Dendam Orang Orang Sakti 1
Wiro Sableng 003 Dendam Orang-orang Sakti Bagian 1
Cerita silat - Dendam Orang-Orang Sakti - cersil - Dendam Orang-Orang Sakti -
baca komik - Dendam Orang-Orang Sakti
Pendekar Kapak Maut Naga Geni 212
Dendam Orang-orang Sakti
WIRO SABLENG PENDEKAR KAPAK MAUT NAGA GENI 212
Karya: Bastian Tito
DENDAM ORANG-ORANG SAKTI
SATU LUKA besar di bekas kutungan tangan kanannya itu membuat tenaganya semakin
lama semakin mengendur. Kalau tadi dengan segala tenaga yang ada macam manusia
dikejar setan dia melarikan diri dari pekuburan Djatiwalu itu, maka kini jangankan lari,
berjalan melangkahpun dia sudah tidak sanggup. Tubuhnya terhuyung-huyung. Nafasnya megap-
megap seperti mau sekarat!
Saat itu dia berada di tepi sebuah jurang. Dalam larinya tadi dia tak
memperhatikan lagi ke mana tujuannya sehingga di mana dia berada saat itu adalah satu tempat
yang jarang didatangi manuisia. Sunyi senyap mencengkam menegakkan bulu roma. Matanya yang
berkunang-kunang, pemandangannya yang semakin mengelam dan daya tenaga yang
sudah habis sampai ke batasnya membuat tubuhnya tak ampun lagi jatuh terperosok ke
dalam jurang ketika salah satu kakinya terserandung di bebatuan yang menonjol di tepi jurang.
Masih untun jurang itu bukanlah jurang batu, tapi jurang yang penuh ditumbuhi
semak belukar. Tubuhnya menggelinding ke bawah membentur semak belukar mengait
ranting- ranting pepohonan rendah. Sakit tubuhnya bukan main, apalagi bekas luka kutungan
di tangan kanannya. Ketika dia terhampar di dasar jurang, dia tiada sadarkan diri lagi!
Bila dia sadarkan diri maka saat itu matahari sudah hamper tenggelam. Keadaan di
dasar jurang sunyi itu gelap dan dingin karena pantulan sinar matahari yang
terakhir tidak sampai menyaputi dasar jurang di mana dia berada. Dia berpikir-pikir di mana dia
terbujur saat itu. Kemudian denyutan rasa sakit yang amat sangat pada bahu kanannya yang
bunting dan masih melelehkan darah itu, membuat dia ingat segala sesuatunya apa yang
telah terjadi. Dia - Kalingundil - beberapa jam yang lalu telah bertempur melawan seorang
pemuda sakti bernama Wiro Sableng. Dalam pertempuran itu bukan saja dia terpaksa
melarikan diri tapi juga terpaksa kehilangan tangan kanannya karena telah dibetot puntung oleh
lawannya! Wiro Sableng Pendekar Kapak Maut Naga Geni 212
Dendam Orang-orang Sakti
Dan mengingat ini, diantara rasa sakit yang tiada terkirakan, memerih pula rasa
dendam kesumat yang amat sangat. Walau bagaimanapun dia musti dapat meneruskan
hidupnya, meski cuma bertangan sebelah. Meski bagaimanapun dia harus dapat membalaskan
dendam kesumat akibat perbuatan pemuda Wiro Sableng yang telah membuat dia cacat seumur
hidup itu. Ketika kedua matanya melihat bintang-bintang yang bermunculan di langit di
atasnya barulah disadarinya bahwa hari sudah menjadi malam. Kalingundil tahu bahwa
semalam- malaman itu dia tak akan bisa terus terbujur di situ. Dipalingkannya kepalanya
ke kanan. Hanya semak belukar dan pohon-pohon berdaun lebar yang dilihatnya dalam
kegelapan. Kemudian dipalingkannya pula kepalanya ke samping kiri. Mula-mula juga hanya
kegelapan yang dilihat lelaki itu. Namun samar-samar kemudian diantara semak belukar dalam
kegelapan itu matanya masih dapat melihat satu legukan batu di dasar jurang.
Jaraknya dengan tempat dia terbujur saat itu kira-kira sepuluh tombak. Dari pada terbujur
di tempat terbuka begitu, Kalingundil berpikir lebih baik pindah tempat ke cegukan batu
itu. Tapi dengan keadaan dan kekuatan badan seperti itu tidak mudah bagi Kalingundil
untuk berpindah tempat. Jangankan untuk berdiri, merangkakpun tidak bisa.
Jangankan utnuk
beringsut, bergerak sedikitpun sekujur tubuhnya terasa sakit bukan main, tulang-
tulang anggotanya serasa bertanggalan! Namun dengan keyakinan penuh untuk bisa
menyelamatkan diri, dengan mengumpulkan segala sisa tenaga yang masih ada, seingsut demi
seingsut akhirnya berhasil juga Kalingundil mencapai legukan batu itu. Ternyata legukan
ini adalah mulut sebuah goa. Dan pada saat itu dia berhasil mencapai mulut goa itu, untuk
kedua kalinya Kalingundil jatuh pingsan kembali.
Kalingundil sadarkan diri pada keesokan paginya. Beberapa jam sesudah matahari
terbit. Anehnya tubuhnya terasa lebih mendingan dibandingkan dengan keadaan hari
kemarin. Kalingundil tak habis pikir, kenapa hal ini bisa terjadi. Bahkan ketika dia coba
menggerakkan badan dirasakannya kekuatannya yang malam tadi sudah habis sampai ke batas
terakhir kini mulai berangsur kembali. Dia duduk bersandar ke dinding goa. Pada saat itulah
dirasakannya bahwa dari dalam goa keluar semacam hawa yang lembab ngilu-ngilu kuku. Hawa
inilah agaknya yang telah mempengaruhi keadaan diri Kalingundil yang telah memberikan
kepulihan kekuatan kepadanya.
Kemudian sewaktu dia memandang meneliti ke dinding goa di sekelilingnya, samar-
samar, tertutup oleh debu yang menebal, tergugus oleh ketuaan zaman, Kalingundil
melihat banyak sekali tulisan-tulisan. Tulisan-tulisan ini kacau balau tak teratur, tapi
bila dibaca dan
Wiro Sableng Pendekar Kapak Maut Naga Geni 212
Dendam Orang-orang Sakti
disambung satu persatu, akan merupakan rentetan kalimat yang memberi pengertian
pelajaran ilmu silat! Semakin lebar Kalingundil membuka kedua matanya. Apa yang dibaca
olehnya itu memang sulit dimengerti mula-mula, ini lain tidak karena tulisan itu menerangkan
tentang pelajaran silat yang memang mempunyai dasar-dasar aneh serta tak diketahui dari
cabang aliran mana. Semakin naik matahari, semakin baikan terasa oleh Kalingundil
keadaan badannya. Dengan mebungkuk-bungkuk dan tertatih-tatih, setelah habis dibacanya sekalian
apa yang tertulis dibagian goa sebelah luar itu maka Kalingundil memasuki goa lebih
jauh. Semakin ke dalam semakin terasa hawa lembab yang hangat-hangat ngilu-ngilu kuku
tadi. Menghirup udara itu Kalingundil merasakan tubuhnya segar, dadanya lega. Dan
semakin ke dalam semakin banyak banyak dilihat Kalingundil tulisan-tulisan. Apa yang
tertulis kini adalah mengenai pelajaran ilmu pedang yang aneh dan tak pernah didengar oleh
Kalingundil sebelumnya. Tapi sayang sebagian besar tulisan-tulisan yang bersifat pelajaran
itu sudah tidak
kelihatan atau kabur tak dapat dibaca lagi.
Hawa hangat ngilu-ngilu kuku semakin santar terasa. Kalingundil terus juga masuk
ke dalam goa itu sampai akhirnya langkahnya terhenti pada satu pemandangan yang
hampir tak dapat dipercayainya.
Goa itu berakhir pada sebuah telaga kecil. Telaga ini lebih tepat disebut kolam
karena tepinya dikelilingi oleh batu-batu. Air telaga berwarna biru gelap dan
mengepulkan asap
kebiruan. Asap inilah yang berhawa hangat ngilu-ngilu kuku dam mempunyai
kekuatan ajaib yang menyegarkan tubuh Kalingundil! Di tengah kolam itu terdapat sebuah batu
licin yang juga berwarna biru dan diatas batu ini terletak sebuah pedang yang telah
buntung, yang panjangnya cuma dua jengkal. Seperti air kolam dan batu licin, senjata ini juga
berwarna dan memancarkan sinar biru. Mengapa pedang itu tinggal buntung sedemikian rupa,
kemana bagian yang lancip lainnya" Dan mengapa sampai benda itu berada di situ"
Berdiri beberapa lama di tepi kolam itu Kalingundil merasakan badannya semakin
segar. Sedang ketika diteliti luka di bahu kanannya yang buntung itu, luka
itupun kelihatannya lebih sembuhan dari saat-saat sebelumnya.
"Air kolam ini mengandung khasiat yang hebat..," pikir Kalingundil. Dia
membungkuk untuk menyiduknya dan sekaligus untuk melihat lebih dekat pedang
buntung yang di atas batu. Namun setengah membungkuk, gerakannya terhenti. Di dinding
goa di sebelah belakang kolam, di balik kepulan asap samar-samar terlihat barisan
huruf-huruf yang
sudah agak sukar untuk dibaca tapi masih dapat dikira-kirakan oleh Kalingundil.
Wiro Sableng Pendekar Kapak Maut Naga Geni 212
Dendam Orang-orang Sakti
Di situ tertulis:
GOA INI "GOA SILUMAN BIRU"
KOLAM INI "KOLAM SILUMAN BIRU,"
PEDANG DI ATAS BATU "PEDANG SILUMAN BIRU,"
CUMA SAYANG KINI HANYA TINGGAL HULU DAN BUNTUNG,
SIAPA BISA MENDAPATKAN UJUNG PEDANG YANG HILANG DAN
MENYAMBUNGNYA, SIAPA YANG MEMPELAJARI ILMU PEDANG DALAM GOA INI, AKAN
MENJADI "RAJA PEDANG" SEUMUR HIDUPNYA.
Membaca rangkaian kalimat itu, Kalingundil kemudian memandang berkeliling. Apa-
apa yang telah dibacanya tadi sejak dari mulut goa sampai ke tepi kolam yaitu
tulisan-tulisan
di dinding goa semuanya memang merupakan suatu ilmu silat dan ilmu pedang yang
aneh. Segala sesuatu yang ditemuinya di dalam goa itu memberikan kenyataan kepada
Kalingundil bahwa dulunya goa itu adalah tempat kediaman seorang sakti yang bersenjatakan
pedang bernama "Pedang Siluman Biru" itu. Tapi kenapa pedang itu kini hanya tinggal
begitu rupa, dan ke mana buntungnya yang lain"
Untuk keda kalinya Kalingundil membungkuk. Dengan tangan kirinya dijangkaunya
pedang Siluman Biru. Pada detik jari-jari tangannya memegang hulu senjata itu
maka aneh sekali mengalirlah suatu aliran yang membuat kekuatan Kalingundil dan keadaan
tubuhnya benar-benar pulih seperti sediakala! Bahkan bukan itu saja, kini tubuhnya juga
terasa lebih enteng. Dan ketika dicobanya menyiduk air kolam, lebih banyak kekuatan-kekuatan
dan keanehan-keanehan baru yang dialaminya!
Kalingundil gembira sekali.
Tanpa menunggu lebih lama dia berlutut di tepi kolam dan berkata: "Pemilik Goa
Siluman Biru, dimanapun kau berada, siapapun kau adanya, aku Kalingundil
mengucapkan terima kasih karena apa yang ada dalam goamu ini telah menyembuhkan aku dari
sakit dan luka yang aku alami. Hari ini aku - Kalingundil - mengharapkan segala kerelaanmu
untuk sudi mengangkat kau sebagai guru. Apa-apa yang tertulis di goamu ini akan
kupelajari dengan
tekun..." Demikianlah mulai hari itu dengan seorang diri dia menekuni setiap apa yang
tertulis di dinding goa. Ilmu silat dan ilmu pedang yang coba dipelajarinya seorang diri
itu yang hilang dan tak terbaca sehingga dari keseluruhan Ilmu Pedang Siluman yang
dipelajari Kalingundil, hanya sepertiganya saja yang berhasil didapat dan difahami oleh
Kalingundil. Namun demikian itupun sudah luar biasa sekali. Sehingga empat bulan kemudian
ketika dia keluar dari Goa Siluman itu, maka Kalingundil yang kini sudah berobah seratus
delapan puluh Wiro Sableng Pendekar Kapak Maut Naga Geni 212
Dendam Orang-orang Sakti
derajat dalam ilmu persilatan! Dan ini menambah keyakinan Kalingundil bahwa dia
akan berhasil menuntutkan sakit hatinya terhadap pendekar 212, Wiro Sableng!
-- == 0O0 == --
DUA MENCARI seorang musuh di daratan pulau Jawa yang luas bukan suatu pekerjaan
mudah. Ratusan kilometer harus dijalani, puluhan bukit harus didaki dan
dituruni, belasan
sungai musti diarungi, diseberangi belasan rimba belantara harus dimasuki dan
diantara semua itu puluhan halangan harus dihadapi. Halangan atau bahaya yang ditimbulkan
alam sendiri serta yang ditimbulkan oleh manusia-manusia yang hidup dalam itu,
terutama sekali
dalam rimba dunia persilatan! Mungkin berbulan-bulan, mungkin pula bertahun-
tahun baru musuh besar itu berhasil dicari. Tapi sebaliknya mungkin pula itu tak pernah
berhasil, mungkin si pencari musuh besar itu akan tertimpa bahaya lebih dahulu dalam
Wiro Sableng 003 Dendam Orang-orang Sakti di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
perjalanan dan meregang nyawa sebelum dendam kesumat terbalaskan.
Kalingundil tahu semua itu. Tapi dia tidak khawatir. Dengan ilmu baru yang kini
dimilikinya, meski tidak sempurna, dia yakin akan sanggup untuk menghadapi
segala sesuatu dalam perjalanannya mencari Wiro Sableng pendekar 212, musuh besar yang telah
membuat tangannya buntung, yang telah membuat dia cacat seumur hidup! Disamping itu
Kalingundil memang sudah punya rencana tersendiri untuk menjelaskan persoalan dendamnya
dengan pendekar 212. Dia yakin akan dapat menemui pemuda sakti itu dan dia yakin pula
bahwa rencana besarnya untuk menuntut balas akan berhasil!
Pertama sekali ditemuinya Mahesa Birawa atau Suranyali di Pajajaran karena
terakhir sekali diketahuinya bekas pemimpin dan guru silatnya itu tengah berada di
kerajaan itu. Namun sampai di sana Kalingundil kecewa besar. Bahkan juga dendam yang ada di
dalam hatinya jadi tiada terkirakan bahwa Mahesa Birawa telah menemui ajalnya, mati
ditangan Wiro Sableng, sewaktu terjadi pemberontakan besar-besaran tempo hari.
Dengan segala dendam kesumat yang semakin dalam berurat berakarnya itu
Kalingundil meninggalkan Pajajaran. Diseberanginya sungai Kendang, diteruskannya
perjalanan ke bukit Siharuharu yang terletak tak berapa jauh dari kaki gunung.
Pada masa itu di puncak bukit Siharuharu terdapat sebuah perguruan silat yang
bernama Perguruan Teratai Putih. Perguruan ini baru tiga tahun berdiri tapi
sudah Wiro Sableng Pendekar Kapak Maut Naga Geni 212
Dendam Orang-orang Sakti
mendapat nama tenar di di sapanjang daerah perbatasan Jawa barat dan Jawa Timur.
Bukan saja karena Perguruan Teratai Putih ini didirikan untuk menolong kaum yang lemah
dan menghancurkan golongan hitam penimbul segala kebejatan dan malapetaka serta
kemaksiatan tapi juga adalah karena perguruan silat ini dipimpin oleh seorang tokoh yang
sejak sepuluh tahun belakangan ini mendapat nama tenar dalam dunia persilatan. Tokoh ini ialah
Wirasokananta, seorang tokoh silat yang berumur lebih dari setengah abad.
Pada saat itu Wirasokananta berada di puncak Gunung Galunggung tengah bertapa
memperdalam ilmu bathin dan dan mempersuci diri dari segala kekhilafan-
kekhilafan dan dosa-dosa yang pernah dibuatnya selama hidupnya. Pimpinan perguruan
diserahkannya pada
murid tertua, terpandai dan yang paling dipercayainya yaitu Gagak Kumara.
Perguruan Teratai Putih saat itu kelihatan diselimuti suasana ketenangan. Di
dalam rumah besar murid-murid perguruan yang berjumlah delapan orang, enam laki-laki
dan dua perempuan duduk bersila dengan khidmat mendengarkan apa uyang tengah dibacakan
oleh Gagak Kumara yaitu sebuah kitab yang ditulis oleh guru mereka, mengenai sastra
hidup, kerohanian, kebathinan dan keduniaan.
Suara Gagak Kumara terang dan jelas, sedap didengarnya sehinga setiap nasihat
dan pelajaran yang dibacakannya dapat segera dimengerti oleh saudara-saudara
seperguruannya yang tujuh orang itu.
"Dalam hidup ini...," membaca Gagak Kumara, "setiap manusia akan dan musti
melalui tiga tahap kehidupan. Pertama saat atau dimana dia dilahirkan dari rahim
ibunya ke atas dunia ini. Kedua tahap selama umur kehidupannya di dunia dan ketiga tahap
dia meninggalkan dunia ini, kembali pada asalnya atau mati....".
Samapi di situ pembacaan Gagak Kumara maka di luar rumah besar terdengar suara
tertawa bergelak yang disusul dengan ucapan: "Tepat... tepat... sekali! Lahir, hidup
dan mati! Dibrojotkan ke duni malang melintang di dunia ini, dan akhirnya mampus! Ha... ha...
ha....". Tentu saja suara yang lantang mengumandang berisi tenaga dalam yang tinggi dan
yang bernada menghina ini mengejutkan semua anak murid Perguruan Teratai Putih,
termasuk Gagak Kumara sendiri! Semuanya sama memalingkan kepala ke pintu pada
saat mana seorang laki-laki berpakaian lusuh, kotor, bermuka angker dan tangna
kanannya buntung berdiri diambang pintu.
"Sasudara, kau siapa...?" Tanya Gagak Kumara sesudah meneliti sebentar diri tamu
tak dikenal itu. Dia tetap duduk tenang di tempatnya dengan kitab masih terus di
atas pangkuannya. Wiro Sableng Pendekar Kapak Maut Naga Geni 212
Dendam Orang-orang Sakti
"Tak perlu tanya dulu!," menyahuti laki-laki diambang pintu seraya menyeringai
buruk. "Bicaraku belum habis...!"
Beberapa orang diantara murid-murid Perguruan Teratai Putih kelihatan menjadi
penasaran dan menggeser duduk mereka. Namun dengan membrei isyarat diam-diam
Gagak Kumara memberi kisikan agar jangan bertindak dulu.
Dan orang yang diambang pintu meneruskan ucapannya. Terlebih dahulu dengan jari
telunjuk tangan kirinya ditunjukkannya kitab yang ada dipangkuan Gagak Kumara.
"Apa yang tertulis di sana, apa yang kau baca tadi betul sekali! Lahir, hidup, mati!
Tapi apa kalian
di sini tahu bahwa segala apa yang tertulis dan apa yang dibaca tadi itu hari
ini akan kalian
alami sendiri...?"
"Apa maksudmu saudara"," tanya Gagak Kumara. Masih tetap dengan tenang dan
tidak beringasan.
Si tangan buntung tertawa mengekeh. "Percuma saja kalau kalian memiliki kitab
itu, percuma saja kalian memilikinya kalau kalian tidak tahu apa mkasud kata-kataku!
Kalian sudah dilahirkan, kalian sudah pernah hidup malang melintang di dunia ini, tapi
kalian masih belum pernah merasakan kematian, belum pernah mencoba mampus! Nah... hari ini,
untuk membuktikan kebenaran isi kitab butut itu, aku -Kalingundil - akan bersedia
menolong kalian untuk mengetahui bagaimana rasanya mampus itu! Ha... ha... ha...!"
Maka kini berdirilah Gagak Kumara dari duduknya. Kitab yang dipangkuannya
dilipat dan diserahkan pada salah seorang saudara seperguruannya.
"Saudara," kata Gagak Kumara pula. "Di dunia ini memang banyak orang-orang yang
berotak miring. Aku khawatir kau adalah salah seorang dari mereka dan kesasar
datang ke sini!" Kekehan Kalingundil terhenti. Mukanya membesi. Rahang-rahangnya bergemeletuk.
Tangan kirinya bergerak ke pinggang dan sekejapan mata kemudian tangan itu telah
memegang sebilah pedang buntung yang memancarkan sinar biru. Pedang Siluman
Biru! Sekali lihat saja, meski senjata itu buntung, namun murid-murid Perguruan
Teratai Putih sama memaklumi bahwa pedang yang ditangan manusia tak dikenal dan mengaku
bernama Kalingundil itu adalah sejenis senjata sakti, sekalipun puntung tapi
tetap berbahaya!
Tiba-tiba Kalingundil berteriak nyaring. Tubuhnya melompat ke muka, pedang
buntung bergerak, sinar biru membabat ke samping dan kini tidak sungkan-sungkan
lagi melepaskan pukulan tangan kosong yang mengandung tenaga dalam yang tinggi. Namun
Wiro Sableng Pendekar Kapak Maut Naga Geni 212
Dendam Orang-orang Sakti
betapa terkejutnya Gagak Kumara ketika sambaran pedang buntung di tangan
lawannya membuat angin pukulan tenaga dalamnya terpental ke samping!
"Saudara-saudara!," seru salah seorang anak murid Perguruan Teratai Putih.
"Manusia kesasar macam begini tak perlu dihadapi satu demi satu. Mari kita tumpas
beramai-ramai!"
"Semuanya tetap ditempat!," teriak Gagak Kumara. "Walau bagaimanapun kita harus
jaga naman Perguruan dan jangan mencemarkan nama guru! Pegang teguh sifat
ksatria dunia per...". Kata-kata Gagak Kumara tak dapat diteruskan karena saat itu Kalingundil
kembali datang menyerang dalam satu jurus yang aneh. Bagaimanapun Gagak Kumara yang
sudah berilmu tinggi ini mengelak namun tetap saja ujung yang buntung dari pedang biru
di tangan lawan berhasil membabat pakaiannya dan menggores kulit dadanya! Pada detik
goresan itu maka Gagak Kumara merasakan badannya menjadi panas.
Kalingundil terkekeh.
"Pedang buntung ini Pedang Siluman Biru... mengandung racun yang jahat. Dalam
tiga jam nyawamu akan melayang! Ha... ha... ha...!".
Terkejutlah Gagak Kumara. Demikian juga saudara-saudara seperguruannya yang
lain. Gagak Kumara cabut sebilah keris dari pingganngnya. Saudara-saudara
seperguruannya yang lainpun segera cabut keris pula dan kali ini Gagak Kumara tidak berkata
apa-apa lagi. Maka delapan anak murid Perguruan Teratai Putih dengan sebilah keris di tangan
masing- masing mengurung Kalingundil yang bersenjatakan sebilah pedang buntung sakti
itu! Kalingundil hanya tertawa buruk melihat hal ini.
"Sebaiknya kalian bunuh diri saja dari pada mampus di ujung patahan Pedang
Siluman-ku ini!"
"Pedang Siluman...," desis anak-anak murid Perguruan Teratai Putih dalam hati.
Mereka pernah mendengar tentang kehebatan pedang ini dari guru mereka. Tapi
dikabarkan sejak beberapa tahun yang silam pedang itu lenyap dan kini muncul dalam keadaan
buntung, tapi benar-benar tidak mempengaruhi kehebatannya! Namun apapun senjata yang di
tangan lawan saat itu anak-anak murid Wirasokananta tidak mempunyai rasa gentar atau
kecut sedikitpun! Kedelapannya menyerbu ke muka. Delapan keris berkiblat kearah delapan bagian
dari tubuh Kalingundil! Yang diserang menyeringai lalu membentak keras. Tubuhnya
berkelebat, sinar biru dari pedangnya menderu seputar badan! Tiga jeritan terdengar hampir
bersamaan dan tiga saudara seperguruan Gagak Kumara roboh mandi darah, nyawanya putus di
situ juga! Wiro Sableng Pendekar Kapak Maut Naga Geni 212
Dendam Orang-orang Sakti
Gagak Kumara kertakkan geraham. Darahnya mendidih oleh amarah. Namun goresan
luka telah membuat tubuhnya menjadi kehilangan tenaga. Dikerahkannya seluruh
tenaga dalam yang ada di tubuhnya. Dan mengamuklah gagak Kumara dengan segala
kehebatannya. Namun permainan pedang lawan benar-benar hebat, sulit dan sukar diduga jurus-
jurusnya. Satu jurus dimuka, dua orang saudara seperguruannya lagi roboh tanpa nyawa.
Melihat ini Gagak Kumara segera berseru pada dua orang saudara seperguruannya yang
perempuan. "Wurnimulan, Nyiratih... kalian segeralah tinggalkan tempat ini! Cepat lari
selamatkan diri...!"
Tapi kedua gadis itu meski betina adalah betina yang berhati jantan! Wurnimulan
menyahuti: "Hidup mati kita bersama kakak Gagak Kumara!." Gadis ini itu
berkelebat cepat
dan kirimkan satu tusukan cepat ke leher lawan.
Kalingundil tertawa. Dielakkannya tusukan keris itu dengan miringkan badan dan
di saat itu pula kaki kirinya bergerak.
"Bluk!"
Saudara seperguruan Gagak Kumara laki-laki yang terakhir terpelanting ke
dinding. Tulang dadanya melesak ke dalam dihantam tendangan Kalingundil. Jantung dan
paru- parunya pecah! Nyawanya lepas!
Gagak Kumara sendiri saat itu sudah kehabisan tenaga. Luka di dadanya dan racun
pedang siluman sangat mempengaruhi keadaan tubuhnya ke segenap pembuluh darah!
Dia tahu sebentar lagi dia pasti akan menyusul saudara-saudara seperguruannya yang
lain. Karena itu sekali lagi dia berseru memberi ingat: "Wurnimulan! Nyiratih! Larilah
sebelum terlambat!"
"Gadis-gadis caritik ini tak akan bisa pergi jauh! Nasib kematian kalian sudah
ada di ujung Pedang Siluman-ku! Tapi sebelum mati keduanya akan kuhadiahkan dunia
terlebih dahulu!" Kalingundil tertawa mengekeh! Gagak Kumara yang tahu maksud dan arti kata-kata
lawannya itu untuk kesekian kalinya berteriak memberi ingat namun kedua gadis
itu tak mau ambil perduli malahan menyerang dengan hebat! Kalingundil mengelak gesit
beberapa kali. Kemudian dengan kecepatan yang luar biasa, dengan mempergunakan hulu belakang
senjata di tangan kirinya laki-laki itu menotok Wurnimulan dan Nyiratih! Keduanya kini
kaku tak bergerak. Tahu malapetaka apa yang bakal menimpa kedua saudara seperguruannya
itu, dengan sisa tenaga yang ada, dengan segala kehebatan yang masih dimilikinya
Gagak Kumara menyerbu Kalingundil dari samping.
Wiro Sableng Pendekar Kapak Maut Naga Geni 212
Dendam Orang-orang Sakti
Yang diserang sambil putar badan berkata: "Ajalmu sudah di depan mata, maut
sudah
Wiro Sableng 003 Dendam Orang-orang Sakti di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
di depan hidung! Baiknya bunuh diri saja...!"
"Terima kerisku lebih dulu, manusia durjana! Kami tidak ada permusuhan dengan
kau. Kenapa kekejamanmu lewat takaran macam begini..."!"
"Akh... sudahlah! Biar mulutmu kututup saja saat ini!," kata Kalingundil pula.
Pedang Siluman Biru membabat ke perut Gagak Kumara, dialakkan dengan melompat
oleh murid Wirasokananta itu namun begitu melompat, senjata lawan kembali
memburu lebih cepat, kini menderu ke muka Gagak Kumara, tak sanggup lagi dikelit oleh laki-
laki ini! -- == 0O0 == --
TIGA USAHA terakhir yang dilakukan Gagak Kumara untuk menyelamatkan dirinya ialah
melintangkan keris dimukanya. Pedang Siluman Biru buntung terus membabat,
senjata masing-masing beradu keras, bunga api memercik dan keris Gagak Kumara patah dua
sedang senjata lawan terus membabat mukanya!
Murid tertua dari Perguruan Teratai Putih itu terhuyung ke belakang. Mukanya
banjir oleh darah dan mengerikan sekali. Perlahan-lahan lututnya tertekuk dan
pinggangnya meliuk.
Gagak Kumara terduduk di lantai, sebelum tergelimpang dan menghembuskan nafas
penghabisan, buntungan keris yang masih tergenggam di tangannya dengan segala
tenaga yang ada dilemparkannya ke arah Kalingundil. Tapi serangan yang hampir tiada
artinya ini dengan mudah dielakkan oleh Kalingundil.
Kalingundil tertawa mengekeh. Noda darah yang membasahai Pedang Siluman Biru
yang buntung itu disekakannya kembali ke balik pinggang. Kemudian laki-laki ini
memutar tubuh. Sepasang matanya kini berkilat-kilat memandangi tubuh dan paras
Wurnimulan serta
Nyiratih yang saat itu berdiri kaku tak berdaya karena ditotok tadi.
"He... he... he... kalian berdua tak perlu mati buru-buru....," kata Kalingundil. Ujung
lidahnya dijulurkannya untuk membasahi bibirnya. Dia melangkah mendekati
Wurnimulan. Tangan kirinya bergerak dan "bret!" Robeklah baju perguruan yang dipakai oleh
gadis itu. Dadanya terbuka lebar, putih dan mulus padat. Kalingundil menjadi terbakar
tubuhnya oleh nafsu yang menggelegak. Tangan kirinya bergerak lagi.... bergerak lagi... bergerak
lagi.... Wiro Sableng Pendekar Kapak Maut Naga Geni 212
Dendam Orang-orang Sakti
SEMENTARA itu di puncak Gunung Galunggung...
Dalam tapanya yang sudah berjalan sembilan belas hari itu tiba-tiba saja
Wirasokananta tak dapat meneruskan memusatkan segenap jalan pikirannya. Satu
demi satu panca inderanya mulai terganggu. Walau bagaimanapun usahanya untuk memusatkan
pikiran dan tenaga bathin serta menutup segenap pancainderanya namun sia-sia saja.
Semuanya membuyar kembali. Semakin dipaksanya semakin sulit. Mau tak mau akhirnya tokoh
silat yang sudah setengah abad ini umurnya terpaksa buka kedua matanya yang sejak
sembilan belas hari telah dipejamkannya.
Kedua matanya itu memandang jauh ke muka, memandang ke luar pintu goa dimana
dia bertapa. Segala apa yang dilihatnya saat itu, rimba belantara, bukit sunga,
matahari, langit
dan awan... semuanya masih seperti sebelumnya dia datang ke situ, tak ada
perubahan. Namun hatinya tidak enak, nalurinya membawanya ke satu hrasat yang mendebarkan
dada dan menggelisahkan dirinya. Dan meski ujud kenyataan dari benda-benda
dihadapannya yang
dapat dilihatnmya dari puncak Gunung Galunggung itu tiada perubahan, namun orang
tua yang sudah banyak pengalaman dan mengecap ragam kehidupan itu tahu, bahwa
dibalik semua itu pasti telah terjadi apa-apa di dunia luar sana. Diusapnya wajahnya
dengan kedua tangannya. Dia merenung, sejurus kemudian perlahan-lahan turun dari batu hitam
di mana dia sebelumnya duduk bertapa. Batu hitam yang diduduki orang tua ini kelihatan
berbekas leguk.
Ini cukup memberi pertanda bagaimana kehebatan tenaga dalan dan luar
Wirasokananta. Diusapnya lagi mukanya. "Mungkin ada apa-apa terjadi di Perguruan...," kata
Wirasokananta dalam hatinya. Dengan mempergunakan ilmu lari "seribu angin" maka
sekali berkelebat lenyaplah sosok tubuh orang tua itu dari mulut goa dan kemudian
kelihatanlah dia
berlari menuruni puncak Gunung Galunggung cepat sekali laksana angin!
