah pecah di sana sini. Debu-debu
beterbangan, berputar-putar terbawa hempasan
angin kering. Ranting-ranting pohon pun berderak dengan daun-daunnya yang
berguguran, lalu
terbang tertiup angin.
Dalam terpaan angin kencang siang, seorang kakek berpakaian putih bersih tengah
melenggang santai di jalan setapak. Tangan kanannya memegang lonceng kecil yang
terus digerakgerakkan, sehingga menimbulkan suara berisik.
Klinting! Klinting!
Tampaknya, si kakek seperti melenggang
Siluman Ular Putih 25 Rahasia Kalung Permata Hijau di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
biasa. Namun hebatnya, hanya menutulkan kaki
seenaknya, sosoknya telah berkelebat di kejauhan.
Sesampainya di ujung hutan, kakek renta
ini menghentikan langkahnya. Sepasang matanya
yang bersinar terang sejenak memperhatikan sekeliling. Lalu kepalanya mendongak.
Manakala angin bertiup kencang, rambutnya yang awutawutan tersibak menampakkan wajahnya
yang tua penuh keriput. Pakaian putih-putihnya berkibar-kibar.
Si kakek renta seperti tak mempedulikan
saat debu-debu dan daun-daun kering menampar-nampar tubuh ketika tertiup angin
kencang. Perhatiannya terus tertuju pada awan yang berarak di angkasa sambil sesekali
menggelenggeleng.
Puas menikmati angkasa raya, kakek renta
ini kembali menggerak-gerakkan lonceng kecil di
tangan. Langkahnya kembali gontai menyusuri jalan setapak itu.
Klinting! Klinting!
Suara berisik dari lonceng kecil di tangan si
kakek kembali mengusik ketenangan hutan. Bahkan tanpa mempedulikan keadaan
sekitar, mulai dibacakannya bait-bait syair.
Sungguh, aku merasa bingung
Melihat sipandir yang dungu
Keduniaan, hanya sepercik nikmat
Tetapi, mereka mengejar dengan semangat
Padahal, mereka hanya dipermainkan
Semua heran, semua jadi bingung.
Mereka berdusta
Mendustakan ucapan dengan perbuatan
Dan, kata-kata terbaik
Hanya ucapan yang tak didustakan
Kakek renta itu terus membacakan baitbait syairnya. Suaranya yang nyaring
ditingkahi suara bergemelinting dari loncengnya terdengar
saling sahut. Seolah-olah dengan cara itu, ia ingin
mengabarkan bait-bait syairnya pada segenap
penghuni mayapada.
"Tahan langkahmu, Penyair Sinting!"
Tiba-tiba terdengar bentakan kasar, membuat lelaki tua yang ternyata Penyair
Sinting menghentikan langkah. Sedikit pun kepalanya tidak menoleh ke arah datangnya
suara. Hanya dari ekor matanya terlihat sesosok kakek renta
mengenakan jubah besar telah berdiri di bawah
rindangnya sebatang pohon. Tangan kanannya
memegang tongkat butut. Tangan kirinya berkacak pinggang. Angkuh sekali gayanya.
Dari wajahnya yang dipenuhi tonjolan daging hidup, Penyair Sinting tahu siapa
orang yang menahan
langkahnya. "Peramal Maut! Apa keperluanmu hingga
menahan langkahku?" tegur Penyair Sinting.
"Aku memang sedang mencarimu, Penyair
Sinting! Berhari-hari aku mencarimu, tapi baru
kali ini batang hidungmu kutemukan."
"Jangan berbelit-belit! Katakan saja, apa
maksudmu menghadang langkahku!" tukas Penyair Sinting.
"Siapa sudi berbelit-belit. Buang-buang
waktu saja. Ada seseorang tengah mencarimu."
"Siapa?" Penyair Sinting memutar badannya menghadap ke arah Peramal Maut. Alis
matanya sedikit diangkat. Bibirnya pun tersungging
aneh. "Gembong Kenjeran...."
"Gembong Kenjeran" Hm.... Apakah aku
mengenal julukan itu?"
"Kau mengenalnya atau tidak, aku tak mau
tahu. Yang jelas Gembong Kenjeran menginginkan nyawa busukmu."
"Begitu...?" Penyair Sinting menganggukangguk. Lalu bibirnya menggumam tak
jelas. "Sungguh aneh! Tak seharusnya penghunipenghuni alam mayapada ini bersikap aneh.
Seorang Pecinta Sejati tak mungkin bersikap demikian. Mereka hanya menginginkan
kasih yang abadi, yang sebenarnya amat diidam-idamkan, melebihi harga sebuah
jiwa,..." "Dasar orang sinting! Ngomongpun tak karuan juntrungannya. Apa begini tingkah
orangorang yang sudah mendekati ajal?" ejek Peramal
Maut. "Bagi Pecinta-pecinta Sejati, ajal adalah sesuatu yang dinantikan. Sebab sudah
lama mereka menantikan kekasih mereka. Kenapa kau berkata
demikian, Peramal Maut?"
"Ah...! Bicaramu semakin ngawur, Penyair
Sinting. Mana aku tahu maksudmu" Sekarang
kalau kau punya keberanian, lekas datang ke Hutan Kenjeran! Seseorang yang
bergelar Gembong
Kenjeran sudah lama ingin mengirim nyawa busukmu menemui Malaikat Maut. Kau
harus datang menemuinya, Penyair Sinting! Selamat tinggal!"
Di akhir kalimatnya, Peramal Maut segera
menutulkan kakinya ke tanah. Lalu tubuhnya
berkelebat cepat meninggalkan tempat itu.
Penyair Sinting mengikuti kepergian lelaki
tua berwajah buruk itu dengan pandang mata heran. Ketika sosok Peramal Maut
menghilang di gerumbulan hutan depan sana, langkahnya kembali
diteruskan. Seperti biasa, bibirnya pun melantunkan bait-bait syairnya.
layak Jadilah engkau orang yang menyepi
Sendiri dan menyendiri dari pergaulan ha-
Pergi dari mereka mengejar dan mencari
yang hak Sabarlah Dengan kesabaran matahari cita-cita, tercapai
Ridhalah.... *** "Heran" Bagaimana mungkin kita tak dapat mengejar bayangan Putri Hijau"
Sontoloyo! Tak kusangka ilmu meringankan tubuhnya demikian tinggi. Padahal aku telah
mengerahkan ilmu
lari cepat 'Menjangan Kencono'...," gerutu Siluman Ular Putih kesal. Lalu
langkahnya dihentikan di sebuah hutan kecil tak jauh dari Hutan
Kenjeran. Ratu Adil diam tak menyahut. Napasnya
memburu karena harus memaksakan diri mengimbangi ilmu meringankan tubuh Siluman
Ular Putih. Namun meski telah mengerahkan ilmu meringankan tubuhnya sampai puncaknya,
tetap saja tak mampu mengimbangi Siluman Ular Putih.
Tak heran bila begitu sampai di dekat Siluman
Ular Putih badannya merasa lelah sekali.
"Kau lari seperti setan, Soma! Apa kau ingin meninggalkanku" Apa kau tak ingin
membantuku mencari ayah kandungku?" sungut Ratu
Adil, begitu berada di samping Siluman Ular Putih.
"Jangan salah paham, Yustika! Aku hanya
penasaran sekali melihat ilmu meringankan tubuh Putri Hijau. Aku berusaha
mengejarnya, namun tetap saja tak dapat. Benar-benar mengagumkan kepandaiannya."
Ratu Adil batuk-batuk kecil. Tampak sekali
sikapnya tak senang melihat Siluman Ular Putih
memuji Putri Hijau.
