Pencarian

Api Di Bukit Menoreh 18

08 Api Di Bukit Menoreh Karya Sh Mintardja Bagian 18


Namun demikian, setelah mereka berkelahi untuk beberapa lama.ternyata sama sekali tidak ada perubahan terjadi pada Agung Sedayu. Meskipun setiap kali ia meloncat surut untuk mengambil jarak, namun agaknya tenaga dan perlawanan Agung Sedayu sama sekali tidak menjadi susut.
" Apakah ia tidak merasakan udara panas yang terlontar dari ilmuku" " bertanya Ki Tumenggung di dalam hatinya.
Untuk beberapa saat, perkelahian masih berlangsung terus. Tetapi Ki Tumenggung tidak melihat sesuatu terjadi atas Agung Sedayu. Karena itu, maka iapun kemudian meyakini keadaan lawannya, bahwa ilmunya masih belum mempengaruhi lawannya itu.
" Orang ini memang luar biasa " berkata Ki Tumenggung " aku sudah melepaskan ilmuku meskipun baru sebagian kecil. Namun agaknya orang ini sama sekali tidak terpengaruh."
Karena itu, maka Ki Tumenggung pun telah mempertajam ilmunya. Udara pun menjadi semakin panas. Sehingga dengan demikian Ki Tumenggung mengharap bahwa Agung Sedayu tidak akan kuat lagi menahankan-nya.
Dengan kemampuan khususnya, Agung Sedayu mengetahui, bahwa lawannya telah meningkatkan ilmunya. Tetapi Agung Sedayu pun telah melindungi dirinya semakin rapat. Sehingga udara panas itupun masih belum mempengaruhinya.
Yang terjadi kemudian adalah perkelahian yang semakin cepat. Dengan perasaan heran, Ki Tumenggung menyerang Agung Sedayu dengan kecepatan yang tinggi. Ia berharap, bahwa dengan pancaran panas dari ilmunya, Agung Sedayu tidak akan mampu bergerak cepat, dan bahkan kemudian ia akan merasa dirinya terpanggang oleh panasnya udara sehingga ia akan kehilangan daya perlawanannya.Dengan demikian ia berharap akan dapat menundukkannya, tanpa melukainya.
Memang agak berbeda dengan melawan seekor harimau. Jika harimau itu disentuh udara panas, maka tanpa menghiraukan apapun juga, harimau itu tentu akan melarikan diri.
Namun yang terjadi memang tidak sebagaimana dikehendaki. Meskipun Ki Tumenggung itu meningkatkan ilmunya, sehingga udara menjadi semakin panas, nama Agung Sedayu masih tetap berkelahi sebagaimana dilakukan sebelumnya. Ia masih mampu bergerak cepat. Menghindari serangan-serangannya. Bahkan yang sangat menyakitkan hati, adalah justru serangan-serangan Agung Sedayu menjadi semakin sering menyentuhnya meskipun kadang-kadang Agung Sedayu telah meloncat mengambil jarak, seakan-akan menghindarkan diri dari sengatan udara panas.
Dengan demikian, maka Ki Tumenggung itupun telah dibakar oleh kemarahannya yang tidak dapat diken dalikan lagi. Bahkan akhirnya ia sampai pada satu kesim pulan, bahwa ia harus menundukkan Agung Sedayu dengan segera, meskipun mungkin terjadi sesuatu atas orang itu.
" Aku akan dapat mencari alasan apapun juga jika terjadi bencana atas orang itu " berkata Ki Tumenggung didalam hatinya. Ia tidak dapat lagi membiarkan Agung Sedayu masih tetap dalam perlawanannya. Bahkan seolah-olah lontaran ilmunya sama sekali tidak mengenainya.
Dengan demikian, maka Ki Tumenggung itu telah memusatkan segenap kemampuannya pada pelepasan ilmunya. Dari tubuhnya seakan-akan telah terpancar panas yang semakin membara sehingga udaranya bagaikan terbakar karenanya Ki Tumenggung tidak lagi mengekang pelepasan ilmunya oleh kemarahan yang semakin mencengkam jantungnya.
Agung Sedayu yang mengetrapkan ilmu kebalnya itu mengetahui betapa Ki Tumenggung benar-benar menjadi marah dan berusaha untuk mengalahkannya. Bahkan kemudian Ki Tumenggung itu tidak lagi mengekang diri dalam puncak ilmunya dan puncak kemarahannya.
Agung Sedayu yang sempat mengambil jarak telah menarik nafas dalam dalam. Bahkan ia sempal berkata "Ki Tumenggung, selagi kita belum terlibat kedalam persoalan yang lebih dalam, aku minta Ki Tumenggung berusaha mengekang diri."
"Jangan banyak bicara" bentak Ki Tumenggung " kita sudah bertekad menunjukkan, siapakah diantara kita yang lebih unggul. Siapakah diantara kita yang akan memenangkan pertaruhan ini. Kita akan melihat kebenaran apakah Raden Rangga itu sekedar membual atau ia memang berkata sebenarnya. "
Sekali lagi aku minta Ki Tumenggung, jangan hiraukan kata-kata anak-anak. Apalagi anak nakal seperti Raden Rangga. Kita yang dewasa dalam berpikir dan bertindak, seharusnya tidak mudah hanyut kedalam arus perasaan justru hanya karena sikap seorang anak nakal jawab Agung Sedayu.
" Persetan " geram Ki Tumenggung "kau berusaha menghentikan perkelahian justru pada saat kau merasa menang. "
" Kenapa aku merasa menang " " bertanya Agung Sedayu.
"Kau merasa mampu melepaskan diri dari serangan ilmuku. Kulitmu tidak terbakar karenanya " jawab Ki Tumenggung. Namun kemudian dengan geram ia berkata " Tetapi kau jangan cepat berbangga. Mungkin kau mampu melindungi dirimu dari panasnya udara. Tetapi jika aku sampai kepada puncak ilmuku, maka kau tentu akan menyesal karenanya. "
" Aku mengerti Ki Tumenggung. Karena itu, aku mengharap, bahwa kita tidak perlu mengerahkan segenap kemampuan kita dalam keadaan seperti ini. " berkata Agung Sedayu.
Tetapi Ki Tumenggung Wiragiri benar-benar telah diliputi oleh perasaan dengki. Ia harus menunjukkan kepada Agung Sedayu dan kemudian pengakuan Agung Sedayu dihadapan Raden Rangga yang dianggap sebagai seorang anak yang ajaib, bahwa kemampuan Ki Tumenggung ternyata lebih baik dari Agung Sedayu.
Karena itu, maka katanya " Hanya ada dua jalan. Kau dengan suka rela mengakui keunggulanku, atau aku harus memaksamu untuk mengakuinya. Kau tidak mempunyai pilihan lain kecuali salah satu diantara keduanya."
Wajah Agung Sedayu menegang. Bagaimanapun juga, ia tidak mau merendahkan dirinya sebagaimana dikehendaki oleh Ki Tumenggung. Karena itu, maka katanya " Aku sudah berusaha sejauh dapat aku lakukan untuk menghindari pertempuran ini, namun bahwa kehormatan kita masing-masing tidak tersinggung. Tetapi ternyata Ki Tumenggung tidak sependapat. Ki Tumenggung berharap bahwa Ki Tumenggung dapat memaksakan satu penghinaan atasku. "
" Aku tidak, peduli " geram Ki Tumenggung aku hanya mempunyai dua syarat. Kau tidak dapat memilih yang lain. "
" Aku akan mencoba memilih yang lain Ki Tumenggung. Setuju atau tidak setuju. Pilihan yang Ki Tumenggung sediakan, ternyata keduanya tidak aku kehendaki jawab Agung Sedayu.
" Persetan " Ki Tumenggung hampir berteriak "jadi kau benar-benar berani melawan aku " "
" Aku akan menjaga harga diriku. Aku sudah memenuhi syarat kemenangan untuk taruhan ini dengan lebih dahulu membunuh seekor harimau. Tetapi Ki Tumenggung masih menghendaki yang lain dan yang lain itu ternyata telah menyinggung harga diriku. " berkata Agung Sedayu " karena itu Ki Tumenggung. Aku akan menentukan keinginanku sendiri sebagaimana Ki Tumenggung melakukannya. "
Ki Tumenggung benar-benar menjadi kehilangan pengamatan diri. Tiba-tiba Ki Tumenggung itupun berteriak nyaring. Sebuah loncatan yang cepat mengejutkan Agung Sedayu. Ternyata Ki Tumenggung telah menyerangnya dengan serta merta.
Untunglah Agung Sedayu mampu bergerak cepat. Ia-pun dengan tangkasnya bergeser menyamping sehingga serangan Ki Tumenggung itu tidak menyentuh sasaran. Namun demikian, serangan Ki Tumenggung itu ternyata telah mengenai sebatang ranting yang merunduk dibelakang tempat Agung Sedayu berdiri.
Agung Sedayu terkejut sekali lagi. Sentuhan tangan Ki Tumenggung yang sangat marah itu telah menumbuhkan asap pada ranting yang disentuhnya. Bahkan ranting itupun kemudian patah dan jatuh di tanah.
Agung Sedayu menarik nafas dalam-dalam. Ketika ia melihat tangan Ki Tumenggung, jantungnya terasa semakin cepat berdenyut. Ia melihat tangan Ki Tumenggung bagaikan membara.
" Puncak dari ilmu apinya " berkata Agung Sedayu didalam hatinya.
Sebenarnyalah, bahwa Ki Tumenggung benar-benar sudah sampai kepuncak ilmunya. Selain panas yang terpancar dari dalam dirinya maka tubuhnyapun seolah-olah telah berubah menjadi bara api. Terutama telapak tangannya. Karena itu, maka sentuhannya telah membakar ranting yang kemudian menjadi patah.
Untuk beberapa saat Agung Sedayu termangu-mangu. Telapak tangan Ki Tumenggung yang membara itu benar-benar telah mendebarkannya.
Namun karena itu, maka Agung Sedayupun telah mengetrapkan puncak ilmu kebalnya. Ia belum tahu sampai seberapa tajamnya sengatan bara api yang nampak pada telapak tangan Ki Tumenggung. Karena itu, Agung Sedayu tidak mau menjadi korban karena kelengahannya. Sehingga dengan demikian maka iapun telah berusaha melindungi dirinya serapat-rapatnya.
Namun sebagaimana yang telah terjadi, puncak ilmu kebal Agung Sedayu mempunyai rangkaian pancaran kekuatan keudara disekitarnya. Puncak ilmu kebal Agung Sedayu itupun seakan-akan telah memancarkan panas dari dalam dirinya.
Tetapi Agung Sedayu tidak mempunyai kesempatan untuk merenungi keadaan lawannya terlalu lama. Ki Tumenggung itupun dengan garangnya telah menyerangnya pula.
Agung Sedayu yang tidak tahu pasti kemampuan tangan Ki Tumenggung tidak ingin dengan serta merta membenturkan ilmu itu dengan ilmu kebalnya. Karena itu, maka iapun juga berusaha menghindarkan dirinya.
Namun dalam pada itu, ketika serangan Ki Tumenggung terayun sejengkal dari tubuh Agung Sedayu, terasa tangan yang membara itu telah disengat oleh perasaan panas. Sudah barang tentu bukan panasnya bara dari telapak tangannya sendiri.
Karena itu, maka Ki Tumenggung itu telah terkejut karenanya. Tetapi ia tidak langsung mempercayainya. Mungkin perasaannya memang agak terganggu oleh ilmunya. Karena itu. maka sekali lagi ia meloncat menyerang Agung Sedayu.
Yang terjadi itu telah terjadi lagi. Udara disekitar tubuh Agung Sedayu juga terasa panas, meskipun tidak setajam panas dari tubuh Ki Tumenggung yang memang memancarkan ilmunya yang menyadap kekuatan api.
Namun tubuh Agung Sedayu telah dilapisi dengan ilmu kebal, sementara Ki Tumenggung tidak. Karena itu, meskipun panas yang terpancar dari ilmu Ki Tumenggung lebih tajam dari panas yang merupakan akibat dari kekuatan puncak ilmu kebal Agung Sedayu, namun ternyata bahwa Ki Tumenggung merasa menjadi sangat terganggu karenanya.
Tetapi Ki Tumenggung merasa bahwa daya tahannya akan mampu mengatasinya. Karena itu, maka serangannyapun semakin lama justru menjadi semakin cepat. Loncatan-loncatan yang panjang dan sambaran telapak tangannya telah berubah menjadi berpasang-pasang tangan yang membara.
Agung Sedayu memang lebih banyak menghindar. Meskipun sekali-sekali ia juga menyerang, bahkan menyentuh tubuh lawannya, justru semakin lama semakin keras.
Ternyata kecepatan gerak Agung Sedayulahyang sangat sulit diimbangi oleh Ki Tumenggung. Betapapun tangannya membara, tetapi jika tangan itu tidak dapat menyentuh sasaran, maka yang menjadi hangus adalah justru dedaunan yang tersentuh telapak tangan Ki Tumenggung itu. Karena itu, maka pertempuran itu telah membuat udara menjadi bagaikan terpanggang diatas api. Dedaunan menjadi layu, sementara yang hanguspun telah berguguran bersama ranting-ranting yang berpata-han.
Ki Tumenggung tidak dapat ingkar lagi dari pengenalannya atas lawannya. Agung Sedayu juga mampu memancarkan panas dari dalam dirinya.
Karena itu, maka Ki Tumenggungpun harus berbuat hati-hati meskipun menurut penilaian Ki Tumenggung, ilmu Agung Sedayu masih belum mendekati tingkat ilmunya.
Namun Ki Tumenggung menjadi sangat heran, bahwa udara panas yang dipancarkan dari dirinya, tidak segera membakar dan melumpuhkan Agung Sedayu. Orang itu masih saja tetap bertahan dan melawannya. Bahkan sekali-sekali Agung Sedayu itu justru telah menyentuhnya.
" Anak setan ini benar-benar memiliki kelebihan" geram Ki Tumenggung didalam hatinya " itulah agaknya Raden Rangga menganggap bahwa Agung Sedayu adalah orang yang tidak terkalahkan. Bahkan Panembahan Senapati sendiri sikapnya terlalu khusus terhadap Agung Sedayu, seolah-olah Agung Sedayu adalah seseorang yang pantas dihormati. "
Sementara itu, dengan hati-hati Agung Sedayu berusaha menjajagi puncak kemampuan Ki Tumenggung itu. Agung Sedayu ingin mengetahui apakah kemampuan Ki Tumenggung menyadap kekuatan api dapat menembus ilmu kebalnya.
Karena itu, pada perhitungan yang mapan, setelah Agung Sedayu benar-benar mengetrapkan puncak ilmu kebalnya, maka ia berusaha untuk dapat menyentuh tangan Ki Tumenggung.