Karena sangat terkejutnya, di ambang pintu rumah besar itu sampai-sampai
Wirasokananta berdiri mematung untuk beberapa lamanya! Kemudian tubuh yang
mematung ini sekujurnya jadi bergetar.
"Demi Tuhan... siapakah yang punya pekerjaan ini"," desisnya."Dosa besa apakah
yang telah kami perbuat sampai menerima malapetaka begini rupa...?"
Murid-muridnya bergeletakan di mana-mana. Semuanya tanpa nyawa dan
bergelimang darah. Namun apa yang sangat menusuk mata Ketua Perguruan Teratai
Putih itu ialah akan keadaan diri dua orang murid perempuannya, Wurnimulan dan Nyiratih.
Keduanya menggeletak di lantai rumah besar tanpa tertutup selembar benangpun. Keris milik
masing- Wiro Sableng Pendekar Kapak Maut Naga Geni 212
Dendam Orang-orang Sakti
masing menancap ditenggorokan dan darah mengelimangi hampir sekujur tubuh kedua
gadis itu, dari leher sampai ke dada terus ke selangkangan....
Wirasokananta pejamkan kedua matanya, tak tahan memandangi lebih lama apa yang
membentang dihadapannya itu. Bagaimana juga.dikuatkannya hatinya, namun air mata
meleleh juga dari. sela-sela kelopak mata yang dipejamkannya itu. Tenggorokannya turun
naik menahan keluarnya suara isakan. Beberapa tahun dia telah mendidik kedelapan muridnya
itu, beberapa tahun
mereka telah berjuang bersama-sama untuk menegakkan kebenaran dan menghancurkan
kebathilan beberapa tahun mereka bersama-sama telah berjuang untuk menghancurkan
kemaksiatan dan memusnahkan kebejatan serta kejahatan. Namun hari ini mereka
semua menemui nasib semacam itu. Menemui kematian dengan cara yang mengenaskan di luar dugaan
Wirasokananta. Dalam masih pejamkm kedua matanya itu. K e t u a P e r g u r u a n T e r a t a i
Putih ini coba berpikir dan menduga-duga siapakah kiranya manusia yang telah menjatuhkan
malapetaka yang begini kejam terhadap anak-anak muridnya, tak bisa diduganya, tak bisa
dipikirkannya karena seingatnya dia tak pernah mempunyai seorang musuhpun dalam dunia
persilatan. Wirasokananta membuka kedua matanya kembali. Pada saat inilah, di balik
pandangan matanya yang masih digenangi air mata itu pandangannya membentur buku besar buah
tulisannya sendiri yang dipantek dengan sebilah keris milik salah seorang muridnya!
Serentetan kalimat --
yang ditulis dengan darah -- tertera dikulit buku itu.
Kepada Ketua: " Perguruan Teratai Putih "
Kalau ingin menuntut balas kematian murid-muridmu
datanglah ke puncak Gunung Tangkuban perahu pada hari
13 bulan 12. Pendekar Kapak Maut
Naga Geni ______212______
WIRO SABLENG Mata yang digenangi air mata dari Wirasokananta menyipit, membuat air mata yang
tadi mengambang menjadi turun meleleh membasahi pipinya.
Ingatannya kembali pada masa puluhan tahun yang silam: Dulu, dunia persilatan
memang pemah dibikin geger oleh seorang tokoh utama yang digjaya tiada tandingan. Tokoh
yang telah merajai dunia persilatan selama bertahun-tahun ini adalah Eyang Sinto Gendeng,
seorang pendekar
perempuan yang bersenjatakan sebuah kapak sakti bernama Kapak Maut Naga Geni
212. Namanya harum dikalangen tokoh-tokoh silat golongan putih karena Pendekar 212 adalah
pembasmi Wiro Sableng Pendekar Kapak Maut Naga Geni 212
Dendam Orang-orang Sakti
kejahatan dan penolong kaum lemah. Sedang bagi golongan hitam, tokoh ini sudah
barang tentu menjadi momok besar yang sangat ditakuti!.
Pada masa kehidupan Pendekar 212 itu, di mana saat itu Wirasokananta masih belum
mendirikan Perguruan Teratai Putih, karena sama-sama dari golongan putih yang
sehaluan dalam perjuangan maka dengan sendirinya tiada permusuhan atau silang sengketa antara
dia dengan Pendekar 212. Tapi hari ini terjadi peristiwa berdarah itu, peristiwa maut yang diakhiri
dengan meninggalkan pucuk surat tantangan, dan surat ini justru ditandatangani dengan
nama "Pendekar Kapak Maut Naga Geni 212"...! Tentu saja ini satu hal yang tidak
dimengerti Wirasokananta. Kemudian apa pula arti dan hubungannya nama. "Wiro Sableng"
itu "! Ketua Perguruan Teratai Putih itu coba merenung.
Renungannya ini menyangkut pada masa puluhan tahun yang silam itu. Di masa
dunia persilatan geger oleh kehebatannya Pendekar 212, tiba-tiba entah kemana
perginya Pendekar 212 lenyap! Tentang kelenyapannya ini banyak tokoh-tokoh persilatan
memberikan tanggapan, Mungkin Pendekar 212 sendiri yang sengaja lenyap
mengundurkan diri dari dunia persilatan, mungkin juga tokoh itu telah menemui kematiannya
dengan cara yang tak bisa diduga, meski tanggapan yang kemudian ini agak diselimuti rasa
keragu- raguan. Tapi kini dengan adanya kejadian maut di Perguruan Teratai Putih itu,
Wirasokananta merasa yakin bahwa sesuatu memang telah terjadi dengan diri Eyang
Sinto Gendeng atas Pendekar 212. Dia berkesimpulan bahwa Pendekar 212 dalam satu
pertempuran hebat dan tak diketahui oleh dunia luar telah dikalahkan oleh
seorang pendatang baru bernama Wiro Sableng. Kemungkinan sekali Pendekar 212 menemui
ajalnya di tangan Wiro Sableng itu, merampas Kapak Maut Naga Geni 212 yang
kemudi- annya malang melintang di dunia persilatan dengan memakai gelar Pendekar Kapak
Maut Naga Geni 212! Dan kelanjutan renungan Ketua Perguruan Teratai Putih itu ialah siapa manusia
Wiro Sableng ini sebenarnya. Nama itu satu nama baru baginya. Namun meski nama
baru satu hal diyakini oleh Wirasokananta bahwa dengan itu manusia baik dia maupun
Perguruan Teratai Putih, tak pernah mempunyai permusuhan dan menanam dendam kesumat! Apa
yang menjadi latar belakang pembunuhan besar-besaran atas murid-muridnya benar-
benar sangat gelap bagi Wirasokananta. Dan bila matanya membentur lagi tulisan
berdarah yang menyatakan tantangan itu, benar-benar Ketua Perguruan Teratai Putih ini merasa
dibakar Wiro Sableng Pendekar Kapak Maut Naga Geni 212
Dendam Orang-orang Sakti
hatinya! Bulan 12 masih sembilan bulan lagi! Apakah dia akan menunggu sampai
sekian lama untuk kemudian baru bertemu muka dan membuat perhitungan dengan Wiro
Sableng" Ataukah detik itu juga ia meninggalkan Perguruan dan mencari musuh durjana itu "
Namun, Wirasokananta tahu, bahwa apa yang musti dilakukannya saat itu ialah
menguburkan jenazah-jenazah ke delapan orang muridnya di halaman Perguruan.
-- == 0O0 == --
EMPAT ANTARA sungai Cidangkelok di sebelah timur dan sungai Cimanuk di sebelah
barat, terbentanglah satu daerah yang sangat subur. Ladang-ladang menghijau oleh
hasil yang menakjubkan. Sawah-sawah menguning laksana hamparan permadani emas.
Lumbung-lumbung padi petani penuh, tak akan habis dimakan selama satu dua tahun.
Penduduknya sendiri hidup dalam tingkat kehidupan yang jauh lebih tinggi
dibandingkan dengan penduduk daerah sekitar lainnya. Mereka sehat-sehat, ramah dan rajin
bekerja. Desa Bojongnipah adalah desa yang paling utama pada daerah yang membentang
antara sungai Cidangke!ok dan sungai Cimanuk itu. Hasil ladang, hasil sawah dan
hasil tebat- tebat pemeliharaan ikan penduduk tumpah ruah tiada terkirakan dan desa ini
dikepalai oleh seorang Lurah yang bijaksana dan cakap bernama Ki Lurah Kundrawana. Begitu
bijaksana dan pandainya Ki Lurah Kundrawana mengatur desa dan penduduknya sehingga banyak
Lurah-lurah dari desa lain yang datang untuk meminta bantuan Kundrawana dalam
hal yang ada hubungannya dengan kehidupan penduduk , dan pengaturan hidup agar bisa
makmur serta tenteram. Di satu malam yang mendung gelap dan berangin kencarig dingin, Ki Lurah
Kundrawana masih kelihatan duduk-duduk di langkan rumahnya yang sederhana,
bercakap- cakap dengan isterinya Warih Sinten. Di sela bibir Ki Lurah Kundrawana yang
sudah berumur empat puluh lima tahun itu terselip sebuah pipa yang api tembakaunya
Wiro Sableng 003 Dendam Orang-orang Sakti di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
hampir mati. "Dingin di luar ini, kakang...," kata Warih Sinten sambil, merapatkan kainnya yang
agak me- nyingkapkan betisnya yang putih bagus.
"Ya. Tampaknya mau hujan. Kita masuk saja...," sahut Ki Lurah Kundrawana seraya
berdiri. Wiro Sableng Pendekar Kapak Maut Naga Geni 212
Dendam Orang-orang Sakti
Namun belum lagi kedua suami isteri itu melangkah ke pintu mendadak sekali tiga
sosok bayangan hitam berkelebat. Tubuh mereka rata-rata tinggi kekar dan
tampang-tampang
mereka buruk serta angker !
Melihat ini, Ki Lurah Kundrawana yang tahu gelagat segera ulurkan tangan kanan
ke pinggang di mana kerisnya tersisip. Namun dengan kecepatan yang luar biasa salah
seorang dari manusia-manusia berpakaian hitam itu tahu-tahu sudah melintangkan sebatang
golok di batang leher. Ki Lurah Kundrawana! Warih Sinten yang hendak berteriak ditekap
mulutnya oleh laki-laki yang laini
Ki Lurah Kundrawana maklum bahwa ketiga orang itu tentulah dari satu komplotan
rampok terkutuk. Tapi ini adalah untuk pertama kalinya desanya didatangi rampok-
rampok macam begini pada hal sejak selama dalam pegangannya desa senantiasa aman
tenteram. Namun demikian Ki Lurah Kundrawana dengan mempertenang diri coba bicara.
"Kalian siapa, ada maksud apa datang ke sini..."!"
Orang yang melintang golok di leher Lurah Bojongnipah itu menyeringai
menggidikan. Giginya yang tersungging kelihatan hitam, sehitam pakaian yang
dikenakannya. "Aha... bagus kau tanya begitu. Tapi sebelum aku berikan jawaban kau musti ingat
satu hal. Jika kau banyak tingkah dan membantah segala apa yang kami
perintahkan, jangan
menyesal bila melihat anak laki-lakimu yang tidur di dalam sana ku pantek di
tiang rumah!"
Terkejutlah Ki Lurah Kundrawana. Warih Sinten sendiri menggigil. Laki-laki
berpakaian hitam menyeringai lagi.
"Sekarang tentang siapa kami. Kau pernah dengar nama Komplotan Tiga Hitam dari
Kali Comel?"
Paras Ki Lurah Kundrawana memucat.
"Saat ini kau berhadapan dengan mereka, Kundrawana. Aku Tapak Luwing adalah
pemimpin mereka !"
Ki Lurah Kundrawana tahu betul dan sering mendengar tentang Komplotan Tiga
Hitam dari Kali Comel itu. Mereka adalah tiga rampok jahat dan ganas yang malang
melintang disepanjang Kali Comel bahkan sampai ke perbatasan. Kali Comel jauh
sekali dari desa Bojongnipah, kenapa tiga manusia bejat ini bisa sampai ke sini, demikian
pikir Kundrawana. 'Tapak Luwing! Kalau kau mau merampok, lakukanlah! Bawa apa yang kalian bisa
ambil dan berlalu dari sini dengan cepat !"
Wiro Sableng Pendekar Kapak Maut Naga Geni 212
Dendam Orang-orang Sakti
Kepala Komplotan Tiga Hitam itu tertawa. "Kami selama ini memang dikenal sebagai
perampok. Tapi dengan Ki Lurah Kundrawana, hari ini kami datang bukan untuk
melakukan perampokan!"
Tentu saja ucapan ini mengherankan Ki Lurah Kundrawana. "Jadi apa mau kalian "!"
tanyanya. "Kami datang untuk bikin perjanjian dengan kau !"
"Perjanjian apa...?"
"Mulai hari ini, kau musti tunduk kepada segala apa yang kami atur dan
perintahkan, mengerti!"
Ki Lurah Kundrawana menelan ludahnya. "Aturan dan perintah macam mana
maksudmu?" tanyanya. Sementara itu diam-diam tangan kanannya kembali bergerak
dan menyusup ke pinggangnya: Kepala desa Bojongnipah ini sudah bertekat bulat untuk
melakukan perlawanan meski saat itu golok Tapak Luwing masih menempel di batang
lehernya sedang isterinya sendiri masih disekap oleh salah seorang anak buah
Tapak Luwing". Ki Lurah Kundrawana berhasil memegang hulu kerisnya. Secepat kilat senjata itu
ditusukkannya ke perut Tapak Luwing. Namun Kepala Komplotan Tiga Hitam ini
tidaklah sebodoh dan selengah yang diperkirakan oleh Ki Lurah Kundrawana. Sekali tangan
kanannya bergerak turun menyapu ke bawah maka terdengarlah suara beradunya
senjata dan percikan bunga api. Disusul oleh jeritan tertahan dari Warih Sinten, yang
mulutnya disekap.
Golok Tapak Luwing membuat mental keris di tangan Ki Lurah Kundrawana sedang
ibu jari laki-laki ikut terbabat putus ujungnya sampai ke kuku. Ki Lurah
Kundrawana merintih kesakitan. Darah mengucur dari ibu jarinya yang putus. Sementara itu
golok Tapak Luwing telah menempel kembali pada batang lehernya !
"Agaknya kau minta batang lehermu cepat-cepat ditebas huh"," bentak Tapak
Luwing. "Tebaslah, aku tidak takut! Kalian manusia, manusia lak...."
Tamparan tangan kiri Kepala Komplotan Tiga Hitam itu menghajar pipi
Kundrawana. Pandangannya berkunang, pipinya merah sekali dan sudut bibirnya
pecah berdarah! "Masih mau buka mulut"!" tanya Tapak Luwing.
Ki Lurah Kundrawana menggeram dalam hatinya. Tapi tak berkata apa-apa.
"Kau mau dengar dan turut perintahku atau pilih mati"!"
Wiro Sableng Pendekar Kapak Maut Naga Geni 212
Dendam Orang-orang Sakti
"Aku tidak takut mati! Isteriku juga tidak takut mati" jawab Ki Lurah pula.
Tapak Luwing menyeringai. "Kalian memang tak takut mati. Tapi apa kalian
sanggup menyaksikan anakmu yang di dalam sana kubikin menggelinding kepalanya di
lantai ini"!"
Ki Lurah Kundrawana terdiam.
Tapak Luwing kemudian mendorong, laki-laki itu ke dalam dan memerintahkan
duduk di kursi. "Demi nyawamu dan nyawa keluargamu, ada bagusnya kita bicara
baik- baik Ki Lurah! Dengar, mulai hari ini ke atas kau harus tunduk kepadaku. Aku
tanya kapan pemungutan pajak penduduk kau lakukan setiap bulan...?"
Ki Lurah Kundrawana tak mengerti maksud pertanyaan ini tapi dia menjawab juga:
"Hari Senin minggu pertama".
"Bila pajak-pajak itu sudah terkumpul, ke mana kau serahkan"," tanya Tapak
Luwing lagi. "Pada Adipati di Linggajati dan Adipati itu kemudian meneruskannya ke
Kotaraja".
"Hem... begitu ... Itu satu aturan yang bagus. Tapi mulai penarikan pajak bulan
yang akan datang jumlah pajak yang harus dipungut adalah sepuluh kali lebih
besar dari yang sudah-sudah...!"
Ki Lurah Kundrawana terkejut.
Dia tambah terkejut lagi ketika Tapak Luwing menyambung kalimatnya tadi:
"Pajak itu harus kau pungut tiga kali dalam satu bulan! Mengerti..."!"
"Aturan macam mana ini "!"
"Tak usah tanya aturan macam mana, yang penting lakukan perintahku!," sahut
Tapak Luwing, "Kau tak bisa berbuat seenaknya, Tapak Luwing! Salah-salah kau bisa berurusan
dengan Adipati Linggajati, bisa berurusan dengan Kerajaan!"
"Urusan dengan Adipati, itu urusanmu, juga urusan dengan Kerajaan. Tapi jika kau
berani mengadukan hal ini kepada siapa saja, kulabrak seluruh keluargamu!
Mengerti"!"
"Kalian bisa melabrak keluargaku. Tapak Luwing, tapi kalian tak bisa melabrak
Adipati dan Kerajaan!"
"Aku sudah bilang urusan dengan Adipati adalah urusanmu, juga dengan
Kerajaan! Aku hanya tahu bahwa tiga kali dalam satu bulan aku harus terima
sejumlah Wiro Sableng Pendekar Kapak Maut Naga Geni 212
Dendam Orang-orang Sakti
uang yang besarnya sepuluh kali besar pajak yang kau pungut selama ini dari
penduduk desa!" "Keterlaluan! Keterlaluan kau Tapak Luwing! Tak satu pendudukpun yang
sanggup membayar pajak sekian besarnya itu !"
"Penduduk di sini kaya-kaya! Punya sawah, punya ladang, punya kerbau, sapi,
kambing dan ayam serta itik!!"
"Tapi sepuluh kali, mana mereka..."
Tapak Luwing memotong dengan cepat: "Apa aku musti paksa kau memungut
lima belas kali lebih banyak, atau dua puluh kali"!"
"Aku tak akan lakukan perintahmu ini Tapak Luwing! Aku tak sanggup memeras
rakyat!" "Perduli amat! Kalau tak saggup memeras rakyat apa kau sanggup menyaksikan
kematian anak laki-laki mu?"
Kalau Kepala Komplotan Tiga Hitam itu sudah mengancam demikian rupa, mau
tak mau Ki Lurah Kundrawana terdiam bungkam.
Tapak Luwing menggoyangkan kepalanya pada anak buahnya yang berdiri dekat
pintu. Melihat isyarat ini laki-laki itu segera masuk ke dalam kamar tidur Ki
Lurah Kundrawana. Kundrawana berdiri dari kursinya. "Kau mau buat apa...!," bentaknya.
Tapak Luwing mendorong laki-laki itu hingga Kundrawana terduduk kembali ke
kursi. Tak lama kemudian anak buah Tapak Luwing yang masuk kamar muncul di
ruangan itu kembali dengan mendukung anak laki-laki Ki Lurah Kundrawana. Anak
laki-laki ini baru berumur empat tahun. Dalam di dukung itu dia masih tertidur
nyenyak, tak tahu apa yang terjadi atas dirinya.
Kecemasan segera terbayang diparas Warih Sinten dan Kundrawana.
"Kalian mau bikin apa dengan anakku"!" tanya Kundrawana.
"Selama kau mengikuti perintahku, anakmu akan selamat tak kurang suatu apa.
Dia kubawa untuk sementara sebagai jaminan bahwa kau tidak akan mengadukan
persoalan ini pada siapa pun! Kau dengar Ki Lurah Kundrawana!"
Laki-laki itu tak menjawab.
"Dengar"!" ulang Tapak Luwing membentak. Ki Lurah Kundrawana mau tak mau
terpaksa mengangguk pelahan.
"Hasil-hasil pungutan pajak itu selambat-lambatnya harus kau serahkan kepadaku
satu hari sesudah terkumpulnya. Antarkan ke satu pondok tua di persimpangan
jalan yang Wiro Sableng Pendekar Kapak Maut Naga Geni 212
Dendam Orang-orang Sakti
menuju ke Linggajati. Aku sendiri yang akan menunggu kau di sana pada tengah
hari tepat!" "Aku tak akan mengantarkannya!" kata Ki Lurah Kundrawana. "Silahkan datang
sendiri kesini!"
Tapak Luwing tertawa dingin. "Jangan lupa keselamatan anakmu, Ki Lurah,"
katanya. Kemudian Kepala Komplotan Tiga Hitam dari. Kali Comel ini berikan
isyarat dan bersama kedua anak buahnya segera meninggalkan rumah Ki Lurah. Kundrawana.
-- == 0O0 == --
LIMA SEMALAM-MALAMAN itu Warih Sinten tiada hentinya menangis. Matanya sudah merah
dan bengkak. Ki Lurah. Kundrawana sendiri yang juga tak bisa tidur, melangkah
mundar mandir tak
berketentuan. Hatinya gelisah dan cemas, memikirkan diri anaknya yang telah
dibawa oleh komplotan
Tapak Luwing. Tapi hatinya juga gemas dan geram tiada terperikan!
Baginya keselamatan diri dan isterinya tidak begitu penting jika dia ingat nasib
anak laki- lakinya itu, anak satu-satunya yang mereka miliki. Dan soal pajak itu, benar-
benar membuat Ki Lurah
Kundrawana seperti mau gila memikirkannya. Dia tak akan bisa mengadukan
persoalan ini pada
Adipati di Linggajati atau kepada Raja demi keselamatan anaknya. Satu-satunya
jalan hanyalah mengikuti aturan dan perintah gila Tapak Luwing. Tapi bagaimana nanti sikap
rakyat terhadapnya"
Bukan saja pajak itu sangat berat bagi mereka, tapi penduduk .pasti akan
mencapnya sebagai tukang
peras dan mungkin akan timbul kemarahan di kalangan penduduk!
Kalau dia musti memungut sepuluh kali jumlah pajak yang harus diserahkan pada
Tapak Luwing, maka ditambah dengan yang harus diserahkan pada Adipati di Linggajati
akan menjadi sebelas kali dari yang sudah-sudah! Kalau tidak ingat-ingat kepada Tuhan maulah
Lurah Bojongnipah
itu ambil kerisnya dan menusuk diri dengan senjata itu! Namun dia tahu ini
bukanlah penyelesaian
yang baik. Keesokan paginya terpaksa juga dia melalui seorang pembantunya mengirimkan kabar
berkeliling penduduk desa bahwa mulai bulan depan pemungutan pajak besarnya
sebelas kali dari
yang sudah-sudah. Ini adalah sesuai dengan garis kebijaksanaan Raja demi untuk,
pembangunan dan
Wiro Sableng Pendekar Kapak Maut Naga Geni 212
Dendam Orang-orang Sakti
memelihara balatentara yang kuat, demikian alasan yang dibuat-buat oleh Ki Lurah
Kundrawana untuk menutupi apa yang sebenarnya.
Bila berita itu sudah sampai ke seluruh pelosok maka dalam sikap penduduk
Bojongnipah mulai kelihatan pertentangan-pertentangan. Rata-rata mereka mengatakan bahwa ini
adalah satu penindasan. satu pemerasan terang-terangan. Demi pembangunan dan demi
balatentara yang kuat
apakah rakyat harus dkekik lehernya dengan pajak yang besar tiada terkirakan
lihat gandanya itu"!
Beberapa orang tua-tua desa menemui Ki Lurah Kundrawana tapi Ki Lurah tak
bersedia berhadapan dengan mereka. Orang tua-tua desa tentu saja heran kali melihat sikap
Lurah mereka yang
dulunya itu begitu baik bijaksana dan ramah tapi kini, jangankan untuk bicara
tentang persoalan
kenaikan pajak itu, bahkan untuk bertemu sajapun dia tidak mau! Disamping itu
ketika mereka berada
di rumah Ki Lurah, telinga mereka mendengar terus-terusan suara tangis Warih
Sinten, isteri Lurah.
Wiro Sableng 003 Dendam Orang-orang Sakti di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Ada apa pula dengan diri perempuan itu" Betul-betul banyak hal yang tidak
mengerti orang tua-tua
desa saat itu! Dan ketika tiba saat pemungutan pajak yang pertama, banyak di
antara.penduduk yang
tak mau membayar. Dengan menekan pertentangan yang senantiasa melekat dihatinya
Ki Lurah terpaksa mengancam orang-orang itu. Siapa-siapa penduduk yang tak mau membayar
pajak dalam jumlah yang telah ditentukan, akan ditangkap dan dibawa ke Kotaraja! Akhirnya
terpaksa juga penduduk membayar.
Dalam pemungutan pajak-yang kedua terjadi kekacauan namun masih sanggup
diatasi oleh Ki Lurah Kundrawana. Menjelang pemungutan pajak yang ketiga Ki
Lurah Kundrawana mendengar kabar bahwa penduduk akan mengadakan pemberontakan! Laki-
laki ini tak bisa menyalahkan penduduk. Suatu malam dengan diam-diam pergilah Ki
Lurah Kundrawana ke Linggajati untuk menemui Adipati Boga Seta. Kepada Adipati ini
dilaporkannya segala apa yang terjadi. Boga Seta kelihatan terkejut sekali.
Ketika Ki Lurah
Kundrawana minta diri, Boga Seta berjanji akan mengirimkan serombongan pasukan
Kadipaten selekas mungkin. Namun menjelang semakin dekatnya hari pemungutan
pajak yang ketiga itu tak satu prajurit Kadipatenpun yang muncul!
Ki Lurah Kundrawana kehabisan akal, betul-betul bingung. Sementara itu tanda-
tancia bakal terjadinya pemberontakan semakin jelas dan santar. Dalam
kebingungannya di
waktu yang sempit itu Ki Lurah Kundrawana akhimya berhasil menemui Tapak Luwing
di luar desa. "Ada keperluan apa, kau menemui aku, Ki Lurah ?" bertanya Tapak Luwing sambil
menggerogoti daging panggang yang barusan dipanggang oleh anak-anak buahnya.
Saat itu Tiga Hitam dari kali Comel berada di pinggiran hutan.
Wiro Sableng Pendekar Kapak Maut Naga Geni 212
Dendam Orang-orang Sakti
"Ada kesulitan katamu " Hem... Apa kau tahu bahwa besok adalah hari pemungutan
uang pajak itu dan lusanya menyerahkan pada kami di persimpangan jalan yang
menuju ke Linggajati?"
"Aku tahu Tapak Luwing. Justru kesulitan ini ada sangkut pautnya dengan
pemerasanmu!" jawab Ki Lurah Kundrawana pula.
Tapak Luwing tertawa dan melemparkan tulang daging yang dimakannya ke dekat
kaki kepala desa Bojongnipah itu.
"Tentang kesulitan ini, apakah kau sudah pergi kepada Adipati Boga Seta di
Linggajati"," Tanya Tapak Luwing seraya tertawa dan berdiri dari duduknya di
batang kayu tumbang. Ki Lurah Kundrawana terkejut dan berubah parasnya. Dalam hati dia bertanya-tanya
apakah kepala perampok ini mengetahui kepergiannya ke Linggajati menemui Adipati
Boga Seta itu"
Suara tertawa Tapak Luwing semakin keras. Tampangnya kelihatan tambah angker
dan tiba-tiba, tak terduga oleh Ki Lurah Kundrawana, tamparan tangan kanan
kepala rampok itu mendarat di pipinya.
"Tapak Luwing kau..."
"Plak!"
Untuk kedua kalinya tamparan Tapak Luwing menghajar muka Kundrawana.
"Berbacot lagi," bentaknya, "Kurobek mulutmu!".
"Tapi Tapak Luwing..."
"Aku sudah bilang agar jangan mengadukan persoalan ini kepada siapapun! Dan kau
telah pergi kepada Adipati Boga Seta! Apa kau lupa hukuman yang bakal diterima
anakmu"!"
Maka pucatlah muka Ki Lurah Kundrawana!
"Kau... kau apakan anakku, Tapak Luwing..."
"Sekarang kau ketakutan sendiri ya" Sialan! Adipati Boga Seta telah rnengirimkan
lima orang prajuritnya ke Bojongnipah, tapi aku telah mencegatnya ditengah jalan
dan kelimanya telah menemui ajal akibat kebodohanmu!"
"Anakku... anakku bagaimana...?" tanya Ki Lurah Kundrawana setengah menangis
setengah merengek!
"Aku masih berbaik hati untuk kasih ampun kesalahanmu kali ini! Di lain hari,
jangan harap aku bakal mau memaafkan kau..."
Wiro Sableng Pendekar Kapak Maut Naga Geni 212
Dendam Orang-orang Sakti
Legalah dada Ki Lurah Kundrawana. Tapi jika dia mau berpikir panjang sedikit dan
tidak keliwat gelisah maka dia akan melihat adanya keganjilan dengan ucapan
Tapak Luwing hari ini dengan tiga minggu yang lalu. Dulu Tapak Luwing mengancam akan
membunuh anaknya bila dia mengadu kepada Adipati atau Raja. Dan dia telah
mengadukan hal itu kepada Adipati Boga Seta dan anehnya Tapak Luwing mau memberikan ampun
kepadanya, padahal dengan demikian persoalan kejahatannya bukan saja telah
sampai ke tangan Adipati tapi pasti akan diteruskan ke Kotaraja, apalagi sesudah
pembunuhan atas
lima prajurit Kadipaten itu !
"Sekarang terangkan mengenai kesulitan yang kau katakan itu, Ki Lurah!," kata
Tapak Luwing pula.
"Penduduk desa akan melakukan pemberontakan besok kalau aku masih juga
memungut pajak gila itu!," kata Ki Lurah Kundrawana pula.
"Begitu" Dulu kau bilang tidak takut mampus! Kini ada bahaya yang mengancam
jiwamu kenapa terbirit mencari aku..."!"
Ki Lurah Kundrawana mengatupkan rahangnya rapat-rapat.
"Kembalilah ke Bojongnipah. Ki Lurah, Besok kami akan datang ke sana..." berkata
Tapak Luwing. "Kuharap jangan sampai terjadi kekerasan".
"Soal itu urusan kami. Kau tak perlu ikut campurl," kata Tapak Luwing pula.
"Bisa aku ketemu anakku, Tapak Luwing ?" tanya Ki Lurah Kundrawana.
"Kali ini tidak dulu," jawab kepala rampok itu. Kepala desa Bojongnipah itu
termenung sejurus. Kemudian dengan langkah gontai dia berjalan ke kudanya dan
naik ke atas punggung binatang itu
Sebelum berlalu Ki Lurah Kundrawana bertanya, 'Tapak Luwing, sampai kapan
kebejatanmu ini kau timpakan padaku...?"
Tapak Luwing tertawa. "Tak usah banyak tanya ! Lebih baik pikirkan.nasibmu
besok hari. Mungkin penduduk desa sudah mencincang tubuhmu sebelum kami
datang...!"
* * * DI pelosok-pelosok desa terdengar kokokan-kokokan ayam bersahut-sahutan.
Puncak dinginnya malam telah lewat dan kesegaran pagi yang ditandai oleh
terangnya Wiro Sableng Pendekar Kapak Maut Naga Geni 212
Dendam Orang-orang Sakti
langit di ufuk timur menyatakan bahwa malam sudah sampai ke ujungnya untuk
digantikan kini oleh kehadiran pagi.
Ki Lurah Kundrawana menyalakan tembakau pipanya. Mukanya sudah cekung dan
matanya kelihatan kuyu sedang parasnya pucat. Namun dibalik keredupan wajahnya
itu tersembunyi sesuatu yang seperti menyala. Sesuatu itu ialah amarah dan rasa
geram yang tiada terperikan!