"Ada apa, Yustika?" usik Siluman Ular Putih.
"Tidak ada apa-apa," kelit Yustika alias Ratu Adil.
"Lalu" Kenapa kau cemberut?"
"Aku tidak cemberut," tukas Ratu Adil ketus. "Kalau kau mengagumi wanita cantik
itu, apa aku harus melarangmu?"
Siluman Ular Putih melongo. Tak habis pikir melihat perubahan sikap Ratu Adil.
"Yah...! Sekarang aku tahu. Tentu Yustika
cemburu...," gumam Siluman Ular Putih dalam
hati. Sejenak Soma memandangi Ratu Adil. Se-
benarnya pemuda ini ingin tertawa terbahakbahak. Namun ia berusaha menahannya,
takut gadis itu marah.
"Jangan cemberut begitu, ah! Masa' kau
lupa kalau dia itu sebenarnya seorang nenek tua.
Masa' sih aku menyukainya?" sergah Siluman
Ular Putih. Wajah Yustika kontan berubah merah. Malu rasanya kelepasan bicara begitu.
Padahal sebelumnya. Soma pernah menjelaskan tentang ilmu
yang dimiliki Putri Hijau sehingga membuat wujudnya bisa berubah sesuai
peredaran bulan.
"Ah, bodohnya aku! Kenapa aku mesti bicara begitu" Kenapa aku harus menampakkan
kecemburuanku?" rutuk Yustika dalam hati.
"Sudahlah! Sebaiknya kita jangan bicara
tentang wanita sakti itu lagi. Aku malah jadi tak
enak. Nanti kau malah bisa mencemburuiku," goda Siluman Ular Putih.
"Siapa yang cemburu" Aku tidak mencemburuinya! Kalau kau ingin mencintai nenek
cantik itu, silakan!" semprot Ratu Adil, berusaha menutupi kedongkolannya.
"Nah...! Betulkan, kau cemburu" Sudah,
ah! Ayo, kita lanjutkan perjalanan!"
"Tapi...."
"Apa lagi?"
"Tidak...," sahut Ratu Adil gugup. Pipinya
pun kian merah. Buru-buru wajahnya ditundukkan dalam-dalam.
Siluman Ular Putih tersenyum. Senang sekali pemuda ini melihat Ratu Adil jadi
salah ting- kah seperti itu.
"Ayo, kita lanjutkan perjalanan!"
Ratu Adil diam tak menyahut, namun juga
tidak menolak manakala Siluman Ular Putih meraih lengannya untuk meninggalkan
tempat itu. Di saat mereka bermaksud melanjutkan perjalanan, tiba-tiba....
"Ha ha ha...! Asyik benar kelihatannya. Tak
kusangka di hutan sesunyi ini ada sepasang merpati putih bercinta...."
*** 4 Siluman Ular Putih dan Ratu Adil melengak
kaget dengan kepala berpaling ke arah datangnya
suara. Ternyata tak jauh di belakang telah berdiri
dua sosok manusia. Di sebelah kanan adalah seorang laki-laki kasar bertubuh
tinggi besar. Bajunya berupa jubah besar berwarna kuning. Di
sebelahnya adalah seorang perempuan cantik berusia tiga puluh tahun. Tubuhnya
tinggi ramping dibalut pakaian ketat, juga berwarna kuning.
Saking ketat pakaiannya, membuat buah dadanya
membusung kencang mengundang hasrat bagi
siapa saja yang memandang.
"Gembong Kenjeran...!" sebut Siluman Ular
Putih mendesis seraya berbalik. Meski mulutnya
mendesis, namun pandang matanya tak lepas dari sepasang buah dada yang sesekali
bergerak tu- run naik seiring tarikan napas perempuan berbaju kuning itu. Tanpa sadar Soma
jadi menelan ludahnya sendiri.
Ratu Adil, buru-buru mencubit lengan pemuda yang bertingkah konyol itu. Siluman
Ular Putih menjerit kecil. Namun manakala melihat
sepasang mata Ratu Adil yang berkilat-kilat, Soma jadi tersenyum lucu. Tangannya
pun segera menggaruk-garuk kepala.
"Bocah gondrong! Kau sudah tahu apa
yang kuinginkan"!" bentak Gembong Kenjeran.
"Bagaimana aku tahu kalau kau sendiri belum mengatakan?" tukas Siluman Ular
Putih, bersungut-sungut.
Gembong Kenjeran mendengus angkuh.
"Bagus! Kalau begitu, dengarlah! Buka telingamu lebar-lebar! Juga kau, Cah Ayu!"
desis Gembong Kenjeran, menuding ke arah Ratu Adil.
"Kalian dengar! Atas wasiat guruku, Eyang Pamekasan, aku harus membunuh Siluman
Ular Putih dan juga seseorang yang bergelar Penyair Sinting.
Dan karena Siluman Ular Putih yang menyebabkan kehancuranku, maka dialah yang
pertama kali harus mampus di tanganku!"
"Oh... begitu. Jadi, menurutmu aku ini
manusia pembawa sial yang telah membuat urusanmu jadi kacau" Kemudian atas dasar
itukah kau menuntut pertanggungjawaban padaku"
Atau justru atas bujukan gurumu, Eyang Pamekasan itu?"
"Walaupun guruku tak memerintah, aku
tetap akan membunuh, Siluman Ular Putih!"
"Wah...! Kalau begitu, memang kau sendiri
yang sengaja cari penyakit, Gembong Kenjeran."
"Terserah kau mau ngomong apa! Yang jelas, nyawamu hari ini berada dalam
genggaman tanganku."
"Kau benar, Kang. Bocah gondrong itu
memang patut mampus di tanganmu. Tapi kalau
tak keberatan, boleh kan bila aku tidur barang
satu dua malam dengan bocah gondrong itu?"
timpal Dewi Bunga Bangkai genit, seraya mengerling nakal pada Siluman Ular
Putih. "Kau jangan macam-macam, Dewi! Apa kau
tak puas denganku"!" hardik Gembong Kenjeran.
"Sebenarnya bukan itu maksudku, Kang.
Aku hanya main-main."
"Sudahlah!" Gembong Kenjeran mengibaskan tangan.
Kemudian selangkah demi selangkah lelaki
ini maju ke depan. Sementara Dewi Bunga Bangkai mengekor di belakangnya.
"Bocah gondrong! Ajalmu sudah dekat.
Bersiap-siaplah menerima kematianmu hari ini!"
kata Gembong Kenjeran sarat ancaman.
"Oh, ya" Jadi kau bersungguh-sungguh?"
tukas Siluman Ular Putih melecehkan.
"Jangan banyak bacot! Hayo, hadapi aku!"
putus Gembong Kenjeran seraya mengibaskan
tangan kepada Dewi Bunga Bangkai yang disambut senyum keji.
"Ayo, Cah Ayu! Nasibmupun tak akan jauh
berbeda dengan kekasihmu itu!" ejek Dewi Bunga
Bangkai pada Yustika.
"Perempuan genit! Jaga bicaramu!" sentak
Ratu Adil. "Dewi...! Jangan menurunkan tangan maut
pada gadis itu! Aku masih menginginkannya," teriak Gembong Kenjeran,
Siluman Ular Putih 25 Rahasia Kalung Permata Hijau di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
mengingatkan. "Hik hik hik...! Rupanya kau tertarik juga
pada gadis ini, Kakang Gembong Kenjeran."
