Pencarian

Hantu Muka Dua 3

Wiro Sableng 108 Hantu Muka Dua Bagian 3


tangan dilipat di depan dada dan mulut sunggingkan seringai mengejek. Suara
tertawa lalu keluar dari mulutnya. Mula-mula Periahan lalu mengeras. Seperti
disaksikan semua orang yang ada di situ, orang ini memang adalah Pendekar 212
Wiro Sableng! "Hantu Muka Dua! Sungguh sial nasibmu! Maksud hati mencari Peri, tak tahunya
hanya datang mencari mati!"
Rahang Hantu Muka Dua menggembung. Gera-
hamnya mengeluarkan suara bergemeretakan. "Pemuda asing! Jangan bicara sombong
di hadapan Raja Diraja Segala Hantu, penguasa tunggal Istana Kebahagiaan! Aku
memang sudah lama mencarimu! Hari ini jangan harap kau bisa lolos dari kematian!
Jangan mimpi bisa kembali hidup-hidup ke negeri asalmu!"
Setelah membentak Hantu Muka Dua masih sempat berpikir apa sebenarnya yang telah
terjadi dan dimana beradanya Peri Angsa Putih. Hal yang sama juga menjadi tanda
tanya di diri Lahidungbesar sementara HANTU MUKA DUA 63
Lasulingmaut seperti biasanya unjukkan sikap tidak acuh. Hal ini membuat
kemarahan Hantu Muka Dua menjadi tambah menggelegak. Dia berpaling pada
Lahidungbesar dan berkata. "Kalian yang punya pekerjaan! Kalian yang bertanggung
jawab! Lekas bunuh pemuda asing itu! Dan tunjukkan padaku dimana Peri Angsa
Putih!" Lahidungbesar tak bisa menjawab karena dia memang tidak tahu apa sebenarnya yang
telah terjadi. Mengapa tahu-tahu Pendekar 212 telah berada di tempat itu dan juga tidak tahu
dimana beradanya Peri Angsa Putih saat itu. Selain itu Lahidungbesar berada
dalam keadaan terluka parahi di dalam akibat tendangan Wiro. Nafasnya megap-
megap dan tulang dada serta beberapa iganya ada yang hancur.
Dalam keadaan seperti itu tiba-tiba ada suara poicinpuan berseru. "Hantu Muka
Dua, kau mencari diriku"! Aku ada di sini!"
Hantu Muka Dua dan semua orang yang ada di lereng bukit batu itu kecuali Wiro
palingkan kepala ke arah datangnya suara. Di atas sebuah batu besar di tempat
ketinggian kelihatan Peri Angsa Putih tegak di samping Laeputih angsa raksasa
tunggangannya. Ternyata di situ dia tidak sendirian. Di sebelahnya tegak seorang
gadis ramping tinggi semampai mengenakan pakaian biru. Di keningnya menempel
sekuntum bunga tanjung kuning. Semua orang terpesona melihat kecantikan gadis
satu ini yang tak kalah anggun dengan Peri Angsa Putih.
"Luhcinta..." desis Hantu Muka Dua. "Bagaimana dia bisa bergabung dengan Peri
Angsa Putih. Apa hubungan antara dua gadis itu...." Penguasa Istana Kebahagiaan
ini lantas ingat pada peristiwa ketika dia berhasil menjebak dan membawa gadis
itu ke tempat kediamannya di bawah Telaga Lasituhitam sebelum digusur oleh Peri
Angsa Putih beberapa waktu lalu.
Kemunculannya pasti membawa dendam. Karena Hantu Muka Dua tahu Luhcinta bukan
gadis sembarangan dan merupakan murid seorang nenek sakti bernama Hantu Lembah
Laekatakhijau dan juga merupakan cucu kandung nenek sakti lainnya yang dijuluki
Hantu Penjunjung Roh.
Mengingat sampai di situ Hantu Muka Dua diam-diam menjadi was-was. Apalagi dia
mempunyai pantangan membunuh perempuan. Akan cukup sulit baginya untuk
menghadapi langsung dua gadis jelita berkepandaian tinggi itu. Dia memandang
berkeliling, menghitung jumlah orang dan mengukur kekuatan di pihaknya. Walau
dia tidak meremehkan kemampuan HANTU MUKA DUA 64
dua kakek sakti yang ada bersamanya namun Hantu Muka Dua tetap saja merasa
khawatir. Kakek hidung besar jelas tidak bisa diandalkan lagi.
Maka makhluk yang mengaku Raja Diraja Segala Hantu ini lantas memberi isyarat
pada empat orang lelaki berjubah yang menjadi pengusungnya. Melihat tanda ini ke
empat orang itu segera keluarkan suitan keras. Dua kali berturut-turut. Hanya
beberapa saat setelah suitan menyentak keras maka tiga sosok berkelebat dan
muncul tegak di samping Hantu Muka Dua. (Siapa adanya Luhcinta, riwayatnya bisa
dibaca dalam serial Wiro Sableng berjudul Rahasia Bayi Ter-gantung)
Sosok pertama adalah seorang nenek berkaki pendek sebelah, mengenakan pakaian
kulit kayu warna-warni. Walau dia jelas berambut panjang riap-riapan dan memakai
anting di dua telinganya, namun perempuan tua ini di bawah bibirnya ditumbuhi
bulu-bulu menyerupai kumis lelaki! Yang angkernya dari nenek ini ialah dia
mempunyai sepasang tangan berkuku panjang, berwarna hitam dan dilebati rambut-
rambut hitam berjingkrak! Si nenek adalah salah satu kaki tangan Hantu Muka Dua
yang dikenal dengan julukan Si Pembedoi Usus! Julukan ini sesuai dengan ke-
biasaannya yang selalu membunuh lawannya dengan cara merobek perut membetot
usus! Peri Angsa Putih yang mengenali siapa adanya nenek satu ini diam-diam merasa
terkejut karena tidak menyangka si nenek yang selama ini memang tidak disenangi
oleh Para Peri dan Dewa ternyata telah bergabung di Istana Kebahagiaan menjadi
kaki tangan Hantu Muka Dua!
Orang ke dua adalah seorang lelaki separuh baya yang mukanya diberi pupur tebal,
alis terang dan gincu merah mencorong. Rambutnya keriting aneh, panjang menjulai
sampai bahu. Walau dia mengenakan pakaian laki-laki namun sikap tingkahnya
seperti perempuan, sebentar-sebentar tersenyum dan mematik-matik rambutnya. Di
hidungnya dia memakai sebentuk subang bermata yang memancarkan cahaya berkilat-
kilat. Sesekali dia mengerling ke arah Pendekar 212 Wiro Sableng dan kedip-
kedipkan matanya lalu mencibir pada Lasulingmaut yang memperhatikannya dengan
pandangan mengejek sambil keluarkan suara ber- gumam. Di Negeri Latanahsilam
orang ini dikenal dengan nama Si Betina Bercula. Nama ini cukup menjadi pertanda
bahwa dia sebenarnya adalah seorang lelaki yang punya kelainan dan menjalani
hidup sebagai perempuan. Konon selama belasan tahun dia HANTU MUKA DUA 65
lenyap tak diketahui kemana perginya. Begitu muncul tahu-tahu dia sudah menjadi
orang kepercayaan Hantu Muka Dua.
Kalau Luhcinta tidak mengetahui siapa adanya Si Betina Bercula, lain halnya
dengan Peri Angsa Putih.
Melihat Si Betina Bercula dia langsung merasa khawatir terhadap keselamatan
Pendekar 212 Wiro Sableng.
Apalagi dari sikapnya dia jelas mengincar pemuda asing itu.
Orang ke tiga yang muncul bersama nenek Si Pembedol Usus dan Si Betina Bercula
dikenali Wiro bukan lain adalah Si Pelawak Sinting. Seorang kakek aneh yang
pernah menunjukkan sikap baik menolong sang pendekar tetapi kemudian
menjebloskannya ke sebuah lobang maut dan ternyata dia adalah kaki tangan Hantu
Muka Dua. Namun saat itu Wiro menjadi bingung dan sulit menerka apakah Si
Pelawak Sinting yang muncul ini adalah yang palsu atau yang asli.
Seperti diceritakan dalam serial terdahulu (berjudul Hantu Tangan Empat) Pelawak
Sintingyang asli adalah seorang kakek baik-baik. Kakek ini mempunyai ke-sukaan
bernyanyi sambil menari. Kemana-mana selalu membawa payung daun yang diletakkan
di atas kepala serta membekal sebuah tambur terbuat dari batang kayu yang
dilubangi lalu salah satu sisinya ditutup dengan kulit binatang yang
dikeringkan. Selain itu caranya berpakaian selalu mendodorkan celananya bagian
belakang ke bawah hingga pantatnya yang hitam dan kasap tersingkap ke mana-mana.
"Sialan benar!" kata Wiro memaki dalam hati sambil menggaruk-garuk kepala.
"Bagaimana aku mengetahui kakek ini Pelawak Sinting asli yang baik atau Pejawak
Sinting palsu yang jahat! Dulu Pelawak Sinting yang asli telah merampas payung
serta tambur itu dari Si Pelawak Sinting palsu. Pelawak Sinting palsu adalah
kakak kembar yang asli. Tapi sekarang kakek itu muncul membawa payung dan tambur
seperti milik Pelawak Sinting. Apakah dia yang asli atau yang palsu tapi
berhasil mendapatkan atau membuat sendiri payung daun dan tambur itu"!" Pendekar
212 coba mengingat-ingat. "Antara dua kakek sinting kembar itu memang sulit
dibedakan. Mulutnya sama-sama tonggos, mata sama belok dan hidung sama pesek.
