Pencarian

Tokoh Besar 4

Tokoh Besar Karya Khu Lung Bagian 4


menunggu aku buka mulut."
Tiba-tiba muka si Brewok unjuk sikap serba salah,
katanya setelah termenung sebentan "Cuma aturan kita
di sini, tentunya Cin Tayhiap sudah tahu."
"Kau tetap pegang aturan?"
"Kawan tetap kawan, aturan tetap aturan dan harus
dipatuhi. Cin Tayhiap seorang gagah dan lapang dada,
tentunya tidak suka mempersulit teman sendiri."
Cin Ko tergelak-gelak, katanya: "Jangan kau melibatku
dengan omonganmu, umpama kau dorong tumpukan
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
uang ke hadapanku, aku orang she Cin takkan
mengambil uang dengan cuma-cuma," lalu dia tepuk
dada, katanya pula: "Kau periksa badanku, di mana kau
kira cukup setimpal berharga lima laksa tail, silahkan kau
buka mulut saja."
"Apa benar?" seketika si Brewok tertawa girang. Cin
Ko menarik muka, katanya: "Benar atau salah segala"
Asal kau bisa buka mulut, aku akan melaksanakan
keinginanmu!"
Jelalatan biji mata si Brewok, katanya merendahkan
suara: "Cin Tayhiap, sudahkah kau melihat tiga orang di
pojok sana itu?" Tanpa dia tuding dan menjelaskan,
orang lain sudah tahu siapa orang yang dia maksud.
Karena ketiga orang ini memang serba istimewa.
Mereka adalah seorang Tosu, seorang Hweshio, dan
seorang Siucay rudin.
Sarang judi sudah biasa dikunjungi berbagai tingkat
manusia, bahwa Hweshio dan Tosu berada di tempat ini
pun tidak perlu dibuat heran. Anehnya tiga orang ini
tidak main judi, mereka pun tidak ikut bertaruh. Si
Hweshio jari-jarinya menghitung tasbih mulutnya komat-
kamit membaca mantra. Si Tosu pejamkan mata, kedua
tangannya terangkat, duduk bersimpuh semadi.
Sementara si Siucay rudin tangan kiri memegang cangkir
arak, tangan kanan memegang buku, duduk sambil
goyang kepala membaca dengan asyiknya.
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
Bahwa Hweshio membaca mantra, Tosu semadi dan
Siucay baca buku adalah jamak dan lumrah di dunia ini,
tapi mereka melakukan kebiasaan ini justru di sarang
judi, tempat yang luar biasa, maka hal yang biasa ini
menjadi ganjil. Ketiga orang ini masing-masing
menduduki sebuah meja, umpama orang lain hendak
berjudi di meja mereka pun tak bisa berlangsung lagi.
Dian Susi merasa ketiga orang ini seperti sengaja
hendak mencari perkara, terasa pula bahwa cara yang
digunakan ketiga orang ini bukan saja istimewa, juga
menarik. Cin Ko mengerut kening, tanyanya: "Maksudmu minta
aku mengusir mereka?"
"Begitulah maksudku."
"Kenapa tidak kau sendiri yang mengusir mereka?"
"Karena mereka tidak melanggar tata tertib di sini,"
sahut si Brewok tertawa getir. "Tiada peraturan yang
mengharuskan setiap orang di sini harus ikut bertaruh,
berani kau mengatakan Siucay dilarang membaca buku,
Tosu dilarang semadi dan Hweshio dilarang bermantra?"
Hampir saja Dian Susi tertawa geli. Semua orang tahu
bahwa ketiga orang ini sengaja bikin gara-gara, namun
mereka tiada yang berani bilang ketiga orang ini salah.
"Kapan mereka datang?" tanya Cin Ko.
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
"Beberapa hari yang lalu sudah berada di sini, tapi
kadang-kadang datang, tiba-tiba pergi, tiada orang tahu
kapan mereka mendadak berada di situ."
Bercahaya biji mata Cin Ko, katanya: "Kalau demikian,
ketiga orang ini masing-masing punya kepandaian."
"Kelihatannya memang rada sulit dihadapi, maka
jikalau Cin Tayhiap tiada suka menghadapi kesulitan,
cayhe pun tidak akan memaksa."
"Aku justru dilahirkan untuk mencari kesukaran," Cin
Ko tertawa dingin.
Si Brewok tertawa riang, ujarnya: "Oleh karena itu,
lima laksa tail ini sudah menunggu Cin Tayhiap untuk
menarik kemenangan sebanyak mungkin."
Cin Ko tertawa besar, seluruh arak di hadapannya dia
tenggak habis seluruhnya, dengan langkah lebar dia
menghampiri ke sana.
* * * * * Setiap melakukan sesuatu kerja yang dikehendaki, Cin
Ko selalu bertindak tegas, dan cekatan, tidak pernah
berlarut-larut. Tapi hanya demi lima laksa perak dia sudi
diperalat oleh cukong perjudian di sini untuk menjadi
tukang pukulnya, bukankah terlalu merendahkan
derajatnya"
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
Dian Susi selalu memperhatikan diam-diam, sedikit
banyak hatinya menjadi sedikit kecewa. "Tapi seorang
Tayhiap pantas melakukan apa" Membela dan
menegakkan keadilan, membantu si lemah menindas si
lalim, berlaku adil dan tegas dalam kata dan tindakan,
melerai pertikaian... semua kerja ini bukan saja tidak
dibayar sepeser pun, bukan mustahil malah harus
merogoh kantong sendiri. Tayhiap sama saja seorang
manusia, sama-sama harus makan, menghamburkan
uang, malah lebih banyak pengeluarannya dari orang
biasa, jikalau harus selalu merogoh kantong sendiri
menambal kekurangan orang lain, bukankah lama
kelamaan dia bakal mati kelaparan?"
"Seorang Tayhiap bukan angsa yang dapat
menelurkan telur mas, dari langit takkan terjadi hujan
uang berhamburan jatuh untuk dipungut manusia secara
cuma-cuma, memangnya kau ingin mereka terima
menjadi penarik kereta sebagai keledai" Bukankah kerja
ini pun cukup memalukan?" Pikir punya pikir Dian Susi
berkesimpulan apa yang dilakukan Cin Ko tidak salah dan
ganjil. Tosu duduk semadi, Hwesio bermantram, Siucay
membaca dengan asyik. Cin Ko pelan-pelan mendekati
mereka. Sengaja langkahnya perlahan-lahan, sikapnya
wajar dan seperti acuh tak acuh, bukan karena baru
menghabiskan lima enam kati arak, kuatir langkahnya
sempoyongan, yang terang di saat melaksanakan kerja
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
apapun, pertama-tama dia mengharap tingkahnya sudah
menimbulkan perhatian orang lebih dulu. Dia amat suka
menikmati mimik dan sikap orang yang rada hormat dan
segan kepada dirinya. Dan untuk hal ini selamanya dia
selalu berhasil dengan sukses.
Seluruh hadirin dalam sarang judi memperhatikan
dirinya, suasana mendadak sunyi senyap, suara dadu
dan rolet pun berhenti. Senyum Cin Ko semakin mekar,
pelan-pelan dia menghampiri Siucay, katanya dengan
suara lembut: "Siucay buku apa yang kau baca?"
Si Siucay tidak mendengar. Dalam pandangan orang-
orang Kangouw, Siucay adalah kutu buku yang kecut,
demikian pula Siucay yang satu ini. Pakaiannya
seperangkat jubah biru yang sudah dicucinya sampai
luntur warnanya, raut mukanya kuning dan kurus seperti
kekurangan vitamin. Saat mana dia sedang asyik
membaca sambil goyang-goyang kepala dan geraki
tangan, mendadak dia gebrak meja, katanya dengan
tertawa lebar: "Bagus Thio Cu-hong, hebat memang Cu
Gay, meski serangan palu tidak kena, namun cukup
mengejutkan bumi dan langit, setan dan malaikat pun
ketakutan... sungguh menyenangkan, sungguh menyenangkan!"
Habis mengoceh, arak dalam cangkirnya ditenggak habis.
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
Tak tahan Cin Ko lantas bertanya: "Siapa Thio Cu-
hong, siapa pula Cu Gay" Apakah mereka tokoh Bulim
yang bersenjata palu?"
Baru sekarang si Siucay angkat kepala, sikap dan
mimiknya seperti melihat seekor unta tiba-tiba muncul di
hadapannya, rasa hormat sedikit pun tak terunjuk di
mukanya. Setelah mengawasi sebentar, baru dia
mengerut alis, katanya: "Thio Cu-hong alias Thio Liang,
masakah kau belum pernah dengar nama orang ini?"
Cin Ko tertawa, sahutnya: "Belum pernah dengar, aku
hanya tahu di Bulim masa kini, tokoh nomor satu yang
bersenjata palu adalah Lan toa-siansing, dia pun teman
baikku. Thio Liang yang kau katakan barusan, jikalau dia
seorang Hohan, kelak bila ada kesempatan bertemu
sama dia, tiada halangannya aku mohon petunjuk
beberapa jurus."
Si Siucay seperti ditampar mukanya mendengar
ucapannya ini, hidungnya pun sampai peot ke samping,
lekas dia tuang secangkir arak lagi terus ditenggak habis,
baru menarik nafas panjang, gumamnya: "Anak bodoh
tidak bisa dididik, kayu keropos tak bisa diukir, lebih baik
kau pergi yang jauh, jangan membuatku sebal melulu."
Cin Ko menarik muka, katanya: "Kau ingin aku
menyingkir?"
"Begitulah maksudku."
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
"Tahukah kau apa maksudku kemari?"
"Hati manusia di dalam perut, tahu orangnya tahu
mukanya, tidak tahu hatinya, apa yang terpikir di dalam
benakmu, mana aku bisa tahu?"
"Baik, biar kuberitahu, aku kemari ingin supaya kau
pergi." Si Siucay amat terperanjat, serunya: "Ingin aku pergi"
Kenapa aku harus pergi?"
"Kau tahu tempat apa di sini?"
"Sarang judi."
"Sebetulnya tidak pantas kau berada di sini?"
"Kalau pelacur boleh kemari, kenapa Siucay tidak
boleh kemari?"
"Apa kerjamu kemari?"
"Sudah tentu untuk membaca buku, sehari Siucay
tidak membaca, rasanya tulang seluruh badan seperti
karatan," lalu dia melotot kepada Cin Ko tanyanya: "Apa
Siucay tidak boleh membaca?"
"Boleh saja."
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
"Bahwa Siucay boleh datang, Siucay pun boleh
membaca, kenapa kau hendak mengusir Siucay" Kau
yang benar atau aku yang salah?"
"Kau yang benar."
"Kalau aku yang benar, silahkan kau menyingkir saja."
"Aku tidak akan menyingkir, silahkan kau pergi!"
"Kenapa?"
"Karena aku tidak pakai aturan kepada Siucay."
Siucay berjingkrak berdiri, serunya: "Kau memang
tidak aturan?"
"Ya, tidak aturan."
"Kau ingin berkelahi?" tantang si Siucay sambil
menyingsing lengan baju.
"Baru sekali ini kau benar."
Melotot mata Siucay, serunya: "Kau tidak kenal aturan
kepada Siucay, kenapa Siucay harus berkelahi dengan
kau?" pelan-pelan dia turunkan pula lengan bajunya.
"Lebih baik kau lekas menyingkir saja, jikalau kau tidak
mau, biar aku..."
"Kau kenapa?"
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
"Aku pergi. Kau tidak menyingkir biar aku yang pergi..
apa benar kau tidak mau menyingkir?"
"Sudah tentu benar."
"Baik, kau benar-benar tidak menyingkir, aku yang
pergi saja," tanpa banyak kata dia benar-benar
melangkah pergi.
Cin Ko tertawa gelak-gelak, sisa arak dalam poci si
Siucay dia tenggak habis, lalu dia menghampiri Tosu,
katanya: "Siucay itu adalah temanmu hai Tosu!"
Tosu merangkap tangan, sahutnya: "Orang beribadah
mengutamakan kebajikan dan cinta kasih, semua
makhluk hidup dalam dunia ini semua adalah teman
baikku." "Bahwa Siucay bisa kemari, sudah tentu Tosu pun
boleh kemari."
"Memang begitulah kenyataannya."
"Siucay boleh membaca, Tosu pun boleh semadi di
sini." "Sicu agaknya memang seorang welas asih. Segalanya
sudah dimengerti."
"Tapi aku belum mengerti akan satu hal."
"Silahkan memberi petunjuk."
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
"Bahwa Siucay sudah pergi, Tosu pun harus pergi."
Tosu berpikir sebentar, lalu katanya: "Kalau Tosu
pergi, Hwesio pun harus pergi?"
Cin Ko tergelak-gelak, serunya: "Tosu memang orang
yang gampang mengerti."
"Apakah Hwesio orang yang gampang diberi
mengerti?"
"Bukan," sahut si Hwesio pendek.
"Memangnya kau ini Hwesio sontoloyo?"
"Kalau aku tidak masuk neraka, siapa yang ke sana"
Hwesio kalau tidak ceroboh, siapa yang ceroboh dan
dimaki sontoloyo segala?"


Tokoh Besar Karya Khu Lung di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

