Pencarian

Api Di Bukit Menoreh 17

08 Api Di Bukit Menoreh Karya Sh Mintardja Bagian 17


Raden Rangga mengangguk-angguk. Katanya, "Bagus. Jika demikian maka kau adalah seorang prajurit sejati Ki Tumenggung, meskipun sebenarnya kau memang tidak akan mampu berbuat sesuatu di luar kemungkinan yang kau lakukan sekarang."
Wajah Ki Tumenggung menjadi merah. la bukannya orang yang cukup sabar. Namun menghadapi Raden Rangga ia merasa bahwa ia harus berhati-hati. Raden Rangga selain putera Panembahan Senapati, anak itu memang seorang anak yang memiliki kemampuan di luar kewajaran.
Karena itu, maka katanya, "Raden, apapun yang Raden katakan, aku mengemban perintah ayahanda Raden.
Raden Rangga mengangguk-angguk. Ia pun kemudian melangkah maju sambil berkata, "Aku akan mengikutimu."
Tetapi wajah Raden Rangga menegang ketika Ki Tumenggung itu pun kemudian melangkah maju sambil mengacungkan kain cinde sambil berkata, "Raden adalah seorang tawanan."
Raden Rangga termangu-mangu. Dengan nada marah. ia bertanya, "Apakah ayahanda memang memerintahkan demikian?"
"Ya. Ayahanda Raden memerintahkan aku untuk menangkap Raden." jawab Ki Tumenggung.
Raden Rangga tidak dapat menolak ketika Ki Tumenggung itu pun kemudian menyangkutkan kain cinde itu di leher Raden Rangga sebagai pertanda bahwa Raden Rangga adalah seorang tawanan.
Betapa sakit hati anak muda itu. Tetapi ia masih berpaling ke arah Agung Sedayu sambil berkata, "Kau lihat cara seorang putera Panembahan Senapati menyerahkan diri kepada seorang Tumenggung?"
Agung Sedayu tidak menjawab. Namun ia pun terkejut ketika Ki Tumenggung itu pun berkata, "Kau pun harus ditangkap."
Raden Rangga pun terkejut. Dengan serta merta ia bertanya, "Kenapa ia harus ditangkap?"
"la membantu Raden mengganggu ketenangan. Tentu orang itu ikut menangkap harimau yang Raden lepaskan di halaman rumahku." jawab Ki Tumenggung.
"Tidak" jawab Raden Rangga, "aku melakukannya sendiri."
Ki Tumenggung Wiragiri lah yang kemudian tertawa. Katanya, "Sejak semula aku memang sudah meragukan kebenaran ceritera Raden bahwa Raden menangkap harimau itu sendiri tanpa bantuan orang lain dalam keadaan hidup dan utuh. Memang satu pekerjaan yang sangat sulit dilakukan."
"Ki Tumenggung" geram Raden Rangga, "apakah kita akan mencoba melakukannya sebagai taruhan?"
"Sayang" jawab Ki Tumenggung, "Raden sudah berkalung cinde. Raden adalah seorang tawanan."
"Jika saja kau tidak membawa tunggul pertanda limpahan kuasa ayahanda, kau tidak akan mampu menangkap aku, meskipun kau bawa pasukan segelar sepapan." geram Raden Rangga pula.
"Tetapi ternyata aku membawa tunggul ini" jawab Ki . Tumenggung, "karena itu, akupun berwenang menangkap orang itu."
"Sekali lagi aku peringatkan" berkata Raden Rangga, "orang itu tidak terlihat dalam persoalan kita."
"Biarlah ayahanda Raden nanti mengambil keputusan" jawab Ki Tumenggung Wiragiri.
Raden Rangga masih akan berbicara lagi. Tetapi Agung Sedayu sendiri berkata, "Baiklah. Biarlah aku ditangkap pula jika hal itu memang diperintahkan."
"Dengan tunggul ini, kebijaksanaanku adalah kebijaksanaan Panembahan Senapati" berkata Ki Tumenggung.
"Itu satu pertanda, bahwa sebenarnya kau belum saatnya memegang tunggul itu apapun alasannya" berkata Raden Rangga, "agaknya karena ayahanda dapat kau bujuk dengan licik, akhirnya ayahanda menyerahkan tunggul itu."
"Sudahlah Raden, marilah." berkata Ki Tumenggung kemudian. Lalu diperintahkannya kepada prajuritnya, "Tangkap pula orang itu dan kita akan membawanya menghadap bersama dengan Raden Rangga."
Agung Sedayu sama sekali tidak melawan ketika para prajurit menangkapnya dan menggiringnya di belakang Ki Tumenggung yang dengan tunggul di tangan membawa Raden Rangga menghadap.
Glagah Putih yang kemudian melihat iring-iringan itu terkejut. la melihat bukan saja Raden Rangga yang ditangkap, tetapi juga Agung Sedayu. Karena itu, tiba-tiba saja ia meloncat berlari mendekati iring-iringan itu.
Kiai Gringsing terlambat mencegahnya. Karena itu, ia pun menjadi berdebar-debar. Dengan cemas iapun melangkah mendekati diikuti oleh Kiai Jayaraga dan Ki Widura.
Beberapa langkah dari Agung Sedayu, Glagah Putih berhenti. Sementara itu, Agung Sedayu tersenyum kepadanya seakan-akan tidak ada persoalan yang gawat akan terjadi padanya. Bahkan kemudian ketika Glagah Putih menyusup di antara orang-orang yang menyibak, Agung Sedayu sempat berdesis, "Jangan lupa kuda-kuda kita."
Glagah Putih tidak sempat menjawab, karena Agung Sedayu telah di dorong untuk berjalan terus. Namun seorang prajurit bertanya kepadanya, "Kau berbicara dengan siapa?"
Agung Sedayu berpaling ke arah prajurit itu sambil menjawab, "Aku tidak berbicara dengan siapa-siapa"
"Kau menyebut kuda-kuda kita" desak prajurit itu.
"Aku hanya bergumam, bahwa prajurit-prajurit ini dari pasukan berkuda" jawab Agung Sedayu.
Prajurit itu tidak percaya. Tetapi ia tidak bertanya terus.
Sementara itu Glagah Putih masih akan mengikuti Agung Sedayu dan bertanya tentang pesannya. Tetapi Kiai Gringsing sudah menyusulnya dan menggamitnya.
"Jangan melibatkan diri" berkata Kiai Gringsing.
"Bagaimana dengan kakang Agung Sedayu?" bertanya Glagah Putih.
"Mungkin sekali ia akan dihadapkan kepada Panembahan Senapati" jawab Kiai Gringsing, "bukankah Panembahan Senapati akan dapat mendengarkan penjelasannya" Kita tidak perlu gelisah. Agung Sedayu tidak bersalah."
Tetapi Glagah Putih agaknya tidak dapat menjadi tenang. Meskipun demikian, karena kemudian Kiai Jayaraga dan Ki Widura mencegahnya,maka anak muda itu tidak mengikutinya lebih lama lagi.
Namun demikian Glagah Putihpun kemudian menyadari, bahwa Agung Sedayu berpesan Kepadanya, agar mereka tidak melupakan kuda-kuda mereka yang disembunyikan di tempat yang tersisih.
Sementara itu, Raden Rangga dan Agung Sedayu telah dibawa oleh pasukan berkuda itu ke Istana. Dua ekor kuda kemudian disediakan untuk mereka. Namun dengan demikian, maka ada sekelompok kecil prajurit yang harus berkuda perlahan-lahan bersama dua orang prajurit yang menyediakan kuda mereka untuk Raden Rangga dan Agung Sedayu, justru karena Raden Rangga adalah putera Panembahan Senapati, sehingga keduanya harus berjalan kaki.
Bagaimanapun juga, Agung Sedayu merasa tersinggung atas perlakuan itu. Tetapi ia berusaha untuk menahan diri dan tidak berbuat sesuatu, sebagaimana Raden Rangga yang betapapun nakalnya, tetapi ia merasa harus patuh terhadap kuasa ayahandanya atau limpahan kuasanya.
Ketika iring-iringan itu melewati jalan raya yang menuju ke istana, beberapa orang berdiri berderet dipinggir jalan dengan heran melihat Raden Rangga yang dikawal oleh sepasukan prajurit serta dikenakan kalung cinde di lehernya.
"Akhirnya putera Panembahan Senapati itu ditangkap atas perintah ayahandanya sendiri" gumam beberapa orang.
"Panembahan Senapati memang harus bertindak adil terhadap siapapun. Raden. Rangga memang nakal sekali desis yang lain.
Namun sementara itu, orang-orangpun heran melihat seseorang yang agaknya juga menjadi tawanan berkuda di belakang Ki Tumenggung. Seseorang dengan kepala tunduk. Menilik ujud dan wajahnya, agaknya orang itu bukan seorang yang pantas untuk ditangkap.
"Agaknya ia bukan seorang penjahat. Tetapi ia agaknya berbuat aneh-aneh seperti bahkan mungkin bersama Raden Rangga" berkata seseorang.
Kawannya mengangguk-angguk. Memang tidak ada kesan kejahatan di wajah Agung Sedayu.
Dalam pada itu, Ki Tumenggung Wiragiri yang berkuda di belakang Raden Rangga merasa bahwa tugasnya dapat berhasil dengan baik. la dapat menangkap Raden Rangga tanpa banyak kesulitan. Bahkan dengan seseorang yang agaknya telah melakukan banyak kenakalan bersamanya, meskipun menilik umurnya orang itu sudah tidak pantas berbuat aneh-aneh seperti Raden Rangga.
"Mungkin orang itu justru telah mengambil banyak keuntungan dari sikap Raden Rangga" berkata Ki Tumenggung di dalam hatinya.
Semakin banyak orang yang berdiri di pinggir jalan, Ki Tumenggung itu semakin menengadahkan kepalanya. Seolah-olah ia ingin berkata kepada setiap orang, "Ini aku, Tumenggung Wiragiri, telah berhasil melakukan tugas yang berat yang dibebankan kepundakku dengan pertanda kuasa Panembahan Senapati."
Namun dalam pada itu, ketika Ki Tumenggung mendekati pintu gerbang istana ia mulai terganggu oleh sikap beberapa orang prajurit. Mereka memandang dengan heran sikap Ki Tumenggung. Bahkan ketika ia sampai di muka pintu gerbang seorang Tumenggung yang lebih tua daripadanya bertanya Apa yang kau lakukan adi Wiragiri."
"Melaksanakan tugas yang dibebankan oleh Panembahan Senapati langsung kepadaku" jawab Ki Tumenggung dengan bangga.
"Untuk apa" bertanya Tumenggung yang lebih tua itu.
"Menangkap Raden Rangga" jawab Ki Tumenggung Wiragiri.
"Dan yang seorang itu?" bertanya Tumenggung yang berada di gerbang istana.
"la sudah bekerja bersama Raden Rangga" jawab Ki Tumenggung Wiragiri.
Tumenggung yang lebih tua itu mengerutkan keningnya. Namun kemudian ia mendekati Agung Sedayu. Dengan hormat ia menganggukkan kepalanya. la sengaja berbuat demikian dihadapan Ki Tumenggung Wiragiri.
"Apa yang sudah terjadi" bertanya Tumenggung itu.
"Aku tidak dapat menolaknya" jawab Agung Sedayu, "Ki Tumenggung Wiragiri membawa tunggul kerajaan."
Ki Tumenggung Wiragiri mengerutkan keningnya. Ia menyadari, bahwa Ki Tumenggung yang lebih tua daripadanya itu dengan sengaja telah melakukan satu langkah untuk mencela tindakannya menangkap orang yang dianggapnya telah bekerja bersama Raden Rangga itu.
"Kesalahan apa yang telah dituduhkan kepadamu?" bertanya Tumenggung itu pula.
"Bekerja sama dengan Raden Rangga, menangkap harimau dan melepaskannya di halaman Ki Tumenggung Wiragiri." jawab Agung Sedayu.
Tumenggung yang lebih tua itu mengerutkan keningnya. Sementara Raden Rangga yang mendengarnya tidak dapat menahan tertawanya. Katanya, "Padahal aku menangkapnya sendiri tanpa bantuannya."
Tumenggung yang lebih tua itu menarik nafas dalam-dalam. Katanya, "Bagaimana pendapatmu?"
"Aku menurut saja apa yang akan dilakukan. Bukankah Ki Tumenggung Wiragiri membawa tunggul kerajaan" jawab Agung Sedayu.
Tumenggung yang lebih tua itu mengerutkan keningnya. Sementara itu Ki Tumenggung Wiragiri memandanginya dengan heran. Dengan ragu-ragu ia bertanya, "Apakah kau sudah mengenalnya?"
Tumenggung yang lebih tua itu termenung sejenak. Namun kemudian katanya, "Hadapkan kepada Panembahan Senapati jika kau yakin ia bersalah."
Ki Tumenggung Wiragiri kurang mengerti maksud Tumenggung yang lebih tua itu, namun Tumenggung itu tidak menunggu lebih lama lagi. Ia pun kemudian melangkah meninggalkan iring-iringan yang terhenti sejenak itu.
Ki Tumenggung Wiragiri memandang beberapa orang prajurit yang sedang bertugas. Namun ia pun kemudian melanjutkan perjalanannya memasuki halaman istana.
Sejenak kemudian, maka Ki Tumenggung yang membawa pertanda kuasa Panembahan Senapati itu pun telah membawa Raden Rangga dan Agung Sedayu memasuki ruang dalam lewat seketheng sebelah kiri.
Ki Tumenggung itu sama sekali tidak menghiraukan, ketika seorang Senapati yang berada di halaman itu berdesis, "Kenapa dengan Tumenggung itu?"
"Ki Tumenggung mendapat perintah untuk menangkap Raden Rangga" jawab seorang prajurit.
"Kenapa?" bertanya Senapati itu pula.
"Raden Rangga telah mengganggu ketenangan keluarga Ki Tumenggung. Raden Rangga telah melepaskan seekor harimau di halaman Ki Tumenggung itu" jawab prajurit yang sudah mendengar persoalan yang terjadi di rumah Ki Tumenggung.
Senapati itu mengerutkan keningnya. Namun iapun justru telah tertawa tertahan. Katanya, "Dan Ki Tumenggung melaporkannya kepada ayahanda Raden Rangga?"
"Ya. Dan Panembahan Senapati telah memerintahkan Ki Tumenggung untuk menangkap, bahkan dengan pertanda kuasanya" jawab prajurit itu.
Senapati itu tertawa semakin keras. Tetapi ia pun kemudian bertanya, "Tetapi apakah benar penglihatanku, bahwa yang dibawa bersama Raden Rangga adalah Agung Sedayu?"
"Aku belum mengenal dengan jelas, yang manakah yang bernama Agung Sedayu, selain mendengar namanya" jawab prajurit itu.
"Kau tidak berada di Prambanan saat Mataram berperang melawan Pajang?" bertanya Senapati itu.
"Aku berada di Prambanan. Tetapi aku tidak berada di sayap yang sama" jawab prajurit itu.
"Agung Sedayu telah menunjukkan kelebihannya dalam perang tanding" berkata Senapati itu.
"Aku hanya mendengar, tetapi aku tidak melihatnya" jawab prajurit itu.
