Jagal Iblis Makam Setan 1
Wiro Sableng 095 Jagal Iblis Makam Setan Bagian 1
Wiro Sableng - Pendekar Kapak Maut Naga Geni 212
Karya Bastian Tito
________________________________________________________________________________
__ SATU epa sek S sang mata Sika Sure Jelantik bergerak liar menatap tajam ke arah kegelapan di
eliling gubuk di mana dia berada. Pendekar 212 Wiro Sableng terbujur di tanah
dalam keadaan kaku karena ditotok oleh si nenek.
"Aneh, jelas barusan aku mendengar suara orang! Juga suara tawa keparatnya! Tapi
mana bangsatnya"!" Sika Sure Jelantik memaki dalam hati. Ke dua matanya terus
meliar coba menembus kegelapan. Tetap saja dia tidak melihat apa-apa. "Jangan-
jangan suara angin menipu pendengaranku!" Lalu perempuan tua ini kembali
palingkan wajahnya ke arah murid Sinto Gendeng. Dia memandang berkeliling sekali
lagi lalu dengan cepat ulurkan ke dua tangannya untuk menanggalkan jubah sakti
Kencono Geni yang dikenakan Wiro.
Saat itulah kembali dari dalam gelap terdengar suara tertawa cekikikan. "Hik...
hik! Nenek tak tahu diri! Kau masih mau meneruskan maksudmu membugili pemuda itu"!
Hik... hik!" Sika Sure Jelantik pukulkan tangan kanannya ke tanah hingga tanah itu membentuk
lobang dan salah satu tiang gubuk bergoyang keras lalu jatuh ke tanah. Dengan
marah si nenek membentak.
"Manusia atau setan sekalipun! Kenapa sembunyikan diri di dalam gelap! Unjukkan
tampangmu!"
"Sika, tinggalkan pemuda itu. Kau tak bakal dapat apa-apa darinya!" Orang di
dalam gelap menjawab ucapan si nenek.
"Hemmm... Kau tahu namaku! Berarti kau seorang yang aku kenal! Jangan terlalu
pengecut memperlihatkan diri!"
"Jika itu maumu, apa susahnya! Tapi jangan kecewa karena kau tak bakalan bisa
melihat wajahku!" jawab suara dalam gelap. Lalu terlihat satu bayangan hitam
berkelebat disertai suara siuran angin. Tahu-tahu di depan gubuk yang kini
atapnya miring karena salah satu tiangnya roboh, duduk menjelepok di tanah
seorang berpakaian serba hitam.
Seperti dikatakannya tadi si nenek tak bakal melihat wajahnya. Karena orang ini
duduk sambil menutup mukanya dengan ke dua tangan. Meski Sika Sure Jelantik
memang tidak dapat melihat wajah orang itu namun dia sudah mengetahui siapa dia
adanya. "Iblis Pemalu! Permainan konyol apa yang sedang kau lakukan saat ini"! Ucapan-
ucapanmu tadi benar-benar membuatku marah! Kalau bukan kau orangnya saat ini
pasti kau sudah kubunuh!"
"Nenek Sika, aku malu! Justru aku yang harus bertanya. Permainan konyol apa yang
hendak kau perbuat terhadap pemuda itu!"
"Apa urusanku tak perlu kau banyak cingcong! Kau menunjukkan sikap aneh.
Bukankah kita sebelumnya datang dalam satu rombongan bersama dua teman lainnya"
Mana Pengiring Mayat Muka Hijau dan Datuk Gadang Mentari"!"
Sambil terus menutupi wajahnya dibalik dua tangan, Iblis Pemalu menjawab. "Aku
malu tak dapat mengatakan dimana adanya Pengiring Mayat Muka Hijau. Tapi si
Datuk Gadang Mentari sudah mati menemui ajal! Memalukan sekali datang jauh-jauh
dari tanah seberang hanya mencari mati di tanah Jawa! Bukankah kau sendiri
menyaksikan kematiannya di lembah batu itu?"
Jagal Iblis Makam Setan 1
Wiro Sableng - Pendekar Kapak Maut Naga Geni 212
Karya Bastian Tito
"Jadi gadis bernama Anggini, murid tua Gila itu benar-benar membunuh sahabat
kita Datuk Gadang Mentari...."
"Huss...! Jangan berkata yang memalukan! Tua bangka itu bukan sahabatku. Aku
berada bersama rombongannya hanya ikut-ikutan saja!"
"Rupanya kau bukan cuma seorang pemalu. Tapi juga pengkhianat. Teman dibunuh
orang kau biarkan saja!"
"Datuk Gadang Mentari bukan temanku! Kau juga bukan temanku! Aku malu berteman
dengan kalian!"
Wiro Sableng yang sejak tadi mendengar percakapan ke dua orang itu diam-diam
merasa aneh melihat perubahan sikap orang berjuluk Iblis Pemalu itu. Untuk
menyelidik tentu saja tidak mungkin. Tahu kalau kini Iblis Pemalu tidak lagi
sehaluan dengan si nenek maka murid Sinto Gendeng ini lantas tertawa bergelak.
"Nenek jelek! Kau dengar orang tak mau berteman denganmu! Aku saja yang orang
lain merasa malu! Apa kau tidak merasa malu"!"
"Tutup mulutmu! Jangan ikut campur urusanku!" bentak Sika Sure Jelantik marah
sekali hingga sekujur tubuhnya bergetar. Dia berpaling pada Iblis Pemalu yang
saat itu tertawa cekikikan mendengar ucapan Wiro.
"Mana dia merasa malu!" ujar Iblis Pemalu.
"Nenek tua ini tidak punya kemaluan! Astaga! Maksudku tidak punya rasa malu!
Hik... hik... hik!"
"Aku tidak merasa rugi tidak menjadi sahabatmu! Kalau kau tidak berteman
denganku, harap lekas angkat kaki dari sini! Jangan membuat aku muak!" Membentak
Sika Sure Jelantik pada Iblis Pemalu dengan mata dipelototkan.
"Ah, diriku bisa membuatmu jadi muak! Memalukan sekali! Kalau kau memang muak
melihatku, sebelum kau muntah apa salahnya kau saja yang minggat dari sini"!
Atau mungkin itu kau anggap sesuatu yang memalukan"!"
Semakin marah Sika Sure Jelantik mendengar kata-kata Iblis Pemalu itu. Namun dia
masih bisa menimbang. Kalau memperturutkan kemarahannya mau saat itu dia
menghantam dan membunuh Iblis Pemalu dengan pukulan Kuku Kilat Akhirat. Namun
dari pada mencari perkara lebih baik mengalah dan membawa Wiro Sableng dari
tempat itu. Maka tanpa banyak bicara dia segera membungkuk, siap memanggul tubuh Pendekar
212. Tapi di sampingnya Iblis Pemalu terdengar berkata.
"Aku memintamu pergi seorang diri! Tidak membawa serta pemuda itu! Jangan
melakukan hal yang memalukan nenek Sika!"
"Iblis Pemalu, harap kau jangan keliwat menekan! Pemuda ini milikku! Aku boleh
membawanya kemana saja! Aku boleh melakukan apa saja terhadapnya!"
"Memalukan sekali! Mana ada aturan seperti itu"!" ujar Iblis Pemalu dengan dua
tangan masih terus dipergunakan menutupi, wajahnya.
Sika Sure Jelantik angkat kepalanya ke atas lalu keluarkan tawa panjang.
"Sekalipun kau raja di raja rimba persilatan, jangan mengira kau bisa mengatur
diriku! Jangan kau berani bergerak di tempatmu! Atau kau akan mampus percuma!"
Tanpa mengacuhkan Iblis Pemalu si nenek Sika Sure Jelantik dengan gerakan cepat
menarik salah satu tangan Wiro hingga sosok murid Sinto Gendeng ini melayang ke
atas dan "bluk!" Tahu-tahu sudah berada di atas bahu kirinya.
Jagal Iblis Makam Setan 2
Wiro Sableng - Pendekar Kapak Maut Naga Geni 212
Karya Bastian Tito
Iblis Pemalu ternyata tak tinggal diam. Sebelum Sika Sure Jelantik berkelebat
pergi melarikan Wiro dia sudah berkelebat dan tegak menghadang jalan si nenek.
"Kau benar-benar mencari mampus!" hardik Sika Sure Jelantik. Tangan kirinya
dihantamkan ke arah. Iblis Pemalu. Lima larik sinar sangat hitam menggebubu
dalam gelapnya malam.
"Memalukan!" terdengar seman Iblis Pemalu.
"Memalukan!" ikut berteriak murid Sinto Gendeng. Dia sengaja memanasi si nenek.
Lima larik sinar maut terus mencuat dari lima kuku jari Sika Sure Jelantik.
"Mampus!" teriak si nenek sambil menyeringai ketika melihat bagaimana lima sinar
mautnya hanya tinggal sejengkal lagi dari tubuh yang jadi sasaran!
Tapi laksana gaib ditelan bumi sosok Iblis Pemalu mendadak sontak lenyap dari
pemandangan. Lima larik sinar hitam pukulan sakti Kilat Kuku Akhirat mendarat
pada sebuah batu besar di depan serumpunan semak belukar. Batu dan semak belukar
sama-sama mencelat berhamburan hancur beran
takan! "Kurang ajar! Bagaimana mungkin dia bisa lolos dari pukulan saktiku!" ujar Sika
Sure Jelantik dan cepat memutar tubuh memandang berkeliling.
"Nenek Sika, kau letakkan saja pemuda itu di tanah lalu pergi dari sini.
Bukankah itu lebih baik bagimu dari pada berbuat lain yang bisa memberimu malu
besar"!"
Si nenek cepat putar tubuhnya ke kiri. Dilihatnya Iblis Pemalu tegak di atas
atap gubuk yang hampir rubuh. Tangan kiri berkacak pinggang sedang tangan kanan
menutupi wajah.
"Kalau kau memang inginkan pemuda ini, mengapa kau tidak berani merampasnya dari
tanganku" Pengecut memalukan!" Sika Sure Jelantik mengejek seraya keluarkan
suara mendengus dari hidung dan mulutnya.
Iblis Pemalu, tertawa mengekeh seraya usap-usap wajahnya dengan tangan kanan.
"Aku sudah memberi kesempatan padamu. Tapi kau tidak mau mempergunakan!
Sungguh memalukan! Jika kau inginkan aku merampas pemuda itu dari tanganmu lihat
saja bagaimana jadinya!"
Habis berkata begitu tubuh Iblis Pemalu lenyap dari atas atap.
"Wutttt!"
Sika Sure Jelantik berseru kaget ketika tiba-tiba ada sambaran angin di samping
kanan. Lalu ada satu tangan hendak mencengkeram tengkuk pemuda yang ada di
panggulannya. Si nenek cepat membungkuk seraya hantamkan siku kanannya.
Serangannya meleset. Tiba-tiba si nenek membuat gerakan berputar. Dengan
mengandalkan kaki kirinya sebagai tumpuan Sika Sure Jelantik berputar dalam
gerakan setengah lingkaran. Kaki kanannya menendang dan "bukk!"
Sosok Iblis Pemalu yang tadi ada di belakangnya mencelat kena hantaman kaki
kirinya. "Memalukan!" Iblis Pemalu berseru sambil menahan sakit. Tangan kiri memegang
perutnya yang kena tendang sedang tangan kanan tetap menutupi wajahnya. Selagi
dia berusaha mengimbangi diri Sika Sure Jelantik tak mau memberi kesempatan.
Tangan kanannya dipukulkan. Lima larik Kilat Kuku Akhirat menyambar ke arah
Iblis Pemalu. "Tamatlah riwayatmu sekarang manusia sinting geblek!" teriak Sika Sure Jelantik
dengan mata berkilat-kilat dan mulut sunggingkan senyum maut.
Jagal Iblis Makam Setan 3
Wiro Sableng - Pendekar Kapak Maut Naga Geni 212
Karya Bastian Tito
Di depan sana Iblis Pemalu tiba-tiba memutar tubuhnya. Dalam keadaan
membelakangi lawan ke dua tangannya dipukulkan ke belakang.
"Wusss!"
"Wusss!"
Dalam gelap kelihatan dua larik cahaya putih bergulung-gulung membentuk dua
lingkaran aneh. Sika Sure Jelantik berseru kaget ketika melihat lima larik sinar
sakti pukulan Kilat Kuku Akhiratnya masuk ke dalam dua lingkaran cahaya putih,
ikut tergulung lalu dua lingkaran putih bersama lima larik sinar hitam berbalik
menghantam ke arahnya!
Dalam keadaan seperti itu Sika Sure Jelantik masih mampu berpikir cepat. Bukan
dia saja yang harus menyelamatkan diri dari hantaman maut itu tapi Pendekar 212
Wiro Sableng juga harus diselamatkan. Kalau sampai pemuda itu menemui ajal
tambah sulit baginya untuk mencari tahu di mana beradanya musuh besarnya si Tua
Gila itu! Maka si nenek pun melakukan satu hal yang hebat!
* * * Jagal Iblis Makam Setan 4
Wiro Sableng - Pendekar Kapak Maut Naga Geni 212
Karya Bastian Tito
________________________________________________________________________________
__ DUA ika Sure Jelantik lemparkan tubuh Pendekar 212 ke atas. "Hekkk!" Suara seperti
orang muntah melesat keluar dari tenggorokan murid Sinto Gendeng ini begitu
tubuhnya Syang dilemparkan ke atas jatuh membelintang di atas cabang pohon.
"Tua bangka sialan!" maki Wiro. "Untung tubuhku nyangsrang di sini! Kalau amblas
ke tanah pasti nyawaku tidak ketolongan!" Wiro memandang ke bawah. Cabang pohon
dimana tubuhnya terbelintang tanpa bisa bergerak berada sejarak lebih empat
tombak dari tanah! Rasa gamang dan ngeri karena khawatir akan jatuh sementara
dirinya masih berada dalam keadaan tertotok membuat murid Sinto Gendeng ini
seperti mau membuang hajat besar. "Nenek jelek! Turunkan aku dari atas pohon."
Sika Sure Jelantik mana perdulikan teriakan Wiro. Begitu bahunya lepas dari
beban sosok tubuh Wiro si nenek lesatkan dirinya ke atas. Gulungan cahaya putih
dan sinar pukulan Kilat Kuku Akhirat lewat hanya setengah jengkal di bawah
kakinya. Bagian bawah jubahnya terasa panas. Ketika dia meneliti ternyata ujung
jubahnya telah berubah menjadi abu! Diam-diam tengkuk si nenek menjadi dingin,
"iblis Pemalu. Aku mengenalnya baru satu minggu! Siapa makhluk aneh tapi dahsyat
ini sebenarnya" Aku tak pernah melihat wajahnya. Tadi waktu melepaskan pukulan
berbentuk dua gulungan sinar putih dia.
pergunakan ke dua tangannya. Tapi dia sengaja membelakang hingga tampangnya
tetap tidak kelihatan! Tanah Jawa benar-benar sarat dengan manusia berkepandaian
tinggi!" "Memalukan! Bagaimana mungkin seranganku tidak mengenai sasaran!" Iblis Pemalu
mengomel. Saat itu dari atas dilihatnya Sika Sure Jelantik melayang turun.
Sepasang kaki si nenek menghunjam ke arah kepalanya. Iblis Pemalu tak tinggal
diam. Dua tangan menutup wajah. Dua kaki dihentakkan ke tanah. "Settt!" Tubuhnya
lenyap. Tahu-tahu sudah berada di udara, membuat si nenek terkejut sekali karena
lawan berada demikian dekat dengannya dan "wutt... wutt!" Dua kaki Iblis Pemalu
menerjang ke depan. Dalam keadaan seperti itu tak ada jalan lain bagi Sika Sure
Jelantik selain balas menghantam dengan ke dua kakinya pula.
Maka terjadilah perkelahian saling tendang di udara. Suara beradunya kaki
terdengar tiada henti dan baru lenyap ketika Sika Sure Jelantik tampak limbung
lalu jatuh terkapar di tanah tak kuasa bangkit kembali. Dia berusaha mengatupkan
mulut rapat-rapat namun tak urung suara erangannya terdengar juga.
Iblis Pemalu melayang turun ke tanah. Untuk beberapa lamanya dia tampak tegak
terbungkuk-bungkuk. "Memalukan.... Memalukan...." Kata-kata itu keluar dari
mulutnya berulang kali. Kedua tangan menutupi wajah. Sepasang matanya
memperhatikan Sika Sure Jelantik lewat celah-celah jarinya.
"Aku meminta pemuda itu secara baik-baik. Kau bersikap keras kepala. Memalukan!
Sekarang lihat apa akibatnya! Berdiri pun kau tak sanggup! Dan aku sendiri! Huh!
Rasanya mau putus kaki ini!"
Di atas pohon Wiro berteriak. "Sobatku iblis Pemalu! Jangan mengoceh saja!
Tolong turunkan aku!"
Iblis Pemalu memandang ke atas pohon yang gelap. Lalu tertawa cekikikan. Dengan
muka ditutupi ke dua tangannya dia balas berteriak. "Aku malu melihatmu di atas
pohon sana! Memang tak ada tempat lain yang lebih baik bagimu! Hik... hik..
hik!" Jagal Iblis Makam Setan 5
Wiro Sableng - Pendekar Kapak Maut Naga Geni 212
Karya Bastian Tito
"Jangan bergurau! Turunkan aku dari atas pohon keparat ini!"
"Memalukan! Kau memerintah menurunkanmu! Apa aku yang meletakkanmu di atas
cabang pohon"!"
"Jangan ngaco! Memang bukan kaul Tapi apa salahnya kau segera menolong diriku!"
jawab Wiro yang jadi sangat jengkel.
"Nenek jelek itu yang melempar kau ke atas pohon. Dia memang tak punya malu!
Minta padanya agar menurunkan kau sekarang juga!"
