Pencarian

Tombak Raja Akherat 2

Siluman Ular Putih 07 Tombak Raja Akherat Bagian 2


jawab Kunti gemetaran.
"Keparat! Kau pun sama tidak bergunanya den-
gan Teratai Emas!" geram Bunda Kurawa, tak dapat lagi mengendalikan amarah yang
menggelegak dalam
dada. Telapak tangan kanannya yang telah berubah
jadi kuning keemasan hingga ke pangkal siku segera
diangkat. Wanita ini telah siap melontarkan pukulan
'Racun Ular Emas'!
Mata Kunti terbelalak liar. Parasnya pucat pasi.
Tanpa sadar keringat dingin telah membasahi sekujur
tubuhnya. Berpuluh-puluh murid Istana Ular Emas yang
sedang berkumpul di ruang pendopo pun tercekat den-
gan perasaan tegang, melihat hukuman mati yang se-
bentar lagi akan merenggut nyawa Kunti.
Namun sewaktu Bunda Kurawa hendak mendo-
rongkan telapak tangan kanannya ke depan, menda-
dak.... "Aaa...!"
Semua orang yang tengah berkumpul di pendo-
po dikejutkan suara lengking kematian beberapa orang murid Istana Ular Emas dari
halaman depan. Seketika itu, Bunda Kurawa menautkan alis
matanya dalam-dalam. Perlahan-lahan telapak tangan
kanannya diturunkan seperti semula. Sedang sepa-
sang matanya yang indah terus memandangi halaman
depan istananya.
"Setan Cantik! Coba ajak beberapa orang te-
manmu melihat kejadian di luar!" perintah Bunda Kurawa dengan pandangan
ditujukan ke halaman depan
istana. "Baik, Bunda," sahut Setan Cantik, seraya memberi isyarat pada orang-
orang pilihannya.
Sejenak Setan Cantik dan beberapa orang te-
mannya menangkupkan kedua telapak tangan ke de-
pan hidung. Dan secepat itu pula mereka berkelebat
untuk melihat kejadian di luar!
*** 7 Di luar halaman depan Istana Ular Emas, tam-
pak seorang gadis cantik berpakaian kuning keemasan
yang mirip pakaian murid-murid Istana Ular Emas
tengah mengamuk hebat menyerang empat orang mu-
rid Istana Ular Emas yang sedang berjaga di halaman
depan. Gadis cantik berkulit putih bersih itu berusia dua puluh dua tahun.
Wajahnya yang cantik berbentuk bulat telur. Sepasang matanya indah bak bintang
kejora. Hidungnya pun mancung. Kedua bibirnya tipis
kemerah-merahan. Rambutnya yang panjang dibiarkan
tergerai di bahu.
Keempat orang murid jaga Istana Ular Emas
tampak terdesak hebat. Pakaian kuning keemasan me-
reka tampak robek di sana-sini. Darah segar tampak
meleleh terkena sambaran-sambaran pedang di tangan
gadis cantik itu.
Melihat siapa yang mengamuk, mata Setan
Cantik terbelalak penuh kejut.
"Setan Alas! Tak mungkin! Tapi jelas, ia adalah Angkin Pembawa Maut!" kata Setan
Cantik di tengah keterkejutannya.
Sekali menjejakkan kakinya di tanah, tubuh
Setan Cantik meloncat ke tempat pertarungan. Kedua
telapak tangannya yang berwarna kuning keemasan
pun segera melontarkan pukulan 'Racun Ular Emas' ke
arah gadis yang memang Angkin Pembawa Maut
Sementara kelima orang pilihan Setan Cantik
yang ikut membantu segera melompat ke tempat perta-
rungan. Mereka segera menyerang hebat Angkin Pem-
bawa Maut. Mendapat serangan bertubi-tubi, Angkin Pem-
bawa Maut segera meloncat tinggi ke udara. Setelah
berputaran beberapa kali, kedua telapak tangannya
yang telah berubah jadi kuning keemasan berkilau-
kilau didorongkan ke depan menyambut pukulan
'Racun Ular Emas' yang tadi dilontarkan Setan Cantik!
Wesss! Wesss! Bummm...!
Terdengar satu ledakan hebat. Bumi kontan
bergetar. Ranting-ranting pohon di sekitar pertarungan berderak! Daun-daunnya
pun berguguran terkena angin sambaran akibat bentrokan barusan.
Tubuh Setan Cantik tampak terjengkang bebe-
rapa tombak ke belakang! Parasnya pucat pasi! Tam-
pak darah segar membasahi sudut-sudut bibir, per-
tanda mengalami luka dalam cukup parah!
Mendapati kenyataan demikian Setan Cantik
membelalakkan matanya liar. Sungguh sulit dipercaya
kalau dirinya dapat dirobohkan Angkin Pembawa Maut
hanya dalam satu gebrakan!
Sewaktu terjadi bentrokan tadi, tubuh Angkin
Pembawa Maut pun sempat terguncang hebat. Namun
tidak begitu membahayakan keselamatannya. Bahkan
begitu mendarat, tubuhnya kembali melenting ke de-
pan. Pedangnya langsung diputar sedemikian rupa,
menyerang kelima orang teman Setan Cantik.
Crakkk! Crakkk!
"Aaa...!"
Lima kali Angkin Pembawa Maut menggerakkan
pedang di tangan kanannya. Maka lima kali pula ter-
dengar lengking kematian yang teramat menyayat hati
di halaman depan Istana Ular Emas. Dan kelima orang
teman Setan Cantik itu pun kontan roboh ke tanah
dengan dada robek lebar!
Sekali lagi Setan Cantik membelalakkan ma-
tanya liar. Ia yang bermaksud meloncat bangun, men-
dadak mengurungkan niatnya saat melihat kelima
orang temannya telah tewas hanya sekali gebrak.
Wanita ini benar-benar heran bukan main me-
lihat kehebatan Angkin Pembawa Maut. Rasanya Bun-
da Kurawa sendiri pun belum tentu dapat mengalah-
kannya. "Dari manakah Angkin Pembawa Maut menda-
patkan jurus-jurus yang demikian hebatnya" Bukan-
kah ia tengah terkurung di kamar tahanan" Lalu, ke-
napa dapat keluar dan mendapatkan jurus-jurus sakti
yang demikian hebat...?"
Setan Cantik terus bertanya-tanya dalam hati.
"Kau tak perlu heran, Setan Cantik. Agar kau tak penasaran bagaimana aku bisa
keluar dari tahanan, aku
akan senang sekali menceritakannya," kata Angkin Pembawa Maut, seolah bisa
melihat keheranan Setan
Cantik. *** "Hm...! Kurasa aku harus mengakali para pen-
jaga. Mumpung sebentar lagi akan berdatangan mem-
bawakan makanan. Yah, yah...! Kurasa aku harus
menggunakan siasat kalau ingin selamat," gumam
Angkin Pembawa Maut di dalam ruang tahanan bawah
tanah. Bibirnya tersenyum senang dengan kepala
mengangguk-angguk.
Angkin Pembawa Maut pun segera meloloskan
senjata andalannya yang berupa angkin kuning pan-
jang yang melilit di pinggang. Sejenak diperhatikannya langit-langit kamar
tahanan seraya mainkan angkin di
tangan seenaknya. Beruntung sekali di langit-langit
kamar tahanan bawah tanah ini terdapat sebuah ton-
jolan batu yang memanjang sebesar lengan dengan
bentuk meruncing.
Angkin Pembawa Maut tersenyum senang. Ke-
mudian dengan sekali menjejakkan kakinya di tanah,
tonjolan batu memanjang itu diraihnya. Sambil berge-
lantungan, tangan kirinya segera mengikatkan angkin-
nya di tonjolan batu itu kuat-kuat.
Merasa ikatannya sudah kuat, gadis ini sambil
bergelantungan menggunakan angkin, cepat melilitkan
ujung angkin satunya ke leher setelah memindahkan
pernafasannya ke perut Dengan demikian, keadaannya
mirip orang gantung diri!
"Hm.... Sekaranglah saatnya aku main sandi-
wara. Semoga murid-murid penjaga itu segera berda-
tangan," gumam Angkin Pembawa Maut dalam hati.
Sambil bergelantung begitu, Angkin Pembawa
Maut juga mengerahkan ilmu meringankan tubuhnya
agar ikatan ujung angkin di tonjolan batu tidak lepas menahan berat badannya.
Kemudian untuk meyakin-kan sandiwaranya, lidahnya sendiri lekas digigit sedikit.
Darah segar pun keluar dan membasahi sudut bi-
birnya. Angkin Pembawa Maut makin tersenyum se-
nang ketika samar-samar mendengar langkah-langkah
halus mendekati kamar tahanan. Makin jelas suara
itu, makin terlihat ada satu sosok yang bergerak
menghampiri. Kini di depan pintu penjara, tampak seorang
gadis membawa makanan. Dan seketika itu juga gadis
ini terperanjat kaget melihat Angkin Pembawa Maut
menggantung diri Dengan agak tergopoh-gopoh, gadis
cantik berpakaian kuning keemasan itu segera mem-
buka pintu kamar tahanan.
Diam-diam Angkin Pembawa Maut tersenyum
senang. Apalagi ketika menyadari kalau gadis itu
hanya seorang diri. Diam-diam tenaga dalamnya mulai
dikerahkan di kedua kakinya. Dan ketika gadis itu masuk ke dalam kamar tahanan
untuk memastikan kea-
daan Angkin Pembawa Maut, tanpa diduga-duga sama
sekali, Angkin Pembawa Maut melepas tendangan
mautnya ke dada.
Dukkk! Dukkk! Tubuh murid penjaga itu kontan melayang de-
ras, membentur dinding-dinding kamar tahanan. Kebe-
tulan sekali kepalanya yang terlebih dahulu memben-
tur dinding, hingga tak dapat bangun lagi dengan ke-
pala retak! Angkin Pembawa Maut segera melepas angkin
yang melilit lehernya dan cepat meloncat turun. Sejenak dipandanginya bekas adik
seperguruannya yang
malang itu. Lalu tubuhnya cepat berkelebat keluar dari kamar tahanan.
Sebagai bekas penghuni Istana Ular Emas, ter-
nyata tidak membuat Angkin Pembawa Maut hafal
dengan lorong-lorong bawah tanah yang dilaluinya.
Kini gadis itu berhenti di sebuah lorong yang
berhubungan langsung dengan sebuah ruangan yang
hanya diterangi oleh obor dari gas alam.
"Kenapa kau berdiri di situ, Cah Ayu. Masuk-
lah...." "Hah..."!"
