Pencarian

Rahasia Bayi Tergantung 1

Wiro Sableng 106 Rahasia Bayi Tergantung Bagian 1


Wiro Sableng - Pendekar Kapak Maut Naga Geni 212
Karya Bastian Tito
________________________________________________________________________________
__ SATU alam rimba belantara di kaki Gunung Labatu Hitam yang biasanya diselimuti
kesunyian sekali ini terdengar suara aneh berkepanjangan. Seperti ada seseorang
yang Dtengah mengucapkan atau merapal jampi-jampi tak berkeputusan.
"Kau mendengar suara itu wahai tiga saudaraku?" bertanya sosok tinggi besar
berewokan yang dua kakinya terbungkus batu besar berbentuk bola. Orang ini
adalah Lakasipo, bekas Kepala negeri Latanahsilam yang kemudian dikenal dengan
julukan Bola-Bola Iblis alias Hantu Kaki Batu.
Seperti diceritakan dalam serial Wiro Sableng sebelumnya, berkat pertolongan
Hantu Tangan Empat maka Wiro dan Naga Kuning serta si kakek berjuluk Setan
Ngompol sosok tubuhnya berhasil dirubah menjadi lebih besar walau belum mencapai
sebesar sosok orang-orang di Negeri Latanahsilam. Karena itulah jika sedang
mengadakan perjalanan jauh Lakasipo selalu membawa ke tiga saudara angkatnya itu
dengan cara menyelipkan mereka di balik sabuk besar yang melilit pinggangnya.
"Kedengarannya seperti orang membaca mantera panjang..." berkata Wiro menyahuti
ucapan Lakasipo tadi.
"Mungkin dia orang yang kita cari. Hantu Sejuta Tanya Sejuta Jawab," ikut bicara
Setan Ngompol. "Mungkin juga itu adalah suara hantu atau jin rimba yang sedang mengigau!" ucap
Naga Kuning. "Bocah sialan!" maki Setan Ngompol. "Jangan bicara yang membuat aku kaget dan
kepingin beser!" Kakek ini cepat tekap bagian bawah perutnya sementara Naga
Kuning usap-usap mulutnya menahan geli.
"Sebaiknya kita turun dari kuda. Menyelidik ke jurusan datangnya suara itu.
Siapa tahu yang bersuara seperti orang membaca mantera adalah Hantu Sejuta Tanya
Sejuta Jawab yang kita cari."
"Berarti penjelasan yang diberikan Tringgiling Liang Batu tidak dusta. Hantu
Sejuta Tanya Sejuta Jawab itu benar-benar berada di kawasan kaki gunung ini."
(Mengenai riwayat Tringgiling Liang Batu harap baca serial Wiro Sableng berjudul
Hantu Jatilandak).
Lakasipo berpikir sejenak. Lalu dia anggukkan kepala. Diusapnya kuduk
Laekakienam, kuda hitam besar berkaki enam yang memiliki sepasang tanduk di
kepalanya. Lalu dia turun dari punggung tunggangannya itu. "Laekakienam, jangan
kemana-mana. Tunggu di sini sampai kami kembali!"
Kuda berkaki enam kedipkan dua matanya yang merah lalu menjilat tangan Lakasipo.
"Lakasipo, kau hams pergunakan kesaktianmu agar langkah kaki batumu tidak
mengeluarkan suara dan menggetarkan tanah. Aku khawatir orang yang meracau akan
mendengar lalu melenyapkan diri sebelum kita sampai ke tempatnya." berkata Wiro.
"Hal itu sudah kupikirkan," jawab Lakasipo. Dia mulai melangkah ke jurusan
datangnya suara orang meracau. Tanpa mempergunakan ilmu meringankan tubuh dan
mengandalkan tenaga dalam, setiap langkah yang dibuat Lakasipo akan mengeluarkan
suara duk-duk-duk dan menggetarkan tanah yang dipijaknya. Tapi kali ini setelah
dia mengeluarkan kesaktian maka setiap langkah yang dibuatnya selain cepat juga
tidak mengeluarkan suara atau menggetarkan tanah.
Rahasia Bayi Tergantung 1
Wiro Sableng - Pendekar Kapak Maut Naga Geni 212
Karya Bastian Tito
Berjalan kira-kira lima puluh tombak memasuki rimba belantara yang pepohonan
serta semak belukarnya semakin rapat, suara orang yang seperti merapal mantera
itu semakin keras tanda orangnya semakin dekat. Lakasipo melangkah terus. Setan
Ngompol yang diam-diam merasa tegang tambah keras memegang dan menekan bagian
bawah perutnya.
"Aku mendengar suara sesuatu!" Wiro berseru.
Baru saja seruannya itu berakhir tiba-tiba terdengar suara menggemuruh di
belakang mereka disertai rambasnya semak belukar dan tumbangnya beberapa pohon.
Lakasipo cepat berkelebat ke balik sebatang pohon besar. Sesaat kemudian hanya
tiga tombak di depan mereka meluncur menggelinding sebuah benda aneh berwarna
kuning. Semak belukar rambas bermentalan. Sebatang pohon yang cukup besar patah
lalu tumbang menggemuruh. Di lain kejap benda yang bergulung tadi lenyap di
balik kerapatan pepohonan sementara di tanah makhluk yang menggelinding
meninggalkan jejak berupa puluhan lubang-lubang dalam sebesar jari kelingking.
"Makhluk a pa yang barusan lewat itu!" ujar Setan Ngompol yang sudah basah
bagian bawah perutnya,
"Manusia bukan, binatang juga rasanya bukan!" menjawab Naga Kuning.
"Aku mencium baunya ketika barusan lewat. Sepertinya bau itu pernah kucium
sebelumnya..." berucap Lakasipo.
Wiro garuk-garuk kepala sambil pandangi lo-bang-lobang di tanah lalu perhatikan
batang pohon di sebelah kiri yang kulitnya retak-retak seperti digurat benda
tajam. Murid Eyang Sinto Gendeng dari Gunung Gede ini lalu berkata. "Aku menduga
jangan-jangan yang barusan lewat adalah makhluk berduri dari Rimba Lahitamkelam
yang bernama Hantu Jatilandak itu!",
"Wahai! Dugaanmu tidak salah Wiro. Bau yang kukatakan tadi memang bau
tubuhnya!" kata Lakasipo pula.
"Mungkin dugaan kalian tidak salah. Tetapi ketika kita meninggalkan pulau
kediamannya jelas Hantu Jatilandak tidak kemana-mana. Lagi pula perlu apa dia
gentayangan ke tempat ini?" berkata Naga Kuning.
"Tidakkah kalian memperhatikan sesuatu?" Tiba-tiba si kakek Setan Ngompol
berkata. "Apa maksudmu Kek?" tanya Lakasipo.
"Suara orang meracau saat ini tidak terdengar lagi! Lenyap!" jawab Setan
Ngompol. "Berarti kita bisa-bisa kehilangan jejak mencarinya!" kata Lakasipo. Baru saja
dia berucap beg it u tiba-tiba di kejauhan terdengar suara bentakan-bentakan.
"Sesuatu terjadi di dalam hutan sana! Lakasipo! Ayo cepat melangkah ke jurusan
itu!" Mendengar kata-kata Wiro segera saja Lakasipo melangkah cepat memasuki rimba
belantara ke arah terdengarnya suara-suara bentakan. Dia lupa mengeluarkan
kesaktiannya. Akibatnya setiap langkah yang dibuatnya mengeluarkan suara duk-duk-duk dan tanah
yang terpijak selain amblas juga menimbulkan getaran keras. Memasuki rimba
sejauh tiga puluh langkah, di satu tempat Lakasipo berhenti. Matanya mendelik
besar. Tidak percaya akan apa yang disaksikannya. Wiro, Naga Kuning dan juga
Setan Ngompol tak kalah heran dan kejut masing-masing.
Di hadapan ke empat orang itu, di satu bagian rimba belantara yang pohon-
pohonnya bertumbangan tegak sesosok tubuh kuning tinggi kurus. Sekujur badannya,
makhluk yang hanya mengenakan sehelai cawat terbuat dari kulit kayu ini
ditumbuhi duri-duri panjang berwarna coklat, mulai dari ubun-ubun sampai ke
kaki. Rahasia Bayi Tergantung 2
Wiro Sableng - Pendekar Kapak Maut Naga Geni 212
Karya Bastian Tito
"Kau benar Wiro," bisik Setan Ngompol. "Makhluk yang tadi menggelinding
melewati kita memang Hantu Jatilandak. Kini dia berada di tempat ini!"
Kalau Wiro, Naga Kuning dan Setan Ngompol sesaat masih pandangi sosok yang
ditumbuhi duri-duri panjang dan runcing itu maka lain halnya dengan Lakasipo.
Dua mata lelaki ini membeliak besar melihat kuda kaki enam miliknya yang entah
bagaimana tahu-tahu telah berada di tempat itu. Binatang ini tegak diam tidak
berkesip tidak bergerak seolah kena sirap. Lalu di atas punggung binatang ini
duduk bersila seorang kakek mengenakan celana hitam terbuat dari kulit kayu.
Bagian tubuhnya yang tidak tertutup yakni tangan, dada dan juga kulit mukanya,
lalu sepasang kaki penuh dengan totol-totol hitam, dan coklat seperti bulu macan
tutul. "Lakasipo," berkata Wiro. "Bagaimana kudamu tahu-tahu bisa berada di tempat ini
dan dijadikan tunggangan oleh kakek aneh itu"!"
