Pencarian

Dendam Orang Orang Sakti 2

Wiro Sableng 003 Dendam Orang-orang Sakti Bagian 2


Tubuhnya menjadi segar kini dan rasa sakit pada lengannya yang patah itu berkurang.
"Terima kasih," kata Tapak Luwing. "Apa sudah boleh aku kenal padamu. Aku Tapak
Luwing..."
"Aku tahu siapa kau. Aku sudah lama dengar tentang komplotanmu yang malang
melintang di sepanjang Kali Comel. Dan ketika tahu bahwa kau berada di sekitar
sini, timbul satu maksud untuk menemuimu".
"Apakah maksud itu?" bertanya Tapak Luwing. "Tadi aku sudah bilang, ada hutang
ada piutang, ada budi ada balas. Satu hari kelak aku membutuhkan tenagamu...!".
"Jangan kawatir, aku pasti bersedia. Tapi untuk keperluan apakah?".
"Kau tak usah tahu untuk keperluan apa. Kau nanti akan tahu juga. Dengar, nanti
pada hari tigabelas bulan dua belas kau harus dating ke Gunung Tangkuban Perahu..."
"Gunung Tangkuban Perahu...?".
"Ya. Masih kira-kira delapan bulan dari sekarang. Dan satu hal harus kau ingat.
Jangan sekali-kali coba kembali ke desa Bojongnipah untuk buat perhitungan dengan Ki
Lurah Kundrawana, salah-salah kau bisa ketemu dangan bangsat yang telah mencelakaimu
tadi! Walau bagaimanapun untuk saat ini kau tak akan mampu menghadapinya! Ada saat
untuk menyelesaikan urusan dangan dia. Karena itu kau musti datang ke Tangkuban Perahu
pada hari tiga belas bulan dua belas nanti. Dengar?"
Tapak Luwing mengangguk. "Kau tahu siapa bangsat itu agaknya"," dia bertanya.
"Angka pengenalnya telah dituliskannya dikeningmu".
Terkejutlah Tapak Luwing. Dirabanya keningnya. Tak ada rasa sakit tapi memang
kulit kening itu agak kesat dari sebelumnya.
"Berkacalah ke telaga itu".
Tapak Luwing merangkak ke tepi telaga. Dia membungkuk dekat-dekat ke air telaga
yang jernih itu dan di bawah penerangan sinar bintang-bintang serta bulan sabit
samar-samar dilihatnya tertera tiga buah angka. Angka 2 1 2 ! Tapak Luwing memandang
keheran-heranan
pada s i tangan buntung lalu memperhatikan lagi mukanya di air telaga. Diusapnya
keningnya. Wiro Sableng Pendekar Kapak Maut Naga Geni 212
Dendam Orang-orang Sakti
Diusapnya lagi sampai beberapa kali tapi angka 212 itu tidak mau hilang.
Dibasahinya keningnya dangan air telaga lalu diusapnya lagi berulang kali. Tetap saja angka
212 itu tidak mau hilang! "Dengan. apapun dan cara bagaimanapun angka itu tak akan bisa pupus dari
keningmu Tapak Luwing! Angka itu ditera dengan telapak tangan yang mengandung
tenaga dalam dan kesaktian yang luar biasa. Sekalipun kulit keningmu dikelupas sampai
ke batok kepalamu maka pada tulang batok kepalamupun angka itu sudah meresap!"
"Siapa sesungguhnya manusia muda berambut gondrong dengan angka pengenal 212
itu..." tanya Tapak Luwing pula.
"Namanya Wiro Sableng. Dia sakti sekali..." jawab si tangan buntung. "Tapi,"
katanya kemudian menambahkan, "dihari tiga belas bulan dua belas nanti, kelak
ajalnya akan sampai!".
Diam-diam, meskipun si tangan buntung tidak menerangkan tapi Tapak Luwing tahu,
kini bahwa antara si tangan buntung dan pemuda rambut gondrong yang telah
mencelakainya itu terdapat sangkut paut dendam kesumat.
"Selama waktu delapan bulan mendatang," berkata lagi si tangan buntung,
"kuanjurkan kepadamu untuk berlatih ilmu silat yang telah kau miliki agar lebih
hebat." Tapak Luwing mengangguk.
Si tangan buntung berkata: "Sekarang kita berpisah. Jangan lupa hari tiga belas
bulan dua belas itu. Dan jangan coba-coba untuk tidak memenuhi perintahku ini..."
"Kau mau kemana sobat?"
"Urusanku masih banyak..."
"Tapi kau masih belum menerangkan namamu".
"Namaku Kalingundil!"
-- == 0O0 == --
DELAPAN LINGGARJATI sudah agak sepi ketika dia sampai ke sana karena hari sudah menje-
lang larut malam dan udara dingin mencucuki kulit tubuh sampai ke tulang-tulang.
Di sebuah kedai dia berhenti untuk membasahi tenggorokan dan menghangatkan tubuhnya
Wiro Sableng Pendekar Kapak Maut Naga Geni 212
Dendam Orang-orang Sakti
dengan segelas bandrek. Di kedai ini juga dia telah menanyakan di mana letak
tempat kediaman Adipati Seta Boga.
Tak sukar mencari tempat kediaman Adipati Seta Boga. Rumahnya adalah sebuah
gedung yang paling bagus dan paling besar di Linggarjati. Saat itu gedung
tersebut berada
dalam suasana tenang tenteram. Dua orang pengawal berdiri di pintu masuk dan di
ruang tamu kelihatan beberapa orang laki-laki. Rupanya Adipati Seta Boga tengah
menerima beberapa orang tamu.
Laki-laki itu melangkah seenaknya di depan kedua pengawal Kadipaten. "Di sini
rumahnya Adipati Seta Boga ?" tanyanya pada salah seorang pengawal.
"Betul. Ada apa...?" balik menanya si pengawal.
"Ah tidak apa-apa. Aku cuma tanya...," jawab si pemuda. Digaruknya rambutnya
yang gondrong. "Adipatinya ada .... ?"
"Ada sedang merierima tamu. Kau siapa" Perlu apa tanya-tanya...?"
"Cuma tanya," jawab si pemuda. Digaruknya lagi rambutnya lalu tanpa bilang apa-
apa dia melanjutkan langkahnya.
"Sialan . . . ," maki pengawal itu.
Yang dimaki jalan terus.
Pengawal yang satu berkata "orang gendeng..." Keduanya memandang sampai
pemuda tadi lenyap di tikungan jalan yang gelap.
Setengah jam kemudian, ketika pemuda itu kembali maka tamu-tamu di Kadipaten
sudah tak kelihatan lagi. Lampu besar di ruang depan sudah diganti dengan lampu
kecil. Melihat kedatangan si pemuda dan yang seperti tadi berhenti di depan mereka maka
membentaklah salah seorang dari pengawal.
"Orang sinting! Ada apa kau datang lagi ke sini"!"
"Pergi sebelum kepalamu kupentung dengan gagang tombak ini!," menghardik yang
seorang lagi. Si pemuda menyeringai.
"Dengar sobat-sobatku," katanya. Kedua tangannya diacungkan ke muka. Jari-jari
telunjuk dan jari jari tengah diluruskan. "Kalian lihat jari-jari tanganku
ini .... "," tanyanya.
"Kunyuk gendeng! Berlalulah atau kuremukkan kepalamu!" bentak pengawal sambil
acungkan tombaknya.
Wiro Sableng Pendekar Kapak Maut Naga Geni 212
Dendam Orang-orang Sakti
"Ah... jangan buru-buru marah tak karuan. Bicaraku masih belum habis!," menyahuti
si pemuda tanpa acuhkan ancaman pengawal. Jari jari tangannya masih diluruskan.
"Coba kalian hitung jari-jari tangan yang kuacungkan ini," katanya.
Tentu saja kedua pengawal jadi tambah mengkal melihat tingkah dan mendengar
ucapan si pemuda. Maka dua gagang tombakpun meluncur deras ke kepala pemuda itu.
Namun lebih cepat lagi dari luncuran kedua tombak itu, maka kedua tangan si
pemuda tahu- tahu sudah menotok urat di pangkal leher pengawal-pengawal. Kontan keduanya
menjadi gagu dan kaku menegang.
Si pemuda tertawa. Kedua pengawal itu sekaligus dipanggulnya di bahu kiri kanan
kemudian dimasukinya halaman Kadipaten. Pengawal-pengawal yang dipanggul
kemudian dilemparkannya ke kandang kuda di belakang rumah. Lewat pintu belakang dia masuk
ke dalam gedung Kadipaten yang saat itu belum dikunci. Seorang perempuan separuh
umur, yang bekerja sebagat pembantu rumah tangga dan yang saat itu tengah mencuci
piring terkejut melihat munculnya seorang pemuda berambut gondrong yang tak dikenalnya.
Dan pemuda itu tersenyum kepadanya.
"Kau... kau siapa...?" tanyanya.
Si pemuda masih senyum. Tangan kirinya dilambaikan. Selarik angin tajam
menyambar ke leher si perempuan. Perempuan ini hendak berteriak. Namun saat itu
mulutnya sudah gagu, lidahnya sudah kelu sedang tubuhnya tak bisa lagi
digerakkan akibat
totokan jarak jauh yang lihay sekali. Si pemuda kemudian memasukkan perempuan
itu ke dalam sebuah bilik kosong di bagian belakang gedung.
Saat itu Adipatit Seta Boga tengah membuang hajat kecil di kamar mandi. Ketika
dia masuk kembali ke dalam gedung maka terkejutlah Adipati Linggarjati ini. Betapa
tidak! Di atas kursi goyang, di mana dia sering dudak bila melepaskan lelah, kini
dilihatnya duduk enak-enakan sambil memejam-mejamkan mata seorang pemuda berbadan kekar dan
berambut gondrong yang sama sekali tidak dikenalnya!
"Setan atau manusia dari mana yang kesasar ke gedungku ini...?" ujar Adipati Seta
Boga di dalam hati. Dan pemuda di atas kursi terus juga menggoyang-goyangkan
badannya dan kedua matanya masih dipejamkan.
"Siapa kau"!" bentak Adipati itu dengan suara menggeledek dan menggema di empat
dinding ruangan. Kursi goyang itu bergoyang-goyang juga. Pemuda yang duduk di atasnya masih terus
duduk enak-enakan dan memejamkan mata. Geram sekali Adipati Seta Boga jadinya. Dengan
langkah besar- Wiro Sableng Pendekar Kapak Maut Naga Geni 212
Dendam Orang-orang Sakti
besar dia maju mendekat kursi goyang dan orang yang mendudukinya. Telapak tangan
kanan terkembang dan detik itu juga maka melayanglah tamparannya!
Beberapa saat lagi tangan kanan itu akan mendarat di pipi si pemuda tiba-tiba si
pemuda bukakan kedua matanya. Dan seperti alas kursi itu mempunyai per yang melesatkan
si pemuda ke atas
demikianlah tubuh pemuda itu melayang enteng sampai dua tombak dari kursi yang
didudukinya! Dan
sebagai akibatnya maka tangan kanan Adipati Seta Boga kini menghantam sandaran
kursi goyang. Sandaran kursi itu pecah. Kayunya berkeping-keping berantakan. Dapat dibayangkan
bagaimana jika seandainya tamparan itu mendarat di pipi si pemuda karena tamparan itu tidak
boleh tidak tentu
mengandung tenaga dalam yang luar biasa!
"Ah.... kau rupanya Seta Boga...," kata si pemuda sambil mengusap matanya. "Aku
sedang enak-enakan tidur, kau mengganggu saja...!"
"Anjing kurap kenapa kau bisa kesasar ke mari" Apa minta ditebas batang
lehermu"!," radang
Adipati Seta Boga. Geram sekali dia. Selama menjadi Adipati baru hari ini ada
seseorang yang memanggilnya dengan "Seta Boga," saja !
Sipemuda tertawa dan seperti tak ada hal apa-apa dia duduk kembali seenaknya di
atas kursi goyang, kembali bergoyang-goyang dan memejamkan matanya.
"Setan alas betul!," damprat Seta Boga. Sekali kaki kanannya bergerak maka
mental dan hancurlah kursi goyang itu. Tapi si pemuda sekejapan sebelum itu sudah melompat
dan berdiri di sudut
ruangan dekat sebuah meja kecil.
"Kursi bagus ditendang sampai hancur. Kau sudah sinting rupanya Seta Boga","
tanya si pemuda sambil menyengir.
Sementara itu karena suara ribut-ribut di ruang tengah maka istri Seta Boga ke
luar dan disamping heran dia juga terkejut melihat apa yang terjadi.
"Kakang ada apakah" Siapa manusia ini"!" tanya perempuan itu.
"Pergi, panggil pengswal!," teriak Seta Boga pada istrinya. Perempuan itu
berteriak memanggil pengawal. Namun tiada pengawal yang datang. Dua pengawal Kadipaten
sebelumnya sudah dibikin "mendengkur" oleh si pemuda di kandang kuda!
Kegeraman Seta Boga tak terkirakan lagi ketika dilihatnya pemuda berambut
gondrong itu mengambil sebatang serutu miliknya dan dalam kotak serutu yang terletak di atas
meja kecil di sudut
ruangan lalu menyalakannya sekaligus!
Wiro Sableng Pendekar Kapak Maut Naga Geni 212
Dendam Orang-orang Sakti
Rahang-rahang Seta Boga bertonjolan. Jari-jari tangan kanannya diremas-
remaskannya satu
sama lain. Sesaat kemudian kelihatanlah jari-jari tangan itu menjadi merah.
Warna merah terus
menjalar sampai sebatas siku.
"Anjing kurap yang kesasar, hari ini terima nasibmu harus mampus oleh pukulan
wesi geniku!" Tangan kanan yang merah itu dipukulkan ke muka. Selarik angin yang
tidak terkirakan
panasnya menggebubu ke arah si pemuda.
Tubuh si pemuda berkelebat.
"Wuss!"
"Brak!"
Istri Seta Boga menjerit.
Dinding di muka mana pemuda itu tadi berdiri hancur berlubang dan menjadi hitam
hangus! Orang yang diserang kelihatan disudut ruangan sebelah kanan, asyik-asyikan
menyedot serutu!
Dada Seta Boga menjadi sesak oleh amarah yang meluap. "Siapa kau sebenarnya "!"
bentak Adipati Linggarjati ini,


