Pencarian

Ninja Merah 1

Wiro Sableng 079 Ninja Merah Bagian 1


1 BASTIAN TITO PENDEKAR KAPAK MAUT NAGA GENI 212
WIRO SABLENG NINJA MERAH sumber kitab: pendekar212
sumber cover : kelapalima
scanning kitab : Kiageng80
e-book oleh : anggotax2006
2 ARTl KATA-KATA JEPANG DALAM BUKU INI:
Ninjato = Pedang khas yang biasa menjadi senjata
ninja Kusarigama = senjaja berupa rantai dengan uiung pisau bentuk ganco, ujung lain
diberi bandulan
besi Tatami = alas lantai berbentuk persegi empat
Shinobi = sebutan asli untuk ninja
Shuriken = senjata rahasia yang dilemparkan,
kebanyakan berbentuk bintang, ada yang
beracun shakuhachi = suling dari bambu
shamisen = instrumen musik memiliki tiga buah senar seppuku
= bunuh diri secara terhormat
Sake = minuman keras khas Jepang (sejenis
anggur dari beras) donburi = nasi dalam mangkok
gaijin = orang asing geisha = wanita pelayan pada tempat-tempa
tertentu terkadang juga menjadi penghibur)
katana = pedang panjang
ninjutsu = ilmu bela diri
hai! = Ya!, siap!, baik!
Doyo/Dojo = tempat berlatih silat (ruang tertutup)
inezumi = rajah atau tato
sensei = guru 3 SATU SAAT itu telah memasuki musim semi. Namun
udara dingin masih terasa mencucuk dimana-mana.
Salju tipis masih tampak menyapu puncak-puncak pepohonan, juga pada kuntum-
kuntum bunga Sakura Yang pucuk-pucuknya mulai mengembang.
Jauh di sebelah Timur Kioto terdapat sebuah bukit kecil.
Saat itu baru taja lewat tengah malam. Dalam gelap dan dinginnya udara tiga
sosok berpakaian dan bertutup kepala serba hitam bergerak cepat menuju puncak
bukit. Di punggung masing-masing menyembul hulu ninjato.
Lalu pada pinggang mereka tergantung kusarigama.
Mereka tidak mengikuti jalan batu Yang berliku-liku melainkan mengendap dan
berkelebat di balik semak belukar dan pepohonan.
Puncak bukit merupakan kawasan perumahan
Perguruan Emerarudo atau Perguruan Zamrud. Ke tempat inilah agaknya tiga orang
itu tengah menuju.
Di dalam salah satu ruangan pada sebuah bangunan di puncak bukit seorang lelaki
berusia setengah abad duduk di lantai sedang tekun membaca sebuah 4
kitab tebal. Kantuknya yang tadi sempat menyerang terpupus sirna oleh daya tarik
kitab yang tengah dibacanya. Orang ini mengenakan kimono tebal berwarna biru
tua. Pada bagian dada kimono sebelah kanan tersulam gambar batu permata zamrud
bewarna kunlng terang, lengkap dengan garis-garis kilauan cahaya sekeliling
permata. Orang ini adalah Noboru Kasai pimpinan tertinggi atau Ketua Utama
Perguruan Emerarudo.
Saat itu terdengar perlahan suaranya membaca.
Kebersihan aurat adalah sangat penting dalam ilmu Pengobatan. Bagaimana
seseorang bisa mengobati orang lain kalau tubuhnya tidak bersih.
akan tetapi di atas semua itu kebersihan jiwa atau kebersihan batin adalah yang
paling utama. Dengan batin yang bersih seseorang akan berada dalam keadaan lebih andal untuk
menyalurkan hawa sakti yang dimilikinya ke dalam badan orang yang akan
diobatinya. Karena itu ..
. Suara Noboru Kasai membaca terhenti oleh suara
pintu bergesek di belakangnya.
"Hisao ... Kaukah itu" tanya Noboru Kasai tanpa berpaling.
Tak ada jawaban..
Se tttt... settt... settttl Teppp ... tepppp ... tepppp!
Malah Ketua Perguruan Emerarudo ini men-
dengar suara berkelebat tiga kali berturut-turut dibarengi oleh siuran angin
halus. 5 Noboru Kasai letakkan kitab di pangkuannya ke atas tatami. Lalu perlahan-lahan
palingkan kepala.
Sepasang mata sang Ketua terbuka lebar melihat siapa yang ada di dalam ruangan
itu. "Shinobi...!"
Shinobi adalah panggilan asli untuk ninja. Dan memang saat itu di dalam kamarnya
tegak tiga sosok ninja, muncul dalam penampilan mereka yang angker.
Bertubuh tinggi kukuh dibungkus pakaian serba hitam mulai dari ujung kaki sampai
ke kepala. Di bagian muka hanya sepasang mata mereka yang kelihatan, memandang
tak berkesip ke arah Noboru Kasai dengan pandangan sedingin salju di puncak
gunung Fuji. Di belakang punggung mereka tersembul gagang ninjato yang juga dikenal sebagai
katana pendek, pedang khas para ninja. Lalu seuntai rantai yang salah satu
ujungnya merupakan senjata berbentuk ganco dan ujung satu lagi diberi gandulan
pemberat kelihatan melilit di pinggang. Noboru Kasai perhatikan tangan ke tiga
ninja ini. Masing-masing memakai shuko yaitu cakar pemanjat yang sekaligus
merupakan senjata sangat berbahaya.
Dalam hati Noboru Kasai membatin
"Pasti ke tiganya menerobos masuk dengan memanjat tembok. Jika tidak satu murid
perguruan pun memergoki mereka, berarti ke tiganya adalah ninja-ninja dari
tingkat sangat tinggi ..."
Perlahan-lahan Noboru Kasai berdiri.
Sreettt! Sreetttt!
6 Dua kali terdengar suara berdesir ketika dua orang ninja yang berdiri dekat
pintu dan di sebelah kanan Noboru Kasai mencabut ninjato pedang pendek masing-
masing. Ninja berbadan paling tinggi di sebelah tengah memberi isyarat dengan tangan
kiri. Dua orang temannya yang hendak mendekati Noboru Kasai hentikan langkah.
Ninja yang di tengah maju dua langkah.
"Sahabat-sahabat tak diundang. Kalian masuk secara tidak sopan ..."
Ninja di dekat pintu mendengus. Mulut dibalik penutup wajahnya berucap.
"Ninja tidak kenal sopan santun. Ninja hanya kenal darah dan nyawa!"
Daun telinga kiri Noboru Kasai bergerak.
"Hemmm.. aku tidak mengenali suaranya. Berarti dia memang ninja asli. Bukan
orang dalam .. ."
"Katakan apa maksud kalian masuk ke tempatku!"
bentak Noboru Kasai. Sekilas matanya melirik ke arah lantai di sebelah kiri di
mana tergeletak katana miliknya.
Ninja bertubuh paling tinggi dapat membaca apa yang ada dalam benak Ketua
Perguruan Emerarudo itu. Dia cepat melangkah dan menginjak katana di lantai
dengan kaki kanannya.
"Aku memberi waktu lima detik pada kalian agar segera keluar dari tempat inil"
Noboru Kasai beri peringatan. Ke dua tangannya diturunkan ke sisi sedang
sepasang kaki tegak merenggang.
7 Apa yang terjadi kemudian berlangung sangat cepat.
Ninja di sebelah tengah hunus ninjatonya. Melihat ini dua temannya segera
menggebrak maju. Tiga pedang maut berkelebat ke arah Noboru Kasai. Ketua
Perguruan Emerarudo ini keluarkan suara menggembor.
Dengan tangan kosong dia hadapi tiga penyerangnya.
Noboru membuat gerakan yang disebut "dewa tanah mengebor bumi." Tubuhnya menukik
, jatuh ke atas lantai tatami. Tiga pedang lewat di atasnya. Lalu dia susul
dengan jurus "penguasa langit membelah angkasa" Tangan kanannya menghantam ke
atas disusul dengan tendangan kaki kiri kanan.
Wuuuutt! Wuuuutl
Pukulan dan tendangan kaki kiri Noboru Kasai hanya mengenai tempat kosong. Tapi
bukkkk! Tendangan kaki kanannya mampir dengan telak di dada salah seorang penyerang
hingga ninja satu ini mencelat ke dinding. Dinding yang hanya terbuat dari
kertas itu langsung jebol dan ninja itu sendiri terlempar ke luar. Untuk sesaat
dia tak kuasa bangun, hanya mengerang sambil pegangi dada.
Dua orang ninja yang ada di dalam ruangan mendengus marah. Serangan pedang
mereka membuntal-buntal ganas. .Walau Ketua Perguruan Emerarudo menyandang nama
besar dan berkepandaian tinggi namun para ninja bukanlah lawan yang mudah
dihadapi. Gerakan mereka secepat setan, serangan pedang 8
mereka seganas iblis. Apalagi saat itu Noboru Kasai bertangan kosong pula.
Setelah mengelak dua kali berturut-turut Noboru melejit ke arah kanan. Maksudnya
hendak mengambil hanbo, yaitu tongkat kayu yang biasa dipakai untuk melatih
murid-murid. Namun gerakannya berhasil di papas oleh ninja di sebelah kiri.
Selagi dia coba menghantam penyerang ini dengan pukulan tangan kosong mengandung
hawa sakti, dari samping ninja bertubuh tinggi kiblatkan ninjatonya.
Breetttttl Bahu kimono Noboru Kasai robek besar. Dia
merasakan perih pada bahu kanannya lalu ada cairan panas mengucur. Darah! Meski
menderita sakit bukan main dan kemarahan mendidih namun Ketua Perguruan
Emerarudo ini tampak bersikap tenang. Tapi sebaliknya dua ninja tak mau memberi
kesempatan. Pedang pendek mereka kembali menggempur dengan ganas hingga Noboru
Kasai terdesak ke sudut sebelah kanan.
Breeetttt! Breetttt! Kimono sang Ketua robek lagi. Kali ini di bagian dada dan perut. Noboru Kasai
terjajar ke belakang. Dia berusaha berpegangan pada sebuah rak tapi tidak
terjangkau. Selagi tubuhnya tersandar ke dinding, ninja berbadan tinggi tusukkan
pedangnya ke lambung Noboru Kasai. Ketua Perguruan ini keluarkan keluhan pendek
lalu roboh ke lantai. Sebagian dari badannya yaitu bagian dada ke atas berada di
luar kamar. 9 Ninja berbadan tinggi mendatangi dengan cepat dan membungkuk seraya bertanya.