"Kalau Hwesio benar-benar ingin masuk neraka,
gampang sekali, di sini tidak jauh letaknya dari neraka."
Hwesio tersenyum, ujarnya: "Kalau demikian, silahkan
To-heng menunjukkan jalannya."
"Di hadapan Taysu, mana Pin-to berani merebut
dahulu?" "Silahkan To-heng."
"Taysu silahkan."
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
Sekilas Hwesio melirik kepada Cin Ko, katanya: "Dan
Sicu ini" Apa ada maksud mengikuti langkah Pinceng?"
Tosu merangkap tangan pula, katanya tertawa:
"Taysu berangkat dulu bersama Pinceng, Sicu ini akan
segera mengikuti jejak kita."
"Kalau demikian," ujar si Hwesio. "Biar Pinceng
menunggu di neraka saja... Omitohud!"
"Bu-liang-siu-hud!"
"Siancay, siancay!"
Dengan terangkap kedua tangan, keduanya bersabda
akan ajaran agama masing-masing, lalu melangkah pergi
setelah menjura kepada Cin Ko dengan tersenyum.
Setiba di ambang pintu si Hwesio tiba-tiba berpaling dan
berkata kepada Cin Ko dengan tertawa: "Semoga Sicu
tidak lupa akan janji ini hari."
"Dia tidak akan lupa," ujar si Tosu.
"Darimana Totiang tahu dia tidak akan lupa?"
"Jalan menuju ke neraka selalu lebih baik."
"Benar, turun lebih baik daripada naik dan lebih
mudah." "Juga lebih cepat."
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
Keduanya menengadah lalu tertawa tergelak-gelak
tiga kali, tanpa berpaling mereka melangkah pergi.
Cin Ko ingin tertawa, tapi entah mengapa, ternyata
tawanya seperti tertekan di dalam sanubari.
Setiap orang berpendapat, Hwesio, Tosu dan Siucay
pasti bukan manusia yang tiba ajalnya seperti dian yang
kehabisan minyak, semua sedang menunggu permainan
sandiwara apa yang mereka mainkan dengan Cin Ko,
siapa tahu mereka justru terima diusir pergi begitu saja,
tidak melawan, tidak membuat onar dan tidak
mengganggu. Hadirin mulai bisik-bisik dan menggerundel: "Sebetulnya apa kerja ketiga orang itu?" Yang terang
mereka bukan sengaja kemari untuk membaca mantram
dan semadi melulu. "Jikalau mencari keributan, kenapa
tinggal pergi begitu saja?" Tentunya karena mereka
melihat sapu tangan merah di leher Cin Ko. "Mungkin
kebesaran nama Cin Tayhiap menekan nyali mereka,
kalau tidak masakah mereka bertindak begitu jujur?" Cin
Ko memang hebat dan luar biasa. "Orang yang bicara
tentang aturan dengan Siucay adalah manusia pikun, dan
orang yang mengajak Cin Tayhiap berkelahi bukan lagi
pikun, tapi orang sinting!"
Semula dalam hati Dian Susi merasa risi dan mendelu,
serta mendengar sanjung puji ini, seketika hatinya riang
gembira. Di waktu orang lain memuji sanjung Cin Ko,
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
hatinya jauh lebih gembira dari Cin Ko sendiri. Di saat dia
keheranan kenapa Cin Ko sendiri kelihatannya tidak
begitu girang, mendadak Cin Ko terloroh-loroh, seolah
baru sekarang dia melihat sesuatu kejadian lucu yang
konyol, seakan-akan arak dalam perutnya mulai
merangsang dan membakar badannya.
Dia terus tertawa, begitu panjang dan aneh tawanya
sehingga sikap dan tindak tanduknya tidak mirip lagi
sebagai seorang 'Tayhiap'. Tak tahan Dian Susi maju
menghampiri menarik lengan bajunya, katanya berbisik:
"Hai, semua orang sedang mengawasi kau."
Dengan tertawa lebar Cin Ko masih manggut-
manggut, sahutnya: "Aku tahu orang lain sedang awasi
aku." "Bisakah kau tertawa yang lirih saja?"
"Tidak bisa!"
"Kenapa?"
"Karena aku amat geli, maka aku harus tertawa
sepuasnya."
"Hal apa yang membuatmu geli?"
"Hwesio..."
"Hwesio kenapa?"
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
"Katanya dia hendak menungguku di neraka."
"Apanya yang lucu dalam ucapan ini?"
"Hanya satu hal."
"Hal apa?"
"Dia tidak tahu bahwa aku justru keluar dari neraka,"
sahut Cin Ko, lalu dia menekan suaranya, pura-pura
bersikap misterius, bisiknya: "Tahukah kau kenapa aku
lari dari sana?"
Terpaksa Dian Susi menggeleng.
"Karena di sana ada Hweshio," belum habis
ucapannya, kembali dia tergelak-gelak.
Mengawasi kelakuan orang, dalam hati timbul rasa
curiga Dian Susi: "Apakah orang ini benar-benar Cin Ko
tulen?" Dia pernah salah sekali, kali ini jangan sampai
salah pula. Sayangnya dia tidak tahu macam apa
sebenarnya Cin Ko yang tulen.
Untung si Brewok sudah melangkah datang,
tangannya menjinjing senampan penuh tumpukan uang
perak. Katanya tertawa lebar: "Inilah sedikit arti, silahkan
Cin Tayhiap menerimanya."
"Baik," Cin Ko memang laki-laki yang tegas dan
gamblang, tidak sungkan-sungkan.
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
"Kecuali itu," kata si Brewok, "kita masih ada sedikit penghormatan kepada Cin Tayhiap."
"Kau hendak memberi apa lagi kepadaku."
"Satu kesempatan."
"Kesempatan apa?"
"Kesempatan untuk mengeruk kembali kekalahannya
tadi." "Bagus, begitu baru menyenangkan."
Si Brewok ikut tertawa, katanya: "Entah Cin Tayhiap
hendak main apa?"
"Sembarang, main apapun boleh."
Si Brewok menggosok-gosok telapak tangan, katanya:
"Benar, main apapun jadi," dengan tersenyum dia
menambahkan: "Yang harus kalah main tentu takkan
menang." Maka Cin Ko kalah. Dia memang pantas kalah.
Orang-orang yang menonton di sekelilingnya sama
menghela nafas "perduli kenyataan atau tidak,
menghela nafas, tetap menghela nafas. Terdengar orang
bisik-bisik lagi: "Kejadian seperti ini, mungkin hanya Cin
Tayhiap sendiri yang pernah mengalami."
"Memang, untuk ini pun perlu nasib." Kalah sampai
habis masih dikatakan nasib" Walau Cin Tayhiap kalah,
tapi di dalam persoalan lain nasibnya selalu baik. Bagi
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
seorang yang bernasib jelek di dalam main judi, nasibnya
tentu baik dalam usaha lain."
Cin Ko sendiri bisa menerima dan anggap ucapan ini
ada benarnya. Karena dia habiskan lima kati arak
sekaligus. Kalau perutnya semakin penuh arak,
kantongnya justru semakin kosong.
Hadirin masih merubung di pinggir meja, semua mata
tertuju ke dalam cawan, di mana tiga biji dadu sedang
berputar-putar. Tiga biji angka enam. Dengan melempar
sembarangan saja si Brewok mendapat angka tiga biji
dadu enam, siapa takkan kagum kepadanya. Tiba-tiba
terasa oleh Cin Ko yang sudah kerasukan air kata-kata, si
Brewok di hadapannya ini menjadi seorang pendekar
besar. Memang orang yang menang dalam sarang judi
baru dianggap pendekar.
Waktu Cin Ko melangkah sempoyongan dari
kerumunan orang banyak, langkahnya hampir terjerembab, tiba-tiba dia menumbuk badan seseorang.
Seorang Hwesio. Cin Ko mengerut kening, gumamnya:
"Kenapa hari ini aku selalu ketemu Hwesio" ...tak heran
aku selalu kalah main?"
Hwesio itu tersenyum, katanya: "Sicu hari ini ketemu
berapa Hwesio?"
"Dengan kau sudah dua."
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
"Dengan aku hanya satu saja," ujar si Hwesio.
Cin Ko angkat kepala dan mengawasi beberapa kali,
tiba-tiba baru disadarinya bahwa Hwesio yang ini adalah
Hwesio tadi, mukanya bundar, kalau tertawa matanya
memicing mirip benar dengan Bi-lek-hud.
Bukan saja Hwesio ini berada di sini, Tosu dan Siucay
itu pun sudah kembali.
Cin Ko kucek-kucek mata, tanyanya: "Kenapa aku bisa
di sini?" "Memang kau berada di sini."
Cin Ko ingin melirik tapi matanya hanya bisa melihat
sekelilingnya mengikuti gerakan kepalanya, kalau mata
ingin melihat ke kiri kepalanya harus berpaling ke kiri.
Hwesio tertawa, katanya: "Di sini bukan neraka,
namun jaraknya tidak jauh lagi."
Sarang judi dengan neraka memang tiada bedanya.
Cin Ko kucek-kucek mata, katanya: "Bukankah tadi
kalian sudah pergi?"
Hwesio manggut-manggut: "Bisa datang, tentu bisa
pergi." "Kenapa sekarang kalian datang pula?"
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
"Bisa datang, bisa pula pergi."
Sebentar Cin Ko berpikir, katanya: "Benar. Apa yang
diucapkan Hwesio, kenapa selalu benar adanya."
"Karena Hwesio adalah Hwesio."
"Benar, kali ini kalian pula yang tetap benar," seru Cin
Ko tertawa. "Kau tahu kenapa tadi kita mau pergi?" tanya si
Hwesio. Cin Ko menggeleng-geleng. "Supaya kau untung
lima laksa tail."
Cin Ko terloroh-loroh: "Semula sudah kukatakan, kau
memang orang yang gampang mengerti."
"Tahukah kau," tanya si Hwesio, "kenapa sekarang
kita datang pula?"
"Supaya aku dapat untung lima laksa tail lagi?"
"Salah."
"Begitu kalian pergi, aku lantas untung lima laksa tail,
begitu aku kalah main, tahu-tahu kalian muncul pula,
bukankah rejekiku selalu nomplok?"
"Hanya ada satu hal tidak baik."
"Apa yang tidak baik?"
"Uangmu habis terlalu cepat."
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
Cin Ko terloroh-loroh, sahutnya: "Oleh karena itu, kali
ini kalian tidak mau pergi?"
"Tidak mau."
Melotot mata Cin Ko, serunya: "Kalian tidak mau
pergi?" "Hwesio tidak pernah bohong," sahut si Hwesio.
"Baik, kalau kalian tidak mau pergi, biar aku yang
pergi," dengan tawa lebar dia melangkah keluar. Tiba di
luar pintu dia berpaling, serunya: "Aku berangkat lebih
dulu kutunggu kau di sana."
"Ke mana?" tanya si Hwesio.
Cin Ko menuding ke atas, sahutnya tertawa: "Coba
kau lihat apa aku sekarang masih mampu naik ke atas?"
Hwesio menjawab dengan tawa. Orang di bawah
memang sulit untuk naik ke atas. Umpama benar bisa
naik, begitu kurang hati-hati kau akan terjungkal jatuh.
* * * * * Cin ko belum mabuk betul, paling tidak saat itu sedikit
sadar. Akhirnya dia menyadari bahwa ada seseorang
tengah memapah dirinya, tapi agak lama kemudian, baru
dia bisa melihat siapa orang yang memapah dirinya.
Dengan memicing mata lama dia mengawasi, mendadak
tertawa, ujarnya: "Ternyata kau pun sudah mabuk."
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
"Seteguk pun aku tidak minum arak, mana bisa
mabuk?" kata Dian Susi.
"Kalau kau tidak mabuk, kenapa aku harus bantu
memapah kau?"
"Bukan kau yang memapahku, akulah yang
memapahmu."
Cin Ko terloroh-loroh, katanya sambil menuding
hidung Dian Susi: "Masih kau berkata tidak mabuk"
Hidungmu toh sudah penyok berada di sampingmu,
sekarang hidungmu berubah jadi dua."
Dian Susi jadi gemas, ingin rasanya dia lempar orang
ke selokan, katanya mengertak gigi: "Kau bisa berdiri
tegak tidak?"
"Tidak bisa."
"Kenapa?"
Cin Ko menuding ke bawah, sahutnya: "Karena aku
hendak turun ke bawah," lalu menekan suara, pura-pura
bicara misterius: "Tahukah kau kenapa aku hendak ke
bawah?" "Apa karena di sana ada Hwesio?"
"Sedikit pun tidak salah," ujar Cin Ko terbahak-bahak.
"Hwesio sudah pergi ke sarang judi membaca mantram."


