Raja Rencong Dari Utara 2
Wiro Sableng 011 Raja Rencong Dari Utara Bagian 2
olah-olah menggempur ke arah tiga Kiai.
Baiknya para Kiai ini sudah bersiap sedia sehingga begitu serangan ilmu kuku api
dilancarkan maka ketiganya sudah melewat dari kursi masing-masing!
Yang menjadi korban ialah tiga kursi bekas tempat mereka duduk. Ketiga kursi itu
serta merta menjadi hitam hangus mengebul!
Meski hati tergetar hebat melihat kehebatan kesaktian lawan namun ketiga Kiai
sudah bertekad bulat untuk berkorban jiwa demi kemusnahan manusia biang
malapetaka! Serentak turun ketiganya
Ialah mencabut senjata dan menyerang dengan hebat!
Kiai Suhudilah menyerang dengan sebuah tasbih Kumala Hijau, sedang tangan kiri
memutar golok Datar yang tadi hendak dipakai untuk memotong kedua lengan Raja
Recong. Kiai Selawah menggempur dengan sebilah pedang biru sedang Kiai yang
ketiga yakni Kiai Tandjung Laboh menghantam dengan sebuah kebutan yang berbentuk
seperti sapu kecili
Raja Rencong Dari Utara berdiri di tempatnya
dengan sikap acuh tak acuh meski topan serangan melandanya. Yang hebat ialah
jangankan tubuhnya, rambut atau pakaiannyapun tidak berkibar dilanda angin
serangan para Kiai! Sesaat tiga ujung senjata akan '.'mencium" dirinya, Raja
Rencong Dari Utara gerakan tangan kanannya! Pedang, Tasbih Kumala Hijau dan
Kebutan Sakti terpental kembali laksana menghantam benda karet yang atos!
Berobahlan paras ketiga Kiai!
Raja Rencong Dari Utara tertawa mengejek.
Tiba-tiba sekali tangan kanannya bergerak dan dari mulutnya yang tadi tertawa
keluar seman : "Makan jotosan selaksa palu godam ini !"
Meski sebelumnya berseru demikian rupa yang
sekaligus memberi peringatan pada calon korbannya namun ketiga Kiai tak dapat
melihat gerakan tangan lawan dan yang lebih hebat lagi mereka tak tahu siapa di
antara mereka yang menjadi sasaran, demi-kianlah saking cepatnya geraan serangan
Raja Rencong Dari Utara.
Lalu terdengarlah suara :
"Ngek!"
Tubuh Kiai Selawah tertekuk ke muka sebentar
lalu mencelat mental keluar Arena, menggeletak di lantai batu dengan perut pecah
! Kiai Suhudilah dan Kiai Tanjung Lor tertegun terkesiap beberapa ketika lamanya!
"Kenapa termangu"! Kalian tokh.akan mene rima nasib macam dia pula "!" ujar Raja
Rencong pula. Kedua Kiai kertakan rahang. Pelipis-pelipis keduanya menggembung
tanda mereka tak dapat lagi mengendalikan amarah yang meluap! Kiai Suhudilah 33
Bastian Tito engkaumenyerang lebih dahulu dengan jurus silat Turki yang aneh gerakannya.
"Hemm silat picisan dari negeri orang yang ditontonkan di depanku!" ejek Raca
Rencong. "Sanggupkan ilmu silat Turki menerima pukulanku yang ini "!"
Dengan jari-jari tangan mengembang, Raja Rencong Dari Utara dorongkan tangan
kanannya ke arah Kiai
Suhudilah! Bacokan golok besar dan hantaman
Tasbih Kumala Hijau tertahan dan mental. Bersamaan dengan itu satu gelombang
angin yang luar biasa hebatnya menerpa tubuh Kiai Suhudilah! Kiai ini mengeluh
dan mental ke luar Arena. Begitu terhantar di lantai batu tak berkutik lagi
karena meski di luar.
tubuhnya tak kelihatan rusak namun di dalam dua balas urat-urat yang paling
penting telah putus!
Itulah kehebatan ilmu pukulan "topan pemutus urat"!
. Semangat Kyai Tanjung Laboh seperti terbang menyaksikan kematian kedua,
kawannya itu! Mukanya pucat tiada berdarah. Dan tiba2 Raja Rencong berpaling
padanya dengan seringai maut bermain dibibir.
"Sesudah melihat tontonan ngeri itu apakah kau masih punya nyali" Bukankah lebih
baik bunuh diri saja agar kau bisa mampus dengan enak"!"
"Demi Tuhan! Lebih baik mati dengan senjata ditangan dari pada melakukan
kepengecutanf" jawab Kyai Tanjung Laboh. Seluruh tenaga dalamnya telah dialirkan
keujung kebutan dan sekali dia menggerakkan senjata itu maka sepuluh jalan darah
ditubuh Raja Rencong diancam bahaya maut!
Anehnya Raja Rencong cuma ganda tertawa yang
membuat darah Kyai Tanjung Laboh tambah meluap-luap! Sekejap lagi sambaran ujung
kebutan akan melanda jalan2 darah ditubuh lawannya tiba2 tangannya terasa
kesemutan dan kebutannya terpental lepas dari tangan!
Meski menyadari sepenuhnya bahwa Raja Rencong bukan lawannya namun dengan kalap
Kyai Tanjung Laboh yang berhati jantan itu menyambar pedang Kyai Selawah yang tadi
terjatuh dan dengan senjata itu dia menggempur habis2an! Hujan serangan
menelikung tubuh Raja Rencong yang sama sekali tidak bergerak ditempatnya malah menanggapi serangan itu dengan tertawa-tawa!
Kyai Tanjung Laboh penasaran dan juga heran
kenapa pedangnya sama sekali tak berhasil menyentuh bagian tubuh manapun dari
lawannya! Tengah dia pergigih serangan tiba2 Raja Rencong berseru :
"Tiga jurus kau mencak2 sudah keliwat cukup!
Lihat jotosan, awas kepalamu!"
Meski sudah diperingatkan demikian rupa namun 34 Bastian Tito
sewaktu pukulan "selaksa palu godam" menyerang kepalanya Kyai Tanjung Laboh tak
sanggup berkelit.
Dicobanya membabat lengan lawan dengan pedang. Tapi sudah tidak keburu! Kyai
yang terakhir ini terbadai dilantai dengan kepala pecah, darah muncrat dan otak
berhamburan! 35 Bastian Tito
TUJUH DIATAS SEBUAH BATU DALAM SEBUAH GOA
seorang laki-laki tua berjanggut dan berambut putih duduk bersila meramkan mata
tengah bersemedi.
Sejak tengah malam tadi dia bersemedi dan sampai matahari terbit di ufuk timur
masih juga dia belum bergerak dari tempatnya. Menjelang tengah hari, jadi
sesudah dua belas jam lamanya duduk bersemedi perlahan-lahan baru dia membuka
kedua matanya. Aneh dan juga menyeramkan! Ternyata kedua
matanya berwarna putih keseluruhannya! Tapi dia tidak buta!
Kakek ini menghela nafas dalam. Air mukanya
keruh tanda ada sesuatu yang dipikirkannya dan apa yang dipikirkannya itu
menimbulkan kesusahan dalam dirinya. Di dunia persilatan orang tua ini berjuluk
Datuk Mata Putih. Umurnya hampir mencapai tujuh puluh lima tahun. Tubuhnya kurus
hanya tinggal kulit pembalut tulang. Namun kekuatannya tidak kalah dengan orang-
orang yang berumur setengah abad dan menilik bagaimana batu tempat dia duduk
bersemedi mencekung dalam, nyatalah bahwa orang tua ini memiliki tenaga dalam
yang sangat tinggi!.
Setelah menghela nafas dalam sekali lagi dia berdiri dan melangkah ke mulut goa.
Di luar goa pemandangan indah sekali. Betapa bahagianya
menikmati keindahan alam ciptaan Yang Kuasa itu.
Namun jauh di luar keindahan itu, hampir disegala penjuru Jagat raya bertebaran
noda-noda hitam yang merusak keindahan! Noda-noda hitam itu ialah kejahatan,
kecurangan, kekejian dan segala macam kemaksiatan!
Dan yang membuat orang tua ini untuk ketiga
kalinya menghela nafas panjang dan" dalam ialah karena seorang di antara
manusia-manusia yang melakukan kejahatan dan kekejian itu adalah muridnya
sendiri! Telah tiga bulan ini didengarnya tentang perilaku muridnya itu di luaran. Dan
ini membuat dia terkejut serta merasa menyesal telah mempunyai murid seperti
itu! Apakah yang bisa dibuatnya selain meninggalkan pertapaan, mencari murid
yang sesat itu lalu menghukumnya" Diam-diam dia merasakan penyesalan tambah
mendalam bila dia ingat karena kepercayaan penuh terhadap sang murid, sebelum
dilepas dari pertapaan dia telah menyerahkan Rencong Emas, sebuah senjata sakti
luar biasa yang merupakan satu dari beberapa buah senjata mustika dunia
persilatan! Beberapa saat kemudian orang tua itupun berlalu meninggalkan pertapaan! Ilmu
larinya hebat sekali 36 Bastian Tito
hingga dalam waktu yang singkat sosok tubuh-
nya sudah lenyap di kejauhan !
Bersamaan dengan lenyapnya sang surya di ufuk
tenggelamnya, sesosok tubuh berkelebat dan berdiri di bawah atap bangunan tua
yag terletak di Bukit Toba. Tanpa memandang berkeliling, tanpa bimbang ragu
sedikitpun, orang ini melangkah cepat memasuki bangunan tua. Dalam tempo yang
singkat dia sudah berada di Arena Topan Utara yang terletak dibagian bawah
bangunan tua! Segala sesuatunya diruangan luas itu berada dalam keadaan bersih.
Namun orang yang memasuki ruangan tersebut tahu bahwa baru engkauseminggu yang
lalu tiga orang Kyai telah menemui kematiannya ditempat itu!
Orang itu menggerakkan bibirnya sedikit. Maka
menggemalah suaranya yang keras lantang menggetarkan seantero bangunan dan
ruangan. "Hang Kumbara aku datang!".
Belum habis kumandang gema suara itu, dari
sebuah pintu didinding kanan muncullah seorang berpakaian ungu. Begitu melihat
siorang tua, Iaki2
berpakaian ungu ini berseru : "Guru!". Dia melangkah cepat kehadapan siorang tua
dan menjura dalam penuh hormat.
"Sungguh satu kegembiraan bisa bertemu dengan guru. Mohon dimaafkan kalau- murid
sudah lama tak menyambangi guru hingga guru sendiri yang sampai berkunjung
kesini!". Orang tua itu atau bukan lain dari pada Datuk Mata Putih meneliti paras muridnya
sejenak lalu tertawa rawan.
"Kudengar kau sudah mendapat nama besar diluaran", kata Datuk Mata Putih.
"Ah, hanya nama dan gelar yang tak berarti guru. Marilah kita bicara dikamarku",
kata Iaki2 berpakaian ungu yaitu Raja Rencong Dari Utara.
"Pandansuri ada disini?".
"Sudah sejak sepuluh hari dia meninggalkan Pulau ".
"Kalau begitu biar kita bicara disini saja".
"Baik guru. Tapi perkenankan murid menyuguhkan minuman lebih dahulu ".
"Tak usah", sahut Datuk Mata Putih.
"Agaknya ada sesuatu hal penting yang amat mendesak hendak guru bicarakan", kata
Raja Rencong Dari Utara.
"Hang Kumbara", Datuk Mata Putih menyebut nama asli Raja Rencong, "kurasa kau
sudah bisa menduga maksud kedatanganku".
"Ah, murid yang bodoh ini mana mungkin bisa menduga, guru".
"Kedatanganku sehubungan dengan apa2 yang kudengar di luaran tentang kau "
Apakah itu 37 Bastian Tito
betul"!"
"Apakah yang guru dengar diluaran tentang diriku itu?"
Datuk Mata Putih merasa kurang senang bicara bersilat lidah begitu. Maka diapun
berkata secara blak-blakan.
"Kulepas kau dari pertapaan beberapa waktu yang lalu hanya dengan dua maksud!
Pertama untuk mencari pembunuh ayahmu dan kedua untuk berbuat kebaikan diatas
dunia ini! Tapi apa yang kau perbuat kemudiannya" Demi cita2 besarmu kau
membunuh belasan manusia, mendatangkan malapetaka
dimana2. Nyatalah kau telah sesat dan aku sangat menyesal akan hal ini. Kuharap
kau menyerahkan kembali Rencong Emas yang dulu kuberikan dan ikut aku
kepertapaan untuk dikurung dalam goa selama sepuluh tahun !" Sepasang bola mata
Raja Rencong Dari Utara membelalak.
"Guru apakah sesat namanya jika murid bercita-cita hendak mendirikan sebuah
Partai di daerah Utara ini?".
'Tidak. Asal saja kau menempuh cara2 yang
wajar!" "Murid telah mencobanya. Tapi tokoh2 silat didaerah sini terlalu keras kepala
dan tidak memandang sebelah matapun terhadap murid...."
"Kalau mereka tak mau masuk Partaimu, kau tidak layak memaksa, aalagi kalau
sampai membunuh orang-orang yang tak berdosa itu!".
"Tapi harap guru maklum kenapa murid bertindak sampai demikian jauh".
"Terangkan alasanmu!" ujar Datuk Mata Putih pula.
"Murid merasa mempunyai dendam terhadap orang-orang dunia persilatan. Karena
kalau tidak ada orang-orang pandai itu maka tak akan ayah menemui kematian dalam
cara yang mengerikan! Dipenggal lehernya dan kepalanya ditancapkan di atas
sebilah tombak di tengah-tengah pasar!"
"Aku tahu hal itu. Dan kau telah berhasil mencari serta membunuh manusia yang
telah menewaskan ayahmu! Lantas kenapa kau menjadi tersesat"!"
"Murid tidak merasa tersesat, guru! Orang-orang dunia persilatanlah yang telah
sesat dan menyebabkan kebencian murid tiada batas lagi ternadap mereka!
Sesudah menamatkan riwayat pembunuh ayah,
.beberapa orang tokoh silat mencari murid hendak balas dendam! Dendam! Seakan-
akan adalah dosa besar bagi murid karena membunuh orang yang telah membunuh
ayah! Mereka tak berhasil mencari murid! Dan guru tahu apa yang dibuat orang-
orang berkepandaian tinggi itu"! Ibu dibunuh, adik-adikku dipancung satu demi
satu! Dua orang adik perempuanku diperkosa lalu ditinggalkan begitu saja sampai
38 Bastian Tito
mereka bunuh diri! Dan orang-orang pandai itu belum puas rupanya! Sampai-sampai
calon istrikupun mereka rusak kehormatannya dan dibunuh! Ketika salah seorang
dari mereka berhasil murid pecahkan kepalanya, seluruh keluarga calon istriku
ditumpas! engkauKekejaman dan kebiadaban manakah yang lebih terkutuk dari itu"! Kata
mereka, mereka adalah orang-orang pandai, tokoh-tokoh silat utama ! Tapi
kebejatan yang mereka lakukan! Salahkan kalau murid menanam rasa kebencian
terhadap orang-orang pandai itu"! Sesatkah kalau murid membunuh belasan manysia
yang bertanggung jawab atas kematian ibu, adik-adikku, calon istriku dan seluruh
ke-luarganya ?"
"Orang-orang yang bertanggung jawab atas semua itu jumlahnya hanya sepersepuluh
saja dari jumlah manusia yang telah kau bunuh! Apa
pertanggungan jawab atau alasanmu atas yang sembilan persepuluh lainnya" Yang
kau bunuh tanpa pangkal sebab atau kesalahan atau dosa apapun juga "!"
"Sudah murid katakan bahwa murid bertekad untuk melenyapkan orang-.orang pandai
di dunia ini! Karena justru merekalah yang menjadi pangkal sebab segala kejahatan!"
"Sungguh picik jalan pikiranmu! Beberapa belas orang yang bersalah dan punya
dosa tapi ratusan manusia yang kau jadikan korban! Aku tak dapat menerima
alasanmu! Lekas serahkan Rencong Emas dan kau ikut aku kembali kepertapaan!".
Hang Kumbara atau Raja Rencong Dari Utara
terkejut. Untuk beberapa ketika lamanya guru dan murid saling pandang memandang;
Sekelumit senyum kemudian tersungging di bibir Hang Kumbara.
"Apakah ini suatu perintah, guru?" tanyanya.
"Lebih dari perintah" jawab Datuk Mata Putih tegas. Senyum itupun lenyaplah dari
bibir Raja Rencong.
"Mohon dimaafkan. Kali ini murid tak dapat mengabulkan permintaan, tak dapat
mematuhi perintah guru ".
"Kau sudah tahu hukuman bagi seorang murid yang membangkang"!" tanya Datuk Mata
Putih. Sepasang matanya yang putih memandang tajam-tajam menyorot ke mata muridnya.
Jika bukan Raja Rencong pastilah seseorang akan merasa bergidik dipandang begitu
rupa oleh Datuk Mata Putih-
"Guru, harap kau mengerti kedudukan murid saat ini. Dalam waktu singkat murid
hendak meres-mikan berdirinya Partai Topan Utara dimana murid menjadi Ketuanya".
"Aku tidak perduli apa urusanmu, apa kedudukanmu!
Sekali aku bilang serahkan Rencong Emas dan Ikut kepertapaan maka kau harus
patuh!" Air muka Raja Rencong Dari Utara berubah 39 Bastian Tito
total. Perubahan ini segera dimengerti oleh Datuk Mata Putih" Dan tanya orang
tua ini : "Kau hendak melawan terhadap gurumu sendiri
"!". "Sungguh aneh kehidupan ini!" kata Raja Rencong tanpa memandang pada gurunya.
"Tiap2 manusia terlalu mengurus kepentingan dirinya sendiri tanpa mau
memperhatikan kepentingan orang barang sedikitpun!
Karena kau memaksa sedang murid tak dapat
mematuhi maka cukup pembicaraan sampai disini guru!". Raja Rencong Dari Utara
menjura dan hendak berlalu dari hadapan Datuk Mata Putih.
Wiro Sableng 011 Raja Rencong Dari Utara di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
" Aku menyesal mempunyai murid sesat macammu ini Hang Kumbara!" ujar Datuk Mata
Putih. "Dan murid juga menyesal menghadapi kehidupan macam begini!", kata Raja Rencong
pula, lalu sambungnya : "biarlah penyesalan itu sama2 kita bawa mati bila sudah
tiba saatnya!".
"Mungkin memang begitu caranya memupus penyesalan" menyahuti Datuk Mata Putih.
"Tapi bagiku penyesalan itu hanya bisa ditebus dengan menjatuhkan hukuman tegas
terhadapmu!"
Raja Rencong Dari Utara menghentikan langkahnya dan memutar tubuh. Pandangan
matanya tak berkesip.
"Hukuman tegas macam apakah, guru"!"
"Mulai detik ini putus hubungan kita sebagai guru dan murid
". "Kalau begitu silahkan kau angkat kaki dari tempatku!" belalang Raja Rencong
Dari Utara. Paras Datuk Mata Putih kelam kemerahan.
Dadanya bergejolak dan darahnya seperti mendidih karena marah.
"Aku akan angkat kaki Hang Kumbara!" sahut Datuk Mata Putih. "Tapi setelah lebih
dulu memecahkan batok kepalamu!"
Raja Rencong Dari Utara rangkapkan kedua
tangan dimuka dada lalu tertawa gelak2. Arena Topan Utara bergetar dan diam2
Datuk Mata Putih terkejut.
Suara tertawa yang hebat itu berarti hebatnya pula tenaga dalam Hang Kumbara.
Rupanya Hang Kumbara sudah maju tenaga dalamnya dari sejak dia meninggalkan
pertapaan tempo hari.
"Kalau seorang guru hendak membunuh murid sendiri ditutup dengan topeng alasan
sebagai kewajiban! Tetapi kalau seorang murid membuat kesalahan dikatakan murid
sesat! Biarlah kau menamakan aku murid sesat karena dalam kesesatan itu kau
sendiri sudah kesasar untuk mengantar nyawa kesini Datuk Mata Putih!"Datuk Mata
Putih serasa mau pecah kepala dan dadanya dilanda amarah! Sekali tubuhnya
berkelebat maka diapun lenyap dan dua jari tangannya tahu2
sudah mendarat di dada Raja Rencong Dari Utara, melontarkan satu totokan yang
luar biasa cepat dan 40 Bastian Tito
lihay! Tapi kejut Datuk Mata Putih bukan olah ketika
melihat Hang Kumbara masih berdiri ditempatnya, cuma terhuyung-huyung sebentar
dan sambil tertawa mengejek! Sama sekali tidak menjadi kaku tegang akibat
totokan yang dilancarkan tadi! Kalau tidak manusia ini memiliki tenaga dalam
yang tinggi mana mungkin dia sanggup menutup jalan darahnya melawan tenaga
totokan yang besar itu"!
