Pencarian

Tombak Raja Akherat 1

Siluman Ular Putih 07 Tombak Raja Akherat Bagian 1


Hak cipta dan copy right pada
penerbit di bawah lindungan
undang-undang Dilarang mengcopy atau memperbanyak seba-
gian atau seluruh isi buku ini
tanpa izin tertulis dari penerbit
1 Panas menyengat menjilati dataran hijau
menghampar di sebelah timur muara Kali Angkrik. An-
gin berhembus sangat kencang, seakan-akan ingin
memporak-porandakan pepohonan yang tumbuh rin-
dang di sekitar. Keriyut-keriyut bunyi pepohonan yang saling bergesekan
terdengar menggiriskan.
Satu sosok bayangan hitam bertubuh ramping
terlihat tengah berlari kencang di jalan setapak. Pakaian dan rambutnya yang
panjang tergerai di bahu
berkibar-kibar tertiup angin. Meski demikian, larinya terus dipercepat. Gerakan
kedua kakinya ringan sekali laksana terbang!
Srak! "Heh..."!"
Mendadak sosok serba hitam itu menghentikan
langkahnya dengan wajah terkejut. Matanya yang in-
dah bak bintang kejora jelalatan ke sana kemari. Tadi samar-samar, sosok ramping
yang ternyata seorang
gadis cantik itu mendengar langkah-langkah halus di
balik rindangnya sebuah pohon di samping. Bahkan
matanya tadi pun sempat melihat sesuatu yang berge-
rak-gerak. Gadis cantik itu mendengus penuh kema-
rahan. Sepasang mata tajamnya langsung memperha-
tikan pohon besar di sampingnya.
"Monyet-monyet tua, Tiga Setan Ruyung Baja!
Keluaaar...!" bentak gadis cantik itu.
Tidak ada jawaban.
Wajah gadis cantik itu tampak tegang. Sinar
matanya mencorong tajam. Kedua pelipisnya bergerak-
gerak pertanda tengah menahan amarah yang mengge-
legak "Sekali lagi kuperingatkan! Kalau kalian tak
mau keluar, jangan salahkan kalau aku akan memak-
sa kalian keluar!"
Habis berkata begitu sang gadis menghimpun
tenaga dalamnya dengan membuat beberapa gerakan
tangan setelah membuat kuda-kuda kokoh. Maka se-
ketika kedua telapak tangannya berubah putih berki-
lauan hingga ke pangkal. Kemudian tanpa banyak ca-
kap lagi kedua telapak tangannya segera didorongkan
ke depan. Wesss! Wesss! Saat itu pula, dua larik sinar putih berkilauan
melesat dari kedua tangan gadis itu ke arah pohon
yang dicurigai.
Blarrr! Brakkk! Pohon yang jadi sasaran kontan berderak dan
jatuh berdebum menimpa tanah! Debu-debu beterban-
gan! Batang pohon yang terkena pukulan gadis cantik
itu hangus berlubang, mengepulkan uap putih tipis!
Daun-daunnya rontok dalam keadaan kering!
Bersamaan dengan tumbangnya pohon tadi,
tampak melompat keluar tiga sosok bayangan serba hi-
tam dari tempat persembunyian, Begitu melihat siapa
ketiga sosok itu, si gadis menggerutkan gerahamnya
kuat-kuat. Matanya tajam memandang tiga sosok yang
ternyata tiga lelaki berpakaian serba hitam yang kini berdiri tegak di
hadapannya. "Bidadari Kecil! Berani benar kau mengejar ka-
mi" Apa nyawamu rangkap, he"!" bentak salah seorang lelaki berwajah kotak.
Sepasang matanya berwarna
merah menyala. Hidungnya besar, rahangnya bertonjo-
lan. Rambutnya yang gondrong dibiarkan awut-awutan
di bahu. Tubuhnya yang tinggi besar dibalut pakaian
ketat warna hitam.
Di samping lelaki itu berdiri pula dua orang le-
laki lain yang juga berperangai kasar. Wajah mereka
kokoh dengan sepasang mata berwarna merah menya-
la. Hidung mereka besar. Rambut mereka pun awut-
awutan. Yang satu bertubuh tinggi kurus, tapi yang
satu lagi bertubuh tinggi besar.
Ketiga orang berpakaian hitam-hitam itu me-
mang tidak lain dari Tiga Setan Ruyung Baja, musuh
besar Perguruan Kelelawar Putih. Dan gadis yang ter-
nyata Bidadari Kecil ini merasa berkewajiban untuk
menuntut balas atas tewasnya lima orang murid Per-
guruan Kelelawar Putih di tangan Tiga Setan Ruyung
Baja. Sebenarnya agak janggal bila Aryani yang kini sebagai Ketua Perguruan
Kelelawar Putih sampai turun tangan sendiri untuk menghadapi Tiga Setan
Ruyung Baja. Tapi lebih dari itu ternyata di dalam hatinya yang paling dalam,
sebenarnya niatan semula
bukan ingin mengejar Tiga Setan Ruyung Baja. Me-
lainkan, ingin sekali bertemu Soma, pemuda tampan
murid Eyang Begawan Kamasetyo yang diam-diam mu-
lai mengusik hatinya!
"Keparat! Hutang nyawa harus dibayar nyawa!
Kalian bertiga telah berbuat onar di Perguruan Kelelawar Putih. Bahkan telah
menewaskan beberapa orang
murid. Maka, nyawa busuk kalianlah sebagai tebu-
sannya!" bentak Aryani penuh kemarahan, menutupi hasratnya yang ingin bertemu
Soma. Tiga Setan Ruyung Baja tertawa bergelak.
"Boleh-boleh! Kalau kau memang ingin modar
di tangan kami. Tapi, ngomong-ngomong, sayang juga
kalau kau yang begini cantik harus mampus di tangan
kami" sahut lelaki kasar yang bertubuh tinggi kurus.
"Keparat! Kali ini aku benar-benar tidak ingin
melepaskan kalian dari tangan maut ku! Hyaaat...!"
Aryani memekik penuh kemarahan. Sekali ka-
kinya menjejak ke tanah, tubuh tinggi rampingnya te-
lah meloncat tinggi. Begitu berada di udara, segera dilontarkannya pukulan
'Kelelawar Sakti'-nya.
Seketika itu dua larik sinar putih berkilauan
melesat ke arah lelaki tinggi kurus. Hebatnya sebelum sinar putih berkilauan itu
mengenai sasaran, terlebih dahulu telah berkesiur angin dingin.
"Awas, Damar Suto!" teriak lelaki kurus.
"Tenang, Karto Marmo," sahut lelaki tinggi besar yang dipanggil Damar Suto.
Lelaki tinggi kurus yang dipanggil Karto Marmo
segera membuang tubuhnya ke kanan. Sementara
Damar Suto membuang tubuhnya ke kiri.
Blarrr! Dua larik sinar putih itu langsung menghantam
tanah tempat mereka berpijak tadi hingga kontan ber-
hamburan ke udara! Bahkan menciptakan dua lubang
besar yang mengepulkan uap putih tipis!
Begitu bangkit, Karto Marmo dan Damar Suto
hanya menggeleng-geleng melihat pukulan Aryani tadi.
Sementara lelaki berbaju hitam satunya tak urung cu-
kup terkejut juga. Untung saja dia tadi berdiri agak jauh. Sehingga tak perlu
repot-repot menyelamatkan
diri. "Uluk Sabrang! Kau jangan diam saja! Ringkus gadis itu!" teriak Damar Suto
kepada lelaki berbaju hitam yang bernama Uluk Sabrang.
Uluk Sabrang segera menyiapkan jurusnya, be-
gitu mendapat perintah dari lelaki tinggi kurus yang merupakan kakak
seperguruannya.
Aryani sendiri yang melihat serangan perta-
manya gagal sudah jadi kalap bukan main. Sementara,
kedua kakinya mendarat di tanah, pedang kembarnya
yang menggelantung di pinggang segera diloloskan.
Itulah sepasang Pedang Kelelawar Putih. Dan dengan
menggunakan jurus-jurus 'Pedang Kelelawar Sakti',
Bidadari Kecil itu segera menerjang Uluk Sabrang.
"Hiaaat...!"
Serangan-serangan Aryani yang telah mencapai
tingkat tinggi membuat Uluk Sabrang kewalahan bu-
kan main. Melihat hal ini, segera Damar Suto dan Kar-to Marmo ikut membantu
serangan. Namun tetap saja serangan-serangan Aryani
demikian hebatnya. Apalagi setelah mengerahkan ju-
rus-jurus gabungan antara jurus 'Pedang Kelelawar
Sakti' dengan jurus 'Sumur Kematian'. Akibatnya, Tiga Setan Ruyung Baja benar-
benar kewalahan bukan
main. Berkali-kali baik pedang maupun gulungan
rambut gadis itu mengancam keselamatan mereka.
"Hea...! Hea...!"
Damar Suto dan kedua orang adik sepergu-
ruannya cepat memutar ruyung baja. Dan ketika tan-
gan kiri mereka menghentak, meluncur tiga rangkaian
angin dahsyat saling susul.
Wesss! Wesss! Aryani yang sudah siap menerima serangan se-
gera menghentakkan kedua tangannya.
Bummm...! Aryani terjengkang beberapa tombak ke bela-
kang begitu terjadi benturan tenaga dalam yang me-
nimbulkan ledakan dahsyat. Wajahnya pucat pasi. Sei-
si dadanya serasa berguncang.
Dan sewaktu bentrokan itu tadi, tubuh Tiga Se-
tan Ruyung Baja sempat terhuyung-huyung beberapa
langkah ke belakang. Wajah mereka pucat pasi! Seku-
jur tubuhnya menggigil kedinginan!
Aryani gusar bukan main. Sepasang matanya
berkilat-kilat penuh kemarahan. Sekali tubuhnya ber-
gerak tahu-tahu gadis cantik itu telah berdiri tegak kembali di hadapan Tiga
Setan Ruyung Baja. Bahkan
kemudian, sepasang pedang di tangannya langsung
berkelebatan mengincar bagian-bagian tubuh Tiga Se-
tan Ruyung Baja hebat.
Di tempatnya, Tiga Setan Ruyung Baja yang
tengah mengerahkan tenaga dalam untuk mengusir
hawa dingin yang terus menerabas ke dalam tubuh
hanya bisa membelalakkan mata lebar. Sulit rasanya
bagi ketiga orang itu untuk menyelamatkan diri. Apa-
lagi saat itu Aryani sendiri pun telah mengerahkan jurus saktinya yang
dipelajari dari kitab peninggalan
Pendekar Lowo Putih, eyang gurunya.
Namun di saat yang gawat bagi Tiga Setan
Ruyung Baja, mendadak dari arah samping telah ber-
kelebatan berpuluh-puluh sinar kuning keemasan
yang langsung mengarah ke tubuh Aryani!
Wesss! Wesss! Bidadari Kecil cepat memutar pedangnya demi-
kian rupa. Cring! Cring! Berpuluh-puluh sinar keemasan itu pun jatuh
berguguran. Dan ketika sepasang mata Aryani melihat
sinar kuning keemasan yang menyerang dirinya ter-
nyata adalah jarum-jarum emas, kemarahannya kon-
tan menggelegak!
"Bedebah! Lagi-lagi murid-murid Istana Ular
Emas yang menghalangi maksudku!" bentak Aryani
penuh kemarahan. Sepasang matanya yang indah ber-
kilat-kilat memandangi sosok perempuan cantik di
samping sejauh tujuh tombak.
2 Perempuan cantik berpakaian kuning keema-
san dengan rambut digelung di hadapan Aryani sama
sekali tak menggubris bentakan barusan gadis itu.
Hanya senyum liciknya saja yang tersungging di bibir.
"Teratai Emas! Kuhargai bantuanmu. Tapi ra-
sanya, kami masih sanggup menghadapi gadis bengal
ini. Untuk itu, sudilah kau menyingkir barang seje-
nak!" ujar Karto Marmo.
Aryani terkesiap. Ia memang pernah mendengar
sepak terjang murid tertua dari Istana Ular Emas yang bergelar Teratai Emas. Dan
sungguh tak disangka kalau orang yang sangat licik di dunia persilatan itu kini
telah berdiri tegak di hadapannya.
Mendengar ucapan Karto Marmo, lagi-lagi Tera-
tai Emas hanya menyunggingkan senyum kecut
"Siapa yang membantu" Aku tidak membantu
siapa-siapa" Aku memang ada sedikit urusan dengan
gadis ini," kilah gadis cantik yang memang Teratai Emas seraya menunjuk Aryani.
Sekali lagi Aryani terkesiap kaget.
Teratai Emas tersenyum dingin. Wajahnya tam-
pak membawa perbawa maut.
"Jangan kaget, Nona Cantik! Aku memang ingin
berurusan denganmu," kata Teratai Emas masih dengan senyum dingin.
"Langsung saja, apa maksudmu" Apa kau pikir
aku takut menghadapimu?" tukas Aryani jengkel.
Teratai Emas menggeretakkan gerahamnya
jengkel. Ia memang sempat mendengar percakapan,
sewaktu Soma alias Siluman Ular Putih membantu
Aryani menghadapi Tiga Setan Ruyung Baja dari jarak
jauh. Dan begitu kedua anak muda itu berpisah, Tera-
tai Emas yang cerdik diam-diam segera mengikuti
Aryani. Ia memang punya rencana, yakni memaksa
murid Eyang Begawan Kamasetyo menuruti perintah-
nya. "Kau akan menyesal dengan apa yang kau
ucapkan barusan, Nona!" dengus Teratai Emas.
Habis mendengus begitu, tanpa banyak cakap
Teratai Emas segera mengibaskan tangannya. Dan....
Werrr! Werrr! Aryani cepat putar pedangnya begitu melihat
sinar-sinar keemasan yang tak lain jarum-jarum bera-
cun. Tring! Tiga batang jarum emas Teratai Emas itu kon-
tan berguguran.
Teratai Emas menggeram penuh kemarahan,
Namun belum sempat bertindak lebih lanjut...
"Tunggu, Teratai Emas! Kau tidak boleh men-
campuri urusan kami!" bentak Damar Suto, garang.
Teratai Emas mendengus gusar.


