Hantu Santet Laknat 3
Wiro Sableng 113 Hantu Santet Laknat Bagian 3
berdebar. Dia harus mengakui, tidak ada pemuda di Negeri Latanahsilam yang
memiliki wajah segagah pemuda asing ini.
Wiro kepalkan dua tangannya. Lalu dia ingat akan "llmu Menembus Pandang" yang di
dapatnya dari Ratu Duyung. Pada Luhtinti dia berkata.
"Kita pasti bisa keluar dari sini! Aku akan berusaha!" Lalu Wiro salurkan tenaga
dalamnya ke kepala. Matanya dikedipkan dua kali berturut-turut. Dia memandang
berkeliling. Seperti diketahui dengan ilmu itu Wiro bisa melihat apa saja
dikejauhan sekalipun terhalang sesuatu.
Namun saat itu sampai dia cucurkan keringat dingin dan sepasang matanya menjadi
perih dia tidak mampu melihat apa-apa.
Yang terlihat tetap saja semak belukar, pohon-pohon dan benda-benda lain yang
ada di sekelilingnya.
"Aku tak mampu ..." ujar Wiro perlahan antara kecewa dan marah.
"Wahai, sudah nasib kita seperti ini ...."
"Aku tak mau menyerah pada nasib!" kata Wiro keras.
"Kalaupun aku harus menemui ajar di dalam rimba celaka ini, nenek jahat bernama
Hantu Santet Laknat itu harus kuhabisi lebih dulu!" Tiba-tiba Wiro mencium bau
aneh. Nafasnya mendadak menjadi sesak. Dadanya mendenyut sakit. Tenggorokannya
terasa panas. Dia batuk-batuk berulang kali. Lalu ada cairan mengalir keluar
dari hidungnya. Wiro meraba ke bawah bibir.
"Hidungku berdarah!" kata Wiro terkejut. Hal yang sama juga terjadi dengan
Luhtinti. Tapi dia tampak lebih tenang.
Bastian Tito: Hantu Santet Laknat [angx2006]
67 "Hawa aneh itu datang lagi ..." kata si gadis. Dia memberi isyarat pada Wiro
agar cepat mengikutinya meninggalkan tempat itu.
Tak lama kemudian setelah berjalan cukup jauh bau aneh itu lenyap.
"Hawa aneh itu ..." menerangkan Luhtinti.
"Bisa muncul setiap saat secara tak terduga. Dan itu bukan cuma satu-satunya
siksaan yang bakal kau alami. Ada hawa aneh yang membuat mata menjadi perih
berair serta hidung dan telinga mengeluarkan cairan. Ada hawa aneh yang membuat
kulit terasa gatal. Ketika digaruk rasa gatal berubah menjadi rasa melepuh. Lalu
belum lagi gangguan binatang-binatang jejadian ...."
"Tadi malam aku diserang ular aneh kepala dua. Pasti semua ini perbuatannya
Hantu Santet Laknat!"
"Siapa lagi kalau bukan dia ...."
"Kau berjalan terus. Kita ini mau kemana?" bertanya Wiro.
"Dalam rimba belantara ini ada satu tempat yang sedikit agak aman. Sebuah goa
batu .... Masih jauh dari sini. Cepat ikuti aku ...."
Tak lama berjalan mengikuti Luhtinti sekonyong konyong Wiro mendengar ada suara
orang memanggil-manggil di belakangnya.
"Wiro ... ! Wiro!"
"Wiro! Hai! Kami ada di sini!"
Pendekar 212 segera hendak berpaling. Tapi Luhtinti cepat berteriak.
"Jangan menoleh! Jangan menyahuti!"
"Memangnya kenapa?" tanya Wiro heran.
"Yang memanggilmu itu adalah suara gaib dari alam roh jahat yang berada dalam
kekuasaan Hantu Santet Laknat!"
"Mana mungkin!" sahut Wiro.
"Aku kenali betul! Itu suara dua sahabatku! Naga Kuning dan kakek berjuluk si
Setan Ngompol."
"Percaya padaku wahai sahabat! Kita berada dalam rimba Lasesatbuntu! Rimba
seribu celaka seribu petaka. Kita berada di bawah kekuasaan Hantu Santet Laknat!
Suara-Suara yang kau dengar itu adalah tipuan jahat semata!"
"Kalau ... kalau aku menoleh apa yang terjadi?" tanya Wiro.
Bastian Tito: Hantu Santet Laknat [angx2006]
68 "Jika kau sampai menjawab apa lagi menoleh, kepalamu akan berubah tempat. Bagian
muka akan berada di sebelah belakang, yang belakang akan menghadap ke depan. Kau
akan tersiksa begini rupa selama tiga puluh hari tiga puluh malam!"
"Aku tidak percaya!" kata Wiro.
"Aku pernah mengalami sendiri pertama kali dijebloskan ke dalam rimba belantara
ini!" menerangkan Luhtinti.
Di belakang sana masih terdengar suara Naga Kuning dan Setan Ngompol memanggil-
manggil. "Tapi bagaimana kalau suara itu sungguhan suara sahabat-sahabatku. Mereka
mungkin dalam bahaya!"
"Percaya padaku Wiro!"
"Tapi Luhtinti ...."
"Kalau kau tidak percaya dan tidak mau ikuti I nasehatku, silakan saja.
Menolehlah! Berpaling ke belakang! Tapi nanti jangan menyesal!" kata Luhtinti
dengan muka pucat.
Murid Eyang Sinto Gendeng gerakkan kepalanya. Tapi setengah jalan dia merasa
jerih juga dan hentikan gerakannya.
Luhtinti hembuskan nafas lega.
"Ayo, lekas ikuti aku! Goa itu masih jauh dari sini." Wiro geleng-geleng kepala
dan kembali berjalan mengikuti si gadis. Baru saja mereka melangkah pergi di
belakang sana terdengar suara tawa keras, melengking tinggi menggetarkan
seantero rimba belantara.
"Gila ..." rutuk Pendekar 212.
Setelah berjalan cukup jauh Wiro beranikan diri ajukan pertanyaan.
"Kalau tadi aku menoleh, apa hanya kepalaku sebelah atas saja yang berubah
tempat" Kepala sebelah bawah apa juga ikut berpindah ke belakang?"
"Aku tak mengerti maksudmu. Coba ulangi pertanyaanmu ...."
kata Luhtinti. Wiro menyeringai. Dia diam saja tidak mengulangi pertanyaannya.
"Hai, apa yang kau tanyakan tadi?"
Bastian Tito: Hantu Santet Laknat [angx2006]
69 "Tidak, tidak apa-apa ... !" jawab Pendekar 212. Luhtinti hentikan langkahnya
dan menatap sejurus pada Wiro. Wajah si gadis kemudian tampak bersemu merah.
Cepat-Cepat dia palingkan kepala dan melangkah pergi. Wiro kembali menyeringai
seraya garuk-garuk kepala. Di sebelah depan Luhtinti berkata dalam hati.
"Lakasipo memang pernah menuturkan riwayat dan sifat-sifat pemuda asing ini.
Tapi tidak kusangka, dalam keadaan seperti ini dia masih bisa bicara kurang
ajar! Sableng .... Wiro Sableng. Kata orang di negeri sana Sableng artinya
sinting, tidak waras. Di sini artinya kencing kuda .... dua-duanya betul. Otak
pemuda ini memang agaknya sedikit kurang waras dan mulutnya bicara meluncur
seperti kencing kuda!" Luhtinti tertawa sendiri.
"Kulihat kau tertawa. Ada apa Luhtinti...?" bertanya Wiro.
"Tidak, tidak ada apa-apa," jawab si gadis. Pendekar 212
garuk-garuk kepala.
"Ah, dia ganti membalas rupanya!" kata Wiro dalam hati.
* * * Bastian Tito: Hantu Santet Laknat [angx2006]
70 Wiro Sableng : HANTU SANTET LAKNAT
SEPULUH WIRO pegang lengan Luhtinti. Sambil memandang berkeliling dia berkata.
"Keadaan di tempat ini aneh sekali. Barusan saja aku masih melihat matahari di
langit dan cuaca terang benderang. Mengapa tahu-tahu di sini keadaan redup,
matahari mendadak lenyap, udara berubah gelap seolah-olah siang telah berganti
dengan malam. Atau saat ini hari sebenarnya memang telah malam" Aku menangkap
suara jengkerik tiada henti di sekitar sini. Lalu ada suara kodok ...."
Disentuh lengannya begitu rupa membuat Luhtinti jadi berdebar. Si gadis balas
letakkan jari jari tangannya yang halus di atas tangan Wiro.
"lnilah kawasan yang kukatakan sedikit aman bagi kita .... Di luar sana
sebenarnya hari masih siang. Tapi di sini siang malam sama saja. Suara jengkerik
dan kodok tak pernah putus ...."
"Katamu ada sebuah goa .... Aku tidak melihat apa-apa," kata Wiro pula. Luhtinti
menunjuk pada tiga pohon besar yang tumbuh berdampingan.
"Di balik pohon besar sebelah kanan ada satu gundukan tanah tertutup semak
belukar liar. Lalu ada barisan batu-batu besar.
Di bawah salah satu batu besar sebelah tengah ada sebuah lobang setinggi kepala
manusia. ltulah pintu goa...."
"Menurutmu tempat ini cukup aman bagi kita. Memangnya Hantu Santet Laknat tidak
bisa memburu kita sampai ke sini?"
"Nenek jahat itu bisa saja gentayangan sampai kesini. Tapi setahuku dia tidak
begitu suka mendatangi tempat ini. Selama aku berada di tempat ini, apalagi di
dalam goa, seolah-olah kekuatan jahatnya tidak bisa menyentuh diriku."
"Tapi kau tak bisa mendekam terus menerus di dalam goa itu!" kata Wiro.
Bastian Tito: Hantu Santet Laknat [angx2006]
71 "Betul, tapi selama aku tidak tahu cara lain untuk menyelamatkan diri maka goa
ini satu-satunya tempat aku berlindung .... Ikuti aku. Di luar sana sebentar
lagi hari akan memasuki senja. Senja akan berubah menjadi malam. Jika malam tiba
Hantu Santet Laknat selalu gentayangan membuat hal-hal aneh untuk mencelakai
diriku ...." Luhtinti dan Wiro melewati deretan tiga pohon besar.
Sementara itu suara jengkerik dan kodok serta binatang malam lainnya terdengar
semakin keras dan berada di mana-mana.
Seperti yang dikatakan si gadis, di bawah salah satu batu besar itu kelihatan
sebuah lobang setinggi manusia. Tanpa ragu-ragu Luhtinti segera memasuki lobang
yang merupakan mulut goa. Wiro bimbang sejenak. Tiba-Tiba ada hawa dingin
menerpa sekujur tubuhnya, membuat Wiro menggeletar menggigil.
"Hawa aneh, pasti perbuatan jahat Hantu Santet Laknat ...."
pikir Wiro. Cepat-Cepat dia masuk ke dalam goa. Walau keadaan di dalam goa redup
namun disini udara terasa lebih hangat.
"Kau tidak memiliki lampu minyak atau obor?" bertanya Wiro pada Luhtinti.
"Api adalah kawannya makhluk jahat seperti Hantu Santet Laknat Aku tidak pernah
menyalakan apapun di dalam goa ini."
"Lalu di dalam sini apa yang akan kita lakukan?" tanya Wiro.
"Kita berlindung dari ilmu hitamnya Hantu Santet Laknat.
Paling tidak kau bisa beristirahat..."
"Mana mungkin aku beristirahat?" Aku harus mencari jalan menyelamatkan diri.
Lalu menolong Lakasipo dan sahabatnya bernama Luhsantini yang terjebak dalam
jaring Hantu Santet Laknat!" Luhtinti menarik nafas dalam.
"Dulu, hari-hari pertama aku tersesat ke dalam rimba belantara celaka ini, aku
juga selalu berusaha mencari jalan untuk keluar dari hutan ini. Tapi setelah
berminggu-minggu tidak membawa hasil aku sadar. Yang harus aku lakukan ialah
bagaimana bisa mempertahankan hidup dan menjaga agar tidak berubah pikiran alias
gila! Menyelamatkan diri sendiri saja tidak bisa, apalagi hendak menolong orang
di luar sana!"
Bastian Tito: Hantu Santet Laknat [angx2006]
72 Wiro terdiam walau kurang setuju dengan ucapan gadis berkulit hitam manis itu.
Di luar suara berisik binatang malam masih terus terdengar berkepanjangan masuk
dan bergaung sampai ke dalam goa. Bersamaan dengan masuknya suara binatang
binatang malam tanpa disadari kedua orang itu, ikut bersama hembusan angin masuk
pula satu hawa aneh.
"Aku letih dan ingin istirahat..." kata Luhtinti dari sudut goa.
Lalu dia menguap.
"Aku juga letih. Perutku lapar ..." jawab Wiro. Mulutnya terbuka. Seperti
Luhtinti dia juga ikut - ikutan menguap.
* * * PENDEKAR 212 Wiro Sableng tidak tahu berapa lama dia terbaring lelap di lantai
goa. Ketika terbangun dia dapati ada satu sosok hangat dan harum terbaring rapat
di sebelahnya. Satu tangan halus melintang merangkul di atas dadanya. Darah sang
pendekar mengalir lebih cepat. Badannya terasa panas dan kencang. Setiap dia
menghela nafas, bau harum tadi masuk ke dalam alur pernafasannya, membangkitkan
rangsangan aneh. Wiro berusaha memalingkan kepala untuk mengetahui siapa
gerangan yang tidur di sebelahnya sambil memeluk tubuhnya. Sebelum dia sempat
melihat wajah orang, satu suara berbisik hangat di telinganya.
"Wiro, kau sudah bangun...?" Lalu ada satu benda lembut, hangat dan basah
menjilati daun telinganya, membuat Pendekar 212
jadi merinding menggeliat.
"Luhtinti?" Wiro menyebut nama gadis itu karena suara yang barusan didengar dan
dikenalinya adalah suara Luhtinti. Cepat-cepat Wiro bangkit dan duduk. Karena si
gadis tidak mau melepaskan rangkulannya, sosoknya jadi ikut bangkit dan kini
terduduk diatas pangkuan Wiro.
"Wiro, ada sesuatu yang ingin kukatakan padamu. Aku lupa memberi tahu sebelumnya
.... '! "Aku .... Luhtinti aku ...."
Bastian Tito: Hantu Santet Laknat [angx2006]
73 "Aku ingat satu cara yang bisa membuat kita keluar dari dalam rimba Lasesatbuntu
ini ...." "Katakanlah," jawab Wiro ketika Luhtinti hentikan ucapannya.
"Tapi harap kau dudukdi lantai. Kalau kau duduk di pangkuanku rasanya aku tak
bisa bernafas!" Luhtinti tertawa.
Dengan manja dia turun dari pangkuan Wiro, lepaskan rangkulannya dan duduk di
lantai. Walau keadaan di dalam goa itu redup dan agak gelap namun Wiro masih
bisa melihat bahwa saat itu di sebelah atas Luhtinti tidak mengenakan apa-apa
lagi. Dadanya yang polos kencang menantang. Senyumnya tidak berkeputusan dan
sepasang matanya menatap tidak lepas-lepas dari wajah Wiro.
"Kau seperti berubah. Ada apa Luhtinti?" tanya Wiro.
"Wahai, aku terlalu bergembira, Wiro. Seperti kau katakan tadi aku ingat ada
satu cara yang bisa membuat kita mampu keluar dari rimba belantara terkutuk
ini!" "Kalau begitu lekas kau katakan agar kita secepatnya berusaha melakukan," jawab
Wiro. Bau harum yang merebak dari tubuh dan rambut si gadis membuat darah sang
pendekar tambah bergejolak. Apalagi jika sesekali dia memberanikan diri
memandang ke dada Luhtinti. Kemudian matanya melihat pakaian hijau bagian atas
yang sebelumnya di kenakan Luhtinti terletak di lantai goa. Wiro ambil pakaian
yang terbuat dari daun-daun ini lalu menutupkannya ke dada si gadis.
"Bicaralah Luhtinti. Katakan bagaimana caranya kita bisa keluar dari rimba
belantara Lasesatbuntu ini."
"Caranya sangat sederhana Wiro," kata si gadis dengan wajah ditengadahkan
disertai layangan senyum dan mata membesar.
"Kau mengawini aku, mengambil aku jadi istrimu ...."
Pendekar 21 2 tersentak mendengar kata-kata Lu htinti itu. Si gadis sebaliknya
malah tertawa panjang.