"Wahai! Justru itu yang jadi tanda tanya besar dalam benakku!" jawab Lakasipo
dan matanya masih terus membeliak. "Sesuatu yang hebat telah terjadi! Kakek yang
bertubuh seperti macan tutul itu pasti memiliki kepandaian luar biasa.
Laekakienam kulihat seperti kena sirap dan berada di bawah kekuasaannya!
"Kau tahu siapa makhluk tua bangka yang duduk di atas Laekakienam itu?" Naga
Kuning bertanya.
"Tak pernah kulihat makhluk ini sebelumnya. Aku hanya bisa menduga. Pernah
kudengar tentang seorang kakek berjuluk Hantu Seratus Tutul! Jangan-jangan dia
orangnya. Setahuku dia bukan orang baik-baik. Sama jahatnya dengan Hantu Muka .Dua!"
"Kita harus berhati-hati Lakasipo," kata Wiro. "Kelihatannya dia sudah sengaja
mencari lantaran dengan menguasai Laekakienam seperti itu!"
Seolah tidak perdulikan kehadiran Lakasipo dan tiga manusia cebol yang terikat
di pinggangnya, makhluk yang tubuhnya seperti macan tutul di atas kuda hit am
berkaki enam memandang tak berkesip pada Hantu Jatilandak. Lalu orang ini
dongakkan kepala dan dari mulutnya keluar suara meracau panjang seperti orang
merapal mantera atau jampi-jampi.
Sesaat kemudian perlahan-lahan kepalanya yang tadi mendongak diturunkan,
mulutnya masih terus meracau sedang dua matanya menatap tajam ke a rah Hantu
Jatilandak. Tiba-tiba racauannya putus. Dari mulutnya menyembur bentakan keras.
"Hantu Jatilandak! Takdir telah jatuh atas dirimu! Pada hari pertama kau
meninggalkan pulau kediamanmu maka hari itu pula kau akan menemui kematian! Aku
akan menguliti tubuhmu! Aku memerlukan kulitmu yang berduri itu untuk kujadikan
sehelai mantel sakti!"
"Gila! Enak saja tua bangka bertubuh seperti macan tutul itu hendak menguliti si
Jatilandak!" kata Naga Kuning.
Orang diatas kuda hitam kaki enam lalu gerakkan tangannya kiri kanan ke
pinggang. Sesaat kemudian dua pisau berbentuk arit kecil tampak berkilauan dalam
genggamannya. Melihat Hantu Jatilandak hanya berdiam diri dan tidak menanggapi ucapannya,
orang di atas kuda hitam kembali membentak.
"Hantu Jatilandak! Kau diam saja! Agaknya kau memang sudah siap untuk ku
pesiangi saat ini juga!"
Kuping lebar Hantu Jatilandak tiba-tiba bergerak mencuat kaku ke atas. Duri-duri
di kepalanya berjingkrak kaku. Hantu Jatilandak meludah ke tanah. Ludahnya
berwarna kuning.
Dari tenggorokannya terdengar suara menggereng. Lalu mulutnya menyeringai,
disusul keluarnya suara ucapan.
Rahasia Bayi Tergantung 3
Wiro Sableng - Pendekar Kapak Maut Naga Geni 212
Karya Bastian Tito
"Kakekku Tringgiling Liang Batu pernah bertutur. Negeri Latanahsilam penuh
keanehan. Di dalam keanehan itu ada orang-orang menginginkan kematian orang lain seolah
dirinya sendiri punya lebih dari satu nyawa dan tidak takut menerima balasan!
Wahai makhluk bertubuh macan tutul yang duduk di atas punggung kuda milik orang
lain, apakah benar kata kakekku itu bahwa kau punya dua nyawa"! Hingga kalau kau
kubunuh kau masih punya nyawa cadangan"!"
Menggembunglah rahang kakek di atas kuda hitam berkaki enam. Dua matanya
membeliak menyorotkan sinar kematian. Tiba-tiba dia keluarkan teriakan dahsyat.
Tubuhnya lenyap dari punggung kuda, melesat ke arah pohon kayu di sebelah kanan.
Dua tangannya bergerak. Dua pisau yang dipegangnya berkelebat berkilauan cepat
sekali. Sesaat kemudian ketika dia kembali melesat duduk di atas punggung kuda,
batang pohon di sebelah kanan kelihatan gundul memutih. Gulungan kulit kayu yang
sebelumnya membungkus pohon itu kini terhampar di kaki pohon!
Kalau Lakasipo, Wiro, Naga Kuning dan Setan Ngompol terbeliak besar melihat apa
yang dilakukan Hantu Seratus Tutul, bahkan Setan Ngompol sudah kembali kucurkan
air kencing maka Hantu Jatilandak tetap tenang saja malah meludah ke tanah.
"Lakasipo," kata Pendekar 212. "Untung bukan kudamu yang dijadikannya contoh
dikuliti!"
Di atas punggung kuda hitam berkaki enam Hantu Seratus Tutul tertawa gelak-
gelak. "Hantu Jatilandak! Kau saksikan sendiri bagaimana aku menguliti pohon besar itu!
Untuk menguliti tubuhmu waktu yang ku perlukan hanya sepertiga dari waktu
menguliti pohon itu! Wahai! Bersiaplah Jatilandak! Selagi pisauku masih tajam,
kau tidak akan merasa sakit sedikitpun! Kau akan menemui ajal senikmat bayi yang
tidur nyenyak! Ha... ha... ha!"
Habis berkata dan tertawa seperti itu Hantu Seratus Tutul melesat dari atas
punggung Laekakienam. Berkelebat ke arah Hantu Jatilandak dan tahu-tahu dua
pisau berbentuk arit kecil di tangannya kiri kanan telah berkiblat ke arah
kepala Hantu Jatilandak. Rupanya dia hendak menguliti cucu Tringgiling Liang
Batu ini dari kepala lebih dulu!
Hantu Jatilandak tentu saja tidak tinggal diam. Sepasang matanya sorotkan sinar
kuning. Tangan kirinya dikibaskan ke depan. Dua belas duri panjang dan lancip
laksana paku-paku besi melesat ke arah selusin sasaran di kepala dan tubuh Hantu
Seratus Tutul. Hantu Seratus Tutul tertawa bergelak. Dia gerakkan dua tangannya yang memegang
pisau. Dua larik sinar putih bertabur!
* * * Rahasia Bayi Tergantung 4
Wiro Sableng - Pendekar Kapak Maut Naga Geni 212
Karya Bastian Tito
________________________________________________________________________________
__ DUA raasss! Craaasss!" Dua duri yang melesat ke arah kepala berhasil dibabat putus
oleh sepasang pisau berbentuk arit. Dengan membungkuk dan melompat ke samping
kiri CHantu Seratus Tutul berhasil mengelakkan delapan sambaran duri landak.
Begitu serangan tidak mengenai sasaran secara aneh delapan duri ini berputar
membalik dan kembali menancap ke tempatnya semula yakni di tangan kiri Hantu
Jatilandak. Sisa dua duri ternyata tidak sempat dielakkan si kakek. Walau tidak
sampai menancap di tubuhnya namun duri-duri itu masih sempat menyerempet bahu
kiri dan ping-gang kanan
mengakibatkan luka yang mengucurkan darah.
Dari mulut Hantu Seratus Tutul melesat suara gerengan marah. Demikian hebatnya
suara gerengan ini hingga menggetarkan seantero tempat. Bersamaan dengan itu
wajah si kakek mendadak sontak berubah menjadi tampang seekor macan tutul
benaran. Daun telinganya yang lebar berjingkrak. Taring runcing mengerikan
mencuat di sudut-sudut mulut. Di bagian bawah tubuhnya muncul ekor panjang yang
menyentak-nyentak kian kemari. Lalu "cleeep... cleeppp!" Dari ujung-ujung jari
tangan dan kakinya mencuat keluar kuku-kuku panjang, hitam runcing mengerikan.
Si kakek kini telah berubah menjadi seekor macan tutul jejadian. Membuat
Lakasipo, Wire-dan Naga Kuning tak bergeming ngeri. Setan Ngompol tak usah
ditanya lagi. Saat itu juga ia sudah terkencing-kencing karena kaget dan ngeri!
Hantu Jatilandak sesaat terkesiap melihat perubahan sosok dan wajah lawannya.
Dalam hati dia yakin bahwa musuh memang berniat hendak menguliti membunuhnya.
Dia meludah ke tanah lalu berkata. "Wahai! Baru hari ini aku meninggalkan hutan
Lahitamkelam. Tak kenal orang tak pernah punya musuh maupun seteru. Mengapa kau
ingin mencelakai diriku" Mengapa kau inginkan jiwa dan ragaku"! Siapa kau
sebenarnya"!"
"Aku Hantu Seratus Tutul! Sudah kubilang hari ini adalah hari takdir kematianmu!
Jadi tidak perlu berbanyak tanya!" Habis berkata begitu Hantu Seratus Tutul
kembali keluarkan gerengan keras. Lalu tubuhnya berkelebat ke depan. Dua pisau
siap menguliti tubuh Hantu Jatilandak sedang kuku-kuku jari mencari kesempatan
merobek-robek! Hantu Jatilandak meludah ke tanah. Duri-duri di muka dan kepalanya berjingkrak
kaku. Dari sepasang matanya tiba-tiba berkiblat dua larik sinar kuning.
Menghantam ke arah dada dan perut Hantu Seratus Tutul!
"Lakasipo!" Wiro berteriak. "Bagaimanapun Hantu Jatilandak telah menjadi sahabat
kita! Kita harus menolongnya! Apa lagi kau tadi mengatakan Hantu Seratus Tutul
sama jahatnya dengan Hantu Muka Dua! Ayo bantu Hantu Jatilandak! Tunggu apa
lagi"!"