Siluman Ular Putih 07 Tombak Raja Akherat di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

"Siapa pun yang berani menentangku, berarti
mati!" Habis berkata begitu, tanpa banyak cakap Teratai Emas kembali mengibaskan
tangannya, melempar
jarum-jarum emasnya. Dan....
Werrr! Werrr! Tiga batang sinar kuning keemasan yang berke-
redepan cepat melesat menyerang Damar Suto.
Orang pertama dari Tiga Setan Ruyung Baja itu
terkesiap kaget. Sungguh tidak disangka dirinya akan diserang sedemikian hebat.
Maka tanpa banyak cakap
lagi, ruyung bajanya segera diputar sedemikian rupa.
Cring! Cring! Crap! "Augh...!"
Damar Suto menjerit setinggi langit. Salah satu
jarum emas Teratai Emas ternyata lolos dari tangkisan ruyung bajanya. Bahkan
langsung amblas ke dalam
dada. Tubuhnya langsung mengejang hebat. Racun
ular emas di dalam jarum-jarum murid tertua Bunda
Kurawa itu mulai menyerang peredaran darahnya.
"Ohh...!"
Damar Suto tidak tahan lagi. Seketika itu tu-
buh tinggi kekarnya ambruk. Sebentar ia melejang-
lejang, lalu tidak bergerak-gerak sama sekali dengan dada berwarna kuning!
"Setan Alas! Berani kau membunuh Damar Su-
to di hadapan kami, Perempuan Sundal"!" bentak Karto Marmo penuh kemarahan.
Tangan kanannya yang memegang ruyung baja
segera berkelebat cepat menyerang Teratai Emas. De-
mikian juga Uluk Sabrang.
Teratai Emas mendengus. Begitu melihat se-
rangan-serangan dua orang dari Tiga Setan Ruyung
Baja hampir mengenai tubuhnya, segera kakinya men-
jejak ke tanah, meloncat tinggi ke udara. Sembari meloncat tinggi ke udara
inilah, mendadak tangannya telah meraih bunga-bunga teratai yang mengandung
hawa racun keji dari sakunya. Seketika dilontarkannya bunga-bunga itu disertai
pengerahan tenaga dalam
tinggi Wesss! Wesss!
Karto Marmo dan Uluk Sabrang terkesiap ka-
get. Mereka sudah cukup tahu, bunga-bunga teratai
itu mengandung racun keji sekali. Ini terbukti dari bau anyir racun yang menebar
ke sekitarnya. Karto Marmo dan Uluk Sabrang tentu tidak in-
gin jadi korban bunga-bunga teratai itu. Maka seketika mereka segera memutar
ruyung sedemikian rupa.
Tras! Tras...! Bunga-bunga teratai emas itu pun berguguran
ke tanah. Hebatnya, tanah itu pun kontan mengepul-
kan uap kekuningan!
Sementara Teratai Emas yang melihat seran-
gan-serangannya dapat dihindari kembali melontarkan
bunga-bunga teratainya. Bersamaan dengan itu, sege-
ra pula tangan kirinya menghentak melepas pukulan
maut 'Racun Ular Emas' ke arah dua orang musuhnya!
Wesss! Wesss! Hebat bukan main serangan-serangan Teratai
Emas kali ini. Aryani yang melihat jalannya pertarungan pun, mendesis penuh
kagum. Bles...! Bles...!
Karto Marmo dan Uluk Sabrang yang tak kuasa
menahan gempuran, akhirnya roboh ke tanah begitu
terkena bunga-bunga teratai beracun itu. Dada mereka kontan berlubang besar,
mengeluarkan darah merah
kekuningan! "Ja.... Jahanam...!" kata Karto Marmo dengan napas tersengal. Tangannya
menggapai-gapai sebentar, lalu ambruk tak dapat bangun lagi. Begitu pula Uluk
Sabrang yang tengah melejang-lejang meregang nyawa
"Itulah akibat orang yang berani menentang Te-
ratai Emas!" desis murid tertua Istana Ular Emas dingin.
Aryani bergidik ngeri. Rasanya belum pernah
melihat racun sekeji itu.
"Sekarang giliranmu, Nona!" desis Teratai Emas lagi. "Kalau kau menurut, aku
tidak akan menyakitimu. Tapi kalau rewel, hm.... Terpaksa aku pun harus
menyakitimu!"
"Kalau perempuan keji di hadapanku ini berla-
ku baik padaku, bukan mustahil tentu menginginkan
sesuatu padaku. Tapi apa yang diinginkannya" Aku ti-
dak punya apa-apa yang berarti...," gumam Aryani dalam hati
Aryani menautkan kedua alisnya dalam-dalam.
Sepasang matanya yang indah tak henti-hentinya me-
mandangi perempuan cantik di hadapannya.
"Aku tahu kelicikanmu, Teratai Emas. Kalau
kau memang ingin berurusan denganku, majulah! Kau
pikir aku takut menghadapi bunga-bunga terataimu"!"
tantang Aryani.
Teratai Emas mendengus penuh kemarahan.
Wajah dinginnya tampak makin menampakkan kebe-
ringasan. "Sudah kuduga. Kau pasti akan bertingkah.
Hm.... Tak ada pilihan lain, terpaksa aku harus me-
lumpuhkanmu!"
Habis berkata begitu, Teratai Emas pun segera
mengibaskan tangannya, melempar bunga-bunga tera-
tai emasnya menyerang Aryani. Bersamaan dengan itu,
tubuh tinggi rampingnya pun segera menerjang dengan
totokan-totokan maut!
Aryani mendesah lirih. Apalagi ketika hidung-
nya mengendus bau anyir yang bukan alang-kepalang.
Namun Bidadari Kecil segera membuang tubuhnya ke
samping. Wuttt! Wutt...!
Blarrr! Lesatan-lesatan bunga teratai itu pun langsung
menerabas ke belakang, menghantam beberapa batang
pohon di belakang Aryani. Batang-batang pohon itu
kontan berlubang besar, mengepulkan uap tipis ke-
kuning-kuningan. Dan seketika itu pula daun-daun
pohon itu pun layu.
Melihat serangan-serangannya dapat dihindari
dengan demikian mudah, Teratai Emas pun kembali
menyerang hebat Aryani yang baru saja bangkit. Ke-
dua telapak tangannya yang telah berwarna kuning
keemasan hingga ke pangkal siku segera mengibas,
melepas pukulan mautnya 'Racun Ular Emas'!
Wesss! Wesss! Dua larik sinar kuning keemasan dari kedua te-
lapak tangan Teratai Emas segera melesat cepat me-
nyerang Aryani.
Bidadari Kecil cepat mengerahkan tenaga
'Kelelawar Sakti'-nya. Seketika itu kedua telapak tangannya berubah jadi putih
berkilauan, Dan sekali di-
dorongkan ke depan.
Wesss...! Terlihat dua larik sinar putih berkilauan dari
kedua telapak tangan Bidadari Kecil melesat cepat
memapak pukulan 'Racun Ular Emas'.
Bummm...! Terdengar satu letusan hebat di udara ketika
terjadi bentrokan dua tenaga dalam di udara. Bumi
bergetar hebat. Angin berkesiur kencang memporak-
porandakan ranting-ranting pohon di sekitar tempat
pertarungan! Teratai Emas tersenyum dingin. Meski tubuh-
nya sempat tergetar hebat namun keadaan ini masih
jauh lebih menguntungkan dibanding Aryani yang
sempat terhuyung-huyung beberapa langkah ke bela-
kang dengan wajah pucat pasi. Tampak pula darah se-
gar membasahi sudut-sudut bibir, pertanda putri
tunggal Pendekar Lowo Kuru itu mengalami luka da-
lam cukup parah!
"Apa kubilang"! Lebih baik turuti permintaan-
ku, mumpung kau belum modar di tanganku!" ejek Teratai Emas.
Begitu habis kata-kata ejekannya, Teratai Emas
berkelebat cepat sekali. Jari-jari tangannya bergerak cepat menotok beberapa
jalan darah Aryani yang
hanya terkesiap. Sehingga....
Tukkk! Tukkk! "Oh...!"
Aryani mengeluh. Seketika itu juga tubuhnya
terasa lemas tak bertenaga begitu terkena totokan-
totokan jari-jari tangan Teratai Emas!
"Sudah kubilang! Jangan bertingkah di hada-
panku!" ejek Teratai Emas sinis.
Aryani melotot garang, namun tak mampu ber-
buat apa-apa. Sementara dengan sekali menggerakkan
tangannya, tahu-tahu Teratai Emas telah menyambar
tubuhnya, lalu cepat berkelebat meninggalkan tempat
itu. 3 Di bentangan langit sebelah timur, matahari
baru saja menampakkan sinarnya yang kuning keme-
rahan. Terasa hangat, memudarkan embun-embun
pagi. Beberapa kicauan burung di ranting-ranting po-
hon pun turut menyemarakkan suasana pagi ini. Se-
mentara, angin perbukitan terasa semilir mengelus tanah rerumputan, tak jauh
dari dua bukit kecil di Lembah Kodok Perak.
Dalam terpaan lembut angin perbukitan, tam-
pak seorang pemuda berpakaian rompi dan celana ber-
sisik warna putih keperakan tengah berlatih ilmu silat.
Meski telah berlatih sekian lama, namun wajahnya
yang tampan tampak masih segar. Hanya sedikit ke-
ringat membasahi ujung hidungnya. Tubuhnya yang
tinggi kekar pun bergerak lincah ke sana kemari, mirip gerakan-gerakan seekor
katak. Dan berkali-kali pula
pemuda tampan yang memiliki rambut panjang sebahu
itu mengeluarkan suara mirip kodok dari mulutnya.
Hebatnya, sehabis pemuda tampan yang memi-
liki rajahan bergambar ular putih kecil di dada itu
mengeluarkan suara demikian, tiba-tiba dari kedua telapak tangannya berkesiur
serangkum angin dingin
bukan kepalang yang terus menerabas ke depan.
Brakkk...! Begitu angin itu menghantam batang pohon se-
besar dua lingkaran tangan manusia dewasa, terden-
gar suara riuh dari pohon yang tumbang. Pada bagian
batang pohon yang terkena pukulan jarak jauh tampak
lubang besar dengan kepulan uap putih tipis! Lebih
hebatnya lagi, ranting-ranting pohon itu pun kontan
keropos! Dan ketika batang pohon itu menimpa tanah,
ranting-rantingnya hancur berantakan jadi abu!
Sejenak pemuda tampan yang tidak lain Soma
menghentikan latihannya. Sepasang matanya yang ta-
jam terus memandangi hasil pukulannya barusan pe-
nuh kagum. "Hm...! Tak kusangka hasil pukulan 'Kodok Pe-
rak Sakti' ini demikian hebatnya. Benar-benar menga-
gumkan! Malah melebihi pukulan-pukulan yang per-
nah dilakukan orang-orang Lembah Kodok Perak
ini...," gumam murid Eyang Begawan Kamasetyo dalam hati, lalu pemuda berjuluk
Siluman Ular Putih itu bersiap-siap kembali berlatih jurus-jurus silat yang
terkandung dalam lembaran sutera merah pemberian
Prana Supit. Dan karena lembaran sutera berwarna
merah itu telah direndam ke dalam air, Soma dapat
melihat jurus-jurus 'Kodok Perak Sakti' yang sangat di-ingini Bunda Kurawa,
Ketua Istana Ular Emas dengan
jelas. Sejenak Soma memperhatikan jurus-jurus yang terkandung dalam lembaran
sutera merah itu seksama. Setelah mantap, baru kembali melatih jurus-jurus
'Kodok Perak Sakti' yang hanya terdiri dari tiga jurus.
(Untuk mengetahui siapa Prana Supit, baca serial Si-
luman Ular Putih dalam episode: "Lembah Kodok Perak"). "Hea...! Hea...!"
Soma berloncatan ke sana kemari. Gerakan-
gerakan kedua kaki maupun kedua tangannya benar-
benar menyerupai gerakan seekor katak. Berkali-kali
tendangan kakinya mampu membuat tanah di sekitar
tempat latihan berhamburan seperti terjadi gempa! Belum lagi tamparan-tamparan
tangannya dan suara ko-
dok yang dikeluarkan dari mulutnya.
Kalau saja Soma mau lebih teliti, sebenarnya
suara mirip bunyi kodok miliknya jauh berbeda den-
gan yang sering dilakukan orang penghuni Lembah
Kodok Perak. Suara pemuda gondrong itu jauh lebih
bergema. Di samping itu hasil pukulannya pun jauh
lebih hebat. Soma kini menutup latihannya dengan kedua
tangan menakup di dada. Sebentar pandangannya be-
redar ke seputar tempat latihan dengan sinar mata
menyesal. Karena tempat latihan tampak tak karuan
lagi. Di samping itu, suara hiruk-pikuk yang diaki-
batkan sambaran-sambaran angin pukulannya bisa
mengundang orang-orang penghuni Lembah Kodok Pe-
rak berdatangan ke tempat itu.
"Ah, iya! Kenapa aku berlaku tolol begini" Seha-
rusnya aku bisa mengendalikan diri untuk menahan
keinginanku berlatih jurus-jurus 'Kodok Perak Sakti'
barang sejenak. Tapi, sudah telanjur. Pokoknya seka-
rang aku harus secepatnya meninggalkan tempat ini.
Eh...! Tapi, mana Tombak Raja Akhirat ku..."!" gumam Soma dalam hati.
Dan ketika melihat Tombak Raja Akhirat yang
ditemukan dalam lorong bawah tanah di dalam Lem-
bah Kodok Perak masih tertancap di tempat semula,
Soma jadi lega. Dengan tersenyum-senyum senang, di-
lihatnya tombak sakti milik mendiang suami Bunda
Kurawa yang tewas di dalam lorong bawah tanah Lem-
bak Kodok Perak. Namun di saat hendak melangkah
pergi, tiba-tiba.
"Pencuri cilik! Hendak lari ke mana kau"!"
Terpaksa Soma menghentikan langkahnya begi-
tu mendengar bentakan dahsyat. Bersamaan dengan
itu berlompatan turun sosok berpakaian hitam-hitam
yang langsung mengurungnya.
Tujuh sosok berpakaian hitam-hitam yang kini


