Hantu Jatilandak 1
Wiro Sableng 105 Hantu Jatilandak Bagian 1
BASTIAN TITO Mempersembahkan :
PENDEKAR KAPAK NAGA GENI
212 Wiro Sableng Episode ke 130 :
Meraga Sukma Hak cipta dan copyright milik Alm. Bastian Tito Wiro Sableng telah terdaftar
pada Departemen Kehakiman Republik Indonesia
Direktorat Jenderal Hak Cipta, Paten dan Merek dibawah nomor 004245
1 0 5 H A N T U J A T I L A N D A K
1 Ebook by : Tiraikasih (Kang Zusi)
Scanning kitab by : Aby Elziefa
mailto:22111122@yahoo.com
2 HANTU JATILANDAK
DI ATAS RUNTUHAN BATU KARANG SAAT ITU BERDIRi SATU SOSOK TINGGI KURUS BERWUJUD
MANUSIA YANG HANYA MENGENAKAN SEHELAI CAWAT
KECIL TERBUAT DARI KULIT KAYU. SEKUJUR TUBUHNYA, MULAI DARI UBUN- UBUN SAMPAI KE
KAKI MENYERUPAI WARNA POHON JATI. NAMUN
DITUMBUHI BULU-BULU TEBAL KERAS DAN PANJANG
SERTA RUNCING SEPERTI BULU LANDAK. SEPASANG
MATANYA DITEDUHI DUA ALIS HITAM TEBAL DIBAWAH
HIDUNGNYA YANG SELALU KEMBANG KEMPIS MENEKUK
KUMIS LEBAT. DAUN TELINGANYA PANJANG DAN LEBAR, JUGA DITUMBUHI DURI-DURI SEPERTI
BULU LANDAK. SESEKALI DIA MELUDAH KE TANAH. LUDAHNYA
BERWARNA KUNING PEKAT!
"MAKHLUK BERBULU LANDAK! WAHAI! TIDAK DAPAT
TIDAK KAU PASTILAH MAKHLUK YANG TUJUH PULUH
TAHUN SILAM KUBERI NAMA HANTU JATILANDAK!"
MAKHLUK DI ATAS BATU TIDAK BERGERAK DAN
TIDAK BERKESIP. HANYA DARI TENGGOROKANNYA
TERDENGAR SUARA MENGGEMBOR. LALU SEPERTI
TADI DIA MELUDAH KE TANAH.
"HANTU MUKA DUA! AKU SUDAH TAHU SIAPA DIRIMU
DARI KAKEKKU TRINGGILING LIANG BATU!
AKU TIDAK SUKA KEHADIRANMU DI PULAU INI! LEKAS
KEMBALI KE PERAHUMU! TINGGALKAN PULAU! ATAU
SEKUJUR TUBUHMU AKAN KUTABURI DENGAN DURI BERACUN!"
3 HANTU JATILANDAK
BASTIAN TITO HANTU JATI LANDAK
1 LAUT tenang. Tiupan angin pada layar membuat perahu kecil itu meluncur laju di
permukaan air laut.
Lelaki bertubuh kekar berambut gondrong yang mukanya ditumbuhi janggut, kumis
dan cambang bawuk lebat duduk di bagian haluan. Dua kakinya terbungkus batu
berbentuk bola yang beratnya puluhan kati. Namun anehnya perahu kecil itu tidak
terjungkat ke belakang oleh beratnya dua bola batu itu. Lelaki ini duduk tak
bergerak, memandang tak berkesip ke depan.
Dia adalah Lakasipo, bekas Kepala Negeri Latanahsilam bergelar Bola-Bola Iblis
namun lebih dikenal dengan berjuluk Hantu Kaki Batu.
Di bagian depan perahu sosok manusia aneh yang tingginya hanya sebatas lutut
Lakasipo duduk saling berpegangan. Di wajah masing-masing jelas terlihat rasa
gamang dan khawatir yang amat sangat. Dengan keadaan tubuh mereka sebesar itu,
meluncur cepat di atas perahu dan memandang berkeliling hanya hamparan laut yang
kelihatan tentu saja ketiganya menjadi ngerl. Malah kakek yang di ujung kanan
sejak tadi terduduk dengan mulut terkancing mata mendelik dan tengkuk dingin
sementara dari bawah perutnya mengucur air kencing tak berkeputusan.
Tiga manusia cebol yang ada di bagian depan perahu itu bukan lain adalah si
kakek julukan Setan Ngompol, bocah bernama Naga Kuning dan Pendekar Kapak Maut
Naga Geni 212 Wiro Sableng.
"Sebenarnya aku tidak suka dengan perjalanan ini!" berkata Naga Kuning.
"Aku juga!" kata Setan Ngompol.
"Tapi kau yang memaksa aku agar ikut kek! Padahal 4 HANTU JATILANDAK
aku sudah ada rencana menemui Luhkimkim, gadis di Latanahsilam itu!"
"Kita sudah ada di atas perahu dan dalam perjalanan. Mengapa baru sekarang
kalian berkata tidak suka!" menjawab Wiro. "Tapi masih ada kesempatan untuk
kembali! Apa kalian berdua bisa berenang?"
"Eh, apa maksudmu Pendekar 212?" tanya Setan Ngompol.
"Mencebur ke dalam laut dan berenang kembali ke daratan Latanahsilam!"
"Kau bicara tidak pakai pikiran!" kata Setan Ngompol dengan muka cemberut.
Naga Kuning berkomat-kamit lalu berpaling ke bagian belakang perahu. "Lakasipo!
Kau yang pertama sekali merencanakan perjalanan ini!"
Lakasipo yang sejak tadi memandang ke depan, alihkan pandangannya pada tiga
manusia cebol di bagian depan perahu. "Betul sekali wahai saudaraku Naga Kuning!
Tapi jangan lupa. Semua ini atas petunjuk berdasarkan cerita Peri Angsa Putih.
Kita semua menyetujui sama-sama berangkat! Lalu sekarang apa lagi"!"
"Menurutmu, apakah kita benar-benar bisa mencari dan menemui makhluk bernama
Hantu Sejuta Tanya Sejuta Jawab Ku?" tanya Wiro.
"Betul," ucap Setan Ngompol. "Laut seluas ini, kita harus mencari satu pulau
yang kita tidak tahu dimana letaknya, tak tahu apa namanya. Hanya ada petunjuk
samar!" "Turut cerita Hantu Muka Dua adalah makhluk Jahat luar biasa. Kalau dia seperti
itu, gurunya tentu lebih jahat lagi. Dan Hantu Sejuta Tanya Sejuta Jawab ini
adalah guru Hantu Muka Dua! Kita semua pasti celaka!"
"Coba kalian timbang-timbang," kata Setan Ngonv pol menyambung ucapan Naga
Kuning tadi. "Peri Angsa Putih tahu cerita itu dari kakeknya si Hantu Tangan
Empat. Menurutku Hantu Tangan Empat tidak 5 HANTU JATILANDAK
begitu suka pada kita bertiga. Jangan-jangan dia sengaja mengarang cerita untuk
mencelakai kita semua!"
Wiro garuk-garuk kepala. Apa yang dikatakan teman-temannya itu mungkin betul
adanya. Dia berpaling memandang ke arah Lakasipo. Lalu kembali terdengar si
Setan Ngompol berkata. "Lakasipo, selagi belum terlambat ada baiknya kau memutar
haluan. Kita kembali ke Latanahsilam!"
"Kalian semua seolah takut melihat bayangan sendiri. Bukankah perjalanan ini
kita lakukan demi untuk mencari jalan agar kalian bertiga bisa kembali ke negeri
kailan" Bukankah hanya Hantu Sejuta Tanya Sejuta Jawab itu satu-satunya tempat
bertanya" Hantu Tangan Empat sudah kita coba. Dia tak bisa menolong. Kita sudah
berusaha mencari Batu Sakti Pembalik Waktu.
Tidak berhasil. Ini adalah petunjuk terakhir yang harus kita tempuh. Kalau
kalian memaksa mau kembali apa sulitnya bagiku memutar haluan!" Lakasipo
celupkan tangan kanannya ke dalam air laut, siap untuk merubah haluan.
"Tunggu!" ujar Pendekar 212 Wiro Sableng. "Peri Angsa Putih tidak akan menipu
kita. Hantu Tangan Empat walau kita tidak tahu pasti hatinya tapi kurasa juga
tidak punya maksud mencelakai kita. Yang jadi pertanyaan sekarang, seandainya
kita berhasil menemui guru Hantu Muka Oua, apakah dia benar-benar mau menolong
kita" Jangan perjalanan gila ini hanya menghasilkan satu kesia-siaan!"
"Turut riwayat yang pernah kudengar puluhan tahun silam," kata Lakasipo pula,
"Sebenarnya Hantu Sejuta Tanya Sejuta Jawab itu adalah seorang sakti berhati
polos! Otaknya dipenuhi berbagai ilmu penge-tahuan. Hantu Muka Dua kemudian
mempergunakan kesempatan. Secara licik dia mencari tahu apa-apa yang harus
dilakukannya agar bisa menjadi Raja di Raja Segala Hantu di Latanahsilam. Begitu
dia mendapatkan apa yang dimaunya, sang guru lalu dibuatnya menjadi tidak
berdaya. Dibawa dan dikucilkan di se-6 HANTU JATILANDAK
buah pulau yang menurut Peri Angsa Putih adalah pulau pertama sehari perjalanan
ke arah tenggara.
Kalaupun kita tidak berhasil, menurut hematku berbuat sesuatu adalah lebih baik
dari pada tidak melakukan apa-apa sama sekali. Kecuali jika kalian memang tidak
benar-benar ingin kembali ke negeri kalian. Kau misalnya Naga Kuning. Mungkin
kau memilih tetap tinggal di Latanahsilam karena sudah terpikat dengan
Luhkimkim. Dan kau kakek Setan Ngompol juga sama karena sudah kecantol pada
nenek yang dandanannya menor acak-acakan bernama Luhlampiri itu. Bagaimana
dengan kau Wiro"!"
Ditanya begitu Pendekar 212 jadi menyeringai sambil garuk-garuk kepala.
"Mungkin dia terpikat pada Peri Sesepuh yang bertubuh besar gembrot membal dan
suka ngongkong itu!" Yang menjawab Naga Kuning lalu bocah ini tertawa cekikikan.
"Hik... hik... hik!" Setan Ngompol ikut-ikutan geli sambil pegangi bawah
perutnya. "Aku menuruti jalan pikiranmu Lakasipo," Murid Sinto Gendeng berkata, membuat
Naga Kuning dan Setan Ngompol jagi cemberut. "Buruk dan baik nasib kita di
kemudian hari belum dapat dipastikan. Berharap tanpa berusaha adalah bodoh! Kita
teruskan perjalanan!"
"Naga Kuning dan Setan Ngompol! Kalian sama mendengar keputusan saudara kita
Wiro Sableng, Mulai sekarang jangan ada diantara kita yang terus-terusan merasa
bimbang mengadakan perjalanan ini!"
Baru saja Lakasipo berkata begitu tiba-tiba langit di atas laut tampak berubah
mendung. Dari selatan angin kencang bertiup mengeluarkan suara mengerikan.
Ombak besar mulai bergulung-gulung di kejauhan.
Perahu kecil yang ditumpangi keempat orang itu terbanting kian kamari. Wiro dan
Naga Kuning dicekam rasa takut. Setan Ngompol mulai terkencing-kencing lagi.
"Topan badai menyerang laut!" seru Lakasipo.
Kalian bertiga lekas ke sini!"
7 HANTU JATILANDAK
Wiro, Naga Kuning dan Setan Ngompol cepat lari mendatangi Lakasipo. Oleh
Lakasipo ketiga orang ini segera diselipkannya di balik sabuk kulit yang melilit
di pinggangnya. Lalu dengan cepat dia menurunkan layar perahu untuk menghindari
terpaan angin. Dengan kedua tangannya yang dipergunakan sebagai dayung dia
mengayuh. Perahu meluncur pesat. Namun hantaman angin dan ombak raksasa membuat
perahu itu mencelat lima tombak ke udara. Ketika jatuh ke permukaan laut,
kembali ombak besar menghantam. Perahu hancur berkeping-keping. Sosok Lakasipo
yang diberati dua bola batu langsung tenggelam ke dalam amukan air taut.
Dia kerahkan tenaga dalam untuk melenyapkan gaya berat pada dua kakinya. Secara
luar biasa Lakasipo berhasil membuat dua kakinya yang terbungkus bola-bola batu
mengambang di atas permukaan laut yang dilanda badai itu. Namun setiap kali dia
coba menaikkan tubuhnya ke atas, hantaman ombak atau terpaan angin selalu
membuat dia kembali tenggelam. Berulang kali dicoba tetap saja sia-sia. Dalam
keadaan habis tenaga Lakasipo akhirnya jatuh pingsan dan roboh tenggelam ke
dalam air. * * * Ketika Lakasipo sadar didapati dirinya terkapar tertelentang di atas pasir
pantai. Dia mencoba bangkit namun tak berhasil. Sekujur tubuhnya terasa sakit
dan tulang-tulangnya seolah bertanggalan dari persendian.
Memandang ke atas dilihatnya langit biru disaputi cahaya kekuningan. Dia tak
dapat menduga apakah saat itu pagi atau menjelang sore. Tiba-tiba Lakasipo ingat
pada tiga saudara angkatnya. Dia meraba ke pinggang. Hatinya lega begitu
menyentuh tiga sosok tubuh cebol. Setelah mengumpulkan seluruh tenaga 8 HANTU
JATILANDAK akhirnya Lakasipo berhasil bangkit dan duduk di atas pasir. Wiro, Naga Kuning
dan Setan Ngompol memang masih terikat dibalik sabuk kulitnya. Namun ketiga
orang ini terkulai tak bergerak.
"Jangan-jangan mereka mati semual" pikir Lakasipo.
Dengan cepat dia tanggalkan ikat pinggangnya. Begitu ikatan lepas tiga sosok
tubuh itu jatuh bergulingan ke atas pangkuannya. Masih tetap tidak ada satupun
yang bergerak. Pucatlah wajah Lakasipo.
* * * 9 HANTU JATILANDAK
BASTIAN TITO HANTU JATI LANDAK
2 "CELAKA!" membatin Lakasipo. Satu persatu dimbilnya ketiga sosok cebol itu.
Diperiksa dan didekatkannya ke telinganya. Dia masih bisa mendengar detak-degup
jantung walaupun perlahan.
"Wahai...." Lakasipo pegang Setan Ngompol dan Naga Kuning di tangan kiri. Tangan
kanan mencekal sosok Wiro Sableng. Ketiga orang itu dipegangnya kaki ke atas
kepala ke bawah. Perlahan-lahan air laut mengucur keluar dari mulut mereka.
Masih belum puas Lakasipo tempelkan perut ketiga orang itu ke dadanya.
Begitu dia menekan, Wiro, Naga Kuning dan Setan Ngompol sama keluarkan suara
seperti orang muntah.
Air kambali mengucur keluar. Lalu ketiganya terdengar batuk-batuk. Penuh
perasaan lega Lakasipo baringkan ketiga orang itu di atas pasir.
Wiro yang pertama sekali sadar, membuka mata lalu bangkit dan duduk. Dia merasa
ngeri melihat ombak yang bergulung lalu memecah di pasir pantai.
Mengingat-ingat apa yang terjadi dia lalu berpaling pada Lakasipo dan bertanya,
sementara Naga Kuning dan Setan Ngompol telah mulai siuman dan memandang kian
kemari dengan muka pucat. Ketika mendengar deburan ombak di pasir pantai
keduanya jadi ketakutan dan berdiri terhuyung-huyung.
"Lakasipo! Kita berada di mana"!" bertanya murid Sinto Gendeng.
Lakasipo memandang berkeliling. Ketika dia mem buka mulut hendak menjawab, yang
keluar dari mulutnya bukan suara tapi semburan air laut! Celakanya muntahan air
itu jatuh mengguyur ketiga orang yang ada di depannya. Setan Ngompol memaki
panjang 10 HANTU JATILANDAK
pendek. Naga Kuning menyumpah-nyumpah. Wiro sendiri menggerutu habis-habisan dan
cepat seka mukanya yang terguyur muntahan.
"Untung cuma air, tidak bercampur dengan yang lain-lain! Sialan betul!" Wiro
mengomel. "Saudara-saudaraku, maafkan aku! Aku tak sengaja...."
"Kalau bicara jangan menghadap kami! Kulihat perutmu buncit tanda masih banyak
air di dalamnya!"
teriak Naga Kuning.
Lakasipo batuk-batuk. Benar saja. Dari mulutnya kembali menyembur air. Untung
dia mendengar peringatan Naga Kuning tadi. Waktu muntahnya menyembur dia
palingkan mukanya ke samping hingga air yang dimuntahkannya tidak menyirami
ketiga orang Ku.
Wiro memandang ke arah barat. Dia melihat sosok mentari tengah menggelincir
menuju titik tenggelamnya.
"Lakasipo, kulihat sebentar lagi matahari segera tenggelam. Malam akan tiba.
Lekas kau mencari tahu di mana kita berada saat ini...."
Lakasipo memandang berkeliling. "Tak bisa aku menduga wahai Wiro. Melihat pada
bentuk pantai yang membelok di ujung kiri dan kanan agaknya kita berada di satu
pulau...."
"Pulau tempat kediaman guru Hantu Muka Dua?"
tanya Naga Kuning.
"Lagi-lagi aku tak bisa menduga wahai sahabatku...."
"Kalau begitu kita harus segera bergerak mencari tahu. Paling tidak sebelum
malam tiba kita ada tempat untuk berlindung!" kata Wiro pula lalu berdiri dan
mendahului melangkah dan meninggalkan tempat itu.
Lakasipo cepat mengangkat Wiro, Naga Kuning dan Setan Ngompol. Sambil melangkah
dia berkata. "Di sebelah sana ada deretan panjang pohon-pohon besar. Kita akan menyelidik ke
sana...." Begitu sampai di deretan pohon-pohon yang tadi dilihatnya di kejauhan, Lakasipo
hentikan langkah, memandang dengan muka mengernyit.
11 HANTU JATILANDAK
"Pohon-pohon aneh! Tumbuhnya rapat sekali! Dan dipenuhi duri mulai dari ranting
sampai ke batang!"
Berseru Wiro yang ada dalam dukungan Lakasipo.
Lakasipo maju mendekat. "Kau betul Wiro. Seumur hidup baru sekali ini aku
melihat pohon-pohon seperti Ini. Bentuknya seperti pohon jati. Tapi mengapa
ditumbuhi duri-duri panjang. Tumbuhnya juga rapat. Jika tidak hati-hati sulit
bagi seseorang bisa lolos di antara dua pohon...."
"Di belakang deretan pohon-pohon itu hanya ada kegelapan menghitam," berkata
Setan Ngompol. "Saat Ini masih siang. Kalau malam tiba pasti sangat gelap Di
sebelah sana. Tangan di depan mata mungkin tak bisa kelihatan...."
Lakasipo tampak diam seolah tengah berpikir.
"Lakasipo, mengapa kau diam saja"!" bertanya Naga Kuning.
Wiro Sableng 105 Hantu Jatilandak di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
"Wahai! Aku tengah menghubungkan ucapan-ucapan kalian dengan satu riwayat yang
pernah kudengar..." jawab Lakasipo. "Pohon-pohon jati berduri seperti duri bulu
landak. Rimba belantara hitam gelap.