Wiro Sableng 003 Dendam Orang-orang Sakti di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Si pemuda batuk-batuk lalu cabut serutunya dari sela bibir. "Namaku ... ","
ujarnya. "Masakan
kau tidak tahu "!"
"Setan alas .... !"
Si pemuda tertawa menanggapi makian itu.
"Namaku Tapak Luwing," katanya. "Aku datang untuk menyerahkan sebagian dari uang
pungutan pajak di desa Bojongnipah. Ini terimalah...!"
Si pemuda mengeruk saku bajunya. Sesuatu dalam genggamannya kemudian
dilemparkannya ke arah Adipati Seta Boga. Laki-laki ini cepat menghindar dan lambaikan tangan
kanannya. Benda
yang dilemparkan ternyata adalah kira-kira selusin kalajengking yang saat itu
sudah mati dan bertebaran di lantai. Istri Seta Boga memekik lalu lari ke dalam kamar. Si
pemuda tertawa bekakakan!
Adipati Seta Boga tak menunggu lebih lama menyambar sebuah tombak yang dipanjang
di dinding. Dengan senjata ini dia kemudian menyerang si pemuda! Si pemuda tenang-
tenang selipkan
serutunya ke bibir, menghisapnya dengan cepat lalu menghembuskan asapnya ke arah
Seta Boga. Adipati ini terpaksa melompat ke samping sekali lagi karena asap serutu itu
mengandung tenaga dalam
dan menyambar ke arah kedua matanya!
Dari samping kini Seta Boga melancarkan serangan. Tombak di tangannya membabat
kian kemari. Tangan kiri melakukan pukulan-pukulan tangan kosong jarak jauh beberapa
kali berturut- turut! Inilah jurus "kitiran dan alu sabung menyabung" Jurus ini biasanya
dilaksanakan dengan
memakai pedang. Tapi dengan tombakpun kehebatannya tidak olah-olah.
Wiro Sableng Pendekar Kapak Maut Naga Geni 212
Dendam Orang-orang Sakti
Tapi betapa terkejutnya Seta Boga ketika si pemuda dengan tertawa-tawa berkata :
"Ah, cuma jurus kitiran dan alu sabung menyabung, siapa takut" Sambuti serangan balasan
ini, Seta Boga!"
Demikianlah, meskipun diserang tapi si pemuda bukannya mengelak malahan
menyambut dengan serangan pula!
"Ini jurus membuka jendela memanah rembulan Seta Boga!," kata si pemuda. Lengan
kirinya dipukulkari melintang dari atas ke bawah sedang tangan kanan meluncur ke atas
dalam gerakan yang
cepat sekali dan sukar dilihat oleh mata !
"Ngek"
"Buk !"
Tombak di tangan Seta Boga terlepas mental karena lengannya kena dibabat oleh
lengan lawan. Suara ngek yang ke luar dari tenggorokannya adalah akibat urat besar di
bawah dagunya telah
kena ditotok oleh sipemuda. Di saat itu pula tubuhnya tak bergerak lagi alias
kaku tegang! Karena
sebelum ditotok Seta Boga telah menyeringai kesakitan akibat benturan lengan
lawan maka di saat
tubuhnya menjadi kaku itu, mimik parasnya sungguh tak sedap untuk dipandang!
Si pemuda cabut serutu dari sela bibirnya don meniupkan asap serutu itu ke muka
Seta Boga. "Sayang sekali," katanya. "Jurus kitiran dan alu sabung menyabungmu
terpaksa bertekuk lutut di bawah jurus membuka jendela memanah rembulan-ku...".
Ditiupkannya lagi asap serutu ke muka Seta Boga. Totokan pada urat besar di
bawah dagu Seta Boga tetah melumpuhkan tubuhnya, membuat mulutnya menjadi gagu dan,
perasaannya menjadi tumpul. Cuma telinganya saja saat itu yang masih sanggup
mendengar. Maka berkatalah si pemuda. "Dengar Seta Boga... besok Ki Lurah Kundrawana dan
penduduk Bojongnipah akan datang ke sini. Kalau nasibmu baik kau akan mereka
seret ke hadapan Raja di Kotaraja. Tapi kalau nasibmu buruk, mereka akan mengeremusmu
beramai- ramai! Dan sebelum aku pergi, terima hadiah kenang-kenangan ini dariku....".
Si pemuda acungkan jari telunjuk tangan kanannya. Dengan mempergunakan ujung
jari itu diguratnya tiga buah angka di kening Seta Boga, 212 ...!
Ketika pada keesokan harinya Ki Lurah Kundrawana dan dua lusin penduduk
Bojongnipah bersenjata lengkap datang ke gedung Kadipaten di Linggarjati, mereka
heran menemui gedung itu dalam keadaan kosong. Tak satu manusiapun ada di dalamnya.
"Pasti Adipati keparat itu sudah melarikan diri!," Kata Kundrawana geram.
Tiba-tiba terdengar seseorang berteriak dari belakang gedung. Ketika Kundrawana
dan yang lain-lainnya pergi ke belakang gedung mereka hampir tak percaya dengan
penglihatan mereka. Lima orang kelihatan berdiri tak bergerak-gerak di kandang
kuda. Di Wiro Sableng Pendekar Kapak Maut Naga Geni 212
Dendam Orang-orang Sakti
sebelah muka adalah Adipati Seta Boga dan istrinya. Di kiri kanan mereka
pengawal- pengawal Kadipaten dan di sebelah belakang perempuan yang menjadi pembantu rumah
tangga! Ketika diperiksa kelimanya masih dalam keadaan bernafas dan ditotok urat
darah mereka. Ki l:urah Kundrawana memandang pada angka 212 yang tertera di kening Adipati
Seta Boga. "Dua satu dua . . . . ," desisnya. Dia hanya goleng-goleng kepala
lalu memerintah: "Perempuan-perempuan dan pelayan lepaskan totokannya. SetaBoga kita
seret ke Kotaraja!"
* * * Pendekar kapak maut naga geni 212 Wiro Sableng melangkah pelahan menuju ke
tepi sungai. Di tempat yang agak kelindungan dia membuka pakaian dan mandi
membersihkan diri Sambil mandi itu kadang-kadang dia tertawa sendiri bila
mengingat kejadian malam tadi di Kadipaten Linggarjati. Mungkin pagi itu Kundrawana sudah
sampai di Linggajati, mungkin masih dalam perjalanan. Satu manusia jahat, satu
kejahatan telah
berakhir. Tapi pendekar 212 tahu bahwa selama dunia terbentang, selama itu pula
kejahatan tak pernah akan berakhir !
Selesai mandi badannya terasa segar. Matahari sudah mulai tinggi. Suara siulan
ke luar dari sela bibirnya sedang pikirannya mengingat-ingat pertempurannya dengan
Tapak Luwing dan laki-laki yang telah melarikan Tapak Luwing serta menantangnya itu.
Tantangan ini mengingatkannya pada pertempurannya di Gua Sanggreng dengan
Bergola Wungu tempo hari. Kali ini untuk kedua kalinya dia ditantang. Siapa pula
gerangan kali ini yang menantangnya "
"Hidup ini memang penuh tantangan" Tantangan yang timbul dari diri kita sendiri
dan dari diri manusia-manusia lain... Sungguh gila kehidupan ini! Tapi kegilaan
inilah yang mendatangkan kenikmatan...". Maka siulan pendekar 212 itu semakin meninggi dan
melengking membawakan lagu tak menentu.
Tentang diri manusia yang telah melarikan Tapak Luwing itu hanya dua hal yang
diketahui oleh Wiro Sableng. Pertama, dalam kegelapan malam dia melihat bahwa
manusia itu buntung tangan kanannya. Kedua, ketika dia melancarkan pukulan kunyuk
melempar buah dengan mempergunakan sepertiga bagian dari tenaga dalamnya, manusia
bertangan buntung itu telah menyambuti pukulan tersebut dengan selarik sinar biru! Dan
pukulan Wiro Sableng Pendekar Kapak Maut Naga Geni 212
Dendam Orang-orang Sakti
kunyuk melempar buah telah terbendung oleh selarik sinar biru itu! Ini membawa
pertanda bahwa si tangan buntung itu siapapun adanya pastilah memiliki ilmu yang tinggi.
Pendekar 212 menduga manusia ini mungkin sekali guru atau kakak seperguruan Tapak Luwing.
Dikenakannya pakaiannya kembali dan diteruskannya perjalanannya.
Rawasumpang satu daerah tandus penuh rawa-rawa maut yang menghisap setiap
benda apa saja yang masuk ke dalamnya. Daerah ini terletak empat kilo di sebelah
timur Linggajati. Kesinilah Wiro Sableng menuju.
Angin dari utara bertiup kencang membuat pakaian dan rambutnya yang gondrong
berkibar-kibar. Dia memandang ke bawah. Pedataran luas penuh rawa-rawa maut itu
sunyi sepi. Tak satu manusiapun yang dilihatnya. Wiro memandang ke langit. Matahari
tengah bergerak dalam gerakan yang tidak kelihatan menuju ke titik tertingginya.
Tiba-tiba dari arah timur terdengar suara bergelak yang santar sekali! Pendekar
kita berpaling ke arah itu. Sesosok tubuh laksana anak panah berlari kencang sekali
di pedataran luas di sela-sela tebaran rawa-rawa. Begitu suara gelaknya hilang maka tubuhnya
sudah berada di bawah bukit di mana pendekar 212 berada. Bukit itu tidak berapa tinggi
dan dalam jarak sejauh itu Wiro Sableng segera dapat mengenali siapa adanya manusia yang
bertangan buntung itu. "Kalau dia yang menjadi penantangku malam tadi, pastilah dia telah memiliki ilmu
yang tinggi dan sangat diandalkan...," kata Wiro Sableng dalam hati. "Tapi...,"
ujarnya lagi, "bagaimana mungkin dalam tempo beberapa bulan saja kepandaiannya sudah seluar
biasa ini...?". "Manusia yang merasa bernama Wiro Sableng, merasa bergelar Pendekar Kapak
Maut Naga Geni 212, turunlah! Atau aku yang musti naik ke atas bukit itu"!".
Terdengar suara laki-laki di bawah bukit.
Pendekar kita keluarkan suara bersiul.
"Tikus buduk cacingan kalau sudah jadi kucing dapur memang berabe!," katanya.
"Ada kabar apa kau mengundang aku ke sini kucing dapur...?".
Paras Kalingundil kelam membesi. Dengan suara keras dia menyahuti: "Tadinya aku
kira kau tak punya nyali untuk datang ke sini pendekar edan! Hitungan kita tempo
hari masih belum selesai..."
"Oho, jadi untuk maksud itukah kau kehendaki pertemuan ini" Bagus sekali
Kalingundil. Memang urusan yang belum selesai harus diselesaikan. Benang kusut
harus diurai baik-baik kembali!".
Wiro Sableng Pendekar Kapak Maut Naga Geni 212
Dendam Orang-orang Sakti
"Tepat sekali," jawab Kalingundil. "Cuma satu hal pendekar gila. Kalingundil
yang dulu tidak sama dengan yang kau lihat hari ini!".
Wiro Sableng tertawa bergelak. "Tentu saja. Tadipun aku sudah bilang bahwa dari
tikus buduk cacingan kau sudah berubah menjadi kucing dapur. Tapi kau tak banyak
berbeda Kalingundil! Tanganmu yang dulu buntung sekarang masih tetap buntung!
Seharusnya kau cari tukang kayu yang pandai untuk membuat tangan palsu...!".
Mendidih darah di kepala Kalingundil. Tangan kirinya bergerak, memukul ke atas.
Setiup angin biru deras menyambar ke arah Wiro Sableng. Pendekar itu lompat ke
samping dengan sebat dan menyaksikan bagaimana tanah bukit tempatnya berdiri tadi
terpupus berhamburan laksana longsor dihantam angin pukulan Kalingundil! Diam-diam Wiro
Sableng menjadi kagum juga terhadap lawannya itu. Kepada siapakah Kalingundil
telah menuntut ilmu selama beberapa bulan ini"
"Pendekar gila, jangan petatang peteteng juga! Turunlah ke pedataran rawa-rawa
ini!," teriak Kalingundil. "Turun untuk terima kematianmu!".
"Setiap undangan baik dan buruk pantang kuelakkan, Kalingundil," sahut Wiro
Sableng. Laksana seekor burung garuda dia melompat ke bawah.
Dalam keadaan tubuh melayang di udara itu, Kalingundil kirimkan tiga pukulan
tangan kosong sekaligus, beruntun hebat sekali. Pendekar 212 sambut pukulan ini
dengan pukulan "benteng topan melanda samudera"!
Maka beradulah pukulan-pukulan dahsyat yang mengandung tenaga dalam yang
tinggi itu sehingga menimbulkan suara meletus hebat. Untuk sesaat pendekar 212
merasakan tubuhnya yang melayang di udara laksana tertahan oleh sebuah dinding yang tak
kelihatan sedang di bawah sana Kalingundil melesak kedua kakinya sampai dua dim ke dalam
tanah! Sungguh pendekar 212 tidak menyangka kehebatan tenaga dalam Kalingundil
berlipat ganda banyak sekali dari beberapa bulan yang lalu! Di lain pihak
Kalingundil sendiri mengeluh dalam hati. Waktu melancarkan tiga pukulan beruntun tadi dia
telah mengerahkan tiga perempat bagian tenaga dalamnya: Meski dia telah memiliki ilmu
silat, yang aneh dan tinggi mutunya namun nyatanya lawan itu masih lebih tangguh!
Kalingundil kertakkan geraham.
"Pemuda gila, terima pukulan jotos siluman biru ini!," bentak Kalingundil.
Tangan kanannya dipukulkan ke muka. Sinar biru berkiblat menyambar ke arah pendekar 212
yang saat itu baru saja injakkan kaki kanannya di tanah dekat tepian rawa!
Wiro Sableng Pendekar Kapak Maut Naga Geni 212
Dendam Orang-orang Sakti
Pendekar kita lompat setinggi empat tombak dan dari atas ganti mengirimkan
pukulan balasan yang tak kalah hebatnya.
Pukulan angin menimbulkan suara seperti ratusan seruling yang ditiup secara
bersamaan. Debu berputar-putar ke udara, lumpur rawa-rawa seperti mendidih.
Kalingundil kerahkan tenaga dalamnya ke kaki untuk mempertahankan diri. Tubuhnya bergetar
dilanda angin pukulan lawan namun sepasang kakinya laksana baja tetap bertahan ditempatnya.
Penasaran sekali,
dengan membentak. Pendekar 212 lipat gandakan tenaga dalamnya dalam pukulan itu!
Kini Kalingundil tak dapat lagi bertahan dengan segala kehebatan yang
dimilikinya itu. Kedua
kakinya laksana akar pohon berserabutan dari dalam tanah, terlepas dari
pertahanannya. Tubuhnya
terhuyung keras ke belakang ke arah rawa-rawa maut. Dihantamkannya tangannya ke