"Lekas katakan! Di laci nomor berapa kau simpan surat-surat penting Perguruanl"
Dalam keadaan sekarat Nobora Kasai membuka mulutnva. Suaranya tersendat
perlahan. "Aku ... aku seperti mengenali suaramu ... Bukan kah kau.."
"Kurang ajarl" bentak ninja bertubuh tinggi. Pedang di tangan kanannya
dihunjamkan ke tenggorokan Noboru Kasai. Sebelum maut menyergap Ketua Perguruan
Emerarudo itu tiba-tiba angkat tangan kanannya.
Lima jari tangannya terpentang. Tulang- tulang jari keluarkan suara berderak.
Cleeeppp! Pedang menembus tenggorokan Noboru Kasai.
Dalam saat yang bersamaan lima ujung jari sang Ketua menghunjam di dada kiri
ninja yang membunuhnya.
Pakaian hitam tebal yang dikenakan ninja tembus di lima bagian. Ninja itu
sendiri terjajar ke belakang. Dadanya serasa ditusuk lima paku panas! Wajahnya
di balik penutup kepala sesaat jadi pucat.
"Lima jari dewa... Jadi dia memang benar-benar memiliki ilmu kepandaian itu..!"
katanya dengan mata melotot memandang pada Noboru Kasai yang sudah tak bernyawa
lagi. Sambil pegangi dada kirinya ninja ini melangkah mundur. Dia memberi
isyarat pada ninja yang ada di dekatnya.
10 "Tolong kawanmu. Lari ke tembok sebelah timur.
Tunggu aku di tempat pertemuanl" Sehabis berkata begitu ninja berbadan tinggl
ini melesat ke pintu. Dia berlari cepat sepanjang lorong pendek lalu menerobos
masuk ke dalam sebuah ruangan sangat rahasia yang tidak sembarang orang boleh
masuk ke tempat ini. Di pintu masuk ruangan berjaga-jaga seorang murid Perguruan
dalam keadaan terkantuk-kantuk. Pedang di tangan ninja berkelebat menghantam
pertengahan kening murid penjaga. Murid ini tak pernah tahu apa yang menyebabkan
kematiannya. Tubuhnya roboh mandi darah dengan kepala hampir terbelah.
Ninja pembunuh melompat masuk ke dalam
ruangan rahasia. Sesaat dia tegak tertegun. Di dalam ruangan itu ada dua buah
lemari besar merapat ke dinding. Di situ terdapat dua ratus laci-laci kecil yang
diberi nomor mulai dari 1 sampai 200.
"Aku tak mungkin memeriksa semua laci celaka itu! Aku harus bisa mengingat!
Harus bisa!"
Ninja itu lalu menarik laci-laci pada derstan angka mulai dari 150 sampai 160.
Sementara itu diluar sana ninja yang diperintahkan menolong temannya yang
terluka bertindak cepat.
Sang teman rupanya menderita luka dalam yang sangat parah akibat tendangan
Noboru Kasai tadi. Darah tampak mengucur dari mulutnya. Begitu tahu kawannya tak
sanggup berdiri, dengan cepat di segera memang-gulnya. Akan tetapi sebelum dia
sempat berkelebat pergi di sekelilingnya terdengar suara langkah-langkah kaki.
11 Sesaat kemudian sekitar dua puluh orang murid perguruan muncul mengurung tempat
itu. Di depan sekali seorang lelaki berkimono merah darah berambut pendek
berwajah beringas. Mukanya merah. Gerakannya cepat dan enteng tetapi langkah
kakinya tidak tetap.
Sesekali tubuhnya tampak seperti terhuyung.
Bagaimanapun tinggi ilmu yang dimilikinya tapi ninja itu segera menyadari bahwa
dia tak mungkin lolos dari sekian banyak orang yang mengurung. Apalagi si kimono
merah berwajah merah beringas di sebelah depan dikenalinya adalah Shigero
Momochi salah seorang dari dua Wakil Ketua Perguruan. Begitu Shigero Momochl
mendekat ninja jatuhkan kawan yang dipang-gulnya ke lantai. Sekali menusukkan
pedangnya ke dada kawannya sendiri, ninja yang sudah terluka parah itu langsung
meregang nyawa.
"Tangkap dia hidup-hidupl" teriak Shigero Momochi.
Tapi mana mungkin menangkap seorang ninja
hidup-hidup. Apalagi dalam keadaan terperangkap seperti itu. Sang ninja
keluarkan suara mendegus dari balik kain hitam penutup wajahnya. Dua tangan
memegang gagang pedang erat-erat. Begitu kelompok anak murid Perguruan Emerarudo
menyerbu dibawah pimpinan Shigero Momochi dengan berbagai macam senjata ninja
ini cepat menyongsong dengan ninjatonya.
Beberapa kali terdengar suara berdentrangan beradunya senjata. Gelombang
serangan anak murid Perguruan Emerarudo tidak bisa dibendung. Shigero 12


Wiro Sableng 079 Ninja Merah di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Momochi yang masih berusaha menangkap hidup-hidup ninja itu untuk dimintai
keterangan tak mampu berbuat banyak. Setelah memukul lepas pedang ditangan ninja
dia hanya bisa menyaksikan bagaimana puluhan anak muridnya membantai sang ninja
hingga akhirnya menemui ajal dengan keadaan tubuh hancur lumat mengerikan.
Shigero Momochi seperti mau muntah. Dia
palingkan kepala, memandang ke ruangan dalam bangunan.
"Ketua Noboru Kasai ..." bisiknya. Secepat kilat dia lari masuk ke dalam rumah.
Lututnya goyah ketika dia menemukan Noboru Kasai telah jadi mayat, tergeletak di
atas tatami dengan tubuh bergelimang darah.
"Ketua ..." kata Shigero Momochi sambil jatuhkan diri, berlutut di samping mayat
Noboru Kasai. Dia merasa seperti ingin berteriak, tapi juga ingin menangis.
Tiba-tiba telinganya mendengar suara dari arah ujung lorong pendek di luar sana
dimana terletak ruangan rahasia. Sambil menggenggam pedangnya Shigero Momochi
cepat berdiri. * * * 13 DUA Di dalam ruangan rahasia ninja memeriksa deretan laci bernomor 150 sampai 160.
Tapi dia tidak menemukan apa yang dicarinya. Dalam hati dia memaki setengah
mati. "Aku harus ingat! Harus ingat!" katanya berulang-ulang. Pada saat itu dia
mendengar suara orang berlari dari ujung lorong. Sebelumnya dia juga telah
mendengar suara ramai di luar ruangan tempat Noboru Kasai terbunuh.
"Orang-orang Perguruan sudah tahu apa yang terjadi ..." desis ninja. Matanya
kembali memandang deretan laci-laci. Dia seperti hendak memukul kepalanya
sendiri ketika tiba-tiba dia ingat.
"Laci 168 katanya setengah berseru.
Segera laci nomor 166 dibukanya. Sepasang
mata ninja membesar. Apa yang dicarinya akhirnya ditemui juga. Dalam laci itu
kelihatan sebuah amplop besar berwarna kuning. Secepat kilat ninja menyambar
amplop itu. Lalu melompat membobol dinding kiri ruangan rahasia. Ternyata
dinding ruangan ini tidak terbuat dari kertas biasa melainkan dari sejenis papan
14 alot. Ninja terpaksa pergunakan jotosannya untuk menjebol. Baru saja dia hendak
berkelebat kabur lewat lobang di dinding tiba-tiba pintu kamar rahasia terbuka.
Satu bentakan menggeledek di belakangnya.
"Jangan laril"
Yang berteriak adalah Shigero Momochi. Wakil Ketua Perguruan ini cepat mengejar
dengan pedang terhunus. Gerakannya mengejar tertahan ketika di sebelah depan
ninja dilihatnya gerakkan tangan kiri. Dua buah benda berbentuk bintang melesat
ke arahnya. Shigero memaki setengah mati.
"Shuriken!" teriaknya.
Pedangnya di putar ke depan.
Trang ... trang ...!
Dua senjata rahasia bintang besi beracun yang dilepaskan ninja mental dan
menancap di dinding ruangan. Begitu Shigero memandang ke depan sang ninja sudah
lenyap. "Mahluk iblis! Kau kira kau bisa lolos dari tanganku...!" bentak Shigero Momochi
lalu mengejar. Larinya tidak tetap, agak menghuyung. Sampai di taman gelap di
belakang bangunan besar orang yang dikejarnya tak kelihatan lagi. Belasan murid
Perguruan muncul mendatangi.
"Percuma... Ninja keparat itu berhasil melarikan diri!" kata Shigero Momochi
sambil menghentakkan kakinya.
"Aku bersumpah akan membalaskan kematian Ketua. Kalian lekas mengatur hubungan
dengan para 15 Ketua Ninja! Beri tahu apa yang telah terjadi. Minta mereka menyelidik dan
memberi tahu siapa anggota-anggota mereka yang terlibat kejahatan keji ini!
Mereka harus berani mengakui! Kalau tidak aku bersumpah akan menumpas semua
ninja di negeri ini! Sejak dulu mereka hanya menimbulkan keonaran dan bencana
saja! Melakukan kejahatan hanya untuk sejumlah uang! Mahluk-mahluk durjana!
Pembunuh bayaran!"
"Wakil Ketua Momochi!" seorang murid Perguruan berkata sambil maju mendekati
Shigero Momochi.
"Ninja bukan cuma membunuh tapi juga mencuri surat-surat penting dari ruangan
rahasia. "Aku sudah tahu! Kalian periksa surat apa yang hilang! Aku akan mengurus jenazah
Ketua ..." Shigero Momochi memandang berkeliling.
"Siapa diantara kalian yang membawa minuman....?" Tak ada satupun yang menjawab.
"Kalau begitu satu orang dari kalian lekas pergi kekamarku, ambil botol sake dan
antarkan padaku ..."
"Tapi Wakil Ketua Momochi ..." kata seorang murid kepala.
"Dalam keadaan seperti ini tidak sepantasnya Wakil Ketua meneguk minuman keras
itu lagi ..."