Ketika Ki Tumenggung dengan kemarahan yang menghentak didadanya meloncat menyerang sambil mengayunkan tangannya mengarah kekeningnya, setelah serangannya sebelumnya gagal, Agung Sedayu berusaha untuk dapat menyentuh tangan itu. Dengan tangkas ia meloncat menghindar, namun kemudian dengan gerak yang tidak diduga oleh lawannya, Agung Sedayu telah menyambar tangan Ki Tumenggung dengan tangan kirinya, hanya untuk menyentuhnya.
Sentuhan itu benar-benar telah mengejutkan Ki Tumenggung pula. Namun kemudian ia berkata didalam hatinya " Orang yang dungu, apa maksudnya ia menyentuh tanganku " Sentuhan itu tentu akan membakar kulit dagingnya. Dan atas tingkah lakunya sendiri, tangannya akan terbakar. "
Namun ternyata bahwa ilmu Ki Tumenggung itu bukan ilmu yang melampaui ilmu orang-orang yang pernah dilawannya. Meskipun tangan Ki Tumenggung itu nampak membara dalam puncak ilmunya tetapi ternyata bahwa kemampuan ilmu itu tidak dapat memecahkan ilmu kebal Agung Sedayu, meskipun terasa juga sedikit menembusnya, tetapi sama sekali tidak menggoyahkan pertahanan nya.
Sentuhan itu kemudian menjadi sangat berarti bagi Agung Sedayu. Iapun tidak mempunyai terlalu banyak waktu. Ia harus menundukkan lawannya secepatnya, agar ia segera dapat kembali ke Tanah Perdikan Menoreh. Ia masih mempunyai banyak tugas-tugas yang penting bagi Tanah Perdikan itu, jauh lebih penting dari benriain-rnain tanpa arti didalam hutan itu.
" Jika tenaga terbuang ini aku pergunakan untuk memperbaiki jembatan yang longsor itu bersama anak-anak Tanah Perdikan, maka aku kira jembatan Karangmaja itu sudah dapat dilalui gerobag lagi. " berkata Agung Sedayu didalam hatinya.
Karena itu, maka iapun harus segera menyelesaikan permainan yang mulai menjemukan itu.
Namun dalam pada itu, Ki Tumenggung menjadi semakin kehilangan pengekangan diri. Ia merasakan dan melihat sentuhan tangan Agung Sedayu pada tangannya. Tetapi ia tidak melihat pengaruh dari sentuhan itu. Agung Sedayu tidak menjadi terbakar tangannya dan mengalami kesakitan.
"Kekuatan iblis yang manakah yang tersimpan didalam diri anak itu " " bertanya Ki Tumenggung kepada diri sendiri.
Sementara itu, ternyata Agung Sedayu sudah mengambil keputusan untuk mengalahkan lawannya. Tidak dengan menyerangnya dan menghancurkannya, meskipun ia mampu. Tetapi ia ingin mengalahkan lawannya dengan ilmu pertahanan dan perlindungan atas dirinya sendiri.
Karena itu, maka Agung Sedayu telah memperlambat geraknya. Dengan demikian, maka serangan-serangan Ki Tumenggung justru berhasil mengenainya beberapa kali. Tetapi dibawah perlindungan kebalnya, maka sentuhan-sentuhan itu sama sekali tidak berhasil menyakitinya, apalagi melukainya. Memang terasa kekuatan lawannya itu mampu menyusup menyentuh simpul-simpul syarafnya, tetapi terlalu kecil dibandingkan dengan kemampuan daya tahan Agung Sedayu yang berada dibawah lapisan ilmu kebalnya. Bahkan yang terasa oleh Ki Tumenggung adalah justru pengaruh panas yang terlontar dari tubun Agung Sedayu karena puncak ilmu kebalnya.
Keadaan itu ternyata telah membuat Ki Tumenggung menjadi marah, heran dan perasaan bingung yang ber-campur-baur. Meskipun Ki Tumenggung berusaha meningkatkan serangannya, tetapi ia sudah sampai pada puncak ilmunya, sehingga ia tidak lagi mampu meningkatkannya lagi.
Dengan demikian, maka Ki Tumenggung itu telah melihat satu kenyataan atas Agung Sedayu yang dikatakan oleh Raden Rangga memiliki kelebihan, dan yang telah diterima oleh Panembahan Senapati dengan cara yang khusus meskipun orang itu tidak lebih dari seorang penghuni Tanah Perdikan, sama sekali bukan Kepala Tanah Perdikan.
Tetapi Ki Tumenggung tidak segera menerima kenyataan itu. Ia masih meragukannya, bahwa orang yang bernama Agung Sedayu itu memang memiliki kekebalan yang tidak dapat ditembus oleh ilmunya.
Karena itu, maka Ki Tumenggung itu masih berusaha untuk bertempur dengan sepenuh kemampuannya. Bahkan ia berusaha mempercepat geraknya dengan langkah-langkah panjang.
Agung Sedayu dengan sengaja telah membiarkan serangan-serangan lawannya itu mengenainya beberapa kali, meskipun ada juga yang dihindarinya. Dengan demikian, maka Agung Sedayu berhasil meyakinkan kepada Ki Tumenggung, bahwa sentuhan tangannya sama sekali tidak dapat menyakitinya.
Untuk beberapa saat pertempuran itu masih terjadi. Ki Tumenggung dengan kemarahan yang memuncak berbaur dengan keheranan dan kebingungan telah mengayunkan tangannya yang membara kearah kening Agung Sedayu.
Dengan sigapnya Agung Sedayu bergeser selangkah, sehingga tangan Ki Tumenggung itu sama sekali tidak menyentuhnya. Namun ternyata serangan Ki Tumenggung datang beruntun. Tangannya yang lain telah terayun pula mengarah kedada lawannya. Ki Tumenggung dengan ilmunya sama sekali tidak memerlukan kekuatan untuk menghancurkan sasaran, karena sentuhan bara api di telapak tangannya telah cukup berbahaya. Sentuhan itu akan dapat membakar kulit dan daging lawannya.
Agung Sedayu melihat serangan itu. Tetapi seperti yang sudah dilakukannya, maka ia tidak sepenuhnya menghindari garis serangan bara yang terayun pada telapak tangan Ki Tumenggung itu. Karena itu, maka serangan itu telah mengenai pundak Agung Sedayu.
Agung Sedayu meloncat surut. Ia memang merasa panasnya bara api itu menembus ilmu kebalnya. Tetapi tidak melampaui daya tahannya, sehingga karena itu, maka seolah-olah Agung Sedayu sama sekali tidak terpengaruh oleh sentuhan serangan itu.
Bahkan Agung sedayu kemudian berdiri tegak ditempatnya. Ia memang surut setapak. Tetapi kembali tegak berdiri diatas kedua kakinya yang renggang. Bahkan seakan-akan menantang Ki Tumenggung untuk mengulangi serangannya.
Ki Tumenggung yang telah bersiap untuk mengulangi serangannya telah tertegun. Beberapa kali ia sudah mengalami sikap Agung Sedayu yang demikian. Namun Ki Tumenggung yang masih merasa mampu untuk bertempur terus itu, sama sekali tidak berniat untuk menghentikan pertempuran.
Agung Sedayu melihat sorot mata Ki Tumenggung. Dengan demikian ia menyadari, bahwa usaha yang dilakukan itu tidak akan banyak mendesak Ki Tumenggung untuk menghentikan perkelahian. Karena itu, maka Agung Sedayu harus mengambil cara lain.
" Aku tidak perlu menyakitinya. Tetapi aku harus membuatnya berhenti bertempur " berkata Agung Sedayu didalam hatinya
Karena itu, maka perkelahian berikutnya menjadi semakin cepat. Ki Tumenggung yang masih ingin meyakinkan kenyataan yang dihadapinya telah meloncat mengulangi serangannya. Tetapi ternyata bahwa seperti sebelumnya serangan-serangannya tidak banyak berarti. Bahkan yang dilakukan kemudian oleh Agung Sedayu telah memaksa Ki Tumenggung untuk bergerak lebih cepat. Agung Sedayu telah berusaha beberapa kali menyentuh tubuh Ki Tumenggung. Sekali di punggung, kemudian didada, ditengkuk dan bahkan kemudian telah menyentuh dahinya. Satu bagian dari tubuh Ki Tumenggung yang terletak di atas bagian lehernya, yang merupakan bagian yang dihormati.
Sentuhan-sentuhan itu telah memaksa Ki Tumenggung untuk bergerak lebih cepat. Sentuhan itu memang tidak terlalu keras dan tidak banyak menimbulkan akibat. Tetapi justru udara panas yang memancar dari tubuh Agung Sedayu karena getaran puncak ilmu kebalnya terasa setiap kali menyengat tubuhnya.
Dengan demikian, maka Agung Sedayu telah berhasil memaksa Ki Tumenggung untuk bergerak lebih cepat dan memeras tenaganya lebih banyak lagi. Karena itu, maka beberapa lama kemudian, terasa tenaga Ki Tumenggung itu mulai menjadi susut.
Agung Sedayu yang menyaksikan Ki Tumenggung itu bertempur melawan seekor harimau merasa heran akan kekuatan dan daya tahan Ki Tumenggung. Namun betapapun juga kekuatan dan daya tahan itu pada saatnya akan sampai pada suatu batas dan menjadi susut karenanya.
Susutnya kekuatan dan tenaga Ki Tumenggung tidak luput dari pengamatan Agung Sedayu. Justru karena itu, maka Agung Sedayu telah menekannya semakin berat. Sentuhan-sentuhan tangan Agung Sedayu yang memancarkan panas pula telah membuat Ki Tumenggung berusaha untuk menghindarinya. Karena panas sentuhan tubuh Agung Sedayu yang menjadi semakin sering terasa menjadi sangat mengganggunya.
Dengan demikian, maka Ki Tumenggung itu harus memeras tenaganya semakin kuat. Selain menghindarkan diri, maka iapun masih harus mengerahkan tenaga untuk berusaha menyerang. Namun serangannya tidak memberikan akibat apapun juga pada Agung sedayu.
Akhirnya Ki Tumenggung itu tidak lagi dapat ingkar dari kenyataan. Ketika serangan-serangan Agung Sedayu menjadi semakin meningkat maka terasa bahwa ia tidak akan dapat bertahan lebih lama lagi. Nafasnya mulai terasa memburu sehingga kadang-kadang ia harus meloncat menjauhi lawannya untuk mendapat kesempatan bernafas. Bahkan akhirnya, Ki Tumenggung sudah tidak lagi dapat memperhitungkan keseimbangannya sebaik-baiknya. Pada saat-saat ia menyerang dengan keseimbangannya sebaik-baiknya. Pada saat-saat ia menyerang dengan mengayunkan tangannya, namun pada saat serangan itu tidak mengenai sasarannya, justru tubuhnya bagaikan telah terseret hampir saja jatuh terjerembab.
Agung Sedayu yang mengetahui keadaan lawannya, telah memancingnya untuk lebih banyak bergerak, sehingga akhirnya, Ki Tumenggung itu benar-benar telah kehabisan nafas.
" Orang gila " Ki Tumenggung itu hampir berteriak. Namun nafasnya justru semakin memburu.
Agung Sedayu berdiri termangu-mangu. Ia masih nampak segar seperti saat perkelahian itu belum dimulai.
Ki Tumenggung yang kehabisan nafas itupun berdiri sambil menekan pinggangnya. Bahkan sekali-sekali Ki Tumenggung itu terbongkok-bongkok untuk menarik nafas sampai ke paru-parunya.
Agung Sedayu yang berdiri memandanginya itupun kemudian berkata " Marilah Ki Tumenggung. Masih ada waktu sebelum matahari turun kebalik bukit. "
" Setan alas " desah Ki Tumenggung " ilmu dari iblis manakah yang telah menyusup kedalam dirimu " " bertanya Ki Tumenggung.
"Bukan ilmu iblis " jawab Agung Sedayu " tetapi biarlah kita menyelesaikan persoalan kita dengan sebaik-baiknya. Bukankah kita berbeda dengan harimau yang mati itu, yang sama sekali tidak mempunyai nalar dan budi?"
Wajah Ki Tumenggung menjadi tegang. Dipandanginya Agung Sedayu yang berdiri tegak itu. Meskipun baru saja mereka berkelahi, tetapi disorot mata Agung Sedayu sama sekali tidak nampak kesan permusuhan diantara mereka. Bahkan wajah Agung Sedayu nampak bening dan sekali-sekali terpancar senyum dari bibirnya. Senyum yang ikhlas.
" Ki Tumenggung " berkata Agung Sedayu " marilah kita kembali kepada keinginan Ki Tumenggung semula. Bukankah Ki Tumenggung seorang kesatria dari Mataram yang berdiri diatas sikapnya " Nah, jika demikian, apakah Ki Tumenggung sudan meyakini akhir dari perkelahian ini " "
Wajah Ki Tumenggung menjadi semakin tegang sejenak. Namun tiba-tiba saja ia berkata dengan nada dalam "Aku mengakui Agung Sedayu. Kau memenangkan taruhan ini."
Agung Sedayu mengerutkan keningnya. Namun kemudian ia menjawab "yang penting adalah, bahwa kita sudah mengakhiri perkelahian ini. "
" Bukan hanya itu Agung Sedayu " jawab Ki Tumenggung " Aku memang harus bersikap jujur dalam perkelahian ini. Aku tidak akan dapat mengingkari kekalahanku. Dan kita akan datang menemui Raden Rangga untuk mengatakan, bahwa aku tidak dapat melampaui ilmumu yang agaknya memang diatas lapisan-lapisan terakhir dari ilmuku. Ternyata kau memiliki ilmu kebal yang dapat melindungimu dari sengatan ilmuku yang jarang menjumpai lawan yang mampu mengatasinya. "
" Aku kira hal itu tidak perlu " jawab Agung Sedayu " biarlah Raden Rangga mengatakan apa saja menurut seleranya. Ia memang seorang anak yang ajaib. Tetapi kita yang sudah cukup dewasa, tidak akan terseret kedalam anggapan anak itu, sehingga justru kita akan dapat menjadi sasaran permainannya. "
Ki Tumenggung itu termangu-mangu sejenak. Namun kemudian katanya " Barangkali aku adalah orang yang berhati panas. Tetapi kali ini aku telah membentur sasaran yang memaksa aku untuk mengakui kelemahanku. "
" Semuanya itu dapat kita lupakan " jawab Agung Sedayu.