Hanya dalam beberapa bulan saja turun dari pertapaan Hang Kumbara telah demikian
jauh maju ilmu kepandaiannya! Tak mungkin hal ini terjadi kalau dia tidak
berguru pada seorang sakti lainnya! Maka sewaktu menyerang kedua kalinya, tak
ayal agi Datuk mata Putih mengeluarkan jurus terhebat yang dimili-kinya yaitu
yang bernama : "Dua ekor naga keluar dari goa".
Jurus ini sengaja dikeluarkannya karena dia bermaksud untuk meringkus Hang
Kumbara detik itu juga. Kedua tangan terpentang Iebar2 kemudian berkelebat dalam
bentuk silang, satu memukul kearah perut dan satu lagi menjambak kearah rambut.
Kaki kanan ditendangkan kemuka untuk menghantam
tulang kering lawan. Seseorang yang kena dipreteli Oleh jurus yang hebat ini
pasti tubuhnya bagian bawah akan terlontar kebelakang sedang rambut ter-Jambak
dan otot2 perut menderita sakit yang luar biasa. Dalam keadaan begitu akan mudah
untuk meringkus lawan!
Namun untuk kedua kalinya Datuk Mata Putih
dibikin kaget. Kaget bukan saja karena Hang Kumbara sanggup mengelakkan
serangannya itu tapi begitu mengelak begitu Hang Kumbara menyerangnya dengan
jurus yang sama, malah jurus "dua ekor naga keluar dari goa" yang dilancarkan
oleh Hang Kumbara jauh lebih dahsyat dan mendatangkan angin laksana topan
prahara! Ini adalah satu hal yang tak pernah diduga oleh Datuk Mata Putih.
Dengan segera sang Datuk keluarkan sehelai selendang putih yang merupakan
senjata yang diandalkannya. Sekali kebutkan selendang itu maka musnahlah
serangan Raja Rencong Dari Utara!
Raja Rencong Dari Utara sudah tahu dan makum akan kehebatan senjata ditangan
bekas gurunya. Meski senjata itu tidak sehebat Rencong Emas namun tak bisa dibuat main2! Sekali
kepala kena terpukul pasti akan rangkah! Karenanya Raja Rencong Dari Utarapun
segera mencabut Rencong Emas dari
pinggangnya. Sinar kuning menerangi Arena Topan Utara!
"Datuk Mata Putih" kata Raja Rencong dengan seringai bermain dimulutnya.
"Seandainya ini kau 41 Bastian Tito
yang membuat! Hari ini kau sendiri akan menjadi korbannya! Betapa kau akan
mampus penuh penyesalan karena telah membuat Rencong Emas ini!".
Ucapan itu membuat Datuk Mata Putih tambah
mendidih amarahnya. Dengan cepat dan menyerang kembali. Selendang putih
berkelebat kearah dada Raja Rencong kemudian bergerak laksana mematuk
ketenggorokan dan sewaktu Raja Rencong mengelak, ujung selendang dengan cepat
meliuk melibat Raja Rencong ditangan Raja Rencong Dari Utara!
Raja Rencong Dari Utara ganda tertawa. Bagaimanapun hebatnya selendang putih itu
tak akan dapat menandingi Rencong Emas yang sakti. Karenanya begitu selendang
hendak melibat senjatanya. Raja Rencong babatkan senjata itu dengan cepat, siap
untuk merobeknya!
Datuk Mata Putih juga sudah maklum apa yang
terlintas dipikiran Hang Kumbara. Pada saat Rencong Emas membabat, saat itu pula
dia menggerakkan lengan kanannya. Ujung selendang laksana seekor ular menyelusup
kebawah lalu naik lagi keatas dan menghantam Raja Rencong Dari Utara dengan amat
kerasnya! Raja Rencong terbanting kebelakang sampai
lima langkah. Dadanya sakit bukan main. Nafasnya sesak, wajahnya merah karena
menahan sakit dan amarah. Bagaimanapun hebatnya akibat pukulan ujung selendang
tapi tidaklah sehebat yang diduga Datuk Mata Putih. Jangankan tubuh manusia,
batang pohon besarpun akan hancur patah dilanda pukulan selendang itu! Tapi Hang
Kumbara boleh dikatakan tidak mengalami sesuatu apapun! Tentu saja ini membuat
Datuk Mata Putih jadi penasaran. Selagi Hang Kumbara mengatur jalan nafas serta
darah dan mengerahkan tenaga dalamnya kebagian dada yang sakit maka Datuk Mata
Putih telah menyerangnya dengan jurus yang mematikan!
Dengan mengandalkan kegesitan ilmu meng-
entengkan tubuh, Hang Kumbara berkelebat kian kemari dan dalam tempo yang
singkat murid dan guru itu sudah bertempur sepuluh jurus!
Sinar putih dari selendang ditangan Datuk Mata Putih bergulung-gulung sedang
sinar kuning Rencong Emas ditangan Hang Kumbara mencurah laksana hujan dan kedua
senjata itu saling mengeluarkan engkauangin yang teramat hebat!
Kalau dalam sepuluh jurus itu Hang Kumbara
mengeluarkan jurus2 ilmu silat yang dipelajarinya dari Datuk Mata Putih dan
dapat bertahan dengan gigih, maka dalam jruus2 berikutnya didahului oleh satu
bentakan menggelegar Hang Kumbara merobah permainan silatnya yang jurus2nya
serba asing dan aneh bagi Datuk Mata Putih. Demikian hebatnya jurus2 ini hingga
dalam tempo yang singkat sang Datukpun 42 Bastian Tito
sudah terdesak hebat! Bagaimanapun sebatnya kebutan selendang saktinya,
bagaimanapun rapatnya pertahanan namun Datuk Mata Putih tiada sanggup
membebaskan diri dari telikungan senjata lawan, apalagi untuk balas menyerang!
Dalam jurus kedelapan belas terdengar keluhan
Datuk Mata Putih! Ujung Rencong Emas merobek
pakaiannya dan melukai jidatnya! Meski luka itu tidak berapa dalam namun karena
Rencong Emas bukan senjata sembarangan maka bekas luka mendatangkan hawa panas yang mengalir
kesekujur tubuh dan mempengaruhi gerakan2nya. Dia mulai gugup dalam posisi
bertahannya. Tusukan kedua menggores pelipisnya! Darah mengucur menutup mata
kanannya! Datuk Mata Putih semakin kepepet. Dalam keadaan putus asa orang tua
itu menyerbu dengan kalap. Selendang menderu, tangan kiri menghantamkan pukulan
tangan kosong yang mendatangkan angin ratusan kali beratnya sedang kaki kanan
bergerak dalam satu tendangan kearah selangkangan Raja Rencong Dari Utara! Ini
betul2 satu -serangan yang mematikan. Jika saja lawan yang diserang tingkat
kepandaiannya berada disebelah bawah pastilah dia akan konyol! Namun keadaan
Datuk Mata Putih yang menyerang dengan kalap itu adalah satu hal yang sia2!
Meski tendangannya berhasil juga menghantamkan pinggul kiri Raja Rencong namun
orang tua ini terpaksa menerima satu tikaman yang keras didada kirinya, tepat
pada jantungnya! Tak ampun lagi begitu
'Rencong Emas dicabut begitu Datuk Mata Putih
terkapar dilantai. Kedua matanya yang putih berputar-putar sebentar, kakinya
bergerak-gerak. Tapi kemudian tak satu bagian tubuhnyapun yang bisa berkutik
lagi! Betapa mengenaskannya seorang guru menemui kematian ditangan muridnya
sendiri dan di-tusuk dengan senjata ciptaannya sendiri!
43 Bastian Tito
DELAPAN DILERENG GUNUNG SINABUNG ADA
sebuah bangunan kecil yang atapnya berbentuk puncak mesjid. Itulah tempat
kediaman Panglima Sampono, seorang laki-laki berumur enam puluh tahun yang
dianggap gagah perkasa dan sakti oleh penduduk disebelah timur daratan Pulau
Andalas. Adapun Panglima Sampono ini dulunya adalah seorang pendatang dari
selatan yang telah berjasa besar dalam mengusir pasukan asing yang mendarat
dipantai Pulau Andalas sebelah timur, yang bermaksud hendak merampas beberapa
daerah subur dan kaya raya. Sampono kemudian diangkat oleh Sultan Deli menjadi
kepala Balatentara dan diberikan pangkat Panglima. Pada umur lima puluh tahun
dia mengundurkan diri namun demikian sampai saat itu semua orang dan Sultan
sendiri masih menyebutnya sebagai Panglima.
Sejak mengundurkan diri Panglima Sampono
berdiam dilereng Gunung Sinabuhg, mempertekun diri dalam urusan akhirat serta
memperdalam ilmu silat dan kesaktiannya. Bila terjadi huru hara di-kesultanan
Deli, Sultan mengirimkan utusan untuk minta bantuan Panglima Sampono menumpas
huru hara itu Panglima Sampono tidak jarang pula turun dari Gunung Sinabung secara
diam2 dan menghancurkan manusia2 jahat seperti perampok, bajak laut dan lain
sebagainya. Didalam bangunan kecil yang atapnya berben
tuk puncak mesjid itu duduklah Panglima Sampono bersama tiga orang tamunva.
Ketiganya datang dengan maksud yang sama dan ketiganya adalah tokoh2 dunia
persilatan yang cukup terkenal, ditakuti oleh kaum hitam dibagian Utara Pulau
Andalas. Yang pertama ialah Datuk Nan Sabatang, seorang tokoh silat berbadan
tinggi besar, berkumis melintang. Tamu kedua Lembu Ampel, tokoh silat berasal
dari tanah Jawa tapi telah sejak dua tahun menetap di Pulau Andalas. Antara
Lembu Ampel dan Datuk Nan Sabatang terjalin hubungan erat karena adik kandung
Datuk Nan Sabatang kawin dengan Lembu Ampel.
Kemudian orang yang ketiga berasal dari Malaka, bernama Sebrang Lor. Seperti
telah diterangkan diatas kedatangan ketiga orang itu ketempat Panglima Sampono
membawa maksud yang sama yaitu yang ada
sangkut pautnya dengan meraja-lelanya perbuatan sewenang2 yang dilakukan oleh
Raja Rencong Dari Utara.
Berkata Sebrang Lor : "Petualangan Raja Rencong sudah sampai pula ke Malaka.
Empat tokoh silat di Malaka dibunuh dengan kejam ketika mereka menolak untuk
tunduk dan masuk kedalam Partai 44 Bastian Tito
Topan Utara. Entah berapa belas orang lainnya yang juga telah dibunuh oleh Raja
Rencong, diantaranya enam orang adalah teman2ku sendiri. Juga Raja Rencong
pernah melarikan dua orang gadis dan kedua gadis itu tak diketahui nasibnya
sampai sekarang, apa masih hidup atau sudah mati !. Boleh dikatakan pertolongan
Tuhanlah yang masih menyelamatkanku sewaktu aku dan beberapa orang kawan
bertempur dengan Raja Rencong. Kawan2ku mati semua, aku sempat menyelamatkan
diri. Tapi beberapa hari kemudian kudengar keluargaku ditumpas oleh manusia
laknat itu!".
Sebrang Lor menghentikan penuturannya
sebentar untuk menghela nafas dalam dan menenangkan hati serta darahnya yang
bergejolak, lalu baru ia meneruskan :
"Meski mungkin ilmu silatku masih terlalu rendah untuk menghadap Raja Rencong,
namun dendam kesumat tak bisa kupendam lebih lama. Itulah sebabnya aku menyeberang kesini
mencari beberapa kawan untuk bersama-sama membalas dendam sakit hati. Ternyata
kejahatan Raja Rencong di Pulau Andalas sebelah Utara ini lebih hebat dan bejad
lagi! Namun demikian aku bersyukur karena telah berhasil menemui Datuk Nan
Sabatang serta Lembu Ampel. Dan hari ini berhadapan pula dengan Panglima
Sampono! Demi kebenaran dan demi ketenteraman hidup dunia persilatan kiranya
Panglima Sampono tidak keberatan ikut bersama-sama kami menumpas biang
malapetaka itu!".
Panglima Sampono merenung sejenak lalu men-
jawab : "Memang kejahatan dan ke-sewenang2an Raja Rencong Dari Utara sudah sejak
beberapa bulan ini kudengar sudah melewati takaran. Tak bisa didiam-kan lebih
lama. Bahkan mungkin saudara Sebrang Lor tidak percaya kalau kuterangkan bahwa
Raja Rencong Dari Utara sudah demikian gilanya sehingga gurunya sendiripun
dibunuh!'. Sebrang Lor terkejut, demikian pula Datuk Nan Sabatang serta Lembu Ampel.
"Gurunya yang mana, Panglima?" tanya Lembu Ampel. "Kabarnya dia tidak cuma punya
seorang guru!"
"Guru yang pertama. Yang bernama Datuk Mata Putih!", sahut Panglima Sampono
pula. Terbelalaklah mata Seberang Lor.
"Datuk Mata Putih ilmu silatnya tinggi dan sakti sekali!", kata Seberang Lor
pula dan diam2 dia mem-bathin bahwa mungkin kalau berhadapan dengan orang tua
itu dia cuma sanggup bertahan sampai dua puluh jurus!
"Tapi kita jangan lupa" menyahut Lembu Ampel.
"Disamping Datuk Mata Putih, Raja Rencong 45 Bastian Tito
juga telah berguru dengan seorang sakti lainnya yang sampai saat ini tidak
diketahui siapa adanya".
Seberang Lor mengangguk-anggukkan kepalanya. Dia memandang berkeliling lalu
berkata : "Nyatalah manusia itu tinggi kesaktiannya. Disamping sakti juga
bernati luar biasa jahatnya. Namun aku yakin, berempat kita pasti dapat
menyingkirkannya dari bumi Tuhan ini!"
"Bukan aku mematahkan semangat kalian", berkata Panglima Sampono, "bukan pula
hendak merendahkan ketinggian ilmu silat dan tenaga dalam saudara2 bertiga.
Kemudian bukan pula hendak berpangku tangan, namun sekalipun kita berempat,
belum tentu dapat dengan mudah menghadapi Raja Rencong Dari Utara. Ketinggian
ilmunya sukar di-jajaki! Yang paling berbahaya ialah senjatanya sebilah Rencong
Emas dan ilmu pukulan yang bernama ilmu pukulan kuku api!"
Semua orang berdiam diri beberapa lamanya.
"Lalu apa daya kita?" bertanya Datuk Nan Sabatang.
Metjnang diantara mereka Panglima Sampono
paling dihormati karena ilmunya yang tinggi dan pangkat yang pernah dijabatnya.
Ketiga orang itu mengharapkan jawaban sang Panglima.
"Untuk menghadapi Raja Rencong, tak bisa tidak harus mempergunakan akal. Menurut
pengeta-huanku Raja Rencong Dari Utara mempunyai seorang anak perempuan yang
sudah gadis remaja. Gadis ini senang mengelana seorang diri. Meski dia mendapat
pelajaran ilmu silat dan ilmu kesaktian langsung dari Raja Rencong, tapi ilmunya
belum berapa tinggi. Kita cari gadis itu dan menawannya hidup2. Lalu kirimkan
seorang utusan atau surat pada Raja Rencong dan suruh dia menyerah! Sementara
itu kita berusaha pula menemui beberapa .orang tokoh silat lainnya untuk
menambah kekuatan. Meski anaknya kita tawan tapi manusia macam Raja Rencong
bukan mustahil mau mengorbankan keselamatan anaknya agar dapat membasmi kita!"
Semua orang menyetujui akal Panglima Sam-
pono. Setelah dirundingkan lebih masak maka renca-napun diaturlah. Satu hari
kemudian keempat orang itu turun dari lereng Gunung Sinabung.
Sinar matahari yang tadi panas terik kini memudar kilauannya. Langit yang tadi
cerah kini mendung tertutup awan hitam yang berarak dari jurusan utara ditiup
angin keras. Agaknya tak lama lagi akan segera turun hujan lebat. Dikaki bukit
yang sebelumnya diselimuti kemendungan dan kesunyian itu Iapat2 terdengar suara
derap kaki kuda datang dari jurusan timur. Makin lama makin keras. Dari
pengkolan jalan kemudian muncullah seorang penunggang kuda ber-46 Bastian Tito
warna coklat. Kuda ini agaknya bukan kuda biasa.
Disamping tubuhnya yang besar tinggi, larinyapun laksana anak panah lepas dari
busurnya. Dalam waktu yang singkat binatang dan penunggangnya sudah meninggalkan
pengkolan tadi sejauh dua puluh tombak!
Kini kuda dan penunggangnya siap memasuki
lagi sebuah pengkolan tajam. Meski pengkolan itu demikian patahnya namun
Wiro Sableng 011 Raja Rencong Dari Utara di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
sipenunggang tidak berusaha untuk memperlambat lari kuda coklat. Debu dan pasir
beterbangan. Sesaat lagi kuda bersama penunggangnya itu hendak memasuki
pengkplan tajam mendadak laksana melihat setan, kuda coklat mering-kik keras dan
mengangkat kedua kaki depannya keatas tinggi2l Sepasang kakinya yang sebelah
belakang kaku tak bisa bergerak laksana dua buah patok yang ditancapkan kedalam
tanah. Sipenunggang yang hampir saja hendak dilem-
parkan dari punggung binatang itu terkejut bukan main dan cepat2 melompat turun.
Dia memandang kedepan lalu memandang berkeliling. Tak satu makh-luk hiduppun
yang tampak. Orang ini kemudian berlutut untuk memeriksa kedua kaki kuda
tunggangannya. Untuk kedua kalinya dia menjadi kaget sewaktu mendapati sepasang
kaki kuda disebelah belakang itu berada dalam keadaan kaku tegang akibat
totokan2 hebat! Ditanah tak jauh dari kaki2 kuda kelihatan dua buah jambu klutuk. Pasti
benda inilah yang telah dipakai untuk menotok kaki2 kuda tersebut. Dengan pemas
orang itu melepaskan kedua totokan itu lalu berdiri, memandang berkeliling dan
membentak. "Bangsat rendah yang berani kurang ajar lekas unjukkan diri!"
Suara bentakan itu melengking keras menggetar-
kan seantero kaki bukit dan itu adalah suara bentakan orang perempuan! Dan
memang penunggang kuda
coklat berpakaian ungu itu, meski parasnya ditutup dengan sehelai kerudung,
namun dari potongan tubuh serta rambut panjang yang menjenguk dikuduknya akan
sangat mudah dikentarai bahwa dia adalah seorang perempuan!
Tiba2 dari sebuah tebing yang terletak dipengkolan tajam yang tingginya kira2
delapan tombak berkelebat dua sosok tubuh manusia. Belum lagi kedua orang ini
menjejakkan kaki masing2 ditanah, dari jurusan lain berkelebat lagi dua bayangan
manusia dan sesaat kemudian empat orang Iaki2 telah berada disitu dalam posisi
mengurung sibaju ungu ditengah-tengah!
Sibaju ungu mendengus marah dibalik kerudungnya.
"Siapa kalian"!" bentaknya.
Salah seorang dari keempat manusia itu maju
selangkah dan berkata : "Jawab dulu apakah kau 47 Bastian Tito
anaknya Raja Rencong Dari Utara itu atau bukan"!"
Sepasang alis dibalik kerudung mengerenyit dan dua bola mata yang tajam
memandang meneliti keempat Iaki2 dihadapannya.
"Apa maksud apa kalian terhadap anak perempuan Raja Rencong"!"
"Jawab dulu pertanyaanku tadi!"
"Keparat!" Aku memang Pandansuri, anak Raja Rencong Dari Utara!" jawab perempuan
itu dengan garang. Lalu bentaknya: "Kalian berempat mau apa"!".
"Ah kawan2 akhirnya berhasil juga kita menemui gadis ini", kata Iaki2 tadi yang
bukan lain Seberang Lor adanya. "Ketahuilah kami berempat sudah sejak lama
mencarimu untuk diculik! Sebenarnya mungkin kau tidak punya salah apa2. Tapi
akibat dosa2 bapakmu, terpaksa kau kami culik!"
"Kalau begitu kalian adalah bangsat2 pengecut yang tak berani berhadapan
langsung dengan bapak-ku!" tukas Pandansuri. "Kalian mau menculik aku silahkan!