"Mungkin Ki Tumenggung Wiragiri yang diangkat dari tugasnya di daerah Pengrantunan itu tentu belum mengenalnya juga. Meskipun ia pernah berada di Mataram, namun secara pribadi agaknya ia belum mengenal Agung Sedayu." berkata Senapati itu
Prajurit itu tidak menjawab. Sementara itu Senapati itu pun telah meninggalkannya.
Dalam pada itu, setelah melaporkan kepada seorang pengawal dalam yang menyampaikannya kepada Panembahan Senapati, maka Ki Tumenggung dan orang-orang yang menjadi tawanannya dipersilahkannya masuk ke ruang dalam.
Beberapa saat lamanya Ki Tumenggung itu menunggu. Dengan dada tengadah sekali-sekali ia memandangi Raden Rangga yang duduk dengan kepala tunduk. Di lehernya masih tersangkut kain cinde, pertanda bahwa ia adalah seorang tahanan yang menunggu keputusan namun yang berasal dari keluarga terdekat Panembahan Senapati sendiri. Sedangkan di sisi lain Agung Sedayu duduk tepekur. Di belakangnya dua orang prajurit mengawalnya dengan kebanggaan sebagaimana Ki Tumenggung bahwa mereka telah berhasil menjalankan tugas mereka dengan baik.
Mereka menjadi berdebar-debar ketika seorang pelayan dalam memberitahukan bahwa Panembahan Senapati akan memasuki ruang dalam.
Agung Sedayu merasakan satu perbedaan yang tajam dari pengenalannya atas Panembahan Senapati sebelum ia memegang kepemimpinan atas Tanah ini. la dapat datang dan bertemu setiap saat. la merasa tidak ada batas antara dirinya dengan Raden Sutawijaya bahkan, setelah ia diangkat menjadi Senapati Ing Ngalaga. Namun setelah ia bergelar Panembahan Senapati, maka segala macam tata cara dan paugeran seakan-akan telah memagarinya.
Sejenak kemudian, maha Panembahan Senapati itu pun memasuki ruangan yang menjadi hening. Semua orang menundukkan kepalanya, termasuk Agung Sedayu. Bahkan ia menundukkan wajahnya dalam-dalam, seakan-akan tidak ingin dilihat oleh Panembahan Senapati yang kemudian duduk di atas sebongkah batu hitam yang dibentuk persegi yang dialasi dengan kulit harimau Ioreng yang garang.
Sejenak kemudian setelah suasana hening mencengkam ruangan itu, terdengar Panembahan Senapati bertanya kepada Ki Tumenggung "Agaknya kau berhasil menangkap Rangga, Ki Tumenggung?"
"Hamba Panembahan" jawab Ki Tumenggung, "sebagaimana Panembahan ketahui, hamba telah menghadapkan puteranda, Raden Rangga yang sebagaimana Panembahan perintahkan."
Panembahan Senapati mengangguk-angguk. Namun kemudian ia pun mengerutkan keningnya sambil bertanya, "Siapa lagi yang kau hadapkan bersama dengan Rangga?"
"Seorang kawannya Panembahan, yang membantu Raden Rangga bermain-main dengan seekor harimau di halaman rumah hamba" jawab Ki Tumenggung.
Wajah Raden Rangga menjadi tegang. Tetapi ia tidak berani mengatakan sesuatu.
Namun dalam pada itu Panembahan Senapati terkejut melihat seseorang yang kemudian mengangkat wajahnya dan memandanginya dengan sorot mata yang dikenalnya dengan baik.
"Agung Sedayu" desis Panembahan Senapati. "Hamba Panembahan" jawab Agung Sedayu.
Wajah Panembahan Senapati menjadi tegang. Katanya, "Bagaimana mungkin kau dapat dituduh membantu Rangga bermain-main dengan seekor harimau " Apakah kau sudah kehabisan permainan yang lebih berarti Agung Sedayu?"
"Hamba kurang mengerti Panembahan, kenapa hamba mendapat tuduhan seperti itu. Tetapi agaknya hamba telah melakukan satu langkah yang dapat ditarik kearah satu arti sebagaimana dituduhkan kepada hamba" jawab Agung Sedayu.
Panembahan Senapati termangu-mangu sejenak. Ketika Panembahan itu kemudian memandang kearah Ki Tumenggung, nampak betapa wajah Ki Tumenggung menjadi tegang. Agaknya Panembahan Senapati telah mengenal dengan baik orang yang dituduhnya telah bekerja bersama Raden Rangga dalam permainan yang berbahaya itu, yang telah mengoyak kulit dan dagingnya.
"Ki Tumenggung" tiba-tiba saja Panembahan itu memanggil, "apa yang telah dilakukan orang ini sehingga kau telah membawanya menghadap dari menyangkutkannya dengan kelakuan Rangga?"
Ki Tumenggung semakin menjadi tegang. Namun ia pun menceritakan apa yang telah terjadi. Bahwa orang yang ternyata bernama Agung Sedayu itu berada di belakang rumahnya bersama Raden Rangga dan yang kemudian pergi ke pasar bersama-sama, sehingga akhirnya keduanya telah ditangkap pula bersama-sama
"Dengan demikian kau sudah dapat, mengambil kesimpulan, bahwa orang itu bersalah karena membantu Rangga?" bertanya Panembahan Senapati.
Ki Tumenggung menjadi bingung. la sama sekali tidak menduga, bahwa orang yang dibawanya itu mempunyai pengaruh tersendiri atas peristiwa yang baru saja terjadi dalam pandangan Panembahan Senapati.
Jilid 188 KARENA itu, maka Ki Tumenggung itupun menjadi tergagap dan tidak segera dapat menjawab.
Karena Ki Tumenggung tidak menjawab, maka Panembahan Senapatipun telah bertanya kepada Raden Rangga"Rangga, apakah yang sudah dilakukan oleh Agung Sedayu" Apakah ia membantumu menangkap harimau itu dan melepaskannya di halaman Ki Tumenggung?"
"Tidak ayahanda"jawab Raden Rangga"Agung Sedayu justru berusaha mencegah aku. Aku mengatakan kepada Ki Tumenggung, bahwa aku telah melakukannya sendiri tanpa bantuan orang lain. Jika Tumenggung tidak percaya, aku mengajaknya bertaruh. Jika aku tidak berhasil, aku menyerah untuk melakukan apa saja. Tetapi jika aku berhasil aku akan mengambil jabatan Tumenggungnya. Wajah Panembahan Senapati menegang. Katanya Apakah kau berwenang mengambil jabatannya meskipun kau memenangkan satu pertaruhan?"
Raden Rangga mengerutkan keningnya. Namun kemudian ia menundukkan kepalanya sambil menjawab"Tidak ayahanda."
Panembahan Senapati menarik nafas dalam-dalam. Sejenak dipandanginya Raden Rangga yang menundukkan kepalanya dalam-dalam. Kemudian pandangan matanyapun beralih kepada Ki Tumenggung.
" Ki Tumenggung " bertanya Panembahan Senapati kemudian " mungkin kau secara pribadi memang belum mengenal Agung Sedayu. Kau sudah agak lama bertugas diluar Mataram. Dan kau kembali ke Mataran setelah pertempuran di Prambanan. Namun sebelum kau meninggalkan Mataram, atau setelah kau kembali, kau tentu pernah mendengar nama Agung Sedayu yang sudah cukup banyak membantu tegaknya Mataram. Ia sering berada di Mataram sejak Alas Mentaok ini masih merupakan daerah yang jarang sekali disentuh kaki orang. Sejak kau belum mengabdikan dirimu disini. Seharusnya kau tahu, bahwa orang seperti Agung Sedayu itu tidak akan mungkin bermain-main seperti yang dilakukan oleh Rangga. "
Ki Tumenggung menjadi semakin menunduk. Tetapi diluar sadarnya ia memandang sekilas kearah Raden Rangga yang kebetulan sekali sedang berpaling kearahnya juga.
Betapa Ki Tumenggung harus menahan diri ketika ia melihat Raden Rangga menjulurkan lidahnya kearah Ki Tumenggung itu.
Sementara itu, Panembahan Senapati berkata selanjutnya kepada Ki Tumenggung " Meskipun demikian Ki Tumenggung, aku tidak akan mengurangi penghargaanku bahwa kau telah dapat membawa Rangga kepadaku justru pada saat ia melakukan kenakalan. Namun aku juga memperingatkanmu, agar kau tidak melakukan langkah-langkah yang tergesa-gesa tanpa perhitungan seperti yang kau lakukan atas Agung Sedayu "
Ki Tumenggung masih tetap menunduk. Tetapi ia mengumpat didalam hati. Kenapa selama prajurit yang bersamanya tidak ada yang memberitahukan serba sedikit tentang orang yang ditangkapnya itu. Mungkin mereka memang belum mengenal Agung Sedayu. Tetapi mungkin Tumenggung itu menghadapkan Agung Sedayu kepada Panembahan Senapati.
Sejenak kemudian maka Panembahan Senapati itupun berkata " Atas nama Ki Tumenggung yang mengemban perintahku dengan pertanda kuasaku, aku minta maaf kepadamu Agung Sedayu."
" Tidak ada yang bersalah Panembahan " Jawab Agung Sedayu " persoalannya adalah, bahwa Ki Tumenggung masih belum mengenal hamba. "
" Jika demikian, maka aku mengucapkan terima kasih kepadamu. Tetapi apakah ada kepentinganmu datang ke Mataram" " bertanya Panembahan Senapati kemudian.
" Kedatangan hamba memang dalam hubungan permainan Raden Rangga. Tetapi sebenarnyalah hamba ingin mencegah sesuatu yang mungkin dapat terjadi namun merugikan seseorang dengan permainan itu. " jawab Agung Sedayu.
Panembahan Senapati mengangguk-angguk. Katanya " Jadi kau sudah mendengar sebelumnya bahwa Rangga akan melakukannya" "
" Ya Panembahan. Karena itu, hamba datang kemari " jawab Agung Sedayu.
" Kau dengar Ki Tumenggung " berkata Panembahan Senapati " seharusnya kau bersikap lebih dewasa. Bukan saja umurmu yang memanjat keusia lanjutmu. Tetapi juga sikapmu. "
Raden Rangga masih menunduk dalam-dalam. Tetapi ia sempat tersenyum. Sekali-sekali ia memang mencuri pandang kearah Ki Tumenggung. Namun Ki Tumenggung tidak lagi berpaling kepadanya.
Sementara itu, didalam hati Raden Rangga berkata " Adajugabaiknya Ki Tumenggung menangkap Agung Sedayu. Bukan saja Ki Tumenggung harus menelan kenyataan yang pahit, bahwa yang ditangkap adalah Agung Sedayu yang telah dianggap sebagai seseorang yang banyak berjasa terhadap Mataram tanpa melakukan kesalahan apapun, juga dengan demikian perhatian ayahanda ternyata lebih banyak tertuju kepada Ki Tumenggung sendiri daripada kepadaku. "
Namun baru saja ia menikmati perasaannya itu, tiba-tiba saja ia terkejut ketika ia mendengar ayahandanya berkata " Rangga. Ternyata kau telah melakukan kesalahan lagi. Sebelumnya aku telah memberimu peringatan. Bahkan aku sudah mengancammu. Karena kau ternyata masih juga berbuat, maka aku akan mengetrapkan ancaman yang pernah aku ucapkan. Kau akar dikurung selama sepekan dalam bilik khusus. Jika kau berusaha untuk melarikan diri karena kau merasa mampu melakukannya, maka aku akan mengulangi hukuman itu dengan kelipatan dua dan bahkan tiga, menurut caramu melarikan diri. Kau memang berkemampuan tinggi, dan bahkan terlalu tinggi bagi umurmu dan kenakalanmu. Tetapi jangan menyangka bahwa kau akan luput dari hukuman. "
Raden Rangga mengerutkan keningnya. Namun ia tidak akan dapat membantah. Apapun yang diperintahkan oleh ayahandanya vang juga penguasa di Mataram, harus dijalaninya.
Dalam pada itu, Panembahan Senapatipun berkata kepada Ki Tumenggung Wiragiri " Ki Tumenggung. Serahkan Rangga kepada yang berkewajiban mengurungnya atas parintahku. Ia dapat ditempatkan dimana saja, karena ia tidak akan melarikan dirinya, diawasi atau tidak diawasi. "
Raden Rangga mengeluh didalam hati. Ia sadar, bahwa dengan demikian ia tidak akan dapat berbuat apa-apa. Yang dikatakan oleh ayahandanya adalah satu ancaman apabila ia berusaha untuk melepaskan diri dari kurungannya.
Ki Tumenggungpun kemudian menunduk hormat sambil menyahut " Hamba akan melakukan segala titah Panembahan "
Dengan nada datar Panembahan Senapatipun berkata " Aku ambil kembali partanda kuasaku. "
Ki Tumenggung pun kemudian menyerahkan tunggul kera-jaan. Selanjutnya bersama Raden Rangga ia bergeser keluar dari ruang dalam, diikuti oleh prajurit yang semula mengawal Agung Sedayu menghadap.
Demikian mereka sampai di luar bilik itu, terdengar Raden Rangga tertawa tertahan. Agaknya sudah terlalu lama ia berusaha untuk mencegah agar ia tidak tertawa, namun demikian mereka sampai di luar pintu, maka terlalu sulit baginya untuk tetap berdiam diri dengan dada yang sesak. ,
" Maaf Ki Tumenggung "berkata Raden Rangga " tingkah laku Ki Tumenggung memang sangat menggelikan. Apalagi ketika ayahanda memperingatkan agar Ki Tumenggung tidak melakukan kesalahan seperti itu lagi. Untunglah ayahanda tidak memberi kesempatan kepada Agung Sedayu untuk melepaskan sakit hatinya mengalami perlakuan Ki Tumenggung yang kasar. "
Ki Tumenggung menggeretakkan giginya. Namun ia masih juga bergumam " Aku tidak takut kepada Agung Sedayu meskipun aku pernah mendengar tentang tingkat ilmunya yang tinggi. "
"- O " Raden Rangga menutup mulutnya. Namun tubuhnya bagaikan diguncang menahan tertawanya. Beberapa langkah ia menjauhi pintu ruang dalam sambil berkata " Ki Tumenggung memang seorang pemimpi. Bukankah Ki Tumenggung baru saja mengalami kesulitan melawan seekor harimau mabuk " He, jika Ki Tumenggung ingin tahu, Agung Sedayu mempunyai kekuatan melampaui kekuatan seekor harimau, mempunyai akal melampaui kecerdikan akalmu dan mempunyai ilmu yang tinggi melampaui semua Senapati Mataram, selain ayahanda dan Juru Martani. Nah, apa katamu " "
" Raden memang suka membual " berkata Ki Tumenggung " tetapi aku belum pernah melihat kemampuannya yang tidak masuk akal itu. "
Raden Rangga mengerutkan keningnya. Katanya " Kau mau tahu " " Aku dapat memberikan ukurannya meskipun bukan kemampuannya yang sebenarnya. Nah, jika kau dapat mengalahkan aku, maka baru kau dapat mengatakan, bahwa kau berani melawan Agung Sedayu. Itupun kau tentu akan dikalahkannya. "
Wajah Ki Tumenggung menjadi tegang sementara itu Raden Rangga berkata selanjutnya " Aku tidak akan mengingkari keputusan ayahanda, bahwa aku harus dikurung. Tetapi sebelum aku dikurung, kita akan dapat mencoba sebentar saja. Tetapi tidak disini. Ketahuilah, bahwa kemampuanku tidak jauh terpaut dari kemampuan murid Agung Sedayu yang bernama Glagah Putih itu. Dengan demikian kau akan dapat menjajagi, kira-kira sampai dimanakah kemampuanmu dibandingkan dengan kemampuan Agung Sedayu. "
Wajah Ki Tumenggung menjadi merah. Tetapi ia tidak dapat berbuat banyak. Ia tidak akan dapat memenuhi keinginan Raden Rangga untuk menjajagi kemampuannya. Bukan karena Ki Tumenggung takut terhadap anak muda itu, tetapi justru karena kuasa Panembahan Senapati yang dilimpahkan kepadanya tidak sampai seja uh itu.