Siluman Ular Putih 07 Tombak Raja Akherat di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

telah tegak di hadapan Siluman Ular Putih adalah
orang-orang penghuni Lembah Kodok Perak! Tiga dari
mereka adalah lelaki tua berjenggot putih panjang
menjuntai. Rambut mereka memutih digelung ke atas.
Wajah mereka kaku tanpa seulas pun senyum.
Sedang empat orang lain adalah empat lelaki
tua dengan brewok lebat berwarna putih. Wajah mere-
ka pun tak jauh berbeda dengan ketiga lelaki berjenggot. Sama-sama memiliki
wajah dingin tanpa seulas
senyum. Soma sendiri pun sempat terkejut melihat siapa
yang menghadang langkahnya. Diam-diam dalam ha-
tinya ragu apakah mampu menghadapi tiga lelaki ber-
jenggot dan empat lelaki brewok yang tak lain para
penghuni Lembah Kodok Perak itu. Namun keterkeju-
tan pemuda itu hanya sebentar. Karena sejurus kemu-
dian di bibirnya telah terhias seulas senyum.
"Salah sendiri kenapa kalian tidak mengizin-
kanku mempelajari Kitab Kodok Perak Sakti milik ka-
lian!" kata Siluman Ular Putih, acuh tak acuh.
"Keparat! Kau berani mengotori Lembah Kodok
Perak, berani pula lancang mencuri Kitab Kodok Perak Sakti milik kami. Kau
pantas modar di tangan kami,
Bocah!" bentak lelaki tua berjenggot yang tak lain Pangestu, garang. (Untuk
mengetahui para penghuni Lem-
bah Kodok Perak, baca serial Siluman Ular Putih da-
lam episode: "Lembah Kodok Perak").
"Satu hal yang patut kalian ingat, sebenarnya
aku tidak bermusuhan dengan kalian. Apalagi setelah
Eyang Prana Supit berpesan agar aku tidak menggang-
gu orang-orang penghuni Lembah Kodok Perak. Maka
sebelum dan sesudahnya, maafkanlah atas kelancan-
ganku ini, Pak Tua."
"Jadi..., jadi..., kau sudah bertemu Paman Pra-
na Supit, Bocah?" tukas Pangestu tak percaya.
"Sudah. Bahkan Eyang Prana Supit sendirilah
yang telah mengajarkan ku melatih jurus-jurus 'Kodok Perak Sakti'"
"Hm...! Kalau begitu, kau harus mengembalikan
ilmu 'Kodok Perak Sakti' yang telah diajarkan Paman
Prana Supit, Bocah!" dengus salah seorang lelaki brewok penuh kemarahan.
"Apa kau bilang, Orang Tua" Aku harus men-
gembalikan ilmu yang telah ku kuasai" Ah...! Jangan-
jangan kau sedang melawak. Mana mungkin aku dapat
mengembalikan ilmu yang telah ku kuasai!" sahut Siluman Ular Putih, tenang.
"Kalau tidak bisa, nyawamulah sebagai gan-
tinya!" Soma tersenyum nakal. Lalu tangannya menggaruk-garuk kepalanya yang
tidak gatal "Ah...! Kalian memaksaku, Orang Tua. Padahal
Eyang Prana Supit telah menganjurkan agar aku me-
nyerahkan Kitab Kodok Perak Sakti yang asli ini pada kalian. Tapi, entah kenapa
kalian masih saja memusuhi ku" Apa beginikah watak orang-orang gagah
penghuni Lembah Kodok Perak?" cibir murid Eyang Begawan Kamasetyo.
"Kalau begitu, lekas berikan Kitab Kodok Perak
Sakti pemberian Paman Prana Supit itu pada kami!"
terabas Pangestu geram.
Sekali lagi Soma menggaruk-garuk kepalanya
bingung. Pusing juga menghadapi kekerasan sikap
orang-orang penghuni Lembah Kodok Perak.
"Apes benar nasibku hari ini! Kenapa aku ber-
temu orang-orang berkepala batu" Ugh...! Menyebal-
kan! Tapi, baiklah. Aku pasti akan menyerahkan Kitab Kodok Perak Sakti itu pada
kalian. Nih, terimalah!"
Soma langsung melemparkan salah sebuah Ki-
tab Kodok Perak Sakti yang berupa selembar kain su-
tera berwarna merah kepada Pangestu.
Tap! Pangestu cepat menangkap lembaran sutera
berwarna merah itu dengan tangan kiri. Lalu dengan
teliti sekali mulai diamatinya lembaran sutera merah itu. Dan kepalanya
mengangguk-angguk puas.
"Aku percaya. Lembaran Kitab Kodok Perak
Sakti ini memang asli. Tapi kenapa ada dua buah?"
tanya Pangestu curiga.
"Ini palsu. Justru yang palsu inilah yang akan
kuberikan kepada Bunda Kurawa."
Orang tertua dari Tiga Jenggot itu mengangguk-
angguk. Soma lega sekali. Dikiranya Pangestu dan kee-
nam adik seperguruannya telah melupakan kelancan-
gannya memasuki wilayah Lembah Kodok Perak begitu
menerima lembaran Kitab Kodok Perak Sakti itu. Na-
mun... "Nah! Sekarang kami menginginkan kematian-mu!" lanjut Pangestu, membuat
Siluman Ular Putih terkejut setengah mati.
"Ah...! Aku masih doyan tempe. Aku juga masih
senang melihat jenggot dan brewok kalian. Mana sudi
aku menyerahkan nyawaku?" tukas Soma.
"Kalau begitu, kami akan memaksamu, Bocah!"
geram Pangestu.
"Ah, bagaimana ini" Kenapa kalian masih me-
minta nyawaku" Apa selembar, Kitab Kodok Perak
Sakti itu masih kurang cukup" Apa kalian juga men-
ginginkan lembaran Kitab Kodok Perak Sakti yang pal-
su ini?" "Jangan berlagak pilon, Bocah! Kami tak menginginkan lembaran Kitab
Kodok Perak Sakti palsu itu.
Kami menginginkan nyawamu!" sahut satu dari Empat Brewok.
"Ya, ampun! Kalian ini benar-benar manusia
keras kepala. Hayo maju! Kalau kalian ingin melihat
ilmu 'Kodok Perak Sakti' yang asli!" tantang Soma saking jengkelnya.
Pangestu mendengus marah sambil mengi-
baskan tangannya.
Wuttt...! Seketika serangkum angin dingin dari kibasan
tangan Pangestu telah menyerang hebat Siluman Ular
Putih. Dan bersamaan dengan kibasan tangannya,
keenam adik seperguruannya langsung menyerang
Wesss! Wesss! Sebelum serangan-serangan ketujuh penghuni
Lembah Kodok Perak itu mengenai sasaran, terlebih
dahulu telah berkesiur angin dingin yang bukan kepa-
lang ke arah Siluman Ular Putih!
Siluman Ular Putih keretakkan gerahamnya
kuat-kuat. Sekali kakinya menjejak tanah, tubuh ting-gi kekarnya telah
berjumpalitan beberapa kali di uda-ra, menghindari gempuran-gempuran ketujuh
penge- royoknya. Kok...! Pangestu mengeluarkan pukulan andalannya
'Kodok Perak Sakti' yang didahului oleh suara mirip
kodok. Maka seketika itu serangkum angin yang dingin bukan main meluncur cepat
menyerang Siluman Ular
Putih. Dan tubuhnya yang semula dalam keadaan se-
tengah berjongkok, telah meloncat cepat bak seekor
katak menangkap mangsa!
Sementara itu Siluman Ular Putih yang tadi
meloncat menghindar telah siap di tanah dengan ke-
dua lutut tertekuk. Kedua tangannya pun direntang-
rentangkan sedemikian rupa. Selang beberapa saat....
Kok...! Ketujuh orang penghuni Lembah Kodok Perak
itu terkesiap kaget. Mereka benar-benar tidak me-
nyangka kalau pemuda gondrong itu mampu menggu-
nakan pukulan 'Kodok Perak Sakti'. Meski, tadi Silu-
man Ular Putih telah menjelaskannya, namun tetap
saja kaget. Apalagi ketika melihat angin dingin dari serangan Siluman Ular Putih
yang jauh lebih hebat di-
banding serangan Pangestu yang terus meluncur de-
ras. Dan... Bummm...! Terdengar satu ledakan hebat di udara begitu
pukulan 'Kodok Perak Sakti' Pangestu berbentrokan
dengan pukulan 'Kodok Perak Sakti' Soma. Tanah di
sekitar tempat pertarungan pun bergetar hebat! Rant-
ing-ranting pohon saling berderak terkena sambaran-
sambaran angin pukulan mereka! Malah ada beberapa
batang pohon besar yang kontan tumbang!
Sementara itu tubuh Pangestu sendiri pun kon-
tan terjajar beberapa langkah ke belakang akibat bentrokan tadi. Wajahnya pucat
pasi. Tampak darah segar membasahi sudut-sudut bibirnya! Bahkan sekujur tubuhnya
pun menggigil hebat!
Melihat hal ini keenam orang penghuni Lembah
Kodok Perak pun makin terkesima melihat hasil puku-
lan 'Kodok Perak Sakti' Siluman Ular Putih. Karena,
itulah pukulan 'Kodok Perak Sakti' yang asli!
Pangestu dan keenam adik seperguruannya
merasa gusar bukan main. Padahal, mereka telah
mempelajari pukulan 'Kodok Perak Sakti' selama ber-
tahun-tahun. Namun ternyata masih kalah hebat di-
banding pemuda kemarin sore yang baru selesai men-
guasai pukulan 'Kodok Perak Sakti'.
Di tempatnya, setelah mampu mengusir hawa
dingin yang menyerang sekujur tubuhnya, Pangestu
lantas kembali menekuk kedua lututnya dalam-dalam.
Kedua tangannya direntang-rentangkan sedemikian
rupa, siap kembali lontarkan pukulan 'Kodok Perak
Sakti'. Sedangkan keenam lelaki penghuni Lembah
Kodok Perak lainnya pun telah mengepung Siluman
Ular Putih. Sikap mereka persis Pangestu.
Namun sebelum terjadi pertarungan kembali...
"Kesalahan tidak selamanya ditebus dengan
kematian. Kematian pun tidak selamanya dikarenakan
kesalahan. Buat apa kalian manusia penghuni alam
mayapada ini saling menghakimi satu sama lain" Toh
orang yang menghakimi itu sendiri pun punya rasa
bersalah!"
Tiba-tiba terdengar ucapan seseorang di kejau-
han sana, dari sebelah barat bukit kecil di Lembah Kodok Perak.
Mendengar ucapan itu, orang-orang penghuni
Lembah Kodok Perak segera mengalihkan perhatian ke
arah datangnya suara.
Siluman Ular Putih sendiri pun merasa heran
bukan main. Dan seketika pandangannya dialihkan ke
arah datangnya suara. Tampak di kejauhan sana seso-
sok bayangan hitam tengah berkelebat cepat menuju
ke tempat pertempuran. Gerakan kedua kakinya cepat
sekali. Selang beberapa saat, sosok serba hitam-hitam itu pun telah berdiri
tegak di hadapan ketujuh orang penghuni Lembah Kodok Perak.
"Guru...!" desis ketujuh penghuni Lembah Kodok Perak hampir bersamaan. Dan habis
berkata begi- tu, mereka duduk berlutut di hadapan sosok yang ter-
nyata seorang lelaki tua berpakaian hitam-hitam.
4 Soma menautkan alis matanya dalam-dalam,
melihat lelaki tua berpakaian serba hitam yang kini telah berdiri tegak di
hadapannya. Usia lelaki itu mungkin sudah mencapai sembilan puluh atau seratus
ta- hun. Rambutnya yang panjang berwarna putih dige-
lung ke atas. Wajahnya tirus dengan rahang bertonjo-
lan. Sepasang matanya yang mencekung ke dalam me-
nyorot tajam ke arah murid Eyang Begawan Kama-
setyo, dengan sinar penuh selidik.
Diam-diam Soma mengeluh dalam hati.
"Ah... Bagaimana ini" Menghadapi keroyokan
ketujuh orang tua ini saja sulit, apalagi sekarang dengan munculnya guru mereka.
Ah...! Mampuslah aku
sekarang...," desah Soma dalam hati gelisah.
Sambil menggaruk-garuk kepalanya, Siluman
Ular Putih balas menatap lelaki tua itu. Lalu bibirnya tersenyum manis.
"Terimalah hormatku, Orang Tua! Kalau tidak
salah, bukankah sekarang aku tengah berhadapan
dengan Ketua Lembah Kodok Perak yang bernama Cu-
cuk Prana?" sapa Soma. Bukan hanya sekadar berba-sa-basi, melainkan juga untuk
menenangkan hatinya.
"Benar! Akulah Ketua Lembah Kodok Perak.
Tapi, dari manakah kau tahu namaku" Karena hampir
seumur hidup aku tak pernah keluar dari Lembah Ko-
dok Perak. Sehingga jarang sekali orang-orang dunia
persilatan yang mengetahui siapa aku. Dan, apakah
kau tadi yang telah mengeluarkan pukulan 'Kodok Pe-
rak Sakti' yang asli" Lalu, dari mana kau dapat mem-
pelajarinya, Bocah?" tanya lelaki tua yang tak lain Cucuk Prana dengan suara
lantang. Dia memang Ketua
Lembah Kodok Perak.
"Aku mengetahui namamu dari Eyang Prana
Supit yang masih terhitung adik seperguruanmu. Dan
aku dapat menguasai ilmu pukulan 'Kodok Perak Sak-
ti' juga dari Eyang Prana Supit," jelas Soma.
"Hm...!" Cucuk Prana mengangguk-angguk.
"Sudah lama sekali aku tidak melihat pukulan maupun jurus-jurus 'Kodok Perak
Sakti' yang asli. Maka
begitu aku mendengar suara bunyi kodok yang mirip
bunyi kodok yang pernah kudengar dari Adi Prana Su-
pit, aku jadi penasaran sekali. Untuk itulah aku keluar dari tempatku bertapa."
Sepasang matanya yang cekung tak henti-
hentinya memandangi pemuda gondrong di hadapan-
nya. Lalu kepalanya kembali mengangguk-angguk.
"Pantas...! Pantas..,! Rupanya kau telah mewa-
risi semua kepandaian Adi Prana Supit. Lalu, apakah
Tombak Raja Akhirat di tanganmu juga pemberian Adi
Prana Supit, Bocah?"
Sejenak Siluman Ular Putih memperhatikan
tombak bergagang kuning di tangannya. Ia tadi me-
mang tidak sempat menggunakan senjata andalan
mendiang suami Bunda Kurawa itu. Karena gempu-
ran-gempuran para pengeroyoknya yang lebih senang
mengandalkan pukulan-pukulan 'Kodok Perak Sakti',
tidak memungkinkannya untuk menggunakan senjata
itu. Di samping itu Soma pun tahu, betapa dahsyatnya senjata andalan mendiang
suami Bunda Kurawa itu.
Jangankan terkena ujung runcing tombak di tangan-
nya yang berwarna merah. Terkena kilatan sinar me-


