Pencarian

Kutukan Empu Bharata 1

Wiro Sableng 013 Kutukan Empu Bharata Bagian 1


SERIAL WIRO SABLENG Created by syauqy_arr@yahoo.co.id Kutukan Empu Bharata
1 SEJAK dinihari gumpalan awan hitam menggan-
tung di udara. Paginya walaupun sang surya
telah menampakkan diri namun karena masih
adanya awan hitam itu, suasana kelihatan
mendung sekali. Kokok ayam dan kicau burung
tidak seriuh seperti biasanya, seolah-olah
binatang-binatang itu tidak gembira menyambut
kedatangan pagi yang tiada bercahaya itu.
Di lereng timur Gunung Slamet, seorang
laki-laki tua yang mengenakan kain selempang
putih berdiri di depan teratak kediamannya.
Janggutnya yang putih panjang menjela dada
melambai-lambai ditiup angin pagi. Orang tua
ini menengadah memandang kelangit.
"Mendung sekali pagi ini..." katanya dalam hati. Untuk beberapa lamanya dia
masih berdiri di depan teratak itu.
Kemudian terdengarlah suaranya berseru memanggil seseorang.
"Untung! Kau kemarilah . . . "
Meski umurnya hampir mencapai delapan puluh, namun suara yang keluar dari mulut
orang tua itu keras lantang dan berwibawa. Sesaat kemudian seorang pemuda
sembilanbelas tahun muncul dari dalam teratak. Parasnya tampan. Dia mengenakan
sehelai celana pendek sedang dadanya yang tidak tertutup kelihatan bidang tegap
penuh otot-otot.
"Empu memanggil aku . . .?" pemuda itu bertanya.
Si orang tua yang bernama Empu Bharata, menganggukkan kepalanya. "Keris Mustiko
Jagat yang kubikin sudah hampir siap ..." berkata orang tua itu, "cuma ada
beberapa bagian yang harus di pertajam. Pergilah cari kayu-kayu kering untuk api
penempa. Aku kawatir kalau hujan turun kau tak bisa mencari kayu-kayu
kering. . . "
"Persediaan kayu yang kukumpulkan dua hari yang lalu sudah habis, Empu?" tanya
Untung Pararean.
"Ya, sudah habis. Nah kau pergilah dan cepat kembali."
Untung Pararean segera meninggalkan tempat itu. Tak lama kemudian dia sudah
kembali dengan setumpuk kayu-kayu KARYA
1 BASTIAN TITO SERIAL WIRO SABLENG Created by syauqy_arr@yahoo.co.id Kutukan Empu Bharata
kering di bahu kanannya.
"Bawa terus kedalam Untung, dan sekalian nyalakan api. Kalau sudah ambilkan
Mustiko Jagat dari dalam lemari."
"Baik Empu", sahut Untung Pararean.
Sementara pemuda itu menyalakan api, Empu Bharata mengisi sebuah mangkok tanah
dengan air bening lalu ditaburi bunga-bunga tujuh rupa. Dari perapian yang telah
menyala disiapkannya sebuah perasapan yang ditaburi dengan setanggi dan kemenyan
sehingga suasana di dalam teratak tua itu harum semerbak baunya.
"Kalau Mustiko Jagat sudah siap nanti, berarti kesampaianlah cita-citaku untuk
memberikan sumbangan pada Kerajaan..."
"Aku tak mengerti maksud kata-kata Empu," kata Untung Pararean pula sambil
menyeka butirbutir keringat yang terbit dikulit keningnya akibat panasnya
perapian. Orang tua itu mengelus janggutnya yang panjang. Dua bola matanya bersinar-sinar.
"Mustiko Jagat adalah sebilah keris sakti, Untung. Tujuh tahun aku menempanya
bukanlah satu masa yang singkat. Seorang yang bodoh dan tak tahu kepandaian
silat apapun, jika memegang keris itu pasti akan dibimbing oleh satu kekuatan
aneh tapi sakti hingga ia menjadi seorang jago yang sukar untuk dikalahkan.
Disamping itu, Mustiko Jagat bila direndam dalam air, air itu bisa menjadi obat
segala macam racun jahat. Dan senjata sakti itulah yang bakal kuserahkan pada
Sri Baginda untuk mempertahankan Kerajaan dari segala macam bahaya dan
malapetaka. Dan kau Untung ... kaulah nanti yang akan kuutus untuk menyampaikan
Mustiko Jagat ke istana."
"Jadi senjata yang bertahun-tahun Empu buat ini hendak diserahkan pada
Kerajaan?" tanya Untung Pararean heran.
"Ya."
"Aku kira tadinya untuk Empu pakai sendiri."
Empu Bharata tertawa pelahan.
"Aku sudah tua, Untung. Sebentar lagi bakal mati. Dan kalau aku mati tak satupun
yang akan kubawa ke liang kubur, Disamping itu apakah sumbangan dan balas jasaku
kepada tanah air dan Kerajaan" Keris sakti itu berguna bagi Kerajaan dan bagi
anak-anak cucuku ... termasuk kau."
Untung Pararean berpikir sejenak. Lalu tanyanya, "Apakah Mustiko Jagat boleh
dipakai untuk membunuh, Empu... ?"
"Boleh! Memang boleh! Tapi untuk membunuh manusia-manusia jahat. Tegasnya untuk
menumpas kejahatan dari muka bumi ini."
"Dan kalau dipakai untuk membunuh orang baik-baik, bagaimana Empu?" tanya Untung
Pararean pula ingin tahu.
"Itu berarti melakukan satu kejahatan besar. Yang melakukannya akan berdosa
besar. Dan setiap kejahatan sudah barang tentu ada pembalasannya," jawab Empu
Bharata. "Nah, sekarang kau pergilah ambil keris itu didalam lemari."
"Baik Empu." Untung lalu masuk kedalam sebuah kamar. Di kepala tempat tidur yang
terbuat dari jambu terletak satu KARYA
2 BASTIAN TITO SERIAL WIRO SABLENG Created by syauqy_arr@yahoo.co.id Kutukan Empu Bharata
lemari kayu jati. Ketika lemari dibuka, sinar biru yang amat terang rnerambas
keluar. Itulah sinar keris Mustiko Jagat yang terletak diatas sehelai kain
putih. Keris itu sengaja tidak dimasukkan ke dalam sarungnya karena ada beberapa
bagian yang masih belum diperhaluskan dan dipertajam. Untung Pararean pernah
mendengar dari Empu Bharata bahwa senjata sakti apa saja sebelum selesai benar
tak boleh dimasukkan kedalam sarungnya. Apa sebabnya Untung Pararean pernah
menanyakan pada orang tua itu, tapi Empu Bharata tak mau menerangkannya.
Meskipun sudah pernah beberapa kali disuruh oleh Empu Bharata untuk mengambil
senjata ini tapi saat itupun kedua tangan Untung Pararean menjadi bergetar
sewaktu mengangkat kain putih di mana keris Mustiko jagat terletak. Dirasakannya
ada satu hawa aneh mengalir dari keris sakti kelengannya. Dengan menanting
senjata itu di kedua tangannya Untung Pararean keluar dari Kamar.
Empu Bharata dlihatnya sudah duduk dimuka perapian membelakanginya, tengah
mengatur-atur perkakas. Dalam melangkah mendekati orang tua itu tiba-tiba
selintas pikiran jahat muncul di benak pemuda ini. Selintas pikiran jahat itu
datangnya seperti satu bisikan melalui telinga Untung Pararean.
"Untung Pararean, kenapa kau begitu buta hingga tak melihat kesempatan baik di
depan matamu" Bukankah sudah sejak lama terniat di hatimu hendak menjadi
pendekar sakti mandraguna, hendak memiliki keris Mustiko Jagat itu" Kau tunggu
apa lagi" Kau punya kesempatan untuk memiliki keris itu sekarang!"
"Tapi Empu Bharata tentu akan marah," jawab kata hati Untung Pararean.
Dan suara aneh jahat berbisik lagi ketelinga pemuda itu. "Tolol, sungguh kau
pemuda tolol! Kalau orang tua itu marah padamu, tusuk saja dia dengan Mustiko
Jagat. Bunuh! Dan kalau dia sudah mati, kau bisa memiliki keris itu dan kau akan
jadi pemuda sakti mandraguna, ditakuti di delapan penjuru angin. Disamping itu
jika namamu sudah dikenal kau akan mudah menduduki jabatan Perwira Bala tentara
Kerajaan! Perwira ... ! Tidakkah kau inginkan jabatan yang tinggi dan terhormat
itu" Ayolah! Bunuh orang tua tak berguna itu!"
"Kalau aku membunuhnya berarti aku berbuat dosa," kata hati Untung Pararean,
"dan aku jadi orang jahat. Lalu kelak aku bakal menerima pembalasan!"
"Betul-betul kau tolol orang muda! Jika keris itu sudah berada ditanganmu, jika
kau sudah menjadi seorang sakti mandraguna siapa yang sanggup dan berani turun
tangan terhadapmu" Kalau tidak kau bunuh si tua renta itu, kau bakal menjadi
manusia tak berharga, jadi hamba sahaja seumur-umurmu!"
Di diri Untung Pararean saat itu seolah-olah terjadi perang tanding antara
kejahatan dan kebenaran. Bagaimanapun pemuda ini berpijak dan bertahan diatas
kebenaran namun lama-lama, dalam detik-detik yang mencapai puncak ketegangan
itu, kebenaran yang ada dalam dirinya berhasil ditumbangkan oleh kejahatan yang
melanda hati dan jalan pikirannya!
Ketika dia cuma tinggal dua langkah dari tubuh Empu Bharata yang duduk bersila
menghadapi alat-alatnya dan perapian, KARYA
3 BASTIAN TITO SERIAL WIRO SABLENG Created by syauqy_arr@yahoo.co.id Kutukan Empu Bharata
pemuda itu tiba-tiba mengambil keputusan bahwa dia harus membunuh si orang tua!
Digenggamnya hulu keris Mustiko Jagat erat-erat. Sesaat kemudian senjata itu
dihunjamkannya ke punggung kiri Empu Bharata. Orang tua itu mengeluh tinggi,
tubuhnya tersungkur di muka perapian, darah cepat membanjiri punggung dan
selempang kain putihnya, tapi dia belum lagi menghembuskan nafas penghabisan.
Sepasang matanya yang agak mengabur dimakan umur dan dijelang ajal itu memandang
sayu tapi mengerikan pada Untung Pararean yang berdiri, dengan keris Mustiko
Jagat berlumuran darah di tangan kanannya.
"Pemuda dajal ..." desis Empu Bharata diantara nafasnya yang mulai menyengal.
"Apakah yang membuat kau sampai melakukan kejahatan terkutuk ini
terhadapku ...?" Tenggorokan orang tua itu turun naik beberapa kali lalu. "Aku
tahu . . . aku ta ... hu. Kau inginkan keris itu bukan?" Empu Bharata
menyeringai pucat. "Kau bisa memiliki Mustiko Jagat, manusia jahat.
Tapi apa yang kau lakukan terhadapku kelak akan mendapat balasnya di kemudian
hari. Demi para Dewa di Swar ... swargalo ...
ka ... kelak kau bakal mati di ujung Mustiko Jagat juga. Dan .,. se " sebelum
mati hidupmu kukutuk menderita lahir ba . . .
ba..." Ujung kata-kata yang diucapkan Empu Bharata lenyap oleh suara guntur yang
menggelegar dengan tiba-tiba. Di luar teratak kilat menyambar, lalu suara guntur
lagi dan sesaat kemudian hujan lebat turun membasahi bumi, seakan-akan alam
ciptaan dan Kuasa ini turut menyaksikan dan menangisi kematian Empu Bharata.
Untuk sesaat lamanya Untung Pararean berdiri mematung dengan bulu kuduk
merinding. Ketika diperhatikannya paras Empu Bharata, kedua mata orang tua itu,
sudah tertutup sedang dari mulutnya membuih darah kental akibat racun keris
Mustiko Jagat yang amat berbisa. Keris yang masih dilumuri darah itu dimasukkan
Untung Pararean ke dalam sarungnya. Karena masih ada bagian-bagiannya yang belum
diperhalus, senjata itu tak dapat masuk keseluruhannya kedalam sarung,
mengganjal diluar kira-kira setengah senti. Tapi itu tak diperdulikan Untung
Pararean. Dia masuk ke dalam kamarnya, mengemasi pakaian serta barang-barangnya
lalu dibawah hujan lebat yang mencurah bumi pemuda itu berlari menuruni lereng
timur Gunung Slamet.
Seminggu sesudah dibunuhnya Empu Bharata kelihatanlah seorang berlari cepat
mendaki, Gunung Slamet. Demikian cepat larinya hingga hanya bayangan jubah
putihnya saja yang terlihat. Dalam waktu yang singkat orang ini telah mencapai
teratak tua tempat kediaman Empu Bharata. Begitu muncul disitu begitu orang ini
berseru, "Dimas Bharata, aku datang!" Suara seruannya yang keras menggetarkan
seantero tempat hanya disahuti oleh gema seruan itu sendiri. "Heran, kenapa
sepi-sepi saja."
membathin orang ini. Tubuhnya bungkuk, badannya yang kurus kering macam
tengkorak hidup itu tertutup oleh sehelai jubah putih yang kotor dan bertambal-
tambal. Mukanya bopeng buruk sekali. Rambutnya yang awut-awutan tak pernah kena
air mengumbar bau yang tidak sedap, ditambah lagi dengan bau jubahnya yang
kotor. "Dimas Bharata, Untung Pararean, apa kalian tuli hingga tak mendengar
kedatanganku"!" seru si muka Bopeng. Dia melangkah besar-besar ke pintu teratak
yang terbuka lebar. Sampai diambang pintu mendadak sontak langkahnya terhenti.
Sepasang kakinya yang kurus kering itu laksana dipantek ke lantai tanah. Tapi
hanya sesaat. Sedetik kemudian dia sudah KARYA
4 BASTIAN TITO SERIAL WIRO SABLENG Created by syauqy_arr@yahoo.co.id Kutukan Empu Bharata
menghambur masuk dan menjatuhkan diri disamping mayat Empu Bharata. Ada satu
keanehan atas diri Empu Bharata. Meski mayatnya sudah seminggu menggeletak namun
masih tetap utuh dan tidak busuk hingga kalau tidak memperhatikan bekuan darah
yang terdapat dipunggung dan di lantai, orang tua itu tak ubahnya seperti
seorang yang tengah tidur nyenyak.
"Dimas Bharata! Siapa yang melakukan ini" Siapa yang membunuhmu"!" teriak si
muka Bopeng. Namanya Gambir Seta.
Tapi didunia persilatan dia lebih dikenal dengan nama gelaran yaitu Pengemis
Sakti Muka Bopeng, dan dia adalah kakak kandung Empu Bharata. Seperti orang gila
Pengemis Sakti Muka Bopeng terus juga berteriak-teriak menanyakan siapa yang
telah membunuh adiknya. Tapi siapakah yang akan memberikan jawaban"! Dengan
bercucuran air mata didukungnya mayat adiknya. Dia hendak meninggalkan teratak
itu tapi ia ingat sesuatu dan menghentikan langkan lalu memandang berkeliling
"Untung! Untung Pararean, dimana kau"!" serunya memanggil. Tak ada jawaban. Dia
berteriak lagi tetap saja tak ada yang menyahut karena memang Untung Pararean
sudah tidak ada di tempat itu lagi. Hati laki-laki ini menjadi syak wasangka.
Dia masuk ke dalam kamar yang diketahuinya sebagai kamar si pemuda pembantu
adiknya dan menggeledah. Tak satu potong pakaianpun ditemuinya disitu.
Juga dengan masih mendukung mayat adiknya, Pengemis Sakti Muka Bopeng kemudian
masuk ke kamar Empu Bharata.
Dia tahu bahwa adiknya pernah membuat sebilah keris sakti bernama Mustika Jagat.
Tapi senjata itu tak ditemuinya dikamar, juyd setelah diperiksa seluruh teratak,
keris sakti itu tetap tak bersua.
"Bangsat! Pasti pemuda itu yang membunuh adikku! Pasti dia juga yang mencuri dan
melarikan Mustiko Jagat!" Geraham-geraham Pengemis Sakti Muka Bopeng
bergemeletakan. Dia tak dapat mengendalikan kelakar marahnya. Sambil berteriak-
teriak bahwa dia akan melakukan pembalasan, memecahkan kepala Untung Pararean,
orang tua ini mengamuk hebat, menendangi segala apa yang ada di dalam teratak
hingga bangunan itu hancur berpelantingan. Pengemis Sakti Muka Bopeng masih
belum puas. Pohon-pohon dan apa saja yang ada di sekitar tempat itu habis
ditendanginya. Ada kira-kira sepeminuman teh dia mengamuk kalap begitu rupa.
Sambil menangis dan kadang-kadang berteriak-teriak kemudian Pengemis Sakti Muka
Bopeng lari menuruni Gunung Slamet dengan membawa jenazah adiknya.