Gembong Kenjeran menggeletukkan gerahamnya kesal. Kilatan sepasang matanya yang
memerah sempat melirik tubuh Ratu Adil, lalu
menelan ludahnya beberapa kali.
"Gembong Kenjeran! Sewaktu kukalahkan
dulu, kukira kau sudah bertobat. Eh, tidak tahunya malah kembali membuat onar.
Bukan main! Tentunya kau kini memiliki ilmu hebat
yang kau pelajari dari Eyang Pamekasan!" oceh
Siluman Ular Putih, kali ini tak berani memandang ringan lagi. Kalau sampai
berani mencari dirinya dan Penyair Sinting, bukan mustahil Gembong Kenjeran
telah mewarisi ilmu-ilmu tinggi dari Eyang Pamekasan.
"Itu tidak kupungkiri, Siluman Ular Putih!
Aku memang berguru dengan Eyang Pamekasan.
Dan aku pulalah yang sebenarnya menginginkan
nyawa busukmu. Sekarang, aku tak segan-segan
lagi mengirimmu pada malaikat maut. Hea!"
Dibarengi teriakannya, Gembong Kenjeran
segera menyerang Siluman Ular Putih. Kedua telapak tangannya didorongkan ke
depan. Gerakannya pelan saja, seperti orang bermalasmalasan. Namun pada saat
bersamaan.... Bed! "Heh"! Hup...!"
Siluman Ular Putih langsung merasakan
hantaman angin kencang yang luar biasa hebatnya! Hingga jika saja tidak cepat
menghindar dengan membuang tubuh ke samping, niscaya
akan terbanting keras ke tanah. Karena hembusan angin itu secara mendadak telah
berputarputar membentuk satu pusaran angin hebat luar
biasa! Belum juga Siluman Ular Putih bangkit
berdiri, tiba-tiba gulungan pusaran angin dari kedua telapak tangan Gembong
Kenjeran kembali
menggebrak. Suaranya menggemuruh disertai
hawa panas luar biasa!
"Edan! Jadi benar. Rupanya Gembong Kenjeran telah mewarisi ilmu-ilmu tingkat
tinggi Eyang Pamekasan. Aku harus berhati-hati....
Hup...!" Siluman Ular Putih melenting tinggi ke
udara. Begitu mendarat. Soma bermaksud membalas serangan. Namun belum sempat
mewujudkan niat, hatinya jadi tercekat. Karena saat itu
juga, pusaran angin dari kedua telapak tangan
Gembong Kenjeran kembali melabrak ke arahnya!
Bahkan dengan kekuatan yang lebih dahsyat!
"Sontoloyo!" maki Siluman Ular Putih, seraya menghantamkan kedua telapak tangan
ke depan disertai pengerahan tenaga dalam cukup
tinggi. Werrr! Werrr! Dua rangkum angin keras yang disertai
hawa dingin bukan kepalang seketika melesat da-
ri kedua telapak tangan Siluman Ular Putih.
Besss! Tak terdengar suara berarti akibat bentrokan dua tenaga dalam tingkat tinggi
barusan. Namun hebatnya, tubuh Siluman Ular Putih dan
Gembong Kenjeran sama-sama tergetar hebat. Di
kejap lain, tubuh masing-masing telah terjajar
mundur dalam keadaan limbung.
Pusaran-pusaran angin dari kedua telapak
tangan Siluman Ular Putih dan Gembong Kenjeran sama-sama ambyar, membubung
tinggi ke udara dan lenyap. Sedang kesiuran-kesiuran hawa panas dan dingin langsung
membuat tempat pertarungan porak poranda. Ranting-ranting pohon hangus terbakar! Sebagian
lainnya berubah
kusam! Gembong Kenjeran tertawa bergelak. Puas
sekali hatinya melihat hasil serangannya kali ini.
Meski tubuhnya sempat terpelanting, namun cepat dapat menguasai keseimbangan
tubuhnya. Lain halnya dengan Siluman Ular Putih.
Pemuda itu kontan jatuh terduduk di tanah. Parasnya pias dengan napas memburu!
Soma segera melompat bangun. Dan kini paras murid Eyang
Begawan Kamasetyo itu tampak menegang, pertanda mulai diamuk hawa amarah!
"Ha ha ha...! Tak tahunya kepandaianmu
hanya segini, Siluman Ular Putih. Bagaimana
mungkin kau dapat mengalahkanku?" ejek Gembong Kenjeran,
Siluman Ular Putih menggeram penuh kemarahan. Kedua telapak tangannya pun telah
be- rubah menjadi putih terang, pertanda mulai mengerahkan pukulan andalan 'Tenaga
Inti Bumi'. "Keluarkanlah semua kepandaianmu, Siluman Ular Putih! Kau tetap tidak akan mampu
mengalahkanku!"
Tak henti-hentinya Gembong Kenjeran
mengejek. Dan diam-diam telah pula dihimpunnya tenaga dalam tinggi untuk
mengerahkan pukulan andalan 'Pelebur Bumi'. Maka seketika kedua telapak
tangannya telah berubah menjadi hitam!
"Pukulan 'Pelebur Bumi'...!" desis Siluman
Ular Putih. Mendengar desisan Siluman Ular Putih,
Gembong Kenjeran malah kian melipatgandakan
tawa. Kedua telapak tangannya telah berubah jadi
hitam digerak-gerakkan sedemikian rupa seolah
pamer pada Siluman Ular Putih, lalu dengan serta-merta disentakkan ke depan.
"Hea!"
Di akhir teriakannya yang nyaring, dari kedua telapak tangan Gembong Kenjeran
melesat dua larik sinar hitam legam yang disertai hawa
panas luar biasa.
Siluman Ular Putih tak mau ketinggalan.
Begitu melihat datangnya serangan, kedua telapak tangannya segera didorong ke
depan, melepaskan dua larik sinar putih terang yang langsung meluruk cepat ke
depan. Dan.... Blammm! Blammm!
Empat larik sinar berwarna putih dan hitam itu langsung beradu di udara,
menghasilkan ledakan hebat. Bahkan bumi sampai bergetar laksana diguncang prahara!
Tubuh Siluman Ular Putih dan Gembong
Kenjeran sama-sama terpental ke belakang dengan wajah pucat pasi. Untuk sesaat
mereka tetap diam di tempat masing-masing. Namun di kejap
kemudian, mereka kembali melompat bangun
siap melakukan pertarungan kembali.
Sementara pertarungan di tempat lain pun
tak kalah sengit dibanding pertarungan Siluman
Ular Putih dan Gembong Kenjeran. Meski Ratu
Adil masih berusia muda, ternyata mampu mengimbangi serangan-serangan Dewi Bunga
Bangkai. Bahkan tak jarang serangan-serangan baliknya sempat membuat murid Ratu
Bangkai dari Lembah Selaksa Kematian pontang panting.
"Bedebah! Kau akan menyesal seumur hidupmu, Gadis Keparat! Aku, Dewi Bunga
Bangkai tak pernah melepaskan musuhku begitu saja sebelum ada yang modar!" geram Dewi
Bunga Bangkai penuh kemarahan.
"Jangan banyak omong! Aku sudah kebal
dengan segala macam ancaman kosong. Lakukan
saja kalau bisa!" tantang Ratu Adil sengit.
"Setan!" maki Dewi Bunga Bangkai mengkalap bukan main.
Seketika murid Ratu Bangkai dari Lembah
Selaksa Kematian itu meraup bunga-bunga bangkai yang berwarna kuning dari
kantung bajunya.