"Kurang ajarl Kau memerintah aku atau bagaimana ... "!" bentak Shigero Momochi
dengan mata membelalang.
Semua murid Perguruan yang ada di situ unjukkan wajah tidak seneng. Satu persatu
mereka tinggalkan 16
tempat itu. Salah seorang dari mereka berbisik pada temannya.
"Seharusnya dia yang dibunuh ninja, bukan Ketua Noboru Kasai ... Pimpinan tak
berguna, Pemabuk, pemarah ... semua yang jelek ada padanya. Mau jadi apa
Perguruan kita ini kelak ... !"
"Aku kawatir setelah Ketua tiada, dia yang akan menjabat jadi Ketua. Celakalah
kita semual" sahut temannya.
"Hal itu tak mungkin terjadi. Para Dewa tak bakal merestui!" kata seorang murid
Perguruan lain yang ikut mendengar percakapan dua temannya tadi.
DALAM dinginnya udara menjelang pagi itu sayup sayup terdengar suara shakuhachi
ditiup dalam senan-dung yang menyayat hati. Tiupan seruling bambu ini diikuti
dengan petikan shamisen yang menghiba-hiba.
Suara bebunyian ini datang dari serambi bangunan besar Perguruan Emerarudo di
puncak bukit. Di serambi rumah besar, di bawah penerangan lampu minyak redup, diatas tatami
duduk dua orang perempuan. Seorang sudah agak lanjut, satunya masih gadis.
Perempuan yang lebih tua duduk meramkan mata sambil meniup shakuchaki. Gadis di
sebelahnya memetik shamisen. Masing-masing memainkan bebunyian itu penuh
perasaan. Sepasang mata perempuan yang lebih tua tampak berkaca-kaca sedang si
gadis tak dapat menahan larutnya kesedihan hingga air mata yang tak terbendung
menetes jatuh kepipinya.
17 Di dalam rumah besar hampir seratus anak murid Perguruan Emerarudo tegak
rangkapkan tangan di atas dada. Sikap berdiri mereka tampak gagah. Namun dari
kepala-kepala yang ditundukkan serta sepasang mata.
yang dipejamkan jelas seperti dua perempuan tadi merekapun sedang tenggelam
dalam rasa duka yang mendalam.
Rasa dukacita atas tewasnya Noboru Kasai Ketua Perguruan Emerarudo membuat
puncak bukit itu tenggelam dalam kesedihan. Gadis pemetik shamisen tak sanggup
menahan kesedihannya akhirnya berhenti memetik bebunyian itu lalu bersujud dan
menangis tersedu-sedu. Perempuan peniup seruling ikut tergugah dan tiupan
sakuhachinya jadi tersendat-sendat.
Menjelang malam memasuki pagi, selagi udara terang-terang tanah tiba-tiba
terdengar derap kaki kuda mendatangi. Tak lama kemudian seorang lelaki separuh
baya berwajah gagah muncul menunggang kuda putih.
Di atas punggung kuda dia memandang seperti tidak percaya pada keadaan yang
dilihatnya. Matanya me-nyipit ketika dia berpaling ke serambi dan melihat gadis
pemetik shamisen jatuhkan diri lalu menangis keras.
Orang ini melompat dari kudanya.
"Apa yang terjadi .... "I" Dia bertanya sambil melangkah cepat melewati berisan
para murid Perguruan.
Dadanya mendadak bergejolak, tapi sikap dan suaranya kelihatan lembut.
Seorang murid kepala mendatangi dan berkata.
"Wakil Ketua Hisao Matsunaga syukur kau cepat 18
kembali. Wakil Ketua Shigero Momochi ada di dalam bangunan utama. Sudah lama
menunggu ...."
"Tiupan shakuhachi dan petikan shamisen tadi. ..
membawakan lagu pengantar jenazah. Katakan apa yang terjadi"!" tanya orang yang
barusan turun dari kuda. Ternyata dia adalah salah seorang dari Wakil Ketua
Perguruan. "Saya tidak berani menerangkan. Lebih baik Wakil Ketua menemui Wakil Ketua
Shigero Momochi saja ...."
Mendengar jawab murid kepala itu, seperti
terbang Hisao Matsunaga melompat dan masuk ke dalam rumah besar. Di dalam
ruangan dimana jenazah Noboru Kasai dibaringkan di atas selembar kasur tipis
yang diberi alas kain wool tebal, Hisao Matsunaga jatuhkan diri berlutut. Sesaat
dia menatap wajah Ketua Perguruan yang sudah jadi mayat itu. Kain putih yang
menutupi tubuh jenazah tampak basah oleh darah di beberapa bagian. Lalu ke dua
matanya dipejamkan.
Ketika mata itu dibuka kembali pandangan Hisao Matsunaga tertuju pada Shigero
Momochi. Baru disadari nya kalau saat itu di ruangan itu terdapat juga beberapa
orang pengurus dan tua-tua perguruan. Lalu seorang anak lelaki berusia empat
belas tahun yang duduk dengan kepala tertunduk dekat kepala jenazah.
Wajah Hisao Matsunaga jelas menunjukkan ke-perihan ketika dia memperhatikan anak
ini. Karena si anak adalah Akira Kasai, putera dan anak tunggal mendiang Ketua
Noboru Kasai. Ibu Akira meninggal dunia pada saat anak ini dilahirkan. Sejak itu
Noboru 19 Kasai tak mengambil perempuan lain pengganti istrinya ataupun memelihara gundik.
Agaknya Ketua Perguruan Emerarudo ini sengaja menjauhi kehidupan duniawi sampai
akhirnya kematian datang menjemput.
Hisao Matsunaga berpaling kembali pada Shigero Momochi lalu berkata dengan suara
perlahan. "Shigero, ceritakan padaku bagaimana semua ini terjadi!"
"Kita bicara di kamar sebelah saja.." bisik Shigero.
Waktu bicara Hisao Matsunaga dapat mencium nafas Shigero yang berbau minuman
keras. Perlahan-lahan dia bangkit mengikuti Shigero menuju sebuah ruangan yang
terletak bersebelahan dengan ruangan dimana jenazah Ketua Perguruan
disemayamkan. "Aku tidak melihat sendiri bagaimana kejadiannya.
Ketika aku masuk ke kamar Ketua, beliau sudah menggeletak di atas tatami dalam
keadaan berlumuran darah. Sudah tidak bernafas lagi ....." Lalu Shigero Momochi
menuturkan apa yang diketahuinya.
"Sebelum peristiwa itu terjadi, kau berada di mana Shigero" Selama ini jangankan
manusia, lalat seekorpun jika menyusup ke tempat ini pasti kau ketahui ..."
"Kau betul Hisao ..." jawab Shigero Momochi dengan wajah merah.
"Malam tadi entah mengapa nyenyak sekali tidur-ku. Sampai tidak mendengar suam
apa-apa. Bahkan para muridpun tidak sempat mengetahui .... !"
"Aku yakin kau pasti minum banyak lagi malam tadi. Kalau tidak, mungkin
peristiwa ini bisa dihindari....
20 Harap maafkan aku Shigero. Bukan maksudku me-nyalahkanmu. Kalau Dewa sudah
menakdirkan hal ini akan terjadi, pasti terjadi tanpa bisa dihalangi. Aku
sendiri merasa menyesal pergi ke Kioto walau aku kesana ditugaskan secara
pribadi oleh Ketua untuk menemui seorang Shogun ...."
"Sampai saat ini aku memang belum bisa meng-hilangkan kebiasaan minum sake keras
itu .. ." "Kudengar kini malah kau mencampurnya dengan wiski yang dibawa pelaut-pelaut
kulit putih ..." memotong Hisao Matsunaga tetap dengan suara lembut.
"Kuharap saja kau bisa mawas diri dan menghenti kan kebiasaan minum."
Tampang Shigero Momochi tampak jadi beringas.
Dia hendak menyemprotkan ucapan. Tapi dengan lembut Hisao Matsunaga berkata.
"Siapa diantara kita yang tidak suka meneguk sake. Tapi minum secara berlebihan
bisa membawa hal-hal tak diingin bagi seseorang. Musibah ini kiranya bisa
dijadikan hikmah ....."
Wajah Shigero Momochi nampak menjadi merah.
Sambil berdiri dia berkata. "Kalau Perguruan menganggap hal ini terjadi karena
kesalahanku, aku bersedia menerima hukuman dan melakukan seppuku!"
Shigero Momochi segera hendak mencabut
pedangnya. Hisao Matsunaga cepat memegang bahu Shigero dan berkata. "Bagi kita orang-orang
Jepang melakukan seppuku atau harakiri adalah kematian paling terhormat.
21 Tapi tidak jika kita sebenarnya bisa melakukan sesuatu yang jauh lebih terhormat
.. ." "Katakan apa yang harus aku lakukan!" kata Shigero beringas.
"Bukan kau, saja Shigero. Tapi kita. Semua yang ada di Perguruan ini ..."
"Ya.. ya, katakan saja apa yang harus kita lakukan?"
"Pertama, kita harus mengurus jenazah Ketua ...."
"ltu memang menjadi kewajiban kita para pengurus dan murid Perguruanl
Lalu ....?"
"Selanjutnya .kita harus menyelidik siapa pelaku pembunuhan ini...."
"Dan pelaku pencurianl" sambung Shigero Momochi.
Hisao Matsunaga tampak terkejut. "Pencurian"
Apa maksudmu"'
"Ada sebuah amplop rahasia berisi surat-surat penting lenyap dari laci di ruang
rahasia ...."
Paras Hisao Matsunaga jadi berubah.
"Berarti ini bukan pembunuhan biasa. Pasti banyak kaitannya pada hal-hal lain
yang tidak terduga ....."
"Aku sudah meminta beberapa orang untuk menghubungi para Ketua Ninja guna ikut
menyelidik. Aku juga telah bersumpah jika mereka tidak bisa memberikan jawaban atau tidak
dapat membuktikan bahwa kelompok masing-masing tidak terlibat, maka aku akan
menumpas semua Ninja di negeri ini sampai habis!"
22 "Kesetiaanmu untuk membela kematian Ketua sangat aku hargakan Shigero. Tapi kita
harus hati-hati menghadapi para ninja. Jika mereka bergabung kekuatan mereka
jauh lebih besar dari kita ..."