KARYA 5 BASTIAN TITO SERIAL WIRO SABLENG Created by syauqy_arr@yahoo.co.id Kutukan Empu Bharata
2 KETIKA dia sampai di kaki gunung hujan telah reda. Bajunya dan sekujur tubuhnya
basah kuyup. Sambil menggigil kedinginan dia meneruskan perjalanan dengan jalan
kaki. Sepanjang jalan perutnya menggereok minta diisi. Sejak pagi tadi memang
dia belum makan apa-apa sama sekali. Dia berharap dalam waktu yang singkat akan
dapat menemui sebuah desa atau kampung di mana dia bisa membeli makanan untuk
pengisi perutnya.
Belum lagi lewat sepeminuman teh berlalu Untung Pararean menemui satu jalan yang
sangat becek akibat hujan. Pemuda ini mengikuti jalan itu ke sebelah tenggara.
Tiba-tiba di belakangnya terdengar suara derap kaki-kaki kuda. Ketika dia
berpaling dilihatnya sebuah kereta yang ditarik oleh dua ekor kuda hitam besar
meluncur cepat sekali di jalan yang becek itu, memancarkan lumpur dan air kotor
ke kiri kanan jalan. Pengemudi kereta tiada hentinya mencarnbuk punggung kedua
ekor kuda agar kereta bergerak lebih cepat. Di belakang kereta yang bagus dan
tertutup itu ada dua orang penunggang kuda berpakaian keprajuritan.
"Pemuda gila!" kusir kereta tiba-tiba berteriak memaki Untung Pararean. "Kalau
tidak lekas menyingkir kuda-kudaku akan menerjangmu! Apakah kau ingin tulang-
tulangmu hancur berantakan"!"
Untung Pararean merutuk dalam hati lalu menepi. Dan ketika kereta itu lewat
disampingnya, lumpur dan air kotor bermuncratan membasahi muka dan pakaiannya.
"Sialan!" maki Untung Pararean.
Baru saja dia habis memaki begitu satu tendangan mampir di bahunya, membuat dia
terpelanting dan jatuh duduk ditanah!
"Ha . . . ha! Itu bagian untuk manusia kotor yang berani memaki prajurit
Kerajaan!" seru salah seorang prajurit yang mengawal kereta. Dialah yang telah
menendang Untung Pararean.
"Keparat! Kelak kau bakal menerima pembalasan dariku!" teriak si pemuda seraya
bangun dan membersihkan pakaiannya.
Dengan masih menggerutu Untung Pararean lalu melanjutkan perjalanan. Tapi baru
saja menindak beberapa langkah tiba-tiba dia dikejutkan oleh suara sorak sorai


Wiro Sableng 013 Kutukan Empu Bharata di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

di jalan didepannya, disusul dengan suara ringkik kuda. Ketika dia memandang ke
depan dilihatnya kereta tadi berhenti di tengah jalan. Dari kiri kanan jalan
menyerbu kira-kira sepuluh orang berpakaian seragam hitam, bersenjatakan golok-
golok besar. Sebelum Untung Pararean sampai di tempat itu pertempuran antara dua
pengawal yang dibantu oleh kusir kereta melawan kesepuluh orang berseragam
pakaian hitam itu telah berlangsung! Tak salah lagi pastilah orang-orang itu
gerombolan rampok hutan Dadakan yang memang sering malang melintang disekitar
kaki Gunung Slamet.
Untung Pararean menyelinap kebalik serumpun semak belukar lebat dan menyaksikan
jalannya pertempuran dari tempat KARYA
6 BASTIAN TITO SERIAL WIRO SABLENG Created by syauqy_arr@yahoo.co.id Kutukan Empu Bharata
ini. Kedua prajurit Kerajaan itu masing-masing bersenjatakan sebilah pedang
sedang kusir kereta sebilah keris panjang. Dari gerakangerakan mereka nyatalah
bahwa ketiganya memiliki ilmu silat yang cukup tinggi. Sampai sepuluh jurus
mereka sanggup membendung serangan-serangan sepuluh anggota rampok. Tapi walau
bagaimanapun jumlah mereka terlalu sedikit untuk menghadapi lawan yang tiga kali
lipat lebih banyak hingga jurus-jurus selanjutnya ketiga orang itupun
terdesaklah. "Prajurit-prajurit Kerajaan yang sombong," kata Untung Pararean dalam hati,
"sebentar lagi kalian akan segera mampus!"
Terdengar satu jeritan. Prajurit yang tadi menendang Untung Pararean roboh
dengan satu luka besar di dadanya!
"Rasakan!" seringai Untung Pararean.
Tiba-tiba dilihatnya pintu kereta terbuka dan satu suara perempuan mengumandang.
"Atas nama Kerajaan hentikan pertempuan ini!"
Terkejutlah para rampok yang mengeroyok. Untung Pararean sendiri tak kurang
kagetnya. Di dalarn kereta itu ternyata ada seorang dara berpakaian bagus,
berkulit hitam manis dan berwajah elok sekali!
Kejut para rampok cuma sebentar. Beberapa orang diantara mereka lantas saja
menyerbu ke arah kereta!
Kalau tadi Untung Pararean karena sakit hati terhadap prajurit-prajurit Kerajaan
itu tidak mau turun tangan memberikan bantuan, kini melihat gadis jelita yang
didalam kereta terancam keselamatannya, segera melompat keluar dari persembu-
nyiannya. Keris Mustiko Jagat tergenggam ditangan kanannya, memancarkan sinar
biru yang menggidikkan.
"Rampok-rampok rendah! Lekas tinggalkan tempat ini kalau tidak mau mampus!"
demikian bentak Untung Pararean gagah laksana seorang pendekar digjaya meski dia
sama sekali tidak tahu satu jurus ilmu silatpun! Tapi dia percaya dengan
kesaktian keris Mustiko Jagat. Sewaktu keris ini dipegangnya pertama kali tadi,
satu hawa aneh telah menyelimuti sekujur tubuhnya hingga tubuhnya terasa sangat
enteng sedang satu kekuatan yang luar biasa terpusat di kedua kaki dan kedua
tangannya! "Kurang ajar! Pemuda kesasar dari mana yang mau jadi jago!" teriak salah seorang
anggota rampok, lalu menerjang dan membabatkan golok besarnya ke kepala Untung
Pararean. Seperti telah diketahui Untung Pararean hanyalah seorang pemuda pembantu Empu
Bharata yang sama sekali tidak tahu seluk beluk ilmu silat, apalagi segala macam
ilmu kesaktian. Tapi berkat kesaktian yang luar biasa dari keris Mustiko Jagat,
pada saat golok perampok menderu ke kepalanya, secara aneh satu kekuatan gaib
yang ada pada keris sakti itu membimbing tangan Untung Pararean dan membuat satu
gerakan yang cepat sekali, menangkis dan keris Mustiko Jagat!
"Trang!!"
Bunga api memercik.
Golok besar ditangan siperampok patah dua dan ke udara. Selarik sinar biru sinar
keris Mustiko Jagat menderu lalu terdengarlah pekik rampok yang goloknya patah
mental tadi. Tubuhnya terhujung kebelakang sambil kedua tangannya memeganggi
dadanya yang tertusuk Mustiko Jagat Sesaat kemudian dia roboh ke tanah yang
becek tanpa nyawa dan sekujur KARYA
7 BASTIAN TITO SERIAL WIRO SABLENG Created by syauqy_arr@yahoo.co.id Kutukan Empu Bharata
kulit tubuhnya berwarna biru gelap akibat racun yang amat hebat dari keris sakti
Mustiko Jagat! Melihat munculnya seorang pemuda yang tak dikenal yang dalam satu gebrakan saja
berhasil merobohkan kawan mereka, rampok-rampok yang lainpun menjadi marah. Niat
untuk menyerbu kereta dibatalkan dan tujuh anggota rampok itu lantas menyerbu
Untung Pararean sementara yang dua lainnya masih menghadapi kusir kereta dan
prajurit Kerajaan.
Mulanya hati Untung Pararean kecut juga melihat datangnya serbuan itu. Tapi
dengan penuh keyakinan dia menghadapinya. Tubuhnya berkelebat ringan diantara
deru senjata-senjata lawan. Sinar biru keris Mustiko Jagat bergulung-gulung dan
dalam dua jurus saja enam perampok bergeletakan tanpa nyawa lagi!
Tiga orang yang masih hidup tentu saja tak punya nyali lagi. Tanpa tunggu lebih
lama ketiganya segera ambil langkah seribu dan lenyap dari tempat itu dalam
sekejap mata! Kalau tadi baik si pengemudi kereta maupun prajurit Kerajaan menganggap Untung
Pararean pemuda desa hina dina, tapi sesudah menyaksikan "kehebatan" pemuda itu
dan menghadapi kenyataan bahwa Untung Pararean telah menjadi "tuan peno-long"
mereka, maka baik kusir kereta maupun prajurit Kerajaan cepat-cepat sama
berlutut di hadapan pemuda itu.
"Pendekar gagah," berkata si prajurit, "kami mohon maafmu atas kelancangan kami
sebelumnya dan terima kasih atas pertolonganmu."
Seumur hidupnya baru kali itu Untung Pararean dihormat dan disembah orang
demikian rupa. Cuping hidungnya kembang kempis. Di mulutnya tersungging seringai
bangga tapi juga mimik yang mengejek. Dan dalam hatinya pemuda ini berkata
sinis. "Siapa sudi menolong kalian. Aku turun tangan karena keselamatan gadis di
dalam kereta terancam. Demi dia, bukan demi kalian!"
"Sudah, berdirilah!" kata Untung Pararean sesaat kemudian pada kedua orang yang
berlutut. Ketika dia memandang ke arah kereta, dara cantik di atas kendaraan itu
kelihatan turun, melangkah kehadapannya, mengangguk memberi hormat dan
tersenyum. Kikuk juga Untung Pararean menerima penghormatan dan senyum si jelita
itu. "Saudara, terima kasih atas pertolonganmu." berkata gadis itu.
"Ah . . . pertolonganku tak ada artinya." jawab Untung Pararean merendah setelah
terlebih dulu balas menghormat.
"Kuharap kau sudi ikut ke Ibukota untuk menerima balas jasa dari ayahku."
"Aku menolong tidak mengharapkan balas apa-apa, saudari." jawab Untung Pararean.
Bagaimanapun si gadis memaksa tetap saja pemuda itu tidak mau ikut ke Ibukota.
Tapi seandainya Untung Pararean mengetahui bahwa si gadis adalah keponakan Sri
Baginda, niscaya dia tak akan menolak. Bukankah setelah membunuh Empu Bharata
pemuda ini memang bermaksud untuk mencari kedudukan di Kerajaan" Akhirnya
setelah mengucapkan terima kasih untuk kesekian kalinya, gadis itu pun berlalu
bersama kusir serta pengawalnya. Pengawal yang mati digeletakkan di punggung
kuda, dibawa ke Ibukota. Dengan jalan kaki Untung Pararean meneruskan pula
perjalanannya. Sepanjang jalan apa yang KARYA
8 BASTIAN TITO SERIAL WIRO SABLENG Created by syauqy_arr@yahoo.co.id Kutukan Empu Bharata
barusan dialaminya seperti terbayang kembali di depan matanya. Betapa mula-mula
dia merasa ngeri diserang oleh perampok-perampok hutan Dadakan itu. Bagaimana
kemudian dia menghadapi perampok-perampok itu dengan keris Mustiko Jagat dan
membunuh mereka satu demi satu hingga akhirnya tiga orang perampok yang masih
hidup lari pontang-panting!
Kemudian ingat pula dia sewaktu kusir kereta dan pengawal itu berlutut di
hadapannya, menyebutnya "Pendekar gagah!"
Lalu sewaktu gadis jelita itu datang padanya, tersenyum dan mengucapkan terima
kasih! Menjelang tengah hari Untung Pararean sampai ke sebuah kampung. Sebenamya kurang
pantas disebut kampung karena selain besar dan ramai juga di situ pusat
perhentian lalu lintas perdagangan. Di situ terdapat pula sebuah rumah makan
yang merangkap rumah penginapan. Begitu memasuki kampung, Untung Pararean segera
menuju kesini. Dan di depan bangunan rumah makan itu dilihatnya kereta yang
ditumpangi gadis jelita yang telah ditolongnya sebelumnya.
Baru saja Untung Pararean sampai di pintu, dari dalam rumah makan seseorang
datang menyongsongnya. Ternyata orang itu adalah si pengawal kereta.
"Ah, sungguh gembira dapat bertemu dengan kau di sini Pendekar," berkata
pengawal itu. Kemudian tanpa diminta dia menerangkan. "Kami terpaksa berhenti
dan menginap di sini. Seseorang menerangkan sungai banjir akibat hujan besar
yang turun tadi pagi. Diperkirakan baru besok air akan surut"."
Bertiga dengan kusir kereta Untung Pararean kemudian duduk di salah satu bagian
rumah makan. Pengawal itu memesankan makanan yang enak-enak serta tuak harum
untuknya. Selagi menyantap hidangan itu pengawal menerangkan pula bahwa jenazah kawannya
telah disuruh kubur di tepi kampung. Kemudian dia bertanya. "Sesungguhnya
siapakah Pendekar ini dan berasal dari mana?"
"Aku cuma orang gunung yang barusan saja turun dari Gunung Slamet," jawab Untung
Pararean. "Oh, pastilah Pendekar murid seorang pertapa sakti."
Untung Pararean tak memberi jawaban. Diteguknya minumannya lalu memandang
berkeliling ganti bertanya.
"Dimana gadis itu?"
"Maksud Pendekar Den Ayu Sri Kemuning?" ujar si pengawal.
Kemudian sang kusir kereta menyambungi. "Istirahat di kamarnya. Perjalanan jauh
sangat meletihkan Den Ayu."
"Saya tidak mengerti," berkata pengawal kereta, "kenapa Pendekar tidak mau
menerima ajakan Den Ayu Sri Kemuning untuk ikut ke Ibukota. Itu suatu kerugian
besar, Pendekar."
"Kerugian besar bagaimana?"
"Pendekar tentu belum tahu siapa gadis itu sebenamya?"
"Aku barusan saja turun gunung, mana tahu siapa dia?" ujar Untung Pararean pula.
Pengawal kereta itu tersenyum lalu didekatkannya mukanya pada si pemuda seraya
berkata. KARYA 9 BASTIAN TITO SERIAL WIRO SABLENG Created by syauqy_arr@yahoo.co.id Kutukan Empu Bharata
"Den Ayu Sri Kemuning adalah keponakan Sri Baginda . . . "
Terbeliaklah sepasang mata Untung Pararean. Mulutnya ternganga.
"Betul"!" tanyanya ingin meyakinkan.
"Masakan saya berani main-main sama Pendekar."
Dan memang terasa sebagai satu kerugian besar bagi Untung Pararean sesudah dia
tahu siapa adanya gadis yang ditolongnya itu. Dengan ikut ke Ibukota bukankah
lebih mudah mendapat jalan untuk mencapai cita-cita yang diidam-idamkannya
selama ini yaitu menjadi Perwira Kerajaan"!
Dengan melihat paras si pemuda, pengawal kereta ini dapat membaca isi hati
Untung Pararean. Maka berkatalah dia,
"Sekarang masih belum terlambat untuk merobah putusan Pendekar. Jika kau mau,
nanti aku akan menemui Den Ayu dan menerangkan bahwa kau bersedia ikut ke
Ibukota." Meskipun hasratnya meluap-luap tapi Untung Pararean tak segera memberikan
jawaban. Diisinya tuak baru ke dalam gelas lalu diteguknya perlahan-lahan.
Justru pada saat itulah di pintu rumah makan terdengar suara bentakan yang
lantang keras hingga bangunan itu bergetar!
"Bangsat muda yang sedang meneguk tuak, lekas berlutut untuk menerima hukuman
mampus!" KARYA 10 BASTIAN TITO SERIAL WIRO SABLENG Created by syauqy_arr@yahoo.co.id Kutukan Empu Bharata
3 UNTUNG PARAREAN meletakkan gelas tuaknya ke atas meja perlahan-lahan. Kepalanya
dipalingkan ke belakang. Dari tempat dia duduk dilihatnya seorang laki-laki
bertubuh tinggi besar bercambang bawuk. Orang ini mengenakan pakaian hitam.
Tampangnya buas. Sepasang matanya yang besar dan merah menambah keseraman
parasnya. Di pinggangnya kiri kanan tergantung masing-masing sebilah golok yang
luar biasa besarnya! Di belakang manusia tinggi besar ini berdiri lima orang
lainnya, yang juga berseragam pakaian hitam dengan tampang-tampang yang tak
kalah seramnya dengan si tinggi besar yang tadi membentak itu.
Kusir kereta dan pengawal paras keduanya menjadi pucat seperti kertas sewaktu
menyaksikan siapa adanya orang-orang diambang pintu rumah makan. Pemilik rumah
makan sendiri menggigil sekujur tubuhnya.
"Celaka ... celaka! Pasti tempatku ini akan diobrak-abrik berantakan!" demikian
pemilik rumah makan mengeluh dalam hati.
"Bangsat apa tidak dengar aku memerintah"!" si tinggi besar di ambang pintu
membentak kembali. Marah sekali dia karena sampai saat itu Untung Pararean masih
duduk di bangkunya.
"Siapa mereka . . .?" tanya Untung Pararean berbisik pada kusir kereta.