Lalu dengan tenaga dalam penuh, segera dilontarkannya senjata-senjata andalan
itu ke arah Ratu Adil. Werrr! Werrr! Lima buah bunga bangkai langsung melesat cepat ke depan laksana kumbang kuning
yang siap memangsa. Suara lesatan itu pun disertai
angin berkesiuran berhawa busuk bukan kepalang!
Srattt! Ratu Adil cepat meloloskan pedang dan segera memutar-mutar cepat memapak
serangan. Tak! Tak! Tak! Lima kali murid Ratu Alit dari Nusa Kambangan memutar pedang di tangan, membuat
lima buah bunga bangkai yang menyerang dirinya
luruh ke tanah. Saat itu juga, tanah rerumputan
hangus terbakar mengepulkan asap tipis kekuningan begitu terkena bunga-bunga
bangkai yang beracun ganas. Cesss! Cesss! Ratu Adil menggeleng-gelengkan kepalanya
ngeri. Seumur hidupnya baru kali ini melihat kehebatan bunga bangkai yang mampu
meracuni rerumputan maupun apa saja yang terkena.
"Perempuan keji! Senjatamu beracun. Hatimu pun pasti beracun. Alangkah
menyesalnya ibumu melahirkanmu di muka bumi ini," ejek Ratu Adil sengit.
Dewi Bunga Bangkai tidak menyahut.
Amarahnya kian berkobar hingga ubun-ubun.
Tak ada keinginan lain kecuali membunuh Ratu
Adil secepatnya. Maka tanpa banyak membuang
waktu kembali diterjangnya Ratu Adil dengan ganas. Tidak tanggung-tanggung!
Begitu bunga- bunga bangkainya dilontarkan segera pula kedua
telapak tangannya didorong ke depan.
Werrr! Werrr! Werrr!
Wesss! Wesss! Hebat bukan main serangan-serangan Dewi Bunga Bangkai kali ini. Lima buah sinar
kuning yang disertai dua larik sinar berwarna kuning
kontan melesat ke depan. Hebatnya lagi, seputar
tempat pertarungan pun menjadi dingin bukan
main! Ratu Adil tidak mau menganggap ringan
serangan-serangan yang datangnya laksana air
hujan. Segera tubuhnya meloncat ke udara, hingga serangan-serangan Dewi Bunga
Bangkai terus melabrak ke belakang. Dan....
Tep! Tep! Brakkk! Dua batang pohon di belakang Ratu Adil
tadi langsung tumbang. Suaranya menggemuruh,
sebelum akhirnya terbanting keras. Pada bagianbagian batangnya yang terkena
sambaransambaran pukulan Dewi Bunga Bangkai maupun
bunga-bunga bangkai berlubang-lubang dan
mengepulkan asap tipis kekuningan!
"Bajingan! Bagaimanapun juga tak mungkin kau lolos dari tangan mautku! Hea!"
Dikawal bentakan nyaring, Dewi Bunga
Bangkai segera melepas pukulan andalan
'Memetik Bunga Mengirim Racun' setelah menghentakkan kedua telapaknya. Seketika
kembali meluruk dua larik sinar kuning yang disertai hawa dingin bukan kepalang siap
melabrak tubuh Ratu Adil. Wesss! Wesss! Melihat datangnya serangan, Ratu Adil segera bertindak. Kini pukulan andalan
'Cakar Naga Samudera' tak segan-segan lagi untuk dikerahkan. Begitu tenaga dalamnya
disalurkan, kedua
telapak tangannya pun telah berubah menjadi biru. Lalu disertai teriakan
membelah angkasa, jarijari tangannya segera digurat-guratkan ke udara.
Cesss! Cesss! Terdengar suara mencicit ketika jari-jari
tangan Ratu Adil menggurat-gurat di udara yang
disusul melesatnya sepuluh larik sinar biru langsung menghantam sinar-sinar
kuning milik Dewi
Bunga Bangkai. Hingga akhirnya....
Bummm! Bummm! Hebat bukan main bentrokan dua tenaga
dalam yang terjadi barusan. Bersamaan dengan
itu, dua larik sinar kuning berkilauan dari telapak
tangan Dewi Bunga Bangkai ambyar berpencar,
menghantam apa saja yang ada di sekitar tempat
pertarungan! Demikian juga kesepuluh larik sinar
biru dari jari-jari tangan Ratu Adil. Bahkan pengaruh dari bentrokan itu membuat
ranting ranting pohon di sekitarnya terbakar!
Sementara Dewi Bunga Bangkai terpental
jauh ke belakang bak layangan putus talinya. Tubuhnya berputar-putar sebentar
sebelum akhirnya menabrak batang pohon di belakangnya.
Brakkk! "Uhhh...!"
Dewi Bunga Bangkai mengeluh tertahan.
Perlahan-lahan tubuhnya luruh ke tanah dengan
napas tersengal. Parasnya yang cantik pun tampak pucat pasi, seolah tengah
menahan hawa panas yang tengah mengaduk-aduk isi dalam dada!
"Hoeeeekh!"
Dewi Bunga Bangkai menyemburkan darah
segar dari mulutnya. Ia megap-megap sebentar,
lalu terkulai ke tanah!
Sementara tubuh Ratu Adil pun tak luput
dari musibah. Seperti yang dialami Dewi Bunga
Bangkai, tubuh gadis itu terlempar jauh ke belakang. Namun di saat melayang di
udara, sebuah bayangan melesat cepat dan langsung menyambar tubuhnya. Saat itu pula Ratu Adil
merasakan punggungnya ditotok dua kali hingga kaku tak
dapat digerakkan.
"Ha ha ha...! Sudah kuduga. Kau memang
gadis hebat. Aku senang sekali melihatmu. Tapi
aku akan lebih senang bila kau pun hebat di atas
ranjang! Ha ha ha...!"
*** 5 "Gembong Kenjeran! Lepaskan gadis itu!"
Tak dapat dibayangkan betapa murkanya
Siluman Ular Putih 25 Rahasia Kalung Permata Hijau di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Siluman Ular Putih melihat Gembong Kenjeran
tahu-tahu sudah menguasai tubuh Ratu Adil
yang kini dalam keadaan tertotok. Soma memang
tak menyangka sedikit pun kalau Gembong Ken-
jeran akan bertindak demikian cepat ketika mereka bertarung hebat.
"Beginikah caramu memperdayai seorang
gadis, Manusia Pengecut"!" hardik Ratu Adil.
"Untuk mewujudkan keinginan, apa pun
akan kulakukan. Masa bodoh dibilang pengecut
atau tidak. Yang jelas, sebentar lagi aku bisa menikmati kehangatanmu. Tapi, aku
tak ingin ada orang lain mengganggu kesenanganku. Maka terpaksa aku harus menyingkirkan bocah
gondrong itu!" tuding Gembong Kenjeran ke arah Siluman
Ular Putih. "Lepaskan gadis itu, Gembong Kenjeran!"
teriak Siluman Ular Putih, tak berkutik di tempatnya.
Sebenarnya bisa saja Soma menyerang
Gembong Kenjeran. Namun, pemuda ini takut kalau lelaki telengas ini akan
menurunkan tangan
maut pada Ratu Adil.
"Sayang sekali aku tak sudi menuruti perintahmu, Bocah Gondrong," sahut Gembong
Kenjeran. Jelas sekali kalau nadanya melecehkan.
Lelaki tinggi besar itu lantas melangkah
mendekati tempat yang aman. Diletakkannya tubuh Ratu Adil, kemudian kembali
menghadapi Siluman Ular Putih.
