Maut Bermata Satu 2
Wiro Sableng 037 Maut Bermata Satu Bagian 2
Tak mempan senjata, memukul mati lawan dalam satu gebrakan. Ingin sekali aku
mendapatkan ilmu seperti itu!"
"Jangan ngacok! Aku menaruh curiga kau memata-mataiku! Mungkin kau kaki tangan
Unggul Jonggrang!"
"Kau yang ngacok sahabat!" sahut Wiro dengan menyeringai. "Jika aku orangnya
Adipati itu sudah tadi-tadi aku menyerangmu. Masakan aku membiarkan kau membunuh
orang bernama Munding Tambaksati itu begitu saja...."
Joran Kemitir terdiam sesaat. Namun kamudian dia gelengkan kepala. "Aku tak
percaya padamu. Sikapmu konyol! Dan aku tak mau kau mengikuti diriku!"
Selesai berkata begitu Joran Kemitir hantam tangan kanannya ke arah dada
Pendekar 212 Wiro Sableng. Serangan itu mengeluarkan suara angin deras membuat
murid Eyang Sinto Gendeng dari Gunung Gede tersentak kaget. Karena tidak
menyangka dia tak keburu melompat menghidar. Maka Wiro menangkis pukulan Joran
Kemitir dengan menghantam lengan oran gitu.
Buk! Joran Kemitir terpental tiga langkah dan jatuh duduk di tanah. Tapi dia sama
sekali tidak merasa sakit sedikitpun. Dengan cepat dia berdiri dan melangkah
mendekati Wiro. Pendekar 212 sendiri meskipun tidak bergerak dari tempatnya
berdiri tapi tubuhnya tampak tertatih-tatih terbungkuk-bungkuk menahan sakit
yang amat sangat. Lengannya tampak membengkak biru dan selain sakit bukan main
dia merasakan seolah-olah tangan kanannya itu lumpuh, tak bisa digerakkan!
Seumur hidup baru kali ini Wiro mengalami cidera seperti itu.
Melihat Joran Kemitir mendatangi Wiro segera siapkan pukulan sakti di tangan
kiri. Tapi Joran tidak melangkah lebih dekat dan juga tidak menyerangnya
kembali. Lelaki ini berkata "Itu cukup jadi peringatan bagimu untuk tidak
mengikutiku!"
"Kentut busuk!" maki Wiro. "Antara kita tak ada silang sengketa. Dan kau
memukulku sampai cidera seperti ini! Mari kita berkelahi sempai seratus jurus!"
Joran Kemitir tertawa sinis. "Satu jurus saja kau sudah cidera, bagaimana
mungkin manghadapiku sampai seratus jurus" Ngacok!"
Panas sakali hati Pendekar 212. Tangan kirinya siap menghantam. Tapi Joran
Kemitir sudah membalik membelakanginya dan melangkah pergi. Tak mungkin bagi
Wiro untuk membokong dari belakang. Selagi dia bermaksud untuk mengejar Joran
Kemitir tiba-tiba dau bayangan berkelebat dari tempat gelap. Yang di sebelah
kanan terdengar berseru.
BASTIAN TITO 23 WIRO SABLENG PENDEKAR KAPAK MAUT NAGA GENI 212
"Loh Jenar!" Kita datang terlambat! Sesuatu telah terjadi di sini!"
"Kau benar Ametung ! Lekans menyelidik ke dalam gedung. Aku akan menangkap
pemuda berambut gondrong ini ! Pasti dia biang racun penimbul bencana di tempat
ini !" Dikejap itu pula Wiro melihat sosok tubuh kecil dan pendek melesat ke arahnya.
Ada angin menyambar bersamaan dengan gerakan orang ini. Memandang ke depan Wiro
melihat seorang lelaki bertubuh kecil dan katai, berwajah penuh keriput tanda
usianya sudah lanjut.
"Pemuda asing ! Kau pasti suruhannya Joran Kemitir !" Si katai membentak.
Saat itu Wiro masih berada dalam keadaan kesakitan. Untuk menghindari salah
sangka dia cepat menjawab.
Aku tidak ada sangkut paut dengan Joran Kemitir. Orang itu baru saja
meninggalkan tempat ini. Dia yang membunuh orang bernama Munding Tambaksati...."
Belum habis Wiro memberi keterangan, dari arah langkan gedung Kadipaten
terdengar teriakan "Pemuda itu dusta! Pasti dia yang membunuh Munding Tambaksati
secara keji dan ganas!" Lalu berkelebat sesosok tubuh lagi di hadapan Wiro.
Orang yang kedua ini tenyata memiliki tubuh tinggi kekar, berpakaian serba
hitam, memakai destar hitam dengan hiasan perak berbentuk bintang. Lengan
panjang bajunya berumbai-rumbai.
"Aku memang sudah mencurigainya. Kalau bukan suruhan Joran Kemitir mengapa dia
berada di sini! Biar kutangkap dia hidup-hidup! Adipati pasti senang dapat
mengiris-iris tubuhnya lalu memeraskan jeruk nipis di lukanya!"
Percuma saja Wiro bersilat lidah untuk menerangkan. Lelaki katai berwajah
keriput bernama Loh Jenar itu susupkan tangan kanannya ke pinggang. Begitu
tangan itu ditarik tampak dia menggenggam seutas tali berwarna putih yang
ternyata terbuat dari rotan. Dalam gelapnya tali itu seperti mengeluarkan cahaya
aneh. Ketika diputar-putar terasa ada hawa dingin menyebar.
Tiba-tiba tali rotan itu melesat bergelung-gelung. Wiro cepat sambut dengan
pukulan tangan kiri sementara tangan kanannya masih terasa sakit dan lumpuh.
Hebatnya, dihantam pukulan Wiro, tali rotan laksana seekor ular hidup menghindar
ke samping. Wiro kembali menghantam. Kali ini sasarannya langsung ditujukan pada
Loh Jenar. Wiro berhasil memukul rubuh si muka keriput ini hingga terjengkang di
tanah dan mengeluh kesakitan sambil pegangi dada dengan tangan kiri. Tapi Wiro
saat itu sudah kena dilibat tali rotan. Pendekar ini berusaha lepaskan diri tapi
tali rotan yang liat itu malah bertambah kencang meremas bahu dan tangannya.
"Sialan!" maki murid Sinto Gendeng. Kaki kanannya ditendangkan ke arah kepala
Loh Jenar yang masih terduduk di tanah. Namundari samping orang tinggi besar
bernama Ametung menggebrak dengan bacokan senjata tajam berbentuk klewang.
Membuat mau tak mau pemuda itu terpaksa tarik pulang kakinya. Di saat yang sama
Loh Jenar sentakkan ujung tali rotan. Tak ampun lagi Pendekar 212
terbetot keras lalu tergelimpang di tanah. Saat itu pula Ametung tusukkan ujung
klewang ke arah tenggorokan Wiro Sableng.
"Jangan bunuh dia Ametung!" Loh Jenar berteriak sambil kencangkan ikatan tali
rotan yang kini membelit bahu sampai betis Wiro. "Nyawanya bagian Adipati!
Kita cukup senang nanti menyaksikan bagaimana Adipati mengiris tubuhnya sedikit
demi sedikit!"
Ametung tarik tangannya dan sisipkan klewang ke pinggang.
Wior berusaha lepaskan diri dengan kerahkan tenaga dalam. Tapi gagal.
BASTIAN TITO 24 WIRO SABLENG PENDEKAR KAPAK MAUT NAGA GENI 212
"Kalau kalian tidak segera melepaskanku, kalian akan dapat pembalasan dariku!"
Wiro mengancam. "Aku tak ada hubungan dengan Joran Kemitir....."
"Tenang anak muda.....tenang!" jawab Loh Jenar seraya usap-usap dadanya yang
terasa sakit karena terluka di dalam. "Adipati akan melepaskanmu! Tapi bukan
tubuh kasarmu, melainkan nyawa busukmu! Dan kami akan menerima hadiah!
Ha.....ha.....ha!" Loh Jenar kemudian bertepuk memanggil pengawal-pengawal Kadipaten
yang sejak tadi hanya berani berkumpul di sudut halaman menyaksikan apa yang
terjadi. Dia menyuruh pengawal-pengawal itu menggotong tubuh Pendekar 212
Wiro Sableng ke dalam gedung.
BASTIAN TITO 25 WIRO SABLENG PENDEKAR KAPAK MAUT NAGA GENI 212
SEPULUH Adipati Unggul Jonggrang keluar dari dalam kamar dengan membekal sebilah keris
terhunus, dikawal dengan enam orang perajurit. Ketika dia sampai di ruangan
tengah di mana tampak Loh Jenar dan Ametung, sang Adipati sarungkan kerisnya
kembali dan sisipkan di pinggang. Sesaat dia memperhatikan pemuda berpakaian
putih berambut gondrong yang dalam keadaan terikat menggeletak di lantai. Dia
sama sekali tidak mengenal siapa adanya pemuda itu. Unggul Jonggrang berpaling
pada Ametung dan Loh Jenar. Tampangnya tampak berubah kelam merah.
"Bagus benar kelakuan kalian berdua! Kalian lenyap lebih dari dua minggu!
Apa kalian lupa kalau aku membayar kalian untuk menjaga keselamatanku dan
keluargaku"! Lihat apa yang terjadi! Munding Tambaksati mati dengan kepala
putus! Rupanya kalian menginginkan hal itu terjadi padaku!"
Ametung dan Lor Jenar tercekat diam sejenak. Lalu si tinggi besar Ametung
menjura seraya menjawab "Maafkan kami Adipati. Sama sekali tidak ada maksud
untuk melalaikan tugas. Kami pergi karena mengetahui Adipati berangkat ke
Kotaraja dan mendapat kawalan Munding Tambaksati...."
"Jangan berani bersilat lidah padaku Ametung! Jika kau tidak suka, kau bisa
kusuruh angkat kaki dari sini!"
Ametung diam saja. Dia dan juga Loh Jenar tahu betul kalau Unggul Jonggrang tak
akan mengusir salah satu dari mereka. Dalam keadaan keselamatan terancam adalah
tolol jika dia melakukan hal itu, apapun alasannya.
"Siapa pemuda gondrong itu"!" akhirnya Unggul Jonggrang ajukan pertanyaan.
"Dia kami sergap dekat pintu gerbang. Pasti dia orangnya Joran Kemitir....."
"Aku tidak ada sangkut paut apapun dengan orang itu. Harap kalian
membebaskanku !" Wiro Sableng cepat menukas ucapan Loh Jenar.
"Pemuda keparat ! Tak ada yang menyuruh kau membuka mulut !" hardik Loh Jenar.
Lalu orang tua katai ini tendang dada Wiro membuat pemuda ini mengeluh
kesakitan. Tubuhnya mencelat sampai ke dinding ruangan. Dadanya serasa amblas.
Pemandangannya sesaat seperti gelap. Darahnya menggelegak. Tapi dia tak bisa
berbuat apa. Tali rotan yang mengikat sungguh luar biasa, membuatnya tak
berdaya. "Aku bersumpah membunuhmu katai!" ujar Wiro dengan geraham
bergemeletak. Loh Jenar malah tertawa mengekeh.
"Kau tak akan mampu melakukan hal itu anak muda! Adipati Unggul Jonggrang akan
membunuhmu lebih dulu. Bukankah begitu Adipati......?" tanya Loh Jenar seraya
berpaling pada Unggul Jonggrang.
"Lebih penting jika kalian menangkap atau membunuh Joran Kemitir. Bukan yang
satu ini. Tapi kalau tak dihabisi dia bisa membuat kesulitan! Gotong dia ke
halaman belakang. Siapkan jeruk nipis. Kulihat tubuhnya penuh otot. Mungkin aku
terpaksa bekerja keras!"
Lalu Unggul Jonggrang menghunus kerisnya kembali dan mengikuti Loh Jenar beserta
Ametung yang menggotong tubuh Wiro Sableng ke halaman belakang.
Adipati Unggul Jonggrang mempunyai kesenangan mengerikan. Dia selalu membunuh
orang-orang yang dianggap berbahaya terhadap dirinya dengan jalan megiris-iris
daging tubuh dan muka, lalu memeraskan potongan jeruk nipis ke atas sobekan-
sobekan luka itu. Kesukaan yang merupakan penyakit gila ini membuat dia BASTIAN
TITO 26 WIRO SABLENG PENDEKAR KAPAK MAUT NAGA GENI 212
merasa senang, terutama jika mendengar jerit pekik korban. Setelah puas baru
akhirnya dia membunuh orang itu dengan satu tusukan ganas di tenggorokan.
Masih dalam keadaan terikat tali rotan Wiro Sableng ditegakkan tersandar ke
sebuah pohon di halaman belakang. Adipati Unggul Jonggrang mengelilingi
korbannya beberapa kali sambil leletkan lidah seolah-olah hendak menyantap
hidangan lezat. Ametung yang tadi pergi kembali lagi membawa lebih dari selusin
jeruk nipis. Sepasang mata Pendekar 212 Wiro Sableng membeliak. Di hampir tidak dapat
mempercayai kalau nasib celaka seperti itu akan menimpa dirinya.
"Adipati! Kau harus percaya padaku! Aku tidak ada sangkut paut apa-apa dengan
Joran Kemitir. Aku hanya kebetulan saja berada di pintu gerbang Kadipaten!"
Plaak! Satu temparan mendarat di muka Pendekar 212 membuat bibirnya pecah.
"Iblis pengecut ! Berani menganiaya orang tidak berdaya !" kutuk Wiro.
Ludah bercampur darah yang ada di mulutnya diludahkan nya ke muka keriput Loh
Jenar. Diludahi begitu rupa Loh Jenar jadi naik pitam. Dia melompat untuk
menghantam muka Wiro dengan jotosan tangan kiri kanan. Tapi Ametung cepat
memegang bahunya
"Jika orang ini pingsan kena hajaranmu, Adipati tidak akan mendapat kesenangan
lagi Loh Jenar!"
"Bangsat!" serapah Loh Jenar seraya menyeka mukanya.
"Aku melihat sesuatu tersisip di belakang punggung pemuda ini...." Tiba-tiba
terdengar ucapan Ametung.
Pendekar 212 Wiro Sableng menggeram dalam hati dan memmbatin "Jika keparat ini
merampas Kapak Maut Naga Geni 212 milikku, ah! Benar-benar celaka!"
Ametung melangkah mendekati Wiro sementara Unggul Jonggrang merasa jengkel
karena apa yang hendak dilakukannya jadi tertunda. Karena hampir sekujur bahu,
dada dan punggung terlibat tali rotan, untuk melihat benda apa yang tersisip di
belakang punggung Wiro, Ametung harus merobek pakaian putih si pemuda di bagian
punggung. "Astaga! Senjata mustika!" seru Ametung tertegun begitu pakaian Wiro robek besar
dan sinar menyilaukan membersit dari mata Kapak Naga Geni 212.
"Kalau itu senjata mustika!" berkata Loh Jenar, dia melangkah mendekati Wiro,
"itu pantas menjadi milikku!" Lalu dia memutar ujung tali rotan yang mengikat
sekujur tubuh Wiro. Pendekar 212 merasakan libatan tali rotan itu mengendur.
Namun masih belum cukup kendur baginya untuk menggerakkan tangan apalagi
membebaskan diri. Sementara itu sambil mendorong tubuh Ametung, Loh Jenar
melompat dan ulurkan tangannya untuk menarik mata kapak.
Tapi sebelum tangannya menyentuh senjata sakti madraguna warisan Eyang Sinto
Gendeng dari Gunung Gede itu, tiba-tiba terdengar suara sesuatu runtuh.
Berpaling ke samping kiri semua orang menyaksikan tambok halaman belakang gedung
Kadipaten bobol berantakan. Dari lobang besar pada tembok melesat masuk sesosok
tubuh berpakaian hitam, membentak garang.
"Bagus! Tiga musuh besarku semua ada di sini! Dua segera menerima mampus. Yang
satu biar mati ketakutan dulu!"
"Ini dia manusia sialan yang membuatku jadi sengsara begini!" Pendekar 212
menggeram. Yang datang bukan lain lelaki bermata satu Joran Kemitir!
BASTIAN TITO 27 WIRO SABLENG PENDEKAR KAPAK MAUT NAGA GENI 212
SEBELAS Jika seseorang sanggup menjebol dan menerobos tembok hanya dengan mempergunakan
sepasang tangan kosong maka ini adalah satu hal yang benar-benar luar biasa. Mau
tak mau Unggul Jonggrang, Loh Jenar dan Ametung kadi terkesiap kaget. Apalagi
ketika mereka mengenali bahwa yang muncul dan melakukan hal itu adalah Joran
Kemitir yang kini bermata satu dan yang dulu sama sekali tidak memiliki
kepandaian apa-apa.