"Yang tinggi itu . . ." jawab kusir kereta juga berbisik dan gemetar, "adalah
Sepasang Golok Maut, pemimpin rampok hutan Dadakan!"
Mendengar keterangan itu kini tahulah Untung Pararean bahwa pemimpin rampok itu
sengaja datang mencarinya untuk menuntut balas kematian anak-anak buahnya!
Segera tangan kanannya disiapkan di pinggang di mana Mustiko Jagat tersisip
dibalik pakaian. Kemudian dengan perlahan dan tenang
Untung Pararean berdiri, memutar tubuh lalu melangkah ke tengah ruangan. Sepuluh
langkah dari ambang pintu pemuda ini berhenti.
"Apakah benar aku berhadapan dengan Sepasang Golok Maut, kepala rampok hutan
Dadakan yang ditakuti orang?" tanya Untung Pararean.
"Puah! Nyalimu terlalu besar berani bicara keren terhadapku! Sepasang Gulok Maut
mengangkat tangan kanannya memberi tanda pada kelima orang anak buahnya, lalu
memerintah. "Cincang sampai lumat budak keparat itu! Juga dua monyet yang dimeja
sana!" "Sreet ... sreet ... sreet ... sreet ... Sreet"!
Lima buah golok dicabut dari sarangnya dalam waktu yang bersamaan. Sesaat
kemudian kelima anak buah Sepasang Golok KARYA
11 BASTIAN TITO SERIAL WIRO SABLENG Created by syauqy_arr@yahoo.co.id Kutukan Empu Bharata
Maut sudah mengurung Untung Pararean. Kusir kereta dan prajurit pengawal telah
pula mencabut senjata masing-masing tapi sampai saat itu masih tetap berada
dekat meja tak berani maju ke kalangan pertempuran!
Rumah makan itu seperti hendak runtuh oleh bentakan keras kelima anggota rampok!
Tubuh mereka berlesatan kemuka dan lima serangan maut menderu mencari sasaran di
kepala, leher, dada, perut dan pinggang Untung Pararean!
Pada saat lima perampok hutan Dadakan membentak Untung Pararean telah mencabut
keris Mustiko Jagat. Begitu tangannya memegang hulu keris Mustiko Jagat, satu
hawa dan kekuatan aneh menyelubungi dirinya. Tubuhnya menjadi sangat enteng.
Dan sebelum lima buah golok datang menghajarnya, pemuda itu telah melompat ke
atas! Percaya bahwa kelima anak buahya yang berilmu tinggi akan berhasil membereskan
Untung Pararean maka Sepasang Golok Maut kelihatan meninggalkan ambang pintu dan
masuk ke ruangan dalam rumah makan. Ini membuat Untung Pararean merasa heran.
Kemudian dia ingat sesuatu. Maka sambil melompat menyelamatkan diri tadi, pemuda
ini cepat berteriak pada kusir kereta dan prajurit pengawal.
"Lekas ke kamar majikanmu! Bangsat itu pasti hendak melakukan sesuatu
terhadapnya!"
Kusir kereta dan pengawal saling pandarig! Mereka tahu bahwa mereka sama-sama
tidak punya nyali untuk menghadapi kepala rampok yang berilmu tinggi itu. Untuk
beberapa lamanya keduanya masih tak beranjak dari dekat meja.
"Lekas!" Teriak Untung Pararean. "Nanti aku akan bantu kalian!"
Mendengar ini, meskipun dengan agak takuttakut, kedua orang itu baru masuk ke
ruang dalam dimana terletak ruangan penginapan. Bangunan penginapan bertingkat
dua. Dan kamar yang di tempati oleh Den Ayu Sri Kemuning terletak di tingkat
atas. Dengan menjambak rambut seorang pelayan, Sepasang Golok Maut berhasil
mengetahui yang mana kamar gadis itu. Dari anak-anak buahnya dia telah mendapat
keterangan tentang Untung Pararean dan juga tentang gadis cantik dalam kereta.
Kepala rampok itu sampai di muka pintu kamar.
Dicobanya mendorong daun pintu, ternyata dikunci dari dalam. Kaki kanannya
bergerak. Sekali tendang saja pintu kamar itu terpentang lebar hancur


Wiro Sableng 013 Kutukan Empu Bharata di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

berantakan! Di dalam kamar saat itu Den Ayu Sri Kemuning tengah membersihkan badannya.
Tubuhnya yang padat bagus sama sekali tak tertutup sehelai pakaianpun! Gadis ini
memekik sewaktu mendengar suara hancurnya pintu kamar dan seorang laki-laki
berpakaian hitam tinggi besar berewokan yang langsung menyergap tubuhnya yang
telanjang! Sri Kemuning menjerit dan meronta-ronta melepaskan diri. Tapi rangkulan tangan
kiri kepala rampok itu ketat sekali.
Dirangsang oleh keadaan tubuh si gadis yang tidak berpakaian sama sekali,
Sepasang Golok Maut menyeret gadis itu ke tempat tidur! Pada saat laki-laki ini
dengan buasnya hendak menindih tubuh dara itu tiba-tiba sudut matanya melihat
dua orang memasuki kamar dan di lain kejap sebilah pedang serta sebilah keris
sudah menyerangnya dengan sebat di bagian punggung dan KARYA
12 BASTIAN TITO SERIAL WIRO SABLENG Created by syauqy_arr@yahoo.co.id Kutukan Empu Bharata
kepala! "Setan alas!" sentak Sepasang Golok Maut seraya menjatuhkan dirinya ke lantai.
Sambil berguling tangan kanannya bergerak kepinggang lalu "wutt"! Terdengar
pekik kusir kereta. Kerisnya telepas dari tangan. Tubuhnya terhempas ke lantai
karena kedua pergelangan kakinya putus dibabat golok besar si kepala rampok dari
hutan Dadakan! Jeritan kusir kereta itu tadi disertai pula oleh jeritan ngeri Sri Kemuning.
Selagi ada kesempatan gadis ini cepat-cepat menarik seperai tempat tidur dan
menutupi tubuhnya dengan seperai itu lalu menjauhkan diri dari pertempuran yang
kemudian berlangsung antara Sepasang Golok Merah dengan pengawal.
Sudah jelas pengawal itu bukan tandingannya Sepasang Golok Maut. Apalagi si
pengawal bertempur dengan ragu-ragu dan nyali lumer. Maka dalam tempo yang
sangat cepat pengawal itupun tergelimpang tanpa nyawa. Perutnya robek, usus
menjela-jela disambar golok si kepala rampok hutan Dadakan! Untuk kesakian
kalinya terdengar jeritan ngeri Sri Kemuning. Gadis ini coba lari ke pintu namun
Sepasang Golok Maut berhasil menangkap lengannya!
Kita kembali pada pertempuran yang terjadi di rumah makan antara Untung Pararean
dengan lima pengeroyoknya. Setelah berteriak pada kusir kereta dan pengawal tadi
yaitu agar cepat-cepat pergi ke kamar majikan mereka maka Untung Pararean dengan
mengandalkan ilmu mengentengkan tubuh yang di dapatnya berkat hawa sakti keris
Mustiko Jagat laksana seekor alat-alat menukik ke bawah. Sinar biru menderu
dalam bentuk lingkaran. Dikejap itu terdengar berturut-turut tiga kali suara
beradunya seniata. Tiga batang golok mental patah ke udara. Dua anggota rampok
menjerit kena di babat Mustiko Jagat, kelojotan sebentar lalu meregang nyawa.
Rampok ketiga mencelat satu tombak ke dinding rumah makan, melosoh ke lantai
tanpa nyawa karena dadanya remuk dihantam tendangan kaki kanan Untung Pararean!
Dua orang rampok yang masih hidup terkejut sekali. Untuk sejenak mereka berdiri
sangsi apakah akan meneruskan perkelahian atau ambil langkah seribu! Waktu yang
sesaat itu sudah cukup bagi Untung Pararean guna bertindak! Sekali dia
berkelebat, keris Mustiko Jagat kembali meminta korban nyawa rampok yang
disebelah kanannya! Rampok yang terakhir tanpa tunggu lebih lama segera melompat
ke pintu melarikan diri ! Tapi dia kurang cepat.
Dengan satu lompatan saja Untung Pararean berhasil mendahuluinya, menghadang di
depan pintu! Setengah mampus ketakutan, rampok itu lantas saja jatuhkan diri
berlutut minta ampun! Untung Pararean tidak mau perdulikan permintaan ampun itu.
Kaki kirinya bergerak dan terhempaslah rampok itu dengan perut pecah. Dia
menggerang sebentar. Dan sebelum nyawanya lepas Untung Pararean sudah berlalu
dari situ. Di tingkat atas di sebelah belakang yaitu di penginapan didengarnya
jeritan Den Ayu Sri Kemuning berulang kali!
Untung Pararean sampai di tingkat atas ketika Sepasang Golok Maut baru saja
keluar dari sebuah kamar, memanggul tubuh Sri Kemuning yang hanya tertutup
sehelai kain acak-acakan hingga sebagian besar dari auratnya yang terlarang
jelas kelihatan! Gadis ini tiada hentinya berteriak dan meronta melepaskan diri!
KARYA 13 BASTIAN TITO SERIAL WIRO SABLENG Created by syauqy_arr@yahoo.co.id Kutukan Empu Bharata
"Bedebah! Lekas lepaskan gadis itu kalau masih sayang kau punya nyawa!" bentak
Untung Pararean.
Sepasang Golok Maut menghentikan langkahnya. Hatinya tercekat juga melihat keris
Mustiko Jagat ditangan Untung Pararean yang memancarkan sinar biru menggidikkan.
Apalagi di ujung senjata itu dilihatnya noda-noda darah yang masih segar!
"Lekas lepaskan dia!" teriak Untung Pararean seraya melangkah mendekati kepala
rampok hutan Dadakan itu!
Sepasang Golok Maut tiba-tiba keluarkan suara tertawa bekakakan! Seraya
mendorong tangan kanannya dia balasmembentak. "Budak anjing! Minggirlah!"
Untung Pararean terkejut sewaktu merasakan bagaimana satu hembusan angin keras
yang keluar dari telapak tangan kiri kepala rampok itu mendorongnya kebelakang
hingga hampir saja dia rnencelat mental dan terguling di tangga! Cepat-cepat
pemuda ini melompat kesamping lalu melintangkan keris Mustiko Jagat di depan
dada! Senjata ini beriar-benar hebat. Karena begitu sambaran angin keras memben
tur sinar keris tersebut, buyarlah angin keras itu! Secepat kilt Untung Pararean
kemudian menyerbu kemuka! Sinar biru menabur menggidikkan!
Melihat datangnya bahaya maut mengancam di depan mata, kepala rampok hutan
Dadakan itu tak mau berlaku ayal.
Denyan satu gerakan yang lihay dia mengelak kesamping lallo dengan tubuh Den Ayu
Sri Kemuning yang masih meronta-ronta diatas bahunya dia mencabut golok din
memapak ke arah Untung Pararean!
Terkejut juga si pemuda menerima serangan baiasan yang tiada terduga cepatnya
itu. Buru-buru dia menangkis!
"Trang!"
Bunga api memercik sewaktu keris Mustiko Jagat saling bantrok dengan golok besar
di tangan kanan Sepasang Golok Maut! Untung Parrean kaget ketika merasakan
bagaimana bentrokan itu membuat tangannya menjadi pedas dan tergetar. Tapi
sedetik kemudian hawa aneh yang mengalir dari keris membuat rasa pedas dan
getaran di tangan kanannya menjadi sirna!
Dilain pihak Sepasang Golok Maut terkejut bukan main! Bukan saja tangan kanannya
tergetar hebat dalam bentrokan senjata itu, tapi sewaktu diperhatikannya
ternyata goloknya telah rompal!
"Bangsat hina dina!" maki Sepasang Golak Maut seraya melemparkan tubuh Sri
Kemuning ke lantai lalu mencabut lagi golok besarnya yang tergantung di pinggang
kiri. "Akan kukuntung-kuntung tubuhmu hingga menjadi seratus kuntungan!"
Untung Pararean yang yakin akan keampuhan keris Mustiko Jagat ganda tertawa
mendengar ucapan garang kepala rampok itu. Malah dia menjawab: "Ayo manusia
iblis! Majulah biar kau segera pula kukirim ke liang kubur menyusul lima orang
kunyuk-kunyukmu yang sudah mampus dibawah sana!"
Terkesiap Sepasang Golok Maut mendengar ucapan pemuda itu! Lima orang anak
buahnya yang paling diandalkan telah menemui ajal di tangan pemuda itu"! Benar-
benar keparat, makinya! Dia lipat gandakan tenaga dalamnya hingga serangan yang
dilancarkannjra hebat bukan main!
KARYA 14 BASTIAN TITO SERIAL WIRO SABLENG Created by syauqy_arr@yahoo.co.id Kutukan Empu Bharata
Perkelahian antara kedua orang itu terjadi di langkan atas yang tak berapa
lebar. Masing-masing memperhitungkan benar-benar langkah yang mereka buat.
Karena sekali bertindak salah di ruangan yang sempit itu pasti celaka! Sementara
itu di halaman samping rumah makan orang banyak berkumpul menyaksikan jalannya
pertempuran dilangkan tingkat atas rumah penginapan itu! Semua orang memuji
kehebatan pemuda itu apalagi setelah dia dengan seorang diri sanggup membunuh
lima anggota rampok tadi. Dan semua orang berharap agar si pemuda itu juga
berhasil membunuh Sepasang Golok Maut yang selama ini bersama anak buahnya
mendatangkan bencana dan malapetaka. Tapi di dalam berharap begitu semua orang
juga merasa cemas. Karena bila pemuda itu kalah, pastilah Sepasang Golok Maut
akan mengamuk dan menurunkan tangan ganas terhadap seluruh penduduk yang tidak
berdosa! Setelah pertempuran berjalan sepuluh jurus, Sepasang Golok Maut mulai menyadari
bahwa walau bagaimanapun pemuda itu bukanlah lawannya. Setiap serangan goloknya
yang dilancarkan dengan tipu-tipu lihay, bahkan telah pula dikeluarkannya jurus-
jurus yang terhebat dari permainan goloknya itu, tetap saja tak dapat menghadapi
keris lawan, bahkan mengimbanginyapun tidak sanggup! Dari pada mendapat celaka,
lebih baik siang-siang mengundurkan diri!
Sengaja kepala rampok itu melancarkan satu serangan berantai yang cepat. Ketika
dilihatnya ada satu peluang yang baik, segera dia melompat keatas genteng rumah
makan! "Bedebah! Kau mau lari kemana"!" teriak Untung Pararean keren!
"Makan senjata rahasiaku ini!" jawab Sepasang Golok Maut. Dalam kejap itu pula
lima puluh jarum-jarum biru menderu ke arah Untung Pararean. Dengan sigap pemuda
ini memapaskan keris Mustiko Jagat ke depan maka tersapulah seluruh jarum-jarum
itu! Tapi dalam kejap itu Sepasang Golok Maut telah berada di halaman bawah.
Untung Pararean cepat mengejar. Namun sebelum dia sampai di bawah kepala rampok
hutan Dadakan itu telah lenyap!
Orang banyak termasuk pemilik rumah penginapan menjura pada Untung Pararean.
Beberapa di antara mereka ada yang memuji-muji kehebatanya. Sebaliknya Untung
Pararean cepat-cepat kembali ke tingkat atas. Didapatinya Sri Kemuning duduk
bersimpuh dilangkan tingkat atas, menangis tersedu-sedu.
"Sudahlah Den Ayu," kata Untung Pararean. "Sebaiknya masuk ke kamar dan
berpakaian."
Kata-kata pemuda itu membuat sang dara tambah keras tangisnya hingga Untung
Pararean menjadi bingung.
"Masuklah ke kamar," kata pernuda itu manakala tangis Sri Kemuning telah agak
mereda. "Mayat-mayat itu ... aku negeri melihatnya," kata Sri Kemuning di antara
sesenggukannya.
Untung Pararean masuk kedalam kamar. Ditemuinya mayat kusir kereta dan prajurit
pengawal. Memang mengerikan.
Kusir kereta menggeletak dengan kedua kaki buntung sedang prajurit pengawal
terhampar dengan perut robek, usus membasai.
Pemuda itu berteriak memanggil pelayan rumah penginapan. Beberapa pelayan
kemudian membawa mayat kedua orang itu yang selanjutnya segera dikubur secara
sederhana di pinggir kampung. Mayat lima orang perampok dilemparkan ke dalam
KARYA 15 BASTIAN TITO SERIAL WIRO SABLENG Created by syauqy_arr@yahoo.co.id Kutukan Empu Bharata
sebuah kali. Sementara Sri Kemuning berpakaian, Untung Pararean kembali ke rumah makan. Orang
memandang padanya penuh kagum. Pemilik kedai kemudian mendatanginya. Setelah
menjura hormat, pemilik kedai itu?seorang tua?duduk dihadapan Untung Pararean.
"Tak sedikit jasamu kepada penduduk karena telah menumpas rampok-rampok itu,
pendekar. Sesungguhnya siapakah nama pendekar dan datang dari mana?"