Kelam.... Ini semua mengingatkan aku pada dua hal.
pertama Jatilandak. Kedua hutan Lahitamkelam."
"Jatilandak itu, nama orang atau apa?" bertanya Wiro.
"Nama Hantu. Hantu Jatilandak. Salah satu dedengkot Hantu. Tapi kabarnya dia
berada di bawah kekuasaan dan taklukan Hantu Muka Dua!" Menerangkan Lakasipo.
"Jangan-jangan pulau ini adalah pulau kediamannya Hantu Sejuta Tanya Sejuta
Jawab, gurunya Hantu Muka Dua! Berarti kita sudah berada di pulau tujuan!" kata
Naga Kuning setengah berseru.
"Ssst.... Jangan bicara terlalu keras," kata Lakasipo.
"Kita belum bisa memastikan berada di pulau apa. Tapi dugaanku ini bukan pulau
kediaman guru Hantu Muka Dua. Aku lebih yakin ini adalah pulau sarangnya Hantu
Jatilandak...."
"Lakasipo," kata Wiro sambil pukulkan tangannya ke dada lelaki yang dikenal
dengan julukan Hantu Kaki 12 HANTU JATILANDAK
Batu itu. "Di sebelah sana kulihat ada dua pohon yang tumbuh lebih renggang.
Mungkin ada jalan atau mungkin kita bisa menemukan petunjuk di tempat itu."
Lakasipo memandang ke arah yang ditunjuk Wiro.
Memang benar. Tidak seperti di tempat lain dimana semua pohon jati berduri
tumbuh sangat rapat, di sebelah sana ada dua pohon, diikuti pohon-pohon lain di
deretan sebelah belakang, tumbuh lebih jarang satu sama lain. Segera saja
Lakasipo melangkah cepat menuju tempat itu.
"Duukk... duukkk... duuukkkk!"
Langkah-langkah kaki batu Lakasipo menghunjam di pasir pantai. Mengeluarkan
suara keras dan menggetarkan seantero tempat.
"Wahai! Kita memang bisa lewat di sini! Kelihatannya ini jalan setapak yang
sengaja dibuat orang." Berkata Lakasipo begitu sampai di antara dua pohon jati
besar yang tumbuh renggang. Demikian juga deretan pohon-pohon di sebelah
belakang, "Berarti pulau ini ada penghuninya!" kata Wiro pula.
"Betul, yaitu Hantu Jatilandak..." jawab Lakasipo.
"Apakah makhluk bernama Hantu Jatilandak ini Jahat atau baik?" tanya Naga
Kuning. "Tak dapat kupastikan. Yang jelas dia adalah setengah manusia setengah binatang.
Manusia seperti kita bisa saja dijadikan mangsa, dikunyah dan ditelan bulat-
bulat. Kita harus berhati-hati!"
Si kakek Setan Ngompol langsung terkencing mendengar kata-kata Lakasipo itu.
Lakasipo melangkah melewati dua pohon jati berduri di sebelah depan. Walau
pohon-pohon itu tumbuh renggang namun dia harus berhati-hati. Dia berusaha agar
tubuhnya jangan sampai tergurat oleh ujung-ujung duri yang tumbuh berserabutan
di sekujur batang pohon. Apa lagi kalau duri-duri itu mengandung racun jahat
yang bisa mencelakai dirinya bahkan mungkin bisa membunuh!
Hati-hati Lakasipo terus bergerak. Dia melewati 13 HANTU JATILANDAK
deretan pohon jati kedua, ketiga dan keempat. Pada deretan kelima di mana
keadaan mulai agak suram Lokasipo hentikan langkahnya. Matanya memandang tak
berkesip ke depan. Dia melihat satu keanehan.
Keanehan mana juga dilihat oleh tiga sosok cebol yang ada dalam dukungannya.
Pohon-pohon jati di kiri kanan pada deretan kelima dan seterusnya tidak lagi
berbentuk pohon jati berduri tapi lebih menyerupai patung kayu bertampang seram
setinggi satu setengah kali tinggi Lakasipo. Patung-patung ini berdiri berjajar
demikian rupa, membentuk barisan seolah memagari jalan kecil yang ada di sebelah
tengah. "Aneh," bisik Wiro pada Naga Kuning dan Setan Ngompol. "Bagaimana ada patung di
tempat seperti ini. Siapa yang membuat dan menyusunnya begitu rupa. Aku yakin
jumlahnya puluhan, mungkin ratusan!"
"Aku ada firasat kita mulai menghadapi bahaya besar Wiro," balas berbisik Setan
Ngompol dengan suara bergetar dan menekan bagian bawah perutnya kencang-kencang
agar tidak ngompol.
"Lakasipo, apa yang hendak kau lakukan" Tetap di sini, atau kembali ke pantai.
Atau kau akan terus melangkah melewati patung-patung itu!" Bertanya Murid Sinto
Gendeng. Diam-diam dia .kerahkan tenaga dalam ke tangan kanan, menghimpun
kesaktian ilmu pukulan Sinar Matahari. Dibanding dengan keadaannya dulu yang
sosoknya hanya sebesar jari, kini berubah menjadi sebesar betis, dia merasa
lebih leluasa mengerahkan kesaktiannya. Paling tidak jika diserang atau
dilepaskannya akan lebih hebat dari pada waktu dia hanya sebesar jari.
"Menurutku jalan antara deretan patung ini menuju ke satu tempat. Aku memilih
bergerak maju melewati-nya. Bagaimana pendapatmu?" Bertanya Lakasipo.
"Aku setuju kita jalan terus. Tapi hati-hati. Coba kau perhatikan. Patung-patung
kayu jati itu bukan patung biasa. Setiap persendiannya dibuat demikian 14 HANTU
JATILANDAK rupa seperti persendian manusia hidup. Berarti patung-patung kayu itu bisa
berputar atau bergerak pada bagian leher, tangan, pinggang dan kaki!"
"Astaga! Wahai! Kau memang betul Wiro. Jika kau tidak memberi tahu hal itu tidak
sempat menjadi per-hatianku. Jadi memang aku, kita semua harus berhati-hati.
Awas, kalian semua pasang mata pasang telinga.
Aku mulai bergerak melangkah!"
"Dukk... duukkk!"
Gerakan langkah kaki Lakasipo menggetarkan tanah. Patung-patung kayu tampak
bergoyang. Lakasipo maju dua langkah. Dia melewati patung kayu deretan pertama di kiri
kanan. Ketika dia hampir sampai pada deretan patung kayu kedua tiba-tiba
terdengar suara berkereketan. Tangan-tangan patung pada deretan kedua itu
bergerak ke atas lalu dengan cepat turun ke bawah mengemplang ke arah batok
kepala Lakasipo!
Lakasipo berseru kaget, cepat dia membungkuk rundukkan kepala. Baru saja dia
berhasil selamatkan diri tiba-tiba terdengar teriakan Wiro.
"Lakasipo! Awas di belakangmu!"
Lakasipo cepat berpaling. Astaga! Ternyata dua patung pada deretan pertama yang
barusan dilewatinya tengah melancarkan tendangan. Satu mengarah pinggang, satu
menerabas ke arah kaki!
Lakasipo cepat menghindar selamatkan diri. Dia berhasil berkelit dari tendangan
yang menghantam ke arah pinggang. Namun kasip menghindari tendangan yang
menghajar kakinya.
"Bukkk!"
Tendangan kaki kayu mendarat di kaki kanan lakasipo. Walau kaki itu diselubungi
batu yang beratnya puluhan kati tapi tetap saja kaki itu terpental dan tak ampun
lagi Lakasipo jatuh terbanting di tanah. Di saat yang sama tiga patung lainnya
sama-sama mengangkat kaki lalu serentak dihunjamkan ke perut, dada dan kepala
Lakasipo. 15 HANTU JATILANDAK
"Celaka!" seru Wiro. Dia berteriak. "Lakasipo! Lekas kau buat gerakan berputar.
Pergunakan kaki kirimu untuk menghantam!"
Walau saat itu kaki kanannya sakit bukan main namun Lakasipo turuti apa yang
dikatakan Wiro. De ngan mengerahkan tenaga dalam, dalam keadaan masih terduduk
di tanah Lakasipo membuat gerakan berputar dan menghantam dengan kaki kirinya.
"Wuuuuttttt!"
"Praakkk... praakkk... praaakkk!"
Tiga kaki patung kayu yang barusan siap mem-bunuhnya hancur berantakan. Tiga
patung terpental dan jatuh berantakan di sela-sela pohon-pohon jati berduri!
Perlahan-lahan sambil memandang berkeliling, penuh waspada Lakasipo bangkit
berdiri. "Wiro, bagaimana..." Kita terus memasuki deretan patung-patung kayu ini atau
kembali ke pantai"' bertanya Lakasipo.
"Kita kembali saja ke pantai!" menjawab Setan Ngompol.
"Sudah kepalang tanggung! Kita terus saja!" jawab Wiro.
'Ya, aku setuju. Kita jalan terus! Lakasipo, kalau cuma patung kayu kau pasti
sanggup menghancurkan jika mereka kembali menyerang!" kata Naga Kuning pula.
Lakasipo tetapkan hati. Dia kembali melangkah.
"Duuukkkk... duukkkk!"
* * Sebelum melanjutkan apa yang terjadi dengan Lakasipo, Wiro dan Naga Kuning serta
si Setan Ngompol di pulau itu, kita kembali dulu pada satu peristiwa besar di
masa beberapa puluh tahun silam dan terjadi di Negeri Latanahsilam. Negeri 1200
tahun silam....
16 HANTU JATILANDAK
BASTIAN TITO HANTU JATILANDAK
3 PERI BUNDA menatap rawan dengan sepasang matanya yang bening tapi suram ke arah
timur. Lalu dia berpaling pada Peri Sesepuh yang bertubuh gemuk luar biasa dan
duduk di kursi batu pualam merah dengan mata terpejam.
"Peri Sesepuh, aku tahu kau tidak tidur. Wahai apa yang ada di dalam benakmu?"
Menegur Peri Bunda.
Yang ditanya tidak segera menjawab. Tak selang berapa lama baru terdengar suara
Peri Sesepuh. Perlahan dan halus.
"Apa yang ada di benakku sama dengan apa yang ada di benakmu wahai Peri Bunda.
Mengapa kau masih bertanya" Bukankah sejak malam tadi kita berada di puncak
bukit sepi dan dingin ini, meninjau dan menduga-duga apa yang kiranya telah dan
akan terjadi...."
Perl Bunda mengusap wajahnya yang cantik. Beberapa kali dia menghela nafas dalam
lalu berkata. "Malam tadi rembulan muncul dengan warna merah sepertl darah. Di barat angin
bertiup mengeluarkan suara aneh halus seolah suara seruling yang ditiup
mengantar kepergian roh ke alam atas langit. Di selatan sayup-sayup terdengar
deru gelombang di tengah laut tapi seolah tidak pernah memecah mencapai pantai
berpasirr. Di utara Gunung Latinggimeru mengeluarkan suara menggemuruh halus.
Mungkin ada dinding gunung yeng retak dan lahar panas mengalir ke luar.
Mungkin gunung itu siap untuk meletus. Lalu di sebelah timur... sampai saat ini
tak ada cahaya kuning benderang. Apakah sang surya tidak akan muncul hari
ini...?" Perlahan-lahan Peri Sesepuh membuka sepasang matanya yang sejak tadi dipejamkan.
Di tempat terbuka 17 HANTU JATILANDAK
dan dingin seperti di puncak bukit itu wajahnya yang gembrot masih saja dibasahi
oleh keringat. Dia menatap ke ufuk timur. Arah yang dibelakangi Peri Bunda.
"Sang surya tidak pernah mengingkari janji wahai Peri Bunda. Di ufuk timur dia
akan selalu terbit setiap pagi. Putar tubuhmu. Lihatlah ke timur. Fajar telah
menyingsing. Sang surya telah terbit. Tapi demi segala Peri dan Dewa, demi semua
Roh yang ada di antara langit dan bumi. Lihatlah wahai Peri Bunda! Mengapa sinar
sang surya terhalang oleh tabir aneh kehitaman..."!"
Peri Bunda putar tubuh palingkan kepala. Begitu matanya memandang ke jurusan
timur sana, berubahlah parasnya. "Kau benar wahai Peri Sesepuh. Sang surya tak
pernah ingkar janji. Dia muncul pagi ini seperti jutaan pagi sebelumnya. Tetapi
ada tabir hitam seolah menutupi cahayanya yang putih benderang. Pertanda apakah
ini wahai Peri Sesepuh" Apakah benar dugaan kita berdua. Bayi pencemar segala
tuah yang ditunggu telah lahir malam menjelang pagi tadi?"
"Perasaan dan dugaanku mengatakan begitu...."
"Kalau itu benar telah terjadi, berarti kita harus siap menghadapi segala nista
dan petaka."
Peri Sesepuh anggukkan kepala. "Wahai Peri Bunda, aku terpaksa harus segera
kembali. Para Peri yang lain harus diberitahu agar mereka juga siap. Kau tetap
di sini. Tunggu kedatangan Peri Angsa Putih membawa berita."
"Peri Sesepuh, tunggu! Jangan pergi dulu. Nista dan petaka apakah yang akan
menimpa Negeri Atas Langit sehubungan dengan kejadian lahirnya bayi pencemar
segala tuah itu?"
"Banyak wahai Peri Bunda. Namun tidak semua bisa ku beritahu padamu. Hanya
beberapa saja. Misalnya, angin tak akan berhembus lagi selama setahun penuh. Kalaupun masih
berhembus angin itu akan disertai hawa pengap dan bau yang tidak sedap. Air akan
berhenti mengucur dari tempat ketinggian ke 18 HANTU JATILANDAK
tempat rendah. Berarti ada kawasan yang bakal menderita kekeringan sepanjang
tahun. Lalu bunga-bunga akan menjadi layu. Pucuk tak akan menjadi buah. Buah
yang ada akan jatuh ke tanah dalam keadaan busuk...."
Peri Bunda jadi terdiam mendengar keterangan Peri Sesepuh itu.
"Aku pergi sekarang.wahai Peri Bunda. Susul aku jika kau sudah bertemu dan
menerima kabar dari Peri Angsa Putih."
Peri Sesepuh gulungkan kain sutera merah tipis diseputar dadanya yang
tersingkap. Lalu perlahan-lahan tubuhnya bersama kursi batu pualam, melayang ke
alas, makin tinggi, makin jauh dan akhirnya lenyap riah pemandangan.
"Heran..." kata Peri Bunda perlahan. "Telah beberapa kali hal seperti ini
terjadi. Mengapa masih ada saja Peri yang melanggar larangan?"
Perl Bunda tatapkan matanya ke arah timur kembali.
Di lurusan itu keadaan semakin terang namun tabir hitam masih menutupi
pemandangan. Tiba-tiba melesat sebuah benda aneh yang tidak jelas perwujudannya.
Bersamaan dengan itu menggelegar suara keras menggaung panjang dan lama.
"Seperti suara tangisan bayi. Tapi juga menyerupai lolongan srigala...." Peri
Bunda usap tengkuknya yang jadi dingin sementara matanya mengikuti benda yang
melayang di udara. Demikian cepatnya benda ini melesat hingga sebelum sang Peri
sempat berkedip benda itu telah lenyap dari pandangan matanya. "Benda apa itu
wahai gerangan. Aku mencium bau amisnya darah.
Jangan-jangan...."
Belum sempat Peri Bunda menyelesaikan ucapan hatinya tiba-tiba di atasnya
melayang satu benda putih disertai suara menguik keras. Benda ini dengan cepat
bergerak turun dan ternyata adalah seekor angsa raksasa berwarna putih. Dari
atas punggung binatang ini melompat turun seorang gadis cantik mengenakan
pakaian terbuat dari sejenis kain sutera halus berwarna 19 HANTU JATILANDAK
putih. Tubuh dan pakaiannya menebar bau harum semerbak, nyaris menutup keharuman
bau tubuh dan pakaian biru Peri Bunda.
"Wahai Peri Angsa Putih, kau muncul tepat pada saatnya. Apakah kau datang
membawa berita yang ditunggu-tunggu?"
Peri Angsa Putih, peri cantik bermata biru anggukkan kepala. "Wahai Peri Bunda.
Di mana gerangan Peri Sesepuh"'
"Peri Sesepuh telah lebih dulu kembali. Kau akan memberi keterangan padaku di
sini atau kita sama-sama menemui Peri Sesepuh"'
"Aku.... Waktuku singkat. Biar kuceritakan saja padamu apa yang terjadi. Nanti
kau saja yang menyam-paikan pada Peri Sesepuh...."
"Kalau begitu lekas terangkan padaku apa yang telah terjadi. Benarkah semua
dugaan dan kira-kira sesuai dengan kenyataan yang ada?"
"Memang benar adanya wahai Peri Bunda. Duga dan sangka tidak jauh meleset dari
kenyataan. Pertanda alam kita dan segala tuah akan tercemar sepanjang tahun.
Mungkin akan ditambah lagi dengan menebar-nya sejenis penyakit menular."
Berubahlah paras Peri Bunda mendengar kata-kata terakhir Peri Angsa Putih itu.
"Penyakit menular katamu wahai Peri Angsa Putih"'
Yang ditanya mengangguk.
"Wahai! Peri Sesepuh tidak menyebutkan ihwal penyakit itu. Bagaimana kau bisa
tahu?" "Kakekku yang memberitahu," jawab Peri Angsa Putih.
"Maksudmu Hantu Tangan Empat?" tanya Peri tunda.
Kembali Peri Angsa Putih mengangguk.
"Celakai Apa jadinya kita semua. Apa jadinya negeri kita."
"Kita harus siap menghadapi apapun yang terjadi wahai Peri Bunda. Bukankah hal
semacam ini sudah 20 HANTU JATILANDAK
beberapa kali terjadi" Bahkan mungkin....?" Peri Angsa Pulih tidak teruskan
ucapannya. Perl Bunda yang juga disebut sebagai Simpul Agung Segala Peri atau Peri
Junjungan Dari Segala Junjungan menatap lekat-lekat ke wajah Peri Angsa Putih.
Pandangan matanya seolah menyelidik jauh ke balik mata dan jalan pikiran Peri
cantik itu. "Kau tidak meneruskan ucapanmu tadi wahai Peri Angsa Putih. Apa maksudmu dengan
kata-kata Bahkan mungkin...."
Sesaat Perl Angsa Putih jadi agak terkesiap. Namun dia segera tersenyum untuk
menutupi keterkejutannya atas pertanyaan yang tidak terduga itu.
"Sudahlah, waktuku tidak banyak. Lagi pula Peri Sesepuh tentu sangat menantikan
kedatanganmu. Sebaiknya aku segera saja menuturkan apa yang telah terjadi...."
Tapi Peri Bunda gelengkan kepala.
"Penuturanmu memang penting. Tapi bagiku pen-jelasanmu atas kata-katamu tadi tak
kalah pentingnya.
Wahai, harap kau sudi memberi jawaban atas per-tanyaanku tadi, Peri Angsa
Wiro Sableng 105 Hantu Jatilandak di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Putih." Setelah berucap diam-diam dalam hatinya Peri Bunda membatin. "Apa maksud
ucapan kerabatku ini. Jangan-jangan dia mengetahui apa yang ada dalam hatiku."