"Kita bisa memakai tangan kelompok Oda Nobunaga untuk membasmi mereka ..."
"Betul, tapi ingat ... Perguruan punya ketentuan untuk tidak terlibat dan
melibatkan diri dengan orang-orang Pemerintahan ..."
"Lalu mengapa kau sendiri pergi menemui Shogun, walau katamu itu atas perintah
Ketua ....."
Hisao Matsunaga mengangguk pendek. "Justru hal itu diperintahkannya agar aku
memberi tahu bahwa Perguruan kita menghormati pihak angkatan perang, para
Jenderal, tapi tidak mau melibatkan diri dalam urusan pemerintahan ..."
"Kalau begitu kita harus punya cara sendiri untuk menghajar para ninja itu ..."
"Jika benar mereka yang membunuh Ketua..:"
Shigero Momochi menatap tajam dengan mata-
nya yang merah pada Hisao Matsunaga.
"Apa maksudmu dengan ucapan itu Hisao" Jelas mereka muncul di sini mengenakan
seragam ninja. Membawa senjata ninja. Bahkan ada dua ninja yang sudah lumat di luar sana bisa
kau lihat sendiri keadaan mereka. Dan tampaknya kau hendak meragukan bahwa
kematian guru bukan disebabkan oleh para ninja keparat itul"
23 "Tenang Saudaraku ..." kata Hisao Matsunaga dengan suara lembut.
"Sebagai perguruan besar, tidak semua orang di luar sana suka terhadap kita.
Mungkin saja memang ada yang memakai tangan ninja untuk menghancurkan kita.
Mungkin juga ada para tokoh silat kaki tangan pemerintah yang melakukannya
karena tidak ingin melihat kita sebagai satu kekuatan yang membahayakan
mereka ..."
"Ah, aku orang bodoh yang tidak bisa mencerna dan berpikir sepintarmu ...."
"Kau orang pandai. Otakmu cerdik. Aku tahu hal itu. Jangan terlalu merendah
Shigero. Sekarang mari temani aku untuk memeriksa ruangan rahasia. Surat penting
apa yang telah dicuri ninja ...."
Memeriksa 200 laci di ruangan rahasia Perguruan Emerarudo bukan pekerjaan mudah
dan memakan waktu lama. Mereka memang menemui sebuah laci dalam keadaan kosong
yaitu laci nomor 166. Tapi baik Hisao maupun Shigero tidak dapat memastikan
surat atau benda apa yang telah lenyap dicuri dari laci tersebut.
Menjelang pagi ke dua pucuk pimpinan Perguruan tersebut keluar dari ruangan
rahasia, bergabung dengan pengurus Perguruan lainnya untuk mengatur persiapan
upacara perabuah jenarah Noboru Kasai.


Wiro Sableng 079 Ninja Merah di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Sementara itu beberapa tamu yang sudah diberi tahu atas musibah yang menimpa
Perguruan telah mulai kelihatan berdatangan.
24 Kita kembali dulu pada kejadian beberapa waktu sebelumnya setelah ninja memasuki
ruangan rahasia Perguruan Emerarudo, mencuri sebuah amplop kuning lalu melarikan
diri setelah lebih dulu mementahkan pengejaran yang dilakukan Shigero Momochi.
Kelihatan seorang ninja melarikan diri dan menghilang bersama kepekatan malam
boleh dikatakan tak dapat ditandingi oleh siapapun. Di lereng bukit sebelah
Selatan ninja yang telah membunuh Ketua Perguruan Emerarudo itu menyelinap ke
balik sebatang pohon besar. dia tegak bersandar ke batang pohon. Tangan kanannya
mendekap dada kirinya yang terasa mendenyut saki. Dada itulah yang sebelumnya
mendapat serangan
"Lima Jari Dewa" yang sempat dilakukan oleh Noboru Kasai. Dalam gelap ninja
membuka pakaian hitamnya.
Jantungnya berdenyut keras ketika dilihatnya ada lima bintik hitam membekas di
dada kirinya. "Celaka ..... ! Tanda ini tidak bisa hilang sekalipun kulitku dikelupasl" Sesaat
sang ninja nampak masgul.
Namun bila dia ingat pada amplop kuning itu, rasa kawatirnya segera lenyap.
Dengan cepat amplop kuning dikeluarkannya dari balik pakaiannya. Bagian depan
amplop ada tulisan dalam huruf kanji berbunyi :
"Sangat Rahasia. Risalah Pewarisan Pimpinan Perguruan." Amplop dibalikkan.
Bagian penutup amplop di sebelah belakang selain diikat dengan benang juga
disegel dengan lak tebal berwarna merah.
25 Dengan tangan agak gemetar ninja merobek
penutup amplop. Dari dalam amplop dikeluarkannya lembaran tebal kertas berwarna
merah. "Hah"!"
Sang ninja berseru kaget. Sepuluh lembar kertas merah yang barusan
dikeluarkannya dari dalam ampop dibolak-baliknya.
"Aneh! Mengapa semua kertas ini kosong" Tak ada tulisan, tak ada apa-apanya!
Jangan-jangan aku tertipu! Siapa yang menipu" Sang Ketua ....?" Tak mungkin ....
!" Seolah-olah tak percaya ninja memeriksa kembali kertas-kertas merah itu,
melihat ke dalam amplop kalau-kalau ada kertas lain yang tertinggal.
Kemudian dengan kesal amplop dan kertas
merah itu diremasnya sampai lumat. Setelah itu sambil memaki panjang pendek
amplop dan kertas merah itu dibantingkannya ke tanah!
"Kurang ajar Benar-benar sialan!"
* * * 26 TIGA PENDEKAR 212 Wiro Sableng tarik kerah baju tebal-nya tinggi- tinggi. Sesaat
dipandanginya air sungai kecil di hadapannya yang dalam kegelapan malam seolah-
olah diam tidak mengalir. Barusan dengan susah payah dia mengumpulkan beberapa
potong kayu. Dalam udara lembab dan dingin begitu rupa hampir tak mungkin
mendapatkan kayu kering. Dia telah menghabiskan sekotak geretan untuk membakar
kayu menyalakan api.
Namun sia-sia saja. Sesekali matanya melirik ke arah sebuah batu di atas mana
terbaring seekor kelinci dalam keadaan terikat keempat kakinya..
Dari saku baju tebalnya Wiro keluarkan botol kaleng berisi sake. Setelah meneguk
minuman keras ini dua kali dia merasa tubuhnya menjadi hangat.
"Badanku hangat tapi perutku tetap saja keroncongan." Dia memandang lagi pada
kelinci di atas batu.
"lngin sekali aku cepat-cepat merasakan bagaimana lezatnya daging kelinci
Jepang. Tapi api sialan tak mau hidup ..." Apa aku harus mempergunakan senjata
27 mustika itu hanya untuk menyalakan api?" Wiro garuk-garuk kepala.
"Kelihatannya memang tak ada jalan lain ...."
Murid Sinto gendeng akhirnya keluarkan Kapak Maut Naga Geni 212 dari balik
pakaiannya. Dia juga mengeluarkan batu hitam pasangan senjata sakti itu.
Ketika cahaya yang memancar,dari dua mata
kapak menerangi tempat itu, sepasang mata yang sejak tadi mengintip dibalik
kerapatan serumpunan batang-batang bambu membesar karena terkejut dan juga
kagum. Dalam hati orang yang bersembunyi itu berkata.
"Belum pernah aku melihat senjata seperti itu.
Dari sinarnya saja jelas senjata itu memiliki hawa sakti luar biasa. Pasti
inilah senjata yang dipakainya untuk membunuh Arashi si Nenek Badai. Pemuda dari
negeri ribuan pulau itu ... Aku harus merampas senjata itu. Batu hitamnya
sekalian ... !"
Di depan tumpukan kayu yang disilang-silang di tanah Wiro gosokkan keras-keras
salah satu mata kapak dengan batu hitam di tangan kanannya. Bersamaan dengan itu
dia kerahkan tenaga dalamnya.
Wussssl Lidah api menyambar ke arah tumpukan kayu.
Krekkkk ... Terdengar suara berkeretakan. Kayu-kayu lembab itu berubah menjadi
merah. Sesaat kemudian apipun berkobar. Ketika api padam, kayu-kayu yang tadinya
basah telah berubah menjadi arang merah.
Di balik batang-batang bambu, orang yang sejak tadi mengintip berdecak dalam
hati. 28 "Benar-benar luar biasa. Bagaimanapun aku harus dapatkan senjata itu. Batu
hitamnya juga....." Lalu tanpa suara dia bergeser dari balik batang-batang bambu
itu. Wiro simpan kembali kapak sakti dan batu hitam.
Lalu dia melangkah ke arah kelinci. Binatang ini mencicit keras seolah tahu
kalau dirinya sebentar lagi akan di-pesiangi.
"Ya ... ya sekarang kau boleh mencicit, berteriak sesukamu. Asal saja jangan
sudah masuk ke perutku kau nanti masih mencicitl"
Wiro mulai membuka ikatan pada keempat kaki binatang itu. Kalau tadi kelinci ini
mencicit keras terus menerus, kini tiba-tiba diam.
"Eh, kenapa diam ... " ujar Wiro. Dilihatnya sepasang mata kelinci itu memandang
sayu dan sesekali berkedip-kedip. Telinganya bergerak-gerak, begitu juga cuping
hidungnya. Dari mulutnya yang bergigi-gigi putih kecil terdengar suara desah
halus. Tiba-tiba saja ada perasaan tidak enak dalam diri Pendekar 212. "Aneh, mengapa
mendadak aku jadi tidak tega membunuh binatang ini ...." Wiro perhatikan lagi
kelinci itu. Masih memandang padanya dengan mata sayu dan berkedip.
"Semakin kupandang semakin kasihan aku jadinya ... Ah sudahlah. Biar kulepas
saja ..." Wiro membungkuk, letakkan kelinci itu di tanah lalu berkata.
"Kelinci, kau tentu punya emak, punya bapak.
Punya saudara punya teman dan hutan belantara. Kau 29
boleh pergi. Aku tak jadi menyantanmu. Walau perutku keroncongan kurasa aku
masih bisa menahan lapar..Kau bebas. Pergilah ...."
Setelah dilepas, kelinci itu tidak segera lari.
Seolah-olah berterima kasih dia berpaling ke arah Wiro, mencicit beberapa kali
sambil mengedipkan kedua matanya.