Di sedotnya pipa itu. Mulutnya terasa tak enak. Dia meludah ke tanah lewat
langkan. Sejak dulu apalagi sejak beberapa hari terakhir ini lidahnya memang terasa tidak
enak, pahit. Makannya boleh dikatakan dapat dihitung suapnya. Semakin terang hari semakin
gelisah dia, semakin
kuatir Lurah Bojongnipah ini. Yang dikhawatirkannya ialah kalau-kalau penduduk
akan datang lebih
dahulu dari pada Tiga Hitam dari Kali Comel! Sebentar-sebentar matanya memandang
ke luar halaman. Namun segala sesuatunya dipagi itu masih diliputi oleh kesunyian. Dan
kesunyian ini pula
justru tidak menyenangkan hati Ki Lurah Kundrawana !
Ditempelkannya lagi ujung pipa ke bibirnya. Disedotnya dalam-dalam kemudian
dihembuskannya asap pipa itu. Sekali lagi dia meludah ke tanah lalu mengusap-
usap bibimya. Dia terkejut dan memutar kepalanya mendengar langkah-langkah kaki di
belakangnya. Yang
datang temyata isterinya sendiri. Badan perempuan ini sudah jauh susut, lebih
kurus dari dahulu.
Seperti suaminya, parasnya juga pucat. Warih Sinten seorang perempuan berwajah
ayu, namun keayuan itu kini tiada kelihatan lagi karena tertutup mendung kegelisahan.
Gelisah memikirkan nasib
anaknya, gelisah memikirkan nasib suaminya jika sebentar lagi pen.duduk benar-
benar datang. Hari itu adalah hari pemungutan pajak yang ketiga. Semestinya pembantu Lurah
Bojongnipah yang biasa berkeliling di seluruh desa memungut pajak itu sudah datang. Tapi
kali ini tak kelihatan
mata hidungnya. Bagaimana dia akan berani memunculkan diri jika sudah tahu kalau
hari ini penduduk akan berontak!.
"Mudah-mudahan saja penduduk tidak datang..."
Ki Lurah Kundrawana menggigit bibirnya. Dia tahu bicara isterinya itu hanya
sekedar bicara saja. Memang apa yang diharapkan isterinya itu juga menjadi harapannya. Namun
dia tahu betul bahwa harapan itu adalah satu hal yang mustahil! Rakyat akan datang. Penduduk
akan datang! Dia
tahu, dia pasti!
Warih Sinten memandang lagi ke luar halaman. Lalu berkata lagi: "Kalaupun mereka
datang, kurasa kita tak bisa lagi menyembunyikan kebejatan ketiga manusia terkutuk itu,
Kakang! Kita musti
katakan terus terang pada penduduk sebelum penduduk membunuh kita beramai-
ramai!" Wiro Sableng Pendekar Kapak Maut Naga Geni 212
Dendam Orang-orang Sakti
"Nyawaku tak ada harganya, Warih...," ujar Ki Lurah Kundrawana. "Demi segala-
galanya aku rela mati! Tapi percuma saja arti kematian jtu, kalau keselamatan jiwa anak
tunggal kita sendiri
akan tersia-sia pula...."
Kesepian berjalan beberpa lamanya.
Tiba-tiba. "Kakang...". Warih Sinten memegang lehernya dengan kedua tangan. "Mereka... mereka
datang..."
Ki Lurah Kundrawana mengangkat kepalanya dan memandang ke luar halaman. Apa yang
dikatakan isterinya memang betul. Serombongan laki-laki penduduk, desa kelihatan
rnuncul di tikungan jalan dibalik pohon-pohon bambu. Rombongan yang muncul ini merupakan
kepala saja dari
barisan penduduk yang jumlahnya tak kurang dari seratus orang. Dari jauh tak
kelihatan mereka
membawa senjata. Tapi Ki Lurah Kundrawana tahu bahwa di antara mereka pasti, ada
yang membawa dan menyembunyikan senjata!
Sesaat kemudian halaman luas itupun penuhlah oleh penduduk desa. Suasana
menjadi bising kini. Ki Lurah Kundrawana dan isteranya berdiri mematung di atas
fangkan. Hanya kedua bola mata mereka yang berputar memandangi penduduk Bojongnipah itu.
Seorang di antara penduduk kemudian menyeruak ke muka dan naik ke langkan,
berdiri beberapa langkah dihadapan Kundrawana. Kundrawana kenal baik dengan
laki-laki ini. Dia adalah seorang petani yang diam di desa sebelah timur. Namanya
Kratomlinggo. Sewaktu laki-laki ini bertindak naik ke langkan, maka suasana di tempat itu
sehening di pekuburan. "Ki Lurah..., Kratomlinggo buka mulut merobek keheningan itu. "Kau tentu sudah
tahu maksud kedatangan kami bukan...?"
Kundrawana tak menjawab. Pada wajah Kratomlinggo dilihatnya senyum mengejek.
"Ketahuilah bahwa aku berdiri dihadapanmu saat ini adalah, sebagai wakil dari
sekian banyak penduduk Bojongnipah...," Kratomlinggo menunding ke belakang lalu
meneruskan: "penduduk Bojongnipah yang sejak satu bulan belakangan ini telah menjadi korban
pemerasan, korban penindasan, korban pengisapan, dkekik oleh pajak sebelas kali
lipat! Penduduk Bojongnipah..."
"Saudara Kratomlinggo," memotong Ki Lurah Kundrawana. "Ringkaskan saja
bicaramu. Katakanlah apa yang kalian mau".
Dan lagi-lagi Kundrawana melihat senyum mengejek tersungging di mulut
Kratomlinggo. Wiro Sableng Pendekar Kapak Maut Naga Geni 212
Dendam Orang-orang Sakti
"Apa mau kami..." Itu semua sudah kami katakan pada saat pertama kali kau
memungut pajak gila itu!"
"Aku pribadi memang tak ingin berbuat begitu. Tapi ini adalah perintah atasan.
Perintah Raja, untuk pembangunan dan pemeliharaan pasukan..."
"Perintah atasan tinggal perintah atasan! Apakah kalau atasan menyuruh kau cebur
ke sumur lantas kau akan berbuat begitu" Nyemplung ke sumur"! Setiap perintah
harus berdasarkan pertimbangan otak Ki Lurah!"
Merah muka Kundrawana.
Sementara itu Warih Sinten mulai menangis terisak-isak.
"Saudara Krato, mungkin pemungutan pajak itu hanya bersifat sementara saja..."
"Ya sementara! Sementara! Baru dihentikan bila semua penduduk Bojongnipah ini
mati dkekik pajak "1" .
"Aku tahu pajak sebesar itu memang berat..."
"Kalau berat mengapa dilaksanakan"!" tukas Kratomlinggo.
Ki Lurah Kundrawana lagi-lagi menggigit bibirnya. lngin saja saat itu dia
mengatakan apa sesungguhnya yang menjadi latar belakang dari pemungutan pajak
itu. Ingin saja saat itu dia menerangkan siapa sebenarnya yang menjadi dalang
pemungutan pajak gila itu! Tapi bila diingatnya anak tunggalnya yang ada di tangan Tiga
Hitam dari Kali Comel itu...
"Kami penduduk desa Bojongnipah ingin agar peraturan pajak gila itu dkabut
kembali!" berkata Kratomlinggo.
"Aku tak punya wewenang untuk melakukan hal itu, saudara Krato".
Wiro Sableng 003 Dendam Orang-orang Sakti di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
"Kau bisa menyampaikan kepada Adipati di Linggajati. Adipati meneruskannya ke
Kotaraja. Dan kalau kau tidak mau melakukan hal itu, kami tidak ragu-ragu untuk
bertindak berdasarkan apa yang kami rasa benar...!"
"Apakah ini suatu ancaman?"
"Kau boleh bilang begitu., Ki Lurah!"
"Saudara Krato...," terdengar suarar Warih Sinten. "Kau... kau dan semua penduduk
Bojongnipah tidak tahu... tidak tahu..."
"Kami lebih dari tahu!" geretus Kratomlinggo. "Meskipun apa yang kini kami
ketahui itu adalah hal yang tak pernah kami duga! Kami tahu bahwa suamimu, Ki Lu.rah
Kundrawana tak lebih
dari seorang tukang peras! Yang menjilat ke atas dan menggilas ke bawah! Yang
cari nama ke atas
dan menjerat leher penduduk di bawah! Kami lebih dari ta...."
Wiro Sableng Pendekar Kapak Maut Naga Geni 212
Dendam Orang-orang Sakti
"Kuharap bicara sepantasnyalah Kratomlinggol" memotong Ki Lurah Kundrawana
karena panas hati dan telinganya mendengar dkap sebagai penjilat dan pemeras demikian
rupa. Kratomlinggo berpaling ke arah orang banyak. Kemudian dia tertawa bergelak.
Sementara itu salah seorang pendduk berteriak: "Buat apa bicara sepanjang lebar dengan biang
lintah darat itu"!
Sumpal saja mulutnya dengan golok !"
Kratomlinggo berpaling pada Kundrawana kembali. "Kau dengar teriakan itu Ki
Lurah?" tanyanya. Mulut Kundrawana komat kamit. "Kalau kalian ingin pajak itu dkabut, silahkan.
pergi sendiri menghadap Raja di Kotaraja..."
"Lantas, apa perlunya kau jadi Lurah di sini'"!" teriak seorang penduduk pula.
"Apa hanya untuk ongkang-ongkang "!" teriak penduduk yang lain.
"Ongkang-ongkang dan memeras"!" teriak yang lain lagi.
"Kemudian penduduk lainnya berteriak pula: "Kami tidak percaya ini aturan dari
Raja! Bukan mustahil pajak itu adalah aturan gila yang, kau buat sendiri !"
. Masih banyak lagi teriakan-teriakan yang membuat muka Kundrawana menjadi merah
dan tebal rasanya: Telinganya berdesing. "Kratomlinggo, kuharap kau bawalah orang-
orang itu meninggalkan tempat ini," kata Kundrawana.
"Begitu ..."," ujar Kratomlinggo dengan lontarkan senyum sinis. "Kami semua baru
akan pergi sesudah kau menyatakan blak-b!akan bahwa mulai saat ini aturan pajak gila
itu dkabut!"
"Tak satupun yang bisa mencabut segala keputusan Raja!," jawab Kundrawana.
Suaranya saja yang keras namun ucapannya itu sama sekali tiada dengan kesungguhan hati.
"Kalau begitu agaknya kami terpaksa menggunakan kekerasan..."
"Kau menentang Kerajaan, Kratomlinggo?" tanya Ki Lurah Kundrawana. Pertanyaan
yang setengah menggertak ini dimaksudkannya untuk dapat ke luar dari keadaan yang
terdesak saat itu.
Namun jawaban Kratomlinggo adalah lontaran seringai mengejek. "Jangan takuti
penduduk Bojongnipah dengan kata-kata Kerajaan, Ki Lurah! Kami semua yakin bahwa
pajak gila itu adalah kau punya bisa! Kerajaan selama ini selalu bertindak adil dan
bijaksana...!"
Kratomlinggo melangkah kehadapan Ki Lurah Kundrawana dengan kedua tinju
terkepal. Beberapa penduduk Bojongnipah melangkah pula naik ke atas langkan.
Ki Lurah Kundrawana mundur beberapa langkah ke belakang. Warih Sinten menjerit.
"Kratomlinggo, kau... kalian mau bikin apa...?"
"Kami coba minta keadilan dengan cara wajar, tapi kau maukan kekerasan...!" jawab
Kratomlinggo. Tangan kanannya bergerak.
Wiro Sableng Pendekar Kapak Maut Naga Geni 212
Dendam Orang-orang Sakti
Tiba-tiba terdengar ringkikan kuda dan suara hiruk pikuk. Penduduk di halaman
muka berhamburan.cerai berai.
"Atas nama Kerajaan, yang tidak mau mati, minggirlah !"
Terdengar jeritan beberapa orang yang terserampang kuda !
* * * TIGA penunggang kuda melompat dari punggung kuda masing-masing. Gerakan mereka
enteng sekali dan sekejapan mata saja ketiganya sudah berada antara Kratomlinggo
dan Ki Lurah Kundrawana. Ketiganya berpakaian seragam prajurit dan tampang-tampang mereka
angker buruk. Baik Ki Lurah Kundrawana maupun Kratomlinggo dan penduduk Bojongnipah, semuanya
sama terkejut. Dalam keterkejutannya itu Ki Lurah Kundrawana merasa lega juga karena
dia segera mengenali ketiga orang itu tak lain adalah Tapak Luwinng dan dua orang anak
buahnya! Namun apa
yang tidak dimengerti oleh Lurah Bojongnipah itu ialah mengapa ketiga orang
komplotan rampok itu
mengenakan pakaian keprajuritan.
Sementara itu Tapak Luwing yang berdiri tepat dihadapan Kratomlinggo dengan
bertolak pinggang dan membentak maju ke muka: "Kami prajurit-prajurit Kadipaten
Linggajati! Kamu jadi
biang keribuan di sini ya"!"
Terkejutlah Kratomlinggo dan penduduk Bojongnipah sedang Ki Lurah Kundrawana dan
isterinya merutuk dalam hati melihat betapa lihaynya Kompolotan Tiga Hitam itu
menjalankan peran
sebagai prajurit-prajurit Kadipaten palsu untuk mengelabui mata penduduk dan
juga menyembunyikan rahasia besar latar belakang pemerasan mereka! Kratomlinggo
menindih rasa terkejutnya. Dia merasa tak perlu takut terhadap ketiga prajurit Kadipaten itu
bahwa bukankah ini
kesempatan di mana dia bisa sekaligus menerangkan pemerasan pajak yang dilakukan
oleh Kundrawana itu"
"Saudara," kata Kratomlinggo, "jika kalian adalah prajurit-prajurit Kadipaten,
kebetulan sekali kalau begitu...!
"Kebetulan apa maksudmu"!" bentak Tapak Luwing.
Kratomlinggo kemudian menerangkan sejelas-jelasnya mengenai soal pajak itu
kepada Tapak Luwing. Namun dia begitu kaget ketika mendengar jawaban Tapak Luwing.
"Jadi kau sengala pimpin penduduk Bojongnipah untuk mengikuti maumu sendiri"!
Untuk menepuh jalan kekerasan! Ini namanya, satu pemberontakan! Ini namanya satu
penantangan Wiro Sableng Pendekar Kapak Maut Naga Geni 212
Dendam Orang-orang Sakti
terhadap Kerajaan, satu pembangkangan terhadap peraturan-perraturan Raja karena
soal pajak itu memang datang dari Raja disampaikan melalui Adipati di Linggajati!"
"Tapi mengapa hanya penduduk Bojongnipah saja yang dipajaki segila ini!," kata
salah seorang penduduk yang berdiri di samping Kratomlinggo: "Ya, desa-desa lain
tidak!" seru yang lain
dari luar halaman.
"Kamu semua tahu apa!" semprot Tapak Luwing. "Ini adalah keputusan Raja!
Bojongnipah yang subur tak bisa disamakan dengan desa-desa lain. Karenanya sudah pantas
kalau dibebani pajak
yang agak besaran..."
"Agak besaran...," gerendeng seorang penduduk mengejek.
Kratomlinggo kemudian mengetengahi suasana panas itu. "Kami merasa sama sekali
tidak menentang Raja, sama sekali tidak membangkang apalagi memberontak. Kami hanya
inginkan agar pajak dikembalikan sebesar yang lama..."
"Tapak Luwing meludah ke lantai langkan. "Kau memang biang racun pemberontak
yang pintar omong! Terhadap Lurah kalian, kalian boleh bicara kasar dan seenaknya,
tapi terhadap kami
prajurit-prajurit Kadipaten jangan coba-coba! Pimpin seluruh penduduk untuk
angkat kaki dari sini !
Cepat!" Maka berkatalah Kratomlinggo: "Kami penduduk Bojongnipah datang ke sini untuk
menegakkan keadilan. Kalau kami harus angkat kaki dari sini maka keadilan itu
musti sudah berhasil
ditegakkan!"
"Hem... begitu...?". Tapak Luwing menyeringai. Gigi-giginya yang hitam kecoklatan
serta besar-besar ketihatan menjijikkan. "Sebelum kau dan yang lain-lainnya menegakkan
keadilan itu, coba terima tangan kananku ini !"
Sesudah berkata demikian Tapak Luwing hantamkan tangan kanannya ke dada
Kratomlinggo. Yang dipukul dengan cepat melompat ke samping.
Namun ! "Buukk !"
Tangan kiri Tapak Luwing bersarang di perut Kratomlinggo. Nyatanya pukulan
tangan kanan Tapak Luwing tadi hanyalah satu tipuan belaka! Kratomtinggo melintir dan
terjajar ke belakang.
Perutnya sakit- sekali, mual seperti mau muntah, nafasnya menyesak.
Laki-laki ini rupanya bukanlah hanya sekedar seorang petani saja, namun juga
seorang yang pernah mempelajari ilmu silat. Dengan cepat dia atur nafas dan jalan darah. Lalu
dengan sebat rnenyerang ke muka. Enam orang penduduk ikut menyertai serangannya inir Maka
dengan demikian
pertempuranpun pecahlah.
Wiro Sableng Pendekar Kapak Maut Naga Geni 212
Dendam Orang-orang Sakti
Empat penduduk terjerongkang ke lantai langkan. Dua pingsan, dua lagi patah
tulang iganya serta terlepas sambungan sikunya. Sedang Kratomlinggo terhempas ke tiang
langkan. Dadanya kena
dipukul oleh Tapak Luwing. Dia berusaha berdiri mengimbangi badan kembali dan
siap melancarkan
serangan balasan. Tapi apa lacur, belum lagi kakinya menindak pemandangannya
sudah gelap dan
dari mulutnya bermuntahan darah kental berbuku-buku! Sesaat kemudian tubuh laki-
laki ini tergelimpang ke lantai!
Melihat ini sebagian penduduk menjadi kalap. Mereka menyerbu berserabutan ke
atas langkan dengan berbagai macam senjata.
"Siapa yang mau mampus, majulah!" teriak Tapak Luwing seraya melintangkan golok.
Mereka yang menyerbu menjadi ragu-ragu kini namun beberapa orang diantaranya
yang tetap kalap menyerang dengan membabi buta. Maka terjadilah hal yang mengerikan. Orang-
orang ini bergelimpangan bermandikan darah, dibabat dan dipapas oleh senjata Tapak Luwing
dan anak-anak buahnya! Yang lain-lainnya kini tak berani lagi bertindak lebih jauh
meskipun jumlah mereka jauh lebih banyak!
Warih Sinten sudah sejak lama lari ke dalam rumah sambil menjerit-jerit
ketakutan sedang Kundrawana menggigit bibir dan pejamkan mata melihal kengerian itu. Kalau
saja tidak ingat akan keselamatan anaknya, sudah sejak tadi dia mencabut keris dan
turut menyerbu! "Siapa lagi yang mau berkenalan dengan golokku, silahkan maju!," kata Tapak
Luwing tolakkan tangan kirinya ke pinggang kiri.
Tapak Luwing tertawa. "Nah, kalau kalian masih belum punya nyali untuk masuk
ke liang kubur, gotong kunyuk-kunyuk yang malang melintang di langkan rumah ini
kemudian angkat kaki dari sini cepat !"
Kemarahan penduduk meluap-luap. Namun apa yang terjadi di depan mata mereka
membuat nyali mereka menjadi ciut dan bulu kuduk meremang. Ki Lurah Kundrawana
sendiri berdiri mematung. Rahangnya terkatup rapat-rapat. Kegeramannya tiada
terlukiskan. Kebenciannya terhadap Tiga Hitam dari Kali Comel tiada terkirakan
lagi! Namun seperti penduduk Bojongnipah, dia juga tak dapat berbuat suatu apa!
Penduduk menggotong Kratomlinggo dan korban-koban lainnya. Sebelum mereka
berlalu berserulah Tapak Luwing.
"Aku tak ingin melihat keonaran macam begini untuk kedua kalinya, kecuali kalau
kalian sendiri yang sengaja minta dibereskan macam kawan-kawan kalian itu! Siapa
yang mau berontak boleh saja! Golakku memang sudah sejak lama haus darah!"
Wiro Sableng Pendekar Kapak Maut Naga Geni 212
Dendam Orang-orang Sakti
Tak ada yang menyahuti ucapan Tapak Luwing itu.
Dan Tapak Luwing yang menyamar sebagai prajurit Kadipaten itu berseru lagi:
"Jangan lupa, paling lambat tengah hari besok, kalian semua sudah harus melunasi
pajak itu! Jika ada yang membantah untuk membayarnya, kalian cukup tahu apa
akibatnya!"
ketika seturuh penduduk Bojongnipah sudah meninggalkan tempat itu maka Tapak
Luwing menyarungkan goloknya kembali dan berpaling pada Ki Lurah Kundrawana.
"Kau harus berterima kasih padaku yang telah selamatkan kau punya batang leher,
Ki Lurah...!" Ki Lurah Kundrawana berkemik. Rahang-rahangnya bertonjolan. Tapak
Luwing tertawa mengekeh. "Selambat-lambatnya senja besok uang pungutan pajak
harus sudah kau antarkan ke pondok tua dipersimpangan jalan yang menuju ke
Linggajati!"
Kundrawana masih diam.
"Eh, apa kau sudah tuli!" tanya Tapak Luwing.
Dan Lurah Bojongnipah itu masih juga diam. Maka membentaklah Tapak
Luwing. "Kamu tuli hah"!"
"Aku tidak tuli, Tapak Luwing..."
"Lalu mengapa ditanya diam saja" Mungkin gagu"!"
Dua orang anak buah Tapak Luwing cengar cengir.
"Sesenja-senjanya hari uang itu sudah harus ku terima. Kau dengar..."!"
.
Wiro Sableng 003 Dendam Orang-orang Sakti di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
"Bagaimana kalau penduduk tak mau membayamya ?"
"Aku tak perlu pertanyaan itu! Bayar atau tidak bayar, pokoknya besok aku cuma
tahu terima uang!" Tapak Luwing memberi isyarat pada kedua anak buahnya. Ketiganya menuruni langkan
rumah dan melangkah menuju ke kuda masing-masing.
Malam itu, dengan segala daya dan sedikit ilmu pengetahuan yang dimilikinya,
Kratomlinggo berhasil menyembuhkan luka di dalam yang dideritanya akibat pukulan Tapak
Luwing. Pada dasarnya bukan daya dan pengetahuan silat Kratomlinggolah yang menolong
melainkan adalah
karena pukulan Tapak Luwing pagi tadi tidak mempergunakan keseluruhan tenaga
dalamnya. Dendam terhadap Tapak Luwing dan kawan-kawannya, kebencian yang tak
terkendalikan terhadap Ki Lurah Kundrawana serta pajak yang tetap harus dibayar esok hari, semuanya itu
bertumpuk menjadi satu sehingga malam itu, rneskipun baru saja sembuh dari luka
namun tekat Kratomlinggo sudah bulat untuk berangkat ke Kotaraja! Niatnya ini
diberitahukannya pada beberapa
kawannya. Dan malam itu bersama empat orang lainnya, dengan menunggangi kuda
maka berangkatlah Kratomlinggo ke Kotaraja.
Wiro Sableng Pendekar Kapak Maut Naga Geni 212
Dendam Orang-orang Sakti
Malam gelap. Sinar bintang dan cahaya bulan sabit tak dapat mengalahkan
kegelapan itu. Kratomlinggo dan empat orang kawannya memacu kuda masing-masing, melewati sebuah
tikungan dan sampai di sebuah jembatan yang menghubungkan kedua tepi sebuah anak sungai.
Pada saat itu pulalah Kratomlinggo dan kawan-kawannya melihat serombangan
penunggang kuda di seberang jembatan. Mereka berjumlah tiga orang dan ketiganya
menghentikan kuda di
seberang jembatan itu. Melihat gelagat yang tidak baik ini. Kratomlinggo segera
hentikan kudanya.di
tengah-tengah jembatan dan memberi isyarat pada keempat kawannya. Malam memang
gelap namun mata Kratomlinggo masih sanggup, mengenali penunggang kuda yang paling depan
dihadapannya. Manusia itu ternyata adalah prajurit Kadipaten yang siang tadi menanganinya!.
"Celaka," bisik Kratomlinggo. "Bagaimana bangsat-bangsat Kadipaten ini bisa tahu
keberangkatanku ke Kotaraja"!" Sampai saat itu baik dia mau pun kawan-kawannya
sama sekali masih tidak mengetahui siapa ketiga manusia yang menghadang di ujung jembatan
itu! Penunggang kuda sebelah muka yang tiada lain dari Tapak Luwing adanya tertawa
mengekeh. "Rupanya pelajaran dan peringatanku siang tadi masih belum cukup
huh!," sentak Tapak
Luwing. Kratomlinggo -tak menjawab. Namun dia diam tangan kanannya menyelinap ke
balik pinggang meraba hulu golok. Hal yang sama dilakukan juga oleh keempat kawannya.
Dan di seberang jembatan kembali terdengar kekehan Tapak Luwing.
Begitu kekehannya berhenti maka terdengar bentakannya. "Kalian kunyuk-kunyuk mau
ke mana"!"
"Kami tak ada permusuhan dengan kalian. Karena itu minggirlah, beri jalan..." kata
Kratomlinggo pula.
"Minta jalan" Boleh... lewatlah!," kata Tapak Luwing pula sambil pinggirkan
kudanya. Dipersilahkan begitu rupa malah membuat Kratomlinggo dan kawan-kawannya menjadi
terpatung, tak bergerak di punggung kuda masing-masing. "Ayo, kenapa tidak mau lewat"!,"
tanya Tapak Luwing. Kratomlinggo bimbang.
Dan Tapak Luwing buka suara lagi: "Kalau begttu roh busuk kalian yang akan lewat
jembatan ini !"
"Sret !"
Tapak Luwing cabut goloknya. Terdengar lagi dua kali suara "sret" yaitu dari
golok-golok yang dkabut oleh anak buah Tapak Luwing. Melihat ini Kratomlinggo dan kawan-
kawannya segera
pula menghunus golok masing-masing !
Wiro Sableng Pendekar Kapak Maut Naga Geni 212
Dendam Orang-orang Sakti
"Aku tahu kalian hendak ke Kotaraja...," berkata Tapak Luwing seraya larik tali
kudanya, "Tapi ketahuilah hanya roh-roh busuk kalian yang akan menghadap Raja di istana!"
Dalam jarak dua tombak, dengan satu sentakan keras maka kuda Tapak Luwing
melompat ke muka. Dua anak buahnya menyusul. Tiga golok berkelebat di bawah cahaya redup
bulan sabit. Lima
golok menyambutinya !
"Trang ..... trang ..... trang....!"
Bunga api memercik. Suara beradunya golok-golok itu disusul oleh seruan
kesakitan. Dua kawan Kratomlinggo rebah dari atas punggung kuda. Yang satu terbabat perutnya,
yang lain puntung
lengan kanannya!
Dalam gebrakan kedua, Tiga Hitam dari Kali Comel yang saat itu masih mengenai
pakaian, prajurit-prajurit Kadipaten, kembali mengirimkan serangan hebat tanpa memberikan
kesempatan pada
lawan! Dua orang lagi menjerit dan roboh, tubuh salah satu dari padanya kemudian
kecebur ke dalam
sungai. Kratomlinggo sendiri dibikin terjerongkang dari atas punggung kuda,
goloknya lepas. Masih
untung sarripai saat itu dia belum cidera apa-apa. Dan memaklumi bahwa untuk
melawan terus adalah
satu kesia-siaan maka laki-laki ini segara putar tubuh ambil langkah seribu!
Tapak Luwing tertawa bergelak. "Dasar manusia kintel! Kamu mau lari ke mana"!"
Dari balik sabuknya kepala Komplotan Tiga Hitam dari Kali Comel ini keluarkan sebilah
pisau belati. Senjata ini melesat dengan mengeluarkan suara berdesing! Kratomlinggo yang tak
tahu dirinya tengah dikejar maut, terus juga lari.
Hanya satu jengkal saja lagi belati yang mengandung racun itu akan menancap di
punggungnya maka pada saat itu pulalah dari jurusan semak belukar gelap di tepi
sungai melesat sebuah benda berbentuk bintang berwarna putih perak !
"Tring !"
Bunga api memercik.
Bukan saja benda berbentuk bintang ini berhasil membuat pisau beracun Tapak
Luwing mental, tapi juga membuat pisau itu patah dua !
Terkejutlah Tapak Luwing. Lupa dia pada niatnya hendak membunuh Kratomlinggo.
Dengan serta merta diputarnya tubuhnya. Matanya yang tajam telah melihat dari arah mana
datangnya sambaran benda putih perak berbentuk bintang itu. Dan memakilah kepala Komplotan
Tiga Hitam dari Kali Comel itu.
"Setan alas yang ikut campur urusan orang ke luar dari persembunyianmu dan
terima pisau- pisau ku ini !"
Wiro Sableng Pendekar Kapak Maut Naga Geni 212
Dendam Orang-orang Sakti
Habis bilang demikian Tapak Luwing lemparkan sekaligus tiga bilah pisau
beracunnya ke arah semak belukar di kegelapan.
Terdengar suara siulan yang disusul oleh suara tertawa bergelak.
"Aku di sini bung! Kenapa serang tempat kosong"!," kata, manusia yang muncukan
diri itu dengan nada mengejek.
"Bangsat betul!," maki Tapak Luwing. Di lemparkannya lagi dengan tangan kiri
sepasang pisau belati ke arah laki-laki yang berdiri sekira enam tombak di tepi
sungai. -- == 0O0 == --
ENAM ORANG yang berdiri di tepi sungai sambuti serangan itu dengan melambaikan tangan
kirinya. Sekali lambai saja maka kedua pisau beracun itupun mentallah.
Kaget Tapak Luwing membuat- laki-laki ini keluarkan seruan tertahan.
"Manusia yang sengaja cari penyakit, siapa kau!" tanyanya membentak dan diam-
diam memberikan isyarat pada kedua anak buahnya untuk bersiap-siap dan mengambil
posisi mengurung. Yang ditanya. "Ada ribut-ribut apa di sini"!".
"Ee kunyuk gondrong!," maki salah seorang, anak buah Tapak Luwing. "Kau berani.
bicara edan sama prajurit-prajurit Kadipaten"!"
"Oh.... jadi kalian prajurit-prajurit Kadipaten...". Laki-laki di tepi sungai,
keluarkan suara
mendengus. "Setahuku prajurit-prajurit Kadipaten tidak suka urusan kekerasan,
apalagi membunuh
manusia begini rupa...!".
Sementara itu. Kratomlinggo yang tadi hendak larikan diri, mendengar ada
keributan baru di belakangnya perlahan-lahan palingkan kepala lalu putar tubuh dan berhenti di
belakang sebuah
pohon. Apa yang disaksikannya kemudian sungguh tidak diduganya.
"Kita tak perlu sembunyikan siapa kita terhadap monyet bermuka manusia ini!'',
kata Tapak Luwing. "Nah, terus terang lebih bagus!" menimpali laki-laki di tepi sungai. "Katakan
saja siapa kalian!". Wiro Sableng Pendekar Kapak Maut Naga Geni 212
Dendam Orang-orang Sakti
"Sebelum tahu siapa kami sebaiknya lekas-lekaslah berlutut minta ampun!" kata
Tapak Luwing pongah. "Eh, kenapa begitu"''.
Karena menyangka bahwa Kratomlinggo sudah larikan diri dan tak ada lagi di
tempat itu, maka berkatalah Tapak Luwing;"Ketahuitah. Tiga Hitam dari Kali Comel tidak
pernah membiarkan terus bernafasnya seorang biang runyam ya ng ikut campur urusan!"
"Ooo... jadi kalian Tiga Hitam dari Kali Comel, rampok-rampok ganas tiada
kernanusiaan itu" Pantas... pantas tampang-tampang kalian hitam macam arang..."
"Haram jadah! Terima golokku!," teriak anak bu a h Tapak. Luwing yang di samping
kanan. Dengan gerakan e nt e ng dia melompat dari punggung kuda, derngan sebat
go lo knya berkelebat ke arah batok kepala laki-laki muda yang berdiri tetap tenang malahan
dengan tertawa-tawa! Tiba-tiba dengan kecepatan yang luar biasa laki-laki muda itu melompat ke
belakang. Serangan anak buah Tapak Luwing mengenai tempat kosong. Karena begitu kesusu dan
sebatnya ma k a laki-laki it u jadi terhuyung-huyung sendiri. Sebelum dia sempat
mengimbangi badan, satu
tendangan menghantam pantatnya!