"Ucapanku belum selesai. Kau sudah seperti ketakutan ..."
kata Luhtinti seraya pegang lengan Wiro.
Bastian Tito: Hantu Santet Laknat [angx2006]
74 "Perkawinan ini hanya sekedar untuk memusnahkan kekuatan hitam. Hantu Santet
Laknat yang mengurung kita di hutan ini. Kau tidak perlu selama-lamanya
mengambil diriku sebagai istri. Begitu kekuatan hitam Hantu Santet Laknat
musnah, kau boleh saja meninggalkan diriku ...."
"Tapi ...."
"Dengar dulu," potong Luhtinti.
"Jangan kau mengira perkawinan ini harus melalui segala macam upacara atau
meminta izin para Peri dan Dewa. Cukup kita melakukan hubungan sebagai suami
istri di dalam goa ini. Itu sudah berarti kau mengawini diriku ...."
"Hal itu tidak mungkin kulakukan Luhtinti!" kata Wiro.
"Mengapa tidak mungkin"!"
"Perkawinan adalah sesuatu yang suci dan sakral! Mana mungkin kita kawin seperti
kucing atau ayam begitu saja. Luhtinti tertawa panjang.
"Kita ini memang bukan kucing dan bukan juga ayam! Jadi kalau kita kawin bukan
berarti kita kawin kucing atau kawin ayam! Lagi pula perkawinan kita adalah demi
untuk menyelamat-kan diri dari malapetaka yang bisa mencelakai kita sampai
kiamat!" "Aku memilih celaka sampai kiamat ..." kata Wiro tegas sambil bangkit berdiri.
Dia segera ingat akan peristiwa yang dialaminya di Puri
Pelebur Kutuk milik Ratu Duyung ketika berusaha
menyelamatkan diri sang Ratu dari kutukan jahat yang akhirnya membuat Wiro
kehilangan semua kesaktian (Mengenai Ratu Duyung harap baca serial Wiro Sableng
berjudul Wasiat Sang Ratu terdiri dari 8 Episode sedang mengenai peristiwa di
Wiro Sableng 113 Hantu Santet Laknat di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Puri Pelebur Kutuk dapat diikuti dalam serial Wiro Sableng berjudul Tua Gila
Dari Andalas, terdiri dari 11 Episode) Kini untuk bisa selamat dari tangan Hantu
Santet Laknat dan keluar dari rimba belantara Lasesatbuntu, apakah memang dia
harus melakukan hubungan badan dengan Luhtinti" Wajah Luhtinti tampak berubah
sedih mendengar ucapan Wiro tadi.
"Wahai, kenapa kau berpikiran begitu dangkal" Bagiku keselamatan diriku sendiri
sudah tidak kupikirkan lagi, Wiro. Aku Bastian Tito: Hantu Santet Laknat
[angx2006] 75 justru ingin membantu menyelamatkan dirimu. Apalagi kau mengatakan bahwa dua
orang sahabatmu di luar sana yang mungkin berada dalam bahaya. Lalu kau sendiri
pula yang mengatakan bahwa Lakasipo dan Luhsantini terjerat dalam jaring Hantu
Santet Laknat. Kuharap kau mau mempertimbangkan. Semua yang akan kita lakukan bukan mencari
kesenangan pribadi. Tapi untuk menolong dirimu dan diri orang lain. Atau mungkin
kau tidak ingat lagi untuk kembali ke negeri asalmu di tanah Jawa sana?"
Pendekar 212 pandangi wajah Luhtinti tak berkesip.
"Semua yang kau katakan itu benar adanya. Tapi melakukan hubungan badan denganmu
tak mungkin aku lakukan ...." Luhtinti tersenyum. Perlahan-lahan dia bangkit
berdiri. Pakaian daun yang menutupi dadanya jatuh ke lantai goa. Kembali dada
gadis ini tersingkap polos. Tubuhnya kemudian dirapatkan ke badan Wiro yang
tegak tersandar ke dinding goa.
Lalu dua tangan Wiro dibimbingnya ke pinggulnya. Ketika Wiro menyentuh pinggul
gadis itu, dia tidak merasakan apa-apa kecuali memegang kulit yang lembut dan
halus. Wiro melirik ke bawah. Dadanya bergoncang. Dia tidak tahu entah kapan dan
bagaimana caranya si gadis telah membuka pakaiannya disebelah bawah. Karena saat
itu dilihatnya Luhtinti tegak tanpa sehelai daunpun menutupi auratnya!
" Wiro ,lakukanlah. Demi keselamatanmu dan sahabat-sahabatmu...." Luhtinti
berkata lirih, wajahnya ditengadahkan, lidahnya yang merah basah tergantung
antara bibirnya yang seperti delima merekah dan bergetar halus.
"Luhtinti, aku tidak bisa melakukan permintaanmu ...." Aku yakin kau bisa. Jika
kau mau.... Jika tidak , berarti kau bukan saja tega mencelakai diri sendiri
tapi juga tega membiarkan sahabat-sahabatmu menemui malapetaka!" Sambil berkata
Luhtinti semakin rapatkan tubuhnya ke badan Wiro.
Dua tangannya merangkul ke pinggang dan punggung Pendekar 212. Lalu perlahan-
lahan tubuh Wiro dibawanya luruh jatuh ke lantai goa. Ketika gadis itu hendak
menanggalkan pakaian Bastian Tito: Hantu Santet Laknat [angx2006]
76 di tubuh Wiro, sang Pendekar segera sadar. Dia melompat berdiri dan lari ke luar
goa. "Wiro!" Luhtinti bangkit berdiri, menyambar pakaian daunnya lalu mengejar. Wiro
sengaja menyembunyikan diri di tempat gelap, di antara dua batu besar dibalik
serumpunan semak belukar. Di sekelilingnya suara jangkrik ditingkah suara kodok
terdengar tidak berkeputusan. Sambil duduk Wiro genggam kapak saki Naga Geni 212
yang diletakkannya di pangkuannya.
"Luhtinti, aku menaruh curiga. Jangan-jangan gadis itu menyembunyikan satu niat
jahat Mengapa dia tiba-tiba menunjukkan sikap jalang" Waktu bertemu pertama kali
rambut dan tubuhnya tidak wangi. Tapi tadi baunya harum sekali. Dan bau harum
itu merangsang darah di tubuhku. Di sengaja memakai minyak pemikat Gila, hampir
saja! Jika dia memang tahu rahasia keluar dari hutan terkutuk ini
seharusnya...."
"Wiro. ...!" Pendekar 212 tersentak. Memandang ke depan Luhtinti tahu-tahu sudah
tegak di hadapannya. Gadis ini telah mengenakan pakaian daunnya.
"Mungkin aku telah melakukan satu kesalahan besar. Aku ....
Aku harus minta maaf padamu ...." Si gadis duduk bersimpuh di tanah di hadapan
Wiro. Murid Sinto Gendeng usap-usap gagang kapak saktinya.
"Tak ada yang harus dimaafkan Luhtinti. Aku tahu maksudmu baik Hanya saja aku
tidak bisa melakukan apa yang kau minta ...."
"Aku tak ingin membicarakan hal itu lagi. Udara di luar sini terasa dingin.
Baiknya kita masuk kembali ke dalam goa. Aku berjanji tidak akan menganggumu
lagi ...."
"Kau saja masuk ke dalam goa," kata Wiro sambil terus mengusap-usap kapaknya dan
pandangi lobang lobang senjata itu.
Entah mengapa saat itu muncul saja niat di hati murid Eyang Sinto Gendeng untuk
meniup kapak itu seperti meniup suling. Apa lagi di sekitarnya suara jangkerik
dan kodok masih menggema terus. Wiro angkat kapaknya, dekatkan ujung gagang
kapala kapak yang berbentuk kepala naga.
Bastian Tito: Hantu Santet Laknat [angx2006]
77 Jika mulut kepala naga itu ditiup, dan lobang-lobangnya ditelusuri dengan jari-
jari tangan maka senjata itu memang akan mengeluarkan suara seperti suling.
Kalau meniupnya dengan mengerahkan tenaga dalam maka suara yang keluar akan
terdengar sangat keras, bisa-bisa memekakkan telinga. Wiro menatap ke arah
Luhtinti sebentar lalu berkata.
"Aku ingin berada ditempat ini barang beberapa saat. Aku ingin sendirian ...."
Luhtinti merasa tidak enak mendengar ucapan Wiro itu. Namun dia tak bisa berbuat
apa-apa. Perlahan-lahan gadis ini bangkit berdiri. Tetapi gerakannya tertahan
sewaktu melihat Wiro mendekatkan gagang kapak yang berbentuk kepala naga itu ke
bibirnya. "Wahai, apa yang hendak kau lakukan Wiro?" tanya si gadis.
"Senjataku ini memiliki beberapa keandalan. Satu diantaranya bisa ditiup
dijadikan suling. Aku ingin menenangkan pikiran. Siapa tahu aku masih ingat
beberapa nyanyian lama. Kalau tiupan serulingku buruk, jangan kau
tertawakan ...."
"Wiro! Jangan kau lakukan itu!" kata Luhtinti tiba-tiba seraya bangkit berdiri.
Wajahnya tampak lain.
"Eh, jangan melakukan apa maksudmu?" tanya Wiro heran
"Jangan tiup kapakmu! Jangan keluarkan suara seruling di tempat ini!"
"Memangnya kenapa" Jika kau tidak suka suara tiupan serulingku masuk saja ke
dalam goa dan tekap dua telingamu rapat-rapat!" kata Wiro pula. Lalu kembali dia
dekatkan mulut naga pada gagang Kapak Maut Maga Geni 212 ke bibirnya. Belum
sempat dia meniup Luhtinti berteriak seraya melompat.
"Wiro! Hentikan perbuatan itu! Jangan! Kau mengundang bencana besar!"
"Bencana apa?" tanya Wiro.
"Aku tak bisa mengatakan. Yang penting jangan meniup kapakmu. Simpan senjata
itu!" Melihat air muka si gadis, mendengar nada suaranya yang keras Pendekar 212
Wiro Sableng jadi curiga.
Tanpa perdulikan Luhtinti Wiro meniup. Kali ini Luhtinti benar-benar Bastian
Tito: Hantu Santet Laknat [angx2006]
78 marah rupanya. Sekali dia bergerak tangannya menyambar hendak merampas Kapak
Maut Naga Geni 212 dari tangan Wiro.
Namun Wiro tidak tinggal diam. Masih tetap duduk kaki kanannya diajukan ke
depan, menahan perut Luhtinti hingga gerakannya merampas tidak bisa dilakukan.
Selagi si gadis berusaha menurunkan kaki Wiro sambil memukul, Pendekar 212 tiup
kapak saktinya. Karena dia meniup dengan pengerahan tenaga dalam maka suara yang
keluar menggema keras menusuk telinga.
"Jangan!" teriak Luhtinti seraya menekap telinganya. Wiro meniup terus, lebih
keras dan tak karuan karena selain masih terus menahan tubuh Luhtinti dengan
kakinya agar gadis itu tidak bergerak lebih dekat, dia juga harus mengelak kian
kemari karena Luhtinti mulai melepaskan pukulan-pukulan. Ternyata pukulan si
gadis bukan sembarangan karena mengeluarkan angin tajam pertanda ada pengerahan
tenaga dalam tinggi.
Luhtinti kembali berteriak. Dadanya yang kencang beroncang keras. Dari ubun-
ubunnya ada asap putih mengepul tipis. Wajahnya yang cantik tampak mengerenyit
mengkirik. Bibirnya bergerak-gerak seperti tengah melafatkan mantera. Sepasang
matanya mendelik.
Pendekar212 meniup kapaksaktinya lebih keras. Luhtinti menjerit dahsyat! Di
udara yang redup gelap terdengar suara berderak seperti ada benda rengkah dan
siap runtuh. . Daun pepohonan kelompok demi kelompok tampak jatuh berluruhan.
Suara jengkerik dan kodok yang tadi terdengar tidak berkeputusan lenyap seperti
ditelan bumi. Lalu di sela-sela jari tangan Luhtinti yang dipakai untuk menekap
telinganya kiri kanan kelihatan ada cairan merah mengalir. Darah!
"Aku sudah curiga!" kata Wiro dalam hati. Matanya tak berkesip terus mengawasi
Luhtinti. Tiupan serulingnya semakin menggila. Kemudian terjadilah beberapa
keanehan. Kawasan sekitar goa yang tadinya redup perlahanlahan menjadi terang.
Pemandangan yang tadinya sangat terbatas berangsur-angsur menjadi luas dan jauh.
Lalu yang sama sekali tidak terduga dan membuat pendekar 212 jadi merinding
ialah perubahan yang terjadi atas diri Luhtinti.
Bastian Tito: Hantu Santet Laknat [angx2006]
79 Pakaian Luhtinti yang sebelumnya berupa daun-daun hijau kini berubah menjadi
sehelai jubah hitam. Ketika Wiro melirik dirinya sendiri dia juga kaget karena
dapatkan pakaian putihnya yang sebelumnya sirna secara aneh kini telah melekat
kembali dl badannya sementara celana yang terbuat dari daun-daun hijau masih
menempel diatas pakaian putihnya. Namun Wiro tidak perdulikan keanehan yang ada
pada dirinya karena dia lebih memperhatikan apa yang terjadi pada Luhtinti.
Wajah si gadis yang tadinya hitam manis cantik jelita ini berubah menjadi satu
wajah menyeramkan dengan sepasang mata kecil menonjol tanpa alis.
Mulut dan hidungnya jadi satu membentuk paruh bengkok dan hitam. Kalau tadi
rambut serta tubuhnya menebar bau harum semerbak, kini sebaliknya memancarkan
bau busuk! "Hantu Santet Laknat!" teriak Wiro kaget.
"Jadi kau rupanya!" Si nenek menyeringai geram.
"Aku menawarkan madu, kau lebih suka minum racun! Aku menawarkan kenikmatan
hidup, kau lebih suka menelan hazab!"
Habis berkata begitu si nenek keluarkan suara jeritan melengking seperti hendak
merobek langit. Dua tangannya lalu didorongkan ke depan!
* * * Bastian Tito: Hantu Santet Laknat [angx2006]
80 Wiro Sableng : HANTU SANTET LAKNAT
SEBELAS WIRO maklum selain memiliki ilmu hitam jahat si nenek juga menguasai ilmu silat
dan kesaktian tinggi serta kelicikan tipu daya tak terduga. Karenanya dia
bertekad untuk menghadapi Hantu Santet Laknat habis-habisan.
Dua gelombang angin menyapu kearahnya. Wiro membentak garang. Sesaat suara
tiupan seruling lenyap. Sambil melompat ke atas dan jungkir balik di udara Wiro
yang memegang kapak sakti di tangan kiri kembali meniup senjata itu. Kali ini
dengan pengerahan hampir tiga perempat tenaga dalamnya! Wiro maklum sudah
kelemahan ilmu hitam Hantu Santet Laknat dalam menyirap kawasan rimba belantara
Lasesatbuntu. Yaitu tidak sanggup bertahan dan buyar terhadap kekuatan bunyi
yang dahsyat! Mungkin itu sebabnya dia tidak terlalu suka berada di kawasan sekitar goa yang
selalu dihantui suara jangkrik dan kodok terus menerus. Walau suara-suara
binatang itu tidak sampai membuyarkan ilmu hitamnya namun hatinya selalu tidak
tentram jika telinganya mendengar suara aneh berkepanjangan.
Kawasan rimba belantara dimana dua orang yang bertempur itu berada semakin
terang. Daun-daun pepohonan tambah banyak yang rontok. Tanah terasa bergetar.
Tapi Hantu Santet Laknat yang menderita cidera pada dua telinganya tidak merasa
gentar. Marah besar melihat dua serangannya tadi luput, si nenek kembali
menggebrak. Sepasang matanya yang kecil menonjol ke depan mengeluarkan asap.
Wiro mengira dari dua mata itu akan melesat dua larik sinar mematikan.
Tapi ternyata tidak. Malah secara tak terduga dari mulut si nenek yang berbentuk
paruh melesat keluar dua larik kobaran api berbentuk sinar aneh warna biru.
Sinar api ini bergulung-gulung membentuk jaring yang kemudian dengan kecepatan
kilat menebar ke arah Pendekar 212.
Bastian Tito: Hantu Santet Laknat [angx2006]
81 "Api lblis Penjaring Roh!" seru Pendekar 212 begitu mengenali benda yang melesat
ke arahnya itu. Jaring inilah sebelumnya yang telah menjerat Lakasipo dan
Luhsantini. Sampai saat itu Wiro tidak mengetahui bagaimana keadaan kedua orang
itu. Hantu Santet Laknat keluarkan tawa mengekeh lalu sentakkan mulutnya yang
berbentuk paruh.