Siluman Ular Putih 07 Tombak Raja Akherat di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

rah dari ujung tombak dalam jarak satu tombak saja,
orang akan terluka. Apalagi kalau terkena langsung!
"Kalau yang ini tidak, Eyang. Sewaktu aku ter-
sesat masuk ke dalam lorong kematian, di situlah aku menemukan tombak ini, tak
jauh dari kerangka Raja
Iblis mendiang suami Bunda Kurawa," jelas Siluman Ular Putih, terus terang. Soma
langsung merubah
panggilan dengan menyebut 'Eyang' pada Cucuk Pra-
na. "Hm...! Kesalahan memang tidak selamanya diakhiri dengan kematian. Raja
Iblis telah tewas di tangan Adi Prana Supit, karena sepak terjangnya yang
menggiriskan. Sedang aku" Oh...! Aku terlalu larut da-
lam perasaan bersalah ku pada Adi Prana Supit. Seha-
rusnya, aku tidak menghukumnya sekejam itu. Ba-
gaimanapun juga, ia sudah sangat berjasa terhadap
Lembah Kodok Perak ini...," keluh Cucuk Prana meng-harukan.
Wajahnya yang tirus itu tampak demikian mu-
rung. Sepasang matanya yang cekung memerah. Da-
danya pun turun naik, seolah-olah sedang menahan
perasaan sesal yang teramat sangat.
Cucuk Prana mengangguk-angguk.
"Sudah kuduga. Kau memang pantas mewarisi
kepandaian Adi Prana Supit Tulang-tulangmu kuat se-
kali. Dan kau pun sangat berbakat. Saat ini, belum
tentu aku dapat mengalahkanmu, Bocah," cetus Eyang Cucuk Prana.
"Terima kasih atas pujian mu, Eyang," ucap murid Eyang Begawan Kamasetyo
disertai senyum
manis. Cucuk Prana lantas mengarahkan perhatian
pada tujuh orang muridnya yang masih duduk berlu-
tut di hadapannya. Lalu segera diperintahkannya me-
reka untuk kembali ke tempatnya semula.
Tanpa banyak cakap, tujuh orang itu segera
meloncat bangun dan cepat berkelebat menuju Lem-
bah Kodok Perak tanpa menoleh lagi ke belakang.
"Sekali lagi aku minta maaf atas kelancanganku
mengotori tempat kediamanmu, Eyang! Sekarang aku
mohon pamit. Selamat tinggal," ucap Soma lagi.
Habis berkata begitu, murid Eyang Begawan
Kamasetyo itu pun segera berkelebat cepat meninggal-
kan tempat itu. Namun baru beberapa kelebatan....
"Bagus! Rupanya kau sudah mendapatkan Ki-
tab Kodok Perak Sakti berikut Tombak Raja Akhirat
yang sangat ku ingini. Sekarang, kutunggu kau di
simpang jalan luar Lembah Kodok Perak. Kalau kau ti-
dak datang, jangan salahkan kalau aku terpaksa
membunuh gadismu yang cantik ini!"
Soma terkesiap kaget. Samar-samar telinganya
mendengar seseorang tengah menyusupkan suara dari
jarak jauh. "Semprul! Mau apa lagi mereka?" sungut Siluman Ular Putih kesal seraya
mempercepat langkahnya.
"Tunggu, Bocah!"
Kali ini terdengar teriakan dari mulut Eyang
Cucuk Prana. Terpaksa Soma menghentikan langkah-
nya. Tampak orang pertama Lembah Kodok Perak ten-
gah berkelebat menghampirinya. Sebentar saja, ia su-
dah tiba di depan Soma.
"Siapa orang yang telah menyusupkan suara ke
telingamu, Bocah?" tanya Cucuk Prana langsung seraya menautkan kedua alis
matanya dalam-dalam.
Diam-diam Soma jadi terkejut dibuatnya. Tak
disangka kalau orang tua renta di hadapannya mampu
mendengar bisikan halus yang dikirimkan dari jarak
jauh. "Aku tidak tahu pasti, Eyang. Yang jelas orang yang telah mengirimkan
suara dari jarak jauh itu adalah orang-orang golongan Ular Emas. Mungkin Bunda
Kurawa sendiri. Mungkin juga murid-muridnya."
"Lagi-lagi golongan Ular Emas yang selalu
membuat onar. Berhati-hatilah, Bocah! Orang-orang
macam Bunda Kurawa dan murid-muridnya memang
patut dienyahkan dari muka bumi. Tapi sayang, aku
tidak dapat membantumu, aku sudah terlalu tua un-
tuk mengotorkan diri dengan darah. Selamat tinggal,
Bocah!" Habis berkata begitu, lelaki tua ini pun segera berkelebat cepat menuju
tempat pertapaannya di sebe-
lah barat bukit kecil di Lembah Kodok Perak.
Sejenak Soma memperhatikan Eyang Cucuk
Prana itu penuh kagum. Ilmu meringankan tubuh le-
laki tua renta itu memang sangat luar biasa. Gerakan kedua kakinya tampak
seperti orang melangkah biasa.
Namun dalam beberapa kelebatan saja, sosoknya telah
sangat jauh. Soma sendiri juga tidak ingin berlama-lama di
tempat itu. Saat itu juga tubuhnya pun berkelebat
kembali meninggalkan tempat itu. Dalam beberapa ke-
lebatan saja sosoknya telah menghilang di balik kerim-bunan hutan di depan sana.
5 Siluman Ular Putih tiba di simpang jalan, di
luar Lembah Kodok Perak. Di tempat ini, pemuda itu
tidak menemukan siapa-siapa, kecuali desaan angin
perbukitan yang berhembus lembut mempermainkan
rambutnya yang gondrong. Meski sepasang matanya
tertuju pada hamparan padang luas di hadapannya,
namun sebenarnya telinganya tengah diarahkan pada
gerakan-gerakan halus di batang pohon belakangnya.
Ia yakin, sosok itulah yang tadi mengirimkan suara da-ri jarak jauh.
Soma tetap diam saja di tempatnya. Ia tahu di
dahan pohon itu tengah mengintai satu sosok tubuh.
Namun pemuda ini pura-pura tidak menyadarinya.
Sementara diam-diam hatinya gelisah juga memikirkan
keselamatan gadis yang bersama sosok pengintai yang
mengirimkan suara tadi. Entah Siluman Ular Putih ju-
ga tidak tahu, untuk apa orang itu menyusupkan sua-
ra. Kalau memang Bunda Kurawa, mengapa memin-
tanya menemui di simpang jalan" Lantas siapakah
orang yang tengah berada di atas pohon itu"
"Bagus! Rupanya kau mau menuruti permin-
taanku juga," kata sosok di atas pohon itu mulai buka suara. Soma tersenyum
kecut seraya sedikit menoleh.
Rasa-rasanya ia memang pernah kenal suara itu. Na-
mun, pemuda ini belum tahu pasti. Yang pasti, sang
empunya suara adalah seorang perempuan cantik,
menilik suaranya yang merdu.
Jalanan setapak di samping murid Eyang Be-
gawan Kamasetyo yang bergelar Siluman Ular Putih itu memang tidak terlalu lebar,
tidak lebih dari setengah tombak. Di kanan-kirinya banyak ditumbuhi semak
belukar. Tampak pula akar-akar pohon di pinggir jalan yang mencuat ke tengah
berwarna kuning kemerahan.
Setelah sosok di atas pohon tak berkata-kata
lagi, perlahan-lahan Soma mulai membalikkan badan-
nya. Kepalanya langsung melihat ke atas. Tampak se-
sosok perempuan cantik berpakaian ketat warna kun-