"Manusia tidak tahu peradatan! Orang bicara dipotong seenaknya! Rasakan sendiri
olehmu!" Melihat kawan dan anak buahnya dipermainkan begitu rupa sampai tersungkur di
tanah. Tapak Luwing dan anak buahnya yang satu lagi segera loncat dari kuda.
"Beri tahu namamu lebih dulu, kunyuk!," bentak Tapak Luwing. "Kalau tidak rohmu
akan minggat percuma!"
"Bicaramu terlalu tinggi! Kalau mau tahu na ma ku majulah...!".
Dengan tertawa bergelak Tapak Luwing menyerbu ke muka. Sambaran goloknya deras
sedang tangan kirinya laksana palu godam membabat ke arah ulu hati lawan. Inilah
jurus "a ng in
mengamuk pohon tumbang" yang memang bukan olah-olah dahsyatnya.
"Ah, rupanya kau punya ilmu yang diandalkan juga eh?" ejek lawa n ya ng
diserang. Dia merunduk untuk elakkan sambaran go lo k lalu lo mpat ke samping guna hindarkan
sodokan tinju lawan dan dengan secepat kilat kemudian tangan kanannya yang terbuka menyeruak
di antara kedua serangan lawan tadi, menderas ke arah kening Tapak Luwing.
Kepala Tiga Hitam dari Kali Comel itu bukan orang yang berilmu rendah. Kalau
tidak percuma saja dia menjadi kepala komplotan yang ditakuti selama bertahun-tahun
disepanjang Kali Comel dan perbatasan.
Wiro Sableng Pendekar Kapak Maut Naga Geni 212
Dendam Orang-orang Sakti
Dengan sebat, dengan keluarkan bentakan dahsyat Tapak Luwing membuat satu
gerakan yang luar biasa. Tubuhnya mencelat satu tombak ke atas dan dalam lompatan itu
kaki kanannya menderu muka lawan dan disaat yang sama pula dari sebelah belakang menderu golok
anak buah Tapak Luwing ke arah punggung laki-laki muda itu.
Yang diserang bersiul. "Akh... kalian rupanya betul-betul maui jiwaku! Tapi kurasa
saat ini belum waktunya!". Pemuda ini berkelebat. Lututnya menekuk kedua tangannya
berputar seperti kitir
dan: "bluk ....... buk"!.
Anak buah Tapak Luwing terjerongkang ke belakang, muntah darah dan
menggeletak,di tanah. Tapak Luwing sendiri merintih kesakitan sewaktu lengan lawan menghantam
tepat tulang keringnya! Di saat itu anak buah Tapak Luwing yang tadi ditendang pantatnya sudah bangun
kembali- dan dengan ganas lancarkan serangan dahsyat. Namun nasibnya juga sial. Sekali
Wiro Sableng 003 Dendam Orang-orang Sakti di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
lawannya berkelebat
maka goloknya kena dihantam sikut lawan! Yang satu inipun roboh pula menyusul
kawannya Merasakan sakit pada kakinya, melihat kedua anak buahnya dibuat begitu rupa,
benar-benar Tapak Luwing hampir-hampir merasa seperti orang mimpi. Apakah agaknya kali, ini
komplotan yang dipimpinnya menemui "batunya?" Selama bertahun-tahun bertualang dan menjadi
Pemimpin Komplotan Tiga Hitam dari Kali Comel baru hari itu dia melihat dengan mata
kepala sendiri bagaimana kedua anak buahnya dibikin menggeletak hanya dalam satu gebrakan saja!
Bahkan dia sendiri merasakan pula bekas tangan lawannya. Lawan yang masih muda belia dan
sama sekali tidak
dikenalnya. Dengan penuh geram_Tapak Luwing salurkan tenaga dalamnya lewat lengan kanan
terus kegolok sedang tangan kirinya saat itu sudah memegang tiga pisau beracun. Kedua
kakinya terpentang, pinggangnya sedikit membungkuk ke muka. Tangan yang memegang pisau
dinaikkan ke atas agak ke belakang sedang tangan kanan memegang golok lurus-lurus ke muka.
"Kenalkah kau jurus ini, pemuda keparat"!".
"Ah... hanya jurus -- menyebar bunga menusuk buah -- nenek-nenek keriputpun bisa
mengenalnya!," sahut si pemuda.
Bukan saja Tapak Luwing menjadi geram diajek demikian rupa namun dia juga kaget
melihat bahwa lawannya bisa menerka jurus yang bakal dikeluarkannya itu!
Untuk menutupi keterkejutannya Tapak Luwing berkata: "Kau sudah tahu nama jurus
ini, baik sekali!. Tapi juga ketahuilah ini adalah jurus kematianmu! Bagusnya kasih tahu
namamu sekarang
juga agar kau mampus tidak dengan penasaran!".
"Sudahlah.... jangan banyak bacot! Buktikanlah kehebatan jurus yang kau andalkan
itu!". Wiro Sableng Pendekar Kapak Maut Naga Geni 212
Dendam Orang-orang Sakti
Tapak Luwing tertawa dingin. Tubuhnya semakin membungkuk. Hampir tak kelihatan
dia menggerakkan tangan kirinya maka tiga pisau yang dipegangnya tahu-tahu sudah
meluncur sebat sekali ke arah si pemuda. Yang pertama menjurus batang leher, yang kedua mencuit
ke dada dan yang
terakhir menggebubu ke bawah perut!
Bukan saja daya lesat pisau itu hebat sekali mengingat hanya di lemparkan dengan
tangan kiri, namun juga tempat-tempat yang diserangnya juga adalah tempat-tempat yang
berbahaya mematikan.
Pada detik pisau-pisau beracun itu melesat ke muka, pada saat itu pulaTapak
Luwing menerjang dan putar goloknya dengan sebat. Dorongan angin golok yang. menderu
menambah kencangnya daya lesat tiga pisau itu. Maka itulah jurus "menyebar bunga rnenusuk
buah". Pisau dan
golok datang susul menyusul!
"Akh jurusmu ini boleh juga!," kata si pemuda. "Tapi coba terima dulu telapak
tanganku!".
Si pemuda pukulkan tangan kirinya ke muka. Angin dahsyat melanda dan mementalkan
ketiga pisau. Tapak Luwing berseru kaget karena dua dari pisau itu akibat dorongan
angin pukulan lawan berbalik menyerang ke arahnya. Mau tak mau Tapak Luwing terpaksa
pergunakan goloknya untuk meruntuhkan dua pisau itu.
"Tring..... tring!"
Dua pisau beracun patah-patah dan terlempar jauh. Gerakan untuk menangkis dua
pisau ini membuat Tapak L.uwing melupakan pertahanan dirinya seketika. Ketika
dia memasang kuda-kuda baru maka telapak tangan kanan lawan sudah berada dekat
sekali ke kepalanya. Kepala Tiga Hitam dari Kali Comel ini pergunakan goloknya untuk
membabat lengan lawan namun kurang cepat karena lengan kiri si pemuda lebih cepat
menyusup membentur sambungan sikunya.
"Krak"!
"Plak"!
Tapak Luwing mengeluh dan huyung kebelakang.
Lengannya patah.
Keningnya yang kena dihantam telapak tangan lawan sakit dan panas bukan main.
Pada kulit kening itu kini kelihatan tertera angka 212! Tapak Luwing coba
alirkan tenaga dalam dan atur jalan darahnya. Namun kekuatannya seperti punah. Keringat dingin
membasahi sekujur tubuhnya. Keningnya panas, sakit dan pemandangannya berkunang,
lututnya gontai!
"Keparat...," desis Tapak Luwing.
"Ee... masih bisa memaki?"
Wiro Sableng Pendekar Kapak Maut Naga Geni 212
Dendam Orang-orang Sakti
"Kalau hari ini aku kena kau celakai jangan anggap kau sudah mempecundangi aku,
orang muda. Suatu hari kelak aku akan mencarimu dan mematahkan batang lehermu!".
Tapak Luwing ambil tiga pisau terbang dengan tangan kirinya. Cepat sekali
senjata itu dilemparkannya ke arah si pemuda lalu secepat itu pula dia putar tubuh untuk
larikan diri. Si pemuda melompat ke samping. Dua pisau lewat di kiri kanannya. Pisau
ketiga diluruhkannya dengan lambaian tangan kiri! Kemudian sambil totokkan dua jari
tangan kanannya mengirimkan totokan jarak jauh berserulah si pemuda: "Kenapa pergi
buru-buru"!
Bicaraku tadi padamu belum habis!"
Kontan saat itu juga tubuh Tapak Luwing menjadi kaku tegang tak bisa bergerak
lagi! Si pemuda tertawa dan berpaling pada pohon besar di tepi sungai.
"Saudara yang sembunyi di belakang pohon. keluarlah. Aku mau bicara juga dengan
kau!". Kratomlinggo, yang berdiri di belakang pohon itu terkejut. Namun karena tahu
bahwa itu pemuda bukanlah dari golongan jahat maka tanpa ragu-ragu dia segera
keluar. Lagi pula penuturan Tapak Luwing tadi yang mengaku bahwa dia.dan kawan-kawannya
adalah Komplotan Tiga Hitam dari Kalkomel membuat dia merasa perlu melakukan pe-
nyelidikan lebih jauh.
"Saudara, apakah yang telah terjadi di sini sebelumnya dengan kau dan kawan-
kawan...?".
"Panjang ceritanya, saudara. Tapi sebelumnya kalau aku boleh tahu siapa
namamu...?"
"Aku Wiro...," jawab si pemuda.
"Aku Kratomlinggo. Aku dan kawan-kawanku yang malang itu sama-sama dari desa
Bojongnipah. Kami bermaksud pergi ke Kotaraja..."
Maka Kratomlinggopun menuturkan segala sesuatunya, mulai dari soal pajak gila
yang dilarik oleh Ki Lurah Kundrawana sampai dengan kematian keempat kawannya itu.
Wiro atau Wiro Sableng alias Pendekar 212 geleng-gelengkan kepalanya. "Aku
memang sudah lama dengar nama Komplotan bejat mereka. Yang satu ini kalau tak salah
bernama Tapak Luwing. Pantas saja selama beberapa waktu terakhir ini tak kelihatan mereka
malang melintang di
sepanjang Kali Comel. Rupanya tengah bikin kejahatan di sini...".
"Dan pastilah penjahat-penjahat ini bekerjasama atau jadi- kaki tangan Ki Lurah
Kundrawana...".
Wiro Sableng Pendekar Kapak Maut Naga Geni 212
Dendam Orang-orang Sakti
"Boleh jadi," sahut pendekar 212. "Tapi mungkin juga merekalah biang runyam yang
melakukan pemerasan terhadap Ki Lurah!"
Kratomlinggo mengangguk.
"Supaya jelas biar bangsat yang satu ini kita tanyai," kata Wiro Sableng pula.
Dia melangkah mendekati Tapak Luwing untuk melepasakan totokan di tubuh kepala Komplotan Tiga
Hitam itu. Namun baru saja satu tindak dia melangkah tiba-tiba sekali berkelebatlah satu
sosok tubuh dari
kegelapan. Makhluk ini langsung meraih pinggang Tapak Luwing dan membopong
melarikannya! Kratomlinggo terkejut
Pendekar Kapak Maut Naga Geni 212 berteriak: "Maling tengik! Berhenti!".
Sebagai jawaban, terdengar suara tertawa bekakakan dari orang yang melarikan
Tapak Luwing itu. "Wiro Sableng, pemuda gendeng! Jangan sangka cuma kau sendiri yang jago dan
sakti di jagat ini! Aku tunggu kau besok siang di Rawasumpang! Kuharap kau punya nyali unhuk
menerima undangan kematianmu ini! Ha... ha... ha ...!"
"Sompret betul! Siapa kau! Berhentil".
"Besok siang. Wiro!"
" Dengan, geram pendekar 212 lepaskan pukulan "kunyuk melempar buah"! ke arah
manusia tak dikenal itu! Deru angin yang tiada terkirakan dahsyatnya menyerang si orang
asing. Pada saat itu
pula terlihat selarik sinar biru. Dan angin pukulan Wiro Sableng terbendung
laksana membentur
dinding baja! Terkejutlah pendekar 212. Pukulan yang dilancarkannya tadi
disertai hampir sepertiga
dari tenaga dalamnya. Namun manusia yang tak dikenal itu berhasil meruntuhkan
pukulan tersebut!
Besarlah dugaan Wiro Sableng bahwa orang yang memboyong Tapak Luwing itu adalah
guru Tapak Luwing., setidak-tidaknya kakak seperguruannya. Atau mungkin juga seorang
sakti dari golongan hitam yang berkawan dengan Tapak Luwing.
-- = 0O0 == -- TUJUH HALAMAN rumah lurah bojongnipah penuh oleh penduduk. Suasana malam terang
benderang oleh puluhan obor. Agaknya penduduk Bojongnipah sudah tak dapat
menahan ke- Wiro Sableng Pendekar Kapak Maut Naga Geni 212
Dendam Orang-orang Sakti
sabarannya lagi untuk mencincang dengan segala senjata yang mereka bawa, kedua
manusia yang saat
itu terikat ke tiang langkan rumah. Mereka tiada lain daripada anak-anak buah
Tapak Luwing yang
telah dirobohkan oleh Pendekar 212. Keduanya telah siuman. Di samping terikat ke
tiang, keduanya
juga berada dalam pengaruh totokan Wiro Sableng.
Kratomlinggo berdiri di samping Ki Lurah Kundrawana. Beberapa tombak dari mereka
berdiri tenang-tenang Wiro Sableng. Kratomlinggo barusan saja menerangkan apa yang
diketahuinya tentang
kedua orang itu kepada Ki Lurah dan juga apa yang telah terjadi di tepi sungai
dekat jembatan.
Bola mata Ki Lurah Kundrawaana pulang balik memandangi Wiro Sableng dan kedua
anak buah Tapak Luwing. Saat itu Lurah Bojongnipah ini tak dapat lagi menahan hati
dan mengendalikan
amarahnya. Untuk sesaat lupa dia bahwa anaknya masih berada di dalam tawanan
Tapak Luwing dan
Tapak Luwing sendiri saat itu tidak berhasil ditangkap!
"Saudara-saudaraku se-Bojongnipah...," kata Kundrawana seraya maju beberapa
langkah ke hadapan penduduk yang berdesak-desakan. "Sekarang kurasa sudah waktunya untuk
menerangkan kepada kalian apa sesungguhnya latar belakang timbulnya pajak gila itu! Aku
dengan hati hancur dan
seribu satu kepahitan telah terpaksa menerima segala kata-kata dan cap yang
kalian lemparkan
padaku! Kalian mencap aku sebagai tukang peras, aku telah terima. Kalian cap aku
sebagai lintah darat, sebagai tukang tindas... sebagai ini, sebagai itu, semuanya aku terima!
Namun hari ini, malam
ini kalian terimalah juga satu penuturan dariku, satu kenyataan yang menyebabkan
terjadinya pemungutan pajak berat itu. Dulu aku pernah berkata bahwa pajak itu dipungut
atas perintah Raja!
Untuk pembangunan dan pemeliharaan balatentara Kerajaan. Kini kuakui itu semua
hanya alasan belaka, hanya dusta besar yang aku karang-karang demi untuk menyelamatkan
keluargaku dan juga
menyelamatkan kalian semua dari keganasan dan kejahatan yang kalian tidak
ketahui ..."
PendudukBojongnipah saling pandang memandang satu sama lain penuh ketidak
mengertian. Ki Lurah Kundrawana menyapu wajah mereka seketika lalu meneruskan bicaranya.
"Tadi kalian sudah dengar semua keterangan Kratomlinggo. Ini satu kenyataan
bagus yang dengan sendirinya telah mencuci diriku. Tapi biar aku beri penjelasan lebih
lengkap. Dua manusia
yang terikat itu adalah anak buah Komplotan Tiga Hitam dari Kali Comel,
komplotan rampok-rampok
bejat yang dikepalai oleh Tapak Luwing yang berhasil melarikan diri ditolong
oleh seorang tak
dikenal. Jadi ketiganya sama sekali bukanlah prajurit-prajurit Kadipaten seperti
yang mereka sengaja
menyamar pagi tadi! Tiga minggu yang lewat, di satu malam mereka telah datang ke
rumahku dan memaksaku untuk menarik pajak sepuluh kali lebih besar dari yang sudah-sudah.
Jadi berarti aku harus
menarik pajak sebanyak sebelas kali terhadap kalian. Yang sepuluh bagian harus
kuserahkan pada
Wiro Sableng Pendekar Kapak Maut Naga Geni 212
Dendam Orang-orang Sakti
mereka sedang yang satu bagian sebagaimana biasa diserahkan ke Linggajati di
mana Adipati Linggajati kemudian meneruskan ke Kotaraja...
Wiro Sableng 003 Dendam Orang-orang Sakti di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Aku coba untuk melawan. Tapi di samping mereka bertiga berilrnu tinggi aku tak
bisa berbuat apa-apa karena anakku satu-satunya mereka bawa! Anakku akan mereka bunuh kalau
pajak itu tidak
aku pungut dari penduduk di sini! Kalian bisa merasakan dan mengetahui sendiri
kini. Tak ada jalan
lain bagiku untuk membantah, kecuali kalau ingin putera tunggalku rnenemui
kematiannya...!".
Suasana malam sesepi dipekuburan kini! Penduduk sama menganga dan terlongong-
longong. Tentu saja hal ini tiada diduga sama sekali oleh mereka. Dan serentak pula
dengan itu maka
menggelegaklah kemarahan penduduk. Ketika seseorang di antara mereka berseru:
"Cincang dua
bangsat ini!," maka menyerbulah penduduk Bojongnipah dengan senjata masing-
masing. Namun disaat itu pendekar 212 maju ke muka dan berseru nyaring. Sengaja seruannya itu
disertai tenaga dalam
untuk mempengaruhi. penduduk yang tengah marah itu.
"Saudara-saudara, jangan ceroboh! Kunyuk-kunyuk ini akan dapat bagiannya juga!
Tapi kalian harus ingat pada nasib anak Lurah kalian! Karena itu biarkan aku bicara
sebentar dengan salah
satu dari mereka... !"
Kalau saja penduduk tidak mendapat keterangan dari Kratomlinggo siapa adanya
pemuda berambut gondrong itu, pastilah penduduk tak akan mau ambil perduli akan ucapan
Wiro Sableng, lagi
pula tenaga dalam si pemuda diam-diam sudah meresap mempengaruhi mereka!
Wiro mendekati anak buah Tapak Luwing yang terikat di tiang langkan sebelah
kanan. "Namamu siapa, sobat"," tanyanya.
Laki-laki itu diam saja. Hanya kedua bola matanya berputar menyorot melontarkan
pandangan sangat membenci dan mendendarn.
"Eeeh rupanya bekas tanganku membuat kau jadi tuli, huh!".
"Keparat! Tak usah banyak bicara... Kelak hari pembalasan dari pemimpinku Tapak
Luwing akan tiba! Kalian semua di sini akan dikirim ke neraka!".
Wiro Sableng menyeringai.
"Mungkin kau dan kawanmu yang akan lebih dahulu dkincang penduduk sampai lumat!"
kata Wiro Sableng pula. "Tak usah banggakan pemimpinmu! Dia sudah kabur bersama
seorang kawannya!".
Keterangan ini mengejutkan kedua anak buah Tapak Luwing. Memang sejak mereka
siuman tadi mereka tidak melihat pemimpin mereka dan tak tahu berada di mana.
Dan Wiro berkata lagi: "Aku mempunyai dugaan bahwa kau ada sangkut pautnya
dengan Adipati di Linggajati. Katakan saja terus terang .... Anak buah Tapak Luwing
diam. Wiro Sableng Pendekar Kapak Maut Naga Geni 212
Dendam Orang-orang Sakti
"Katakan!," bentak Wiro.
Sebaliknya laki-laki itu meludah ke lantai. "Beset saja mulutnya!," teriak
Kratomlinggo yang
sudah tak sabaran.
"Kau tak mau kasih keterangan?" tanya pendekar 212.
Anak buah Tapak Luwing itu meludah sekali lagi ke lantai langkan!
Wiro tertawa. Dijangkaunya sebuah obor yang dipegang oleh seorang penduduk.
"Pernah rasa panasnya api"," tanya pendekar ini dengan tertawa-tawa. "Tampang-
tampang macammu ini akan lebih keren bila disundut begini rupa!".
Wiro Sableng lantas menyorongkan api obor ke muka laki-laki itu. Anak buah
Tapak Luwing tak sanggup gerakkan kepalanya karena tertotok. Keluhan kesakitan
terdengar tiada henti. Udara malam kini berbau hangusnya bulu mata, alis dan
sebagian rambut laki-laki itu. Kulit mukanya kelihatan merah terbakar.
"Mau sekali lagi"!," tanya Wiro dengan tertawa-tawa.
"Aku bersumpah kalau lepas akan membunuhmu dan tujuh keturunanmu!," kata
anak buah Tapak Luwing penuh penasaran.
"Jangan ngaco! Kau tak akan lepas dari sini. Kalaupun lepas mungkin cuma rohmu
saja! Dan aku belum punya keturunan...!". Pendekar muda itu tertawa mengekeh. Mau
tak mau orang banyak yang menyaksikan itu jadi ikut-ikutan geli.
"Ayo, katakan apa hubunganmu dengan Adipati Linggajatit," bentak Wiro seraya
mendekatkan api obor ke muka laki-laki itu.
"Tak ada hubungan apa-apa...!," jawab anak buah Tapak Luwing.
"Ah... ini satu kebohongan atau kedustaan"!".
"Aku tidak dusta. Tidak bohong!".
"Lantas apa perlumu pagi tadi menyamar bertiga-tiga menjadi prajurit-prajurit
Kadipaten...?".
"Itu bukan urusanmu!".
"Oh begitu" Memang bukan urusanku. Tapi urusan api obor ini!". Dan sekali lagi
api obor menjilati muka laki-laki itu. Dia menjerit-jerit. Wiro rnenunggu sampai
beberapa detik di muka. "Mau kasih keterangan apa tidak?" tanyanya.
"Aku akan terangkan... !" berkata juga laki-laki itu pada akhirnya.
Wiro tersenyum. Dilariknya obor kembali. "Nah bicaralah. Biar kerasan agar semua
orang dengar!".
Wiro Sableng Pendekar Kapak Maut Naga Geni 212
Dendam Orang-orang Sakti
Maka anak buah Tapak Luwing itupun memberikan penuturan: "Adipati Seta Boga
dari Linggajati mengirimkan seorang utusan pada kami. Dia telah membuat rencana
untuk melakukan pemerasan di sini. Kami ditawarkannya pekerjaan untuk menarik pajak
itu dengan perjanjian hasilnya dibagi dua. Pemimpin kami menerimanya dan... dan...".
"Sudah. Itu sudah cukup terang!" kata Wiro Sableng pula.
Ki Lurah Kundrawana maju ke muka. "Jadi ini semua dibiangi oleh Adipati Seta
Boga ...?".
"Ya...".
"Kita harus tangkap Adipati itu!" teriak penduduk.
"Gantung saja bersama kunyuk-kunyuk yang dua ini!" teriak yang lain.
Pendekar 212 angkat tangan kirinya. "Soal Adipati itu serahkan padaku," katanya.
"Yang penting kini ialah menyelamatkan anak laki-laki Ki Lurah...".
Tersiraplah darah Ki Lurah Kundrawana bila dia ingat kembali akan anaknya.
Dijambaknya rambut anak buah Tapak Luwing. "Anakku di mana kalian sekap"!"
tanyanya. Laki-laki itu tertawa buruk. Sangat buruk, apalagi melihat mukanya yang hangus
dan merah mengelupas. "Jangan harap anakmu akan selamat Kundrawana!"
Kundrawana menyentakkan kepala laki-laki itu. "Dimana"!".
"Mungkin sudah mampus di tangan pemimpinku!"
Kundrawana mengambil obor dari tangan Wiro Sableng. Anak buah Tapak Luwing
menjerit keras ketika obor itu disodokkan ke mata kanannya, Mata itu pecah dan
darah meleleh di kulit mukanya yang mengelupas hangus!
"Kedua matanya akan kubikin buta keparat! Kecuali, kalau kau segera
menerangkan di mana anakku kalian sekap!".
Laki-laki itu sebenarnya menyadari bahwa kalau sudah tertangkap demikian rupa
dirinya tak akan mungkin lagi bisa selamat. Adalah percuma saja baginya untuk
memberikan keterangan. Namun dalam diri manusia yang berkeadaan seperti anak
buah Tapak Luwing saat itu, walau bagaimanapun senantiasa selalu terdapat sekelumit
harapan untuk bisa menyelamatkan diri sehingga ancaman matanya akan dibutakan kedua-
duanya itu mau tak mau mengerikannya juga!
Maka diapun memberikan keterangan : "Anak itu disekap di satu kuil tua di Parit
Kulon...".
Wiro Sableng Pendekar Kapak Maut Naga Geni 212
Dendam Orang-orang Sakti
Lega sedikit hati Kundrawana. "Tapi," katanya, "bila aku datang ke sana anakku
tidak ada atau kutemui dia dalam keadaan sudah mati jangan harap kau bisa
melihat dunia ini sampai esok lusa!". Kini pendekar 212 yang buka suara : "Saudara-saudara
apapun yang kalian lakukan terhadap dua kunyuk ini, itu bukan urusanku lagi. Tapi
sedapat- dapatnya jangan diapa-apakan dulu dia sebelum anak Ki Lurah ketemu dalam keadaan
selamat. Soal Adipati Seta Boga di Linggajati, serahkan padaku. Besok kalian
bisa mengambil sosok tubuhnya di Kadipaten Linggajati. Cuma aku tak dapat memastikan
apakah dalam keadaan masih bernafas atau tidak. Itu tergantung pada sikapnya
sendiri! Sekiranya dia masih hidup, ada baiknya kalian giring saja ke Kotaraja... Nah,
selamat tinggal!".
"Saudara tunggu dulu!" seru Kratomlinggo dan Kundrawana hampir berbarengan.
Namun Pendekar Kapak Maut Naga Geni 212 sudah berkelebat lewat langkan, lewat
kepala-kepala penduduk Bojongnipah lalu lenyap ditelan kegelapan malam.
* * * HANYA sebentar suasana sepi menyeling. Bila bayangan sosok tubuh pendekar
212 sudah lenyap ditelan kegelapan malam maka lupalah penduduk Bojongnipah akan
pesan pendekar itu. Beramai-ramai mereka menyerbu kedua anak buah Tapak Luwing
yang berada dalam keadaan tak berdaya, terikat ketiang langkan dan tertotok.
Puluhan senjata laksana hujan bertubi-tubi mampir ke kepala dan tubuh kedua orang itu.
Tiada terdengar suara jeritan kedua orang ini, rintihanpun tidak! Mereka telah menemui
nasib pembalasan atas kejahatan mereka. Keduanya menghembuskan nafas dengan tubuh
mandi darah dan muka hancur tak bisa dikenali lagi.
_ Ki Lurah Kundrawana tidak menyaksikan lagi apa yang diperbuat penduduk
Bojongnipah itu. Bersama Kratomlinggo dan tiga orang lainnya, dengan menunggangi
kuda, dia meninggalkan Bojongnipah menuju Parit Kulon, sebuah pesawangan yang jarang
didatangi manusia,
terletak kira-kira ernpat kilometer dari desa. Satu-satunya bangunan di Parit
Kulon adalah kuil tua yang
diterangkan anak buah Tapak Luwing. Karenanya meskipun malam tak sukar untuk
mencarinya. Ki Lurah Kundrawana menyalakan obor yang dibawa. Diiringi oleh keempat orang
lainnya dia masuk ke dalam kuil tua itu. Meski dia menemui anaknya dalam keadaan menyedihkan
namun Kundrawana merasa. lega dan gembira karena anak satu-satunya itu ternyata masih
bernafas. Anaknva
Wiro Sableng Pendekar Kapak Maut Naga Geni 212
Dendam Orang-orang Sakti
tidur di ubin kotor dengan pakaian yang juga kotor. Tubuhnya kurus dari parasnya
pucat karena tak
terurus. Tangan dan kakinya diikat. Kundrawana bertutut lalu memeluk anaknya
itu. Kratomlinggo
membuka tali yang mengikat tangan serta kaki si anak yang saat itu sudah bangun.
Tetesan air mata
mengalir di pipi Ki Lurah Kundrawana. Tapi air mata kali ini adalah air mata
gembira. Sementara itu di tempat lain ....
Tapak Luwing merasa tubuhnya yang kaku karena ditotok itu dibawa lari dalam
kegelapan malam oleh seseorang. Bila sinar bulan yang tidak begitu terang menyeruaki
pohon-pohon sepanjang
jalan yang mereka lalui dan menyinari paras laki-laki itu samar-samar. Tapak
Luwing terheran dan
berpikir-pikir. Laki-laki yang membawanya berlari itu tidak dikenalnya sama
sekali. Siapa dia dan ke
mana manusia ini mau membawanya! Kemudian apakah dia seorang yang akan
menolongnya atau
bukan" Tapi melihat gelagat dan ucapannya terhadap pemuda berambut gondrong tadi
Tapak Luwing bisa sedikit memastikan bahwa laki-laki ini tidak bermaksud jahat terhadapnya.
Diam-diam hatinya
merasa lega. Maka bertarryalah dia: "Sobat, kau siapakah?".
"Jangan banyak tanya dulu!" menjawab orang yang memanggulnya. Suaranya besar dan
parau, larinya laksana angin.
"Kita ini kemanakah"," tanya Tapak Luwing lagi.
"Aku bilang jangan bertanya apa-apa dulu. Apa tidak mengerti"!"
Tapak Luwing penasaran sekali. Namun dia menurut dan menutup mulutnya. Sepanjang
perjalanan itu, satu hal saja yang diketahui oleh Tapak Luwing tentang orang
yang memanggul dan
membawa larinya yaitu laki-laki itu puntung tangan kanannya sampai sebatas bahu!
Ketika sampai di sebuah telaga kecil akhirnya laki-laki bertangan buntung itu
menghentikan larinya. Tapak Luwing diturunkan dan disandarkan ke sebatang pohon di tepi
telaga. Kemudian
dilepaskannya totokan di tubuh Tapak Luwing.
"Atur nafas dan jalan darahmu. Kerahkan tenaga dalam!" berkata si tangan
buntung. Tapak Luwing segera melakukan hal itu. Tidak disuruhpun memang semustinya dia
sudah bermaksud demikian, sesuai dangan setiap ajaran ilmu silat dari aliran dan
golongan manapun.
Kemudian dengan tangannya yang cuma satu laki-laki itu dangan cekatan mengobati
lengan Tapak Luwing yang patah dan membalutnya dangan secarik kain.
"Aku berhutang budi dan nyawa padamu sobat," kata Tapak Luwing.
Laki-laki yang menolongnya tertawa. "Ada hutang ada piutang...," katanya di antara
tertawanya, "ada budi ada balas".
"Maksudmu sobat?" tanya Tapak Luwing. "Di satu hari kelak pertolongan yang
kuberikan padamu ini akan kutagih...".
Wiro Sableng Pendekar Kapak Maut Naga Geni 212
Dendam Orang-orang Sakti
Tapak Luwing kerenyitkan kening. "Tidak kau tagihpun, jika ada kesempatan aku
pasti akan membalasnya. Bahkan jika aku sudah sembuh dan kau bersedia ikut ke Kali
Comel, aku akan hadiahkan kepadamu harta benda, perhiasan dan uang seberapa saja kau suka"
Si tangan buntung menyeringai. Gigi-giginya hitam kecoklatan. "Aku tidak butuh
semua itu," desisnya. Dipegangnya balutan di lengan Tapak Luwing. Sesaat
kemudian Tapak Luwing merasakan aliran tenaga dalam yang ampuh merembas ke dalam tubuhnya.