Namun demikian, Ki Tumenggung itupun pernah mendengar apa saja yang pernah dilakukan oleh Raden Rangga sebagai seorang anak nakal yang kadang-kadang memang tidak masuk akal.
Karena itu, maka Ki Tumenggungpun kemudian berkata " Sudahlah Raden. Aku memang tidak mendapat tugas yang lain sekarang ini kecuali membawa Raden kepada para petugas yang akan mengurung Raden untuk waktu sepekan. Raden akan dapat berbuat sesuka hati Raden didalam kurungan itu. Tetapi ingat akan pesan ayahanda Raden, bahwa kurungan itu akan dapat berlipat menjadi dua atau tiga kali jika Raden berusaha untuk melepaskan diri, diawasi atau tidak diawasi. "
" Jangan takut aku lari Ki Tumenggung "jawab Raden Rangga " aku akan dengan taat melakukan semua perintah ayahanda. Adalah menyenangkan sekali berada didalam kurungan untuk waktu yang sepekan. Jika tidak demikian, maka bagiku akan sulit sekali mencari waktu untuk beristirahat. "
Ki Tumenggung mengerutkan keningnya. Anak ini memang anak yang menjengkelkan sekali. Karena itu, maka ia tidak mau terlibat dalam pembicaraan lebih panjang lagi, yang mungkin akan dapat melepaskannya dari kendali.
Karena itu, maka katanya " Sudahlah Raden. Kita akan kehabisan waktu. "
Raden Ranggapun tidak menjawab lagi. Tetapi ia sempat berpaling kearah pintu yang tadi dilaluinya Agak nya Agung Sedayu masih berada didalam ruang itu bersa ma ayahandanya.
Yang berpaling ternyata bukan hanya Raden Rangga
Ki Tumenggungpun merasa heran, bahwa Agung Sedayu telah mendapat kesempatan cukup lama untuk berbicara dengan Panembahan Senapati. Kesempatan yang jarang sekali didapatkan oleh siapapun juga, selain Ki Juru Mar-tani.
" Apa saja yang dibicarakan oleh keduanya " "bertanya Ki Tumenggung didalam hati. Lalu " Agaknya Panembahan Senapati telah mengenalnya dengan baik, karena seperti yang dikatakan, Agung Sedayu banyak berjasa terhadap Mataram sejak babad Alas Mentaok. "
Tetapi Ki Tumenggung harus segera meninggalkan tempat itu, karena justru Raden Ranggalah yang kemudi an berjalan cepat-cepat diiringi oleh dua orang yang semula mengawal Agung Sedayu.
Pada saat itu, diruang dalam Panembahan Senapati memang masih berbincang dengan Agung Sedayu. Panembahan Senapati bertanya tentang beberapa hal yang menyangkut puteranya yang nakal itu.
" Sulit sekali untuk mengendalikannya " berkata Panembahan Senapati " ia memiliki kemampuan yang tidak sewajarnya. "
" Tetapi agaknya Raden Rangga sangat taat kepada Panembahan"sahut Agung Sedayu.
" Ia akan melakukan segala perintah yang aku jatuhkan kepadanya. Tetapi hanya untuk sesaat. Pada kesempatan lain ia akan mengulangi kesalahan-kesalahan yang pernah dilakukannya. Yang mencemaskan aku adalah, bahwa Rangga mempunyai kemampuan yang tidak disadarinya sepenuhnya. Karena itu, maka kadang-kadang meskipun tidak dikehendakinya sendiri, ia telah melakukan pembunuhan. " berkata Panembahan Senapati.
Agung Sedayu menarik nafas dalam-dalam Ia memang telah melihat sendiri kenakalan anak yang masih sangat muda itu. Kelebihannya dari orang-orang
kebanyakan telah membuat orang lain kadang-kadang mendapat kesulitan.
Namun dalam pada itu, Agung Sedayu yang mencemaskan langkah-langkah lain yang akan diambil oleh Panembahan Senapati itupun kemudian berkata " Panembahan. Ada yang mencemaskan yang menurut hamba, harus mendapat perhatian. Raden Rangga berniat untuk membantu Panembahan dalam persoalan Panembahan dengan Adipati Wirabumi. "
" He " Panembahan Senapati terkejut " apa maksudnya " "
Agung Sedayupun menceriterakan bahwa Raden Rang-ga agaknya telah mendengar persoalan yang timbul antara Pajang dan Mataram. Sehingga timbul keinginannya untuk berbuat sesuatu, agar menurut Raden Rangga, ayahandanya tidak selalu marah kepadanya.
- Raden Rangga ingin melakukan sesuatu yang menurut pendapatnya merupakan jasa yang berarti bagi Mataram, sehingga ia mendapat pengakuan bahwa ia bukan lagi anak-anak yang hanya dapat merengek dan minta disuap. " berkata Agung Sedayu lebih lanjut.
Panembahan Senapati mengangguk-angguk. Sebenarnyalah jika niat Raden Rangga itu diteruskan, maka hal itu merupakan bahaya yang sangat besar bagi hubungannya dengan keluarga Adipati Pajang.
Karena itu, maka katanya kemudian " Terima kasih Agung Sedayu. Keteranganmu sangat berharga bagiku. Baik bagi Mataram, maupun bagi Rangga sendiri. Jika hal itu dilakukannya, maka tentu akan timbul jarak yang semakin jauh antara Pajang dan Mataram. Sementara itu, aku sedang berusaha untuk menghimpun kekuatan agar persatuan Mataram nampak menjadi utuh. "
" Selanjutnya terserah kepada Panembahan " berkata Agung Sedayu " namun sudah barang tentu
Panembahan cukup bijaksana menanggapi keingina Ra den Rangga itu. "
Panembahan Senapati mengangguk angguk. Namun ia merasa bersukur bahwa ia mendapatkan keterangan itu sebelum segala sesuatunya terlanjur terjadi.
Sementara itu, maka setelah keterangan Agung Sedayu dirasa cukup maka Agung Sedayupun kemudian mohon diri untuk kembali ke Tanah Perdikan Menoreh.
"Hamba harus segera kembali - ia menjelaskan.
Panembahan Senapati mengerutkan keningnya. Katanya kemudian " Sebenarnya aku ingin menahanmu. Rasa-rasanya masih banyak yang dapat kita bicarakan. Aku sekarang tidak mempunyai cukup kesempatan untuk berbuat sebagaimana pernah aku lakukan. Dalam membenahi pemerintahan di tanah ini, ternyata aku dicengkam oleh tugas-tugas yang sulit untuk ditinggalkan. "
" Hamba mengerti Panembahan " berkata Agung Sedayu.
" Sokurlah " berkata Panembahan Senapati " perubahan kedudukanku agaknya telah membuat banyak perubahan dengan tata cara hidupku. Sebenarnya aku tidak ingin terjadi jarak diantara kita seperti yang terjadi sekarang. Aku lebih senang berbicara sebagaimana pernah kita lakukan. Mungkin ditengah-tengah sawah. Mungkin dipinggir hutan atau di lereng-lereng bukit. Persoalan yang kita bicarakanpun merupakan persoalan-persoalan yang sangat akrab dengan tata kehidupan kita waktu itu. Tetapi sekarang, setiap langkahku seakan-akan sudah ditentukan oleh kewajiban yang tidak dapat aku tinggalkan. "
" Hamba merasakannya sebagai satu hal yang sa ngat wajar Panembahan " jawab Agung Sedayu kare na itu, maka sebaiknya hamba juga tidak terlalu lama berada disini. Selain Panembahan harus berbuat banyak bagi Mataram, hambapun sebenarnya telah ditunggu oleh
guru." " Kiai Gringsing " " bertanya Panembahan Senapati.
"Ya Panembahan. Aku memang datang bersama guru. Tetapi pada saat aku ditangkap, aku berada berdua saja dengan Raden Rangga, karena guru sedang melihat-lihat pande besi disudut pasar"jawab Agung Sedayu.
- Jadi Kiai Gringsing tidak tahu bahwa kau berada disini sekarang " "bertanya Panembahan Senopati.
" Guru melihat aku dibawa oleh Ki Tumenggung Wiragiri bersama Raden Rangga, Panembahan " jawab Agung sedayu.
Panembahan Senopati mengangguk-angguk. Desisnya " Terima kasih atas kesediaanmu mengikut Tumenggung Wiragiri sehingga tidak timbul persoalan yang dapat mengejutkan orang-orang yang berada di sekitar itu. "
" Itu adalah yang seharusnya kami lakukan Panembahan"jawab Agung Sedayu.
" Aku mengerti kedewasaan cara kalian berpikir. Apalagi Kiai Gringsing. Karena itu, sampaikan salamku kepadanya. Dan aku mengucapkan terima kasih atas sikapnya. "berkata Panembahan Senopati" namun sebenarnya jika Kiai Gringsing tidak berkeberatan, aku berharap Kiai Gringsing dapat singgah barang sebentar. "
Agung Sedayu terseyum. Katanya " Lain kali guru tentu akan datang menghadap, Panembahan.Namun tidak sekarang. "
" Baiklah Agung Sedayu"jawab Panembahan Senopati " aku tidak dapat menahan kau terlalu lama. Memang bukan maksudku mengusirmu-Tetapi agaknya kita masing-masing mempunyai kesibukan tersendiri."
" Hamba mengerti Panembahan " jawab Agung Sedayu " karena itu hamba mohon diri.Mudah-mudahan
keterangan hamba tentang Raden Rangga akan dapat menjadi bahan pengawasan panembahan terhadap puteranda itu. "
" Aku sangat berterima kasih seperti yang sudah aku katakan. Mudah-mudahan tidak terjadi sesuatu Namun Rangga masih harus menjalani hukuman sepekan Itu jika ia tidak berbuat aneh aneh selama berada didalam kurungan "jawab Panembahan Senopati.
" Mudah-mudahan tidak terjadi sesuatu desis Agung Sedayu,yang sejenak kemudian benar benar mohon diri dan meninggalkan istana Panembahan Senopati. Namun ia kemudian harus berjalan kaki menuju ke pasar.
Namun ketika ia sampai kesebuah tikungan, langkahnya tertegun. Ia melihat seorang anak muda, duduk dipinggir jalan, dibawah sebatang pohon gayam.
"Glagah Putih"desis Agung Sedayu.
Melihat kedatangan Agung Sedayu, Glagah Putihpun segera bangkit dan melangkah menyongsongnya " Kau tidak apa-apa kakang " "
" Sebagaimana kau lihat " jawab Agung Sedayu " aku selamat. "
"Lalu apa yang telah terjadi dengan Raden Rangga " "bertanya Glagah Putih.
" Raden Rangga harus menjalani hukuman sebagaimana telah diketahuinya sebelumnya jika ia melakukan kesalahan lagi. Ia akan dikurung selama sepekan"jawab Agung Sedayu.
" Kami menjadi gelisah. Tetapi apakah kakang memang dibiarkan bebas, atau kakang telah membebas-kan diri " "bertanya Glagah Putih.
" Bagaimana mungkin aku dapat membebaskan diri jawab Agung Sedayu " jika aku harus dihukum, maka
tidak ada jalan yang dapat aku tempuh untuk membebas kandiri. "
" Jadi kakang memang dibebaskan " " bertanya Glagah Putih pula.
" Ya. Setelah Panembahan Senapati yakin bahwa aku tidak bersalah " jawab Agung Sedayu.
" Jadi kakang dihadapkan langsung kepada Panembahan Senapati " " Glagah Putih masih bertanya.
" Marilah, kita berjalan berkata Agung Sedayu " agar kita tidak menjadi perhatian orang banyak. "
Glagah Putih tidak menjawab. Tetapi iapun kemudian mengikuti Agung Sedayu berjalan menuju ke pasar.
" Apakah kuda-kuda kita sudah kau lihat " " berta nya Agung Sedayu.
- Kita sudah membawanya ke sebelah pasar dan kami ikat disana, termasuk kuda kakang " jawab Glagah Putih.
" Sokurlah " jawab Agung Sedayu " kita akan segera dapat mempergunakan. "
" Apakah kita harus melarikan diri " " bertanya Glagah Putih.
" Tidak" jawab Agung Sedayu " kenapa kita harus melarikan diri " Aku baru saja bercakap-cakap dengan Panembahan Senapati. Dan aku mohon diri dengan baik sebagaimana Panembahan Senapatipun melepaskan aku dengan baik. "
" Maaf " desis Glagah Putih " pikiranku dipengaruhi sikap orang-orang yang telah menangkap kakang Agung Sedayu. Kemudian kakang bertanya tentang kuda.
Agung Sedayu tersenyum. Ia dapat menangkap jalur jalan pikiran Glagah Putih. Karena itu maka katanya " Jangan cemas Aku tidak sedang melarikan diri. "
Glagah Putih tidak menjawab. Tetapi ia kemudian berjalan disebelah Agung Sedayu sambil berdesis -
Apakah kakang mengetahui, bahwa seseorang telah mengikuti kakang " "
Agung Sedayu memandang Glagah Putih sejenak. Lalu katanya " Aku baru meyakinkannya. Aku merasa seseorang selalu mengawasi aku. Tetapi apakah ia mengikuti aku atau tidak, aku kurang tahu. Untuk itu maka kita harus menunggu beberapa lama. -
Glagah Putih mengangguk kecil. Dengan ragu ragu ia bertanya " Seandainya orang itu benar benar mengikuti kakang, apakah kakang masih tetap dicurigai meskipun Panembahan Senopati menyatakan kakang dibebaskan dari segala macam tuntutan. " ".
"Tentu bukan atas perintah Panembahan Senopati -jawab Agung Sedayu. Namun kemudian katanya - Biarkan saja. Kita berada dijalan yang cukup banyak dilalui orang sehingga jika orang itu berbuat sesuatu, kita akan mempunyai banyak saksi, bahwa kita tidak bersalah -
Glagah Putih tidak bertanya lagi tentang orang yang menurut penglihatannya seakan-akan telah mengikuti Agung Sedayu. Namun diluar sadarnya, Glagah Putih telah berpaling. Ternyata ia masih melihat orang itu mengikuti mereka berdua.