"Apakah kalian sudah menyaksikan kepala Munding Tambaksati menggelinding di langkan Kadipaten....?" Joran Kemitir ajukan pertanyaa. Sambil
bertanya dia melangkah mendekati pohon tempat Wiro tersandar tanpa daya.
Loh Jenar dan Ametung bersurut beberapa langkah sementara Unggul Jonggrang tegak
dengan wajah pucat.
"Cakapmu keren dan sombong amat Joran Kemitir! Apa kau tidak tahu kedatanganmu
kemari hanya mengantar nyawa"!"
Yang buka suara adalah Ametung.
"Ha.....ha! Begitu Ametung"! Kau yang bakal mampus duluan malam ini!"
tukas Joran Kemitir. Habis berkata begitu lelaki ini ulurkan tangan menremas
tali rotan yang mengikat tubuh Pendekar 212 Wiro Sableng. Sungguh luar biasa!
Tali yang liat kuat itu remuk seperti bubuk di beberapa bagian. Tidak menunggu
lama Wiro yang kini bisa menggerakkan tangan kiri segera pergunakan kesempatan
untuk membebaskan diri dari sisa-sisa ikatan tali rotan.
Selagi Wiro sibuk dengan tali rotan itu, Joran Kemitir talh melompat ke hadapan
Ametung seaya menghantam dengan tangan kanan. Adanya angin deras mendahului
datangnya serangan ditambah tadi telah menyaksikan bagaimana Joran Kemitir
sanggup menjebol tembok halaman belakang yang tebal dengan tangan kosong, sukup
membuat Ametung yang bertubuh tinggi besar itu cepat menghindar untuk selamatkan
diri dari serangan lawan.
Sambil mengelak Ametung susupkan satu tendangan keras ke arah perut Joran
Kemitir. Tapi tidak berhasil mengenai sasaran. Malah kalau Ametung tidak lekas
menarik kakinya, hampir saja lawan dapat menangkap kaki itu.
"Aneh, bagaimana manusia yang dulu tidak memiliki kepandaian silat apalagi kesaktian kini tiba-tiba menjadi luar biasa!" membatin Ametung.
Namun dia tak bisa berpikir lebih panjang karena saat itu Joran Kemitir kembali
menyerbunya. Kali ini dengan pukulan kiri kanan.
Dengan penguasaan ilmu silat tingkat tinggi serta daya meringankan tubuh yang
sudah mantap Ametung dapat mengelakkan diri dari semua serangan itu. Tetapi
Joran Kemitir memburunya terus.
Wiro Sableng 037 Maut Bermata Satu di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
"Gila! Aku tak bisa bertahan terus!" maki Ametung. Dia melompat cepat ke kiri.
Sesaat tubuhnya seperti lenyap. Lalu dari arah berlawanan dia muncul sambil
menghantam. Joran Kemitir sesaat agak bingung karena tak sempat melihat di mana
lawan sebenarnya berada.
Bukk! Joran Kemitir terhuyung ke kanan ketika jotosan Ametung melanda bahunya.
Sebelum dia sempat mengimbangi diri satu tendangan mendarat di pinggangnya. Tak
ampun lagi Joran Kemitir roboh telentang di tanah. Jotosan apalagi tendangan
yang dapat membunuh itu ternyata sama sekali tidak membuat Joran Kemitir cidera
sedikitpun. Mengeluh kesakitanpun tidak.
BASTIAN TITO 28 WIRO SABLENG PENDEKAR KAPAK MAUT NAGA GENI 212
Merasa penasaran Ametung memburu lagi dengan satu tendangan pada saat Joran
mencoba bangun. Sasatan kali ini adalah kepala Joran Kemitir.
Praak! "Hancur kepalamu! Mampus!" teriak Ametung ketika melihat tendangannya menghantam
wajah Joran Kemitir dengan tepat. Joran sendiri kembali tebanting ke tanah. Tapi
kepala itu tidak hancur! Joran Kemitir tidak mati. Dia bangun kembali sambil
menyeringai dan melangkah mendekati Ametung dengan dua tangan terpentang.
Ametung keluarkan keringat dingin. "Kalau kuhantam dengan pukulan wesi panas
masakan tidak lumer tubuhnya!" membatin Ametung. Lelaki berdestar hitam ini
luruskan tangan kirinya ke depan sedang tangan kanan ditarik ke belakang
melewati punggung. Tiba-tiba tangan kanan itu dipukulkan ke depan. Dari telapak
tangan Ametung menderu kaluar angin yang luar biasa panasnya. Demikian panasnya
hingga Pendekar 212 Wiro Sableng yang berada enam langkah dari tempat itu dan
baru saja berhasil melepaskan diri dari libatan tali rotan berkat pertolongan
Joran Kemitir tadi cepat-cepat menjauh singkirkan diri. Ketika memandang ke
samping, tengkuknya merinding.
Saat itu terdengar pekik Ametung.
Pukulan sakti mengandung hawa wangat panas yang tadi dilepaskan Ametung hanya
sanggup membuat tubuh Joran Kemitir tergontai-gontai sasaat. Jangankan lumer,
bahkan pakaiannya sajapun tidak cidera.
Pucatlah paras Ametung. Dalam ketakutan yang amat sangat tiba-tiba dilihatnya
Joran Kemitir dorongkan tangan ke arahnya. Angin panas yang tadi dipakainya
untuk menyerang kini membalik menghantamnya. Malah jelas dirasa hawa panas itu
menderu dengan tingkat panas dan kekuatan berlipat ganda.
Ametung menjerit. Dia tak sanggup menyingkir ketika angin panas itu melabrak
sekujur dirinya. Tubuhnya hangus hitam seperti digarang api, roboh ke tanah
tanpa nyawa lagi! Bau sangitnya daging yang terbakar memenuhi udara malam!
Meskipun musuh besarnya itu hanya tinggal rongsokan tulang belulang berselimut
daging gosong Joran Kemitir seperti belum puas. Dia berlutut di samping mayat
Ametung. Kedua tangannya bergerak ke arah kepala. Lalu kraak!
Kepala Ametung tanggal dari lehernya! Perlahan-lahan Joran Kemitir bangkit
berdiri. Mata kirinya tampak seperti menyala. Kepala gosong itu kemudian
dilemparkannya ke arah Adipati Unggul Jonggrang yang saat itu berdiri dengan
tubuh menggigil dan wajah sepucat mayat. Kalau tidak cepat dia merunduk pasti
kepala Ametung akan menghantam kepalanya!
Ketikan dilihatnya Joran Kemitir melangkah mendekatinya, nyali Adipati itu
putus! Dia tak ingin mati. Apalagi mati dengan kepala dipotes seperti yang
terjadi dengan Ametung dan Munding Tambaksati. Untuk menghadapi Joran Kemitir,
dia tidak memiliki kapandaian apa-apa. Sama sekali tidak mempunyai kemampuan.
Masih ada satu harapan untuk menyelamatkan diri. Dari saku pakaiannya Unggul
Jonggrang mengeluarkan sebuah benda berbentuk hitam. Sebelum Joran Kemitir
datang lebih dekat, Unggul Jonggrang bantingkan benda hitam itu ke tanah.
Wusss! Kepulan asap hitam yang memerihkan mata dan menutup pemandangan
bergulung-gulung.
"Kurang ajar! Kau mau lari ke mana Adipati iblis!" teriak Joran Kemitir. Dia
melompat menembus kepulan asap hitam gelap. Tapi Unggul Jonggrang sudah tak ada
lagi di halamaa belakang itu !
BASTIAN TITO 29 WIRO SABLENG PENDEKAR KAPAK MAUT NAGA GENI 212
"Keparat ! Kau bisa kabur Unggul Jonggrang ! Tapi anak istrimu akan kubunuh !
Istrimu akan kuperkosa dulu baru kubunuh !"
Joran Kemitir memutar tubuh dan hendak lari memasuki gedung Kadipaten.
Namun dia ingat, satu lagi musuh besarnya masih berada di situ yakni manusia
katai bermuka keriput bernama Loh Jenar.
BASTIAN TITO 30 WIRO SABLENG PENDEKAR KAPAK MAUT NAGA GENI 212
DUA BELAS Begitu Wiro berhasil melepaskan tali rotan di sekujur tubuhnya, pendekar ini
segera melompat ke hadapan si katai Loh Jenar. Orang tua buruk inilah yang telah
membuatnya tak berdaya dengan tali rotan anehnya itu. Dan juga dia pula yang
telah menyiksanya dalam keadaan terikat.
Menghadapi Pendekar 212 Wiro Sableng si katai Loh Jenar tidak merasa takut sama
sekali karena memang ia belum tahu siapa adanya pemuda gondrong itu. Tapi
menyaksikan kematian kawannya Ametung tadi, membuat mau tak mau nyalinya menjadi
ciut. Maka ketika asap hitam membuntal, dia coba menyelinap ke dalam kepulan
asap itu untuk meudian melarikan diri. Tapi Pendekar 212 Wiro Sableng yang sudah
dapat membaca pikiran orang cepat bertindak.
Tangan kirinya dihantamkan ke depan. Angin deras serta merta menggemuruh dan
melabrak cerai berai gulungan asap hitam. Itulah pukulan angin puyuh! Halaman
belakang gedung Kadipaten itu jadi lebih terang kini. Di mana Loh Jenar berada
segera terlihat jelas. Saat itu dia hampi berhasil mencapai tembok belakang
sebelah barat. Dengan membuat dua kali lompatan Wiro melesat mengejar.
Ketika Loh Jenar melayang melompati tembok belakang yang cukup tinggi itu, di
atas tembok justru Pendekar 212 Wiro Sableng telah menunggu.
Loh Jenar jadi kalang kabut. Dia hantamkan kedua tangannya ke arah Wiro yang
tegak di tembok. Yang diserang cepat melompat ke atas lalu bergelayutan pada
cabang pohon yang tumbuh dekat pinggiran tembok. Di bawahnya tembok tinggi tebal
itu tampak ambruk sebagian akibat hantaman tangan kosong Loh Jenar.
Karena tadi melepaskan pukulan selagi tubuhnya dalam keadaan melayang, Loh Jenar
kehilangan keseimbangan. Terpaksa dia berjungkir balik di udara lalu melayang
turun kembali. Tapi si katai ini jadi tersentak kaget ketika melihat Wiro yang
tadi dikiranya masih bergelayutan di cabang pohon tahu-tahu sudah tegak berkacak
pinggang, menyeringai di hadapannya!
"Ah! Ternyata bangsat satu ini juga memiliki kepandaian tinggi!" Loh Jenar
mengeluh dalam hati. Lalu secepat kilat tangan kanannya menyelinap ke balik
pakaian. Melihat gelagat ini Wiro maklum kalau si katai akan mengeluarkan sesuatu, entah
senjata apa, tetapi pasti sangat diandalkannya seperti tali rotan yang aneh itu!
Karenanya dengan cepat Pendekar 212 Wiro Sableng mendahului menyerang.
Pukulan pertama yang dilancarkan Wiro berhasil ditangkis si katai. Ini membuat
tubuhnya yang kecil pendek itu terpental ke atas, sedang tangan kanannya tampak
matang biru sementara tangan kiri lawan dilihatnya tidak sidera sama sekali.
Meskipun kesakitan tapi Loh Jenar merasa inilah kesempatan kedua baginya untuk
dapat mengeluarkan senjata rahasia berupa jarum beracun berwarna biru yang
tersimpan di dalam kantong pakaiannya. Kembali Loh Jenar mengeruk ke pinggang
pakaian. Hanya saja sekali ini murid Sinto Gendeng tidak memberi kesempatan
lagi. Tubuhnya melompat ke atas. Tangan kirinya berhasil menangkap pergelangan kaki
kanan Loh Jenar. Lalu disentakkan kuat-kuat ke bawah. Tubuh kecil pendek itu
menderu menghantam tanah.
Kraak! Loh Jenar menjerit setinggi langit. Tulang bahunya sebelah kanan patah.
Mukanya yang keriput berkelukuran menghantam tanah. Tulang hidungnya ikut patah
BASTIAN TITO 31 WIRO SABLENG PENDEKAR KAPAK MAUT NAGA GENI 212
dan darah mengucur. Wiro mendatangi. Tapi dari samping terdengar teriakan Joran
Kemitir. "Jangan kau bunuh bangsat itu ! Nyawanya milikku !" Lebih cepat dari langkah
Wiro, Joran Kemitir sudah lebih dulu berada di hadapan tubuh Loh Jenar yang
tergeletak di tanah. Kaki kirinya langsung menginjak tenggorokan si katai itu.
"Ampun ! Ampuni selembar jiwaku..... !" Loh Jenar meminta dengan suara parau.
Dalam keadaan leher terinjak seperti itu dia merasa sia-sia untuk melawan atau
meronta lepaskan diri Sekali Joran Kemitir menekankan kakinya, tamatlah
riwayatnya! "Ha.....ha.....! Kowe masih punya keberanian untuk minta mapun Loh Jenar menusia
katai keparat!"
"Ampuni diriku! Aku benar-benar bertobat! Aku tak akan melakukan kejahatan lagi!
Ampuni diriku.....!" kembali Loh Jenar meminta.
"Baik....baik! Aku akan mengampuni selembar nyawa anjingmu!" berkata Joran
Kemitir. "Jika si mata satu ini berniat memberi ampun pasti ada sesuatu yang lain di
benaknya....." membatin Pendekar 212 Wiro Sableng.
"Aku akan mengampuni nyawamu. Tapi kau harus menjawab beberapa
pertanyaanku......."
"Aku akan menjawab seribu pertanyaanmu Joran.....!" sahut Loh Jenar yang merasa
punya harapan untuk hidup.
"Bagus! Aku hanya punya dua pertanyaan. Pertama siapa yang menculik dan
memperkosa istriku....."!"
Loh Jenar seperti dihenyakkan amblas ke dalam tanah ketika mendengar pertanyaan
itu. Untuk sesaat dia hanya bisa diam dengan lidah kelu dan tenggorokan berat
tertekan kaki Joran Kemitir.
"Setan pendek! Kenapa kau tak segera menjawab"!" hardik Joran. "Siapa yang
menculik dan memperkosa istriku....."! Lekas jawb!"
"Ka.....kami......Kami disuruh oleh Adipati Unggul Jonggrang!"
"Siapa yang kau maksud dengan kami"!"
"Maksudku...... Munding Tambaksati. Lalu Ametung......"
"Lalu......"!"
"Aku....aku juga ikut menculik. Tapi semua itu Adipati yang memberi perintah......"
"Lalu kalian memperkosa perempuan itu hah"!"
"Ya.....begitu. Begitu......."
Rahang Joran Kemitir nampak menggembung. "Sekarang pertanyaan kedua.
Di mana istriku sekarang......"'
"Itu aku ti......tidak tahu Joran. Aku bersumpah tidak tahu. Hanya saja....."
"Hanya saja apa"!" sentak Joran ketika Loh Jenar tidak meneruskan kata-katanya.
"Ametung.....Ametung pernah ketelapasan bicara setahun lalu. Atas perintah
Adipati, Ametung membunuh istrimu. Mayatnya lalu dibuang di jurang Tombakpasir.
Yang satu ini aku tidak ikut campur Joran! Benar-benar tidak ikut campur....."
"Bagus! Kau memang orang jujur! Kau layak mampus dengan tenang! Tapi tetap
dengan kepala tanggal!"
"Jangan.....akh......"
Kraak! Tulang leher Loh Jenar hancur ketika Joran Kemitir menginjak keras-keras
tenggorokan orang tua katai itu. Nyawanya lepas detik itu juga. Dan detik itu
pula BASTIAN TITO
32 WIRO SABLENG PENDEKAR KAPAK MAUT NAGA GENI 212
Wiro menyaksikan keganasan pembalasan Joran Kemitir. Seperti yang dilakukannya
terhadap Munding Tambaksati dan Ametung, Joran Kemitir memuntir putus leher Loh
Jenar. Dengan mulut komat-kamit dan pelipis bergerak-gerak dan tangan kanan
menjambak rambut di kepala Loh Jenar, Joran Kemitir berlari menuju gedung
Kadipaten. "Apa yang hendak kau lakukan....?" bertanya Pendekar 212 Wiro Sableng seraya
berlari mengikuti Joran Kemitir.
"Aku akan membunuh seluruh keluarga Adipati terkutuk itu! Istrinya akan
kuperkosa seperti dia memperkosa istriku!" jawab Joran Kemitir. Lalu dia
menghardik "Apa urusanmu!"