"Aku barusan saja turun dari gunung Slamet, bapak." jawab Untung Pararean.
"Kalau begitu pastilah pendekar murid orang tua sakti yang bernama Empu
Bharata." Untung Pararean mengangguk pelahan. Disebutnya nama Empu Bharata membuat hatinya
tidak enak karena mengingatkan dia atas pembunuhan yang dilakukannya terhadap
orang tua itu! "Pendekar, dengan lolosnya kepala rampok keparat itu, bapak rasa suatu ketika
pasti dia akan datang kemari dan mengganas, menurunkan tangan jahat, membunuh
penduduk sini dengan sewenang-wenang. Bapak mewakili penduduk dan berharap agar
pendekar sudi menetap disini untuk sementara sampai penduduk benar-benar yakin
bahwa rampok-rampok itu tak berani lagi datang kesini."
"Aku yakin, bapak. Apa yang telah terjadi pasti telah membuat rampok-rampok itu
menjadi takut kembali ke sini." ujar Untung pula.
"Mudah-mudahan saja memang demikian," kata pemilik penginapan. Sementara itu
seorang pelayan datang menemui Untung Pararean, mengatakan bahwa Sri Kemuning
memanggilnya. KARYA 16 BASTIAN TITO SERIAL WIRO SABLENG Created by syauqy_arr@yahoo.co.id Kutukan Empu Bharata
4 KETIKA Untung Pararean masuk kembali ke kamar itu, keadaan kamar tidak seperti
tadi lagi. Noda-noda darah telah dibersihkan dan Sri Kemuning duduk di tepi
tempat tidur. Pada parasnya yang agak pucat masih membayang rasa takut.
"Den Ayu memanggil aku?" tanya Untung Pararean setelah terlebih dahulu menjura.
Gadis itu mengangguk.
"Kotaraja masih jauh dari sini, saudara ..."
"Saya tahu . . . "
"Untuk kedua kalinya kau telah menyelamatkan diriku. Untuk kedua kalinya pula
aku harap kau sudi ikut ke Kotaraja.
Apakah kau masih juga menolak?"
Kalau sebelumnya Untung Pararean tidak tahu siapa adanya gadis itu, tapi setelah
mendapat keterangan dari kusir kereta dan prajurit yang telah menemui ajal itu
tentu saja pemuda ini tidak menampik lagi! Ke Kotaraja berarti menuju ke tempat
di mana dia kelak akan mencapai apa yang dicita-citakannya yaitu menjadi Perwira
Kerajaan. Dan Sri Kemuning kebetulan adalah keponakan Raja! Tentu akan mudah
baginya untuk mencapai cita-cita itu, apalagi mengingat jasa pertolongan yang
telah dua kali dibuatnya terhadap gadis itu!
"Aku tidak berani lagi menolak, Den Ayu. Kusir kereta, dan pengawalmu telah
menemui kematiani Apa lagi baktiku kepada Kerajaan kalau bukan berbakti pada
keluarga Istana?"
"Terima kasih saudara ... Eh, kau belum menerangkan namamu."
"Namaku Untung Pararean. Panggil saja Untung."
"Saudara Untung, melihat apa yang telah terjadi di sini aku merasa kawatir untuk
meneruskan niat bermalam di sini.
Sebaiknya kita berangkat saja . . . ."
"Tapi sungai banjir, Den Ayu. . . "
"Oh ya. Lupa aku."
"Kalau Den Ayu . . . "
"Buang saja sebutan Den Ayu itu, saudara Untung. Namaku Kemuning. Sri
Kemuning ..." potong gadis itu.
"Kalau . . , kalau Den . . . kalau kau percaya padaku, kau tak usah kawatir
Kemuning," kata Untung Pararean pula gugup.
"Aku akan mengawal dan berjaga sepanjang malam di luar kamarmu ..."
"Ah, nasib diriku rupanya ditakdirkan hanya untuk menyusahkan orang lain saja,"
ujar Sri Kemuning. Tapi diam-diam hatinya gembira mendengar ucapan pemuda yang
gagah itu. "Baiklah Untung. Kalau begitu katamu, aku tak akan merasa kawatir lagi. Sekali
lagi aku sangat berterima kasih padamu.
KARYA 17 BASTIAN TITO SERIAL WIRO SABLENG Created by syauqy_arr@yahoo.co.id Kutukan Empu Bharata
Kelak pada Sri Baginda akan kumintakan balas jasa yang sesuai untukmu! Sekurang-
kurangnya pangkat yang penting dalam kalangan Istana!"
"Terima kasih Kemuning . . ." kata Untung Pararean pula, "tapi pertolonganku
tidak mengharapkan pamrih apa-apa."
sambungnya pura-pura bersikap ksatria sejati padahal memang pangkat yang tinggi
itulah yang tengah dicarinya. Dalam berdiri dihadapan gadis diam-diam Untung
Pararean membayangkan bagaimana dia akan disambut secara hormat oleh orang-orang
Istana. Lalu Sri Baginda atas kehendak Sri Kemuning akan menganugerahkan pangkat
tinggi kepadanva. Dia akan jadi perwira kerajaan yang paling disegani dan paling
ditakuti karena ilmunya tinggi!
Di lain pihak pada saat itu Sri Kemuniny diam-diam tengah memperhatikan pemuda
itu dengan kedua bola matanya yang hitam dan bersinar-sinar penuh kagum akan
kegagahan si pemuda apalagi sesudah mengetahui ketinggian ilmunya.
Untung Pararean sama sekali tidak mengetahui bahwa meski Sri Kemuning adalah
keponakan kontak dari Sri Baginda, tapi gadis itu bukanlah gadis Istana yang
bersifat dan berkelakuan baik-baik. Kecuali Sri Baginda dan Permaisuri serta
ayah dan ibu Sri Kemuning semua orang di Istana sudah tahu akan peri tabiat
gadis itu. Adalah memalukan seorang keluarga Sri Baginda bertabiat seperti Sri
Kemuning. Tapi apakah mereka musti mengadu pada Sri Baginda" Salah-salah mereka
bisa mencari F:enyakit sendiri! Dituduh memfitnah!


Wiro Sableng 013 Kutukan Empu Bharata di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Dilubuk hati Sri Kemuning saat itu, di balik pandangan matanya yang bersinar-
sinar itu bergejolak satu hasrat kotor yang membuat darah diseluruh pembuluh
tubuhnya laksana mendidih. Kening dan puncak hidungnya penuh oleh butir-butir
keringat sedang pandangan matanya semakin berani dan sikap duduknya semakin
menantang. "Keras benar angin dari luar sana ..." kata Sri Kemuning. "Tolong tutupkan pintu
itu, Untung."
"Baik Den ... Kemuning."
Untung Pararean melangkah ke pintu dan sambil menutupkan daun pintu dia hendak
keluar. "Oh, maksudku . . aku tidak menyuruh kau keluar Untung," kata Sri Kemuning pula
ketika dilihatnya pemuda itu menutupkan pintu sambil menindak keluar. "Tutupkan
saja dari dalam sini."
Untung Pararean masuk kembali ke dalam dengan perasaan heran. Ditutupnya pintu
itu dari dalam. Ketika dia memutar tubuh, Sri Kemuning tersenyum padanya. Aneh
senyum gadis itu di mata si pemuda.
Berdesir darah Untung Pararean, berdebar dadanya sewaktu Sri Kemuning berkata,
"Nanti malam kau akan mencapaikan diri mengawalku. Berarti siang-siang begini
kau butuh istirahat, Untung."
"Aku rasa begitu . . . "
"Nah, kau boleh beristirahat disini, Untung."
"Biar aku cari kamar yang lain saja, Kemuning."
Sri Kemuning tertawa. Seraya berdiri dari tempat tidur dia berkata, "Mengapa
harus menyusahkan diri saja, Untung" Kau istirahat disini sambil bicara-bicara
denganku. Kau tahu, aku orang yang paling senang bercakap-cakap."
KARYA 18 BASTIAN TITO SERIAL WIRO SABLENG Created by syauqy_arr@yahoo.co.id Kutukan Empu Bharata
Perasaan aneh mula-mula yang ada didiri Untung Pararean kini berubah menjadi
satu prasangka adanya maksud-maksud yang tidak senonoh dari gadis itu. Tapi
seorang keluarga Istana, seorang keponakan Raja yang terhormat mempunyai sifat
begitu rupa" Sementara Untung Pararean berdiri mematung di tengah kamar itu, Sri
Kemuning datang melangkah mendekatinya. Goyang pinggulnya yang dibuat-buat,
senyumnya yang menawan dan sinar matanya yang mengundang memukau Untung
Pararean. Walau bagaimanapun Untung Pararean adalah seorang laki-laki, seorang
pemuda yang baru saja turun gunung dan tak banyak tahu tentang peri kekotoran
hidup di dunia luar, apalagi cara-cara untuk menjauhkan semua kekotoran itu.
Meski mula-mula hatinya binqung bercampur takut menghadapi sikap Sri Kemuning
namun ketika gadis itu memeluknya dan menyandarkan kepalanya ke dada, Untung
Pararean mulai memberikan reaksi, reaksi sebagai seorang pemuda yang berdarah
panas! Dirangkulnya tubuh dara itu erat-erat dalam gejolak nafsu yang seumur
hidupnya baru kali itu dirasakan oleh Untung Pararean. Namun sesaat kemudian
kambuh lagi rasa kawatirnya.
"Kemuning, kalau pemilik penginapan memergoki kita berdua-duaan begini, kita
bisa celaka ..."
Sri Kemuning tertawa merdu. Rasa digelitik liang-liang telinga pemuda itu,
tambah terangsang darah mudanya mendengar suara tertawa itu.
"Dia tahu siapa aku. Untung. Dan dia juga tahu apa yang bakal menimpanya jika
berani-beranian turun tangan. Aku sanggup menyuruh tutup penginapan dan rumah
makannya! Bahkan lebih dari itu aku bisa menjebloskan dia dalam penjara."
Untung Pararean yang tahu bahwa Sri Kemuning adalah keponakannya Sri Baginda,
denqan sendirinya mempercayai ucapan gadis tersebut. Karenanya lenyaplah
kekawatirannya dan kembali keberanian membuat nafsunya mengumbar. Gadis itu
dipeluknya erat-erat hingga Sri Kemuning merintih antara kesakitan dan
kenikmatan! Ada kira-kira sepeminuman teh kedua makhluk itu berpagut-pagutan di tengah kamar
itu. "Kakiku letih, Untung ..." bisik Sri Kemuning. "Gendong aku ke tempat tidur."
pintanya lirih.
"Hem . . . " guman Untung Pararean.
Sesaat kemudian keduanyapun telah berada ditempat tidur. Berpagut dan berguling
seperti sepasang ular. Dan memang mereka tak ubahnya separti binatang saja saat
itu. Seperti binatang dan tanpa pakaian!
Ketika hari telah senja, Untung Pararean masih juga berdiri termenung di depan
rumah makan. Apa yang telah terjadi siang tadi di kamar di tingkat atas
penginapan itu kembali terbayang di pelupuk matanya. Dan mengingat ini,
menggejolak lagi darah muda pemuda itu. Seumur hidupnya baru kali-itu dia
mengenal perempuan, dan perkenalan yang pertama kali itu sungguh luar biasa
sekali! Luar biasa bagi Untung Pararean meskipun Sri Kemuning sudah tidak
perawan lagi! Bila malam tiba dan kegelapan memekati disekitar rumah makan itu, Untung
Pararean ingat bahwa sudah saatnya dia berjaga-jaga disekitar kamar Sri
Kemuning. Bukan tidak mustahil orang-orang jahat terutama Sepasang Golok Maut
akan muncul kembali untuk menuntut balas!
Tingkat atas rumah penginapan diselimuti kesunyian. Di beberapa kamar kelihatan
nyala lampu. Satu diantaranya adalah KARYA
19 BASTIAN TITO SERIAL WIRO SABLENG Created by syauqy_arr@yahoo.co.id Kutukan Empu Bharata
kamar Sri Kemuning. Untuk sesaat lamanya Untung Pararean berdiri di depan pintu
kamar itu. Kembali teringat olehnya apa yang telah terjadi di dalam kamar
tersebut siang tadi. Tubuh telanjang Sri Kemuning yang keringatan! Pelukannya
yang ketat liat, nafasnya yang memburu dan gigitannya yang berulang-ulang pada
kulit dadanya . . . semuanya teringat lagi. Sewaktu hendak ditinggalkannya
hadapan pintu kamar menuju keujung langkan di tingkat atas itu, tiba-tiba saja
pintu kamar terbuka.
Sri Kemuning memunculkan kepalanya. Dia terkejut melihat seseorang berdiri di
depan pintu namun keterkejutan itu segera berubah menjadi kegembiraan ketika dia
mengenali bahwa yang berdiri itu adalah Untung Pararean.
"Terkejut?" tanya Untung Pararean menegur.
Matanya liar meneliti paras Sri Kemuning. Gadis ini barusan saja habis bersolek
hingga parasnya lebih segar dan lebih cantik. Ditambah lagi saat itu dia
mengenakan pakaian yang bagian dadanya terbuka lebar hingga kedua pangkal buah
dadanya jelas kelihatan tersembul keluar, memhuat Untung Pararean jadi
blingsatan tak karuan!
"Aku kira siapa," ujar Sri Kemuning sambil melontarkan senyum genit. "Heh, kau
sudah mulai berjaga-jaga sesiang ini?"
"Ya. Aku kawatir kepala rampok itu akan muncul lagi membawa anak buahnya!"
"Ah, betapa senangnya mempunyai seorang pengawal yang setia sepertimu ini,
Untung," kata Sri Kemuning pula dengan tertawa cerah lalu berdiri di tepi terali
langkan ditingkat atas itu. "Gelap dan hitam saja pemandanyan disini ... Dan
banyak nyamuk pula!" Dipalingkannya kepalanya pada Untung Pararean lalu
dipegangnya lengan pemuda itu hingga hasrat yang menyesak-nyesak di darah si
pemudan kembali membuat sekujur tubuhnya panas dingin laksana orang diserang
demam malaria! Diremasnya tangan gadis itu. Untuk sesekali mereka saling
berpandangan. Hasrat hati untuk kembali mengulangi apa yang telah mereka lakukan
siang tadi kentara terbayang dibola mata masing-masing.
Unturg Pararean tak dapat menahan hatinya lagi saat itu. Diulurkannya tangannya
hendak memeluk Sri Kemuning tapi dia kecewa karena gadis itu mengelak.
"Jangan di luar sini Untung ... " bisik Sri Kemuning. Ditatapnya pemuda itu
sebentar, digoyangkannya kepala ke arah pintu lalu masuk ke kamar tanpa
menguncikan daun pintu.
Untung Pararean berdiri mematung sejenak lamanya. Dia memandang ke dalam kamar
lewat pintu yang terbuka dan dilihatnya Sri Kemuning berdiri di hadapan sebuah
kaca besar, menanggalkan pakaiannya satu demi satu! Laksana gila Untung Pararean
menghambur masuk ke dalam kamar itu! Sesaat kemudian keduanya sudah berada di
atas tempat tidur!
Untung Pararean baru saja hendak meneduhi tubuh Sri Kemuning ketika di atas
genteng terdengar suara tertawa bekakakan yang membuat kedua insan didalam kamar
itu sama-sama tersentak kaget!
"Ha . . . ha . . , ha ... ! Rupanya kalian berdua adalah bangsanya lonte-lonte
bejat! Bagus sekali! Teruskan niatmu mencapai sorga dunia itu, pemuda keparat!
Bila sudah, aku menunggumu di halaman samping! Jangan lupa pakai pakaianmu dulu
biar kau mampus secara wajar!"
Laksana kilat Untung Pararean melompat dari atas tempat tidur dan menyambar
pakaiannya. Dengan keris Mustiko Jagat KARYA
20 BASTIAN TITO SERIAL WIRO SABLENG Created by syauqy_arr@yahoo.co.id Kutukan Empu Bharata
ditangan kanan dia keluar dari pintu kamar. Dia tidak takut pada manusia yang
tadi bicara dan tertawa di atas genteng! Tapi jika dia berani datang pastilah
mengandalkan sesuatu! Ketika dia sampai diujung langkan apa yang diduganya
ternyata betul.
Tapi Untung Pararean yakin akan keampuhan Mustiko Jagat, maka tanpa ragu-ragu
dia melompat turun dari samping yang gelap, hanya diterangi bintang-bintang,
rembulan dan sinar lampu yang merambas dari rumah makan dan penginapan!
KARYA 21 BASTIAN TITO SERIAL WIRO SABLENG Created by syauqy_arr@yahoo.co.id Kutukan Empu Bharata
5 SUARA tertawa bekakakan kembali mengumandang mandang sewaktu Untung Pararean
sampai di halaman samping itu.
"Ha " ha! Apakah sudah kau teruskan tidur dengan gadis itu" Kalau belum berarti
kau akan mampus penasaran Untung Pararean!"