Tidak semudah itu untuk menculik anak Raja Rencong Dari Utara!". Seberang Lor
dan ketiga kawan2nya yaitu Panglima Sampono, Lembu Ampel dan Datuk Nan Sabatang
saling memberi tanda lalu menyerbu dari empat jurusan menyerang kesatu sasaran
yaitu Pandansuri!"
Dengan keluarkan tertawa mengejek Pandansuri
jejakkan sepasang kakinya ketanah dan sekejap kemudian tubuhnya yang ramping itu
melesat keatas tinggi lima tombak! Dari atas dia gerakkan kesepuluh jari2
tangannya sekaligus. Maka sepuluh larikan llnar kuning kemerahan mencurah kearah
Panglima Sampono dan kawan2!'
48 Bastian Tito
SEMBILAN PUKULAN KUKU API!" SERU PANGLIMA
Sampono. "Lekas menyingkir!"
Keempat tokoh silat itu sebenarnya bisa balas menghantam langsung keatas namun
mereka belum mengetahui sampai dimana ketinggian tenaga dalam lawan. Hingga
kalau mereka tak menyingkir dan tenaga dalam lawan lebih tinggi sedikit saja
dari mereka pastilah mereka akan celaka! Keempatnya melompat kebelakang sejauh
tujuh langkah lalu sekaligus menghantamkan tangan kanan keatas! Empat gelombang
angin keras laksana angin punting beliung menerpa satu jengkal diatas kepala
Pandansuri. Panglima Sampono dan kawan2 sengaja menyerang bagian satu jengkal
diatas kepala sigadis karena mereka hendak memaksa gadis itu turun ketanah
kembali untuk kemudian diringkus hidup2!
Pandansuri memang tak ada jalan lain, terpaksa melayang turun kebawah. Tapi dia
tidak bodoh dan sudah maklum maksud ke empat lawannya. Maka
begitu melayang turun untuk kedua kalinya
dia menebar pukulan Kuku Api yang dahsyat itu kearah keempat lawannya! Kalau
tadi Panglima Sampono melompat kebelakang untuk menghindari pukulan maut yang
membuat tanah berlobang besar dan hangus itu, maka kini keempatnya melompat
kemuka dan serentak dengan itu masing2 mereka lalu melompat keatas.
Datuk Nan Sabatang serta Seberang Lor melan-
carkan dua buah totokan sedang Panglima Sampono dan Lembu Ampel ulurkan sepasang
tangan mereka untuk meringkus Pandansuri hidup2!
Pandansuri tidak menyangka kalau keempat lawan akan berani menyelusup kemuka
dibawah deru sinar serangannya. Pada saat pukulan kuku api itu melanda tanah, membuat tanah
terbongkar dan hangus hitam maka dia lebih tak menduga lagi karena saat itu
cepat sekali tahu2 keempat lawannya sudah berada dekat sekali disampingnya
melancarkan dua totokan dan dua serangan meringkus! Padahal posisinya saat itu
dalam keadaan yang tak menguntungkan!
Sebagai seorang yang menerima langsung pela-
jaran dari Raja Rencong tentu saja tingkat kepandaian Pandansuri meski tak bisa
disejajarkan dengan ayahnya tapi telah mencapai tingkat tinggi. Tahu dirinya
sudah kepepet namun gadis ini tak kehilangan akal. mengelak mungkin kasip dan
mungkin salah satu dari serangan lawan akan berhasil juga bersarang ditubuhnya.
Kalaupun dia kena dihantam dia harus pula dapat balas menghantam sekurang-
kurangnya 49 Bastian Tito
seorang dari keempat lawannya. Maka tak ayal lagi Pandansuri kembangkan kedua
telapak tangannya lalu tubuhnya berputar laksana titiran, tangannya menyambar
seperti baling2 dari angin laksana topan menderu menerpa keempat tokoh silat!
Itulah pukulan "selaksa palu godam" 'yang dilancarkan dalam jurus yang bernama
"titiran dewa menjulang langit"!
Panglima Sampono dan kawan2 tiada menduga
kalau sigadis akan balas menyerang kalap begitu rupa.
Lembu Ampel, Datuk Nan Sabatang dan Seberang Lor yang ragu2 untuk mengadakan
bentrokan pukulan segera menarik pulang serangan mereka. Sebaliknya Panglima
Sampono yang merasa sudah kepalang tanggung lipat gandakan tenaga dalamnya dan
mem babat lengan Pandansuri! Bentrokan lengan tak dapat dihindarkan lagi.
"Buk"!
Dua lengan beradu mengeluarkan suara keras.
Panglima Sampono merasa tangannya sakit
bukan main dan tubuhnya terjajar kebelakang sampai lima langkah. Sebaliknya
Pandansuri mengeluh dalam hati menahan sakit sedang tubuhnya mental sampai enam
langkah! Kini maklumlah Panglima Sampono
dan kawan2. Tingkat tenaga dalam sigadis nyatanya hanya sedikit saja berada
dihawahnya! Karena ketiga orang lainnya itu hanya satu tingkat saja lebih rendah
tenaga dalamnya dari Panglima Sampono maka ketiganya menjadi bernyali besar dan
ber-sama2 dengan sang panglima mereka kembali menggempur Pandansuri!
Pertempuran empat lawan satu berkecamuk
dengan hebatnya. Berkali-kali Pandansuri merobah jurus2 ilmu silatnya. Setiap
gerakannya cepat dan aneh serta mempunyai lima sampai delapan pecahan yang
hebat. Namun sampai jurus keduapuluh tetap saja gadis ini tak dapat menguasai
jalannya pertempuran malah jurus demi jurus selanjutnya dia mulai terdesak.
Hanya kegesitan dan ilmu meringankan tubuhnya yang lebih tjnggi tingkatnya dari
keempat lawannya itulah yang menyelamatkan Pandansuri dari dilanda hantaman
pukulan lawan! Namun sampai berapa lamakah Pandan suri akan
dapat bertahan" Sampai berapa jurus dimuka dia bisa mengandalkan kegesitan dan
ilmu meringankan tubuhnya" Satu ketika, cepat atau lambat pasti salah satu
lawannya kan berhasil menghajarnya dan celaka lah dia'
Pada jurus ketiga puluh dua, qadis ini tak sanggup lagi bertahan. Dia segera
terdesak total. Sebelum kasip Pandansuri menggerakkan tangannya kepinggang
Sesaat kemudian mencurahlah sinar putih yang
mendatangkan angin dingin menggidikkan,
50 Bastian Tito
membuat keempat tokoh silat tersuruk dan terkejut.
Ketika memandang kedepan ternyata sigadis telah mencabut sebilah rencong perak.
Saat itu udara semakin mendung. Awam hitam
tebal menutupi hampir seluruh langit disekitar kaki bukit sedang angin bertiup
makin besar. Hujan rintik2 telah mulai turun.
"Manusia2 keparat! Batas kesabaranku sudah lewat! Mulai detik ini jangan harap
kalian bisa lolos dari lobang jarum kematian!"
Ucapan Pandansuri itu disusul oleh gelegar guntur yang menggetarkan bumi! Dan
dalam kejap itu
maka turunlah hujan yang bukan alang kepalang lebatnya! Didahului lengkingan
yang tak kalah hebatnya oleh suara guntur. Pandansuri melompat kemuka, menebar
empat serangan sekaligus dalam jurus yang dinamakan "empat ekor naga menggempur
sang surya"!
Bagi Panglima Sampono dan kawan2, jurus yang
bernama "empat ekor naga menggempur sang surya"
itu tidak mengkhawatirkan mereka. Yang membuat mereka harus berhati-hati ialah
senjata ditangan sigadis. Dari sinar- dan hawa yang keluar dari rencong perak
itu nyata bahwa senjata itu adalah sebuah senjata mustika yang tak bisa dibuat
main. Maka Panglima Sampono segera keluarkan pula senjatanya yaitu sebuah tombak
pendek yang ujungnya bercagak dua.
Datuk Nan Sabatang menghunus sebilah keris berwarna biru. Seberang Lor mencabut
pedang berkeluk sedang Lembu Ampel meloloskan sebuah rantai berduri!
Dibawah hujan lebat yang sekali-sekali diseling oleh suara guntur dan sabungan
kilat maka kelima engkauorang itu bertempur dengan hebat! Panglima Sampono dan
kawan2 meski serangan2 mereka
kelihatan hebat namun keempatnya tidak berniat untuk mencelakai Pandansuri,
sebaliknya mendesak sampai akhirnya mereka punya kesempatan untuk meringkus si
gadis hidup2! Dilain pihak Pandansuri yang diam2 mengetahui
maksud Iawan2nya itu dan yang tadi bertempur dengan segala kehebatannya yang ada
maka kini semakin memperderas serangannya hingga cukup me-
nyukarkan juga bagi Panglima Sampono dan kawan2
untuk melaksanakan niat mereka. Tapi itu tidak berjalan lama.
Setelah berulang kali dibawah hujan lebat itu terjadi bentrokan senjata maka
dalam satu gerakan yang gesit lihay Panglima Sampono berhasil menyusupkan tombak
bercagaknya kebadan rencong yang ditangan Pandansuri. Gadis ini cepat2 menarik
tangannya tapi terlambat. Cagak dari tombak besi ditangan Panglima Sampono
berputar lebih cepat dan terlepaslah rencong perak itu dari tangan Pandansuri.
51 Bastian Tito
Panglima Sampono menyabut senjata itu dengan
tangan kiri! Penuh kalap Pandansuri menyentikkan lima jari tangannya ke arah Panglima
Sampono, melancarkan pukulan kuku api! Tapi dari samping menabas pedang berkeluk
Seberang Lor. Mau tak mau anak Raja Rencong Dari Utara itu batalkan serangannya
kecuali kalau dia, mau kehilangan lima jari tangan kanannya itu!
"Sebaiknya kau menyerah saja!" kata Seberang Lor "Niscaya kami akan perlakukan
kau secara baik2!"
"Keparat! Lebih baik mampus dari pada menyerah!" bentak Pandansuri! Dia melompat
kearah sebatang cabang sebesar lengan yang panjangnya kurang dari satu meter dan
terus menyerbu Panglima Sampono dan kawan2nya. Dengan cabang pohon yang
penuh dengan ranting2 itu, Pandansuri menyerang dalam jurus "raja naga
mengamuk"!
"Dara tolol!" gerutu Panglima Sampono. Dia memberi isyarat pada ketiga kawan2nya
dan serentak keempat orang itu menyerbu kembali. Dan dibawah hujan lebih itu
dilanjutkanlah pertempuran empat lawan satu yang hebat itu. Pada waktu langit
disekitar bukit tertutup awan gelap dan udara menjadi mendung, dikaki bukit
sebelah timur seorang, pemuda berjalan seenaknya. Tampaknya dia cuma lenggang
kangkung biasa saja namun luar biasa dalam tempo yang singkat dia sudah
meninggalkan kaki bukit sebelah timur itu dan mencapai sebuah jalan buruk.
Angin bertiup keras melambai-lambaikan pakai-
an putih serta rambutnya yang gondrong. Mendongak keatas langit pemuda itu
berkata dalam hati : "Celaka! Kalau hujan turun aku bisa basah kuyup!".
Sambil "berjalan" cepat itu dia memandang kian kemari mencari-cari tempat yang
baik untuk kelak ber-teduh bila hujan turun.
Lapat2 jauh dimuka sana telinganya yang tajam mendengar suara ringkikan kuda.
Cuma ringkikan kuda, pikir pemuda ini dan dia terus juga lenggang kangkung
seenaknya, debu dan pasir jalanan beterbangan dibelakangnya. Semakin jauh
menempuh jalan itu telinganya kembali menangkap suara didepan sana. Kali ini
bukan suara ringkikan kuda lagi tapi suara bentakan2. Sipemuda mempercepat
"jalannya". Hampir sepeminum teh jelas sudah baginya bahwa ditempat atau diarah
yang ditujunya itu tengah terjadi pertempuran karena telinganya menangkap suara
beradunya senjata. Ketika dia sampai dekat sebuah tikungan tajam meskipun dia
sudah menduga tadi bahwa disitu terjadi pertempuran, tapi adalah tidak
disangkanya sama sekali kalau yang bertempur itu adalah seorang perempuan
berpakaian dan 52 Bastian Tito
berkerudung ungu melawan empat orang Iaki2!
Melihat kepada potongan tubuh serta kegesitannya sipemuda segera bisa memastikan
bahwa perempuan itu masih muda. Meski muda tapi dengan gerakannya yang gesit
serta ilmu meringankan tubuhnya yang tinggi sigadis masih dapat mengimbangi
serangan keempat lawannya!
Gadis berpakaian ungu itu memegang sebilah
rencong perak sedang Iawan2nya yang mengeroyok bersenjatakan tombak pendek
bercagak dua, pedang, keris dan rantai berduri. Sewaktu melihat pertempuan ini
yang bukan saja tidak seimbang tapi juga karena empat Iaki2 melawan seorang dara
muda, maka memakilah sipemuda berambut gondrong. Hati kesatrianya bergejolak
untuk segera turun tangan membantu sigadis.
Namun setelah memperhatikan sejenak dan melihat kenyataan bahwa gadis
berkerudung ungu itu dengan rencong mustikanya dapat mengimbangi kehebatan ilmu
silat empat orang lawannya yang tangguh itu, maka sipemuda membatalkan niatnya
dan melompat kesebuah tebing untuk menikmati jalannya pertempuran yang seru itu!
Jurus demi jurus berlalu penuh ketegangan. Si pemuda rambut gondrong diatas
tebing melihat bagaimana dara berbaju ungu mulai terdesak oleh tekanan2
serangan keempat lawannya. Sementara itu hujan rintik2 mulai turun dan kemudian
berganti dengan hujan lebat. Kilat sambar menyambar sedang guntur gelegar-
menggelegar! Sipemuda diatas tebing kalau tadi dia cemas akan kehujanan kali ini
sama sekali tidak memperdulikan hujan yang mengguyurnya hingga basah kuyup dari
rambut sampai ke kepala!
Si pemuda mengatupkan mulutnya rapat2 ketika
dalam satu jurus yang berkecamuk hebat salah seorang pengeroyok yaitu yang
bersenjatakan tombak besi pendek bercagak dua berhasil menjepit dan memutar
senjata sigadis hingga rencong perak itu terlepas mental dan dirampas!
Sigadis agaknya marah sekali melihat senjatanya berhasil dirampas lawan lalu
menjentikkan kelima jarinya kemuka. Lima sinar merah kekuningan menderu. Tapi
sang dara terpaksa menarik pulang tangannya karena salah seorang lawan menebas
dengan pedang! "Ilmu pukulan gadis itu kelihatannya hebat sekali!"
berkata sipemuda diatas tebing dalam hatinya.
Dibawahnya sementara itu terdengar suara bentakan salah seorang pengeroyok:
"Sebaiknya kau menyerah saja! Niscaya kami akan memperlakukan kau secara baik2!"
Sigadis terdengar memaki lalu laksana seekor burung walet melompat keudara,
mematahkan sebuah cabang pohon dan melayang turun kembali me-53 Bastian Tito
nyerbu keempat lawannya!
"Gadis hebat!" kata pemuda diatas tebing.
"Nyali besar, kepandaian tinggi sayang parasnya ditutup!"
Dibawah hujan lebat itu pertempuran berkeamuk kembali. Namun bagaimanapun
hebatnya sigadis memainkan cabang pohon itu sebagai senjatanya, lambat laun,
jurus demi jurus cabang kayu itupun gundul daunnya dan semakin pendek akibat
tebasan2 senjata keempat lawannyal Disatu gebrakan yang tegang, Iaki2 yang
memegang rantai berduri berhasil menghancurkan cabang pohon ditangan sigadis
Wiro Sableng 011 Raja Rencong Dari Utara di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
hingga untuk kedua kalinya kini sang dara bertangan kosong!
"Apakah kau masih belum mau menyerah cara baik2"!" sipemuda diatas tebing
mendengar Iaki2
yang bersenjatakan tombak pendek bertanya pada sigadis.
"Lebih baik mampus dari menyerah pada tikus2
macam kalian!" semprot sigadis lalu menggerakkan kedua tangannya. Sepuluh larik
sinar merah kekuningan menderu dibawah lebatnya hujan! Keempat pengeroyok
melompat mundur lalu secepat kilat menyerbu kembali! Dan kali ini sang gadis tak
punya daya lagi untuk bertahan! Dalam satu jurus yang penuh ketegangan kaki sang
dara terpeleset. Tubuhnya terbanting kekiri!
Pemuda rambut gondrong diatas tebing
memencongkan hidungnya lalu garuk2 kepala. Laksana anak panah lepas dari
busurnya dia melesat turun.
Suara bentakannya mengalahkan deru hujan lebat:
"Manusia2 edan! Masakan beraninya mengeroyok seorang perempuan! sungguh tidak
bermalu!" Keempat orang itu terkejut. Belum habis kejut mereka tahu2 satu gelombang angin
menerpa dan tubuh mereka terbanting kebelakang sampai lima enam langkah! Gadis
baju ungu tak menyia-nyiakan kesempatan segera melompat keluar dari kalangan
pertempuran! 54 Bastian Tito
SEPULUH MARAH KEEMPAT ORANG ITU BUKAN
alang kepalang.
"Pemuda lancang!" maki Sebrang Lor. "Ada urusan apa kau berani mencampuri
persoalan orang lain"!"
Sipemuda garuk2 kepalanya yang basah kuyup
dan menjawab sambil senyum2 seenaknya :
"Empat orang Iaki2 bersenjata mengeroyok seorang perempuan bertangan kosong,
apakah itu bukan satu hal yang memalukan"!"
"Apakah itu menjadi hakmu untuk ikut campur"!"
"Lantas hak apakah yang membuat kalian melakukan pengeroyokkan"!" balas bertanya
sipemuda. Saking marahnya Sebrang Lor hendak buka
suara mengatakan sesuatu tapi Panglima Sampono memberi isyarat. Panglima Sampono
kemudian berkata dengan nada tenang :
"Orang muda, barangkali kau ada hubungan apa2 dengan gadis ini"!".
Sipemuda menggeleng. "Aku menolongnya karena tidak suka melihat tindakan kalian
yang terlalu pengecut! Yang sama sekali tidak memegang aturan dunia persilatan!"
Panglima Sampono tersenyum.
"Kuhargai hati satriamu, kuhormati nyali jantanmu.
Tapi apakah kau tahu siapa gerangan adanya
gadis ini"!" ujar Panglima Sampono.
Sipemuda rambut gondrong angkat bahu. Panglima Sampono hendak berkata tapi dari
samping datang sambaran sinar merah kekuningan yang sekaligus juga menyerang
pada ketiga kawan2nya. Dilain kejap
terdengar suara dara baju ungu.
"Bergundal2 keparat! Aku dan ayahku pasti akan datang mencari kalian! Kalau
bertemu jangan harap kalian bakal hidup lebih lama!". Sigadis kemudian melompat
keatas kuda coklat.
"Betina sialan! Kau kira bisa lari dari sini"!"
teriak Sebrang Lor marah sekali. Dia melompat dan kiblatkan pedang berkeluknya.
Pandansuri untuk kesekian kalinya melepaskan pukulan kuku api membuat tokoh
silat dari tanah Malaka itu terpaksa menghindar kesamping. Dan sebelum yang
Iain2nya bisa turun tangan, Pandansuri telah melesat pergi bersama kudanya!
Dengan sendirinya kemarahan total kini tertuju pada pemuda tadi! Panglima
Sampono yang sebelumnya masih berlaku lunak kini membentak garang :
"Pemuda sedeng! Kalau tidak karena kau gadis itu pasti tak akan lolos!". Sang
panglima menutup kata2nya dengan melemparkan rencong perak milik 55 Bastian Tito
Pandansuri dengan tangan kirinya. Lemparan itu bukan lemparan sembarangan!
Senjata itu sampai mengeluarkan suara mendesing saking kencang dan kerasnya daya
lemparan! Dua jengkal dari ujung rencong akan men-
darat dikeningnya, tiba2 sipemuda menggerakkan tangan kanan dan tahu2 rencong
perak itu sudah dijepit di antara jari tengah dan jari telunjuknya! Kejut
Panglima Sampono dan kawan2 bukan alang kepalang!
Kepandaian menjepit senjata yang dilemparkannya selihay itu bukan kepandaian
sembarangan! "Orang muda berilmu tinggi!" kata Panglima Sampono pula. "Pameran yang kau
lakukan tadi cukup menarik! Biarlah aku main2 sebentar dengan kau!". Sipemuda
tertawa tawar. "Apakah kau akan maju berempat dengan kawan2mu itu"!".