Wiro Sableng 003 Dendam Orang-orang Sakti di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

muka untuk membendung angjn pukulan lawan dan serentak dengan itu dia jungkir balik di
udara melompati
sebuah rawa kecil dan berdiri di bagian lain dari pedataran! Dengan demikian
kedua manusia itu
berhadapan satu sama lain. terpisah oleh sebuah rawa-rawa!
Laki-laki bertangan buntung itu tertawa dingin. Tangan kirinya bergerak ke balik
pakaian.. Sesaat kemudian di tangan kiri itu tergenggam sebuah pedang buntung yang
berwarna biru. Meskipun
buntung, melihat kepada kilauan sinar biru dari senjata itu Wiro Sableng maklum
bahwa pedang di
tangan lawannya adalah sebuah pedang mustika.
"Kau lihat pedang ini, pemuda edan"!" bentak Kalingundil. "Nyawamu ada diujung
senjata ini!". Pendekar 212 tertawa mengekeh.
"Orang dan. senjatanya sama saja! Sama-saama buntung!" mengejek murid Eyang
Sinto Gendang itu, Merah padam muka Kalingundil.
"Mengejek memang mudah. Tapi ketahuilah, membunuhmu dengan senjata ini jauh
lebih mudah lagi!," kata Kalingundil pula. "Buka matamu lebar-lebar orang gila dan
lihat ini!".
Kalingundil menyapukan pedang buntungnya ke arah rawa-rawa di hadapannya. Lumpur
rawa itu muncrat ke atas sampai tujuh tombak. Sebagian besar menyibak laksana
terbelah sehingga dasar
rawa yang hitam legam terlihat jelas beberapa detik lamanya !
"Senjata hebat," ujar Wiro Sableng dalam hati. "Dalam keadaan buntung demikian
luar biasanya. Apalagi kalau dalarn keadaan. Sempurna. Bagaimana ini kucing dapur
dapatkan senjata
itu...?" "Kau sudah lihat pendekar gila"!," terdengar bentakan Kalingundil.
"Senjatamu boleh juga, Kalingundil. Tapi dari pada dipakai buat kejahatan lebih
baik ditempa untuk membikin sambungan tangan palsumu!".
Wiro Sableng Pendekar Kapak Maut Naga Geni 212
Dendam Orang-orang Sakti
Marahlah Kalingundil. Disapukannya senjata itu ke arah pendekar 212. Maka
berkiblatlah sinar biru yang menyilaukan!
Pendekar 212 tidak bodoh. Dengan cepat dialirkannya tenaga dalamnya ke kedua
telapak tangan. Dia melompat ke udara.
"Ciat!"
Didahului oleh bentakan yang menggeledek itu maka Wiro Sableng lepaskan pukulan
dinding angin berhembus tindih menindih. Begitu pukulan ini melesat memapasi serangan
lawan maka Wiro
susul dengan pukulan kunyuk melempar buah yang perbawanya disertai aliran tenaga
dalam sampai setengah bagian dari yang dimilikinya!
Pukukan yang pertama membuat serangan Kalingundil tertahan laksana menumbuk
dinding karang yang atos. Pukulan yang kedua bukan saja membuat buyar sinar biru dari
pukulan Kalingundil,
tapi sekaligus melabrak pukulan tersebut sehingga kini Kalingundil yang berada
dalam keadaan diserang! Ini memaksa Kalingundil menyingkir dua tombak ke samping. Kemudian
tanpa membuang waktu lebih lama laki-laki ini menerjang ke muka. Pedangnya membabat deras,
sinar biru yang
menghamburkan hawa dingin serta tajam menyambar ke arah pendekar 212!
Wiro Sableng membentak nyaring! Suara bentakannya ini membuat gendang-gendang
telinga Kalingundil tergetar. Pedangnya melabrak ke arah perut lawan tapi dalam kejapan
itu pula lawannya
berkelabat dan lenyap dari pemandangan! Penasaran sekali Kalingundil putar
pedang buntungnya
demikian rupa. Maka sinar birupun bergulung-gulung mengurung Wiro Sableng!.
Sebagaimana kebiasaan pendekar 212, dalam setiap pertempuran yang mulai
menghebat maka disaat itu pula mulai terdengar suara siulannya melengking-lengking membawakan
lagu tak menentu!
Tubuhnya hanya merupakan bayang-bayang kini. Karena sukar untuk menentukan mana
tubuh yang sebenarnya dan mana yang hanya baying-bayang, maka hampir keseluruhan serangan-
serangan Kalingundil menghantam tempat kosong. Namun demikian memang permainan silat
siluman yang didapat Kalingundil di Gua Siluman tempo hari meskipun cuma sepertiganya saja
yang dikuasainya,
benar-benar patut dikagumi.
Pendekar 212 tahu bahwa lawannya sampai dua puluh jurus dimukapun tak akan dapat
mendesaknya, apalagi melukainya. Tapi di samping itu, pihaknya sendiri sukar
pula melakukan serangan balasan karena setiap serangan yang dilancarkan Kalingundil merupakan
jurus pertahanan!
Demikianlah kehebatan ilmu silat siluman yang dimiliki oleh manusia bertangan
buntung itu! Tapi adalah percuma saja Wiro Sableng menjadi murid dan digembleng selama tujuh
belas tahun oleh nenek-nenek sakti Eyang Sinto Gendeng kalau dia tak bisa menghadapi
lawan begitu rupa
satu lawan satu!
Wiro Sableng Pendekar Kapak Maut Naga Geni 212
Dendam Orang-orang Sakti
Maka Pendekar Kapak Maut Naga Geni 212 segera robah permainan silatnya. Jurus-
jurus yang tak terduga dari Kalingundil dihadapinya dengan jurus-jurus tak teratur
yang gerabak gerubuk
kian kemari. Kedua tangannya terkembang di kedua sisi laksana sayap burung
garuda sedang dari
mulutnya senantiasa terdengar suara siulan melengking yang menyamaki liang
telinga Kalingundil!
Saat itu kedua orang ini sudah bertempur sampai tiga puluh jurus! Sungguh hebat!
Tiga puluh jurus seperti tidak terasa! Dan kini kentara sekali bagaimana Kalingundil
terdesak hebat.
Bagaimanapun Kalingundil mempercepat jurus-jurus permainan silatnya,
bagaimanapun dia
merobah gerakan-gerakannya dan mengamuk laksana banteng terluka, namun tetap
saja dia berada
dibawah angin, malahan kini terdesak ke arah rawa-rawa maut!
"Ha... ha.... rupanya jalan ke nerakamu harus melalui rawa-rawa maut ini,
Kalingundil!".
"Budak hina dina jangan ngaco! Sambut bintang silumanku ini!".
Sambil melompat jauh, dengan masih memegang pedang buntung, Kalingundil gunakan
tangan kirinya untuk mengirimkan selusin benda berbentuk bintang yang berwarna
biru ke arah lawannya. "Akh... mainan anak-anak ini kenapa musti dipertontonkan"!" ejek pendekar 212.
Tangan kanannya diputar ke udara. Serangkum angin puyuh menggebubu dan bintang-
bintang siluman itupun berhamburanlah kian ke mari tiada mengenai sasarannya.
Pada detik Wiro Sableng gunakan tangannya untuk menyambuti senjata rahasia
lawan maka kesempatan ini dipergunakan oleh Kalingundil untuk melompat ke
seberang rawa-rawa kecil.
"Kucing dapur! Kau mau lari ke mana...."!" teriak Wiro Sableng.
Sebagai jawaban Kalingundil lemparkan segulung benda putih ke arah pendekar 212.
Mulanya Wiro menyangka benda itu sebuah senjata rahasia, tapi ketika
diketahuinya hanya
secarik kertas putih yang digulung maka segera ditangkapnya dan di saat itu pula
Kalingundil pergunakan kesempatan sekali lagi untuk melompat jauh lalu dengan
ilmu larinya yang lihay ditinggalkannya tempat itu.
Wiro tidak punya maksud untuk mengejar laki-laki bertangan buntung itu. Dengan
penuh tanda tanya dibukanya gulungan kertas di tangannya. Ternyata selembar
surat yang ditujukan oleh Kalingundil kepadanya.
Cacat di tubuhku tak akan terlupa seumur hidup. Kematian
kawan-kawanku dan kematian Mahesa Birawa tak akan
terlupa selama hayat. Semua itu kau yang menjadi biang
sebab. Wiro Sableng Pendekar Kapak Maut Naga Geni 212
Dendam Orang-orang Sakti
Hari pembalasan akan tiba! Berani berbuat berani tanggung
jawab! Hari tiga belas bulan dua belas kutunggu kau di puncak
Gunung Tangkuban Perahu. Kalau kau tak punya nyali
untuk datang lebih baik bunuh diri sekarang juga!
Pendekar 212 penasaran sekali. Diremasnya surat itu. "Sialan betul kucing dapur
itu!," gerendang Wiro Sableng. Dia lari ke bukit. Namun bayangan Kalingundil
sudah tak kelihatan lagi.
Tantangan yang dibuat Kalingundil di Rawasumpang itu hanyalah sekedar untuk
menjajaki sampai di mana kehebatan ilmu silat silumannya bisa menghadapi musuh
besarnya itu. Nyatanya Wiro Sableng masih tetap jauh lebih digjaya dari dia.
Namun dia tidak kecewa. Pada hari yang telah direncanakannya itu, kelak dendam kesumatnya
akan kesampaian. Dan sekaligus di Rawasumpang itu dia te!ah menyampaikan surat
undangan kematian bagi musuh besamya itu. Dia yakin pendekar 212 akan datang ke puncak
Gunung Tangkuban Perahu!
-- == 0O0 == --
SEMBILAN PUNCAK Gunung Halimun....
Puncak gunung ini kelihatan diselimuti awan putih. Bila angin barat bertiup maka
beraraklah awan itu kejurusan timur dan Puncak Gunang Halimun kembali kelihatan dengan
jelas dan megah.
Selewatnya tengahari, sesosok tubuh berlari laksana angin, menuju ke puncak
gunung. Semakin ke puncak udara semakin sejuk serta segar. Laki-laki itu mempercepat
larinya seakan-akan
tak sabar untuk lekas-lekas sampai ke tempat yang ditujunya. Maka lewat
sepeminuman teh
sarnpailah dia ke puncak tertinggi dari gunung itu.
Dia memandang berkeliling. Kernana mata memandang hanya bebatuan saja yang
kelihatan. Mulai dari kerikil-kerikil kecil sampai kepada unggukan-unggukan batu
besar sebesar- besar rumah! Di kaki-kaki batu-batu besar yang rata-rata licin berlumut itu
tumbuh rumput-rumput
liar. Laki-laki itu bertangan bunting. Dia tak lain adalah Kalingundil. Mengapa
dia berada di puncak
gunung ini ialah dalam meneruskan rencana besarnya yaitu membalaskan dendam
kesumat terhadap
pendekar 212 Wiro Sableng.
Wiro Sableng Pendekar Kapak Maut Naga Geni 212
Dendam Orang-orang Sakti
Kalingundil dengan gerakan yang enteng melompat ke salah satu batu besar.
Seseorang yang tidak memiliki ilmu meringani tubuh yang ampuh pasti tak akan sanggup mernbuat
lompatan lihay itu, kalaupun dapat mungkin begitu menginjak batu, kakinya akan terpeleset
karena lincinnya lumut!
Kalingundil memandang keseantero puncak gunung yang telah mati itu. Di antara
unggukan- unggukan batu-batu rnaka di tengah-tengah kelihatanlah kawah yang besar yang
sudah padam. Kawah ini berbentuk kerucut dan dalarn sekali. Kalingundil melompat lagi ke batu
besar yang lebih tinggi. Sekali lagi dilayangkannya pandangannya ke seantero puncak
gunung. Bila dia
sudah yakin betul bahwa tempat kediaman orang yang hendak ditemuinya itu bukalah
di permukaan puncak gunung maka segeralah dia melompat ke tepi kawah. Dari sini dia terus
turun ke dalam kawah. Selain dalam, kawah Gunung Halimun sukar sekali untuk dituruni. Tapi Kalingundil
dengan cekatannya lompat sana lompat sini sehingga dalam waktu yang singkat dia sudah
berada di dasar kawah. Udara di dalam dasar kawah gunung ini pengap dan menyesakkan pernafasan.
Karenanya Kalingundil segera atur jalan nafasnya. Begitu dirinya dapat menguasai
kepengapan, itu maka dia
segera meneliti keadaan dasar kawah di mana dia berada. Luas dasar kawah yang
merupakan pusat
kerucut itu hanya beberapa kali lebih besar dari sebuah sumur. Seluruh dasar
kawah merupakan pasir
campur tanah yang sudah membeku den mengeras selama berabad-abad sesudah gunung
itu meletus. Putaran bola mata Kalingundil terhenti pada sebuah lobang yang besarnya selebar
bahu manusia. Laki-laki ini segera mendekati lobang itu. Menelitinya sesaat lalu tanpa ragu-
ragu segera memasukinya. Mula-mula dia hanya bisa merangkak. Tapi semakin ke dalam lobang
itu semakin besar sehingga dari merangkak kini dia dapat membungkuk-bungkuk dan akhirnya
berjalan seperti
biasa. Kalingundil sampai ke sebuah ruang empat persegi berdindingkan batu-batu hitam
yang kasar. Dari keempat sudut ruangan ini keluar empat liukan asap tipis yang berwarna
hitam. Begitu, hidungnya mencium bau yang disebar oleh asap ini mendadak sontak kepala
Kalingundil menjadi
pusing. Cepat-cepat Kalingundil kerahkan tenaga dalam dan tutup jalan nafasnya.
Kalingundil tahu bahwa ruangan batu itu bukanlah ruangan buntu. Tapi matanya
tiada melihat

Wiro Sableng 003 Dendam Orang-orang Sakti di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