Sebaliknya Peri Angsa Putih diam-diam juga menjadi gelisah dan berkata dalam
hati. "Peri Bunda pasti telah tahu apa yang akan terjadi di masa puluhan tahun
mendatang. Jangan-jangan dia mencurigai diriku...."
"Peri Angsa Putih, kau belum menjawab. Kau belum memberi penjelasan."
"Dari pada dia mendesak, lebih baik aku mendesak duluan!" kata Peri Angsa Putih
dalam hati. Maka diapun berkata. "Hatimu dan hatiku, pikiranmu dan pikiranku,
penglihatanmu ke masa depan dan penglihatanku rasanya tidak banyak berbeda wahai
Peri Bunda. Namun jika aku salah mohon maafmu. Apa kau sependapat denganku bahwa
dunia kita semakin lama semakin 21 HANTU JATILANDAK
mengalami banyak perubahan" Batas antara kita bangsa Peri dan manusia di bawah
langit semakin tipis laksana kabut pagi yang mudah pupus ditelan sinar mentari?"
"Peri Angsa Putih! Wahai! Bagaimana kau berani berkata begitu"!" ucap Peri Bunda
setengah berseru.
Dalam hati dia berkata. 'Dugaanku tidak meleset. Dia bisa membaca jauh ke lubuk
hatiku! Daripada menjadi urusan lebih baik aku mengalah sementara."
"Wahai Peri Angsa Putih, katamu waktumu singkat.
Baiklah. Aku tidak akan mengganggu dengan
pertanyaan-pertanyaan lagi. Segera saja kau ceritakan apa yang tolah
terjadi...."
* * * 22 HANTU JATILANDAK
BASTIAN TITO HANTU JATILANDAK
4 GEROBAK yang ditarik kuda berbulu putih belang hitam itu berhenti di depan
bangunan besar terbuat dari kayu besi. Saat itu di penghujung malam menjelang
pagi. Perempuan tua yang duduk di samping pemuda sais gerobak melompat turun.
Gerakannya gesit dan enteng. Di pinggangnya tergantung satu bungkusan besar. Di
depan pintu bangunan dia hentikan langkah, memandang pada lelaki yang keluar
menyambutnya. Perempuan tua itu ludahkan gumpalan sirih dan tembakau di dalam mulutnya lalu
bertanya. "Apa aku datang terlambat wahai Lahambalang?"
"Nenek Luhumuntu. Keadaannya gawat sekali. Aku khawatir...."
Perempuan tua itu tidak menunggu sampai lelaki bernama Lahambalang menyelesaikan
ucapannya. Dengan cepat dia masuk ke dalam bangunan, langsung menuju ke sebuah
kamar dari dalam mana terdengar suara erangan berkepanjangan.
Di ambang pintu kamar si nenek mendadak hentikan langkah. "Lahambalang! Kegilaan
apa yang aku lihat ini!
Siapa yang mengikat tangan dan kakinya!"
"Tidak ada jalan lain Nek! Dia selalu berontak.
Memukul dan menendang. Melihat aku sepertinya dia hendak membunuhku!"
"Gila dan aneh! Perempuan yang hendak melahirkan bisa bersikap seperti itu!"
Luhumuntu masuk ke dalam kamar yang diterangi dua buah obor besar. Tiga langkah
dari ranjang kayu kembali gerakannya tertahan.
Di atas tempat tidur kayu itu tergeletak menelentang seorang perempuan. Wajahnya
yang cantik tertutup oleh keringat serta kerenyit menahan sakit.
23 HANTU JATILANDAK
Dari mulutnya yang terbuka keluar erangan ditingkahi desau nafas yang membersit
dari hidung. Perempuan ini memiliki perut besar dan tertutup sehelai rajutan
rumput kering. Ketika pandangannya membentur sosok si nenek, dua matanya
membeliak besar dan dari mulutnya keluar suara menggereng seperti suara babi
hutan. "Tua bangka buruk! Siapa kau"!"
Lahambalang cepat mendekat dan berkata. "Wahai istriku Luhmintari, nenek ini
Luhumuntu, dukun beranak di Latanahsilam yang akan menolongmu melahirkan
"Menolong aku melahirkan"!" Sepasang mata perempuan di atas ranjang kayu semakin
membesar dan Wajahnya tambah beringas. "Siapa yang akan melahirkan"! Aku tidak
akan melahirkan!"
"Tenanglah Luhmintari. Orang akan menolongmu...."
"Aku tidak akan melahirkan! Aku tidak butuh pertolongan! Tidak akan ada apapun
yang keluar dari perutku! Tidak akan ada bayi keluar dari rahimku! Kau dengar
wahai Lahambalang"! Kau dengar nenek buruk dukun beranak celaka"!" Habis
membentak seperti itu Luhmintari tertawa panjang.
Si nenek dukun beranak jadi merinding. Dia dekati Lahambalang dan berbisik.
"Suara istrimu kudengar lain.
Tawanya kudengar aneh...."
Baru saja Luhumuntu berkata begitu tiba-tiba dari perut besar Luhmintari
terdengar suara gerengan dan bersamaan dengan itu di kejauhan terdengar suara
lolongan anjing hutan. Dukun beranak Luhumuntu tarik rumput kering yang menutupi
tubuh Luhmintari. Begitu perut yang hamil besar Ku tersingkap, si nenek langsung
tersurut. Lahambalang sendiri keluarkan seruan tertahan lalu mundur dua langkah.
Lazimnya perut perempuan hamil, biasanya menggembung besar dan licin. Namun yang
dilihat oleh Luhumuntu dan Lahambalang adalah satu perut yang di dalamnya
seperti ada puluhan duri. Permukaan perut Luhmintari kelihatan penuh tonjolan-
tonjolan runcing dan tiada hentinya bergerak-gerak mengerikan.
24 HANTU JATILANDAK
"Demi Dewa dan Peri.'" ujar Lahambalang dengan suara bergetar. "Apa yang terjadi
dengan istriku!"
Dukun beranak Luhumuntu angkat tangan kirinya.
"Lahambalang, istrimu akan segera kutangani. Harap kau cepat keluar dari kamar
ini." "Nenek Luhumuntu, kalau boleh aku ingin me-nungguinya sampai dia melahirkan..."
kata Lahambalang pula.
"Keluar!" teriak Luhumuntu.
Mau tak mau Lahambalang keluar juga dari kamar itu. Si nenek segera membanting
pintu. Ketika dia melangkah mendekati tempat tidur kembali Luhmintari
perlihatkan tampang beringas.
"Nenek celaka! Kau juga harus keluar dari kamar ini!"
"Luhmintari, aku akan menolongmu melahirkan! Aku akan melepaskan ikatan pada dua
kakimu! Jangan kau berbuat yang bukan-bukan!"
"Kau yang berkata dan akan berbuat yang bukan bukan!" sentak Luhmintari. "Aku
tidak hamil! Aku tidak akan melahirkan! Tak ada bayi dalam perutku! Tak ada bayi
yang akan keluar dari rahimku! Hik... hik... hik!"
"Tenang Luhmintari. Kau jelas hamil besar dan siap melahirkan. Kau akan
melahirkan seorang bayi hasil hubungan sebagai suami istri dengan
Lahambalang...."
Si nenek mendekati kaki tempat tidur. Dengan hati-hati dia lepaskan ikatan pada
dua kaki Luhmintari. Begitu dua kaki lepas, kaki yang kanan bergerak menendang.
"Bukkk!"
Si nenek Luhumuntu terpekik dan terpental ke dinding.
Di luar Lahambalang berteriak. "Nenek Luhumuntu!
Ada apa"!"
Luhumuntu usap-usap perutnya yang tadi kena tendang. "Tidak apa-apa Lahambalang!
Kau tak usah khawatir!" Lalu si nenek memandang pada Luhmintari dan berkata.
"Sebagai dukun aku berkewajiban menolongmu melahirkan. Apapun yang akan keluar
dari rahimmu aku tidak perduli!" Lalu dengan cepat si nenek 25 HANTU JATILANDAK
kembangkan dua kaki Luhmintari. Dengan dua tangannya dia menekan perut perempuan
itu. Luhmintari meraung keras. Dari dalam perutnya keluar suara menggereng. Di
kejauhan kembali terdengar suara lolongan anjing hutan.
"Jangan sentuh perutku! Pergi!"
Si nenek dukun beranak tidak perdulikan teriakan Luhmintari. Dua tangannya
menekan semakin kuat.
Luhmintari menjerit keras. Lalu terdengar suara robek besar. Bersamaan dengan
itu ada suara tangisan kecil.
Seperti suara tangisan bayi tapi disertai gerengan!
Luhumuntu terpekik ketika ada suatu benda me lesat dan menyambar perutnya. Nenek
ini mundur terhuyung-huyung. Ketika dia memperhatikan keadaan dirinya ternyata
di bagian perut ada tiga guratan luka cukup dalam dan mengucurkan darah! Dari
sudut kamar terdengar suara tangisan bayi aneh! Di atas ranjang kayu sosok
Luhmintari tidak bergerak sedikitpun. Tubuhnya yang penuh keringat perlahan-
lahan menjadi dingin.
"Braaakkk!"
Pintu kamar terpentang hancur. Lahambalang melompat masuk. Dia tidak perdulikan
si nenek dukun beranak yang tegak terbungkuk-bungkuk sambil pegangi perutnya
yang luka bergelimang darah. Dia melangkah ke arah ranjang. Namun gerakannya
serta merta tertahan. Dua kakinya seperti dipantek ke lantai.
Matanya membeliak besar. Sosok istrinya tergeletak tidak bergerak. Mata mendelik
mulut menganga.
Perutnya robek besar dan darah masih mengucur mengerikan!
"Luhmintari!" teriak Lahambalang. Dia memandang seputar kamar. Begitu melihat si
nenek dia kembali berteriak. "Nenek Luhumuntu! Apa yang terjadi dengan istriku!
Aku mendengar tangisan bayi! Mana anakku"!"
Sambil sandarkan punggungnya ke dinding kamar si nenek menjawab. "Istrimu tewas
wahai Lahambalang!
Tewas ketika melahirkan bayinya! Bayinya ternyata 26 HANTU JATILANDAK
bukan bayi biasa! Bayi itu tidak keluar secara wajar tapi melalui perut istrimu
yang tiba-tiba pecah robek besar!"
"Aku tidak percaya! Kau... kau pasti memakai cara gila! Kau pasti merobek perut
istriku dengan pisau!"
"Aku tidak pernah membawa pisau wahai Laham belang," Jawab si nenek. Tubuhnya
melosoh ke lantai.
Dua tangannya masih mendekapi perutnya yang luka.
"Mana bayiku! Mana anakku!" teriak Lahambalang.
SI nenek Luhumuntu angkat tangan kirinya. Dengan gemetar dia menunjuk ke sudut
kamar. "Itu....bennda yang di sudut sana. Itulah bayimu.
Kuharap kau bisa menabahkan diri menghadapi kenyataan ini wahai Lahambalang...."
Lahambalang berpaling ke arah yang ditunjuk.
Karena tidak tersentuh cahaya api obor, sudut kamar yang ditunjuk si nenek agak
gelap. Namun Lahambalang masih bisa melihat satu benda bergelimang darah
tergeletak di sana.
"Anakku..." desis Lahambalang. Dia mendatangi dan membungkuk. Tiba-tiba jeritan
keras menggeledek dari mulutnya. "Tidaaaakkkk!"
"Lahambalang, kataku kau harus tabah menghadapi kenyataan..." berucap si nenek
dukun beranak. "Tidaaaakkkk!" teriak Lahambalang sekali lagi. "Itu bukan bayiku! Itu bukan
anakku!" "Lahambalang, betapapun kau tidak mengakui itu bukan anak bukan bayimu! Tapi
itulah yang keluar dari perut Istrimu!"
Lahambalang tutupkan dua tangannya ke mukanya lalu menggerung keras. Di sebelah
sana, di sudut yang kegelapan terdengar suara tangisan bayi aneh karena disertai
suara menggereng halus. Sosok yang menggeletak masih berlumuran darah di sudut
kamar itu memang satu sosok menyerupai bayi kecil. Tapi sekujur tubuhnya mulai
dari kepala sampai ke kaki penuh ditumbuhi duri-duri aneh berwarna kecoklatan!
"Lahambalang, Itu anakmu. Itu bayimu! Jangan 27 HANTU JATILANDAK
biarkan dia kedinginan di sudut kamar...." Terdengar nenek Luhumuntu berucap.
Sekujur tubuh Lahambalang bergeletar. Mulutnya mengucapkan sesuatu tapi tidak
jelas kedengaran apa yang dikatakannya.
"Lahambalang, ambil anakmu. Dukung bayi itu...."
Lahambalang pejamkan dua matanya. Tenggorokannya turun naik, sesenggukan menahan
tangis. "Apa yang terjadi dengan diri kami! Wahai istriku Luhmintari. Nasibmu...
nasibku... nasib anak kita. Apa semua ini karena kau melanggar larangan" Karena
sebenarnya sebagai seorang Peri kau tidak boleh kawin denganku manusia biasa"
Kalau ini memang satu kutukan, sungguh kejam dan jahat!"
Tiba-tiba Lahambalang bangkit berdiri. Mukanya kelihatan menjadi sangat
mengerikan. Dadanya bergemuruh turun naik. Dua tangannya mengepal. Satu teriakan
dahsyat keluar dari mulutnya.
"Wahai para Peri di atas langit! Kalau ini benar kutukan dari kalian! Mengapa
istriku yang kalian bunuh!
Mengapa bayi tak berdosa ini yang kalian bikin cacat!
Mengapa tidak diriku yang kalian bikin mati! Kejam!
Jahat! Peri terkutuk keparat! Aku akan mencari seribu jalan melakukan
pembalasan!"
Habis berteriak begitu Lahambalang membungkuk mengambil sosok bayi aneh yang
tergeletak di sudut kamar. Lalu dia lari keluar bangunan. Seperti gila sambil
lari tidak henti-hentinya dia berteriak.
"Ini bukan anakku! Ini bukan bayiku! Kalian me-nukar bayiku dengan makhluk
celaka ini! Peri jahat Peri jahanam! Tunggu pembalasanku!"
Dalam gelap dan dinginnya malam menjelang fajar itu Lahambalang lari terus
membawa bayi aneh yang tiada hentinya menangis. Lelaki ini baru hentikan lari
nya ketika dapatkan dirinya tahu-tahu telah berada di ujung sebuah tebing. Di
depannya menghadang satu jurang lebar. Di kejauhan terbentang lautan luas. Di
sebelah timur langit mulai terang tanda sang surya 28 HANTU JATILANDAK
siap memunculkan diri.
"Ini bukan bayiku! Ini bukan anakku! Para Peri di asas langit tunggu
pembalasanku!" Dengan tubuh bergeletar lahambalang angkat bayi bergelimang darah
dan penuh duri aneh itu. Sang bayi menangis keras.
Di kejauhan seolah datang dari tengah laut terdengar suara lolongan srigala. Di
dahului teriakan keras dan panjang Lahambalang lemparkan bayi di tangan kanannya
Bayl malang itu melesat jauh ke udara, lenyap dari pemandangan seolah menembus
langit. Lahambalang pandangi tangannya berlumuran darah lalu menatap ke langit. Sekali
lagi lelaki ini menjerit dahsyat!
* . * * 29 HANTU JATILANDAK
BASTIAN TITO HANTU JATILANDAK
5 LAMA Peri Bunda termenung mendengar penuturan Peri Angsa Putih itu. Berkali-
kali pula dia menghela nafas dalam. Akhirnya sang Peri berkata. "Wahai Peri
Angsa Putih, aku akan segera menemui Peri Sesepuh. Sebelum pergi bisakah aku
mempercayai dua buah tugas padamu?"
"Aku siap melakukan apa yang menjadi perintahmu wahai Peri Bunda," jawab Peri
Angsa Putih walau sebenarnya dia merasa kurang senang.
"Mulai saat ini kau harus memata-matai, apa yang dilakukan Lahambalang. Kemudian
harap kau menyelidiki dimana jatuhnya bayi aneh itu. Kau harus mendapatkan dan
mengambilnya baik dalam keadaan hidup ataupun mati. Bayi itu harus cepat dibawa
ke alam atas langit dan diserahkan pada Peri Sesepuh."
Peri Angsa Putih mengangguk. Dia membungkuk memberi hormat lalu melompat ke atas
Laeputih, angsa raksasa yang jadi tunggangannya. Namun sebelum dia bergerak
pergi dilihatnya Peri Bunda mengangkat tangan kanan, menatap padanya dengan
mulut terbuka tanpa suara.
"Wahai Peri Bunda, masih adakah sesuatu yang hendak kau katakan?" tanya Peri
Angsa Putih. Peri Bunda masih belum membuka mulut seolah ada kebimbangan di hatinya untuk
berucap. Setelah menarik nafas lebih dulu baru dia berkata.
"Kau mungkin tidak suka membicarakan walau barang sebentar. Namun jika tidak ada
kejelasan rasanya aku seperti diikuti bayang-bayang sendiri...."
"Apakah yang merisaukan hatimu, Wahai Peri Bunda?"
Mulutnya bertanya namun dalam hati Peri Angsa Putih mulai menduga-duga.
" Tadi aku sempat membicarakan: Hatiku dan hati-30 HANTU JATILANDAK
mu, pikiranku dan pikiranmu, penglihatanku dan penglihatanmu ke masa depan
rasanya tidak banyak berbeda. Lalu kau bilang bahwa dunia kita semakin lama
semakin mengalami banyak perubahan. Batas antara kita bangsa Peri dan manusia di
bawah langit semakin tipis. Laksana kabut pagi yang mudah pupus ditelan cahaya
mentari. Kejadian bangsa Peri kawin dengan manusia biasa telah berulang kali
terjadi walau mereka harus menerima hukuman dan kutuk. Kau katakan: Malah
mungkin.... Tapi tidak kau teruskan ucapanmu.
Wahai Peri Angsa Putih, kita sama melihat kenyataan dan aku tidak mau berlaku
munafik. Kehidupan kita bangsa Peri dalam segala kelebihannya namun masih
memiliki serba kekurangan. Jika aku mau menyebut salah satu diantaranya adalah
kita tidak memiliki dan hampir jarang merasakan bahagia jalinan kasih sayang.
Kasih sayang antara kita dengan kaum lelaki...."
Wiro Sableng 105 Hantu Jatilandak di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
"Wahai Peri Bunda, aku khawatir ada yang mendengar pembicaraan kita ini...."
Peri Angsa Putih cepat memotong.
Peri Bunda gelengkan kepala. "Kenyataan tidak bisa dirubah. Akan tetap ada
sampai akhir zaman. Peri Angsa Putih, apakah yang aku lihat sama dengan apa yang
kau lihat. Apakah firasatku sama dengan firasatmu..,.
Apakah kau mau berterus terang?"
Peri Angsa Putih terdiam sejenak. Perlahan-lahan air mukanya bersemu merah.
"Wahai! Kulihat rona wajahmu menjadi merah.
Berarti dugaanku tidak salah. Jika kau tidak mau mengungkap, aku tidak akan
malu-malu mengatakannya wahai Peri Angsa Putih."
"Kalau begitu sebaiknya biar kau saja yang berterus terang wahai Peri Bunda,"
jawab Peri Angsa Putih pula.
Peri Bunda menarik nafas dalam dua kali lalu berucap. "Firasat dan penglihatanku
melihat. Di masa puluhan tahun mendatang. Entah kapan tepatnya tetapi pasti akan
muncul di alam kita lelaki-lelaki gagah kepada siapa kita akan jatuh cinta.