Tetapi Glagah Putih tidak mempersoalkannya. Ia mengikuti saja Agung Sedayu yang berjalan menuju ke pasar
Ternyata dengan berjalan kaki, pasar itu terasa menjadi lebih jauh jaraknya.
Ketika keduanya masuk kedalam pasar, maka Glagah Putih masih sempat berpaling sekali lagi Dengan tidak semata-mata ia berhasil melihat orang yang mengikutinya Bahkan tidak sendiri. Tetapi dua orang yang berdiri dijarak yang agak lebih panjang dari sebelumnya
" Orang itu mengikuti kita sampai kita memasuki pasar " desis Glagah Putih " Bukan saja seorang, tetapi
ternyata dua orang. "
"Aku juga melihatnya " berkata Agung Sedayu " tetapi jangan terlalu merisaukannya. Mungkin orang itu mendapat tugas untuk mengawasi aku sampai aku keluar dari kota dan tidak berbuat sesuatu. Tetapi sekali lagi aku tegaskan bahwa tentu bukan atas perintah Panembahan Senopati. "
Glagah Putih menarik nafas dalam dalam. Namun ia tidak dapat melepaskan diri dari orang yang mengikuti Agung Sedayu itu. Bagaimanapun juga, tingkah laku orang itu membuatnya tidak senang apapun alasannya.
Tetapi Glagah Putih berusaha untuk tidak terlalu merisaukannya meskipun ia menjadi lebih berhati-hati.
Agung Sedayu yang sudah berada didalam pasar itu-pun kemudian dibawa oleh Glagah Putih menuju kesebuah sudut tempat beberapa orang pande besi bekerja. Ada beberapa buah perapian dalam petak-petak kecil yang sibuk dengan para pande besi itu bekerja membuat berbagai macam peralatan. Ternyata disekitar tempat itu, banyak berkerumun orang-orang yang membutuhkan alat-alat pertanian dan peralatan dapur. Mereka bergerombol-gerombol disekitar beberapa jenis barang yang sudah jadi dan siap untuk diperjual belikan. Agung Sedayupun segera melihat Kiai Gringsing, Kiai Jayaraga dan Ki Widura diantara mereka yang berkerumun ditempat itu Agaknya Kiai Gringsing memang berkepentingan untuk membeli sebuah parang pembelah kayu bakar.
Karena itu, maka Kiai Gringsingpun masih saja sibuk memilih parang yang dianggapnya baik.
" Parang pembelah kayu di padepokan itu sudah aus "berkata Kiai Gringsing.
" Apakah di Jatianom tidak ada pande besi yang membuat parang yang baik " bertanya Kiai Jayaraga.
" Pande besi di Sendang Gabus telah tidak ada lagi "
berkata Ki Widura. Kiai Gringsing tersenyum. Katanya Banyak Pande Besi di Jati Anom. Tetapi ketika aku melihat parang pem-belah kayu, aku teringat kebutuhan para cantrik. Tidak ada salahnya jika aku membelinya disini
Kiai Jayaraga mengangguk-angguk Namun sebelum ia menyahut, Glagah Putih telah berjongkok disebelah-nya.
" Aku datang bersama kakang Agung Sedayu. katanya.
" O - orang-orang dari Tanah Perdikan Menoreh itu berpaling Merekapun melihat Agung Sedayu sudah berjongkok pula di belakang mereka.
" Bagaimana dengan keadaanmu " bertanya Kiai Gringsing.
" Aku dihadapkan kepada Panembahan Senapati " jawab Agung Sedayu yang kemudian dengan perlahan-lahan menceriterakan serba sedikit tentang pertemuannya dengan Panembahan Senapati.
Orang-orang tua yang mendengarkan ceriteranya itu-pun mengangguk-angguk. Mereka memang sudah memperhitungkan, bahwa jika Agung Sedayu dibawa menghadap Panembahan Senapati, maka keadaannya akan tidak mengkhawatirkan.
" Jika sudah tidak ada persoalan lagi, maka sebaiknya kita kembali saja ke Tanah Perdikan " berkata Kiai Gringsing " agaknya semalam kita sudah mendapat kesempatan untuk melihat wayang beber semalam suntuk. Jarang sekali kita mendapat kesempatan yang demikian.
" Baiklah Kiai " sahut Kiai Jayaraga - kita sudah cukup lama berada dipasar ini. Hari sudah semakin tinggi. Bukankah kuda kita sudah ada disebelah pasar ini.
Kiai Gringsing mengangguk angguk. Ia sudah membeli sebilah parang pembelah kayu dan sarungnya, yang sekedar melindungi tajam parang itu
Karena itu, maka sejenak kemudian, merekapun telah berdiri dan berjalan menuju kepintu gerbang pasar.
Demikian mereka berada diluar pintu gerbang, Glagah Putih telah menggamit Agung Sedayu sambil berkata "Orang itu masih ada. " Hanya seorang.
Agung Sedayu mengangguk. Katanya Biarkan saja. Ia tidak akan berbuat apa-apa. "
Tetapi Glagah Putih tidak yakin, bahwa yang dikatakan Agung Sedayu itu diucapkanya atas dasar perhitungan yang sebenarnya. Mungkin Agung Sedayu hanya sekedar membuat agar ia tetap tenang.
Namun Glagah Putih memang tidak menyebutnya lagi. Seperti orang-orang yang lain yang datang dari Tanah Perdikan Menoreh, iapun kemudian berjalan dengan langkah tetap menuju kearah kudanya tertambat.
Beberapa saat kemudian, merekapun telah bersiap. Mereka menuntun kuda mereka ke jalan di sebelah pasar itu. Baru kemudian mereka meloncat naik kepunggung kuda.
" Agaknya malam ini kita telah memerlukan menonton wayang beber ketempat yang sangat jauh " berkata KiWidura.
" Ya Tetapi tentu ada pengalaman lain bagi Agung Sedayu"jawab Kiai Gringsing.
Agung Sedayu hanya tersenyum saja. Namun Glagah Putihlah yang kemudian bertanya " Lalu bagaimana dengan Raden Rangga " "
" Ia harus menjalani hukumannya " jawab Agung Sedayu.
"Sepekan dalam kurungan "jawab Agung Sedayu. Glagah Putih menarik nafas dalam dalam. Namun ia membayangkan, apa saja yang dilakukan oleh Raden Rangga didalam kurungan itu.
Namun hampir diluar sadarnya ia bertanya " Apakah Raden Rangga tidak dapat keluar dari kurungan itu "
" Jika ia berniat, maka aku kira tidak ada kurungan yang dapat menahannya " jawab Agung Sedayu"tetapi Raden Rangga tidak akan keluar dari kurungan itu, karena ayahandanya sudah berpesan. "
Glagah Putih mengangguk-angguk. Agaknya Raden Rangga memang tidak akan berani melarikan diri, sebagaimana pada saat ia ditangkap meskipun ia mampu melakukannya.
Untuk beberapa saat Glagah Putih berdiam diri. Iring-iringan kecil itu menyusuri jalan meninggalkan Mataram menuju ke Tanah Perdikan Menoreh. Mereka melalui jalan yang paling ramai dipergunakan oleh orang-orang yang hilir mudik untuk bermacam-macam keperluan dari dan ke Mataram.


08 Api Di Bukit Menoreh Karya Sh Mintardja di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Baru setelah mereka menjadi semakin jauh dari pasar, maka kuda mereka mulai berpacu. Meskipun tidak terlalu cepat, karena jalan yang masih cukup ramai.
Namun dalam pada itu, Glagah Putih yang berkuda disebelah Agung Sedayu telah menggamitnya dan berdesis " Kakang Agung Sedayu. Kau lihat beberapa orang berkuda yang berhenti di pinggir jalan itu " "
"Ya, kenapa " " bertanya Agung Sedayu. "Siapakah mereka " " bertanya Glagah Putih pula.
"Tentu aku tidak mengerti"jawab Agung Sedayu.
" Hatiku berdebar-debar " berkata Glagah Putih "aku rasa mereka ada hubungannya dengan orang yang mengikuti kakang sampai ke pasar itu. "
Agung Sedayu menarik nafas dalam-dalam. Ia tidak dapat sekedar menenangkan hati Glagah Pulih. Agaknya anak muda itu tidak dapat dikelabuinya seperti kanak-kanak. Namun seandainya demikian, maka akhirnya anak muda itu akan tahu juga.
Karena itu, maka katanya "Sebaiknya kita tunggu saja. Mungkin memang demikian. Tetapi mungkin kita hanya terlalu berprasangka saja. "
Glagah Putih tidak menjawab, tetapi ia menjadi semakin curiga terhadap orang-orang berkuda yang berhenti dipinggir jalan.
Sementan itu, orang-orang tua yang berkuda bersama merekapun menjadi berdebar-debar pula. Perasaan mereka mulai mengatakan tentang sesuatu yang akan dapat menghambat perjalanan mereka. Namun mereka masih tetap berdiam diri.
Agung Sedayu memang mendapat firasat kurang baik tentang orang-orang berkuda yang berhenti dipinggir jalan. Namun jalan itu cukup ramai, sehingga apakah orang-orang itu akan berbuat sesuatu dijalan induk itu " Jika demikian maka jalan itu akan terganggu dan berita tentang persoalan yang kemudian timbul tentu akan cepat tersebar sampai ke jantung kota.
Semakin dekat iring-iringan kecil itu dengan orang-orang berkuda yang berhenti dipinggir jalan itu, jantung mereka menjadi semakin berdebar-debar. Kiai Gringsing yang berkuda dipaling depan justru telah sedikit memperlambat kudanya. Dibelakangnya Ki Wi-dura dan Kiai Jayaraga, baru kemudian berjarak beberapa langkah adalah Agung Sedayu dan Glagah Putih.
Tetapi ternyata ketika iring-iringan itu lewat, orang-orang berkuda itu tidak berbuat sesuatu. Bahkan agaknya mereka sama sekali tidak menghiraukan. Demikian Kiai Gringsing lewat dihadapan mereka, Kiai Jayaraga dan Ki Widura, bahkan kemudian Agung Sedayu dan Glagah Putih.
Beberapa langkah dari mereka, Glagah Putih menarik nafas dalam-dalam. Katanya "Ternyata kita hanya berprasangka. Mereka sama sekali tidak berbuat apa-apa. Bahkan menegurpun tidak. "
Agung Sedayu mengangguk angguk Tetapi ia sama sekali belum terlepas dari ketegangan. Bahkan kemudian, jantungnya berdegup semakin keras ketika ia melihat seorang yang berdiri menuntun kudanya di pinggir jalan.
Sebenarnyalah dugaan Agung Sedayu bukannya tidak beralasan. Orang yang menuntun kudanya itu telah menghentikan Kiai Gringsing yang berkuda di paling depan.
Kiai Gringsing itupun menarik kekang kudanya. Sementara itu orang yang menuntun kudanya itu bertanya " Maaf Kiai, apakah Kiai berkuda bersama anak muda dibelakang itu?"
Kiai Gringsing berpaling. Dilihatnya Agung Sedayu dan Glagah Putih telah berhenti pula beberapa langkah dibelakang mereka.
" Ya " jawab Kiai Gringsing " mereka adalah keluargaku. "
" Tetapi bukankah yang berada disisi anak muda itu Agung Sedayu ?" bertanya orang itu.
" Tepat " jawab Kiai Gringsing " apakah Ki Sanak sudah mengenalnya " "
Orang itu mengangguk-angguk. Katanya " Ternyata ia memang tidak hanya seorang diri atau berdua. Benar seperti yang kita duga, bahwa Agung Sedayu tentu mempunyai beberapa kawan di Mataram. "
" Kami memang datang bersamanya" berkata Kiai Gringsing " tetapi kenapa " "
" Aku berkepentingan dengan orang itu " berkata orang yang menghentikan itu
Orang itu tidak menunggu jawab Kiai Cringsiug. Masih dengan menuntun kudanya ia mendekati Agung Sedayu yang berhenti beberapa langkah di belakang Kiai Jayaraga.
" Agung Sedayu" panggil orang yang menuntun kuda itu.
Agung Sedayu mengerutkan keningnya. Katanya " Apakah kau mempunyai satu keperluan dengan aku " "
"Ya. Aku minta kau mengikuti aku mengambil jalan simpang itu kekiri. " berkata orang itu.
"Untuk apa " " bertanya Agung Sedayu.
" Kau tidak perlu tahu. Aku akan minta kawan-kawanmu mengikutimu. " jawab orang itu.
" Aneh Ki Sanak " berkata Agung Sedayu " aku harus mengikut Ki Sanak. Tetapi Ki Sanak tidak mau mengatakan, apakah keperluan Ki Sanak memanggil aku.
" Pokoknya ikut aku. Jangan banyak alasan untuk menolak. Lihat orang-orang berkuda itu adalah orang-orangku. Jika kau menolak, maka kau akan berhadapan dengan orang-orang itu " berkata orang yang menuntun kuda itu.
Kau aneh Ki Sanak " berkata Agung Sedayu" jalan
ini adalah jalan yang ramai. Jika terjadi benturan kekuatan diantara kita, maka beritanya akan segera didengar oleh para prajurit sehingga mereka akan segera datang ketempat ini. Dengan demikian, maka kalian tentu akan ditangkap karena kalian lelah berusaha mengganggu perjalanan kami. Bahkan kami akan dapat mengatakan kepada para prajurit bahwa kalian berusaha untuk merampok kami. "
" Jangan seperti anak kecil " berkata orang itu " kau adalah orang yang disebut sebagai tokoh-tokoh didalam dongeng. Bahkan dengan berlebih-lebihan orang ber-ceritera tentang kemampuanmu. Karena itu, jangan ber-
bicara tentang prajurit. Marilah, seseorang ingin tahu, apakah kau benar-benar seorang yang memiliki kemampuan seperti yang diceriterakan orang. "
Wajah Agung Sedayu menjadi tegang. Katanya " Ki Sanak ini aneh. Aku tidak mempunyai persoalan apapun dengan seseorang. Bagaimana mungkin aku harus melayaninya dalam persoalan seperti ini. "
" Sudahlah. Kau tidak usah merajuk seperti itu Agung Sedayu. Marilah. Nanti kau dapat berbicara dengan orang yang ingin bertemu denganmu. Seperti yang kau katakan, ia tidak mau berbuat sesuatu dijalan yang ramai ini. Tetapi jika kau ternyata pengecut dan mengharap mendapat pertolongan dari para prajurit, kau tentu akan menolak dan sengaja membenturkan kekuatanmu yang disebut tidak ada taranya itu disini, agar kegaduhan ini cepat dilerai oleh para prajurit. " berkata orang yang menuntun kudanya itu.
Agung Sedayu menjadi semakin berdebar-debar. Namun sebelum ia menjawab, Glagah Putihlah yang mendahuluinya " Cukup. Kami sudah mengerti maksudmu. Kami akan datang sebagaimana kau kehendaki. "
"Glagah Putih" potong Agung Sedayu.
Tetapi kata-kata itu sudah diucapkan dan Glagah Putih agaknya tidak dapat menahan diri lagi mendengar kata-kata orang itu.
Kiai Gringsing, Kiai Jayaraga dan Ki Widura hanya dapat saling berpandangan saja. Semuanya sudah terlanjur. Dan mereka tidak akan dapat mencegah lagi.