"Sepasang Golok Maut! Setelah selamat melarikan diri mengapa berlaku bodoh untuk
datang kembali"! Apakah kau punya nyawa rangkap"!" bentak Untung Pararean dengan
suara tak kalah keras. Sambil membentak begitu kedua matanya meneliti suasana
sekelilingnya. Di belakang kepala rampok dari hutan Dadakan itu, dibawah pohon cempedak,
berdiri seorang kakek-kakek yang cuma mengenakan sehelai cawat. Tubuhnya kurus
kering tulang-tulangnya kelihatan bertonjolan hingga dia tak ubahnya seperti
tengkorak hidup saja! Kakek-kakek ini berambut keriting pendek dan cuma memiliki
sebuah mata. Matanya yang sebelah kiri hanya merupakan satu lobang hitam yang
besar dan mengerikan! Yang luar biasa dari orang yang kulitnya berwarna hitam
ini ialah kedua tangannya yang teramat panjang hingga sampai ke betis!
Tiba-tiba saja manusia ini mengeluarkan suara tertawa mengekeh dan menuding
Untung Pararean dengan tangannya yang panjang. Meski jarak mereka terpisah cukup
jauh, tapi karena tangan manusia ini panjang sekali maka ujung-ujung jarinya
yang menuding hampir saja menyentuh hidung si pemuda membuat Untung Pararean
tercekat juga hatinya!
"Pemuda gendeng kau segera akan mampus, tapi masih berani bicara sombong
dihadapanku!"
"Orang aneh! Aku tidak kenal padamu! Apa urusanmu mencampuri persoalan orang
lain"!" tukas Untung Pararean.
"Oh, jadi kau kepingin kenal siapa aku"!" ujar orang itu. "Aku yang buruk ini
bemama Tunggul Gawe-gawe. Orang-orang menggelariku Iblis Tangan Panjang. Dan
kedoyananku cuma satu yakni paling senang mencabut nyawa manusia-manusia
macammu!" Habis berkata begitu manusia bercawat itu kembali tertawa mengekeh.
"Hem . . . rupanya kau bangsa kawanan setan pelayangan juga!" ejek Untung
Pararean. "Manusia-manusia macammu memang pantas untuk jadi andalan rampok busuk
ini! Aku tanya apakah ada kawan-kawanmu yang lain yang berada di sekitar sini"
Sebaiknya lekas-lekas disuruh keluar agar bisa kulabrak sekaligus!"
"Iblis Tangan Panjang! Baiknya mari cepat-cepat saja kita bikin tamat riwayatnya
ini pemuda anjing!" seru Sepasang Golok Maut.
"He ... he . . . Untuk membereskannya kenapa musti berdua." menyahuti Iblis
Tangan Panjang. "Biar aku sendiri yang menunjukkan jalan ke neraka padanya!"
Manusia ini melangkah ke hadapan Untung Pararean. "Pemuda gendeng, kau
bersiaplah untuk mampus!"
Habis berkata begitu Tunggul Gawe-gawe atau Iblis Tangan Panjang menggerakkan
tangan kanannya.
KARYA 22 BASTIAN TITO SERIAL WIRO SABLENG Created by syauqy_arr@yahoo.co.id Kutukan Empu Bharata
"Wutt"!
Satu pukulan lengan yang keras dan menimbulkan angin bersiuran menderu ke arah
kepala Untung Pararean. Pemuda ini cepat-cepat merunduk dan sebelum dia sempat
melakukan serangan balasan, lengan kiri Iblis Tangan Panjang telah memapas ke
pinggang membuat pemuda ini terpaksa melompat menyelamatkan dirinya! Perkelahian
seru segera berlangsung jurus demi jurus! Meskipun Untung Pararean memegang
keris sakti Mustiko Jagat di tangan kanannya, namun gerakan-gerakan lengan
lawannya hebat sekali, membuat dia tak bisa leluasa melancarkan serangan-
serangan. Dalam perkelahian itu karena tangannya yang amat panjang, Iblis Tangan
Panjang tak perlu susah-susah berkelebat kian kemari. Cukup dia menggeser-
geserkan saja kedua kakinya sedang kedua tangannya laksana sepasang tongkat baja
memukul dan membabat kian dari pelbagai jurusan!
Karena tak mungkin bagi Untung Pararean untuk mengirimkan tusukan ke tubuh
ataupun ke kepala lawannya maka kini pemuda itu merubah taktiknya. Serangan-
serangan keris Mustiko Jagat langsung diarahkan pada kedua tangan Tunggul
Gawegawe Dan buktinya memang berhasil!
Pada dasarnya Tunggul Gawegawe alias Iblis Tangan Panjang diam-diam memang
merasa jerih melihat senjata mustika yang ada di tangan lawannya. Dan ketika
keris itu kini dipakai untuk menggempur sepasang tangannya, merasakan pula
dinginnya sambaran angin senjata tersebut, dia tak lagi dapat bergerak leluasa.
Setiap serangannya yang mengandalkan kedua tangannya yang panjang selalu dibikin
musnah oleh sambaran keris lawan! Beberapa kali hampir nyaris lengannya kena
tertikam senjata tersebut. Naga-naganya kalau dia bertempur begitu terus, lambat
laun pasti dia akan kena celaka juga! Maka tanpa tunggu lebih lama Iblis Tangan
Panjang mengeluarkan senjatanya dari dalam cawatnya!
Senjata ini adalah sebuah untaian batu-batu permata yang telah direndam dalam
racun jahat. Warnanya aneka agam dan kesemuanya bergemerlapan meskipun di halaman samping itu
suasana gelap. Ketika untaian batu-batu permata itu diputar diatas kepala maka
menggelombanglah angin yang amat hebat. Pohon-pohon bergoyangan, banyak yang
daun-daunnya berguguran. Dinding rumah makan dan tiang-tiang rumah penginapan
berderikderik sedang tanah serasa dilanda lindu saking hebatnya gelombang angin
yang keluar dari senjata Iblis Tangan Panjang itu!
Untung Pararean sendiri tergontai-gontai beberapa detik lamanyal Buru-buru dia
membentak nyaring dan sewaktu lawannya datang dari depan, pemuda ini kiblatkan
keris Mustiko Jagat dalam jurus aneh yarig luar biasa.
"Hebat sekali ilmu silat keparat ini!" rutuk Iblis Tangan Panjang. Dia tidak
tahu bahwa kesaktian keris Mustiko Jagatlah yang membimbing pemuda itu memainkan
jurus-jurus silat yang luar biasa itu!
Karena yakin bahwa senjata lawan tak bakal dapat menandingi senjatanya, maka
sewaktu bentrokan akan terjadi, Iblis Tangan Panjang sengaja tidak menarik
pulang untaian batu-batu permatanya! Meskipun dia tak berhasil menggebuk lawan
tapi sekali senjatanya bergeser dengan kulit si pemuda, pastilah pemuda itu akan
keracunan. Kalau sudah begitu tentu mudah dia membereskan lawannya itu, demikian
pikir Iblis Tangan Panjang. Tapi betapa kagetnya dia sesaat kemudian!
Terdengar suara berdentingan dan percikan bunga api di dalam gelapnya malam
sewaktu keris dan untaian batu-batu KARYA
23 BASTIAN TITO SERIAL WIRO SABLENG Created by syauqy_arr@yahoo.co.id Kutukan Empu Bharata
permata beradu! Untung Pararear merasakan tangannya bergetar hebat tapi itu tak
ada artinya karena di depannya dilihatnya bagaimana batu-batu permata yang
menjadi senjata lawannya putus berhamburan!
Kaget Iblis Tangan Panjang bukan alang kepalang! Jika senjatanya yang paling
diandalkan bisa dibuat berantakan begitu rupa, ini sudah merupakan satu pertanda
lebih baik dia angkat kaki dari situ dari pada meneruskan perkelahian! Tapi
untuk melakukan hal itu tentu saja dia merasa malu terhadap Sepasang Golok Maut
yang berada ditempat itu. Buntut-buntutnya dia cuma berseru untuk meminjam salah
satu golok kepala rampok itu.
Sambil memberikan salah satu golok besarnya, Sepasang Golok Maut berseru,
"Tunggul Gawegawe, tak usah kau repot terlalu lama. Aku akan bantu!"
Bantuan, memang itulah yang diharapkan oleh Iblis Tangan Panjang. Dengan nyali
besar kedua orang itu lalu mengeroyok Untung Pararean! Pemuda ini berkelebat
cepat sekali. Bayang-bayang tubuhnya tertutup oleh sinar biru dari keris Mustiko


Wiro Sableng 013 Kutukan Empu Bharata di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Jagat. Bagaimanapun Iblis Tangan Panjang dan Sepasang Golok Maut menggempur dan
mengirimkan serangan dahsyat silih berganti namun tiada guna nya! Kedua orang
ini tak sanggup mendekati pemuda itu lebih dekat dari jarak empat langkah. Di
lain pihak sementara itu kekuatan gaib yang berasal dari keris Mustiko Jagat
semakin hebat pula membimbing dia. Setelah bertempur empat putuh jurus lebih,
dengan ilmu menyusupkan suara Iblis Tangan Panjang berkata pada Sepasang Golok
Maut. "Naga-naganya kita tak bakal menang sobatku! Sebelum celaka sebaiknya siang-
siang kita tinggalkan tempat ini!"
Sepasang Golok Maut juga sudah sangat penasaran dan mulai sangsi. Apa yang
dikatakan Iblis Tangan Panjang adalah benar menurutnya, maka iapun segera hendak
menjawab menyetujui ucapan kambrainya itu. Namun sebelum dia sempat berkata
keris Mustiko Jagat menderu cepat di muka hidungnya! Sepasang Golok Maut
melompat kebelakang sambil melancarkan satu pukulan tangan kosong. Justru
lengannya yang memukul ini merupakan makanan empuk bagi keris Mustiko Jagat!
Terdengar lah pekik kepala rampok hutan Dadakan itu! Tangan kanannya papas,
buntung! Darah menyembur! Saat itu juga racun keris Vustiko Jagat yang amat
berbahaya memasuki darahnya, menjalar dengan cepat keseluruh pembuluh hingga
beberapa detik kemudian Sepasang Golok Maut meregang nyawa dengan tubuh matang
biru! Pada saat Sepasang Golok Maut menjerit keras karena tangannya putus dibabat
keris Mustiko Jagat, pada saat perhatian Untung Pararean ini dipergunakan oleh
Iblis Tangan Panjang untuk melarikan diri tanpa diketahui oleh si pemuda. Untung
Pararean baru menyadari bahwa lawannya yang seorang itu sudah lenyap sewaktu dia
memandang berkeliling. Sementara itu dari mana-mana bermunculan penduduk ke
tempat itu. Untung Pararean menerangkan sedikit apa yang kita telah terjadi lalu
cepat-cepat berlalu dari situ.
Di kamar penginapan di tingkat atas, pemuda ini disambut dengan pelukan hangat
oleh Sri Kemuning.
"Aku menyaksikan perkelahianmu dari terali atas sana. Untung! Kau hebat sekali!
Betul-betul hebat ... Oh, aku cinta padamu Untung!" Gadis ini memeluk lagi
pemuda itu ketat-ketat ke tubuhnya, menciumi keringat yang membasahi dada Untung
Pararean. Dan apa yang telah terjadi sebelumnya segera terlupakan oleh kedua
orang itu. Semalam-malaman, sampai KARYA
24 BASTIAN TITO SERIAL WIRO SABLENG Created by syauqy_arr@yahoo.co.id Kutukan Empu Bharata
pagi, Untung Pararean benar-benar telah melakukan "pengawalan" atas diri Sri
Kemuning di dalam kamar itu . . . di atas tempat tidur!
Keesokan harinya kedua orang itu melanjutkan perjalanan ke Kotaraja. Untung
Pararean bertindak sebagai kusir kereta merangkap pengawal. Menjelang tengah
hari mereka telah memasuki Kotaraja, langsung menemui Sri Baginda di Istana.
Bukan main kagetnya Raja mendengar penuturan keponakannya. Di samping itu Raja
merasa sangat gembira pula dan berterima kasih pada Untung Pararean karena telah
menyelamatkan Sri Kemuning dari bahaya maut sampai beberapa kali!
Seperti yang telah dikatakan Sri Kemuning, atas permintaan gadis itu maka Untung
Pararean oleh Sri Baginda diangkat menjadi salah seorang Perwira Kerajaan. Dan
bukan itu saja, Sri Baginda juga meminta agar pemuda itu suka mengambil Sri
Kemuning menjadi istrinya! Sebenamya memang Untung Pararean sangat terpikat dan
cinta pada dara yang penuh daya tarik dan pandai merayu itu. Maka tanpa banyak
cerita lagi Untung Pararean menerima permintaan itu.
Perkawinan dilangsungkan cukup meriah dan kepada kedua orang itu diberikan
sebuah gedung kecil yang terletak dalam lingkungan tembok Istana.
Beberapa tahun kemudian . . .
Dari perkawinannya dengan Sri Kemuning, Untung Pararean dikaruniai seorang anak
perempuan yang diberinya nama Sri Lestari. Meski di luaran kehidupan rumah
tangga kedua orang itu kelihatan rukun bahagia, tapi sesungguhnya tidaklah
demikian. Seringkali kedua suami istri itu cekcok satu sama lain. Ini disebabkan
tabiat Sri Kemuning yang membuat Untung Pararean sakit makan hati.
Seperti telah dituturkan sebelumnya, Sri Kemuning meskipun keponakan Sri Baginda
tapi bukanlah seorang perempuan baik-baik. Diantara sekian banyak keburukannya,
yang paling terkenal di kalangan orang-orang Istana ialah sifatnya yang mata
keranjang. Tak boleh melihat laki-laki gagah, apalagi jika laki-laki itu masih
muda belia dan tegap kuat! Telah berkali-kali Untung Pararean mendengar kabar
bahwa jika dia sedang bertugas ke tempat jauh, istrinya itu sering pergi ke
tempat beberapa orang pemuda bahkan seorang diantara pemuda-pemuda itu pernah
beberapa kali disuruhnya datang ke gedungnya dalarn lingkungan Istana itu!
Mula-mula Untung Pararean tidak mau percaya karena dia yakin bahwa istrinya itu
sangat mengasihinya sehingga masakan mau berbuat serong begitu rupa" Namun pada
satu hari dia dihadapkan pada satu kenyataan yang dibuktikannya sendiri!
Pada masa itu Kerajaan tengah menghadapi beberapa pemberontakan kecil. Dibawah
pimpinan beberapa Perwira Kerajaan, termasuk Untung Pararean, pasukan Kerajaan
berhasil menumpas pemberontak-pemberontak tersebut. Meskipun belum keseluruhan
pemberontak berhasil dimusnahkan, namun untuk sementara bahaya yang mengancam
Kerajaan boleh dikatakan tidak ada. Namun demikian tidak seorangpun dari
Perwira-perwira Kerajaan yang mengetahui bahwa satu kekuatan besar kaum
pemberontak yang berpusat dikaki Gunung Lawu tengah merencanakan penyerbuan
besar-besaran ke Kotaraja.
Demikianlah, karena merasa keadaan sudah cukup aman maka Untung Pararean bersama
pasukan kembali ke Kotaraja.
KARYA 25 BASTIAN TITO SERIAL WIRO SABLENG Created by syauqy_arr@yahoo.co.id Kutukan Empu Bharata
Rindunya terhadap anak istrinya membuat dia begitu selesai memberi laporan pada
Sri Baginda, cepat-cepat kembali ke tempat kediamannya dan langsung menuju ke
kamar. Begitu pintu kamar terbuka terkejutlah Untung Pararean melihat bagaimana
istri yang sangat dicintainya itu telah melakukan perbuatan mesum dengan seorang
pemuda! Pemuda ini bukan lain adalah salah seorang pengawal gedungnya, jadi
masih merupakan anak buahnya sendiri.
Gelaplah pemandangan Untung Pararean. Keris Mustiko Jagat segera dihunusnya. Sri
Kemuning menjerit sewaktu menyaksikan bagaimana pemuda yang tidur bersamanya itu
roboh dilanda tikaman yang pertama. Menyusul tikaman yang kedua, ketiga ...
keempat dan seterusnya hingga sekujur tubuh pemuda itu laksana daging cincangan,
lumat membanjiri darah.
Untung Pararean masih akan terus menusuki tubuh pemuda yang sudah tak bernyawa
itu jika seandainya saat itu lima orang prajurit kepala dan empat orang Perwira
tidak masuk menyerbu ke dalam kamar dan memeganginya!
"Lepaskan aku! Lepaskan!" teriak Untung Pararean menggeledak. "Dajal perempuan
itu juga harus mampus! Harus mampus!"
Tapi seorang Perwira berhasil merampas keris Mustiko Jagat hingga kejap itu
lenyaplah kekuatan yang ada di diri Untung Pararean. Seorang Perwira lain segera
menolak tubuhnya sementara Sri Kemuning sendiri sudah melarikan diri dari kamar
itu! Apa yang telah terjadi itu menghebohkan seluruh Istana. Tapi semua orang tak
bisa memikirkan itu lebih lanjut, juga tak berusaha mencari tahu ke mana Sri
Kemuning bersama anak perempuannya melarikan diri karena yang dipikirkan oleh
semua orang saat itu ialah bahaya besar yang mengancam Kerajaan. Kabar yang
dapat dipercaya menyatakan bahwa bala tentara pemberontak yang berpusat di kaki
Gunung Lawu telah mulai bergerak menuju Kotaraja! Setiap kampung dan desa yang
mereka temui pasti akan disamaratakan dengan tanah. Penduduk yang tidak berdosa,
tak perduli apakah perempuan atau anak-anak dibunuh secara kejam luar biasa.