"Kurasa Hantu Jatilandak tidak akan kalah. Apa lagi Hantu Seratus Tutul sudah
terluka. Sebentar lagi racun duri landak akan membuatnya kelojotan. Tapi...."
"Dua pisau di tangan macan jejadian itu mungkin bukan apa-apa bagi Hantu
Jatilandak. Tapi kuku-kuku tangan serta kakinya pasti sangat berbahaya.
Mengandung racun jahat mematikan! Kalau kita tidak lekas menolong Hantu
Jatilandak, dia akan segera menemui kematian. Lalu lawan akan menguliti
tubuhnya!."
"Ucapan Wiro ada benarnya!" kata Setan Ngompol pula. "Tapi kalau kau mau berniat


Wiro Sableng 106 Rahasia Bayi Tergantung di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

membantu Hantu Jatilandak, lebih dulu harap kau menurunkan aku ke tanah agar
bisa mencari tempat aman!" Lalu setelah menggeliat beberapa kali kakek ini
berhasil lepaskan Rahasia Bayi Tergantung 5
Wiro Sableng - Pendekar Kapak Maut Naga Geni 212
Karya Bastian Tito
diri dari sabuk di pinggang Lakasipo. Sambil terkencing-kencing dia lari mencari
perlindungan di balik sebatang pohon besar. Wiro dan Naga Kuning yang juga
maklum besarnya bahaya jika mereka masih terikat di balik sabuk melakukan hai
yang sama. Keduanya melompat turun lalu bergabung dengan Setan Ngompol.
Melihat tiga saudara angkatnya telah melepaskan diri dan lari ke balik pohon,
tanpa tunggu lebih lama Lakasipo segera melompat ke kalangan pertempuran sambil
lepaskan tendangan yang disebut Kaki Roh Penghantar Maut. Dari batu hitam yang
membungkus kakinya, didahului kepulan asap hitam maka menyambarlah satu
gelombang angin yang amat dahsyat!
Hantu Seratus Tutul tersentak kaget ketika dapatkan sekujur tubuhnya seolah
tertahan oleh satu tembok baja yang tidak kelihatan. Ketika dia coba memaksa,
tubuhnya bergoncang keras. Dengan menggereng penuh amarah makhluk satu ini
melesat dua tombak ke udara. Gelombang angin yang tadi berusaha ditahannya lewat
deras di bawah kakinya lalu "braakkkk!" Satu pohon yang ada di belakangnya
berderak patah dan tumbang menggemuruh!
Hantu Seratus Tutul jungkir balik dan cepat melayang turun. Begitu injakkan kaki
dia membentak garang. "Ada setan alas berkaki batu dari mana yang. berani ikut
campur urusan orang lain!" Hantu Seratus Tutul delikkan matanya. Tiba-tiba dia
berseru. "Wahai! Kalau tidak salah penglihatanku, kalau tidak meleset dugaanku,
bukankah kau manusianya yang bernama Lakasipo bergelar Hantu Kaki Batu"!"
"Kalau kau sudah tahu lalu kau mau apa"!" Balik membentak Lakasipo.
"Kenapa kau tahu-tahu muncul dan membantu manusia bertubuh landak itu"!" tanya
Hantu Seratus Tutul.
"Hantu Jatilandak adalah sahabatku! Sebagai sahabat aku tidak ingin dia
dicelakai orang di depan mataku!"
"Ah, memang sudah kudengar. Ternyata Hantu Kaki Batu seorang berbudi tinggi
berhati luhur! Tetapi mungkin kau tidak tahu wahai Hantu Kaki Batu. Antara kau
dan aku ada hubungan yang lebih kuat dari tali persahabatan. Antara kita ada
kaitan hubungan darah!"
Terkejutlah Lakasipo mendengar kata-kata Hantu Seratus Tutul itu. Sesaat dia
tegak termangu dan bertanya-tanya. "Bertemu baru kali ini. Dia bilang ada
hubungan darah antara aku dengan dirinya. Apakah bisa kupercaya?"
"Hantu Seratus Tutul! Jika ucapanmu benar maka sebagai orang bersaudara harap
kau menghabisi niat jahatmu terhadap Hantu Jatilandak sampai di sini!"
"Wahai Lakasipo! Berat nian permintaanmu! Aku sudah terlanjur bersumpah untuk
membunuh Hantu Jatilandak dan menjadikan kulitnya sebagai mantel sakti!"
"Kuharap kau suka melupakan sumpahmu itu dan pergilah dari sini dengan aman!"
Hantu Seratus Tutul gelengkan kepala. "Tidak mungkin! Sumpah sudah terucap! Tak
mungkin ditarik kembali!"
"Biasanya orang bersumpah dengan orang lain. Dengan siapa kau bersumpah" Siapa
yang menyuruhmu"!" bentak Hantu Jatilandak.
"Kau tak perlu tahu! Kau tak layak bertanya!" jawab Hantu Seratus Tutul.
"Kalau begitu kutuk sumpah akan menelan dirimu sendiri!" kata Hantu Jatilandak
lalu meludah ke tanah. Dari dua matanya kembali muncul sinar kuning
menggidikkan. Dia maju satu langkah. Lakasipo cepat menengahi sambil berseru.
Tapi dua orang itu agaknya tak bisa dicegah lagi. Pada saat keduanya sama-sama
melesat hendak saling menyerang dan Rahasia Bayi Tergantung 6
Wiro Sableng - Pendekar Kapak Maut Naga Geni 212
Karya Bastian Tito
Lakasipo bermaksud hantamkan kakinya kembali ke arah Hantu Seratus Tutul,
mendadak ada suara teriakan perempuan berkumandang di dalam rimba belantara itu.
"Kalian tiga makhluk menyedihkan. Mengapa mencari mati padahal masih ada
kehidupan" Sebelum kalian sama menemui ajal dalam ketololan bisakah kalian
menjawab beberapa pertanyaanku lebih dahulu"!"
Suara teriakan itu terdengar keras namun ada serangkum nada kelembutan pertanda
orangnya memiliki rasa welas asih yang tinggi. Selain itu suara teriakan tadi
datangnya dari kejauhan di sebelah timur rimba. Namun belum lagi gemanya lenyap
sosok orang yang berteriak sudah muncul di tempat itu, tegak di atas batang
pohon besar yang tumbang, delapan langkah di belakang Hantu Seratus Tutul.
"Astaga! Kalau bukan bidadari pasti yang muncul ini adalah Peri paling cantik di
negeri Latanahsilam!" kata Setan Ngompol dari balik potion dengan sepasang mata
dibuka lebar-lebar. Naga Kuning leletkan lidah. Murid Sinto Gendeng sendiri
diam-diam harus mengakui bahwa perempuan yang tegak di atas batang pohon itu
memang lebih cantik dari Luhjelita ataupun Peri Bunda, maupun Peri Angsa Putih.
Namun dibalik kecantikan itu dia melihat adanya satu bayangan aneh yang saat itu
tidak bisa ditebaknya apakah bayangan itu sesuatu yang baik atau sesuatu yang
jahat atau hanya satu ganjalan yang terpendam di lubuk hati.
Hal yang sama terjadi juga dengan Hantu Jatilandak dan Lakasipo. Ke dua orang
ini sesaat jadi tegak terdiam. Sama-sama mengagumi kecantikan si gadis yang
bertubuh tinggi semampai, ramping dan mengenakan sehelai kulit kayu berwarna
biru sebagai pakaiannya.
Di keningnya ada sebuah kembang tanjung berwarna kuning. Rambutnya hitam
berkilat, tergerai jatuh sampai di pinggangnya yang langsing. Bibirnya tiada
henti mengulas senyum.
Karena dia satu-satunya yang tegak membelakangi gadis cantik di batang pohon
maka Hantu Seratus Tutul segera balikkan diri. Kalau makhluk ini ikut-ikutan
terpesona melihat kecantikan gadis itu sebaliknya si gadis kerenyitkan wajahnya
ketika melihat tampang Hantu Seratus Tutul yang merupakan tampang macan tutul
bahkan lengkap dengan ekornya segala!
"Gadis cantik! Wahai! Siapa kau"! Apakah tidak menyadari besarnya bahaya berada
di tempat ini"!". "Apa lagi kalau kau sampai berani ikut campur urusan kami!
Menyingkirlah! Cari tempat yang aman sampai aku menyelesaikan mempesiangi dua orang itu! Begitu
urusanku selesai kau akan kubawa ke satu tempat yang disebut Istana Kebahagiaan!
Di sana kita bisa bersenang-senang. Untuk gadis secantikmu apa saja yang kau
inginkan pasti menjadi kenyataan!" Hantu Seratus Tutul julurkan lidah membasahi
bibir dan kedip-kedipkan mata.
* * * Rahasia Bayi Tergantung 7
Wiro Sableng - Pendekar Kapak Maut Naga Geni 212
Karya Bastian Tito
________________________________________________________________________________
__ TIGA emula semua orang yang ada di tempat itu sama menyangka si gad is akan menjadi
marah mendengar ucapan yang tidak senonoh itu. Nyatanya dia malah tersenyum lalu
Stertawa berderai.
"Gadis aneh! Jelas manusia makhluk berupa macan jejadian itu bicara kotor, dia
malah tertawa seolah senang!" kata Setan Ngompol.
"Suara tawanya terdengar merdu menyejukkan hati! Ah, aku bisa-bisa jadi jatuh
cinta padanya!" kata Naga Kuning.
"Bocah amis tidak tahu diri!" semprot Setan Ngompol. "Kencing saja belum
lempang! Bicara jatuh cinta segala!"