"WUSSSSS!"
Jaring api biru menyambar ke arah kepala Pendekar 212.
Wiro hantamkan tangan kanannya, melepas pukulan Sinar Matahari.
Sinar putih panas terang benderang berkiblat!
"Bummmm!"
Sinar biru dan putih saling bentrokan di udara! Tanah bergetar seperti dilanda
gempa. Pendekar 212 keluarkan seruan keras.
Tubuhnya terpental sampai dua tombak lalu terbanting di tanah.
Hawa panas mendera seolah badannya diselubungi kobaran api.
Ketika dia bangkit berdiri, kagetlah murid Sinto Gendeng ini. Kapak Maut Naga
Geni 212 tidak ada lagi di tangan kirinya! Memandang ke depan, ternyata senjata
itu telah berada dalam jaring api biru yang mengambang di udara, dikendalikan
oleh Hantu Santet Laknat lewat hidung dan mulutnya yang berbentuk paruh.
Walau kapak sakti yang masih berada dalam jaring api biru itu tidak mengalami
kerusakan namun sulit bagi Wiro untuk merampasnya kembali.
"Tua bang ka jahat! Kembalikan kapak itu padaku!" Si nenek keluarkan suara
tertawa mengekeh.
"Pemuda tolol! Jangan bersombong diri mengira bisa mengalahkanku! Kapak ini akan
kukembalikan padamu asal kau mau bersumpah! Bersedia menjadi kekasih
peliharaanku!"
"Tua bangka tidak tahu diri! lblis penjaga neraka pun tidak sudi bergendak
denganmu! kau akan menyesal jika tidak segera mengembalikan kapak itu padakul"
"Begitu" Hik.. hik ... hik!" si nenek kembali mengekeh.
"Kau inginkan kapak silakan mengambil sendiri!" Lalu Hantu Santet Laknat
goyangnya kepalanya. Jaring.api iblis serta merta lenyap. Kapak Naga Geni 212
kini berada di tangan kiri si nenek.
Bastian Tito: Hantu Santet Laknat [angx2006]
82 Dengan tangan kanannya Hantu Santet Laknat tiba-tiba merorotkan bagian dada
jubah hitamnya sebelah atas hingga dia kini tegak dalam keadaan setengah
telanjang. Gagang Kapak Naga Geni 212
diciumnya sambil tertawa terkekeh-kekeh. Bagian gagang yang berbentuk kepala
naga dihisap-hisapnya dengan cara menjijikkan.
Lalu senjata itu diletakannya di atas dadanya yang peot. Secara aneh kapak sakti
itu menempel di dadanya.
"Wahai! Kau tunggu apa lagi" Kau inginkan kapakmu kembali, silakan ambil!"
berseru Hantu Santet Laknat sambil berkacak pinggang dan senyum-senyum genit
"Jahanam!" rutuk Pendekar 212. Sesaat dia hanya bisa tegak dengan mata mendelik.
"Ho ... ooo! Kau tak mau mendekati diriku, tak mau mengambil kapak karena takut
menyentuh dadaku yang buruk.
Jangan takut anak muda! Saat ini aku bukan lagi Hantu Santet Laknat si nenek
buruk. Tapi aku adalah gadis-gadis yang mengasihimu! Lihat! Kau tinggal memilih
mana yang kau suka!
Pandang baik-baik!"
Saat itu Pendekar 212 memang masih memandangi si nenek dengan penuh geram. Tapi
mendadak dia berseru kaget dan tersurut beberapa langkah. Sosok dan wajah Hantu
Santet Laknat mendadak berubah menjadi wajah sosoksetengah telanjang Ratu
Duyung, lalu berubah menjadi sosok dan wajah Anggini lalu Pandansuri dan malah
Bunga alias Suci, gadis yang telah meninggal di tanah Jawa itu. Begitu terus
berganti-ganti.
"Astaga! Bagaimana mungkin dia bisa melakukan itu!"
membatin Wiro dengan tubuh bergetar.
"Kau tidak ingin mengambil kapak dan menyentuh dadaku"!
Aku kekasihmu! Bidadari Angin Timur!" Sosok di depan Wiro berucap. Dan saat itu
Wiro benar-benar melihat sosok utuh serta wajah cantik Bidadari Angin Timur
tegak, tersenyum di hadapannya dalam keadaan dada membusung putih dan polos.
Selagi Wiro terpana tak bergerak sepcrrti itu tiba-tiba di udara melesat cahaya
biru dan "wuttt!" Hantu Santet Laknat pergunakan kelengahan lawan Bastian Tito:
Hantu Santet Laknat [angx2006]
83 untuk menyerang. Api lblis Penjaring Roh Kembali melesat, menebar menjirat ke
arah Pendekar 212.
"Kau tak akan bisa lolos! Kali ini kau tak akan bisa menyelamatkan diri! Masuk
ke dalam jaring! Masuk ke dalam jaring!"
Suara Hantu Santet Laknat mengiang aneh di telinga Wiro. Ternyata nenek jahat
Wiro Sableng 113 Hantu Santet Laknat di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
ini telah pergunakan ilmu kesaktiannya yang disebut Menyadap Suara Batin.
Ucapannya itu masuk ke telinga Wiro, menyerap ke dalam otak dan hatinya. Antara
sadar dan tidak murid Sinto Gendeng kini bukan cuma berdiri diam, tapi malah
melangkah maju seolah menyambut kedatangan jaring api birir yang hendak
menggulung dirinya dari atas!
"Wiro awas!" satu teriakan keras tiba-tiba menggeledek di tempat itu, membuat
Pendekar 212 segera sadar dan cepat jatuhkan diri di tanah, bergulingan sambil
lepaskan satu pukulan sakti dalam jurus Tangan Dewa Menghantam Rembulan. Ini
adalah salah satu dari tujuh inti jurus pukulan sakti yang didapatnya dari
sebuah kitab sakti yang diberikan Datuk Rao Basaluang Ameh, makhluk yang
dianggap setengah manusia setengah Dewa.
(Baca serial Wiro Sableng berjudul "Delapan Sabda Dewal'yang merupakan Episode
ke 4 dari 8 Episode)
"Buummmm!"
Satu ledakan dahsyat menggelegar di udara. Sosok Wiro terhenyak amblas sampai
satu jengkal ke dalam tanah! Sekujur tubuhnya seperti memar dan tulang
belulangnya laksana terpanggang. Dadanya mendenyut sakit Dari sela bibirnya
mengalir darah! Di atas sana jaring api biru terpental sampai dua tombak.
Tapi kembali melayang cepat ke bawah. Kali ini tidak menyerang ke arah Wiro,
tapi pada orang yang tadi berteriak memberi peringatan padanya.
Terhuyung-huyung Wiro keluar dari dalam lobang di tanah.
Ketika dia memandang ke depan terkejutlah Pendekar 212. Semula dia tidak
mengenali. Tapi kemudian sadar, orang yang hendak dilibas jaring api biru itu
adalah Luhtinti yang kini mengenakan Bastian Tito: Hantu Santet Laknat
[angx2006] 84 pakaian berwarna hitam. Pakaiannya yang terbuat dari daun daun hijau masih
melekat di tubuhnya.
"Celaka Luhtinti! Dia pasti tak bisa menyelamatkan diri dari jaring api itu! Aku
tak mungkin menolongnya!" Tiba-tiba Wiro ingat Dari mulutnya kelisar seruan
keras. "Sepasang Pedang Dewa!"
Saat itu juga dari sepasang mata Pendekar 212 memancar dua larik sinar hljau
berbentuk sepasang pedang. Sesaat lagi jaringan api biru akan jatuh menimpa dan
menggulung Luhtinti, dua pedang aneh itu berkiblat ganas. Udara dibeset oleh dua
larik sinar hijau. Lalu
"taar ... taarrr!"
Dua ledakan keras menggelegar. Wiro terbanting ke tanah.
Luhtinti terpekik dan terguling-guling babak belur tapi selamat Di sebelah sana
Hantu Santet Laknat menjerit keras. Tubuhnya mencelat sampai tiga tombak lalu
muntahkan darah hitam! Tertatih-tatih si nenek bangkit berdiri. Dari kepalanya
mengepul asap putih.
llmu sepasang Pedang Dewa yang juga didapat Wiro dari Datuk Basaluang Ameh
sirna. Jaring api biru lenyap entah kemana.
Tapi luar biasanya ternyata si nenek masih memegang Kapak Maut Naga Geni 212 di
tangan kanannya! Dia meludah ke tanah lalu memandang beringas pada Wiro.
"Jangan kira kau bisa mengalahkan aku, anak muda! Kapak saktimu menjadi milikku!
Hik ... hik ... hik!" Si nenek kembali meludah.
"Lain waktu aku akan kembali! Tidak untuk membunuhmu!
Tapi untuk bercinta denganmu! Kau tak akan kulepas sampai hari kiamat sekalipun!
Aku sudah terlanjur jatuh cinta padamu! Hik ... hik
... hik! Selamat tinggal anak muda. Selamat tinggal kekasihku! Hik ...
hik ... hilt...!" Pendekar212 jadi merinding mendengar kata-kata Hantu Santet
Laknat itu. Sosok si nenek berkelebat dan di mata Wiro dia seperti melayang terbang ke udara
hingga dia tidak mungkin mengejar.
Padahal ini adalah tipuan ilmu hitam belaka karena sebenarnya saat Bastian Tito:
Hantu Santet Laknat [angx2006]
85 itu Hantu Santet Laknat hanya berjalan biasa meninggalkan tempat itu.
"Kembalikan kapakku!" teriak Wiro. Di udara Wiro melihat Hantu Santet Laknat
melayang terbang semakin jauh dan akhirnya lenyap dari pemandangan.
''Mati aku!" keluh Wiro sambil tepuk keningnya sendiri lalu jatuhkan diri. Untuk
beberapa lamanya dia terduduk menjelepok di tanah. Kemudian pandangannya
membentur sosok Luhtinti yang tergelimpang pingsan. Ketika tubuh gadis itu
bergerak menggeliat Wiro segera mendekati untuk menolong
"Luhtinti .... Kau betulan Luhtinti"!" tanya Wiro. Dia khawatir kalau-kalau
gadis itu lagi-lagi adalah jelmaan ilmu hitam Hantu Santet Laknat. Luhtinti buka
dua matanya. "Wiro ..." katanya perlahan.
"Syukur kau masih hidup. Tadinya aku sudah putus asa ...."
"Tunggu! Bagaimana aku tahu kau adalah Luhtinti yang asli.
Bukan jejadian Hantu Santet Laknat!" kata Wiro sambil tetap menjaga jarak dan
berlaku waspada.
"Aku memang tidak bisa membuktikan ..." kata Luhtinti pula.
"Tapi jika kau bersangsi, wahai, tinggalkan saja diriku sekarang juga!" Wiro
garuk-garuk kepalanya.
"Kalau begitu biar aku yang membuktikan," kata Wiropula.
Lalu Pendekar 212 ulurkan tangan kanannya ke dada si gadis seraya berkata.
"Jika kau masih inginkan kita bersenang senang di dalam goa, apa boleh aku
meraba dadamu lebih dulu?" Berubah paras Luhtinti. Sepasang matanya mendelik.
"Aku tidak percaya pada pendengaranku! Bagaimana mungkin kau berbuat dan berucap
seperti itu padaku"!" Wiro menyeringai. Sambil garuk-garuk kepala dia berkata.
"Sekarang aku yakin kau Luhtinti betulan ...."
"Aku tak mengerti. Memangnya ada apa ... ?" tanya si gadis.
"Kalau kau Luhtinti jejadiannya Hantu Santet Laknat, waktu aku katakan hendak
meraba dadamu tadi pasti kau sudah membuka pakaianmu dan angsurkan diri!"
Merahlah paras Luhtinti.
Bastian Tito: Hantu Santet Laknat [angx2006]
86 Nanti aku ceritakan bagaimana nenek keparat itu hendak mengelabuiku. Sekarang
terangkah apa yang terjadi dengan dirimu."
Wiro lalu menolong Luhtinti bangkit dan duduk. Maka Luhtinti lantas menuturkan.
"Malam tadi sewaktu kita berada dalam goa. Tiba tiba Hantu Santet Laknat muncul.
Dia menginjak ulu hatiku dengan kakinya hingga aku tidak sadar. Ketika tadi aku
siuman kudapati diriku dicampakan si nenek di satu tempat tak jauh dari sini.
Tubuhku terbungkus pakaianku sendiri yang dulu pernah sirna terkena sentuhan
matahari. Selain pakaian ini, seperti kau lihat aku masih mengenakan daun-daun
hijau ini." Luhtinti lalu membuka dan campakkan daun-daun hijau di atas
pakaiannya itu. Wiro mengikuti, menanggalkan dan membuang celana daunnya.
"Aku yakin telah terjadi sesuatu yang membuat musnah ilmu hitam si nenek. Lalu
aku mendengar suara bentakan-bentakan serta tawa cekikikan Hantu Santet Laknat
Aku cepat-cepat menuju ke sini
...." "Aku harus berterima kasih sekali lagi padamu. Kalau tadi kau tidak berteriak
memberi ingat, aku pasti sudah dilibas nenek celaka itu di dalam jaring apinya!"
Wiro ingat pada Lakasipo, Luhsantini dan kawan kawannya.
"Aku harus meninggalkan tempat ini. Aku musti mencari kawan-kawanku. Menolong
Lakasipo dan Luhsantini."
"Aku ikut bersamamu!" kata Luhtinti pula
"Eh ...." Wiro pandangi si gadis sambil garuk-garuk kepala.
"Ada apa?" tanya Luhtinti
"Sebenarnya aku lebih suka kau mengenakan pakaian dari daun itu. Dari pada
pakaian hitam yang menyembunyikan kebagusan tubuhmu ini!"
"Pemuda bermata gatal!" kata Luhtinti seraya memencet hidung Pendekar 21 2
hingga Wiro terpekik kesakitan.
* * * MESKI keadaannya babak belur dan dia tidak dapat menjaring Wiro namun Hantu
Santet Laknat masih terhibur karena Bastian Tito: Hantu Santet Laknat [angx2006]
87 dia berhasil mendapatkan senjata sakti Kapak Maut Naga Geni 212
milik Wiro Sableng. Lagi pula seperti yang tadi diucapkannya tanpa malu si nenek
memang telah jatuh cinta pada pendekar kita. Sambil berjalan dia berkata
sendirian "Kapak sakti ini akan kubawa ke Gunung Latinggimeru. Akan kubuang ke dalam
kawahnya! Biar terpendam seumur umur!
Betapapun aku mencintainya aku tetap harus berjaga-jaga!" Habis berkata begitu
si nenek lantas meludah. Ludahnya masih bercampur darah pertanda dia menderita
luka di dalam. Baru saja Hantu Santet Laknat meludah, bahkan ludahnya belum sempat jatuh ke
tanah tiba-tiba ada satu suara di belakangnya berkata.
"Dari pada jauh jauh dan susah-susah pergi ke Gunung Latinggimeru untuk membuang
kapak itu, lebih baik serahkan saja padaku!"
"Pemiliknya dicintai tapi barangnya mau dibuang! Hik ... hik ...
hik! Lucu juga nenek peot satu ini!" Kejut Hantu Santet Laknat bukan kepalang.
Dalam hati dia membatin.
"Walau keadaanku seperti ini, tapi adalah aneh! Aku sampai tidak tahu dan tidak
mendengar kalau ada beberapa orang mengikuti langkahku disebelah belakang!
Agaknya mereka memiliki kepandaian tinggi!" Dengan cepat si nenek memutar badan.
" * * Bastian Tito: Hantu Santet Laknat [angx2006]
88 Wiro Sableng : HANTU SANTET LAKNAT
DUA BELAS KARENA mengejar setengah hati dan sambil mencari ayam jantan, akhirnya si nenek
berjuluk Nenek Selaksa Angin alias Selaksa Kentut itu kehilangan jejak Hantu
Langit Terjungkir. Tapi nenek kurang waras ini agaknya tidak begitu perduli.
Siang itu dia tampak duduk di bawah sebatang pohon rindang. Keranjang besar
berisi tiga ekor ayam terletak di hadapannya. Di sekitarnya tujuh ekor ayam
bergelimpangan mati dengan dubur amblas karena telah dicabuti kibulnya untuk
disantap. Si nenek lunjurkan sepasang kakinya. Dadanya sesak turun naik Sambil usap-usap
perutnya dia memandang ke arah keranjang.