"Gila! Anak-anak dan istri Unggul Jonggrang tidak ada sangkut paut dengan
kejahatan Adipati itu. Mereka tidak berdosa!"
"Ada sangkut atau tidak, ada dosa atau tidak aku tetap akan melakukan!
Jangan kau berani ikut campur urusanku! Sekali lagi aku menggebukmu, aku tidak
sayang akan nyawamu!"
Cepat sekali Joran Kemitir sudah masuk ke dalam gedung, tepat pada saat Adipati
Unggul Jonggrang keluar dari kamat tidur diiringi dua orang anak lelaki 14
dan 15 tahun, lalu seorang anak perempuan masih berumur 4 tahun. Di belakang
mereka tampak istri sang Adipati, menggendong seorang anak berusia sekitar 8
bulan! Istri Adipati Unggul Jonggrang dan anak-anaknya menjerit ngeri melihat munculnya
lelaki bermata satu sambil menenteng kepala Loh Jenar yang bagian lehernya masih
meneteskan darah!
"Ha.....ha..... Kau tak sempat kabur Unggul! Kau tidak bisa kabur! Juga istri
dan anak-anakmu! Hari ini pembalasan lebih kejam akan kalian rasakan.....!"
Bagaimana Unggul Jonggrang yang tadi melarikan diri tahu-tahu kini berada di
dalam gedung"
Setelah berhasil melarikan diri, Adipati itu masih sempat mendengar ancaman yang
diteriakkan Joran Kemitir yaitu hendak membunuh anak istrinya dan memperkosa
istrinya sebelum dibunuh. Maka Adipati itu membatalkan untuk terus kabur. Dia
berusaha menyelamatkan anak istrinya lebih dulu baru melarikan diri bersama-
sama. Dia sama sekali merasa tidak punya harapan lagi. Tak seorang perajurit
atau pengawal Kadipatenpun yang tampak di tempat itu. Demua telah melarikan diri
karena ketakutan.
Unggul Jonggrang merasakan lututnya bergetar.
Suaranya juga bergetar ketika dia membuka mulut "Joran! Anak istriku tak ada
sngkut paut dengan apapun yang telah kuperbuat. Biarkan mereka pergi! Aku akan
menebus semua dosa-dosaku dan bersedia mati bunuh diri di hadapanmu!"
Lalu Adipati itu hunus kerisnya dan langsung diarahkan ke batang lehernya!
"Manusia pengecut!" kertak Joran Kemitir sementara anak istri Unggul Jonggrang
masih terus berpekikan.
Wiro segera mendekati meeka dan dengan susah payah membawanya ke sudut ruangan
yang lebih aman.
"Aku mohon padamu Joran! Aku mohon!" kata Unggul Jonggrang seraya berlutut.
"Jangan ganggu anak istriku! Biar aku sendiri yang menanggung segala dosa!"
Habis berkata begitu Adipati Unggul Jonggrang tusukkan keris di tangan kanannya
kuat-kuat ke lehernya. Tapi tendangan Joran Kemitir ke arah kepala datang lebih
cepat. Kepala itu hancur dan tanggal dari leher, melayang beberapa tombak lalu
menggelinding di lantai.
BASTIAN TITO 33 WIRO SABLENG PENDEKAR KAPAK MAUT NAGA GENI 212
Istri Unggul Jonggrang terpekik lalu roboh pingsan dengan bayi masih berada
dalam dekapannya. Tiga anaknya ikut-ikutan roboh menyaksikan kejadian itu dengan
maat terbeliak ngeri!
"Sekarang giliran kalian!" berkata Joran Kemitir seraya berpaling ke sudut
ruangan di mana istri dan anak-anak Unggul Jonggrang berada.
"Kalau kau berani membunuh anak-anak dan perempuan itu terpaksa aku turun
tangan.....!" Wiro berkata seraya memapasi langkah Joran Kemitir.
Joran Kemitir membeliak merah.
"Jadi benar dugaanku bahwa kau salah seorang kaki tangan Adipati laknat itu!"
kata Joarn Kemitir setengah berteriak. Mukanya beringas dan matanya yang hanya
satu membeliak.
"Adipati itu sudah mati! Sudah kau bunuh! Apa lagi"! Kau harus pergi dari sini
Joran!" "Dia memang sudah mampus! Tapi anak istriku teraniaya di tangannya!
Perempuan dan anak-anaknya itu layak menerima kematian di tanganku!"
"Kalau begitu biar kau yang kubunuh lebih dulu!" Wiro membentak. Karena tangan
kanannya masih cidera dan masih terasa sakit maka dia angkat tangan kirinya dan
arahkan lurus-lurus ke depan.
Joran Kemitir mengernyit ketika melihat bagaimana tangan si pemuda mulai dari
Wiro Sableng 037 Maut Bermata Satu di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
siku sampai ke ujung-ujung jari menjadi putih menyilaukan. Seolah-olah tangan
itu telah berubah terbungkus oleh perak!
"Dengar Joarn Kemitir...... Kau boleh punya seribu kehebatan dan ilmu kebal!
Tapi tubuhmu tak akan kebal terhadap pukulan sinar matahari yang siap kulepaskan
jika kau masih gila hendak mencelakai orang-orang itu!"
Dalam hatinya sebenarnya Wiro bersangsi apakah benar-benar pukulan saktinya itu
akan mampu menghantam kehebatan ilmu kebal yang dimiliki Joran Kemitir. Untuk
itu dia perlu membuat orang ini merasa takut. Maka Wiro hantamkan tangan kirinya
ke arah dua buah pilar besar di bagian belakang gedung. Dua pilar itu hancur
berantakan dengan mengeluarkan kepulan asap. Atap di atasnya ikut runtuh!
Tidak sampai di situ, Wiro sekali lagi lepaskan pukulan sinar matahari. Kali ini
dia menghantam lantai di ujung kaki Joran Kemitir. Lantai itu porak poranda dan
sebuah lobang besa kini tampak di situ! Joran Kemitir sendiri terlempar sampai
satu tombak. Tubuhnya berselimut hancuran batu dan debu lantai. Tapi dia tidak cidera apa-
apa. Namun mau tak mau apa yang telah dilakukan Wiro memberi pengaruh hebat pada
Joran Kemitir. Mata kanannya berkilat-kilat tanda dia menahan amarah yang amat
sangat. Dia meludah ke lantai lalu membalikkan diri sambil campakkan kepala Loh
Jenar yang sejak tadi dijinjingnya. Ketika dia berlari meninggalkan gedung
Kadipaten itu, dia sama sekali tidak mengetahui kalau Pendekar 212 Wiro Sableng
diam-diam mengikutinya dari belakang.
BASTIAN TITO 34 WIRO SABLENG PENDEKAR KAPAK MAUT NAGA GENI 212
TIGA BELAS Kuda yang dipacu Pendekar 212 Wiro Sableng hampir mati kelelahan. Tetapi Joran
Kemitir yang berada di sebelah depan terus saja memacu kuda tunggangannya.\
"Sialan betul manusia mata satu itu. Hampir sepuluh hari aku mengikutinya terus
menerus. Perjalanannya seperti tidak berujung ! Ke mana sebenarnya dia
menuju "!"
Saat itu sudah rembang petang. Teriknya sang surya mulai meredup. Kuda yang
ditunggangi Wiro telah mencapai titik akhir kekuatannya. Binatang ini meringkik
pendek lalu tergelimpang di tanah. Lidahnya menjulur dan dia tak kuasa bangkit
lagi. Wiro usap-usap tengkuk binatang ini. Hatinya merasa hiba untuk
meninggalkan begitu daja. Memandang ke depan Joran Kemitir sudah lenyap di
kejauhan. Di dalam hutan kecil itu Wiro berusaha mendapatkan pohon berdaun
lebar. Beruntung dia menemukan sederetan pohon keladi hutan. Berbekal beberapa potong
daun keladi yang lebar itu dia kini mencari air untuk minuman kuda yang hampir
meregang nyawa karena keletihan itu. Dia hanya menemukan sebuah parit kecil
berair jernih. Bagi seekor kuda air kotor itu lebih baik dari pada mati kehausan
dan keletihan. Setelah memberi minum bintang itu, dengan mempergunakan ilmu lari kaki angin
Pendekar 212 berkelebat cepat ke arah lenyapnya Joran Kemitir. Sampai dia
menemukan sebuah bukit batu, orang yang dikejar tidak kelihatan mata hidungnya.
Wiro duduk garuk-garuk kepala di atas Bukit Batu itu diselimuti kesunyian yang
terasa mencengkam angker.
"Mungkinkah dia menuju ke puncak bukit sana....?" bertanya Wiro pada diri
sendiri. Setelah menimbang-nimbang sejenak akhirnya Pendekar 212 mulai barlari
menaiki bukit batu padas itu. Di lereng bukit dia menemukan kuda tunggangan
Joran Kemitir. Hatinya lega sedikit. Berarti orang yang dikejarnya tak berada
jauh dari situ.
Dia terus mandaki sampai akhirnya mencapai puncak bukit. Angin beritup kencang.
Rambut gondrong dan pakaian Pendekar 212 Wiro Sableng berkibar-kibar ditiup
angin. Tidak ada bangunan apapun tampak di puncak bukit itu. Tapi seorang pendekar
berkepandaian tinggi seperti Wiro tidak bisa ditipu. Firasatnya mengatakan bahwa
bagian dalam puncak bukit batu itu menyembunyikan suatu rahasia. Maka diapun
mulai menyelidik dengan hati-hati dan teliti.
Sementara itu di sebelah bawah puncak bukit batu, Joran Kemitir menuruni tangga
batu dan akhirnya sampai di sebuah ruangan yang empat puluh hari lalu pernah
didatanginya. Ruangan itu tidak berbeda. Dan para penghuninya masih tetap sama
seperti dulu. Yakni kakek berambut kelabu bertampang sangat angker yang dikenal
dengan nama Tubagus Jelantik alias Maut Bermata Satu dengan tinggi tubuh lebih
dari dua meter! Di salah satu sudut anak lelaki berambut jabrik bernama Kumkum
tegak bersandar dengan kedua tangan bersidekap di depan dada dan kaki memakai
terompah aneh. "Embah.....! Saya datang sesuai perjanjian!" Joran Kemitir keluarkan suara lalu
duduk bersila di hadapan Tubagus Jelantik.
Dari sudutnya Kumkum berseru "Embah, orangmu sudah datang! Satu hari lebih cepat
dari perjanjian!"
"Bagus.....bagus !" Embah Tubagus Jelantik mengangguk-angguk dan memandangi
Joran Kemitir dengan sepasang matanya. Mata yang satu sebenarnya milik Joran
Kemitir. "Apakah semua urusan balas dendammu sudah selesai anak manusia "!"
BASTIAN TITO 35 WIRO SABLENG PENDEKAR KAPAK MAUT NAGA GENI 212
"Sudah Embah. Berkat ilmu yang Embah berikan saya sduah berhasil
menyelesaikan urusan. Adipati Unggul Jonggrang dan kaki tangannya semua mati di
tangan saya....."
"Bagus....bagus !" berkata lagi sang Embah.
"Memang bagus Wmbah !" Kumkum menyeletuk. "Tetapi dia datang tidak sendirian !
Dia datang membawa seseorang di luar sana !"
Embah Tubagus Jelantik mengangkat wajahnya dan menatap tajam ke arah Joran
Kemitir. Joran Kemitir sendiri heran terkejut. Dia memandang tak mengerti pada Kumukum.
Anak berambut jabrik berpakaian serba hitam itu balik memandang dengan mata
melotot. "Saya tidak mengerti. Saya datang kemari hanya seorang diri. Tidak membawa kawan
atau siapapun !"
Embah Tubagus Jelantik tertawa mengekeh.
Kumkum ikut tertawa tinggi dan panjang.
"Kau nanti akan mengerti. Nanti akan kuundang orang di luar sana masuk ke tempat
ini. Sekarang kita selesaikan dulu urusan kita. Apakah maksud kedatanganmu untuk
menyerahkan kembali ilmu kepandaian yang dulu kuberikan atau kau ingin
memperpanjangnya empat puluh hari lagi.....?"
"Urusan saya sudah selesai. Apa yang saya inginkan sudah tercapai. Karena itu
saya berniat untuk mengembalikan dua ilmu kepandaian yang Embah berikan
dulu....."
"Hemmm.....begitu. Kumkum, apakah kau setuju anak manusia itu
mengembalikan ilmu itu kepadaku......" Embah Tubagus Jelantik minta pertimbangan
bocah berusia 12 tahun itu.
"Saya setuju Embah. Urusan kita dengan dia bisa diselesaikan hari ini.
Tentunya jika dia memenuhi permintaan kita...."
Embah Tubagus Jelantik memandang kepada Joran Kemitir.
"Kau dengar itu anak manusia. Ada permintaan dalam soal mengembalikan ilmu
itu....." "Apakah itu Embah" Kalau soal uang atau harta, saya memang sudah
menyiapakannya...." Lalu Joran Kemitir mengeluarkan sebuah kantong besar.
"Ah, kau memang punya pengertian mendalam anak manusia. Letakkan kantong itu di
lantai dan buka pakaianmu. Lalu mendekat padaku. Aku akan mengambil dua macam
ilmu yang kuberikan padamu dulu...."
Joran Kemitir meletakkan kantong berisi uang di lantai lalu membuka pakaiannya.
Setelah itu dia melangkah mendekati Embah Tubagus Jelantik.
"Ulurkan kedua tanganmu anak manusia!" perintah si Embah.
Joran Kemitir ulurkan kedua tangannya. Tapi tiba-tiba sekali tangan sebalh kanan
melesat ke muka Embah Jelantik. Dan terdengar pekik orang tua itu ketika seperti
yang dilakukannya dulu terhadap Joran Kemitir, kini jari-jari Joran Kemitir
mencengkeram dan mengorek mata kirinya! Bagitu mata itu keluar dari rongganya,
Joran cepat membuka kulit hitam penutup mata kirinya. Lalu mata yang barusan
dikoreknya dimasukkannya ke dalam rongga mata sebelah kiri yang menjadi bolong
sejak empat puluh hari lalu.
Kumkum tersentak kaget. Dia melompat ke muka. Tapi embah Tubagus Jelantik
bergerak lebih dulu. Sambil meraung antara sakit dan marah dia hantamkan tinju
kanannya ke dada Joran Kemitir.
Buukk! BASTIAN TITO 36 WIRO SABLENG PENDEKAR KAPAK MAUT NAGA GENI 212
Joran Kemitir terjengkang jatuh di lantai batu padas. Tapi berkat ilmu kebal
yang masih dimilikinya dan yang hanya tinggal satu hari itu, dia tidak mendapat
cidera apa-apa, bangkit kembali sambil usap darah yang mengucur dari mata
kirinya. Kumkum berteriak marah. Selagi Joran Kemitir mencoba berdiri bocah ini
tendangkan kaki kanannya yang berterompah kayu. Tendangan itu hebat sekali.
Belum sampai di sasaran tapi terompah sudah melesat lebih dulu menghantam ulu
hati Joran Kemitir. Untuk kedua kalinya Joran Kemitir terjungkal. Tapi lagi-lagi
tidak cidera. Dia bangkit kembali dan saat itu justru tendangan kaki kanan
Kumkum sampai. Buukk! Joran Kemitir hanya keluarkan keluhan pendek. Tubuhnya terbanting ke dinding
ruangan. Pemandangan mata kirinya masih belum begitu jelas. Tapi mata ini,
bersama-sama dengan mata kanan kelihatan membersit beringas. Lalu tampak dia
maju mendekati dua lawan yang mengurung dan hantamkan tangan kanannya.
Serangannya meleset melabrak dinding batu. Dinding itu hancur, meninggalkan
lobang dalam. "Embah!" teriak Kumkum. "Cepat kau lafatkan mantera pemusnah ilmu kebal dan ilmu
pukulannya! Jika tidak kita tak akan mampu menghukum murid murtad ini!"
"Anak manusia ini memang tidak tahu tarima kasih!" menyahuti Tubagus Jelantik.
"Diberi pertolongan malah kini berani menyerang dan merampas mataku!"
"Kau yang duluan merampas mataku Embah! Patut aku mengambilnya kembali!"
"Bagus! Bagus.....! Hari ini aku akan mengambil lagi berikut nyawawamu!"
jawab Embah Tubagus Jelantik yang kini memang cocok dengan gelar Maut Bermata
Satu. Mulutnya komat-kamit. Matanya sebelah kanan menatap tak berkesiap ke arah
Joran Kemitir. Sadar apa yang hendak dilakukan orang terhadapnya dan tak mau kehilangan ilmu
kebal seta ilmu pukulannya di saat-saat berbahaya itu, Joran Kemitir segera
menghantam ke arah Tubagus Jelantik. Yang diarahnya adalah bagian perut di bawah
pusat kakek bertubuh jangjung ini.