Naga Kuning jadi panas. "Tapi Kek! Kalau memilih diantara kita berdua, gadis itu
pasti memilih aku! Tidak mungkin dia memilih kau yang sudah reyot dimakan rayap
dan bau pesing!"
"Naga Kuning, agaknya kau lupa pada gadis bernama Luhkimkim yang kau gila-gilai
itu," Wiro ikut bicara.
"Hik... hik!" Setan Ngompol tertawa. "Gadis cilik ingusan itu saja kau masih
belum mampu mendapatkan, sekarang mau jatuh cinta pada si jelita itu! Hik...
hik! Tapi siapa tahu nasibmu bagus bocah! Kau diambilnya untuk jadi ganjalan
tempat ketidurannya! Hik... hik...
hik!" "Kakek brengsek! Kelak akan ku buktikan gadis berpakaian biru itu lebih menyukai
diriku ketimbang dirimu! Lihat saja nanti!" kata Naga Kuning dengan muka
bersungut-sungut.
Gadis yang tegak di atas tumbangan batang pohon hentikan tawanya. Sepasang mat
any a yang bening bagus menatap Hantu Seratus Tutul. Lalu dia berucap. Suaranya
lembut. "Senang hatiku diajak ke Istana Kebahagiaan. Pasti banyak hal-hal luar biasa
yang membahagiakan bakal kutemui di sana. Makhluk bermuka macan, baru bertemu
kau sudah bersikap baik terhadapku. Ah, sungguh hatiku sudah bahagia walau belum
sampai ke Istana Kebahagiaan yang kau katakan itu. Hanya saja wahai makhluk
bermuka macan. Apakah kau terlebih dulu sudi menjawab beberapa pertanyaanku?"
"Jangankan beberapa, seribu atau sejuta pertanyaanmu pun akan kujawab. Tetapi
wahai gadis cantik bermata bagus. Biaraku menyelesaikan urusan dulu dengan dua
cecunguk ini. Nanti kita bisa menghabiskan waktu berhari-hari untuk saling
bertanya jawab...."
"Wahai, begitu tegakah hatimu menyuruh aku menunggu" Lagi pula aku tidak kuat
melihat kalau nanti dirimu sampai celaka di tengah ke dua orang itu"
"Aku tidak akan celaka. Mereka berdua yang bakal menemui kematian!" kata Hantu
Seratus Tutul sambil busungkan dada. "Tetapi baiklah, orang secantikmu tidak
boleh dibiarkan menunggu terlalu lama. Apa lagi di tempat seperti ini. Silahkan,
pertanyaan apa yang hendak kau ajukan wahai gadis cantik" Tapi wahai! Bolehkah
aku bertanya dulu siapa gerangan namamu?"
"Namaku Luhcinta," jawab si gadis.
Di balik pohon Naga Kuning langsung berkata. "Kalian dengar! Namanya saja
Luhcinta! Ah, aku benar-benar jatuh cinta!"
Rahasia Bayi Tergantung 8
Wiro Sableng - Pendekar Kapak Maut Naga Geni 212
Karya Bastian Tito
"Bocah geblek!" kembali Setan Ngompol menyemprot."
"Wahai, orangnya cantik namanya pun bagus!" memuji Hantu Seratus Tutul. "Aku
sendiri dikenal orang dengan panggilan Hantu Seratus Tutul...."
Si gadis tertawa merdu. "Namamu pun bagus! Cocok dengan keadaanmu!"
Hantu Seratus Tutul tertawa lebar. Hidung macan nya mengembang. "Sekarang kau
boleh menyampaikan apa yang hendak kau tanyakan padaku wahai Luhcinta."
"Pertanyaan pertama, apakah kau pernah mengetahui seorang lelaki bernama
Latampi?" Begitu ditanya begitu Hantu Seratus Tutul gelengkan kepala.
"Sayang kau tak bisa menjawab pertanyaan pertama. Aku beralih pada pertanyaan ke
dua. Apakah kali pernah mendengar riwayat seorang perempuan bernama
Luhpiranti..."
"Luhpiranti.... Luhpiranti...." Hantu Seratus Tutul menyebut nama itu berulang-
ulang sambil pukul-pukul keningnya. "Rasa-rasanya aku memang pernah mendengar
mama itu. Tapi lupa entah di mana dan kapan. Ah...."
"Pertanyaan ketiga mungkin bisa menjadi petunjuk padamu. Pernah kau mendengar
seorang bernama Hantu Penjunjung Roh?"
"Pertanyaanmu yang satu ini bisa kujawab!" kata Hantu Seratus Tutul pula sambil
menyeringai. "Dia adalah seorang nenek sakti yang tak punya tempat kediaman.
Selalu mengembara...."
"Hanya itu yang kau ketahui?"
"Ada satu hal. Nenek sakti itu tidak bakalan panjang umurnya!"
"Wahai! Mengapa kau bisa berkata begitu?" tanya gadis bernama Luhcinta.
"Karena aku akan membunuhnya!" jawab Hantu Seratus Tutul sambil busungkan
dada. "Mengapa kau hendak membunuhnya?" tanya Luhcinta lagi.
"Karena dia tidak tunduk padaku. Tidak mau tunduk pada pimpinan tertinggi Istana
Kebahagiaan!"
"Siapa gerangan pimpinan tertinggi Istana Kebahagiaan yang kau maksudkan itu?"
Luhcinta memburu terus dengan pertanyaan beruntun. Setiap bertanya senyum tidak
pupus dari bibirnya yang bagus.
"Hal itu tidak bisa ku terangkan saat ini," jawab Hantu Seratus Tutul.
"Mengapa tidak bisa?"
"Karena belum saatnya!"
"Kalau begitu, kapan saatnya kau bisa memberi tahu"!" tanya gadis di atas batang
kayu pula. "Tergantung keadaan. Yang pasti kalau kita sudah sampai di Istana Kebahagiaan
nanti." Luhcinta tersenyum. "Aku kecewa padamu wahai Hantu Seratus Tutul. Dua
pertanyaanku yang pertama tidak bisa kau jawab. Pertanyaan ke tiga hanya kau
jawab sedikit, malah membuatku jadi bingung. Wahai walau hatiku suka tapi kurasa
tak ada gunanya aku ikut bersamamu ke Istana Kebahagiaan itu. Ha rap maafkan,
aku tidak akan mau bicara lagi denganmu. Tak ingin aku bertanya lagi! Pergilah
dari sini! Dengan begitu kau bisa menghindari malapetaka mati terbunuh di tempat
ini." "Wahai Luhcinta...!" seru Hantu Seratus Tutul.
Rahasia Bayi Tergantung 9
Wiro Sableng - Pendekar Kapak Maut Naga Geni 212
Karya Bastian Tito
Namun si gadis tidak perdulikan dirinya lagi. Dia melompat dan tahu-tahu sudah
berada di hadapan Hantu Jatilandak.
"Makhluk aneh berkulit kuning bertubuh seperti landak! Wahai, apakah kau
mempunyai nama" Mungkinkah kau bisa memberi jawaban atas pertanyaan-pertanyaanku
tadi?" Hantu Jatilandak tundukkan kepalanya sedikit seolah memberi hormat lalu
menjawab. "Aku biasa dipanggil dengan nama Hantu Jatilandak. Mengenai semua
pertanyaanmu tadi, harap maafmu. Aku baru saja meninggalkan rimba dan pulau
kediamanku. Segala sesuatu yang terjadi di dunia luar tidak pernah kuketahui.
Jadi tidak mungkin aku menjawab atau memberi keterangan."
"Hemm.... Ternyata kau berhati polos dan jujur. Aku tak ingin lagi bicara
denganmu tapi kau boleh tetap berada di sini." Luhcinta berpaling ke arah Hantu
Seratus Tutul. "Wahai, kau masih berada di sini. Apa tidak mendengar ucapanku tadi" Tinggalkan
tempat ini. Agar tidak mendapat celaka."
"Gadis, walau kau cantik dan baik budi perilaku tapi jangan terus-terusan
berucap yang membuat aku jadi tidak sabaran! Tidak ada seorangpun di tempat ini
yang boleh mengatur diriku!"
Luhcinta tersenyum. "Begitu...?" Gadis ini lalu memandang pada Lakasipo. Setelah
menatap sejurus dia berkata. "Orang gagah, dalam rasa sukaku melihatmu aku
merasakan agaknya ada satu ganjalan besar di hati sanubarimu dalam menghadapi
kehidupan ini. Aku turut merasa prihatin. Kalau saja aku bisa menolong pasti aku
akan lakukan. Namun demikian, apakah kau menyadari bahwa dalam kehidupanmu yang
malang kau seharusnya bersyukur bahwa ada beberapa perempuan cantik diam-diam
mencintaimu?"
Paras Lakasipo jadi berubah kemerahan.
"Orang gagah berkaki batu, apakah kau pernah mendengar ujar-ujar: Syukurilah
hidup sebelum datang kematian. Syukurilah cinta kasih sebelum berubah menjadi
kebencian."
"Ujar-ujar itu indah dan bagus sekali," kata Lakasipo. "Artinya dalam dan banyak
sekali maknanya bagiku, Akan kuingat baik-baik. Dan aku sangat berterima kasih
kau telah member! tahu ujar-ujar itu padaku."
Gadis bernama Luhcinta tersenyum. "Sekarang kalau kau bisa menjawab pertanyaan-
pertanyaanku tad"!"