Lalu pantat juga sama-sama hitam burik! Bahkan suaranya tidak beda sedikitpun.
Suara... suara... Aku ingat sekarang. Pelawak Sinting yang asli tidak bisa
menyebut namaku dengan lempang. Dia tidak bisa menyebut Wiro seolah lidahnya
kelu melafatkan huruf 'er'. Selain itu dia suka cegukan seperti anak kecil.
HANTU MUKA DUA 66
Walau aku yakin kakek ini adalah Si Pelawak Sinting palsu tapi ada baiknya aku
menguji dulu agar tidak kesalahan tangan."
"Sobatku kakek Pelawak Sinting!" Wiro berseru.
"Aku gembira bisa bertemu lagi denganmu. Apa kau masih ingat namaku...?"
Payung di atas kepala Si Pelawak Sinting mumbul ke atas. Kakek ini monyongkan
mulutnya yang tonggos.
"Aku masih belum buta! Bukankah kau pemuda asing bernama Wiro Sableng itu" Tidak
sangka aku mendapat perintah untuk membunuhmu kembali!"
Telinga Wiro seperti mengiang. "Dia mampu menyebut namaku dengan benar. Berarti
dia memang Si Pelawak Sinting palsu sialan itu!" Wiro membatin. Lalu dia berkata
lagi. "Walau kau sudah mendapat hajaran dari adikmu rupanya kau belum kapok! Apa
kali ini kau akan menjebloskan aku lagi ke dalam lubang"!"
Belum sempat Si Pelawak Sinting palsu yang bernama Labodong itu menjawab, Betina
Bercula goyangkan pinggulnya. Sambil mematik merapikan rambutnya dia berkata.
"Wahai.... Hik... hik.... Kalau kau memang ingin masuk lobang biar sekali ini
aku yang mencarikan lobang untukmu. Hik... hik.... Orang muda bertampang gagah.
Mari aku bisikkan sesuatu padamu!"
Habis berkata begitu Si Betina Bercula melompat ke hadapan Pendekar 212. Wiro
segera mundur menjauh.
Tapi lengannya sudah terpegang dan tahu-tahu mulut Betina Bercula sudah berada
dekat telinga kirinya. Wiro cepat tarik tangan dan jauhkan kepalanya. Namun
Betina Bercula masih sempat menjilat daun telinga sang pendekar. Sambil tertawa
cekikikan lelaki yang berperangai banci ini kembali ke tempatnya semula.
"Wahai! Telingamu pahit-pahit asin. Tapi lumayan! Enak juga! Hik... hik... hik!"
Wiro usap telinganya yang barusan dijilat tengkuknya terasa merinding. Dalam
hati dia memaki panjang pendek.
"Kalian semua dengar!" Tiba-tiba Hantu Muka Dua membentak. "Kita kemari bukan
untuk bergurau. Tapi untuk menangkap Peri itu hidup-hidup, juga kawannya yang
berpakaian biru itu. Tugas paling utama adalah membunuh pemuda asing bernama
Wiro Sableng itu!"
"Penguasa tertinggi Istana Kebahagiaan! Kami siap melakukan!" kata Lahidungbesar
sambil mencoba tegak tapi terhuyung-huyung lalu jatuh terduduk.
"Makhluk tak berguna! Lebih baik aku pecahkan saja kepalamu seperti
Lapicakkanan!" kata Hantu Muka Dua.
Lasulingmaut bergumam panjang. Dia angkat suling HANTU MUKA DUA 67
tengkoraknya. Sambil mengerahkan tenaga dalam ujung suling itu ditusuk-
tusukkannya ke beberapa bagian tubuh kakek kawannya. Walau apa yang dilakukan si
kakek tidak menyembuhkan luka dalam Lahidungbesar namun hebatnya Lahidungbesar
kini merasa ada satu kekuatan besar masuk ke dalam badannya yang membuat dia
mampu bangkit berdiri.
Begitu kakek ini berdiri, Lasulingmaut segera melompat naik ke atas bahunya.
Nenek berjuluk Si Pembedol Usus kembangkan dua tangannya lalu keluarkan pekik
keras. Sekali berkelebat dia sudah mendahului melesat ke arah ketinggian dan
jejakkan kaki dua. tombak di depan batu besar di mana Peri Angsa Putih dan
Luhcinta berada. Si Pelawak Sinting palsu berkelebat pula mengikuti gerakan si
nenek. Ketika Lahidungbesar hendak melompati Pendekar 212, Si Betina Bercula
cepat berkata. "Pemuda satu itu bagianku! Jangan ada yang berani menyentuhnya!"
"Jangan kau berani main-main di hadapan Junjungan kita!" bentak Lahidungbesar
sementara di atasnya Lasulingmaut mulai tiup suling tengkoraknya dan kepulkan
asap beracun yang sanggup membuat beku aliran darah! Lahidungbesar kelihatan
marah tapi sebenarnya dia merasa gembira karena dalam keadaan terluka di dalam
seperti itu dia tidak Periu turun tangan melakukan serangan. Tapi di atas
pundaknya Lasulingmaut yang sudah gatal ingin segera turun tangan bergumam
marah. "Siapa main-main! Lihat bagaimana aku membunuhnya!" balas berteriak Si Betina
Bercula. Tubuhnya melesat melewati dua kakek itu dan sesaat kemudian tangan
kirinya menyambar ke arah leher Wiro dalam gerakan menabas yang sangat ganas!
Tentu saja murid Eyang Sinto Gendeng segera menyingkir selamatkan diri. Tapi
baru saja dia bergerak tiba-tiba tangan kanan Betina Bercula melesat ke bawah
perutnya! "Sialan!" maki Wiro. Karena tidak menyangka dan lagi pula gerakannya mengelak
tertahan oleh lamping batu yang ada di belakangnya sementara serangan lawan
datangnya seperti kilat, Wiro hampir tak punya kesempatan untuk selamatkan diri.
Tapi gilanya ternyata apa yang dilakukan Betina Bercula hanyalah meraba bagian
tubuh di bawah pusar Pendekar 212 lalu melompat menjauh. Sambii tertawa
cekikikan dia usapkan tangannya yang barusan meraba ke hidungnya sendiri!
"Banci kurang ajar!" rutuk Pendekar 212 marah sekali dan merinding kuduknya.
Sambil kerahkan tenaga HANTU MUKA DUA 68
dalam ke tangan kanan dia melompat dan menghantam ke arah Si Betina Bercula.
Namun saat itu pula Lahidungbesar yang dihardik oleh Hantu Muka Dua berkelebat
dari samping menghadangnya. Dari atas dukungannya Lasulingmaut bergumam keras
lalu babatkan suling tengkoraknya. Asap hitam mengepul menyambar ke kepala murid
Eyang Sinto Gendeng dari Gunung Gede ini!
HANTU MUKA DUA 69
KITA ceritakan sedikit bagaimana Luhcinta sampai berada di tempat itu. Sesaat
setelah Peri Angsa Putih dibawa kabur oleh Lahidungbesar, Luhcinta yang tengah
melanjutkan perjalanan sambil melakukan penyelidikan tentang asal usul dirinya
sampai di tempat berlangsungnya perkelahian. Hatinya gembira karena dia melihat
Pendekar 212 di kejauhan. Namun pemandangan lain membuat gadis ini merasa tidak
enak. Selain itu sudah sejak beberapa hari ini Luhcinta merasa seolah ada
seseorang yang selalu
membayangi perjalanannya dari jauh.
Luhcinta menemukan Laeputih angsa milik Peri Angsa Putih di balik batu-batu
bukit tapi si pemiliknya sendiri tidak kelihatan di tempat itu. Ketika dia
mendekati binatang ini, dia melihat ada sepasang kaki putih tersembul di bawah
sayap angsa. "Ada perempuan bersembunyi di bawah sayap angsa itu. Mungkinkah sang Peri"
Jangan-jangan sesuatu terjadi dengan dirinya," pikir Luhcinta. Dia mempercepat
langkahnya. Belum sempat dia mencapai Laeputih tiba-tiba seorang gadis
berpakaian ungu menyelinap keluar dari balik sayap angsa. Gerakannya cepat
sekali. Luhcinta hendak memanggil, tapi gadis itu telah berkelebat lenyap di
balik bebatuan. "Siapa gadis itu" Mengapa dia sembunyi lalu melarikan diri kalau
tidak membekal maksud kurang baik?" Luhcinta sampai di samping angsa raksasa.
"Laeputih, mana Peri Angsa Putih. Mengapa kau seperti memencilkan diri di balik
batu?" Luhcinta bertanya dan usap-usap leher angsa putih itu.
Laeputih rundukkan kepalanya sambil keluarkan suara mendesah halus. Dua sayapnya
direntang dan digesek-gesekkan ke bawah. Luhcinta menduga-duga apa kira-kira
yang hendak disampaikan binatang itu kepadanya. Laeputih kemudian mematuk-matuk
bebatuan di depannya dan sayapnya dikepakkan berulang kali.