Tetapi Joran jadi terkejut ketika tiba-tiba dia merasakan tubuhnya kehilangan
bobot dan melayang. Tanagnnya menjadi ringan dan pukulannya tidak ubah seperti
lambaian belaka!
"Celaka! Apa yang terjadi! Aku kehilangan ilmu pukulanku!" berseru Joran Kemitir
dalam hati. "Ilmu pukulannya sudah lenyap Embah!" terdengar Kumkum berteriak begitu melihat
apa yang terjadi dengan Joran Kemitir. "Lekas lenyapkan ilmu kebalnya! Biar kita
dapat membunuhnya saat ini juga!"
Kembali mulut Embah Tubagus Jelantik tampak komat kamit.
Joran Kemitir tidak tahu mau berbuat apa. Hendak menyerang dia sadar kini tidak
lagi memiliki ilmu pukulan. Berada terus di situ, sekali ilmu kebalnya lenyap,
nyawanya pasti tak akan tertolong lagi. Karena itu sesaat kemudian tanpa pikir
panjang lagi dia melompat menuju tangga batu. Maksudnya segera melarikan diri.
Tapi sebelum lari dia masih sempat menyambar kantong berisi uang.
Kalau sebelumnya Joran Kemitir memiliki kegesitan luar biasa, kini setelah ilmu
pukulannya lenyap dan ilmu kebalnya sedikit demi sedikit memunah, maka dia tidak
mampu berlari kencang. Baru saja dia berhasil mencapai anak tangga terbawah, dia
merasakan kedua kakinya bergetar dan berat untuk diangkat.
Saat itulah Kumkum dan Embah Tubagus Jelantik mendatangi dan dari jarak dua
tombak orang ini lepaskan pukulan tangan kosong yang dahsyat!
Dua larik gelombang angin menderu menghantam tubuh Joran Kemitir.
Nyawanya tidak akan tertolong lagi!
37 BASTIAN TITO WIRO SABLENG PENDEKAR KAPAK MAUT NAGA GENI 212
EMPAT BELAS Tapi tidak disangka-sangka ketika dua pukulan maut itu siap merengut nyawa Joran
Kemitir, dari tangga batu terdengar suara bergaung. Satu gelombang angin
sedahsyat topan prahara menyambar di lorong tangga, melewati kepala Joran
Kemitir lalu memapasi dua rangkum angin pukulan Kumkum dan Tubagus Jelantik!
Ruangan batu padas itu bergeletar keras seperti hendak runtuh digoncang gempa!
Dinding, lantai dan langit-langit retak-retak. Joran Kemitir tersungkur ke
tangga. Kepalanya menghantam sanding anak tangga. Kali ini terdengar dia
mengeluh. Luka di keningnya mengucurkan darah dan kini dia merasakan sakit setelah ilmu
kebalnya lenyap.
Di bagian lain si anak berambut jabrik dan orang tua berambut kelabu tampak
tergelimpang berguling-guling di lantai. Wiro yang melepaskan pukulan sakti
bernama benteng topan melanda samudra tadi melengak heran ketika melihat dua
orang itu bangkit berdiri tanpa dapatkan cidera apa-apa.
"Mereka memiliki ilmu kebal luar biasa!" berkata Wiro dalam hati.
Kumkum dan Tubagus Jelantik memandang marah ke arah Pendekar 212.
Ini rupanya bangsat yang dibawa anak manusia keparat itu!" berteriak Tubagus
Jelantik. Sekali ini Joran Kemitir tidak berani mengatakan bahwa dia tidak membawa pemuda
gondrong itu ke tempat itu. Keselamtannya justru berada di tangan si pemuda.
Tapi sanggupkah dia menolongnya"
"Monyet gondrong lekas katakan sebelum kau mampus! Siapa kau
sebenarnya"!" Kumkum berteriak. Anak ini cukup cerdik. Dia telah menyaksikan
kehebatan pukulan sakti Pendekar 212 Wiro Sableng. Kalau tidak memiliki tenaga
dalam sangat tinggi tak mungkin lawan tak dikenal ini sanggup lepaskan pukulan
dahsyat begitu rupa. "Datanglah mendekat biar lebih jelas kulihat tampangmu!"
Kembali Kumkum bersuara
Tapi Wiro Sablengpun berlaku cerdik. Kalau Joran Kemitir bisa memiliki ilmu
pukulan yang sanggup menciderai dan melumpuhkan tangan kanannya, maka sebagai
pemilik asli ilmu pukulan itu, kedua orang tersebut tentu memiliki kekuatan
lebih hebat dan lebih ganas. Karenanya Wiro tak berani mendekat. Malah sambil
siap dengan pukulan dinding angin berhembus tindih menindih untuk menjaga segala
kemungkinan dia berkata mengejek.
"Kakek bau dan bocah jelek siapa sudi dekat-dekat dengan kalian. Antara kita
tidak ada silang sengketa. Jika kau membiarkan kawanku ini pergi dengan bebas,
aku bersedia menganggap urusan kita selesai sampai di sini!"
Embah Tubagus Jelantik tertawa mengekeh. Seperti biasa Kumkum pun ikut-ikutan
tertawa aneh. "Tak ada urusan yang akan selesai sebelum kau dan anak manusia itu mampus di
tanganku!" berkata Tubagus Jelantik. Lalu dia melesat ke arah Wiro seraya
lepaskan pukulan dengan tangan kanan dan kiri. Kumkum tidak tinggal diam. Bocah
berambut jabrik ini kirimkan tendangan terompah kiri ke arah kepala Pendekar
212! Maka Wiro pun lepaskan pukulan sakti lewat tangan kirinya. Mula-mula terdengar
suara angin seperti tiupan seruling. Lalu berubah menjadi suara gelegar seprti
bajir besar melanda bumi. Tubagus Jelantik seperti megnapung di udara. Tak bisa
maju tak bisa mundur. Dia tak sanggup menerobas angin deras yang memapasi
dirinya. Setelah kerahkan tenaga dalam sehabis yang bisa dimilikinya, akhirnya
BASTIAN TITO 38 WIRO SABLENG PENDEKAR KAPAK MAUT NAGA GENI 212
tubuhnya melorot ke bawah dan jatuh berlutut dengan nafas terengah-engah.
Wajahnya yang angker tampak memucat.
Tetapi tidak demikian dengan terompah aneh milik Kumkum. Terompah ini seperti
tidak terpengaruh oleh kehebatan pukulan sakti yang dilepaskan Wiro, terus
menerobas gelombang angin dan berdesing ke arah kepala Pendekar 212!
"Edan!" maki Wiro dalam hati. Dia cepat rundukkan kepala. Hampir terlambat.
Terompah kayu itu masih sempat menyambar rambut gondrongnya. Rambut itu seperti
tersambar pisau amat tajam dan panas, terbabat putus dan keluarkan bau sangit!
Wiro Sableng 037 Maut Bermata Satu di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Terompah itu sendiri kemudian menghantam dinding batu di sampingnya, menancap
sampai setengah. Batu di sekeliling tancapan tampak menjadi lebih hitam karena
hangus! Mau tak mau murid Sinto Gendeng jadi leletkan lidah. Seumur hidupnya tak pernah
dia melihat senjata aneh seperti terompah kayu bocah berambut jabrik itu!
Melihat serangan terompahnya hanya mampu "memangkas" sedikit rambut lawan,
Kumkum berteriak gusar.
"Embah! Lekas kau habisi si gondrong itu! Aku akan menyaksikan dari sudut
persemedian!" Kumkum berteriak. Lalu anak ini melompat ke sudut ruangan sebelah
kiri. Di sini dia tegak pejamkan mata sambil rangkapkan sepasang tangan di atas
dada.Tubagus Jelantik yang maklum apa yang akan dilakukan oleh anak itu, sesuai
perintah segera menyerang Wiro dengan pukulan-pukulan jarak dekat. Wiro sambut
dengan balas menyerang. Pendekar ini cabut terompah kayu yang menancap di
dinding lalu lemparkan ke arah Tubgus Jelantik. Karena sambil memegang terompah
Wiro salurkan tenaga dalamnya maka terompah itu serta merta menjadi sangat panas
dan menderu dalam kecepatan luar biasa ke arah si jangkung tua berambut kelabu!
Dari sudut tempatnya berada, meskipun matanya terpejam tapi Kumkum seolah-olah
dapat menyaksikan apa yang terjadi. Bocah ini meniup ke depan.
Terompah kayu seperti melabrak batu karang dan hancur berkeping-keping sebelum
sempat mengenai Tubagus Jelantik.
Menyaksikan hal itu Pendekar 212 segera maklum dan cepat membaca situasi.
Oran tua yang dipanggil Wmbah itu hanya sekedar pengacau untuk menarik
perhatian. Serangan sebenarnya justru akan datang dari si bocah aneh! Maka ketika Tubagus
Jelantik menyerbu untuk kedua kalinya, Wiro lepaskan pukulan sakti untuk
membendung gerakannya, tetapi dalam lain kejapan dia hantamkan pukulan sinar
matahari ke arah Kumkum.
Semedi bocah ini serta merta buyar ketika kilatan sinar putih yang menyilaukan
dan sangat panas berkiblat di ruangan batu padas itu seperti hantaman kilat
datang dari langit!
Kumkum berteriak memberi peringatan pada Tubagus Jelantik lalu melompat ke
langit-langit ruangan. Lantai dan dinding tempatnya tadi berdiri hancur
berantakan dihantam pukulan sinar matahari. Sinar pukulan sakti ini memantul dan
menyambar ke arah Tubagus Jelantik. Hal inilah yang sudah lebih dahulu terbaca
di benak Kumkum maka dia tadi berteriak memberi ingat. Tapi terlambat. Pantulan
pukulan sinar matahari yang masih panas membara itu menghantam pinggul kirinya.
Orang tua berambut kelabu ini berteriak keras. Sebagian tubuhnya hangus
menghitam. Dagingnya seperti dipanggang. Dalam keadaan sekarat dia bersandar ke dinding.
Diam-diam tangan kanannya menyelinap ke pinggang. Lima buah senjata rahasia
berbentuk paku rebana berwarna hitam tergenggam di tangannya. Lima senjata
mengandung racun jahat ini langsung dilemparkan ke arah Wiro Sableng. Demikian
derasnya daya lesat lemparan itu hingga suara desingannya saja terdengar sedang
bentuknya sama sekali tidak kelihatan.
BASTIAN TITO 39 WIRO SABLENG PENDEKAR KAPAK MAUT NAGA GENI 212
Bagi orang silat berkepandaian tinggi justru suara saja sudah cukup membuat dia
waspada. Begitu juga dengan Pendekar 212 Wiro Sableng. Begitu mendengar suara
berdesing, tanpa menoleh dia menghantam ke atas dengan tangan kiri.
Tring.....tring.....tring.....tring......tring........!
Lima senjata rahasia paku rebana mental kian kemari. Celakanya satu diantara
lima senjata beracun itu mental dan menancap tepat di pangakl leher Joran
Kemitir yang saat itu tergeletak dekat kaki tangga batu. Joran keluarkan keluhan
pendek. Tubuhnya menggeliat sesaat. Lehernya tampak menjadi sangat biru. Nafasnya putus
sesaat kemudian. Dia mati dengan mata melotot.
Di dinding sebelah kiri Embah Tubagus Jelantik merasakan ada hawa sangat panas
yang merangsak ke seluruh bagian tubuhnya. Kedua kakinya tak sanggup lagi
bertahan. Tubuhnya terbating ke lantai. Nyawanya melayang! Dan terjadilah satu
keanehan. Dari tubuh yang tidak bernyawa itu lagi tampak memancar cahaya redup
berwarna kuning. Cahaya ini berbentuk seperti sosok tubuh anak kecil, melayang
ke sudut ruangan di mana Kumkum berdiri. Cahaya itu seperti masuk ke dalam tubuh
anak itu. Sesaat Kumkum tampak bergeletaran lalu tenang kembali.
Wiro tercengang menyaksikan kejadian itu.
"Ilmu memindahkan sukma....." desisinya. Jelas kalau Embah Tubagus Jelantik
sebenarnya tidak memiliki ilmu kepandaian apa-apa. Semua kehebatannya didapat
dari anak berusia 12 tahun itu. Dan ilmu kepandaian itu kembali ke pemiliknya
semula setelah Tubagus Jelantik menemui kematian.
"Anak luar biasa.... Bagaimana sekecil ini dia bisa memiliki ilmu kesaktian
sehebat itu!" kembali Wiro membatin.
Kumkum sendiri saat itu tampak tenang. Berbeda dengan sikapnya
sebelumnya yang lekas marah dan banyak mulut. Sesaat dia memandang ke arah
Pendekar 212 Wiro Sableng.
"Kalau tidak salah, bukankah tadi kau melepaskan pukulan sinar
matahari......?" si anak bertanya.
"Heh.......! Wiro terkesiap. Mana dia menyangka kalau si anak bisa mengenali
pukulan saktinya itu.
"Hanya ada satu manusia yang memiliki ilmu itu dalam dunia persilatan.
Yaitu Pendekar Kapak Maut Naga Geni 212! Jadi kaukah orangnya.....?"
Wiro hanya bisa terdiam. Walau tidak menerima jawaban tapi Kumkum sudah tahu
bahwa dugaanya tidak meleset. Anak ini tiba-tiba menjura.
"Aku menghormati pendekar sepertimu walau kita berbeda haluan. Antara kita tidak
ada silang sengketa. Mari kita menganggap segala urusan selesai sampai di sini.
Sebenarnya aku menyayangkan pertemuan yang hanya sebentar ini. Di lain
kesempatan aku ingin mendapat pelajaran lebih banyak darimu. Apa pendapatmu
Pendekar 212......"'
"Kau bocah kurang ajar!" jawab Wiro. "Usia kita terpau jauh. Dan kau enak saja
memperaku diri dan mengkamu-kamukan aku yang lebih tua!"
Kumkum tertawa panjang.
"Dunia ini memang aneh," katanya. "Kita harus berbuat banyak untuk menyingkap
keanehan itu. Apa yang disaksikan dengan mata telanjang belum tentu itulah
keadaan yang sebenarnya....."
"Apa maksudmu.....?" tanya Wiro.
"Kau pecahkan sendiri pendekar." Habis berkata begitu sekali lagi Kumkum
menjura. Lalu dia berkelebat ke arah tangga. Di lain kejap sosok tubuhnya pun
lenyap. BASTIAN TITO 40 WIRO SABLENG PENDEKAR KAPAK MAUT NAGA GENI 212
Wiro menghela napas panjang. Memandang berkeliling dia melihat kantong berisi
uang dan perhiasan yang tadi dibawa Joran Kemitir tergeletak di dekat anak
tangga. Pendekar ini garuk-garuk kepalanya.
"Kalau tidak aku ambil, akan ada orang lain yang akan mengambilnya. Lebih baik
aku ambil saja!"
Lalu Wiro membungkuk mengambil kantong itu. Selangkah demi selangkah dia menaiki
tangga batu. Udara di luar tampak mulai gelap. Ketika dia sampai di anak tangga
terakhir, tersa ada yang bersiur di sampingnya. Wiro cepat menghantam. Tapi
hanya memukul tampat kosong. Dalam pada itu kantong kain di tangan kanannya
terbetot lepas!
"Penjambret edan! Kau minta mampus!" teriak Wiro seraya berpaling.
Terdengar suara tertawa. Suara tertawa Kumkum.
Memandang ke depan, sekitar sepuluh langkah di depannya memang tampak anak itu
berdiri seraya mengacungkan kantong kain berisi uang dan perhiasan.
"Jadi manusia tidak boleh serakah. Jika dapat rejeki harus dibagi-bagi!"
terdengar bocah itu berkata sambil tangannya membuka ikatan kantong kain. Lalu
sebagian uang dan perhiasan dalam kantong dituangnya di atas batu padas. Dia
memandang pada Wiro. "Itu bagianmu. Yang dalam kantong bagianku......Ha.....ha.....ha!"
"Anak licik! Konyol!" maki Wiro.
Kumkum tertawa nyaring. Dia lambaikan tangannya. Lalu sekali berkelebat tubuhnya
lenyap dari tempat itu. Wiro garuk-garuk kepala.