Sika Sure Jelantik yang tergeletak di tanah menyeringai menahan sakit. "Iblis
Pemalu keparat! Kau meminta aku menurunkan pemuda gendeng itu! Baik! Kau
saksikan sendiri bagaimana caraku menurunkannya!" Habis berkata begitu si nenek
hantamkan tangan kanannya ke atas. Lima larik sinar pukulan Kilat Kuku Akhirat
menderu ke arah Wiro.
"Tobat! Tamat riwayatku!" teriak Wiro dengan mata melotot. "Iblis Pemalu!
Lakukan sesuatu!"
Tapi Iblis Pemalu cuma tutup mukanya rapat-rapat dan gelengkan kepala.
"Setan alas! Nyawaku benar-benar tidak bisa tertolong!" keluh Pendekar 212.
"Wuttt!"
Sesaat lagi Wiro akan menemui ajal ditembus lima larik sinar maut tiba-tiba
sebuah benda putih halus melesat di kegelapan malam tanpa suara sedikitpun. Wiro
merasakan ada sesuatu yang mengikat ke dua pergelangan kakinya. Lalu tiba-tiba
saja tubuhnya terasa laksana dibetot dan berputar di udara. Di sampingnya cabang
pohon tempat dia tadi terjuntai melintang hancur berantakan dihantam sinar Kilat
Kuku Akhirat.
Wiro Sableng 095 Jagal Iblis Makam Setan di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
"Apa yang terjadi dengan diriku"!" ujar Wiro. Tubuhnya berputar di udara laksana
terbang. Perlahan-lahan tubuh itu melayang ke bawah, makin ke bawah dan akhirnya
"bukk!" Wiro terbanting keras menelungkup. Bukan di tanah. Tapi di atas sosok
tubuh Sika Sure Jelantik! Kakinya saling bertumpuk dengan kaki si nenek. Perut
dan dadanya berbenturan keras dengan perut dan dada Sika Sure Jelantik. Bahkan
mulutnya pun saling bertempelan dengan mulut si nenek hingga keduanya seolah
sedang berciuman mesra!
Sika Sure Jelantik memaki panjang pendek. Wiro keluarkan suara seperti mau
muntah dan meludah berulang kali. "Sialan! Ludahnya masuk ke dalam mulutku!"
rutuk murid Sinto Gendeng.
Dalam kegelapan terdengar suara orang tertawa terkekeh-kekeh! Si nenek
menggereng marah. Wiro pasang telinga baik-baik. Saat itu tubuhnya yang tak
mampu bergerak akibat totokan masih tertelentang menelungkup di atas badan si
nenek. "Aku rasa-rasa mengenali suara tawa itu. Jangan-jangan... Ah, apa benar dia?"
"Jahanam! Berani kau mencium mulutku!" Sika Sure Jelantik berteriak marah.
Tangannya kiri kanan dipukulkan ke arah batok kepala Wiro. Ini merupakan satu
serangan mengepruk yang dapat memecahkan kepala murid Sinto Gendeng itu.
Wiro yang seolah tidak sadar bahaya maut mengancamnya balas berteriak. "Siapa
suka mencium nenek bau macammu!"
Sesaat lagi dua tangan si nenek akan menghancurkan kepalanya tiba-tiba Wiro
merasa benda aneh yang menjirat dua pergelangan kakinya disentakkan. Tubuhnya
yang masih tertelungkup di atas tubuh si nenek terbetot ke kiri lalu terguling
di tanah. Hal ini menyelamatkannya dari serangan maut Sika Sure Jelantik. Saat
itu pula sebuah benda halus panjang melayang di sampingnya. Ujung benda ini
laksana seekor ular mematuk ke arah jalan darah di pangkal leher Wiro. Serta
meria saat itu juga totokan yang menguasai dirinya Jagal Iblis Makam Setan 6
Wiro Sableng - Pendekar Kapak Maut Naga Geni 212
Karya Bastian Tito
buyar! Mulutnya langsung membuka. Dia menguap lebar-lebar. Sepasang matanya
meredup seperti mengantuk. Ulahnya ini tidak lain akibat pengaruh ilmu tidur
yang diberikan Si Raja Penidur padanya tempo hari. Sesaat kemudian setelah
menyadari dirinya bebas dari totokan Wiro cepat gulingkan diri mengambil Kapak
Maut Naga Geni 212 yang tadi diambil dan diletakkan Sika Sure Jelantik di tanah.
Baru saja senjata ini disimpannya di balik pakaian tiba-tiba Sika Sure Jelantik
berseru keras. "Aku mencium bau badanmu!!" Nenek yang cidera ke dua kakinya ini mencoba bangkit
berdiri tapi tidak bisa. Seperti gila dia berteriak. "Sukat Tandika! Jangan
bersembunyi! Lekas unjukkan diri menerima kematian!" Si nenek gerak-gerakkan
tangan kanannya ke berbagai arah, Siap menghantam dengan pukulan sakti paling
hebat yang dimilikinya yakni Jalur Hitam Bara Dendam. Ini merupakan pendalaman
dari ilmu Kilat Kuku Akhirat yang memang direncanakannya untuk dipergunakan
membunuh Tua Gila.
Tangan kiri si nenek bersitekan ke tanah untuk menopang tubuhnya. Sepasang
matanya jelalatan menembus kegelapan malam. Tiba-tiba ada sambaran angin di
belakangnya. Si nenek membalik, siap menghantam dengan pukulan sakti Kilat Kuku
Akhirat. Tapi terlambat. Satu totokan bersarang di punggungnya. Langsung saat
itu sekujur tubuhnya menjadi kaku tegang dalam keadaan seperti merangkak.
"Jahanam I Siapa berlaku pengecut menotok dari belakang!" teriak Sika Sure
Jelantik. "Aku malu melakukannya/Tapi apa boleh buat! Nenek liar sepertimu harus dibuat
jinak! Hik... hik... hik!"
"Iblis Pemalu keparat!" rutuk si nenek.
Iblis Pemalu melangkah mendekati Pendekar 212. "Tadi dia menotokmu dan hendak
menelanjangimu! Aku barusan telah menotoknya. Dia tak bisa bergerak lagi! Apa
kau mau membalas menelanjanginya"! Hik... hik... hik!"
"Apa enaknya melihat tubuh tua keriput seperti yang dimilikinya! Memalukan
saja!" jawab Wiro menimpali ejekan iblis Pemalu walau sebenarnya dia masih jengkel pada
orang ini karena tadi tidak menolongnya turun dari cabang pohon.
Iblis Pemalu tertawa gelak-gelak mendengar ucapan Wiro.
"Dua manusia gila! Aku bersumpah akan membunuh kalian!" teriak Sika Sure
Jelantik. "Aku mau pergi dari sini. Malu lama-lama berada di tempat ini. Kau mau kemana"
Mau pergi sama-sama denganku asal kau tidak malu saja"!" tanya Iblis Pemalu pada
Wiro. "Aku, hemm.... Biar aku di sini dulu menemani nenek-nenek ini. Kasihan kalau dia
sampai mati kedinginan di tempat ini...."
"Terserah padamu. Tapi awas, jangan kau gerayangi tubuh tua bangka itu. Jangan
melakukan sesuatu yang membuat malu aku malu sebagai temanmu! Aku pergi
sekarang,"
kata Iblis Pemalu.
"Tunggul Jangan pergi dulu! Ada yang ingin kubicarakan denganmu!" kata Wiro
pula. Lalu tanpa menunggu jawaban orang dia memandang berkeliling. Dia tahu
siapa yang barusan menolongnya. Maka diapun berseru. "Kakek Tua Gila, mengapa
masih bersembunyi"!"
Sika Sure Jelantik yang diam-diam juga sudah memastikan bahwa Tua Gila bekas
kekasihnya yang kini menjadi manusia paling dibencinya di atas dunia ini berada
di tempat itu, serta merta salurkan tenaga dalam ke tangan kanan menyiapkan
serangan maut Jalur Hitam Bara Dendam. Lima kukunya yang panjang mengeluarkan
sinar hitam angker dan Jagal Iblis Makam Setan 7
Wiro Sableng - Pendekar Kapak Maut Naga Geni 212
Karya Bastian Tito
sepertinya ada asap tipis keluar dari tangannya. Matanya memandang liar
berkilat. Begitu Tua Gila muncul dari dalam kegelapan langsung akan dihantamnya
dengan pukulan sakti itu. Tapi dia lupa bahwa saat itu sekujur tubuhnya berada
dalam keadaan tertotok. Walau secara luar biasa dia masih sanggup menyalurkan
tenaga dalam dan menyiapkan pukulan Jalur Hitam Bara Dendam namun dia tidak
mampu menggerakkan apa lagi mengangkat tangan kanannya itu untuk menyerang.
Di dalam gelap terdengar suara orang batuk-batuk beberapa kali. Lalu berkelebat
muncul satu bayangan. Tapi orang ini ternyata bukan Sukat Tandika alias Tua
Gila! * * * Jagal Iblis Makam Setan 8
Wiro Sableng - Pendekar Kapak Maut Naga Geni 212
Karya Bastian Tito
________________________________________________________________________________
__ TIGA ika Sure Jelantik menyumpah habis-habisan ketika dia menyadari kalau tak mampu
menggerakkan tangan kanan untuk melepas pukulan Jalur Hitam Bara Dendam.
SDalam keadaan seperti itu dia merasa agak lega sedikit walau sepasang matanya
membeliak berkilat. Yang muncul di tempat itu bukanlah Sukat Tandika alias Tua
Gila kekasihnya di masa muda.
Iblis Pemalu yang belum sempat meninggalkan tempat itu memandangi orang yang
datang lewat sela-sela jari ke dua tangannya yang dipergunakan menutupi wajah.
Wiro garuk-garuk kepala, memandang tak berkesip dan bertanya-tanya siapa adanya
orang yang berdiri di bawah bayangan gelap pohon besar di sampingnya.
"Aku memang tidak kenal pada perempuan tua ini. Tak pernah melihatnya
sebelumnya. Tapi mengapa wajahnya mengingatkan aku pada seseorang...?" Murid
Sinto Gendeng membatin.
Orang yang muncul di tempat itu adalah perempuan tua berjubah hitam. Dia
mengenakan sebentuk topi menyerupai tanduk kerbau, terbuat dari kain berbenang
perak. Di bawah topi rambutnya yang putih panjang menjela punggung dan dada. Walau
wajahnya keriputan dimakan usia namun masih ada bayangan kecantikan yang
dimilikinya di masa muda. Nenek ini bukan lain adalah Sabai Nan Rancak, salah
seorang tokoh silat penguasa Gunung Singgalang yang seperti telah dituturkan
dalam Episode sebelumnya (Asmara Darah Tua Gila) menyeberang dari Andalas ke
tanah Jawa dalam mencari musuh besarnya yaitu Tua Gila.
"Kau siapa"!" membentak Sika Sure Jelantik.
"Ya, kau siapa"!" Wiro ikut-ikutan bertanya.
Iblis Pemalu tetap berdiri memandang dengan muka ditutup.
Nenek berjubah hitam menyeringai. Kepalanya digoyangkan hingga rambutnya yang
putih panjang tersingkap ke belakang. Walau wajahnya kini kelihatan menyeluruh
namun baik Sika Sure Jelantik maupun Wiro tetap saja tidak mengenali siapa
adanya nenek satu ini.
"Nenek yang terkapar di tanah!" Sabai Nan Rancak berkata dengan nada sinis. Dia
menatap ke arah Sika Sure Jelantik, sama sekali tidak perdulikan Pendekar 212.
"Kau tidak kenal diriku. Tapi aku kenai kau siapa adanya. Bukankah kau yang
bernama Sika Sure Jelantik" Nenek culas yang pernah menyamar jadi dukun sakti di
suatu pulau"! Yang datang ke tanah Jawa ini untuk mencari seorang kakek bernama
Sukat Tandika alias Tua Gila alias Iblis Gila Pencabut Jiwa alias Pendekar Gila
Patah Hati"!"
Berubahlah paras angker Sika Sure Jelantik. "Setan tua ini tahu banyak tentang
diriku! Aku sama sekali tidak mengenali siapa dia adanya! Sial keparat!"
"Nenek, kau mengenali tua bangka satu ini, kau sendiri siapa"!" Wiro beranikan
diri ajukan pertanyaan.
"Tutup mulutmu! Aku bicara dengan dia! Dan
9 JAGAL IBLIS MAKAM SETAN
aku belum mendapat jawaban! Pada gilirannya aku akan bicara denganmu!" sentak
Sabai Nan Rancak.
"Aduh galaknya si muka keriput ini!" ujar Wiro sambil garuk-garuk kepala.
Jagal Iblis Makam Setan 9
Wiro Sableng - Pendekar Kapak Maut Naga Geni 212
Karya Bastian Tito
Walau dalam keadaan Cidera ke dua kaki dan tak berdaya karena tertotok Sika Sure
Jelantik tetap saja galak. Dia menjawab dengan lantang.
"Tua bangka rongsokan! Rupanya namaku demikian terkenalnya hingga kau tahu siapa
diriku! Dan tentang dirimu yang sudah lapuk dimakan rayap usia, apa perduliku
untuk mau tahu!"
Sabai Nan Rancak mendongak lalu tertawa panjang.
"Bicaramu memang hebat! Tapi aku tahu jiwamu tergoncang besar! Aku merasa tidak
ada gunanya bicara lebih panjang denganmu!" Sabai Nah Rancak berpaling pada Wiro
Sableng. "Aku juga kenal siapa dirimu anak muda! Jangan kau berani beranjak dari
tempatmu sebelum aku mendapat keterangan!"
"Malam begini gelap tak ada bulan tak ada bintang. Penerangan apa yang bisa aku
berikan padamu"!" ujar Wiro seenaknya sambil senyum-senyum.
"Orang yang mau mampus bicaranya memang sering tidak karuan!" balas Sabai Nan
Rancak. Murid Sinto Gendeng jadi terkesiap mendengar ucapan orang tapi tetap saja tak
mau kalah. "Nek, kau rupanya manusia hebat luar biasa. Sampai-sampai tahu kalau
ada yang akan mati. Kalau dibanding usiamu dengan usiaku, bukankah kau yang
lebih bau tanah alias dekat liang kubur"!"
"Sobatku! Kau betul! Memalukan saja si tua bangka ini bicaranya!" Iblis Pemalu
berteriak lalu tertawa gelak-gelak.
"Hemmm... Ada satu lagi orang gila rupanya di tempat ini!" kata Sabai Nan Rancak
tak mau kalah mengejek. "Heran, kenapa orang-orang gila selalu memilih mati
berkawan-kawan daripada sendiri-sendiri! Hik... hik... hik!"
Di balik ke dua tangannya wajah Iblis Pemalu tampak mengerenyit menahan tawa
sedangkan Wiro kelihatan tegak melongo dan garuk-garuk kepala.
"Kau!" tiba-tiba Iblis Pemalu gerakkan tangan kirinya dan menuding tepat-tepat
kepada Sabai Nan Rancak. "Kau datang laksana munculnya hantu malam. Memalukan!
Kau tahu banyak tentang orang lain tapi tidak mau memberi tahu siapa diri
sendiri! Memalukan!
Biaraku beritahu pada orang-orang di sini siapa kau adanya!"
Sabai Nan Rancak sesaat jadi tercekat tapi dia diam tak bergerak dan tak membuka
mulut walau dalam hati dia berusaha menduga-duga siapa adanya manusia aneh yang
terus-terusan menutupi wajahnya dengan tangan. "Kau tidak beda dengan nenek tua
bernama Sika Sure Jelantik itu! Kau datang jauh-jauh dari seberang bukankah
punya maksud sama dengan dia"!"
Berdebar dada Sabai Nan Rancak mendengar kata-kata Iblis Pemalu itu.
"Manusia aneh bermulut panjang! Apa maksudmu!" hardik Sabai Nan Rancak.
"Kau berkeliaran sampai di sini bukankah karena juga mencari Tua Gila" Orang
yang di masa mudamu menjadi kekasihmu!"
"Jahanam!" teriak Sabai Nan Rancak. Tubuhnya berkelebat. Tangan kirinya
lancarkan satu pukulan keras ke arah dada Iblis Pemalu. Tapi yang diserang
bergerak cepat hindarkan diri dan tahu-tahu sudah tegak empat langkah di samping
kanan Sabai Nan Rancak.
"Kau malu rahasiamu aku bongkar" Ha... ha... ha!" Iblis Pemalu tertawa gelak-
gelak. "Sika Sure Jelantik, kalau kau dulu kawin dengan Sukat Tandika, maka nenek satu
ini akan menjadi madumu! Ha... ha... ha...! Benar-benar hidup yang memalukan!"
Jagal Iblis Makam Setan 10
Wiro Sableng - Pendekar Kapak Maut Naga Geni 212
Karya Bastian Tito
Baik Sika Sure Jelantik maupun Sabai Nan Rancak sama bersemu merah wajah masing-
masing dalam gelap.
"Orang gila! Siapa kau adanya!"
cak menegur. Suaranya tetap keras.
"Siapa aku itulah satu hal memalukan untuk diberi tahu!" jawab Iblis Pemalu
pula. "Tapi aku tidak malu memberi nasihat! Sebaiknya kau yang bernama Sabai Nan
Rancak kembali saja ke pulau Andalas. Tanah Jawa terlalu keras bagimu! Kau tidak
akan mendapatkan keberuntungan!"
"Aku memang tidak mencari untung datang ke sini. Aku mencari nyawa orang!"
jawab Sabai Nan Rancak. Lalu dia berpaling pada Wiro dan berkata. "Aku tahu
siapa kau adanya anak muda! Lekas kau suruh keluar gurumu! Aku tahu dia ada di
tempat ini! Tapi takut memperlihatkan diri!"
"Bukan takut! Mungkin malu!" ujar Iblis Pemalu.
"Jika kau punya kepentingan dengan Tua Gila, harap kau mencari dan
mendapatkannya sendiri!" jawab Wiro.
"Baik! Kalau begitu biar kau kubuat mampus dulu baru si Tua Gila itu mau
menunjukkan diri!"