Merahlah paras Panglima Sampono. Meski maklum betapa lihaynya pemuda itu, lebih
lihay dari Pandansuri tapi untuk tidak kehilangan muka dia menjawab : "Untuk
meringkus tikus sombong macammu ini mengapa musti minta bantuan kawan2
ku"!" Ucapannya itu ditutup dengan satu tusukan kilat tombak bercagak dua kearah
tenggorokan sipemuda!
Dengan gesit pemuda itu mengelak kesamping
lalu memukul kemuka dari jarak tiga langkah! Panglima Sampono terkejut sekali
sewaktu begitu mengelak begitu tamannya talas menyarang. Angin pukulan tawan
terata keras laksana sebuah batu besar yang dilemparkan kearahnyal Itulah ilmu
pukulan "Kunyuk melempar buah. Dan pendekar muda mana
lagi yang memiliki pukulan itu kalau bukan Wiro Sableng Pendekar Kapak Maut Naga
Seni 212 ! Dengan amat penasaran Panglima Sampono
membentak keras lalu kembali menyerang dengan
|urus2 silatnya yang hebat dan mengandung tipu2
berbahaya! Tubuh Wiro Sableng yang berkelebat terkurung oleh gulungan sinar
senjata ditangan sang panglima. Lima jurus berlalu tanpa Panglima Sampono bisa
berbuat sesuatu apapun! Memasuki jurus kesepuluh. Datuk Nan Sabatang, Lembu
Ampel dan Sebrang Lor tak dapat tinggal diam lebih lama.
.Ketiganya segera menyerbu kedalam kalangan pertempuran membantu Panglima
Sampono! Namun sebelum ketiga orang itu turun tangan melancarkan serangan. Pendekar 212 Wiro
Sableng dengan mengandalkan ilmu meringankan tubuhnya yang telah mencapai
tingkat tinggi melompat ke atas, sekejap kemudian telah berdiri dicabang pohon
yang ada ditepi jalan!
"Sebelum meneruskan pertempuran brengsek 56 Bastian Tito
ini mari kita bicara baik2 dulu sobat2!" kata Wiro dari atas pohon.
"Pemuda lancang! Sesudah kau meloloskan perempuan itu kini kau hendak bicara
baik2"! Makan ini!" damprat Sebrang Lor. Tangan kanannya dihan tamkan keatas.
Selarik angin dahsyat menyambar.
"Kraak"!
Cabang pohon dimana Pendekar 212 berdiri
patah pemuda itu sendiri sudah pindah meloncat ke cabang yang lain! Dengan
sendirinya Sebrang Lor dan kawan2nya tambah penasaran! Serentak mereka sama2
menghantamkan tangan keatas! Terdengar suara berisik! Beberapa cabang pohon
patah dan ranting2 serta daun2 berhamburan kian kemari!
Wiro memaki dalam hati, dan melompat ke
tebing ditikungan jalan. Jarak antara pohon dan tikungan jalan hampir mencapai
sepuluh tombak Tentu saja lompatan yang dibuat Wiro membikin kagum keempat orang
yang berada dibawahnya Namun kekaguman itu segera sirna oleh rasa marah yang
menggejolak! Tanpa tunggu lebih lama Panglim.i Sampono segera melompat keatas
tebing diikuti oleh ketiga kawan2nya. Diatas tebing Pendekar 212 pin tangkan
kedua telapak tangan dan memukul ke bawah.
Keempat orang yang telah melayang keatas
tebing amat terkejut ketika mendapatkan diri mereka merasa ditekan dari atas
oleh satu tekanan dahsyat Bagaimanapun mereka kerahkan tenaga dalam tetap saja
tubuh mereka tak bisa melesat keatas Keempat nya terkatung-katung beberapa
ketika lamanya.
"Kurang ajar! Dia lihay sekali!" gerutu Sebrang Lor. Tokoh silat dari tanah
Malaka ini memberi isyarat pada k.awan2nya. Tiba2 keempatnya sama membentak
keras dan sama menghantamkan kedua
tangan masing2 kearah Pendekar 212. Delapan gelombang angin menderu laksana
topan prahara! Empat buah serangan yang luar biasa dan bukan alang kepalang
hebatnya! Diatas tebing Wiro Sableng kerahkan seluruh
tenaga dalamnya ketangan dan memukul kebawah!
Bagaimana hebatnya gelegar guntur, hampir seperti Itu pulalah hebatnya benturan
delapan angin pukulan dengan dua gelombang pukulan dinding angin ber-hembus
tindih menindih yang dilepaskan Wiro Sableng!
Sebrang Lor, Datuk Nan Sabatang, Panglima
Sampono dan Lembu Ampel berpelantingan kebawah.
Untung saja mereka sudah memiliki ilmu meringankan tubuh yang tinggi serta
tenaga dalam yang sempurna hingga tidak mendapat celaka dan tak sampai jatuh
tunggang langgang bergedebukan ditanah!
Sebaliknya diatas tebing Wiro Sableng merasakan 57 Bastian Tito
pula hebatnya serangan keempat tokoh2 silat itu.
Tubuhnya terdorong keras lalu terhuyung-huyung lima langkah kebelakang. Tidak
sampai disitu tiba2 lututnya terasa goyah dan ujung tebing yang dipijaknya
hancur berantakan. Tubuhnya mencelat sampai dua tombak dari atas tebing!
"Gendeng betul!" gerutu Wiro Sableng dalam hati Setelah memeriksa dan mengetahui
tubuhnya dibagian dalam maupun bagian luar tak ada yang terluka maka Pendekar ini bersuit
nyaring. Tubuhnya melayang kebawah berkelebat dan lenyap
dari pemandangan Panglima Sampono dan kawan2l Dilain kejap terdengar dua keluhan
tertahan! Sebrang Lor dan Lembu Ampel merasakan
tubuh mereka kejang kaku tak bisa bergerak. Betapapun mereka mengerahkan tenaga
dalam namun tak sanggup membuka jalan darah yang telah ditotok oleh Pendekar 212
Wiro Sableng. Kedua tokoh silat ini memaki habis2an!
Wiro Sableng malah tertawa cenqar cengir.
"Pemuda kurang ajar!" teriak Panglima Sampono marah sekali, "tadi aku cuma
berniat untuk me-ringkusmu hidup2! Tapi mulai detik ini terpaksa kepalamu
kupecahkan!"
Habis berkata begitu Panglima Sampono memukulkan tangan kiri ke depan lalu
menyusul serangan ini dengan satu tusukan tajam tombak bercagak dua yang saat
itu sudah berada kembali dalam tangan kanannya! Dikejap yang sama Datuk Nan
Sabatang menggembor dan
berkelebat kirimkan serangan dari samping kiri dengan keris birunya!
Wiro Sableng ingat pada rencong perak milik gadis baju ungu yang tadi diselipkan
dipinggang. Segera pendekar ini mencabut senjata itu. Maka :
"Traang trang"! Terdengar dua kali berturut-turut suara beradu nya senjata. Bunga api memercik!
Datuk Nan Saba tang dan Panglima Sampono terkejut besar, dengan muka pucat sama2
melompat kebelakang dan memar dang dengan mata membeliak pada tangan kanan
mereka yang kini kosong karena tangkisan Wiro Sableng tadi telah memukul lepas
senjata masing2'
Jelas bahwa pemuda berambut gondrong itu memiliki tenaga dalam yang luar biasa
tingginya dan bukan tandingan mereka! Namun sebagai tokoh2 silat yang sudah
mendapat nama besar dan memegang teguh
jiwa kesatria, mana mereka mau menyerah begitu saja"! Lebih baik mati dari pada
menerima hinaan demikian rupa. Apalagi ketika melihat bagaimana Wjro Sableng
tertawa gelak2 dan mengejek!
Dengan tangan kosong Datuk Nan Sabatang
serta Panglima Sampono memasuki kalangan pertem-58 Bastian Tito
puran kembali! Serangan mereka hebat sekali hingga air hujan yang bergenangan
dilobang-lobang jalanan muncrat berhamburan!
"Sobat2! Kalian keliwat menurutkan darah kemarahan!" seru Wiro. "Orang mau ajak
bicara baik2 malah menyerang terus2an!"
"Tutup mulutmu pemuda keparat!" bentak Datuk Nan Sabatang.
"Jaga batok kepalamu!', teriak Panglima Sampono. Tinjunya menderu kekepala
Pendekar 212. Lalu terdengarlah suara keluhan!
Tubuh Panglima Sampono terbanting kesamping
sewaktu angin dahsyat menyambar dadanya. Selagi dia berusaha mengimbangi tubuh
tahu2 satu totokan mendarat dibahunya dekat leher dan kejap itu juga sang
panglima berdiri dengan kaki mengangkang ditanah tanpa bisa bergerak sedikitpun!
Datuk Nan Sabatang juga bernasib sial. Baru saja serangannya bergerak setengah
jalan tahu2 jari lawan sudah menyelusup dibawah ketiaknya!
"Kurang ajar!" maki Datuk Nan Sabatang.
Tangan kirinya memukul kemuka. Tapi tak ada artinya karena totokan yang
dijatuhkan Wiro tadi telah membuat sebagian tubuhnya sebelah kanan menjadi kaku.
Lucu sekali keadaan Datuk ini. Tangan kirinya mencak2 dan kaki kiri dibanting-
bantingkan ketanah sedang mulut memaki-maki habis2an tapi seluruh tubuhnya
bagian kanan tak dapat digerakkan sama sekali, laksana menjadi batu!
"Sekarang mungkin kita bisa bicara baik2", kata Wiro sambil tertawa dan
memasukkan rencong perak kebalik pinggang pakaiannya. Setelah menyapu paras
keempat orang itu satu demi satu dengan sepasang matanya maka Wiro melangkah
kehadapan Panglima Sampono dan berkata : "Bapak, tadi kau bertanya apakah aku
tahu siapa adanya perempuan berkerudung itu ... . ".
Panglima Sampono diam saja. Hatinya kesal bukan main dan dadanya bergejolak
menahan amarah.
Kalau saja tubuhnya tidak ditotok pasti pemuda itu sudah diserangnya kembali!
Sebaliknya sambil masih tertawa-tawa Wiro berkata : "Aku memang tidak tahu siapa
dia adanya ..."
"Kalau tidak kenal mengapa kau ikut campur urusan orang"! Gadis itu lolos karena
kelancanganmu pemuda sialan!"
Wiro Sableng senyum2 saja dimaki pemuda sialan.
"Meski aku tidak tahu siapa dia, tapi melihat kalian mengeroyoknya tentu saja
aku tak bisa berdiam diri. Apalagi dia bertangan kosong sedang kalian berempat
pakai senjata, mendesak gadis itu! Bukankah sayang sekali kalau gadis itu
terpaksa mati 59 Bastian Tito
muda"!"
Hampir saja Panglima Sampono hendak meludahi muka pemuda itu saking gemasnya.
Dibukanya mulutnya :
"Memang hati satriamu hendak menolong
gadis itu patut dihargakan! Tadinya kukira dia gen-dakmu hingga kau begitu
kesusu turun tangan tanpa menyelidik lebih dulu! Sekarang dia telah lolos. Dunia
persilatan akan sukar untuk diselamatkan!"
Wiro Sableng kerenyitkan kening.
"Harap kau suka menerangkan siapa adanya gadis itu!" kata Wiro pula.
Panglima Sampono mendengus. "Kalau kau mau tahu, gadis itu adalah Pandansuri!
Anak Raja Rencong Dari Utara!"
Sepasang mata Pendekar 212 terpentang lebar
dan memandang pada keempat orang dihadapannya itu satu persatu.
"Anak gadisnya Raja Rencong Dari Utara?"
desis Wiro seraya garuk2 rambutnya yang basah kuyup oleh air hujan yang sampai
saat itu masih juga turun meskipun tidak selebat semula. "Aku sendiri sebenarnya
memang tengah mencari-cari si Raja Rencong itu!"
Keempat tokoh silat sama2 mendengus. Pemuda edan!
Kami muak melihat lagakmu! Lekas lepaskan totokan kami dan berlalu dari sini!"
Yang bicara adalah Sebrang Lor,
Wiro memandang pada Sebrang Lor sejenak sam-
bil berpikir2. Kemudian katanya : "Memang aku turun tangan keliwat kesusu. Tidak
menyelidik lebih dulu! Kalau saja aku tahu bahwa gadis itu adalah anaknya Raja
Rencong Dari Utara aku akan membantu kalian meringkusnya hidup2 ".
"Tak perlu bicara ngelantur!" tukas Sebrang Lor gemas. "Semuanya sudah kasip!
Gadis itu sudah lolos! Kau telah menghancurkan rencana yang kami susun selama
satu bulan! Benar2 kau kurang ajar dan sialan sekali!".
"Dengar", kata Wiro, "kalau aku bertemu gadis itu aku akan tawan dia dan
menyerahkan pada kalian. Tapi katakan dulu apa rencana kalian
"Kau tak ada sangkut paut dengan kami! Karenanya tak perlu bertanya!" sahut
Panglima Sampono.
"Kalau begitu baiklah! Kuharap saja kalian bisa melupakan kelancanganku tadi ".
Wiro membalikkan badannya hendak pergi.
"Hai tunggu dulu! Lepaskan dulu totokan kami!" teriak Sebrang Lor dan Lembu
Wiro Sableng 011 Raja Rencong Dari Utara di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Ampel hampir bersamaan.
Wiro tertawa. "Sebenarnya aku memang bermaksud hendak melepaskan totokan di tubuh kalian! Tapi
karena 60 Bastian Tito
kalian memakiku terus-terusan seenaknya, biarlah kalian jadi patung-patung hidup
sampai beberapa jam di muka!".
"Keparat!"
"Setan Alas!"
"..bedebah!"
"Edan kau!"
Begitulah maki-makian yang dilontarkan keempat orang itu. Wiro tertawa gelak-
gelak. Sekali dia berkelebat, tubuhnya sudah melesat sejauh sepuluh tombak. Di
bawah hujan rintik-rintik akhirnya Pendekar 212 lenyap dari pemandangan keempat
orang itu. * * * 61 Bastian Tito
SEBELAS KEDAI NASI ITU ADALAH KEDAI NASI
yang paling besar di seluruh daerah selatan.
Sebenarnya kurang pantas kalau disebut
kedai nasi; lebih tepat agaknya jika dikatakan rumah makan. Karena di samping
besar, juga rumah
makan itu terkenal kemana-mana. Pemiliknya seorang laki-laki berbadan gemuk
pendek persis macam babi buntak. Kata setengah orang konon kabarnya pemilik
kedai yang bernama Dang Lariku itu ada memasukkan sejenis bumbu ke dalam
masakannya hingga apa saja yang dijualnya di rumah makan itu terasa enak sekali.
Bumbu apa yang dimaksudkan Dang Lariku itu tak seorangpun yang mengetahuinya.
Tentu saja Dang Lariku sendiri merahasiakannya agar tidak ditiru oleh lain
orang. Saat itu hari sudah petang, matahari hampir tenggelam. Sore berebut dengan
senja. Keadaan di rumah makan Dang Lariku agak sepi. Hanya ada satu dua orang
yang duduk bercengkrama sambil menikmati kopi pahit.
Dang Lariku baru saja menyalakan sebuah lampu besar di ruangan tengah rumah
makan sewaktu didengarnya suara derap kaki kuda yang kemudian berhenti tepat di
hadapan rumah makannya.
Dang lariku merasa gembira. Karena suara derap kaki kuda yang berhenti di depan
rumah makannya Itu berarti datangnya seorang tamu dan berarti uang dalam kasnya
akan bertambah pula
Dia memandang ke pintu dan tersenyum hendak
Menyambut tamunya! Namun begitu sang tamu
masuk maka berubahlah paras Dang Lariku dari jembira menjadi pucat seperti
kertas! Tamu yang engkaumasuk seorang perempuan berpakaian ungu.
Parasnya tak bisa dilihat karena tertutup dengan kerudung biru! gerakannya
melangkah menggetarkan lantai rumah makan! Beberapa orang yang tengah asyik
mengisi perutnya dalam rumah makan segera berdiri dan dengan ketaKutan cepat-
cepat angkat kaki lewat pintu belakang!
Siapakah sesungguhnya tamu yang datang ini"
Tentu pembaca sudah dapat menduga. Dia bukan lain Pandansuri, anak Raja Rencong
Dari Utara. Dan siapakah di daerah selatan yang tidak kenal dengan gadis itu"! Pandansuri
sudah terkenal kekejamannya! Menghajar seseorang yang terlalu berani memandang
kepadanya sampai setengah mati bukan apa-apa bagi gadis itu! Membunuh orang-
orang yang berlaku kurang ajar sudah menjadi kebiasaan-nya! Bahkan belakangan
ini dia laksana seekor harimau lapar yang sengaja mencari mangsanya!
62 Bastian Tito
Meski hatinya kecut berdebar dan parasnya
sepucat kertas namun dengan semanis dan seramah mungkin Dang Lariku menyabut
tamunya, memper-silahkan duduk lalu berteriak pada pelayan agar segera
menyediakan hidangan yang paling lezat serta tuak yang paling harum! Sementara
itu Pandansuri duduk di sudut rumah makan, memandang
berkeliling dan tersenyum kecil sewaktu menyaksikan bagaimana rumah makan itu
menjadi sunyi akibat kedatangannya! Tak lama kemudian Dang Lariku sendiri yang muncul
membawakan hidangan dan minuman ke meja Pandansuri. Seorang pelayan membawakan
sepiring besar buah-buahan.
"Sungguh satu kehormatan besar lagi bagiku karena puteri Raja Rencong Dari Utara
kembali berkenan mampir di rumah makanku yang buruk
ini ", kata Dang Lariku pula.
Pandansuri tak menjawab. Diputarnya kerudung
mukanya sedikit hingga mulutnya bisa menyantap hidangan dengan leluasa. Gadis
ini baru menghabis-kan setengah bagian dari hidangannya sewaktu 'sebuah kereta
berhenti dan tak lama kemudian dua orang pemuda memasuki rumah makan. Melihat
kepada pakaiannya yang serba bagus dapat diduga bahwa kedua pemuda ini adalah
anak bangsawan.
Sedang melihat kepada paras masing-masing jelas mereka bersaudara, adik dan
kakak. Karena dalam rumah makan itu hanya Pandan
suri yang ada maka dengan sendirinya gadis ini menjadi perhatian kedua pemuda.
Sambil mencari tempat duduk, mereka tiada berhenti memandang Pandansuri.
"Aneh", kata pemuda yang seorang. Namanya djebat Seloka. "Baru kali ini kulihat
ada orang berkerudung begini. Bahkan tengah makanpun dia tak mau membuka kain
penutup wajahnya itu
". "Bukan aneh ', menyahuti pemuda yang seorang Namanya Gandra Seloka dan dia
adalah adik Djebat Seloka. "Bukan aneh", mengulang lagi Gandra Seloka,
"tapi lucu!". Kedua pemuda itu tertawa-tawa.
Dang Lariku yang sudah berada di dekat meja
kedua bangsawan menjadi cemas sekali! Siapa yang berani mengganggu apalagi
menghina pasti akan dihajar babak belur bahkan tidak jarang dibunuh Oleh
Pandansuri. tapi agaknya si gadis kali ini tidak mengambil perduli. Mungkin juga
tidak mendengar ucapan-ucapan kedua orang itu karena dia terus taja menyantap
makanannya. "Mungkin juga dia bangsa perampok", berkata lagi Djebat Seloka. kawannya
tertawa. "Kurasa kurang tepat!" dia menyahuti. "Kalau perampok seperti ini tentu
semua orang akan mau menyerahkan barang-barangnya, 63 Bastian Tito
bahkan dirinya sekaligus!".
Kembali kedua pemuda bangsawan itu tertawa
gelak-gelak Tawa mereka masih belum berakhir tiba-tiba gadis berkerudung
menggebrak meja dan tahu-tahu dua buah piring melesat ke arah kepala Gandra dan
Djebat Seloka! Kedua pemuda ini kaget bukan main! Dengan
cepat mereka melesat dari kursi masing-masing!
dua buah piring menghantam dinding rumah makan hingga pecah berantakan sedang
isinya berhamburan di lantai! Dang Lariku meramkan mata melihat hancurnya kedua
piring itu. Dan dia tahu bahwa sebentar lagi bukan hanya kedua buah piring itu
saja yang menjadi kerugian baginya!
"Bagus! Kalian tikus-tikus busuk rupanya punya ilmu juga huh"!" bentak
Pandansuri. Dia sudah berdiri di depan meja dengan kedua tangan di pinggang
sedang Istana Pulau Es 17 Makam Bunga Mawar Karya Opa Tokoh Besar 4
olah-olah menggempur ke arah tiga Kiai.