ing keemasan dengan rambut disanggul ke atas tengah
berdiri tegak di atas sebuah dahan pohon. Kedua tan-
gannya mengepit seorang gadis cantik berpakaian ser-
ba hitam. Yang membuat murid Eyang Begawan Kama-
setyo itu terkejut, bukan karena sosok ramping berpakaian kuning keemasan itu
tengah berdiri tegak di atas sebuah dahan kecil sebesar jari kelingking!
Melainkan karena melihat gadis cantik tawanan sosok berpakaian kuning keemasan
itu yang tidak lain adalah Aryani
alias Bidadari Kecil.
Melihat Aryani menjadi tawanan perempuan
cantik berpakaian kuning keemasan yang tak lain Te-
ratai Emas, Soma tak dapat lagi menahan amarahnya.
Sepasang matanya yang tajam berkilat-kilat penuh
kemarahan. "Teratai Emas! Kalau kau berani menyentuh
seujung rambut pun gadis itu, demi Tuhan aku akan
menguliti batok kepalamu!" bentak Soma, tak dapat la-gi mengendalikan amarahnya.
Teratai Emas hanya menyunggingkan senyum
dingin. Lalu dengan sekali menghentakkan kakinya,
sosoknya pun telah meloncat turun. Gerakan kedua
kakinya ringan sekali. Sedikit pun tak menimbulkan
suara saat kedua kakinya menjejak ke tanah, sambil
memondong tubuh Bidadari Kecil.
"Aku tidak akan melukai gadismu yang cantik
ini sedikit pun. Asal, kau mau menuruti permintaan-
ku!" sahut Teratai Emas, enteng.
"Semprul! Rupanya kau menginginkan sesuatu
dariku, he"!" bentak Soma geram bukan main.
"Tepat! Aku memang menginginkan sesuatu da-
rimu. Dan kau harus menuruti kemauanku! Kau pa-
ham?" Teratai Emas tersenyum-senyum penuh keme-
nangan. Sepasang matanya yang indah tak henti-
hentinya memperhatikan lembaran sutera berwarna
merah di tangan Soma dan sebatang tombak berwarna
kuning dengan ujung berwarna merah penuh kagum.
"Apa yang kau inginkan dariku, Teratai Emas?"
tanya Soma gelisah sekali. Sementara itu gadis cantik dalam kepitan tangan
Teratai Emas tampak demikian
pucat. Bulu matanya yang lentik terpejam rapat-rapat.
Sekali lihat saja. Soma tahu kalau Aryani mengalami
luka dalam cukup parah. Dan karena tidak tahan den-
gan luka dalamnya itu, Aryani pun jatuh tak sadarkan diri.
Soma geram bukan main. Apalagi ketika meli-
hat sepasang mata Teratai Emas tak henti-hentinya
memandangi benda pemberian Eyang Prana Supit yang
disembunyikan Soma di balik saku celana, yang sem-
pat terlihat oleh Teratai Emas. Dan ketika Soma melirik ke samping, buru-buru
dimasukkannya benda itu
lebih dalam lagi.
"Kau tentu sudah tahu apa yang kuinginkan,
Siluman Ular Putih" Apalagi kalau bukan Kitab Kodok
Perak Sakti dan Tombak Raja Akhirat"! Lekas lempar-
kan kedua benda yang kumaksudkan itu padaku, ka-
lau masih menginginkan gadismu yang cantik ini!" perintah Teratai Emas galak.
Telapak tangan kanannya yang berwarna kun-
ing keemasan hingga ke siku telah diangkat tinggi-
tinggi, siap meremukkan batok kepala Aryani.
"Jangkrik buntung! Babi gempul! Rupanya kau
menginginkan kedua benda ini, Teratai Emas" Apa kau
lupa kalau Bunda Kurawa menginginkan kedua benda
ini?" "Aku tidak peduli lagi dengan nenek-nenek cantik itu. Kalau memang
menginginkan kedua benda itu,
maka ia sendirilah yang harus turun tangan," sahut Teratai Emas dingin.
"Kau mengkhianati gurumu, Teratai Emas?"
tukas Soma. "Kau tidak perlu ikut campur urusanku. Setiap
saat pikiran manusia bisa berubah. Sekarang, lekas
lemparkan kedua benda yang kumaksudkan padaku!"
Soma tertawa bergelak.
"Dasar pengkhianat! Enak saja main perintah
padaku! Kau pikir, aku tidak tahu akal bulus mu" Be-
gitu aku menyerahkan Kitab Kodok Perak Sakti dan
Tombak Raja Akhirat, kau pasti akan membunuh gadis
itu. Bukankah percuma namanya, Teratai Emas?" tukas murid Eyang Begawan
Kamasetyo di antara ta-
wanya. Teratai Emas menggeram penuh kemarahan.
Telapak tangannya yang telah berubah kuning keema-
san terlihat siap akan meremukkan batok kepala
Aryani. Diam-diam Soma cemas bukan main. Kalau Te-
ratai Emas gelap mata, bukan mustahil batok kepala
Bidadari Kecil akan remuk seketika itu juga. Sedang
pemuda ini tidak menginginkannya. Jelas ia ingin ga-
dis itu selamat.
"Jadi, kau menginginkan gadismu yang cantik
ini modar di tanganku, Bocah"!" ancam Teratai Emas, saking jengkelnya.
"Aku cuma tidak ingin kau berlaku curang, Te-
ratai Emas?" desis Soma.
"Baik," desis Teratai Emas, penuh kemarahan.
"Sekarang cepat lemparkan Kitab Kodok Perak Sakti dan Tombak Raja Akhirat ke
dekat pohon di samping-ku. Baru aku akan melemparkan tubuh gadismu yang
cantik ini padamu."
Sejenak Soma menggaruk-garuk kepalanya
bingung. Memang, jarak antara pohon yang dimaksud-
kan Teratai Emas dengan dirinya tidak terlalu berjauhan. Demikian juga bagi
Teratai Emas. Kalau Teratai
Emas bertindak curang, bukankah Siluman Ular Putih
dapat bertindak cepat dan kembali memungut kedua
benda yang telah dilemparkan"
"Bagaimana, Bocah Sinting" Apa kau kebera-
tan?" desak Teratai Emas.
"Sama sekali tidak," sahut Siluman Ular Putih, tegas. "Kalau begitu, lekas
lemparkan Kitab Kodok Pe-
rak Sakti dan Tombak Raja Akhirat ke tempat yang ku-
tunjukkan tadi"
"Baik."
Soma bersiap-siap melemparkan kedua benda
yang diinginkan Teratai Emas ke dekat pohon yang
dimaksudkan. Namun di saat tengah mengangkat ke-
dua benda itu, mendadak....
"Mbakyu Teratai Emas! Kau..., kau pengkhia-
nat!" Terdengar teriakan dari balik sebuah pohon. Kemudian dengan gerakan cepat,
berkelebat satu sosok
bayangan kuning keemasan meninggalkan tempat itu.
Mendengar bentakan barusan, Teratai Emas se-
jenak menautkan kedua alisnya. Lalu dengan senyum
tersungging di bibir, pandang matanya kembali dialihkan ke arah murid Eyang
Begawan Kamasetyo.
"Cepat lemparkan kedua benda yang kumak-
sudkan itu, Bocah!" desak Teratai Emas gugup.
"Hm...! Rupanya kau gugup juga melihat salah
seorang adik seperguruanmu memergoki kepengecu-
tanmu, Teratai Emas. Tapi, baiklah. Aku akan segera
melemparkan kedua benda ini ke tempat yang kau
maksudkan," gumam Soma.
Habis berkata begitu, Soma pun segera melem-
parkan Kitab Kodok Perak Sakti dan Tombak Raja Ak-
hirat ke dekat pohon yang dimaksudkan. Tepat pada