"Hemmm.... Laeputih, mungkin kau menyuruhku naik ke atas punggungmu dan
mengajakku terbang. Baik...
baik, aku akan menunggangimu...." Luhcinta ingat pada Wiro dan hentikan
ucapannya. Dia memandang ke arah kejauhan. Wiro dilihatnya masih berada di
tempat tadi, tegak seorang diri sambil memegang HANTU MUKA DUA 70
sehelai selendang berwarna biru. "Kalau aku tidak salah menduga, selendang itu
adalah milik Peri Angsa Putih.
Apakah sang Peri memberikannya pada Wiro...?"
Luhcinta merenung sambil gigit-gigit bibirnya. Laeputih kembali mematuk-matuk
dan keluarkan suara mendesah tanda tidak sabaran.
"Wahai, kau sudah tidak sabar rupanya sahabatku.
Baik, aku akan naik ke punggungmu. Tapi aku harus berhati-hati. Jangan sampai
aku jatuh wahai Laeputih.
Terbangkan aku ke tempat di mana beradanya Peri Angsa Putih " Sekali melompat
Luhcinta telah berada di atas angsa putih itu. Tanpa menunggu lebih lama
Laeputih segera melesat terbang ke arah timur. Wiro yang berada di bawah sempat
melihat Laeputih bertanya-tanyii siapa adanya penunggang berbaju biru yang jelas
bukan Peri Angsa Putih adanya. Selagi dia bertanya-tanya seperti itu tak lama
kemudian Wiro melihat seekor kura-kura terbang melintas di udara.
Dari arah yang ditujunya agaknya kura-kura itu mengikuti angsa putih dari
kejauhan. Wiro sudah tahu siapa adanya penunggang kura-kura terbang itu. Yakni
bukan lain dara cantik bernama Luhjelita.
Saat itu Wiro ingat dan ingin sekali menemui dua temannya yaitu Naga Kuning dan Setan Ngompol.
Pada saat ditinggal mereka masih menunggui obat yang diberikan oleh Hantu Raja
Obat agar tubuh mereka juga bisa dibesarkan seperti keadaannya sekarang. Namun
akhirnya Wiro mengambil keputusan untuk segera menuju ke Istana Kebahagiaan.
Karena dia sangat mengkhawatirkan keselamatan Peri Angsa Putih. Selain itu dia
hendak mencari kejelasan mengenai siapa sebenarnya orang yang hendak meracuninya
dengan bunga mawar kuning. Peri Angsa Putih atau Luhjelita.
Sebelum Wiro meninggalkan tempat itu menuju Istana Kebahagiaan yang menjadi
sarang Hantu Muka Dua, orang bermuka tanah liat hitam yang oleh Lahidungbesar
dan kawan-kawan diduga adalah Si Penolong Budiman, telah lebih dulu meninggalkan
tempat itu. Seperti Wiro diapun hendak menuju Istana Kebahagiaan. Namun
sepanjang jalan dia selalu melihat ke udara memperhatikan angsa putih yang
terbang ditunggangi gadis berpakaian biru. Sambil lari dia membatin. Setiap dia


Wiro Sableng 108 Hantu Muka Dua di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

membatin detak jantungnya mengeras dan hatinya berdebar.
"Sayang, aku tidak sempat melihat wajah perempuan yang terbang bersama angsa
putih itu. Melihat keadaan tubuhnya mungkin dia gadis yang selama ini kucari.
Wahai.... Kalau saja Para Dewa menolong dan HANTU MUKA DUA 71
aku bisa menemukannya, mungkin derita batin selama puluhan tahun ini bisa
terobati. Bagaimanapun aku harus bertemu, harus melihatnya sebelum kematian
menjadi bagianku...." Sepasang mata orang aneh ini tampak berkaca-kaca. Ketika
dia memandang lagi ke udara dilihatnya ada seekor kura-kura raksasa terbang
mengikuti angsa putih di kejauhan.
Ternyata Laeputih membawa Luhcinta ke lereng bukit dimana terletak sumur
melintang. Bagaimanapun cerdiknya angsa putih itu namun tak mungkin baginya
untuk memberi tahu bahwa Peri Angsa Putih ada di dalam goa itu. Binatang ini
hanya hinggap di lereng batu yang terdekat sambil sesekali menjulurkan kepalanya
ke arah goa dan keluarkan suara menguik halus. Karena terlindung oleh satu batu
besar Luhcinta tidak dapat melihat mulut goa. Selagi dia berpikir-pikir coba
mengertikan petunjuk apa yang berusaha diberikan oleh angsa putih itu, tiba-tiba
di bawah sana dilihatnya Wiro berlari mendaki lereng bukit berbatu-batu. Saking
gembiranya gadis ini hendak berseru memanggil sang pendekar. Namun maksudnya di-
batalkan ketika di salah satu lamping bukit sebelah barat dia melihat satu sosok
hitam mendekam memperhatikan. Ketika dia memandang ke jurusan itu, orang di
balik batu segera menyelinap menghilang.
"Pasti itu orang yang mengikutiku sejak beberapa hari ini..." kata Luhcinta
dalam hati. Setelah berpikir sejenak gadis ini akhirnya menuruni lereng bukit
menemui Pendekar 212 Wiro Sableng. Wiro sendiri sebenarnya telah melihat sosok
angsa putih di atas bukit batu sana. Dia tidak menduga kalau penunggangnya
adalah dara cantik bernama Luhcinta yang sejak per-temuan mereka pertama kali
selalu dikenangnya. Apalagi kakek gendut Si Hantu Raja Obat yang menolong
membesarkannya pernah membisikkan kata-kata yang kadang-kadang terngiang di
telinganya: "Ratusan orang akan jatuh cinta pada gadis itu. Tapi hanya ada satu
pemuda yang berkenan di hatinya. Kau!"
"Aku senang bertemu denganmu Wiro. Apa yang kau lakukan di tempat ini?" tanya
Luhcinta. "Aku juga gembira bisa melihatmu lagi. Kau sendiri apa yang kau lakukan di sini"
Kau datang menunggang angsa milik Peri Angsa Putih," ujar Pendekar 212.
"Agaknya kita tengah mencari orang yang sama.
Peri pemilik angsa itu...."
"Peri itu ditawan dan dibawa kabur oleh anak buah Hantu Muka Dua. Aku tengah
dalam perjalanan menuju
HANTU MUKA DUA 72
Istana Kebahagiaan, sarangnya Hantu Muka Dua..."
menerangkan Wiro.
Luhcinta terkejut mendengar penjelasan Wiro itu.
"Angsa putih itu secara aneh menurunkan aku di lereng bukit ini. Berkali-kali
dia menjulurkan kepalanya ke arah sana. Aku tidak tahu.... Tapi agaknya dia
berusaha memberitahukan sesuatu...."
Wiro memandang ke arah yang ditunjuk Luhcinta.
Seperti si gadis pandangannya juga terhalang oleh batu besar di lamping bukit
"Ada satu hal ingin kukatakan. Seseorang mengikutiku sampai di lereng bukit batu
ini," memberitahu Luhcinta.
"Aku tahu. Aku melihatnya dari bawah. Seorang penunggang kura-kura terbang. Aku
kenal orangnya.
Seorang gadis bernama Luhjelita
" "Kalau begitu ada dua orang yang mengikutiku,"
kata Luhcinta pula. Lalu gadis ini menunjuk ke arah kejauhan dan menceritakan
tentang sosok hitam yang dilihatnya.
"Tak ada siapa-siapa di situ..." kata Wiro memperhatikan.
"Orang itu sudah sejak beberapa hari ini mengun-titku. Pasti dia mempunyai
maksud tidak baik. Gadis penunggang kura-kura itu juga tidak kelihatan lagi.
Aneh...." "Kalau begitu kau harus berhati-hati," kata Wiro lalu dia memperhatikan gerakan-
gerakan yang dibuat oleh angsa putih. "Binatang itu selalu menjulurkan kepalanya
ke arah batu besar di bawah sana. Coba kuselidiki. Mungkin ada sesuatu di balik
batu itu. Apakah kau membaui sesuatu?" Wiro bertanya sambil mendongak, berusaha membaui
aliran udara. "Aku seperti mencium bau harum..." kata Luhcinta.
"Betul! Itu adalah harum bau tubuh dan pakaian Peri Angsa Putih!" kata Wiro
pula. "Kau tunggu di sini.
Aku akan memeriksa ke balik batu besar itu."
Sambil memperhatikan Wiro menuruni lereng bukit, dalam hati Luhcinta berkata.
"Sampai sedekatmana hubungan pemuda itu dengan Peri Angsa Putih.
Bagaimana dia bisa mengenali harum bau tubuh dan pakaian sang Peri..." Wahai....
Mengapa aku berpikir sampai ke situ. Kalaupun antara mereka ada jalinan hubungan
tertentu kurasa wajar-wajar saja. Bukankah Peri bermata biru itu sangat cantik
dan baik budi peri lakunya?" Luhcinta termangu sesaat. Dia tersentak ketika
mendengar teriakan Wiro dari balik batu.
"Luhcinta! Lekas kemari! Aku menemukan Peri Angsa Putih!"