Ki Tumenggung menarik nafas dalam-dalam. Katanya " Jika demikian, maka sebenarnyalah nama Agung Sedayu bukan nama yang kosong. Aku pernah mendengar , kebesaran nama itu bukan baru dari Raden Rangga. Tetapi cara Raden Rangga mengatakannya, seakan-akan menyindir bahwa aku tidak akan mampu mengimbangi ilmumu. Hatiku yang mudah terbakar itu telah menyeretku ke hutan ini. Namun agaknya aku memang harus melihat kenyataan ini. Itulah sebabnya, maka dihadapan Panembahan Senapati kau dianggap orang yang memiliki kedudukan khusus meskipun kau bukan pemimpin pemerintahan, bukan seorang Senapati dan bukan Kepala Tanah Perdikan. "
" Ya " jawab Agung Sedayu " aku memang bukan apa-apa. Tetapi aku seperti berpuluh ribu orang lain, pernah berjuang untuk menegaknya Mataram dari kemungkinan yang sangat buruk, sebagaimana terjadi atas Pajang. Jika Pajang tidak segera dilahirkan kembali dalam ujudnya Mataram, maka Tanah ini akan benar-benar binasa. Karena itu, seperti juga Ki Tumenggung, aku berjuang bagi tegaknya Mataram. Hanya mungkin kita berada di medan yang berbeda. "
" Ya. Kita memang berada di medan yang berbeda " jawab Ki Tumenggung sambil mengangguk-angguk kecil. " Tetapi juga yang kita serahkan kepada Mataram jauh berbeda. Kau memberikan segumpal permata, tetapi aku hanya memberikan sekepal tanah liat. "
" Apapun yang kita berikan, kita sudah memberikan. Yang aku berikan tidak akan berarti apa-apa jika orang lain tidak melakukannya menurut kadar kemampuannya masing-masing. Tetapi kita sudah berbuat sesuatu " jawab Agung Sedayu
Ki Tumenggung menarik nafas dalam-dalam. Katanya " Kau ternyata orang yang aneh menurut penilaianku. Ternyata kau bukan orang yang sombong seperti yang aku duga."
" Pujianmu membuat jantungku berdebar-debar " jawab Agung Sedayu " kita sudah melakukan kewajiban kita. Nah, bukankah persoalan ini sudah selesai. "
" Kewajiban apa " " bertanya Ki Tumenggung " aku harus minta maaf kepadamu. Dalam kegelapan hati, aku tidak lagi mengekang diri. Jika bukan kau, mungkin aku telah melakukan satu langkah yang akan menjadi noda disepanjang hidupku. Karena itu, aku berterima kasih kepadamu. "
" Marilah kita kembali kepada para saksi " berkata Agung Sedayu " tetapi aku tidak akan dapat meninggalkan harimau yang mati itu begitu saja tanpa mengambil manfaat daripadanya, seolah-olah kematiannya itu benar-benar hanya satu kesia-siaan saja. "
Ki Tumenggung itu mengangguk-angguk. Bahkan kemudian iapun bergumam " Jika kau mau, kau dapat membunuhku seperti membunuh harimau itu "
"Satu langkah yang dungu " jawab Agung Sedayu.
Agung Sedayu tidak ingin berbicara lebih panjang lagi. Karena itu maka iapun telah melangkah kearah tubuh harimau yang terbaring mati.
" Biarlah aku yang membawanya " berkata Ki Tumenggung " jangan takut bahwa aku akan mengakunya."
Agung Sedayu tersenyum. Katanya "Jangan begitu Ki Tumenggung, bukan karena aku takut, bahwa Ki Tumenggung akan mengaku memenangkan pertaruhan ini, tetapi tentu tidak pantas bahwa Ki Tumenggunglah yang akan membawa harimau itu. Karena itu. biarlah aku sajalah yang membawanya "
Ki Tumenggung tidak memaksanya. Karena itu, maka merekapun kemudian meninggalkan tempat itu. Agung Sedayu telah mendukung seekor harimau yang telah mati.
Ki Tumenggungpun merasa heran melihat cara Agung Sedayu membawa harimau itu. Orang itu bertubuh sebagaimana kebanyakan orang lain. Tidak terlalu besar tinggi ataupun kekar. Namun ternyata ia memiliki kekuatan yang luar biasa. Agung Sedayu sama sekali tidak nampak kesulitan membawa seekor harimau yang sedemikian besarnya. Bahkan ketika mereka berjalan, menyusup di bawah ranting-ranting, meIoncati batang-batang kayu yang tumbang dan sekali-sekali menyeberangi parit-parit yang berbatu-batu, Agung Sedayu sama sekali tidak nampak menjadi kesulitan dengan harimau yang besar itu dipunggungnya.
Karena itulah, maka perjalanan mereka nampaknya sama sekali tidak terganggu. Sehingga merekapun dapat menempuh perjalanan kembali sebagaimana saat mereka berangkat
Namun dalam pada itu, Ki Tumenggungpun hampir di luar sadarnya bertanya " Agung Sedayu, apakah kau memang mampu meloncat seperti seekor bilalang, sehingga kau selalu mendahului perjalananku, meskipun aku merasa, bahwa aku mampu menempuh jarak yang memisahkan para saksi dan daerah di luar hutan perburuan, di luar gawar itu dalam waktu yang terlalu singkat bagi orang lain. "
"Akupun berlari sebagaimana Ki Tumenggung. " jawab Agung Sedayu.
" Tetapi menilik kemampuan serta kecepatanmu bergerak dalam perkelahian, maka kau memang mampu melenting melampaui jarak loncatan seekor bilalang dibandingkan dengan panjang tubuhnya. "
" Ah, Ki Tumenggung itu ada-ada saja " Agung Sedayupun tertawa karenanya.
Ki Tumenggung memang tidak bertanya lagi. Namun baru kemudian la menyadari setelah ia melihat cara Agung Sedayu menempuh jalan yang cukup panjang dan melalui banyak rintangan itu.
" Orang ini memang orang luar biasa " berkata Ki Tumenggung " agaknya ia memiliki kemampuan jauh lebih banyak dari yang ditunjukkan kepadaku. Agaknya dalam perkelahian tadi, ia baru mempergunakan ilmu kebalnya saja, dan sedikit panas dari dalam dirinya, namun yang rasa-rasanya telah membakar tubuhku, sementara itu, ilmuku yang bagi orang lain tidak terlawan itu, sama sekali tidak berarti apa-apa. Panasnya bara api ditelapak tanganku, sama sekali tidak terasakan olehnya. Apalagi jika ia mempergunakan ilmunya yang lain, maka aku kira, aku memang bukan tandingannya. "
Demikianlah, maka sejenak kemudian, maka keduanya telah melintasi hutan perburuan, dan sebentar lagi mereka akan sampai kepada para saksi yang menunggu dengan hati yang berdebar-debar. Bahkan rasa-rasanya mereka telah dicengkam oleh ketegangan. Mereka merasa bahwa mereka telah terlalu lama menunggu.
Karena itu, ketika mereka melihat keduanya muncul dari balik gerumbul, maka merekapun telah menjadi tegang.
Yang mereka lihat membawa seekor harimau ternyata bukan Ki Tumenggung, tetapi adalah Agung Sedayu.
Karena itu, maka seorang prajurit bawahan Ki Tumenggung telah memandanginya dengan tegang. Dengan sendat ia bertanya " Apakah artinya ini Ki Tumenggung" "
Ki Tumenggung justru tersenyum. Sama sekali tidak nampak kesan kekecewaan di wajahnya. Dengan pasti ia berkata " Kau lihat, Agung Sedayu membawa seekor harimau lebih dahulu daripadaku. Karena itu, maka ia telah memenangkan pertaruhan ini. "
Prajurit itu termangu-mangu. Namun bukan hanya prajurit yang seorang itu saja, tetapi kawan-kawannyapun melihat, bahwa Ki Tumenggung nampak begitu letihnya. Meskipun Ki Tumenggung tetap tersenyum, tetapi menilik pakaiannya yang kusut, keringatnya, wajahnya yang kotor dan juga nafasnya, maka Ki Tumenggung benar-benar nampak keletihan, meskipun bibirnya nampak tersenyum.
Jilid 189 DENGAN demikian, maka sikap Ki Tumenggung itu telah membuat prajurit-prajuritnya menjadi bingung. Apa yang sebenarnya telah terjadi.
Tetapi Ki Tumenggung itu telah mengatakannya sendiri, bahwa Agung Sedayu telah memenangkan taruhan itu.
Karena itu prajuritnya masih nampak kebingungan, maka sekali lagi Ki Tumenggung berkata " Dengarlah. Kami berdua telah melakukan taruhan ini dengan jujur. Ternyata yang memenangkan taruhan ini adalah Agung Sedayu, sehingga karena itu, maka aku telah dikalahkannya. "
Kiai Gringsing, Kiai Jayaraga dan Glagah Putih menarik nafas dalam-dalam. Mereka sebenarnya menjadi cemas, bahwa akhir dari taruhan itu akan berbeda dengan yang terjadi. Mereka mencemaskan bahwa Ki Tumenggung tidak kau melihat kenyataannya, seandainya Agung Sedayu memenangkannya, dan justru keduanya terlibat dalam persoalan yang baru.
Namun ternyata Ki Tumenggung dengan tulus telah mengakui, menilik sikapnya dan senyum di bibirnya, bahwa Agung Sedayu lah yang memenangkan taruhan itu, meskipun mereka juga melihat, bahwa agaknya Ki Tumenggunglah mengalami kelelahan yang sangat.
Sementara itu, maka Ki Tumenggung pun berkata " Nah, dengan demikian, maka permainan kita sudah selesai. Kita akan berpisah dan kembali ke tempat kita masing-masing. "
" Tetapi Ki Tumenggung " berkata Agung Sedayu " sudah barang tentu aku tidak akan membawa harimau ini ke Tanah Per-dikan Menoreh. "
" Lalu" " bertanya Ki Tumenggung.
" Mungkin Ki Tumenggung memerlukannya, karena kulit harimau di rumah Ki Tumenggung nampaknya telah rusak karena lubang lubang bekas senjata.
Ki Tumenggung menarik nafas dalam-dalam. Tetapi ia tidak ingkar bahwa ia membunuh harimau di halaman rumahnya dengan mempergunakan senjata, sehingga kulit harimau itu tentu akan cacat karena terkoyak oleh senjatanya.
Tetapi Ki Tumenggung memang tidak dapat berbuat lain terhadap seekor harimau. Jika ia mempergunakan ilmunya yang disadapnya dari api, maka harimau itu tentu akan melarikan diri sebelum ia sempat menyentuhnya.
" Tetapi Agung Sedayu dapat membunuh harimau itu tanpa melukai kulitnya " berkata Ki Tumenggung itu di dalam hatinya.
Sementara itu Agung Sedayu berkata pula kepada Ki Tumenggung " Kulit harimau itu akan dapat menjadi perhiasan yang pantas di rumah Ki Tumenggung "
Ternyata Ki Tumenggung tidak menolak. Katanya " Baiklah. Terima kasih. Selain perhiasan yang baik, maka kulit harimau itu akan menjadi kenang -kenangan yang sangat berarti bagiku. "
Agung Sedayu tersenyum. Katanya " Kenang-kenangan atas satu taruhan yang aneh. "
Demikianlah, maka Ki Tumenggung pun kemudian memper-silahkan Agung Sedayu dan orang-orang yang bersamanya untuk meneruskan perjalanan. Kepada Kiai Gringsing ia berkata " Maaf Kiai. Aku sudah mengganggu perjalanan Kiai. "
" Mungkin juga merupakan satu pengalaman yang menarik bagi Ki Tumenggung dan bagi Agung Sedayu " sahut Kiai Gringsing.
" Benar Kiai. Pengalaman yang tidak mudah untuk dilupakan. Tetapi juga satu pelajaran yang sangat berharga. Ternyata pengetahuanku tentang olah kanuragan adalah sangat picik, sehingga banyak sekali yang belum aku ketahui, meskipun aku termasuk seorang Senapati dari angkatan tua. " berkata Ki Tumenggung. Lalu " Ternyata pengetahuan dan pengalaman yang jauh lebih dari aku. Aku kira orang-orang yang lebih tua itu tentu memiliki pengalaman yang lebih luas dari yang muda. Tetapi ternyata aku telah salah. Agung Sedayu memiliki pengetahuan dan pengalaman yang jauh berada di atas pengetahuan dan pengalamanku. "
" Ki Tumenggung memuji " jawab Kiai Gringsing " menurut penglihatanku, Agung Sedayu adalah seorang yang memang mau berusaha. Tetapi ia belum memiliki kelebihan itu. "
Ki Tumenggung menarik nafas dalam-dalam Katanya " Aku menjadi malu menghadapi orang-orang yang lebih senang merendahkan diri. Selama ini aku tidak berbuat demikian."
" Kami sama sekali tidak merendahkan diri " jawab Kiai Gringsing " tetapi demikianlah adanya. "
Ki Tumenggung tersenyum. Ternyata pertemuanya dengan Agung Sedayu benar-benar memberikan pengalaman yang berarti baginya tentang watak dan kemampuan seseorang.
Sejenak kemudian maka Kiai Gringsing, Kiai Jayaraga, Ki Widura, Glagah Putih dan Agung Sedayu telah minta diri untuk kembali ke Tanah Perdikan Menoreh, setelah mereka berada di Mataram dalam satu perjalanan yang terasa agak aneh. Tetapi yang memberikan kesan tersendiri, sehingga sikap Ki Tumenggung itu merupakan satu ujud tersendiri dari watak-watak manusia yang pernah dikenal oleh Agung Sedayu. Seorang yang sama sekali tidak termasuk sikap seorang yang jahat, tetapi sekedar didorong oleh kesombongan dan harga diri.
Sepeninggal Agung Sedayu, maka seorang prajuritnya telah bertanya " Bagaimanakah kesan Ki Tumenggung tentang mereka?"
" Aku telah membentur satu kenyataan yang jarang terjadi " berkata Ki Tumenggung. Lalu " Tetapi kali ini aku benar-benar harus berterima kasih kepada Agung Sedayu. "
" Kenapa" " bertanya prajuritnya. Bahkan prajurit-prajurit yang lainpun telah mengerumuninya pula.
" Aku telah kehilangan pengamatan diri " berkata Ki Tumenggung " untunglah, bahwa Agung Sedayu memiliki kemampuan melampaui kemampuanku. "
Prajurit prajuritnya menjadi heran. Salah seorang diantara mereka bertanya " Kenapa justru menguntungkan, bahwa Agung Sedayu memiliki kelebihan" "
" Jika Agung Sedayu tidak memiliki kelebihan, mungkin aku telah melakukan satu tindakan yang dapat menjeratku kedalam kesulitan, karena aku tentu sudah membunuhnya. " berkata Ki Tumenggung.
Prajurit-prajuritnya menjadi bingung. Bahkan salah seorang yang lain bertanya " Aku kurang mengerti. Tetapi seandainya Agung Sedayu memiliki kelebihan, apakah Ki Tumenggung tidak dapat bertindak lebih dahulu, karena Ki Tumenggung mengenal medan jauh lebih baik dari Agung Sedayu. "
Ki Tumenggung menarik nafas dalam-dalam. Iapun kemudian menceriterakan bahwa karena Ki Tumenggung telah kehilangan kendali maka yang terjadi kemudian adalah perkelahian. Namun ternyata bahwa ia tidak dapat mengalahkan Agung Sedayu.