TAMAT BASTIAN TITO 41 Suling Naga 10 Pendekar Rajawali Sakti 149 Teror Manusia Bangkai Darah Dan Asmara 2
Tak mempan senjata, memukul mati lawan dalam satu gebrakan. Ingin sekali aku
mendapatkan ilmu seperti itu!"
"Jangan ngacok! Aku menaruh curiga kau memata-mataiku! Mungkin kau kaki tangan
Unggul Jonggrang!"
"Kau yang ngacok sahabat!" sahut Wiro dengan menyeringai. "Jika aku orangnya
Adipati itu sudah tadi-tadi aku menyerangmu. Masakan aku membiarkan kau membunuh
orang bernama Munding Tambaksati itu begitu saja...."
Joran Kemitir terdiam sesaat. Namun kamudian dia gelengkan kepala. "Aku tak
percaya padamu. Sikapmu konyol! Dan aku tak mau kau mengikuti diriku!"
Selesai berkata begitu Joran Kemitir hantam tangan kanannya ke arah dada
Pendekar 212 Wiro Sableng. Serangan itu mengeluarkan suara angin deras membuat
murid Eyang Sinto Gendeng dari Gunung Gede tersentak kaget. Karena tidak
menyangka dia tak keburu melompat menghidar. Maka Wiro menangkis pukulan Joran
Kemitir dengan menghantam lengan oran gitu.
Buk! Joran Kemitir terpental tiga langkah dan jatuh duduk di tanah. Tapi dia sama
sekali tidak merasa sakit sedikitpun. Dengan cepat dia berdiri dan melangkah
mendekati Wiro. Pendekar 212 sendiri meskipun tidak bergerak dari tempatnya
berdiri tapi tubuhnya tampak tertatih-tatih terbungkuk-bungkuk menahan sakit
yang amat sangat. Lengannya tampak membengkak biru dan selain sakit bukan main
dia merasakan seolah-olah tangan kanannya itu lumpuh, tak bisa digerakkan!
Seumur hidup baru kali ini Wiro mengalami cidera seperti itu.
Melihat Joran Kemitir mendatangi Wiro segera siapkan pukulan sakti di tangan
kiri. Tapi Joran tidak melangkah lebih dekat dan juga tidak menyerangnya
kembali. Lelaki ini berkata "Itu cukup jadi peringatan bagimu untuk tidak
mengikutiku!"
"Kentut busuk!" maki Wiro. "Antara kita tak ada silang sengketa. Dan kau
memukulku sampai cidera seperti ini! Mari kita berkelahi sempai seratus jurus!"
Joran Kemitir tertawa sinis. "Satu jurus saja kau sudah cidera, bagaimana
mungkin manghadapiku sampai seratus jurus" Ngacok!"
Panas sakali hati Pendekar 212. Tangan kirinya siap menghantam. Tapi Joran
Kemitir sudah membalik membelakanginya dan melangkah pergi. Tak mungkin bagi
Wiro untuk membokong dari belakang. Selagi dia bermaksud untuk mengejar Joran
Kemitir tiba-tiba dau bayangan berkelebat dari tempat gelap. Yang di sebelah
kanan terdengar berseru.
BASTIAN TITO 23 WIRO SABLENG PENDEKAR KAPAK MAUT NAGA GENI 212
"Loh Jenar!" Kita datang terlambat! Sesuatu telah terjadi di sini!"
"Kau benar Ametung ! Lekans menyelidik ke dalam gedung. Aku akan menangkap
pemuda berambut gondrong ini ! Pasti dia biang racun penimbul bencana di tempat
ini !" Dikejap itu pula Wiro melihat sosok tubuh kecil dan pendek melesat ke arahnya.
Ada angin menyambar bersamaan dengan gerakan orang ini. Memandang ke depan Wiro
melihat seorang lelaki bertubuh kecil dan katai, berwajah penuh keriput tanda
usianya sudah lanjut.
"Pemuda asing ! Kau pasti suruhannya Joran Kemitir !" Si katai membentak.
Saat itu Wiro masih berada dalam keadaan kesakitan. Untuk menghindari salah
sangka dia cepat menjawab.
Aku tidak ada sangkut paut dengan Joran Kemitir. Orang itu baru saja
meninggalkan tempat ini. Dia yang membunuh orang bernama Munding Tambaksati...."
Belum habis Wiro memberi keterangan, dari arah langkan gedung Kadipaten
terdengar teriakan "Pemuda itu dusta! Pasti dia yang membunuh Munding Tambaksati
secara keji dan ganas!" Lalu berkelebat sesosok tubuh lagi di hadapan Wiro.
Orang yang kedua ini tenyata memiliki tubuh tinggi kekar, berpakaian serba
hitam, memakai destar hitam dengan hiasan perak berbentuk bintang. Lengan
panjang bajunya berumbai-rumbai.
"Aku memang sudah mencurigainya. Kalau bukan suruhan Joran Kemitir mengapa dia
berada di sini! Biar kutangkap dia hidup-hidup! Adipati pasti senang dapat
mengiris-iris tubuhnya lalu memeraskan jeruk nipis di lukanya!"
Percuma saja Wiro bersilat lidah untuk menerangkan. Lelaki katai berwajah
keriput bernama Loh Jenar itu susupkan tangan kanannya ke pinggang. Begitu
tangan itu ditarik tampak dia menggenggam seutas tali berwarna putih yang
ternyata terbuat dari rotan. Dalam gelapnya tali itu seperti mengeluarkan cahaya
aneh. Ketika diputar-putar terasa ada hawa dingin menyebar.
Tiba-tiba tali rotan itu melesat bergelung-gelung. Wiro cepat sambut dengan
pukulan tangan kiri sementara tangan kanannya masih terasa sakit dan lumpuh.
Hebatnya, dihantam pukulan Wiro, tali rotan laksana seekor ular hidup menghindar
ke samping. Wiro kembali menghantam. Kali ini sasarannya langsung ditujukan pada
Loh Jenar. Wiro berhasil memukul rubuh si muka keriput ini hingga terjengkang di
tanah dan mengeluh kesakitan sambil pegangi dada dengan tangan kiri. Tapi Wiro
saat itu sudah kena dilibat tali rotan. Pendekar ini berusaha lepaskan diri tapi
tali rotan yang liat itu malah bertambah kencang meremas bahu dan tangannya.
"Sialan!" maki murid Sinto Gendeng. Kaki kanannya ditendangkan ke arah kepala
Loh Jenar yang masih terduduk di tanah. Namundari samping orang tinggi besar
bernama Ametung menggebrak dengan bacokan senjata tajam berbentuk klewang.
Membuat mau tak mau pemuda itu terpaksa tarik pulang kakinya. Di saat yang sama
Loh Jenar sentakkan ujung tali rotan. Tak ampun lagi Pendekar 212
terbetot keras lalu tergelimpang di tanah. Saat itu pula Ametung tusukkan ujung
klewang ke arah tenggorokan Wiro Sableng.
"Jangan bunuh dia Ametung!" Loh Jenar berteriak sambil kencangkan ikatan tali
rotan yang kini membelit bahu sampai betis Wiro. "Nyawanya bagian Adipati!
Kita cukup senang nanti menyaksikan bagaimana Adipati mengiris tubuhnya sedikit
demi sedikit!"
Ametung tarik tangannya dan sisipkan klewang ke pinggang.
Wior berusaha lepaskan diri dengan kerahkan tenaga dalam. Tapi gagal.
BASTIAN TITO 24 WIRO SABLENG PENDEKAR KAPAK MAUT NAGA GENI 212
"Kalau kalian tidak segera melepaskanku, kalian akan dapat pembalasan dariku!"
Wiro mengancam. "Aku tak ada hubungan dengan Joran Kemitir....."
"Tenang anak muda.....tenang!" jawab Loh Jenar seraya usap-usap dadanya yang
terasa sakit karena terluka di dalam. "Adipati akan melepaskanmu! Tapi bukan
tubuh kasarmu, melainkan nyawa busukmu! Dan kami akan menerima hadiah!
Ha.....ha.....ha!" Loh Jenar kemudian bertepuk memanggil pengawal-pengawal Kadipaten
yang sejak tadi hanya berani berkumpul di sudut halaman menyaksikan apa yang
terjadi. Dia menyuruh pengawal-pengawal itu menggotong tubuh Pendekar 212
Wiro Sableng ke dalam gedung.
BASTIAN TITO 25 WIRO SABLENG PENDEKAR KAPAK MAUT NAGA GENI 212
SEPULUH Adipati Unggul Jonggrang keluar dari dalam kamar dengan membekal sebilah keris
terhunus, dikawal dengan enam orang perajurit. Ketika dia sampai di ruangan
tengah di mana tampak Loh Jenar dan Ametung, sang Adipati sarungkan kerisnya
kembali dan sisipkan di pinggang. Sesaat dia memperhatikan pemuda berpakaian
putih berambut gondrong yang dalam keadaan terikat menggeletak di lantai. Dia
sama sekali tidak mengenal siapa adanya pemuda itu. Unggul Jonggrang berpaling
pada Ametung dan Loh Jenar. Tampangnya tampak berubah kelam merah.
"Bagus benar kelakuan kalian berdua! Kalian lenyap lebih dari dua minggu!
Apa kalian lupa kalau aku membayar kalian untuk menjaga keselamatanku dan
keluargaku"! Lihat apa yang terjadi! Munding Tambaksati mati dengan kepala
putus! Rupanya kalian menginginkan hal itu terjadi padaku!"
Ametung dan Lor Jenar tercekat diam sejenak. Lalu si tinggi besar Ametung
menjura seraya menjawab "Maafkan kami Adipati. Sama sekali tidak ada maksud
untuk melalaikan tugas. Kami pergi karena mengetahui Adipati berangkat ke
Kotaraja dan mendapat kawalan Munding Tambaksati...."
"Jangan berani bersilat lidah padaku Ametung! Jika kau tidak suka, kau bisa
kusuruh angkat kaki dari sini!"
Ametung diam saja. Dia dan juga Loh Jenar tahu betul kalau Unggul Jonggrang tak
akan mengusir salah satu dari mereka. Dalam keadaan keselamatan terancam adalah
tolol jika dia melakukan hal itu, apapun alasannya.
"Siapa pemuda gondrong itu"!" akhirnya Unggul Jonggrang ajukan pertanyaan.
"Dia kami sergap dekat pintu gerbang. Pasti dia orangnya Joran Kemitir....."
"Aku tidak ada sangkut paut apapun dengan orang itu. Harap kalian
membebaskanku !" Wiro Sableng cepat menukas ucapan Loh Jenar.
"Pemuda keparat ! Tak ada yang menyuruh kau membuka mulut !" hardik Loh Jenar.
Lalu orang tua katai ini tendang dada Wiro membuat pemuda ini mengeluh
kesakitan. Tubuhnya mencelat sampai ke dinding ruangan. Dadanya serasa amblas.
Pemandangannya sesaat seperti gelap. Darahnya menggelegak. Tapi dia tak bisa
berbuat apa. Tali rotan yang mengikat sungguh luar biasa, membuatnya tak
berdaya. "Aku bersumpah membunuhmu katai!" ujar Wiro dengan geraham
bergemeletak. Loh Jenar malah tertawa mengekeh.
"Kau tak akan mampu melakukan hal itu anak muda! Adipati Unggul Jonggrang akan
membunuhmu lebih dulu. Bukankah begitu Adipati......?" tanya Loh Jenar seraya
berpaling pada Unggul Jonggrang.
"Lebih penting jika kalian menangkap atau membunuh Joran Kemitir. Bukan yang
satu ini. Tapi kalau tak dihabisi dia bisa membuat kesulitan! Gotong dia ke
halaman belakang. Siapkan jeruk nipis. Kulihat tubuhnya penuh otot. Mungkin aku
terpaksa bekerja keras!"
Lalu Unggul Jonggrang menghunus kerisnya kembali dan mengikuti Loh Jenar beserta
Ametung yang menggotong tubuh Wiro Sableng ke halaman belakang.
Adipati Unggul Jonggrang mempunyai kesenangan mengerikan. Dia selalu membunuh
orang-orang yang dianggap berbahaya terhadap dirinya dengan jalan megiris-iris
daging tubuh dan muka, lalu memeraskan potongan jeruk nipis ke atas sobekan-
sobekan luka itu. Kesukaan yang merupakan penyakit gila ini membuat dia BASTIAN
TITO 26 WIRO SABLENG PENDEKAR KAPAK MAUT NAGA GENI 212
merasa senang, terutama jika mendengar jerit pekik korban. Setelah puas baru
akhirnya dia membunuh orang itu dengan satu tusukan ganas di tenggorokan.
Masih dalam keadaan terikat tali rotan Wiro Sableng ditegakkan tersandar ke
sebuah pohon di halaman belakang. Adipati Unggul Jonggrang mengelilingi
korbannya beberapa kali sambil leletkan lidah seolah-olah hendak menyantap
hidangan lezat. Ametung yang tadi pergi kembali lagi membawa lebih dari selusin
jeruk nipis. Sepasang mata Pendekar 212 Wiro Sableng membeliak. Di hampir tidak dapat
mempercayai kalau nasib celaka seperti itu akan menimpa dirinya.
"Adipati! Kau harus percaya padaku! Aku tidak ada sangkut paut apa-apa dengan
Joran Kemitir. Aku hanya kebetulan saja berada di pintu gerbang Kadipaten!"
Plaak! Satu temparan mendarat di muka Pendekar 212 membuat bibirnya pecah.
"Iblis pengecut ! Berani menganiaya orang tidak berdaya !" kutuk Wiro.
Ludah bercampur darah yang ada di mulutnya diludahkan nya ke muka keriput Loh
Jenar. Diludahi begitu rupa Loh Jenar jadi naik pitam. Dia melompat untuk
menghantam muka Wiro dengan jotosan tangan kiri kanan. Tapi Ametung cepat
memegang bahunya
"Jika orang ini pingsan kena hajaranmu, Adipati tidak akan mendapat kesenangan
lagi Loh Jenar!"
"Bangsat!" serapah Loh Jenar seraya menyeka mukanya.
"Aku melihat sesuatu tersisip di belakang punggung pemuda ini...." Tiba-tiba
terdengar ucapan Ametung.
Pendekar 212 Wiro Sableng menggeram dalam hati dan memmbatin "Jika keparat ini
merampas Kapak Maut Naga Geni 212 milikku, ah! Benar-benar celaka!"
Ametung melangkah mendekati Wiro sementara Unggul Jonggrang merasa jengkel
karena apa yang hendak dilakukannya jadi tertunda. Karena hampir sekujur bahu,
dada dan punggung terlibat tali rotan, untuk melihat benda apa yang tersisip di
belakang punggung Wiro, Ametung harus merobek pakaian putih si pemuda di bagian
punggung. "Astaga! Senjata mustika!" seru Ametung tertegun begitu pakaian Wiro robek besar
dan sinar menyilaukan membersit dari mata Kapak Naga Geni 212.
"Kalau itu senjata mustika!" berkata Loh Jenar, dia melangkah mendekati Wiro,
"itu pantas menjadi milikku!" Lalu dia memutar ujung tali rotan yang mengikat
sekujur tubuh Wiro. Pendekar 212 merasakan libatan tali rotan itu mengendur.
Namun masih belum cukup kendur baginya untuk menggerakkan tangan apalagi
membebaskan diri. Sementara itu sambil mendorong tubuh Ametung, Loh Jenar
melompat dan ulurkan tangannya untuk menarik mata kapak.
Tapi sebelum tangannya menyentuh senjata sakti madraguna warisan Eyang Sinto
Gendeng dari Gunung Gede itu, tiba-tiba terdengar suara sesuatu runtuh.
Berpaling ke samping kiri semua orang menyaksikan tambok halaman belakang gedung
Kadipaten bobol berantakan. Dari lobang besar pada tembok melesat masuk sesosok
tubuh berpakaian hitam, membentak garang.
"Bagus! Tiga musuh besarku semua ada di sini! Dua segera menerima mampus. Yang
satu biar mati ketakutan dulu!"
"Ini dia manusia sialan yang membuatku jadi sengsara begini!" Pendekar 212
menggeram. Yang datang bukan lain lelaki bermata satu Joran Kemitir!
BASTIAN TITO 27 WIRO SABLENG PENDEKAR KAPAK MAUT NAGA GENI 212
SEBELAS Jika seseorang sanggup menjebol dan menerobos tembok hanya dengan mempergunakan
sepasang tangan kosong maka ini adalah satu hal yang benar-benar luar biasa. Mau
tak mau Unggul Jonggrang, Loh Jenar dan Ametung kadi terkesiap kaget. Apalagi
ketika mereka mengenali bahwa yang muncul dan melakukan hal itu adalah Joran
Kemitir yang kini bermata satu dan yang dulu sama sekali tidak memiliki
kepandaian apa-apa.