Baiknya para Kiai ini sudah bersiap sedia sehingga begitu serangan ilmu kuku api
dilancarkan maka ketiganya sudah melewat dari kursi masing-masing!
Yang menjadi korban ialah tiga kursi bekas tempat mereka duduk. Ketiga kursi itu
serta merta menjadi hitam hangus mengebul!
Meski hati tergetar hebat melihat kehebatan kesaktian lawan namun ketiga Kiai
sudah bertekad bulat untuk berkorban jiwa demi kemusnahan manusia biang
malapetaka! Serentak turun ketiganya
Ialah mencabut senjata dan menyerang dengan hebat!
Kiai Suhudilah menyerang dengan sebuah tasbih Kumala Hijau, sedang tangan kiri
memutar golok Datar yang tadi hendak dipakai untuk memotong kedua lengan Raja
Recong. Kiai Selawah menggempur dengan sebilah pedang biru sedang Kiai yang
ketiga yakni Kiai Tandjung Laboh menghantam dengan sebuah kebutan yang berbentuk
seperti sapu kecili
Raja Rencong Dari Utara berdiri di tempatnya
dengan sikap acuh tak acuh meski topan serangan melandanya. Yang hebat ialah
jangankan tubuhnya, rambut atau pakaiannyapun tidak berkibar dilanda angin
serangan para Kiai! Sesaat tiga ujung senjata akan '.'mencium" dirinya, Raja
Rencong Dari Utara gerakan tangan kanannya! Pedang, Tasbih Kumala Hijau dan
Kebutan Sakti terpental kembali laksana menghantam benda karet yang atos!
Berobahlan paras ketiga Kiai!
Raja Rencong Dari Utara tertawa mengejek.
Tiba-tiba sekali tangan kanannya bergerak dan dari mulutnya yang tadi tertawa
keluar seman : "Makan jotosan selaksa palu godam ini !"
Meski sebelumnya berseru demikian rupa yang
sekaligus memberi peringatan pada calon korbannya namun ketiga Kiai tak dapat
melihat gerakan tangan lawan dan yang lebih hebat lagi mereka tak tahu siapa di
antara mereka yang menjadi sasaran, demi-kianlah saking cepatnya geraan serangan
Raja Rencong Dari Utara.
Lalu terdengarlah suara :
"Ngek!"
Tubuh Kiai Selawah tertekuk ke muka sebentar
lalu mencelat mental keluar Arena, menggeletak di lantai batu dengan perut pecah
! Kiai Suhudilah dan Kiai Tanjung Lor tertegun terkesiap beberapa ketika lamanya!
"Kenapa termangu"! Kalian tokh.akan mene rima nasib macam dia pula "!" ujar Raja
Rencong pula. Kedua Kiai kertakan rahang. Pelipis-pelipis keduanya menggembung
tanda mereka tak dapat lagi mengendalikan amarah yang meluap! Kiai Suhudilah 33
Bastian Tito engkaumenyerang lebih dahulu dengan jurus silat Turki yang aneh gerakannya.
"Hemm silat picisan dari negeri orang yang ditontonkan di depanku!" ejek Raca
Rencong. "Sanggupkan ilmu silat Turki menerima pukulanku yang ini "!"
Dengan jari-jari tangan mengembang, Raja Rencong Dari Utara dorongkan tangan
kanannya ke arah Kiai
Suhudilah! Bacokan golok besar dan hantaman
Tasbih Kumala Hijau tertahan dan mental. Bersamaan dengan itu satu gelombang
angin yang luar biasa hebatnya menerpa tubuh Kiai Suhudilah! Kiai ini mengeluh
dan mental ke luar Arena. Begitu terhantar di lantai batu tak berkutik lagi
karena meski di luar.
tubuhnya tak kelihatan rusak namun di dalam dua balas urat-urat yang paling
penting telah putus!
Itulah kehebatan ilmu pukulan "topan pemutus urat"!
. Semangat Kyai Tanjung Laboh seperti terbang menyaksikan kematian kedua,
kawannya itu! Mukanya pucat tiada berdarah. Dan tiba2 Raja Rencong berpaling
padanya dengan seringai maut bermain dibibir.
"Sesudah melihat tontonan ngeri itu apakah kau masih punya nyali" Bukankah lebih
baik bunuh diri saja agar kau bisa mampus dengan enak"!"
"Demi Tuhan! Lebih baik mati dengan senjata ditangan dari pada melakukan
kepengecutanf" jawab Kyai Tanjung Laboh. Seluruh tenaga dalamnya telah dialirkan
keujung kebutan dan sekali dia menggerakkan senjata itu maka sepuluh jalan darah
ditubuh Raja Rencong diancam bahaya maut!
Anehnya Raja Rencong cuma ganda tertawa yang
membuat darah Kyai Tanjung Laboh tambah meluap-luap! Sekejap lagi sambaran ujung
kebutan akan melanda jalan2 darah ditubuh lawannya tiba2 tangannya terasa
kesemutan dan kebutannya terpental lepas dari tangan!
Meski menyadari sepenuhnya bahwa Raja Rencong bukan lawannya namun dengan kalap
Kyai Tanjung Laboh yang berhati jantan itu menyambar pedang Kyai Selawah yang tadi
terjatuh dan dengan senjata itu dia menggempur habis2an! Hujan serangan
menelikung tubuh Raja Rencong yang sama sekali tidak bergerak ditempatnya malah menanggapi serangan itu dengan tertawa-tawa!
Kyai Tanjung Laboh penasaran dan juga heran
kenapa pedangnya sama sekali tak berhasil menyentuh bagian tubuh manapun dari
lawannya! Tengah dia pergigih serangan tiba2 Raja Rencong berseru :
"Tiga jurus kau mencak2 sudah keliwat cukup!
Lihat jotosan, awas kepalamu!"
Meski sudah diperingatkan demikian rupa namun 34 Bastian Tito
sewaktu pukulan "selaksa palu godam" menyerang kepalanya Kyai Tanjung Laboh tak
sanggup berkelit.
Dicobanya membabat lengan lawan dengan pedang. Tapi sudah tidak keburu! Kyai
yang terakhir ini terbadai dilantai dengan kepala pecah, darah muncrat dan otak
berhamburan! 35 Bastian Tito
TUJUH DIATAS SEBUAH BATU DALAM SEBUAH GOA
seorang laki-laki tua berjanggut dan berambut putih duduk bersila meramkan mata
tengah bersemedi.
Sejak tengah malam tadi dia bersemedi dan sampai matahari terbit di ufuk timur
masih juga dia belum bergerak dari tempatnya. Menjelang tengah hari, jadi
sesudah dua belas jam lamanya duduk bersemedi perlahan-lahan baru dia membuka
kedua matanya. Aneh dan juga menyeramkan! Ternyata kedua
matanya berwarna putih keseluruhannya! Tapi dia tidak buta!
Kakek ini menghela nafas dalam. Air mukanya
keruh tanda ada sesuatu yang dipikirkannya dan apa yang dipikirkannya itu
menimbulkan kesusahan dalam dirinya. Di dunia persilatan orang tua ini berjuluk
Datuk Mata Putih. Umurnya hampir mencapai tujuh puluh lima tahun. Tubuhnya kurus
hanya tinggal kulit pembalut tulang. Namun kekuatannya tidak kalah dengan orang-
orang yang berumur setengah abad dan menilik bagaimana batu tempat dia duduk
bersemedi mencekung dalam, nyatalah bahwa orang tua ini memiliki tenaga dalam
yang sangat tinggi!.
Setelah menghela nafas dalam sekali lagi dia berdiri dan melangkah ke mulut goa.
Di luar goa pemandangan indah sekali. Betapa bahagianya
menikmati keindahan alam ciptaan Yang Kuasa itu.
Namun jauh di luar keindahan itu, hampir disegala penjuru Jagat raya bertebaran
noda-noda hitam yang merusak keindahan! Noda-noda hitam itu ialah kejahatan,
kecurangan, kekejian dan segala macam kemaksiatan!
Dan yang membuat orang tua ini untuk ketiga
kalinya menghela nafas panjang dan" dalam ialah karena seorang di antara
manusia-manusia yang melakukan kejahatan dan kekejian itu adalah muridnya
sendiri! Telah tiga bulan ini didengarnya tentang perilaku muridnya itu di luaran. Dan
ini membuat dia terkejut serta merasa menyesal telah mempunyai murid seperti
itu! Apakah yang bisa dibuatnya selain meninggalkan pertapaan, mencari murid
yang sesat itu lalu menghukumnya" Diam-diam dia merasakan penyesalan tambah
mendalam bila dia ingat karena kepercayaan penuh terhadap sang murid, sebelum
dilepas dari pertapaan dia telah menyerahkan Rencong Emas, sebuah senjata sakti
luar biasa yang merupakan satu dari beberapa buah senjata mustika dunia
persilatan! Beberapa saat kemudian orang tua itupun berlalu meninggalkan pertapaan! Ilmu
larinya hebat sekali 36 Bastian Tito
hingga dalam waktu yang singkat sosok tubuh-
nya sudah lenyap di kejauhan !
Bersamaan dengan lenyapnya sang surya di ufuk
tenggelamnya, sesosok tubuh berkelebat dan berdiri di bawah atap bangunan tua
yag terletak di Bukit Toba. Tanpa memandang berkeliling, tanpa bimbang ragu
sedikitpun, orang ini melangkah cepat memasuki bangunan tua. Dalam tempo yang
singkat dia sudah berada di Arena Topan Utara yang terletak dibagian bawah
bangunan tua! Segala sesuatunya diruangan luas itu berada dalam keadaan bersih.
Namun orang yang memasuki ruangan tersebut tahu bahwa baru engkauseminggu yang
lalu tiga orang Kyai telah menemui kematiannya ditempat itu!
Orang itu menggerakkan bibirnya sedikit. Maka
menggemalah suaranya yang keras lantang menggetarkan seantero bangunan dan
ruangan. "Hang Kumbara aku datang!".
Belum habis kumandang gema suara itu, dari
sebuah pintu didinding kanan muncullah seorang berpakaian ungu. Begitu melihat
siorang tua, Iaki2
berpakaian ungu ini berseru : "Guru!". Dia melangkah cepat kehadapan siorang tua
dan menjura dalam penuh hormat.
"Sungguh satu kegembiraan bisa bertemu dengan guru. Mohon dimaafkan kalau- murid
sudah lama tak menyambangi guru hingga guru sendiri yang sampai berkunjung
kesini!". Orang tua itu atau bukan lain dari pada Datuk Mata Putih meneliti paras muridnya
sejenak lalu tertawa rawan.
"Kudengar kau sudah mendapat nama besar diluaran", kata Datuk Mata Putih.
"Ah, hanya nama dan gelar yang tak berarti guru. Marilah kita bicara dikamarku",
kata Iaki2 berpakaian ungu yaitu Raja Rencong Dari Utara.
"Pandansuri ada disini?".
"Sudah sejak sepuluh hari dia meninggalkan Pulau ".
"Kalau begitu biar kita bicara disini saja".
"Baik guru. Tapi perkenankan murid menyuguhkan minuman lebih dahulu ".
"Tak usah", sahut Datuk Mata Putih.
"Agaknya ada sesuatu hal penting yang amat mendesak hendak guru bicarakan", kata
Raja Rencong Dari Utara.
"Hang Kumbara", Datuk Mata Putih menyebut nama asli Raja Rencong, "kurasa kau
sudah bisa menduga maksud kedatanganku".
"Ah, murid yang bodoh ini mana mungkin bisa menduga, guru".
"Kedatanganku sehubungan dengan apa2 yang kudengar di luaran tentang kau "
Apakah itu 37 Bastian Tito
betul"!"
"Apakah yang guru dengar diluaran tentang diriku itu?"
Datuk Mata Putih merasa kurang senang bicara bersilat lidah begitu. Maka diapun
berkata secara blak-blakan.
"Kulepas kau dari pertapaan beberapa waktu yang lalu hanya dengan dua maksud!
Pertama untuk mencari pembunuh ayahmu dan kedua untuk berbuat kebaikan diatas
dunia ini! Tapi apa yang kau perbuat kemudiannya" Demi cita2 besarmu kau
membunuh belasan manusia, mendatangkan malapetaka
dimana2. Nyatalah kau telah sesat dan aku sangat menyesal akan hal ini. Kuharap
kau menyerahkan kembali Rencong Emas yang dulu kuberikan dan ikut aku
kepertapaan untuk dikurung dalam goa selama sepuluh tahun !" Sepasang bola mata
Raja Rencong Dari Utara membelalak.
"Guru apakah sesat namanya jika murid bercita-cita hendak mendirikan sebuah
Partai di daerah Utara ini?".
'Tidak. Asal saja kau menempuh cara2 yang
wajar!" "Murid telah mencobanya. Tapi tokoh2 silat didaerah sini terlalu keras kepala
dan tidak memandang sebelah matapun terhadap murid...."
"Kalau mereka tak mau masuk Partaimu, kau tidak layak memaksa, aalagi kalau
sampai membunuh orang-orang yang tak berdosa itu!".
"Tapi harap guru maklum kenapa murid bertindak sampai demikian jauh".
"Terangkan alasanmu!" ujar Datuk Mata Putih pula.
"Murid merasa mempunyai dendam terhadap orang-orang dunia persilatan. Karena
kalau tidak ada orang-orang pandai itu maka tak akan ayah menemui kematian dalam
cara yang mengerikan! Dipenggal lehernya dan kepalanya ditancapkan di atas
sebilah tombak di tengah-tengah pasar!"
"Aku tahu hal itu. Dan kau telah berhasil mencari serta membunuh manusia yang
telah menewaskan ayahmu! Lantas kenapa kau menjadi tersesat"!"
"Murid tidak merasa tersesat, guru! Orang-orang dunia persilatanlah yang telah
sesat dan menyebabkan kebencian murid tiada batas lagi ternadap mereka!
Sesudah menamatkan riwayat pembunuh ayah,
.beberapa orang tokoh silat mencari murid hendak balas dendam! Dendam! Seakan-
akan adalah dosa besar bagi murid karena membunuh orang yang telah membunuh
ayah! Mereka tak berhasil mencari murid! Dan guru tahu apa yang dibuat orang-
orang berkepandaian tinggi itu"! Ibu dibunuh, adik-adikku dipancung satu demi
satu! Dua orang adik perempuanku diperkosa lalu ditinggalkan begitu saja sampai
38 Bastian Tito
mereka bunuh diri! Dan orang-orang pandai itu belum puas rupanya! Sampai-sampai
calon istrikupun mereka rusak kehormatannya dan dibunuh! Ketika salah seorang
dari mereka berhasil murid pecahkan kepalanya, seluruh keluarga calon istriku
ditumpas! engkauKekejaman dan kebiadaban manakah yang lebih terkutuk dari itu"! Kata
mereka, mereka adalah orang-orang pandai, tokoh-tokoh silat utama ! Tapi
kebejatan yang mereka lakukan! Salahkan kalau murid menanam rasa kebencian
terhadap orang-orang pandai itu"! Sesatkah kalau murid membunuh belasan manysia
yang bertanggung jawab atas kematian ibu, adik-adikku, calon istriku dan seluruh
ke-luarganya ?"
"Orang-orang yang bertanggung jawab atas semua itu jumlahnya hanya sepersepuluh
saja dari jumlah manusia yang telah kau bunuh! Apa
pertanggungan jawab atau alasanmu atas yang sembilan persepuluh lainnya" Yang
kau bunuh tanpa pangkal sebab atau kesalahan atau dosa apapun juga "!"
"Sudah murid katakan bahwa murid bertekad untuk melenyapkan orang-.orang pandai
di dunia ini! Karena justru merekalah yang menjadi pangkal sebab segala kejahatan!"
"Sungguh picik jalan pikiranmu! Beberapa belas orang yang bersalah dan punya
dosa tapi ratusan manusia yang kau jadikan korban! Aku tak dapat menerima
alasanmu! Lekas serahkan Rencong Emas dan kau ikut aku kembali kepertapaan!".
Hang Kumbara atau Raja Rencong Dari Utara
terkejut. Untuk beberapa ketika lamanya guru dan murid saling pandang memandang;
Sekelumit senyum kemudian tersungging di bibir Hang Kumbara.
"Apakah ini suatu perintah, guru?" tanyanya.
"Lebih dari perintah" jawab Datuk Mata Putih tegas. Senyum itupun lenyaplah dari
bibir Raja Rencong.
"Mohon dimaafkan. Kali ini murid tak dapat mengabulkan permintaan, tak dapat
mematuhi perintah guru ".
"Kau sudah tahu hukuman bagi seorang murid yang membangkang"!" tanya Datuk Mata
Putih. Sepasang matanya yang putih memandang tajam-tajam menyorot ke mata muridnya.
Jika bukan Raja Rencong pastilah seseorang akan merasa bergidik dipandang begitu
rupa oleh Datuk Mata Putih-
"Guru, harap kau mengerti kedudukan murid saat ini. Dalam waktu singkat murid
hendak meres-mikan berdirinya Partai Topan Utara dimana murid menjadi Ketuanya".
"Aku tidak perduli apa urusanmu, apa kedudukanmu!
Sekali aku bilang serahkan Rencong Emas dan Ikut kepertapaan maka kau harus
patuh!" Air muka Raja Rencong Dari Utara berubah 39 Bastian Tito
total. Perubahan ini segera dimengerti oleh Datuk Mata Putih" Dan tanya orang
tua ini : "Kau hendak melawan terhadap gurumu sendiri
"!". "Sungguh aneh kehidupan ini!" kata Raja Rencong tanpa memandang pada gurunya.
"Tiap2 manusia terlalu mengurus kepentingan dirinya sendiri tanpa mau
memperhatikan kepentingan orang barang sedikitpun!
Karena kau memaksa sedang murid tak dapat
mematuhi maka cukup pembicaraan sampai disini guru!". Raja Rencong Dari Utara
menjura dan hendak berlalu dari hadapan Datuk Mata Putih.
Wiro Sableng 011 Raja Rencong Dari Utara di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
" Aku menyesal mempunyai murid sesat macammu ini Hang Kumbara!" ujar Datuk Mata
Putih. "Dan murid juga menyesal menghadapi kehidupan macam begini!", kata Raja Rencong
pula, lalu sambungnya : "biarlah penyesalan itu sama2 kita bawa mati bila sudah
tiba saatnya!".
"Mungkin memang begitu caranya memupus penyesalan" menyahuti Datuk Mata Putih.
"Tapi bagiku penyesalan itu hanya bisa ditebus dengan menjatuhkan hukuman tegas
terhadapmu!"
Raja Rencong Dari Utara menghentikan langkahnya dan memutar tubuh. Pandangan
matanya tak berkesip.
"Hukuman tegas macam apakah, guru"!"
"Mulai detik ini putus hubungan kita sebagai guru dan murid
". "Kalau begitu silahkan kau angkat kaki dari tempatku!" belalang Raja Rencong
Dari Utara. Paras Datuk Mata Putih kelam kemerahan.
Dadanya bergejolak dan darahnya seperti mendidih karena marah.
"Aku akan angkat kaki Hang Kumbara!" sahut Datuk Mata Putih. "Tapi setelah lebih
dulu memecahkan batok kepalamu!"
Raja Rencong Dari Utara rangkapkan kedua
tangan dimuka dada lalu tertawa gelak2. Arena Topan Utara bergetar dan diam2
Datuk Mata Putih terkejut.
Suara tertawa yang hebat itu berarti hebatnya pula tenaga dalam Hang Kumbara.
Rupanya Hang Kumbara sudah maju tenaga dalamnya dari sejak dia meninggalkan
pertapaan tempo hari.
"Kalau seorang guru hendak membunuh murid sendiri ditutup dengan topeng alasan
sebagai kewajiban! Tetapi kalau seorang murid membuat kesalahan dikatakan murid
sesat! Biarlah kau menamakan aku murid sesat karena dalam kesesatan itu kau
sendiri sudah kesasar untuk mengantar nyawa kesini Datuk Mata Putih!"Datuk Mata
Putih serasa mau pecah kepala dan dadanya dilanda amarah! Sekali tubuhnya
berkelebat maka diapun lenyap dan dua jari tangannya tahu2
sudah mendarat di dada Raja Rencong Dari Utara, melontarkan satu totokan yang
luar biasa cepat dan 40 Bastian Tito
lihay! Tapi kejut Datuk Mata Putih bukan olah ketika
melihat Hang Kumbara masih berdiri ditempatnya, cuma terhuyung-huyung sebentar
dan sambil tertawa mengejek! Sama sekali tidak menjadi kaku tegang akibat
totokan yang dilancarkan tadi! Kalau tidak manusia ini memiliki tenaga dalam
yang tinggi mana mungkin dia sanggup menutup jalan darahnya melawan tenaga
totokan yang besar itu"!