" Ah " desis salah seorang prajurit " Ki Tumenggung tentu hanya sekedar bermain-main. Jika Ki Tumenggung mengetrapkan ilmu Ki Tumenggung yang dahsyat itu, maka Agung Sedayu tidak akan dapat keluar lagi dari hutan ini. "
" Karena itulah, maka aku berterima kasih kepada Agung Sedayu. Jika terjadi seperti yang kaukatakan, bukankah aku akan mendapat kesulitan karena aku telah membunuh seseorang" " jawab ki Tumenggung " namun ternyata bahwa Agung Sedayu benar-benar orang linuwih. Meskipun aku sudah mengetrapkan ilmuku sampai ke puncak, namun aku tidak dapat mengatasi kemampuannya. "
" Jadi Agung Sedayu benar-benar memiliki ilmu yang lebih tinggi dari Ki Tumenggung dalam arti yang sebenarnya" " bertanya prajuritnya.
" Ya. Memang dalam arti yang sebenarnya. " jawab Ki Tumenggung.
Para prajuritnya mengangguk-angguk. Jika Ki Tumenggung sudah mengatakan demikian, maka mereka memang harus percaya, bahwa Agung Sedayu memang memiliki kelebihan dari Ki Tumenggung.
Sementara itu, salah seorang diantara para prajurit itu justru berdesis " Kalian belum pernah menyaksikan, apa yang pernah dilakukan oleh Agung Sedayu di Prambanan. "
" Apa kau sempat" " bertanya kawannya.
" Sebelum aku dipindahkan kedalam kesatuan ini, aku justru mendapat kesempatan untuk melihatnya. Agung Sedayu memang luar biasa, Bahkan orang-orang Tanah Perdikan Menoreh mempunyai ceritera yang aneh-aneh tentang orang itu. Tetapi kadang-kadang ceritera itu agak berlebihan. Jika kau ingin mendengar sesuatu tentang Agung Sedayu sesuai dengan apa yang dilakukannya, bertanyalah kepada prajurit-prajurit dari pasukan khusus yang parnah di asuhnya. " berkata prajurit itu.
" Pasukan khusus yang terkenal itu " " bertanya kawannya pula.
" Ya. Pasukan khusus yang berada di Tanah Perdikan Menoreh. Agung Sedayu adalah salah seorang pengasuh. Bahkan isteri Agung Sedayu yang bernama Sekar Mirahpun merupakan salah seorang pelatih di lingkungan pasukan khusus itu. " jawab prajurit itu.
" Isterinya " " kawannya menjadi semakin heran.
" Ya. Isterinya " jawab prajurit itu " nah, dengan demikian maka kalian tidak akan heran melihat kenyataan sebagaimana telah diakui oleh Ki Tumenggung. "
" Kau tidak mengatakan sebelumnya " desis kawannya.
" Aku tidak mau menyinggung perasaan Ki Tumenggung, Apalagi semula aku mengira, bahwa keduanya benar-benar sekedar berebut dahulu berburu harimau. Tetapi jika sampai pada satu permainan olah kanuragan, maka aku pasti, Ki Tumenggung tidak akan mampu mengimbangi Agung Sedayu . " jawab prajurit itu.
" Untunglah, Ki Tumenggung mampu keluar dalam keadaan hidup dari hutan ini " gumam kawannya pula.
Tetapi prajurit itu tersenyum. Katanya " Agung Sedayu bukan seorang pembunuh. Hanya dalam keadaan tertentu, Agung Sedayu membunuh lawannya. Tetapi tentu tidak dalam permainan seperti ini. Baginya permainan ini adalah permainan kanak-kanak. Justru Ki Tumenggung yang umurnya memanjat semakin tinggi, akalnya akan kembali kedunia kanak-kanak. Mungkin ia masih ingin menunjukkan sesuatu yang tersisa dalam hidupnya. " prajurit itu berhenti sejenak, lalu " memang agak berbeda dengan guru Agung Sedayu. Semakin tua ia menjadi semakin yakin akan dirinya. "
Kawannya mengangguk-angguk. Ia mendapat gambaran semakin banyak tentang Agung Sedayu. Bahkan ia merasa sayang, bahwa sebelumnya ia tidak mendapat kesempatan untuk mengenalnya.
Demikianlah, maka beberapa saat kemudian, Ki Tume-nggungpun telah bersiap untuk meninggalkan tempat itu. Sejenak kemudian maka sebuah iring-iringan pasukan berkuda telah meninggalkan hutan perburuan itu. Sebuah iring-iringan kecil.
Adalah kebetulan bahwa demikian Ki Tumenggung turun keja-lan, dua orang prajurit berkuda ke arah yang berlawanan. Salah seorang diantaranya adalah seorang perwira.
" Apakah Ki Tumenggung Wiragiri baru saja keluar dari hutan perburuan" " bertanya perwira itu .
Wajah Ki Tumenggung menegang sejenak. Namun kemudian iapun menjawab " Ya. Aku baru saja beristirahat di hutan perburuan bersama beberapa orang kawan. "
" Bukan main " desis perwira itu " Ki Tumenggung telah mendapatkan seekor harimau yang besar sekali. "
Ki Tumenggung mengerutkan keningnya. Ketika ia berpaling, dilihatnya salah seorang prajuritnya membawa tubuh harimau mati itu di punggung kudanya, sementara prajurit itu sendiri berkuda berdua dengan kawannya.
" Ya. Ya. " Ki Tumenggung tergagap. Sementara itu, untuk memotong pertanyaan-pertanyaan, Ki Tumenggunglah yang justru bertanya " Nampaknya Adi dari bepergian" "
" Ya. Aku mendapat tugas mengantarkan seseorang yang sedang menyelesaikan persoalan tanah pelungguhnya yang sedikit ada masalah. Tetapi persoalan itu sudah kami selesaikan. " jawab perwira itu.
" Sokurlah " jawab Ki Tumenggung Wiragiri.
Dengan demikian, maka keduanyapun telah meneruskan perjalanan masing-masing kearah yang berlawanan.
Dalam pada itu, maka Ki Tumenggungpun dengan tergesa-gesa telah kembali kerumahnya. la tidak ingin bertemu dengan prajurit-prajurit Mataram yang lain. Mungkin mereka akan bertanya tentang banyak hal yang akan sulit dijawabnya.
Karena itu, maka Ki Tumenggungpun langsung menuju kerumahnya diiringi oleh beberapa orang prajuritnya
Namun dalam pada itu, Ki Tumenggung menjadi agak sulit untuk melepaskan kesannya atas Agung Sedayu. Orang itu terlalu besar baginya. Bukan saja ilmunya, tetapi juga sikapnya. Sehingga karena itu, maka rasa-rasanya ia ingin mengenal Agung Sedayu lebih banyak.
Keingingannya itu benar-benar dilakukannya. Ia telah menemui beberapa orang perwira Mataram. Dan bahkan ia telah berbicara dengan Ki Lurah Branjangan, pemimpin pasukan khusus Mataram yang ada di Tanah Perdikan Menoreh.
Dari mereka Ki Tumenggung mengetahui bahwa Agung Sedayu memang orang yang luar biasa. Orang yang memiliki kemampuan yang sangat tinggi, tetapi juga seorang yang berjiwa besar sebagaimana juga gurunya Kiai Gringsing.
Ki Tumenggung mengangguk-angguk ketika seseorang mengatakan bahwa Agung Sedayu adalah adik Untara. Seorang Panglima di daerah yang sangat rawan. Baik sebelum Mataram berdiri, maupun setelah Mataram tegak. Justru tugasnya berbalik dari menghadap ke Mataram menjadi menghadap ke Pajang, menghadap kejaksaan yang diserahkan kepada Adipati Wirabumi.
Sementara itu, perjalanan mereka yang menuju ke
Tanah Perdikan Menoreh telah hampir sampai ke tepi Kali Praga. Agaknya mereka memerlukan perjalanan yang lama, karena ketika mereka menengadahkan wajah mereka, matahari sudah menjadi sangat rendah tergantung diatas punggung bukit.
Agung Sedayu berkuda dibelakang bersama Glagah Putih yang tiba-tiba saja bertanya " Kakang, apakah yang sebenarnya terjadi di hutan ketika kakang memburu seekor harimau" "
" Kenapa " " bertanya Agung Sedayu.
" Ki Tumenggung nampak letih sekali. " jawab Glagah Putih " dan jika kakang sempat memperhatikan baju kakang, dibeberapa tempat nampak bekas sentuhan api meskipun tidak terlalu jelas. Tetapi di lengan bagian belakang baju kakang berlubang dalam goresan bekas api yang miring. Di ujung bagian punggung juga nampak bekas api.
Agung Sedayu mengerutkan keningnya. Ternyata pandangan anak muda itu terlalu tajam, sehingga ia melihat sesuatu yang kurang wajar. Namun dalam pada itu bukan berarti orang-orang tua yang berkuda didepan tidak melihat apa yang terjadi pada dirinya dan pada Ki Tumenggung.
Tetapi agaknya mereka lebih senang berdiam diri saja. Agaknya mereka sudah dapat menduga apa yang telah terjadi, apalagi ketika Ki Tumenggung menyinggung serba sedikit tentang kemampuan olah kanuragan Agung Sedayu.
Namun agaknya Glagah Putih bersikap lain. Ia tidak sekedar berdiam diri, tetapi Glagah Putih langsung bertanya kepadanya tentang sesuatu yang menarik perhatiannya pada pakaian Agung Sedayu.
Untuk beberapa saat Agung Sedayu ragu-ragu. Namun iapun kemudian tidak menyembunyikan lagi kenyataan yang telah terjadi di dalam hutan di sebelah hutan perburuan itu.
" Jadi bekas api itu adalah bekas sentuhan tangan Ki Tumenggung " bertanya Glagah Putih.
Glagah Putih memandang Agung Sedayu yang tidak segera menjawab. Namun dari pandangan matanya Glagah Putih dapat mengambil kesimpulan bahwa dugaannya itu benar.
Karena itu, Glagah Putih justru mulai memandang dirinya sendiri. Dibawah bimbingan Kiai Jayaraga, Glagah Putih mulai mengenali berbagai jenis kekuatan yang ada dialam sekitarnya. Setapak demi setapak ia merangkakmaju didalam dunia kanuragan. Ia sudah mempelajari dasar ilmu perguruan Ki Sadewa lewat Agung Sedayu, kemudian ia berguru kepada Kiai Jayaraga meskipun ia tidak terpisah dari Agung Sedayu. Justru pada saat ia sedang menempa diri, ia berkenalan dengan Raden Rangga.
Dengan demikian maka gejolak dihati Glagah Putihpun rasa-rasanya menjadi semakin membakar. Ia ingin segera meloncat ketataran-tataran berikutnya didalam olah kanuragan.
" Untuk beberapa lamanya aku tidak akan berlatih bersama Raden Rangga " berkata Glagah Putih.
Namun bukan berarti bahwa Glagah Putih tidak akan dapat melakukan latihan-latihan. Ia mempunyai banyak cara untuk berlatih diluar sanggar.
Ketika iring-iringan itu sampai ke pinggir kali Praga, maka merekapun telah berloncatan turun.
" Kita dapat menyeberang " berkata Kiai Gringsing ketika ia melihat sebuah rakit yang besar siap untuk berangkat.
" Marilah " berkata Glagah Putih yang kemudian mendahului menuntun kudanya mendekati rakit itu.
Tetapi begitu Glagah Putih siap untuk naik keatas rakit, tiba-tiba tangan yang kasar telah menariknya dan rnendorongnya. Begitu kerasnya sehingga Glagah Putih hampir saja jatuh terjerembab di atas pasir, justru karena ia sama sekali tidak menduga bahwa hal itu akan terjadi.
Ketika ia tegak, dilihatnya dua orang bertubuh tinggi kekar berkumis tebal berdiri sambil memegangi kendali kudanya.
Glagah Putih memang sudah melihat orang itu sebelumnya. Tetapi orang itu berdiri saja ditepian, sehingga Glagah Putih tidak mengetahui maksudnya, kenapa tiba-tiba ia telah didorong demikian kuatnya.
" Anak edan " geram orang itu " aku sudah menunggu disini sejak tadi. Tiba-tiba saja kau akan mendahului naik keatas rakit itu. Kau kira kau siapa he" Kangjeng Sultan atau Panembahan Senapati " "
Glagah Putih termangu-mangu. Namun katanya " Ma af Ki Sanak. Aku tidak tahu bahwa Ki Sanak akan naik pula keatas rakit. Tetapi seandainya demikian, bukankah kita dapat naik bersama-sama. "
" Anak dungu " bentak orang itu " mana mungkin kita naik bersama-sama. Apalagi kau datang bersama kakak ayah dan kakekmu dan barangkali tetanggamu. "
Glagah Putih menarik nafas dalam-dalam. Sekilas dipandanginya Agung Sedayu. Namun agaknya Agung Sedayu sama sekali tidak menunjukkan sikap apapun. Bahkan agaknya Agung Sedayu menganggap sikap orang-orang itu adalah sikap yang wajar.
Karena itu, maka Glagah Putihpuh kemudian berkata " Baiklah. Jika demikian silahkan naik lebih dahulu. "
Kedua orang itu tidak menjawab. Tetapi merekapun kemudian naik keatas rakit yang memang sudah terisi beberapa orang yang j uga ingin menyeberang.
Sejenak kemudian rakit itu sudah bergerak, sementara
Glagah Putih masih juga ragu-ragu berdiri ditempatnya Namun sementara itu Kiai Gringsingpun berkata kem bangkanlah kebiasaan mengendalikan perasaanmu Glagah Putih. Nampaknya orang-orang itu agak tergesa gesa.
Glagah Putih mengangguk-angguk. Diluar sadarnya ia memandang rakit yang semakin lama menjadi semakin jauh ketengah Kali Praga yang airnya berwarna lumpur.
Namun sejenak kemudian, rakit yang lainpun telah menempatkan diri di tempat penyeberangan. Rakit yang masih kosong sama sekali.
Dengan demikian maka Agung Sedayu telah menuntun kudanya,naik ke atas rakit yang kosong itu, diikuti oleh Glagah Putih, Kiai Gringsing, Kiai Jayaraga dan Ki Widu-ra. Tetapi mereka tidak segera menyeberang, karena tukang satang rakit itu masih menunggu beberapa orang lagi untuk di seberangkan bersama-sama.
Sementara itu, Glagah Putih masih memandangi rakit yang menyeberang terdahulu. Meskipun rakit itu menjadi semakin jauh, bahkan hampir mencapai sisi seberang yang lain, namun rasa-rasanya Glagah Putih masih saja melihat kedua orang yang berdiri di atas rakit itu memandangnya dengan wajah yang garang.