adanya pintu atau sebuah celahpun. Laki-laki ini menengadah ke atas. Maka
kelihatanlah di langit-
langit ruangan sebuah liang tangga batu. Dia memandang berkeliling lalu enjot
kedua kaki dan melompat ke tepi liang, terus menaiki tangga batu. Anehnya, bagaimanapun
tingginya ilmu mengentengi tubuh yang dimilikinya namun setiap iangkah yang dibuatnya di tangga
batu itu berbunyi
dan bergema keras!
Wiro Sableng Pendekar Kapak Maut Naga Geni 212
Dendam Orang-orang Sakti
Begitu sampai di anak tangga yang teratas maka sampailah Kalingundil ke satu
ruangan putih yang sangat bersih. Demikian bersih dan berkilatan putihnya dinding-dinding
serta lantai dan langit-
langit ruangan itu, sehingga tak ubahnya seperti berada di satu ruangan kaca.
Tepat di tengah-tengah ruangan terdapat sebuah batu besar dan di atas batu besar
ini sesosok tubuh laksana patung tengah bersemedi jungkir balik, kaki ke atas kepala ke
bawah di atas batu. Sosok
tubuh ini mengenakan sehelai kain putih yang dibalutkart sekujur badan mulai
dari betis sampai ke
dada. Kepala dan paras orang yang bersemedi tiada kelihatan karena tertutup oleh
janggut putih yang
panjang, hampir menyamai panjangnya rambut yang menjulai di lantai dan juga
berwarna putih!
Sungguh hebat cara manusia ini bersemedi!
Namun pandangan Kalingundil segera terbagi pada seekor harimau besar belang tiga
yang berbaring di samping laki-laki yang tengah bersemedi. Begitu melihat kemunculan
Kalingundil, makhluk ini berdiri dan menggereng. Mututnya membuka lebar. Gigi dan taringnya
kelihatan besar-
besar serta runcing mengerikan. Didahului dengan auman yang dahsyat dan
menggetarkan ruangan
putih itu maka melompatlah binatang itu. Kedua kaki terpentang ke muka, kuku-kuku yang tajam dan
panjang siap merobek tubuh Kalingundil!
Kalingundil yang maklum bahwa harimau itu bukan binatang biasa tapi peliharaan
seorang sakti dengan cepat segera melompat ke samping hindarkan diri. Namun meskipun
demikian cepatnya, sang harimau lebih cepat lagi! Laksana seorang jago silat kawakan,
masih melayang di udara
binatang itu putar tubuh, ekornya berkelebat!
Ekor yang panjang laksana cambuk itu menghantam bahu Kalingundil yang buntung.
Pakaiannya robek. Bahunya sakit tiada terkirakan. Kalingundil kerahkan tenaga
dalam dan disaat itu
terpaksa segera melompat pula ke samping karena si belang sudah menyerangnya
kembali! Hanya dengan berkelabat-kelabat cepat dan sigaplah maka Kalingundil berhasil
mengelakkan setiap serangan. Dia menghitung-hitung, sampai saat itu telah dua puluh jurus
dia bertempur menghadapi sang harimau. Dan selama itu Kalingundil terus-terusan bersikap
mengelak, sama sekali
tak mau menyerang! Kalau dia mengelak terus, di satu ketika mungkin sekali
harirmau itu berhasil
juga mengoyak daging tubuhnya! Kalau dia melawan, sedangkan binatang itu adalah
peliharaan orang
sakti dengan siapa dia ingin bertemu dan bicara! Inilah yang menyulitkan
Kalingundil! Dan sementara
dia bertempur demikian rupa, orang yang bersemedi masih juga terus bersemedi,
seperti tiada terganggu, seperti tak mengetahui adanya pertempuran yang dahsyat itu!
Satu-satunya jalan bagi Kalingundil untuk tidak mendapat celaka dan tidak
mencelakai ialah
meninggalkan ruangan putih itu, menghindar keluar untuk sementara, menunggu
sampai orang yang
bersemedi menyelesaikan semedinya.
Wiro Sableng Pendekar Kapak Maut Naga Geni 212
Dendam Orang-orang Sakti
Maka ketika harimau itu mengaum dan menyerang, Kalingundil jatuhkan diri ke
lantai lalu bergulingan ke arah tangga. Pada saat harimau itu hendak menubruknya sekali
lagi. Kalingundil sudah
lenyap ke bawah tangga...
Telah tiga hari Kalingundil menunggu di dasar kawah itu. Telah tiga kali pula
dia masuk ke dalam ruang putih dan mengintai dari balik anak tangga teratas, namun sampai
saat itu orang yang
bersemedi masih juga belum meninggalkan batu persemediannya.
Menunggu sampai satu minggupun bagi Kalingundil bukan suatu apa, tapi yang
menyusahkannya ialah untuk mendapatkan bahan makanan selama hari-hari penungguan
itu. Empat hari kemudian, pada kali yang ke tujuh Kalingundil mengintai dari balik
anak tangga, orang itu dilihatnya masih juga bersemedi. Dengan hati kesal Kalingundil
menuruni tangga kembali.
Tapi begitu dia keluar dari liang tangga dan sampai di ruang bawah maka mendadak
terdengar suara
menggema dari ruang putih.
"Manusia yang berani-beranian menginjakkan kaki kotor di tempatku cepat datang
menghadap untuk terima hukuman!".
Terkesiap Kalingundil mendengar ini.
"Ayo cepat! Tunggu apa lagi"!," kata suara dari ruang putih.
Kalingundil memutar langkahnya kembali. Dalam melangkah kembali ke liang tangga,
terdengar lagi suara tadi.
"Hemm... seorang bertangan buntung macammu sungguh tak pantas masuk ke tempatku!
Hukumanmu lipat ganda hai manusia!".
Tentu saja Kalingundil terkejut mendengar ini. Bagaimana orang di dalam ruangan
putih itu bisa mengetahui bahwa tubuhnya cacat" Meski dia sakti luar biasa tapi mereka
belum pernah bertemu
muka dan tak mungkin menurut pikiran Kalingundil orang itu mengetahui hal
keadaan dirinya!
Kalingundil lupa bahwa dinding dan langit-langit ruangan putih di atas sana tak
ubahnya seperti kaca
sehingga orang yang ada di ruangan putih akan mudah melihat siapa saja yang ada
di ruang bawah!
Kalingundil melompat ke atas dengan gerakan enteng lalu menaiki tangga. Ketika
dia muncul di ruangan putih anehnya harimau yang berbaring tidak lagi
menyerangnya. Sedang manusia berselempang kain putih masih tetap berdiri dengan kepala di atas batu kaki ke
atas! Seperti hari-hari
sebelumnya parasnya masih tertutup oleh julaian janggut putihnya yang panjang
menjela-jela. Meski. harimau belang tiga itu tidak rnenyerangnya, namun Kalingundil berdiri
dengan waspada. "Kau siapa"!" membentak si kepala ke bawah kaki ke atas.
"Namaku Kalingundil. Apakah saat ini aku berhadapan dengan Begawan
Sitaraga"," tanyaKalingundil setelah terangkan dia punya nama.
Wiro Sableng Pendekar Kapak Maut Naga Geni 212
Dendam Orang-orang Sakti
Yang ditanya tak menjawab melainkan ajukan pertanyaan: "Perlu apa kau datang
mengotori tempatku ini, manusia tangan buntung"!".
"Harap dimaafkan kalau kedatanganku rnengotori tempatmu. Tapi sesungguhnya
aku tiada maksud demikian," kata Kalingundil pula. "Aku..."
"Sudah! Jangan berbacot juga! Melangkahlah lebih dekat untuk terima
hukumanmu!".
Sebaliknya justru Kalingundil hentikan langkah. Diperhatikannya manusia yang
berdiri jungkir balik di atas batu itu.
"Melangkah lebih dekat!" bentak orang itu. Suaranya menggaung di ruangan putih
sedang harimau di sampingnya menggeram tak kalah hebat. "Begawan...".
Kalingundil putuskan kalimatnya. Kaki kiri manusia dihadapannya dilihatnya
bergerak. Serangkum angin yang sangat deras melanda ke arah Kalingundil. Ruangan
itu bergetar. Dengan jungkir balik secepat yang bisa dilakukannya Kalingundil
berhasil elakkan serangan dahsyat itu!
Terdengar suara gelak mengekeh. "Pantas... pantas kau berani petatang peteteng
datang ke sini untuk bikin kotor tempatku. Rupanya kau memiliki ilmu yang
diandalkan juga! Aku mau lihat apakah kau juga sanggup mempertahankan diri dengan jurus
kaki selaksa baja ini"!".
Kepala yang di atas batu itu berputar. Kedua kaki bergerak. Tahu kalau dirinya
hendak diserang lagi dengan tendangan jarak jauh yang lebih dahsyat dari tadi,
Kalingundil cepat mendahului berseru.
"Begawan! Tahan! Aku datang membawa kabar untukmu!".
Oleh ucapan yang lantang ini maka orang. itu hentikan maksudnya untuk kirimkan
serangan: "Aku tidak kenal padamu! Kabar apa yang kau bawa"! Cepat katakan!"
hardiknya. Dia masih juga berdiri, dengan kepala ke bawah kaki ke atas seperti
tadi. "Kabar ini kabar buruk Begawan..."
"Sialan! Buruk atau baik cepat katakan! Jangan habiskan, kesabaranku monyet
alas!" Kalingundil pada dasarnya sangat tidak senang mendengar kata-kata makian seperti
itu. Namun dia menjawab juga. "Sobat kentalmu Mahesa Birawa menemui kematiannya
di tangan seorang manusia keparat..."
Tubuh di atas batu kelihatan bergerak dan tahu-tahu manusia itu kini sudah tegak
dengan kedua kakinya di atas batu. Maka kini kelihatannya parasnya yang sejak
tadi Wiro Sableng Pendekar Kapak Maut Naga Geni 212
Dendam Orang-orang Sakti
tertutup oleh geraian janggut putih panjang. Kulit mukanya sangat pucat seperti
tiada berdarah. Pipinya cekung dan rongga matanya lebih cekung lagi membuat wajahnya
angker sekali untuk dipandang. Rambutnya putih panjang sampai ke bahu sedang
janggutnya menjulai sampai ke perut.
Kalingundil menjura memberi hormat. "Jadi betul saat ini aku berhadapan dengan
Begawan Sitaraga..?" tanyanya.
Si muka pucat. tidak ambil perduli pertanyaan itu.
"Siapa yang bunuh dia dan dari mana kau bisa tahu"!"
Kalingundil segera buka mulut berikan keterangan. "Mahesa Birawa dan beberapa
orang Adipati memimpin sejumlah batatentara untuk memerangi Pajajaran. Tapi
mereka kalah. Semua Adipati menemui ajalnya. Mahesa Birawa sendiri tewas di tangan seorang
pemuda sakti "
Maka kelihatanlah kerutan-kerutan muncul di paras Begawan Sitaraga yang membuat
parasnya menjadi tambah angker. Kedua matanya menyipit, pandangannya setajam
mata pedang! Rencana untuk memerangi Pajajaran memang dia sudah tahu lama bahkan sebagaimana
perundingannya dengan Mahesa Birawa, dia sendiri telah menjanjikan akan turun
tangan membantu
pemberontakan Mahesa Birawa karena memang sejak lama dia mempunyai dendam
kesumat dengan keluarga istana Pajajaran! Di puncak Gunung Halimun dia hanya menunggu kabar
dari Mahesa Birawa kapan penyerangan dilakukan. Tapi hari ini datang seseorang yang membawa
kabar bahwa pemberontakan gagal dan Mahesa Birawa sendiri menemui kematian! Tehtu saja ini
tak bisa dipercayainya. "Aku tidak percaya pada kau punya bicara, manusia tangan buntung!" bentak
Begawan Sitaraga. "Demi apapun aku berani sumpah bahwa aku tidak dusta, Begawan" jawab Kalingundil
dengan suara merendah meskipun hatinya gusar karena dipanggil dengan nama
"manusia tangan
buntung" itu.
"Namamu siapa..."
"Kalingundil".
"Punya hubungan apa kau dengan Mahesa B irawa?".
"Dia adalah pemimpin dan sobat kentalku sejak tahunan, Begawan..."
"Baik! Tapi aku tidak tahu apa itu betul atau tidak. Jawab pertanyaanku untuk
membuktikan kebenaran keteranganmu! Siapa nama Mahesa Birawa sebenarnya...?".
Kalingundil tertawa. "Kau keliwat tidak percaya pada pihak sendiri, Begawan...".
"Siapa akui kau pihakku..." Tampangmu yang jelek inipun baru kali ini aku
lihat!". Wiro Sableng Pendekar Kapak Maut Naga Geni 212
Dendam Orang-orang Sakti
Kalingundil menggerutu dalam hati.
"Ayo jawab pertanyaanku! Siapa nama asli Mahesa Birawa"!".
"Suranyali!" jawab Kalingundil.
"Hem..." Sitaraga merenung, "Mahesa Birawa seorang berkepandaian tinggi. Tidak
semudah itu untuk merenggut nyawanya..."
"Di luar langit ada langit lagi Begawan! Kesaktian pemuda tandingannya melebihi
kesaktian- nya...". Begawan Sitaraga kerutkan kening.
Dan Kalingundil teruskan ucapannya. "Aku sendiri pernah menghadapinya. Masih
untung cuma tanganku yang dimintanya, bukan nyawaku!"
"Ho-o... jadi maksudmu datang ke sini untuk mengadu dan merengek macam anak kecil
agar aku turun tangan...?".
Merah muka Kalingundil. "Itu adalah terserah padamu Begawan. Sebagai sobat dan
bekas pemimpinku, aku telah cari pemuda yang membunuh Mahesa Birawa. Namun dia lebih
tinggi ilmu silatnya dan lebih tinggi...".
"Siapa nama bangsat itu"!" tanya Sitaraga pula.
"Wiro Sableng. Tapi dia lebih dikenal dengan julukan Pendekar Kapak Maut Naga
Geni 212..." Mendengar ini maka terkejutlah Begawan Sitaraga. "Kau bilang dia bergelar
Pendekar Kapak Maut Naga Geni 212...?".
"Ya..."


Wiro Sableng 003 Dendam Orang-orang Sakti di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

