Pencarian

Api Di Bukit Menoreh 19

08 Api Di Bukit Menoreh Karya Sh Mintardja Bagian 19


" Waktu kita tinggal sedikit " berkata salah seorang dari kedua orang itu " agaknya anak itu memanfaatkan kecepatan geraknya untuk memperpanjang waktu. Kita harus mempergunakan perhitungan sebagaimana dilakukannya. Kita akan mengambil jarak dan dengan demikian, kita akan menghadapinya dariduaarah yang berlawanan. "
Sebenarnyalah kedua orang itu telah berpencar. Mereka berusaha untuk menghadapi Glagah Putih dari arah yang lain. Dengan demikian maka mereka berharap akan dapat menyelesaikan pertempuran itu dengan lebih cepat.
Glagah Putihpun menyadari. Sikap kedua orang itu telah membuatnya berdebar-debar. Namun baginya, sawah itu cukup luas untuk bermain kejar-kejar. Anak muda itu yakin, bahwa ia dapat berlari lebih cepat dari keduanya. Dan Glagah Putihpun yakin, bahwa ia memiliki daya tahan yang lebih besar dari keduanya, sehingga dengan demikian Glagah Putih telah mempergunakan cara tersendiri untuk melawan mereka.
Kedua lawannya menjadi semakin cemas melihat cara Glagah Putih bertempur. Ia lebih banyak berloncatan menghindar daripada bertempur berhadapan. Namun tiba-tiba saja anak muda itu telah menerjang salah seorang diantara kedua orang lawannya itu, orang yang paling dekat daripadanya.
" Kau curang anak muda " geram salah seorang dari kedua orang itu " aku tidak mengira, bahwa aku akan berhadapan dengan seorang anak muda Tanah Perdikan Menoreh yang bertempur dengan cara seekor ayam jantan bergodoh putih. Berlari-lari kemudian kembali memasuki arena. Satu cara yang licik dan memalukan.
" Mungkin caraku tidak kau sukai Ki Sanak " jawab Glagah Putih " tetapi akupun tidak senang melihat seorang laki laki bertempur berpasangan. "
" Sudah beberapa kali aku katakan. Aku mempunyai tugas yang penting. Bukan sekedar ingin disebut laki-laki " jawab salah seorang dari keduanya.
" Bagaimana jika aku menjawab dengan jawaban yang sama " Aku ingin menangkap kalian jika kalian telah kehabisan nafas. Aku tidak sekedar ingin disebut laki-laki atau disebut kesatria dari Tanah Perdikan Menoreh. " jawab Glagah Putih.
" Persetan " geram salah seorang dari kedua lawan Glagah Putih " aku bunuh kau. "
Glagah Putih telah bersiaga. Ia sudah siap bertempur dengan caranya untuk waktu yang panjang. Ia harus memancing, agar kedua lawannya bertempur dengan jarak, sehingga keduanya lebih banyak memeras tenaga. Jika keduanya menjadi kelelahan, maka keduanya akan dapat dikalahkannya.
Tetapi ternyata keduanyapun kemudian telah mengambil cara yang sangat mengecewakan Glagah Putih.
Sesaat Glagah Putih melihat kedua orang lawannya itu saling berbicara. Namun Glagah Putih tidak mendengar apa yang telah mereka bicarakan.
Sebenarnyalah kedua orang itu telah mengambil satu ke putusan untuk menyelesaikan pertempuran. Keduanya merasa bahwa keduanya tidak akan dapat membunuh Glagah Putih yang sudah terluka itu, karana Glagah Putih bertempur dengan memperhitungkan jarak.
Apalagi kedua orang itu menduga, bahwa Glagah Putih telah memancing mereka untuk mendekati sebuah padepokan.
" Kita tidak boleh terjebak. Jika kita mendekati padepokan dan padepokan itu dapat dicapai dengan suara teriakkannya, mungkin ia akan sempat memanggil beberapa orang peronda sehingga kita akan dikeroyok beramai-ramai oleh para pengawal Tanah Perdikan ini. " berkata salah seorang diantara mereka " karena itu kita harus segera menghindar saja dari tempat ini. "
Kawannyapun tidak dapat mengingkari kenyataan bahwa terlalu sulit bagi keduanya untuk membunuh anak muda yang memiliki daya tahan yang luar biasa itu. Meskipun tubuhnya sudah terluka, tetapi seakan-akan ia masih juga memiliki tenaga segarnya.
Demikianlah, maka sejenak kemudian kedua orang itu tidak lagi bersiap-siap untuk bertempur. Merekapun kemudian bersikap lain sama sekali. Bahkan tiba-tiba saja seorang diantara mereka berkata " Baiklah. Kau kami ampuni kali ini. "
" Persetan " geram Glagah Putih " kalian mau kemana "
" Apakah kau kira aku akan tinggal di Tanah Perdikan ini " " bertanya orang itu.
Glagah Putih termangu-mangu sejenak. Namun iapun segera melihat kedua orang itu bersiap-siap untuk pergi.
" Gila " geram Glagah Putih " kalian akan meninggalkan arena " "
" Buat apa aku bertempur melawan seorang anak muda yang licik seperti kau " jawab salah seorang diantara keduanya.
" Bukankah kau juga licik " sahut Glagah Putih.
" Jika demikian, biarlah kami pergi. Tetapi ingat, bahwa kaupun tidak akan dapat mencegah, aku. Kau tidak akan dapat melawan kami berdua. Satu-satu kami memang mengakui bahwa kami sulit untuk mengimbangi kemampuanmu. Karena itu, kau berusaha untuk melepaskan kesatuan kami dengan loncatan-loncatan panjangmu dan kemudian kau berusaha menyerang salah seorang dari kami. Tetapi dalam perjalanan pergi, kau tidak akan dapat berbuat demikian atas kami. " jawab orang itu.
Glagah Putih berdiri tegak dengan tegangnya, la mengerti sebagaimana kedua orang itu, bahwa ia tidak akan dapat berbuat banyak atas kedua orang yang pergi itu. Ia tidak akan dapat menyerang keduanya selama keduanya akan sempat bertahan bersama-sama. Apalagi keduanya masih tetap memegang pisaubelati mereka dit angan.
Glagah Putih itu termangu-mangu ketika ia melihat kedua orang itu melangkah menjauh. Mereka telah memilih jalan yang jauh dari padukuhan. Semakin lama semakin cepat. Mereka berharap, bahwa sebelum matahari terbit, mereka harus sudah berada diluar Tanah Perdikan Menoreh.
Glagah Putih melangkah maju beberapa langkah. Ia berpikir untuk beberapa saat, apakah yang sebaiknya dilakukan. Jika ia mengikuti kedua orang itu, maka keduanya akan segera keluar dari Tanah Perdikan. Tetapi jika ia pergi kepadukuhan terdekat untuk membunyikan isyarat, maka iapun akan terlambat.
Dalam keragu-raguan itu, tiba-tiba saja Glagah Putih teringat bahwa kedua orang itu telah keluar dari sebuah regol halaman rumah dipadukuhan sebelah. Karena itu, maka perhatiannyapun segera beralih kepada orang itu. Jika ia terpaksa tidak dapat menangkap kedua orang yang menyingkir itu, maka ia akan dapat menghubungi orang yang tinggal dipadukuhan terdekat.
Sebenarnyalah Glagah Putih memilih cara kedua. Ia tidak akan dapat berbuat apa-apa atas kedua orang yang tentu akan keluar dari Tanah Perdikan dengan memilih jalan yang tidak akan dijumpai oleh orang lain. Menyusuri galengan dan bahkan agaknya keduanya akan segera memasuki hutan perdu yang membatasi bagian tepi Tanah Perdikan Menoreh dengan sebuah hutan yang membujur panjang, meskipun tidak begitu tebal.
Dengan demikian maka Glagah Putih tidak mengejar kedua orang itu. Ia menyadari bahwa ia tidak akan dapat berbuat apa-apa atas keduanya sehingga jika ia mengikuti keduanya, maka usaha yang dilakukan itu adalah usaha yang sia-sia saja.
Karena itu, dengan tergesa-gesa Glagah Putih justru telah meninggalkan tempat itu dan kembali kepadukuhan. Ia harus segera bertemu dengan orang yang telah menjadi tempat kedua orang itu singgah.
Kedua orang yang meninggalkan Glagah Putih itu merasa lega ketika mereka tidak melihat anak muda itu mengikutinya. Mereka-pun kemudian memang menuju ke padang perdu untuk menghilangkan segala jejak. Namun satu hal yang tidak mereka sadari, bahwa anak muda dari Tanah Perdikan Menoreh itu tidak mengikutinya sejak mereka keluar dari padukuhan sebelah, tetapi justru sejak mereka keluar dari regol halaman rumah di padukuhan itu. Sehingga dengan demikian mereka tidak menduga sama sekali bahwa Glagah Putih telah mengambil langkah lain yang lebih berarti daripada mengikuti mereka berdua.
Dalam perjalanan kembali Glagah Putih justru telah melupakan luka-luka ditubuhnya. Ia tidak menghiraukan goresan-goresan yang telah menitikkan darah, sehingga pakaiannyapun telah terkena oleh darah pula.
Ketika Glagah Putih memasuki regol halaman rumah yang dikenalinya sebagai tempat kedua orang itu singgah bersama dua orang peronda, langit benar-benar telah menjadi terang. Sebentar lagi matahari akan segera terbit dan haripun akan menjadi pagi.
Kedatangan Glagah Putih dalam keadaan yang demikian itu memang sangat mengejutkan.
Pemilik rumah itu dengan jantung yang berdebar-debar mempersilahkan Glagah Putih naik kependapa rumahnya yang tidak begitu besar.
" Apakah kau terlambat bangun" " bertanya Glagah Putih kepada pemilik rumah itu.
" Tidak. Kenapa" " orang itu justru ganti bertanya.
" Kau kesiangan menyapu halaman " jawab Glagah Putih.
" Tidak kesiangan. Setiap hari aku melakukan pada saat yang begini " orang itu menjelaskan.
Glagah Putih menarik nafas dalam-dalam. Katanya kepada kedua peronda yang datang bersamanya " Duduklah sebentar disini. Aku akan menumpang ke pakiwan untuk membenahi pakaianku yang barangkali kotor . "
" Kotor dan koyak-koyak, bahkan dibeberapa tempat membekas darah " berkata seorang diantara para peronda itu.
" Tetapi darah itu sudah mengering. Luka-lukaku tidak berdarah lagi " jawab Glagah Putih. Lalu katanya kepada pemilik rumah itu " maaf, apakah aku boleh menumpang kepakiwan. "
" Marilah, silahkan " jawab pemilik rumah itu " yang kemudian mengantarkan Glagah Putih pergi ke pakiwan.
Namun sebenarnyalah hati pemilik rumah itu dicengkam oleh kegelisahan. Demikian ia mempersilahkan Glagah Putih masuk ke pakiwan, maka iapun bermaksud untuk meninggalkan rumahnya lewat regol butulan.
Tetapi ketika ia dengan diam-diam melangkah ke regol butulan, seorang diantara kawan Glagah Putih itu telah menyapanya " He, kau akan pergi ke mana" "
Orang itu terkejut. Ketika ia berpaling dilihatnya orang yang menyapanya itu berdiri sambil bersilang tangan didada.
" O, tidak kemana-mana " jawab pemilik rumah itu tergagap.
Peronda yang datang bersama Glagah Putih itu melangkah maju. Sambil memandang buah jambu air yang bergayutan didahan-dahannya ia berkata " Pohon jambu airmu ternyata sangat lebat buahnya. "
" O, ya. Apakah kau ingin memetiknya" " bertanya orang itu dengan serta merta.
" Tidak sekarang " jawab peronda itu " masih terlalu pagi. Nanti setelah lewat tengah hari. "
" O " orang itu menjadi semakin gelisah. Lewat tengah hari. Apakah ia akan berada dirumahnya sampai lewat tengah hari"
Sejenak kemudian, maka Glagah Putihpun telah selesai membenahi pakaiannya. Tetapi yang terkoyak tetap juga terkoyak, sedangkan yang membekas darah menjadi kehitam-hitaman.
Tetapi luka-luka ditubuh Glagah Putih yang tidak terlalu dalam oleh goresan-goresan pisau belati lawannya telah menjadi pampat dengan sendirinya.
Ketika Glagah Putih keluar dari pakiwan, maka dilihatnya pemilik rumah dan seorang kawannya berada dibawah pohon jambu air. Karena itu maka merekapun kemudian bersama-sama pergi kembali ke pendapa.
Setelah mereka duduk sejenak, maka pemilik rumah itu berkata " Silahkan duduk sebentar. Aku akan mengatakannya kepada isteriku, bahwa dipendapa, ada tamu, agar ia dapat menyiapkan minuman panas. "
" Terima kasih " jawab peronda yang melihat pemilik rumah itu pergi ke regol butulan " kami sudah minum di gardu tadi.
Pemilik rumah itu menarik nafas dalam-dalam. Sementara Glagah Putihpun berkata pula " Kami tidak akan terlalu lama berada disini. Kami hanya ingin mengajakmu pergi ke rumah Ki Gede. "
" Aku" " orang itu menjadi pucat " kenapa" Apakah aku melakukan kesalahan" "
" Tidak. Kau tidak melakukan kesalahan apapun juga. Tetapi sebaiknya kau pergi menghadap. Kita akan singgah sebentar mengajak kakang Agung Sedayu bersama kita. " berkata Glagah Putih.
" Ya, tetapi kenapa" " orang itu menjadi gemetar. Namun tiba-tiba saja ia tidak dapat menahan diri, katanya " apakah hal ini ada hubungannya dengan kedatangan kakang semalam" "
Glagah Putih mengerutkan keningnya. Lalu jawabnya " Ya. Tetapi kakang siapa" Apakah orang-orang itu masih sanak kadang-mu" "
" Kedua orang itu adalah orang-orang yang pernah dikenal oleh isteriku ketika ia belum ikut aku sebagai suaminya disini. Istriku berasal dari Kepandak. Keduanya memang masih mempunyai sangkut paut dengan isteriku. Mereka berasal dari Kepandak juga. Tetapi keduanya telah merantau sampai kemana-mana. " jawab orang itu.
" Dan keduanya telah datang kerumah ini semalam " berkata Glagah Putih.
" Ya. Keduanya telah datang kerumah ini " pemilik rumah itu mengulang.
" Apa yang dikatakannya" " desak Glagah Putih.
" Menurut keterangan mereka, mereka mendapat pesan dari paman isteriku di Kepandak, agar isteriku menengoknya. Paman sedang sakit. " jawab pemilik rumah itu.