Hanya dalam beberapa bulan saja turun dari pertapaan Hang Kumbara telah demikian
jauh maju ilmu kepandaiannya! Tak mungkin hal ini terjadi kalau dia tidak
berguru pada seorang sakti lainnya! Maka sewaktu menyerang kedua kalinya, tak
ayal agi Datuk mata Putih mengeluarkan jurus terhebat yang dimili-kinya yaitu
yang bernama : "Dua ekor naga keluar dari goa".
Jurus ini sengaja dikeluarkannya karena dia bermaksud untuk meringkus Hang
Kumbara detik itu juga. Kedua tangan terpentang Iebar2 kemudian berkelebat dalam
bentuk silang, satu memukul kearah perut dan satu lagi menjambak kearah rambut.
Kaki kanan ditendangkan kemuka untuk menghantam
tulang kering lawan. Seseorang yang kena dipreteli Oleh jurus yang hebat ini
pasti tubuhnya bagian bawah akan terlontar kebelakang sedang rambut ter-Jambak
dan otot2 perut menderita sakit yang luar biasa. Dalam keadaan begitu akan mudah
untuk meringkus lawan!
Namun untuk kedua kalinya Datuk Mata Putih
dibikin kaget. Kaget bukan saja karena Hang Kumbara sanggup mengelakkan
serangannya itu tapi begitu mengelak begitu Hang Kumbara menyerangnya dengan
jurus yang sama, malah jurus "dua ekor naga keluar dari goa" yang dilancarkan
oleh Hang Kumbara jauh lebih dahsyat dan mendatangkan angin laksana topan
prahara! Ini adalah satu hal yang tak pernah diduga oleh Datuk Mata Putih.
Dengan segera sang Datuk keluarkan sehelai selendang putih yang merupakan
senjata yang diandalkannya. Sekali kebutkan selendang itu maka musnahlah
serangan Raja Rencong Dari Utara!
Raja Rencong Dari Utara sudah tahu dan makum akan kehebatan senjata ditangan
bekas gurunya. Meski senjata itu tidak sehebat Rencong Emas namun tak bisa dibuat main2! Sekali
kepala kena terpukul pasti akan rangkah! Karenanya Raja Rencong Dari Utarapun
segera mencabut Rencong Emas dari
pinggangnya. Sinar kuning menerangi Arena Topan Utara!
"Datuk Mata Putih" kata Raja Rencong dengan seringai bermain dimulutnya.
"Seandainya ini kau 41 Bastian Tito
yang membuat! Hari ini kau sendiri akan menjadi korbannya! Betapa kau akan
mampus penuh penyesalan karena telah membuat Rencong Emas ini!".
Ucapan itu membuat Datuk Mata Putih tambah
mendidih amarahnya. Dengan cepat dan menyerang kembali. Selendang putih
berkelebat kearah dada Raja Rencong kemudian bergerak laksana mematuk
ketenggorokan dan sewaktu Raja Rencong mengelak, ujung selendang dengan cepat
meliuk melibat Raja Rencong ditangan Raja Rencong Dari Utara!
Raja Rencong Dari Utara ganda tertawa. Bagaimanapun hebatnya selendang putih itu
tak akan dapat menandingi Rencong Emas yang sakti. Karenanya begitu selendang
hendak melibat senjatanya. Raja Rencong babatkan senjata itu dengan cepat, siap
untuk merobeknya!
Datuk Mata Putih juga sudah maklum apa yang
terlintas dipikiran Hang Kumbara. Pada saat Rencong Emas membabat, saat itu pula
dia menggerakkan lengan kanannya. Ujung selendang laksana seekor ular menyelusup
kebawah lalu naik lagi keatas dan menghantam Raja Rencong Dari Utara dengan amat
kerasnya! Raja Rencong terbanting kebelakang sampai
lima langkah. Dadanya sakit bukan main. Nafasnya sesak, wajahnya merah karena
menahan sakit dan amarah. Bagaimanapun hebatnya akibat pukulan ujung selendang
tapi tidaklah sehebat yang diduga Datuk Mata Putih. Jangankan tubuh manusia,
batang pohon besarpun akan hancur patah dilanda pukulan selendang itu! Tapi Hang
Kumbara boleh dikatakan tidak mengalami sesuatu apapun! Tentu saja ini membuat
Datuk Mata Putih jadi penasaran. Selagi Hang Kumbara mengatur jalan nafas serta
darah dan mengerahkan tenaga dalamnya kebagian dada yang sakit maka Datuk Mata
Putih telah menyerangnya dengan jurus yang mematikan!
Dengan mengandalkan kegesitan ilmu meng-
entengkan tubuh, Hang Kumbara berkelebat kian kemari dan dalam tempo yang
singkat murid dan guru itu sudah bertempur sepuluh jurus!
Sinar putih dari selendang ditangan Datuk Mata Putih bergulung-gulung sedang
sinar kuning Rencong Emas ditangan Hang Kumbara mencurah laksana hujan dan kedua
senjata itu saling mengeluarkan engkauangin yang teramat hebat!
Kalau dalam sepuluh jurus itu Hang Kumbara
mengeluarkan jurus2 ilmu silat yang dipelajarinya dari Datuk Mata Putih dan
dapat bertahan dengan gigih, maka dalam jruus2 berikutnya didahului oleh satu
bentakan menggelegar Hang Kumbara merobah permainan silatnya yang jurus2nya
serba asing dan aneh bagi Datuk Mata Putih. Demikian hebatnya jurus2 ini hingga
dalam tempo yang singkat sang Datukpun 42 Bastian Tito
sudah terdesak hebat! Bagaimanapun sebatnya kebutan selendang saktinya,
bagaimanapun rapatnya pertahanan namun Datuk Mata Putih tiada sanggup
membebaskan diri dari telikungan senjata lawan, apalagi untuk balas menyerang!
Dalam jurus kedelapan belas terdengar keluhan
Datuk Mata Putih! Ujung Rencong Emas merobek
pakaiannya dan melukai jidatnya! Meski luka itu tidak berapa dalam namun karena
Rencong Emas bukan senjata sembarangan maka bekas luka mendatangkan hawa panas yang mengalir
kesekujur tubuh dan mempengaruhi gerakan2nya. Dia mulai gugup dalam posisi
bertahannya. Tusukan kedua menggores pelipisnya! Darah mengucur menutup mata
kanannya! Datuk Mata Putih semakin kepepet. Dalam keadaan putus asa orang tua
itu menyerbu dengan kalap. Selendang menderu, tangan kiri menghantamkan pukulan
tangan kosong yang mendatangkan angin ratusan kali beratnya sedang kaki kanan
bergerak dalam satu tendangan kearah selangkangan Raja Rencong Dari Utara! Ini
betul2 satu -serangan yang mematikan. Jika saja lawan yang diserang tingkat
kepandaiannya berada disebelah bawah pastilah dia akan konyol! Namun keadaan
Datuk Mata Putih yang menyerang dengan kalap itu adalah satu hal yang sia2!
Meski tendangannya berhasil juga menghantamkan pinggul kiri Raja Rencong namun
orang tua ini terpaksa menerima satu tikaman yang keras didada kirinya, tepat
pada jantungnya! Tak ampun lagi begitu
'Rencong Emas dicabut begitu Datuk Mata Putih
terkapar dilantai. Kedua matanya yang putih berputar-putar sebentar, kakinya
bergerak-gerak. Tapi kemudian tak satu bagian tubuhnyapun yang bisa berkutik
lagi! Betapa mengenaskannya seorang guru menemui kematian ditangan muridnya
sendiri dan di-tusuk dengan senjata ciptaannya sendiri!
43 Bastian Tito
DELAPAN DILERENG GUNUNG SINABUNG ADA
sebuah bangunan kecil yang atapnya berbentuk puncak mesjid. Itulah tempat
kediaman Panglima Sampono, seorang laki-laki berumur enam puluh tahun yang
dianggap gagah perkasa dan sakti oleh penduduk disebelah timur daratan Pulau
Andalas. Adapun Panglima Sampono ini dulunya adalah seorang pendatang dari
selatan yang telah berjasa besar dalam mengusir pasukan asing yang mendarat
dipantai Pulau Andalas sebelah timur, yang bermaksud hendak merampas beberapa
daerah subur dan kaya raya. Sampono kemudian diangkat oleh Sultan Deli menjadi
kepala Balatentara dan diberikan pangkat Panglima. Pada umur lima puluh tahun
dia mengundurkan diri namun demikian sampai saat itu semua orang dan Sultan
sendiri masih menyebutnya sebagai Panglima.
Sejak mengundurkan diri Panglima Sampono
berdiam dilereng Gunung Sinabuhg, mempertekun diri dalam urusan akhirat serta
memperdalam ilmu silat dan kesaktiannya. Bila terjadi huru hara di-kesultanan
Deli, Sultan mengirimkan utusan untuk minta bantuan Panglima Sampono menumpas
huru hara itu Panglima Sampono tidak jarang pula turun dari Gunung Sinabung secara
diam2 dan menghancurkan manusia2 jahat seperti perampok, bajak laut dan lain
sebagainya. Didalam bangunan kecil yang atapnya berben
tuk puncak mesjid itu duduklah Panglima Sampono bersama tiga orang tamunva.
Ketiganya datang dengan maksud yang sama dan ketiganya adalah tokoh2 dunia
persilatan yang cukup terkenal, ditakuti oleh kaum hitam dibagian Utara Pulau
Andalas. Yang pertama ialah Datuk Nan Sabatang, seorang tokoh silat berbadan
tinggi besar, berkumis melintang. Tamu kedua Lembu Ampel, tokoh silat berasal
dari tanah Jawa tapi telah sejak dua tahun menetap di Pulau Andalas. Antara
Lembu Ampel dan Datuk Nan Sabatang terjalin hubungan erat karena adik kandung
Datuk Nan Sabatang kawin dengan Lembu Ampel.
Kemudian orang yang ketiga berasal dari Malaka, bernama Sebrang Lor. Seperti
telah diterangkan diatas kedatangan ketiga orang itu ketempat Panglima Sampono
membawa maksud yang sama yaitu yang ada
sangkut pautnya dengan meraja-lelanya perbuatan sewenang2 yang dilakukan oleh
Raja Rencong Dari Utara.
Berkata Sebrang Lor : "Petualangan Raja Rencong sudah sampai pula ke Malaka.
Empat tokoh silat di Malaka dibunuh dengan kejam ketika mereka menolak untuk
tunduk dan masuk kedalam Partai 44 Bastian Tito
Topan Utara. Entah berapa belas orang lainnya yang juga telah dibunuh oleh Raja
Rencong, diantaranya enam orang adalah teman2ku sendiri. Juga Raja Rencong
pernah melarikan dua orang gadis dan kedua gadis itu tak diketahui nasibnya
sampai sekarang, apa masih hidup atau sudah mati !. Boleh dikatakan pertolongan
Tuhanlah yang masih menyelamatkanku sewaktu aku dan beberapa orang kawan
bertempur dengan Raja Rencong. Kawan2ku mati semua, aku sempat menyelamatkan
diri. Tapi beberapa hari kemudian kudengar keluargaku ditumpas oleh manusia
laknat itu!".
Sebrang Lor menghentikan penuturannya
sebentar untuk menghela nafas dalam dan menenangkan hati serta darahnya yang
bergejolak, lalu baru ia meneruskan :
"Meski mungkin ilmu silatku masih terlalu rendah untuk menghadap Raja Rencong,
namun dendam kesumat tak bisa kupendam lebih lama. Itulah sebabnya aku menyeberang kesini
mencari beberapa kawan untuk bersama-sama membalas dendam sakit hati. Ternyata
kejahatan Raja Rencong di Pulau Andalas sebelah Utara ini lebih hebat dan bejad
lagi! Namun demikian aku bersyukur karena telah berhasil menemui Datuk Nan
Sabatang serta Lembu Ampel. Dan hari ini berhadapan pula dengan Panglima
Sampono! Demi kebenaran dan demi ketenteraman hidup dunia persilatan kiranya
Panglima Sampono tidak keberatan ikut bersama-sama kami menumpas biang
malapetaka itu!".
Panglima Sampono merenung sejenak lalu men-
jawab : "Memang kejahatan dan ke-sewenang2an Raja Rencong Dari Utara sudah sejak
beberapa bulan ini kudengar sudah melewati takaran. Tak bisa didiam-kan lebih
lama. Bahkan mungkin saudara Sebrang Lor tidak percaya kalau kuterangkan bahwa
Raja Rencong Dari Utara sudah demikian gilanya sehingga gurunya sendiripun
dibunuh!'. Sebrang Lor terkejut, demikian pula Datuk Nan Sabatang serta Lembu Ampel.
"Gurunya yang mana, Panglima?" tanya Lembu Ampel. "Kabarnya dia tidak cuma punya
seorang guru!"
"Guru yang pertama. Yang bernama Datuk Mata Putih!", sahut Panglima Sampono
pula. Terbelalaklah mata Seberang Lor.
"Datuk Mata Putih ilmu silatnya tinggi dan sakti sekali!", kata Seberang Lor
pula dan diam2 dia mem-bathin bahwa mungkin kalau berhadapan dengan orang tua
itu dia cuma sanggup bertahan sampai dua puluh jurus!
"Tapi kita jangan lupa" menyahut Lembu Ampel.
"Disamping Datuk Mata Putih, Raja Rencong 45 Bastian Tito
juga telah berguru dengan seorang sakti lainnya yang sampai saat ini tidak
diketahui siapa adanya".
Seberang Lor mengangguk-anggukkan kepalanya. Dia memandang berkeliling lalu
berkata : "Nyatalah manusia itu tinggi kesaktiannya. Disamping sakti juga
bernati luar biasa jahatnya. Namun aku yakin, berempat kita pasti dapat
menyingkirkannya dari bumi Tuhan ini!"
"Bukan aku mematahkan semangat kalian", berkata Panglima Sampono, "bukan pula
hendak merendahkan ketinggian ilmu silat dan tenaga dalam saudara2 bertiga.
Kemudian bukan pula hendak berpangku tangan, namun sekalipun kita berempat,
belum tentu dapat dengan mudah menghadapi Raja Rencong Dari Utara. Ketinggian
ilmunya sukar di-jajaki! Yang paling berbahaya ialah senjatanya sebilah Rencong
Emas dan ilmu pukulan yang bernama ilmu pukulan kuku api!"
Semua orang berdiam diri beberapa lamanya.
"Lalu apa daya kita?" bertanya Datuk Nan Sabatang.
Metjnang diantara mereka Panglima Sampono
paling dihormati karena ilmunya yang tinggi dan pangkat yang pernah dijabatnya.
Ketiga orang itu mengharapkan jawaban sang Panglima.
"Untuk menghadapi Raja Rencong, tak bisa tidak harus mempergunakan akal. Menurut
pengeta-huanku Raja Rencong Dari Utara mempunyai seorang anak perempuan yang
sudah gadis remaja. Gadis ini senang mengelana seorang diri. Meski dia mendapat
pelajaran ilmu silat dan ilmu kesaktian langsung dari Raja Rencong, tapi ilmunya
belum berapa tinggi. Kita cari gadis itu dan menawannya hidup2. Lalu kirimkan
seorang utusan atau surat pada Raja Rencong dan suruh dia menyerah! Sementara
itu kita berusaha pula menemui beberapa .orang tokoh silat lainnya untuk
menambah kekuatan. Meski anaknya kita tawan tapi manusia macam Raja Rencong
bukan mustahil mau mengorbankan keselamatan anaknya agar dapat membasmi kita!"
Semua orang menyetujui akal Panglima Sam-
pono. Setelah dirundingkan lebih masak maka renca-napun diaturlah. Satu hari
kemudian keempat orang itu turun dari lereng Gunung Sinabung.
Sinar matahari yang tadi panas terik kini memudar kilauannya. Langit yang tadi
cerah kini mendung tertutup awan hitam yang berarak dari jurusan utara ditiup
angin keras. Agaknya tak lama lagi akan segera turun hujan lebat. Dikaki bukit
yang sebelumnya diselimuti kemendungan dan kesunyian itu Iapat2 terdengar suara
derap kaki kuda datang dari jurusan timur. Makin lama makin keras. Dari
pengkolan jalan kemudian muncullah seorang penunggang kuda ber-46 Bastian Tito
warna coklat. Kuda ini agaknya bukan kuda biasa.
Disamping tubuhnya yang besar tinggi, larinyapun laksana anak panah lepas dari
busurnya. Dalam waktu yang singkat binatang dan penunggangnya sudah meninggalkan
pengkolan tadi sejauh dua puluh tombak!
Kini kuda dan penunggangnya siap memasuki
lagi sebuah pengkolan tajam. Meski pengkolan itu demikian patahnya namun
Wiro Sableng 011 Raja Rencong Dari Utara di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
sipenunggang tidak berusaha untuk memperlambat lari kuda coklat. Debu dan pasir
beterbangan. Sesaat lagi kuda bersama penunggangnya itu hendak memasuki
pengkplan tajam mendadak laksana melihat setan, kuda coklat mering-kik keras dan
mengangkat kedua kaki depannya keatas tinggi2l Sepasang kakinya yang sebelah
belakang kaku tak bisa bergerak laksana dua buah patok yang ditancapkan kedalam
tanah. Sipenunggang yang hampir saja hendak dilem-
parkan dari punggung binatang itu terkejut bukan main dan cepat2 melompat turun.
Dia memandang kedepan lalu memandang berkeliling. Tak satu makh-luk hiduppun
yang tampak. Orang ini kemudian berlutut untuk memeriksa kedua kaki kuda
tunggangannya. Untuk kedua kalinya dia menjadi kaget sewaktu mendapati sepasang
kaki kuda disebelah belakang itu berada dalam keadaan kaku tegang akibat
totokan2 hebat! Ditanah tak jauh dari kaki2 kuda kelihatan dua buah jambu klutuk. Pasti
benda inilah yang telah dipakai untuk menotok kaki2 kuda tersebut. Dengan pemas
orang itu melepaskan kedua totokan itu lalu berdiri, memandang berkeliling dan
membentak. "Bangsat rendah yang berani kurang ajar lekas unjukkan diri!"
Suara bentakan itu melengking keras menggetar-
kan seantero kaki bukit dan itu adalah suara bentakan orang perempuan! Dan
memang penunggang kuda
coklat berpakaian ungu itu, meski parasnya ditutup dengan sehelai kerudung,
namun dari potongan tubuh serta rambut panjang yang menjenguk dikuduknya akan
sangat mudah dikentarai bahwa dia adalah seorang perempuan!
Tiba2 dari sebuah tebing yang terletak dipengkolan tajam yang tingginya kira2
delapan tombak berkelebat dua sosok tubuh manusia. Belum lagi kedua orang ini
menjejakkan kaki masing2 ditanah, dari jurusan lain berkelebat lagi dua bayangan
manusia dan sesaat kemudian empat orang Iaki2 telah berada disitu dalam posisi
mengurung sibaju ungu ditengah-tengah!
Sibaju ungu mendengus marah dibalik kerudungnya.
"Siapa kalian"!" bentaknya.
Salah seorang dari keempat manusia itu maju
selangkah dan berkata : "Jawab dulu apakah kau 47 Bastian Tito
anaknya Raja Rencong Dari Utara itu atau bukan"!"
Sepasang alis dibalik kerudung mengerenyit dan dua bola mata yang tajam
memandang meneliti keempat Iaki2 dihadapannya.
"Apa maksud apa kalian terhadap anak perempuan Raja Rencong"!"
"Jawab dulu pertanyaanku tadi!"
"Keparat!" Aku memang Pandansuri, anak Raja Rencong Dari Utara!" jawab perempuan
itu dengan garang. Lalu bentaknya: "Kalian berempat mau apa"!".
"Ah kawan2 akhirnya berhasil juga kita menemui gadis ini", kata Iaki2 tadi yang
bukan lain Seberang Lor adanya. "Ketahuilah kami berempat sudah sejak lama
mencarimu untuk diculik! Sebenarnya mungkin kau tidak punya salah apa2. Tapi
akibat dosa2 bapakmu, terpaksa kau kami culik!"
"Kalau begitu kalian adalah bangsat2 pengecut yang tak berani berhadapan
langsung dengan bapak-ku!" tukas Pandansuri. "Kalian mau menculik aku silahkan!