"Kalau begitu dia adalah nenek-nenek keriput si Sinto Gendeng!".
"Tidak... dia adalah seorang pemuda. Masih sangat muda, bahkan tampangnya macam
anak- anak, berambut gondrong dan berotak miring sinting!"
Sitaraga merenung lagi. Kemudian desisnya: "Kalau begitu mungkin sekali dia
adalah murid nenek-nenek itu yang diam di puncak Gunung Gede. Tapi setahuku Sinto Gendeng
tidak punya murid
sejak puluhan tahun berselang..." Sitaraga tarik nafas dalam. "Kalau betul dia
murid Sinto Gendeng,
tidak salah Mahesa Birawa dipecundangi..." Sitaraga memandang jauh ke muka seperti
pandangannya itu mau menembus dinding putih di belakang Kalingundil.
Melihat ini maka Kalingundil mulai masukkan jarum hasutannya. "Sewaktu aku
bertempur dengan dia di Rawasumpang aku beri peringatan bahwa kelak sobat-sobat Mahesa
Birawa yang terdiri
dari tokoh-tokoh silat utama akan turun tangan untuk menuntut balas. Dan Wiro
Sableng mengumbar
Wiro Sableng Pendekar Kapak Maut Naga Geni 212
Dendam Orang-orang Sakti
bahwa terhadap siapapun dia tidak takut! Bahkan dia menantang untuk bikin
perhitungan di puncak
Gunung Tangkuban Perahu pada hari tigabelas bulan duabelas nanti!".
Mata Begawan Sitaraga menyipit lagi. "Pongah betul," desisnya. "Rupanya sudah
kepingin cepat-cepat merasakan gelapnya liang kubur! Sudah cepat-cepat ingin minggat ke
neraka!". "Betul Begawan. Bukan saja kepongahannya itu yang menyakitkan hati, tapi
tantangannya itu
adalah juga sangat menghina dan tiada memandang sebelah matapun terhadap tokoh-
tokoh silat utama
macam Begawan....".
Sitaraga manggut-manggut. "Manusia-manusia macam begitu musti dilenyapkan dengan
lekas. Kalau tidak akan menjadi biang runyam golongan dan aliran kita...."
Hati Kalingundil menjadi gembira karena tahu hasutannya sudah menyamaki dan
mengobari dendam serta amarah Begawan itu.
"Tantangan itu...," kata Kalingundil pula meneruskan hasutannya, "sekaligus
menghina terhadap guru Mahesa Birawa yang diam di Gunung Lawu... Aku bermaksud untuk
menemuinya dan meminta langkah-langkah yang segera akan kita laksanakan".
"Kalau cuma untuk memecahkan batok kepala pemuda sedeng itu, aku sendiripun
menyanggupinya!"
"Betul Begawan. Tapi untuk tidak mengecewa kan guru Mahesa Birawa di kemudian
hari, ada baiknya kematian muridnya itu diberi tahu...''
"ltu urusanmu," jawab Sitaraga. Matanya. memandang tepat-tepat ke pinggang
Kalingundil. Sesungguhnya sejak tadi matanya itu memperhatikan secara diam-diam ke pinggang
Kalingundil. "Coba aku mau lihat apa yang kau simpan di balik pinggangmu," katanya tiba-tiba.
Kalingundil kaget sekali. Dia melirik ke pinggangnya. Dia telah menyimpan
senjatanya baik-
baik namun mata Sitaraga yang tajam masih sanggup mengetahuinya.
"Ah, tidak apa-apa Begawan. Cuma..."
"Cuma apa"!" Sitaraga pelototkan mata.
"Cuma sebilah pedang buruk..." sahut Kalingundil.
"Keluarkan!"
"Begawan...."
"Jangan banyak bicara. Keluarkan!"
Kalau bukan berhadapan dengan Begawan Sitaraga dan kalau tidak mengingat kepada
rencana besarnya, maka pastilah saat itu Kalingundil akan beset mulut manusia
yang dihadapannya itu. Dia memang mengharapkan bantuan Sitaraga tapi kalau dirinya
dianggap remeh terus menerus dan dihina dimaki serta dibentak, siapa yang bisa sabarkan
diri"! . Wiro Sableng Pendekar Kapak Maut Naga Geni 212
Dendam Orang-orang Sakti
"Kau membangkang Kalingundil"!"
Penasaran sekali Kalingundil cabut Pedang Siluman buntungnya. Maka sinar birupun
memancarlah di ruangan putih itu. Begawan Sitaraga terkejut.
"Pedang Siluman Biru..," desisnya. Dia di samping terkejut juga heran melihat
pedang sakti itu kini hanya merupakan sebuah puntungan belaka. "Dari mana kau dapat
senjata itu"
Bagaimana bisa buntung" Apakah kau muridnya Siluman Biru"!"
Kalingundil menyeringai mendengar pertanyaan-pertanyaan menyerocos itu. "Itu
semua adalah urusanku Begawan. Yang penting hari ini kita telah berjumpa dan kau
telah mengetahui nasib Mahesa Birawa. Sampai bertemu di puncak Gunung Tangkuban
Perahu!". Kalingundil berkelebat ke arah tangga.
"Tunggu!" teriak Sitaraga.
Tapi Kalingundil tak mau ambil perduli.
Maka marahlah Begawan Sitaraga. "Kalau tidak memikir kau bekas anak buah Mahesa
Birawa, sudah terlalu pantas aku minta nyawamu, Kalingundil! Tapi saat ini cukup
kau tinggalkan saja salah satu dari daun telingamu!"
Sebuah senjata rahasia melesat ke arah telinga kanan Kalingundil. Laki-laki ini
segera lambaikan tangan kirinya. Tapi celaka senjata rahasia itu tak sanggup dibuat
mental dengan pukulan tenaga dalam! Terpaksa Kalingundil cabut pedang saktinya kembali. Namun
gerakan ini tentu saja sudah terlambat!
Kalingundil mengeluh kesakitan. Darah membasahi pipi dan bahu pakaiannya. Daun
telinganya sebelah kanan terbabat buntung oleh senjata rahasia Sitaraga! Kalau
tidak mengingat-ingat akan rencana pembalasan dendamnya, maulah Kalingundil menyerang
Begawan itu dengan kalap, lebih-lebih ketika didengarnya kekehandak Sitaraga
yang menusuk liang telinganya!
Dalam waktu yang singkat Kalingundil sudah berada di luar Kawah Gunung Halimun.
Dibersihkannya darah yang membasahi pipi kemudian dengan sehelai kain dibalutnya
kepalanya tepat pada batasan telinga yang buntung. Kemudian diambilnya sebuah
pil lalu ditelan untuk menolak racun senjata rahasia Sitaraga itu.
Di dasar kawah Gunung Halimun, tak lama sesudah Kalingundil lenyap, kembali
Sitaraga merenung.
Siapa Kalingundil sebenarnya masih agak samar baginya. Tapi itu tidak begitu
penting. Yang menjadi tanda tanya besar ialah siapa itu pemuda yang bergelar Pendekar
Kapak Maut Naga Geni 212" Apa betul murid Sinto Gendeng" Kalau Kalingundil telah
menghadapinya Wiro Sableng Pendekar Kapak Maut Naga Geni 212
Dendam Orang-orang Sakti
dengan Pedang Siluman dan berhasil dikalahkan oleh si pemuda, maka sudah dapat
dijajaki oleh Sitaraga sampai di mana ketinggian ilmu pendekar 212 itu! Ini membuat dia ingin
lekas-lekas berhadapan dengan sang pendekar muda. Namun dia musti menunggu beberapa bulan di
muka sampai saat yang ditentukan yaitu hari tigabelas bulan duabelas!
* * * SIAPA penduduk desa bukit tunggul yang tidak tahu dengan Asih Permani. Tanyakan
pada yang tua-tua, mereka akan tahu, tanyakan pada yang muda-muda mereka akan lebih
dari tahu. Tanyakan pada anak-anak kecil yang mengangon bebek atau menggembala kerbau,
mereka juga akan
tahu. Jika.ditanyakan bagaimana paras Asih Permani maka semua mulut akan memuji.
Semua mulut akan mengatakan: Asih Permani gadis yang tercantik se-Bukit Tunggul. Mukanya
bujur telur. Hidungnya kecil mancung bak daun tunggal. Bibirnya seperti delima merekah, merah
dan segar. Matanya bening bercahaya laksana bintang di angkasa raya. Dagunya seperti lebah
bergantung, leher
jenjang dan suaranya halus merdu, serasa digelitik liang telinga jika kita
mendengar suara Asih
Permani. Dan keseluruhan tubuhnya yang montok padat itu dibungkus oleh kulit
yang halus mulus.
Asih Permani memang cantik seperti perbandingan di atas. Kawannya sesama gadis
di desa Bukit Tunggul banyak yang merasa iri dengan kecantikan yang dimiliki gadis itu.
Pemuda-pemuda banyak yang tergila. Tapi semua mereka bertepuk sebelah tangan. Karena pada
bulan di muka, tepat di
waktu bulan rembulan empat belas hari. Asih Permani akan dinikahkan dengan
Ranggasastra, anak
lurah Bukit Tunggul. Memang di samping kaya raya, banyak harta dan sawah
berlimpah kerbau
berkandang, maka Ranggasastra cocok dan pantas menjadi suami Asih Permani.
Pemuda ini gagah.
Badannya tegap, hatinya polos dan ramah kepada setiap orang. Sehingga kalau
bersanding dengan
Asih Permani di pelaminan nanti tentulah tak ubahnya seperti pinang dibelah dua!
Semakin lama, semakin dekat juga hari pernikahan itu. Tentu sama dapat
dibayangkan bagaimana perasaan kedua calon pengantin itu menjelang hari perkawinan mereka.
Hari yang bersejarah dan tak dilupakan seumur hidup mereka. Hari di mana mereka akan sama-
sama membuka suatu "rahasia kebahagiaan hidup".
Saat itu Ranggasastra tengah duduk-duduk di depan rumahnya memandangi bintang-
bintang yang bertaburan. Entah mengapa malam itu hatinya gelisah saja. Dan dia tak tahu
apa sebenarnya yang
digelisahkannya itu. Larut matam baru dia dapat tertidur. Tapi menjelang fajar
dia tersentak. Ranggasastra adalah seorang yang pernah menuntut ilmu silat dan kesaktian pada
seorang guru di
pantai utara. Nalurinya menyatakan bahwa ada seseorang lain di dalam kamarnya
saat itu. Dibukanya
Wiro Sableng Pendekar Kapak Maut Naga Geni 212
Dendam Orang-orang Sakti
kedua kelopak matanya. Dia terkejut melihat sesosok tubuh manusia sangat kate
berdiri dekat tempat
tidur. Manusia ini berkepala botak sudah licin berkilat ditimpa kelap-kelip
sinar lampu pelita dalam
kamar. Manusia kate ini memiliki hidung yang sangat besar. Hidungnya yang besar itu
seperti mau menutupi mukanya yang kecil. Ketika dia menyeringai dan mengeluarkan suara
mendesau, maka kelihatanlah giginya yang cuma satu di sebelah atas.
Ranggasastra segera melompat dari tempat tidur.
"Manusia kate! Siapa kau"!" bentak si pemuda. Matanya meneliti manusia
dihadapannya dengan tajam. Dan meskipun cahaya lampu minyak di dalam kamar tidak
begitu terang, namun Ranggasastra dapat melihat bahwa manusia kate itu mempunyai
telapak kaki yang lebar dan besar sekali. Tapak kaki itu sampai sebatas mata kaki sama sekali
tidak merupakan tapak kaki manusia, tapi seperti kaki seekor gajah!
"He... he... he...". Manusia kate berkaki besar tertawa berkemik. "Kau manusianya
yang bernama Ranggasastra, yang bakal jadi penganten minggu depan..."!".
Tentu saja apa yang ditanyakan manusia itu, mengejutkan Ranggasastra. "Itu bukan
urusanmu! Jawab dulu siapa kau!"
"He... he... he...". Tamu tak diundang itu mengekeh lagi. "Maksudmu untuk menjadi
penganten, untuk menjadi suami Asih Permani tidak akan kesampaian
Ranggasastra...!".
"Manusia kate, jangan ngaco pagi-pagi buta!," bentak Ranggasastra dengan marah.
"Keluar dari kamarku!". Pemuda itu kepalkan tinjunya.
"Kau tak akan pernah menjamah tubuh Asih Permani, anak muda. Karena mulai detik
ini ke atas, dia adalah milikku dan akan kubawa ke mana aku suka, akan kuperbuat
apa aku senang!". Manusia kate ini mengekeh lagi.
"Kalau kau mau mengigau, pergilah mengigau di liang kubur!". Habis berkata
demikian Ranggasastra menerjang ke muka. Tinju kanannya menderu! Tapi dia hanya
memukul tempat kosong. Hampir tak terlihat oleh matanya, manusia kate itu telah
berkelebat dan lenyap dari pemandangannya!
Tinggal seorang diri di dalam kamar Ranggasastra merasa seperti orang yang
tertidur dan tersentak oleh mimpi. Digosok-gosoknya kedua matanya dengan telapak tangan
berulang kali. Tidak, dia tidak mimpi! Dia yakin betul bahwa dia tidak mimpi! Dan ketika
dia memandang ke lantai kamar yang terbuat dari papan, maka pada lantai itu jelas
dilihatnya bekas-bekas telapak kaki manusia kate tadi.
Wiro Sableng Pendekar Kapak Maut Naga Geni 212
Dendam Orang-orang Sakti
Ketika ingat akan ucapan-ucapan orang kate berkepala sulah tadi maka khawatirlah
Ranggasastra. Segera dijangkaunya tongkat besi berujung runcing yang tersisip di
dinding. Senjata ini adalah pemberian gurunya. Tanpa menunggu lebih lama, pemuda ini
segera tinggalkan rumahnya menuju ke desa sebelah timur di mana terletak rumah orang
tua Asih Permani. Sepuluh tombak akan sampai ke halaman muka rumah gadis calon isterinya, mendadak
Ranggasastra melihat sesosok tubuh melompat keluar dari jendela samping rumah!
Sosok tubuh ini tak lain dari manusia kate yang telah mendatanginya tadi. Dan pada
bahu manusia itu
kelihatan sosok tubuh seorang perempuan. Meskipun halaman samping gelap tapi
Ranggasastra tahu betul, perempuan yang dipanggul itu adalah calon isterinya.
Asih Permani! "Bangsat rendah! Pencuri busak! Lepaskan perempuan itu!," bentak Ranggasastra.
Si kate kepala sulah tertawa dingin. "Sekali aku bilang bahwa gadis ini jadi
milikku,

Wiro Sableng 003 Dendam Orang-orang Sakti di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