Namun bagaimana 31 HANTU JATILANDAK
berbagi rasa dan cinta kalau orang yang kita kasihi itu adalah orang yang sama"
Lalu kita akan mengenal hidup berurai air mata. Kita akan mengenal yang disebut
rasa cemburu. Rasa rindu dan tidak mungkin terjadi apa yang disebut api dalam
sekam. Kalau tiba saatnya meledak alam atas langit tempat kediaman kita akan
menjadi geger...."
Dua Peri Ku untuk beberapa lamanya tak satupun yang bicara. Suara silir tiupan
angin terdengar jelas saking sunyinya tempat Ku.
"Peri Bunda, masa puluhan tahun itu cukup lama bagi kita untuk mempersiapkan
diri. Mudah-mudahan kita semua akan lebih dewasa menghadapi perubahan.
Memang kita bukan manusia biasa. Namun rasa dan hati kita tak bisa dipendam.
Kita tidak mungkin menipu diri sendiri. Bahagia, cinta dan kasih sayang adalah
dambaan semua makhluk hidup, termasuk kita bangsa Peri."
Peri Bunda anggukkan kepala. "Kau benar Wahai Peri Angsa Putih. Benar sekali!
Aku akan segera kembali.
Harap kau melaksanakan tugas yang kuberikan tadi."
Perl Angsa Putih menjura hormat. Lalu dia mengusap leher angsa putih
tunggangannya. Binatang raksasa Ini mengepakkan sayap dan melesat ke arah timur,
* * * 32 HANTU JATILANDAK
BASTIAN TITO HANTU JATILANDAK
6 BAYI laki-laki aneh yang sekujur tubuhnya ditumbuhi semacam duri berwarna
coklat dan masih berselubung darah itu melesat di udara lalu lenyap ditelan
kegelapan malam di sebelah barat. Namun tak selang berapa lama, setelah mencapai
titik tertingginya bayi ini melayang ke bawah.
Di saat yang hampir bersamaan, di sebuah pulau di kawasan laut sebelah barat.
Fajar yang menyingsing di ufuk timur masih belum mampu menerangi pulau itu.
Masih terbungkus kegelapan, di satu bukit yang tertutup rapat oleh pohon-pohon
jati berbentuk aneh, dalam sebuah lobang batu tampak melingkar sebuah benda yang
tak dapat dipastikan apa adanya. Benda ini bergulung aneh, tertutup oleh sejenis
sisik tebal berwarna hitam pekat. Benda ini bukan benda mati karena ada denyutan
tiada henti dan setiap berdenyut sisik yang menutupinya tegak berjingkrak!
Ketika bayi Lahambalang melayang jatuh ke atas pulau, sosok aneh di liang batu
itu tiba-tiba bersuit keras dan panjang lalu melesat ke atas. Dan astaga!
Ternyata dia adalah satu sosok makhluk hidup yang punya kepala, tangan dan kaki
seperti manusia. Namun masih sulit dipastikan apakah makhluk itu benar-benar
manusia. Sekujur tubuhnya, mulai dari ubun-ubun sampai ke kaki tertutup sisik
tajam yang senantiasa bergerak-gerak, rebah lalu berdiri lalu rebah lagi terus
menerus. Wajahnya tidak ketahuan mana mulut mana hidung. Matanya hanya merupakan
dua buah tonjolan bulat yang lancip di sebelah tengah, seperti combong putih
buah kelapa! Makhluk bersisik hitam ini mendongak ke langit ketika melihat sosok bayi yang
jatuh ke bawah. Lalu dari mulutnya yang tidak ketahuan entah berada di 33 HANTU
JATILANDAK sebelah mana kembali melengking satu jeritan keras seolah merobek langit malam,
menembus suara deru angin dan deburan ombak di pantai pulau.
Belum lenyap lengking jeritan itu tiba-tiba terdengar suara bergemuruh
mendatangi. Bukit jati di atas pulau itu bergetar aneh. Di lain saat muncullah
sepasang makhluk aneh mengerikan. Berupa dua ekor landak raksasa yang berjalan
cepat dengan empat kakinya. Namun begitu sampai di hadapan makhluk bersisik, dua
ekor landak ini pergunakan dua kaki bolakangnya seperti kaki manusia dan dua
kaki depan sebagai tangan. Lalu dua binatang ini membungkuk seolah memberi
hormat pada makhluk bersisik.
Makhluk bersisik di tepi liang batu angkat tangan kanannya. Sambil menjerit
keras dia menunjuk ke langit. Ke arah sosok bayi Lahambalang yang tengah
melayang jatuh ke atas pulau.
Dua ekor landak yang ternyata satu jantan satu betina palingkan kepala ke arah
yang ditunjuk lalu sama-sama keluarkan jeritan keras.
"Laeruncing dan Laelancip! Apa yang aku lihat puluhan tahun silam dan pernah
kukatakan pada kalian kini menjadi kenyataan! Selamatkan bayi itu!"
Satu suara menyerupai suara manusia menggema di tempat itu. Siapakah yang
bicara" Ternyata makhluk bersisik di tepi liang batu!
Mendengar ucapan itu dua ekor landak raksasa, Laeruncing yang jantan dan
Laelancip yang betina keluarkan pekik keras. Lalu sekali mereka cakarkan dua
kaki ke tanah, saat itu juga tubuh mereka laksana sambaran kilat melesat ke
udara! Lalu terjadilah satu hal yang luar biasa. Dua landak raksasa itu melesat
demikian rupa menyongsong ke arah melayang jatuhnya bayi Lahambalang. Di satu
titik di udara, ketiganya bertemu.
"Seettt... settt!"
Dua landak raksasa melesat dan bergerak demikian rupa, tahu-tahu telah mengapit
dan menjepit sosok bayi 34 HANTU JATILANDAK
di tengah-tengah. Di udara dua ekor landak ini membuat gerakan berputar tujuh
kali lalu melesat turun ke arah pulau. Dalam waktu singkat dua ekor landak itu
telah mendarat di tanah dekat liang batu, di hadapan makhluk yang tubuhnya
tertutup sisik. Bayi Lahambalang yang beberapa saat sempat diam kini mulai
menangis. "Wahai Laeruncing dan Laelancip! Kau telah menjalankan tugasmu dengan baik!"
Dua ekor landak raksasa keluarkan suara gerengan halus. Makhluk bersisik kembali
berkata. "Apa yang aku lihat puluhan tahun silam kini menjadi kenyataan. Wahai Laeruncing
dan Laelancip! Bayi laki-laki yang bentuk tubuhnya penuh ditumbuhi tanduk-tanduk kecil seperti
tubuh kalian itu sesung-guhnya itulah bayi yang kalian tunggu-tunggu selama tiga
ratus tahun! Bayi itu adalah anak kalian berdua!"
Dua ekor landak kembali menggereng. Mereka bergerak mendekati si bayi lalu
ulurkan kepala dan mulai menjilati sosok bayi itu. Anehnya begitu dijilati sang
bayi segera saja berhenti menangis!
"Laeruncing dan Laelancip! Kalian sudah mendapatkan anak yang kalian dambakan
selama ratusan tahuni Sekarang menjadi kewajiban kalian untuk memelihara dan
membesarkannya. Ajarkan semua ilmu kepandaian yang kalian punya. Kecuali satu
ilmu yang kalian tidak miliki. Yaitu bagaimana caranya bicara. Aku yang akan
mengajarkan ilmu berbicara itu pada anak kalian! Dan kepadanya wahai Laeruncing
dan Laelanclp aku akan memberikan nama. Sesuai dengan keadaan pulau ini yang
penuh ditumbuhi pohon-pohon jati berduri seperi bulu landak, sesuai pula dengan
keadaan dan bentuk kalian aku akan menamakan anak Hantu Jatilandak!"
Laeruncing dan Laelancip ulurkan dua tangan ke depan dan angguk-anggukkan kepala
tanda mengerti.
"Kailan berdua boleh pergi. Jaga anak itu baik-baik.
Jika ada apa-apa yang kalian tidak mengerti, temui aku di Liang Batu Hitam ini!
Aku Tringgiling Liang Batu adalah kakek dari bayi itu!"
35 HANTU JATILANDAK
Dua ekor landak menggereng halus, kembali angguk-anggukkan kepala. Laeruncing,
landak yang jantan pergunakan mulutnya untuk mengangkat bayi yang diberi nama
Lajatilandak itu ke atas punggung betinanya yaitu Laelancip. Baru saja dua
landak raksasa ini hendak bertindak pergi tiba-tiba di langit ada benda pulih
menyambar turun disertai teriakan memerintah.
"Semua makhluk di atas pulau! Jangan ada yang berani bergerak! Aku datang
membawa perintah!"
"Wuuuttt... wuttt!" Ada dua sayap raksasa mengepak deras membuat pohon-pohon
jati berduri bergoyang goyang. Sesaat kemudian seekor angsa putih telah mendarat
di atas sebuah batu besar, tak jauh dari makhluk bersisik berdiri dan hanya
beberapa tombak dari dua ekor landak raksasa. Bau sangat harum memenuhi tempat
itu. Laeruncing dan Laelancip keluarkan suara menggereng. Bayi di atas landak betina
tiba-tiba keluarkan tangisan. Makhluk bersisik putar kepalanya. Dua mata
combongnya bergerak-gerak. Dari balik sisik di mukanya keluar ucapannya.
"Berabad-abad telah berlalu. Tak pernah selama ini seorang Peripun muncul datang
ke pulau dan singgah di hutan Lahitamkelam. Gerangan angin apakah wahai Peri
cantik yang aku lupa namanya datang ke tempat ini" Perintah apa yang kau bawa
bersama kemunculanmu?"
Gadis cantik berpakaian sutera putih di atas punggung angsa raksasa menatap
makhluk bersisik itu beberapa saat lamanya. Lalu dia melirik pada dua ekor
landak raksasa. Dalam hati dia berkata. "Aku tidak melihat bayi yang kucari.
Tapi di atas salah seekor landak raksasa Ku ada satu makhluk kecil yang tubuhnya
ditumbuhi duri-duri seperti bulu landak. Dan sosok kecil ini menangis antara
suara bayi dan suara binatang.
Mungkin itu bayinya Lahambalang dan Luhmintari?"
Peri Angsa Putih kembali memandang ke arah makhluk bersisik lebat, kaku dan
keras. 36 HANTU JATILANDAK
"Aku Peri Angsa Putih dari Negeri Atas Langit.
Kedatanganku membawa tugas. Tugas yang menjadi perintah bagi kalian yang ada di
sini. Patuh akan perintah wahai! Itulah segala rahasia hidup tanpa ben-cana. Aku
datang untuk mengambil sosok kecil yang ada di atas punggung landak raksasa
itu!" Mendengar kata-kata Peri Angsa Putih, sepasang mata makhluk bersisik yang
bernama Tringgiling Liang Batu seperti hendak melompat. Sisik di sekujur
tubuhnya berjingkrak kaku. Dari tenggorokannya keluar suara menggembor.
Di tempat lain, dua ekor landak raksasa meng-garang keras. Yang jantan langsung
tegak berdiri mem-belakangi betinanya. Sepasang matanya yang hitam kecoklatan
membersitkan sinar menggidikkan. Dua tangannya dipentang ke depan. Kakinya
bergerak melangkah mendekati angsa putih.
* * 37 HANTU JATILANDAK
BASTIAN TITO HANTU JATILANDAK
7 LAERUNCING! TegurTringgiling Liang Batu."Tetapdi tempatmu!" Lalu makhluk ini
berpaling pada Peri Angsa Putih. "Peri Angsa Putih, bagiku adalah aneh seorang
Peri dari Negeri Atas Langit menginginkan satu bayi yang tidak ada sangkut paut
dengan dirinya! Siapa gerangan yang memberimu tugas tak masuk akal itu wahai
Peri Angsa Putih"!"
"Justru karena bayi berduri itu ada sangkut pautnya dengan kami para Peri dari
Negeri Atas Langit maka kami ingin mengambilnya!"
"Wahai! Mungkin kau bisa memberi keterangan lebih rinci hingga aku tidak menduga
keliru!" "Baik, jika itu maumu. Bayi yang tubuhnya berduri itu dilahirkan dari rahim
seorang Peri yang tersesat kawin dengan manusia bernama Lahambalang! Ibunya
meninggal ketika melahirkan. Sang ayah telah menjadi gila. Berarti tidak ada
yang memelihara bayi itu. Kami para Peri mengambil alih tanggung jawab merawat
anak tersebut!"
Tringgiling Liang Batu angguk-anggukkan kepala.
"Sungguh baik budi para Peri Negeri Atas Angin. Tapi apa kau lupa, atau tidak
tahu, atau mungkin pura-pura tidak tahu. Semua kejadian menyangkut Peri sesat
dan suaminya yang bernama Lahambalang itu, sampai lahirnya bayi yang malang itu!
Adalah pekerjaan jahat para Peri Negeri Atas Langit! Termasuk kau! Kalian telah
menjatuhkan hukum dan kutuk keji! Sekarang apa perlunya kalian ingin mengambil
orok itu!"
Berubahlah paras Peri Angsa Putih mendengar kata kata Tringgiling Liang Batu
itu. Setelah dadanya yang tergoncang tenang kembali, maka berkatalah Peri cantik
ini. "Setiap kesalahan ada hukumannya. Setiap masalah 38 HANTU JATILANDAK
ada jalan keluarnya! Kami punya aturan sendiri yang harus ditaati dan dipatuhi.
Siapa saja yang melanggar akan terkena hukuman. Di dalam tubuh bayi itu mengalir
darah Peri. Kami tidak akan membiarkannya hidup di dunia ini...."
"Peri Angsa Putih, kau dan teman-temanmu di atas sana bukan saja telah berbuat
terlalu jauh, tapi kini malah bertindak teramat jauh. Bayi itu adalah cucuku.
Orok itu adalah anak dari Laeruncing dan Laelancip, dua landak raksasa yang ada
di hadapanmu. Kalau kau berani menyentuhnya sekalipun sisikku akan terkelupas
dan rohku akan terpendam di dasar laut menjadi ganjalan pulau ini, aku tidak
akan menyerahkannya kepada siapapun!"
"Kalau begitu terpaksa aku mempergunakan kekerasan. Aku tidak suka. Tapi wahai!
Apa boleh buat!"
Habis berkata begitu Peri Angsa Putih melesat ke arah Laelancip si landak
betina. Tangan kanannya menyambar ke punggung landak. Namun di saat itu pula
laeruncing si landak jantan melompat ke depan dan hantamkan tangannya yang
berduri ke arah lengan Perl Angsa Putih.
Melihat datangnya serangan berbahaya ini Peri Angsa Putih cepat tarik tangan
kanannya. Tapi terlambati
"Breett!"
Lengan bajunya yang terbuat dari sutera putih robek besar disambar duri-duri
lancip tangan Laeruncing.
Marahlah Peri Angsa Putih. Sambil menghantamkan kaki kirinya ke kepala
Laeruncing, tangan kanannya lepaskan satu pukulan tangan kosong. Sinar putih
berkelebat. Tahu kalau serangan tangan kosong itu lebih berbahaya dari pada tendangan kaki,
Laeruncing cepat bergerak hindari serangan sambaran sinar putih.
"Bukkk!"
Tendangan Peri Angsa Putih mendarat telak di bahu kanan Laeruncing. Landak
raksasa menggereng keras sementara tubuhnya terpental sampai dua tombak tapi
tidak mengalami cidera. Sebaliknya Peri Angsa 39 HANTU JATILANDAK
Putih keluarkan keluhan tertahan dan cepat melangkah mundur. Ketika dia meneliti
kaki kirinya ternyata ada dua duri landak menancap. Satu pada kaki pakaiannya,
satu lagi dekat tumitnya. Sang Peri cepat cabut dua duri yang panjangnya hampir
dua jengkal itu. Baru saja dia mencabut tiba-tiba di belakangnya Laelancip, si
landak betina menyerangnya dengan ganas. Belum lagi serangan itu sampai, di
dahului gerengan keras Laeruncing telah menyerbu pula. Kalau yang jantan
menyerang dengan tubuh berduri seperti manusia maka Laelancip si betina
menyerang melompat-lompat, lebih banyak mempergunakan mulutnya yang bertaring
dari pada dua kaki depannya. Bayi yang ada di punggungnya menangis makin keras.
Walau berilmu tinggi ternyata tidak mudah bagi Peri Angsa Putih menghadapi dua
lawan itu. Namun begitu kesabarannya hilang dan berpikir buat apa membuang-buang
waktu, maka dia segera saja keluarkan ilmu kesaktian yang berpusat pada sepasang
matanya. Dua mata sang Peri yang berwarna biru tiba-tiba melesatkan dua larik sinar biru.
Satu menghantam ke arah laeruncing, satunya lagi ke arah Laelancip.
Melihat serangan yang sangat berbahaya itu Tringgiling Uang Batu berseru keras.
Tubuhnya melesat ke udara. Sambil melesat tubuh itu bergulung melingkar lalu
menggelinding ke arah Peri Angsa Putih. Seluruh Sisik yang ada di kepala dan
tubuhnya berdiri tegak seolah ratusan pisau yang siap membantai.
Sadar ganasnya serangan Tringgiling Liang Batu, Peri Angsa Putih terpaksa
melompat sebelum serangan dua larik sinar birunya sempat menghantam lawan.
tak urung sisik-sisik di punggung Tringgiling Liang Batu masih sempat merobek
ujung pakaiannya. Ketika dia menjejakkan kaki di tanah kembali dilihatnya
makhluk bersisik itu telah tegak sambil mendukung bayi berduri di tangan
kirinya! "Kau inginkan orok ini wahai Peri Angsa Putih!
40 HANTU JATILANDAK
Silakan ambil dari tanganku kalau kau mampu! Tapi jika kau berpikir tidak mampu
melakukannya sebaiknya lekas tinggalkan pulau ini!"
Merasa ditantang dan dianggap enteng Peri Angsa Pulih kerahkan seluruh kekuatan
yang dimilikinya. Dari dua matanya kembali melesat cahaya. Kali ini sangat biru
dan menyilaukan.
"Rrrtttttt!"
Wiro Sableng 105 Hantu Jatilandak di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
"Rrrrttttr!"
Dua larik cahaya biru itu mendarat bertubi-tubi, menghantam kepala dan tubuh
Tringgiling Liang Batu.
Asap hitam yang berasal dari tubuhnya serta asap biru dari dua larik sinar sakti
yang keluar dari mata Peri Angsa Putih mengepul keluarkan letupan-letupan Keras.
Tringgiling Liang Batu mendongak lalu tertawa panjang. "Satu hari satu malam kau
boleh menyerangku dengan seluruh ilmu yang kau punya! Sampai matamu melompat
copot kau tidak akan mampu membunuhku wahai Peri Angsa Putih. Jadi jangan harap
kau bisa dapatkan orok cucuku ini!'
"Sisik Baja Dewa!" kata Peri Angsa Putih dalam hati menyebut ilmu yang dimiliki
Tringgiling Liang Batu.
"Ini satu lagi kelemahan para Dewi di Negeri Atas Langit!