Sementara itu, maka Agung Sedayupun telah tersudut karena sikap Glagah Putih. Karena itu, maka iapun kemudian menjawab " Baiklah. Aku akan menemui orang itu. Mungkin telah terjadi salah paham. "
" Marilah, ikuti aku " berkata orang berkuda itu " ia akan menghormatimu jika kau bersedia datang. Namun agaknya anak muda ini juga seorang anak muda yang pantas untuk mendapatkan perhatian. "
Glagah Putih yang sulit mengendalikan diri lagi karena kata-kata orang itu benar-benar menusuk perasaannya, tidak menjawab. Tetapi terdengar giginya sajalah yang gemeretak.
Sejenak kemudian orang yang menuntun kudanya itupun telah meloncat naik Kemudian perlahan-lahan kudanya berjalan mendahului Agung Sedayu dan bahkan Kiai Gringsing Seolah olah ia tidak menghiraukan lagi orang-orang yang dimintanya untuk mengikutinya, karena ia yakin bahwa orang-orang yang dimintanya untuk mengikutinya, karena ia yakin bahwa orang-orang itu tentu tidak akan ingkar terhadap kata-katanya sendiri, bahwa mereka akan mengikutinya.
Sebenarnyalah Agung Sedayu dan yang lainpun telah mengikuti orang itu sambil bertanya-tanya diadalam hati. Apa pula yang telah terjadi sehingga mereka harus mengikuti seseorang untuk satu persoalan yang sama sekali tidak mereka mengerti.
Namun sudah barang tentu bahwa Kiai Gringsing tidak akan dapat membiarkan Agung Sedayu pergi sendiri.
Demikianlah, seperti yang dikatakannya, maka orang berkuda itu telah mengambil jalan simpang berbelok ke kiri. Agung Sedayu dan yang lainpun telah mengikutinya. Namun ketika Glagah Putih sempat berpaling, maka iapun melihat orang-orang berkuda yang berhenti di pinggir jalan yang baru saja mereka lalui itupun telah mulai bergerak pula.
" Mereka juga mengikuti kita " desis Glagah Putih.
" Sudah kita duga " jawab Agung Sedayu.
Glagah Putih tidak berbicara lagi. Ia mencoba untuk mengetahui, persoalan apakah yang akan mereka hadapi. Tetapi ternyata bahwa ia tidak segera dapat menemukannya.
Hanya Agung Sedayulah yang dapat merabanya meskipun ia tidak yakin bahwa dugaannya itu benar seluruhnya.
Agaknya Ki Tumenggung Wiragiri yang merasa tersinggunglah yang telah melakukan semua permainan yang tidak menyenangkan itu.
Ternyata bahwa Agung Sedayu harus mengikuti orang berkuda itu lewat jalan sempit yang panjang. Kemudian mereka berbelok kearah sebuah hutan kecil dan sepi.
Arung Sedayu memang hampir pasti, bahwa Ki Tumenggung Wiragiri telah menunggunya di hutan kecil itu.
Sementara itu, Kiai Gringsing masih saja berkuda dipaling depan. Dibelakangnya Kiai Jayaraga berkuda bersama Ki Widura, dan di paling belakang adalah Agung Sedayu dan Glagah Putih.
Sejenak kemudian, maka iring-iringan itu telah memasuki hutan kecil yang tidak terlalu lebat itu. Dan seperti yang diduga, maka didalam hutan itu telah menunggu pula beberapa orang. Diantara mereka memang terdapat Ki Tumenggung Wiragiri.
Ketika iring-iringan itu memasuki hutan, maka Ki Tumenggung telah melangkah maju, menyongsong mereka. Dengan hormat Ki Tumenggung itupun mengangguk sambil berkata " Selamat datang ke daerah perburuan ini. "
Kiai Gringsing dan kawan-kawannya telah meloncat turun. Merekapun mengangguk hormat pula.
" Terima kasih Ki Tumenggung " jawab Kiai Gringsing.
Ki Tumenggung mengerutkan keningnya. Dengan ragu-ragu ia bertanya " Siapakah Ki Sanak ini" Agaknya Ki Sanak telah mengenal aku sebelumnya" "
" Aku adalah orang tua yang disebut Kiai Gringsing " jawab Kiai Gringsing.
" O " Ki Tumenggung mengangguk-angguk " aku sudah pernah mendengar nama Kiai. Sungguh nama yang sulit dicari duanya. Agaknya Kiai adalah orang yang menurut pendengaranku, memiliki kemampuan yang tidak ada batasnya.
" Ah " sahut Kiai Gringsing " apakah Ki Tumenggung mempercayainya" "
Pertanyaan itu agak mengejutkan Ki Tumenggung Wiragiri. Namun kemudian iapun menjawab " Tentu aku percaya Kiai. Bukankah semua orang di Mataram, bahkan Panembahan Senapati sendiri mengatakannya. Sayang aku tidak dapat menyaksikan, apa yang telah Kiai lakukan dalam perang yang terjadi di Prambanan. Sehingga karena itu, nama kepercayaanku itu bertumpu
kepada pengakuan orang-orang penting di Mataram atas kemampuan Kiai. Bukan hanya Kiai, tetapi juga Agung Sedayu. "
" Jangan memuji Ki Tumenggung. Tetapi sebenarnyalah kami merasa heran, bahwa Ki Tumenggung telah memerlukan menjemput kami untuk datang ketempat ini Apakah Ki Tumenggung mempunyai kepentingan dengan kami, khususnya Agung Sedayu" " bertanya Kiai Gringsing.
" Ya Kiai " jawab Ki Tumenggung Wiragiri " pagi ini aku telah membawa Agung Sedayu menghadap Panembahan Senapati karena menurut perhitunganku, Agung Sedayu tentu sudah terlibat kedalam permainan Raden Rangga dengan melepaskan seekor harimau di halaman rumahku. Tetapi ternyata justru akulah yang dianggap bersalah oleh Panembahan Senopati. Tetapi sudahlah. Keputusan Panembahan Senopati adalah berlaku sebagai paugeran. Aku tidak akan mempersoalkannya. " Ki Tumenggung itu berhenti sejenak. Lalu katanya kemudian " Yang ingin aku bicarakan dengan Agung Sedayu sekarang adalah kebenaran dari persoalan itu sendiri. Apakah benar bahwa Raden Rangga memang menangkap harimau itu tanpa bantuannya, bahkan tanpa bantuan orang-orang lain yang bersamanya. Mungkin tidak hanya dua atau tiga orang.
Kiai Gringsing mengerutkan keningnya. Kemudian sambil berpaling kepada Agung Sedayu, ia berkata " Jawablah. Pertanyaan ini sebagian terbesar ditujukan kepadamu. "
Agung Sedayu menarik nafas dalam-dalam. Dua langkah ia maju. Kemudian jawabnya"Ki Tumenggung. Bukankah persoalannya sudah jelas. Baru saja Ki Tumenggung mengatakan, bahwa Ki Tumenggung menghormati keputusan Panembahan Senapati. Tetapi kenapa Ki Tumenggung mempersoalkannya lagi " -
" Aku tidak mempersoalkan keputusan Panembahan Senapati. Tetapi aku ingin melihat kebenaran tanpa merubah keputusan Panembahan Senapati " jawab Ki Tumenggung.
" Baiklah. Jika aku harus menjawab pertanyaan itu, maka aku akan menjawab sebagaimana aku katakan kepada Panembahan Senapati dan sesuai dengan keterangan Raden Rangga, bahwa Raden Rangga telah melakukannya sendiri. Aku bahkan telah berusaha untuk mencegahnya. Tetapi Raden Rangga itu masih melakukannya juga. " jawab Agung Sedayu.
Ki Tumenggung itupun tersenyum. Katanya " Memang tidak akan ada orang yang dapat membuktikan bahwa kau bersalah. Tetapi aku mempunyai cara sebagaimana diusulkan oleh Raden Rangga. Meskipun aku tidak dapat menerima tawaran bertaruh dengan Raden Rangga itu, karena kedudukannya dan kedudukanku. Tetapi disini, aku tidak terikat oleh kedudukan itu, sehingga aku akan dapat bertaruh denganmu. "
"Bertaruh apa " "bertanya Agung Sedayu.
"Siapa yang lebih dahulu berhasil menangkap seekor harimau, hidup atau mati, maka ialah yang menang. Tantangan ini diberikan oleh Raden Rangga. Tetapi aku tidak dapat menerimanya. Sekarang aku menantangmu. " berkata Ki Tumenggung.
Agung Sedayu mengerutkan keningnya. Namun ia masih bertanya " Apa taruhannya " "
" Siapa yang kalah harus mengakui kekalahannya. Kita akan menemui Raden Rangga di bilik kuningannya untuk mengatakan, siapa diantara kita yang menang. " jawab Ki Tumenggung.
" Kenapa harus menyampaikan hasilnya kepada Raden Rangga " " bertanya Agung Sedayu pula.
" Raden Rangga telah menghina aku dan mengatakan bahwa kau adalah orang yang pilih tanding. Aku adalah Tumenggung Wiragiri yang memangku jabatan Senapati dari pasukan segelar sepapan. Apakah mungkin aku kalah dari orang yang bernama Agung Sedayu dari Tanah Perdikan Menoreh " " jawab Ki Tumenggung.
Agung Sedayu termangu-mangu sejenak. Lalu kata-nya " Tetapi bagaimana jika salah seorang diantara kita tidak menemukan seekor harimaupun dihutan kecil ini. "
" Betapa kecilnya hutan ini, namun hutan ini di bagian Barat adalah hutan yang lebat dan liar. Hutan ini kecil dibandingkan dengan hutan Paluhan di sebelah Timur Ganjur. Tetapi hutan ini dapat dianggap tidak terlalu kecil jika dibanding degan hutan Plasa di sebelah Barat Bera yang masih dianggap sebagai hutan yang menakutkan. " berkata Ki Tumenggung " karena itu, menurut pendapat-ku, jika kau berani memasuki hutan di bagian Barat pertanda daerah perburuan, maka kau tentu akan menemukannya. Memang mungkin satu hari penuh kau tidak akan mendapat seekor harimaupun didaerah perburuan itu sendiri. Tetapi diseberang itu, maka hutan itu masih mengandung seribu macam tantangan. Itu kalau kau mempunyai keberanian untuk melakukannya. Karena selain harimau, maka masih ada jenis-jenis binatang lain yang dapat membunuhmu. Kera-kera besar yang buas dari jenis kera berkulit merah merupakan bahaya yang harus kau perhatikan pula. Ular-ular yang besar yang membelit dihampir setiappepohonan dan binatang-binatang liar lainnya termasuk serigala yang berkelompok-kelompok."
Agung Sedayu menarik nafas dalam-dalam. Katanya " Nampaknya Ki Tumenggung memahami benar isi hutan itu. "
" Aku memang sering melakukan perburuan didaerah ini. Tetapi jika aku sekedar mengikuti anak-anak bangsawan belajar berburu, maka aku tentu tidak akan telaten. Karena itu, maka aku sering memasuki hutan disebelah Barat dari hutan perburuan ini. " jawab Ki Tumenggung.
Agung Sedayu menarik nafas dalam-dalam. Lalu katanya " Kemenangan pertama sudah berada ditangan Ki Tumenggung. Ki Tumenggung mengenal medan ini dengan sangat baik. Sedangkan aku baru pertama kali ini memasukinya. "
"Apakah itu termasuk hal yang perlu diperhitungkan " " bertanya Ki Tumenggung- jika demikian, aku akan dapat memberikan tenggang waktu dihadapan para saksi. Kau pergi dahulu memasuki bagian Barat hutan ini. Aku akan menyusul kemudian setelah waktu tertentu. "
" Bukan begitu maksudku " berkata Agung Sedayu "aku hanya ingin mengatakan behwa mungkin sekali aku akan mengalami kebingungan begitu aku memasuki hutan di bagian Barat. Tetapi jika taruhan itu yang kau kehendaki, maka aku tidak akan menolak. "
" Bagus " sahut Ki Tumenggung dengan serta merta " kita akan segera mulai. Nah, apakah kau memerlukan tenggang waktu atau tidak sehingga kita akan berangkat bersama " bertanya Ki Tumenggung.
" Kita akan berangkat bersama Ki Tumenggung. Karena bagiku kalah atau menang tidak akan ada masalah. Jika aku kalah, aku sama sekali tidak berkeberatan untuk memberitahukan kepada Raden Rangga, bahwa aku kalah dalam taruhan. Nah, apa kesulitannya " "
" Persetan " geram Ki Tumenggung " kita harus menghargai diri kita masing-masing. Jika seorang laki-laki tidak mempunyai harga diri seperti kau, maka kita akan menjadi orang-orang yang tidak berharga. "
Agung Sedayu mengerutkan keningnya. Namun sebelum ia menjawab Ki Tumenggung berkata " Kita akan segera mulai. Kita tidak hanya akan berbicara. Kita akan menentukan saksi-saksi diantara kita, siapakah yang lebih dahulu akan sampai disini membawa harimau hidup atau mati. "
Agung Sedayu termangu-mangu. Ketika ia berpaling kepada gurunya, maka Kiai Gringsing itupun mengangguk kecil. Bahkan Glagah Putih telah berbisik " Biarlah aku yang melakukannya "
Agung Sedayu menggeleng. Katanya " Jangan. Kau akan menyinggung perasaannya. "
Dengan demikian maka Glagah Putih itupun terdiam. Tetapi sebenarnya ia merasa sanggup untuk melakukannya. Dengan ilmunya Glagah Putih merasa bahwa ia akan dapat membunuh seekor harimau. Apalagi jika ia diperbolehkan membawa parang pembelah kayu yang baru saja dibeli oleh Kiai Gringsing.
Namun dalam pada itu, Agung Sedayulah yang harus berangkat. Karena itu, maka Glagah Putih tidak dapat berbuat sesuatu.
Dalam pada itu, Ki Tumenggung berkata " Disini ada beberapa orang-orangku. Sementara ada juga Kiai Gringsing dan kawan-kawannya. Mereka akan menjadi saksi yang jujur, siapakah diantara kita yang lebih dahulu membawa seekor harimau sampai ketempat ini. "
" Baiklah Ki Tumenggung " berkata Kiai Gringsing " untuk sekedar menjadi saksi aku tidak berkeberatan. "
" Terimakasih " berkata Ki Tumenggung " jika demikian, maka kita sudah siap untuk berangkat. Aku membawa pisau belati panjang untuk melawan harimau yang akan aku buru. Nah, apakah kau juga akan bersenjata. "
" Parang itu " desis Glagah Putih.
Tetapi Agung Sedayu menggeleng. Katanya " Aku memang membawa senjata. Senjata yang selalu aku pergunakan. Sebuah cambuk. "
" O " Ki Tumenggung mengangguk-angguk. Namun katanya kemudian " Apakah kau yakin bahwa dengan sebuah campuk kau dapat membunuh seekor harimau. "
" Sebagaimana Ki Tumenggung yakin, bahwa Ki Tumenggung akan dapat membunuh seekor harimau dengan pisau belati panjang " jawab Agung Sedayu.
