Ratu Mesum Bukit Kemukus 1
Wiro Sableng 056 Ratu Mesum Bukit Kemukus Bagian 1
WIRO SABLENG PENDEKAR KAPAK MAUT NAGA GENI 212
Episode : Ratu Mesum Bukit Kemukus
SATU Desa Kenconowengi yang malam itu sebelumnya tenggelam dalam udara sejuk
dan kesunyi-senyapan mendadak saja berubah menjadi hingar bingar. Di sebelah
utara tampak kobaran api membakar dua buah rumah. Di sebelah timur terdengar pekik
jerit orang-orang yang ketakutan. Lalu ada suara derap kaki kuda. Terdengar suara
kentongan bersahutan beberapa kali lalu senyap. Di jurusan lain terengar
teriakan- teriakan orang sambil berlarian bercampur aduk dengan jeit tangis anak-anak dan
orang-orang perempuan.
"Lari! Lari! Gerombolan Warok Ijo menyerbu! Selamatkan diri ke lembah!
Lari...!" Derap kaki kuda datang menyerbu. Dua bilah golok panjang berkelebat. Dua
orang penduduk yang barusan berteriak roboh ke tanah. Darah muncrat dari tubuh
keduanya. Yang pertama langsung meregang nyawa dangan leher hampir putus.
Kawannya yang terkapar di sebelahnya, sesaat masih tampak menggeliat sambil
pegangi dadanya yang robek besar, lalu diam tak berkutik lagi tanda nyawanyapun
sudah putus. Gender Kumboro, kepala desa Kenconowengi yang tengah terbaring sakit
diserang demam panas, dengan susah payah turun dari ranjang ketika dua orang
petugas desa masuk memberi tahu apa yang terjadi.
"Gerombolan ganas itu.....," berucap Gender Kumboro sambil bersandar ke
dinding, "sudah lama aku mendengar sepak terjang biadab mereka. Ternyata
akhirnya meraka datang juga mengganas di desa kita ini...!"
Dengan terhuyung-huyung kepala desa yang hidup sendirian tanpa anak sejak
istrinya meninggal dua puluh tahun lalu itu, melangkah mengambil parang yang
tergantung di dinding kamar, lalu melangkah keluar.
"Kepala desa! Apa yang hendak kau lakukan"!" bertanya salah seorang anak
buahnya. Tanap berpaling Gender Kumboro menjawab "Kalian berdua bantu penduduk
mengungsi. Selamatkan anak-anak dan orang-orang perempuan. Aku akan
menghadang gerombolan biadab itu!"
"Jangan lakukan itu! Mereka berjumlah lebih dari sepuluh orang! Tiga orang
petugas desa sudah mereka bunuh! Dan kau sedang sakit pula!"
Gender Kumboro terus melangkah ke pintu seraya berkata "Aku merasa lebih
baik mati di tangan gerombolan itu daripada mati karena sakit di atas tempat
tidur!" Walaupun saat itu tubuhnya terasa panas, tapi kepala desa ini mendadak merasakan
ada satu kekuatan di dalam dirinya yang memberinya semangat untuk melakukan
niatnya. Dua orang petugas desa tidak bisa melakukan apa-apa. Mereka lari ke arah
barisan penduduk yang tengah mengungsi menuju lembah sementara beberapa buah
rumah lagi tampak dibakar oleh gerombolan penjahat Warok Ijo.
Di satu kelokan jalan, Gender Kumboro berpapasan dengan dua orang
penunggang kuda berpakaian dan bertutup kepala serba hitam. Mereka tampak
membawa buntalan besar berisi harta benda hasil rampokan.
BASTIAN TITO 1 WIRO SABLENG PENDEKAR KAPAK MAUT NAGA GENI 212
"Ini dua diantara bangsat-bangsat durjana itu....," kata Gender Kumboro
menggeram. Cepat dia menyelinap di balik serumpunan pohon bambu di tepi jalan.
Ketika penunggang kuda pertama lewat, Gender Kumboro serta merta membabatkan
parangnya. Terdengar jeritan keras si penunggang kuda ketika parang merobek perutnya.
Tubuhnya terpelanting ke kiri lalu jatuh ke tanah. Kuda tunggangannya meringkik
keras dan menghambur kabur dalam kegelapan malam.
Penunggang kuda kedua tersentak kaget dan hentikan kudanya. Tangan
kanannya segera menghunus golok lalu sambil membentak dia melompat ke tanah.
"Bangsat dari mana yang berani membokong anak buah Warok I..."
Belum selesai ucapannya itu, sebuah parang berkelebat di depan kepalanya.
Anggota gerombolan Warok Ijo ini angkat tangan kanan, menangkis dengan goloknya.
"Trang! Dua senjata beradu dalam kegelapan malam. Gender Kumboro merasakan
tangannya pedas kesemutan. Gagang parang hampir terlepas dari gengggamannya.
Cepat-cepat kepala desa ini mengatur kedua kakinya agar tidak terhuyung limbung.
Justru saat itu orang berpakaian serba hitam di depannya keluarkan suara memaki
dan menusukkan senjatanya ke arah perut Gender Kumboro. Orang tua yang dalam
keadaan sakit panas ini melompat ke kiri. Dia berhasil mengelakkan tusukan lawan
lalu secepat kilat membacok ke arah leher anggota gerombolan itu.
Akan tetapi lawannya bertindak lebih cepat lagi. Begitu tusukannya luput,
goloknya dibabatkan membalik, langsung membacok ke arah barisan tulang iga kanan
Gender Kumboro.
Kepala desa itu menjerit. Tubuhnya di sebelah kanan luka besar. Dua tulang
iganya nyaris putus. Parangnya tercampak ke tanah. Dia sendiri langsung roboh.
Menyangka orang sudah mati, gerombolan rampok itu melompat ke
punggung kudanya kembali dan tinggalkan tempat itu tanpa mempedulikan kawannya
yang tergeletak dekat rumpun bambu dalam keadaan sekarat.
Gender Kumboro kumpulkan sisa-sisa tenaganya yang ada dan dengan susah
payah dia berusaha berdiri. Sesaat dia tertegak nanar sambil berpegangan pada
batang bambu. Lalu dengan darah masih mengucur dari lukanya kepala desa ini melangkah
tertatih-tatih. Belum jauh dia melangkah sosok tubuhnya yang kehabisan darah dan
tenaga itu jatuh tergelimpang. Di saat yang sama seorang penduduk yang tengah
berlari melewati tempat itu dan mengenali kepala desanya segera mendatangi
unntuk memberikan pertolongan. Tapi Gender Kumboro yang sadar bahwa nyawanya tak
akan lama segera berkata terputus-putus.
"Ja...jangan perdulikan diriku. Lekas kau te...temui Jarotomo. H...hanya
pemuda yang da...dapat menyelamatkan desa dan pen...penduduk. Ha...hanya dia
yang.... yang mampu menghadapi ger...gerombolan Warok Ijo..."
"Tapi bagaimana pun kau harus kuselamatkan lebih dahulu kepala desa!"
"Jangan tolol! Cari Jarotomo! Pemuda itu baru saja mewa...mewarisi ilmu...
ilmu kesaktian dari Ratu Kemukus. Hanya di...dia yang mampu menghadapi
gerombolan Warok Ijo. Lekas pergi....Cari dia!"
Habis berkata begitu kepala Gender Kumboro terkulai. Sadar dia tidak bisa
menolong lagi, penduduk tadi segera tinggalkan tempat itu dan lari sekencang
yang bisa dilakukannya menuju ke selatan, melewati kebun kelapa. Dan di ujung kebun
itu tampak sebuah gubuk kecil dalam kegelapan malam.
"Jarot! Jarotomo! Kau ada di rumah"!"
Tak ada jawaban. Tapi orang ini mendengar suara mendengkur di dalam
gubuk. Tidak sabaran dia mendorong pintu kuat-kuat lalu masuk ke dalam gubuk.
BASTIAN TITO 2 WIRO SABLENG PENDEKAR KAPAK MAUT NAGA GENI 212
Sesaat setelah matanya terbiasa dengan kegelapan di tempat itu, orang ini
melihat pemuda yang dicarinya di sudut sebelah dalam, terbaring tidur dengan
mengeluarkan suara mengorok.
"Jarot! Bangun! Desa kita diserbu gerombolan Warok Ijo! Jarot ayo bangun!"
Pemuda yang sedang tidur tampak menggeliat lalu membuka matanya.
"Apa-apaan ini...."!"
"Jarot! Desa kita diserbu gerombolan Warok Ijo. Mereka merampok dan
membunuh! Menurut kepala desa hanya kau yang mampu menghadapi penjahat-
penjahat itu!"
"Mana kepala desa....?"
"Dia sudah mati dibunuh gerombolan! Ayo bangun Jarot! Pergunakan ilmu
yang kau dapat dari Ratu Kemukus!"
Pemuda bernama Jarotomo segera berdiri. Dia mengusap muka dan rambutnya
yang gondrong berulang kali. Sesaat dia memandang orang di depannya dengan ragu.
"Apakah....apakah ilmu yang kudapat dari sang Ratu benar-benar bisa dipakai
mengahadapi orang-orang jahat itu....?" katanya seolah-olah bertanya pada diri
sendiri. "Lekas Jarot! Kau harus mencegah mereka. Kalau tidak akan banyak lagi
korban yang mereka bunuh! Akan banyak harta penduduk yang mereka jarah!" Lalu
orang itu menarik lengan Jarotomo.
BASTIAN TITO 3 WIRO SABLENG PENDEKAR KAPAK MAUT NAGA GENI 212
DUA Ketika Jarotomo sampai di desa, tiga orang anggota Warok Ijo tampak ta=engah
menggiring beberapa ekor lembu. Lalu di arah lain seorang penjahat memanggul
tubuh seorang gadis tanggung yang menjerit dan meronta-ronta coba melepaskan
diri. Jarotomo kepalkan kedua tangannya. Dadanya berdebar. Sepasang matanya
memandang ke arah empat penjahat yang bertampang garang itu. Mereka semua
membekal golok sedang dia hanya bertangan kosong.
"Ilmu Ratu Kemukus.... Apakah aku sanggup menghadapi menusia-manusia
jahat ini dengan ilmuku itu...?" Sesaat Jarotomo merasa ragu. Lalu didenarnya
orang di sebelahnya berkata.
"Ayo! Apa yang kau tunggu Jarot! Hajar mereka! Bunuh mereka!"
Jarotomo mengigit bibirnya sendiri. Tiga penjahat yang menggiring lembu-
lembu hasil rampokan lewat di depannya. Pemuda itu seperti tidak acuh bahkan
tidak bergerak. Namun kepalanya berpaling ke jurusan penjahat yang memanggul anak
gadis orang. Tiba-tiba Jarotomo berteriak.
"Manusia bangsat! Lepaskan gadis itu!" Lalu Jarotomo lari mengejar.
Anggota gerombolan yang mengetahui kalau ada orang berteriak dan
mengejarnya menoleh ke belakang. "Eh, ada juga penduduk yang punya nyali berani
mengejar!" pikir anggota gerombolan ini. Dia hentikan langkahnya kemudian tegak
menunggu. Ketika Jarotomo sampai di hadapannya dia lalu membentak.
"Apa maumu pemuda tolol"! Ingin mampus berani meneriaki dan
mengejarku"!"
Sesaat Jarotomo terkesiap. Gerombolan yang menculik anak gadis orang itu
ternyata memiliki tampang seangker setan. Mukanya yang hitam itu memiliki satu
mata, serta cacat bekas tikaman senjata tajam di pipinya sebelah kanan. Kumis
dan cambang bawuknya meanggas. Tergetar juga hati Jarotomo. Belum pernah dia
melihat manusia seseram yang di hadapannya itu.
Melihat orang terkesiap, anggota gerombolan Warok Ijo bermaa satu tertawa
bergelak. "Baru melihat tampangku saja kau sudah kencing di celana. Pergi sana!"
Penjahat ini hantamkan kaki kanannya menendang perut Jarotomo.
Yang ditendang langsung terpental dan jatuh ke tanah. Tapi anehnya Jarotomo
sama sekali tidak merasa sakit! "Aku kebal pukulan!" desis si pemuda sambil
pegangi perutnya seperti tidak percaya. Cepat dia berdiri dan menghadang penjahat yang
siap hendak tinggalkan tempat itu. Yang dihadang tentu saja terkejut karena menyangka
pemuda itu paling tidak telah jatuh pingsan dihantam tendangannya itu.
"Keparat! Kau benar-benar minta mampus!"
Dengan tangan kanannya si muka setan itu cabut golok. Begitu senjata keluar
dari sarung, golok itu langsung dibabatkannya ke pinggang Jarotomo. Si pemuda
yang tidak menyangka bakal diserang begitu rupa terlambat berkelit selamatkan diri.
Mata golok menghantam pinggang kirinya dengan deras.
Buukkk! Tubuh Jarotomo terbanting ke kanan. Bajunya robek dimakan mata golok.
Tapi tubuhnya sedikitpun tidak luka! Melihat dirinya ternyata juga tidak mempan
hantaman senjata tajam berkat ilmu yang didapatnya dari Ratu Kemukus, keberanian
pemuda itu jadi berkobar. Selagi anggota rombongan Warok Ijo tertegun tidak
percaya melihat si pemuda tidak mempan dibacok, Jarotomo sudah meloncatinya dan
BASTIAN TITO 4 WIRO SABLENG PENDEKAR KAPAK MAUT NAGA GENI 212
melayangkan jotosan tepat ke satu-satunya mata yang masih utuh, yaitu mata
kanannya. Anggota gerombolan ini meraung kesakitan. Gadis yang dipanggulnya
diturunkan lalu dengan golok di tangan dia menyerbu Jarotomo. Senjata itu
berkelebat kian kemari. Jarotomo yang memang tidak memiliki kepandaian silat sulit untuk
dapat mengelak. Beberapa kali golok lawan menghantam tubuhnya dengan suara
bergedubukan. Namun seperti tadi tidak satu bacokan atau tusukanpun yang mempu
melukai kulitnya.
"Eh, pemuda setan alas ini punya ilmu apa sampai golok tidak mempan"!"
ujar anggota gerombolan sulit untuk percaya, lalu hentikan serangannya dan
melompat mundur dengan nafas mengengah. Tengkuknya mulai terasa dingin oleh
rasa takut sedang mata kanannnya yang lebam tak mampu membeliak.
"Anak muda! Siapa kau"!"
Jarotomo tidak menjawab. Tangan kanannya dihantamkan ke arah
tenggorokan lawan. Anggota rampok itu kembali babatkan goloknya. Lagi-lagi
terdengar suara bergedebuk, dan seperti tadi tangan itupuntak mempan dibacok!
Sadar kalau pemuda di hadapannya itu memiliki ilmu kepandaian luar biasa,
anggota gerombolan Warok Ijo itu jadi putus nyalinya. Tanpa tunggu lebih lama
dia segera putar tubuh untuk melarikan diri. Namun Jarotomo sempat mencekal leher
pakaian penjahat ini lalu ditariknya kuat-kuat hingga orang ini tersungkur ke
tanah. Sebelum dia sempat bangkit, Jarotomo injak lehernya keras-keras. Terdengar suara
berderak. Anggota gerombolan itu mati dengan lidah terjulur!
Jarotomo cepat melangkah mendekati gadis yang tadi diculik. Gadis ini kini
terbaring ketakutan dekat kandang itik. Mukanya pucat pasi. Namun belum sempat
mendekati lebih dekat tiba-tiba tiga orang berkelebat mengurung si pemuda. Lalu
tendangan menghajar pinggulnya disusul satu jotosan melanda pipinya. Jarotomo
langsung terkapar di tanah!
"Kawan-kawan ayo cincang pemuda keparat ini! Dia telah membunuh teman
kita Kaimin!" satu suara keras terdengar. Kemudian tiga batang golok berkelebat
mencari sasaran di tiga bagian tubuh Jarotomo yaitu kepala, leher dan dada.
Buukkk! Buukkk! Buukkk! Terdengar suara bergedebukan tiga kali sewaktu tiga bilah golok besar dan
tajam itu mendarat di kepala, leher serta tubuh Jarotomo. Namun seperti
kehebatan yang ditunjukkan pemuda ini sebelumnya, tak satupun hantaman golok para penjahat
mampu melukai dirinya, hanya pakaiannya saja di bagian punggung yang tampak
robek. Tiga pasang mata anggota gerombolan Warok Ijo terbeliak besar. Salah
seorang dari penjahat itu cepat berbisik pada teman di sebelahnya.
"Manusia ini punya kepandaian tinggi. Dia kebal senjata tajam dan
pukulan...." salah seorang anggota gerombolan berbisik.
"Apa yang harus kita lakukan?" temannya bertanya.
"Kalian berdua tetap di sini. Jangan bngsat ini sampai lolos. Aku akan
memberi tahu Warok Ijo kita menemukan kesulitan!" Orang yang berbisik cepat
berkelebat tanpa menunggu jawaban temannya. Dengan golok tergenggam erat di
Wiro Sableng 056 Ratu Mesum Bukit Kemukus di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
tangan, dua anggota gerombolan Warok Ijo itu memperhatikan Jarotomo perlahan-
perlahan berdiri. Hendak menyerang mereka merasa ragu. Tetapi sewaktu Jarotomo
maju menerjang, mau tak mau keduanya pergunakan golok untuk menghantam.
BASTIAN TITO 5 WIRO SABLENG PENDEKAR KAPAK MAUT NAGA GENI 212
Dua bacokan menghantam tubuhnya. Jarotomo merangsak terus. Karena mulai
ketakutan dua penyerang maelangkah mundur.
"Ayo bacok terus! Mengapa berhenti dan mundur"!" ejek Jarotomo.
"Anak muda! Kalau kau mau mengajarkan kepandaianmu pada Warok Ijo,
pemimpin kami itu pasti mengambilmu menjadi wakilnya!" salah seorang anggota
gerombolan berkata.
"Ha... ha... ha!" terdengar suara tawa bergelak. "Aku mau lihat tampang
orang yang hendak kalian jadikan wakilku itu! Anak muda berambut gondrong! Putar
tubuhmu! Lihat kemari!"
BASTIAN TITO 6 WIRO SABLENG PENDEKAR KAPAK MAUT NAGA GENI 212
TIGA P erlahan-lahan Jarotomo putar tubuhnya. Lima langkah di hadapannya, di
atas seekor kuda coklat, dikelilingi oleh enam lelaki berwajah ganas yang juga
menunggang kuda dilihatnya seorang lelaki berpakaian serba hijau berwajah dan
berkepala aneh. Kepalanya botak plontos dan berwarna hijau samapi ke mukanya
yang bermata sipit.
"Hemm, ini rupanya kepala gerobolan yang dipanggil dengan sebutan Warok
Ijo itu...," kata Jaratomo dalam hati.
"Ha... ha! Jadi ini tampangnya tikus cecurut bau pesing yang sesumbar
hendak menjadi wakilku! Ha... ha... ha!" Warok Ijo tertawa mengekeh. Barisan gigi-
giginya besar dan hitam. Sambil usap dagunya yang ditumbuhi janggut lebat, Warok
Ijo bertanya "Gondrong! Kau yang barusan membunuh Kimin anak buahku"!"
"Aku tidak membunuhnya!" jawab Jarotomo seenaknya.
"Lantas..."!" Warok Ijo mengerenyitkan kening mendengar jawabanitu.
"Dia sendiri yang minta mampus! Kalian semua juga ingin mencari mati!"
Sepasang mata sipit Warok Ijo membesar sedikit. Lalu terdengar kembali
suara tawanya berkekehan.