"Aku sudah menelan tujuh puluh empat kibul ayam jantan.
Tinggal tiga ekor itu. Huh ... aku akan sembuh! Pasti sembuh! KaIau tidak,
pemuda asing itu akan kucabut duburnya, akan kubetot ususnya! Tiga ekor
lagi .... Tapi aku benar-benar kenyang! Rasanya mau muntah!" Luhkentut alias
Nenek selaksa Kentut usap-usap perutnya yang gembul. Lalu
"buut ... prett!" Dia terkentut!
Sekali ini si nenek memandang berkeliling, lalu pegang-pegang pantatnya sendiri.
Bola matanya yang kuning berputar-putar.
"Kentutku terdengar aneh sekali ini! Buutnya pendek lalu ada prettnya! Hik ...
hik. .. hik! Enak juga kedengarannya! Jangan Jangan aku memang siap sembuh!"
Girang sekali si nenek jadi bersemangat. Lalu dia ambil salah seekor ayam dalam
keranjang. Dengan cepat binatang itu dipesianginya. Dijebol ujung duburnya lalu dimakan
mentah-mentah. Begitu habis disambarnya ayam ke dua. Masih megap-megap dia
tancap ayam ke tiga! Dengan mata mendelik setelah menelan kibul ayam yang
terakhir si nenek berteriak seraya melompat.
"Tujuh puluh tujuh! Aku sudah menelan tujuh puluh tujuh kibul ayam! Aku sudah
sembuh!" Si nenek merasakan geli-geli di sekitar duburnya. Lalu
Bastian Tito: Hantu Santet Laknat [angx2006]
89 "butt.. prett!" Dia kentut lagi, dengan suara aneh tidak seperti biasanya.
"Heh, bagaimana ini! Aku masih kentut! Berarti belum sembuh! Kurang ajar! Apakah
aku telah tertipu! Aku harus mencari anak itu!"
Tiba-tiba semak belukar di samping kiri si nenek bergerak.
Luhkentut cepat berbalik seraya hendak menghantam dengan tangan kanannya.
"Nek, jangan! Ini kami!" Satu suara berseru lalu dua sosok berkelebat dan muncul
di hadapan Luhkentut!
"Kalian!" hardik si nenek muka kuning dengan mata melotot!
"Mana kawanmu yang bernama Wiro Sableng itu"!"
"Kami justru kehilangannya!" jawab salah satu dari dua orang yang barusan datang
yang bukan lain adalah Naga Kuning.
"Kami tengah mencarinya! Dia lenyap dan tak muncul lagi setelah mengikuti
seorang gadis bernama Luhcinta," menerangkan orang ke dua yaitu si kakek
berjuluk si Setan Ngompol.
"Hemm. ... Dia berani menipuku, sekarang malah asyik bercinta dengan gadis
bernama Luhcinta itu! Kurang ajar! Kau bakal menerima pembalasanku Wiro! Aku
setengah mati menelan tujuh puluh tujuh kibul ayam jantan! Penyakit kentutku
ternyata tidak sembuh!"
"Butt..l prett!"
"Nek jangan salahkan sahabat kami! Jika mendengar kentutmu kurasa kau sudah
hampir sembuh ...."
"Hampir sembuh bagaimana! Apa kau tuli tidak mendengar aku masih kentut-
kentut"!" bentak si nenek kepada Setan Ngompol hingga kakek ini terpancar air
kencingnya. "Tunggu Nek," Naga Kuning menyahuti.
"Kau memang masih kentut-kentut. Tapi apa kau tidak menghitung" Sekarang
kentutmu jauh berkurang. Tidak terus-terusan seperti dulu. Lagi pula kalau dulu
kentutmu panjang buuttt. ..
buuuutttt. .. buuttt! Sekarang kau cuma kentut pendek-pendek saja.
Butt! Dan sekali-sekali. Lalu ada tambahan Prett! Apa itu tidak berarti kau
sudah hampir sembuh malah kentutmu terdengar indah lucu"!"
Bastian Tito: Hantu Santet Laknat [angx2006]
90 "lndah lucu bapak moyangmu! Aku tetap harus mencari pemuda itu! Kalian berdua
harus menunjukkan dimana dia berada!"
"Kami tidak tahu Nek, sungguh!" jawab Naga Kuning.
"Sahabatku nenek muka kuning," Setan Ngompol ikut bicara.
"Jika kau hendak mencelakai Wiro padahal dia telah menolong menyembuhkan
penyakit kentutmu, paling tidak mengurangi, bisa-bisa kau bakal kena . kutuk!"
"Kekek mata lebar kuping sumplung! Kena kutuk apa maksudmu" Apa telingamu yang
sebelah lagi mau kuambil dan kupindah ke selangkanganmu"!"
"Serrr!" Kencing si kakek langsung terpencar. Tergagap-gagap Setan Ngompol
berkata. "Maksud kami berdua baik. Memberi tahu agar kau tidak salah kaprah ...."
"Aku tidak mengerti! Apa itu salah kaprah!" bentak Luhkentut.
"Begini Nek," Naga Kuning coba menerangkan.
"Sahabat kami Wiro Sableng telah menolongmu. Walau penyakit kentutmu tidak
sembuh seluruhnya tapi dibanding dulu sudah jauh berbeda. Kini kau Cuma kentut
sekali-sekali. Kentutmu jadi pendek. Lalu ada sedikit hiasan Prett
dibelakangnya! Kau bukannya berterima kaSih pada sahabatku itu, tapi malah mau
mencelakainya. Mencelakai orang yang telah menolong bisa-bisa penyakit kentutmu
kambuh kembali. Malah lebih parah, lebih panjang! Bagaimana kalau kau nanti
kentut sambil kepulkan asap dari duburmu!"
Habis berkata begitu Naga Kuning tekap hidung dan mulutnya mencegah jangan
sampai tersembur tawanya.
"Anak kurang ajar! Jangan kau berani menakut nakuti diriku!
Kuperas peralatanmu baru tahu rasa!" Nenek muka kuning ulurkan tangannya ke
bagian bawah perut Naga Kuning. Si bocah tentu saja cepat-cepat melompat
selamatkan diri. Setan Ngompol walau agak takut-takut segera berkata.
"Anak itu tidak menakut-nakuti. Kalau kau tidak percaya padanya harap percaya
padaku. Kita sama-sama tua.."
Bastian Tito: Hantu Santet Laknat [angx2006]
91 "Aku tua wajar, kau tua terjemur, bau dan buruk!" semprot Nenek Selaksa Kentut.
Si Setan Ngompol tersurut dua langkah.
Sambil menahan kencing dengan suara perlahan dia berkata.
"Terserah padamu. Aku hanya memberi tahu. Kalau kau sampai salah kaprah bisa
celaka. Apa kau suka nanti setiap kentut kau juga sekaligus mencret"!" Naga
Kuning membuang muka menahan tawa. Si Setan Ngompol pura-pura membetulkan
celananya padahal sudah tidak sanggup menahan kencing. Kedua orang ini melirik
ke arah si nenek muka kuning.
Saat itu Luhkentut tampak terdiam seperti berpikir pikir Diam diam dia merasa
kecut Apalagi mendengar ucapan si kakek.
Bagaimana kalau nanti dia benar benar kentut dan mencret hanya gara-gara hendak
mencelakai pernuda bernama Wiro Sableng itu"
Si nenek melangkah mondar-mandir. Diam diam dia mengakui dan sebenarnya merasa
Wiro Sableng 113 Hantu Santet Laknat di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
senang karena kentutnya kini memang hanya tinggal sekali-sekali. Walaupun
kentut, suaranya tinggal pendek dan ada tambahan Prett yang oleh si bocah
bernama Naga Kuning itu disebut sebagai sesuatau yang "indah"
Satu senyum akhirnya menyeruak di wajah si nenek. Dia memandang pada dua orang
di hadapannya. "Baiklah, aku memang pantas berterima kasih pada sahabatmu bernama Wiro Kencing
Kuda itu. Kebaikan seharusnya memang musti dibalas dengan kebaikan. Aku akan
rnencarinya untuk berterima kasih bukan untuk mencelakainya ...."
"Kau memang orang yang rendah hati tinggi budi!" memuji Setan Ngompol
"Baik hati dan en gg.... Lumayan cakep!" kata Naga Kuning menyambungi.
"Cakep" Apa itu cakep?" tanya Luhkentut tak mengerti.
"Cakep artinya kau cantik selangit tembus!" jawab Naga Kuning. Si nenek tertawa
mengekeh. "Kau pandai memuji Tapi dibalik pujianmu itu kau masih bercanda nakal
mempermainku! Mana ada di dunia ini nenek-nenek punya kecantikan selangit
tembus! Kau salah berucap. Bukan Bastian Tito: Hantu Santet Laknat [angx2006]
92 selangit tembus tapi selangit gosong! Hik ... hik ... hik!" Setelah mendongak ke
langit sebentar si nenek berkata.
"Kita segera saja mencari sahabatmu itu. Aku khawatir anak murid Hantu Santet
Laknat bernama Hantu Bara Kaliatus itu telah berbuat macam-macam mencelakai
orang!" Naga Kuning lalu menceritakan di mana dan bagaimana terakhir kali dia
dan Setan Ngompol melihat Wiro dalam keadaan tanpa pakaian berada di satu
pedataran liar dalam rimba belantara Lasesatbuntu.
"Kawanmu itu sudah kena sirap nenek dukun jahat itu! Kalau kita sampai
terlarnbat bisa-bisa mereka berdua sudah jadi suami istri!"
"Suami istri?" Naga kuning terkejut.
"Apa"!" Setan Ngompol tersentak kaget, tak percaya pada pendengarannya.
"Kurasa anak itu belum cukup gila untuk mau bercinta dengan si nenek buruk bau
itu!" Luhkentut menyeringai.
"Hantu Santet Laknat bukan dukun jahat namanya kalau tidak mampu menyirap menipu
orang. Setahuku dia punya ilmu hitam yang disebut llmu Bersalin Rupa. Dia bisa
merubah diri menjadi gadis paling cantik di muka bumi ini. Apa sahabatmu si
Sableng itu tidak akan terangsang?"
"Celaka! Wiro benar-benar dalam bahaya besar!" kata Naga Kuning.
"Aku punya dugaan, kalau Hantu Santet Laknat menjebak pemuda seperti sahabatmu
itu, dia pasti punya satu maksud tersembunyi! Kita berangkat sekarang juga ke
rimba Lasesatbuntu!"
"Nek, sebelum pergi, aku mau tanya apa potongan kuping kananku masih ada
padamu?" bertanya Setan Ngompol harap-harap cemas.
"Aku tak tahu aku simpan dimana kupingmu itu! Entah sudah kubuang entah sudah
kujadikan makanan anjing!"
"Celaka!" Setan Ngompol tersurut pucat dan keluarkan kencing. Tangan kanannya
mengusap-usap telinga kanannya yang tak ada daunnya lagi karena memang sudah
diambil oleh nenek Bastian Tito: Hantu Santet Laknat [angx2006]
93 tukang kentut itu waktu berada di goa tempat disembunyikannya patung Luhmintari
(Baca Episode berjudul Hantu Langit Ter jungkir) Kemampuan si nenek mengambil
dan memindah bagian-bagian tubuh manusia ini dimungkinkan karena dia mempunyai
ilmu yang disebut Me nahan Darah Memindah Jazad
"Memangnya kenapa kau tanyakan kupingmu itu"!" bertanya Luhkentut.
"Sesuai perjanjian, kuping itu untuk jadi jaminan bahwa kau bisa disembuhkan.
Sekarang kau sudah bisa dikatakan sembuh.
Lagi pula bukankah kita ini sekarang sudah bersahabat?" Setan Ngompol berkata
sambil tersenyum dan kedip-kedipkan matanya.
Si nenek muka kuning tertawa masam. Dia meraba-raba pakaian kuningnya, rnencari-
cari disetiap sudut sosok tubuhnya.
Meraba sampai di bawah perut si nenek berhenti. Matanya yang kuning menatap pada
Setan Ngompol lalu dikedipkan. Si nenek kemudian balikkan badannya sambil
mengangkat pakaian kuningnya ke atas. Sesaat kemudian ketika dia kembali
membalik, potongan kuping kanan Setan Ngompol sudah berada di tangan kirinya.
"lni, kau ambillah kembali! Aku memang tidak butuh lagi kupingmu ini!" Setan
Ngompol menerima potongan kupingnya.
Benda itu terasa hangat, basah dan bau pesing.
"Nek, kau letakkan di mana kupingku ini tadi ... ?" tanya Setan Ngompol.
"Kakek tolol! Coba kau cium sendiri! Kau pasti sudah tahu kusimpan dimana daun
telingamu itu!" jawab si nenek lalu berpaling pada Naga Kuning. Kedua orang ini
kemudian sama-sama tertawa cekikikan.
"Aku ... !" Setan Ngompol kibas-kibaskan potongan daun telinganya.
"Bagaimana ini .... Bagaimana aku menempelkannya ke telingaku kembali.
Nek ... !" Luhkentut ambil daun telinga yang dipegang si kakek lalu
ditempelkannya ke telinga kanan Setan Ngompol. Tapi tempelannya ternyata
terbalik. Bagian daun telinga yang seharusnya menghadap ke depan diletakkannya
di sebelah belakang. Akibatnya Setan Ngompol merasa bising karena telinga'
Bastian Tito: Hantu Santet Laknat [angx2006]
94 kirinya menangkap suara dari depan senang telinga kanan menangkap suara dari
sebelah belakang. Naga Kuning yang mengetahui hal ini diam saja sambil menahan
ketawa. "Sudah"! Kau puas sekarang"!" tanya Luhkentut.
"Pu ... puas Nek. Tapi .... Ah, aku tak tahu apa yang salah pada diriku! Tempat
ini tiba-tiba seperti bising ...."
"Kek," kata Naga Kuning.
"Kau seperti masih menyesali diri. Seharusnya kau berterima kasih pada nenek
itu. Dia telah mengembalikan potongan daun telingamu ...."
"Aku memang berterima kasih!" jawab Naga Kuning.
"Tapi kau tahu dimana dia menyirnpan kupingku ini?" kata Setan Ngompol dengan
mata melotot. "Sudahlah, mengapa hal itu diributkan. Kau sudah dapatkan telingamu kembali dan
sudah dipasangkan ditempatnya semula!"
"Tapi apa kau tidak melihat tadi"! Dia meletakkan kupingku di anunya!"
"Sudahlah Kek, seharusnya kau berterima kasih dan merasa senang. Si nenek sudah
menyimpan dan menempatkan daun telingamu di tempat yang paling aman, sedap
hangat dan terhormat ..."
"Sedap bapak moyangmu! Daun telingaku malah basah dan bau!" kata Setan Ngompol.
Naga Kuning tertawa cekikikan. Tanpa perdulikan si Kakek dia segera melangkah
menyusul nenek muka kuning yang sudah berjalan duluan menuju rimba Lasesatbuntu.
Di sebelah belakang si kakek berjalan mengikuti. Sesekali dia usap daun
telinganya yang basah. Lalu tangannya didekatkan ke lobang hidung.
"Sial .... Tapi hemmm.... Baunya lama-lama terasa enak-enak sedap. Betul juga
omongan bocah sialan itu!" Si kakek lalu mesem-mesem tertawa. Melangkah sambil
mengendus-endus jari-jari tangannya.
TAMAT * Bastian Tito: Hantu Santet Laknat [angx2006]
95 * BERHASILKAH NENEK SELAKSA KENTUT, NAGA KUNlNG DAN
SI SETAN NGOMPOL MENEMUI WIRO"
BERHASILKAH WIRO MENDAPATKAN KAPAK SAKTINYA YANG
TELAH DIRAMPAS HANTU SANTET LAKNAT"
JUGA BERHASILKAH HANTU LANGIT TERJUNGKIR MENGEJAR
HANTU BARA KALIATUS UNTUK MENYINGKAP RAHASIA TANDA BUNGA DALAM LINGKARAN PADA
LENGAN LELAKI ITU"
DAPATKAH LAKASIPO DAN LUHSANTlNl DIKELUARKAN DARI JARING API BIRU"
HARAP PEMBACA MENGlKUTl EPISODE BERIKUTNYA
BERJUDUL : BADAI FITNAH LATANAHSILAM (anggotax2006) Bastian Tito: Hantu Santet Laknat [angx2006]
96 Golok Halilintar 13 Dewa Arak 14 Sepasang Alap-alap Bukit Gantar Makam Bunga Mawar 33
berdebar. Dia harus mengakui, tidak ada pemuda di Negeri Latanahsilam yang
memiliki wajah segagah pemuda asing ini.