" Baiklah. Jika demikian kita akan segera mulai berkata Ki Tumenggung pula.
" Tetapi apakah Ki Tumenggung sudah merasa kekuatan Ki Tumenggung pulih sama sekali, setelah Ki Tumenggung pagi ini mengalami luka-luka oleh kuku-kuku harimau yang dilepas Raden Rangga dihalaman rumah Ki Tumenggung " " bertanya Agung Sedayu.
Ki Tumenggung tidak menjawab. Tetapi dibukanya baju dan ditunjukkannya dadanya kepada Agung Sedayu. Sama sekali tidak nampak bekas-bekas luka itu, kecuali hanya sekedar garis-garis yang kehitam-hitaman.
Obat apakah yang Ki Tumenggung pergunakan sehingga luka-luka itu seakan-akan telah hilang sama sekal" " bertanya Agung Sedayu.
" Sudahlah " berkata Ki Tumenggung " kita akan mulai. Kita akan berangkat dari tempat ini, dan kembali ke tempat ini.
Kita tidak akan cemas terganggu oleh siapapun juga. Aku tahu pasti, bahwa hari ini hutan perburuan ini tidak akan dipergunakannya untuk berburu. "
Agung Sedayu tidak menjawab. Tetapi iapun telah membenahi dirinya. Sementara itu, Glagah Putih tidak lagi menawarkan senjata yang baru dibeli oleh Kiai Gringsing, karena Agung Sedayu akan mempergunakan cambuknya yang diikatkannya dilambungnya dibawah bajunya. Dengan cambuk itu, maka segala kesulitan yang akan dihadapi di hutan itu akan dapat diselesaikannya.
Sejenak kemudian, maka kedua orang itupun telah bersiap. Ki Tumenggunglah yang memberi isyarat dengan tangannya untuk mulai.
Dengan demikian tangannya dilambaikannya, maka Ki Tumenggung itupun segera telah berlari menyusup diantara pepohonan yang lebih pepat.
Agung Sedayu masih termangu-mangu. Bahkan ia bertanya kepada diri sendiri " Kenapa Ki Tumenggung itu harus berlari" Apakah jarak tempat ini sampai kebagian hutan di sebelah Barat yang masih pepat itu cukup jauh" "
Agung Sedayu memang belum mengenal medannya. Namun ia adalah seseorang yang mempunyai pengamatan yang sangat tajam. Karena itu maka iapun berharap untuk dapat mengimbangi kecepatan Ki Tumenggung Wiragiri menangkap seekor harimau.
Sejenak kemudian Agung Sedayupun telah berjalan menyusup diantara pepohonan yang jarang di hutan perburuan itu. Namun ternyata semakin lama daerah perburuhan itupun menjadi semakin pepat. Meskipun demikian menilik tanda-tanda yang terdapat dihutan itu, maka jelas bahwa hutan itu adalah hutan perburuan yang memang dipersiapkan, sehingga dibeberapa bagian nampak pertanda dan isyarat, sehingga para pemburu tidak akan tersesat.
Namun dalam pada itu, Agung Sedayupun mulai memikirkan jarak dari hutan perburuan itu sampai ke bagian yang masih pepat. Mungkin jarak itu memang cukup jauh, sehingga Ki Tumenggung harus berlari.
Sejenak Agung Sedayu memandang berkeliling, la sudah tidak melihat siapapun juga, karena ia memang sudah berada dibalik pepohonan. Karena itu, maka Agung Sedayupun tidak mau mengalami kekalahan karena kelengahannya. la belum tahu, apa yang dapat dilakukan oleh Ki Tumenggung di medan yang sudah dikenalnya dengan baik itu.
Karena itu, maka Agung Sedayupun kemudian mengyingsing-kan kain panjangnya. Sejenak kemudian, maka iapun telah berlari pula. Namun Agung Sedayu memiliki kemampuan untuk membuat dirinya seakan-akan menjadi lebih ringan, sehingga dengan demikian maka Agung Sedayu itupun mampu belari jauh lebih cepat dari Ki Tumenggung Wiragiri.
Bahkan sementara itu, Agung Sedayupun berpikir " Seandainya aku menjumpai seekor harimau di hutan perburuan ini, bukankah aku juga diperbolehkan menangkapnya" "
Tetapi Agung Sedayu tidak bersiap sebagaimana Raden Rangga yang membawa biji-biji kecubung, sehingga ia dapat membuat seekor harimau menjadi mabuk untuk waktu yang akan lama. Mungkin Agung Sedayu dapat menyerbu seekor harimau sebagaimana dilakukan oleh Raden Rangga, tetapi tidak mempunyai cara untuk membuat harimau itu tidak sadarkan dirinya cukup lama. Karena itu, bagi Agung Sedayu, akan lebih mudah membunuh harimau itu daripada menangkapnya hidup-hidup.
Demikianlah, maka telah terjadi pertaruhan aneh yang menegangkan antara dua orang yang berilmu tinggi.
Sementara itu, Ki Tumenggung agaknya lebih senang untuk langsung pergi ke bagian Barat dari hutan itu. Di tempat itu, masih terdapat banyak binatang buas. Di hutan perburuan binatang-binatang buas tidak lagi berkeliaran karena daerah itu sering sekali dijelajahi oleh para pemburu. Tetapi disebelah Barat, daerahnya masih jarang sekali disentuh kaki manusia. Karena itu, maka kemungkinan untuk segera menjumpai seekor harimau adalah dibagian Barat dari hutan itu.
Karena itu, maka Ki Tumenggungpun telah berlari-lari menuju ke bagian Barat dari hutan itu . Ia berharap akan dapat mendahului Agung Sedayu membunuh seekor harimau. Dengan demikian, maka ia akan dapat membawa Agung Sedayu dan berkata kepada Raden Rangga, bahwa penilaiannya atas dirinya dan Agung Sedayu ternyata keliru. Dengan cara yang ditawarkan oleh Raden Rangga maka ia telah mengalahkan Agung Sedayu yang oleh Raden Rangga dianggap orang yang memiliki ilmu yang sangat tinggi.
Dengan demikian maka Ki Tumenggung itupun berlari semakin cepat. Ia merasa sudah meninggalkan Agung Sedayu terlalu jauh, karena kecuali ia berangkat lebih dahulu, maka ia sudah mengenal medan lebih baik. Iapun mampu berlari cepat diantara semak-semak dan pepohonan.
"Aku akan menang dalam pertaruhan ini"berkata Ki Tumenggung didalam hati"aku akan mempunyai waktu beberapa saat lebih dahulu daripadanya."
Ki Tumenggung itupun kemudian meloncat lebih cepat. Ia ingin lebih cepat menerkam seekor harimau dan membunuhnya, kemudian membawanya kembali kehadapan saksi-saksi . Semakin panjang jarak kemenangannya, ia akan menjadi semakin bebangga.
Namun ternyata Ki Tumenggung itu dikejutkan oleh sesuatu yang tidak diduganya. Ketika ia melampaui gawar pertanda batas hutan perburuan.
Demikian Ki Tumenggung meloncati gawar yang melintang di sepanjang daerah perburuan itu, tiba-tiba saja ia melihat Agung Sedayu yang berdiri termangu-mangu.
"Kau sudah berada disini" bertanya Ki Tumenggung.
Agung Sedayu mengerutkan keningnya. Ia memang mendengar kedatangan Ki Tumenggung. Karena itu, maka iapun seakan-akan telah menunggunya di belakang gawar yang membatasi kedua bagian hutan itu.
"Ya Ki Tumenggung" jawab Agung Sedayu "aku menjadi agak bingung, kearah mana aku harus pergi. Arah yang mempunyai kemungkinan paling cepat untuk bertemu dengan seekor harimau."
Ki Tumenggung termangu-mangu. Dengan nada datar ia bertanya"Tetapi, bagaimana mungkin kau sudah berada disini" Bukankah aku berangkat lebih dahulu, dan aku mengenal hutan ini lebih baik?"
"Ya Ki Tumenggung" jawab Agung Sedayu "aku memang belum mengenal daerah ini. Karena itu, aku berjalan saja asal kearah Barat. Akhirnya aku sampai disini, dan justru bertemu dengan Ki Tumenggung."
"Tetapi bagaimana mungkin kau datang lebih dahulu.
Apakah kau berlari kencang sekali?"bertanya Ki Tumenggung.
Agung Sedayu menggeleng. Katanya"Aku memang berlari Ki Tumenggung, karena aku tidak mengetahui medan ini dengan baik, maka aku mengira bahwa jarak yang harus aku tempuh adalah jarak yang panjang sekali."
Ki Tumenggung mengangguk-angguk. Katanya "Tetapi bukankah jaraknya memang cukup panjang" Aku berlari karena aku ingin membunuh seekor harimau sebelum malam turun dan membawanya kembali ke hadapan para saksi."
Agung Sedayu mengangguk-angguk. Katanya "Jika demikian, akupun akan melakukannya seperti yang dilakukan oleh Ki Tumenggung. Tetapi dimana kita akan mendapatkan seekor harimau."
"Kita memasuki hutan yang lebat itu. Kita akan mencarinya di setiap gerumbul dibalik batu-batu padas atau dibawah pohon-pohon raksasa. Kita akan menelusuri aliran-aliran air yang mengalir dari sumber-sumbernya dibawah pohon-pohon besar. Karena di sumber-sumber air itulah harimau-harimau itu mencari minum"jawab Ki Tumenggung.
"Terima kasih Ki Tumenggung. Jika demikian, maka biarlah kita berpisah untuk mencari jalan kita masing-masing"berkata Agung Sedayu.
Demikian merekapun telah berpisah. Namun demikian, Ki Tumenggung masih dipengaruhi oleh suatu kenyataan tentang Agung Sedayu yang tidak diduganya semula. Tetapi ia tidak dapat mengingkari satu kenyataan, bahwa Agung Sedayu telah mengejutkannya, karena ia justru berada dihutan dibelakang gawar pertanda daerah perburuan itu lebih dahulu.
Dalam pada itu, meskipun Agung Sedayu bukan pemburu, tetapi ia bukannya buta sama sekali tentang perburuan. Bagaimanapun juga Agung Sedayu sudah dibekali sedikit pengertian tentang watak dan sifat binatang buas termasuk seekor harimau.
Dengan demikian, maka Agung Sedayupun mulai menyusup diantara gerumbul -gerumbul yang semakin lama semakin pepat diantara pohon-pohon besar yang tumbuh semakin padat. Dengan demikian, maka udarapun terasa semakin lembab, dan cahaya matahari tidak banyak yang langsung dapat menggapai tanah yang dilapisi dengan lumut yang hijau.
Beberapa puluh langkah kemudian Agung Sedayu sudah dikejutkan oleh gemerasak ranting diatas kepalanya. Ketika ia menengadahkan kepalanya, dilihatnya seekor kera yang barangkali juga terkejut karena kehadiran Agung Sedayu.
Agung Sedayu menarik nafas dalam-dalam. Kemudian iapun meneruskan perjalanannya menyusup kekedalaman hutan yang pepat itu. Namun dalam pada itu, agaknya hutan itu memang menyimpan bahaya terlalu besar bagi orang kebanyakan, karena banyak binatang kecil beracun disepanjang jalan yang dilalui.
Dalam pada itu, Tumenggung yang sudah mengenal medannya dengan baik, telah memotong sebatang ranting. Dengan ranting itu, ia mengatasi hambatan yang dihadapinya. Dengan ranting itu ia mengusir ular yang menyilang jalannya dan laba-laba hijau yang sangat beracun.
Namun dalam pada itu, ketika Ki Tumenggung beberapa kali bertemu dengan ular-ular berbisa dan binatang-binatang kecil lainnya yang juga berbahaya, ia menjadi cemas atas Agung Sedayu. Jika Agung Sedayu mengalami kesulitan dan apalagi mati terbunuh oleh binatang-binatang kecil itu, ia akan -dapat dianggap bersalah. Mungkin Agung Sedayu memang akan dapat membunuh seekor harimau. Tetapi belum tentu ia dapat mengelakkan diri dari patukan ular kecil yang terinjak kakinya.
Karena itu, maka dalam kecemasan, Ki Tumenggung bergeser dan berusaha mendekati arah lintas Agung Sedayu.
Namun sekali lagi Ki Tumenggung terkejut ketika ia melihat bekas-bekas ranting berpatahan. Ternyata Agung Sedayu tentu -sudah mendahuluinya. Agaknya bukan orang lain yang telah meninggalkan jejak perjalanan menuju ke kedalaman hutan yang lebat itu.
"Luar biasa"desis Ki Tumenggung"ternyata aku tidak perlu lagi mengguruinya. Ia memang seorang yang memiliki kelebihan. Karena itu, aku harus menyusul kelambatanku.
Ki Tumenggung itupun kemudian memisahkan diri lagi dari jalur jejak Agung Sedayu. Ia menuju kearah yang menurut pengalamannya banyak di datangi oleh binatang-binatang buas terutama harimau. Karena di daerah itu terdapat sebuah mata air dibawah sebatang pohon yang sangat besar, maka banyak binatang yang mencari minum di tempat itu. Seekor harimau yang cerdik, tinggal menunggu saja, sehingga datang saatnya seekor binatang yang lemah, seperti seekor kijang, datang minum di mata air itu.
Sementara itu, Agung Sedayu memang sudah masuk kebagian yang lebih dalam dari hutan itu. Ia memang dapat berjalan jauh lebih cepat dari Ki Tumenggung. Selain Agung Sedayu memang mampu berlari cepat sekali, meloncati batang-batang yang tumbang dan gerumbul-gerumbul berduri. Agung Sedayupun tidak menghiraukan sama sekali jika seekor ular kecil terinjak kakinya dan menggigitnya. Agung Sedayu hanya mengibaskannya, atau jika ular itu tidak mudah terlepas dari kakinya, maka ia dapat mencekiknya. Agung Sedayu juga tidak menghiraukan laba-laba hijau hinggap di tengkuknya dan menggigitnya, karena Agung Sedayu telah dikebalkan dari segala macam racun.
Dengan demikian, maka Agung Sedayu dapat menempuh perjalanan yang sulit ditengah-tengah hutan yang lebat itu jauh lebih cepat dari Ki Tumenggung.
Namun untuk beberapa saat Agung Sedayu termangu-mangu. Ia tidak segera menemukan tempat yang paling baik untuk mencari seekor harimau. Namun- beberapa saat kemudian, ia -menemukan jalur yang menurut pengenalannya adalah jalur yang dipergunakan, oleh binatang-binatang liar menuju kesebuah tempat tertentu. Ketika Agung Sedayu melihat sebatang pohon raksasa tidak terlalu jauh dan tempatnya, maka jalur itu agaknya memang menuju kesebuah mata air yang merupakan tempat minum bagi binatang binatang hutan.
Tetapi Agung Sedayu merasakan betapa lengangnya keadaan. Ia tidak melihat kera berloncatan sebagaimana saat ia masuk ke dalam hutan. Ia juga tidak mendengar burung-burung berkicau, atau binatang-binatang liar berlari-lari dari gerumbul ke gerumbul.
"Sepi" desis Agung Sedayu.
