Pencarian

Iblis Berjanggut Biru 1

Wiro Sableng 038 Iblis Berjanggut Biru Bagian 1


SERIAL WIRO SABLENG Created by syauqy_arr@yahoo.co.id Iblis Berjanggut Biru
1 DUA PEMUDA berpakaian kelabu dan
sama menunggang kuda hitam, memacu
kuda masing-masing menuju ke timur.
Di belakang, di arah punggung mereka
sang surya yang hampir tenggelam
membersitkan sinar kuning merah.
Ratusan kelelawar terbang berputar-
putar di arah selatan lalu lenyap di
balik ketinggian pohon-pohon jati di
puncak bukit kecil.
Pemuda yang menunggang kuda di
samping kiri bertubuh ramping semampai, memiliki kehalusan kulit seperti
peremptlan. Kepalanya dibungkus dengan sehelai kain berwarna merah. Kawannya
seiring berbadan tegap. Dadanya yang berbulu tersembul di balik bajunya yang
tidak berkancing.
Memasuki jalan yang agak mendaki di lereng bukit, kuda tunggangan pemuda berikat
kepala merah tiba-tiba saja seperti ditarik oleh satu kekuatan dahsyat dari
belakang hingga binatang ini berhenti berlari. Kalau saja penunggangnya tidak
cekatan dan sigap merangkul leher kuda itu, niscaya dia akan terlempar.
"Hai ....! Ada apa denganmu Wesi Ireng"!" Si pemuda menegur kuda tunggangannya
lalu mengusap-usap leher binatang itu.
"Kudamu berlaku aneh!" berkata pemuda bertubuh tegap. Namun dia sendiri menjadi
kaget ketika mendadak kuda tunggangannya meringkik keras sambil mengangkat kedua
kaki depannya tinggi-tinggi ke udara.
"Tenang! Tenang Panah Ireng!" Pemuda ini berusaha menenangkan kudanya yang
bernama Panah Ireng. Dia memandang berkeliling. "Aneh, tak biasanya Panah Ireng
KARYA 1 BASTIAN TITO SERIAL WIRO SABLENG Created by syauqy_arr@yahoo.co.id Iblis Berjanggut Biru
berlaku seperti ini . . . "
"Wesi Ireng juga tak biasa-biasanya begini ..,." Baru saja pemuda itu berkata
begitu, kudanya pun ikut-ikutan meringkik. Dia memandang berkeliling. "Aneh, tak
ada binatang buas. Mengapa binatang-binatang ini seperti ketakutan?"
Setelah diam sejenak, pemuda bertubuh tegap berkata,
"'Sudahlah Ratih, tak perlu dirisaukan. Mari kite melanjutkan perjalanan. Tujuan
masih jauh. Mungkin baru besok pagi kita sampai di Tegal Jenar..."
"Betul mas Danu. Mari kita lanjutkan perjalanan . . . " kata pemuda yang
dipanggil dengan nama Ratih, yang ternyata adalah seorang perempuan berpakaian
seperti lelaki.
Kedua orang itu menyentakkan tali kekang kuda masing-masing dan siap untuk
meneruskan perjalanan. Tapi benar-benar aneh. Keempat kaki kuda itu seolah-olah
seperti dipantek ke tanah. Lehernya mengulur-ulur ke depan seperti mengumpulkan
tenaga berusaha untuk maju dan lari. Tapi tubuh dan kaki tak bisa digerakkan.
"Hatiku jadi tak enak mas. Jangan-jangan?"
Baru saja, Ratih berkata begitu di depan mereka, dari arah atas terdengar suara
orang mendehem dua kali berturut-turut. Ratih dan Danupaya mendongak mengangkat
kepala. Memandang ke depan. Di atas sebuah cabang pohon besar di tepi jalan di
depan mereka tampak duduk bersandar ke batang pohon seorang lelaki muda berpakaian biru.
Meskipun muda tapi dia memiliki janggut lebat. Tidak seperti lazimnya janggut
yang biasanya berwarna hitam atau memutih bila orangnya sudah tua, maka janggut
pemuda ini berwarna biru!
Pemuda berkening tinggi dengan rahang menonjol berjanggut biru itu memiliki
sepasang mata sangat tajam, seperti hendak menembus setiap benda yang
dipandangnya, tanpa berkesip memperhatikan dua penunggang kuda di bawah pohon.
"Mas Danu ?" bisik Ratih, "mungkin orang di atas pohon itu yang membuat kuda-
kuda kita ketakutan dan tak berani bergerak maju ...?"
"Mungkin," bisik Danupaya pula. "Tapi mungkin juga binatang ini bukannya
ketakutan melainkan seperti ditenung hingga tidak bisa bergerak. Aku barusan
meneliti. Binatang ini sama sekali tidak kena ditotok!"
"Kau kenal orang di atas pohon itu?" bertanya Ratih.
"Baru sekali ini aku melihatnya. Sikapnya dingin dan angkuh. Aku akan KARYA
2 BASTIAN TITO SERIAL WIRO SABLENG Created by syauqy_arr@yahoo.co.id Iblis Berjanggut Biru
menegurnya ...."
"Biar aku yang menegurnya!" ujar Ratih yang sejak tadi sudah merasa jengkel
melihat sikap orang berjanggut biru di atas pohon. Caranya duduk dan sikapnya
mendehem tadi jelas orang itu telah melakukan sesuatu hingga kudanya dan kuda
Danupaya tidak mampu bergerak maju.
"Orang di atas pohon, apakan ada sesuatu yang membuatmu menghalangi perjalanan
orang"!" Ratih berseru. Suaranya keras dan sama sekali terdengar tidak seperti
suara perempuan. Jelas gadis ini menyusupkan tenaga dalam pada jalan suaranya.
Pemuda berjanggut biru di atas pohon masih tetap memandang tak berkesip.
Bibirnya tampak bergerak. Tapi bukan untuk menjawab pertanyaan orang melainkan
meludah ke tanah!
"Kurang ajar sekali dia. Ditanya malah meludah!" desis Danupaya. "Ki sanak,
apakah kau tidak mendengar kawanku bertanya"! Atau kau memang tak mau
menjawab"!"
"Tuduhan busuk! Apakah kawanmu itu ada bukti bahwa aku menghalangi perjalanan
kalian"!"
Pemuda berjanggut biru di atas pohon keluarkan jawaban. Suaranya tandas tapi
bernada tinggi menandakan satu kecongkakan.
"Memang kami tidak punya bukti! Tapi mengapa binatang-binatang ini berlaku aneh
dan tak mampu berjalan pada saat kau berada di atas pohon sana"!"
Si pemuda berpakaian dan berjanggut biru tertawa bergelak. "Kalian bodoh! Tapi
cukup cerdik...."
"Jadi betul kau yang melakukan sesuatu terhadap kuda-kuda kami"!" tanya Ratih.
"Perempuan memang paling bawel di dunia ini!" Pemuda di atas pohon berkata.
Paras Ratih menjadi berubah. "Astaga .... dia mengenali diriku!" membatin sang
dara. "Siapa kau sebenarnya"!" Ratih bertanya dengan membentak dan galak.
"Kau tak layak bertanya!" balas menghardik orang yang dibentak.
"Kalau begitu biarkan kami meneruskan perjalanan!" berkata Danupaya.
"Silahkan kalau bisa ...." jawab si janggut biru.
KARYA 3 BASTIAN TITO SERIAL WIRO SABLENG Created by syauqy_arr@yahoo.co.id Iblis Berjanggut Biru
Danupaya menyentakkan tali kekang kudanya sementara Ratih menggebrak pinggul
kudanya. Tapi kedua binatang itu tetap saja tidak dapat bergerak maju apalagi
berlari! Dari atas pohon terdengar suara tertawa bergelak kembali.
"Kau berani mempermainkan kami! Apakah hendak pamer ilmu atau hendak mencari
silang sengketa"!" Ratih berteriak.
"Maumu apa .... "!"
"Kurang ajar! Kau akan menyesal berani mempermainkanku. Turunlah biar kita
bicara lebih blak-blakan!"
Si janggut biru kembali tertawa.
"Orang seperti kalian tidak layak duduk sama rendah dan berdiri sama tinggi
denganku! Lagi pula aku lebih enak duduk di cabang pohon ini!"
"Apa yang harus kita lakukan mas Danu?" berbisik Ratih. "Bagaimana kalau
kulepaskan pukulan tangan kosong. Biar kuhancurkan cabang pohon yang didudukinya
itu . . . . "
"Sebaiknya jangan Ratih. Kita tidak tahu tengah berhadapan dengan siapa. Tapi
jelas orang itu memiliki kepandaian tinggi. Apa kau tidak menyadari, cabang
pohon di mana dia duduk begitu kecil. Sebenarnya tidak mungkin dapat menahan
berat tubuhnya. Biar aku yang bicara". " Lalu Danupaya mendongak. "Ki sanak,
kami adalah orang-orang yang mencari dan mengutamakan persahabatan. Kami yakin,
kaupun demikian. Perjalanan kami masih jauh. Sebentar lagi malam akan tiba. Jika
ada ucapan kami yang tidak enak di telingamu mohon dimaafkan. Kami hendak
meneruskan perjalanan! Kami harap orang gagah di atas pohon memberi izin!"
"Hemmmm ... Begitu?" Si janggut biru menyeringai. Mungkin sekali ucapan "orang
gagah" tadi yang membuatnya senang. "Aku tidak menghalang apalagi melarang
kalian meneruskan perjalanan. Tapi sebelum pergi aku perlu menitipkan pesan pada
kalian!" "Dengan senang hati. Kalau kami boleh bertanya, pesan untuk siapa?"
"Bukankan kalian murid-murid Ki Rana Wulung dari Bukit Sawojajar?"