Wiro kepalkan dua tangannya. Lalu dia ingat akan "llmu Menembus Pandang" yang di
dapatnya dari Ratu Duyung. Pada Luhtinti dia berkata.
"Kita pasti bisa keluar dari sini! Aku akan berusaha!" Lalu Wiro salurkan tenaga
dalamnya ke kepala. Matanya dikedipkan dua kali berturut-turut. Dia memandang
berkeliling. Seperti diketahui dengan ilmu itu Wiro bisa melihat apa saja
dikejauhan sekalipun terhalang sesuatu.
Namun saat itu sampai dia cucurkan keringat dingin dan sepasang matanya menjadi
perih dia tidak mampu melihat apa-apa.
Yang terlihat tetap saja semak belukar, pohon-pohon dan benda-benda lain yang
ada di sekelilingnya.
"Aku tak mampu ..." ujar Wiro perlahan antara kecewa dan marah.
"Wahai, sudah nasib kita seperti ini ...."
"Aku tak mau menyerah pada nasib!" kata Wiro keras.
"Kalaupun aku harus menemui ajar di dalam rimba celaka ini, nenek jahat bernama
Hantu Santet Laknat itu harus kuhabisi lebih dulu!" Tiba-tiba Wiro mencium bau
aneh. Nafasnya mendadak menjadi sesak. Dadanya mendenyut sakit. Tenggorokannya
terasa panas. Dia batuk-batuk berulang kali. Lalu ada cairan mengalir keluar
dari hidungnya. Wiro meraba ke bawah bibir.
"Hidungku berdarah!" kata Wiro terkejut. Hal yang sama juga terjadi dengan
Luhtinti. Tapi dia tampak lebih tenang.
Bastian Tito: Hantu Santet Laknat [angx2006]
67 "Hawa aneh itu datang lagi ..." kata si gadis. Dia memberi isyarat pada Wiro
agar cepat mengikutinya meninggalkan tempat itu.
Tak lama kemudian setelah berjalan cukup jauh bau aneh itu lenyap.
"Hawa aneh itu ..." menerangkan Luhtinti.
"Bisa muncul setiap saat secara tak terduga. Dan itu bukan cuma satu-satunya
siksaan yang bakal kau alami. Ada hawa aneh yang membuat mata menjadi perih
berair serta hidung dan telinga mengeluarkan cairan. Ada hawa aneh yang membuat
kulit terasa gatal. Ketika digaruk rasa gatal berubah menjadi rasa melepuh. Lalu
belum lagi gangguan binatang-binatang jejadian ...."
"Tadi malam aku diserang ular aneh kepala dua. Pasti semua ini perbuatannya
Hantu Santet Laknat!"
"Siapa lagi kalau bukan dia ...."
"Kau berjalan terus. Kita ini mau kemana?" bertanya Wiro.
"Dalam rimba belantara ini ada satu tempat yang sedikit agak aman. Sebuah goa
batu .... Masih jauh dari sini. Cepat ikuti aku ...."
Tak lama berjalan mengikuti Luhtinti sekonyong konyong Wiro mendengar ada suara
orang memanggil-manggil di belakangnya.
"Wiro ... ! Wiro!"
"Wiro! Hai! Kami ada di sini!"
Pendekar 212 segera hendak berpaling. Tapi Luhtinti cepat berteriak.
"Jangan menoleh! Jangan menyahuti!"
"Memangnya kenapa?" tanya Wiro heran.
"Yang memanggilmu itu adalah suara gaib dari alam roh jahat yang berada dalam
kekuasaan Hantu Santet Laknat!"
"Mana mungkin!" sahut Wiro.
"Aku kenali betul! Itu suara dua sahabatku! Naga Kuning dan kakek berjuluk si
Setan Ngompol."
"Percaya padaku wahai sahabat! Kita berada dalam rimba Lasesatbuntu! Rimba
seribu celaka seribu petaka. Kita berada di bawah kekuasaan Hantu Santet Laknat!
Suara-Suara yang kau dengar itu adalah tipuan jahat semata!"
"Kalau ... kalau aku menoleh apa yang terjadi?" tanya Wiro.
Bastian Tito: Hantu Santet Laknat [angx2006]
68 "Jika kau sampai menjawab apa lagi menoleh, kepalamu akan berubah tempat. Bagian
muka akan berada di sebelah belakang, yang belakang akan menghadap ke depan. Kau
akan tersiksa begini rupa selama tiga puluh hari tiga puluh malam!"
"Aku tidak percaya!" kata Wiro.
"Aku pernah mengalami sendiri pertama kali dijebloskan ke dalam rimba belantara
ini!" menerangkan Luhtinti.
Di belakang sana masih terdengar suara Naga Kuning dan Setan Ngompol memanggil-
manggil. "Tapi bagaimana kalau suara itu sungguhan suara sahabat-sahabatku. Mereka
mungkin dalam bahaya!"
"Percaya padaku Wiro!"
"Tapi Luhtinti ...."
"Kalau kau tidak percaya dan tidak mau ikuti I nasehatku, silakan saja.
Menolehlah! Berpaling ke belakang! Tapi nanti jangan menyesal!" kata Luhtinti
dengan muka pucat.
Murid Eyang Sinto Gendeng gerakkan kepalanya. Tapi setengah jalan dia merasa
jerih juga dan hentikan gerakannya.
Luhtinti hembuskan nafas lega.
"Ayo, lekas ikuti aku! Goa itu masih jauh dari sini." Wiro geleng-geleng kepala
dan kembali berjalan mengikuti si gadis. Baru saja mereka melangkah pergi di
belakang sana terdengar suara tawa keras, melengking tinggi menggetarkan
seantero rimba belantara.
"Gila ..." rutuk Pendekar 212.
Setelah berjalan cukup jauh Wiro beranikan diri ajukan pertanyaan.
"Kalau tadi aku menoleh, apa hanya kepalaku sebelah atas saja yang berubah
tempat" Kepala sebelah bawah apa juga ikut berpindah ke belakang?"
"Aku tak mengerti maksudmu. Coba ulangi pertanyaanmu ...."
kata Luhtinti. Wiro menyeringai. Dia diam saja tidak mengulangi pertanyaannya.
"Hai, apa yang kau tanyakan tadi?"
Bastian Tito: Hantu Santet Laknat [angx2006]
69 "Tidak, tidak apa-apa ... !" jawab Pendekar 212. Luhtinti hentikan langkahnya
dan menatap sejurus pada Wiro. Wajah si gadis kemudian tampak bersemu merah.
Cepat-Cepat dia palingkan kepala dan melangkah pergi. Wiro kembali menyeringai
seraya garuk-garuk kepala. Di sebelah depan Luhtinti berkata dalam hati.
"Lakasipo memang pernah menuturkan riwayat dan sifat-sifat pemuda asing ini.
Tapi tidak kusangka, dalam keadaan seperti ini dia masih bisa bicara kurang
ajar! Sableng .... Wiro Sableng. Kata orang di negeri sana Sableng artinya
sinting, tidak waras. Di sini artinya kencing kuda .... dua-duanya betul. Otak
pemuda ini memang agaknya sedikit kurang waras dan mulutnya bicara meluncur
seperti kencing kuda!" Luhtinti tertawa sendiri.
"Kulihat kau tertawa. Ada apa Luhtinti...?" bertanya Wiro.
"Tidak, tidak ada apa-apa," jawab si gadis. Pendekar 212
garuk-garuk kepala.
"Ah, dia ganti membalas rupanya!" kata Wiro dalam hati.
* * * Bastian Tito: Hantu Santet Laknat [angx2006]
70 Wiro Sableng : HANTU SANTET LAKNAT
SEPULUH WIRO pegang lengan Luhtinti. Sambil memandang berkeliling dia berkata.
"Keadaan di tempat ini aneh sekali. Barusan saja aku masih melihat matahari di
langit dan cuaca terang benderang. Mengapa tahu-tahu di sini keadaan redup,
matahari mendadak lenyap, udara berubah gelap seolah-olah siang telah berganti
dengan malam. Atau saat ini hari sebenarnya memang telah malam" Aku menangkap
suara jengkerik tiada henti di sekitar sini. Lalu ada suara kodok ...."
Disentuh lengannya begitu rupa membuat Luhtinti jadi berdebar. Si gadis balas
letakkan jari jari tangannya yang halus di atas tangan Wiro.
"lnilah kawasan yang kukatakan sedikit aman bagi kita .... Di luar sana
sebenarnya hari masih siang. Tapi di sini siang malam sama saja. Suara jengkerik
dan kodok tak pernah putus ...."
"Katamu ada sebuah goa .... Aku tidak melihat apa-apa," kata Wiro pula. Luhtinti
menunjuk pada tiga pohon besar yang tumbuh berdampingan.
"Di balik pohon besar sebelah kanan ada satu gundukan tanah tertutup semak
belukar liar. Lalu ada barisan batu-batu besar.
Di bawah salah satu batu besar sebelah tengah ada sebuah lobang setinggi kepala
manusia. ltulah pintu goa...."
"Menurutmu tempat ini cukup aman bagi kita. Memangnya Hantu Santet Laknat tidak
bisa memburu kita sampai ke sini?"
"Nenek jahat itu bisa saja gentayangan sampai kesini. Tapi setahuku dia tidak
begitu suka mendatangi tempat ini. Selama aku berada di tempat ini, apalagi di
dalam goa, seolah-olah kekuatan jahatnya tidak bisa menyentuh diriku."
"Tapi kau tak bisa mendekam terus menerus di dalam goa itu!" kata Wiro.
Bastian Tito: Hantu Santet Laknat [angx2006]
71 "Betul, tapi selama aku tidak tahu cara lain untuk menyelamatkan diri maka goa
ini satu-satunya tempat aku berlindung .... Ikuti aku. Di luar sana sebentar
lagi hari akan memasuki senja. Senja akan berubah menjadi malam. Jika malam tiba
Hantu Santet Laknat selalu gentayangan membuat hal-hal aneh untuk mencelakai
diriku ...." Luhtinti dan Wiro melewati deretan tiga pohon besar.
Sementara itu suara jengkerik dan kodok serta binatang malam lainnya terdengar
semakin keras dan berada di mana-mana.
Seperti yang dikatakan si gadis, di bawah salah satu batu besar itu kelihatan
sebuah lobang setinggi manusia. Tanpa ragu-ragu Luhtinti segera memasuki lobang
yang merupakan mulut goa. Wiro bimbang sejenak. Tiba-Tiba ada hawa dingin
menerpa sekujur tubuhnya, membuat Wiro menggeletar menggigil.
"Hawa aneh, pasti perbuatan jahat Hantu Santet Laknat ...."
pikir Wiro. Cepat-Cepat dia masuk ke dalam goa. Walau keadaan di dalam goa redup
namun disini udara terasa lebih hangat.
"Kau tidak memiliki lampu minyak atau obor?" bertanya Wiro pada Luhtinti.
"Api adalah kawannya makhluk jahat seperti Hantu Santet Laknat Aku tidak pernah
menyalakan apapun di dalam goa ini."
"Lalu di dalam sini apa yang akan kita lakukan?" tanya Wiro.
"Kita berlindung dari ilmu hitamnya Hantu Santet Laknat.
Paling tidak kau bisa beristirahat..."
"Mana mungkin aku beristirahat?" Aku harus mencari jalan menyelamatkan diri.
Lalu menolong Lakasipo dan sahabatnya bernama Luhsantini yang terjebak dalam
jaring Hantu Santet Laknat!" Luhtinti menarik nafas dalam.
"Dulu, hari-hari pertama aku tersesat ke dalam rimba belantara celaka ini, aku
juga selalu berusaha mencari jalan untuk keluar dari hutan ini. Tapi setelah
berminggu-minggu tidak membawa hasil aku sadar. Yang harus aku lakukan ialah
bagaimana bisa mempertahankan hidup dan menjaga agar tidak berubah pikiran alias
gila! Menyelamatkan diri sendiri saja tidak bisa, apalagi hendak menolong orang
di luar sana!"
Bastian Tito: Hantu Santet Laknat [angx2006]
72 Wiro terdiam walau kurang setuju dengan ucapan gadis berkulit hitam manis itu.
Di luar suara berisik binatang malam masih terus terdengar berkepanjangan masuk
dan bergaung sampai ke dalam goa. Bersamaan dengan masuknya suara binatang
binatang malam tanpa disadari kedua orang itu, ikut bersama hembusan angin masuk
pula satu hawa aneh.
"Aku letih dan ingin istirahat..." kata Luhtinti dari sudut goa.
Lalu dia menguap.
"Aku juga letih. Perutku lapar ..." jawab Wiro. Mulutnya terbuka. Seperti
Luhtinti dia juga ikut - ikutan menguap.
* * * PENDEKAR 212 Wiro Sableng tidak tahu berapa lama dia terbaring lelap di lantai
goa. Ketika terbangun dia dapati ada satu sosok hangat dan harum terbaring rapat
di sebelahnya. Satu tangan halus melintang merangkul di atas dadanya. Darah sang
pendekar mengalir lebih cepat. Badannya terasa panas dan kencang. Setiap dia
menghela nafas, bau harum tadi masuk ke dalam alur pernafasannya, membangkitkan
rangsangan aneh. Wiro berusaha memalingkan kepala untuk mengetahui siapa
gerangan yang tidur di sebelahnya sambil memeluk tubuhnya. Sebelum dia sempat
melihat wajah orang, satu suara berbisik hangat di telinganya.
"Wiro, kau sudah bangun...?" Lalu ada satu benda lembut, hangat dan basah
menjilati daun telinganya, membuat Pendekar 212
jadi merinding menggeliat.
"Luhtinti?" Wiro menyebut nama gadis itu karena suara yang barusan didengar dan
dikenalinya adalah suara Luhtinti. Cepat-cepat Wiro bangkit dan duduk. Karena si
gadis tidak mau melepaskan rangkulannya, sosoknya jadi ikut bangkit dan kini
terduduk diatas pangkuan Wiro.
"Wiro, ada sesuatu yang ingin kukatakan padamu. Aku lupa memberi tahu sebelumnya
.... '! "Aku .... Luhtinti aku ...."
Bastian Tito: Hantu Santet Laknat [angx2006]
73 "Aku ingat satu cara yang bisa membuat kita keluar dari dalam rimba Lasesatbuntu
ini ...." "Katakanlah," jawab Wiro ketika Luhtinti hentikan ucapannya.
"Tapi harap kau dudukdi lantai. Kalau kau duduk di pangkuanku rasanya aku tak
bisa bernafas!" Luhtinti tertawa.
Dengan manja dia turun dari pangkuan Wiro, lepaskan rangkulannya dan duduk di
lantai. Walau keadaan di dalam goa itu redup dan agak gelap namun Wiro masih
bisa melihat bahwa saat itu di sebelah atas Luhtinti tidak mengenakan apa-apa
lagi. Dadanya yang polos kencang menantang. Senyumnya tidak berkeputusan dan
sepasang matanya menatap tidak lepas-lepas dari wajah Wiro.
"Kau seperti berubah. Ada apa Luhtinti?" tanya Wiro.
"Wahai, aku terlalu bergembira, Wiro. Seperti kau katakan tadi aku ingat ada
satu cara yang bisa membuat kita mampu keluar dari rimba belantara terkutuk
ini!" "Kalau begitu lekas kau katakan agar kita secepatnya berusaha melakukan," jawab
Wiro. Bau harum yang merebak dari tubuh dan rambut si gadis membuat darah sang
pendekar tambah bergejolak. Apalagi jika sesekali dia memberanikan diri
memandang ke dada Luhtinti. Kemudian matanya melihat pakaian hijau bagian atas
yang sebelumnya di kenakan Luhtinti terletak di lantai goa. Wiro ambil pakaian
yang terbuat dari daun-daun ini lalu menutupkannya ke dada si gadis.
"Bicaralah Luhtinti. Katakan bagaimana caranya kita bisa keluar dari rimba
belantara Lasesatbuntu ini."
"Caranya sangat sederhana Wiro," kata si gadis dengan wajah ditengadahkan
disertai layangan senyum dan mata membesar.
"Kau mengawini aku, mengambil aku jadi istrimu ...."
Pendekar 21 2 tersentak mendengar kata-kata Lu htinti itu. Si gadis sebaliknya
malah tertawa panjang.
"Ucapanku belum selesai. Kau sudah seperti ketakutan ..."
kata Luhtinti seraya pegang lengan Wiro.