"Ya ... ya.. . Pergi sana. .." kata Wiro pula.
Binatang itu mencicit lagi dan mengedip dua kali lalu membuat lompatan tinggi.
Namun dia tak pernah masuk lagi ke dalam hutan, bahkan setelah melompat tak
sempat lagi menginjakkan kaki-kakinya di tanah.
Sebuah benda melesat dari kegelapan, menyambar ke kepala kelinci itu. Binatang
ini mencicit keras lalu jatuh terhempas ke tanah.
"Astaga!" Wiro berseru dan cepat melompat.
Kelinci diambilnya dari tanah. Sepasang mata Pendekar 212 melotot besar. Sebuah
besi lancip lebih besar dari lidi . menancap tepat di kening kelinci. Pada besi
ini menempel sebuah bendera berbentuk segi tiga berwarna merah. Di bagian tengah
bendera, ada tulisan Kanji warna hitam berbunyi "Bendera Darah."
"Binatang malang ...." desis Wiro. "Aku segaja melepaskanmu. Sekarang ternyata
ada orang jahat membunuhmu. Kalau memang nasibmu seperti ini kan lebih baik kau
kupanggang dan kusantap saja tadi ..."
Wiro garuk-garuk kepalanya dengan tangan kiri. Lalu diusapnya kepala kelinci itu
beberapa kali. Darah yang mengucur dari kepala kelinci mengotori jari-jari 30
tangannya. Perlahan-lahan Wiro letakkan binatang itu di tanah lalu dia tegak
kembali, memandang berkeliling.
"Orang jahat! Siapa kau yang tega-teganya membunuh kelinciku"!" Aku tahu kau
masih berada di sekitar sini! Perlihatkan dirimul"
Dalam keheningan dan dinginnya udara malam tiba-tiba terdengar suara tertawa.
Suara tawa ini melengking keras tapi pendek.
"Kurang ajar ..." kertak Pendekar 212. Dia jelas mendegar suara tertawa itu.
Keras dan dekat tapi aneh-nya dia tidak bisa mengetahui dari arah mana
datangnya. "Orang itu sepertinya memiliki ilmu memindahkan suaral" pikir Wiro.
"Hemmm .... Kau tidak berani unjukkan diri ya"!
Apa kau seorang pengecut atau mungkin tampangmu jelek seperti donburi basi"!"
Tetap hening. Kali ini sepertinya juga tak ada suara jawaban. Tapi tidak. Karena
tiba-tiba jawaban yang diterima Wiro adalah melesatnya sebuah benda merah ke
arah kaki kirinya. Sang pendekar cepat melompat.
Seeettttl Cleeeppp!
Breettt! Sebuah bendera merah menancap di tanah, tepat di atas mana tadi kaki Wiro
meminjak. Gerakan Wiro mengelak tadi cepat sekali. Namun sebelum menancap di
tanah besi bendera masih sempat merobek ujung kaki celana putihnya!
31 "Bendera aneh itu lagi!" desis Wiro dengan mata mendelik.
"Si pelempar jelas sengaja mencari tantaran.
Bukan cuma mau membunuh kelinci tapi juga mau membunuh diriku!"
Sambil mundur mendekati sebuah pohon besar Wiro memandang berkeliling. Dia
sengaja berdiri di depan pohon untuk mempersempit ruang serang musuh yang
tersembunyi. "Pembokong gelap! Apa kau masih tidak mau memperlihatkan diri"!" teriak Wiro.
Baru saja dia berteriak begitu tiba-tiba setttt....
setttt Dua buah Bendera Darah melesat dalam gelapnya malam den menancap di
batang pohon, hanya seujung kuku jari dari telinga kiri kanan sang pendekar!
Walau udara dingin tapi murid Sinto Gendeng sempat keluarkan keringat dan
tengkuknya jadi merinding.
Dia sadar kalau pun dia masih berdiri di sekitar situ, cepat atau lambat dirinya
bakal jadi tancapan bendera aneh itu. Walau besi bendera tidak mengandung racun
tapi daya bunuhnya tidak bisa dibuat main.
Memikir sampai di situ Wiro keluarkan seruan keras.
Kedua kakinya menjejak tanah sambil kerahkan ilmu meringankan tubuhnya. Tubuhnya
melesat ke atas.
Settttt .... setttt .... setttt .... sefflt!
Empat Bendera Darah dengan sebat mengikuti gerakan Wiro. Satu mengarah perut,
satu mencari sasaran di basian dada dan dua menyambar ke arah kepala.
32 "Kurang ajar!" rutuk Pendekar 212.
"Si pembokong benar-benar inginkan nyawaku!
Siapa dia ... Kaki tangan orang-orang lembah Hozu"'
(Mengenai silang sengketa Pendekar 212 dengan orang-orang Lembah Hozu, ikuti
serial Wiro Sableng berjudul
"Pendekar Gunung Fuji")
Masih melayang di udara Wiro membuat gerakan jungkir balik. Ke dua tangannya
serentak lepaskan pukulan tangan kosong yang menghamburkan angin deras.
Empat Beqaera Darah bukan saja berhasil dihindar tap!
malah dibuat mental. Tetapi murid Sinto Gendeng jadi tersentak kaget ketika
melihat apa yang terjadi. Empat buah Bendera Darah yang kena hantaman pukulan
tangan kosongnya tadi tiba-tiba berbalik. Dua diantaranya kelihatan robek. Empat
bendera merah Empat bendera merah ini berkibar aneh. Lalu seperti didorong oleh
kekuatan hebat, empat bendera itu melesat berpencaran dan kembali menyerang Wiro
di empat sasaran!.
"Kurang ajar! ini bukan main-main!" Wiro Cepat melompat kebalik serumpun semak
belukar. Sambil melomat dia lepaskan pukulan "Tameng Sakti Menerpa Hujan".
Dua buah Bendera Darah robek dan menancap
pada rerumpunan semak belukar. Satu diantaranya malah tepat di depan hidung
Pendekar 212 hingga kembali murid Sinto Gendeng keluarkan keringat dingin.
Yang dua lagi berhsrsil dihantam luruh ke tanah.
33 Hebatnya meski jatuh namun dua bendera ini tidak tergeletak begitu saja
melainkan jatuh dengan tetap menancap di tanah!.
Di balik kerapatan batang-batang bambu di tepi sungai terdengar suara orang
berdesah. Sepasang telinga Wiro menangkap suara desah itu. Tanpa Pikir panjang
dia segera menghantam ke arah Pohon bambu.
Pukulan yang dilepaskannya kali ini adalah dalam jurus
"segulung ombak menerpa karang." Terdengar suara seperti ombak besar bergulung
di Pantai. Lalu wusss....
braaakkkk ..... l Rumpunan batang bambu di depan sana laksana dihantam topan,
hancur rambas berantakan.
"Kosong! Tak ada siapa-siapa di tempat itu!" seru Wiro dengan pandangan kaget.
Baru saja dia berseru demikian dan belum habis rasa kagetnya tiba-tiba dari atas
terdengar Suara seekor berkesiuran.
"Bendera keparat!" teriak Wiro.
Tiga buah Bendera Darah melesat dengan
kecepatan setan dari atas pohon besar. Membuat dia .
lagi-lagi dipaksa jungkir balik selamatkan diri.
Cleeppp! Bendera Darah pertama menancap amblas ke
dalam tanah. Kraakkkk! Bendera Darah ke dua menghantam batu kali dan menancap di batu itu!.
34 "Gila! Kalau benar benda itu bisa menancap di batu, kekuatannya benar-benar luar
biasa! Batok kepala pasti tembus!"
Namun Wiro tidak sempat berpikir panjang. Dia merasa lututnya goyah ketika
menyadari Bendera Darah ketiga menyusup di bahunya, merobek baju tebalnya lalu
ada rasa sakit dikulit bahu sebelah kiri. Pertanda ada daging bahunya yang kena
ditembus besi bendera.
Rasa sakit mula-mula tidak terasa karena saking cepatnya gerakan besi itu
menembus. Wiro ulurkan tangan kanannya ke bahu kiri dan cabut bendera yang
menancap di bahunya itu sementara baju tebalnya kelihatan merah oleh darah yang
keluar dari luka.
Sambil menggenggam bendera merah yang dicabutnya dari bahu kiri Wiro mendongak
ke atas. Dalam kegelapan samar-samar dilihatnya satu sosok aneh tegak di cabang
terendah. "Mahluk apa di atas pohon pikir Wiro.
"Sosoknya seperti manusia.... tapi tak jelas kepala tak kelihatan mukanya ...."
"Setan alas di atas pohon! Apa kau tak berani turun ke tanah"l"
Sosok di atas pohon keluarkan tawa melengking keras tapi pendek. Tubuhnya
kemudian tampak melesat ke atas lalu berputar jungkir balik. Di lain kejap dia
melompat ke bawah, menukik laksana seekor alap-alap menyambar mangsanya.
"Makan benderamu sendiril" bentak Wiro.
35 Tangan kanannya yang memegang bendera merah melempar ke atas. Bendera Darah
menderu ke arah Ubun-ubun kepala sosok yang saat itu melayang sebat ke bawah.
"Huhl"
Orang yang melayang turun keluarkan suara terkejut ketika melihat bendera
miliknya sendiri kini dilempar orang ke arah batok kepalanya. Dalam kejutnya dia
bertindak tenang sekali. Sambil miringkan tubuh ke kiri dia malah sengaja
menyambut Serangan bendera dengan dada kirinya. Cleppp! Bendera itu menyusup dan
lenyap di tubuhnya seolah seekor burung yang melesat masuk ke sarangnya!
Rasa heran Pendekar 212 berubah jadi terkejut besar ketika sesaat kemudian dia
melihat sosok Yang tegak di hadapannyal
"Gila! Seumur hidup baru sekali ini aku melihat mahluk macam beginil"
* * * 36 EMPAT Di hadapan Wiro saat itu tegak sesosok tubuh yang mulai dari kaki sampai ke
kepala tertutup oleh puluhan, mungkin ratusan bendera-bendera kecil berwarna
merah. Dari wajahnya hanya sepasang matanya saja yang kelihatan. Memandang tajam
tak berkesip pada Pendekar 212 Wiro Sableng.