Glagah Putih mengerutkan keningnya. Tetapi ia tidak yakin akan kebenaran jawaban orang itu. Tetapi Glagah Putih merasa bahwa ia tidak berhak memeriksa orang itu. Karena itu, maka katanya " Marilah. Sebaiknya kita menghadap Ki Gede. Kedatangan kedua orang itu sangat mencurigakan. "
" Kenapa mencurigakan" Apakah karena mereka datang pada malam hari " " bertanya pemilik rumah itu.
" Ya. Apalagi mereka tidak mengambil jalan yang sewajarnya. Mereka telah menelusuri tepian sungai. Bukankah itu mencurigakan. Mungkin sikap mereka tidak ada hubungannya dengan kalian dirumah ini. Tetapi sebaiknya kita pergi ke Ki Gede Menoreh. Aku tidak tahu, apa yang akan dilakukan oleh Ki Gede atas persoalan ini. Tetapi segala sesuatunya, biarlah Ki Gede yang mengambil keputusan. " berkata Glagah Putih.
Pemilik rumah itu menjadi semakin cemas. Tetapi ia tidak dapat berbuat apa-apa. Ia tidak akan dapat mengelak lagi. Tiga orang berada dipendapa itu. Jika ia berkeberatan, ketiga orang itu akan dapat memaksanya.
Beberapa saat pemilik rumah itu termangu-mangu Dipandanginya Glagah Putih dan kedua orang kawannya berganti-ganti. Ia mengenal ketiga anak-anak muda itu sebagai anak-anak muda Tanah Perdikan Menoreh.
Tetapi agaknya ia memang tidak mempunyai kesempatan lagi untuk mengelak. Karena itu, maka katanya -Baiklah. Jika aku memang harus menghadap. Tetapi biar lah aku minta diri kepada isteriku, dan, memberitahukan bahwa kedua orang yang masih mempunyai sangkut-paut
dengan isteriku itu telah menyebabkan aku dicurigai oleh para pengawal Tanah Perdikan. "
" Panggil saja isterimu dari sini " jawab salah seorang dari kedua orang kawan Glagah Putih itu.
Pemilik rumah itu memang sudah tersudut dan tidak akan dapat berbuat lain. Karena itu, maka dipanggilnya isterinya untuk keluar dari ruang dalam ke pendapa.
" Aku akan pergi sebentar Nyi. " berkata pemilik rumah itu.
" Kemana " " bertanya isterinya.
" Ke rumah Ki Gede " jawab suaminya.
" Untuk apa sepagi ini " " bertanya isterinya heran.
, " Ada sedikit perlu Nyi " yang menjawab adalah salah seorang dari kedua peronda yang datang bersama Glagah Putih.
Tetapi agaknya pemilik rumah itu memang ingin mengatakan kepada isterinya, bahwa kedua orang itulah yang menyebabkan ia dibawa. Karena itu maka katanya " Mereka melihat kakang berdua datang kerumah ini. Mereka menjadi curiga dan karena itu, maka aku harus menghadap Ki Gede. "
" O " wajah isterinya menjadi tegang " tetapi, apakah dengan demikian kau akan dihukum " "
" Terserah kepada Ki Gede " jawab orang itu " tetapi aku memang harus berterus-terang. Aku tidak akan dapat ingkar lagi. "
Isterinya terdiam sejenak. Namun kemudian dari kedua matanya telah meleleh air mata. Katanya " Mereka datang atas kehendak mereka sendiri. "
" Semuanya terserah kepada Ki Gede. Mudah-mudahan Ki Gede mengambil keputusan yang lunak, karena memang tidak terjadi sesuatu dengan suamimu dalam hubungannya dengan kedua orang itu. " jawab Glagah Putih.
Perempuan itu tidak menjawab. Tetapi kecemasan yang sangat membayang dimatanya.
" Jangan cemas " berkata Glagah Putih kemudian " Ki Gede akan melakukan apa yang baik dilakukan. Bukan hanya untuk kepentingannya sendiri, tetapi untuk kepentingan kita semuanya. "
Perempuan itu hanya mengangguk saja, sementara itu, suaminyapun telah pergi bersama sama dengan Glagah putih dan dua orang peronda yang datang bersama Glagah Putih.
Sebelum mereka sampai kerumah Ki Gede, maka mereka akan singgah lebih dahulu kerumah Agung Sedayu untuk mengajaknya pergi kerumah Ki Gede pula.
Perjalanan mereka sama sekali lidak mencurigakan Orang-orang yang melihat mereka, tidak menduga sama sekali, bahwa orang yang berjalan bersama Glagah Pulih itu lelah dicurigai dan dibawa menghadap Ki Gede. Tetangga-tetangganya mengira, bahwa orang itu hanya secara kebetulan berjalan searah saja dengan anak-anak muda itu.
Namun demikian, ada juga orang yang sempat melihat baju Glagah Putih yang kotor dan sobek. Tetapi mereka tidak menyadari, bahwa noda kehitam-hitaman itu adalah bekas darah.
Ketika mereka sampai kerumah Agung Sedayu, maka seisi rumah menjadi terkejut. Pembantu dirumah Agung Sedayu langsung menegurnya, bahwa ia tidak turun kesu-ngai disaat menutup pliridan.
Glagah Putih mengerutkan keningnya. Jawabnya " Aku terlupa, karena aku tertidur digardu peronda. "
Pembantu rumah Agung Sedayu itu menjawab " Ada banyak sekali alasanmu. Tetapi jika kau tahu, kau akan menyesal bahwa kau tidak ikut menutup pliridan. Aku mendapat seekor pelus kecil. "
" O, ya " Beruntunglah kau. Tentu disambal mangut. " jawab Glagah Putih.
Namun dalam pada itu, Glagah Putih agaknya tidak ingin singgah. Ia hanya memberitahukan saja kepada Agung Sedayu apa yang telah dilakukannya.
" Aku mohon kakang membawanya menghadap Ki Gede " berkata Glagah Putih kemudian.
Agung Sedayu mengangguk-angguk. Lalu katanya " Aku akan membenahi pakaianku sebentar dan memberi-kan pesan kepada Sekar Mirah. "
Demikianlah Agung Sedayupun kemudian ikut pula bersama Glagah Putih dan kedua orang peronda yang membawa orang yang dicurigainya menghadap Ki Gede, sementara Kiai Gringsing, Kiai Jayaraga, Ki Widura dan Sekar Mirah mengikuti mereka sampai keregol halaman.
" Kau tidak berganti baju " " bertanya Sekar Mirah kepada Glagah Putih.
Glagah Putih menggeleng. Katanya Aku ingin menunjukkan kepada Ki Gede, apa yang terjadi. "
" Tetapi agaknya Glagah Putih tidak sabar lagi. Katanya pula " Jaraknya tinggal beberapa langkah. "
Sekar Mirah tidak memaksanya. Agaknya Glagah Putih ingin menunjukkan apa yang telah terjadi atas dirinya.
Ketika mereka sampai dirumah Ki Gede, agaknya Ki Gede terkejut juga. Hari masih pagi. Sementara itu, Agung Sedayu, Glagah Putih dan tiga orang lain datang bersamanya.
Ketika mereka sudah duduk dipendapa, maka Agung Sedayupun mulai melaporkan apa yang sudah terjadi atas Glagah Putih, sehingga ia telah membawa seseorang menghadap Ki Gede.
Ki Gede menganggung-angguk. Ia memang melihat baju Glagah Putih yang sobek dan membekas noda-noda kehitaman. Ki Gede yang memiliki pengalaman yang luas segera mengenali bahwa noda-noda itu adalah noda-noda darah.
" Jadi kau sudah bertempur melawan kedua orang itu" " bertanya Ki Gede.
Glagah Putih mengangguk-angguk. Kemudian jawabnya " Ya Ki Gede. Aku telah bertempur melawan mereka. Ketika aku melawan seorang diantara mereka, agaknya aku mempunyai kesempatan untuk mengalahkannya. Tetapi merekapun kemudian bertempur berpasangan, sementara ilmu mereka cukup memadai Karena itu, maka aku harus mengakui, bahwa melawan mereka berdua, kemampuanku masih belum cukup. Sebagaimana mereka katakan, bahwa kedua orang itu ternyata termasuk orang terpilih diantara kawan-kawan mereka. "
Ki Gede mengangguk-angguk. Ia mengerti bahwa Glagah Putih telah menempa diri dengan laku yang sangat berat. Tetapi kedua orang yang dikatakannya itupun tentu bukan orang kebanyakan, sehingga Glagah Putih yang muda itu masih belum dapat mengatasi keduanya.
" Agaknya kedua orang itu tentu bukan orang kebanyakan " desis Ki Gede hampir diluar sadarnya.
Agung Sedayupun mengangguk angguk. Ia tahu pasti., tingkat kemampuan Glagah Putih yang jarang ada bandingnya diantara anak-anak muda. Bahkan ilmunya sudah dapat dibanggakan dilingkungan olah kanuragan. Namun ternyata bahwa ia tidak dapat mengatasi kemampuan dua orang lawannya, sehingga dengan demikian dapat diduga bahwa kedua orang itu tentu orang-orang terpilih untuk tugas tertentu.
Dalam pada itu, maka Ki Gedepun kemudian memandangi orang yang telah didatangi oleh kedua orang itu. Dengan nada datar Ki Gedepun kemudian berkata " Kau tidak perlu menyembunyikan sesuatu. Jika kau membantu kami dengan sungguh-sungguh, maka kami justru akan berterima kasih kepadamu. "
Orang itu termangu-mangu sejenak. Bahkan ia sempat berpaling kepada Agung Sedayu. Ia sadar sepenuhnya, siapakah orang yang bernama Agung Sedayu itu. Karena itu, maka iapun kemudian menjawab " Ampun Ki Gede. Kami tidak tahu apa yang sebenarnya telah kami lakukan. Kedua orang itu datang tanpa kami minta, karena keduanya masih mempunyai sangkut paut dengan isteriku. "
" Jangan katakan, bahwa mereka hanya sekedar memanggil isterimu karena pamannya sakit " desis Glagah Putih.
Agung Sedayulah yang menggamitnya sambil berdesis, sehingga Glagah Putihpun kemudian telah terdiam.
Orang yang telah didatangi oleh kedua orang itu menarik nafas dalam-dalam. Agaknya ia memang merasa bahwa ia tidak , akan dapat berbuat sesuatu lagi, selain mengatakan apa yang telah terjadi.
" Ampun KiGede " berkata orang itu " kedua orang itu telah datang kerumahku. Mereka semula memang mengatakan, bahwa paman isteriku sedang sakit. Karena keduanya memang masih mempunyai sangkut paut dengan isteriku, maka mereka merasa wajib untuk datang dan memberitahukan hal itu kepada isteriku. Tetapi kemudian merekapun telah minta beberapa hal untuk aku lakukan. "
" Apa yang harus kau lakukan " " bertanya Ki Gede.
" Tidak banyak. Aku hanya diminta untuk memberikan keterangan tentang hasukan khusus yang ada di Tanah Perdikan Menoreh. Karena rumahnya dekat dengan barak pasukan khusus itu, maka mereka minta aku dapat mengira-irakan jumlahnya. Apa saja yang mereka lakukan sehari-hari dan mengamati tingkah laku mereka. "
Ki Gede mengangguk-angguk. Lalu iapun bertanya " Hanya itu " "
Orang itu termangu-mangu. Namun jawabnya kemudian " Aku juga diminta untuk memberikan keterangan tentang para pengawal di Tanah Perdikan ini. " ia berhenti sejenak. Lalu " Tetapi yang terpenting adalah tentang pasukan khusus didalam barak itu."
Ki Gede mengangguk-angguk. Glagah Putih beringsut sejengkal. Tetapi ia tidak sempat mengatakan sesuatu, karena sekali lagi Agung Sedayu menggamitnya.
Dalam pada itu Ki Gedepun bertanya " Untuk siapa mereka bekerja dan imbalan apakah yangkau terima " "
" Semula kami, maksudku aku dan isteriku, menolak untuk melakukannya. Tetapi ternyata bahwa kami tidak dapat bertahan untuk bersikeras. Ketika orang itu mengatakan, bahwa ia akan melakukan apa saja, halus atau kasar, terhadap pamam isteriku yang dikatakannya sakit itu dan bahkan akan merembet kepada orang-orang lain yang masih mempunyai hubungan keluarga dengan isteriku, maka isteriku mulai bimbang. " berkata orang itu.
Hanya dengan ancaman-ancaman seperti itu " " desak Ki Gede.
Suara Ki Gede sama sekali tidak menunjukkan kekerasan atau tekanan yang memaksa orang itu harus mengaku. Tetapi wibawa Ki Gedelah yang tidak dapat dielakkan sama sekali oleh orang itu, sehingga akhirnya ia menjawab " Sebenarnyalah Ki Gede, bahwa kedua orang itu telah menyanggupi untuk memberikan imbalan uang kelak jika aku berhasil. "
" Kelak " " ulang Ki Gede.
" Ya Ki Gede. Kelak. Keduanya akan datang lagi dalam waktu sepuluh hari. Waktu yang diberikan kepadaku untuk menyiapkan jawaban-jawaban dari pertanyaan yang mereka berikan itu " jawab orang itu.
Ki Gede mengangguk-angguk. Tetapi ia masih bertanya " Ada yang belum kau jawab, untuk siapa orang itu bekerja" "
Orang yang telah didatangi oleh kedua orang itu terma-ngu-mangu. Namun ketika ia melihat sorot mata Ki Gede, maka ia tidak dapat mengelak lagi. Katanya " Menurut pengetahuanku, mereka telah bekerja untuk Pajang. "
Ki Gede menarik nafas dalam-dalam. Katanya " Aku sudah menduga, bahwa orang-orang yang bertindak aneh-aneh saat ini telah bekerja untuk Pajang. Agaknya Pajang benar-benar ingin mengukur kekuatan Mataram.
" Satu perbuatan yang patut disesali " desis Agung Sedayu " justru pada saat Mataram memerlukan dukungan dari segala unsur yang ada. -
Ki Gede mengangguk-angguk. Katanya " Sebenarnyalah memang pantas disesali. Aku kurang mengerti tujuan akhir dari Adipati Pajang itu "
Namun dalam pada itu, diluar dugaan Glagah Putih telah bertanya kepada orang itu " Darimana kau tahu, bahwa mereka bekerja untuk Pajang " "
Orang itu termangu-mangu sejenak. Sementara itu Glagah Putih mendesaknya " Apakah orang-orang itu berkata itu berkata dengan terus-terang bahwa mereka bekerja untuk Pajang" "
Orang itu memandang Ki Gede sekilas. Namun dengan ragu-ragu ia menjawab " Mereka memang tidak mengatakannya. Tetapi menilik pembicaraan mereka, setiap kali mereka menyebut Pajang dan hubungan mereka dengan orang-orang Pajang. Sadar atau tidak sadar, sehingga aku dapat mengambil kesimpulan bahwa mereka telah berhubungan dengan Pajang. "
Glagah Putih mengangguk-angguk. Sementara itu, Agung Sedayulah yang bertanya " Menurut keteranganmu, apakah benar mereka akan kembali dalam waktu dekat" "
" Ya. Mereka akan kembali dalam waktu sekitar sepuluh hari " berkata orang itu " mereka akan datang untuk mendapat keterangan sebagaimana mereka kehendaki. Mereka ingin mendapat jawaban tentang pasukan khusus dan i aga kekuatan para pengawal Tanah Perdikan ini. "
" Kau menyanggupinya " " bertanya Ki Gede.