HANTU MUKA DUA 73
Luhcinta segera menuruni lereng bukit batu. Wiro dilihatnya berdiri di depan
sebuah goa. Ketika dia merunduk dan memperhatikan ke dalam goa benar saja. Di
dalam sana terbujur sosok perempuan berpakaian sutera putih dan menebar bau
harum. "Jangan-jangan dia sudah jadi mayat. Mati dibunuh..." kata Luhcinta dengan wajah
cemas. "Waktutadi kusentuh kakinya masihterasa panas.
Tolong aku menarik tubuhnya keluar dari dalam goa."
Dua orang itu kemudian menarik tubuh Peri Angsa Putih yang ada dalam goa atau
sumur melintang lalu membaringkannya di satu tempat datar. "Dia masih bernafas,
tapi tubuhnya tidak bergerak. Mungkin pingsan...."
Wiro gelengkan kepala lalu menceritakan apa yang terjadi dengan Peri Angsa Putih
waktu berkelahi melawan kakek bernama Lahidungbesar.
"Berarti dia terkena ilmu penyirap tubuh yang disebut Ilmu Menjirat Urat. Orang
yang berada di bawah pengaruh ilmu ini akan menjadi seperti pingsan, mata
terpejam tubuh tak bisa digerakkan. Setahuku itu adalah salah satu ilmu yang
dimiliki Hantu Muka Dua."
"Hantu Muka Dua pasti telah mengajarkannya pada Lahidungbesar," kata Wiro. Lalu
dia berlutut di samping tubuh Peri Angsa Putih. Di leher sang Peri sebelah kanan
kelihatan tanda kebiru-biruan. "Ilmu totokan tanpa menyentuh..." kata Wiro dalam
hati. Lalu dia ulurkan tangannya, siap untuk menotok urat besar di leher sang
Peri. Di sampingnya Luhcinta mengeluarkan suara tertahan. Wiro berpaling.
Dilihatnya gadis itu memandang padanya dengan wajah kemerahan.
Pendekar 212 garuk-garuk kepala lalu tertawa. Dalam hati dia membatin. "Mungkin
gadis ini cemburu kalau aku menyentuh Peri Angsa Putih." Memikir begitu maka
Wiro berkata. "Luhcinta, hanya ada satu cara untuk membebaskan Peri Angsa Putih
dari sirapan Ilmu Menjirat Urat. Yaitu menotok uratnya yang kelihatan biru
itu...." Paras Luhcinta mendadak tambah merah. Gadis ini palingkan mukanya ke jurusan
lain. " Walah, apalagi yang salah ini...?" pikir Wiro sambil garuk-garuk kepala Begitu
dia ingat meledak tawanya.
"Mengapa kau tertawa?" tanya Luhcinta heran.
"Aku melihat wajahmu merah sampai ke telinga. Aku tahu sebabnya. Kau mungkin
menganggap aku kurang ajar. Bukankah totok di negeri ini berarti payudara
perempuan" Ha... ha... ha..."
"Kau! Kalau sudah tahu mengapa masih menyebut"!"
tanya Luhcinta merengut. Tapi mulutnya mengembang, HANTU MUKA DUA 74
bibirnya bergetar lal u tawanya menyembur tak ter-tahankan lagi. Karena malu
gadis ini akhirnya tutup wajahnya dengan dua tangan.
"Seharusnya aku mengatakan tutuk. Bukan to...."
"Sudah! Kita harus segera menolong Peri Angsa Putih..." kata Luhcinta pula.
"Kau yang melakukan, aku akan memberi tahu caranya." Lalu Wiro luruskan dua jari
tangan kanannya.
"Kerahkan tenaga dalammu ke tangan. Dua ujung jari yang diluruskan harus menutuk
urat besar di leher itu.
Tapi ingat, pada saat jari menutuk, tenaga dalam harus sudah sampai di ujung-
ujung jari. Bukan sebelum atau sesudahnya...."
"Aku takut kesalahan. Kau saja yang melakukan,"
kata Luhcinta sambil menggeleng.
Wiro pegang tangan kanan si gadis. "Luruskan dua jarimu. Yang tengah dan yang
telunjuk." Luhcinta diam saja. Dia pandangi tangan Wiro yang memegangi
lengannya. Tangannya bergetar aneh. Getaran itu terasa sampai ke dada.
Membuatnya seolah tenggelam dalam satu kebahagiaan yang sebelumnya tak pernah
dirasakan. Seumur hidup baru sekali itu Luhcinta dipegang tangannya oleh seorang
lelaki. Dia ingin menarik, tetapi seperti ada yang mendorong agar dia tidak
melakukan hal itu. "Hai, katamu kita harus segera menolong Peri ini. Kau tunggu
apa lagi Luhcinta?"
Sementara itu tanpa setahu ke dua orang yang sedang berpegangan tangan ini, di
balik sebuah batu besar seorang gadis berpakaian Jingga menggigit bibirnya
memperhatikan Wiro dan Luhcinta. "Aku memang sudah menduga. Ternyata gadis
bernama Luhcinta itu lebih berbahaya dari pada Peri Angsa Putih...."
Tidak tahan melihat Wiro berpegang-pegangan dengan Luhcinta,, gadis dibalik batu
itu yang bukan lain Luhjeiita adanya akhirnya balikan diri, tinggalkan lereng
bukit itu menuju ke satu tempat yang dikelilingi batu-batu tinggi di mana dia
meninggalkan kura-kura raksasa tunggangannya. Baru saja dia duduk di punggung
kura-kura coklat itu tiba-tiba sudut matanya melihat satu bayangan berkelebat
dekat batu besar di sebelah kiri. Luhjelita berpaling. Dia agak tergagau ketika
melihat di atas batu besar yang hanya terpisah kurang dari sepuluh tombak di
sebelah kirinya tegak seorang berpakaian serba hitam. Mukanya tertutup oleh
sejenis tanah liat yang dicat hitam hingga siapa adanya orang ini atau bagaimana
wajah aslinya sulit dikenali.
"Setan alas gentayangan siang bolong!" Luhjelita memaki sendiri lalu menggebrak
tunggangannya. HANTU MUKA DUA 75
"Tunggu! Katakan, apakah kau gadis anak murid Nenek sakti dari Lembah
Laekatakhijau bernama Luh-masigi"!"
Karena masih berada dalam keadaan kesal. Luhjelita yang biasanya genit dan
pandai merayu ini menjawab seenaknya. "Setan hitam di siang bolong!
Kalau bertanya tentang katak, jangan bicara denganku. Tapi bicara dengan kodok!
Hik... hik... hik!"
Habis berkata begitu Luhjelita tepuk keras-keras punggung Laecoklat kura-kura
tunggangannya. Binatang ini serta meria melesat ke udara meninggalkan sosok serba hitam di atas
batu sana. Kembali pada Wiro dan Luhcinta. "Sekarang alirkan tenaga dalammu "
Luhcinta bukannya melakukan apa yang dikatakan Wiro, tapi malah pandangi pemuda
itu dengarimata-nya yang bening bagus. Dipandangi seperti itu pendekar kita jadi
bingung sendiri. "Kalau begini, sampai pagi tak akan jadi-jadinya aku menolong
Peri Angsa Putih." Lalu Wiro kerahkan tenaga dalamnya.
Aliran hawa sakti itu menyusup masuk ke dalam dua jari Luhcinta. Begitu ujung
jari si gadis bergetar tanda tenaga dalam yang dialirkan sudah mencapai ujung-
ujung jari, Wiro segera tusukkan jari-jari itu ke bagian leher Peri Angsa Putih
yang kebiru-biruan. Saat itu juga Peri Angsa Putih buka sepasang matanya yang
biru. Dia melihat langit. Lalu melihat Luhcinta dan terakhir sekali pandangannya
membentur Wiro.
"Di mana aku.Apa yang terjadi" Wahai Luhcinta...."
Peri Angsa Putih bangkit dan duduk. Matanya kemudian melihat tangan Wiro yang
masih memegangi tangan Luhcinta. Luhcinta cepat-cepat menarik lengannya
sementara Wiro coba tersenyum sambil garuk-garuk kepala. Dilihatnya paras Peri
Angsa Putih berubah.
"Kalian berdua... sedang apa di sini?" tanya sang Peri perlahan dan ada nada
kecemburuan dalam pertanyaannya itu. Wiro tak bisa menjawab. Luhcinta juga tidak
mengeluarkan suara. Dalam hatinya gadis ini berkata. "Jangan-jangan Peri ini
menduga aku tengah berbuat yang bukan-bukan di tempat ini bersama Wiro."
"Wiro, bagaimana aku... kita bisa berada di sini?"
Peri Angsa Putih kembali bertanya.
"Nanti saja aku ceritakan. Sekarang kita harus melakukan sesuatu untuk menjebak
orang yang mem-bawamu ke mari. Kau dan Luhcinta sembunyi di balik bebatuan. Biar
aku yang masuk ke dalam goa itu."
Ternyata seperti yang diceritakan sebelumnya Lahi-HANTU MUKA DUA 76
dungbesar memang kena dijebak ketika dia muncul lagi di tempat itu bersama
rombongan orang-orang Istana Kebahagiaan. Bukan saja dijebak malah dadanya
sempat dihantam tendangan Pendekar 212 Wiro Sableng.
HANTU MUKA DUA 77
SEKARANG kita ikuti apa yang terjadi dengan Luhcinta dan Peri Angsa Putih.