Ratih dan Danupaya tersentak kaget dan saling pandang. Hanya sedikit sekali
orang-orang yang tahu bahwa mereka adalah murid-murid seorang kakek sakti dari
Bukit Sawojajar, kakek bernama Ki Rana Wulung itu! Siapa sebenarnya si janggut
biru ini" KARYA 4 BASTIAN TITO SERIAL WIRO SABLENG Created by syauqy_arr@yahoo.co.id Iblis Berjanggut Biru
"Dan bukankah kalian keponakan-keponakan Tumenggung Puro Bekasan dari Keraton
Surakarta" Bukankah pula kalian berdua saudara sepupu yang saling dijodohkan
oleh orang tua kalian masing-masing .... ?"
Bertambah kaget dan heran kedua pemuda itu mendengar ucapan pemuda berjanggut
biru di atas pohon yang semuanya ternyata betul.
"Siapakah Ki Sanak ini sebenarnya" Ki sanak banyak tahu tentang kami. Apakah
orang dalam Keraton juga" Harap maaf kalau kami belum tahu siapa sebenarnya ki
sanak." Si janggut biru menyeringai lagi.
"Jangan tanyakan siapa diriku. Kalian tak layak bertanya. Sekarang dengar baik-
baik. Aku berpesan untuk gurumu Ki Rana Wulung. Katakan padanya, pada malam
bulan purnama besok dia harus menyiapkan peta rahasia telaga emas yang selama
ini dipegangnya sejak tiga puluh tahun lalu. Aku akan datang mengambilnya. Atau
mungkin juga aku akan mengirimkan seorang utusan untuk mengambil peta itu.
Pesankan benar-benar padanya agar menyerahkan peta itu dengan sukarela dan
ikhlas. Kalau dia menolak dan tak mau memberikan, mungkin aku akan mengambilnya
sekaligus berikut nyawanya!"
"Jika kau berani membunuh guru, nyawamu tak akan bebas dari tanganku!"
berteriak Ratih.
Si janggut biru tertawa pendek. "Kau murid yang baik! Aku hanya memintamu
menyampaikan pesan. Bukan untuk mencampuri urusan orang! Salah-salah nyawamupun
tidak ada harganya nanti. Sayang kalau kau mati masih perawan. ha ... ha
. . ha ... !"
"Manusia kurang ajar! Rasakan"!"
Ratih mengangkat tangan kanan siap melepaskan pukulan tangan kosong mengandung
tenaga dalam. Tapi Danupaya cepat memegang tangannya menghalangi.
"Mengapa kau halangi dia hendak memukul" Aku kepingin tahu kehebatan murid-murid
Ki Rana Wulung?"
"Maafkan dia ki sanak. Kami tidak hendak mencari silang sengketa. Pesanmu akan
kami sampaikan pada guru. Tapi kalau niatmu kau teruskan, mungkin di Bukit
Sawojajar kita akan bertemu lagi dalam suasana tidak seakrab seperti saat ini!"
KARYA 5 BASTIAN TITO SERIAL WIRO SABLENG Created by syauqy_arr@yahoo.co.id Iblis Berjanggut Biru
"Keakraban adalah basa-basi palsu. Di dunia ini yang berlaku adalah segala
cerdik, segala akal, segala ilmu! Kalian boleh pergi sekarang!"
Selesai berkata begitu si janggut biru lampaikan tangan kirinya ke bawah. Dua
ekor kuda hitam yang masing-masing ditunggangi Rati dan Danupaya meringkik
keras. Ketika disentak tali kekang mereka, keduanya segera melompat dan berlan
meninggalkan tempat itu.
KARYA 6 BASTIAN TITO SERIAL WIRO SABLENG Created by syauqy_arr@yahoo.co.id Iblis Berjanggut Biru
2 "BAGAIMANA kalau kita ikuti orang itu"!" berkata Ratih ketika dilihatnya orang
di atas pohon melompat turun dan melesat ke arah pepohonan di lereng bukit.
"Jangan! Jangan membuat urusan selagi kita dalam perjalanan penting ...."
Danupaya cepat menghalangi.
"Sikapnya kurang ajar sekali. Congkak dan menganggap enteng kita. Dan yang
paling membuatku marah, dia membawa-bawa nama guru, bahkan mengancam akan
membunuh beliau!"
"Yang harus kita lakukan saat ini ialah cepat-cepat menuju Sawojajar. Jangan
sampai keduluan orang itu. Kita harus memberitahu guru apa yang terjadi!"
"Orang itu menyebut peta telaga emas. Apakah mas Danu pernah mendengar peta itu
sebelumnya?" bertanya Ratih.
Danupaya menggeleng. "Guru juga tak pernah menceritakannya. Malam ini kita tak
usah berkemah atau beristirahat lama. Cukup untuk sekedar memberi istirahat pada
kuda-kuda kita saja. Kita harus lebih cepat sampai di tempat guru ..."
"Aku setuju," sahut Ratih.
Tetapi malangnya, malam itu mendadak udara berubah buruk. Angin bertiup kencang
dan dingin. Hujan turun dengan lebatnya. Sungai yang harus mereka seberangi
banjir besar. Jembatan bambu, satu-satunya tempat penyeberangan terdekat, roboh
dilanda air. Kedua orang ini, di bawah hujan lebat, terpaksa bergerak ke arah
hilir untuk menemukan jembatan yang lain. Tapi jembatan kedua itu pun ternyata
sudah lenyap dihanyutkan banjir.
"Tak ada jalan lain. Kita harus menunggu sampai banjir reda. Lalu mencari
sesuatu untuk dapat menyerang. Kalau tidak terpaksa membuat rakit besok pagi . .
. . " "Hujan celaka . . . . " gerutu Ratih dengan suara bergetar karena tubuhnya yang
basah kuyup sudah diselimuti rasa dingin. "Sedang ada urusan penting, ada saja
halangannya!"
Danupaya hanya bisa menarik napas mendengar ucapan adik seperguruannya itu,
KARYA 7 BASTIAN TITO SERIAL WIRO SABLENG Created by syauqy_arr@yahoo.co.id Iblis Berjanggut Biru
yang sekaligus adalah kekasih dan calon istrinya. Selesai bulan Syawal tahun
depan mereka akan melangsungkan perkawinan.
Ketika pagi datang, hujan sudah lama berhenti. Air sungai tidak sederas dan
seganas malam tadi. Namun banjir belum surut.
"Agaknya kita memang harus membuat rakit untuk menyeberang . . . " kata
Danupaya. Saat itu mereka berada di tepi sungai yang agak landai. Pemuda ini
keluarkan sebilah golok pendek dari buntalan perbekalannya. Memandang
berkeliling Ratih tidak melihat pohon hambu di sekitar situ. Berarti harus
memotong pepohonan lain yang lebih besar dan keras. Berarti memerlukan waktu
lebih lama. "Setahuku sungai ini tidak terlalu dalam. Jika kita bisa menemukan bagian yang
paling dangkal, kita tak perlu membuat rakit penyeberang. Cukup menyeberang
dengan menunggang kuda . . . . "
"Kurasa lebih bagus begitu. Kalau saja kita bisa menemukan bagian yang dangkal."
Danupaya menyetujui. Keduanya lalu bergerak ke hulu. Di satu tempat mereka
berhenti. Danu menunjuk ke tengah sungai. Di situ tampak ujung sepucuk ranting,
bergoyang-goyang dipermainkan arus air.
"Kita bisa menyeberang di sini. Pohon yang tidak diterjang banjir itu cukup
memberi tanda bagian ini dangkal." Lalu Danu naik ke atas punggung Panah Ireng.
Ratih mengikuti jejak si pemuda, naik pula ke atas Wesi Ireng dan bergerak ai
belakang kekasihnya. Keduanya menuruni tepian sungai beriringan.
Ternyata sungai di bagian situ memang tidak dalam. Air hanya mencapai bagian
perut Wesi Ireng dan Panah Ireng.
"Syukur kita menemukan tempat ini Danu. Lihat kudaku senang sekali berada dalam
air. Dia bergerak cepat dan pasti menyusul kudamu!" berkata Ratih. Memang Wesi
Ireng kelihatannya gembira berjalan dalam air seperti itu. Mungkin ini
pengalamannya yang pertama kali. Binatang ini bergerak lebih cepat dari kawannya
di sebelah depan hingga sebentar kemudian Panah Ireng dapat disusulnya. Danupaya
merasa penasaran melihat kudanya yang bergerak lambat seperti terseok-seok. Dia
menggebrak pinggul Panah Ireng. Tapi binatang ini tetap saja tak dapat bergerak


Wiro Sableng 038 Iblis Berjanggut Biru di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

lebih cepat. "Kau kalah mas Danu! Kau kalah ...." seru Ratih. Justru di saat itulah mendadak
KARYA 8 BASTIAN TITO SERIAL WIRO SABLENG Created by syauqy_arr@yahoo.co.id Iblis Berjanggut Biru
tubuh kudanya amblas ke bawah seperti terperosok ke dalam lubang yang dalam.
Ternyata bagian sungai yang dilalui Wesi Ireng dasarnya tidak rata tapi mendadak
menurun tajam seperti bibir sebuah jurang. Tak ampun lagi binatang itu
terperosok jatuh, meringkik keras lalu tenggelam ke dalam air. Ratih sendiri
ikut terjerumus. Di saat yang sama dari arah hulu satu gelombang air menderu
keras secara tak terduga.
Danupaya masih sempat mendengar suara jeritan kekasihnya berteriak minta tolong
sebelum disapu air. Dia sendiri bersama Panah Ireng seperti dibanting ke kiri
ketika kena terjangan air. Sebelum jatuh ke dalam air, Danupaya masih sempat
melompat dan pergunakan punggung kudanya sebagai penjejak untuk kemudian
melompat ke pinggir sungai.