Angkin Pembawa Maut tercekat ketika terden-
gar suara dari dalam ruangan. Sejenak matanya bere-
dar, dan segera bertumbukan dengan satu sosok tu-
buh yang tengah duduk di atas batu pipih, di pojok
ruangan. "Siapa kau sebenarnya, Orang Tua?" tanya
Angkin Pembawa Maut tak dapat menahan rasa ingin
tahunya. Orang tua di hadapan si gadis adalah seorang
wanita tua. Wajahnya tirus. Kulit tubuhnya putih bersih. Rambutnya yang panjang
memutih digelung ke
atas. Sedang tubuhnya yang tinggi kurus dibalut pa-
kaian ringkas warna putih.
Wajah tirus wanita tua itu sebenarnya masih
menampakkan sisa-sisa kecantikannya di waktu mu-
da. Namun yang membuat hati Angkin Pembawa Maut
ngeri adalah, ketika melihat sepasang mata perempuan itu. Ternyata kedua bola
mata perempuan itu tidak
ada. Sehingga, yang terlihat hanya dua lubang hitam
yang sangat mengerikan!
"Ah...! Kau menanyakan siapa aku, Cah Ayu"
Sayang sekali aku sendiri hampir lupa siapa aku.
Mungkin karena terlalu lamanya aku dikurung di tem-
pat terkutuk ini. Tapi kalau tidak salah, dulu aku dikenal sebagai Dewi Kumara.
Kau sendiri siapa" Men-
cium bau harum tubuhmu, kau pasti masih muda dan
cantik. Dan kalau tidak salah, kau pun salah seorang murid Istana Ular Emas ini.
Lalu, kenapa kau sampai
ada di sini?" kata perempuan tua bergelar Dewi Kumara itu. Suaranya terdengar
lembut, menampakkan kea-
rifannya. "Ceritanya panjang, Nyi Dewi Kumara. Tapi, se-
belumnya aku akan menceritakan diriku dulu. Aku
adalah anak seorang yatim piatu yang telah dibesarkan Bunda Kurawa. Namaku Puspa
Sari. Namun, aku lebih
sering dipanggil dengan julukan Angkin Pembawa
Maut. Dan mengenai kenapa aku sampai ada di sini,
karena aku sudah muak bercampur dengan orang-
orang licik berhati ular. Lalu karena bergaul dengan
seorang pemuda, aku ditawan. Dan karena siasat ku,
aku berhasil meloloskan diri hingga sampai di sini.
Kau sendiri kenapa sampai dikurung di tempat ini"
Dan siapa orang yang telah melakukannya, Nyi?" urai Angkin Pembawa Maut yang
diakhiri dengan pertanyaan. Diam-diam Angkin Pembawa Maut makin men-
gagumi perempuan buta di hadapannya. Apalagi sete-
lah perempuan tua itu mampu menduga kalau dirinya
adalah salah seorang murid Istana Ular Emas.
Perempuan buta itu menggerutkan gerahamnya
kuat-kuat. Apalagi sewaktu Angkin Pembawa Maut ta-
di menyebut-nyebut Bunda Kurawa. Wajah tirusnya
tampak demikian tegangnya. Kedua pelipisnya berge-
rak-gerak penuh api dendam.
"Siapa lagi. kalau bukan manusia durjana yang
bergelar Bunda Kurawa!" desis Dewi Kumara penuh kemarahan. "Kau tahu! Dia itu
sebenarnya kakak seperguruanku. Dan karena berkali-kali aku menentang
perbuatannya yang kejam tak berperikemanusiaan,
maka aku pun dijebloskannya ke tempat terkutuk ini.
Bahkan bukan itu saja. Kedua bola mataku pun diko-
rek. Tangan kananku ditebas hingga putus!"
Habis berkata begitu, perempuan tua buta yang
ternyata adik seperguruan Bunda Kurawa itu pun


Siluman Ular Putih 07 Tombak Raja Akherat di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

mengangkat tangan kanannya. Ternyata, tangan itu
memang buntung sebatas lengan.
Angkin Pembawa Maut yang bernama asli Pus-
pa Sari membelalakkan matanya, tak menduga melihat
kenyataan itu. Hanya karena tertutup pakaian putih
panjangnya sajalah yang membuat Angkin Pembawa
Maut tidak tahu kalau tangan kanan perempuan tua
ini buntung. "Hm...! Perbuatan Bunda Kurawa memang su-
dah melewati takaran. Tapi, kau sendiri kenapa tidak berusaha keluar dari tempat
terkutuk ini, sekalian
membalas sakit hatimu?" tanya Angkin Pembawa
Maut, penasaran.
"Aku tak mungkin melakukan itu, Cah Ayu.
Aku telah dipaksa bersumpah untuk tidak keluar dari
tempat terkutuk ini selama manusia durjana itu masih berkuasa di Istana Ular
Emas." "Kenapa kau mau dipaksa bersumpah seperti
itu, Nyi?"
"Waktu itu aku memang bodoh, Cah Ayu. Aku
masih menyayangi nyawaku. Tapi kalau tahu akan be-
gini penderitaan ku, lebih baik aku mati di tangan manusia durjana itu saja
dulu. Tapi, sudahlah. Semuanya sudah terlambat. Dan bagiku sumpah adalah segala-
galanya, walau sebenarnya tidak tulus keluar dari hatiku. Namun api dendam yang
bergolak dalam hatiku
tak dapat ditahan lagi. Cuma sayang, aku tidak tahu
bagaimana caranya harus menuntut balas."
"Aku sanggup mewakilimu, Nyi," tandas Puspa Sari bersemangat.
"Memang itulah yang sedang ku pikirkan, Cah
Ayu. Kalau kau memang tidak keberatan, aku ingin
mewariskan jurus-jurus ciptaanku selama berada di
tempat ini. Mudah-mudahan, jurus-jurus itu dapat
mengalahkan jurus-jurus 'Ular Emas' milik manusia
durjana itu padamu. Mendekatlah kemari, Cah Ayu!"
Puspa Sari sama sekali tak menduga kalau
akan diwarisi jurus-jurus milik Dewi Kumara yang di-
ciptakan selama berada di ruang bawah tanah ini. Di-
am-diam hatinya pun senang bukan main. Maka tanpa
banyak cakap lagi, gadis ini segera bergerak makin
mendekati Dewi Kumara.
"Sebelum kuajarkan jurus-jurusku, terlebih
dahulu aku ingin mewariskan pukulan 'Lahar Biru'."
"Baik, Nyi. Dan sebelumnya aku pun mengu-
capkan terima kasih atas bimbingan mu ini, Orang
Tua." "Nah! Sekarang, pejamkanlah matamu rapat-rapat! Pusatkanlah pikiranmu pada
Yang Maha Kuasa!
Hanya dengan cara itulah aku dapat mewariskan pu-
kulan 'Lahar Biru' padamu."
Tanpa diperintah dua kali, Angkin Pembawa
Maut segera memejamkan matanya. Segenap jalan pi-
kirannya pun segera dipusatkan kepada Yang Maha
Kuasa. Untuk beberapa saat, Dewi Kumara pun hanya
memandangi Puspa Sari seksama dengan indera kee-
namnya yang sudah sangat terlatih. Kemudian Dewi
Kumara pun segera mengeluarkan botol kecil berisi
cairan biru dari dalam saku. Cairan itu berasal dari sari pati jamur-jamur biru
yang tanpa sengaja dipero-leh Dewi Kumara di ruang tahanannya. Kegunaan sari
pati jamur biru, bagi Dewi Kumara memang tak asing
lagi. Yakni, untuk membangkitkan dan melipatganda-
kan tenaga dalam.
"Minumlah saripati jamur biru ini, Cah Ayu...."
Tanpa banyak cakap, Angkin Pembawa Maut
pun segera meminum cairan biru pemberian Dewi Ku-
mara. Begitu cairan biru itu masuk ke dalam perut,
tubuh Angkin Pembawa Maut kontan bergetar hebat.
Dirasakannya di sekujur tubuhnya mengalir hawa pa-
nas yang bukan kepalang dan terus berputar-putar di
bawah pusar! "Kendalikan hawa panas yang berputar-putar
dalam tubuhmu, Cah Ayu!" ujar Dewi Kumara membe-ri petunjuk.
Seraya menempelkan telapak tangan kirinya ke
punggung Angkin Pembawa Maut untuk membantu
gadis itu dalam mengendalikan hawa panas yang ber-
putar-putar di bawah pusarnya.
Angkin Pembawa Maut menuruti saja perintah
Dewi Kumara. Selang beberapa saat, hawa panas yang
berputar-putar di bawah pusarnya segera dapat diken-
dalikan. Dewi Kumara tampak lega sekali setelah men-
gangkat tangan kirinya. Wajah tirusnya tampak pucat
pasi dengan keringat membanjir! Namun, rupanya wa-
nita tua itu sendiri tidak begitu pedulikan keadaan dirinya. "Sekarang, kau
boleh melatih jurus-jurus ciptaanku, Cah Ayu!" ujar Dewi Kumara kemudian.
Sebenarnya Angkin Pembawa Maut agak sedih
melihat paras Dewi Kumara yang tampak demikian
pucat. Namun meski demikian, semangat perempuan
tua itu demikian menggebu-gebu. Sehingga Puspa Sari
tak tega menolak permintaannya.
*** Dan mulai malam itulah, Angkin Pembawa
Maut mempelajari jurus-jurus ciptaan Dewi Kumara.
Hingga menjelang tengah hari, jurus-jurus 'Tendangan Maut Dewa Ruci' baru dapat
dikuasai. "Nah, sekarang kau telah menguasai pukulan
'Lahar Biru'-ku dan jurus ciptaanku yang bernama
'Tendangan Maut Dewa Ruci'. Sekarang kau boleh
tinggalkan tempat ini!" kata Dewi Kumara. "Agar kau tak tersesat lagi, begitu
keluar ruangan ini, beloklah ke kiri. Di sana kau akan menemukan dua buah
lorong. Ambil lorong sebelah kanan. Maka kau akan melihat
udara luar."
Angkin Pembawa Maut sebenarnya tak tega
meninggalkan perempuan tua buta di hadapannya
yang tampak demikian pucatnya. Namun untuk meno-
lak perintah, Angkin Pembawa Maut pun tak tega.
"Baik, Guru. Harap kau pun dapat menjaga diri
baik-baik di tempat terkutuk ini. Nanti kalau sean-
dainya aku dapat membunuh Bunda Kurawa, aku ber-
janji akan membawamu keluar dari tempat terkutuk
ini!" kata Puspa Sari, kini memanggil 'Guru' pada Dewi Kumara.
"Tidak perlu. Tempat inilah kediamanku yang
terakhir. Aku senang tinggal di tempat terkutuk ini.
Namun aku lebih senang jika kau dapat membunuh
manusia durjana itu," tolak Dewi Kumara, tegas.