Begitu nenek Si Pembedol Usus dan Pelawak Sinting berkelebat ke hadapan mereka
Luhcinta segera menyongsong. Dengan suara lembut dia menegur. "Sepasang kakek
dan nenek, kami tahu kalian adalah orang baik-baik. Di dalam hati kalian pasti
ada apa yang dinamakan kasih sayang. Lalu mengapa tega hendak menyerang kami"
Kalau hanya karena alasan kalian adalah kaki tangan Hantu Muka Dua dan
mengharapkan imbal jasa berupa harta atau kedudukan, ketahuilah kalian telah
tertipu. Imbalan kasih sayang tidak sebagus dan seindah imbalan kejahatan.
Bukankah lebih baik bagi kalian meninggalkan tempat ini, meninggalkan Istana
Kebahagiaan dan Hantu Muka Dua. Berbuat baik di jalan yang penuh kasih antara
sesama...?"
Nenek berkumis halus pandangi Luhcinta sesaat, lalu sambil menuding dengan
telunjuk tangan kanannya dia tertawa cekikikan. "Aku yang tua hendak diberi
pelajaran oleh seekor cecunguk hijau! Hik... hik... hik!
Sungguh menggelikan. Di ujung kematian kau masih bisa bersyair wahai gadis yang
keningnya ada bunga tanjung!"
Di sebelah si nenek, kakek bernama Si Pelawak Sinting menyahuti. "Tapi
sahabatku, syair gadis itu lumayan bagus. Bisa kujadikan bahan nyanyian pe-
ngiring tarianku!" Lalu kakek Ini pukul tamburnya, dan menari berjingkat-jingkat
dan mulai menyanyi. "Na...
na... na ..Ni._ ni... ni
" Peri Angsa Putih yang tidak sabaran melihat kelaku-an kakek ini segera
membentak. "Pelawak Sinting, adik kembarmu pernah memberi pengampunan padamu!
Pemuda asing bernama Wiro Sableng itu tempo hari juga batal dari niat
membunuhmu! Nyatanya kau tidak kapok! Masih memalsukan diri sebagai Pelawak
Sinting dan masih jadi kaki tangan Mantu Muka Dua! Hari ini biaraku yang memberi
pelajaran padamu agar kau bisa kapok seumur hidup!"
"Na... na... na.". Ni... ni... ni!" Si Pelawak Sinting bernyanyi lalu mencibir.
"Peri Angsa Putih, tempatmu di langit di atas sana! Mengapa turut campur urusan
orang di Negeri Latanahsilam"!"
"Wahai kakek bernama Pelawak Sinting. Di dalam otakmu aku yakin tidak ada
kesintingan. Di dalam hatimu pasti ada kasih. Jangan lihat siapa adanya Peri
HANTU MUKA DUA 78
sahabatku ini. Tapi dengar apa ujarnya. Pergilah dari sini sebelum terlambat
" "Pelawak Sinting! Jangan dengar ucapan gadis hijau bau susu ini!" bentak si
nenek Pembedol Usus.
Habis membentak dia langsung menerjang Luhcinta.
Tangan kanannya yang hitam dan berbulu panjang melesat ke perut si gadis. Dari
cara orang menyeran jelas nenek itu memang hendak membobol perutnya!
Luhcinta masih sempat menarik nafas dalam tanda kecewa. Lalu dia cepat melompat
ke samping meng-hindarkan diri dari serangan si nenek. Tapi alangkah kagetnya
gadis ini ketika tangan kanan Si Pembedol Usus meluncur tambah panjang seolah
bisa diulur! Luhcinta terpekik kaget.
"Na... na... na.... Ni... ni... ni...!" Si Pelawak Sinting terus bernyanyi dan
memukul tamburnya namun sepasang matanya yang belok melirik tajam ke arah Peri
Angsa Putih. Peri Angsa Putih yang tahu ketinggian ilmu dan keganasan nenek berkumis halus
berkaki pendek sebelah itu, apa lagi ketika melihat bagaimana sekali menggebrak
saja dia siap untuk menghantam jebol perut Luhcinta, tanpa tunggu lebih lama
segera goyangkan kepalanya. Dua larik sinar biru menderu keluar dari sepasang
matanya, membeset ke arah nenek Si Pembedol Usus!
"Peri sesat! Kau telah banyak mencelakai kawan-kawanku! Hari ini aku mewakili
mereka menghukum-mu!" teriak Si Pembedol Usus. Nenek ini marah sekali.


Wiro Sableng 108 Hantu Muka Dua di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Karena dua larik sinar biru dari mata sang Peri memaksa dia menarik pulang
serangannya yang tadi '
dianggapnya dapat merobek perut Luhcinta. Didahului pekik melengking sosok si
nenek melesat dua tombak ke atas. Tapi aneh dan mengerikannya dua tangannya yang
hitam melayang tertinggal di sebelah bawah seolah tanggal dari persendian,
melesat menyambar ke perut sang Peri.
"Dua Tangan Pembetot Rotil" seru Peri Angsa Putih mengenali serangan ganas yang
dilancarkan si nenek.
Dengan tenang dia membuat gerakan mengelak.
Namun tidak disangka, dari sebelah atas kaki kanan lawan yang tadi melayang ke
udara, menderu mengincar batok kepalanya sebelah belakang! Dan lebih celakanya
lagi di saat yang sama payung daun milik Si Pelawak Sinting berputar melayang,
menyambar ke arah leher kanan Peri Angsa Putih. Seperti diketahui payung itu
walau terbuat dari daun kering namun memiliki kehebatan luar biasa Jangankan
tubuh manusia, pohon atau batu saja pasti akan putus HANTU MUKA DUA 79
jika sampai kena tersambar. Diserang dari tiga jurusan seperti itu sungguh sulit
bagi Peri Angsa Putih untuk selamatkan diri. Salah satu dari tiga serangan pasti
akan bersarang di tubuhnya yaitu dua sambaran tangan yang akan merobek dan
membedol ususnya, tendangan pada bagian belakang kepala atau terabasan payung
daun! Luhcinta kaget besar. Peri Angsa Putih yang barusan menolongnya dari serangan si
nenek kini malah dikeroyok ganas seperti itu. "Wahai! Jika kasih tidak lagi
dapat menyejukkan hati menyehatkan pikiran, jangan salahkan kalau kekerasan
merupakan jalan keluar yang tidak enak!" Gadis itu berseru. Tubuhnya bergerak
seperti sosok seorang penari. Dua tangannya dengan lemah gemulai didorongkan ke
arah Si Pelawak Sinting.
"Pelawak Sinting! Awas! Serangan Tangan Dewa Merajam Bumi" Yang berteriak
memberi ingat Si Pelawak Sinting adalah Hantu Muka Dua. Tapi terlambat.
Di depan sana payung yang hendak membabat putus bahu kanan Peri Angsa Putih
mental hancur ber-taburan. Tamburnya ikut terlempar berantakan. Di saat yang
sama Si Pelawak Sinting terpental jauh. Mulutnya muntahkan darah segar. Tubuhnya
terbanting ke atas tanah berbatu-batu. Menggerung kakek ini segera berkelebat
bangkit Tapi dia hanya bisa keluarkan suara gerungan karena dapatkan sekujur
tubuhnya lumpuh tak berdaya, tak bisa lagi digerakkan barang sedikitpun! Itulah
keganasan serangan Tangan Dewa Merajam Bumi yang dilancarkan Luhcinta. Siapa
saja yang sampai terkena maka tubuhnya akan menjadi lumpuh tak berdaya, sulit
disembuhkan alias bakalan cacat seumur hidup. Selama ini Luhcinta jarang sekali
mengeluarkan Ilmu itu. Dia lebih suka menasehati lawan agar insaf dan bertobat.
Namun jika lawan tidak bisa lagi diajak bicara dan tetap membangkang malah nekad
maka tak ada jalan lain!
"Gadis setan alas! Hari ini biar aku mencabut pantangan membunuh perempuan asal
kau bisa ku-habisi!" teriak Hantu Muka Dua marah besar melihat apa yang terjadi
dengan Si Pelawak Sinting. Sampai-sampai dia punya niat menyalahi larangan.
Manusia berwajah dua yang saat itu menampilkan muka-muka raksasa angkat dua
tangannya. Yang satu siap me-lepas pukulan Hantu Hijau Penjungkir Roh satunya
lagi hendak menghantamkan pukulan Tangan Hantu Tanpa Suara.
Ilmu kesaktian bernama Hantu Hijau Penjungkir Roh itu merupakan satu sinar hijau
berbentuk segi tiga yang bisa membuat sasaran menjadi leleh lunak HANTU MUKA DUA
80 seperti lumpur. Aslinya ilmu yang dirampasnya dari Hantu Lumpur Hijau itu
melesat keluar dari sepasang mata Namun belakangan Hantu Muka Dua mampu
mengeluarkan dari tangan kiri atau kanan hingga kehebatannya menjadi berlipat
ganda. Selain itu pukulan Tangan Hantu Tanpa Suara yang dirampas Hantu Muka Dua
dari Hantu Tangan Empat bisa membuat sosok Luhcinta tersedot sebelum dihancur
luluhkan! Pada saat yang sangat menegangkan begitu rupa tiba-tiba Betina Bercula
berkelebat ke hadapan Hantu Muka Dua dan berseru.
"Wahai Junjungan Raja Diraja Segala Hantu! Mengapa bertindak bodoh mau
menyengsarakan diri sendiri melanggar pantangan membunuh perempuan"! Biar aku
yang akan menghabisi gadis binal berpakaian biru itu! Tapi aku mohon jangan kau
suruh bunuh dulu pemuda asing bernama Wiro Sableng itu!