Siluman Ular Putih 07 Tombak Raja Akherat di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

saat yang sama tiba-tiba Teratai Emas telah menyodok punggung Aryani dengan
telapak tangan yang telah
berwarna kuning keemasan hingga pangkal siku!
Bukkk! Tubuh ramping Aryani yang tengah pingsan
kontan melayang cepat ke arah Soma, begitu terkena
pukulan 'Racun Ular Emas' Teratai Emas. Siluman
Ular Putih geram bukan main. Namun secepat itu tu-
buhnya berkelebat, menangkap tubuh Aryani.
Dan ketika Teratai Emas tengah berkelebat ce-
pat menyambar Kitab Kodok Perak Sakti dan Tombak
Raja Akhirat yang tadi dilemparkan, buru-buru murid
Eyang Begawan Kamasetyo meletakkan tubuh Aryani
ke tanah rerumputan. Dan saat itu pula tubuhnya
kembali berkelebat cepat mengejar Teratai Emas. Dan, tahu-tahu Siluman Ular
Putih itu pun telah berdiri tegak di hadapan Teratai Emas!
"Jangan harap bisa kabur dari hadapanku,
Pengkhianat! Sekarang, cepat serahkan kembali kedua
benda yang kau rampas itu! Atau, kalau terpaksa aku
mengirim nyawa busukmu ke neraka!" desis Soma, dalam kemarahan menggelegak
Saking tidak dapat mengendalikan amarahnya,
tiba-tiba rambut Siluman Ular Putih telah berubah
menjadi ribuan ular putih hidup dengan kepala te-
rangkat tinggi-tinggi!
Teratai Emas terkesiap kaget. Sepasang ma-
tanya membelalak liar. Apa yang dilihatnya benar-
benar membuat nyalinya ciut. Namun ketika sadar ka-
lau Tombak Raja Akhirat berada dalam genggaman
tangannya, wanita itu langsung dapat menekan rasa
takutnya. Bibirnya menyunggingkan senyum dingin.
"Bedebah! Kau pikir aku takut padamu! Nih,
rasakan Tombak Raja Akhirat ku!" bentak Teratai Emas lantang seraya menyerang
Siluman Ular Putih
dengan Tombak Raja Akhirat. Sedang tangan kirinya
pun siap pula melontarkan pukulan 'Racun Ular
Emas'! Wesss! Wesss!
Siluman Ular Putih cepat melenting ke bela-
kang, menyelamatkan diri. Disadari betul akan kehe-
batan tombak di tangan Teratai Emas. Makanya, ia tak berani bertarung dalam
jarak dekat. Karena jangankan
terkena tajamnya ujung tombak. Terkena kilatan-
kilatan merah ujung tombak itu saja mampu membuat
tubuhnya tercerai-berai.
Brakkk...! Buktinya, pohon-pohon besar yang tumbuh di
pinggir jalan setapak itu kontan tumbang saling tum-
pang tindih begitu terkena kilatan-kilatan merah ujung pedang di tangan Teratai
Emas. "Tombak hebat! Tombak hebat!" puji Siluman Ular Putih penuh kagum begitu
mendarat di tanah.
"Tapi, sayang. Dunia persilatan bisa kacau kalau tombak sehebat itu sampai jatuh
ke tangan manusia ber-
hati ular!"
Teratai Emas geram bukan main melihat seran-
gannya gagal. Saat itu juga Tombak Raja Akhirat di
tangannya kembali mengibas-ngibas dengan tubuh
meluruk tajam. Kilatan-kilatan tombak di tangannya
berkali-kali membuat pepohonan di sekitar tempat pertarungan jadi porak-poranda,
seperti dilanda angin to-pan. Sementara Siluman Ular Putih melompat kesana
kemari menghindari kilatan-kilatan sinar merah yang
mengurung dirinya.
"Ah...! Kalau menghindar terus begini, bukan
mustahil tenagaku akan terkuras. Hm... sebaiknya ku
coba mengandalkan pukulan-pukulan jarak jauh ku.
Ya ya ya...! Sebaiknya memang begitu," pikir murid Eyang Begawan Kamasetyo dalam
hati, seraya membuat satu lompatan menjauh untuk mengambil jarak.
Begitu mendarat, Siluman Ular Putih segera
mengerahkan pukulan sakti 'Tenaga Inti Bumi'-nya
yang juga digabungkan dengan pukulan sakti 'Tenaga
Inti Api'. Maka seketika itu, tangan kirinya telah berubah jadi putih terang.
Sedang tangan kanannya telah
berubah jadi merah menyala hingga sampai ke pangkal
siku. Dan ketika Teratai Emas mulai melontarkan pu-
kulan 'Racun Ular Emas', buru-buru Siluman Ular Pu-
tih memapakinya.
Wesss! Wesss! Bummm...! Terdengar satu ledakan hebat di udara. Tanah
di sekitar tempat pertarungan kontan berhamburan
tinggi ke udara! Ranting-ranting pohon berderak den-
gan daun-daunnya yang layu!
Begitu terjadi bentrokan, tubuh Teratai Emas
terhuyung-huyung beberapa tombak ke belakang dis-
ertai lengkingan tinggi. Wajahnya pucat pasi. Tampak pula darah segar membasahi
sudut-sudut bibir pertanda menderita luka dalam cukup parah.
Pada kesempatan yang amat sempit ini Siluman
Ular Putih segera meloloskan senjata pusaka secepat
kilat, dilontarkannya senjata berupa sebuah anak pa-
nah berbentuk badan ular dengan dua cakra kembar
di kanan-kiri kepalanya yang berbentuk ular pula. Itulah senjata Anak Panah
Bercakra Kembar pemberian
eyangnya di Gunung Bucu. Dan begitu senjata itu me-
lesat cepat, maka seketika hawa dingin yang bukan
kepalang telah memenuhi tempat itu. Bersamaan den-
gan itu putaran-putaran cakra kembar di kanan kiri
kepala ular telah menyebabkan angin kencang berke-
siur menyerang Teratai Emas!
Wesss! Teratai Emas terkesiap kaget. Namun setengah
tombak lagi anak panah Siluman Ular Putih itu men-
capai sasaran, Teratai Emas cepat memutar tombak di
tangannya. Cring! Cring! Dua kali tombak di tangan Teratai Emas berha-
sil menangkis Anak Panah Bercakra Kembar hingga
terpental ke samping. Namun anehnya, tiba-tiba saja
senjata anak panah itu cepat memutar balik dan kem-
bali menyerang!
Teratai Emas yang tengah kaget akibat tangan-
nya bergetar setelah menangkis, tidak sempat lagi
menghindar. Ia hanya mampu memutar tombak di
tangan kanannya asal saja. Akibatnya...
Cring! Meski dapat menangkis senjata Anak Panah
Bercakra Kembar, namun tak urung juga Tombak Raja
Akhirat sempat oleng ke samping. Sedang saat itu tangan kirinya tengah terangkat
tinggi. Maka tanpa am-
pun lagi.... Crakkk! "Aaahhh...!"
Tangan kiri Teratai Emas kontan terkena sam-
baran cahaya kilat merah ujung tombak di tangan ka-
nannya! Wanita itu kontan melengking setinggi langit.
Pergelangan tangan kirinya yang terkena kilatan ca-
haya merah kontan putus dan keluarkan darah segar!
Di saat Teratai Emas tengah menahan sakit, Si-
luman Ular Putih cepat berkelebat. Langsung diram-
pasnya Tombak Raja Akhirat di tangan Teratai Emas
setelah menangkap kembali senjata Anak Panah Ber-
cakra Kembar. Tap! Teratai Emas tidak dapat berbuat banyak. Ia
hanya sempat melihat kelebatan sesosok pemuda gon-
drong berpakaian rompi dan celana bersisik warna pu-
tih keperakan murid Eyang Begawan Kamasetyo, sebe-
lum akhirnya tombak di tangan kanannya terampas.
Siluman Ular Putih tertawa gembira.
"Rasakan, tuh! Senjata makan tuan! Eh, salah!
Senjata makan nona!" celoteh Siluman Ular Putih.
Teratai Emas geram bukan main. Ujung tangan
kirinya yang putus akibat terkena kilatan cahaya me-
rah Tombak Raja Akhirat terasa nyeri bukan main! Ia
sadar, kalau racun ular emas milik suami Bunda Ku-
rawa mulai menjalar ke dalam tubuhnya.
"Nah, sekarang kematianmu ada di ujung mata.
Kau tak dapat lari dari kematian, kecuali memenuhi
permintaanku," ancam Siluman Ular Putih sambil
menggerak-gerakkan Tombak Raja Akhirat di tangan-
nya. "Baik! Kali ini aku mengaku kalah. Tapi, ingat!
Aku, tidak pernah mau menerima kekalahan ku begitu
saja. Awas, pembalasanku nanti, Bocah Sinting! Seka-
rang, apa permintaanmu"!" geram Teratai Emas penuh kemarahan.
"Kau harus memberikan obat pemunah racun
mu dulu baru boleh meninggalkan tempat ini!" sahut Siluman Ular Putih.
Sekali lagi Teratai Emas hanya dapat mengge-
ram penuh kemarahan. Namun karena tidak ada pili-
han lain, terpaksa diturutinya permintaan Soma.
Dengan memendam rasa jengkelnya, Teratai
Emas mengambil dua buah obat pemunah racunnya
yang berwarna kuning. Langsung dilemparkannya ke-
dua obat pulung itu ke arah Siluman Ular Putih.
Tap! Tap! Siluman Ular Putih cepat menangkap dua butir
obat pulung pemberian Teratai Emas. Kedua tangan
murid Eyang Begawan Kamasetyo itu sempat tergetar
hebat, menandakan kalau lemparan itu disertai tenaga dalam. Sementara begitu
habis melempar obat pemunah racun, wanita itu sudah berkelebat dari tempatnya
semula. Sebentar saja, murid pertama Bunda Kurawa
itu telah jauh meninggalkan tempat ini.
Soma kini melangkah santai, menemui Aryani
yang masih tak sadarkan diri agak terpisah dari tem-
pat pertarungan tadi. Pemuda itu ingin segera me-
nyembuhkan Bidadari Kecil.
"Ah...! Kau sudah siuman, Aryani?" desah So-ma, begitu melihat mata Bidadari
Kecil membuka per-
lahan-lahan. Soma tadi telah memberinya hawa murni,
untuk mengembalikan kekuatan gadis ini sekaligus
menyadarkannya.
Aryani tidak langsung menjawab pertanyaan
Soma. Buru-buru tubuhnya digulingkan ke samping
menghindari penolongnya. Lalu entah kenapa gadis
cantik itu malah menangis sesenggukan.
"Lho" Kok, malah menangis?" tanya Soma he-
ran. Anehnya Aryani malah makin memperkeras
tangisnya. Wajahnya yang pucat pasi tampak demikian
memelaskan. Soma tidak tahan lagi. Perlahan-lahan
didekatinya gadis itu.
"Lukamu cukup parah, Aryani. Sebaiknya mi-
num dulu obat pemunah racun ini! Nanti kalau sudah
sembuh, baru boleh meneruskan tangismu, ya!" ujar Soma dengan senyum terkembang
di bibir. Bidadari Kecil yang saat itu tengah kesal kare-
na dirinya sempat jadi tawanan Teratai Emas samar-
samar kini mulai tersenyum. Soma buru-buru membe-
rikan dua butir obat pulung berwarna kuning pembe-
rian Teratai Emas pada Aryani. Gadis itu tampak ma-
lu-malu kala menerimanya.
"Minumlah! Sebentar lagi racun ular emas yang
mengeram dalam tubuhmu akan musnah," ujar pemu-
da itu lagi. Aryani segera menelan dua obat pemberian
Soma. Selama obat itu bekerja memunahkan racun
yang mengeram dalam tubuhnya, perlahan-lahan
Aryani mulai menuturkan kenapa sampai tertawan
oleh Teratai Emas.
Selama Bidadari Kecil bercerita, Soma lebih ba-
nyak diam. Hanya seperlunya saja menyela cerita
Aryani. "Makanya jadi orang itu jangan sok keburu nafsu," kata Soma, setelah
gadis itu menutup ceritanya.
"Bukankah kau sekarang Ketua Perguruan Kelelawar Putih" Lantas, kenapa malah
turun tangan sendiri untuk mengejar pembuat onar di perguruan itu" Bukan-
kah kau dapat memerintahkan beberapa orang murid
untuk mencari Tiga Setan Ruyung Baja?"
Aryani diam membisu. Jelas tak mungkin mak-
sud yang sebenarnya turun gunung dituturkan. Kare-
na alasan yang sebenarnya, ia memang ingin bertemu
pemuda tampan yang diam-diam mulai mengusik ha-
tinya. Dan pemuda tampan itu tidak lain dari Soma.
Namun entah kenapa, begitu bertemu, Aryani jadi sa-
lah tingkah. "Kau selalu saja menyalahkan ku setiap kita
bertemu. Kalau tidak marah-marah, pasti menuduhku
macam-macam!" sungut Aryani kesal, saking tidak tahunya apa yang harus dikatakan
pada pemuda tam-
pan di hadapannya.
"Lho" Kok malah cemberut. Tadi nangis, seka-
rang cemberut. Ini bagaimana, sih" Aku kan cuma
tanya. Jangan cemberut begitu dong!" goda Siluman Ular Putih. "Tapi, ngomong-
ngomong, apa betul kau turun gunung hanya untuk mengejar Tiga Setan
Ruyung Baja?"
Aryani diam membisu. Tampak rona merah mu-
lai menjalari kedua pipinya. Bagaimanapun juga, ia
merasa kalau Soma telah menelanjangi maksud tu-
juannya turun gunung.
"Kau jangan ngawur! Aku turun gunung untuk
mencari bajingan-bajingan yang bergelar Tiga Setan
Ruyung Baja!" sungut Aryani jengkel.
"Yang benar...," ledek Soma seraya memamerkan gigihnya yang putih bersih. "Apa
bukan karena mencari aku?"
"Kau... kau..."!" Aryani memelototkan matanya lebar-lebar saking geram untuk
menutupi rasa ma-lunya. Sementara Soma tertawa bergelak. Senang se-
kali melihat rona merah di kedua pipi Aryani.
"Tapi, kalau memang alasanmu demikian, aku
senang kok. Siapa sih yang tak senang dicari-cari gadis secantikmu, Aryani?"
Kali ini Aryani tak dapat lagi menahan kejeng-
kelannya. Gurauan Soma kali ini telah kelewatan.
Tanpa banyak cakap, tangan kanannya segera berke-
lebat cepat, bermaksud menampar. Namun Soma ke-
buru menangkap pergelangan tangannya.
"Heit...! Tunggu! Gadis secantikmu, jangan