"Mengenai orang lelaki bernama Latampi. Puluhan tahun silam dia pernah tinggal
di salah satu pelosok terpencil Negeri Latanahsilam. Kemudian dia meninggalkan
negeri, mengembara mencari ilmu. Kudengar dia menemukan seorang guru sakti dan
berhasil mendapatkan berbagai ilmu yang aneh-aneh. Namun dia lenyap begitu
saja." Ketika mendengar ucapan Lakasipo itu walau bibirnya merekah senyum namun
sepasang mata bening gadis bernama Luhcinta kelihatan membesar bercahaya.
"Apakah menurutmu dia sudah meninggal dunia wahai orang gagah berkaki batu?"
tanya Luhcinta. Sepasang matanya yang tadi membesar bagus kini mengecil sayu
seolah takut mendengar jawaban yang mengkhawatirkan.
"Tidak pernah kudengar kabar kematian dirinya. Pada masa itu ada kejadian orang-
orang gagah di Negeri Latanahsilam memiliki kemampuan meninggalkan negeri ini
seperti yang terjadi dengan Hantu Balak Anam. Dia lenyap dan pindah ke alam lain
yang seribu dua ratus tahun lebih dahulu dari alam di sini. Namun sulit
diketahui ataupun dibuktikan Rahasia Bayi Tergantung 10
Wiro Sableng - Pendekar Kapak Maut Naga Geni 212
Karya Bastian Tito


Wiro Sableng 106 Rahasia Bayi Tergantung di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

apakah Latampi juga ikut melenyapkan diri meninggalkan Negeri Latanahsilam,
pergi ke dunia lain itu."
"Apakah orang bernama Hantu Balak Anam itu pernah muncul kembali di negeri ini"
Atau mungkin ada yang mengetahui hal ihwalnya?" tanya Luhcinta.
Lakasipo tak segera menjawab. Dia melirik pada Wiro dan kawan-kawannya sesaat.
Si gadis ikut memandang ke arah yang dilirik Lakasipo. Tapi dia tidak dapat
melihat Wiro, Naga Kuning ataupun Setan Ngompol karena terhalang oleh pohon
besar. Lalu didengarnya ucapan Lakasipo. "Hantu Balak Anam tak pernah datang
lagi ke Latanahsilam. Juga tak banyak diketahui hal ihwalnya di negeri seribu
dua ratus tahun mendatang itu."
"Keteranganmu tidak terlalu lengkap tapi sudah cukup membuat hatiku lega karena
ada satu kenyataan dan kebenaran yang kini bisa kupastikan. Apakah kau juga bisa
memberi tahu tentang perempuan bernama Luhpiranti?"
"Kalau aku tidak salah menduga Luhpiranti adalah istri dari Latampi. Perempuan
ini juga lenyap bersama lenyapnya Latampi. Sampai pada satu ketika ditemukan
sesosok mayat perempuan di dalam satu rimba belantara. Mayat itu sudah demikian
rusaknya. Nyaris tinggal tulang belulang Walau banyak yang menduga tapi sulit
membuktikan itu adalah jenazah Luhpiranti yang menemui kematian entah karena
dibunuh entah bunuh diri...."
Wajah Luhcinta kelihatan seperti membeku. Sepasang matanya seolah berubah
menjadi batu dan menatap Lakasipo tanpa berkesip. Membuat lelaki ini merasakan
munculnya getaran aneh dalam dadanya.
"Lelaki berkaki batu, apakah kau bisa memberi petunjuk untuk membuktikan bahwa
Luhpiranti adalah benar-benar istri Latampi?"
Lakasipo merenung sejenak. "Ke dua orang tua mereka kabarnya sudah tiada. Sanak
kerabat dekat mereka juga tak punya. Namun...."
"Namun apa wahai orang gagah berkaki batu?" Pertanyaan si gadis terdengar lembut
tetapi juga bernada penuh harapan.
"Ada seorang yang sekarang masih hidup dan menjadi saksi upacara perkawinan
mereka di Bukit Batu Kawin puluhan tahun silam...."
"Katakan siapa orangnya dan di mana aku bisa menemuinya!" kata Luhcinta seraya
maju mendekat hingga jaraknya dengan Lakasipo kini hanya terpisah satu langkah.
Berada sedekat itu Lakasipo pandangi wajah cantik di depannya penuh rasa kagum.
Debaran dalam dadanya semakin bergejolak. Dalam hati dia berkata. "Tak pernah
aku melihat gadis secantik ini. Hatiku berdebar. Detak jantungku mengeras. Wahai
perasaan apakah yang menggelora dalam diriku terhadap gadis ini?"
"Orang gagah berkaki batu. Apakah kau tidak ingin memberi tahu siapa adanya
orang yang bisa memberi petunjuk kesaksian bahwa Luhpiranti benar-benar adalah
istri Latampi?"
"Orang itu adalah nenek bernama Lamahila. Nenek yang biasa menjadi pimpinan
upacara adat perkawinan bagi semua orang di Latanahsilam."
"Apakah nenek itu masih ada di Latanahsilam saat ini?"
Lakasipo anggukkan kepala.
"Semua keteranganmu sangat besar artinya bagiku wahai orang gagah berkaki
batu. Siapa gerangan namamu?" "
"Aku bernama Lakasipo. Orang-orang menjuluki Hantu Kaki Batu."
Rahasia Bayi Tergantung 11
Wiro Sableng - Pendekar Kapak Maut Naga Geni 212
Karya Bastian Tito
Luhcinta mengangguk-angguk beberapa kali lalu dia ulurkan tangannya memegang
tangan Lakasipo. "Lakasipo, aku sangat berterima kasih atas semua keteranganmu.
Tapi aku akan lebih berterima kasih jika kau bisa men jawab pertanyaanku yang
terakhir..."
"Kau ingin menanyakan tentang nenek sakti bernama Hantu Penjunjung Roh
itu...?" Luhcinta tersenyum lebar. "Tadinya memang hendak ku tanyakan. Tapi semua
jawabanmu telah bisa kucerna hingga lebih baik aku menanyakan hal lain yang
lebih penting. Kau pernah mendengar seorang bernama Lajundai?"
"Kenapa kau menanyakan orang itu"!" Yang bertanya adalah Hantu Seratus tutul.
Luhcinta tersenyum dan berpaling. Lalu gadis ini geleng-gelengkan kepala.
"Hantu Seratus Tutul, bukankah aku sudah memintamu agar pergi dari sini?"
"Kau tidak bisa mengatur Hantu Seratus Tutul! Kau yang harus tunduk padaku
Luhcinta!"
Si gadis tersenyum. "Dari pertanyaanmu agaknya kau tahu siapa dart di mana
beradanya orang bernama Lajundai itu."
"Aku akan memberi tahu jika kau bersedia ikut aku ke istana Kebahagiaan!" jawab
Hantu Seratus Tutul.
"Kalau beg it u kau pergilah duluan ke istana yang kau sebutkan itu. Aku
menyusul kemudian!"
"Luhcinta! Aku memang suka padamu! Kecantikan dan tubuhmu yang bagus
menggairahkan darahku! Tapi jangan bersikap keras kepala berani membantah! Aku
tidak segan-segan menguliti tubuhmu seperti yang akan kulakukan terhadap Hantu
Jatilandak!"
"Aku sedih mendengar kata-katamu itu. Bukankah sesama manusia saling bersaudara"
Mengapa kalian mengandalkan hidup pada amarah dan angkara murka" Padahal cinta
dan kasih sayang jauh lebih baik bagi semua orang...."
Kalau semua orang terkesiap mendengar kata-kata si gadis maka Hantu Seratus
Tutul tertawa gelak-gelak. "Angkara murka sangat cocok buat orang-orang ini.
Cinta kasih paling cocok untuk kita berdua. Bukankah begitu gadis cantik
Luhcinta"! Ha... ha... ha!"
"Ah, aku salah menduga hatimu," berucap si gadis. Lagi-lagi sambil tersenyum.
"Cinta kasih yang ada dalam dirimu ternyata sesuatu yang kotor dan keji. Tidak
cocok untukku. Bahkan tidak untuk binatang sekalipun...."
Merahlah tampang macan Hantu Seratus Tutul. Tenggorokannya turun naik dan
keluarkan suara menggembor. Didahului teriakan yang lebih merupakan gerengan
keras manusia yang mewujudkan dirinya sebagai macan tutul jejadian ini menyergap
ke depan. Dua pisau di tangannya kiri kanan berkiblat ganas. Salah satu kakinya
menendang ke perut Luhcinta!.
* * * Rahasia Bayi Tergantung 12
Wiro Sableng - Pendekar Kapak Maut Naga Geni 212
Karya Bastian Tito
________________________________________________________________________________
__ EMPAT adis yang diserang tidak tinggal diam. Sekali dia jejakkan sepasang kakinya ke
tanah, tubuhnya melesat dua tombak. Lalu dari atas dia membuat gerakan
G menggeliat seperti seorang penari. Dua tangannya didorongkan perlahan ke
bawah. Melihat gerakan si gadis yang lemah-lemah saja apa lagi disertai senyum dikulum,
Hantu Seratus Tutul ikut melesat ke atas. Dua pisau di tangannya kembali
berkelebat. Tapi setengah jalan tiba-tiba satu gelombang angin yang sangat sejuk
menerpa batok kepala, ke dua bahu dan dadanya. Tak ampun lagi Hantu Seratus
Tutul terbanting ke tanah. Kalau tidak cepat berjungkir balik pasti dia akan
jatuh duduk terhenyak atau muka berkelukuran lebih dulu!
"Gadis binal! Kau membuatku marah!" teriak Hantu Seratus Tutul. Tangannya
kembali berkelebat ke atas. Namun di saat yang sama tubuhnya membuat gerakan
aneh. Dua kakinya melesat dan ini ternyata serangan sebenarnya sedang gerakan dua
tangan tadi hanya tipuan saja.