Habis berkata begitu Sabai Nan Rancak kembangkan telapak tangan kanannya lalu
diangkat dan diarahkan pada Pendekar 212 Wiro Sableng.
Dalam gelap satu sosok yang sejak tadi mendekam tak bergerak diam-diam merasa
cemas. "Dia hendak menghantam anak itu dengan pukulan sakti Kipas Neraka!
Celaka! Jangankan dia, akupun tak sanggup menerima pukulan maut itu!" Lalu orang ini
sibakkan semak belukar di depannya. Dia melompat keluar seraya berteriak.
"Tahan serangan!"
Seorang kakek berpakaian putih kini tegak antara Wiro dan Sabai Nan Rancak.
"Manusia jahanam Sukat Tandika!" Teriak Sika Sure Jelantik. Dia serasa mau
terbang untuk melumat tubuh kakek itu.
"Kakek Tua Gila!" seru Wiro.
"Ha... ha! Jadi ini dia si tua bangka memalukan itu!" Ikut bicara Iblis Pemalu.
Sesaat Sabai Nan Rancak tampak tergoncang. Matanya mendelik memandangi Tua Gila
yang tegak menatap ke arahnya dengan pandangan kosong.
"Waktu di pantai Andalas kau bisa lolos! Waktu kau terluka oleh keris Datuk
Angek Garang kau masih bisa selamat karena ada orang bercadar menolongmu! Di
malam yang gelap ini agaknya tidak manusia tidak juga hantu yang akan
menyelamatkan nyawamu!"
Tua Gila hanya berdiam diri mendengar Sabai Nan Rancak. Sepasang matanya masih
terus memandangi tak berkesip walau tampak sayu.
"Manusia dan hantu mungkin tidak akan menolongnya! Tapi Tuhan Yang Kuasa pasti
menolong!" Ujar Pendekar 212.
"Betul sekali! Tuhan memang tidak pernah malu menolong umatNya yang kesusahan!"
menimpali Iblis Pemalu lalu tertawa mengekeh.
"Akan kita lihat apa Tuhanmu memang akan menolong!" ujar Sabai Nan Rancak pula
dengan mata berapi-api. Lalu dua tangannya sekaligus diangkat ke atas.
Tua Gila merasakan tengkuknya dingin. Dia ingat keterangan Putri Andini dulu
bahwa bagaimana pun saktinya dirinya dia tak akan sanggup menghadapi pukulan
sakti Kipas Neraka yang dimiliki Sabai Nan Rancak.
Jagal Iblis Makam Setan 11
Wiro Sableng - Pendekar Kapak Maut Naga Geni 212
Karya Bastian Tito
"Dia mengangkat dua tangan sekaligus. Berarti hendak menghantamku dengan dua
Wiro Sableng 095 Jagal Iblis Makam Setan di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
pukulan Kipas Neraka! Satu saja aku tak sanggup menghadapi, apa lagi sampai dua
hantaman. Aku pasrah menerima kematian!"
Tiba-tiba Iblis Pemalu berseru.
"Orang tua! Jangan tegak diam memalukan! Lakukan sesuatu agar kau tidak mati
penuh penyesalan!"
Tua Gila hanya menyeringai mendengar kata-kata itu. Dia tetap tak bergerak di
tempatnya. "Banyak urusanku yang masih terbengkalai. Tapi maut agaknya datang
lebih cepat! Kematian mungkin satu-satunya jalan yang dapat melepaskan diriku
dari segala beban bathin dan pikiran!"
Sabai Nan Rancak gerakkan ke dua tangannya. Mendadak sontak saat itu juga dua
larik sinar memerah melesat keluar dari telapak tangan Sabai Nan Rancak. Dua
sinar lurus mengerikan ini mengembang seperti kipas. Sekalipun saat itu Tua Gila
berusaha menyelamatkan diri maka keadaannya sudah terlambat sekali. Tak ada lagi
ruang Untuk menyingkir apa lagi menangkis.
"Pukulan Kipas Neraka!" teriak Iblis Pemalu yang mengenali pukulan sakti yang
dilepaskan Sabai Nan Rancak.
"Kek!" teriak Wiro melihat Tua Gila diam saja seolah sengaja memasang badan.
Dengan cepat Pendekar 212 melompat menghadang dua tebaran sinar merah yang panas
luar biasa. Dia yang masih mengenakan jubah Kencono Geni mengandalkan kesaktian
jubah itu untuk melindungi Tua Gila. Namun dia hanya mencari celaka karena
bersama-sama dengan si kakek dia mungkin akan menemui ajal dihantam pukulan
Kipas Neraka itu!
"Sobat tolol memalukan! Mengapa mau-mauan mencari mati"!" teriak Iblis Pemalu.
Pada saat yang menegangkah itu tiba-tiba ada bayangan kuning berkelebat. Wiro
terpental ke kiri sedang Tua Gila jatuh terduduk di tanah lalu terguling sampai
dua tombak! * * * Jagal Iblis Makam Setan 12
Wiro Sableng - Pendekar Kapak Maut Naga Geni 212
Karya Bastian Tito
________________________________________________________________________________
__ EMPAT rang berpakaian dan bercadar kuning berOrang berpakaian dan bercadar kuning
berlutut di kegelapan malam. Hanya kaki kirinya saja yang bersitekan ke tanah.
Dua Otangan di angkat ke depan dengan telapak terkembang. Sepasang mata menatap
tak berkesip ke arah dua larik sinar merah yang datang menerpa dengan sangat
ganas. Dua tangan bahkan sekujur tubuh orang bercadar kuning ini tampak bergoncang
keras. Pakaiannya serta meria basah oleh keringat. Di kening dan bagian sekitar
matanya muncul butiran-butiran keringat. Ini satu pertanda dia tengah
mengerahkah tenaga luar dan dalam untuk melawan satu kekuatan besar yang hendak
menyapunya. Apa yang terjadi sungguh luar biasa. Dua larik pukulan Kipas Neraka yang melesat
keluar dari dua tangan Sabai Nan Rancak tertahan satu jengkal di depan dua
tangan orang bercadar kuning. Perlahan-lahan tebaran sinar merah yang berbentuk
kipas tampak menciut dan akhirnya kembali ke asalnya yakni bentuk garis lurus.
Ketika orang bercadar perlahan-lahan mendorongkan ke dua tangannya maka dua
larik sinar merah ikut terdorong seolah-olah masuk kembali ke dalam tangan Sabai
Nan Rancak. "Jurus Menghormat Kipas Neraka!" teriak Sabai Nan Rancak dengan paras berubah
dan mundur beberapa langkah. Dia sama sekali tak bisa mempercayai serangan
mautnya tadi bisa dimentahkan begitu saja. "Orang bercadar! Siapa kau! Dari mana
kau mempelajari jurus Menghormat Kipas Neraka tadi"!"
Orang bercadar perlahan-lahan bangkit berdiri. Tua Gila, Wiro dan Iblis Pemalu
terkagum-kagum melihat apa yang barusan terjadi.
"Manusia aneh bercadar kuning! Untuk ke tiga kalinya dia menolongku! Ah...." Tua
Gila goleng-goleng kepala.
Setelah mengusap keningnya yang basah dan mengatur gejolak jalan darahnya, orang
bercadar berkata. Ucapannya seperti orang berpantun.
"Saling hormat pada sesama adalah kewajiban manusia. Di mata Tuhan manusia satu
tidak ada kelebihannya kecuali ketakwaannya/Menjatuhkan hukuman, bersikap pongah
dalam keadilan adalah kesesatan yang menyedihkan. Karena setiap manusia tidak
lepas dari pada kesalahan. Mana ada hidup yang paling enak dari pada mencari
tenteram di masa tua.
Masa muda hanyalah kenangan buruk dan indah yang akan punah ditelan usia."
"Jahanam! Aku bertanya kau menjawab dengan syair keparat!" teriak Sabai Nan
Rancak tak dapat lagi menahan amarahnya.
"Siapa bertanya tak akan sesat di tengah jalan. Siapa berpura bertanya akan
sesat di ujung jalan. Mengapa tidak kembali ke awal jalan?"
Sabai Nan Rancak berteriak keras. Tubuhnya melayang di udara. "Orang gila! Mari
kutunjukkan padamu jalan ke neraka!"
"Wuttt!"
Satu jotosan yang luar biasa cepatnya menderu ke arah kepala orang bercadar
kuning. "Kemarahan pangkal kesesatan. Kesesatan adalah temannya setan. Setan adalah
kehancuran!"
"Bukkk!"
Sabai Nan Rancak terpekik. Tubuhnya mencelat dua tombak dan jatuh terjengkang di
tanah. Ketika dia memeriksa tangan kanannya yang tadi dipergunakan untuk
menyerang Jagal Iblis Makam Setan 13
Wiro Sableng - Pendekar Kapak Maut Naga Geni 212
Karya Bastian Tito
matanya jadi mendelik. Tangan itu kini berubah menjadi putih karena kulitnya
telah terkelupas hingga tulang-tulangnya kelihatan putih menonjol!
"Kurang ajar! Apa yang kau lakukan terhadapku!" teriak Sabai Nan Rancak. Seperti
kalap, penuh nekad dia kembali menerjang. Saat itulah Tua Gila cepat
menghadangnya dan dengan sikap tenang serta suara lembut kakek ini berkata.
"Sabai, jangan celakakan diri sendiri. Orang itu bukan tandinganmu. Kembalilah
ke Andalas. Janah Jawa bisa menjadi neraka bagimu! Kalau tiba saatnya aku akan
menyusul. Apa pun yang kau harapkan dariku, termasuk nyawaku kelak akan kuserahkan padamu!
Hanya ingat satu hal yang kukatakan tempo hari padamu. Ada seseorang entah kau
sadari atau tidak telah memanfaatkan dirimu melakukan perbuatan-perbuatan
aneh...." "Setan tua jahanam!" teriak Sabai Nan Rancak. "Aku tidak butuh nasihatmu!"
Tangan kiri si nenek berkelebat.
Bukkk!" Tua Gila tidak menyangka ucapan baiknya akan dibalas dengan satu hantaman ke
arah dadanya. Orang tua ini terpental dua tombak dan tertelentang di tanah
muntahkan darah segar.
"Kek!" seru Wiro seraya memburu. Namun saat itu walau terluka di dalam Tua Gila
masih bisa berdiri. Dia tersenyum pahit. "Aku tak apa-apa..." katanya ketika
Wiro memegangi lengannya.
"Akan kubunuh jahanam itu!" teriak Wiro.
"Sudahlah! Dia sudah tak ada lagi di sini. Sudah pergi!" kata Tua Gila pula.
Wiro berpaling, memandang berkeliling. Ternyata memang benar Sabai Nan Rancak
tak ada lagi di tempat itu.
"Kek," ujar Wiro setengah berbisik. "Orang bercadar kuning yang tadi menolongmu
juga tak ada lagi...."
"Astaga!" Tua Gila memandang berkeliling. "Temanmu yang selalu menutupi mukanya
itu juga lenyap!" ujar si kakek.
"Pada kemana mereka" Pergi begitu saja!" kata Wiro sambil garuk-garuk kepala.
Km! mau tak mau pandangan Wiro dan Tua Gila tertuju pada si nenek Sika Sure
Jelantik. Melihat dirinya dipandangi begitu rupa si nenek membentak.
"Sukat Tandika! Kalau kau memang laki-laki lepaskan totokanku dan terima
kematianmu di tanganku!"
"Nenek jelek!" bentak Wiro yang jadi naik darah. "Kalau mulutmu tak bisa diam
nanti kusumpal dengan ini!" Wiro lalu cabut umbi besar keladi hutan dan
menyorongkan ke mulut si nenek. Di depan mulut Sika Sure Jelantik keladi hutan
itu digoyang-goyangkannya kian kemari sengaja mempermainkan hingga si nenek
memaki habis-habisan.
"Wiro, hentikan perbuatanmu!" Tua Gila mengambil keladi hutan dari tangan Wiro
dan mencampakkannya di tanah. Dia tegak dekat Sika Sure Jelantik. "Sika, kau
terluka parah. Menurut penglihatanku tulang kakimu kiri kanan patah!"
"Apa perdulimu"!" hardik Sika Sure Jelantik. Sebenarnya perempuan tua ini sudah
tahu keadaan kakinya. Memang benar ada bagian-bagian tulang kakinya yang patah
akibat beradu tendangan dengan Iblis Pemalu.
"Dengar, aku akan membawamu ke satu tempat yang baik dan mengobati kakimu yang
cidera sampai sembuh. Mungkin kesempatan ini bisa kita pergunakan untuk bicara
dari hati ke hati...."
Jagal Iblis Makam Setan 14
Wiro Sableng - Pendekar Kapak Maut Naga Geni 212
Karya Bastian Tito
"Kek," tiba-tiba Wiro menyeling. "Kurasa aku lebih baik pergi saja. Agar kau
bisa leluasa menyelesaikan urusanmu dengan bekas pacarmu ini!"
"Anak setan! Jangan kau berani bicara kurang ajar!" bentak Tua Gila. "Jangan kau
berani pergi tanpa izinku!"
Wiro hanya tertawa bergumam sementara Sika Sure Jelantik unjukkan wajah merah
cemberut. "Aku tidak sudi ditolong! Jangan berani menyentuh tubuhku!"
"Sika, harap kau pergunakan akal sehat! Jangan keras kepala tidak karuan. Aku
menolongmu dengan ikhlas. Tidak ada pamrih atau maksud agar kau memaafkan segala
perbuatanku di masa lalu...."
"Kek, kalau dia tidak mau ditolong biar saja. Kabarnya di sini banyak binatang
buas, ular berbisa. Belum lagi segala hantu dedemit yang konon doyan meniduri
nenek-nenek peot seperti dia!" Wiro kembali mempermainkan si nenek saking
kesalnya melihat tindak tanduk Sika Sure Jelantik yang tidak mau ditolong oleh
Tua Gila. Sementara Sika Sure Jelantik memaki tiada henti Tua Gila angkat si nenek dan
memanggulnya di bahu kiri. Dia berpaling pada Wiro. "Aku akan membawanya ke satu
tempat. Harap kau mengikuti...."
"Kek, bukannya lebih bebas jika kalian hanya berdua saja"!"
"Jangan bergurau terus-terusan anak geblek! Ikuti aku! Banyak hal yang ingin aku
bicarakan denganmu!"
"Kek, apa kau sudah berpikir sepuluh kali" Nenek itu sudah bersumpah hendak
membunuhmu! Apa tidak salah kaprah kalau kau kini menolongnya"!"
"Aku tahu apa yang aku lakukan!" jawab Tua Gila pula dengan mata cekung melotot.
Wiro garuk-garuk kepala. Ketika Tua Gila berkelebat pergi mau tak mau dia
terpaksa mengikuti.
* * * Jagal Iblis Makam Setan 15
Wiro Sableng - Pendekar Kapak Maut Naga Geni 212
Karya Bastian Tito
________________________________________________________________________________
__ LIMA ua Gila membawa Sika Sure Jelantik ke sebuah kaki bukit di mana terdapat sebuah
goa dan satu mata air kecil tak jauh dari sana. Keesokan paginya selagi Sika
Sure TJelantik masih tertidur lelap dan Pendekar 212 mandi di mata air Tua Gila
mengambil beberapa jenis dedaunan di dalam hutan. Daun-daun ini ditumbuknya
hingga lumat lalu diborehkannya pada kaki kiri kanan si nenek yang cidera. Lima
ranting pohon yang lurus-lurus kemudian diikatkannya sepanjang kedua kaki si
nenek. "Jika satu minggu kau bisa menjaga diri, tidak banyak bergerak apa lagi
berjalan, tulang-tulangmu yang patah bisa bertaut kembali. Minggu berikutnya kau
pasti sembuh..." berkata Tua Gila.
"Aku tidak suka kau tolong! Aku tidak akan berterima kasih!" jawab Sika Sure
Jelantik ketus.
Tua Gila menyeringai. "Kau tidak suka ditolong itu urusanmu. Kau tidak mau
berterima kasih aku tidak meminta. Aku hanya merasa punya kewajiban untuk
menolongmu!"
"Agar aku mau melupakan semua perbuatan terkutukmu di masa lalu"! Jangan mimpi!
Jangan mengharap!"
Tua Gila menyeringai. "Kau tahu sifatku Sika. Seumur hidup sampai sekarang aku
tak pernah bermimpi atau mengharap!"
"Manusia busuk! Mengapa tidak kau bunuh saja aku saat ini!" teriak Sika Sure
Jelantik. Mukanya kelihatan tegang membesi. Tenggorokannya turun naik lalu
tampak ada air mata mengambang di ke dua matanya dan perlahan-lahan menetes
membasahi pipinya yang keriput. Tua Gila kelihatan seperti tercekat. Jelas dia
terpengaruh dengan kesedihan hati yang diperlihatkan si nenek.
Menyaksikan hal ini Wiro yang baru datang segera menarik Tua Gila ke satu tempat
lalu berbisik. "Kek, kau sudah menjalankan kewajibanmu. Buat apa melayani tua
bangka tak tahu diri itu! Lepaskan saja totokannya lalu kita tinggalkan tempat
ini. Habis perkara!"
tua Gila memegang bahu Wiro dan berkata. "Perkara tidak baka la n habis seperti
dugaanmu. Lagi pula aku tidak sejahat dugaan orang. Aku menolongnya karena aku
merasa itu kewajibanku. Aku menolongnya dengan ikhlas tanpa mengharapkan apa-
apa. Apa lagi memohon agar dia mau memaafkan segala dosa perbuatanku di masa
muda. Aku ingin dia tetap hidup agar dia bisa melakukan apa yang diinginkannya.
Yaitu membunuhku...."
"Kek, jalan pikiranmu telah dipengaruhi suara hatimu!" ujar murid Sinto Gendeng.
"Itu ujar-ujar yang selalu diucapkan orang persilatan. Jangan jalan pikiran
dipengaruhi hati karena bisa membawa celaka, tapi orang lupa pikiran dan hati
bersumber pada satu sumber yang sama. Yakni kebenaran."