"Ratih . . . . !" teriak pemuda itu ketika gadis itu tak tampak lagi di
permukaan air. Ratih memang tidak bisa berenang. Danupaya sendiri yang juga tidak bisa berenang
lari menyusuri tepi sungai penuh kebingungan. Saat itu arus air semakin deras.
Sesaat dia sempat melihat pakaian Ratih menyembul di permukaan air. Sadar kalau
dirinya tidak bisa berenang, tapi didorong oleh rasa ingin menyelamatkan Ratih
maka tanpa pikir panjang lagi pemuda itu melompat ke dalam air.
Ternyata Danu hanya mampu mengapung beberapa saat saja. Di lain kejap tubuhnya
terbenam ke dalam air. Kedua tangannya menggapai-gapai di udara. Dia coba
memunculkan tubuh, tapi justru semakin tertarik ke bawah. Pemuda ini
mengumpulkan seluruh tenaganya. Namun tenaga itu seperti tersedot. Dia sama
sekali tiada daya ketika arus air yang mendadak deras itu menyeretnya ke hilir
sekaligus menggulungnya.
Di saat yang sangat kritis itu di mana Ratih sudah terbenam lebih dahulu dan
Danu menyusul tenggelam, sedang kedua kuda mereka yang juga ikut terjerumus di
dalam dasar sungai yang terjal, hanyut ke hilir sambil meringkik-ringkik, dari
seberang sungai tampak sesosok bayangan putih berkelebat langsung melompat ke
dalam air, me-mapasi arah hanyutnya Ratih dan Danupaya. Gerakan orang ini sebat
sekali dan tampaknya dia juga sangat mahir berenang. Tidak mudah menolong orang
tenggelam di air, apalagi arus sungai yang datang dari hulu menggila seperti
itu. Namun dengan cepat si penolong dapat mencekal lengan Ratih, menarik tubuh
gadis itu ke atas lalu dengan gerakan cepat membetotnya ke samping. Tubuh Ratih
mencelat ke udara, KARYA
9 BASTIAN TITO SERIAL WIRO SABLENG Created by syauqy_arr@yahoo.co.id Iblis Berjanggut Biru
melayang ke arah tepi sungai. Saat itu kain merah penutup kepalanya telah
tanggal hingga rambutnya yang panjang tergerai lepas.
"Astaga! Perempuan rupanya!" seru si penolong, namun suaranya tercekik ketika
air sungai memasuki mulutnya. Dia menyembur dengan ceoat. Tiba-tiba tubuhnya
terpelanting dihantam sebuah benda. Ketika diperhatikan ternyata benda itu
adalah sosok tubuh pemuda berpakaian kelabu.
"Untung! Aku tidak perlu susah payah mencarinya!" Si penolong cepat menjambak
pinggang celana Danupaya dan membawanya berenang ke tepi sungai dengan susah
payah karena arus air menyeretnya ke hilir.
Dua sosok tubuh itu dibaringkan di tepi sungai. Danupaya pingsan tak berkutik
sementara Ratih setengah siuman. Si penolong menggoyang-goyangkan kepalanya
untuk membuang air yang membasahi rambut. Sambil mengusap mukanya beberapa kali
dia memperhatikan sosok tubuh si gadis.
"Hemm . . . cantik juga," katanya dalam hati. Lalu orang ini menolong Danupaya.
Sesaat ketika pemuda ini mulai siuman, si penolong berdiri.
"Sayang ada urusan yang lebih penting. Menyesal tak dapat berkenalan dengan
sepasang muda-mudi ini!" lalu tidak menunggu lebih lama si penolong tinggalkan
tempat itu menuju ke selatan.
KARYA 10 BASTIAN TITO SERIAL WIRO SABLENG Created by syauqy_arr@yahoo.co.id Iblis Berjanggut Biru
3 BUKIT SAWOJAJAR terletak setengah hari perjalanan kaki dari Tegal Jenar. Di
puncak bukit yang berada di antara kaki-kaki pegunungan itu udara terasa sangat
sejuk dan segar sepanjang siang. Bila malam tiba dinginnya udara bukan alang
kepalang. Sebuah bangunan kayu terletak di antara kerapatan pepohonan. Bangunan ini hanya
mempunyai sebuah kamar, selebihnya merupakan serambi terbuka di sebelah
depannya. Seorang lelaki tua berpakaian dan berikat kepala putih tampak duduk di atas
sehelai tikar yang terbentang di serambi bangunan. Di atas pangkuannya
terkembang kitab suci Al Qur'an. Nyatalah orang tua ini tengah mengaji meskipun
suaranya tiada terdengar saking halus dan perlahannya dia membaca ayat-ayat suci
itu. Menjelang tengah hari, ketika seorang pemuda yang berlari kencang dari arah
timur bukit sampai di hadapan bangunan, kakek ini masih saja asyik mengaji.
Melihat orang yang hendak ditemuinya dalam keadaan seperti itu, orang yang
datang jadi serba salah.
Dia merasa tidak enak kalau harus menegur hingga si kakek berhenti dari
mengajinya. Tetapi kalau tidak segera menegur dan menyampaikan maksud kedatangannya, dia
kawatir keterlambatan itu akan mendatangkan bencana. Sesaat orang yang datang
ini hanya tertegak bingung sambil garuk-garuk kepalanya yang berambut gondrong.
Baik rambut maupun pakaiannya tampak basah dan kotor.
Setelah menunggu beberapa lama si kakek masih saja terus asyik membaca Qur'an,
tamu muda ini jadi tak sabaran. Dia sengaja berdehem beberapa kali. Dia merasa
mustahil kalau orang tua itu tidak melihat kedatangannya sekalipun dengan sudut
mata. Kini setelah berdehem, masakan dia masih tidak mengetahui kedatangannya,
begitu si pemuda membatin. Tapi nyatanya kakek itu masih saja terus melanjutkan
mengaji. Tidak mempan dengan deheman, pemuda yang datang duduk di ujung kanan
serambi dan mulai batuk-batuk dengan suara keras.
Suara yang mengaji berhenti sirap. Orang tua itu menutup kitab suci di
pangkuannya lalu meletakkannya di atas sebuah bantal di samping kirinya.
Perlahan-KARYA 11 BASTIAN TITO SERIAL WIRO SABLENG Created by syauqy_arr@yahoo.co.id Iblis Berjanggut Biru
lahan dia mengangkat kepala, memandang ke ujung serambi.
"Banyak cara untuk bertemu. Mengganggu orang yang sedang membaca Kitab Tuhan
adalah suatu dosa besar "." Terdengar orang tua itu berkata.
Pemuda berambut gondrong melengak kaget. Sesaat dia tak bisa berkata atau
berbuat apa-apa selain menggaruk-garuk kepalanya.
"Anak muda kurang ajar, siapa kau yang berani mengganggu orang sedang mengaji?"
"Ah" Aku" Apakah aku berhadapan dengan orang pandai bernama Ki Rana Wulung?"
pemuda dengan pakaian basah kuyup, itu bertanya sambir menjura tanda menghormat.
"Aku tidak akan menjawab pertanyaanmu sebelum kau menjawab pertanyaanku tadi!"
Si orang tua bicara tegas dan tandas.
"Aku Wiro Sableng. Aku datang membawa sepucuk surat penting dari guruku ....
Hanya saja suratnya saat ini berada dalam keadaan basah. Aku kehujanan di tengah
jalan ...."
"Siapa dirimu tidak penting bagiku. Soal surat yang basah itu juga perduli
amat?" "Heh!" si rambut gondrong Wiro Sableng leletkan lidah. Selama tahunan malang
melintang dalam dunia persilatan dan menyandang nama besar, kata-kata si kakek
tadi dirasakannya seperti sangat meremehkannya. Dia telah datang jauh-jauh dari
puncak Gunung Gede, menempuh perjalanan yang lama dan sulit. Kini begitu sampaih
di tujuan, orang yang hendak ditemuinya justru tidak memandang sebelah mata!
Maka dia pun membuka mulut bertanya.
"Lalu apa yang penting bagimu, apa yang membuatmu jadi perduli"!"
"Siapa gurumu ".?"
"Hemmm?" Wiro Sableng bergumam dalam hati. "Kini giliranku membalas!" maka dia
pun menjawab. "Jika itu yang penting bagimu, maka aku pun berkepentingan untuk
mengetahui siapa dirimu lebih dulu. Nama guruku satu nama yang keramat bagiku.
Tidak akan kuobral begitu saja. Jika kau tidak mau mengatakan apakah kau Ki Rana
Wulung atau bukan, jangan harap aku akan menyerahkan surat yang kubawa! Biar
orang lain saja nanti yang ganti datang menemuimu!"
Selesai dengari ucapannya itu Wiro Sableng turun dari serambi bangunan dan
melangkahkan kaki untuk pergi. Diam-diam dia melirik untuk melihat bagaimana
KARYA 12 BASTIAN TITO SERIAL WIRO SABLENG Created by syauqy_arr@yahoo.co.id Iblis Berjanggut Biru
reaksi orang tua itu. Sebaliknya, diperlakukan seperti itu si kakek keluarkan
suara tertawa mengekeh.
"Contoh jeleknya adat pemuda zaman sekarang!" berkata si kakek. "Sudah datang
tidak memberi salam, kini malah meradang menunjukkan sikap congkak. Silahkan
pergi. Aku merasa senang jika tidak menerima kiriman surat apa-apa. Malah kau
nanti yang pasti akan dilabrak gurumu karena tidak menyerahkan surat
titipannya!"
"Heh"!" untuk kedua kalinya Wiro Sableng jadi melengak. "Orang tua ini ternyata
pandai bicara dan pandai membaca situasi! Akan kucoba lagi dia biar tahu rasa!"