" Kami tidak dapat berbuat lain. Paman isteriku diancamnya. " jawab orang itu.
" Bukan itu " potong Glagah Putih " kau telah tertarik kepada janji mereka untuk memberikan imbalan yang cukup banyak bagi keteranganmu tentang kekuatan pasukan khusus itu dan juga tentang kekuatan para pengawal di Tanah Perdikan. Dengan keterangan itu, maka Pajang akan dapat membuat perhitungan, apakah Pajang akan dapat mengimbangi kekuatan Mataram atau tidak. Kau tentu dapat juga membayangkan, bahwa petugas-petugas yang demikian tidak hanya membayangi Tanah Perdikan ini, tetapi tentu juga tempat-tempat lain. Mungkin Sangkal Pu-tung, mungkin Jati Anom, mungkin Jipang yang dipimpin oleh Pangeran Benawa dan mungkin tempat-tempat lain yang diperhitungkan akan berpihak kepada Mataram. "
Orang itu tidak menjawab. Tetapi kepalanya menun-duk dalam-dalam.
Namun Agung Sedayulah yang menarik nafas dalam-dalam. Glagah Putih agaknya masih dipengaruhi oleh kegagalannya menangkap kedua orang itu sehingga lonja-njakan perasaannya masih terasa.
Sementara itu Ki Gedepun bertanya kepada orang yang telah didatangi oleh kedua orang itu " Baiklah. Agaknya kau sudah mengatakan apa yang kau alami. Tetapi aku ingin tahu isi hatimu yang sebenarnya. Apakah kau masih merasa dirimu keluarga Tanah Perdikan ini " "
Orang itu terkejut. Namun kemudian dengan suara bergetar ia menjawab " Tentu Ki Gede. Aku adalah anggauta keluarga Tanah Perdikan ini. "
Ki Gede mengangguk-angguk. Lalu katanya - " Jika demikian, maka Tanah Perdikan ini akan menuntut kesetiaanmu. "
Wajah orang itu menjadi tegang. Keringat dingin mengalir diseluruh tubuhnya. Ia merasa, bahwa ia telah merambah jalan yang tidak sewajarnya sebagai anggauta keluarga Tanah Perdikan, karena kehadiran kedua orang itu.
Karena orang itu masih saja berdiam diri Ki Gedepun bertanya pula " Apa katamu " Apakah kau masih bersedia melakukan darma bakti Tanah Perdikan ini " "
Orang itu beringsut setapak Kemudian katanya " Aku bersedia Ki Gede, karena itu memang menjadi kewajibanku. "
" Baiklah " berkata Ki Gede - jika demikian, maka kau harus melakukan sebagaimana aku katakan. Kau tidak boleh berbuat sesuatu yang mencurigakan terhadap kedua orang itu. Biarlah mereka kembali dan menanyakan kembali tentang pasukan khusus dan kekuatan Tanah Perdikan ini. Seperti yang dikatakan oleh Glagah Putih maka Pajang tentu mencoba untuk menghimpun keterangan tentang kekuatan Mataram. Bahkan Pajang tentu mempertimbangkan apakah para Adipati akan ikut mencampuri persoalannya dengan Mataram atau tidak. Tetapi kita yakin bahwa segala pihak akan mengambil langkah mereka masing-masing sesuai dengan keadaan mereka. Sementara ini kitapun akan mengambil langkah sesuai dengan keadaan kita disini. "
Orang itu tidak segera menjawab. Karena itu, maka Ki Gedepun berkata selanjutnya " Untuk itu maka kau dituntut kesediaanmu untuk bekerja sama dengan kami. Jika kedua orang itu datang lagi kerumahmu, maka kami akan menjebaknya dan kami ingin mendapat keterangan yang lebih terperinci dari tugas-tugas mereka. "
Orang itu nampak ragu-ragu. Namun iapun kemudian mengangguk-angguk sambil menjawab " Kami akan melakukannya Ki Gede, sejauh dalam jangkauan kemampuanku."
" Kau tidak harus melakukan apa apa. Kau hanya menerima kedua orang itu sebagaimana pernah kau lakukan " jawab Ki Gede " segalanya kamilah yang akan mengatur. "
Orang itu mengangguk sambil menjawab " Segalanya aku serahkan kepada kebijaksanaan Ki Gede. Sebenarnya lah bukan maksud kami untuk mengkhianati Tanah Perdi kan ini. "
" Kau masih harus membuktikan kata-katamu " berkata Ki Gede " jika kau ingkar, maka akibatnya tidak akan baik bagimu dan keluargamu. Aku tidak mengancam dan menakut-nakutimu. Tetapi kau harus sadar, bahwa kau hidup di Tanah Perdikan Menoreh. Setiap hari kau menghirup udara Tanah Perdikan ini. Kau makan dari hasil bumi Tanah Perdikan ini. Kau meneguk air dari sumber di Tanah Perdikan ini pula. "
Orang itu mengangguk-angguk. Jawabnya " Aku mengerti Ki Gede. "
" Nah, jika demikian, maka kau sekarang dapat pulang. Kau dapat mengarang ceritera untuk memberikan jawaban terhadap kedua orang yang sepuluh hari lagi akan datang kepadamu, sementara itu, kami akan mempersiapkan segala sesuatunya untuk kepentingan itu. "
Orang itu termangu-mangu sejenak. Ia menyadari bahwa dengan demikian ia telah mendapat beban yang sangat berat. Ia teringat kepada paman isterinya. Kepada sanak kadang isterinya yang ada di Kepandak.
Tetapi ia tidak dapat ingkar, bahwa ia adalah orang Tanah Perdikan Menoreh. Ia adalah salah seorang dari keluarga besar Tanah Perdikan itu. Karena itu, ia memang harus menunjukkan baktinya kepada Tamah Perdikan vang hampir saja dikhianatinya. Bukan saja Tanah Perdikan Menoreh, tetapi juga Mataram.
Demikianlah, maka orang itupun telah minta diri. De-ngan jantung yang berdebaran, orang itu berjalan menyusuri jalan-jalan Tanah Perdikan sambil memikirkan yang akan dapat terjadi atasnya.
Tetapi ia tidak dapat berbuat lain. Ia harus berbuat sesuatu bagi Tanah Perdikannya. Meskipun ia mencemaskan nasib paman isterinya dan sanak kadangnya yang lain.
" Tetapi jika kedua orang itu dapat ditangkap, maka mereka tidak akan dapat berbuat apa apa lagi terhadap paman isteriku itu - berkata orang itu didulam hatinya.
Ketika ia naik ketangga rumahnya, maka isterinya telah berlari-lari menyongsongnya Dengan kecemasan yang menekan dadanya, ia dengan serta morta bertanya " Apa yang terjadi kakang " "
Suaminya menarik nafas dalam dalam. Tetapi ia melihat lagi air mata dipelupuk isterinya.
" Tidak apa-apa. Sebagaimana kau lihat - suaminya mencoba tersenyum. Tetapi senyumnya adalah senyum yang pahit. Sehingga karena itu, maka isterinya mendesaknya " Kakang, jangan sembunyikan sesuatu. Beritahu aku apa yang terjadi "
Suaminya termangu-mangu sejenak. Namun katanya kemudian - Marilah. Kita masuk kedalam. Aku akan mengatakannya. "
Keduanyapun kemudian duduk diruang dalam. Suaminya menarik nafas sambil berkata " Ternyata kita membentur tawang. Kedatangan kedua orang itu tetah menimbulkan kesulitan kepada kita. Aku kira tidak ada orang yang melihatnya, ternyata persoalannya justru telah sampai kepada Ki Gede. "
" Lalu, apakah kita akan dihukum " " bertanya isterinya.
" Ki Gede masih tetap seorang yang bijaksana " jawab suaminya " tetapi kita memang berada disimpang jalan yang sulit. Keadaan telah memaksa kita untuk mengalami benturan yang sangat pahit. "
Dengan gamblang iapun kemudian menceriterakan apa yang dikehendaki oleh Ki Gede. sehingga dengan demikian maka mereka akan menjadi umpan untuk menjebak kedua orang itu.
" O, ternyata nasibku menjadi sangat buruk " keluh isterinya.
" Sudahlah. Jangan mengeluh. Kita sudah terperosok kedalam lubang yang dalam. Kita harus berusaha untuk bangkit dan mengatasinya. Kita memang sudah bersalah. Kita sudah terbius oleh janji kedua orang itu. Bagaimanapun juga, telah pernah terbersit didalam hati kita untuk menerima upah yang sangat besar yang dijanjikan itu. " berkata suaminya.
" Tetapi bukankah paman telah diancam jika kita menolak tawaran itu " " bertanya istrinya.
" Itu sebagian saja dorongan atas kita untuk menerima tawarannya. Tetapi sebagian yang lain adalah uang itu " jawab suaminya " kepada diri sendiri kita harus jujur, karena kita tidak akan dapat mengelak. Apa yang terbersit didalam hati kita, tentu kita ketahui dengan pasti. "
Perempuan itu menundukkan kepalanya. Iapun tidak dapat ingkar lagi, bahwa sebenarnyalah iapun pernah disentuh oleh satu keinginan untuk menerima uang yang sangat banyak yang dijanjikan.
Karena itu, maka kedua orang suami isteri itu tidak dapat berbuat lain kecuali mematuhi perintah Ki Gede. Bukan saja karena mereka tidak dapat menolaknya demi keselamatan mereka, namun akhirnya mereka sadar, bahwa mereka memang harus berbuat sesuatu bagi Tanah Perdikannyaitu.
" Tetapi kita harus rahasiakan sikap kita ini " berkata suaminya " kedua orang itu harus datang dan Ki Gede akan menjebaknya. "
Isterinya mengangguk kecil. Sebenarnya ia merasa ketakutan untuk melakukannya. Tetapi juga ketakutan untuk tidak melakukannya.
Sementara itu, dirumah Ki Gede, Agung Sedayu masih duduk bersama Ki Gede untuk membicarakan persoalan keduaorangyang telah memasuki Tanah Perdikan itu. Glagah Putih dengan kedua orang peronda yang datang bersamanya ' telah diperkenankan untuk meninggalkan rumah Ki Gede. Mungkin Glagah Putih memerlukan pengobatan atas luka-lukanya meskipun sudah tidak berdarah lagi. Tetapi betapa tipisnya goresan-goresan pisau itu, namun memerlukan perhatian agar luka-luka kecil itu tidak justru menjadi besar.
Namun baik Ki Gede maupun Agung Sedayu telah berpesan dengan sungguh-sungguh agar mereka merahasiakan persoalan yang sedang mereka bicarakan itu. Kepada kedua orang peronda yang ikut bersama Glagah Putih, Agung Sedayu perpesan dengan sungguh-sungguh demi kepentingan Tanah Perdikan Menoreh, jangan mengatakan kepada siapa pun. Jika rahasia ini bocor dan sampai ketelinga orang-orang Pajang, maka rencana mereka untuk menjebak kedua orang itu akan gagal. Akibatnya tidak hanya parah bagi paman perempuan yang pernah didatanginya, tetapi usaha untuk mendapat keterangan lebih banyak lagi dari mereka berdua juga gagal. "
" Kami berjanji " berkata kedua orang peronda itu " kami mengerti kepentingannya agar hal ini dirahasiakan.
Agung Sedayu mengangguk-angguk " Terima kasih. Kau dapat membicarakan persoalan apa yang sudah terjadi agar jawab mereka kepada kawan-kawan kalian tidak bersimpang siur. Tetapi sudah tentu bukan jawab yang sebenarnya. "
Dalam pada itu, dirumah Ki Gede, Agung Sedayu telah menyusun satu rencana penyergapan. Agung Sedayu sendiri akan melakukannya bersama dengan Glagah Putih.
Tetapi untuk menghindari kemungkinan kedua orang itu melarikan diri, maka Agung Sedayu akan mempergunakan bebera pa orang pengawal untuk mengepung tempat itu.
" Tetapi perintah untuk itu dapat diberikan malam itu juga Ki Gede " berkata Agung Sedayu.
" Ya. Jika tidak, maka ada kemungkinan jebakan itu bocor dan didengar oleh orang-orang Pajang " berkata Ki Gede.
Demikianlah, maka rencana itu nampaknya telah dibicarakan dengan masak. Karena itu, maka Agug Sedayupun kemudian minta diri pula.
Namun dalam pada itu, meskipun persoalannya dirahasiakan, tetapi ada juga yang bertanya-tanya kepada Glagah Putih, apa yang telah terjadi malam itu.
" Tidak ada apa-apa. " jawab Glagah Putih.
" Kau mengajak dua orang kawan kami untuk mengamati keadaan. He, bagaimana dengan kedua orang yang kau lihat keluar dari regol rumah itu dan bukankah kau menyuruh seorang peronda untuk bersiap-siap dan mempersiapkan kawan-kawan " " bertanya seseorang.
Glagah Putih menjadi berdebar-debar. Ketika ia mengamati kedua orang yang keluar dari regol itu, ia memang bersama seorang peronda yang dibawanya.
Namun akhirnya Glagah Putih berkata " Tidak ada apa-apa. Aku hanya salah tafsir saja. Sudahlah, jangan dibicarakan lagi. "
Justru karena Glagah Putih menganggap hal itu tidak penting, maka kawan-kawannyapun tidak membicarakannya lagi. Mereka menganggap bahwa yang terjadi itu adalah persoalan yang wajar saja sehingga tidak memerlukan perhatian tersendiri.
Dengan demikian, maka tidak ada lagi orang yang berbicara tentang dua orang yang telah diikuti oleh Glagah Putih itu. Karena itu, maka rahasia yang harus disimpannya itupun tidak pernah dibocorkannya.
Hanya beberapa orang saja yang tahu, bahwa dalam waktu yang dekat akan terjadi sesuatu. Beberapa orang itu telah menunggu dengan tegang, seakan-akan waktu berjalan sangat lambatnya. Pada waktu yang sudah ditentukan, dua hari sebelum dan dua hari sesudah hitungan kesepuluh dari hari kedatangan kedua orang itu, Agung Sedayu akan memasang jebakan.
Tetapi ketika yang sepuluh hari itu belum datang, maka orang yang didatangi oleh kedua orang sanak isterinya itu terkejut. Ketika ia sedang berada disawah, maka seorang dari kedua orang itu telah menemuinya.