Tokoh Besar Karya Khu Lung di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
Saking geli badannya terbungkuk-bungkuk, sampai
nafasnya tersengal-sengal.
Melihat keadaan orang Dian Susi dongkol dan geli
pula, dia kehabisan akal dan tak tahu ke mana dia harus
membawanya. Tiba-tiba Cin Ko terhuyung lari ke depan
ke bawah tembok, lalu muntah sejadi-jadinya. Banyak
sekali isi perutnya yang ditumpahkan. Dian Susi
mengharap lebih banyak dia tumpah lebih baik.
"Orang mabuk setelah tumpah-tumpah, mungkin dia
bisa sedikit sadar," demikian pikirnya, karena dia sendiri
belum pernah mabuk. Bahwasanya seseorang yang
betul-betul mabuk, apapun yang terjadi tidak akan lekas
sadar, apalagi setelah muntah-muntah, bila kadar arak
naik ke atas, malah mabuknya semakin hebat. Demikian
pula keadaan Cin Ko, setelah muntah-muntah, badannya
segera tersungkur ke samping dan cepat sekali sudah
mendengkur di tanah, tidur dengan lelap.
Sudah tentu Dian Susi menjadi gelisah, serunya: "Hai,
lekas bangun, mana boleh tidur di sini?"
Cin Ko tidak mendengar teriakannya. Dian Susi
menggoyangkan badannya, cukup lama dia bekerja
keras, lambat laun Cin Ko baru membuka sedikit
matanya. Matanya sipit kecil sepertiga dari keadaan
biasa, sebaliknya lidahnya melepuh tiga kali lipat lebih
besar dari biasanya.
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
Dian Susi gugup: "Macam apa keadaanmu bila dilihat
orang kau tidur di sini" Jangan lupa kau laki-laki gede,
seorang Enghiong yang disegani."
"Enghiong... berapa harganya Enghiong?" Cin Ko
mengigau. "Bisakah dijual ke sarang judi?" Kembali dia
menekan suaranya berbisik: "Mari kuberi suatu rahasia
kepadamu, mau tidak?"
Dian Susi hanya tertawa getir, tanyanya: "Rahasia
apa" Katakan."
"Apapun amat kuinginkan, tapi aku tidak ingin jadi
Enghiong, rasanya sungguh bukan rasa lagi," habis kata-
katanya, kembali dia mendengkur dengan keras. Dian
Susi kehabisan akal dan tak bisa berbuat apa-apa.
Bagian 8 Umpama bumi anjlok dan langit bergoncang pun
orang ini takkan bangun, ingin digendong pun dirinya
tidak kuat. Maklumlah seorang yang sudah mabuk,
badannya seolah-olah lebih berat dari bobot biasanya.
Ingin rasanya Dian Susi tinggal pergi perduli keadaan
orang lagi, sayang dia tidak tega, apa lagi Cin Ko adalah
laki-laki pujaan hatinya, seorang Enghiong besar,
seorang tokoh besar pula.
Dian Susi menunduk sambil menghela nafas, tiba-tiba
dilihatnya sapu tangan merah yang terikat di leher Cin
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
Ko. Sapu tangan merah, semerah cahaya matahari yang
baru menyingsing. Tapi sapu tangan merah ini sekarang
sudah berubah seperti kain gosok meja, di mana ada
kotoran meja, kena keringat, kena arak dan kotor oleh isi
perut yang dia tumpahkan sendiri. Sungguh Dian Susi
tidak berani membayangkan, betapa besar pengaruh
sapu tangan merah ini di pandangan setiap insan yang
mengaguminya. "Betapapun, dia hanya mabuk karena
terlalu banyak minum air kata-kata. Setiap orang bisa
saja mabuk, jadi kesalahan sepele yang bisa diampuni,"
dengan menghela nafas Dian Susi berjongkok, dengan
sapu tangannya segera dia menyeka keringat dan
membersihkan kotoran di mulut dan muka Cin Ko.
* * * * * Fajar telah menyingsing.
Hari seperti mendadak terang tanah, waktu Dian Susi
melihat secercah sinar mentari di ujung tembok di depan
sana, baru dia sadar barusan dirinya tertidur tanpa
terasa. Dia keheranan, cara bagaimana dirinya bisa
tertidur di tempat ini.
Cin Ko dilihatnya masih rebah tengkurap dan
mendengkur di pinggir selokan sana. Waktu dia bangkit
berdiri, terasa lehernya linu dan pegal, sekuat tenaga dia
coba geleng-geleng dan putar ke kanan kiri serta
berpaling ke atas dan bawah supaya otot lehernya
mengendor, waktu dia celingukan tiba-tiba dia dapati
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
sesuatu yang ganjil, ternyata badannya tertutup
selembar selimut tebal dari kain beludru.
Semalam jelas dia tidak membawa selimut beludru ini,
karena tatkala itu dia merasa teramat dingin, perut lapar
lagi, dia duduk memeluk lutut di kaki tembok, hatinya
sedang dirundung kepedihan dan kebingungan, entah
bagaimana dirinya hendak melewatkan malam dingin
yang pekat ini.
Mau tidak mau dalam keadaan serba kekurangan, dia
teringat kepada si setan kepala besar, sekarang orang
tentu sudah makan kenyang, tidur di ranjang yang
empuk memeluk guling berselimut tebal, bukan mustahil
di sebelahnya ada perempuan cantik genit dan montok
seayu Thio Hou-ji yang menemaninya tidur. Itulah pikiran
terakhir yang masih terbayang dalam ingatannya. Tahu-
tahu dia sudah tenggelam dalam buaian mimpi.
"Darimana datangnya selimut beludru ini" Tidak
mungkin selimut ini jatuh dari langit, mungkinkah tengah
malam mendadak Cin Ko siuman dan mencari selimut
ditutupkan ke atas badannya" Tapi kenyataan Cin Ko
masih rebah di tanah yang basah, gaya tidurnya yang
tengkurap pun tidak berubah.
Dengan menggigit bibir, Dian Susi menjublek setengah
harian. Pikir punya pikir akhirnya dia berkesimpulan,
orang yang mungkin membawa selimut dan menutupi
badannya hanya satu orang saja. Tapi dia tidak percaya
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
orang ini sudi berlaku begitu baik terhadapnya. Dia lebih
condong untuk tidak mempercayainya.
Untunglah gang kecil tempat mereka berada sekarang
terletak di deretan belakang rumah-rumah gubuk yang
sepi, entah bagaimana semalam mereka bisa sampai di
sini. Sekarang hari sudah terang, namun pintu belakang
rumah-rumah itu masih tidak terbuka sehingga belum
ada orang yang melihat keadaan mereka yang serba
runyam. Lekas Dian Susi berkeputusan, betapapun dia
harus berusaha menggugah Cin Ko bangun. Maka sekuat
tenaga dia goyang-goyang badan orang.
Mendadak Cin Ko menjerit, akhirnya siuman sambil
kucek-kucek mata, teriaknya dengan menggeleng-geleng
kepala: "Mau apa kau" Kepalaku hampir pecah kau
goyang-goyang."
"Lebih baik kalau batok kepalamu pecah," dengus Dian
Susi, "kebetulan bisa mencuci bersih otakmu."
Baru sekarang Cin Ko melihat jelas dirinya, tiba-tiba
tertawa, kata-nya: "Ternyata kau, bagaimana bisa
berada di sini?"
"Karena aku bertemu dengan setan arak!" sahut Dian
Susi dongkol. Cin Ko memegang kepala dan duduk berkeluh-kesah.
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
Melihat raut muka orang yang kusut dan getir, tak
tahan Dian Susi bertanya: "Kau amat menderita?"
"Menderita sekali, malah lebih menderita dari kena
sakit berat."
"Bagaimana kau bisa begini menderita?"
"Setiap kali minum arak dan mabuk, hari kedua aku
pasti amat menderita."
"Kalau sudah punya ciri demikian, kenapa masih
bandel minum arak?"
"Laki-laki minum arak, harus punya watak sebagai
laki-laki."
"Memangnya watak laki-laki yang suka minum arak
baru menunjukan laki-laki itu seorang Enghiong" Kukira
itu hanya pertanda bahwa kau adalah setan arak."
"Perduli Enghiong atau setan arak, yang terang
keduanya sama laki-laki, tentu lebih baik daripada banci."
"Orang banci pun takkan menderita seperti
keadaanmu sekarang."
Cin Ko menggeleng-geleng, ujarnya: "Urusan laki-laki,
lebih baik jangan dicampuri oleh perempuan." Lalu dia
berbangkit, katanya sambil tepuk-tepuk pundak Dian
Susi: "Hayo, ku traktir minum arak."
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
Terbelalak mata Dian Susi, serunya: "Kau masih ingin
minum lagi?"
"Tentu harus minum."
"Kau tidak takut menderita?"
"Menderita atau tidak lain persoalan, minum arak
adalah persoalan lain pula. Hal ini kaum hawa seperti kau
takkan bisa memahaminya," lalu dengan tertawa Cin Ko
menambahkan: "Apalagi yang kuminum sekarang adalah
arak yang menambah semangat, tentu tidak akan
menderita lagi."
Bahwasanya Cin Ko tidak perduli apa ocehan Dian Susi
lagi, setelah bersihkan kotoran badan secara ala
kadarnya, serta membetulkan letak sapu tangan merah
di lehernya, begitu berdiri tegak, kakinya lantas beranjak
keluar dari gang sempit ini sambil membusungkan dada.
Sapu tangan merah yang melambai tertiup angin di
depan dadanya kembali kelihatan amat menyolok. Mau
tidak mau Dian Susi harus mengakui, kain yang dia buat
sapu tangan merah ini memang dari kualitas yang paling
bagus. Di ujung gang Cin Ko berhenti menunggu Dian Susi,
setelah mereka berjajar, baru dia tersenyum, katanya:
"Menurut pendapatmu bagaimana keadaanku sekarang?"
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
Tak urung Dian Susi cekikikan geli, sahutnya: "Paling
tidak, sudah tidak mirip seekor kucing yang mabuk," tak
tahan dia bertanya: "Kemana kau hendak minum arak?"
"Sudah tentu warung arak terbesar di tempat ini."
"Warung arak?"
"Saat ini yakin warung-warung arak sudah buka
pintu." "Kau membawa uang tidak?" tanya Dian Susi
mengerut kening.
"Tidak," jawaban Cin Ko cekak aos dan tegas.
t Semakin bertaut alis Dian Susi. Tanyanya: "Tak punya
uang dengan apa beli arak?"
"Aku minum arak memangnya perlu membeli sendiri?"
"Cara bagaimana kau hendak beli arak?"
Cin Ko membusungkan dada, ujarnya: "Begitu aku
masuk, banyak orang akan berebut mengundang aku
minum arak."
"Tidak rikuh kau terima undangan orang minum arak
secara gratis?"
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
"Kenapa harus rikuh"
Bahwa mereka bisa mengundang aku sudah merupakan kebanggaan mereka,
aku sudi meminum arak mereka terhitung memberi muka
kepada mereka," lalu dengan tertawa dia menambahkan:
"Menjadi seorang Enghiong yang kenamaan, sebetulnya
memang banyak manfaat dan untungnya."
Dian Susi tertawa. Tiba-tiba terasa olehnya bahwa
orang ini meski tidak seagung yang pernah dia
bayangkan, tapi orang cukup jujur dan terus terang
daripada yang dia bayangkan. Betapapun dia orang
masih terlalu muda. Meski ada ciri atau cacatnya, tapi
juga ada kebaikan dan kelebihannya.
Dian Susi tertawa, katanya: "Kalau orang melihat
keadaan mabukmu semalam, kutanggung mereka tidak
akan mentraktir kau minum lagi."
"Keadaanku seperti itu takkan terlihat orang, aku
hanya memberi kesempatan orang melihat keroyalanku
waktu berjudi, serta kekuatanku minum, bila aku hampir
mabuk dan kalah main, keadaanku yang serba runyam
itu pasti takkan kuperlihatkan kepada mereka," sambil
menyengir dia melanjutkan: "Apa kau pun dengar aku
pernah terbacok ratusan kali?"
Dian Susi manggut-manggut, sahutnya tertawa:
"Entah berapa ratus kali aku mendengar kisahmu itu."
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
"Pernah kau dengar, setelah aku terbacok luka parah,
merambat di tanah, di tengah malam tiba-tiba terjaga
bangun dan menjerit-jerit kesakitan sambil bergelintingan
di tanah serta meraung-raung minta tolong?"
"Tidak pernah."
"Nah, itulah, tentu sekarang kau sudah tahu akan
maksudku?"
Dian Susi memang paham. Jadi orang-orang Kangouw
hanya bisa melihat dan mendengar kegagahan dan
kejayaannya belaka, justru tidak terpikir oleh mereka di
balik cahaya yang terang benderang itu, pasti ada juga
lembaran gelap yang mengenaskan. Bukan saja Cin Ko
demikian, pahlawan gagah sejak jaman dahulu kala pun
demikian. Hal ini diibaratkan rakyat jelata hanya melihat
keagungan dan kebesaran seorang jendral perang besar
yang disanjung puji, tapi tak pernah terpikir oleh mereka
di balik kemenangan dan kebesaran namanya itu, tulang
belulang manusia berserakan dan bertumpukan di medan
laga. Dian Susi menghela nafas, ujarnya: "Tak nyana
banyak sekali persoalan yang kau ketahui."
"Seorang yang sudah sekian tahun hidup kelana di
Kangouw, sedikit banyak pasti berhasil mempelajari dan
menambah perbendaharaan

Tokoh Besar Karya Khu Lung di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

pengetahuan dan kenyataan."
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
Berkedip-kedip biji mata Dian Susi, katanya: "Tahukah
kau bagaimana pandangan diriku terhadapmu kemarin
malam?" Cin Ko geleng-geleng.
"Kupandang kau sebagai laki-laki brutal, orang desa
yang masih hijau."
"Orang desa yang masih hijau?"
"Karena siapa Thio Cu-hong kau tidak mengetahui."
Mendadak ganti Cin Ko berkedip-kedip, katanya: "Kau
kira aku betul-betul tidak tahu?"
"Kau tahu?"
"Thio Cu-hong adalah Thio Liang, salah satu dari tiga
orang gagah pada dinasti Han, di dalam buku sejarah
ada dijelaskan perawakan dan tindak tanduk serta
sifatnya mirip sekali orang sekolahan yang lemah lembut,
tapi ambisinya setinggi langit, dengan mengandal
pukulan palunya dalam peristiwa Pho-long-soa itu,
namanya tercatat sampai ribuan tahun."
Saking kaget Dian Susi terkesima, tanyanya: "Kau
benar-benar tahu" Kenapa kemarin kau berkata
demikian?"
"Aku memang sengaja."
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
"Sengaja" Kenapa kau sengaja mengoceh?"
"Karena aku tahu semua orang memuji sanjung
kepadaku, karena aku adalah orang demikian, apapun
tidak tahu, hanya tahu berkelahi adu jiwa, berjudi habis-
habisan, minum sepuasnya."
"Kenapa mereka justru menyanjung manusia
demikian?"
"Karena mereka sendiri tidak mampu melakukan,"
sahutnya dengan tersenyum: "Meski melakukan apapun,
asal kau mengadu jiwa hasilnya tentu lebih gampang."
"Aku mengerti," ujar Dian Susi, "karena aku pernah
melihat derita mu."
"Sedikit pun tidak salah, kalau berani mengadu jiwa,
kau harus bersiap menderita lebih dulu."
"Tapi kenapa kau tidak bertindak sebagai Enghiong
yang berani mengadu jiwa" Bukankah orang akan lebih
memujamu?"
"Cara itu justru tidak akan disanjung orang banyak."
"Kenapa?"
"Karena terlalu banyak orang-orang seperti itu, paling
tidak bukan hanya aku seorang."
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
"O, jadi kalau demikian, orang tidak akan merasa
heran dan kagum, benar tidak?"
"Benar, justru karena heran dan kagum, maka
sekarang aku baru punya nama setenar ini, baru aku jadi
seorang pahlawan besar yang selalu didambakan muda-
mudi," seolah olah Cin Ko sendiri merasa bangga dan
puas, maka dia menghela nafas, katanya: "Jikalau aku
menjadi seorang lain, pasti orang-orang merasa kecewa
terhadapku."
"Oleh karena itu, setelah mabuk kau mengakui,
menjadi Enghiong bahwasanya tidak enak dan banyak
resikonya."
"Benar."
"Tapi Enghiong banyak ragamnya, kenapa justru suka
menjadi Enghiong yang satu ini?"
"Soalnya orang banyak yang menentukan aku sebagai
Enghiong seperti itu, sekarang tak mungkin diubah lagi."
"Dan kau sendiri ingin tidak merubahnya?"
"Tidak, aku tidak ingin merubahnya."
"Kenapa?"
"Karena lambat laun aku sudah biasa, sampai ada
kalanya aku sendiri pun merasa apa yang dipilih atas
diriku memang sudah benar."
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
"Sebetulnya bagaimana?"
"Sebetulnya tulen atau palsu, aku sendiri pun tidak
bisa membedakan."
Lama Dian Susi terpekur, katanya kemudian: "Aku
tidak mengerti."
"Kau tidak perlu tahu, karena inilah kehidupan
manusia." Akhirnya Dian Susi manggut-manggut, ujarnya:
"Sebelum aku melihatmu, mimpi pun tak pernah terpikir
olehku bahwa kau adalah manusia demikian."
"Kau kira aku manusia macam apa?"
"Coba kau terka?"
"Kukira kau anggap aku adalah tokoh besar yang luar
biasa, aku akan mengundangmu minum arak."
* * * * * Bahwasanya Cin Ko bukan seorang tokoh besar, bukan
malaikat, namun di dalam pandangan dan sanubari
orang-orang Kangouw dia memang seorang Enghiong
yang paling mendapat banyak sambutan. Perduli di
manapun dia berada, orang banyak selalu menyambutnya, menyanjung memuji dan bersorak
gembira. TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
Saat mana mereka tengah beranjak di sebuah jalan
kecil yang sepi, pagar tembok di kedua sisi jalan amat
tinggi, dahan-dahan pohon terjulur keluar dari balik
tembok sebelah dalam, sinar matahari sampai terhalang
karenanya. Tiba-tiba Dian Susi tertawa, katanya: "Sungguh aku
tak nyana begitu banyak orang berebutan mengundangmu minum."
Biji mata Cin Ko sudah bersinar, karena arak dalam
perutnya sudah mulai bekerja, namun dia belum mabuk.
Mengawasi daun-daun pohon di balik tembok, katanya
kalem: "Tahukah kau kenapa mereka menyambutku
begitu rupa?"
"Karena kau seorang Enghiong?"
"Itu hanya salah satu sebab, tapi bukan yang
terpenting."
"Yang penting apa?"
"Yang penting, mereka tahu aku tiada tekanan dan
ancaman bagi mereka. Karena aku tidak lebih hanya
seorang laki-laki kasar dan gegabah yang brutal, sering
emosi dan tidak tahu diri, maka sedikit pun tiada sangkut
paut dan tiada untung ruginya bagi usaha atau kerja
mereka," tawanya kali ini amat memilukan, "mereka
menyukai aku, menyambutku, ada kalanya mengelu-
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
elukan aku seperti mereka menyambut seorang aktor
yang kenamaan, maka diriku sendiri jelas takkan
merugikan kepentingan dan bentrok dengan usaha
mereka." "Apa kau tidak terlalu rendah menilai dirimu sendiri?"
"Kenapa aku harus menilai rendah diriku sendiri, soal
ini memang kenyataan, tapi ada juga segi-segi suksesku.
Menurut apa yang kutahu, sejak jaman dahulu sampai
sekarang para Enghiong yang kenamaan di Kangouw
jarang ada yang mendapat sambutan begitu besar
seperti diriku."
Dian Susi bertanya: "Apa kau tidak berpendapat
sementara orang ada yang benar-benar menjadi
pengagummu?"
"Sudah tentu ada, tapi mereka hanyalah anak-anak
yang belum terhitung dewasa, umpamanya..."
"Umpamanya aku?"
"Yang kumaksud adalah dulu, sekarang tentu kau
lain." "Kenapa?"
"Karena kau sudah melihat kenyataan yang tak
mungkin dilihat orang lain."
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
Dian Susi terpekur, katanya pelan-pelan: "Benar, aku
memang sudah melihat beberapa ciri yang tak mungkin
dilihat orang lain. Tapi beberapa kebaikan dan
kelebihanmu juga tak mungkin dilihat orang lain."
"O, apa benar aku memilikinya?"
"Benar, malah kurasa kau lebih menyenangkan dan
jenaka dari kebanyakan orang." Dian Susi cekikikan geli,
sambungnya: "Tapi laki-laki seperti dirimu, hanya bisa
menjadi teman baik, pasti bukan seorang suami yang
baik." "Apa dulu kau pingin menikah dengan aku?"
Merah muka Dian Susi, sahutnya menunduk malu-
malu: "Memang, tapi dahulu."
"Sekarang" Apa kau sudah merasa putus asa dan
kecewa terhadapku?"
"Pasti bukan, hanya..."
"Hanya kau merasa kurang puas?"
"Juga bukan."
"Lalu kenapa?"
Dian Susi menghela nafas, katanya: "Mungkin karena
dulu aku menilaimu terlalu tinggi, sekarang aku justru
sudah menyelamimu teramat mendalam."
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
"Justru karena kau sudah memahami diriku, maka kau
tidak sudi menikah dengan aku" Kenapa anak
perempuan selalu suka kawin dengan laki-laki yang
belum dia pahami?"
Dian Susi tidak menjawab, dia memang tidak tahu
cara bagaimana harus menjawab. Bukan karena kecewa
terhadap Cin Ko, karena Cin Ko memang seorang
Enghiong sejati. Sekarang dia hanya merasa dirinya tak
mungkin menikah dengan Cin Ko, karena apa yang dia
saksikan Cin Ko bukanlah tokoh besar yang dia
bayangkan di dalam khayalannya. Tiba-tiba terasa
olehnya bahwa dirinya sekarang benar-benar sudah
tumbuh dewasa. Dian Susi mengawasinya, pelan-pelan dia menarik
tangan Cin Ko, katanya dengan tawa dipaksakan: "Walau
aku tak bisa menikah dengan kau, tapi untuk selamanya
boleh aku menjadi kawanmu."
Cin Ko diam saja, ingin dia bicara, tapi suaranya
seperti tersendat dalam kerongkongan.
"Kau... apakah kau merasa kecewa?" balas tanya Dian
Susi. Menatapnya Cin Ko tiba-tiba tergelak-gelak,
katanya: "Aku tidak kecewa, perempuan dalam dunia ini
bisa jadi istriku, tapi seorang sahabat seperti kau yang
benar-benar dapat memahami jiwaku, berapa banyak
pula di dunia ini?"
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
Dian Susi tersenyum, dia balas menatap, tanyanya:
"Tapi kenapa kau beri kesempatan kepadaku untuk
memahamimu?"
"Mungkin lantaran nasibku memang jelek."
"Atau mungkin juga lantaran nasibmu baik?"
Cin Ko tertawa besar, serunya: "Kelak laki-laki yang
mempersunting dirimu, pasti nasibnya teramat baik."
Tertunduk kepala Dian Susi, pikirannya terbayang
akan setan kepala besar itu. Di mana dia sekarang" Di
mana pula Dian Sim" Waktu dia angkat kepala pula dia
berkata: "Jalan ini kalau tak salah pernah kulalui."
Cin Ko manggut-manggut.
"Bukankah di depan sana adalah sarang judi milik si
Brewok" Jadi kau hendak ke sana pula?"
"Aku ingin melihat Hwesio itu. Apa kau tidak merasa
Hwesio itu aneh?"
"Ya, memang rada aneh, kukira kau bukan mau
mencarinya. Mungkin tanganmu sudah gatal lagi."
"Umpama aku ingin main, dengan apa aku harus
bertaruh" Pakai jari-jariku?"
"Umpama kantong kosong, apa salahnya melihat
orang lain main?"
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
"Kali ini kau salah."
"Lalu untuk apa kau ke sana" Apa benar hanya ingin
melihat Hwesio itu?"
Tawa Cin Ko amat misterius, katanya kalem: "Benar,
karena kudapati Hwesio yang satu ini jauh berbeda dan
lebih menarik dari Hwesio yang lain."
Umumnya Hwesio membaca mantram di dalam kuil,
setan judi berjudi di sarang judi. Perduli hal ini ada
harganya, paling tidak merupakan kebiasaan dan selalu
jamak. Tapi kalau Hwesio membaca mantram di sarang judi,
sebaliknya setan judi berjudi di dalam kuil, tentu hal ini
bukan suatu kebiasaan, bukan saja brutal, malah aneh
dan menarik perhatian.
Suatu yang aneh pasti ada sebab musababnya yang
aneh pula, dan kejadian-kejadian aneh akhirnya
menelurkan akibat yang aneh-aneh pula.
* * * * * "Kenapa kau selalu mengatakan sarang judi teramat
dekat dengan neraka?"
"Karena orang yang sering berkecimpung di dalam
sarang judi, gampang sekali terjeblos ke dalam neraka."
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
"Memang pernah aku dengar ada orang yang