" Orang-orang kasar " berkata Glagah Putih di dalam hatinya " sebenarnya ia dapat berbuat lain. Agaknya terhadap orang-orang yang lemah ia juga berbuat demikian. "
Namun dalam pada itu, rakit yang ditumpangi Glagah Putih masih belum bergerak ketika rakit yang ter-dahulu sudah sampai di seberang dan para penumpangnya sudah mulai berloncatan turun.
Sementara itu, langitpun semakin menjadi suram. Karena itu, maka Kiai Gringsing pun kemudian bertanya kepada tukang satang " Ki Sanak, apakah rakit ini dapat
berangkat lebih dahulu" Bukankah penumpangnya sudah cukup banyak" Kami berlima dengan kuda-kuda kami, agaknya sudah merupakan beban yang berat bagi rakit ini.
" Kami masih dapat menunggu sejenak, Ki Sanak " jawab tukang satang itu " masih ada beberapa tempat bagi mereka yang akan menyeberang. Asal mereka tidak membawa kuda. "
Tetapi Kiai Gringsing berkata " Ki Sanak dapat menghitung jumlah orang yang mungkin masih dapat naik ke rakit ini. Biarlah kami membayar separo daripadanya asal kita tidak usah menunggu terlalu lama, karena sebentar lagi senja akan turun. "
Tukang satang itu termangu-mangu sejenak. Namun kemudian seorang yang tertua di antara mereka berkata " Baiklah. Marilah. Agaknya jalan juga sudah sepi. Jika kita menunggu, mungkin akan memerlukan waktu beberapa saat lamanya. "
Demikianlah, maka merekapun telah mulai bergerak ketika matahari menjadi semakin rendah.
Demikian mereka turun di seberang, maka orang-orang yang menyeberang lebih dahulu telah hilang di balik padukuhan dan pategalan di seberang Kali Praga. Namun agaknya Glagah Putih masih saja memikirkannya. Karena itu, ketika mereka meninggalkan tepian dan kuda-kuda mereka mulai berpacu, Glagah Putih berkata "Kakang. Kedua orang kasar itu kini berada di Tanah Perdikan Menoreh. Apa saja yang akan mereka lakukan" "
Agung Sedayu mengerutkan keningnya. Namun kemudian jawabnya " Jangan terlalu berprasangka. Mungkin mereka hanya sekedar lewat. Satu hal yang perlu kau ketahui, bahwa tidak semua orang-orang kasar itu berkelakuan buruk. Mungkin kedua orang itu memang orang kasar. Tetapi mereka justru mengemban tugas yang bermanfaat bagi Tanah Perihkan Menoreh, siapapun yang memberikan tugas. "
Glagah Putih menarik nafas dalam dalam Bagaimanapun juga, agaknya ia tidak dapal membantah jawaban Agung Sedayu itu, Bahkan Glagah Putihpun merasa, bahwa ia terlalu cepat mengambil satu kesimpulan terhadap sifat seseorang hanya karena sikap lahiriahnya saja.
Karena itu, Glagan Putih tidak bertanya lagi tentang kedua orang yang sudah tidak nampak lagi itu. Bahkan tiba-tiba saja ia memandang matahari yang sudah mulai berlindung dibalik punggung bukit.
Agaknya kita telah menyempatkan diri melihat wa yang beber di Mataram " Glagah Putihpun tiba-tiba berdesis. " Satu kesempatan yang sangat jarang kita dapatkan. Apalagi bagi Kiai Gringsing. "
Agung Sedayu tersenyum. Namun katanya " Tetapi akupun sempat digiring menghadap Panembahan Senapati. Raden Rangga mendapatkan kalung cinde. Meskipun ia ditangkap tetapi kalung cinde itu menunjukkan bahwa ia seorang anggauta keluarga terdekat Panembahan Senapati. "
" Apakah kakang diikat dengan tali " Bukankah kakang justru tidak " " bertanya Glagah Putih.
" Memang tidak. Tetapi aku telah digiring disepanjang jalan raya di Mataram. Semua orang memandangiku. Untunglah, aku ditangkap bersama Raden Rangga, sehingga orang-orang menyangka bahwa aku telah terlibat kedalam kenakalan Raden Rangga yang sulit dikendalikan itu. Bukan tersangkut dalam persoalan kejahatan jawab Agung Sedayu.
" Tetapi dari sekian orang yang menyaksikan kakang Agung Sedayu digiring prajurit, tentu ada yang sudah mengenal kakang. " jawab Glagah Pulih sehingga orang itu tentu akan mentertawakan sikap para prajurit itu. "
" Sudahlah " berkata Agung Sedayu " bagaimana menurut pendapatmu wayang beber itu " "
Glagah Putih mengerutkan keningnya. Namun ia tidak menjawab.
Sementara itu, senjapun mulai turun. Namun mereka telah berada di Tanah Perdikan Menoreh Sekali-sekali mereka bertemu beberapa orang petani yang masih berada disawahnya menunggui air yang mengalir dan parit keda-lam kotak-kotak sawah mereka.
Ketika iring-iringanitu mendekati padukuhan induk ta-nah Perdikan Menoreh, malam sudah mulai turun. Di regol padukuhan Glagah Putih menghentikan kudanya, sementara yang lain hanya sekedar berpaling ketika mereka berpapasan dengan anak muda pembantu dirumah Agung Sedayu.
" Kau akan kemana " " bertanya Glagah Putih. " Membuka pliridan " jawab anak itu.
" Pergilah dahulu. Nanti aku akan menyusul. " berkata Glagah Putih.
Tetapi anak muda itu tersenyum. Katanya " Kau tidak bersungguh-sungguh. Kau tentu letih setelah perjalanan mu. "
" Tidak. Aku tidak letih. Selama perjalanan aku tidak apa-apa selain duduk dipunggung kuda dan berhenti di kedai-kedai nasi. " jawab Glagah Putih.
Anak itu termangu-mangu sejenak. Namun kemudian katanya " Senang juga untuk setiap kali ikut bersama dengan orang-orang tua bepergian. Tentu kau mendapat banyak kesempatan untuk singgah di kedai-kedai makanan. "
Glagah Putih tertawa. Katanya " Lain kali sekali-kali kau akan ikut. "


08 Api Di Bukit Menoreh Karya Sh Mintardja di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

" Ah " desah orang itu " tentu aku tidak. Aku harus tinggal dirumah membelah kayu. "
Glagah Putih mengerutkan keningnya. Hampir di luar sadarnya ia berkata " Pada suatu saat kau tentu akan mendapat kesempatan. "
" Kau berkata sebenarnya" " bertanya anak itu.
" Bukannya aku berjanji, tetapi aku akan mengingatkan agar pada suatu saat kau mendapat kesempatan untuk ikut bepergian kepada orang-orang tua, atau kepada kakang Agung Sedayu. " berkata Glagah Putih.
Anak itu tersenyum. Tetapi ia tidak terlalu mengharapkan. Katanya " Mudah-mudahan. Tetapi itu tidak penting bagiku. "
" Nah " berkata Glagah Putih kemudian " pergilah ke sungai. Aku benar-benar akan menyusul. "
Anak itu mengangguk. Kemudian iapun meninggalkan Glagah Putih dan berjalan cepat menuju ke tebing sungi.
Glagah Putihpun kemudian menyusul orang-orang yang lain yang telah mendahului memasuki padukuhan induk dan langsung menuju ke rumah Agung Sedayu. Namun demikian Glagah Putih mengikat kudanya, maka iapun berkata kepada Agung Sedayu " Kakang, aku akan pergi sebentar. Biarlah kuda-kuda itu berada di halaman. Nanti aku akan mengurusnya. "
" Kemana" " bertanya Agung Sedayu. " Ke sungai. Aku sudah berjanji untuk membuka pliridan " jawab Glagah Putih.
Agung Sedayu tidak mencegahnya. Karena itu, maka ketika kemudian Glagah Putih meninggalkan halaman. Agung Sedayu hanya dapat menarik nafas panjang.
" Kemana Glagah Putih itu" " terdengar Sekar Mirahlah yang bertanya.
" Membuka pliridan. " jawab Agung Sedayu. " Bukan main. Ia belum masuk ke dalam rumah. Tetapi ia langsung pergi ke sungai. " desis Sekar Mirah.
" Biarlah " berkata Kiai Jayaraga " agaknya Glagah Putih memang tidak dapat berpisah dengan pliridannya. Namun itu juga merupakan ciri bahwa jiwanya berkembang dengan wajar, karena ia masih juga terikat dengan kegemarannya.
Sementara itu, maka Glagah Putih telah berlari-lari menuju ke tebing sungai. Sudah beberapa hari ia tidak ikut membuka pliridan. Tiba-tiba saja malam itu ia ingin berada di sungai.
Ketika Glagah Putih menuruni tebing, maka dilihatnya Pliri-dannya sudah terbuka. Tetapi pembantu di rumah Agung Sedayu itu masih belum selesai membuat tamping di mulut pliridan itu, untuk menggiring air sungai itu mengalir ke dalam pliridan. "
" Nah, bukankah aku benar-benar datang " berkata Glagah Putih.
Anak muda yang sedang sibuk itu mengangkat kepalanya. Ketika ia melihat Glagah Putih maka iapun tersenyum. Katanya " Tetapi pekerjaanku hampir selesai. "
" Kebetulan sekali " berkata Glagah Putih " aku tinggal mandi saja di belik itu. "
" Ah, kau juga harus ikut menyelesaikan tamping ini " berkata pembantu dirumah Agung Sedayu itu sambil meletakkan cangkulnya.
Glagah Putih tersenyum. Iapun kemudian menyingsingkan kain panjangnya dan bahkan membuka bajunya dan meletakkan diatas sebuah batu yang besar di tepian.
" Biarlah aku selesaikan tamping itu " berkata Glagah Putih sambil mengangkat cangkul yang diletakkan oleh pembantu rumah Agung Sedayu itu.
Sejenak kemudian, Glagah Putih telah sibuk dengan kerjanya, sementara pembantu rumah Agung Sedayu itu memperbaiki tambak pliridan di bagaian bawah, yang pada saat menutup pliridan itu menjadi tempat memasang icir.
Namun dalam pada itu, Glagah Pulih terkejut ketika ia melihat dua orang berjalan menyusuri sungai itu. Pada saat pekerjaannya hampir selesai, maka kedua orang itu lewat beberapa langkah dari padanya, berjalan ditepian.
Semula Glagah Putih tidak begitu menghiraukan, la mengira bahwa kedua orang itu adalah orang-orang yang akan mencari ikan dengan jala. Namun demikian kedua orang itu lewat, meskipun dalam keremangan malam, Glagah Putih dapat segera mengenalinya. Dua orang itu adalah dua orang kasar yang hampir saja melemparkannya di tepian Kali Praga.
" Kedua orang itu " desis Glagah Putih. Tetapi tidak ada orang lain yang mendengarnya kecuali dirinya sendiri.
Hampir diluar sadarnya, Glagah Putih telah meletakkan cangkulnya. Dipandanginya kedua orang yang berjalan di tepian itu. Semakin lama menjadi semakin jauh.
" Dimanakah kuda-kuda mereka " bertanya Glagah Putih kepada diri sendiri.
Namun Glagah Putih tidak ingin mengganggu orang itu. Meskipun demikian, ia merasa perlu untuk nanti menyampaikannya kepada Agung Sedayu, bahwa dua orang yang bertemu di Kali Praga itu lewat menyusuri sungai tanpa membawa kuda mereka.
Tetapi Glagah Putih tidak menjadi tergesa-gesa. Ia telah menyelesaikan pekerjaannya dan kemudian mandi di belik diping-gir sungai, baru kemudian bersama-sama dengan pembantu rumah Agung Sedayu itu ia pulang.
" Kau nanti harus membantu aku " berkata Glagah Putih.
" Apa " Apa masih ada kerja yang belum selesai " " bertanya anak itu.
" Memasukkan kuda-kuda ke kandang. " jawab Glagah Putih.
Pembantu dirumah Agung Sedayu itu mengerutkan keningnya. Namun kemudian ia menjawab " Baiklah. Mudah-mudahan kuda-kuda itu sudah dimasukkan kedalam kandang. "
" Oleh siapa " " bertanya Glagah Putih.
" Setiap penunggang masing-masing. " jawab anak muda itu.
" Kita tidak boleh malas " berkata Glagah Putih " semua itu adalah kewajiban kita. Bahkan tentang makanan kuda itu. "
" Aku sudah menyediakan rumput yang barangkali cukup banyak. Sehari ini aku tidak bekerja apa-apa selain menyabit rumput. " berkata anak itu.
Demikianlah, ketika mereka sudah selesai, maka merekapun segera kembali. Sebenarnyalah, ketika mereka sampai dirumah, kuda-kuda yang mereka pergunakan masih berada di halaman.
" Nah, lihat " berkata Glagah Putih ketika mereka memasuki regol halaman. Lalu " bukankah masih ada tugas yang disisakan bagi kita. "
Anak muda itu hanya menarik nafas saja. Tetapi ia tidak menjawab.
Tanpa masuk kedalam rumah lebih dahulu, Glagah Putih langsung menuntun kuda-kuda yang berada dihalaman itu kekandang, dibantu oleh anak yang bekerja dirumah Agung Sedayu itu. Sementara itu Agung Sedayu yang berada didalam rumahnya, menengok sejenak ketika ia mendengar kuda-kuda itu meringkik.
" Minumlah dahulu " berkata Agung Sedayu kepada Glagah Putih.
" Nanti sajalah kakang " jawab Glagah Putih " aku akan menempatkan kuda-kuda ini lebih dahulu. "
Baru setelah kerja itu selesai, Glagah Putih telah berada di ruang dalam bersama dengan yang lain. Dalam kesempatan itu, maka Glagah Putih telah menceriterakan, bahwa ketika ia berada di sungai membuka pliridan, maka ia telah melihat lagi dua orang yang mereka temui di Kali Praga.
Agung Sedayu mengangguk-angguk. Katanya " memang perlu mendapat perhatian. Mereka tentu mempunyai kepentingan di Tanah Perdikan ini, sehingga mereka telah menyusuri sungai itu. Mungkin mereka sekedar melihat-lihat keadaan Tanah Perdikan ini. Tetapi mungkin mereka memang mempunyai maksud yang lain. "
" Apakah aku diperkenankan untuk mengamati mereka " " tiba-tiba saja Glagah Putih bertanya.
" Bukankah kau tidak tahu, kemana saja kedua orang itu pergi " " bertanya Agung Sedayu.
" Aku akan berbicara dengan anak-anak muda di gardu-gardu " berkata Glagah Putih " biarlah mereka mengawasi seluruh Tanah Perdikan. Hanya mengawasi saja. Mereka akan dapat membuat laporan serba sedikit tentang tingkah laku kedua orang itu. "
" Tetapi kedua orang itu tidak berada ditempat-tempat terbuka. Mereka berada disungai dan mungkin ditempat-tempat yang jarang dilalui orang lainnya " berkata Agung Sedayu.