Kalau bukan para Peri yang membujuk, tidak nanti para Dewa akan memberikan ilmu
kesaktian itu pada makhluk satu ini. Sekarang lihat akibatnya! Sisik yang
Kisah Membunuh Naga 23 Pendekar Remaja Karya Kho Ping Hoo Raja Silat 14
BASTIAN TITO Mempersembahkan :
PENDEKAR KAPAK NAGA GENI
212 Wiro Sableng Episode ke 130 :
Meraga Sukma Hak cipta dan copyright milik Alm. Bastian Tito Wiro Sableng telah terdaftar
pada Departemen Kehakiman Republik Indonesia
Direktorat Jenderal Hak Cipta, Paten dan Merek dibawah nomor 004245
1 0 5 H A N T U J A T I L A N D A K
1 Ebook by : Tiraikasih (Kang Zusi)
Scanning kitab by : Aby Elziefa
mailto:22111122@yahoo.com
2 HANTU JATILANDAK
DI ATAS RUNTUHAN BATU KARANG SAAT ITU BERDIRi SATU SOSOK TINGGI KURUS BERWUJUD
MANUSIA YANG HANYA MENGENAKAN SEHELAI CAWAT
KECIL TERBUAT DARI KULIT KAYU. SEKUJUR TUBUHNYA, MULAI DARI UBUN- UBUN SAMPAI KE
KAKI MENYERUPAI WARNA POHON JATI. NAMUN
DITUMBUHI BULU-BULU TEBAL KERAS DAN PANJANG
SERTA RUNCING SEPERTI BULU LANDAK. SEPASANG
MATANYA DITEDUHI DUA ALIS HITAM TEBAL DIBAWAH
HIDUNGNYA YANG SELALU KEMBANG KEMPIS MENEKUK
KUMIS LEBAT. DAUN TELINGANYA PANJANG DAN LEBAR, JUGA DITUMBUHI DURI-DURI SEPERTI
BULU LANDAK. SESEKALI DIA MELUDAH KE TANAH. LUDAHNYA
BERWARNA KUNING PEKAT!
"MAKHLUK BERBULU LANDAK! WAHAI! TIDAK DAPAT
TIDAK KAU PASTILAH MAKHLUK YANG TUJUH PULUH
TAHUN SILAM KUBERI NAMA HANTU JATILANDAK!"
MAKHLUK DI ATAS BATU TIDAK BERGERAK DAN
TIDAK BERKESIP. HANYA DARI TENGGOROKANNYA
TERDENGAR SUARA MENGGEMBOR. LALU SEPERTI
TADI DIA MELUDAH KE TANAH.
"HANTU MUKA DUA! AKU SUDAH TAHU SIAPA DIRIMU
DARI KAKEKKU TRINGGILING LIANG BATU!
AKU TIDAK SUKA KEHADIRANMU DI PULAU INI! LEKAS
KEMBALI KE PERAHUMU! TINGGALKAN PULAU! ATAU
SEKUJUR TUBUHMU AKAN KUTABURI DENGAN DURI BERACUN!"
3 HANTU JATILANDAK
BASTIAN TITO HANTU JATI LANDAK
1 LAUT tenang. Tiupan angin pada layar membuat perahu kecil itu meluncur laju di
permukaan air laut.
Lelaki bertubuh kekar berambut gondrong yang mukanya ditumbuhi janggut, kumis
dan cambang bawuk lebat duduk di bagian haluan. Dua kakinya terbungkus batu
berbentuk bola yang beratnya puluhan kati. Namun anehnya perahu kecil itu tidak
terjungkat ke belakang oleh beratnya dua bola batu itu. Lelaki ini duduk tak
bergerak, memandang tak berkesip ke depan.
Dia adalah Lakasipo, bekas Kepala Negeri Latanahsilam bergelar Bola-Bola Iblis
namun lebih dikenal dengan berjuluk Hantu Kaki Batu.
Di bagian depan perahu sosok manusia aneh yang tingginya hanya sebatas lutut
Lakasipo duduk saling berpegangan. Di wajah masing-masing jelas terlihat rasa
gamang dan khawatir yang amat sangat. Dengan keadaan tubuh mereka sebesar itu,
meluncur cepat di atas perahu dan memandang berkeliling hanya hamparan laut yang
kelihatan tentu saja ketiganya menjadi ngerl. Malah kakek yang di ujung kanan
sejak tadi terduduk dengan mulut terkancing mata mendelik dan tengkuk dingin
sementara dari bawah perutnya mengucur air kencing tak berkeputusan.
Tiga manusia cebol yang ada di bagian depan perahu itu bukan lain adalah si
kakek julukan Setan Ngompol, bocah bernama Naga Kuning dan Pendekar Kapak Maut
Naga Geni 212 Wiro Sableng.
"Sebenarnya aku tidak suka dengan perjalanan ini!" berkata Naga Kuning.
"Aku juga!" kata Setan Ngompol.
"Tapi kau yang memaksa aku agar ikut kek! Padahal 4 HANTU JATILANDAK
aku sudah ada rencana menemui Luhkimkim, gadis di Latanahsilam itu!"
"Kita sudah ada di atas perahu dan dalam perjalanan. Mengapa baru sekarang
kalian berkata tidak suka!" menjawab Wiro. "Tapi masih ada kesempatan untuk
kembali! Apa kalian berdua bisa berenang?"
"Eh, apa maksudmu Pendekar 212?" tanya Setan Ngompol.
"Mencebur ke dalam laut dan berenang kembali ke daratan Latanahsilam!"
"Kau bicara tidak pakai pikiran!" kata Setan Ngompol dengan muka cemberut.
Naga Kuning berkomat-kamit lalu berpaling ke bagian belakang perahu. "Lakasipo!
Kau yang pertama sekali merencanakan perjalanan ini!"
Lakasipo yang sejak tadi memandang ke depan, alihkan pandangannya pada tiga
manusia cebol di bagian depan perahu. "Betul sekali wahai saudaraku Naga Kuning!
Tapi jangan lupa. Semua ini atas petunjuk berdasarkan cerita Peri Angsa Putih.
Kita semua menyetujui sama-sama berangkat! Lalu sekarang apa lagi"!"
"Menurutmu, apakah kita benar-benar bisa mencari dan menemui makhluk bernama
Hantu Sejuta Tanya Sejuta Jawab Ku?" tanya Wiro.
"Betul," ucap Setan Ngompol. "Laut seluas ini, kita harus mencari satu pulau
yang kita tidak tahu dimana letaknya, tak tahu apa namanya. Hanya ada petunjuk
samar!" "Turut cerita Hantu Muka Dua adalah makhluk Jahat luar biasa. Kalau dia seperti
itu, gurunya tentu lebih jahat lagi. Dan Hantu Sejuta Tanya Sejuta Jawab ini
adalah guru Hantu Muka Dua! Kita semua pasti celaka!"
"Coba kalian timbang-timbang," kata Setan Ngonv pol menyambung ucapan Naga
Kuning tadi. "Peri Angsa Putih tahu cerita itu dari kakeknya si Hantu Tangan
Empat. Menurutku Hantu Tangan Empat tidak 5 HANTU JATILANDAK
begitu suka pada kita bertiga. Jangan-jangan dia sengaja mengarang cerita untuk
mencelakai kita semua!"
Wiro garuk-garuk kepala. Apa yang dikatakan teman-temannya itu mungkin betul
adanya. Dia berpaling memandang ke arah Lakasipo. Lalu kembali terdengar si
Setan Ngompol berkata. "Lakasipo, selagi belum terlambat ada baiknya kau memutar
haluan. Kita kembali ke Latanahsilam!"
"Kalian semua seolah takut melihat bayangan sendiri. Bukankah perjalanan ini
kita lakukan demi untuk mencari jalan agar kalian bertiga bisa kembali ke negeri
kailan" Bukankah hanya Hantu Sejuta Tanya Sejuta Jawab itu satu-satunya tempat
bertanya" Hantu Tangan Empat sudah kita coba. Dia tak bisa menolong. Kita sudah
berusaha mencari Batu Sakti Pembalik Waktu.
Tidak berhasil. Ini adalah petunjuk terakhir yang harus kita tempuh. Kalau
kalian memaksa mau kembali apa sulitnya bagiku memutar haluan!" Lakasipo
celupkan tangan kanannya ke dalam air laut, siap untuk merubah haluan.
"Tunggu!" ujar Pendekar 212 Wiro Sableng. "Peri Angsa Putih tidak akan menipu
kita. Hantu Tangan Empat walau kita tidak tahu pasti hatinya tapi kurasa juga
tidak punya maksud mencelakai kita. Yang jadi pertanyaan sekarang, seandainya
kita berhasil menemui guru Hantu Muka Oua, apakah dia benar-benar mau menolong
kita" Jangan perjalanan gila ini hanya menghasilkan satu kesia-siaan!"
"Turut riwayat yang pernah kudengar puluhan tahun silam," kata Lakasipo pula,
"Sebenarnya Hantu Sejuta Tanya Sejuta Jawab itu adalah seorang sakti berhati
polos! Otaknya dipenuhi berbagai ilmu penge-tahuan. Hantu Muka Dua kemudian
mempergunakan kesempatan. Secara licik dia mencari tahu apa-apa yang harus
dilakukannya agar bisa menjadi Raja di Raja Segala Hantu di Latanahsilam. Begitu
dia mendapatkan apa yang dimaunya, sang guru lalu dibuatnya menjadi tidak
berdaya. Dibawa dan dikucilkan di se-6 HANTU JATILANDAK
buah pulau yang menurut Peri Angsa Putih adalah pulau pertama sehari perjalanan
ke arah tenggara.
Kalaupun kita tidak berhasil, menurut hematku berbuat sesuatu adalah lebih baik
dari pada tidak melakukan apa-apa sama sekali. Kecuali jika kalian memang tidak
benar-benar ingin kembali ke negeri kalian. Kau misalnya Naga Kuning. Mungkin
kau memilih tetap tinggal di Latanahsilam karena sudah terpikat dengan
Luhkimkim. Dan kau kakek Setan Ngompol juga sama karena sudah kecantol pada
nenek yang dandanannya menor acak-acakan bernama Luhlampiri itu. Bagaimana
dengan kau Wiro"!"
Ditanya begitu Pendekar 212 jadi menyeringai sambil garuk-garuk kepala.
"Mungkin dia terpikat pada Peri Sesepuh yang bertubuh besar gembrot membal dan
suka ngongkong itu!" Yang menjawab Naga Kuning lalu bocah ini tertawa cekikikan.
"Hik... hik... hik!" Setan Ngompol ikut-ikutan geli sambil pegangi bawah
perutnya. "Aku menuruti jalan pikiranmu Lakasipo," Murid Sinto Gendeng berkata, membuat
Naga Kuning dan Setan Ngompol jagi cemberut. "Buruk dan baik nasib kita di
kemudian hari belum dapat dipastikan. Berharap tanpa berusaha adalah bodoh! Kita
teruskan perjalanan!"
"Naga Kuning dan Setan Ngompol! Kalian sama mendengar keputusan saudara kita
Wiro Sableng, Mulai sekarang jangan ada diantara kita yang terus-terusan merasa
bimbang mengadakan perjalanan ini!"
Baru saja Lakasipo berkata begitu tiba-tiba langit di atas laut tampak berubah
mendung. Dari selatan angin kencang bertiup mengeluarkan suara mengerikan.
Ombak besar mulai bergulung-gulung di kejauhan.
Perahu kecil yang ditumpangi keempat orang itu terbanting kian kamari. Wiro dan
Naga Kuning dicekam rasa takut. Setan Ngompol mulai terkencing-kencing lagi.
"Topan badai menyerang laut!" seru Lakasipo.
Kalian bertiga lekas ke sini!"
7 HANTU JATILANDAK
Wiro, Naga Kuning dan Setan Ngompol cepat lari mendatangi Lakasipo. Oleh
Lakasipo ketiga orang ini segera diselipkannya di balik sabuk kulit yang melilit
di pinggangnya. Lalu dengan cepat dia menurunkan layar perahu untuk menghindari
terpaan angin. Dengan kedua tangannya yang dipergunakan sebagai dayung dia
mengayuh. Perahu meluncur pesat. Namun hantaman angin dan ombak raksasa membuat
perahu itu mencelat lima tombak ke udara. Ketika jatuh ke permukaan laut,
kembali ombak besar menghantam. Perahu hancur berkeping-keping. Sosok Lakasipo
yang diberati dua bola batu langsung tenggelam ke dalam amukan air taut.
Dia kerahkan tenaga dalam untuk melenyapkan gaya berat pada dua kakinya. Secara
luar biasa Lakasipo berhasil membuat dua kakinya yang terbungkus bola-bola batu
mengambang di atas permukaan laut yang dilanda badai itu. Namun setiap kali dia
coba menaikkan tubuhnya ke atas, hantaman ombak atau terpaan angin selalu
membuat dia kembali tenggelam. Berulang kali dicoba tetap saja sia-sia. Dalam
keadaan habis tenaga Lakasipo akhirnya jatuh pingsan dan roboh tenggelam ke
dalam air. * * * Ketika Lakasipo sadar didapati dirinya terkapar tertelentang di atas pasir
pantai. Dia mencoba bangkit namun tak berhasil. Sekujur tubuhnya terasa sakit
dan tulang-tulangnya seolah bertanggalan dari persendian.
Memandang ke atas dilihatnya langit biru disaputi cahaya kekuningan. Dia tak
dapat menduga apakah saat itu pagi atau menjelang sore. Tiba-tiba Lakasipo ingat
pada tiga saudara angkatnya. Dia meraba ke pinggang. Hatinya lega begitu
menyentuh tiga sosok tubuh cebol. Setelah mengumpulkan seluruh tenaga 8 HANTU
JATILANDAK akhirnya Lakasipo berhasil bangkit dan duduk di atas pasir. Wiro, Naga Kuning
dan Setan Ngompol memang masih terikat dibalik sabuk kulitnya. Namun ketiga
orang ini terkulai tak bergerak.
"Jangan-jangan mereka mati semual" pikir Lakasipo.
Dengan cepat dia tanggalkan ikat pinggangnya. Begitu ikatan lepas tiga sosok
tubuh itu jatuh bergulingan ke atas pangkuannya. Masih tetap tidak ada satupun
yang bergerak. Pucatlah wajah Lakasipo.
* * * 9 HANTU JATILANDAK
BASTIAN TITO HANTU JATI LANDAK
2 "CELAKA!" membatin Lakasipo. Satu persatu dimbilnya ketiga sosok cebol itu.
Diperiksa dan didekatkannya ke telinganya. Dia masih bisa mendengar detak-degup
jantung walaupun perlahan.
"Wahai...." Lakasipo pegang Setan Ngompol dan Naga Kuning di tangan kiri. Tangan
kanan mencekal sosok Wiro Sableng. Ketiga orang itu dipegangnya kaki ke atas
kepala ke bawah. Perlahan-lahan air laut mengucur keluar dari mulut mereka.
Masih belum puas Lakasipo tempelkan perut ketiga orang itu ke dadanya.
Begitu dia menekan, Wiro, Naga Kuning dan Setan Ngompol sama keluarkan suara
seperti orang muntah.
Air kambali mengucur keluar. Lalu ketiganya terdengar batuk-batuk. Penuh
perasaan lega Lakasipo baringkan ketiga orang itu di atas pasir.
Wiro yang pertama sekali sadar, membuka mata lalu bangkit dan duduk. Dia merasa
ngeri melihat ombak yang bergulung lalu memecah di pasir pantai.
Mengingat-ingat apa yang terjadi dia lalu berpaling pada Lakasipo dan bertanya,
sementara Naga Kuning dan Setan Ngompol telah mulai siuman dan memandang kian
kemari dengan muka pucat. Ketika mendengar deburan ombak di pasir pantai
keduanya jadi ketakutan dan berdiri terhuyung-huyung.
"Lakasipo! Kita berada di mana"!" bertanya murid Sinto Gendeng.
Lakasipo memandang berkeliling. Ketika dia mem buka mulut hendak menjawab, yang
keluar dari mulutnya bukan suara tapi semburan air laut! Celakanya muntahan air
itu jatuh mengguyur ketiga orang yang ada di depannya. Setan Ngompol memaki
panjang 10 HANTU JATILANDAK
pendek. Naga Kuning menyumpah-nyumpah. Wiro sendiri menggerutu habis-habisan dan
cepat seka mukanya yang terguyur muntahan.
"Untung cuma air, tidak bercampur dengan yang lain-lain! Sialan betul!" Wiro
mengomel. "Saudara-saudaraku, maafkan aku! Aku tak sengaja...."
"Kalau bicara jangan menghadap kami! Kulihat perutmu buncit tanda masih banyak
air di dalamnya!"
teriak Naga Kuning.
Lakasipo batuk-batuk. Benar saja. Dari mulutnya kembali menyembur air. Untung
dia mendengar peringatan Naga Kuning tadi. Waktu muntahnya menyembur dia
palingkan mukanya ke samping hingga air yang dimuntahkannya tidak menyirami
ketiga orang Ku.
Wiro memandang ke arah barat. Dia melihat sosok mentari tengah menggelincir
menuju titik tenggelamnya.
"Lakasipo, kulihat sebentar lagi matahari segera tenggelam. Malam akan tiba.
Lekas kau mencari tahu di mana kita berada saat ini...."
Lakasipo memandang berkeliling. "Tak bisa aku menduga wahai Wiro. Melihat pada
bentuk pantai yang membelok di ujung kiri dan kanan agaknya kita berada di satu
pulau...."
"Pulau tempat kediaman guru Hantu Muka Dua?"
tanya Naga Kuning.
"Lagi-lagi aku tak bisa menduga wahai sahabatku...."
"Kalau begitu kita harus segera bergerak mencari tahu. Paling tidak sebelum
malam tiba kita ada tempat untuk berlindung!" kata Wiro pula lalu berdiri dan
mendahului melangkah dan meninggalkan tempat itu.
Lakasipo cepat mengangkat Wiro, Naga Kuning dan Setan Ngompol. Sambil melangkah
dia berkata. "Di sebelah sana ada deretan panjang pohon-pohon besar. Kita akan menyelidik ke
sana...." Begitu sampai di deretan pohon-pohon yang tadi dilihatnya di kejauhan, Lakasipo
hentikan langkah, memandang dengan muka mengernyit.
11 HANTU JATILANDAK
"Pohon-pohon aneh! Tumbuhnya rapat sekali! Dan dipenuhi duri mulai dari ranting
sampai ke batang!"
Berseru Wiro yang ada dalam dukungan Lakasipo.
Lakasipo maju mendekat. "Kau betul Wiro. Seumur hidup baru sekali ini aku
melihat pohon-pohon seperti Ini. Bentuknya seperti pohon jati. Tapi mengapa
ditumbuhi duri-duri panjang. Tumbuhnya juga rapat. Jika tidak hati-hati sulit
bagi seseorang bisa lolos di antara dua pohon...."
"Di belakang deretan pohon-pohon itu hanya ada kegelapan menghitam," berkata
Setan Ngompol. "Saat Ini masih siang. Kalau malam tiba pasti sangat gelap Di
sebelah sana. Tangan di depan mata mungkin tak bisa kelihatan...."
Lakasipo tampak diam seolah tengah berpikir.
"Lakasipo, mengapa kau diam saja"!" bertanya Naga Kuning.
Wiro Sableng 105 Hantu Jatilandak di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
"Wahai! Aku tengah menghubungkan ucapan-ucapan kalian dengan satu riwayat yang
pernah kudengar..." jawab Lakasipo. "Pohon-pohon jati berduri seperti duri bulu
landak. Rimba belantara hitam gelap.