"Kek, aku rasanya lucu mendengar kau berfilsafat...."
"Keren betul bicaramu anak muda! Sudah! Lebih baik kau ikut aku ke mata air. Ada
beberapa hal yang perlu kubicarakan denganmu!"
Wiro hanya bisa garuk kepala dan mengikuti si kakek menuju mata air.
Di dalam goa Sika Sure Jelantik semakin deras mengucurkan air mata. Walau Wiro
dan Tua Gila tadi bicara berbisik-bisik namun karena memiliki pendengaran yang
tajam si nenek sempat mendengar semua ucapan ke dua orang itu. Hatinya terasa
perih seperti Jagal Iblis Makam Setan 16
Wiro Sableng - Pendekar Kapak Maut Naga Geni 212
Karya Bastian Tito
disayat-sayat. "Kenapa jalan nasibku begini sengsara" Mengapa aku tidak segera
saja mati dalam kesengsaraan ini. Sukat Tandika, jika saja...." Si nenek tak
dapat meneruskan suara batinnya. Dadanya menggemuruh ditelan perasaan.
Begitu sampai di mata air yang dikelilingi pepohonan rindang Tua Gila segera
bicara. "Hal pertama yang ingin kutanyakan padamu, apa kau kenal dengan seorang dara
bernama Puti Andini?"
Wiro tersenyum. "Aku tak ingat apa pernah menceritakannya padamu. Tapi karena
kau bertanya aku akan menjawab Kek. Gadis itu bergelar Dewi Payung Tujuh.
Berasal dari pulau Andalas. Bukankah nenek bernama Sabai Nan Rancak itu adalah
gurunya?" "Hemmm, anak ini tahu banyak tentang Puti Andini. Apa dia juga tahu gadis itu
adalah cucuku?" membatin Tua Gila. "Lanjutkan keteranganmu. Apa lagi yang kau
ketahui tentang gadis itu, Wiro."
"Dia pernah disuruh oleh gurunya untuk mendapatkan Kitab Putih Wasiat Dewa.
Juga diperintah untuk membunuhku...." (Baca Episode berjudul Wasiat Dewa).
Tua Gila anggukkan kepala. "Kau sudah memiliki Kitab Putih Wasiat Dewa. Sampai
saat ini dia tidak membunuhmu. Apa kau mengira gadis itu masih punya niat jahat
terhadapmu?"
"Beberapa kali pertemuan memang dia tidak menunjukkan niat buruk itu. Tapi hati
orang siapa tahu?" ujar Wiro pula.
"Kalau begitu bisa kubilang antara kau dan Puti Andini tidak ada lagi masalah
atau perselisihan apa lagi silang sengketa?"
Wiro garuk-garuk kepala. "Yah, bisa saja dikatakan begitu. Bagiku dari dulu tak
ada masalah apa-apa. Malah aku berhutang budi dan nyawa padanya. Waktu aku luka
parah dan keracunan dihantam Tiga Bayangan Setan, kalau bukan dia yang menolong
pasti aku sudah menemui ajal. Kurasa walaupun dia masih bersikap tidak baik
padaku, aku tetap akan menghormatinya...." (Mengenai Tiga Bayangan Setan harap
baca serial Wiro Sableng berjudul Wasiat Dewa).
"Hemmm... Menghormati katamu, itu kata yang sulit ditafsirkan karena banyak
mengandung arti...."
"Maksudmu Kek?" tanya Wiro.
"Apa kau punya rasa suka terhadap Puti Andini?" Tua Gila langsung saja bertanya.
Wiro Sableng 095 Jagal Iblis Makam Setan di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Lalu dia tertawa terkekeh-kekeh ketika dilihatnya murid Sinto Gendeng itu
memandang padanya dengan mata membeliak dan mulut ternganga.
"Harap kau tidak masukkan dalam hati, anak muda. Aku hanya bergurau!" kata Tua
Gila pula. Namun Wiro maklum dibalik gurauan itu Tua Gila memang punya maksud
sesuatu. "Jangan-jangan sejak muridnya dibunuh komplotan Sabai Nan Rancak orang tua ini
sudah mengangkat si gadis jadi muridnya," pikir Pendekar 212 pula.
"Pada bulan purnama empat belas hari mendatang aku akan bertemu dengan gadis itu
di pinggiran timur Telaga Gajah Mungkur. Kalau kau suka kau boleh ikut bersamaku
ke sana...."
Semakin keras dugaan Wiro bahwa si kakek memang punya maksud tertentu.
"Hemm... Terus terang aku suka ikut denganmu. Tapi aku ada urusan lain. Aku
harus mencari seorang sahabat yang terakhir sekali kutinggalkan dalam keadaan
terluka...."
Jagal Iblis Makam Setan 17
Wiro Sableng - Pendekar Kapak Maut Naga Geni 212
Karya Bastian Tito
"Siapa sahabatmu itu. Seorang pemuda atau seorang gadis hah"! Ah, dari sinar
matamu aku tahu dia pasti seorang gadis berwajah cantik. Kalau bukan seorang
gadis kau mana mau bersusah payah segala!"
"Namanya Anggini. Murid tunggal tokoh silat bergelar Dewa Tuak...."
"Ah!" Tua Gila jadi kaget. Lalu bertanya. "Anggini! Murid sahabatku si Dewa
Tuak. Sejak pertemuan terakhir di Pangandaran lama sudah aku tidak mendengar kabarnya.
Apa saat ini dia masih bersuka-suka dengan kekasihnya si Ratu Pesolek itu" Ha...
ha... ha! Wiro, apa yang terjadi dengan murid Dewa Tuak?"
Wiro lalu menuturkan penghadangan yang dilakukan oleh empat orang yaitu Iblis
Pemalu, Pengiring Mayat Muka Hijau, Sika Sure Jelantik dan Datuk Gadang Mentari.
"Sika Sure Jelantiklah yang mencelakai Anggini. Aku tak tahu bagaimana
keadaannya sekarang. Seorang sahabat menemaninya ketika kutinggal pergi...."
"Sika Sure Jelantik..." kata Tua Gila sambil menghela nafas panjang. "Sulit
membuatnya mau mengerti. Kalau Anggini sampai celaka jangan harap dia lolos dari
maut! Dewa Tuak pasti akan mengejarnya sampai ke liang neraka sekalipun!"
"Mengenai Iblis Pemalu," kata Wiro pula. "Siapa dia sebenarnya" Apakah dia
berpihak pada orang-orang golongan putih atau kaki tangan golongan hitam?"
"Siapa dia adanya memang sulit diketahui. Dia muncul belum lama. Ketinggian
ilmunya serta tindak tanduknya yang aneh membuat namanya mencuat dengan jelas.
Walau kelihatannya dia bukan orang baik-baik tapi aku yakin dia bukan kaki
tangan orang-orang Lembah Akhirat. Namun sikapnya yang aneh dan sering berubah
mendatangkan prasangka bahwa manusia satu ini gampang ditarik ke kiri atau ke
kanan. Dia hanya mengikut arah angin atau mana sukanya saja walau cuma sesaat.
Orang seperti dia harus dibaik-baiki, harus pandai memuji dan menyanjung. Aku
seolah yakin bahwa sifatnya yang seperti pemalu itu hanya dibuat-buat saja. Biar
kita lupakan dulu Iblis Pemalu. Sebaliknya aku menyirap kabar bahwa Anggini
telah membunuh Datuk Mangkuto Kamang...."
"Itu fitnah yang tak karuan juntrungannya Kek," jawab Wiro.
"Justru karena fitnah itulah perlu diselidiki.
Akhir-akhir ini banyak kejadian hebat di dunia persilatan pulau Andalas dan
Tanah Jawa. Sesama golongan putih saling baku hantam. Lalu belum lagi lenyapnya
tokoh-tokoh rimba persilatan secara aneh. Satu di antaranya adalah kakek sakti
berjuluk Dewa Sedih. Dia lenyap dan kabarnya berada dalam kekuasaan orang-orang
Lembah Akhirat.... Saudaranya si Dewa ketawa pasti akari mengobrak-abrik Lembah
Akhirat. Namun keanehan yang berselubung maut menyungkup Lembah Akhirat. Aku
khawatir Dewa Ketawa akan mengalami nasib sial...."
"Kau tahu siapa sebenarnya yang menjadi penguasa Lembah Akhirat itu Kek?"
"Dia hanya dikenal dengan panggilan Datuk Lembah Akhirat. Beberapa tokoh
kabarnya berusaha menyelidik. Namun satu persatu mereka lenyap tak tahu
rimbanya...."
"Mengenai kepergianmu ke Telaga Gajah Mungkur menemui Puti Andini, agaknya ada
satu urusan penting di sana?"
Tua Gila mengangguk. "Ini satu urusan yang sebetulnya perlu aku beri tahu padamu
beberapa tahun yang silam. Namun mungkin baru saat ini tepat untuk kukatakan.
Kau pernah mendengar riwayat sebilah pedang bernama Pedang Naga Suci 212!"
Jagal Iblis Makam Setan 18
Wiro Sableng - Pendekar Kapak Maut Naga Geni 212
Karya Bastian Tito
Wiro kerenyitkan kening mendengar kata-kata Tua Gila itu. "Aku memiliki Kapak
Naga Geni 212. Kau menyebut Pedang Naga Suci 212. Apa ada hubungan satu dengan
lainnya?" tanya murid Sinto Gendeng pula.
"Kapak dan pedang itu merupakan dua senjata yang sebenarnya tidak terpisahkan.
Berasal dan merupakan warisan dari seorang kakek sakti bernama Kiai Gede Tapa
Pamungkas. Waktu aku dan gurumu si Sinto Gendeng menjadi murid Kiai yang diam di
Gunung Gede itu, kami diwarisi dua senjata. Seharusnya aku mendapatkan Kapak
Naga Geni 212, tapi Sinto Gendeng mendahului, malah dia melarikan Pedang Naga
Suci 212."
Tua Gila lalu menuturkan riwayat dua senjata sakti itu yang didengar Wiro dengan
penuh perhatian. (Mengenai riwayat Kapak Maut Naga Geni 212 dan Pedang Naga Suci
212 harap baca Episode terdahulu berjudul Pedang Naga Suci 212).
Lama Wiro termenung mendengar penuturan -Tua Gila. Dia coba mengingat-ingat.
"Kek, kalau aku tidak salah mengingat, waktu kapak mustika sakti itu diberikan
padaku, Eyang Sinto pernah berkata Kapak Naga Geni 212 itu dia yang membuat. Dia
menghabiskan waktu sepuluh tahun untuk menciptakannya...."
Tua Gila tertawa mengekeh. "Gurumu itu namanya bukan Sinto Gendeng kalau tidak
melakukan atau bicara gendeng. Mungkin dia tidak bermaksud buruk berdusta
padamu. Mungkin dia berkata begitu agar kau tidak mensia-siakan jerih payahnya dan agar
kau merawat senjata itu sebaik-baiknya."
"Mungkin juga begitu..." kata Wiro perlahan.
"Aku menaruh firasat bahwa Pedang Naga Suci 212 berjodoh dengan Puti Andini. Itu
sebabnya dia kusuruh pergi menyelidik dan mencari pedang mustika itu di Telaga
Gajah Mungkur.... Aku sendiri tidak berminat mendapatkan dan memilikinya.... Aku
sudah terlalu tua. Urusan rimba persilatan kini berada di tangan kalian orang-
orang muda...."
"Mana bisa begitu Kek. Kami yang muda-muda hanya dianggap sebagai sapu lidi
pembersih. Sementara para tokoh yang sudah tua-tua berbuat macam-macam mengotori
dunia persilatan!"
Tua Gila tertawa gelak-gelak. Begitu tawanya mereda Wiro berkata.
"Kek, tentunya kau punya satu alasan mewarisi pedang sakti itu pada Puti Andini,
bukan hanya sekedar firasat. Atau mungkin gadis itu sudah kau angkat jadi
muridmu pengganti Sati?"
Jagal Iblis Makam Setan 19
Wiro Sableng - Pendekar Kapak Maut Naga Geni 212
Karya Bastian Tito
________________________________________________________________________________
__ ENAM ang ditanya tak segera menjawab. Kemudian sekulum senyum menyeruak di wajah
orang tua ini. Satu senyum pahit yang menandakan keperihan hati. Karena Sati,
satu-Ysatunya murid Tua Gila yang namanya barusan diucapkan Wiro telah tewas
dibunuh Datuk Angek Garang di pulau Andalas beberapa waktu yang lalu.
"Hemm.... Kau betul. Alasan utamaku adalah dia kuanggap seorang gadis pendekar
sejati. Masih suci dan bersih. Masa depannya dalam dunia persilatan penuh dengan
tantangan. Berarti dia perlu satu senjata yang diandalkan."
"Bukankah dari gurunya Sabai Nan Rancak gadis itu telati memiliki satu ilmu
kepandaian dan senjata berupa tujuh buah payung?" ujar Wiro.
Tua Gila tertawa lebar. "Itu juga betul. Walau dia kelak memiliki pedang sakti
itu, tentu saja dia tidak boleh melupakan ilmu payungnya yang hebat. Selain itu,
aku berhutang jiwa padanya. Waktu aku dalam keadaan tak berdaya dan hampir mati
di tangan Sabai Nan Rancak serta teman-temannya, Puti Andini menyelamatkan
diriku...."
Dalam hatinya Tua Gila merasa bimbang. Apakah akan diceritakannya pada Wiro
bahwa Puti Andini sebenarnya adalah cucunya sendiri. Sebaliknya dalam hatinya
Wiro juga bertanya-tanya. "Kurasa ada satu hal lain yang sangat kuat membuat
kakek ini memberi tahu tentang pedang itu pada Andini. Dia tadi tidak menjawab
ya atau tidak apakah dia telah mengangkat Puti Andini menjadi muridnya,"
"Apa yang ada dalam benakmu Wiro?" tanya Tua Gila ketika dilihatnya Wiro seperti
termenung. "Aku cuma khawatir Kek. Bagaimana kalau kelak pedang itu sampai jatuh ke tangan
Sabai Nan Rancak. Kau bisa lebih celaka lagi...."
Mulut Tua Gila tampak berkomat-kamit. "Aku cukup percaya pada gadis itu.
Buktinya dia berani menanggung akibat berhadapan dengan gurunya demi
menyelamatkan diriku.... Lagi pula ada semacam petunjuk bahwa Kapak Naga Geni
212 dan Pedang Naga Suci 212 kelak akan bersatu kembali. Bukan itu saja. Aku
menyirap kabar sekitar lima tahun silam. Kapak dan Pedang itu mempunyai seorang
anak yaitu sebilah keris yang tak kalah saktinya dengan sepasang induknya...."
Mendengar ucapan Tua Gila itu Pendekar 212 terdiam namun otaknya cepat bekerja.
"Kalau Kapak dan Pedang kelak akan bersatu bahkan punya anak, jangan-jangan
kakek ini hendak menjodohkan aku dengan Puti Andini. Gila betul! Ada hubungan
apa sebenarnya antara Tua Gila dengan gadis dari seberang itu...."
"Eh, kau kembali kulihat memikirkan sesuatu!" Tua Gila menegur.
Wiro menyeringai. "Aku coba memasukkan ke dalam akalku bagaimana mungkin sebilah
kapak dan pedang bisa punya anak sebilah keris...."
Tua Gila tertawa lebar. Dengan jari telunjuk tangan kanannya ditekannya dada
murid Sinto Gendeng seraya berkata. "Itu kelak yang harus kau selidiki, Wiro.
Omong-omong bagaimana soal perjodohanmu...?"
"Perjodohanku?" balik bertanya Wiro karena tidak mengerti. "Apa maksudmu Kek?"
"Kau berkura-kura dalam perahu. Berpura-pura tidak tahu. Bukankah Dewa Tuak
pernah kasak-kusuk dengan Sinto Gendeng hendak menjodohkanmu dengan Anggini
murid tunggalnya itu?"
Jagal Iblis Makam Setan 20
Wiro Sableng - Pendekar Kapak Maut Naga Geni 212
Karya Bastian Tito
Wiro hendak tertawa membahak tapi akhirnya sambil garuk-garuk kepala dia
menjawab. "Baik Eyang Sinto Gendeng maupun Dewa Tuak tak pernah mendesak kalau
mereka memang menginginkan perjodohan itu...."
"Lalu.... Hem... jadi terserah pada kalian yang muda-muda kalau begitu?"
"Bisa saja kau katakan seperti itu Kek. Namun kami pun tidak pernah membicarakan
hal itu. Anggini seorang gadis yang segala sesuatunya tak bisa harus ditentukan
oleh orang lain...."
"Bagus.... Bagus!"
"Bagus bagaimana maksudmu Kek?" Wiro mengejar dengan pertanyaan. Dalam hati
semakin berat dugaannya bahwa Tua Gila memang ingin menjodohkannya dengan Puti
Andini. "Kalau tidak apa perlunya dia menanyakan hubunganku dengan Anggini. Dia
tampak senang ketika kuberi tahu bahwa guru masing-masing tidak mendesak dan aku
ataupun Anggini tak pernah lagi membicarakan soal perjodohan itu."
"Maksudku," jawab Tua Gila pula. "Aku gembira kalian bisa berlaku benar-benar
sebagai orang dewasa dan serba matang menghadapi masa depan...." Tua Gila lalu
angguk-anggukkan kepalanya beberapa kali. Lalu dia menyambung ucapannya.
"Ada satu hal lagi yang ingin kusampaikan padamu. Seseorang menitipkan sebuah
kalung sakti bernama Kalung Permata Kejora. Kalung itu seharusnya aku serahkan
pada Sabai Nan Rancak. Orang yang menitipkan tidak tahu kalau aku punya
bentrokan besar dengan si nenek dari Gunung Singgalang itu. Celakanya justru
Kisah Para Naga Di Pusaran Badai 2 16 Dewi Sri Tanjung 12 Aji Wisa Dahana Hati Budha Tangan Berbisa 2
Wiro Sableng - Pendekar Kapak Maut Naga Geni 212
Karya Bastian Tito
________________________________________________________________________________
__ SATU epa sek S sang mata Sika Sure Jelantik bergerak liar menatap tajam ke arah kegelapan di
eliling gubuk di mana dia berada. Pendekar 212 Wiro Sableng terbujur di tanah
dalam keadaan kaku karena ditotok oleh si nenek.