Tokoh Besar Karya Khu Lung di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

tenggelam dalam sarang judi, sampai istri pun
dipertaruhkan."
"Ada kalanya jiwa sendiri pun dipertaruhkan."
"Kalau sarang judi ibarat neraka, lalu tempat apa yang
dipandang dekat surga?"
"Biara?"
"Benar, tapi antara biara dan sarang judi ada sedikit
persamaannya?"
"Tidak, hakikatnya kedua tempat ini tiada sangkut
pautnya." "Apa kau tidak pernah perhatikan, bahwa sarang judi
dan biara biasanya terletak di tempat sepi dan jauh dari
keramaian lagi tersembunyi?"
"Benar, kalau sarang judi berada di tempat sepi dan
tersembunyi, kenapa biara pun demikian" Toh orang-
orang yang bersembahyang di biara tidak perlu malu dan
tidak melanggar hukum?"
"Karena semakin jauh letak biara, semakin sepi dan
belukar, semakin misterius. Rasa misterius biasanya juga
merupakan daya tarik yang paling besar bagi umatnya
untuk memujanya."
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
"Agaknya uraianmu memang benar, tapi bila Hwesio
mendengarnya bisa mati jengkel."
"Hwesio takkan mati karena jengkel."
"Kenapa?"
"Arak, ayu, harta dan marah semua adalah kosong, ini
menurut ajaran Budha."
"Benar, kalau marah itu kosong, Hwesio sudah tentu
takkan bisa mati jengkel."
* * * * * Mereka memasuki gang sempit yang panjang itu, di
ujung lorong sana letak dari sarang judi si Brewok.
Kebetulan mega mendung menutupi sinar niatahari,
lapat-lapat guntur menggelegar di tengah-tengah mega
mendung yang tebal dan pekat itu. Angin mulai
menghembus kencang, cuaca berobah semakin buruk.
"Sebentar agaknya bakal hujan badai!" kata Dian Susi
setelah mendongak.
"Saat-saat hujan justru merupakan saat berjudi yang
paling menyenangkan."
"Kau sudah tahu kejelekan orang berjudi, kenapa
justru kemari hendak main?"
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
"Karena aku bukan manusia baik-baik, aku pun tidak
pintar." Dian Susi tertawa berseri, ujarnya: "Kau hanya
seorang Enghiong."
"Orang baik yang pintar biasanya takkan bisa menjadi
Enghiong," sampai di sini tiba-tiba dia tutup mulut,
karena tiba-tiba dilihatnya di pekarangan sarang judi itu
beitumpuk-tumpuk
sesuatu yang menimbulkan keheranan orang, angin lesus yang bertiup kencang
malah membuat tumpukan benda-benda hitam itu
beterbangan memenuhi angkasa.
" Apakah itu?" tanya Dian Susi keheranan.
Cin Ko menggeleng-geleng, langkahnya dipercepat.
Pintu besar yang sudah keropos dari sarang judi
berkeriat-keriut dihempas angin mengeluarkan suara
benturan keras. Pintu besar ini ternyata terbuka dan
tiada orang yang menjaga. Sarang judi yang biasanya
terjaga keras dan seram ini bagaimana bisa terpentang
lebar" Benda-benda hitam yang beterbangan laksana
kabut hitam itu semakin tebal, Cin Ko melangkah maju
serta meraihnya secomot. Lekas Dian Susi memburu
maju serta bertanya: "Apakah itu?"
Cin Ko tidak menjawab, barang di tangannya langsung
diangsurkan kepada Dian Susi, benda itu lemas hitam
dan enteng seperti bulu, tapi bukan bulu.
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
"Lho, inikan rambut kepala manusia?" teriak Dian Susi
kaget. "Ya, rambut kepala," Cin Ko mempertegas.
"Darimana datangnya rambut sebanyak ini?"
"Entah Hwesio itu masih berada di dalam?"
"Kenapa kau berkukuh hendak mencari Hwesio itu?"
"Karena mungkin hanya dia yang bisa menjawab
pertanyaanmu," sahut Cin Ko sambil maju mendorong
pintu beranjak masuk.
Seketika dia menjublek. Dian Susi yang ikut masuk
juga menjublek seketika. Siapapun yang masuk kemari
pasti akan menjublek.
Hwesio memang berada di dalam rumah. Tapi bukan
seorang Hwesio, namun seluruh orang di sarang judi ini
semua adalah Hwesio.
* * * * * Kalau di biara berapa banyak kau melihat hwesio
takkan menjadi heran, takkan menjublek. Tapi tempat ini
adalah sarang judi. Semua perabot untuk main judi
sudah lenyap tak berbekas, setan-setan judi itu pun
sudah tiada, semua kini berganti jadi Hwesio.
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
Berpuluh-puluh Hwesio itu semua duduk semadi
dengan kedua tangan terangkap di depan dada, selayang
pandang kepala gundul melulu yang kelihatan. Kepala
mereka gundul kelimis sampai bercahaya. Baru sekarang
Dian Susi paham kenapa rambut sedemikian banyak
berada dipekarangan. Namun tak habis herannya,
kenapa begini banyak orang mendadak jadi Hwesio
seluruhnya. Sarang judi yang biasanya ramai kini sunyi senyap,
suara mantram pun tak terdengar, maklum mereka
semua Hwesio gadungan, tiadi satu pun yang bisa
membaca mantram.
Cin Ko sibuk menemukan Hwesio yang membaca
mantram disini kemarin, pelan-pelan dia beranjak maju,
dia cari satu persatu, mendadak dia berhenti di depan
seorang Hwesio. Melihat mimik mukanya yang kaget,
Dian Susi segera melangkah mendekat -mimik muka
orang di kala melihat Hwesio yang satu ini, mirip
seseorang yang mendadak melihat mayat hidup kembali.
Lapat-lapat Dian Susi seperti kenal akan raut muka si
Hwesio. Sekian lama dia mengamat-amati, mendadak
berteriak tertahan: "Hah, si Brewok?" Hwesio ini memang
si Brewok. Di sebelahnya adalah Hwesio yang bermuka kasar
seperti permukaan pasir yang tertimpa hujan. "Tio-to
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
ma-cu!" Laki-laki burik yang ahli ngobyek di sarang judi
ini pun jadi Hwesio.
Lama Cin Ko memperhatikan si Brewok, lalu ia tepuk
pundak orang, tanyanya: "Apa kau sakit?"
Baru sekarang si Brewok angkat kepala dan menjawab
sambil merangkap tangan: "Sicu bicara dengan siapa?"
"Dengan kau si Brewok!"
"Omitohud, si Brewok sudah mati, Sicu mana bisa
bicara dengan dia?"
"Kau bukan si Brewok?"
"Siauceng Bing Kong."
Sekian saat Cin Ko melotot pula, katanya: "Bagaimana
si Brewok bisa mendadak mati?"
"Yang patut mati harus mati."
"Lalu yang tidak patut mati?"
"Lambat atau cepat dia pun akan mati," sahutnya
tetap bersimpuh, mukanya tidak menunjukkan perubahan, siapapun yang berhadapan sama dia pasti
takkan percaya laki-laki gundul ini adalah cukong sarang
judi yang berkuasa di tempat ini. Kini tak ubahnya
seorang Hwesio besar yang berilmu tinggi.
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
Berputar biji mata Dian Susi, tiba-tiba dia menyeletuk:
"Si Brewok sudah mati, lalu bagaimana dengan bininya
yang baru?"
Pertanyaan Dian Susi telak mengena lubuk hati si
Brewok, kelihatan orang berusaha kendalikan hati,
namun keringat dingin sudah gemerobyos di kepalanya.
Sekilas Dian Susi melirik kepada Cin Ko, katanya pula:
"Menurut hematmu, kemana bini mudanya itu?"
"Kalau dia sudah mati, tentu bini mudanya kawin
dengan orang lain."
"Kawin dengan orang lain" Begitu cepat?"
"Yang harus kawin, cepat atau lambat kan harus
kawin juga."
"Menikah sama siapa?"
"Mungkin dengan seorang Tosu, atau seorang Siucay,
bukankah di empat penjuru dunia semua adalah
saudara" Apa bedanya kau dan aku?"
Belum habis dia bicara si gundul alias si Brewok
mendadak menggerung keras, terus menubruk
kepadanya. Sebagai cukong sarang judi, kiranya si
Brewok memiliki kepandaian yang lumayan juga. Tampak
ke sepuluh jarinya bagai cakar elang, seolah-olah sekali
remas dia ingin cengkram hancur leher Cin Ko.
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
Baru saja Cin Ko melangkah mundur berkelit, dari
tengah udara mendadak melayang turun sebuah bokhi
mengetuk batok kepala si Brewok dengan keras. Walau
batok kepalanya tidak sampai pecah, namun ketukan ini
cukup membuat pandangan gelap kepala pusing tujuh
keliling, tak kuasa berdiri badannya terhuyung mundur
dan "bluk" duduk kembali di kasuran bundar tempatnya
tadi. "Omitohud. Siancay, siancay!" terdengar seorang
Hwesio bersabda, pelan-pelan melangkah maju,
tangannya menopang sebuah bokhi. Hwesio yang tulen
akhirnya muncul. Pelan-pelan dia mendekat ke hadapan
si Brewok, katanya menghela nafas: "Ayu itulah kosong,
dan kosong itulah ayu, kalau kau tak bisa menjebol
kekanganmu ini, mana bisa kau menjadi orang beribadah
yang saleh?"
Bergetar sekujur badan si Brewok, katanya serak:
"Memangnya aku tidak sudi jadi Hwesio, kaulah yang
memaksa aku..." belum habis dia bicara "plok" batok
kepalanya kembali diketuk sekali. Jari-jari si Hwesio
agaknya lebih keras dari kayu. Kontan kepala gundul si
Brewok benjol besar dan roboh terlentang.
"Siapa yang paksa kau jadi Hwesio?" desak si Hwesio
tulen. "Ti... tiada orang yang memaksa."
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
"Kau ingin jadi Hwesio tidak?"
"Ya, ya... aku ingin."
"Omitohud, sengsara tak berujung pangkal, berpaling
kembali ke tepian, letakkan golok jagal, berdirilah
menjadi murid Budha... Siancay, siancay..." kembali dia
mulai membaca mantram.
Si Brewok merayap di lantai dan menangis
sesambatan. Dian Susi melongo sekian lamanya, akhirnya dia
berpaling ke arah Cin Ko, berkata dengan tawa getir:
"Hwesio ini pandai mantram."
"Bukan saja pandai mantram, dia pun pandai
mengetuk kepala orang."
"Tutukannya lebih baik dari suara mantramnya."
"Kali ini dia tidak salah memilih tempat membaca
mantram, Cuma salah tempat pada ketukan tangannya."
"Memangnya kepala siapa yang patut dia ketuk?"
"Kepala gundulnya sendiri"
Hwesio tiba-tiba menghentikan mantramnya dan
berpaling, katanya geleng-geleng: "Kiranya kau."
"Ya, ini aku."
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
"Untuk apa kau kemari pula?"
"Kalau bisa pergi, kenapa tidak boleh datang?"
"Kalau sudah pergi, tidak pantas kemari lagi."
"Siapa bilang?"
"Hwesio yang bilang."
"Dengan hak apa Hwesio bilang?"
"Hwesio bisa It-cay-tam, bisa mengetuk bolong batok
kepala orang."
"Agaknya Hwesio ini hendak mengusir aku."
"Kemarin kau mengusir Hwesio, sekarang ganti
Hwesio yang mengusir kau, bukankah cukup adil?"
"Kalau aku pergi adakah orang yang memberi lima
laksa tail kepada Hwesio?"
"Tidak."
"Kalau demikian aku tidak mau pergi."
"Kau tahu tempat apa ini?"
"Seperti sarang judi, tapi juga hampir mirip biara."
"Kemarin sarang judi, sekarang menjadi biara."
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
"Kalau lonte pun boleh bersembahyang di biara,
kenapa aku tidak boleh?"
"Untuk apa kau kemari?"
"Tentunya mau main, setan judi memangnya kerjanya
main, kalau tidak main sekujur badan jadi lemas dan
malas." "Biara bukan sarang judi."
"Hwesio boleh membaca mantram di sarang judi,
kenapa setan judi tak boleh main di dalam biara?"
Hwesio itu melotot, akhirnya tertawa, katanya:
"Semua yang hadir di sini Hwesio, siapa akan judi
dengan kau?"