Wiro Sableng 003 Dendam Orang-orang Sakti di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Pendekar Bunga Merah 3 Pendekar Rajawali Sakti 139 Hantu Putih Mata Elang Kekaisaran Rajawali Emas 5
Cerita silat - Dendam Orang-Orang Sakti - cersil - Dendam Orang-Orang Sakti -
baca komik - Dendam Orang-Orang Sakti
Pendekar Kapak Maut Naga Geni 212
Dendam Orang-orang Sakti
WIRO SABLENG PENDEKAR KAPAK MAUT NAGA GENI 212
Karya: Bastian Tito
DENDAM ORANG-ORANG SAKTI
SATU LUKA besar di bekas kutungan tangan kanannya itu membuat tenaganya semakin
lama semakin mengendur. Kalau tadi dengan segala tenaga yang ada macam manusia
dikejar setan dia melarikan diri dari pekuburan Djatiwalu itu, maka kini jangankan lari,
berjalan melangkahpun dia sudah tidak sanggup. Tubuhnya terhuyung-huyung. Nafasnya megap-
megap seperti mau sekarat!
Saat itu dia berada di tepi sebuah jurang. Dalam larinya tadi dia tak
memperhatikan lagi ke mana tujuannya sehingga di mana dia berada saat itu adalah satu tempat
yang jarang didatangi manuisia. Sunyi senyap mencengkam menegakkan bulu roma. Matanya yang
berkunang-kunang, pemandangannya yang semakin mengelam dan daya tenaga yang
sudah habis sampai ke batasnya membuat tubuhnya tak ampun lagi jatuh terperosok ke
dalam jurang ketika salah satu kakinya terserandung di bebatuan yang menonjol di tepi jurang.
Masih untun jurang itu bukanlah jurang batu, tapi jurang yang penuh ditumbuhi
semak belukar. Tubuhnya menggelinding ke bawah membentur semak belukar mengait
ranting- ranting pepohonan rendah. Sakit tubuhnya bukan main, apalagi bekas luka kutungan
di tangan kanannya. Ketika dia terhampar di dasar jurang, dia tiada sadarkan diri lagi!
Bila dia sadarkan diri maka saat itu matahari sudah hamper tenggelam. Keadaan di
dasar jurang sunyi itu gelap dan dingin karena pantulan sinar matahari yang
terakhir tidak sampai menyaputi dasar jurang di mana dia berada. Dia berpikir-pikir di mana dia
terbujur saat itu. Kemudian denyutan rasa sakit yang amat sangat pada bahu kanannya yang
bunting dan masih melelehkan darah itu, membuat dia ingat segala sesuatunya apa yang
telah terjadi. Dia - Kalingundil - beberapa jam yang lalu telah bertempur melawan seorang
pemuda sakti bernama Wiro Sableng. Dalam pertempuran itu bukan saja dia terpaksa
melarikan diri tapi juga terpaksa kehilangan tangan kanannya karena telah dibetot puntung oleh
lawannya! Wiro Sableng Pendekar Kapak Maut Naga Geni 212
Dendam Orang-orang Sakti
Dan mengingat ini, diantara rasa sakit yang tiada terkirakan, memerih pula rasa
dendam kesumat yang amat sangat. Walau bagaimanapun dia musti dapat meneruskan
hidupnya, meski cuma bertangan sebelah. Meski bagaimanapun dia harus dapat membalaskan
dendam kesumat akibat perbuatan pemuda Wiro Sableng yang telah membuat dia cacat seumur
hidup itu. Ketika kedua matanya melihat bintang-bintang yang bermunculan di langit di
atasnya barulah disadarinya bahwa hari sudah menjadi malam. Kalingundil tahu bahwa
semalam- malaman itu dia tak akan bisa terus terbujur di situ. Dipalingkannya kepalanya
ke kanan. Hanya semak belukar dan pohon-pohon berdaun lebar yang dilihatnya dalam
kegelapan. Kemudian dipalingkannya pula kepalanya ke samping kiri. Mula-mula juga hanya
kegelapan yang dilihat lelaki itu. Namun samar-samar kemudian diantara semak belukar dalam
kegelapan itu matanya masih dapat melihat satu legukan batu di dasar jurang.
Jaraknya dengan tempat dia terbujur saat itu kira-kira sepuluh tombak. Dari pada terbujur
di tempat terbuka begitu, Kalingundil berpikir lebih baik pindah tempat ke cegukan batu
itu. Tapi dengan keadaan dan kekuatan badan seperti itu tidak mudah bagi Kalingundil
untuk berpindah tempat. Jangankan untuk berdiri, merangkakpun tidak bisa.
Jangankan utnuk
beringsut, bergerak sedikitpun sekujur tubuhnya terasa sakit bukan main, tulang-
tulang anggotanya serasa bertanggalan! Namun dengan keyakinan penuh untuk bisa
menyelamatkan diri, dengan mengumpulkan segala sisa tenaga yang masih ada, seingsut demi
seingsut akhirnya berhasil juga Kalingundil mencapai legukan batu itu. Ternyata legukan
ini adalah mulut sebuah goa. Dan pada saat itu dia berhasil mencapai mulut goa itu, untuk
kedua kalinya Kalingundil jatuh pingsan kembali.
Kalingundil sadarkan diri pada keesokan paginya. Beberapa jam sesudah matahari
terbit. Anehnya tubuhnya terasa lebih mendingan dibandingkan dengan keadaan hari
kemarin. Kalingundil tak habis pikir, kenapa hal ini bisa terjadi. Bahkan ketika dia coba
menggerakkan badan dirasakannya kekuatannya yang malam tadi sudah habis sampai ke batas
terakhir kini mulai berangsur kembali. Dia duduk bersandar ke dinding goa. Pada saat itulah
dirasakannya bahwa dari dalam goa keluar semacam hawa yang lembab ngilu-ngilu kuku. Hawa
inilah agaknya yang telah mempengaruhi keadaan diri Kalingundil yang telah memberikan
kepulihan kekuatan kepadanya.
Kemudian sewaktu dia memandang meneliti ke dinding goa di sekelilingnya, samar-
samar, tertutup oleh debu yang menebal, tergugus oleh ketuaan zaman, Kalingundil
melihat banyak sekali tulisan-tulisan. Tulisan-tulisan ini kacau balau tak teratur, tapi
bila dibaca dan
Wiro Sableng Pendekar Kapak Maut Naga Geni 212
Dendam Orang-orang Sakti
disambung satu persatu, akan merupakan rentetan kalimat yang memberi pengertian
pelajaran ilmu silat! Semakin lebar Kalingundil membuka kedua matanya. Apa yang dibaca
olehnya itu memang sulit dimengerti mula-mula, ini lain tidak karena tulisan itu menerangkan
tentang pelajaran silat yang memang mempunyai dasar-dasar aneh serta tak diketahui dari
cabang aliran mana. Semakin naik matahari, semakin baikan terasa oleh Kalingundil
keadaan badannya. Dengan mebungkuk-bungkuk dan tertatih-tatih, setelah habis dibacanya sekalian
apa yang tertulis dibagian goa sebelah luar itu maka Kalingundil memasuki goa lebih
jauh. Semakin ke dalam semakin terasa hawa lembab yang hangat-hangat ngilu-ngilu kuku
tadi. Menghirup udara itu Kalingundil merasakan tubuhnya segar, dadanya lega. Dan
semakin ke dalam semakin banyak banyak dilihat Kalingundil tulisan-tulisan. Apa yang
tertulis kini adalah mengenai pelajaran ilmu pedang yang aneh dan tak pernah didengar oleh
Kalingundil sebelumnya. Tapi sayang sebagian besar tulisan-tulisan yang bersifat pelajaran
itu sudah tidak
kelihatan atau kabur tak dapat dibaca lagi.
Hawa hangat ngilu-ngilu kuku semakin santar terasa. Kalingundil terus juga masuk
ke dalam goa itu sampai akhirnya langkahnya terhenti pada satu pemandangan yang
hampir tak dapat dipercayainya.
Goa itu berakhir pada sebuah telaga kecil. Telaga ini lebih tepat disebut kolam
karena tepinya dikelilingi oleh batu-batu. Air telaga berwarna biru gelap dan
mengepulkan asap
kebiruan. Asap inilah yang berhawa hangat ngilu-ngilu kuku dam mempunyai
kekuatan ajaib yang menyegarkan tubuh Kalingundil! Di tengah kolam itu terdapat sebuah batu
licin yang juga berwarna biru dan diatas batu ini terletak sebuah pedang yang telah
buntung, yang panjangnya cuma dua jengkal. Seperti air kolam dan batu licin, senjata ini juga
berwarna dan memancarkan sinar biru. Mengapa pedang itu tinggal buntung sedemikian rupa,
kemana bagian yang lancip lainnya" Dan mengapa sampai benda itu berada di situ"
Berdiri beberapa lama di tepi kolam itu Kalingundil merasakan badannya semakin
segar. Sedang ketika diteliti luka di bahu kanannya yang buntung itu, luka
itupun kelihatannya lebih sembuhan dari saat-saat sebelumnya.
"Air kolam ini mengandung khasiat yang hebat..," pikir Kalingundil. Dia
membungkuk untuk menyiduknya dan sekaligus untuk melihat lebih dekat pedang
buntung yang di atas batu. Namun setengah membungkuk, gerakannya terhenti. Di dinding
goa di sebelah belakang kolam, di balik kepulan asap samar-samar terlihat barisan
huruf-huruf yang
sudah agak sukar untuk dibaca tapi masih dapat dikira-kirakan oleh Kalingundil.
Wiro Sableng Pendekar Kapak Maut Naga Geni 212
Dendam Orang-orang Sakti
Di situ tertulis:
GOA INI "GOA SILUMAN BIRU"
KOLAM INI "KOLAM SILUMAN BIRU,"
PEDANG DI ATAS BATU "PEDANG SILUMAN BIRU,"
CUMA SAYANG KINI HANYA TINGGAL HULU DAN BUNTUNG,
SIAPA BISA MENDAPATKAN UJUNG PEDANG YANG HILANG DAN
MENYAMBUNGNYA, SIAPA YANG MEMPELAJARI ILMU PEDANG DALAM GOA INI, AKAN
MENJADI "RAJA PEDANG" SEUMUR HIDUPNYA.
Membaca rangkaian kalimat itu, Kalingundil kemudian memandang berkeliling. Apa-
apa yang telah dibacanya tadi sejak dari mulut goa sampai ke tepi kolam yaitu
tulisan-tulisan
di dinding goa semuanya memang merupakan suatu ilmu silat dan ilmu pedang yang
aneh. Segala sesuatu yang ditemuinya di dalam goa itu memberikan kenyataan kepada
Kalingundil bahwa dulunya goa itu adalah tempat kediaman seorang sakti yang bersenjatakan
pedang bernama "Pedang Siluman Biru" itu. Tapi kenapa pedang itu kini hanya tinggal
begitu rupa, dan ke mana buntungnya yang lain"
Untuk keda kalinya Kalingundil membungkuk. Dengan tangan kirinya dijangkaunya
pedang Siluman Biru. Pada detik jari-jari tangannya memegang hulu senjata itu
maka aneh sekali mengalirlah suatu aliran yang membuat kekuatan Kalingundil dan keadaan
tubuhnya benar-benar pulih seperti sediakala! Bahkan bukan itu saja, kini tubuhnya juga
terasa lebih enteng. Dan ketika dicobanya menyiduk air kolam, lebih banyak kekuatan-kekuatan
dan keanehan-keanehan baru yang dialaminya!
Kalingundil gembira sekali.
Tanpa menunggu lebih lama dia berlutut di tepi kolam dan berkata: "Pemilik Goa
Siluman Biru, dimanapun kau berada, siapapun kau adanya, aku Kalingundil
mengucapkan terima kasih karena apa yang ada dalam goamu ini telah menyembuhkan aku dari
sakit dan luka yang aku alami. Hari ini aku - Kalingundil - mengharapkan segala kerelaanmu
untuk sudi mengangkat kau sebagai guru. Apa-apa yang tertulis di goamu ini akan
kupelajari dengan
tekun..." Demikianlah mulai hari itu dengan seorang diri dia menekuni setiap apa yang
tertulis di dinding goa. Ilmu silat dan ilmu pedang yang coba dipelajarinya seorang diri
itu yang hilang dan tak terbaca sehingga dari keseluruhan Ilmu Pedang Siluman yang
dipelajari Kalingundil, hanya sepertiganya saja yang berhasil didapat dan difahami oleh
Kalingundil. Namun demikian itupun sudah luar biasa sekali. Sehingga empat bulan kemudian
ketika dia keluar dari Goa Siluman itu, maka Kalingundil yang kini sudah berobah seratus
delapan puluh Wiro Sableng Pendekar Kapak Maut Naga Geni 212
Dendam Orang-orang Sakti
derajat dalam ilmu persilatan! Dan ini menambah keyakinan Kalingundil bahwa dia
akan berhasil menuntutkan sakit hatinya terhadap pendekar 212, Wiro Sableng!
-- == 0O0 == --
DUA MENCARI seorang musuh di daratan pulau Jawa yang luas bukan suatu pekerjaan
mudah. Ratusan kilometer harus dijalani, puluhan bukit harus didaki dan
dituruni, belasan
sungai musti diarungi, diseberangi belasan rimba belantara harus dimasuki dan
diantara semua itu puluhan halangan harus dihadapi. Halangan atau bahaya yang ditimbulkan
alam sendiri serta yang ditimbulkan oleh manusia-manusia yang hidup dalam itu,
terutama sekali
dalam rimba dunia persilatan! Mungkin berbulan-bulan, mungkin pula bertahun-
tahun baru musuh besar itu berhasil dicari. Tapi sebaliknya mungkin pula itu tak pernah
berhasil, mungkin si pencari musuh besar itu akan tertimpa bahaya lebih dahulu dalam
Wiro Sableng 003 Dendam Orang-orang Sakti di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
perjalanan dan meregang nyawa sebelum dendam kesumat terbalaskan.
Kalingundil tahu semua itu. Tapi dia tidak khawatir. Dengan ilmu baru yang kini
dimilikinya, meski tidak sempurna, dia yakin akan sanggup untuk menghadapi
segala sesuatu dalam perjalanannya mencari Wiro Sableng pendekar 212, musuh besar yang telah
membuat tangannya buntung, yang telah membuat dia cacat seumur hidup! Disamping itu
Kalingundil memang sudah punya rencana tersendiri untuk menjelaskan persoalan dendamnya
dengan pendekar 212. Dia yakin akan dapat menemui pemuda sakti itu dan dia yakin pula
bahwa rencana besarnya untuk menuntut balas akan berhasil!
Pertama sekali ditemuinya Mahesa Birawa atau Suranyali di Pajajaran karena
terakhir sekali diketahuinya bekas pemimpin dan guru silatnya itu tengah berada di
kerajaan itu. Namun sampai di sana Kalingundil kecewa besar. Bahkan juga dendam yang ada di
dalam hatinya jadi tiada terkirakan bahwa Mahesa Birawa telah menemui ajalnya, mati
ditangan Wiro Sableng, sewaktu terjadi pemberontakan besar-besaran tempo hari.
Dengan segala dendam kesumat yang semakin dalam berurat berakarnya itu
Kalingundil meninggalkan Pajajaran. Diseberanginya sungai Kendang, diteruskannya
perjalanan ke bukit Siharuharu yang terletak tak berapa jauh dari kaki gunung.
Pada masa itu di puncak bukit Siharuharu terdapat sebuah perguruan silat yang
bernama Perguruan Teratai Putih. Perguruan ini baru tiga tahun berdiri tapi
sudah Wiro Sableng Pendekar Kapak Maut Naga Geni 212
Dendam Orang-orang Sakti
mendapat nama tenar di di sapanjang daerah perbatasan Jawa barat dan Jawa Timur.
Bukan saja karena Perguruan Teratai Putih ini didirikan untuk menolong kaum yang lemah
dan menghancurkan golongan hitam penimbul segala kebejatan dan malapetaka serta
kemaksiatan tapi juga adalah karena perguruan silat ini dipimpin oleh seorang tokoh yang
sejak sepuluh tahun belakangan ini mendapat nama tenar dalam dunia persilatan. Tokoh ini ialah
Wirasokananta, seorang tokoh silat yang berumur lebih dari setengah abad.
Pada saat itu Wirasokananta berada di puncak Gunung Galunggung tengah bertapa
memperdalam ilmu bathin dan dan mempersuci diri dari segala kekhilafan-
kekhilafan dan dosa-dosa yang pernah dibuatnya selama hidupnya. Pimpinan perguruan
diserahkannya pada
murid tertua, terpandai dan yang paling dipercayainya yaitu Gagak Kumara.
Perguruan Teratai Putih saat itu kelihatan diselimuti suasana ketenangan. Di
dalam rumah besar murid-murid perguruan yang berjumlah delapan orang, enam laki-laki
dan dua perempuan duduk bersila dengan khidmat mendengarkan apa uyang tengah dibacakan
oleh Gagak Kumara yaitu sebuah kitab yang ditulis oleh guru mereka, mengenai sastra
hidup, kerohanian, kebathinan dan keduniaan.
Suara Gagak Kumara terang dan jelas, sedap didengarnya sehinga setiap nasihat
dan pelajaran yang dibacakannya dapat segera dimengerti oleh saudara-saudara
seperguruannya yang tujuh orang itu.
"Dalam hidup ini...," membaca Gagak Kumara, "setiap manusia akan dan musti
melalui tiga tahap kehidupan. Pertama saat atau dimana dia dilahirkan dari rahim
ibunya ke atas dunia ini. Kedua tahap selama umur kehidupannya di dunia dan ketiga tahap
dia meninggalkan dunia ini, kembali pada asalnya atau mati....".
Samapi di situ pembacaan Gagak Kumara maka di luar rumah besar terdengar suara
tertawa bergelak yang disusul dengan ucapan: "Tepat... tepat... sekali! Lahir, hidup
dan mati! Dibrojotkan ke duni malang melintang di dunia ini, dan akhirnya mampus! Ha... ha...
ha....". Tentu saja suara yang lantang mengumandang berisi tenaga dalam yang tinggi dan
yang bernada menghina ini mengejutkan semua anak murid Perguruan Teratai Putih,
termasuk Gagak Kumara sendiri! Semuanya sama memalingkan kepala ke pintu pada
saat mana seorang laki-laki berpakaian lusuh, kotor, bermuka angker dan tangna
kanannya buntung berdiri diambang pintu.
"Sasudara, kau siapa...?" Tanya Gagak Kumara sesudah meneliti sebentar diri tamu
tak dikenal itu. Dia tetap duduk tenang di tempatnya dengan kitab masih terus di
atas pangkuannya. Wiro Sableng Pendekar Kapak Maut Naga Geni 212
Dendam Orang-orang Sakti
"Tak perlu tanya dulu!," menyahuti laki-laki diambang pintu seraya menyeringai
buruk. "Bicaraku belum habis...!"
Beberapa orang diantara murid-murid Perguruan Teratai Putih kelihatan menjadi
penasaran dan menggeser duduk mereka. Namun dengan membrei isyarat diam-diam
Gagak Kumara memberi kisikan agar jangan bertindak dulu.
Dan orang yang diambang pintu meneruskan ucapannya. Terlebih dahulu dengan jari
telunjuk tangan kirinya ditunjukkannya kitab yang ada dipangkuan Gagak Kumara.
"Apa yang tertulis di sana, apa yang kau baca tadi betul sekali! Lahir, hidup, mati!
Tapi apa kalian
di sini tahu bahwa segala apa yang tertulis dan apa yang dibaca tadi itu hari
ini akan kalian
alami sendiri...?"
"Apa maksudmu saudara"," tanya Gagak Kumara. Masih tetap dengan tenang dan
tidak beringasan.
Si tangan buntung tertawa mengekeh. "Percuma saja kalau kalian memiliki kitab
itu, percuma saja kalian memilikinya kalau kalian tidak tahu apa mkasud kata-kataku!
Kalian sudah dilahirkan, kalian sudah pernah hidup malang melintang di dunia ini, tapi
kalian masih belum pernah merasakan kematian, belum pernah mencoba mampus! Nah... hari ini,
untuk membuktikan kebenaran isi kitab butut itu, aku -Kalingundil - akan bersedia
menolong kalian untuk mengetahui bagaimana rasanya mampus itu! Ha... ha... ha...!"
Maka kini berdirilah Gagak Kumara dari duduknya. Kitab yang dipangkuannya
dilipat dan diserahkan pada salah seorang saudara seperguruannya.
"Saudara," kata Gagak Kumara pula. "Di dunia ini memang banyak orang-orang yang
berotak miring. Aku khawatir kau adalah salah seorang dari mereka dan kesasar
datang ke sini!" Kekehan Kalingundil terhenti. Mukanya membesi. Rahang-rahangnya bergemeletuk.
Tangan kirinya bergerak ke pinggang dan sekejapan mata kemudian tangan itu telah
memegang sebilah pedang buntung yang memancarkan sinar biru. Pedang Siluman
Biru! Sekali lihat saja, meski senjata itu buntung, namun murid-murid Perguruan
Teratai Putih sama memaklumi bahwa pedang yang ditangan manusia tak dikenal dan mengaku
bernama Kalingundil itu adalah sejenis senjata sakti, sekalipun puntung tapi
tetap berbahaya!
Tiba-tiba Kalingundil berteriak nyaring. Tubuhnya melompat ke muka, pedang
buntung bergerak, sinar biru membabat ke samping dan kini tidak sungkan-sungkan
lagi melepaskan pukulan tangan kosong yang mengandung tenaga dalam yang tinggi. Namun
Wiro Sableng Pendekar Kapak Maut Naga Geni 212
Dendam Orang-orang Sakti
betapa terkejutnya Gagak Kumara ketika sambaran pedang buntung di tangan
lawannya membuat angin pukulan tenaga dalamnya terpental ke samping!
"Saudara-saudara!," seru salah seorang anak murid Perguruan Teratai Putih.
"Manusia kesasar macam begini tak perlu dihadapi satu demi satu. Mari kita tumpas
beramai-ramai!"
"Semuanya tetap ditempat!," teriak Gagak Kumara. "Walau bagaimanapun kita harus
jaga naman Perguruan dan jangan mencemarkan nama guru! Pegang teguh sifat
ksatria dunia per...". Kata-kata Gagak Kumara tak dapat diteruskan karena saat itu Kalingundil
kembali datang menyerang dalam satu jurus yang aneh. Bagaimanapun Gagak Kumara yang
sudah berilmu tinggi ini mengelak namun tetap saja ujung yang buntung dari pedang biru
di tangan lawan berhasil membabat pakaiannya dan menggores kulit dadanya! Pada detik
goresan itu maka Gagak Kumara merasakan badannya menjadi panas.
Kalingundil terkekeh.
"Pedang buntung ini Pedang Siluman Biru... mengandung racun yang jahat. Dalam
tiga jam nyawamu akan melayang! Ha... ha... ha...!".
Terkejutlah Gagak Kumara. Demikian juga saudara-saudara seperguruannya yang
lain. Gagak Kumara cabut sebilah keris dari pingganngnya. Saudara-saudara
seperguruannya yang lainpun segera cabut keris pula dan kali ini Gagak Kumara tidak berkata
apa-apa lagi. Maka delapan anak murid Perguruan Teratai Putih dengan sebilah keris di tangan
masing- masing mengurung Kalingundil yang bersenjatakan sebilah pedang buntung sakti
itu! Kalingundil hanya tertawa buruk melihat hal ini.
"Sebaiknya kalian bunuh diri saja dari pada mampus di ujung patahan Pedang
Siluman-ku ini!"
"Pedang Siluman...," desis anak-anak murid Perguruan Teratai Putih dalam hati.
Mereka pernah mendengar tentang kehebatan pedang ini dari guru mereka. Tapi
dikabarkan sejak beberapa tahun yang silam pedang itu lenyap dan kini muncul dalam keadaan
buntung, tapi benar-benar tidak mempengaruhi kehebatannya! Namun apapun senjata yang di
tangan lawan saat itu anak-anak murid Wirasokananta tidak mempunyai rasa gentar atau
kecut sedikitpun! Kedelapannya menyerbu ke muka. Delapan keris berkiblat kearah delapan bagian
dari tubuh Kalingundil! Yang diserang menyeringai lalu membentak keras. Tubuhnya
berkelebat, sinar biru dari pedangnya menderu seputar badan! Tiga jeritan terdengar hampir
bersamaan dan tiga saudara seperguruan Gagak Kumara roboh mandi darah, nyawanya putus di
situ juga! Wiro Sableng Pendekar Kapak Maut Naga Geni 212
Dendam Orang-orang Sakti
Gagak Kumara kertakkan geraham. Darahnya mendidih oleh amarah. Namun goresan
luka telah membuat tubuhnya menjadi kehilangan tenaga. Dikerahkannya seluruh
tenaga dalam yang ada di tubuhnya. Dan mengamuklah gagak Kumara dengan segala
kehebatannya. Namun permainan pedang lawan benar-benar hebat, sulit dan sukar diduga jurus-
jurusnya. Satu jurus dimuka, dua orang saudara seperguruannya lagi roboh tanpa nyawa.
Melihat ini Gagak Kumara segera berseru pada dua orang saudara seperguruannya yang
perempuan. "Wurnimulan, Nyiratih... kalian segeralah tinggalkan tempat ini! Cepat lari
selamatkan diri...!"
Tapi kedua gadis itu meski betina adalah betina yang berhati jantan! Wurnimulan
menyahuti: "Hidup mati kita bersama kakak Gagak Kumara!." Gadis ini itu
berkelebat cepat
dan kirimkan satu tusukan cepat ke leher lawan.
Kalingundil tertawa. Dielakkannya tusukan keris itu dengan miringkan badan dan
di saat itu pula kaki kirinya bergerak.
"Bluk!"
Saudara seperguruan Gagak Kumara laki-laki yang terakhir terpelanting ke
dinding. Tulang dadanya melesak ke dalam dihantam tendangan Kalingundil. Jantung dan
paru- parunya pecah! Nyawanya lepas!
Gagak Kumara sendiri saat itu sudah kehabisan tenaga. Luka di dadanya dan racun
pedang siluman sangat mempengaruhi keadaan tubuhnya ke segenap pembuluh darah!
Dia tahu sebentar lagi dia pasti akan menyusul saudara-saudara seperguruannya yang
lain. Karena itu sekali lagi dia berseru memberi ingat: "Wurnimulan! Nyiratih! Larilah
sebelum terlambat!"
"Gadis-gadis caritik ini tak akan bisa pergi jauh! Nasib kematian kalian sudah
ada di ujung Pedang Siluman-ku! Tapi sebelum mati keduanya akan kuhadiahkan dunia
terlebih dahulu!" Kalingundil tertawa mengekeh! Gagak Kumara yang tahu maksud dan arti kata-kata
lawannya itu untuk kesekian kalinya berteriak memberi ingat namun kedua gadis
itu tak mau ambil perduli malahan menyerang dengan hebat! Kalingundil mengelak gesit
beberapa kali. Kemudian dengan kecepatan yang luar biasa, dengan mempergunakan hulu belakang
senjata di tangan kirinya laki-laki itu menotok Wurnimulan dan Nyiratih! Keduanya kini
kaku tak bergerak. Tahu malapetaka apa yang bakal menimpa kedua saudara seperguruannya
itu, dengan sisa tenaga yang ada, dengan segala kehebatan yang masih dimilikinya
Gagak Kumara menyerbu Kalingundil dari samping.
Wiro Sableng Pendekar Kapak Maut Naga Geni 212
Dendam Orang-orang Sakti
Yang diserang sambil putar badan berkata: "Ajalmu sudah di depan mata, maut
sudah
Wiro Sableng 003 Dendam Orang-orang Sakti di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
di depan hidung! Baiknya bunuh diri saja...!"
"Terima kerisku lebih dulu, manusia durjana! Kami tidak ada permusuhan dengan
kau. Kenapa kekejamanmu lewat takaran macam begini..."!"
"Akh... sudahlah! Biar mulutmu kututup saja saat ini!," kata Kalingundil pula.
Pedang Siluman Biru membabat ke perut Gagak Kumara, dialakkan dengan melompat
oleh murid Wirasokananta itu namun begitu melompat, senjata lawan kembali
memburu lebih cepat, kini menderu ke muka Gagak Kumara, tak sanggup lagi dikelit oleh laki-
laki ini! -- == 0O0 == --
TIGA USAHA terakhir yang dilakukan Gagak Kumara untuk menyelamatkan dirinya ialah
melintangkan keris dimukanya. Pedang Siluman Biru buntung terus membabat,
senjata masing-masing beradu keras, bunga api memercik dan keris Gagak Kumara patah dua
sedang senjata lawan terus membabat mukanya!
Murid tertua dari Perguruan Teratai Putih itu terhuyung ke belakang. Mukanya
banjir oleh darah dan mengerikan sekali. Perlahan-lahan lututnya tertekuk dan
pinggangnya meliuk.
Gagak Kumara terduduk di lantai, sebelum tergelimpang dan menghembuskan nafas
penghabisan, buntungan keris yang masih tergenggam di tangannya dengan segala
tenaga yang ada dilemparkannya ke arah Kalingundil. Tapi serangan yang hampir tiada
artinya ini dengan mudah dielakkan oleh Kalingundil.
Kalingundil tertawa mengekeh. Noda darah yang membasahai Pedang Siluman Biru
yang buntung itu disekakannya kembali ke balik pinggang. Kemudian laki-laki ini
memutar tubuh. Sepasang matanya kini berkilat-kilat memandangi tubuh dan paras
Wurnimulan serta
Nyiratih yang saat itu berdiri kaku tak berdaya karena ditotok tadi.
"He... he... he... kalian berdua tak perlu mati buru-buru....," kata Kalingundil. Ujung
lidahnya dijulurkannya untuk membasahi bibirnya. Dia melangkah mendekati
Wurnimulan. Tangan kirinya bergerak dan "bret!" Robeklah baju perguruan yang dipakai oleh
gadis itu. Dadanya terbuka lebar, putih dan mulus padat. Kalingundil menjadi terbakar
tubuhnya oleh nafsu yang menggelegak. Tangan kirinya bergerak lagi.... bergerak lagi... bergerak
lagi.... Wiro Sableng Pendekar Kapak Maut Naga Geni 212
Dendam Orang-orang Sakti
SEMENTARA itu di puncak Gunung Galunggung...
Dalam tapanya yang sudah berjalan sembilan belas hari itu tiba-tiba saja
Wirasokananta tak dapat meneruskan memusatkan segenap jalan pikirannya. Satu
demi satu panca inderanya mulai terganggu. Walau bagaimanapun usahanya untuk memusatkan
pikiran dan tenaga bathin serta menutup segenap pancainderanya namun sia-sia saja.
Semuanya membuyar kembali. Semakin dipaksanya semakin sulit. Mau tak mau akhirnya tokoh
silat yang sudah setengah abad ini umurnya terpaksa buka kedua matanya yang sejak
sembilan belas hari telah dipejamkannya.
Kedua matanya itu memandang jauh ke muka, memandang ke luar pintu goa dimana
dia bertapa. Segala apa yang dilihatnya saat itu, rimba belantara, bukit sunga,
matahari, langit
dan awan... semuanya masih seperti sebelumnya dia datang ke situ, tak ada
perubahan. Namun hatinya tidak enak, nalurinya membawanya ke satu hrasat yang mendebarkan
dada dan menggelisahkan dirinya. Dan meski ujud kenyataan dari benda-benda
dihadapannya yang
dapat dilihatnmya dari puncak Gunung Galunggung itu tiada perubahan, namun orang
tua yang sudah banyak pengalaman dan mengecap ragam kehidupan itu tahu, bahwa
dibalik semua itu pasti telah terjadi apa-apa di dunia luar sana. Diusapnya wajahnya
dengan kedua tangannya. Dia merenung, sejurus kemudian perlahan-lahan turun dari batu hitam
di mana dia sebelumnya duduk bertapa. Batu hitam yang diduduki orang tua ini kelihatan
berbekas leguk.
Ini cukup memberi pertanda bagaimana kehebatan tenaga dalan dan luar
Wirasokananta. Diusapnya lagi mukanya. "Mungkin ada apa-apa terjadi di Perguruan...," kata
Wirasokananta dalam hatinya. Dengan mempergunakan ilmu lari "seribu angin" maka
sekali berkelebat lenyaplah sosok tubuh orang tua itu dari mulut goa dan kemudian
kelihatanlah dia
berlari menuruni puncak Gunung Galunggung cepat sekali laksana angin!