"Baik, Guru. Tentu aku akan berusaha keras
untuk membalaskan sakit hatimu."
Habis berkata begitu, Angkin Pembawa Maut
pun segera menangkupkan kedua telapak tangannya
ke depan hidung penuh hormat.
Dewi Kumara hanya mengibaskan tangan ki-
rinya. Puspa Sari tahu, itu sebagai isyarat kalau dirinya harus segera
meninggalkan tempat itu.
Tanpa banyak cakap lagi, Angkin Pembawa
Maut pun segera keluar dari tempat kurungan Dewi
Kumara. Kini Angkin Pembawa Maut tidak kebingun-
gan lagi untuk keluar dari lorong bawah tanah Istana Ular Emas.
8 "Anak Setan! Aku yakin, pasti yang membe-
baskan mu si keparat Dewi Kumara. Dan dia pula yang
memberimu kepandaian!"
Tahu-tahu Bunda Kurawa telah berada di ha-
laman, setelah Angkin Pembawa Maut menuturkan ki-
sahnya pada Setan Cantik. Walaupun tidak seluruh-
nya dugaan Bunda Kurawa benar, namun cukup
membuat Puspa Sari kagum. Karena dari gerakan-
gerakan silat yang dimainkan Ketua Istana Ular Emas
ia tahu kalau Angkin Pembawa Maut telah memiliki
kepandaian lebih.
Kedua telapak tangan Bunda Kurawa kini telah
berubah jadi kuning keemasan. Begitu tubuhnya me-
lompat, langsung dilontarkannya pukulan 'Racun Ular
Emas' ke arah Angkin Pembawa Maut.
Wesss...! Wesss...!
Maka seketika itu dua larik sinar kuning kee-
masan dari kedua telapak tangan Bunda Kurawa mele-
sat menyerang Angkin Pembawa Maut!
Pada saat yang sama, berpuluh-puluh murid Is-
tana Ular Emas telah berhamburan keluar. Mereka
siap menyerang Angkin Pembawa Maut dengan pedang
di tangan. Puspa Sari sedikit pun tidak gentar menghada-
pi serangan Bunda Kurawa. Kedua telapak tangannya
yang telah berubah jadi biru segera menghentak, me-
lontarkan pukulan 'Lahar Biru'. Maka seketika itu, dua larik sinar biru dari
telapak tangannya melesat ke depan. Wesss! Wesss!
Buuunm...! Terdengar satu ledakan hebat di udara ketika
dua tenaga dalam berbentrokan di udara! Bumi berge-
tar hebat! Ranting-ranting pohon di sekitar tempat pertarungan berderak dengan
daun-daun hangus seperti
terbakar. Tubuh Bunda Kurawa yang membuat salto ke
belakang tergetar hebat! Kala kedua kakinya menjejak tanah, parasnya langsung
pias. Seisi dadanya terasa
mau remuk akibat bentrokan tadi!
Sedang tubuh Angkin Pembawa Maut sendiri
pun tampak terhuyung-huyung beberapa langkah ke
belakang. Bunda Kurawa menggeram penuh kemarahan.
Sungguh tak dipercaya kalau Angkin Pembawa Maut
kini mampu menahan pukulan 'Racun Ular Emas'.
Bahkan hampir saja berbalik menyerang dirinya!
"Bedebah! Kau memang patut modar di tangan-
ku, Bocah Setan!" maki Bunda Kurawa, tak dapat lagi mengendalikan amarah yang
menggelegak. Habis menggeram begitu, Bunda Kurawa kem-
bali menerjang Angkin Pembawa Maut. Angkin pan-
jangnya yang telah diloloskan langsung meliuk-liuk,
mengancam beberapa jalan darah di tubuh Angkin
Pembawa Maut. Sedang telapak tangan kirinya yang
kini makin jadi kuning keemasan sesekali melontarkan pukulan 'Racun Ular Emas'.
Angkin Pembawa Maut tersenyum dingin.
"Justru kaulah yang patut modar di tanganku,
Bunda Kurawa! Dosamu sudah bertumpuk. Bahkan
adik seperguruan sendiri kau tega mencelakakannya!
Kau memang tidak layak lagi hidup di alam mayapada
ini, Bunda Kurawa!" desis Puspa Sari.
Meski Bunda Kurawa adalah bekas gurunya,
kini Angkin Pembawa Maut tak segan-segan lagi men-
gerahkan segenap kepandaiannya. Tanpa banyak ca-
kap lagi, tenaga dalamnya segera dilipatgandakan. Dan itu berkat meminum sari
pari jamur biru. Sementara
pedang rampasan di tangan kanannya bergerak cepat
di antara gulungan-gulungan kuning angkin panjang
di tangan Bunda Kurawa. Sedang telapak tangan ki-
rinya segera memapas dengan pukulan 'Lahar Biru'.
Wesss! Wesss! Bummm...! Sekali lagi, terdengar ledakan hebat ketika ter-
jadi pertemuan tenaga dalam. Seolah seisi alam ini
hendak runtuh akibat getaran yang terjadi.
Yang lebih hebat lagi, tubuh ramping Bunda
Kurawa pun kontan terjajar beberapa langkah ke bela-
kang dengan wajah pucat. Bahkan sudut-sudut bibir-
nya dibasahi darah pertanda mengalami luka dalam
cukup parah! Puspa Sari sendiri pun terjengkang beberapa
tombak ke belakang. Seisi dadanya terasa mau jebol.
Dan tak lama darah segar pun termuntah dari mulut-
nya. Kemudian setelah membesut darah yang memba-
sahi sudut-sudut bibir, gadis itu pun segera meloncat bangun.
Saat itu, Bunda Kurawa tengah mengerahkan
kekuatan sihirnya. Tampak kedua bibirnya berkemik-
kemik, membacakan mantera-mantera ilmu sihirnya.
Angkin Pembawa Maut terjingkat. Sungguh ti-
dak disadari kalau ternyata Bunda Kurawa memiliki
kepandaian ilmu sihir hebat!
Kini Angkin Pembawa Maut seolah kehilangan
akal. Ia tidak tahu, bagaimana caranya memunahkan
kekuatan sihir Bunda Kurawa. Dan untuk sesaat, ga-
dis ini hanya dapat memandangi Bunda Kurawa den-
gan paras pias!
"Anak Setan! Apa kau kini masih berani jual la-
gak di depanku"! Apa kau lupa kalau aku adalah gu-
rumu" Ayo, lekas berlutut dan mohon ampun!"
Puspa Sari membelalakkan matanya. Wajahnya
tampak demikian pias. Ia berusaha mengerahkan ke-
kuatan batin untuk memunahkan kekuatan sihir
Bunda Kurawa. Namun, sayangnya ia tak sanggup.
Bahkan kedua lututnya terasa mulai goyah. Dan ham-
pir saja ia duduk berlutut di hadapan Bunda Kurawa.
Untung saja....
"Bunda Kurawa! Justru kaulah yang patut ber-
lutut dan mohon ampun pada bekas muridmu yang
cantik itu! Dosamu sudah bertumpuk! Dan jangan lu-
pa, kalau kau sebenarnya adalah manusia laknat no-
mor satu di muka bumi ini, ya"! Iya, kan" Ayo, jawab!
Kalau tidak kugebuk pantatmu! He he he...!"
*** Sebuah suara berisi kekuatan sihir maha hebat
membuat kedua alis Bunda Kurawa bertaut dalam-
dalam. Bukan saja wanita ini sampai kaget, karena kekuatan sihirnya mendadak
sirna. Bahkan suara itu
pun malah mulai menyerang jalan pikirannya! Sehing-
ga tanpa disadari, hampir saja wanita sesat ini duduk berlutut. Untung saja
kekuatan sihirnya buru-buru dilipatgandakan.
Menyadari ada seseorang yang mampu memu-
kul balik kekuatan sihirnya, Bunda Kurawa mengge-
ram penuh kemarahan. Sepasang matanya yang indah
kontan berkilat-kilat memandangi dua sosok anak ma-


Siluman Ular Putih 07 Tombak Raja Akherat di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

nusia yang tengah menyeberangi parit yang mengeli-
lingi halaman Istana Ular Emas, menggunakan batang
pohon bambu yang ditumbangkan.
Sosok yang depan adalah seorang pemuda
tampan berambut gondrong tergerai di bahu. Tubuh-
nya tinggi besar, berbalut pakaian rompi dan celana
bersisik warna putih keperakan. Pada bagian dadanya
terdapat rajahan bergambar ular putih kecil. Melihat ciri-cirinya, jelas kalau
pemuda tampan itu tidak lain
dari Siluman Ular Putih!
Sedang sosok ramping di belakang Siluman
Ular Putih adalah seorang gadis cantik dengan rambut panjang tergerai di bahu.
Tubuhnya yang tinggi ramping dibalut pakaian ketat warna hitam. Gadis cantik
bersenjatakan sepasang pedang kembar di tangan itu
tidak lain dari Aryani yang berjuluk Bidadari Kecil.
"Siluman Ular Putih!" pekik Angkin Pembawa Maut gembira begitu melihat pemuda
yang sangat di-cintainya.
Namun entah kenapa, tiba-tiba kegembiraan
gadis cantik itu sirna begitu melihat Soma datang bersama seorang gadis cantik.
Wajahnya yang cantik
mendadak memberengut. Entah disadari entah tidak,
diam-diam api cemburu mulai membakar hatinya.
Dan keadaan ini pun rupanya tak jauh berbeda
dengan Aryani. Apalagi kala menyadari kalau ucapan
Soma sebelum menuju ke Istana Ular Emas tadi, ter-
nyata benar. Rupanya, gadis yang dimaksudkan Soma
memang cantik. Bahkan mungkin melebihi kecantikan
Aryani. Bidadari Kecil makin kecewa saat melihat Soma tampak gembira sekali
mendengar sapaan Angkin
Pembawa Maut. Hal ini pulalah yang membuat hatinya
uring-uringan. Tanpa sadar, ia pun mulai terbakar api cemburu!
"Kau baik-baik saja di sini, Angkin" Apa Bunda
Kurawa dan cecunguk-cecunguknya itu menyakitimu?"
tanya Soma penuh perhatian.