Kau tahu maksudku bukan" Aku sudah jatuh hati padanya pada pandangan pertama!
Hik... hik... hik!"
Hantu Muka Dua tersadar. Sambil turunkan dua tangannya dia membentak.
"Banci sialan! Lekas kau habisi gadis bernama Luhcinta itu!" Hantu Muka Dua lalu
berpaling pada empat lelaki bertubuh besar yang menjadi pengusungnya. Dan
berteriak berikan perintah. "Kurung pemuda asing itu. Jangan biarkan dia lolos.
Beri tahu dua kakek itu agar tidak membunuhnya!"
Empat lelaki pengusung tandu hentakkan kaki kanan ke tanah membuat bukit batu
bergetar. Lalu "sreet... sreettt." Mereka cabut kain coklat penutup kepala dan kibaskan di
udara. Kain itu serta merta berubah bentuk seperti sebuah segi tiga dan menjadi
kaku seperti sebilah besi sehingga merupakan sebuah senjata berbahaya!
Melihat sang Junjungan kabulkan permintaannya, Betina Bercula jatuhkan diri
berlutut "Terima kasih wahai Junjungan. Kau mengabulkan permintaanku!"
Sikap Betina Bercula benar-benar seperti menghormat dan berterima kasih. Tapi
sambil menjura dan berkata dua tangannya enak saja meluncur ke depan memegangi
paha Hantu Muka Dua. Tangannya lalu mengusap naik ke atas.
"Banci jahanam! Jangan sampai aku berubah pikiran dan menggebuk batok kepalamu!"
bentak Hantu Muka Dua.
Betina Bercula cepat melompat bangkit tersenyum cengengesan sambil usap-usap
rambutnya yang keriting lalu tertawa cekikikan. Dia segera berpaling ke arah
Luhcinta. Namun sebelum sempat bergerak HANTU MUKA DUA 81
lebih jauh tiba-tiba terdengar satu jeritan merobek langit.
Dua tangan aneh nenek Si Pembedol Usus yang melayang di udara kelihatan
berselomotan darah. Dalam genggamannya melingkar berkelojotan usus manusia.
Mengerikan luar biasa untuk disaksikan. Luhcinta keluarkan suara seperti mau
muntah. Betina Bercula terpekik ngeri. Apa yang terjadi" Jangan-jangan Peri
Angsa Putih telah jadi korban keganasan nenek satu itu!
* * * HANTU MUKA DUA 82
PADA waktu Lasulingmaut menggebukkan suling tengkoraknya dan asap beracun
mengepul ganas, Pendekar 212 Wiro Sableng segera tutup jalan nafas dan rundukkan
kepala seraya balas menghantam dengan pukulan Segalung Ombak Menerpa Karang.
Wiro berlaku cerdik. Yang digempurnya bukan kakek di atas dukungan tetapi justru
kakek yang mendukung yakni Si Lahidungbesar.
Seperti diketahui Lahidungbesar sebelumnya telah terluka parah di bagian dada
sebelah dalam akibat tendangan Wiro. Tulang dada dan beberapa iganya remuk.
Walau dia telah diberi tambahan kekuatan oleh Lasulingmaut namun keadaan lukanya
yang cukup parah membuat Lahidungbesar hanya bisa bertahan selama empat jurus.
Di jurus-jurus selanjutnya dia mulai kelabakan menjadi bulan-bulanan serangan
Wiro. Apa lagi Wiro sengaja menghantam dengan pukulan-pukulan sakti mengandung
tenaga dalam tinggi.
Lahidungbesar mulai terhuyung-huyung. Dua kakinya tidak mampu lagi membentuk
kuda-kuda bertahan apalagi menyerang.
Menyadari keadaan kawan yang mendukungnya seperti itu Lasulingmaut keluarkan
suara bergumam keras. Dia sedot sulingnya menghirup'asap beracun dalam
tengkorak. Lalu asap itu disemburkannya berulang kali ke arah Pendekar 212.
Sambil menyembur tangan kanannya bergerak menghantamkan suling tengkorak.
Sesekali tubuhnya melesat ke udara lalu menukik lancarkan serangan berupa
gebukan yang selalu diarahkan ke kepala Wiro. Selesai menggebuk dia kembali
hinggap di bahu Lahidungbesar.'
Untuk beberapa jurus Wiro terpaksa bertahan menghadapi serangan beruntun yang
dilancarkan kakek berambut putih itu. Walau dia mampu menahan nafas menjaga diri
dari rasukan asap beracun namun lama-lama ada juga asap yang menembus jalan
pernafasan Pendekar 212 Wiro Sableng. Akibatnya aliran darah sang pendekar mulai
tidak teratur. "Celaka!" keluh Wiro dalam hati. Dia segera kerahkan hawa sakti untuk mengatur
jalan darah dan raba Kapak Maut Naga Geni 212 untuk menghindari diri dari
keracunan. Seperti diketahui selama digembleng oleh Eyang Sinto Gendeng di
puncak Gunung Gede, Wiro telah dibekali berbagai ilmu antaranya ilmu kebal HANTU
MUKA DUA 83 racun. Namun kehebatan luar biasa dari asap tengkorak Lasulingmaut masih sanggup
menembus benteng pertahanannya walau tidak sampai membuat dirinya jatuh celaka.
Lasulingmaut memang bukan kakek sembarangan.
Kakek yang tidak mampu berjalan jauh dengan kakinya sendiri juga tidak bisa
bicara ini satu kali berhasil menipu Wiro. Ujung sulingnya membeset di bahu kiri
sang pendekar. "Breettt!"
Baju putih Pendekar 212 robek besar. Kulit bahunya ikut terkelupas. Darah
mengucur. Di saat yang sama di kakek menyembur ke depan." Wussss!" Asap hitam
beracun melabrak ke arah wajah Wiro. Sambil tutup jalan nafas Wiro jatuhkan diri
berlutut. Tangan kiri lepaskan pukulan Sinar Matahari. Diarahkan pada
Lasulingmaut. Selagi cahaya putih menyilaukan dan panas berkiblat di udara Wiro
berguling di tanah.
Begitu bangkit dia hanya tinggal setengah langkah dari hadapan Lahidungbesar.
Kakek berhidung besar itu menggertak beringas.
Kaki kanannya diangkat untuk menendang kepala Wiro. Justru ini adalah satu
kesalahan besar. Dalam keadaan semakin lemah seperti itu dan masih mendukung
kawannya di atas bahu, dia kehilangan ke-seimbangan. Bukan saja tendangannya
tidak mengenai sasaran tapi ketika Wiro keluarkan jurus silat bernama Ular Gila
Membelit Pohon Menarik Gendewa yang diwarisinya dari Tua Gila di Pulau Andalas,
Lahidungbesar tak mampu lagi selamatkan diri. Lasulingmaut yang tahu bahaya
serta meria melompat cari selamat dan hinggap di atas sebuah batu besar dengan
mulut menggembung keluarkan suara menggumam. Matanya melotot memperhatikan apa
yang terjadi dengan temannya.
Saat itu Wiro berhasil menangkap pinggang Lahidung-besar. Ketika dia siap untuk
menjotos si kakek di arah hidungnya yang besar tiba-tiba matanya sempat melihat
bahaya besar mengancam Peri Angsa Putih. Dua tangan aneh Si Pembedol Usus
melayang di udara siap untuk merobek perut dan membedol usus Peri itu tanpa
terelakkan. Di saat yang sama serangan payung berputar dan tendangan kaki di
belakang kepala datang pula dengan segala kega-nasannya. Walau serangan di
kepala dapat dielakkan dengan merunduk cepat dan serangan payung di-hancurkan
oleh Luhcinta namun serangan dua tangan aneh yang mengapung di udara tak mungkin
dihindarkan. Sesaat lagi dua tangan Si Pembedol Usus akan HANTU MUKA DUA 84
merobek perut Peri Angsa Putih dan membetot semua isi yang ada di dalamya tiba-
tiba sesosok tubuh melayang di depan tubuh sang Peri.
Di atas sana si nenek Pembedol Usus berseru kaget Dia tidak mampu menahan gerak
dua tangannya yang mengapung di udara. "Breettt!" Terdengar suara robeknya perut
menyusul jeritan setinggi langit. Peri Angsa Putih terjajar ke belakang. Lalu
terpekik dan memandang ke bawah ke arah perutnya. Mukanya yang barusan pucat
seperti mayat jadi berdarah ketika menyadari bahwa bukan perutnya yang robek dan
bukan ususnya yang bergelantungan dalam genggaman dua tangan di depan sana.
"Braaakk!"
Sosok yang tadi melayang di depan sang Peri roboh ke tanah. Itulah tubuh kakek
bernama Lahidungbesar yang tadi dilemparkan Wiro untuk membenteng melindungi
Peri Angsa Putih dari serangan dua tangan si nenek Pembedol Usus.