Kelam.... Ini semua mengingatkan aku pada dua hal.
pertama Jatilandak. Kedua hutan Lahitamkelam."
"Jatilandak itu, nama orang atau apa?" bertanya Wiro.
"Nama Hantu. Hantu Jatilandak. Salah satu dedengkot Hantu. Tapi kabarnya dia
berada di bawah kekuasaan dan taklukan Hantu Muka Dua!" Menerangkan Lakasipo.
"Jangan-jangan pulau ini adalah pulau kediamannya Hantu Sejuta Tanya Sejuta
Jawab, gurunya Hantu Muka Dua! Berarti kita sudah berada di pulau tujuan!" kata
Naga Kuning setengah berseru.
"Ssst.... Jangan bicara terlalu keras," kata Lakasipo.
"Kita belum bisa memastikan berada di pulau apa. Tapi dugaanku ini bukan pulau
kediaman guru Hantu Muka Dua. Aku lebih yakin ini adalah pulau sarangnya Hantu
Jatilandak...."
"Lakasipo," kata Wiro sambil pukulkan tangannya ke dada lelaki yang dikenal
dengan julukan Hantu Kaki 12 HANTU JATILANDAK
Batu itu. "Di sebelah sana kulihat ada dua pohon yang tumbuh lebih renggang.
Mungkin ada jalan atau mungkin kita bisa menemukan petunjuk di tempat itu."
Lakasipo memandang ke arah yang ditunjuk Wiro.
Memang benar. Tidak seperti di tempat lain dimana semua pohon jati berduri
tumbuh sangat rapat, di sebelah sana ada dua pohon, diikuti pohon-pohon lain di
deretan sebelah belakang, tumbuh lebih jarang satu sama lain. Segera saja
Lakasipo melangkah cepat menuju tempat itu.
"Duukk... duukkk... duuukkkk!"
Langkah-langkah kaki batu Lakasipo menghunjam di pasir pantai. Mengeluarkan
suara keras dan menggetarkan seantero tempat.
"Wahai! Kita memang bisa lewat di sini! Kelihatannya ini jalan setapak yang
sengaja dibuat orang." Berkata Lakasipo begitu sampai di antara dua pohon jati
besar yang tumbuh renggang. Demikian juga deretan pohon-pohon di sebelah
belakang, "Berarti pulau ini ada penghuninya!" kata Wiro pula.
"Betul, yaitu Hantu Jatilandak..." jawab Lakasipo.
"Apakah makhluk bernama Hantu Jatilandak ini Jahat atau baik?" tanya Naga
Kuning. "Tak dapat kupastikan. Yang jelas dia adalah setengah manusia setengah binatang.
Manusia seperti kita bisa saja dijadikan mangsa, dikunyah dan ditelan bulat-
bulat. Kita harus berhati-hati!"
Si kakek Setan Ngompol langsung terkencing mendengar kata-kata Lakasipo itu.
Lakasipo melangkah melewati dua pohon jati berduri di sebelah depan. Walau
pohon-pohon itu tumbuh renggang namun dia harus berhati-hati. Dia berusaha agar
tubuhnya jangan sampai tergurat oleh ujung-ujung duri yang tumbuh berserabutan
di sekujur batang pohon. Apa lagi kalau duri-duri itu mengandung racun jahat
yang bisa mencelakai dirinya bahkan mungkin bisa membunuh!
Hati-hati Lakasipo terus bergerak. Dia melewati 13 HANTU JATILANDAK
deretan pohon jati kedua, ketiga dan keempat. Pada deretan kelima di mana
keadaan mulai agak suram Lokasipo hentikan langkahnya. Matanya memandang tak
berkesip ke depan. Dia melihat satu keanehan.
Keanehan mana juga dilihat oleh tiga sosok cebol yang ada dalam dukungannya.
Pohon-pohon jati di kiri kanan pada deretan kelima dan seterusnya tidak lagi
berbentuk pohon jati berduri tapi lebih menyerupai patung kayu bertampang seram
setinggi satu setengah kali tinggi Lakasipo. Patung-patung ini berdiri berjajar
demikian rupa, membentuk barisan seolah memagari jalan kecil yang ada di sebelah
tengah. "Aneh," bisik Wiro pada Naga Kuning dan Setan Ngompol. "Bagaimana ada patung di
tempat seperti ini. Siapa yang membuat dan menyusunnya begitu rupa. Aku yakin
jumlahnya puluhan, mungkin ratusan!"
"Aku ada firasat kita mulai menghadapi bahaya besar Wiro," balas berbisik Setan
Ngompol dengan suara bergetar dan menekan bagian bawah perutnya kencang-kencang
agar tidak ngompol.
"Lakasipo, apa yang hendak kau lakukan" Tetap di sini, atau kembali ke pantai.
Atau kau akan terus melangkah melewati patung-patung itu!" Bertanya Murid Sinto
Gendeng. Diam-diam dia .kerahkan tenaga dalam ke tangan kanan, menghimpun
kesaktian ilmu pukulan Sinar Matahari. Dibanding dengan keadaannya dulu yang
sosoknya hanya sebesar jari, kini berubah menjadi sebesar betis, dia merasa
lebih leluasa mengerahkan kesaktiannya. Paling tidak jika diserang atau
dilepaskannya akan lebih hebat dari pada waktu dia hanya sebesar jari.
"Menurutku jalan antara deretan patung ini menuju ke satu tempat. Aku memilih
bergerak maju melewati-nya. Bagaimana pendapatmu?" Bertanya Lakasipo.
"Aku setuju kita jalan terus. Tapi hati-hati. Coba kau perhatikan. Patung-patung
kayu jati itu bukan patung biasa. Setiap persendiannya dibuat demikian 14 HANTU
JATILANDAK rupa seperti persendian manusia hidup. Berarti patung-patung kayu itu bisa
berputar atau bergerak pada bagian leher, tangan, pinggang dan kaki!"
"Astaga! Wahai! Kau memang betul Wiro. Jika kau tidak memberi tahu hal itu tidak
sempat menjadi per-hatianku. Jadi memang aku, kita semua harus berhati-hati.
Awas, kalian semua pasang mata pasang telinga.
Aku mulai bergerak melangkah!"
"Dukk... duukkk!"
Gerakan langkah kaki Lakasipo menggetarkan tanah. Patung-patung kayu tampak
bergoyang. Lakasipo maju dua langkah. Dia melewati patung kayu deretan pertama di kiri
kanan. Ketika dia hampir sampai pada deretan patung kayu kedua tiba-tiba
terdengar suara berkereketan. Tangan-tangan patung pada deretan kedua itu
bergerak ke atas lalu dengan cepat turun ke bawah mengemplang ke arah batok
kepala Lakasipo!
Lakasipo berseru kaget, cepat dia membungkuk rundukkan kepala. Baru saja dia
berhasil selamatkan diri tiba-tiba terdengar teriakan Wiro.
"Lakasipo! Awas di belakangmu!"
Lakasipo cepat berpaling. Astaga! Ternyata dua patung pada deretan pertama yang
barusan dilewatinya tengah melancarkan tendangan. Satu mengarah pinggang, satu
menerabas ke arah kaki!
Lakasipo cepat menghindar selamatkan diri. Dia berhasil berkelit dari tendangan
yang menghantam ke arah pinggang. Namun kasip menghindari tendangan yang
menghajar kakinya.
"Bukkk!"
Tendangan kaki kayu mendarat di kaki kanan lakasipo. Walau kaki itu diselubungi
batu yang beratnya puluhan kati tapi tetap saja kaki itu terpental dan tak ampun
lagi Lakasipo jatuh terbanting di tanah. Di saat yang sama tiga patung lainnya
sama-sama mengangkat kaki lalu serentak dihunjamkan ke perut, dada dan kepala
Lakasipo. 15 HANTU JATILANDAK
"Celaka!" seru Wiro. Dia berteriak. "Lakasipo! Lekas kau buat gerakan berputar.
Pergunakan kaki kirimu untuk menghantam!"
Walau saat itu kaki kanannya sakit bukan main namun Lakasipo turuti apa yang
dikatakan Wiro. De ngan mengerahkan tenaga dalam, dalam keadaan masih terduduk
di tanah Lakasipo membuat gerakan berputar dan menghantam dengan kaki kirinya.
"Wuuuuttttt!"
"Praakkk... praakkk... praaakkk!"
Tiga kaki patung kayu yang barusan siap mem-bunuhnya hancur berantakan. Tiga
patung terpental dan jatuh berantakan di sela-sela pohon-pohon jati berduri!
Perlahan-lahan sambil memandang berkeliling, penuh waspada Lakasipo bangkit
berdiri. "Wiro, bagaimana..." Kita terus memasuki deretan patung-patung kayu ini atau
kembali ke pantai"' bertanya Lakasipo.
"Kita kembali saja ke pantai!" menjawab Setan Ngompol.
"Sudah kepalang tanggung! Kita terus saja!" jawab Wiro.
'Ya, aku setuju. Kita jalan terus! Lakasipo, kalau cuma patung kayu kau pasti
sanggup menghancurkan jika mereka kembali menyerang!" kata Naga Kuning pula.
Lakasipo tetapkan hati. Dia kembali melangkah.
"Duuukkkk... duukkkk!"
* * Sebelum melanjutkan apa yang terjadi dengan Lakasipo, Wiro dan Naga Kuning serta
si Setan Ngompol di pulau itu, kita kembali dulu pada satu peristiwa besar di
masa beberapa puluh tahun silam dan terjadi di Negeri Latanahsilam. Negeri 1200
tahun silam....
16 HANTU JATILANDAK
BASTIAN TITO HANTU JATILANDAK
3 PERI BUNDA menatap rawan dengan sepasang matanya yang bening tapi suram ke arah
timur. Lalu dia berpaling pada Peri Sesepuh yang bertubuh gemuk luar biasa dan
duduk di kursi batu pualam merah dengan mata terpejam.
"Peri Sesepuh, aku tahu kau tidak tidur. Wahai apa yang ada di dalam benakmu?"
Menegur Peri Bunda.
Yang ditanya tidak segera menjawab. Tak selang berapa lama baru terdengar suara
Peri Sesepuh. Perlahan dan halus.
"Apa yang ada di benakku sama dengan apa yang ada di benakmu wahai Peri Bunda.
Mengapa kau masih bertanya" Bukankah sejak malam tadi kita berada di puncak
bukit sepi dan dingin ini, meninjau dan menduga-duga apa yang kiranya telah dan
akan terjadi...."
Perl Bunda mengusap wajahnya yang cantik. Beberapa kali dia menghela nafas dalam
lalu berkata. "Malam tadi rembulan muncul dengan warna merah sepertl darah. Di barat angin
bertiup mengeluarkan suara aneh halus seolah suara seruling yang ditiup
mengantar kepergian roh ke alam atas langit. Di selatan sayup-sayup terdengar
deru gelombang di tengah laut tapi seolah tidak pernah memecah mencapai pantai
berpasirr. Di utara Gunung Latinggimeru mengeluarkan suara menggemuruh halus.
Mungkin ada dinding gunung yeng retak dan lahar panas mengalir ke luar.
Mungkin gunung itu siap untuk meletus. Lalu di sebelah timur... sampai saat ini
tak ada cahaya kuning benderang. Apakah sang surya tidak akan muncul hari
ini...?" Perlahan-lahan Peri Sesepuh membuka sepasang matanya yang sejak tadi dipejamkan.
Di tempat terbuka 17 HANTU JATILANDAK
dan dingin seperti di puncak bukit itu wajahnya yang gembrot masih saja dibasahi
oleh keringat. Dia menatap ke ufuk timur. Arah yang dibelakangi Peri Bunda.
"Sang surya tidak pernah mengingkari janji wahai Peri Bunda. Di ufuk timur dia
akan selalu terbit setiap pagi. Putar tubuhmu. Lihatlah ke timur. Fajar telah
menyingsing. Sang surya telah terbit. Tapi demi segala Peri dan Dewa, demi semua
Roh yang ada di antara langit dan bumi. Lihatlah wahai Peri Bunda! Mengapa sinar
sang surya terhalang oleh tabir aneh kehitaman..."!"
Peri Bunda putar tubuh palingkan kepala. Begitu matanya memandang ke jurusan
timur sana, berubahlah parasnya. "Kau benar wahai Peri Sesepuh. Sang surya tak
pernah ingkar janji. Dia muncul pagi ini seperti jutaan pagi sebelumnya. Tetapi
ada tabir hitam seolah menutupi cahayanya yang putih benderang. Pertanda apakah
ini wahai Peri Sesepuh" Apakah benar dugaan kita berdua. Bayi pencemar segala
tuah yang ditunggu telah lahir malam menjelang pagi tadi?"
"Perasaan dan dugaanku mengatakan begitu...."
"Kalau itu benar telah terjadi, berarti kita harus siap menghadapi segala nista
dan petaka."
Peri Sesepuh anggukkan kepala. "Wahai Peri Bunda, aku terpaksa harus segera
kembali. Para Peri yang lain harus diberitahu agar mereka juga siap. Kau tetap
di sini. Tunggu kedatangan Peri Angsa Putih membawa berita."
"Peri Sesepuh, tunggu! Jangan pergi dulu. Nista dan petaka apakah yang akan
menimpa Negeri Atas Langit sehubungan dengan kejadian lahirnya bayi pencemar
segala tuah itu?"
"Banyak wahai Peri Bunda. Namun tidak semua bisa ku beritahu padamu. Hanya
beberapa saja. Misalnya, angin tak akan berhembus lagi selama setahun penuh. Kalaupun masih
berhembus angin itu akan disertai hawa pengap dan bau yang tidak sedap. Air akan
berhenti mengucur dari tempat ketinggian ke 18 HANTU JATILANDAK
tempat rendah. Berarti ada kawasan yang bakal menderita kekeringan sepanjang
tahun. Lalu bunga-bunga akan menjadi layu. Pucuk tak akan menjadi buah. Buah
yang ada akan jatuh ke tanah dalam keadaan busuk...."
Peri Bunda jadi terdiam mendengar keterangan Peri Sesepuh itu.
"Aku pergi sekarang.wahai Peri Bunda. Susul aku jika kau sudah bertemu dan
menerima kabar dari Peri Angsa Putih."
Peri Sesepuh gulungkan kain sutera merah tipis diseputar dadanya yang
tersingkap. Lalu perlahan-lahan tubuhnya bersama kursi batu pualam, melayang ke
alas, makin tinggi, makin jauh dan akhirnya lenyap riah pemandangan.
"Heran..." kata Peri Bunda perlahan. "Telah beberapa kali hal seperti ini
terjadi. Mengapa masih ada saja Peri yang melanggar larangan?"
Perl Bunda tatapkan matanya ke arah timur kembali.
Di lurusan itu keadaan semakin terang namun tabir hitam masih menutupi
pemandangan. Tiba-tiba melesat sebuah benda aneh yang tidak jelas perwujudannya.
Bersamaan dengan itu menggelegar suara keras menggaung panjang dan lama.
"Seperti suara tangisan bayi. Tapi juga menyerupai lolongan srigala...." Peri
Bunda usap tengkuknya yang jadi dingin sementara matanya mengikuti benda yang
melayang di udara. Demikian cepatnya benda ini melesat hingga sebelum sang Peri
sempat berkedip benda itu telah lenyap dari pandangan matanya. "Benda apa itu
wahai gerangan. Aku mencium bau amisnya darah.
Jangan-jangan...."
Belum sempat Peri Bunda menyelesaikan ucapan hatinya tiba-tiba di atasnya
melayang satu benda putih disertai suara menguik keras. Benda ini dengan cepat
bergerak turun dan ternyata adalah seekor angsa raksasa berwarna putih. Dari
atas punggung binatang ini melompat turun seorang gadis cantik mengenakan
pakaian terbuat dari sejenis kain sutera halus berwarna 19 HANTU JATILANDAK
putih. Tubuh dan pakaiannya menebar bau harum semerbak, nyaris menutup keharuman
bau tubuh dan pakaian biru Peri Bunda.
"Wahai Peri Angsa Putih, kau muncul tepat pada saatnya. Apakah kau datang
membawa berita yang ditunggu-tunggu?"
Peri Angsa Putih, peri cantik bermata biru anggukkan kepala. "Wahai Peri Bunda.
Di mana gerangan Peri Sesepuh"'
"Peri Sesepuh telah lebih dulu kembali. Kau akan memberi keterangan padaku di
sini atau kita sama-sama menemui Peri Sesepuh"'
"Aku.... Waktuku singkat. Biar kuceritakan saja padamu apa yang terjadi. Nanti
kau saja yang menyam-paikan pada Peri Sesepuh...."
"Kalau begitu lekas terangkan padaku apa yang telah terjadi. Benarkah semua
dugaan dan kira-kira sesuai dengan kenyataan yang ada?"
"Memang benar adanya wahai Peri Bunda. Duga dan sangka tidak jauh meleset dari
kenyataan. Pertanda alam kita dan segala tuah akan tercemar sepanjang tahun.
Mungkin akan ditambah lagi dengan menebar-nya sejenis penyakit menular."
Berubahlah paras Peri Bunda mendengar kata-kata terakhir Peri Angsa Putih itu.
"Penyakit menular katamu wahai Peri Angsa Putih"'
Yang ditanya mengangguk.
"Wahai! Peri Sesepuh tidak menyebutkan ihwal penyakit itu. Bagaimana kau bisa
tahu?" "Kakekku yang memberitahu," jawab Peri Angsa Putih.
"Maksudmu Hantu Tangan Empat?" tanya Peri tunda.
Kembali Peri Angsa Putih mengangguk.
"Celakai Apa jadinya kita semua. Apa jadinya negeri kita."
"Kita harus siap menghadapi apapun yang terjadi wahai Peri Bunda. Bukankah hal
semacam ini sudah 20 HANTU JATILANDAK
beberapa kali terjadi" Bahkan mungkin....?" Peri Angsa Pulih tidak teruskan
ucapannya. Perl Bunda yang juga disebut sebagai Simpul Agung Segala Peri atau Peri
Junjungan Dari Segala Junjungan menatap lekat-lekat ke wajah Peri Angsa Putih.
Pandangan matanya seolah menyelidik jauh ke balik mata dan jalan pikiran Peri
cantik itu. "Kau tidak meneruskan ucapanmu tadi wahai Peri Angsa Putih. Apa maksudmu dengan
kata-kata Bahkan mungkin...."
Sesaat Perl Angsa Putih jadi agak terkesiap. Namun dia segera tersenyum untuk
menutupi keterkejutannya atas pertanyaan yang tidak terduga itu.
"Sudahlah, waktuku tidak banyak. Lagi pula Peri Sesepuh tentu sangat menantikan
kedatanganmu. Sebaiknya aku segera saja menuturkan apa yang telah terjadi...."
Tapi Peri Bunda gelengkan kepala.
"Penuturanmu memang penting. Tapi bagiku pen-jelasanmu atas kata-katamu tadi tak
kalah pentingnya.
Wahai, harap kau sudi memberi jawaban atas per-tanyaanku tadi, Peri Angsa
Wiro Sableng 105 Hantu Jatilandak di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Putih." Setelah berucap diam-diam dalam hatinya Peri Bunda membatin. "Apa maksud
ucapan kerabatku ini. Jangan-jangan dia mengetahui apa yang ada dalam hatiku."
Sebaliknya Peri Angsa Putih diam-diam juga menjadi gelisah dan berkata dalam
hati. "Peri Bunda pasti telah tahu apa yang akan terjadi di masa puluhan tahun
mendatang. Jangan-jangan dia mencurigai diriku...."