tak satu manusia lainpun yang bisa menghalanginya!".
"Kalau begitu terpaksa kukermus kepalamu!". Maka tongkat besi di tangan
Ranggasastra menderu ke kepala si kate. Gesit sekali yang diserang melompat ke
samping. Ranggasastra susul dengan satu tusukan ke dada kiri. Namun dengan kecepatan yang
luar biasa orang kate itu gerakkan kaki kanannya!
Tendangan yang keras menghajar tangan kanan si pemuda. Besi panjangnya lepas.
Tangannya hancur dan jeritan kesakitan keluar dari mulut Ranggasastra. Pemuda
ini terhuyung sebentar lalu mental sampai beberapa tombak ketika tendangan lawan
terus menyerempet perutnya! Perut si pemuda robek besar. Tubuhnya menggeletak tanpa
nyawa. Si kate tertawa buruk.
"Maling hina dina!! Nyawamu di ujung golokku!" teriak seseorang yang melompat
dari dalam rumah lewat jendela.
Si kate berkepala botak cepat putar badan pada saat sebuah golok berkiblat
memapasi batok kepalanya!
"He... he... Kau juga inginkan mampus Ki Lurah!" ujar si kate. Manusia yang
menyerangnya itu adalah Tanuwira, ayah Asih Permani.
"Kau yang akan mampus lebih dahulu manusia laknat!". Golok Tanuwira berkelebat
lagi. Tapi si kate sungguh luar biasa. Serangan itu dihadapinya dengan tertawa
tawar. Sekali dia gerakkan kaki kanannya maka hancurlah dada Ki Lurah Tanuwira.
Si kate tertawa mengekeh.
Wiro Sableng Pendekar Kapak Maut Naga Geni 212
Dendam Orang-orang Sakti
"Calon mantu dan calon mertua sama-sama bernasib sial! Kasihan...". Dihirupnya
udara segar menjelang pagi itu sejurus lenyaplah dia dari tempat itu.
* * * KETIKA dia sampai kepertapaannya di puncak Gunung Lawu maka terkejutlah
manusia kate berkepala botak itu sewaktu melihat ada seorang bertangan buntung
yang tak dikenalnya berdiri dekat pintu. Orang yang bertangan buntung agaknya juga
terkejut melihat
kedatangan si kepala botak yang membawa seorang gadis cantik di pundak kirinya.
Tapi dia cepat-cepat menjura.
"Pastilah saat ini aku berhadapan dengan tokoh silat terkemuka yang bernama
Tapak Gajah..." Laki-laki kate yang memang bernama Tapak Gajah turunkan tubuh Asih Permani
dari pundaknya. Matanya meneliti tajam orang di hadapannya lalu bertanya: "Kau
sendiri siapa" Apakah datang kesini membawa maksud baik atau buruk?". Sambil bertanya
demikian Tapak Gajah memperhatikan telinga kanan tamunya yang juga buntung tiada
berdaun. "Namaku Kalingundil. Aku datang dengan maksud baik, tapi membawa berita
buruk". "Aku tidak kenal padamu sebelumnya. Berita buruk apakah yang kau bawa...?" tanya
Tapak Gajah. Maka Kalingundil segera mulai pasang jarum penghasutnya. "Pembunuhan atas diri
seorang murid adalah satu hal yang pahit bagi gurunya! Begitu pahit sehingga
menanamkan dendam kesumat...".
"Jangan bicara berbelit!," potong Tapak Gajah. "Katakan langsung berita buruk
itu!" "Muridmu dibunuh orang, Tapak Gajah..."
Berubahlah paras si tubuh kate kepala sulah. Sedang Kalingundil saat itu melirik
memperhatikan Asih Permani yang berdiri tak bergerak, "Pastilah tubuhnya
ditotok'', pikir
Kalingundil dan dalam hatinya dia bertanya-tanya: "Siapa gerangan gadis cantik
ini...". Sesak nafas Kalingundil melihat kejelitaan Asih Permani.
"Aku mempunyai beberapa orang murid yang telah turun ke dalam rimba persilatan.
Murid yang mana yang kau maksudkan"!" tanya Tapak Gajah.
Kalingundil memalingkan mukanya kepada laki-laki itu kembali. "Mahesa Birawa..."
Wiro Sableng Pendekar Kapak Maut Naga Geni 212
Dendam Orang-orang Sakti
"Aku tak punya murid bernama Mahesa Birawa!" berkata Tapak Gajah.
Kalingundil kaget. Dia berpikir-pikir seketika. Kemudian dia ingat. "Maksudku
muridmu Suranyali..."
Sekali lagi berubah paras Tapak Gajah. Di hatinya timbul kesyakwasangkaan.
"Apakah kau bicara, ngelantur atau bagaimana...?".
"Demi setan dan iblis aku tidak bicara dusta, Tapak Gajah!".
"Suranyali bukan manusia sembarangan. Ilmu kesaktiannya tinggi!"
"Tapi manusia yang membunuhnya lebih sakti lagi!".
"Siapa "!"
"Pendekar 212....".
Tapak Gajah merenung. Kedua tangannya terkepal. "Kau dusta Pendekar 212 Sinto
Gendeng sudah sejak puluhan tahun lenyapkan diri dari dunia persilatan!".
"Tapi...."
"Tutup mulut! Terima hukuman dariku bangsat bermulut bohong!".
Tapak Gadjah hantamkan kaki tangannya ke muka.
"Wutt !"
Angin sedahsyat badai yang ke luar dari tendangan itu lebih dahulu menyerang ke
arah Kalingudil sebelum tendangannya sendiri sampai !
Kalingundil tak mau ambil risiko. Dia berteriak nyaring dan lompat delapan
tombak ke udara. "Byur!"
Kaligundil palingkan kepala ke belakang. Tersekat rasanya tenggorokannya sewaktu
melihat bagaimana angin tendangan Tapak Gadjah menghancurkan batu besar di
belakangnya! Sewaktu manusia kate itu hendak lancarkan serangan kedua Kalingundi cepat
berseru: "Tahan! Kita berada di pihak yang sama!"
Tapak Gadjah tarik serangannya.
"Apa maksudmu kita di pihak yang sama huh?"
"Aku adalah bekas anak buah Suranyali sewaktu kami masih sama-sama di
Jatiwalu!"
"Jangan coba kelabui aku!," membentak Tapak Gadjah.
"Perlu dan untung apa aku mengelabuimu!" baias membentak Kalingundil dengan
beringas. Wiro Sableng Pendekar Kapak Maut Naga Geni 212
Dendam Orang-orang Sakti
"Berikan bukti bahwa muridku yang satu itu benar-benar dibunuh orang!"
Kalingundil tertawa dingin. "Tidak mau percaya pada orang sepihak akan merugikan
diri sendiri Tapak Luwing..." Lalu Kalingundil memberikan keterangan selengkapnya.
Kini mulai kelihatan bayangan rasa percaya di paras Tapak Gadjah. Namun apa yang
meragukannya ialah keterangan Kalingundil mengenai Pendekar 212 Wiro Sableng.
Satu- satunya kesimpulan bagi Tapak Gadjah ialah bahwa pemuda bernama Wiro Sableng itu
adalah murid Sinto Gendeng.
"Golongan hitam memang sejak dulu menaruh dendam pada itu nenek-nenek
sialan...," ujar Tapak Gadjah pula. "Tapi sebelum kami bersepakat untuk
menghabiskan jiwanya, dia sudah lenyapkan diri! Kini muridnya muncul dan membunuh muridku!
Benar- benar laknat!"
"Aku sendiri telah tantang dia di Rawasumpang demi untuk menuntut balas kematian
Suranyali atau Mahesa Birawa. Tapi... itu pemuda keparat memang luar biasa tinggi
ilmunya. Kalau aku kalah dalam pertempuran di Rawasumpang itu bukan suatu apa
tapi ada satu hal yang benar-benar menyakiti hatiku Tapak Gadjah..."
Kalingundil menunjukkan paras yang mengandung dendam. Sepasang matanya
memandang lurus-lurus jauh ke muka.
. "Katakan apa yang menyakiti hatimu itu!," kepingin tahu Tapak Gadjah.
"Sebelum mengundurkan diri dari Rawasumpang aku bilang pada itu pemuda keparat
bahwa kelak pembalasan dari guru Sunranyali akan tiba! Pemuda itu ketawa
bekakakan dan berkata bahwa sekalipun ada seribu guru Suranyali, akan diterabasnya sama rata
dengan tanah!" Rahang-rahang Tapak Gadjah mengembung. "Begitu keparat itu bilang...?"
Kalingundil manggut.
"Meski dia murid si Sinto Gendeng, tapi jangan merasa sudah setinggi langit
kepandaiannya! Katakan di mana bangsat itu berada! Aku Tapak Gadjah akan
pecahkan kepalanya!"
"Kau tak perlu susah-susah mencarinya Tapak Gadjah," menjawab Kaligundil.
"Bukankah tadi aku sudah katakan bahwa dia sudah umbar mulut menentangmu"
Katanya dia tunggu kau pada hari tigabelas bulan duabelas di puncak Gunung Tangkuban
Perahu!" "Anjing kurap betul itu manusia!". Tapak Gadjah meludah ke tanah.
Wiro Sableng Pendekar Kapak Maut Naga Geni 212
Dendam Orang-orang Sakti
Dan Kalingundil berkata lagi: "Beberapa tokoh silat utama yang ditantang
pendekar 212 itu juga telah kuberi tahu! Mereka sudah memastikan untuk datang ke
Tangkuban Perahu guna mengkeremus si pemud !"
"Seribu tokoh utama boleh datang ke sana. Namun kematian anjing kurap itu aku
yang tentukan!" Kaligundil manggut-manggut. Hatinya gembira. Memang itulah yang
diharapkannya. Sudah terbayang bagaimana akan berhasilnya dia purrya rencana
nanti. Seorang diri dia memang tak sanggup untuk menghadapi Wiro Sableng. Tapi kalau
Tapak Gadjah, Begawan Sitaraga, Wirasokananta. dan Tapak Luwing yang berkumpul jadi
satu untuk membuat perhitungan, tiga Pendekar 212-pun tak bakal sanggup!
"Aku gembira mendengar keputusanmu itu. Tapak Gadjah. Akupun pasti pula akan
datang ke puncak Tangkuban Perahu..."
Tapak Gadjah tertawa dingin. "Kalau kau punya nyali tapi punya sedikit ilmu
untuk diandalkan sebaiknya tak usah datang ke sana!"
Merah padam paras Kalingundil.
"Sekarang aku tak ada urusan lagi dengan kau! Silakan angkat kaki dari sini!"
bentak Tapak Gadjah. Kelingundil melirik pada Asih Permani. Kemudian katanya pada Tapak Gadjah:
"Jangan terlalu memandang rendah terhadap sesama kawan Tapak Gadjah. Aku memang
tidak dikenal dalam dunia persilatan tapi untuk menghancurkan batu besar sepertimu
tadi, aku masih sanggup!". Kalingundil gerakkan tangan kanannya ke pingaang. Kemudian
selarik sinar biru melesat ke arah batu besar yang terletak sekira sembilan tombak dari
hadapannya. "Byur!"
Batu itu hancur berkeping-keping dan bayangan Kalingundil sendiri sesudah itu
lenyap dari pemandangan!
Terkejutlah Tapak Gadjah! Tiada disangkanya kalau manusia bertangan buntung
bertelinga sumpung itu memiliki kehebatan demikian rupa! Tapi manusia kate ini
tidak berpikir lebih lama. Begitu matanya membentur paras dan tubuh Asih Permani maka
lupalah dia pada Kalingundil. Segera diboyongnya gadis itu ke dalam pertapaan. Apa yang
kemudian dilakukannya terhadap gadis suci itu tak seorang manusiapun yang tahu. Namun
pada hari itu satu kesucian telah lenyap dirampas oleh kebejatan!
-- == 0O0 == --
Wiro Sableng Pendekar Kapak Maut Naga Geni 212
Dendam Orang-orang Sakti
SEPULUH PUNCAK gunung tangkuban perahu. Hari tigabelas bulan duabelas...
Angin dari utara bertiup kencang, mengalahkan tiupan angin barat yang menghembus
sepoi-sepoi basah. Puncak Gunung Tangkuban Perahu diselimuti kesunyian abadi.
Tapi hari itu agaknya kesunyian abadi itu akan sirna oleh kedatangan manusia-manusia
pembuat per- hitungan. Akan pupus di landa dendam kesumat orang sakti! Kawah gunung yang
lebar mengepulkan tiada henti asap tipis berbau belerang.
Beberapa puluh kaki dari tepi kawah berderet pohpn-pohon cemara berdaun lebat
subur, menjulang tinggi dan lurus! Saat itu matahari pagi sudah naik tepat
antara titik tertinggi
dan titik permulaan terbitnya.
Angin utara bertiup lagi dengan kencang, Daun-daun pohon cemara melambai-lambai.
Dan diantara kerisikan-kerisikan geseran daun pohon-pohon cemara itu maka
terdengarlah suara siulan yang mengumandangi seluruh puncak Gunung Tangkubanperahu. Suara
siulan itu juga seperti mau menggelegaki kawah belerang dan menampar-nampar kabut belerang
yang meliuk-liuk kepermukaan kawah. Suara siulan itu tidak teratur, tidak membawakan
sebuah lagu atau tembang, nadanya tak menentu. Namun ketidakteraturan dan
ketidakmenentuan itu
anehnya bila didengar dengan seksama akan merupakan suatu lagu aneh bernada
ajaib! Suara siulan itu membuat pendengarnya akan terkatung-katung ke dalam satu dunia
khayal. Tapi di
pagi yang menjelang siang itu di puncak Gunung Tangkuban Perahu itu tak satu
orang pun yang ada selain manusia yang mengeluarkan suara siulan tadi. Dan siapakah manusia ini
adanya" Suara siulan itu datang dari pohon cemara yang paling tinggi tanda bahwa
manusianyapun berada di sana. Dan manusia ini tiada lain dari pada Wiro Sableng, si Pendekar
Kapak Maut Naga
Geni 212! Mengapa dia sampai berada di puncak gunung itu adalah sehubungan
dengan tantangan
musuh lamanya Kalingundil. Namun pendekar muda itu sampai saat itu tak pernah
menyangka bahwa
yang bakal ditemuinya di puncak gunung itu kelak bukan hanya Kalingundil seorang
tapi juga beberapa tokoh dunia persilatan yang terkenal serta sakti!
Wiro terus juga bersiul-siul sambil sekali-sekali layangkan pandangannya ke
seantero puncak


Wiro Sableng 003 Dendam Orang-orang Sakti di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