Demikian cepatnya pergerakan pasukan pemberontak ini hingga dalam tempo yang
singkat saja hanya tinggal tiga hari perjalanan lagi dari Kotaraja!
Kira-kira seribu prajurit dibawah pimpinan lima orang Perwira Kerajaan telah
dikirim untuk menghancurkan kaum pemberontak. Mereka bertemu di satu tempat yang
terletak dua hari perjalanan dari Kotaraja. Meski prajurit Kerajaan berjumlah
banyak dan dipimpin oleh Perwira-perwira berkepandaian tinggi, namun jumlah
prajurit pemberontak tidak pula sedikit. Dalam pada itu kaum pemberontak juga
memiliki tokoh-tokoh silat klas satu hingga setelah bertempur selama setengah
hari, kaum pemberontak berhasil memukul mundur bala tentara Kerajaan! Ratusan
prajurit Kerajaan menemui kematian! Dua orang Perwira tewas, satu luka-luka
parah. Dan dua lainnya tertangkap hidup-hidup. Ketika menerima kabar itu dari
seorang kurir, cemaslah Sri Bagindal Orang satu-satunya yang sangat diharapkan
oleh Sri Baginda ialah Perwiranya yang paling tinggi ilmu kepandaiannya yaitu
Untung Pararean. Tapi sang Perwira ini kini berada dalam keadaan menyedihkan!
Sesudah mengalami peristiwa tempo hari itu. Untung Pararean menderita bathin
yang amat mendalam terutama dikarenakan pada istrinya sejak kejadian itu tidak
diketahui kemana perginya. Dan kepergiannya itu membawa serta anak permpuan yang
amat dikasihi Untung Pararean. Demikian hebatnya penderitaan bathin yang menimpa
Perwira itu hingga KARYA
26 BASTIAN TITO SERIAL WIRO SABLENG Created by syauqy_arr@yahoo.co.id Kutukan Empu Bharata
sifatnyapun sudah berubah seperti orang yang kurang ingatan.
Sepanjang hari dia mengurung diri di dalam kamar dan menangis tiada henti. Kedua
matanya telah bengkak dan sembab.
Pipinya telah cekung. Karena dia tak mau makan dan tak mau minum selama beberapa
hari maka keadaan tubuhnyapun makin lama makin kurus! Kadang-kadang di malam
buta Untung Pararean menjerit-jerit, berteriak memaki-maki. Tak seorangpun yang
berani mendekatinya. Pernah satu kali seorang prajurit datang mengantarkan
makanan dan air. Untung Pararean lalu mancabut keris Mustiko Jagat dan memburu
prajurit itu karena di mata Perwira yang kurang ingatan ini si prajurit tadi
kelihatannya adalah pemuda yang telah tidur bersama istrinya dan yang telah
dibunuhnya itu!
Sementara keadaan Untung Pararean semakin parah, ancaman kaum pemberontak
semakin kritis pula karena pada waktu itu mereka cuma tinggal satu setengah hari
perjalanan saja dari Ibukota!
Dalam saat-saat yang menegangkan itu pulalah tiba-tiba saja muncul seorang
kakek-kakek aneh didepan Istana yang katanya ingin bertemu dengan Sri Baginda.
Mula-mula para pengawal menyangka kakek-kakek ini adalah seorang mata-mata
pemberontak sehingga segera hendak ditangkap. Namur betapa terkejutnya semua
prajurit kareria siapa saja yang berani datang mendekat dan turun tangan, pasti
mencelat mental dihantam kaki atau tangan kakek-kakek ini.
"Aku datang dengan maksud baik! Kenapa mau ditangkap"! Benar-benar manusia tidak
tahu diri Kalian semua!" begitu si kakek memaki. Lalu karena tak ada seorangpun
yang berani menghalanginya kakek-kakek inipun masuk ke Istana lenggang kangkung
dan sampai dihadapan Sri Baginda. Sri Baginda sebelumnya telah diberi tahu atas
kedatangan kakek-kakek aneh ini.
"Tamu dari manakah yang datang ke Istana ini?" tegur Sri Baginda sementara
beberapa Perwira berdiri didekatnya menjaga segala kemungkinan.
"Kudengar di Istana ini ada seorang Perwira yang sakit. Betulkah itu?" bertanya
si kakek tak dikenal.
Sri Baginda memandang pada Perwira-perwiranya, lalu menganggukkan kepala. "Betul
sekali. Dari manakah kau tahu dan harap terangkan dulu siapa kau ini, orang
tua?" Orang tua itu batuk-batuk beberapa kali lalu menjawab, "Aku yang tua ini adalah
Kiyai Supit Pramana dari Gunung Bromo ... "
Terkeiutlah. Sri Baginda dan Perwira-perwira Kerajaan tapi disamping itu juga
timbul rasa gembira dan pengharapan.
"Ah, tak tahunya Istana telah kedatangan seorang sakti yang telah terkenal di
delapan penjuru angin. Silahkan duduk orang tua. Maafkan kalau perlakuan orang-
orangku terhadapmu tidak menyenangkan. Sesungguhnya aku sendiripun baru kali ini
berhadapan denganmu ... "
Kiyai Supit Pramana duduk di sebuah kursi yang kemudian disediakan.
"Tadi Kiyai bertanyakan tentang seorang Perwira yang sakit. Apakah maksud Kiyai
sesungguhnya?"
"Aku ingin mengobatinya," jawab orang tua itu.
"Ah, itu satu hal yang menggembirakan. Kami sangat berterima kasih padamu
Kiyai." ujar Sri Baginda pula. "Kemudian KARYA
27 BASTIAN TITO SERIAL WIRO SABLENG Created by syauqy_arr@yahoo.co.id Kutukan Empu Bharata
dari pada itu Kiyai, atas nama rakyat dan Kerajaan aku meminta agar sudilah
Kiyai turun tangan membantu menumpas kaum pemberontak. Kiyai tentu tahu
bagaimana besamya bahaya yang mengancam Kerajaan kini. Bala tentara kaum
pemberontak sudah sangat dekat. Mereka memiliki beberapa tokoh silat yang
berkepandaian tinggi pula!"
Kiyai Supit Pramana menggeleng-gelengkan kepalanya dan berkata, "Aku tahu, aku
tahu, Baginda. Tapi kedatanganku kesini cuma punya satu maksud yaitu mengobati
Perwiramu yang sakit itu. Soal pemberontak aku tak bisa ikut campur. Nah
sekarang tunjukkanlah aku dimana beradanya Perwiramu yang sakit itu!"
Raja dan para Perwira merasa kecewa. Mereka yakin jika orang tua yang sakti luar
biasa itu bersedia turun tangan pastilah kaum pemberontak berhasil ditumpas
sekalipun mereka memiliki tokohtokoh silat yang hebat! Tapi kekecewaan itu agak
terhibur oleh adanya maksud Kiyai Supit Pramana yang hendak mengobati Untung
Pararean. Jika Untung Pararean berhasil diobati dan dapat maju kemedan laga
menghadapi pemberontak, itupun sudah cukup sebagai jaminan bahwa kaum
pemberontak akan kena ditumpas!
Maka atas perintah Sri Baginda beberapa pengawal mengantarkan Kiyai Supit
Pramana ke kamar Untung Pararean. Di hadapan pintu kamar mereka berhenti. Salah
seorang Perwira memberi tahu, "Pintu ini dikunci dari dalam Kiyai."
Kiyai Supit Pramana mengangguk. Sekali kaki kirinya yang kurus kering bergerak
menendang, maka bobollah pintu kamar yang terbuat dari kayu jati itu. Di dalam
kamar tampak Untung Pararean duduk menjelepok disudut kamar tengah sesenggukan!
Keadaan dirinya kurus kering laksana tengkorak. Kulitnya pucat pasi hanya
tinggal pembalut tulang. Matanya yang menonjol kedepan berwarna merah dan ganas.
Begitu dia melihat orang-orang itu. Untung Pararean mencabut keris Mustiko
Jagat. Hawa aneh membuat tubuhnya menjadi kuat dan laksana seekor srigala lapar
laki-laki ini melompat kehadapan Kiyai Supit Pramana seraya berteriak.
"Kau datang lagi pemuda bangsat! Kau datang lagi ya"! Mampus! Mampuslah kau
keparat!" Keris Mustiko Jagat menderu kearah dada Kiyai Supit Pramana.
"Awas Kiyai!" memperingatkan seorang Perwira. "Itu senjata sakti dan mengandung
racun jahat sekali!"
KARYA 28 BASTIAN TITO SERIAL WIRO SABLENG Created by syauqy_arr@yahoo.co.id Kutukan Empu Bharata
6 TERKESIAP juga kiyai Supit Pramana melihat sinar biru pekat yang keluardari
kerisdi tangan Untung Pararean. Angin yang menyambarpun terasa dingin menembus
kulit! Tapi orang tua itu tidak kawatir! Cuma sekejap dia terkesiap. Perwira
perwira Kerajaan yang mengantarkannya tidak sempat melihat gerakan apa yang
dibuat oleh kakek kakek sakti itu karena tahu-tahu saja terdengar keluhan pendek
Untung Pararean. Perwira. yang sakit ini tegak mematung dengan kedua bola mata
melotot seperti mau melompat sedang keris Mustiko Jagat sudah berada dalam
tangan Kiyai Supit Pramana!
Sementara Perwira-perwira Kerajaan itu terheran-heran, sang Kiyai mengeluarkan
dua buah botol dari balik pakaiannya.
Botol pertama berisi cairan hitam. Botol kedua, lebih kecil berisi cairan putih
bening. Kiyai Supit Pramana membuka tutup botol yang pertama lalu mengangkat
tangannya tinggi-tinggi dan mengguyurkan cairan hitam itu ke atas kepala Untung
Pararean! Meskipun tubuhnya ditotok dan tak bisa bersuara, tapi ketika air hitam menyirami
kepalanya dan kepala itu kelihatan mengepul-ngepul maka dari mulut Untung
Pararean terdengar jeritan sedahsyat geledek membuat Perwira-perwira Kerajaan
yang ada disitu serasa terbang nyawanya! Dua kali Untung Pararean mengeluarkan
jeritan dahsyat itu lalu kembali mulutnya terkatup rapat-rapat. Kiyai Supit
Pramana membuka tutup botol yang kedua. Mulutnya kelihatan komat-kamit, entah
membaca mantera apa.
"Buka mulutmu, Pararean!" memerintah sang Kiyai.
Aneh, Untung Pararean benar-benar membuka mulutnya.
Di saat itulah hal aneh lagi terjadi. Cairan putih bening di dalam botol di
tangan Kiyai Supit Pramana menyembur laksana air mancur, masuk ke dalam mulut
Untung Pararean.
"Minum. Telan!" seru Kiyai Supit Pramana.
Cegluk . . . cegluk ... terdengar air itu lewat ditenggorokan Untung Paiarean.
"Bagus! Nah, sekarang kau pergilah ke tempat tidur itu, berbaring dan tidurlah!"


Wiro Sableng 013 Kutukan Empu Bharata di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Kiyai Supit Pramana melepaskan totokan ditubuh Untung Pararean dan begitu
totokan terlepas Perwira ini laksana patung hidup melangkah ketempat tidur,
membaring-kan tubuhnya, memejamkan kedua matanya dan tidur!
Orang tua itu kemudian berpaling pada Perwira-perwira Kerajaan yang berdiri
terlongong-longong dibelakangnya.
"Jika dia sudah bangun nanti, sakit yang dideritanya akan sembuh. Katakan pada
Raja kalian bahwa sakit yang menimpa Untung Pararean bukan sembarang sakit! Tapi
adalah akibat kutukan seseorang terhadap apa yang pernah dilakukan olehnya?"
"Kutukan . . ,?" mengulang salah seorang Perwira.
Yang terdengar sebagai jawaban hanya sambaran angin. Ketika perwira-perwira itu
memandang ke depan Kiyai Supit KARYA
29 BASTIAN TITO SERIAL WIRO SABLENG Created by syauqy_arr@yahoo.co.id Kutukan Empu Bharata
Pramana sudah tidak ada sedang keris Mustiko Jagat kelihatan tertancap didaun
pintu! "Manusia sakti luar biasa ..." desis seorang Perwira. Kawan-kawannya hanya bisa
menganggukkan kepala sambil leletkan lidah!
Benar seperti yang dikatakan oleh Kiyai Supit Pramana begitu Untung Pararean
bangun dari tidurnya, keadaan dirinya berubah total. Otaknya telah pulih sehat
seperti sedia kala sehingga Sri Baginda benar-benar gembira dan bersyukur atas
pertolongannya si kakek sakti dan aneh itu! Maka kepada Untung Pararean Sri
Baginda dan beberapa Perwira penting menerangkan bahaya apa yang tengah dialami
Kerajaan saat itu. Dalam pertemuan itu rencanapun segera disusun. Ketika sinar
matahari mulai berkurang teriknya karena sudah rembang petang, maka dari pintu
gerbang Kotaraja kelihatanlah serombongan besar bala tentara bergerak ke timur
di bawah pimpinan seorang Perwira yang menunggangi kuda hitam. Perwira ini
bertubuh kurus dan bermuka pucat, tapi gerak geriknya meyakinkan bahwa dia bukan
orang sembarangan, terutama yang bukan sembarangan adalah keris Mustiko Jagat
yang tersisip di pinggangnya. Dan Perwira itu bukan lain adalah Untung Pararean!
Di kiri kanannya bergerak pula beberapa orang Perwira Kerajaan yang
berkepandaian silat tinggi!
Meski pada dasarnya Untung Pararean bukanlah apa-apa jika tanpa keris Mustiko
Jagat, namun harus diakui bahwa dia memiliki otak yang cerdik. Sewaktu hampir
berpapasan dengan bala tentara pemberontak, Untung Pararean sengaja mengirim
sejumlah kecil pasukan yang dibawanya. Sesudah terjadi pertempuran, dengan
jumlah pasukan yang lebih besar Untung Pararean dan Perwira-perwira lainnya
segera mengurung kaum pemberontak sehingga pemberontak-pemberontak itu harus
menqhadapi musuh dari depan dan dari belakang!
Amukan Untung Pararean, jelasnya amukan keris Mustiko Jagat memang bukan main
hebatnya. Puluhan pemberontak menemui ajalnya di ujung senjata sakti itu. Dua
orang tokoh pemberontak yang berilmu tinggi mandi darah dan mati di tangan
Untung Pararean. Dua tokoh lainnya coba mengeroyok Perwira ini namun merekapun
mengalami nasib yang sama, harus menyusul dua kawan mereka yang terdahulu!
Sesudah pertempuran berkecamuk hampir dua jam dengan banyak korban jatuh di
pihak pemberontak maka sisa-sisa yang masih tinggal, di bawah seorang tokoh
silat golongan hitam segera mengundurkan diri! Tapi Untung Pararean tak mau
melepaskan tokoh pemberontak yang seorang ini. Dipacunya kuda hitamnya mengejar
orang yang lain, yang kini sama sekali tak punya pimpinan barang seorang pun
banyak yang lari pontang-panting, ada juga yang menjauhkan diri, berlutut minta
ampun! Untung Pararean tak memperdulikan mereka yang berlutut minta ampun itu. Semuanya
dilabrak dengan tendangan dan babatan keris hingga di tempat itu bertebaran lagi
mayat-mayat kaum pemberontak!
Dengan hati puas Untung Pararean kembali kepada pasukannya. Justru dalam
perjalanan kembali inilah tiba-tiba muncul satu sosok tubuh dari jurusan timur
yang berlari laksana kilat, memapas larinya kuda hitam yang ditunggangi oleh
Untung Pararena, hingga binatang ini menghentikan larinya, meringkik keras-keras
dengan menaikkan kedua kakinya ke udara tinggi-KARYA
30 BASTIAN TITO SERIAL WIRO SABLENG Created by syauqy_arr@yahoo.co.id Kutukan Empu Bharata
tinggi, hampir saja membuat Untuk Pararean terpelanting.
"Jahannam dari mana yang minta mampus ini?" teriak Untung Pararean menggeledek.
Sebagai jawaban terdengar suara mendengus!
"Untung Pararean manusia rendah hina dina! Sebelum kau mampus ada baiknya kuberi
tahu dulu siapa aku adanya!"
Orang yang berkata ini seorang tua renta bertubuh bungkuk. Rambutnya awut-awutan
dan menebar bau busuk. Kuku-kuku tangannya panjang-panjang dan hitam. Dia
mengenakan sebuah jubah putih yang amat dekil dan penuh tambalan. Tubuhnya kurus
kering, lebih kurus dari Untung Pararean sendiri yang keadaannya sudah seperti
jerangkong itu. Mukanya yang buruk tambah tidak sedap dipandang karena adanya
bopeng-bopeng! "Aku Gambir Seta. Orang-orang menggelariku Pengemis Sakti Muka Bopeng ... !"