" Jangan terkejut " berkata orang itu " aku datang sebelum waktunya. "
Keringat dingin mengalir diseluruh tubuh orang yang didatanginya. Sesaat ia justru terbungkam. Dengan demikian maka semua rencana akan gagal dilaksanakan.
" Apakah kau sudah berhasil " " bertanya orang itu sambil duduk dipematang.
Sejenak orang yang didatanginya itu termangu-mangu. Namun ia tidak dapat untuk tetap berdiam diri. Karena itu, maka iapun segera menjawab " Belum. Bukankah kakang baru akan datang besok lusa " Aku memang sudah mulai dengan pengamatanku. Tetapi aku belum sampai kesimpulan terakhir. "
Orang itu tersenyum. Katanya " Aku memang akan datang lagi besok lusa. Aku tidak tergesa-gesa. Tetapi aku hanya ingin memberitahukan kepadamu, bahwa besok lusa aku tidak akan datang kerumahmu. "
Wajah orang yang didatanginya itu menjadi tegang.
" Tidak apa-apa. Aku tidak menarik janjiku untuk memberimu upah yang cukup. Tetapi ada persoalan lain yang harus kau ketahui " berkata orang itu.
" Apa." " Ketika aku kembali dari rumahmu, diluar padukuhanmu aku telah diikuti oleh seorang anak muda. Bahkan telah terjadi sedikit benturan. Tetapi anak itu melarikan diri. Meskipun demikian, bukankah itu berarti bahwa kedatanganku telah diketahui oleh anak-anak muda Tanah Perdikan ini, sehingga mereka akan dapat bersiaga " Mereka tentu mengira bahwa aku akan kembali lagi. Dan bukankah memang demikian rencanaku " " berkata orang itu pula.
Orang yang didatanginya itu mengangguk-angguk.
" Lalu apa maksudmu " " ia bertanya.
" Tetapi kau benar-benar belum sampai kesimpulan yang terakhir " " bertanya orang itu.
" Belum. Di barak khusus itu sekarang telah terjadi pembidangan yang agak berbeda dengan sebelumnya. Dahulu mereka dibagi dalam kelompok-kelompok yang berlatih di halaman samping yang luas itu pada saat-saat tertentu, sehingga mudah untuk mengira-ira-kan. Tetapi sekarang menurut pendengaranku, pasukan khusus itu dibagi sesuai dengan asal anak-anak muda yang berada didalam barak itu. Mereka berdatangan dari berbagai daerah, yang nampaknya ada perasaan saling mencurigai diantara mereka. " jawab orang yang didatangi.
" Bagus " orang yang datang itu menepuk bahunya " ternyata kau memiliki pengamatan yang sangat baik. Aku tidak mengira. "
" Aku hanya menduga-duga dan menangkap pembicaraan beberapa orang yang sering bertemu. Aku memang mengenal beberapa orang perwira yang ada didalam barak itu. Selain mereka, aku juga bersumber pada orang-orang yang setiap hari memasukkan bahan makanan buat pasukan khusus didalam barak itu. " jawab orang yang didatanginya. Lalu katanya " Tetapi yang rumit adalah untuk mengetahui orang-orang yang berilmu tinggi didalam barak itu. Agung Sedayu dan Sekar Mirah sudah tidak selalu berada di barak itu meskipun kadang-kadang mereka masih juga datang. Sedangkan yang lain sulit untuk dapat disadap. "
Orang itu tertawa. Katanya " Baiklah. Tangkap pengertian sebanyak-banyaknya tentang apa saja. "
0rang yang baru berada disawahnya itu mengangguk-angguk. Ia sudah menyiapkan ceritera tentang isi barak itu sebagaimana dinasehatkan oleh Ki Gede. Tetapi ia tidak mau mengatakannya saat itu, karena dengan demikian, maka orang itu tentu tidak akan kembali lagi.
Ternyata didalam dada orang itu telah berkembang satu keinginan untuk berbuat sesuatu atas Tanah Perdikan yang hampir saja disisihkannya dari hatinya.
Sementara itu, maka iapun telah menjawab " Tetapi dalam batas waktu yang aku sanggupkan, semuanya tentu sudah siap. Juga kekuatan yang ada di Tanah Perdikan ini. Karena kekuatan Pengawal Tanah Perdikan ini sebenarnya berada di induk pasukannya yang sebagian besar bertugas di induk padukuhan Tanah Perdikan. "
Orang yang datang itu mengangguk-angguk. Katanya " baiklah. Aku memang akan datang pada waktunya. Tetapi seperti yang sudah aku katakan, bahwa aku telah diketahui oleh para pengawal. Karena itu, maka biarlah aku akan datang pada saatnya, tetapi tidak dirumahmu. Aku akan datang ketempat ini, sehingga pada saat yang dijanjikan, kau harus menunggu kami disini. Di tengah malam. "
Orang Tanah Perdikan Menoreh itu berpikir sejenak. Namun kemudian ia mengangguk. Katanya " Baiklah. Aku akan berada disini pada saatnya ditengah malam. Tetapi kau jangan ingkar. Kau harus membawa uang yang kau janjikan. "
" Aku tidak pernah ingkar. Bukankah aku masih ada hubungan darah dengan isteriku, sehingga seandainya tidak ada persoalan apapun juga, wajar sekali jika aku memberi sesuatu kepada isterimu jika aku mempunyainya. Satu pemberian dari seorang saudara yang lebih tua kepada yang lebih muda. " berkata orang yang datang itu, kemudian " apalagi dalam persoalan seperti ini. Kau tahu, bahwa dalam tugasku, aku mendapat beaya tanpa batas. Berapapun yang aku minta, aku tentu mendapatkannya. "
Orang Tanah Perdikan itu mengangguk-angguk. Katanya " Terima kasih. Aku akan berusaha untuk mendapatkan keterangan yang lebih pasti. Aku bekerja sama dengan seorang yang selalu menyerahkan bahan makan kedalam lingkungan barak itu, disamping pengamatanku sendiri pada waktu mereka mengadakan latihan, serta pembicaraanku dengan para perwira yang aku kenal dida-lam barak itu. "
" Terserahlah cara yang akan kau tempuh. Tetapi aku yakin bahwa kau akan berhasil dengan baik. " jawab orang yang datang itu. Lalu katanya " Baiklah. Aku hanya ingin mengatakan, bahwa aku tidak akan kerumahmu. Aku akan menemuimu disini. Di tengah malam. "
Orang Tanah Perdikan itu termangu-mangu sejenak. Namun tiba-tiba saja ia berkata " Tetapi jangan menganggap bahwa di tengah malam itu tidak ada orang yang pergi ke sawah. Apalagi dalam musim seperti ini. Parit mengalir terlalu kecil, sehingga orang yang mendapat giliran mengairi sawahnya di malam hari akan berada disawahnya. "
" Hanya satu dua orang yang tidak berarti " jawab orang yang datang itu, lalu " aku akan berhati-hati. "
Demikian orang itu bangkit dan siap untuk pergi, maka orang Tanah Perdikan itu menarik nafas dalam-dalam. Perubahan itu harus segera diberitahukannya kepada Agung Sedayu atau langsung kepada Ki Gede.
Namun dalam pada itu, orang yang sudah siap untuk pergi itu masih juga bertanya " He, apakah para pengawal Tanah Perdikan ini memiliki ilmu yang luar biasa " "
" Kenapa " " bertanya orang Tanah Perdikan itu.
" Aku bertemu dengan seorang anak muda yang memiliki ilmu yang cukup. Jika itu ukuran Tanah Perdikan ini, maka pengawasan Tanah Perdikan ini tentu sangat kuat. " berkata orang itu.
" Tentu tidak. Kau tentu bertemu dengan Agung Sedayu. Pemimpin pengawal yang juga menjadi pelatih di barak pasukan khusus itu " jawab orang Tanah Perdikan itu.
" Agung Sedayu yang namanya kawentar " Tetapi apakah ia masih sangat muda " " bertanya orang yang datang itu.
" Tidak sangat muda. Tetapi ia memang masih terhitung muda jawab orang Tanah Perdikan itu.
Orang yang datang itu mengangguk-angguk. Lalu katanya " Aku juga mengira, bahwa hanya ada satu orang saja yang memiliki ilmu yang cukup seperti yang aku jumpai itu. Seyang ia melarikan diri, sehingga aku tidak berhasil menangkapnya. " orang itu berhenti sejenak, lalu " tetapi apakah orang-orang Tanah Perdikan ini tahu bahwa aku telah datang kerumahmu dan menanyakannya kepadamu "
Orang Tanah Perdikan itu menggeleng. Jawabnya " Tidak ada orang yang datang kerumahku untuk berbicara tentang kalian. "
" Sokurlah " jawab orang itu sambil melangkah " aku pergi sekarang. "
" Hati-hatilah " pesan orang Tanah Perdikan itu.
Orang yang dipesan itu mengangguk. Kemudian iapun meninggalkan saudaranya yang telah menyanggupinya untuk memberikan keterangan tentang kekuatan Mataram dan Tanah Perdikan Menoreh.
Demikian orang itu pergi, maka orang Tanah Perdikan Menoreh itupun segera mengemasi alat-alatnya. Biarpun kemudian meninggalkan sawahnya dan pulang sebelum waktunya.
Ketika ia memasuki regol halaman rumahnya, ia menjadi berdebar-debar. Perubahan ini akan dapat menimbulkan persoalan baru. Jika orang-orang yang akan datang itu mengerti, bahwa mereka akan dijebak, maka persoalannya benar-benar akan rumit. Rumit bagi keluarganya, terutama keluarga isterinya di Kepandak, dan rumit bagi usaha untuk menangkapnya. Agaknya disawah orang-orang Pajang itu mendapat kesempatan untuk memperhatikan keadaan disekitarnya, jauh lebih baik daripada jika mereka berada di padukuhan.
" Tetapi segalanya terserah kepada Ki Gede " berkata orang itu kepada diri sendiri " asal aku berbuat jujur terhadap Tenah Perdikan ini, apapun yang terjadi biarlah terjadi. "
Dengan demikian, setelah ia meletakkan alat-alatnya, maka iapun minta diri kepada isterinya untuk langsung menghadap Ki Gede.
Ki Gede mendengarkan laporan orang itu dengan penuh perhatian. Namun demikian Ki Gede itupun bertanya Apakah kau berkata sebenarnya, bukan sekedar untuk membelokkan perhatian kita. "
" Ki Gede, aku sudah menyadari, persoalan apakah yang sebenarnya aku hadapi. " jawab orang itu.
" Baiklah " berkata Ki Gede " jika demikian aku akan membicarakannya dengan Agung Sedayu. "
Orang itupun kemudian meninggalkan rumah Ki Gede, sementara Ki Gede akan membicarakan persoalan itu dengan Agung Sedayu.
Namun demikian, orang itupun menjadi cemas. Jika kedua orang Kepandak yang bekerja untuk Pajang itu ternyata mempunyai rencana lain, karena mereka menyadari jebakan yang akan dipasang, maka orang Tanah Perdikan itu akan terpukul pula karenanya. Bahkan mungkin Ki Gede dan Agung Sedayu menyangka, bahwa ia ikut pula dalam permainan yang merugikan Tanah Perdikan itu.
" Apaboleh buat " desisnya ditujukan kepada diri sendiri " asal aku ingin berbuat jujur."
Dalam pada itu, ketika Ki Gede bertemu dengan Agung Sedayu yang memenuhi panggilannya, merekapun telah membicarakannya tentang laporan, yang diterima dari orang yang pernah berhubungan dengan orang Pajang itu.
" Apa yang sebaiknya kita lakukan Agung Sedayu " " bertanya Ki Gede. " agaknya merekapun mempertimbangkan medan. Ditempat terbuka, maka akan lebih mudah bagi mereka untuk mengamati keadaan. Apalagi bagi orang yang berilmu tinggi, dan mempunyai kekuatan untuk mempertajam penglihatannya. Maka agaknya mereka akan dapat melihat kemungkinan-kemungkinan yang terjadi disekitar mereka. "
Agung Sedayu menarik nafas dalam-dalam. Sambil mengangguk-angguk ia berdesis " Cerdik juga orang itu.
" Karena itu, kitapun harus menyusun rencana yang sebaik-baiknya. " berkata Ki Gede.


08 Api Di Bukit Menoreh Karya Sh Mintardja di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

" Tetapi kita menguasai medannya " berkata Agung Sedayu " karena itu, maka kita akan mempunyai kesempatan lebih banyak dari orang-orang itu. "
" Ya. Meskipun demikian, kita harus tetap berhati-hati. Mungkin mereka akan berhasil lolos jika mereka memang melarikan diri. Seorang saja diantara mereka lolos, maka keluarga orang yang diancamnya itu di Kepandak akan mengalami nasib buruk. " berkata Ki Gede.
Agung Sedayu mengangguk-angguk. Katanya " Jika demikian, maka kita benar-benar harus mengepung tempat itu. Kita harus berhubungan dengan para pengawal dipadukuhan-padukuhan disekitar peristiwa itu terjadi. Sore hari mereka supaya berada digardu-gardu sebagaimana biasa. Baru mendekati tengah malam, kita akan mengatur mereka sebaik-baiknya. Jika hal itu kita lakukan jauh sebelumnya, maka mungkin sekali jebakan kita akan diketahui oleh orang yang akan kita jebak itu. "
" Semuanya terserah kepadamu Agung Sedayu " berkata Ki Gede.
" Baiklah Ki Gede, aku akan mengaturnya. Namun menilik sikap mereka yang cukup hati-hati, maka aku kira, aku justru tidak memerlukan terlalu banyak orang. Apalagi di bulak yang luas. Aku hanya akan minta para pengawal mengawasi semua jalan yang keluar dari bulak itu serta pengawasan atas rentangan pematang dari jalan sampai ke jalan, sehingga dengan demikian tidak akan ada seo-rangpun yang akan dapat lolos. Sementara itu, pengawasan itu dapat dilakukan dari jarak yang cukup jauh. " berkata Agung Sedayu.
" Mudah-mudahan semuanya berjalan baik. Namun jika saatnya tiba, beritahukan kepadaku. Aku akan ikut bergerak pada malam yang sudah di tentukan itu. " berkata Ki Gede
" Aku akan memberikan laporan Ki Gede. Bahkan aku akan mempersilahkan guru dan Kiai Jayaraga serta Ki Widura untuk keluar juga pada malam itu. Karena jika seorangpun lolos, seperti yang dicemaskan Ki Gede, tentu akan terjadi di Kepandak. " berkata Agung Sedayu.
" Ah " Ki Gede berdesah " kau agaknya terlalu merepotkan orang-orang tua itu Biarlah mereka beristirahat. Sedangkan meskipun sudah tua, aku memang mempunyai kewajiban. "
" Tidak apa-apa Ki Gede " jawab Agung Sedayu " aku hanya akan mohon mereka untuk menjadi penonton. "
" Jika demikian, terserahlah. Tetapi jangan terlalu banyak mengganggu tamu-tamumu" berkata Ki Gede.