Tidak semudah itu untuk menculik anak Raja Rencong Dari Utara!". Seberang Lor
dan ketiga kawan2nya yaitu Panglima Sampono, Lembu Ampel dan Datuk Nan Sabatang
saling memberi tanda lalu menyerbu dari empat jurusan menyerang kesatu sasaran
yaitu Pandansuri!"
Dengan keluarkan tertawa mengejek Pandansuri
jejakkan sepasang kakinya ketanah dan sekejap kemudian tubuhnya yang ramping itu
melesat keatas tinggi lima tombak! Dari atas dia gerakkan kesepuluh jari2
tangannya sekaligus. Maka sepuluh larikan llnar kuning kemerahan mencurah kearah
Panglima Sampono dan kawan2!'
48 Bastian Tito
SEMBILAN PUKULAN KUKU API!" SERU PANGLIMA
Sampono. "Lekas menyingkir!"
Keempat tokoh silat itu sebenarnya bisa balas menghantam langsung keatas namun
mereka belum mengetahui sampai dimana ketinggian tenaga dalam lawan. Hingga
kalau mereka tak menyingkir dan tenaga dalam lawan lebih tinggi sedikit saja
dari mereka pastilah mereka akan celaka! Keempatnya melompat kebelakang sejauh
tujuh langkah lalu sekaligus menghantamkan tangan kanan keatas! Empat gelombang
angin keras laksana angin punting beliung menerpa satu jengkal diatas kepala
Pandansuri. Panglima Sampono dan kawan2 sengaja menyerang bagian satu jengkal
diatas kepala sigadis karena mereka hendak memaksa gadis itu turun ketanah
kembali untuk kemudian diringkus hidup2!
Pandansuri memang tak ada jalan lain, terpaksa melayang turun kebawah. Tapi dia
tidak bodoh dan sudah maklum maksud ke empat lawannya. Maka
begitu melayang turun untuk kedua kalinya
dia menebar pukulan Kuku Api yang dahsyat itu kearah keempat lawannya! Kalau
tadi Panglima Sampono melompat kebelakang untuk menghindari pukulan maut yang
membuat tanah berlobang besar dan hangus itu, maka kini keempatnya melompat
kemuka dan serentak dengan itu masing2 mereka lalu melompat keatas.
Datuk Nan Sabatang serta Seberang Lor melan-
carkan dua buah totokan sedang Panglima Sampono dan Lembu Ampel ulurkan sepasang
tangan mereka untuk meringkus Pandansuri hidup2!
Pandansuri tidak menyangka kalau keempat lawan akan berani menyelusup kemuka
dibawah deru sinar serangannya. Pada saat pukulan kuku api itu melanda tanah, membuat tanah
terbongkar dan hangus hitam maka dia lebih tak menduga lagi karena saat itu
cepat sekali tahu2 keempat lawannya sudah berada dekat sekali disampingnya
melancarkan dua totokan dan dua serangan meringkus! Padahal posisinya saat itu
dalam keadaan yang tak menguntungkan!
Sebagai seorang yang menerima langsung pela-
jaran dari Raja Rencong tentu saja tingkat kepandaian Pandansuri meski tak bisa
disejajarkan dengan ayahnya tapi telah mencapai tingkat tinggi. Tahu dirinya
sudah kepepet namun gadis ini tak kehilangan akal. mengelak mungkin kasip dan
mungkin salah satu dari serangan lawan akan berhasil juga bersarang ditubuhnya.
Kalaupun dia kena dihantam dia harus pula dapat balas menghantam sekurang-
kurangnya 49 Bastian Tito
seorang dari keempat lawannya. Maka tak ayal lagi Pandansuri kembangkan kedua
telapak tangannya lalu tubuhnya berputar laksana titiran, tangannya menyambar
seperti baling2 dari angin laksana topan menderu menerpa keempat tokoh silat!
Itulah pukulan "selaksa palu godam" 'yang dilancarkan dalam jurus yang bernama
"titiran dewa menjulang langit"!
Panglima Sampono dan kawan2 tiada menduga
kalau sigadis akan balas menyerang kalap begitu rupa.
Lembu Ampel, Datuk Nan Sabatang dan Seberang Lor yang ragu2 untuk mengadakan
bentrokan pukulan segera menarik pulang serangan mereka. Sebaliknya Panglima
Sampono yang merasa sudah kepalang tanggung lipat gandakan tenaga dalamnya dan
mem babat lengan Pandansuri! Bentrokan lengan tak dapat dihindarkan lagi.
"Buk"!
Dua lengan beradu mengeluarkan suara keras.
Panglima Sampono merasa tangannya sakit
bukan main dan tubuhnya terjajar kebelakang sampai lima langkah. Sebaliknya
Pandansuri mengeluh dalam hati menahan sakit sedang tubuhnya mental sampai enam
langkah! Kini maklumlah Panglima Sampono
dan kawan2. Tingkat tenaga dalam sigadis nyatanya hanya sedikit saja berada
dihawahnya! Karena ketiga orang lainnya itu hanya satu tingkat saja lebih rendah
tenaga dalamnya dari Panglima Sampono maka ketiganya menjadi bernyali besar dan
ber-sama2 dengan sang panglima mereka kembali menggempur Pandansuri!
Pertempuran empat lawan satu berkecamuk
dengan hebatnya. Berkali-kali Pandansuri merobah jurus2 ilmu silatnya. Setiap
gerakannya cepat dan aneh serta mempunyai lima sampai delapan pecahan yang
hebat. Namun sampai jurus keduapuluh tetap saja gadis ini tak dapat menguasai
jalannya pertempuran malah jurus demi jurus selanjutnya dia mulai terdesak.
Hanya kegesitan dan ilmu meringankan tubuhnya yang lebih tjnggi tingkatnya dari
keempat lawannya itulah yang menyelamatkan Pandansuri dari dilanda hantaman
pukulan lawan! Namun sampai berapa lamakah Pandan suri akan
dapat bertahan" Sampai berapa jurus dimuka dia bisa mengandalkan kegesitan dan
ilmu meringankan tubuhnya" Satu ketika, cepat atau lambat pasti salah satu
lawannya kan berhasil menghajarnya dan celaka lah dia'
Pada jurus ketiga puluh dua, qadis ini tak sanggup lagi bertahan. Dia segera
terdesak total. Sebelum kasip Pandansuri menggerakkan tangannya kepinggang
Sesaat kemudian mencurahlah sinar putih yang
mendatangkan angin dingin menggidikkan,
50 Bastian Tito
membuat keempat tokoh silat tersuruk dan terkejut.
Ketika memandang kedepan ternyata sigadis telah mencabut sebilah rencong perak.
Saat itu udara semakin mendung. Awam hitam
tebal menutupi hampir seluruh langit disekitar kaki bukit sedang angin bertiup
makin besar. Hujan rintik2 telah mulai turun.
"Manusia2 keparat! Batas kesabaranku sudah lewat! Mulai detik ini jangan harap
kalian bisa lolos dari lobang jarum kematian!"
Ucapan Pandansuri itu disusul oleh gelegar guntur yang menggetarkan bumi! Dan
dalam kejap itu
maka turunlah hujan yang bukan alang kepalang lebatnya! Didahului lengkingan
yang tak kalah hebatnya oleh suara guntur. Pandansuri melompat kemuka, menebar
empat serangan sekaligus dalam jurus yang dinamakan "empat ekor naga menggempur
sang surya"!
Bagi Panglima Sampono dan kawan2, jurus yang
bernama "empat ekor naga menggempur sang surya"
itu tidak mengkhawatirkan mereka. Yang membuat mereka harus berhati-hati ialah
senjata ditangan sigadis. Dari sinar- dan hawa yang keluar dari rencong perak
itu nyata bahwa senjata itu adalah sebuah senjata mustika yang tak bisa dibuat
main. Maka Panglima Sampono segera keluarkan pula senjatanya yaitu sebuah tombak
pendek yang ujungnya bercagak dua.
Datuk Nan Sabatang menghunus sebilah keris berwarna biru. Seberang Lor mencabut
pedang berkeluk sedang Lembu Ampel meloloskan sebuah rantai berduri!
Dibawah hujan lebat yang sekali-sekali diseling oleh suara guntur dan sabungan
kilat maka kelima engkauorang itu bertempur dengan hebat! Panglima Sampono dan
kawan2 meski serangan2 mereka
kelihatan hebat namun keempatnya tidak berniat untuk mencelakai Pandansuri,
sebaliknya mendesak sampai akhirnya mereka punya kesempatan untuk meringkus si
gadis hidup2! Dilain pihak Pandansuri yang diam2 mengetahui
maksud Iawan2nya itu dan yang tadi bertempur dengan segala kehebatannya yang ada
maka kini semakin memperderas serangannya hingga cukup me-
nyukarkan juga bagi Panglima Sampono dan kawan2
untuk melaksanakan niat mereka. Tapi itu tidak berjalan lama.
Setelah berulang kali dibawah hujan lebat itu terjadi bentrokan senjata maka
dalam satu gerakan yang gesit lihay Panglima Sampono berhasil menyusupkan tombak
bercagaknya kebadan rencong yang ditangan Pandansuri. Gadis ini cepat2 menarik
tangannya tapi terlambat. Cagak dari tombak besi ditangan Panglima Sampono
berputar lebih cepat dan terlepaslah rencong perak itu dari tangan Pandansuri.
51 Bastian Tito
Panglima Sampono menyabut senjata itu dengan
tangan kiri! Penuh kalap Pandansuri menyentikkan lima jari tangannya ke arah Panglima
Sampono, melancarkan pukulan kuku api! Tapi dari samping menabas pedang berkeluk
Seberang Lor. Mau tak mau anak Raja Rencong Dari Utara itu batalkan serangannya
kecuali kalau dia, mau kehilangan lima jari tangan kanannya itu!
"Sebaiknya kau menyerah saja!" kata Seberang Lor "Niscaya kami akan perlakukan
kau secara baik2!"
"Keparat! Lebih baik mampus dari pada menyerah!" bentak Pandansuri! Dia melompat
kearah sebatang cabang sebesar lengan yang panjangnya kurang dari satu meter dan
terus menyerbu Panglima Sampono dan kawan2nya. Dengan cabang pohon yang
penuh dengan ranting2 itu, Pandansuri menyerang dalam jurus "raja naga
mengamuk"!
"Dara tolol!" gerutu Panglima Sampono. Dia memberi isyarat pada ketiga kawan2nya
dan serentak keempat orang itu menyerbu kembali. Dan dibawah hujan lebih itu
dilanjutkanlah pertempuran empat lawan satu yang hebat itu. Pada waktu langit
disekitar bukit tertutup awan gelap dan udara menjadi mendung, dikaki bukit
sebelah timur seorang, pemuda berjalan seenaknya. Tampaknya dia cuma lenggang
kangkung biasa saja namun luar biasa dalam tempo yang singkat dia sudah
meninggalkan kaki bukit sebelah timur itu dan mencapai sebuah jalan buruk.
Angin bertiup keras melambai-lambaikan pakai-
an putih serta rambutnya yang gondrong. Mendongak keatas langit pemuda itu
berkata dalam hati : "Celaka! Kalau hujan turun aku bisa basah kuyup!".
Sambil "berjalan" cepat itu dia memandang kian kemari mencari-cari tempat yang
baik untuk kelak ber-teduh bila hujan turun.
Lapat2 jauh dimuka sana telinganya yang tajam mendengar suara ringkikan kuda.
Cuma ringkikan kuda, pikir pemuda ini dan dia terus juga lenggang kangkung
seenaknya, debu dan pasir jalanan beterbangan dibelakangnya. Semakin jauh
menempuh jalan itu telinganya kembali menangkap suara didepan sana. Kali ini
bukan suara ringkikan kuda lagi tapi suara bentakan2. Sipemuda mempercepat
"jalannya". Hampir sepeminum teh jelas sudah baginya bahwa ditempat atau diarah
yang ditujunya itu tengah terjadi pertempuran karena telinganya menangkap suara
beradunya senjata. Ketika dia sampai dekat sebuah tikungan tajam meskipun dia
sudah menduga tadi bahwa disitu terjadi pertempuran, tapi adalah tidak
disangkanya sama sekali kalau yang bertempur itu adalah seorang perempuan
berpakaian dan 52 Bastian Tito
berkerudung ungu melawan empat orang Iaki2!
Melihat kepada potongan tubuh serta kegesitannya sipemuda segera bisa memastikan
bahwa perempuan itu masih muda. Meski muda tapi dengan gerakannya yang gesit
serta ilmu meringankan tubuhnya yang tinggi sigadis masih dapat mengimbangi
serangan keempat lawannya!
Gadis berpakaian ungu itu memegang sebilah
rencong perak sedang Iawan2nya yang mengeroyok bersenjatakan tombak pendek
bercagak dua, pedang, keris dan rantai berduri. Sewaktu melihat pertempuan ini
yang bukan saja tidak seimbang tapi juga karena empat Iaki2 melawan seorang dara
muda, maka memakilah sipemuda berambut gondrong. Hati kesatrianya bergejolak
untuk segera turun tangan membantu sigadis.
Namun setelah memperhatikan sejenak dan melihat kenyataan bahwa gadis
berkerudung ungu itu dengan rencong mustikanya dapat mengimbangi kehebatan ilmu
silat empat orang lawannya yang tangguh itu, maka sipemuda membatalkan niatnya
dan melompat kesebuah tebing untuk menikmati jalannya pertempuran yang seru itu!
Jurus demi jurus berlalu penuh ketegangan. Si pemuda rambut gondrong diatas
tebing melihat bagaimana dara berbaju ungu mulai terdesak oleh tekanan2
serangan keempat lawannya. Sementara itu hujan rintik2 mulai turun dan kemudian
berganti dengan hujan lebat. Kilat sambar menyambar sedang guntur gelegar-
menggelegar! Sipemuda diatas tebing kalau tadi dia cemas akan kehujanan kali ini
sama sekali tidak memperdulikan hujan yang mengguyurnya hingga basah kuyup dari
rambut sampai ke kepala!
Si pemuda mengatupkan mulutnya rapat2 ketika
dalam satu jurus yang berkecamuk hebat salah seorang pengeroyok yaitu yang
bersenjatakan tombak besi pendek bercagak dua berhasil menjepit dan memutar
senjata sigadis hingga rencong perak itu terlepas mental dan dirampas!
Sigadis agaknya marah sekali melihat senjatanya berhasil dirampas lawan lalu
menjentikkan kelima jarinya kemuka. Lima sinar merah kekuningan menderu. Tapi
sang dara terpaksa menarik pulang tangannya karena salah seorang lawan menebas
dengan pedang! "Ilmu pukulan gadis itu kelihatannya hebat sekali!"
berkata sipemuda diatas tebing dalam hatinya.
Dibawahnya sementara itu terdengar suara bentakan salah seorang pengeroyok:
"Sebaiknya kau menyerah saja! Niscaya kami akan memperlakukan kau secara baik2!"
Sigadis terdengar memaki lalu laksana seekor burung walet melompat keudara,
mematahkan sebuah cabang pohon dan melayang turun kembali me-53 Bastian Tito
nyerbu keempat lawannya!
"Gadis hebat!" kata pemuda diatas tebing.
"Nyali besar, kepandaian tinggi sayang parasnya ditutup!"
Dibawah hujan lebat itu pertempuran berkeamuk kembali. Namun bagaimanapun
hebatnya sigadis memainkan cabang pohon itu sebagai senjatanya, lambat laun,
jurus demi jurus cabang kayu itupun gundul daunnya dan semakin pendek akibat
tebasan2 senjata keempat lawannyal Disatu gebrakan yang tegang, Iaki2 yang
memegang rantai berduri berhasil menghancurkan cabang pohon ditangan sigadis
Wiro Sableng 011 Raja Rencong Dari Utara di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
hingga untuk kedua kalinya kini sang dara bertangan kosong!
"Apakah kau masih belum mau menyerah cara baik2"!" sipemuda diatas tebing
mendengar Iaki2
yang bersenjatakan tombak pendek bertanya pada sigadis.
"Lebih baik mampus dari menyerah pada tikus2
macam kalian!" semprot sigadis lalu menggerakkan kedua tangannya. Sepuluh larik
sinar merah kekuningan menderu dibawah lebatnya hujan! Keempat pengeroyok
melompat mundur lalu secepat kilat menyerbu kembali! Dan kali ini sang gadis tak
punya daya lagi untuk bertahan! Dalam satu jurus yang penuh ketegangan kaki sang
dara terpeleset. Tubuhnya terbanting kekiri!
Pemuda rambut gondrong diatas tebing
memencongkan hidungnya lalu garuk2 kepala. Laksana anak panah lepas dari
busurnya dia melesat turun.
Suara bentakannya mengalahkan deru hujan lebat:
"Manusia2 edan! Masakan beraninya mengeroyok seorang perempuan! sungguh tidak
bermalu!" Keempat orang itu terkejut. Belum habis kejut mereka tahu2 satu gelombang angin
menerpa dan tubuh mereka terbanting kebelakang sampai lima enam langkah! Gadis
baju ungu tak menyia-nyiakan kesempatan segera melompat keluar dari kalangan
pertempuran! 54 Bastian Tito
SEPULUH MARAH KEEMPAT ORANG ITU BUKAN
alang kepalang.
"Pemuda lancang!" maki Sebrang Lor. "Ada urusan apa kau berani mencampuri
persoalan orang lain"!"
Sipemuda garuk2 kepalanya yang basah kuyup
dan menjawab sambil senyum2 seenaknya :
"Empat orang Iaki2 bersenjata mengeroyok seorang perempuan bertangan kosong,
apakah itu bukan satu hal yang memalukan"!"
"Apakah itu menjadi hakmu untuk ikut campur"!"
"Lantas hak apakah yang membuat kalian melakukan pengeroyokkan"!" balas bertanya
sipemuda. Saking marahnya Sebrang Lor hendak buka
suara mengatakan sesuatu tapi Panglima Sampono memberi isyarat. Panglima Sampono
kemudian berkata dengan nada tenang :
"Orang muda, barangkali kau ada hubungan apa2 dengan gadis ini"!".
Sipemuda menggeleng. "Aku menolongnya karena tidak suka melihat tindakan kalian
yang terlalu pengecut! Yang sama sekali tidak memegang aturan dunia persilatan!"
Panglima Sampono tersenyum.
"Kuhargai hati satriamu, kuhormati nyali jantanmu.
Tapi apakah kau tahu siapa gerangan adanya
gadis ini"!" ujar Panglima Sampono.
Sipemuda rambut gondrong angkat bahu. Panglima Sampono hendak berkata tapi dari
samping datang sambaran sinar merah kekuningan yang sekaligus juga menyerang
pada ketiga kawan2nya. Dilain kejap
terdengar suara dara baju ungu.
"Bergundal2 keparat! Aku dan ayahku pasti akan datang mencari kalian! Kalau
bertemu jangan harap kalian bakal hidup lebih lama!". Sigadis kemudian melompat
keatas kuda coklat.
"Betina sialan! Kau kira bisa lari dari sini"!"
teriak Sebrang Lor marah sekali. Dia melompat dan kiblatkan pedang berkeluknya.
Pandansuri untuk kesekian kalinya melepaskan pukulan kuku api membuat tokoh
silat dari tanah Malaka itu terpaksa menghindar kesamping. Dan sebelum yang
Iain2nya bisa turun tangan, Pandansuri telah melesat pergi bersama kudanya!
Dengan sendirinya kemarahan total kini tertuju pada pemuda tadi! Panglima
Sampono yang sebelumnya masih berlaku lunak kini membentak garang :
"Pemuda sedeng! Kalau tidak karena kau gadis itu pasti tak akan lolos!". Sang
panglima menutup kata2nya dengan melemparkan rencong perak milik 55 Bastian Tito
Pandansuri dengan tangan kirinya. Lemparan itu bukan lemparan sembarangan!
Senjata itu sampai mengeluarkan suara mendesing saking kencang dan kerasnya daya
lemparan! Dua jengkal dari ujung rencong akan men-
darat dikeningnya, tiba2 sipemuda menggerakkan tangan kanan dan tahu2 rencong
perak itu sudah dijepit di antara jari tengah dan jari telunjuknya! Kejut
Panglima Sampono dan kawan2 bukan alang kepalang!
Kepandaian menjepit senjata yang dilemparkannya selihay itu bukan kepandaian
sembarangan! "Orang muda berilmu tinggi!" kata Panglima Sampono pula. "Pameran yang kau
lakukan tadi cukup menarik! Biarlah aku main2 sebentar dengan kau!". Sipemuda
tertawa tawar. "Apakah kau akan maju berempat dengan kawan2mu itu"!".