"Anak muda bau tengik! Lagak bicaramu seperti raja diraja dunia persilatan!
Aku mau lihat apa betul kau tidak mempan senjata tidak mempan pukulan!"
Habis berkata begitu Warok Ijo berkata pada anak buah di sebelahnya.
"Berikan belati besarmu padaku!"
Anak buah Warok Ijo segera cabut sebilah belati besar yang tersisip di
pinggangnya lalu diserahkan pada Warok Ijo. Kepala gerombolan ini menimang-
nimang pisau besar itu beberapa saat, kedua matanya memandang tak berkesip ke
arah Jarotomo. Tiba-tiba dari mulutnya terdengar teriakan keras.
"Hiaattt!!!"
Belati di tangan Wiro Ijo melesat di udara. Dalam jarak hanya terpisah lima
langkah, senjata itu menderu ke arah batang leher Jarotomo. Bagian tajamnya
tepat menghantam leher pemuda itu, seperti hendak menancap. Tapi tidak! Belati besar
itu terpental begitu mengenai leher si pemuda lalu jatuh ke tanah!
Paras hijau sang Wark berubah. "Ilmu kebal apa yang dimilki setan ini!"
gumam Warok Ijo. Pelipisnya bergerak-gerak. Rahangnya menggembung. "Kebal
senjata dan pukulan belum tentu kebal pukulan sakti beracun! Akan aku lihat
sampai di mana kehebatan ilmu kebalnya!"
"Anak muda! Janganbergerak dari tempatmu! Aku mau lihat apakah kau juga
sanggup menerima pukulan saktiku!"
Warok Ijo angkat tangan kanannya ke atas perlahan-lahan. Mulutnya
berkomat-kamit tanda dia tengah merapal aji kesaktian. Seperti wajahnya, tangan
kanannya mulai dari ujung jari sampai pergelangan kelihatan berubah menjadi
sangat hijau. "Mampus!" teriak Warok Ijo dan tangan kanannya dihantamkan ke depan.Ada
angin deras menggebu disertai berkiblatnya sinar hijau.
Seperti ada petir menyambar, begitulah terdengar letupan keras sewaktu
pukulan sakti dan beracun "kelabang ijo" yang dilepaskan sang warok menghantam
dada Jarotomo dangan tepat! Dua ekor kuda meringkik. Dua jeritan merobek
kegelapan malam dan dua sosok tubuh erjungkal jatuh dari punggung kuda!
BASTIAN TITO 7 WIRO SABLENG PENDEKAR KAPAK MAUT NAGA GENI 212
Pemuda desa itu keluarkan seruan keras ketika tubuhnya laksana dibantingkan
amblas ke tanah! Dadanya terasa bergetar. Pakaiannya di bagian dada tampak robek
besar dan berwarna kehijauan. Dia sendiri tak kurang suatu apa. Begitu debaran
dadanya lenyap, perlahan-lahan dia tegak berdiri sambil memandang menyeringai ke
arah Warok Ijo.
Kepala gerombolan itu jadi leleh nyalinya. Bukan saja karena menyaksikan
sendiri bagaimana ilmu kesaktiannya yang sangat diandalkan tidak mampu
menciderai pemuda berambut gondrong itu, tetapi lebih dari itu sinar pukulannya
yang mengandung racun jahat beitu menghantam tubuh si pemuda, mental membalik
dan menyambar dua orang anak buahnya hingga terpental dari punggung kuda dan
menemui ajalnya secara mengerikan! Tubuh mereka kelihatan hijau kehitaman dan
mengebulkan asap!
"Anak-anak! Keroyok dan cincang cacing tanah ini sampai lumat!" teriak
Warok Ijo. Lalu dia sendiri cepat memutar kudanya dan tinggalkan tempat itu.
Melihat pimpinan mereka kabur seperti itu, beberapa anak buah Warok Ijo yang ada
di situ serta merta mengikuti apa yang dilakukan sang Warok. Tanpa pikir panjang
merekapun menggebrak kuda dan tinggalkan tempat itu. Namun dua orang masih
sempat ditarik kakinya oleh Jarotomo hingga jatuh terbanting di tanah. Sebelum
keduanya sempat bangun Jarot sudah menghantam kedua penjahat itu dengan
sebatang golok yang dipungutnya dari tanah.
Di sarangnya di tengah sebuah rimba belantara, pada suatu pagi dua hari
setelah penyerbuan ke desa Kenconowengi, Warok Ijo tampak duduk di depan rumah
kayunya ditemani seorang anak buah kepercayaannya. Di hadapan mereka, di atas
sebuah meja kayu kasar ada dua cangkir besar kopi hangat dan beberapa butir ubi
rebus. "Aku masih tak habis pikir penyerbuan sial ke Kenconowengi itu......."
berkata Warok Ijo.
"Ah, Warok masih saja mengingat-ingat kejadian itu," menyahuti anak buah
Warok Ijo bernama Tunggoro.
"Mengapa tidak"! Belum pernah anak buahku menemui kematian begitu
banyak!" "Tapi hasil jarahan kita juga banyak.....!"
"Kau mau mengatakan bahwa nyawa teman-temanmu sama nilainya dengan
sapi-sapi buduk dan harta serta uang yang berhasil dirampas itu, Tunggoro!"
"Tentu saja tidak warok. Sepertimu. Aku dan teman-teman tentu saja merasa
kehilangan mereka.....!" jawab Tunggoro pula tak berani menantang.
"Kematian teman-temanmu itu harus dibayar dengan nyawa dan darh pemuda
berambut gondrong itu! Kau ingat siapa nama pemuda itu, Tunggoro"!"
"Jarotomo, namanya Jarotomo warok...."
Warok Ijo pegang bahu anak buahnya itu lalu berkata "Selidiki bangsat itu.
Menyamarlah dan pergi ke Kenconowengi. Siapapun adanya pemuda keparat itu, aku
ingin mematahkan batang lehernya dengan tanganku sendiri!"
"Akan saya lakukan warok. Beri saya waktu satu minggu......"
"Sati minggu"! Aku tidak menyuruh kau pergi berjalan-jalan Tunggoro! Kau
sudah harus kembali dalam tempo tiga hari!" Kau dengar itu Tunggoro...."!"
"Saya dengar warok. Saya minta diri sekarang juga," jawab Tunggoro. Lalu
orang ini meneguk kopi hangatnya sampai habis. Sebelum pergi diambilnya dua buah
ubi rebus. BASTIAN TITO 8 WIRO SABLENG PENDEKAR KAPAK MAUT NAGA GENI 212
Warok Ijo berdiri dari kursi kayu yang didudukinnya. Sambil memukul-mukul
tinju kanannya ke telapak tangan kiri kepala gerombolan rampok ini tiada
hentinya menggeram. "Awas kau Jarotomo! Akan kau rasakan pembalasan Warok Ijo! Akan
kupuntir kepalamu sampai tanggal!"
Warok Ijo meludah beberapa kali lalu masuk ke dalam rumah, langsung
menuju sebuah kamar. Di situ tampak seorang perempuan muda bertubuh putih sintal
tengah duduk di tepi ranjang sambil menyisir rambut.
"Perempuan tolol!" hardik Warok Ijo seraya menutup pintu kamar. "Sudah
berapa kali aku bilang! Jika aku masuk ke dalam kamar ini, aku tidak suka
melihat kau berpakaian! Lekas tanggalkan baju dan kainmu!'
"Maafkan saya Warok," jawab perempuan muda itu sambil cepat-cepat
membuka bajunya. "Saya tidak tahu kalau pagi ini giliran saya lagi. Dua hari
yang lalu warok baru saja kemari...."
"Soal giliran itu menurut kemauanku! Bukan menurut perhitunganmu!" jawab
Warok Ijo. Tak sabaran menunggu perempuan itu membuka pakaiannya, Warok Ijo
langsung saja membetot dan merobek baju yang belum sempat ditanggalkan
seluruhnya. Di rumah kayu di tengah hutan itu, ada empat bauh kamar. Di dalamnya
masing-masing kamar ada seorang perempuan muda yang harus selalu siap melayani
Warok Ijo setiap saat yang diingininya.
BASTIAN TITO 9 WIRO SABLENG PENDEKAR KAPAK MAUT NAGA GENI 212
EMPAT Selama enam hari enam malam bukit itu diselimuti kesunyian. Lalu malam ketujuh
yakni setiap malam Jum'at keadaan berubah sama sekali. Puluhan orang lelaki
nampak naik ke atas bukit sejak matahari tenggelam. Hanya ada satu jalan masuk
menuju ke atas bukit dan pada ujung jalan masuk ini selalu ada empat orang
lelaki bertubuh tinggi besar, berpakaian merah-merah dan bertampang galak. Mereka
mengutip sejumlah uang tertentu pada setiap pengunjung dan setiap orang yang
datang harus memperlihatkan sebuah kertas berisi tanda-tanda rahasia yang hanya
bisa dimengerti oleh ke empat penjaga pintu masuk itu.
Seorang pemuda berpakaian putih, berambut gondrong sambil bersiul-siul
kecil melangkah menuju pintu masuk.
"Pemuda gondrong muka tolol! Jangan petantang-petenteng jual lagak di sini!
Mana kertas pengenalmu"!" salah seorang penjaga membentak.
"Kertas pengenal" Aku belum punya!" jawab si gondrong.
"Jadi kau baru perama ini datang kemari!"
"Betul!"
"Kau bermaksud bersenang-senang saja atau meminta ilmu"!"
"Dua-duanya!"
"Kalau begitu lekas bayar dua keping perak!"
"Waw mahal amat! Bagaimana kalau aku tawar satu keping saja sobat!"
"Aku bukan sobatmu! Bayar dua keping atau angkat kaki dari sini! Masih
banyak orang lain yang punya duit yang harus kami layani!"
"Tunggu, bagaimana aku bayar satu keping dulu, sisanya kalau aku kembali
kemari!" Kawan penjaga pintu yang sejak tadi memperhatikan, dengan jengkel maju ke
hadapan pemuda itu dan mendorong dadanya. "Tidak ada awar menawar! Ikuti aturan
atau minggat dari sini! Kami tidak perlu manusia kera semacam kau!"
Si gondrong menyeringai. Sambil garuk-garuk kepala dia keluarkan dua
keping perak dari saku pakaiannya lalu menyerahkan benda itu pada penjaga jalan
masuk seraya berkata " Kalian jangan galak-galak. Kalau memang harus bayar dua
keping perak, ya ambillah ini!"
Dua keping perak itu dimasukkan ke dalam sebuahkantong lain yang masih
baru. Habis memasukkan uang pemuda itu buru-buru hendak melangkah. Tapi
bahunya dipegang oleh penjaga lain.
"Apa kau sudah tahu segala aturan di bukit Kemukus ini, anak muda"!"
"Belum. Tolong terangkan apa aturannya...."
"Pertama, ambil dulu lembaran kertas biru ini. Di sini ada dua macam kertas.
Warna merah berarti kamu hanya boleh bersenang-senang. Warna biru tanda bahwa
selain mencari hiburan tamu juga punya niat khusus yaitu mendapatkan ilmu dari
Ratu. Untuk pemegang kertas warna biru harus datang sebanyak dua puluh satu kali
malam Jum'at. Pada malam pertama datang, kau harus mencari pasangan yang kau
sukai. Lalu setiap malam-malam selanjutnya kau harus selalu menemui dan tidur
dengan perempuan yang sama. Sekali saja kau tidak berhasil menemui perempuan
itu, atau tertarik dengan perempuan lain maka niatmu jadi batal dan harus diulang
dari mula. Kalau kau selesai menuruti aturan sampai malam ke dua puluh, maka pada
malam ke dua puluh satu seelah kau meniduri pasanganmu, kau harus pergi mandi di
BASTIAN TITO 10 WIRO SABLENG PENDEKAR KAPAK MAUT NAGA GENI 212
air pancuran di atas bukit. Setelah itu kau menunggu sampai ada seseorang
mengantarkanmu menemui Ratu di Istana kediamannya! Nah ambil kertas ini!
Si penjaga menyerahkan selembar kertas biru pada pemuda gondrong itu
seraya berkata "Setiap kau habis meniduri pasanganmu, perempuan itu akan memberi
tanda pada kertas ini. Jangan lupa hal itu anak muda!"
Si gondrong mengangguk. Dia hendak melangkah pergi. Tapi kembali
bahunya dipegang orang. Kali ini oleh penjaga yang lain.
"Ada satu aturan di bukit Kemukus ini, anak muda! Aturan yang harus kau
ingat baik-baik...."
"Hemm.....Aturan apalagi"!" si pemuda tampak mulai kesal.
"Jangan berani berbuat yang bukan-bukan di kawasan bukit Kemukus.
Apalagi sampai melakukan keonaran. Lalu jika kau selalu masuk lewat jalan ini,
tetap datang dan kembali lewat jalan ini. Jangan coba-coba mencari jalan masuk atau
keluar sendiri seenaknya. Kau dengar anak muda"!"
Si gondrong mengengguk. "Bagaimana kalau aku melanggar segala aturan
itu...?" "Jawabnya sederhana saja anak muda," shut si penjaga. "Tubuhmu akan jadi
umpan santapan anjing-anjing hutan raksasa peliharaan Ratu...."
"Ah, hebat dan seram kedengarannya!" ujar si gondrong.
"Memang! Sudah lebih dari enam puluh lelaki konyol disantap anjing-anjing
hutan itu!" kaa si penjaga pula lalu tertawa mengekeh dan mendorong si pemuda
agar segera berlalu.
Baru empat langkah berjalan, muncul penjaga yang keempat.
"Nah apa lagi ini...."!" tanya tamu muda itu.
"Demi keamanan. Aku bertugas mencatat nama setiap tamu. Lekas katakan
siapa namamu!" Penjaga itu keluarkan secarik kertas lebar dan pegang sebatang
alat tulis. "Namaku Wiro....," menerangkan si pemuda.
Si penjaga mencatat lalu berkata "Ada banyak Wiro di kolong langit ini.
Terangkan dari mana asalmu!"
"Aku dari pekuburan Kalimangi...."
"Jangan bergurau!" si penjaga merasa dipermainkan.
"Siapa bergurau! Aku memang tinggal dekat pekuburan itu. Ayahku kuncen di
sana!" "Hemmm, begitu"!"
"Begitu!"
Setelah mencatat, penjaa itu mempersilahkan si pemuda memasuki jalan yang
Wiro Sableng 056 Ratu Mesum Bukit Kemukus di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
menuju ke atas bukit. Si pemuda yang ternyata adalah Pendekar 212 Wiro Sableng
melangkah tersenyum-senyum. "Galak tapi tolol. Apa tidak tahu kalau tidak ad
pekuburan Kalimengi di dunia ini! Kalimengi justru nama tempat pelesiran di
pantai selatan!" Semakin tingi ke atas bukit semakin dingin terasa udara. Dalam jarak belasan
tombak terdapat sebuah obor untuk menerangi jalan kecil yang mendaki itu.
Sepanjang jalan terdengar suara binatang malam dan lapat-lapat di kejauhan
terdengar suara salakan anjing.
"Pasti itu salakan anjing-anjing hutan peliharaan sang Ratu...." Membatin
Wiro. Sampai di bagian atas bukit, kadaannya berubah sekali. Sebuah tempat
berukuran puluhan bahkan mungkin ratusan tombak persegi diterangi dengan obor
serta lampu-lampu lampion. Puluhan perempuan yang rata-rata masih muda-muda
BASTIAN TITO 11 WIRO SABLENG PENDEKAR KAPAK MAUT NAGA GENI 212
bertebaran di mana-mana. Ada yang duduk-duduk berkelompok-kelompok menunggu
tamu yang akan mengambilnya. Ada yang berjalan-jalan berkawan-kawan. Bau
wewangian menebar hampir di seluruh pelosok, termasuk wewangian yang dipakai
oleh orang-orang perempuan itu.
Wiro melangkah pelahan-lahan sambil memandang berkeliling. Di satu
tempat ketinggian dilihatnya ada sebuah pancuran bambu. Dua orang lelaki dalam
keadaan telanjang bulat tampak tengah mandi di bawah pancuran itu. Wiro berjalan
terus. Hampir di setiap sudut dilihatnya bangunan-bangunan kecil tanpa atap
berdinding setinggi bahu. Murid Sinto Gendeng yang ingin tahu mendekati salah
satu bangunan ini. Dari arah bangunan terdengar suara perempuan tertawa cekikikan.
Penuh rasa ingin tahu Wiro menjenguk ke balik dinding kajang.
Astaga! Yang dilihatnya adalah sepasang lelaki dan perempuan tanpa pakaian
saling tindih menindih. Pendekar 212 cepat-cepat tarik kepalanya sambil
menggaruk rambut. "Edan! Kalau tidak datang sendiri tidak percaya aku tempat maksiat seperti ini
benar-benar ada di dunia ini!" Wiro memandang berkeliling. Paling tidak ada
sekitar tiga puluh bangunan mesum tersebar di tempat itu!
Di kejauhan, di puncak bukit bagian paling atas kelihatan sebuah bangunan
aneh dengan atap tinggi lancip. Bagian bawah bangunan tampak gelap tapi di
sebelah atas kelihatan ada nyal teang.
"Bangunan itu.... Apakah itu Istana Ratu Kemukus....?" Menduga Wiro
Sableng. Ketika Wiro hendak melangkah pergi satu tangan yang hangat memegang
lengannya. Bau harum menyambar hidungnya. Wiro berpaling.
Seorang perempuan muda berwajah bulat dengan tahi lalat kecil di pipi kirinya
tersenyum padanya. Dada kebaya birunya sangat terbuka ingga bagian atas
payudaranya yang putih dan menggembung terlihat jelas.
"Kau masih belum menemui pasanganmu, pemuda tampan?" perempuan
cantik itu menegur lalu kedipkan mata kirinya antara genit dan manja.
"Hem.... Aku barusan datang. Masih melihat-lihat dulu...." Jawab Wiro.
"Masih melihat-lihat. Waktu berjalan dengan cepat di Bukit Kemukus ini. Kau
haus menemukan pasanganmu dengan cepat...."
"Aku baru sekali ini kemari..."
"Ah, nasib baik bagiku.....!" kata perempuan itu lalu memeluk tubuh
Pendekar 212 kencang-kencang hingga dadanya yang besar menempel hangat di dada
sang pendekar. "Ambil aku sebagai pasanganmu. Kau pasti tidak akan kecewa.....
Kalau kau suka, pada malam-malam tertentu selain malam Jum'at kita bisa bertemu
di satu tempat di kota.....Aku suka padamu. Tubuhmu tampak kukuh. Kau pasti
kuat....."
Wiro tersenyum.
"Kau memegang kertas merah atau biru.....?"
"Biru......," jawab Wiro.
"Ah, Ratu pasti akan senang bertemu dengan pemuda setampan ini. Namaku
Sawitri. Kau mau mengambilku sebagai pasananmu bukan......?"
Wiro tak bisa menjawab.
"Jangan khawatir. Langananku setiap malam Jum'at hanya tiga orang. Aku
bersedia mengambil dan melayanimu pertama kali. Ayo mari kita cari tempat yang
kosong..."
"Tunggu, aku ingin melihat-lihat bukit ini lebih dulu...."
BASTIAN TITO 12 WIRO SABLENG PENDEKAR KAPAK MAUT NAGA GENI 212
"Ah, ucapan itu seharusnya aku dengar dari orang-orang tua yang mulai uzur.
Mereka selalu begitu. Terlalu banyak bicara dan melihat-lihat. Tak pernah
langsung ke tujuan. Hik.... Hik... hik!"