Mereka akan senang, daripada hanya duduk saja berbincang-bincang kesana-kemari dari pagi sampai malam hari. " jawab Agung Sedayu sambil tersenyum.
Demikianlah, maka segala sesuatunya harus disesuaikan dengan perkembangan keadaan. Namun Agung Sedayu menganggap, bahwa persoalannya tentu menjadi persoalan yang sungguh-sungguh, karena Glagah Putih telah pernah berkelahi melawan kedua orang itu.
" Jika kedua orang itu mempunyai kesan bahwa para pengawal Tanah Perdikan Menoreh memiliki kemampuan yang tinggi, maka mereka tentu menjadi lebih berhati-hati.
" Aku percaya kepadamu " berkata Ki Gede " tetapi ingat, bahwa kita sampai saat ini tidak bermusuhan dengan Pajang, meskipun aku kurang mengerti niat Adipati Pajang yang sebenarnya. Jika beberapa saat yang lalu, Adipati Pajang itu tidak mencampuri pemberontakan sebagian prajuritnya, yang tidak mau tunduk kepada Mataram, kini Adipati Pajang sendiri telah melakukan sesuatu yang terasa memang agak aneh. "
" Tentu ada masalah yang rumit " jawab Agung Sedayu, lalu katanya " menurut dugaanku, tetapi sekedar dugaanku Ki Gede, bukankah kekayaan Pajang dan mungkin pusaka-pusaka istana masih tetap berada di gedung perbendaharaan dan di gedung pusaka Pajang " Apakah mungkin persoalan itulah yang menumbuhkan ketegangan antara Pajang dan Mataram. Sebagai pengganti penguasa Tanah ini, mungkin Mataram menganggap perlu untuk memindahkan terutama pusaka-pusaka ke Mataram. "
Ki Gede mengangguk-angguk, la sependapat dengan Agung Sedayu sehingga kemudian katanya " Mungkin sekali. Agaknya Pajang berkeberatan untuk melepaskan benda-benda berharga dan pusaka-pusaka itu untuk dibawa ke Mataram. Sementara itu, menurut pengamatan Adipati Pajang, Madiun agaknya juga telah menarik batas dengan Mataram, sehingga Pajang tidak akan, setidak-tidaknya untuk sementara, mendapat hambatan dari Madiun. "
Agung Sedayu menarik nafas dalam-dalam. Ternyata perjuangan Panembahan Senapati untuk menegakkan Mataram masih cukup panjang dan berat.
Sementara itu, maka Agung Sedayupun telah minta diri. Ia ingin berbicara dengan gurunya tentang rencananya untuk menjebak orang-orang Pajang yang sedang berusaha untuk mengetahui kekuatan Mataram yang sebenarnya, sebagaimana pernah dilakukan Pajang ketika Sultan Hadiwijaya masih bertahta.
Kiai Gringsing yang kemudian mendengar keterangan Agung Sedayu itupun mengangguk-angguk. Sebagaimana pendapat Agung Sedayu tentang hubungan Pajang dan Mataram sebagaimana dibicarakannya dengan Ki Gede, Kiai Gring-singpun sependapat pula.
Tentang orang-orang Pajang yang akan mencari keterangan di Tanah Perdikan itu, Kiai Gringsing berkata " Baiklah kita akan melihat apa yang mereka lakukan. Memang sebaiknya tidak seorangpun diantara mereka yang boleh lolos. Agaknya mereka tidak sekedar bergurau dengan ancaman-ancaman. Jika mereka gagal mungkin mereka benar-benar akan berbuat kasar terhadap keluarga isteri orang yang didatanginya itu di Kepandak. Tetapi jika semuanya berhasil kita tangkap, maka tidak seorangpun yang akan dapat melepaskan dendamnya. Aku kira orang-orang itu tidak akan berpesan kepada siapapun juga tentang dendamnya itu."
Jilid 190 "YA guru. Karena itu, kita harus bekerja dengan cermat " berkata Agung Sedayu.
Ternyata bahwa orang-orang tua yang berada dirumah Agung Sedayu serta Ki Gede sendiri telah bersedia untuk ikut menangani orang-orang Pajang yang sedang mencari keterangan di Tanah Perdikan itu. Dengan demikian, maka Agung Sedayu berharap bahwa usahanya akan dapat berhasil. Ia tidak boleh menganggap orang-orang itu terlalu lemah dan tidak berdaya. Mungkin mereka memiliki kemampuan yang masih tersimpan atau mungkin mereka memang mempunyai kemampuan untuk melepaskan diri dari kemungkinan untuk ditangkap.
Demikianlah, segala sesuatunya telah diatur sebaik-baiknya oleh Agung Sedayu. Tidak banyak orang yang mengetahui rencananya, kecuali orang-orang serumah dan orang yang akan didatangi oleh orang Pajang itu sendiri. Dengan demikian maka Agung Sedayu berharap bahwa orang-orang itu benar-benar akan datang.
Ketika saat itu akhirnya datang juga, Agung Sedayu telah menemui orang yang harus berada disawahnya ditengah malam itu.
Kepadanya Agung Sedayu berpesan " Lakukanlah sebagaimana harus kau lakukan. Jangan memberikan kesan bahwa kau sudah dibayangi oleh orang-orang Tanah Perdikan Menoreh. Aku akan berusaha menyergap mereka setelah mereka akan meninggalkanmu. Kau dapat menjawab pertanyaan-pertanyaan mereka dengan ceritera yang dapat kau khayalkan. Tetapi sebaiknya kau memakai pedoman, sehingga ceriteramu bukan ceritera ngayawara dan bahkan akan dapat menumbuhkan kecurigaan."
Orang itu mengangguk-angguk. Sementara itu Agung Sedayu telah memberikan beberapa petunjuk untuk menyusun ceritera tentang kekuatan pasukan khusus itu.
" Kau dapat menceriterakan kekuatan yang lebih besar dari kenyataan yang ada didalam barak itu. Dengan demikian, ma-ka orang-orang itu akan menyampaikan pertimbangan-pertimbangan tertentu apabila terpaksa ada yang lolos dari tangan kita. Sementara Pajang harus berpikir dua tiga kali untuk berani melawan Mataram jika mereka membayangkan bahwa kekuatan Mataram tidak akan terlawan olehnya. Mudah-mudahan di tempat-tempat lain, merekapun mendapat gambaran yang salah, sehingga mereka tidak akan berani berbuat apa-apa. Dengan demikian akan terhindarlah pertumpahan darah antara Pajang dan Mataram, apabila dengan demikian Pajang tidak akan menolak menyerahkan benda-benda keraton yang seharusnya memang berada di Mataram. " berkata Agung Sedayu.
Orang itu mengangguk-angguk. Memang satu tugas yang berat. Tetapi Agung Sedayu telah memberikan petunjuk, apa yang harus dikatakannya kepada orang-orang Pajang itu. Juga tentang kekuatan Tanah Perdikan Menoreh.
Meskipun demikian, ketika matahari semakin turun di sisi Barat orang itu menjadi berdebar-debar. Semakin lama jantungnya serasa semakin cepat berdentang. Apalagi ketika senja mulai turun, rasa-rasanya gejolak didalam dadanya bagaikan meretakkan tulang-tulangnya.
Sementara itu. Agung Sedayulah yang telah mulai bergerak bersama Glagah Putih. Ia tidak boleh kehilangan kesempatan. Demikian gelap menyelubungi Tanah Perdikan, maka Agung Sedayu dan Glagah Putih telah berada dekat dengan tempat yang ditunjukkan oleh orang Tanah Perdikan yang akan didatangi oleh orang-orang Pajang itu.
" Kita akan menunggu disini sampai tengah malam " " bertanya Glagah Putih.
" Ya. " jawab Agung Sedayu.
" Nyamuknya banyak sekali. " berkata Glagah Putih pula.
" Tidak apa-apa. Kita bersembunyi di sela-sela pohon jarak di silang pematang itu. Orang itu tidak akan melalui silang itu, karena mereka akan menyusuri pematang yang lebih luas itu. Tetapi ingat, yang kita hadapi mungkin orang-orang yang berilmu tinggi, sehingga kita harus sangat berhati-hati. " pesan Agung Sedayu.
" Lalu. Kiai Gringsing, guru dan ayah apakah akan terlibat juga dalam persoalan ini sebagaimana Ki Gede " " bertanya . Glagah Putih.
Agung Sedayu menrangguk. Kemudian jawabnya " Meskipun mereka sudah menyatakan untuk melibatkan diri, tetapi kedudukan mereka berbeda dengan Ki Gede yang memang mengembar kewajiban. "
Glagah Putih mengangguk-angguk pula. Sementara itu, Agung Sedayupun berkata " Bahkan mbokayumu Sekar Mirah ingin pula ikut, meskipun sebenarnya ia lebih condong untuk sekedar ingin melihat satutontonan yang bagus, karena ia tidak sempat ikut, nonton wayang be ber di Mataram."
Glagah Putih tersenyum. Tetapi tidak seorangpun yang akan mencemaskan Sekar Mirah jika ia berada di medan.
" Kapan mereka akan hadir ditempat ini" " bertanya Glagah Putih pula.
" Mereka akan mengambil waktu menjelang tengah malam. Namun agaknya Ki Gede akan mengambil ketentuan lain. Ia akan mengawasi beberapa orang anak muda yang sudah aku tunjuk secara khusus menjelang kita kemari. Anak-anak muda itu akan mengawasi daerah yang cukup luas, agar tidak seorangpun yang akan dapat lolos. " berkata Agung Sedayu.
" Apakah anak-anak muda itu akan mampu mencegah jika ada diantara mereka yang melarikan diri " bertanya Glagah Putih.
" Mereka akan menahannya barang sejenak, sambil membunyikan isyarat. Nah, kemudian adalah kewajiban kita atau orang-orang tua yang membantu kita untuk mencegah mereka seterusnya"berkata Agung Sedayu.
Glagah Putih mengangguk-angguk. Ia dapat membayangkan jaring-jaring yang akan dipasang dan akan diawasi langsung oleh Ki Gede karena Agung Sedayu berada ditempai yang sudah ditentukan untuk bertemu antara orang-orang Pajang dan orang Tanah Perdikan Menoreh yang pernah didatanginya sebelumnya itu
Ketika malam merayap semakin dalam, maka jaring-jaring yang dipasang itupun mulai bergerak. Mereka mulai berada di gardu-gardu diujung lorong di padukuhan-padukuhan yang menghadap kearah bulak yang ditentukan. Jika tengah malam tiba, maka mereka harus melakukan tugas mereka sebaik baiknya. Mereka harus memasuki bulak tanpa diketahui oleh siapapun juga yang dengan sangat hati-hati, agar mereka tidak justru bertemu dengan orang-orang yang sedang mereka intai.
Namun jika terjadi demikian, maka mereka harus menyatakan diri mereka sebagai petani-petani yang sedang mengatur air bagi sawah-sawah mereka.
Hanya jika terpaksa saja, maka akan dapat terjadi benturan kekerasan. Dalam keadaan darurat yang demikian, maka harus dikerahkan semua pengawal untuk mengepung tempat tersebut.
Agung Sedayu yang memberikan keterangan tentang hal itu kepada Glagah Putih itupun kemudian berkata " Nah, dalam kemungkinan yang terakhir itu, para pengawal harus mampu mengambil sikap dengan cepat.
Glagah Putih mengangguk-angguk. Tetapi ia yakin.
bahwa dibawah pengawasan langsung Ki Gede, semuanya akan dapat berjalan dengan baik. Prastawa tentu akan membantu Ki Gede dalam pelaksanaan tugas yang berat itu.
Sementara itu, malampun semakin lama menjadi semakin malam. Glagah Putih mulai menjadi gelisah. Dengan rendah ia berdesis " nya muknya bukan main. "
" Bukankah kau tidak akan terluka oleh gigitan nyamuk" " bertanya Agung Sedayu.
- Tetapi gatalnya bukan main. Kau tinggal menge-trapkan ilmu kebalmu, maka gigitan nyamuk itu tidak akan terasa olehmu"berkata Glagah Putih pula.
Agung Sedayu tersenyum. Jawabnya " Kau ini ada-ada saja Glagah Putih. Tetapi jangan mengira, bahwa tidak ada nyamuk yang mampu menembus pertahanan ilmu kebal. "
Glagah Putihpun tertawa pula. Namun Agung Sedayu segera berdesis " Jangan ribut. Bukankah kita sedang menunggu" "
Glagah Putih segera terdiam. Namun tangannya masih saja sibuk mengusir nyamuk yang berterbangan disekitar-nya.
Tetapi ternyata bahwa Glagah Putih masih harus menunggu. Bahkan kemudian ia sudah mulai dijalari oleh perasaan jemu. Namun ia sadar, bahwa ia harus menunggu sampai tengah malam.
Dalam pada itu, degup jantung Glagah Putih menjadi semakin cepat ketika ia mendengar seseorang mendehem. Kemudian dalam keremangan malam ia melihat seseorang berjalan menyusuri pematang.
Glagah Putih menggamit Agung Sedayu. Namun Agung Sedayu berdesis " Bukankah orang itu orang Tanah Perdikan ini. "
" O, ya " Glagah Putihpun kemudian meng angguk angguk. Orang itu adalah orung Tanah Perdikan yang akan didatangi oleh kedua orang Pajang itu
Namun merekapun tidak berbicara lagi. Mereka ber-usaha menempatkan diri mereka sebaik-baiknya. Sebentar lagi, tengah malam akan tiba, sehingga orang-orang Pajang itupun tentu akan segera datang.
Dengan jantung yang berdebar-debar, Glagah Putih-pun menunggu dengan tegang. Saat-saat yang ditunggu itu rasa-rasanya mendekat dengan sangat lambannya.
Namun sejenak kemudian, maka Agung Sedayu mulai beringsut. Glagah Putih memperhatikannya dengan tegang. Sementara Agung Sedayu nampaknya berusaha untuk memandang kekejauhan.
" Apa yang kau lihat" " bertanya Glagah Putih yang
hanya melihat keremangan malam dimana-mana.
Agung Sedayu tidak menjawab Tetapi ia tengah mengerahkan kemampuannya untuk melihat pada jarak yang lebih jauh dari penglihatan mala wadag. Dengan kemampuan aji Sapta Pandulu ternyata Agung Sedayu melihat sekelompok kecil orang yang berjalan mendekati tempatnya, menyusuri jalan pematang. Tidak hanya dua orang, tetapi lima orang.