"Guruku bukan manusia yang tidak tahu akal budi dan perasaan. Jika kukatakan
padanya orang yang hendak kutemui bersikap masa bodoh, bukan aku yang akan
dilabrak tapi mungkin kau sendiri yang bakal diguyur dengan caci maki! Nah, aku
pergi sekarang!"
Kalau tadi dia cuma melangkah maka kini Wiro Sableng melompat. Hampir saja dia
lenyap di balik kerapatan pepohonan di puncak bukit itu, tiba-tiba didengarnya
suara orang tua itu memanggil.
"Anak muda! Kembalilah! Gurumu tentu mengajarkan bagaimana bersilat lidah!
Tapi jangan mengira aku mau mengalah lebih dulu! Kalau namamu adalah Wiro
Sableng, kau pasti muridnya nenek bawel bernama Sinto Gendeng dari Gunung Gede!"
"Dan kau pastilah Ki Rana Wulung!" ujar Wiro seraya berbalik.
Orang tua itu hanya menjawab dengan tertawa lebar.
"Gurumu tentu banyak memberikan berbagai ilmu kepandaian padamu. Tapi agaknya
dia lupa bagaimana memberi salam jika menemui seseorang, apalagi seorang tua
berusia hampir empat kali usiamu!"
"Kau betul kek, guruku memang mengajarkan seribu satu ilmu kepandaian. Soal
mengucapkan salam atau tidak itu adalah kesalahanku. Harap jangan membawa-bawa
nama guru!"
"Ho ... ho ... ho ...! Anak Sableng! Aku mengaku kalah berdebat denganmu!
Sekarang lekas kau serahkan surat yang dititipkan gurumu! Kau tak usah ragu-
ragu. Aku memang adalah Ki Rana Wulung, sahabat gurumu sejak empat puluh tahun yang
lalu!" Wiro Sableng menatap wajah orang tua itu beberapa ketika. Dia percaya si kakek
KARYA 13 BASTIAN TITO SERIAL WIRO SABLENG Created by syauqy_arr@yahoo.co.id Iblis Berjanggut Biru
tidak berdusta dan bahwa dia memang adalah Ki Rana Wulung orang yang dicarinya.
Maka Wiro selinapkan tangan kanannya ke balik pakaian. Sepucuk surat yang berada
dalam keadaan basah dikeluarkannya lalu diletakkannya di atas tikar di hadapan
si kakek. "Kertasnya basah tapi tulisannya tidak luntur karena ditulis dengan cairan
khusus..."menjelaskan Wiro.
"Kau sudah menyerahkan suratnya. Kau sudah bertemu denganku. Sekarang kau boleh
pergi?" Wiro menjadi penasaran mendengar kata-kata orang tua itu. Maka cepat-cepat dia
menjawab, "Aku memang tidak suka berada lama-lama di tempat ini. Napasku terasa
pengap. Tapi aku harus menunggu sampai kau membaca surat itu lalu menyerahkan
apa yang diminta guruku. Harap kau suka membaca surat itu. Lebih cepat kau baca,
lebih cepat aku meninggalkan tempat ini?"
Paras Ki Rana Wulung tampak merah mendengar kata-kata Wiro Sableng itu. Dalam
hatinya orang tua ini merutuk panjang pendek. Seorang pendekar yang menyandang
nama besar seperti murid Sinto Gendeng ini ternyata memiliki sifat pongah dan
kurang ajar. Kalau saja Ki Rana Wulung mau menyadari, sikap yang ditunjukkan
oleh Pendekar 212 adalah akibat sikapnya sendiri yang tidak ramah dalam
menyambut kedatangan, sang pendekar.
Dengan menekan rasa jengkelnya Ki Rana Wulung mengambil surat yang diletakkan di
atas tikar. Membukanya dengan hati-hati karena kawatir surat yang basah itu akan
robek. Lalu membaca isinya.
Sahabatku Ki Rana Wulung,
Dua kali aku bermimpi badai ganas melanda negeri. Kulihat kau mengayuh perahu
seorang diri. Perahu oleng tenggelam sudahlah pasti tak ada jalan menyelamatkan diri
kecuali muatan yang ada dikeluarkan dan kau serahkan pada muridku yang membawa surat ini.
Jangan bersikap, ragu atau kawatir. Muatan berusia lebih dari 30 tahun itu tidak akan
kuambil walau kita pernah berjanji. Jika badai sudah berhenti
Muatan akan kukembalikan adalah pasti.
Sinto Weni (Sinto Gendeng)
KARYA 14 BASTIAN TITO SERIAL WIRO SABLENG Created by syauqy_arr@yahoo.co.id Iblis Berjanggut Biru
Selesai membaca surat Ki Rana Wulung sesaat duduk merenung. Surat dilipatnya
kembali dan diletakkan, di atas pangkuan.
"Orang tua, kulihat kau sudah membaca surat dari guruku. Sesuai pesan beliau kau
akan menitipkan sesuatu padaku. Bisakah aku segera menerima sesuatu itu darimu
sokarang agar aku lekas pergi."
Kata-kata Wiro itu membuat Ki Rana Wulung angkat kepalanya, sesaat dia menatap
paras Wiro lekat-lekat lalu membuka mulut.
"Ada beberapa hal yang perlu kukatakan padamu, anak muda. Pertama apa yang
dipesankan gurumu tidak akan kuberikan padamu. Aku merasa cukup sanggup menjaga
barang itu. Kedua aku merasa ragu apakah kau benar-benar murid Sinto Gendeng
dari Gunung Gede. Masa sekarang ini segala macam tipu daya dapat terjadi ...."
"Orang tua, kau membaca surat itu. Kau pasti tahu itu gurukug yang menulis ...."
menyergah Wiro.
Ki Rana Wulung mengangguk. "Surat ini mungkin tidak palsu. Memang benar
sahabatku Sinto Gendeng yang menulisnya. Tapi bagaimana surat ini bisa sampai ke
tanganmu dan siapa engkau sebenarnya itu adalah cerita lain!"
"Kau mencurigaiku"!"
"Untuk selamat, curiga itu perlu. Karena itu aku akan mengujimu. Untuk
membuktikan bahwa kau benar-benar murid Sinto Gendeng."
Saking kesalnya, sebenarnya saat itu Wiro bermaksud mengeluarkan Kapak Maut Naga
Geni 212 untuk membuktikan diri sebagai murid Eyang Sinto Gendeng dari Gunung
Gede. Tapi sebelum hal itu sempat dilakukannya, Ki Rana Wulung tiba-tiba
keluarkan membentak keras. Tubuhnya yang duduk melesat dan tangan kanannya
memukul. Bukk! KARYA 15 BASTIAN TITO SERIAL WIRO SABLENG Created by syauqy_arr@yahoo.co.id Iblis Berjanggut Biru
4 PENDEKAR 2121 Wiro Sableng terpental hampir dua tombak. Dada kanannya yang
dihantam jotosan tak terduga-duga dari Ki Rana Wulung mendenyut sakit. Sesaat
kepalanya mendenyut dan pemandangannya berbinar-binar. Paling tidak si kakek
telah mempergunakan hampir sepertiga dari tenaga dalamnya ketika melancarkan
pukulan tadi. Wiro merasakan mulutnya asin dan panas. Ketika dia meludah ternyata ludahnya
bercampur darah. Pemuda ini terluka di dalam!
Ki Rana Wulung memandang tak berkesip. Kini dia yakin kalau pemuda berambut
gondrong, bicara dan bersikap seenaknya itu adalah benarhenar murid Sinto


Wiro Sableng 038 Iblis Berjanggut Biru di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Gendeng dari Gunung Gede.
Orang lain pasti sudah meregang nyawa, paling tidak pingsan dan luka parah
dihantam tinjunya tadi !
Sambil menahan sakit dan mengerahkan tenaga dalam ke bagian yang kena dipukul,
Pendekar 212 perlahan-lahan berdiri. Karena pakaiannya basah, ketika jatuh tadi
pakaian itu jadi bertambah kotor oleh bercakan tanah liat.
"Terima kasih atas jotosanmu tadi!" Wiro buka mulut. "Banyak cara untuk mencari
tahu siapa sebenarnya seseorang. Bukan dengan menunjukkan kehebatan dan
mencelakakan orang seperti yang kau lakukan. Sifatmu bukan saja buruk, ternyata
tanganmu pun ringan amat!"
Ki Rana Wulung tersenyum.
"Sekarang hal ketiga yang hendak kutanyakan padamu . . . "
"Persetan dengan hal ketiga atau ke empat!" membentak Wiro Sableng. "Sebelum aku
angkat kaki dari sini?"
"Hai, apakah kau tidak ingin kembali ke Gunung Gede membawa kabar bagi gurumu"
Mendengar jawaban dari surat Sinto Gendeng ?""
"Persetan dengan segala macam surat. Aku telah datang menyerahkan surat itu
secara baik-baik! Terlalu baik sehingga aku kauanggap sebagai anjing kotor untuk
KARYA 16 BASTIAN TITO SERIAL WIRO SABLENG Created by syauqy_arr@yahoo.co.id Iblis Berjanggut Biru
digebuk seenaknya! Sebelum aku angkat kaki dari? sini, budi baikmu memukulku
perlu kubalas dengan sebaik-baiknya!"
Habis berkata begitu Pendekar 212 Wiro Sableng kerahkan tenaga dalamnya ke
tangan kanan, lalu memukul ke arah enam bush kayu besar yang menjadi tiang
bangunan kayu kediaman Ki Rana Wulung.
"Hai! Apa yang hendak kau lakukan"!" seru si kakek.
Baru saja seruannya itu lenyap gumpalan angin laksana batu besar bergulung-
gulung melabrak enam tiang kayu itu.