Tokoh Besar Karya Khu Lung di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

"Hwesio," sahut Cin Ko. "Hwesio tidak berjudi."
"Ji-lay-hudco saja berjudi, Hwesio kenapa tidak
berjudi?" Hwesio mengerutkan alis, "Apa Ji-lay-hudco berjudi"
Judi dengan siapa?"
"Dengan Ki-thian-tay-seng Sun Go-kong."
"Judi apa?"
"Sun Go-kong tidak mampu melompat keluar dari
telapak tangannya".
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
Hwesio tertawa kecut, "Umpama benar yang kau
bilang, Hwesio tidak punya duit untuk judi."
"Hwesio pintar minta sedekah, kapan saja bisa punya
duit." "Minta sedekah ke mana?"
"Menurut yang kutahu para Hwesio ini kemarin masih
preman, bukan?"
"Oya?"
"Terutama Kim-toa-hu-cu," ujar Cin Ko kalem.
"Setelah dia menjadi Hwesio, segala harta bendanya
jelas akan jadi milik Hwesio bukan?" lalu dengan tertawa
ia menyambung, "kabarnya bila Hwesio minta sedekah,
lebih garang dari rampok."
Hwesio masih melotot, wajahnya yang bundar
mendadak menjadi kelam, suaranya dingin: "Kau pandai
merebut uang?"
"Tidak bisa."
"Pandai minta sedekah?"
"Jelas tidak bisa."
"Dengan apa kau hendak bertaruh?"
"Dengan badanku sendiri."
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
"Orang mana bisa dibuat taruhan?"
"Jikalau aku kalah, aku ikut kau jadi Hwesio. Kalau kau
yang kalah, biara ini menjadi milikku, para Hwesio itu
pun menjadi orang-orangku."
"Judi apa yang kau kehendaki?"
"Tadi kau pandai mengetuk batok kepala, lebih baik
kita beradu mengetuk kepala."
"Mengetuk kepala siapa?"
"Kau ketuk kepalaku, aku mengetuk kepalamu. Siapa
lebih dulu mengetuk kepala, dialah yang menang."
"Batok kepala jangan disamakan bokhi, kepala bisa
pecah." "Tahukah kau batok kepala macam apa yang gampang
pecah?" Hwesio gelak-gelak. Di tengah gelak tawanya, tiba-tiba
bayangannya menghilang.
* * * * * Lantai sarang judi ini dibuat dari batu-batu petak,
batu-batu petak itu tiba-tiba amblas ke bawah, maka si
Hwesio anjlok ke bawah. Cepat sekali papan batu sudah
menutup kembali pada tempatnya semula. Memangnya
sarang judi ini serba rahasia letaknya, bahwa di
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
dalamnya terdapat alat-alat rahasia tidak perlu dibuat
heran. Hanya Dian Susi yang keheranan, setelah
menjublek setengah harian, tiba-tiba dia tertawa,
katanya: "Agaknya dia tidak ingin berjudi dengan kau."
Cin Ko tersenyum, ujarnya: "Agaknya dia tahu kepala
yang gampang pecah adalah kepala gundul."
"Apa benar kau ingin mengetuk pecah kepala
gundulnya?"
"Hanya ingin membikinnya bocor sedikit saja."
"Kenapa" Kelihatannya dia bukan orang jahat."
"Tapi tidak pantas dia paksa orang lain menjadi
Hwesio." "Kalau seluruh setan-setan judi di dunia ini semua jadi
Hwesio, bukankah dunia ini bakal aman dan tentram?"
"Apakah Hwesio-hwesio di sini semuanya suka
membuka perjudian?"
"Bukan mustahil mereka sendiri yang suka dan rela..."
Belum ucapan Dian Susi berakhir, seluruh Hwesio dalam
rumah serempak berteriak: "Kita tidak suka jadi Hwesio."
"Kita punya keluarga, hidup senang dan bahagia
dengan anak bini, kenapa harus jadi Hwesio?"
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
Teriakan si Brewok paling keras: "Kami semua dipaksa
dan diancam, mohon Cin Tayhiap menegakkan keadilan
bagi kita semua."
Cin Ko menghela nafas, ujarnya: "Semula kukira kau
ini laki-laki sejati, kenapa hanya dipaksa lantas menurut
dan terima cukur gundul?"
"Karena jikalau kita tidak jadi Hwesio, dia hendak
merenggut jiwa kita."
"Jumlah kalian ada tigapuluhan orang, masakah takut
menghadapi dia seorang?"
Si Brewok meringis kecut, sahutnya: "Hwesio buntak
itu terlalu galak, terlalu lihay bagi kita, apalagi masih ada
Tosu dan Siucay yang bantu dia."
"Masakah kekuatan kalian bukan tandingannya?"
"Kalau kita kuat melawannya, masakah sekarang kita
jadi Hwesio?"
Tak tahan Dian Susi menyeletuk: "Apa manfaatnya
bila kalian menjadi Hwesio bagi dia?"
"Sudah tentu ada manfaatnya."
"Manfaat apa?"
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
"Katanya menjadi Hwesio harus mematuhi empat
kekosongan, begitu kita menjadi Hwesio, seluruh harta
benda kita lantas menjadi miliknya."
"Kalau demikian, aku pun ingin mengetuk kepalanya,"
ujar Dian Susi penasaran.
"Tapi kepandaian silat ketiga orang ini teramat tinggi,
terutama Hwesio yang satu ini, lihaynya bukan main."
"Tidak sedikit tokoh silat yang pernah kuhadapi lebih
lihay dari dia," kata Cin Ko tertawa dingin.
"Memangnya," kata si Brewok berseri, "kalau Tayhiap
sudi menolong, kita akan mendapat jalan hidup."
Dengan kakinya Cin Ko menginjak petak-petak batu
katanya: "Tempat apakah di bawah batu ini?"
"Aku sendiri kurang terang."
"Lho, bukankah kau menjadi cukong di sarang judi ini,
kenapa tidak tahu seluk beluk rumah ini?"
Si Brewok menyengir, sahutnya: "Rumah ini semula
bukan milikku."
"Milik siapa?"
"Tidak tahu."
"Memangnya apa yang kau ketahui?"
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
"Jelasnya pemilik rumah ini sudah mati beberapa
tahun yang lalu, seluruh keluarganya mati semua."
"Belakangan tiada orang yang menempati?"
"Ada sih ada, cuma siapapun yang menempati rumah
ini, dalam tiga hari pasti pindah ke tempat lain."
"Kenapa?"
"Karena dalam rumah sering terjadi keributan, katanya
ada setan."
"Keributan karena setan?" teriak Dian Susi mendekap
mulut. "Gedung ini terkenal angker, maka dengan harga
murah aku membelinya."
"Selama kau di sini, apa benar sering ada setan?"
tanya Dian Susi.
"Kadang kala mereka memang sering merasakan
beberapa kejanggalan, tapi karena kita banyak orang,
maka kita tidak hiraukan sama sekali."
"Kejanggalan apa saja yang pernah terjadi?"
"Sering terdengar berbagai suara aneh-aneh dari
bawah tanah, sering pula terjadi sesuatu barang yang
diletakkan di meja mendadak menghilang tanpa bekas."
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
Mengkirik Dian Susi dibuatnya, diam-diam matanya
melirik ke arah Cin Ko.
"Sekarang apa yang hendak kau katakan?" tanya Cin
Ko. "Asal tidak jadi Hwesio, apapun yang kau lakukan, kita
akan menerima suka rela."
"Baik, kalian boleh pulang semuanya, setelah kucari
tahu keadaan tempat ini baru kuputuskan."
Tampak si Brewok unjuk rasa takut dan serba susah,
katanya: "Hwesio itu takkan membiarkan kita pergi dari
sini." Cin Ko tertawa dingin, jengeknya: "Tak usah takut,
bila dia merintangi, akulah yang akan menghadapinya."
Si Brewok tertawa berseri, katanya: "Asal Cin Tayhiap
sudi turun tangan, legalah hati kami."
Belum habis ucapannya, Hwesio-hwesio yang
memenuhi sarang judi berebutan lari keluar. Ada yang
berdesakan dari pintu, ada pula yang menerobos jendela,
dalam waktu sekejap mereka sudah tak kelihatan
bayangannya lagi. Tiada orang yang keluar mengejar
atau merintangi mereka. Hwesio, Tosu dan Siucay tiada
satu pun yang unjuk diri.
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
"Sekarang giliranmu untuk meninggalkan tempat ini,"
kata Cin Ko kepada Dian Susi.
"Apa" Aku tidak mau." Meski pucat mukanya, tapi
jawaban Dian Susi tegas. "Kita sudah menjadi teman,
umpama kau menuju ke neraka, aku pun akan selalu
bersama kau." Belum habis bicara, badan Cin Ko tiba-tiba
anjlok ke bawah. "Blang" cepat sekali papan batu itu
menutup kembali.
Baru sekarang Dian Susi benar-benar kaget, dengan
keras dia menginjak papan batu di bawahnya, tapi papan
batu yang tebal dan berat ini tidak bergeming, celah-
celahnya rapat, tiada yang tahu di mana letak alat
rahasianya. Kontan Dian Susi menjerit sekeras-kerasnya: "Cin Ko,
di mana kau" Dengarkah kau suaraku?"
Tiada reaksi. Dengan kertak gigi Dian Susi tiba-tiba
menerjang ke arah pintu keluar.
Kebetulan di luar terjangkit angin badai, tepat di saat
Dian Susi tiba di ambang pintu, segulung rambut yang
beterbangan mendadak menggulung ke arah dirinya,
seolah-olah mencocok dan mencekik lehernya. Serasa
hampir terhenti nafasnya, serta merta dia jejakkan kaki
jumpalitan mundur ke belakang, mundur kembali ke
dalam rumah. "Blang" dengan keras dia tutup daun pintu
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
lalu menahannya dengan punggungnya. Lama sekali baru
dia menghela nafas lega.
Angin masih mengamuk diluar. Gedung besar yang
kosong ini tinggal dia seorang saja. Baru sekarang benar
disadari bahwa rumah gedung ini memang teramat besar
dan luas, terasa betapa kecil dan kerdil dirinya.
"Bruk" daun jendela terhempas keras ditiup angin,
disusul guntur menggelegar, angin dan hujan terhempas
masuk ke dalam rumah. Tak tertahan Dian Susi bergidik
kedinginan, dengan membesarkan nyali dia berteriak
keras: "Adakah orang dalam rumah ini" ...apakah
penghuni rumah ini sudah mampus semua?"
Tetap tidak mendapat jawaban. Kembali Dian Susi
bergidik seram.
"Apa benar penghuni rumah ini semua mati dan
menjadi setan" Lalu di mana Tosu dan Siucay itu?" Di
depan sana ada pintu, daun pintunya tertutup rapat,
bukan mustahil mereka sembunyi di sana" Dengan
kertak gigi Dian Susi terjang ke sana dengan segala
tenaga dan kecepatannya. Untung pintu ini tidak
terpalang dari bagian dalam. Dian Susi langsung
menerobos masuk.
Di sini adalah sebuah ruang tamu ukuran kecil yang
dipajang mewah, selintas pandang, orang akan merasa
tentram dan nyaman di sini. Baru saja Dian Susi
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
menghela nafas, sekonyong-konyong "Blum" daun pintu
di belakangnya menutup sendiri. Keruan bukan kepalang
kejutnya, dengan sekuat tenaga dia dorong pintu, namun
tidak bergeming. Agaknya pintu sudah terkunci dari luar.
Merinding dan bergidik Dian Susi dibuatnya. Selangkah
demi selangkah dia menyurut mundur sampai di pinggir
meja, baru didapati tiga cangkir teh, setumpuk buku,
serenteng tasbih dan sebatang kebutan di atas meja. Air
tehnya terasa masih hangat. Agaknya Hwesio, Tosu,
Siucay bertiga sebelum Cin Ko mengusirnya, mereka
berada di ruang kecil ini. Lalu ke mana mereka sekarang"
Dian Susi tertawa dingin, jengeknya: "Aku tahu kalian
di mana, jangan harap kalian bisa menakuti aku." Yang
benar dia tidak tahu apa-apa, kata-katanya hanya untuk
membesarkan hati belaka.
Hawa semakin panas, ruang ini teramat gelap. Lama
sekali Dian Susi menjublek di tempatnya, akhirnya baru
dia celingukan ke sekelilingnya. Didapatinya di sebelah
kiri sana terdapat sebuah pintu lain, di atas pintu
tergantung kerai bambu.
Di seberang pintu berkerai ini adalah dinding tinggi, di
mana terdapat beberapa gambar lukisan dari buah
tangan seorang ahli. Di setiap pinggir lukisan terdapat
dua baris syair timpalan. Belum lagi Dian Susi sempat
melihat jelas apa bunyi syair-syair itu, tiba-tiba
didengarnya suara aneh di belakangnya, kedengarannya
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
seperti suara kerai bambu tersingkap. Sigap sekali dia
membalik badan, seketika dia menjerit tertahan.
Kerai bambu yang semula menjuntai turun, tiba-tiba
tergulung naik pelan-pelan, maka terlihat daun pintu di
balik kerai ini hanya setengah tertutup. Luar dalam pintu
tak kelihatan ada bayangan orang, seolah-olah ada
sebuah tangan setan yang tidak kelihatan, menggulung