Karena sangat terkejutnya, di ambang pintu rumah besar itu sampai-sampai
Wirasokananta berdiri mematung untuk beberapa lamanya! Kemudian tubuh yang
mematung ini sekujurnya jadi bergetar.
"Demi Tuhan... siapakah yang punya pekerjaan ini"," desisnya."Dosa besa apakah
yang telah kami perbuat sampai menerima malapetaka begini rupa...?"
Murid-muridnya bergeletakan di mana-mana. Semuanya tanpa nyawa dan
bergelimang darah. Namun apa yang sangat menusuk mata Ketua Perguruan Teratai
Putih itu ialah akan keadaan diri dua orang murid perempuannya, Wurnimulan dan Nyiratih.
Keduanya menggeletak di lantai rumah besar tanpa tertutup selembar benangpun. Keris milik
masing- Wiro Sableng Pendekar Kapak Maut Naga Geni 212
Dendam Orang-orang Sakti
masing menancap ditenggorokan dan darah mengelimangi hampir sekujur tubuh kedua
gadis itu, dari leher sampai ke dada terus ke selangkangan....
Wirasokananta pejamkan kedua matanya, tak tahan memandangi lebih lama apa yang
membentang dihadapannya itu. Bagaimana juga.dikuatkannya hatinya, namun air mata
meleleh juga dari. sela-sela kelopak mata yang dipejamkannya itu. Tenggorokannya turun
naik menahan keluarnya suara isakan. Beberapa tahun dia telah mendidik kedelapan muridnya
itu, beberapa tahun
mereka telah berjuang bersama-sama untuk menegakkan kebenaran dan menghancurkan
kebathilan beberapa tahun mereka bersama-sama telah berjuang untuk menghancurkan
kemaksiatan dan memusnahkan kebejatan serta kejahatan. Namun hari ini mereka
semua menemui nasib semacam itu. Menemui kematian dengan cara yang mengenaskan di luar dugaan
Wirasokananta. Dalam masih pejamkm kedua matanya itu. K e t u a P e r g u r u a n T e r a t a i
Putih ini coba berpikir dan menduga-duga siapakah kiranya manusia yang telah menjatuhkan
malapetaka yang begini kejam terhadap anak-anak muridnya, tak bisa diduganya, tak bisa
dipikirkannya karena seingatnya dia tak pernah mempunyai seorang musuhpun dalam dunia
persilatan. Wirasokananta membuka kedua matanya kembali. Pada saat inilah, di balik
pandangan matanya yang masih digenangi air mata itu pandangannya membentur buku besar buah
tulisannya sendiri yang dipantek dengan sebilah keris milik salah seorang muridnya!
Serentetan kalimat --
yang ditulis dengan darah -- tertera dikulit buku itu.
Kepada Ketua: " Perguruan Teratai Putih "
Kalau ingin menuntut balas kematian murid-muridmu
datanglah ke puncak Gunung Tangkuban perahu pada hari
13 bulan 12. Pendekar Kapak Maut
Naga Geni ______212______
WIRO SABLENG Mata yang digenangi air mata dari Wirasokananta menyipit, membuat air mata yang
tadi mengambang menjadi turun meleleh membasahi pipinya.
Ingatannya kembali pada masa puluhan tahun yang silam: Dulu, dunia persilatan
memang pemah dibikin geger oleh seorang tokoh utama yang digjaya tiada tandingan. Tokoh
yang telah merajai dunia persilatan selama bertahun-tahun ini adalah Eyang Sinto Gendeng,
seorang pendekar
perempuan yang bersenjatakan sebuah kapak sakti bernama Kapak Maut Naga Geni
212. Namanya harum dikalangen tokoh-tokoh silat golongan putih karena Pendekar 212 adalah
pembasmi Wiro Sableng Pendekar Kapak Maut Naga Geni 212
Dendam Orang-orang Sakti
kejahatan dan penolong kaum lemah. Sedang bagi golongan hitam, tokoh ini sudah
barang tentu menjadi momok besar yang sangat ditakuti!.
Pada masa kehidupan Pendekar 212 itu, di mana saat itu Wirasokananta masih belum
mendirikan Perguruan Teratai Putih, karena sama-sama dari golongan putih yang
sehaluan dalam perjuangan maka dengan sendirinya tiada permusuhan atau silang sengketa antara
dia dengan Pendekar 212. Tapi hari ini terjadi peristiwa berdarah itu, peristiwa maut yang diakhiri
dengan meninggalkan pucuk surat tantangan, dan surat ini justru ditandatangani dengan
nama "Pendekar Kapak Maut Naga Geni 212"...! Tentu saja ini satu hal yang tidak
dimengerti Wirasokananta. Kemudian apa pula arti dan hubungannya nama. "Wiro Sableng"
itu "! Ketua Perguruan Teratai Putih itu coba merenung.
Renungannya ini menyangkut pada masa puluhan tahun yang silam itu. Di masa
dunia persilatan geger oleh kehebatannya Pendekar 212, tiba-tiba entah kemana
perginya Pendekar 212 lenyap! Tentang kelenyapannya ini banyak tokoh-tokoh persilatan
memberikan tanggapan, Mungkin Pendekar 212 sendiri yang sengaja lenyap
mengundurkan diri dari dunia persilatan, mungkin juga tokoh itu telah menemui kematiannya
dengan cara yang tak bisa diduga, meski tanggapan yang kemudian ini agak diselimuti rasa
keragu- raguan. Tapi kini dengan adanya kejadian maut di Perguruan Teratai Putih itu,
Wirasokananta merasa yakin bahwa sesuatu memang telah terjadi dengan diri Eyang
Sinto Gendeng atas Pendekar 212. Dia berkesimpulan bahwa Pendekar 212 dalam satu
pertempuran hebat dan tak diketahui oleh dunia luar telah dikalahkan oleh
seorang pendatang baru bernama Wiro Sableng. Kemungkinan sekali Pendekar 212 menemui
ajalnya di tangan Wiro Sableng itu, merampas Kapak Maut Naga Geni 212 yang
kemudi- annya malang melintang di dunia persilatan dengan memakai gelar Pendekar Kapak
Maut Naga Geni 212! Dan kelanjutan renungan Ketua Perguruan Teratai Putih itu ialah siapa manusia
Wiro Sableng ini sebenarnya. Nama itu satu nama baru baginya. Namun meski nama
baru satu hal diyakini oleh Wirasokananta bahwa dengan itu manusia baik dia maupun
Perguruan Teratai Putih, tak pernah mempunyai permusuhan dan menanam dendam kesumat! Apa
yang menjadi latar belakang pembunuhan besar-besaran atas murid-muridnya benar-
benar sangat gelap bagi Wirasokananta. Dan bila matanya membentur lagi tulisan
berdarah yang menyatakan tantangan itu, benar-benar Ketua Perguruan Teratai Putih ini merasa
dibakar Wiro Sableng Pendekar Kapak Maut Naga Geni 212
Dendam Orang-orang Sakti
hatinya! Bulan 12 masih sembilan bulan lagi! Apakah dia akan menunggu sampai
sekian lama untuk kemudian baru bertemu muka dan membuat perhitungan dengan Wiro
Sableng" Ataukah detik itu juga ia meninggalkan Perguruan dan mencari musuh durjana itu "
Namun, Wirasokananta tahu, bahwa apa yang musti dilakukannya saat itu ialah
menguburkan jenazah-jenazah ke delapan orang muridnya di halaman Perguruan.
-- == 0O0 == --
EMPAT ANTARA sungai Cidangkelok di sebelah timur dan sungai Cimanuk di sebelah
barat, terbentanglah satu daerah yang sangat subur. Ladang-ladang menghijau oleh
hasil yang menakjubkan. Sawah-sawah menguning laksana hamparan permadani emas.
Lumbung-lumbung padi petani penuh, tak akan habis dimakan selama satu dua tahun.
Penduduknya sendiri hidup dalam tingkat kehidupan yang jauh lebih tinggi
dibandingkan dengan penduduk daerah sekitar lainnya. Mereka sehat-sehat, ramah dan rajin
bekerja. Desa Bojongnipah adalah desa yang paling utama pada daerah yang membentang
antara sungai Cidangke!ok dan sungai Cimanuk itu. Hasil ladang, hasil sawah dan
hasil tebat- tebat pemeliharaan ikan penduduk tumpah ruah tiada terkirakan dan desa ini
dikepalai oleh seorang Lurah yang bijaksana dan cakap bernama Ki Lurah Kundrawana. Begitu
bijaksana dan pandainya Ki Lurah Kundrawana mengatur desa dan penduduknya sehingga banyak
Lurah-lurah dari desa lain yang datang untuk meminta bantuan Kundrawana dalam
hal yang ada hubungannya dengan kehidupan penduduk , dan pengaturan hidup agar bisa
makmur serta tenteram. Di satu malam yang mendung gelap dan berangin kencarig dingin, Ki Lurah
Kundrawana masih kelihatan duduk-duduk di langkan rumahnya yang sederhana,
bercakap- cakap dengan isterinya Warih Sinten. Di sela bibir Ki Lurah Kundrawana yang
sudah berumur empat puluh lima tahun itu terselip sebuah pipa yang api tembakaunya
Wiro Sableng 003 Dendam Orang-orang Sakti di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
hampir mati. "Dingin di luar ini, kakang...," kata Warih Sinten sambil, merapatkan kainnya yang
agak me- nyingkapkan betisnya yang putih bagus.
"Ya. Tampaknya mau hujan. Kita masuk saja...," sahut Ki Lurah Kundrawana seraya
berdiri. Wiro Sableng Pendekar Kapak Maut Naga Geni 212
Dendam Orang-orang Sakti
Namun belum lagi kedua suami isteri itu melangkah ke pintu mendadak sekali tiga
sosok bayangan hitam berkelebat. Tubuh mereka rata-rata tinggi kekar dan
tampang-tampang
mereka buruk serta angker !
Melihat ini, Ki Lurah Kundrawana yang tahu gelagat segera ulurkan tangan kanan
ke pinggang di mana kerisnya tersisip. Namun dengan kecepatan yang luar biasa salah
seorang dari manusia-manusia berpakaian hitam itu tahu-tahu sudah melintangkan sebatang
golok di batang leher. Ki Lurah Kundrawana! Warih Sinten yang hendak berteriak ditekap
mulutnya oleh laki-laki yang laini
Ki Lurah Kundrawana maklum bahwa ketiga orang itu tentulah dari satu komplotan
rampok terkutuk. Tapi ini adalah untuk pertama kalinya desanya didatangi rampok-
rampok macam begini pada hal sejak selama dalam pegangannya desa senantiasa aman
tenteram. Namun demikian Ki Lurah Kundrawana dengan mempertenang diri coba bicara.
"Kalian siapa, ada maksud apa datang ke sini..."!"
Orang yang melintang golok di leher Lurah Bojongnipah itu menyeringai
menggidikan. Giginya yang tersungging kelihatan hitam, sehitam pakaian yang
dikenakannya. "Aha... bagus kau tanya begitu. Tapi sebelum aku berikan jawaban kau musti ingat
satu hal. Jika kau banyak tingkah dan membantah segala apa yang kami
perintahkan, jangan
menyesal bila melihat anak laki-lakimu yang tidur di dalam sana ku pantek di
tiang rumah!"
Terkejutlah Ki Lurah Kundrawana. Warih Sinten sendiri menggigil. Laki-laki
berpakaian hitam menyeringai lagi.
"Sekarang tentang siapa kami. Kau pernah dengar nama Komplotan Tiga Hitam dari
Kali Comel?"
Paras Ki Lurah Kundrawana memucat.
"Saat ini kau berhadapan dengan mereka, Kundrawana. Aku Tapak Luwing adalah
pemimpin mereka !"
Ki Lurah Kundrawana tahu betul dan sering mendengar tentang Komplotan Tiga
Hitam dari Kali Comel itu. Mereka adalah tiga rampok jahat dan ganas yang malang
melintang disepanjang Kali Comel bahkan sampai ke perbatasan. Kali Comel jauh
sekali dari desa Bojongnipah, kenapa tiga manusia bejat ini bisa sampai ke sini, demikian
pikir Kundrawana. 'Tapak Luwing! Kalau kau mau merampok, lakukanlah! Bawa apa yang kalian bisa
ambil dan berlalu dari sini dengan cepat !"
Wiro Sableng Pendekar Kapak Maut Naga Geni 212
Dendam Orang-orang Sakti
Kepala Komplotan Tiga Hitam itu tertawa. "Kami selama ini memang dikenal sebagai
perampok. Tapi dengan Ki Lurah Kundrawana, hari ini kami datang bukan untuk
melakukan perampokan!"
Tentu saja ucapan ini mengherankan Ki Lurah Kundrawana. "Jadi apa mau kalian "!"
tanyanya. "Kami datang untuk bikin perjanjian dengan kau !"
"Perjanjian apa...?"
"Mulai hari ini, kau musti tunduk kepada segala apa yang kami atur dan
perintahkan, mengerti!"
Ki Lurah Kundrawana menelan ludahnya. "Aturan dan perintah macam mana
maksudmu?" tanyanya. Sementara itu diam-diam tangan kanannya kembali bergerak
dan menyusup ke pinggangnya: Kepala desa Bojongnipah ini sudah bertekat bulat untuk
melakukan perlawanan meski saat itu golok Tapak Luwing masih menempel di batang
lehernya sedang isterinya sendiri masih disekap oleh salah seorang anak buah
Tapak Luwing". Ki Lurah Kundrawana berhasil memegang hulu kerisnya. Secepat kilat senjata itu
ditusukkannya ke perut Tapak Luwing. Namun Kepala Komplotan Tiga Hitam ini
tidaklah sebodoh dan selengah yang diperkirakan oleh Ki Lurah Kundrawana. Sekali tangan
kanannya bergerak turun menyapu ke bawah maka terdengarlah suara beradunya
senjata dan percikan bunga api. Disusul oleh jeritan tertahan dari Warih Sinten, yang
mulutnya disekap.
Golok Tapak Luwing membuat mental keris di tangan Ki Lurah Kundrawana sedang
ibu jari laki-laki ikut terbabat putus ujungnya sampai ke kuku. Ki Lurah
Kundrawana merintih kesakitan. Darah mengucur dari ibu jarinya yang putus. Sementara itu
golok Tapak Luwing telah menempel kembali pada batang lehernya !
"Agaknya kau minta batang lehermu cepat-cepat ditebas huh"," bentak Tapak
Luwing. "Tebaslah, aku tidak takut! Kalian manusia, manusia lak...."
Tamparan tangan kiri Kepala Komplotan Tiga Hitam itu menghajar pipi
Kundrawana. Pandangannya berkunang, pipinya merah sekali dan sudut bibirnya
pecah berdarah! "Masih mau buka mulut"!" tanya Tapak Luwing.
Ki Lurah Kundrawana menggeram dalam hatinya. Tapi tak berkata apa-apa.
"Kau mau dengar dan turut perintahku atau pilih mati"!"
Wiro Sableng Pendekar Kapak Maut Naga Geni 212
Dendam Orang-orang Sakti
"Aku tidak takut mati! Isteriku juga tidak takut mati" jawab Ki Lurah pula.
Tapak Luwing menyeringai. "Kalian memang tak takut mati. Tapi apa kalian
sanggup menyaksikan anakmu yang di dalam sana kubikin menggelinding kepalanya di
lantai ini"!"
Ki Lurah Kundrawana terdiam.
Tapak Luwing kemudian mendorong, laki-laki itu ke dalam dan memerintahkan
duduk di kursi. "Demi nyawamu dan nyawa keluargamu, ada bagusnya kita bicara
baik- baik Ki Lurah! Dengar, mulai hari ini ke atas kau harus tunduk kepadaku. Aku
tanya kapan pemungutan pajak penduduk kau lakukan setiap bulan...?"
Ki Lurah Kundrawana tak mengerti maksud pertanyaan ini tapi dia menjawab juga:
"Hari Senin minggu pertama".
"Bila pajak-pajak itu sudah terkumpul, ke mana kau serahkan"," tanya Tapak
Luwing lagi. "Pada Adipati di Linggajati dan Adipati itu kemudian meneruskannya ke
Kotaraja".
"Hem... begitu ... Itu satu aturan yang bagus. Tapi mulai penarikan pajak bulan
yang akan datang jumlah pajak yang harus dipungut adalah sepuluh kali lebih
besar dari yang sudah-sudah...!"
Ki Lurah Kundrawana terkejut.
Dia tambah terkejut lagi ketika Tapak Luwing menyambung kalimatnya tadi:
"Pajak itu harus kau pungut tiga kali dalam satu bulan! Mengerti..."!"
"Aturan macam mana ini "!"
"Tak usah tanya aturan macam mana, yang penting lakukan perintahku!," sahut
Tapak Luwing, "Kau tak bisa berbuat seenaknya, Tapak Luwing! Salah-salah kau bisa berurusan
dengan Adipati Linggajati, bisa berurusan dengan Kerajaan!"
"Urusan dengan Adipati, itu urusanmu, juga urusan dengan Kerajaan. Tapi jika kau
berani mengadukan hal ini kepada siapa saja, kulabrak seluruh keluargamu!
Mengerti"!"
"Kalian bisa melabrak keluargaku. Tapak Luwing, tapi kalian tak bisa melabrak
Adipati dan Kerajaan!"
"Aku sudah bilang urusan dengan Adipati adalah urusanmu, juga dengan
Kerajaan! Aku hanya tahu bahwa tiga kali dalam satu bulan aku harus terima
sejumlah Wiro Sableng Pendekar Kapak Maut Naga Geni 212
Dendam Orang-orang Sakti
uang yang besarnya sepuluh kali besar pajak yang kau pungut selama ini dari
penduduk desa!" "Keterlaluan! Keterlaluan kau Tapak Luwing! Tak satu pendudukpun yang
sanggup membayar pajak sekian besarnya itu !"
"Penduduk di sini kaya-kaya! Punya sawah, punya ladang, punya kerbau, sapi,
kambing dan ayam serta itik!!"
"Tapi sepuluh kali, mana mereka..."
Tapak Luwing memotong dengan cepat: "Apa aku musti paksa kau memungut
lima belas kali lebih banyak, atau dua puluh kali"!"
"Aku tak akan lakukan perintahmu ini Tapak Luwing! Aku tak sanggup memeras
rakyat!" "Perduli amat! Kalau tak saggup memeras rakyat apa kau sanggup menyaksikan
kematian anak laki-laki mu?"
Kalau Kepala Komplotan Tiga Hitam itu sudah mengancam demikian rupa, mau
tak mau Ki Lurah Kundrawana terdiam bungkam.
Tapak Luwing menggoyangkan kepalanya pada anak buahnya yang berdiri dekat
pintu. Melihat isyarat ini laki-laki itu segera masuk ke dalam kamar tidur Ki
Lurah Kundrawana. Kundrawana berdiri dari kursinya. "Kau mau buat apa...!," bentaknya.
Tapak Luwing mendorong laki-laki itu hingga Kundrawana terduduk kembali ke
kursi. Tak lama kemudian anak buah Tapak Luwing yang masuk kamar muncul di
ruangan itu kembali dengan mendukung anak laki-laki Ki Lurah Kundrawana. Anak
laki-laki ini baru berumur empat tahun. Dalam di dukung itu dia masih tertidur
nyenyak, tak tahu apa yang terjadi atas dirinya.
Kecemasan segera terbayang diparas Warih Sinten dan Kundrawana.
"Kalian mau bikin apa dengan anakku"!" tanya Kundrawana.
"Selama kau mengikuti perintahku, anakmu akan selamat tak kurang suatu apa.
Dia kubawa untuk sementara sebagai jaminan bahwa kau tidak akan mengadukan
persoalan ini pada siapa pun! Kau dengar Ki Lurah Kundrawana!"
Laki-laki itu tak menjawab.
"Dengar"!" ulang Tapak Luwing membentak. Ki Lurah Kundrawana mau tak mau
terpaksa mengangguk pelahan.
"Hasil-hasil pungutan pajak itu selambat-lambatnya harus kau serahkan kepadaku
satu hari sesudah terkumpulnya. Antarkan ke satu pondok tua di persimpangan
jalan yang Wiro Sableng Pendekar Kapak Maut Naga Geni 212
Dendam Orang-orang Sakti
menuju ke Linggajati. Aku sendiri yang akan menunggu kau di sana pada tengah
hari tepat!" "Aku tak akan mengantarkannya!" kata Ki Lurah Kundrawana. "Silahkan datang
sendiri kesini!"
Tapak Luwing tertawa dingin. "Jangan lupa keselamatan anakmu, Ki Lurah,"
katanya. Kemudian Kepala Komplotan Tiga Hitam dari. Kali Comel ini berikan
isyarat dan bersama kedua anak buahnya segera meninggalkan rumah Ki Lurah. Kundrawana.
-- == 0O0 == --
LIMA SEMALAM-MALAMAN itu Warih Sinten tiada hentinya menangis. Matanya sudah merah
dan bengkak. Ki Lurah. Kundrawana sendiri yang juga tak bisa tidur, melangkah
mundar mandir tak
berketentuan. Hatinya gelisah dan cemas, memikirkan diri anaknya yang telah
dibawa oleh komplotan
Tapak Luwing. Tapi hatinya juga gemas dan geram tiada terperikan!
Baginya keselamatan diri dan isterinya tidak begitu penting jika dia ingat nasib
anak laki- lakinya itu, anak satu-satunya yang mereka miliki. Dan soal pajak itu, benar-
benar membuat Ki Lurah
Kundrawana seperti mau gila memikirkannya. Dia tak akan bisa mengadukan
persoalan ini pada
Adipati di Linggajati atau kepada Raja demi keselamatan anaknya. Satu-satunya
jalan hanyalah mengikuti aturan dan perintah gila Tapak Luwing. Tapi bagaimana nanti sikap
rakyat terhadapnya"
Bukan saja pajak itu sangat berat bagi mereka, tapi penduduk .pasti akan
mencapnya sebagai tukang
peras dan mungkin akan timbul kemarahan di kalangan penduduk!
Kalau dia musti memungut sepuluh kali jumlah pajak yang harus diserahkan pada
Tapak Luwing, maka ditambah dengan yang harus diserahkan pada Adipati di Linggajati
akan menjadi sebelas kali dari yang sudah-sudah! Kalau tidak ingat-ingat kepada Tuhan maulah
Lurah Bojongnipah
itu ambil kerisnya dan menusuk diri dengan senjata itu! Namun dia tahu ini
bukanlah penyelesaian
yang baik. Keesokan paginya terpaksa juga dia melalui seorang pembantunya mengirimkan kabar
berkeliling penduduk desa bahwa mulai bulan depan pemungutan pajak besarnya
sebelas kali dari
yang sudah-sudah. Ini adalah sesuai dengan garis kebijaksanaan Raja demi untuk,
pembangunan dan
Wiro Sableng Pendekar Kapak Maut Naga Geni 212
Dendam Orang-orang Sakti
memelihara balatentara yang kuat, demikian alasan yang dibuat-buat oleh Ki Lurah
Kundrawana untuk menutupi apa yang sebenarnya.
Bila berita itu sudah sampai ke seluruh pelosok maka dalam sikap penduduk
Bojongnipah mulai kelihatan pertentangan-pertentangan. Rata-rata mereka mengatakan bahwa ini
adalah satu penindasan. satu pemerasan terang-terangan. Demi pembangunan dan demi
balatentara yang kuat
apakah rakyat harus dkekik lehernya dengan pajak yang besar tiada terkirakan
lihat gandanya itu"!
Beberapa orang tua-tua desa menemui Ki Lurah Kundrawana tapi Ki Lurah tak
bersedia berhadapan dengan mereka. Orang tua-tua desa tentu saja heran kali melihat sikap
Lurah mereka yang
dulunya itu begitu baik bijaksana dan ramah tapi kini, jangankan untuk bicara
tentang persoalan
kenaikan pajak itu, bahkan untuk bertemu sajapun dia tidak mau! Disamping itu
ketika mereka berada
di rumah Ki Lurah, telinga mereka mendengar terus-terusan suara tangis Warih
Sinten, isteri Lurah.
Wiro Sableng 003 Dendam Orang-orang Sakti di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Ada apa pula dengan diri perempuan itu" Betul-betul banyak hal yang tidak
mengerti orang tua-tua
desa saat itu! Dan ketika tiba saat pemungutan pajak yang pertama, banyak di
antara.penduduk yang
tak mau membayar. Dengan menekan pertentangan yang senantiasa melekat dihatinya
Ki Lurah terpaksa mengancam orang-orang itu. Siapa-siapa penduduk yang tak mau membayar
pajak dalam jumlah yang telah ditentukan, akan ditangkap dan dibawa ke Kotaraja! Akhirnya
terpaksa juga penduduk membayar.
Dalam pemungutan pajak-yang kedua terjadi kekacauan namun masih sanggup
diatasi oleh Ki Lurah Kundrawana. Menjelang pemungutan pajak yang ketiga Ki
Lurah Kundrawana mendengar kabar bahwa penduduk akan mengadakan pemberontakan! Laki-
laki ini tak bisa menyalahkan penduduk. Suatu malam dengan diam-diam pergilah Ki
Lurah Kundrawana ke Linggajati untuk menemui Adipati Boga Seta. Kepada Adipati ini
dilaporkannya segala apa yang terjadi. Boga Seta kelihatan terkejut sekali.
Ketika Ki Lurah
Kundrawana minta diri, Boga Seta berjanji akan mengirimkan serombongan pasukan
Kadipaten selekas mungkin. Namun menjelang semakin dekatnya hari pemungutan
pajak yang ketiga itu tak satu prajurit Kadipatenpun yang muncul!
Ki Lurah Kundrawana kehabisan akal, betul-betul bingung. Sementara itu tanda-
tancia bakal terjadinya pemberontakan semakin jelas dan santar. Dalam
kebingungannya di
waktu yang sempit itu Ki Lurah Kundrawana akhimya berhasil menemui Tapak Luwing
di luar desa. "Ada keperluan apa, kau menemui aku, Ki Lurah ?" bertanya Tapak Luwing sambil
menggerogoti daging panggang yang barusan dipanggang oleh anak-anak buahnya.
Saat itu Tiga Hitam dari kali Comel berada di pinggiran hutan.
Wiro Sableng Pendekar Kapak Maut Naga Geni 212
Dendam Orang-orang Sakti
"Ada kesulitan katamu " Hem... Apa kau tahu bahwa besok adalah hari pemungutan
uang pajak itu dan lusanya menyerahkan pada kami di persimpangan jalan yang
menuju ke Linggajati?"
"Aku tahu Tapak Luwing. Justru kesulitan ini ada sangkut pautnya dengan
pemerasanmu!" jawab Ki Lurah Kundrawana pula.
Tapak Luwing tertawa dan melemparkan tulang daging yang dimakannya ke dekat
kaki kepala desa Bojongnipah itu.
"Tentang kesulitan ini, apakah kau sudah pergi kepada Adipati Boga Seta di
Linggajati"," Tanya Tapak Luwing seraya tertawa dan berdiri dari duduknya di
batang kayu tumbang. Ki Lurah Kundrawana terkejut dan berubah parasnya. Dalam hati dia bertanya-tanya
apakah kepala perampok ini mengetahui kepergiannya ke Linggajati menemui Adipati
Boga Seta itu"
Suara tertawa Tapak Luwing semakin keras. Tampangnya kelihatan tambah angker
dan tiba-tiba, tak terduga oleh Ki Lurah Kundrawana, tamparan tangan kanan
kepala rampok itu mendarat di pipinya.
"Tapak Luwing kau..."
"Plak!"
Untuk kedua kalinya tamparan Tapak Luwing menghajar muka Kundrawana.
"Berbacot lagi," bentaknya, "Kurobek mulutmu!".
"Tapi Tapak Luwing..."
"Aku sudah bilang agar jangan mengadukan persoalan ini kepada siapapun! Dan kau
telah pergi kepada Adipati Boga Seta! Apa kau lupa hukuman yang bakal diterima
anakmu"!"
Maka pucatlah muka Ki Lurah Kundrawana!
"Kau... kau apakan anakku, Tapak Luwing..."
"Sekarang kau ketakutan sendiri ya" Sialan! Adipati Boga Seta telah rnengirimkan
lima orang prajuritnya ke Bojongnipah, tapi aku telah mencegatnya ditengah jalan
dan kelimanya telah menemui ajal akibat kebodohanmu!"
"Anakku... anakku bagaimana...?" tanya Ki Lurah Kundrawana setengah menangis
setengah merengek!
"Aku masih berbaik hati untuk kasih ampun kesalahanmu kali ini! Di lain hari,
jangan harap aku bakal mau memaafkan kau..."
Wiro Sableng Pendekar Kapak Maut Naga Geni 212
Dendam Orang-orang Sakti
Legalah dada Ki Lurah Kundrawana. Tapi jika dia mau berpikir panjang sedikit dan
tidak keliwat gelisah maka dia akan melihat adanya keganjilan dengan ucapan
Tapak Luwing hari ini dengan tiga minggu yang lalu. Dulu Tapak Luwing mengancam akan
membunuh anaknya bila dia mengadu kepada Adipati atau Raja. Dan dia telah
mengadukan hal itu kepada Adipati Boga Seta dan anehnya Tapak Luwing mau memberikan ampun
kepadanya, padahal dengan demikian persoalan kejahatannya bukan saja telah
sampai ke tangan Adipati tapi pasti akan diteruskan ke Kotaraja, apalagi sesudah
pembunuhan atas
lima prajurit Kadipaten itu !
"Sekarang terangkan mengenai kesulitan yang kau katakan itu, Ki Lurah!," kata
Tapak Luwing pula.
"Penduduk desa akan melakukan pemberontakan besok kalau aku masih juga
memungut pajak gila itu!," kata Ki Lurah Kundrawana pula.
"Begitu" Dulu kau bilang tidak takut mampus! Kini ada bahaya yang mengancam
jiwamu kenapa terbirit mencari aku..."!"
Ki Lurah Kundrawana mengatupkan rahangnya rapat-rapat.
"Kembalilah ke Bojongnipah. Ki Lurah, Besok kami akan datang ke sana..." berkata
Tapak Luwing. "Kuharap jangan sampai terjadi kekerasan".
"Soal itu urusan kami. Kau tak perlu ikut campurl," kata Tapak Luwing pula.
"Bisa aku ketemu anakku, Tapak Luwing ?" tanya Ki Lurah Kundrawana.
"Kali ini tidak dulu," jawab kepala rampok itu. Kepala desa Bojongnipah itu
termenung sejurus. Kemudian dengan langkah gontai dia berjalan ke kudanya dan
naik ke atas punggung binatang itu
Sebelum berlalu Ki Lurah Kundrawana bertanya, 'Tapak Luwing, sampai kapan
kebejatanmu ini kau timpakan padaku...?"
Tapak Luwing tertawa. "Tak usah banyak tanya ! Lebih baik pikirkan.nasibmu
besok hari. Mungkin penduduk desa sudah mencincang tubuhmu sebelum kami
datang...!"
* * * DI pelosok-pelosok desa terdengar kokokan-kokokan ayam bersahut-sahutan.
Puncak dinginnya malam telah lewat dan kesegaran pagi yang ditandai oleh
terangnya Wiro Sableng Pendekar Kapak Maut Naga Geni 212
Dendam Orang-orang Sakti
langit di ufuk timur menyatakan bahwa malam sudah sampai ke ujungnya untuk
digantikan kini oleh kehadiran pagi.
Ki Lurah Kundrawana menyalakan tembakau pipanya. Mukanya sudah cekung dan
matanya kelihatan kuyu sedang parasnya pucat. Namun dibalik keredupan wajahnya
itu tersembunyi sesuatu yang seperti menyala. Sesuatu itu ialah amarah dan rasa
geram yang tiada terperikan!