Agung Sedayu termangu-mangu sejenak. Justru karena ia melihat lima orang yang berjalan mendekati tempat yang ditentukan, maka ia menjadi curiga. Apakah tidak ada orang lain kecuali lima orang itu
Dengan mengerahkan kemampuan aji Sapta Pandulu, maka Agung Sedayu melihat berkeliling. Ternyata ia masih melihat dua orang lagi yang berdiri termangu mangu di simpang empat dan tidak ikut bersama kelima orang kawannya.
Agung Sedayu kemudian menyadari, bahwa kedua orang yang pernah datang dan bertemu dengan Glagah Putih itu tentu menjadi curiga. Ia memperhitungkan kemungkinan hadirnya Glagah Putih lagi dan bahkan mungkin para pengawal yang lain. Karena itu, maka orang itupun telah membawa sejumlah kawannya yang akan dapat membantunya.
Dengan cermat Agung Sedayu kemudian memperhatikan kelima orang yang masih melangkah terus. Ternyata merekapun telah memisahkan diri. Dua orang dian-tara mereka berjalan terus, sementara yang lain meloncati parit dan mulai menyusuri pematang menuju ke tempat yang ditentukan.
Agung Sedayu mulai menjadi berdebar-debar. Iapun kemudian memberi isyarat Glagah Putih yang agaknya telah melihat ketiga orang itu pula.
Orang Tanah Perdikan Menoreh yang menyatakan kesediaannya untuk memberikan keterangan itupun menyambut mereka.
" Ternyata kalian datang tepat pada waktunya " berkata orang Tanah Perdikan itu.
" Kami tidak pernah ingkar kepada janji yang sudah kami buat " jawab salah seorang di antara mereka yang kemudian berhenti dan berdiri di sebelah orang Tanah Perdikan itu. Namun dua orang yang lain ternyata telah meloncat dan melangkah terus menyusuri pematang.
" Mereka mau ke mana" "bertanya orang Tanah Perdikan itu.
Yang ditanya itupun tertawa. Katanya " Aku pernah bertemu dengan seorang pengawal Tanah Perdikan ini yang memiliki ilmu yang cukup seperti yang bernah aku katakan lebih baik kawan-kawanku mengamati keadaan daripada kami kali ini terjebak di Tanah Perdikan ini."
Orang Tanah Perdikan itu menarik nafas dalam-dalam.
Hampir di luar sadarnya ia memandang berkeliling sambil bergumam-"Tidak ada orang yang tahu kehadiranmu kecuali jika kau memasuki Tanah Perdikan ini melewati jalan-jalan padukuhan dan berjalan di depan gardu-gardu peronda."
"Tidak seorangpun yang melihat kami lewat. Para petani di sawah merekapun, jika ada, tentu tidak melihat kami."berkata orang itu.
"Mudah-mudahan"berkata orang Tanah Perdikan itu"jika ada orang yang memelihatnya, maka akulah yang besok akan digantung di halaman banjar padukuhan induk dan diperlihatkan kepada orang-orang Tanah Perdikan ini."
"Sebagian juga tergantung kepadamu sendiri"jawab orang Pajang itu"jika kau teguh memegang rahasia, maka kau tidak akan mengalami kesulitan sehingga kau akan dapat menikmati hasil jerih payahmu. Nah, kita duduk sekarang. Aku ingin mendengar keteranganmu."
Orang Tanah Perdikan itu termangu-mangu. Dua orang yang semula berjalan bersama orang yang kemudian duduk bersamanya itu sudah tidak terlihat lagi olehnya. Demikian juga orang-orang yang lain lagi.
Hanya Agung Sedayu sajalah yang dapat melihat mereka. Orang-orang yang memencar itu telah berdiri di simpang simpang jalan untuk mengawasi keadaan.
Namun Agung Sedayu yang bersembunyi tidak terlalu jauh dari tempat pertemuan itu, harus sangat berhati-hati. Ia sadar, bahwa orang yang datang itu adalah orang yang pernah disebut oleh Glagah Putih, sehingga mereka memiliki ilmu yang harus diperhitungkan.
"Paling sedikit mereka datang bertujuh"berkata A-gung Sedayu didalam hatinya"bahkan mungkin lebih banyak lagi. Agaknya keterangan tentang pasukan khusus
Matarm dan Tanah Perdikan ini merupakan keterangan yang dianggap sangat penting oleh Pajang.
Sementara itu, orang Tanah Perdikan Menoreh dan orang Kepandak yang bekerja untuk Pajang itu telah duduk dipematang.
Dengan nada yang bersungguh-sungguh orang yang bekerja untuk Pajang itupun bertanya"Kau sudah men dapatkan keterangan yang pasti?"
"Hampir pasti"jawab orang Tanah Perdikan itu.
"Kenapa hampir?"bertanya orang yang datang kepadanya.
"Tentu jawabku tidak tepat benar. Mungkin ada selisihnya serba sedikit. Tetapi mudah-mudahan kete rangan yang aku dapatkan dari kawan-kawanku yang ikut memimpin pasukan khusus itu, yang sebagianbesar sama dengan keterangan para penjual bahan makanan bagi ba rak itu dan yang juga aku sesuaikan dengan hasil pengamatanku sendiri, tidak jauh dari kenyataan" Nah, sekarang katakan"berkata orang yang bekerja bagi Pajang itu.
Orang Tanah Perdikan itu menarik nafas dalam-dalam.
Namun iapun kemudian mulai menguraikan tentang keadaan barak pasukan khusus Matram yang berada di Tanah Perdikan itu.
Dengan petunjuk dari Agung Sedayu, maka keterangan orang itu seakan-akan benar-benar sesuai dengan apa yang ada di barak itu. Orang itu menyebut hampir terperinci darimana saja anak-anak muda yang berada di barak itu. Jumlahnya dalam dugaan yang telah besar dari kebenaran. Para perwira dan seorang Senapati yang menentukan. Ki Lurah Branjangan.
Orang yang bekerja untuk Pajang itu mengangguk-angguk. Keterangan itu masuk di akalnya, sehingga seakan-akan ia benar-benar melihat kekuatan pasukan itu yang sebenarnya.
"Tetapi Agung Sedayu dan Sekar Mirah, bukan tenaga yang sekarang masih ikut menentukan"berkata orang itu kemudian.
Orang yang bekerja untuk Pajang itu masih saja mengangguk-angguk- Namun kemudian iapun berkata " Tetapi meskipun Agung Sedayu dan isterinya tidak lagi bekerja untuk Mataram di pasukan khusus itu, bukankah ia masih berada di Tanah Perdikan ini " " Jika Tanah Perdikan ini kemudian mengerahkan pasukan pengawalnya untuk membantu Mataram, maka iapun akan hadir juga di medan. Tetapi jika benar dugaanmu, bahwa yang sepuluh hari yang lalu bertemu dengan aku adalah Agung Sedayu, maka ternyata kebesaran namanya adalah terlalu berlebih-lebihan.
" Mungkin memang demikian. Tetapi bagi Tanah Perdikan ini, kemampuan Agung Sedayu tidak ada duanya " jawab orang Tanah Perdikan itu.
" Bagaimana dengan Ki Gede sendiri " "bertanya orang yang bekerja untuk Pajang itu.
" Tentu saja masih lebih besar nama Agung Sedayu bagi orang Mataram " jawab orang Tanah Perdikan itu " tetapi kemampuan sebenarnya aku mempunyai dugaan, bahwa Ki Gede tidak kalah garangnya dari Agung Sedayu.
Orang yang datang itupun kemudian bertanya " Bagaimana dengan Tanah Perdikan ini sendiri " "
Orang Tanah Perdikan itupun kemudian menguraikan pula kekuatan yang ada di Tanah Perdikan. Sebagaimana dipesankan oleh Agung Sedayu, iapun menceriterakan kekuatan Tanah Perdikan melampaui yang sebenarnya. Jika ia memperkecil arti Agung Sedayu, karena ia sudah terlanjur menyebut orang muda yang ditemuinya mungkin adalah Agung Sedayu, maka ia telah memperbesar arti Ki
Gede sendiri. Orang yang bekerja untuk Pajang itu mengangguk-angguk. Keterangan orang itu tentang Tanah Per-dikannya masuk pula diakal orang yang datang itu
Namun dengan demikian, hampir diluar dugaan ia berkata "ternyata kekuatan di barak pasukan khusus dan Tanah Perdikan ini jauh melampaui dugaanku. "
- Kau melihat Tanah Perdikan ini terlalu kecil " berkata orang Tanah Perdikan itu.
Namun dengan demikian orang itu merasa, bahwa keterangannya telah mampu mempengaruhi tanggapan orang Kependak itu atas kekuatan yang ada di Tanah Perdikan itu. Dengan demikian, jika orang itu lolos, maka keterangannya akan dapat menyesatkan perhitungan orang-orang Pajang, sehingga untuk melawan Mataram, mereka harus membuat perhitungan dua tiga kali lagi.
Tetapi meskipun demikian, ia masih berharap, bahwa tidak seorangpun yang akan dapat lolos. Karena jika demikian, maka keluarga isterinya di Kepandak sanak kadang isterinya di Kepandak itu masih juga mempunyai hubungan darah dengan orang itu sendiri.
Untuk sesaat orang Kepandak yang bekerja untuk Pajang itu termangu-mangu. Seolah-olah ia sedang mencerna apa yang telah didengarnya dari orang Tanah Perdikan itu.
Dalam pada itu, maka orang Tanah Perdikan itupun kemudian berkata Nah, bukankah aku sudah memenuhi janjiku. Sejauh dapat aku lakukan, aku sudah melakukannya. Memang mungkin tidak tepat benar seperti seseorang yang menghitung kelungsu dalam permainan dlakon. Tetapi aku kira, apa yang aku katakan itu mendekati kebenaran.
Orang Kepandak itu mengangguk-angguk. Katanya " Ya. Kau sudah mengatakannya. Terima kasih. Dengan demikian kau sudah bekerja dengan baik untuk Pajang sebagaimana aku lakukan, meskipun aku orang Kepandak yang berada jauh lebih dekat dengan Mataram daripada dengan Pajang. Tetapi orang-orang Kepandak nampaknya tidak begitu tertarik untuk berkiblat kepada Mataram. "
Orang Tanah Perdikan Menoreh itu termangu-mangu. Tetapi ia tidak membantah apapun yang dikatakan oleh orang Kepandak yang bekerja untuk Pajang itu, meskipun ia yakin, bahwa yang dikatakan bahwa seolah-olah orang-orang Kepandak lebih dekat dengan Pajang itu tidak benar. Di barak pasukan khusus itu terdapat beberapa orang anak muda dari Kepandak dan dari Mangir. Mereka adalah anak-anak muda yang terpilih. Baik memampuan-nya maupun keteguhan hatinya.
Namun yang dikatakan oleh orang Tanah Perdikan Menoreh itu kemudian adalah " Nah, jika aku sudah memenuhi janjiku, bukankah menjadi kewajibanmu untuk memenuhi janjimu " "
" Janjiku apa " " bertanya orang yang datang itu.
" Upah bagi jerih payahku, - jawab orang Tanah Perdikan itu.
" Upah " " bertanya orang Kepandak yang bekerja untuk Pajang itu dengan nada tinggi.
Ya. Bukankah kau menjanjikan upah untuk aku dan isteriku " Bukankah kau pernah mengatakannya, bahwa tidak ada hubungan apapun juga, sudah sewajarnya kau memberi sesuatu buat isteriku, karena dalam hubungan darah, kau adalah orang yang lebih tua dari isteriku " " jawab orang Tanah Perdikan itu.
Tetapi orang Pajang itu tertawa. Katanya " Aku salah hitung. Kau merupakan orang yang berbahaya bagiku. Kau akan dapat menyebut namaku bagi Mataram sehingga Mataram akan dapat bertindak atas keluargaku di Kepandak."
" Aku tidak gila " sahut orang Tanah Perdikan itu " apakah aku akan menjerat leherku sendiri " Jika rahasia ini diketahui oleh Tanah Perdikan Menoreh, maka aku tentu akan digantung. "
" Untuk mendapatkan upah, kau sudah bersedia mengkhianati Tanah kelahiran yang menjadi alas hidupmu. Apalagi berkhianat terhadapku. Aku memang mempunyai hubungan darah dengan isterimu, tetapi sudah terlalu jauh untuk dianggap sebagai orang orang terdekat di dalam hidupmu. Karena itu, maka pada suatu saat, kau tentu akan berkhianat pula kepadaku. Seandainya Tanah Perdikan ini mengumumkan hadiah sejumlah uang bagi mereka yang dapat menunjukkan orang yang telah melakukan tugas sandi di Tanah Perdikan ini "
Wajah orang Tanah Perdikan itu menjadi pucat, la sadar, apa yang dapat terjadi atasnya. Namun ia masih berusaha untuk mengelak. Katanya " Bagaimana mungkin Tanah Perdikan ini akan mengumumkan hadiah itu. Tidak seorangpun yang mengetahui apa yang telah terjadi. Tidak seorangpun yang tahu, bahwa rahasia kekuatan barak pasukan khusus dan Tanah Perdikan ini telah sampai ke Pajang. "
Tetapi orang itu tertawa. Kalanya " Mungkin hari ini tidak ada yang mengetahuinya. Tetapi siapa tahu bahwa sumber pengkhianatan itu ada di Pajang sendiri Bahwa ada orang yang telah berhasil mengetahui rahasia kekuatan barak pasukan khusus itu dan Tanah Perdikan ini, sehingga mereka akan sampai pada suatu kesimpulan, tentu ada petugas sandi yang pernah berada di Tanah Perdikan ini. "
" Angan-anganmu terlalu berbelit-belit. Kau dapat saja menduga-duga menurut keinginanmu. Tetapi itu tidak masuk akal " jawab orang Tanah Perdikan itu. Namun kemudian katanya " Tetapi baiklah kita kembali kepada perjanjian kita. Seharusnya perhitungan seperti itu sebaik nya kau . kemukakan sebelum kita membuat perjanjian. Karena perjanjian diantara kita sudah terjadi, maka kita masing-masing terikat untuk memenuhi perjanjian itu, sebagaimana aku lakukan. Aku telah memberikan keterangan sebagaimana kau kehendaki. "
" Apa artinya perjanjian itu bagiku " "tiba tiba saja orang itu bertanya sambil tertawa.