Pemuda murid Eyang Begawan Kamasetyo
ini tahu kalau tokoh sesat dari Hutan Kenjeran
itu tidak main-main dengan ancamannya. Meski
demikian, Siluman Ular Putih dapat menghela
napas lega. Bagaimanapun juga, kesempatan untuk menyelamatkan Ratu Adil masih
ada asalkan Gembong Kenjeran dikalahkan terlebih dulu.
Berpikir sampai di sini, Siluman Ular Putih
segera menyerang Gembong Kenjeran. Tidak
tanggung-tanggung segera dikeluarkannya jurus
andalan 'Terjangan Maut Ular Putih'.
"Hea! Hea!"
Bersama teriakannya yang nyaring, tubuh
Siluman Ular Putih telah berkelebat cepat ke depan. Kedua telapak tangannya yang
membentuk dua kepala ular siap mematuk beberapa bagian
tubuh mematikan Gembong Kenjeran.
Gembong Kenjeran tersenyum meremehkan. Sedikit pun hatinya tidak gentar
menghadapi serangan-serangan Siluman Ular Putih. Dan sekali ujung jubahnya dikebutkan,
seketika serangkum angin kencang telah memapak serangan Siluman Ular Putih.
Bed! Weeer...! Sesaat serangan Siluman Ular Putih tertahan di udara. Dan kesempatan ini
digunakan lawan untuk balik menyerang. Begitu tubuhnya
berkelebat, tangan Gembong Kenjeran yang terkepal erat tiba-tiba telah
menghentak dada Siluman Ular Putih.
Wuttt! Wuttt! Siluman Ular Putih terkesiap kaget. Sungguh tidak disangka akan mendapat
serangan demikian mendadak. Tapi sebagai pendekar kawakan, Siluman Ular Putih
cepat mengambil keputusan. Tubuhnya segera berkelit ke samping dengan patukan-
patukan tangan menyelinap ke tu-
buh Gembong Kenjeran.
Sejenak Gembong Kenjeran terperangah
kaget, namun cepat menyadari kalau tubuhnya
akan dijadikan sasaran. Maka segera kakinya
menutul tanah, lalu melenting tinggi ke udara. Di
udara, Gembong Kenjeran membuat putaran beberapa kali. Dan dengan gerakan
mengagumkan, tubuhnya menukik turun dengan tangan bergerak
menjotos. Bukkk! Bukkk! "Aaakh...!"
Telak sekali bogem mentah Gembong Kenjeran mendarat di punggung Siluman Ular
Putih. Untung saja Soma cepat melompat ke depan, sehingga kepalanya selamat dari bogem
mentah Gembong Kenjeran. Meski demikian, tetap saja
pemuda itu terlempar ke depan dengan tulang
punggung seolah mau remuk dan terasa nyeri
bukan main! Begitu bisa menguasai keseimbangan, Siluman Ular Putih menggeram penuh
kemarahan. Segera dicabut senjata pusaka Anak Panah Bercakra Kembar!
"Kenapa tidak dari tadi kau keluarkan senjatamu, Bocah Gondrong"! Padahal, tetap
saja kau akan mampus di tanganku!" ejek Gembong
Kenjeran. Siluman Ular Putih diam tak menyahut.
Amarah yang membakar sampai ubun-ubun kepala membuatnya jadi kalap. Maka
secepatnya kakinya menghentak tanah, membuat tubuhnya
yang tinggi kekar kembali berkelebat cepat me-
nyerang Gembong Kenjeran. Tak tanggungtanggung telah dikeluarkannya jurus
andalan 'Ular Kembar Mengejar Mangsa'.
Wuttt! Wuttt! Sambil berkelebat. Soma segera melempar
senjata pusakanya. Angin berkesiur terdengar
saat senjatanya meluncur. Bahkan ditingkah suara-suara merobek udara saat
patukan-patukan
kedua tangannya mencari sasaran.
Gembong Kenjeran tersenyum angkuh.
Tampak sekali kalau serangan-serangan Siluman
Ular Putih sangat dianggap remah. Dan tatkala
serangan Siluman Ular Putih hanya tinggal setengah tombak, Gembong Kenjeran
berniat memapaknya. Namun belum sempat lelaki telengas itu
bergerak, Siluman Ular Putih tiba-tiba membuang
tubuhnya, seolah membatalkan serangan. Karena
pada saat yang sama senjata Anak Panah Bercakra Kembar yang mengiringi di
belakang siap pula
mengancam. Wusss...! Bukan main terkejutnya hati Gembong
Kenjeran. Sungguh ia telah tertipu oleh gerakan
Siluman Ular Putih. Jarak yang demikian dekat,
membuatnya tak mungkin bisa mengelak. Akibatnya....
Cleppp! "Aaakh...!"
Gembong Kenjeran meraung setinggi langit
begitu mata anak panah Siluman Ular Putih
menghujam dadanya hingga membuat darah merah menyembur.
Di saat yang demikian, ternyata Siluman
Ular Putih telah kembali berkelebat dengan patukan-patukan tangan yang begitu
cepat. "Setan alas! Kau akan merasakan akibatnya nanti, Bocah Gondrong! Hea!"
Gembong Kenjeran terpaksa harus menunda niatnya mencabut anak panah yang
menancap dada, karena harus membuang tubuhnya ke
samping menghindar serangan-serangan Siluman
Ular Putih. Dengan sekali menghentakkan kakinya ke tanah, lelaki itu telah
melompat menghindari serangan.
"Bajingan!" maki Gembong Kenjeran murka. Tangan kanannya segera mencabut batang
anak panah yang menancap di dada. Lalu dengan
tenaga dalam penuh dilontarkannya kembali anak
panah itu ke arah pemiliknya.
Werrr! Hebat bukan main lesatan senjata anak
panah itu. Tentu saja Siluman Ular Putih tak ingin tubuhnya jadi sasaran empuk
serangan balik senjata miliknya. Seketika tubuhnya cepat melenting tinggi ke udara, hingga anak
panah itu terus melesat ke belakang dan menghantam batang
pohon! Tepp! Anak panah itu menancap ke batang pohon. Tampak batang pohon itu bergetar
menimbulkan suara bergemuruh, sebelum akhirnya
tumbang! Blammm! Sekali lagi bumi bergetar hebat. Debu-debu
membubung tinggi memenuhi tempat pertarungan saat pohon besar itu menghantam
tanah. "Bajingan! Beraninya kau mempermainkan
aku seperti ini, hah"! Makanlah aji 'Panglarut
Banyu Putih'-ku! hea!" bentak Gembong Kenjeran
penuh kemarahan.
Di akhir bentakannya, tokoh sesat dari Hutan Kenjeran itu segera melompat ke
depan. Kedua telapak tangannya yang telah berubah jadi
putih berkilauan segera dihantamkan ke arah Siluman Ular Putih yang baru saja
mendarat. Wusss! Seketika dua gulungan asap putih berkilauan melesat dari kedua telapak tangan
Gembong Kenjeran yang disertai hawa dingin bukan
kepalang. Hebat bukan main serangan Gembong Kenjeran kali ini. Apalagi lelaki telengas itu
telah mengerahkan kekuatan tenaga dalam sepenuhnya. Tak heran bila sebelum serangannya
mengenai sasaran, terlebih dulu Siluman Ular Putih merasakan kulit tubuhnya
seperti membeku.
Soma tak ingin ayal-ayalan lagi. Maka cepat digabungkannya pukulan 'Tenaga Inti
Bumi' dan 'Tenaga Inti Api'. Dan begitu telapak tangan
kanannya telah berubah jadi merah menyala, sementara telapak tangan kiri berubah
jadi putih terang, segera didorong ke depan.