Merahlah paras Panglima Sampono. Meski maklum betapa lihaynya pemuda itu, lebih
lihay dari Pandansuri tapi untuk tidak kehilangan muka dia menjawab : "Untuk
meringkus tikus sombong macammu ini mengapa musti minta bantuan kawan2
ku"!" Ucapannya itu ditutup dengan satu tusukan kilat tombak bercagak dua kearah
tenggorokan sipemuda!
Dengan gesit pemuda itu mengelak kesamping
lalu memukul kemuka dari jarak tiga langkah! Panglima Sampono terkejut sekali
sewaktu begitu mengelak begitu tamannya talas menyarang. Angin pukulan tawan
terata keras laksana sebuah batu besar yang dilemparkan kearahnyal Itulah ilmu
pukulan "Kunyuk melempar buah. Dan pendekar muda mana
lagi yang memiliki pukulan itu kalau bukan Wiro Sableng Pendekar Kapak Maut Naga
Seni 212 ! Dengan amat penasaran Panglima Sampono
membentak keras lalu kembali menyerang dengan
|urus2 silatnya yang hebat dan mengandung tipu2
berbahaya! Tubuh Wiro Sableng yang berkelebat terkurung oleh gulungan sinar
senjata ditangan sang panglima. Lima jurus berlalu tanpa Panglima Sampono bisa
berbuat sesuatu apapun! Memasuki jurus kesepuluh. Datuk Nan Sabatang, Lembu
Ampel dan Sebrang Lor tak dapat tinggal diam lebih lama.
.Ketiganya segera menyerbu kedalam kalangan pertempuran membantu Panglima
Sampono! Namun sebelum ketiga orang itu turun tangan melancarkan serangan. Pendekar 212 Wiro
Sableng dengan mengandalkan ilmu meringankan tubuhnya yang telah mencapai
tingkat tinggi melompat ke atas, sekejap kemudian telah berdiri dicabang pohon
yang ada ditepi jalan!
"Sebelum meneruskan pertempuran brengsek 56 Bastian Tito
ini mari kita bicara baik2 dulu sobat2!" kata Wiro dari atas pohon.
"Pemuda lancang! Sesudah kau meloloskan perempuan itu kini kau hendak bicara
baik2"! Makan ini!" damprat Sebrang Lor. Tangan kanannya dihan tamkan keatas.
Selarik angin dahsyat menyambar.
"Kraak"!
Cabang pohon dimana Pendekar 212 berdiri
patah pemuda itu sendiri sudah pindah meloncat ke cabang yang lain! Dengan
sendirinya Sebrang Lor dan kawan2nya tambah penasaran! Serentak mereka sama2
menghantamkan tangan keatas! Terdengar suara berisik! Beberapa cabang pohon
patah dan ranting2 serta daun2 berhamburan kian kemari!
Wiro memaki dalam hati, dan melompat ke
tebing ditikungan jalan. Jarak antara pohon dan tikungan jalan hampir mencapai
sepuluh tombak Tentu saja lompatan yang dibuat Wiro membikin kagum keempat orang
yang berada dibawahnya Namun kekaguman itu segera sirna oleh rasa marah yang
menggejolak! Tanpa tunggu lebih lama Panglim.i Sampono segera melompat keatas
tebing diikuti oleh ketiga kawan2nya. Diatas tebing Pendekar 212 pin tangkan
kedua telapak tangan dan memukul ke bawah.
Keempat orang yang telah melayang keatas
tebing amat terkejut ketika mendapatkan diri mereka merasa ditekan dari atas
oleh satu tekanan dahsyat Bagaimanapun mereka kerahkan tenaga dalam tetap saja
tubuh mereka tak bisa melesat keatas Keempat nya terkatung-katung beberapa
ketika lamanya.
"Kurang ajar! Dia lihay sekali!" gerutu Sebrang Lor. Tokoh silat dari tanah
Malaka ini memberi isyarat pada k.awan2nya. Tiba2 keempatnya sama membentak
keras dan sama menghantamkan kedua
tangan masing2 kearah Pendekar 212. Delapan gelombang angin menderu laksana
topan prahara! Empat buah serangan yang luar biasa dan bukan alang kepalang
hebatnya! Diatas tebing Wiro Sableng kerahkan seluruh
tenaga dalamnya ketangan dan memukul kebawah!
Bagaimana hebatnya gelegar guntur, hampir seperti Itu pulalah hebatnya benturan
delapan angin pukulan dengan dua gelombang pukulan dinding angin ber-hembus
tindih menindih yang dilepaskan Wiro Sableng!
Sebrang Lor, Datuk Nan Sabatang, Panglima
Sampono dan Lembu Ampel berpelantingan kebawah.
Untung saja mereka sudah memiliki ilmu meringankan tubuh yang tinggi serta
tenaga dalam yang sempurna hingga tidak mendapat celaka dan tak sampai jatuh
tunggang langgang bergedebukan ditanah!
Sebaliknya diatas tebing Wiro Sableng merasakan 57 Bastian Tito
pula hebatnya serangan keempat tokoh2 silat itu.
Tubuhnya terdorong keras lalu terhuyung-huyung lima langkah kebelakang. Tidak
sampai disitu tiba2 lututnya terasa goyah dan ujung tebing yang dipijaknya
hancur berantakan. Tubuhnya mencelat sampai dua tombak dari atas tebing!
"Gendeng betul!" gerutu Wiro Sableng dalam hati Setelah memeriksa dan mengetahui
tubuhnya dibagian dalam maupun bagian luar tak ada yang terluka maka Pendekar ini bersuit
nyaring. Tubuhnya melayang kebawah berkelebat dan lenyap
dari pemandangan Panglima Sampono dan kawan2l Dilain kejap terdengar dua keluhan
tertahan! Sebrang Lor dan Lembu Ampel merasakan
tubuh mereka kejang kaku tak bisa bergerak. Betapapun mereka mengerahkan tenaga
dalam namun tak sanggup membuka jalan darah yang telah ditotok oleh Pendekar 212
Wiro Sableng. Kedua tokoh silat ini memaki habis2an!
Wiro Sableng malah tertawa cenqar cengir.
"Pemuda kurang ajar!" teriak Panglima Sampono marah sekali, "tadi aku cuma
berniat untuk me-ringkusmu hidup2! Tapi mulai detik ini terpaksa kepalamu
kupecahkan!"
Habis berkata begitu Panglima Sampono memukulkan tangan kiri ke depan lalu
menyusul serangan ini dengan satu tusukan tajam tombak bercagak dua yang saat
itu sudah berada kembali dalam tangan kanannya! Dikejap yang sama Datuk Nan
Sabatang menggembor dan
berkelebat kirimkan serangan dari samping kiri dengan keris birunya!
Wiro Sableng ingat pada rencong perak milik gadis baju ungu yang tadi diselipkan
dipinggang. Segera pendekar ini mencabut senjata itu. Maka :
"Traang trang"! Terdengar dua kali berturut-turut suara beradu nya senjata. Bunga api memercik!
Datuk Nan Saba tang dan Panglima Sampono terkejut besar, dengan muka pucat sama2
melompat kebelakang dan memar dang dengan mata membeliak pada tangan kanan
mereka yang kini kosong karena tangkisan Wiro Sableng tadi telah memukul lepas
senjata masing2'
Jelas bahwa pemuda berambut gondrong itu memiliki tenaga dalam yang luar biasa
tingginya dan bukan tandingan mereka! Namun sebagai tokoh2 silat yang sudah
mendapat nama besar dan memegang teguh
jiwa kesatria, mana mereka mau menyerah begitu saja"! Lebih baik mati dari pada
menerima hinaan demikian rupa. Apalagi ketika melihat bagaimana Wjro Sableng
tertawa gelak2 dan mengejek!
Dengan tangan kosong Datuk Nan Sabatang
serta Panglima Sampono memasuki kalangan pertem-58 Bastian Tito
puran kembali! Serangan mereka hebat sekali hingga air hujan yang bergenangan
dilobang-lobang jalanan muncrat berhamburan!
"Sobat2! Kalian keliwat menurutkan darah kemarahan!" seru Wiro. "Orang mau ajak
bicara baik2 malah menyerang terus2an!"
"Tutup mulutmu pemuda keparat!" bentak Datuk Nan Sabatang.
"Jaga batok kepalamu!', teriak Panglima Sampono. Tinjunya menderu kekepala
Pendekar 212. Lalu terdengarlah suara keluhan!
Tubuh Panglima Sampono terbanting kesamping
sewaktu angin dahsyat menyambar dadanya. Selagi dia berusaha mengimbangi tubuh
tahu2 satu totokan mendarat dibahunya dekat leher dan kejap itu juga sang
panglima berdiri dengan kaki mengangkang ditanah tanpa bisa bergerak sedikitpun!
Datuk Nan Sabatang juga bernasib sial. Baru saja serangannya bergerak setengah
jalan tahu2 jari lawan sudah menyelusup dibawah ketiaknya!
"Kurang ajar!" maki Datuk Nan Sabatang.
Tangan kirinya memukul kemuka. Tapi tak ada artinya karena totokan yang
dijatuhkan Wiro tadi telah membuat sebagian tubuhnya sebelah kanan menjadi kaku.
Lucu sekali keadaan Datuk ini. Tangan kirinya mencak2 dan kaki kiri dibanting-
bantingkan ketanah sedang mulut memaki-maki habis2an tapi seluruh tubuhnya
bagian kanan tak dapat digerakkan sama sekali, laksana menjadi batu!
"Sekarang mungkin kita bisa bicara baik2", kata Wiro sambil tertawa dan
memasukkan rencong perak kebalik pinggang pakaiannya. Setelah menyapu paras
keempat orang itu satu demi satu dengan sepasang matanya maka Wiro melangkah
kehadapan Panglima Sampono dan berkata : "Bapak, tadi kau bertanya apakah aku
tahu siapa adanya perempuan berkerudung itu ... . ".
Panglima Sampono diam saja. Hatinya kesal bukan main dan dadanya bergejolak
menahan amarah.
Kalau saja tubuhnya tidak ditotok pasti pemuda itu sudah diserangnya kembali!
Sebaliknya sambil masih tertawa-tawa Wiro berkata : "Aku memang tidak tahu siapa
dia adanya ..."
"Kalau tidak kenal mengapa kau ikut campur urusan orang"! Gadis itu lolos karena
kelancanganmu pemuda sialan!"
Wiro Sableng senyum2 saja dimaki pemuda sialan.
"Meski aku tidak tahu siapa dia, tapi melihat kalian mengeroyoknya tentu saja
aku tak bisa berdiam diri. Apalagi dia bertangan kosong sedang kalian berempat
pakai senjata, mendesak gadis itu! Bukankah sayang sekali kalau gadis itu
terpaksa mati 59 Bastian Tito
muda"!"
Hampir saja Panglima Sampono hendak meludahi muka pemuda itu saking gemasnya.
Dibukanya mulutnya :
"Memang hati satriamu hendak menolong
gadis itu patut dihargakan! Tadinya kukira dia gen-dakmu hingga kau begitu
kesusu turun tangan tanpa menyelidik lebih dulu! Sekarang dia telah lolos. Dunia
persilatan akan sukar untuk diselamatkan!"
Wiro Sableng kerenyitkan kening.
"Harap kau suka menerangkan siapa adanya gadis itu!" kata Wiro pula.
Panglima Sampono mendengus. "Kalau kau mau tahu, gadis itu adalah Pandansuri!
Anak Raja Rencong Dari Utara!"
Sepasang mata Pendekar 212 terpentang lebar
dan memandang pada keempat orang dihadapannya itu satu persatu.
"Anak gadisnya Raja Rencong Dari Utara?"
desis Wiro seraya garuk2 rambutnya yang basah kuyup oleh air hujan yang sampai
saat itu masih juga turun meskipun tidak selebat semula. "Aku sendiri sebenarnya
memang tengah mencari-cari si Raja Rencong itu!"
Keempat tokoh silat sama2 mendengus. Pemuda edan!
Kami muak melihat lagakmu! Lekas lepaskan totokan kami dan berlalu dari sini!"
Yang bicara adalah Sebrang Lor,
Wiro memandang pada Sebrang Lor sejenak sam-
bil berpikir2. Kemudian katanya : "Memang aku turun tangan keliwat kesusu. Tidak
menyelidik lebih dulu! Kalau saja aku tahu bahwa gadis itu adalah anaknya Raja
Rencong Dari Utara aku akan membantu kalian meringkusnya hidup2 ".
"Tak perlu bicara ngelantur!" tukas Sebrang Lor gemas. "Semuanya sudah kasip!
Gadis itu sudah lolos! Kau telah menghancurkan rencana yang kami susun selama
satu bulan! Benar2 kau kurang ajar dan sialan sekali!".
"Dengar", kata Wiro, "kalau aku bertemu gadis itu aku akan tawan dia dan
menyerahkan pada kalian. Tapi katakan dulu apa rencana kalian
"Kau tak ada sangkut paut dengan kami! Karenanya tak perlu bertanya!" sahut
Panglima Sampono.
"Kalau begitu baiklah! Kuharap saja kalian bisa melupakan kelancanganku tadi ".
Wiro membalikkan badannya hendak pergi.
"Hai tunggu dulu! Lepaskan dulu totokan kami!" teriak Sebrang Lor dan Lembu
Wiro Sableng 011 Raja Rencong Dari Utara di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Ampel hampir bersamaan.
Wiro tertawa. "Sebenarnya aku memang bermaksud hendak melepaskan totokan di tubuh kalian! Tapi
karena 60 Bastian Tito
kalian memakiku terus-terusan seenaknya, biarlah kalian jadi patung-patung hidup
sampai beberapa jam di muka!".
"Keparat!"
"Setan Alas!"
"..bedebah!"
"Edan kau!"
Begitulah maki-makian yang dilontarkan keempat orang itu. Wiro tertawa gelak-
gelak. Sekali dia berkelebat, tubuhnya sudah melesat sejauh sepuluh tombak. Di
bawah hujan rintik-rintik akhirnya Pendekar 212 lenyap dari pemandangan keempat
orang itu. * * * 61 Bastian Tito
SEBELAS KEDAI NASI ITU ADALAH KEDAI NASI
yang paling besar di seluruh daerah selatan.
Sebenarnya kurang pantas kalau disebut
kedai nasi; lebih tepat agaknya jika dikatakan rumah makan. Karena di samping
besar, juga rumah
makan itu terkenal kemana-mana. Pemiliknya seorang laki-laki berbadan gemuk
pendek persis macam babi buntak. Kata setengah orang konon kabarnya pemilik
kedai yang bernama Dang Lariku itu ada memasukkan sejenis bumbu ke dalam
masakannya hingga apa saja yang dijualnya di rumah makan itu terasa enak sekali.
Bumbu apa yang dimaksudkan Dang Lariku itu tak seorangpun yang mengetahuinya.
Tentu saja Dang Lariku sendiri merahasiakannya agar tidak ditiru oleh lain
orang. Saat itu hari sudah petang, matahari hampir tenggelam. Sore berebut dengan
senja. Keadaan di rumah makan Dang Lariku agak sepi. Hanya ada satu dua orang
yang duduk bercengkrama sambil menikmati kopi pahit.
Dang Lariku baru saja menyalakan sebuah lampu besar di ruangan tengah rumah
makan sewaktu didengarnya suara derap kaki kuda yang kemudian berhenti tepat di
hadapan rumah makannya.
Dang lariku merasa gembira. Karena suara derap kaki kuda yang berhenti di depan
rumah makannya Itu berarti datangnya seorang tamu dan berarti uang dalam kasnya
akan bertambah pula
Dia memandang ke pintu dan tersenyum hendak
Menyambut tamunya! Namun begitu sang tamu
masuk maka berubahlah paras Dang Lariku dari jembira menjadi pucat seperti
kertas! Tamu yang engkaumasuk seorang perempuan berpakaian ungu.
Parasnya tak bisa dilihat karena tertutup dengan kerudung biru! gerakannya
melangkah menggetarkan lantai rumah makan! Beberapa orang yang tengah asyik
mengisi perutnya dalam rumah makan segera berdiri dan dengan ketaKutan cepat-
cepat angkat kaki lewat pintu belakang!
Siapakah sesungguhnya tamu yang datang ini"
Tentu pembaca sudah dapat menduga. Dia bukan lain Pandansuri, anak Raja Rencong
Dari Utara. Dan siapakah di daerah selatan yang tidak kenal dengan gadis itu"! Pandansuri
sudah terkenal kekejamannya! Menghajar seseorang yang terlalu berani memandang
kepadanya sampai setengah mati bukan apa-apa bagi gadis itu! Membunuh orang-
orang yang berlaku kurang ajar sudah menjadi kebiasaan-nya! Bahkan belakangan
ini dia laksana seekor harimau lapar yang sengaja mencari mangsanya!
62 Bastian Tito
Meski hatinya kecut berdebar dan parasnya
sepucat kertas namun dengan semanis dan seramah mungkin Dang Lariku menyabut
tamunya, memper-silahkan duduk lalu berteriak pada pelayan agar segera
menyediakan hidangan yang paling lezat serta tuak yang paling harum! Sementara
itu Pandansuri duduk di sudut rumah makan, memandang
berkeliling dan tersenyum kecil sewaktu menyaksikan bagaimana rumah makan itu
menjadi sunyi akibat kedatangannya! Tak lama kemudian Dang Lariku sendiri yang muncul
membawakan hidangan dan minuman ke meja Pandansuri. Seorang pelayan membawakan
sepiring besar buah-buahan.
"Sungguh satu kehormatan besar lagi bagiku karena puteri Raja Rencong Dari Utara
kembali berkenan mampir di rumah makanku yang buruk
ini ", kata Dang Lariku pula.
Pandansuri tak menjawab. Diputarnya kerudung
mukanya sedikit hingga mulutnya bisa menyantap hidangan dengan leluasa. Gadis
ini baru menghabis-kan setengah bagian dari hidangannya sewaktu 'sebuah kereta
berhenti dan tak lama kemudian dua orang pemuda memasuki rumah makan. Melihat
kepada pakaiannya yang serba bagus dapat diduga bahwa kedua pemuda ini adalah
anak bangsawan.
Sedang melihat kepada paras masing-masing jelas mereka bersaudara, adik dan
kakak. Karena dalam rumah makan itu hanya Pandan
suri yang ada maka dengan sendirinya gadis ini menjadi perhatian kedua pemuda.
Sambil mencari tempat duduk, mereka tiada berhenti memandang Pandansuri.
"Aneh", kata pemuda yang seorang. Namanya djebat Seloka. "Baru kali ini kulihat
ada orang berkerudung begini. Bahkan tengah makanpun dia tak mau membuka kain
penutup wajahnya itu
". "Bukan aneh ', menyahuti pemuda yang seorang Namanya Gandra Seloka dan dia
adalah adik Djebat Seloka. "Bukan aneh", mengulang lagi Gandra Seloka,
"tapi lucu!". Kedua pemuda itu tertawa-tawa.
Dang Lariku yang sudah berada di dekat meja
kedua bangsawan menjadi cemas sekali! Siapa yang berani mengganggu apalagi
menghina pasti akan dihajar babak belur bahkan tidak jarang dibunuh Oleh
Pandansuri. tapi agaknya si gadis kali ini tidak mengambil perduli. Mungkin juga
tidak mendengar ucapan-ucapan kedua orang itu karena dia terus taja menyantap
makanannya. "Mungkin juga dia bangsa perampok", berkata lagi Djebat Seloka. kawannya
tertawa. "Kurasa kurang tepat!" dia menyahuti. "Kalau perampok seperti ini tentu
semua orang akan mau menyerahkan barang-barangnya, 63 Bastian Tito
bahkan dirinya sekaligus!".
Kembali kedua pemuda bangsawan itu tertawa
gelak-gelak Tawa mereka masih belum berakhir tiba-tiba gadis berkerudung
menggebrak meja dan tahu-tahu dua buah piring melesat ke arah kepala Gandra dan
Djebat Seloka! Kedua pemuda ini kaget bukan main! Dengan
cepat mereka melesat dari kursi masing-masing!
dua buah piring menghantam dinding rumah makan hingga pecah berantakan sedang
isinya berhamburan di lantai! Dang Lariku meramkan mata melihat hancurnya kedua
piring itu. Dan dia tahu bahwa sebentar lagi bukan hanya kedua buah piring itu
saja yang menjadi kerugian baginya!
"Bagus! Kalian tikus-tikus busuk rupanya punya ilmu juga huh"!" bentak
Pandansuri. Dia sudah berdiri di depan meja dengan kedua tangan di pinggang
sedang Istana Pulau Es 17 Makam Bunga Mawar Karya Opa Tokoh Besar 4