"Aneh, jelas barusan aku mendengar suara orang! Juga suara tawa keparatnya! Tapi
mana bangsatnya"!" Sika Sure Jelantik memaki dalam hati. Ke dua matanya terus
meliar coba menembus kegelapan. Tetap saja dia tidak melihat apa-apa. "Jangan-
jangan suara angin menipu pendengaranku!" Lalu perempuan tua ini kembali
palingkan wajahnya ke arah murid Sinto Gendeng. Dia memandang berkeliling sekali
lagi lalu dengan cepat ulurkan ke dua tangannya untuk menanggalkan jubah sakti
Kencono Geni yang dikenakan Wiro.
Saat itulah kembali dari dalam gelap terdengar suara tertawa cekikikan. "Hik...
hik! Nenek tak tahu diri! Kau masih mau meneruskan maksudmu membugili pemuda itu"!
Hik... hik!" Sika Sure Jelantik pukulkan tangan kanannya ke tanah hingga tanah itu membentuk
lobang dan salah satu tiang gubuk bergoyang keras lalu jatuh ke tanah. Dengan
marah si nenek membentak.
"Manusia atau setan sekalipun! Kenapa sembunyikan diri di dalam gelap! Unjukkan
tampangmu!"
"Sika, tinggalkan pemuda itu. Kau tak bakal dapat apa-apa darinya!" Orang di
dalam gelap menjawab ucapan si nenek.
"Hemmm... Kau tahu namaku! Berarti kau seorang yang aku kenal! Jangan terlalu
pengecut memperlihatkan diri!"
"Jika itu maumu, apa susahnya! Tapi jangan kecewa karena kau tak bakalan bisa
melihat wajahku!" jawab suara dalam gelap. Lalu terlihat satu bayangan hitam
berkelebat disertai suara siuran angin. Tahu-tahu di depan gubuk yang kini
atapnya miring karena salah satu tiangnya roboh, duduk menjelepok di tanah
seorang berpakaian serba hitam.
Seperti dikatakannya tadi si nenek tak bakal melihat wajahnya. Karena orang ini
duduk sambil menutup mukanya dengan ke dua tangan. Meski Sika Sure Jelantik
memang tidak dapat melihat wajah orang itu namun dia sudah mengetahui siapa dia
adanya. "Iblis Pemalu! Permainan konyol apa yang sedang kau lakukan saat ini"! Ucapan-
ucapanmu tadi benar-benar membuatku marah! Kalau bukan kau orangnya saat ini
pasti kau sudah kubunuh!"
"Nenek Sika, aku malu! Justru aku yang harus bertanya. Permainan konyol apa yang
hendak kau perbuat terhadap pemuda itu!"
"Apa urusanku tak perlu kau banyak cingcong! Kau menunjukkan sikap aneh.
Bukankah kita sebelumnya datang dalam satu rombongan bersama dua teman lainnya"
Mana Pengiring Mayat Muka Hijau dan Datuk Gadang Mentari"!"
Sambil terus menutupi wajahnya dibalik dua tangan, Iblis Pemalu menjawab. "Aku
malu tak dapat mengatakan dimana adanya Pengiring Mayat Muka Hijau. Tapi si
Datuk Gadang Mentari sudah mati menemui ajal! Memalukan sekali datang jauh-jauh
dari tanah seberang hanya mencari mati di tanah Jawa! Bukankah kau sendiri
menyaksikan kematiannya di lembah batu itu?"
Jagal Iblis Makam Setan 1
Wiro Sableng - Pendekar Kapak Maut Naga Geni 212
Karya Bastian Tito
"Jadi gadis bernama Anggini, murid tua Gila itu benar-benar membunuh sahabat
kita Datuk Gadang Mentari...."
"Huss...! Jangan berkata yang memalukan! Tua bangka itu bukan sahabatku. Aku
berada bersama rombongannya hanya ikut-ikutan saja!"
"Rupanya kau bukan cuma seorang pemalu. Tapi juga pengkhianat. Teman dibunuh
orang kau biarkan saja!"
"Datuk Gadang Mentari bukan temanku! Kau juga bukan temanku! Aku malu berteman
dengan kalian!"
Wiro Sableng yang sejak tadi mendengar percakapan ke dua orang itu diam-diam
merasa aneh melihat perubahan sikap orang berjuluk Iblis Pemalu itu. Untuk
menyelidik tentu saja tidak mungkin. Tahu kalau kini Iblis Pemalu tidak lagi
sehaluan dengan si nenek maka murid Sinto Gendeng ini lantas tertawa bergelak.
"Nenek jelek! Kau dengar orang tak mau berteman denganmu! Aku saja yang orang
lain merasa malu! Apa kau tidak merasa malu"!"
"Tutup mulutmu! Jangan ikut campur urusanku!" bentak Sika Sure Jelantik marah
sekali hingga sekujur tubuhnya bergetar. Dia berpaling pada Iblis Pemalu yang
saat itu tertawa cekikikan mendengar ucapan Wiro.
"Mana dia merasa malu!" ujar Iblis Pemalu.
"Nenek tua ini tidak punya kemaluan! Astaga! Maksudku tidak punya rasa malu!
Hik... hik... hik!"
"Aku tidak merasa rugi tidak menjadi sahabatmu! Kalau kau tidak berteman
denganku, harap lekas angkat kaki dari sini! Jangan membuat aku muak!" Membentak
Sika Sure Jelantik pada Iblis Pemalu dengan mata dipelototkan.
"Ah, diriku bisa membuatmu jadi muak! Memalukan sekali! Kalau kau memang muak
melihatku, sebelum kau muntah apa salahnya kau saja yang minggat dari sini"!
Atau mungkin itu kau anggap sesuatu yang memalukan"!"
Semakin marah Sika Sure Jelantik mendengar kata-kata Iblis Pemalu itu. Namun dia
masih bisa menimbang. Kalau memperturutkan kemarahannya mau saat itu dia
menghantam dan membunuh Iblis Pemalu dengan pukulan Kuku Kilat Akhirat. Namun
dari pada mencari perkara lebih baik mengalah dan membawa Wiro Sableng dari
tempat itu. Maka tanpa banyak bicara dia segera membungkuk, siap memanggul tubuh Pendekar
212. Tapi di sampingnya Iblis Pemalu terdengar berkata.
"Aku memintamu pergi seorang diri! Tidak membawa serta pemuda itu! Jangan
melakukan hal yang memalukan nenek Sika!"
"Iblis Pemalu, harap kau jangan keliwat menekan! Pemuda ini milikku! Aku boleh
membawanya kemana saja! Aku boleh melakukan apa saja terhadapnya!"
"Memalukan sekali! Mana ada aturan seperti itu"!" ujar Iblis Pemalu dengan dua
tangan masih terus dipergunakan menutupi, wajahnya.
Sika Sure Jelantik angkat kepalanya ke atas lalu keluarkan tawa panjang.
"Sekalipun kau raja di raja rimba persilatan, jangan mengira kau bisa mengatur
diriku! Jangan kau berani bergerak di tempatmu! Atau kau akan mampus percuma!"
Tanpa mengacuhkan Iblis Pemalu si nenek Sika Sure Jelantik dengan gerakan cepat
menarik salah satu tangan Wiro hingga sosok murid Sinto Gendeng ini melayang ke
atas dan "bluk!" Tahu-tahu sudah berada di atas bahu kirinya.
Jagal Iblis Makam Setan 2
Wiro Sableng - Pendekar Kapak Maut Naga Geni 212
Karya Bastian Tito
Iblis Pemalu ternyata tak tinggal diam. Sebelum Sika Sure Jelantik berkelebat
pergi melarikan Wiro dia sudah berkelebat dan tegak menghadang jalan si nenek.
"Kau benar-benar mencari mampus!" hardik Sika Sure Jelantik. Tangan kirinya
dihantamkan ke arah. Iblis Pemalu. Lima larik sinar sangat hitam menggebubu
dalam gelapnya malam.
"Memalukan!" terdengar seman Iblis Pemalu.
"Memalukan!" ikut berteriak murid Sinto Gendeng. Dia sengaja memanasi si nenek.
Lima larik sinar maut terus mencuat dari lima kuku jari Sika Sure Jelantik.
"Mampus!" teriak si nenek sambil menyeringai ketika melihat bagaimana lima sinar
mautnya hanya tinggal sejengkal lagi dari tubuh yang jadi sasaran!
Tapi laksana gaib ditelan bumi sosok Iblis Pemalu mendadak sontak lenyap dari
pemandangan. Lima larik sinar hitam pukulan sakti Kilat Kuku Akhirat mendarat
pada sebuah batu besar di depan serumpunan semak belukar. Batu dan semak belukar
sama-sama mencelat berhamburan hancur beran
takan! "Kurang ajar! Bagaimana mungkin dia bisa lolos dari pukulan saktiku!" ujar Sika
Sure Jelantik dan cepat memutar tubuh memandang berkeliling.
"Nenek Sika, kau letakkan saja pemuda itu di tanah lalu pergi dari sini.
Bukankah itu lebih baik bagimu dari pada berbuat lain yang bisa memberimu malu
besar"!"
Si nenek cepat putar tubuhnya ke kiri. Dilihatnya Iblis Pemalu tegak di atas
atap gubuk yang hampir rubuh. Tangan kiri berkacak pinggang sedang tangan kanan
menutupi wajah.
"Kalau kau memang inginkan pemuda ini, mengapa kau tidak berani merampasnya dari
tanganku" Pengecut memalukan!" Sika Sure Jelantik mengejek seraya keluarkan
suara mendengus dari hidung dan mulutnya.
Iblis Pemalu, tertawa mengekeh seraya usap-usap wajahnya dengan tangan kanan.
"Aku sudah memberi kesempatan padamu. Tapi kau tidak mau mempergunakan!
Sungguh memalukan! Jika kau inginkan aku merampas pemuda itu dari tanganmu lihat
saja bagaimana jadinya!"
Habis berkata begitu tubuh Iblis Pemalu lenyap dari atas atap.
"Wutttt!"
Sika Sure Jelantik berseru kaget ketika tiba-tiba ada sambaran angin di samping
kanan. Lalu ada satu tangan hendak mencengkeram tengkuk pemuda yang ada di
panggulannya. Si nenek cepat membungkuk seraya hantamkan siku kanannya.
Serangannya meleset. Tiba-tiba si nenek membuat gerakan berputar. Dengan
mengandalkan kaki kirinya sebagai tumpuan Sika Sure Jelantik berputar dalam
gerakan setengah lingkaran. Kaki kanannya menendang dan "bukk!"
Sosok Iblis Pemalu yang tadi ada di belakangnya mencelat kena hantaman kaki
kirinya. "Memalukan!" Iblis Pemalu berseru sambil menahan sakit. Tangan kiri memegang
perutnya yang kena tendang sedang tangan kanan tetap menutupi wajahnya. Selagi
dia berusaha mengimbangi diri Sika Sure Jelantik tak mau memberi kesempatan.
Tangan kanannya dipukulkan. Lima larik Kilat Kuku Akhirat menyambar ke arah
Iblis Pemalu. "Tamatlah riwayatmu sekarang manusia sinting geblek!" teriak Sika Sure Jelantik
dengan mata berkilat-kilat dan mulut sunggingkan senyum maut.
Jagal Iblis Makam Setan 3
Wiro Sableng - Pendekar Kapak Maut Naga Geni 212
Karya Bastian Tito
Di depan sana Iblis Pemalu tiba-tiba memutar tubuhnya. Dalam keadaan
membelakangi lawan ke dua tangannya dipukulkan ke belakang.
"Wusss!"
"Wusss!"
Dalam gelap kelihatan dua larik cahaya putih bergulung-gulung membentuk dua
lingkaran aneh. Sika Sure Jelantik berseru kaget ketika melihat lima larik sinar
sakti pukulan Kilat Kuku Akhiratnya masuk ke dalam dua lingkaran cahaya putih,
ikut tergulung lalu dua lingkaran putih bersama lima larik sinar hitam berbalik
menghantam ke arahnya!
Dalam keadaan seperti itu Sika Sure Jelantik masih mampu berpikir cepat. Bukan
dia saja yang harus menyelamatkan diri dari hantaman maut itu tapi Pendekar 212
Wiro Sableng juga harus diselamatkan. Kalau sampai pemuda itu menemui ajal
tambah sulit baginya untuk mencari tahu di mana beradanya musuh besarnya si Tua
Gila itu! Maka si nenek pun melakukan satu hal yang hebat!
* * * Jagal Iblis Makam Setan 4
Wiro Sableng - Pendekar Kapak Maut Naga Geni 212
Karya Bastian Tito
________________________________________________________________________________
__ DUA ika Sure Jelantik lemparkan tubuh Pendekar 212 ke atas. "Hekkk!" Suara seperti
orang muntah melesat keluar dari tenggorokan murid Sinto Gendeng ini begitu
tubuhnya Syang dilemparkan ke atas jatuh membelintang di atas cabang pohon.
"Tua bangka sialan!" maki Wiro. "Untung tubuhku nyangsrang di sini! Kalau amblas
ke tanah pasti nyawaku tidak ketolongan!" Wiro memandang ke bawah. Cabang pohon
dimana tubuhnya terbelintang tanpa bisa bergerak berada sejarak lebih empat
tombak dari tanah! Rasa gamang dan ngeri karena khawatir akan jatuh sementara
dirinya masih berada dalam keadaan tertotok membuat murid Sinto Gendeng ini
seperti mau membuang hajat besar. "Nenek jelek! Turunkan aku dari atas pohon."
Sika Sure Jelantik mana perdulikan teriakan Wiro. Begitu bahunya lepas dari
beban sosok tubuh Wiro si nenek lesatkan dirinya ke atas. Gulungan cahaya putih
dan sinar pukulan Kilat Kuku Akhirat lewat hanya setengah jengkal di bawah
kakinya. Bagian bawah jubahnya terasa panas. Ketika dia meneliti ternyata ujung
jubahnya telah berubah menjadi abu! Diam-diam tengkuk si nenek menjadi dingin,
"iblis Pemalu. Aku mengenalnya baru satu minggu! Siapa makhluk aneh tapi dahsyat
ini sebenarnya" Aku tak pernah melihat wajahnya. Tadi waktu melepaskan pukulan
berbentuk dua gulungan sinar putih dia.
pergunakan ke dua tangannya. Tapi dia sengaja membelakang hingga tampangnya
tetap tidak kelihatan! Tanah Jawa benar-benar sarat dengan manusia berkepandaian
tinggi!" "Memalukan! Bagaimana mungkin seranganku tidak mengenai sasaran!" Iblis Pemalu
mengomel. Saat itu dari atas dilihatnya Sika Sure Jelantik melayang turun.
Sepasang kaki si nenek menghunjam ke arah kepalanya. Iblis Pemalu tak tinggal
diam. Dua tangan menutup wajah. Dua kaki dihentakkan ke tanah. "Settt!" Tubuhnya
lenyap. Tahu-tahu sudah berada di udara, membuat si nenek terkejut sekali karena
lawan berada demikian dekat dengannya dan "wutt... wutt!" Dua kaki Iblis Pemalu
menerjang ke depan. Dalam keadaan seperti itu tak ada jalan lain bagi Sika Sure
Jelantik selain balas menghantam dengan ke dua kakinya pula.
Maka terjadilah perkelahian saling tendang di udara. Suara beradunya kaki
terdengar tiada henti dan baru lenyap ketika Sika Sure Jelantik tampak limbung
lalu jatuh terkapar di tanah tak kuasa bangkit kembali. Dia berusaha mengatupkan
mulut rapat-rapat namun tak urung suara erangannya terdengar juga.
Iblis Pemalu melayang turun ke tanah. Untuk beberapa lamanya dia tampak tegak
terbungkuk-bungkuk. "Memalukan.... Memalukan...." Kata-kata itu keluar dari
mulutnya berulang kali. Kedua tangan menutupi wajah. Sepasang matanya
memperhatikan Sika Sure Jelantik lewat celah-celah jarinya.
"Aku meminta pemuda itu secara baik-baik. Kau bersikap keras kepala. Memalukan!
Sekarang lihat apa akibatnya! Berdiri pun kau tak sanggup! Dan aku sendiri! Huh!
Rasanya mau putus kaki ini!"
Di atas pohon Wiro berteriak. "Sobatku iblis Pemalu! Jangan mengoceh saja!
Tolong turunkan aku!"
Iblis Pemalu memandang ke atas pohon yang gelap. Lalu tertawa cekikikan. Dengan
muka ditutupi ke dua tangannya dia balas berteriak. "Aku malu melihatmu di atas
pohon sana! Memang tak ada tempat lain yang lebih baik bagimu! Hik... hik..
hik!" Jagal Iblis Makam Setan 5
Wiro Sableng - Pendekar Kapak Maut Naga Geni 212
Karya Bastian Tito
"Jangan bergurau! Turunkan aku dari atas pohon keparat ini!"
"Memalukan! Kau memerintah menurunkanmu! Apa aku yang meletakkanmu di atas
cabang pohon"!"
"Jangan ngaco! Memang bukan kaul Tapi apa salahnya kau segera menolong diriku!"
jawab Wiro yang jadi sangat jengkel.
"Nenek jelek itu yang melempar kau ke atas pohon. Dia memang tak punya malu!
Minta padanya agar menurunkan kau sekarang juga!"