"Mereka memang menggangguku, Soma. Tapi
untungnya, aku dapat mengatasinya," sahut Angkin Pembawa Maut dengan mata
berbinar. Melihat keakraban Soma dengan Angkin Pem-
bawa Maut, mendadak Aryani jadi bungkam. Api cem-
buru makin membakar putri tunggal Pendekar Lowo
Kuru itu. "Bagus, bagus! Rupanya kau telah menda-
patkan Kitab Kodok Perak Sakti itu, Siluman Ular Pu-
tih. Bahkan kau telah mendapatkan pula Tombak Raja
Akhirat milik mendiang suamiku. Sekarang, lekas se-
rahkan kedua benda itu padaku! Dan kau pun boleh
mengajak gadismu yang cantik itu pergi dari sini!" kata Bunda Kurawa, memecah
kebisuan yang sejenak terjadi. "Memang aku akan menyerahkan Kitab Kodok Perak
Sakti ini padamu. Tapi tidak untuk Tombak Raja Akhirat," sahut Siluman Ular
Putih enteng. "Jadi kau ingin mengangkangi milikku, Siluman
Ular Putih?" tukas Bunda Kurawa tak sabar.
"Kau sendiri menyuruhku mencuri Kitab Kodok
Perak Sakti milik orang-orang penghuni Lembah Kodok
Perak. Kenapa aku tidak boleh mengangkangi milik-
mu" Lagian, aku yakin dunia persilatan akan tambah
kacau kalau kau juga memiliki Tombak Raja Akhirat.
Nah, sekarang terimalah benda yang kau inginkan ini!"
ujar Soma, lalu melemparkan lembaran sutera Kitab
Kodok Perak Sakti ke arah Bunda Kurawa.
Meski lemparan murid Eyang Begawan Kama-
setyo tampak seperti biasa, namun anehnya lembaran
Kitab Kodok Perak Sakti melesat bagaikan kilat.
Tap! Tangkas sekali Bunda Kurawa menangkap lem-
baran Kitab Kodok Perak Sakti. Dan seketika itu, tangannya bergetar hebat.
Padahal, ia sudah mengerah-
kan tenaga dalam hampir sepertiga bagian. Namun,
tangan kanannya masih saja bergetar!
"Bedebah! Kau mempermainkan ku, Bocah?"
maki Bunda Kurawa penuh kemarahan.
"Maaf, Bunda Kurawa! Sebenarnya aku tak ada
keinginan mempermainkan mu. Aku malah lebih se-
nang mengantar nyawamu menemui Raja Akhirat. Ba-
gaimana" Apa kau tidak keberatan?" goda Soma.
"Bangsat! Belum puas aku kalau belum mem-
beset jantungmu, Bocah! Nih, terimalah pukulan
'Racun Ular Emas'!" bentak Bunda Kurawa seraya
mengibaskan tangan kirinya sebagai isyarat pada mu-
rid-muridnya untuk maju menyerang!
Dan pada saat yang hampir bersamaan, Bunda
Kurawa mendorongkan telapak tangan kanannya yang
telah berubah jadi kuning keemasan ke arah Siluman
Ular Putih. Wesss! Wesss! Seketika itu melesat dua larik sinar kuning
keemasan yang didahului berkesiurnya angin dingin ke arah Siluman Ular Putih.
Soma segera mengangkat kedua telapak tangan
yang telah penuh pukulan sakti 'Tenaga Inti Bumi'.
Dan seketika didorongkannya ke depan. Maka melesat-
lah dua larik sinar putih terang dari kedua telapak
tangannya. Lalu....
Bummm....! Bummm...!
Terdengar dua kali ledakan hebat di udara
membuat bumi bagai terjadi gempa. Asap tampak
mengepul, tepat di tengah-tengah benturan.
Dari tempatnya tubuh Bunda Kurawa terjajar
beberapa langkah ke belakang dengan wajah pucat pa-
si. Darah segar meluncur dari sudut-sudut bibirnya,
pertanda tengah menderita luka dalam cukup parah!
Bersamaan dengan serangan Bunda Kurawa
tadi, berpuluh-puluh murid Bunda Kurawa segera me-
nerjang Siluman Ular Putih. Namun, Aryani dan Ang-
kin Pembawa Maut keburu menghadang. Kedua gadis
yang masing-masing dibakar api cemburu itu langsung
menyerang murid-murid Bunda Kurawa.
Aryani yang merasa cemburu atas sikap berle-
bihan Angkin Pembawa Maut, kini tak dapat lagi men-
gendalikan marahnya. Dan murid-murid Bunda Kura-
walah yang jadi sasaran kemarahannya. Dengan sepa-
sang pedang kembarnya, gadis itu terus mengamuk
hebat. Tebasan-tebasan kedua pedangnya tampak de-
mikian menggiriskan. Belum lagi gulungan-gulungan
rambutnya yang tak kalah hebat!
"Hyaaat...! Hyaaat...!"
Cring! Cring! Bidadari Kecil terus mengamuk hebat. Namun
sayangnya tebasan-tebasan pedang di kedua tangan-
nya, berkali-kali bisa dipapaki. Dan hampir berkali-kali pula tubuhnya terkena
sambaran-sambaran pedang di
tangan murid-murid Istana Ular Emas. Untung saja
sampai saat ini ia masih dapat menghindar.
Meski demikian, Siluman Ular Putih yang ten-
gah bertarung hebat melawan Bunda Kurawa merasa
cemas bukan main melihat serangan-serangan Aryani
yang membabi buta.
"Aryani! Cepatlah bergabung dengan Angkin
Pembawa Maut agar kalian dapat saling melindungi!"
teriak murid Eyang Begawan Kamasetyo gusar.
"Heh...! Kalau memang ia punya kepandaian,
kenapa tidak dapat melindungi diri sendiri"!" teriak Aryani jengkel.
"Tapi kalian harus saling bahu-membahu un-
tuk menghadapi keroyokan murid-murid Bunda Kura-
wa itu!" "Buat apa?" tukas Aryani.
Siluman Ular Putih gusar bukan main. Namun
belum sempat membuka suaranya kembali, mendadak
Bunda Kurawa telah menyerang garang dengan puku-
lan 'Racun Ular Emas'.
Terpaksa Siluman Ular Putih harus memapaki
kalau masih ingin melihat indahnya matahari pagi.
Maka kedua tangannya segera menghentak, menge-
rahkan pukulan sakti 'Tenaga Inti Bumi'
Wesss! Wesss! Bummm...! Tubuh Bunda Kurawa kembali terjajar bebera-
pa langkah ke belakang! Wajahnya makin pias saja!
Darah segar pun kembali membasahi sudut-sudut bi-
birnya. Sedangkan tubuh Siluman Ular Putih sendiri
bergetar hebat! Kedua kakinya melesak beberapa jeng-
kal ke dalam tanah! Keadaan ini tentu saja jauh lebih menguntungkan dibanding
Bunda Kurawa yang terhuyung-huyung.
"Heaaat...!
Di saat demikian Siluman Ular Putih cepat me-
nyerang Bunda Kurawa dengan jurus 'Terjangan Maut
Ular Putih'. Kali ini Bunda Kurawa benar-benar kewalahan
menghadapi serangan-serangan murid Eyang Begawan
Kamasetyo. Berkali-kali tubuh rampingnya dibuat
jumpalitan menghindari serangan. Namun sepandai-
pandainya menghindari, tetap saja ada titik lemahnya.
Dan hal itu cepat dimanfaatkan Siluman Ular Putih.
Pada satu kesempatan, patukan tangan kanan
Siluman Ular Putih mendarat telak sekali di dada
Bunda Kurawa! Bukkk! "Aaakh...!"
Seketika Bunda Kurawa menghamburkan da-
rah segar. Tubuhnya langsung terjajar beberapa lang-
kah ke belakang!
Kini dalam keadaan terdesak seperti itu, tak
urung Bunda Kurawa mengeluarkan keringat dingin.
Apalagi ketika dilihatnya Siluman Ular Putih mulai me-rangsek dengan jurus
'Terjangan Maut Ular Putih'!
Mendapat desakan seperti ini Bunda Kurawa
jadi nekat. Maka kali ini, ia bertekad untuk mengadu nyawa. Tanpa pikir panjang
lagi tenaga dalamnya pun
segera dilipatgandakan. Kedua telapak tangannya
hingga ke pangkal siku makin berubah kuning keema-
san. Namun belum sempat melontarkan pukulan
'Racun Ular Emas', tiba-tiba...
"Bunda! Kami datang membantu. Bocah edan
itu memang patut kita musnahkan demi mewujudkan
cita-cita kita, Bunda!"
Sebuah teriakan yang disertai berkeredepnya
beberapa sinar kuning keemasan tiba-tiba menyerang
Siluman Ular Putih. Akibatnya, terpaksa murid Eyang
Begawan Kamasetyo itu mengurungkan serangan-
serangannya! 9 Alis Bunda Kurawa bertaut dalam, Di hada-
pannya kini berdiri sesosok perempuan cantik berpa-
kaian kuning keemasan dengan rambut digelung ke
atas. Wajahnya yang cantik berbentuk bulat telur. Hidungnya mancung. Sepasang
matanya tajam dengan
bentuk bibirnya tipis kemerah-merahan. Di belakang
sosok perempuan itu berdiri lima lelaki bertampang
kasar. Mereka tak lain adalah para tokoh sesat yang
menginginkan kematian Siluman Ular Putih.
"Bagus, bagus! Rupanya kau datang ingin men-
gantar nyawa busukmu, Teratai Emas! Dasar
pengkhianat!" maki Bunda Kurawa penuh kemarahan pada sosok perempuan cantik yang
kini buntung pada
tangan kirinya. Dia memang Teratai Emas.
"Maafkan hamba, Bunda! Hamba memang ber-
salah. Dan untuk menebus kesalahan, izinkan hamba
membantu Bunda melenyapkan pemuda sinting berge-
lar Siluman Ular Putih itu!" sahut Teratai Emas itu, penuh sesal.
Bunda Kurawa mendengus dingin. Sepasang
matanya menatap tajam Teratai Emas. Terutama sekali
pada pergelangan tangan kiri Teratai Emas yang bun-
tung. Siluman Ular Putih hanya geleng-geleng kepala melihat kemunculan Teratai
Emas yang disertai kelima tokoh sakti berperangai menyeramkan. Kelima tokoh
itu adalah Tengkorak Serigala, Raja Toya, Ki Julung
Pucut, Iblis Tunggal dari Gunung Tugel, dan Datuk Bi-su dari Gunung Slamet.
Memang, setelah dikalahkan Siluman Ular Pu-
tih ketika ingin merebut Kitab Kodok Perak Sakti dan Tombak Raja Akhirat,
Teratai Emas yang menyimpan
dendam merasa harus menuntut balas. Ia benar-benar
menginginkan kematian Siluman Ular Putih. Kebetulan
sekali sewaktu ingin mencari bantuan, ia bertemu
Tengkorak Serigala dan kawan-kawan yang memang
menginginkan nyawa murid Eyang Begawan Kama-
setyo. Berkat hasutannya, tanpa banyak kesulitan ke-
lima tokoh sesat itu dapat dibujuk Teratai Emas untuk datang ke Istana Ular Emas
kembali. Sebab, Teratai
Emas yakin kalau Siluman Ular Putih sedang menuju
Istana Ular Emas untuk menyerahkan Kitab Kodok Pe-
rak Sakti. "Begitukah" Bukankah kau menginginkan Ki-
tab Kodok Perak Sakti ini, sekaligus untuk merebut
takhta ku?" tukas Bunda Kurawa, mendengar ucapan Teratai Emas tadi.