Siluman Ular Putih 07 Tombak Raja Akherat di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

sembarangan marah-marah! Tak baik. Pamali tahu"!"
kata Soma seenaknya.
"Lepaskan tanganku!" bentak Aryani bukan
main marahnya. "Iya, iya...! Tapi, jangan marah-marah lagi, ya"!"
Aryani mencibir. Sepasang matanya berkilat-
kilat. Sebenarnya Soma ingin melanjutkan gurauan-
nya. Namun ketika melihat Aryani tampak uring-
uringan demikian rupa, niatnya diurungkan.
"Sekarang rencanamu mau ke mana" Mau ikut
aku ke Istana Ular Emas atau ingin terus pulang ke
perguruanmu?"
"Untuk apa kalau hanya untuk menemanimu
menemui gadismu!" sungut Aryani asal bunyi saking jengkelnya.
"Eh...!" desah Soma seraya menarik mundur
kepalanya kaget. "Jadi.... Jadi kau cemburu, Aryani"
Aku memang ingin membebaskan salah seorang te-
manku yang kini tengah ditawan Bunda Kurawa."
"Mau membebaskan temanmu kek, tidak kek!
Itu bukan urusanku!" dengus Aryani tak dapat lagi menyembunyikan perasaan
hatinya. "Ah...! Kau pasti cemburu, ya"!"
"Siapa yang cemburu" Kau gandeng sepuluh
orang gadis cantik di hadapanku pun, aku tidak akan
cemburu!" "Benar?"
"Benar!"
"Baik! Kalau kau memang tidak cemburu, seka-
rang ayo ikut aku ke Istana Ular Emas! Aku memang
ingin membebaskan salah seorang teman gadisku yang
paling cantik," kata Soma memanas-manasi.
"Apa"!" Aryani terkesiap kaget. Entah kenapa tiba-tiba saja hatinya nyeri sekali
mendengar apa yang dikatakan Soma barusan.
"Nah... ketahuan. Kau cemburu, Aryani...!" ledek Soma, lalu cepat meloncat
bangun. Seketika tu-
buhnya berkelebat cepat meninggalkan tempat itu.
"Tidak! Aku tidak cemburu! Kalau kau tidak
percaya, sekarang juga aku akan mengikutimu ke Is-
tana Ular Emas!" sahut Aryani jengkel.
Sekali menggerakkan tubuhnya, putri tunggal
Pendekar Lowo Kuru itu pun telah meloncat bangun
dan berkelebat cepat mengejar Soma.
6 Matahari sore baru saja rebah dalam pelukan
cakrawala. Namun cahayanya yang merah tembaga
masih memoles sebagian langit sebelah barat. Sege-
rombolan burung jalak hitam yang hendak pulang ke
sarang melintas dari selatan menuju ke lamping bukit dengan kicauan riuh. Angin
sore ini pun tampak malas berhembus, membuat suasana tampak lengang.
Sementara suasana di depan Istana Ular Emas
seolah mati tak berpenghuni. Berpuluh-puluh pohon
besar tampak tegak kaku mengelilingi bangunan yang
sangat besar, dikelilingi parit lebar berisi ratusan ekor ular emas kelaparan.
Tidak seperti biasanya, pada sore-sore seperti
itu, di halaman depan Istana Ular Emas tampak sepi.
Hanya beberapa orang saja yang terlihat. Keadaan ini menandakan kalau murid-
murid Istana Ular Emas
tengah berkumpul di ruang pendopo.
Dan kenyataannya memang demikian.
Di kursi kebesarannya, dengan penuh wibawa
tampak seorang perempuan cantik tengah duduk di
hadapan murid-murid Istana Ular Emas. Wajahnya
tampak demikian cantik dan mudanya. Padahal
usianya sudah sangat lanjut. Tak heran, karena wanita yang tak Iain Bunda Kurawa
memiliki semacam ilmu
awet muda yang membuatnya tampak masih seperti
seorang gadis berusia dua puluh tahun.
Bunda Kurawa tampak anggun sekali di hada-
pan puluhan orang muridnya yang sebenarnya ber-
jumlah seratus orang. Namun pada saat ini, jumlah
muridnya tidak genap seratus orang. Karena pada ha-
ri-hari belakangan ini, banyak murid Bunda Kurawa
tewas di tangan musuh. Dan pada saat-saat seperti ini Ketua Istana Ular Emas itu
belum mampu mencari
murid pengganti agar murid-muridnya tetap seratus
orang. Memang ada hal lain yang lebih penting ketim-
bang mencari murid pengganti.
"Murid-muridku! Kini banyak sudah orang-
orang dunia persilatan yang memusuhi golongan kita.
Mulai hari ini, kita harus makin meningkatkan kewas-
padaan. Dan ini memang sudah kita sadari. Di antara
sekian banyak tokoh dunia persilatan yang kita satro-ni, ada juga yang mau
takluk di bawah kekuasaan ki-
ta. Nah! Sekarang, setelah menyadari keadaan ini, ma-ka saat ini kita sangat
merasa butuhkan Kitab Kodok
Perak Sakti guna menghadapi mereka yang membang-
kang," kata Bunda Kurawa, di depan murid-muridnya.
Habis berkata begitu, wanita ini sejenak men-
gedarkan pandangan ke arah murid-muridnya. Teru-
tama sekali, pada bangku tempat Teratai Emas biasa
duduk. Beberapa orang murid Istana Ular Emas yang
menyadari ketidakhadiran Teratai Emas juga merasa
heran sekali. Namun karena tidak tahu sebab-
sebabnya, mereka lebih senang tutup mulut.
"Sekarang, di antara murid-muridku sekalian,
apakah ada yang mengetahui kabar tentang pemuda
sakti yang bergelar Siluman Ular Putih" Apakah ia sudah mendapatkan Kitab Kodok
Perak Sakti yang san-
gat kita dambakan" Kenapa sudah tiga hari ini belum
kembali?" lanjut Bunda Kurawa penuh harap.
"Maafkan hamba, Bunda!" cetus salah seorang murid yang berparas paling cantik,
memberanikan diri buka suara. "Kami belum mengetahuinya, Bunda.
Yang jelas, terakhir kali kami bertemu dengannya, ia
tengah bertempur hebat melawan Tengkorak Serigala
yang dibantu Iblis Kelabang Merah, Raja Toya, dan ju-ga sepasang Iblis Kembar
Dari Gunung Srandil."
"Hm...! Kelima orang yang kau sebutkan itu
adalah orang-orang satu golongan dengan kita, Setan
Cantik. Lantas, kenapa mereka memusuhi Siluman
Ular Putih" Apa tidak kau jelaskan kalau Siluman Ular Putih itu utusan kita" Dan
kenapa pula kau tidak
membantu Siluman Ular Putih menghadapi keroyokan
itu?" kata Bunda Kurawa dengan kening berkerut, pertanda tidak suka mendengar
laporan Setan Cantik.
"Kami sudah menjelaskannya, Bunda. Dan ka-
mi pun juga bermaksud membantu Siluman Ular Putih
menghadapi keroyokan itu. Tapi, pemuda itu keras ke-
pala. Ia tidak sudi menerima bantuan kami. Malah, ia lebih senang mati di tangan
para pengeroyok daripada menerima bantuan kami, Bunda."
"Bodoh!" sentak Bunda Kurawa penuh kemara-
han. Entah ditujukan pada siapa.
Berpuluh-puluh murid Istana Ular Emas yang
berada di ruang pendopo bungkam seribu bahasa. Mu-