Sika Sure Jelantik yang tergeletak di tanah menyeringai menahan sakit. "Iblis
Pemalu keparat! Kau meminta aku menurunkan pemuda gendeng itu! Baik! Kau
saksikan sendiri bagaimana caraku menurunkannya!" Habis berkata begitu si nenek
hantamkan tangan kanannya ke atas. Lima larik sinar pukulan Kilat Kuku Akhirat
menderu ke arah Wiro.
"Tobat! Tamat riwayatku!" teriak Wiro dengan mata melotot. "Iblis Pemalu!
Lakukan sesuatu!"
Tapi Iblis Pemalu cuma tutup mukanya rapat-rapat dan gelengkan kepala.
"Setan alas! Nyawaku benar-benar tidak bisa tertolong!" keluh Pendekar 212.
"Wuttt!"
Sesaat lagi Wiro akan menemui ajal ditembus lima larik sinar maut tiba-tiba
sebuah benda putih halus melesat di kegelapan malam tanpa suara sedikitpun. Wiro
merasakan ada sesuatu yang mengikat ke dua pergelangan kakinya. Lalu tiba-tiba
saja tubuhnya terasa laksana dibetot dan berputar di udara. Di sampingnya cabang
pohon tempat dia tadi terjuntai melintang hancur berantakan dihantam sinar Kilat
Kuku Akhirat.
Wiro Sableng 095 Jagal Iblis Makam Setan di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
"Apa yang terjadi dengan diriku"!" ujar Wiro. Tubuhnya berputar di udara laksana
terbang. Perlahan-lahan tubuh itu melayang ke bawah, makin ke bawah dan akhirnya
"bukk!" Wiro terbanting keras menelungkup. Bukan di tanah. Tapi di atas sosok
tubuh Sika Sure Jelantik! Kakinya saling bertumpuk dengan kaki si nenek. Perut
dan dadanya berbenturan keras dengan perut dan dada Sika Sure Jelantik. Bahkan
mulutnya pun saling bertempelan dengan mulut si nenek hingga keduanya seolah
sedang berciuman mesra!
Sika Sure Jelantik memaki panjang pendek. Wiro keluarkan suara seperti mau
muntah dan meludah berulang kali. "Sialan! Ludahnya masuk ke dalam mulutku!"
rutuk murid Sinto Gendeng.
Dalam kegelapan terdengar suara orang tertawa terkekeh-kekeh! Si nenek
menggereng marah. Wiro pasang telinga baik-baik. Saat itu tubuhnya yang tak
mampu bergerak akibat totokan masih tertelentang menelungkup di atas badan si
nenek. "Aku rasa-rasa mengenali suara tawa itu. Jangan-jangan... Ah, apa benar dia?"
"Jahanam! Berani kau mencium mulutku!" Sika Sure Jelantik berteriak marah.
Tangannya kiri kanan dipukulkan ke arah batok kepala Wiro. Ini merupakan satu
serangan mengepruk yang dapat memecahkan kepala murid Sinto Gendeng itu.
Wiro yang seolah tidak sadar bahaya maut mengancamnya balas berteriak. "Siapa
suka mencium nenek bau macammu!"
Sesaat lagi dua tangan si nenek akan menghancurkan kepalanya tiba-tiba Wiro
merasa benda aneh yang menjirat dua pergelangan kakinya disentakkan. Tubuhnya
yang masih tertelungkup di atas tubuh si nenek terbetot ke kiri lalu terguling
di tanah. Hal ini menyelamatkannya dari serangan maut Sika Sure Jelantik. Saat
itu pula sebuah benda halus panjang melayang di sampingnya. Ujung benda ini
laksana seekor ular mematuk ke arah jalan darah di pangkal leher Wiro. Serta
meria saat itu juga totokan yang menguasai dirinya Jagal Iblis Makam Setan 6
Wiro Sableng - Pendekar Kapak Maut Naga Geni 212
Karya Bastian Tito
buyar! Mulutnya langsung membuka. Dia menguap lebar-lebar. Sepasang matanya
meredup seperti mengantuk. Ulahnya ini tidak lain akibat pengaruh ilmu tidur
yang diberikan Si Raja Penidur padanya tempo hari. Sesaat kemudian setelah
menyadari dirinya bebas dari totokan Wiro cepat gulingkan diri mengambil Kapak
Maut Naga Geni 212 yang tadi diambil dan diletakkan Sika Sure Jelantik di tanah.
Baru saja senjata ini disimpannya di balik pakaian tiba-tiba Sika Sure Jelantik
berseru keras. "Aku mencium bau badanmu!!" Nenek yang cidera ke dua kakinya ini mencoba bangkit
berdiri tapi tidak bisa. Seperti gila dia berteriak. "Sukat Tandika! Jangan
bersembunyi! Lekas unjukkan diri menerima kematian!" Si nenek gerak-gerakkan
tangan kanannya ke berbagai arah, Siap menghantam dengan pukulan sakti paling
hebat yang dimilikinya yakni Jalur Hitam Bara Dendam. Ini merupakan pendalaman
dari ilmu Kilat Kuku Akhirat yang memang direncanakannya untuk dipergunakan
membunuh Tua Gila.
Tangan kiri si nenek bersitekan ke tanah untuk menopang tubuhnya. Sepasang
matanya jelalatan menembus kegelapan malam. Tiba-tiba ada sambaran angin di
belakangnya. Si nenek membalik, siap menghantam dengan pukulan sakti Kilat Kuku
Akhirat. Tapi terlambat. Satu totokan bersarang di punggungnya. Langsung saat
itu sekujur tubuhnya menjadi kaku tegang dalam keadaan seperti merangkak.
"Jahanam I Siapa berlaku pengecut menotok dari belakang!" teriak Sika Sure
Jelantik. "Aku malu melakukannya/Tapi apa boleh buat! Nenek liar sepertimu harus dibuat
jinak! Hik... hik... hik!"
"Iblis Pemalu keparat!" rutuk si nenek.
Iblis Pemalu melangkah mendekati Pendekar 212. "Tadi dia menotokmu dan hendak
menelanjangimu! Aku barusan telah menotoknya. Dia tak bisa bergerak lagi! Apa
kau mau membalas menelanjanginya"! Hik... hik... hik!"
"Apa enaknya melihat tubuh tua keriput seperti yang dimilikinya! Memalukan
saja!" jawab Wiro menimpali ejekan iblis Pemalu walau sebenarnya dia masih jengkel pada
orang ini karena tadi tidak menolongnya turun dari cabang pohon.
Iblis Pemalu tertawa gelak-gelak mendengar ucapan Wiro.
"Dua manusia gila! Aku bersumpah akan membunuh kalian!" teriak Sika Sure
Jelantik. "Aku mau pergi dari sini. Malu lama-lama berada di tempat ini. Kau mau kemana"
Mau pergi sama-sama denganku asal kau tidak malu saja"!" tanya Iblis Pemalu pada
Wiro. "Aku, hemm.... Biar aku di sini dulu menemani nenek-nenek ini. Kasihan kalau dia
sampai mati kedinginan di tempat ini...."
"Terserah padamu. Tapi awas, jangan kau gerayangi tubuh tua bangka itu. Jangan
melakukan sesuatu yang membuat malu aku malu sebagai temanmu! Aku pergi
sekarang,"
kata Iblis Pemalu.
"Tunggul Jangan pergi dulu! Ada yang ingin kubicarakan denganmu!" kata Wiro
pula. Lalu tanpa menunggu jawaban orang dia memandang berkeliling. Dia tahu
siapa yang barusan menolongnya. Maka diapun berseru. "Kakek Tua Gila, mengapa
masih bersembunyi"!"
Sika Sure Jelantik yang diam-diam juga sudah memastikan bahwa Tua Gila bekas
kekasihnya yang kini menjadi manusia paling dibencinya di atas dunia ini berada
di tempat itu, serta merta salurkan tenaga dalam ke tangan kanan menyiapkan
serangan maut Jalur Hitam Bara Dendam. Lima kukunya yang panjang mengeluarkan
sinar hitam angker dan Jagal Iblis Makam Setan 7
Wiro Sableng - Pendekar Kapak Maut Naga Geni 212
Karya Bastian Tito
sepertinya ada asap tipis keluar dari tangannya. Matanya memandang liar
berkilat. Begitu Tua Gila muncul dari dalam kegelapan langsung akan dihantamnya
dengan pukulan sakti itu. Tapi dia lupa bahwa saat itu sekujur tubuhnya berada
dalam keadaan tertotok. Walau secara luar biasa dia masih sanggup menyalurkan
tenaga dalam dan menyiapkan pukulan Jalur Hitam Bara Dendam namun dia tidak
mampu menggerakkan apa lagi mengangkat tangan kanannya itu untuk menyerang.
Di dalam gelap terdengar suara orang batuk-batuk beberapa kali. Lalu berkelebat
muncul satu bayangan. Tapi orang ini ternyata bukan Sukat Tandika alias Tua
Gila! * * * Jagal Iblis Makam Setan 8
Wiro Sableng - Pendekar Kapak Maut Naga Geni 212
Karya Bastian Tito
________________________________________________________________________________
__ TIGA ika Sure Jelantik menyumpah habis-habisan ketika dia menyadari kalau tak mampu
menggerakkan tangan kanan untuk melepas pukulan Jalur Hitam Bara Dendam.
SDalam keadaan seperti itu dia merasa agak lega sedikit walau sepasang matanya
membeliak berkilat. Yang muncul di tempat itu bukanlah Sukat Tandika alias Tua
Gila kekasihnya di masa muda.
Iblis Pemalu yang belum sempat meninggalkan tempat itu memandangi orang yang
datang lewat sela-sela jari ke dua tangannya yang dipergunakan menutupi wajah.
Wiro garuk-garuk kepala, memandang tak berkesip dan bertanya-tanya siapa adanya
orang yang berdiri di bawah bayangan gelap pohon besar di sampingnya.
"Aku memang tidak kenal pada perempuan tua ini. Tak pernah melihatnya
sebelumnya. Tapi mengapa wajahnya mengingatkan aku pada seseorang...?" Murid
Sinto Gendeng membatin.
Orang yang muncul di tempat itu adalah perempuan tua berjubah hitam. Dia
mengenakan sebentuk topi menyerupai tanduk kerbau, terbuat dari kain berbenang
perak. Di bawah topi rambutnya yang putih panjang menjela punggung dan dada. Walau
wajahnya keriputan dimakan usia namun masih ada bayangan kecantikan yang
dimilikinya di masa muda. Nenek ini bukan lain adalah Sabai Nan Rancak, salah
seorang tokoh silat penguasa Gunung Singgalang yang seperti telah dituturkan
dalam Episode sebelumnya (Asmara Darah Tua Gila) menyeberang dari Andalas ke
tanah Jawa dalam mencari musuh besarnya yaitu Tua Gila.
"Kau siapa"!" membentak Sika Sure Jelantik.
"Ya, kau siapa"!" Wiro ikut-ikutan bertanya.
Iblis Pemalu tetap berdiri memandang dengan muka ditutup.
Nenek berjubah hitam menyeringai. Kepalanya digoyangkan hingga rambutnya yang
putih panjang tersingkap ke belakang. Walau wajahnya kini kelihatan menyeluruh
namun baik Sika Sure Jelantik maupun Wiro tetap saja tidak mengenali siapa
adanya nenek satu ini.
"Nenek yang terkapar di tanah!" Sabai Nan Rancak berkata dengan nada sinis. Dia
menatap ke arah Sika Sure Jelantik, sama sekali tidak perdulikan Pendekar 212.
"Kau tidak kenal diriku. Tapi aku kenai kau siapa adanya. Bukankah kau yang
bernama Sika Sure Jelantik" Nenek culas yang pernah menyamar jadi dukun sakti di
suatu pulau"! Yang datang ke tanah Jawa ini untuk mencari seorang kakek bernama
Sukat Tandika alias Tua Gila alias Iblis Gila Pencabut Jiwa alias Pendekar Gila
Patah Hati"!"
Berubahlah paras angker Sika Sure Jelantik. "Setan tua ini tahu banyak tentang
diriku! Aku sama sekali tidak mengenali siapa dia adanya! Sial keparat!"
"Nenek, kau mengenali tua bangka satu ini, kau sendiri siapa"!" Wiro beranikan
diri ajukan pertanyaan.
"Tutup mulutmu! Aku bicara dengan dia! Dan
9 JAGAL IBLIS MAKAM SETAN
aku belum mendapat jawaban! Pada gilirannya aku akan bicara denganmu!" sentak
Sabai Nan Rancak.
"Aduh galaknya si muka keriput ini!" ujar Wiro sambil garuk-garuk kepala.
Jagal Iblis Makam Setan 9
Wiro Sableng - Pendekar Kapak Maut Naga Geni 212
Karya Bastian Tito
Walau dalam keadaan Cidera ke dua kaki dan tak berdaya karena tertotok Sika Sure
Jelantik tetap saja galak. Dia menjawab dengan lantang.
"Tua bangka rongsokan! Rupanya namaku demikian terkenalnya hingga kau tahu siapa
diriku! Dan tentang dirimu yang sudah lapuk dimakan rayap usia, apa perduliku
untuk mau tahu!"
Sabai Nan Rancak mendongak lalu tertawa panjang.
"Bicaramu memang hebat! Tapi aku tahu jiwamu tergoncang besar! Aku merasa tidak
ada gunanya bicara lebih panjang denganmu!" Sabai Nah Rancak berpaling pada Wiro
Sableng. "Aku juga kenal siapa dirimu anak muda! Jangan kau berani beranjak dari
tempatmu sebelum aku mendapat keterangan!"
"Malam begini gelap tak ada bulan tak ada bintang. Penerangan apa yang bisa aku
berikan padamu"!" ujar Wiro seenaknya sambil senyum-senyum.
"Orang yang mau mampus bicaranya memang sering tidak karuan!" balas Sabai Nan
Rancak. Murid Sinto Gendeng jadi terkesiap mendengar ucapan orang tapi tetap saja tak
mau kalah. "Nek, kau rupanya manusia hebat luar biasa. Sampai-sampai tahu kalau
ada yang akan mati. Kalau dibanding usiamu dengan usiaku, bukankah kau yang
lebih bau tanah alias dekat liang kubur"!"
"Sobatku! Kau betul! Memalukan saja si tua bangka ini bicaranya!" Iblis Pemalu
berteriak lalu tertawa gelak-gelak.
"Hemmm... Ada satu lagi orang gila rupanya di tempat ini!" kata Sabai Nan Rancak
tak mau kalah mengejek. "Heran, kenapa orang-orang gila selalu memilih mati
berkawan-kawan daripada sendiri-sendiri! Hik... hik... hik!"
Di balik ke dua tangannya wajah Iblis Pemalu tampak mengerenyit menahan tawa
sedangkan Wiro kelihatan tegak melongo dan garuk-garuk kepala.
"Kau!" tiba-tiba Iblis Pemalu gerakkan tangan kirinya dan menuding tepat-tepat
kepada Sabai Nan Rancak. "Kau datang laksana munculnya hantu malam. Memalukan!
Kau tahu banyak tentang orang lain tapi tidak mau memberi tahu siapa diri
sendiri! Memalukan!
Biaraku beritahu pada orang-orang di sini siapa kau adanya!"
Sabai Nan Rancak sesaat jadi tercekat tapi dia diam tak bergerak dan tak membuka
mulut walau dalam hati dia berusaha menduga-duga siapa adanya manusia aneh yang
terus-terusan menutupi wajahnya dengan tangan. "Kau tidak beda dengan nenek tua
bernama Sika Sure Jelantik itu! Kau datang jauh-jauh dari seberang bukankah
punya maksud sama dengan dia"!"
Berdebar dada Sabai Nan Rancak mendengar kata-kata Iblis Pemalu itu.
"Manusia aneh bermulut panjang! Apa maksudmu!" hardik Sabai Nan Rancak.
"Kau berkeliaran sampai di sini bukankah karena juga mencari Tua Gila" Orang
yang di masa mudamu menjadi kekasihmu!"
"Jahanam!" teriak Sabai Nan Rancak. Tubuhnya berkelebat. Tangan kirinya
lancarkan satu pukulan keras ke arah dada Iblis Pemalu. Tapi yang diserang
bergerak cepat hindarkan diri dan tahu-tahu sudah tegak empat langkah di samping
kanan Sabai Nan Rancak.
"Kau malu rahasiamu aku bongkar" Ha... ha... ha!" Iblis Pemalu tertawa gelak-
gelak. "Sika Sure Jelantik, kalau kau dulu kawin dengan Sukat Tandika, maka nenek satu
ini akan menjadi madumu! Ha... ha... ha...! Benar-benar hidup yang memalukan!"
Jagal Iblis Makam Setan 10
Wiro Sableng - Pendekar Kapak Maut Naga Geni 212
Karya Bastian Tito
Baik Sika Sure Jelantik maupun Sabai Nan Rancak sama bersemu merah wajah masing-
masing dalam gelap.
"Orang gila! Siapa kau adanya!"
cak menegur. Suaranya tetap keras.
"Siapa aku itulah satu hal memalukan untuk diberi tahu!" jawab Iblis Pemalu
pula. "Tapi aku tidak malu memberi nasihat! Sebaiknya kau yang bernama Sabai Nan
Rancak kembali saja ke pulau Andalas. Tanah Jawa terlalu keras bagimu! Kau tidak
akan mendapatkan keberuntungan!"
"Aku memang tidak mencari untung datang ke sini. Aku mencari nyawa orang!"
jawab Sabai Nan Rancak. Lalu dia berpaling pada Wiro dan berkata. "Aku tahu
siapa kau adanya anak muda! Lekas kau suruh keluar gurumu! Aku tahu dia ada di
tempat ini! Tapi takut memperlihatkan diri!"
"Bukan takut! Mungkin malu!" ujar Iblis Pemalu.
"Jika kau punya kepentingan dengan Tua Gila, harap kau mencari dan
mendapatkannya sendiri!" jawab Wiro.
"Baik! Kalau begitu biar kau kubuat mampus dulu baru si Tua Gila itu mau
menunjukkan diri!"