"Tidak, Bunda. Demi Iblis, aku sekarang tidak
punya maksud itu. Aku ingin kembali mengabdi pa-
damu, Bunda," tandas Teratai Emas lantang.
Bunda Kurawa menautkan alis. Sepasang ma-
tanya terus menatap Teratai Emas penuh selidik.
"Ha ha ha...! Kalian guru dan murid sama saja!
Kenapa kalian masih saja meributkan urusan itu" Ke-
napa tidak cepat-cepat mencincang kunyuk gondrong
ini!" tunjuk Tengkorak Serigala ke arah Siluman Ular Putih, seraya mengetuk-
ngetukkan tongkat putih berkepala serigala ke tanah.
Tanah di sekitarnya kontan bergetar hebat! Ba-
gian yang terkena ketukan tongkat kontan berlubang
besar. "Heh..! Kau benar, Tengkorak Serigala. Untuk sementara urusanku dengan
Teratai Emas ku tang-guhkan. Yang jelas, nanti Teratai Emas akan menda-
pat hukuman dariku sesuai dosa-dosanya!" kata Bunda Kurawa dingin.
"Hamba terima salah, Bunda. Dan bila Bunda
ingin membunuh kunyuk gondrong ini, biar hamba
membantu bersama kelima orang teman hamba," kata Teratai Emas.
Tanpa menyahut Bunda Kurawa mengalihkan


Siluman Ular Putih 07 Tombak Raja Akherat di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

pandangannya ke arah murid Eyang Begawan Kama-
setyo. Sementara diam-diam Siluman Ular Putih mu-
lai menyalurkan tenaga dalamnya ke gagang Tombak
Raja Akhirat. Ujung runcing tombak di tangan Siluman Ular Putih yang berwarna
merah kontan berkilauan
oleh cahaya merah menggiriskan!
"Harap kalian hati-hati! Jangan sampai terkena
kilauan cahaya merah ujung tombak milik mendiang
suamiku itu kalau tak ingin celaka!" kata Bunda Kurawa memperingatkan.
Begitu habis kata-katanya, Bunda Kurawa
mengerahkan tenaga dalam ke kedua telapak tangan-
nya sehingga berwarna kuning keemasan sampai ke
pangkal siku. Rasanya, ia sudah gatal ingin segera melontarkan pukulan 'Racun
Ular Emas'. "Heaaa...!"
Disertai teriakan keras, Bunda Kurawa pun
mendahului menyerang. Kedua telapak tangannya se-
gera didorongkan ke depan. Seketika itu, dua larik sinar kuning keemasan dari
kedua telapaknya melesat
ke arah Siluman Ular Putih.
Bersamaan dengan itu, serangan-serangan Te-
ratai Emas dan kelima kawannya pun segera menyu-
sul. Wanita itu menyerang Siluman Ular Putih dengan
lontaran bunga-bunga teratai kuningnya. Sedang keli-
ma orang kawannya pun menyerang dengan senjata di
tangan. Wesss! Wesss!
Hebat bukan main serangan mereka, bagai air
bah yang tak tertahankan. Saat itu pula, Siluman Ular Putih segera mendorongkan
kedua telapak tangannya
yang telah berubah jadi merah menyala penuh puku-
lan sakti 'Tenaga Inti Api'.
Wesss! Wesss! Bummm...! Bummm...!
Terdengar dua kali ledakan dahsyat di udara.
Bumi bergetar! Daun-daun di sekitar tempat pertarun-
gan berguguran, dan hangus terbakar terkena samba-
ran angin dari bentrokan tadi!
Tubuh Bunda Kurawa terjengkang ke belakang.
Parasnya tampak demikian piasnya. Darah pun mem-
basahi sudut-sudut bibirnya.
Siluman Ular Putih yang juga sempat ter-
huyung-huyung beberapa langkah ke belakang, lang-
sung memutar Tombak Raja Akhirat untuk menahan
gempuran Teratai Emas dan kelima orang kawannya.
Seketika itu pula tampak kilatan-kilatan cahaya kemerahan dari ujung tombak di
tangannya menyambar-
nyambar ganas. Werrr! Werrr! Crakkk! "Aaakh...!"
Teratai Emas menjerit setinggi langit. Saking
bernafsunya ingin cepat membunuh Siluman Ular Pu-
tih, serangan-serangannya tak dapat dikendalikan. Di saat tengah menerjang
dengan bunga-bunga teratai
kuning, mendadak kilatan cahaya merah ujung tom-
bak di tangan Soma menyambar dadanya. Maka tanpa
ampun lagi tubuh wanita itu roboh ke tanah dan tidak bergerak-gerak lagi dengan
dada robek memanjang!
"Bedebah! Kau gunakan Tombak Raja Akhirat
milik mendiang suamiku untuk membunuh muridku,
Kunyuk Gondrong! Kau harus bayar mahal atas per-
buatanmu ini, Kunyuk Gondrong!" maki Bunda Kura-wa penuh kemarahan.
Bunda Kurawa pun kembali menerjang Silu-
man Ular Putih garang. Kedua telapak tangannya
kembali didorongkan ke depan dengan sepenuh kekua-
tan tenaga dalamnya. Seketika itu, dua larik sinar
kuning keemasan yang didahului lesatan angin dingin.
Bersamaan itu, Raja Toya pun telah melontar-
kan pukulan 'Gelap Sekati'. Sementara Tengkorak Se-
rigala, melabrak dengan tongkat putih berkepala serigala yang sesekali disertai
luncuran jarum-jarum putih
mengandung racun keji dari mulut kepala tengkorak!
Sedang Ki Julung Pucut pun telah siap dengan cemeti
berekor sembilan di tangan kanan!
Wesss! Wesss! Hebat bukan main serangan-serangan para
pengeroyok Siluman Ular Putih kali ini. Belum sempat serangan-serangan itu
mengenai sasaran, Siluman
Ular Putih terlebih dahulu telah merasakan hawa te-
ramat dingin menyambar-nyambar kulit tubuhnya.
Siluman Ular Putih kewalahan bukan main.
Tak mungkin rasanya menghindari gempuran para
pengeroyoknya. Tak ada pilihan lain, segera tangannya menghentak beberapa kali.
Dipapaknya serangan-serangan itu dengan pukulan sakti 'Tenaga Inti Bumi'
Wesss! Wesss! Bummm! Bummm...!
Bak layangan putus tali, tubuh tinggi kekar Si-
luman Ular Putih terpental dan melayang-layang jauh
ke belakang. Pada saat demikian, mendadak Datuk Bi-
su dari Gunung Slamet pun telah melontarkan puku-
lan maut ke tubuh Siluman Ular Putih.
Desss...! Tanpa ampun lagi, tubuh tinggi kekar Siluman
Ular Putih makin jauh melayang, dan jatuh keras di
tanah. Siluman Ular Putih menggeram penuh kemara-
han. Wajahnya pias. Dadanya yang terkena pukulan
Datuk Bisu serasa mau jebol! Disertai kemarahan
menggelegak, Soma menghujamkan Tombak Raja Ak-
hirat ke dalam tanah dengan tenaga dalam penuh.
Clap! Tombak itu kontan menembus bumi, sampai
sejauh belasan depa dari permukaan. Sehingga tak
mungkin bagi Bunda Kurawa mengambil begitu saja.
Setelah merasa yakin Tombak Raja Akhirat
aman, Siluman Ular Putih berniat mengerahkan ilmu
pamungkasnya, 'Titisan Siluman Ular Putih'! Maka se-
gera dirapalkannya ajian 'Titisan Siluman Ular Putih'.
Begitu Soma merapalkan, seketika itu juga se-
kujur tubuhnya mulai dipenuhi uap putih tipis. Se-
hingga sosok tinggi besarnya tidak kelihatan sama sekali. "Sial! Aku tak bakal
bisa merebut Tombak Raja Akhirat. Apalagi ia akan mengerahkan ajian 'Titisan
Siluman Ular Putih'!" desis Bunda Kurawa. Sementara kelima tokoh sesat itu
mendengus penuh kemarahan.
Namun belum sempat mereka bertindak lebih lanjut,
mendadak.... "Gggeeerrr...!"
*** Bunda Kurawa dan kelima tokoh sesat itu ter-
paksa menunda serangan. Di hadapan mereka kini
yang terlihat bukan lagi sosok tinggi kekar murid
Eyang Begawan Kamasetyo, melainkan sesosok pan-
jang sebesar batang pohon kelapa berwarna putih. Itulah sosok Siluman Ular
Putih! "Gggeeerrr...!"
Siluman Ular Putih yang berbentuk ular raksa-
sa menggeliat-geliat sebentar. Terkadang kepalanya
menyembul ke atas dari balik uap putih tipis yang menyelimuti sekujur tubuhnya.
Sebentar kemudian baru
badannya yang sebesar pohon kelapa menyembul ke
atas. "Setan Alas! Rupanya pemuda edan itu telah menjelma Siluman Ular Putih!
Kita harus cepat men-genyahkannya!" maki Raja Toya penuh kemarahan.
Kedua telapak tangan Raja Toya yang telah be-
rubah menjadi hitam legam siap melontarkan pukulan
mautnya 'Gelap Sekati' Dan begitu kedua telapak tan-
gannya didorong ke depan, seketika melesat dua larik sinar hitam legam ke arah
tubuh Siluman Ular Putih
Wesss! Wesss! Bukkk! Telak sekali dua larik sinar hitam legam milik
Raja Toya menghantam tubuh Siluman Ular Putih.
Namun ular raksasa itu hanya menggeliatkan tubuh-
nya. Sedikit pun tidak mengalami cedera!
Raja Toya geram bukan main. Ia seolah lupa
kalau tubuh Siluman Ular Putih kebal terhadap berba-
gai macam pukulan sakti maupun tebasan-tebasan
berbagai macam senjata pusaka
"Raja Toya! Ular keparat ini kebal terhadap berbagai macam pukulan dan senjata
tajam. Sebaiknya
cari akal untuk membunuh ular jejadian ini!" teriak Tengkorak Serigala lantang.
Sebenarnya Raja Toya ingin menyahuti ucapan
Tengkorak Serigala. Namun ketika dilihatnya Siluman
Ular Putih telah menerjang para pengeroyoknya ga-
rang, terpaksa toyanya segera diputar demikian rupa.