"Kau mau mengantarkan aku melihat-lihat perbukitan ini....?" tanya Wiro.
"Baiklah. Tapi bisa terlalu lama. Tiga langgananku bisa mati kedinginan
menungguku....."
BASTIAN TITO 13 WIRO SABLENG PENDEKAR KAPAK MAUT NAGA GENI 212
LIMA Sambil berangkulan Wiro dan Sawitri melangkah melihat-lihat suasana di bukit
Kemukus. Setiap langkah yang mereka buat saling berselisih jalan dengan
pasangan- pasangan lain yang juga saling berpelukan, lalu satu demi satu memisahkan diri
memasuki bangunan-bangunan kecil tanpa atap berdinding kajang.
"Sorga dunia yang sulit dipercaya....." kata Wiro sambil memeluk lebih erat
perempuan di sebelahnya. Sawitri balas merangkul.
"Sorga dunia yang kau katakan itu bisa berubah menjadi neraka dunia."
"Eh, maksudmu?" bertanya Pendekar 212.
"Lihat ke depan....."
Wiro mengikuti apa yang dikatakn Sawitri. Di sebelah depan seorang
penunggang kuda berpakaian merah tampak menyeret sosok tubuh seorang lelaki.
Seluruh tubuh dan mukanya terkelupas berkelukuran. Agaknya orang ini sudah lama
mati. Karena sama sekali tidak terdengar rintihan.
"Apa yang terjadi....." tanya Wiro. Mengapa orang itu dibunuh secara kejam
begitu rupa"!"
"Dia pasti tamu yang membuat kesalahan. Mungkin sekali dia berganti-ganti
pasangan melanggar peraturan. Kau baru melihat sekali ini. Aku sudah belasan
kali..." Penunggang kuda dan orang yang diseret lewat di depan Wiro dan Sawitri.
"Manusia malang. Ingin sorga dapatkan neraka!" ujar Sawitri.
"Aku tidak mengerti . Untuk kesalahan seperti itu saja apa dia memang layak
dibunuh secara biadab seperti itu?"
Perempuan yang dipeluk Wiro tertawa pendek. "Hukum Ratu keras sekali.
Bahkan sudah begitu masih saja ada yang berani melanggar....."
"Ratu....... Siapa sebenarnya ratumu itu?"
Sawitri hentikan langkah dan memandang lekat-lekat ke wajah Pendekar 212.
"Eh, ada apa" Caramu memandangku aneh sekali. Seperti aku ini punya tiga
mata, dua hidung dan empat telinga!" ujar Wiro pula.
"Tujuanmu kemari.....Apakah hendk menyelidiki ratu kami"!"
Wiro cepat gelengkan kepala. "Aku hanya bertanya. Namanya begitu
dihormati. Hukumnya ditakuti. Kawasan bukit Kemukus ini tidak beda seperti satu
Kerajaan!"
"Aku tidak suka mendengar ucapanmu itu. Kalau ada yang sempat mendengar,
kau bakal dapat susah...." Kata Sawitri pula. "Sebaiknya kita pergi mencari tempat
yang kosong saja. Malam semakin dingin. Tiga langgananku pasti sudah mencari-
cari...." "Sebentar Sawitri," ujar Wiro seraya memegang lengan perempuan itu. Lalu
dia menunjuk ke arah bangunan beratap lancip di puncak bukit yang saat itu
setengah tertutup oleh kabut malam. "Bangunan itu...... Siapa yang tinggal di sana....?"
"Itu adalah Istana tempat kediaman ratu. Apa yang ada di benakmu?"
"Aku ingin sekali datang ke sana. Bertemu dangan ratu dan...."
Kau memegang kertas biru. Berarti pada akhir kunjunganmu ke sini yaitu
malam Jum'at yang kedua puluh satu kau akan bertemu dengan ratu. Penjaga di
jalan masuk pasti sudah menerangkan padamu. Mengapa tiba-tiba saja kini kau berkata
ingin bertemu dengan ratu?"
"Ah, itu kalau bisa. Kalau tidak akupun sanggup bersabar sampai dua puluh
satu minggu. Mari, antarkan aku lebih dekat ke istana ratumu itu."
BASTIAN TITO 14 WIRO SABLENG PENDEKAR KAPAK MAUT NAGA GENI 212
"Aku tidak mau. Jika kau tidak ingin mencari tempat, sebaiknya aku pergi
menemui tiga langgananku. Dan kau harus menunggu samapi sekitar dini hari..."
"Tidak. Kau harus mengantarku sedekat mungkin dengan istana itu!" sahut
Wiro. Lalu ditariknya tangan Sawitri. Mau tak mau perempuan itu terpaksa
mengikut. Keduanya mendaki jalan menanjak. Kira-kira dua puluh tombak dari pagar bangunan,
di balik serumpunan semak belukar, Sawitri berhenti.
"Aku hanya mengantarmu sampai di sini. Kau bunuhpun aku tak akan mau
maju satu langkah sekalipun! Ini sudah termasuk daerah terlarang. Kalau ada
penjaga yang melihat celakalah kita......." Sawitri menunjuk pada sebuah papan besar yang
bertuliskan "Kawasan Terlarang. Dilarang Berada Di sini Bagi Siapapun"
Tiba-tiba terdengar derap kaki kuda mendatangi.
"Lekas sembunyi!" bisik Sawitri. Dia menarik lengan Wiro. Kedua orang ini
cepat merunduk di balik semak belukar. Dua penunggang kuda berpakaian merah
lewat dengan cepat. Salah seorang diantaranya hentikan kudanya tak jauh dari
semak belukar dimana Wiro dan Sawitri mendekam. Kawannya berbalik mendatangi.
"Kau pasti tidak melihat bayangan orang di sekitar tempat ini?" bertanya
penungggang kuda pada kawannya yang mendatangi.
"Kukira kau salah penglihatansejak di bawah tadi. Mari kita teruskan
perondaan ke arah timur bukit!"
Begitu kedua petugas bukti Kemukus berlalu, Sawitri menarik nafas lega.
"Hampir celaka. Kalau mereka sampai melihat kita di daerah terlarang ini,
celakalah kita berdua. Ayo cepat tinggalkan tempa ini......"
Mengendap-endap kedua orang iu bergerak menuruni bukit. Tapi baru jalan
beberapa langkah tiba-tiba dari arah bangunan beratap lancip terdengar suara
salakan anjing riuh sekali.
Wiro menarik Sawitri ke balik sebatang pohon besar dan memandang ke arah
istana ratu. "Apa yang terjadi....?" Tanya Pendekar 212
"Anjing-anjing itu mengejar seseorang. Demi Tuhan, aku harap bukan kita
yang mereka kejar!" sahut Sawitri dengan suara gemetar.
Sesaat kemudian tampak empat ekor anjing raksasa berlari sambil
menggonggong, mengejar seorang lelaki yang berusaha menyelamatkan diri
melompati pagar istana Ratu Kemukus. Namun sebelum mencapai pagar, empat
anjing itu telah berhasil mengejarnya. Tak ada jalan lain. Orang yang dikejar
tampak mencabut sebilah golok lalu membacok anjing pertama yang menyerangnya.
Namun binatang yang bertubuh hampir sebesar harimau itu bukan lawan
manusia sekalipun bersenjata. Apalagi ada empat ekor anjing yang harus dihadapi.
Orang bergolok hanya sempat keluarkan suara raungan menggidikkan sebelum
tubuhnya dicabik-cabik!
"Manusia tolol!" desis Sawitri.
"Siapa yang tolol"!" bertanya Pendekar 212.
"Orang yang barusan dicabik anjing-anjing hutan penjaga ratu! Dia pasti
nekad mencoba bertemu dengan ratu tanpa izin...."
"Dia tentunya punya alasan mengapa ingin menemui ratu."
"Alasan apalagi kalau bukan bermaksud dijadikan lelaki penghibur ratu. Ada
semacam sayembara yang dibuat oleh Ratu Kemukus. Siapa saja laki-laki yang
sanggup masuk ke dalam istana ratu, dirinya akan dijadikan teman dan penghibur
ratu seumur hidup. Kabarnya sudah puluhan jago dan orang berkepandaian tinggi
mencoba. Namun mereka tidak sanggup melewati empat anjing hutan itu. Nah,
apakah kau juga mau nekad.....?"
BASTIAN TITO 15 WIRO SABLENG PENDEKAR KAPAK MAUT NAGA GENI 212
Wiro garuk-garuk kepalanya. Lalu bersama Sawitri dia segera tinggalkan
tempat itu sambil memaki.
"Gila! Tempat ini benar-benar gila! Aku tak mengerti bagaimana perempuan
sepertimu betah berada di tempat ini!"
"Aku dan teman-teman memang tidak betah. Tapi untuk lari sama saja
mencari mati. Kami semua sudah pasrah!" menyahuti Sawitri.
Mereka sampai di hadapan sebuah bangunan tanpa atap yang berada dalam
keadaan kosong. Sawitri langsung menarik Wiro Sableng masuk ke dalam bangunan
itu. Begitu sampai di dalam perempuan muda bertubuh sintal dan putih ini terus
saja membuka baju dan angkin yang membelit pinggangnya. Murid Sinto Gendeng dari
Gunung Gede jadi terperangah ketika dilain kejap dia dapatkan Sawitri sudah
dalam keadaan tidak berpakaian lagi. Lalu enak saja perempuan ini menelentangkan
tubuhnya di atas hamparan baju dan kain panjangnya.
Hai! Tunggu apa lagi"! Sudah hampir tangah malam. Tiga orang langgananku
masih menunggu. Ayo cepatlah. Tanggalkan pakaianmu...."
"Hemm....." Wiro bergumam dan garuk kepala. "Tadinya aku memang sangat
berhasrat padamu Sawitri. Tapi begitu menyaksikan empat ekor anjing raksasa tadi
mencabik-cabik tubuh lelaki itu, nafsuku jadi lenyap! Percuma saja. Malam Jum'at
depan saja aku kemari lagi. Sekarang biar aku pulang saja....."
Sawitri tampak jengkel. Dengan gemas dia berdiri dan memeluk Pendekar 212.
Dia merasakan ada sesuatu yang menyembul di pinggang pemuda itu. Senjata!
Wiro keluarkan satu kepingan kecil perak lalu menyelipkannya di belahan
payudara Sawitri. "Ini untukmu sekarang beri tanda pada kertas biru ini....." Wiro
keluarkan kertas biru yang didapatnya dari penjaga di jalan masuk.
"Kau tidak meniduriku. Bagaimana mungkin aku memberi tanda?" Sawitri
menolak. "Kalau begitu biar kuambil kembali perak itu...." Wiro pura-pura hendak
mengambil kembali kepingan perak yang masih tersepit di celah antara payudara
Sawitri. "Belum pernah aku menerima tamu seanehmu! Kertas biru itu pertanda bahwa
kau datang untuk bersenag-senang dan meminta ilmu. Sekarang tidurpun tidak malah
memberi aku hadiah. Lalu kau minta aku memberi tanda pada kertas itu seolah-olah
kau sudah meniduriku! Katakan apa sebenarnya maksud kedatanganmu ke bukit
Kemukus ini?"
"Kau seperti curiga saja terhadapku....."
"Kami anak buah ratu bukit Kemukus wajib menjaga keamanan di kawasan
ini!" jawab Sawitri tegas.
Wiro garuk-garuk kepalanya.
"Kau tak perlu curiga padaku Sawitri. Ketahuilah, aku seorang pemuda yang
tengah mencario pasangan hidup.....," berdusta Pendekar 212. "Kurasa aku ingin
memilihmu jadi istriku. Itu jika kau suka....."
Paras Sawitri berubah. Tubuhnya yang telanjang kembali ditempelkannya
pada Wiro. Dia menengadah bertanya tak percaya "Betulkah kata-katamu itu?"
"Jika tiba saatnya, tidak mudah meminta izin tratumu, bukan.....?"
"Aku tak tahu. Hal seperti ini belum pernah kejadian..... Mengapa kau tidak
Wiro Sableng 056 Ratu Mesum Bukit Kemukus di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
mau kulayani saat ini....?"
"Seorang calon suami yang baik tidak mau melakukan hubungan sebelum
nikah secara resmi" ujar Wiro gombal.
BASTIAN TITO 16 WIRO SABLENG PENDEKAR KAPAK MAUT NAGA GENI 212
"Tapi aku bukan perempuan baik-baik. Aku hanya seorang pelacur hina.
Walaupun karena dipaksa...." Ujar Sawitri pula dengan suara sayu pertanda hatinya
mulai tersentuh dengan ucapan-ucapan sang pemuda.
"Aku tidak mempermasalahkan masa lalumu Sawitri," bisik Wiro. Aku juga
rela kau menjalankan tugasmu sebagaimana biasa. Aku harap kau bisa bersabar
sampai malam Jum'at yang kedua puluh satu"
Perempuan muda itu mengangguk. Wiro memungut pakaian yang
bercampakan di lantai lalu menyuruh Sawitri mengenakannya. Selesai perempuan itu
berpakaian Wiro menyodorkan kembali kertas biru itu. Kali ini Sawitri tidak
menolak. Dia mencabut sebuah benda kecil berbentuk paku hitam dari sanggulnya. Dengan
benda ini dia membuat tulisan aneh di kertas biru sebelah atas.
Terima kasih. Aku akan menemuimu lagi malam Jum'at depan," kata Wiro
seraya melipat lembaran kertas biru dan menyimpannya di saku baju putihnya. "Aku
pergi sekarang...."
"Tunggu!" Sawitri memegang lengan pemuda itu. Ada tanda lain yan harus
kuberikan sebagai tanda kau telah meniduriku." Dari balik bajunya Sawitri
mengeluarkan sebuah tabung kecil terbuat dari bambu. Ketika penutup tabung itu
dibuka, menghamburlah bau harum yang sangat tajam. Cairan wangi yang ada dalam
tabung bambu itu dioleskan Sawitri ke pakaian Pendekar 212.
"Nah, kau boleh pergi sekarang. Tanda-tandamu sudah lengkap. Tak ada
petugas ratu yang akan menahanmu!"
"Kau calon istri yang baik!" ujar Wiro sambil mengedipkan mata lalu
mencium belahan dada Sawitri hingga perempuan ini menggelinyang kegelian.
BASTIAN TITO 17 WIRO SABLENG PENDEKAR KAPAK MAUT NAGA GENI 212
ENAM Warok ijio mengusap wajahnya yang berwarna hijau, menyedot roko kawung
besarnya dalam-dalam. Setelah menghembuskan asapnya jauh-jauh dia baru berpaling
pada anak buahnya yang berdiri di hadapannya.
"Ceritakan bagaimana hasi penyelidikanmu Tunggoro!"
"Saya menyamar masuk ke desa Kenconowengi. Berpura-pura sebagai
pedagang keliling. Bahkan sempat berhadapan muka dengan Jarotomo...."
"Hebat!" memuji Warok Ijo. "Teruska ceritamu...."
"Pemuda itu ternyata sudah diangkat menjadi kepala desa, menggantikan
kepala desa yang kita bunuh tempo hari!"
"Hemmm besar juga rejekinya anak muda itu. Tapi kematiannya akan jadi
tambah dekat. Apa kau berhasil menyelidiki ilmu kebal yang dimilikinya?"
"Saya berhasil Warok. Ternyata dia mendapatkan kepandaian itu dari Ratu
Bukit Kemukus..."
Warok Ijo terkesiap sesaat. Dicampakkannya rokok kawung yang
dipegangnya lalu berdiri dan mundar-mandir beberapa kali sambil tiada hentinya
memegangi kepalanya yang botak dan berwarna hijau itu.
"Ratu Bukit Kemukus! Apakah cerita isapan jempol itu benar-benar ada"! Apa
bukit maksiat yang jadi wilayah kekuasaan perempuan mesum dan dipanggil dengan
sebutan Ratu Kemukus itu betul-betul ada"!"
"Saya coba menyelidikinya Warok. Tapi tak punya waktu banyak karena
harus kembali cepat-cepat kemari sesuai perintah Warok. Hanya ada satu petunjuk
yang saya dapat dari seorang alim di desa itu yatiu bahwa segala ilmu yang
diberikan oleh Ratu Bukit Kemukus bersifat tipuan belaka. Hanya bisa bertahan selama dua
puluh satu hari. Setelah itu ilmunya akan hilang sendirinya...."
Warok Ijo menatap Tunggoro beberapa ketika lalu bertanya "Kau tahu sudah
berapa lama Jarotomo memiliki ilmu kebal itu....?"
"Saya tidak tahu Warok. Tapi dugaan saya paling lama baru beberapa hari
sebelum kita menjarah desa itu"
Warok Ijo coba menghitung-hitung. "Kalau begitu, paling lama bangsat itu
masih akan menguasai ilmu kebalnya sampai satu minggu dimuka. Setelah itu....."
Warok Ijo sapukan jari telunjuknya di atas leher sebagai tanda penyembelihan!
Lalu dia tertawa gelak-gelak.
"Tunggoro, minggu muka kau dan adikmu Tunggiri ikut aku. Kita akan
menyelinap ke tempat kediaman kepala desa. Kalian akan saksikan apa yang akan
kulakukan terhadap bangsat bernama Jarotomo itu!
Tiga ekor kuda yang dipacu kencang hampir saja melabrak Pendekar 212
Wiro Sableng yang tengah berjalan memasuki desa Kenconowengi. Pendekar ini
memaki habis-habisan.
"Malam-malam buta begini, tiga orang menunggang kuda seperti dikejar setan.
Aku menaruh curiga. Jangan-jangan mereka orang-orang yang hendak berbuat
kejahatan.....Apa salahnya kalau aku coba menguntit....."
Berpikir sampai disitu, Wiro segera kerahkan ilmu lari "kaki angin" yang
didapatnya dari sang guru Eyang Sinto Gendeng di puncak Gunung Gede. Meskipun
tak mungkin baginya untuk lari menyamai kecepatan kuda namun tiga penunggang
BASTIAN TITO 18 WIRO SABLENG PENDEKAR KAPAK MAUT NAGA GENI 212
kuda itu masih sanggup dikuntitnya dari jarak tertentu dan tak akan lepas dari
pengejarannya. Ternyata orang-orang itu menuju ke pinggiran desa sebelah timur, melewati
perkebunan kelapa hingga akhirnya sampai di sebuah gubuk.
"Ini rumah keparat itu"!" tanya penunggang kuda sebelah depan yang bukan
lain adalah Warok Ijo.
Tunggoro mengengguk.
"Jebol pintu depannya, suruh Jarotomo keluar. Jika dia tidak mau keluar bakar
gubuk itu!"
Tunggoro memberi isyarat pada adiknya yaitu Tunggiri agar mengikuti. Adik
kakak ini begitu turun dari kudanya segera melangkah cepat mendekati gubuk yang
dari luar tampak sunyi dan gelap.
"Jarotomo! Kepala desa Kenconowengi kepaat! Lekas keluar! Kami orang-
orang Warok Ijo ingin bicara denganmu!" berteriak Tunggoro.
Tak ada yang menjawab. Tak ada suara apapun dari dalam gubuk. Tunggoro
berpaling pada Warok Ijo. Sang Warok anggukkan kepala. Melihat anggukan ini
Tunggoro langsung menendang pintu gubuk sehingga hancur berantakan. Bersama
adiknya dia menyelidiki ke dalam. Tak selang berapa lama Tunggiri muncul di
pintu, memberi tanda pada Warok Ijo bahwa orang yang mereka cari tidak ada di gubuk
itu. "Bakar gubuk busuk itu!" berteriak Warok Ijo.