Tokoh Besar Karya Khu Lung di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

kerai itu. Betapapun besar nyali Dian Susi, tak urung berdiri
bulu kuduknya, dengan kerahkan seluruh kekuatannya
baru dia kuasa berteriak: "Siapa disitu" Keluar!"
Tiada orang keluar, malah bayangan setan pun tak
kelihatan. Dengan mengepal jari-jarinya, mengertak gigi
Dian Susi memberanikan diri melangkah maju, keringat
dingin gemerobyos. Kedua kakinya terasa lemah tak
bertenaga. Lama rasanya baru dia mencapai pintu, di balik
ruangan sebelah sana kiranya sebuah kamar tertutup,
tiada jendela, maka keadaan di sana lebih gelap. Kamar
ini kosong melompong, hanya terlihat seorang duduk
semadi di tanah.
Seorang Hwesio.
* * * * * TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
Hwesio ini bermuka bundar, alisnya panjang menutup
mata, bokhi terletak di depannya, kira-kira Hwesio inilah
yang pandai membaca mantram dan kejeblos jatuh ke
bawah tadi. Dian Susi menarik nafas, bagaimana juga akhirnya dia
menemukan seorang hidup. Segera dia bersuara: "Hai,
bagaimana kau berada di sini" Mana Cin Ko?"
Hwesio tidak menjawab, tidak bergeming sedikit pun,
seperti tidak mendengar pertanyaannya.
Suara Dian Susi lebih keras: "Hai, kenapa tidak
bersuara?"
Hwesio tetap duduk tak bersuara, seolah-olah
memang orang tuli.
"Jangan kau pura-pura bisu dan tuli, kalau tidak buka
suara, kuketuk bocor kepalamu nanti."
Hwesio itu tetap semadi, tak bersuara.
"Kau kira aku tidak berani?" Dian Susi jadi sengit.
Segera dia memburu maju dan benar-benar mengetuk
kepala gundul si Hwesio. Badan Hwesio bergoyang-
goyang lalu roboh pelan-pelan.
Tanpa sadar Dian Susi ulur tangan menjambret
jubahnya, katanya keras: "Kenapa kau, pura-pura mati."
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
Hwesio tidak bisa pura-pura mati. Karena Hwesio
memang sudah mati.
* * * * * Semula raut muka Hwesio merah dan bercahaya, kini
sudah berubah jadi pucat dan kaku. Dari atas kepalanya
yang gundul pelan-pelan mengalir sejalur darah yang
membasahi jidat terus hidung pipi dan mulut terus ke
dagunya. Seketika bergetar badan Dian Susi, kaki
tangannya menjadi dingin, tak sadar dia menyurut
mundur. Karena dia mundur badan si Hwesio seketika
tersungkur ke depan, mukanya mencium lantai.
Baru sekarang Dian Susi melihat jelas, tepat di tengah
batok kepala si Hwesio terdapat sebuah lubang kecil,
darah segar masih bercucuran dari lubang kecil ini.
"Apakah aku yang mengetuk lubang kepalanya?" Jelas
bukan, karena ketukan jarinya tidak berat, yang terang
Hwesio ini sudah kaku, sudah lama mati. Lalu siapa yang
membunuh Hwesio ini" Mungkinkah Cin Ko" Di mana dia
sekarang" Dian Susi berdiri menjublek, pikirannya melayang
tanpa juntrungan, seolah-olah terjeblos ke dalam impian
yang buruk. Seakan-akan dirinya berada di dalam sebuah
kuburan besar, mimpi pun tak pernah terpikir dalam
benaknya, bahwa dia bakal terkubur bersama Hwesio.
Kini setan pun sudah tidak ditakuti, umpama benar ada
setan pun akan disambut dengan senang hati. Teringat
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
akan setan, tak urung terbayang olehnya si setan kepala
besar. "Di mana dia" Apa masih menguntitku secara diam-
diam" Diakah yang membawakan selimut" Selanjutnya
apakah aku masih bisa bertemu dia" Kalau tahu nasibku
begini, apakah dia sedih?" Demikian Dian Susi bertanya-
tanya dalam hati.
* * * * * Dalam rumah makin panas, semakin gerah. Teringat
oleh Dian Susi bubur buah teratai, kerongkongannya
menjadi kering, sungguh hampir dia menjadi gila karena
tak tahan lagi. Untunglah pada saat itu dia mendengar
sebuah suara aneh pula. Suara itu kumandang dari
bawah tanah. Belum lagi dia sempat membedakan suara
apa, tahu-tahu petak batu di depannya menjeplak ke
atas, dan terbukalah sebuah lubang. Karena kejutnya
bukan main, lekas dia melompat mepet tembok. Lekas
sekali tampak kepala seorang menongol keluar dari
dalam lubang besar itu, Cin Ko. Bukan kepalang kejut
dan girang Dian Susi, seketika dia berjingkrak
kegirangan. Melihat dia Cin Ko juga kaget, melihat Hwesio yang
rebah tak berkutik di lantai lebih terkejut lagi tak
tertahan dia bertanya: "Kenapa kau benar-benar
mengetuk bolong kepala si gundul ini?"
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
"Aku baru ingin tanya kau," seru Dian Susi, "umpama
kau ingin mengetuk kepalanya, toh tidak perlu mencabut
nyawanya."
"Siapa yang mengetuk bolong kepalanya" Bahwasanya
di mana dia berada pun baru sekarang kutemukan di
sini." "Kalau kau tidak tahu, lalu siapa yang tahu?"
"Kau. Bukankah sejak tadi kau bersama dia?"
Keruan Dian Susi mencak-mencak, serunya: "Siapa
bilang aku bersama dia, setelah dia kejeblos jatuh,
bukankah kau pun ikut jatuh?"
"Tapi setiba di bawah, bayangannya pun aku tidak
melihatnya."
Dian Susi melengak, tanyanya: "Memangnya apa yang
kau lihat?"
"Apapun tak kulihat, hakikatnya tiada apa-apa di
bawah, umpama ada aku pun tak bisa melihatnya."
"Kenapa?"
"Karena di bawah tiada lentera, semuanya serba
gelap, aku bukan kelelawar, mana bisa melihat barang di
tempat gelap."
"Lalu bagaimana kau bisa temukan tempat ini?"
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
"Di bawah sana ada tangga batu, setengah harian aku
meraba-raba, baru sampai di sini, begitu aku beranjak
naik tangga, pagar batu itu lantas terbuka sendiri, kukira
kaulah yang menolongku keluar dari atas sini."
Dian Susi tertawa kecut, katanya: "Aku tidak punya
kemampuan setinggi itu."
Tanya Cin Ko: "Cara bagaimana kau pun bisa berada
di sini" Hwesio ini?"
"Jangan kau main tebak, waktu aku sampai di sini, dia
sudah begitu."
"Siapa yang membunuhnya?"
"Setan yang tahu."
Mendengar setan, muka Cin Ko berubah, katanya
tertawa getir: "Agaknya tempat ini memang ada setan,
aku hanya heran, kenapa kau tetap berada di sini."
"Kau kira aku tidak ingin pergi?"
"Kukira kau sedang menunggu aku."
Merah muka Dian Susi, katanya: "Darimana aku tahu
kau menyusup ke tempat mana?"
"Kalau tidak menunggu aku, kenapa kau belum pergi?"
"Karena aku tak mampu pergi."
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
"Kenapa?"
"Begitu aku masuk ke rumah ini, pintu luar lantas
tertutup rapat."
"Siapa yang menutup pintu?"
"Setan yang tahu," kali ini mukanya sendiri yang
berubah pucat. "Kau... kau tak bisa mendorong pintu itu?"
"Terkunci dari luar, mana aku kuat mendorongnya?"
"Mungkin kau tidak kerahkan tenaga."
"Kau kira aku benar-benar tidak becus" Kenapa tidak
kau coba sendiri?"
Bagian 9 Sudah tentu Cin Ko harus mencobanya. Baru dia
angkat tangan dan mendorongnya perlahan, daun pintu
lantas terbuka. Sudah tentu Dian Susi tidak percaya akan
kenyataan ini, teriaknya: "Pintu ini terang terkunci dari
luar, pasti tidak salah." Bagaimana juga pintu sudah
terbuka dengan mudah dia bisa keluar, hal ini
membuatnya riang. Tapi dia masih uring-uringan.
Hatinya amat penasaran.
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
Cin Ko menghela nafas, katanya: "Umpama benar
pintu ini tadi terkunci dari luar, sekarang sudah terbuka,
hayolah keluar."
"Aku tidak mau."
"Kenapa tidak mau?" Cin Ko melengak.
"Kau memfitnah aku" Kau kira aku menipumu?"
"Selamanya aku tidak pernah beranggapan demikian,
apapun yang kau katakan selamanya kupercaya!"
Dian Susi menyengir tawa, tapi lekas sekali mengerut
kening, katanya: "Siapa yang mengunci pintu" Kenapa
kelakuannya tidak genah?"
"Asal menemukan orang itu, kau bisa tanya
kepadanya."
"Benar, kita harus temukan dia, aku ingin kompes
keterangannya," tanpa menunggu Cin Ko menyuruhnya,
segera dia beranjak keluar lebih dulu.
Hawa di luar memang lebih segar, tiga cangkir teh
tetap berada di meja seperti tidak pernah disentuh
orang. Tentunya air tehnya sudah dingin. Dengan
keadaannya sekarang ingin rasanya dia tenggak habis
ketiga cangkir teh ini, namun dia sudah tambah
pengalaman, terpikir olehnya bila air teh ini beracun.
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
Baru saja dia hendak panggil Cin Ko, tahu-tahu Cin Ko
sudah berdiri di sebelahnya dengan mendelong.
"Hai, kenapa melamun" Apa yang kau pikir?" sentak
Dian Susi. "Aku sedang pikir, cara bagaimana kita harus keluar."
"Memangnya,
keluar mencari orang yang mempermainkan kita itu," terpikir olehnya pintu di kamar
ini tadi pun terkunci dari luar, tadi dia pun tak kuat
mendorongnya terbuka. Kali ini dia tidak suruh Cin Ko
mencobanya, dia sendiri yang akan mendorongnya. Betul
juga dengan sekali dorong tanpa pakai tenaga daun
pintu sudah terbuka.
Serta pintu terbuka sungguh kaget dan melongo
dibuatnya, dari luar kumandang banyak suara aneh dan
gaduh. Mimpi pun takkan pernah terpikir olehnya, bakal
mendengar suara-suara ini pula.
Baru saja pintu terbuka segaris, dari luar kumandang
berbagai suara, ada suara dadu, suara kartu dikocok,
suara rolet berputar, gelak tawa bagi yang menarik uang,
helaan nafas bagi yang kalah main.
Di sini memang sarang judi, adalah jamak kalau
mendengar suara-suara itu. Tapi bukankah sarang judi
ini sudah bubar" Bukankah tadi sudah berubah jadi biara
Hwesio" Dan Hwesio-hwesio itu sudah pergi seluruhnya"
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
Tak tahan hampir Dian Susi menjerit keras, dengan keras
daun pintu dia dorong. Tak tahan akhirnya ia benar-
benar menjerit keras.
Jelas dan gamblang, di luar adalah sarang judi, bukan
biara dan bukan lagi rumah kosong. Sinar lampu terang
benderang, berbagai manusia sama gembira berjudi,
melulu tiada Hwesio.
Sarang judi yang tadi lenyap secara misterius, kini
mendadak muncul pula secara misterius pula.
Apakah sebenarnya yang telah terjadi"
Siapa yang bisa menjelaskan"
Lampu dipasang terang benderang di sarang judi ini,
setiap meja penuh sesak para penjudi yang berdesakan.
Begitulah pemandangan umum dalam setiap sarang judi
di seluruh dunia.
Tapi melihat keadaan ini kejut Dian Susi lebih besar
dibanding waktu sarang judi ini penuh dihuni sekian
banyak Hwesio. Lama sekali dia menjublek di tempatnya baru
berpaling, Cin Ko berdiri di belakangnya, mulutnya
ternganga lebar, matanya melotot, mimik mukanya
seperti orang yang ditendang perutnya.
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
Dengan lidahnya Dian Susi membasahi bibirnya yang
kering, katanya tersendat: "Apa yang kau lihat?"
"Sarang... sarang judi yang amat ramai."
"Benarkah kau melihatnya?"
Cin Ko menyengir tawa, katanya: "Siapa tahu benar
atau tidak"... Hanya setan yang tahu."
Baru saja Dian Susi hendak mengomel, tiba-tiba
dilihatnya seseorang tengah melangkah mendatangi
dengan muka berseri. Seorang yang berpakaian perlente,
tangannya membawa pipa cangklong, perawakannya
tinggi gede, selebar mukanya penuh dihiasi brewok lebat,
dilihat dari gayanya berjalan, orang akan tahu bahwa
kuda-kuda silat orang ini amat hebat.
Belum orang mendekat Dian Susi sudah memapak
maju, tanyanya: "Sudah berapa lama sarang judi ini
dibuka?"