Tiga orang menggerung marah menyaksikan kejadian itu. Yang pertama tentu saja
pemilik dua tangan yang kesalahan menjebol perut dan membunuh kawan sendiri
yaitu nenek Si Pembedol Usus. Yang ke dua adalah Hantu Muka Dua dan yang ke tiga
kakek berambut putih Lasulingmaut. Karena tidak mampu lagi berjalan atau berlari
dengan kaki sendiri kakek ini gulingkan dirinya ke bawah. Sambil menggelinding
dari lereng batu dia lemparkan tongkat tengkoraknya ke arah Pendekar 212 Wiro
Sableng. Saat itu Wiro yang telah kerasukan oleh asap hitam beracun di samping
terkesiap sendiri melihat apa yang terjadi dengan Lahidungbesar yang tadi
dilemparkannya, sesaat berada dalam keadaan lengah. Dia baru sadar kalau dirinya
diserang orang pada saat suling tengkorak itu hanya tinggal tiga jengkal lagi
dari pelipis kirinya.
Pada saat yang genting itu tiba-tiba dari balik batu besar di samping kiri
melesat satu bayangan hitam.
Luar biasa sekali gerakan orang ini karena dia mampu menangkap suling tengkorak
yang sesaat lagi akan menghantam kepala Pendekar 212'.
Wiro melengak kaget. Berpaling dia dapatkan dirinya berhadap-hadapan dengan
seorang berpakaian serba hitam. Wajah orang ini tertutup sejenis tanah liat yang
juga berwarna hitam.
"Makhluk hitam, aku tidak tahu kau ini setan kesiangan atau manusia sepertiku!
Yang aku tahu kau barusan telah menyelamatkan jiwaku. Aku berhutang budi
berhutang nyawa padamu. Aku menghaturkan terima kasih " Wiro lalu membungkuk
dalam-dalam. HANTU MUKA DUA 85
"Kraaakk! Kraaakkk!"
Tangan hitam yang mencekal suling tengkorak bergerak meremas secara aneh. Suling
dan tengkorak hancur berkeping-keping. Asap hitam mengepul tapi sudah kehilangan
racun jahatnya.
" Astaga'" Pendekar 212 tercekat kaget. "Sahabatku, aku melihat sendiri! Kau
menghancurkan suling dan tengkorak itu dengan ilmu mematah tulang bernama Koppo!
Bagaimana mungkin"! Dari mana kau
mendapatkan ilmu itu" Siapa kau sebenarnya" Harap sudi memberitahu...." Seperti
diketahui Wiro sendiri memiliki ilmu yang sama yang didapatnya dari Nenek Neko
di Negeri Sakura.
Di balik wajahnya yang tebal tertutup tanah liat hitam, orang berpakaian hitam
tersenyum, "kau me-nyebutnya ilmu Koppo. Aku menamakannya ilmu Kep-peng. Mungkin
bersumber dari orang dan negeri yang sama " Sambil bicara si hitam ini memandang
ke jurusan Peri Angsa Putih dan Luhcinta. "Wahai sahabat, sebenarnya aku ingin
sekali menemui salah seorang dari kalian di sini. Namun agaknya kali ini bukan
saat yang tepat. Aku khawatir orang yang akan kutemui akan salah menduga...."
"Katakan apa kePeriuanmu. Aku pasti membantu!"
kata Wiro. Si hitam gelengkan kepala. Dia membuang hancuran suling dan tengkorak lalu
menggosok-gosok telapak tangannya satu sama lain. "Jika umur sama panjang kita
pasti bertemu lagi wahai sahabat Mungkin pada saat itulah aku minta tolong
padamu!" "Aku akan menolongmu kapan saja. Sekarang!"
kata Pendekar 212.
Orang bersosok serba hitam ini memandang lagi ke jurusan Peri Angsa Putih dan
Luhcinta. Lalu berpaling pada Wiro. "Selamat tinggal sahabat...." Baru saja dia
berucap sosoknya lantas berkelebat lenyap.
"Luar biasa cepat gerakannya..." ujar Wiro sambil garuk-garuk kepala. Saat itu
tiba-tiba Luhcinta berlari dari ketinggian lereng bukit sana disusul oleh Peri
Angsa Putih. "Wiro, orang serba hitam tadi! Dia yang selama ini menguntit membayangi aku...."
"Astaga! Mengapa kau tidak cepat memberitahu!"
ujar Wiro pula. "Dia sudah pergi. Tapi jika melihat caranya bicara dan bagaimana
dia barusan menyelamatkan diriku, aku punya dugaan dia tidak bermaksud jahat
padamu...."
"Lalu mengapa dia selalu mengikutiku?"
"Mungkin itu satu hal yang harus kau selidiki.
HANTU MUKA DUA 86
Siapa tahu dia ada sangkut pautnya dengan masalah yang tengah kau selidiki.
Tentang asal usulmu...."
Berubahlah paras Luhcinta mendengar ucapan Wiro. Suaranya bergetar ketika
berkata. "Kau mungkin benar. Kalau begitu aku akan mengejar ke jurusan dia
lenyap tadi...."
"Jangan, jika dia punya kepentingan pasti dia yang akan mencarimu. Lagi pula
urusan di tempat ini belum selesai. Apakah kau akan meninggalkan aku begitu
saja" Luhcinta tertegun karena tidak menyangka ucapan Itu akan keluar dari mulut
pemuda yang selama ini diam-diam selalu dikenangnya. Ketika Wiro berucap begitu,
Peri Angsa Putih sampai pula di tempat itu.
Gadis bermata biru ini seperti Luhcinta juga jadi tertegun mendengar kata-kata
Wiro itu. Namun dasar perasaan mereka saling berbeda. Kalau Luhcinta tertegun
saking gembiranya maka Peri Angsa Putih tertegun karena tiba-tiba saja muncul
rasa cemburu di lubuk hatinya.
"Aku mendengar sendiri ucapan pemuda itu begitu mesra dan Luhcinta menatap Wiro
tak kalah mesranya.
Wahai, sampai sejauh mana sebenarnya hubungan ke dua orang ini. Jangan-jangan
aku hanya...." Peri Angsa Putih gigit bibirnya sendiri. Ketika tiba-tiba tiga
orang muncul di tempat itu dan semua perhatian orang tertuju pada si pendatang
ini diam- diam Peri Angsa Putih balikkan tubuh, berlari ke puncak bukit dan


Wiro Sableng 108 Hantu Muka Dua di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

lenyap di balik bebatuan.
* * HANTU MUKA DUA 87
WALAU amarah Hantu Muka Dua, Lasulingmaut dan nenek Si Pembedol Usus meluap luar
biasa melihat kematian Lahidungbesar namun ke dua orang ini jadi terpaksa
menahan diri ketika melihat munculnya sosok orang serba hitam yang selama ini
menjadi nomor satu di kalangan orang Istana Kebahagiaan, apa lagi begitu muncul
langsung menangkap dan meremas hancur suling tengkorak. Selain itu empat orang
pengusung tandu yang barusan diperintah untuk mengurung Pendekar 212 saat itu
sama-sama terkesiap dan ciut nyali masing-masing begitu melihat Lahidungbesar
meregang nyawa dengan cara sangat mengerikan.
Apa lagi saat itu Si Pelawak Sinting terkapar di tanah dalam keadaan lumpuh
tidak berdaya. Betina Bercula, walaupun tak kurang suatu apa tapi nyalinya telah
leleh. Banci satu ini tengah berpikir bagaimana bisa meninggalkan tempat itu
dengan aman. Tidak ketahuan Hantu Muka Dua juga tidak ketahuan pihak lawan.
" Penolong Budiman..." desis Hantu Muka Dua dan Lasulingmaut hampir berbarengan.
"Jadi ini ujud sosoknya. Naga-naganya urusan bisa tidak karuan kalau aku
meneruskan apa mauku. Jahanam betul! Yang hendak dibunuh tak dapat dilaksanakan,
yang hendak diculik tak dapat dilakukan! Hari ini terpaksa aku harus mengalah
lagi!" Hantu Muka Dua memberi isyarat pada empat pengusung tandu agar segera
mengangkatnya. Namun mendadak terjadi perubahan. Orang serba hitam sehabis bicara dengan Wiro
pergi begitu saja.
Nyali Hantu Muka Dua kembali bangkit. Dia memberi isyarat lagi pada empat
pengusung tandu, juga pada Betina Bercula. Dia sendiri segera turun dari tandu,
siap untuk memimpin serangan terhadap Wiro dan kawan-kawan.
Si nenek Pembedol Usus melayang turun dan cepat hendak memasang kembali dua
tangannya yang tadi ditanggalkannya secara aneh. Namun belum sempat dia bergerak
tiba-tiba tiga orang melesat muncul dari balik batu-batu besar di lereng bukit
itu. Salah seorang di antara mereka berteriak.
"Kencingi cepat! Kencingi! Biar tidak bisa kembali ke tempat asalnya!"
Berdesir darah si nenek Pembedol Usus. Wajahnya HANTU MUKA DUA 88
langsung pucat mendengar teriakan itu. Dengan cepat dia melayang turun menyambar
dua tangannya yang masih mengapung di udara dan masih ber-lumuran darah
sementara isi perut Lahidungbesar yang tadi dibedolnya berhamparan di tanah!
Namun si nenek kalah cepat. Seorang bocah berambut jabrik berpakaian serba hitam
telah lebih dulu mencekal dua potongan tangan lalu melemparkannya pada seorang
kakek berkuping lebar yang tegak dekat sebuah batu besar. Begitu dua potongan
tangan jatuh di hadapannya kakek ini berbalik, rorotkan celananya ke bawah lalu
"serrr....!" Dia kencingi dua tangan yang tergeletak di tanah itu.