Tunggiri yang memang sudah menyiapkan sebuah obor segera menyalakan
obor itu lalu melemparkannya ke atas atap gubuk. Karena atap gubuk terbuat dari
rumbia yang sudah sangat kering dan lapuk, maka dalam sekejap saja gubuk kecil
itu sudah dilamun api. Dalam waktu singkat bangunan itu telah berubah jadi
reruntuhan hitam yang nyaris hampir rata dengan tanah!.
"Bagus! Sekarang keparat itu akan keleleran di jalan-jalan. Akan lebih mudah
bagi kita menemukannya! Anak-anak tinggalkan tempat ini!" berseru Warok Ijo.
Tunggoro dan Tunggiri segera melangkah kembali ke kuda masing-masing, namun
sebelum keduanya sempat naik ke atas kuda masing-masing, satu suara menegur dari
kegelapan. "Kalian telah membakar gubukku! Apa kalian sangka bisa pergi seenaknya"!
Tinggalkan lengan kanan masing-masing di tempat ini!"
Tunggoro dan adiknya tersentak kaget, cepat berpaling ke kiri. Sesosok tubuh
melangkah keluar dari gelap bayangan pohon. Ternyata adalah Jarotomo, pemuda
berambut gondrong yang kini jadi kepala desa Kenconowengi.
Melihat siapa yang muncul ini Warok Ijo segera melompat turun dari kudanya.
"Jadi inilah kepala desa Kenconowengi yang baru! Luar biasa. Masih beini
muda, berilmu tinggi tapi nyawa hanya tinggal sejengkal! Ha... ha... ha....! Kau tahu,
kami sengja membakar gubuk busuk itu karena tidak pantas untuk tempat kediaman
seorang kepala desa sepertimu! Kami akan memberikan tempat kediaman baru
bagimu Jarotomo! Yaitu liang kubur!" Warok Ijo dan dua anak buahnya tertawa
gelak-gelak. "Pelajaranku tempo hari rupanya masih belum cukup. Majulah lebih dekat jika
ingin pelajaran tambahan!" berkata Jarotomo penuh percaya diri.
Warok Ijo meludah ke tanah.
"Pemuda takabur! Sudah mau mampus masih bicara sombong!" Warok Ijo
yang masih menyangsikan apakah ilmu kebal pemuda itu benarpbenar sudah lenyap
karena telah lewat dua puluh satu hari tidak mau turun tangan lebih dahulu.
Karena itu dia memberi isyarat pada kedua anak buahnya agar segera menyerang Jarotomo.
BASTIAN TITO 19 WIRO SABLENG PENDEKAR KAPAK MAUT NAGA GENI 212
Tunggoro dan Tunggiri, sesuai dengan yang telah diatur sebelumnya
melancarkan serangan dengan mengandalkan tangan kosong. Dua adik kakak ini
menghantam dangan jotosan tangan kanan, satu mengarah ke muka pemuda yang
baru saja diangkat jadi kepala desa itu sedang saunya lagi menggebuk ke arah
perut. Jarotomo menyeringai. Dia tegak tak bergerak penuh percaya diri akan ilmu
kebal yang dimilikinya, sengaja menunggu datangnya serangan.
Buukkk! Buukkk! Dua jotosan mendarat di sasaran masing-masing dengan telak! Terjadilah hal
yang tidak dapat dipercaya oleh Jarotomo. Pemuda ini menjerit kesakitan.
Kepalanya terbanting ke belakang begitu jotosan Tunggoro mendarat di pipi kanannya. Selagi
terjajar, perutnya sudah dilabrak tinju Tunggiri hingga kalau tadi tubuhnya
terhuyung ke belakang, kini malah terlipat ke depan!
Rasa sakit dua jotosan itu mungkin masih sanggup ditahan oleh Jarotomo
walaupun dia sempat keluarkan suara jeritan. Namun yang membuatnya jadi kucurkan
keringat dingin adalah mendapatkan kenyataan bahwa ilmu kebalnya tidak bekrja
hingga muka dan perutnya berhasil dihantam lawan!
Tidak percaya kalau ilmu kebalnya memang tidak ada lagi, Jarotomo
melompat ke depan mendahului menyerang lawan. Yang diarahnya adalah Tunggiri.
Kepalannya mendesing ke arah kepala anak buah Warok Ijo tiu. Namun setengah
jalan serangannya itu dapat ditangkis, malah kini untuk ke iga kalinya jotosan
balasan menyodok ulu hatinya hingga Jarotomo keluarkan suara seperi orang muntah dan
kembali tubuhnya terjajar!
Pucatlah paras Jarotomo.
"Celaka! Apa yang terjadi dengan diriku"! Mengapa ilmu kebalku tidak
bekerja"! Aku tidak merasa melanggar pantangan!"
Di hadapannya Tunggoro dan Tunggiri sudah siap untuk menyerbu. Saat itu
Warok Ijo telah melompat turun dari kudanya seraya berkata "Anak-anak! Mundur!
Biar aku yang membereskan cecurut satu ini!"
Sreet! Belum apa-apa Warok Ijo sudah cabut goloknya, pertanda bahwa dia memang
ingin membunuh Jarotomo secepat yang bisa dilakukannya!
BASTIAN TITO 20 WIRO SABLENG PENDEKAR KAPAK MAUT NAGA GENI 212
TUJUH Warok Ijo melangkah maju mendekati pemuda yang bakal dijadikan mangsa
golok besarnya sementara Jarotomo mundur dengan ketakutan. Pemuda ini sudah
bersiap-siap utnuk melarikan diri. Namun belum sempat dia memutar tubuh, kepala
gerombolan itu sudah menggerakkan tangan kanannya. Golok besar berkelebat ke
arah pinggang. Jarotomo berteriak "Jangan! Jangan bunuh aku! Aku mohon ampunmu Warok
Ijo!" Rupanya Warok Ijo kini sengaja hendak mempermaikna calon korbannya
lebih dahulu. Sambil menyeringai dia berkaa "Manusia jagoan! Ayo perlihatkan
kehebatan ilmumu pada Warok Ijo! Kenapa takut"! Bukankah kau punya ilmu
kebal"!"
"Ampun Warok! Aku tidak puinya ilmu apa-apa.....!"
Warok Ijo tertawa mengekeh. "Kalau kau memang minta ampun ulurkan ke
dua tanganmu dan berlututlah di hadapanku!"
Percaya bahwa orang memang hendak mengampuninya, dengan tubuh
menggigil dan kuyup oleh keringat dingin, Jarotomo jauhkan diri berlutut lalu
ulurkan kedua tangan seperti sikap orang sendang menyembah.
"Bagus! Ini pengampunan unutkmu!"
Crass! Jarotomo menjerit setinggi langit ketika pergelangan tangan kanannya dibabat
putus. Darah menyembur dari kutungan tangan itu! Warok Ijo tertawa gelak-gelak.
"Ulurkan tangamu satu lagi Jarotomo!"
"Tidak! Jangan Warok! Jangan.....!"
"Kalau kautak mau berikan tangan, lehermu gantinya! Pembalasanku tidak
tanggung-tanggung! Kau telah membunuh beberpa anak buahku!" ujar Warok Ijo.
Rahangnya mengggembung. Goloknya kini dibabatkan ke arah batang leher
Jarotomo. Pemuda tak berdaya ini coba mengelakkan sambaran golok dengan
jatuhkan diri ke tanah. Dia berhasil lolos dari sambaran senjata kepala
gerombolan itu,
namun beitu jatuhnya di tanah tendangan kaki kanan sang Warok menghantam
bahunya. Terdengar suara kraak tanda patahnya tulang bahu kepala desa
Kenconowengi itu.
Jarotomo terkapar dan menggerung kesakitan. Dia tak bisa berbuat apapun
ketika kemudian Warok Ijo mendatangi dan menginjak dadanya. Dia melihat ujung
golok ditusukkan dengan deras ke arah perutnya. Jarotomo hanya mampu menjerit.
Lalu crass! Golok di tangan Warok Ijo menembus perut. Tapi bukan perut Jarotomo.
Melainkan perut sesosok tubuh yang tiba-tiba saja melayang dari arah kegelapan
seperti dilemparkan. Lalu terdengar suara jeritan. Jeritan itu adalah jeritan
Tunggoro! Di atas tubuh Jarotomo kini menggeletak membelintang sosok tubuh
Tunggoro. Perutnya ambrol, darah mengucur dan ususnya melembung keluar!
Jaroomo menjerit ngeri ketika darah anggota rampok itu panas dan amis membasahi
tubuhnya yang terhimpit di sebelah bawah.
Akan Warok Ijo sendiri kagetnya bukan olah-olah! "Bansat keparat! Apa yang
terjadi ini!" teriaknya memaki. "Tunggoro! Kau.....!"
Warok Ijo tarik tangan kiri Tunggoro hingga orang itu kini terbujur di tanah.
Tunggiri saat itu telah menubruk kakaknya dan keluarkan teriakan tegang!
BASTIAN TITO 21 WIRO SABLENG PENDEKAR KAPAK MAUT NAGA GENI 212
"Warok! Kenapa kau membunuh anak buah sendiri"! Mengapa kau bunuh
kakakku"!" Tunggiri berteriak dan tampak kalap. Dia melompat hendak mencekik
Warok Ijo.Kepala gerombolan ini tentu saja jadi naik pitam dan hantamkan gagang
goloknya ke kepala Tunggiri hingga anak buahnya ini melintir dan roboh ke tanah.
"Tunggoro!" bentak Warok Ijo. "Sebelum kau mampus lekas katakan
mengapa kau berusaha menolong pemuda keparat itu hingga tubuhmu yang tertambus
golokku!" "A.. aku...... Aduh! A..... aku bukan men.....menolong. Seseorang
melemparkanku ke arahmu. Tep.... Tepat pada saat kau men..... menusukkan golok.
Aku...." Ucapan Tunggoro terputus samapi di situ. Nyawanya lepas sudah!
"Seseorang melemparkanmu katamu, Tunggoro"!" mengulang Warok Ijo.
Wiro Sableng 056 Ratu Mesum Bukit Kemukus di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Perlahan-lahan dia memandang berkeliling, lalu berpaling ke jurusan dari mana
tadi tubuh anak buahnya itu melesat. Dalam gelap, di bawah bayang-bayang pepohonan
dia melihat sesosok tubuh berpakaian dan berikat kepala putih tegak tak bergerak
sambil rangkapkan kedua tangannya di depan dada.
"Hem.... Ini setan alasnya yang melemparkan Tunggoro hingga jadi korban"
Kelihatannya masih muda...." Berucap Warok Ijo dalam hati. Lalu dia membentak
"Bangsat dalam gelap! Maju ke hadapanku, perlihatkan ampangmu!"
Orang yang dibentak keluarkan suara tertawa lalu melangkah dan berhenti
empat langkah di hadapan Warok Ijo. Kedua tangannya masih mendekap di depan
dada. Sikapnya yang cengar-cengir seperi mengejek dan tidak memandang sebelah
mata kepada kepala gerombolan rampok yang ditakuti itu.
"Kau yang melemparkan anak buahku hingga tertambus golokku sendiri"!"
tanya Warok Ijo.
"Betul!" jawab orang yang ditanya. "Apa menurutmu itu masih kurang! Apa
anak buahmu yang satu lagi itu mau kulemparkan juga"!"
"Setan alas!" mendidih amarah Warok Ijo. Tangan kanannya bergerak. Golok
tajam berkelebat mengeluarkan suara mendesing, menyambar ke arah batang leher
pemuda yang tegak empat langkah di hadapannya. Yang diserang membuat gerakan
ringan dan mampu mengelakkan serangan maut itu. Tentu saja semakin menggelegak
amarah Warok Ijo. Didahului teriakan keras dia menyerbu dangan serangan
berantai. Goloknya tidak kelihatan lagi dalam kegelapan, hanya suaranya saja yang
terdengar berdesign-desing mengerikan.
Orang yang diserang, yaitu si rambut gondrong Wiro Sableng, membuat
gerakan aneh. Dia seperti berjingkrak-jingkrak seenaknya nemun gerakannya itu
mampu mengelakkan serangan-serangan ganas golok Warok Ijo sehingga penjahat ini
akhirnya hentikan serangan dengan nafas mengengah. Kedua matanya yang sipit
mendelik. Keringat membasahi muka berwarna hijau itu sampai ke kepalanya yang
botak. "Anjing kurap! Aku mau lihat sampai di mana kehebatan ilmumu! Tapi aku
mau tanya dulu! Katakan siapa dirimu dan apa sangkut pautmu dengan kepala desa
itu hingga enak daja turun tangan mencampuri urusan orang"!"
Dipanggil anjing kurap Pendekar 212 hanya menyeringai. Lalu membalas
"Anjing buduk kepala hijau! Lebih satu tahun kau dan anak buahmu malang
melintang menebar kejahatan. Merampok dan membunuh, menculik dan memperkosa.
Malam ini semua itu akan berakhir, anjing buduk. Kau aka kukirim ke liang kubur
untuk makan tulang belulang anak buahmu sendiri!"
"Bagus! Kau ternyata punya nyali! Aku mau lihat apa kau juga punya
kesanggupan menerima pukulanku ini!"
BASTIAN TITO 22 WIRO SABLENG PENDEKAR KAPAK MAUT NAGA GENI 212
Habis berkata begitu Warok Ijo merapal aji kesaktiannya lelu tangan kanannya
yang telah berubah menjadi hijau dihantamkan ke arah Pendekar 212!
Wuuuttt! Sinar hijau menyambar mengeluarkan suara menderu. Inilah pukulan sakti
"kelabang ijo" yang mengandung racun mematikan. Beberapa waktu lalu pukulan
sakti ini ternyata tidak mempan terhadap Jarotomo yang saat itu masih memiliki
ilmu kebal yang didapatnya dari Ratu Bukit Kemukus. Kecuali pemuda yang diserangnya
ini juga memiliki ilmu kebal itu maka jangan harap dia bisa lolos dari rengutan
maut. Dari sinar pukulan lawan, murid Sinto Gendeng sudah dapat menduga
keganasan pukulan sakti lawan. Maka cepat-cepat dia menyingkir dangan melompa
ke kiri. Berbarengan dengan itu dia lancarkan serangan balasan dengan
menghantamkan pukulan "tameng sakti menerpa hujan".
Dua pukulan sakti mengeluarkan suara berdentum ketika saling beradu di
udara. Warok Ijo merasakan kedua kakinya bergetar keras membuatnya hampir jatuh
kalau tidak cepat-cepat mengimbangi diri. Di seberang sana Wiro Sableng tak
kalah kagetnya. Dia memang berhasil menghantam musnah pukulan sakti lawan, tapi
pukulannya sendiri ikut berantakan. Disamping itu dadanya terasa sesak dan
mendenyut sakit.
Cepat-cepat Wiro kerahkan tenaga dalam, atur jalan nafas dan peredaran darah.
Selagi dia melakukan hal itu Warok Ijo kembali menggempur dengan serangan yang
sama tapi kali ini dengan kekuatan tenaga dalam penuh!
BASTIAN TITO 23 WIRO SABLENG PENDEKAR KAPAK MAUT NAGA GENI 212
DELAPAN Pendekar 212 Wiro Sableng jatuhkan dirrinya sama rata dengan tanah. Tak urung
punggungnya masih sempat tersambar angin pukulan lawan. Wiro merasakan
punggungnya perih dan panas. Di depan sana dilihatnya Warok Ijo kembali hendak
melepaskan pukulan "kelabang ijo". Kali ini tanpa pikir panjang lagi Wiro segera
bangun dan dalam keadaan setengah berlutut dia langsung lepaskan pukulan "sinar
matahari"!
Sinar hijau pukulan sakti Warok Ijo dan sinar putih pukulan sakti Pendekar
212 saling baku hantam di udara. Terdengar dentuman dahsyat disertai getaran di
tanah seperti ada lindu. Pendekar 212 jatuh duduk terjengkang, sesaat merasakan
tubuhnya seperti tergontai-gontai. Di depan sana sosok Warok Ijo tampak masih
tegak, tetapi pakaian hijaunya telah berubah gosong dan mengepulkan asap. Sekujur kulit
tubuhnya dari kaki sampai ke kepalanya yang botak telah berubah warna menjadi
merah melepuh. Kepala penjahat ini maju dua langkah. Pada langkah ketiga kedua
kakinya menekuk. Dilain saat tubuh yang hangus itu tergelimpang roboh. Terdengar
satu keluhan pendek keluar dari mulut Warok Ijo. Setelah itu tubuhnya tak
berkutik lagi! Wiro memandang ke sebelah kiri. Ada orang yang tergelimpang di tanah.
Ternyata Tunggiri yang telah menjadi mayat akibat tersapu oleh dua kekuatan
sakti yang meledak dahsyat.
Di bagian lain Jarotomo lebih beruntung. Sewaktu terjadi adu kekuatan
pukulan sakti tadi, sebelumnya dia telah berusaha merangkak dan berlindung di
balik sebatang pohon hingga dirinya selamat. Wiro dekati pemuda ini. Dilihatnya wajah
Jarotomo seputih kertas. Darah masih mengucur dari tangan kanannya yang buntung.
Cepat Wiro menotok jalan darah urat besar di tangan kanan pemuda malang itu.
Kucuran darah segera berhenti.
"Sahabat, aku tidak punya banyak waktu lama. Aku butuh beberapa
keterangan darimu....." berkata Wiro.
Jarotomo mengangguk.
"Terima kasih. Kau telah menyelamatkan jiwaku, kisanak...."
"Apa benar kau pernah mendapatkan ilmu kesaktian dari Ratu Bukit
Kemukus....?"
"Ah..... jangan tanyakan hal itu....Aku tidak tahu apakah aku benar-benar
pernah mendapatkna ilmu itu atau tidak. Nyatanya aku tak sanggup menghadapi para
penjahat itu. Tanganku bahkan dibacok putus! Padahal masih beberapa hari yang
lalu aku tak mempan dipukul, tak mempan senjata tajam, bahkan tak mempan pukulan
sakti. Nyatanya kini....."
Tapi kau pernah meminta ilmu kepandaian ke bukit Kemukus dan
mendapatkannya dari ratu sana....?"
Jarotomo mengangguk. "Aku diberikan ilmu kebal. Tapi ternyata kini aku
tidak kebal lagi....."
"Jadi kau pernah beremu muka dengan sang ratu?" tanya Wiro lagi.
"Ya....."
"Dapat kau menceritakan ciri-ciri perempuan itu?"
"Dia masih muda. Cantik sekali. Tetapi hatinya lebih jahat dari iblis. Jika dia
tidak berkenan atau tidak suka pada seseorang, dia bisa saja membunuh orang itu
BASTIAN TITO 24 WIRO SABLENG PENDEKAR KAPAK MAUT NAGA GENI 212
semudah dia menjetikkan jarinya.....Eh, kisanak. Mengapa kau menanyakan ratu
Kemukus. Apakah kau berniat hendak pergi ke bukit itu....."!"
"Aku tengah mencari seseorang......." Jawab Wiro pula. "Namun ciri-cirinya
jauh berbeda dengan yang kau katakan. Mungkin bukan dia orangnya......"
"Dia siapa" Maksudmu sang ratu?" tanya Jarotomo.
"Yang kucari seorang nenek keriput. Dia telah mencuri sebuah tusuk kundai
milik guruku, bahkan nyaris membunuh guru....." Wiro berdiam sejenak. Lalu
bertanya kembali "Waktu kau bertemu ratu Kemukus, apa saja yang dilakukannya
terhadapmu.....?"