Wiro Sableng 079 Ninja Merah di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

"Aneh, mahluk ini terbungkus bendem kaki tangan, badan sampai kepala. Apakah dia
tidak mengenakan pakaian" Tak bisa kuterka apa dia lelaki atau perempuan ...."
Diam-diam Wiro mencium seperti ada bau harum muncul di tempat itu bersamaan
dengan kemunculan mahluk aneh ini.
Untuk sesaat lamanya dua orang itu hanya berdiri
. tegak saling pandang tanpa bicara.
"Hemmm ..." Murid Sinto Gendeng akhirnya bergumam.
"Rupanya aku berhadapan dengan hantu penjual bendera!"
Diejek seperti itu sepasang mata orang yang bekujur tubuh dan mukanya tertutup
bendera-bendera 37
merah kelihatan membesar. Walau jelas marah namun dia tetap diam, tak membuat
gerakan apa-apa.
"Tukang bendera! Kau membunuh kelinci itu, Kau juga menyerang dengan maksud
membunuh. Padahal antara kita tidak ada silang sengketa. Bertemu pun baru kali
ini! Bahkan tampangmu yang tersembunyi dibalik kain-kain popok merah itu tak
pernah kulihat!"
Dari tenggorokan orang dl hadapan Wiro terdengar suara menggeru. Lalu dia
membentak. "Orang asing! Lagakmu sombong! Penghinaanmu keliwatan. Kau boleh menghina
diriku! Tapi menghina bendera-benderaku sebagai kain popok tak dapat kuterima!
Penghinaan atas Bendera Darah berarti mati!"
Wiro segara saja maklum kalau mahluk yang ada dihadapannya itu tidak bicara
dengan suara aslinya tapi mempergunakan suara perut. Dia lantas ingat Akiko
Bessho, murid mendiang Hiroto Yamazaki dari Gunung Fuji yang juga ahli
mempergunakan ilmu suara dari perut. Wiro sendiri sempat belajar cara bicara
dengan perut itu dari Akiko walaupun belum tuntas. Maka diapun rubah suaranya.
kerahkan tenaga dalam ke perut dan bicara menirukan suara seperti kambing.
"Oh, jadi yang kukira kain popok itu adalah Bendera Darah! Pantas ganas amat!"
Mahluk yang terbungkus bendera jadi marah dan juga kaget. Marah karena lagi-lagi
Wiro menghina Bendera Darahnya.
Terkejut karena tidak menyangka pemuda asing itu juga mampu menggunakan suara
perut malah meniru suara kambing!
38 "Dengar .... Sebelum kubunuh katakan dulu dari mana kau belajar bicara dengan
suara perut itu"!"
"Eh, perlu apa kau bertanya" Aku mau belajar dari hantu atau jin atau dari siapa
saia apa urusanmu"!"
"Hemmm begitu ...... Berarti kau mempercepat saat kematianmul" Mahluk bendera
gerakkan kedua tangannya.
"Tunggu dulu!" seru Pendekar 212.
"Katakan mengapa kau ingin membunuhkul"
"Sekedar untuk menebus nyawa Nenek Arashi yang kau bunuh beberapa waktu
lalu ..." Wiro terkejut.
"Apa hubunganmu dengan nenek jahat itu"l"
tanya Wiro. "Kau bisa tanyakan sendiri padanya nanti di akhirat ltupun kalau kau bisa ketemu
dia...!" Orang itu menjawab lalu tertawa keras.
Dua tangannya bergerak. Terdengar suara settt....
settt.... Empat kali berturut-turut. Wiro hampir tak melihat kapan orang itu
mencabut bendera-bendera kecil di tubuhnya tahu-tahu empat Bendera Darah melesat
ke arahnya! Murid Eyang Sinto Gendeng berseru keras. Tubuhnya berkelebat lenyap. Bersamaan
dengan itu dia menghantam ke depan dengan tangan kiri. Lepaskan pukulan "kunyuk
melempar buah." Dua buah Bendera Darah mental dan robek lalu menancap di tanah.
Dua lainnya terus meluncur mengejar ke arah mana perginya sasaran.
39 Wiro kertakkan gerahamnya ketika melihat dua Bendera Darah secara luar biasa
mampu mengejar dan menyambar ke arah perut dan dadanya.
Trang .... bang .... !
Terdengar dua kali suara berdentrangan. Dua kali berturut-turut bunga api
memancar terang dalam kegelapan malam.
Lalu wusss .... wusssl
Dua Bendera Darah terbakar di udara. Begitu punah dua batang besi kecil yang
jadi tiang bendera luruh ke tanah. Sekali ini tak mampu menancap seperti
sebelumnya! Mahluk kendera terkesiap kaget. Dua matanya memandang tak berkesip ke arah
tangan kanan Wiro dimana tergenggam batu hitam empat persegi panjang pasangan
Kagsak Maut Naga Geni 212. Dengan benda inilah rupanya tadi Wiro menangkis
serangan dua dari empat Bendera Darah. Wiro sendiri tidak menyangka kalau batu
api itu bukan saja sanggup menangkis serangan Bendera Darah tapi waktu bentrokan
tadi sekaligus membakar kain bendera!
"Batu itu. .. " Manusia bendera membatin.
"Lalu kapaknya tadi ... Aku harus mendapatkan nya! Musti!"
"Gaijn....Aku mungkin bisa melupakan pembunuhan atas diri Nenek Arashi yang kau
lakukan lalu mem-bebaskanmu dari kematian. Asal kau menerima syarat yang bakal
aku katakan ..." Wiro menyeringai.
40 "Setan alas ini rupanya punya rencana tersembunyi ..." katanya dalam hati. Lalu,
"Tadinya aku memang sudah siap-siap menghadapi kematian. Sekarang kau bilang mau
membebaskan diriku. Coba katakan apa syaratmu itu ..."
"Serahkan batu hitam itu. Juga senjata berbentuk kapak yang kau simpan di balik
pakaian..."
Wiro sesaat jadi melongo. Lalu dia tertawa gelak-gelak.
"Aku merasa tidak ada yang lucu. Mengapa harus tertawa segala" Kau harus
bersyukur tak jadi kubunuh!"
Wiro tersenyum lalu berkata.
"Memang tidak ada yang lucu. Tadinya kau kukira seorang penjua! bendera.
Ternyata kau adalah seorang perampok tengik yang ingin barang orang lainl"
"Kau memutuskan untuk tidak mau menyerahkan dua barang yang kuminta itu?" nada
suara manusia bendera mengandung ancaman.
"Kira-kira begitu ..." jawab Wiro seenaknya.
"Berarti kematian sudah diambang pintu. Kasihan, datang dari jauh hanya untuk
mengantar nyarwa.
Mayatmu pun tak akan ada yang mengurus!"
"Kalau kau kira aku memang akan mati ditangan-mu, apakah kau hendak titip salam
buat Nenek Arashi di akhirat"!" ejek Wiro pula.
Manusia bendera berteriak marah. Tubuhnya berkelebat. Tangannya kiri kanan
beqerak. Sepuluh bendera yang menempel di tubuhnya berkelebat. Wiro tak 41
tinggal diam. Batu hlam dibabatkan ke depan sedang tangan kiri lepaskan dua
pukulan sakit berturut-turut.
Bummmm! Bummmm! Manusia bendera tampak terhuyung-huyung tapi hanya sebentar. Belasan bendera
yang menempel menutupi badannya tersibak akibat pukulan Wiro tadi cepat-cepat
dirapikannya. Memandang ke depan empat buah Bendera Darah dilihatnya musnah
terbabakar. Dua menancap di pohon, dua lenyap dalam kegelapan malam tapi dua
buah lagi walau tidak tepat berhasil menancap di tubuh lawannya!
Wiro menyeringai kesakitan. Sebuah Bendera Darah menancap menyisi pinggiran paha
kirinya. Darah mengucur membasahi kaki celana putih yang dikenakan-nya. Bendera
Darah ke dua menyambar rusuk kanan, menyusup dekat tulang iga sebelah luar!.
"Aku masih mau memberi kesempatan agar kau berubah pikiranl Bagaimana"l" Mahluk
bendera berkata.
"Mahluk edan! Biar aku kembalikan dulu dua benderamu ini!" jawab Wiro. Dengan
cepat dia cabut dua bendera yang menancap di tubuhnya. Namun sebelum dia sempat
melemparkan senjata itu ke arah pemiliknya tiba-tiba manusia bendera gerakkan
badannya. Terjadilah hal yang luar biasa. Tiga puluh Bendera Darah yang menempel di
badannya melesat.
Dengan mengeluarkan suara menderu laksana topan menggidikkan bendera-bendera itu
menyambar ke arah Pendekar 212 Wiro Sableng.
42 "Celaka! Aku tak punya kesempatan mengelak atau menangkisl" Wiro terpaksa
Iepaskan dua bendera yang dipegangnya lalu pergunakan batu api untuk menangkis
sebisanya. Gerakannya untuk mencabut Kapak Maut Naga Geni 212 tidak dapat tidak
tetap akan kedahuluan oleh serangan tiga puluh Bendera Darah yang menyerbu
laksana topan itu!
"Ah, aku benar-benar mati di tangannya!" kata Wiro.
Dia masih berusaha jatuhkan diri walau sadar hal ini adalah sia-sia saja
sementara puluhan Bendera Darah menderu ganas.
Tiba-tiba satu teriakan keras menggema dari arah sungai kecil.
"Yori! Jangan bunuh dia!" Mahluk bendera tersentak kaget.
Saal itu di pertengahan sungai kelihatan seorang gadis berkimono biru berdiri di
atas sebuah perahu kecil yang meluncur dengan cepat. Sebelum ujung perahu
menyentuh pinggiran sungai gadis ini sudah melesat sambil cabut sebilah katana
dan siap menyerbu kirimkan tangkisan untuk membendung serangan puluhan Bendera
Darah walau dia maklum bahwa tidak seluruh-nya bendera-bendera maut itu bisa
diruntuhkannya.
Paling tidak sebagian besar masih akan menancap di tubuh Wiro.
"Ah dia ...l" kata mahluk bendera dalam hati.
Kedua matanya bersinar seperti mau marah. Namun tiba-tiba saja dia menyentakkan
kepala dan 43 melambaikan kedua tangannya ke belakang seraya berseru. "Bendera kembali!"