" Biarlah anak-anak muda meronda berkeliling " jawab Glagah Putih.
Agung Sedayu mengangguk-angguk. Lalu katanya " Tetapi makanlah dahulu. Kemudian terserah apa yang baik menurut pendapatmu. "
Glagah Putih mengangguk kecil. Ia memang merasa lapar. Karena itu, maka iapun kemudian pergi ke dapur. Karena agaknya orang-orang lain telah makan lebih dahulu ketika ia sedang berada di sungai untuk membuka pliridan.
Baru setelah makan, maka Glagah Putihpun minta diri untuk menemui anak-anak muda yang ada di gardu-gardu. Glagah Putih menjelaskan apa yang dilihatnya disungai. Tetapi ia berpesan " Jangan bertindak sendiri langsung terhadap orang-orang yang kalian curigai. Memang kalian dapat menyapanya. Tetapi jangan memancing tindak kekerasan. "
" Tetapi bukankah jika perlu kami dapat menangkap orang-orang yang kami curigai akan melakukan perbuatan yang mengganggu keamanan Tanah Perdikan ini" " bertanya salah seorang diantara anak-anak muda yang berada digardu perondan.
" Jika kalian benar-benar merasa curiga. Tetapi aku mempunyai perhitungan khusus terhadap kedua orang ini. Keduanya agaknya memiliki kelebihan. Karena itu, jika mereka kalian anggap perlu menangkap mereka atau bertindak apapun, hubungilah kami. Maksudku aku atau kakang Agung Sedayu. Dalam hal yang gawat, kita harus melaporkan kepada Ki Gede. Tetapi selama kita masih dapat mengatasi satu persoalan, kita akan mencoba mengatasinya. " jawab Glagah Putih.
Anak-anak muda itu mengiakannya, sementara Glagah Putihpun berkata " kita akan memberitahukan kepada gardu-gardu yang lain. Nah, aku minta dua orang diantara kalian pergi ke gardu disebelah Barat jalan bulak itu dan secara beranting menyebarkannya di padukuhan-padukuhan dibelahan Barat. Aku akan pergi kebelahan Timur yang secara beranting pula akan memberitahukan kesetiap padukuhan di belahan Timur. Jangan salah memberikan keterangan, agar langkah kita sejalan pula. "
Demikianlah, maka anak-anak muda itupun lelah memberitahukan tentang kedua orang itu ke gardu terdekat. Dua diantara mereka telah menyampaikannya dengan pesan pula, agar hal itu di sebarkan secara beranting.
" Jangan salah memberikan keterangan " anak anak muda itu berpesan sebagaimana Glagah Putih berpesan " agar langkah kita sejalan pula. "
Malam itu, berita tentang dua orang yang mencurigakan telah didengar oleh setiap gardu. Merekapun telah membagi tugas.
Beberapa orang diantara , mereka akan meronda disekitar padukuhan masing-masing. Mungkin mereka menjumpai sesuatu yang mencurigakan, sehingga mereka akan dapat mencegah hal-hal yang mungkin akan terjadi dan mengganggu ketenangan Tanah Perdikan itu.
Glagah Putih sendiri tidak juga langsung kembali. Ia masih juga berada diantarra anak-anak muda yang sedang meronda. Bahkan iapun telah ikut pula nganglang bersama mereka.
Sampai lewat tengah malam, tidak ada sesuatu yang menarik perhatian. Para peronda tidak menjumpai dua orang seperti yang dikatakan oleh Glagah Putih. Juga mereka yang menyusuri jalan-jalan sepi dan bahkan tanggul-tanggul sungai.
Karena itu, maka anak-anak muda itu mulai menjadi jemu. Mereka tidak lagi berpikir tentang dua orang yang mereka anggap tentu telah meninggalkan Tanah Perdikan Menoreh.
" Hanya orang lewat " berkata salah seorang diantara mereka.
" Tetapi menurut Glagah Putih, keduanya perlu diamati " sahut yang lain " Glagah Putih sendiri melihat kedua orang itu menyusuri sungai. Mungkin mereka memang bermaksud buruk. Mungkin keduanya adalah orang-orang jahat yang berkeliaran di Tanah Perdikan ini. "
" Jika benar keduanya orang jahat, maka keduanya tidak akan sempat berbuat apa-apa. Disetiap gardu di padukuhan-padukuhan terdapat anak-anak muda yang meronda. Kecuali yang memang sedang bertugas, biasanya seperti di gardu ini, beberapa orang anak muda yang sedang tidak bertugaspun berada pula bersama dengan kita jawab anak muda yang pertama.
Kawannya tidak menjawab. Tetapi agaknya memang tidak akan terjadi sesuatu.
Glagah Putih menyadari kejemuan anak-anak muda itu. Tetapi iapun mengerti, bahwa disetiap mulut lorong dipadukuhan-padukuhan terdapat gardu-gardu, sehingga sulit bagi orang-orang jahat untuk melakukan kejahatan di Tanah Perdikan Menoreh. Memang sekali dua kali, terjadi juga kerusuhan-kerusuhan kecil, jika ada orang-orang jahat dari luar Tanah Perdikan yang berhasil menyusup disela-sela kelengahan anak-anak muda di gardu-gardu dan pada saat seorang pemilik rumah tertidur lelap. Tetapi hal itu jarang sekali terjadi. Namun ada juga pencuri yang memiliki kelebihan yang berani melakukannya di Tanah Perdikan. Namun sebagian besar dari mereka yang berani berbuat demikian di Tanah Perdikan telah tertangkap.
Meskipun demikian, Glagah Putih sendiri tidak mau berbuat seperti anak-anak muda itu. Justru ketika anak-anak muda mulai kembali ke gardu mereka masing-masing, Glagah Putih telah berjalan seorang diri menyusuri jalan-jalan kecil. Tetapi seperti juga anak-anak muda yang lain, ia tidak menjumpai kedua orang laki-laki itu.
Tetapi Glagah Putih tidak berhenti. Ia berjalan saja disepan-jang jalan yang menghubungkan padukuhan yang satu dengan padukuhan yang lain, sehingga akhirnya ia memasuki padukuhan terdekat dari barak pasukan khusus Mataram yang ada di Tanah Perdikah Menoreh.
Di mulut lorong Glagah Putih berhenti dimuka gardu peron-dan Ada beberapa orang anak muda berada di gardu itu. Sebagian diantara mereka duduk-duduk dibibir gardu. Dua orang sedang sibuk bermain macanan, sedangkan ada diantara mereka yang telah tertidur nyenyak.
Beberapa orang diantara mereka yang duduk dibibir gardupun segera meloncat turun. Seorang diantara mereka langsung memberikan laporan " Kami tidak menemui scorangpun yang pantas untuk dicurigai Glagah Putih. "
Glagah Putih mengangguk-angguk. Jawabnya " Memang di gardu-gardu lainpun aku mendapat keterangan yang sama. Mungkin kedua orang itu memang tidak berkeliaran di Tanah Perdikan ini. Tetapi malam ini masih belum habis. Mungkin dapat saja terjadi sesuatu menjelang dini hari. Tetapi mungkin juga tidak. "
" Kami masih juga berjaga-jaga " jawab anak-anak muda di gardu itu.
" Bagus " sahut Glagah Putih.
" Tetapi, kau sekarang akan pergi kemana " " bertanya salah seorang diantara anak-anak muda itu.
" Asal saja berjalan. Rasa-rasanya aku tidak lagi dapat tidur disisa malam ini. Karena itu, aku ingin melihat-lihat keadaan Tanah Perdikan ini di malam hari, sebelum menjelang dini hari aku masih harus turun kesungai menutup pliridan. " jawab Glagah Putih.
Anak-anak muda itu tidak bertanya lagi. Namun ketika Glagah Putih akan memasuki padukuhan itu, ia telah mengajak salah seorang diantara anak-anak muda itu untuk ikut bersamanya " Sekedar untuk kawan berbincang-bincang. "
Dengan demikian, maka salah seorang diantara anak-anak muda itu telah menyertai Glagah Putih memasuki padukuhan yang terletak didekat barak pasukan khusus Mataram yang berada di Tanah Perdikan Menoreh.
Padukuhan itu memang nampak sepi. Pintu-pintu regol halaman telah tertutup. Beberapa diantara regol-regol yang tertutup itu diberi lampu minyak yang berkeredipan. Tetapi ada diantara lampu minyak itu yang sudah padam karena kehabisan minyak.
Namun dalam pada itu, langkah Glagah Putih dan seorang kawannya tertegun ketika mereka melihat salah sebuah diantara pintu regol yang berada dihadapan mereka bergerak. Lampu minyak yang redup diluar regol itu memberikan sedikit cahaya, sehingga Glagah Putih dan kawannya dapat melihat gerak pintu regol yang kemudian perlahan-lahan terbuka.
Dengan sigap Glagah Putih menarik kawannya untuk bergeser melekat dinding dalam bayangan yang gelap dari rimbunnya rumpun bambu dipinggir jalan.
Ketika kawannya ingin bertanya, maka Glagah Putih memberikan isyarat agar kawannya itu tetap diam.
Sejenak mereka termangu-mangu. Namun ternyata kemudian mereka melihat pintu itu benar-benar terbuka.
Glagah Putih menjadi tegang ketika dilihatnya dua orang keluar dari pintu regol yang terbuka itu.
Untuk sesaat kedua orang itu masih berbicara dengan orang yang ada didalam regol. Tetapi Glagah Putih tidak begitu jelas mendengar.
Sejenak kemudian, dengan tergesa-gesa orang itu meninggalkan regol yang segera terkatub kembali.
Glagah Putih menjadi berdebar-debar ketika menurut penglihatannya kedua orang itu adalah dua orang yang dilihatnya di tepian sungai itu.
Untunglah bahwa kebetulan sekali orang itu tidak pergi kearah Glagah Putih, tetapi justru kearah lain. Karena itu, maka dengan hati-hati Glagah Putih beringsut. Kepada kawannya ia berdesis " Kau kembali ke gardu. Kau beritahukan kawan-kawanmu. Tetapi jangan berbuat apa-apa selain bersiaga. Baru jika kalian mendengar isyarat, kalian segera dapat bertindak. "
" Kau akan kemana " " bertanya kawannya hampir berbisik.
" Aku akan mencoba mengikutinya. Agaknya kedua orang itulah yang aku maksud. " jawab Glagah Putih perlahan-lahan.
Demikianlah, Glagah Putihpun segera bergerak. Dengan hati-hati ia beringsut untuk mengikuti kedua orang yang berjalan kearah yang berlawanan dari arahnya.
Kedua orang itu ternyata tidak mengikuti jalan padukuhan itu untuk keluar lewat regol diujung yang lain dari arah tempat Glagah Putih memasuki padukuhan itu. Ternyata seperti yang sudah diduga oleh Glagah Putih kedua orang itu tentu akan menempuh jalan yang lain, melalui lorong-lorong sempit, kemudian meloncati pagar-pagar halaman.
Glagah Putih masih mengikuti keduanya dengan sangat berhati-hati. Sekali-sekali ia terpaksa berhenti dan bersembunyi dibalik dinding-dinding halaman atau di belakang gerumbul perdu jika kedua orang itu berhenti dan melihat-lihat keadaan disekelilingnya untuk menemukan jalan keluar dari padukuhan itu.
Namun akhirnya, keduanya sampai juga kedinding padukuhan yang sepi. Tidak ada seorang pengawalpun yang meronda sampai ketempat itu. Karena itu, maka keduanyapun segera meloncat keluar dari pedukuhan itu.
Glagah Putih tidak mau kehilangan keduanya. Iapun segera mengikuti pula, meloncat keluar padukuhan ditempat yang terlindung oleh bayangan pepohonan.
Untuk sesaat Glagah Putih mulai diganggu oleh perasaan ragu-ragu. Ia harus mengikuti kedua orang itu ditempat terbuka. Kedua orang itu menjauhi padukuhan dengan menyusuri pematang yang merentang diantara batang-batang padi yang masih terlalu pendek untuk berlindung jika orang-orang itu berpaling.
Karena itu, maka akhirnya Glagah Putih mengambil keputusan untuk mengikuti orang itu dari jarak yang agak jauh, namun tanpa kehilangan mereka.
Ternyata kedua orang itu berjalan cepat sekali. Mereka meloncati parit, dan justru menyeberangi jalan yang menghubungkan padukuhan itu dengan barak pasukan khusus Mataram di Tanah Perdikan Menoreh.
Glagah Putih masih tetap mengikuti mereka, la tidak mau kehilangan jejak. Iapun mendekati jalan dan siap untuk meloncat dan berlari menyeberang.
Tetapi untuk sesaat ia termangu-mangu. la tidak melihat kedua orang itu lagi. Tiba-tiba saja mereka telah hilang,
" Mungkin mereka berusaha mempercepat langkah mereka, sehingga mereka menjadi terlalu jauh untuk diamati dalam gelap. Tetapi aku pasti, arah mereka adalah arah ini. Agaknya akupun harus mempercepat langkahku. " berkata Glagah Putih didalam hatinya.
Sementara itu, Glagah Putihpun segera berlari untuk berusaha menyusul kedua orang yang diikutinya itu.
Namun tiba-tiba saja, demikian Glagah Putih sampai diseberang jalan, ia terkejut. Ia melihat sesuatu bergerak dipematang. Karena itu, maka iapun segera meloncat dan bersiaga.
Pada saat yang demikian, dua orang telah berdiri dihadap annya. Dua orang yang diikutinya.
" Selamat malam Ki Sanak " berkata salah seorang diantara kedua orang itu " aku sudah merasa, sejak aku keluar dari padukuhan itu, seseorang telah mengikuti aku dan kawanku. Ternyata kau, he " "
Glagah Putih termangu-mangu. Namun kemudian iapun menjawab " Ya. Akulah yang mengikuti kalian berdua. Agaknya kita tidak baru pertama kali bertemu. Aku sudah bertemu dengan kalian di Kali Praga. "
Kedua orang itu mengerutkan keningnya. Kemudian seorang diantara mereka berkata "Ya. Aku ingat. Kau yang berusaha untuk merebut tempat kami di rakit yang membawa kami menyerang. He, agaknya kau masih mendendam ya sehingga kau telah mengikuti kami sampai disini " "
" Ya. " jawab Glagah Putih " tingkah lakumu sangat menyakitkan hati. Kau dorong aku sampai aku hampir jatuh terjerembab. Untung ada ayahku yang mencegahku berbuat sesuatu waktu itu. Namun aku tidak menyerah. Aku cari kalian sampai ketemu di Tanah Perdikan ini. "
" Kau ternyata seorang pendendam " jawab salah seorang dari kedua orang itu " lalu kau mau apa " "
" Aku ingin menangkap kalian dan membawa kalian menghadap Ki Gede. Tingkah laku kalian mencurigakan. Bukan saja kasar dan menyakiti hati, tetapi juga menimbulkan kecurigaan. " jawab Glagah Putih.