Wesss! Wessss! Dua larik sinar merah dan putih melesat
dari kedua telapak tangan Siluman Ular Putih.
Lalu.... Besss! Tak ada bunyi ledakan yang berarti akibat
bentrokan dua tenaga dalam tingkat tinggi barusan. Namun hebatnya, bumi
berguncang hebat
laksana diguncang prahara. Hawa dingin yang
berbaur hawa panas luar biasa menguar, memenuhi tempat pertarungan. Akibatnya,
rantingranting pohon di sekitar tempat pertarungan kontan jadi layu! Bahkan
sebagian lainnya hangus
terbakar! Sementara tubuh Siluman Ular Putih dan
Gembong Kenjeran sama-sama bergetar hebat.
Kaki-kaki mereka pun tersurut beberapa tindak
ke belakang, namun tetap tidak ada yang mau
mengalah. Malah mereka makin melipatgandakan
kekuatan tenaga dalam.
"Hea!"
Gembong Kenjeran membentak garang begitu melipatgandakan tenaga dalamnya.
Tangannya pun dihentakkan kuat-kuat ke depan, hingga
gulungan asap putih yang berkilauan dari kedua
telapak tangannya makin hebat menindih dua larik sinar merah dan putih milik
Siluman Ular Putih.
Besss! Besss! Siluman Ular Putih mengeluh tertahan.
Padahal tenaga dalamnya telah dilipatgandakan.
Namun tetap saja gulungan asap putih yang berkilauan dari kedua telapak tangan
Gembong Kenjeran menindih gelombang serangannya.
"Edan! Tak kusangka kehebatan aji
'Panglarut Banyu Putih' milik Gembong Kenjeran
hampir sebanding dengan Eyang Pamekasan. Kalau begini terus, tubuhku bisa
membeku seperti
sewaktu aku bertarung dengan Eyang Pamekasan. Aku harus cepat bertindak. Barang-
kali saja pukulan 'Lidah Bianglala' yang kupelajari dari
Eyang Bromo dapat mengatasinya...," gumam Siluman Ular Putih dalam hati. (Untuk
mengetahui pertarungan Siluman Ular Putih melawan Eyang
Pamekasan, harap baca episode : "Sengketa Takhta Leluhur").
Di akhir keputusannya, murid Eyang Begawan Kamasetyo segera menjejakkan kakinya
ke tanah. Seketika, tubuhnya melenting tinggi ke
udara. Sedang gulungan asap putih berkilauan
dari kedua telapak tangan Gembong Kenjeran telah melesat ke belakang, memporak-
porandakan apa saja yang ada di sana!
Brasss! Semak belukar yang menjadi sasaran serangan Gembong Kenjeran kontan hancur porak
poranda dengan warna menjadi kusam, mengepulkan asap putih tipis!
Melihat hasil serangannya, Gembong Kenjeran jadi menggeram penuh kemarahan.
Sungguh sama sekali tidak disangka kalau Soma akan
menghindar dari adu tenaga dalam. Tentu saja
tindakan itu tak dapat diterimanya. Maka begitu
melihat lawan mendarat, tiba-tiba kedua telapak
tangannya kembali didorong ke sasaran.
Wusss! Wusss! Lagi-lagi dua gulungan asap putih yang
berkilauan meluncur dari kedua telapak tangan
Gembong Kenjeran. Hawa dingin yang ditebarkan
pun lebih dahsyat dari serangan pertama!
Siluman Ular Putih tak ingin membuangbuang waktu, segera dikerahkannya pukulan
andalan Eyang Bromo yang bernama pukulan 'Lidah
Bianglala'. Maka begitu tenaga dalamnya dikerahkan, kedua telapak tangannya
berubah menjadi putih berkilauan yang memendarkan cahaya
beraneka warna!
"Hea!"
Dikawal bentakan nyaring, tiba-tiba Siluman Ular Putih mendorongkan kedua
telapak tangannya pelan, seperti orang bermalasmalasan. Namun hebatnya, dari kedua
telapak tangannya melesat dua larik sinar putih berkilauan dengan bias beraneka warna,
menjulurjulur laksana lidah bianglala. Di kejap lain dua larik sinar putih itu
pun mengembang besar, berubah menjadi dua gulungan kabut tebal yang memendarkan
cahaya beraneka warna!
Besss! Kembali bumi berguncang hebat. Hawa
dingin akibat bentrokan kabut tebal milik Siluman Ular Putih dan dua gulungan
asap milik
Siluman Ular Putih 25 Rahasia Kalung Permata Hijau di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Gembong Kenjeran kontan menguar, membuat
tempat pertarungan dipenuhi hawa dingin bukan
kepalang! Hawa dingin bukan saja dialami Siluman
Ular Putih dan Gembong Kenjeran, tapi juga oleh
Ratu Adil dan Dewi Bunga Bangkai. Ratu Adil terlihat menggigil hebat menahan
hawa dingin yang
menusuk kulit. Sedang tubuh Dewi Bunga Bang-
kai yang masih tergeletak pingsan tampak kian
pucat saja. Sementara adu tenaga dalam antara Siluman Ular Putih dan Gembong Kenjeran terus
berlanjut. Paras masing-masing pun tampak mulai
pias. Namun mereka tetap tak ada yang mau
mengalah, dan malah makin melipatgandakan tenaga dalam.
"Hea!"
Teriakan menggelegar dari mulut Siluman
Ular Putih dan Gembong Kenjeran terdengar
menggema di seantero lembah. Dua gulungan
asap putih dan kabut putih yang berkilauan
mendadak ambyar! Cahaya yang beraneka warna
kontan menerangi tempat pertarungan!
Akibat dari adu tenaga dalam ini, tubuh Siluman Ular Putih dan Gembong Kenjeran
terpental jauh ke belakang, lalu terbanting keras ke tanah! Masing-masing
mengerang hebat dengan paras pucat pasi. Darah segar pun tampak mengalir
di sudut-sudut bibir, pertanda sama-sama menderita luka dalam yang cukup parah!
"Hoeeekh!"
Siluman Ular Putih menyemburkan darah
kental dari mulutnya. Dadanya yang terguncang
hebat didekap dengan telapak tangan. Ia berusaha melompat bangun, namun sayang
gerakannya lemah. Di hadapannya, Gembong Kenjeran telah
berhasil menguasai keadaan, lelaki ini telah berdiri tegak di tempatnya.
Sepasang matanya yang
berwarna merah menyala terus memandangi Si-
luman Ular Putih bengis.
"Kau memang hebat, Siluman Ular Putih.
Tapi sayang, kehebatanmu akan berakhir sampai
di sini," desis Gembong Kenjeran, penuh ejekan.
Diam-diam lelaki itu pun segera mengerahkan ajian pamungkasnya, yakni aji 'Setan
Kober'. Maka begitu tenaga dalam dikerahkan, seketika
kedua telapak tangannya telah berubah jadi hitam legam hingga pangkal lengan!
Tanpa sadar Siluman Ular Putih tersurut
beberapa langkah ke belakang saking takjubnya.
"Aji 'Setan Kober'...!" desis Siluman Ular
Putih. "Ha ha ha...! Syukur kalau kau sudah
mengenali ajianku ini. Berarti, kau tidak akan
mati penasaran, Bocah Gondrong! Sekarang, makanlah aji 'Setan Kober'-ku! Hea!"
Dikawal bentakan nyaring, tiba-tiba Gembong Kenjeran menyentakkan kedua telapak
tangan ke depan. Tatkala kedua telapak tangannya
tersentak, yang tampak ternyata dua sosok hitam
legam dengan sepasang mata berwarna merah
menyala! Hebatnya lagi, tangan-tangan bayi-bayi
hitam itu terus menjulur panjang ke arah Siluman Ular Putih!