Orang Tanah Perdikan itu menjadi tegang Katanya " Kita harus memenuhi perjanjian itu. "
Orang itu tertawa semakin keras. Katanya " Kawan-kawanku berada disekitar tempat ini. Jika kau berkhianat atau ada orang lain yang meliihat pertemuan ini, maka kawan-kawanku akan membereskannya. Karena itu. kau tidak mempunyai kesempatan apapun juga Juga kau tidak akan mempunyai kesempatan untuk menuntut hakmu atas dasar perjanjian kita. " orang itu berhenti sejenak. Lalu ditepuknya pundak orang Tanah Perdikan itu " aku memang menjual keterangan ini kepada orang-orang Pajang dengan harga yang mahal. Tetapi aku akan memiliki uang itu sendiri. Buat apa aku harus membagi uang itu dengan kau" "
" Gila " geram orang Tanah Perdikan itu - kau telah menipu aku. Kau kira aku akan membiarkan diriku tertipu " Jika kau tidak mau menepati perjanjian yang telah kita buat. maka aku akan benar-benar membuat laporan tentang kau. Dan kau akan tahu artinya bagi keluargamu di Kepandak. "
Orang Kepandak yang berhubungan dengan Pajang itu masih saja tertawa. Katanya " Kau membuat dirimu sendiri semakin sulit. He, dengar, memang sudah menjadi rencanaku untuk membungkammu. Tidak hanya untuk sesaat, tetapi untuk selama-lamanya. "
" Apa maksudmu " " bertanya orang Tanah Perdikan itu.
" Aku akan membunuhmu. Kemudian aku akan membawa isterimu kembali ke Kepandak. Aku ingin mengawinkannya dengan adikku. He, kau ingat, bahwa adikku ingin mengambilnya sebagai isterinya, tetapi kau berhasil mendahuluinya. "
" Gila. Itu perbuatan gila. Kau sudah mengingkari janji, kemudian kau ingin membunuhku. Kau kira kau akan dapat berbuat sewenang-wenang- Selagi cacing tanahpun akan menggeliat jika terpijak kaki. Apalagi aku. " orang Tanah Perdikan itu segera bergeser menjauh.
Orang Kepandak yang bekerja untuk Pajang itu tertawa Katanya kemudian " Kaulah yang sudah gila. Kau kira, kau akan dapat melepaskan dirimu dari tanganku. "
" Aku akan berteriak " ancam orang Tanah Perdikan itu.
Berteriaklah. Tidak akan ada orang yang mendengar, Seandainya ada juga orang yang ada disawah dan mendengar suaramu, maka kau hanya akan menambah kematian saja. Sebaiknya kau menyadari keadaannya. Karena itu, kau jangan mengundang orang lain untuk ikut mati bersamamu. Karena dengan demikian, kau hanya akan menambah dosamu saja, karena kematian orang itu adalah tanggungjawabmu. " jawab orang Kepandak itu sambil tertawa.
" Aku dapat melawanmu tanpa bantuan orang lain -jawab orang Tanah Perdikan itu.
" O " orang itu tertawa semakin keras kau dengar suara tertawaku " Tidak seorangpun yang mendengarnya. Dan kau tahu bahwa kau rangkap sepuluh tidak akan dapat membebaskan dirimu dari tanganku. Nah, karena itu, maka lebih baik kau pasrah saja akan nasibmu yang buruk. Kau akan mati dengan tenang. Dan itu lebih baik daripada kau mati dalam keadaan yang paling buruk
Sebenarnyalah orang Tanah Perdikan itu menjadi gemetar. Bagaimanapun juga ia berusaha untuk tabah, namun ia merasa bahwa ia bukan seorang yang memiliki kemampuan olah kanuragan. Karena itu, maka harapannya satu-satunya adalah kesanggupan Agung Sedayu untuk melindunginya.
Tetapi orang itu tidak melihat seorangpun yang membayanginya, sehingga jika orang Kepandak itu benar-benar membunuhnya, maka ia akan mati di pematang, sehingga Agung Sedayu hanya akan dapat menemukan mayatnya.
- Apakah orang-orang Tanah Perdikan ini memang merelakan aku dibunuh karena pengkhianatanku, sehingga dengan demikian maka hukuman yang paling pantas atasku justru telah dilakukan oleh orang lain " " berkata orang itu didalam hatinya.
Justru karena orang itu termangu mangu, maka orang Kepandak itupun kemudian berkata " Berjongkoklah. Aku akan memenggal kepalamu. Satu cara yang paling baik untuk mati tanpa merasa sakit sedikitpun
Kulit orang Tanah Perdikan itu meremang. Sangat mengerikan. Namun demikian, ia berusaha untuk memperpanjang waktu, dengan satu harapan, orang orang yang akan membayanginya akan datang menolongnya. Karena itu, maka katanya " Kau jangan meremehkan kemampuanku "
Tetapi orang Kepandak itu sama sekali tidak terpengaruh. Bahkan ia berkata"Kau kira aku mengenalmu he" Sekarang, jangan banyak cakap lagi. Bersedialah untuk mati. Jika kau memang ingin melawati, lakukanlah. Kau tidak akan mampu bertahan sepenginang. "
Orang Kepandak itupun kemudian telah bersiap. Ia benar benar ingin membunuh. Selain untuk menghilangkan jejak, maka ia memang tidak ingin membagi uang yang diterima dari Pajang. Apalagi karena ia sudah membawa beberapa orang kawannya, yang tentu akan mengurangi upah yang diterimanya juga.
Orang Tanah Perdikan Menoreh itu benar-benar telah menjadi ketakutan bagaimanapun juga ia berusaha menyembunyikannya. Sementara itu ia masih belum melihat seorangpun yang mungkin akan dapat menolongnya.
Namun ia tidak ingin berjongkok sambil menundukkan kepalanya dan membiarkan orang Kepandak itu menebas lehernya sampai putus. Dalam keputus asaan ia telah bertekad untuk mati dengan sikap seorang laki-laki.
Karena itu, maka iapun telah menggenggam sabitnya, karena ia memang tidak membawa apapun juga keciali sabit itu.
Glagah Putih yang menyaksikan semua itu dari tempat persembunyiannya menjadi tidak sabar. Tetapi ketika ia beringsut, maka Agung Sedayu telah menggamitnya sambil berdesis"biarlah orang itu melawannya."
"Ia akan dengan segera mati"sahut Glagah Putih.
"Tenanglah. Marilah kita bermain-main. Terhadap orang yang demikian, kita tidak perlu bersikap sungguh-sungguh."berkata Agung Sedayu kemudian.
"Apa maksudmu kakang?"Glagah Putih mendesak. Tetapi Agung Sedayu tidak menjawab. Dalam keremangan malam Glagah Putih melihat kakak sepupunya itu tersenyum.
Sementara itu, orang Kepandak yang ingin membunuh setelah ia mendapat keterangan yang diperlukan, benar-benar menjadi marah. Orang Tanah Perdikan itu akan melawannya meskipun hanya memegang sebuah sabit pemotong rumput. Karena itu, maka katanya"Kau akan menyesali tingkah lakumu pada saat-saat kematianmu datang. Justru dalam keadaan yang sangat pahit.
Tetapi orang Tanah Perdikan itu sudah benar benar bertekad untuk mati sebagai seorang laki-laki, justru karena ia sudah menjadi putus asa.
Karena itu, maka orang Tanah Perdikan Itupun menggeram"Persetan dengan kau."
"Aku akan mencincangmu, memotong-molong tubuhmu sebelum kau mati. Kau harus merasakan, bagaimana sakitnya orang yang tidak bertelinga, kemudian tidak bertangan dan tidak berkaki. Jika kau ingin menjadi pahlawan, maka lakukanlah sebagaimana pernah dilakukan oleh Kumbakarna dalam dunia pewayangan, yang tubuhnya terpotong-potong dimedan sebelum ia mati.
Jantung orang Tanah Perdikan itu menjadi semakin cepat berdentang. Sebelum orang Kepandak itu berbuat sesuatu, rasa-rasanya tulang-tulangnya telah berpatahan.
Orang Kepandak itu agaknya tidak mau membuang-buang waktu lagi. Ia ingin cepat menyelesaikan tugasnya, kemudian meninggalkan Tanah Perdikan itu sebelum seorangpun melihatnya.
Dengan demikian, maka dengan suara berdesing, orang Kepandak itu telah mencabut pedangnya. Pedang yang besar dan panjang. Tajamnya nampak berkilat kilat memantulkan cahaya bintang-bintang yang bergayutan dilangit.
Sambil mengacukan pedangnya ia melangkah maju. Kemudian memutar pedangnya kearah telinga orang Tanah Perdikan itu sambil berkata"Jika kau berusaha mengelak, maka mungkin matamulah yang akan tertusuk ujung pedangku. Karena itu, diam sajalah, biar aku dapat tepat mengenai telingamu dan memutuskan tangkainya."
Orang Tanah Perdikan yang putus asa itu telah mengacukan sabitnya pula. Ia tidak tahu bagaimana melawan pedang panjang dan besar dengan sebuah sabit. Tetapi iapun tidak mau membiarkan telinganya di potong oleh orang Kepandak itu.
Dengan wajah yang bengis orang Kepandak itu siap untuk mengulurkan pedangnya. Ia tidak menghiraukan sabit ditangan orang Tanah Perdikan itu,karena sabit itu tidak akan mampu dipergunakan untuk mencegah juluran ujung pedangnya.
Namun dalam pada itu, ketika ia berusaha untuk menjulurkan pedangnya, tiba-tiba saja terasa tubuhnya bagaikan terguncang. Perasaan sakit telah menyengat lengannya yang terjulur itu sehingga tangannya tidak mampu lagi mengangkat pedangnya.
Karena itu, maka ujung pedang itu perlahan-lahan telah menunduk.
Pada saat yang demikian, orang Tanah Perdikan itu menjadi termangu-mangu. Ia benar-benar telah berputus asa dan seakan-akan ia hanya dapat menunggu saat kematiannya yang mengerikan, betapapun ia akan tetap berusaha memberontak.
Namun ia menjadi heran melihat sikap orang Kepandak. Orang itu nampaknya menjadi bingung.
Dalam keadaan yang demikian, justru dalam keputus-asaannya orang Tanah Perdikan itu telah memukul pedang yang mulai menunduk itu dengan sabitnya.
Yang terjadi benar-benar mengherankan. Orang Tanah Perdikan itu sendiri tidak percaya apa yang dilihatnya. Ujung Pedang itu bagaikan terayun tanpa dapat ditahan lagi. Demikian kerasnya, sehingga pedang itu justru terlepas dari tangan orang Kepandak itu.
"Gila"geram orang Kepandak yang kebingungan. Namun dengan tangkasnya ia meloncat dan memungut pedangnya dengan tangan kirinya.
"Iblis manakah yang telah membantu dengan ilmu gila itu?"geram orang Kepandak itu.
Orang Tanah Perdikan itu sendiri menjadi bingung. Sementara itu kemarahan orang Kepandak itu telah membakar jantungnya. Apalagi ketika terasa tangan kanannya yang kesakitan itu telah berangsur sembuh.
" Aku tidak tahu apa yang terjadi dengan tanganku " berkata orang Kepandak itu " tetapi sekarang, tanganku sudah baik dan aku akan dapat mencincangmu sampai lumat. "
Orang Tanah Perdikan itu merasa tidak mempunyai harapan lagi. Ternyata yang dijanjikan oleh Ki Gede dan Agung Sedayu untuk membayanginya dan menangkap orang Kepandak itu tidak dilakukan. Bahkan mungkin dengan sengaja mereka membiarkannya terbunuh, baru mereka akan menangkap orang Kepandak itu.
Namun dalam pada itu, ketika orang Kepandak itu melangkah maju dengan pedang teracu, maka yang kemudian terasa sakit bukan hanya sekedar tangannya. Tetapi isi dadanya serasa bagaikan diremas, sehingga karena itu, maka orang itupun telah melangkah surut. Sambil menyeringai menahan sakit ia berusaha melindungi dadanya. Namun perasaan sakit itu masih tetap menusuk-nusuk dengan tajamnya, sehingga orang Kepandak itu terbungkuk-bungkuk kesakitan.
" O, anak iblis " orang itu berteriak.
Orang Tanah Perdikan yang menyaksikan orang Kepandak itu kesakitan menjadi heran. Ia tidak mengerti apa yang telah terjadi.
Namun sementara itu, Glagah Putih yang mengetahui keadaan orang Kepandak itu berdesis " Kakang masih saja bermain-main. Kakang, serahkan saja orang itu kepadaku. Aku akan menyelesaikannya. Sementara itu, akan datang kawannya, Nah, terserahlah kepada kakang. "
" Kita sebaiknya datang bersama-sama " berkata Agung Sedavu.
Glagah Putih tidak menunggu lagi. Dengan tangkasnya ia telah bangkit dan meloncat keluar dari persembunyiannya. Namun sementara itu Agung Sedayu masih berdesis " Kita akan menangkapnya hidup-hidup. "
Glagah Putih tidak menjawab. Tetapi ia menyadari, bahwa ia memang harus menangkap orang itu hidup-hidup.
Munculnya dua orang dari balik gerumbul itu telah mengejutkan orang Kepandak yang kesakitan. Namun orang Kepandak itu menjadi heran, bahwa perasaan sakitnya tiba-tiba telah lenyap. Daya tahannya yang cukup kuat telah melepaskannya dari sisa-sisa perasaan sakitnya.
Dalam pada itu, orang Tanah Perdikan yang sudah menjadi putus-asa itupun terkejut. Ia melihat dua orang dengan cepat melangkah mendekatinya. Namun dalam keremangan malam, ia tidak segera dapat mengenali siapakah kedua orang itu.
Namun dalam pada itu, orang Kepandak yang merasa terganggu oleh kehadiran kedua orang itu telah berpikir dengan cepat. Ia masih mempunyai kesempatan untuk menjangkau orang Tanah Perdikan itu dengan pedangnya. Dengan demikian, maka ia akan membunuh orang Tanah Perdikan itu dan untuk seterusnya, orang itu tidak akan dapat berbicara tentang dirinya.
Karena itu, maka iapun berusaha untuk bergerak dengan cepat. Dengan sigapnya ia telah bersiap untuk meloncat dengan pedang terjulur lurus mengarah jantung.
Tetapi ternyata Agung Sedayu telah memperhitungkan kemungkinan itu. Karena itu, demikian orang Kepandak itu bersiap untuk meloncat, maka kedua kakinya terasa bagaikan menjadi lumpuh. Perasaan sakit yang tiada taranya telah mencengkam tulang-tulang kakinya itu, sehingga hampir saja ia justru terjatuh karena kehilangan keseimbangannya.
Namun perasaan sakit itu hanya terasa sekilas. Sebelum ia terjatuh, maka perasaan sakit itu telah lenyap.
Tetapi kesempatan untuk melakukan niatnya, membunuh orang Tanah Perdikan itu telah lenyap, karena Glagah Putih tiba-tiba saja telah meloncat mendekatinya dengan pedang ditangan pula.
Justru karena itu, maka sadarlah orang Kepandak itu, bahwa ada pihak lain yang telah mengganggunya sehingga ia tidak segera berhasil membunuh orang Tanah Perdikan yang dicemaskannya akan dapat banyak berbicara tentang dirinya dan sudah barang tentu tentang keluarganya di Kepandak.