Namun dengan demikian Agung Sedayu menjadi sedikit curiga. Menurut pendengarannya, jika hutan menjadi sangat lengang, maka ada dua kemungkinan yang akan dapat dihadapinya. Mungkin ia akan bertemu dengan seekor harimau, atau seekor ular raksasa yang sedang lapar. Tetapi kebiasaan seekor ular, terutama ular yang cukup besar adalah mengikatkan ekornya pada sebuah pohon, sedangkan kepalanyalah yang terayun kian kemari untuk memungut mangsanya.
Tetapi Agung Sedayu tidak melihat dedaunan yang bergoyang. Karena itu, maka menurut penilaiannya maka kemungkinan yang terbesar yang dihadapinya adalah seekor harimau.
"Mungkin harimau itu sedang menunggu mangsanya di pinggir kolam atau sebuah mata air" berkata Agung Sedayu di dalam hatinya.
Karena itu, maka iapun dengan sangat berhati-hati telah menyusup diantara gerumbul-gerumbul liar, menyusuri jalan yang mungkin dipergunakan oleh binatang-binatang liar menuju kesebuah mata air.
Sebenarnyalah Agung Sedayu memang melihat sebuah mata air dibawah pohon batang pohon raksasa. Tetapi ternyata bahwa tidak seekor binatangpun yang sedang minum. Karena itu, maka Agung Sedayu menjadi semakin curiga, sehingga ia justru telah mengetrapkan ilmu kebalnya. Mungkin seekor harimau telah merunduknya dan dengan tiba-tiba saja menyerangnya.
Untuk beberapa saat Agung Sedayu menunggu. Dengan ketajaman penglihatannya ia memandang berkeliling.
Namun akhirnya, Agung Sedayu itu mendengar geram perlahan-lahan. Kemudian gemeresak gerumbul disebelahnya.
Agung Sedayu bergeser sedikit. Ternyata bahwa ia melihat kilatan tatapan mata yang kehijau-hijauan didalam bayangan dedaunan. Seekor harimau yang agaknya, telah mencium baunya.
Agung Sedayu menarik nafas dalam-dalam. Namun iapun tidak mau membuat waktu terlalu lama. Mungkin Ki Tumeng-gungpun telah menemukan seekor harimau pula.
Karena itu, maka Agung Sedayupun segera bersiap. Ia tidak mau mempersulitdiri dengan segala macam cara menangkap hidup atau mati.
"Memang lebih cepat membunuhnya daripada menangkapnya hidup-hidup"berkata Agung Sedayu didalam hati, sehingga Agung Sedayupun kemudian berniat untuk membunuh saja harimau itu. Dengan demikian ia berharap bahwa ia akan dapat menang dalam taruhannya dengan Ki Tumenggung Wiragiri.
Karena itu, maka Agung Sedayupun segera mempersiapkan diri. Memusatkan nalar budinya. Ia harus bertindak cepat untuk mengalahkan Ki Tumenggung.
Karena itu, Agung Sedayu ingin menyelesaikan harimau itu dengan kemampuan puncaknya. Ia tidak ingin berkelahi dengan wadagnya. Tetapi ia ingin langsung membunuh harimau itu dengan sorot matanya.
Ketika harimau itu menggeram dan mulai merunduk untuk menerkamnya, Agung Sedayu justru duduk sambil menyilangkan tangannya. Dipandanginya harimau itu langsung pada matanya yang bercahaya kehijauan itu.
Demikian harimau itu siap untuk menerkam, maka Agung Sedayu telah melepaskan serangannya.
Harimau itu terkejut. Tetapi serangan Agung Sedayu tidak dapat dielakkannya. Ilmu Agung Sedayu itu bagaikan menyusup langsung kepusat otak dikepalanya, meremasnya dan menghancurkannya.
Harimau yang kesakitan itu melonjak sambil menggeliat. Tetapi sorot mata Agung Sedayu tidak terlepas dari tubuhnya. Sorot mata yang bukan saja mampu menghancurkan lawan yang berpribadi, tetapi juga binatang dan bahkan benda-benda mati, yang tanpa menyadari apa yang telah terjadi atasnya.
Dengan demikian, maka harimau yang memiliki ketahanan tubuh yang luar biasa itu, tidak mampu bertahan atas serangan Agung Sedayu yang langsung menghancurkannya. Seekor harimau sama sekali tidak mampu berusaha untuk mengelak, atau berperhitungan justru menyerang pada saat-saat yang gawat, agar lawannya melepaskan atau mengurangi tekanan yang memancar dari kemampuan ilmu yang sangat tinggi.
Namun sebenarnyalah Agung Sedayu memerlukan waktu yang agak lama untuk mematahkan daya tahan harimau itu sepenuhnya. Sehingga akhirnya harimau itu tidak lagi mampu bergerak sama sekali. Jantungnya bagaikan hangus terbakar oleh kekuatan ilmu Agung Sedayu dan darahnyapun telah berhenti mengalir.
Sejenak Agung Sedayu duduk mematung. Ketika ia perlahan-lahan melepaskan ilmunya, ia melihat harimau itu terbaring diam ditanah. Mati.
Untuk beberapa saat Agung Sedayu masih duduk ditempatnya. Namun ketika ia akan bangkit, tiba-tiba saja ia mendengar lagi gemerisik mendekati tempat itu.
Ternyata Ki Tumenggung Wiragiri mendengar harimau itu mengaum pada saat harimau itu mengalami serangan dan bagaikan meremas tubuhnya. Oleh suara harimau itu, maka Ki Tumenggungpun bergegas mencari sumber suara itu. Ia memang akan pergi ke mata air yang menjadi tempat binatang liar mencari minumnya. Namun agaknya seekor harimau sedang mengalami sesuatu. Mungkin seekor harimau sedang menerkam mangsanya atau mungkin seekor harimau sedang marah menghadapi binatang buas yang lain, atau mungkin menghadapi seekor banteng yang berani, dan siap mengoyak perutnya dengan ujung tanduk-tanduknya yang kuat.
Agung Sedayulah yang lebih dahulu melihat kedatangan Ki Tumenggung. Tetapi Agung Sedayu sama sekali tidak menyapanya. Bahkan ia berkisar dibelakang sebuah gerumbul yang lebat.
Dari tempatnya Agung Sedayu dapat melihat apa yang dilakukan oleh Ki Tumenggung.
Betapa kagetnya Ki Tumenggung melihat seekor harimau yang besar terbaring mati. Perlahan-lahan Ki Tumenggung mendekatinya. Menyentuh harimau itu. Namun sebenarnyalah bahwa harimau itu memang sudah tidak bernyawa.
" Mati " desis Ki Tumenggung. Ia sama sekali tidak melihat luka ditubuh harimau itu. Namun demikian, harimau itu terbaring mati .
"Apa yang sudah terjadi " " desis Ki Tumenggung.
Sejenak kemudian, maka Ki Tumenggung itu memperhatikan keadaan disekitarnya. Ia memang melihat dahan-dahan dan ranting gerumbul didekat mata air itu berpatahan. Tetapi menurut penilaiannya, sama sekali bukan bekas satu pertarungan yang sengit, yang dapat membunuh seekor harimau yang sedemikian besarnya. Apalagi tanpa luka sama sekali pada tubuhnya.
Dalam pada itu, ketika Ki Tumenggung itu berpaling, maka Agung Sedayu sudah dengan sengaja bergeser disebelah gerumbul itu, sehingga Ki Tumenggung Wiragiri yang kemudian melihatnya, menjadi sangat terkejut karenanya. Ternyata Agung Sedayu itu telah sampai ketempat itu lebih dahulu.
Bahkan Ki Tumenggung itu menjadi berdebar-debar ketika ia menghubungkan kehadiran Agung Sedayu ditempat itu dengan tubuh harimau yang terbaring mati itu.
Dengan ragu-ragu Ki Tumenggung itupun berdesis sambil menunjuk harimau itu "Kau?"
Agung Sedayu tersenyum sambil mengangguk.
Jawabnya "Ya. Aku telah membunuhnya Ki Tumenggung. Mudah-mudahan aku tidak kalah dalam taruhan ini. Bukan maksudku untuk menyombongkan diri, tetapi sekedar mempertegas keterangan Panembahan Senapati, bahwa aku dapat berbuat lain daripada ikut bermain dengan Raden Rangga. Itupun karena aku telah tersudut tanpa pilihan lain, karena Ki Tumenggung memaksa aku untuk berbuat demikian. "
Wajah Ki Tumenggung Wiragiri menjadi tegang. Hampir diluar sadarnya ia bertanya "Jadi kau sudah berhasil membunuh seekor harimu disini " "
" Ya. Sebagaimana Ki Tumenggung lihat " jawab Agung Sedayu.
Sejenak Ki Tumenggung termangu-mangu. Namun tiba-tiba saja ia menjawab hampir berteriak " Tentu tidak mungkin. Kita dapat memperhitungkan waktu dengan baik. Kapan kau sampai ditempat ini, dan kapan kau lakukan pembunuhan atas harimau itu ?"
Agung Sedayu mengerutkan keningnya. Jawabnya " tetapi bukankah aku dapat membuktikan bahwa aku sudah membunuh seekor harimau " "
" Tidak " jawab Ki Tumenggung " kau telah menemukan seekor harimau yang mati disini. "
Wajah Agung Sedayu menegang. Namun ia kemudian tertawa karenanya " Jangan bergurau Ki Tumenggung."
Wajah Ki Tumenggunglah yang kemudian menjadi merah. Dipandanginya Agung Sedayu dengan tajamnya. Dengan nada tinggi ia berkata " Aku tidak bergurau. Tetapi aku berkata sebenarnya, bahwa kau telah menemukan seekor harimau mati disini, atau kau dengan sengaja menaburkan racun di mata air itu, sehingga harimau yang sedang minum itupun telah mati oleh racun. "
Agung Sedayu menjadi berdebar-debar. Namun kemudian katanya " Marilah kita buktikan, bahwa air itu tidak beracun. "
" Bagaimana caranya untuk membuktikannya " " bertanya Ki Tumenggung.
"Aku akan minum air itu" jawab Agung Sedayu.
Ki Tumenggung tidak menjawab. Dipandanginya saja Agung Sedayu yang pergi ke mata air itu. Ditepi mata air yang mengalir tidak terlalu deras itu Agung Sedayu berjongkok. Dengan kedua telapak tangannya Agung Sedayu mengambil air yang sangat jernih dari mata-air itu dan meneguknya. Betapa segarnya.
Ki Tumenggung memandanginya dengan tegang. Namun ternyata bahwa tidak ada akibat apapun terjadi atas Agung Sedayu. Bukan karena Agung Sedayu kebal akan racun, tetapi air itu memang tidak beracun.
" Segar sekali Ki Tumenggung " berkata Agung Sedayu "setelah berkelahi dengan seekor harimau, maka rasa-rasanya aku memang sangat haus. "
Wajah Ki Tumenggung menjadi tegang. Dipandanginya Agung Sedayu untuk beberapa lamanya.
Sebenarnyalah Ki Tumenggung bukannya seorang yang jahat. Tetapi ia mempunyai harga diri terlalu tinggi, terlalu sombong dan kasar. Karena itu, maka tiba-tiba saja sekali lagi ia menggeram "Aku tidak percaya. "
" Lalu, bagaimana aku harus membuktikannya " Aku sudah meneguk air itu. Seandainya air itu mengandung racun, tentu ada bangkai binatang lain yang mati. Atau, bagaimana mungkin aku sempat melakukannya. Jika di tepi kolam itu memang sudah ada seekor harimau, maka ia tentu akan menerkamku sebelum aku sempat menaburkan racun. Atau jika aku menaburkan racun lebih dahulu, adalah kebetulan sekali bahwa tiba-tiba saja ada seekor harimau yang datang untuk minum " jawab Agung Sedayu.
" Bukankah pikiranmu sama saja dengan pikiranku. Kenapa tiba-tiba saja ada seekor harimau mati disini demikian kau datang " " geram Ki Tumenggung.
Agung Sedayu menarik nafas dalam-dalam. Ia tidak mengerti apa yang sebaiknya dikatakan. Ternyata Ki Tumenggung tidak dapat mempercayainya atau dengan sengaja Ki Tumenggung ingin membuat persoalan baru.
Karena itu, maka Agung Sedayupun kemudian berkata " Ki Tumenggung. Selanjutnya terserah kepada Ki Tumenggung. Apa yang sebaiknya kita lakukan Apakah kita akan mengulangi taruhan ini atau mungkin Ki Tumenggung ada cara lain " "
Ki Tumenggung termangu-mangu sejenak. Kemudian katanya " Tidak sewajarnya kita bertaruh dengan membunuh seekor harimau. Ada unsur kebetulan yang mempengaruhi taruhan itu. Jika kebetulan kita lebih dahulu bertemu dengan seekor harimau, maka kita akan dapat memenangkan taruhan itu. Tetapi jika kebetulan kita tidak bertemu dengan seekor harimau, maka kita tentu akan kalah. "
Agung Sedayu mengangguk-angguk. Tetapi ia menjadi semakin berdebar-debar. Ia menjadi cemas, bahwa K Tumenggung yang marah itu akan mengambil cara langsung untuk menguji kemampuan mereka berdua.
Agung Sedayu menarik nafas dalam-dalam ketika ternyata dugaannya itu benar. Dengan garang Ki Tumenggung itupun berkata " Agung Sedayu. Kita tidak usah berbelit-belit lagi. Kita akan mengukur kemampuan kita. Tanpa takaran yang lain, kecuali kita ukur kemampuan itu langsung. Kita akan membenturkan ilmu kita, dan kita akan segera mengetahui, siapakah yang lebih tinggi ilmunya diantara kita. "
Agung Sedayu memandang wajah Ki Tumenggung yang merah. Dengan nada rendah ia berkata " Kenapa kita terjerumus terlau jauh dalam persoalan yang tidak kita ketahui ujung pangkalnya ini. "
" Jangan berpura-pura. Aku tidak mau orang lain mempunyai pandangan yang salah tentang kemampuanku. Bukankah dengan sikap Raden Rangga itu kau merasa bahwa kau memiliki ilmu yang lebih baik dari aku " bertanya Ki Tumenggung.
" Ki Tumenggung - jawab Agung Sedayu " kenapa kita terlalu terpengaruh oleh pendapat seorang anak yang tidak tahu pasti keadaan kita masing-masing. Percayalah Ki Tumenggung, bahwa aku tidak merasa bahwa aku memiliki kelebihan dari Ki Tumenggung, atau katakanlah, bahwa aku menganggap Ki Tumenggung tidak memiliki kemampuan sebagaimana aku miliki. "
" Omong kosong " bentak Ki Tumenggung " dihadapanku kau berkata seperti itu. Tetapi dimana-ma-na, sebagaimana juga Raden Rangga, kau akan mengatakan, bahwa kemampuanku tidak dapat menyamai kemampuanmu. Apalagi orang banyak terlalu percaya, bahwa Raden Rangga adalah seorang anak muda yang ajaib, sehingga kata-katanya pantas dipercaya tanpa dinilai kebenarannya. "
" Tetapi bukankah kita mampu menilainya " " berkata Agung Sedayu.