"Sreettt!"
Luhcinta terpekik. Ujung pakaian kulit kayunya robek tersambar kuku-kuku runcing
kaki kanan Hantu Seratus Tutul. Untung kulit kakinya tidak ikut tersambar.
"Wahai Hantu Seratus Tutul. Tidak ada rasa hiba di hatimu terhadap kaum
perempuan sepertiku. Atau mungkin kau makhluk yang tidak punya hati" Tidak punya
perasaan" Tidak punya rasa kasihan?"
"Aku akan menangkapmu hidup-hidup. Akan ku-bawa kau ke Istana Kebahagiaan! Di
situ kau bakal tahu apa yang aku punya untukmu! Ha... ha... ha!" Hantu Seratus
Tutul lalu kembali lancarkan serangan.
Melihat kejadian ini Lakasipo dan Hantu Jatilandak tak tinggal diam. Keduanya
melompat memapasi serangan Hantu Seratus Tutul. Maka terjadilah perkelahian seru
tiga lawan satu.
Bagaimanapun hebat dan tingginya ilmu kepandaian Hantu Seratus Tutul namun
dikeroyok tiga seperti itu dia menjadi kelabakan dan lama-lama terdesak hebat.
"Kurang ajar! Kalau aku tidak segera merat selamatkan diri nyawaku bisa
kapiran!" Hantu Seratus Tutul memaki sendiri dalam hati. Dia lepaskan dua jotosan yang
mengeluarkan sepuluh larik sinar coklat. Bersamaan dengan itu kuku-kuku jari
kakinya mencakar ke tanah. Begitu dua kakinya ditarik keluar maka tanah dan
pasir beterbangan ke udara menutupi pemandangan.
"Hantu keparat! Jangan lari!" teriak Hantu Jatilandak. Dua larik sinar kuning
melesat dari matanya. Namun terlambat. Hantu Seratus Tutul telah lenyap dari
tempat itu. Di tanah yang tadi dicakar dua kakinya kini kelihatan dua buah
lobang besar. "Makhluk satu ini sungguh tidak punya rasa welas asih dan berbahaya!" kata
Luhcinta lalu alihkan pandangannya pada Lakasipo dan Hantu Jatilandak. "Kalau
kalian berdua tidak membantu pasti aku sudah celaka. Aku mengucapkan terima
kasih pada kalian berdua...."
"Ketahuilah wahai Luhcinta," kata Lakasipo. "Manusia tadi hanya satu saja dari
sekian banyak orang-orang berhati culas, jahat dan keji!"
"Ah, betapa aku harus berhati-hati menjaga diri..." kata Luhcinta pula seraya
tersenyum. Rahasia Bayi Tergantung 13
Wiro Sableng - Pendekar Kapak Maut Naga Geni 212
Karya Bastian Tito
"Ilmu kepandaianmu mengagumkan. Gerakanmu selembut penari tetapi mengandung
tenaga dalam luar biasa. Kalau aku boleh bertanya siapa kau ini sebenarnya dan
siapa gerangan gurumu?"
Luhcinta tersenyum. Dalam hati dia memuji ketajaman mata Lakasipo. .Namun dengan
merendah dia berkata. "Aku hanya seorang gadis tolol kesasar di Negeri
Latanahsilam ini. Lagi pula kalau kuberi tahu siapa diriku, mungkin banyak
kesulitan yang akan menghadang walau datangnya bukan dari kalian. Karenanya
biarlah saat ini -Siapa adanya diriku tetap menjadi rahasia. Lakasipo, apakah
kau bisa memberi tambahan keterangan mengenai orang bernama Lajundai itu?"
"Manusia satu itu tidak kuketahui siapa dia adanya. Tak pernah kudengar nama itu
sebelumnya. Maafkan sekali ini aku tidak dapat membantu. Tapi dari ucapan-ucapan
Hantu .Seratus Tutul tadi jelas dia tahu banyak tentang orang itu..."
Luhcinta mengangguk. Tiba-tiba gadis ini mendengar suara orang berucap halus
dari balik batang potion besar.
"Lakasipo, aku tadi ikut menyimak pembicaraan-Agaknya mengenai orang bernama
Lajundai itu ada sangkut pautnya dengan Istana Kebahagiaan yang disebut-sebut
Hantu Seratus Tutul. Itu sebabnya dia menggantung keterangan dengan mengajak
gadis berpakaian biru itu ke Istana Kebahagiaan,..."
"Hai! Aku tak melihat orangnya. Tapi aku mendengar suaranya. Halus dan kecil!
Lakasipo! Siapa gerangan yang barusan bicara?" Si gadis melirik ke arah pohon
besar. "Wahai.... Aku lupa memberi tahu. Aku punya tiga orang saudara angkat. Salah
satu diantaranya adalah yang barusan bicara."
"Kau punya tiga saudara angkat! Sungguh beruntung! Bolehkah aku melihat siapa
mereka adanya" Suara yang tadi bicara terdengar aneh di telingaku."
"Saudara-saudaraku, kalian bertiga keluarlah. Ada gadis cantik hendak melihat
kalian!" berseru Lakasipo.
Wiro langsung mendorong Setan Ngompol hingga kakek ini terjerembab jatuh dan
terkencing-kencing. Sambil senyum-senyum dan satu tangan menekap bagian bawah
perutnya si kakek bangkit berdiri. "Orang-orang memanggilku Si Setan Ngompol!"
"Setan Ngompol" Nama yang aneh" Mengapa orang menyebutmu seperti itu wahai
kakek cebol?" bertanya Luhcinta.
"Anu... sebabnya...." Si kakek kelagapan tak bisa menjawab.
Naga Kuning langsung saja nyerocos. "Anunya punya penyakit...."
"Anunya.... Apa anunya itu?" tanya Luhcinta yang membuat Lakasipo menutup mulut
menahan ketawa sedang Wiro dan Naga Kuning sudah keburu meledak tawa masing-
masing. "Saluran kencing si kakek sudah tidak punya perasaan welas asih!" jawab Naga
Kuning. "Kaget sedikit saja langsung beser! Hik... hik... hik! Jangan dekat-
dekat dengan dia.
Bau pesing! Hik... hik... hik!"
Si Setan Ngompol merengut lalu beser lagi. Luhcinta tertawa lebar dan berkata.
"Justru kakek itu masih beruntung. Kalau dia masih bisa kencing berarti masih
ada saluran welas asih. Yang repotkan kalau dia tidak bisa kencing sama sekali!
Salurannya tersumbat!"
"Mampet!" kata Wiro.
"Buntu!" ujar Naga Kuning hingga semua orang yang ada di situ kembali tertawa.
"Lakasipo, saudara angkatmu ini sungguh lucu. Sudah kakek tapi tingginya hanya
selutut. Pakaiannya juga aneh. Apa yang lain-lainnya juga sama tingginya"
berkata Luhcinta.
Rahasia Bayi Tergantung 14
Wiro Sableng - Pendekar Kapak Maut Naga Geni 212
Karya Bastian Tito
Dari balik pohon menyusul keluar Naga Kuning. Bocah ini lambaikan tangannya pada
Luhcinta. "Banyak sudah aku melihat gadis cantik di Negeri Latanahsilam ini.
Tapi tidak ada yang secantikmu. Bahkan Peri sekalipun kalah cantik dengan
dirimu!" Luhcinta tertawa lebar. "Kau pandai memuji. Tapi aku tahu pujianmu bukan dibuat-
buat atau sekedar untuk mencari perhatian. Aku suka padamu walau kau agak genit.
Hik... hik... hik!" Luhcinta menunggu sesaat. Lalu dia memandang pada Lakasipo. "Katamu kau
punya tiga saudara angkat. Yang muncul cuma dua. Mana satunya lagi?"
"Wiro, mengapa kau masih sembunyi di balik pohon" Ayo lekas keluar perkenalkan
diri!" berseru Lakasipo.
Tapi Pendekar 212 Wiro Sableng tidak juga keluar dari balik pohon. Terpaksa
Lakasipo ulurkan kepalanya.
"Hai apa yang kau lakukan!" tanya Lakasipo ketika dilihatnya Wiro sibuk
membetulkan pakaiannya."
"Ssttt...! Jangan keras-keras!" kata Wiro dari bawah pohon sambil membetulkan
celananya yang melorot ke bawah karena putus tali pengikatnya. Ternyata waktu
dia tadi mendorong Setan Ngompol, kakek itu menarik celananya hingga tali
pengikatnya putus. Kini Wiro jadi kelabakan membenahi diri agar bisa menyambung
tali celananya lebih dulu. Tapi setiap disambung selalu lepas. Tidak sabar
Lakasipo mendorong Wiro dari balik pohon.
Terbungkuk-bungkuk sambil satu tangan memegangi pinggang celana dan satunya lagi
garuk-garuk kepala Wiro terpaksa keluar dari balik pohon.
"Gadis cantik Luhcinta maafkan aku. Ada aral yang melintang hingga keadaanku
jadi seperti ini! Namaku Wiro...."
"Kalau bicara dua tangan harus lepas menghormat!" kata Naga Kuning pula. Lalu
dengan jahilnya dia tarik tangan kiri Wiro yang memegangi pinggang celana. Kalau
tidak lekas Wiro jatuhkan diri ke tanah pasti auratnya sebelah bawah akan
tersingkap tak karuan.
"Anak setan kurang ajar! Apa yang kau lakukan padaku!" sentak Wiro sementara
semua orang yang ada di situ termasuk Hantu Jatilandak dan Luhcinta tertawa
terpingkal-pingkal.