lut mereka terkunci rapat-rapat, tak berani buka sua-ra. Mereka semua takut
kalau-kalau akan jadi sasaran kemarahan Bunda Kurawa.
"Setan Cantik! Kenapa kau diam saja"! Bukan-
kah kau kuserahi tugas untuk mengamat-amati Silu-
man Ular Putih"!" bentak Bunda Kurawa penuh kemarahan. "Ma..., maafkan hamba,
Bunda! Ham... hamba telah berusaha mengamat-amati Siluman Ular Putin,"
jawab Setan Cantik gugup.
Wajah gadis itu yang cantik tampak demikian
pias. Bibirnya bergetar-getar. Tanpa sadar keringat
dingin pun mulai membasahi sekujur tubuh, saking
takutnya. "Hm...! Begitukah?" gumam Bunda Kurawa,
dingin. "I... iya, Bunda! Meski tidak membantu Siluman Ular Putih, namun
sebenarnya kami terus mengamat-amatinya. Dan sewaktu pemuda itu tengah terdesak
hebat menghadapi kelima orang pengeroyoknya, kami
pun siap pula membantu. Namun sayang, tiba-tiba
seorang lelaki tua sakti keburu membantu Siluman
Ular Putih. Dan berkat bantuannya pemuda itu pun
dapat lolos dari keroyokan. Dan ia langsung menuju
Lembah Kodok Perak," jelas Setan Cantik begitu dapat mengendalikan perasaan
gugupnya. Bunda Kurawa menghela napas lega. Baginya,
yang penting Siluman Ular Putih dapat melanjutkan
perjalanannya ke Lembah Kodok Perak. Dengan demi-
kian ia masih punya harapan untuk mendapatkan Ki-
tab Kodok Perak Sakti.
"Kau tahu, siapa lelaki tua yang telah memban-
tu Siluman Ular Putih, Setan Cantik?" tanya Bunda Kurawa.
"Hm... Dari jarak jauh, kami samar-samar
mendengar ketika salah seorang pengeroyok Siluman
Ular Putih menyebut lelaki tua renta itu adalah Eyang Bromo, Bunda."
"Eyang Bromo...?" desis Bunda Kurawa seperti untuk dirinya sendiri.
"Benar, Bunda."
"Hm...!" gumam Bunda Kurawa.
Wanita Ketua Istana Ular Emas mengangguk-
angguk. Keningnya berkerut-kerut. Entah apa yang
tengah bergejolak dalam hatinya.
"Konon lelaki tua dari Gunung Bromo itu mem-
punyai kepandaian sulit diukur. Bahkan mampu pula
menirukan jurus-jurus lawan hanya dengan sekali li-
hat. Hm...! Kalau saja ada kesempatan baik, ingin rasanya aku menjajal
kesaktiannya," ucap Bunda Kurawa dalam hati.
Kembali pandangan Bunda Kurawa beredar ke
sekeliling. Sinar matanya menyapu wajah-wajah mu-
ridnya yang tertunduk.
"Lantas, siapakah di antara kalian yang pernah
melihat Teratai Emas" Kenapa selama beberapa hari
belakangan ini tidak muncul?" lanjut Bunda Kurawa penasaran sekali melihat murid
kesayangannya belum
juga muncul. Berpuluh-puluh orang murid Istana Ular Emas
yang berkumpul di ruang pendopo kembali bungkam.
Wajah mereka makin tertunduk dalam. Tak sepatah
kata pun terucap dari bibir yang bergetar-getar. Mere-ka semua lebih baik
memilih diam daripada memberi-
kan laporan yang tidak benar, yang bisa membuat
Bunda Kurawa murka.
"Bodoh! Kalian semua bodoh! Kalau tetap
membisu, aku tak segan-segan akan menghukum ka-
lian! Kalian tahu apa hukuman itu?" bentak Bunda Kurawa lantang.
"Tahu, Bunda," jawab beberapa orang murid Istana Ular Emas dengan wajah tetap
tertunduk. "Apa?"
"Menjadi santapan ular emas...," sahut beberapa orang murid Istana Ular Emas,
ngeri. "Nah! Kalau sudah tahu, kenapa kalian membi-
su"!" sentak Bunda Kurawa penuh kemarahan.
Berpuluh-puluh orang murid Istana Ular Emas
yang berkumpul di ruang pendopo makin tegang.
Meski saat ini tengah membutuhkan tenaga untuk
menghadapi tokoh-tokoh dunia persilatan yang memu-
suhi golongan Ular Emas, namun bukan mustahil
Bunda Kurawa yang sedang murka akan segera me-
laksanakan ucapannya. Yakni, menjebloskan mereka
ke dalam kubangan yang berisi ribuan ular emas satu
persatu! Pada saat murid-murid Istana Ular Emas dice-
kam perasaan tegang mendengar ucapan Bunda Ku-
rawa, mendadak....
"Maafkan hamba, Bunda! Hamba datang mela-
por." *** Kening Bunda Kurawa berkerut dalam-dalam.
Sepasang matanya yang indah terus memandangi seo-
rang muridnya yang tengah berjalan ke hadapannya.
Setelah menjura, murid itu duduk berlutut di
hadapan Bunda Kurawa.
Murid itu adalah seorang gadis cantik berusia
delapan belas tahun. Wajahnya berbentuk lonjong
dengan kulit putih bersih. Rambutnya yang hitam pan-
jang dibiarkan tergerai di bahu. Dan tubuhnya yang
ramping dibalut pakaian ketat warna kuning keema-
san. "Kau mau melaporkan apa, Kunti"!" tanya Bunda Kurawa dengan suara lantang.
"Maafkan hamba, Bunda!" ucap murid yang dipanggil Kunti seraya menangkupkan
kedua telapak tangan ke depan hidung.
Bunda Kurawa mengangguk-angguk angkuh.
"Cepat katakan, apa yang akan kau laporkan,
Kunti!" bentak Bunda Kurawa tak sabar.
"Hamba.... Hamba baru saja bertemu Teratai
Emas, Bunda. Hamba melihat, Teratai Emas mengin-
ginkan Kitab Kodok Perak Sakti dan Tombak Raja Ak-
hirat yang telah didapatkan Siluman Ular Putih," lapor Kunti sedikit mulai
lancar. "Apa"! Siluman Ular Putih berhasil menda-
patkan Kitab Kodok Perak Sakti berikut Tombak Raja
Akhirat milik mendiang suamiku"! Dan, Teratai Emas
menginginkan kedua benda keramat itu"!" pekik Bunda Kurawa geram, sekaligus
senang. Senang menden-
gar Siluman Ular Putih berhasil mendapatkan Kitab
Kodok Perak Sakti yang sangat diinginkan. Bahkan
dapat pula mendapatkan Tombak Raja Akhirat milik
mendiang suaminya. Namun kegembiraannya itu ber-
campur rasa geram mendengar Teratai Emas yang
sangat disayangi ternyata berubah menjadi pengkhia-
nat. "Benar, Bunda!" jawab Kunti.
"Maksudmu" Teratai Emas berkhianat padaku,
Kunti?" desak Bunda Kurawa, merasa kurang yakin.
"Iya, Bunda."
"Keparat!"
Bunda Kurawa bangkit dari tempat duduknya.
Lengan kursi kebesarannya yang tadi tercengkeram
erat-erat oleh tangannya kontan hancur berkeping-
keping! "Lalu, kenapa kau tidak berusaha mencegah-nya, Kunti?" tanya Bunda
Kurawa dengan sepasang mata berkilat-kilat penuh kemarahan.
"Hamba.... Hamba tidak berani, Bunda. Kepan-


Siluman Ular Putih 07 Tombak Raja Akherat di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

daian Teratai Emas jauh dia atas tingkatan hamba,"
Misteri Kapal Layar Pancawarna 3 Pendekar Mabuk 025 Naga Pamungkas Petualang Asmara 15
^