"Apakah kalian sudah menyaksikan kepala Munding Tambaksati menggelinding di langkan Kadipaten....?" Joran Kemitir ajukan pertanyaa. Sambil
bertanya dia melangkah mendekati pohon tempat Wiro tersandar tanpa daya.
Loh Jenar dan Ametung bersurut beberapa langkah sementara Unggul Jonggrang tegak
dengan wajah pucat.
"Cakapmu keren dan sombong amat Joran Kemitir! Apa kau tidak tahu kedatanganmu
kemari hanya mengantar nyawa"!"
Yang buka suara adalah Ametung.
"Ha.....ha! Begitu Ametung"! Kau yang bakal mampus duluan malam ini!"
tukas Joran Kemitir. Habis berkata begitu lelaki ini ulurkan tangan menremas
tali rotan yang mengikat tubuh Pendekar 212 Wiro Sableng. Sungguh luar biasa!
Tali yang liat kuat itu remuk seperti bubuk di beberapa bagian. Tidak menunggu
lama Wiro yang kini bisa menggerakkan tangan kiri segera pergunakan kesempatan
untuk membebaskan diri dari sisa-sisa ikatan tali rotan.
Selagi Wiro sibuk dengan tali rotan itu, Joran Kemitir talh melompat ke hadapan
Ametung seaya menghantam dengan tangan kanan. Adanya angin deras mendahului
datangnya serangan ditambah tadi telah menyaksikan bagaimana Joran Kemitir
sanggup menjebol tembok halaman belakang yang tebal dengan tangan kosong, sukup
membuat Ametung yang bertubuh tinggi besar itu cepat menghindar untuk selamatkan
diri dari serangan lawan.
Sambil mengelak Ametung susupkan satu tendangan keras ke arah perut Joran
Kemitir. Tapi tidak berhasil mengenai sasaran. Malah kalau Ametung tidak lekas
menarik kakinya, hampir saja lawan dapat menangkap kaki itu.
"Aneh, bagaimana manusia yang dulu tidak memiliki kepandaian silat apalagi kesaktian kini tiba-tiba menjadi luar biasa!" membatin Ametung.
Namun dia tak bisa berpikir lebih panjang karena saat itu Joran Kemitir kembali
menyerbunya. Kali ini dengan pukulan kiri kanan.
Dengan penguasaan ilmu silat tingkat tinggi serta daya meringankan tubuh yang
sudah mantap Ametung dapat mengelakkan diri dari semua serangan itu. Tetapi
Joran Kemitir memburunya terus.
Wiro Sableng 037 Maut Bermata Satu di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
"Gila! Aku tak bisa bertahan terus!" maki Ametung. Dia melompat cepat ke kiri.
Sesaat tubuhnya seperti lenyap. Lalu dari arah berlawanan dia muncul sambil
menghantam. Joran Kemitir sesaat agak bingung karena tak sempat melihat di mana
lawan sebenarnya berada.
Bukk! Joran Kemitir terhuyung ke kanan ketika jotosan Ametung melanda bahunya.
Sebelum dia sempat mengimbangi diri satu tendangan mendarat di pinggangnya. Tak
ampun lagi Joran Kemitir roboh telentang di tanah. Jotosan apalagi tendangan
yang dapat membunuh itu ternyata sama sekali tidak membuat Joran Kemitir cidera
sedikitpun. Mengeluh kesakitanpun tidak.
BASTIAN TITO 28 WIRO SABLENG PENDEKAR KAPAK MAUT NAGA GENI 212
Merasa penasaran Ametung memburu lagi dengan satu tendangan pada saat Joran
mencoba bangun. Sasatan kali ini adalah kepala Joran Kemitir.
Praak! "Hancur kepalamu! Mampus!" teriak Ametung ketika melihat tendangannya menghantam
wajah Joran Kemitir dengan tepat. Joran sendiri kembali tebanting ke tanah. Tapi
kepala itu tidak hancur! Joran Kemitir tidak mati. Dia bangun kembali sambil
menyeringai dan melangkah mendekati Ametung dengan dua tangan terpentang.
Ametung keluarkan keringat dingin. "Kalau kuhantam dengan pukulan wesi panas
masakan tidak lumer tubuhnya!" membatin Ametung. Lelaki berdestar hitam ini
luruskan tangan kirinya ke depan sedang tangan kanan ditarik ke belakang
melewati punggung. Tiba-tiba tangan kanan itu dipukulkan ke depan. Dari telapak
tangan Ametung menderu kaluar angin yang luar biasa panasnya. Demikian panasnya
hingga Pendekar 212 Wiro Sableng yang berada enam langkah dari tempat itu dan
baru saja berhasil melepaskan diri dari libatan tali rotan berkat pertolongan
Joran Kemitir tadi cepat-cepat menjauh singkirkan diri. Ketika memandang ke
samping, tengkuknya merinding.
Saat itu terdengar pekik Ametung.
Pukulan sakti mengandung hawa wangat panas yang tadi dilepaskan Ametung hanya
sanggup membuat tubuh Joran Kemitir tergontai-gontai sasaat. Jangankan lumer,
bahkan pakaiannya sajapun tidak cidera.
Pucatlah paras Ametung. Dalam ketakutan yang amat sangat tiba-tiba dilihatnya
Joran Kemitir dorongkan tangan ke arahnya. Angin panas yang tadi dipakainya
untuk menyerang kini membalik menghantamnya. Malah jelas dirasa hawa panas itu
menderu dengan tingkat panas dan kekuatan berlipat ganda.
Ametung menjerit. Dia tak sanggup menyingkir ketika angin panas itu melabrak
sekujur dirinya. Tubuhnya hangus hitam seperti digarang api, roboh ke tanah
tanpa nyawa lagi! Bau sangitnya daging yang terbakar memenuhi udara malam!
Meskipun musuh besarnya itu hanya tinggal rongsokan tulang belulang berselimut
daging gosong Joran Kemitir seperti belum puas. Dia berlutut di samping mayat
Ametung. Kedua tangannya bergerak ke arah kepala. Lalu kraak!
Kepala Ametung tanggal dari lehernya! Perlahan-lahan Joran Kemitir bangkit
berdiri. Mata kirinya tampak seperti menyala. Kepala gosong itu kemudian
dilemparkannya ke arah Adipati Unggul Jonggrang yang saat itu berdiri dengan
tubuh menggigil dan wajah sepucat mayat. Kalau tidak cepat dia merunduk pasti
kepala Ametung akan menghantam kepalanya!
Ketikan dilihatnya Joran Kemitir melangkah mendekatinya, nyali Adipati itu
putus! Dia tak ingin mati. Apalagi mati dengan kepala dipotes seperti yang
terjadi dengan Ametung dan Munding Tambaksati. Untuk menghadapi Joran Kemitir,
dia tidak memiliki kapandaian apa-apa. Sama sekali tidak mempunyai kemampuan.
Masih ada satu harapan untuk menyelamatkan diri. Dari saku pakaiannya Unggul
Jonggrang mengeluarkan sebuah benda berbentuk hitam. Sebelum Joran Kemitir
datang lebih dekat, Unggul Jonggrang bantingkan benda hitam itu ke tanah.
Wusss! Kepulan asap hitam yang memerihkan mata dan menutup pemandangan
bergulung-gulung.
"Kurang ajar! Kau mau lari ke mana Adipati iblis!" teriak Joran Kemitir. Dia
melompat menembus kepulan asap hitam gelap. Tapi Unggul Jonggrang sudah tak ada
lagi di halamaa belakang itu !
BASTIAN TITO 29 WIRO SABLENG PENDEKAR KAPAK MAUT NAGA GENI 212
"Keparat ! Kau bisa kabur Unggul Jonggrang ! Tapi anak istrimu akan kubunuh !
Istrimu akan kuperkosa dulu baru kubunuh !"
Joran Kemitir memutar tubuh dan hendak lari memasuki gedung Kadipaten.
Namun dia ingat, satu lagi musuh besarnya masih berada di situ yakni manusia
katai bermuka keriput bernama Loh Jenar.
BASTIAN TITO 30 WIRO SABLENG PENDEKAR KAPAK MAUT NAGA GENI 212
DUA BELAS Begitu Wiro berhasil melepaskan tali rotan di sekujur tubuhnya, pendekar ini
segera melompat ke hadapan si katai Loh Jenar. Orang tua buruk inilah yang telah
membuatnya tak berdaya dengan tali rotan anehnya itu. Dan juga dia pula yang
telah menyiksanya dalam keadaan terikat.
Menghadapi Pendekar 212 Wiro Sableng si katai Loh Jenar tidak merasa takut sama
sekali karena memang ia belum tahu siapa adanya pemuda gondrong itu. Tapi
menyaksikan kematian kawannya Ametung tadi, membuat mau tak mau nyalinya menjadi
ciut. Maka ketika asap hitam membuntal, dia coba menyelinap ke dalam kepulan
asap itu untuk meudian melarikan diri. Tapi Pendekar 212 Wiro Sableng yang sudah
dapat membaca pikiran orang cepat bertindak.
Tangan kirinya dihantamkan ke depan. Angin deras serta merta menggemuruh dan
melabrak cerai berai gulungan asap hitam. Itulah pukulan angin puyuh! Halaman
belakang gedung Kadipaten itu jadi lebih terang kini. Di mana Loh Jenar berada
segera terlihat jelas. Saat itu dia hampi berhasil mencapai tembok belakang
sebelah barat. Dengan membuat dua kali lompatan Wiro melesat mengejar.
Ketika Loh Jenar melayang melompati tembok belakang yang cukup tinggi itu, di
atas tembok justru Pendekar 212 Wiro Sableng telah menunggu.
Loh Jenar jadi kalang kabut. Dia hantamkan kedua tangannya ke arah Wiro yang
tegak di tembok. Yang diserang cepat melompat ke atas lalu bergelayutan pada
cabang pohon yang tumbuh dekat pinggiran tembok. Di bawahnya tembok tinggi tebal
itu tampak ambruk sebagian akibat hantaman tangan kosong Loh Jenar.
Karena tadi melepaskan pukulan selagi tubuhnya dalam keadaan melayang, Loh Jenar
kehilangan keseimbangan. Terpaksa dia berjungkir balik di udara lalu melayang
turun kembali. Tapi si katai ini jadi tersentak kaget ketika melihat Wiro yang
tadi dikiranya masih bergelayutan di cabang pohon tahu-tahu sudah tegak berkacak
pinggang, menyeringai di hadapannya!
"Ah! Ternyata bangsat satu ini juga memiliki kepandaian tinggi!" Loh Jenar
mengeluh dalam hati. Lalu secepat kilat tangan kanannya menyelinap ke balik
pakaian. Melihat gelagat ini Wiro maklum kalau si katai akan mengeluarkan sesuatu, entah
senjata apa, tetapi pasti sangat diandalkannya seperti tali rotan yang aneh itu!
Karenanya dengan cepat Pendekar 212 Wiro Sableng mendahului menyerang.
Pukulan pertama yang dilancarkan Wiro berhasil ditangkis si katai. Ini membuat
tubuhnya yang kecil pendek itu terpental ke atas, sedang tangan kanannya tampak
matang biru sementara tangan kiri lawan dilihatnya tidak sidera sama sekali.
Meskipun kesakitan tapi Loh Jenar merasa inilah kesempatan kedua baginya untuk
dapat mengeluarkan senjata rahasia berupa jarum beracun berwarna biru yang
tersimpan di dalam kantong pakaiannya. Kembali Loh Jenar mengeruk ke pinggang
pakaian. Hanya saja sekali ini murid Sinto Gendeng tidak memberi kesempatan
lagi. Tubuhnya melompat ke atas. Tangan kirinya berhasil menangkap pergelangan kaki
kanan Loh Jenar. Lalu disentakkan kuat-kuat ke bawah. Tubuh kecil pendek itu
menderu menghantam tanah.
Kraak! Loh Jenar menjerit setinggi langit. Tulang bahunya sebelah kanan patah.
Mukanya yang keriput berkelukuran menghantam tanah. Tulang hidungnya ikut patah
BASTIAN TITO 31 WIRO SABLENG PENDEKAR KAPAK MAUT NAGA GENI 212
dan darah mengucur. Wiro mendatangi. Tapi dari samping terdengar teriakan Joran
Kemitir. "Jangan kau bunuh bangsat itu ! Nyawanya milikku !" Lebih cepat dari langkah
Wiro, Joran Kemitir sudah lebih dulu berada di hadapan tubuh Loh Jenar yang
tergeletak di tanah. Kaki kirinya langsung menginjak tenggorokan si katai itu.
"Ampun ! Ampuni selembar jiwaku..... !" Loh Jenar meminta dengan suara parau.
Dalam keadaan leher terinjak seperti itu dia merasa sia-sia untuk melawan atau
meronta lepaskan diri Sekali Joran Kemitir menekankan kakinya, tamatlah
riwayatnya! "Ha.....ha.....! Kowe masih punya keberanian untuk minta mapun Loh Jenar menusia
katai keparat!"
"Ampuni diriku! Aku benar-benar bertobat! Aku tak akan melakukan kejahatan lagi!
Ampuni diriku.....!" kembali Loh Jenar meminta.
"Baik....baik! Aku akan mengampuni selembar nyawa anjingmu!" berkata Joran
Kemitir. "Jika si mata satu ini berniat memberi ampun pasti ada sesuatu yang lain di
benaknya....." membatin Pendekar 212 Wiro Sableng.
"Aku akan mengampuni nyawamu. Tapi kau harus menjawab beberapa
pertanyaanku......."
"Aku akan menjawab seribu pertanyaanmu Joran.....!" sahut Loh Jenar yang merasa
punya harapan untuk hidup.
"Bagus! Aku hanya punya dua pertanyaan. Pertama siapa yang menculik dan
memperkosa istriku....."!"
Loh Jenar seperti dihenyakkan amblas ke dalam tanah ketika mendengar pertanyaan
itu. Untuk sesaat dia hanya bisa diam dengan lidah kelu dan tenggorokan berat
tertekan kaki Joran Kemitir.
"Setan pendek! Kenapa kau tak segera menjawab"!" hardik Joran. "Siapa yang
menculik dan memperkosa istriku....."! Lekas jawb!"
"Ka.....kami......Kami disuruh oleh Adipati Unggul Jonggrang!"
"Siapa yang kau maksud dengan kami"!"
"Maksudku...... Munding Tambaksati. Lalu Ametung......"
"Lalu......"!"
"Aku....aku juga ikut menculik. Tapi semua itu Adipati yang memberi perintah......"
"Lalu kalian memperkosa perempuan itu hah"!"
"Ya.....begitu. Begitu......."
Rahang Joran Kemitir nampak menggembung. "Sekarang pertanyaan kedua.
Di mana istriku sekarang......"'
"Itu aku ti......tidak tahu Joran. Aku bersumpah tidak tahu. Hanya saja....."
"Hanya saja apa"!" sentak Joran ketika Loh Jenar tidak meneruskan kata-katanya.
"Ametung.....Ametung pernah ketelapasan bicara setahun lalu. Atas perintah
Adipati, Ametung membunuh istrimu. Mayatnya lalu dibuang di jurang Tombakpasir.
Yang satu ini aku tidak ikut campur Joran! Benar-benar tidak ikut campur....."
"Bagus! Kau memang orang jujur! Kau layak mampus dengan tenang! Tapi tetap
dengan kepala tanggal!"
"Jangan.....akh......"
Kraak! Tulang leher Loh Jenar hancur ketika Joran Kemitir menginjak keras-keras
tenggorokan orang tua katai itu. Nyawanya lepas detik itu juga. Dan detik itu
pula BASTIAN TITO
32 WIRO SABLENG PENDEKAR KAPAK MAUT NAGA GENI 212
Wiro menyaksikan keganasan pembalasan Joran Kemitir. Seperti yang dilakukannya
terhadap Munding Tambaksati dan Ametung, Joran Kemitir memuntir putus leher Loh
Jenar. Dengan mulut komat-kamit dan pelipis bergerak-gerak dan tangan kanan
menjambak rambut di kepala Loh Jenar, Joran Kemitir berlari menuju gedung
Kadipaten. "Apa yang hendak kau lakukan....?" bertanya Pendekar 212 Wiro Sableng seraya
berlari mengikuti Joran Kemitir.
"Aku akan membunuh seluruh keluarga Adipati terkutuk itu! Istrinya akan
kuperkosa seperti dia memperkosa istriku!" jawab Joran Kemitir. Lalu dia
menghardik "Apa urusanmu!"