Kelana Buana 30 Pendekar Rajawali Sakti 75 Kabut Hitam Di Karang Setra Pahlawan Dan Kaisar 24
WIRO SABLENG PENDEKAR KAPAK MAUT NAGA GENI 212
Episode : Ratu Mesum Bukit Kemukus
SATU Desa Kenconowengi yang malam itu sebelumnya tenggelam dalam udara sejuk
dan kesunyi-senyapan mendadak saja berubah menjadi hingar bingar. Di sebelah
utara tampak kobaran api membakar dua buah rumah. Di sebelah timur terdengar pekik
jerit orang-orang yang ketakutan. Lalu ada suara derap kaki kuda. Terdengar suara
kentongan bersahutan beberapa kali lalu senyap. Di jurusan lain terengar
teriakan- teriakan orang sambil berlarian bercampur aduk dengan jeit tangis anak-anak dan
orang-orang perempuan.
"Lari! Lari! Gerombolan Warok Ijo menyerbu! Selamatkan diri ke lembah!
Lari...!" Derap kaki kuda datang menyerbu. Dua bilah golok panjang berkelebat. Dua
orang penduduk yang barusan berteriak roboh ke tanah. Darah muncrat dari tubuh
keduanya. Yang pertama langsung meregang nyawa dangan leher hampir putus.
Kawannya yang terkapar di sebelahnya, sesaat masih tampak menggeliat sambil
pegangi dadanya yang robek besar, lalu diam tak berkutik lagi tanda nyawanyapun
sudah putus. Gender Kumboro, kepala desa Kenconowengi yang tengah terbaring sakit
diserang demam panas, dengan susah payah turun dari ranjang ketika dua orang
petugas desa masuk memberi tahu apa yang terjadi.
"Gerombolan ganas itu.....," berucap Gender Kumboro sambil bersandar ke
dinding, "sudah lama aku mendengar sepak terjang biadab mereka. Ternyata
akhirnya meraka datang juga mengganas di desa kita ini...!"
Dengan terhuyung-huyung kepala desa yang hidup sendirian tanpa anak sejak
istrinya meninggal dua puluh tahun lalu itu, melangkah mengambil parang yang
tergantung di dinding kamar, lalu melangkah keluar.
"Kepala desa! Apa yang hendak kau lakukan"!" bertanya salah seorang anak
buahnya. Tanap berpaling Gender Kumboro menjawab "Kalian berdua bantu penduduk
mengungsi. Selamatkan anak-anak dan orang-orang perempuan. Aku akan
menghadang gerombolan biadab itu!"
"Jangan lakukan itu! Mereka berjumlah lebih dari sepuluh orang! Tiga orang
petugas desa sudah mereka bunuh! Dan kau sedang sakit pula!"
Gender Kumboro terus melangkah ke pintu seraya berkata "Aku merasa lebih
baik mati di tangan gerombolan itu daripada mati karena sakit di atas tempat
tidur!" Walaupun saat itu tubuhnya terasa panas, tapi kepala desa ini mendadak merasakan
ada satu kekuatan di dalam dirinya yang memberinya semangat untuk melakukan
niatnya. Dua orang petugas desa tidak bisa melakukan apa-apa. Mereka lari ke arah
barisan penduduk yang tengah mengungsi menuju lembah sementara beberapa buah
rumah lagi tampak dibakar oleh gerombolan penjahat Warok Ijo.
Di satu kelokan jalan, Gender Kumboro berpapasan dengan dua orang
penunggang kuda berpakaian dan bertutup kepala serba hitam. Mereka tampak
membawa buntalan besar berisi harta benda hasil rampokan.
BASTIAN TITO 1 WIRO SABLENG PENDEKAR KAPAK MAUT NAGA GENI 212
"Ini dua diantara bangsat-bangsat durjana itu....," kata Gender Kumboro
menggeram. Cepat dia menyelinap di balik serumpunan pohon bambu di tepi jalan.
Ketika penunggang kuda pertama lewat, Gender Kumboro serta merta membabatkan
parangnya. Terdengar jeritan keras si penunggang kuda ketika parang merobek perutnya.
Tubuhnya terpelanting ke kiri lalu jatuh ke tanah. Kuda tunggangannya meringkik
keras dan menghambur kabur dalam kegelapan malam.
Penunggang kuda kedua tersentak kaget dan hentikan kudanya. Tangan
kanannya segera menghunus golok lalu sambil membentak dia melompat ke tanah.
"Bangsat dari mana yang berani membokong anak buah Warok I..."
Belum selesai ucapannya itu, sebuah parang berkelebat di depan kepalanya.
Anggota gerombolan Warok Ijo ini angkat tangan kanan, menangkis dengan goloknya.
"Trang! Dua senjata beradu dalam kegelapan malam. Gender Kumboro merasakan
tangannya pedas kesemutan. Gagang parang hampir terlepas dari gengggamannya.
Cepat-cepat kepala desa ini mengatur kedua kakinya agar tidak terhuyung limbung.
Justru saat itu orang berpakaian serba hitam di depannya keluarkan suara memaki
dan menusukkan senjatanya ke arah perut Gender Kumboro. Orang tua yang dalam
keadaan sakit panas ini melompat ke kiri. Dia berhasil mengelakkan tusukan lawan
lalu secepat kilat membacok ke arah leher anggota gerombolan itu.
Akan tetapi lawannya bertindak lebih cepat lagi. Begitu tusukannya luput,
goloknya dibabatkan membalik, langsung membacok ke arah barisan tulang iga kanan
Gender Kumboro.
Kepala desa itu menjerit. Tubuhnya di sebelah kanan luka besar. Dua tulang
iganya nyaris putus. Parangnya tercampak ke tanah. Dia sendiri langsung roboh.
Menyangka orang sudah mati, gerombolan rampok itu melompat ke
punggung kudanya kembali dan tinggalkan tempat itu tanpa mempedulikan kawannya
yang tergeletak dekat rumpun bambu dalam keadaan sekarat.
Gender Kumboro kumpulkan sisa-sisa tenaganya yang ada dan dengan susah
payah dia berusaha berdiri. Sesaat dia tertegak nanar sambil berpegangan pada
batang bambu. Lalu dengan darah masih mengucur dari lukanya kepala desa ini melangkah
tertatih-tatih. Belum jauh dia melangkah sosok tubuhnya yang kehabisan darah dan
tenaga itu jatuh tergelimpang. Di saat yang sama seorang penduduk yang tengah
berlari melewati tempat itu dan mengenali kepala desanya segera mendatangi
unntuk memberikan pertolongan. Tapi Gender Kumboro yang sadar bahwa nyawanya tak
akan lama segera berkata terputus-putus.
"Ja...jangan perdulikan diriku. Lekas kau te...temui Jarotomo. H...hanya
pemuda yang da...dapat menyelamatkan desa dan pen...penduduk. Ha...hanya dia
yang.... yang mampu menghadapi ger...gerombolan Warok Ijo..."
"Tapi bagaimana pun kau harus kuselamatkan lebih dahulu kepala desa!"
"Jangan tolol! Cari Jarotomo! Pemuda itu baru saja mewa...mewarisi ilmu...
ilmu kesaktian dari Ratu Kemukus. Hanya di...dia yang mampu menghadapi
gerombolan Warok Ijo. Lekas pergi....Cari dia!"
Habis berkata begitu kepala Gender Kumboro terkulai. Sadar dia tidak bisa
menolong lagi, penduduk tadi segera tinggalkan tempat itu dan lari sekencang
yang bisa dilakukannya menuju ke selatan, melewati kebun kelapa. Dan di ujung kebun
itu tampak sebuah gubuk kecil dalam kegelapan malam.
"Jarot! Jarotomo! Kau ada di rumah"!"
Tak ada jawaban. Tapi orang ini mendengar suara mendengkur di dalam
gubuk. Tidak sabaran dia mendorong pintu kuat-kuat lalu masuk ke dalam gubuk.
BASTIAN TITO 2 WIRO SABLENG PENDEKAR KAPAK MAUT NAGA GENI 212
Sesaat setelah matanya terbiasa dengan kegelapan di tempat itu, orang ini
melihat pemuda yang dicarinya di sudut sebelah dalam, terbaring tidur dengan
mengeluarkan suara mengorok.
"Jarot! Bangun! Desa kita diserbu gerombolan Warok Ijo! Jarot ayo bangun!"
Pemuda yang sedang tidur tampak menggeliat lalu membuka matanya.
"Apa-apaan ini...."!"
"Jarot! Desa kita diserbu gerombolan Warok Ijo. Mereka merampok dan
membunuh! Menurut kepala desa hanya kau yang mampu menghadapi penjahat-
penjahat itu!"
"Mana kepala desa....?"
"Dia sudah mati dibunuh gerombolan! Ayo bangun Jarot! Pergunakan ilmu
yang kau dapat dari Ratu Kemukus!"
Pemuda bernama Jarotomo segera berdiri. Dia mengusap muka dan rambutnya
yang gondrong berulang kali. Sesaat dia memandang orang di depannya dengan ragu.
"Apakah....apakah ilmu yang kudapat dari sang Ratu benar-benar bisa dipakai
mengahadapi orang-orang jahat itu....?" katanya seolah-olah bertanya pada diri
sendiri. "Lekas Jarot! Kau harus mencegah mereka. Kalau tidak akan banyak lagi
korban yang mereka bunuh! Akan banyak harta penduduk yang mereka jarah!" Lalu
orang itu menarik lengan Jarotomo.
BASTIAN TITO 3 WIRO SABLENG PENDEKAR KAPAK MAUT NAGA GENI 212
DUA Ketika Jarotomo sampai di desa, tiga orang anggota Warok Ijo tampak ta=engah
menggiring beberapa ekor lembu. Lalu di arah lain seorang penjahat memanggul
tubuh seorang gadis tanggung yang menjerit dan meronta-ronta coba melepaskan
diri. Jarotomo kepalkan kedua tangannya. Dadanya berdebar. Sepasang matanya
memandang ke arah empat penjahat yang bertampang garang itu. Mereka semua
membekal golok sedang dia hanya bertangan kosong.
"Ilmu Ratu Kemukus.... Apakah aku sanggup menghadapi menusia-manusia
jahat ini dengan ilmuku itu...?" Sesaat Jarotomo merasa ragu. Lalu didenarnya
orang di sebelahnya berkata.
"Ayo! Apa yang kau tunggu Jarot! Hajar mereka! Bunuh mereka!"
Jarotomo mengigit bibirnya sendiri. Tiga penjahat yang menggiring lembu-
lembu hasil rampokan lewat di depannya. Pemuda itu seperti tidak acuh bahkan
tidak bergerak. Namun kepalanya berpaling ke jurusan penjahat yang memanggul anak
gadis orang. Tiba-tiba Jarotomo berteriak.
"Manusia bangsat! Lepaskan gadis itu!" Lalu Jarotomo lari mengejar.
Anggota gerombolan yang mengetahui kalau ada orang berteriak dan
mengejarnya menoleh ke belakang. "Eh, ada juga penduduk yang punya nyali berani
mengejar!" pikir anggota gerombolan ini. Dia hentikan langkahnya kemudian tegak
menunggu. Ketika Jarotomo sampai di hadapannya dia lalu membentak.
"Apa maumu pemuda tolol"! Ingin mampus berani meneriaki dan
mengejarku"!"
Sesaat Jarotomo terkesiap. Gerombolan yang menculik anak gadis orang itu
ternyata memiliki tampang seangker setan. Mukanya yang hitam itu memiliki satu
mata, serta cacat bekas tikaman senjata tajam di pipinya sebelah kanan. Kumis
dan cambang bawuknya meanggas. Tergetar juga hati Jarotomo. Belum pernah dia
melihat manusia seseram yang di hadapannya itu.
Melihat orang terkesiap, anggota gerombolan Warok Ijo bermaa satu tertawa
bergelak. "Baru melihat tampangku saja kau sudah kencing di celana. Pergi sana!"
Penjahat ini hantamkan kaki kanannya menendang perut Jarotomo.
Yang ditendang langsung terpental dan jatuh ke tanah. Tapi anehnya Jarotomo
sama sekali tidak merasa sakit! "Aku kebal pukulan!" desis si pemuda sambil
pegangi perutnya seperti tidak percaya. Cepat dia berdiri dan menghadang penjahat yang
siap hendak tinggalkan tempat itu. Yang dihadang tentu saja terkejut karena menyangka
pemuda itu paling tidak telah jatuh pingsan dihantam tendangannya itu.
"Keparat! Kau benar-benar minta mampus!"
Dengan tangan kanannya si muka setan itu cabut golok. Begitu senjata keluar
dari sarung, golok itu langsung dibabatkannya ke pinggang Jarotomo. Si pemuda
yang tidak menyangka bakal diserang begitu rupa terlambat berkelit selamatkan diri.
Mata golok menghantam pinggang kirinya dengan deras.
Buukkk! Tubuh Jarotomo terbanting ke kanan. Bajunya robek dimakan mata golok.
Tapi tubuhnya sedikitpun tidak luka! Melihat dirinya ternyata juga tidak mempan
hantaman senjata tajam berkat ilmu yang didapatnya dari Ratu Kemukus, keberanian
pemuda itu jadi berkobar. Selagi anggota rombongan Warok Ijo tertegun tidak
percaya melihat si pemuda tidak mempan dibacok, Jarotomo sudah meloncatinya dan
BASTIAN TITO 4 WIRO SABLENG PENDEKAR KAPAK MAUT NAGA GENI 212
melayangkan jotosan tepat ke satu-satunya mata yang masih utuh, yaitu mata
kanannya. Anggota gerombolan ini meraung kesakitan. Gadis yang dipanggulnya
diturunkan lalu dengan golok di tangan dia menyerbu Jarotomo. Senjata itu
berkelebat kian kemari. Jarotomo yang memang tidak memiliki kepandaian silat sulit untuk
dapat mengelak. Beberapa kali golok lawan menghantam tubuhnya dengan suara
bergedubukan. Namun seperti tadi tidak satu bacokan atau tusukanpun yang mempu
melukai kulitnya.
"Eh, pemuda setan alas ini punya ilmu apa sampai golok tidak mempan"!"
ujar anggota gerombolan sulit untuk percaya, lalu hentikan serangannya dan
melompat mundur dengan nafas mengengah. Tengkuknya mulai terasa dingin oleh
rasa takut sedang mata kanannnya yang lebam tak mampu membeliak.
"Anak muda! Siapa kau"!"
Jarotomo tidak menjawab. Tangan kanannya dihantamkan ke arah
tenggorokan lawan. Anggota rampok itu kembali babatkan goloknya. Lagi-lagi
terdengar suara bergedebuk, dan seperti tadi tangan itupuntak mempan dibacok!
Sadar kalau pemuda di hadapannya itu memiliki ilmu kepandaian luar biasa,
anggota gerombolan Warok Ijo itu jadi putus nyalinya. Tanpa tunggu lebih lama
dia segera putar tubuh untuk melarikan diri. Namun Jarotomo sempat mencekal leher
pakaian penjahat ini lalu ditariknya kuat-kuat hingga orang ini tersungkur ke
tanah. Sebelum dia sempat bangkit, Jarotomo injak lehernya keras-keras. Terdengar suara
berderak. Anggota gerombolan itu mati dengan lidah terjulur!
Jarotomo cepat melangkah mendekati gadis yang tadi diculik. Gadis ini kini
terbaring ketakutan dekat kandang itik. Mukanya pucat pasi. Namun belum sempat
mendekati lebih dekat tiba-tiba tiga orang berkelebat mengurung si pemuda. Lalu
tendangan menghajar pinggulnya disusul satu jotosan melanda pipinya. Jarotomo
langsung terkapar di tanah!
"Kawan-kawan ayo cincang pemuda keparat ini! Dia telah membunuh teman
kita Kaimin!" satu suara keras terdengar. Kemudian tiga batang golok berkelebat
mencari sasaran di tiga bagian tubuh Jarotomo yaitu kepala, leher dan dada.
Buukkk! Buukkk! Buukkk! Terdengar suara bergedebukan tiga kali sewaktu tiga bilah golok besar dan
tajam itu mendarat di kepala, leher serta tubuh Jarotomo. Namun seperti
kehebatan yang ditunjukkan pemuda ini sebelumnya, tak satupun hantaman golok para penjahat
mampu melukai dirinya, hanya pakaiannya saja di bagian punggung yang tampak
robek. Tiga pasang mata anggota gerombolan Warok Ijo terbeliak besar. Salah
seorang dari penjahat itu cepat berbisik pada teman di sebelahnya.
"Manusia ini punya kepandaian tinggi. Dia kebal senjata tajam dan
pukulan...." salah seorang anggota gerombolan berbisik.
"Apa yang harus kita lakukan?" temannya bertanya.
"Kalian berdua tetap di sini. Jangan bngsat ini sampai lolos. Aku akan
memberi tahu Warok Ijo kita menemukan kesulitan!" Orang yang berbisik cepat
berkelebat tanpa menunggu jawaban temannya. Dengan golok tergenggam erat di
Wiro Sableng 056 Ratu Mesum Bukit Kemukus di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
tangan, dua anggota gerombolan Warok Ijo itu memperhatikan Jarotomo perlahan-
perlahan berdiri. Hendak menyerang mereka merasa ragu. Tetapi sewaktu Jarotomo
maju menerjang, mau tak mau keduanya pergunakan golok untuk menghantam.
BASTIAN TITO 5 WIRO SABLENG PENDEKAR KAPAK MAUT NAGA GENI 212
Dua bacokan menghantam tubuhnya. Jarotomo merangsak terus. Karena mulai
ketakutan dua penyerang maelangkah mundur.
"Ayo bacok terus! Mengapa berhenti dan mundur"!" ejek Jarotomo.
"Anak muda! Kalau kau mau mengajarkan kepandaianmu pada Warok Ijo,
pemimpin kami itu pasti mengambilmu menjadi wakilnya!" salah seorang anggota
gerombolan berkata.
"Ha... ha... ha!" terdengar suara tawa bergelak. "Aku mau lihat tampang
orang yang hendak kalian jadikan wakilku itu! Anak muda berambut gondrong! Putar
tubuhmu! Lihat kemari!"
BASTIAN TITO 6 WIRO SABLENG PENDEKAR KAPAK MAUT NAGA GENI 212
TIGA P erlahan-lahan Jarotomo putar tubuhnya. Lima langkah di hadapannya, di
atas seekor kuda coklat, dikelilingi oleh enam lelaki berwajah ganas yang juga
menunggang kuda dilihatnya seorang lelaki berpakaian serba hijau berwajah dan
berkepala aneh. Kepalanya botak plontos dan berwarna hijau samapi ke mukanya
yang bermata sipit.
"Hemm, ini rupanya kepala gerobolan yang dipanggil dengan sebutan Warok
Ijo itu...," kata Jaratomo dalam hati.
"Ha... ha! Jadi ini tampangnya tikus cecurut bau pesing yang sesumbar
hendak menjadi wakilku! Ha... ha... ha!" Warok Ijo tertawa mengekeh. Barisan gigi-
giginya besar dan hitam. Sambil usap dagunya yang ditumbuhi janggut lebat, Warok
Ijo bertanya "Gondrong! Kau yang barusan membunuh Kimin anak buahku"!"
"Aku tidak membunuhnya!" jawab Jarotomo seenaknya.
"Lantas..."!" Warok Ijo mengerenyitkan kening mendengar jawabanitu.
"Dia sendiri yang minta mampus! Kalian semua juga ingin mencari mati!"
Sepasang mata sipit Warok Ijo membesar sedikit. Lalu terdengar kembali
suara tawanya berkekehan.
"Anak muda bau tengik! Lagak bicaramu seperti raja diraja dunia persilatan!