Bastian Tito: Hantu Santet Laknat [angx2006]
74 "Perkawinan ini hanya sekedar untuk memusnahkan kekuatan hitam. Hantu Santet
Laknat yang mengurung kita di hutan ini. Kau tidak perlu selama-lamanya
mengambil diriku sebagai istri. Begitu kekuatan hitam Hantu Santet Laknat
musnah, kau boleh saja meninggalkan diriku ...."
"Tapi ...."
"Dengar dulu," potong Luhtinti.
"Jangan kau mengira perkawinan ini harus melalui segala macam upacara atau
meminta izin para Peri dan Dewa. Cukup kita melakukan hubungan sebagai suami
istri di dalam goa ini. Itu sudah berarti kau mengawini diriku ...."
"Hal itu tidak mungkin kulakukan Luhtinti!" kata Wiro.
"Mengapa tidak mungkin"!"
"Perkawinan adalah sesuatu yang suci dan sakral! Mana mungkin kita kawin seperti
kucing atau ayam begitu saja. Luhtinti tertawa panjang.
"Kita ini memang bukan kucing dan bukan juga ayam! Jadi kalau kita kawin bukan
berarti kita kawin kucing atau kawin ayam! Lagi pula perkawinan kita adalah demi
untuk menyelamat-kan diri dari malapetaka yang bisa mencelakai kita sampai
kiamat!" "Aku memilih celaka sampai kiamat ..." kata Wiro tegas sambil bangkit berdiri.
Dia segera ingat akan peristiwa yang dialaminya di Puri
Pelebur Kutuk milik Ratu Duyung ketika berusaha
menyelamatkan diri sang Ratu dari kutukan jahat yang akhirnya membuat Wiro
kehilangan semua kesaktian (Mengenai Ratu Duyung harap baca serial Wiro Sableng
berjudul Wasiat Sang Ratu terdiri dari 8 Episode sedang mengenai peristiwa di
Wiro Sableng 113 Hantu Santet Laknat di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Puri Pelebur Kutuk dapat diikuti dalam serial Wiro Sableng berjudul Tua Gila
Dari Andalas, terdiri dari 11 Episode) Kini untuk bisa selamat dari tangan Hantu
Santet Laknat dan keluar dari rimba belantara Lasesatbuntu, apakah memang dia
harus melakukan hubungan badan dengan Luhtinti" Wajah Luhtinti tampak berubah
sedih mendengar ucapan Wiro tadi.
"Wahai, kenapa kau berpikiran begitu dangkal" Bagiku keselamatan diriku sendiri
sudah tidak kupikirkan lagi, Wiro. Aku Bastian Tito: Hantu Santet Laknat
[angx2006] 75 justru ingin membantu menyelamatkan dirimu. Apalagi kau mengatakan bahwa dua
orang sahabatmu di luar sana yang mungkin berada dalam bahaya. Lalu kau sendiri
pula yang mengatakan bahwa Lakasipo dan Luhsantini terjerat dalam jaring Hantu
Santet Laknat. Kuharap kau mau mempertimbangkan. Semua yang akan kita lakukan bukan mencari
kesenangan pribadi. Tapi untuk menolong dirimu dan diri orang lain. Atau mungkin
kau tidak ingat lagi untuk kembali ke negeri asalmu di tanah Jawa sana?"
Pendekar 212 pandangi wajah Luhtinti tak berkesip.
"Semua yang kau katakan itu benar adanya. Tapi melakukan hubungan badan denganmu
tak mungkin aku lakukan ...." Luhtinti tersenyum. Perlahan-lahan dia bangkit
berdiri. Pakaian daun yang menutupi dadanya jatuh ke lantai goa. Kembali dada
gadis ini tersingkap polos. Tubuhnya kemudian dirapatkan ke badan Wiro yang
tegak tersandar ke dinding goa.
Lalu dua tangan Wiro dibimbingnya ke pinggulnya. Ketika Wiro menyentuh pinggul
gadis itu, dia tidak merasakan apa-apa kecuali memegang kulit yang lembut dan
halus. Wiro melirik ke bawah. Dadanya bergoncang. Dia tidak tahu entah kapan dan
bagaimana caranya si gadis telah membuka pakaiannya disebelah bawah. Karena saat
itu dilihatnya Luhtinti tegak tanpa sehelai daunpun menutupi auratnya!
" Wiro ,lakukanlah. Demi keselamatanmu dan sahabat-sahabatmu...." Luhtinti
berkata lirih, wajahnya ditengadahkan, lidahnya yang merah basah tergantung
antara bibirnya yang seperti delima merekah dan bergetar halus.
"Luhtinti, aku tidak bisa melakukan permintaanmu ...." Aku yakin kau bisa. Jika
kau mau.... Jika tidak , berarti kau bukan saja tega mencelakai diri sendiri
tapi juga tega membiarkan sahabat-sahabatmu menemui malapetaka!" Sambil berkata
Luhtinti semakin rapatkan tubuhnya ke badan Wiro.
Dua tangannya merangkul ke pinggang dan punggung Pendekar 212. Lalu perlahan-
lahan tubuh Wiro dibawanya luruh jatuh ke lantai goa. Ketika gadis itu hendak
menanggalkan pakaian Bastian Tito: Hantu Santet Laknat [angx2006]
76 di tubuh Wiro, sang Pendekar segera sadar. Dia melompat berdiri dan lari ke luar
goa. "Wiro!" Luhtinti bangkit berdiri, menyambar pakaian daunnya lalu mengejar. Wiro
sengaja menyembunyikan diri di tempat gelap, di antara dua batu besar dibalik
serumpunan semak belukar. Di sekelilingnya suara jangkrik ditingkah suara kodok
terdengar tidak berkeputusan. Sambil duduk Wiro genggam kapak saki Naga Geni 212
yang diletakkannya di pangkuannya.
"Luhtinti, aku menaruh curiga. Jangan-jangan gadis itu menyembunyikan satu niat
jahat Mengapa dia tiba-tiba menunjukkan sikap jalang" Waktu bertemu pertama kali
rambut dan tubuhnya tidak wangi. Tapi tadi baunya harum sekali. Dan bau harum
itu merangsang darah di tubuhku. Di sengaja memakai minyak pemikat Gila, hampir
saja! Jika dia memang tahu rahasia keluar dari hutan terkutuk ini
seharusnya...."
"Wiro. ...!" Pendekar 212 tersentak. Memandang ke depan Luhtinti tahu-tahu sudah
tegak di hadapannya. Gadis ini telah mengenakan pakaian daunnya.
"Mungkin aku telah melakukan satu kesalahan besar. Aku ....
Aku harus minta maaf padamu ...." Si gadis duduk bersimpuh di tanah di hadapan
Wiro. Murid Sinto Gendeng usap-usap gagang kapak saktinya.
"Tak ada yang harus dimaafkan Luhtinti. Aku tahu maksudmu baik Hanya saja aku
tidak bisa melakukan apa yang kau minta ...."
"Aku tak ingin membicarakan hal itu lagi. Udara di luar sini terasa dingin.
Baiknya kita masuk kembali ke dalam goa. Aku berjanji tidak akan menganggumu
lagi ...."
"Kau saja masuk ke dalam goa," kata Wiro sambil terus mengusap-usap kapaknya dan
pandangi lobang lobang senjata itu.
Entah mengapa saat itu muncul saja niat di hati murid Eyang Sinto Gendeng untuk
meniup kapak itu seperti meniup suling. Apa lagi di sekitarnya suara jangkerik
dan kodok masih menggema terus. Wiro angkat kapaknya, dekatkan ujung gagang
kapala kapak yang berbentuk kepala naga.
Bastian Tito: Hantu Santet Laknat [angx2006]
77 Jika mulut kepala naga itu ditiup, dan lobang-lobangnya ditelusuri dengan jari-
jari tangan maka senjata itu memang akan mengeluarkan suara seperti suling.
Kalau meniupnya dengan mengerahkan tenaga dalam maka suara yang keluar akan
terdengar sangat keras, bisa-bisa memekakkan telinga. Wiro menatap ke arah
Luhtinti sebentar lalu berkata.
"Aku ingin berada ditempat ini barang beberapa saat. Aku ingin sendirian ...."
Luhtinti merasa tidak enak mendengar ucapan Wiro itu. Namun dia tak bisa berbuat
apa-apa. Perlahan-lahan gadis ini bangkit berdiri. Tetapi gerakannya tertahan
sewaktu melihat Wiro mendekatkan gagang kapak yang berbentuk kepala naga itu ke
bibirnya. "Wahai, apa yang hendak kau lakukan Wiro?" tanya si gadis.
"Senjataku ini memiliki beberapa keandalan. Satu diantaranya bisa ditiup
dijadikan suling. Aku ingin menenangkan pikiran. Siapa tahu aku masih ingat
beberapa nyanyian lama. Kalau tiupan serulingku buruk, jangan kau
tertawakan ...."
"Wiro! Jangan kau lakukan itu!" kata Luhtinti tiba-tiba seraya bangkit berdiri.
Wajahnya tampak lain.
"Eh, jangan melakukan apa maksudmu?" tanya Wiro heran
"Jangan tiup kapakmu! Jangan keluarkan suara seruling di tempat ini!"
"Memangnya kenapa" Jika kau tidak suka suara tiupan serulingku masuk saja ke
dalam goa dan tekap dua telingamu rapat-rapat!" kata Wiro pula. Lalu kembali dia
dekatkan mulut naga pada gagang Kapak Maut Maga Geni 212 ke bibirnya. Belum
sempat dia meniup Luhtinti berteriak seraya melompat.
"Wiro! Hentikan perbuatan itu! Jangan! Kau mengundang bencana besar!"
"Bencana apa?" tanya Wiro.
"Aku tak bisa mengatakan. Yang penting jangan meniup kapakmu. Simpan senjata
itu!" Melihat air muka si gadis, mendengar nada suaranya yang keras Pendekar 212
Wiro Sableng jadi curiga.
Tanpa perdulikan Luhtinti Wiro meniup. Kali ini Luhtinti benar-benar Bastian
Tito: Hantu Santet Laknat [angx2006]
78 marah rupanya. Sekali dia bergerak tangannya menyambar hendak merampas Kapak
Maut Naga Geni 212 dari tangan Wiro.
Namun Wiro tidak tinggal diam. Masih tetap duduk kaki kanannya diajukan ke
depan, menahan perut Luhtinti hingga gerakannya merampas tidak bisa dilakukan.
Selagi si gadis berusaha menurunkan kaki Wiro sambil memukul, Pendekar 212 tiup
kapak saktinya. Karena dia meniup dengan pengerahan tenaga dalam maka suara yang
keluar menggema keras menusuk telinga.
"Jangan!" teriak Luhtinti seraya menekap telinganya. Wiro meniup terus, lebih
keras dan tak karuan karena selain masih terus menahan tubuh Luhtinti dengan
kakinya agar gadis itu tidak bergerak lebih dekat, dia juga harus mengelak kian
kemari karena Luhtinti mulai melepaskan pukulan-pukulan. Ternyata pukulan si
gadis bukan sembarangan karena mengeluarkan angin tajam pertanda ada pengerahan
tenaga dalam tinggi.
Luhtinti kembali berteriak. Dadanya yang kencang beroncang keras. Dari ubun-
ubunnya ada asap putih mengepul tipis. Wajahnya yang cantik tampak mengerenyit
mengkirik. Bibirnya bergerak-gerak seperti tengah melafatkan mantera. Sepasang
matanya mendelik.
Pendekar212 meniup kapaksaktinya lebih keras. Luhtinti menjerit dahsyat! Di
udara yang redup gelap terdengar suara berderak seperti ada benda rengkah dan
siap runtuh. . Daun pepohonan kelompok demi kelompok tampak jatuh berluruhan.
Suara jengkerik dan kodok yang tadi terdengar tidak berkeputusan lenyap seperti
ditelan bumi. Lalu di sela-sela jari tangan Luhtinti yang dipakai untuk menekap
telinganya kiri kanan kelihatan ada cairan merah mengalir. Darah!
"Aku sudah curiga!" kata Wiro dalam hati. Matanya tak berkesip terus mengawasi
Luhtinti. Tiupan serulingnya semakin menggila. Kemudian terjadilah beberapa
keanehan. Kawasan sekitar goa yang tadinya redup perlahanlahan menjadi terang.
Pemandangan yang tadinya sangat terbatas berangsur-angsur menjadi luas dan jauh.
Lalu yang sama sekali tidak terduga dan membuat pendekar 212 jadi merinding
ialah perubahan yang terjadi atas diri Luhtinti.
Bastian Tito: Hantu Santet Laknat [angx2006]
79 Pakaian Luhtinti yang sebelumnya berupa daun-daun hijau kini berubah menjadi
sehelai jubah hitam. Ketika Wiro melirik dirinya sendiri dia juga kaget karena
dapatkan pakaian putihnya yang sebelumnya sirna secara aneh kini telah melekat
kembali dl badannya sementara celana yang terbuat dari daun-daun hijau masih
menempel diatas pakaian putihnya. Namun Wiro tidak perdulikan keanehan yang ada
pada dirinya karena dia lebih memperhatikan apa yang terjadi pada Luhtinti.
Wajah si gadis yang tadinya hitam manis cantik jelita ini berubah menjadi satu
wajah menyeramkan dengan sepasang mata kecil menonjol tanpa alis.
Mulut dan hidungnya jadi satu membentuk paruh bengkok dan hitam. Kalau tadi
rambut serta tubuhnya menebar bau harum semerbak, kini sebaliknya memancarkan
bau busuk! "Hantu Santet Laknat!" teriak Wiro kaget.
"Jadi kau rupanya!" Si nenek menyeringai geram.
"Aku menawarkan madu, kau lebih suka minum racun! Aku menawarkan kenikmatan
hidup, kau lebih suka menelan hazab!"
Habis berkata begitu si nenek keluarkan suara jeritan melengking seperti hendak
merobek langit. Dua tangannya lalu didorongkan ke depan!
* * * Bastian Tito: Hantu Santet Laknat [angx2006]
80 Wiro Sableng : HANTU SANTET LAKNAT
SEBELAS WIRO maklum selain memiliki ilmu hitam jahat si nenek juga menguasai ilmu silat
dan kesaktian tinggi serta kelicikan tipu daya tak terduga. Karenanya dia
bertekad untuk menghadapi Hantu Santet Laknat habis-habisan.
Dua gelombang angin menyapu kearahnya. Wiro membentak garang. Sesaat suara
tiupan seruling lenyap. Sambil melompat ke atas dan jungkir balik di udara Wiro
yang memegang kapak sakti di tangan kiri kembali meniup senjata itu. Kali ini
dengan pengerahan hampir tiga perempat tenaga dalamnya! Wiro maklum sudah
kelemahan ilmu hitam Hantu Santet Laknat dalam menyirap kawasan rimba belantara
Lasesatbuntu. Yaitu tidak sanggup bertahan dan buyar terhadap kekuatan bunyi
yang dahsyat! Mungkin itu sebabnya dia tidak terlalu suka berada di kawasan sekitar goa yang
selalu dihantui suara jangkrik dan kodok terus menerus. Walau suara-suara
binatang itu tidak sampai membuyarkan ilmu hitamnya namun hatinya selalu tidak
tentram jika telinganya mendengar suara aneh berkepanjangan.
Kawasan rimba belantara dimana dua orang yang bertempur itu berada semakin
terang. Daun-daun pepohonan tambah banyak yang rontok. Tanah terasa bergetar.
Tapi Hantu Santet Laknat yang menderita cidera pada dua telinganya tidak merasa
gentar. Marah besar melihat dua serangannya tadi luput, si nenek kembali
menggebrak. Sepasang matanya yang kecil menonjol ke depan mengeluarkan asap.
Wiro mengira dari dua mata itu akan melesat dua larik sinar mematikan.
Tapi ternyata tidak. Malah secara tak terduga dari mulut si nenek yang berbentuk
paruh melesat keluar dua larik kobaran api berbentuk sinar aneh warna biru.
Sinar api ini bergulung-gulung membentuk jaring yang kemudian dengan kecepatan
kilat menebar ke arah Pendekar 212.
Bastian Tito: Hantu Santet Laknat [angx2006]
81 "Api lblis Penjaring Roh!" seru Pendekar 212 begitu mengenali benda yang melesat
ke arahnya itu. Jaring inilah sebelumnya yang telah menjerat Lakasipo dan
Luhsantini. Sampai saat itu Wiro tidak mengetahui bagaimana keadaan kedua orang
itu. Hantu Santet Laknat keluarkan tawa mengekeh lalu sentakkan mulutnya yang
berbentuk paruh.