Kedua orang itu mengangguk-angguk. Seorang diantara mereka menyahut " Aku mengerti sekarang. Jadi kau mengikuti aku bukan hanya karena kau sakit hati atas perlakuan kami di tepian Kali Praga. Tetapi agaknya kau mencurigai kami. Siapa kau sebenarnya " Anak Ki Gede Menoreh " "
Glagah Putih termangu-mangu sejenak. Namun kemudian katanya " Akulah yang seharusnya bertanya kepada kalian, siapakah kalian sebenarnya " Dan apakah kepentingan kalian di Tanah Perdikan ini he " "
" Pertanyaan yang bodoh. Seharusnya kau tahu bahwa kami tidak akan mengatakan kepentingan kami yang sebenarnya. Jika kami mengatakan sesuatu, itu justru bukan kepentingan kami yang sebenarnya. Tetapi sebaiknya kaulah yang harus berkata tentang dirimu. Siapakah kau dan apakah kedudukanmu di Tanah Perdikan ini, sehingga kau dengan berani telah melakukan satu pekerjaan yang sangat berbahaya. Hanya orang-orang yang berkedudukan penting di Tanah Perdikan ini sajalah yang mau berbuat demikian. " jawab salah seorang dari kedua orang itu.
" Baiklah. Jika demikian biarlah kita tidak saling mengerti siapakah kita masing-masing. Tetapi satu hal yang harus aku lakukan, menangkap kalian dan membawa kalian menghadap Ki Gede karena tingkah laku kalian yang mencurigakan di Tanah Perdikan ini. " berkata Glagah Putih.
" Kau akan menangkap kami berdua " " bertanya seorang dari kedua orang itu.
" Ya, kenapa " " Glagah Putih ganti bertanya.
" Kau terlalu sombong anak muda " jawab orang itu " sebaiknya kau bermimpi diatas pembaringan. Jangan bermimpi disini. "
" Sebagai seseorang yang merasa dirinya berkewajiban, maka aku tidak dapat mengelak untuk melakukannya, meskipun kau menyebut aku sebagai seseorang yang sombong. Karena itu, marilah. Kita tidak usah saling berkeras. Segala sesuatunya akan segera selesai. Jika kalian memang tidak bersalah, maka kalian akan segera dibebaskan.Tetapi jika terdapat tanda-tanda bahwa kalian memang bersalah, maka kalian harus mempertanggung jawabkan kesalahan kalian. " berkata Glagah Putih.
Kedua orang itu saling berpandangan sejenak. Kemudian seorang diantara mereka berkata " Anak muda. Kembalilah kepada ibumu dan tidurlah dengan nyenyak disisa malam yang tinggal sedikit ini. Biarlah aku meneruskan perjalananku._
Glagah Putih menggeretakkan giginya. Jawabnya " Jangan menganggap bahwa kau dapat bebas bertamasya diTanah Perdikan ini tanpa hambatan dimalam begini. Menyerahlah, sebelum aku benar-benar bertindak atas kalian. "
Seorang diantara kedua orang itu menggeram " Jadi kau benar-benar ingin berkelahi " Kau sadar artinya satu perkelahian.
" Ya. Aku sadar sepenuhnya, bahwa dengan perkelahian itu. kalian berdua tidak akan dapat meninggalkan Tanah Perdikan ini. " jawab Glagah Putih.
" Marilah kita bungkam mulut anak itu " desis seorang diantara kedua orang yang kehilangan kesabaran itu.
" Nonton sajalah " jawab yang lain " aku akan memilin lehernya. " Lalu katanya kepada Glagah Putih " jangan menyesal jika aku terpaksa menyakitimu jika kau tetap berniat ingin membawa kami menghadap Ki Gede. "
Glagah Putih melangkah surut untuk mendapat pijakan yang lebih mapan. Ia merasa, bahwa ia tidak dapat memilih jalan lain kecuali dengan kekerasan. Meskipun ia tidak tahu pasti, tingkat kemampuan kedua orang itu, tetapi ia tidak sempat berbuat lain.
" Jadi kalian akan melawan " " bertanya Glagah Putih.
" Pertanyaan yang sama dungunya dengan pertanyaanmu tentang kami berdua " jawab orang yang sudah siap untuk berkelahi melawan Glagah Putih. Bahkan katanya kemudian " Jika aku sudah berani mengemban tugas-tugas seperti ini, maka berarti bahwa aku sudah siap untuk bertempur melawan siapapun juga. Apalagi melawan anak-anak seperti kau. Bahkan melawan Ki Gede sekalipun harus aku lakukan. "
Glagah Putih menggeram. Katanya " Jika demikian kalian benar-benar sudah siap dengan tugas kalian. Marilah, akan kita lihat apakah aku dapat memaksa kalian untuk menghadap Ki Gede atau tidak. " .
Orang yang siap menghadapinya itu tidak menjawab lagi. Tetapi tiba-tiba saja ia sudah meluncur dengan sebuah serangan. Bukan sekedar memancing perkelahian. Tetapi serangan itu benar-benar serangan yang menentukan. Jika serangan itu berhasil mengenai dada lawannya, maka pada permulaannya, perkelahian itu sudah dapat diselesaikannya.
Tetapi Glagah Putih melihat lawannya itu meluncur dengan kaki terjulur. Karena itu, maka dengan sigap iapun telah mengelak selangkah menyamping, sehingga kaki lawannya meluncur sejengkal dihadapan dadanya.
Glagah Putihpun tidak mau bermain-main lagi Demikian tubuh lawannya itu meluncur, maka iapun telah menyerang pula. Tangannya telah terayun menghantam lambung lawannya.
Orang yang menyerang Glagah Putih itu terkejut melihat kesigapan Glagah Putih menghindari serangannya. Bahkan kemudian ia sempat melihat Glagah Putih justru menyerangnya.
Dengan cepat pula orang itu telah menangkis serangan Glagah Putih karena ia tidak sempat lagi untuk mengelak. Demikian kakinya menyentuh tangan, maka iapun segera bersiap dengan kedua sikunya melindungi lambungnya.
Ternyata kemudian telah terjadi satu benturan kekuatan. Serangan-Glagah Putih telah mengenai kedua tangan lawannya yang melindungi sasaran serangannya.
Kedua orang itu dalam tahap-tahap pertama masih belum mengerahkan segenap kemampuan mereka. Namun benturan yang terjadi dengan tiba-tiba itu ternyata telah menimbulkan kesan yang mengejutkan bagi kedua belah pihak.
Glagah Putih merasa bahwa serangannya telah membentur satu kekuatan yang tangguh sehingga ia justru telah tergeser surut. Namun lawannyapun harus beringsut pula karena kekuatan Glagah Putih seolah-olah telah mendorongnya.
Dengan demikian, maka sejenak kemudian kedua orang itu telah bersiap lagi untuk menghadapi benturan kekuatan dan ilmu yang lebih tinggi. Keduanya yang mempunyai kesan bahwa lawan mereka adalah orang yang berbahaya, telah bersiap dan mengerahkan kemampuan mereka lebih besar lagi untuk menghadapi setiap kemungkinan.
Sejenak kemudian keduanya mulai bergerak. Namun lawan Glagah Putih itu tidak berani lagi langsung menyerang. Semula ia mengira bahwa anak Tanah Perdikan itu tidak lebih dari anak-anak muda kebanyakan yang hanya berbekal kesombongan saja. Namun ternyata anak muda yang seorang ini memang memiliki kekuatan.
" Tetapi kekuatannya adalah kekuatan yang mentah. Yang tidak memiliki landasan ilmu yang mapan, sehingga aku akan segera dapat menundukkannya " berkata lawan Glagah Putih didalam hatinya.
Demikianlah, maka lawan Glagah Putih itupun telah mulai lagi dengan serangannya. Tetapi ia menjadi lebih berhati-hati. Ia tidak ingin melakukan kesalahan karena ia menganggap bahwa lawannya masih terlalu kanak-kanak dan tidak mempunyai kemampuan apapun juga.
Glagah Putih melihat perubahan sikap lawannya. Dengan demikian maka iapun menjadi lebih berhati-hati. Ia mengamati setiap gerak lawannya, sehingga Glagah Putihpun mampu memperhitungkan dengan tepat, kapan ia harus menghindari serangan-serangan yang datang kepadanya.
Tetapi semakin lama gerak lawannya itu menjadi semakin " * sehingga kadang-kadang Glagah Putih terkejut, karena yang anaKukan lawannya tidak susuai sebagaimana diperhitungkan.
Glagah Putih telah menempa diri dalam latihan-latihan yang berat. Ia sudah dilatih menghadapi sikap yang tiba-tiba dan diluar perhitungan. Karena itu, ia sudah terbiasa dituntut untuk dengan serta merta mengambil sikap. Ia harus dapat dengan cepat mengatasi satu keadaan yang tidak diduganya.
Karena itu, maka tata gerak keduanyapun menjadi semakin cepat. Baik Glagah Putih maupun lawannya telah meniti tataran yang lebih tinggi dari ilmu mereka masing-masing. Semakin lama semakin tinggi.
Dalam tingkat-tingkat berikutnya, maka lawan Glagah Putih itu menjadi semakin heran. Setiap kali ia meningkatkan ilmunya, maka anak muda dari Tanah Perdikan Menoreh itupun mampu mengimbanginya. Bukan saja kekuatan dan kecepatan gerak, namun kematangan ilmunya menjadi semakin jelas.
" Apakah anak ini anak iblis Randu Alas " geram lawan Glagah Putih didalam hatinya.
Namun Glagah Putih masih mampu mengimbangi setiap langkahnya dengan mapan.
Akhirnya lawan Glagah Putih itu tidak telaten. Dengan garang ia berkata " Anak muda, aku sudah jemu dengan permainan ini. Sekarang menyerah sajalah agar aku sempat memikirkan satu kemungkinan untuk mengampunimu. "
Tetapi orang itu terkejut ketika ia mendengar Glagah Putih justru tertawa. Dengan nada datar ia menjawab " Jangan bergurau Ki Sanak. Kita sudah berhadapan dalam keadaan seperti ini. Apakah kau melihat satu kemungkinan bahwa aku akan menyerah 7_
" Jadi kau tetap berkeras kepala " Apakah kau berpikir bahwa kau akan mampu mengimbangi ilmuku " " bertanya orang itu.
Sekali lagi jawab Glagah Putih mengejutkannya " Ya. Aku berpikir bahwa aku akan dapat mengimbangi ilmumu. Karena itu, maka aku tidak perlu menyerah. "
" Persetan " geram orang itu. Katanya " Jika demikian, aku tidak perlu membuat pertimbangan lain. Tetapi jika kau mengalami nasib yang sangat buruk, itu bukan salahku.
Glagah Putih tidak menjawab. Iapun segera mempersiapkan diri.Ia sadar, bahwa lawannya tentu akan sampai kepuncak ilmunya. Sehingga karena itu, maka ia harus benar-benar berhati-hati, agar ia tidak benar-benar akan dibantai oleh lawannya.
Kesabaran lawannya memang sudah terkorek habis tuntas sampai kedasar. Karena itu, maka iapun tidak lagi berusaha untuk membatasi geraknya. Karena itu, maka serangan-serangan berikutnya adalah serangan-serangan yang membadai dialasi dengan kemampuan puncaknya.
Glagah Putih bergeser surut. Ia terpaksa mengambil jarak untuk menghadapi serangan yang datang beruntun bagaikan deru angin topan.
Tetapi Glagah Putih sudah bersiaga sepenuhnya. Ternyata latihan-latihan yang berat disanggar, dan latihan-latihan yang dilakukan bersama Raden Rangga telah menempanya menjadi seorang anak muda yang memiliki ilmu yang nggegirisi. Meskipun ia belum menguasai ilmu yang diturunkan oleh Kiai Jayaraga sepenuhnya, namun dengan alas ilmu dari jalur perguruan Ki Sadewa, yang dimatangkan dengan latihan-latihan bersama Raden Rangga dan unsur yang telah didapatnya dari gurunya itu, maka Glagah Putih adalah seorang anak muda yang pilih tanding. Pada masa pembaja-an dirinya dibawah bimbingan gurunya, Kiai Jayaraga, maka Glagah Putih ternyata mampu mengimbangi kemampuan lawannya.
Karena itu, maka pertempuran itupun semakin lama menjadi semakin sengit. Seorang diantara keduanya, yaitu orang yang tidak ikut bertempur itu, memperhatikan perkembangan pertempuran itu dengan cermat. Ternyata ia menjadi sangat heran melihat kemampuan anak muda Tanah Perdikan Menoreh itu. Pada saat kawannya sampai kepuncak kemampuannya ternyata anak muda itu masih mampu mengimbangi. Bukan saja kekuatannya, tetapi juga kecepatainya.Bahkansetelah kawannya mengerahkan segala ilmunya, anak muda itu masih juga melawan dengan serunya.
" Iblis manakah yang merasuk kedalam diri anak itu " geram orang yang berdiri diluar arena itu. Hampir-hampir ia tidak pecaya bahwa kawannya masih belum mampu mengalahkan dan menguasai anak muda itu.
Namun adalah satu kenyataan, bahwa anak muda dari Tanah Perdikan Menoreh itu masih mampu bertempur sebagaimana dilakukan oleh kawannya.
Dengan tegang orang itu mengikuti setiap gerak dari kedua orang yang bertempur itu. Semakin lama semakin cepat. Bahkan titik keringat telah mengembun didahinya ketika ia melihat, bahwa serbuan anak muda itu yang kemudian terdesak, tetapi justru kawan nya. " Mana mungkin " desis orang itu.
Karena itu, iapun masih menunggu beberapa saat. Ia masih ingin meyakinkan, apakah penglihatannya itu bukan sekedar penglihatan yang kabur.
Sementara itu, Glagah Putih yang menyadari bahwa lawannya telah mengerahkan segenap kemampuannya, telah menanggapinya pula dengan tingkat ilmunya yang tertinggi. Ia adalah murid Kiai Jayaraga. Karena itu, maka ilmunyapun telah menggetarkan lawannya yang salah menilainya.
Namun Glagah Putih yang menyadari, bahwa lawannya telah melepaskan segenap kemampuan tanpa kendali sehingga lawannya itu agaknya memang benar-benar ingin melumatkannya, telah menjadi marah pula. Meskipun ia tidak ingin membunuh lawannya, karena agaknya masih diperlukan keterangan dari mulutnya, tetapi Glagah Putih tidak pula ingin dirinyalah yang terbunuh. Karena itu, maka dalam keadaan yang terjepit, maka ia telah melepaskan kendali ilmunya pula.