Di sedotnya pipa itu. Mulutnya terasa tak enak. Dia meludah ke tanah lewat
langkan. Sejak dulu apalagi sejak beberapa hari terakhir ini lidahnya memang terasa tidak
enak, pahit. Makannya boleh dikatakan dapat dihitung suapnya. Semakin terang hari semakin
gelisah dia, semakin
kuatir Lurah Bojongnipah ini. Yang dikhawatirkannya ialah kalau-kalau penduduk
akan datang lebih
dahulu dari pada Tiga Hitam dari Kali Comel! Sebentar-sebentar matanya memandang
ke luar halaman. Namun segala sesuatunya dipagi itu masih diliputi oleh kesunyian. Dan
kesunyian ini pula
justru tidak menyenangkan hati Ki Lurah Kundrawana !
Ditempelkannya lagi ujung pipa ke bibirnya. Disedotnya dalam-dalam kemudian
dihembuskannya asap pipa itu. Sekali lagi dia meludah ke tanah lalu mengusap-
usap bibimya. Dia terkejut dan memutar kepalanya mendengar langkah-langkah kaki di
belakangnya. Yang
datang temyata isterinya sendiri. Badan perempuan ini sudah jauh susut, lebih
kurus dari dahulu.
Seperti suaminya, parasnya juga pucat. Warih Sinten seorang perempuan berwajah
ayu, namun keayuan itu kini tiada kelihatan lagi karena tertutup mendung kegelisahan.
Gelisah memikirkan nasib
anaknya, gelisah memikirkan nasib suaminya jika sebentar lagi pen.duduk benar-
benar datang. Hari itu adalah hari pemungutan pajak yang ketiga. Semestinya pembantu Lurah
Bojongnipah yang biasa berkeliling di seluruh desa memungut pajak itu sudah datang. Tapi
kali ini tak kelihatan
mata hidungnya. Bagaimana dia akan berani memunculkan diri jika sudah tahu kalau
hari ini penduduk akan berontak!.
"Mudah-mudahan saja penduduk tidak datang..."
Ki Lurah Kundrawana menggigit bibirnya. Dia tahu bicara isterinya itu hanya
sekedar bicara saja. Memang apa yang diharapkan isterinya itu juga menjadi harapannya. Namun
dia tahu betul bahwa harapan itu adalah satu hal yang mustahil! Rakyat akan datang. Penduduk
akan datang! Dia
tahu, dia pasti!
Warih Sinten memandang lagi ke luar halaman. Lalu berkata lagi: "Kalaupun mereka
datang, kurasa kita tak bisa lagi menyembunyikan kebejatan ketiga manusia terkutuk itu,
Kakang! Kita musti
katakan terus terang pada penduduk sebelum penduduk membunuh kita beramai-
ramai!" Wiro Sableng Pendekar Kapak Maut Naga Geni 212
Dendam Orang-orang Sakti
"Nyawaku tak ada harganya, Warih...," ujar Ki Lurah Kundrawana. "Demi segala-
galanya aku rela mati! Tapi percuma saja arti kematian jtu, kalau keselamatan jiwa anak
tunggal kita sendiri
akan tersia-sia pula...."
Kesepian berjalan beberpa lamanya.
Tiba-tiba. "Kakang...". Warih Sinten memegang lehernya dengan kedua tangan. "Mereka... mereka
datang..."
Ki Lurah Kundrawana mengangkat kepalanya dan memandang ke luar halaman. Apa yang
dikatakan isterinya memang betul. Serombongan laki-laki penduduk, desa kelihatan
rnuncul di tikungan jalan dibalik pohon-pohon bambu. Rombongan yang muncul ini merupakan
kepala saja dari
barisan penduduk yang jumlahnya tak kurang dari seratus orang. Dari jauh tak
kelihatan mereka
membawa senjata. Tapi Ki Lurah Kundrawana tahu bahwa di antara mereka pasti, ada
yang membawa dan menyembunyikan senjata!
Sesaat kemudian halaman luas itupun penuhlah oleh penduduk desa. Suasana
menjadi bising kini. Ki Lurah Kundrawana dan isteranya berdiri mematung di atas
fangkan. Hanya kedua bola mata mereka yang berputar memandangi penduduk Bojongnipah itu.
Seorang di antara penduduk kemudian menyeruak ke muka dan naik ke langkan,
berdiri beberapa langkah dihadapan Kundrawana. Kundrawana kenal baik dengan
laki-laki ini. Dia adalah seorang petani yang diam di desa sebelah timur. Namanya
Kratomlinggo. Sewaktu laki-laki ini bertindak naik ke langkan, maka suasana di tempat itu
sehening di pekuburan. "Ki Lurah..., Kratomlinggo buka mulut merobek keheningan itu. "Kau tentu sudah
tahu maksud kedatangan kami bukan...?"
Kundrawana tak menjawab. Pada wajah Kratomlinggo dilihatnya senyum mengejek.
"Ketahuilah bahwa aku berdiri dihadapanmu saat ini adalah, sebagai wakil dari
sekian banyak penduduk Bojongnipah...," Kratomlinggo menunding ke belakang lalu
meneruskan: "penduduk Bojongnipah yang sejak satu bulan belakangan ini telah menjadi korban
pemerasan, korban penindasan, korban pengisapan, dkekik oleh pajak sebelas kali
lipat! Penduduk Bojongnipah..."
"Saudara Kratomlinggo," memotong Ki Lurah Kundrawana. "Ringkaskan saja
bicaramu. Katakanlah apa yang kalian mau".
Dan lagi-lagi Kundrawana melihat senyum mengejek tersungging di mulut
Kratomlinggo. Wiro Sableng Pendekar Kapak Maut Naga Geni 212
Dendam Orang-orang Sakti
"Apa mau kami..." Itu semua sudah kami katakan pada saat pertama kali kau
memungut pajak gila itu!"
"Aku pribadi memang tak ingin berbuat begitu. Tapi ini adalah perintah atasan.
Perintah Raja, untuk pembangunan dan pemeliharaan pasukan..."
"Perintah atasan tinggal perintah atasan! Apakah kalau atasan menyuruh kau cebur
ke sumur lantas kau akan berbuat begitu" Nyemplung ke sumur"! Setiap perintah
harus berdasarkan pertimbangan otak Ki Lurah!"
Merah muka Kundrawana.
Sementara itu Warih Sinten mulai menangis terisak-isak.
"Saudara Krato, mungkin pemungutan pajak itu hanya bersifat sementara saja..."
"Ya sementara! Sementara! Baru dihentikan bila semua penduduk Bojongnipah ini
mati dkekik pajak "1" .
"Aku tahu pajak sebesar itu memang berat..."
"Kalau berat mengapa dilaksanakan"!" tukas Kratomlinggo.
Ki Lurah Kundrawana lagi-lagi menggigit bibirnya. lngin saja saat itu dia
mengatakan apa sesungguhnya yang menjadi latar belakang dari pemungutan pajak
itu. Ingin saja saat itu dia menerangkan siapa sebenarnya yang menjadi dalang
pemungutan pajak gila itu! Tapi bila diingatnya anak tunggalnya yang ada di tangan Tiga
Hitam dari Kali Comel itu...
"Kami penduduk desa Bojongnipah ingin agar peraturan pajak gila itu dkabut
kembali!" berkata Kratomlinggo.
"Aku tak punya wewenang untuk melakukan hal itu, saudara Krato".
Wiro Sableng 003 Dendam Orang-orang Sakti di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
"Kau bisa menyampaikan kepada Adipati di Linggajati. Adipati meneruskannya ke
Kotaraja. Dan kalau kau tidak mau melakukan hal itu, kami tidak ragu-ragu untuk
bertindak berdasarkan apa yang kami rasa benar...!"
"Apakah ini suatu ancaman?"
"Kau boleh bilang begitu., Ki Lurah!"
"Saudara Krato...," terdengar suarar Warih Sinten. "Kau... kau dan semua penduduk
Bojongnipah tidak tahu... tidak tahu..."
"Kami lebih dari tahu!" geretus Kratomlinggo. "Meskipun apa yang kini kami
ketahui itu adalah hal yang tak pernah kami duga! Kami tahu bahwa suamimu, Ki Lu.rah
Kundrawana tak lebih
dari seorang tukang peras! Yang menjilat ke atas dan menggilas ke bawah! Yang
cari nama ke atas
dan menjerat leher penduduk di bawah! Kami lebih dari ta...."
Wiro Sableng Pendekar Kapak Maut Naga Geni 212
Dendam Orang-orang Sakti
"Kuharap bicara sepantasnyalah Kratomlinggol" memotong Ki Lurah Kundrawana
karena panas hati dan telinganya mendengar dkap sebagai penjilat dan pemeras demikian
rupa. Kratomlinggo berpaling ke arah orang banyak. Kemudian dia tertawa bergelak.
Sementara itu salah seorang pendduk berteriak: "Buat apa bicara sepanjang lebar dengan biang
lintah darat itu"!
Sumpal saja mulutnya dengan golok !"
Kratomlinggo berpaling pada Kundrawana kembali. "Kau dengar teriakan itu Ki
Lurah?" tanyanya. Mulut Kundrawana komat kamit. "Kalau kalian ingin pajak itu dkabut, silahkan.
pergi sendiri menghadap Raja di Kotaraja..."
"Lantas, apa perlunya kau jadi Lurah di sini'"!" teriak seorang penduduk pula.
"Apa hanya untuk ongkang-ongkang "!" teriak penduduk yang lain.
"Ongkang-ongkang dan memeras"!" teriak yang lain lagi.
"Kemudian penduduk lainnya berteriak pula: "Kami tidak percaya ini aturan dari
Raja! Bukan mustahil pajak itu adalah aturan gila yang, kau buat sendiri !"
. Masih banyak lagi teriakan-teriakan yang membuat muka Kundrawana menjadi merah
dan tebal rasanya: Telinganya berdesing. "Kratomlinggo, kuharap kau bawalah orang-
orang itu meninggalkan tempat ini," kata Kundrawana.
"Begitu ..."," ujar Kratomlinggo dengan lontarkan senyum sinis. "Kami semua baru
akan pergi sesudah kau menyatakan blak-b!akan bahwa mulai saat ini aturan pajak gila
itu dkabut!"
"Tak satupun yang bisa mencabut segala keputusan Raja!," jawab Kundrawana.
Suaranya saja yang keras namun ucapannya itu sama sekali tiada dengan kesungguhan hati.
"Kalau begitu agaknya kami terpaksa menggunakan kekerasan..."
"Kau menentang Kerajaan, Kratomlinggo?" tanya Ki Lurah Kundrawana. Pertanyaan
yang setengah menggertak ini dimaksudkannya untuk dapat ke luar dari keadaan yang
terdesak saat itu.
Namun jawaban Kratomlinggo adalah lontaran seringai mengejek. "Jangan takuti
penduduk Bojongnipah dengan kata-kata Kerajaan, Ki Lurah! Kami semua yakin bahwa
pajak gila itu adalah kau punya bisa! Kerajaan selama ini selalu bertindak adil dan
bijaksana...!"
Kratomlinggo melangkah kehadapan Ki Lurah Kundrawana dengan kedua tinju
terkepal. Beberapa penduduk Bojongnipah melangkah pula naik ke atas langkan.
Ki Lurah Kundrawana mundur beberapa langkah ke belakang. Warih Sinten menjerit.
"Kratomlinggo, kau... kalian mau bikin apa...?"
"Kami coba minta keadilan dengan cara wajar, tapi kau maukan kekerasan...!" jawab
Kratomlinggo. Tangan kanannya bergerak.
Wiro Sableng Pendekar Kapak Maut Naga Geni 212
Dendam Orang-orang Sakti
Tiba-tiba terdengar ringkikan kuda dan suara hiruk pikuk. Penduduk di halaman
muka berhamburan.cerai berai.
"Atas nama Kerajaan, yang tidak mau mati, minggirlah !"
Terdengar jeritan beberapa orang yang terserampang kuda !
* * * TIGA penunggang kuda melompat dari punggung kuda masing-masing. Gerakan mereka
enteng sekali dan sekejapan mata saja ketiganya sudah berada antara Kratomlinggo
dan Ki Lurah Kundrawana. Ketiganya berpakaian seragam prajurit dan tampang-tampang mereka
angker buruk. Baik Ki Lurah Kundrawana maupun Kratomlinggo dan penduduk Bojongnipah, semuanya
sama terkejut. Dalam keterkejutannya itu Ki Lurah Kundrawana merasa lega juga karena
dia segera mengenali ketiga orang itu tak lain adalah Tapak Luwinng dan dua orang anak
buahnya! Namun apa
yang tidak dimengerti oleh Lurah Bojongnipah itu ialah mengapa ketiga orang
komplotan rampok itu
mengenakan pakaian keprajuritan.
Sementara itu Tapak Luwing yang berdiri tepat dihadapan Kratomlinggo dengan
bertolak pinggang dan membentak maju ke muka: "Kami prajurit-prajurit Kadipaten
Linggajati! Kamu jadi
biang keribuan di sini ya"!"
Terkejutlah Kratomlinggo dan penduduk Bojongnipah sedang Ki Lurah Kundrawana dan
isterinya merutuk dalam hati melihat betapa lihaynya Kompolotan Tiga Hitam itu
menjalankan peran
sebagai prajurit-prajurit Kadipaten palsu untuk mengelabui mata penduduk dan
juga menyembunyikan rahasia besar latar belakang pemerasan mereka! Kratomlinggo
menindih rasa terkejutnya. Dia merasa tak perlu takut terhadap ketiga prajurit Kadipaten itu
bahwa bukankah ini
kesempatan di mana dia bisa sekaligus menerangkan pemerasan pajak yang dilakukan
oleh Kundrawana itu"
"Saudara," kata Kratomlinggo, "jika kalian adalah prajurit-prajurit Kadipaten,
kebetulan sekali kalau begitu...!
"Kebetulan apa maksudmu"!" bentak Tapak Luwing.
Kratomlinggo kemudian menerangkan sejelas-jelasnya mengenai soal pajak itu
kepada Tapak Luwing. Namun dia begitu kaget ketika mendengar jawaban Tapak Luwing.
"Jadi kau sengala pimpin penduduk Bojongnipah untuk mengikuti maumu sendiri"!
Untuk menepuh jalan kekerasan! Ini namanya, satu pemberontakan! Ini namanya satu
penantangan Wiro Sableng Pendekar Kapak Maut Naga Geni 212
Dendam Orang-orang Sakti
terhadap Kerajaan, satu pembangkangan terhadap peraturan-perraturan Raja karena
soal pajak itu memang datang dari Raja disampaikan melalui Adipati di Linggajati!"
"Tapi mengapa hanya penduduk Bojongnipah saja yang dipajaki segila ini!," kata
salah seorang penduduk yang berdiri di samping Kratomlinggo: "Ya, desa-desa lain
tidak!" seru yang lain
dari luar halaman.
"Kamu semua tahu apa!" semprot Tapak Luwing. "Ini adalah keputusan Raja!
Bojongnipah yang subur tak bisa disamakan dengan desa-desa lain. Karenanya sudah pantas
kalau dibebani pajak
yang agak besaran..."
"Agak besaran...," gerendeng seorang penduduk mengejek.
Kratomlinggo kemudian mengetengahi suasana panas itu. "Kami merasa sama sekali
tidak menentang Raja, sama sekali tidak membangkang apalagi memberontak. Kami hanya
inginkan agar pajak dikembalikan sebesar yang lama..."
"Tapak Luwing meludah ke lantai langkan. "Kau memang biang racun pemberontak
yang pintar omong! Terhadap Lurah kalian, kalian boleh bicara kasar dan seenaknya,
tapi terhadap kami
prajurit-prajurit Kadipaten jangan coba-coba! Pimpin seluruh penduduk untuk
angkat kaki dari sini !
Cepat!" Maka berkatalah Kratomlinggo: "Kami penduduk Bojongnipah datang ke sini untuk
menegakkan keadilan. Kalau kami harus angkat kaki dari sini maka keadilan itu
musti sudah berhasil
ditegakkan!"
"Hem... begitu...?". Tapak Luwing menyeringai. Gigi-giginya yang hitam kecoklatan
serta besar-besar ketihatan menjijikkan. "Sebelum kau dan yang lain-lainnya menegakkan
keadilan itu, coba terima tangan kananku ini !"
Sesudah berkata demikian Tapak Luwing hantamkan tangan kanannya ke dada
Kratomlinggo. Yang dipukul dengan cepat melompat ke samping.
Namun ! "Buukk !"
Tangan kiri Tapak Luwing bersarang di perut Kratomlinggo. Nyatanya pukulan
tangan kanan Tapak Luwing tadi hanyalah satu tipuan belaka! Kratomtinggo melintir dan
terjajar ke belakang.
Perutnya sakit- sekali, mual seperti mau muntah, nafasnya menyesak.
Laki-laki ini rupanya bukanlah hanya sekedar seorang petani saja, namun juga
seorang yang pernah mempelajari ilmu silat. Dengan cepat dia atur nafas dan jalan darah. Lalu
dengan sebat rnenyerang ke muka. Enam orang penduduk ikut menyertai serangannya inir Maka
dengan demikian
pertempuranpun pecahlah.
Wiro Sableng Pendekar Kapak Maut Naga Geni 212
Dendam Orang-orang Sakti
Empat penduduk terjerongkang ke lantai langkan. Dua pingsan, dua lagi patah
tulang iganya serta terlepas sambungan sikunya. Sedang Kratomlinggo terhempas ke tiang
langkan. Dadanya kena
dipukul oleh Tapak Luwing. Dia berusaha berdiri mengimbangi badan kembali dan
siap melancarkan
serangan balasan. Tapi apa lacur, belum lagi kakinya menindak pemandangannya
sudah gelap dan
dari mulutnya bermuntahan darah kental berbuku-buku! Sesaat kemudian tubuh laki-
laki ini tergelimpang ke lantai!
Melihat ini sebagian penduduk menjadi kalap. Mereka menyerbu berserabutan ke
atas langkan dengan berbagai macam senjata.
"Siapa yang mau mampus, majulah!" teriak Tapak Luwing seraya melintangkan golok.
Mereka yang menyerbu menjadi ragu-ragu kini namun beberapa orang diantaranya
yang tetap kalap menyerang dengan membabi buta. Maka terjadilah hal yang mengerikan. Orang-
orang ini bergelimpangan bermandikan darah, dibabat dan dipapas oleh senjata Tapak Luwing
dan anak-anak buahnya! Yang lain-lainnya kini tak berani lagi bertindak lebih jauh
meskipun jumlah mereka jauh lebih banyak!
Warih Sinten sudah sejak lama lari ke dalam rumah sambil menjerit-jerit
ketakutan sedang Kundrawana menggigit bibir dan pejamkan mata melihal kengerian itu. Kalau
saja tidak ingat akan keselamatan anaknya, sudah sejak tadi dia mencabut keris dan
turut menyerbu! "Siapa lagi yang mau berkenalan dengan golokku, silahkan maju!," kata Tapak
Luwing tolakkan tangan kirinya ke pinggang kiri.
Tapak Luwing tertawa. "Nah, kalau kalian masih belum punya nyali untuk masuk
ke liang kubur, gotong kunyuk-kunyuk yang malang melintang di langkan rumah ini
kemudian angkat kaki dari sini cepat !"
Kemarahan penduduk meluap-luap. Namun apa yang terjadi di depan mata mereka
membuat nyali mereka menjadi ciut dan bulu kuduk meremang. Ki Lurah Kundrawana
sendiri berdiri mematung. Rahangnya terkatup rapat-rapat. Kegeramannya tiada
terlukiskan. Kebenciannya terhadap Tiga Hitam dari Kali Comel tiada terkirakan
lagi! Namun seperti penduduk Bojongnipah, dia juga tak dapat berbuat suatu apa!
Penduduk menggotong Kratomlinggo dan korban-koban lainnya. Sebelum mereka
berlalu berserulah Tapak Luwing.
"Aku tak ingin melihat keonaran macam begini untuk kedua kalinya, kecuali kalau
kalian sendiri yang sengaja minta dibereskan macam kawan-kawan kalian itu! Siapa
yang mau berontak boleh saja! Golakku memang sudah sejak lama haus darah!"
Wiro Sableng Pendekar Kapak Maut Naga Geni 212
Dendam Orang-orang Sakti
Tak ada yang menyahuti ucapan Tapak Luwing itu.
Dan Tapak Luwing yang menyamar sebagai prajurit Kadipaten itu berseru lagi:
"Jangan lupa, paling lambat tengah hari besok, kalian semua sudah harus melunasi
pajak itu! Jika ada yang membantah untuk membayarnya, kalian cukup tahu apa
akibatnya!"
ketika seturuh penduduk Bojongnipah sudah meninggalkan tempat itu maka Tapak
Luwing menyarungkan goloknya kembali dan berpaling pada Ki Lurah Kundrawana.
"Kau harus berterima kasih padaku yang telah selamatkan kau punya batang leher,
Ki Lurah...!" Ki Lurah Kundrawana berkemik. Rahang-rahangnya bertonjolan. Tapak
Luwing tertawa mengekeh. "Selambat-lambatnya senja besok uang pungutan pajak
harus sudah kau antarkan ke pondok tua dipersimpangan jalan yang menuju ke
Linggajati!"
Kundrawana masih diam.
"Eh, apa kau sudah tuli!" tanya Tapak Luwing.
Dan Lurah Bojongnipah itu masih juga diam. Maka membentaklah Tapak
Luwing. "Kamu tuli hah"!"
"Aku tidak tuli, Tapak Luwing..."
"Lalu mengapa ditanya diam saja" Mungkin gagu"!"
Dua orang anak buah Tapak Luwing cengar cengir.
"Sesenja-senjanya hari uang itu sudah harus ku terima. Kau dengar..."!"
.
Wiro Sableng 003 Dendam Orang-orang Sakti di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
"Bagaimana kalau penduduk tak mau membayamya ?"
"Aku tak perlu pertanyaan itu! Bayar atau tidak bayar, pokoknya besok aku cuma
tahu terima uang!" Tapak Luwing memberi isyarat pada kedua anak buahnya. Ketiganya menuruni langkan
rumah dan melangkah menuju ke kuda masing-masing.
Malam itu, dengan segala daya dan sedikit ilmu pengetahuan yang dimilikinya,
Kratomlinggo berhasil menyembuhkan luka di dalam yang dideritanya akibat pukulan Tapak
Luwing. Pada dasarnya bukan daya dan pengetahuan silat Kratomlinggolah yang menolong
melainkan adalah
karena pukulan Tapak Luwing pagi tadi tidak mempergunakan keseluruhan tenaga
dalamnya. Dendam terhadap Tapak Luwing dan kawan-kawannya, kebencian yang tak
terkendalikan terhadap Ki Lurah Kundrawana serta pajak yang tetap harus dibayar esok hari, semuanya itu
bertumpuk menjadi satu sehingga malam itu, rneskipun baru saja sembuh dari luka
namun tekat Kratomlinggo sudah bulat untuk berangkat ke Kotaraja! Niatnya ini
diberitahukannya pada beberapa
kawannya. Dan malam itu bersama empat orang lainnya, dengan menunggangi kuda
maka berangkatlah Kratomlinggo ke Kotaraja.
Wiro Sableng Pendekar Kapak Maut Naga Geni 212
Dendam Orang-orang Sakti
Malam gelap. Sinar bintang dan cahaya bulan sabit tak dapat mengalahkan
kegelapan itu. Kratomlinggo dan empat orang kawannya memacu kuda masing-masing, melewati sebuah
tikungan dan sampai di sebuah jembatan yang menghubungkan kedua tepi sebuah anak sungai.
Pada saat itu pulalah Kratomlinggo dan kawan-kawannya melihat serombangan
penunggang kuda di seberang jembatan. Mereka berjumlah tiga orang dan ketiganya
menghentikan kuda di
seberang jembatan itu. Melihat gelagat yang tidak baik ini. Kratomlinggo segera
hentikan kudanya.di
tengah-tengah jembatan dan memberi isyarat pada keempat kawannya. Malam memang
gelap namun mata Kratomlinggo masih sanggup, mengenali penunggang kuda yang paling depan
dihadapannya. Manusia itu ternyata adalah prajurit Kadipaten yang siang tadi menanganinya!.
"Celaka," bisik Kratomlinggo. "Bagaimana bangsat-bangsat Kadipaten ini bisa tahu
keberangkatanku ke Kotaraja"!" Sampai saat itu baik dia mau pun kawan-kawannya
sama sekali masih tidak mengetahui siapa ketiga manusia yang menghadang di ujung jembatan
itu! Penunggang kuda sebelah muka yang tiada lain dari Tapak Luwing adanya tertawa
mengekeh. "Rupanya pelajaran dan peringatanku siang tadi masih belum cukup
huh!," sentak Tapak
Luwing. Kratomlinggo -tak menjawab. Namun dia diam tangan kanannya menyelinap ke
balik pinggang meraba hulu golok. Hal yang sama dilakukan juga oleh keempat kawannya.
Dan di seberang jembatan kembali terdengar kekehan Tapak Luwing.
Begitu kekehannya berhenti maka terdengar bentakannya. "Kalian kunyuk-kunyuk mau
ke mana"!"
"Kami tak ada permusuhan dengan kalian. Karena itu minggirlah, beri jalan..." kata
Kratomlinggo pula.
"Minta jalan" Boleh... lewatlah!," kata Tapak Luwing pula sambil pinggirkan
kudanya. Dipersilahkan begitu rupa malah membuat Kratomlinggo dan kawan-kawannya menjadi
terpatung, tak bergerak di punggung kuda masing-masing. "Ayo, kenapa tidak mau lewat"!,"
tanya Tapak Luwing. Kratomlinggo bimbang.
Dan Tapak Luwing buka suara lagi: "Kalau begttu roh busuk kalian yang akan lewat
jembatan ini !"
"Sret !"
Tapak Luwing cabut goloknya. Terdengar lagi dua kali suara "sret" yaitu dari
golok-golok yang dkabut oleh anak buah Tapak Luwing. Melihat ini Kratomlinggo dan kawan-
kawannya segera
pula menghunus golok masing-masing !
Wiro Sableng Pendekar Kapak Maut Naga Geni 212
Dendam Orang-orang Sakti
"Aku tahu kalian hendak ke Kotaraja...," berkata Tapak Luwing seraya larik tali
kudanya, "Tapi ketahuilah hanya roh-roh busuk kalian yang akan menghadap Raja di istana!"
Dalam jarak dua tombak, dengan satu sentakan keras maka kuda Tapak Luwing
melompat ke muka. Dua anak buahnya menyusul. Tiga golok berkelebat di bawah cahaya redup
bulan sabit. Lima
golok menyambutinya !
"Trang ..... trang ..... trang....!"
Bunga api memercik. Suara beradunya golok-golok itu disusul oleh seruan
kesakitan. Dua kawan Kratomlinggo rebah dari atas punggung kuda. Yang satu terbabat perutnya,
yang lain puntung
lengan kanannya!
Dalam gebrakan kedua, Tiga Hitam dari Kali Comel yang saat itu masih mengenai
pakaian, prajurit-prajurit Kadipaten, kembali mengirimkan serangan hebat tanpa memberikan
kesempatan pada
lawan! Dua orang lagi menjerit dan roboh, tubuh salah satu dari padanya kemudian
kecebur ke dalam
sungai. Kratomlinggo sendiri dibikin terjerongkang dari atas punggung kuda,
goloknya lepas. Masih
untung sarripai saat itu dia belum cidera apa-apa. Dan memaklumi bahwa untuk
melawan terus adalah
satu kesia-siaan maka laki-laki ini segara putar tubuh ambil langkah seribu!
Tapak Luwing tertawa bergelak. "Dasar manusia kintel! Kamu mau lari ke mana"!"
Dari balik sabuknya kepala Komplotan Tiga Hitam dari Kali Comel ini keluarkan sebilah
pisau belati. Senjata ini melesat dengan mengeluarkan suara berdesing! Kratomlinggo yang tak
tahu dirinya tengah dikejar maut, terus juga lari.
Hanya satu jengkal saja lagi belati yang mengandung racun itu akan menancap di
punggungnya maka pada saat itu pulalah dari jurusan semak belukar gelap di tepi
sungai melesat sebuah benda berbentuk bintang berwarna putih perak !
"Tring !"
Bunga api memercik.
Bukan saja benda berbentuk bintang ini berhasil membuat pisau beracun Tapak
Luwing mental, tapi juga membuat pisau itu patah dua !
Terkejutlah Tapak Luwing. Lupa dia pada niatnya hendak membunuh Kratomlinggo.
Dengan serta merta diputarnya tubuhnya. Matanya yang tajam telah melihat dari arah mana
datangnya sambaran benda putih perak berbentuk bintang itu. Dan memakilah kepala Komplotan
Tiga Hitam dari Kali Comel itu.
"Setan alas yang ikut campur urusan orang ke luar dari persembunyianmu dan
terima pisau- pisau ku ini !"
Wiro Sableng Pendekar Kapak Maut Naga Geni 212
Dendam Orang-orang Sakti
Habis bilang demikian Tapak Luwing lemparkan sekaligus tiga bilah pisau
beracunnya ke arah semak belukar di kegelapan.
Terdengar suara siulan yang disusul oleh suara tertawa bergelak.
"Aku di sini bung! Kenapa serang tempat kosong"!," kata, manusia yang muncukan
diri itu dengan nada mengejek.
"Bangsat betul!," maki Tapak Luwing. Di lemparkannya lagi dengan tangan kiri
sepasang pisau belati ke arah laki-laki yang berdiri sekira enam tombak di tepi
sungai. -- == 0O0 == --
ENAM ORANG yang berdiri di tepi sungai sambuti serangan itu dengan melambaikan tangan
kirinya. Sekali lambai saja maka kedua pisau beracun itupun mentallah.
Kaget Tapak Luwing membuat- laki-laki ini keluarkan seruan tertahan.
"Manusia yang sengaja cari penyakit, siapa kau!" tanyanya membentak dan diam-
diam memberikan isyarat pada kedua anak buahnya untuk bersiap-siap dan mengambil
posisi mengurung. Yang ditanya. "Ada ribut-ribut apa di sini"!".
"Ee kunyuk gondrong!," maki salah seorang, anak buah Tapak Luwing. "Kau berani.
bicara edan sama prajurit-prajurit Kadipaten"!"
"Oh.... jadi kalian prajurit-prajurit Kadipaten...". Laki-laki di tepi sungai,
keluarkan suara
mendengus. "Setahuku prajurit-prajurit Kadipaten tidak suka urusan kekerasan,
apalagi membunuh
manusia begini rupa...!".
Sementara itu. Kratomlinggo yang tadi hendak larikan diri, mendengar ada
keributan baru di belakangnya perlahan-lahan palingkan kepala lalu putar tubuh dan berhenti di
belakang sebuah
pohon. Apa yang disaksikannya kemudian sungguh tidak diduganya.
"Kita tak perlu sembunyikan siapa kita terhadap monyet bermuka manusia ini!'',
kata Tapak Luwing. "Nah, terus terang lebih bagus!" menimpali laki-laki di tepi sungai. "Katakan
saja siapa kalian!". Wiro Sableng Pendekar Kapak Maut Naga Geni 212
Dendam Orang-orang Sakti
"Sebelum tahu siapa kami sebaiknya lekas-lekaslah berlutut minta ampun!" kata
Tapak Luwing pongah. "Eh, kenapa begitu"''.
Karena menyangka bahwa Kratomlinggo sudah larikan diri dan tak ada lagi di
tempat itu, maka berkatalah Tapak Luwing;"Ketahuitah. Tiga Hitam dari Kali Comel tidak
pernah membiarkan terus bernafasnya seorang biang runyam ya ng ikut campur urusan!"
"Ooo... jadi kalian Tiga Hitam dari Kali Comel, rampok-rampok ganas tiada
kernanusiaan itu" Pantas... pantas tampang-tampang kalian hitam macam arang..."
"Haram jadah! Terima golokku!," teriak anak bu a h Tapak. Luwing yang di samping
kanan. Dengan gerakan e nt e ng dia melompat dari punggung kuda, derngan sebat
go lo knya berkelebat ke arah batok kepala laki-laki muda yang berdiri tetap tenang malahan
dengan tertawa-tawa! Tiba-tiba dengan kecepatan yang luar biasa laki-laki muda itu melompat ke
belakang. Serangan anak buah Tapak Luwing mengenai tempat kosong. Karena begitu kesusu dan
sebatnya ma k a laki-laki it u jadi terhuyung-huyung sendiri. Sebelum dia sempat
mengimbangi badan, satu
tendangan menghantam pantatnya!