" Bukan untuk kepentingan kita. Tetapi kita akan membuktikan kepada Raden Rangga, agar ia tidak lagi berceritera tentang sesuatu yang tidak benar. " sahut Ki Tumenggung.
Agung Sedayu mengerutkan keningnya. Rasa-rasanya sulit baginya untuk dapat menjelaskan maksudnya sehingga Ki Tumenggung mengurungkan niatnya.
Namun dalam pada itu, Ki Tumenggung telah menggeram " Marilah kita mulai. Kita akan menguji langsung, ilmu siapakah yang lebih baik diantara kita. "
" Tetapi Ki Tumenggung, bukankah kita memerlukan saksi agar kita tidak terjerumus kedalam arus perasaan tanpa kendali " "
KI Tumenggung Wiragiri mengerutkan keningnya. Namun kemudian katanya " Bukankah kita orang-orang yang sudah dewasa. Yang dapat dengan pasti dan yakin mengendalikan diri sendiri " Karena itu, aku tidak memerlukan seorang saksipun. Kita berdua adalah saksi yang jujur. Siapa yang kalah akan mengakui kekalahannya. "
Agung Sedayu masih saja termangu-mangu. Bahkan kemudian ia berdesis " Kenapa kita melakukan hal ini sekedar karena kita ingin membuktikan kepada anak yang nakal bahwa kita adalah orang-orang berilmu " Kenapa kita tidak membiarkan saja anggapan anak nakal itu, apapun yang dikatakannya. "
" Kau dapat mengataktn demikian, karena kebetulan anak itu memujimu. Tetapi aku yang dianggapnya tidak berilmu, merasa terhina sekali karenanya. Apalagi kata-katanya sangat dipercaya oleh banyak orang sehingga apa yang dikatakannya dianggap sebagai satu kebenaran. " berkata Ki Tumenggung.
Agung Sedayu menarik nafas dalam-dalam. Agaknya Ki Tumenggung sudah tidak lagi mau mendengarkan kata-katanya. Meskipun demikian Agung Sedayu masih cari alasan " Tetapi bukankah Ki Tumenggung baru saja berkelahi dengan seekor harimau di halaman rumah Ki Tumenggung dan mengalami luka-luka "
" Kau juga baru saja berkelahi dengan seekor harimau, jika kau mengatakannya dengan jujur meskipun aku tidak melihat segores lukapun pada kulitmu. bahkan pada bajumu. " jawab Ki Tumenggung.
Semua kemungkinan untuk mengurungkan tantangan Ki Tumenggung telah tertutup. Karena itu, maka tidak ada pilihan lain bagi Agung Sedayu selain melayani keinginan Ki Tumenggung.
Namun demikian, betapapun keragu-raguan mencengkam jantung Agung Sedayu, tetapi ia merasa berkeberatan jika ia harus dengan begitu saja mengaku kalah sekedar untuk mengurungkan perkelahian itu. Bagaimanapun juga anak muda itu juga mempunyai harga diri, sehingga karena itu, maka Agung sedayupun segera mempersiapkan diri sebaik-baiknya.
Sejenak kemudian Ki Tumenggung itupun berkata "Kemarilah. Disini, didekat mata air ini terdapat tempat yang agak lapang untuk membuktikan, siapakah diantara kita yang lebih baik "
Agung Sedayu benar-benar tidak dapat mengelak. Ketika Ki Tumenggung bergeser ketempat yang agak lapang, didekat mata air dibawah sebatang pohon raksasa itu, maka Agung Sedayupun mengikutinya pula. Sekilas dipandanginya harimau yang mati terkapar. Ia menyesal bahwa ia tidak mempergunakan saja cambuknya sehingga pada tubuh harimau itu terdapat goresan-goresan luka, sehingga Ki Tumenggung tidak akan dapat menuduhnya berbuat curang.
Sambil melangkah. Agung Sedayu masih juga bertanya " Apakah Ki Tumenggung tidak mendengar saat harimau ini mengaum" Bukankah jika Ki Tumenggung mendengar, Ki Tumenggung tidak akan dapat menuduh aku menemukan seekor harimau yang telah mati" "
Ki Tumenggung yang sudah dicengkam oleh satu keinginan untuk menjajagi kemampuan Agung Sedayu itu menjawab asal saja "Aku tidak mendengar. "
" Apa boleh buat " berkata Agung Sedayu didalam hatinya. Namun iapun sadar, bahwa Ki Tumenggung adalah seorang yang memiliki ilmu yang tinggi. Agung Sedayu sendiri menyaksikan, bagaimana Ki Tumenggung itu berkelahi melawan seekor harimau. Namun luka-luka yang dideritanya itu bagaikan begitu saja telah lenyap dari tubuhnya hanya dalam waktu yang sangat singkat.
Sejenak kemudian kedua orang itupun telah berdiri berhadapan. Dengan wajah tengadah Ki Tumenggung itu berkata " Nah, orang yang dikagumi oleh Raden Rangga. Kita sekarang akan membuktikan, siapakah diantara kita yang memiliki ilmu yang lebih tinggi. "
Agung Sedayu masih saja termangu-mangu. Yang terjadi itu bagaikan sebuah mimpi, setiap kali ia dihadapkan pada satu kenyataan bahwa ia harus berkelahi. Mau tidak mau. Bahkan sebab-sebab yang sama sekali tidak dianggapnya perlu untuk dipertengkarkan, telah menjadi alasan perkelahian yang tidak dapat dielakkan.
"Jangan termenung saja " bentak Ki Tumenggung sekilas pada wajahnya. Ia memang melihat, betapa gejolak perasaannya memancar pada sorot matanya.
Karena itu, tidak ada yang lebih baik dilakukan daripada mempersiapkan diri menghadapi segala kemungkinan.
Demikianlah, sejenak kemudian, Ki Tumenggung mulai memancing gerak Agung sedayu. dengan serangan pendek, Ki Tumenggung berusaha menyentuh keningnya dengan tangannya.
Tetapi Agung Sedayu mengelak. Karena itu, maka tangannya sama sekali tidak mengenai sasarannya. Bahkan menghadapi Ki Tumenggung tiba-tiba saja Agung Sedayu ingin berbuat sesuatu untuk mengejutkannya. Justru pada saat serangan Ki Tumenggung dielakkan, serta diluar dugaan sama sekali, maka Agung Sf dayu sudah membalas serangan itu dengan kecepatar yang luar biasa. Bahkan Agung Sedayu telah mempergunakan kemampuannya memperingan tubuhnya, sehingga gerak-nyapun seolah-olah melampaui kecepatan penglihatan Ki Tumenggung.
Demikian Ki Tumenggung menarik serangannya, tiba-tiba saja Agung sedayu justru telah meluncur dengan cepat disisinya. Demikian cepatnya sehingga Ki Tumenggung tidak sempat berbuat sesuatu. Bahkan menangkispun tidak.
Tetapi Agung Sedayu masih belum bersungguh-sungguh. Ia hanya menyentuh saja punggung Ki Tumenggung dengan telapak tangannya.
Ki Tumenggung terkejut bukan buatan. Namun Agung Sedayupun sadar bahwa dalam hal itu, Ki Tumenggung tidak menduganya sama sekali. Jika Ki Tumenggung itu sudah benar benar bersiap, maka mungkin akibat nya akan lain.
Tetapi yang terjadi itu terasa sebagai satu penghinaan oleh ki Tumenggung Wiragiri, bahwa lawannya itu telah berhasil menyentuh punggungnya demikian mudahnya.
Meskipun sentuhan itu tidak terasa sakit, karena Agung Sedayu memang tidak berusaha menyakitinya, tetapi hati Ki Temenggunglah yang terasa sangat pedih.
Karena itu, Ki Tumenggungpun segera berusaha untuk menebus penghinaan itu. Dengan putaran yang cepat, Ki Tumenggung berusaha menyerang dengan kakinya yang juga berputarmendatar.
Namun sekali lagi Ki Tumenggung gagal. Kakinya tidak menyentuh sasaran, karena dengan cepat Agung Sedayu bergeser mundur.
Ki Tumenggung berdiri tegak dengan wajah yang tegang. Dipandinginj a Agung Sedayu dengan tajamnya. Bahkan kemudian ia telah menggeram " Agung Sedayu. Kau mulai memamerkan kemampuanmu. Kau ingin tetap mempertahankan sebutan yang diberikan oleh Raden Rangga kepadamu, bahwa kau adalah orang yang pilih tanding. "
" Jangan salah paham Ki Tumenggung " jawab Agung Sedayu " aku sama sekali tidak merasa bahwa aku memiliki kemampuan yang pilih tanding "
" Kesombongan yang tiada taranya. Orang yang paling sombong di dunia adalah orang-orang yang berpura-pura rendah hati dan bersikap sederhana. Namun yang didalam hatinya tersimpan keinginan untuk mendapat pujian yang setinggi-tingginya" geram Ki Tumenggung Wiragiri " bukankah kau mengharapkan pujian yang sempurna" Bukankah kau mengharapkan orang lain mengatakan bahwa meskipun Agung Sedayu itu berkemampuan tinggi .tetapi ia tetap seorang yang rendah hati" Nah, itu adalah sikap orang yang paling sombong dan gila pujian. "
Agung Sedayu menarik nafas dalam-dalam. Jawabnya " Bagimu Ki Tumenggung, apa yang aku lakukan adalah serba salah. Sebaiknya kita menilai masing-masing di antara kita menurut tanggapan kita sendiri. Apa yang ingin kau katakan tentang aku, katakanlah. Sebaliknya aku pun berhak mengatakan apa saja tentang kau. "
" Gila " geram Ki Tumengung " sekarang, kita akan melanjutkan. Siapakah diantara kita yang lebih baik."
Agung Sedayu: tidak menjawab. Tetapi iapun telah bersiaga sepenuhnya. Ia sadar, bahwa Ki Tumenggung tentu akan segera mulai dengan serangan-serangan yang bersungguh-sungguh.
Sebenarnyalah, sejenak kemudian, Ki Tumenggung benar-benar telah menyerang Agung Sedayu. Ia tidak saja memancing gerak lawannya. Tetapi ia sudah mulai memi lih sasaran dengan perhitungan yang mapan. Ia ingin menunjukkan sebagaimana ditunjukkan oleh Agung Seda yu dengan sentuhan tangannya pada punggungnya.


08 Api Di Bukit Menoreh Karya Sh Mintardja di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Namun usaha Ki Tumenggung tidak terlalu mudah. Agung Sedayu ternyata merupakan sasaran yang selalu bergerak. Bahkan kadang-kadang terasa terlalu cepat.
Tetapi Ki Tumenggung adalah orang yang berpengalaman. Sedikit demi sedikit Ki Tumenggung telah meningkatkan tenaga cadangannya, sehingga geraknyapun menjadi semakin mantap. Langkahnya menjadi semakin cepat dan berat.
Namun Agung Sedayu telah bersiap sepenuhnya menghadapi kemungkinan yang bakal terjadi. Karena itu, maka ketika serangan Ki Tumenggung datang beruntun, dengan sigapnya Agung Sedayu mampu menghindarinya.
Namun gerak Ki Tumenggung semakin lama rasa-rasanya menjadi semakin cepat. Karena itu, maka Agung Sedayupun harus mengimbanginya. Iapun telah bergerak semakin cepat pula. Bahkan kemudian geraknya justru menjadi lebih cepat dari Ki Tumenggung sehingga serangan-serangannya tidak menyentuh sasarannya sama sekali.
Ki Tumenggung yang berusaha untuk dapat mengenai lawannya itupun menggeram. Iapun justru menjadi sadar sepenuhnya bahwa Agung Sedayu memang orang yang memiliki kelebihan.
Tetapi Ki Tumenggung sudah terlanjur berbuat sesuatu. Karena itu maka iapun segan menarik diri. Ketika ia sudah sampai kebatas kemampuan tenaga cadangannya, namun ia masih belum mampu menundukkan Agung Sedayu, maka Ki Tumenggung itu mulai berpikir untuk mempergunakan ilmunya yang lebih tinggi. Bukan sekedar kekuatan tenaga cadangannya.
Namun untuk beberapa saat Ki Tumenggung masih ingin meyakinkan kemampuan tenaga cadangannya. Karena itu, maka ia masih berusaha untuk menekan lawannya dengan serangan-serangan yang cepat dan tenaga cadangan yang besar.
Tetapi usahanya tetap sia-sia. Betapapun juga, kecepatan gerak Agung Sedayu mampu melepaskannya dari sasaran serangan-serangan Ki Tumenggung. Sehingga dengan demikian, Ki Tumenggung masih belum dapat men-jajagi kekuatan Agung Sedayu dalam benturan yang mapan dan dengan kekuatan yang tinggi.
Karena itu, maka tidak ada pilihan lain bagi Ki Tumenggung kecuali mempergunakan tingkat kemampuan ilmunya untuk memaksa Agung Sedayu mengakui kelebihannya.
Namun karena Ki Tumenggung tidak bermaksud membunuh Agung Sedayu, maka Ki Tumenggung tidak dengan serta merta mengerahkan ilmunya sampai tingkat tertingggi. Ia masih dalam usaha menjajagi sampai batas manakah sebenarnya kemampuan Agung Sedayu.
Dalam pada itu, Agung Sedayupun merasakan, bahwa Ki Tumenggung telah merambah memasuki ilmu-ilmu simpanannya. Ketika Agung Sedayu merasakan udara menjadi hangat, sadarlah ia bahwa lawannya mulai menebarkan semacam ilmu yang dapat memancarkan panas. Sebagai seorang yang berpengalaman dalam dunia kanuragan, dan yang sudah pernah melawan orang-orang dengan berbagai macam ilmu, maka Agung Sedayu tidak terkejut mengalami serangan ilmu Ki Tumenggung. Namun Agung Sedayupun sadar, bahwa Ki Tumenggung tidak ingin mencelakainya, kecuali sekedar menun-dukkannya.
Karena itu, maka Agung Sedayupun kemudian mengetrapkan pula ilmunya yang paling aman bagi lawannya. Agung Sedayu sekedar berusaha melindungi dirinya. Karena itu, yang ditrapkannya adalah justru ilmu kebalnya. Ilmu yang lebih banyak berguna untuk melindungi dirinya daripada untuk menyerang musuhnya.
Dengan demikian, maka serangan ilmu lawannya tidak lagi mempengaruhinya. Namun, meskipun Agung Sedayu dengan kemampuannya dapat melindungi dirinya, tetapi ia tidak menunjukkan kepada lawannya, bahwa ia telah terhindar seluruhnya dari ilmu lawannya itu.
Dalam perkelahian selanjutnya, maka sekali-sekali Agung Sedayu masih berusaha untuk menjauhi lawannya, seakan-akan kulitnya terasa terbakar oleh ilmu Ki Tumenggung Wiragiri.
Dengan sikap yang demikian, maka Ki Tumenggung Wiragiri menduga, bahwa Agung Sedayu benar-benar terpengaruh oleh lontaran ilmunya yang baru sebagian kecil dilepaskannya. Ilmu yang dianggapnya setiap kali mampu mengatasi kesulitan di medan yang betapapun sulit nya.
Si Pemanah Gadis 1 Perang Bangsa Naga War Of The Dragons Karya Junaidi Freelance 2
^