gunung. Sepi dan suasana tenang-tenang saja. Dilayangkannya pandangan ke kaki
dan lereng gunung.
Juga segala sesuatunya masih diselimuti kesunyian dan ketenangan. Dua kali
sepeminuman teh lewat.
Telinga pendekar 212 yang tajam dan terlatih baik itu sayup-sayup mendengar
suara sesuatu. Segera
pemuda ini hentikan siulannya. Kepalanya diputar ke arah timur puncak gunung
dari mana datangnya
Wiro Sableng Pendekar Kapak Maut Naga Geni 212
Dendam Orang-orang Sakti
suara itu. Masih belum kelihatan apa-apa tapi suara yang didengarnya tambah
nyaring. Beberapa
ketika kemudian dari balik gundukan tanah keras tepi kawah sebelah timur
kelihatan muncul kepala
seseorang, menyusul dada dan badannya. Sosok tubuh manusia ini ternyata bukanlah
Kalingundil karena tangannya tidak buntung!
"Lain yang ditunggu, lain yang datang !" desis Wiro Sableng dalam hati. Kedua
matanya terus memandang tak berkesip pada manusia yang baru datang ini. Orang ini dilihatnya
memandang berkeliling agaknya mencari-cari sesuatu, mungkin mencari seseorang. Umurnya
sudah lanjut. Menurut taksiran Wiro paling rendah lima puluh tahun. Meskipun tua tapi tubuhnya
kekar. Pada pinggangnya kelihatan tersisip sebilah keris emas. Dari gerak geriknya yang
enteng dan tenang Wiro
tahu bahwa orang tua ini pastilah seorang yang menguasai ilmu silat dari tingkat
tinggi. "Mungkin sekali dia diam di sekitar puncak gunung Tangkuban Perahu atau mungkin
pula kedatangannya ke situ hanya satu kebetulan saja dengan hari di mana aku akan
membuat perhitungan
dengan Kalingundil...," demikianlah Pendekar 212 berpikir-pikir di dalam hatinya.
Sementara itu si
orang tua tak dikenal dilihatnya berdiri di tepi kawah memandang ke bawah lalu
memutar tubuh dan
menjelajahi seluruh permukaan gunung dengan sepasang matanya yang kecil tetapi
tajam. Kemudian
orang tua ini pada akhirnya melangkah ke arah deretan pohon-pohon cemara dan di
sini duduk melepaskan lelah. Wiro maklum kini bahwa orang tua ini datang ke situ adalah
mencari seseorang dan
ketika orang itu tak ditemuinya dia memutuskan untuk menunggu. Karena merasa tak
punya urusan dengan si orang tua. Wiro tetap saja berada di tempatnya, di atas pohon cemara
tinggi. Matahari bergerak juga menuju ke puncak tertingginya. Wiro masih terus
memperhatikan si
orang tua. Mendadak diputarnya kepalanya ke arah selatan. Sesosok tubuh
kelihatan berkelebat.
Kedatangan manusia ini boleh dikatakan tidak terdengar atau tak tertangkap oleh
telinga Wiro Sableng. Nyatanya kehebatan ilmu lari dan ilmu mengentengkan tubuhnya. Apa yang
menarik pendekar 212 ialah bahwa manusia ini bukanlah Kalingundil yang tengah
ditunggunya! Orang ini berbadan kate. Kepalanya sulah licin dan berkilat-kilat ditimpa sinar
matahari. Kedua telapak kakinya bukan saja lebar tapi juga tebal seperti kaki gajah. Tiba-
tiba pendekar 212 ingat
akan keterangan gurunya Eyang Sinto Gendeng. Menurut gurunya itu di puncak
Gunung Lawu berdiam seorang tokoh silat utama bernama Tapak Gadjah. Kehebatan Tapak Gadjah
ialah telapak pada sepasang kakinya yang berbentuk kaki gajah. Jangankan manusia, batupun
kalau ditendang akan
hancur lebur. Dan memang pada saat itu Wiro menyaksikan sendiri bagaimana tanah
gunung yang diinjak kedua kaki laki-laki itu meninggalkan bekas amblas sampai setengah dim!
"Mungkin sekali manusia ini adalah Tapak Gadjah," membatin Wiro Sableng. "Tapi
kenapa pula dia jauh-jauh bisa muncul di sini...?"
Wiro Sableng Pendekar Kapak Maut Naga Geni 212
Dendam Orang-orang Sakti
Selagi dia membatin begitu rupa Wiro Sableng terkejut pula melihat bagaimana
siorang tua"
yang duduk di bawah pohon cemara tiba-tiba berdiri tegak menyambuti kedatangan
simanusia kate!
kedua orang itu saling pandang seketika. Sekali melompat maka si kate sudah
berada dua tombak di
hadapan si orang tua berkeris emas! Kembali keduanya saling pandang dan
meneliti. Kemudian
terdengar suara si kate membentak.
"Jadi kau sudah datang duluan pendekar gila Wiro sableng"! Rupanya memang kau
betul- betul ingin mati lekas-lekas!" Kemarahan yang meluap membuat Tapak Gadjah lupa
akan keterangan
Kalingundil bahwa Wiro Sableng adalah seorang muda! Bukan saja siorang tua
nampak terkejut dan
heran, tapi Pendekar 212 di atas puncak pohon cemara jedi kernyitkan kulit
kening waktu mendengar
bentakan si manusia kate itu !
Sebelum si orang tua sempat bicara maka si kate sudah bertanya dengan membentak:
"Mampus cara mana yang kau kehendaki Pendekar 212! Aku Tapak Gadjah segera
melaksanakannya!"
"Kalau betul aku berhadapan dengan Tapak Gadjah, tokoh silat terkenal dari
Gunung Lawu saat ini...," menyahuti si orang tua, "maka dugaanmu meleset sekali!"
Tapak Gadjah pelototkan mata. "Meleset bagaimana maksudmu?" Dan Tapak Gadjah
ingat akan keterangan Kalingundil. Lalu diajukan pertanyaan: "Apakah kau bukannya Wiro
Sableng si manusia geblek bergelar Pendekar 212 itu..."!"
Si orang tua gelengkan kepata. "Aku adadalah Wirasokananta, Ketua Perguruan
Teratai Putih di bukit Siharuharu..."
"Ah... tak disangka datang dari jauh kiranya akan berjumpa dengan tokoh silat
ternama," Tapak Gadjah pula ramah. Mengingat Wiasokananta adalah tokoh silat dari golongan
putih dating dia
sendiri dari golongan hitam maka bertanyalah Tapak Gadjah: "Gerangan apakah yang
membuat Ketua Perguruan Teratai Putih sampai datang ke sini..."
"Panjang ceritanya Tapak Gadjah," menyahuti si orang tua berkeris emas.
"Ringkasrrya adalah
untuk mencari den memenuhi undangan seorang manusia bejat bernama Wiro Sableng
bergelar Pendekar 212!"
"'Ah... ah... ah...! Kalau begitu kita sama-sama datang untuk maksud yang
serupa. Dan pastilah
mempunyai tujuan terakhir yang serupa-pula yaitu menamatkan riwayat manusia
terkutuk itu. Bukankah demikin?"
Meskipun heran bagaimana Tapak Gadjah bias tahu hal itu namun Wirasokananta
mengangguk juga.
Wiro Sableng Pendekar Kapak Maut Naga Geni 212
Dendam Orang-orang Sakti
"Maksud sama, tujuan terakhir sama tapi latar belakang tentu lain. Kalau aku
boleh tanya, apakah sebabnya Ketua Perguruan Teratai Putih sampai turun tangan dan
bukan menyuruh anak-anak murid Perguruan...?"
"Semua murid-muridku musnah di tangan manusia laknat itu! Dua diantaranya
diperkosa!" jawab Wirasokananta. Suaranya bergetar. Kemudian dituturkannyalah
apa yang telah menimpa Perguruan dan murid-muridnya.
Di atas pohon cemara Pendekar 212 Wiro Sableng pentang telinga buka mata tak
berkesip. Penuturan Wirasokananta tentu saja sangat mengejutkannya.
Semenjak turun gunung bukan saja dia tidak pernah mendengar nama Perguruan
Teratai Putih, bahkan bertemu muka dengan Wirasokanantapun baru hari ini. Dan
hari ini pula Ketua Perguruan itu menuturkan bahwa dia -- Wiro Sableng -- telah melakukan
pembunuhan besar-besaran atas diri murid-murid Perguruan Teratai Putih! Ini adalah satu hal
yang sama sekali tidak benar! Kalau ini bukan satu kekeliruan tentu ini adalah fitnah. Dan
bila ini juga bukan fitnah, apakah yang telah menyebabkan Wirasokananta merasa yakin bahwa
Pendekar 212 lah yang telah memusnahkan Perguruannya "
"Nasibmu dan nasibku rupanya tidak banyak beda Ketua Teratai Putih," terdengar
suara Tapak Gadjah. "Muridku Suranyali juga kunyuk sedeng itu yang membunuh!"
Kini tahulah Wiro Sableng. Tapak Gadjah rupanya adalah guru Suranyali alias
Mahesa Birawa ! "Tapi muridmu cuma seorang yang mati di tangannya sedang aku
keseluruhannya,"
menjahuti Wirasokananta.
"Yang penting bukan soal jumlah. Ketua Teratai Putih. Yang penting ialah bahwa
kunyuk sedeng itu seorang manusia bejat yang musti kita lenyapkan dari muka bumi
ini!" Wirasokananta mengangguk.
Tapak Gadjah hendak buka mulutnya kembali. Tapi batal karena saat itu sudut
matanya melihat sesosok tubuh berkelebat dan tahu-tahu sudah berada di hadapan
mereka. "Siapa lagi yang datang ini...?" membatin Wiro Sableng.
Sedang sesat kemudian didengarnya suara Tapak Gadjah berkata sambil menjura:
"Sungguh pertemuan yang tak terduga. Tokoh silat dari Gunung Halimun kenapa bisa
muncul di sini...?"
Orang yang baru datang tertawa lebar. Dia berpakaian kain putih. Rambutnya
panjang diriap seperti perempuan, janggutnya menjela sampai ke perut. Rambut dan janggut
itu berwarna putih dan melambai-lambai tertiup angin.
Wiro Sableng Pendekar Kapak Maut Naga Geni 212
Dendam Orang-orang Sakti
"Kau sendiri mengapa bisa nongkrong di sini...?" balik menanya si janggut putih,
dia melirik pada Wirasokananta.
Tapak Gadjah mula-mula perkenalkan si janggut putih pada Wirasokananta. Ternyata
si janggut putih itu adalah Begawan Sitaraga, seorang sakti dari Gunung Halimun.
Setelah mendengar penuturan Tapak Gadjah yang juga sekalian menuturkan tentang
Wirasokananta maka Sitaraga tarik nafas dalam dan berkata "Betul-betul tak bisa
diduga kalau kedatangan kita ke sini tiga-tiganya adalah membawa maksud yang sama! Aku kenal
baik dengan Mahesa Birawa. Aku telah berjanji untuk membantu perjuangannya
menghancurkan Pajajaran karena memang aku tejak lama punya permusuhan dengan itu Kerajaan!
Tapi nyatanya Mahesa mendahului aku! Ini kuketahui dari seorarg anak buahnya yang
datang ke tempatku! Rupanya sebelum pecah perang Mahesa ada mengirim kurir. Kurir itu
tertangkap peronda Pajajaran!"
Kesunyian menyeling seketika. Di atas pohon camera Wiro Sableng masih tak
bergerak di tempatnya. Dengan munculnya ketiga orang itu dan dengan penuturan
masing- masing mereka Wiro kini bisa menjajaki bahwa ada sesuatu yang tak bares. Dan
ketidak beresan ini ditimpakan kepadanya. Siapa yang menjadi dalang ketidakberesan ini
tak susah untuk diterka yaitu Kalingundil ! Tapi Kalingundil sendiri ke mana mana" Yakin
bahwa bukan hanya tiga orang itu saja yang bakal muncul maka Wiro memutuskan untuk
menunggu. Dugaannya rnemang betul. Lewat sepeminum teh maka dari jurusan barat
kelihatanlah dua soaok tubuh berlari cepat laksana angina! Yang satu bertangan
buntung dan segera dikenali oleh Wiro Sableng sebagai Kalingundil adanya. Yang seorang
lagi pendekar 212 lupa-lupa ingat. Tapi metihat angka 212 pada keningnya Wiro baru
ingat bahwa manusia ini adalah Tapak Luwing, kepala komplotan Tiga Hitam dari Kali
Comel yang tempo hari bertempur melawannya tapi kemudian dilarikan oleh Kalingundil!
Begitu sampai dihadapan Tapak Gadjah, Wirasokananta dan Begawan Sitaraga
keduanya segera menjura. Kalingundil memandang berkeliling. "Harap maafkan kalau
kami datang agak terlambat". Dia memandang lagi berkeliling. Orang-orang yang
diundangnya sudah lengkap. "Pendekar gila itu masih belum muncul!"
Tapak Luwing berdehem. "Aku me mpu nya i firasat bahwa itu manusia tak
bernyali untuk datang antarkan nyawa kemari!"
"Kalau dia berani menantang, dia berani datang," menyahuti Kalingundil.
"Kita tunggu saja," buka suara Begawan Sitaraga.
Wiro Sableng Pendekar Kapak Maut Naga Geni 212
Dendam Orang-orang Sakti
"Dan kalaupun nanti ternyata silaknat itu tidak muncul, ke pintu nerakapun aku
akan cari dia!" berkata Ketua Perguruan Teratai Putih.
Gembira sekali Kalingundil mendengar katakata Wirasokananta itu. Nyatalah
bagaimana dendam kesumat si orang tua terhadap Wiro Sableng.
Sementara itu dari atas pohon cemara pendekar 212 Wiro Sableng memperhatikan
ke bawah dengan seksama. Kini tak ada keragu-raguan lagi bahwa segala sesuatunya
sampai tiga tokoh silat utama itu berada di sana adalah Kalingundil ya ng punya
rencana. Lima orang yang akan dihadapinya. Kalingundil dan Tapak Luwing sudah bisa
dijajakinya ketinggian ilmu kedua orang itu, tapi bagaimana dengan tiga orang lainnya"
Sanggupkah dia menghadapi mereka berlima sekaligus" Pendekar 212 diam-diam tarik nafas
dalam. Dia memandang ke langit. Matahari sudah sampai ke puncak tertingginya. Apakah
dia segera unjukkan diri atau menunggu sampai saat yang dirasakannya tepat"
Di saat itu di bawah didengamya suara Tapak Gadjah berkata: "Aku masih belum
yakin kalau kunyuk ingusan itu benar-benar murid Sinto Gendeng. Itu nenek-nenek
keriput

Wiro Sableng 003 Dendam Orang-orang Sakti di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