" Anak iblis " geram orang Kepandak itu" jadi kalianlah yang telah mengganggu aku sejak tadi " "
Glagah Putih yang menjawab " Aku akan menghadapimu. "
" Kalian licik. Kalian hanya berani menyerangku sambil bersembunyi " geram orang itu.
" Maaf Ki Sanak " jawab Agung Sedayu " aku tidak ingin berbuat licik sebagaimana kau tuduhkan. Tetapi aku sekedar mencegahmu untuk berbuat sewenang-wenang. He, kau tahu bahwa saudaramu dari Tanah Perdikan ini adalah seorang petani lugu yang barangkali tidak pernah bermimpi untuk berkelahi " Tetapi kau telah memaksanya untuk melakukannya, sehingga dengan demikian maka yang terjadi tentu bukan sebuah perkelahian, tetapi pembunuhan yang semena-mena. "
" Persetan " orang Kepandak itu justru membentak " kenapa kau turut campur " " Persoalan kami adalah persoalan keluarga. Adalah hak kami untuk menyelesaikan persoalan kami tanpa campur tangan orang lain. "
" Jangan memperbodoh kami " jawab Glagah Putih yang tidak sabar " kau kira kami tidak tahu apa yang telah kau lakukan disini sejak kita bertemu beberapa saat yang lalu " Apalagi setelah kami mengetahui bahwa kau telah ingkar janji. Setelah kau menyadap keterangan yang kau perlukan, maka kau justru berusaha untuk membunuh seseorang yang telah membuat satu perjanjian denganmu, bahwa seharusnya ia menerima sebagian dari upah yang kau terima dari Pajang. Tetapi agaknya kau juga mempunyai tujuan lain. Dengan demikian kau akan menghapuskan jejak perbuatanmu. Perbuatan yang terkutuk itu. Kau harus menyadari, bahwa yang kau lakukan itu adalah pengkhianatan ganda. Kau telah berkhianat terhadap Mataram dan kemudian kau telah berkhianat pula kepada seseorang yang masih mempunyai sangkut paut dan hubungan darah. "
Orang Kepandak itu menjadi gemetar menahan kemarahan yang memuncak. Kata-kata Glagah Putih itu bagaikan bara yang telah menyentuh telinganya. Karena itu, maka iapun menggeram " Ternyata kaulah yang lebih pantas untuk dibunuh lebih dahulu daripada orang cengeng ini. He, apakah benar kau bernama Agung Sedayu " "
Glagah Putih mengerutkan keningnya. Dengan nada tinggi ia justru bertanya " Kenapa kau menyangka bahwa aku bernama Agung Sedayu " Bukan. Aku bukan Agung Sedayu. Sebelum kau tertangkap kau boleh mengetahui namaku. Aku adalah Glagah Putih. Orang yang berdiri dibelakangku itulah Agung Sedayu. Kakak sepupuku."
Jantung orang itu menjadi berdebar-debar. Ternyata anak muda yang memiliki kemampuan yang tinggi itu bukan Agung Sedayu. Bahkan ditempat itu telah hadir pula Agung Sedayu yang sebenarnya.
Dalam waktu yang pendek itu, ia sempat membuat pertimbangan. Jika Glagah Putih yang lebih muda dari Agung Sedayu mampu mengalahkannya dalam perkelahian seorang lawan seorang, maka Agung Sedayu tentu akan dapat berbuat lebih baik daripadanya. Karena itu, maka orang itupun yakin, yang telah mempermainkannya dengan ilmu iblis itu Agung Sedayu yang sebenarnya.
Dengan demikian maka orang itupun segera menyadari, bahwa ia tidak akan dapat berbuat apa-apa menghadapi kedua orang saudara sepupu itu. Karena itu, maka tiba-tiba saja ia telah meletakkan tangannya dimulutnya.
Sejenak kemudian telah terdengar suitan nyaring. Orang Kepandak itu telah memberikan isyarat kepada kawan-kawannya, bahwa bahaya yang sebenarnya telah mengintai mereka.
" Kau panggil kawan-kawanmu" " bertanya Agung Sedayu.
" Apa pedulimu " " bentak orang itu.
" Sepenglihatanku, kau datang bertujuh. Bahkan mungkin masih ada lagi kawanmu yang lain yang tidak aku lihat " berkata Agung Sedayu.
Orang Kepandak itu termangu-mangu. Bagaimana mungkin Agung Sedayu dapat melihat ketujuh orang yang datang bersamanya.
" Mungkin ia melihat sejak kami datang " berkata orang itu didalam hatinya " baru kemudian ia menyelinap kepersembunyi-annya itu. "
Tetapi itu tidak penting. Sejenak kemudian terdengar suitan yang lain sebagai jawaban, bahwa kawan-kawannya telah bersedia menghadapi segala kemungkinan.
" Jangan menyesal " berkata orang Kepandak itu " kalian semua akan mati. Para pengawal Tanah Perdikan ini yang turut campur dalam persoalan inipun akan mati. Kawan-kawanku yang datang bersamaku adalah orang-orang yang berilmu tinggi, yang sudah menyediakan diri untuk berpihak kepada Pajang dan akan bertindak dengan tegas sampai tugas ini selesai dengan tuntas. "
" Persetan " Glagah Putihlah yang menyahut " bersiaplah. Kita akan bertempur. Kita lanjutkan perkelahian kita yang tidak selesai pada waktu itu. Kita akan bertempur seorang melawan seorang. Kakakku tidak akan berbuat curang seperti kawanmu pada saat itu. Pada saat kau hampir mati, kawanmu telah mencampuri pertempuran diantara kita, sehingga aku harus melawan kau berdua. Sekarang kau tidak akan mendapat kesempatan seperti itu lagi. "
Orang Kepandak itu termangu-mangu. Namun ternyata bahwa keadaan telah berbalik. Yang kemudian menunggu kawannya dengan jantung yang berdebar-debar adalah orang Kepandak itu.
Tetapi ternyata kawan-kawannya tidak kunjung datang, sehingga pada saat Glagah Putih telah bersiap untuk bertempur, orang itu harus melawannya seorang diri.
Ketika keduanya telah bersiap, maka ternyata keduanya bersenjata pedang. Orang Kepandak itu juga membawa pedang yang mempergunakan pelindung pada tangkainya.
Sebenarnyalah Agung Sedayu tidak ikut campur ketika kemudian perkelahian diantara kedua orang itu telah menjadi semakin seru. la justru bergeser surut sambil memberi isyarat kepada orang Tanah Perdikan Menoreh itu untuk menjauh.
Sementara itu, kawan-kawan orang Kepandak itu juga mendengar isyarat yang diberikan oleh kawannya dengan suitan. Mereka-pun telah menyahut dan bersiap untuk datang membantunya. Tetapi ternyata bahwa isyarat itu tidak saja memberitahukan kepada kawan-kawan orang Kepandak untuk membantunya, tetapi isyarat itu juga diterima oleh orang-orang Tanah Perdikan. Mereka yang mendengar isyarat balasan segera mengetahui dimanakah orang orang yang memasuki Tanah Perdikan itu berada dan jumlah merekapun segera dapat diperhitungkan.
Karena itulah, maka Ki Gedepun segera mengatur para pengawal dan memerintahkan mereka untuk mendekati arah isyarat balasan.
" Berhati-hatilah " berkata Ki Gede " kau tahu, mereka tentu orang-orang pilihan. Hubungi kawan-kawanmu yang berada dekat dengan mereka.
" Kami akan berhati-hati Ki Gede " jawab salah seorang diantara para pengawal. " Kawan-kawan kami telah tersebar. Meskipun tidak begitu banyak seperti yang Ki Gede maksudkan, tetapi mereka adalah pengawal pilihan. Kami akan menyampaikan perintah dan pesan Ki Gede beranting. "
Demikianlah, dengan cepat pengawal itu menghubungi tempat-tempat yang sudah ditentukan. Ternyata ada diantara mereka yang sudah melihat ketika orang-orang yang bekerja untuk Pajang-itu datang. Namun mereka masih menunggu isyarat untuk bergerak. Jika perintah beranting itu tidak mungkin dilakukan karena keadaan mendesak, akan ada isyarat panah sendaren. Namun dengan sendaren mungkin sasaran mereka kurang jelas. Dengan perintah lesan yang beranting itu, akan dapat diberikan petunjuk khusus sasaran dari setiap pengawal yang telah dipersiapkan.
Tetapi dengan pesan lesan beranting telah memerlukan waktu sehingga orang-orang Pajang itu sempat bergeser dari tempat mereka. Namun mereka tidak mempunyai kesempatan untuk mencapai kawannya yang telah bertempur melawan Glagah Putih ditunggui oleh Agung Sedayu.
Ketika orang-orang Pajang itu memberikan isyarat balasan, maka mereka memang sudah meemperhitungkan kemungkinan akan datangnya para pengawal atau orang-orang lain yang mendengar isyarat mereka. Namun orang-orang Pajang itu sama sekali tidak merasa gentar. Bahkan seandainya yang datang itu sepasukan pengawal sekalipun.
Namun demikian, ternyata orang-orang yang bekerja untuk Pajang itu sempat saling mendekatkan diri kearah isyarat pertama yang mereka dengar. Ternyata mereka tidak hanya tujuh orang, tetapi delapan orang. Seorang diantara mereka telah luput dari penglihatan Agung Sedayu.
Ketika para pengawal Tanah Perdikan bergerak, orang-orang yang bekerja untuk Pajang itu telah siap menyambut mereka. Pada bentangan yang agak jauh, orang-orang itu seakan-akan telah menyusun satu lapis pertahanan, sementara mereka memberi kesempatan kepada kawannya yang langsung menghubungi orang Tanah Perdikan itu untuk menyelesaikan tugasnya. Hanya seorang diantara mereka yang mendekati kawannya itu untuk mengamati apa yang terjadi, sehingga kawannya itu telah memberikan isyarat.
Yang dilihat ternyata adalah satu perkelahian yang sengit. Orang Kepandak itu telah terlibat dalam pertempuran melawan Glagah Putih. Dengan senjata masing-masing keduanya berusaha untuk dapat segera menyelesaikan lawan-lawannya. Tetapi justru karena kedua belah pihak telah mengerahkan kemampuannya, maka pertempuran itupun menjadi semakin sengit.
Kawannya yang menyaksikan pertempuran itu menjadi berdebar-debar. Ia adalah orang yang beberapa waktu yang lalu datang ke Tanah Perdikan Menoreh bersama orang yang bertempur melawan Glagah Putih itu. Karena itu, maka iapun segera dapat mengenalinya, bahwa lawan orang Kepandak itu adalah lawan mereka beberapa hari yang lalu.
Dengan demikian maka orang itupun sudah dapat memperhitungkan, jika kawannya itu dibiarkannya bertempur sendiri, maka ia tidak akan dapat memenangkan pertempuran itu sebagaimana pernah terjadi.
Selangkah demi selangkah ia beringsut maju. Iapun melihat seseorang yang berdiri beberapa langkah dari arena pertempuran itu.
Tetapi orang itu mempunyai perhitungan tersendiri. Ia ingin turun ke arena. Jika orang yang berdiri mengamati pertempuran itu juga akan membantu lawan orang Kepandak itu, maka ia akan membinasakannya lebih dahulu. Sedangkan orang Tanah Perdikan itu sendiri sama sekali tidak diperhitungkannya. Jika ia ikut campur, maka umurnya akan cepat berakhir.
Perlahan-lahan ia mendekati arena pertempuran. Glagah. Putih dan orang Kepandak itu telah bertempur tidak saja dipematang, tetapi kaki-kaki mereka telah menginjak tanah persawahan yang basah dan berlumpur.
Seperti yang sudah diduganya maka orang yang berdiri mengamati pertempuran itu telah menyapanya " Apa yang akan kau lakukan, Ki Sanak " "
Orang itu terhenti sejenak. Lalu jawabnya " Marilah, cobalah menahan aku, biar aku cepat membunuhmu, sebelum aku akan membunuh kawanmu itu bersama dengan lawannya yang sekarang.
" Jangan bertempur berpasangan " berkata Agung Sedayu, lalu " biarlah mereka bertempur sebagaimana dua orang laki-laki.
" Persetan " geram orang itu.
Sementara itu, Glagah Putihpun telah berkata lantang " Kakang, orang itulah yang bertempur berpasangan melawan aku beberapa hari yang lalu, dan aku gagal menangkapnya. "
" Biarlah kita menangkapnya sekarang " berkata Agung Sedayu.
Namun dalam pada itu orang yang mendekati arena itu menggeram " Jangan terlalu besar kepala. Kalian berdua akan mati di pertempuran ini. "
Tetapi orang Kepandak yang sedang bertempur melawan Glagah Putih itu segera memperingatkan agar kawannya tidak salah menilai orang yang berdiri mengamati pertempuran itu, katanya " Orang yang berdiri dihadapanmu itulah yang bernama Agung Sedayu."
Wajah orang yang mendekati arena itu menjadi tegang. Nama Agung Sedayu memang sudah dikenalnya. Namun ia masih belum pernah melihat sikap dan tandangnya di Medan.
Tetapi ia tidak mau dirinya menjadi kecil dihadapan Agung Sedayu. Karena itu, maka iapun tertawa sambil berkata " Jadi kaulah yang disebut Agung Sedayu, yang namanya tersebar dari ujung sampai keujung negeri ini. "
" Jangan memuji. Aku tidak lebih dari orang-orang kebanyakan di Tanah Perdikan ini. " jawab Agung Sedayu.
" Kau ingin merendahkan dirimu atau justru kau memang terlalu sombong " " bertanya orang itu.
" Terserahlah, apa yang ingin kau katakan tentang aku " jawab Agung Sedayu. Lalu " Tetapi sekarang aku memang mengemban tugas untuk menangkap orang-orang yang telah memasuki Tanah Perdikan Menoreh dengan maksud buruk Termasuk kau. "
" Nah, bukankah dengan demikian, kau adalah orang yang sangat sombong " " Kau kira kau akan dapat menangkap aku " " geram orang itu.
Agung Sedayu tidak menjawab. Iapun telah beringsut maju. Sementara itu bakal lawannya itupun telah bersiaga sepenuhnya.
Sementara itu Agung Sedayu merasa bahwa ia tidak perlu cemas tentang Glagah Putih. Menilik pertempuran yang sedang berlangsung itu, maka Glagah Putih tidak dalam keadaan terdesak. Bahkan lambat laun terjadilah seperti yang pernah terjadi beberapa hari yang lalu. Glagah Putih justru mulai mendesak lawannya.
Dalam pada itu, lawan Agung Sedayu yang tidak mau berada dibawah pengaruh wibawa lawannya, tiba-tiba justru telah mendahului meloncat menyerang Agung Sedayu dengan garangnya. Namun serangan itu dapat dengan mudah dielakkan oleh
Musim Panas Berdarah 2 Pendekar Rajawali Sakti 56 Pembunuh Misterius Oppa And I 2
^