Terjadilah hal yang luar biasa. Puluhan Bendera Darah yang menyerbu ke arah Wiro
tiba-tiba tegak dan berkibar. Lalu secara aneh bendera-bendera ini ber putar.
Seolah-olah ditarik oleh kekuatan besi berani yang hebat, semua bendera melesat
berbalik dan menyusup di antara puluhan bendera yang menempel di tubuh manusia
bendera. Gadis yang melompat dari atas perahu me-
nginjakkan ke dua kakinya di tanah. Di saat yang sama manusia bendera membungkuk
dalam-dalam sampai tiga kali lalu putar tubuhnya.
"Yori! Tunggu!" seru si gadis berkimono biru sambil berusaha mengejar.
Tapi si manusia bendera itu sudah lenyap di telan kegelapan malam.
Wiro menarik nafas lega dan berpaling ke kiri.
"Sahabatku nona Akiko Bessho. Syukur kau datang ... !"
"Kau tak apa-apa?" tanya gadis kimono biru sambil matanya meneliti sekujur tubuh
Pendekar 212. "Ah, kau terluka di tiga tempat. Bahu, paha, dan rusuk ...." Besi bendera itu
tidak beracun. Tapi lukamu cepat harus dirawat. Lewat dari tiga hari luka itu
akan membusuk ..."
"Dan aku bisa mati ...?"
44 Si gadis menggeleng. "Mati ya tidak. Cuma kau mungkin akan catat seumur hidup.
Salah satu tangan atau kakimu bisa-bisa lumpuh ...."
"Bendera-bendera merah kurang ajar. Kau tadi kudengar menyebut nama mahluk aneh
itu. Dia manusia atau apa ... " Lelaki atau perempuan ....?"
"Maafkan aku. Aku tak bisa menerangkan siapa -
dirinya ... !"
"Jadi kau sebenarnya kenal Siapa dia adanya?"
tanya Wiro. "Lupakan dia, Yang jelas kau selamat Aku senang bisa bertemu kau di sini ...."
"Aku juga ... Tapi aku merasa aneh. Kita bersahabat. Dan kau ternyata kurang
percaya padaku. Tak mau menceritakan siapa adanya manusia aneh tadi.
Lalu kulihat dia seperti takut padamu dan cepat-cepat berkelebat pergi ... ."
"Sudahlah, lupakan saja mahluk yang kau anggap aneh itu," kata Akiko Bessho.
Lalu dari sebuah kantong kain yang dikeluarkannya dari balik bajunya Akiko
Bessho mengambil sebutir obat berwarna merah dan diberikannya pada Wiro.
"Lekas telan. Lukamu pasti sembuh dalam tempo satu hari ...." Wiro memasukkan
obat itu ke dalam mulutnya. Mendadak saja dia seperti mau muntah. Obat yang
dimulutnya hampir melompat keluar.
"Tolol! Kau seperti anak kecil saja! Jangan dihisap. Itu bulan gula-gula!
Langsung telan!"
"Obat apa ini! Sepahit tahi setanl" teriak Wiro.
45 "Ngacokl Apa kau sudah pernah makan kotoran setan"!" ujar Akiko pula menahan
tawa. Wiro cepat telan obat dalam mulutnya. Begitu obat pahit lewat diteng-
gorokannya dia menarik nafas lega.
"Terima kasih Akiko," kata Wiro.
"Coba ceritakan bagaimana kau berada di tempat ini. Bukankah kita janji bertemu
bulan purnama di muka di desa Kitano di . . kaki gunung Mitaka" Kau sengaja
mencariku. Kangen atau bagaimana ....?" Kata-kata Pendekar 212 itu membuat wajah
Akiko Bessho menjadi bersemu merah. Wiro tertawa lebar dia menarik tangan Akiko
mengajaknya duduk dekat perapian.
"Aku dalam perjalanan ke Kioto. Seorang sahabat mendiang Sensei meninggal dunia.
Kematiannya tidak wajar. Dibunuh oleh ninja...:"
"Ninja..."desis Wiro.
"Aku tidak mengerti bagaimana ada manusia atau kelompok manusia seperti mereka.
Melakukan apa saja demi uang! Bahkan membunuh bayi sekalipun mereka tegal"
"Mereka memang ganas dan kejam. Lebih kejam dari orang-orang Lembah Hozu yang
pernah kita. hadapi dulu ...."
"Heran, mengapa Kaisarmu tidak menumpas mereka"
"Sulit. Karena orang-orang atau pejabat-pejabat tinggi sendiri banyak
mempergunakan tenaga mereka.
Para samurai tak sanggup menumpas mereka. Selain kepandaian pendekar samurai
jauh dibawah para ninja, 46
juga adanya pejabat-pejabat tinggi tadi yang tetap menginginkan adanya ninja
baik untuk kepentingan usaha dagang mereka, jabatan maupun keamanan."
"Sebetulnya akupun tadi dalam perjalanan menuju Kioto ...." kata Wiro pula.
"Kalau kau memang mau pergi sama-sama, tentu saja aku tidak keberatan. Tapi ada
syarat! Jangan mencari perkara dan berbuat yang aneh-aneh. Aku ke sana untuk
melayat, bukan untuk bersenang- senang ...." Wiro tersenyum. Sambil garuk kepala
dia menjawab. "Bagiku, bisa pergi sama-sama tidak merupakan kesenangan tersendiri..!'
"KaIau begitu ayo kita berangkat sekarang. Kioto masih cukup jauh dan kita harus
jalan kaki ..."
"Bagaimana dengan ilmu pukulan matahari. Kau masih terus melatih diri?" tanya
Wiro. Akiko Bessho mengangguk. "Daya hantamku jauh lebih besar. Aku berterima kasih
kau telah mengajarkan ilmu pukulan sakti itu. Lalu bagaimana dengan ilmu bicara
dari Perut yang aku ajarkan padamu. Kau sudah bisa"
"Wah, aku harus banyak berlatih. Kadang-kadang Yang keluar bukan suara manusia
tapi suara binatang..." jawab Wiro hingga Akiko Bessho tertawa geli.
"Sahabat gurumu yang dibunuh ninja itu, siapakah dia" " tanya Wiro sambil
melangkah cepat di sa Akiko.
"Namanya Noboru Kasai. Ketua Perguruan silat Emerarudo" jawab Akiko sambil lebih
mempercepat jalannya (siapa adanya gadis Jepang bernama Akiko 47
Besso ini harap baca Serial Wiro Sableng bejudul
"Pendekar Gunung Fuji").
* * * 48 LIMA Di dalam ruangan itu berkumpul para pucuk pimpinan Perguruan Emerarudo. Hisao
Matsunaga duduk bersebelahan dengan Shigero Momochi. Di hadapan mereka duduk
empat orang tua-tua Perguruan mengapit seorang anak lelaki berusia 14 tahun.
Anak ini adalah Akira, putera tunggal mendiang Ketua Noboru Kasai.
Keheningan menggantung beberapa lamanya.
Hisao Matsunaga mengusap dadanya beberapa kali lalu terdengar dia batuk-batuk.
"Wakil Ketua, kau agak kurang sehat rupanya ... "
tanya seorang tua sesepuh Perguruan yang duduk di hadapan Hisao.
"Mungkin masuk angin. Sehabis berjalan jauh ke Kioto dua hari lalu ..." jawab
Hisao Matsunaga sambil me ngusap dadanya lalu menarik nafas panjang. Dia melirik
pada Shigero Momochi yang duduk seperti terkantuk-kantuk di sampingnya. "Orang
ini pasti habis meneguk minuman keras lagi ..." kata Hisao dalam hati. Lalu dia
memandang pada Akira Kasai sesaat dan berkata.
49 "Akira-san ...Kami sengaja mengikut sertakan kau dalam pembicaraan penting ini
karena sebagai putera mendiang Ketua Perguruan kami menganggap kau harus tahu
akan segala pembicaraan maupun rencana Perguruan ..."
Akira Kasai membungkuk dalam dalam lalu
menjawab. "Saya berterima kasih atas kehormatan ini!"


Wiro Sableng 079 Ninja Merah di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

"Seperti kita ketahui dua hari dari sekarang jenazah Ketua Noboru Kasai akan
diperabukan," kata Hisao meneruskan ucapannya tadi.
"Sesuai ketentuan Perguruan, sebelum hal itu dilakukan sudah harus ditentukan
dan diumumkan siapa pengganti beliau yang akan menjabat sebagal Ketua Perguruan.
Sejak puluhan tahun silam sudah ada ketentuan bahwa seorang Ketua membuat
semacam surat warisan di dalam mana dia menyebutkan siapa penggantinya jika
karena satu dan lain hal dia tidak lagi bisa memegang jabatan sebagal Ketua.
Apapun isi surat warisan itu atau siapapun yang ditunjuk menjadi penggantl tidak
ada seorangpun yang boleh membantah.
Semua harus tunduk dengan isi surat warisan. Aku dan Shigero Momochi sudah
memeriksa di semua tempat termasuk Ruangan Rahasia Perguruan dan kamar pribadi
mendiang Ketua. Namun surat itu tak ditemukan.
Kita semua tahu, malam itu tiga orang ninja menyerbu ke sini. Mereka bukan saja
berniat membunuh Ketua tapi dari penyelidikan ternyata mereka juga mencurl surat
penting itu. Walau yang dua terbunuh, satu-satunya 50
yang melarikan dirl agaknya telah berhasil mencuri dan melarikan surat itu.
Waktu kita hanya sedikit Kurang dari dua hari. Dalam waktu yang sangat singkat
itu kita harus menemukan surat itu. ..!"
Shigem Momochi yang duduk seperti terkantuk-kantuk dikejutkan oleh pertanyaan
Hisao Matsunaga.
"Shigero, apakah sudah ada kabar dari orang-orang kita yang kau suruh
menghubungi para Ketua Ninja ...."!" Shigero Momochi usap mukanya.
"Maafkan, aku kurang mendengar pertanyaanmu tadi Hisao ..."
"Kau kelihatan sakit atau mengantuk Shigero"
Tanya Hisao berusaha menahan jengkelnya.
"Dalam urusan penting begini rupa bagaimana mungkin dia tidak acuh dan malah
mengantuk"!"
Seorang tua sesepuh Perguruan membuka mulut.