Habis berkata begitu Sabai Nan Rancak kembangkan telapak tangan kanannya lalu
diangkat dan diarahkan pada Pendekar 212 Wiro Sableng.
Dalam gelap satu sosok yang sejak tadi mendekam tak bergerak diam-diam merasa
cemas. "Dia hendak menghantam anak itu dengan pukulan sakti Kipas Neraka!
Celaka! Jangankan dia, akupun tak sanggup menerima pukulan maut itu!" Lalu orang ini
sibakkan semak belukar di depannya. Dia melompat keluar seraya berteriak.
"Tahan serangan!"
Seorang kakek berpakaian putih kini tegak antara Wiro dan Sabai Nan Rancak.
"Manusia jahanam Sukat Tandika!" Teriak Sika Sure Jelantik. Dia serasa mau
terbang untuk melumat tubuh kakek itu.
"Kakek Tua Gila!" seru Wiro.
"Ha... ha! Jadi ini dia si tua bangka memalukan itu!" Ikut bicara Iblis Pemalu.
Sesaat Sabai Nan Rancak tampak tergoncang. Matanya mendelik memandangi Tua Gila
yang tegak menatap ke arahnya dengan pandangan kosong.
"Waktu di pantai Andalas kau bisa lolos! Waktu kau terluka oleh keris Datuk
Angek Garang kau masih bisa selamat karena ada orang bercadar menolongmu! Di
malam yang gelap ini agaknya tidak manusia tidak juga hantu yang akan
menyelamatkan nyawamu!"
Tua Gila hanya berdiam diri mendengar Sabai Nan Rancak. Sepasang matanya masih
terus memandangi tak berkesip walau tampak sayu.
"Manusia dan hantu mungkin tidak akan menolongnya! Tapi Tuhan Yang Kuasa pasti
menolong!" Ujar Pendekar 212.
"Betul sekali! Tuhan memang tidak pernah malu menolong umatNya yang kesusahan!"
menimpali Iblis Pemalu lalu tertawa mengekeh.
"Akan kita lihat apa Tuhanmu memang akan menolong!" ujar Sabai Nan Rancak pula
dengan mata berapi-api. Lalu dua tangannya sekaligus diangkat ke atas.
Tua Gila merasakan tengkuknya dingin. Dia ingat keterangan Putri Andini dulu
bahwa bagaimana pun saktinya dirinya dia tak akan sanggup menghadapi pukulan
sakti Kipas Neraka yang dimiliki Sabai Nan Rancak.
Jagal Iblis Makam Setan 11
Wiro Sableng - Pendekar Kapak Maut Naga Geni 212
Karya Bastian Tito
"Dia mengangkat dua tangan sekaligus. Berarti hendak menghantamku dengan dua
Wiro Sableng 095 Jagal Iblis Makam Setan di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
pukulan Kipas Neraka! Satu saja aku tak sanggup menghadapi, apa lagi sampai dua
hantaman. Aku pasrah menerima kematian!"
Tiba-tiba Iblis Pemalu berseru.
"Orang tua! Jangan tegak diam memalukan! Lakukan sesuatu agar kau tidak mati
penuh penyesalan!"
Tua Gila hanya menyeringai mendengar kata-kata itu. Dia tetap tak bergerak di
tempatnya. "Banyak urusanku yang masih terbengkalai. Tapi maut agaknya datang
lebih cepat! Kematian mungkin satu-satunya jalan yang dapat melepaskan diriku
dari segala beban bathin dan pikiran!"
Sabai Nan Rancak gerakkan ke dua tangannya. Mendadak sontak saat itu juga dua
larik sinar memerah melesat keluar dari telapak tangan Sabai Nan Rancak. Dua
sinar lurus mengerikan ini mengembang seperti kipas. Sekalipun saat itu Tua Gila
berusaha menyelamatkan diri maka keadaannya sudah terlambat sekali. Tak ada lagi
ruang Untuk menyingkir apa lagi menangkis.
"Pukulan Kipas Neraka!" teriak Iblis Pemalu yang mengenali pukulan sakti yang
dilepaskan Sabai Nan Rancak.
"Kek!" teriak Wiro melihat Tua Gila diam saja seolah sengaja memasang badan.
Dengan cepat Pendekar 212 melompat menghadang dua tebaran sinar merah yang panas
luar biasa. Dia yang masih mengenakan jubah Kencono Geni mengandalkan kesaktian
jubah itu untuk melindungi Tua Gila. Namun dia hanya mencari celaka karena
bersama-sama dengan si kakek dia mungkin akan menemui ajal dihantam pukulan
Kipas Neraka itu!
"Sobat tolol memalukan! Mengapa mau-mauan mencari mati"!" teriak Iblis Pemalu.
Pada saat yang menegangkah itu tiba-tiba ada bayangan kuning berkelebat. Wiro
terpental ke kiri sedang Tua Gila jatuh terduduk di tanah lalu terguling sampai
dua tombak! * * * Jagal Iblis Makam Setan 12
Wiro Sableng - Pendekar Kapak Maut Naga Geni 212
Karya Bastian Tito
________________________________________________________________________________
__ EMPAT rang berpakaian dan bercadar kuning berOrang berpakaian dan bercadar kuning
berlutut di kegelapan malam. Hanya kaki kirinya saja yang bersitekan ke tanah.
Dua Otangan di angkat ke depan dengan telapak terkembang. Sepasang mata menatap
tak berkesip ke arah dua larik sinar merah yang datang menerpa dengan sangat
ganas. Dua tangan bahkan sekujur tubuh orang bercadar kuning ini tampak bergoncang
keras. Pakaiannya serta meria basah oleh keringat. Di kening dan bagian sekitar
matanya muncul butiran-butiran keringat. Ini satu pertanda dia tengah
mengerahkah tenaga luar dan dalam untuk melawan satu kekuatan besar yang hendak
menyapunya. Apa yang terjadi sungguh luar biasa. Dua larik pukulan Kipas Neraka yang melesat
keluar dari dua tangan Sabai Nan Rancak tertahan satu jengkal di depan dua
tangan orang bercadar kuning. Perlahan-lahan tebaran sinar merah yang berbentuk
kipas tampak menciut dan akhirnya kembali ke asalnya yakni bentuk garis lurus.
Ketika orang bercadar perlahan-lahan mendorongkan ke dua tangannya maka dua
larik sinar merah ikut terdorong seolah-olah masuk kembali ke dalam tangan Sabai
Nan Rancak. "Jurus Menghormat Kipas Neraka!" teriak Sabai Nan Rancak dengan paras berubah
dan mundur beberapa langkah. Dia sama sekali tak bisa mempercayai serangan
mautnya tadi bisa dimentahkan begitu saja. "Orang bercadar! Siapa kau! Dari mana
kau mempelajari jurus Menghormat Kipas Neraka tadi"!"
Orang bercadar perlahan-lahan bangkit berdiri. Tua Gila, Wiro dan Iblis Pemalu
terkagum-kagum melihat apa yang barusan terjadi.
"Manusia aneh bercadar kuning! Untuk ke tiga kalinya dia menolongku! Ah...." Tua
Gila goleng-goleng kepala.
Setelah mengusap keningnya yang basah dan mengatur gejolak jalan darahnya, orang
bercadar berkata. Ucapannya seperti orang berpantun.
"Saling hormat pada sesama adalah kewajiban manusia. Di mata Tuhan manusia satu
tidak ada kelebihannya kecuali ketakwaannya/Menjatuhkan hukuman, bersikap pongah
dalam keadilan adalah kesesatan yang menyedihkan. Karena setiap manusia tidak
lepas dari pada kesalahan. Mana ada hidup yang paling enak dari pada mencari
tenteram di masa tua.
Masa muda hanyalah kenangan buruk dan indah yang akan punah ditelan usia."
"Jahanam! Aku bertanya kau menjawab dengan syair keparat!" teriak Sabai Nan
Rancak tak dapat lagi menahan amarahnya.
"Siapa bertanya tak akan sesat di tengah jalan. Siapa berpura bertanya akan
sesat di ujung jalan. Mengapa tidak kembali ke awal jalan?"
Sabai Nan Rancak berteriak keras. Tubuhnya melayang di udara. "Orang gila! Mari
kutunjukkan padamu jalan ke neraka!"
"Wuttt!"
Satu jotosan yang luar biasa cepatnya menderu ke arah kepala orang bercadar
kuning. "Kemarahan pangkal kesesatan. Kesesatan adalah temannya setan. Setan adalah
kehancuran!"
"Bukkk!"
Sabai Nan Rancak terpekik. Tubuhnya mencelat dua tombak dan jatuh terjengkang di
tanah. Ketika dia memeriksa tangan kanannya yang tadi dipergunakan untuk
menyerang Jagal Iblis Makam Setan 13
Wiro Sableng - Pendekar Kapak Maut Naga Geni 212
Karya Bastian Tito
matanya jadi mendelik. Tangan itu kini berubah menjadi putih karena kulitnya
telah terkelupas hingga tulang-tulangnya kelihatan putih menonjol!
"Kurang ajar! Apa yang kau lakukan terhadapku!" teriak Sabai Nan Rancak. Seperti
kalap, penuh nekad dia kembali menerjang. Saat itulah Tua Gila cepat
menghadangnya dan dengan sikap tenang serta suara lembut kakek ini berkata.
"Sabai, jangan celakakan diri sendiri. Orang itu bukan tandinganmu. Kembalilah
ke Andalas. Janah Jawa bisa menjadi neraka bagimu! Kalau tiba saatnya aku akan
menyusul. Apa pun yang kau harapkan dariku, termasuk nyawaku kelak akan kuserahkan padamu!
Hanya ingat satu hal yang kukatakan tempo hari padamu. Ada seseorang entah kau
sadari atau tidak telah memanfaatkan dirimu melakukan perbuatan-perbuatan
aneh...." "Setan tua jahanam!" teriak Sabai Nan Rancak. "Aku tidak butuh nasihatmu!"
Tangan kiri si nenek berkelebat.
Bukkk!" Tua Gila tidak menyangka ucapan baiknya akan dibalas dengan satu hantaman ke
arah dadanya. Orang tua ini terpental dua tombak dan tertelentang di tanah
muntahkan darah segar.
"Kek!" seru Wiro seraya memburu. Namun saat itu walau terluka di dalam Tua Gila
masih bisa berdiri. Dia tersenyum pahit. "Aku tak apa-apa..." katanya ketika
Wiro memegangi lengannya.
"Akan kubunuh jahanam itu!" teriak Wiro.
"Sudahlah! Dia sudah tak ada lagi di sini. Sudah pergi!" kata Tua Gila pula.
Wiro berpaling, memandang berkeliling. Ternyata memang benar Sabai Nan Rancak
tak ada lagi di tempat itu.
"Kek," ujar Wiro setengah berbisik. "Orang bercadar kuning yang tadi menolongmu
juga tak ada lagi...."
"Astaga!" Tua Gila memandang berkeliling. "Temanmu yang selalu menutupi mukanya
itu juga lenyap!" ujar si kakek.
"Pada kemana mereka" Pergi begitu saja!" kata Wiro sambil garuk-garuk kepala.
Km! mau tak mau pandangan Wiro dan Tua Gila tertuju pada si nenek Sika Sure
Jelantik. Melihat dirinya dipandangi begitu rupa si nenek membentak.
"Sukat Tandika! Kalau kau memang laki-laki lepaskan totokanku dan terima
kematianmu di tanganku!"
"Nenek jelek!" bentak Wiro yang jadi naik darah. "Kalau mulutmu tak bisa diam
nanti kusumpal dengan ini!" Wiro lalu cabut umbi besar keladi hutan dan
menyorongkan ke mulut si nenek. Di depan mulut Sika Sure Jelantik keladi hutan
itu digoyang-goyangkannya kian kemari sengaja mempermainkan hingga si nenek
memaki habis-habisan.
"Wiro, hentikan perbuatanmu!" Tua Gila mengambil keladi hutan dari tangan Wiro
dan mencampakkannya di tanah. Dia tegak dekat Sika Sure Jelantik. "Sika, kau
terluka parah. Menurut penglihatanku tulang kakimu kiri kanan patah!"
"Apa perdulimu"!" hardik Sika Sure Jelantik. Sebenarnya perempuan tua ini sudah
tahu keadaan kakinya. Memang benar ada bagian-bagian tulang kakinya yang patah
akibat beradu tendangan dengan Iblis Pemalu.
"Dengar, aku akan membawamu ke satu tempat yang baik dan mengobati kakimu yang
cidera sampai sembuh. Mungkin kesempatan ini bisa kita pergunakan untuk bicara
dari hati ke hati...."
Jagal Iblis Makam Setan 14
Wiro Sableng - Pendekar Kapak Maut Naga Geni 212
Karya Bastian Tito
"Kek," tiba-tiba Wiro menyeling. "Kurasa aku lebih baik pergi saja. Agar kau
bisa leluasa menyelesaikan urusanmu dengan bekas pacarmu ini!"
"Anak setan! Jangan kau berani bicara kurang ajar!" bentak Tua Gila. "Jangan kau
berani pergi tanpa izinku!"
Wiro hanya tertawa bergumam sementara Sika Sure Jelantik unjukkan wajah merah
cemberut. "Aku tidak sudi ditolong! Jangan berani menyentuh tubuhku!"
"Sika, harap kau pergunakan akal sehat! Jangan keras kepala tidak karuan. Aku
menolongmu dengan ikhlas. Tidak ada pamrih atau maksud agar kau memaafkan segala
perbuatanku di masa lalu...."
"Kek, kalau dia tidak mau ditolong biar saja. Kabarnya di sini banyak binatang
buas, ular berbisa. Belum lagi segala hantu dedemit yang konon doyan meniduri
nenek-nenek peot seperti dia!" Wiro kembali mempermainkan si nenek saking
kesalnya melihat tindak tanduk Sika Sure Jelantik yang tidak mau ditolong oleh
Tua Gila. Sementara Sika Sure Jelantik memaki tiada henti Tua Gila angkat si nenek dan
memanggulnya di bahu kiri. Dia berpaling pada Wiro. "Aku akan membawanya ke satu
tempat. Harap kau mengikuti...."
"Kek, bukannya lebih bebas jika kalian hanya berdua saja"!"
"Jangan bergurau terus-terusan anak geblek! Ikuti aku! Banyak hal yang ingin aku
bicarakan denganmu!"
"Kek, apa kau sudah berpikir sepuluh kali" Nenek itu sudah bersumpah hendak
membunuhmu! Apa tidak salah kaprah kalau kau kini menolongnya"!"
"Aku tahu apa yang aku lakukan!" jawab Tua Gila pula dengan mata cekung melotot.
Wiro garuk-garuk kepala. Ketika Tua Gila berkelebat pergi mau tak mau dia
terpaksa mengikuti.
* * * Jagal Iblis Makam Setan 15
Wiro Sableng - Pendekar Kapak Maut Naga Geni 212
Karya Bastian Tito
________________________________________________________________________________
__ LIMA ua Gila membawa Sika Sure Jelantik ke sebuah kaki bukit di mana terdapat sebuah
goa dan satu mata air kecil tak jauh dari sana. Keesokan paginya selagi Sika
Sure TJelantik masih tertidur lelap dan Pendekar 212 mandi di mata air Tua Gila
mengambil beberapa jenis dedaunan di dalam hutan. Daun-daun ini ditumbuknya
hingga lumat lalu diborehkannya pada kaki kiri kanan si nenek yang cidera. Lima
ranting pohon yang lurus-lurus kemudian diikatkannya sepanjang kedua kaki si
nenek. "Jika satu minggu kau bisa menjaga diri, tidak banyak bergerak apa lagi
berjalan, tulang-tulangmu yang patah bisa bertaut kembali. Minggu berikutnya kau
pasti sembuh..." berkata Tua Gila.
"Aku tidak suka kau tolong! Aku tidak akan berterima kasih!" jawab Sika Sure
Jelantik ketus.
Tua Gila menyeringai. "Kau tidak suka ditolong itu urusanmu. Kau tidak mau
berterima kasih aku tidak meminta. Aku hanya merasa punya kewajiban untuk
menolongmu!"
"Agar aku mau melupakan semua perbuatan terkutukmu di masa lalu"! Jangan mimpi!
Jangan mengharap!"
Tua Gila menyeringai. "Kau tahu sifatku Sika. Seumur hidup sampai sekarang aku
tak pernah bermimpi atau mengharap!"
"Manusia busuk! Mengapa tidak kau bunuh saja aku saat ini!" teriak Sika Sure
Jelantik. Mukanya kelihatan tegang membesi. Tenggorokannya turun naik lalu
tampak ada air mata mengambang di ke dua matanya dan perlahan-lahan menetes
membasahi pipinya yang keriput. Tua Gila kelihatan seperti tercekat. Jelas dia
terpengaruh dengan kesedihan hati yang diperlihatkan si nenek.
Menyaksikan hal ini Wiro yang baru datang segera menarik Tua Gila ke satu tempat
lalu berbisik. "Kek, kau sudah menjalankan kewajibanmu. Buat apa melayani tua
bangka tak tahu diri itu! Lepaskan saja totokannya lalu kita tinggalkan tempat
ini. Habis perkara!"
tua Gila memegang bahu Wiro dan berkata. "Perkara tidak baka la n habis seperti
dugaanmu. Lagi pula aku tidak sejahat dugaan orang. Aku menolongnya karena aku
merasa itu kewajibanku. Aku menolongnya dengan ikhlas tanpa mengharapkan apa-
apa. Apa lagi memohon agar dia mau memaafkan segala dosa perbuatanku di masa
muda. Aku ingin dia tetap hidup agar dia bisa melakukan apa yang diinginkannya.
Yaitu membunuhku...."
"Kek, jalan pikiranmu telah dipengaruhi suara hatimu!" ujar murid Sinto Gendeng.
"Itu ujar-ujar yang selalu diucapkan orang persilatan. Jangan jalan pikiran
dipengaruhi hati karena bisa membawa celaka, tapi orang lupa pikiran dan hati
bersumber pada satu sumber yang sama. Yakni kebenaran."