"Pukulan kunyuk melempar buah!" seru Ki Rana Wulung ketika dia melihat pukulan
yang dilepaskan si pemuda. Cepat kakek ini melompat ke luar bangunan.
Ketika kakinya baru sempat menginjak tanah, di depanny, disaksikannya enam tiang
kayu penyangga rumahnya bukan saja patah tapi hancur berantakan! Bangunan kayu
itu sendiri kini jatuh ke tanah, terperosok sedalam setengah jengkal dan miring
di depan sebelah kiri!
"Manusia kurang ajar!" Ki Rana Wulung. "Kau rusakkan rumahku!"
Di saat itulah dua sosok bayangan berkelebat. Disertai seruan.
"Guru! Siapa yang berani kurang ajar padamu"!"
Disusul oleh bentakan kedua.
"Guru! Siapa yang telah merusakkan rumahmu! Akan kuhancurkan seluruh tubuhnya!"
Ketika Wiro dan Ki Rana Wulung berpaling ke samping, mereka dapati yang barusan
datang adalah sepasang muda mudi berpakaian kelabu dalam keadaan basah kuyup.
"Muridku! Kalian datang di waktu yang tepat!'" seru Ki Rana Wulung.
"Beristirahatlah sebentar. Biar aku yang memberi pelajaran pada budak kurang
ajar ini!"
"Tidak guru! Biar aku yang memberinya pelajaran!" menyahut pemuda yang baru
datang dan bukan lain adalah Danupaya. Sementara itu Ratih setelah tadi
membentak kini agak tertegun. Dia coba mengingat-ingat. Sepertinya dia pernah
melihat wajah pemuda berambut gondrong itu. Sebaliknya Wiro sendiri juga menatap
polos pada sang dara. Melihat kekasihnya saling pandang dengan pemuda yang telah
berlaku kurang KARYA
17 BASTIAN TITO SERIAL WIRO SABLENG Created by syauqy_arr@yahoo.co.id Iblis Berjanggut Biru
ajar terhadap gurunya bahkan telah merusak bangunan kayu kediaman sang guru,
panaslah darah Danupaya oleh rasa amarah bercampur cemburu. Sekali lompat saja
dia sudah berada di hadapan Wiro dan langsung hantamkan tinju kanannya. Pendekar
kita menangkis dengan menyilangkan lengan kiri.
Bukk! Dua tangan saling beradu.
Wiro terjajar satu langkah. Danupaya jatuh duduk sambil pegangi lengan dan
meringis kesakitan.
Kalau Ki Rana Wulung segera menyadari bahwa pemuda anak murid Sinto Gendeng itu
bukan lawan muridnya yang bernama Danupaya, maka sebaliknya Danupaya sendiri
jadi semakin berkobar amarahnya. Dia merasa dipermalukan karena dibuat jatuh
duduk begitu rupa dalam satu gebrakan saja. Kalau tadi dia hanya mempergunakan
tangan kosong untuk menyerang Wiro maka kini di dalam hatinya berkobar niat
untuk membunuh. Dengan cepat pemuda ini keluarkan golok pendek dari balik
pakaiannya Selain mendapat pelajaran ilmu silat tangan kosong dan berbagai
pukulan sakti dari gurunya, Danupaya juga diberi pelaran ilmu golok tingkat
tinggi yang dianggap langka pada masa itu. Tidak mengherankan kalau keponakan
Tumenggung Puro Bekasan ini sudah diincar Baginda di Kotaraja untuk memegang
sebuah jabatan penting dalam jajaran pasukan istana.
"Saudara" Kau bermaksud membunuhku atau hanya sekedar main-main ....?" Wiro
menegur dan tetap berdiri tenang tapi penuh waspada. Sinar yang memancar dari
kedua mata Danupaya sebenarnya sudah cukup menjadi jawaban bagi Pendekar 212
Wiro Sableng bahwa pemuda di hadapannya itu memang hendak mencincangnya!
"Apakah manusia yang berani menghina dan merusak rumah guruku layak dibiarkan
hidup. . . "!" menghardik Danupaya.
Wiro menyeringai lalu keluarkan suara siulan.
"Guru dan murid sama saja tingkahnya! Sombong congkak, tak punya pikiran jernih,
singkat akal!"
"Keluarkan semua kata-katamu sebelum kukeluarkan isi perutmu!" tukas Danupaya.
Melihat muridnya sungguhan begitu rupa, Ki Rana Wulung cepat berteriak.
"Danu! Simpan senjatamu! Biarkan dia meninggalkan tempat ini!"
KARYA 18 BASTIAN TITO SERIAL WIRO SABLENG Created by syauqy_arr@yahoo.co.id Iblis Berjanggut Biru
Namun saat itu Danupaya sudah menyergap ke depan. Sekali tangannya bergerak
goloknya berkiblat membuat tiga serangan kilat. Pertama menusuk ke arah dadz,.
lalu membabat ke perut dan ke tiga memapas ke arah leher.
Ratih tahu betul. Paling tidak salah satu dari serangan ganas itu pasti akan
mengenai sasarannya.
Di saat yang sama, setelah berpikir-pikir dan mengingat-ingat beberapa ketika
baru dia menyadari. Pemuda berambut gondrong yang berada dalam ancaman golok
kakak seperguruan dan sekaligus kekasihnya itu bukan lain adalah orang yang pagi
tadi menyelamatkannya dari bahaya maut tenggelam dalam sungai. Berarti pemuda
itu juga yang telah menolong Danupaya.
Maka dengan cepat Ratih berteriak.
"Mas Danu! Hentikan seranganmu! Dia adalah orang yang menyelamatkan kita tadi
pagi di sungai!"
Danupaya tersentak kaget. Ki Rana Wulung juga tertegun tercekat. Justru saat itu
golok telah memapas ke leher Pendekar 212 Wiro Sableng. Tak mungkin dia menarik
pulang serangannya! Ki Rana Wulung menahan napas. Ratih keluarkan seruan
tertahan sambil pejamkan mata. Tak berani menyaksikan apa yang bakal terjadi
sebentar lagi. Yakni putusnya leher pemuda berambut gondrong itu!
Tetapi yang diserang sendiri tetap tenang.
Sesaat golok akan memis;jhkan badan dan kepalanya, murid Sinto Gendeng dari
Gunung Gede itu tundukkan kepala. Tangan kanan berkelebat ke depan. Dua jari
tangan menusuk lurus ke dada Danupaya.
"Hek ...!"
Murid Ki Rana Wulung itu mengeluarkan suara seperti tercekik. Di saat itu pula
tubuhnya menjadi kaku tegang, tak bisa bergerak lagi. Dia tegak seperti patung
sementara tangannya yang masih memegang golok menggantung di udara!
Sambil usap-usap rambut gondrongnya Wiro melangkah meninggalkan tempat itu.
Ketika melewati Ratih dia melempar senyum seraya berkata, "Terima kasih kau
mengawatirkan keselamatanku!"
"A . . aku"." Ratih hendak menjawab. Maksudnya hendak mengatakan bahwa
seharusnya dialah yang berterima kasih karena pagi tadi Wiro telah
menyelamatkannya KARYA
19 BASTIAN TITO SERIAL WIRO SABLENG Created by syauqy_arr@yahoo.co.id Iblis Berjanggut Biru
dari bahaya kematian di sungai yang sedang banjir.
Ki Rana Wulung cepat mendekati Danupaya dan melepaskan totokan yang membuat kaku
muridnya itu. Begitu dirinya bebas Danupaya bertanya. "Guru, siapa pemuda
tadi .... ?"
"Namanya Wiro Sableng. Dia" Ah, sudahlah. Tak perlu dibicarakan lagi. Dia sudah
pergi. Aku senang kau dan Ratih datang kemari ?"
"Saya merasa malu tidak dapat membela nama baik guru terhadap kekurangajaran
pemuda itu!"
"Kau tak usah malu Danupaya. Dia memang bukan tandinganmu. Juga bukan
tandinganku?" menjawab Ki Rana Wulung.
Tentu saja hal itu membuat Danupaya dan Ratih terkejut.
"Maksudmu guru?" tanya Danupaya.
Sang guru menarik napas dalam. "Maksudku di iuar langit masih ada langit lagi.
Ilmu yang kita miliki acap kali masih berada di bawah ilmu orang lain. Dan semua
ilmu manusia di dunia ini hanya secuil kecil dibandingkan dengan ilmu dan
kekuasaan Tuhan . . . "
Ratih dan Danupaya terdiam. Danupaya melirik pada kekasihnya lalu berkata. "Tadi
kau bilang pemuda itu yang menyelamatkan kita waktu tenggelam di sungai yang
banjir. ....?"
"Betul .... Sebelum dia pergi aku masih sempat melihat wajahnya. Aku tak cepat
mengenalinya tadi. Karena waktu itu aku masih setengah sadar?"
"Kalau begitu bukan mustahil kau salah lihat Ratih. Belum tentu pemuda itu yang
telah menolong kita?"
"Aku yakin memang dia orangnya. Tapi sudahlah, apa perlunya diperdebatkan?"
Ki Rana Wulung membawa kedua muridnya ke dalam rumah dan duduk di serarnbi
terbuka yang kini berada dalam keadaan agak miring.
"Guru . . . . " kata Danupaya membuka pembicaraan kembali. "Mau tak mau saya
masih ingin membicarakan pemuda tadi. Saya kawatir dia adalah orang yang
dikirimkan seorang pemuda berjanggut biru. Yang mempunyai maksud jahat terhadap
guru." "Pemuda berjanggut biru" Siapa dia ..." Apa maksudmu, Danu?"