Tokoh Besar Karya Khu Lung di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Agaknya orang ini merasa pertanyaan ini amat lucu,
dengan seksama dia awasi Dian Susi naik turun, baru
menjawab dengan tertawa: "Di saat perjudian ini dibuka,
mungkin nona masih orok."
Sedapat mungkin Dian Susi menahan gejolak hatinya,
katanya: "Sejak sarang judi ini dibuka, kau sudah berada
di sini?" TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
Orang itu tertawa lebar, sahutnya: "Tamu pertama
yang mengunjungi sarang judi ini adalah aku sendiri."
"Jadi kau selalu berada di sini?"
"Kecuali saat tidur, aku selalu berada di sini."
"Siang hari tadi?"
"Biasanya setiap siang aku pasti tidur, tapi hari ini
kebetulan kedatangan beberapa tamu, terpaksa aku
harus menemani mereka di sini seharian."
Dengan kencang Dian Susi mengepalkan kedua
tangannya, tiba-tiba dia berpaling, katanya: "Kau... kau
dengar apa yang dia katakan?"
Muka Cin Ko memutih, dengan langkah lebar dia
menerobos maju, bentaknya beringas: "Lebih baik
bicaralah yang jujur."
Orang itu unjuk rasa kaget, katanya: "Kenapa aku
harus bicara tidak jujur?"
"Siapakah kau sebenarnya?"
"Aku she Kim..."
"She Kim" Pernah apa kau dengan Kim-toa-hu-cu?"
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
Orang itu mengelus brewoknya yang lebat sambil
menjawab dengan tertawa: "Cayhe inilah Kim-toa-hu-cu
adanya." Tak tahan lagi Dian Susi, teriaknya keras: "Kau bukan
Kim-toa-hu-cu, pasti bukan."
"Lalu aku siapa kalau bukan Kim-toa-hu-cu alias si
Brewok Emas?" agaknya orang ini pun terkejut.
"Perduli siapa kau, yang terang kau bukan si Brewok,"
seru Dian Susi.
Karena ribut-ribut ini, orang mulai berdatangan
merubung. Tampak oleh Dian Susi orang-orang yang
merubung di sekelilingnya semua memiliki wajah aneh
yang jelek dan berseri tawa kepadanya. Maka laki-laki
brewok menanya: "Darimana nona tahu kalau aku bukan
si Brewok?"
"Karena aku kenal si Brewok, dia tidak punya brewok,
sehelai pun tiada."
Laki-laki itu tiba-tiba tergelak-gelak, serunya dengan
menuding Dian Susi: "Nona ini bilang si Brewok tidak
punya jenggot," seluruh hadirin ikut tertawa terbahak-
bahak, seolah-olah mereka mendengar lelucon yang
menggelikan. "Kim-toa-hu-cu masa tidak punya
jenggot?" TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
"Jikalau dia tidak punya jenggot, kenapa dinamakan
Kim-toa-hu-cu alias si Brewok?" gelak tawa mereka
menusuk pendengaran.
Hampir gila Dian Susi dibuatnya, dengan seluruh
kekuatannya dia menjerit: "Bukan saja Kim-toa-hu-cu
tidak punya brewok, malah sudah menjadi Hwesio."
Mendengar ucapannya, tawa orang banyak semakin
menjadi-jadi, ada yang terpingkal-pingkal memeluk
perut, ada yang saling hantam, ada pula yang
terkencing-kencing. "Kalau Kim-toa-hu-cu jadi Hwesio,
laki-laki di kolong langit semuanya bakal jadi Hwesio
juga." "Kalau nona ini tidak salah melihat orang, tentu dia kesurupan setan, atau otaknya sudah sinting."
Keruan Dian Susi berjingkrak gusar, dampratnya:
"Sedikit pun aku tidak sinting, ingatanku masih segar,
pasti takkan salah, aku melihat dengan mata kepalaku
sendiri." "Kau melihat apa?" tanya si Brewok.
"Melihat si Brewok cukur gundul jadi Hwesio."
"Laki-laki sehat walafiat kenapa harus jadi Hwesio?"
"Karena ada orang memaksanya."
"Siapa yang memaksanya?"
"Seorang... seorang Hwesio."
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
Gelak tawa orang banyak semakin keras dan
berkumandang dalam gedung besar ini, semakin
menusuk kuping, Dian Susi semakin bingung dan terasa
pening kepalanya.
Sekonyong-konyong seorang bertanya: "Katamu
seorang Hwesio?" suaranya rendah dan datar,
kedengarannya tidak berteriak keras, tapi di tengah gelak
tawa orang banyak, setiap hadirin mendengar jelas suara
pertanyaannya, seolah-olah orang ini berdiri di pinggir
telinga mereka. Seorang yang mengerti ilmu silat pun
akan tahu, bahwa pembicara ini memiliki lwekang yang
maha hebat. Orang yang semula merubung bundar seketika
menyiak minggir, serempak mereka berpaling ke arah
datangnya suara, baru sekarang mereka lihat orang yang
bertanya ini adalah seorang Hwesio juga.
* * * * * Hwesio ini bertubuh kurus pendek, mukanya kuning
seperti orang sakit, duduk di sana kelihatan seperti anak
kecil. Tapi siapapun yang mengawasinya, tiada satu pun
yang mengandung rasa hina atau memandang rendah.
Bukan lantaran sepasang biji matanya yang tajam
berkilat, bukan lantaran ada dua Hwesio setengah umur
bermuka kereng dan bersikap prihatin berdiri di belakang
Hwesio cilik itu. Tapi juga bukan lantaran jubah para
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
Hwesio ini dibuat dari kain yang berkualitas tinggi, bukan
lagi karena tasbih di tangannya yang bergerak-gerak itu
semuanya mengeluarkan sinar cemerlang.
Apakah sebabnya, tiada orang tahu, yang terang
siapapun meski hanya sekilas melihatnya, dalam hati
tanpa sadar lantas timbul rasa hormat kepada dia.
Demikian juga Dian Susi. Meski dia belum pernah melihat
Hwesio ini, tidak tahu siapa dia sebenarnya, namun
dalam sanubarinya dia sudah menebak orang tentu
seorang Hwesio sakti berkepandaian tinggi. Adalah jamak
bagi Hwesio yang berkepandaian tinggi, seperti seorang
pendekar besar, di manapun dia berada selalu menjadi
perhatian orang banyak. Anehnya tiada orang melihat
sejak kapan ketiga Hwesio ini datang.
"Barusan kau tanya kepadaku?" tanya Dian Susi.
Hwesio tua kecil manggut-manggut, ujarnya:
"Bukankah Li-sicu barusan menyebut seorang Hwesio?"
"Benar," sahut Dian Susi.
"Hwesio macam apakah dia?"
"Hwesio itu bermuka bundar, kalau tidak salah,
pipinya masih ada lesung pipit."
"Berapa usianya?"
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
"Usianya belum lanjut, tapi sikap dan bicaranya seperti
bangkotan tua."
"Apakah dia bersama seorang Tosu?"
"Bukan saja dengan Tosu, masih ada lagi seorang
Siucay." "Di mana mereka sekarang?"
"Siucay dan Tosu entah di mana aku tidak tahu, hanya
Hwesio itu..." sampai di sini dia menghirup nafas segar,
katanya lebih lanjut: "Hwesio itu sudah mati."
Muka kurus kering Hwesio tua tidak menunjukan
mimik perasaannya, tiba-tiba "Brak" kursi kayu merah
yang dia duduki hancur berantakan. Namun Hwesio tua
tetap duduk bergaya di tempatnya sekokoh gunung
tanpa bergeming, jadi pantatnya tergantung di tengah
udara. Sudah tentu semua hadirin mengkirik dan
merinding, tiada orang berani tertawa lagi.
Lama sekali baru terdengar Hwesio tua kecil buka
suara pula: "Di mana dia mati?"
Dengan jari tangannya Dian Susi menuding ke
belakang pintu. Baru saja jarinya bergerak, dua Hwesio
di belakang Hwesio tua tahu-tahu melambung ke atas
terus melesat masuk ke sana. Terdengar angin menderu
keras, pakaian orang sampai tertiup melambai, puluhan
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
hadirin yang dekat pintu seperti diterpa angin kencang,
ada pula yang topinya hampir copot.
Dian Susi melirik ke arah Cin Ko. Rona muka Cin Ko
kelihatan prihatin, sapu tangan merah di lehernya sudah
basah oleh keringat.
Cepat sekali dua Hwesio gede pertengahan itu sudah
beranjak keluar dari balik pintu sambil menggusur
jenazah Hwesio bundar itu. Kelihatan kedua Hwesio ini
sedang menahan emosi, namun sorot mata mereka jelas
teramat marah dan berduka.
Sekilas saja Hwesio tua cilik melihatnya lalu pejamkan
mata, merangkap tangan bersabda Budha memanjatkan
doa. Waktu dia membuka mata pula, mendadak terasa oleh
Dian Susi sinar kilat yang cemerlang menyorot keluar dari
biji matanya. Tahu-tahu Hwesio tua cilik sudah berada di
depannya, tanyanya dengan suara tandas: "Siapakah
nama Li-sicu?"
Dian Susi batuk-batuk dua kali, baru menjawab: "Aku
she Dian, bernama Dian Susi."
Tenang dan sewajarnya saja Hwesio tua membuka
mata mengawasinya dua kali, tiba-tiba sorot matanya dia
alihkan kepada Cin Ko, tanyanya: "Dan siapa Sicu ini?"
"Cayhe Cin Ko," sahut Cin Ko kalem.
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
Hwesio tua manggut-manggut, raut mukanya yang
kuning seperti orang sakit tiba-tiba menunjukan otot-otot
hijau yang merongkol keluar seperti cacing berontak.
Tapi suaranya masih mantap dan kereng: "Baik, ilmu silat
bagus, kepandaian lihay, memang tidak bernama
kosong." Tak tahan Dian Susi menyeletuk, serunya: "Hwesio ini
bukan dia yang membunuh, jangan kau salah menuduh
orang." "Bukan dia yang membunuh, memangnya kau?" tanya
Hwesio tua cilik.
"Mana mungkin aku, waktu aku masuk ke sana, dia
sudah mati."
"Masuk ke mana?"
"Masuk ke dalam rumah sana."
"Waktu itu Cin sicu ini sudah berada di dalam rumah
bukan?" "Tidak, dia masuk belakangan, baru saja masuk."
Si Brewok tiba-tiba menyeletuk: "Di sana adalah
kamar tidurku, tiada jalan lain, jikalau Cin Tayhiap baru
masuk, kenapa Cayhe beramai tiada yang melihatnya?"
"Dia bukan masuk dari sini," debat Dian Susi.
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
"Sicu ini tadi sudah menjelaskan secara gamblang,"
demikian ujar Hwesio tua cilik, "rumah itu tiada
tembusan ke arah lain."
"Dia... dia muncul dari bawah tanah," seru Dian Susi.
Dia tahu pembelaannya takkan dipercaya orang, maka
segera dia menambahkan perjelasan: "Tadi siang waktu
kita kemari, Hwesio ini belum mampus, di saat dia bicara
dengan kami, mendadak terjeblos ke bawah."
"Lalu bagaimana selanjutnya?" tanya Hwesio tua cilik.
"Selanjutnya Cin Ko ikut terjeblos masuk ke bawah
juga. Waktu itu dalam rumah sudah tiada orang lain,
Hwesio-hwesio yang semula memenuhi rumah ini sudah
pergi semua, maka aku lantas menyusul masuk mencari
mereka, di dalam baru ketemu Hwesio ini yang sudah
mati, waktu aku berusaha mundur dan keluar, pintu
ternyata sudah terkunci dari luar," bercerita sampai di
sini baru Dian Susi menyadari seluruh hadirin
mengawasinya dengan mendelong. Setiap mimik muka
mereka seperti ingin tertawa, namun tak bisa tertawa.
Hanya Hwesio tua itu sedikit pun tidak menunjukan
rasa geli, katanya kereng: "Nona kemari tadi siang?"
"Waktu itu kebetulan lohor, kalau tidak salah kira-kira
satu setengah jam yang lalu."
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
"Waktu itu dalam rumah ini ada orang?" tanya Hwesio
tua cilik. "Ada, banyak orang."
"Adakah mereka-mereka ini?"
"Bukan, seluruhnya Hwesio yang memenuhi rumah ini,
Si Brewok juga di antara mereka."
Tak tahan si Brewok tiba-tiba tertawa, ujarnya:
"Selamanya Cayhe belum pernah jadi Hwesio, setiap
hadirin bisa menjadi saksi."
"Adakah orang menjadi saksi akan pembelaan Li-sicu?"
tanya Hwesio tua, "Lalu ke mana para Hwesio yang
penghuni rumah ini?"
"Semua sudah... sudah pergi."
"Ke mana?"
"Tidak tahu."
"Setelah mereka pergi, adakah lain orang di dalam
rumah ini?"
"Tidak, satu pun tiada," belum habis jawabannya,
matanya sudah melihat ada orang tak tahan geli tertawa
sambil menutup mulut dengan tangan.
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
Berkilat biji mata Hwesio tua, katanya sambil menyapu
pandang ke sekelilingnya: "Apakah kalian siang tadi
berada di sini semua?"
Puluhan orang serempak menjawab berpadu: "Semua
berada disini."
"Kapan tuan-tuan datang kemari?"
"Tepat siang hari aku tiba di sini."
"Kemarin malam aku sudah berada di sini."
"Kalian tidak pernah meninggalkan tempat ini?"


Tokoh Besar Karya Khu Lung di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