"Peri Angsa Putih, kau belum menjawab. Kau belum memberi penjelasan."
"Dari pada dia mendesak, lebih baik aku mendesak duluan!" kata Peri Angsa Putih
dalam hati. Maka diapun berkata. "Hatimu dan hatiku, pikiranmu dan pikiranku,
penglihatanmu ke masa depan dan penglihatanku rasanya tidak banyak berbeda wahai
Peri Bunda. Namun jika aku salah mohon maafmu. Apa kau sependapat denganku bahwa
dunia kita semakin lama semakin 21 HANTU JATILANDAK
mengalami banyak perubahan" Batas antara kita bangsa Peri dan manusia di bawah
langit semakin tipis laksana kabut pagi yang mudah pupus ditelan sinar mentari?"
"Peri Angsa Putih! Wahai! Bagaimana kau berani berkata begitu"!" ucap Peri Bunda
setengah berseru.
Dalam hati dia berkata. 'Dugaanku tidak meleset. Dia bisa membaca jauh ke lubuk
hatiku! Daripada menjadi urusan lebih baik aku mengalah sementara."
"Wahai Peri Angsa Putih, katamu waktumu singkat.
Baiklah. Aku tidak akan mengganggu dengan
pertanyaan-pertanyaan lagi. Segera saja kau ceritakan apa yang tolah
terjadi...."
* * * 22 HANTU JATILANDAK
BASTIAN TITO HANTU JATILANDAK
4 GEROBAK yang ditarik kuda berbulu putih belang hitam itu berhenti di depan
bangunan besar terbuat dari kayu besi. Saat itu di penghujung malam menjelang
pagi. Perempuan tua yang duduk di samping pemuda sais gerobak melompat turun.
Gerakannya gesit dan enteng. Di pinggangnya tergantung satu bungkusan besar. Di
depan pintu bangunan dia hentikan langkah, memandang pada lelaki yang keluar
menyambutnya. Perempuan tua itu ludahkan gumpalan sirih dan tembakau di dalam mulutnya lalu
bertanya. "Apa aku datang terlambat wahai Lahambalang?"
"Nenek Luhumuntu. Keadaannya gawat sekali. Aku khawatir...."
Perempuan tua itu tidak menunggu sampai lelaki bernama Lahambalang menyelesaikan
ucapannya. Dengan cepat dia masuk ke dalam bangunan, langsung menuju ke sebuah
kamar dari dalam mana terdengar suara erangan berkepanjangan.
Di ambang pintu kamar si nenek mendadak hentikan langkah. "Lahambalang! Kegilaan
apa yang aku lihat ini!
Siapa yang mengikat tangan dan kakinya!"
"Tidak ada jalan lain Nek! Dia selalu berontak.
Memukul dan menendang. Melihat aku sepertinya dia hendak membunuhku!"
"Gila dan aneh! Perempuan yang hendak melahirkan bisa bersikap seperti itu!"
Luhumuntu masuk ke dalam kamar yang diterangi dua buah obor besar. Tiga langkah
dari ranjang kayu kembali gerakannya tertahan.
Di atas tempat tidur kayu itu tergeletak menelentang seorang perempuan. Wajahnya
yang cantik tertutup oleh keringat serta kerenyit menahan sakit.
23 HANTU JATILANDAK
Dari mulutnya yang terbuka keluar erangan ditingkahi desau nafas yang membersit
dari hidung. Perempuan ini memiliki perut besar dan tertutup sehelai rajutan
rumput kering. Ketika pandangannya membentur sosok si nenek, dua matanya
membeliak besar dan dari mulutnya keluar suara menggereng seperti suara babi
hutan. "Tua bangka buruk! Siapa kau"!"
Lahambalang cepat mendekat dan berkata. "Wahai istriku Luhmintari, nenek ini
Luhumuntu, dukun beranak di Latanahsilam yang akan menolongmu melahirkan
"Menolong aku melahirkan"!" Sepasang mata perempuan di atas ranjang kayu semakin
membesar dan Wajahnya tambah beringas. "Siapa yang akan melahirkan"! Aku tidak
akan melahirkan!"
"Tenanglah Luhmintari. Orang akan menolongmu...."
"Aku tidak akan melahirkan! Aku tidak butuh pertolongan! Tidak akan ada apapun
yang keluar dari perutku! Tidak akan ada bayi keluar dari rahimku! Kau dengar
wahai Lahambalang"! Kau dengar nenek buruk dukun beranak celaka"!" Habis
membentak seperti itu Luhmintari tertawa panjang.
Si nenek dukun beranak jadi merinding. Dia dekati Lahambalang dan berbisik.
"Suara istrimu kudengar lain.
Tawanya kudengar aneh...."
Baru saja Luhumuntu berkata begitu tiba-tiba dari perut besar Luhmintari
terdengar suara gerengan dan bersamaan dengan itu di kejauhan terdengar suara
lolongan anjing hutan. Dukun beranak Luhumuntu tarik rumput kering yang menutupi
tubuh Luhmintari. Begitu perut yang hamil besar Ku tersingkap, si nenek langsung
tersurut. Lahambalang sendiri keluarkan seruan tertahan lalu mundur dua langkah.
Lazimnya perut perempuan hamil, biasanya menggembung besar dan licin. Namun yang
dilihat oleh Luhumuntu dan Lahambalang adalah satu perut yang di dalamnya
seperti ada puluhan duri. Permukaan perut Luhmintari kelihatan penuh tonjolan-
tonjolan runcing dan tiada hentinya bergerak-gerak mengerikan.
24 HANTU JATILANDAK
"Demi Dewa dan Peri.'" ujar Lahambalang dengan suara bergetar. "Apa yang terjadi
dengan istriku!"
Dukun beranak Luhumuntu angkat tangan kirinya.
"Lahambalang, istrimu akan segera kutangani. Harap kau cepat keluar dari kamar
ini." "Nenek Luhumuntu, kalau boleh aku ingin me-nungguinya sampai dia melahirkan..."
kata Lahambalang pula.
"Keluar!" teriak Luhumuntu.
Mau tak mau Lahambalang keluar juga dari kamar itu. Si nenek segera membanting
pintu. Ketika dia melangkah mendekati tempat tidur kembali Luhmintari
perlihatkan tampang beringas.
"Nenek celaka! Kau juga harus keluar dari kamar ini!"
"Luhmintari, aku akan menolongmu melahirkan! Aku akan melepaskan ikatan pada dua
kakimu! Jangan kau berbuat yang bukan-bukan!"
"Kau yang berkata dan akan berbuat yang bukan bukan!" sentak Luhmintari. "Aku
tidak hamil! Aku tidak akan melahirkan! Tak ada bayi dalam perutku! Tak ada bayi
yang akan keluar dari rahimku! Hik... hik... hik!"
"Tenang Luhmintari. Kau jelas hamil besar dan siap melahirkan. Kau akan
melahirkan seorang bayi hasil hubungan sebagai suami istri dengan
Lahambalang...."
Si nenek mendekati kaki tempat tidur. Dengan hati-hati dia lepaskan ikatan pada
dua kaki Luhmintari. Begitu dua kaki lepas, kaki yang kanan bergerak menendang.
"Bukkk!"
Si nenek Luhumuntu terpekik dan terpental ke dinding.
Di luar Lahambalang berteriak. "Nenek Luhumuntu!
Ada apa"!"
Luhumuntu usap-usap perutnya yang tadi kena tendang. "Tidak apa-apa Lahambalang!
Kau tak usah khawatir!" Lalu si nenek memandang pada Luhmintari dan berkata.
"Sebagai dukun aku berkewajiban menolongmu melahirkan. Apapun yang akan keluar
dari rahimmu aku tidak perduli!" Lalu dengan cepat si nenek 25 HANTU JATILANDAK
kembangkan dua kaki Luhmintari. Dengan dua tangannya dia menekan perut perempuan
itu. Luhmintari meraung keras. Dari dalam perutnya keluar suara menggereng. Di
kejauhan kembali terdengar suara lolongan anjing hutan.
"Jangan sentuh perutku! Pergi!"
Si nenek dukun beranak tidak perdulikan teriakan Luhmintari. Dua tangannya
menekan semakin kuat.
Luhmintari menjerit keras. Lalu terdengar suara robek besar. Bersamaan dengan
itu ada suara tangisan kecil.
Seperti suara tangisan bayi tapi disertai gerengan!
Luhumuntu terpekik ketika ada suatu benda me lesat dan menyambar perutnya. Nenek
ini mundur terhuyung-huyung. Ketika dia memperhatikan keadaan dirinya ternyata
di bagian perut ada tiga guratan luka cukup dalam dan mengucurkan darah! Dari
sudut kamar terdengar suara tangisan bayi aneh! Di atas ranjang kayu sosok
Luhmintari tidak bergerak sedikitpun. Tubuhnya yang penuh keringat perlahan-
lahan menjadi dingin.
"Braaakkk!"
Pintu kamar terpentang hancur. Lahambalang melompat masuk. Dia tidak perdulikan
si nenek dukun beranak yang tegak terbungkuk-bungkuk sambil pegangi perutnya
yang luka bergelimang darah. Dia melangkah ke arah ranjang. Namun gerakannya
serta merta tertahan. Dua kakinya seperti dipantek ke lantai.
Matanya membeliak besar. Sosok istrinya tergeletak tidak bergerak. Mata mendelik
mulut menganga.
Perutnya robek besar dan darah masih mengucur mengerikan!
"Luhmintari!" teriak Lahambalang. Dia memandang seputar kamar. Begitu melihat si
nenek dia kembali berteriak. "Nenek Luhumuntu! Apa yang terjadi dengan istriku!
Aku mendengar tangisan bayi! Mana anakku"!"
Sambil sandarkan punggungnya ke dinding kamar si nenek menjawab. "Istrimu tewas
wahai Lahambalang!
Tewas ketika melahirkan bayinya! Bayinya ternyata 26 HANTU JATILANDAK
bukan bayi biasa! Bayi itu tidak keluar secara wajar tapi melalui perut istrimu
yang tiba-tiba pecah robek besar!"
"Aku tidak percaya! Kau... kau pasti memakai cara gila! Kau pasti merobek perut
istriku dengan pisau!"
"Aku tidak pernah membawa pisau wahai Laham belang," Jawab si nenek. Tubuhnya
melosoh ke lantai.
Dua tangannya masih mendekapi perutnya yang luka.
"Mana bayiku! Mana anakku!" teriak Lahambalang.
SI nenek Luhumuntu angkat tangan kirinya. Dengan gemetar dia menunjuk ke sudut
kamar. "Itu....bennda yang di sudut sana. Itulah bayimu.
Kuharap kau bisa menabahkan diri menghadapi kenyataan ini wahai Lahambalang...."
Lahambalang berpaling ke arah yang ditunjuk.
Karena tidak tersentuh cahaya api obor, sudut kamar yang ditunjuk si nenek agak
gelap. Namun Lahambalang masih bisa melihat satu benda bergelimang darah
tergeletak di sana.
"Anakku..." desis Lahambalang. Dia mendatangi dan membungkuk. Tiba-tiba jeritan
keras menggeledek dari mulutnya. "Tidaaaakkkk!"
"Lahambalang, kataku kau harus tabah menghadapi kenyataan..." berucap si nenek
dukun beranak. "Tidaaaakkkk!" teriak Lahambalang sekali lagi. "Itu bukan bayiku! Itu bukan
anakku!" "Lahambalang, betapapun kau tidak mengakui itu bukan anak bukan bayimu! Tapi
itulah yang keluar dari perut Istrimu!"
Lahambalang tutupkan dua tangannya ke mukanya lalu menggerung keras. Di sebelah
sana, di sudut yang kegelapan terdengar suara tangisan bayi aneh karena disertai
suara menggereng halus. Sosok yang menggeletak masih berlumuran darah di sudut
kamar itu memang satu sosok menyerupai bayi kecil. Tapi sekujur tubuhnya mulai
dari kepala sampai ke kaki penuh ditumbuhi duri-duri aneh berwarna kecoklatan!
"Lahambalang, Itu anakmu. Itu bayimu! Jangan 27 HANTU JATILANDAK
biarkan dia kedinginan di sudut kamar...." Terdengar nenek Luhumuntu berucap.
Sekujur tubuh Lahambalang bergeletar. Mulutnya mengucapkan sesuatu tapi tidak
jelas kedengaran apa yang dikatakannya.
"Lahambalang, ambil anakmu. Dukung bayi itu...."
Lahambalang pejamkan dua matanya. Tenggorokannya turun naik, sesenggukan menahan
tangis. "Apa yang terjadi dengan diri kami! Wahai istriku Luhmintari. Nasibmu...
nasibku... nasib anak kita. Apa semua ini karena kau melanggar larangan" Karena
sebenarnya sebagai seorang Peri kau tidak boleh kawin denganku manusia biasa"
Kalau ini memang satu kutukan, sungguh kejam dan jahat!"
Tiba-tiba Lahambalang bangkit berdiri. Mukanya kelihatan menjadi sangat
mengerikan. Dadanya bergemuruh turun naik. Dua tangannya mengepal. Satu teriakan
dahsyat keluar dari mulutnya.
"Wahai para Peri di atas langit! Kalau ini benar kutukan dari kalian! Mengapa
istriku yang kalian bunuh!
Mengapa bayi tak berdosa ini yang kalian bikin cacat!
Mengapa tidak diriku yang kalian bikin mati! Kejam!
Jahat! Peri terkutuk keparat! Aku akan mencari seribu jalan melakukan
pembalasan!"
Habis berteriak begitu Lahambalang membungkuk mengambil sosok bayi aneh yang
tergeletak di sudut kamar. Lalu dia lari keluar bangunan. Seperti gila sambil
lari tidak henti-hentinya dia berteriak.
"Ini bukan anakku! Ini bukan bayiku! Kalian me-nukar bayiku dengan makhluk
celaka ini! Peri jahat Peri jahanam! Tunggu pembalasanku!"
Dalam gelap dan dinginnya malam menjelang fajar itu Lahambalang lari terus
membawa bayi aneh yang tiada hentinya menangis. Lelaki ini baru hentikan lari
nya ketika dapatkan dirinya tahu-tahu telah berada di ujung sebuah tebing. Di
depannya menghadang satu jurang lebar. Di kejauhan terbentang lautan luas. Di
sebelah timur langit mulai terang tanda sang surya 28 HANTU JATILANDAK
siap memunculkan diri.
"Ini bukan bayiku! Ini bukan anakku! Para Peri di asas langit tunggu
pembalasanku!" Dengan tubuh bergeletar lahambalang angkat bayi bergelimang darah
dan penuh duri aneh itu. Sang bayi menangis keras.
Di kejauhan seolah datang dari tengah laut terdengar suara lolongan srigala. Di
dahului teriakan keras dan panjang Lahambalang lemparkan bayi di tangan kanannya
Bayl malang itu melesat jauh ke udara, lenyap dari pemandangan seolah menembus
langit. Lahambalang pandangi tangannya berlumuran darah lalu menatap ke langit. Sekali
lagi lelaki ini menjerit dahsyat!
* . * * 29 HANTU JATILANDAK
BASTIAN TITO HANTU JATILANDAK
5 LAMA Peri Bunda termenung mendengar penuturan Peri Angsa Putih itu. Berkali-
kali pula dia menghela nafas dalam. Akhirnya sang Peri berkata. "Wahai Peri
Angsa Putih, aku akan segera menemui Peri Sesepuh. Sebelum pergi bisakah aku
mempercayai dua buah tugas padamu?"
"Aku siap melakukan apa yang menjadi perintahmu wahai Peri Bunda," jawab Peri
Angsa Putih walau sebenarnya dia merasa kurang senang.
"Mulai saat ini kau harus memata-matai, apa yang dilakukan Lahambalang. Kemudian
harap kau menyelidiki dimana jatuhnya bayi aneh itu. Kau harus mendapatkan dan
mengambilnya baik dalam keadaan hidup ataupun mati. Bayi itu harus cepat dibawa
ke alam atas langit dan diserahkan pada Peri Sesepuh."
Peri Angsa Putih mengangguk. Dia membungkuk memberi hormat lalu melompat ke atas
Laeputih, angsa raksasa yang jadi tunggangannya. Namun sebelum dia bergerak
pergi dilihatnya Peri Bunda mengangkat tangan kanan, menatap padanya dengan
mulut terbuka tanpa suara.
"Wahai Peri Bunda, masih adakah sesuatu yang hendak kau katakan?" tanya Peri
Angsa Putih. Peri Bunda masih belum membuka mulut seolah ada kebimbangan di hatinya untuk
berucap. Setelah menarik nafas lebih dulu baru dia berkata.
"Kau mungkin tidak suka membicarakan walau barang sebentar. Namun jika tidak ada
kejelasan rasanya aku seperti diikuti bayang-bayang sendiri...."
"Apakah yang merisaukan hatimu, Wahai Peri Bunda?"
Mulutnya bertanya namun dalam hati Peri Angsa Putih mulai menduga-duga.
" Tadi aku sempat membicarakan: Hatiku dan hati-30 HANTU JATILANDAK
mu, pikiranku dan pikiranmu, penglihatanku dan penglihatanmu ke masa depan
rasanya tidak banyak berbeda. Lalu kau bilang bahwa dunia kita semakin lama
semakin mengalami banyak perubahan. Batas antara kita bangsa Peri dan manusia di
bawah langit semakin tipis. Laksana kabut pagi yang mudah pupus ditelan cahaya
mentari. Kejadian bangsa Peri kawin dengan manusia biasa telah berulang kali
terjadi walau mereka harus menerima hukuman dan kutuk. Kau katakan: Malah
mungkin.... Tapi tidak kau teruskan ucapanmu.
Wahai Peri Angsa Putih, kita sama melihat kenyataan dan aku tidak mau berlaku
munafik. Kehidupan kita bangsa Peri dalam segala kelebihannya namun masih
memiliki serba kekurangan. Jika aku mau menyebut salah satu diantaranya adalah
kita tidak memiliki dan hampir jarang merasakan bahagia jalinan kasih sayang.
Kasih sayang antara kita dengan kaum lelaki...."
Wiro Sableng 105 Hantu Jatilandak di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
"Wahai Peri Bunda, aku khawatir ada yang mendengar pembicaraan kita ini...."
Peri Angsa Putih cepat memotong.
Peri Bunda gelengkan kepala. "Kenyataan tidak bisa dirubah. Akan tetap ada
sampai akhir zaman. Peri Angsa Putih, apakah yang aku lihat sama dengan apa yang
kau lihat. Apakah firasatku sama dengan firasatmu..,.
Apakah kau mau berterus terang?"
Peri Angsa Putih terdiam sejenak. Perlahan-lahan air mukanya bersemu merah.
"Wahai! Kulihat rona wajahmu menjadi merah.
Berarti dugaanku tidak salah. Jika kau tidak mau mengungkap, aku tidak akan
malu-malu mengatakannya wahai Peri Angsa Putih."
"Kalau begitu sebaiknya biar kau saja yang berterus terang wahai Peri Bunda,"
jawab Peri Angsa Putih pula.
Peri Bunda menarik nafas dalam dua kali lalu berucap. "Firasat dan penglihatanku
melihat. Di masa puluhan tahun mendatang. Entah kapan tepatnya tetapi pasti akan
muncul di alam kita lelaki-lelaki gagah kepada siapa kita akan jatuh cinta.