Aku mau lihat apa betul kau tidak mempan senjata tidak mempan pukulan!"
Habis berkata begitu Warok Ijo berkata pada anak buah di sebelahnya.
"Berikan belati besarmu padaku!"
Anak buah Warok Ijo segera cabut sebilah belati besar yang tersisip di
pinggangnya lalu diserahkan pada Warok Ijo. Kepala gerombolan ini menimang-
nimang pisau besar itu beberapa saat, kedua matanya memandang tak berkesip ke
arah Jarotomo. Tiba-tiba dari mulutnya terdengar teriakan keras.
"Hiaattt!!!"
Belati di tangan Wiro Ijo melesat di udara. Dalam jarak hanya terpisah lima
langkah, senjata itu menderu ke arah batang leher Jarotomo. Bagian tajamnya
tepat menghantam leher pemuda itu, seperti hendak menancap. Tapi tidak! Belati besar
itu terpental begitu mengenai leher si pemuda lalu jatuh ke tanah!
Paras hijau sang Wark berubah. "Ilmu kebal apa yang dimilki setan ini!"
gumam Warok Ijo. Pelipisnya bergerak-gerak. Rahangnya menggembung. "Kebal
senjata dan pukulan belum tentu kebal pukulan sakti beracun! Akan aku lihat
sampai di mana kehebatan ilmu kebalnya!"
"Anak muda! Janganbergerak dari tempatmu! Aku mau lihat apakah kau juga
sanggup menerima pukulan saktiku!"
Warok Ijo angkat tangan kanannya ke atas perlahan-lahan. Mulutnya
berkomat-kamit tanda dia tengah merapal aji kesaktian. Seperti wajahnya, tangan
kanannya mulai dari ujung jari sampai pergelangan kelihatan berubah menjadi
sangat hijau. "Mampus!" teriak Warok Ijo dan tangan kanannya dihantamkan ke depan.Ada
angin deras menggebu disertai berkiblatnya sinar hijau.
Seperti ada petir menyambar, begitulah terdengar letupan keras sewaktu
pukulan sakti dan beracun "kelabang ijo" yang dilepaskan sang warok menghantam
dada Jarotomo dangan tepat! Dua ekor kuda meringkik. Dua jeritan merobek
kegelapan malam dan dua sosok tubuh erjungkal jatuh dari punggung kuda!
BASTIAN TITO 7 WIRO SABLENG PENDEKAR KAPAK MAUT NAGA GENI 212
Pemuda desa itu keluarkan seruan keras ketika tubuhnya laksana dibantingkan
amblas ke tanah! Dadanya terasa bergetar. Pakaiannya di bagian dada tampak robek
besar dan berwarna kehijauan. Dia sendiri tak kurang suatu apa. Begitu debaran
dadanya lenyap, perlahan-lahan dia tegak berdiri sambil memandang menyeringai ke
arah Warok Ijo.
Kepala gerombolan itu jadi leleh nyalinya. Bukan saja karena menyaksikan
sendiri bagaimana ilmu kesaktiannya yang sangat diandalkan tidak mampu
menciderai pemuda berambut gondrong itu, tetapi lebih dari itu sinar pukulannya
yang mengandung racun jahat beitu menghantam tubuh si pemuda, mental membalik
dan menyambar dua orang anak buahnya hingga terpental dari punggung kuda dan
menemui ajalnya secara mengerikan! Tubuh mereka kelihatan hijau kehitaman dan
mengebulkan asap!
"Anak-anak! Keroyok dan cincang cacing tanah ini sampai lumat!" teriak
Warok Ijo. Lalu dia sendiri cepat memutar kudanya dan tinggalkan tempat itu.
Melihat pimpinan mereka kabur seperti itu, beberapa anak buah Warok Ijo yang ada
di situ serta merta mengikuti apa yang dilakukan sang Warok. Tanpa pikir panjang
merekapun menggebrak kuda dan tinggalkan tempat itu. Namun dua orang masih
sempat ditarik kakinya oleh Jarotomo hingga jatuh terbanting di tanah. Sebelum
keduanya sempat bangun Jarot sudah menghantam kedua penjahat itu dengan
sebatang golok yang dipungutnya dari tanah.
Di sarangnya di tengah sebuah rimba belantara, pada suatu pagi dua hari
setelah penyerbuan ke desa Kenconowengi, Warok Ijo tampak duduk di depan rumah
kayunya ditemani seorang anak buah kepercayaannya. Di hadapan mereka, di atas
sebuah meja kayu kasar ada dua cangkir besar kopi hangat dan beberapa butir ubi
rebus. "Aku masih tak habis pikir penyerbuan sial ke Kenconowengi itu......."
berkata Warok Ijo.
"Ah, Warok masih saja mengingat-ingat kejadian itu," menyahuti anak buah
Warok Ijo bernama Tunggoro.
"Mengapa tidak"! Belum pernah anak buahku menemui kematian begitu
banyak!" "Tapi hasil jarahan kita juga banyak.....!"
"Kau mau mengatakan bahwa nyawa teman-temanmu sama nilainya dengan
sapi-sapi buduk dan harta serta uang yang berhasil dirampas itu, Tunggoro!"
"Tentu saja tidak warok. Sepertimu. Aku dan teman-teman tentu saja merasa
kehilangan mereka.....!" jawab Tunggoro pula tak berani menantang.
"Kematian teman-temanmu itu harus dibayar dengan nyawa dan darh pemuda
berambut gondrong itu! Kau ingat siapa nama pemuda itu, Tunggoro"!"
"Jarotomo, namanya Jarotomo warok...."
Warok Ijo pegang bahu anak buahnya itu lalu berkata "Selidiki bangsat itu.
Menyamarlah dan pergi ke Kenconowengi. Siapapun adanya pemuda keparat itu, aku
ingin mematahkan batang lehernya dengan tanganku sendiri!"
"Akan saya lakukan warok. Beri saya waktu satu minggu......"
"Sati minggu"! Aku tidak menyuruh kau pergi berjalan-jalan Tunggoro! Kau
sudah harus kembali dalam tempo tiga hari!" Kau dengar itu Tunggoro...."!"
"Saya dengar warok. Saya minta diri sekarang juga," jawab Tunggoro. Lalu
orang ini meneguk kopi hangatnya sampai habis. Sebelum pergi diambilnya dua buah
ubi rebus. BASTIAN TITO 8 WIRO SABLENG PENDEKAR KAPAK MAUT NAGA GENI 212
Warok Ijo berdiri dari kursi kayu yang didudukinnya. Sambil memukul-mukul
tinju kanannya ke telapak tangan kiri kepala gerombolan rampok ini tiada
hentinya menggeram. "Awas kau Jarotomo! Akan kau rasakan pembalasan Warok Ijo! Akan
kupuntir kepalamu sampai tanggal!"
Warok Ijo meludah beberapa kali lalu masuk ke dalam rumah, langsung
menuju sebuah kamar. Di situ tampak seorang perempuan muda bertubuh putih sintal
tengah duduk di tepi ranjang sambil menyisir rambut.
"Perempuan tolol!" hardik Warok Ijo seraya menutup pintu kamar. "Sudah
berapa kali aku bilang! Jika aku masuk ke dalam kamar ini, aku tidak suka
melihat kau berpakaian! Lekas tanggalkan baju dan kainmu!'
"Maafkan saya Warok," jawab perempuan muda itu sambil cepat-cepat
membuka bajunya. "Saya tidak tahu kalau pagi ini giliran saya lagi. Dua hari
yang lalu warok baru saja kemari...."
"Soal giliran itu menurut kemauanku! Bukan menurut perhitunganmu!" jawab
Warok Ijo. Tak sabaran menunggu perempuan itu membuka pakaiannya, Warok Ijo
langsung saja membetot dan merobek baju yang belum sempat ditanggalkan
seluruhnya. Di rumah kayu di tengah hutan itu, ada empat bauh kamar. Di dalamnya
masing-masing kamar ada seorang perempuan muda yang harus selalu siap melayani
Warok Ijo setiap saat yang diingininya.
BASTIAN TITO 9 WIRO SABLENG PENDEKAR KAPAK MAUT NAGA GENI 212
EMPAT Selama enam hari enam malam bukit itu diselimuti kesunyian. Lalu malam ketujuh
yakni setiap malam Jum'at keadaan berubah sama sekali. Puluhan orang lelaki
nampak naik ke atas bukit sejak matahari tenggelam. Hanya ada satu jalan masuk
menuju ke atas bukit dan pada ujung jalan masuk ini selalu ada empat orang
lelaki bertubuh tinggi besar, berpakaian merah-merah dan bertampang galak. Mereka
mengutip sejumlah uang tertentu pada setiap pengunjung dan setiap orang yang
datang harus memperlihatkan sebuah kertas berisi tanda-tanda rahasia yang hanya
bisa dimengerti oleh ke empat penjaga pintu masuk itu.
Seorang pemuda berpakaian putih, berambut gondrong sambil bersiul-siul
kecil melangkah menuju pintu masuk.
"Pemuda gondrong muka tolol! Jangan petantang-petenteng jual lagak di sini!
Mana kertas pengenalmu"!" salah seorang penjaga membentak.
"Kertas pengenal" Aku belum punya!" jawab si gondrong.
"Jadi kau baru perama ini datang kemari!"
"Betul!"
"Kau bermaksud bersenang-senang saja atau meminta ilmu"!"
"Dua-duanya!"
"Kalau begitu lekas bayar dua keping perak!"
"Waw mahal amat! Bagaimana kalau aku tawar satu keping saja sobat!"
"Aku bukan sobatmu! Bayar dua keping atau angkat kaki dari sini! Masih
banyak orang lain yang punya duit yang harus kami layani!"
"Tunggu, bagaimana aku bayar satu keping dulu, sisanya kalau aku kembali
kemari!" Kawan penjaga pintu yang sejak tadi memperhatikan, dengan jengkel maju ke
hadapan pemuda itu dan mendorong dadanya. "Tidak ada awar menawar! Ikuti aturan
atau minggat dari sini! Kami tidak perlu manusia kera semacam kau!"
Si gondrong menyeringai. Sambil garuk-garuk kepala dia keluarkan dua
keping perak dari saku pakaiannya lalu menyerahkan benda itu pada penjaga jalan
masuk seraya berkata " Kalian jangan galak-galak. Kalau memang harus bayar dua
keping perak, ya ambillah ini!"
Dua keping perak itu dimasukkan ke dalam sebuahkantong lain yang masih
baru. Habis memasukkan uang pemuda itu buru-buru hendak melangkah. Tapi
bahunya dipegang oleh penjaga lain.
"Apa kau sudah tahu segala aturan di bukit Kemukus ini, anak muda"!"
"Belum. Tolong terangkan apa aturannya...."
"Pertama, ambil dulu lembaran kertas biru ini. Di sini ada dua macam kertas.
Warna merah berarti kamu hanya boleh bersenang-senang. Warna biru tanda bahwa
selain mencari hiburan tamu juga punya niat khusus yaitu mendapatkan ilmu dari
Ratu. Untuk pemegang kertas warna biru harus datang sebanyak dua puluh satu kali
malam Jum'at. Pada malam pertama datang, kau harus mencari pasangan yang kau
sukai. Lalu setiap malam-malam selanjutnya kau harus selalu menemui dan tidur
dengan perempuan yang sama. Sekali saja kau tidak berhasil menemui perempuan
itu, atau tertarik dengan perempuan lain maka niatmu jadi batal dan harus diulang
dari mula. Kalau kau selesai menuruti aturan sampai malam ke dua puluh, maka pada
malam ke dua puluh satu seelah kau meniduri pasanganmu, kau harus pergi mandi di
BASTIAN TITO 10 WIRO SABLENG PENDEKAR KAPAK MAUT NAGA GENI 212
air pancuran di atas bukit. Setelah itu kau menunggu sampai ada seseorang
mengantarkanmu menemui Ratu di Istana kediamannya! Nah ambil kertas ini!
Si penjaga menyerahkan selembar kertas biru pada pemuda gondrong itu
seraya berkata "Setiap kau habis meniduri pasanganmu, perempuan itu akan memberi
tanda pada kertas ini. Jangan lupa hal itu anak muda!"
Si gondrong mengangguk. Dia hendak melangkah pergi. Tapi kembali
bahunya dipegang orang. Kali ini oleh penjaga yang lain.
"Ada satu aturan di bukit Kemukus ini, anak muda! Aturan yang harus kau
ingat baik-baik...."
"Hemm.....Aturan apalagi"!" si pemuda tampak mulai kesal.
"Jangan berani berbuat yang bukan-bukan di kawasan bukit Kemukus.
Apalagi sampai melakukan keonaran. Lalu jika kau selalu masuk lewat jalan ini,
tetap datang dan kembali lewat jalan ini. Jangan coba-coba mencari jalan masuk atau
keluar sendiri seenaknya. Kau dengar anak muda"!"
Si gondrong mengengguk. "Bagaimana kalau aku melanggar segala aturan
itu...?" "Jawabnya sederhana saja anak muda," shut si penjaga. "Tubuhmu akan jadi
umpan santapan anjing-anjing hutan raksasa peliharaan Ratu...."
"Ah, hebat dan seram kedengarannya!" ujar si gondrong.
"Memang! Sudah lebih dari enam puluh lelaki konyol disantap anjing-anjing
hutan itu!" kaa si penjaga pula lalu tertawa mengekeh dan mendorong si pemuda
agar segera berlalu.
Baru empat langkah berjalan, muncul penjaga yang keempat.
"Nah apa lagi ini...."!" tanya tamu muda itu.
"Demi keamanan. Aku bertugas mencatat nama setiap tamu. Lekas katakan
siapa namamu!" Penjaga itu keluarkan secarik kertas lebar dan pegang sebatang
alat tulis. "Namaku Wiro....," menerangkan si pemuda.
Si penjaga mencatat lalu berkata "Ada banyak Wiro di kolong langit ini.
Terangkan dari mana asalmu!"
"Aku dari pekuburan Kalimangi...."
"Jangan bergurau!" si penjaga merasa dipermainkan.
"Siapa bergurau! Aku memang tinggal dekat pekuburan itu. Ayahku kuncen di
sana!" "Hemmm, begitu"!"
"Begitu!"
Setelah mencatat, penjaa itu mempersilahkan si pemuda memasuki jalan yang
Wiro Sableng 056 Ratu Mesum Bukit Kemukus di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
menuju ke atas bukit. Si pemuda yang ternyata adalah Pendekar 212 Wiro Sableng
melangkah tersenyum-senyum. "Galak tapi tolol. Apa tidak tahu kalau tidak ad
pekuburan Kalimengi di dunia ini! Kalimengi justru nama tempat pelesiran di
pantai selatan!" Semakin tingi ke atas bukit semakin dingin terasa udara. Dalam jarak belasan
tombak terdapat sebuah obor untuk menerangi jalan kecil yang mendaki itu.
Sepanjang jalan terdengar suara binatang malam dan lapat-lapat di kejauhan
terdengar suara salakan anjing.
"Pasti itu salakan anjing-anjing hutan peliharaan sang Ratu...." Membatin
Wiro. Sampai di bagian atas bukit, kadaannya berubah sekali. Sebuah tempat
berukuran puluhan bahkan mungkin ratusan tombak persegi diterangi dengan obor
serta lampu-lampu lampion. Puluhan perempuan yang rata-rata masih muda-muda
BASTIAN TITO 11 WIRO SABLENG PENDEKAR KAPAK MAUT NAGA GENI 212
bertebaran di mana-mana. Ada yang duduk-duduk berkelompok-kelompok menunggu
tamu yang akan mengambilnya. Ada yang berjalan-jalan berkawan-kawan. Bau
wewangian menebar hampir di seluruh pelosok, termasuk wewangian yang dipakai
oleh orang-orang perempuan itu.
Wiro melangkah pelahan-lahan sambil memandang berkeliling. Di satu
tempat ketinggian dilihatnya ada sebuah pancuran bambu. Dua orang lelaki dalam
keadaan telanjang bulat tampak tengah mandi di bawah pancuran itu. Wiro berjalan
terus. Hampir di setiap sudut dilihatnya bangunan-bangunan kecil tanpa atap
berdinding setinggi bahu. Murid Sinto Gendeng yang ingin tahu mendekati salah
satu bangunan ini. Dari arah bangunan terdengar suara perempuan tertawa cekikikan.
Penuh rasa ingin tahu Wiro menjenguk ke balik dinding kajang.
Astaga! Yang dilihatnya adalah sepasang lelaki dan perempuan tanpa pakaian
saling tindih menindih. Pendekar 212 cepat-cepat tarik kepalanya sambil
menggaruk rambut. "Edan! Kalau tidak datang sendiri tidak percaya aku tempat maksiat seperti ini
benar-benar ada di dunia ini!" Wiro memandang berkeliling. Paling tidak ada
sekitar tiga puluh bangunan mesum tersebar di tempat itu!
Di kejauhan, di puncak bukit bagian paling atas kelihatan sebuah bangunan
aneh dengan atap tinggi lancip. Bagian bawah bangunan tampak gelap tapi di
sebelah atas kelihatan ada nyal teang.
"Bangunan itu.... Apakah itu Istana Ratu Kemukus....?" Menduga Wiro
Sableng. Ketika Wiro hendak melangkah pergi satu tangan yang hangat memegang
lengannya. Bau harum menyambar hidungnya. Wiro berpaling.
Seorang perempuan muda berwajah bulat dengan tahi lalat kecil di pipi kirinya
tersenyum padanya. Dada kebaya birunya sangat terbuka ingga bagian atas
payudaranya yang putih dan menggembung terlihat jelas.
"Kau masih belum menemui pasanganmu, pemuda tampan?" perempuan
cantik itu menegur lalu kedipkan mata kirinya antara genit dan manja.
"Hem.... Aku barusan datang. Masih melihat-lihat dulu...." Jawab Wiro.
"Masih melihat-lihat. Waktu berjalan dengan cepat di Bukit Kemukus ini. Kau
haus menemukan pasanganmu dengan cepat...."
"Aku baru sekali ini kemari..."
"Ah, nasib baik bagiku.....!" kata perempuan itu lalu memeluk tubuh
Pendekar 212 kencang-kencang hingga dadanya yang besar menempel hangat di dada
sang pendekar. "Ambil aku sebagai pasanganmu. Kau pasti tidak akan kecewa.....
Kalau kau suka, pada malam-malam tertentu selain malam Jum'at kita bisa bertemu
di satu tempat di kota.....Aku suka padamu. Tubuhmu tampak kukuh. Kau pasti
kuat....."
Wiro tersenyum.
"Kau memegang kertas merah atau biru.....?"
"Biru......," jawab Wiro.
"Ah, Ratu pasti akan senang bertemu dengan pemuda setampan ini. Namaku
Sawitri. Kau mau mengambilku sebagai pasananmu bukan......?"
Wiro tak bisa menjawab.
"Jangan khawatir. Langananku setiap malam Jum'at hanya tiga orang. Aku
bersedia mengambil dan melayanimu pertama kali. Ayo mari kita cari tempat yang
kosong..."
"Tunggu, aku ingin melihat-lihat bukit ini lebih dulu...."
BASTIAN TITO 12 WIRO SABLENG PENDEKAR KAPAK MAUT NAGA GENI 212
"Ah, ucapan itu seharusnya aku dengar dari orang-orang tua yang mulai uzur.
Mereka selalu begitu. Terlalu banyak bicara dan melihat-lihat. Tak pernah
langsung ke tujuan. Hik.... Hik... hik!"
"Kau mau mengantarkan aku melihat-lihat perbukitan ini....?" tanya Wiro.