"Gila! Anak-anak dan istri Unggul Jonggrang tidak ada sangkut paut dengan
kejahatan Adipati itu. Mereka tidak berdosa!"
"Ada sangkut atau tidak, ada dosa atau tidak aku tetap akan melakukan!
Jangan kau berani ikut campur urusanku! Sekali lagi aku menggebukmu, aku tidak
sayang akan nyawamu!"
Cepat sekali Joran Kemitir sudah masuk ke dalam gedung, tepat pada saat Adipati
Unggul Jonggrang keluar dari kamat tidur diiringi dua orang anak lelaki 14
dan 15 tahun, lalu seorang anak perempuan masih berumur 4 tahun. Di belakang
mereka tampak istri sang Adipati, menggendong seorang anak berusia sekitar 8
bulan! Istri Adipati Unggul Jonggrang dan anak-anaknya menjerit ngeri melihat munculnya
lelaki bermata satu sambil menenteng kepala Loh Jenar yang bagian lehernya masih
meneteskan darah!
"Ha.....ha..... Kau tak sempat kabur Unggul! Kau tidak bisa kabur! Juga istri
dan anak-anakmu! Hari ini pembalasan lebih kejam akan kalian rasakan.....!"
Bagaimana Unggul Jonggrang yang tadi melarikan diri tahu-tahu kini berada di
dalam gedung"
Setelah berhasil melarikan diri, Adipati itu masih sempat mendengar ancaman yang
diteriakkan Joran Kemitir yaitu hendak membunuh anak istrinya dan memperkosa
istrinya sebelum dibunuh. Maka Adipati itu membatalkan untuk terus kabur. Dia
berusaha menyelamatkan anak istrinya lebih dulu baru melarikan diri bersama-
sama. Dia sama sekali merasa tidak punya harapan lagi. Tak seorang perajurit
atau pengawal Kadipatenpun yang tampak di tempat itu. Demua telah melarikan diri
karena ketakutan.
Unggul Jonggrang merasakan lututnya bergetar.
Suaranya juga bergetar ketika dia membuka mulut "Joran! Anak istriku tak ada
sngkut paut dengan apapun yang telah kuperbuat. Biarkan mereka pergi! Aku akan
menebus semua dosa-dosaku dan bersedia mati bunuh diri di hadapanmu!"
Lalu Adipati itu hunus kerisnya dan langsung diarahkan ke batang lehernya!
"Manusia pengecut!" kertak Joran Kemitir sementara anak istri Unggul Jonggrang
masih terus berpekikan.
Wiro segera mendekati meeka dan dengan susah payah membawanya ke sudut ruangan
yang lebih aman.
"Aku mohon padamu Joran! Aku mohon!" kata Unggul Jonggrang seraya berlutut.
"Jangan ganggu anak istriku! Biar aku sendiri yang menanggung segala dosa!"
Habis berkata begitu Adipati Unggul Jonggrang tusukkan keris di tangan kanannya
kuat-kuat ke lehernya. Tapi tendangan Joran Kemitir ke arah kepala datang lebih
cepat. Kepala itu hancur dan tanggal dari leher, melayang beberapa tombak lalu
menggelinding di lantai.
BASTIAN TITO 33 WIRO SABLENG PENDEKAR KAPAK MAUT NAGA GENI 212
Istri Unggul Jonggrang terpekik lalu roboh pingsan dengan bayi masih berada
dalam dekapannya. Tiga anaknya ikut-ikutan roboh menyaksikan kejadian itu dengan
maat terbeliak ngeri!
"Sekarang giliran kalian!" berkata Joran Kemitir seraya berpaling ke sudut
ruangan di mana istri dan anak-anak Unggul Jonggrang berada.
"Kalau kau berani membunuh anak-anak dan perempuan itu terpaksa aku turun
tangan.....!" Wiro berkata seraya memapasi langkah Joran Kemitir.
Joran Kemitir membeliak merah.
"Jadi benar dugaanku bahwa kau salah seorang kaki tangan Adipati laknat itu!"
kata Joarn Kemitir setengah berteriak. Mukanya beringas dan matanya yang hanya
satu membeliak.
"Adipati itu sudah mati! Sudah kau bunuh! Apa lagi"! Kau harus pergi dari sini
Joran!" "Dia memang sudah mampus! Tapi anak istriku teraniaya di tangannya!
Perempuan dan anak-anaknya itu layak menerima kematian di tanganku!"
"Kalau begitu biar kau yang kubunuh lebih dulu!" Wiro membentak. Karena tangan
kanannya masih cidera dan masih terasa sakit maka dia angkat tangan kirinya dan
arahkan lurus-lurus ke depan.
Joran Kemitir mengernyit ketika melihat bagaimana tangan si pemuda mulai dari
Wiro Sableng 037 Maut Bermata Satu di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
siku sampai ke ujung-ujung jari menjadi putih menyilaukan. Seolah-olah tangan
itu telah berubah terbungkus oleh perak!
"Dengar Joarn Kemitir...... Kau boleh punya seribu kehebatan dan ilmu kebal!
Tapi tubuhmu tak akan kebal terhadap pukulan sinar matahari yang siap kulepaskan
jika kau masih gila hendak mencelakai orang-orang itu!"
Dalam hatinya sebenarnya Wiro bersangsi apakah benar-benar pukulan saktinya itu
akan mampu menghantam kehebatan ilmu kebal yang dimiliki Joran Kemitir. Untuk
itu dia perlu membuat orang ini merasa takut. Maka Wiro hantamkan tangan kirinya
ke arah dua buah pilar besar di bagian belakang gedung. Dua pilar itu hancur
berantakan dengan mengeluarkan kepulan asap. Atap di atasnya ikut runtuh!
Tidak sampai di situ, Wiro sekali lagi lepaskan pukulan sinar matahari. Kali ini
dia menghantam lantai di ujung kaki Joran Kemitir. Lantai itu porak poranda dan
sebuah lobang besa kini tampak di situ! Joran Kemitir sendiri terlempar sampai
satu tombak. Tubuhnya berselimut hancuran batu dan debu lantai. Tapi dia tidak cidera apa-
apa. Namun mau tak mau apa yang telah dilakukan Wiro memberi pengaruh hebat pada
Joran Kemitir. Mata kanannya berkilat-kilat tanda dia menahan amarah yang amat
sangat. Dia meludah ke lantai lalu membalikkan diri sambil campakkan kepala Loh
Jenar yang sejak tadi dijinjingnya. Ketika dia berlari meninggalkan gedung
Kadipaten itu, dia sama sekali tidak mengetahui kalau Pendekar 212 Wiro Sableng
diam-diam mengikutinya dari belakang.
BASTIAN TITO 34 WIRO SABLENG PENDEKAR KAPAK MAUT NAGA GENI 212
TIGA BELAS Kuda yang dipacu Pendekar 212 Wiro Sableng hampir mati kelelahan. Tetapi Joran
Kemitir yang berada di sebelah depan terus saja memacu kuda tunggangannya.\
"Sialan betul manusia mata satu itu. Hampir sepuluh hari aku mengikutinya terus
menerus. Perjalanannya seperti tidak berujung ! Ke mana sebenarnya dia
menuju "!"
Saat itu sudah rembang petang. Teriknya sang surya mulai meredup. Kuda yang
ditunggangi Wiro telah mencapai titik akhir kekuatannya. Binatang ini meringkik
pendek lalu tergelimpang di tanah. Lidahnya menjulur dan dia tak kuasa bangkit
lagi. Wiro usap-usap tengkuk binatang ini. Hatinya merasa hiba untuk
meninggalkan begitu daja. Memandang ke depan Joran Kemitir sudah lenyap di
kejauhan. Di dalam hutan kecil itu Wiro berusaha mendapatkan pohon berdaun
lebar. Beruntung dia menemukan sederetan pohon keladi hutan. Berbekal beberapa potong
daun keladi yang lebar itu dia kini mencari air untuk minuman kuda yang hampir
meregang nyawa karena keletihan itu. Dia hanya menemukan sebuah parit kecil
berair jernih. Bagi seekor kuda air kotor itu lebih baik dari pada mati kehausan
dan keletihan. Setelah memberi minum bintang itu, dengan mempergunakan ilmu lari kaki angin
Pendekar 212 berkelebat cepat ke arah lenyapnya Joran Kemitir. Sampai dia
menemukan sebuah bukit batu, orang yang dikejar tidak kelihatan mata hidungnya.
Wiro duduk garuk-garuk kepala di atas Bukit Batu itu diselimuti kesunyian yang
terasa mencengkam angker.
"Mungkinkah dia menuju ke puncak bukit sana....?" bertanya Wiro pada diri
sendiri. Setelah menimbang-nimbang sejenak akhirnya Pendekar 212 mulai barlari
menaiki bukit batu padas itu. Di lereng bukit dia menemukan kuda tunggangan
Joran Kemitir. Hatinya lega sedikit. Berarti orang yang dikejarnya tak berada
jauh dari situ.
Dia terus mandaki sampai akhirnya mencapai puncak bukit. Angin beritup kencang.
Rambut gondrong dan pakaian Pendekar 212 Wiro Sableng berkibar-kibar ditiup
angin. Tidak ada bangunan apapun tampak di puncak bukit itu. Tapi seorang pendekar
berkepandaian tinggi seperti Wiro tidak bisa ditipu. Firasatnya mengatakan bahwa
bagian dalam puncak bukit batu itu menyembunyikan suatu rahasia. Maka diapun
mulai menyelidik dengan hati-hati dan teliti.
Sementara itu di sebelah bawah puncak bukit batu, Joran Kemitir menuruni tangga
batu dan akhirnya sampai di sebuah ruangan yang empat puluh hari lalu pernah
didatanginya. Ruangan itu tidak berbeda. Dan para penghuninya masih tetap sama
seperti dulu. Yakni kakek berambut kelabu bertampang sangat angker yang dikenal
dengan nama Tubagus Jelantik alias Maut Bermata Satu dengan tinggi tubuh lebih
dari dua meter! Di salah satu sudut anak lelaki berambut jabrik bernama Kumkum
tegak bersandar dengan kedua tangan bersidekap di depan dada dan kaki memakai
terompah aneh. "Embah.....! Saya datang sesuai perjanjian!" Joran Kemitir keluarkan suara lalu
duduk bersila di hadapan Tubagus Jelantik.
Dari sudutnya Kumkum berseru "Embah, orangmu sudah datang! Satu hari lebih cepat
dari perjanjian!"
"Bagus.....bagus !" Embah Tubagus Jelantik mengangguk-angguk dan memandangi
Joran Kemitir dengan sepasang matanya. Mata yang satu sebenarnya milik Joran
Kemitir. "Apakah semua urusan balas dendammu sudah selesai anak manusia "!"
BASTIAN TITO 35 WIRO SABLENG PENDEKAR KAPAK MAUT NAGA GENI 212
"Sudah Embah. Berkat ilmu yang Embah berikan saya sduah berhasil
menyelesaikan urusan. Adipati Unggul Jonggrang dan kaki tangannya semua mati di
tangan saya....."
"Bagus....bagus !" berkata lagi sang Embah.
"Memang bagus Wmbah !" Kumkum menyeletuk. "Tetapi dia datang tidak sendirian !
Dia datang membawa seseorang di luar sana !"
Embah Tubagus Jelantik mengangkat wajahnya dan menatap tajam ke arah Joran
Kemitir. Joran Kemitir sendiri heran terkejut. Dia memandang tak mengerti pada Kumukum.
Anak berambut jabrik berpakaian serba hitam itu balik memandang dengan mata
melotot. "Saya tidak mengerti. Saya datang kemari hanya seorang diri. Tidak membawa kawan
atau siapapun !"
Embah Tubagus Jelantik tertawa mengekeh.
Kumkum ikut tertawa tinggi dan panjang.
"Kau nanti akan mengerti. Nanti akan kuundang orang di luar sana masuk ke tempat
ini. Sekarang kita selesaikan dulu urusan kita. Apakah maksud kedatanganmu untuk
menyerahkan kembali ilmu kepandaian yang dulu kuberikan atau kau ingin
memperpanjangnya empat puluh hari lagi.....?"
"Urusan saya sudah selesai. Apa yang saya inginkan sudah tercapai. Karena itu
saya berniat untuk mengembalikan dua ilmu kepandaian yang Embah berikan
dulu....."
"Hemmm.....begitu. Kumkum, apakah kau setuju anak manusia itu
mengembalikan ilmu itu kepadaku......" Embah Tubagus Jelantik minta pertimbangan
bocah berusia 12 tahun itu.
"Saya setuju Embah. Urusan kita dengan dia bisa diselesaikan hari ini.
Tentunya jika dia memenuhi permintaan kita...."
Embah Tubagus Jelantik memandang kepada Joran Kemitir.
"Kau dengar itu anak manusia. Ada permintaan dalam soal mengembalikan ilmu
itu....." "Apakah itu Embah" Kalau soal uang atau harta, saya memang sudah
menyiapakannya...." Lalu Joran Kemitir mengeluarkan sebuah kantong besar.
"Ah, kau memang punya pengertian mendalam anak manusia. Letakkan kantong itu di
lantai dan buka pakaianmu. Lalu mendekat padaku. Aku akan mengambil dua macam
ilmu yang kuberikan padamu dulu...."
Joran Kemitir meletakkan kantong berisi uang di lantai lalu membuka pakaiannya.
Setelah itu dia melangkah mendekati Embah Tubagus Jelantik.
"Ulurkan kedua tanganmu anak manusia!" perintah si Embah.
Joran Kemitir ulurkan kedua tangannya. Tapi tiba-tiba sekali tangan sebalh kanan
melesat ke muka Embah Jelantik. Dan terdengar pekik orang tua itu ketika seperti
yang dilakukannya dulu terhadap Joran Kemitir, kini jari-jari Joran Kemitir
mencengkeram dan mengorek mata kirinya! Bagitu mata itu keluar dari rongganya,
Joran cepat membuka kulit hitam penutup mata kirinya. Lalu mata yang barusan
dikoreknya dimasukkannya ke dalam rongga mata sebelah kiri yang menjadi bolong
sejak empat puluh hari lalu.
Kumkum tersentak kaget. Dia melompat ke muka. Tapi embah Tubagus Jelantik
bergerak lebih dulu. Sambil meraung antara sakit dan marah dia hantamkan tinju
kanannya ke dada Joran Kemitir.
Buukk! BASTIAN TITO 36 WIRO SABLENG PENDEKAR KAPAK MAUT NAGA GENI 212
Joran Kemitir terjengkang jatuh di lantai batu padas. Tapi berkat ilmu kebal
yang masih dimilikinya dan yang hanya tinggal satu hari itu, dia tidak mendapat
cidera apa-apa, bangkit kembali sambil usap darah yang mengucur dari mata
kirinya. Kumkum berteriak marah. Selagi Joran Kemitir mencoba berdiri bocah ini
tendangkan kaki kanannya yang berterompah kayu. Tendangan itu hebat sekali.
Belum sampai di sasaran tapi terompah sudah melesat lebih dulu menghantam ulu
hati Joran Kemitir. Untuk kedua kalinya Joran Kemitir terjungkal. Tapi lagi-lagi
tidak cidera. Dia bangkit kembali dan saat itu justru tendangan kaki kanan
Kumkum sampai. Buukk! Joran Kemitir hanya keluarkan keluhan pendek. Tubuhnya terbanting ke dinding
ruangan. Pemandangan mata kirinya masih belum begitu jelas. Tapi mata ini,
bersama-sama dengan mata kanan kelihatan membersit beringas. Lalu tampak dia
maju mendekati dua lawan yang mengurung dan hantamkan tangan kanannya.
Serangannya meleset melabrak dinding batu. Dinding itu hancur, meninggalkan
lobang dalam. "Embah!" teriak Kumkum. "Cepat kau lafatkan mantera pemusnah ilmu kebal dan ilmu
pukulannya! Jika tidak kita tak akan mampu menghukum murid murtad ini!"
"Anak manusia ini memang tidak tahu tarima kasih!" menyahuti Tubagus Jelantik.
"Diberi pertolongan malah kini berani menyerang dan merampas mataku!"
"Kau yang duluan merampas mataku Embah! Patut aku mengambilnya kembali!"
"Bagus! Bagus.....! Hari ini aku akan mengambil lagi berikut nyawawamu!"
jawab Embah Tubagus Jelantik yang kini memang cocok dengan gelar Maut Bermata
Satu. Mulutnya komat-kamit. Matanya sebelah kanan menatap tak berkesiap ke arah
Joran Kemitir. Sadar apa yang hendak dilakukan orang terhadapnya dan tak mau kehilangan ilmu
kebal seta ilmu pukulannya di saat-saat berbahaya itu, Joran Kemitir segera
menghantam ke arah Tubagus Jelantik. Yang diarahnya adalah bagian perut di bawah
pusat kakek bertubuh jangjung ini.