Dengan demikian, maka ternyata bahwa kemampuan Glagah Putih mampu mengatasi ilmu lawannya. Beberapa saat kemudian, lawannya itupun mulai terdesak. Serangan-serangan lawannya tidak mampu mengenai sasarannya, bahkan justru serangan Glagah Putihlah yang telah menyentuh tubuh lawannya itu, sehingga sekali-sekali lawannya telah meloncat surut mengambil jarak.
Sementara itu, jika terjadi benturan-benturan, maka lawan Glagah Putih itulah yang terdorong satu dua langkah surut, sementara Glagah Putih tetap berdiri tegak ditempatnya.
Semakin lama perbedaan kemampuan diantara kedua orang itu menjadi semakin nampak. Glagah Putih semakin mendesak lawannya yang berloncatan menghindar.
" Anak ini benar-benar anak iblis " geram lawannya didalam hatinya. Tetapi ia benar-benar tidak mampu mengatasinya, apalagi mengalahkannya.
Kecepatan gerak Glagah Putih membuatnya bagaikan bayangan yang tidak tersentuh tangan. Bayangan itu rasa-rasanya terbang mengitarinya dan sekali-sekali mematuk dengan dahsyatnya, sehingga tubuh lawannya itu bagaikan menjadi memar.
Dalam keadaan yang sulit itu, maka orang yang berdiri diluar arena dan memperhatikan pertempuran itu tidak dapat tinggal diam. Keheranannya telah memuncak melihat kenyataan itu. Tetapi ia tidak dapat sekedar berdiri keheranan. Ia harus berbuat sesuatu.
Karena itu, maka ketika kawannya itu terdorong oleh serangan
Glagah Putih sehingga hampir saja jatuh tertelentang, maka iapun telah melangkah maju.
" Anakmuda " berkata orang itu " ternyata kau memiliki kemampuan diluar dugaan kami. Ternyata kau memiliki ilmu yang jarang ditemui pada anak-anak muda sebayamu. Namun itu merupakan satu kenyataan. Meskipun demikian, ketahuilah, bahwa kami, baik berdua maupun seorang-seorang tidak akan membiarkan diri kami kau tangkap hidup maupun mati. Karena itu, maka aku tidak akan dapat tinggal diam melihat satu kenyataan, bahwa kawanku telah terdesak oleh ilmumu yang luar biasa. "
Glagah Putih berdiri termangu-mangu. Ia sadar, bahwa sejenak kemudian ia harus melawan kedua orang itu bersama-sama. Karena itu, maka iapun harus mempersiapkan diri sebaik-baiknya. Ia tidak tahu, apakah yang seorang itu mempunyai ilmu yang sama dengan kawannya atau justru lebih tinggi.
Tetapi ada sepercik kebanggaan didada Glagah Putih, bahwa ia sempat mencoba ilmunya didunia pengembaraan ulah kanuragan. Bahwa ia sempat bertemu dengan dua orang berilmu tinggi di Tanah Perdikan dan berkesempatan pula menjajagi ilmunya dihadapkan kepada ilmu kedua orang itu.
Dalam pada itu, lawannya yang hampir saja terjatuh itu telah bersiap pula. Katanya " Anak muda, kau memang luar biasa. Tetapi sayang bahwa hidupmu akan berakhir malam ini. Ilmu yang kau pelajari dengan segenap kekuatan dan waktu yang ada padamu itu, akan lenyap bersama terbaringnya tubuhmu ditempat ini. Kematianmu tentu akan ditangisi oleh seisi Tanah Perdikan ini, karena agaknya kau adalah harapan masa depan dari padanya. "
" Kalian akan maju berdua " " bertanya Glagah Putih.
" Ya " jawab lawannya yang hampir saja terjatuh itu " kami bukan kesatria yang berpegang pada harga diri. Tetapi kami berpegang kepada pelaksanaan tugas kami, apapun yang harus kami lakukan. Karena itu, kami akan bertempur berdua dan kami bersama-sama akan membunuhmu, agar kau tidak akan dapat berceritera kepada siapapun juga tentang dua orang yang berkeliaran di Tanah Perdikan ini. Kau mengerti " "
" Aku mengerti maksudmu " jawab Glagah Putih " tetapi
kalian tidak akan dapat melakukannya. Karena itu menyerah sajalah. Kalian akan aku bawa menghadap Ki Gede. Aku sama sekali tidak akan mengancam untuk membunuh kalian, sebagaimana kau lakukan atasku. "
Bagaimanapun juga, kata-kata itu merupakan penghinaan bagi kedua orang itu. Karena itu, maka orang yang masih belum bertempur itu berkata " Mungkin karena kami telah berniat untuk bertempur berpasangan, maka kau menganggap martabat kami terlalu rendah. Tetapi ketahuilah anak muda, seperti sudah aku katakan, kami bukan orang-orang yang menengadahkan dada sambil menyebut diri kami kesatria atau laki-laki jantan. Namun demikian, daripada kami harus menyerah, lebih baik kami membunuhmu saja. "
Glagah Putih pun menyadari, bahwa ia memang harus bertempur melawan kedua orang itu. Karena itu, maka iapun segera mempersiapkan diri untuk menghadapi keduanya.
" Baiklah " berkata Glagah Putih kemudian " aku sudah si ap. Aku yang akan mati disini, atau kalian yang akan aku ikat de ngan sulur yang tersangkut dipepohonan itu, untuk aku bawa menghadap Ki Gede di Menoreh. "
Telinga kedua orang itu bagaikan terbakar mendengar kata-ka ta Glagah Putih itu. Karena itu, maka orang yang masih belum bertempur itupun tiba-tiba sajatelah bergeser mendekat, sementara yang lain bergeser pula kearah yang lain. Dari dua arah yang berbe da kedau orang itu sudah siap untuk menyerang Glagah Putih.
Glagah Putih termangu-mangu sejenak. Namun dengan cer mat ia telah membuat perhitungan. Karena itu, maka ialah yang kemudian justru mendahului menyerang lawannya dengan sepenuh kekuatannya.
Serangan Glagah Putih datang begitu cepatnya tanpa diduga Karena itu, maka lawannya tidak sempat mengelak. Dengan serta merta orang itu telah menyilangkan tangannya didadanya, sementa ra kaki Glagah Putih meluncur dengan derasnya.
Sejenak kemudian telah terjadi benturan yang sangat keras antara kekuatan Glagah Putih yang dihentakkan, melawan kekua tan lawannya yang berusaha untuk bertahan.
Kaki Glagah Putih memang merasa bagaikan membentuk tanggul batu yang kuat. Karena itu, ia justru terdorong selangkah surut. Namun dalam pada itu, maka lawannya merasa seakan-akan dadanya yang dilambari tangannya yang bersilang itu telah didera oleh seonggok Gunung Anakan.
Karena itu, maka orang itu telah terlempar beberapa langkah dan jatuh terguling ditanah.
Namun dalam padaitu, demikian Glagah Putih tegak diatas kedua kakinyamaka serangan yang dahsyat telah datang dari arah yang berbeda. Demikian cepatnya sebagaimana dilakukan oleh Glagah Putih sendiri.
Glagah Putih belum siap untuk membentur kekuatan itu. Sementara itu iapun baru saja tegak berdiri. Karena itu, maka iapun justru telah menjatuhkan badannya dan berguling beberapa kali menjauhi lawannya. Tetapi lawannya tidak melepaskannya. Demikian Glagah Putih melenting berdiri, maka seorangpun telah menyesulpula.
Glagah Putih benar-benar tidak sempat berbuat sesuatu. Karena itu, maka >ia hanya dapat sedikit merendah dan berusaha melindungi lambungnya yang menjadi sasaran serangan itu dengan sikunya.
Karena itu, demikian serangan itu mengenai sikunya, maka iapun telah terdorong jatuh.
Tetapi Glagah Putih tidak mau diinjak oleh lawannya. Karena itu maka iapun dengan cepat telah berguling pula mengambil jarak, sementara lawannya baru memperbaiki keseimbangannya yang terguncang justru karena serangannya membentur siku Glagah Putih.
Karena itu, maka agaknya Glagah Putih telah mendapat kesempatan untuk berdiri tegak, meskipun sementara itu, lawannya yang lainpun telah melenting berdiri pula.
Dengan demikian, maka kembali Glagah Putih menghadapi dua orang lawan. Namun Glagah Putihlah yang kemudian tidak mau memberi kesempatan lawannya mengatur arah. Dengan serta merta, maka ialah yang kemudian mulai menyerang.
Sekali lagi pertempuranpun telah menyala dengan dahsyatnya Glagah Putih yang sudah beberapa lama menempa diri baik dibawah asuhan Agung Sedayu maupun dibawah bimbingan gurunya Kiai Jayaraga, ternyata memang memiliki ilmu yang membuat kedua orang lawannya berdebar-debar.
Tetapi kedua orang yang mendapat kepercayaan untuk melakukan tugas yang bersifat rahasia itupun bukan orang kebanyakan. Mereka telah dipilih diantara beberapa orang kawan-kawannya, sehingga karena itu, maka keduanya bersama-sama merupakan lawan yang sangat berat bagi Glagah Putih.
Glagah Putih yang mampu mengatasi lawannya ketika lawannya itu bertempur seorang diri, ternyata mengalami tekanan-tekanan yang sangat berat ketika ia harus melawan keduanya bersama-sama.
Tetapi Glagah Putih telah bertekad untuk menangkap keduanya sehingga karena itu, maka dikerahkannya segenap kemampuannya untuk mengatasi kesulitan-kesulitan yang kemudian timbul didalam perkelahian itu.
Meskipun Glagah Putih bergerak dengan kecepatan yang mengagumkan, namun kedua lawannya yang kadang-kadang berada diarah yang berbeda itu, sekali-sekali telah mendapat kesempatan untuk menyerang dan mengenai tubuh Glagah Putih. Sementara itu, Glagah Putihpun kadang-kadang mendapat kesempatan pula untuk mengenai salah seorang diantara kedua lawannya, namun ternyata bahwa jumlah serangan kedua lawannya yang mengenainya menjadi lebih banyak dari serangan-serangannya yang berhasil.
Dengan demikian, maka beberapa kali Glagah Putih mulai terdesak.
Meskipun demikian, beberapa kali pula Glagah Putih mampu memperbaiki keadaannya.Sehingga dengan demikian maka ia ber , hasil mencapai keseimbangan pertempuran itu lagi.
Tetapi bagaimanapun juga, ternyata kedua orang itu bersama-sama memiliki kelebihan dari Glagah Putih seorang diri. Bahkan kadang-kadang Glagah Putih yang telah mengerahkan segenap kemampuannya itu bagaikan kehilangan arah perlawanannya. Kedua lawannya rasa-rasanya telah berputaran disekitarnya dengan kecepatan yang sangat tinggi.
Namun daya tahan tubuh Glagah Putih memang mengagumkan. Dalam keadaan yang semakin terdesak, Glagah Putih masih sempat melawan dengan garangnya. Ia masih mampu bergerak cepat, menyerang dan menghindari serangan dengan sekali-sekali menyeringai menahan sakit karena serangan lawan-lawannya yang mengenainya. Sekali dipunggung, sekali dilengan, dan bahkan serangan lawannya itu telah menyentuh dadanya pula.
Tetapi dengan segenap kemampuan daya tahannya, Glagah Putih seakan-akan mampu meniadakan rasa sakit itu. Sehingga ia masih mampu bertempur dengan sengitnya.
Kedua orang itupun tidak telaten lagi. Apalagi ketika mereka melihat langit menjadi semakin cerah. Cahaya fajar mulai nampak kemerah-merahan.
" Anak setan ini harus segera di hentikan " geram salah seorang dari kedua orang itu.
Kawannya mengeram. Katanya " Kita selesaikan saja sekali
Yang lain tidak menjawab. Tetapi ia benar-benar ingin menyelesaikan anak muda itu. Karena itu, maka tiba-tiba saja seorang diantara mereka telah mencabut sebilah pisau belati dari bawah bajunya. Tetapi ternyata bahwa kawannyapun telah melakukan hal yang sama. Iapun telah mencabut pisaunya pula.
Glagah Putih termangu-mangu sejenak. Kedua orang itu justru telah bersenjata. Karena itu, ia harus semakin berhati-hati. Apalagi nampaknya kedua orang itu benar-benar ingin membunuhnya.
Sejenak kemudian pertempuranpun telah menjadi semakin sengit. Glagah Putih yang semakin berhati-hati telah berusaha untuk bertempur pada jarak yang agak jauh. Dengan loncatan-loncatan panjang Glagah Putih menghindari serangan-serangan lawannya. Kedua pisau ditangan dua orang lawannya itu seakan-akan telah berubah menjadi berpuluh-puluh ujung pisau yang memburunya kemana ia pergi, kemana kakinya meloncat dan kemana saja ia menghindar. Sehingga akhirnya ujung-ujung pisau itu mulai menyentuhnya.
Terasa goresan-goresan itu betapa sakitnya. Keringatnya yang mulai membasahi lukanya, terasa membuat luka itu semakin pedih.
Namun Glagah Putih tidak menyerah. Ia telah bertempur dengan segenap kemampuannya dilambari dengan daya tahannya yang sangat tinggi. Bahkan setelah kulitnya digoresi oleh luka-luka, Glagah Putih masih mampu meloncat-loncat dengan tangkasnya.
Kedua orang lawannya justru merasa semakin marah dan semakin bernafsu untuk menyelesaikan pertempuran itu dengan cepat. Dengan menghentak-hentakkan kemampuannya, keduanya berusaha untuk segera melumpuhkan anak muda yang sangat menjengkelkannya itu.
Satu-satunya kelebihan Glagah Putih adalah justru daya tahannya. Karena itu, maka ia dengan perhitungan nalarnya ingin mempergunakan kelebihannya itu. Dengan cepat telah berloncatan. Sekali menjauh, namun tiba-tiba saja ia telah meloncat menyerang. Sehingga dengan demikian, kedua lawannya itu selalu memburunya dengan pisau yang terayun-ayun.
Namun semakin lama semakin ternyata, bahwa kedua orang itu telah terganggu oleh kemampuan tenaganya yang mulai susut. Nafas mereka mulai mengalir semakin cepat berdesakkan dilubang hidung. Dengan loncatan-loncatan panjang Glagah Putih berhasil memancing kedua orang itu mengerahkan segenap tenaganya, bukan saja untuk bertempur, tetapi juga untuk berloncat-loncatan kian kemari dengan langkah-langkah panjang.
Tetapi bagaimanapun juga, jika Glagah Putih tidak berusaha menghindar dari pertempuran itu, maka ia tidak akan dapat bertahan sampai matahari naik.
Delapan Sabda Dewa 3 Wiro Sableng 148 Dadu Setan Kisah Membunuh Naga 4
^