"Baiklah. Tapi bisa terlalu lama. Tiga langgananku bisa mati kedinginan
menungguku....."
BASTIAN TITO 13 WIRO SABLENG PENDEKAR KAPAK MAUT NAGA GENI 212
LIMA Sambil berangkulan Wiro dan Sawitri melangkah melihat-lihat suasana di bukit
Kemukus. Setiap langkah yang mereka buat saling berselisih jalan dengan
pasangan- pasangan lain yang juga saling berpelukan, lalu satu demi satu memisahkan diri
memasuki bangunan-bangunan kecil tanpa atap berdinding kajang.
"Sorga dunia yang sulit dipercaya....." kata Wiro sambil memeluk lebih erat
perempuan di sebelahnya. Sawitri balas merangkul.
"Sorga dunia yang kau katakan itu bisa berubah menjadi neraka dunia."
"Eh, maksudmu?" bertanya Pendekar 212.
"Lihat ke depan....."
Wiro mengikuti apa yang dikatakn Sawitri. Di sebelah depan seorang
penunggang kuda berpakaian merah tampak menyeret sosok tubuh seorang lelaki.
Seluruh tubuh dan mukanya terkelupas berkelukuran. Agaknya orang ini sudah lama
mati. Karena sama sekali tidak terdengar rintihan.
"Apa yang terjadi....." tanya Wiro. Mengapa orang itu dibunuh secara kejam
begitu rupa"!"
"Dia pasti tamu yang membuat kesalahan. Mungkin sekali dia berganti-ganti
pasangan melanggar peraturan. Kau baru melihat sekali ini. Aku sudah belasan
kali..." Penunggang kuda dan orang yang diseret lewat di depan Wiro dan Sawitri.
"Manusia malang. Ingin sorga dapatkan neraka!" ujar Sawitri.
"Aku tidak mengerti . Untuk kesalahan seperti itu saja apa dia memang layak
dibunuh secara biadab seperti itu?"
Perempuan yang dipeluk Wiro tertawa pendek. "Hukum Ratu keras sekali.
Bahkan sudah begitu masih saja ada yang berani melanggar....."
"Ratu....... Siapa sebenarnya ratumu itu?"
Sawitri hentikan langkah dan memandang lekat-lekat ke wajah Pendekar 212.
"Eh, ada apa" Caramu memandangku aneh sekali. Seperti aku ini punya tiga
mata, dua hidung dan empat telinga!" ujar Wiro pula.
"Tujuanmu kemari.....Apakah hendk menyelidiki ratu kami"!"
Wiro cepat gelengkan kepala. "Aku hanya bertanya. Namanya begitu
dihormati. Hukumnya ditakuti. Kawasan bukit Kemukus ini tidak beda seperti satu
Kerajaan!"
"Aku tidak suka mendengar ucapanmu itu. Kalau ada yang sempat mendengar,
kau bakal dapat susah...." Kata Sawitri pula. "Sebaiknya kita pergi mencari tempat
yang kosong saja. Malam semakin dingin. Tiga langgananku pasti sudah mencari-
cari...." "Sebentar Sawitri," ujar Wiro seraya memegang lengan perempuan itu. Lalu
dia menunjuk ke arah bangunan beratap lancip di puncak bukit yang saat itu
setengah tertutup oleh kabut malam. "Bangunan itu...... Siapa yang tinggal di sana....?"
"Itu adalah Istana tempat kediaman ratu. Apa yang ada di benakmu?"
"Aku ingin sekali datang ke sana. Bertemu dangan ratu dan...."
Kau memegang kertas biru. Berarti pada akhir kunjunganmu ke sini yaitu
malam Jum'at yang kedua puluh satu kau akan bertemu dengan ratu. Penjaga di
jalan masuk pasti sudah menerangkan padamu. Mengapa tiba-tiba saja kini kau berkata
ingin bertemu dengan ratu?"
"Ah, itu kalau bisa. Kalau tidak akupun sanggup bersabar sampai dua puluh
satu minggu. Mari, antarkan aku lebih dekat ke istana ratumu itu."
BASTIAN TITO 14 WIRO SABLENG PENDEKAR KAPAK MAUT NAGA GENI 212
"Aku tidak mau. Jika kau tidak ingin mencari tempat, sebaiknya aku pergi
menemui tiga langgananku. Dan kau harus menunggu samapi sekitar dini hari..."
"Tidak. Kau harus mengantarku sedekat mungkin dengan istana itu!" sahut
Wiro. Lalu ditariknya tangan Sawitri. Mau tak mau perempuan itu terpaksa
mengikut. Keduanya mendaki jalan menanjak. Kira-kira dua puluh tombak dari pagar bangunan,
di balik serumpunan semak belukar, Sawitri berhenti.
"Aku hanya mengantarmu sampai di sini. Kau bunuhpun aku tak akan mau
maju satu langkah sekalipun! Ini sudah termasuk daerah terlarang. Kalau ada
penjaga yang melihat celakalah kita......." Sawitri menunjuk pada sebuah papan besar yang
bertuliskan "Kawasan Terlarang. Dilarang Berada Di sini Bagi Siapapun"
Tiba-tiba terdengar derap kaki kuda mendatangi.
"Lekas sembunyi!" bisik Sawitri. Dia menarik lengan Wiro. Kedua orang ini
cepat merunduk di balik semak belukar. Dua penunggang kuda berpakaian merah
lewat dengan cepat. Salah seorang diantaranya hentikan kudanya tak jauh dari
semak belukar dimana Wiro dan Sawitri mendekam. Kawannya berbalik mendatangi.
"Kau pasti tidak melihat bayangan orang di sekitar tempat ini?" bertanya
penungggang kuda pada kawannya yang mendatangi.
"Kukira kau salah penglihatansejak di bawah tadi. Mari kita teruskan
perondaan ke arah timur bukit!"
Begitu kedua petugas bukti Kemukus berlalu, Sawitri menarik nafas lega.
"Hampir celaka. Kalau mereka sampai melihat kita di daerah terlarang ini,
celakalah kita berdua. Ayo cepat tinggalkan tempa ini......"
Mengendap-endap kedua orang iu bergerak menuruni bukit. Tapi baru jalan
beberapa langkah tiba-tiba dari arah bangunan beratap lancip terdengar suara
salakan anjing riuh sekali.
Wiro menarik Sawitri ke balik sebatang pohon besar dan memandang ke arah
istana ratu. "Apa yang terjadi....?" Tanya Pendekar 212
"Anjing-anjing itu mengejar seseorang. Demi Tuhan, aku harap bukan kita
yang mereka kejar!" sahut Sawitri dengan suara gemetar.
Sesaat kemudian tampak empat ekor anjing raksasa berlari sambil
menggonggong, mengejar seorang lelaki yang berusaha menyelamatkan diri
melompati pagar istana Ratu Kemukus. Namun sebelum mencapai pagar, empat
anjing itu telah berhasil mengejarnya. Tak ada jalan lain. Orang yang dikejar
tampak mencabut sebilah golok lalu membacok anjing pertama yang menyerangnya.
Namun binatang yang bertubuh hampir sebesar harimau itu bukan lawan
manusia sekalipun bersenjata. Apalagi ada empat ekor anjing yang harus dihadapi.
Orang bergolok hanya sempat keluarkan suara raungan menggidikkan sebelum
tubuhnya dicabik-cabik!
"Manusia tolol!" desis Sawitri.
"Siapa yang tolol"!" bertanya Pendekar 212.
"Orang yang barusan dicabik anjing-anjing hutan penjaga ratu! Dia pasti
nekad mencoba bertemu dengan ratu tanpa izin...."
"Dia tentunya punya alasan mengapa ingin menemui ratu."
"Alasan apalagi kalau bukan bermaksud dijadikan lelaki penghibur ratu. Ada
semacam sayembara yang dibuat oleh Ratu Kemukus. Siapa saja laki-laki yang
sanggup masuk ke dalam istana ratu, dirinya akan dijadikan teman dan penghibur
ratu seumur hidup. Kabarnya sudah puluhan jago dan orang berkepandaian tinggi
mencoba. Namun mereka tidak sanggup melewati empat anjing hutan itu. Nah,
apakah kau juga mau nekad.....?"
BASTIAN TITO 15 WIRO SABLENG PENDEKAR KAPAK MAUT NAGA GENI 212
Wiro garuk-garuk kepalanya. Lalu bersama Sawitri dia segera tinggalkan
tempat itu sambil memaki.
"Gila! Tempat ini benar-benar gila! Aku tak mengerti bagaimana perempuan
sepertimu betah berada di tempat ini!"
"Aku dan teman-teman memang tidak betah. Tapi untuk lari sama saja
mencari mati. Kami semua sudah pasrah!" menyahuti Sawitri.
Mereka sampai di hadapan sebuah bangunan tanpa atap yang berada dalam
keadaan kosong. Sawitri langsung menarik Wiro Sableng masuk ke dalam bangunan
itu. Begitu sampai di dalam perempuan muda bertubuh sintal dan putih ini terus
saja membuka baju dan angkin yang membelit pinggangnya. Murid Sinto Gendeng dari
Gunung Gede jadi terperangah ketika dilain kejap dia dapatkan Sawitri sudah
dalam keadaan tidak berpakaian lagi. Lalu enak saja perempuan ini menelentangkan
tubuhnya di atas hamparan baju dan kain panjangnya.
Hai! Tunggu apa lagi"! Sudah hampir tangah malam. Tiga orang langgananku
masih menunggu. Ayo cepatlah. Tanggalkan pakaianmu...."
"Hemm....." Wiro bergumam dan garuk kepala. "Tadinya aku memang sangat
berhasrat padamu Sawitri. Tapi begitu menyaksikan empat ekor anjing raksasa tadi
mencabik-cabik tubuh lelaki itu, nafsuku jadi lenyap! Percuma saja. Malam Jum'at
depan saja aku kemari lagi. Sekarang biar aku pulang saja....."
Sawitri tampak jengkel. Dengan gemas dia berdiri dan memeluk Pendekar 212.
Dia merasakan ada sesuatu yang menyembul di pinggang pemuda itu. Senjata!
Wiro keluarkan satu kepingan kecil perak lalu menyelipkannya di belahan
payudara Sawitri. "Ini untukmu sekarang beri tanda pada kertas biru ini....." Wiro
keluarkan kertas biru yang didapatnya dari penjaga di jalan masuk.
"Kau tidak meniduriku. Bagaimana mungkin aku memberi tanda?" Sawitri
menolak. "Kalau begitu biar kuambil kembali perak itu...." Wiro pura-pura hendak
mengambil kembali kepingan perak yang masih tersepit di celah antara payudara
Sawitri. "Belum pernah aku menerima tamu seanehmu! Kertas biru itu pertanda bahwa
kau datang untuk bersenag-senang dan meminta ilmu. Sekarang tidurpun tidak malah
memberi aku hadiah. Lalu kau minta aku memberi tanda pada kertas itu seolah-olah
kau sudah meniduriku! Katakan apa sebenarnya maksud kedatanganmu ke bukit
Kemukus ini?"
"Kau seperti curiga saja terhadapku....."
"Kami anak buah ratu bukit Kemukus wajib menjaga keamanan di kawasan
ini!" jawab Sawitri tegas.
Wiro garuk-garuk kepalanya.
"Kau tak perlu curiga padaku Sawitri. Ketahuilah, aku seorang pemuda yang
tengah mencario pasangan hidup.....," berdusta Pendekar 212. "Kurasa aku ingin
memilihmu jadi istriku. Itu jika kau suka....."
Paras Sawitri berubah. Tubuhnya yang telanjang kembali ditempelkannya
pada Wiro. Dia menengadah bertanya tak percaya "Betulkah kata-katamu itu?"
"Jika tiba saatnya, tidak mudah meminta izin tratumu, bukan.....?"
"Aku tak tahu. Hal seperti ini belum pernah kejadian..... Mengapa kau tidak
Wiro Sableng 056 Ratu Mesum Bukit Kemukus di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
mau kulayani saat ini....?"
"Seorang calon suami yang baik tidak mau melakukan hubungan sebelum
nikah secara resmi" ujar Wiro gombal.
BASTIAN TITO 16 WIRO SABLENG PENDEKAR KAPAK MAUT NAGA GENI 212
"Tapi aku bukan perempuan baik-baik. Aku hanya seorang pelacur hina.
Walaupun karena dipaksa...." Ujar Sawitri pula dengan suara sayu pertanda hatinya
mulai tersentuh dengan ucapan-ucapan sang pemuda.
"Aku tidak mempermasalahkan masa lalumu Sawitri," bisik Wiro. Aku juga
rela kau menjalankan tugasmu sebagaimana biasa. Aku harap kau bisa bersabar
sampai malam Jum'at yang kedua puluh satu"
Perempuan muda itu mengangguk. Wiro memungut pakaian yang
bercampakan di lantai lalu menyuruh Sawitri mengenakannya. Selesai perempuan itu
berpakaian Wiro menyodorkan kembali kertas biru itu. Kali ini Sawitri tidak
menolak. Dia mencabut sebuah benda kecil berbentuk paku hitam dari sanggulnya. Dengan
benda ini dia membuat tulisan aneh di kertas biru sebelah atas.
Terima kasih. Aku akan menemuimu lagi malam Jum'at depan," kata Wiro
seraya melipat lembaran kertas biru dan menyimpannya di saku baju putihnya. "Aku
pergi sekarang...."
"Tunggu!" Sawitri memegang lengan pemuda itu. Ada tanda lain yan harus
kuberikan sebagai tanda kau telah meniduriku." Dari balik bajunya Sawitri
mengeluarkan sebuah tabung kecil terbuat dari bambu. Ketika penutup tabung itu
dibuka, menghamburlah bau harum yang sangat tajam. Cairan wangi yang ada dalam
tabung bambu itu dioleskan Sawitri ke pakaian Pendekar 212.
"Nah, kau boleh pergi sekarang. Tanda-tandamu sudah lengkap. Tak ada
petugas ratu yang akan menahanmu!"
"Kau calon istri yang baik!" ujar Wiro sambil mengedipkan mata lalu
mencium belahan dada Sawitri hingga perempuan ini menggelinyang kegelian.
BASTIAN TITO 17 WIRO SABLENG PENDEKAR KAPAK MAUT NAGA GENI 212
ENAM Warok ijio mengusap wajahnya yang berwarna hijau, menyedot roko kawung
besarnya dalam-dalam. Setelah menghembuskan asapnya jauh-jauh dia baru berpaling
pada anak buahnya yang berdiri di hadapannya.
"Ceritakan bagaimana hasi penyelidikanmu Tunggoro!"
"Saya menyamar masuk ke desa Kenconowengi. Berpura-pura sebagai
pedagang keliling. Bahkan sempat berhadapan muka dengan Jarotomo...."
"Hebat!" memuji Warok Ijo. "Teruska ceritamu...."
"Pemuda itu ternyata sudah diangkat menjadi kepala desa, menggantikan
kepala desa yang kita bunuh tempo hari!"
"Hemmm besar juga rejekinya anak muda itu. Tapi kematiannya akan jadi
tambah dekat. Apa kau berhasil menyelidiki ilmu kebal yang dimilikinya?"
"Saya berhasil Warok. Ternyata dia mendapatkan kepandaian itu dari Ratu
Bukit Kemukus..."
Warok Ijo terkesiap sesaat. Dicampakkannya rokok kawung yang
dipegangnya lalu berdiri dan mundar-mandir beberapa kali sambil tiada hentinya
memegangi kepalanya yang botak dan berwarna hijau itu.
"Ratu Bukit Kemukus! Apakah cerita isapan jempol itu benar-benar ada"! Apa
bukit maksiat yang jadi wilayah kekuasaan perempuan mesum dan dipanggil dengan
sebutan Ratu Kemukus itu betul-betul ada"!"
"Saya coba menyelidikinya Warok. Tapi tak punya waktu banyak karena
harus kembali cepat-cepat kemari sesuai perintah Warok. Hanya ada satu petunjuk
yang saya dapat dari seorang alim di desa itu yatiu bahwa segala ilmu yang
diberikan oleh Ratu Bukit Kemukus bersifat tipuan belaka. Hanya bisa bertahan selama dua
puluh satu hari. Setelah itu ilmunya akan hilang sendirinya...."
Warok Ijo menatap Tunggoro beberapa ketika lalu bertanya "Kau tahu sudah
berapa lama Jarotomo memiliki ilmu kebal itu....?"
"Saya tidak tahu Warok. Tapi dugaan saya paling lama baru beberapa hari
sebelum kita menjarah desa itu"
Warok Ijo coba menghitung-hitung. "Kalau begitu, paling lama bangsat itu
masih akan menguasai ilmu kebalnya sampai satu minggu dimuka. Setelah itu....."
Warok Ijo sapukan jari telunjuknya di atas leher sebagai tanda penyembelihan!
Lalu dia tertawa gelak-gelak.
"Tunggoro, minggu muka kau dan adikmu Tunggiri ikut aku. Kita akan
menyelinap ke tempat kediaman kepala desa. Kalian akan saksikan apa yang akan
kulakukan terhadap bangsat bernama Jarotomo itu!
Tiga ekor kuda yang dipacu kencang hampir saja melabrak Pendekar 212
Wiro Sableng yang tengah berjalan memasuki desa Kenconowengi. Pendekar ini
memaki habis-habisan.
"Malam-malam buta begini, tiga orang menunggang kuda seperti dikejar setan.
Aku menaruh curiga. Jangan-jangan mereka orang-orang yang hendak berbuat
kejahatan.....Apa salahnya kalau aku coba menguntit....."
Berpikir sampai disitu, Wiro segera kerahkan ilmu lari "kaki angin" yang
didapatnya dari sang guru Eyang Sinto Gendeng di puncak Gunung Gede. Meskipun
tak mungkin baginya untuk lari menyamai kecepatan kuda namun tiga penunggang
BASTIAN TITO 18 WIRO SABLENG PENDEKAR KAPAK MAUT NAGA GENI 212
kuda itu masih sanggup dikuntitnya dari jarak tertentu dan tak akan lepas dari
pengejarannya. Ternyata orang-orang itu menuju ke pinggiran desa sebelah timur, melewati
perkebunan kelapa hingga akhirnya sampai di sebuah gubuk.
"Ini rumah keparat itu"!" tanya penunggang kuda sebelah depan yang bukan
lain adalah Warok Ijo.
Tunggoro mengengguk.
"Jebol pintu depannya, suruh Jarotomo keluar. Jika dia tidak mau keluar bakar
gubuk itu!"
Tunggoro memberi isyarat pada adiknya yaitu Tunggiri agar mengikuti. Adik
kakak ini begitu turun dari kudanya segera melangkah cepat mendekati gubuk yang
dari luar tampak sunyi dan gelap.
"Jarotomo! Kepala desa Kenconowengi kepaat! Lekas keluar! Kami orang-
orang Warok Ijo ingin bicara denganmu!" berteriak Tunggoro.
Tak ada yang menjawab. Tak ada suara apapun dari dalam gubuk. Tunggoro
berpaling pada Warok Ijo. Sang Warok anggukkan kepala. Melihat anggukan ini
Tunggoro langsung menendang pintu gubuk sehingga hancur berantakan. Bersama
adiknya dia menyelidiki ke dalam. Tak selang berapa lama Tunggiri muncul di
pintu, memberi tanda pada Warok Ijo bahwa orang yang mereka cari tidak ada di gubuk
itu. "Bakar gubuk busuk itu!" berteriak Warok Ijo.