"Manusia tidak tahu peradatan! Orang bicara dipotong seenaknya! Rasakan sendiri
olehmu!" Melihat kawan dan anak buahnya dipermainkan begitu rupa sampai tersungkur di
tanah. Tapak Luwing dan anak buahnya yang satu lagi segera loncat dari kuda.
"Beri tahu namamu lebih dulu, kunyuk!," bentak Tapak Luwing. "Kalau tidak rohmu
akan minggat percuma!"
"Bicaramu terlalu tinggi! Kalau mau tahu na ma ku majulah...!".
Dengan tertawa bergelak Tapak Luwing menyerbu ke muka. Sambaran goloknya deras
sedang tangan kirinya laksana palu godam membabat ke arah ulu hati lawan. Inilah
jurus "a ng in
mengamuk pohon tumbang" yang memang bukan olah-olah dahsyatnya.
"Ah, rupanya kau punya ilmu yang diandalkan juga eh?" ejek lawa n ya ng
diserang. Dia merunduk untuk elakkan sambaran go lo k lalu lo mpat ke samping guna hindarkan
sodokan tinju lawan dan dengan secepat kilat kemudian tangan kanannya yang terbuka menyeruak
di antara kedua serangan lawan tadi, menderas ke arah kening Tapak Luwing.
Kepala Tiga Hitam dari Kali Comel itu bukan orang yang berilmu rendah. Kalau
tidak percuma saja dia menjadi kepala komplotan yang ditakuti selama bertahun-tahun
disepanjang Kali Comel dan perbatasan.
Wiro Sableng Pendekar Kapak Maut Naga Geni 212
Dendam Orang-orang Sakti
Dengan sebat, dengan keluarkan bentakan dahsyat Tapak Luwing membuat satu
gerakan yang luar biasa. Tubuhnya mencelat satu tombak ke atas dan dalam lompatan itu
kaki kanannya menderu muka lawan dan disaat yang sama pula dari sebelah belakang menderu golok
anak buah Tapak Luwing ke arah punggung laki-laki muda itu.
Yang diserang bersiul. "Akh... kalian rupanya betul-betul maui jiwaku! Tapi kurasa
saat ini belum waktunya!". Pemuda ini berkelebat. Lututnya menekuk kedua tangannya
berputar seperti kitir
dan: "bluk ....... buk"!.
Anak buah Tapak Luwing terjerongkang ke belakang, muntah darah dan
menggeletak,di tanah. Tapak Luwing sendiri merintih kesakitan sewaktu lengan lawan menghantam
tepat tulang keringnya! Di saat itu anak buah Tapak Luwing yang tadi ditendang pantatnya sudah bangun
kembali- dan dengan ganas lancarkan serangan dahsyat. Namun nasibnya juga sial. Sekali
Wiro Sableng 003 Dendam Orang-orang Sakti di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
lawannya berkelebat
maka goloknya kena dihantam sikut lawan! Yang satu inipun roboh pula menyusul
kawannya Merasakan sakit pada kakinya, melihat kedua anak buahnya dibuat begitu rupa,
benar-benar Tapak Luwing hampir-hampir merasa seperti orang mimpi. Apakah agaknya kali, ini
komplotan yang dipimpinnya menemui "batunya?" Selama bertahun-tahun bertualang dan menjadi
Pemimpin Komplotan Tiga Hitam dari Kali Comel baru hari itu dia melihat dengan mata
kepala sendiri bagaimana kedua anak buahnya dibikin menggeletak hanya dalam satu gebrakan saja!
Bahkan dia sendiri merasakan pula bekas tangan lawannya. Lawan yang masih muda belia dan
sama sekali tidak
dikenalnya. Dengan penuh geram_Tapak Luwing salurkan tenaga dalamnya lewat lengan kanan
terus kegolok sedang tangan kirinya saat itu sudah memegang tiga pisau beracun. Kedua
kakinya terpentang, pinggangnya sedikit membungkuk ke muka. Tangan yang memegang pisau
dinaikkan ke atas agak ke belakang sedang tangan kanan memegang golok lurus-lurus ke muka.
"Kenalkah kau jurus ini, pemuda keparat"!".
"Ah... hanya jurus -- menyebar bunga menusuk buah -- nenek-nenek keriputpun bisa
mengenalnya!," sahut si pemuda.
Bukan saja Tapak Luwing menjadi geram diajek demikian rupa namun dia juga kaget
melihat bahwa lawannya bisa menerka jurus yang bakal dikeluarkannya itu!
Untuk menutupi keterkejutannya Tapak Luwing berkata: "Kau sudah tahu nama jurus
ini, baik sekali!. Tapi juga ketahuilah ini adalah jurus kematianmu! Bagusnya kasih tahu
namamu sekarang
juga agar kau mampus tidak dengan penasaran!".
"Sudahlah.... jangan banyak bacot! Buktikanlah kehebatan jurus yang kau andalkan
itu!". Wiro Sableng Pendekar Kapak Maut Naga Geni 212
Dendam Orang-orang Sakti
Tapak Luwing tertawa dingin. Tubuhnya semakin membungkuk. Hampir tak kelihatan
dia menggerakkan tangan kirinya maka tiga pisau yang dipegangnya tahu-tahu sudah
meluncur sebat sekali ke arah si pemuda. Yang pertama menjurus batang leher, yang kedua mencuit
ke dada dan yang
terakhir menggebubu ke bawah perut!
Bukan saja daya lesat pisau itu hebat sekali mengingat hanya di lemparkan dengan
tangan kiri, namun juga tempat-tempat yang diserangnya juga adalah tempat-tempat yang
berbahaya mematikan.
Pada detik pisau-pisau beracun itu melesat ke muka, pada saat itu pulaTapak
Luwing menerjang dan putar goloknya dengan sebat. Dorongan angin golok yang. menderu
menambah kencangnya daya lesat tiga pisau itu. Maka itulah jurus "menyebar bunga rnenusuk
buah". Pisau dan
golok datang susul menyusul!
"Akh jurusmu ini boleh juga!," kata si pemuda. "Tapi coba terima dulu telapak
tanganku!".
Si pemuda pukulkan tangan kirinya ke muka. Angin dahsyat melanda dan mementalkan
ketiga pisau. Tapak Luwing berseru kaget karena dua dari pisau itu akibat dorongan
angin pukulan lawan berbalik menyerang ke arahnya. Mau tak mau Tapak Luwing terpaksa
pergunakan goloknya untuk meruntuhkan dua pisau itu.
"Tring..... tring!"
Dua pisau beracun patah-patah dan terlempar jauh. Gerakan untuk menangkis dua
pisau ini membuat Tapak L.uwing melupakan pertahanan dirinya seketika. Ketika
dia memasang kuda-kuda baru maka telapak tangan kanan lawan sudah berada dekat
sekali ke kepalanya. Kepala Tiga Hitam dari Kali Comel ini pergunakan goloknya untuk
membabat lengan lawan namun kurang cepat karena lengan kiri si pemuda lebih cepat
menyusup membentur sambungan sikunya.
"Krak"!
"Plak"!
Tapak Luwing mengeluh dan huyung kebelakang.
Lengannya patah.
Keningnya yang kena dihantam telapak tangan lawan sakit dan panas bukan main.
Pada kulit kening itu kini kelihatan tertera angka 212! Tapak Luwing coba
alirkan tenaga dalam dan atur jalan darahnya. Namun kekuatannya seperti punah. Keringat dingin
membasahi sekujur tubuhnya. Keningnya panas, sakit dan pemandangannya berkunang,
lututnya gontai!
"Keparat...," desis Tapak Luwing.
"Ee... masih bisa memaki?"
Wiro Sableng Pendekar Kapak Maut Naga Geni 212
Dendam Orang-orang Sakti
"Kalau hari ini aku kena kau celakai jangan anggap kau sudah mempecundangi aku,
orang muda. Suatu hari kelak aku akan mencarimu dan mematahkan batang lehermu!".
Tapak Luwing ambil tiga pisau terbang dengan tangan kirinya. Cepat sekali
senjata itu dilemparkannya ke arah si pemuda lalu secepat itu pula dia putar tubuh untuk
larikan diri. Si pemuda melompat ke samping. Dua pisau lewat di kiri kanannya. Pisau
ketiga diluruhkannya dengan lambaian tangan kiri! Kemudian sambil totokkan dua jari
tangan kanannya mengirimkan totokan jarak jauh berserulah si pemuda: "Kenapa pergi
buru-buru"!
Bicaraku tadi padamu belum habis!"
Kontan saat itu juga tubuh Tapak Luwing menjadi kaku tegang tak bisa bergerak
lagi! Si pemuda tertawa dan berpaling pada pohon besar di tepi sungai.
"Saudara yang sembunyi di belakang pohon. keluarlah. Aku mau bicara juga dengan
kau!". Kratomlinggo, yang berdiri di belakang pohon itu terkejut. Namun karena tahu
bahwa itu pemuda bukanlah dari golongan jahat maka tanpa ragu-ragu dia segera
keluar. Lagi pula penuturan Tapak Luwing tadi yang mengaku bahwa dia.dan kawan-kawannya
adalah Komplotan Tiga Hitam dari Kalkomel membuat dia merasa perlu melakukan pe-
nyelidikan lebih jauh.
"Saudara, apakah yang telah terjadi di sini sebelumnya dengan kau dan kawan-
kawan...?".
"Panjang ceritanya, saudara. Tapi sebelumnya kalau aku boleh tahu siapa
namamu...?"
"Aku Wiro...," jawab si pemuda.
"Aku Kratomlinggo. Aku dan kawan-kawanku yang malang itu sama-sama dari desa
Bojongnipah. Kami bermaksud pergi ke Kotaraja..."
Maka Kratomlinggopun menuturkan segala sesuatunya, mulai dari soal pajak gila
yang dilarik oleh Ki Lurah Kundrawana sampai dengan kematian keempat kawannya itu.
Wiro atau Wiro Sableng alias Pendekar 212 geleng-gelengkan kepalanya. "Aku
memang sudah lama dengar nama Komplotan bejat mereka. Yang satu ini kalau tak salah
bernama Tapak Luwing. Pantas saja selama beberapa waktu terakhir ini tak kelihatan mereka
malang melintang di
sepanjang Kali Comel. Rupanya tengah bikin kejahatan di sini...".
"Dan pastilah penjahat-penjahat ini bekerjasama atau jadi- kaki tangan Ki Lurah
Kundrawana...".
Wiro Sableng Pendekar Kapak Maut Naga Geni 212
Dendam Orang-orang Sakti
"Boleh jadi," sahut pendekar 212. "Tapi mungkin juga merekalah biang runyam yang
melakukan pemerasan terhadap Ki Lurah!"
Kratomlinggo mengangguk.
"Supaya jelas biar bangsat yang satu ini kita tanyai," kata Wiro Sableng pula.
Dia melangkah mendekati Tapak Luwing untuk melepasakan totokan di tubuh kepala Komplotan Tiga
Hitam itu. Namun baru saja satu tindak dia melangkah tiba-tiba sekali berkelebatlah satu
sosok tubuh dari
kegelapan. Makhluk ini langsung meraih pinggang Tapak Luwing dan membopong
melarikannya! Kratomlinggo terkejut
Pendekar Kapak Maut Naga Geni 212 berteriak: "Maling tengik! Berhenti!".
Sebagai jawaban, terdengar suara tertawa bekakakan dari orang yang melarikan
Tapak Luwing itu. "Wiro Sableng, pemuda gendeng! Jangan sangka cuma kau sendiri yang jago dan
sakti di jagat ini! Aku tunggu kau besok siang di Rawasumpang! Kuharap kau punya nyali unhuk
menerima undangan kematianmu ini! Ha... ha... ha ...!"
"Sompret betul! Siapa kau! Berhentil".
"Besok siang. Wiro!"
" Dengan, geram pendekar 212 lepaskan pukulan "kunyuk melempar buah"! ke arah
manusia tak dikenal itu! Deru angin yang tiada terkirakan dahsyatnya menyerang si orang
asing. Pada saat itu
pula terlihat selarik sinar biru. Dan angin pukulan Wiro Sableng terbendung
laksana membentur
dinding baja! Terkejutlah pendekar 212. Pukulan yang dilancarkannya tadi
disertai hampir sepertiga
dari tenaga dalamnya. Namun manusia yang tak dikenal itu berhasil meruntuhkan
pukulan tersebut!
Besarlah dugaan Wiro Sableng bahwa orang yang memboyong Tapak Luwing itu adalah
guru Tapak Luwing., setidak-tidaknya kakak seperguruannya. Atau mungkin juga seorang
sakti dari golongan hitam yang berkawan dengan Tapak Luwing.
-- = 0O0 == -- TUJUH HALAMAN rumah lurah bojongnipah penuh oleh penduduk. Suasana malam terang
benderang oleh puluhan obor. Agaknya penduduk Bojongnipah sudah tak dapat
menahan ke- Wiro Sableng Pendekar Kapak Maut Naga Geni 212
Dendam Orang-orang Sakti
sabarannya lagi untuk mencincang dengan segala senjata yang mereka bawa, kedua
manusia yang saat
itu terikat ke tiang langkan rumah. Mereka tiada lain daripada anak-anak buah
Tapak Luwing yang
telah dirobohkan oleh Pendekar 212. Keduanya telah siuman. Di samping terikat ke
tiang, keduanya
juga berada dalam pengaruh totokan Wiro Sableng.
Kratomlinggo berdiri di samping Ki Lurah Kundrawana. Beberapa tombak dari mereka
berdiri tenang-tenang Wiro Sableng. Kratomlinggo barusan saja menerangkan apa yang
diketahuinya tentang
kedua orang itu kepada Ki Lurah dan juga apa yang telah terjadi di tepi sungai
dekat jembatan.
Bola mata Ki Lurah Kundrawaana pulang balik memandangi Wiro Sableng dan kedua
anak buah Tapak Luwing. Saat itu Lurah Bojongnipah ini tak dapat lagi menahan hati
dan mengendalikan
amarahnya. Untuk sesaat lupa dia bahwa anaknya masih berada di dalam tawanan
Tapak Luwing dan
Tapak Luwing sendiri saat itu tidak berhasil ditangkap!
"Saudara-saudaraku se-Bojongnipah...," kata Kundrawana seraya maju beberapa
langkah ke hadapan penduduk yang berdesak-desakan. "Sekarang kurasa sudah waktunya untuk
menerangkan kepada kalian apa sesungguhnya latar belakang timbulnya pajak gila itu! Aku
dengan hati hancur dan
seribu satu kepahitan telah terpaksa menerima segala kata-kata dan cap yang
kalian lemparkan
padaku! Kalian mencap aku sebagai tukang peras, aku telah terima. Kalian cap aku
sebagai lintah darat, sebagai tukang tindas... sebagai ini, sebagai itu, semuanya aku terima!
Namun hari ini, malam
ini kalian terimalah juga satu penuturan dariku, satu kenyataan yang menyebabkan
terjadinya pemungutan pajak berat itu. Dulu aku pernah berkata bahwa pajak itu dipungut
atas perintah Raja!
Untuk pembangunan dan pemeliharaan balatentara Kerajaan. Kini kuakui itu semua
hanya alasan belaka, hanya dusta besar yang aku karang-karang demi untuk menyelamatkan
keluargaku dan juga
menyelamatkan kalian semua dari keganasan dan kejahatan yang kalian tidak
ketahui ..."
PendudukBojongnipah saling pandang memandang satu sama lain penuh ketidak
mengertian. Ki Lurah Kundrawana menyapu wajah mereka seketika lalu meneruskan bicaranya.
"Tadi kalian sudah dengar semua keterangan Kratomlinggo. Ini satu kenyataan
bagus yang dengan sendirinya telah mencuci diriku. Tapi biar aku beri penjelasan lebih
lengkap. Dua manusia
yang terikat itu adalah anak buah Komplotan Tiga Hitam dari Kali Comel,
komplotan rampok-rampok
bejat yang dikepalai oleh Tapak Luwing yang berhasil melarikan diri ditolong
oleh seorang tak
dikenal. Jadi ketiganya sama sekali bukanlah prajurit-prajurit Kadipaten seperti
yang mereka sengaja
menyamar pagi tadi! Tiga minggu yang lewat, di satu malam mereka telah datang ke
rumahku dan memaksaku untuk menarik pajak sepuluh kali lebih besar dari yang sudah-sudah.
Jadi berarti aku harus
menarik pajak sebanyak sebelas kali terhadap kalian. Yang sepuluh bagian harus
kuserahkan pada
Wiro Sableng Pendekar Kapak Maut Naga Geni 212
Dendam Orang-orang Sakti
mereka sedang yang satu bagian sebagaimana biasa diserahkan ke Linggajati di
mana Adipati Linggajati kemudian meneruskan ke Kotaraja...
Wiro Sableng 003 Dendam Orang-orang Sakti di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Aku coba untuk melawan. Tapi di samping mereka bertiga berilrnu tinggi aku tak
bisa berbuat apa-apa karena anakku satu-satunya mereka bawa! Anakku akan mereka bunuh kalau
pajak itu tidak
aku pungut dari penduduk di sini! Kalian bisa merasakan dan mengetahui sendiri
kini. Tak ada jalan
lain bagiku untuk membantah, kecuali kalau ingin putera tunggalku rnenemui
kematiannya...!".
Suasana malam sesepi dipekuburan kini! Penduduk sama menganga dan terlongong-
longong. Tentu saja hal ini tiada diduga sama sekali oleh mereka. Dan serentak pula
dengan itu maka
menggelegaklah kemarahan penduduk. Ketika seseorang di antara mereka berseru:
"Cincang dua
bangsat ini!," maka menyerbulah penduduk Bojongnipah dengan senjata masing-
masing. Namun disaat itu pendekar 212 maju ke muka dan berseru nyaring. Sengaja seruannya itu
disertai tenaga dalam
untuk mempengaruhi. penduduk yang tengah marah itu.
"Saudara-saudara, jangan ceroboh! Kunyuk-kunyuk ini akan dapat bagiannya juga!
Tapi kalian harus ingat pada nasib anak Lurah kalian! Karena itu biarkan aku bicara
sebentar dengan salah
satu dari mereka... !"
Kalau saja penduduk tidak mendapat keterangan dari Kratomlinggo siapa adanya
pemuda berambut gondrong itu, pastilah penduduk tak akan mau ambil perduli akan ucapan
Wiro Sableng, lagi
pula tenaga dalam si pemuda diam-diam sudah meresap mempengaruhi mereka!
Wiro mendekati anak buah Tapak Luwing yang terikat di tiang langkan sebelah
kanan. "Namamu siapa, sobat"," tanyanya.
Laki-laki itu diam saja. Hanya kedua bola matanya berputar menyorot melontarkan
pandangan sangat membenci dan mendendarn.
"Eeeh rupanya bekas tanganku membuat kau jadi tuli, huh!".
"Keparat! Tak usah banyak bicara... Kelak hari pembalasan dari pemimpinku Tapak
Luwing akan tiba! Kalian semua di sini akan dikirim ke neraka!".
Wiro Sableng menyeringai.
"Mungkin kau dan kawanmu yang akan lebih dahulu dkincang penduduk sampai lumat!"
kata Wiro Sableng pula. "Tak usah banggakan pemimpinmu! Dia sudah kabur bersama
seorang kawannya!".
Keterangan ini mengejutkan kedua anak buah Tapak Luwing. Memang sejak mereka
siuman tadi mereka tidak melihat pemimpin mereka dan tak tahu berada di mana.
Dan Wiro berkata lagi: "Aku mempunyai dugaan bahwa kau ada sangkut pautnya
dengan Adipati di Linggajati. Katakan saja terus terang .... Anak buah Tapak Luwing
diam. Wiro Sableng Pendekar Kapak Maut Naga Geni 212
Dendam Orang-orang Sakti
"Katakan!," bentak Wiro.
Sebaliknya laki-laki itu meludah ke lantai. "Beset saja mulutnya!," teriak
Kratomlinggo yang
sudah tak sabaran.
"Kau tak mau kasih keterangan?" tanya pendekar 212.
Anak buah Tapak Luwing itu meludah sekali lagi ke lantai langkan!
Wiro tertawa. Dijangkaunya sebuah obor yang dipegang oleh seorang penduduk.
"Pernah rasa panasnya api"," tanya pendekar ini dengan tertawa-tawa. "Tampang-
tampang macammu ini akan lebih keren bila disundut begini rupa!".
Wiro Sableng lantas menyorongkan api obor ke muka laki-laki itu. Anak buah
Tapak Luwing tak sanggup gerakkan kepalanya karena tertotok. Keluhan kesakitan
terdengar tiada henti. Udara malam kini berbau hangusnya bulu mata, alis dan
sebagian rambut laki-laki itu. Kulit mukanya kelihatan merah terbakar.
"Mau sekali lagi"!," tanya Wiro dengan tertawa-tawa.
"Aku bersumpah kalau lepas akan membunuhmu dan tujuh keturunanmu!," kata
anak buah Tapak Luwing penuh penasaran.
"Jangan ngaco! Kau tak akan lepas dari sini. Kalaupun lepas mungkin cuma rohmu
saja! Dan aku belum punya keturunan...!". Pendekar muda itu tertawa mengekeh. Mau
tak mau orang banyak yang menyaksikan itu jadi ikut-ikutan geli.
"Ayo, katakan apa hubunganmu dengan Adipati Linggajatit," bentak Wiro seraya
mendekatkan api obor ke muka laki-laki itu.
"Tak ada hubungan apa-apa...!," jawab anak buah Tapak Luwing.
"Ah... ini satu kebohongan atau kedustaan"!".
"Aku tidak dusta. Tidak bohong!".
"Lantas apa perlumu pagi tadi menyamar bertiga-tiga menjadi prajurit-prajurit
Kadipaten...?".
"Itu bukan urusanmu!".
"Oh begitu" Memang bukan urusanku. Tapi urusan api obor ini!". Dan sekali lagi
api obor menjilati muka laki-laki itu. Dia menjerit-jerit. Wiro rnenunggu sampai
beberapa detik di muka. "Mau kasih keterangan apa tidak?" tanyanya.
"Aku akan terangkan... !" berkata juga laki-laki itu pada akhirnya.
Wiro tersenyum. Dilariknya obor kembali. "Nah bicaralah. Biar kerasan agar semua
orang dengar!".
Wiro Sableng Pendekar Kapak Maut Naga Geni 212
Dendam Orang-orang Sakti
Maka anak buah Tapak Luwing itupun memberikan penuturan: "Adipati Seta Boga
dari Linggajati mengirimkan seorang utusan pada kami. Dia telah membuat rencana
untuk melakukan pemerasan di sini. Kami ditawarkannya pekerjaan untuk menarik pajak
itu dengan perjanjian hasilnya dibagi dua. Pemimpin kami menerimanya dan... dan...".
"Sudah. Itu sudah cukup terang!" kata Wiro Sableng pula.
Ki Lurah Kundrawana maju ke muka. "Jadi ini semua dibiangi oleh Adipati Seta
Boga ...?".
"Ya...".
"Kita harus tangkap Adipati itu!" teriak penduduk.
"Gantung saja bersama kunyuk-kunyuk yang dua ini!" teriak yang lain.
Pendekar 212 angkat tangan kirinya. "Soal Adipati itu serahkan padaku," katanya.
"Yang penting kini ialah menyelamatkan anak laki-laki Ki Lurah...".
Tersiraplah darah Ki Lurah Kundrawana bila dia ingat kembali akan anaknya.
Dijambaknya rambut anak buah Tapak Luwing. "Anakku di mana kalian sekap"!"
tanyanya. Laki-laki itu tertawa buruk. Sangat buruk, apalagi melihat mukanya yang hangus
dan merah mengelupas. "Jangan harap anakmu akan selamat Kundrawana!"
Kundrawana menyentakkan kepala laki-laki itu. "Dimana"!".
"Mungkin sudah mampus di tangan pemimpinku!"
Kundrawana mengambil obor dari tangan Wiro Sableng. Anak buah Tapak Luwing
menjerit keras ketika obor itu disodokkan ke mata kanannya, Mata itu pecah dan
darah meleleh di kulit mukanya yang mengelupas hangus!
"Kedua matanya akan kubikin buta keparat! Kecuali, kalau kau segera
menerangkan di mana anakku kalian sekap!".
Laki-laki itu sebenarnya menyadari bahwa kalau sudah tertangkap demikian rupa
dirinya tak akan mungkin lagi bisa selamat. Adalah percuma saja baginya untuk
memberikan keterangan. Namun dalam diri manusia yang berkeadaan seperti anak
buah Tapak Luwing saat itu, walau bagaimanapun senantiasa selalu terdapat sekelumit
harapan untuk bisa menyelamatkan diri sehingga ancaman matanya akan dibutakan kedua-
duanya itu mau tak mau mengerikannya juga!
Maka diapun memberikan keterangan : "Anak itu disekap di satu kuil tua di Parit
Kulon...".
Wiro Sableng Pendekar Kapak Maut Naga Geni 212
Dendam Orang-orang Sakti
Lega sedikit hati Kundrawana. "Tapi," katanya, "bila aku datang ke sana anakku
tidak ada atau kutemui dia dalam keadaan sudah mati jangan harap kau bisa
melihat dunia ini sampai esok lusa!". Kini pendekar 212 yang buka suara : "Saudara-saudara
apapun yang kalian lakukan terhadap dua kunyuk ini, itu bukan urusanku lagi. Tapi
sedapat- dapatnya jangan diapa-apakan dulu dia sebelum anak Ki Lurah ketemu dalam keadaan
selamat. Soal Adipati Seta Boga di Linggajati, serahkan padaku. Besok kalian
bisa mengambil sosok tubuhnya di Kadipaten Linggajati. Cuma aku tak dapat memastikan
apakah dalam keadaan masih bernafas atau tidak. Itu tergantung pada sikapnya
sendiri! Sekiranya dia masih hidup, ada baiknya kalian giring saja ke Kotaraja... Nah,
selamat tinggal!".
"Saudara tunggu dulu!" seru Kratomlinggo dan Kundrawana hampir berbarengan.
Namun Pendekar Kapak Maut Naga Geni 212 sudah berkelebat lewat langkan, lewat
kepala-kepala penduduk Bojongnipah lalu lenyap ditelan kegelapan malam.
* * * HANYA sebentar suasana sepi menyeling. Bila bayangan sosok tubuh pendekar
212 sudah lenyap ditelan kegelapan malam maka lupalah penduduk Bojongnipah akan
pesan pendekar itu. Beramai-ramai mereka menyerbu kedua anak buah Tapak Luwing
yang berada dalam keadaan tak berdaya, terikat ketiang langkan dan tertotok.
Puluhan senjata laksana hujan bertubi-tubi mampir ke kepala dan tubuh kedua orang itu.
Tiada terdengar suara jeritan kedua orang ini, rintihanpun tidak! Mereka telah menemui
nasib pembalasan atas kejahatan mereka. Keduanya menghembuskan nafas dengan tubuh
mandi darah dan muka hancur tak bisa dikenali lagi.
_ Ki Lurah Kundrawana tidak menyaksikan lagi apa yang diperbuat penduduk
Bojongnipah itu. Bersama Kratomlinggo dan tiga orang lainnya, dengan menunggangi
kuda, dia meninggalkan Bojongnipah menuju Parit Kulon, sebuah pesawangan yang jarang
didatangi manusia,
terletak kira-kira ernpat kilometer dari desa. Satu-satunya bangunan di Parit
Kulon adalah kuil tua yang
diterangkan anak buah Tapak Luwing. Karenanya meskipun malam tak sukar untuk
mencarinya. Ki Lurah Kundrawana menyalakan obor yang dibawa. Diiringi oleh keempat orang
lainnya dia masuk ke dalam kuil tua itu. Meski dia menemui anaknya dalam keadaan menyedihkan
namun Kundrawana merasa. lega dan gembira karena anak satu-satunya itu ternyata masih
bernafas. Anaknva
Wiro Sableng Pendekar Kapak Maut Naga Geni 212
Dendam Orang-orang Sakti
tidur di ubin kotor dengan pakaian yang juga kotor. Tubuhnya kurus dari parasnya
pucat karena tak
terurus. Tangan dan kakinya diikat. Kundrawana bertutut lalu memeluk anaknya
itu. Kratomlinggo
membuka tali yang mengikat tangan serta kaki si anak yang saat itu sudah bangun.
Tetesan air mata
mengalir di pipi Ki Lurah Kundrawana. Tapi air mata kali ini adalah air mata
gembira. Sementara itu di tempat lain ....
Tapak Luwing merasa tubuhnya yang kaku karena ditotok itu dibawa lari dalam
kegelapan malam oleh seseorang. Bila sinar bulan yang tidak begitu terang menyeruaki
pohon-pohon sepanjang
jalan yang mereka lalui dan menyinari paras laki-laki itu samar-samar. Tapak
Luwing terheran dan
berpikir-pikir. Laki-laki yang membawanya berlari itu tidak dikenalnya sama
sekali. Siapa dia dan ke
mana manusia ini mau membawanya! Kemudian apakah dia seorang yang akan
menolongnya atau
bukan" Tapi melihat gelagat dan ucapannya terhadap pemuda berambut gondrong tadi
Tapak Luwing bisa sedikit memastikan bahwa laki-laki ini tidak bermaksud jahat terhadapnya.
Diam-diam hatinya
merasa lega. Maka bertarryalah dia: "Sobat, kau siapakah?".
"Jangan banyak tanya dulu!" menjawab orang yang memanggulnya. Suaranya besar dan
parau, larinya laksana angin.
"Kita ini kemanakah"," tanya Tapak Luwing lagi.
"Aku bilang jangan bertanya apa-apa dulu. Apa tidak mengerti"!"
Tapak Luwing penasaran sekali. Namun dia menurut dan menutup mulutnya. Sepanjang
perjalanan itu, satu hal saja yang diketahui oleh Tapak Luwing tentang orang
yang memanggul dan
membawa larinya yaitu laki-laki itu puntung tangan kanannya sampai sebatas bahu!
Ketika sampai di sebuah telaga kecil akhirnya laki-laki bertangan buntung itu
menghentikan larinya. Tapak Luwing diturunkan dan disandarkan ke sebatang pohon di tepi
telaga. Kemudian
dilepaskannya totokan di tubuh Tapak Luwing.
"Atur nafas dan jalan darahmu. Kerahkan tenaga dalam!" berkata si tangan
buntung. Tapak Luwing segera melakukan hal itu. Tidak disuruhpun memang semustinya dia
sudah bermaksud demikian, sesuai dangan setiap ajaran ilmu silat dari aliran dan
golongan manapun.
Kemudian dengan tangannya yang cuma satu laki-laki itu dangan cekatan mengobati
lengan Tapak Luwing yang patah dan membalutnya dangan secarik kain.
"Aku berhutang budi dan nyawa padamu sobat," kata Tapak Luwing.
Laki-laki yang menolongnya tertawa. "Ada hutang ada piutang...," katanya di antara
tertawanya, "ada budi ada balas".
"Maksudmu sobat?" tanya Tapak Luwing. "Di satu hari kelak pertolongan yang
kuberikan padamu ini akan kutagih...".
Wiro Sableng Pendekar Kapak Maut Naga Geni 212
Dendam Orang-orang Sakti
Tapak Luwing kerenyitkan kening. "Tidak kau tagihpun, jika ada kesempatan aku
pasti akan membalasnya. Bahkan jika aku sudah sembuh dan kau bersedia ikut ke Kali
Comel, aku akan hadiahkan kepadamu harta benda, perhiasan dan uang seberapa saja kau suka"
Si tangan buntung menyeringai. Gigi-giginya hitam kecoklatan. "Aku tidak butuh
semua itu," desisnya. Dipegangnya balutan di lengan Tapak Luwing. Sesaat
kemudian Tapak Luwing merasakan aliran tenaga dalam yang ampuh merembas ke dalam tubuhnya.
Wiro Sableng 003 Dendam Orang-orang Sakti di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Pendekar Bunga Merah 3 Pendekar Rajawali Sakti 139 Hantu Putih Mata Elang Kekaisaran Rajawali Emas 5