KARYA 20 BASTIAN TITO SERIAL WIRO SABLENG Created by syauqy_arr@yahoo.co.id Iblis Berjanggut Biru
Maka Danupaya lalu menceritakan pertemuannya dengan seorang lelaki aneh dalam
perjalanan. Tidak lupa dia mengatakan pesan orang itu yang menyangkut peta
rahasia telaga emas.
Terkejutlah Hana Wulung ketika mendengar muridnya itu menyebut peta tersebut.
Dia tidak dapat menyembunyikan perubahan air mukanya.
"Ada apa guru. Kelihatannya guru tidak suka saya membawa berita ini ....?"
Orang tua itu geleng-gelengkan kepala.
"Jadi apakah benar peta rahasia telaga emas itu memang ada .... ?" bertanya
Ratih. "Aku tidak akan menjawab ya atau tidak ..." sahut sang guru yang membuat bingung
kedua muridnya. "Pemuda bernama Wiro Sableng itu justru jauh-jauh dikirimkan
gurunya untuk meminta peta itu. Kau baca sendiri surat ini, Danu . . . "
Lalu Ki Rana Wulung menyerahkan surat basah yang tadi dibawa oleh Wiro Sableng.
"Saya tidak membaca peta itu disebut-sebut dalam surat ini . . . . " berkata
Danupaya begitu selesai membaca surat yanq dikirimkan Eyang Sinto Gendeng alias
Sinto Mini dari puncak Gunung Gede.
"Tentu saja tidak, muridku. Benda itu adalah benda rahasia. Mengandung harga
yang tidak ternilai. Lebih besar dari nilai kekayaan yang dimiliki Keraton
Surokerto ditambah Keraton Jogjakarta"."
Danupaya jadi leletkan lidah sedang Ratih ternganga.
"Kata muatan dalam surat itu merupakan sandi rahasia dari peta telaga emas
itu"."
menjelaskan Ki Rana Wulung dengan suara perlahan sekali seolah-olah dia tak
ingin ada orang lain mendengarnya.
"Lalu apa maksud kalimat yang berbunyi badai ganas melanda negeri . . . . ?"
bertanya Ratih.
Ki Rana Wulung diam sejenak, baru menjawab. "Seolah-olah nenek sakti itu melihat
ada bahaya yang mengancam diriku. Karena itu dia meminta agar menyerahkan peta
rahasia pada muridnya, akan disimpannya sampai keadaan aman kembali. Hanya
sayang, aku, malah kita semua sempat bentrokan dengan muridnya itu!" Ki Rana
Wulung seperti menyesali diri.
"Lalu apakah guru juga mengetahui siapa adanya pemuda berjanggut biru yang kami
KARYA 21 BASTIAN TITO SERIAL WIRO SABLENG Created by syauqy_arr@yahoo.co.id Iblis Berjanggut Biru
temui di perjalanan?"
"Sulit kuterka, Danu. Hanya sedikit saja orang yang tahu tentang peta telaga
emas itu. Dan boleh dikatakan tak ada yang tahu di mana beradanya selain aku dan
Sinto Gendeng. Bahkan murjdnya tadi itu pun sebenarnya tidak tahu harus
mengambil benda apa dariku"'
"Lelaki berjanggut biru itu, guru?" berkata Danupaya. "Dia berpesan agar guru
menyerahkan peta rahasia telaga emas itu padanya nanti malam tatkala bulan
purnama. Kalau dia tidak datang, maka dia akan mengutus seseorang .... Karena itu saya
berprasangka apa bukan pemuda itu tadi yang bertindak selaku utusan si janggut!
biru"!"
Kembali Ki Rana Wulung menarik napas dalam.
"Semua kejadian ini serba tak terduga. Dan berbau keanehan!" desisnya.
"Guru, maafkan saya. Jika peta itu memang ada di tangan guru, demi keselamatan
guru, lebih baik kita tinggalkan tempat ini. Kita bersama-sama ke Kotaraja
"Tidak muridku. Siapa adanya si janggut biru itu aku ingin sekali mengetahuinya.
Aku akan tetap berada di rumah ini sampai malam nanti..."
"Tapi itu terlalu berbahaya guru!" ujar Ratih.
"Hidup lebih dari tujuh puluh tahun. Berbagai bahaya sudah kuhadang. Mengapa
bahaya sekali ini harus kutakuti dan kuhindari dengan melarikan diri ke
Kotaraja"!"
"Maksud kami bukan melarikan diri, guru. Tapi menghindar adalah lebih baik dari
pada sengaja menyongsong bahaya!" kata Ratih pula.
"Jika kalian murid-muridku takut menghadapi bahaya, tinggalkan tempat ini.
Kembali saja ke Kotaraja!"
Mendengar kata-kata gurunya itu maka Ratih dan Danupaya serta merta menjawab
berbarengan. "Kami bersedia mati bersama guru di tempat ini!"
Ki Rana Wulung tersenyum.
"Bagus begitu . . . " katanya. "Bersiaplah. Malam sekali ini akan datang lebih
cepat KARYA 22 BASTIAN TITO SERIAL WIRO SABLENG Created by syauqy_arr@yahoo.co.id Iblis Berjanggut Biru
5 BULAN PURNAMA empat belas hari, terang dan bulat. Sinarnya menyapu bukit
Sawojajar. Rumah kayu kediaman Ki Rana Wulung yang kini tidak berkolong itu lagi
tampak sepi. Ada nyala pelita di dalam kamar tapi tak seorang pun tampak. Juga
tak ada suara apa-apa selain suara jengkerik di kejauhan atau gemerisik kadal
liar yang meluncur di kaki-kaki semak belukar.
Makin larut malam makin pudar sinar rembulan. Sesekali awan hitam melewati dan
menutupinya. Lapat-lapat di kaki bukit terdengar suara lolongan srigala hutan.
Angin mulai bertiup kencang dan hawa dingin mulai merayapi puncak bukit
Sawojajar itu. Kesunyian mencengkam menimbulkan suasana aneh kalau tidak mau dikatakan
menyembunyikan sesuatu rahasia.
Tepat ketika awan hitam menutupi rembulan untuk kesekian kalinya, dari samping
kiri bangunan kayu tiba-tibamenyeruak sesosok tubuh berpakaian biru gelap.
Wajahnya tidak terlihat jelas karena tertutup oleh bayangan bangunan kayu.
Ketika dia melangkah lebih dekat ke arah serambi, kini wajahnya tampak jelas.
Wajah seorang pemuda berdagu kukuh dengan rahang-rahang menggembung. Pemuda ini
ternyata memelihara janggut berwarna biru.


Wiro Sableng 038 Iblis Berjanggut Biru di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Di atas pohon berdaun rimbun yang gelap karena tak tertembus sinar rembulan,
tiga sosok tubuh mendekam tak bergerak. Yang seorang berbisik sangat pelan,
seperti suara nyamuk mendengung saja.
"Anggukan kepalamu jika itu orangnya yang kau ceritakan siang tadi."
Orang disamping si penanya menganggukkan kepalanya. Baru saja dia mengangguk, si
janggut biru di bawah sana terdengar berseru sambil berkacak pinggang.
"Ki Rana Wulung! Aku datang untuk mengambil pesanan?"
Sunyi. Sepi. Tak ada jawaban.
Si janggut biru memandang lekat-lekat ke arah bangunan seolah-olah hendak
menembus dinding kayu di mana membersit nyala pelita di antara celah-celah papan
KARYA 23 BASTIAN TITO SERIAL WIRO SABLENG Created by syauqy_arr@yahoo.co.id Iblis Berjanggut Biru
dinding. Sambil mengusap janggutnya dia menyeringai. Lalu mulutnya berseru kembali.
"Aku tahu kau tak ada di dalam sana! Aku juga tahu kalau kau berada di sakitar
sini! Jika tak ada yang ditakutkan kenapa bersembunyi"!"
Wuut! Si janggut biru melompat mundur satu langkah.
Sebilah golok pendek yang tadi menderu ganas hampir memancung tanggorokannya
tampak menancap di dinding bangunan.
Paras si janggut biru mengelam. Sepasang matanya seperti menyorotkan nyala api.
Tapi anehnya manusia ini justru perdengarkan suara tertawa bergelak. Tawanya
kemudian ditutup dengan bentakan lantang.
"Sungguh tidak tahu peradatan! Begini caranya orang persilatan menyambut
kedatangan tamu! Huh!"
Si janggut biru pegang hulu golok yang menancap di dinding dengan tangan kiri.
Sekali sentak saja golok itu lepas. Pergelangan tangan kirinya bergerak aneh dan
tahu-tahu golok itu melesat mendesing ke arah pohon besar di depan rumah kayu!
Di lain kejap terdengar suara keluhan!
Tiga sosok tubuh kemudian tampak melayang turun dari atas pohon besar tadi!
Pemuda berpakaian biru menyapu wajah tiga orang itu dengan pandangan mata tak
berkesip. Mereka bukan lain adalah Ki Rana Wulung. Lalu Danupaya dan Ratih.
Denupaya tampak memegangi bahu kirinya yang terluka akibat sambaran mata golok
yang tadi dilemparkan si janggut biru. Masih untung tadi waktu di atas pohon dia
berlaku waspada hingga ketika golok berdesing dia sudah mengambil ancang-ancang
untuk mengelak. Nasibnya masih baik karena golok yang seharusnya menembus
dadanya berkat gerakannya yang cepat hanya menyayat bahu kirinya.
"Apakah kalian sudah menyampaikan pesanku pada guru kalian ...?" Si janggut biru
ajukan pertanyaan. Pandangan matanya ditujukan ganti berganti ke arah Danupaya
dan Ratih. "Pesan memang sudah kuterima!" yang menjawab Ki Rana Wulung sendiri. "Tetapi
karena pesan itu tak tahu juntrungannya maka aku tidak menanggapi!"