Tunggiri yang memang sudah menyiapkan sebuah obor segera menyalakan
obor itu lalu melemparkannya ke atas atap gubuk. Karena atap gubuk terbuat dari
rumbia yang sudah sangat kering dan lapuk, maka dalam sekejap saja gubuk kecil
itu sudah dilamun api. Dalam waktu singkat bangunan itu telah berubah jadi
reruntuhan hitam yang nyaris hampir rata dengan tanah!.
"Bagus! Sekarang keparat itu akan keleleran di jalan-jalan. Akan lebih mudah
bagi kita menemukannya! Anak-anak tinggalkan tempat ini!" berseru Warok Ijo.
Tunggoro dan Tunggiri segera melangkah kembali ke kuda masing-masing, namun
sebelum keduanya sempat naik ke atas kuda masing-masing, satu suara menegur dari
kegelapan. "Kalian telah membakar gubukku! Apa kalian sangka bisa pergi seenaknya"!
Tinggalkan lengan kanan masing-masing di tempat ini!"
Tunggoro dan adiknya tersentak kaget, cepat berpaling ke kiri. Sesosok tubuh
melangkah keluar dari gelap bayangan pohon. Ternyata adalah Jarotomo, pemuda
berambut gondrong yang kini jadi kepala desa Kenconowengi.
Melihat siapa yang muncul ini Warok Ijo segera melompat turun dari kudanya.
"Jadi inilah kepala desa Kenconowengi yang baru! Luar biasa. Masih beini
muda, berilmu tinggi tapi nyawa hanya tinggal sejengkal! Ha... ha... ha....! Kau tahu,
kami sengja membakar gubuk busuk itu karena tidak pantas untuk tempat kediaman
seorang kepala desa sepertimu! Kami akan memberikan tempat kediaman baru
bagimu Jarotomo! Yaitu liang kubur!" Warok Ijo dan dua anak buahnya tertawa
gelak-gelak. "Pelajaranku tempo hari rupanya masih belum cukup. Majulah lebih dekat jika
ingin pelajaran tambahan!" berkata Jarotomo penuh percaya diri.
Warok Ijo meludah ke tanah.
"Pemuda takabur! Sudah mau mampus masih bicara sombong!" Warok Ijo
yang masih menyangsikan apakah ilmu kebal pemuda itu benarpbenar sudah lenyap
karena telah lewat dua puluh satu hari tidak mau turun tangan lebih dahulu.
Karena itu dia memberi isyarat pada kedua anak buahnya agar segera menyerang Jarotomo.
BASTIAN TITO 19 WIRO SABLENG PENDEKAR KAPAK MAUT NAGA GENI 212
Tunggoro dan Tunggiri, sesuai dengan yang telah diatur sebelumnya
melancarkan serangan dengan mengandalkan tangan kosong. Dua adik kakak ini
menghantam dangan jotosan tangan kanan, satu mengarah ke muka pemuda yang
baru saja diangkat jadi kepala desa itu sedang saunya lagi menggebuk ke arah
perut. Jarotomo menyeringai. Dia tegak tak bergerak penuh percaya diri akan ilmu
kebal yang dimilikinya, sengaja menunggu datangnya serangan.
Buukkk! Buukkk! Dua jotosan mendarat di sasaran masing-masing dengan telak! Terjadilah hal
yang tidak dapat dipercaya oleh Jarotomo. Pemuda ini menjerit kesakitan.
Kepalanya terbanting ke belakang begitu jotosan Tunggoro mendarat di pipi kanannya. Selagi
terjajar, perutnya sudah dilabrak tinju Tunggiri hingga kalau tadi tubuhnya
terhuyung ke belakang, kini malah terlipat ke depan!
Rasa sakit dua jotosan itu mungkin masih sanggup ditahan oleh Jarotomo
walaupun dia sempat keluarkan suara jeritan. Namun yang membuatnya jadi kucurkan
keringat dingin adalah mendapatkan kenyataan bahwa ilmu kebalnya tidak bekrja
hingga muka dan perutnya berhasil dihantam lawan!
Tidak percaya kalau ilmu kebalnya memang tidak ada lagi, Jarotomo
melompat ke depan mendahului menyerang lawan. Yang diarahnya adalah Tunggiri.
Kepalannya mendesing ke arah kepala anak buah Warok Ijo tiu. Namun setengah
jalan serangannya itu dapat ditangkis, malah kini untuk ke iga kalinya jotosan
balasan menyodok ulu hatinya hingga Jarotomo keluarkan suara seperi orang muntah dan
kembali tubuhnya terjajar!
Pucatlah paras Jarotomo.
"Celaka! Apa yang terjadi dengan diriku"! Mengapa ilmu kebalku tidak
bekerja"! Aku tidak merasa melanggar pantangan!"
Di hadapannya Tunggoro dan Tunggiri sudah siap untuk menyerbu. Saat itu
Warok Ijo telah melompat turun dari kudanya seraya berkata "Anak-anak! Mundur!
Biar aku yang membereskan cecurut satu ini!"
Sreet! Belum apa-apa Warok Ijo sudah cabut goloknya, pertanda bahwa dia memang
ingin membunuh Jarotomo secepat yang bisa dilakukannya!
BASTIAN TITO 20 WIRO SABLENG PENDEKAR KAPAK MAUT NAGA GENI 212
TUJUH Warok Ijo melangkah maju mendekati pemuda yang bakal dijadikan mangsa
golok besarnya sementara Jarotomo mundur dengan ketakutan. Pemuda ini sudah
bersiap-siap utnuk melarikan diri. Namun belum sempat dia memutar tubuh, kepala
gerombolan itu sudah menggerakkan tangan kanannya. Golok besar berkelebat ke
arah pinggang. Jarotomo berteriak "Jangan! Jangan bunuh aku! Aku mohon ampunmu Warok
Ijo!" Rupanya Warok Ijo kini sengaja hendak mempermaikna calon korbannya
lebih dahulu. Sambil menyeringai dia berkaa "Manusia jagoan! Ayo perlihatkan
kehebatan ilmumu pada Warok Ijo! Kenapa takut"! Bukankah kau punya ilmu
kebal"!"
"Ampun Warok! Aku tidak puinya ilmu apa-apa.....!"
Warok Ijo tertawa mengekeh. "Kalau kau memang minta ampun ulurkan ke
dua tanganmu dan berlututlah di hadapanku!"
Percaya bahwa orang memang hendak mengampuninya, dengan tubuh
menggigil dan kuyup oleh keringat dingin, Jarotomo jauhkan diri berlutut lalu
ulurkan kedua tangan seperti sikap orang sendang menyembah.
"Bagus! Ini pengampunan unutkmu!"
Crass! Jarotomo menjerit setinggi langit ketika pergelangan tangan kanannya dibabat
putus. Darah menyembur dari kutungan tangan itu! Warok Ijo tertawa gelak-gelak.
"Ulurkan tangamu satu lagi Jarotomo!"
"Tidak! Jangan Warok! Jangan.....!"
"Kalau kautak mau berikan tangan, lehermu gantinya! Pembalasanku tidak
tanggung-tanggung! Kau telah membunuh beberpa anak buahku!" ujar Warok Ijo.
Rahangnya mengggembung. Goloknya kini dibabatkan ke arah batang leher
Jarotomo. Pemuda tak berdaya ini coba mengelakkan sambaran golok dengan
jatuhkan diri ke tanah. Dia berhasil lolos dari sambaran senjata kepala
gerombolan itu,
namun beitu jatuhnya di tanah tendangan kaki kanan sang Warok menghantam
bahunya. Terdengar suara kraak tanda patahnya tulang bahu kepala desa
Kenconowengi itu.
Jarotomo terkapar dan menggerung kesakitan. Dia tak bisa berbuat apapun
ketika kemudian Warok Ijo mendatangi dan menginjak dadanya. Dia melihat ujung
golok ditusukkan dengan deras ke arah perutnya. Jarotomo hanya mampu menjerit.
Lalu crass! Golok di tangan Warok Ijo menembus perut. Tapi bukan perut Jarotomo.
Melainkan perut sesosok tubuh yang tiba-tiba saja melayang dari arah kegelapan
seperti dilemparkan. Lalu terdengar suara jeritan. Jeritan itu adalah jeritan
Tunggoro! Di atas tubuh Jarotomo kini menggeletak membelintang sosok tubuh
Tunggoro. Perutnya ambrol, darah mengucur dan ususnya melembung keluar!
Jaroomo menjerit ngeri ketika darah anggota rampok itu panas dan amis membasahi
tubuhnya yang terhimpit di sebelah bawah.
Akan Warok Ijo sendiri kagetnya bukan olah-olah! "Bansat keparat! Apa yang
terjadi ini!" teriaknya memaki. "Tunggoro! Kau.....!"
Warok Ijo tarik tangan kiri Tunggoro hingga orang itu kini terbujur di tanah.
Tunggiri saat itu telah menubruk kakaknya dan keluarkan teriakan tegang!
BASTIAN TITO 21 WIRO SABLENG PENDEKAR KAPAK MAUT NAGA GENI 212
"Warok! Kenapa kau membunuh anak buah sendiri"! Mengapa kau bunuh
kakakku"!" Tunggiri berteriak dan tampak kalap. Dia melompat hendak mencekik
Warok Ijo.Kepala gerombolan ini tentu saja jadi naik pitam dan hantamkan gagang
goloknya ke kepala Tunggiri hingga anak buahnya ini melintir dan roboh ke tanah.
"Tunggoro!" bentak Warok Ijo. "Sebelum kau mampus lekas katakan
mengapa kau berusaha menolong pemuda keparat itu hingga tubuhmu yang tertambus
golokku!" "A.. aku...... Aduh! A..... aku bukan men.....menolong. Seseorang
melemparkanku ke arahmu. Tep.... Tepat pada saat kau men..... menusukkan golok.
Aku...." Ucapan Tunggoro terputus samapi di situ. Nyawanya lepas sudah!
"Seseorang melemparkanmu katamu, Tunggoro"!" mengulang Warok Ijo.
Wiro Sableng 056 Ratu Mesum Bukit Kemukus di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Perlahan-lahan dia memandang berkeliling, lalu berpaling ke jurusan dari mana
tadi tubuh anak buahnya itu melesat. Dalam gelap, di bawah bayang-bayang pepohonan
dia melihat sesosok tubuh berpakaian dan berikat kepala putih tegak tak bergerak
sambil rangkapkan kedua tangannya di depan dada.
"Hem.... Ini setan alasnya yang melemparkan Tunggoro hingga jadi korban"
Kelihatannya masih muda...." Berucap Warok Ijo dalam hati. Lalu dia membentak
"Bangsat dalam gelap! Maju ke hadapanku, perlihatkan ampangmu!"
Orang yang dibentak keluarkan suara tertawa lalu melangkah dan berhenti
empat langkah di hadapan Warok Ijo. Kedua tangannya masih mendekap di depan
dada. Sikapnya yang cengar-cengir seperi mengejek dan tidak memandang sebelah
mata kepada kepala gerombolan rampok yang ditakuti itu.
"Kau yang melemparkan anak buahku hingga tertambus golokku sendiri"!"
tanya Warok Ijo.
"Betul!" jawab orang yang ditanya. "Apa menurutmu itu masih kurang! Apa
anak buahmu yang satu lagi itu mau kulemparkan juga"!"
"Setan alas!" mendidih amarah Warok Ijo. Tangan kanannya bergerak. Golok
tajam berkelebat mengeluarkan suara mendesing, menyambar ke arah batang leher
pemuda yang tegak empat langkah di hadapannya. Yang diserang membuat gerakan
ringan dan mampu mengelakkan serangan maut itu. Tentu saja semakin menggelegak
amarah Warok Ijo. Didahului teriakan keras dia menyerbu dangan serangan
berantai. Goloknya tidak kelihatan lagi dalam kegelapan, hanya suaranya saja yang
terdengar berdesign-desing mengerikan.
Orang yang diserang, yaitu si rambut gondrong Wiro Sableng, membuat
gerakan aneh. Dia seperti berjingkrak-jingkrak seenaknya nemun gerakannya itu
mampu mengelakkan serangan-serangan ganas golok Warok Ijo sehingga penjahat ini
akhirnya hentikan serangan dengan nafas mengengah. Kedua matanya yang sipit
mendelik. Keringat membasahi muka berwarna hijau itu sampai ke kepalanya yang
botak. "Anjing kurap! Aku mau lihat sampai di mana kehebatan ilmumu! Tapi aku
mau tanya dulu! Katakan siapa dirimu dan apa sangkut pautmu dengan kepala desa
itu hingga enak daja turun tangan mencampuri urusan orang"!"
Dipanggil anjing kurap Pendekar 212 hanya menyeringai. Lalu membalas
"Anjing buduk kepala hijau! Lebih satu tahun kau dan anak buahmu malang
melintang menebar kejahatan. Merampok dan membunuh, menculik dan memperkosa.
Malam ini semua itu akan berakhir, anjing buduk. Kau aka kukirim ke liang kubur
untuk makan tulang belulang anak buahmu sendiri!"
"Bagus! Kau ternyata punya nyali! Aku mau lihat apa kau juga punya
kesanggupan menerima pukulanku ini!"
BASTIAN TITO 22 WIRO SABLENG PENDEKAR KAPAK MAUT NAGA GENI 212
Habis berkata begitu Warok Ijo merapal aji kesaktiannya lelu tangan kanannya
yang telah berubah menjadi hijau dihantamkan ke arah Pendekar 212!
Wuuuttt! Sinar hijau menyambar mengeluarkan suara menderu. Inilah pukulan sakti
"kelabang ijo" yang mengandung racun mematikan. Beberapa waktu lalu pukulan
sakti ini ternyata tidak mempan terhadap Jarotomo yang saat itu masih memiliki
ilmu kebal yang didapatnya dari Ratu Bukit Kemukus. Kecuali pemuda yang diserangnya
ini juga memiliki ilmu kebal itu maka jangan harap dia bisa lolos dari rengutan
maut. Dari sinar pukulan lawan, murid Sinto Gendeng sudah dapat menduga
keganasan pukulan sakti lawan. Maka cepat-cepat dia menyingkir dangan melompa
ke kiri. Berbarengan dengan itu dia lancarkan serangan balasan dengan
menghantamkan pukulan "tameng sakti menerpa hujan".
Dua pukulan sakti mengeluarkan suara berdentum ketika saling beradu di
udara. Warok Ijo merasakan kedua kakinya bergetar keras membuatnya hampir jatuh
kalau tidak cepat-cepat mengimbangi diri. Di seberang sana Wiro Sableng tak
kalah kagetnya. Dia memang berhasil menghantam musnah pukulan sakti lawan, tapi
pukulannya sendiri ikut berantakan. Disamping itu dadanya terasa sesak dan
mendenyut sakit.
Cepat-cepat Wiro kerahkan tenaga dalam, atur jalan nafas dan peredaran darah.
Selagi dia melakukan hal itu Warok Ijo kembali menggempur dengan serangan yang
sama tapi kali ini dengan kekuatan tenaga dalam penuh!
BASTIAN TITO 23 WIRO SABLENG PENDEKAR KAPAK MAUT NAGA GENI 212
DELAPAN Pendekar 212 Wiro Sableng jatuhkan dirrinya sama rata dengan tanah. Tak urung
punggungnya masih sempat tersambar angin pukulan lawan. Wiro merasakan
punggungnya perih dan panas. Di depan sana dilihatnya Warok Ijo kembali hendak
melepaskan pukulan "kelabang ijo". Kali ini tanpa pikir panjang lagi Wiro segera
bangun dan dalam keadaan setengah berlutut dia langsung lepaskan pukulan "sinar
matahari"!
Sinar hijau pukulan sakti Warok Ijo dan sinar putih pukulan sakti Pendekar
212 saling baku hantam di udara. Terdengar dentuman dahsyat disertai getaran di
tanah seperti ada lindu. Pendekar 212 jatuh duduk terjengkang, sesaat merasakan
tubuhnya seperti tergontai-gontai. Di depan sana sosok Warok Ijo tampak masih
tegak, tetapi pakaian hijaunya telah berubah gosong dan mengepulkan asap. Sekujur kulit
tubuhnya dari kaki sampai ke kepalanya yang botak telah berubah warna menjadi
merah melepuh. Kepala penjahat ini maju dua langkah. Pada langkah ketiga kedua
kakinya menekuk. Dilain saat tubuh yang hangus itu tergelimpang roboh. Terdengar
satu keluhan pendek keluar dari mulut Warok Ijo. Setelah itu tubuhnya tak
berkutik lagi! Wiro memandang ke sebelah kiri. Ada orang yang tergelimpang di tanah.
Ternyata Tunggiri yang telah menjadi mayat akibat tersapu oleh dua kekuatan
sakti yang meledak dahsyat.
Di bagian lain Jarotomo lebih beruntung. Sewaktu terjadi adu kekuatan
pukulan sakti tadi, sebelumnya dia telah berusaha merangkak dan berlindung di
balik sebatang pohon hingga dirinya selamat. Wiro dekati pemuda ini. Dilihatnya wajah
Jarotomo seputih kertas. Darah masih mengucur dari tangan kanannya yang buntung.
Cepat Wiro menotok jalan darah urat besar di tangan kanan pemuda malang itu.
Kucuran darah segera berhenti.
"Sahabat, aku tidak punya banyak waktu lama. Aku butuh beberapa
keterangan darimu....." berkata Wiro.
Jarotomo mengangguk.
"Terima kasih. Kau telah menyelamatkan jiwaku, kisanak...."
"Apa benar kau pernah mendapatkan ilmu kesaktian dari Ratu Bukit
Kemukus....?"
"Ah..... jangan tanyakan hal itu....Aku tidak tahu apakah aku benar-benar
pernah mendapatkna ilmu itu atau tidak. Nyatanya aku tak sanggup menghadapi para
penjahat itu. Tanganku bahkan dibacok putus! Padahal masih beberapa hari yang
lalu aku tak mempan dipukul, tak mempan senjata tajam, bahkan tak mempan pukulan
sakti. Nyatanya kini....."
Tapi kau pernah meminta ilmu kepandaian ke bukit Kemukus dan
mendapatkannya dari ratu sana....?"
Jarotomo mengangguk. "Aku diberikan ilmu kebal. Tapi ternyata kini aku
tidak kebal lagi....."
"Jadi kau pernah beremu muka dengan sang ratu?" tanya Wiro lagi.
"Ya....."
"Dapat kau menceritakan ciri-ciri perempuan itu?"
"Dia masih muda. Cantik sekali. Tetapi hatinya lebih jahat dari iblis. Jika dia
tidak berkenan atau tidak suka pada seseorang, dia bisa saja membunuh orang itu
BASTIAN TITO 24 WIRO SABLENG PENDEKAR KAPAK MAUT NAGA GENI 212
semudah dia menjetikkan jarinya.....Eh, kisanak. Mengapa kau menanyakan ratu
Kemukus. Apakah kau berniat hendak pergi ke bukit itu....."!"
"Aku tengah mencari seseorang......." Jawab Wiro pula. "Namun ciri-cirinya
jauh berbeda dengan yang kau katakan. Mungkin bukan dia orangnya......"
"Dia siapa" Maksudmu sang ratu?" tanya Jarotomo.
"Yang kucari seorang nenek keriput. Dia telah mencuri sebuah tusuk kundai
milik guruku, bahkan nyaris membunuh guru....." Wiro berdiam sejenak. Lalu
bertanya kembali "Waktu kau bertemu ratu Kemukus, apa saja yang dilakukannya
terhadapmu.....?"
Kelana Buana 30 Pendekar Rajawali Sakti 75 Kabut Hitam Di Karang Setra Pahlawan Dan Kaisar 24