"Wakil Ketua Hisao Matsunaga tadi menanyakan apa sudah ada kabar dari orang-
orang yang disuruh untuk menghubungi para Ketua Ninja .... ?"
"Oh itu. .." Shigero usap lagi mukanya.
"Belum ....belum" katanya sambil menggeleng.
"Mereka belum kembali. ..."
Hisao Matsunaga menarik nafas dalam.
"Kalau sampai saat terakhir jenazah diperabukan surat itu belum ditemukan dan
Perguruan belum mengangkat Ketua yang baru, apa yang harus kita lakukan?"
Salah seorang tua yang duduk di sebelah Akira Kasai membungkuk lalu menjawab.
"Menurut aturan, 51
walau ini tidak pernah terjadi sebelumnya, jabatan Ketua sementara dipegang oleh
istri atau putra mendiang Ketua. Karena mendiang Ketua tidak punya istri maka
jabatan itu dipercayakan pada puteranya ... !" Semua mata ditujukan pada Akira
Kasai. "Aku tidak pernah melihat aturan itu secara tertulis," tiba-tiba Shigero Momochi
membuka mulut. "Dan aku merasa aturan itu tidak benar. Perguruan bukan Kerajaan dimana tahta
atau pucuk pimpinan diserahkan pada seorang putera jika sang raja meninggal. Aku
lebih suka jika tanggung jawab Perguruan untuk sementara berada di tangan
kelompok pimpinan ..."
Sesaat keadaan di tempat itu menjadi hening.
Tiba-tiba Akira Kasai membungkuk.
"Akira-san, kau hendak mengatakan sesuatu'"
tanya Hisao Matsunaga.
"Kalau diperkenankan paman Wakil Ketua..."
jawab anak lelaki itu.
"Kedudukanmu sama dengan kami. Jadi kau berhak bicara," kata Hisao Matsunaga
sambil senyum. "Kau tak usah malu apalagi merasa takut.
Bicaralah ...."
Setelah membungkuk sekali lagi maka anak
itupun mulai bicara.
"Maafkan saya karena baru saat ini menyampaikan apa yang saya ketahui.... ini
menyangkut surat warisan atau surat penunjukan siapa yang jadi 52
pengganti mendiang Ayah. Surat itu ada di Puri Sanzen.
Disimpan oleh seorang pendeta bernama Komo. .."
Semua orang yang ada di situ tentu saja jadi terkejut karena tidak menyangka
akan mendengar keterangan itu dari mulut Akira Kasai.
"Akira san ..." kata Shigero Momochi dengan nada penasaran. "Kenapa baru
sekarang kau bilang"
Padahal kau tahu kita semua sudah kelabakan mencari surat itul"
"Harap maafkan. Saya tak berani bicara karena takut kesalahan dan para orang tua
di sini menganggap diri saya lancang ... ." Hampir saja Shigero Momochi hendak
mendamprat anak itu. Tapi Hisao Matsunaga cepat berkata.
"Bagaimana ceritanya surat itu berada di tangan pendeta Komo dan bagaimana kau
mengetahui hal itu Akira-san?"
"Sekitar satu bulan lalu Ayah sendiri yang menyuruh saya mengantarkan surat itu
ke Puri Sanzen dan menyerahkannya pada pendeta Komo. Agaknya Ayah seperti sudah
punya firasat ada sesuatu yang bakal terjadi atas dirinya. Menurut pesan Ayah
pada pendeta Komo, surat itu hanya saya yang bisa mengambil lalu menyerahkannya
pada para Wakil ketua Perguruan ..." Shigero Momochi menggelengkan kepala.
"Sepertinya mendiang Ketua tidak percaya pada kita semua ... Aku merasa malu
diperlakukan seperti itu..." Hisao Matsunaga batuk beberapa kali sambil usap 53
usap dadanya. Dia berkata untuk mendinginkan sua sana.
"Aku rasa mendiang Ketua melakukan hal itu tentu ada sebabnya. Buktinya, kalau
dia tidak berbuat begitu surat penting tersebut pasti sudah jatuh ketangan
ninjal" Walau wajahnya masih menunjukkan ketidak senangan tapi Shigero Momochi
diam saja. "Lalu apa yang harus kita lakukan sekarang?"
tanya salah seorang tua.
"Aku dan beberapa murid Perguruan akan mengantar putera mendiang ketua ke Puri
Sanzen. Puri itu cukup jauh dari sini. Jika berangkat malam ini dan berhenti
istirahat di beberapa tempat, baru besok petang akan kembali. Mengingat pulera
Ketua tak bisa menunggang kuda maka delapan orang akan bergantian menandunya.
Akira-san kau lekas bersiap-siap. Aku akan mengatur segala sesuatunya,.."
Hisao Matsunaga segera berdiri. Sebelum melangkah ke pintu dia berpaling pada
Shigero Momochi.
"Shigero, selama kami pergi semua hal di perguruan menjadi tanggung jawabmu.
Yang lain-lain supaya membantu termasuk menyambut para tamu yang datang
melayat." Shigero Momochi diam saja.
Agaknya dia tidak suka akan ucapan Hisao tadi yang seolah-olah memerintah dan
membuat dia berada dalam kedudukan lebih rendah.
AKlRA Kasai memandang pada tandu yang
sebentar lagi akan membawanya ke Puri Sanzen. Saat itulah seorang anak lelaki
seusia Akira dan sama-sama 54
mengenakan kimono warna merah melangkah mendekati Akira dan menegur.
"Akira, ku dengar kau mau berangkat ke Puri Sanzen ..." Akira Kasai berpaling.
Dia tertawa lebar ketika melihat siapa dihadapannya. Keno teman sebaya dan
sepermainan. "Betul Keno, aku harus pergi ..."
"Malam-malam begini" Aku kawatir ..."
"Aku ditemani paman Wakil Ketua Hisao Matsunaga. Apa yang harus dikawatirkan"
Wjar Akira pula.
"Akira, aku mimpi buruk. Kau jatuh ke dalam jurang yang dasarnya penuh dengan
batu-batu merah membara. Aku takut akan terjadi apa-apa dengan dirimu dalam
perjalanan..!" Akira Kasai tersenyum dan pegang bahu temannya itu.
"Kau sahabat yang baik. Aku pergi cuma sebentar. Besok juga sudah kembali ...
Doakan saja supaya aku selamat pergi dan kembali!"
"Bagaimana kalau aku ikut bersamamu?" tanya Keno.
"Tentu saja aku suka. Tapi paman Wakil Ketua belum tentu mau mengizinkan," jawab
Akira. "Kalau begitu sebelum ada yang melihat biar aku sembunyi duluan dalam tandu ..."
"Heh! Kau benar-benar konyol Keno ...."
"Konyol atau apapun katamu pokoknya aku harus ikut!"
55 "Kalau kau memaksa terserah saja. Lekas masuk ke dalam tandu,..!" kata Akira
sambil memandang berkeliling takut ada yang melihat.
* * * 56 ENAM SEBETULNYA Puri Sanzen terletak tidak terlalu jauh dari bukit dimana Perguruan
Emerarudo berada. Hanya saja jalan menuju ke Puri itu sangat sulit, buruk dan
berbatu-batu. Disamping itu pendakian dan penurunan datang silih berganti hingga
rombongan yang dipimpin oleh Hisao Matsunaga tidak bisa bergerak cepat.
Menjelang dinihari ketika rombongan bergerak perlahan dan tertatih-tatih
melewati sebuah pendakian curam, dari puncak pendakian tiba-tiba muncul tujuh
sosok hitam. "Shinobi!" kata Hisao Matsunaga dengan suara bergetar.
"Ninja!" teriak beberapa orang anggota rombongan hampir berbarengan.
"Eh, apa yang terjadi ...?" ujar Akira Kasai di dalam tandu ketika merasakan
tandu yang diusung oleh empat orang anak murid Perguruan tiba-tiba diturunkan ke
tanah. Lalu mendadak pula terdengar suara beradunya pedang.
57 Keno yang berbaring di lantai cepat berdiri dan enyingkap tabir penutup jendela
kecil di dinding tandu.
Dia mengintai keluar. Suaranya bergetar ketika berpaling pada Akira dan berkata.
"Rombongan kita diserang ninja, Jumlah mereka lebih dari lima. Kelihatannya
Wakil Ketua dan anak murid Perguruan berada dalam keadaan terdesak ..."
"Apa yang harus kita bkukan ....?" tanya Akira Kasai, Tangan kanannya meraba
katana pendek yang tersisip di pinggang. Walau wajahnya tidak menunjukkan rasa
takut tapi getaran suaranya cukup menjadi pertanda bahwa anak ini merasa sangat
kawatir. "Mimpiku jadi kenyataan. Ninja-ninja hitam itu pasti mengincar dirimu ... !"
"Mengincar diriku" Mengapa" Apa salahku ... "'
"Aku juga tidak tahu. Tapi aku merasa dirimu dalam bahaya Akira. Lekas kau
menyelinap keluar.
Segitu sampai di luar cepat lari ke Puri Sanzen ..."
"Apa maksudmu" Apa yang hendak kau lakukan"l"
tanya Akira. "Sudah. Waktu kita tidak banyak. Lekas pergi ..." k ata Keno. Lalu dipeluknya
temannya itu erat-erat!.
Akira balas memeluk sambil berkata. "Aneh kau ini Keno. Kau memelukku seperti
kita akan berpisah dan tidak bertemu lagi ... !'
"Lekas pergi .... Aku mendengar suara jeritn wakil Ketua ... Dia pasti terluka.
Keadaan benar-benar sangat berbahaya! Larilah! Ambil jalan rahasia yang kita
temukan waktu main-main di hutan dulu. Kau ingat"!"
58 Akira mengangguk dengan gerakan kaku. Keno menggeser pintu dorong tandu lalu
menarik lengan kawannya. Putera mendiang Noboru Kasai ini mau tak mau akhirnya
keluar juga dari dalam tandu itu.
"Keno...?" ujar Akira.
Tapi Keno sudah menutup pintu dari dalam tandu.
Akira Kasai memandang berkeliling. Tempat dia berdiri berada dalam bayang-bayang
gelap pohon besar hingga dirinya tersamar tidak kelihatan. Kuduknya merinding
Pendekar Pendekar Negeri Tayli 9 Petualang Asmara Karya Kho Ping Hoo Kembalinya Sang Pendekar Rajawali 5
^