"Walah!" Setan Ngompol menimpali. "Kalaupun tersingkap seberapa besarnya anumu"
Kecil pitit saja pakai disembunyikan segala. Pasti tidak kelihatan oleh gadis
itu! Hik... hik...hik!"
Sambil pegangi celananya, kali ini dengan dua tangan sekaligus Wiro bangkit
berdiri. "Awas kau berani jahil lagi!" kata wiro sambil delikkan mata pada naga kuning.
Lalu dia mendongkak memandang ke arah Luhcinta. "Bolehkah aku menayakan
sesuatu?" "Hei.... Apa yang hendak kau tanyakan wahai anak muda yang tingginya selutut?"
Sambil berkata Luhcinta perhatikan sosok Pendekar 212. Pandangannya mendekat dan
membesar hingga sesaat kemudian seluruh wajah Wiro berada dalam ruang tatapan
matanya. Inilah salah satu kesaktian yang dimiliki si gadis. Yaitu mampu
mendekatkan pandangan matanya hingga benda yang jauh atau kecil bisa besar dalam
penglihatannya.
Berdebarlah dada si gadis ketika melihat bahwa sosok kecil si pemuda ternyata
memiliki Wajah yang gagah walau gerak-gerik dan mimiknya kelihatah konyol.


Wiro Sableng 106 Rahasia Bayi Tergantung di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

"Wiro, orang menunggu pertanyaanmu!" berkata Lakasipo mengingatkan Wiro yang
masih belum juga mengajukan pertanyaan dan masih sibuk dengan celananya yang
tanggal talinya.
"Anu, begini..... Namamu itu...."
Rahasia Bayi Tergantung 15
Wiro Sableng - Pendekar Kapak Maut Naga Geni 212
Karya Bastian Tito
"Ya, ada apa dengan namaku?" tanya si gadis.
"Namamu bagus tapi aneh. Mengapa kau diberi nama Luhcinta" Siapa yang memberi
nama...." "Pertanyaan tolol! Kata Naga Kuning Mencela. "Orang mau bernama apa, apa
pedulimu Wiro. Siapa yang memberi namanya begitu apa urusanmu?"
Wiro jadi garuk-garuk kepala walau hatinya jengkel mendengar ucapan Naga Kuning
itu. "Gadis berpakaian biru, kalau kau tidak suka harap tak usah menjawab
pertanyaanku tadi." kata wiro.
"Aku akan menjawab," menyahuti Luhcinta dengan tersenyum. Namun sekali ini ada
sesuatu yang membayangi senyumnya itu. "Tapi dengan satu syarat. Setelah kujawab
kau tidak akan mengajukan pertanyaan susulan."
"Syaratmu kusetujui," jawab Wiro tanpa pikir panjang.
"Siapa yang memberi nama bukan ayah atau ibuku. Tapi seorang nenek yang
kuanggap sekaligus pengganti ayah dan ibuku. Mengapa nenek itu memberiku nama
Luhcinta itu adalah karena dia mempunyai satu pandangan hidup dimana segala-
galanya harus berdasarkan cinta kasih. Hanya dengan cinta kasih manusia akan
menemui kebahagiaan sejati dalam hidupnya...."
Wiro hendak membuka mulut tapi Luhcinta cepat mengingatkan. "Hai, ingat syarat
perjanjian kita! Kau tidak akan mengajukan pertanyaan susulan!"
Wiro garuk-garuk kepala. "Aku. . aku tidak bermaksud bertanya. Tapi hanya
sekedar bicara memberi tahu jalan pikiranku...."
"Kalau begitu silahkan kau bicara," kata Luhcinta pula.
"Sewaktu kau masih bayi mungkin nenekmu sudah melihat bahwa kelak kau akan
menjadi seorang gadis yang sangat cantik. Kau akan menjadi gadis kecintaan
puluhan bahkan mungkin ratusan pemuda, Sebaliknya kau sendiri akan menyadari
bahwa kelak hanya ada satu lelaki yang kau cintai...."
Wiro tidak teruskan ucapannya. Dalam hati Pendekar 212 berkata. "Wajah gadis itu
mendadak berubah. Dia menatap diriku aneh. Tidak... bukan aneh!
Ada kemesraan dalam sinar bening sepasang matanya."
Untuk beberapa lamanya tempat itu menjadi sunyi. Tak ada yang bicara tak ada
yang bergerak. Akhirnya Luhcinta berkata memecah kesunyian.
"Lakasipo, semua sahabat yang ada di sini. Pertemuan dengan kalian memberi
banyak kejelasan pada beberapa hal yang selama ini masih samar dalam diriku.
Ucapan-ucapan kalian banyak yang baik untuk dijadikan bahan renungan. Aku sangat
berterima kasih atas kebaikan kalian semua. Kalau saja ada kesempatan aku ingin
sekali bertemu lagi dengan kalian...."
"Luhcinta..." menegur Setan Ngompol. "Memangnya kau mau kemana?"
"Aku terpaksa meninggalkan kalian saat ini juga. Ada urusan besar yang harus
kukerjakan...,"
"Kalau kami bisa membantu..." kata Wiro.
Luhcinta tersenyum. Sekilas kembali Wiro melihat bagaimana gadis itu menatapnya
dengan mesra. "Terima kasih. Aku percaya ketulusan hati kalian semua. Tap!
urusan ini harus aku selesaikan sendiri. Selamat tinggal para sahabat...."
Luhcinta hendak putar tubuhnya.
"Tunggu dulu!" Tiba-tiba Wiro berseru. Ketika Luhcinta memandang padanya Wiro
teruskan ucapannya. "Saat ini kami dalam perjalanan mencari seorang sakti
bernama Hantu Rahasia Bayi Tergantung 16
Wiro Sableng - Pendekar Kapak Maut Naga Geni 212
Karya Bastian Tito
Sejuta Tanya Sejuta Jawab. Siapa tahu dia bisa memberi penjelasan tentang hal-
hal yang masih gelap bagimu."
"Terima kasih kau mengingatkan pada orang sakti itu. Sebelumnya guruku juga
telah memberi tahu. Jika ada kesempatan mencari orang tua itu mungkin besar
manfaatnya. Namun saat ini aku belum bisa melakukan hat itu. Masih ada urusan lebih besar,
lebih pelik dan penting yang harus aku selesaikan. Aku terpaksa mendahului
kalian meninggalkan tempat ini. Namun sebelum pergi ada satu hal ingin
kutanyakan padamu Lakasipo.
Mengenai saudara-saudara angkatmu itu. Keadaan mereka tidak beda dengan dirimu.
Hanya saja, mengapa sosok mereka begitu kecil...?"
Lakasipo hendak menjawab tapi memandang dulu pada Wiro. "Tak ada salahnya.
Katakan saja padanya." ujar Wiro.
"Luhcinta, tiga saudara angkatku ini sebenarnya bukan penduduk Negeri
Latanahsilam. Mereka datang tersesat dari negeri yang seribu dua ratus tahun
mendatang.... Keadaan sosok mereka yang begini kecil menimbulkan kesulitan. Kalau kau melihat
sebelumnya mereka tidak lebih dari sejari kelingking. Saat ini, kami tengah
berusaha mencari satu batu sakti agar mereka bisa kembali ke negeri mereka.
Kalau batu itu tidak ditemukan maka kami harus mencari tahu siapa adanya orang
pandai yang sanggup membuat mereka bisa menjadi besar seperti kita...:"
"Ah, sungguh kasihan kalian bertiga..." kata Luhcinta seraya menatap sayu pada
Wiro, Naga Kuning dan Setan Ngompol. "Kalau saja aku bisa menolong...."
"Terima kasih kau memperhatikan kami," kata Wiro. "Kau sendiri juga punya urusan
lebih besar. Jangan memikirkan kami...."
Luhcinta tersenyum. Walau sekilas kembali dia menatap mesra ke arah Wiro. "Para
sahabat, aku pergi sekarang." Sekali berkelebat gadis cantik bertubuh tinggi dan
ramping itupun lenyap dari tempat itu. Setan Ngompol dan Naga Kuning jatuhkan
diri ke tanah. "Sukar dipercaya ada gadis secantik itu..." kata Lakasipo sambil terus memandang
ke arah lenyapnya Luhcinta. Di sebelahnya Hantu Jatilandak juga tampak tegak
termangu. "Jangan-jangan kita semua sudah pada jatuh cinta pada gadis itu!" kata Naga
Kuning perlahan.
Lakasipo akhirnya alihkan pandangan pada Hantu Jatilandak. "Sahabatku, kau
meninggalkan pulau dan tahu-tahu berada dalam rimba belantara ini. Tentu ada
satu urusan besar dan penting yang tengah kau telusuri."
"Kau benar Hantu Kaki Batu. Tak lama setelah kau dan tiga sobat ini meninggalkan
pulau aku bersikeras pada kakekku Tringgiling Liang Batu agar dia mengizinkan
diriku pergi untuk menyelidik asal usulku. Menurut kakek, ayahku masih hidup.
Bernama Lahambalang sedang ibu yang katanya bernama Luhmintari kabarnya sudah
meninggal. Aku akan berusaha mencari makamnya. Kalau kalian tidak keberatan, aku ingin ikut
bersama kalian mencari orang sakti bernama Hantu Sejuta Tanya Sejuta Jawab itu.
Siapa tahu dia bisa menolong menyingkapkan tabir gelap asal usul diriku. Tapi
jika kalian keberatan aku terpaksa menempuh jalan sendiri di negeri yang serba
asing bagiku ini."