Namun bagaimana 31 HANTU JATILANDAK
berbagi rasa dan cinta kalau orang yang kita kasihi itu adalah orang yang sama"
Lalu kita akan mengenal hidup berurai air mata. Kita akan mengenal yang disebut
rasa cemburu. Rasa rindu dan tidak mungkin terjadi apa yang disebut api dalam
sekam. Kalau tiba saatnya meledak alam atas langit tempat kediaman kita akan
menjadi geger...."
Dua Peri Ku untuk beberapa lamanya tak satupun yang bicara. Suara silir tiupan
angin terdengar jelas saking sunyinya tempat Ku.
"Peri Bunda, masa puluhan tahun itu cukup lama bagi kita untuk mempersiapkan
diri. Mudah-mudahan kita semua akan lebih dewasa menghadapi perubahan.
Memang kita bukan manusia biasa. Namun rasa dan hati kita tak bisa dipendam.
Kita tidak mungkin menipu diri sendiri. Bahagia, cinta dan kasih sayang adalah
dambaan semua makhluk hidup, termasuk kita bangsa Peri."
Peri Bunda anggukkan kepala. "Kau benar Wahai Peri Angsa Putih. Benar sekali!
Aku akan segera kembali.
Harap kau melaksanakan tugas yang kuberikan tadi."
Perl Angsa Putih menjura hormat. Lalu dia mengusap leher angsa putih
tunggangannya. Binatang raksasa Ini mengepakkan sayap dan melesat ke arah timur,
* * * 32 HANTU JATILANDAK
BASTIAN TITO HANTU JATILANDAK
6 BAYI laki-laki aneh yang sekujur tubuhnya ditumbuhi semacam duri berwarna
coklat dan masih berselubung darah itu melesat di udara lalu lenyap ditelan
kegelapan malam di sebelah barat. Namun tak selang berapa lama, setelah mencapai
titik tertingginya bayi ini melayang ke bawah.
Di saat yang hampir bersamaan, di sebuah pulau di kawasan laut sebelah barat.
Fajar yang menyingsing di ufuk timur masih belum mampu menerangi pulau itu.
Masih terbungkus kegelapan, di satu bukit yang tertutup rapat oleh pohon-pohon
jati berbentuk aneh, dalam sebuah lobang batu tampak melingkar sebuah benda yang
tak dapat dipastikan apa adanya. Benda ini bergulung aneh, tertutup oleh sejenis
sisik tebal berwarna hitam pekat. Benda ini bukan benda mati karena ada denyutan
tiada henti dan setiap berdenyut sisik yang menutupinya tegak berjingkrak!
Ketika bayi Lahambalang melayang jatuh ke atas pulau, sosok aneh di liang batu
itu tiba-tiba bersuit keras dan panjang lalu melesat ke atas. Dan astaga!
Ternyata dia adalah satu sosok makhluk hidup yang punya kepala, tangan dan kaki
seperti manusia. Namun masih sulit dipastikan apakah makhluk itu benar-benar
manusia. Sekujur tubuhnya, mulai dari ubun-ubun sampai ke kaki tertutup sisik
tajam yang senantiasa bergerak-gerak, rebah lalu berdiri lalu rebah lagi terus
menerus. Wajahnya tidak ketahuan mana mulut mana hidung. Matanya hanya merupakan
dua buah tonjolan bulat yang lancip di sebelah tengah, seperti combong putih
buah kelapa! Makhluk bersisik hitam ini mendongak ke langit ketika melihat sosok bayi yang
jatuh ke bawah. Lalu dari mulutnya yang tidak ketahuan entah berada di 33 HANTU
JATILANDAK sebelah mana kembali melengking satu jeritan keras seolah merobek langit malam,
menembus suara deru angin dan deburan ombak di pantai pulau.
Belum lenyap lengking jeritan itu tiba-tiba terdengar suara bergemuruh
mendatangi. Bukit jati di atas pulau itu bergetar aneh. Di lain saat muncullah
sepasang makhluk aneh mengerikan. Berupa dua ekor landak raksasa yang berjalan
cepat dengan empat kakinya. Namun begitu sampai di hadapan makhluk bersisik, dua
ekor landak ini pergunakan dua kaki bolakangnya seperti kaki manusia dan dua
kaki depan sebagai tangan. Lalu dua binatang ini membungkuk seolah memberi
hormat pada makhluk bersisik.
Makhluk bersisik di tepi liang batu angkat tangan kanannya. Sambil menjerit
keras dia menunjuk ke langit. Ke arah sosok bayi Lahambalang yang tengah
melayang jatuh ke atas pulau.
Dua ekor landak yang ternyata satu jantan satu betina palingkan kepala ke arah
yang ditunjuk lalu sama-sama keluarkan jeritan keras.
"Laeruncing dan Laelancip! Apa yang aku lihat puluhan tahun silam dan pernah
kukatakan pada kalian kini menjadi kenyataan! Selamatkan bayi itu!"
Satu suara menyerupai suara manusia menggema di tempat itu. Siapakah yang
bicara" Ternyata makhluk bersisik di tepi liang batu!
Mendengar ucapan itu dua ekor landak raksasa, Laeruncing yang jantan dan
Laelancip yang betina keluarkan pekik keras. Lalu sekali mereka cakarkan dua
kaki ke tanah, saat itu juga tubuh mereka laksana sambaran kilat melesat ke
udara! Lalu terjadilah satu hal yang luar biasa. Dua landak raksasa itu melesat
demikian rupa menyongsong ke arah melayang jatuhnya bayi Lahambalang. Di satu
titik di udara, ketiganya bertemu.
"Seettt... settt!"
Dua landak raksasa melesat dan bergerak demikian rupa, tahu-tahu telah mengapit
dan menjepit sosok bayi 34 HANTU JATILANDAK
di tengah-tengah. Di udara dua ekor landak ini membuat gerakan berputar tujuh
kali lalu melesat turun ke arah pulau. Dalam waktu singkat dua ekor landak itu
telah mendarat di tanah dekat liang batu, di hadapan makhluk yang tubuhnya
tertutup sisik. Bayi Lahambalang yang beberapa saat sempat diam kini mulai
menangis. "Wahai Laeruncing dan Laelancip! Kau telah menjalankan tugasmu dengan baik!"
Dua ekor landak raksasa keluarkan suara gerengan halus. Makhluk bersisik kembali
berkata. "Apa yang aku lihat puluhan tahun silam kini menjadi kenyataan. Wahai Laeruncing
dan Laelancip! Bayi laki-laki yang bentuk tubuhnya penuh ditumbuhi tanduk-tanduk kecil seperti
tubuh kalian itu sesung-guhnya itulah bayi yang kalian tunggu-tunggu selama tiga
ratus tahun! Bayi itu adalah anak kalian berdua!"
Dua ekor landak kembali menggereng. Mereka bergerak mendekati si bayi lalu
ulurkan kepala dan mulai menjilati sosok bayi itu. Anehnya begitu dijilati sang
bayi segera saja berhenti menangis!
"Laeruncing dan Laelancip! Kalian sudah mendapatkan anak yang kalian dambakan
selama ratusan tahuni Sekarang menjadi kewajiban kalian untuk memelihara dan
membesarkannya. Ajarkan semua ilmu kepandaian yang kalian punya. Kecuali satu
ilmu yang kalian tidak miliki. Yaitu bagaimana caranya bicara. Aku yang akan
mengajarkan ilmu berbicara itu pada anak kalian! Dan kepadanya wahai Laeruncing
dan Laelanclp aku akan memberikan nama. Sesuai dengan keadaan pulau ini yang
penuh ditumbuhi pohon-pohon jati berduri seperi bulu landak, sesuai pula dengan
keadaan dan bentuk kalian aku akan menamakan anak Hantu Jatilandak!"
Laeruncing dan Laelancip ulurkan dua tangan ke depan dan angguk-anggukkan kepala
tanda mengerti.
"Kailan berdua boleh pergi. Jaga anak itu baik-baik.
Jika ada apa-apa yang kalian tidak mengerti, temui aku di Liang Batu Hitam ini!
Aku Tringgiling Liang Batu adalah kakek dari bayi itu!"
35 HANTU JATILANDAK
Dua ekor landak menggereng halus, kembali angguk-anggukkan kepala. Laeruncing,
landak yang jantan pergunakan mulutnya untuk mengangkat bayi yang diberi nama
Lajatilandak itu ke atas punggung betinanya yaitu Laelancip. Baru saja dua
landak raksasa ini hendak bertindak pergi tiba-tiba di langit ada benda pulih
menyambar turun disertai teriakan memerintah.
"Semua makhluk di atas pulau! Jangan ada yang berani bergerak! Aku datang
membawa perintah!"
"Wuuuttt... wuttt!" Ada dua sayap raksasa mengepak deras membuat pohon-pohon
jati berduri bergoyang goyang. Sesaat kemudian seekor angsa putih telah mendarat
di atas sebuah batu besar, tak jauh dari makhluk bersisik berdiri dan hanya
beberapa tombak dari dua ekor landak raksasa. Bau sangat harum memenuhi tempat
itu. Laeruncing dan Laelancip keluarkan suara menggereng. Bayi di atas landak betina
tiba-tiba keluarkan tangisan. Makhluk bersisik putar kepalanya. Dua mata
combongnya bergerak-gerak. Dari balik sisik di mukanya keluar ucapannya.
"Berabad-abad telah berlalu. Tak pernah selama ini seorang Peripun muncul datang
ke pulau dan singgah di hutan Lahitamkelam. Gerangan angin apakah wahai Peri
cantik yang aku lupa namanya datang ke tempat ini" Perintah apa yang kau bawa
bersama kemunculanmu?"
Gadis cantik berpakaian sutera putih di atas punggung angsa raksasa menatap
makhluk bersisik itu beberapa saat lamanya. Lalu dia melirik pada dua ekor
landak raksasa. Dalam hati dia berkata. "Aku tidak melihat bayi yang kucari.
Tapi di atas salah seekor landak raksasa Ku ada satu makhluk kecil yang tubuhnya
ditumbuhi duri-duri seperti bulu landak. Dan sosok kecil ini menangis antara
suara bayi dan suara binatang.
Mungkin itu bayinya Lahambalang dan Luhmintari?"
Peri Angsa Putih kembali memandang ke arah makhluk bersisik lebat, kaku dan
keras. 36 HANTU JATILANDAK
"Aku Peri Angsa Putih dari Negeri Atas Langit.
Kedatanganku membawa tugas. Tugas yang menjadi perintah bagi kalian yang ada di
sini. Patuh akan perintah wahai! Itulah segala rahasia hidup tanpa ben-cana. Aku
datang untuk mengambil sosok kecil yang ada di atas punggung landak raksasa
itu!" Mendengar kata-kata Peri Angsa Putih, sepasang mata makhluk bersisik yang
bernama Tringgiling Liang Batu seperti hendak melompat. Sisik di sekujur
tubuhnya berjingkrak kaku. Dari tenggorokannya keluar suara menggembor.
Di tempat lain, dua ekor landak raksasa meng-garang keras. Yang jantan langsung
tegak berdiri mem-belakangi betinanya. Sepasang matanya yang hitam kecoklatan
membersitkan sinar menggidikkan. Dua tangannya dipentang ke depan. Kakinya
bergerak melangkah mendekati angsa putih.
* * 37 HANTU JATILANDAK
BASTIAN TITO HANTU JATILANDAK
7 LAERUNCING! TegurTringgiling Liang Batu."Tetapdi tempatmu!" Lalu makhluk ini
berpaling pada Peri Angsa Putih. "Peri Angsa Putih, bagiku adalah aneh seorang
Peri dari Negeri Atas Langit menginginkan satu bayi yang tidak ada sangkut paut
dengan dirinya! Siapa gerangan yang memberimu tugas tak masuk akal itu wahai
Peri Angsa Putih"!"
"Justru karena bayi berduri itu ada sangkut pautnya dengan kami para Peri dari
Negeri Atas Langit maka kami ingin mengambilnya!"
"Wahai! Mungkin kau bisa memberi keterangan lebih rinci hingga aku tidak menduga
keliru!" "Baik, jika itu maumu. Bayi yang tubuhnya berduri itu dilahirkan dari rahim
seorang Peri yang tersesat kawin dengan manusia bernama Lahambalang! Ibunya
meninggal ketika melahirkan. Sang ayah telah menjadi gila. Berarti tidak ada
yang memelihara bayi itu. Kami para Peri mengambil alih tanggung jawab merawat
anak tersebut!"
Tringgiling Liang Batu angguk-anggukkan kepala.
"Sungguh baik budi para Peri Negeri Atas Angin. Tapi apa kau lupa, atau tidak
tahu, atau mungkin pura-pura tidak tahu. Semua kejadian menyangkut Peri sesat
dan suaminya yang bernama Lahambalang itu, sampai lahirnya bayi yang malang itu!
Adalah pekerjaan jahat para Peri Negeri Atas Langit! Termasuk kau! Kalian telah
menjatuhkan hukum dan kutuk keji! Sekarang apa perlunya kalian ingin mengambil
orok itu!"
Berubahlah paras Peri Angsa Putih mendengar kata kata Tringgiling Liang Batu
itu. Setelah dadanya yang tergoncang tenang kembali, maka berkatalah Peri cantik
ini. "Setiap kesalahan ada hukumannya. Setiap masalah 38 HANTU JATILANDAK
ada jalan keluarnya! Kami punya aturan sendiri yang harus ditaati dan dipatuhi.
Siapa saja yang melanggar akan terkena hukuman. Di dalam tubuh bayi itu mengalir
darah Peri. Kami tidak akan membiarkannya hidup di dunia ini...."
"Peri Angsa Putih, kau dan teman-temanmu di atas sana bukan saja telah berbuat
terlalu jauh, tapi kini malah bertindak teramat jauh. Bayi itu adalah cucuku.
Orok itu adalah anak dari Laeruncing dan Laelancip, dua landak raksasa yang ada
di hadapanmu. Kalau kau berani menyentuhnya sekalipun sisikku akan terkelupas
dan rohku akan terpendam di dasar laut menjadi ganjalan pulau ini, aku tidak
akan menyerahkannya kepada siapapun!"
"Kalau begitu terpaksa aku mempergunakan kekerasan. Aku tidak suka. Tapi wahai!
Apa boleh buat!"
Habis berkata begitu Peri Angsa Putih melesat ke arah Laelancip si landak
betina. Tangan kanannya menyambar ke punggung landak. Namun di saat itu pula
laeruncing si landak jantan melompat ke depan dan hantamkan tangannya yang
berduri ke arah lengan Perl Angsa Putih.
Melihat datangnya serangan berbahaya ini Peri Angsa Putih cepat tarik tangan
kanannya. Tapi terlambati
"Breett!"
Lengan bajunya yang terbuat dari sutera putih robek besar disambar duri-duri
lancip tangan Laeruncing.
Marahlah Peri Angsa Putih. Sambil menghantamkan kaki kirinya ke kepala
Laeruncing, tangan kanannya lepaskan satu pukulan tangan kosong. Sinar putih
berkelebat. Tahu kalau serangan tangan kosong itu lebih berbahaya dari pada tendangan kaki,
Laeruncing cepat bergerak hindari serangan sambaran sinar putih.
"Bukkk!"
Tendangan Peri Angsa Putih mendarat telak di bahu kanan Laeruncing. Landak
raksasa menggereng keras sementara tubuhnya terpental sampai dua tombak tapi
tidak mengalami cidera. Sebaliknya Peri Angsa 39 HANTU JATILANDAK
Putih keluarkan keluhan tertahan dan cepat melangkah mundur. Ketika dia meneliti
kaki kirinya ternyata ada dua duri landak menancap. Satu pada kaki pakaiannya,
satu lagi dekat tumitnya. Sang Peri cepat cabut dua duri yang panjangnya hampir
dua jengkal itu. Baru saja dia mencabut tiba-tiba di belakangnya Laelancip, si
landak betina menyerangnya dengan ganas. Belum lagi serangan itu sampai, di
dahului gerengan keras Laeruncing telah menyerbu pula. Kalau yang jantan
menyerang dengan tubuh berduri seperti manusia maka Laelancip si betina
menyerang melompat-lompat, lebih banyak mempergunakan mulutnya yang bertaring
dari pada dua kaki depannya. Bayi yang ada di punggungnya menangis makin keras.
Walau berilmu tinggi ternyata tidak mudah bagi Peri Angsa Putih menghadapi dua
lawan itu. Namun begitu kesabarannya hilang dan berpikir buat apa membuang-buang
waktu, maka dia segera saja keluarkan ilmu kesaktian yang berpusat pada sepasang
matanya. Dua mata sang Peri yang berwarna biru tiba-tiba melesatkan dua larik sinar biru.
Satu menghantam ke arah laeruncing, satunya lagi ke arah Laelancip.
Melihat serangan yang sangat berbahaya itu Tringgiling Uang Batu berseru keras.
Tubuhnya melesat ke udara. Sambil melesat tubuh itu bergulung melingkar lalu
menggelinding ke arah Peri Angsa Putih. Seluruh Sisik yang ada di kepala dan
tubuhnya berdiri tegak seolah ratusan pisau yang siap membantai.
Sadar ganasnya serangan Tringgiling Liang Batu, Peri Angsa Putih terpaksa
melompat sebelum serangan dua larik sinar birunya sempat menghantam lawan.
tak urung sisik-sisik di punggung Tringgiling Liang Batu masih sempat merobek
ujung pakaiannya. Ketika dia menjejakkan kaki di tanah kembali dilihatnya
makhluk bersisik itu telah tegak sambil mendukung bayi berduri di tangan
kirinya! "Kau inginkan orok ini wahai Peri Angsa Putih!
40 HANTU JATILANDAK
Silakan ambil dari tanganku kalau kau mampu! Tapi jika kau berpikir tidak mampu
melakukannya sebaiknya lekas tinggalkan pulau ini!"
Merasa ditantang dan dianggap enteng Peri Angsa Pulih kerahkan seluruh kekuatan
yang dimilikinya. Dari dua matanya kembali melesat cahaya. Kali ini sangat biru
dan menyilaukan.
"Rrrtttttt!"
Wiro Sableng 105 Hantu Jatilandak di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
"Rrrrttttr!"
Dua larik cahaya biru itu mendarat bertubi-tubi, menghantam kepala dan tubuh
Tringgiling Liang Batu.
Asap hitam yang berasal dari tubuhnya serta asap biru dari dua larik sinar sakti
yang keluar dari mata Peri Angsa Putih mengepul keluarkan letupan-letupan Keras.
Tringgiling Liang Batu mendongak lalu tertawa panjang. "Satu hari satu malam kau
boleh menyerangku dengan seluruh ilmu yang kau punya! Sampai matamu melompat
copot kau tidak akan mampu membunuhku wahai Peri Angsa Putih. Jadi jangan harap
kau bisa dapatkan orok cucuku ini!'
"Sisik Baja Dewa!" kata Peri Angsa Putih dalam hati menyebut ilmu yang dimiliki
Tringgiling Liang Batu.
"Ini satu lagi kelemahan para Dewi di Negeri Atas Langit!
Kalau bukan para Peri yang membujuk, tidak nanti para Dewa akan memberikan ilmu
kesaktian itu pada makhluk satu ini. Sekarang lihat akibatnya! Sisik yang
Kisah Membunuh Naga 23 Pendekar Remaja Karya Kho Ping Hoo Raja Silat 14