"Ah...!"
Soma tercekat. Meski pernah melihat kehebatan aji 'Setan Kober' sewaktu
bertarung dengan
Pangeran Pimpinan dan Eyang Pamekasan, tetap
saja terkejut dibuatnya. Maka tak ada pilihan
lain, kecuali segera mengerahkan pukulan 'Lidah
Bianglala' kembali.
"Hea!"
Dua larik sinar putih yang tak selang berapa lama berubah menjadi kabut putih
tipis kembali menyeruak dari kedua telapak tangan Siluman Ular Putih, memapak
datangnya serangan.
Namun hebatnya, tangan-tangan bayi hitam itu
seperti tak berpengaruh sama sekali.
Bahkan terus menjulur mengancam keselamatan Siluman Ular Putih. Sedang dua
gulungan kabut putih yang memendarkan cahaya beraneka warna milik Siluman Ular
Putih seolah tertahan di udara!
Bukan main kecutnya hati Siluman Ular
Putih melihat serangannya tak berarti apa-apa.
Sementara tangan-tangan hitam bayi itu terus
menjulur ke tubuhnya dan mencengkeram tubuhnya tanpa ampun!
"Aughhh...!!!"
Siluman Ular Putih meraung hebat. Cengkeraman-cengkeraman tangan bayi-bayi hitam
kian hebat menghimpit tubuhnya. Meski telah
mengerahkan tenaga dalam sekuat mungkin, tetap saja pemuda itu tak mampu
meloloskan diri.
Tangan-tangan bayi hitam seolah tangan-tangan
baja yang kuat dan terus menjepit tubuhnya.
Berkali-kali Siluman Ular Putih mengerang
hebat. Entah mungkin karena saking tidak tahannya
menahan cengkeraman-cengkeraman
tangan-tangan bayi hitam itu, tiba-tiba saja sekujur tubuhnya telah dipenuhi
asap putih tipis. Sehingga, kini sosok pemuda berambut gondrong itu
tidak kelihatan sama sekali. Dan ketika asap pu-
tih yang menyelimuti sekujur tubuh Siluman Ular
Putih itu sirna tertiup angin, maka....
"Ggggeeeerrr...!!!"
*** 6 "Hm...! Jadi inikah ilmu butut yang kau
bangga-banggakan itu, Siluman Ular Putih?" ejek
Gembong Kenjeran begitu melihat perubahan wujud lawan yang kini berupa ular
raksasa sebesar
pohon kelapa dengan kedua matanya yang memerah.
Tak ada sahutan. Hanya gerengangerengan Siluman Ular Putih yang menggema ke
seantero lembah yang terdengar.
"Percuma! Tetap saja kau tak akan mampu
mengalahkanku. Rasakanlah pembalasanku!"
Gembong Kenjeran melipatgandakan tenaga dalamnya. Tangan-tangan bayi-bayi
hitamnya pun kian erat, mencengkeram tubuh ular putih
raksasa lawan. "Ggggeeerrr!!!"
Ular raksasa itu menggereng liar. Ekornya
dikibaskan ke sana kemari, membuat debu-debu
di sekitar tempat pertarungan membubung tinggi.
Namun anehnya, Siluman Ular Putih yang biasanya kebal terhadap berbagai macam
pukulan maut maupun bacokan senjata pusaka kini tampak
kewalahan menghadapi cengkeraman- cengkeraman tangan-tangan bayi hitam dari kedua telapak tangan Gembong Kenjeran.
"Ggggeeerrr...!!!"
Siluman Ular Putih makin menggeliat-geliat
hebat. Suara gerengannya kali ini pun seperti
menahan satu beban yang sarat penderitaan.
Meski telah berusaha, tetap saja belum mampu
melepaskan diri dari cengkeraman-cengkeraman
tangan-tangan bayi hitam itu.
"Ha ha ha...! Sekaranglah saatnya kau menemui ajal di tanganku, Bocah Gondrong!
Hayo, lekas kembali ke wujudmu semula! Aku ingin lihat, bagaimana kau meregang nyawa,"
kata Gembong Kenjeran puas sekali melihat hasil serangannya. Sepasang matanya
yang mencorong beringas makin menyiratkan hawa membunuh.
Ratu Adil yang masih tertotok di luar tempat pertarungan jadi gelisah bukan
main. Hatinya terus berharap agar Siluman Ular Putih dapat
menandingi sepak terjang Gembong Kenjeran.
Namun, sayang. Apa yang diharapkan murid Ratu
alit dari Nusa Kambangan ini hanyalah kesiasiaan. Sedikit pun Siluman Ular Putih
tak berdaya menghadapi cengkeraman tangan-tangan
bayi hitam itu.
"Celaka! Kalau begini terus, bukan mustahil Siluman Ular Putih akan tewas di
tangan Gembong Kenjeran. Apa yang harus kulakukan!
Sedang tubuhku sendiri masih tertotok," sesal Ratu Adil dalam hati. "Kalau aku
tak dapat menolong Siluman Ular Putih, bukan mustahil keselamatan nyawaku pun
akan terancam. Bahkan bu-
kan itu saja. Mungkin kehormatanku juga...."
Ratu Adil terus berkutat dengan pikirannya
sendiri. Otaknya tak henti-hentinya berpikir bagaimana caranya menolong Siluman
Ular Putih yang tengah kewalahan menghadapi Gembong
Kenjeran. "Ggggeeerrr...!!!"
Tiba-tiba Siluman Ular Putih menggereng
hebat. Suaranya yang berat kasar terdengar begitu mengerikan. Tak selang
beberapa lama, sosoknya telah dipenuhi asap putih yang membungkus
sekujur tubuhnya.
"Ayo, keluarkan semua kepandaianmu, Siluman Ular Putih! Mumpung aku belum
merenggut nyawa busukmu," ejek Gembong Kenjeran
pongah. Tak ada sahutan. Perlahan-lahan asap putih yang menyelimuti sekujur tubuh ular
putih raksasa itu pun lenyap tertiup angin. Kini, samarsamar yang terlihat hanyalah
sosok pemuda gondrong murid Eyang Begawan Kamasetyo yang
tengah duduk bersila dengan tangan-tangan bayi
hitam itu masih terus mencengkeram leher!
"Edan! Tak kusangka aji 'Setan Kober'
Gembong Kenjeran jauh lebih hebat dibanding aji
'Setan Kober' milik mendiang Pangeran Pemimpin.
Celaka dua belas! Rupanya memang sudah nasibku harus tewas di tangan Gembong
Kenjeran...."
Siluman Ular Putih mengeluh berulangulang. Pada saat keselamatan nyawanya
terancam, entah kenapa tiba-tiba saja ingatannya teru-
sik oleh bayangan wajah Ratu Adil. Secepatnya diliriknya gadis itu yang masih
tertotok di luar pertarungan. Soma jadi menyesali diri, karena belum
mampu menyelamatkan gadis itu. Sementara
cengkeraman tangan-tangan bayi hitam dari kedua telapak tangan Gembong Kenjeran
terus mencekiknya kuat-kuat.
Siluman Ular Putih mengerang hebat.