"WUSSSSS!"
Jaring api biru menyambar ke arah kepala Pendekar 212.
Wiro hantamkan tangan kanannya, melepas pukulan Sinar Matahari.
Sinar putih panas terang benderang berkiblat!
"Bummmm!"
Sinar biru dan putih saling bentrokan di udara! Tanah bergetar seperti dilanda
gempa. Pendekar 212 keluarkan seruan keras.
Tubuhnya terpental sampai dua tombak lalu terbanting di tanah.
Hawa panas mendera seolah badannya diselubungi kobaran api.
Ketika dia bangkit berdiri, kagetlah murid Sinto Gendeng ini. Kapak Maut Naga
Geni 212 tidak ada lagi di tangan kirinya! Memandang ke depan, ternyata senjata
itu telah berada dalam jaring api biru yang mengambang di udara, dikendalikan
oleh Hantu Santet Laknat lewat hidung dan mulutnya yang berbentuk paruh.
Walau kapak sakti yang masih berada dalam jaring api biru itu tidak mengalami
kerusakan namun sulit bagi Wiro untuk merampasnya kembali.
"Tua bang ka jahat! Kembalikan kapak itu padaku!" Si nenek keluarkan suara
tertawa mengekeh.
"Pemuda tolol! Jangan bersombong diri mengira bisa mengalahkanku! Kapak ini akan
kukembalikan padamu asal kau mau bersumpah! Bersedia menjadi kekasih
peliharaanku!"
"Tua bangka tidak tahu diri! lblis penjaga neraka pun tidak sudi bergendak
denganmu! kau akan menyesal jika tidak segera mengembalikan kapak itu padakul"
"Begitu" Hik.. hik ... hik!" si nenek kembali mengekeh.
"Kau inginkan kapak silakan mengambil sendiri!" Lalu Hantu Santet Laknat
goyangnya kepalanya. Jaring.api iblis serta merta lenyap. Kapak Naga Geni 212
kini berada di tangan kiri si nenek.
Bastian Tito: Hantu Santet Laknat [angx2006]
82 Dengan tangan kanannya Hantu Santet Laknat tiba-tiba merorotkan bagian dada
jubah hitamnya sebelah atas hingga dia kini tegak dalam keadaan setengah
telanjang. Gagang Kapak Naga Geni 212
diciumnya sambil tertawa terkekeh-kekeh. Bagian gagang yang berbentuk kepala
naga dihisap-hisapnya dengan cara menjijikkan.
Lalu senjata itu diletakannya di atas dadanya yang peot. Secara aneh kapak sakti
itu menempel di dadanya.
"Wahai! Kau tunggu apa lagi" Kau inginkan kapakmu kembali, silakan ambil!"
berseru Hantu Santet Laknat sambil berkacak pinggang dan senyum-senyum genit
"Jahanam!" rutuk Pendekar 212. Sesaat dia hanya bisa tegak dengan mata mendelik.
"Ho ... ooo! Kau tak mau mendekati diriku, tak mau mengambil kapak karena takut
menyentuh dadaku yang buruk.
Jangan takut anak muda! Saat ini aku bukan lagi Hantu Santet Laknat si nenek
buruk. Tapi aku adalah gadis-gadis yang mengasihimu! Lihat! Kau tinggal memilih
mana yang kau suka!
Pandang baik-baik!"
Saat itu Pendekar 212 memang masih memandangi si nenek dengan penuh geram. Tapi
mendadak dia berseru kaget dan tersurut beberapa langkah. Sosok dan wajah Hantu
Santet Laknat mendadak berubah menjadi wajah sosoksetengah telanjang Ratu
Duyung, lalu berubah menjadi sosok dan wajah Anggini lalu Pandansuri dan malah
Bunga alias Suci, gadis yang telah meninggal di tanah Jawa itu. Begitu terus
berganti-ganti.
"Astaga! Bagaimana mungkin dia bisa melakukan itu!"
membatin Wiro dengan tubuh bergetar.
"Kau tidak ingin mengambil kapak dan menyentuh dadaku"!
Aku kekasihmu! Bidadari Angin Timur!" Sosok di depan Wiro berucap. Dan saat itu
Wiro benar-benar melihat sosok utuh serta wajah cantik Bidadari Angin Timur
tegak, tersenyum di hadapannya dalam keadaan dada membusung putih dan polos.
Selagi Wiro terpana tak bergerak sepcrrti itu tiba-tiba di udara melesat cahaya
biru dan "wuttt!" Hantu Santet Laknat pergunakan kelengahan lawan Bastian Tito:
Hantu Santet Laknat [angx2006]
83 untuk menyerang. Api lblis Penjaring Roh Kembali melesat, menebar menjirat ke
arah Pendekar 212.
"Kau tak akan bisa lolos! Kali ini kau tak akan bisa menyelamatkan diri! Masuk
ke dalam jaring! Masuk ke dalam jaring!"
Suara Hantu Santet Laknat mengiang aneh di telinga Wiro. Ternyata nenek jahat
Wiro Sableng 113 Hantu Santet Laknat di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
ini telah pergunakan ilmu kesaktiannya yang disebut Menyadap Suara Batin.
Ucapannya itu masuk ke telinga Wiro, menyerap ke dalam otak dan hatinya. Antara
sadar dan tidak murid Sinto Gendeng kini bukan cuma berdiri diam, tapi malah
melangkah maju seolah menyambut kedatangan jaring api birir yang hendak
menggulung dirinya dari atas!
"Wiro awas!" satu teriakan keras tiba-tiba menggeledek di tempat itu, membuat
Pendekar 212 segera sadar dan cepat jatuhkan diri di tanah, bergulingan sambil
lepaskan satu pukulan sakti dalam jurus Tangan Dewa Menghantam Rembulan. Ini
adalah salah satu dari tujuh inti jurus pukulan sakti yang didapatnya dari
sebuah kitab sakti yang diberikan Datuk Rao Basaluang Ameh, makhluk yang
dianggap setengah manusia setengah Dewa.
(Baca serial Wiro Sableng berjudul "Delapan Sabda Dewal'yang merupakan Episode
ke 4 dari 8 Episode)
"Buummmm!"
Satu ledakan dahsyat menggelegar di udara. Sosok Wiro terhenyak amblas sampai
satu jengkal ke dalam tanah! Sekujur tubuhnya seperti memar dan tulang
belulangnya laksana terpanggang. Dadanya mendenyut sakit Dari sela bibirnya
mengalir darah! Di atas sana jaring api biru terpental sampai dua tombak.
Tapi kembali melayang cepat ke bawah. Kali ini tidak menyerang ke arah Wiro,
tapi pada orang yang tadi berteriak memberi peringatan padanya.
Terhuyung-huyung Wiro keluar dari dalam lobang di tanah.
Ketika dia memandang ke depan terkejutlah Pendekar 212. Semula dia tidak
mengenali. Tapi kemudian sadar, orang yang hendak dilibas jaring api biru itu
adalah Luhtinti yang kini mengenakan Bastian Tito: Hantu Santet Laknat
[angx2006] 84 pakaian berwarna hitam. Pakaiannya yang terbuat dari daun daun hijau masih
melekat di tubuhnya.
"Celaka Luhtinti! Dia pasti tak bisa menyelamatkan diri dari jaring api itu! Aku
tak mungkin menolongnya!" Tiba-tiba Wiro ingat Dari mulutnya kelisar seruan
keras. "Sepasang Pedang Dewa!"
Saat itu juga dari sepasang mata Pendekar 212 memancar dua larik sinar hljau
berbentuk sepasang pedang. Sesaat lagi jaringan api biru akan jatuh menimpa dan
menggulung Luhtinti, dua pedang aneh itu berkiblat ganas. Udara dibeset oleh dua
larik sinar hijau. Lalu
"taar ... taarrr!"
Dua ledakan keras menggelegar. Wiro terbanting ke tanah.
Luhtinti terpekik dan terguling-guling babak belur tapi selamat Di sebelah sana
Hantu Santet Laknat menjerit keras. Tubuhnya mencelat sampai tiga tombak lalu
muntahkan darah hitam! Tertatih-tatih si nenek bangkit berdiri. Dari kepalanya
mengepul asap putih.
llmu sepasang Pedang Dewa yang juga didapat Wiro dari Datuk Basaluang Ameh
sirna. Jaring api biru lenyap entah kemana.
Tapi luar biasanya ternyata si nenek masih memegang Kapak Maut Naga Geni 212 di
tangan kanannya! Dia meludah ke tanah lalu memandang beringas pada Wiro.
"Jangan kira kau bisa mengalahkan aku, anak muda! Kapak saktimu menjadi milikku!
Hik ... hik ... hik!" Si nenek kembali meludah.
"Lain waktu aku akan kembali! Tidak untuk membunuhmu!
Tapi untuk bercinta denganmu! Kau tak akan kulepas sampai hari kiamat sekalipun!
Aku sudah terlanjur jatuh cinta padamu! Hik ... hik
... hik! Selamat tinggal anak muda. Selamat tinggal kekasihku! Hik ...
hik ... hilt...!" Pendekar212 jadi merinding mendengar kata-kata Hantu Santet
Laknat itu. Sosok si nenek berkelebat dan di mata Wiro dia seperti melayang terbang ke udara
hingga dia tidak mungkin mengejar.
Padahal ini adalah tipuan ilmu hitam belaka karena sebenarnya saat Bastian Tito:
Hantu Santet Laknat [angx2006]
85 itu Hantu Santet Laknat hanya berjalan biasa meninggalkan tempat itu.
"Kembalikan kapakku!" teriak Wiro. Di udara Wiro melihat Hantu Santet Laknat
melayang terbang semakin jauh dan akhirnya lenyap dari pemandangan.
''Mati aku!" keluh Wiro sambil tepuk keningnya sendiri lalu jatuhkan diri. Untuk
beberapa lamanya dia terduduk menjelepok di tanah. Kemudian pandangannya
membentur sosok Luhtinti yang tergelimpang pingsan. Ketika tubuh gadis itu
bergerak menggeliat Wiro segera mendekati untuk menolong
"Luhtinti .... Kau betulan Luhtinti"!" tanya Wiro. Dia khawatir kalau-kalau
gadis itu lagi-lagi adalah jelmaan ilmu hitam Hantu Santet Laknat. Luhtinti buka
dua matanya. "Wiro ..." katanya perlahan.
"Syukur kau masih hidup. Tadinya aku sudah putus asa ...."
"Tunggu! Bagaimana aku tahu kau adalah Luhtinti yang asli.
Bukan jejadian Hantu Santet Laknat!" kata Wiro sambil tetap menjaga jarak dan
berlaku waspada.
"Aku memang tidak bisa membuktikan ..." kata Luhtinti pula.
"Tapi jika kau bersangsi, wahai, tinggalkan saja diriku sekarang juga!" Wiro
garuk-garuk kepalanya.
"Kalau begitu biar aku yang membuktikan," kata Wiropula.
Lalu Pendekar 212 ulurkan tangan kanannya ke dada si gadis seraya berkata.
"Jika kau masih inginkan kita bersenang senang di dalam goa, apa boleh aku
meraba dadamu lebih dulu?" Berubah paras Luhtinti. Sepasang matanya mendelik.
"Aku tidak percaya pada pendengaranku! Bagaimana mungkin kau berbuat dan berucap
seperti itu padaku"!" Wiro menyeringai. Sambil garuk-garuk kepala dia berkata.
"Sekarang aku yakin kau Luhtinti betulan ...."
"Aku tak mengerti. Memangnya ada apa ... ?" tanya si gadis.
"Kalau kau Luhtinti jejadiannya Hantu Santet Laknat, waktu aku katakan hendak
meraba dadamu tadi pasti kau sudah membuka pakaianmu dan angsurkan diri!"
Merahlah paras Luhtinti.
Bastian Tito: Hantu Santet Laknat [angx2006]
86 Nanti aku ceritakan bagaimana nenek keparat itu hendak mengelabuiku. Sekarang
terangkah apa yang terjadi dengan dirimu."
Wiro lalu menolong Luhtinti bangkit dan duduk. Maka Luhtinti lantas menuturkan.
"Malam tadi sewaktu kita berada dalam goa. Tiba tiba Hantu Santet Laknat muncul.
Dia menginjak ulu hatiku dengan kakinya hingga aku tidak sadar. Ketika tadi aku
siuman kudapati diriku dicampakan si nenek di satu tempat tak jauh dari sini.
Tubuhku terbungkus pakaianku sendiri yang dulu pernah sirna terkena sentuhan
matahari. Selain pakaian ini, seperti kau lihat aku masih mengenakan daun-daun
hijau ini." Luhtinti lalu membuka dan campakkan daun-daun hijau di atas
pakaiannya itu. Wiro mengikuti, menanggalkan dan membuang celana daunnya.
"Aku yakin telah terjadi sesuatu yang membuat musnah ilmu hitam si nenek. Lalu
aku mendengar suara bentakan-bentakan serta tawa cekikikan Hantu Santet Laknat
Aku cepat-cepat menuju ke sini
...." "Aku harus berterima kasih sekali lagi padamu. Kalau tadi kau tidak berteriak
memberi ingat, aku pasti sudah dilibas nenek celaka itu di dalam jaring apinya!"
Wiro ingat pada Lakasipo, Luhsantini dan kawan kawannya.
"Aku harus meninggalkan tempat ini. Aku musti mencari kawan-kawanku. Menolong
Lakasipo dan Luhsantini."
"Aku ikut bersamamu!" kata Luhtinti pula
"Eh ...." Wiro pandangi si gadis sambil garuk-garuk kepala.
"Ada apa?" tanya Luhtinti
"Sebenarnya aku lebih suka kau mengenakan pakaian dari daun itu. Dari pada
pakaian hitam yang menyembunyikan kebagusan tubuhmu ini!"
"Pemuda bermata gatal!" kata Luhtinti seraya memencet hidung Pendekar 21 2
hingga Wiro terpekik kesakitan.
* * * MESKI keadaannya babak belur dan dia tidak dapat menjaring Wiro namun Hantu
Santet Laknat masih terhibur karena Bastian Tito: Hantu Santet Laknat [angx2006]
87 dia berhasil mendapatkan senjata sakti Kapak Maut Naga Geni 212
milik Wiro Sableng. Lagi pula seperti yang tadi diucapkannya tanpa malu si nenek
memang telah jatuh cinta pada pendekar kita. Sambil berjalan dia berkata
sendirian "Kapak sakti ini akan kubawa ke Gunung Latinggimeru. Akan kubuang ke dalam
kawahnya! Biar terpendam seumur umur!
Betapapun aku mencintainya aku tetap harus berjaga-jaga!" Habis berkata begitu
si nenek lantas meludah. Ludahnya masih bercampur darah pertanda dia menderita
luka di dalam. Baru saja Hantu Santet Laknat meludah, bahkan ludahnya belum sempat jatuh ke
tanah tiba-tiba ada satu suara di belakangnya berkata.
"Dari pada jauh jauh dan susah-susah pergi ke Gunung Latinggimeru untuk membuang
kapak itu, lebih baik serahkan saja padaku!"
"Pemiliknya dicintai tapi barangnya mau dibuang! Hik ... hik ...
hik! Lucu juga nenek peot satu ini!" Kejut Hantu Santet Laknat bukan kepalang.
Dalam hati dia membatin.
"Walau keadaanku seperti ini, tapi adalah aneh! Aku sampai tidak tahu dan tidak
mendengar kalau ada beberapa orang mengikuti langkahku disebelah belakang!
Agaknya mereka memiliki kepandaian tinggi!" Dengan cepat si nenek memutar badan.
" * * Bastian Tito: Hantu Santet Laknat [angx2006]
88 Wiro Sableng : HANTU SANTET LAKNAT
DUA BELAS KARENA mengejar setengah hati dan sambil mencari ayam jantan, akhirnya si nenek
berjuluk Nenek Selaksa Angin alias Selaksa Kentut itu kehilangan jejak Hantu
Langit Terjungkir. Tapi nenek kurang waras ini agaknya tidak begitu perduli.
Siang itu dia tampak duduk di bawah sebatang pohon rindang. Keranjang besar
berisi tiga ekor ayam terletak di hadapannya. Di sekitarnya tujuh ekor ayam
bergelimpangan mati dengan dubur amblas karena telah dicabuti kibulnya untuk
disantap. Si nenek lunjurkan sepasang kakinya. Dadanya sesak turun naik Sambil usap-usap
perutnya dia memandang ke arah keranjang.