"Hantu Jatilandak. Kau sahabat kami. Kau boleh ikut kemana kami pergi..." kata
Wiro. Hantu Jatilandak membungkuk lalu tersenyum. "Terima kasih..." katanya. Lalu
tiba-tiba tangannya berkelebat menangkap sosok Wiro. Sekali tangan itu bergerak
maka Wiro terlempar ke udara setinggi sepuluh tombak lebih.
Rahasia Bayi Tergantung 17
Wiro Sableng - Pendekar Kapak Maut Naga Geni 212
Karya Bastian Tito
"Hai! Apa yang kau lakukan ini"!" teriak Pendekar 212. Bukan saja dia gamang
ketakutan tapi juga khawatir kalau Hantu Jatilandak berniat jahat terhadapnya.
Sebaliknya Hantu Jatilandak sambil tertawa-tawa ulurkan tangannya menangkap
tubuh Wiro kembali.
(Mengenai riwayat Hantu Jatilandak harap baca serial Wiro Sableng berjudul Hantu
Jatilandak). * * * Rahasia Bayi Tergantung 18
Wiro Sableng - Pendekar Kapak Maut Naga Geni 212
Karya Bastian Tito
________________________________________________________________________________
__ LIMA inar terik sang surya menyambut Luhcinta begitu gadis ini keluar dari rimba
belantara. Di satu daerah berbatu-batu yang tanahnya mendaki gadis itu perlambat jarinya.
Sayup-Ssayup dia mendengar suara air mengucur di sebelah depan. Rasa haus tiba-
tiba saja membuat tenggorokannya seperti kering. Tepat di puncak pendakian
Luhcinta hentikan langkah. Memperhatikan ke bawah dia melihat satu pemandangan
sangat indah. Di hadapannya terbentang sebuah lembah subur. Sisi sebelah kanan ditumbuhi
berbagai bunga-bungaan yang sedang berkembang. Sebaliknya sisi sebelah kiri
tertutup kawasan berumput di selang-seling bebatuan besar. Di sela-sela batu-
batu itu ada satu aliran air menuju dasar lembah. Di dasar lembah, air ditampung
oleh sebuah telaga dangkal sebelum mengalir lagi melalui celah-celah batu ke
bagian yang lebih rendah.
Pemandangan itu membuat Luhcinta ingat akan lembah tempat kediaman gurunya
dimana dia digembleng selama bertahun-tahun hingga menjadi seorang gadis
memiliki kepandaian tinggi. Hanya saja Luhcinta hams mengakui bahwa lembah yang
kini terbentang di hadapannya jauh lebih indah dari lembah tempat kediaman sang
guru. Dengan melompat dari satu batu ke batu lainnya Luhcinta menuruni lembah
menuju telaga dangkal di bawah sana. Udara di lembah terasa sejuk membuat rasa
hausnya berkurang. Begitu sampai di telaga jernih, si gadis celupkan kaki,
masukkan ke dua tangannya ke dalam air lalu membasahi mukanya. Setelah itu
ditampungnya curahan air yang mengucur di celah-celah batu dan meneguk
sepuasnya. Air telaga yang sejuk dan bersih membuat wajah Luhcinta memerah segar. Namun di
balik semua kecantikan dan kesegaran wajah itu masih terlihat satu bayangan
adanya ganjalan berat di lubuk hati si gadis. Hal inilah yang terlihat dan
terbaca oleh Pendekar 212
sewaktu sebelumnya bertemu dengan Luhcinta di dalam rimba belantara siang tadi.
Semula ada keinginannya hendak mandi di dalam telaga itu. Namun entah mengapa
niatnya diurungkan lalu dia duduk di satu tempat yang bersih, bersandar ke
sebuah batu besar.
Angin lembah bertiup sejuk. Membuat sepasang mata Luhcinta menjadi berat. Dalam
keadaan terkantuk-kantuk gadis ini ingat akan nasib dirinya. Berulang kali
Luhcinta menarik nafas panjang. Lalu terbayang wajah sang guru yang pada
akhirnya membuat dia ingat akan riwayat dirinya sebagaimana dituturkan oleh si
nenek. * * * Sore itu hujan turuh lebat sekali. Cuaca gelap sesekali diterangi oleh sambaran
petir. Guntur menggelegar menambah mencekamnya suasana. Dalam keadaan seperti itu
kelihatan sosok seorang nenek berjalan basah kuyup terseok-seok. Di tangan
kanannya dia memegang sebatang tongkat terbuat dari bambu kuning yang besarnya
sepergelangan lengan dan panjang kurang dari sepuluh jengkal.
Sambil melangkah si nenek tiada hentinya keluarkan suara nyanyian. Selain itu
tangannya yang memegang tongkat tak bisa, diam. Sebentar-sebentar tangan itu
digerakkan Rahasia Bayi Tergantung 19
Wiro Sableng - Pendekar Kapak Maut Naga Geni 212
Karya Bastian Tito
untuk memukul rambas semak belukar yang menghalangi jalannya. Bahkan beberapa
kali tongkat itu diayun menggebuk batang-batang pohon hingga patah bertumbangan.
Hujan lebat begini rupa
Tubuh reyot seharusnya berada di dalam goa
Membaca doa sambil hidupkan pendupa
Agar sisa hidup bisa mengurangi segala dosa.
Hujan gila begini rupa
Cuaca gelap menutup pandangan mata
Seharusnya tubuh reyot ini berada di dalam goa
Tapi mengapa suara hati mengajak bicara
Tua bangka di dalam goa!
Keluarlah membawa langkah!
Berjalan ke arah utara!
Akan kau Temui sesuatu menusuk mata!
Tua bangka reot di dalam goa!
Keluarlah ayunkan langkah!
Pada saat sesuatu tertumbuk mata!
Itulah artinya awal perkara
Kenyataan di depan mata
Jangan lari cari selamat
Tanggung jawab di atas kepala
Agar selamat seluruh ummat
Tiba-tiba si nenek jatuhkan dirinya, duduk menjelepok di tanah becek, mendongak
ke langit lalu tundukkan kepala menatap tanah di hadapannya.
"Aneh berbilang aneh. Wahai aku yang tua ini bagaimana bisa berada di tempat
ini. Di bawah curahan hujan lebat, udara gelap dan dingin. Aneh dan gila! Aku bisa
menyanyi.... Astaga... apa yang kuucapkan tadi dalam nyanyianku" Gila! Aku tak
ingat! Aku tak ingat lagi...!"
Tiba-tiba si nenek sentakkan kepalanya. Seperti tadi dia mendongak ke langit.
Hujan membasahi mukanya yang keriput. Cuping hidungnya tampak bergerak-gerak.
"Aku mencium sesuatu. Bau busuk..., Sangat busuk...." Si nenek palingkan kepalanya
ke arah kiri, menatap dengan sepasang mata menyorot ke arah rimba belantara di
kejauhan. Perlahan-lahan dia bangkit berdiri. Lalu melangkah ke arah sumber bau
d! dalam. rimba belantara. Saat itu tidak ada suara apa lagi nyanyian keluar
dari mulutnya. "Aneh, tadi aku bisa menyanyi. Sanggup keluarkan suara.... Sekarang mengapa
mulutku terkancing bungkam seribu bahasa. Dan bau itu... semakin menusuk..."
Si nenek ayun-ayunkan tongkatnya kian kemari hingga mengeluarkan suara
menderu-deru. Di satu tempat dia hentikan langkah. Matanya berputar-putar.
Telinganya sebelah kiri dielus-elus berulang kali, "Aku belum tuli. tapi yang
kudengar itu jelas suara tangisan bayi! Ada bayi menangis di dalam hutan!"
Rahasia Bayi Tergantung 20
Wiro Sableng - Pendekar Kapak Maut Naga Geni 212
Karya Bastian Tito
Dengan langkah-langkah cepat si nenek lanjutkan perjalanan. Belum terlalu jauh
dia berjalan, di bawah sebatang pohon yang tak seberapa tinggi tiba-tiba nenek
ini hentikan langkahnya, Dua kakinya yang kurus seolah ditancap ke tanah becek.
Matanya mendelik.
Mulutnya menganga pencong!
"Demi segala Peri, demi semua Dewa dan para roh yang ada di langit dan di bumi!
Wahai mataku tidak lamur apa lagi buta! Betulkah apa yang kulihat ini"!"
Di atas sana, pada cabang paling rendah pohon di hadapan si nenek, tergantung
satu sosok tubuh perempuan. Seutas tambang menjirat lehernya yang mulai
membusuk. Di dada perempuan ini ada sebuah kantong terbuat dari jerami. Kantong
itu bergerak-gerak seolah ada sesuatu yang hidup di dalamnya. Curahan air hujan
yang mengguyur sekujur tubuh mayat tergantung itu mengucur deras ke bawah,,
melewati kaki dan jatuh ke tanah.
Si nenek seperti beku kaku, memandang melotot, berusaha, memperhatikan wajah
perempuan yang tergantung itu. Dia tersentak ketika tiba-tiba dari dalam kantong
jerami melesat suara tangis bayi. Si nenek tersadar.
"Ada orok di dalam kantong itu! Wahai!" Si nenek terlonjak. Kaki kiri dibanting
ke tanah. Saat itu juga tubuhnya melayang ke atas. Tongkat di tangan kanan
berkelebat. "Craasss!" Tali yang mengikat kantong jerami ke tubuh mayat putus. Mayat
tergantung bergoyang-goyang. Di lain kejap si nenek sudah menjejakkan kakinya
kembali di tanah. Di bawah pohon besar kantong jerami diletakkannya di tanah.
Lalu dengan tangan gemetar dia buka kantong itu.
Makam Bunga Mawar 27 Gento Guyon 25 Gelombang Naga Amarah Pedang Bunga Iblis 5
^