Langsung dipapakinya serangan-serangan Siluman
Ular Putih. Demikian juga Bunda Kurawa dan para penge-
royok lainnya. Dengan senjata di tangan, mereka kem-
bali menyerang hebat.
Wesss! Wesss! Bukkk! Bukkk! Berkali-kali senjata di tangan para pengeroyok
menghantam tubuh besar Siluman Ular Putih. Namun
seperti serangan Raja Toya pertama, sedikit pun tubuh ular raksasa itu tidak
cedera. Malah dengan kibasan-kibasan ekornya, Siluman Ular Putih kembali mem-
buat para pengeroyoknya pontang-panting menyela-
matkan diri. Wesss! Wesss! Bukkk! Bukkk! Pada satu kesempatan Ki Julung Pucut dan Ra-
ja Toya memekik setinggi langit, terhantam kibasan
ekor Siluman Ular Putih. Tubuh mereka kontan me-
layang jauh ke belakang, berputar-putar sebentar dan jatuh bergedebuk di tanah.
Wajah mereka pucat pasi
dengan dada serasa mau jebol. Darah segar tampak
membasahi sudut-sudut bibirnya.
"Heaaa...!"
Raja Toya dan Ki Julung Pucut menggembor
penuh kemarahan. Lalu mereka cepat melompat ban-
gun. Saat itu, Bunda Kurawa dan para pengeroyok
lainnya tengah menyerang Siluman Ular Putih. Tanpa
banyak buang waktu, Raja Toya dan Ki Julung Pucut
ikut membantu. Namun rupanya Siluman Ular Putih tidak mu-
dah untuk ditundukkan. Bahkan dengan terkaman-
terkaman dan kibasan-kibasan ekornya ular jelmaan
Soma itu mampu mengimbangi serangan-serangan pa-
ra pengeroyok. Padahal, berkali-kali harus menerima
pukulan-pukulan maut para pengeroyok.
Keadaan ini tidak jauh berbeda bila dibanding-
kan jalannya pertarungan Aryani dan Angkin Pembawa
Maut yang tengah sibuk menghadapi keroyokan pulu-
han murid Istana Ular Emas. Meski kedua gadis itu
dapat mengatasi gempuran-gempuran para penge-
royoknya, namun tak jarang pula terkena tebasan-
tebasan pedang para pengeroyok. Sehingga pakaian
mereka kayak di sana-sini dengan darah segar me-
rembes. Kalau saja mereka mau saling bahu-membahu
seperti yang diperintahkan Soma, tentu akan dapat
mendesak para pengeroyok dengan mudah. Namun,
rupanya mereka lebih senang memilih bertarung sen-
diri-sendiri. Rasa cemburu yang membakar diam-diam
membuat mereka saling bermusuhan.
"Teman-teman! Mari kita cincang kedua gadis
bengal ini sampai lumat!" teriak Setan Cantik lantang.
Gerakan-gerakan pedang di tangan wanita te-
lengas ini tampak demikian menggiriskan, siap mera-
jam tubuh Angkin Pembawa Maut. Belum lagi jarum-
jarum emasnya yang berkeredepan itu.
Mendengar aba-aba Setan Cantik, puluhan mu-
rid-murid Istana Ular Emas makin memperhebat se-
rangan. Meski Bidadari Kecil mampu menggabungkan
jurus 'Sumur Kematian' dengan jurus 'Kelelawar Sakti', sedangkan Angkin Pembawa
Maut mengerahkan jurus-jurus yang diwarisi dari Dewi Kumara, tetap saja be-
lum mampu melumpuhkan para pengeroyok. Namun
kedua gadis itu terus mengamuk hebat.
Di saat murid-murid Istana Ular Emas memper-
longgar kepungan, mendadak Setan Cantik mengi-
baskan tangan kanannya. Murid-murid Istana Ular
Emas yang tahu isyarat segera mengibaskan tangan,
melepas jarum-jarum emas.
Werrr! Werrr! Aryani dan Puspa Sari alias Angkin Pembawa
Maut mendengus gusar. Dilihatnya jarum-jarum emas
yang berkeredepan kontan berhamburan bagaikan hu-
jan. Bahkan kemudian disusul pula dengan tebasan-
tebasan pedang.
Bukan main terkejutnya hati kedua orang gadis
itu. Wajah mereka pucat pasi. Sulit rasanya mereka
menghindari serangan-serangan itu. Namun kedua ga-
dis itu tentu saja tidak sudi membiarkan dari jadi sa-
saran empuk. Begitu melihat puluhan jarum-jarum
emas yang berkeredepan menyerang, Aryani dan Ang-
kin Pembawa Maut cepat putar pedang.
"Hyaaat! Hyaaat!"
Cring! Cring! Berpuluh-puluh jarum emas milik murid-murid
Istana Ular Emas rontok ke tanah. Dan saat itu pula
Angkin Pembawa Maut dan Aryani membuang tubuh
ke belakang, menghindari serangan susulan.
Tak ingin buruannya lolos, murid-murid Istana
Ular Emas terus mengejar.
Dan di saat Aryani dan Angkin Pembawa Maut
sibuk menghadapi gempuran-gempuran, mendadak...
"Bunuh Bunda Kurawa! Cincang manusia dur-
jana itu sampai lumat!"
Tahu-tahu di seputar luar parit yang mengeli-
lingi Istana Ular Emas terdengar suara hiruk-pikuk
beberapa orang yang tengah menyeberangi parit. Me-
reka menggunakan batang bambu yang dipentangkan
ke seberang parit untuk menyeberang.
10

Siluman Ular Putih 07 Tombak Raja Akherat di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Sepasang mata Bunda Kurawa membelalak liar.
Sama sekali tidak diduga kalau tempat kediamannya
akan kedatangan banyak orang yang tak lain para to-
koh sakti dunia persilatan yang memusuhinya.
Yang paling depan adalah seorang lelaki tua
bertubuh pendek serta berkulit hitam legam yang dulu pernah dihukum gantung.
Namun karena berkat perto-longan Siluman Ular Putin, akhirnya lelaki berpakaian
hitam kumal itu bisa selamat. Dia tak lain dari Ki So-
rogompo. (Untuk mengetahui kenapa Ki Sorogompo
dulu pernah dihukum gantung oleh Bunda Kurawa, si-
lakan baca Siluman Ular Putih dalam episode: "Istana Ular Emas").
Di sebelah Ki Sorogompo, tampak seorang lelaki
tua bertubuh tinggi kurus. Mukanya tirus dengan hi-
dung melengkung mirip betet. Rambutnya gondrong.
Pakaian hitam-hitamnya tampak kumal tak terawat.
Dia adalah salah seorang sahabat akrab Ki Sorogompo.
Namanya Ki Mayang Kekek.
Sedang jauh di sebelah barat halaman depan
Istana Ular Emas, tampak pula rombongan pendekar.
Dan begitu sampai di tempat pertarungan, mereka se-
gera membantu Aryani dan Angkin Pembawa Maut
Bagaimana Ki Sorogompo dan juga para pende-
kar lain bisa serempak menyerang Istana Ular Emas"
Sewaktu dibebaskan Soma dari tiang gantun-
gan, sebenarnya Ki Sorogompo tidak langsung pergi
begitu saja tanpa membuat perhitungan dengan Bunda
Kurawa yang telah menebar maut di dunia persilatan.
Ia yang berotak cerdik tentu tidak ingin mati konyol menyerang Istana Ular Emas
sendirian. Maka dica-rinya bala bantuan.
Kebetulan sekali di tengah perjalanan lelaki itu
bertemu sahabatnya, Ki Mayang Kekek. Setelah men-
ceritakan kejadian di Istana Ular Emas, akhirnya Ki
Sorogompo pun dapat mengajak Ki Mayang Kekek un-
tuk menghimpun kekuatan yang terdiri dari para pen-
dekar persilatan. Dalam waktu yang tidak lama mereka pun segera menyerang Istana
Ular Emas. Banyak tokoh persilatan dari golongan putih
yang mau membantu. Termasuk juga seorang tokoh
yang bernama Ki Bagus Jelantik. Juga berpuluh-puluh
orang murid-murid Perguruan Perisai Hati dan Pergu-
ruan Naga Hijau. Dan setelah kekuatan terkumpul, pa-
ra pendekar yang dipimpin Ki Sorogompo sepakat un-
tuk menyerang Istana Ular Emas.
Sementara beberapa orang pendekar tengah si-
buk menyerang murid-murid Istana Ular Emas, seje-
nak Ki Bagus Jelantik memperhatikan sosok panjang
Siluman Ular Putih yang tengah mengamuk.
"Bunda Kurawa! Sekaranglah saatnya aku me-
nuntut balas atas tewasnya kakak seperguruanku,
Tangan Baja!" bentak Ki Bagus Jelantik lantang.
"Dan aku Karno, murid tertua Perguruan Naga
Hijau, akan menuntut balas atas tewasnya guru kami,
Naga Buta! Maka, bersiap-siaplah kamu menerima
kematianmu!" timpal seorang pemuda gagah berpa-
kaian tambal-tambalan garang, lalu menyerang Bunda
Kurawa. Melihat Karno telah mendahului menyerang, Ki
Bagus Jelantik yang amat mendendam langsung me-
nyerang Bunda Kurawa. Sedang Ki Sorogompo dan Ki
Mayang Kekek, sejenak seperti tidak menghiraukan ja-
lannya pertarungan. Kedua orang tua aneh itu malah
asyik memperhatikan sosok Siluman Ular Putih yang
tengah mengamuk hebat pada Datuk Buta dari Gu-
nung Slamet "Sorogompo! Jangan melotot saja! Kau mau pi-
lih lawan yang mana"! Aku malah ingin mengorek biji
mata orang tua keblinger dari Gunung Tugel itu," teriak Ki Mayang Kekek pada Ki
Sorogompo. "Ah...! Aku pilih lawan yang mana, ya?" tukas Ki Sorogompo seraya menjulurkan
kepala ke depan,
seolah-olah sedang memilih lawan.
"Mana yang kau pilih, Sorogompo?" tanya Ki Mayang Kekek lagi.
"Ah...! Kupikir, aku akan menghajar manusia
buta dari Gunung Slamet itu. Biar orang mengira ka-
lau aku lebih hebat dibanding kunyuk gondrong yang
dapat menjelma jadi ular putih itu. Ayo, lekas hajar ca-lon musuh-musuh kita,
Mayang Kekek!"
Habis berkata begitu, Ki Sorogompo menyerang
Datuk Buta dari Gunung Slamet. Siluman Ular Putih
yang saat itu tengah sibuk menghadapi serangan-
serangan Datuk Buta yang dibantu Iblis Tunggal dari
Gunung Tugel dan Raja Toya, seolah-olah seperti men-
dengar percakapan kedua orang tua aneh itu. Maka
begitu melihat Ki Sorogompo melancarkan serangan ke
arah Datuk Buta dari Gunung Slamet, Siluman Ular
Putih pun membiarkannya saja. Apalagi saat itu Ki
Mayang Kekek terlihat sudah menggempur Iblis Tung-
gal dari Gunung Tugel hebat.