"Tidak, pasti tidak," orang-orang itu menjawab secara
berlomba. Memangnya setan judi kalau sudah pegang
kartu, umpama kau usir dia dengan mencambuknya,
jangan harap kau bisa mengusirnya pergi.
Saking marah dan naik pitam, serasa hampir gila Dian
Susi dibuatnya, teriaknya: "Mereka membual seluruhnya.
Tengah hari tadi, terang dalam rumah ini sudah kosong
melompong orang-orang ini tiada satu pun yang ada di
sini." Hwesio tua mengawasinya, katanya dingin: "Tujuh
delapan puluh Sicu yang hadir di sini semua membual
memangnya hanya Li-sicu seorang yang tidak membual,"
demikian sindirnya.
"Kenapa aku harus membual?"
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
"Tahukah kau siapakah Hwesio yang meninggal ini?"
"Tidak tahu, perduli siapa dia."
Sorot mata Hwesio tua cilik diliputi rasa gusar dan
penasaran, katanya: "Gelarnya adalah Bu-bing (tanpa
nama). Dia adalah Sute Lo-ceng."
Mendadak si Brewok berteriak kaget: "Hah, apakah dia
Hwesio pendekar nomor satu dari kalangan agama yang
dijuluki Hwesio Banyak Urusan dari Siau-lim yang
bergelar Bu-bing Taysu?"
Hwesio tua cilik manggut-manggut, ujarnya: "Kalau
jelas seorang Hwesio, buat apa dinamakan pendekar
segala" Kalau memang sudah Bu-bing (tanpa nama),
kenapa harus banyak urusan" Kalau dia tidak masuk
neraka, siapa yang akan masuk neraka?"
"Lalu..." si Brewok mencelos, "Taysu kau..."
"Loceng Bu-sek, datang dari Siau-lim pula." Begitu
Hwesio tua cilik ini menyebut nama gelarnya, mendadak
suasana menjadi sirap dan hening, tiada orang berani
tertawa dan berkelakar lagi.
Perduli dia kaum persilatan atau bukan, siapapun pasti
sudah cukup kenal akan ketenaran dua Hwesio pelindung
biara Siau-lim-si. Sejak tadi Dian Susi merasa uring-
uringan dan penasaran. Kini dia pun berdiri diam tak
berkutik lagi. Karena terasa olehnya segulung hawa
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
dingin yang mendadak mengalir di sekujur badannya,
seolah-olah di malam gelap kakinya kejeblos ke dalam
lubang salju yang dalam dan dingin.
Perduli tempat ini sarang judi atau biara. Perduli si
Brewok atau si Plontos, semua ini tidak menjadi soal.
Tapi jikalau sampai terjadi murid Siau-lim-pay terbunuh,
membunuh Hwesio pendekar yang punya nama dan
disegani di Kangouw, semua ini merupakan kejadian lain
pula. Baru sekarang Dian Susi menyadari bahwa semua
kejadian aneh-aneh yang dialami tadi tidak lain
merupakan jebakan atau muslihat yang sudah
direncanakan sebelumnya. Bukan saja muslihat ini amat
menakutkan, malah terasa amat gawat dan genting.
Dirinya dan Cin Ko sudah terjebak ke dalam muslihat
yang sudah direncanakan lebih dulu ini, untuk
membebaskan diri, jelas tidak mungkin dan sulit. Untuk
pertama kali ini selama hidupnya benar-benar
menyelami, difitnah orang adalah suatu hal yang amat
menakutkan. Semua orang menatapnya dengan berbagai perasaan,
yang terang sorot mata mereka sekarang jauh berbeda
dengan pandangan mereka tadi.
Kalau tadi semua anggap dirinya gadis edan yang
ngoceh tak karuan, malah terasa lucu dan menggelikan.
Tapi semua kini mengawasi dirinya, seakan-akan sedang
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
mengawasi sesosok mayat yang sudah tak bernyawa
lagi. "Kenapa aku harus membual?"
"Sudah tentu mungkir, siapapun yang membunuh Bu-
bing Taysu, pasti takkan mengaku terus terang."
Suara serak Dian Susi kedengarannya sember:
"Dengan kalian aku tak bermusuhan apa-apa, kenapa
kalian memfitnah dan mencelakai aku?"
Si Brewok memicing mata mengawasinya dingin,
kakinya menyurut pelan-pelan. Orang-orang lain segera
meneladani perbuatannya ikut menyurut mundur, seolah-
olah badan Dian Susi dihinggapi penyakit menular, takut
ketularan. Dengan kalap Dian Susi memburu maju merenggut
lengan baju seorang, bentaknya: "Aku tahu kau ini
seorang jujur, kenapa tidak kau beritahu kepada mereka,
bahwa tadi siang hakikatnya kau tidak berada di sini.
Bahwasanya seorang pun tiada di sini." Selama hidup
belum pernah dia minta-minta kepada orang lain, namun
sorot mata dan mimik wajahnya menunjukkan belas
kasihan. Walau muka laki-laki itu pucat pasi, namun dia tetap
berkukuh pendapat, sahutnya dingin: "Kalau tadi siang
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
aku tidak di sini, cara bagaimana bisa kalah lima ratus
tail perak?"
Merah biji mata Dian Susi, tak tahan lagi telapak
tangannya melayang menggampar pipi orang. Orang itu
hanya meraba-raba pipinya yang bengap kesakitan,
bukan saja tidak marah dia pun tidak minta ampun.
Namun Hwesio tua tidak ambil perduli, dalam keadaan
serba kritis ini, dia bersikap tenang dan menghitung
tasbih serta membaca mantram mendoakan arwah Bu-
bing Taysu mendapatkan tempat di sisi sang Budha.
Memangnya dia tidak gugup atau gelisah, yang jelas dua
orang tertuduh ini takkan mungkin melarikan diri.
Kembali Dian Susi memburu ke depannya, teriaknya
lantang: "Baiklah, kutanya kau sekali lagi, aku tak
bermusuhan apa-apa dengan dia, siapakah namanya pun
aku tidak tahu, dengan alasan apa aku harus
membunuhnya?"
Lama sekali Bu-sek Taysu terpekur, akhirnya bicara
pelan-pelan: "Kabarnya dia sudah masuk ke San Liu
(aliran gunung)."
"Karena dia masuk San Liu, maka aku harus
membunuhnya?" debat Dian Susi.
"Mungkin bukan hanya kalian saja yang ingin
membunuhnya," ujar Bu-sek menghela nafas. "Begitu
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
menjadi anggota San Liu, tak ubahnya masuk ke dalam
neraka." Kembali Dian Susi berjingkrak, serunya lantang: "Nah
itulah kesalahanmu, apakah San Liu itu aku toh tidak
tahu." Bu-sek Taysu menarik muka, katanya: "Di depan
Loceng, siapapun tak berani kurang ajar."
"Kau yang tidak tahu aturan atau aku yang kurang
ajar" Umpama benar aku ingin membunuhnya, apa aku
mampu melakukan?"
Sejak tadi Cin Ko berdiri di samping diam saja
berpeluk tangan seperti sedang terlongong, kini
mendadak dia menghela nafas serta menimbrung:
"Takkan berguna."
"Apanya tidak berguna?" tanya Dian Susi.
"Apapun yang kau katakan takkan berguna."
"Tapi aku..."
"Kalau kau tidak mampu membunuhnya, aku toh
cukup mampu."
"Tapi kau tidak membunuhnya?"
"Kecuali kau, siapapun takkan bisa membuktikan
bahwa aku tidak membunuh kepala gundul itu."
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
Dian Susi melenggong.
Mendadak Cin Ko terloroh-loroh dengan mendongak
serunya: "Luka-luka pedang dan golok di badan Cin Ko,
besar kecil tak kurang dari lima ratus banyaknya,
terjebak sekali lagi dengan muslihat ini pun takkan
menjadi soal buat diriku."
Kereng muka Bu-sek Taysu, katanya: "Sudah lama
Loceng dengar Cin sicu memang seorang laki-laki
sejati..."
"Takkan salah," seru Cin Ko tetap terloroh-loroh,
"jikalau kau berkukuh menuduh aku yang membunuh
Sutemu, boleh kau anggap memang akulah yang
membunuhnya."
"Baik, kalau begitu, silahkan sicu ikut pinceng pulang
ke Siauw-lim-si."
"Hayo sekarang juga, jangan kata Siau-lim-si, umpama
gunung golok atau wajan minyak mendidih, aku orang
she Cin takkan mundur setapakpun."
Mendadak Dian Susi menarik lengan bajunya, serunya:
"Kau... untuk apa kau ikut dia pulang ke Siau-lim-si?"
"Terserah apa yang mereka inginkan atas diriku."
"Mereka toh ingin mencabut nyawamu."
"Tidak apa."
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
"Untuk menebus jiwamu kau berjuang mati-matian,
memangnya begitu gampang kau diajak pergi tanpa tahu
juntrungan persoalannya?"
Hwesio pertengahan umur yang bermuka kereng
gagah itu tiba-tiba menyeletuk: "Nona jangan lupa,
pembunuh orang harus dihukum mati pula, hal ini bukan
saja sudah merupakan hukum Thian, juga merupakan
undang-undang negara."
"Jangan lupa kau ini orang beribadah," debat Dian
Susi, "kenapa buka mulut tutup mulut bicara soal
membunuh orang, ajaran Budha pantang membunuh
barang berjiwa, apakah gurumu tidak mengajarkan
kepadamu tentang ajaran ini?"
Hweso pertengahan umur itu menarik muka, katanya
dingin: "Lihay benar mulut nona cilik ini."
"Salah matamu sendiri, masakah orang baik orang
jahat tidak bisa kau bedakan?"
Merah padam muka Hwesio tengah umur, bentaknya
bengis: "Mulut orang beribadah memang kurang tajam,
tapi..." "Tutup mulut!" mendadak Bu-sek Taysu menghardik:
"Sudah sekian tahun kau belajar mengekang diri, kenapa
masih cerewet dan adu mulut segala?"
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
Lekas Hwesio tengah umur merangkap kedua tangan
sambil membungkuk serta menyurut mundur: "Tecu tahu
bersalah."
Sampai pada babak sekarang, setiap hadirin
mempunyai dua pendapat dan dua analisa. Bahwa Siau-
lim-pay memang keras berdisplin, tapi orang
sembarangan tidak boleh mengganggu atau merugikan
mereka. Demikian pula Cin Ko ternyata memang seorang
laki-laki keras, laki-laki jantan.
Tapi bagaimana akhir dari persoalan ini nanti" Tiada
orang yang bisa meramalkan.
"Justru karena Loceng pantang membunuh, maka kali
ini aku hanya membawa Cin sicu pulang saja."
"Untuk apa kau bawa dia pulang?" tanya Dian Susi.
"Diselesaikan atau bila perlu dihukum sesuai dengan
undang-undang yang berlaku."
"Dia kan bukan murid Siau-lim kalian, dengan hak apa
kau akan menghukumnya dengan undang-undang
perguruanmu?"
"Yang dia bunuh adalah murid perguruan kita, maka
perguruan kita punya hak untuk menghukumnya."
"Siapa lihat bahwa dia yang membunuh Hwesio Siau-
lim-si kalian?"
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
"Kenyataan sudah membuktikan, kenapa harus pakai
saksi segala?"
"Apa arti bukti kenyataan" Siapa yang pernah lihat dia
membunuh Hwesio Banyak Urusan ini, siapa pula yang
bisa membuktikan bahwa benar dia yang turun tangan?"
"Waktu itu hanya kalian berdua saja yang punya
kesempatan turun tangan."
"Kenapa kau berpendapat demikian?"
"Hanya kalian saja yang berada bersama dia."
"Waktu itu kau berada di mana?"
"Masih di tengah jalan."
"Kalau kau masih di perjalanan, darimana kau tahu
siapa yang pernah masuk ke dalam rumah?"
Timbul amarah di muka Bu-sek Taysu, katanya: "Nona
cilik kenapa main debat dan mencari alasan belaka?"
"Kaukah yang menuduh semena-mena atau aku yang
banyak alasan?"
Gusar Bu-sek Taysu dibuatnya, dampratnya: "Nona
cilik yang bermulut tajam, loceng memang tidak pandai
bicara, namun tindakan menundukkan iblis masih mampu
kulakukan." Agaknya dia lupa pernah melarang para
muridnya bicara kasar.
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
Dian Susi menyeringai dingin, jengeknya: "O, jadi
hanya Hwesio tua saja yang boleh main tuduh dan
fitnah, Hwesio cilik tidak boleh."
"Tutup mulutmu!" bentak Bu-sek Taysu. "Siapa berani
kurang ajar lagi, jangan salahkan bila loceng turun
tangan tak kenal kasihan.
"Kau ingin berkelahi" Bagus!" seru Dian Susi, lalu
berpaling kepada Cin Ko, katanya menepuk pundak Cin
Ko. "Dia ingin berkelahi, kau sudah dengar tidak?"
"Sudan dengar," sahut Cin Ko.
"Kau takut tidak menghadapinya?"
"Memangnya aku hanya pandai main jotos, tak bisa
perang mulut."
Dian Susi tepuk tangan kegirangan, serunya tertawa:
"Nah begitu. Laki-laki jantan lebih rela dihajar pecah
kepalanya daripada difitnah semena-mena. Hayolah siap
tempur layani apa keinginannya."


Tokoh Besar Karya Khu Lung di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

"Aku menurut kemauanmu saja," ujar Cin Ko, belum
habis perkataannya, tahu-tahu Cin Ko sudah menubruk
maju, kepalannya menggenjot muka Hwesio pertengahan
umur yang berdiri paling dekat. Serangannya sungguh
cepat sekali, namun Hwesio tengah umur ini pun bukan
lawan lemah, segera dia menekuk dengkul merendahkan
badan dengan gaya orang duduk di punggung kuda,
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
berbareng tangan kiri terangkat naik menangkis,
sementara kepalan kanan balas menghantam dari bawah
ke atas. Siau-lim-si kenamaan karena dari ilmu pukulannya
yang menggetarkan dunia, cara menangkis balas
menyerang sekaligus ini, adalah jurus-jurus yang paling
lihay dari Hu-hou-lo-han-kun dari Siau lim-pay.
Tak nyana Cin Ko ternyata tidak berkelit dan tidak
berusaha menangkis, dengan kekerasan dia mandah
digenjot sekerasnya. "Blang" kepalan sebesar mangkok
Hwesio tengah umur itu dengan telak mampir ke
perutnya. Semua hadirin menjerit kaget, siapapun takkan
menyangka Cin Ko yang sudah terkenal dan dikagumi
semua lapisan persilatan ternyata begini gampang
dipukul orang. Lebih tak tersangka lagi, meski seluruh
hadirin yang menyaksikan berteriak kaget, orang yang
kena pukul sedikit pun tiada bersuara, seperti tidak
terkena pukulan.
Begitu kepalannya mengenai perut Cin Ko, Hwesio
tengah umur merasa tangannya seperti memukul sebuah
batu besar, tangan sendiri yang sakit. Baru saja dia
melengak keheranan. Dari samping belakang Bu-sek
Taysu sudah menghardik: "Awas!"
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
Belum hilang suara peringatannya, kepalan Hwesio
pertengahan sudah dipegang oleh Cin Ko. Disusul
kepalan Cin Ko balas menghajar perutnya. Ternyata
Hwesio tengah umur tidak sekebal dirinya yang kuat
dipukul perutnya, kontan dua tangannya memeluk perut
dengan tersurut mundur sempoyongan, keringat dingin
sebesar kacang berketes-ketes di atas kepalanya, berdiri
tegak pun tak kuasa lagi.
Dian Susi menghela nafas lega, katanya tertawa:
"Ilmu kepandaian apakah yang kau gunakan?"
"Inilah yang dinamakan ilmu terima digebuk," sahut
Cin Ko. "Mandah digebuk juga termasuk ilmu kepandaian?"
"Nah kau memang belum mengerti, sebelum belajar
memukul orang, belajarlah dulu mandah dihajar orang,
bukan saja harus kuat dihajar kepalan, kau pun harus
kuat dihajar senjata tajam." Memangnya Cin Ko kuat
dibacok dan dilukai oleh golok, di badannya ada bekas
luka bacokan sebanyak empat ratus tujuh puluh dua.
Dian Susi tertawa: "Benar, dia memukulmu sekali, kau
pun balas menggenjotnya sekali, sayang dia tak sekuat
kau yang kuat dihajar."
Cin Ko tertawa, ujarnya: "Akhirnya kau mengerti juga
akan teori ini."
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
Membesi hijau muka Bu-sek Taysu, pelan-pelan ia
tampil ke muka, katanya tertawa dingin: "Bagus. Ingin
Loceng menyaksikan, berapa banyak kau mampu terima
hajaranku?"
"Kau pun ingin mencobanya?" tantang Cin Ko.
"Silahkan."
"Baik," berbareng kepalannya segera melesat, gaya
dan tipu serangan yang dipakai tetap seperti tadi. Bu-sek
Taysu juga merendahkan badan seperti orang duduk di
punggung kuda, tangan kiri terangkat menyampok
miring, sementara kepalan kanan serentak balas
memukul. Gaya dan serangannya mirip dengan apa yang
dilakukan oleh Hwesio tengah umur tadi. Tapi bagi
seorang ahli, cukup hanya mengulur tangan menggerakkan kaki, sudah dapat diketahui isi dan
kehebatan serangannya, kalau tidak takut yang tidak
mengenai kualitas barang, justru harus gentar
menghadapi barang yang benar benar-benar tulen.
Perawakan dan kepalan tangan Bu-sek Taysu memang
jauh lebih kecil dibanding Hwesio tengah umur tadi,
namun jurus pukulan ini penuh dilandasi kekuatan dalam
yang hebat dengan seluruh himpunan semangatnya lagi,
umpama balok besar pun bisa dipukulnya hancur
berkeping-keping.
Tak nyana untuk kali ini Cin Ko tidak mandah dipukul
lagi. Tiba-tiba badannya melejit naik ke atas, di tengah
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
udara jumpalitan melejit lewat dari atas kepala Bu-sek
Taysu, dua jari dirangkap menutuk Giok-sim-hiat di
belakang batok kepala Bu-sek Taysu. Jurus ini bukan saja
amat berbahaya, lihay, gesit dan tangkas, juga teramat
cepat dan tepat, jauh berlainan dengan kepandaian
mandah digebuk seperti tadi.
"Bagus!" Bu-sek Taysu menghardik. Mendadak dia
mendongak mundur dengan gaya jembatan besi,
seketika terdengar suara gemerincing riuh, ternyata biji-
biji tasbihnya yang terbuat dari besi sudah terayun ke
belakang menggulung pergelangan tangan Cin Ko.
Kedua kaki Cin Ko menendang ke belakang, badannya
dengan enteng dan lincah tiba-tiba menggeser tiga kaki,
begitu ujung kakinya menutul di pundak seseorang yang
berdiri tak jauh di belakangnya, badannya lantas mumbul
ke tengah udara. Tak nyana biji-biji tasbih Bu-sek Tasyu
ikut melesat terbang dengan menderu keras bagai golok
emas membelah udara. Betapapun cepat luncuran badan
Cin Ko, takkan mampu secepat biji-biji tasbih yang
mengejamya. Umpama benar dia betul-betul kuat
dihajar, tapi bila biji-biji tasbih ini mengenai badannya
perduli mengenai di mana saja asal di badannya, rasa
sakitnya tentu bukan kepalang.
Dian Susi sudah tak tertahan menjerit kaget, tak
nyana tepat pada saat itu terdengar "Brak", atap rumah
tiba-tiba ambrol dan bolong besar. Sebuah tangan terulur
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
masuk dari luar lubang, sekali raih dengan tepat dia
tangkap rentengan biji tasbih itu.
"Siapa?" Bu-sek Taysu membentak gusar.
Di atas rumah seseorang berkakakan panjang,
sahutnya: "Seorang yang mau mengetuk bolong batok
kepalamu, terutama Hwesio-hwesio yang banyak
urusan." Dian Susi seketika berteriak: "Jangan lepaskan dia
pergi, mungkin dialah orang yang membunuh Bu-bing
Taysu." Tak usah dia berkaok-kaok, Bu-sek Taysu tanggalkan
jubahnya, dengan gerakan Burung Bangau Menjulang ke
Langit, kakinya menjejak, badannya melesat naik bagai
seekor bangau menerobos lubang besar itu. Tepat pada
saat itu dari atas rumah beruntun melesat turun puluhan
sinar bintik-bintik dingin yang berbunyi tang-ting riuh,
seluruh lampu yang ada di dalam rumah seketika padam.
Dalam kegelapan hadirin menjadi panik dan gaduh.
Untung Dian Susi melihat jelas arah Cin Ko melompat
turun, lekas dia memburu ke sana serta bersuara lirih:
"Di mana kau?" Sebuah tangan terulur menggenggam
tangannya. Kata Dian Susi: "Tak perlu kita terlibat perkara yang
Golok Yanci Pedang Pelangi 8 Kisah Si Bangau Merah Karya Kho Ping Hoo Memanah Burung Rajawali 10
^