"Hemm . . . hanya seorang pengemis!" ejek Untung Pararean. "Aku tak ada urusan
dengan manusia macammu dan juga jangan harap belas kasihanku untuk memberikan
uang, sekalipun cuma sepeser!"
Orang tua yang mengaku bergelar Pengemis Sakti Muka Bopeng itu tertawa aneh.
"Orang yang mau mampus biasanya memang suka bicara tak karuan macam kau!"
"Manusia bermuka tahu tertimpa hujan, menghindarlah kalau tak mau kulabrak
dengan kaki-kaki kudaku!" ancam Untung Pararean sementara dilihatnya beberapa
orang Perwira dan prajurit-prajurit bergerak ke arahnya.
"Mau labrak" Silahkan! Aku mau lihat sampai di mana kehebatan manusia yang telah
membunuh adik kandungku!" kata Pengemis Sakti Muka Bopeng pula.
Terkejut Untung Pararean mendengar ucapan orang tua itu. "Apa katamu" Adikmu
yang mana yang telah kubunuh"
Katakan lekas apakah kau juga salah seorang cecunguk pemberontak"!"
"Kau memaki pemberontak-pemberontak itu, Pararean" Jangan terlalu jauh melupakan
dirimu sendiri, Perwira! Ketahuilah.
Kau lebih hina, lebih busuk dari pemberontak-pemberontak itu!"
"Kurang ajar! Kau benar-benar inginkan mampus rupanya!" teriak Untung Pararean
marah. Disentakkannya tali kekang kudanya, binatang itu melompat kemuka,
menerjang Pengemis Sakti Muka Bopeng!
Tapi apa yang terjadi kemudian sungguh luar biasa! Dengan kedua tangannya
Pengemis Sakti Muka Bopeng menangkap kaki-kaki depan kuda hitam itu. Disertai
dengan bentakan setinggi langit kedua tangannya digerakkan. Maka melayanglah
kuda hitam itu sejauh delapan tombak! Untung Pararean sendiri kalau tidak lekas-
lekas melompat pasti akan mendapat celaka pula!
Untung saja dia sempat mencabut keris Mustiko Jagat hingga dengan mengandalkan
hawa sakti senjata itu dia melayang enteng ke tanah dan begitu berhadapan dengan
si orang tua, langsung saja mengirimkan satu tusukan kilat yang mematikan ke
arah tenggorokan!
"Ha ... ha! Inilah dia keris Mustiko Jagat yang kau curi dari adikku! Kau harus
mengembalikannya padaku manusia keparat!"
KARYA 31 BASTIAN TITO SERIAL WIRO SABLENG Created by syauqy_arr@yahoo.co.id Kutukan Empu Bharata
Rasa terkejut yang amat sangat membuat Untung Pararean menarik serangannya.
"Apa katamu" Apa hubunganmu dengan Empu Bharata"!"
"Aku kakaknya! Dan aku yang akan menagih hutang nyawa itu! Tapi ah, tidak! Aku
tak akan membunuhmu! Kematian terlalu bagus bagimu, terlalu enak! Aku akan
biarkan kau tetap hidup, tapi hidup dengan menderita lahir bathin! Lebih hebat
dari penderitaanmu yang sudah-sudah!"
Habis berkata begitu Pengemis Sakti Muka Bopeng menekuk kedua lututnya. Sesaat
kemudian tubuhnyapun melesat kemuka. Tapi pada saat itu dari samping datang
sambaran senjata, memapai serangan Pengemis Sakti Muka Bopeng. Manusia ini
menggeram dan berbalik. Ternyata tiga orang Perwira telah sampai di situ dan
sama-sama mencabut pedang menyerang si Pengemis!.
Salah seorang dari Perwira-perwira itu bertanya. "Kangmas Untung, siapa monyet
tua ini"! Biar kami yang mencincangnya!"
"Kalian menghindarlah! Nyawanya musti aku sendiri yang cabut!" teriak Untung
Pararean lalu dengan cepat, mengiblatkan keris Mustiko Jagat, menghunjam kearah
lawannya! Pengemis Sakti Muka Bopeng tertawa aneh. Tubuhnya berkelebat dan lenyap dari
hadapan Untung Pararean.
"Kangmas, awas di sampingmu!" teriak Perwira memberi ingat.
Mendengar ini Untung Pararean cepat membalik dan membabat ke samping laksana
kilat! Maka terdengarlah suara beradunya dua buah lengan!
Untung Pararean mengeluh. Tubuhnya terhuyung-huyung sampai delapan langkah ke
belakang Lengannya yang kena dipukul sakit bukan main merah dan bengkak! Masih
untung keris Mustiko Jagat tidak terlepas dari tangannya! Di lain Pihak Pengemis
Sakti Muka Bopeng juga terkejut mendapatkan bagaimana tangannya tergetar keras
dan linu. Tapi dia tahu bahwa itu bukanlah berkat kehebatan tenaga dalam atau
kesaktian si pemuda, melainkan hawa kekuatan sakti yang keluar dari keris
Mustiko Jagat. Maka satu-satunya jalan untuk menyelesaikan pertempuran itu
dengan lekas adalah merebut Mustiko Jagat dari tangan Untung Pararean!
Jurus kedua kembali Pengemis Sakti Muka Bopeng yang membuka serangan. Ujung
lengan jubahnya yang sebelah kanan dikebutkan. Satu gelombang angin laksana
topan prahara menderu menyambar Untung Pararean! Pemuda itu kiblatkan keris
Mustiko Jagat dari kiri kekanan! Sinar biru memapas serangan angin dahsyat dari
Gambir Seta alias Pengemis Sakti Muka Bopeng. Terdengar suara berdentum. Debu
pasir serta batu-batu kerikil berterbangan. Bumi laksana dilanda lindu. Untung
Pararean mengeluarkan seruan tertahan sewaktu merasakan keris Mustiko Jagat
terlepas dari tangannya. Dia coba melompat untuk menjangkau senjata itu. Tapi
dia tak sadar. Sewaktu Mustiko Jagat lepas dari tangannya, maka segala
kesaktiannya yang dimilikinya dengan serta merta lenyap. Lompatannya tak ubahnya
seperti lompatan seekor anak ayam. Jangankan untuk berhasil mendapatkan Mustiko
Jagat kembali, bahkan saat itu satu tendangan melanda pinggulnya, membuat Untung
Pararean melolong setinggi langit, mencelat sampai tujuh tombak. Tubuhnya angsok
ditanah tanpa sadarkan diri lagi!
KARYA 32 BASTIAN TITO SERIAL WIRO SABLENG Created by syauqy_arr@yahoo.co.id Kutukan Empu Bharata
"Manusia muka bopeng keparat!" teriak seorang Perwira Kerajaan. "Tubuhmu akan
kutabas jadi sepuluh potong!" Habis berteriak demikian dia bacokkan pedangnya.
Dua orang kawannya serentak menyerbu pula hingga Pengemis Sakti Muka Bopeng
terkurung tiga serangan pedang yang hebat ganas!
"Perwira-perwira! Aku tak punya permusuhan apa-apa dengan kalian! Jangan
serang!" seru Pengemis Sakti Muka Bopeng seraya memasukkan keris Mustiko Jagat
ke balik jubahnya. Tapi mana Perwira-perwira mau mendengar! Malah mereka
bersirebut cepat untuk dapat membunuh Pengemis Sakti Muka Bopeng! Dengan
teriakan mengguntur Pengemis Muka Bopeng melompat setinggi tiga tombak, jungkir
balik di udara dan keluar dari kurungan ketiga penaeroyoknya.
"Anjing busuk! Kau mau kabur ke mana"!" Tiga Perwira Kerajaan mengejar sementara
puiuhan prajurit telah sampai pula, siap menunggu perintah untuk menyerbu!
"Perwira-perwira degil! Jika kalian minta celaka baiklah! Lihat begaimana
Pengemis Sakti Muka Bopeng akan memberi pelajaran pada kalian."
Habis berkata begitu, Pengemis Sakti Muka Bopeng berkelebat. Tubuhnya lenyap
dari pemandangan dan terdengarlah pekik ketiga Perwira itu!
KARYA 33 BASTIAN TITO SERIAL WIRO SABLENG Created by syauqy_arr@yahoo.co.id Kutukan Empu Bharata
7 PERWIRA yang pertama mencelat mental, remuk tulang dadanya. Perwira kedua
terguling beberapa tombak dengan tempurung lutut remuk sedang Perwira yang
ketiga terhempas Ketanah tak berkutik lagi karena perutnya pecah dihantam
tendangan! Pengemis Sakti Muka Bopeng mendonqak ke langit dan tertawa berkakakan lalu
membentak pada prajurit-prajurit yang ada di sekelilingnya.
"Ayo maju kalau kalian kepingin mampus!"
Tentu saja sesudah menyaksikan Perwira-perwira mereka menemui nabis begitu rupa,
semua prajurit itu sama sekali tidak mempunyai nyali untuk menempur kakek-kakek
bermuka bopeng itu. Dengan masih tertawa bekakakan Pengemis Sakti Muka Bopeng
lari ke arah di mana tubuh Untung Pararean menggeletak pingsan. Sesaat kemudian
diapun lenyap dari pemandangan dengan membawa tubuh Untung Pararean.
Untung Pararean siuman tak berapa lama kemudian ketika tubuhnya masih dibawa
lari oleh kakek-kakek kurus kering itu.
Pinggulnya terasa sakit karena tulang dibagian situ remuk akibat tendangar si
kakek. Bagaimanapun Untung Pararean mengerahkan tenaga namun jangankan untuk
bisa melepaskan diri dari kempit si kakek untuk bergerak sedikitpun dia tidak
sanggup! "Muka Bopeng, kau mau bawa ke mana aku"!" tanya Untung Pararean.
"Heh! Kau sudah siuman"!" ujar Pengemis Sakti Muka Bopeng lalu menghentikan
larinya. Dia memandang berkeliling. Daerah itu adalah daerah rimba belantara tapi yang
banyak terdapat batu-batu besar. Dulunya ada sebuah sungai mengalir di situ,
tapi kemudian kering dan karena itulah ditempat! tersebut masih terdapat batu-
batu sungai yang besar-besar.
"Bagus! Bagus! Tempat inipun cukup pantas untuk menyaksikan bagaimana hari ini
aku hendak merubah muka seorang manusia yang tampan gagah, seorang Perwira
Kerajaan, menjadi muka yang tebih buruk, lebih mengerikan dari muka setan!"
Habis berkata begitu Pengemis Sakti Muka Bopeng tertawa gelak-gelak hingga
seluruh rimba belantara jadi bergema. Beberapa burung hutan lari beterbangan
karena dikejutkan oleh suara tertawa manusia itu! Dilepaskannya Untung Pararean
dari kempitan lalu dilemparkannya ke atas sebuah batu besar hingga Perwira itu
menjerit kesakitan!
Dengan mengeluarkan suara tertawa lebih dahsyat, Pengemis Sakti Muka Bopeng
melangkah mendekati Untung Pararean.
Untung Pararean tahu tak satu apapun yang bisa dilakukannya untuk menyelamatkan
diri. Maka dengan susah payah dicobanya bangun dan berlutut lalu sambil meratap
dia minta ampun berulang-ulang.
"Kau minta ampun" Puah . . . ! Tidak satu orangpun yang bisa mengampuni dosa
terkutukmu!"
"Kalau kau mengampuni selembar nyawaku ini dan mengembalikan keris Mustiko
Jagat. Aku berjanji akan memberikan KARYA
34 BASTIAN TITO SERIAL WIRO SABLENG Created by syauqy_arr@yahoo.co.id Kutukan Empu Bharata
lima ratus keeping uang emas, barang-barang perhiasan bahkan apa saja yang kau
minta!" Pengemis Sakti itu cuma tertawa mendengar ucapan Untung Pararean.
"Manusia anjing! Aku memang tak akan membunuhmu! Kematian terlalu bagus buatmu!
Tapi apa yang aku lakukan percayalah, lebih mengerikan dari kematian!"
"Pengemis Sakti . . . "
"Sudah diam!" bentak kakek-kakek itu lalu secepat kilat menjambak rambut Untung
Par,rean dengan tangan kirinya.
"Pertama sekali mulai detik ini kau akan menyaksikan bagaimana bagusnya dunia
ini bila dilihat cuma dengan sebelah mata!".
"Begitu selesai berkata tangan kanan Pengemis Sakti Muka Bopeng meluncur
kedepan. Dua jari tangan terpentang lurus-lurus dan "cras"! Biji mata Untung
Pararean yang sebelah kiri mencelat mental, darah dan urat-uratnya berbusaian!
Jerit laki-laki itu laksana mau merobek langit karena tekanan sakit yang tak
dapat dilukiskan sedang di lain pihak Pengemis Sakti Muka Bopeng tertawa gelak-
gelak melihat hasil pekerjaannya!
"Bagaimana kau lihat dunia ini sekarang" Bukankah lebih bagus" Lebih indah ... "
Ha ... ha . . . .ha . . ha ...!"
"Manusia biadab!" teriak Untung Pararean dalam sakitnya. "Kau hanya berani pada
orang yang tak punya daya!"
"Kau masih bisa menceloteh hah"! Coba kau rasakan ini! Aku mau lihat apa kau
nanti masih bisa bicara!" Tangan kanan Pengernis Sakti Muka Bopeng berkelebat
lagi ke muka Untung Pararean.
Untuk kedua kalinya terderigar jeritan laki-laki itu, tapi yang sekali ini tidak
sedahsyat yang pertama tadi. Mungkin juga disebabkan oleh mulutnya yang sebelah
karan robek sampai ke pipi dibeset oleh Pengemis Sakti Moka Bopeng. Tubuh Untung
Pararean menggigil menahan sakit. Sebagian dari bibirnya yang sebelah bawah
menjulai akibat mulutnya yang robek sedang darah yang keluar semakin menambah
seram keadaan mukanya!


Wiro Sableng 013 Kutukan Empu Bharata di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Pengemis Sakti Muka Bopeng bersurut mundur beberapa langkah. Lalu sambil
bertolak pinggang ditelitinya wajah Untung Pararean.
"Masih kurang seram! Masih belum mengerikan!" katanya lalu maju lagi kehadapan
korbannya yang manggeletak di atas batu besar. Untuk ketiga kalinya tangan kanan
Pengemis Sakti Muka Bopeng bergerak. Kali ini kelima jari-jari tangannya yang
berkuku panjang mencengkeram dimuka Untung Pararean yang saat itu befada dalam
keadaan antara sadar dan tidak. Dan cengkeraman itu benar-benar membuat muka
Untung Pararean kini menjadi sangat mengerikan dan berselomotan darah. Kulit
kening dan kedua pipinya hancur bergurat-gurat. Cuping hidungnya sebelah kiri
tanggal! "Nah, sekarang baru kau betul-betul jadi manusia bermuka lebih seram dari setan!
Aku puas ...! Aku puas! Ha . . . ha ... ha!
Hiduplah kau sampai seribu tahun, Pararean! Tak satu manusiapun yang akan mau
mendekatimu! Ha . . . ha ... ha . . .!" Setelah puas tertawa beberapa lamanya,
Pengemis Sakti Muka Bopeng lalu berkata, "Sekarang kau tunggulah sendirian di
sini. Sebentar lagi tentu setan-setan, jin dan dedemit penghuni hutan belantara
ini akan mengunjungimu! Heh, sebelum lupa, aku nasihatkan padamu agar jangan
kembali ke kotaraja! Bisa-bisa semua orang akan kabur ketakutan melihatmu si
Perwira Kerajaan yang telah KARYA
35 BASTIAN TITO SERIAL WIRO SABLENG Created by syauqy_arr@yahoo.co.id Kutukan Empu Bharata
berubah menjadi setan!"
"Ha ... ha . . . ha!"
Pengemis Sakti Muka Bopeng hendak berlalu dari situ. Tapi mendadak diputarnya
badannya. "Aku kelupaan!" katanya.
"Masih ada yang kurang! Masih ada yang kurang!" Kedua tangannya diacungkan ke
muka lalu bergerak ke telinga Untung Pararean. Sekejap kemudian kedua daun
telinga laki-laki itupun buntunglah! Untung Pararean sendiri tak mengetahui apa
yang telah terjadi dengan dirinya karena saat itu dia sudah tidak sadarkan diri
lagi! *** Sang surya telah menggelincir ke barat. Sinarnya yang terik menyilaukan kini
berubah redup kekuningan. Setiap benda yang disapu sinar itu seolah-olah berubah
warnanya menjadi kuning. Disaat hari menjelang sore itulah seorang kakek-kakek
tua berjubah putih bersih kelihatan berada disekitar hutan belantara.
Kelihatannya dia melangkah biasa saja tapi dalam tempo yang singkat dia sudah
melewati belasan tombak! Nyatalah bahwa orang tua itu memiliki semacam ilmu lari
yang luar biasa!
Bila angin timur bertiup sejuk, orar:g tua itu telah lenyap ke dalam rimba
belantara. Tak selang berapa lama terdengarlah satu suara helaan nafasnya yan;j
dalam sekali. Si orang tua ternyata telah menghentikan "langkah"nya dan berdiri
di hadapan batu besar di mana tubuh Untung Pararean menggeletak!