Kini Siluman Ular Putih jadi merasa lega. Maka
serangan-serangannya mulai diarahkan pada Tengko-
rak Serigala. Sedang Ki Julung Pucut dan Raja Toya
kini pun dipaksa berhadapan melawan dua orang pen-
dekar yang merasa dendam dengan sepak terjang
Bunda Kurawa di dunia persilatan.
"Gggeeerrr...!"
Siluman Ular Putih menggereng hebat sebelum
menerjang Tengkorak Serigala. Terkaman-terkaman
dan kibasan ekornya tampak demikian kuat.
Tengkorak Serigala mengeluh dalam hati. Na-
mun melihat serangan-serangan Siluman Ular Putih
demikian hebatnya, jelas tubuhnya tidak ingin dijadikan sasaran empuk. Saat itu
juga segera tongkat pu-
tihnya diayunkan kuat-kuat ke tubuh Siluman Ular
Putih. Prakkk! Tongkat putih di tangan Tengkorak Serigala
kontan hancur! Telapak tangannya pun terasa panas!
Tengkorak Serigala menggembor penuh kema-
rahan. Sulit dipercaya kalau ternyata tongkat pusa-
kanya hancur berkeping-keping begitu membentur tu-
buh Siluman Ular Putih. Sedangkan tubuh ular raksa-
sa itu hanya sedikit bergetar hebat. Lalu tanpa diduga-duga sama sekali, tiba-
tiba kibasan ekornya telah meluncur deras....
Bukkk! Bak layangan putus tali, Tengkorak Serigala
kontan melayang jauh ke belakang. Tubuhnya berpu-
tar-putar sebentar dan jatuh bergedebuk di tanah tak dapat bangun lagi. Wajahnya
pucat pasi. Darah segar
tampak menyembur dari mulut dan lubang hidung!
Siluman Ular Putih menggereng hebat. Sejenak
kepalanya seperti tengah perhatikan jalannya perta-
rungan di hadapannya. Tampak Ki Sorogompo dan Ki
Mayang Kekek dapat mengatasi lawan-lawannya den-
gan mudah. Sedangkan Aryani dan Angkin Pembawa
Maut tidak lagi terdesak hebat seperti tadi. Malah kedua gadis itu dapat memukul
balik murid-murid Istana Ular Emas berkat bantuan murid-murid Perguruan Perisai
Hati dan Perguruan Naga Hijau.
Siluman Ular Putih kini mengarahkan perha-
tian pada Ki Bagus Jelantik dan murid tertua Naga Bu-ta. Kedua orang itu tampak
mulai kewalahan mengha-
dapi Bunda Kurawa. Tanpa banyak pikir lagi, Siluman
Ular Putih pun lantas menerjang Ketua Istana Ular
Emas. "Gggeeerrr...!"
Bunda Kurawa kaget bukan main. Ia yang ten-
gah sibuk menggempur Ki Bagus Jelantik dan murid
tertua Naga Buta tak dapat lagi melanjutkan serangan.
Kedua telapak tangannya yang berwarna kuning kee-
masan lantas didorongkan ke depan, menghantam tu-
buh Siluman Ular Putih.
Bukkk! Bukkk! Siluman Ular Putih menggereng hebat. Tubuh-
nya yang panjang memutih hanya menggeliat sebentar,
namun sedikit pun tidak mengalami cedera!
Hal ini membuat Ki Bagus Jelantik dan Karno
sempat terbelalak penuh kagum. Dan karena merasa
tidak mampu menghadapi kehebatan Bunda Kurawa,
kedua orang itu segera berkelebat, langsung memban-
tu teman-temannya menyerang Raja Toya dan Ki Ju-
lung Pucut. Ki Julung Pucut dan Raja Toya yang memang
sedang terdesak menghadapi serangan-serangan ke-
dua lawannya, jadi geram bukan main begitu melihat
Ki Bagus Jelantik dan Karno datang membantu. Sudah
tentu keadaan mereka makin membahayakan.
Melihat keadaan yang kurang menguntungkan,
sambil terus menghindari gempuran-gempuran para
pengeroyok, diam-diam Raja Toya dan Ki Julung Pucut
berusaha melarikan diri. Dan ketika mendapat kesem-
patan yang baik, secepatnya mereka berkelebat me-
ninggalkan tempat pertarungan. Untung saja para to-
koh golongan putih tak berniat mengejar. Karena tu-
juan mereka hanyalah Bunda Kurawa.
Bunda Kurawa yang melihat Ki Julung Pucut
dan Raja Toya melarikan diri jadi geram bukan main.
Apalagi ketika melihat murid-muridnya mulai kocar-
kacir di tangan Aryani dan Angkin Pembawa Maut
yang dibantu puluhan murid Perguruan Perisai Hati
dan Perguruan Naga Hijau.
Ketua Istana Ular Emas itu sebenarnya ingin
memaki. Namun sayangnya, kibasan ekor Siluman
Ular Putih keburu mengancam dada. Terpaksa buru-
buru tubuhnya dilempar ke samping. Namun sayang,
gerakan tubuhnya kalah cepat Dan....
Bukkk! "Aaakh...!"
Bunda Kurawa menjerit setinggi langit. Da-
danya yang terkena kibasan ekor Siluman Ular Putih
terasa mau jebol! Wajahnya pucat pasi, lalu memun-
tahkan darah segar.
Sementara serangan Siluman Ular Putih tak
berhenti sampai di situ. Baru saja Bunda Kurawa me-
loncat bangun, tanpa mampu dicegah lagi kibasan
ekor Siluman Ular Putih telah meluruk deras.
Bukkk! "Aaa...!"
Sekali lagi Bunda Kurawa memekik setinggi
langit. Tubuhnya yang terkena kibasan kontan me-
layang jauh ke belakang bak layangan putus tali, dan jatuh bergedebuk ke dalam
parit. Begitu menyadari tubuhnya jatuh ke dalam pa-
rit yang penuh ratusan ular emas kelaparan, Bunda
Kurawa kembali menjerit-jerit menyayat. Apalagi ketika tubuhnya terasa lemas tak
dapat digerakkan setelah
terkena kibasan ekor Siluman Ular Putih.
Ratusan ular emas dalam kubangan parit yang
tengah kelaparan segera merayap cepat sekali, mende-
kati tubuh Bunda Kurawa. Wanita telengas yang biasa
menghukum orang dengan ular-ular emas, kali ini be-
nar-benar tak berdaya. Ia hanya bisa berteriak-teriak saat ratusan ular
peliharaannya justru mulai mengge-rogoti tubuhnya. Wanita itu melejang-lejang
dengan tubuh mulai koyak.
Dan akhirnya, jeritannya melemah seiring ke-
matian yang memilukan.
Sosok Siluman Ular Putih yang berada di tepi
parit, sejenak menjulur-julurkan kepalanya ke bawah.
Selang beberapa saat, sekujur tubuh Siluman Ular Pu-
tih pun kembali dipenuhi uap putih tipis. Sehingga,
sosoknya kini tidak kelihatan sama sekali. Dan saat
uap putih tipis itu sirna tertiup angin, maka yang terlihat bukan lagi sosok
panjang Siluman Ular Putih,
melainkan pemuda tampan berpakaian rompi dan ber-
celana sisik warna putih keperakan. Itulah sosok mu-
rid Eyang Begawan Kamasetyo!
"Ah..., sayang sekali! Ternyata ular-ular emas
peliharaan mu tak lagi ramah padamu. Sehingga,
tuannya sendiri pun dimangsa," gumam murid Eyang Begawan Kamasetyo seperti pada
diri sendiri. Lalu pemuda itu menghampiri tempat di mana Tombak Raja
Akhirat dihujamkan. Dan dengan kekuatan tenaga da-
lamnya, tombak itu berhasil ditarik keluar.
Saat itu pertarungan antara Ki Sorogompo me-
lawan Datuk Buta dari Gunung Slamet dan Ki Mayang
Kekek melawan Iblis Tunggal dari Gunung Tugel ten-
gah berlangsung seru. Ki Sorogompo dan Ki Mayang
Kekek yang sedikit berada di atas angin hampir saja
dapat menewaskan para lawan. Untung saja kedua to-
koh sesat itu cepat menjejakkan kakinya ke tanah, dan berkelebat cepat
meninggalkan tempat pertarungan.
Ki Sorogompo dan Ki Mayang Kekek tak beru-
saha mengejar. Mereka hanya tersenyum kecut melihat
sifat pengecut Datuk Buta dari Gunung Slamet dan Ib-
lis Tunggal dari Gunung Tugel.
Sementara itu murid-murid Istana Ular Emas
yang tadi melihat Bunda Kurawa tewas dalam parit be-
risi ratusan ular emas kontan melempar senjata ke tanah dan duduk berlutut mohon
ampun. Ki Bagus Je-
lantik beserta beberapa orang pendekar lain segera
memberi pengarahan.
"Kalian semua dengar! Kali ini kami memaafkan
dosa-dosa kalian. Tapi sekali lagi kalian membuat
onar, kami tak akan segan-segan membunuh kalian!"
kata Ki Bagus Jelantik lantang.
"Terima kasih, Pendekar. Kami berjanji akan
kembali ke jalan yang benar," kata Setan Cantik mewakili teman-temannya.
"Baik, baik! Akan kuingat selalu janji kalian
ini," ujar Ki Bagus Jelantik seraya angguk-anggukkan kepala. Pada saat Ki Bagus
Jelantik memberikan pengarahan, mendadak entah karena sebab apa Angkin
Pembawa Maut telah berkelebat meninggalkan hala-
man depan Istana Ular Emas. Selang beberapa saat,
Aryani pun segera menyusul
"Eh...! Kalian mau ke mana?" teriak Soma lantang. Habis berteriak begitu,


Siluman Ular Putih 07 Tombak Raja Akherat di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Siluman Ular Putih berkelebat cepat menyusul Angkin Pembawa Maut dan
Aryani. Namun baru beberapa langkah meninggalkan
tempat itu, tiba-tiba Ki Sorogompo telah menghadang
langkahnya. "Kau tidak boleh meninggalkan tempat ini see-
nak dengkul mu, Bocah! Urus dulu murid-murid Ista-
na Ular Emas itu, baru kau boleh tinggalkan tempat
ini!" "Apa kau bilang"! Aku tidak boleh meninggal-
kan tempat ini" Lantas, kau sendiri kenapa mening-
galkan teman-temanmu" Ah, sudahlah. Aku ada uru-
san dengan mereka. Selamat tinggal!" kata murid Eyang Begawan Kamasetyo, lalu
cepat berkelebat kembali.