"Aku sudah menelan tujuh puluh empat kibul ayam jantan.
Tinggal tiga ekor itu. Huh ... aku akan sembuh! Pasti sembuh! KaIau tidak,
pemuda asing itu akan kucabut duburnya, akan kubetot ususnya! Tiga ekor
lagi .... Tapi aku benar-benar kenyang! Rasanya mau muntah!" Luhkentut alias
Nenek selaksa Kentut usap-usap perutnya yang gembul. Lalu
"buut ... prett!" Dia terkentut!
Sekali ini si nenek memandang berkeliling, lalu pegang-pegang pantatnya sendiri.
Bola matanya yang kuning berputar-putar.
"Kentutku terdengar aneh sekali ini! Buutnya pendek lalu ada prettnya! Hik ...
hik. .. hik! Enak juga kedengarannya! Jangan Jangan aku memang siap sembuh!"
Girang sekali si nenek jadi bersemangat. Lalu dia ambil salah seekor ayam dalam
keranjang. Dengan cepat binatang itu dipesianginya. Dijebol ujung duburnya lalu dimakan
mentah-mentah. Begitu habis disambarnya ayam ke dua. Masih megap-megap dia
tancap ayam ke tiga! Dengan mata mendelik setelah menelan kibul ayam yang
terakhir si nenek berteriak seraya melompat.
"Tujuh puluh tujuh! Aku sudah menelan tujuh puluh tujuh kibul ayam! Aku sudah
sembuh!" Si nenek merasakan geli-geli di sekitar duburnya. Lalu
Bastian Tito: Hantu Santet Laknat [angx2006]
89 "butt.. prett!" Dia kentut lagi, dengan suara aneh tidak seperti biasanya.
"Heh, bagaimana ini! Aku masih kentut! Berarti belum sembuh! Kurang ajar! Apakah
aku telah tertipu! Aku harus mencari anak itu!"
Tiba-tiba semak belukar di samping kiri si nenek bergerak.
Luhkentut cepat berbalik seraya hendak menghantam dengan tangan kanannya.
"Nek, jangan! Ini kami!" Satu suara berseru lalu dua sosok berkelebat dan muncul
di hadapan Luhkentut!
"Kalian!" hardik si nenek muka kuning dengan mata melotot!
"Mana kawanmu yang bernama Wiro Sableng itu"!"
"Kami justru kehilangannya!" jawab salah satu dari dua orang yang barusan datang
yang bukan lain adalah Naga Kuning.
"Kami tengah mencarinya! Dia lenyap dan tak muncul lagi setelah mengikuti
seorang gadis bernama Luhcinta," menerangkan orang ke dua yaitu si kakek
berjuluk si Setan Ngompol.
"Hemm. ... Dia berani menipuku, sekarang malah asyik bercinta dengan gadis
bernama Luhcinta itu! Kurang ajar! Kau bakal menerima pembalasanku Wiro! Aku
setengah mati menelan tujuh puluh tujuh kibul ayam jantan! Penyakit kentutku
ternyata tidak sembuh!"
"Butt..l prett!"
"Nek jangan salahkan sahabat kami! Jika mendengar kentutmu kurasa kau sudah
hampir sembuh ...."
"Hampir sembuh bagaimana! Apa kau tuli tidak mendengar aku masih kentut-
kentut"!" bentak si nenek kepada Setan Ngompol hingga kakek ini terpancar air
kencingnya. "Tunggu Nek," Naga Kuning menyahuti.
"Kau memang masih kentut-kentut. Tapi apa kau tidak menghitung" Sekarang
kentutmu jauh berkurang. Tidak terus-terusan seperti dulu. Lagi pula kalau dulu
kentutmu panjang buuttt. ..
buuuutttt. .. buuttt! Sekarang kau cuma kentut pendek-pendek saja.
Butt! Dan sekali-sekali. Lalu ada tambahan Prett! Apa itu tidak berarti kau
sudah hampir sembuh malah kentutmu terdengar indah lucu"!"
Bastian Tito: Hantu Santet Laknat [angx2006]
90 "lndah lucu bapak moyangmu! Aku tetap harus mencari pemuda itu! Kalian berdua
harus menunjukkan dimana dia berada!"
"Kami tidak tahu Nek, sungguh!" jawab Naga Kuning.
"Sahabatku nenek muka kuning," Setan Ngompol ikut bicara.
"Jika kau hendak mencelakai Wiro padahal dia telah menolong menyembuhkan
penyakit kentutmu, paling tidak mengurangi, bisa-bisa kau bakal kena . kutuk!"
"Kekek mata lebar kuping sumplung! Kena kutuk apa maksudmu" Apa telingamu yang
sebelah lagi mau kuambil dan kupindah ke selangkanganmu"!"
"Serrr!" Kencing si kakek langsung terpencar. Tergagap-gagap Setan Ngompol
berkata. "Maksud kami berdua baik. Memberi tahu agar kau tidak salah kaprah ...."
"Aku tidak mengerti! Apa itu salah kaprah!" bentak Luhkentut.
"Begini Nek," Naga Kuning coba menerangkan.
"Sahabat kami Wiro Sableng telah menolongmu. Walau penyakit kentutmu tidak
sembuh seluruhnya tapi dibanding dulu sudah jauh berbeda. Kini kau Cuma kentut
sekali-sekali. Kentutmu jadi pendek. Lalu ada sedikit hiasan Prett
dibelakangnya! Kau bukannya berterima kaSih pada sahabatku itu, tapi malah mau
mencelakainya. Mencelakai orang yang telah menolong bisa-bisa penyakit kentutmu
kambuh kembali. Malah lebih parah, lebih panjang! Bagaimana kalau kau nanti
kentut sambil kepulkan asap dari duburmu!"
Habis berkata begitu Naga Kuning tekap hidung dan mulutnya mencegah jangan
sampai tersembur tawanya.
"Anak kurang ajar! Jangan kau berani menakut nakuti diriku!
Kuperas peralatanmu baru tahu rasa!" Nenek muka kuning ulurkan tangannya ke
bagian bawah perut Naga Kuning. Si bocah tentu saja cepat-cepat melompat
selamatkan diri. Setan Ngompol walau agak takut-takut segera berkata.
"Anak itu tidak menakut-nakuti. Kalau kau tidak percaya padanya harap percaya
padaku. Kita sama-sama tua.."
Bastian Tito: Hantu Santet Laknat [angx2006]
91 "Aku tua wajar, kau tua terjemur, bau dan buruk!" semprot Nenek Selaksa Kentut.
Si Setan Ngompol tersurut dua langkah.
Sambil menahan kencing dengan suara perlahan dia berkata.
"Terserah padamu. Aku hanya memberi tahu. Kalau kau sampai salah kaprah bisa
celaka. Apa kau suka nanti setiap kentut kau juga sekaligus mencret"!" Naga
Kuning membuang muka menahan tawa. Si Setan Ngompol pura-pura membetulkan
celananya padahal sudah tidak sanggup menahan kencing. Kedua orang ini melirik
ke arah si nenek muka kuning.
Saat itu Luhkentut tampak terdiam seperti berpikir pikir Diam diam dia merasa
kecut Apalagi mendengar ucapan si kakek.
Bagaimana kalau nanti dia benar benar kentut dan mencret hanya gara-gara hendak
mencelakai pernuda bernama Wiro Sableng itu"
Si nenek melangkah mondar-mandir. Diam diam dia mengakui dan sebenarnya merasa
Wiro Sableng 113 Hantu Santet Laknat di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
senang karena kentutnya kini memang hanya tinggal sekali-sekali. Walaupun
kentut, suaranya tinggal pendek dan ada tambahan Prett yang oleh si bocah
bernama Naga Kuning itu disebut sebagai sesuatau yang "indah"
Satu senyum akhirnya menyeruak di wajah si nenek. Dia memandang pada dua orang
di hadapannya. "Baiklah, aku memang pantas berterima kasih pada sahabatmu bernama Wiro Kencing
Kuda itu. Kebaikan seharusnya memang musti dibalas dengan kebaikan. Aku akan
rnencarinya untuk berterima kasih bukan untuk mencelakainya ...."
"Kau memang orang yang rendah hati tinggi budi!" memuji Setan Ngompol
"Baik hati dan en gg.... Lumayan cakep!" kata Naga Kuning menyambungi.
"Cakep" Apa itu cakep?" tanya Luhkentut tak mengerti.
"Cakep artinya kau cantik selangit tembus!" jawab Naga Kuning. Si nenek tertawa
mengekeh. "Kau pandai memuji Tapi dibalik pujianmu itu kau masih bercanda nakal
mempermainku! Mana ada di dunia ini nenek-nenek punya kecantikan selangit
tembus! Kau salah berucap. Bukan Bastian Tito: Hantu Santet Laknat [angx2006]
92 selangit tembus tapi selangit gosong! Hik ... hik ... hik!" Setelah mendongak ke
langit sebentar si nenek berkata.
"Kita segera saja mencari sahabatmu itu. Aku khawatir anak murid Hantu Santet
Laknat bernama Hantu Bara Kaliatus itu telah berbuat macam-macam mencelakai
orang!" Naga Kuning lalu menceritakan di mana dan bagaimana terakhir kali dia
dan Setan Ngompol melihat Wiro dalam keadaan tanpa pakaian berada di satu
pedataran liar dalam rimba belantara Lasesatbuntu.
"Kawanmu itu sudah kena sirap nenek dukun jahat itu! Kalau kita sampai
terlarnbat bisa-bisa mereka berdua sudah jadi suami istri!"
"Suami istri?" Naga kuning terkejut.
"Apa"!" Setan Ngompol tersentak kaget, tak percaya pada pendengarannya.
"Kurasa anak itu belum cukup gila untuk mau bercinta dengan si nenek buruk bau
itu!" Luhkentut menyeringai.
"Hantu Santet Laknat bukan dukun jahat namanya kalau tidak mampu menyirap menipu
orang. Setahuku dia punya ilmu hitam yang disebut llmu Bersalin Rupa. Dia bisa
merubah diri menjadi gadis paling cantik di muka bumi ini. Apa sahabatmu si
Sableng itu tidak akan terangsang?"
"Celaka! Wiro benar-benar dalam bahaya besar!" kata Naga Kuning.
"Aku punya dugaan, kalau Hantu Santet Laknat menjebak pemuda seperti sahabatmu
itu, dia pasti punya satu maksud tersembunyi! Kita berangkat sekarang juga ke
rimba Lasesatbuntu!"
"Nek, sebelum pergi, aku mau tanya apa potongan kuping kananku masih ada
padamu?" bertanya Setan Ngompol harap-harap cemas.
"Aku tak tahu aku simpan dimana kupingmu itu! Entah sudah kubuang entah sudah
kujadikan makanan anjing!"
"Celaka!" Setan Ngompol tersurut pucat dan keluarkan kencing. Tangan kanannya
mengusap-usap telinga kanannya yang tak ada daunnya lagi karena memang sudah
diambil oleh nenek Bastian Tito: Hantu Santet Laknat [angx2006]
93 tukang kentut itu waktu berada di goa tempat disembunyikannya patung Luhmintari
(Baca Episode berjudul Hantu Langit Ter jungkir) Kemampuan si nenek mengambil
dan memindah bagian-bagian tubuh manusia ini dimungkinkan karena dia mempunyai
ilmu yang disebut Me nahan Darah Memindah Jazad
"Memangnya kenapa kau tanyakan kupingmu itu"!" bertanya Luhkentut.
"Sesuai perjanjian, kuping itu untuk jadi jaminan bahwa kau bisa disembuhkan.
Sekarang kau sudah bisa dikatakan sembuh.
Lagi pula bukankah kita ini sekarang sudah bersahabat?" Setan Ngompol berkata
sambil tersenyum dan kedip-kedipkan matanya.
Si nenek muka kuning tertawa masam. Dia meraba-raba pakaian kuningnya, rnencari-
cari disetiap sudut sosok tubuhnya.
Meraba sampai di bawah perut si nenek berhenti. Matanya yang kuning menatap pada
Setan Ngompol lalu dikedipkan. Si nenek kemudian balikkan badannya sambil
mengangkat pakaian kuningnya ke atas. Sesaat kemudian ketika dia kembali
membalik, potongan kuping kanan Setan Ngompol sudah berada di tangan kirinya.
"lni, kau ambillah kembali! Aku memang tidak butuh lagi kupingmu ini!" Setan
Ngompol menerima potongan kupingnya.
Benda itu terasa hangat, basah dan bau pesing.
"Nek, kau letakkan di mana kupingku ini tadi ... ?" tanya Setan Ngompol.
"Kakek tolol! Coba kau cium sendiri! Kau pasti sudah tahu kusimpan dimana daun
telingamu itu!" jawab si nenek lalu berpaling pada Naga Kuning. Kedua orang ini
kemudian sama-sama tertawa cekikikan.
"Aku ... !" Setan Ngompol kibas-kibaskan potongan daun telinganya.
"Bagaimana ini .... Bagaimana aku menempelkannya ke telingaku kembali.
Nek ... !" Luhkentut ambil daun telinga yang dipegang si kakek lalu
ditempelkannya ke telinga kanan Setan Ngompol. Tapi tempelannya ternyata
terbalik. Bagian daun telinga yang seharusnya menghadap ke depan diletakkannya
di sebelah belakang. Akibatnya Setan Ngompol merasa bising karena telinga'
Bastian Tito: Hantu Santet Laknat [angx2006]
94 kirinya menangkap suara dari depan senang telinga kanan menangkap suara dari
sebelah belakang. Naga Kuning yang mengetahui hal ini diam saja sambil menahan
ketawa. "Sudah"! Kau puas sekarang"!" tanya Luhkentut.
"Pu ... puas Nek. Tapi .... Ah, aku tak tahu apa yang salah pada diriku! Tempat
ini tiba-tiba seperti bising ...."
"Kek," kata Naga Kuning.
"Kau seperti masih menyesali diri. Seharusnya kau berterima kasih pada nenek
itu. Dia telah mengembalikan potongan daun telingamu ...."
"Aku memang berterima kasih!" jawab Naga Kuning.
"Tapi kau tahu dimana dia menyirnpan kupingku ini?" kata Setan Ngompol dengan
mata melotot. "Sudahlah, mengapa hal itu diributkan. Kau sudah dapatkan telingamu kembali dan
sudah dipasangkan ditempatnya semula!"
"Tapi apa kau tidak melihat tadi"! Dia meletakkan kupingku di anunya!"
"Sudahlah Kek, seharusnya kau berterima kasih dan merasa senang. Si nenek sudah
menyimpan dan menempatkan daun telingamu di tempat yang paling aman, sedap
hangat dan terhormat ..."
"Sedap bapak moyangmu! Daun telingaku malah basah dan bau!" kata Setan Ngompol.
Naga Kuning tertawa cekikikan. Tanpa perdulikan si Kakek dia segera melangkah
menyusul nenek muka kuning yang sudah berjalan duluan menuju rimba Lasesatbuntu.
Di sebelah belakang si kakek berjalan mengikuti. Sesekali dia usap daun
telinganya yang basah. Lalu tangannya didekatkan ke lobang hidung.
"Sial .... Tapi hemmm.... Baunya lama-lama terasa enak-enak sedap. Betul juga
omongan bocah sialan itu!" Si kakek lalu mesem-mesem tertawa. Melangkah sambil
mengendus-endus jari-jari tangannya.
TAMAT * Bastian Tito: Hantu Santet Laknat [angx2006]
95 * BERHASILKAH NENEK SELAKSA KENTUT, NAGA KUNlNG DAN
SI SETAN NGOMPOL MENEMUI WIRO"
BERHASILKAH WIRO MENDAPATKAN KAPAK SAKTINYA YANG
TELAH DIRAMPAS HANTU SANTET LAKNAT"
JUGA BERHASILKAH HANTU LANGIT TERJUNGKIR MENGEJAR
HANTU BARA KALIATUS UNTUK MENYINGKAP RAHASIA TANDA BUNGA DALAM LINGKARAN PADA
LENGAN LELAKI ITU"
DAPATKAH LAKASIPO DAN LUHSANTlNl DIKELUARKAN DARI JARING API BIRU"
HARAP PEMBACA MENGlKUTl EPISODE BERIKUTNYA
BERJUDUL : BADAI FITNAH LATANAHSILAM (anggotax2006) Bastian Tito: Hantu Santet Laknat [angx2006]
96 Golok Halilintar 13 Dewa Arak 14 Sepasang Alap-alap Bukit Gantar Makam Bunga Mawar 33