Si janggut biru tertawa bergelak. "Orang tua, kau pandai bicara. Tapi kau hendak
KARYA 24 BASTIAN TITO SERIAL WIRO SABLENG Created by syauqy_arr@yahoo.co.id Iblis Berjanggut Biru
sembunyi di balik sehelai lalang!"
"Siapa kau sebenarnya"!"
"Siapa aku kau tak layak bertanya orang tua! Tugasmu saat ini adalah cepat
menyerahkan peta rahasia telaga emas! Serahkan secara suka rela hingga aku tidak
perlu menurunkan tangan jahat!"
"Peta rahasia telaga emas! Eh, benda atau binatang apa itu"!" bertanya Ki Rana
Wulung dengan mengejek.
"Jangan bermain sandiwara padaku, Rana Wulung! Aku tak punya banyak waktu bicara
dengan tua bangka sepertimu. Lekas serahkan peta itu!" si janggut biru
tarnpaknya mulai hilang kesabaran. Kedua kakinya dlrenggangkan dan tangan
kirinya diletakkan di pinggang.
"Aku tidak tahu menahu dengan segala macam peta! Mengapa kau memintanya
padaku"!"
"Karena aku tahu memang kau memilikinya. Peta itu ada di tanganmu sejak tiga
puluh tahun lalu! Sesuai dengan bunyi surat yang pagi tadi kau terima dari
seorang pemuda gondrong! Bukan begitu . . . . "!"
Tersirap darah Ki Ranah Wulung. Ratlh dan Danupaya menahan kejut. Ketiganya sama
membatin. Bagaimana pemuda berjanggut biru ini tahu tentang surat yang dibawa
oleh Wiro Sableng" Jawabnya satu di antara dua. Mungkin sekali sejak pagi tadi
dia sudah mendekam di tempat itu untuk memata-matai segala apa yang terjadi.
Yang kedua, mungkin dia ada sangkut pautnya dengan Wiro Sableng. Begitu ketiga
orang tadi menduga-duga.
"Lekas kau serahkan pudaku, Rana Wulung!" Si janggut biru ulurkan torr,i,rn.
"Setelah itu aku akan pergi secara baik-baik?"
"Kau salah alamat orang muda! Aku tidak tahu soal peta. Dan aku tidak
memilikinya. Mungkin si penulis surat itu yang memilikinya. Kenapa kau tidak ke
Gunung Gede saja menemui Sinto Gendeng" Kurasa nenek sakti itu yang
memilikinya."
Si janggut biru tersenyunr. Sepasang matanya kembali terlihat seperti
menyinarkan nyala api.
"Kau memberi keterangan dusta Rana Wulung!" ujar si janggut biru seraya usap-
usap telapak tanngannya satu sama lain. "Agaknya kau tidak sayang pada nyawa
sendiri. KARYA 25 BASTIAN TITO SERIAL WIRO SABLENG Created by syauqy_arr@yahoo.co.id Iblis Berjanggut Biru
Karena kalau kau tak mau memberikan peta itu, aku akan mengambilnya sekaligus
bersama nyawamu!"
Ki Rana Wulung rangkapkan kedua tangan di depan dada.
"Aku sudah terlalu tua untuk hidup lebih lama di dunia ini. Liang lahat sudah
lama menunggu. Tapi siapa manusia yang ingin mati berpangku tangan .... "!"
"Bagus! Kalau begitu kau memang sudah saatnya mampus!"
Si janggut biru mundur selangkah. Dia menggerakkan tangan kanannya ke atas lalu
menarik ke bawah perlahan-lahan kemudian dihantamkan lagi ke depan sambil lima
jari yang tadi membentuk tinju dibuka!
Semula Ki Rana Wulung mengira dirinyalah yang akan menjadi sasaran serangan aneh
tersebut. Tapi dia tertipu. Di samping kirinya terdengar jeritan Danupaya! Sang
murid tampak menggelepar-gelepar sembari pegangi perut. Saat itu Danupaya
merasakan seolah-olah isi perutnya dibetot ke luar dan kepalanya seolah-olah
dikemplang dengan pentungan besi! Darah tampak mengucur dari hidung, mulut dan
telinganya. Pemuda ini kembali menjerit. Menjerit dan menjerit lalu roboh
terguling ke tanah. Ratih memekik dan jatuhkan diri memeluk kekasihnya itu. Tapi
Danupaya telah menjadi mayat!
"Manusia biadab! Terima kematianmu!" teriak Rana Wulung.
KARYA 26 BASTIAN TITO SERIAL WIRO SABLENG Created by syauqy_arr@yahoo.co.id Iblis Berjanggut Biru
6 TERNYATA yang menyerbu si janggut biru bukan hanya Ki Rang Wulung. Tetapi juga
Ratih. Gadis ini seperti kemasukan setan, sembari menjerit tiada henti dia
menyerang dengan pukulan-pukulan maut mengandung tenaga dalam tinggi. Sang guru
sendiri menghantam dengan pukulan-pukulan sakti yang jauh lebih ganas. Tetapi
hebatnya, semua serangan yang mematikan itu dielakkan si janggut biru dengan
sikap congkak meskipun dada pakaiannya sampat terenggut robek oleh kuku panjang
Ki Rana Wulung.
"Manusia-manusia tolol!" teriak si janggut biru. "Apa kematian pemuda itu tidak
membuat kalian sadar! Kau tua bangka goblok! Masih tidak mau menyerahkan barang
yang kuminta!"
"Anjing kurap! Kau inginkan nyawaku! Ambillah sendiri! Kalau tidak nyawa
anjingmu yang akan kubetot dari tubuhmu!" balas berteriak Rana Wulung.
"Kau musti mampus di tanganku musti mampus!" terdengar pula teriakan Ratih. Di
tangan kanannya kini dia mernegang sebilah golok. Sekali golok diputar, suaranya
berdcsing dan senjata itu seperti berubah jadi tujuh buah banyaknya! Karena Rana
Wulung keluarkan ilmu silatnya yang paling andal maka datam dun jurus saja guru
dan murid itu telah mengurung rapat pemuda berjanggut biru. Tetapi hanya dua
jurus itulah batas kemampuan Rana Wulung Dan Ratih berbuat.
Didahului satu bentakan buas, si janggut biru berkelebat di antara dua
penyerang. Ketika Ratih dan Rana Wulung berbalik untuk mengejar sembari menggempur,
ternyata lawan sudah membalikkan diri lebih dahulu seraya kirimkan satu jotosan
dan satu sapuan kaki!
Ratih terpekik ketika dia merasakan kaki kanannya sakit bukan kepalang dan tanah
yang dipijaknya seperti amblas. Tubuhnya yang ramping terbanting ke tanah.
Dengan mengandalkan kegesitan dan keringanan tubuh gadis ini masih sanggup
jungkir balik, lalu sebelum kakinya menginjak tanah, tangan kanannya dengan satu
gerakan kilat menusukkan golok ke perut lawan.
KARYA 27 BASTIAN TITO SERIAL WIRO SABLENG Created by syauqy_arr@yahoo.co.id Iblis Berjanggut Biru
Si janggut biru yang tidak mengira sang dara sanggup melancarkan serangan
seperti itu, kalau tidak lekas mengelak hampir saja perutnya tertembus golok.
Kemarahan membuat dia melipatgandakan pukulan yang ditujukan pada Ki Rana
Wulung. Dan kakek ini menerima nasib malang. Tubuhnya terpental ketika jotosan
si janggut biru dengan telak menghantam dedenya. Rana Wulung merasakan tulang
dadanya seperti melesak ke dalam. Napasnya langsung sesak. Rasa sakit yang amat
sangat membuat kepalanya seperti pecah. Orang tua ini jatuh terduduk di tanah
sambil muntahkan darah segar. Menyadari bahaya yang mengancam dirinya, Rana
Wulung rebahkan tubuhnya ke tanah lalu berguling menjauhi si janggut biru.
Sewaktu dia berhenti berguling di akar pohon besar, memandang ke depan
dilihatnya Ratih sudah terbujur di tanah dalam keadaan tak berdaya. Satu totokan
telah melumpuhkan sekujur tubuhgadis ini, bahkan jalan suaranya pun tidak
bekerja lagi! "Tua bangka tolol! Kalau saja kau mau menyerahkan peta itu dari tadi, tak akan
kau kehilangan murid lelaki itu. Tak akan muridmu yang perempuan ini mendapat
cidera. Dan nyawamu sendiri tak akan tertolong! Apalagi jika kau masih saja bertindak
tolol tidak mau menyerahkan peta telaga emas itu!"
"Kau boleh membunuhku! Dan kau tetap tak akan mendapatkan apa-apa dariku manusia
biadab!" menjawab Rana Wulung.
"Kita akan lihat, tua bangka tolol!" sahut si janggut biru.
Selesai berkata begitu si janggut biru gerakkan kedua tangannya untuk membuka
pakaian birunya. Ternyata di balik pakaian biru itu dia mengenakan pakaian hitam
gelap dengan gambar puncak gunung berlatar belakang matahari berwarna merah
disertai tiga larik sinar masing-masing berwarna kuning, merah dan hitarn.
Melihat gambar pada dalam pakaian si janggut biru itu pucatlah paras Ki Rana
Wulung. "Jadi .... jadi kau". kau!"
Si janggut biru menyeringai.
"Kau ini mengenaliku Rana Wulung .... "
"Pangeran Matahari!" Tenggorokan orang tua itu seperti tercekik ketika menyebut
nama itu. "Ha. .. ha ... Tidak salah Rana Wulung! Aku memang Pangeran Matahari. Pangeran
KARYA 28 BASTIAN TITO SERIAL WIRO SABLENG Created by syauqy_arr@yahoo.co.id Iblis Berjanggut Biru
dari segala? Pangeran di dunia ini! Datuk dari segala Datuk! Pendekar dari
segala licik, segala akal, segala ilmu, segala cerdik dan segala congkak!"