Cengkeraman tangan-tangan bayi itu dirasakan
kian hebat menjepit tubuhnya. Sehingga, napasnya megap-megap saking tak
tahannya. Di saat yang gawat bagi Siluman Ular Putih, mendadak terdengar suara pekikan
nyaring yang luar biasa kerasnya. Soma yang tengah dilanda keputusasaan jadi menjerit
tak tahan. Samar-samar pandang matanya jadi gelap, gelap,
dan.... Siluman Ular Putih pun akhirnya terkulai
tak sadarkan diri! Ketika tangan-tangan bayi hitam itu melepaskannya, tubuh si
pemuda ambruk ke tanah. "Bangsat! Siapa yang berani bermain gila
dengan Gembong Kenjeran, hah!" dengus Gembong Kenjeran mengkelap bukan main.
Gendang telinganya pun seakan mau robek saat mendengar pekikan tadi. Hal ini tentu saja
membuat perhatiannya terpecah. Maka tangan-tangan bayi hitamnya pun kembali
surut merubah menjadi telapak tangan kembali.
"Hik hik hik...! Hanya manusia-manusia
berhati iblis sajalah yang tega bermaksud menghabisi lawan yang sudah tak
berdaya. Hik hik
hik...! Benar-benar memalukan!"
*** Sepasang mata merah saga milik Gembong
Kenjeran kian berkilat-kilat nyalang menatap seorang perempuan cantik berpakaian
indah warna hijau pupus yang tahu-tahu telah berdiri di depannya. Menilik potongan tubuhnya
yang ramping, jelas sekali kalau usia wanita itu belum terlalu tua. Paling tidak
sekitar tiga puluh lima tahun.
"Perempuan hina! Katakan Siapa gelarmu
sebelum aku menghabisi nyawamu!" hardik Gembong Kenjeran dengan napas memburu
saking kesal mendengar ejekan barusan.
Perempuan berpakaian hijau pupus itu
hanya tersenyum. Payung besar berwarna hijau
pupus di tangan kanannya digerak-gerakkannya
dengan lemah gemulai.
"Aku, ya aku! Kenapa kau sewot kalau kau
ingin menghabisi nyawaku?" sahut perempuan
berpakaian hijau pupus yang tak lain Putri Hijau
dengan senyum dikulum.
Putri Hijau sebenarnya penasaran mendengar Gembong Kenjeran yang bermaksud
menyatroni Siluman Ular Putih dan Penyair Sinting.
Dengan mengikuti Peramal Maut dari jauh, Putri
Hijau tiba di Hutan Kenjeran tempat tokoh sesat
itu bersembunyi. Namun mendadak perempuan
itu kehilangan jejak Peramal Maut. Putri Hijau berusaha mencari dengan
menjelajahi Hutan Kenjeran, tapi tetap sia-sia belaka.
Di saat Putri Hijau hendak melanjutkan
perjalanan, tiba-tiba telinganya mendengar suarasuara teriakan orang bertempur
tak jauh dari Hutan Kenjeran. Sebagai seorang pendekar, sudah
pasti Putri Hijau ingin melihat apa yang terjadi.
Ternyata dugaannya benar. Di tempat itu telah
terjadi pertarungan antara Gembong Kenjeran
melawan Siluman Ular Putih.
"Kau keberatan menyebutkan gelarmu, Perempuan Hina" Baik! Keberatan maupun
tidak, kau pun tetap akan modar di tanganku. Rasakanlah kelancanganmu ini, Perempuan
Keparat!" putus Gembong Kenjeran.
Di akhir bentakannya, Gembong Kenjeran
segera menghantam kedua telapak tangannya ke
depan. Maka kembali dari kedua telapak tangannya yang berwarna hitam legam itu
mencuat sosok-sosok bayi hitam mengerikan dengan tangantangannya yang terjulur
ke arah Putri Hijau!
"Hik hik hik...! Kau pasti ada sangkut
pautnya dengan tua bangka Pamekasan. Bagus!
Kau pasti murid tua bangka itu, aku jadi ingin
menjajal kehebatan aji 'Setan Kober'-mu," ejek
Putri Hijau. Sedikit pun hatinya tidak gentar
menghadapi tangan-tangan bayi hitam dari kedua
Siluman Ular Putih 25 Rahasia Kalung Permata Hijau di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
telapak tangan Gembong Kenjeran.
Begitu melihat tangan-tangan bayi hitam
itu makin mendekat, Putri Hijau cepat membuka
payung hijaunya.
Brakkk! Payung di tangan Putri Hijau telah terbuka,
melindungi dirinya dari cengkeraman tangan-
tangan bayi hitam itu.
Plak! Plak! Hebat bukan main! Ternyata tangantangan bayi hitam dari kedua telapak tangan
Gembong Kenjeran tak mampu menembus
payung hijau yang melindungi tubuh Putri Hijau.
Begitu tangan-tangan bayi hitam itu mendekat,
satu kekuatan dahsyat yang kasat mata telah memuntahkan serangan. Berkali-kali
Gembong Kenjeran mencoba menembus kehebatan payung di
tangan Putri Hijau, namun tetap saja tak menemui hasil. Lagi-lagi tangan-tangan
bayi hitamnya seperti menghadapi satu kekuatan dahsyat luar
biasa yang mampu menolak seranganserangannya!
"Hik hik hik...! Untung aku selalu membawa payung. Kalau tidak, aku bisa
kapiran!" Putri Hijau tersenyum senang. Payung di
tangan kanannya diputar-putar seenaknya. Dan
seiring Putri Hijau menaikkan payungnya ke atas,
tangannya tiba-tiba mengibas.
Werrr! Werrr! Seketika tampak lima buah sinar biru yang
berbentuk seperti gerigi melesat cepat ke arah
Gembong Kenjeran.
Gembong Kenjeran menggeram penuh kemarahan. Ia yang saat itu tengah kebingungan
bagaimana caranya menghadapi Putri Hijau, terpaksa harus membuang tubuhnya ke
samping. Tatkala berjatuhan ke tanah, baru diketahui kalau kelima sinar biru itu adalah
lima buah bunga
melati berwarna biru! Hebatnya lagi, ternyata lima
bunga melati itu mampu mengeluarkan bau harum yang luar biasa. Hidung Gembong
Kenjeran sampai kembang kempis dibuatnya. Dan manakala semakin banyak menghirup bau harum
bunga melati biru itu, mendadak kepalanya berdenyut
hebat! Gembong Kenjeran seperti merasakan satu
kekuatan dahsyat dari bau harum bunga melati
biru itu yang mampu membuat dirinya mabuk
kepayang! "Bajingan! Bagaimana mungkin kepalaku
jadi pening begini?" rutuk batin Gembong Kenjeran gelisah bukan main.
"Hik hik hik...! Bagaimana" Cukup nyaman
kan bau bunga-bunga cintaku?" ejek Putri Hijau.
Gembong Kenjeran menggeram penuh kemarahan. Sepasang matanya makin beringas.
Kini dicobanya mengerahkan aji 'Panglarut Banyu
Putih' yang juga jadi andalannya. Maka begitu tenaga dalamnya dikerahkan dua
telapak tangannya pun telah berubah menjadi putih berkilau,
dan langsung didorong ke depan.
"Aji 'Panglarut Banyu Putih'...!" desis Putri
Hijau manakala melihat dua gulungan asap putih
berkilauan menyeruak dari kedua telapak tangan
Gembong Kenjeran.
Menghadapi serangan-serangan Gembong
Kenjeran, lagi-lagi Putri Hijau mengembangkan
payungnya ke depan dan berlindung di baliknya.
Rut! Rut! Laksana air hujan serangan-serangan
Gembong Kenjeran ambyar begitu menghantam
permukaan payung. Sedang payung itu sendiri
Han Bu Kong 11 Si Kumbang Merah Ang Hong Cu Karya Kho Ping Hoo Han Bu Kong 1