"Tujuh puluh lima tahun hidup, baru hari ini aku melihat kengerian yang luar
biasa ini," membathin si orang tua
"Sungguh hebat kenyataan kutukan Empu Bharata..." desisnya lagi dalam hati.
Setelah menghela nafas dalam untuk kedua kakinya orang tua ini melangkah lebih
dekat. Saat itu tubuh Untung Pararean yang menggeletak di atas batu, sedikitpun
tidak bergerak. Tak ada tanda-tanda getaran pernafasan pada dada ataupun
perutnya. Namun sepasang mata si orang tua yang tajam mengetahui bahwa Untung
Pararean saat itu masih hidup. Tanpa menunggu lebih lama orang tua itu lalu
mengangkat tubuh Untung Pararean dari atas batu, memangulnya untuk kemudian
meninggalkan tempat itu dengan cepat menuju ke utara.
Siapakah gerangan orang tua yang telah membawa Untung Pararean itu" Dia bukan
lain Kiyai Supit Pramana yang dua hari lalu telah mengobati Untung Pararean di
Istana! Bagaimana maka dia bisa pula sampai di situ baiklah kita tuturkan
sedikit. Nama Kiyai Supit Pramana pada masa itu di tanah Jawa dikenal sebagai tokoh silat
golongan putih yang dihormati dan disegani berkat ilmunya yang tinggi. Pada
suatu malam di pertapaannya yang terletak di puncak Gunung Bromo dia bermimpi
kedatangan almarhum gurunya yang bernama Eyang Pamanik. Dalam mimpi itu Eyang
Pamanik berkata pada Kiyai Supit Pramana.
"Muridku, tinggalkanlah puncak Bromo ini dan pergi ke Kotaraja. Di dalam
lingkungan Istana ada seorang Perwira Kerajaan yang menderita sakit keras!
Sakitnya bukan sembarang, sakit, tapi sakit akibat kutukan Empu Bharata yang
pernah diam di Gunung Slamet. Kau mempunyai kewajiban sebanyak tiga kali
berturut-turut menolong Perwira itu. Pertama mengobati KARYA
36 BASTIAN TITO SERIAL WIRO SABLENG Created by syauqy_arr@yahoo.co.id Kutukan Empu Bharata
sakitnya dengan ramuan Air Tawar Putih dan Air Tawar Hitam. Bila sudah
tinggalkan Istana dan pergi kebukit Tulungsentana.
Tunggu sampai satu setengah hari kemudian pergi kehutan yang terletatak di
tenggara Kotaraja. Kelak di dalam hutan ini kau bakal menemui lagi Perwira itu
dalam keadaan yang mengerikan. Itu adalah juga akibat kutukan Empu Bharata.
Pertolongan kedua yang harus kau lakukan muridku, ialah membawa Perwira itu
kepuncak Bromo ini, memberikan pelajaran ilmu silat padanya, tapi sekali-kali
kau tak boleh mengambil dia sebagai murid! Pertolongan yang ketiga kelak harus
kau lakukan di kemudian hari bila kau merasa bahwa nyawanya betul-betul
terancam. Sesudah itu meski apapun yang terjadi dengan dirinya, kau tak berhak
lagi menolongnya! "
Begitulah kira-kira ucapan Eyang Pamanik pada Kiyai Supit Pramana dalam
mimpinya. Keesokan paginya, lama Kiyai Supit Pramana merenungi makna mimpi
mendiang gurunya itu. Memang pernah juga dia bermimpikan Eyang Pamanik, tapi
dalam mimpi itu sang guru cuma sekadar memperlihatkan diri saja, tak pernah
bicara apalagi sampai memberi pesan seperti itu.
Yakin bahwa apa yang diimpikannya itu hanyalah bunga tidur belaka, maka Kiyai
Supit Pramana tak mau lagi mengigatnya.
Tapi pada malam berikutnya, mimpi yang sama datang kembali, bahkan terulang lagi
di malam ketiga!
Kini Kiyai Supit Pramana merasa pasti bahwa mimpinya itu bukanlah sekedar mimpi
biasa, bukan pula apa yang dikatakan bunga tidur. Tanpa menunggu lebih lama hari
itu juga Kiyai Supit Pramana meniggalkan puncak Gunung Bromo menuju ke Kotaraja.
Dalam perjalanan ke Kotaraja itulah orang tua yang berumur 75 tahun ini
mengetahui bahwa saat itu Kerajaan tengah terancam bahava besar kaum
Pemberontak. Timbul niat dalam hati orang tua sakti itu untuk turun tangan
menumpas gembong-gembong pemberontak tapi dia ingat akan pesan gurunya di dalam
mimpi. Dia tak berani bertindak sendiri di kala ada kewajiban yang harus
dijalankannya. Karena itu dipercepatnya perjalanannya ke Kotaraja hingga tiga
hari kemudian sampailah dia ditempat tujuan tersebut.
Memasuki Kotaraia kerrudian diketahuinya pula bahwa memang ada seorang Perwira
Kerajaan yang bernama Untung Pararean sedang menderita sakit yang kritis bahkan
ada yang mengatakan bahwa Perwira itu sudah gila, tak mau makan tak mau minum,
kerjanya berteriak-teriak, kadang-kadang menangis menggerung-gerung memanggil-
manggil anak isterinya yang pergi entah ke mana. Juga dikatakan bahwa siapa saja
yang berani mendekati Perwira yang sakit itu, pasti dibunuh. Kabarnya pula
Perwira itu memiliki sebilah keris bernama Mustiko Jagat! Sampai sebegitu jauh
tak ada seorang yang sanggup mengobati sakitnya sang Perwira. Raja sendiri sudah
tak berdaya apa-apa, mengingat pula saat itu yang menjadi pikiran Raja dan
Perwira-perwira lainnya bukanlah Perwira yang bernama Untung Pararean itu, tapi
bahaya besar yang mengancarn Kerajaan yakni serbuan kaum pemberontak yang sudah
berada sangat dekat dari Pusat Kerajaan! Kini betul-betul nyata bagi Kiyai Supit
Pramana, bahwa impian dan pesan gurunya dalam mimpi itu bukanlah hal yang kosong
belaka. Bagaimana Kiyai Supit Pramana mengobati dan menyembuhkan Untung Pararean telah
diceritakan. Sesudah melakukan pesan atau pertolongan yang pertama itu maka
Kiyai Supit Pramana lalu meninggalkan Kotaraja menuju ke bukit KARYA
37 BASTIAN TITO SERIAL WIRO SABLENG Created by syauqy_arr@yahoo.co.id Kutukan Empu Bharata
Fulungsentana. Sesuai dengan pesan Eyang Pamanik, maka Kiyai Supit Pramana
herdiam selama satu setengah hari di bukit tersebut. Selewatnya satu setengah
hari dia lalu menuju ke hutan yang terletak di sebelah tenggara. Belum jauh
memasuki hutan, langkahnya terhenti sewaktu menemukan sesosok tubuh menggeletak
di atas sebuah batu besar. Inilah rupanya sosok tubuh Untung Pararean
sebagaimana yang diterangkan Eyang Pamanik lewat mimpi!
Oleh Kiyai Supit Pramana tubuh Untung Pararean yang berada dalam keadaan pingsan
itu kemudian segera dilarikan kepuncak Gunung Bromo.
KARYA 38 BASTIAN TITO SERIAL WIRO SABLENG Created by syauqy_arr@yahoo.co.id Kutukan Empu Bharata
8 DUNIA berputar juga. Siang berganti dengan malam, malam berganti pula dengan
siang, demikian terus tiada hentinya hingga tak terasa lagi enam belas tahun
telah berlalu. Selama enam belas tahun itu pulalah Untung Pararean tinggal
dipuncak Gunung Bromo bersama Kiyai Supit Pramana. Keadaan muka Untung Pararean
meskipun sudah sejak lama sembuh tapi bekas-bekas yang ditinggalkan tetap
mengerikan. Melihat penderitaan lahir maupun bathin Untung Pararean inilah maka
Kiyai Supit Pramana merasa kasihan padanya. Karena itulah pada Untung Pararean
sang Kiyai menurunkan ilmu silat dan beberapa pukulan-pukulan sakti. Berkat
ketekunannya meyakini semua yang dipelajari dari Kiyai tersebut maka dalam masa
enam belas tahun itu Untung Pararean telah menjadi seorang pendekar gemblengan.
Disamping pelajaran ilmu Oat, dari Kiyai Supit juga diterimanya berbagai macam
pelajaran yang bersifat kerohaniaan. Banyak sekali nasihat-nasihat yang
diberikan orang tua itu kepada Untung Pararean sehingga Untung Pararean yang
kini berumur tiga puluh lima tahun itu bukan saja memiliki kepandaian yang
tinggi, tapi juga hati yang tabah.
Namun kadang-kadang, bilamana dia berada seorang diri ingatannya melayang pada
anak istrinya. Tentu sekarang Sri Lestari sudah menjadi seorang remaja puteri.
Betapa rindunya dia terhadap anaknya itu, bahkan dia juga sering terkenang
terhadap istrinya, meskipun apa yang telah dilakukan Sri Kemuning tempo hari
tetap membekas dalam kalbunya laksana duri dalam daging.
Segala tindak tanduk Untung Pararean tidak terlepas dari pengawasan Kiyai Supit
Pramana. Dan dia maklum juga apa yang terpikir oleh laki-laki itu bila berada
seorang diri. Pernah Kiyai Supit Pramana menganjurkan agar Untung Pararean turun
gunung untuk mencari anak istrinya dan berkumpul bersama-sama kembali.
Tapi saat itu Untung Pararean menjawab :
"Saya lebih suka tetap, tinggal bersama-sama Kiyai di sini."
"Kenapa begitu" Agaknya kau tak punya tanggung jawab sebagai seorang ayah dan
sebagai seorang suami."
Lama Untung Pararean terpekur dan pada akhirnya dia menjawab juga, "Tanggung
jawab sebagai seorang suami sudah pernah kuberikan pada istriku, Kiyai. Dan
tanggung jawab itu telah disia-siakannya. Kiyai tentu maklum. . . . "
Kiyai Supit Pramana mengangguk. Dia memang sudah tahu apa yang pernah terjadi
antara Untung Pararean dan istrinya yaitu ketika Untung menuturkan riwayat
hidupnya. "Lalu karena hal itu apakah kau tak akar mempunyai hasrat sama sekali untuk
menemui anakmu?" bertanya lagi Kiyai Supit Pramana.
"Betapapun seorang ayah selalu merindukan anaknya, Kiyai." kata Untung Pararean.
Ditelannya ludahhya lalu melanjutkan, "Tapi apakah dia akan mau mengakui aku
sebagai ayahnya" Kiyai saksikan sendiri bagaimana mengerikannya KARYA
39 BASTIAN TITO SERIAL WIRO SABLENG Created by syauqy_arr@yahoo.co.id Kutukan Empu Bharata
parasku ini. Bahkan Sri Kemuning sendiripun pasti tak bisa mengenaliku! Aku tak
ingin mengecewakan hati Sri Lestari Kiyai, karena memiliki seorang ayah
sepertiku ini. Yang mukanya lebih seram dari muka setan!"
Bila pembicaraan sudah sampai disitu, biasanya Kiyai Supit Pramana tak mau
meneruskan pembicaraan. Dia kawatir kalau diteruskan maka pembicaraan hanya akan
membuat menguaknya kembali luka derita di lubuk hati Untung Pararean yang coba
hendak dilupakan itu.
Pada suatu hari, untuk satu keperluan Kiyai Supit Pramana menyuruh Untung
Pararean ke kota Linggoprobo di utara Gunung Bromo. Linggaprabo terletak di tepi
pantai yang ramai disinggahi perahuperahu dari pelbagai negeri dan sekaligus
merupakan salah satu kota pusat perdagangan di Jawa Timur pada masa itu. Dengan
mengenakan kain hitam untuk menutupi parasnya, Untung Parareanpun berangkatlah.
Memang sudah menjadi kebiasaannya untuk mengenakan penutup muka begitu bila dia
turun gunung. Sementara itu di sebuah pulau yang terletak di Selat Madura terdapatlah sebuah
bangunan yang besar dan bagus yang keseluruhannya dibuat dari bambu kuning. Tiga
orang yang mengenakan pakaian kotor bertambal-tambal kelihatan berada diruangan
muka. Dari ruang dalam tak lama kemudian keluar seorang dara muda belia berparas
jelita. Rambutnya hitam panjang dijalin dua. Langkahnya ringan dan gerak
geriknya lincah. Seperti orang-orang yang berada di ruang muka itu, dara inipun
mengenakan pakaian ringkas bertambal-tambal tetapi bersih.
"Hai jangan mengobrol juga! Ayah memanggil kalian!" seru dara itu.
Ketiga orang laki-laki yang asyik bicara di ruang depan berpaling dan berdiri
dari kursi masing-masing lalu mengikuti si dara memasuki sebuah kamar.
Di dalam kamar itu duduk bersila seorang laki-laki bermuka bopeng, berpakaian
bertambal-tambal. Karena tubuhnya yang bungkuk maka duduknya sangat menjorok ke
depan. Rambutnya awut-awutan dan bau. Sepuluh kuku jarinya panjang, hitam
berdaki. Tubuhnya yang bungkuk itu amat kurus hingga tak ubahnya seperti
jerangkong hidup.
Di samping tua renta ini duduk seorang perempuan separuh baya berkulit hitam
manis dan berparas yang menyatakan bahwa dia dulunya adalah seorang perempuan
yang cantik. Perempuan inipun mengenakan pakaian yang bertambal-tambal.
Kelima orang yang masuk itu duduk bersila di atas tikar, si dara duduk di
samping perempuan separuh baya itu.
"Guru memanggil kami, ada perlu apakah?" bertanya laki-laki yang berbadan sangat
gemuk, demikian gemuknya hingga tak kelihatan lagi batas dagu dengan leher! Dan
namanya Pengemis Badan Gemuk.
"Kurasa kau dan saudara-saudara seperguruanmu sudah tahu tentang tantangan Si
Cadar Hitam," menjawab orang tua yang bermuka bopeng itu. "Aku muak menghadapi
manusia macam begituan. Karenanya kupanggil kalian ke sini untuk memberi tugas
agar kalian yang mewakilkan aku memenuhi tantangan itu."
"Terima kasih yang guru telah menaruh kepercayaan besar terhadap kami," berkata
Pengemis Badan Gemuk, lalu tanyanya,
"Apakah kami harus berangkat sekarang juga?"
KARYA 40 BASTIAN TITO SERIAL WIRO SABLENG Created by syauqy_arr@yahoo.co.id Kutukan Empu Bharata
"Ya. Karena besoklah hari tantangan yang dikatakan oleh Si Cadar Hitam. Kalian
pergilah ke Linggoprobo dan tunggu dia di rumah makan Akik Rono yang terletak di
pangkalan perahu. Jika dia datang kalian tahu apa yang harus diperbuat. Kalian
jangan sampai membikin malu namaku dan juga membikin buruk nama kalian sendiri
selaku orangorang yang dijuluki Empat Pengemis Pulau Ras."
"Percayalah guru, kami berempat pasti tak akan mengecewakan dan tak akan memberi
malumu. Kami minta diri sekarang!"
kata Pengemis Badan Gemuk seraya berdiri. Dua orang kawannya yaitu masing-masing
Pengemis Badan Kurus dan Pengemis Kepala Botak segera pula berdiri sementara
sang dara yang berjalin dua berkata pada perempuan disampingnya: "Ibu, aku pergi
bersama mereka."
"Pergilah dan hati-hati. Jangan mengecewakan ayahmu, Lestari."
Sri Lestari, demikian nama dara belia itu yang juga dikenal dengan julukan
Pengemis Cantik Ayu berdiri dan melangkah ke hadapan ayahnya untuk pamitan. Tak
lama kemudian dengan mempergunakan sebuah perahu, keempat orang yang di dunia
persilatan dikenal dengan nama Empat Pengemis Pulau Ras itupun berangkatlah
menyeberangi Selat Madura menuju ke pesisir Utara Pulau Jawa.
Siapakah sesungguhnya orang tua bermuka bopeng yang tinggal dalam rumah besar
terbuat dari bambu kuning itu" Dia bukan lain dari Pengemis Sakti Muka Bopeng
yang sekitar enam belas tahun yang lglewat telah melakukan penuntutan balas
terhadap Untung Pararean atas kematian adiknya yaitu Empu Bharata.
Dan perempuan berkulit hitam manis yang tadi duduk di sampingnya" Jangan pembaca
terkejut karena perempuan itu adalah Sri Kemuning, istri Untung Pararean yang
telah melarikan diri dari Istana yaitu sesudah dia tertangkap basah melakukan
perzinahan dengan seorang pengawal. Nasib peruntungan manusia memang tidak di-
duga-duga. Dalam larinya dari Istana bersama anaknya yang bernama Sri Lestari,
Sri Kemuning telah tersesat ke dalam rimba belantara yang penuh dengan binatang-


Wiro Sableng 013 Kutukan Empu Bharata di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Tiga Naga Sakti 10 Pedang Siluman Darah 23 Bocah Kembaran Setan Bara Api Di Laut Kidul 2
^