"Kek, aku rasanya lucu mendengar kau berfilsafat...."
"Keren betul bicaramu anak muda! Sudah! Lebih baik kau ikut aku ke mata air. Ada
beberapa hal yang perlu kubicarakan denganmu!"
Wiro hanya bisa garuk kepala dan mengikuti si kakek menuju mata air.
Di dalam goa Sika Sure Jelantik semakin deras mengucurkan air mata. Walau Wiro
dan Tua Gila tadi bicara berbisik-bisik namun karena memiliki pendengaran yang
tajam si nenek sempat mendengar semua ucapan ke dua orang itu. Hatinya terasa
perih seperti Jagal Iblis Makam Setan 16
Wiro Sableng - Pendekar Kapak Maut Naga Geni 212
Karya Bastian Tito
disayat-sayat. "Kenapa jalan nasibku begini sengsara" Mengapa aku tidak segera
saja mati dalam kesengsaraan ini. Sukat Tandika, jika saja...." Si nenek tak
dapat meneruskan suara batinnya. Dadanya menggemuruh ditelan perasaan.
Begitu sampai di mata air yang dikelilingi pepohonan rindang Tua Gila segera
bicara. "Hal pertama yang ingin kutanyakan padamu, apa kau kenal dengan seorang dara
bernama Puti Andini?"
Wiro tersenyum. "Aku tak ingat apa pernah menceritakannya padamu. Tapi karena
kau bertanya aku akan menjawab Kek. Gadis itu bergelar Dewi Payung Tujuh.
Berasal dari pulau Andalas. Bukankah nenek bernama Sabai Nan Rancak itu adalah
gurunya?" "Hemmm, anak ini tahu banyak tentang Puti Andini. Apa dia juga tahu gadis itu
adalah cucuku?" membatin Tua Gila. "Lanjutkan keteranganmu. Apa lagi yang kau
ketahui tentang gadis itu, Wiro."
"Dia pernah disuruh oleh gurunya untuk mendapatkan Kitab Putih Wasiat Dewa.
Juga diperintah untuk membunuhku...." (Baca Episode berjudul Wasiat Dewa).
Tua Gila anggukkan kepala. "Kau sudah memiliki Kitab Putih Wasiat Dewa. Sampai
saat ini dia tidak membunuhmu. Apa kau mengira gadis itu masih punya niat jahat
terhadapmu?"
"Beberapa kali pertemuan memang dia tidak menunjukkan niat buruk itu. Tapi hati
orang siapa tahu?" ujar Wiro pula.
"Kalau begitu bisa kubilang antara kau dan Puti Andini tidak ada lagi masalah
atau perselisihan apa lagi silang sengketa?"
Wiro garuk-garuk kepala. "Yah, bisa saja dikatakan begitu. Bagiku dari dulu tak
ada masalah apa-apa. Malah aku berhutang budi dan nyawa padanya. Waktu aku luka
parah dan keracunan dihantam Tiga Bayangan Setan, kalau bukan dia yang menolong
pasti aku sudah menemui ajal. Kurasa walaupun dia masih bersikap tidak baik
padaku, aku tetap akan menghormatinya...." (Mengenai Tiga Bayangan Setan harap
baca serial Wiro Sableng berjudul Wasiat Dewa).
"Hemmm... Menghormati katamu, itu kata yang sulit ditafsirkan karena banyak
mengandung arti...."
"Maksudmu Kek?" tanya Wiro.
"Apa kau punya rasa suka terhadap Puti Andini?" Tua Gila langsung saja bertanya.
Wiro Sableng 095 Jagal Iblis Makam Setan di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Lalu dia tertawa terkekeh-kekeh ketika dilihatnya murid Sinto Gendeng itu
memandang padanya dengan mata membeliak dan mulut ternganga.
"Harap kau tidak masukkan dalam hati, anak muda. Aku hanya bergurau!" kata Tua
Gila pula. Namun Wiro maklum dibalik gurauan itu Tua Gila memang punya maksud
sesuatu. "Jangan-jangan sejak muridnya dibunuh komplotan Sabai Nan Rancak orang tua ini
sudah mengangkat si gadis jadi muridnya," pikir Pendekar 212 pula.
"Pada bulan purnama empat belas hari mendatang aku akan bertemu dengan gadis itu
di pinggiran timur Telaga Gajah Mungkur. Kalau kau suka kau boleh ikut bersamaku
ke sana...."
Semakin keras dugaan Wiro bahwa si kakek memang punya maksud tertentu.
"Hemm... Terus terang aku suka ikut denganmu. Tapi aku ada urusan lain. Aku
harus mencari seorang sahabat yang terakhir sekali kutinggalkan dalam keadaan
terluka...."
Jagal Iblis Makam Setan 17
Wiro Sableng - Pendekar Kapak Maut Naga Geni 212
Karya Bastian Tito
"Siapa sahabatmu itu. Seorang pemuda atau seorang gadis hah"! Ah, dari sinar
matamu aku tahu dia pasti seorang gadis berwajah cantik. Kalau bukan seorang
gadis kau mana mau bersusah payah segala!"
"Namanya Anggini. Murid tunggal tokoh silat bergelar Dewa Tuak...."
"Ah!" Tua Gila jadi kaget. Lalu bertanya. "Anggini! Murid sahabatku si Dewa
Tuak. Sejak pertemuan terakhir di Pangandaran lama sudah aku tidak mendengar kabarnya.
Apa saat ini dia masih bersuka-suka dengan kekasihnya si Ratu Pesolek itu" Ha...
ha... ha! Wiro, apa yang terjadi dengan murid Dewa Tuak?"
Wiro lalu menuturkan penghadangan yang dilakukan oleh empat orang yaitu Iblis
Pemalu, Pengiring Mayat Muka Hijau, Sika Sure Jelantik dan Datuk Gadang Mentari.
"Sika Sure Jelantiklah yang mencelakai Anggini. Aku tak tahu bagaimana
keadaannya sekarang. Seorang sahabat menemaninya ketika kutinggal pergi...."
"Sika Sure Jelantik..." kata Tua Gila sambil menghela nafas panjang. "Sulit
membuatnya mau mengerti. Kalau Anggini sampai celaka jangan harap dia lolos dari
maut! Dewa Tuak pasti akan mengejarnya sampai ke liang neraka sekalipun!"
"Mengenai Iblis Pemalu," kata Wiro pula. "Siapa dia sebenarnya" Apakah dia
berpihak pada orang-orang golongan putih atau kaki tangan golongan hitam?"
"Siapa dia adanya memang sulit diketahui. Dia muncul belum lama. Ketinggian
ilmunya serta tindak tanduknya yang aneh membuat namanya mencuat dengan jelas.
Walau kelihatannya dia bukan orang baik-baik tapi aku yakin dia bukan kaki
tangan orang-orang Lembah Akhirat. Namun sikapnya yang aneh dan sering berubah
mendatangkan prasangka bahwa manusia satu ini gampang ditarik ke kiri atau ke
kanan. Dia hanya mengikut arah angin atau mana sukanya saja walau cuma sesaat.
Orang seperti dia harus dibaik-baiki, harus pandai memuji dan menyanjung. Aku
seolah yakin bahwa sifatnya yang seperti pemalu itu hanya dibuat-buat saja. Biar
kita lupakan dulu Iblis Pemalu. Sebaliknya aku menyirap kabar bahwa Anggini
telah membunuh Datuk Mangkuto Kamang...."
"Itu fitnah yang tak karuan juntrungannya Kek," jawab Wiro.
"Justru karena fitnah itulah perlu diselidiki.
Akhir-akhir ini banyak kejadian hebat di dunia persilatan pulau Andalas dan
Tanah Jawa. Sesama golongan putih saling baku hantam. Lalu belum lagi lenyapnya
tokoh-tokoh rimba persilatan secara aneh. Satu di antaranya adalah kakek sakti
berjuluk Dewa Sedih. Dia lenyap dan kabarnya berada dalam kekuasaan orang-orang
Lembah Akhirat.... Saudaranya si Dewa ketawa pasti akari mengobrak-abrik Lembah
Akhirat. Namun keanehan yang berselubung maut menyungkup Lembah Akhirat. Aku
khawatir Dewa Ketawa akan mengalami nasib sial...."
"Kau tahu siapa sebenarnya yang menjadi penguasa Lembah Akhirat itu Kek?"
"Dia hanya dikenal dengan panggilan Datuk Lembah Akhirat. Beberapa tokoh
kabarnya berusaha menyelidik. Namun satu persatu mereka lenyap tak tahu
rimbanya...."
"Mengenai kepergianmu ke Telaga Gajah Mungkur menemui Puti Andini, agaknya ada
satu urusan penting di sana?"
Tua Gila mengangguk. "Ini satu urusan yang sebetulnya perlu aku beri tahu padamu
beberapa tahun yang silam. Namun mungkin baru saat ini tepat untuk kukatakan.
Kau pernah mendengar riwayat sebilah pedang bernama Pedang Naga Suci 212!"
Jagal Iblis Makam Setan 18
Wiro Sableng - Pendekar Kapak Maut Naga Geni 212
Karya Bastian Tito
Wiro kerenyitkan kening mendengar kata-kata Tua Gila itu. "Aku memiliki Kapak
Naga Geni 212. Kau menyebut Pedang Naga Suci 212. Apa ada hubungan satu dengan
lainnya?" tanya murid Sinto Gendeng pula.
"Kapak dan pedang itu merupakan dua senjata yang sebenarnya tidak terpisahkan.
Berasal dan merupakan warisan dari seorang kakek sakti bernama Kiai Gede Tapa
Pamungkas. Waktu aku dan gurumu si Sinto Gendeng menjadi murid Kiai yang diam di
Gunung Gede itu, kami diwarisi dua senjata. Seharusnya aku mendapatkan Kapak
Naga Geni 212, tapi Sinto Gendeng mendahului, malah dia melarikan Pedang Naga
Suci 212."
Tua Gila lalu menuturkan riwayat dua senjata sakti itu yang didengar Wiro dengan
penuh perhatian. (Mengenai riwayat Kapak Maut Naga Geni 212 dan Pedang Naga Suci
212 harap baca Episode terdahulu berjudul Pedang Naga Suci 212).
Lama Wiro termenung mendengar penuturan -Tua Gila. Dia coba mengingat-ingat.
"Kek, kalau aku tidak salah mengingat, waktu kapak mustika sakti itu diberikan
padaku, Eyang Sinto pernah berkata Kapak Naga Geni 212 itu dia yang membuat. Dia
menghabiskan waktu sepuluh tahun untuk menciptakannya...."
Tua Gila tertawa mengekeh. "Gurumu itu namanya bukan Sinto Gendeng kalau tidak
melakukan atau bicara gendeng. Mungkin dia tidak bermaksud buruk berdusta
padamu. Mungkin dia berkata begitu agar kau tidak mensia-siakan jerih payahnya dan agar
kau merawat senjata itu sebaik-baiknya."
"Mungkin juga begitu..." kata Wiro perlahan.
"Aku menaruh firasat bahwa Pedang Naga Suci 212 berjodoh dengan Puti Andini. Itu
sebabnya dia kusuruh pergi menyelidik dan mencari pedang mustika itu di Telaga
Gajah Mungkur.... Aku sendiri tidak berminat mendapatkan dan memilikinya.... Aku
sudah terlalu tua. Urusan rimba persilatan kini berada di tangan kalian orang-
orang muda...."
"Mana bisa begitu Kek. Kami yang muda-muda hanya dianggap sebagai sapu lidi
pembersih. Sementara para tokoh yang sudah tua-tua berbuat macam-macam mengotori
dunia persilatan!"
Tua Gila tertawa gelak-gelak. Begitu tawanya mereda Wiro berkata.
"Kek, tentunya kau punya satu alasan mewarisi pedang sakti itu pada Puti Andini,
bukan hanya sekedar firasat. Atau mungkin gadis itu sudah kau angkat jadi
muridmu pengganti Sati?"
Jagal Iblis Makam Setan 19
Wiro Sableng - Pendekar Kapak Maut Naga Geni 212
Karya Bastian Tito
________________________________________________________________________________
__ ENAM ang ditanya tak segera menjawab. Kemudian sekulum senyum menyeruak di wajah
orang tua ini. Satu senyum pahit yang menandakan keperihan hati. Karena Sati,
satu-Ysatunya murid Tua Gila yang namanya barusan diucapkan Wiro telah tewas
dibunuh Datuk Angek Garang di pulau Andalas beberapa waktu yang lalu.
"Hemm.... Kau betul. Alasan utamaku adalah dia kuanggap seorang gadis pendekar
sejati. Masih suci dan bersih. Masa depannya dalam dunia persilatan penuh dengan
tantangan. Berarti dia perlu satu senjata yang diandalkan."
"Bukankah dari gurunya Sabai Nan Rancak gadis itu telati memiliki satu ilmu
kepandaian dan senjata berupa tujuh buah payung?" ujar Wiro.
Tua Gila tertawa lebar. "Itu juga betul. Walau dia kelak memiliki pedang sakti
itu, tentu saja dia tidak boleh melupakan ilmu payungnya yang hebat. Selain itu,
aku berhutang jiwa padanya. Waktu aku dalam keadaan tak berdaya dan hampir mati
di tangan Sabai Nan Rancak serta teman-temannya, Puti Andini menyelamatkan
diriku...."
Dalam hatinya Tua Gila merasa bimbang. Apakah akan diceritakannya pada Wiro
bahwa Puti Andini sebenarnya adalah cucunya sendiri. Sebaliknya dalam hatinya
Wiro juga bertanya-tanya. "Kurasa ada satu hal lain yang sangat kuat membuat
kakek ini memberi tahu tentang pedang itu pada Andini. Dia tadi tidak menjawab
ya atau tidak apakah dia telah mengangkat Puti Andini menjadi muridnya,"
"Apa yang ada dalam benakmu Wiro?" tanya Tua Gila ketika dilihatnya Wiro seperti
termenung. "Aku cuma khawatir Kek. Bagaimana kalau kelak pedang itu sampai jatuh ke tangan
Sabai Nan Rancak. Kau bisa lebih celaka lagi...."
Mulut Tua Gila tampak berkomat-kamit. "Aku cukup percaya pada gadis itu.
Buktinya dia berani menanggung akibat berhadapan dengan gurunya demi
menyelamatkan diriku.... Lagi pula ada semacam petunjuk bahwa Kapak Naga Geni
212 dan Pedang Naga Suci 212 kelak akan bersatu kembali. Bukan itu saja. Aku
menyirap kabar sekitar lima tahun silam. Kapak dan Pedang itu mempunyai seorang
anak yaitu sebilah keris yang tak kalah saktinya dengan sepasang induknya...."
Mendengar ucapan Tua Gila itu Pendekar 212 terdiam namun otaknya cepat bekerja.
"Kalau Kapak dan Pedang kelak akan bersatu bahkan punya anak, jangan-jangan
kakek ini hendak menjodohkan aku dengan Puti Andini. Gila betul! Ada hubungan
apa sebenarnya antara Tua Gila dengan gadis dari seberang itu...."
"Eh, kau kembali kulihat memikirkan sesuatu!" Tua Gila menegur.
Wiro menyeringai. "Aku coba memasukkan ke dalam akalku bagaimana mungkin sebilah
kapak dan pedang bisa punya anak sebilah keris...."
Tua Gila tertawa lebar. Dengan jari telunjuk tangan kanannya ditekannya dada
murid Sinto Gendeng seraya berkata. "Itu kelak yang harus kau selidiki, Wiro.
Omong-omong bagaimana soal perjodohanmu...?"
"Perjodohanku?" balik bertanya Wiro karena tidak mengerti. "Apa maksudmu Kek?"
"Kau berkura-kura dalam perahu. Berpura-pura tidak tahu. Bukankah Dewa Tuak
pernah kasak-kusuk dengan Sinto Gendeng hendak menjodohkanmu dengan Anggini
murid tunggalnya itu?"
Jagal Iblis Makam Setan 20
Wiro Sableng - Pendekar Kapak Maut Naga Geni 212
Karya Bastian Tito
Wiro hendak tertawa membahak tapi akhirnya sambil garuk-garuk kepala dia
menjawab. "Baik Eyang Sinto Gendeng maupun Dewa Tuak tak pernah mendesak kalau
mereka memang menginginkan perjodohan itu...."
"Lalu.... Hem... jadi terserah pada kalian yang muda-muda kalau begitu?"
"Bisa saja kau katakan seperti itu Kek. Namun kami pun tidak pernah membicarakan
hal itu. Anggini seorang gadis yang segala sesuatunya tak bisa harus ditentukan
oleh orang lain...."
"Bagus.... Bagus!"
"Bagus bagaimana maksudmu Kek?" Wiro mengejar dengan pertanyaan. Dalam hati
semakin berat dugaannya bahwa Tua Gila memang ingin menjodohkannya dengan Puti
Andini. "Kalau tidak apa perlunya dia menanyakan hubunganku dengan Anggini. Dia
tampak senang ketika kuberi tahu bahwa guru masing-masing tidak mendesak dan aku
ataupun Anggini tak pernah lagi membicarakan soal perjodohan itu."
"Maksudku," jawab Tua Gila pula. "Aku gembira kalian bisa berlaku benar-benar
sebagai orang dewasa dan serba matang menghadapi masa depan...." Tua Gila lalu
angguk-anggukkan kepalanya beberapa kali. Lalu dia menyambung ucapannya.
"Ada satu hal lagi yang ingin kusampaikan padamu. Seseorang menitipkan sebuah
kalung sakti bernama Kalung Permata Kejora. Kalung itu seharusnya aku serahkan
pada Sabai Nan Rancak. Orang yang menitipkan tidak tahu kalau aku punya
bentrokan besar dengan si nenek dari Gunung Singgalang itu. Celakanya justru
Kisah Para Naga Di Pusaran Badai 2 16 Dewi Sri Tanjung 12 Aji Wisa Dahana Hati Budha Tangan Berbisa 2