Tetapi Joran jadi terkejut ketika tiba-tiba dia merasakan tubuhnya kehilangan
bobot dan melayang. Tanagnnya menjadi ringan dan pukulannya tidak ubah seperti
lambaian belaka!
"Celaka! Apa yang terjadi! Aku kehilangan ilmu pukulanku!" berseru Joran Kemitir
dalam hati. "Ilmu pukulannya sudah lenyap Embah!" terdengar Kumkum berteriak begitu melihat
apa yang terjadi dengan Joran Kemitir. "Lekas lenyapkan ilmu kebalnya! Biar kita
dapat membunuhnya saat ini juga!"
Kembali mulut Embah Tubagus Jelantik tampak komat kamit.
Joran Kemitir tidak tahu mau berbuat apa. Hendak menyerang dia sadar kini tidak
lagi memiliki ilmu pukulan. Berada terus di situ, sekali ilmu kebalnya lenyap,
nyawanya pasti tak akan tertolong lagi. Karena itu sesaat kemudian tanpa pikir
panjang lagi dia melompat menuju tangga batu. Maksudnya segera melarikan diri.
Tapi sebelum lari dia masih sempat menyambar kantong berisi uang.
Kalau sebelumnya Joran Kemitir memiliki kegesitan luar biasa, kini setelah ilmu
pukulannya lenyap dan ilmu kebalnya sedikit demi sedikit memunah, maka dia tidak
mampu berlari kencang. Baru saja dia berhasil mencapai anak tangga terbawah, dia
merasakan kedua kakinya bergetar dan berat untuk diangkat.
Saat itulah Kumkum dan Embah Tubagus Jelantik mendatangi dan dari jarak dua
tombak orang ini lepaskan pukulan tangan kosong yang dahsyat!
Dua larik gelombang angin menderu menghantam tubuh Joran Kemitir.
Nyawanya tidak akan tertolong lagi!
37 BASTIAN TITO WIRO SABLENG PENDEKAR KAPAK MAUT NAGA GENI 212
EMPAT BELAS Tapi tidak disangka-sangka ketika dua pukulan maut itu siap merengut nyawa Joran
Kemitir, dari tangga batu terdengar suara bergaung. Satu gelombang angin
sedahsyat topan prahara menyambar di lorong tangga, melewati kepala Joran
Kemitir lalu memapasi dua rangkum angin pukulan Kumkum dan Tubagus Jelantik!
Ruangan batu padas itu bergeletar keras seperti hendak runtuh digoncang gempa!
Dinding, lantai dan langit-langit retak-retak. Joran Kemitir tersungkur ke
tangga. Kepalanya menghantam sanding anak tangga. Kali ini terdengar dia
mengeluh. Luka di keningnya mengucurkan darah dan kini dia merasakan sakit setelah ilmu
kebalnya lenyap.
Di bagian lain si anak berambut jabrik dan orang tua berambut kelabu tampak
tergelimpang berguling-guling di lantai. Wiro yang melepaskan pukulan sakti
bernama benteng topan melanda samudra tadi melengak heran ketika melihat dua
orang itu bangkit berdiri tanpa dapatkan cidera apa-apa.
"Mereka memiliki ilmu kebal luar biasa!" berkata Wiro dalam hati.
Kumkum dan Tubagus Jelantik memandang marah ke arah Pendekar 212.
Ini rupanya bangsat yang dibawa anak manusia keparat itu!" berteriak Tubagus
Jelantik. Sekali ini Joran Kemitir tidak berani mengatakan bahwa dia tidak membawa pemuda
gondrong itu ke tempat itu. Keselamtannya justru berada di tangan si pemuda.
Tapi sanggupkah dia menolongnya"
"Monyet gondrong lekas katakan sebelum kau mampus! Siapa kau
sebenarnya"!" Kumkum berteriak. Anak ini cukup cerdik. Dia telah menyaksikan
kehebatan pukulan sakti Pendekar 212 Wiro Sableng. Kalau tidak memiliki tenaga
dalam sangat tinggi tak mungkin lawan tak dikenal ini sanggup lepaskan pukulan
dahsyat begitu rupa. "Datanglah mendekat biar lebih jelas kulihat tampangmu!"
Kembali Kumkum bersuara
Tapi Wiro Sablengpun berlaku cerdik. Kalau Joran Kemitir bisa memiliki ilmu
pukulan yang sanggup menciderai dan melumpuhkan tangan kanannya, maka sebagai
pemilik asli ilmu pukulan itu, kedua orang tersebut tentu memiliki kekuatan
lebih hebat dan lebih ganas. Karenanya Wiro tak berani mendekat. Malah sambil
siap dengan pukulan dinding angin berhembus tindih menindih untuk menjaga segala
kemungkinan dia berkata mengejek.
"Kakek bau dan bocah jelek siapa sudi dekat-dekat dengan kalian. Antara kita
tidak ada silang sengketa. Jika kau membiarkan kawanku ini pergi dengan bebas,
aku bersedia menganggap urusan kita selesai sampai di sini!"
Embah Tubagus Jelantik tertawa mengekeh. Seperti biasa Kumkum pun ikut-ikutan
tertawa aneh. "Tak ada urusan yang akan selesai sebelum kau dan anak manusia itu mampus di
tanganku!" berkata Tubagus Jelantik. Lalu dia melesat ke arah Wiro seraya
lepaskan pukulan dengan tangan kanan dan kiri. Kumkum tidak tinggal diam. Bocah
berambut jabrik ini kirimkan tendangan terompah kiri ke arah kepala Pendekar
212! Maka Wiro pun lepaskan pukulan sakti lewat tangan kirinya. Mula-mula terdengar
suara angin seperti tiupan seruling. Lalu berubah menjadi suara gelegar seprti
bajir besar melanda bumi. Tubagus Jelantik seperti megnapung di udara. Tak bisa
maju tak bisa mundur. Dia tak sanggup menerobas angin deras yang memapasi
dirinya. Setelah kerahkan tenaga dalam sehabis yang bisa dimilikinya, akhirnya
BASTIAN TITO 38 WIRO SABLENG PENDEKAR KAPAK MAUT NAGA GENI 212
tubuhnya melorot ke bawah dan jatuh berlutut dengan nafas terengah-engah.
Wajahnya yang angker tampak memucat.
Tetapi tidak demikian dengan terompah aneh milik Kumkum. Terompah ini seperti
tidak terpengaruh oleh kehebatan pukulan sakti yang dilepaskan Wiro, terus
menerobas gelombang angin dan berdesing ke arah kepala Pendekar 212!
"Edan!" maki Wiro dalam hati. Dia cepat rundukkan kepala. Hampir terlambat.
Terompah kayu itu masih sempat menyambar rambut gondrongnya. Rambut itu seperti
tersambar pisau amat tajam dan panas, terbabat putus dan keluarkan bau sangit!
Wiro Sableng 037 Maut Bermata Satu di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Terompah itu sendiri kemudian menghantam dinding batu di sampingnya, menancap
sampai setengah. Batu di sekeliling tancapan tampak menjadi lebih hitam karena
hangus! Mau tak mau murid Sinto Gendeng jadi leletkan lidah. Seumur hidupnya tak pernah
dia melihat senjata aneh seperti terompah kayu bocah berambut jabrik itu!
Melihat serangan terompahnya hanya mampu "memangkas" sedikit rambut lawan,
Kumkum berteriak gusar.
"Embah! Lekas kau habisi si gondrong itu! Aku akan menyaksikan dari sudut
persemedian!" Kumkum berteriak. Lalu anak ini melompat ke sudut ruangan sebelah
kiri. Di sini dia tegak pejamkan mata sambil rangkapkan sepasang tangan di atas
dada.Tubagus Jelantik yang maklum apa yang akan dilakukan oleh anak itu, sesuai
perintah segera menyerang Wiro dengan pukulan-pukulan jarak dekat. Wiro sambut
dengan balas menyerang. Pendekar ini cabut terompah kayu yang menancap di
dinding lalu lemparkan ke arah Tubgus Jelantik. Karena sambil memegang terompah
Wiro salurkan tenaga dalamnya maka terompah itu serta merta menjadi sangat panas
dan menderu dalam kecepatan luar biasa ke arah si jangkung tua berambut kelabu!
Dari sudut tempatnya berada, meskipun matanya terpejam tapi Kumkum seolah-olah
dapat menyaksikan apa yang terjadi. Bocah ini meniup ke depan.
Terompah kayu seperti melabrak batu karang dan hancur berkeping-keping sebelum
sempat mengenai Tubagus Jelantik.
Menyaksikan hal itu Pendekar 212 segera maklum dan cepat membaca situasi.
Oran tua yang dipanggil Wmbah itu hanya sekedar pengacau untuk menarik
perhatian. Serangan sebenarnya justru akan datang dari si bocah aneh! Maka ketika Tubagus
Jelantik menyerbu untuk kedua kalinya, Wiro lepaskan pukulan sakti untuk
membendung gerakannya, tetapi dalam lain kejapan dia hantamkan pukulan sinar
matahari ke arah Kumkum.
Semedi bocah ini serta merta buyar ketika kilatan sinar putih yang menyilaukan
dan sangat panas berkiblat di ruangan batu padas itu seperti hantaman kilat
datang dari langit!
Kumkum berteriak memberi peringatan pada Tubagus Jelantik lalu melompat ke
langit-langit ruangan. Lantai dan dinding tempatnya tadi berdiri hancur
berantakan dihantam pukulan sinar matahari. Sinar pukulan sakti ini memantul dan
menyambar ke arah Tubagus Jelantik. Hal inilah yang sudah lebih dahulu terbaca
di benak Kumkum maka dia tadi berteriak memberi ingat. Tapi terlambat. Pantulan
pukulan sinar matahari yang masih panas membara itu menghantam pinggul kirinya.
Orang tua berambut kelabu ini berteriak keras. Sebagian tubuhnya hangus
menghitam. Dagingnya seperti dipanggang. Dalam keadaan sekarat dia bersandar ke dinding.
Diam-diam tangan kanannya menyelinap ke pinggang. Lima buah senjata rahasia
berbentuk paku rebana berwarna hitam tergenggam di tangannya. Lima senjata
mengandung racun jahat ini langsung dilemparkan ke arah Wiro Sableng. Demikian
derasnya daya lesat lemparan itu hingga suara desingannya saja terdengar sedang
bentuknya sama sekali tidak kelihatan.
BASTIAN TITO 39 WIRO SABLENG PENDEKAR KAPAK MAUT NAGA GENI 212
Bagi orang silat berkepandaian tinggi justru suara saja sudah cukup membuat dia
waspada. Begitu juga dengan Pendekar 212 Wiro Sableng. Begitu mendengar suara
berdesing, tanpa menoleh dia menghantam ke atas dengan tangan kiri.
Tring.....tring.....tring.....tring......tring........!
Lima senjata rahasia paku rebana mental kian kemari. Celakanya satu diantara
lima senjata beracun itu mental dan menancap tepat di pangakl leher Joran
Kemitir yang saat itu tergeletak dekat kaki tangga batu. Joran keluarkan keluhan
pendek. Tubuhnya menggeliat sesaat. Lehernya tampak menjadi sangat biru. Nafasnya putus
sesaat kemudian. Dia mati dengan mata melotot.
Di dinding sebelah kiri Embah Tubagus Jelantik merasakan ada hawa sangat panas
yang merangsak ke seluruh bagian tubuhnya. Kedua kakinya tak sanggup lagi
bertahan. Tubuhnya terbating ke lantai. Nyawanya melayang! Dan terjadilah satu
keanehan. Dari tubuh yang tidak bernyawa itu lagi tampak memancar cahaya redup
berwarna kuning. Cahaya ini berbentuk seperti sosok tubuh anak kecil, melayang
ke sudut ruangan di mana Kumkum berdiri. Cahaya itu seperti masuk ke dalam tubuh
anak itu. Sesaat Kumkum tampak bergeletaran lalu tenang kembali.
Wiro tercengang menyaksikan kejadian itu.
"Ilmu memindahkan sukma....." desisinya. Jelas kalau Embah Tubagus Jelantik
sebenarnya tidak memiliki ilmu kepandaian apa-apa. Semua kehebatannya didapat
dari anak berusia 12 tahun itu. Dan ilmu kepandaian itu kembali ke pemiliknya
semula setelah Tubagus Jelantik menemui kematian.
"Anak luar biasa.... Bagaimana sekecil ini dia bisa memiliki ilmu kesaktian
sehebat itu!" kembali Wiro membatin.
Kumkum sendiri saat itu tampak tenang. Berbeda dengan sikapnya
sebelumnya yang lekas marah dan banyak mulut. Sesaat dia memandang ke arah
Pendekar 212 Wiro Sableng.
"Kalau tidak salah, bukankah tadi kau melepaskan pukulan sinar
matahari......?" si anak bertanya.
"Heh.......! Wiro terkesiap. Mana dia menyangka kalau si anak bisa mengenali
pukulan saktinya itu.
"Hanya ada satu manusia yang memiliki ilmu itu dalam dunia persilatan.
Yaitu Pendekar Kapak Maut Naga Geni 212! Jadi kaukah orangnya.....?"
Wiro hanya bisa terdiam. Walau tidak menerima jawaban tapi Kumkum sudah tahu
bahwa dugaanya tidak meleset. Anak ini tiba-tiba menjura.
"Aku menghormati pendekar sepertimu walau kita berbeda haluan. Antara kita tidak
ada silang sengketa. Mari kita menganggap segala urusan selesai sampai di sini.
Sebenarnya aku menyayangkan pertemuan yang hanya sebentar ini. Di lain
kesempatan aku ingin mendapat pelajaran lebih banyak darimu. Apa pendapatmu
Pendekar 212......"'
"Kau bocah kurang ajar!" jawab Wiro. "Usia kita terpau jauh. Dan kau enak saja
memperaku diri dan mengkamu-kamukan aku yang lebih tua!"
Kumkum tertawa panjang.
"Dunia ini memang aneh," katanya. "Kita harus berbuat banyak untuk menyingkap
keanehan itu. Apa yang disaksikan dengan mata telanjang belum tentu itulah
keadaan yang sebenarnya....."
"Apa maksudmu.....?" tanya Wiro.
"Kau pecahkan sendiri pendekar." Habis berkata begitu sekali lagi Kumkum
menjura. Lalu dia berkelebat ke arah tangga. Di lain kejap sosok tubuhnya pun
lenyap. BASTIAN TITO 40 WIRO SABLENG PENDEKAR KAPAK MAUT NAGA GENI 212
Wiro menghela napas panjang. Memandang berkeliling dia melihat kantong berisi
uang dan perhiasan yang tadi dibawa Joran Kemitir tergeletak di dekat anak
tangga. Pendekar ini garuk-garuk kepalanya.
"Kalau tidak aku ambil, akan ada orang lain yang akan mengambilnya. Lebih baik
aku ambil saja!"
Lalu Wiro membungkuk mengambil kantong itu. Selangkah demi selangkah dia menaiki
tangga batu. Udara di luar tampak mulai gelap. Ketika dia sampai di anak tangga
terakhir, tersa ada yang bersiur di sampingnya. Wiro cepat menghantam. Tapi
hanya memukul tampat kosong. Dalam pada itu kantong kain di tangan kanannya
terbetot lepas!
"Penjambret edan! Kau minta mampus!" teriak Wiro seraya berpaling.
Terdengar suara tertawa. Suara tertawa Kumkum.
Memandang ke depan, sekitar sepuluh langkah di depannya memang tampak anak itu
berdiri seraya mengacungkan kantong kain berisi uang dan perhiasan.
"Jadi manusia tidak boleh serakah. Jika dapat rejeki harus dibagi-bagi!"
terdengar bocah itu berkata sambil tangannya membuka ikatan kantong kain. Lalu
sebagian uang dan perhiasan dalam kantong dituangnya di atas batu padas. Dia
memandang pada Wiro. "Itu bagianmu. Yang dalam kantong bagianku......Ha.....ha.....ha!"
"Anak licik! Konyol!" maki Wiro.
Kumkum tertawa nyaring. Dia lambaikan tangannya. Lalu sekali berkelebat tubuhnya
lenyap dari tempat itu. Wiro garuk-garuk kepala.
TAMAT BASTIAN TITO 41 Suling Naga 10 Pendekar Rajawali Sakti 149 Teror Manusia Bangkai Darah Dan Asmara 2