Nenek Si Pembedol Usus meraung keras. Dari kutungan tangannya mengepul asap
disertai kucuran darah.
Selagi semua orang terkesiap melihat kejadian itu, Pendekar 212 Wiro Sableng
berseru gembira.
"Naga Kuning! Kakek Setan Ngompol!"
Naga Kuning yang sosok tubuhnya kini sudah menjadi besar lambaikan tangan pada
Wiro. Si Setan Ngompol tarik celana bututnya ke atas baru berbalik dan tertawa
mengekeh. Lupa akan suasana yang dihadapinya Wiro melompat menemui ke dua orang
itu. "Wiro, kami berhasil! Hantu Raja Obat menepati janjinya. Lihat! Kami sekarang
sama sebesar dengan kau!" kata Naga Kuning bangga. Wiro tertawa bergelak. Setan
Ngompol mulai jelalafan matanya memperhatikan Peri Angsa Putih dan Luhcinta.
Nenek Si Pembedol Usus yang sudah jejakkan kakinya di tanah tiba-tiba membentak.
"Gendut keparat! Pasti kau yang memberi tahu pada orang-orang dari negeri asing
itu! Pasti kau yang menyuruh mereka mengencingi dua tanganku hingga tak mungkin
lagi kupasangkan ke badan! Jahanam betul! Aku bersumpah akan membunuhmu!"
Seorang kakek gendut yang mukanya bulat dan ada tompel besar di pipi kiri saat
itu duduk uncang-uncang kaki di atas sebuah batu besar tertawa mengekeh hingga
perut dan dadanya yang gembrot ber-guncang-guncang. Inilah Si Hantu Raja Obat,
makhluk aneh yang telah mengobati Wiro hingga sosoknya menjadi sebesar orang-
orang di Negeri Latanahsilam.
Ternyata dia juga telah mengobati dua kawan Wiro yakni Naga Kuning dan kakek
berjuluk Si Setan Ngompol.
"Kalau kau sudah tahu dan ingin membunuhku, apakah kau mau melakukannya
sekarang"!" Hantu Raja Obat bertanya sambil melirik pada Luhcinta lalu HANTU
MUKA DUA 89 tersenyum dan kedipkan matanya. Antara Luhcinta dan Hantu Raja Obat memang sudah
saling mengenal dan kakek gendut ini pernah berhutang budi terhadap si gadis.
Mendengar ucapan Hantu Raja Obat, Si Pembedol Usus hanya menggerutu panjang
pendek. "Kalau kau memang masih butuh dua tanganmu itu, silakan ambil saja!" kata Setan
Ngompol ikut bicara.
"Tua bangka sialan! Kau juga akan kubunuh nanti!
Dua tangan itu tak ada gunanya! Tak bisa dipasangkan lagi ke tubuhku! Jahanam!"
"Bisa atau tidak bisa baiknya diambil saja Nek. Di buat sop dan disantap kurasa
masih cukup enak!"
kata Naga Kuning pula membuat si nenek tambah meluap amarahnya tapi tak berani
berbuat apa karena jerih pada Hantu Raja Obat. Dia melirik pada Hantu Muka Dua,
lalu tanpa banyak cerita lagi segera tinggalkan tempat itu.
Hantu Muka Dua sendiri menggeram panjang pendek. Tadi dia merasa lega dengan
perginya Penolong Budiman yang berkepandaian sangat tinggi itu. Tapi kini muncul
Hantu Raja Obat yang diketahuinya ber-sifat aneh dan memiliki ilmu sulit
dijajagi. Dari pada cari perkara dia segera naik ke atas tandu. Tapi Hantu Raja
Obat cepat menegur.
"Kerabatku Hantu Muka Dua! Jangan pergi dulu.
Aku ingin bicara beberapa hal padamu! Satu di antaranya tentang tanda bunga
dalam lingkaran!"
Pucatlah dua wajah Hantu Muka Dua mendengar kata-kata Hantu Raja Obat itu. "Aku
tak ada waktu melayanimu!" jawabnya.
"Percayalah, sahabatku ini orang baik-baik!" berkata Wiro. "Dia tidak akan
mengencingi tangan atau kakimu!"
Hantu Raja Obat tertawa mengekeh. "Betul! Apa yang dibilang pemuda ini memang
betul! Ha... ha...
ha!" Hantu Muka Dua memaki habis-habisan. Wajahnya depan belakang berubah menjadi
wajah raksasa. Dia gerakkan tangannya ke pinggang. Ketika tangan itu diangkat terdengar satu
letusan kecil lalu asap hijau menggebubu menutup pemandangan.
"Hantu pengecut! Pasti dia kabur sudah!" teriak Hantu Raja Obat. Benar saja,
begitu asap hijau luruh lenyap, sosok Hantu Muka Dua tak kelihatan lagi di atas
tandu. Melihat kejadian ini empat orang anak buahyang mengusungnya serta merta
melarikan diri berserabutan.
"Hantu Muka Dua! Jangan tinggalkan aku!" seru HANTU MUKA DUA 90
kakek rambut putih Lasulingmaut. Setan Ngompol dekati kakek ini lalu usap-usap
rambutnya yang putih.
"Kau mau kukencingi atau kutampar" Kau membuat susah sahabatku si pemuda itu
ya"!"
"Kita sama-sama tua, mengapa berani dalam keadaan aku tidak berdaya?" kata
Lasulingmaut. "Kau pandai bicara! Sudah, biar kutampar saja mulutmu sampai perot!" Setan
Ngompol usap-usap telapak tangannya satu sama lain lalu yang kanan bergerak.
"Plaakkk! Byaaar!" Si kakek tidak menampar Lasulingmaut tapi menampar sebuah
batu di samping kakek itu. Batu hancur berantakan. Tentu saja Lasulingmaut
menjadi kecut. Wajahnya langsung pucat memasi.
"Ayo jawab, kau mau kutampar atau kukencingi"!"
bentak Setan Ngompol sambil jambak rambut putih si kakek.
"Aku... aku memilih dikencingi saja..." jawab Lasulingmaut ketakutan setengah
mati. Semua orang yang ada di situ tertawa bergelak.
Dan suara tawa makin menjadi-jadi ketika gilanya Si Setan Ngompol benar-benar
mengencingi kepala Lasulingmaut.
Selagi semua orang tertawa riuh sambil memperhatikan perbuatan Setan Ngompol,
Betina Bercula pergunakan kesempatan untuk melarikan diri. Sayang mata Si Setan
Ngompol sempat melihat. Tanpa mem-betulkan celananya dia segera melompat
mengejar dan mencekal leher orang.
"Ah, ternyata kau lumayan cantik. Aku tidak akan mengencingimu. Kau mau aku
apakan?" tanya si kakek seraya sunggingkan senyum dan kedipkan matanya. Setan
Ngompol sama sekali tidak tahu kalau yang dihadapinya bukan perempuan sungguhan.
"Kau kencingipun aku suka..." jawab Betina Bercula sambil balas tersenyum genit
membuat Setan Ngompol jadi blingsatan. "Tapi kalau mau mengen-cingiku jangan di
depan orang banyak ini. Kita cari tempat yang enak...."
"Jangan bercanda! Kau mau menjajalku atau bagaimana"!" tanya Setan Ngompol.
"Aku sungguhan. Masakan berani bercanda dengan kakek segagah ini?" Makin
blingsatan Setan Ngompol mendengar pujian itu. Apa lagi sambil bicara Betina
Bercula lingkarkan tangannya dengan mesra di pinggang Setan Ngompol dan
menuntunnya ke balik sebuah batu besar.
"Kek!" Wiro berseru. "Orang itu bukan per...." Wiro mengingatkan. Tapi Naga
Kuning cepat menyikut HANTU MUKA DUA 91
iganya. "Biar saja. Sebentar lagi kakek gatal itu pasti tahu rasa!" kata Naga Kuning
sambil menahan tawa.
Betul saja. Tak lama setelah Setan Ngompol lenyap di balik batu besar tiba-tiba
terdengar teriakannya. "Aduh!
Aduuhhh! Perempuan gila! Kau apakan aku! Kau kira aku ini kelapa yang mau
diremas jadi santan!
Aduuhhh!" Ketika Wiro, Hantu Raja Obat dan Naga Kuning melompat ke balik batu mereka
dapatkan Si Setan Ngompol terbaring di tanah sambil tekapi bawah perutnya
menahan sakit. Betina Bercula tak kelihatan karena memang sudah kabur melarikan
diri. "Enak Kek"!" tanya Wiro.
"Sialan kau! Enak bapak moyangmu! Mau pecah rasanya kepalaku atas bawah!"
Suara tawa meledak lagi di tempat itu.
TAMAT Para pembaca penggemar Serial Wiro Sableng yang setia. Dalam buku ini sengaja
kisah perjalanan Labahala mencari Lasedayu yang diam di Lembah Seribu Kabut
tidak dituturkan. Karena riwayat tersebut akan diceritakan dalam buku tersendiri
yang segera terbit:
BASTIAN TITO Pendekar Kapak Maut Nagageni 212
WIRO SABLENG Segera terbit: RAHASIA KINCIR HANTU
HANTU MUKA DUA 92
Pendekar Bloon 20 Joko Sableng 32 Kuil Atap Langit Kitab Pusaka 16
^