sudah sejak lama minggat dari dunia persilatan...!"
Panaslah hati Wiro Sableng mendenger gurunya, disebut demikian rupa. Tiada
terasakan lagi, didorong oleh naluri yang telah membuat dia menjadi bisa maka
keluarlah suara siulan dari sela bibirnya.
Lima manusia di bawah pohon terkejut dan.menengadah ke atas.
"Kurang ajar, rupanya kunyuk sedeng itu sudah lama mendekam di atas!," maki
Kalingundil. "Pendekar gila turunlah untuk terima mampus!" teriak Wirasokananta.
Pendekar 212 tertawa bergelak. "Ketua Perguruan Teratai Putih, aku kasihan pada
kau! Tidak tahu bahwa kau telah kena dikelabui oleh manusia tangan buntung itu!"
Kalingundil cepat membentak. "Agaknya kau memilih kematian di atas pohon itu.
Wiro Sableng"! Memang pohon itu cukup tinggi untuk mempercepat roh busukmu
terbang ke neraka!"
Wiro tertawa lagi seperti tadi.
"Biar aku paksakan dia turun !" buka mulut Tapak Luwing. Tangan kanannya
bergerak. Maka tiga pisau terbang beracun melesat ke puncak pohon cemara di mana
pendekar 212 herada !
* * * Wiro Sableng Pendekar Kapak Maut Naga Geni 212
Dendam Orang-orang Sakti
TAPAK Luwing! Kalau merasa sudah berilmu tinggi, biar kukembalikan pisaumu!"
teriak Wiro dari atas pohon.
Sesaat sesudah dia berkata begitu maka menderulah angin deras. Tiga pisau
terbang kembali ke bawah menyerang pemiliknya sendiri!
Dua buah masih sanggup dielakkan oleh Tapak Luwing tapi yang ketiga sangat cepat
sekali meleset ke arah batok kepalanya.
"Awas!" seru Begawan Sitaraga. Sekali dia lambaikan tangan maka mentallah pisau
itu dan Tapak Luwing yang diam-diam keluarkan. keringat dingin terlepaslah dari
bahaya kematian! Wiro Sableng kini tertawa membahak. "Kau terlalu bodoh untuk ikut-ikutan datang
ke mari Tapak Luwing ! Seharusnya saat ini kau cuci kaki dan pergi tidur!"
Saat itu Wirasokananta tak dapat lagi menahan kesabarannya. Dengan tangan kanan
dipukulnya batang pohon cemara.
"Kraaak!"
Pohon itu tumbang.
Wiro melompat ke samping dan melayang ke bawah dengan gerakan enteng. Sambil
melayang itu dia berkata: "Musuh penantang cuma satu, mengapa sekarang bisa jadi
lima" Apakah kau bisa beranak, Kalingundil?" Lalu pada tiga tokoh silat utama itu Wiro
berseru: "Kalian sudah tua bangka masih saja mau derigan urusan dunia dan nafsu membunuh!
Apa tidak malu kena dihasut oleh kunyuk tangan buntung itu?"
"Jangan banyak bacot manusia gelo! Ajalmu hanya tinggal sekejapan mata saja!"
bentak Tapak Gadjah. Dia maju ke muka dan kirimkan tendangan kaki kanan di saat
Pendekar 212 masih juga belum menjejakkan kaki di tanah!
Angin tendangan kerasnya bukan main. Debu beterbangan. Untuk menjajaki sampai
kemana kehebatan tenaga dalam lawan Wiro sengaja tidak mengelak tapi memapasi
serangan tersebut dengan lancarkan pukulan "kunyuk melernpar buah". Ketika dua
angin pukulan itu beradu terkejutlah Tapak Gadjah! Kedua kakinya melesak sampai tiga
senti ke tanah sedang angin tendangannya yang sanggup menghancurkan batu itu buyar!
Ternyata tenaga dalam Pendekar 212 tidak berada di bawahnya!
Dengan membuat dua kali jungkir balik di udara, pada jungkiran yang ketiga Wiro
sudah berdiri di atas kedua kakinya. Lima manusia dihadapannya segera mengurung.
Wiro Sableng Pendekar Kapak Maut Naga Geni 212
Dendam Orang-orang Sakti
"Kalian kunyuk-kunyuk tua bangka apa tidak malu main keroyok begini rupa"!"
Pendekar 212 masih sanggup bertanya sambil sunggingkan senyum mengejek.
"Seekor anjing kurap macam kau sudah terlalu pantas untuk dijagal bersama-sama!"
menyahuti Wirasokananta.
"Ah, kau orang tua... Rupanya masih belum tahu kalau dikelabui orang lain! Demi
kebenaran aku sama sekali tak pernah mendatangi Perguruanmu. Apa yang terjadi di
Perguruanmu aku tidak tahu menahu. Itu semua adalah fitnah. Seseorang lain yang
bertanggung jawab. Kurasa manusianya adalah si tangan buntung ini!," Wiro
menuding ke arah Kalingundil.
"Ha... ha! Bukan saatnya untuk cuci tangan pendekar gila!" seru kalingundil
seraya main-mainkan pedang buntung di tangan kirinya. "Tak perlu kambing hitamkan orang
lain! Tak perlu lempar batu sembunyi tangan....!"
"Aku memsng tak mengambinghitamkan kau orang buntung. Tapi eoba berkaca di
cermin Begawan Sitaraga, kau akan melihat bagaimana tampangmu memang persis
seperti kambing!".
Merah padam muka Kalingundil.
Wiro tertawa mengekeh.
Begawan Sitaraga yang merasa dihina segera maju ke muka. "Sobat-sobat, tak perlu
bicara panjang lebar dengan orang sedeng ini! Mari kita kermus dia!". Habis
berkata begitu Sitaraga gerakkan tangannya. Sinar putih yang panas dan menyilaukan menyambar ke
arah muka Wiro Sableng. Begitu matanya tersambar sinar tersebut gelaplah pemandangan
pendekar 212. "Celaka!" kata Wiro dalam hati. Tenaga dalamnya dialirkan ke kepala dan dia
melompat cepat ke salah satu pohon cemara untuk berlindung dari serangan lawan.
Tapak Gajah juga tidak berdiam diri. Tendangannya menggebubu. Pohon cemara
patah dah disaat itu Wiro sudah berpindah ke tempat lain. Dengan mata masih
terpejam dia putar kedua tangannya di udara. Maka menderulah angin pukulan "benteng topan
melanda samudera". Meski pukulan ini hanya mempergunakan sebagian tenaga dalam karena
yang sebagian masih tetap dialirkan ke muka tapi kehebatannya cukup membuat lima
penyerang hindarkan diri ke samping. Ketika matanya dibuka kembali maka pemandangannya
sudah terang seperti semula.
Begawan Sitaraga terkejut ketika melihat kedua mata lawannya tidak menjadi buta
oleh kilapan sinar cerminnya. Di lain pihak Wiro menganggap bahwa senjata yang
paling Wiro Sableng Pendekar Kapak Maut Naga Geni 212
Dendam Orang-orang Sakti
berbahaya di antara penyerang-penyerangnya ialah cermin di tangan Sitaraga itu.
Maka dia memutuskan untuk menghancurkan senjata itu terlebih dahulu.
Namun dikurung lima begitu rupa tidak mudah bagi Wiro Sableng untuk
melaksanakan niatnya. Serangan lima tawan bertubi-tubi. Setiap dia coba untuk
menghancurkan senjata di tangan Sitaraga maka pedang Kalingundil atau golok
Tapak Luwing atau keris emas ataupun tendangan Tapak Gajah datang pula menyerangnya,
kadangkala berbarengan sekaligus! Dengan bergerak gesit, dengan lancarkan
serangan- serangan balasan, dengan hanya bertangan kosong itu, pendekar 212 cuma sanggup
bertahan sampai duabelas jurus. Jurus-jurus selanjutnya dia didesak hebat Golok besar
empat peregi berkali-kali membabat ke arah dada dan perutnya. Sinar biru Pedang Siluman di
tangan Kalingundil tiada henti berkiblat ke sekujur tubuhnya sedang keris emas
Wirosokananta laksana hujan mengirimkan tusukan-tusukan mematikan. Dan di antara itu
tendangan- tendangan Tapak Gajah tiada terkirakan ditambah yang paling berbahaya cermin di
tangan Sitaraga berkata-kali menyambar kemukanya, masih untung sanggup dialakkannya!
Jurus kelima belas murid Eyang Sinto Gendeng itu terdesak ke tepi kawah. Sinar
cermin menyambar kemukanya. Di saat itu pula tendangan Tapak Gajah menyeruak ke
arah selangkangan. Dari atas menderu Pedang Siluman Biru, keris emas menikam ke dada
dan golok besar Tapak Luwing menggebubu ke perut!
"Tamatlah riwayatmu pemuda gila!" teriak Kalingundil.
"Jangan lupa sampaikan salamku pada setan-setan neraka!" menimpali
Wirasokananta. "Bret"!
Ujung Pedang Siluman Biru menyambar lewat dada, merobek pakaian pendekar 212!
"Sialan!" maki Wiro Sableng.
"Memakilah sekenyangmu setan alas! Setan-setan neraka memang paling suka pada
manusia-manusia tukang maki macammu!" teriak Kalingundil.
Wiro Sableng kertakkan geraham. Kedua pipinya menggembung. Sedetik kemudian
meledaklah bentakan yang keras, demikian kerasnya sehingga menggema sampai ke
dasar kawah Gunung Tangkuban Perahu! Tubuh pendekar 212 lenyap! Serentak dengan itu
terdengarlah suara siulan yang melengking-lengking. Dan di antara lengkingan
siulan itu menderu suara laksana ratusan tawon, mendengung menyamaki liang telinga! Sinar
putih bergulung-gulung! Lima penyerang tersurut mundur.
"Kapak Naga Geni!" seru Begawan Sitaraga ketiga melihat senjata di tangan Wiro
Sableng. Belum lagi habis gaung seruannya itu sudah menyusul suara jeritan
setinggi langit.
Wiro Sableng Pendekar Kapak Maut Naga Geni 212
Dendam Orang-orang Sakti
Satu tubuh angsrok terpelanting di tanah mandi darah, kepala terbelah dua!
Korban Maut Naga
Geni 212 yang pertama itu ialah Tapak Luwing!
"Kurung biar rapat!" teriak Tapak Gajah. Dia melompat tinggi. Kedua kakinya
menendang susul menyusul. Dua senjata lainnya menderu pula ke arah Wiro Sableng.
"Ketua Perguruan Teratai Putih!" berseru pendekar 212. "Antara kau dan aku tak
ada permusuhan. Sebaiknya undurkan diri saja!"
"Jangan bicara melangit pemuda sedeng! Delapan arwah muridku minta roh
busukmu!". Wirasokananta percepat tusukan kerisnya. Maka keris emas, Pedang
Siluman Biru dan Kapak Naga Geni 212 beradu dengan mengeluarkan suara nyaring.
Wirasokananta berseru kaget. Tangannya tergetar hebat dan pedas panas. Keris
saktinya terlepas mental. Cepat-cepat Ketua Perguruan Teratai Putih ini melompat
mundur. Kalingundil sendiri tak kalah kagetnya. Bagian yang tajam dari pedang buntungnya
gompal sedang tangannya menjadi seperti kaku. Kalau tidak sinar cermin Sitaraga
menyambar ke arah lawan pastilah Kapak Maut Naga Geni 212 membabat perutnya. Kalingundil
keluarkan keringat dingin!
Suara siulan Pendekar 212 kini sekali-sekali diselingi oleh suara tawa mengekeh!
Tubuhnya hampir tak kelihatan lagi. Kapak Naga Geni mengaung mencari maut.
Keempat lawan menjadi sibuk. Merasa mulai terdesak, Tapak Gadjah segera keruk saku
pakaiannya. Tanpa memberi peringatan lagi tokoh silat ini segera lepaskan seratus senjata
rahasia yang berupa jarum-jarum hitam ke arah Wiro Sableng. Tapi angin putaran Kapak Naga
Geni yang ampuh sekaligus meluruhkan jarum-jarum beracun itu. Malahan Tapak Gajah dan
kawan- kawan menjadi sibuk karena harus mengelakkan jarum-jarum hitam yang terdorong
berbalik menyerang mereka sendiri!
"He.. he.. he..," Pendekar 212 tertawa mengekeh. "Wirasokananta, untuk
penghabisan kali aku kasih peringatan padamu. Mundur atau mampus dengan
percuma!".
Ketua Perguruan Teratai Putih menjadi bimbang. Dia membatin "Adakah seorang
musuh yang sehebat ini sampai memberi dua kali peringatan kepadaku?".
"Wirasokananta jangan bodoh!" teriak Kalingundil. "Manusia yang telah membunuh
delapan muridmu, ape hendak kau lepaskan begitu sa... akh....."
Kata-kata Kalingundil tak sampai pada ujungnya. Salah satu dari mata kapak di
tangan Wiro Sableng membabat putus lengan kirinya. Tangan dan pedang buntung
mental masuk kawah. Darah muncrat. Laki-laki ini terhuyung ke belakang kesakitan.
Akhirnya Wiro Sableng Pendekar Kapak Maut Naga Geni 212
Dendam Orang-orang Sakti
ketika dia kehabisan darah nafasnya megap-megap dan dia jatuh menelentang di
tanah tapi belum mati! Tapak Gajah dan Begawan Sitaraga tertegun seketika. Namun sesaat kemudian
serentak pula keduanya menyerang sebat. Serangan ini disambut dengan siutan dan
tawa mengejek oleh Wiro Sabteng. "Kalian berdua adalah tokoh-tokoh silat dari
golongan hitam!
Manusia-manusia macam kalian pantas menjadi umpan cacing di liang neraka!".
Pendekar 212 putar kapaknya.
"Buyar!"
Cermin di tangan Sitaraga pecah berhamburan. Begawan itu keluarkan seruan
tertahan dan memandang senjatanya yang hancur dengan rasa tak percaya.
"Begawan awas!" teriak Tapak Gajah. Tapi terlambat!
Kapak Maut Naga Geni 212 datangnya tiada sanggup lagi untuk dielakkan.
"Crras"!
Putuslah leher Begawan Sitaraga. Darah seperti air mancur muncrat ke udara.
Kepala yang buntung mengelinding seperti bola terus masuk ke dalam kawah Gunung
Tangkuban Perahu! Melihat kematian sobatnya ini, si kate kepala sulah Tapak Gajah menciut
nyalinya! Tanpa buang waktu dia segera putar tubuh.
"Eit orang kate, mau minggat ke mana"!" Wiro Sableng berseru. "Ayo berhenti!".
Tapi mana Tapak Gajah mau berhenti. Malahan ini manusia tancap gas dan lari
lintang pukang. Wiro menyeringai. Tangan kanannya bergerak menekan bagian dekat
hulu kapak yang berbentuk kepala naga-nagaan. Maka mengaunglah 212 batang jarum putih
beracun ke arah Tapak Gajah. Tapak Gajah coba melompat ke samping namun dia
kurang cepat. Hampir keseluruhan jarum-jarum putih itu menembus daging tubuhnya. Tapak
Gajah meraung setinggi langit! Begitu racun jarum merembas jantungnya maka tubuhnya


Wiro Sableng 003 Dendam Orang-orang Sakti di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

kelojotan seketika lalu menggeletak di tanah tanpa bergerak lagi!
Wirasokananta leletkan lidah melihat kehebatan pendekar; tapi diam-diam bulu
tengkuknya merinding karena ngeri! Sedang ketika dia berpaling pada pendekar
itu, dilihatnya Wiro Sableng berdiri sambil garuk-garuk rambutnya yang gondrong! Wiro
tarik nafas dalam lalu putar tubuh dan memandang pada Wirasokananta. "Ketua Perguruan
Teratai Putih," katanya. "Kenyataan yang kita tidak saksikan dengan mata kepala
sendiri adalah terlalu sukar untuk dipercaya. Demikian juga dengan peristiwa di
perguruanmu. Wiro Sableng Pendekar Kapak Maut Naga Geni 212
Dendam Orang-orang Sakti
Sama sekali tak ada sangkut pautnya denganku! Aku yakin manusia inilah yang jadi
biang racun!". Wiro mendekati Kalingundil yang tengah megap-megap. Dari dalam sakunya
dikeluarkannya sebuah pil. Dia senyum-senyum dan menimang-nimang obat itu. "Kau
masih inginkan hidup Kalingundil?" tanyanya.
Kalingundil diam saja.
"Obat ini bisa menyembuhkan lukamu dan memunahkan racun Kapak Naga Geni
yang mengalir di darahmu. Aku akan berikan kepadamu jika kau menerangkan dan
mengaku bahwa kaulah yang telah membunuh delapan anak murid Perguruan Teratai Putih...".
Kalingundil masih diam.
"Kau tak mau hidup..... ?".
Kalingundil memandang dengan matanya yang berbinar-binar pada pil di tangan
Wiro. Dalam diri setiap manusia yang tengah meregang nyawa akan selalu datang
harapan untuk dapat terus hidup. Demikian juga dengan Kalingundil.
"Masukkan dulu pil itu ke dalam mulutku," katanya.
Wiro memasukkan obat itu ke dalam mulut Kalingundil dan Kalingundil cepat-cepat
menelannya. "Sekarang terangkan cepat!".
Kalingundil buka mulut mengakui apa-apa yang telah diperbuatnya terhadap
Perguruan Teratai Putih. Akan Wirasokananta begitu mendengar penuturan tersebut,
tak dapat lagi menahan luapan amarahnya. Tanpa banyak cerita dengan kaki kanan
ditendangnya Kalingundil. Demikian kerasnya sehingga tak ampun lagi tubuh
Kalingundil mencelat beberapa tombak ke udara dan malang baginya tubuhnya terlempar tepat ke
kawah. Masih terdengar jeritan laki-laki itu menggaung ketika tubuhnya melayang ke
bawah sebelum amblas di dalam kawah belerang!
Sekali lagi pendekar 212 hela nafas dalam dan berpaling pada Wirasokananta. Satu
senyum terlukis di bibir pendekar muda itu. Ketua Teratai Putih belas tersenyum.
"Orang muda, apakah kau betul-betul muridnya Sinto Gendeng?".
"Ah.... murid siapapun aku butan menjadi soal, Ketua Perguruan Teratai Purih"
menyahuti Pendekar 212. "Orang-orang mencap aku pemuda edan, sinting, gila,
geblek... Kurasa memang suatu ketika kegilaan itu ada perlunya. Hanya manusia-rnanusia
gila semacam kita inilah yang sanggup membunuh manusia-manusia bejat dan
menghancurkan kebejatan. Coba saja kau pikir mana ada manusia waras mau membunuh sesama
manusia...?".
Wiro Sableng Pendekar Kapak Maut Naga Geni 212
Dendam Orang-orang Sakti
Wirasokananta tertawa. "Ucapanmu benar juga, pendekar," katanya.
Wiro mendongak ke langit. "Ah, matahari sudah tinggi. Banyak urusan baru yang
menunggu kita. Ketua Perguruan Teratai Putih, pertemuan kita hanya sampai di
sini. Aku senang bisa berkenalan dengan kau. Semoga kita bisa jumpa lagi....".
"Pendekar 212, tunggu dulu...!" seru Wirasokananta. Tapi percuma saja. Sang
pendekar saat itu sudah berkelebat dan lenyap! Wirasokananta goleng-goleng
kepala. "Pemuda hebat sikapnya seperti betul-betul gila tapi hatinya polos, ilmunya.......
ah, aku yang sudah tua ini mungkin tak pernah bisa mencapai ilmu setinggi yang
dimilikinya. Belum
lagi sempat mengucapkan terima kasih, dia sudah lenyap..."
Wirasokananta memandang ke dasar kawah lalu mengikuti jejak Wiro Sableng
meninggalkan tempat itu.
T A M A T Wiro Sableng Pendekar Kapak Maut Naga Geni 212
Dendam Orang-orang Sakti
Salam 212 SEMUA HAK KARYA CIPTA CERITA INI ADALAH MILIK
ALMARHUM BASTIAN TITO
Diketik ulang oleh Kailani Sekali
Hanya untuk para pendekar semua pecinta Wiro Sableng
Saran dan kritik kirim ke: kucinglistrik@gmail.com
Rahasia 180 Patung Mas 17 Pendekar Naga Putih 104 Perantauan Ke Tanah India Pendekar Laknat 3
^