Si janggut biru yang ternyata adalah Pangeran Matahari, satu nama yang telah
menjadi momok dalam dunia persilatan di masa itu melangkah mendekati Rana
Wulung. "Kau masih belum mau menyerahkan peta itu?"
"Aku sudah siap mati!" kata si orang tua seraya pejamkan mata. Sejak dua tahun
terakhir ini dia sudah mendengar dan tahu banyak tentang malapetaka yang melanda
dunia persilatan akibat munculnya seorang pemuda berkepandaian silat tinggi dan
mempergunakan kehebatannya dengan segala kecongkakan untuk melakukan berbagai
macam kejahatan. Mulai dari membunuh tokoh-tokoh persilatan sampai pada merampok
dan menculik. Dia tidak pernah menduga kalau malam itu justru manusia ganas
inilah yang muncul di puncak Sawojajar untuk merampas jiwanya. Dia tidak takut
mati. Tapi bagaimana dengan keselamatan murid perempuannya"! Hal ini membuat Ki
Rana Wulung membukakan kedua matanya yang tadi dipejamkan.
Puluhan tahun dia memiliki ilmu silat, belajar dan belajar, berlatih dan
berlatih. Malam ini semuanya itu tidak berarti apa-apa di hadapan pemuda terkutuk yang
menyebut dirinya sebagai Pangeran Matahari itu!
"Ha . ... ha ... Kau membuka matamu kembali Rana Wulung! Rupanya kau belum rela
mati!" Tiba-tiba, dalam keadaan terluka di dalam cukup parah, seperti mendapat suatu
kekuatan baru Ki Rana Wulung melompat. Dari mulutnya bersemburan darah segar.
Tapi ia tak perduli. Didahului jeritan keras orang tua ini lepaskan pukulan dari
jarak dua langkah ke arah kepala Pangeran Matahari. Satu gelombang angin yang
mengeluarkan deru dahsyat menyambar menebar hawa panas!
Wuss! "Ilmu picisan mainan anak-anak!" ejek Pangeran Matahari. Tapi dia cepat
menyingkir karena diam-diam sebenarnya dia merasa terkejut juga melihat
kehebatan lawan, yang dalam keadaan terancam jiwanya akibat luka dalam, masih
mampu melepaskan pukuian hebat disertai aliran tenaga dalam tinggi.
"Tua bangka edan! Kau bukan saja tolol tetapi juga edan!" teriak Pangeran KARYA
29 BASTIAN TITO SERIAL WIRO SABLENG Created by syauqy_arr@yahoo.co.id Iblis Berjanggut Biru
Matahari. Angin pukuian lawan sesaat masih sempat menyapu tubuhnya hingga dia
tergontai-gontai. Dalam keadaan seperti itu Rana Wulung dilihatnya kembali
menyerbu. Mukanya tampak angker karena penuh berselemotan darahnya sendiri.
Kali ini Pangeran Matahari tidak memberi kesempatan lagi. Belum sampai serangan
Rana Wulung, dia sudah menyongsong dengan pukulan tangan kanan.
Dua lengan beradu tak terelakkan.
Kraak! Ki Rana Wulung terpental. Untuk kedua kalinya kakek ini terbanting ke tanah.
Keadaannya kini lebih parah lagi karena lengan kanannya patah akibat beradu
denqan tangan lawan tadi!
"Bagaimana . . ." Masih belum mau menyerahkan peta itu?" bertanya Pangeran
Matahari sambil dua tangan bertolak pinggang.
"Terkutuk! Mampuslah kau manusia terkutuk!"
Pangeran Matahari meludah ke tanah. Sekali tendang saja dia dapat menghancurkan
kepala orang tua itu. Tetapi mungkin dia akan mengalami kesulitan menemukan peta
rahasia itu. Pasti Rana Wulung menyembunyikannya di satu tempat yang sulit
diketahui. "Kau akan melihat keterkutukanku Rana Wulung! Kau akan melihat! Kau tidak takut
mati! Bagus! Tapi apakah kau tidak takut menyaksikan apa yang bakal kulakukan
terhadap murid perempuanmu ini"!"
Pangeran Matahari berbalik, lalu melangkah ke tempat di mana Ratih terbujur di
tanah dalam keadaan tegang karena ditotok. Pemuda berjanggut biru itu
membungkuk. Lalu! Dada pakaian kelabu yang dikenakan Ratih robek besar di beberapa bagian.
Auratnya terbuka putih membusung.
"Ha . . . ha! Kau akan melihat keterkutukanku! Kau akan melihat!"
Pangeran Matahari kembali membungkuk dan ulurkan tangannya untuk menarik pakaian
sebelah bawah Ratih.
"Ya Tuhan! Laknat terkutuk!" teriak Ki Rana Wulung. "Apa yang hendak kau
lakukan! Kau boleh bunuh aku! Tapi jangan sentuh gadis itu!"
Pangeran Matahari hanya tertawa mendengar ucapan Rana Wulung itu. "Yang akan
KARYA 30 BASTIAN TITO SERIAL WIRO SABLENG Created by syauqy_arr@yahoo.co.id Iblis Berjanggut Biru


Wiro Sableng 038 Iblis Berjanggut Biru di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

kulakukan bukan hanya menyentuhnya, lebih dari itu Rana Wulung! Dan kau boleh
menyaksikan! Buka matamu lebar-lebar!"
Ki Rana Wulung coba merangkak mendekati Pangeran Matahari untuk menolong
muridnya. Tapi keadaannya sengsara sekali. Jangankan merangkak, beringsut pun
dia tak sanggup.
"Demi Tuhan! Jangan kau lakukan itu! Bunuh aku! Bunuh!"
"Aku tidak butuh nyawamu lagi Rana Wulung! Tak kubunuhpun kau akan segera
mampus. Aku lebih butuh tubuh muridmu yang cantik ini! Kau lihatlah! Hai
pernahkah kau melihat tubuh muridmu tanpa sehelai benangpun menutupnya . . . "
Ha" Ha.... ha....
"Tunggu!" teriak Rana Wulung.
KARYA 31 BASTIAN TITO SERIAL WIRO SABLENG Created by syauqy_arr@yahoo.co.id Iblis Berjanggut Biru
7 PANGERAN MATAHARI yang sudah siap untuk menelanjang tubuh Ratih yang berada
dalam keadaan tertotok itu sesaat hentikan gerakan tangannya dan berpaling pada
orang tua yang menggeletak di tanah itu.
"Apa maumu . . .?" tanyanya.
"Dengar. . . dengar. Demi Tuhan .... Aku akan berikan peta itu padamu. Aku akan
berikan peta itu! Asalkan kau berjanji ... tidak, bukan berjanji! Tapi
bersumpah! Asal kau mau bersumpah tidak akan mengganggu muridku!"
"Pasti kau hendak menipuku!" sahut Pangeran Matahari dengan sikap tak acuh.
"Aku tidak menipumu! Aku akan berikan peta itu! Bersumpahlah . . . ."
Pangeran Matahari manggut-manggut beberapa kali.
"Baik, serahkan peta itu padaku!"
"Bersumpah dulu!"
"Aku bersumpah!" ujar Pangeran Matahari. Satu tangan diangkat ke atas, satunya
lagi mengusap-usap janggut birunya. "Nah, mana peta itu!"
"Di sana. . . .?" Rana Wulung menunjuk dengan tangan kiri gemetar. Yang
ditunjuknya adalah arah pohon besar disamping kanan rumah kayu.
"Di sana di mana maksudmu"!" sentak Pangeran Matahari.
"Di ... di bawah pohon. Tiga langkah ke kanan dari akar yang menonjol. Gali
tanah di situ. Kau akan menemukan sebuah kotak besi tipis. Peta itu ada dalam
kotak besi."
"Kalau kau berdusta kau dan muridmu tidak akan mendapatkan pengampunan!"
mengancam si janggut biru lalu dia melangkah ke tempat yang dikatakan. Dengan
golok milik Ratih dia menggali tanah sejarak tiga langkah dari tonjolan akar.
Menggali sedalam dua jengkal, ujung golok membentur sebuah benda keras. Ketika
dikorek terlihat sebuah kotak besi yang sudah karatan. Kotak ini dililit dengan
sehelai kawat yang juga sudah karatan. Dengan cepat Pangeran Matahari membuka
lititan kawat itu lalu membuka kotak besi. Di dalam kotak itu kelihatan sebuah
kertas tebal yang berwarna kekuningan dimakan usia. Dengan hati-nati Pangeran
Matahari membuka KARYA
32 BASTIAN TITO SERIAL WIRO SABLENG Created by syauqy_arr@yahoo.co.id Iblis Berjanggut Biru
lipatan kertas tebal itu. Di situ tergambar sebuah sungai dan gunung lalu
lingkaran bengkok-bengkok mungkin merupakan gambaran dari sebuan telaga, lalu
tanda silang di sebelah timur telaga.
Pangeran Matahari menyeringai. Peta itu dilipatnya kembali lalu dia bangkit
berdiri dan melangkah mendekati Rana Wulung.
Orang tua itu cepat membuka mulut.
"Kau sudah mendapatkan apa yang kau ingini! Sekarang tinggalkan tempat Ini!"
"Percuma aku mempunyai jalan hidup segala cerdik, segala congkak segala akal dan
segala licik, kalau aku pergi begitu saja sementara rezeki besar sudah di depan
mata?" Paras Rana Wulung yang pucat jadi berubah.
"Apa maksudmu ?""
"Aku telah kepalang tanggung melihat keindahan tubuh muridmu! Tak baik kalau
Pukulan Naga Sakti 21 Mustika Lidah Naga 4 Kemelut Di Cakrabuana 8
^