11 Sebenarnya mengapa Angkin Pembawa Maut
buru-buru meninggalkan halaman depan Istana Ular
Emas" Kenapa gadis itu tidak bercakap-cakap barang
sebentar dengan Soma" Bukankah ia sangat mencintai
murid Eyang Begawan Kamasetyo" Dan, mengapa pula
Aryani buru-buru menyusul"
Semua itu tidak lain hanya karena cemburu.
Puspa Sari merasa dirinya dipermainkan Soma. Kalau
pemuda itu memang mencintainya, mengapa masih
menggandeng gadis lain"
Begitulah antara Lain yang tengah bergejolak
dalam hati Angkin Pembawa Maut. Gadis ini merasa
dirinya sebagai bekas murid Istana Ular Emas, sehing-ga ia beranggapan dirinya
tak patut bersaing dengan
Aryani. Maka diputuskannya untuk meninggalkan So-
ma! Dalam kegelapan malam yang menyelimuti bu-
mi, sosok Angkin Pembawa Maut terus berkelebat
menjauh meninggalkan Istana Ular Emas. Air matanya
merembes membasahi pipi. Hatinya terasa pilu. Ia se-
mula telah berharap lebih terhadap murid Eyang Be-
gawan Kamasetyo. Namun, kini terpaksa harus mene-
lan kenangan pahit.
Sambil sesekali menoleh ke belakang kalau-
kalau Soma akan mengejar, Puspa Sari makin mem-
percepat larinya. Namun, ternyata murid Eyang Bega-
wan Kamasetyo tidak kelihatan batang hidungnya se-
perti yang diharapkan. Malah samar-samar dari balik
kegelapan malam, matanya melihat sesosok bayangan
hitam-hitam tengah berkelebat cepat di belakangnya.
"Hentikan langkahmu, Angkin Pembawa Maut!
Kita selesaikan urusan di antara kita di sini!" teriak sosok di belakang.
Dengan hati mendongkol, Angkin Pembawa
Maut terpaksa menghentikan langkahnya. Suara mer-
du itu tidak lain adalah suara milik gadis cantik yang tadi datang bersama Soma
di Istana Ular Emas. Siapa
lagi kalau bukan gadis galak berpakaian hitam-hitam
bernama Aryani"
Dan belum sempat hilang suara bentakan tadi,
tahu-tahu di hadapan Angkin Pembawa Maut telah
berdiri seorang gadis cantik berpakaian hitam-hitam
dengan rambut panjang tergerai di bahu.
Dari balik keremangan cahaya bulan, Puspa
Sari alias Angkin Pembawa Maut dapat melihat kalau
sepasang mata gadis cantik yang memang Aryani ber-
kilat-kilat penuh kemarahan. Hati Puspa Sari yang sedang rusuh, kontan mengkelap
begitu mendengar ben-
takan Aryani tadi
"Keparat! Bilang saja kau mencintai Soma! Ke-
napa kau hadang langkahku segala, he"! Dasar gadis
bengal tak tahu malu!" balas Puspa Sari, membentak.
"Bedebah! Berani kau mencaci ku seperti itu"!
Kau pikir aku tidak tahu" Kau pun juga mencintai
Soma, kan" Kalau tidak, buat apa mewek seperti itu?"
balas Bidadari Kecil.
"Kalau iya, kau mau apa"!" tantang Angkin
Pembawa Maut, tak dapat mengendalikan amarah.
"Baik! Sekarang kita selesaikan urusan di sini!
Siapa di antara kita yang berhak mencintai Soma" Kau atau aku?" teriak Aryani
geram. "Majulah! Kau pikir aku takut menghadapi ga-
dis tak tahu malu sepertimu, he"!" ejek Angkin Pembawa Maut.
"Keparat! Makanlah pukulan 'Kelelawar Sakti'-
ku, Gadis Bengal!"
Namun sebelum terjadi pertarungan, menda-
dak.... "Tunggu! Kalian tidak boleh bertarung! Kalian adalah teman!"
Aryani dan Angkin Pembawa Maut yang hendak
melontarkan pukulan maut segera menghentikan ge-
rakan. Pandangan mereka sama-sama tertuju pada so-
sok yang membentak barusan.
*** Sosok orang yang baru datang memang seorang
pemuda tampan dengan rambut gondrong tergerai di
belakang. Tubuhnya yang tinggi kekar dibalut pakaian rompi dan celana bersisik
warna putih keperakan. Ia
tidak lain dari Siluman Ular Putih yang tengah diri-
butkan oleh kedua gadis itu.
"Oh, ya, Angkin! Aku ada sesuatu yang ingin
kuberikan padamu," lanjut Soma, seolah tak mempedulikan Aryani.
"Apa itu, Soma?" tanya Angkin Pembawa Maut dengan hati berbunga, sekaligus
meledek Aryani.
"Ini!" kata Soma seraya menunjukkan Tombak Raja Akhirat di tangan kanan.
"Terimalah! Kukira tombak ini cocok sekali untukmu."
Dengan hati berbunga-bunga, Angkin Pembawa
Maut segera menerima tombak yang disodorkan Soma.
Sejenak sepasang matanya yang indah bak bintang ke-
jora terus memandangi Tombak Raja Akhirat di tan-
gannya. Lalu sepasang mata indahnya dialihkan ke se-
raut wajah tampan di hadapannya seksama.
"Terimakasih, Soma. Kau baik sekali. Aku...,
aku bahagia sekali menerima pemberianmu ini. Tapi,
aku akan lebih bahagia lagi kalau kau mau mencium-
ku, Soma," kata Angkin Pembawa Maut dengan bibir
bergetar. Lalu gadis cantik itu pun segera memejam-
kan matanya rapat-rapat. Ini dilakukan sekaligus un-
tuk menjatuhkan Aryani
Murid Eyang Begawan Kamasetyo sejenak ter-
pana melihat bibir merah merekah di hadapannya. Ia
tidak tahan lagi untuk segera melakukan apa yang di-
minta gadis itu. Lalu perlahan-lahan sekali, kedua bibirnya mulai didekatkan ke
bibir Angkin Pembawa
Maut. Dan.... Cup! "Soma! Kau..., kau mencintai gadis itu?" sentak Aryani. Suaranya bergetar.
Telunjuk jarinya bergetar kala menunjuk ke arah Angkin Pembawa Maut. Wajah
cantiknya pun tampak bersimbah air mata!
Bagai tersengat kalajengking, Soma terjingkat.
Wajah cantik Aryani tampak demikian memelaskan,
membuat pemuda itu sedih dan menyesal sekali
"Maafkan aku, Aryani! Aku.... Aku tak senga-
ja...," ucap Soma salah tingkah seraya berjalan mendekati Bidadari Kecil.
Aryani hanya menggeleng-geleng seraya terus
bergerak mundur. Air matanya tampak makin mem-
banjir membasahi pipi.
"Aku tidak butuh maafmu, Soma. Aku butuh
ketegasan mu," kata Aryani dengan bibir bergetar.
"Ketegasan apa maksudmu, Aryani?" tukas So-ma tak mengerti.
Aryani tersenyum sedih. Sepasang matanya
yang penuh air mata sejenak melirik ke arah Angkin
Pembawa Maut. Tampak Puspa Sari sendiri pun sudah
berdiri tegak di belakang Soma dengan wajah pucat
pasi "Sekarang katakan terus terang, Soma! Kau le-
bih mencintai Angkin Pembawa Maut atau aku!" tegas Aryani. "Aku.... Aku...."
Soma bingung bukan main. Sepasang matanya
yang tajam sejenak memperhatikan Aryani. Sejenak
kemudian, Soma mengalihkan pandang matanya ke
arah Angkin Pembawa Maut.
"Ah...! Bagaimana aku harus mengatakannya"
Aku memang menyayangi kalian. Tapi kalau cinta..."
Aku... aku tidak akan jatuh cinta pada siapa pun," lanjut Soma terus terang,
walau terasa kelu.
"Ah...!" pekik Aryani dan Angkin Pembawa Maut hampir bersamaan. Wajah mereka
yang cantik tampak
demikian pias. Sepasang matanya yang berair pun te-
rus menatap Soma.
"Kau menyakiti hatiku, Soma," desah Angkin Pembawa Maut dengan bibir bergetar.
"Kukira aku tidak ada gunanya bicara banyak denganmu! Selamat
tinggal! Kalau kau memang mencintai ku, susul aku!
Kalau tidak, sampai di sini saja pertemuan kita!"
Habis berkata begitu, dengan menahan luka
hati, Angkin Pembawa Maut segera berkelebat cepat
meninggalkan tempat itu.
Soma tak tahu harus berbuat apa. Dilihatnya
dengan langkah tertatih-tatih, Angkin Pembawa Maut
terus berkelebat cepat di antara kegelapan malam. Dan belum sempat ia
bertindak.... "Dan kau juga harus bertindak tegas padaku,
Soma! Kalau kau memang mencintai ku, sekarang juga
aku akan menunggu kedatanganmu di puncak Gu-
nung Sumbing. Tepatnya di padepokan Perguruan Ke-
lelawar Putih. Itu kalau kau benar-benar mencintai
ku!" kata Aryani, lalu segera berkelebat cepat ke arah barat.
Bukan main bingungnya hati Siluman Ular Pu-
tih saat ini Sejenak sepasang matanya memperhatikan
Angkin Pembawa Maut yang tengah berkelebat menuju
ke timur, sebentar kemudian beralih ke arah Aryani
yang berkelebat ke arah barat.
"Ah...! Kenapa urusanku jadi kacau?" keluh Soma kesal. Lalu tanpa sadar
tangannya telah menggaruk-garuk kepala. Bingung. "Maafkan aku, Angkin!
Maafkan aku, Aryani! Saat ini aku benar-benar belum
jatuh cinta. Tugas di pundak ku masih terlalu berat untuk dipikul. Dan aku belum
puas kalau belum dapat
menenteramkan dunia persilatan! Sekali lagi, aku mo-
hon maafmu, Angkin! Juga kau, Aryani!"
Habis berkata begitu, Soma pun berkelebat ce-
pat ke jurusan yang berbeda dengan Aryani maupun
Angkin Pembawa Maut.
SELESAI Akan segera hadir!!!
Serial Pendekar Siluman Ular Putih
dalam episode: SAYEMBARA ANGKIN PEMBAWA
MAUT Scan/E-Book: Abu Keisel
Juru Edit: Fujidenkikagawa
Pendekar Sakti 12 Pendekar Perisai Naga 1 Hantu Lereng Lawu Darah Dan Cinta Di Kota Medang 10
^